HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI DIVERSIFIKASI PANGAN DAN GIZI PADA KELOMPOK WANITA TANI
(Studi Kasus pada Kelompok Wanita Tani di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta)
Oleh: SUKOCO JOKOPUSPHITO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRACT SUKOCO JOKOPUSPHITO - 2006. Relation Among Communications Behavior With Technological Adoption Storey Level Diversify Food And Gizi at Group of Farmer Woman (Case Study At Group of Farmer Woman In District of Pundong Regency Bantul Province of Special Region of Yogyakarta). Guidance by Dr. Nurmala K. Pandjaitan, M.S. D.E.A., Ir. Ida Yuhana, M.A. (alm.), and Ir. Gardjito M. Sc .
This research goals is: 1) Knowing pattern of communications of member KWT, 2) Knowing factors influencing pattern of communications of member KWT, 3) Knowing mount technological adoption of DPG by member KWT, 4) Behavioral Knowing relation of communications with technological adoption storey level of DPG. This research conducted at two group of woman of farmer of executor of field school diversified food and gizi. Groups selected in purposif with consideration of exsistensi and continuity of group activity. All popula tion of group member become responder with independent variable of is caracteristic personal, communications network, and as dependent variable of technological adoption of DPG. Result from this research is the following: 1) communications Pattern of exist in organization chart of KWT in District Pundong take place two direction that is the from the top of ( Leader) downwards (Member) conversely, whereabout communications about activity, technological, and the other message (arisan, packet division, recreation) good execute at level core management, while communications usher members of more amount concerning other message 2) factors influencing pattern of communications of member KWT is education, experience farm, cosmopolitan, knowledge about DPG, and domicile member (membership) in group, 3) mount technological adoption of DPG by member KWT still lower (adopting less than 4 technological element innovate DPG) because of since: a) expensive price of technological innovation input of DPG (seed, pesticide, manure), b) not yet owned definitive market or remain to, and c) not yet had an affair with used old technology, 4) communicated aspects and factors fastening group solidarity a lot of which not go together technological innovation of DPG, to result make an index to connection and make an index to solidarity in order to technological adoption innovation of DPG Low so that unable to improve storeylevel adopt technological innovation of DPG of member KWT.
RINGKASAN
SUKOCO JOKOPUSPHITO - 2006. Hubungan Antara Perilaku Komunikasi Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Diversifikasi Pangan Dan Gizi Pada Kelompok Wanita Tani (Studi Kasus Pada Kelompok Wanita Tani Di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Dibimbing oleh Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS., DEA., Ir. Ida Yuhana (alm.), M.A., dan Ir. Gardjito, M. Sc. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui pola komunikasi anggota KWT, 2) Mengetahui faktor -faktor yang mempengaruhi pola komunikasi anggota KWT, 3) Mengetahui tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT, 4) Mengetahui hubungan perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi teknologi DPG. Penelitian ini dilakukan pada dua kelompok wanit a tani pelaksana sekolah lapangan diversifikasi pangan dan gizi. Kelompok dipilih secara purposif dengan pertimbangan eksistensi dan kesinambungan kegiatan kelompok. Seluruh populasi anggota kelompok menjadi responden dengan variabel bebasnya adalah karakteristik personal, jaringan komunikasi, dan sebagai variabel terikatnya adalah adopsi teknologi DPG. Hasil dari penelitian ini sebagai berikut: 1) Pola Komunikasi yang ada pada struktur organisasi KWT di Kecamatan Pundong berlangsung dua arah yaitu dari atas (Pengurus) ke bawah (Anggota) dan sebaliknya, di mana komunikasi tentang kegiatan, teknologi, dan pesan lainnya (arisan, pembagian paket, rekreasi) berlangsung baik pada tataran Pengurus Inti, sedangkan komunikasi antar anggota lebih banyak menyangkut pesan lainnya , 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pola komunikasi anggota KWT adalah pendidikan, pengalaman bertani, kekosmopolitan, pengetahuan tentang DPG, dan kedudukan anggota (keanggotaan) dalam kelompok, 3) Tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT masih rendah (mengadopsi kurang dari 4 unsur teknologi inovasi DPG) disebabkan oleh karena : a) harga input inovasi teknologi DPG (benih, pestisida, pupuk) yang cukup tinggi, b) belum me miliki pasar yang pasti atau tetap, c) belum mempunyai masalah dengan teknologi lama yang digunakan, 4) aspek-aspek yang dikomunikasikan dan faktor-faktor yang mengikat kekompakan kelompok banyak yang tidak berkaitan dengan inovasi teknologi DPG menghasilkan indeks keterhubungan dan indeks kekompakan yang rendah sehingga tidak mampu meningkatkan tingkat adopsi inovasi teknologi DPG anggota KWT.
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI DIVERSIFIKASI PANGAN DAN GIZI PADA KELOMPOK WANITA TANI (Studi Kasus pada Kelompok Wanita Tani di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta)
SUKOCO JOKOPUSPHITO
TESIS Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI DIVERSIFIKASI PANGAN DAN GIZI PADA KELOMPOK WANITA TANI (Studi Kasus pada Kelompok Wanita Tani di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta) Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang dipergunakan telah
dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor;
Juli 2006
Sukoco Jokopusphito NRP. 98343 KMP
Tanggal Lulus: _____________________
Judul Tesis
:
Hubungan Antara Perilaku Komunikasi Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Diversifikasi Pangan Dan Gizi Pada Kelompok Wanita Tani (Studi Kasus Pada Kelompok Wanita Tani Di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta)
Nama NRP Program Studi
: : :
Sukoco Jokopusphito 98343 Komunikasi Pembangunan dan Pedesaan
MENYETUJUI: 1. Komisi Pembimbing
_____________________________________ Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS., DEA. Ketua
____________________ Ir. Gardjito, M. Sc. Anggota
MENGETAHUI: 2. Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
______________________ Dr. Ir. Sumardjo, MS.
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
_______________________________ Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M. S.
Tanggal Lulus: __________________________
KATA PENGANTAR
Pada kesempatan ini penulis pantas memanjatkan puji syukur kepada Allah swt. atas segala rakhmat Nya, sehingga kegiatan penelitian ini mulai dari penyusunan proposal hingga laporan akhir dapat penulis selesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan beribu-ribu terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS., DEA., selaku Ketua Komisi Pembimbing, atas segala bimbingan, nasehat, dan perhatian kepada penulis. Terimakasih dan penghargaan kepada yang terhormat Ibu Ir. Ida Yuhana, M. A. almarhumah yang tidak dapat membimbing penulis hingga penyelesaian tesis ini. Penulis berdo’a semoga almarhumah diterima di sisi Allah swt., diampuni segala dosanya dan diberikan surga sesuai dengan amalnya. Kemudian penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Ir. Gardjito, M. Sc., selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan kepada penulis hingga selesainya tesis ini. Demikian pula terimakasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. yang telah berkenan menjadi Penguji Luar Komisi. Kemudian terimakasih atas kebijaksanaan administratif yang telah diberikan untuk studi dan kegiatan penelitian ini penulis haturka n kepada Bapak Dr. Ir. Khairil Anwar Notodipuro, M. S., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Bapak Dr. Ir. Sumardjo, MS. , selaku Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Kepala Badan, dan Kepala Pusat Pengembangan Petugas Pertanian Badan Pengembangan SDM Dan Penyuluhan Pertanian Departemen Pertanian, Pemimpin Proyek P2SP Badan Diklat Pertanian sebagai penyandang beasiswa, Kepala Balai Pendidikan Dan Latihan Pertanian Sentani Papua yang telah memberi izin untuk mengikuti pendidikan S-2 kepada penulis di IPB Bogor hingga selesai. Selanjutnya terimakasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta beserta staf, PL-II, para anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ucapan terimakasih yang sangat mendalam teristimewa buat Ibunda Ny. Hj. Sampriyah, yang tercinta Ir. Murni Y Nasution, M. Si., Sylviaghani MP.; serta terimakasih pula untuk Ir. Ciptomartono, dan Udjiono, yang telah membantu penulis dengan tulus ikhlas baik bantuan yang berupa dana, tenaga, pikiran, dan doa. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kekurangan yang ada dalam tulisan ini menjadi tanggungjawab penulis sepenuhnya. Kemudian penulis berharap semoga semua yang terungkap dalam tulisan ini dapat berguna bagi upaya pengembangan KWT khususnya dan pertanian serta masyarakat pedesaan pada umumnya. Akhir kata semoga Allah swt. sendirilah yang membalas segala budi baik yang sudah diberikan oleh semua pihak kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Institut Petanian Bogor.
Bogor;
Juli 2006 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I.
II.
PENDAHULUAN
……………………………………………...
1
1.1.
Latar belakang
………………………………..…………..
1
1.2.
Perumusan Masalah ………………………………..…….
2
1.3.
Tujuan Penelitian
3
1.4.
Keguna an Penelitian
……………………………………….. ……………………………………..
3
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………...
4
2.1.
Pengertian Komunikasi ……………………………….…..
4
2.2.
Komunikasi Interpersonal ………………………………...
4
2.3.
2.2.1.
Individu dalam komunikasi interpersonal ………
5
2.2.2.
Memahami diri pribadi dalam komunikasi interpersonal ……….…………………………..
6
2.2.3.
Memahami orang lain dalam komunikasi interpersonal ……………………………………
6
2.2.4.
Hubunga n antar pribadi dalam komunikasi interpersonal ……………………………………...
7
Pengertian Kelompok ……………………………………..
7
2.3.1.
Pengertian, tiupe dan ciri-ciri Kelompok ……….
7
2.4.
2.5.
2.6.
2.7.
2.3.2.
Unsur dan dinamika kelompok …………………
8
2.2.3.
Karakteristik dan fungsi kelompok ………………
11
Karakteristik Personal
…………………………………...
12
2.4.1.
Pendidikan Nonformal…………………………..
13
2.4.2.
Pengalaman Bertani ……………………………...
14
2.4.3.
Kekosmopolitan
……………………………...
14
2.4.4.
Pengetahuan
…………………………………..
16
2.4.5.
Kedudukan Dalam Kelompok …………………...
17
Perilaku Komunikasi ……………………………………….
18
2.5.1.
Pengertian jaringan komunikasi ………………….
18
2.5.2.
Tujuan dan ciri analisis jaringan komunikasi ……
20
2.5.3.
Variabel structural dan tipe hubungan ………….
21
Adopsi Inovasi …………………………………………….
29
2.6.1.
Pengertian Inovasi ……………………………….
29
2.6.2.
Macam dan Jenis Saluran Komunikasi Inovasi ....
30
2.6.3.
Waktu, Keinovasian Dan Kategori Adopter …….
31
2.6.4.
Adopsi Inovasi ………………………………….
32
2.6.5.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi …………………………………………...
34
Diversifikasi Pangan Dan Gizi, SL-DPG ………………….
37
2.7.1.
Teknologi DPG sebagai inovasi ………………..
37
2.7.2.
Pengertian, azas, ciri-cir i dan prinsip SL-DPG …..
39
2.7.3.
Proses berlatih SL-DPG ………………………...
40
III.
IV.
V.
VI.
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ……………….
42
3.1.
Kerangka Pemikiran
.………………………………….
42
3.2.
Hipotesis ..………………………………………………..
46
METODOLOGI PENELITIAN
………………………………..
47
……………..…………………………..
47
4.1.
Lokasi Penelitian
4.2.
Metode Pengumpulan Data
………………………………
47
4.3.
Metode Pengambilan Sampel ……………………………...
48
4.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data ………..………….
49
4.5.
Definisi Operasional
…………………..…………………
49
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………
55
5.1.
Keragaan Daerah Penelitian
…………………………….
5.2.
Keragaan Kelompok Wanita Tani
……………………….
58
5.3.
Keragaan Responden …..……..…………………………..
69
5.4.
Keragaa n Perilaku Komunikasi …………………………..
85
5.5.
Keragaan Adopsi Teknologi DPG ……….……………….
93
5.6.
Analisis Hubungan antar Variabel Penelitian ……..………
98
SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………
102
6.1. Simpulan …………………………………………………..
102
6.2. Saran
103
………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… LAMPIRAN
55
104
DAFTAR TABEL Tabel Nomor
Judul Tabel
Halaman
1
Karakteristik Komunikasi Pribadi ………………………………
5
2
Norma Sosial, Norma Prosedural dan Norma Tugas Yang Diharapkan dalam Sebuah Kelompok ………………………….
12
3
Peran Tugas dan Fungsi Pemeliharaan dari Kelompok ………
12
4
Perbandingan Antara Saluran Media Massa Dengan Saluran Antar Pribadi …………………………………………..
44
5
Teknologi Diversifikasi Pangan dan Gizi sebagai Inovasi Variatif ………………………………………………………………
53
6
Jumlah Kelompok dan Responden Penelitian Pada Empat KWT SL-DPG Di Kabupaten Bantul DIY ……………………..
66
7
Batas Dan Luas Wilayah, Topografi Daerah Penelitian Di Kabupaten Bantul DIY …………………………………………..
74
8
Jenis Tanah Dan Pola Penggunaan Lahan Daerah Penelitian Di Kabupaten Bantul DIY ………………………….
76
9
Distribusi Luas Pemilikan Lahan Pertanian Daerah Pene-litian Di Kabupaten Bantul DIY ………………………………..
76
10
Jumlah Penduduk, Jumlah Kepala Keluarga Daerah Penelitian Di Kabupaten Bantul DIY ………………………….
77
11
Distribusi Angkatan Kerja Berdasarkan Bidang Kerja Daerah Penelitian Di Kabupaten Bantul DIY ………………..
77
12
Keadaan Sarana Komunikasi Dan Transportasi Daerah Penelitian Di Kabupaten Bantul DIY ………………………….
78
13
Tanggal Berdiri, Visi, Misi, Prinsip, Maksud dan Tujuan KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………………………………………………….
79
14
Umur Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY …………………………………………..
80
vi
15
Pendidikan Formal Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY …………………………
80
vii
16
Usaha Non Pertanian Anggota dan Usaha Andalan KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ……………………………………………………………………
81
17
Kesepakatan Dan Kegiatan KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………………….
82
18
Pandangan Terhadap Alam, IPTEK, Usaha Bersama, Orang Sukses, Peluang Orang Miskin, Orang Berusaha Menurut Responden KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………………………..
87
19
Dasar Dan Dorongan Menjadi Anggota KWT Di Keca-matan Pundong dan Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………………………………………………….
88
20
Penilaian Terhadap Masa Depan Dan Bantuan Paket DPG Menurut Anggota KWT Di Kecamatan Pundong dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………………………..
90
21
Rataan Arus Komunikasi Pesan Internal KWT Di Keca-matan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY …….
91
22
Sumber (Source/Komunikator) Pesan Eksternal Kelompok Menurut Responden KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………………………..
95
23
Persentasi Penerima (Receiver/Komunikan) Pesan Ekster-nal Kelompok Menurut Responden KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………
96
24
Distribusi Nilai Rataan Cara Menyampaikan/Menyebar-kan Informasi Responden KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY …………….................
97
25
Deskripsi Kepala Keluarga Responden KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ……………..
99
26
Luas Pemilikan Lahan Keluarga Responden KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY …….
100
27
Rataan Luas Usahatani Keluarga Responden KWT Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
Di
100
28
Pendidikan Non Formal Yang Pernah Diikuti Responden KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………………………………………………….
101
viii
ix
29
Lama Pengalaman Berusahatani Anggota Kelompok KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ……………………………………………………………………
102
30
Pengalaman Berusahatani Responden KWT Di Keca-matan Pundong Dan Sanden Kabupaten DIY ………………
103
31
Kunjungan Ke Sumber Informasi Oleh Responden KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY …………………………………………………………………….
104
32
Kunjungan Ke Pihak Terkait Oleh Responden KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
105
33
Keterdedahan Media Massa Terhadap Responden KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
107
34
Rataan Nilai Pengetahuan Tentang DPG Pada KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
109
35
Pengetahuan Responden Tentang KWT Pada KWT Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
Di
109
36
Pengetahuan Responden Tentang SL-DPG Pada KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
111
37
Rataan Pelaksanaan Tugas Anggota Berdasar Kedudukan Keanggotaan Dalam Kelompok KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ……………..
112
38
Pelaksanaan Tugas Ketua KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………………….
113
39
Pelaksanaan Tugas Pengurus KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ……………..
114
40
Pelaksanaan Tugas Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
115
41
Persentasi Responden Menurut Pilihan Hubungan Komu-nikasi KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabu-paten Bantul DIY ………………………………………………….
117
42
Persentasi Arah Hubungan Komunikasi Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
118
43
Perbandingan Pemuka Pendapat dan Non-Pemuka Pen-dapat
120 x
KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabu-paten Bantul DIY …………………………………………………. 44
Pemuka Pendapat (Opinion Leader) Kelompok KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
120
45
Atmosfer KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabu-paten Bantul DIY …………………………………………………..
124
46
Suasana (atmosfer) Kelompok KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ……………..
125
47
Delapan Perilaku Kepemimpinan Kelompok pada KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
129
48
Gaya Kepemimpinan Kelompok KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………
130
49
Perilaku Tugas Kepemimpinan Kelompok KWT Di Keca-matan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ……..
132
50
Penyediaan Fasilitas Dan Pemberian Motivasi Kepada Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabu-paten Bantul DIY ………………………………………………….
133
51
Membimbing Jalannya Diskusi/Aktivitas Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
134
52
Penerimaan Kepemimpinan Oleh Anggota dan Pengurus KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………………………………………………….
136
53
Tingkat Penerapan Teknologi DPG Oleh Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
138
54
Rata-rata Tingkat Penerapan Unsur Teknologi DPG (tanaman sayuran, perikanan, peternakan) Oleh Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………………………………………………….
139
55
Karakteristik Adopter Dan Tingkat Adopsi Unsur Tek-nologi Usahatani DPG (sayuran, perikanan, peternakan) Pada KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY …………………………………………..
140
56
Koefisien Korelasi Spearman Variabel Karakteristik Per-sonal, Pengetahuan Tentang DPG, Kedudukan Dalam Kelompok dan Perilaku Komunikasi Pada KWT Di Keca-matan Pundong Dan
141
xi
Sanden Kabupaten Bantul DIY …….. 57
Koefisien Korelasi Spearman Variabel Perilaku Komu-nikasi Dan Adopsi Pada KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY ………………………………..
156
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Nomor
Judul Gambar
Halaman
1
Enam Format Komunikasi Kelompok Preskriptif ……….
17
2
Model Komunikasi Antar Manusia yang Memusat ………
28
3
Jaringan komunikasi personal yang interlocking ………..
30
4
Jaringan komunikasi yang radial …………………………..
31
5
Indeks Keterhubungan Komunikasi yang Tinggi ………...
32
6
Kedominanan Klik
……………………………………………..
33
7
Jaringan Komunikasi Konfigurasi Bintang …………………
34
8
Jaringan Komunikasi Konfigurasi Penghubung ………….
35
9
Jaringan Komunikasi Konfigurasi Pemencil
…………….
35
10
Jaringan Komunikasi Konfigurasi Neglectee ………………
35
11
Jaringan Komunikasi Konfigurasi Penjaga Pintu ………..
36
12
Bentuk-bentuk Jaringan Komunikasi
……………………..
37
13
Kategorisasi Adopter Berdasarkan Keinovatifan …………
45
14
Paradigma Dari Berbagai Variabel Yang menentukan Tingkat Adopsi Inovasi ……………………………………….
46
15
Paradigma Proses Keputusan Inovasi ……………………..
49
16
Kerangka Pemikiran ……………………………………………
63
17
Bagan Struktur Organisasi KWT ……………………………
81
18
Arus Penyampaian Pesan Internal KWT Di Kecamatan Pundong ……………………………………………………………
93
19
Arus Penyampaian Pesan Internal KWT Di Kecamatan Sanden ……………………………………………………………..
94
x
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Nomor 1
Judul lampiran
Kusioner Penelitian Hubungan Antara Perilaku Komunikasi dengan Tingkat Adopsi Diversifikasi Pangan dan Gizi pada Kelompok Wanita Tani
2
Peta Kecamatan Pundong
3
Matriks Analisis Jaringan Komunikasi Anggota KWT di Kecamatan Pundong
4
Distribusi Penyampaian Pesan pada KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001
5
Rekapitulasi Tingkat Penerapan Teknologi DPG oleh Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaaten Bantul DIY Tahun 2001
6
Kaarakteristik Adopter dan Tingkat Adopsi Unsur Teknologi Usahatani DPG pada KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001
7
Tingkat Penerapan Teknologi DPG oleh Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini ada tiga komoditas strategis yang menjadi isu global dunia, yaitu hak asasi, demokrasi, dan informasi.
Dalam format yang lebih kecil,
kurangnya informasi itu juga terjadi di Indonesia. Dalam situasi krisis ekonomi sekarang ini, informasi menjadi sangat mahal karena banyak masyarakat yang tidak mampu membelinya. Komunikasi yang efektif sangat diperlukan dalam era pembangunan sekarang ini.
Demikian pula halnya di sektor pertanian, kegiatan komunikasi
perlu mendapat perhatian yang lebih baik. Departemen Pertanian (1999) menya takan bahwa perspektif pembangunan pertanian dewasa ini adalah peletakan dasar untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pertanian yang mempunyai kemampuan fisik dan daya nalar ya ng prima. Peranan sektor pertanian hingga saat ini masih tetap strategis, karena harus memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang terus meningkat. Ketergantungan penyediaan pangan terhadap impor yang terlalu besar dapat menurunkan ketahanan pangan nasional, mengingat besarnya ketidakpastian dalam pasar pangan internasional tersebut.
Oleh sebab itu; meningkatkan kemampuan
petani dalam menguasai dan menerapkan teknologi pertanian menjadi salah satu tujuan dari
pembangunan pertanian di Indonesia.
Guna mewujudkan tujuan
tersebut salah satu kebijakan yang diambil adalah memberdayakan petani dan kelembagaan taninya (tani dewasa, taruna tani, wanita tani).
Dalam kegiatan
pemberdayaan ini salah satu faktor yang memegang peranan penting adalah komunikasi inovasi pertanian. 1
Menurut Departemen Pertanian (1999) salah satu program utama pemba ngunan pertanian saat ini adalah Program Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG). Program ini diarahkan untuk memelihara kemantapan swasembada pangan dan memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis pangan baik yang berasal dari tanaman, ternak, maupun ikan. Upaya untuk menunjang keberhasilan pengane -karagaman pangan tersebut adalah dengan melaksanakan program pe ngembangan pangan lokal yang telah lama biasa dikonsumsi secara turun temurun. Untuk sasaran pembinaannya adalah KWT dengan melibatkan penyuluh, kader dan kontak tani sebagai motivator melalui pendekatan Pendidikan dan Latihan (Diklat) dengan pola Sekolah Lapangan (SL). Potensi, peran dan partisipasi wanita di dalam pembangunan pertanian tidak perlu disangsikan lagi, antara lain dalam usahatani pertanian pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Pada umumnya usahatani tadi dilaksanakan secara individu. Untuk yang dilakukan secara kelompok, mereka bergabung ke dalam Kelompok Wanita Tani (KWT). Oleh karena itu, meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap para wanita tani anggota KWT dalam rangka adopsi inovasi perlu diintensifkan pelaksanaanya. Kendatipun KWT saat ini kondisinya sudah jauh lebih baik, namun hingga saat ini penelitian tentang perilaku komunikasi kelompok tersebut belum banyak dilakukan sehingga menjadi menarik dan penting untuk diteliti.
