Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
KARAKTERISTIK PETERNAK DOMBA/KAMBING DENGAN PEMELIHARAAN DIGEMBALA/ANGON DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI (Sheep/Goat Farmer’s Characteristic with Under Grazing System and Their Relationshep with Level of Adoption Innovation Technologies) MURTIYENI, D. PRIYANTO dan D. YULISTIANI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Sheep/goat which are managed under grazing system with traditional management generally have low productivity and this is still practiced by most of Indonesian farmers. Research evaluation on transfer technology innovations, which was given to the sheep/goat farmers, with livestock grazed at different agroecosytems, in Majalengka regency (sugar cane plantation and rice field) and in Purwakarta Regency (rubber plantation and rice field) was carried out in January 2003. Population sampling was observed (all member of the groups) in Majalengka regency (25 respondents) and in Purwakarta regency (17 respondents). Data analyzed by Mann Whitney for deviation test and Rank Spearman to find out the relation between dependent with independent variables. The aims of the study are to identify and to compare farmer characteristics (internal and external) and to analyze the farmer adoption innovation levels toward technologies which were introduced and also to analyze the relalationshep between the factors. The results showed that internal characteristics (age and experience) of are farmers significantly different (p<0.01) while others (formal education and informal education) not different in both two research locations. Farmer’s external characteristics indicated that only farm scale are significantly different (p<0.01), cosmopolite, exposure and mass media possession are not significantly different. Adoption level of innovations toward worm parasite prevention, breeding, housing and green feed at two research location generally indicate high scores, only the housing technology shows low adoption. Rank Spearman correlation analyses represent that in Majalengka the external characteristics (farm scales and cosmopolite) correlated significantly at α 0.15 (degree of confidence 85%) with adoption innovation technology levels. Adoption innovation levels for Purwarakarta farmers indicate the respondent ages correlated significantly negative at α 0.05 toward adoption innovation levels. External characteristic (exposure) correlated significantly at α 0.05 (degree of confidence 95%) toward adoption innovation levels. Key Words: Farmer’s Characteristics, Sheep, Goat, Adoption of Innovation ABSTRAK Domba/kambing yang dipelihara secara digembala dengan pemeliharaan yang masih tradisional umumnya produktivitasnya rendah, dan hal tersebut masih dilakukan oleh sebagian peternak Indonesia. Penelitian evaluasi transfer inovasi teknologi yang diberikan pada peternak domba/kambing dengan pemeliharaan ternak digembala pada agroekosistem yang berbeda di kabupaten Majalengka (perkebunan tebu dan persawahan) dan di Kabupaten Purwakarta (perkebunan karet dan persawahan) dilakukan pada bulan Januari 2003. Pengambilan data secara populasi (seluruh anggota kelompok) Majalengka (25 responden) dan Purwakarta (17 responden). Analisa data menggunakan Mann Whitney untuk uji beda dan Rank Spearman untuk melihat keeratan hubungan antara variabel dependen dengan independen. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membandingkan karakteristik peternak (internal dan eksternal) dan menganalisis tingkat adopsi inovasi peternak terhadap teknologi yang diberikan serta pengukuran keterkaitan hubungan diantara faktor-faktor tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik internal (umur dan pengalaman) peternak berbeda nyata (p<0,01), sedangkan (pendidikan formal dan non formal) tidak berbeda pada kedua lokasi penelitian. Karakteristik eksternal peternak menunjukkan hanya pada indikator skala usaha terdapat perbedaan nyata (p<0,01), kekosmopolitan, keterdedahan dan pemilikan media massa tidak menunjukkan
495
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
