Persepsi dan Tingkat Adopsi Petani terhadap Inovasi Teknologi pada Model Pengembangan Bioindustri Integrasi Kakao-Kambing di Kulon Progo, Yogyakarta Wiendarti Indri Werdhany dan Gunawan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Yogyakarta E-mail :
[email protected] HP: 081392815060 Abstrak Pengkajian bertujuan untuk mengetahui persepsi dan tingkat adopsi petani terhadap teknologi yang di introduksikan dalam kawasan model pengembangan bioindustri berbasis integrasi tanaman kakao-ternak kambing. Pengkajian dilaksanakan pada bulan April - Desember 2015, menggunakan metode survei. Responden dipilih secara acak dari kelompok peternak kambing yang terdapat pada tiga kelompok tani yang terdapat di tiga dusun yaitu Gerpula, Pantok Wetan dan Slanden. Masing-masing sebanyak 20 orang yang dipilih secara acak dari Dusun Gerpule Desa Banjarharjo dan Dusun Plantok Wetan dan Slanden Desa Banjaroyo. Data kebutuhan teknologi bagi peternak di kaji dengan melakukan skoring dan data di analisis secara deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa terdapat teknologi bidang peternakan yangtelah diaplikasikan melalui kegiatan pengembangan pertanian boindustri kambing – kakao telah di ketahui dan diterapkan yaitu kalender ternak, silase daun kakao, mineral blok, POC, POP. Ke lima teknologi tersebut telah tersebar dan diketahui oleh peternak di sekitar lokasi pengkajian serta di aplikasikan dengan berbagai tingkatan. Sebagian besar peternak (100-90 %) menyatakan bahwa teknologi mineral blok dan POP sangat sesuai dan sangat dibutuhkan serta telah di terapkan dalam pemeliharaan ternaknya. Beberapa peternak menyatakan membutuhkan teknologi silase daun kakao, POC, kalender ternak masing-masing sebesar 75%, 38,3%. 68,3%. Belum seluruhnya dapat di impelementasikan secara konsisten. Penyebab tidak dapat seluruhanya secara konsisten dikerjakan diantaranya kepemilikan ternak terbatas dan masih dapat diatas dengan hijauan segar yang ada, belum memiliki kandang panggung yang dapat memisahkan limbah cair dan padat serta beberapa karena kurangnya tenaga kerja. Kata Kunci : Adopsi inovasi teknologi, Bioindustri kakao – kambing, Persepsi Pendahuluan Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu pusat pengembangan ternak kambing yang sangat potensil dengan populasi ternak kambing sebanyak 22 ribu ekor (BPS DIY, 2012). Peternakan kambing merupakan salah satu usaha yang menjanjikan keuntungan bagi petani di pedesaan. Tingginya permintaan daging kambing tidak serta merta membuat usaha peternakan kambing mengalami peningkatan yang signifikan. Usaha ini hanya dijadikan sebagai usaha sampingan oleh para petani di pedesaan dengan jumlah kepemilikan pada kisaran 2-6 ekor per keluarga tani. Kabupaten kulon Progo sangat potensial untuk mengembangkan ternak kambing dengan melimpahnya sumberdaya lahan sebagai sumber hijauan dan iklim yang sesuai dengan kebutuhan ternak perah (PE) dan pedaging atau bligon. Kendala yang menyebabkan lambtanya perkembangan ternak kambing, biasanya petani memelihara ternak hanya sebagai sampingan, bukan usaha utama sehingga dalam pemeliharaannya tidak dilakukan secara intensif. Kegiatan model pengembangan bioindustri berbasis integrasi tanaman kakao-ternak kambing di wilayah desa Banjarharjo, dalam pelaksanaannya menggunakan inovasi teknologi yang telah terekomendasi unggul yang teruji dapat diterapkan di lapangan secara sinergi, mempunyai manfaat yang besar secara kuantitatif dan menghasilkan produk yang berdaya saing yang dapat menjawab kebutuhan petani. Sebanyak 9 teknologi telah di introduksikan dalam kegiatan model pengembangan bioindustri berbasis integrasi tanaman kakao-ternak kambing, 6
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1343