1.2. Perumusan Masalah Dalam rangka adopsi inovasi teknologi DPG, pemerintah mengembangkan suatu pola komunikasi inovasi bagi KWT, yaitu pola SL-DPG. Pola ini
2
sekaligus sebagai pola pembinaan dan pengembangan KWT agar tercipta landasan yang kuat bagi wanita tani untuk berswadaya. Namun dalam kenyataannya hasil pembinaan dan pengembangan tadi kurang menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Oleh karena itu; untuk mengetahui lebih jauh keadaan tersebut perlu dite laah berbagai permasalahan, namun dengan keterbatasan yang ada, maka peneliti hanya menelaah permasalahan: 1) Bagaimanaka h pola komunikasi anggota KWT ? 2) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pola komunikasi anggota KWT ? 3) Bagaimanakah tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT ? 4) Bagaimanakah hubungan antara perilaku komunikasi dengan tringkat adopsi teknologi DPG?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui pola komunikasi anggota KWT 2) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola komunikasi anggota KWT 3) Mengetahui tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT 4) Mengetahui hubungan perila ku komunikasi dengan tingkat DPG
1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitan ini adalah sebagai sumbangan pemikiran dalam membina atau mengembangkan KWT dan dalam melakukan penelitian lebih jauh tentang komunikasi inovasi.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Kincaid (1987) mengemukakan bahwa komunikasi adalah proses saling membagi atau menggunakan informasi secara bersama dan ber-talian antara para pelaku dalam proses komunikasi. Definisi lainnya adalah dari De Vito (1997) bahwa komunikasi adalah mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih, yang mengirimkan dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Komunikasi mempunyai multi makna dan memberikan cara pandang yang beragam, sehingga lahirlah berbagai paradigma. Salah satu paradigma komunikasi yang terkenal yaitu karya Laswell (Arifin, 1992) komunikasi adalah “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ?”. Menurut Laswell dari perspektif mekanistis komunikasi mempunyai lima komponen untuk menja wab pertanyaan tersebut yaitu komunikator, pesan, media, komu-nikan, dan efek. Jadi komunikasi adalah proses penyampaian pesa n oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Selain itu komunikasi juga dapat dilihat dari aspek bentuknya yaitu komunikasi persona, komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi media (Effendy, 1997).
2.2. Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal menurut Sendjaja (2002) adalah suatu proses pertukaran makna antara oirang-orang yang saling berkomunikasi.
Adapun
karakteristik komunikasi interpersonal dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1 Karakteristik Komunikasi Pribadi Aspek 1. Kadar spontanitas dan struktur
Komunikasi Pribadi Sangat spontan dan tidak terstruktur
2. Kesadaran akan sasaran kelompok Peranan dan tanggungjawab rendah, ukuran dan ukuran kelompok tidak permanent 3. Dasar komunikasi
Persepsi dan pengalaman pribadi
4. Sifat komunikasi
Transaksional memberi dan menerima secara bersamaan, tidak dapat diubah atau diulang
5. Jarak komunikasi
Adanya kedekatan fisik
De Vito (1997) menjelaskan dua karakteristik komunikasi interpersonal yaitu: 1) berlangsung melalui tiga tahap antara lain kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan dan pemutusan, 2) hubungan berbeda -beda berdasarkan keluasannya atau jumlah topik pembicaraan dan kedalamannya atau derajat kepersonalan dalam membicarakan topik-topik yang dimaksud.
Kemudian dalam mengem-
bangkan hubungan lebih jauh diperlukan lima faktor yaitu daya tarik berupa fisik dan kepribadian, kedekatan, pengukuhan, kesamaan, dan komplementaritas. Menurut Rakhmat (1996), dalam sistem komunikasi antar pribadi dipengaruhi oleh faktor persepsi, konsep diri, atraksi dan hubungan interpersonal.
2.2.1. Individu dalam komunikasi interpersonal Memahami komunikasi interpersonal dan hubungan interpersonal dari sudut pandang individu adalah menempatkan pema haman mengenai komunikasi di dalam proses psikologis. Hal ini terjadi karena dalam komunikasi interpersonal para pelaku komunikasi mencoba menafsirkan makna yang menyangkut diri sendiri, diri orang lain dan hubungan yang terjadi. Kesemuanya itu terjadi melalui suatu proses pikir guna penarikan sebuah kesimpulan.
5
2.2.2. Memahami diri pribadi dalam komunikasi interpersonal Diri pribadi adalah suatu ukuran atau kualitas yang memungkinkan seseorang untuk dianggap dan dikenal sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya. Memahami diri pribadi yang sering disebut dengan konsep diri adalah pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya senmdiri. Diri pribadi menjadi pusat dari proses komunikasi, oleh karena itu dengan memahami diri pribadi ma ka akan lebih mengerti terhadap komunikasi interpersonal yang dilakukan.
2.2.3. Memahami orang lain dalam komunikasi interpersonal Komunikasi interpersonal yang efektif membutuhkan pemahaman terhadap orang lain yang menjadi partner komunikasi. Memaha mi orang lain adalah untuk mengurangi ketidakpastian dan perbandingan, khususnya bagi orang yang baru saling mengenal. Proses mempersepsi orang lain untuk memahami orang tersebut mencakup implicit personality theory, proses atribusi dan respons. Implicit personality theory mengasumsikan kita sebagai psikolog amatir yang menggunakan perangkat psikologis untuk mempersepsi orang lain.
Proses
atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak. Sedangkan respons adalah tanggapan tertentu yang dilakukan untuk menanggapi orang lain. Kemudian untuk mempengaruhi persepsi orang lain terhadap diri kita dalam komunikasi interpersonal dapat menggunakan tiga strategi yaitu: 1) impression management yaitu mengungkapkan diri dengan bermain peran untuk memberi kesan kepada orang lain, 2) attributional responses yaitu penggunaan proses atribusi melalui perilaku dalam bentuk ekspresi atau pernyataan sebagai reaksi atas tindakan orang lain.
6
2.2.4. Hubungan antarpribadi dalam komunikasi interpersonal Hubungan antar pribadi sangat diperlukan oleh setiap orang yaitu untuk perasaan dan ketergantungan. Perasaan (attachment) adalah mengacu pada hubungan yang secara emosional berlangsung intensif. Sedangkan ketergantungan (dependency) adalah mengacu pada instrumen perilaku antarpribadi seperti membutuhkan pertolongan, memerlukan persetujuan, mencari kedekatan. Tahapan hubungan antarpribadi mencakup: 1) tahap pembentukan hubungan antarpribadi, 2) tahap peneguhan hubungan antarpribadi, 3) tahap konfirmasi, 4) tahap diskonfirmasi, 6) tahap pemutusan hubungan antarpribadi.
Sedangkan faktor-
faktor yang mempengaruhi hubungan antar pribadi dalam komunikasi interpersonal antara lain percaya, empati, kejujuran, dan sikap suportif.
2.3. Pengertian Kelompok Vitayala (1995) mendefinisikan kelompok adalah suatu sistem yang berarti suatu keadaan yang tersusun dari berbagai unsur yang saling berkaitan dalam suatu ikatan keteraturan tertentu, yang melakukan atau mengandung sesuatu atau beberapa proses tertentu dalam rangka mewujudkan peranan atau fungsinya untuk mencapai tujuan tertentu.
Sarwono (1999) menjelaskan bahwa kelompok
adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka , yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, menyadari keberadaan anggota kelompok lainnya , dan menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama. Sebuah kelompok sosial mempunyai empat ciri antara lain: 1) dorongan (motif) yang sama, 2) reaksi-reaksi dan kecakapan yang berlainan, 3) penegasan struktur kelompok, dan 4) penegasan norma-norma kelompok. 7
Menurut Djuarsa (2002) ada tiga tipe kelompok yaitu: 1) kelompok bela jar, 2) kelompok pertumbuhan, dan 3) kelompok pemecahan masalah. Kelompok belajar memusatkan perhatiannya dalam hal peningkatan kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap para anggotanya; ciri khasnya adalah terjadinya pertukaran informasi dua arah. Kelompok pertumbuhan memusatkan perhatiannya kepada hal-hal atau masalah-masalah pribadi yang dihadapi anggotanya, ciri khasnya adalah semua tujuan kelompok diarahkan untuk membantu dan mengarahkan para anggota untuk peduli dengan persoalan pribadi yang mereka hadapi.
Sedangkan kelompok pemecahan masalah memusatkan perhatiannya
pada pemecahan persoalan yang dihadapi bersama, ciri khasnya adalah memiliki dua kegiatan yaitu pengumpulan informasi dan pembuatan keputusan. Adapun ciri-ciri kelompok menurut Zanden (1984) antara lain : 1) di antara anggota kelompok itu me miliki ikatan satu dengan lainnya, 2) kelompok memiliki tujuan yang nyata, 3) orang-orang itu pada umumnya menyadari dirinya merupakan bagian atau bukan bagian dari kelompok.
2.3.2. Unsur dan dinamika kelompok Marzuki (1996) mengemukakan sepuluh unsur pokok sebuah kelompok sebagai sistem sosial yaitu tujuan (goal), keyakinan (belief), sentimen atau perasaan (feeling), norma (norms) , sangsi (sanksi), peranan kedudukan (status roles), kewenangan atau kekuasaan (power/authority), jenjang sosial (social rank), fasilitas (facility), tekanan dan ketegangan (stress and strain). Adjid (1980) menjelaskan bahwa suatu kelompok sosial mempunyai “external structure” atau “socio group” dan “internal structure” atau “psycho group”. Yang dimaksud “external structure” adalah dinamika dari kelompok untuk menanggapi tugas yang timbul 8
karena adanya tantangan dari lingkungan dalam rangka mewujudkan cita-cita yang menjadi dasar terbentuknya kelompok tadi. Sedangkan “internal structure” adalah pranata atau norma yang mengatur hubungan antar anggota dalam kelompok sehingga setiap anggota mendapat kedudukan, peranan dan kewajiban tertentu yang ada hubungannya dengan keten-tuan distribusi fasilitas, kekuasaan dan prestasi kelompok. Dengan kata lain “internal structure” adalah dasar daripada solidaritas kelompok yang berkembang dari kesadaran adanya persamaan kepentingan dan tujuan bersama yang hanya bisa dicapai melalui kegiatan bersama. Selain unsur-unsur kelompok tersebut sebagai dasar sebuah kelompok, maka di dalam tumbuhkembangnya sebuah kelompok dipe-ngaruhi oleh beberapa faktor yang disebut dengan unsur -unsur dinamika kelompok. Menurut Marzuki (1996); dinamika kelompok adalah kelompok yang selalu memiliki gairah dan semangat untuk bekerja. Jadi dinamika kelompok adalah suatu proses kehidupan kelompok yang merupakan fungsi dari kekuatan-kekuatan kelompok, yang diarahkan pada pembentukan perilaku kelompok dan anggota kelompok untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Orientasi dinamika kelompok adalah kepada peranan atau fungsi manusia (pemimpin, anggota) dalam bekerjasama menurut pola tertentu sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan kelompok yang ditetapkan. Lebih jauh dijelaskan bahwa ada delapan unsur dinamika kelompok ayaitu: (a) Tujuan kelompok ; adalah gambaran suatu hasil yang diharapkan anggota akan dicapai oleh kelompok. (b) Struktur kelompok adalah pola hubungan (interaksi) antar individu dalam kelompok yang disesuaikan dengan kedudukan dan peranan masing-masing anggota guna mencapai tujuan.
9
(c) Fungsi tugas adalah memfasilitasi dan mengkoordinasi aktivitas kelompok dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. (d) Pembinaan dan pengembangan kelompok adalah sebagai usaha untuk menjaga atau mempertahanakan kehidupan kelompok. (e) Kekompakan kelompok adala h daya lekat yang terjadi sebagai “resultante” dari segala kekuatan kegiatan seluruh orang yang terlibat di dalam kelompok tersebut untuk tetap tinggal di dalamnya. (f) Suasana kelompok adalah keadaan sikap mental, moral dan perasaan-perasaan yang pada umumnya ada dalam kelompok. (g) Tekanan pada kelompok adalah tekanan (baik dari luar maupun dari dalam) yang terjadi di dalam kelompok yang menimbulkan tegangan pada kelompok, sehingga menimbulkan dorongan untuk berbuat sesuatu guna tercapainya tujuan kelompok. (h) Efektivitas kelompok ; adalah keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas dengan cepat dan memuaskan setiap anggota kelompok. Sedangkan agenda tersembunyi merupakan unsur ke sembilan menurut Vitayala (1995) adalah program, tugas atau tujua n yang tidak diketahui oleh para anggota kelompok. Sumber dari maksud terselubung dapat berasal dari anggota, pimpinan atau dari kelompok itu sendiri. Salah satu kelompok sosial yang ada di Indonesia adalah kelompok taninelayan. Mengacu dari pengertian-pengertian tentang kelompok seperti di muka, maka menurut Departemen Pertanian (1999), yang dimaksud dengan kelompok tani adalah kumpulan petani nelayan (dewasa, wanita, taruna) yang terikat secara nonformal atas dasar keserasian, kesamaan kondisi lingkungan sosial-ekonomi-
10
sumberdaya, keakraban, kepentingan bersama dan saling percaya mempercayai, serta mempunyai pimpinan, untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian yang dimaksud dengan Kelompok Wanita Tani (KWT) adalah sejumlah atau sekumpulan wanita tani yang terikat secara informal dengan bentuk struktur organisasi formal di suatu wilayah kelompok berdasarkan domisili. Sedangkan ciri-ciri KWT yaitu: (1) selu-ruh anggotanya adalah wanita, (2) memiliki tujuan atau kepentingan yang sama, (3) adanya dorongan (motif ) yang sama, (4) mempunyai reaksi-reaksi dan kecakapan yang berbeda, (5) mempunyai struktur organisasi yang jelas, (6) mempunyai norma-norma pedoman tingkah laku yang jelas, (7) adanya interaksi diantara sesama anggota, (8) adanya kegiatan kelompok yang nyata.
2.3.3. Karakteristik dan fungsi kelompok Mengetahui karakteristik kelompok merupakan langkah pertama untuk dapat lebih memahami komunikasi kelompok. Menurut Sendjaja (2002) ada dua karakteristik yang melekat pada sebuah kelompok ya itu norma dan peran. Contoh norma-norma kelompok dapat diikuti pada Tabel 2. Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang bagaimana berperilaku dengan sesama anggota kelompok.
Norma sering disebut hukum (law) atau
aturan (rule) , yaitu perilaku apa sa ja yang pantas dan yang tidak pantas dibeda kan menjadi tiga kategori yaitu norma sosial mengatur hubungan antar anggota kelompok, norma prosedural yang berupa uraian rinci prosedur operasional kelompok, seperti pengambilan keputusan secara aklamasi atau voting, dan norma tugas yang memusatkan perhatian pada bagaimana tugas dapat dilaksanakan.
11
Tabel 2 Norma Sosial, Norma Prosedural dan Norma Tugas Yyng Diharapkan dalam Sebuah Kelompok SOSIAL
PROSEDURAL
TUGAS
Mendiskusikan persoalan yang tidak kontrovers ial Menceritakan gurauan yang lucu Menceritakan kebenaran yang tidak dapat dibantah Jangan merokok (jika memungkinkan) Jangan dat ang terlambat
Meperkenalkan para anggota kelompok Membuat agenda pertemuan
Mengkritik “ide” nya bukan “orang” nya Mendukung gagasan yang terbaik Memiliki kepedulian untuk pemecahan persoalan Berbagi beban pekerjaan
Tidak hadir tanpa alasan
Duduk saling bertatap muka Memantapkan tujuan kelompok Jangan meninggalkan pertemuan tanpa alasan Jangan memonopoli percakapan
Jangan memaksakan gagasan sendiri dalam kelompok Jangan berkata kasar jika tidak setuju
Sumber: Djuarsa, 2002. Sedangkan peran adalah pola -pola perilaku yang diharapkan dari setiap anggota kelompok.
Ada dua peranan fungsional dari sebuah kelompok yaitu
fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan (lihat Tabel 3). Tabel 3 Peran Fungsional dari Kelompok Fungsi Tugas
Fungsi Pemeliharaan
1. Pemberi Informasi
1. Pendorong Partisipasi
2. Pemberi Pendapat
2. Penyelaras
3. Pencari Informasi
3. Penurun Ketegangan
4. Pemberian Aturan
4. Penengah Persoalan Pribadi
Sumber: Djuarsa, 2002.
2.4. Karakteristik Personal Karakterisitik personal menurut Rogers (1983) adalah meliputi status sosial-ekonomi, ciri kepribadian dan perilaku komunikasi.
Secara lebih rinci
karakteristik personal tersebut dijabarkan lagi ke dalam umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah keluarga, pengalaman berusahatani, usaha keluarga, penghasilan keluarga, kekos -mopolitan, partisipasi, kelembagaan masyarakat,
12
partisipasi dalam kelompok, dan kontak media. Profil petani dan kelompoknya menentukan tingkat penerimaan inovasi dan kemampuan adopsinya. Mengingat terbatasnya sumberdaya waktu, tenaga dan biaya maka karakteristik personal yang diteliti terbatas pada pendidikan nonformal, pengetahuan, dan kekosmopolitan anggota kelompok.
2.4.1. Pendidikan Nonformal Menurut Sudjana (2004) sistem pendidikan nasional Indonesia terdiri dari subsistem pendidikan formal yang berlangsung di sekolah, subsistem pendidikan informal yang berlangsung di dalam keluarga dan lingkungannya , dan subsistem pendidikan nonformal yang berlangsung secara optional dapat dimana saja. Pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem sekolah yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan nonformal tersebut mempunyai beragam nama misalnya kursus, pelatihan, penataran, upgrading, bimbingan belajar, tutorial.
Dengan memiliki tingkat pendidikan
tertentu baik itu pendidikan formal, informal, ataupun nonformal; maka seseorang akan meningkat pengetahuannya, sikapnya dan keterampilannya. Hal ini pada gilirannya akan bermuara pada tingkat penerimaan seseorang terhadap perubahan. Menurut Soekartawi (1988) pengalaman kursus yang dimiliki seseorang akan ikut mempengaruhi kecepatan dalam mengambil keputusan. Dari kursus atau pelatihan pertanian diperoleh penambahan pengeta huan, kecakapan dalam pengelolaan usahatani, ketrerampilan dalam pelaksanaan tugas operasional, kreativitas, dan percaya diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat 13
pendidikan seseorang akan sangat mempengaruhi terhadap tingkat penerimaan inovasi, baik yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung atau melalui media.
Prayitnohadi (1987) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan petani
mempengaruhi kecepatan dalam mengambil keputusan terhadap teknologi pertanian. Abdurachman (1998) juga mengemukakan bahwa pengalaman mengikuti kursus mempunyai korelasi nyata dengan tingkat adopsi PHT. Pendidikan nonformal dapat diketahui dengan cara mengukur frekuensi seseorang dalam mengikuti pendidikan nonformal yang berupa kursus, penataran, pelatihan.
2.4.2. Pengalaman Bertani Pengalaman adalah yang mana individu mewujudkan pemahamannya dalam bentuk ucapan, tindakan, perilaku, dan sikap. Pengalaman bagi seseorang mengandung arti yang mendalam serta mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupannya. Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan tingkat adopsi inovasi. Menurut Soekartawi (1988) petani yang berpengalaman lebih cepat mengadopsi teknologi pertanian dibandingkan dengan petani yang belum atau kurang pengalaman bertaninya. Tamarli (1994) menyimpulkan bahwa pengalaman bertani mempunyai korelasi nyata dengan penerapan program Supra Insus. Abdurachman (1998) mengemukakan bahwa pengalaman bertani nyata hubungannya dengan tingkat adopsi PHT. Pengalaman bertani dapat diketahui dengan cara mengukur berapa lama seseorang pernah melaksanakan usahatani.
2.4.3. Kekosmopolitan Kekosmopolitan menurut Rogers (1995) adalah orang yang memiliki sifat keterbukaan, mudah bepergian ke berbagai tempat, banyak kenalan, mencari
14
informasi da n digunakan dalam pekerjaannya, serta responsif terhadap inovasi. Kekosmopolitan seseorang untuk mencari informasi atau ide baru adalah tingkat keterbukaan seseorang dalam menerima pengaruh dari luar. Ada tiga kriteria tentang sifat kosmopolitan seseora ng yang dapat disimpulkan dari pendapat Roger (1995) yaitu: (a) intensitas kontak dengan banyak orang, masyarakat, bangsa, organisasi atau negara, (b) intensitas penggunaan berbagai media massa dalam berkomunikasi dan mencari informasi, dan (3) berorientasi ke masyarakat dunia.
Seseorang yang kosmopolit adalah bersedia
mencari ide-ide baru atau terbuka terhadap inovasi, selalu melakukan dialog atau komunikasi yang menimbulkan kesadaran kritis, mempunyai kemampuan empati yang tinggi sehingga membuahkan komunikasi yang tepat, mempunyai tingkat innovativeness, motivasi, dan aspirasinya yang tinggi, selalu mengalami perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap proses adopsi suatu inovasi. Tamarli (1994) menyimpulkan bahwa kekosmopolitan petani mempunyai hubungan yang nyata dengan penerapan program Supra Insus. Kemudian Abdurachman (1998) juga menyimpulkan bahwa kekosmopolitan petani memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat penerimaan PHT.
Kekosmopolitan
seseorang dapat diketahui dengan cara mengukur: (a) Jumlah sumber informasi inovasi yang dikunjungi, (b) frekuensi kontak dengan orang-orang di luar kelompoknya, (c) jarak dari tempat tinggal ke sumber informasi, (d) lama waktu menonton televisi, mendengarkan Radio, dan (e) frekuensi membac a surat kabar. Dari pengertian dan beberapa hasil penelitian tersebut, karakteristik personal anggota yang berupa pendidikan nonformal, pengalaman bertani, dan kekosmopolitan diduga memiliki hubungan dengan perilaku komunikasi anggota KWT.
15
2.4.4. Penge tahuan Menurut Rakhmat (1995) pengetahuan adalah persepsi yang jelas tentang apa yang dipandang sebagai fakta atau nyata, obyektif, kebenaran, atau kewajiban. Pengetahuan dibedakan kedalam tiga golongan: (a) pengetahuan teoritis, (b) pengetahuan praktis, dan (c) pengetahuan produktif.
Pengetahuan merupakan
sejumlah tumpukan pengalaman selama perjalanan hidup manusia sejak kanakkanak sampai dewasa dan pengetahuan dapat diartikan sebagai suatu usaha yang sengaja untuk menemukan suatu yang baru. Pengetahuan mengacu kepada pengenalan fakta, terutama sejumlah fakta yang disusun menjadi dasar-dasar perilaku manusia. Menurut Albrecht (1985) pengetahuan dibedakan menjadi tiga macam yaitu: (a) pengetahuan populer, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pengalama n sehari-hari, (b) pengetahuan imajinasi atau literer yaitu pengetahuan yang diciptakan dalam proses abstraksi orang, dan (c) pengetahuan ilmiah, adalah diperoleh dengan cara memadukan pengujian sebagai ciri pengetahuan populer dengan penyusunan teori sebagai ciri dari pengetahuan literer. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh dari pengalaman, pendidikan, dan penelitian. Seran (1997) mengemukakan bahwa pengetahuan gizi anggota meningkatkan perilaku komunikasi dan mempunyai hubungan yang nyata terhadap kesinambungan program intervensi diversifikasi konsumsi pangan dan gizi pada kelompok Mitra di Bogor. Pengetahuan seseorang dapat diketahui dengan cara menguji atau memberikan pertanyaan terhadap materi-materi yang te lah diajarkan kepadanya.