perbedaan yang nyata. Tingkat adopsi inovasi responden terhadap pencegahan parasit cacing, breeding, perkandangan dan hijauan pakan ternak di kedua lokasi penelitian pada umumnya menunjukkan nilai yang tinggi, hanya pada teknologi kandang memperlihatkan adopsi yang relatif rendah. Hasil analisis korelasi Rank sperman menggambarkan bahwa di Majalengka karakteristik eksternal (skala usaha dan kosmopolitan) berhubungan nyata masing-masing pada taraf α 0.15 (tingkat kepercayaan 85%) dengan tingkat adopsi inovasi teknologi yang diberikan. Tingkat adopsi inovasi pada responden di Purwakarta menunjukkan bahwa pada indikator umur responden berhubungan nyata negatif pada taraf α 0.05 terhadap tingkat adopsi inovasi. Pada karakteristik eksternal (keterdedahan) berhubungan nyata pada taraf α 0.05 (tingkat kepercayaan 95%) dengan tingkat adopsi inovasi. Kata Kunci: Karakteristik Peternak, Domba, Kambing, Adopsi Inovasi
PENDAHULUAN Di Indonesia, populasi ternak kambing dan domba tahun 2003 masing-masing sebesar 13.276.000 ekor dan 2.455.000 ekor, sebagian besar (81,49%) tersebar di Pulau Jawa dan 36,62% nya ada di Jawa Barat (ANONIM. 2003). Sistem pemeliharaannya masih sederhana, umumnya diangon/gembala selama + 7 jam/hari, dari pukul 10.00–17.00. Lokasi penggembalaan ada yang dilahan perkebunan karet, kelapa, tebu dan lahan bera bekas padi/palawija. Pada pemeliharaan ternak dengan cara digembala, prevalensi infeksi oleh cacing nematoda sangat tinggi (mendekati 100%) dan lebih dari separuh populasi ternak domba menderita infeksi nematodiasis dengan derajat sedang hingga parah (SUHARDONO et al., 2002). Dilaporkan akibat infeksi nematodiasis dapat menurunkan bobot hidup sekitar 38% dengan tingkat kematian mencapai 17% (BERIAJAYA et al., 1998). Lebih lanjut dikatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan telur cacing dalam tinja, infeksi cacing lebih banyak terjadi pada musim hujan. Pemeliharaan pejantan dengan sistem angon kurang mendapatkan perhatian peternak, karena tanpa memiliki pejantan sendiri ternak dapat kawin dengan ternak dari kelompok lainnya bila bertemu dipadang penggembalaan. Konsekuensinya jarak beranak dapat lebih panjang. Menurut SUPARYANTO (1992) keberadaan pejantan mampu memperpendek jarak beranak induk yaitu dari rata-rata 10 bulan menjadi 8 bulan. Sumber pakan ternak digembala umumnya hanya mengandalkan rumput alam meskipun hijauan pakan berasal dari leguminosa pohon cukup banyak disekitar peternak seperti Kaliandra (Calliandra) dan Gamal (Glirisidia). Namun demikian peternak belum banyak yang
496
memberikannya dengan alasan ternak tidak menyukai karena bau spesifik (ANONIM, 1991), disamping banyak peternak yang belum mengetahui manfaatnya. Demikian pula jenis rumput unggul seperti rumput Kinggrass dan rumput Gajah belum dikembangkan didaerah tersebut, meskipun lahan yang dapat dimanfaatkan untuk rumput cukup tersedia. Keadaan yang demikian menyebabkan kondisi ternak pada musim kemarau kurang memuaskan dan ternak kelihatan kurus. Sebaliknya pada musim hujan meskipun rumput cukup banyak, ternak banyak yang menceret karena terinfeksi nematodiasis (SUHARDONO et al., 2002). Sistem perkandangan pada pemeliharaan diangon kurang memperhatikan daya tampung dan kaidah-kaidah kandang sehat. Kandang dibuat tanpa sekat sehingga ternak kecil dan besar, jantan dan betina dicampur dalam kandang yang sama. Begitu pula dari sisi sanitasi seperti lokasi kandang, lingkungan kandang dan kebersihan kandang kurang mendapatkan perhatian peternak. Penelitian yang dikaitkan dengan teknologi budidaya domba yang diintroduksikan pada peternak di lahan perkebunan mampu memberikan pendapatan 45 persen lebih tinggi dibandingkan teknologi petani. Disamping itu dampak serta respon yang baik mampu menyebar kepada peternak sekitarnya (BATUBARA et al., 2000). Aplikasi teknologi peternakan dilahan marginal pada ternak domba pada skala usaha 6 ekor selama pemeliharaan 6 bulan mampu meningkatkan pendapatan 34,1% dibandingkan dengan sebelumnya (WAHYONO et al., 1997). Untuk mengatasi masalah-masalah pemeliharaan ternak secara digembala, maka Balitnak bekerjasama dengan Dinas Peternakan Majalengka dan Purwakarta melakukan transfer inovasi teknologi untuk meningkatkan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
pengetahuan dan ketrampilan peternak setempat agar dapat memelihara ternak lebih baik, sehingga produktifitas yang dikelola meningkat. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan karakteristik (internal dan eksternal) responden pada dua lokasi penelitian, mengetahui tingkat adopsi inovasi yang diberikan dan hubungannya dengan faktor-faktor tersebut.