teknologi di introduksikan pada ternak kambing dan 2 bagi tanaman kakao. Ke 9 teknologi antara lain : 1). penggunaan kandang panggung, 2). silase daun kakao, 3). pembuatan pupuk organik padat (POP) bahan limbah kandang, 4). pembuatan pupuk organik cair (POC) bahan limbah cair, 5). pakan tambahan mineral blok, 6). kandang jepit untuk kawin, 7). penerapan kartu ternak, 8). Sistim pemangkasan tanaman kakao dan 9). pengolahan biji kakao. Produktivitas ternak kambing yang dipelihara dalam lingkungan model pengembangan bioindustri tanaman kakao- ternak kambing pada Nopember 2015 menunjukkan adanya kelahiran anak kambing rata-rata 1,8 ekor dari jumlah induk kambing sebanyak rata-rata 2 ekor per peternak dalam kurun waktu 9 bulan. (Gunawan, et all, 2015) Meningkatnya produksi dan pendapatan merupakan tujuan utama dari usaha yang dilakukan petani, baik dari bidang tanaman kakao maupun ternak kambing. Adopsi teknologi oleh petani dalam lingkungan kawasan kegiatan bioindustri maupun sekitarnya merupakan suatu jembatan dalam upaya meningkatkan produktivitas usaha dalam budidaya tanaman kakao maupun ternak kambingnya. Peternak harus dapat mengadopsi teknologi yang telah terekomendasi dan secara empiris dapat meningkatkan produktivitas ternak. Suatu teknologi inovasi akan menyebar ke petani lain atau adopter jika telah terbukti teknologi tersebut dapat memberi manfaat dan dampak positif yaitu keuntungan bagi pengguna teknologi. Menurut Mundy, (2000), proses adopsi melalui beberapa tahapan yaitu : 1) kesadaran (awarness); 2) perhatian (interest), 3). penaksiran (evaluation), 4). percobaan (trial), 6) adopsi (adoption), dan 7). Konfirmasi (confirmation). Sementara menurut Rogers (1983), kecepatan adopsi dan difusi inovasi teknologi sangat tergantung dari persepsi petani terhadap teknologi tersebut. Terdapat tiga hal untuk tercapainya proses adopsi yaitu : 1) terdapat petani yang mengaplikasikan/adopsi; 2) terdapat proses adopsi yang berjalan dan dapat diikuti perkembangannya oleh pihak lain/calon adopter; 3) terdapat hasil adopsi yang nyata-nyata telah menguntungkan (Soekartawi, 2005). Hendayana (2011) mengindikasikan, beberapa aspek yang memberikan andil terhadap akselerasi adopsi antara lain: 1) faktor kesenjangan antara teknologi yang di introduksikan dengan
teknologi yang
dibutuhkan petani, 2) efektifitas cara penyebaran informasi teknologi (infotek), keterlibatan penyuluh lapangan kurang.
dan 3)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan tingkat adopsi petani, terhadap beberapa teknologi inovasi yang telah di aplikasikan, dalam pengkajian model pengembangan bioindustri berbasis tanaman kakao terintegrasi dengan ternak kambing. Metodologi Pengkajian dilaksanakan dalam kawasan lokasi pengkajian model pengembangan bioindustri berbasis integrasi ternak kambing-tanaman kakao dan ditentukan pada kelompok di Dusun Gerpule Desa Banjarharjo dan Dusun Plantok Wetan, Slanden Desa Banjaroyo, Kalibawang, Kulon Progo. Pengkajian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Desember 2015. Responden dipilih secara acak dari ke tiga kelompok dan masing-masing lokasi sebanyak 20 orang responden sehingga semuanya berjumlah 60 orang responden. Pengkajian menggunakan metode survei, pengamatan/observasi dan wawancara menggunakan alat bantu pengumpul data dalam bentuk daftar pertanyaan/kuesioner terstruktur, dengan indikator secara kuantitatif dan kualitatif. Jenis data yang dikumpulkan adalah data jenis odinal untuk mendapatkan informasi mengenai identifikasi berdasarkan kriteris mengetahui, mencoba dan menerapkan dan persepsi serta aspek-aspek untuk tingkat adopsi teknologi. Data
1344
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