Berdasar
pengertian dan hasil penelitian tersebut di atas, diduga pengetahuan tentang DPG yang dimiliki anggota memiliki hubungan dengan perilaku komunikasi KWT.
16
2.4.5. Kedudukan Dalam Kelompok Kedudukan (status) dan peranan (role) menurut Sukanto (1990) adalah unsur-unsur baku dan penting bagi sistem sosial. Sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbale balik antar individu dalam masyarakat dan antara individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku individu-indiv idu tersebut. Status adalah kedudukan sosial seseorang dalam kelompok serta dalam masyarakat yaitu aspek struktural dan fungsional. Aspek struktural adalah bersifat hierarkhis tinggi atau rendah, sedang aspek fungsional yang dimaksud adalah peranan sese orang. Status yang dimaksud adalah status sosial dimana tempat seseorang secara umum dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan “pergaulannya, prestisenya, hak dan kuajibannya”. Status sosial berbeda dengan kedudukan sosial. Kedudukan sosial adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial yang dihubungkan dengan orang lain dalam kelompok tersebut. Posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat merupakan unsur yang statis yang menunjukkan tempat dalam organisasi masyarakat. Kedudukan secara abstrak adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Jika dipisahkan dari individu yang memilikinya kedudukan hanya merupakan kumpulan hak-hak dan kewajiban.
Karena hak dan kewajiban itu hanya
dapat terlaksana melalui individu, maka agak sulit memisahkannya secara tegas. Jadi orang yang mempunyai kedudukan, maka ia mempunyai hak dan kewajiban melaksanakan tugas. Ada tiga macam kedudukan dalam sistem sosial yaitu: 1) Dibebankan (Ascribed-status) adalah kedudukan seseorang dalam sistem sosial atau kelompok atau masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan.
17
2) Diperjuangkan (Achieved-status) adalah kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha -usaha yang disengaja. 3) Diberikan (Assigned-status); adalah kedudukan yang diberikan karena hal-hal tertentu (misalnya karena berjasa). Kedudukan dalam kelompok adalah perilaku individu di dalam dimensi tugas dan sosial pada proses interaksi kelompok. Kedudukan dalam kelompok terkait erat denga n pelaksanaan tugas dan kewajiban seseorang sesuai dengan keanggotaannya. Dengan mengacu pada pengertian di atas maka kedudukan atau keanggotaan dalam kelompok pada penelitian ini adalah jabatan yang dipegang atau yang diberikan kepada seseorang yaitu sebagai Ketua, Pengurus, Anggota hubungannya dengan hak-hak, tugas dan kewajiban dalam kelompok. Tamarli (1994) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara keanggotaan dalam kelompoktani dengan adopsi program Supra Insus. Dari pengertian dan hasil penelitian tersebut, diduga kedudukan dalam kelompok memiliki hubungan dengan perilaku komunikasi KWT.
2.5. Perilaku Komunikasi Perilaku komunikasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah tentang jaringan komunikasi anggota KWT. Beberapa hal tentang jaringan komunikasi dapat diikuti dalam uraian berikut ini.
2.5.1. Pengertian jaringan komunikasi Perkembangan analisis jaringan komunikasi diawali dengan model komunikasi linear yang dikembangkan oleh Shannon and Weaver pada tahun 1949. Kemudian kritik-kritik dengan pandangan kritis terhadap model komunikasi linear
18
tersebut dan berkembanglah model komunikasi Konvergensi oleh Kincaid dan Schramm (1987). Menurut pandangan linear, komunikasi adalah penyampaian informasi dari sumber kepada komunikan mela lui saluran tertentu yang menimbulkan efek. Jadi komunikasi bersifat satu arah yaitu dari komunikator kepada komunikan dan selalu diperoleh efek oleh penerima.
Model ini memperoleh kritikan, bahwa
dalam setiap komunikasi para pelakunya adalah aktif melakukan pertukaran informasi dengan tujuan untuk memperoleh kesamaan pengertian. Kesamaan pengertian inilah yang disebut dengan konvergensi. Komunikasi konvergensi adalah memusat atau mengarah pada saling pengertian, dimana terdapat daerah yang bertumpukan (overlapping) antara komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi atau pengunaan informasi bersama. Konvergensi di antara pelaku komunikasi tidak pernah lengkap atau sempurna, oleh karena itu terjadilah proses konvergensi yang bersifat dinamis.
Model komunikasi memusat dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 2 Model Komunikasi Antar Manusia yang Memusat (Diadopsi dari Kincaid dan Schramm, 1977). 19
Pada hakekatnya perilaku manusia adalah berinteraksi atau berkomunikasi dengan atau melalui seseorang atau lebih. Setiap individu dalam sebuah sistem senang berhubungan dengan orang-orang tertentu, dan mengabaikan yang lainnya. Oleh sebab itu arus komunikasi antar pribadi terbentuk di dalam rentang waktu dan tumbuhlah suatu jaringan komunikasi yang relatif stabil dan perilaku orangnya dapat diprediksikan.
Menurut Rogers (1995) jaringan komunikasi adalah
suatu jaringan yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan, dan dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola. Sedang menurut Knoke (1982) jaringan komunikasi adalah semacam hubungan yang secara khusus merangkai individu-individu, obyek-obyek dan kejadian-kejadian.
2.5.2. Tujuan analisis dan ciri jaringan komunikasi Tujuan dari analisis jaringan komunikasi adalah untuk mengetahui gambaran umum tentang interaksi individu dalam sebuah sistem sosial, dan untuk mengidentifikasi struktur komunikasi yang ada dalam sebuah sistem sosial. Ciri analisis jaringan komunikasi terletak pada analisis hubungan antara dua orang atau lebih dalam sebuah struktur jaringan komunikasi, sehingga unit analisisnya adalah tidak pada individu tetapi pada tingkat komunikasi interpersonal, klik dan sistem yang besar. Analisis jaringan komunikasi adalah sebuah metode untuk mengetahui struktur komunikasi dalam sebuah sistem, di mana data hubungan arus komunikasi dianalisis dengan memakai beberapa tipe hubungan interpersona sebagai unit analisis (Kincaid, 1981). Analisis jaringan komunikasi bisa terdiri dari satu atau lebih dari ketiga prosedur berikut: 1) mengidentifikasi klik-klik yang ada pada ke-seluruhan sistem kemudian menetapkan bagaimana klik ini mempengaruhi perilaku komunikasi 20
dalam sistem, 2) mengidentifikasi peranan khusus individu dalam jaringan komunikasi antara lain bridge, liaison, isolated, 3) mengukur indikator -indikator struktur komunikasi yaitu derajat keterhubungan, derajat kekompakan, dan derajat keragaman dalam sebuah sistem.
2.5.3. Variabel struktural dan tipe hubungan Variabel struktural komunikasi adalah tipe hubungan dalam jaringan komunikasi yang menjelaskan keadaan hubungan antar orang, antar klik maupun antar orang dan klik dalam sebuah sistem jaringan komunikasi. Struktur komunikasi adalah susunan dari unsur-unsur yang berbeda yang dapat dikenal melalui pola arus komunikasi dalam sebuah sistem. Variabel struktural terdiri atas tiga tingkatan yaitu tingkat individual, tingkat klik, dan tingkat sistem. Oleh karena itu ada tiga tipe analisis hubungan perilaku komunikasi yang dapat dipakai yaitu: 1) analisis hubungan komunikasi pada tingkat personal atau pribadi, 2) analisis hubungan komunikasi pada tingkat klik atau beberapa orang yang menyatu menjadi satu kesatuan, 3) analisis hubungan komunikasi pada tingkat sistem atau kesatuan yang sangat besar. 1) Hubungan komunikasi pada tingkat personal Cirinya adalah derajat di mana seseorang terintegrasi dengan individu-individu lainnya di dalam jaringan komunikasinya. Integrasi jaringan komunikasi adalah derajat di mana hubungan-hubungan komunikasi ada di antara anggota-anggota jaringan individual atau jaringan komunikasi personal.
Makin
besar jumlah hubungan ini makin besar pula derajat integrasi jaringan komunikasi khusus individual. Jaringan komunikasi model ini antara lain: a) jaringan personal yang saling mengunci (interlocking) yang mempunyai derajat 21
integrasi yang tinggi (lihat Gambar 2), b) jaringan personal jari-jari (radial) , mempunyai derajat integrasi yang rendah (lihat Gambar 3).
A
B INDIVIDU
C
Gambar 2 Jaringan komunikasi personal yang interlocking
A
B
INDIVIDU
C
Gambar 3 Jaringan komunikasi yang radial
Jaringan personal radial, tingkat integrasinya rendah, karena mereka tidak saling berteman atau teman seseorang tidak menjadi teman orang lainnya. 22
Tipe jaringan radial lebih terbuka dengan lingkungannya, dan informasi yang diterima oleh individu yang mempunyai tipe jaringan radial ini akan menyebar relatif lebih cepat di dalam sistemnya sendiri jika dibandingkan dengan tipe jaringan interlocking. Jadi semakin tinggi tingkat integrasi jaringan personal, maka semakin kurang informasi yang dapat diterimanya.
Dalam
jaringan personal terdapat peranan khusus komunikasi yang disebut liaison, yaitu individu yang mempunyai derajat integrasi lebih tinggi dibandingkan dengan non liaison dan mempunyai posisi marjinal yang menjadi Penghubung antara dua klik atau lebih dalam sistemnya.
Demikian pula halnya
dengan pemuka pendapat (opinion leader) dalam suatu organisasi, kurang terintegrasi dengan jaringan personalnya tetapi mempunyai banyak informasi. Jaringan personal yang terintegrasi lebih banyak memuat topik-topk pembicaraa n yang sensitif atau issue yang tabu daripada yang biasa-biasa. Jadi jaringan komunikasi personal terkait dengan dua hal yaitu: (a) peranan khusus komunikasi dalam sebuah sistem (bridge, liaison, isolated), (b) topik-topik percakapan yang berbeda.
2) Hubungan komunikasi pada tingkat klik Pada tingkat klik, variabel struktural yang dapat diukur antara lain: (a) keterhubungan klik (clique connectedness) adalah derajat para anggota suatu klik berhubungan satu sama lain melalui arus komunikasi (lihat Gambar 4).
23
Gambar 4 Indeks keterhubungan komunikasi yang tinggi (Keterangan: Indeks Keterhubungan = kontak nyata dibagi kemungkinan hubungan = 10 : 10 = 100 %)
Keterhubungan klik dapat dihitung dengan menggunakan indeks keterhubungan klik dengan rumus sebagai berikut:
Indeks keterhubungan =
Kontak-kontak nyata (actual contact) Kemungkinan hubungan (possible contact)
Jadi dalam hal ini klik menjadi unit analisis. Indeks ini memungkinkan untuk meneliti derajat hubungan suatu klik dengan sistem variabel lain misalnya kecepatan sistem difusi inovasi dalam satu klik dibandingkan dengan klik yang lain. (b) kedominanan klik (clique dominance) adalah derajat di mana pola -pola hubungan komunikasi antar klik tidak memungkinkan kesamaan. Model hubungan roda memiliki derajat kedominanan yang tinggi, karena seluruh arus komunikasi harus melalui seorang individu.
Pemusatan
tersebut menimbulkan kurangnya informasi dan cenderung mengurangi keterbukaan (Gambar 5). 24
B
C A
D
E
Gambar 5 Kedominanan Klik
(c) sistem keterbukaan klik (clique openness) adalah derajat di mana anggota-anggota suatu klik saling bertukar informasi dengan klik -klik yang ada di luarnya. Suatu gagasan baru akan lebih mudah masuk ke dalam suatu klik yang lebih terbuka. (d) keintegrasian klik (clique integration) dalam sistem yang lebih besar dapat diukur dengan ada tidaknya penghubung yang menghubungkan klik dengan jaringan yang lebih luas tersebut. 3) Hubungan komunikasi pada tingkat sistem Pada tingkat sistem misalnya suatu unit yang disebut desa , maka analisis yang dapat dilakukan adalah pada: (a) Keterhubungan sistem yaitu derajat di mana klik-klik dalam suatu sistem berkaitan satu sama lain melalui arus komunikasi. Indeks ini memungkinkan digunakannya matematika untuk memperhitungkan derajat saling keterhubungan klik dalam sistem sosial.
Pada umumnya ada sebuah
harapan bahwa derajat hubungan dalam jaringan komunikasi berkaitan secara positif dengan tingkat difusi inovasi
25
(b) Kedominanan sistem adalah derajat di mana pola -pola hubungan antar klik dalam suatu sistem sosial tidak mempunyai kesamaan. Hal ini berarti sebuah pengukuran terhadap derajat pemusatan yang menguasai komunikasi antar klik. Makin besar kontrol dilakukan oleh suatu klik terhadap arus informasi pada sekelompok klik, makin tinggi kedominanan sistem tersebut. (c) Keterbukaan sistem adalah derajat di mana suatu sistem saling bertukar informasi dengan lingkungannya. Suatu sistem yang derajat keterbuka annya besar adalah inovatif.
4) Konfigurasi sosiometri Bentuk atau konfigurasi sosiometri sangat berguna untuk melihat peranan seseorang dalam sebuah jaringan, sehingga dapat lebih memperjelas sosok jaringan komunikasinya.
Ada lima konfigurasi sosiometri dalam analisis
jaringan komunikasi sebagai berikut: (a) Bintang (Star); adalah seseorang yang merupakan pemusatan jalur komunikasi dari beberapa orang (lihat Gambar 6).
Bintangnya
A
Gambar 6 Jaringan komunikasi konfigurasi Bintang
(b) Penghubung (Liaison) adalah orang yang menghubungkan dua atau lebih klik dalam suatu sistem jaringan komunikasi (lihat Gambar 7), tetapi 26
orang tersebut tidak menjadi anggota klik.
Sedangkan Bridge adalah
penghubung yang sekaligus menjadi anggota klik).
LIAISON
Gambar 7 Jaringan komunikasi konfigurasi Penghubung
(c) Pemencil (Isolated) adalah orang yang berada dalam lingkungan suatu sistem, tetapi tidak menjadi anggota jaringan komunikasi (Gambar 8).
PEMENCIL
Gambar 8 Jaringan komunikasi konfigurasi Pemencil (d) Negelctee adalah orang yang memilih tetapi tak dipilih (Gambar 9)
NEGLECTEE
Gambar 9 Jaringan komunikasi konfigurasi Neglectee
27
(e) Penjaga pintu (Gate Keeper) adalah seseorang yang berada da lam suatu struktur jaringan komunikasi yang memungkinkan dia me-ngontrol arus informasi (lihat Gambar 10).
GATE KEEPER
Gambar 10 Jaringan komunikasi konfigurasi Penjaga Pintu
Jaringan komunikasi berhubungan dengan kecepatan tersebarnya sua tu informasi dan kecepatan untuk mendapatkan kesamaan penger-tian. Kedua hal tersebut dapat diperoleh pada komunikasi yang konvergen, yaitu komunikasi yang dapat mengakomodasikan kepentingan berbagai pihak. Lebih jauh menurut De Vito (1997), dari berbagai bentuk jaringan komuniksi kelompok (lihat Gambar 11) ternyata jaringan jenis roda, rantai, Y, lingkaran atau bintang sangat menentukan dalam efektifitas komunikasinya.
Lingkaran
Roda
Y
Semua Saluran
Rantai Gambar 11 Bentuk-bentuk jaringan komunikasi
28
Yang paling ideal adalah jaringan komunikasi dengan tipe tersebar atau komunikasi terbuka dengan semua saluran seperti yang dikemukakan oleh Rogers (1995) bahwa jaringan komunikasi dengan tipe roda adalah sangat penting dalam penyebarserapan inovasi karena memilki jangkauan hubungan yang jauh di luar sistemnya.
Anty (2002) mengemukakan bahwa struktur jaringan komunikasi
bentuk roda semi tertutup adalah kurang baik di dalam difusi teknologi SUTPA, karena struktur ini menyebabkan semangat kerja rendah. Sementara itu Setyanto (1993) menyimpulkan bahwa semakin luas jaringan komunikasi petani semakin banyak pula petani mengadopsi paket teknologi Supra Insus. halnya dengan Yanti (2003) bahwa
Demikian pula
makin tinggi derajat keterhubungan atau
jaringan komunikasi individunya dan kekompakannya makin tinggi pula adopsi inovasi Kredit Usaha Tani (KUT) mereka.
Kemudian faktor-faktor yang
berpengaruh langsung terhadap jaringan komunikasi petani menurut Azis (2002) antara lain usia, kekosmopolitan, status sosial, dan sikap terhadap inovasi.
2.6.. Adopsi Inovasi 2.6.1. Pengertian Inovasi Inovasi menurut Rogers (1995) adalah suatu idea, penerapan atau praktek, teknologi atau sesuatu hal yang dianggap baru oleh seseorang. Sebuah inovasi biasanya terdiri dari dua komponen, yaitu komponen ide dan komponen obyek yang berupa aspek material atau produk fisik dari ide tersebut). Inovasi menurut Harper (1989) ada tiga yaitu: 1) variasi yang merupakan modifikasi bentuk sesua tu yang telah ada, 2) substitusi adalah di mana ide atau bahan baru digunakan untuk mengganti yang lama, dan 3) mutasi adalah kombinasi dan reorganisasi elemen-elemen yang telah ada atau lama dengan yang baru.
Ukuran dari 29
kebaharuan suatu inovasi adalah bersifat subyektif menurut pandangan individu, sehingga diterima atau ditolaknya suatu inovasi merupakan suatu proses mental sejak ia mengetahui sampai dengan keputusan yang diambil untuk menolak atau menerima inovasi tadi.
Inovasi menurut Rogers (1995) mempunyai lima
karakteristik: 1) Keuntungan relatif (relative advantage), yaitu ketika suatu inovasi lebih menguntungkan dibandingkan dengan yang lama, 2) Kecocokan/Keserasian (compatibility), yaitu ketika suatu inovasi masih tetap konsisten dengan nilai-nilai budaya yang ada, 3) Kerumitan (complexity) , yaitu ketika suatu inovasi mempunyai sifat-sifat yang rumit sulit dipahami dan diikuti, 4) Keujicoba an (trialability) , yaitu ketika suatu inovasi dapat diuji coba dengan mudah sesuai situasi dan kondisi setempat, 5) Kekasatmataan (observability), yaitu ketika suatu inovasi segera dapat dilihat atau kasatmata dan dirasakan hasilnya.
2.6.2. Macam dan jenis saluran komunikasi inovasi Penyebarserapan (difusi) inovasi merupakan bentuk khusus komunikasi yaitu berupa penyampaian pesan-pesan inovasi, di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam suatu jangka waktu di kalangan warga suatu sistem sosial. Komunikasi diartikan sebagai proses di mana partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapau sutau pengertian bersama. Sedangkan saluran komunikasi adalah suatu alat di mana pesan atau informasi inovasi dapat sampai da ri seorang individu ke individu lainnya. Ada dua saluran komunikasi yang dikenal secara luas yaitu: saluran media massa, dan 30
saluran antarpribadi. Kedua saluran komunikasi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing di mana karakteristik keduanya lihat Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan Antara Saluran Media Massa Dengan Saluran Pribadi Karakteristik 1. Arus pesa 2. Konteks komunikasi 3. Jumlah feedback yang siap sedia 4. Kemampuan mengatasi proses selektif 5. Kecepatan menjangkau massa 6. Efek yang mungkin terjadi
Antar
Saluran Antar pribadi Cenderung dua arah Tatap muka Tinggi Tinggi
Saluran Media Massa Cenderung satu arah Interposed Rendah Rendah
Relatif lambat Pembentukan dan perubahan sikap
Relatif cepat Perubahan pengetahuan
2.6.3. Waktu, keinovasian dan kategori adopter Waktu merupakan elemen penting dalam proses difusi inovasi, karena dimensi waktu terkait dalam: 1) proses keputusan inovasi di mana seorang individu sejak pertama kali mengetahui sebuah ionovasi kemudian menerima atau menolaknya. 2) keinovatifan seorang individu atau unit adopsi, yaitu dalam hal kecepatan atau kelambatan relatif dalam mengadopsi dibandingkan dengan anggota lain dari suatu sistem. 3) tingkat adopsi suatu inovasi di lingkungan sustu sistem, yang diukur melalui jumlah anggota sistem yang mengadopsi dalam jangka waktu tertentu. Ada lima kategori adopter keinovatifan yaitu innovator, early adopters, early majority, late majority, laggards. Lima kategori adopter tersebut secara grafis (lihat Gambar 12. Keinovasian adalah tingkat di mana seseorang individu atau unit adopsi lain lebih awal dalam mengadopsi inovasi dibanding dengan anggota lain suatu sistem sosial. Penyebutan dengan istilah-istilah yang khusus misalnya innovator, late majority membantu memperjelas pengertian, karena 31
proses difusi inovasi menunnjukkan bahwa anggota dari masing-masing kategori adopter mempunyai banyak kesamaan.
Kategori adopter adalah klasifikasi
masyarakat berdasarkan keinovatifannya.
Adopter Innovator Dini 2,5 % 13,5 %
Mayoritas Dini 34 %
Mayoritas Belakangan 34 %
Laggards 16 %
Gambar 12 Kategorisasi adopter berdasarkan keinovatifan
2.6.4. Adopsi Inovasi Adopsi inovasi menurut Rogers (1995) adalah suatu proses mental sejak ia mengetahui sampai dengan keputusan yang diambil untuk menolak atau menerima inovasi tadi.
Variabel-variabel yang membentuk adopsi dapat diikuti pada
Gambar 13. Adopsi inovasi dapat terjadi secara terindividu (optional) , kelompok (kolektif), dan kekuasaaan (otoritas).
Tahapan proses adopsi inovasi secara
individual sebagai berikut: 1) Tahap Mengetahui atau mengenal (knowledge) yaitu ketika seseorang pertama kali mengetahui, mengenal dan sadar terhadap kehadiran suatu inovasi, 2) Tahap Persuasif (persuasion) yaitu ketika seseorang membentuk sikapnya atau minat untuk menerima atau menolak inovasi tersebut, 32
3) Tahap Keputusan (decisio n) yaitu proses di mana seseorang membuat suatu penilaian sebagai pertimbangan untuk menerima atau menolak inovasi tadi, 4) Tahap Pelaksanaan (implementation) yaitu ketika seseorang mulai melaksanakan keputusannya dengan cara mencoba dalam skala kecil guna menetapkan lebih jauh manfaat dan kesesuaian inovasi tersebut dengan dirinya, 5) Tahap Konfirmasi (confirmation), yaitu ketika seseorang mencoba meyakinkan apakah inovasi tersebut benar-benar cocok untuk dirinya. Tahapan ini ada dua kemungkinan yaitu mengadopsi inovasi atau menolak inovasi.
