SISTEM RANTAI PASOK DAN PENANGANAN TUNA LOIN DI PERAIRAN MALUKU
ARINTO KUNCORO JATI C452100081
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
xi
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2014 Arinto Kuncoro Jati C452100081
RINGKASAN ARINTO KUNCORO JATI. Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR. Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditi perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditi ekspor. Permintaan terhadap komoditi tuna loin cukup tinggi, bahkan pasokan saat ini belum dapat memenuhi permintaan negara-negara importir. Negara-negara importir tuna loin diantaranya adalah Jepang, USA, Australia dan beberapa negara Eropa lainnya. Maluku merupakan salah satu daerah penghasil tuna loin. Nelayan-nelayan pancing pada perikanan tuna di perairan Maluku secara umum masih bersifat tradisional. Salah satu hal yang menarik dari perikanan tuna di Maluku adalah nelayan di atas kapal langsung memproses hasil tangkapannya menjadi potongan bentuk loin, hal ini dilakukan untuk menghemat ruang penyimpanan ikan. Sistem rantai pasok yang ideal tentunya akan memperbesar kemungkinan kualitas ataupun mutu tuna loin akan tetap terjaga dengan baik, sehingga diharapkan akan menghasilkan tuna loin yang berkualitas . Kecepatan alur rantai pasok mulai dari pemindahan produk loin, penyortiran, rantai dingin dan sanitasi dari atas kapal hingga sampai pada konsumen menjadi faktor yang menentukan kualitas produk tuna loin yang dihasilkan. Pengelolaan tuna oleh nelayan secara langsung dalam bentuk tuna loin memiliki nilai tambah ekonomi jika dibandingkan dengan bentuk gelondongan. Permasalahan yang ada pada penelitian ini adalah apakah perbandingan jumlah tuna loin dengan jumlah rendemen yang dihasilkan akan berpengaruh pada nilai ekonomi yang didapatkan oleh nelayan. Kemudian permaslahan selanjutnya adalaha kualitas tuna loin yang dihasilkan apakah memenuhi standar yang dibutuhkan perusahaan sehingga diharapkan dapat menaikkan penghasilan nelayan. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Memformulasikan sistem rantai pasok produk tuna loin di Maluku; 2) Menentukan nilai mutu tuna loin yang dihasilkan oleh nelayan serta nilai tambah yang dihasilkan dari produk tuna loin; 3) Menentukan strategi pengembangan usaha perikanan tuna loin berbasis nelayan. Pengumpulan data dibagi menjadi dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan observasi, wawancara dan diskusi pada bulan September - Oktober 2012 dan studi literatur. Data sekunder merupakan data penunjang berasal dari instansi yang terkait, Pemda, kantor statistik (BPS), lembaga lain dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskripsi perikanan pancing tuna di Maluku, sistem rantai pasok menggunakan analisis integrasi, analisis mutu dengan menggunakan diagram tulang ikan dan perumusan strategi menggunakan metode SWOT. Proses pemotongan loin oleh nelayan pada umumnya akan menghasilkan sekitar 50-55% dari total bobot tubuh ikan. Hal ini akan sangat bergantung pada kerapihan dan ketelitian masing-masing nelayan dalam memotong ikan tuna. Ikan tuna yang dijadikan bentuk loin oleh nelayan pada saat di atas kapal merupakan produk loin kasar yang masih terdapat kulit, sebagian tulang dan daging hitam.
Pada tahap pengumpul dilakukan proses penanganan lebih lanjut terhadap loin di tempat prosesing dengan membuang sisa kulit, tulang-tulang dan daging hitam. Saat loin telah dibersihkan dengan baik kemudian loin tersebut ditimbang. Pada umumnya, penyortiran mutu ditingkat pengumpul tidak terlalu ketat. Setelah proses pembersihan tuna loin di tingkat pengumpul, maka ikan telah siap dibawa ke perusahaan. Di dalam pabrik, loin tuna diproses kembali untuk menjadi produk produk tertentu sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Secara umum ada 2 jenis produk tuna loin yang biasa menjadi produk yang siap dipasarkan ke negara tujuan yaitu tuna loin sashimi (fresh/segar) dan tuna loin CO (frozen/beku). Dikarenakan sifat dari kedua produk tersebut berbeda, maka dibutuhkan penanganan yang berbeda pula dalam seluruh proses pembuatan produk loin didalam perusahaan. Untuk produk tuna beku CO sendiri masih memiliki beberapa beberapa turunan produk yaitu adalah saku, chunk, steak, cube, groundmeat dan beberapa produk lainnya, namun semua itu adalah tergantung permintaan dari pasar. Artinya bahwa setiap perusahaan secara umum memproduksi suatu produk dengan berdasarkan kepada permintaan dari masingmasing buyer. Produk sashimi merupakan salah satu produk tuna yang diekspor dalam kondisi segar sehingga ketepatan dari fasilitas transportasi yang digunakan akan sangat berpengaruh. Hal ini juga terkait dengan kuota pengiriman loin sahsimi yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan produk loin tuna beku sehingga produk loin sashimi harus dikirim dengan pesawat sedangkan pengiriman produk loin tuna beku dapat menggunakan kapal laut karena kondisi penyimpanan loin tuna beku wajib menggunakan ruang berpendingin dengan suhu ruang mencapai o 20 C. Produk tuna loin fresh sashimi paling banyak diserap oleh pasar Jepang. Sedangkan untuk produk frozen tuna mayoritas diekspor ke negara Amerika Serikat, walaupun ada sejumlah kecil yang di ekspor ke beberapa negara Eropa seperti Inggris, Belgia dan Rusia. Secara administrasi, birokrasi pengiriman produk loin jauh lebih mudah ke negara-negara Asia atau Jepang pada khususnya jika dibandingkan ke negara Amerika atau Eropa pada umumnya. Misalnya untuk negara Jepang, birokrasi surat menyurat yang terjadi adalah hanya antara perusahaan dengan perusahaan saja tidak melibatkan komponen instansi dari negara untuk mengecek kualitas dari produk yang mereka terima. Hal ini jauh berbeda dengan kondisi jika perusahaan harus mengirim produk ke negara Amerika atau Eropa. Setelah produk sampai di negara tujuan, maka akan dilakukan pengecekan keamanan mutu produk oleh lembaga otoritas pangan yang berwenang. Untuk negara Amerika Serikat pengecekan keamanan mutu produk dilakukan oleh FDA (Food and Drug Administation) sedangkan untuk negaranegara Eropa dilakukan oleh EUC (European Union Commission). Perbedaan lainnya adalah jika di Jepang, pada produk yang dikirim bermasalah maka biasanya tidak ada pengembalian produk ke negara asal melainkan hanya dikenakan biaya pemotongan pembayaran produk yang bermasalah saja dari harga yang sudah ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Namun untuk Amerika dan Eropa produk dikirim kembali sehingga biaya menjadi dua kali lipat tanpa danya hasil. Berdasarkan nilai IMC untuk pasar Jepang dengan Maluku memiliki hasil tak terhingga, hal ini menunjukkan bahwa antara produk loin sashimi di pasar
Jepang dengan Maluku tidak terjadi integrasi pasar dan tidak saling mempengaruhi satu sama lainnya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan di kedua tempat tersebut tidak terlalu mengalami fluktuasi harga yang berarti. Sedangkan nilai IMC antara pasar Amerika dengan Maluku yang menunjukkan mendekati 0 menunjukkan bahwa terjadi integrasi jangka panjang diantara keduanya. Kurangnya informasi harga dan tidak terjadinya transparansi harga yang baik menyebabkan kondisi integrasi produk loin beku CO antara pasar Amerika dan Maluku terjadi intergrasi dalam jangka panjang yang sangat kuat. Fluktuasi harga yang tinggi di pasar Amerika disinyalir menjadi penyebab hal ini. Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan, kondisi perikanan tuna loin di Maluku memiliki nilai IFAS 2,61 dan EFAS 2,74 atau dengan kata lain berada dalam kondisi yang memiliki kekuaan lebih besar dari kelemahan dan peluang lebih besar dari ancaman (kuadran I). Kuadran 1 menyarankan untuk membuat rumusan strategi yang mendukung strategi agresif. Sistem harus lebih aktif dalam mengambil tindakan-tindakan untuk perkembangan rantai pasok tuna loin. Strategi SO merumuskan dua hal yaitu : 1) Pengoptimalan pemanfaatan tuna di perairan Maluku, hal ini disebabkan potensi tuna yang masih banyak (lebih dari 50%) di perairan Maluku seharusnya dapat memenuhi kebutuhan pasar tuna loin yang semakin meningkat dan 2) Memperluas pasar, adanya peluang bisnis dan investasi pada bisnis tuna loin merupakan peluang yang besar bagi para pelaku rantai pasok tuna loin di Maluku. Kekuatan potensi sumberdaya tuna yang masih tersedia serta jaringan pemasaran yang baik merupakan modal awal yang dapat digunakan untuk memanfaatkan peluang bisnis dan investasi pada bisnis tuna loin. Berdasarkan peluang dan kekuatan yang dimiliki tersebut, maka para pelaku rantai pasok tuna loin di Maluku dapat memperluas pasar dengan cara menambah negara tujuan ekspor dan atau melakukan diversifikasi jenis olahan tuna yang diproduksi. Strategi ini juga dipadukan dengan strategi WO, ST dan WT untuk memperkuat tindak lanjut dalam memperbaiki sistem rantai pasok tuna loin di Maluku.
Kata kunci: Integrasi pasar, Maluku, Mutu, Rantai pasok, Tuna loin
SUMMARY ARINTO KUNCORO JATI. Supply Chain Systems and Tuna Loin Handlings in the Maluku Waters’s. Under Supervision of TRI WIJI NURANI and BUDHI HASCARYO ISKANDAR. Fishing operation pattern in Maluku waters are highly dependent on natural conditions and others supporting technical factors such as fuel supply and other operational capital which generally unstructured and unmeasureable fishing operation management pattern. One important factor in determining quality control process is supplying-chain factor, i.e. loin tuna distribution which ranging from fish hooked on the ship until the receiving product by the consumer. The objectives of this study is to describe loin tuna supply chain system in Maluku. The supply chain was analyzed by using black box diagram system approach and market integration model used to identify a valuate the relationship of each supply chain component with destined market. The results showed that there is no market integration between Japanese markets and Maluku, but there is long term cooperation between American market and Maluku.. Key words: Maluku, market integration, quality, supply chain, tuna loin,.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SISTEM RANTAI PASOK DAN PENANGANAN TUNA LOIN DI PERAIRAN MALUKU
ARINTO KUNCORO JATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Yopi Novita, S.Pi, M.Si
Judul Tesis Nama NIM
: Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku : Arinto Kuncoro Jati : C452100081
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si Ketua
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 31 Desember 2013
Tanggal Lulus:
Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku Arinto Kuncoro Jati C452100081
Judu! Tesis Nama NIM
Dise.tujui oleh Komisi Pembimbing
~-0 · lot~~
.. Nurani M.Si . Ketua. I
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si · Anggota .
'
1 •
"
Diketahui Qleh
Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Prof. Dr. Ir. Mulyono
Tanggal Ujian: 31 Desember 2013
~ ~c
TanggalLulus:
24 MAR 20 14
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan Tesis “Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku” dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si sebagai komisi pembimbing, atas curahan waktu, perhatian dan pikiran dalam penyusunan tesis ini dan juga Bapak Dr. Ir. Sugeng Hariwisudo, M.Si yang mewakili Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap serta Ibu Dr. Ir. Yopi Novita, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis yang telah banyak memberikan saran-saran dan masukan demi kesempurnaan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pimpinan PT. Kristalin Bapak Arfan Fabanyo dan kru yang telah memberikan kesempatan dan tempat untuk melakukan penelitian, Ayahanda Drs. Suryadi SA dan Ibunda Yuyun Yudianingsih yang telah memberikan doa dan kasih sayang yang tak terhingga. Serta Istri tercinta “Femin Puspitasari” yang telah memberikan dorongan semangat, motivasi, dan perhatian yang besar dalam penyelesaian Tesis ini. Tak lupa juga ucapan terima kasih untuk rekan-rekan mahasiswa SPT dan TPT angkatan 2010 (Imanuel Musa Thenu, Suri Purnama Febri, Didin Komarudin, Iwan Dirwana, Tasrif Kartawiijaya, Eddy Hamka, Ardani, Soraya Gigentika, Stylia Johannes, Kaharuddin Sholeh) atas bantuan, kebersamaan dan kerjasamanya selama iniserta rekan-rekan dan Alumnus Pascasarjana IPB (Agustin Ross, Eko Sulchani, Siti Suci Nurhandini, Hamba “Boby” Ainul Mubarok, Furqan La Golo atas bantuan dan masukan-masukan serta koreksi terhadap pembuatan tesis ini. Bogor, Maret 2014 Arinto Kuncoro Jati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian Kerangka pikir penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Ikan Tuna Alat Tangkap Pancing (line) Tuna Loin Manajemen Rantai Pasok Mutu Perumusan Strategi Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT) 3 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Metode Pengumpulan Data Analisis Data
1 1 3 3 3 4 5 5 7 8 10 11 15 15 15 16 17
4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
24
Kondisi Geografi Provinsi Maluku Kondisi Perikanan Tangkap Kondisi Perikanan Tuna
24 25 29
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Deskripsi Perikanan Tuna Loin di Maluku Penanganan Tuna Loin Rantai Pasok Perikanan Tuna Loin di Maluku Analisis Integrasi Pasar Produk Tuna Loin Fresh dan Frozen CO Manajemen Mutu Perumusan Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Tuna Loin di Maluku dengan SWOT Pembahasan
31 31 31 32 39 41 42 46 52
Rantai Pasok Perikanan Tuna Loin di Maluku Penanganan Tuna Loin Manajemen Mutu Tuna Loin di Maluku Integrasi Pasar Produk Tuna Loin Fresh dan Frozen CO Perumusan Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Tuna Loin di Maluku
52 53 54 57 59
SIMPULAN DAN SARAN
63
Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
63 63 64
LAMPIRAN
66
RIWAYAT HIDUP
77
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Syarat mutu dan keamanan pangan tuna sashimi Jenis dan data yang akan dikumpulkan Penilaian bobot faktor strategis internal/eksternal) Matriks Internal Factor Evaluation Matriks External Factor Evaluation Matriks Strength Weakness Opportunities Threats Jumlah Produksi Perikanan Tangkap per Kabupaten di Provinsi Maluku pada tahun 2010 Nilai outcome dari Indikator Produksi TTC di PPN Ambon (ton) Outcome dari Indikator Kelas Mutu TTC di PPN Ambon (%) Outcome dari Indikator Nilai Tambah TTC di PPN Ambon (Rp) Outcome dari Indikator Pendapatan Nelayan di PPN Ambon (Rp.) Fasilitas di PPN Ambon Outcome dari Indikator Pendapatan Nelayan di PPN Ambon (orang) IMC tuna loin ke pasar ekspor (Jepang dan Amerika) Internal Factor Analysis Summary External Factors Analysis Summary Matriks SWOT strategi rantai pasok dan penanganan tuna loin
9 16 21 22 23 23 25 26 26 27 27 28 28 42 46 48 51
DAFTAR GAMBAR 1
Diagram alir kerangka penelitian
4
2
Yellowfin Tuna (Thunnus albacares).
6
3
Lokasi penelitian, Perairan Maluku.
15
4
Diagram sebab akibat rantai pasok tuna loin.
19
5
Diagram analisis SWOT.
20
6
Model perumusan strategi.
23
7
Wilayah Provinsi Maluku.
24
8
Jumlah Produksi Perikanan di Provinsi Maluku 2006-2010.
25
9
Kontribusi Produksi Perikanan Tangkap dari Perairan Laut untuk Setiap Kabupaten/Kota Pesisir di Provinsi Maluku pada Tahun 2010. 26
10 Kapal penangkap ikan tuna di perairan Maluku
29
11 Alat bantu penangkapan ikan
30
12 Penghancuran es untuk perbekalan melaut
30
13 Loin tuna dari nelayan
32
14 Tenda para pengumpul tuna
33
15 Penanganan tuna loin di tingkat pengumpul
34
16 Mesin vakum yang digunakan di pabrik untuk proses pemvakuman
37
17 Rantai pasok tuna loin
40
18 Diagram sebab akibat produk tuna loin yang tidak sesuai dengan pasar ekspor 19 Diagram analisis SWOT
45 50
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Perhitungan integrasi pasar produk tuna loin fresh
67
2
Integrasi pasar produk tuna frozen
71
3
Produk turunan loin tuna frozen CO
75
4
Produk loin tuna fresh sasimi
76
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditi perikanan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar internasional. Potensi ikan tuna di perairan Indonesia masih cukup besar. Tuna merupakan komoditi ekspor perikanan Indonesia terbesar ke-2 setelah udang. Hal ini ditunjukkan dengan volume produksi ikan tuna pada tahun 2010 yaitu sebesar 213.030 ton (Statistik Perikanan 2010). Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Ambon, ikan tuna yang termasuk jenis ikan pelagis besar tersebar di wilayah ekologis pantai selatan Ambon. Potensinya diperkirakan 620,6 ton per bulan dengan maksimum tangkap lestari 310,3 ton per bulan. Menurut pejabat setempat saat ini pemanfaatan ikan tuna baru mencapai 127,1 ton per bulan (sekitar 41 %) dari maksimum tangkap lestari (KKP 2011). Permintaan terhadap komoditi tuna loin cukup tinggi, bahkan pasokan saat ini belum dapat memenuhi permintaan negara-negara importir. Tuna loin di pasar lokal dijual ke Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang telah memiliki lisensi ekspor, restoran dan hotel. Negara-negara importir tuna loin diantaranya adalah Jepang, USA, Australia dan beberapa negara Eropa lainnya. Masing-masing negara importir tersebut memiliki kualifikasi dan standar mutu sendiri. Kualifikasi tuna loin yang diminta negara Jepang hanya grade A atau grade sashimi, sedangkan negara tujuan Amerika dan Eropa masih bisa menerima tuna loin grade B atau C (BI 2009). Nelayan-nelayan pancing pada perikanan tuna di perairan Maluku secara umum masih bersifat tradisional. Hal ini dapat dengan mudah terlihat dari ukuran kapal yang digunakan, yaitu armada penangkapan berukuran kurang dari 5 GT. Nelayan yang beroperasi pada armada umumnya berjumlah antara 1-2 orang dan mereka belum menggunakan alat bantu penangkapan yang memiliki teknologi modern seperti GPS (Global Positioning System), radar ataupun echosounder. Beberapa armada memang dilengkapi dengan kompas namun hanya sedikit dari mereka yang membawa perlengkapan tersebut. Pola penangkapan nelayan di perairan Maluku juga sangat bergantung pada faktor kondisi alam dan faktor teknis pendukung operasi penangkapan seperti ketersediaan bahan bakar serta modal operasional lainnya yang artinya secara umum mereka masih belum memiliki pola manajemen operasi penangkapan yang terstruktur dan terukur. Di sisi lain jumlah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan ikan tuna di Maluku khususnya di pulau Ambon semakin meningkat pesat akhir-akhir ini. Artinya permintaan ikan tuna di Maluku juga meningkat, seharusnya kondisi ini bisa dimanfaatkan sebagai peluang yang baik oleh pihakpihak terkait khususnya para nelayan itu sendiri untuk meningkatkan jumlah ikan hasil tangkapan tuna secara umum. Peningkatan jumlah tangkapan tentunya juga wajib diikuti dengan peningkatan kualitas hasil tangkapan yang baik. Dalam hal ini proses penangan mutu ikan hasil tangkapan yang baik juga harus diperhatikan mulai dari awal penanganan pada saat penangkapan, penanganan hasil tangkapan pasca tangkap di
2
atas kapal dan di darat, proses distribusi ikan menuju lokasi penjualan hasil tangkapan serta faktor-faktor lainnya. Dewasa ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan tuna di Maluku membeli ikan tuna sudah dalam bentuk loin bukan dalam bentuk gelondongan ataupun utuh. Kondisi ini tentunya membutuhkan tingkat kehatihatian yang tinggi dalam semua alur proses penanganan ikan hasil tangkapan karena saat nelayan mendapatkan ikan, mereka langsung memotong ikan dalam bentuk loin di atas kapal. Ikan yang sudah berada dalam kondisi terpotong dalam bentuk potongan loin tentunya akan lebih cepat mengalami proses punurunan mutu apabila tidak ditangani dengan sangat baik. Faktor rantai dingin (cold chain) merupakan titik paling kritis dalam proses penanganan ikan hasil tangkapan. Pembusukan oleh bakteri pembentuk histamin dapat terjadi pada beberapa tahapan yaitu pada proses pendaratan ikan, proses pengolahan atau pada sistem distribusi hingga ke konsumen. Kontrol temperatur yang memadai merupakan kunci untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan pembentukan histamin (McLauchlin et al. 2005). Peningkatan kadar histamin pada ikan juga berhubungan dengan sanitasi dan higenitas dalam proses penanganan ataupun pengolahan. Salah satu bentuk pengendalian histamin adalah pengolahan daging tuna gelondongan menjadi produk setengah jadi yaitu membagi dalam bentuk yang lebih kecil-kecil sehingga lebih mudah dalam penyimpanan. Salah satu bentuk olahan tuna yaitu tuna loin. Tuna loin merupakan produk setengah jadi yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk diolah lebih lanjut menjadi produk akhir, salah satunya adalah sashimi. Kualitas produk tuna loin yang dihasilkan merupakan hal penting bagi perusahaan agar memiliki daya saing. Secara umum salah satu faktor yang berperan besar dan menentukan dalam proses pengendalian mutu adalah faktor rantai pasok (supply chain) yang merupakan proses distribusi barang mulai dari ikan ditangkap di atas kapal sampai dengan produk diterima oleh perusahaan. Penangan produk pada masing-masing tahap ini merupakan titik kritis yang akan menentukan mutu dan kualitas dari produk tuna loin ketika produk tersebut sampai di perusahaan dan dilakukan proses sortasi mutu (grading). Sistem rantai pasok yang ideal tentunya akan memperbesar kemungkinan kualitas ataupun mutu tuna loin akan tetap terjaga dengan baik sehingga diharapkan akan menghasilkan tuna loin dengan kualitas yang sangat baik. Kecepatan alur rantai pasok mulai dari pemindahan produk loin dari atas kapal sampai ke tempat penyortiran milik pengumpul lalu kemudian pendistribusian produk tersebut ke perusahaan akan menentukan kualitas tuna loin yang dihasilkan. Selain itu, selama proses pendistribusian tuna loin faktor penanganan produk seperti rantai dingin, kebersihan di atas kapal, tempat penampungan dan tempat sortasi di tingkat pengumpul juga akan menjadi faktor yang menentukan kualitas dan mutu tuna loin yang dihasilkan. Pengendalian mutu dilakukan untuk menghasilkan mutu produk yang konsisten sesuai dengan kebutuhan konsumen. Pengelolaan tuna dalam bentuk tuna loin memiliki nilai tambah ekonomi jika dibandingkan dengan harga dalam bentuk gelondongan, namun permasalahan yang terjadi adalah perbandingan jumlah tuna loin dengan jumlah rendemen yang berpengaruh pada nilai ekonomi yang didapatkan oleh nelayan serta kualitas tuna loin yang dihasilkan apakah
3
memenuhi standar yang dibutuhkan perusahaan sehingga diharapkan dapat menaikkan penghasilan nelayan. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tersebut. Pengumpul tuna loin lokal di Ambon memiliki salah satu karakter yang sedikit berbeda dengan pengumpul ikan tuna di wilayah lain. Pada saat tidak ada/jarang ikan, para pengumpul beserta nelayannya mengadakan mobilisasi untuk melakukan kegiatan penangkapan tuna di wilayah-wilayah perairan lain seperti perairan Pulau Seram dan Pulau Buru yang diperkirakan menjadi tempat munculnya ikan tuna. Artinya bahwa mereka harus selalu bergerak mencari ikan tuna bukan hanya di wilayah fishing ground mereka yang biasanya. Konsekuensi logis dari hal di atas tersebut adalah harus diimbangi dengan sistem rantai pasok dan penanganan produk yang tepat. Hal ini dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar akan ikan loin yang jumlahnya cukup tinggi. Banyak hal yang harus dipertimbangkan karena mobilisasi penangkapan seperti yang dilakukan oleh nelayan tuna loin Ambon akan memerlukan tambahan waktu, biaya dan perlakuan. Sehingga kelayakan dan optimalisasi kegiatan penangkapan tuna loin perlu untuk dianalisis.