statistik non-parametrik. Uji komparatif MannWhitney digunakan untuk hipotesa komparatif dua sample independen yang datanya ordinal (DANIEL. 1989). Untuk mengetahui hubungan peubah bebas dengan peubah terikat dan hubungan diantara variabel digunakan uji koefisien korelasi Rank Spearman (SIEGEL, 1988). HASIL DAN PEMBAHASAN
MATERI DAN METODE Karakteristik geografis Kegiatan ini merupakan evaluasi dari kegiatan transfer inovasi teknologi yang dilakukan pada peternak domba/kambing di sentral peternak tradisional yang dipelihara dengan cara digembala. Lokasi terpilih adalah Desa Babadjurang, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka dan Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta. Teknologi yang diberikan berdasarkan identifikasi kebutuhan peternak yaitu tentang penanggulangan parasit cacing, breeding, perkandangan dan hijauan pakan ternak. Binaan dilakukan selama 6 bulan dengan melibatkan peneliti, penyuluh dan peternak. Kelompok ternak mendapatkan bantuan sebagai stimulan berupa obat cacing, penyediaan pejantan unggul dari Balai Penelitian Ternak, bibit rumput unggul dan leguminosa yang ditanam dilahan desa (Majalengka) dan di lahan peternak (Purwakarta) sebagai demplot. Pengamatan sampel dilakukan terhadap seluruh anggota kelompok (populasi) yaitu 25 responden anggota kelompok ternak domba di Kabupaten Mejelengka dan 17 responden anggota kelompok ternak di Kabupaten Purwakarta. Penelitian dirancang dengan metode survai yang bersifat deskriptif korelasional. Kuesioner dipersiapkan dengan jawaban terbuka dan tertutup. Karakteristik individu (internal dan eksternal) merupakan variabel bebas, sedangkan tingkat adopsi inovasi sebagai variabel terikat. Karakteristik individu diklasifikasikan menjadi kategori yang sesuai dengan penjenjangan menurut skala pengukuran yang cocok bagi peubah yang bersangkutan. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengolahan data menggunakan program SPSS for windows menggunakan
Dua lokasi penelitian yang digunakan merupakan daerah pertanian yang mempunyai ternak domba cukup banyak dan dipelihara secara di angon. Masing-masing lokasi terpilih mempunyai agro ekosistem berbeda. Desa Babadjurang (Majalengka) berada pada ekosistem sawah dan perkebunan tebu, sedangkan desa Tegalsari (Purwakarta) berada pada ekosistem sawah dan perkebunan karet. Persamaan dari kedua lokasi tersebut adalah mempunyai sumber pakan ternak yang cukup. Menurut ISBANDI et. al (2002) bahwa daya dukung usaha ternak selain dipengaruhi oleh sumber daya manusia juga dipengaruhi oleh agro-ekosistem dimana daya lahan serta komoditas tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber pakan. Karakteristik internal peternak Karakteristik internal peternak yang diamati dalam penelitian ini meliputi umur, pengalaman beternak, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Distribusi responden berdasarkan karakteristik internal peternak, nilai rata-rata setiap variabel dan nilai probabilitas uji Mann-Whitney sebagai indikator untuk mengetahui perbedaan karakteristik responden di dua lokasi penelitian tertera pada Tabel 1. Tabel tersebut menunjukkan bahwa umur peternak dan pengalaman beternak terdapat perbedaan nyata (p<0,01), sedangkan pendidikan formal dan pendidikan non formal tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kedua lokasi penelitian. Berikut disampaikan uraian singkat masing-masing indikator.
497
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Internal Responden Purwakarta
Majalengka Karakteristik internal
Frekuensi (%)
Rata-rata
Frekuensi (%)
Total
Rata-rata
%
Tingkat Rata-rata perbedaan
Umur <39 thn (muda)
12
40-56 thn (dewasa)
44
>56 thn (tua)
44
52,7
53 35
41,5
29 40
48,17
** S
12,3
** S
31
12
Pengalaman < 11thn (rendah)
48
12-23 thn (sedang)
28
>24 thn (tinggi)
24
17,6
100 -
4,5
69 17 14
-
Pendidikan formal 100
100
< 6 thn (rendah)
100
7-12 thn (sedang)
-
> 13 (tiggi)
-
-
100
88
1,4
-
4,1
-
NS
-
Pendidikan non formal 1 kali (rendah) 2-3 kali (sedang)
-
> 3 (tiggi)
-
1,0
12
1,1
-
95 5
NS
-
*S Sangat nyata pada taraf α 0,01
Umur responden Secara total umur responden di kedua lokasi penelitian terbesar pada kategori dewasa dengan rata-rata 48,17 tahun. Umur rata-rata responden di Majalengka relatif lebih tua dibandingkan di Purwakarta. Umur responden di Majalengka rata-rata 52,7 tahun, sedangkan umur responden di Purwakarta rata-rata 41,47 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa di daerah Majalengka beternak domba mulai tidak diminati bahkan ditinggalkan oleh generasi muda. Mereka umumnya lebih tertarik bekerja di sektor non pertanian seperti: tukang ojek, tukang bangunan atau pergi ke ibu kota berusaha dibidang jasa. Pada tingkat usia responden mencapai umur diatas 50 th maka kondisi fisik yang ada sudah mulai menurun, sedangkan pemeliharaan dengan cara diangon kurang membutuhkan tenaga yang kuat dibandingkan dengan pemeliharaan secara dikandangkan (cut and carry). Oleh karena itu beternak menjadi pekerjaan utama bagi (48%) responden Majalengka dengan skala usaha rata-rata 13,4 unit. Sebaliknya di Purwakarta,