Variabel2 Yang Membentuk Adopsi
Variabel2 Dependen Yang Akan
I. Atribut2 Inovasi yg. Dipersepsikan: 1. Keuntuingan relatif 4. Dapat dicoba 2. Kompatibilitas 5. Dapat dilihat 3. Kerumitan II. Jenis2 keputusan inovasi: 1. Opsional 3, Otoritas 2. Kolektif
Tingkat Adopsi Inovasi
III. Saluran2 komunikasi (media massa, antar pribadi) IV. Sistem sosial (norma2, tingkat keterhubungan)
V. Tingkat promosi agen perubahan
Gambar 13 Paradigma dari berbagai variabel yang menentukan tingkat adopsi inovasi diadopsi dari Rogers (1995) p. 207 (terjemahan bebas) Kemudian untuk adopsi inovasi secara kelompok dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: 1) Keputusan otoritas yang dipaksakan atas seorang individu oleh seseorang yang berada pada posisi kekuasaan atasan. 33
2) Keputusan individual di mana individu mempunyai pengaruh terhadap: (a) Keputusan optional yang dibuat oleh seorang individu terlepas dari keputusan yang dibuat oleh anggota lain dari sistem sosial dia berada. (b) Keputusan kolektif yang dibuat oleh individu dalam suatu sistem sosial secara konsensus. Adopsi inovasi secara kolektif tersebut juga melalui lima tahapan yaitu: 1) Tahap Stimulasi yaitu penumbuhan minat kepada kebutuhan akan inovasi oleh stimulator karena anggota belum menilai penting arti sebuah inovasi 2) Tahap Inisiasi yaitu memprakarsai ide-ide baru ke dalam kelompok oleh inisiator karena inovasi mulai mendapat perhatian 3) Tahap Legitimasi yaitu pengakuan inovasi oleh legitimator atau proses pembuatan keputusan secara kelompok terhadap keabsahan inovasi 4) Tahap Keputusan yaitu keputusan bertindak untuk menerapkan inovasi oleh kelompok di mana anggota terlibat dalam pengambilan keputusan 5) Tahap Pelaksanaan yaitu penerapan inovasi oleh anggota kelompok Paradigma proses keputusan inovasi yang diadopsi dari Rogers (1995) dapat diikuti pada Gambar 14.
2.6.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi Rogers (1995) menjelaskan dua kelompok faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi yaitu faktor internal yang berupa pendidikan, umur, luas garapan, status pemilikan lahan, jumlah tenaga kerja anggota keluarga, wawasan kewilayahan, persepsi, dan aktivitas petani dalam kelompok dan faktor eksternal yang berupa kelembagaan, lingkungan, kebijaksanaan pemerintah.
34
(ANTECEDENT) Variabel Penemima: 1. Sifat-sifat pribadi (a.l. si kap umum terhadap perubahan) 2. Sifat-sifat so sial (a.l. kekosmopolitan) 3. Kebutuhan nyata terhadap Inovasi 4. Dan sebagainya Sistem sosial: 1. Norma2 sistem 2. Toleransi terhadap penyimpangan 3. Kesatuan komunikasi
(PROSES)
(CONSEQUENCES)
SUMBER KOMUNIKASI
Terus Mengadopsi
ADOPSI
Diskonfirmasi: 1. Ganti yg. Baru 2. Kecewa
S A L U R A N
PENGE NALAN I
PERSUASI II
KEPUTUSAN III
KONFIRMASI IV Pengadopsian terlambat
MENOLAK Tetap menolak Cirir-ciri Inovasi dalam pengamatan penerima: 1. Keuntungan relaitf 2. Kompatibilitas 3. Kompleksitas 4. Triabilitas 5. Observabilitas
PERJALANAN WAKTU Gambar 14 Paradigma Proses Keputusan Inovasi diadopsi dari Rogers (1995) p. 163 (terjemahan bebas)
Lebih jauh dalam hal kecepatan proses adopsi inovasi menurut Rogers (1995) ada faktor -faktor yang mempengaruhinya yaitu profil petani dan profil kelompok.
Profil petani yang dimaksud meliputi umur, pendidikan formal,
pendidikan non formal, besaran keluarga, pengalaman bertani, usaha keluarga, pendapatan keluarga, kekosmopolitan, partisipasi kelembagaan atau organisasi masyarakat, partisipasi dalam kelompok dan kontak media.
Sedangkan profil
kelompok adalah mencakup kekohesifan, jaringan komunikasi, kepemimpinan. Ada enam faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi yang dikemukakan oleh Mardikanto (1993) yaitu:
35
a. Sifat inovasinya; Ø Sifat intrinsik inovasinya; informasi ilmiah dalam inovasi, nilai keunggulan (teknis, sosial, ekonomis, politis), tingkat kerumitan, mudah atau sulitnya inovasi (dikomunikasikan, diujicobakan, diamati) Ø Sifat
entrinsik
tingkat
keserasiannya
dengan
lingkungan,
tingkat
keunggulan relatif yang ditawarkan (aspek teknis, sosial, ekonomi, politis) b. Sifat sasaran c. Cara pengambilan keputusan d. Saluran komunikasi e. Keadaan penyuluh f. Ragam sumber informasi Yusnandi (1992) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa petani yang lahan usahataninya realtif sempit kurang responsif dalam adopsi inovasi. Sedangkan faktor lainnya yang mempengaruhi keputusan adopsi petani adalah tingkat pendidikan, di mana tingkat pendidikan petani yang relatif tinggi mempunyai respon yang lerbih baik terhadap penerapan teknologi.
Kegiatan
promosi yang dilakukan oleh penyalur pestisida juga memberikan peluang untuk pemakaian produk oleh petani. Petani yang sudah “nyandu” mempunyai rasa ketergantungan yang besar terhadap “pestisida” untuk pengendalian hama usahataninya. Namun ketika program pengendalian hama terpadu (PHT) mulai diperkenalkan dan diadopsi, maka penggunaan pestisida menurun tajam sehingga produsen mengalami penurunan keuntungan, oleh karena itu para produsen rajin mempromosikan produknya melalui berbagai kegiatan (misalnya demonstrasi, hadiah).
36
2.7. Diversifikasi Pangan dan Gizi, SL-DPG 2.7.1. Teknologi DPG sebagai inovasi Seperti yang telah diuraikan di muka, inovasi adalah sebagai ide-ide baru, praktek-praktek baru atau sesuatu obyek baru yang dapat dirasakan oleh individu atau masyarakat. Yang dimaksud “baru” adalah mengandung pengertian “baru” diketahui oleh pikiran, “baru” karena belum diterima oleh seluruh masyarakat, dan “baru” karena belum diterapkan oleh masyarakat. Dengan menggunakan pengertian tersebut, maka teknologi DPG dapat dipandang sebagai sebuah inovasi. Kegiatan DPG dimulai dengan berlandaskan Daftar Isian Proyek
dan
Pedoman umum Program Diverifikasi Pangan dan Gizi Departemen Pertanian Tahun Angaran 1999/2000.
Program DPG dimaksudkan untuk meningkatkan
penyediaan beragam pangan sehingga dapat diwujudkan ketahanan pangan sampai tingkat rumah tangga.
Usahatani dengan pola DPG dilaksanakan dengan
memanfaatkan sumberdaya lokal secara efisien dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, dan ekologi setempat.
Kegiatan program DPG tersebut
membantu petani dalam usaha -usaha meningkatkan: 1) Cara bertani 2) Jumlah panga n yang diusahakan 3) Keragaman tanaman pangan yang diusahakan 4) Cara penanganan, penyimpanan, pengawetan & pengolahan pangan 5) Distribusi di tingkat desa sehingga pangan tersedia cukup bagi keluarga setempat 6) Pengetahuan
tentang
bagaimana
panganyang
diusahakan
membantu
menyediakan gizi dan kesehatan yang baik
37
DPG merupakan paket besar sebuah inovasi yang dapat dilihat dari dua paket, yaitu paket program dan paket teknologi. Dari sudut strategi pengembangan pangan lokal, paket teknologi dibedakan ke dalam teknologi budidaya, prosesing, dan pemasaran hasil. Guna dapat menerapkan paket teknologi DPG yang berupa teknologi budidaya, pengolahan hasil, dan pemasaran; maka seseorang perlu memahami unsur -unsur dasar teknologi DPG dan menguasai komponen-komponen teknologi DPG. Unsur dasar teknologi DPG terdiri dari: 1) Budidaya tanaman sayuran yaitu pengetahuan tentang (a) benih unggul, (b) pemupukan, (c) PHT, (d) pengairan, (e) pengolahan tanah, (f) panen, (g) pengolahan hasil, (h) pemasaran hasil. 2) Budidaya Ikan yaitu pengetahuan tentang: (a) bibit unggul, (b) pengolahan tanah & pemupukan, (c) pakan, (d) PHT, (e) pengairan, (f) panen, (g) pengolahan hasil, (h) pPemasaran hasil. 3) Budidaya ternak yaitu pengetahuan tentang: (a) bibit unggul, (b) kandang, (c) pakan, (d) kesehatan hewan, (e) air minum, (f) panen, (g) pengolahan hasil, (h) pemasaran hasil. Sarana atau komponen teknologi DPG antara lain varietas bibit atau benih, air , tanah, pupuk/pakan, pestisida, dan pengo-lahan hasil, pemasaran hasil. Teknologi DPG termasuk kriteria inovasi variasi, yaitu modifikasi dari teknologi DPG yang lama. Variasi dari teknologi DPG tahun 1999 setelah dikelompokkan dibandingkan dengan yang diluncurkan tahun 1997 dapat diikuti pada Tabel 5.
38
Tabel 5 Teknologi Diversifikasi Pangan dan Gizi sebagai Inovasi Variatif DPG DPG No. URAIAN Tahun 1997 Tahun 1999 1. Teknologi Usahatani *) Sayuran Ada Variasi 2. Teknologi Usahatani **) Ikan Ada Variasi ***) 3. Teknologi Usahatani Ternak Ada Variasi Keterangan: *) 1. Benih unggul, 2. Pemupukan, 3. PHT, 4. Pengairan, 5. Pengolahan tanah 6. Panen, 7. Pengolahan hasil, 8. Pemasaran hasil. **) 1. Benih unggul, 2. Pengolahan Tanah & Pemupukan, 3. Pakan, 4. PHT, 5. Pengairan, 6. Panen, 7. Pengolahan hasil, 8. Pemasaran hasil. ***) 1. Benih unggul, 2. Kandang, 3. Pakan, 4. Kesehatan Hewan, 5. Air Minum 6. Panen, 7. Pengolahan hasil, 8. Pemasaran hasil.
2.7.2. Pengertian, azas, ciri-ciri dan prinsip SL-DPG Menurut Yul (1999) kegiatan utama program DPG adalah pembinaan terhadap target grup terutama KWT. Kegiatan dilakukan melalui pendekatan pendidikan dan latihan (Diklat) dengan pola Sekolah Lapangan (SL). SL-DPG adalah suatu cara belajar yang memadukan antara teori dan praktek melalui pengalaman petani, keluarga tani termasuk wanita tani dan atau kelompok tani yang ada dalam rangka memantapkan usaha ketahanan pangan dan memperbaiki status gizi keluarga. SL berazas partisipatif, pengalaman nyata, kemitraan dan pemecahan masalah. Ciri-ciri SL antara lain kemitraan, kebersamaan, partisipasi, pengalaman nyata, keswadayaan, kesinambungan, kesesuaian, lokalitas, keterpaduan, latihan selama satu siklus, dan sarana belajar. SL-DPG bagi KWT yaitu diklat bagi wanita tani yang terhimpun dalam KWT dengan kegiatan utamanya adalah praktek lapangan dan laboratorium lapangan.
Laboratorium lapangan (Lablap) adalah
suatu wadah penerapan dan tempat berlatih memecahkan masalah usahatani, baik masalah teknologi produksi dan manajemen, maupun masalah ekonomi dan sosial. Ada lima prinsip dan ruang lingkup materi yang perlu menjadi pegangan dasar bagi para pelaku kegiatan SL-DPG sebagai berikut: 39
1) wanita tani mampu mengelola pemanfaatan pekarangan, 2) wanita tani mampu mengelola pola konsumsi pangan dan gizi, 3) usahatani di pekarangan dan penyediaan bahan pangan sesuai dengan agroekosistem dan sosial budaya, 4) usahatani di pekarangan yang intensif dan lestari ( sustainable ), 5) usahatani di pekarangan yang menguntungkan (komersial).
2.7.3. Proses Berlatih SL-DPG Materi pengamatan di Lablap diorganisir dalam bentuk Lembaran Berlatih Mengalami (LBM) yang memungkinkan peserta mengidentifikasi semua permasalahan di lapangan secara rinci dan akurat. Kegiatan ini sebagai tahapan awal dari daur berlatih melalui pengalaman (Experiencing Learning Cycle). Mate ri pembahasan sama dengan topik pengamatan di Laplap. Materi teknis diorganisir dalam Petunjuk lapangan (Petlap) dan Elemen Keterampilan (EK), sedangkan untuk ketrampilan sosial, administrasi dan manajemen diorganisir dalam bentuk modul. Materi dinamika kelompok yang diberikan dimaksudkan untuk 1) pencerahan atau penyegar suasana, 2) perkenalan atau pengakraban, 3) membangun kerjasama, 4) memperlancar komunikasi, 5) menyusun perencanaan. Kemudian di setiap akhir proses berlatih-melatih pemandu membuat refleksi harian. Evaluasi diselenggarakan pada awal dan akhir kegiatan SL-DPG. Metode yang digunakan dalam SL-DPG adalah 1) metode partisipasi aktif, 2) metode pemecahan masalah, 3) metode pengalaman dalam situasi nyata, dan 4) metode kerjasama kelompok. Keempat metode tersebut secara terpadu dikemas dalam daur belajar berdasarkan pengalaman (experiential learning cycle atau ELC) yang melalui empat tahap belajar: 40
1) Tahap mengalami (experiencing) dengan menggunakan Lembar Berlatih Mengalami (LBM), 2) Tahap mempertukarkan hasil mengalami (processing) dengan memakai Lembar Rekapitulasi Hasil Berlatih Mengalami (LR-HBM), 3) Tahap menyimpulkan hasil berlatih (generalizing) dengan memakai Lembar Penyimpulan Hasil Berlatih Mengalami (LP -HBM), 4) Tahap merencanakan penera pan hasil berlatih dalam situasi dan kondisi masing-masing peserta (applying ) dengan menggunakan Lembar Rencana Penerapan Hasil Berlatih (LR-PHB). Waktu yang diperlukan untuk sebuah proses berlatih dalam SL-DPG selama 18 minggu, di mana 4 minggu kegiatan pemantauan usahatani, perilaku konsumsi, dan manajemen. Pola diklatnya adalah pola 1-6, yaitu satu hari selama 3-4 x 60 menit dalam seminggu belajar dalam pertemuan kelompok dengan format diskusi dan 6 hari berikutnya adalah di mana setiap peserta menera pkan hasil belajarnya tersebut di lahan atau pada kegiatannya sendiri. Format pelaksanaan diklat SL-DPG tersebut yaitu 1) Pengembangan usaha selama 60–90 menit yaitu (a) pengamatan di Lablap atau kebun sendiri, dan atau di tempat lainnya yang telah ditentukan, (b) identifikasi masalah, (c) presentasi, (d) penarikan kesimpulan, (e) pengambilan keputusan, 2) Dinamika kelompok (15 menit), 3) Topik Teknis (60 – 90 menit), 4) Topik Tambahan (60 menit), dan 5) Refleksi Harian (15 menit).
41
III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Yang menjadi persoalan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana mewujudkan perilaku komunikasi anggota kelompok yang efektif dalam rangka adopsi inovasi. Oleh sebab itu, yang diteliti adalah variabel-variabel yang berhubungan dengan adopsi inovasi yaitu: 1) karakteristik personal anggota , 2) penge tahuan anggota kelompok tentang DPG, 3) kedudukan dalam kelompok, dan 4) jaringan komunikasi. Karakteristik personal yang diteliti adalah pendidikan nonformal, pengalaman berusahatani, dan kekosmopolitan. Pendidikan nonformal bertujuan untuk merubah aspek pengetahuan (cognitive), keterampilan (psychomotoric), dan sikap (affective) para peserta didiknya. Seseorang akan meningkat perilakunya sesuai dengan derajat perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dialaminya. Semakin banyak pendidikan nonformal yang diikuti oleh seseorqang, maka akan semakin banyak pula peningkatan ketiga aspek tersebut. Seseorang yang sering mengikuti pendidikan nonformal akan lebih luas pergaulannya, lebih terbuka hubungan komunikasinya, lebih
terampil dalam menciptakan suasana hubungan
yang kondusif, lebih bijaksana untuk memposisikan diri pada pola hubungan dalam sebuah organisasi, dan lebih mudah dalam
menerima suatu inovasi.
Wujud dari implementasi pendidikan nonformal yang dimiliki anggota kelompok dapat berupa interaksi yang baik ; yaitu dengan bersendau gurau, mengkritik, memuji, menasehati, saling mendukung, saling menghargai, bermusyawarah, gotong-royong. Hal ini menghasilkan jaringan komunikasi yang baik dan pada gilirannya menghasilkan tingkat adopsi yang tinggi. 42
Pengalaman adalah yang mana individu mewujudkan pemahamannya dalam bentuk ucapan, tindakan, perilaku, dan sikapnya. Pengalaman bagi seseorang mengandung arti yang mendalam serta mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupannya. Dalam kenyataannya pengalaman hidup seseorang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Banyak sedikitnya pengalaman dalam bertani sangat menentukan perilaku seseorang terhadap suatu inovasi. Banyaknya pengalaman berusahatani seseorang, membuat ia mengetahui karakteristik komoditas yang diusahakan, sehingga dapat dengan cepat menerima atau menolak suatu inovasi.
Dalam kehidupan kelompok, seseorang yang ba nyak pengalamannya
akan mempunyai rasa percaya diri dan bangga, yang kemudian diwujudkan ke dalam bentuk berbagi pengalaman dengan anggota lain.
Anggota kelompok
dalam mengimplementasikan pengalaman bertaninya dapat berupa ide, gagasan, sumbang saran pemikiran, pemecahan masalah pada waktu pertemuan atau diskusi. Hal ini akan menghasilkan jaringan komunikasi yang baik, dan tingkat adopsi yang tinggi. Kekosmopolitan adalah menunjukkan bahwa seseorang itu memiliki sifat keterbukaan, mudah bepergian ke berbagai tempat, mempunyai banyak kenalan, mencari informasi dan mempergunakan dalam pekerjaannya, serta responsif terhadap inovasi. Kekosmopolitan seseorang yang tinggi berarti pergaulannya luas, mengguna kan berbagai media massa dalam berkomunikasi dan menc ari informasi, dan berorientasi ke orang banyak. Seperti dalam hal memiliki pengalaman bertani, seseorang yang kosmopolit lebih mempunyai rasa percaya diri dan bangga, yang kemudian diwujudkan ke dalam bentuk berbagi informasi dengan anggota lain. Kekosmopolitan anggota kelompok diimplementasikan ke dalam
43
bentuk ide, gagasan, sumbang saran pemikiran, pemecahan masalah pada waktu pertemuan atau diskusi. Hal ini akan menghasilkan jaringan komunikasi yang baik, dan pada gilirannya membuahkan tingkat adops i yang tinggi pula. Pengetahuan merupakan sejumlah tumpukan pengalaman selama perja lanan hidup manusia sejak kanak-kanak sampai dewasa. Pengetahuan dapat diartikan sebagai suatu usaha yang sengaja untuk menemukan suatu yang baru. Pengetahuan mengacu kepada pengenalan fakta, terutama sejumlah fakta yang disusun menjadi dasar-dasar perilaku manusia. Pengetahuan yang terdiri dari pengetahuan teoritis, pengetahuan praktis, dan pengetahuan produktif dapat diperoleh dari
pengalaman, pendidikan, dan pene litian. Dengan pengetahuan
yang baik seseorang akan mempunyai wawasan dan kesadaran yang baik pula. Hal ini membuat seseorang mampu dan mau berinteraksi dengan orang lain, sekaligus menciptakan suasana hubungan dan kerjasama yang baik pula. Demikian pula halnya dalam konteks penelitian ini bahwa pengetahuan yang baik tentang DPG akan menumbuhkan wawasan, kesadaran dan perilaku komunikasi para anggota menjadi lebih baik di dalam bekerjasama, berhubungan atau berkomunikasi. Dengan pengetahuan yang baik tentang DPG, maka terciptalah perilaku komunikasi yang baik pula dan pada akhirnya bermuara pada tingkat adopsi inovasi itu sendiri. Kedudukan dalam kelompok terkait erat dengan pelaksanaan tugas dan kewajiban seseorang sesuai dengan keanggotaannya yaitu Ketua, Pengurus, dan Anggota. Dengan kedudukan masing-masing anggota dalam kelompok, maka secara serta merta mereka mempunyai tugas dan kewa-jiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan kedudukannya. Hal ini berarti terjadi interaksi baik yang
44
berupa komunikasi, kerjasama maupun pengawasan. Dengan demikian tercipta pula suatu jaringan komunikasi antar anggota kelompok, yang pada akhirnya menghasilkan suatu tingkat adopsi inovasi. Implementasi dari pelaksanaan tugas sesuai dengan kedudukannya dalam kelo mpok dapat berupa tingkat kehadiran yang tinggi, gotongroyong untuk saling membantu dalam memecahkan masalah, penyelesaian tugas-tugas yang dibebankan kepada masing-masing anggota, dan mentaati peraturan-peraturan yang berlaku Pada hakekatnya perilaku manusia adalah berinteraksi atau berkomunikasi dengan atau melalui seseorang atau lebih. Setiap individu dalam sebuah sistem senang berhubungan dengan orang-orang tertentu, dan mengabaikan yang lainnya. Oleh sebab itu arus komunikasi antar pribadi terbentuk di dalam rentang waktu tertentu dan kemudian tumbuhlah suatu jaringan komunikasi yang relatif stabil dan perilaku orangnya dapat diprediksikan. Jaringan komunikasi adalah suatu jaringan yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan, dan dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola.
Dari struktur fisik sebuah
kelompok, sepintas dapat diduga bahwa sistem komunikasinya berlangsung berdasarkan hierarkhi atau dari pengurus inti kepada anggota yang cenderung mengunci (interlocking).
Sehingga di dalam sebuah sistem terdapat seorang
pemuka pendapat atau lebih, di mana orang tersebut biasanya mempunyai karakteristik yang lebih dibandingkan dengan anggota pada umumnya. Proses adopsi adalah dipengaruhi oleh faktor -faktor karakteristik personal dan perilaku komunikasi seseorang. Oleh karena itu semakin sering seseorang mengikuti pendidikan nonformal, mempunyai banyak pengalaman bertani, semakin kosmopolit, semakin banyak pengetahuannya tentang DPG, dan semakin baik
45
implementasi tugas dan kuajibannya sesuai dengan keanggotaannya dalam kelompok, maka akan semakin baik jaringan komunikasinya yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula tingkat adopsinya. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka secara skematis dapat disusun sebuah bagan kerangka pemikiran sebagai landasan penelitian ini seperti trerlihat pada Gambar 15. 1. Karakteristik Personal : v Pendidikan nonformal v Pengalaman bertani v Kekosmopolitan v Pengetahuan ttg DPG v Kedudukan dlm KWT
2. Perilaku Komunikasi: v Jaringan komunikasi
Tingkat Adopsi DPG
Gambar 15 Kerangka Pemikiran 3.2. Hipotesis Hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1) Ada hubungan antara pendidikan nonformal anggota dengan perilaku komunikasi anggota KWT. 2) Ada hubungan antara pengalaman bertani anggota dengan perilaku komunikasi anggota KWT. 3) Ada hubungan antara kekosmopolitan anggota dengan perilaku komunikasi anggota KWT. 4) Ada hubungan antara pengetahuan tentang DPG anggota dengan perilaku komunikasi anggota KWT. 5) Ada hubungan antara kedudukan dalam kelompok dengan perilaku komunikasi anggota KWT. 6) Ada hubungan antara perilaku komunikasi anggota dengan tingkat adopsi teknologi DPG anggota kelompok KWT. 46
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Setelah berdiskusi dengan Bagian Penyuluhan Dinas Pertanian Kabupaten Bantul dan berdasarkan survai penjajagan untuk mendapat kepastian masih eksis nya kelompok dengan aktivitas yang berkesinambungan pasca SL-DPG, serta mengingat keterbatasan tenaga, biaya dan waktu; maka lokasi penelitian ditetapkan secara purposif yaitu Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selanjutnya kelompok sampel dipilih secara purposif yaitu KWT MELATI Desa Seloharjo dan KWT MELATI Desa Srihardono. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode studi kasus pada KWT pelaksana SL-DPG yang berlangsung selama satu bulan yaitu dari bulan Juli sampai Agustus 2001.
