Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
ANALISA BULLWHIP EFFECT PADA RANTAI DISTRIBUSI PRODUK THINNER Mila Faila Sufa1*, Ayu Farikah Febriasari2, dan Etika Muslimah3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos I Pabelan, Surakarta. * email:
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Untuk menciptakan suatu pelayanan yang diharapkan maka diperlukan koordinasi antara semua pihak dalam supply chain. Kurangnya koordinasi dapat menimbulkan kesalahan informasi yang dapat menyebabkan variasi permintaan. Pendistribusian produk Thinner merupakan salah satu permasalahan yang ada dalam Delta Niaga dikarenakan dalam pendistribusian produk sering terjadi variasi yang tinggi antara persediaan dengan permintaan. Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data permintaan dan data penjualan dari masing-masing retail. Pengolahan data dilakukan dengan menghitung nilai amplifikasi permintaan pada setiap retail, kemudian melakukan peramalan permintaan dan menghitung kembali nilai amplifikasi permintaan. Retailer yang terindetifikasi terjadi Bullwhip Effect untuk produk thinner A Special adalah retailer Rimba Sentosa, Sumber Mulyo Solo, Sumber Mulyo Sukoharjo, Yale pabelan, Nusantara Abadi, Apin. Perhitungan pada produk thinner Supper 200 liter teridentifikasikan terjadinya Bullwhip Effect pada retailer Solo Murni, Djatmiko, Nova Jaya Sukoharjo, Indoveneer. Untuk produk thinner NC 200 liter indikasi Bullwhip Effect terjadi pada pada retailer Djatmiko dan Sumber Mulyo dengan nilai parameter 1,0056. Setelah dilakukan peramalan permintaan, nilai parameter amplifikasi pada retailer tersebut menjadi dibawah 1,0056. Kata kunci: Retail, Bullwhip Effect, distribusi,variasi,permintaan
PENDAHULUAN Delta Niaga adalah perusahaan yang bergerak dibidang pendistribusian dan penjualan produk antara lain Thinner A Special (per drum 200 liter), Thinner Supper (per drum 200 liter), Thinner NC (per drum 200 liter). Alasan pemilihan produk karena berdasarkan permintaan yang paling tinggi.Pendistribusian produk Thinner merupakan salah satu permasalahan yang ada dalam Delta Niaga. Dimana pendistribusian produk masih sering terjadi simpangan yang jauh antara persediaan yang ada dengan permintaan . Oleh karena itu maka perusahaan harus dapat menentukan jumlah produk yag optimal dan memenuhi permintaan secara merata dalam pendistribusian produk Thinner. Delta Niaga beralamat di Jl. Sanggir, Paulan, Colomadu. Delta Niaga harus bisa menentukan jumlah produk yang optimal dipasaran yang akan diraih untuk memenuhi kebutuhannya. Ada atau tidaknya bullwhip effect didalam sistem distribusinya setidaknya perlu dilakukan pengukuran untuk mengetahui ada atau tidaknya bullwhip effect yaitu dilakukan pengukuran produk per retailer dan juga pengukuran echelon. Setelah dilakukan pengukuran dan apabila terdapat adanya bullwhip effect maka perlu dilakukan perbaikan sistem informasinya antara pihak manufaktur dan retailer, dengan mencoba meramalkan permintaan produk untuk periode mendatang menggunakan data permintaan masa lalu. Berdasarkan latar belakang diatas Niaga Delta yang memiliki sistem distribusi yang sangat komplek, sehingga perlu dilakukan suatu penelitian mengenai bagaimana perhitungan ISBN : 978-602-97491-9-9 A-17-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
pengukuran penjualan dan permintaan yang dapat mengidentifikasi bullwhip effect dan bagaimana perbaikan Supply Chain Management pada tingkat retailer untuk menghasilkan Supply Chain Management yang efisien. Untuk memfokuskan penelitian ini dan tidak menyimpang dari sasaran tema permasalahan, maka beberapa batasan yang dilakukan adalah penelitian hanya dilakukan pada sistem distribusi Delta Niaga dan retail Solo, Sukoharjo dan Karanganyar, jenis produk yang diamati adalah Thinner A Special (per drum 200 liter), Thinner Supper (per drum 200 liter), Thinner NC (per drum 200 liter), data permintaan dan data penjualan pada bulan agustus 2011 sampai dengan Juli 2012. Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah meminimalkan terjadinya Bullwhip Effect di Delta Niaga dan memperbaiki sistem Supply Chain Management agar dapat menciptakan Supply Chain Management yang efisien. Distorsi informasi mengakibatkan pola permintaan yang semakin fluktuatif kearah hulu supply chain. Meningkatnya fluktuasi atau variabilitas permintaan dari hilir ke hulu suatu supply chain dinamakan bullwhip effect. Bullwhip effect merupakan istilah yang digunakan dalam dunia inventory yang mendefinisikan bagaimana pergerakan demand dalam supply chain. Bullwhip yaitu cambuk, alat untuk mengendalikan sapi atau banteng. Konsepnya adalah suatu keadaan yang terjadi dalam supply chain, dimana permintaan dari customer