498
mayoritas responden generasi muda rata-rata (41,5 tahun) dengan skala usaha 7,5 unit maka beternak hanya merupakan pekerjaan sampingan bagi sebagian besar responden (94,1%). Pengalaman Secara umum pengalaman beternak ratarata 12,3 tahun Pengalaman responden Majalengka dominan dalam kategori rendah, namun terdapat pula pada kategori sedang dan pada kategori pengalaman tinggi dengan ratarata 17,6 tahun. Sebaliknya responden Purwakarta (100%) responden mempunyai pengalaman rendah dengan rata-rata 4,6 tahun. Perbedaan tersebut kemungkinan berkaitan dengan usia responden dimana umur responden Majalengka relatif lebih tua bila dibandingkan dengan umur responden Purwakarta. Hal ini menunjukkan bahwa responden Majalengka beternak domba dilakukan sejak responden usia muda. Dengan demikian beternak domba bukanlah sesuatu hal baru baginya.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Diadakannya kegiatan tranfer inovasi teknologi merupakan suatu usaha perbaikan dari cara beternak yang diterapkan selama ini. Hal ini dapat menimbulkan minat responden akan kebutuhan inovasi. Sebagaimana dikatakan HAVELOCK (1969) bahwa pengalaman masa lalu yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi kecenderungannya untuk merasa memerlukan dan siap menerima pengetahuan baru. Pendidikan formal Tingkat pendidikan formal responden pada kedua wilayah rata-rata 2.75 tahun. Dengan demikian karakteristik pendidikan kedua lokasi tergolong masih rendah, bahkan cukup banyak peternak yang tidak mengecam pendidikan. Kondisi ini dapat menjadikan kendala dalam tranfer inovasi teknologi, mengingat tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tingginya penyerapan dan laju perubahan cara berfikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka tatalaksana pemeliharaan makin baik karena peternak dapat mengadopsi inovasi dan merubah cara berfikir serta cara pemecahan masalah lebih matang (KUSWANDI dalam HANDEWI, et al., 1995). Dalam era globalisasi, peranan informasi menempati posisi yang sangat penting, khususnya informasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai sumber informasi inovasi teknologi peternakan dapat diperoleh dari media cetak, media elektronik dan komunikasi interpersonal. Dengan keterbatasan pendidikan responden maka informasi yang dapat diterima cenderung hanya bersumber dari komunikasi interpersonal. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi umumnya lebih menyadari kebutuhan akan informasi dan lebih terbuka terhadap media massa. Sebagai mana yang dinyatakan SUPENDY (2000) bahwa tingkat pendidikan formal seseorang berpengaruh terhadap adopsi inovasi teknologi produksi kakao.
Pendidikan non formal Kegiatan pendidikan non formal seperti pelatihan, kursus, penyuluhan dan lain-lain yang pernah diikuti responden secara umum dalam lima tahun terakhir termasuk dalam katagori rendah (95%). Responden Majalengka mengikuti pendidikan non formal pertama kali diperoleh dari pembinaan tranfer inovasi teknologi ternak domba/kambing dari kegiatan penelitian proyek kerjasama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan dengan Internasional Livestock Research Institute (ILRI) selama 6 bulan yang pada akhir tranfer inovasi dilakukan evaluasi ini. Di Purwakarta terdapat (12%) responden yang pernah mengikuti lebih dari 2 kali kursus (kategori sedang). Kondisi peternak yang demikian menyebabkan kegiatan-kegiatan untuk memberdayakan masyarakat dengan mengenalkan inovasi masih sangat kurang, sehingga peternak di kedua lokasi penelitian sebelum dilakukan kegiatan transfer inovasi tersebut masih menggunakan cara tradisional yang kemungkinan cara-cara tersebut diperoleh secara turun-temurun dari keluarganya maupun penduduk setempat. Karakteristik eksternal responden Indikator karakteristik eksternal peternak yang diamati dalam penelitian ini adalah skala usaha, kekosmopolitan, keterdedahan dan pemilikan media massa. Hasil uji beda menunjukkan bahwa hanya pada indikator skala usaha terdapat perbedaan nyata (p<0.01). Uraian secara singkat masing-masing indikator tertera pada Tabel 2. Skala usaha Skala usaha dikedua lokasi penelitian ratarata sebesar 13,4 unit. Skala usaha diukur dalam bentuk unit. 1 ekor induk/jantan dewasa setara dengan 1 unit, 1 ekor betina/jantan muda setara dengan 0,8 unit dan 1 ekor betina/jantan anak setara dengan 0.5 unit (SARAGIH, 1994).