Perumusan Masalah Permasalahan-permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah : 1) Apakah pengolahan tuna loin yang dilakukan oleh nelayan setempat sudah merupakan langkah yang tepat dalam usaha menjaga mutu ikan tuna yang ditangkap serta menghasilkan nilai tambah yang lebih besar. 2) Bagaimana proses rantai pasok (supply chain) yang merupakan teknis distribusi dan rantai pemasaran produk tuna loin menjadi faktor yang bisa meningkatkan nilai tambah bagi para nelayan
Tujuan Tujuan dari penelitian “Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku“ adalah: 1) Memformulasikan sistem rantai pasok produk tuna loin di Maluku 2) Menentukan nilai mutu tuna loin yang dihasilkan oleh nelayan serta nilai tambah yang dihasilkan dari produk tuna loin 3) Merumuskan strategi pengembangan usaha perikanan tuna loin berbasis nelayan
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penetilitian ini adalah sebagai berikut : 1) Sebagai salah satu bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang perikanan tuna secara umum, khususnya untuk bidang sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin di perairan Maluku
4
2) Sebagai dasar penelitian selanjutnya khsususnya pada bidang sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin bagi para akademisi dan peneliti 3) Sebagai sumber informasi bagi stakeholder yang terkait untuk menciptakan kebijakan perikanan yang tepat khususnya bagi perikanan tuna di Maluku
Kerangka pikir penelitian Masalah-masalah yang dihadapi dan telah disebutkan pada permasalahan dalam penelitian ini kemudian disusun menjadi satu kerangka berpikir. Kerangka pikir merupakan rencana penelitian dari mulai usulan penelitian, penelitian di lapangan, pengolahan data hingga menjadi tesis. Kerangka pemikiran dari penelitian ini disampaikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir kerangka penelitian
5
Ada dua hal yang sangat berpengaruh besar dalam perikanan tuna loin di Maluku yaitu rantai pasok (supply chain) terhadap produk tuna loin dan sistem pengelolaan perikanan tuna loin itu sendiri. Dua hal tersebut merupakan komponen yang akan menentukan baik atau buruknya poduk tuna loin yang dihasilkan pada perikanan tuna loin di Maluku. Oleh karena itu sebagai langkah awal adalah harus menentukan permasalahan-permasalahan yang ada pada perikanan tuna loin di Maluku yang berhubungan dengan rantai pasok (supply chain), kualitas tuna loin yang dihasilkan serta seberapa besar nilai tambah yang didapatkan nelayan dari perikanan tuna loin. Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi sistem rantai pasok perikanan tuna loin di Maluku dan sistem pengelolaan perikanan tuna loin serta identifikasi terhadap nilai tambah yang didapat nelayan. Menggunakan metode analisis deskiptif komparatif pada analisis rantai pasok, analisis mutu dan analisis SWOT maka penelitian ini diharapkan akan mengarah pada strategi pengembangan perikanan tuna loin di Maluku yang berbasis pada nelayan. Pada akhirnya melalui strategi pengembangan yang berbasiskan nelayan, maka diharapkan perikanan tuna loin dapat menguntungkan nelayan-nelayan perikanan tuna loin di Maluku.
2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Ikan Tuna Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa famili Scombridae, terutama genus Thunnus. Tuna merupakan ikan perenang cepat (pernah diukur mencapai 77 km/jam). Daging yang dimiliki berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung myoglobin dari pada ikan lainnya (Mc Afee et al. 2009). Ikan tuna memiliki tubuh berbentuk tegak, memanjang dan fusiform (streamline) dengan dua buah sirip dorsal terpisah yang memiliki satu jari-jari keras pada jari-jari pertamanya dan sirip kaudal berbentuk bulan sabit. Sirip 5 ventral berukuran lebih kecil atau sama dengan sirip pektoral, serta terletak menjorok ke belakang dari dasar sirip pektoral. Ikan tuna terdiri dari beberapa jenis dan dapat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok tuna kecil dan tuna besar. Kelompok tuna kecil seperti tongkol (Euthynus affinis), longtail dan cakalang atau skipjack (Katsuwonus pelamis) serta kelompok tuna besar seperti madidihang (Tuna albacores) atau yellowfin tuna, mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga) atau albacore, tuna sirip biru (Thunnus thymus maccoyii) atau southern bluefin dan tuna abu-abu (Thunnus thymus orientalis) atau bluefin (Soepanto 1990 dalam Nurani 1996). Beberapa spesies tuna yang lebih besar, seperti tuna sirip biru (bluefin tuna), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam (Lennert-cody 2008). Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik kecil berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya. Sebagian
6
besar mempunyai sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Burhanuddin et al. 1984). Klasifikasi ikan tuna (Saanin 1984) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Teleostei Subkelas : Actinopterygi Ordo : Perciformes Subordo : Scombridei Famili : Scombridae Genus : Thunnus Spesies : Thunnus obesus (bigeye, tuna mata besar) Thunnus alalunga (albacore, tuna albacore) Thunnus tonggol (longtail, tuna ekor panjang) Thunnus albacore (yellowfin, madidihang) Thunnus macoyii (southern bluefin, tuna sirip biru selatan) Thunnus thynnus (northern bluefin, tuna sirip biru utara) Thunnus atlanticus (blackfin, tuna sirip hitam) Ikan tuna yang terdapat di perairan Indonesia terdiri dari beberapa jenis, untuk memudahkannya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tuna kecil yang diwakili oleh skipjack dan tuna besar yang meliputi madidihang, tuna mata besar, tuna albakora, tuna sirip biru dan tuna abu-abu. Beberapa jenis tuna yang merupakan komoditi ekspor adalah madidihang, tuna mata besar, albakora, tuna sirip biru, dan cakalang. Ikan tuna terdapat pada hampir seluruh perairan laut, terutama yang mempunyai kadar garam tinggi. Pada perairan Samudra Hindia penyebarannya meluas dari 30° lintang selatan ke utara dan dari timur Australia hingga benua Afrika dan di nusantara selain di kedua lautan yang mengelilingi negara kepulauan juga terdapat di laut yang dalam diantaranya Laut Bali, Laut Flores, Laut Arafuru serta Laut Banda (Stansby 1963).
Sumber: Archambault, C. (Fishbase.com)
Gambar 2 Yellowfin Tuna (Thunnus albacares).
7
Alat Tangkap Pancing (line) Alat penangkapan yang paling banyak digunakan untuk menangkap ikan tuna adalah pancing (line). Alat tangkap pancing terdiri dari mata pancing, tali pancing, umpan dan berbagai perlengkapan lainnya seperti joran, pelampung, pemberat dan lain-lain. Dibandingkan dengan alat penangkapan ikan lainnya, menurut Ayodhyoa (1981) alat penangkapan ini mempunyai segi-segi positif, yaitu antara lain: 1) Alat-alat pancing tidak susah dalam strukturnya dan operasinya dapat dilakukan dengan mudah. 2) Organisasi usahanya kecil, sehingga dengan modal sedikit usaha sudah dapat berjalan (bergantung jenis usaha pancingnya), manusia sedikit usaha sudah dapat dijalankan. 3) Syarat-syarat daerah penangkapan ikannya relatif sedikit dan dapat dengan bebas memilih. 4) Pengaruh cuaca, suasana laut dan sebagainya relatif kecil. 5) Ikan-ikan yang tertangkap seekor demi seekor sehingga kesegarannya dapat dijamin. Selain keunggulan-keunggulan yang telah dijelaskan, pancing juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan dari alat tangkap pancing, antara lain yaitu : 1) Dibandingkan dengan perikanan jaring, maka untuk mendapatkan hasil tangkapan yang banyak jumlahnya dalam waktu yang singkat tidak mungkin dilakukan. 2) Memerlukan umpan, sehingga ada tidaknya umpan akan berpengaruh terhadap jumlah banyaknya operasi yang dapat dilakukan. 3) Keahlian perseorangan sangat menonjol, pada tempat, waktu dan syarat-syarat lainnya sama, hasil tangkapan yang diperoleh belum tentu sama dengan orang lain. 4) Pancing terhadap ikan adalah pasif, dengan demikian tertangkapnya ikan tersebut sangat ditentukan oleh tertariknya ikan untuk memakan umpan. Pancing adalah salah satu alat tangkap yang umum dikenal oleh masyarakat, terlebih di kalangan nelayan. Pada prinsipnya pancing ini terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing biasa dibuat dari bahan benang katun, nilon, polyethilene, plastik (senar) dan lain-lain. Sedangkan mata pancingnya (mata kailnya) dibuat dari kawat baja, kuningan atau bahan lain yang tahan karat. Mata pancing tersebut umumnya memiliki ujung berkait balik, namun ada juga yang tanpa kait balik. Jumlah mata pancing yang terdapat pada tiap perangkat (satuan) pancing itu bisa tunggal maupun ganda (2 – 3 buah) bahkan banyak sekali (ratusan sampai ribuan) tergantung dari jenis pancingnya. Sedangkan ukuran mata pancing bervariasi, disesuaikan dengan besar kecilnya ikan yang akan ditangkap (dipancing) (Subani dan Barus 1989). Perbedaan jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan akan mengakibatkan perbedaan pada pancing yang digunakan. Dengan demikian, struktur pancing juga akan berbeda, sehingga akan terlihat banyak sekali variasi dari alat pancing. Sehubungan dengan jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan maka fishing ground dimana ikan itu berada akan berbeda pula kondisinya, dengan demikian maka cara yang akan dilakukan akan berbeda.
8
Pada garis besarnya line fishing banyak jenisnya, tetapi dapat dikelompokan dalam beberapa kelompok (Von Brandt, 1984) yaitu : 1) Hand lines, yaitu pancing yang paling sederhana. Biasanya hanya terdiri dari pancing, tali pancing dan pemberat serta dioperasikan oleh satu orang dan tali pancing langsung ke tangan. 2) Pole and line, yaitu pancing yang digunakan khusus menangkap ikan-ikan cakalang, tuna dan tongkol, pancing ini terdiri dari joran, tali pancing dan umpan. Dioperasikan secara bersama di atas kapal. 3) Set lines, yaitu pancing yang dipasang secara menetap dalam jangka tertentu. Pancing ini terdiri dari tali pancing, pancing dan umpan kemudian dipasang secara tetap di suatu perairan. 4) Bottom long lines, yaitu pancing yang dipasang di dasar perairan, biasanya khusus menangkap ikan-ikan demersal. 5) Drift lines, yaitu pancing yang dipasang di permukaan atau pertengahan air dan dihanyutkan sampai jangka waktu tertentu. 6) Troll lines, yaitu pancing yang dalam operasinya ditarik dengan perahu. Dilihat dari cara pengoperasiannya pancing-pancing tersebut bisa dilabuh (pancing ladung, rawai biasa, rawai cucut), ditarik di belakang perahu/kapal yang sedang dalam keadaan berjalan (trolling) baik menelusuri lapisan permukaan air, lapisan tengah (pancing cumi-cumi) maupun di dasar perairan (pancing garit/dragged line), maupun dihanyutkan (rawai tuna, tuna long line). Penangkapan dengan pancing dapat dilakukan baik pada siang maupun malam hari dan dapat digunakan sepanjang tahun tanpa mengenal musim (Subani dan Barus 1989).
Tuna Loin Ikan tuna untuk tujuan ekspor terdiri dari tuna segar, beku segar, beku olahan dan tuna kaleng. Tuna beku diolah dari tuna segar yang menghasilkan berbagai jenis produk tuna beku yaitu loin, block loin, chunk, saku, steak, cube, sushineta dan negitoro (Nurani dan Wisudo 2007). Tuna loin mentah beku adalah produk yang dibuat dari tuna segar atau beku. Produk loin berasal dari tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi 4 bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan dan pembekuan cepat dengan suhu pusatnya maksimum -18oC (BSN 2006). Menurut KKP (2010), tuna segar untuk sashimi berdasarkan SNI 01-2693.12006 meliputi 3 tahap bagian, yaitu: spesifikasi, persyaratan bahan baku, serta penanganan dan pengolahan. tuna segar untuk sashimi yaitu produk hasil perikanan dengan bahan baku tuna segar yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan, pencucian 1, pemotongan sirip, pencucian 2, sortasi mutu (grading), penimbangan, penyimpangan dingin atau tanpa penyimpanan dingin, pengusapan (swabbing), pengepakan dan pelabelan. Ruang lingkup standar ini menetapkan klasifikasi, syarat bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan makanan, cara penanganan, teknik sanitasi dan higenitas, syarat mutu dan keamanan pangan, cara pengambilan contoh, cara uji, serta syarat penandaan dan pengemasan untuk tuna segar untuk sashimi.
9
Tabel 1 Syarat mutu dan keamanan pangan tuna sashimi No. 1 2
3
4 5
Jenis uji Organoleptik Cemaran mikroba* 1) ALT 2) Escherichia coli 3) Salmonella 4) Vibriocholeraea Cemaran kimia 1) Raksa (Hg)* 2) Timbal (Pb)* 3) Histamin 4) Cadmium (Cd)* Fisika Suhu pusat Parasit
Satuan Angka (1-9)
Persyaratan Minimal 7
Koloni/g APM/g APM/g APM/g
Maksimal 5,0 x 105 Maksimal < 2 Negatif Negatif
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maksimal 1 Maksimal 0,4 Maksimal 100 Maksimal 0,5
o
Maksimal 4,4 0
C Ekor
Catatan: * bila diperlukan Sumber: BSN 2006
Standar ini berlaku untuk tuna segar sashimi dan tidak berlaku untuk produk yang mengalami pengolahan lebih lanjut. Syarat mutu dan keamanan panagan tuna sashimi tersaji pada Tabel 1. Ruang lingkup: standar ini menetapkan jenis bahan baku, bentuk bahan baku, asal bahan baku, mutu bahan baku dan penyimpanan bahan baku untuk tuna segar untuk sashimi. 1) Bahan baku tuna segar untuk sashimi: tuna segar yang telah disiangi dengan membuang isi perut dan insang. 2) Jenis bahan baku: bahan baku yang digunakan adalah ikan tuna madidihang (yellowfin tuna/Thunnus Albacores), tuna mata besar (bigeye tuna/Thunnus Obesus), tuna sirip biru (bluefin tuna/Thunnus Thynnus dan Thunnus Maccoyii). 3) Bentuk bahan baku: tuna segar yang sudah disiangi. 4) Asal bahan baku: bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar. 5) Mutu bahan baku: bahan baku bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifatsifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. Secara organoleptik bahan baku mempunyai karakterisitik kesegaran sebagai berikut: kenampakan: bersih, warna daging spesifik jenis ikan tuna; tekstur: elastis, padat dan kompak; bau: segar; rasa: netral agak manis. 6) Penyimpanan bahan baku: bahan baku yang terpaksa menunggu proses lebih lanjut, disimpan dalam wadah yang baik dan tetap dipertahankan suhunya dengan menggunakan es curai sehingga suhu pusat bahan baku mencapai suhu maksimal 4,4C, saniter dan higenis.
10
Manajemen Rantai Pasok Pengertian manajemen rantai pasok dari beberapa ahli adalah sebagai berikut: 1) Metode, alat, atau pendekatan pengelolaan rantai pasok (supply chain). Rantai pasok (supply chain) adalah jaringan fisik yaitu perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir (Oliver dan Weber 1982). 2) Fortune Magazine (Artikel Henkoff, 1994) merupakan proses perusahaan memindahkan material, komponen dan produk ke pelanggan. Proses pemindahan barang dilakukan tepat jumlah, tepat lokasi dan tepat waktu. 3) Filosofi manajemen secara terus menerus mencari sumber fungsi bisnis yang kompeten untuk digabungkan baik dalam perusahaan maupun luar perusahaan seperti mitra bisnis yang berada dalam satu rantai pasok (supply chain) untuk memasuki sistem pasok (supply) yang kompetitif tinggi dan memperhatikan kebutuhan pelanggan, yang berfokus pada pengembangan solusi inovatif dan sinkronisasi aliran produk, jasa, dan informasi untuk menciptakan sumber nilai pelanggan yang bersifat unik (Ross 1998). 4) Jaringan organisasi yang melibatkan hubungan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas yang berbeda yang memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan. Contoh: Pabrik pembuat kemeja adalah 2 bagian rantai pasok (supply chain) yang menghubungkan upstream (melalui pengusaha kain kepada pengusaha serat/kapas) dan downstream (melalui distributor dan retail pada pelanggan akhir) (Martin 1998). 5) Manajemen rantai pasok berhubungan erat dengan aliran manajemen material, informasi dan finansial dalam suatu jaringan yang terdiri dari supplier, perusahaan, distributor, dan pelanggan (Stanford Supply chain Forum 1999, yang dicetuskan oleh Kepala Forum Hau Lee) 6) Merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan supplier, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan (Simchi-Levi et.al, 1999). Manajemen rantai pasok tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Koordinasi dan kolaborasi perlu dilakukan karena perusahaan yang berada pada satu rantai pasok (supply chain) pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama, mereka harus bekerja sama untuk membuat produk yang murah, mengirimnya tepat waktu dan dengan kualitas yang bagus. Persaingan yang terjadi pada saat ini bukan hanya pada satu perusahaan dengan perusahaan yang lain tetapi antara rantai pasok (supply chain) yang satu dengan rantai pasok (supply chain) yang lain. Semangat kolaborasi dan koordinasi juga didasari oleh kesadaran bahwa kuatnya sebuah rantai pasok (supply chain) tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang berada di dalamnya. Namun, semangat kolaborasi dan koordinasi tidak boleh mengorbankan kepentingan tiap individu perusahaan.
11
Manajemen rantai pasok yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing bagi rantai pasok (supply chain) secara keseluruhan, namun tidak menyebabkan satu pihak berkorban dalam jangka panjang. Oleh karena itu diperlukan pengertian, kepercayaan, dan aturan main yang jelas. Idealnya, hubungan antar pihak pada rantai pasok (supply chain) berlangsung jangka panjang. Hubungan jangka panjang memungkinkan semua pihak untuk menciptakan kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta karena hubungan jangka panjang berarti mengurangi ongkos-ongkos untuk mendapatkan perusahaan partner baru. Rantai pasok (supply chain) adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, took atau ritel, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Rantai pasok (supply chain) adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir. Manajemen rantai pasok adalah metode, alat atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa manajemen rantai pasok menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi. Prinsip dasar manajemen rantai pasok: 1) Prinsip integrasi semua elemen yang terlibat dalam rangkaian manajemen rantai pasok berada dalam satu kesatuan yang kompak dan menyadari adanya saling ketergantungan 2) Prinsip jejaring semua elemen berada dalam hubungan kerja yang selaras 3) Prinsip ujung ke ujung proses operasinya mencakup elemen pemasok yang paling hulu sampai ke konsumen yang paling hilir 4) Prinsip saling tergantung setiap elemen dalam manajemen rantai pasok menyadari bahwa untuk mencapai manfaat bersaing diperlukan kerjasama yang saling menguntungkan 5) Prinsip komunikasi keakuratan data menjadi darah dalam jaringan untuk menjadi ketepatan informasi dan material.
Mutu Mutu merupakan sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan serta didasarkan oleh pengalaman aktual pelanggan terhadap produk atau jasa, dan diukur berdasarkan persyaratan pelanggan yang cenderung bersifat subyektif. Oleh karena itu, mutu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa digunakan untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan (Feingenbaum 1989). Menurut Montgomery (1990), ada dua segi umum tentang mutu, yaitu rancangan mutu dan kecocokan mutu. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat mutu. Variasi dalam tingkat mutu memang disengaja, sehingga teknik ini disebut dengan istilah rancangan mutu. Kecocokan mutu merupakan seberapa baik suatu produk sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan tersebut.
12
Kecocokan mutu dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan mutu (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan, dan lain-lain) yang digunakan untuk memantau seberapa jauh jaminan mutu diikuti beserta motivasi angkatan kerja untuk mencapai mutu. Tiap produk yang dihasilkan mempunyai sejumlah unsur yang secara bersama-sama menggambarkan kecocokan penggunaannya. Ciri-ciri mutu terdiri dari beberapa sifat berikut (Gasperz 1998): 1) Fisik: panjang, berat, dan diameter. 2) Sensori (berkaitan dengan panca indera): rasa, penampilan, warna, bentuk, model, dan lain-lain. 3) Orientasi waktu: keandalan, kemampuan pelayanan, kemudahan pemeliharaan, ketepatan waktu penyerahan produk. 4) Orientasi biaya: berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh konsumen. Prosedur untuk mencapai sasaran mutu diistilahkan dengan pengendalian mutu. Pengendalian mutu adalah aktivitas keteknikan dan manajemen sehingga ciri-ciri kualitas produk dapat diukur, dibandingkan dengan spesifikasi atau persyaratannya, dan pengambilan tindakan yang sesuai jika ada perbedaan antara penampilan sebenarnya dengan standarnya (Montgomery 1990). Menurut Feigenbaum (1989), ada empat langkah dalam penerapan pengendalian mutu, yaitu: 1) Menetapkan standar, yaitu menentukan standar mutu, standar mutu prestasi kerja, standar mutu keamanan, dan standar mutu keterandalan yang diperlukan produk. 2) Menilai kesesuaian, yaitu membandingkan kesesuaian dari produk dan jasa yang dihasikan terhadap suatu standar. 3) Mengambil tindakan korektif bila perlu, yaitu mengkoreksi masalah dan penyebabnya melalui faktor-faktor yang mencakup pemasaran, rekayasa, produksi, dan pemeliharaan yang mempengaruhi kepuasan pemakai. 4) Merencanakan perbaikan, yaitu mengembangkan suatu upaya yang kontinu tuntuk memperbaiki standar biaya, prestasi, keamanan, dan keterandalan. Tujuan utama pengendalian mutu adalah menjaga kepuasan pelanggan. Identifikasi semua kebutuhan pelanggan merupakan suatu hal yang mendasar bagi kendali mutu efektif. Keuntungan yang didapat dari pengendalian mutu adalah sebagai berikut (Feigenbaum 1989): 1) Meningkatkan mutu dan desain produk. 2) Meningkatkan aliran produksi. 3) Meningkatkan moral tenaga kerja dan kesadaran mengenai mutu 4) Meningkatkan pelayanan produk. 5) Memperluas pangsa pasar. Produk-produk perikanan tergolong “most perishable foods”, yang cepat sekali mundur mutunya secara autolysis, biochemis, dan microbiologis, terutama dipengaruhi oleh suhu. Ikan pada umumnya lebih cepat mengalami proses pembusukan daripada daging karena mengandung jenis-jenis bakteri “psychrophilic”. Sanitasi dan hygiene memegang peranan penting dalam penanganan dan pengolahan (Ilyas 1980). Berdasarkan beberapa pengertian rantai pasok di atas, pada penelitian ini rantai pasok produk loin tuna harus difokuskan
13
pada dua bagian yaitu penanganan di atas kapal hingga pada unit pengolahan ikan dan penanganan pada saat distribusi loin tuna. Penanganan Tuna di Atas Kapal Hingga Unit Pengolahan Ikan Menurut Ilyas (1980) penanganan ikan harus dilakukan sejak ikan tertangkap yaitu di atas kapal. Penanganan yang dilakukan dapat berupa pendinginan (chilling) dan pembekuan (freezing). Pendinginan adalah penurunan suhu ikan hingga 0oC dengan cara: pemberian es (icing), pemberian udara dingin (chilling in cooled air) dan pendinginan dalam air (chilling in cooled or refrigerated water). Menurut Nurani dan Sugeng (2007) penanganan terhadap tuna yang harus dilakukan di atas kapal berupa: 1) Membunuh ikan tuna secepat mungkin dengan cara memasukkan spike (batang besi tajam) pada otak ikan dan tetap menjaga suhunya dengan menyemprotkan air lewat selang (hose), penanganan harus dilakukan dengan hati-hati hingga tidak meninggalkan bekas luka pada ikan karena dapat menurunkan kualitas tuna tersebut. 2) Pengeluaran darah dari tubuh tuna antara lain: pemotongan ekor, pemotongan nadi darah pada kedua sirip dada, memotong nadi darah dari insang ke jantung. Hal ini bertujuan mengeluarkan semua darah yang ada pada tubuh tuna tanpa membuatnya menggelepar atau memberontak, yang dapat menyebabkan darah tertinggal dalam tubuh dan menimbulkan noda pada daging tuna. 3) Pembuangan insang dan isi perut yang dilakukan untuk menghindari akumulasi bakteri. Hal ini penting untuk dilakukan karena selaput lendir, insang, dan isi perut merupakan pusat konsentrasi bakteri. 4) Pencucian menggunakan air bersih, dimulai terutama dari tempat-tempat yang terpotong atau teriris. Darah dikeluarkan sampai bersih, darah yang tertahan atau terkumpul akan menyebabkan proses pembekuan tidak merata dan tidak berjalan dengan baik. 5) Penanganan selanjutnya adalah penyimpanan. Untuk produk tuna segar (fresh tuna) ikan disimpan di palkah menggunakan teknik chilling water. Teknik chilling water ada dua cara, pertama dengan memasukkan ikan ke dalam palkah yang telah diisi es dan dicampur air laut, kedua penyimpanan dalam palkah yang diisi air laut dan didinginkan menggunakan mesin serta dijaga suhunya tetap pada 0oC. Untuk produk tuna beku (frozen tuna), terlebih dahulu ikan dibekukan pada ruang pendingin yang bersuhu -50oC sampai 60oC. Ikan harus dalam keadaan bersih dengan mulut terbuka, setelah beku ikan-ikan tersebut dikeluarkan dari kamar pembekuan, diberi lapisan es (glassing) dan dicelup dengan air es sebentar kemudian dipindahkan ke kamar pendingin (cold storage). 6) Selanjutnya perusahaan pengolahan tuna akan membeli ikan tuna dari pemasok dengan melakukan seleksi berdasarkan mutu kesegaran ikan (grading). 7) Kemudian ikan tuna tersebut masuk ke ruang processing dengan tetap menjaga kesegaran ikan tuna. Dalam unit pengolahan ikan sistem HACCP telah diterapkan. Proses pertama adalah pemotongan kepala dan penyiangan pada kulit dan selaput perut untuk mengurangi akumulasi bakteri.
