BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan kepada para petani di Dusun Muhara. Sehubungan dengan itu, bab ini mengemukakan deskripsi serta hasil uji statistik
atas
sejumlah
hipotesis
berkenaan
dengan
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan tingkat keinovatifan petani dan laju adopsi inovasi SRI yang meliputi: persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI, tipe pengambilan keputusan inovasi SRI, saluran komunikasi, karakteristik sistem sosial, promosi oleh agen perubahan dan karakteristik individu petani. Penjelasan lebih rinci mengenai faktor-faktor tersebut disajikan pada sub bab di bawah ini.
7.1 Hubungan antara Persepsi Petani tentang Karakteristik Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan Petani dan Tingkat Laju Adopsi Sebagaimana dikemukan sebelumnya, dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif antara variabel-variabel pengaruh pada persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI –kecuali pada tingkat kerumitan-, yakni: produktivitas, tingkat pendapatan (hasil jual – biaya produksi), tingkat kompatibilitas, tingkat kemungkinan dicoba, dan tingkat kemungkinan diamati dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Data berkenaan hubungan antara enam variabel pengaruh pada persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI dengan dua variabel terpengaruh, yakni: tingkat keinovativan dan laju adopsi disajikan pada Tabel 20. Adapun data pendukung, berupa persentase petani pembudidaya inovasi padi SRI menurut kriteria dari semua variabel pengaruh dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 20. Hubungan antara Persepsi Petani tentang Karakteristik Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan Petani dan Tingkat Laju Adopsi Tingkat Keinovativan (Y1) Variabel-variabel Persepsi Petani tentang Karakteristik Inovasi SRI Rendah Sedang Tinggi Produktivitas (X1.1) Rendah 21 52 26 Sedang 12 28 60 Tinggi 0 0 100 Tingkat Pendapatan (X1.2) 17 47 36 Rendah 14 29 57 Sedang 33 0 67 Tinggi Tingkat Kompatibilitas (X2) Rendah 0 0 0 Sedang 22 34 44 Tinggi 14 50 36 Tingkat Kerumitan (X3) Rendah 0 50 50 Sedang 18 37 45 Tinggi 23 62 15 Tingkat Kemungkinan Dicoba (X4) Rendah 33 67 0 Sedang 17 40 43 Tinggi 0 50 50 Tingkat Kemungkinan Diamati (X5) 25 75 0 Rendah 19 41 41 Sedang 0 40 60 Tinggi
Laju Adopsi (Y2) Rendah Sedang Tinggi 26 16 0
14 24 0
60 60 100
22 14 33
19 14 0
59 71 67
0 25 19
0 16 19
0 59 61
25 22 23
25 20 8
50 59 69
17 22 25
0 19 25
83 59 50
25 22 20
0 19 20
75 59 60
Berdasarkan data pada Lampiran 4, diketahui bahwa mayoritas tingkat keinovativan petani padi SRI di Dusun Muhara tergolong kriteria sedang dan tinggi. Sebagaimana terlihat pada Lampiran 4, persentasenya adalah 43 persen dan 40 persen atau 65 persen lebih tinggi dibanding mereka yang tingkat keinovativannya tergolong rendah. Hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa dua dari enam variabel persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI yang berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α = 0,05, yaitu produktivitas (X1.1), dan tingkat kemungkinan dicoba (X4). Sedangkan tingkat kerumitan (X3) dan tingkat kemungkinan diamati (X5) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan pada taraf α = 0,10. Hal ini menjelaskan seperti yang terlihat pada Tabel 20 bahwa semakin tinggi produktivitas padi SRI, maka semakin tinggi keinovativannya, begitu juga dengan tingkat kerumitan, tingkat kemungkinan dicoba dan tingkat kemungkinan diamati
56
memiliki kecenderungan yang sama. Kecuali tingkat pendapatan (X1.2) dan tingkat kompatibilitas (X2) mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1) pada selang kepercayaan lebih dari 0,30. Hal ini, merujuk pada Purnaningsih (2006), bahwa tingkat pendapatan (X1.2) dan tingkat kompatibilitas (X2) tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak signifikan terhadap tingkat keinovativan (Y1), karena pada dasarnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani terbatas pada pendapatan yang diperoleh secara langsung dari hasil produksi usahatani dikurangi biaya produksi, yang sepenuhnya sangat ditentukan oleh luasan usahatani sawah dan penerapan budidaya inovasi SRI. Sementara itu, tingkat kompatibilitas antara budidaya padi SRI dengan budidaya padi konvensional yang dilakukan oleh petani sebagian besar pada kategori kriteria rendah dan sedang (sebesar 81 persen) sehingga semakin rendah tingkat kompatibilitasnya, maka semakin rendah tingkat keinovativannya. Demikian pula halnya hasil uji korelasi rank Spearman atas hubungan antara enam variabel pada persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI dengan laju adopsi (Y2), tidak ditemukan bahwa variabel-variabel bebas tersebut tidak ada yang berhubungan nyata dengan laju adopsi (Y2).
