Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
DESAIN SISTEM TRACEABILITY BERBASIS PROSES BISNIS PADA RANTAI PASOK DI INDUSTRI SARI APEL Dwi Iryaning Handayani1, Iwan Vanany2 Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
[email protected] 2) Jurusan Teknik industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
[email protected] 1)
ABSTRAK Empat komponen dari sistem traceability yaitu: 1) informasi, 2) teknologi, 3) proses, dan 4) organisasi kerja, perlu diidentifikasi dalam mendesain sistem traceability pada konteks rantai pasok maupun perusahaan. Proses sebagai salah satu komponen utama dari sistem traceability yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan tiga komponen lainnya. Paper ini bertujuan untuk mendesain sistem traceability pada rantai pasok industri sari apel didasarkan pada proses bisnis. Ada dua tahapan didalam mendesain sistem traceability yaitu: 1) pemodelan proses bisnis dengan metode Event-Driven Process (EPC) dan 2) menerapkan teknik property table dalam mengidentifikasi tiga komponen traceability lainnya. Didalam pemodelan proses bisnis dihasilkan empat entitas rantai pasok sistem traceability yaitu: petani, pemasok, pabrik pengolahan sari apel, distributor. Sistem traceability pada rantai pasok industri pengolahan sari apel diidentifikasi dengan 1) Measurement Registration Point (MRP), 2) Product Registration Point (PRP), 3) Proses Object Assignation (POA), 4) Process Object Measurement (POM). Informasi yang penting diperhatikan di dalam sistem traceability adalah kadarluarsa, tanggal penerimaan bahaan baku, kode produksi, kode pemasok, kualitas bahan. Sedangkan teknologi yang direkomendasikan untuk digunakan adalah teknologi Barcode karena lebih murah dan mudah digunakan. Hasil identifikasi unit kerja menunjukkan bahwa, entitas yang paling berperan didalam rantai pasoknya dalah industri pengolahan sari apel. Kata kunci: Traceability, Rantai Pasok, Bisnis Proses
PENDAHULUAN Keamanan pangan merupakan isu yang sangat penting bagi pemerintah dibeberapa negara dalam menjamin produk makanan dengan melakukan peningkatan pengawasan atas semua aspek produksi, dan distribusi guna melindungi konsumen dari kontaminasi makanan, pemalsuan dan isu produksi lainnya. Hal ini dikarenakan bahwa tingkat kepedulian masyarakat akan kesehatan cukup baik, sehingga masyarakat membutuhkan informasi yang jelas mengenai rantai pasok makanan dari produk yang dikonsumsinya (Smith, 2005). Kebutuhan akan informasi ini berkaitan dengan sering terjadinya keracunan produk makanan dan minuman sehingga masyarakat membutuhkan jaminan bahwa makanan yang dikonsumsi memenuhi persyaratan kesehatan. Informasi yang berkaitan dengan persyaratan kesehatan terhadap produk makanan menjadi hal yang sangat penting sehingga sejak 1 Januari 2005 Uni Eropa telah mewajibkan semua pelaku usaha bidang pangan di setiap negara dan para pengekspor dari negara lain ISBN : 978-602-97491-4-4 A-37-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
harus menggunakan sistem traceability untuk mencatat perjalanan pangan mulai pemasok sampai konsumen (Food Review Indonesia, 2007). Sistem traceability dikenal mulai pada tahun 2001 melalui undang-undang regulasi mengenai traceability oleh EU Regulation Food Law, yang berkaitan dengan jaminan kesehatan makanan. Isu mengenai sistem traceability menjadi perhatian penting beberapa tahun terakhir (Jansen, 2003) dan menjadi salah satu syarat legal oleh beberapa negara seperti Jepang memperkenalkan sistem traceability pada makanan tahun 2003 (FMRIC, 2008), Amerika Serikat mulai menerapkan sistem traceability dengan regulasi 21CFR820 pada tahun 2004 (FDA, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa sistem traceability adalah salah satu dari sistem jaminan mutu yang penting dari kesehatan makanan di berbagai negara. Peran traceability sangat penting dalam menjamin keamanan makanan karena bahaya keamanan pangan dapat terjadi pada setiap tahapan rantai pangan (Bertolini, 2006). Dengan sistem traceability dapat memudahkan penelusuran dan pelacakan pada proses rantai makanan yang bertujuan untuk keamanan, mutu makanan (Smith, 2005) serta kualitas produksi dan produk (Becker, 2000). Maka dari itu penting untuk melakukan desain sistem traceability pada rantai pasok industri sari apel untuk menjamin aspek mutu, keamanan, keselamatan pangan dari keracunan, kontaminasi, dan pemalsuan produk. Dalam