dikumpulkan, diukur dengan skoring dan setelah ditranfromasi menggunakan pendekatan Likert selanjutnya data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara deskritptif. Klasifikasi variabel tingkat adopsi dibagi menjadi tiga yaitu: rendah, sedang dan tinggi, dan klasifikasi variabel untuk persepsi dibagi menjadi sangat tidak dibutuhkan, tidak dibutuhkan, ragu-ragu, dibutuhkan, sangat dibutuhkan. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Peternak Karakteristik Peternak kambing dari segi umur, sebagian besar (49%) peternak berumur antara 46 – 58 tahun, dengan kata lain peternak kambing dalam lingkungan model pengembangan bioindustri kakao – kambing sebagian besar sudah cukup tua, meskipun untuk pemeliharaan kambing, rentang umur tersebut bukanlah hambatan untuk mengembangkan ternak kambing, apalagi sebagian besar (47%) sudah berpengalaman 6-10 tahun. Peternak dengan pengalaman yang lebih lama, akan lebih efisien dalam implementasinya dan telah mengalami berbagai situasi baik yang menguntungkan maupun merugikan. Pada tingkat umur yang sudah matang namun masih produktif, peternak memiliki kecenderungan memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi dalam intensifikasi budidaya terak kambing. Senada yang disampaikan Ahmed (2011), bahwa peternak dengan pengalaman yang lebih lama akan lebih efisien. Semakin meningkat umur seseorang, cenderung semakin meningkat pengetahuan, pengalaman dan keterampilan peternak, yang dibuktikan dengan produktivitas ternak yang tinggi meskipun tingkat pendidikannya sebagian besar (45%) adalah Sekolah Dasar. Karakteristik dan profil peternak kambing pada lokasi pengkajian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik dan profil peternak kambing lokasi pengkajian No
Uraian
1
Sebaran Umur (tahun)
2
3
4
%
31-45 46-58
22 49
59-72
29
Pendidikan Tidak berpendidikan
5
Sekolah Dasar SLTP
59 18
SLTA Sarjana
18 2
Pengalaman beternak < 1 tahun 1-5 tahun
5 35
6-10 tahun >10 tahun
47 12
Kepemilikan ternak 1-2 ekor 3-4 ekor
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
10 23
1345
No
Uraian
%
5-6 ekor >6 ekor
18 9
Sumber : data primer Teknologi Inovasi dan Tingkatan Proses Adopsi Proses adopsi diawali dengan mengetahui jenis dan sumber teknologi. Tingkat adopsi merupakan suatu proses yang dinamis yang ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya situasi dan kondisi petani pengguna dan macam teknologi (Sinja et al., 2004). Terdapat 6 jenis teknologi berkaitan dengan ternak kambing yang telah di implementasikan di kelompok Andum Rejeki sebagai kooperator dalam kegiatan pengkajian model-bioindustri kakao-kambing
yaitu :
1). Kandang panggung; 2). Mineral Blok 3). Silase daun kakao; 4). Pembuatan Pupuk Organik Padat 5) Pembuatan Pupuk Organik Cair. 6). Kalender ternak Hasil identifikasi terhadap percepatan adopsi dengan indikator proses mengetahui dan mempraktekkan serta menerapkan pada usaha ternak kambing bagi kelompok lain di kawasan pengkajian setelah 2 tahun berlangsung di kawasan Bioindustri, dapat dilihat pada Tabel 2. Identifikasi percepatan adopsi teknologi bagi peternak di kawasan lokasi model-bioindutri kakaokambing diperhitungkan sejak dilakukan sosialisasi pada bulan Maret 2015 dan pada akhir tahun atau Desember 2015. Teknologi Mineral Blok Mineral blok merupakan sumber mineral untuk pertumbuhan tulang, gigi, dan jaringan otot serta reproduksi ternak; sebagai bahan enzim dan hormon serta substansi lain yg diperlukan dalam proses metabolisme. Manfaat mineral Blok bagi ternak kambing induk bunting, diantaranya mengatasi penyakit difisiensi mineral yang ditunjukkan dengan gejala peurunan bobot badan, kehilangan napsu makan, kurus, penurunan daya tahan tubuh, penurunan daya produksi susu, mencegah kemandulan keguguran dan kelumpuhan. Teknologi mineral blok diperkenalkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terutama bagi induk bunting dan menyusui. Aplikasi mineral blok dengan cara digantung pada kandang sehingga ternak dapat dengan leluasa mengkonsumsi sebagai permen sesuai kebutuhan ternak.