499
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 2. Karakteristik eksternal responden Perilaku
Purwakarta
Majalengka %
Rata-rata
%
Total
Rata-rata
%
Rata-rata
Tingkat perbedaan
13,4
** S
1,9
NS
10,8
NS
Skala usaha <7.4 unit (rendah)
8
7.5-14.9 unit (sedang)
40
> 15 unit (tinggi)
52
17,3
47 41
7,5
24 40 36
12
Kekosmopolitan 0 (tidak pernah)
76
1-4 kali/bln (kadang2)
24
> 5 kali/bln (sering)
1,9
-
76 23
1,7
76 24
-
-
Keterdedahan 76
56
> 16 jam/minggu (rendah)
36
17-32 jam/minggu (sedang)
60
> 32 jam/mgg (tinggi)
4
6
5
0 (tidak memiliki )
44
35
40
Radio saja
28
29
29
TV saja
8
18
12
Radio, TV dan media cetak
20
18
19
11,0
18
8,8
39
Pemilikan media massa NS
* *S = Sangat nyata pada taraf α 0,01 NS = Non Signifikan)
Responden Majalengka sebagian besar mempunyai skala usaha dalam kategori tinggi (52%) dan selebihnya pada kategori sedang (40%) dan rendah (8%) dengan rata-rata 17,3 unit. Skala usaha dalam jumlah besar dibutuhkan alokasi waktu penggembalaan sekitar 7-8 jam/hari atau dari jam 09.0016.00/17.00 (komunikasi langsung dengan peternak). Keadaan ini menyebabkan hilangnya kesempatan peternak untuk usaha bidang lainnya sehingga beternak menjadikan usaha pokok bagi 48% responden Majalengka. Sementara itu responden di Purwakarta mayoritas pada skala usaha kategori rendah (47%), kemudian sedang (41%) dan tinggi (12%) dengan rata-rata 7,5 unit. Oleh karena itu beternak merupakan pekerjaan sampingan bagi (94.1%) responden. Dengan kata lain peran ternak dengan skala pemeliharaan relatif kecil hanya diandalkan sebagai tabungan rumah tangga, tetapi dengan meningkatnya skala pemeliharaan peran ternak dapat
500
meningkat dan diandalkan sebagai pendapatan utama rumah tangga. Sebagai usaha sampingan, perhatian peternak terhadap peliharaannya dapat dikatakan kurang, karena peternak seringkali meninggalkan atau membiarkan ternaknya di padang penggembalaan (perkebunan karet) sehingga seringkali ternak diganggu bahkan dimakan oleh ajing-anjing hutan. Dilaporkan dalam waktu 6 bulan sebanyak 12 ekor domba mati akibat dikejar-kejar dan dimakan anjing hutan. Kekosmopolitan Kekosmopolitan adalah keterbukaan seseorang terhadap informasi dengan melakukan kunjungan ke kota atau desa lainnya untuk mendapatkan berbagai informasi. Kekosmopolitan responden di kedua daerah penelitian secara umum tergolong pada kategori rendah (1,8 kali/bulan), masing-
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
masing lokasi menunjukkan nilai rata-rata 1.9 kali/bulan untuk Majalengka dan 1.9 kali/bulan untuk Purwakarta. Tingginya alokasi waktu untuk kegiatan pokok sehari-hari disamping jarak tempat tinggal peternak dengan pusat informasi seperti dinas Peternakan, peternak yang lebih maju dan pasar hewan relatif jauh. Hal tersebut diduga sebagai penyebab rendahnya tingkat kosmopolitan di kedua lokasi penelitian.
dalam media televisi disamping jam tayang sering kali tidak sesuai dengan waktu nonton peternak. Hal serupa juga terjadi pada ketersediaan informasi teknologi bagi peternak sapi perah (MURTIYENI, 2002). Keterdedahan media cetak (majalah, brosur, koran dan lainlain) sangat kecil hal ini dapat dipahami karena jenis media tersebut sangat jarang tersedia di lokasi, disamping para responden sendiri berpendidikan rendah bahkan buta huruf.