mendesain sistem traceability pada penelitian ini mengacu pada Verdenius (2006) yang memperhatikan empat komponen pada sistem traceability yaitu: informasi, teknologi, proses dan organisasi kerja. Komponen informasi menjelaskan tentang informasi apa saja yang harus dikumpulkan untuk memberikan informasi antar tahapan pada rantai pasok. Manfaat dari informasi ini dapat diketahui kondisi produk, umur produk, waktu pengiriman. Teknologi pada komponen sistem traceability terkait dengan jenis teknologi yang digunakan untuk penelusuran dalam menberikan informasi pada rantai pasok. Komponen proses menggambarkan tahapan proses yang dilakukan. Komponen organisasi mempunyai tanggung jawab dalam mendefinisikan informasi dan mentransfer produk ke tahap selanjutnya. Tujuan penelitian ini adalah mendesain sistem traceability pada rantai pasok industri sari apel yang berbasis proses bisnis. Ada dua tahapan didalam mendesain sistem traceability adalah pemodelan proses bisnis dengan metode Event-Driven Process (EPC), selanjutnya identifikasi sistem traceability pada rantai pasok industri pengolahan sari apel meliputi : Measurement Registration Point (MRP), Product Registration Point (PRP), Proses Object Assignation (POA), Process Object Measurement (POM). Tahap terakhir yaitu menerapkan teknik property table berfungsi untuk menjelaskan tiga komponen traceability lainnya. METODE Ada tiga tahapan didalam mendesain sistem traceability yaitu: 1) Mengidentifikasi struktur rantai pasok industri sari apel, 2) Pemodelan proses bisnis dengan metode EventDriven Process (EPC). 3) Merancang teknik property table dalam mengidentifikasi tiga komponen traceability lainnya. Selanjutnya dijelaskan sebagai berikut : TAHAP I. Mengidentifikasi struktur rantai pasok industri sari apel Struktur rantai pasok pada industri apel dibuat untuk mengetahui tahapan yang dilalui mulai dari hulu sampai hilir. Struktur ini dibuat karena beda industri maka struktur jaringannya juga berbeda, selain itu dalam pemetaan proses terlebih dahulu harus mengetahui struktur jaringannya untuk mengatahui aktivitas yang dilakukan dalam tiap rantai.
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-37-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
TAHAP II. Pemodelan proses bisnis dengan pendekatan EPC Langkah 1. Langkah pertama perlu untuk melakukan identifikasi ruang lingkup model dari hasil entiti rantai pasok pada tahap 1. Bagian struktur rantai pasok mana saja yang akan terlibat dalam berbagi informasi dalam sistem traceability. Langkah 2. Membuat model proses bisnis Pada tahap ini membuat model proses bisnis untuk mengetahui bahwa proses yang dilakukan cukup detail tidak ada rincian lebih lanjut yang diperlukan. Selain itu tahap ini dapat mengetahui keterkaitan antara aktivitas pada proses kerja dalam struktur rantai pasok yang terlibat dalam mengaplikasikan sistem traceability. Aguilar-Saven, (2004).Pemodelan proses bisnis pada tahap ini digunakan metode EPC karena metode ini merupakan model proses bisnis yang digambarkan dengan menggunakan intuisi untuk menjelaskan proses yang ada pada setiap level bisnis. EPC terdiri dari beberapa elemen antara lain : 1) Function : digunakan untuk menggambarkan aktivitas yang akan dilakukan, digambarkan dengan sebuah kotak. 2) Events : digunakan untuk menjelaskan kondisi sebelum dan atau sesudah fungsi/ aktivitas dilakukan. Functions disambungkan oleh sebuah events. 3) Logical connectors : digunakan untuk menghubungkan antar aktivitas dan events. Terdapat tiga macam konektor, yaitu ᴧ (and), X (exclusive or), dan V (or). Langkah 3. Registrasi Produk Melakukan registrasi terhadap proses dan produk yang memungkinkan untuk dilakukan tracer dan tracing pada rantai pasok industri pengolahan sari apel dengan istilah sebagai berikut : Measurement Registration Point (MRP), Product Registration Point (PRP), Proses Object Assignation (POA), Process Object Measurement (POM). Tahap II : Aplikasi property tabel Tahapan ini membuat tabel yang berisi tentang informasi, teknologi, organisasi dan proses ( Nadja Damij et.al. 2007). Aktivitas proses yang disesuaikan dengan urutan aktivitas. Sedangkan pada kolom informasi berisi tentang informasi apa saja yang seharusnya diberikan oleh sistem traceability. Kolom teknologi digunakan untuk penelusuran informasi secara otomatis. Sedangkan bagian organisasi menggambarkan departemen yang bertanggung jawab terhadap penerapan traceability HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Rantai Pasok Sari Apel Manajemen rantai pasok merupakan pendekatan untuk mengimtegrasikan suplier, manufacturer, warehouse dan stores sehingga produk dapat di produksi dan didistribusikan dalam jumlah tepat, pada lokasi yang tepat, dan pada waktu yang tepat sehingga biaya keseluruhan dapat diminimalkan dan service level dapat ditingkatkan. (Levi et al, 2000). Struktur jaringan rantai pasok pada industri apel meliputi petani – pemasok – pabrik – distributor - konsumen. Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Struktur Rantai Pasok Industri Sari Apel dan Aktivitas Entiti rantai pasok Aktivitas Petani Pengiriman Pemasok Pengemasan dan labeling, Pengiriman Pabrik Departemen Penerimaan, Penghancuran, Pengemasan dan Labeling, Heating, Pendinginan dan Penyaringan, ISBN : 978-602-97491-4-4 A-37-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
Distributor
Pengemasan dan pencucian, Labeling, Pengiriman Pendistribusian
Pada tabel 1 entiti rantai pasok yang akan dibuat proses bisnis yaitu pemasok dan pabrik, yang mana aktivitas yang dilakukan suplier akan terkait dengan pabrik. Suplier sebagai pemasok bahan baku apel sedangkan pabrik sebagai mengolah apel menjadi produk minuman. Pemodelan Proses Bisnis Pemodelan proses bisnis merupakan pemetaan aktivitas antara petani, suplier dan pabrik yang menjelaskan aktivitas-aktivitas yang terjadi. Pada petani terdapat aktivitas pengiriman ke pemasok, aktivitas yang dilakukan petani hanya pengiriman apel ke pemasok sesuai dengan hasil panen petani. Sedangkan pemasok mengumpulkan buah apel dari para petani untuk dikirim ke pabrik, buah apel sebelum dikirim ke pabrik idealnya harus memenuhi tahapan aktivitas yang dilakukan pemasok yaitu; pengemasan, labeling dan pengiriman ke pabrik serta return dari pabrik apabila apel tidak sesuai dengan kriteria permintaan pabrik. Gambar 1 mengambarkan aktivitas petani dan pemasok secara jelas. Aktivitas yang ada di pabrik sebagai pengolah bahan baku menjadi produk olahan secara umum dapat dilihat pada tabel 1. Sedangkan proses produksi secara rinci mulai bahan baku sampai produk siap di pasarkan dapat dilihat pada gambar 2. Pemodelan proses bisnis ini menggunakan EPC dalam menggambarkan keterkaitan antar aktivitas dengan memperhatikan pelaku rantai pasoknya. Sedangkan simbol ini untuk melambangkan registrasi produk seperti Measurement Registration Point (MRP), Product Registration Point (PRP), Proses Object Assignation (POA), Process Object Measurement (POM) menggunakan simbol ◊, simbol informasi yaitu Registrasi produk dibedakan menjadi dua jenis yaitu PRP dan MRP, registrasi produk dibuat untuk merekam lokasi dari suatu produk seperti Point Registrasi Product (PRP). Apabila produk sudah di registrasi dan melakukan registrasi tambahan maka registrasi ini di sebut Measurment Registrasi Product (MRP selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3, yang mana kontrol kualitas pada MRP 1. Kontrol kualitas apel direpresentasikan sebagai titik registrasi yaitu MRP1. Status dari suatu objek proses dapat berubah dari waktu ke waktu dan informasi ini penting untuk kualitas produk, misalnya informasi untuk memonitor suhu pada saat proses produksi berlangsung, hal ini disebut dengan Process Object Measurment (POM). Gambar 3 menunjukan adanya pelaksanaan proses pengkuran pada proses pemanas dan pendinginan yang di simbolkan dengan POM4 dan POM5, suhu di atur oleh operator sesuai dengan standar dan proses dilakukan oleh mesin produksi. Mekanisme yang menggambarkan penugasan mesin untuk melakukan proses produksi disebut Process Object Assignation (POA) selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-37-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
Gambar 1. Aktivitas Petani dan Pemasok
Property Tabel Property tabel meliputi: (1) aktivitas proses produksi yang diawali dari penerimaan bahan baku sampai produk jadi. Pada setiap karakteristik aktivitas proses dideskripsikan ketiga komponen lainnya dan jenis dari aliran penelurusannnya dari sistem traceability yaitu: (2) informasi, (3) teknologi, (4) unit dari organisasi, dan (5) unit alirannya. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 . Tabel 2. Property Tabel
Business Process Penerimaan dan Penyortiran
Information
Technology