7.2 Hubungan antara Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Diduga terdapat hubungan positif antara variabel bebas pada tipe pengambilan keputusan inovasi SRI (X6) dengan tingkat keinovativan (Y1) dan laju adopsi (Y2). Tabel 21 menyajikan data berkenaan hubungan antara variabel bebas, yakni tipe pengambilan keputusan inovasi SRI dengan variabel tidak bebas pada tingkat keinovativan dan laju adopsi. Adapun persentase petani pembudidaya inovasi padi SRI menurut kriteria dari tipe pengambilan keputusan inovasi SRI dapat dilihat pada Lampiran 4.
57
Tabel 21. Hubungan antara Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel Tipe PKI SRI Rendah Sedang Tinggi
Tingkat Keinovativan (Y1) Rendah Sedang Tinggi 0 67 33 0 33 67 19 42 39
Laju Adopsi (Y2) Rendah Sedang Tinggi 0 33 67 33 67 100 24 16 60
Hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa tipe pengambilan keputusan inovasi SRI (X6) berhubungan dengan tingkat keinovativan (Y1) dan laju adopsi (Y2) pada taraf α > 0,30. Dengan merujuk pada Purnaningsih (2006), hal tersebut menunjukkan bahwa tipe pengambilan keputusan inovasi SRI (X6) sangat tidak signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1) dan laju adopsi (Y2). Hal ini karena yang dominan menjadi pengambilan keputusan inovasi SRI di Dusun Muhara adalah tipe pengambilan keputusan otoritas dengan persentase sebesar 91 persen (Lampiran 4), sehingga menjadi lebih kompleks dibandingkan tipe pengambilan keputusan opsional.
7.3 Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Diduga terdapat hubungan positif antara dua variabel pada saluran komunikasi, yakni: tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) dan tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Tabel 22 memperlihatkan data berkenaan hubungan antar variabel-variabel bebas dan tidak bebas tersebut. Adapun distribusi petani pembudidaya inovasi padi SRI menurut kategori kriteria saluran komunikasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
58
Tabel 22. Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Saluran Komunikasi
Tingkat Keinovativan (Y1) Rendah
Sedang
Laju Adopsi (Y2)
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Tingkat Pengenalan Inovasi SRI dari Media Massa (X7) Rendah
18
42
39
23
18
59
Sedang
0
100
0
0
0
100
Tinggi
0
0
100
0
0
100
Tingkat Partisipasi Petani Mengikuti Penyuluhan Inovasi SRI (X8) Rendah
20
46
34
34
20
46
Sedang
15
50
35
15
10
75
Tinggi
15
23
62
0
23
77
Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) menjelaskan bahwa variabel dari saluran komunikasi dengan tingkat keinovativan (Y1), yaitu: tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) pada selang kepercayaan sekitar 0,20, merujuk pada Purnaningsih (2006), hal ini berarti bahwa tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) dianggap kurang baik dan tidak signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1), frekuensi pertemuan sebanyak 13 kali sebagian besar memang dilakukan setelah pelatihan, dimana petani tidak terlalu berminat mengikutinya, karena bagi mereka motivasinya memperoleh stimulan, dan itu diberikan pada awal pelatihan, sedangkan tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) tidak berhubungan dengan tingkat keinovativan karena berada pada selang kepercayaan lebih dari 0,30. Hal ini diduga karena sebagian besar tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa berada pada kriteria kategori rendah sebesar 97 persen (Lampiran 4) Adapun dua variabel dari saluran komunikasi, yakni tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) dan tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) berhubungan nyata dengan laju adopsi (Y2) dengan selang kepercayaan secara berturut-turut dengan α = 0,20-0,30 dan α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) kurang baik mempengaruhi dan tidak signifikan terhadap laju adopsi (Y2),
59
sedangkan tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) mempengaruhi dan signifikan terhadap laju adopsi.