4.2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur, peliputan atau penyalinan data dari sumber data yang ada, dan observasi lapangan.
Kuesioner yang dipergunakan terdiri dari kuesioner
pengumpulan data: (1) karakteristik personal anggota kelompok, (2) perilaku komunikasi, dan (3) tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan yaitu karakteristik personal anggota kelompok yang mencakup pendidikan nonformal, pengalaman bertani, kekosmopolitan, pengetahuan tentang DPG, kedudukan dalam kelompok. Kemudian data primer untuk perilaku komunikasi yaitu data tentang jaringan komunikasi.
Data primer berikutnya
47
adalah data tentang tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT. Data sekunder yang diperlukan antara lain keadaan umum daerah penelitian, dan keadaan umum KWT. Data sekunder tersebut diperoleh dengan cara meliput atau mengambil datanya ke intstansi terkait antara lain ke Kantor Wilayah Departemen Pertanian, Kantor Pemerintah Kabuptaten, Balai Latihan Pegawai Pertanian, Balai Informasi Penyuluhan Pertanian, Balai Penyuluhan Pertanian, Kantor Pemerintah Kecamatan, Desa dan KWT.
4.3. Metode Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak dua belas buah KWT pelaksana SL-DPG yang tersebar di dua kecamatan di Kabupaten Bantul. KWT SL-DPG yang dimaksudkan di sini adalah kelompok yang telah melaksanakan kegiatan SL-DPG pada tahun 1999/2000.
Seluruh KWT tersebut merupakan
kelompok yang keseluruhan anggotanya adalah wanita tani. Metode pengambilan sampel sebagai berikut: 1) Pertama , diinventarisir KWT pasca
6 bulan telah selesai melaksanakan
kegiatan SL-DPG. Setelah diperoleh kepastian mengenai eksistensi dan keteraturan atau kesinambungan aktivitas KWT pasca SL-DPG tersebut, maka secara purposif dipilih KWT SL-DPG di Kecamatan Pundong. 2) Kedua, responden yang dipilih pada dasarnya adalah seluruh anggota kelompok sebanyak 40 orang. Responden terdiri dari ketua kelompok, pengurus kelompok dan anggota kelompok.
Responden seluruhnya adalah wanita
anggota KWT.
48
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data dengan urutan: 1) Koding dan Tabulasi data yaitu memberi kode dan memeriksa data yang kemudian disusun sesuai dengan kelompok-kelompoknya atau kategorikategorinya dan dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi, dan matriksanalisis, 2) Editing data yaitu mensortasi dan mengoreksi kesalahan-kesalahan pada waktu memasukkan data ke dalam tabel-tabel pengolahan data, 3) Inter pretasi data yaitu menjelaskan dan memberikan penafsiran pada data yang diolah. Untuk mengetahui hubungan-hubungan antara variabel-variabel yang diteliti, analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) untuk hubungan antara variabel yang diteliti menggunakan analisis “Korelasi Spearman” (Santoso, 2001), 2) menggunakan cara analisis deskriptif sosiometris untuk data jaringan komunikasi (Kincaid, 1981).
4.5. Definisi Operasional 4.5.1. Pendidikan non formal Pendidikan non formal yang dimiliki responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berupa pelatiha n, kursus, magang, atau Sekolah Lapangan. Pendidikan non formal ini dikelompokkan menjadi dua yaitu: (a) pendidikan nonformal bidang pertanian, dan (b) pendidikan nonformal bidang non pertanian. Untuk mengetahui pendidikan non formal tersebut diukur denga n menghitung frekuensi keikutsertaanya dalam suatu pendidikan nonformal yaitu: Ø kurang (mengikuti pendidikan nonformal sebanyak
1 kali)
Ø sedang (mengikuti pendidikan nonformal sebanyak 2 kali) Ø sangat banyak (mengikuti pendidikan nonformal sebanyak
3 kali) 49
4.5.2. Pengalaman bertani Pengalaman bertani adalah pengalaman responden berusaha di subsektor pertanian tanaman pangan dan tanaman sayuran, pe-ternakan, dan perkebunan. Pengalaman bertani yang dimaksud di sini adalah lamanya responden pernah bertani dengan cara menghitung lama waktu pernah bertani yaitu sebagai berikut: Ø kurang (mempunyai pengalaman bertani selama
5 tahun)
Ø sedang (mempunyai pengalaman bertani selama 5,1 – 10,0 tahun) Ø tinggi (mempunyai pengalaman bertani selama
10,1 tahun)
4.5.3. Kosmopolitan Kekosmopolitan adalah keterbukaan seseorang terhadap suatu inovasi melalui pola hubungan dengan berbagai sumber informasi. Tingkat kekosmopolitan responden diketahui dengan menghitung: 1) Jumlah sumber informasi dan inovasi yang dikunjungi, Ø kurang (sumber informasi dan inovasi yang dikunjungi
1 buah)
Ø sedang (sumber informasi dan inovasi yang dikunjungi 2 buah) Ø tinggi (sumber informasi dan inovasi yang dikunjungi
3 buah)
2) frekuensi kontak dengan orang-orang di luar kelompoknya, Ø kurang (pernah kontak sebanyak
3 kali)
Ø cukup ( pernah kontak sebanyak 4 – 6 kali) Ø tinggi (pernah kontak sebanyak
7 kali)
3) jarak dari tempat tinggal ke sumber informasi, Ø dekat (jarak ke sumber informasi sejauh
3 kilometer)
Ø sedang (jarak ke sumber informasi sejauh 3,1 – 8 kilometer Ø jauh (jarak ke sumber informasi sejauh
8,1 kilometer 50
4) lama waktu menonton, mendengarkan Televisi dan Radio, Ø kurang (menonton TV selama
60 menit)
Ø sedang (menonton TV selama 60,1 – 90 menit) Ø tinggi (menonton TV selama
90,1 menit)
5) lama waktu mendengarkan Radio, Ø kurang (me ndengarkan Radio selama
60 menit)
Ø sedang (mendengarkan Radio selama 60,1 – 90 menit) Ø tinggi (mendengarkan Radio selama
90,1 menit)
6) frekuensi membaca surat kabar, Ø kurang (membaca Surat Kabar sebanyak
7 kali per bulan)
Ø sedang (membaca Surat Kabar sebanyak 8 – 14 kali per bulan) Ø tinggi (membaca Surat Kabar sebanyak
15 kali per bulan)
4.5.4. Pengetahuan tentang DPG Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan yang dimiliki responden tentang DPG, KWT, dan SL-DPG. Penge-tahuan ini diukur dengan cara menilai hasil berlatih -melatih responden pasca SL-DPG dengan kisaran nilai 0 – 100 yaitu: Ø kurang (nilai pengetahuan
40)
Ø sedang (nilai pengetahuan 409,1 – 70) Ø baik (skala 3), nilai pengetahuan
70,1)
4.5.5. Kedudukan Dalam Kelompok Kedudukan dalam kelompok yang dimaksud di sini adalah kedudukan seseorang dalam struktur keanggotaan dalam kelompok yang terdiri dari Ketua,
51
Pengurus, dan Anggota hubungannya dengan tugas dan kewajibannya. Untuk mengetahui terlaksananya tugas dan kewajiban tersebut adalah dengan cara menghitung jumlah tugas dan kewajiban yang telah dilak-sanakan yaitu: Ø rendah (melaksanaan
4 tugas)
Ø sedang (pelaksanaan 5 – 11 tugas) Ø tinggi (pelaksanaan
12 tugas)
4.5.6. Perilaku Komunikasi Yang dimaksud perilaku komunikasi di dalam penelitian ini adalah tentang jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi adalah tipologi jaringan komunikasi yang terbentuk akibat kegiatan komunikasi anggota kelompok. Dari analisis secara deskriptif sosiometris (jaringan komunikasi yang terbentuk) kemudian dicari indeks keterhubungan, indeks kekompakan, dan indeks keragaman (Kincaid, 1981) . 1) Indeks keterhubungan yaitu derajat jalinan hubungan seorang anggo-ta dengan anggota kelompok lainnya dihitung dengan rumus:
Jumlah Hubungan Aktual Individu Indeks Keterhubungan = Jumlah Hubungan Yang Mungkin *) Keterangan: *) Hubungan Yang Mungkin = N – 1; di mana N adalah jumlah individu dalam sistem atau kelompok.
Kriteria dari Indeks Keterhubungan yaitu sebagai berikut: Ø rendah (jumlah hubuungan aktual
10)
Ø sedang (jumlah hubuungan aktual 11 – 15) Ø tinggi (jumlah hubuungan aktual
16)
52
2) Indeks kekompakan yaitu derajat kekompakan anggota kelompok dihitung dengan rumus: Jumlah Hubungan Dua Langkah Indeks Ke kompakan
= Jumlah Hubungan Yang Mungkin *)
Keterangan: *) Hubungan Yang Mungkin = N – 1; di mana N adalah jumlah individu dalam sistem atau kelompok.
Kriteria dari Indeks Keterhubungan yaitu sebagai berikut: Ø rendah (jumlah hubuungan aktual
10)
Ø sedang (jumlah hubuungan aktual 11 – 15) Ø tinggi (jumlah hubuungan aktual
16)
3) Indeks diversitas yaitu derajat keragaman anggota kelompok dihitung dengan rumus: Jumlah Hubungan Menyimpang Indeks Keragaman
= Jumlah Hubungan Yang Mungkin *)
Keterangan: *) Hubungan Yang Mungkin = N – 1; di mana N adalah jumlah individu dalam sistem atau kelompok.
Kriteria dari Indeks Keterhubungan yaitu sebagai berikut: Ø rendah (jumlah hubuungan aktual
10)
Ø sedang (jumlah hubuungan aktual 11 – 15) Ø tinggi (jumlah hubuungan aktual
16)
9. Tingkat Adopsi DPG Tingkat adopsi suatu inovasi adalah kecepatan relatif suatu inovasi diadopsi oleh para anggota suatu sistem sosial. Tingkat adopsi diukur menurut jumlah 53
individu yang mengadopsi suatu ide baru selama jangka waktu tertentu.
Suatu
inovasi bisa berupa paket yang dapat dipilah-pilahkan unsur -unsurnya, sehingga muncul peluang seseorang menerapkan seluruh unsur inovasi atau mengadopsinya secara bertahap. Pengukuran tingkat adopsi DPG yaitu dengan menghitung jawaban responden terhadap unsur-unsur inovasi yang diadopsi dari delapan unsur teknologi pada setiap komoditas usaha tani yaitu: Ø rendah (jumlah unsur teknologi yang diadopsi sebanyak
2 buah)
Ø sedsang (jumlah unsur teknologi yang diadopsi sebanyak 3 – 5 buah) Ø tinggi (jumlah unsur teknologi yang diadopsi sebanyak
6 buah)
54
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Keragaan Daerah Penelitian 5.1.1. Geografi dan Topografi Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima Kabupaten/ Kota yang ada di wilayah administratif Provinsi Daerah Istimewa Yogya-karta. Secara astronomis terle tak antara 1100 37’ 40’’ - 1100 34’ 40’’ Bujur Timur dan 140 04‘ 50’’ - 140 37’ 40’’ Lintang Selatan. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sleman, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gununga Kidul, dan di sebelah Selatan dibatasi oleh Samudra Indonesia. Luas wilayah seluruhnya adalah 506,85 kilometer persegi dengan tinggi tempat dari muka laut antara 0 – 500 meter dan memiliki topografi yang relatif datar, sedikit bergelombang dan pegunungan. Kabupaten Bantul mempunyai 17 kecamatan, 75 desa, 935 dusun, 2.311 rukun warga (RW), dan 5.502 rukun tetangga (RT). Kecamatan Pundong adalah salah satu dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul dengan luas wilayah seluruhnya 26,9 kilometer persegi. Keca matan ini memiliki 3 buah desa, 49 dusdun, 112 rukun warga (RW) dan 250 rukun tetangga (RT). Kecamatan Pundong di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bambanglipuro, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Jetis, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Imogiri dan Kecamatan Panggang, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kretek. Tinggi tempat daerah ini dari muka laut antara 0 – 270 meter dengan topografi yang relatif datar dan sedikit pegunungan di bagian Timur.
55
5.1.2. Luas dan Pola Penggunaan Lahan 1) Luas, Tataguna Lahan dan Pengairan Luas Kabupaten Bantul 50.685 ha dengan tataguna lahan untuk sawah, tegal, tanah kering, hutan, penggunaan lainnya (lihat Tabel 6). Tabel 6 Jenis Tanah Dan Pola Penggunaan Lahan Daerah Penelitian No. Uraian Kec. Pundong Kab. Bantul 1. Jenis tanah regosol, grumusol, litosol, regosol, grumusol, litosol, alluvial, renzina alluvial, renzina 2. Penggunaan (ha): a. Tanah Sawah 875,0 16.596 b. Tanah Kering
564,0
6.831
c. Bangunan
806,2
19.938
d. Hutan Negara
282,8
2.752
e. Lainnya
161,8
4.568
Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Bantul DIY (Tahun 2000). Sumber air yang ada di Kabupaten Bantul antara lain berasal dari air tanah dengan kedalaman antara 5-25 meter, sungai yaitu Opak, Progo, Bedog, Code, Winongo, Klenteng. Untuk jenis irigasi yang dipergunakan untuk mengairi lahan pertanian yang ada di Kabupaten Bantul terdiri dari pengairan teknis 1.213 ha, pengairan setengah teknis 12.516 hektar , irigasi sederhana PU 587 hektar, tadah hujan 2.121 hektar dan irigasi non PU 159 hektar. 2) Luas Pemilikan Lahan Pertanian Sebanyak 51,05 % atau 55.096 rumah tangga memiliki lahan pertanian antara 0,10-0,49 hektar, sebanyak 32,64 % atau 35.230 rumah tangga memiliki lahan pertanian
0,09 hektar, sebanyak 15,24 % atau 16.453 rumah tangga
memiliki lahan pertanian antara 0,50-2,99 hektar dan sebanyak 1,07 % atau 1.156 rumah tangga yang memiliki lahan pertanian
3,00 hektar. 56
5.1.3. Potensi Sumberdaya Manusia Penduduk Kabupaten Bantul sebanyak 764.208 orang dengan kepadatan 1.508 orang per kilometer persegi, sedangkan jumlah penduduk Kecamatan Pundong sebanyak 32.715 orang dengan kepadatan penduduk 1.381 orang per kilometer persegi. Jumlah penduduk selengkapnya lihat Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah Penduduk Daerah Penelitian Tahun 2000 No. Uraian Kec. Pundong Kab. Bantul Jumlah % Jumlah % 1. Laki-laki 15.789 48,26 373.626 48,89 2. Perempuan Jumlah
16.926
51,74
390.582
51,11
32.715
100
764.208
100
Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Bantul DIY (Tahun 2000).
Pada umumnya matapencaharian penduduk daerah penelitian adalah bertani dan berdagang secara rinci lihat Tabel 8.
Tabel 8 Persentasi Angkatan Kerja Berdasarkan Bidang Kerja Daerah Penelitian Tahun 2000 Jumlah (%) Bidang Kerja Kec. Pundong Kab. Bantul 1. Pertanian 43,33 49,50 2. Penggalian/Pertambangan
3,43
0,59
3. Industri/Kerajinan
8,23
7,96
4. Konstruksi/Bangunan
3,47
6,83
5. Listrik/Gas/Air Minum
0,00
0,05
6. Perdagangan
13,87
11,27
7. Transportasi/Komunikasi
1,73
3,06
8. Bank/Lembaga Keuangan
-
0,05
9. Pemerintah/ABRI/Hankam
8,23
9,37
10. Jasa-jasa dan lain-lain
11,37
11,32
100,00
100,00
Jumlah
Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Bantul DIY (Tahun 2000). 57
5.1.4. Sarana dan Prasarana Sarana komunikasi dan transportasi yang terdapat di daerah penelitian dapat diikuti pada Tabel 9. Tabel 9 Keadaan Sarana Komunikasi Dan Transportasi Daerah Penelitian Tahun 2000 No. Jenis Sarana Jumlah I.
Sarana Komunikasi:
1.
Telepon
2
3.
Televisi
946
4.
Radio
II.
Sarana Transportasi:
1.
Speda Motor
784
2.
Mobil
86
3.
Speda
5.495
4.
Becak
32
5.
Dokar
2
6.
Gerobak
19
1.875
Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Bantul DIY (Tahun 2000).
5..2. Keragaan Kelompok Wanita Tani 5.2.1. Sejarah, Prinsip, Maksud Dan Tujuan Kelompok Selaras dengan semakin pesatnya pembangunan di sektor pertanian, maka segala sumberdaya dikerahkan untuk menyikapi hal tersebut. Khususnya untuk para wanita tani yang selama ini dianggap kurang berperan dalam peningkatan produksi pertanian. Oleh karena itu pada tahun 1999 di Kecamatan Pundong para wanita tani bersama petugas dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), sepakat mendirikan sebuah organisasi yang disebut Kelompok Wanita Tani (KWT). Kelompok tersebut didirikan dalam rangka pelaksanaan kegiatan DPG, khususnya
58
SL-DPG. Ditumbuhkannya KWT tersebut adalah bermaksud untuk meningkatkan Usaha Peningkatan Gizi Keluarga (UPGK), menjadi sumber perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan, dan menjadi motivator pembangunan pertanian.
Sedangkan tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan, penge-
tahuan, keterampilan, dan sikap anggota kelompok, dan menjalin persaudaraan.
5.2.2. Keadaan Umum Kelompok 1) Jumlah Anggota Kelompok Jumlah anggota KWT yang diteliti pada awal pembentukannya berjumlah 40 orang, namun hingga dua tahun pasca SL-DPG jumlah anggotanya tidak mengalami penambahan. Tidak bertambahnya jumlah anggota tersebut, karena KWT SL-DPG dinilai masyarakat seba-gai kelompok yang eksklusif sebagai pelaksana proyek.
2) Identitas Anggota Kelompok (a) Umur Anggota Kelompok Keragaan umur anggota KWT di Kecamatan Pundong dapat diikuti pada Tabel 10. Berdasar Undang Undang Tenaga Kerja Nomer 14 Tahun 1969, maka seluruh anggota KWT pada usia kerja atau produktif.
Tabel 14 Distribusi Umur Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten bantul DIY Tahun 2001 Kelompok Umur (Tahun) 29 30 - 54 55 Jumlah
Jumlah (orang)
%
8
20
32
80
-
-
40
100
Sumber: KWT Kecamatan Pundong (Tahun 2001). 59
(b) Pendidikan Formal Anggota Kelompok Pendidikan formal dari anggota pada KWT sebagian besar adalah SD Tamat yaitu sebanyak 52,5 % atau 21 orang, kemudian disusul SLP Tamat sebanyak 35 % atau 14 orang, dan SLTA Tamat sebanyak 12,5 % atau 5 orang. (c) Struktur Organisasi Kelompok Struktur organisasi pada KWT di kedua kecamatan terdiri dari: 1) Pelindung, 2) Penasehat, 3) Pembina, 4) Ketua, 5) Sekretaris, 6) Bendahara, 7) Anggota. Adapun seksi-seksi yang terdapat dalam kelompok ini belum dibentuk karena masih sedikitnya kegiatan.
Secara skematis bagan struktur organisasi
KWT dapat dilihat pada Gambar 16.
PELINDUNG Kepala Dukuh Pembina Kepala Desa
Ketua
Sekretaris
Penasehat PPL Bendahara
Anggota
Gambar 17 Bagan Struktur Organisasi KWT. Sumber : KWT Kecamatan Pundong Tahun 2001.
60
4) Kegiatan Kelompok Kegiatan-kegiatan KWT di Kecamatan Pundong berdasar kesepakatan dan dilaksanakan secara bertahap.
Kegiatan-kegiatan tersebut diarahkan untuk
peningkatan pandapata n dengan memanfaatkan sumberdaya,alam, modal, teknologi dan peluang pasar sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan anggota. Kegiatan kelompok hingga saat ini masih bergerak di bidang ekonomi. Kesepakatan yang dimaksud tadi adalah pertemuan selapanan (35 hari), mengangsur pinjaman, menggulirkan paket, gotongroyong, menerima anggota baru, musyawarah, laba disimpan sebagai modal kelompok, koordinasi, menggiatkan 10 pokok program Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Sedangkan nama kegiatannya adalah pertemuan selapanan, pertemuan indsidentil, arisan, simpan pinjam, kerjabakti di Lablap, posyandu, PKK.
5) Pembinaan Kelompok Pada awalnya pembinaan terhadap KWT sangat intensif, terutama ketika pelaksanaan kegiatan SL-DPG. Hampir semua pihak di tingka t desa, kecamatan, kabupaten, dan bahkan provinsi ikut terlibat. Namun sejak berakhirnya kegiatan, maka menurun pula intensitas pembinaan terhadap KWT tersebut.
Adapun
pembinaan yang dimaksud antara lain: 1) pembinaan interaksi, 2) pembinaan kemampuan operasional, 3) pembinaan karya, dan 4) pembinaan administrasi. (a) Pembinaan Interaksi Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu fungsi kelompok adalah sebagai kegiatan belajar mengajar. Agar interaksi di antara anggota, anggota dengan pengurus, pengurus dengan pihak luar dapat terwujud dengan baik, maka pembinaan yang intensif dan kontinyu perlu dilakukan. Hasil dari
61
pembinaan tersebut antara lain arus informasi berjalan lancar, individu maupun kelompok dapat mengambil keputusan, tumbuhnya loyalitas, disiplin, dedikasi dan sebagainya. Hal ini ditunjukkan dengan tetap eksisnya kelompok dan terus berlangsungnya kegiatan kelompok sesuai dengan komitmen pada awal. (b) Pembinaan Kemampuan Operasional Untuk dapat menyelenggarakan tugas -tugas kelompok seperti penyusunan rencana kerja, menggerakkan, melayani, mengendalikan, hubungan luar serta evalusi dan penyesuaian, maka kelompok harus memiliki kemampuan teknik, tenaga kerja, perlengkapan dan peralatan, bahan, serta dana. Pembinaan kemampuan operasional dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: a) pembinaan pada subsistem perencanaan kerja, b) pembinaan pada subsistem pelaksanaan rencana kerja, c) pembinaan pada subsistem evaluasi dan penyesuaian. b.1. Pembinaan pada subsistem perencanaan kerja Hasil pembinaan pada subsistem ini masih kurang memuaskan, terutama ditinjau dari aspek pemecahan masalah dan pengambilan keputusan misalnya analisa data dan informasi untuk menetapkan masalah, pengembangan berbagai alternatif pemecahan masalah, perumusan tujuan, analisis kemampuan sumberdaya dan sumberdana. Hasil dari pembinaan tersebut dapat dilihat pada buku Rencana Usaha Tani yang masih kurang sempurna. b.1. Pembinaan pada subsistem pelaksanaan rencana kerja Pembinaan pada subsistem ini ditit ik beratkan kepada aspek pengadaan sumberdaya, penggerakan petugas dan anggota kelompok untuk pemakaian sumberdaya sesuai rencana, pengendalian kegiatan, dukungan dan koordinasi dengan pihak terkait. Hasil dari pembinaan pada subsistem pelaksanaan
62
kerja ini belum memadai, hal ini ditandai dengan kurangnya usaha penge rahan bantuan dan jasa dari pihak terkait seperti perbankan, koperasi, dinas atau instansi pertanian dan non pertanian. Hasil pembinaan yang cukup baik adalah pada kegiatan simpan pinjam da n gotongroyong yang tetap berjalan, dan ketaatan anggota atas kepemimpinan kelompok. Untuk kegiatan pengerahan tenaga dan dana, serta hubungan kerja misalnya kredit, pembelian sarana, penjualan produk masih belum terwujud. b.3. Pembinaan pada subsistem evaluasi dan penyesuaian. Dalam implementasi rencana kerja, kelompok sering menghadapi situasi yang tidak sesuai dengan apa yang telah diperhitungkan sebelumnya. Oleh sebab itu diperlukan adanya evaluasi setiap saat secara kontinyu dan penyesuaiannya terhadap pengadaan dan peng-gunaan sumberdaya, dan terhadap lingkungannya. Hasil pembinaan pada subsistem ini belum cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan beberapa kegiatan yang seharusnya kontinyu tetapi tidak dapat berlanjut misalnya pembuatan kebun di pekarangan masingmasing anggota, kegiatan kelompok di Lablap. (c) Pembinaan karya Yang dimaksud pembinaan karya di sini adalah upaya untuk mewujudkan kelompok tani yang tangguh yang didasarkan atas pola organisasi yang ada di dalamnya yang menampung secara terpadu kegiatan dalam pengelolaan usaha tani, pengelolaan industri rumah tangga, difusi teknologi, penyuluhan, pemupukan modal, partisipasi, dan isu gender.