Tabel 2. Proses adopsi teknologi rekomendasi oleh petani Jenis Teknologi
Mengetahui (%)
Praktek setelah
Menerapkan setelah 9
sosialisasi (4 bln) (%)
bulan (%)
Mineral Blok
100
90
100
Silase Daun Kakao
100
57
85
Kalender Ternak
100
47
85
POP
100
20
90
POC
100
12
40
Sumber : analisis data primer Keterrangan : POP =Pupuk Organik Padat, POC = Pupuk Organik Cair
1346
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Pada umumnya setelah menghadiri Temu Lapang, seluruh responden (100%) telah mengetahui mengenai mineral blok sebagai pakan tambahan ternak dan setelah mengikuti sosialisasi teknologi, 90% responden telah mempraktekkan bersama di kelompok masing-masing dan hasil identifikasi yang dilakukan pada akhir tahun menunjukkan dari 60 responden yang sama tersebut seluruhnya (100%) telah membuat dan memberikan mineral blok kepada ternaknya. Hasil wawancara yang dilakukan memberikan gambaran bahwa telah terjadi penurunan kematian cempe setelah induk mengkonsumsi mineral blok dan cempe yang dilahirkan menjadi lebih kuat dan lincah. Pemberian mineral blok terutama bagi induk bunting dan menyusui, sedangkan bagi ternak yang lain secara alami ternak akan mengkonsumi jika tubuhnya merasakan kekurangan terhadap mineral dan akan berhenti mengkonsumsi jika tidak membutuhkan. Teknologi ini sangat mudah dan murah sehingga hampir seluruh peternak di lokasi pengkajian dan sekitarnya telah menggunakan untuk ternaknya. Hasil identifikasi menunjukkan untuk mineral blok merupakan teknologi yang paling cepat diadopsi peternak dan hanya membutuhkan waktu 2 bulan sebanyak 90% responden telah mengadopsinya. Mineral blok selain digunakan untuk ternak sendiri, juga dapat menjadi usaha peternak dengan memasarkan kepada peternak lainnya yang membutuhkan dan kelompok ternak lainnya. Silase Daun Kakao Silase adalah teknologi pengawetan pakan ternak yang berasal dari hijauan. Silase daun kakao dilakukan dengan cara fermentasi menggunakan “silo” atau tempat kedap udara (anaerob). Tujuan membuat silase daun kakao diantaranya adalah untuk meningkatkan kualitas gizi pakan dan untuk ketersediaan/kontinyuitas pakan. Daun kakao hasil pemangkasan digunakan sebagai pakan hijauan pada ternak kambing secara segar dan dalam bentuk silase sebagai pakan cadangan pada musim kemarau. Berdasar hasil wawancara di lapangan, pemanfaatan silase daun kakao lebih banyak pada saat peternak banyak kesibukan sehingga tidak sempat mencari hijauan atau musim hujan yang turun terus menerus sehingga pemberian silase daun kakao sangat membantu. Hasil survei menunjukkan bahwa setelah dilakukan sosialisasi teknologi, sebanyak 57% responden mencoba mempraktekan dan memberikan pada ternak dan pada akhir kegiatan hasil identifikasi menunjukkan sebanyak 85% responden telah menerapkan sebagai pakan pada ternaknya. Sebagian responden menyatakan lebih menyukai memberikan dalam bentuk segar karena menurut mereka hijauan cukup melimpah, di samping tidak memiliki tenaga dan waktu untuk membuat silase. Teknologi Kalender Ternak Kalender ternak, dibuat dalam bentuk catatan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan pengamatan peternak terhadap status reproduksi ternaknya. Hasil identifikasi pada awal kegiatan menunjukkan bahwa peternak memelihara ternak kambing masih sangat tradisional, tanpa melakukan pengamatan deteksi birahi dan pencatatan produksi serta reproduksinya. Kalender ternak dilengkapi dengan kartu ternak yang digunakan untuk mencatat waktu ternak dikawinkan, bunting, melahirkan, dan dikawinkan kembali. Peternak dapat menggunakan kalender ternak untuk mengetahui waktu ternak akan melahirkan ataupun untuk mengetahui status reproduksi ternaknya. Melalui kartu ternak, dapat diketahui waktu kawin, jarak beranak dan berapa kali ternak induk dikawinkan sampai terjadi kebuntingan. Kartu ternak ini sangat penting untuk meningkatkan produktivitas ternak, di samping itu, melalui kartu ternak dapat meningkatkan perhatian peternak terhadap kondisi ternaknya.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Keberhasilan kelompok kooperator dalam
1347
implementasikan kartu ternak membuat peternak di lingkungan pengkajian model-bioindustri meniru dan menerapkan bagi ternaknya. Tabel 2 menunjukkan bahwa setelah dilakukan sosialisasi teknologi , sebanyak 47% responden telah mencoba mengaplikasikan dan hasil identifikasi pada akhir tahun, sebanyak 85 % telah menerapkan kartu ternak. Dibutuhkan waktu 4 bulan bagi kelompok ternak untuk dapat menerapkan teknologi kalender ternak bagi usaha peternakannya. Teknologi Pembuatan Pupuk Organik Padat (POP) Penggunaan limbah ternak kambing untuk tanaman kakao telah dilakukan oleh peternak secara sederhana yaitu dengan menimbun dan menyimpan hingga beberapa waktu tanpa mendapat perlakuan untuk meningkatkan kualitas pupuknya. Teknologi pembuatan pupuk organik padat (POP) yang diaplikasi pada lokasi model-Bioindustri kakao-kambing, telah memberikan tambahan pendapatan bagi kelompok kooperator kegiatan. Produk POP yang dihasilkan selain digunakan untuk memupuk tananam kakao milik mereka, juga telah mempu dipasarkan dan memberikan keuntungan bagi kelompok kooperator dari nilai tambah limbah padat tersebut. Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) telah mengetahui teknologi pembuatan pupuk organik padat (POP), sebanyak 20% responden melakukan praktek pembuatan POP limbah kambing setelah dilakukan sosialisi teknologi, dan pada akhir tahun kegiatan, teridentifikasi 90% responden telah membuat POP untuk diberikan pada tanaman dan dipasarkan secara berkelompok. Dibutuhkan waktu 2-4 bulan teknologi POP ini dapat diterapkan oleh petani untuk aplikasi pada tanaman kakao dan dijual. Teknologi Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) POC merupakan pupuk organik bahan limbah cair ternak kambing yang sangat baik untuk tanaman perkebunan seperti kelapa sawit dan kakao. Namun demikian, penggunaan pada tanaman hortikultura seperti sayuran daun dan sayuran buah seperti tomat terbukti memberikan hasil yang memuaskan. Diantara ke 6 teknologi, adopsi paling rendah terdapat pada teknologi pembuatan POC, hal ini terkait dengan penggunaan kandang panggung. Pada Tabel 2, menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) telah mengetahui adanya teknologi pembuatan POC. Setelah sosialisasi teknologi, sebanyak 12% responden telah mempraktekkan pembuatan POC dengan limbah cair ternak kambing yang dibeli dari peternak lain yang telah memiliki kandang panggung. Hasil identifikasi pada akhir tahun, sebanyak 40% responden telah membuat POC untuk digunakan sebagai pupuk pada tanaman mereka dan sebagian dikomersialkan bagi yang membutuhkan. Tingkat Adopsi dan Persepsi Petani/Peternak Tingkat adopsi teknologi pada peternak lingkungan kawasan Desa Banjarharjo (Tabel 3), menunjukkan pada teknologi pembuatan dan pemberian mineral blok adalah teknologi yang diadopsi dengan kategori tertinggi mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa semua responden sangat membutuhkan dan merasakan manfaat teknologi tersebut. Teknologi kalender ternak, silase daun kakao dan POP, mayoritas responden masuk dalam katagori tingkat adopsi tinggi (85% dan 90%) dan melalui pengamatan dan wawancara di lapangan, kategori tinggi dibuktikan dengan kondisi dan jumlah ternak yang dipelihara menunjukkan adanya peningkatan. Pada teknologi pembuatan POC, mayoritas peternak berada pada kategori tingkat adopsi sedang. Hal ini karena dalam aplikasinya sangat tergantung pada kandang panggung yang kebetulan belum dimiliki oleh sebagian besar responden, merskipun peternak telah mengetahui nilai tambah yang dapat
1348
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
dihasilkan dari POC cukup tinggi dan dapat dijadikan usaha komersial rumah tangga peternak. Karakter adopter dalam tingkat kecepatan melakukan adopsi inovasi merupakan faktor yang berpengaruh dalam menjelaskan perilaku adopsi. (Adesina dan Baidu-Forson, 1995). Tabel 3. Tingkat adopsi teknologi Jenis teknologi Mineral Blok Silase daun Kalender ternak POP POC
Kategori Sedang (%) 0 10 10 10 50
Rendah (%) 0 5 5 0 10
Tinggi (%) 100,00 85,00 85,00 90,00 40,00
Sumber : analisa data primer
Persepsi terhadap inovasi teknologi merupakan proses dalam menstimulasi dan menggerakkan peternak untuk melakukan adopsi terhadap teknologi tersebut. Persepsi adopter terhadap teknologi, ditunjukkan melalui perilaku adopsi terhadap setiap aspek dan komponen inovasi teknologi. Hasil identifikasi dan wawancara mengindikasikan persepsi petani terhadap teknologi sangat tergantung pada tingkat kebutuhan dan kemudahan dalam penerapannya. Meskipun telah diketahui keberadaan teknologi dan menjamin keuntungan dari nilai tambahnya, namun prioritas kebutuhan dan tingkat kemudahan sangat menentukan dalam memutuskan untuk mengdopsi teknologi. Persepsi peternak untuk menentukan tingkat kebutuhan dari prioritas utama sampai tidak dibutuhkan disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Persepsi petani berdasarkan prioritas kebutuhan teknologi (%) Jenis Teknologi Mineral Blok Silase daun kakao Kalender ternak POP POC
5 100,00 8,33 5,00 96,66 0,00
4 0,00 75,00 68,33 3,33 38,33
3 0,00 16,66 26,66 0,00 61,66
2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Sumber : analisis data primer, Keterangan : 1 = sangat tidak dibutuhkan 2 = tidak dibutuhkan 3 = bisa ya atau bisa tidak 4 = dibutuhkan 5 = sangat dibutuhkan
Berasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa semua peternak sepakat dalam menyatakan teknologi pakan tambahan dalam bentuk mineral blok sangat dibutuhkan dalam budidaya ternak kambing. Sebagai cadangan pakan untuk mengatasi musim kemarau dan cuaca yang tidak mendukung atau kesibukan peternak, sebagian besar (75%) peternak menyatakan teknologi pembuatan silase dibutuhkan untuk di terapkan. Untuk meningkatkan produktivitas dan menghindari kehilangan anak akibat kurang intensif dalam pengamatan deteksi birahi dan menentukan waktu kawin, sebanyak 5% menyatakan sangat membutuhkan penerapan teknologi kalender ternak. Hasil identifikasi di lapangan, peternak yang menyatakan sangat membutuhkan menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi dari produktivitas ternak yang mampu mengintensifkan periode anak beranak hingga dapat tercapai dalam kuruan waktu 2 tahun dapat beranak 3 kali. Peternak telah melakukan deteksi birahi secara intensif sehingga dapat
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1349
mengawinkan kembali induk setelah terlihat birahi setelah melahirkan (rata-rata 3 bulan ) tanpa harus menunggu masa sapih cempe dan secara intensif melakukan deteksi kebuntingan setelah induk dikawinkan. Untuk teknologi kalender ternak, sebagian besar (68,33%) menyatakan membutuhkan dan kondisi ini ditunjukkan dengan sistim pencatatan dalam kartu ternak yang telah terisi dengan baik serta semakin memahami terhadap status reproduksi ternaknya. Namun demikian sebanyak 26,66% menyatakan bisa butuh dan tidak butuh, yang pada umumnya karena tidak memiliki cukup