mengalami perubahan, baik semakin banyak atau semakin sedikit, perubahan ini menyebabkan distorsi permintaan dari setiap stage supply chain. Distorsi tersebut menimbulkan efek bagi keseluruhan stage supply chain yaitu permintaan yang tidak akurat. Bullwhip effect mengakibatkan banyak inefisiensi pada supply chain. Misalnya pabrik memproduksi dan mengirim lebih banyak dari yang sesungguhnya dibutuhkan akibat salah membaca signal permintaan dari pemain bagian hilir supply chain. Kegiatan dari pabrik dan pemasok lebih fluktuatif sehingga mereka sering lembur menghadapi pesanan yang berlebih atau menganggur karena distributor/ritel tidak memesan dalam waktu yang relatif panjang akibat mereka melakukan forward buying. Bullwhip effect adalah suatu fenomena dimana satu lonjakan kecil di level konsumen akan mengakibatkan lonjakan yang sangat tajam di level yang jauh dari konsumen (Baihaqi). Efek dari kondisi ini adalah semakin tidak akuratnya data permintaan. Ada banyak hal yang bisa menyebabkan terjadinya bullwhip effect ini. Menurut Lee et al (1997) penyebab pertama dari bullwhip effect adalah demand yang jarang sekali stabil mengakibatkan peramalan permintaan yang kita buat juga jarang sekali akurat, sehingga terjadinya error pada forecast dimana perusahaan mengantisipasi dengan membuat safety stock. Namun jika ditarik dari produk jadi yang diserahkan ke customer sampai ke raw material yang ada di pabrik maka akan terlihat lonjakan demand yang sangat tajam. Pada periode dimana demand sedang melonjak maka seluruh partisipan pada chain akan meningkatkan inventorinya namun jika demand pada periode tertentu sedang turun maka partisipan harus menurunkan inventorinya. Akibat dari besarnya safety stock berpengaruh pada tidak efisiensinya produksi, dan juga mengakibatkan rendahnya utilization pada pendistribusian. Dapat juga berpengaruh pada buruknya customer service dan juga buruknya image perusahaan dikarenakan stock yang sudah terlalu lama, sehingga produk menjadi rusak. Terlebih lagi hiring dan lay-off pekerja berpengaruh pada kondisi keuangan perusahaan akibat dari training dan juga pembayaran pesangon pekerja. Penyebab kedua adalah order batching yaitu saat inventory pada perusahaan sudah menurun, maka perusahaan biasanya tidak langsung memesan barang, ini dikarenakan perusahaan memesan berdasar order batching atau akumulasi permintaan sebelum memesan pada supplier. Biasanya order batching ada dua macam yaitu periodic ordering and push ordering. Perusahaan biasanya memesan secara mingguan, dua mingguan atau bahkan ISBN : 978-602-97491-9-9 A-17-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
bulanan. Jadi yang dihadapi oleh supplier ketika perusahaan memesan secara periodik adalah terjadinya tingkat permintaan yang tinggi untuk bulan ini disusun dengan kekosongan di bulan berikutnya. Pemesanan secara periodik ini mengakibatkan bullwhip effect. Salah satu masalah yang dihadapi untuk melakukan pemesanan secara frekuensi adalah masalah biaya transportasi, dimana terdapat perusahaan akan rugi jika memesan barang dengan muatan yang tidak penuh. Penyebab ketiga adalah price fluctuation dikarenakan manufacture dan distributor biasanya membuat promosi secara periodikal, sehingga membuat pembeli melakukan permintaan menjadi lebih banyak dari yang sebenarnya dibutuhkan. Promosi semacam ini dapat membuat supply chain menjadi terancam, ini dikarenakan pembeli akan memesan lebih banyak dari yang dibutuhkan ketika sedang ada promosi dan ketika harga menjadi normal maka tidak ada pembelian karena customer masih memiliki stock barang. Ini membuat peta permintaan tidak menunjukkan pola yang sebenarnya. Dan variasi dari pembelian lebih besar dari variasi consumsion rate sehingga ini menimbulkan bullwhip effect. Penyebab terakhir adalah rationing and shortage gaming, yang terjadi ketika saat salah satu rantai dari supply chain management ada yang melakukan “permainan” yang mengakibatkan pabrik tidak mengetahui permintaan pasar yang sebenarnya sehingga terjadi kekurangan atau kelebihan stock di pasaran yang mengakibatkan kekacauan di downstream, atau ada salah satu mata rantai yang melakukan penimbunan barang agar terjadi scarcity dan menimbulkan kekacauan di mata rantai SCM, sehingga permintaan meningkat dari downstream. Ini juga mengakibatkan bullwhip effect. Bullwhip effect bisa dikurangi dengan mengerti terlebih dahulu sebabnya. Caracara tersebut adalah melakukan information sharing (terutama data permintaan dengan dari pelanggan akhir), memperpendek lead time, memperpendek/mengubah struktur supply chain, menciptakan stabilitas harga, dan mengurangi ongkos-ongkos tetap untuk kegiatan produksi maupun pengiriman. Dalam pengukuran bullwhip effect ini tidaklah