Hasil dari pembinaan karya masih belum
mampu menghasilkan tingkat produktifitas yang tinggi terbukti masih rendahnya pelaksa-naan intensifikasi pekarangan, tidak adanya kegiatan diversifikasi produk
63
olahan hasil pertanian.
Selain itu juga belum dapat menghasilkan jaminan
pelayanan dari pihak terkait misalnya jaminan pelayanan kredit dari perbankan atau dari pihak koperasi, dari pihak instansi atau dinas di lingkup pertanian maupun non pertanian. (d) Pembinaan administrasi Ketangguhan sebuah kelompok tani dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah ketangguhan pengurus kelompok dalam me ngelola sistem administrasinya. Hasil dari pembinaan administrasi masih belum memadai, hal ini tercermin dengan belum tertibnya pengelolaan buku administrasi kelompok seperti jumlah dan jenis buku, kesinambungan pengisian, format, struktur, dan sistematikanya.
6) Sistim Komunikasi Kelompok Ada dua prinsip dalam struktur kelompok yaitu: 1) prinsip yang dimaksudkan untuk membedakan otoritas dan wewenang dalam proses pengambilan keputusan, dan 2) prinsip yang dimaksud untuk menggam-barkan sistem komunikasi yang berlaku dalam kelompok (arus komunikasi).
Struktur kelompok sendiri
adalah penatalaksanaan kelompok dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Secara fisik strukturnya kelompok terdiri dari pengurus inti yaitu
ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota kelompok. Dari struktur fisik tersebut sepintas dapat diduga bahwa otoritas, wewenang dan sistem komunikasinya berlangsung berdasarkan hierarkhi atau dari pengurus inti kepada anggota. Informasi yang diperoleh kelompok dapat berasal dari sumber internal dan eksternal kelompok. Sistem komunikasi internal adalah semua anggota kelompok saling memberi dan menerima pesan. Informasi terdiri dari tiga kelompok pesan yaitu:
64
(a)
pesan informasi Kegiatan antara lain: persiapan di lahan sendiri dan kelompok, jadwal dan materi kegiatan SL -DPG, pengamatan di kebun sendiri, Materi kegiatan pengamatan di Lablap, permasalahan yang ada dalam SLDPG, monitoring dan evaluasi dalam SL-DPG, RTL untuk pasca SL-DPG),
(b)
pesan informasi Teknologi antara lain: paket DPG yang diberikan, teknis Sapta Usahatani DPG,
(c)
pesan informasi Lainnya sebagai kegiatan penunjang yaitu: arisan, rekreasi. Proses komunikasi yang terjadi dalam kelompok dapat diberikan penje -
lasan berikut : (a)
Pengurus Inti Kepada Pengurus Inti Jumlah pengurus inti KWT di Kecamatan Pundong sebanyak 6 orang yaitu ketua, sekretaris, dan bendahara. Masing-masing pengurus inti menyampaikan dan menerima ketiga kelompok pesan yang diperolehnya (100 %), hal ini menunjukkan bahwa pengurus inti kelompok sangat baik.
(b)
Pengurus Inti Kepada Anggota Pengurus inti KWT di Kecamatan Pundong dapat menyampaiakn pesabn ke seluruh anggota (100 %).
Umumnya pengurus inti sebanyak 5 orang
menyampaikan pesan tentang informasi Lain.
Kemudian berturut-turut
informasi tentang kegiatan kelompok oleh 4 orang, dan tentang Teknologi oleh 4 orang. Hal ini juga menunjukkan kemampuan pengurus inti dalam penyebaran informasi ke seluruh anggota dapat diandalkan. (c)
Anggota Kepada Pengurus Inti Hanya ada sebuah pesan yang diinformasikan oleh 34 orang dan diterima oleh seluruh Pengurus Inti (100 %) KWT di Kecamatan Pundong, yaitu
65
pesan lainnya yang menunjang kegiatan kelompok.
Seluruh anggota
mempunyai pengetahuan yang baik tentang kegiatan penunjang (arisan, posyandu, rekreasi) sehingga setiap saat mereka dapat berdiskusi. Informasi tentang kegiatan disampaikan oleh 23 anggota dan diterima oleh 83 % Pengurus Inti. Informasi tentang teknologi disampaikan oleh 21 orang dan diterima oleh 75 % Pengurus Inti. Rendahnya penyampaian pesan Kegiatan dan Teknologi oleh anggota karena kurangnya pengetahuan tentang kedua kegiatan tersebut, sehingga tidak semua anggota berperan sebagai sumber informasi yang baik. (d)
Antar Anggota Hanya pesan Lain yang diterima oleh seluruh anggota (100 %) KWT di Kecamatan Pundong yang diinformasikan oleh 30 anggota lainnya. Faktor penguasaan informasi ini membuat arus komunikasi dapat menyebar ke seluruh anggota. Sedangkan pesan Kegiatan kelompok disebarkan oleh 22 anggota kepada 73,95 % anggota lainnya. Pesan Teknologi rata-rata disebarkan oleh 23 orang anggota kepada 70 % anggota lainnya. Tidak seluruh anggota KWT bertukar untuk pesan Kegiatan dan Teknologi karena kurangnya pe-ngetahuan tentang materi tersebut. Secara skematis sistem komunikasi penyebaran informasi dalam kelompok
pada KWT di Kecamatan Pundong tersebut lihat Gambar 17. Dari Gambar 17 tersebut dapoat diketahui bahwa komunikasi yang baik untuk ke tiga pesan terjadi hanya pada tataran Pengurus kelompok, sedang pada tataran anggota komunikasi yang baik hanya untuk pesan “Lain” yaitu arisan, dan rekreasi. Dengan demikian
66
dapat disimpulkan bahwa komunikasi kelompok lebih banyak berlangsung dari atas ke bawah atau dari pengurus ke anggota.
A. Pesan Kegiatan
B. Pesan Teknologi
Antar Pengurus Inti
100 %
83,33 %
Antar Pengurus Inti
100 %
Antar Anggota (73,95 %)
75,00 %
Antar Anggota (70,00 %)
C. Pesan Lainnya Antar Pengurus Inti
100 %
100 % Antar Anggota (100 %)
Gambar 17 Arus penyampaian pesan pada KWT Kecamatan Pundong.
7) Aktivitas Responden Dalam Proses Komunikasi Aktivitasnya anggota KWT dalam mencari, mengolah dan menyebarkan ionformasi kepada komunikan dapat dilihat pada Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa aktivitas mencari informasi tentang informasi Lain atau kegiatan penunjang yaitu arisan, rekreasi menjadi kegiatan yang mempunyai intensitas tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mencari informasi tentang arisan atau rekreasi merupakan kegiatan favorit karena tidak memerlukan banyak pikiran, dan mengharap akan mendapat arisan. Aktivitas mencari informasi Kegiatan SL seperti persiapan di lahan sendiri dan kelompok, jadwal materi kegiatan SL-DPG, pengamatan di kebun sendiri, materi pengamatan kegiatan di Lablap, permasalahan yang ada dalam SL-DPG, monitoring dan evaluasi dalam SL -DPG, RTL untuk pasca SL-DPG menjadi
67
favorit kedua, hal ini berhubungan dengan terlaksananya tugas individu maupun tugas kelompok. Dengan informasi kegiatan yang akurat yang dimiliki anggota, maka mereka dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan misalnya mendapat malu pada waktu diskusi untuk pemaparan hasil pengamatan karena tidak mempunyai catatan.
Tabel 11 Aktivitas Anggota dalam Proses Komunikasi pada KWT Di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY TAhun 2001 Jenis Aktivitas 1. Mencari informasi tentang DPG a. Kegiatan b. Teknologi c. Lainnya 2. Mengolah informasi sebelum disebarkan 3. Cara menyampaikan informasi: a. Pertemuan rutin b. Rapat c. Lewat Ketua d. Lewat Pengurus 4. Menanggapi dan melaksanakan informasi yang diperoleh Keterangan: T = Tinggi (
T
%
Frekuensi S %
K
%
Jumlah n %
28 3 32 4
70 7,5 80 10
10 5 8 6
25 12,5 20 15
2 32 30
5 80 75
40 40 40 40
100 100 100 100
28 4 36
70 10 90
6 2 4
15 5 1
12 36 34 38 -
30 90 85 95 -
40 40 40 40 40
100 100 100 100 100
15 kali), S = Sedang (8-14 kali), K = Kurang ( 7 kali)
Sumber : Data Lapangan 2001.
Aktivitas mencari informasi Teknologi menjadi kegiatan yang kurang diminati. Ada beberapa hal yang menyebabkan aktivitas mencari informasi Teknologi ini sangat kurang, yaitu terbatasnya pengetahuan tentang sumber informasi, kurangnya sarana, dan kesadaran terhadap manfaat informasi tersebut.
68
Dari Tabel 11 tersebut juga dapat diketahui bahwa pada umumnya anggota jarang mengolah informasi yang diperolehnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran terhadap manfaat dari pengolahan informasi tersebut.
Kemudian selanjutnya informasi yang sudah diolah atau belum diolah
tersebut umumnya disebarkan kepada anggota lainnya melalui pertemuan rutin dan direspon cukup baik oleh anggota kelompok. Respon terhadap informasi tadi adalah berupa pelaksanaan tugas individu maupun tugas kelompok. Dengan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan anggota KWT dalam menc ari informasi Teknologi dan kegiatan mengolah informasi masih kurang, sehingga untuk mendapatkan informasi para anggota KWT lebih banyak menunggu dari sumber informasi.
5.3. Keragaan Responden 5.3.1. Pe nguasaan Lahan dan Luas Usahatani Sebanyak 47,5 % atau 19 responden menguasai lahan seluas 2.500 meter persegi atau kurang, kemudian 27,5 % atau 11 responden menguasai lahan antara 2.5001–5.000 meter persegi dan sisanya 25 % atau 10 responden menguasai lahan seluas 5.001 meter persegi atau lebih. Pada umumnya lahan tersebut merupakan lahan pembagian harta warisan keluarga, hanya sebagian kecil saja yang mempunyai lahan sewa. Jenis usahatani yang diusahakan responden pada umumnya adalah padi sawah, palawija atau tumnpangsari jagung-kedele-singkong. Tanaman sayuran masih sangat sedikit diusahakan, hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan teknis budidaya dan biaya produksi responden. Tanaman perkebunan dan perikanan belum diusahakan oleh seluruh anggota kelompok. Ternak yang umum
69
diusahakan responden antara lain ayam bukan ras, itik, kemudian untuk ternak sapi tidak semua responden memiliki.
5.3.2. Karakteristik Personal 1) Pendidikan nonformal Pendidikan nonformal seperti kursus, pelatihan, penataran, dan seminar sangat mempengaruhi kompetensi seseorang. Dengan mengikuti kursus atau pelatihan bisa diperoleh tambahan pengetahuan, keterampilan, kreativitas, dan percaya diri. Pendidikan nonformal responden dapat diikuti pada Tabel 12.
Tabel 12 Pendidikan Nonformal yang Pernah diikuti Responde n KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Bidang Pendidikan Nonformal
Frekuensi S % -
K 40
% 100
Jumlah n % 40 100
-
40
100
40
100
6
15
34
85
40
100
4
10
36
90
40
100
1. Pertanian
T -
% -
2. P4
-
-
-
3. PKK
-
-
4. Posyandu
-
-
Keterangan: T = Tinggi ( 3 kali), S = Sedang (2 kali), K = Kurang ( P4 = Pedoaman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila PKK = Pembinaan Kesejahteraan Keluarga Posyandu = Pos Pelayanan Terpadu
1 kali)
Sumber : Data Lapangan 2001. Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa pendidikan nonformal di bidang pertanian baru sekali diikuti oleh setiap responden KWT Di Kecamatan Pundong. Namun ada beberapa responden yang pernah mengikuti pendidikan nonformal lebih dari satu kali yaitu dalampendidikan nonformal bidang non pertanian. Pendidikan nonformal di bidang pertanian yang mereka ikuti yaitu pelatihan DPG yang meliputi keterampilan tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan,
70
dan pengolahan hasil pertanian. Pendidikan nonformal bidang non pertanian yang pernah mereka ikuti antara lain penataran P4, pelatihan PKK, dan Posyandu. Kurangnya pendidikan nonformal bidang pertanian yang dimiliki responden karena kecilnya peluang mengikuti diklat akibat sedikitnya kegiatan diklat untuk petani dan tidak tersedianyadana swadaya untuk mengikuti diklat.
2) Pengalaman bertani Pengalaman dalam bertani juga mempengaruhi kompetensi seseorang, karena dengan pengalaman yang baik diperoleh pengetahuan, kete rampilan dan sikap dalam usahanya. Keragaan pengalaman bertani responden lihat Tabel 13. Tabel 13 Pengalaman Bertani Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Jenis Usahatani
Pengalaman Bertani Responden % S % K % 27 67,50 13 32,50
Jumlah n % 40 100
1. Tanaman Padi
T -
2. Palawija Sayuran
-
-
28
70,00
12
30,00
40
100
3. Tanaman Sayuran
-
-
9
22,50
31
77,50
40
100
4. Perikanan
-
-
-
-
40
100,0
40
100
5. Ternak Unggas
-
-
10
25,00
30
75,50
40
100
6. Ternak Kecil
-
-
12
30,00
28
70,00
40
100
7. Ternak Besar
-
-
5
12,50
35
87,50
40
100
8. Tanaman Perkebunan
-
-
18
45,00
22
55,00
40
100
Keterangan: T = Tinggi ( 10,1 tahun), S = Sedang (5,1 – 10 tahun ), K = Kurang (
5 tahun)
Sumber : Data Lapangan 2001.
Dari Tabel 13 diketahui bahwa pada umumnya penglaman usahatani padi dan palawija responden adalah sedang. Pengalaman berusahatani sayuran, perkebunan dan peternakan adalah kurang. Semua responden tidak memiliki pengalaman sama sekali untuk usaha perikana n. 71
Kurangnya pengalaman usahatani yang dimiliki oleh responden disebabkan karena para anggota KWT umumnya semasa muda disibukkan dengan urusan pekerjaan perempuan seperti memasak, mencuci dan urusan rumahtangga lainnya. 3) Kekosmopolitan Kekosmopolita n responden yang dimaksud adalah sifat keterbukaan yang dimiliki oleh seseorang, sehingga ia mudah bepergian ke berbagai tempat, mempunyai banyak kenalan guna memperoleh informasi. (a) Kontak dengan sumber informasi Keragaan responden dalam melakukan kontak dengan sumber-sumber informasi dapat diikuti pada lihat Tabel 14. Tabel 14 Kunjungan ke Sumber Informasi oleh Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Sumber Informasi
Kunjungan Responden % S % K 40
1. Lembaga Penelitian 2. Lembaga Non Penelitian
-
-
40
100
-
-
40
100
-
-
40
100
-
-
40
100
-
-
40
100
-
-
40
100
a. Pameran/FFD/Gelar Teknologi Hortikultura b. Pameran/FFD/Gelar Teknologi Hortikultura
% 100
Jumlah n % 40 100
T -
Keterangan: T = Tinggi ( 3 kali), S = Sedang (2 kali), K = Kurang ( 1 kali)
Sumber : Data Lapangan 2001.
Dari Tabel 14 diketahui bahwa seluruh responden (100 %) tidak atau belum pernah melakukan kontak atau mengunjungi tempat atau lembaga penelitian.
Kunjungan ke tempat sumber informasi non lembaga penelitian yang
pernah dilakukan oleh seluruh responden yaitu mengunjungi Pameran atau Farm Field Day (FFD) SL-DPG. Pameran atau FFD diselenggarakan kerjasama antara
72
Dinas Pertanian Kabupaten dengan KWT SL -DPG yaitu pameran hasil akhir kegiatan seperti produk pangan segar dan olahan.
Jarak dari tempat tinggal
responden ke sumber informasi yang dikunjungi tidak lebih dari 3 kilometer jauhnya secara rinci lihat Tabel 15. Tabel 15 Jarak Ke Sumber Informasi yang dikunjungi oleh Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001
a.
Jarak ke Sumber Informasi 8,1 kilometer
T -
Kunjungan Responden % S % K -
% -
Jumlah n % -
b. 3,1 – 8 kilometer
-
-
-
-
-
-
-
-
c.
-
-
-
-
40
100
40
100
3 kilometer
Keterangan: T = Tinggi ( 8,1 km), S = Sedang (3,1 - 8 km), K = Kurang ( 3 km)
Sumber : Data Lapangan 2001. Maksud atau tujuan dari kunjungan ke pihak-pihak terkait tersebut antara lain untuk berdiskusi, mencari informasi, menghadiri undangan dan rekreasi, namun ada juga yang sekedar singgah untuk silaturahmi.
Keragaan tujuan
responden pergi ke sumber informasi dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Tujuan Pergi ke Sumber Informasi oleh Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Tujuan Kunjungan a. Diskusi
T -
% -
b. Mencari Informasi
-
-
-
c. Rekreasi
-
-
d. Silaturahmi
-
-
Keterangan: T = Tinggi (
Responden S % -
K 40
% 100
Jumlah n % 40 100
-
40
100
40
100
37
92,50
3
7,50
40
100
-
-
40
100
40
100
5 kali), S = Sedang (3 - 4 kali), K = Kurang (
2 kali )
Sumber : Data Lapangan 2001.
73
Kemudian keragaan tentang kunjungan responden ke pihak terkait dapat diikuti pada Tabel 17. Dari Tabel 17 diketahui bahwa sebagian kecil responden melakukan kunjungan ke pihak terkait, namun semua responden melakukan kunjungan ke PKK dan Posyandu, karena mereka juga sebagai anggota kedua LSM tersebut. Banyaknya yang tidak pernah kontak dengan pihak terkait tersebut antara lain disebabkan karena faktor jarak, dan kepentingan responden. Jarak tempat tinggal responden ke tempat pihak terkait berkisar antara 0,66 – 15 kilometer. Biasanya responden berkunjung di tempat tugas atau kantor pihak terkait.
Tabel 27 Kunjungan Ke Pihak Terkait Oleh Responde n KWT Di Keca-matan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY Pihak Terkait Yang Dikunjungi 1. Aparat Desa
T -
Kunjungan Responden % S % K 6 15,00 34
% 85,00
Jumlah n % 40 100
2. Aparat Kecamatan
-
-
3
7,50
37
92,50
40
100
3. Aparat Dinas Lingkup Pertanian Kabupaten 4. PL-II
-
-
1
2,50
39
97,50
40
100
-
-
4
10,00
36
90,00
40
100
a. PKK
40
100
-
-
-
-
40
100
b. Posyandu
40
100
-
-
-
-
40
100
c. Karang Taruna
-
-
2
5,00
38
95,00
40
100
d. Kelompok Tani
-
-
1
2,50
39
97,50
40
100
7 kali), S = Sedang (4 - 6 kali), K = Kurang (
3 kali)
5. Lembaga Swadaya Masy.:
Keterangan: T = Tinggi (
Sumber : Data Lapangan 2001.
(b) Keterdedahan media massa Dalam memilih media massa untuk mendapatkan informasi atau hiburan, responden menggunakan media elektronik seperti Televisi (TV), radio dan media
74
cetak yaitu Surat kabar, Majalah, Tabloid. Ketrerdedahan responden terhadap media massa trersebut dapat dilihat pada Tabel 18 berikut.
Tabel 18 Keterdedahan Media Massa terhadap Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY TAhun 2001 Media Massa
Responden S % K -
1. Menonton siaran TV per hari *)
% 100
2. Mendengarkan siaran radio per hari *)
40
100
-
-
-
-
40
100
3. Membaca Surat Kabar, Majalah, Tabloid per bulan **)
-
-
1
2,50
39
97,50
40
100
Keterangan: *) T = Tinggi ( **) T = Tinggi (
90,1 menit), S = Sedang (60,13- 90 menit ), K = Kurang ( 15 kali), S = Sedang (8 - 14 kali), K = Kurang ( 7 kali)
% -
Jumlah n % 40 100
T 40
60 menit )
Sumber : Data Lapangan 2001. Dari Tabel 18 diketahui bahwa seluruh responden menonton TV dan mendengarkan siaran radio lebih dari satu setengah jam. Kemudian media massa lainnya yang dipilih guna mendapatkan informasi yaitu surat kabar atau majalah atau tabloid, namun responden yang membaca masih sangat sedikit yaitu sebanyak 39 orang ( 97,50 %) dengan frekuensi
7 kali per bulan.
Untuk keragaan acara atau topik media massa yang menjadi kesukaan responden dapat diikuti pada Tabel 19. Dari Tabel 19 tersebut dapat diketahui bahwa acara TV yang menjadi favorit adalah sinetron atau hiburan (100%). Demikian pula halnya untuk siaran radio yang dipilih seluruh responden juga siaran hiburan yaitru sandiwara atau musik. Kemudian media cetak yang dibaca responden adalah Koran lokal berbahasa Indonesia tetapi tidak berlangganan seperti Harian Kedaulatan Rakyat (KR), Berita Nasional (Bernas), dan ada juga yang membaca koran yang berbahassa Jawa seperti Mekarsari, Joko Lodang.