Keterdedahan media massa
Pemilikan media massa
Keterdedahan terhadap media massa adalah lamanya waktu yang dipergunakan responden dalam kegiatan membaca, melihat dan mendengarkan pesan yang disampaikan dalam berbagai media. Keterdedahan responden pada media massa radio dan televisi rata-rata 10,8 jam/minggu atau 1,5 jam/hari. Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian HADIYANTO (2004) yang menyatakan bahwa rataan curahan waktu peternak ayam buras di desa urban dan rural di Kabupaten Bogor yang dipergunakan untuk menonton telivisi sebesar 3.5 jam/hari. Perbedaan tersebut kemungkinan karena televisi hanya dimiliki oleh (8%) responden Majalengka dan (18%) responden Purwakarta, sedangkan peternak ayam di desa urban sebesar (32,5%) dan desa rural (16,25%). Keterdedahan responden Majalengka terbesar pada kategori sedang (60%), sementara itu responden Purwakarta terbesar terdedah pada kategori rendah (76%). Peternak umumnya menonton televisi di tetangga, hal ini di dikuatkan oleh pendapat HADIYANTO (2004) yang menyatakan bahwa didesa rural masih lebih tinggi persentasenya yang menonton dirumah tetangga, sebagai akibat masih lebih kecilnya pemilikan televisi dibandingkan responden di desa urban. Siaran telivisi yang di tonton peternak domba masih terbatas pada aspek hiburan, demikian juga menurut HADIYANTO (2004) yang menyatakan bahwa gambaran yang memperkuat pendapat yang selama ini berkembang bahwa media massa televisi lebih banyak dimanfaatkan sebagai media hiburan dibandingkan dengan fungsi-fungsi komunikasi lainnya seperti media informasi dan pendidikan. Keadaan ini diindikasikan karena minimnya program tayangan tersebut
Dalam era globalisasi dan informasi, pemilikan media massa elektronik (radio dan televisi) merupakan suatu indikator adanya keterbukaan masyarakat terhadap berbagai sektor sosial, budaya, agama, ilmu pengetahuan dan teknologi. Jenis media tersebut mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai sumber informasi dan hiburan. Disamping itu pemilikan media televisi mempunyai status social dimasyarakat terutama didaerah pedesaan. Menurut JAHI (1993) media massa elektronik (radio dan televisi) adalah media modern yang paling berhasil menyiarkan pembangunan keberbagai pelosok wilayah Indonesia karena sifatnya yang mempunyai kemampuan meliput wilayah yang luas dan dapat menembus batas batas literasi. Secara total sebanyak (40%) responden tidak memiliki media massa elektronik, responden Majalengka lebih tinggi (44%) dibandingkan responden Purwakarta (35%). Responden yang hanya memiliki radio saja secara total sebanyak 29%, sedangkan yang memiliki TV saja (29%) dan memiliki radio dan TV sebanyak (19%). Rendahnya pemilikan media elektronik tersebut menggambarkan bahwa beternak kambing/domba dengan skala usaha rata rata 17,3 unit untuk responden Majalengka dan merupakan pekerjaan utama bagi 48% responden, maka beternak kambing/domba umumnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup (pangan). Begitu pula responden Purwakarta dengan rata-rata skala usaha 13.4 unit meskipun beternak hanya merupakan pekerjaan sambilan bagi sebagian besar (94.1%) responden. Hal tersebut masih mencerminkan pendapatan yang masih rendah sehingga daya beli responden terhadap media massa elektronik rendah.
501
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tingkat adopsi inovasi Inovasi teknologi yang diberikan pada peternak kambing/domba yang dipelihara dengan digembala terdiri dari 4 komponen yaitu (1) pencegahan parasit cacing, (2) breeding, (3) perkandangan dan (4) hijauan pakan. Hasil analisa pada Tabel 3 mengambarkan bahwa sebanyak 88% responden di kedua lokasi penelitian telah mengadopsi inovasi teknologi pencegahan parasit cacing. Peternak sudah dapat menggunakan sendiri cara, dosis dan kapan pemberian obat pada ternak sebaiknya dilakukan. Subsidi obat cacing yang telah diberikan dikelola oleh kelompok. Harga obat cacing setiap 1 CC yang dipergunakan untuk 10 kg berat hidup ternak sebesar Rp 200 (dua ratus rupiah), dengan demikian biaya obat cacing setiap ekor ternak tergantung besarkecilnya ternak itu sendiri. Uang dikelola oleh kelompok untuk pengadaan obat cacing guna pencegahan pada waktu berikutnya. Pada teknologi breeding, seluruh responden Purwakarta telah menggunakan pejantan introduksi. Responden menyenangi hasil keturunannya karena anak yang dihasilkan lebih cepat besar. Peternak merasa senang dan bangga memiliki keturunan domba introduksi, karena cukup banyak peternak diluar kelompok ingin mempunyai keturunan ternak introduksi. Untuk responden Majalengka tingkat adopsi inovasi breeding lebih rendah (80%) dibandingkan responden Purwakarta (100%). Peternak yang tidak mengadopsi, bukan disebabkan karena masalah tidak mau menggunakan pejantan namun karena masalah non teknis seperti peternak kuatir pejantan yang dipinjam hilang, kurang mampu menghendelnya karena pejantan relatif galak, belum mendapatkan giliran karena jumlah pejantan introduksi kurang mencukupi kebutuhan jumlah ternak betina, sehingga