semudah yang kita bayangkan. Menurut Fransoo dan Wouters (2000) mengusulkan ukuran bullwhip effect di suatu eselon supply chain sebagai perbandingan antara koefisien variansi dari order yang diciptakan dan koefisien variansi dari permintaan yang diterima dari eselon yang bersangkutan. Dalam melakukan perhitungan Bullwhip Effect yang terjadi harus mempertimbangkan supply chain sebagai bagian dari unit independen (perusahaan) dan sebagai himpunan bagian dari sejumlah jaringan. Chen (2000) menyatakan bahwa tiap unit pada tingkatan supply chain yang dipertimbangkan mungkin mempunyai hubungan dengan beberapa atau kelipatan unit atau supply chain lainnya. Sebuah supply chain terdiri dari beberapa echelon berikutnya. Sebuah echelon adalah satu level dalam supply chain. Sebuah echelon mungkin terdiri dari beberapa outlet yang pararel, misalnya beberapa pusat distribusi mungkin bersama-sama membentuk sebuah tingkatan “ Distribution Centre ”, atau bahkan beberapa toko mungkin dapat bersama-sama membentuk sebuah tingkatan “Retail Shop”. Di dalam pembahasannya akan dipertimbangkan sebuah supply chain yang terdiri dari beberapa tingkatan. Yang diidentifikasikan sebagai indeks l, dengan (l=0 menjadi tingkatan yang paling atas / upstream ). Setiap tingkatan terdiri dari M outlet yang ditunjukkan dengan ml, lebih lanjutnya kita membedakan antara permintaan yang datang dari tingkatan bawah / downstream (D in) dan permintaan yang keluar menuju tingkatan upstream (D out).
ISBN : 978-602-97491-9-9 A-17-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
METODE Penelitian ini dilakukan secara garis besar terdiri atas empat tahap, yaitu penelitian pendahuluan, pengolahan amplifikasi permintaan (bullwhip effect), peramalan permintaan dengan software dan penghitungan amplifikasi permintaan setelah dilakukan peramalan. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan identifikasi kondisi lapangan, permasalahan, penentuan parameter bullwhip eefect. Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak Delta Niaga dan meninjau dari penelitian terdahulu yang relevan. Tahap Pengolahan Bullwhip Effect Dalam melakukan pengukuran terhadap bullwhip effect pada tingkatan atau sekumpulan tingkatan tertentu pada supply chain sebagai hasil bagian dari koefisien variansi permintaan yang diterima oleh tingkatan ini adalah :
Dimana :
ω=
… … … … … … … … … … … … … … . . (2.1) =
Dimana parameter Bullwhip Effect :
σ( (
=
σ( (
) )
) )
( ) 2 2L ≥1+ + … … … … … … … … … … … … … … . . (2.2) ( ) P
Keterangan : = koefisien variabilitas ; = standar deviasi ; = rata-rata C in : Var (D) = variable permintaan C out : Var (Q) = variable penjualan D in = total permintaan ; D out = penjualan L= Lead Time = 1 hari P = periode pengamatan = 360 hari Berdasarkan perhitungan yang diatas dicari nilai yang ≥ 1 + Tahap Perhitungan Variabilitas Bullwhip Effect
+
Setelah mengumpulkan data permintaan dari retail selama bulan Februari 2012 sampai dengan bulan Juli 2012, dilanjutkan dengan perhitungan variabilitas permintaan. Pada perhitungan variabilitas ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat bullwhip effect pada masing-masing produk dari permintaan konsumen di daerah tujuan pemasarannya.Pengukuran dihitung dengan menggunakan Microsoft excel agar mempermudah dengan formulasi sebagai berikut :
ISBN : 978-602-97491-9-9 A-17-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Tabel 1. Formulasi Perhitungan Bullwhip effect
No Nama
Formula
1 2
AVERAGE (D5 : I15) STDEV (D5 : I15)
4 5 6
Rata-rata Standar Deviasi Koefisien variabilitas penjualan Koefisien variabilitas permintaan Koefisien variabilitas paramater Bullwhip Effect
7
Hasil
3
Keterangan Rata- rata Din dan Dout Standar Deviasi
δ D in / μ D out δ D in / μ D out No 4/ No 3 Ket no 4 dan no 3 1+(2LP)+(2L)+^2/P^2 1 = nilai lead time , p = jumlah penamatan And (no 5<= no 6) Ketika ada Bullwhip Effect secara otomatis nilai akan FALSE dan jika tidak akan TRUE
Setelah melakukan perhitungan maka dapat terlihat data yang mengalami bullwhip effect, maka data yang mengalami bullwhip effect diramalkan menggunakan Win Qsb, agar perusahaan dapat mengambil keputusan apakah persediaan masih dapat terpenuhi atau perlu melakukan permintaan kepada distributor agar supply produk ke konsumen berjalan dengan baik. Berikut langkah dalam melakukan permalan dengan menggunakan software win qsb : a. Menentukan pola data permintaan yang akan diramal b. Menentukan metode peramalan
Gambar 1. Langkah Forecasting problem specification
ISBN : 978-602-97491-9-9 A-17-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Selanjutnya pilih metode yang akan digunakan untuk meramal pada kotak retain other method’s result, kemudian klik OK dan akan muncul hasilnya.