75
Tabel 19 Acara atau Topik Media Massa Kesukaan Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Acara atau Topik Kesukaan 1. Acara TV kesukaan:
YA
Responden % Tidak
%
Jumlah n %
a. Pembangunan Pertanian
2
5
38
95
40
100
b. Peranan, Dunia Wanita
3
7,5
3
92,5
40
100
c. Siaran Berita
3
5,5
37
92,5
40
100
d. Sinetron, Hiburan
40
100
-
-
40
100
e. Olah Raga
1
2,5
39
97,5
40
100
a. Siaran Pedesaan
3
7,5
37
92,5
40
100
b. Dunia Wanita
2
5
38
95
40
100
c. Siaran Berita
1
2,5
39
97,5
40
100
d. Hiburan (Sandiwara, Musik)
40
100
-
-
40
100
e. Olah raga
1
2,5
39
97,5
40
100
1
2,5
39
97,5
40
100
11
27,5
29
72,5
40
100
c. Ekonomi, Politik, Sosial Budaya
1
2,5
39
97,5
40
100
d. Olah Raga
2
5
38
95
40
100
e. Iklan, hiburan (cer ita bersambung, cerita pendek)
6
15
34
85
40
100
2. Siaran radio kesukaan:
3. Artikel Surat Kabar’Majalah Tabloid kesukaan: a. Pembangunan b. Dunia Wanita
Sumber : Data Lapangan 2001. Dari gambaran di muka bahwa anggota KWT belum pernah berkunjung ke lembaga -lembaga penelitian, kurangnya penggunaan media massa, jarangnya bepergian keluar sistim sosialnya, sedikitnya kontak dengan orang-orang yang mempunyai pengetahuan lebih banyak yang berkaitan dengan kemajuan usahanya, fakta tersebut merupakan indikator kurang kekosmopolitannya responden. Hal ini bisa dipahami karena responden adalah wanita yang masih terkungkung dalam budaya Jawa yang dikenal dengan “wanito iku cupet jangkahe”.
76
4) Keragaan pengetahuan anggota tentang DPG Keragaan tingkat pengetahuan DPG anggota KWT di Kecamatan Pundong adalah: a) pengetahuan tentang DPG rata-rata nilainya sebesar 57,25, b) pengetahuan tentang KWT rata -rata nilainya sebesar 62,25, c) pengetahuan tentang SL-DPG rata-rata nilainya sebesar 59,25.
Tingkat pengetahuan untuk ketiga
unsur tersebut rata-rata nilainya sebesar 59,58 atau sedang. Anggota kelompok pada umumnya kurang mampu menjelaskan hal-hal yang bersifat teoritis dan abstrak, hal ini dapat dimaklumi karena tingkat pendidikan mereka rata-rata masih rendah. Responden beranggapan bahwa memiliki pengetahuan yang baik tentang DPG itu tidak mempunyai efek sosial dan efek ekonomi. (a) Pengetahuan tentang DPG Keragaan pengetahuan responden tentang DPG dapat diikuti pada Tabel 20. Dari Tabel 20 tersebut dapat diketahui bahwa pada umumnya semua anggota KWT di Kecamatan Pundong menguasai pengetahuan tentang kegiatan DPG, manfaat ekonomi dan sosial dari program DPG.
Tabel 20 Pengetahuan Tentang DPG yang Dimiliki oleh Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Pengetahuan Tentang 1. Pengertian DPG
T 4
Pengetahuan Responden % S % K 10 25 62,5 11
2. Tujuan DPG
4
10
28
70
8
20
40
100
3. Kegiatan DPG
40
100
-
-
-
-
40
100
4. Manfaat Sosial DPG
40
100
-
-
-
-
40
100
5. Manfaat Ekonomi DPG
40
100
-
-
-
40
100
Keterangan: T = Tinggi ( nilai
% 27,5
-
Jumlah n % 40 100
70,1 ), S = Sedang (nilai 40,1 - 70), K = Kurang (nilai
40)
Sumber : Data Lapangan 2001.
77
Pengetahuan mereka tentang pengertian dan tujuan DPG adalah sedang, hal ini dapat dimaklumi karena dengan tingkat pendidikan yang rendah cukup sulit untuk menjleaskan definisi maupun tujuan dari DPG. (b) Pengetahuan tentang KWT Keragaan pengetahuan tentang KWT dapat diikuti pada Tabel 21. Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang KWT pada umumnya sudah baik. Hal ini disebabkan karena adanya kesan yang me ndalam dalam setiap diri responden terhadap kelompoknya, banyaknya pengalaman yang telah diperoleh, dan karena telah dapat merasakan manfaat ekonomisosial setelah menjadi anggota KWT. Tabel 21 Pengetahuan Tentang KWT yang Dimiliki oleh Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Pengetahuan Tentang 1. Pengertian KWT
T 16
Pengetahuan Responden % S % K 40 22 55 2
2. Tujuan KWT
22
55
16
40
2
5
40
100
3. Kegiatan KWT
40
100
-
-
-
-
40
100
4. Manfaat Sosial KWT
40
100
-
-
-
-
40
100
5. Manfaat Ekonomi KWT
40
100
-
-
-
40
100
Keterangan: T = Tinggi ( nilai
% 5
-
Jumlah n % 40 100
70,1), S = Sedang (nilai 40,1 - 70), K = Kurang (nilai
40)
Sumber : Data Lapangan 2001.
(c) Pengetahuan tentang SL-DPG Keragaan pengetahuan tentang SL-DPG dapat diikuti pada Tabel 22 berikut ini. Dari Tabel 22 dapat diketahui bahwa seluruh res ponden pada umumnya menguasai pengetahuan tentang kegiatan SL-DPG, dan manfaat sosial-
78
ekonomi dari SL-DPG.
Pengetahuan yang baik tentang SL-DPG tersebut
menurut responden karena dalam proses berlatih melatih menggunakan metode yang sangat cocok, sehingga memberikan dampak yang baik terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Pengetahuan yang bersifat teoritis dan pengetahuan yang bersifat praktis dikemas dalam bentuk praktek, observasi dan diskusi; sehingga istilah “learning by doing” benar-benar diterapkan pada SL-DPG.
Tabel 22 Pengetahuan Tentang SL-DPG yang Dimiliki oleh Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Pengetahuan Tentang 1. Pengertian SL-DPG
T 7
Pengetahuan Responden % S % K 17,5 26 65 7
% 17,5
Jumlah n % 40 100
2. Tujuan SL-DPG
11
27,5
24
60
5
12,5
40
100
3. Kegiatan SL-DPG
40
100
-
-
-
-
40
100
4. Manfaat Sosial SL-DPG
40
100
-
-
-
-
40
100
5. Manfaat Ekonomi SL-DPG
40
100
-
-
-
40
100
Keterangan: T = Tinggi ( nilai
-
70,1), S = Sedang (nilai 40,1 - 70), K = Kurang (nilai
40)
Sumber : Data Lapangan 2001.
Gambaran dari pengetahuan responden di muka dapat disimpulkan bahwa untuk pengetahuan yang bersifat teoritis dan abstrak masih belum dapat dikuasai oleh responden yang berpendidikan rendah.
5) Keragaan kedudukan dalam kelompok Kedudukan (status) yang dimaksudkan adalah kedudukan seseorang dalam kelompok yang berkaitan dengan tugas dan kewajibannya. Kedudukan sebagai sesuatu yang melekat pada diri anggota kelompok ialah tentang perilaku tugas dan sosial yang bersangkutan pada proses interaksi kelompok. Keragaan pe laksanaan
79
tugas anggota sesuai dengan kedudukannya atau keanggotaannya dalam kelompok dapat diikuti pada Tabel 23.
Tabel 23 Pelaksanaan Tugas berdasar Keanggotaan dalam Kelompok KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 No. Peranan/Pelaksanaan Tugas Pundong 1.
Dalam Jabatan (Ketua, Pengurus, Anggota) a. Ketua
23,66
b. Pengurus
21,50
c. Anggota
17,80
2.
Tugas sebagai peserta belajar SL-DPG
22,66
3.
Tugas sebagai kader kelompok
14,00
Keterangan: T = Tinggi (melaksanakan R = Kurang (melaksanakan
Jumlah
50,32
Rata-rata
16,77
13 tugas), S = Sedang (melaksanakan 5 – 12 tugas), 4 tugas)
Sumber : Data Lapangan 2001. (a) Ketua kelompok Pelaksanaan tugas Ketua kelompok dapat diikuti pada Tabel 24 berikut ini. Dari Tabel 24 diketahui bahwa Ketua KWT mempunyai tingkat pelaksanaan tugas yang tinggi baik sebagai Ketua, dan sebagai Peserta Belajar. Keetua KWT sebagai Kader Kelompok kurang dalam melaksanakan tugas. Di sini dapat disimpulkan bahwa tingginya pelaksanaan tugas sebagai Ketua kelompok tersebut dapat dimaklumi, karena sebagai organisasi yang baru dan menjadi target grup proyek, maka mereka termotivasi untuk dapat berprestasi tinggi yaitu terutama dalam rangka mensukseskan proyek. Segala daya yang dimiliki dikerahkan untuk dapat melaksanakan tugasnya. Kemudian sebagai penghubung dengan pihak terkait masih rendah juga dapat dimengerti, karena
80
yang bersangkutan serba sangat terbatas terutama karena statusnya sebagai seorang wanita atau istri.
Tabel 31
T
Tugas Terlaksana % S % K
1. Tampil mewakili KWT
2
100
-
-
-
-
2
100
2. Membimbing, menggerakkan, dan mengkoordinir anggota 3. Menjadi Penghubung dengan berbagai pihak 4. Memperoleh informasi
2
100
-
-
-
-
2
100
-
-
-
-
2
100
2
100
-
-
2
100
2
100
5. Memberikan informasi
2
100
-
-
-
-
2
100
6. Menjadi jurubicara kelompok
2
100
-
-
-
-
2
100
7. Membuat perencanaan/inovasi
2
100
-
-
-
-
2
100
8. Memecahkan masalah teknis, administrasi 9. Mengatur sumberdaya
2
100
-
-
-
-
2
100
2
100
-
-
-
-
2
100
2
100
-
-
-
-
2
100
1. Menghadiri kegiatan
2
100
-
-
-
-
2
100
2. Mengamati di kebun sendiri
2
100
-
-
-
-
2
100
3. Mengamati di Lablap
2
100
-
-
-
-
2
100
4. Membahas kegiatan
2
100
-
-
-
-
2
100
5. Mengevaluasi kemajuan belajar
-
2
100
2
100
No. I.
Pelaksanaan Tugas Ketua KWT Di Kecamatan Pundong Dan Sanden Kabupaten Bantul DIY
Tugas Dan Kedudukan
%
Jumlah n %
Sebagai Ketua:
10. Membina kerjasama kelompok II. Sebagai Peserta Belajar:
III. Sebagai Kader Kelompok: 1. Menyebarkan informasi
-
-
-
-
2
100
2
100
2. Memberi bantuan bimbingan
-
-
-
-
2
100
2
100
3. Melakukan kegiatan penyuluhan lain di luar kegiatan SL-DPG 4. Mengidentifikasi masalah
-
-
2
100
-
-
2
100
-
-
2
100
-
-
2
100
5. Melakukan hubungan dengan pihak terkait
-
-
-
-
2
100
2
100
Keterangan: T = Tinggi (melaksanakan R = Kurang (melaksanakan
13 tugas), S = Sedang (melaksanakan 5 – 12 tugas), 4 tugas)
Sumber : Data Lapangan 2001. 81
(b) Pengurus Kelompok Keragaan pelaksanaan tugas sebagai Pengurus KWT dapat diikuti pada Tabel 25 berikut ini. Tabel 25 Pelaksanaan Tugas Pengurus KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 No.
Tugas Dan Kedudukan T
Tugas Terlaksana % S % K
%
Jumlah n %
I. Sebagai Pengurus: 1. Membantu tampil mewakili Ketua 2. Melakukan tugas teknis, administrasi, dan keuangan Ke-lompok 3. Membantu menjadi Penghubung dengan berbagai pihak 4. Memperoleh informasi 5. Memberikan informasi 6. Membantu menjadi juru bicara kelompok 7. Membantu membuat perencanaan/ inovasi 8. Membantu memecahkan masalah teknis, administrasi 9. Membantu mengatur sumberdaya
-
-
-
-
4
100
4
100
4
100
-
-
-
-
4
100
-
-
-
-
4
100
4
100
-
-
4
100
-
-
4
100
4
100
-
-
4
100
-
-
4
100
4
100
2
50
2
50
-
-
4
100
2
50
2
50
-
-
4
100
4
100
-
-
-
-
4
100
4
100
-
-
-
-
4
100
Menghadiri kegiatan Mengamati di kebun sendiri Mengamati di Lablap Membahas kegiatan Mengevaluasi kemajuan belajar Sebagai Kader Kelompok:
4 4 4 4 4
100 100 100 100 100
-
-
-
-
4 4 4 4 4
100 100 100 100 100
1. Menyebarkan informasi 2. Memberi bantuan bimbingan 3. Melakukan kegiatan penyuluhan lain di luar kegiatan SL-DPG 4. Mengidentifikasi masalah
-
-
2 2 2
50 50 50
2 2 2
50 50 50
4 4 4
100 100 100
-
-
-
-
4
100
4
100
5. Melakukan hubungan dengan pihak terkait
-
-
-
-
4
100
4
100
10. Melakukan kerjasama kelompok II. Sebagai Peserta Belajar: 1. 2. 3. 4. 5. III.
Keterangan: T = Tinggi (melaksanakan R = Kurang (melaksanakan
13 tugas), S = Sedang (melaksanakan 5 – 12 tugas), 4 tugas)
Sumber : Data Lapangan 2001. 82
Dari Tabel 25 diketahui bahwa sebagai Pengurus KWT sudah tinggi dalam melaksanakan tugas teknis, administrasi, keuangan, maupun tugas sebagai peserta belajar.
Hal ini disebabkan terutama karena faktor kebaruan
responden menjabat sebagai Pengurus pada organisasi yang baru pula, sehingga setiap Pengurus berusaha melaksanakan tugas yang dibebankan dengan sebaik mungkin. Kemudian pelaksanaan tugas Pengurus yang masih rendah adalah untuk tampil mewakili Ketua, sebagai Juru Bicara Kelompok dan tugas sebagai Penghubung dengan berbagai pihak. Di sini dapat di simpulkan bahwa keadaan tersebut menunjukkan bahwa para Pengurus telah menyadari kedudukan, tugas, kewajiban, dan wewenang di dalam sebuah organisasi. Pada umumnya sebagai Kader Kelompok para pengurus belum melaksanakan tugasnya dengan baik. (c) Anggota Kelompok Pelaksanaan tugas anggota KWT dapat dilihat pada Tabel 26 berikut ini. Dari Tabel 26 tersebut dapat dikemukakan bahwa seluruh anggota KWT sebagai peserta berlajar SL-DPG telah melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Demikian juga untuk tugas sebagai anggota telah dilaksanakan cukup baik, hal ini disebabkan terutama karena faktor kebaruan responden menjadi anggota sebuah organisasi yang baru pula terlebih menyandang predikat sebagai target grup proyek DPG,
sehingga termotivasi untuk melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya. Faktor lain adalah semangat belajar responde n yang tetap terjaga dari awal hingga akhir dari pelatihan, karena merasa mendapatkan nilai tambah pada setiap aktivitas. Kemudian rendahnya tugas untuk mewakili Ketua, sebagai Juru Bicara Kelompok, dan sebagai Penghubung dengan berbagai Pihak
83
menunjukkan bahwa para anggota pun telah menyadari kedudukan, tugas, kuajiban, dan wewenang di dalam sebuah organisasi.
Tabel 26 Pelaksanaan Tugas Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 No.
Tugas Dan Kedudukan T
Tugas Terlaksana % S % K
%
Jumlah n %
I. Sebagai Anggota: 1. Membantu tampil mewakili Ketua 2. Melakukan tugas teknis, administrasi, dan keuangan pribadi 3. Membantu menjadi penghubung dengan berbagai pihak 4. Memperoleh informasi
-
-
-
-
34
100
34
100
-
-
25
73,5
9
26,5
34
100
-
-
-
-
34
100
34
100
23
67,6
7
20,7
4
11,7
34
100
5. Memberikan informasi
21
61,7
7
20,7
6
17,6
34
100
6. Membantu menjadi jurubicara kelompok 7. Membantu membuat perencanaan/ inovasi 8. Membantu memecahkan masalah teknis, administrasi 9. Membantu mengatur sumberdaya
-
-
-
-
34
100
34
100
12
35,3
19
55,9
3
8,8
34
100
8
23,5
20
58,9
6
17,6
34
100
11
32,4
19
55,9
4
11,7
34
100
24
70,6
10
29,4
-
-
34
100
1. Menghadiri kegiatan
34
100
-
-
-
-
34
100
2. Mengamati di kebun sendiri 3. Mengamati di Lablap
34 34
100 100
-
-
-
-
34 34
100 100
4. Membahas kegiatan 5. Mengevaluasi kemajuan belajar
34 34
100 100
-
-
-
-
34 34
100 100
1. Menyebarkan informasi
-
-
3
8,8
31
91,2
34
100
2. Memberi bantuan bimbingan 3. Melakukan kegiatan penyuluhan lain di luar kegiatan SL-DPG 4. Mengidentifikasi masalah
-
-
1 -
3 -
33 34
97 100
34 34
100 100
-
-
-
-
34
100
34
100
5. Melakukan hubungan dengan pihak terkait
-
-
-
-
34
100
34
100
10. Melakukan kerjasama kelompok II. Sebagai Peserta Belajar:
III. Sebagai Kader Kelompok:
Keterangan: T = Tinggi (melaksanakan R = Kurang (melaksanakan
13 tugas), S = Sedang (melaksanakan 5 – 12 tugas), 4 tugas)
Sumber : Data Lapangan 2001. 84
5.4. Keragaan Perilaku Komunikasi Perilaku komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jaringan komunikasi anggota KWT.
Jaringan komunikasi adalah suatu jaringan yang
terdiri dari individu-individu yang relatif stabil, saling berhubungan pada proses komunikasi dalam periode waktu tertentu untuk mencapai tujuan bersama. Jaringan komunikasi merupakan pertukaran informasi secara teratur dengan arus komunikasi yang terpola antara dua orang atau lebih. Analisis jaringan komunikasi terdiri dari pilihan hubungan komunikasi, arah hubungan komunikasi dan peranan individu dalam jaringan komunikasi.
5.4.1. Hubungan Komunikasi Jaringan komunikasi terbentuk karena adanya hubungan komunikasi antar individu pada proses komunikasi dalam sebuah sistem.
Selanjutnya hubungan
antar individu tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. 1) Pilihan Hubungan Komunikasi Pilihan hubungan komunikasi dihitung berdasarkan jumlah individu pasangan komunikasi responden pada saat mereka membicarakan DPG. Persentasi pilihan hubungan komunikasi responden dapat dilihat pada Tabel 27. Dari Tabel 27 dapat diketahui bahwa semua anggota mempunyai pilihan hubungan komunikasi. Hal ini berarti pada KWT tersebut tidak mempunyai pemencil (isolated), karena semua anggota melakukan pertukaran informasi dengan sesama anggota lainnya. Setiap anggota mempunyai pilihan komunikasi yang tinggi, artinya setiap anggota saling berkomunikasi, baik dengan ketua, pengurus dan anggota lain nya. Hasil pengamatan di lapangan terlihat bahwa semua anggota mempunyai kebiasaan menyampaikan atau pun mencari informasi ke anggota lainnya.
85
Tabel 27 Persentasi Pilihan Hubungan Komunikasi Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Pilihan Hubungan Komunikasi Memilih 10 Memilih 11-15 Memilih 16 Total
Jumlah individu 7 33 40
% 17,5 82,5 100
Sumber : Data Lapangan 2001. 2) Arah Hubungan Komunikasi Persentasi arah hubungan komunikasi responden dapat dilihat pada Tabel 28.
Dari Tabel 28 diketahui sebagian besar anggota me lakukan hubungan
komunikasi dua arah, hanya sedikit yang melakukan hubungan komunikasi searah. Hal ini berarti bahwa setiap individu anggota KWT saling memilih dalam mempertukarkan informasi, sehingga terjadi komunikasi timbal balik.
Tabel 28 Persentasi Arah Hubungan Komunikasi Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Pilihan Hubungan Komunikasi Satu arah Dua arah Total
Jumlah individu 47 656 703
% 6,68 93,32 100
Sumber : Data Lapangan 2001.
Komunikasi satu arah yang te rjadi dimungkinkan karena adanya orangorang yang dianggap sebagai sumber informasi.
Berdasarkan pengamatan di
lapangan, ternyata orang-orang tempat bertanya anggota kelompok adalah orang yang mereka anggap mempunyai dan menguasai informasi, serta berpera n sebagai opinion leader. Sosiogram hubungan komunikasi anggota KWT di Kecamatan Pundong dapat diikuti pada Gambar 18.
86
87
5.4.2. Peranan Individu Dalam Jaringan Komunikasi Jika seorang individu dipilih oleh sejumlah individu lain dalam suatu jaringan komunikasi melebihi jumlah rata-rata pilihan yang diterima, maka individu tersebut dikatakan Pemuka Pendapat (opinion leader). Perbandingan jumlah Pemuka Pendapat dan Non-Pemuka Pendapat tersebut lihat Tabel 29.
Tabel 29 Perbandingan Pemuka Pendapat dan Non-Pemuka Pendapat pada KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Posisi Individu dalam Jaringan Pemuka Pendapat
Jumlah individu 10
% 25
30
75
40
100
Non-Pemuka Pendapat Total Sumber : Data Lapangan 2001.
Hasil pengamatan di lapangan, mereka yang dianggap sebagai pemuka pendapat ternyata mempunyai kekosmopolitan dan status sosial yang lebih tinggi, lebih aktif mencari informasi ke luar sistem, lebih intensif berhubungan dengan penyuluh maupun sumber informasi lainnya.
Hal ini sesuai de ngan pendapat
Roger (1995) yang menyatakan bahwa opinion leader atau pemuka pendapat memiliki sejumlah atribut dan kelebihan diban-dingkan anggota lainnya di dalam sistem, kelebihan tersebut antara lain pendidikan formal yang lebih baik, status sosial ekonomi yang lebih tinggi, kekosmopolitan yang lebih tinggi. Responden yang berperan sebagai pemuka pendapat antara lain yaitu: 1. Ny. Suyati KT, 2. Ny. Dasimah, 3. Ny. Sarjilah, 4. Ny. Suratmi, 5. Ny. Martini, 6. Ny. Ponirah, 7. Ny. Mugirah, 8.Ny. Muhari, 9. Ny. Tri Murjiati, 10. Ny. Marsini.
88
5.4.3. Indikator-indikator Struktur Komunikasi 1) Derajat keterhubungan individu Banyak sedikitnya anggota dalam sebuah sistem jaringan sangat mempengaruhi tinggi rendahnya derajat keterhubungan individu.
Tingginya derajat
keterhubungan individu berarti keterhubungan seseorang melalui hubungan satu arah atau hubungan langsung itu tinggi, hal ini membentuk hubungan komunikasi yang sangat erat. Demikian pula sebaliknya, jika rendah derajat keterhubungannya, maka hubungan komunikasinya pun tidak erat. Dengan demikian jika semakin tinggi derajat keterhubunbgan anggota KWT, maka semnakin intensif pula komunikasinya tentang DPG. Opinnion Leader atau Ketua Kelompok merupakan contoh individu yang memiliki derajat keterhubungan individu yang tinggi, karena mereka mempunyai pilihan komunikasi langsung yang tinggi. Hampir semua informasi untuk anggota kelompok selalu melalui Ketua Kelompok, baru kemudian dilanjutkan kepada para anggotanya.
Derajat keterhubungan individu pada KWT di Kecamatan
Pundong dapat diikuti pada Tabel 30.
Tabel 30 Derajat Keterhubungan Individu Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Derajat Keterhubungan Individu Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah Individu 8 4 28 40
% 20 10 70 100
Sumber : Data Lapangan 2001.