14
8) Ikan tuna yang telah disiangi dicuci dengan air yang telah diozonisasi karena memiliki daya desinfektan untuk membunuh bakteri dan disikat dengan sikat berbulu halus . 9) Terakhir pembuatan tuna menjadi bentuk loin, yaitu dilakukan dengan cara penyayatan daging tuna menjadi empat, kemudian dilakukan pembersihan dari duri-duri dan daging hitam. Penanganan Selama Proses Distribusi Ikan harus diangkut dengan suhu mendekati 0oC supaya kesegarannya dapat bertahan hingga lebih dari sepuluh hari. Berhasil atau tidaknya usaha mempertahankan kerendahan suhu ini juga tergantung dari mutu ikan. Karenanya untuk memperoleh “shelf life maximum”, hendaknya ikan sudah diberi es sebelum mengalami fase rigor (Moeljanto, 1982). Selain itu selama distribusi dan saat tiba di tempat tujuan, ikan tidak dicemari bakteri, kotoran, bau yang berasal dari luar, dan dari wadah pengangkut. Cara pendinginan selama distribusi dapat dilakukan dengan pemberian es atau penempatan ikan dalam wadah atau dalam tangki berisi air yang didinginkan dengan es atau yang direfrigerasi (Ilyas 1983). Menurut Moeljanto (1982) pendistribusian ikan dapat dilakukan lewat jalur darat, air dan udara. Pengangkutan di darat dapat menggunakan truk, atau alat angkut lain dengan kondisi ikan harus selalu dikelilingi oleh hancuran es yang cukup halus. Kerendahan suhu ruangan juga harus terjaga, seperti penyimpanan ikan dalam kotak yang ditutupi terpal agar suhu dingin dapat dipertahankan secara efektif dan efisien. Pengangkutan laut harus menggunakan palkah yang konstruksinya lebih baik, karena goncangan di laut lebih banyak terjadi. Jalur udara merupakan sarana yang paling cepat tetapi biayanya mahal, sehingga cocok untuk mengangkut hasil laut yang harganya mahal dan memerlukan waktu singkat untuk sampai di tujuan (Moeljanto 1982). Pesatnya perkembangan pasar-pasar jenis baru,terutama pasar perikanan baik yang belum pernah ada sebelumnya sampai yang sudah ada menambah ketatnya persaingan dalam dunia perdagangan. Persaingan tersebut terlihat dari volume, keragaman, serta mutu produk yang dihasilkan oleh tiap produsen. Oleh karena itu, banyak produsen yang berusaha meningkatkan serta mengendalikan mutu produk yang dihasilkan. Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat disebut juga grafik tulang ikan, (fishbone) yaitu diagram yang menunjukkan sebab akibat yang berguna untuk mencari atau menganalisis sebab-sebab timbulnya masalah sehingga memudahkan cara mengatasinya. Penggunaan Analisis Sebab Akibat untuk : 1) mengenal penyebab yang penting 2) memahami semua akibat dan penyebab 3) membandingkan prosedur kerja 4) menemukan pemecahan yang tepat 5) memecahkan hal apa yang harus diilakukan 6) mengembangakan proses Kualitas yang ingin diperbaiki dan dikendalikan ditunjukkan dengan angkaangka yang menunjukkan panjang, volume, presentasi cacat, dan sebagainya yang disebut dnegan karakteristik kualitas. Komposisi kimia, diameter, pekerja dan
15
seterusnya yang dapat menyebabkan penyebaran disebut sebagai faktor. Untuk mengetahui sebab akibat dalam bentuk yang nyata dapat diiliustrasikan dalam sebuah diagram sebab akibat, dimana sebab sama dengan faktor dan akibat sama dengan karakteristk kualitas. Dalam bentuk umum, faktor harus ditulis lebih rinci untuk membuat diagram menjadi bermanfaat (Ishikawa 1989).
Perumusan Strategi Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT) Salah satu perumusan strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan sektor perikanan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan analisis berbagai faktor secara sistematis yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) serta meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti 2001). Formulasi strategi disusun dengan cara menentukan faktor-faktor strategis eksternal, menentukan faktor-faktor strategis internal dan perumusan alternatif strategi. .
3 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 di Pulau Ambon, Pulau Seram dan Pulau Buru, Maluku. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Lokasi penelitian, Perairan Maluku
16
A B C D
: : : :
Lokasi Penelitian berbatas pada area sebagai berikut : 3°40'47.38"Lintang Selatan, 127°55'47.85" Bujur Timur (Pulau Ambon) 3°41'27.90" Lintang Selatan, 127° 5'34.76" Bujur Timur (Pulau Buru) 2°58'54.67"Lintang Selatan, 128° 7'14.70" Bujur Timur (Pulau Seram) 3° 9'28.14" Lintang Selatan, 127°44'8.29" Bujur Timur (Pulau Seram)
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dari data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan cara melakukan observasi, wawancara dan diskusi, serta studi literatur. Penentuan jumlah sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 19 sampel yaitu dengan perincian jumlah nelayan 15 orang, jumlah pengumpul 3 orang dan 1 perusahaan sebagai sampel. Data primer merupakan data yang diambil secara langsung dengan pengambilan contoh dari nelayan setempat, selama proses penangkapan dan penanganan pada bulan September-Oktober 2012. Data sekunder merupakan data penunjang berasal dari instansi yang terkait, Pemda, lembaga lain dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Jenis dan data yang dikumpulkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan data yang dikumpulkan Sumber Data Jenis Data
Nelayan
Data primer
Pengumpul
Data primer
Perusahaan
Data primer
Dinas Perikanan
Data sekunder
Data yang Dikumpulkan Berat ikan secara keseluruhan Berat loin yang dihasilkan dari satu 1 ikan (ikan yang sama) Berat sisa hasil produk loin yang di dapat dari 1 ekor ikan (ikan yang sama) Harga hasil produk loin per kg di tingkat pengumpul Biaya operasional dan BBM yang dikeluarkan dalam sekali melaut Berat loin yang dihasilkan setelah proses penerimaan (perapihan) Biaya operasional dan tenaga kerja tempat produksi perapihan loin Biaya operasional (es dan transportasi) proses distribusi produk loin Tahapan penerimaan bahan baku (grading) Tahapan ini dilakukan dengan mengidentifikasi kriteria cacat (defect) dan mengetahui rata-rata berat tuna segar yang diterima untuk produksi loin. Berat tuna yang diterima memiliki karakterisasi mutu tuna segar sesuai spesifikasi. Tahapan proses perapihan produksi loin Tahapan proses produksi loin pembuatan loin, pembuangan daging gelap dan perapihan dilakukan untuk mengetahui rata-rata berat loin yang dihasilkan serta mengetahui karakteristik cacat dalam produksi loin. Tahapan perhitungan rendemen Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui banyaknya bagian yang dapat termanfaatkan. Hal ini dilakukan dengan perbandingan antara berat loin yang dihasilkan dengan berat tuna utuh atau gelondongan. Data mengenai kondisi lokasi penelitian, nelayan, data produksi perikanan tuna loin, pemasaran, sarana dan prasarana, kebijakankebijakan pemerintah, kegiatan ekonomi di wilayah penelitian dan lain-lain.
17
Analisis Data Pada penelitian ini menggunakan beberapa metode analisis data antara lain sebagai berikut : Deskripsi Perikanan Pancing Tuna di Maluku Deskripsi perikanan pancing tuna digunakan untuk menggambarkan secara terperinci keadaan atau kondisi perikanan pancing tuna di perairan Maluku, khususnya di pulau Ambon, Seram dan pulau Buru. Deskripsi secara rinci ini meliputi ukuran dan tipe kapal, desain alat tangkap dan alat bantu penangkapan, nelayan serta metode penangkapan perikanan pancing tuna. Analisis Sistem Rantai Pasok Secara konseptual, pendekatan yang digunakan dalam penelitian Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku yakni dengan Pendekatan Sistem. Kajian dimulai dengan melakukan identifikasi kebutuhan dari semua faktor-faktor yang terkait dengan distibusi dan penanganan tuna loin. Analisis rantai pasok (supply chain) terhadap produk perikanan tuna loin yang didaratkan di pulau Ambon dilakukan melalui beberapa langkah analisis yaitu: dengan mengidentifikasi elemen-elemen rantai pasok (supply chain) produk tuna loin di Ambon melalui kajian terhadap aktivitas penangkapan ikan, penangan produk tuna loin di tingkat nelayan dan pengumpul serta distribusi produk hasil tangkapan. Melakukan analisis integrasi antara komponen rantai pasok (supply chain). Integrasi rantai pasok sendiri mengacu pada model integrasi pasar yang memiliki persamaan menurut Ravalion (1986) sebagai berikut : Pit = b1 Pit-1 + b2 (Pjt – pjt-1) + b3 Pjt-1 + et ..................................... (1) Dimana: Pit : Harga di tingkat pasar ke –i pada waktu t Pit-1 : Harga di tingkat pasar ke –i pada waktu t-1 Pjt : Harga di tingkat pasar acuan ke –j pada waktu t Pjt-1 : Harga di tingkat pasar acuan ke –j pada waktu t-1 Et : Random error Berdasarkan persamaan dapat diketahui bahwa koefisien b2 mengukur bagaimana perubahan harga di tingkat pasar acuan diteruskan kepada harga di pasar ke-i. Keseimbangan jangka pendek dicapai jika koefisien b2=1, maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dalam proporsional persentase. Tentunya b2 tidak harus sama dengan 1, meskipun informasi perubahan harga di tingkat pasar acuan secara langsung diteruskan ke pasar-i. Jika pjt – pjt-i = 0, maka pasar acuan berada pada keseimbangan jangka panjang, yang berarti koefisien b2 dikeluarkan dari persamaan. Koefisien yang menghubungkan dua bentuk harga b1 dan b3 menjelaskan kontribusi relatif dari harga pasar ke-i pada saat yang diinginkan. Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk mengetahui indek keterpaduan pasar (IMC= Index of Market Connection). IMC merupakan rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar ke-i terhadap bentuk harga pasar
18
acuan pada masa lalu. Model tersebut secara matematis dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut: IMC = b1/b3 ......................................................................................... (2) Integrasi pasar jangka panjang adalah keterkaitan antara pasar ke-i dengan pasar acuan bagi pasar ke-i yang bersangkutan, diwakili oleh nilai indek keterpaduan pasar (IMC). Jika IMC < 1 maka terdapat derajat integrasi jangka pasar jangka panjang yang relatif tinggi antara harga di tingkat pasar akhir (pasar semakin terpadu/terintegrasi dalam jangka panjang). IMC = 0, artinya harga di tingkat pasar ke-i pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga yang xi terima pedagang pada pasar ke-i sekarang. IMC > 1 dan nyata, maka antara pasar acuan dengan pasar ke-i tidak terintegrasi, hal ini berarti harga di pasar acuan dengan pasar ke-i tidak saling mempengaruhi. Integrasi pasar jangka panjang disebut juga keterkaitan pasar dalam menjelaskan bagaimana para pelaku pemasaran berhasil menghubungkan pasar yang secara geografi terpisah melalui informasi dan komoditi. Sedangkan integrasi jangka pendek bisa dilihat dari nilai b2, semakin mendekati satu pada nilai b2, maka derajat asosiasinya semakin tinggi. Dua pasar dikatakan terintegrasi secara sempurna dalam jangka pendek apabila nilai koefisien korelasinya sama dengan satu. Korelasi harga yang tinggi berarti pembentukan harga lebih terintegrasi atau struktur pasar tersebut lebih bersaing. Korelasi yang semakin rendah menunjukan pasar tidak bersaing secara sempurna. Analisis Mutu Membandingkan jaringan rantai pasok (supply chain) ideal dengan jaringan rantai pasok (supply chain) yang ada di sekitar pulau Ambon melalui pendekatan yang terdapat pada sarana pengendalian mutu yaitu dengan analisa diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan (fishbone) Langkah-langkah membuat diagram sebab akibat adalah sebagai berikut: Langkah 1: Menggambar sebuah garis horizontal dengan suatu tanda panah pada ujung sebelah kanan dan suatu kotak didepannya. Akibat atau masalah yang ingin Dianalisis ditempatkan dalam kotak Langkah 2: Menulis penyebab utama (manusia, bahan, mesin dan metoda) dalam kotak yang ditempatkan sejajar dan agak jauh dari garis panah utama. Hubungan kotak tersebut dengan garis panah yang miring ke arah garis panah utama. Mungkin diperlukan untuk menambahkan lebih dari empat macam penyebab utama. Langkah 3: Tulislah penyebab kecil pada diagram tersebut di sekitar penyebab utama, yang penyebab kecil tersebut mempunyai pengaruh terhadap penyebab utama. Hubungkan penyebab kecil tersebut dengan sebuah garis panah dari penyebab utama yang bersangkutan Mesin Mesin Manusia Metode Metode Mesin Mesin Manusia Metode Metode
19
Gambar 4 Diagram sebab akibat rantai pasok Identifikasi terhadap seluruh elemen rantai pasok pada produk perikanan tuna loin serta komparasi melalui diagram sebab akibat (fishbone) seperti tercantum pada Gambar 4, maka diharapkan penelitian ini dapat mengetahui pengaruh rantai pasok terhadap kualitas atau mutu dari produk tuna loin di Maluku. Penelitian ini menyoroti sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin di perairan Maluku. Tujuan dari sistem adalah mutu tuna loin yang dapat diterima oleh pasar. Rantai pasok tuna loin di perairan Maluku merupakan sistem yang sudah ada dan strukturnya diketahui, maka perilaku ditentukan pada basis dari struktur yang diketahui tersebut (persoalan analisis sistem). Sehingga analisis kebutuhan, analisis sistem, rekayasa model, rancang bangun implementasi dan operasi sistem dijabarkan dari persoalan analisis sistem yang telah ada di lapangan. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah analisis terhadap kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari faktor internal serta peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dari faktor eksternal dalam usaha pengolahan tuna loin yang dilakukan nelayan di Maluku. Setelah dilakukan analisis ini maka diharapkan dapat ditemukan strategi yang tepat bagi pengembangan usaha perikanan tuna loin yang berbasis nelayan. Rangkuti (2006) menjelaskan bahwa, SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui tahapan sebagai berikut : 1) Tahap pengumpulan data yaitu pengumpulan data, pengklasifikasian dan praanalisis faktor eksternal dan internal. 2) Tahap analisis yatu pembuatan matriks internal dan eksternal dan matriks SWOT. 3) Tahap pengambilan keputusan
20
BERBAGAI PELUANG Kuadran 3
Kuadran 1
Mendukung strategi turn around
Mendukung strategi agresif KEKUATAN INTERNAL
KELEMAHAN INTERNAL Kuadran 4
Kuadran 2
Mendukung strategi defensif
Mendukung strategi diversifikasi
BERBAGAI ANCAMAN
Sumber: Rangkuti (2006)
Gambar 5 Diagram analisis SWOT. Tahap pengambilan data internal dan eksternal dilakukan dengan berbagai cara misalnya wawancara, kuisioner maupun pengambilan data perusahaan/institusi (sistem) secara langsung. Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan analisis kebutuhan untuk mengidentifikasi semua kebutuhan yang ada dari pelaku sistem penanganan tuna loin di perairan Maluku. Analisis kebutuhan merupakan permulaan dari pengkajian suatu sistem. Tahap analisis kebutuhan ditentukan komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem, komponen-komponen tersebut mempunyai tujuan berbeda sesuai dengan tujuannya dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada. Analisis ini diperoleh elalui survei, pendapat ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya (Marimin, 2004). Keterangan: Kuadran 1 :
Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy). Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara stratifikasi diversifikasi (produk/pasar). Kuadran 3 : Perusahaaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalahmasalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
21
Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat pula meminimalkan kelemahan serta ancaman. Selanjutnya dalam analisis SWOT digunakan matriks SWOT yang merupakan tahapan lanjutan dalam memanfaatkan informasi mengenai faktor eksternal dan internal untuk mendapatkan strategi tertentu dengan memanfaatkan komponen-komponen kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Matriks ini dapat menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal. Proses pengambilan keputusan strategi berkaitan dengan tujuan penanganan tuna loin di perairan Maluku (Rangkuti 2006). Menurut Rangkuti (2006), dalam pembuatan analisis SWOT dibutuhkan analisis terhadap faktor internal dan eksternal. Analisis internal dan eksternal ini dapat dilakukan dengan menggunakan matriks IFE dan EFE dilakukan dengan membuat matriks SWOT. Penyusunan matriks IFE dan EFE dilakukan dengan menyusun seluruh kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE dan peluang dan ancaman pada matriks EFE. Menurut Kinnear dan Taylor (1991), penentuan bobot dilakukan dengan menggunakan metode “Paired Comparison” yang memberikan penilaian terhadap bobot di setiap faktor internal dan eksternal. Dalam penentuan bobot digunakan skala 1,2,3 yang dimanfaatkan untuk pengisian kolom, sebagai berikut: 1 = Apabila indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Apabila indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Apabila indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bobot pada tiap variabel didapatkan dengan menetapkan nilai pada tiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus, yaitu: 𝑎𝑖 =
𝑥𝑖 ∑𝑛 𝑖=1 𝑥𝑖
........................................................................................... (3)
Keterangan: ai = bobot variabel ke-i xi = nilai variabel ke-i i = 1,2,3,... n n = jumlah variabel Penilaian bobot faktor strategis internal dan eksternal dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Penilaian bobot faktor strategis internal/eksternal Faktor strategis internal/eksternal Indikator A Indikator B Indikator C .... Total Sumber: Kinear dan Taylor (1991).
A
B
C
...
Total
22
Pemberian rating untuk tiap-tiap faktor diberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi usaha perikanan tangkap di Kulon Progo (Rangkuti, 2006). Skala peringkat yang digunakan untuk matriks IFE, antara lain: 1 = sangat lemah 3 = kuat 2 = lemah 4 = sangat kuat Sedangkan skala peringkat yang digunakan untuk matriks EFE, antara lain: 1 = rendah 3 = tinggi 2 = sedang 4 = sangat tinggi Nilai dari bobot dan rating dikalikan pada tiap-tiap faktor dan hasil dari perkalian tersebut dijumlahkan secara vertikal agar mendapatkan total skor pembobotan. Hasil dari pembobotan dan rating dapat ditampilkan dalam bentuk Tabel 4 dan Tabel 5. Menurut David (2003), banyak faktor yang dimasukkan dalam matriks IFE dan EFE, jumlah nilai terbobot dapat berkisar 1,0 yang rendah sampai dengan 4,0 yang tertinggi, dan 2,5 sebagai rata-rata. Total nilai rata-rata terbobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri organisasi yang lemah secara internal. Sedangkan jumlah yang jauh di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis yaitu : 1) Strategi SO (strength-opportunity),strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran suatu perikanan tangkap, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2) Strategi ST (strength-threat), strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. 3) Strategi WO (weakness-opportunity), strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan. 4) Strategi WT (weakness-threat), strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 4 Matriks Internal Factor Evaluation Faktor strategis internal Kekuatan: 1. 2. : Kelemahan: 1. 2. : Total Sumber: David (2003).
Bobot
Rating
Skor
23
Tabel 5 Matriks External Factor Evaluation Faktor strategis eksternal Peluang: 1. 2. : Ancaman: 1. 2. : Total
Bobot
Rating
Skor
Sumber: David (2003).
Tabel 6 Matriks Strength Weakness Opportunities Threats Internal
Kekuatan (strength)
Kelemahan (weakness)
Peluang (opportunities)
Strategi SO: Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Ancaman (threats)
Strategi ST: Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi WO: Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi WT: Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Eksternal
Dari empat set kemungkinan strategi di atas, dapat dikaitkan tiap-tiap faktor internal dan eksternal, sehingga dapat dilihat peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh suatu perusahaan yang dapat dikaitkan dengan kelemahan dan kekuatan internalnya. Model perumusan strategi dapat dilihat pada Gambar 6. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE yang diberi bobot pada sumbu-x dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu-y. Matriks IE dapat disusun berdasarkan total nilai yang dibobot tersebut. Pada sumbu-x matriks IE, total nilai IFE yang dibobot dari nilai 1,00 sampai 1,99 yang menunjukkan posisi internal yang lemah; nilai 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang; sedangkan nilai 3,0 sampai dengan 4,0 dianggap kuat. Demikian pula pada sumbu-y, total nilai EFE yang diberi bobot dari 1,0 sampai 1,99 dianggap rendah; nilai 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang; sedangkan nilai 3,0 sampai 4,0 dianggap tinggi. Analisis Internal Perumusan Pernyataan Misi
Mengembangkan Alternatif Strategi
Analisis Eksternal
Sumber: Nurani (2008)
Gambar 6 Model perumusan strategi.
Alternatif Strategi
24
4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografi Provinsi Maluku Provinsi Maluku merupakan provinsi kepulauan yang secara astronomis terletak antara 2° 30’ – 8° 30’ LS dan 124° 00’ – 135° 30’ BT (Gambar 7). Sedangkan batas geografis Provinsi Maluku adalah sebagai berikut : sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Maluku Utara dan Laut Seram, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Papua, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Negara Timor Leste, Australia, Samudera Indonesia dan Laut Arafura.. Provinsi Maluku mempunyai luas wilayah 646.295 km2, yang 90 % merupakan wilayah perairan, sedangkan sisanya (10 %) merupakan wilayah daratan yang terbentuk dari 1.412 buah pulau (hasil analisa, 2005). Pulau terbesar adalah Pulau Seram (18.625 km2) kemudian Pulau Buru (9.000 km2), Pulau Yamdena (5.085 km2) dan Pulau Wetar (3.624 km2). Dengan perbandingan antara luas daratan dan luas lautan adalah 1 : 9, maka dapat dilihat bahwa potensi kelutan di Provinsi Maluku sangat besar dan aksesibilatas dengan provinsi disekitarnya sangat terbuka, bahkan terbuka juga bagi jalur perdagangan internasional, mengingat eksistensinya sebagai penghubung perdagangan antara wilayah utara dengan wilayah selatan.