Gambar 2. Pemilihan metode berdasarkan pola data dalam Win Qsb
HASIL DAN PEMBAHASAN Perusahaan Delta niaga bergerak dibidang produksi dan pendistribusian thinner dan terletak dijalan Sanggir, Paulan Colomadu. Pola supply chain dapat dilihat pada gambar 3. Wilayah distribusinya meliputi wilayah Solo, Sukoharjo, dan Karanganyar. Pola supply chain management yang diterapkan dimulai dari manufaktur ke retail, dan langsung dilakukan proses pemasaran ke konsumen.
Gambar 3. Pola Supply Chain Management Delta Niaga ISBN : 978-602-97491-9-9 A-17-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pada perhitungan pada produk Thinner A special 200 liter teridentifikasikan terjadinya Bullwhip Effect pada retail Rimba sentosa ,Sumber mulyo Solo, Sumber Mulyo Sukoharjo, Yale Pabelan, Nusantara Abadi, Apin. 2. Pada perhitungan pada produk Thinner Supper 200 liter teridentifikasikan terjadinya Bullwhip Effect pada retail Solo Murni, Djatmiko, Nova Jaya Sukoharjo, Indoveneer. 3. Pada perhitungan pada produk Thinner NC 200 liter teridentifikasikan terjadinya Bullwhip Effect pada Djatmiko, Sumber Mulyo. 4. Usaha dalam memperbaiki adanya Bullwhip Effect antara lain menjaga lead time harus tetap stabil, dan membuat aturan / kebijakan pada saat melakukan pemesanan. 5. Sistem informasi yang di retailer dan perusahaan kurang baik karena masih dilakukan secara manual, terutama untuk informasi jumlah produk dan safety stock sehingga sistem semakin akurat dan delay informasi berkurang. Untuk memperbaiki hasil penelitian ini, sarannya adalah: 1. Bagi perusahaan hendaknya melakukan peramalan untuk mengurangi bullwhip effect. 2. Bagi pihak retailer diharapkan dapat memperbaiki sistem informasi yang ada agar tidak terjadi penumpukan barang yang akan menimbulkan bullwhip effect. DAFTAR PUSTAKA Abdul Basith, Untung Sus Andriyanto (1999). Metode Dan aplikasi Peramalan. PT. Gelora Aksara. Jakarta Adi Cahya, andris. (2007). Analisa Sistem Distribusi Dengan Menggunakan Manajemen Rantai Pasok/Supply chain Management (Studi Kasus PT.Kusumahadi Santosa,Karanganyar). Tugas Akhir Teknik Industri UMS. Hapsari, Rika Triati. (2007). Analisa Sistem Distribusi Produk Dengan Pendekatan Supply Chain Management Dan Aplikasi Beer Game Di PT. Bangun Indopralon Sukses Cabang Yogyakarta. Tugas Akhir Teknik Industri UMS. Indrajit&Djokpranto. (2002). Konsep Manajemen Supply Chain : Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Lee and Padmanabhan, (1997) kutipan Fransoo, JanC, And Wouters, March J.F, 2000, “Measuring The Bullwhip effect In The Supply Chain”. Research Paper. Rangkuti, Freddy. (2002). Manajemen Persediaan aplikasi di Bidang Bisnis. PT. Raja Grafindo Persada Jakarta Susilo, Tri. (2008). “ Analisis Bullwhip Efect Pada Supply Chain (Studi Kasus Pada PT. Istana Cipta Sembada Sidoarjo). Tugas Akhir Teknik Industri UPN, Yogyakarta. Yamit Zulian.(1999). Manajemen Persediaan. Ekonisia Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta, Yogyakarta
ISBN : 978-602-97491-9-9 A-17-7