7.4 Hubungan antara Karakteristik Sistem Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi
Sosial
dengan
Tingkat
Dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif antara variabelvariabel pengaruh pada karakteristik sistem sosial, yakni: tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) dan tingkat integrasi petani (X10) dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Data berkenaan hubungan antara dua variabel bebas pada karakteristik sistem sosial dengan dua variabel pada tingkat keinovativan dan laju adopsi disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Hubungan antara Karakteristik Sistem Sosial dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Karakteristik Sistem Sosial
Tingkat Keinovativan (Y1) Rendah
Sedang
Tinggi
Laju Adopsi (Y2) Rendah
Sedang
Tinggi
Tingkat Ketaatan Petani Berbudidaya Padi Konvensional (X9) Rendah
0
50
50
25
25
50
Sedang
17
41
42
22
19
59
Tinggi
40
60
0
20
0
80
Rendah
7
47
47
27
0
73
Sedang
24
45
32
13
24
63
Tinggi
13
33
53
40
20
40
Tingkat Integrasi Petani (X10)
Hasil uji korelasi rank Spearman pada Lampiran 5 menjelaskan bahwa tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α = 0,10 yang berarti bahwa variabel tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) ini cukup mempengaruhi dan cukup signifikan terhadap tingkat keinovativan (Y1), lain halnya dengan tingkat integrasi petani (X10) berhubungan dengan tingkat keinovativan (Y1) pada selang kepercayaan lebih dari 0,30. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat integrasi petani (X10) tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak
60
signifikan terhadap tingkat keinovativan (Y1). Hal ini diduga petani lebih memilih menerapkan budidaya padi konvensional dibandingkan dengan inovasi budidaya padi SRI, dengan pertimbangan tidak ingin mengambil resiko apabila menerapkan inovasi SRI dan kemudian gagal, seperti terkena hama dan gagal panen, serta didasari bahwa tingkat integrasi petani dominan berada dikategori rendah dan sedang sebesar 78 persen (Lampiran 4), sehingga tidak bisa diambil kesimpulan bahwa tingkat integrasi berhubungan positif dengan tingkat keinovativan. Adapun dua variabel karakteristik sistem sosial, yakni: tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) berhubungan dengan laju adopsi (Y2) pada taraf α > 0,30 dan tingkat integrasi petani (X10) berhubungan dengan laju adopsi pada taraf α = 0,10. Hal tersebut menggambarkan bahwa dengan merujuk Purnaningsih (2006), tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak signifikan terhadap laju adopsi (Y2) sedangkan tingkat integrasi petani (X10) cukup mempengaruhi dan cukup signifikan terhadap laju adopsi (Y2). Hal ini diduga karena luasan sawah yang dimiliki petani sebagian besar masih menerapkan budidaya padi konvensional sehingga dapat dikatakan sebagian besar petaninya masih bersifat tradisional.
7.5 Hubungan Antara Promosi Oleh Agen Perubahan dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Sebagaimana dikemukakan di depan, diduga terdapat hubungan antara dua variabel pada promosi oleh agen perubahan dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Adapun data semua variabel bebas dan tidak bebas tersebut disajikan pada Tabel 24.
61
Tabel 24. Hubungan antara Promosi Oleh Agen Perubahan dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Promosi oleh Agen Perubahan
Tingkat Keinovativan (Y1) Rendah
Sedang
Tinggi
Laju Adopsi (Y2) Rendah
Sedang
Tinggi
Tingkat Keragaman Metode Penyuluahan Inovasi SRI (X11) Rendah
10
70
20
40
30
30
Sedang
21
45
34
29
5
66
Tinggi
15
25
60
0
35
65
Frekuensi Kunjungan Penyuluh dan/atau Agen Perubah Lain (X12) Rendah
23
48
29
26
23
52
Sedang
14
50
36
23
9
68
Tinggi
13
20
67
13
20
67
Hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) memperlihatkan bahwa variabel-variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) dan frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain (X12) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) berturut-turut pada selang kepercayaan 0,10 dan 0,05. Merujuk pada Purnaningsih (2006), variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) dan frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain sangat signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1). Hal ini diperkuat dengan data pada Lampiran 4 bahwa sebagian besar tingkat keragaman metode penyuluhan berada pada kategori sedang dan tinggi sebesar 85 persen. Banyak kegiatan penyuluhan inovasi SRI yang diikuti oleh petani di Dusun Muhara berupa ceramah oleh PPL, demontrasi seleksi benih, demontrasi pembuatan bokashi, pelatihan SRI dan demontrasi plot budidaya SRI. Khusus untuk variabel frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain, hal ini menarik karena meskipun frekuensi kunjungan penyuluh dalam kriteria kategori dominan rendah dan sedang sebesar 78 persen tetapi mempengaruhi tingkat keinovativan petani. Diduga data frekuensi kunjungan penyuluh yang ada di kelompok tani bersifat semu hanya sebatas formalitas saja. Variabel-variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) dan frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain (X12) berhubungan nyata dengan laju adopsi (Y2) berturut-turut pada selang kepercayaan 0,05 dan lebih dari 0,30. Dengan merujuk pada Purnaningsih (2006), 62
hal tersebut berarti variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) sangat signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2) dan variabel frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain sangat tidak signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2). Hal ini dirasa frekuensi kunjungan penyuluh kurang terhadap petani karena seringnya para penyuluh dan/atau agen perubah lain berhubungan ketua kelompok tani dan kontak tani, sehingga para penyuluh dan/atau agen perubah lain kurang kontak dan kurang menyisihkan waktu yang relatif banyak untuk subyek penyuluhannya.
7.6 Hubungan antara Karakteristik Individu Petani dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Diduga terdapat hubungan positif antara variabel-variabel pengaruh pada karakteristik individu petani, yakni: tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non-formal, pola perilaku komunikasi, tingkat pengalaman berusahatani, tingkat stratum rumahtangga petani, tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Tabel 25 memperlihatkan data berkenaan hubungan antar variabel tersebut, distribusi petani pembudidaya padi SRI menurut kategori kriteria dari variabel karakteristik individu petani dapat dilihat pada Lampiran 4.
63
Tabel 25. Hubungan antara Karakteristik Individu Petani dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Karakteristik Individu Petani
Tingkat Keinovativan (Y1)
Laju Adopsi (Y2)
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
0
50
50
50
0
50
Sedang
19
40
40
21
16
63
Tinggi
14
57
29
14
43
43
Tingkat Pendidikan Formal (X13)
Tingkat Pendidikan Non Formal (X14) Rendah
22
49
29
22
20
58
Sedang
10
35
55
15
15
70
Tinggi
0
0
100
67
0
33
Rendah
11
22
67
22
11
67
Sedang
24
49
27
17
12
71
Tinggi
6
39
56
33
33
33
Pola Perilaku Komunikasi (X15)
Tingkat Pengalaman Berusahatani (X16) Rendah
9
53
38
24
26
50
Sedang
31
31
38
21
10
69
Tinggi
0
40
60
20
0
80
Tingkat Stratum Rumahtangga Petani (X17) Rendah
18
44
38
18
20
62
Sedang
19
44
38
31
13
56
Tinggi
0
0
100
50
0
50
Tingkat Kebutuhan Petani terhadap Inovasi SRI (X18) Rendah
43
14
43
14
0
86
Sedang
6
56
39
33
22
44
Tinggi
19
42
40
19
19
63
Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5), satu dari enam variabel-variabel karakteristik individu petani yang berhubungan nyata terhadap tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α = 0,05, yaitu: tingkat pendidikan non formal (X14), diduga karena faktanya menunjukkan bahwa kecuali mengikuti pelatihan budidaya SRI, hampir semua petani tidak pernah mengikuti pelatihan lainnya yang berhubungan dengan peningkatan produktivitas usahatani mereka, sementara itu kebutuhan petani akan inovasi SRI lebih banyak karena motivasi
64
mendapat stimulan. Sedangkan lima variabel karakteristik individu petani lainnya, yaitu: tingkat pendidikan (X13), pola perilaku komunikasi (X15), tingkat pengalaman berusahatani (X16), tingkat stratum rumahtangga petani (X17) dan tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI (X18) berhubungan nyata terhadap tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α > 0,30. Dengan merujuk Purnaningsih (2006), tingkat pendidikan non formal ini sangat signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan, sedangkan lima variabel lainnya sangat tidak signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan. Hal inipun karena mayoritas petani adopter SRI tergolong kategori rendah dalam hal tingkat pengalaman berusahatani (X16) dan tingkat stratum rumahtangga petani (X17) berturut-turut sebesar 50 persen dan 74 persen, sementara itu pada dua variabel lainnya, yaitu: tingkat pendidikan formal (X13) dan pola perilaku komunikasi (X15) menunjukkan kriteria sedang, berturut-turut sebesar 84 persen dan 60 persen, sedangkan untuk variabel tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI (X18) mayoritas tergolong tinggi sebesar 63 persen. Meskipun tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI mayoritas tergolong tinggi, tetapi berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) ketika hama menyerang sawah petani pada musim tanam ketujuh, untuk menanggulangi hama tersebut petani kembali menggunakan pestisida kimia. Adapun variabel-variabel karakteristik individu petani yang berhubungan nyata terhadap laju adopsi (Y2) pada taraf α = 0,05 yaitu: pola perilaku komunikasi (X15), pada taraf α = 0,10, yaitu: tingkat pengalaman berusahatani (X16), sedangkan variabel-variabel karakteristik individu lainnya yakni: tingkat pendidikan formal (X13), tingkat pendidikan non formal (X14), tingkat stratum rumahtangga petani (X17) dan tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI (X18) berhubungan nyata terhadap laju adopsi (Y2) pada taraf α > 0,30. Merujuk pada Purnaningsih (2006), pola perilaku komunikasi (X15) dan tingkat pengalaman berusahatani (X16) sangat signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2), hal ini diduga berhubungan dengan pola komunikasi petani adopter SRI yang cenderung lebih kosmopolit, antara lain tercermin komunikasi mereka dengan sumber inovasi SRI, yakni sekitar 72 persen berkomunikasi dengan ketua kelompoktani, 44 persen dengan PPL, dan sekitar 78 persen dengan rekan sekelompoktani dan dalam tingkat pengalaman berusahatani cenderung relatif
65
heterogen dan terdistribusi normal. Sedangkan variabel-variabel karakteristik individu petani lainnya sangat tidak signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2).
7.7 Permasalahan dalam Penyelenggaraan Program Inovasi SRI di Dusun Muhara Berkenaan dengan budidaya tanam padi SRI, secara umum para petani menganggap bahwa sejumlah komponen teknologi yang diintroduksikan dalam inovasi SRI sesuai dengan pengalaman dalam sistem budidaya padi konvensional, khususnya dalam hal: varietas unggul, benih bermutu, pengolahan lahan, penyiangan, dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). namun demikian, terdapat sejumlah komponen yang petani pandang berbeda dengan sistem konvensional, yaitu penggunaan benih 5 kg/ha, perendaman dan pengeringan benih selama 24-48 jam, umur pembibitan 7-15 hari, cara tanam bibit tunggal dan dangkal dengan posisi akar membentuk huruf “L”, pengairan macakmacak, penggunaan pupuk organik (bokashi). Penggunaan pupuk organik dianggap agak menyulitkan karena mereka tidak terbiasa memanfaatkan kotoran ternak yang ada, serta adanya kesulitan dalam memperoleh limbah ternak untuk bahan pembuatan pupuk organik. Selain kekurangan limbah ternak sebagai bahan pembuatan pupuk organik di tingkat kelompok tani, pemasaran beras/gabah organik merupakan masalah yang harus diatasi. Selama ini, umumnya petani SRI menjual hasil panen kepada para pedagang lokal dengan harga yang belum memadai, walaupun masih terdapat perbedaan harga dengan gabah/beras biasa, namun harga jual padi organik dirasakan oleh para petani belum menguntungkan karena belum memberikan nilai tambah yang diharapkan.
66