Dari Tabel 30 tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar (70 %) anggota mempunyai derajat keterhubungan individu yang tinggi, artinya bahwa
89
komunikasi tentang DPG berlangsung intensif.
Kemudian untuk inde ks
keterhubungannya adalah sebesar 17,95 (700 : 39) yang dihitung dengan rumus:
Jumlah Hubungan Aktual Individu Indeks Keterhubungan = Jumlah Hubungan Yang Mungkin
2) Derajat kekompakan individu Guna mengukur kepaduan sebuah sistem adalah dengan mengetahui derajat kekompakannya.
Derajat kekompakan anggota KWT di Kecamatan
Pundong lihat Tabel 31 berikut. Tabel 31 Derajat Kekompakan Individu Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Derajat Kekompakan Individu Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah Individu 11 29 40
% 27,5 72,5 100
Sumber : Data Lapangan 2001. Dari Tabel 31 tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar (72,5 %) anggota mempunyai derajat ke kompakan individu yang tinggi, artinya bahwa kelompok sudah kuat di mana kelompok sekaligus sebagai klik, konfigurasi jaringannya adalah tipe semua saluran. Indeks keterhubungannya adalah sebesar 307,95 (11.987 : 39) yang dihitung dengan rumus:
Jumlah Hubungan Dua Langkah Indeks Kekompakan
= Jumlah Hubungan Yang Mungkin
90
3) Derajat keragaman individu Gambaran tentang tinggi rendahnya hubungan seorang anggota kelompok dengan orang lain yang tidak seprofesi disebut “derajat keragaman individu”. Derajat keragaman individu anggota KWT dapat diikuti pada Tabel 32. Tabel 32 Derajat Keragaman Individu Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 Derajat Keragaman Individu Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah Individu 40 40
% 100 100
Sumber : Data Lapangan 2001. Tabel 32 menunjukkan bahwa derajat keragaman individu anggota KWT adalah sedang, artinya anggota kelompok yang bertukar informasi tentang DPG dengan orang di luar kelompok adalah sedang. Ada beberapa faktor yang membuat kondisi tersebut antara lain karena: a) anggota kelompok relatif masih baru sehingga tertutup dengan lingkungan luar, b) anggota kelompok belum atau tidak tahu harus berhubungan dengan siapa, c) jenis kelamin. Hasil pe ngamatan di lapangan ternyata dalam bertukar informasi tentang DPG hanya dilakukan dengan para Pemandu Lapangan saja.
Kemudian indeks keragaman anggota KWT adalah
sebesar 0,12 (5 : 39) yang dihitung dengan rumus:
Jumlah Hubungan Menyimpang Indeks Keragaman
= Jumlah Hubungan Yang Mungkin
91
Dari uraian di muka ada beberapa ha l penting yang dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Pilihan komunikasi sebesar 82,5 % atau 33 orang memilih atau berhubungan dengan
16 orang. Hal ini dapat dipahami karena dari sisi usia yang masih
muda dan sebaya sebanyak 28 orang yaitu berumur antara 20-34 tahun, sehingga hubungan terjalin tanpa ada perasaan di “tua” kan dan di “muda” kan atau tidak perlu dengan unggah -ungguh yang ketat.
Kemudian tingkat
pendidikan anggota pun tidak berbeda jauh, yaitu sebanyak 35 orang berpendidikan dasar yaitu SD hingga SLTP, oleh karena itu perasaan equal atau merasa sederajat ada pada setiap diri anggota KWT. Faktor satu alumni dari diklat SL-DPG membuat semakin baiknya hubungan di antaranya. Kemudian kedekatan tempat tinggal atau rumah para anggota dan masih adanya hubungan keluarga membuat hubungan yang baik pula. Hal ini sekaligus menciptakan sangat baiknya hubungan komunikasi dua arah (two way traffic communication) dari para anggota KWT (93,32 %).
Pengalaman bertani,
kekosmopolitan juga mempunyai andil pada pilihan komunikasi. (b) KWT di Kecamatan Pundong mempunyai 10 orang opinion leader, yaitu dua orang usia muda berumur antara 30 – 33 tahun berpendidikan SLTA yang menjabat sebagai Ketua dan Sekretaris. Sedangkaan enam orang berusia di atas rata-rata berumur antara 35 - 40 tahun berpendidikan SD dan SLTP. Jadi dapat dimengerti jika opinion leader mereka adalah orang yang pada umumnya berpendidikan cukup baik, berumur di atas rata -rata atau lebih dari 32 tahun dan menduduki jabatan dalam kelompok.
92
(c) Pengetahuan dan peranan anggota dalam kelompok juga mempunyai andil terhadap Jaringan komunikasi. Anggota yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang menjadi sumber informasi bagi anggota kelompok lainnya. Anggota lain mencari informasi atau bertanya bisa lebih satu orang dan dapat dalam waktu bersamaan. Interaksi tersebut memberikan sumbangan terhadap terbentuknya jaringan komunikasi yang baik pula. Kemudian peranan seorang anggota dalam kelompok yang tinggi berarti makin intensif pula proses interaksi yang terjadi, baik kualitas dan kuantitasnya yang pada gilirannya membentuk jaringan komunikasi yang baik pula.
5.5. Keragaan Adopsi Teknologi DPG 5.5.1. Tingkat adopsi teknologi DPG Tingkat adopsi teknologi DPG adalah kecepatan relatif inovasi teknologi DPG diadopsi oleh para anggota kelompok KWT. Tingkat adopsi teknologi DPG diukur menurut jumlah individu yang mengadopsi suatu inovasi selama jangka waktu tertentu. Paket Teknologi DPG meliputi usahatani sayuran, peternakan, dan perikanan; di mana masing-masing mempunyai delapan unsur teknologi. Keragaan tingkat adopsi paket teknologi DPG oleh anggota KWT di Kecamatan Pundong tersebut dapat diikuti pada Tabel 33. Dari Tabel 33 tersebut dapat diketahui bahwa tingkat adopsi untuk paket teknologi tanaman sayuran dan peternakan masih belum optimal. Tingkat adopsi yang tinggi hanya untuk unsur teknis mengairi tanaman dan memberi minum ternak. Tingkat adopsi yang rendah adalah untuk unsur teknis peerbenihan atau pembibitan, pemupukan, pemakaian pestisida untuk tanaman dan obat-obatan untuk ternak. Demikian pula halnya untuk teknologi panen, pengolahan hasil dan pemasaran hasil tingkat adopsi masih
93
rendah hal ini disebabkan karena: a) produk hasil usahanya masih sedikit dan hanya untuk konsumsi rumah tangga, b) kurang tersedianya peralatan yang diperlukan, c) mereka merasa bahwa teknologi yang dipakai sehari-hari selama ini tidak bermasalah. Kemudian untuk paket teknologi perikanan yang tidak diadopsi oleh anggota KWT adalah karena tidak tersedianya lahan kolam dan tidak tersedianya air yang berkesinambungan.
Tabel 33 Tingkat Adopsi Paket Teknologi DPG oleh Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001
Tingkat Adopsi Tinggi
Tanaman Sayuran Orang % 11 27,5
Komoditas Peternakan Orang % 4 10
Perikanan Orang % 0
Sedang
14
35
10
25
-
0
Rendah
15
37,5
26
65
40
100
40
100
40
100
40
100
Jumlah Keterangan:
T = Tinggi (mengadopsi 6 unsur inovasi), S = Sedang (mengadopsi 3-5 unsur inovasi), R = Rendah (mengadopsi 2 unsur inovasi),
Sumber: Data Lapangan 2001.
5.5.2. Karakteristik Adopter 1) Karakteristik adopter paket teknologi tanaman sayuran Keragaan karakteristik adopter dan tingkat adopsi teknologi tanaman sayuran oleh anggota KWT lihat Tabel 34 berikut ini.
Dari Tabel 34 dapat
diketahui karakteristik adopter pada umumnya yaitu: a) berusia
54 tahun, b)
semua berpendidikan atau bisa membaca dan menulis, dan c) menjadi pengurus kelompok.
94
Tabel 34 Karakteristik Adopter dan Tingkat Adopsi Unsur Paket Teknologi Usahatani Tanaman Sayuran pada KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 No.
Karakteristik T
Tingkat Adopsi S
R
-
1
7
b. 30 – 54 tahun
4
9
19
c.
-
-
-
a. SD Tamat
2
6
12
b. SLTP Tamat
1
7
3
c. SLTA Tamat
1
1
-
d. Sarjana/S1
-
-
-
a. Ketua
2
-
-
b. Pengurus
2
2
-
c. Anggota
7
12
15
4
1
5
I. Umur a.
29 tahun 55 tahun
II. Pendidikan
III. Kedudukan Dlm.Kel.
IV.
Opinion Leader
Keterangan:
T = Tinggi (mengadopsi 6 unsur inovasi), S = Sedang (mengadopsi 3-5 unsur inovasi), R = Rendah (mengadopsi 2 unsur inovasi),
Sumber : Data primer, terolah.
2) Karakteristik adopter paket teknologi peternakan Keragaan karakteristik adopter dan tingkat adopsi teknologi peternakan oleh anggota KWT lihat Tabel 35 berikut ini. Dari Tabel 35 dapat diketahui karakteristik adopter pada umumnya yaitu: a) berusia
54 tahun, b) semua
berpendidikan atau bisa membaca dan menulis, dan c) menjadi pengurus kelompok.
95
Tabel 35 Karakteristik Adopter dan Tingkat Adopsi Unsur Paket Teknologi Peternakan pada KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 No.
Karakteristik T
Tingkat Adopsi S
R
-
2
6
b. 30 – 54 tahun
4
8
20
c.
-
-
-
a. SD Tamat
-
4
15
b. SLTP Tamat
2
4
9
c. SLTA Tamat
2
2
2
d. Sarjana/S1
-
-
-
a. Ketua
2
-
-
b. Pengurus
-
3
1
c. Anggota
2
7
25
2
2
6
I. Umur a.
29 tahun 55 tahun
II. Pendidikan
III. Kedudukan Dlm.Kel.
IV.
Opinion Leader
Keterangan:
T = Tinggi (mengadopsi 6 unsur inovasi), S = Sedang (mengadopsi 3-5 unsur inovasi), R = Rendah (mengadopsi 2 unsur inovasi),
Sumber : Data primer, terolah.
3) Karakteristik adopter paket teknologi perikana Keragaan karakteristik adopter dan tingkat adopsi teknologi perikanan oleh anggota KWT lihat Tabel 36 berikut ini. Dari Tabel 36 dapat diketahui karakteristik adopter pada umumnya yaitu: a) berusia
54 tahun, b) semua
berpendidikan atau bisa membaca dan menulis, dan c) menjadi pengurus kelompok.
96
Tabel 36 Karakteristik Adopter dan Tingkat Adopsi Unsur Paket Teknologi Perikanan pada KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul DIY Tahun 2001 No.
Karakteristik T
Tingkat Adopsi S
R
I. Umur a.
29 tahun
-
-
8
b.
30 – 54 tahun
-
-
32
c.
55 tahun
-
-
-
II. Pendidikan a.
SD Tamat
-
-
21
b.
SLTP Tamat
-
-
14
c.
SLTA Tamat
-
-
5
d.
Sarjana/S1
-
-
-
III. Kedudukan Dlm.Kel. a.
Ketua
-
-
2
b.
Pengurus
-
-
4
c.
Anggota
-
-
34
Opinion Leader
-
-
10
IV.
Keterangan:
T = Tinggi (mengadopsi 6 unsur inovasi), S = Sedang (mengadopsi 3-5 unsur inovasi), R = Rendah (mengadopsi 2 unsur inovasi),
Sumber : Data primer, terolah.
Sesungguhnya jika dilihat dari lima atribut inovasinya, teknologi DPG memberikan keuntungan relatif yang baik mempunyai keserasian yaitu spesifik lokal, tidak rumit, dapat dicoba, dan kasatmata. Hal itu seharusnya mudah dan cepat dapat diadopsi oleh anggota KWT. Namun kenyataannya bahwa tingkat adopsi teknologi DPG oleh para anggota kelompok KWT di Kecamatan Pundong masih kurang optimal.
Hal ini disebabkan antara lain karena:1) harga input
inovasi teknbologi DPG seperti harga benih, bibit ternak dan pestisida yang mahal, 2) karena berlum mempunyai kepastian poemasaran, 3) belum mempunyai masalah dengan teknologi lama yang digunakan.
97
5.6. Analisis Hubungan Antar Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini diuji dengan analisis “Korelasi Spearman” dengan metoda analisis Statistical Product and Service Solutions (Santoso, 2001) hasilnya lihat Tabel 37. Tabel 37
Koefisien Korelasi Hubungan antara Karakteristik Personal dengan Perilaku Komunikasi Anggota KWT di Kecamatan Pundong Kabupaten bantul DIY TAhun 2001
Variabel Karakteristik Personal
Koefisien Korelasi
1. Pendidikan Nonformal
0,311
2. Pengalaman Bertani
0,301
3. Kekosmopolitan
0,428 **
4. Pengetahuan tentang DPG
0,055
5. Kedudukan dalam Kelompok
0,432 **
Keterangan: ** Korelasi positif sangat nyata pada taraf 0,01 %
5.6.1. Hubungan antara kekosmopolitan dengan perilaku komunikasi Dari Tabel 37 diketahui bahwa kekosmopolitan anggota KWT mempunyai hubungan yang positif sangat nyata denganjaringan komunikasinya. Meskipun masih kurangnya mobilitas responden dalam aktivitasnya pergi ke luar desanya baik untuk mengunjungi lembaga-lembaga sumber informasi, pelatihan, magang atau kepentingan lainnya, namun dalam format kelompok ternyata telah dapat menciptakan jaringan komunikasi yang baik.
Seorang anggota KWT yang
kosmopolit akan lebih luas menjalin jaringan komunikasinya dengan pihak-pihak luar, dan lebih terdedah oleh media massa dibandingkan dengan anggota KWT yang lokalit. Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang anggota KWT yang semakin kosmopolit, maka semakin bertambah luas jaringan komunikasinya.
98
5.6.2. Hubungan antara kedudukan dalam kelompok dengan perilaku komunikasi Dari Tabel 37 diketahui bahwa kedudukan anggota dalam kelompok mempunyai hubungan yang positif sangat nyata dengan jaringan komunikasi. Dalam sebuah kelompok non formal yang distrukturkan ke dalam struktur organisasi formal yang ada Ketua, Sekretaris, Bendahara, Anggota, maka tugas dan tanggungjawab serta wewenang telah terbagi habis berdasarkan kedudukan keanggotaannya.
Pada tataran Pengurus Inti pada umumnya pelaksanaan
tugasnya lebih tinggi dibanding pada anggota. Anggota KWT yang menduduki jabatan yang semakin tinggi mempunyai tugas, tanggungjawab dan wewenang yang semakin berat dan melibatkan pihak-pihak di luar kelompok.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kedudukan seorang anggota dalam sebuah organisasi, maka semakin luas pula jaringan komunikasinya.
5.6.3. Hubungan antara perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT Koefisien korelasi hasil analisis hubungan antara variabel perilaku komunikasi dengan tingkat adopsi dapat diikuti pada Tabel 38. Tabel 38 Koefisien Korelasi Hubungan antaraPerilaku Komunikasi dengan Tingkat Adopsi Tek-nologi DPG oleh Anggota KWT Di Kecamatan Pundong Kabu- paten Bantul DIY Tahun 2001
Variabel Perilaku Komunikasi
Koefisien Korelasi
1. Indeks Keterhubungan
0,543 **
2. Indeks Kekompakan
0,417 **
3. Indeks Keragaman
0,127
Keterangan: ** Korelasi positif sangat nyata pada taraf 0,01 %
99
1) Korelasi antara indeks keterhubungan dengan tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT Dari Tabel 38 diketahui bahwa korelasi antara indeks keterhubungan dengan tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT adalah positif sangat nyata .
Dengan demikian tingginya tingkat adopsi berkorelasi dengan indeks
keterhubungan. Pada saat ini tingkat keterhubungan masih rendah yang diketahui dari hasil observasi di lapangan sebagai berikut: (a) di dalam tingkat keterhubungan anggota KWT yang dikomunikasikan banyak hal-hal yang tidak terkait dengan inovasi seperti misalnya tentang arisan, rekreasi dan gunjingan-gunjingan lainnya. (b) di dalam tingkat keterhubungan anggota KWT ternyata komunikasi yang terkait dengan adopsi inovasi lebih banyak membahas tentang hal-hal yang bersifat non teknis antara lain tentang kesinambungan paket sarana produksi yang akan diberikan hubungannya dengan daya beli masingmasing anggota, bimbingan pasca proyek dan tugas pokoknya sebagai istri atau ibu rumah tangga. 2) Korelasi antara indeks kekompakan dengan tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT Dari Tabel 38 diketahui bahwa hubungan antara indeks kekompakan dengan tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT adalah positif sangat nyata . Indeks kekompakan me nggambarkan kepaduan kelompok sebagai sebuah sistem. Semakin tinggi indeks kekompakannya maka kelompok semakin padu dan berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi para anggotanya. Anggota KWT yang semakin kompak artinya semakin banyak pula pilihan komunikasinya,
100
semakin banyak jumlah komunikasi dua arahnya, mempuyai hubungan langsung (hubungan satu langkah) dan tidak langsung (hubungan dua langkah) sesama anggota; maka indeks kekompakan yang tinggi berbanding lurus denmgan tingginya tingkat adopsi seseorang. Kekompakan yang ada saat ini belum mengkompakkan untuk hal-hal yang berhubungan dengan komunikasi adopsi inovasi tetapi untuk hal-hal yang kurang terkait, oleh karena itu kekompakan tersebut menyebabkan masih rendahnya tingkat adopsi inovasi oleh anggota KWT.
101
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Pola Komunikasi yang ada pada struktur organisasi KWT di Kecamatan Pundong berlangsung dua arah yaitu dari atas (Pengurus) ke bawah (Anggota) dan sebaliknya, di mana Pengurus Inti (Ketua, Sekretaris, dan Bendahara) sebagai sumber informasi internal yang utama. Komunikasi tentang kegiatan, teknologi, dan pesan lainnya (arisan, pembagian paket, rekreasi) berlangsuing baik pada tataran Pengurus Inti. Sementara itu komunikasi antar Anggota lebih banyak menyangkut pesan lainnya. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola komunikasi anggota KWT adalah pendidikan, pengalaman bertani, kekosmopolitan, pengetahuan tentang DPG, dan kedudukan anggota (keanggotaan) dalam kelompok. 3. Tingkat adopsi teknologi DPG oleh anggota KWT masih rendah (mengadopsi kurang dari 4 unsur teknologi inovasi DPG). 4.
Rendahnya adopsi inovasi oleh anggota KWT tersebut disebabkan karena harga input inovasi teknologi DPG (benih, pestisida, pupuk) yang cukup tinggi,belum memiliki pasar yang pasti atau tetap, dan belum mempunyai masalah dengan teknologi lama yang digunakan.
5. Rendahnya adopsi teknologi DPG berhubungan dengan rendahnya indeks keterhubungan dan indeks kekompakan. Selain itu aspek-aspek yang dikomunikasikan dan faktor-faktor yang mengikat kekompakan kelompok tidak berkaitan dengan inovasi teknologi DPG, sehingga derajat keterhubunagan anggota kelompok tidak berhasil meningkatkan tahap adopsi anggotanya.
102
6.2. Saran 1. Pengurus kelompok perlu menghidupkan atau meningkatkan kegiatan diskusidiskusi antar anggota guna membahas aspek-aspek inovasi teknologi DPG dengan berbagai cara, sehingga teknologi DPG sebagai sebuah inovasi dapat lebih akrab tersosialisasi kepada anggota kelompok. 2. Ditingkatkan berbagai kegiatan kelompok yang menunjang pemahaman tentang teknologi DPG untuk para anggota misalnya dengan kegiatan lomba, kunjungan ke pameran, pelatihan.
103
DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, D. H. 1998. Hubungan Profil Petani Peserta SL PHT Dengan Tingkat Penerimaan Informasi PHT Berdasarkan Wilayah Di Kabupaten Sukabumi. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Adjid, D. A. 1980. Pengembangan Kelompok Tani Menuju Penerapan Panca Usaha Lengkap Secara Swakarsa Dan Swadaya (“Inmas Murni”). Satuan Pengendali Bimas. Jakarta. Albrecht, S.L., transl. 1985. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Brigham Young. Prentice Hall, Inc. Englewood Clifs, New Jersey. Arifin, A. H. 1992. Ilmu Komunikasi. Sebuah Pengantar Ringkas. Rajawali Pers. Jakarta Departemen Pertanian. 1999. Pedoman Umum Program Diversifikasi Pangan dan Gizi. Proyek Diversifikasi Pangan Dan Gizi. Departemen Pertanian. Jakarta. DeVito, J. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Kuliah Dasar. Edisi Kelima. Professional Books. Jakarta. Eko Setyanto, A. 1993. Hubungan Karakteristik Petani Dan Keterlibatannya Dalam Jaringan Komunikasi Dengan Adops i Paket Teknologi Supra Insus Di Desa Pandeyan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harper Charles L. 1989. Exploring Social Change. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey. Kantor Statistik. 2000. Kabupaten Bantul Dalam Angka. Kantor Statistik. Bantul. Kincaid , L. D., Rogers, E. M. 1981. Communication Networks. Collien Mac Milland Publisher. London. Kincaid , L. D. & Schramm, W. 1977. Asas-asas Komunikasi Antar Manusia. LP3ES. Jakarta. Knoke, D. and Kuklinski, J. 1982. Network Analysis. Beverly Hills. Publication. London.
Sage
Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Marzuki, S. 1996. Pembinaan Kelompok. Universitas Terbuka. Depdikbud. Jakarta. 104
Prayitnohadi, M. 1987. Faktor-faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Teknologi Program Intensifikasi Serat Karung Rakyat. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Rakhmat, J. 1995. Kamus Filsafat. PT Remaja Rosda Karya. Bandung. Rogers, E. M. 1995. Diffusions of Innovations. Fourth Edition. The Free Press. New York. Santoso, S. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. Sarwono, S. W. 1995. Teori-teori Psikologi Sosial. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta. Sendjaja , D. 2002. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka. Jakarta. Seran, S. 1997. Telaah Interaksi Sosial Masyarakat Sasara n Terhadap Kesinambungan Program Intervensi: Diversifikasi Pangan Dan Gizi. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. C.V. Rajawali. Jakarta. Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta. Tamarli. 1994. Partisipasi Petani Dalam Penyuluhan Dan Penerapan Program Supra Insus. Studi Kasus di WKPP Glumpang Tiga Kabupaten Pidie Daerah Istimewa Aceh. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Vitayala, A. S. H., Tjitopranoto, P., Wahyudi (ed). 1995. Penyuluhan Pembangunan di Indonesia Menyongsong Abad 21. Cetakan IV. PT Pustaka Pembanguan Swadaya Nusantara. Jakarta. Yanti, M. 2003. Analisis Jaringan Komunikasi Kredit USahatani. Kasus Kelompok Tani di Kecamatan Leuwiliang. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yul, N. 1999. Petunjuk Teknis Sekolah Lapangan Diversifikasi Pangan Dan Gizi. Departemen Pertanian. Proyek Diversifikasi Pangan Dan Gizi Pusat. Jakarta. Yusna ndi. 1992. Adopsi Petani Kopi Dalam Pengembangan Perkebunan Kopi Rakyat. Thesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Zanden, V. J. W. 1984. Social Psychology. Third Edition. Random House Inc. USA.
105