Unit of Unit of tracer organization a. Kode Area lahan dan Database Logistic Asal bahan Petani Managemen Departement baku b. Tanggal Panen t System c. Kualitas Buah d. Size (besar dan kecil Penerimaan a. Nama kode Pengepul Database Procurment Asal bahan cek kesesuaian b. Tanggal terima Managemen Departement baku t System Pembongkaran Pengambilan secara acak Logistic Kualitas dan atas, tengah, bawah Departement bakan baku pengambilan sampel Pengemasan a. Nama kode pengepul Barcode Production Identitas dan labeling b. Golongan ukuran Departement bahan baku c. Jenis mutu d. Area kebun dan tanggal panen Pengelompokan a. Nama, kode pengepul Barcode Production Kualitas dan dan Penyortiran b. Kualitas buah Departement asal bahan c. Size baku Penimbangan, Disesuaikan dengan nama Production Bahan baku pencucian, kode pengepul Departement dan proses pembuangan biji ISBN : 978-602-97491-4-4 A-37-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
Penghancuran dan diperas Rebus, pendinginan Pengemasan dan labeling
Disesuaikan dengan nama Barcode kode pengepul Tingkat suhu harus 0 mencapai 110 C Nama/kode asal apel Barcode Tanggal peras, tanggal simpan,Jangka waktu lama simpan Penyaringan Sesuai dengan takaran dan antara Gula, air,pewarna pencampuran dan pengawet Packing dan a. Kode produksi Barcode labeling b. Tangal produksi dan kadaluarsa
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-37-6
Production Departement Production Departement Production Departement
Bahan baku dan proses Proses
Production Departement
Bahan baku pembantu
Production Departement
Produk jadi
Identitas produk jadi
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
Gambar 2. Aktivitas pada pabrik
ISBN : 978-602-97491-4-4 A-37-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
Gambar 3. Registrasi Produk ISBN : 978-602-97491-4-4 A-37-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012
KESIMPULAN DAN SARAN Desain sistem traceability yang dilakukan berdasarkan empat komponen dari sistem traceabilit, menghasilkan bisnis proses dengan metode EPC dalam menggambarkan proses produksi sedangkan untuk point yang akan di tracing dan tracer ditunjukkan dengan Measurement Registration Point (MRP), Product Registration Point (PRP), Proses Object Assignation (POA), Process Object Measurement (POM). Informasi yang penting diperhatikan di dalam sistem traceability adalah kadarluarsa, tanggal penerimaan bahaan baku, kode produksi, kode pemasok, kualitas bahan. Sedangkan teknologi yang direkomendasikan untuk digunakan adalah teknologi Barcode karena lebih murah dan mudah digunakan. DAFTAR PUSTAKA Aguilar-Saven, R. S. (2004). Business process modelling : Review and framework. Production, 90, 129-149. doi: 10.1016/S0925-5273(03)00102-6. Becker, T. (2000). Consumer perception of fresh meat quality: a framework for analysis. British Food Journal, 102(3), 158–176 Bertolini, M., Bevilacqua, M., Massini, R., (2006), FMECA approach to product traceability in the food industry. Food Control 17 (2), 137–145. European Standard (1995). [EN ISO 8402:1995, Point 3.16], European Committee for Standardization (CEN). EU commission (2002), “Regulation (EC) No 178/2002 of the European Parliament and of the Council”, Official Journal of the European Communities. FDA (2004), Regulation 21CFR820, 2004. U.S. Food and Drug Administration, Title 21: Food and Drugs, Subchapter H: Medical Devices, Part 820 Quality System Regulation.
. FMRIC (2008), Handbook for Introduction of Food Traceability Systems Guidelines for Food Traceability). http://www.maff.go.jp/j/syouan/seisaku/trace/pdf/handbook _en.pdf Jansen-Vullers, M.H., van Dorp, C.A., Beulens, A.J.M., (2003), Managing traceability information in manufacture. International Journal of Information Management 23 (5), 395– 413. Nadja Damij, Talib Damij, Janez Grad, Franc Jelenc (2007). A methodology for business process improvement and IS development. Information and Software Technology 50, 1127– 1141 Rabade, L.A., Alfaro, J.A., (2006), Buyer–supplier relationship’s influence on traceability implementation in the vegetable industry. Journal of Purchasing and Supply Management 12, 39–50. Smith, G. C., Tatum, J. D., Belk, K. E., Scanga, J. A., Grandin, T., & Sofos, J. N. (2005). MEAT Traceability from a US perspective. Production, 71, 174-193. Simchi-Levi, D., Kaminsky, P., Simchi-Levi, E. (2003). Designing &Managing the Supply Chain Management. New York: Mc.Graw Hill. 2007) Food Review Indonesia Vol. II, No 10 ISBN : 978-602-97491-4-4 A-37-9