Gambar 7 Wilayah Provinsi Maluku
25
Tabel 7 Jumlah Produksi Perikanan Tangkap per Kabupaten di Provinsi Maluku pada tahun 2010 Kabupaten/Kota
Produksi (ton) 100.922,4 82.860,5 20.676,4 10.764,9 20.242,8 62.625,8 8.088,9 64.747,7 370.929,4
Ambon Maluku Tengah Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Buru Maluku Tenggara Maluku Tenggara Barat Kepulauan Aru Jumlah
Kondisi Perikanan Tangkap
Jml produksi (ribuan)
Provinsi Maluku memiliki luas wilayah mencapai 81.376 km2. Luas lautan mencapai 27.191 km2 sedangkan luas daratan mencapai 54.185 km2. Dengan jumlah pulau yang terdiri dari 559 pulau, menjadikan Provinsi Maluku sebagai daerah kepulauan. Provinsi Maluku terdiri dari 9 kabupaten dan 2 kota. Pada tahun 2010, Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan Provinsi Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional 2030. Selama periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, produksi ikan di Provinsi Maluku sangat berfluktuasi. Produksi menurun terjadi pada tahun 2008 yang hanya mencapai 353.000 ton, menurun 27,95 % dari tahun sebelumnya (2007) yang mencapai 489.260 ton, dan pada tahun 2009 terus terjadi penurunan produksi sebesar 1,57 % yaitu hanya mencapai 347.000 ton, namun pada tahun 2010 meningkat kembali sebesar 6,90 % dengan produksi sebesar 370.930 ton. Secara lengkap jumlah produksi perikanan periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dalat dilihat pada Gambar 8 berikut : 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00
484.40
2006
489.26
2007
353
347.00
370.93
2008 Tahun
2009
2010
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku, 2010
Gambar 8 Jumlah Produksi Perikanan di Provinsi Maluku 2006-2010
26
Gambar 9 Kontribusi Produksi Perikanan Tangkap dari Perairan Laut untuk Setiap Kabupaten/Kota Pesisir di Provinsi Maluku pada Tahun 2010. Produksi perikanan tangkap di Provinsi Maluku sebagian besar berasal dari Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah seperti tercantum pada Tabel 7 dan Gambar 9. Pada tahun 2010 produksi masing-masing wilayah tersebut mencapai 100,922,4 ton (27,21 %) dan 82.860,5 ton (22,34 %). Produksi Perikanan Maluku Indikator produksi pada industrialisasi perikanan mencakup volume, kelas mutu dan nilai tambahnya. Volume produksi ikan tuna tongkol dan cakalang diharapkan meningkat. PPN Ambon menetapkan rata-rata target peningkatan produksi TTC selama periode 2011–2014 adalah 17,64%. Target outcome untuk masing-masing ikan selama periode waktu tersebut disajikan pada Tabel 8 di bawah. Sampai dengan bulan Agustus 2012, produksi ikan tuna, tongkol dan cakalang adalah sebesar 3.960.667 dengan rincian berturut-turut adalah 1.772.667 kg, 817.333 kg dan 1.370.667 kg. Jumlah tersebut telah men-capai 66,66% dari target output produksi TTC pada tahun 2012. Peningkatan kelas mutu 3 menjadi mutu 2 dan mutu 2 menjadi mutu 1. Target yang ditetapkan PPN Ambon adalah tidak adanya mutu 3 untuk TTC (0%). Tabel 8 Nilai outcome dari Indikator Produksi TTC di PPN Ambon (ton) Jenis ikan Tuna Tongkol Cakalang Jumlah
2011 1.492 1.195 1.573 4.260
2012 2.659 1.226 2.056 5.941
Kondisi yang diinginkan 2013 2.835 1.307 2.192 6.334
2014 3.029 1.396 2.343 6.768
Sumber : PPN Ambon(2012)
Tabel 9 Outcome dari Indikator Kelas Mutu TTC di PPN Ambon (%) Jenis ikan
2011
Kondisi yang diinginkan 2012 2013
2014
Ikan Tuna •Mutu 1 •Mutu 2 •Mutu 3
24,80 75,20 0,00
28,80 71,20 0,00
36,80 63,20 0,00
32,80 67,20 0,00
27
Tabel 10 Outcome dari Indikator Nilai Tambah TTC di PPN Ambon (Rp) Jenis ikan Ikan Tuna Nilai tambah mutu 1 Nilai tambah mutu 2
2012 23.617.760.000 19.210.896.000
Kondisi yang diinginkan 2013 37.756.940.000 23.664.224.000
2014
55.680.621.600 28.519.731.360
Sumber : PPN Ambon (2012)
Tabel 11 Outcome dari Indikator Pendapatan Nelayan di PPN Ambon (Rp.) Kondisi saat ini 1.394.000
2012 1.820.000
Kondisi yang diinginkan 2013 2.457.000
2014 3.440.000
Sumber : PPN Ambon (2012)
Sampai dengan Agustus 2012, capaian mutu ikan tuna di PPN Ambon adalah 32,77% mutu 1 dan 21,85% mutu 2. Capaian mutu ikan tongkol adalah 76,5% mutu 1 dan 28,81% mutu 2 sedangkan capaian mutu ikan cakalang adalah 31,79% mutu 1 dan 23,44% mutu 2. Berdasarkan hal tersebut, maka capaian mutu ikan tongkol telah melampaui target, sedang-kan untuk ikan tuna dan cakalang masing-masing mencapai 54,62% dan 55,24% dari target kelas mutu di PPN Ambon. Capaian mutu ikan tuna tahun 2011 dan dan hasil mutu yang diinginkan sampai dengan tahun 2014 tersebut tersaji pada tabel 9 Dengan meningkatnya kelas mutu jenis TTC, maka diharapkan dapat meningkatkan nilai tambahnya. Target tersebut juga mempertimbangkan harga elastis untuk jenis TTC. Penetapan target untuk nilai tambah jenis TTC disajikan pada Tabel 10. Pendapatan Nelayan Pendapatan nelayan menjadi salah satu indikator dalam industrialisasi. Peningkatannya menjadi tanda bahwa kegiatan industrialisasi memberikan tingkat kesejahteraan bagi pelaku utamanya yaitu nelayan. PPN Ambon menargetkan peningkatan pendapatan nelayan mencapai 30,56% sampai 40% selama periode 2012 sampai 2014 dengan rata-rata mencapai 35,19%. Rincian target pendapatan nelayan yang ditetapkan oleh PPN Ambon disajikan pada Tabel 11 di bawah ini. Fasilitas PPN Ambon PPN Ambon menyediakan fasilitas pokok, fasilitas fungsional maupun fasilitas penunjang untuk mendukung kegiatan operasional di pelabuhan perikanan. Fasilitas-fasilitas tersebut dan kapasitasnya disajikan pada Tabel 12 di bawah ini.
28
Tabel 12 Fasilitas di PPN Ambon No 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5
Fasilitas Fasilitas Pokok Areal Daratan Pelabuhan Dermaga Penehan Tanah (Revetmet) Jalan Drainase Drainase Drainase Terbuka Fasilitas Fungsional Tempat Pelelangan Ikan Pabrik Es (2 unit) Cold Storage Tempat Parkir Kantor Administrasi Pelabuhan Tangki BBM Kapal Pengawas Lampu Suar Genset Rumah Genset Fasilitas Penunjang Rumah Karyawan (5 unit) Mess Karyawan (2 unit) Pos Jaga MCK Kios Iptek
Kapasitas/Volume 6 ha 3.556,8 m2 600 m2 3000 m2 1.317 m2 110 m2 375 m2 10 ton 45 m2 115,95 m2 1.133 m2 500 KL 1 unit 3 unit 1.350 KVA 125 m2 120-36 m2 20 m2 4 m2 40 m2 10 m2
Sumber : PPN Ambon (2012)
Penyerapan Tenaga Kerja Kegiatan perikanan memberikan dampak kegiatan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung pada berbagai stakeholder yang terkait. PPN Ambon menetapkan penyerapan tenaga kerja sebagai indikator dalam industrialisasi dengan peningkatan jumlah per tahunnya antara 2,11% sampai 2,23% selama periode 2012 sampai 2014 dengan rata-rata 2,15%. Outcome dari indikator penyerapan tenaga kerja di PPN Ambon disajikan pada Tabel 13 di bawah ini. Tabel 13 Outcome dari Indikator Pendapatan Nelayan di PPN Ambon (orang) Penyerapan tenaga kerja Nelayan Non Nelayan Sumber : PPN Ambon (2012)
2011 9.518 575
2012 9.730 675
Kondisi yang diinginkan 2013 2014 9.936 10.146 780 860
29
Kondisi Perikanan Tuna Unit Penangkap Tuna Kapal yang digunakan untuk menangkap tuna di perairan Maluku adalah jukung kecil berukurang panjang sekitar 7 meter degan lebar sekitar 0,8 meter seperti tersaji pada Gambar 10. Kapal-kapal ini dilengkapi dengan mesin motor tempel yang memiliki kekuatan 15 PK atau 40 PK tergantung ukuran kapal. Dengan kondisi unit penangkapan yang digunakan untuk menangkap ikan tuna, penangkapan dilakukan hanya dalam satu hari (one day fishing). Biasanya nelayan berangkat pada dini hari sekitar jam 02.00 dan pulang pada sore hari sekitar jam 15.00-17.00. Dalam satu kali trip, BBM yang dibutuhkan oleh nelayan sekitar 60 liter minyak tanah dan 10 liter bensin. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan tuna di perairan Maluku adalah pancing. Pancing yang digunakan dioperasikan dengan menggunakan layang-layang atau pun dengan umpan dan pemberat seperti handline pada umumnya, hal ini disesuaikan dengan kondisi saat akan menangkap ikan. Saat posisi ikan diketahui maka pancing digunakan seperti pancing ulur pada umumnya, sedangkan saat ikan tuna tidak terlihat maka digunakan pancing dengan bantuan layang-layang agar umpan terlihat lebih hidup dan ikan tuna tertarik untuk mendekat. Nelayan tuna di perairan Maluku menggunakan alat bantu penangkapan berupa lingkaran besi seperti tersaji pada Gambar 11. Cara mengoperasikannya adalah pada saat ikan sudah terkena mata pancing, maka alat bantu ini dimasukkan melalui ujung tali pancing yang dipegang nelayan kemudian diloloskan melalui tali pancing supaya masuk pada kepala ikan. Biasanya nelayan membawa berberapa lingkaran besi yang ukurannya berbeda dan dipakai sesuai ukuran tubuh ikan yang tertangkap. Hal ini dilakukan agar ikan tidak terlalu berontak dan memudahkan nelayan untuk menarik ikan ke atas kapal. Setelah ikan terkena pancing dan kepalanya dijerat dengan menggunakan lingkaran besi yang disekelilingnya diberi jaring (menyerupai ring basket), maka ikan tuna segera dinaikkan ke atas kapal dan langsung dipukul di bagian kepala ikan agar segera mati, sehingga diharapkan fase rigor mortis ikan tidak cepat terjadi dan penyenbaran histamin dapat diminimalkan. Alat bantu ini memiliki berbagai ukuran yang disesuaikan dengan ukuran ikan yang tertangkap.
Gambar 10 Kapal penangkap ikan tuna di perairan Maluku.
30
Gambar 11 Alat bantu penangkapan ikan
Gambar 12 Penghancuran es untuk perbekalan melaut Salah satu perbekalan ikan yang sangat penting untuk dibawa pada saat melaut adalah es. Es diperlukan untuk menjaga rantai dingin ikan agar kualitasnya tetap terjaga. Es yang dibawa nelayan tuna di perairan Maluku jumlahnya sekitar 1-2 balok es (30 kg per balok) yang telah dihancurkan dengan cara dipukul secara manual dengan menggunakan tenaga manusia seperti terlihat pada Gambar 12. Daerah Penangkapan Ikan Rumpon sebagai alat bantu penangkapan juga digunakan untuk membuat ikan berkumpul di suatu tempat. Jika banyak ikan yang berkumpul di rumpon maka nelayan akan melakukan penangkapan di rumpon. Namun saat ikan sedang tidak banyak biasanya nelayan mencari ikan dengan mengandalkan tanda-tanda alam seperti air yang berbuih, burung yang mendekati perairan dan sebagainya atau dengan cara melihat kumpulan lumba-lumba dimana biasanya di sekitar kumpulan ikan lumba-lumba tersebut terdapat juga kumpulan ikan tuna. Nelayan
31
mengadakan mobilisasi untuk melakukan kegiatan penangkapan tuna di wilayahwilayah perairan lain seperti perairan Pulau Seram dan Pulau Buru yang diperkirakan menjadi tempat munculnya ikan tuna. Tuna yang ditangkap di perairan Maluku jumlahnya sangat banyak pada musim tertentu (bulan Oktober hingga November). Sedangkan pada bulan-bulan lain biasanya jumlah tangkapan tuna tidak terlalu banyak.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Deskripsi Perikanan Tuna Loin di Maluku Secara umum produk tuna loin yang dihasilkan oleh perusahaan terbagi atas 2 macam produk yaitu tuna loin sashimi (fresh loin sashimi) dan tuna loin beku CO (frozen loin CO). Produk tuna loin beku CO adalah produk yang telah disuntikkan gas CO (Carbon Monoxida). Penyuntikan gas CO ke dalam loin bertujuan untuk memecah sel Hemoglobin di dalam daging tuna sehingga warna merah segar dari sel Haemoglobin tersebut menyebar rata pada loin. Berbeda dengan loin beku natural, loin beku CO memiliki penampakan warna merah yang lebih cerah dan menyala sehingga lebih menarik secara visual. Produk tuna beku CO sendiri masih memiliki beberapa beberapa turunan produk yaitu adalah saku, chunk, steak, cube, groundmeat dan beberapa produk lainnya. Pada umumnya produsi pembuatan berbagai produk tuna adalah tergantung permintaan dari pasar. Artinya bahwa setiap perusahaan secara umum memproduksi suatu produk dengan berdasarkan kepada permintaan dari masingmasing buyer. Beberapa perusahaan mengambil inisiatif dengan membuat suatu produk berdasarkan trend dari pasar yang sedang berkembang walaupun sebenarnya keputusan seperti ini cukup beresiko. Jika ternyata kecenderungan pasar berubah terhadap produk yang sudah dibuat, maka akan memakan waktu yang lama bagi produksi tersebut untuk bisa di jual di pasaran. Hal-hal seperti ini akan memberikan kesulitan tersendiri bagi para pengusaha yang sudah terlanjur memproduksi suatu produk karena produk tersebut tentunya akan memperlmbat pemasaran produk sehingga akan berimbas terhadap cashflow suatu perusahaan. Namun sebaliknya jika perusahaan jeli melihat perkembangan trend pasar maka produk yang sudah ada tentunya akan menguntungkan perusahaan karena produk yang diinginkan telah siap untuk dipasarkan. Produk tuna saku adalah tuna yang diiris menjadi bentuk persegi panjang dengan panjang skitar 15 cm, lebar sekitar 8 cm dan tinggi skitar 2 cm. Tuna stripe mirip dengan produk tuna saku dalam dengan cacahan yang lebih tipis, pendek dan memanjang. Tuna steak merupakan produk ikan tuna beku berbentuk persegi agak membulat yang biasanya diperuntukkan membuat steak tuna. Tuna chunk adalah tuna loin yang dibentuk menjadi gelondongan kecil, biasanya merupakan daging bagian belakang mendekati ekor ikan. Produk tuna chunk banyak digunakan sebagai bahan untuk bahan baku tuna kaleng. Sedangkan tuna cube adalah tuna loin yang dipotong menjadi bentuk
32
kubus-kubus kecil. Dari produk-produk olahan tersebut di atas biasanya terdapat sisa produk yang kemudian diolah menjadi ground meat atau daging giling. Produk-produk ini merupakan produk tuna beku CO yang tujuan utamanya adalah dieksport ke negara Amerika Serikat.
Penanganan Tuna Loin Penanganan di Tingkat Nelayan Nelayan tuna di perairan Maluku memiliki penanganan tersediri pada hasil tangkapan ikan tuna yang mereka tangkap dan hal ini menjadi pembeda dengan hasil tangkapan tuna di daerah lain. Ikan tuna yang tertangkap di perairan Maluku oleh nelayan langsung dipukul bagian kepalanya hingga mati kemudian langsung dibelah menjadi empat bagian loin. Hal ini dilakukan untuk menghemat ruang penyimpanan di kapal yang berukuran sangat kecil. Hasil loin dari satu ekor tuna biasanya berkisar antara 50-55% dari total bobot tubuh ikan tergantung dari kerapihan dan ketelitian masing-masing nelayan dalam memotong tubuh ikan tuna. Faktor besar kecilnya gelombang terkadang juga berpengaruh terhadap persentasi berat produk tuna loin yang dihasilkan. Cuaca yang tidak baik misalnya hujan dan gelombang di laut yang besar akan berpengaruh tehadap kestabilan kapal. Hal ini menjadi salah satu faktor pembatas dan juga akan mempengaruhi hasil pemotongan loin oleh nelayan di atas kapal. Selanjutnya setelah ikan tuna dipotong menjadi loin, ikan-ikan tersebut dimasukkan dalam plastik, diberi es dan disimpan pada tempat penyimpanan (box styrofoam) seperti yang disajikan pada Gambar 13. Dalam hal ini penangkapan tuna oleh nelayan yang langsung dijadikan produk loin jika dibandingkan dengan menjual ikan tuna secara gelondongan, keuntungan atau nilai tambah yang didapat oleh nelayan yang paling mendasar adalah mengenai jumlah tangkapan yang mereka hasilkan. Dengan kapasitas palka
Gambar 13 Loin tuna dari nelayan
33
ataupun ukuran kapal yang relatif kecil, jika nelayan menjual hasil tangkapannya dalam bentuk gelondongan akan terbatas atau lebih sedikit hasilnya jika dibandingkan dengan menjual hasil tangkapan dalam bentuk loin. Terkait dengan harga loin yang berlaku, harga produk yang dijual dalam bentuk tuna loin adalah hampir 2 kali lipat harga produk yang dijual dalam bentuk gelondongan, jadi secara kuantitas nelayan bisa lebih banyak mendapatkan hasil tangkapan karena bentuk loin yang lebih kecil tentunya akan menghemat kapasitas palka atau box penampungan. Penanganan di Tingkat Pengumpul Ikan tuna yang dijadikan produk loin oleh nelayan pada saat di atas kapal merupakan loin kasar yang masih terdapat kulit, sebagian tulang dan daging hitam. Setelah nelayan mendarat di sekitar pantai mereka langsung membawa loin tersebut kepada masing-masing pengumpul ikan di tempat baik yang sifatnya permanen ataupun hanya sementara tergantung dari kondisi dan situasi lokasi penampungan. Tempat penampungan ikan sementara milik pengumpul tersaji pada Gambar 14. Penanganan loin harus dilakukan secepat mungkin dengan cara yang tepat supaya tetap menjaga kualitas loin yang baik. Para pengumpul pada umumnya telah memiliki pekerja tetap yang tugasnya khusus untuk menyeleksi atau menyortir dan membersihkan loin yang masih kotor yang diterima dari nelayan. Walaupun loin yang diserahkan nelayan sebagian besar merupakan hasil tangkapan harian, terkadang kondisi ikan yang diterima di tingkat pengumpul juga sudah ada yang tidak baik kualitasnya. Hal tersebut seringkali diakibatkan karena kondisi peralatan (pisau potong loin) dan kondisi kapal yang tidak hiegenis. Faktor lainnya adalah dikarenakan kondisi ikan tuna yang tertangkap juga sudah tidak baik pada saat didapatkan oleh nelayan. Hal ini disinyalir akibat teknik penangkapan ikan tuna pada saat nelayan memancing yang kurang tepat. Langkah selanjutnya adalah dilakukannya proses penanganan lebih lanjut
Gambar 14 Tenda para pengumpul tuna
34
Gambar 15 Penanganan tuna loin di tingkat pengumpul terhadap loin di dalam tempat pengolahan milik pengumpul. Produk loin yang telah dikumpulkan dari nelayan kemudian adalah dibuang kulitnya, tulangtulangnya, daging hitamnya serta bagian bawah perut yang sering disebut dengan belly. Setelah loin tersebut dibersihkan dengan baik dan dirapihkan kemudian loin tersebut ditimbang dan dimasukkan ke dalam plastik loin yang telah disiapkan sebelumnya. Pada umumnya, penyortiran mutu ditingkat pengumpul tidak terlalu ketat. Penetapan harga yang dilakukan di tingkat pengumpul secara umum hanya dilakukan berdasarkan ukuran ataupun berat ikan. Berat loin yang dipakai sebagai standar penetapan harga di tingkat pengumpul ada dua macam yaitu antara 2-2,9 kg dan di atas 3 kg. Kalaupun ada sebagian kecil ikan yang kualitasnya sudah tidak baik biasanya loin tersebut akan dihargai tergantung pada kebijakan masingmasing pengumpul. Jadi pada kondisi ini relatif tidak ada patokan harga yang dijadikan standar pembelin oleh pengumpul terhadap nelayan. Setelah itu, loin yang telah dibersihkan dimasukkan ke dalam plastik loin yang terbuat dari bahan Pe (Polyethilen). Selanjutnya kemudian loin disimpan di dalam box yang telah diisi es batu yang telah dihancurkan. Pada saat penyusunan loin-loin dalam box juga tidak boleh terlalu padat atau penuh dalam satu box penyimpanan. Loin-loin tersebut tidak boleh disusun saling berhimpitan langsung antara satu loin dengan yang lainnya, sebab hal ini akan menyebabkan penurunan mutu pada kualitas loin jika sampai hal tersebut terjadi. Produk loin yang disusun secara rapat dan padat tanpa diberikan jarak pemisah akan menyebabkan permukaan dari produk loin akan mengalami lebam dan menjadikan warna daging menjadi hitam kebiru-biruan dan ini akan menjadikan kualitas dari loin tersebut menjadi berkurang. Satu produk loin harus dipastikan tertutup es yang telah dihaluskan baru kemudian ditaruh loin yang berikutnya. Komposisi berat antara jumlah es dengan loin yang paling minimum adalah sekitar 1: 2 dalam satu buah box penyimpanan pengangkut untuk kemudian didistribusikan. Kondisi penangan loin di tempat pengumpul yang umum tersaji pada Gambar 15.
35
Penanganan di Tingkat Perusahaan Setelah proses pembersihan tuna loin di tingkat pengumpul maka ikan telah siap dibawa ke perusahaan. Produk tuna loin tersebut, kemudian diproses kembali di pabrik untuk memenuhi permintaan pasar. Secara umum, ada 2 jenis produk tuna loin yang biasa menjadi produk yang siap dipasarkan ke negara tujuan yaitu tuna loin sashimi (fresh/segar) dan tuna loin CO (frozen/beku). Dikarenakan sifat dari kedua produk tersebut berbeda, maka dibutuhkan penanganan yang berbeda pula dalam seluruh proses pembuatan produk loin didalam perusahaan. Produk sashimi merupakan salah satu produk tuna yang dijual/diekspor dalam kondisi segar sehingga sangat bergantung pada moda transportasi yang digunakan. Hal ini juga terkait dengan kuota pengiriman loin sashimi yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan produk tuna loin beku sehingga produk loin sashimi harus dikirim dengan pesawat, sedangkan pengiriman produk loin tuna beku dapat menggunakan kapal laut karena kondisi penyimpanan tuna loin beku harus menggunakan ruang berpendingin dengan suhu ruang mencapai -20oC. Pada produk loin sashimi suhu loin harus dijaga agar tetap dingin akan tetapi jangan sampai kondisi loin menjadi beku, biasanya antara 0o - 4oC . Produk sashimi pada dasarnya menunjukkan kualitas ikan tuna nomor satu bukan menunjukkan bentuk olahan/produknya. Sebagian besar produk sashimi yang dihasilkan di Indonesia dipasarkan ke Jepang yang penduduknya merupakan negara nomor satu dalam mengkonsumsi sashimi. Sisanya baru dipasarkan ke Eropa dan beberapa negara Asia lainnya seperti China dan Singapura. Untuk produk loin tuna beku CO negara tujuan pasarnya yang paling besar permintaannya adalah Amerika Serikat, sedangkan sebagian kecil lainnya adalah Rusia dan beberapa negara Amerika Selatan seperti Meksiko dan Panama. Tuna Loin Sashimi Kecepatan dan ketepatan kerja dari tenaga kerja pihak perusahaan akan sangat berpengaruh terhadap terjaganya kualitas loin sashimi yang ada, selain tentunya juga faktor-faktor lainnya seperti sanitasi ruangan dan peralatan kerja, kondisi suhu ruangan kerja dan tentunya kondisi loin itu sendiri pada saat diterima. Tuna loin yang diterima dari pengumpul selanjutnya diterima di perusahaan untuk diseleksi kualitasnya (grading). Untuk loin dengan kualitas sashimi langsung dipisahkan dan dilakukan pembersihan (trimming) tahap 1 dan selanjutnya ditimbang dan dicatat oleh petugas pencatatan (tally). Penimbangan tahap pertama ini yang dijadikan sebagai dasar sebagai berat loin yang harus dibayar ke pengumpul. Biasanya pada tahap ini tidak akan terlalu banyak terjadi penyusutan berat, yaitu antara 2-3 % dari berat awal sebelum dibersihkan, itupun sudah termasuk dengan penyusutan kadar air. Jika pada proses ini penyusutan berat melebihi dari itu maka pada umumnya kondisi loin yang diterima oleh perusahaan sudah tidak baik kualitasnya karena kondisi loin tersebut biasanya kotor, banyak bagian dari loin yang sudah berwarna kehijauan sehingga banyak bagian dari loin yang harus dibuang/dibersihkan. Hal lainnya juga bisa dikarenakan pembersihan loin di tingkat pengumpul belum terlalu baik atau rapih misalnya masih ada bagian-bagian dari kulit ikan, daging hitam, tulang ataupun bentuk loin yang tidak standar yang masih ikut pada loin-loin tersebut. Biasanya setelah itu dari pihak perusahaan akan mengadakan sosialisasi kepada pihak pengumpul untuk menjelaskan kondisi loin yang ada dan
36
pihak perusahaan akan menjelaskan kondisi loin seperti apa yang harus dibuat oleh pengumpul. Hal tersebut sangat perlu dilakukan oleh pihak perusahaan untuk menjaga hubungan baik dengan para pengumpul dan juga mencegah timbulnya konflik dengan pihak pengumpul yang akan merasa dirugikan dengan besarnya penyusutan yang terjadi. Untuk katagori berat yang dijadikan dasar untuk loin sashimi minimal adalah 4 kg per loin, terkadang beberapa perusahaan lain menetapkan standar berat minimal untuk loin sashimi adalah 5 kg per loin, namun semua tergantung kondisi pasokan ikan yang ada dan juga permintaan dari masing-masing buyer. Langkah selanjutnya setelah penimbangan loin adalah pembersihan (trimming) tahap 2. Berbeda dengan pembersihan pada tahap sebelumnya, pada tahap 2 ini pembersihan (trimming) dilakukan lebih ketat dan teliti karena pada tahap ini bentuk dari loin yang tidak baik juga harus dirapihkan walaupun bagian tersebut kualitasnya masih baik. Pada umumnya pada proses pembersihan (trimming) tahap ke-2 ini akan terjadi penyusutan berat sebesar 7-8% dari berat awal. Setelah pembersihan loin tahap kedua selesai, loin-loin tersebut selanjutnya dibungkus dengan bahan sejenis tissu lalu dimasukkan ke dalam plastik loin. Sebelum diikat plastik tersebut divacuum terlebih dahulu untuk mengeluarkan udara yang ada, jadi posisi loin di dalam plastik sebisa mungkin terbebas dari udara dan kondisi ikatan plastik harus dipastikan benar-benar kuat. Loin yang telah dibungkus tersebut kemudian dimasukkan ke dalam box yang sebelumnya telah diisi dengan air yang dicampur es curah. Proses perendaman loin (chilling) dalam air es tersebut biasa disebut dengan istilah chilling basah. Loin yang telah direndam di dalam air es tersebut selanjutnya siap dipacking ke dalam box styrofoam. Lama dari proses perendaman loin tersebut sebelum dilakukan pengepakan untuk pengiriman barang ke negara tujuan (Jepang) minimal adalah 3 jam. Proses packing dengan steroafoam ini wajib memerlukan jelly ice dan tidak bisa dengan es biasa karena daya tahannya jauh lebih kuat mengingat lamanya waktu perjalanan yang akan ditempuh sampai di negara tujuan. Jumlah jelly ice yang diperlukan dalam satu box styrofoam kira-kira adalah sebesar 8% dari berat jumlah loin dalam satu box. Tuna Loin Beku Setelah tuna loin yang disortir sebelumnya menjadi produk sashimi, maka loin-loin tersebut yang tidak masuk kategori sashimi baik secara kualitas ataupun ukuran dibersihkan dan lalu ditimbang. Kemudian sebagian tuna loin diolah lagi menjadi beberapa bentuk produk turunan sesuai dengan permintaan pasar. Setelah itu daging tuna loin tersebut di treatment dengan melakukan proses smoke/disuntik dengan CO, yang fungsinya untuk memecah hemoglobin sehingga daging berwarna merah. Produk yang telah disuntik dengan gas CO lalu dimasukkan ke dalam plastik kemudian plastik tersebut di isi gas CO lagi sampai kondisi plastik menggembung baru kemudian plastik tersebut diikat dengan kuat. Produk yang telah dibungkus dalam plastik yang telah diisi dengan gas CO tersebut selanjutnya di simpan dan didiamkan selama kurang lebih 2 hari di dalam ruang chilling. Proses tersebut dinamakan dengan pemeraman. Selanjutnya setelah proses pemeraman tersebut selesai plastik yang berisi produk tersebut dibuka kembali lalu dilakukan proses pembersihan (trimming) lagi untuk memastikan produk
37
telah benar-benar bersih dan rapih lalu disortir berdasarkan pengkelasan dari masing-masing produk terebut. Biasanya warna dari produk tersebut telah berubah menjadi lebih merah segar, namun apabila kondisi warna masih belum seperti yang diharapkan maka proses pemeraman tersebut diulang kembali. Hal ini dilakukan agar pada saat dijual warna daging ikan tuna tersebut masih seperti ikan segar yang baru diolah. Langkah selanjutnya adalah proses vacuum yang dilakukan dengan bantuan mesin vacuum seperti tersaji pada Gambar 16. Tujuan dari proses pem-vacuum-an ini adalah untuk menghilangkan sisa udara pada bahan pengemas yang berisi produk. Produk yang telah divacuum selanjutnya siap dibekukan di dalam ruang ruang ABF (Air Blast Freezer) yang suhunya mencapai -40oC apabila secara jumlah atau kuantitas sudah mencukupi. Setelah semua proses dilakukan maka packaging tuna loin siap dilakukan. Produk yang sudah beku tersebut selanjutnya diproses dengan pengemasan lanjutan dan penyusunan dalam dus atau karton, kemudian ikan disimpan pada gudang penyimpanan ikan berefrigerator atau biasa disebut dengan Cold Storage yang bersuhu sekitar -20oC. Selanjutnya produk-produk yang sudah jadi tersebut tinggal menunggu kuantiti tercapai lalu dikirim ke tempat tujuan dengan menggunakan kontainer berefrigerator atau biasa disebut dengan. Pemasaran Tuna Loin Secara kualitas tuna loin yang diproduksi di perairan Maluku dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang baik yaitu kualitas sashimi. Dimana tuna loin dengan kualitas sashimi secara umum memiliki harga yang paling tinggi dibandingkan loin beku CO. Ini merupakan data yang diperoleh dari salah satu perusahaan pengolahan ikan tuna di Maluku. Jika penanganan ikan tuna yang dilakukan di perairan Maluku diperbaiki maka diharapkan akan menghasilkan jumlah persentasi loin dengan kualitas sashimi yang lebih besar. Sehingga perbaikan penanganan perlu dilakukan untuk meningkatkan kuantitas ekspor
Gambar 16 Mesin vakum
38
produk loin sashimi. Produk tuna loin fresh sashimi paling banyak diserap oleh pasar Jepang. Memang ada sebagian permintaan dari beberapa negara Eropa dan Asia lainnya namun secara kuantiti tidak terlalu banyak seperti halnya permintaan dari Jepang. Sedangkan untuk produk frozen tuna mayoritas diekspor ke negara Amerika Serikat, walaupun ada sejumlah kecil yang di ekspor ke beberapa negara Eropa seperti Inggris, Belgia dan Rusia. Secara administrasi, birokrasi pengiriman produk loin jauh lebih mudah ke negara-negara Asia atau Jepang pada khususnya jika dibandingkan ke negara Amerika atau Eropa pada umumnya. Misalnya untuk negara Jepang, birokrasi surat menyurat yang terjadi adalah hanya antara perusahaan dengan perusahaan saja tidak melibatkan komponen instansi dari negara untuk mengecek kualitas dari produk yang mereka terima. Jadi faktor kepercayaan (trust) antara perusahaan produsen dengan perusahaan pembeli produk (buyer) sangat dikedepankan dalam hal ini. Hal ini jauh berbeda dengan kondisi jika perusahaan harus mengirim produk ke negara Amerika atau Eropa. Setelah produk sampai di negara tujuan, maka akan dilakukan pengecekan keamanan mutu produk oleh lembaga otoritas pangan yang berwenang. Untuk negara Amerika Serikat pengecekan keamanan mutu produk dilakukan oleh FDA (Food and Drug Administation) sedangkan untuk negara-negara Eropa dilakukan oleh EUC (European Union Commission). Permasalahannya sebenarnya adalah pengecekan yang dilakukan oleh lembaga tersebut berupa sampling yang belum tentu mewakili seluruh barang ataupun produk yang dikirim. Jadi ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada produk yang dikirim, maka konsekuensinya adalah seluruh produk dalam satu kali pengiriman tersebut harus dikembalikan ke negara pengirimnya yang tentunya hal ini akan sangat memakan biaya banyak dan seringkali merugikan perusahaan pengekspor produk tersebut .Ketika suatu produk dikim balik ke negara asal, maka perusahaan pengirim tersebut juga dikenakan biaya yang dianggap sebagai suatu biaya impor barang dari negara luar. Berbeda dengan negara-negara Asia pada umumnya misalkan Jepang, jika produk yang dikirim ada yang bermasalah maka biasanya tidak ada pengembalian produk ke negara asal melainkan hanya dikenakan biaya pemotongan pembayaran produk yang bermasalah saja dari harga yang sudah ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Kondisi tersebut secara resiko usaha juga menjadi sesuatu yang sangat diperhitungkan terutama untuk produk loin tuna beku CO yang tujuan pasarnya adalah Amerika dan Eropa. Selain kualitas dan kuantitas tuna loin, sistem pemasaran merupakan suatu hal yang sangat mempengaruhi kondisi ekspor tuna dari Indonesia. Permasalahan yang terkait dengan pemasaran ikan tuna loin khususnya di perairan Maluku adalah sebagai berikut: 1) kondisi posisi tawar perusahaan pengolah ikan tuna di Indonesia terhadap buyer masih sangat lemah, penyebabnya adalah perusahaan masih sangat tergantung pada buyer dalam hal pemasaran. Dasar perusahaan dengan buyer adalah sistem kepercayaan, tidak semua buyer berlaku jujur, sebagai contoh pembayaran yang tidak tepat, konsumen sudah mentransfer pembayaran namun buyer menunda pembayaran pada perusahaan. Namun
39
di sisi lain negara pengimpor tuna tidak mau membeli ikan dari perusahaan yang tidak memiliki hubungan kepercayaan dengan negara tersebut (dalam hal ini buyer); 2) keuntungan yang diperoleh perusahaan kurang maksimal karena melalui buyer yang bertindak sebagai makelar, sehingga menyebabkan rantai pemasaran bertambah panjang; 3) bahan baku tuna loin dari pengumpul harganya cukup tinggi yaitu sekitar Rp 55.000 – Rp 60.000/kg, harga di tingkat pengumpul sekitar Rp 80.000/kg, namun terjadi ketidakstabilan pada harga eksport. Pada bulan Juli 2012 harga ekspor sangat tinggi yaitu sekitar 18 US$ namun kondisinya adalah saat itu di perairan Indonesia bukan merupakan musim tuna sehingga sangat sedikit tuna loin yang dapat diekspor. Sedangkan pada saat hasil tangkapan melimpah yaitu akhir tahun 2012 dan produksi di perusahaan sudah tinggi, terjadi boikot dari negara pengimpor tuna loin beku utamanya Amerika. 4) kurangnya peran dan keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan pengolah ikan tuna, proses ekspor saat ini tidak ada campur tangan dari pemerintah. Sehinga saat terjadi permasalahan seperti pada poin 3, banyak perusahaan yang mengalami kerugian yang sangat besar.
Rantai Pasok Perikanan Tuna Loin di Maluku Rantai pasok pada perikanan tuna loin di Maluku dibahas dalam poin-poin berikut : 1) Struktur rantai pasok Secara umum, rantai pasok tuna loin yang ada di Maluku tersaji pada Gambar 17. Sistem rantai pasok produk tuna loin yang terjadi di perairan Maluku umumnya adalah dari nelayan masuk ke pengumpul, dari pengumpul masuk ke perusahaan, kemudian setelah dari perusahaan, produk tuna loin yang sudah jadi melalui proses ekspor melalui pembeli luar negeri, baru setelah itu tuna loin sampai pada konsumen di luar negeri. Produk loin yang dihasilkan nelayan selanjutnya diserahkan kepada pihak pengumpul. Setelah pengolahan dilakukan di tingkat pengumpul maka selanjutnya produk loin tersebut diserahkan kepada pihak perusahaan. Metode pendistribusian loin ke perusahaan terdiri atas beberapa cara. Beberapa perusahaan pasif menunggu pengumpul menyerahkan produk loin untuk diolah. Sebagian perusahaan lainnya aktif menjemput di tempat pengumpul. Perbedaan metode pengadaan barang (tuna loin) oleh perusahaan tersebut pada umumnya tergantung pada bagaimana kemampuan pihak perusahaan merangkul pihak pengumpul. Selanjutnya tuna loin yang ada dipisahkan berdasarkan kualitasnya (loin sashimi dan loin CO) dan diolah menjadi produk yang siap dipasarkan. Metode pengiriman produk loin yang sudah jadi dari Maluku (Ambon) ke negara tujuan antara produk loin fresh sashimi dengan loin beku CO sangat jauh berbeda. Hal ini terkait dengan transportasi yang digunakan dan juga sifat dari masing-masing produk tersebut sehingga akan mempengaruhi kuota dari pengiriman masing-masing jenis produk tersebut. Sehubungan dengan sifat loin
40
fresh sashimi yang hanya tahan beberapa hari saja, maka produk sashimi harus segera dikirim dengan menggunakan pesawat terbang. Metode pengiriman ini otomatis akan berpengaruh juga dengan kuota pengiriman yang terbatas atau lebih sedikit jika dibandingkan dengan produk loin tuna beku. Proses pengiriman tuna loin fresh sashimi dengan pesawat tidak bisa dilakukan setiap hari karena terkendala dengan faktor jadwal pesawat yang tidak bisa terhubung langsung dari Ambon ke negara tujuan seperti Jepang. Selain itu faktor cuaca juga sering menyebabkan terhalangnya proses kegiatan ekspor ke negara tujuan. Untuk ketahanan produk sebagai salah satu syarat terjaminnya kualitas, tuna loin fresh sashimi harus dikirim dalam waktu tidak lebih dari 20 jam sampai negara tujuan, terhitung mulai dari proses packing pengiriman di perusahaan. Apabila jadwal pesawat yang terhubung sampai ke negara tujuan (Jepang) tidak bisa kurang dari waktu 20 jam maka hal tersebut akan menyebabkan kondisi loin fresh sashimi yang dikirim akan menglami penurunan mutu ketika sampai di tempat tujuan. Kondisi ini harus dicermati oleh pihak perusahaan pengekspor karena hal ini sangat berpengaruh terhadap margin keuntungan yang akan dihasilkan. Terlebih situasi penerbangan dari Ambon menuju kota-kota (bandara) tujuan yang dapat mengakses ke negara tujuan ekspor seperti Makassar, Bali dan Denpasar sering mengalami perubahan jadwal penerbangan. 2) Sasaran rantai pasok Mayoritas sasaran rantai pasok tuna loin seperti telah diceritakan di atas adalah konsumen/pasar luar negeri. Produk sashimi pada dasarnya menunjukkan kualitas ikan tuna nomor satu bukan menunjukkan bentuk olahan/produknya. Sebagian besar produk sashimi yang dihasilkan di Indonesia dipasarkan ke Jepang yang penduduknya merupakan negara nomor satu dalam mengkonsumsi sashimi. Sisanya baru dipasarkan ke Eropa dan beberapa negara asia lainnya seperti China, Thailand dan Singapura. Negara tujuan ekspor untuk produk loin tuna beku CO yang paling besar permintaannya adalah Amerika Serikat, sebagian kecil lainnya adalah Rusia dan beberapa negara Amerika Selatan seperti Meksiko dan Panama. Pasar dalam negeri tuna loin baik fresh sashimi ataupun tuna loin beku CO belum mampu untuk dijadikan sasaran penjualan yang baik dikarenakan daya beli yang masih rendah. Namun jika dikelola dengan baik, pasar dalam negeri memiliki peluang yang cukup baik karena jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Pasar dalam negeri yang masih terbatas untuk sasaran pasar produk tuna loin dapat disebabkan beberapa faktor seperti tingginya harga produk untuk ukuran konsumen dalam negeri dan masih rendahnya sistem pengelolaan pemasaran bagi produk loin tuna itu sendiri. Pada pasar dalam negeri, produk tuna loin beku CO masih sangat terbatas penjualannya, biasanya kita hanya bisa
Gambar 17 Rantai pasok tuna loin
41
menemukan di pasar swalayan besar dan dalam jumlah yang kecil. Sama halnya dengan kondisi loin beku CO, produk tuna fresh sashimi masih sangat terbatas bisa ditemukan, umumnya produk ini hanya dijual di hotel-hotel ataupun restauran-restauran mewah saja. Sasaran pasar utama yang merupakan konsumen luar negeri tentunya memerlukan hasil produk tuna loin yang baik secara kualitas mutu dan profesional dalam penanganan proses manjemen bisnis dikarenakan semuanya itu akan memerlukan kontuinitas pasokan barang, efesiensi waktu dan biaya. Berdasarkan hal tersebut maka kebijakan pemerintah yang berpihak dan faktor sarana infrastruktur dalam hal ini transportasi yang baik tentunya akan sangat diperlukan untuk menunjang perikanan tuna loin di Maluku yang optimal. Sebagai timbalbaliknya maka diharapkan perikanan tuna loin sendiri akan menjadi suatu bidang perikanan yang kompetitif yang bernilai ekonomi tinggi, dapat bersaing secara global serta dapat terus dikembangkan untuk masa yang akan datang. 3) Manajemen rantai pasok Proses pemotongan loin yang langsung dilakukan nelayan di atas kapal pada saat operasi penangkapan memiliki resiko tersendiri yaitu dapat menyebabkan tercemarnya loin-loin tersebut oleh bakteri. Tingginya risiko pencemaran bakteri terhadap loin pada saat pemotongan di atas kapal dikarenakan hiegenitas alat potong (pisau) serta kondisi kapal tidak terjaga kebersihannya. Faktor ini seharusnya menjadi perhatian bagi semua pihak yang terkait agar selalu menjaga kebersihan kapal dan peralatan operasional lainnya agar tingkat pencemaran bakteri terhadap produk loin dapat diminimalkan. Tak berbeda jauh dengan nelayan, masalah sanitasi dan higenitas di tempat kerja milik para pengumpul sering menjadi masalah yang menyebabkan tercemarnya produk loin oleh bakteri. Peralatan kerja dan standar operasi kerja yang jauh dari ideal menjadi hal yang menyebabkan tingginya kemungkinan pencemaran bakteri. Dalam hal ini pembinaan oleh pihak perusahaan terhadap pihak pengumpul tentang pentingnya menjaga kebersihan untuk meningkatkan kualitas produk loin sebaiknya harus dilakukan secara teratur agar risiko pencemaran bakteri dapat ditekan.
Analisis Integrasi Pasar Produk Tuna Loin Fresh dan Frozen CO Aliran barang (tuna loin) dari produsen (nelayan) sampai ke tingkat konsumen terjadi karena adanya informasi permintaan dari pihak konsumen. Informasi tersebut mencakup jumlah dan harga di tingkat konsumen (pasar tujuan). Pendekatan IMC digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat integrasi pasar tuna loin di tingkat produsen (nelayan) dengan pasar tuna loin di tingkat konsumen (pasar tujuan ekspor). Tabel 14 menunjukkan hasil analisis IMC antar pasar tuna loin (fresh dan frozen) di Maluku dan pasar tujuan ekspor ke Jepang dan Amerika. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa antara pasar fresh loin di Maluku dan Jepang tidak terintegrasi (nilai IMC = tak terhingga) sedangkan antara pasar frozen loin di Maluku dan Amerika terintegrasi (nilai IMC = 0, lebih kecil dari 1). Nilai IMC hampir mendekati 0 menunjukkan kuatnya tingkat integrasi diantara kedua pasar tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa
42
Tabel 14 IMC tuna loin ke pasar ekspor (Jepang dan Amerika) Integrasi pasar Maluku vs Jepang Maluku vs Amerika
Integrasi pasar Maluku vs Jepang Maluku vs Amerika Keterangan :
Jenis ikan Fresh loin Frozen loin Jenis ikan Fresh loin Frozen loin
Formulasi Model Pit = 8095,384 + 0,862(Pit-1) + 0,000(Pjt-Pjt-1) + 0,000(Pjt-1) Pit = 1066,230+0,706(Pit-1) 1680,431(Pjt-1) Validasi model R2 F
+
1635,166(Pjt-Pjt-1)
Jenis Integrasi b2 IMC
+
Katagori
0,767
69,135*
0,000
∞NI
NI
0,840
33,304*
0,033
0,0004 LI
LI
menunjukkan signifikan pada = 5%, tn menunjukkan tidak signifikan, menunjukkan tidak teintegrasi, LI menunjukkan integrasi jangka panjang *
NI
perubahan harga frozen loin di Amerika akan segera mempengaruhi perubahan harga frozen loin di Maluku. Menurut Laping (1997) dan Kasimin (2009) integrasi pasar dapat terjadi jika infrastruktur transportasi, fasilitas pokok pasar, sistem informasi harga dan pasar yang transparan terbangun dengan baik. Ada 2 macam model integrasi yang dapat diketahui dari proses integrasi antara Maluku, pasar Jepang dan pasar Amerika yaitu : 1) Model integrasi tuna loin antara pasar Jepang dengan Maluku dirumuskan sebagai berikut : Pit = 8095,384 + 0,862(Pit-1) + 0,000(Pjt-Pjt-1) + 0,000(Pjt-1) 2) Model integrasi tuna loin antara pasar Amerika dengan Maluku dirumuskan sebagai berikut : Pit = 1066,230+ 0,706(Pit-1) + 1635,166(Pjt-Pjt-1) + 1680,431(Pjt-1)
Manajemen Mutu Analisis manajemen mutu digunakan untuk membandingkan kondisi yang ada di lapangan dengan kondisi ideal yang seharusnya ada untuk membentuk sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin yang baik. Gap yang terjadi akan menjadi koreksi untuk memperbaiki kondisi yang ada. Gambar 18 menunjukkan diagram sebab akibat rantai pasok dan penanganan tuna loin yang optimal. Terdapat 4 faktor utama yang perlu diperhatikan dalam menanalisis penyebab dari produk tuna loin yang tidak sesuai dengan pasar ekspor, yaitu man, machine, material, dan methode. Man yaitu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan produksi tuna loin untuk tujuan ekspor; machine yaitu peralatan yang digunakan dalam memproduksi tuna loin untuk tujuan ekspor; material adalah bahan yang digunakan memproduksi tuna loin yang dapat diterima oleh pasar ekspor; dan methode adalah cara yang digunakan untuk menghasilkan produk tuna loin sesuai dengan kebutuhan pasar ekspor.
43
Keterampilan nelayan dalam menangkap tuna merupakan faktor penentu untuk menghasilkan tuna yang sesuai dengan kriteria ekspor, dimana nelayan harus berhati-hati agar tuna yang ditangkap tidak mengalami cacat fisik akibat gesekan alat tangkap yang digunakan ataupun pada saat memindahkan tuna dari alat tangkap ke dek kapal. Setelah itu, ketrampilan nelayan dalam menangani tuna sesaat setelah tuna berada di dek kapal juga perlu menjadi perhatian. Pada kegiatan penangkapan tuna di Perairan Maluku, nelayan telah melakukan kegiatan penangkapan dengan baik, sehingga cacat fisik yang disebabkan oleh gesekan alat tangkap sangat jarang terjadi. Namun, yang sering menjadi masalah adalah penanganan tuna di atas kapal, dimana nelayan tuna tersebut hanya menggunakan styrofoam sebagai tempat untuk menyimpan ikan. Padahal, penggunaan palkah yang berinsulin lebih efektif untuk menjaga mutu tuna sebelum diambil oleh kapal pengangkut. Selain itu, penggunaan es dengan tekstur yang kasar juga kurang efektif dalam menjaga mutu ikan karena dapat menyebabkan cacat fisik pada tuna. Pemotongan tuna menjadi loin oleh nelayan di atas kapal pun menjadi kegiatan yang perlu diperhatikan. Hal ini karena kesalahan pada pemotongan menyebabkan berkurangnya bobot tubuh tuna lebih banyak dari seharusnya sehingga keuntungan yang diperolehpun berkurang. Hal lainnya yang paling sering ditemui adalah kurang sadarnya nelayan tentang masalah hiegenitas seperti kebersihan pisau potong dan kapal terutama bagian dek yang merupakan tempat proses kerja mereka di atas kapal. Berdasarkan pengamatan di lapangan, ukuran kapal yang digunakan nelayan tuna di perairan Maluku rata-rata berukuran kecil (< 5 GT), sehingga menyebabkan tidak adanya palkah pada kapal. Fungsi palka kapal digantikan oleh box styrofoam karena dirasakan lebih efektif oleh para nelayan. Ada beberapa solusi untuk menghemat bbm yaitu dengan adanya kapal pengangkut yang selalu siap untuk menjemput tuna di perairan. Namun hal tersebut tidak semuanya bisa diaplikasikan dan beberapa kondisi dirasa kurang efektif dan efisien dikarenakan kegiatan penangkapan tuna yang hanya one day fishing (harian). Metode ini akan efektif bila fishing ground yang dituju oleh nelayan sangat jauh dari lokasi fishing base. Selain keterampilan, nelayan juga perlu memiliki pengetahuan mengenai mutu tuna, sehingga nelayan dapat dengan mudah mengambil tindakan yang tepat untuk menjaga mutu tuna. Untuk nelayan tuna di Maluku, hanya sebagian kecil saja yang kurang memiliki pengetahuan mengenai mutu tuna. Selain itu, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh nelayan dirasa tidak cukup apabila tidak dilengkapi dengan kedisiplinan dalam menjalankan kegiatan penangkapan maupun penanganan, karena dalam menjaga mutu tuna, waktu merupakan faktor penentu. Keterampilan nelayan dalam menangkap tuna dan penanganannya di atas kapal merupakan penentu awal bagi mutu tuna untuk tujuan ekspor, sedangkan keterampilan pengumpul dalam menangani tuna, packaging, dan pendistribusian merupakan hal penting sebelum diterima oleh perusahaan pengolahan. Pengumpul tuna di Maluku mengawali kegiatan penanganan tuna sesaat setelah tuna diturunkan dari kapal. Sebagian pengumpul di Maluku melakukan penanganan tuna di sebuah bangunan semi-permanen yang hanya beratapkan terpal, dimana di sekitar bangunan tersebut masih berupa tanah sehingga kemungkinan untuk
44
masuknya debu dan kotoran lainnya sangat besar. Hal tersebut menyebabkan tempat penanganan tuna yang digunakan menjadi kurang higenis. Penanganan yang dilakukan oleh pengumpul berupa pembersihan dan merapihkankan bentuk fisik tuna loin dengan menggunakan pisau. Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat beberapa pengumpul yang menggunakan pisau yang tidak higenis pada kegiatan pembersihan tuna. Artinya pisau yang digunakan di tingkat pengumpul seringkali tidak dicuci dengan bersih dengan menggunakan larutan disinfectant seperti alkohol, chlorine ataupun kaporit setelah proses pemotongan ikan. Disamping itu juga peralatan lainnya seperti meja alas potong, box penampungan loin. Selain itu, sebagian pengumpul tuna tidak rapi dalam membersihkan tuna sehingga seringkali terjadi perusahaan pengolahan tidak menerima tuna loin tersebut dikarenakan kualitas ikan tuna yang sudah rusak. Hal lainnya yang sering dijumpai di lapangan adalah bahwa kondisi bangunan semi permanen yang dijadikan pengumpul untuk membersihkan loin adalah sangat terbuka sehingga cahaya matahari langsung masuk ke dalam tempat proses tersebut. Masuknya sinar matahari ke dalam tempat proses dan langsung mengenai produk loin yang sedang diproses menyebabkan penurunan mutu yang sangat cepat. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang langsung mengenai produk akan meningkatkan suhu pada produk loin sehingga rantai dingin pada produk loin menjadi terganggu. Produk loin yang proses rantai dinginnya terganggu sudah pasti akan mengalami kerusakan sehingga kualitasnya menjadi tidak baik. Setelah dibersihkan, selanjutnya loin yang sudah siap akan dimasukkan ke dalam plastik dan kemudian disusun dalam box-box yang telah disiapkan. Penyusunan tuna tersebut pun dilakukan hati-hati agar tuna tidak saling berhimpit dan menyebabkan cacat fisik pada tuna. Tahap terakhir pada tingkat pengumpul yaitu proses pendistribusian tuna yang telah dipacking ke perusahaan pengolahan. Pendistribusian tuna loin harus dilakukan sesegera mungkin agar mutu tuna loin tetap terjaga. Sehingga kedisiplinan pengumpul dalam penanganan dan pendistribusian tuna ke perusahaan pengolahan menjadi hal penting demi menjaga mutu tuna loin yang akan diekspor. Pada level perusahaan pengolahan, tuna loin yang telah didapatkan dari pengumpul dengan sesegera mungkin diolah menjadi beberapa produk. Jenis olahan tuna yang diproduksi sangat menentukan suhu mesin pendingin yang digunakan. Pada perusahaan pengolahan tuna di Maluku, semua langkah tahapan penanganan hingga packaging telah dilakukan dengan benar dan menggunakan peralatan penunjang yang sangat baik. Selanjutnya, ikan yang telah diolah tersebut didistribusikan ke negara-negara tujuan ekspor. Pada tahap pendistribusian inilah pihak perusahaan pengolahan tidak jarang kesulitan memilih transportasi yang digunakan. Khusus bagi produk loin sasahimi, alat transportasi yang digunakan berupa pesawat terbang. Namun jadwal penerbangan yang tidak pasti dan berubah-rubah menyebabkan perusahaan pengolahan harus lebih berhati-hati karena produk tuna loin (sashimi) mutunya akan sangat menurun jika proses distribusi ke tempat tujuan lebih dari 20 jam karena kondisi es yang dipakai untuk pengiriman akan mencair jika terlalu lama.
mutu
pengetahuan
MAN
tekstur
ikan tuna
jenis olahan
MET HODE
plastik
cara packing
susunan
jenis
waktu
cara penanganan
pendinginan
pemotongan
transportasi
pembersihan
palkah
kapal
cara pendistribusian
ukuran
cara penangkapan
suhu
mesin pendingin
MACHINE
Gambar 18 Diagram sebab akibat produk tuna loin yang tidak sesuai dengan pasar ekspor
MAT ERIA L
es
kedisiplinan
penanganan
pendistribusian
menangani tuna
ketrampilan
menangkap tuna
produk tuna loin yang tidak sesuai dengan pasar ekspor
45
45
46
Perumusan Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Tuna Loin di Maluku Tabel 15 Internal Factor Analysis Summary Unsur SWOT Kekuatan potensi tuna yang tersedia di Maluku
Bobot
Rating
Skor
0,25
4
1,02
jaringan pemasaran yang baik dari nelayan hingga perusahaan pengolahan
0,10
4
0,42
teknik penangkapan yang tepat
0,05
3
0,14
penanganan tuna loin ditingkat nelayan yang sangat baik
0,08
4
0,31
inisiatif dari pengumpul untuk turun langsung mencari tuna jika kondisi tidak ada/jarang ikan
0,02
3
0,05
0,20
1
0,20
jadwal penerbangan yang tidak setiap hari dan sering terjadi perubahan jadwal
0,05
1
0,05
ukuran kapal yang masih berukuran kecil keuntungan yang belum maksimal TOTAL
0,08 0,01 1,00
Kelemahan peran buyer yang menguasai proses ekspor
Analisis SWOT dilakukan untuk dapat memberikan perumusan strategi pola operasi yang yang tepatmanajemen digunakan sistempenangkapan rantai pasok danbelum penanganan di perairan 0,13 tuna loin 2 0,26 terstruktur dan terukur Maluku. Hal pertama yang dilakukan adalah merinci kondisi internal dan penanganan lointerjadi. ditingkat pengumpul tidak terlalu16 menyebutkan analisis IFAS eksternal yang tuna yang Tabel 15 dan Tabel 0,02 2 0,05 ketat dan EFAS. 1 2
0,08 0,03 2,61
Terdapat beberapa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh sistem rantai pasok tuna loin di perairan Maluku, diantaranya adalah: 1) Kekuatan: a. Perairan di sekitar Maluku merupakan perairan yang dilewati tuna ketika migrasi, sehingga Maluku dapat dengan mudah dalam memenuhi kebutuhan tuna. Namun, pada kenyataannya, sumberdaya tuna di perairan Maluku masih belum termanfaatkan secara optimal. Sumberdaya tuna tersebut hanya termanfaatkan sebesar 41%. b. Nelayan-nelayan tuna di perairan Maluku telah memiliki kerja sama yang sangat baik dengan pengumpul. Nelayan dengan segera mungkin membawa tuna loin ke pengumpul agar segera dibersihkan untuk dipacking, sehingga dapat mencegah menurunnya mutu tuna loin. Selanjutnya, dari pengumpul dibawa ke perusahaan pengolahan untuk segera diolah dan dikirim ke negara tujuan ekspor. Secara jelas diketahui bahwa jaringan pemasaran tuna loin di Maluku sangat baik sehingga jumlah tuna loin yang tidak layak ekspor sangat sedikit. c. Kekuatan lainnya yang dimiliki oleh nelayan tuna loin di perairan Maluku adalah teknik penangkapan tuna yang tepat sehingga tuna yang ditangkap merupakan tuna yang layak dieskpor. Seperti yang telah dijelaskan bahwa nelayan tuna di perairan Maluku menangkap tuna dengan menggunakan alat tangkap pancing serta proses pengangkatan tuna ke atas dek pun dilakukan sangat hati-hati dan dengan teknik yang sesuai.
47
d. Sebagian besar nelayan tuna di perairan Maluku memiliki kemampuan penanganan tuna yang baik di atas kapal. Nelayan tuna tersebut mengetahui dengan pasti apa yang harus dilakukan untuk tetap menjaga mutu tuna, seperti memotong tuna menjadi loin untuk menyederhanakan tempat penyimpanan serta penyusunan tuna loin ke dalam box yang tidak saling tumpang tindih. Nelayan tuna di perairan Maluku selalu menyiapkan es curah untuk mendinginkan tuna loin sehingga mutu tuna loin tetap terjaga ketika sampai ke pengumpul. e. Apabila musim tidak ada tuna atau jumlah tuna sedikit, pengumpul tuna di Maluku tidak tinggal diam. Mereka turun langsung untuk mencari tuna di daerah-daerah perairan lainnya. Hal tersebut dilakukan pengumpul untuk tetap memenuhi kebutuhan tuna loin untuk perusahaan pengolahan. Secara tidak langsung, kebiasaan pengumpul tersebut membuat rantai pasok tuna loin yang berasal dari Maluku tetap terus berjalan sepanjang tahun. 2) Kelemahan: a. Buyer disini bertindak sebagai makelar untuk ekspor. Buyer terlalu memiliki peran yang besar dalam proses ekspor, sehingga banyak perusahaan pengolah skala kecil yang sangat tergantung pada buyer, dimana terkadang ada buyer yang bertindak curang dengan tidak segera membayarkan hasil penjualan ekspor pada perusahaan sehingga menghambat proses pemutaran cashflow perusahaan pengolahan. b. Kelemahan selanjutnya yang dimiliki dalam sistem rantai pasok tuna loin di perairan Maluku adalah tidak memiliki kerja sama yang baik dengan perusahaan penerbangan, sehingga pengiriman tuna loin ke negara tujuan ekspor tidak jarang mengalami penurunan mutu dikarenakan waktu penerbangan yang tidak setiap hari dan bahkan terjadi pula perubahan jadwal penerbangan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tuna loin memiliki sifat yang hanya bertahan beberapa hari saja, sehingga perlu dikirim dengan segera mungkin ke negara tujuan ekspor. c. Nelayan tuna di perairan Maluku masih sangat bergantung dengan faktor kondisi alam serta faktor teknis pendukung operasi penangkapan ikan seperti ketersediaan bahan bakar, modal operasional, dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa nelayan tuna di perairan Maluku belum mempunyai pola manajemen operasi penangkapan yang belum terstruktur dan terukur. Apabila pola tersebut tidak dikelola atau diperbaiki, dikhawatirkan akan mengganggu kegiatan rantai pasok tuna loin di Maluku, khususnya dalam hal ketersedian tuna sebagai bahan baku. d. Apabila dibandingkan dengan nelayan, para pengumpul tuna loin di Maluku kurang ketat dalam menangani mutu tuna loin. Pihak pengumpul tersebut kurang memperhatikan kebersihan pisau yang digunakan untuk memotong tuna loin. Selain itu, tempat penanganan tuna untuk tingkat pengumpul tidak menggambarkan tempat yang higenis, dimana debu dan kotoran dapat dengan mudah masuk ke dalam tempat tersebut dikarenakan tempatnya tidak tertutup dan hanya beratapkan terpal. Hal lainnya yang kurang diperhatikan pengumpul dalam penanganan tuna loin yaitu tidak digunakannya sarung tangan pada saat melakukan penanganan ikan. e. Nelayan tuna di perairan Maluku melakukan kegiatan penangkapan dengan menggunakan kapal berukuran kecil. Hal tersebut menyebabkan
48
jumlah tuna yang ditangkap sangat terbatas dan tidak terdapatnya palkah pada kapal tersebut. Nelayan tuna loin di perairan Maluku menggunakan box dari styrofoam sebagai tempat menyimpan ikan. Meskipun box tersebut dilengkapi oleh box, namun akan lebih efisien dan efektif apabila terdapat palkah berinsulin di dalam kapal yang digunakan. f. Nelayan merupakan pihak yang mendapatkan keuntungan paling minimal. Hal ini disebabkan resiko yang sangat besar saat dilakukan operasi penangkapan ikan, sedangkan harga jual pada nelayan tidak sebesar effort yang dikeluarkan. Nelayan dan perusahaan juga belum mendapatkan keuntungan yang optimal. Hal ini disebabkan adanya integrasi pasar utamanya dengan pasar loin beku Amerika dan Eropa yang belum terintegrasi dengan baik sehingga menyebabkan kasus penolakan produk saat sampai di negara tujuan, peran pemerintah sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini. Tabel 16 External Factors Analysis Summary Unsur SWOT Peluang permintaan pasar terhadap kebutuhan tuna loin yang tinggi berkembangnya informasi dan teknologi yang mendukung bisnis tuna loin
Bobot
Rating
Skor
0,32
4
1,27
0,05
3
0,16
peluang bisnis dan investasi pada bisnis tuna loin Ancaman
0,13
4
0,52
ketidakstabilan harga ekspor tuna loin birokrasi beberapa negara tujuan ekspor yang sangat rumit belum adanya keberpihakan pemerintah Indonesia terhadap kegiatan ekspor tuna
0,13
1
0,13
0,02
2
0,04
0,23
2
0,46
pasar (utamanya untuk frozen tuna) yang sulit diprediksi
0,07
1
0,07
persaingan dengan negara-negara pengeskpor tuna loin TOTAL
0,04
2
0,08
1,00
2,74
Sistem rantai pasok tuna loin di Perairan Maluku memiliki beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan serta beberapa ancaman yang harus diperhatikan untuk dapat dihindari. Peluang dan ancaman tersebut yaitu: 1) Peluang a. Permintaan pasar utamanya ekspor terhadap kebutuhan tuna loin terus mengalami peningkatan hingga saat ini. Sebagai contoh, Jepang setiap tahunnya membutuhkan 370 ribu ton tuna sashimi, sementara itu Indonesia baru dapat memenuhi 17% dari kebutuhan tersebut (www.trobos.com). Itu hanya untuk pasar Jepang saja, belum untuk pasar Eropa dan Amerika. Tren permintaan pasar dunia cenderung meningkat setiap tahunnya. Apabila para pengusaha tuna loin di Maluku dapat memanfaatkan kesempatan tersebut, maka akan dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh serta dapat pula meningkatan keuntungan para pengumpul dan nelayan tuna loin di Maluku. b. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, semua informasi dapat diakses dengan mudah dimanapun dan kapanpun, termasuk informasi mengenai
49
bisnis tuna loin. Kemudahan dalam memperoleh informasi tersebut sangat membantu untuk melihat kondisi pasar tuna loin dunia sehingga mempermudah untuk menentukan strategi bisnis yang tepat tepat. Selain itu, teknologi packing dan waktu pengiriman produk tuna loin yang sudah sangat pesat saat ini dapat mempemudah menjangkau negara-negara yang berada jauh dari Maluku dalam waktu yang singkat sehingga mutu tuna loin tetap terjaga hingga sampai ke negara tujuan. Kemajuan teknologi yang pesat dapat pula mempermudah komunikasi dengan negara tujuan ekspor. c. Permintaan pasar yang cenderung terus meningkat secara otomatias akan meningkatkan peluang bisnis dan investasi pada perikanan tuna loin akan mendukung berkembangnya sistem rantai pasok tuna loin di perairan Maluku. Pemanfaatan peluang tersebut secara maksimal akan membuat kebutuhan-kebutuhan oleh para pelaku dalam sistem rantai pasok tuna loin di perairan Maluku akan terpenuhi sehingga sistem tersebut akan berjalan dengan baik, bahkan mengalami perkembangan. 2) Ancaman a. Fluktuasi harga tuna loin yang cukup tajam menjadi ancaman bagi perusahaan tuna loin di Maluku pada khususnya, dimana harga bahan baku yang dibeli perusahaan ke pengumpul sudah relatif tinggi namun di sisi lainnya siklus pemasaran perusahaan tidak berjalan lancar. Ketidakstabilan harga tuna loin tersebut juga dapat menyebabkan kerugian yang tidak terduga bagi perusahaan pengolah, tuna loin, bahkan nelayan juga akan terpengaruh dengan karena adanya perbedaan harga yang dikeluarkan pada saat membeli tuna loin serta ongkos produksi dibandingkan pada saat menjualnya kembali. b. Beberapa negara tujuan ekspor, terutama negara-negara yang berada di benua Eropa dan Amerika, memiliki prosedur birokrasi yang sangat rumit dalam hal ekspor tuna loin, berbeda dengan negara-negara Asia seperti Jepang. Prosedur yang rumit tersebut dapat menambah waktu pengiriman tuna loin ke konsumen, dimana hal tersebut menyebabkan mutu tuna loin menjadi menurun. Selain itu, seiring berjalannya waktu, kualitas tuna loin akan semakin menurun. Lamanya waktu birokrasi yang harus dilewati dapat menimbulkan kerugian, karena apabila pada saat pemeriksaan ditemukan salah satu saja produk tuna loin yang dinyatakan tidak layak maka seluruh produk tuna loin tersebut akan dikembalikan ke Indonesia, khusunya Maluku. c. Pemerintah Indonesia dinilai kurang berperan aktif dalam pemasaran ekspor. Hal ini menyebabkan banyaknya perusahaan yang tidak sehat akibat ketidakstabilan harga maupun berbagai permasalahan dalam ekspor. Peran pemerintah Indonesia sangat dibutuhkan oleh para pengusaha tuna loin, terutama pengusaha tuna loin di Maluku, karena diharapkan pemerintah Indonesia dapat membantu para pengusaha untuk menghadapi birokrasi yang rumit dari beberapa negera tujuan ekspor. d. Pasar untuk produk frozen tuna yang sulit diprediksi menjadi satu penghambat berkembangnya bisnis tuna loin. Sebagai contoh pada akhir tahun 2012 semua produk frozen tuna ditolak oleh negara-negara Amerika
50
dan Eropa. Hal tersebut tentu saja sangat merugikan bagi perusahaan, yang telah melakukan produksi. e. Persaingan antar negara pengekspor tuna merupakan hal yang perlu diperhatikan walaupun saat ini Indonesia masih merupakan eksportir tuna yang cukup besar. Apabila ancaman ini diacuhkan, maka dikhawatirkan peluang-peluang yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha tuna loin di Indonesia akan dimanfaatkan oleh pengusaha tuna loin dari negara lain di masa mendatang. Berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal yang ada pada sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin di Maluku ditetapkan nilai bobot dan rating dari setiap faktor. Skor untuk menilai kondisi internal dan eksternal merupakan hasil kali antara bobot dan rating. Berdasarkan analisis yang dilakukan nilai IFAS sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin di Maluku adalah 2,61 dan nilai EFAS 2,74. Dari nilai yang diperoleh dibuat digram SWOT untuk mengetahui posisi sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin di Maluku yang terjadi saat ini. Gambar 18 merupakan hasil dari diagram SWOT yang dihasilkan. Berdasarkan diagram analisi SWOT yang dihasilkan dapat diketahui bahwa posisi sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin di Maluku berada pada kuadran 1. Kuadran 1 menganjurkan untuk membuat rumusan strategi yang mendukung strategi agresif. Sistem harus lebih aktif dalam mengambil tindakantindakan untuk perkembangan rantai pasok tuna loin. Namun rumusan strategi yang dibuat tidak hanya berdasar pada kuadran 1, semua kuadranpun perlu diperhatikan. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki semua sistem yaitu dengan meminimalisir kelemahan dan ancaman serta memanfaatkan kekuatan yang dimiliki serta peluang yang ada. Tabel 17 menjabarkan matriks strategi berdasarkan SWOT.
Gambar 19 Diagram analisis SWOT
Peluang (O): 1. Permintaan pasar terhadap kebutuhan tuna loin yang tinggi 2. Berkembangnya informasi dan teknologi yang mendukung bisnis tuna loin 3. Peluang bisnis dan investasi pada bisnis tuna loin Ancaman (T): 1. Ketidakstabilan harga ekspor tuna loin 2. Birokrasi beberapa negara tujuan ekspor yang sangat rumit 3. Belum adanya keberpihakan pemerintah Indonesia terhadap kegiatan ekspor tuna 4. Pasar (utamanya untuk frozen tuna) yang sulit diprediksi 5. Persaingan dengan negara-negara pengeskpor tuna loin 5. Peran buyer yang menguasai proses ekspor 6. Jadwal penerbangan yang tidak setiap hari dan sering terjadi perubahan jadwal Strategi ST: 1. Intervensi pemerintah untuk mengatur sistem ekspor, dan kerjasama dengan negara pengimpor frozen tuna 2. Peningkatan mutu tuna loin
Kekuatan (S): 1. Potensi tuna yang tersedia di Maluku 2. Jaringan pemasaran yang baik dari nelayan hingga perusahaan pengolaha 3. Teknik penangkapan yang tepat 4. Penanganan tuna loin ditingkat nelayan yang sangat baik 5. Inisiatif dari pengumpul untuk turun langsung mencari tuna jika kondisi tidak ada/jarang ikan Strategi SO: 1. Pengoptimalan pemanfaatan tuna di perairan Maluku 2. Memperluas pasar
Tabel 17 Matriks SWOT strategi rantai pasok dan penanganan tuna loin
Strategi WT: 1. Pembentukan aliansi atau organisasi stakeholder tuna loin 2. Peran pemerintah dalam pengembangan infrastruktur (transportasi)
Strategi WO: 1. Diversifikasi unit penangkapan ikan 2. Melakukan negosiasi harga 3. Penyuluhan mutu di tingkat nelayan dan pengumpul
Kelemahan (W): 1. Pola manajemen operasi penangkapan yang belum terstruktur dan terukur 2. Penanganan tuna loin ditingkat pengumpul tidak terlalu ketat 3. Ukuran kapal yang masih berukuran kecil 4. Keuntungan yang belum maksimal
51
51
52
52
Berdasarkan matriks SWOT yang dihasilkan seperti yang tercantum pada Tabel 17, maka terdapat empat strategi yang bertujuan untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang yang dimiliki untuk menghindari kelemahan dan ancaman yang ada. Empat strategi tersebut yaitu: 1) Strategi ST: a. Pengoptimalan pemanfaatan tuna di perairan Maluku b. Memperluas pasar 2) Strategi WO: a. Diversifikasi unit penangkapan ikan b. Melakukan negosiasi harga 3) Strategi ST: a. Intervensi pemerintah untuk mengatur sistem ekspor, dan kerjasama dengan negara pengimpor frozen tuna. b. Peningkatan mutu tuna loin 4) Strategi WT: a. Pembentukan aliansi atau organisasi stakeholder tuna loin b. Peran pemerintah dalam pengembangan infrastruktur (transportasi)
Pembahasan Rantai Pasok Perikanan Tuna Loin di Maluku Berdasarkan srtuktur rantai pasok perikanan tuna loin yang telah ditentukan dalam penelitian ini, maka terlihar bahwa faktor tranportasi menjadi salah satu kendala utama yang harus segera dicari solusinya. Mulai dari tingkat nelayan sampai ke perusahaan, masalah transportasi ini sering mengganggu rantai distribusi produk tuna loin. Peran rantai pasok pada prinsipnya adalah untuk menambah nilai kepada produk, dengan cara memindahkannya dari suatu lokasi ke lokasi lain, atau dengan melakukan proses perubahan terhadapnya (JanvierPukules, 2012) Ketersediaan sarana transportasi yang baik, khususnya bagi perikanan tuna loin akan sangat membantu perkembangan perikanan tuna loin di Maluku. Perbaikan sarana dan prasarana transportasi di pulau-pulau yang merupakan wilayah penangkapan tuna akan mempermudah proses distribusi produk tuna loin dengan lebih baik sehingga beberapa masalah yang terkait dengan mutu tuna loin bisa dipecahkan sedangkan bagi perusahaan yang langsung mengirim produk tuna loin baik fresh atau frozen dapat melakukan aktifitas bisnisnya dengan lebih baik. Seperti halnya untuk jadwal penerbangan pesawat yang sering berubah dan hampir tidak ada pilihan yang lainnya. Dalam kasus produk tuna loin sashimi, apabila jadwal pesawat yang terhubung sampai ke negara tujuan (Jepang) tidak bisa kurang dari waktu 20 jam maka hal tersebut akan menyebabkan kondisi loin fresh sashimi yang dikirim akan menglami penurunan mutu ketika sampai di tempat tujuan. Kondisi ini harus dicermati oleh pihak perusahaan pengekspor karena hal ini sangat berpengaruh terhadap margin keuntungan yang akan dihasilkan. Terlebih situasi penerbangan
53
dari Ambon menuju kota-kota (bandara) tujuan yang dapat mengakses ke negara tujuan ekspor seperti Makassar, Bali dan Denpasar sering mengalami perubahan jadwal penerbangan.
Penanganan Tuna Loin Proses pemotongan ikan tuna menjadi bentuk loin yang dikakukan nelayan secara langsung di atas kapal sebenarnya memiliki resiko tersendiri. Secara efesinsi penyimpanan hasil tangkapan proses pemotongan ikan tuna menjadi bentuk loin memang sangatlah menguntungkan bagi nelayan. Dengan kapasitas palkah yang terbatas dikarenakan ukuran armada yang kecil, nelayan dapat mengumpulkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Hasil tangkapan yang langsung diolah dalam bentuk loin memungkinkan nelayan untuk menangkap ikan tuna lebih banyak dibandingkan jika nelayan membawa hasil tangkapannya dalam bentuk utuh atau gelondongan. Prosentase berat dari bentuk loin dapat mencapai 55% dari bentuk gelondongan. Jadi jika nelayan membawa hasil tangkapannya dalam bentuk gelondongan kapasitasnya hanya mampu membawa 1-2 ekor ikan tuna, dengan metode pemotongan loin di atas kapal mereka mampu membawa 4-5 ekor ikan tuna yang sudah dipotong dalam bentuk loin. Selain faktor berat, faktor volume (bentuk ikan) juga menjadi salah satu hal yang menjadikan proses pemotongan loin di laut menjadi lebih efesien dalam memperbanyak kemungkinan penyimpanan di atas kapal. Ikan tuna yang telah dipotong dalam bentuk loin akan disimpan ke dalam box styrofoam yang telah diisi dengan es. Kendala sanitasi dan higenitas menjadi faktor resiko yang disinyalir sering menjadi kendala dalam perikanan tuna loin yang melakukan proses pemotongan di atas kapal. Kebersihan dari alat potong (pisau) yang digunakan pada proses pemotongan ikan tuna menjadi bentuk loin dan kebersihan tempat pemotongan ikan tuna di atas kapal seringkali tidak diperhatikan oleh nelayan. Kemudian hal lainnya juga yang menjadi perhatian adalah box styrofoam yang digunakan sebagai tempat penyimpanan loin seringkali ditemukan dalam kondisi yang masih kotor. Faktor-faktor tersebut seharusnya menjadi perhatian bagi nelayan karena hal itu dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu pada produk loin yang dihasilkan. Metode pencucian setelah mereka sampai di darat dengan menggunakan zat antiseptic (anti bakteri) seharusnya mulai dibiasakan di kalangan nelayan sehingga dapat meminimalisir perkembangan bakteri yang ada pada alat dan tempat tersebut. Tidak berbeda jauh dengan masalah yang ada di tingkat nelayan, permaslahan sanitasi dan hiegenitas juga merupakan permasalahan mendasar yang dijumpai di tingkat pengumpul. Masih minimnya penggunaan zat antiseptic pada alat dan tempat proses pembersihan loin juga merupakan hal yang biasa dijumpai pada tempat-tempat penampungan milik para pengumpul di Maluku. Kemudian tempat proses yang kurang memadai dan cara kerja proses pembersihan produk loin juga menjadi faktor yang menyebabkan seringnya kualitas produk loin yang dihasilkan menjadi turun atau kurang bagus.
54
Berdasarkan kondisi yang ada, maka sebaiknya perlu dilakukan pendekatan baik oleh pihak perusahaan ataupun pemerintah setempat untuk memperbaiki kondisi yang ada khusus nya terkait sanitasi dan standar proses kerja yang mengacu pada SOP (Standard Operational Prosedure) yang baik. Dengan pembinaan yang intensif, maka diharapkan nelayan dan pengumpul mampu menghasilkan prouduk tuna loin dengan kuaitas yang baik dalam prosentasi yang tinggi.
Manajemen Mutu Tuna Loin di Maluku Permasalahn mutu menjadi suatu hal yang sangat vital dalam kegiatan perikanan tuna loin khususnya di Maluku karena pada akhirnya akan berdampak pada hasil akhir dari produk tuna loin yang dihasilkan. Proses produksi yang tidak sesuai SOP yang baik mulai dari level nelayan sampai dengan perusahaan eksportir menjadi penyebab terciptanya produk tuna loin yang di bawah standar dari yang seharusnya. Namun memang hal ini sangat terkait dengan berbagai macam hal yang diluar kemampuan produsen tuna loin seperti berbagai macam infrastruktur pendukung perikanan tuna loin. Semenjak dari mulai bahan baku yaitu ikan tuna pada saat ditangkap oleh nelayan sampai dengan proses pendistribusian akhir produk menuju negara tujuan, kesemuanya itu merupakan rangkaian proses yang harus dilakukan dengan tepat agar menghasilkan produk tuna loin yang berkualitas baik. Jadi seluruh rangkaian proses produksi akan menentukan hasil akhir dari produk yang diterima oleh konsumen akhir (end user). Utntuk tahap pertama di tingkat nelayan, teknik penangkapan yang tepat pada saat memancing ikan tuna yang dilakukan oleh nelayan akan sangat berpengaruh tehadap kualitas loin yang dihasilkan. Terkait beberapa metode penangkapan yang biasa dilakukan oleh nelayan secara umum ada dua macam kebiasaan memancing yang biasa dilakukan oleh nelayan. Yang pertama nelayan biasanya mengejar ikan tuna dengan cara mengejar gerombolan ikan yang pada umumnya mereka melihat tanda-tanda alam seperti gerombolan burung yang ramai di atas permukaan laut atau kawanan lumba-lumba yang berenang mengejar ikan kecil. Pada kondisi tanda-tanda seperti disebutkan di atas biasanya ikan tuna juga akan muncul sehingga nelayan akan mengejar gerombolan tuna tersebut. Yang kedua yaitu nelayan langsung menuju rumpon-rumpon yang ada pada daerah fishing ground kemudian nelayan langsung bersandar dan melakukan kegiatan penangkapan ikan. Kedua kebiasaan tersebut dilakukan oleh nelayan dengan masing-masing berdasarkan kebiasaan mereka dan cenderung mereka tidak akan berganti metode, artinya jika kebiasaan mereka menangkap ikan dengan cara pertama maka mereka tidak akan berganti dengan cara yang kedua dan begitu pula sebaliknya. Kedua metode tesebut akan berpengaruh terhadap kualitas yang dihasilkan. Cara pertama akan menghasilkan ikan tuna yang bergerak di permukaan yang otomatis akan berpengaruh terhadap suhu ikan pada saat tertangkap. Pada saat ikan tertangkap, ikan-ikan yang berada di permukaan cenderung akan memiliki suhu badan yang lebih panas dan tentunya akan berpengaruh terhadap kualitas daging tuna yang ditangkap. Terlebih bila pada saat penarikan ikan tuna
55
ke atas kapal ditarik dengan paksa makaakan terjadi kontraksi pada otot-otot tubuh ikan tuna dan ini akan menyebabkan suhu badan ikan tuna akan bertambah naik dengan cepat. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas daging tuna karena pada saat suhu tubuh naik secara cepat dengan ekstrem maka kadar histamin yang berada pada daging tuna akan menyebar secara cepat dan ini akan menghasilkan daging ikan yang yang tidak baik. Tekstur daging akan menjadi lembek dan warna akan menjadi pudar karena pengaruh suhu badan yang tinggi. Metode ini memang akan lebih cepat menarik ikan tuna ke atas kapal namun di sisi lain secara kualitas akan berdampak buruk bagi kualitas loin tuna yang akan dihasilkan. Walaupun kemudian setelah dipotong ikan tersebut langsung di berikan es, namun kondisi awal ikan yang sudah tertangkap dalam kondisi tidak bagus akan menyebabkan produk loin tuna yang dihasilkan oleh nelayan menjadi tidak baik. Berbeda dengan cara pertama, nelayan yang memancing di rumpon biasnya akan menangkap ikan-ikan tuna yang memiliki swimming layer yang lebih dalam (biasanya sekitar 150-200 m dibawah permukaan laut) yang tentunya berada pada suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan suhu di permukaan laut. Biasanya nelayan yang memancing di rumpon akan menarik ikan yang tertangkap dengan lebih sabar sampai dengan ikan berhasil dinaikkan ke atas kapal. Terkadang untuk satu ekor ikan tuna mereka bisa memakan waktu 2-3 jam untuk menarik ikan sampai dengan ke atas kapal. Sebagai konsekuensi metode pemancingan dengan cara ini adalah lebih lambat dalam menangkap ikan dan biasanya nelayan yang memancing dengan cara seperti ini mendapatkan hasil yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan nelayan yang menggunakan metode pertama. Namun secara kualitas ikan hasil tangkapan yang dihasilkan, pada umumnya nelayan yang memancing di rumpon akan menghasilkan produk loin yang lebih baik kualitasnya. Metode pemancingan di rumpon biasanya akan menghasilkan ikan dengan suhu tubuh yang relatif lebih rendah dikarenakan kondisi ikan pertama tertangkap berada pada lingkungan perairan yang memiliki suhu lebih rendah. Hal lainnya karena nelayan biasanya menarik ikan ke atas kapal dengan tidak dipaksa maka tidak terjadi kontraksi tubuh yang kuat sehingga suhu tubuh ikan tuna tidak terlau naik secara drastis. Pada saat suhu tubuh ikan tuna yang dipancing mengalami kenaikan suhu yang cepat (ekstrem) maka salah satu dampak yang akan terjadi adalah penyebaran histamin di dalam tubuh ikan yang akan menurunkan kualitas hasil tangkapan. Dengan demikian, metode pemancingan yang kedua ini secara umum akan menghasilkan kualitas daging tuna loin yang lebih baik dibanding dengan cara yang pertama. Proses pemotongan loin yang langsung dilakukan nelayan di atas kapal pada saat operasi penangkapan memiliki resiko tersendiri yaitu dapat menyebabkan tercemarnya loin-loin tersebut oleh bakteri. Tingginya risiko pencemaran bakteri terhadap loin pada saat pemotongan di atas kapal dikarenakan higenitas alat potong (pisau) serta kondisi kapal tidak terjaga kebersihannya. Faktor ini seharusnya menjadi perhatian bagi semua pihak yang terkait agar selalu menjaga kebersihan kapal dan peralatan operasional lainnya agar tingkat pencemaran bakteri terhadap produk loin dapat diminimalkan. Tak berbeda jauh dengan nelayan, masalah sanitasi dan higenitas di tempat kerja milik para pengumpul sering menjadi masalah yang menyebabkan
56
tercemarnya produk loin oleh bakteri sehingga sering menyebabkan penurunan mutu pada loin. Peralatan kerja dan standar operasi kerja yang jauh dari ideal menjadi hal yang menyebabkan tingginya kemungkinan pencemaran bakteri. Dalam hal ini pembinaan oleh pihak perusahaan terhadap pihak pengumpul tentang pentingnya menjaga kebersihan untuk meningkatkan kualitas produk loin sebaiknya harus dilakukan secara teratur agar risiko pencemaran bakteri dapat ditekan atau diminimalisir. Ketersediaan es yang kurang juga sering menjadi faktor yang menjadi penyebab kurang maksimal penanganan mutu loin tuna baik di tingkat nelayan ataupun pengumpul. Seringkali nelayan pergi melaut dengan bekal es yang minim sehingga rantai dingin pada produk tuna loin menjadi terganngu. Begitu juga kondisi di tingkat pengumpul, seringkali mereka mengalami kekurangan es sehingga ikan loin yang datang dalam kondisi baik menjadi turun mutunya di tingkat pengumpul karena kekurangan pasokan es. Kondisi minimnya ketersediaan es yang layak sangat dirasakan di daerah pulau-pulau yang jauh dari pulau Ambon seperti di pulau Buru dan Seram dikarenakan tidak adanya pabrik es yang beroperasi. Kalaupun terdapat pabrik es maka kapasitasnya sangat terbatas dan hanya di tempat-tempat tertentu saja. Selain itu faktor transportasi yang mahal untuk pengadaan es dari pulau ambon menuju tempat proses mereka yang berada di pulau-pulau di luar ambon juga menjadi penghambat ketersediaan es. Pada umumnya untuk mengatasi masalah tersebut, para pengumpul memakai es buatan rumah tangga yang di produksi dengan freesher berukuran kecil. Namun dari dari segi kualitas, es buatan rumah tangga tentunya kurang baik jika dibandingkan dengan es buatan pabrik karena es rumah tangga lebih cepat mencair jika dibandingkan dengan kualitas es buatan pabrik. Selain itu dari segi jumlah juga tidak bisa terlalu diharapkan karena jumlah yang bisa dihasilkan oleh rumah tangga tentunya sangat terbatas jika dibandingkan dengan kapasitas produksi pabrik es. Dalam hal ini perlu dikondisikan kemudahan akses bagi para nelayan dan pengumpul untuk mendapatkan ketersediaan es yang layak dan terjangkau harganya terutama bagi nelayan dan pengumpul yang pangkalan pendaratannya letaknya di luar pulau Ambon. Persaingan di untuk mendapatkan tuna loin sering menimbulkan masalah pada saat-saat tertentu, terutama pada saat pasokan loin berkurang sementara permintaan tinggi. Persaingan antara perusahaan dalam memperebutkan barang menjadikan faktor kualitas produk loin seringkali tidak dihiraukan oleh para nelayan dan pengumpul di Maluku karena perusahaan berlomba untuk mendapatkan barang tanpa memperhatikan kualitas produk, sehingga di sisi lainnya menjadi pemicu bagi pengumpul untuk tidak mengindahkan masalah sanitasi dan hiegenitas karena mereka hanya berorientasi terhadap jumlah produk loin yang bisa dijual. Sehubungan dengan hal tersebut, ada baiknya pemerintah berperan melakukan pembinaan langsung terhadap nelayan dan pengumpul karena hal ini akan sangat terkait dengan permasalahan pasar luar negeri yang menjadi tujuan utama pemasaran. Beberapa perusahaan atau pengumpul aktif megambil loin dari nelayan-nelayan yang kondisinya jauh di luar pulau Ambon seperti pulau Buru, pulau Seram dan pulau Banda. Model penangkapan yang terintegrasi dengan perencanaan yang matang dan tepat diharapkan bisa mulai diterapkan dalam
57
kegiatan perikanan tangkap khususnya pada perikanan tuna terutama pada lokasi pengumpulan ikan yang jauh di luar pulau Ambon. Menurut Muninggar (2008), Aktivitas transhipment menjadikan proses penangkapan ikan hingga pendistribusian ikan tujuan ekspor menjadi lebih efisien karena menghemat waktu dan biaya serta proses yang cepat dapat menjaga mutu ikan. Tapi bagi pihak pelabuhan, kegiatan transhipment membuat upaya perhitungan produktifitas kapal menjadi agak sulit. Hal ini dikarenakan formulasi untuk memprediksi produktivitas kapal yaitu dengan menghitung Catch Per Unit Effort (CPUE). Selain transhipment dan pelelangan, tidak ada ikan-ikan yang di jual di tengah laut. Sebagian pihak terutama perusahaan memang sudah melakukan proses seperti ini. Mereka datang dengan menjemput langsung ke lokasi-lakasi pengumpulan ikan dengan menggunakan kapal pengumpul (collecting boat). Namun metode seperti ini memiliki risiko yang cukup tinggi terutama mengenai masalah kualitas ataupun mutu produk loin tuna yang dihasilkan karena pada umumnya kapal pengumpul (collecting) harus menunggu muatan sampai 3 atau 4 hari untuk mengangkut kembali ke pulau Ambon dikarenakan efesiensi operasional dan bahan bakar. Menurut Ardani (2012) idealnya pihak perusahaan memiliki kesadaran kolektif dalam rangka menciptakan transparansi harga dan daya saing secara vertikal dan horizontal. Sehingga pada akhirnya terjadi proses integrasi vertikal dan horizontal diantara elemen rantai pasok secara harmonis dan berkesinambungan. Keuntungan yang diperoleh ketika terjadi integrasi vertikal dan horizontal adalah 1) penguasaan pasar yang semakin meningkat, 2) penggunaan serta penguasaan teknologi yang semakin efesien, 3) saling mengisi antara elemen rantai pasok, baik dari nelayan, kinerja produk hingga proses pendistribusiannya dan 4) bargaining power yang semakin besar dalam rangka menghadapi persaingan global.
Integrasi Pasar Produk Tuna Loin Fresh dan Frozen CO Berdasarkan nilai IMC untuk pasar Jepang dengan Maluku yang tak terhingga, hal ini menunjukkan bahwa antara produk loin sashimi di pasar Jepang dengan Maluku tidak terjadi integrasi pasar dan tidak saling mempengaruhi satu sama lainnya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan di kedua tempat tersebut tidak terlalu mengalami fluktuasi harga yang berarti. Sehingga dengan demikian, relatif tidak ada perubahan harga yang berarti di pasar Jepang (harga stabil) yang dapat mengakibatkan perubahan harga produk loin di Maluku. Faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap intergrasi pasar antara pasar Jepang dengan Maluku adalah bahwa margin yang didapat masing-masing elemen rantai pasok tetap terjaga dan seimbang sehingga masing-masing elemen rantai pasok tidak ada yang terganggu dalam proses bisnisnya. Hal tersebut setidaknya menunjukkan bahwa fasilitas pokok pasar, sistem informasi harga dan pasar yang transparan antara pasar Jepang dan Maluku masih terbangun dengan baik. Jika mengacu pada kondisi rantai pasok tuna loin yang ada di Maluku, maka secara umum antara pasar Jepang dan Maluku sudah terjadi informasi harga dan transparansi harga pasar pada masing-masing elemen rantai pasok. Walaupun
58
masih ada beberapa kekurangan dibeberapa bagian seperti, jadwal pesawat yang kadang-kadang berubah, posisi tawar perusahaan pengolah yang masih lemah terhadap pembeli dan beberapa hal lainnya namun mekanisme bisnis yang ada masih berjalan dengan baik. Menurut Mahyuddin (2001), dalam pemasaran produk perikanan, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor, sebagian besar masih ditentukan oleh para pembeli/konsumen (buyer market). Kondisi semacam ini mengakibatkan harga jual produk perikanan pada umumnya kurang menguntungkan pihak produsen (nelayan). Ada dua faktor utama yang membuat pemasaran produk perikanan Indonesia masih lemah. Pertama, karena lemahnya market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang pesaing, segmen pasar, dan selera (preference) para konsumen tentang jenis dan mutu komoditas perikanan. Kedua, belum memadainya prasarana dan sarana sistem transportasi dan komunikasi untuk mendukung distribusi atau penyampaian (delivery) produk perikanan dari produsen ke konsumen secara tepat waktu. Kondisi semacam ini terutama sangat dirasakan di daerah-daerah terpencil (remote areas) di luar Jawa dan Bali. Nilai IMC antara pasar Amerika dengan Maluku yang menunjukkan mendekati 0 menunjukkan bahwa terjadi integrasi jangka panjang diantara keduanya. Kurangnya informasi harga dan tidak terjadinya transparansi harga yang baik menyebabkan kondisi integrasi produk loin beku CO antara pasar Amerika dan Maluku terjadi intergrasi dalam jangka panjang yang sangat kuat. Fluktuasi harga yang tinggi di pasar Amerika disinyalir menjadi penyebab hal ini. Info harga jual produk yang berubah dalam waktu cepat dan tidak diikuti oleh perkembangan informasi di tingkat perusahaan di Maluku menyebabkan perusaahaan di Maluku terlambat mengantisipasi pembelian bahan baku di tingkat pengumpul. Ketika terjadi penurunan harga jual produk secara drastis di pasar Amerika, perusahaan di Maluku masih membeli bahan baku (loin tuna) dengan harga yang masih tinggi yang menyebabkan kerugian di tingkat perusahaan. Komunikasi yang baik antar pelaku menunjukkan adanya kerja sama dan kepuasan diantara mereka dan sebaliknya. Secara umum kondisi lapangan di Maluku masih ada pola komunikasi yang baik antara nelayan, pengumpul dan perusahaan. Namun kondisi pasar yang terkadang mengalami fluktuasi, khususnya bagi produk tuna loin beku menyebabkan kesulitan yang berpengaruh terhadap elemen rantai pasok di Maluku. Kerjasama yang harmonis antar angota rantai pasok menunjukkan terjadinya intergrasi antar elemen rantai pasok (integrasi vertikal dan horisontal) di Maluku, dengan demikian maka terjadinya integrasi antara elemen rantai pasok tentunya akan mempengaruhi efisiensi pasar dan intergasi pasar (harga). Oladopo dan Momoh (2007) mengkaitkan integrasi pasar dengan efisiensi pasar. Pasar yang efisien memiliki integrasi harga yang baik. Jalinan informasi yang baik antar pasar yang terpisah akan memudahkan terjadinya integrasi pasar. Adanya integrasi pasar juga menunjukkan transmisi harga yang baik antara pelaku (elemen rantai pasok). Kondisi ini dapat terjadi karena kedekatan hubungan dan pola komunikasi yang baik antar pelaku. Isu mengenai mutu ataupun kualitas yang kurang baik dari produk loin yang dihasilkan di Indonesia menjadi faktor yang sering diangkat oleh pihak pasar, terutama Amerika sebagai alasan penurunan harga secara sepihak. Kondisi ini selayaknya harus mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah yaitu
59
bagaimana pemerintah bisa mendapatkan posisi tawar yang baik untuk menjembatani jika terjadi permasalahan antara produsen dalam negeri dan pihak pembeli dari luar negeri. Fluktuasi harga yang tidak menentu harus dijadikan pertimbangan dasar mengenai kebijakan harga dan kualitas yang berlaku di semua elemen rantai pasok di Maluku. Pembinaan tentang produk yang higenis dan berkualitas baik harus dijadikan pedoman bagi tiap elemen rantai pasok untuk memproduksi tuna loin. Peran pemerintah terhadap transparansi informasi harga, pengadaaan infrastruktur yang baik serta kemudahan mendapatkan biaya operasional dengan harga terjangkau seperti contoh harga BBM yang wajar bagi nelayan haruslah diutamakan, sehingga masing-masing elemen rantai pasok dapat mengelola bisnisnya dengan baik. Hubungan timbal balik yang baik dan harmonis antara pemerintah dan elemen rantai pasok diharapkan akan meningkatkan kinerja dari kegiatan perikanan loin di Maluku sehingga mampu bersaing di tingkat global.
Perumusan Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Tuna Loin di Maluku Beberapa strategi pengembangan dan pengelolaan perikanan tuna loin di Maluku dibahas dalam poin-poin berikut : 1) Strategi ST: a. Pengoptimalan pemanfaatan tuna di perairan Maluku Potensi tuna yang masih banyak (lebih dari 50%) di perairan Maluku seharusnya dapat memenuhi kebutuhan pasar tuna loin yang semakin meningkat. Namun, pemanfaatan sumberdaya tuna di perairan Maluku yang hanya mencapai 41% menyebabkan kurang optimalnya para pelaku sistem rantai pasok tuna loin di Maluku dalam memanfaatkan peluang tersebut. Oleh sebab itu, perlu untuk melakukan pengoptimalan pemanfaatan tuna di perairan Maluku agar sumberdaya tuna tersebut dapat termanfaatkan secara maksimal dengan tetap memperhatikan ketersediaan stok tuna di perairan Maluku. Optimalisasi pemanfaatan tuna juga perlu dikaji dari sisi teknis penangkapan terutama di tingkat nelayan dan pengumpul. Dengan semakin tingginya biaya operasional perlu dikembangkan suatu sistem penangkapan yang lebih terpadu terutama bagi para nelayan dan pengumpul yang berada di luar wilayah pulau Ambon. Dikarenakan minimnya fasilitas pendukung operasional seperti pabrik es, ketersediaan bbm yang tidak memadai dan tingginya harga bbm tersebut maka perlu dilakukan strategi penangkapan yang lebih efesien dengan tujuan untuk meringankan biaya operasional penangkapan. b. Memperluas pasar Adanya peluang bisnis dan investasi pada bisnis tuna loin merupakan peluang yang besar bagi para pelaku rantai pasok tuna loin di Maluku. Kekuatan potensi sumberdaya tuna yang masih tersedia serta jaringan pemasaran yang baik merupakan modal awal yang dapat
60
digunakan untuk memanfaatkan peluang bisnis dan investasi pada bisnis tuna loin. Berdasarkan peluang dan kekuatan yang dimiliki tersebut, maka para pelaku rantai pasok tuna loin di Maluku dapat memperluas pasar dengan cara menambah negara tujuan ekspor dan atau melakukan diversifikasi jenis olahan tuna yang diproduksi. Tidak sulit untuk memperluas pasar karena telah berkembangnya informasi dan teknologi yang sangat mempermudah dalam menjangkau negara yang jauh sekalipun. Peran pemerintah dalam memperlebar pasar internasional tentunya sangat berpengaruh dalam hal ini. Selama ini tujuan pasar produk tuna mayoritas hanya kepada negara Amerika dan beberapa negara di Eropa serta Jepang. Negara-negara Arab di Timur Tengah juga mempunyai potensi pasar yang besar dalam hal ini. Sekiranya pemerintah dapat lebih aktif untuk menjajagi kemungkinan pasar di Timur Tengah tentunya akan memperluas pasar tujuan eksport produk tuna dari kondisi yang sekarang. Dengan semakin luasnya pasar maka kemungkinan memperbesar daya saing harga jual produk tuna tentunya akan semakin besar. Dengan demikian posisi tawar dari pemerintah dan para pelaku bisnis juga akan semakin tinggi. Dari kondisi tersebut maka diharapkan akan berimbas juga keuntungannya bagi para nelayan dan pengumpul tuna terutama terkait harga jual hasil tangkapan. 2) Strategi WO: a. Diversifikasi unit penangkapan ikan Seperti yang telah diketahui bahwa ukuran kapal yang digunakan oleh nelayan tuna di Maluku adalah kapal yang berukuran kecil. Hal tersebut dapat menyebabkan jumlah tuna yang didaratkan dalam satu hari penangkapan jadi terbatas, sedangkan kebutuhan pasar untuk tuna loin semakin meningkat. Oleh sebab itu, perlu dipkirkan tentang diversifikasi unit penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan tuna di Maluku. Melalui diversifikasi unit penangkapan ikan tersebut, diharapkan nelayan tuna di Maluku dapat menggunakan ukuran kapal yang lebih besar sehingga jumlah tuna yang ditangkap dalam satu hari penangkapan menjadi optimal dan dapat memenuhi kebutuhan pasar tuna loin. Terkait dengan peningkatan ukuran kapal perlu juga dilakukan kajian perbandingan efesiensi operasional penangkapan. Semakin besar ukuran kapal akan meningkatkan biaya operasional penangkapan, oleh karena itu jika hasil tangkapan yang dihasilkan tidak meningkat maka kondisi tersebut hanya akan menambah kerugian. b. Melakukan negosiasi harga Peran buyer yang sangat mendominasi dalam kegiatan jual beli tuna loin seringkali menyebabkan keuntungan yang tidak maksimal bagi para nelayan dan pengumpul ikan. Jika dilihat dari peluang bisnis tuna loin yang besar serta permintaan pasar tuna loin yang terus meningkat seharusnya akan meningkatkan pendapatan pelaku bisnis tuna loin jika peluang tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Peran buyer yang sangat mendominasi, termasuk mendominasi dalam hal penentuan harga, dapat diatasi dengan melakukan negosiasi harga.
61
Adapun negosiasi harga tersebut diikuti pula dengan produk tuna yang berkualitas tinggi. Oleh sebab itu, kelemahan mengenai pola manajemen operasi penangkapan yang belum terstruktur dan terukur serta penanganan tuna loin ditingkat pengumpul yang tidak terlalu ketat harus segera diperbaiki. Dengan perbaikan penanganan yang ideal diharapkan kualitas dari produk tuna loin yang dihasilkan menjadi lebih baik. Jika pihak nelayan dan pengumpul dapat memperbaiki kualitas produk, maka diharapkan mereka lebih memiliki posisi tawar terhadap buyer, sehingga dapat melakukan negosiasi pasar karena pihak nelayan dan pengumpul dapat memberikan jaminan bahan baku yang berkualitas tinggi. 3) Strategi ST: a. Intervensi pemerintah untuk mengatur sistem ekspor, dan kerjasama dengan negara pengimpor frozen tuna. Terdapat lima ancaman dalam sistem rantai pasok tuna loin di Maluku. Kelima ancaman tersebut sebenernya dapat diatasi apabila pemerintah terlibat langsung dalam kegiatan ekspor tuna loin. Para pelaku ekspor tuna loin di Indonesia, khususnya di Maluku, merasa sangat memerlukan intervensi dari pemerintah Indonesia agar sistem ekspor tuna loin dapat berjalan dengan baik. Pemerintah dapat bekerjasama dengan negara-negara tujuan ekspor tuna loin terutama yang berkaitan dengan jaminan kepastian harga serta kemudahan birokrasi dari negara-negara. Kerjasama yang baik antara pemerintah Indonesia dan pemerintah negara-negara tujuan ekspor akan sangat membantu para pengusaha tuna loin di Maluku dalam melakukan kegiatan ekspor. Sampai saat ini belum ada bentuk nyata dari peran pemerintah terhadap kegiatan eksport produk perikanan kepada negara-negara tujuan eksport. Tidak adanya kerjasama G to G (Goverment to Goverment) antara pemerintah Indonesia dengan negara tujuan eksport bidang perikanan menyebabkan para pelaku usaha produk perikanan seeringkali mengalami kesulitan ketika produk ekspor yang telah sampai ke negara tujuan mengalami kendala. Jika suatu produk mendapatkan masalah di negara tujuan, selalu produk tersebut terlantar karena dengan tegas negara tujuan akan menolak keberadaan produk tersebut. Prosedur yang sudah jelas tersebut biasanya hanya akan memberikan dua pilihan terhadap para eksportir yaitu dengan memusnahkan produk tersebut atau dikembalikan kepada eksportir dengan segala konsekuensi biayanya ditanggung oleh pihak eksportir. Kondisi ini seringkali terjadi terhadap produk loin tuna beku CO tujuan Amerika Serikat. Apabila terjadi kondisi seperti ini tentu saja menyebabkan kerugian yang besar kepada pihak eksportir. Dalam kondisi seperti ini seringkali sikap pemerintah seperti tidak perduli bahkan di satu sisi seringkali memberatkan eksportir. Berdasarkan kondisi seperti di atas maka sekiranya peran pemerintah dalam hal ini harus ditingkatkan agar tidak memberikan efek domino negatif bagi rantai produksi di bawahnya terutama nelayan dan pengumpul b. Peningkatan mutu tuna loin Ancaman berupa persaingan dengan negara-negara pengesksport tuna loin serta birokrasi beberapa negara tujuan ekspor yang sangat rumit dapat diminimalkan dengan peningkatan mutu tuna loin yang dihasilkan oleh
62
para pengusaha produk tuna, pengumpul dan nelayan. Kekuatan yang dimiliki oleh sistem rantai pasok tuna loin di Maluku berupa teknik penangkapan yang telah tepat dan penanganan tuna loin mulai dari tingkat nelayan sampai dengan perusahaan pengolah ikan tuna yang seuai dengan SOP yang baik dapat dijadikan modal awal untuk peningkatan mutu produk tuna loin di Maluku. Peningkatan kualitas produk tuna loin di semua elemen rantai pasok diharapkan akan memberikan kontribusi yang baik dalam hal pengurangan resiko untuk mencegah ditoknya suatu produk ketika sampai di negara tujuan. Di samping itu tentunya akan memberikan peningkatan posisi tawar produsen tuna loin terhadap negara-negara pasar tujuan ekspor terutama mengenai jaminan keamanan produk dan harga jual yang baik. 4) Strategi WT: a. Pembentukan aliansi atau organisasi stakeholder tuna loin Perlu adanya pembentukan aliansi atau organisasi stakeholder tuna loin untuk memecahkan berbagai masalah yang terdapat dalam pemenuhan kebutuhan pasar tuna loin di dunia. Aliansi atau organisasi tersebut dapat pula digunakan sebagai kekuatan untuk menjalankan rantai pasok tuna loin terutama untuk hal yang terkait dengan kualitas dan harga. Dalam aliansi atau organisasi dapat pula dibuat sejenis pelatihan untuk penanganan tuna yang tepat sehingga para pelaku rantai pasok tuna dapat menghasilkan tuna loin yang memiliki kualitas yang baik yang dapat diterima oleh negaranegera tujuan ekspor. Jadi pada intinya aliansi atau organisasi stakeholder yang dibentuk diharapkan akan berperan untuk menjembatani komunikasi di antara elemen-elemen rantai pasok yang ada dan menciptakan posisi tawar yang baik bagi masing-masing elemen rantai pasok. b. Peran pemerintah dalam pengembangan infrastruktur (transportasi) Infrastruktur pada bidang perikanan masih perlu untuk ditingkatkan oleh pemerintah. Sarana dan prasarana tersebut harus dibangun untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya dalam usaha perikanan. Hal yang terasa memberatkan di tingkat nelayan dan pengumpul adalah masih minimnya ketersediaan pabrik es yang ideal serta masih mahalnya hrga bbm yang harus diterima oleh pihak nelayan dan pengumpul. Beberapa infrastruktur lainnya yang mungkin bisa membantu adalah seperti sarana tambat labuh dan mendorong ketersediaan bengkelbengkel dan industri suku cadang untuk mendukung kegiatan perikanan tuna loin yang lebih baik Infrasruktur atau sarana dan prasarana yang berkaitan dengan transportasi adalah merupakan hal yang sangat vital untuk diperhatikan karena hal ini akan terkait dengan pendistribusian produk mulai di tingkat nelayan sampai dengan tingkat eksportir. Terkait dengan transportasi di tingkat nelayan dan pengumpul, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas tuna loin yang akan dihasilkan karena lamanya waktu pendistribusian akan berdampak langsung terhadap kualitas produk tuna loin yang dihasilkan.
63
Begitu juga di tingkat eksportir, sarana transportasi yang ideal baik transportasi laut ataupun udara juga akan berpengaruh terhadap kelangsungan usaha mereka. Dalam hal ini pemerintah seharusnya lebih mendorong untuk menciptakan iklim transportasi yang memberikan jaminan kepastian terkait dengan permasalahan jadwal transportasi yang pasti serta ketersediaannya. Beberapa birokrasi yang berkaitan dengan transportasi juga diharapkan lebih dipermudah dan peran pemerintah dalah hal ini akan sangat berpengaruh sekali bagi kelancaran usaha. Beberapa kejadian menunjukkan dikarenakan lambatnya respon pemerintah dalam hal penanganan birokrasi yang terkait dengan trasportasi untuk pengiriman produk yang telah siap sering menyebabkan terhambatnya proses distribusi produk dan hal ini juga tentunya menghambat iklim usaha di kalangan eksportir. Dengan tersedianya infrasrtuktur yang memadai maka diharapkan perkembangan dari produk perikanan khususnya perikanan tuna loin yang dihasilkan dapat menjadi lebih baik sehingga diharapkan produk-produk tuna loin mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Pada akhirnya, hal ini juga diharapkan akan meningkatkatkan pendapatan negara dari bidang perikanan .
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukan sebelumnya, maka didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Rantai pasok perikanan tuna loin di Maluku yang ada masih belum cukup untuk mendukung sistem perikanan tuna loin yang baik. 2. Integrasi pasar sangat kuat ditunjukkan pada produk frozen tuna untuk tujuan ekspor Amerika (IMC = 0, 0001).. 3. Sanitasi dan higenitas pada masing-masing elemen rantai pasok terutama di tingkat nelayan dan pengumpul menentukan persentase kualitas produk tuna loin yang baik. 4. Beberapa strategi yang dapat ditawarkan adalah: (1) Eksploitasi tuna yang sesuai JTB dengan unit penangkapan modern; (2) Meningkatkan mutu tuna loin; (3) Intervensi pemerintah untuk mengatur sistem ekspor, dan kerjasama dengan negara pengimpor frozen tuna.
Saran Beberapa saran yang dapat diberikan yang berhubungan dengan sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin di Maluku adalah sebagai berikut : 1. Perlu peran serta pemerintah dalam melakukan pembinaan mengenai masalah sanitasi dan hiegenitas stakeholder rantai pasok di Maluku.
64
2. Kajian ulang sistem logistik perikanan di kawasan Maluku, dimana Maluku memiliki potensi perikanan laut utamanya tuna loin yang cukup besar namun sistem logistik dan sarana infrastruktur masih terbatas. 3. Keterbukaan informasi harga pasar dan transparansi harga pasar perlu dikaji lebih untuk mengantisipasi fluktuasi harga pasar produk tuna loin yang tinggi, terutama untuk produk loin beku.
4. Perlunya intervensi pemerintah terhadap tingginya biaya transportasi antar wilayah dalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA Ardani. 2012. Model integrasi dalam pengembangan Minapolitan Perikanan Tangkap [Tesis]. Bogor : Program Pascasarja, Institut Pertanian Bogor David FR. 2003. Strategic Management, Concepts and Cases, 10th edition. New Jersey: Pearson Education Inc. P: 110-151. [KKP]. 2010. Statistik Kelautan dan Perikanan 2009. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP. [KKP]. 2011. Statistik Perikanan Tangkap 2010. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP. Anonim 2010. Ikan tuna. http://fishbase.com Burhanuddin et. al. 1984. Suku Scombridae Tinjauan Mengenai Ikan Tuna, Cakalang, dan Tongkol. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI BSN. 2006. Standar Nasional Indonesia nomor SNI 01-2693.1-2006. Badan Standar Nasional. Feingenbaum AV. 1989. Kendali Mutu Terpadu, penerjemah; Jakarta: ErlanggaKandahjaya H. Terjemahan dari: Total Quality Control 3rd Edition Gaspersz, V., 1992. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Tarsito Bandung. 670 hal. Gasperz, V.1998. Statistical Process Control: Penerapan teknik-teknik statistikal dan Manajemen BIsnis Total. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Guizani N, Al-Busaidy MA, Al-Belushi IM, Mothershaw A, Rahman MS. 2004.The effect of storage temperature on histamin production and the freshness of yellowfin tuna (Thunnus albacares). Food Research International 38:215–222. Ishikawa K. 1989. Penurunan Pengendalian Mutu. Terjemahan Nawolo W. Jakarta: PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Janvier-Pukules, A. M. 2012 A New Introduction to Supply Chains and Supply Chain Management: Definitions and Theories Perspective, International Business Research Journal, 5(1): 194-207. Kasimin S. 2009. Pemasaran kentang di Aceh Tengah dan Bener Meriah: Analisis Integrasi Pasar. J Ekon Bis 8(2): 121-127. Kinnear TL dan Taylor. 1991. Marketing Research, An Applied Aproach, 4th edition. USA: Mc Graw Hill. Laping W. Food price differences and market integration in Cina. ACIAR CGMPP Pap 4:1-25
65
Manetsch, T.J. and G.L.Park, 1976. System Analysis and Simulation. With Applications to Social and Economic Systems. Part I. Chapter II. Michigan State University. USA. P.1-49. Marimin, 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Grasindo. Jakarta Mc Afee AJ. 2009. Red meat consumption: An overview of the risks and benefits. J. Meat Science 84:1-13. McLauchlin J, Little CL, Grant KA, Mithani V. 2005. Scombrotoxic fish poisoning. Journal of Public Health 28(1):61-62. Montgomery DC. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik, penerjemah; Soejoeti Z, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press-Subanar. Terjemahan dari Introduction to Statistical Quality Control Muninggar R. 2008. Analisis supply chain dalam aktivitas distribusi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. [Tesis]. Bogor : Program Pascasarja, Institut Pertanian Bogor Nurani, T. W. 1996. Usaha Perikanan Longline Tuna Beku Sashimi Dan Kemungkinan Pengembangannya. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurani TW. 2008. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and Threats). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Oladapo MO, Momoh S. 2007. Food price differences and market integration in Oya State, Nigeria. Int J Agric Res 2(1): 69-74. Pujawan, I.N. 2005. Supply Chain Management. Surabaya : Penerbit Guna Widya. 288 hal. Putro S. 2008. Budidaya Tuna: Antara Ancaman dan Peluang. Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Ravallion, M. 1986. Testing Market Integration. American. Journal Agriculture Economic. Siagian, Y.M. 2005. Aplikasi Supply Chain Management dalam Dunia Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Widyasarana Indonesia. 231 hal. Sims GG, Farn G, York RK. 1992. Quality indices for canned skipjack tuna: correlation of sensory attributes with chemical indices. Journal of Food Science 57(5):1112-1115. Standsby, EM. 1963. Industry Fishery Technology. New York: Reinhold Publishing Coperation. Van Nostrand’s Scientific Encyclopedia. 2005. John Wiley & Sons, Inc. http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/2724/Pabrik-Pengolahan-TunaLoin-Dibangun/?category_id=58. Diakses pada tanggal 2 Mei 2012 http://duniaperikanan.wordpress.com/2011/04/03/pancing-line-fishing/. Diakses pada tanggal 23 Agustus 2012 http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/02/industri-loin-tuna-di-indonesia.html. Diakses pada tanggal 10 September 2012 Eriyatno, 2003. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor : IPB Press.
66
LAMPIRAN
Mean Std. Deviation
Pit-1
(Constant)
.862
8095.384
B
a. Dependent Variable: Pit
1
Model
.104
5881.664
Std. Error
Unstandardized Coefficients
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
N Normal Parametersa,,b
Beta
Sig.
1.376 .183
t
.876 8.315 .000
Standardized Coefficients
Coefficientsa
23 55826.0870 12434.0 1557 .230 .230 -.192 1.104 .175
Pit
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Lampiran 1. Perhitungan integrasi pasar produk tuna loin fresh
.876
Zero-order
1.000
1.000
VIF
Collinearity Statistics Part Tolerance .876 .876
Partial
Correlations
67
67
R
.876a
7.925E8
3.401E9
Residual
Total
2.609E9
Sum of Squares
a. Predictors: (Constant), Pit-1 b. Dependent Variable: Pit
1
Regression
Model
.767
R Square
a. Predictors: (Constant), Pit-1 b. Dependent Variable: Pit
1
Model
68
22
21
1
df 3.774E7
2.609E9
Mean Square 69.135
F
6142.94229
Std. Error of the Estimate
ANOVAb
.756
Adjusted R Square
.000a
Sig.
.767
R Square Change
Model Summaryb
69.135
F Change
df1 1
Change Statistics df2 21
.000
Sig. F Change
1.208
Durbin-Watson
68
69
Correlations Pit Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Pit Pit-1 Pjt - Pjt-1 Pjt-1 Pit Pit-1 Pjt - Pjt-1 Pjt-1 Pit Pit-1 Pjt - Pjt-1 Pjt-1
1.000 .876 . . . .000 .000 .000 23 23 23 23
Pit-1 .876 1.000 . . .000 . .000 .000 23 23 23 23
Pjt - Pjt-1 . . 1.000 . .000 .000 . .000 23 23 23 23
Pjt-1 . . . 1.000 .000 .000 .000 . 23 23 23 23
70
Uji statistik
Nilai parameter uji
Nilai batasan keputusan
1. Normalitas residual OneSample KolmogorovSmirnov
Asymp. Sig. = 0,175
Asymp. Sig > 0,05
2. Multikolinearitas: - Pit-1 - Pjt - Pjt-1 - Pjt-1
Collinearity Statistics: VIF = 1,000 VIF = tidak ada VIF = tidak ada
VIF < 10
3. Autokorelasi
Durbin-Watson : 1,208
DU DW 4-DU: 1,4375 DW 2,5625
2
4. Koefisien determinan
R = 0,767
5. Dugaan parameter model
a = 8095,384; sig. = 0,183 b1 = 0,862 ; sig. = 0,000 b2 ti= dak ada (nilai 0) b3 = tidak ada (nilai 0)
6. Korelasi - Pit vs Pit-1 - Pit vs Pjt - Pjt-1 - Pit vs Pjt-1
Pearson correlation; sig. 0,876 ; 0,000 tidak ada korelasi tidak ada korelasi
Tanda (+): korelasi searah (berlaku sebaliknya) nilai sig > 0,05 : korelasi tidak signifikan (berlaku sebaliknya)
7. Signifikasi Model (ANOVA)
sig = 0,000
sig. < 0,05 : variabel independen secara bersamasama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen
8. Indeks of Market Connection
|b1/b3|= ∞
IMC < 1: pasar terintegrasi dalam jangka panjang IMC = 0 : pasar terintegrasi sempurna IMC > 1 : pasar acuan tidak terintegrasi
b2 ≠1 : pasar tidak terintegrasi jangka pendek sig. < 0,05 : signifikan secara statistik
71
Lampiran 2 Integrasi pasar produk tuna frozen One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pit N Normal Parametersa,,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
23 55826.0870 12434.01557 .230 .230 -.192 1.104 .175
.917a
1
.840
R Square
.815
Adjusted R Square 5348.21378
Std. Error of the Estimate
606.877
711.728
.105
6284.277
2.769
-2.297
6.745
-.170
t
.012
.033
.000
.867
Sig.
33.304
R Square F Change Change .840
.490
-.221
.876
Zero-order
df1 3
19
df2
.254
-.211
.619
Part
.000
Sig. F Change
.536
-.466
.840
Partial
Correlations
Change Statistics
Model Summaryb
.320
-.248
.717
Standardized Coefficients Beta
a. Predictors: (Constant), Pjt-1, Pit-1, Pjt - Pjt-1 b. Dependent Variable: Pit
R
1680.431
Pjt-1
Model
-1635.166
.706
-1066.230
Pjt - Pjt-1
Pit-1
1 (Constant)
Model
Unstandardized Coefficients B Std. Error
1.590
1.389
1.346
1.918
Durbin-Watson
.629
.720
.743
Collinearity Statistics Tolerance VIF
72 72
73
ANOVAb Model
Sum of Squares
df
Mean Square
1 Regression
2.858E9
3
9.526E8
Residual
5.435E8
19
2.860E7
Total
3.401E9
22
F
Sig.
33.304
a. Predictors: (Constant), Pjt-1, Pit-1, Pjt - Pjt-1 b. Dependent Variable: Pit
Correlations Pit Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Pit Pit-1 Pjt - Pjt-1 Pjt-1 Pit Pit-1 Pjt - Pjt-1 Pjt-1 Pit Pit-1 Pjt - Pjt-1 Pjt-1
1.000 .876 -.221 .490 . .000 .155 .009 23 23 23 23
Pit-1 .876 1.000 -.147 .381 .000 . .252 .037 23 23 23 23
Pjt - Pjt-1 -.221 -.147 1.000 .414 .155 .252 . .025 23 23 23 23
Pjt-1 .490 .381 .414 1.000 .009 .037 .025 . 23 23 23 23
.000a
74
Uji statistik
Nilai parameter uji
Nilai batasan keputusan
1. Normalitas residual One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Asymp. Sig. = 0,175
Asymp. Sig > 0,05
2. Multikolinearitas: Pit-1 Pjt - Pjt-1 Pjt-1
Collinearity Statistics: VIF = 1,346 VIF = 1,386 VIF = 1,159
VIF < 10
3. Autokorelasi
Durbin-Watson : 1,918
DU DW 4-DU: 1,4375 DW 2,3403
2
4. Koefisien determinan
R = 0,840
5. Dugaan parameter model
a = -1066,230; sig. = 0,867 b1 = 0,706 ; sig. = 0,000 b2 = -1635,166; sig. = 0,033 b3 = 1680,431; sig. = 0,012
b2 ≠1 : pasar tidak terintegrasi jangka pendek sig. < 0,05 : signifikan secara statistik
6. Korelasi Pit vs Pit-1 Pit vs Pjt - Pjt-1 Pit vs Pjt-1
Pearson correlation; sig. 0,876 ; 0,000 (-0,221); 0,155 0,490;0,009
Tanda (+): korelasi searah (berlaku sebaliknya) nilai sig > 0,05 : korelasi tidak signifikan (berlaku sebaliknya)
7. Signifikasi Model (ANOVA)
8. Indeks of Market Connection
sig = 0,000
|b1/b3|= 0,00042013
sig. < 0,05 : variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen IMC < 1: pasar terintegrasi dalam jangka panjang IMC = 0 : pasar terintegrasi sempurna IMC > 1 : pasar acuan tidak terintegrasi
75
Lampiran 3. Produk turunan loin tuna frozen CO
a.Groundmeat
b.Steak
c.Cube
d. Crazy cut
e.Saku
f.Loin
76
Lampiran 4. Produk fresh loin sashimi
77
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 3 April 1977 dari Ayah Drs. Suryadi SA dan Ibu Yuyun Yudianingsih. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pada tahun 1989 penulis lulus dari SD Negeri 02 Pagi Duren Sawit Jakarta, selanjutnya pada tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 12 Jakarta dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) yang terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Penulis berhasil memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada tahun 2001, dan pada tahun 2010 berkesempatan melanjutkan pendidikan Program Magister (S-2) pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Minor Teknologi Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan biaya sendiri. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains, penulis melakukan penelitian dengan judul “Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku”. Penelitian yang dilakukan oleh penulis tersebut dibimbing oleh Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si.