masih terdapat peternak yang belum mengawinkan ternaknya dengan pejantan introduksi. Berbeda dengan teknologi perkandangan, masih terdapat 44% peternak Majalengka dan 52% peternak Purwakarta yang telah mencoba memperbaiki kandangnya meskipun belum secara menyeluruh. Secara teoritis umumnya peternak sudah mengetahui kandang yang baik dan sehat, akan tetapi upaya merenovasi kandang yang sesuai kaidah beternak memerlukan biaya yang cukup besar. Beberapa peternak telah merencanakan memindahkan dan memperbaiki kandang. Introduksi hijauan pakan menunjukkan bahwa, seluruh responden telah mencoba memberikan hijauan pakan introduksi. Ketersediaan pakan introduksi di daerah tersebut sangat membantu dalam keputusan responden mengadopsi, terutama pada musim kemarau yang relatif sulit mendapatkan rumput. Penanaman berbagai jenis rumput unggul dan leguminosa di tanah milik desa (Majalengka) dan ditanah peternak (Purwakarta) dimaksudkan untuk demplot sehingga peternak dapat mengadopsi sebagai tanaman sela dan tanaman pagar pembatas tanah. Hubungan antara karakteristik responden dengan tingkat adopsi inovasi teknologi Pengujian hubungan karakteristik individu internal (umur dan pengalaman) dan karakteristik eksternal (skala usaha, kosmopolitan, keterdedahan dan pemilikan media) dengan tingkat adopsi inovasi memanfaatkan analisis Rank Sperman tertera pada Tabel 4. Karakteristik internal tidak menyertakan pendidikan formal dan non formal, karena nilai kedua indikator tersebut terkonsentrasi pada katagori rendah
Tabel 3. Tingkat adopsi inovasi responden terhadap inovasi teknologi Inovasi teknologi Parasit cacing Breeding Perkandangan Hijauan pakan
502
Majalengka 88 80 44 96
Tingkat adopsi (%) Purwakarta 88 100 52 88
Rata-rata 88 90 48 92
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 4. Nilai koefisien korelasi rank sperman (rs) dan probabilitas (p) antara faktor individu dengan tingkat adopsi inovasi teknologi Karakteristik Individu Karakteristik internal: Umur Pengalaman Karakteristik internal: Skala Usaha Kosmopolitan Keterdedahan Pemilikan media informasi
Tingkat adopsi inovasi teknologi Majalengka Purwakarta rs p rs p
085 525 042 842
-.562 019** -
rs p rs p rs p rs p
332 105* .309 135* 208 318 018 933
04 880 -033 901 519 033** 351 168
* = Ada hubungan nyata pada α 0.15 ** = Ada hubungan nyata pada α 0.05
Hasil analisis korelasi Rank Sperman menunjukkan bahwa di Majalengka karakteristik eksternal (skala usaha dan kosmopolitan) dengan tingkat adopsi inovasi teknologi yang diberikan berhubungan nyata pada taraf α 0,15 (tingkat kepercayaan 85%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha dan semakin kosmopolit maka akan semakin tinggi tingkat adopsinya. Hasil yang ditunjukkan dari semakin tinggi skala usaha peternak akan semakin tinggi kebutuhan inovasi, memberikan gambaran bahwa peternak akan semakin mampu menyerap inovas guna meningkatkan usahanya. Hal ini disebabkan beternak menjadi usaha andalan sebagai sumber utama penghasilan. Demikian pula kekosmopilitan mempunyai hubungan nyata dengan tingkat adopsi inovasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian SYAFRIL (2002) yang menyatakan bahwa kekosmopoiltan responden berkorelasi nyata dengan tingkat adopsi teknologi sistem usaha pertanian jagung. Tingkat adopsi inovasi pada responden Purwakarta menunjukkan bahwa karakteristik internal (umur) responden berhubungan nyata negatif pada taraf α 0.05 terhadap tingkat adopsi inovasi. Artinya semakin tinggi umur responden cenderung semakin rendah tingkat adopsi inovasi yang diterima. Sementara itu,