waktu dalam memelihara ternak yang dianggap sebagai usah sampingan atau simpanan. Sebagian besar peternak (96,66%) menyatakan sangat membutuhkan teknologi pembuatan POP untuk tanaman kakao dan sebagai usaha komersial keluarga. Peternak yang juga merupakan petani tanaman kakao menyampaikan beberapa manfaat yang dirasakan setelah membuat POP terutama dalam pertumbuhan tanaman kakao yang semakin baik dan tambahan pendapatan dari hasil penjualan pupuk. Pada teknologi pembuatan POC, sebagian besar responden (61,66%) menyatakan bisa membutuhkan bisa tidak. Hal ini berkait dengan cara mendapatkan limbah cair kambing yang juga tergantung pada kandang panggung dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penampungan urin kambing. Kesimpulan Hasil pengkajian menunjukkan bahwa beberapa teknologi inovasi yang telah diaplikasi pada kegiatan model-bioindustri berbasis tanaman kakao-ternak kambing yaitu kandang panggung, pembuatan mineral blok, silase daun kakao, POP, POC, dan kalender ternak, telah di adopsi oleh peternak atau petani di lingkungan Desa Banjarharjo. Teknologi pembuatan dan pemberian mineral blok pada ternak kambing merupakan teknologi yang paling dibutuhkan, karena sangat mudah dibuat dan murah, dan memiliki manfaat dan keuntungan bagi peternak. Dalam melakukan adopsi teknologi, sangat dipengaruhi persepsi petani terhadap teknologi tersebut terutama dari segi prioritas kebutuhan teknologi dan kemudahan serta manfaat yang didapatkan. Daftar Pustaka Adesina A. Baidu-Forson J. 1995. Farmers perception of new agricultural technology-evidence from analysis in Burkina Ease and Guinea, West Africa. Agric Econom. 13:1-9 BPS DIY. 2012. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunawan, Sukar, Wiendarti IW, Sri Wahyuni B, Setyorini., Tri Joko S., Sutarno., Anthono Marthon SSP., Nugroho Siswanto dan Utami Hatmi. 2012. Pengkajian modelpengembangan tanaman kakao integrasi dengan ternak kambing guna meningkatkan produktivitas kakao dan pendapatan petani di Kabupaten Kulon Progo. Laporan Akhir Tahun 2012. Balai Pengkajian Teknologi Yogyakarta. Gunawan, Sukar, Wiendarti IW, Utami Hatmi, Titiek F Djaafar, Erna W, Evi Puji Astuty, Astri W, Suparjana, Anthoni Marthon, Grde Suparta, Sutarno, Menik Nilawati, Jumanto. 2015. Model pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi kakao kambing di D.I.Yogyakarta. Laporan akhir tahun 2015. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Hendriadi, A. 2013. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Berbasis Inovasi. Makalah disampaikan pada Workshop Evaluasi dan Rencana Kegiatan Peningkatan Kinerja BPTP Tahun 2014. Bogor, 8 Januari 2014.
1350
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Hendayana, R. 2011. Analisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi percepatan adopsi teknologi usaha ternak: kasus pada usaha ternak sapi potong di Boyolali, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner hlm. 243-249. Hendayana, R. 2014. Persepsi dan Adopsi Teknologi, disajikan dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Peneliti Sosial Ekonomi. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Mundy, P. 2000. Adopsi dan Adaptasi teknologi baru. PAATP3. Bogor Sinjaa J, Karugian, Baltenweeka I, Waithakae M, Miamock. 2004. Farmer perception of technology and its impact on technology uptake : the case of fodder legume in Central Kenya Higlands. Proceedings of the Inaugural Symposium. Kenya 6-8 December 2004. Association of Agricultural Economists. http://ageconsearch.umn.edu/bitsream/9543/1/cp04si01.pdf Soekartawi. 2005. Prinsip dasar komunikasi pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1351