pada karakteristik ekternal (keterdedahan) berhubungan nyata pada taraf α 0,05 (tingkat kepercayaan 85%), artinya semakin tinggi tingkat keterdedahan responden semakin tinggi pula tingkat adopsi inovasi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan nyata pada karakteristik internal (umur dan pengalaman) dan karakteristi eksternak (skala usaha) peternak domba/kambing di dua lokasi penelitian 2. Tingkat adopsi inovasi responden terhadap pencegahan parasit cacing, breeding, perkandangan dan hijauan pakan ternak dikedua lokasi penelitian pada umumnya menunjukkan nilai yang tinggi, hanya pada teknologi kandang memperlihatkan adopsi yang letatif rendah. 3. Karakteristik eksternal (skala usaha dan kosmopolitan) di lokasi Majalengka (agro ekosistim sawah dan perkebunan tebu) berhubungan nyata dengan tingkat adopsi, sedangkan di lokasi Purwakarta (agro ekosistem sawah dan perkebunan karet)
503
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
hanya pada indikator umur berhubungan nyata negatif dan pada indikator keterdedahan berhubungan nyata dengan tingkat adopsi inovasi. DAFTAR PUSTAKA ANONIM. 2003. Statistik Indonessia. Badan Pusat Statistik Indonesia ANONIM. 1998. Gamal (Glirisidia Lapium) dan pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak. Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. AGUS SUPARYANTO. 1992. Keberadaan Pejantan dalam Proses Produksi Agro Industri Peternakan Domba Pedesaan: Kajian Hubungan Sosial Antar Peternak. Pros. Agro Industri Peternakan di Pedesaan. Ciawi-Bogor. Balai Penelitian Ternak. BERIAJAYA dan SUHARDONO. 1997. Penanggulangan Nematodiasis pada Ruminansia Kecil secara Terpadu antara Manajemen, Nutrisi dan Obat Cacing. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I. Bogor, 18-19 Nopember. 1997 Puslitbang Peternakan BATUBARA. L.P, E. ROMJALI, M. DOLOKSARIBU, L. HALOBO, S. GINTING J. SIARAH dan E. SIBITE. 2000. Teknologi Budidaya Domba pada Lahan Perkebunan di Sumatera Utara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol. 3 (1): 29-37. DANIEL, W.W. 1989. Statistik Gramedian, Jakarta.
Terapan.
PT
HADIYANTO. 2004. Perilaku dan Motif Menonton Televisi pada Peternak di dua Tipologi Desa di Kabupaten Bogor. Media Peternakan. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Peternakan. 28 (1): 30-37. HANAFIAH, BERIAJAYA, D. HARYUNINGTYAS dan D. YULISTIANI. 2002. Persepsi Peternak terhadap Suplementasi UMB dan Pemberian Obat Cacing untuk Meningkatkan Kinerja Ternak domba di Desa Babadjurang, Majalengka, Jawa Barat. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 30 September – 1 Oktober 2002. Puslitbang Peternakan. hlm. HAVELOCK, RG. 1971. Innovation Through Dissemination and Utilization of Knowledge. Michigan ISBANDI, M. MARTAWIDJAJA, B. SETIADI dan A. SALEH. 2002. StudiKketersediaan Pakan Kambing pada Agroekosistem yang Berbeda.
504
Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 30 September – 1 Oktober 2002. Puslitbang Peternakan.hlm. JAHI,
A. 1993. Komunikasi massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-negara Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Gramedia, Jakarta
MURTIYENI. 2002. Respon Peternak Sapi Perah Terhadap Sumber Informasi Teknologi Peternakan. Kasus di Kecamatan Cibungbulang, Pamijahan dan Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat. Thesis Pasca Sarjana, IPB. PAMUNGKAS, S.D., GUNAWAN, L. AFFANDI dan D.E. WAHYONO. 1998. Adopsi Teknologi Budidaya ayan Buras di Pedesaan: Suatu Kajian di Lokasi Pilot Project Pengembangan Pertanian Rakyat Terpadu (P2RT) Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 1-2 Desember 1998. Puslitbang Peternakan SARAGIH, B. 1994. Agribisnis Berbasis Peternakan. Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Cv Nasional, Jakarta. SIEGEL, S. 1988. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Alih Bahasa oleh Suyati, Z dan L. Simatupang. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta SUHARDONO, BERIAJAYA dan D. YULISTIANI. 2002. Infeksi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Domba yang Digembalakan Secara Ekstensif di Daerah Padat Ternak di Jawa Barat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Pertenakan dan Veteriner. Bogor 30 September – 1 Oktober 2004. Puslitbang Peternakan SUPENDY, R. 2000. Analisis Berbagai Faktor yang Berpengaruh Terhadap Adopsi Inovasi Teknologi Produksi Kakao. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 3(2). Desember 200. hlm. 6-14. SYAFRIL, D. 2002. Hubungan Karakteristik Petani dan Jaringan Komunikasi dengan adopsi Inovasi Teknologi Sistem Usaha Pertanian Jagung (kasus di Kecamatan Rambali Hilir, Riau). Thesis Pasca Sarjan. Institut Pertanian Bogor. WAHYONO, D.E., K. MA’SUM dan M.E. HANDIWIRAWAN. 1977. Aplikasi Paket Teknologi Peternakan di Lahan Marginal. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan.