INOVASI DAN PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI PERKEBUNAN Haryono, M. Syakir, dan Elna Karmawati Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
PENDAHULUAN Pada kurun waktu 2010-2014, Kementerian Pertanian telah menetapkan sistem pertanian indrustrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal untuk melanjutkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor dan kesejahteraan petani sebagai visi pembangunan pertanian. sistem pembangunan pertanian merupakan suatu sistem yang menerapkan integrasi usaha tani disertai dengan koordinasi vertikal di dalam satu alur produk, sehingga karakteristik produk akhir yang dipasarkan dapat dijamin dan disesuaikan dengan preferensi konsumen akhir. Dalam upaya mencapai tujuan pertanian industri berkelanjutan tersebut penelitian pengembangan di bidang pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis. Pengembangan sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) ditujukan untuk mengubah penggunaan IPTEK dari yang berciri tradisional ke arah yang lebih maju. Dengan sumber daya yang terbatas dan tatanan pasar yang sangat kompetitif, penerapan inovasi teknologi merupakan fakta kunci dalam pengembangan pertanian internasional unggul berkelanjutan. Inovasi teknologi harus bermanfaat dalam meningkatkan kapasitas produksi dan produktifitas sehingga dapat memacu pertumbuhan produksi dan peningkatan daya saing. Disamping itu, inovasi teknologi juga diperlukan dalam pengembangan produk dalam rangka peningkatan nilai tambah, diversifikasi produk dan transformasi produk seuai dengan preferensi konsumen. Subsektor perkebunan juga mempunyai peran yang cukup strategis dalam sumbangannya terhadap 4 sukses Kementerian Pertanian terutama swasembada gula, peningkatan dayasaing dan nilai tambah serta peningkatan kesejahteraan petani. Diprediksi bahwa agribisnis perkebunan akan semakin menarik pada tahun-tahun mendatang. Masuknya berbagai investor dan pelaku bisnis menjadi salah satu pendorong munculnya gairah usaha perkebunan. Disisi lain berbagai produk perkebunan Indonesia diakui memiliki keunggulan komparatif di pasar internasional, seperi kakao, kopi, karet, rempah-rempah, vanili, kelapa, kelapa sawit, minyak atsiri, jambu mete dan tanaman obat, sehingga peluang produk Indonesia untuk masuk ke pasar internasiaonal cukup lebar. Peluang yang baik ini akan menyebabkan berbagai pihak yang melaksanakan usaha perkebunan, baik yang bermitra dengan pemerintah maupun yang menjalankan usahanya sendiri memerlukan adanya inovasi teknologi perkebunan dalam berusaha. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keuntungan melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja. Pemerintah juga telah menyusun program pembangunan 2010-2014 yang diarahkan pada kegiatan (1) Revitalitasi Perkebunan (2) Swasembada gula nasional (3) Penyediaan bahan bakar nabati (BBN), (4) Gerakan peningkatan produksi dan mutu kakao nasional, (5) Pengembangan komoditas ekspor (6) Pengembangan komoditas untuk pemenuhan dalam negeri ,dan (7) Dukungan pengembangan tanaman perkebunan berkelanjutan. PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
1
Makalah ini akan mengungkapkan banyak sekali teknologi perkebunan yang sudah dihasilkan, namun belum seluruhnya inovasi teknologi ini dapat diserap, serta upaya-upaya Badan Litbang Pertanian yang telah dilakukan untuk mempercepat adopsi teknologi perkebunan . INOVASI TEKNOLOGI PERKEBUNAN Perkebunan di Indonesia masih menghadapi masalah produktivitas per luas areal tanam, terutama untuk bentuk usaha perkebunan rakyat. Misalnya karet rakyat yang saat ini hanya mencapai 06-08t/ha. Demikian pula komoditas lain seperti kopi, kakao, kelapa, lada, kelapa sawit dan teh. Tingkat produktivitas masing-masing masih berada di bawah potensinya yaitu 1,2t/ha, 2,0t/ha, 2,0t/ha, 4,0t/ha, 7-8t/ha dan 2,1t/ha. Dalam era globalisasi, pengembangan pertumbuhan menjadi bertambah rumit. Saling keterkaitan antar negara dalam semua aspek kehidupan, produksi dan distribusi barang dan jasa semakin meluas. Sebagian besar komoditas primer perkebunan Indonesia berorientasi ekspor dan permintaannya sangat ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, pendapatan dan permintaan negara-negara pengimpor. Penawaran juga dipengaruhi oleh spekulator di pasar komoditas. Untuk menghadapi persaingan global dan keadaan alam, penggunaan teknologi mutakhir sangat diperlukan, walaupun demikian penerapannya perlu dilakukan secara bijak dan selektif. Teknologi yang telah dihasilkan selama 5 tahun terakhir untuk beberapa komodias utama disajikan pada alinea berikut. Kakao
Tingkat produktivitas yang rendah dapat diatasi dengan varietas unggul dengan tingkat produktivitas tinggi dan memiliki ketahanan terhadap hama penyakit yaitu ICCRI 01, ICCRI 02, ICCRI 03, ICCRI 04 dengan produktivitas beturut-turut 2.51, 2.38, 2.30 dan 2.27 t/ha dan 1.8 – 2.7 t/ha. Penggerek dan pengisap buah dikendalikan dengan kantung plastik untuk penyelubungan buah, Beauveria bassiana, pemangkasan eradikasi, varietas agak tahan dan pemanenan sering. Kelapa
Varietas unggul kelapa yang telah dilepas sebanyak 15 varietas kelapa dalam, 4 varietas kelapa genjah dan 5 varietas kelapa hibida. Potensi produksi varietas tersebut antara 2,8-4 t kopra/ha tergantung agroekosistemnya dengan kadar minyak 63-69%. Formula pestisida biologis yang ramah lingkungan telah dirakit untuk mengendalikan hama Brontispa yaitu Metarhizium anisopliae var anisopliae dan Tetrasichus brontispae. Kopi
Beberapa klon unggul telah dilepas di Indonesia. Jenis kopi arabika antara lain Kartika 1 dengan potensi hasil 1,8 t bij/ha , Kartika 2 dengan potensi 1,9 t/ha, Abesiana 0,7 t/ha, S 795 dengan potensi 1,2 t/ha, dan Andungsari 1 dengan potensi 1,9 t/ha. Jenis kopi Robusta antara lain BP 42, BP 234, BP 288 dengan potensi hasil masing-masing 0,8-1,2 t/ha, 0,8-1,6 t/ha,0,8-1,5 t/ha. Di dunia telah dikenal kopi yang khas Indonesia seperti kopi Toraja, kopi Lintong dan kopi luwak yang diproses melalui hewan luwak yaitu kopi luwak. Luwak dapat menghasilkan 0,9-1,2 kg buah kopi/hari .
2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
Lada
Selama 5 tahun terakhir telah diperoleh beberapa nomor hibrida yang tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang dengan produktivitas 6t/ha. Nomor-nomor tersebut adalah LH 36-37, LH 51-1, LH 36-1, LH37-16, LH 20-4 dan LH 24-1. Teknik perbanyakan benih yang homogen dan cepat diperoleh melalui kultur jaringan yang sebelumnya tidak dapat dilakukan. Diversifikasi produk yang telah dikembangkan adalah lada hitam yang bermutu tinggi dan lada putih yang bersifat higenis melalui blanching. Kelapa sawit Varietas unggul kelapa sawit yang dihasilkan dari persilangan antara Dura dan Pisifera adalah PPKS 239, PPKS 540, PPKS 718, Simalungun Langkat La Me Dapros, Yongambi, SJ-3, Topas I-IV dan Socfindo dengan potensi TBS 39 ton/ha /tahun. Perbaikkan dan peningkatan efisiensi budidaya dilakukan melalui pemanfaatan limbah kelapa sawit, misalnya tandan kosong kelapa sawit dapat menekan penggunaan pupuk kimia sebanyak 50%. Budidaya kelapa sawit di lahan pasang surut dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu kedalaman lapisan pirit, sistem tata air dengan mempertahankan ketinggian air pada level 70 cm dari permukaan tanah. Pengolahan produk sekunder yang telah berkembang adalah oleokimia yang telah memenuhi 10,8% dari kebutuhan dunia. Minyak atsiri Minyak atsiri Indonesia yang telah dikenal adalah nilam dan seraiwangi. 3 varietas yang telah di lepas adalah Tapak Tuan, Lhokseumawe dan Sidik Kalang dengan potensi produksi 375,55 dan 315 kg /tahun. Kadar patchouli alkohol varietas tersebut di atas SNI yaitu 33.31, 32.62 dan 32.95%. untuk pengendalian penyakit layu bakteri telah diperoleh 9 somaklon dan 4 hibrida somatik yang tahan terhadap penyakit tersebut. Varietas unggul Serai wangi yang berproduksi tinggi adalah 61, 62 dan 63 dengan produktifitas minyak 470 kg/ha, 450 kg/ha dan 470 kg/ha dengan kadar sitronela 44,46 dan 44%. Limbah penyulingan seraiwangi dapat diolah untuk pakan ternak ruminansia besar. Campuran pakan ternak dengan limbah seraiwangi menghasilkan kotoran ternak yang tidak berbau. Tebu
Teknologi yang telah dihasilkan untuk mendukung pengembangan tebu dan swasembada gula adalah varietas unggul, bongkar ratoon, pengendalian hama penyakit dan kultur jaringan. Varietas unggul yang diharapkan dapat meningkatkan produktifitas rendemen adalah PS 865, Kidang Kencana PS 864, PS 891, PS BM 901, PS 921 dan PS 951 dengan produktivitas tebu 110 -146 t/ha di lahan sawah dengan rendemen 8,5 - 11%. Taknologi budidaya dengan sistem bongkar ratoon diikuti keprasan 3 kali dapat meningkatkan rendemen tebu 3 kali lipat dibandingkan tanpa bongkar ratoon. Metode perbanyakan bibit dengan jumlah yang besar dalam waktu relatif singkat dilakukan dengan metode in vitro melalui media MS + 2 ppm 2,40+0,4 ppm BAP+3 g casein hidrosilat + 20 g sukrosa. UPAYA PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI Pada masa lalu, paradigma Badan Litbang Pertanian disebut sebagai “Penelitian dan Pengembangan “(Research and Development) dengan focus melakukan penelitian dan pengembangan untuk menemukan atau menciptakan teknologi. Kegiatan diseminasi lebih PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
3
dominan pada mempubikasikan karya ilmiah dan menginfomasikan keberadaan inovasi teknologi. Dengan paradigma tersebut dan tanggungjawab Badan Litbang Pertanian ditafsirkan sempit, terbatas pada penyediaan dan penyampaian informasi teknologi inovatif. Sedangkan penyebaran dan penyerapan dipandang sebagai “di luar mandat” Badan Litbang Pertanian. Dengan paradigma itu pula sasaran penelitian adalah memplubikasikan karya ilmiah sebanyak-banyaknya. Kesesuaian teknologi yang dihasilkan dengan kebutuhan pengguma menjadi kurang diperhatikan, begitu pula pengeluaran (delivery) dan penerapan (adoption) teknologi. Kegiatan lebih bersifat “Penelitian Untuk Peneliti” dan “Penelitian Untuk Publikasi” Paradigma inilah yang menyebabkan lambannya dan rendahnya tingkat penerapan teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian oleh para pengguna teknolgi. Penguasaan teknologi sangat menentukan status kemajuan pembangunan perkebunan, karena teknologi sejajar kedudukannya dengan faktor-faktor produksi lainnya seperti tanah, tenaga kerja, permodalan dan manajemen. Oleh karena itu, kemajuan teknologi bukan saja dapat mendorong tingkat laju pertumbuhan ekonomi tapi sekaligus menjamin adanya keseimbangan pembangunan dalam arti luas. Pembangunan perkebunan menghadapi banyak tantangan dan cara penyelesaiannya tidak dapat dilakukan secara parsial. Perlu menjadi pemahaman dan komitmen bersama, bahwa pembangunan perkebunan dilandasi oleh Undang-Undang No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, yang mempunyai azas “Pembangunan Pekebunan Berkelanjutan”, sehingga aspek ekologi, sosial dan lingkungan setempat perlu diperhatikan. Menyadari akan kedua hal tersebut, Badan Litbang mengubah paradigma dalam menjalankan tugas dan fungsinya menjadi ”Penelitian Untuk Pembangunan”. Dengan paradigma baru ini sasaran penelitian dan pengembangan teknologi inovatif harus berorientasi pada pengguna dan benar-benar tepat guna dan spesifik bagi pegguna . Penelitian dan pengembangan dapat dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan calon pengguna outputnya. Peranan kegiatan diseminasi diposisikan sama penting dengan kegiatan litbang. Upaya percepatan teknologi rupanya sudah lama menjadi perhatian para pengambil keputusan dibidang Iptek, sehingga dituangkan dalam UU No. 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pada pasal 13 ayat (2) ditegaskan bahwa Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang wajib mengusahakan penyebaran informasi hasil-hasil kegiatan litbang serta kekayaan intelektual (KI) yang dimiliki selama tidak mengurangi kepentingan KI . Banyak sekali upaya Badan Litbang Pertanian yang telah dilakukan untuk mempercepat adopsi teknologi dan telah dirasakan keberhasilannya,yaitu a). Perubahan struktur organisasi, b). Prima tani, c). SLPTT, d).P4MI, e). Pembentukan jejaring kerja f). Kerjasama bilateral dan g). Turut berperan dalam program Kementerian Pertanian (PUAP, LM3, FEATI, Gernas Kakao, P2KAH, Swasembada Daging Sapi dan Swasembada Gula). Dalam struktur organisasi Badan Litbang Pertanian memiliki 14 eselon II, 19 Balai Penelitian dan 32 BPTP di setiap provinsi serta 1 (satu) satuan kerja pengkajian teknologi pertanian. Organiasi UPT Badan Litbang Pertanian yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia merupakan potensi dan kekuatan Badan Litbang dalam mengakselerasi inovasi teknologi yang dihasilkan untuk dimanfaatkan oleh pengguna dengan memadukan kebutuhan spesifik lokasi. Primatani merupakan modus diseminasi yang dirakit berdasarkan kondisi spesifik lokasi, berkembang secara luas di berbagai wilayah dan kemudian dijadikan model nasional dalam rangka mempercepat pemasyarakatan inovasi. PRIMA TANI semula hanya dilaksanakan di 22 lokasi dan 14 provinsi pada tahun 2005, dan berkembang menjadi 209
4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
lokasi di 33 provinsi pada tahun 2009, dan telah mendorong terjadinya peningkatan produktivitas padi, jagung dan kedelai, masing-masing sebesar 1,82 ton/ha/musim; 3.30 ton/ha/musim dengan luas pengembangan 4.526 ha, dan 108 ha. Demikian pula untuk kakao , kopi dan karet masing-masing sebesar 0,57 t/ha/tahun, 0,54 t/ha/tahun dan 0,20 t/ha/tahun dengan luas pengembangan 3.861 ha, 1.017 ha, dan 404 ha. Peningkatan populasi ternak sapi potong, kambing dan domba masing-masing juga tercapai sebesar 78 ekor/tahun, 11 ekor/tahun dan 167 ekor/tahun. PRIMATANI juga menumbuhkan lembaga penangkar benih di sejumlah lokasi seperti padi sawah di 20 lokasi , jagung di 9 lokasi, kakao di 7 lokasi dan kopi di 7 lokasi. Sejak lima tahun terakhir, Kementerian Pertanian melakukan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Dalam pendekatan PTT ini, sejak tahun 2007 telah dicanangkan upaya pemasalahannya melalui pendekatan sekolah lapang PTT atau SLPTT sekaligus sebagai salah satu program strategis Kementerian Pertanian. Pendekatan tersebut ditepuh sebagai langkah operasional dalam meningkatkan produktivitas padi untuk mempercepat pencapaian swasembada beras yang berkelanjutan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut , tentu membutuhkan dukungan dari seluruh pihak yang berkepentingan, Badan Litbang Pertanian (cq. BB Pengkajian) dituntut untuk berperan aktif dalam mensukseskan program tersebut. Pada tahun 2009, BPTP ditargetkan mendampingi dan mengawal pada 60% lokasi SLPTT padi, jagung dan kedelai masing-masing di 32 provinsi, 21 provinsi dan 11 provinsi. Dalam implementasi di lapangan, model pendampingan BPTP bersinergis dengan institusi lainnya seperti Puslitbang Tanaman Pangan, BB Padi, BB Sumberdaya Lahan , dan BB Mekanisasi Pertanian. Program peningkatan pendapatan petani melalui inovasi (P4MI) didesain untuk meningkatkan kesejahteraan/pendapatan petani miskin melalui inovasi produksi dan pasar pertanian. Lokasi program ini meliputi Kabupaten Temanggung dan Blora, provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Donggala-Provinsi Sulteng, Kabupaten Lombok Timur- Provinsi NTB dan Kabupaten Ende – Provinsi NTT. Pada awalnya lokasi kegiatan ditargetkan di 1.000 desa namun berkembang menjadi 1.067 desa. Komponen P4MI meliputi pemberdayaan petani, pengembangan sumber informasi pertanian, dukungan pengembangan inovasi terknologi pertanian dan diseminasi, serta manajemen. Melalui program ini telah berhasil dikembangkan infrastruktur, seperti jaringan irigasi, jalan produksi antar desa, serta fasilitas penyediaan sarana produksi dan partisipasi masyarakat/petani dalam investasi desa berupa swadaya dana yang mencapai 28,53% dari total dana yang digunakan selama kurun waktu 2003-2008. Jejaring kerja merupakan hal yang mutlak diperlukan bagi suatu lembaga penelitian. Jejaring kerja ini bermanfaat untuk optimalisasi penggunaan diberdaya, menghindari tumpangtindih penelitian, meningkatkan kualitas penelitian dan mengefektifkan diseminasi hasil penelitian. Saat ini Badan Litbang Pertanian memiliki jejaring kerja yang cukup luas baik nasional maupun internasional. Secara nasional telah terbentuk Konsorsium Penelitian untuk beberapa komoditas dan bidang masalah yang melibatkan beberapa lembaga penelitian di bawah koordinasi Kementerian Ristek (LIPI,BATAN, BPPT) dan beberapa perguruan tinggi. Untuk mengefektifkan diseminasi telah terbentuk pula jejaring kerja dengan pemerintah daerah, pihak swasta dan institusi pengambil kebijakan baik dalam lingkup Kementerian maupun di luar Kementerian Pertanian. Secara internasional, Badan Litbang Pertanian juga terlihat dalam jejaring kerja, baik bilateral, multilateral maupun regional. Kerjasama dan jejaring kerja internasional juga masih berpotensi untuk diperluas dan diperkuat. Secara bilateral Kementerian Pertanian telah membuat nota kesepakatan dengan PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
5
kementerian beberapa negara seperti Malaysia, Brazil, Slovalia, Laos, dan Tunisia. Badan Litbang Petanian juga sudah membuat nota kesepakatan dengan lembaga-lembaga penelitian internasional seperti ACIAR, CIRAD dan Embrapa. Secara multilateral, Badan Litbang Pertanian juga membuat nota kesepahaman dengan beberapa organisasi dan lembaga penelitian internasional seperti CIMMYT, IRRI dan CIP. Nota kesepahaman ini dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan-kegiatan penelitian bersama, pertukaran tenaga ahli dan informasi. Selain itu masih juga terbuka peluang untuk membuat nota kesepahaman baru dengan beberapa Negara atau lembaga penelitian international lainnya. Pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) merupakan program terobosan Kementerian Pertanian dalam pembangunan pedesaan yang bertujuan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan dan menurunkan tingkat pengangguran melalui penumbuhan usahausaha agribisnis. Badan Litbang pertanian turut berperan dalam pelaksanaan program PUAP. Program PUAP dimulai pada tahun 2008, dengan penyebaran dana pada 10.504 desa/Gapoktan sebesar Rp 1.053,8 milyar atau 98% dari target yang direncanakan. Sampai dengan tahun 2009, telah dilakukan penambahan sejumlah 9.884 desa/Gapoktan sehingga implementasi PUAP tercatat sebesar 20.426 lokasi desa di 417 kabupaten dan 33 provinsi, dengan penyaluran dana sebesar Rp. 988,3 milyar (98.84%). Dana operasionalisasi di lapangan, dilaksanakan melalui jalinan kerja sama antara tim Pembina provinsi, tim teknis kabupaten, yang dibantu oleh 778 Penyelia Prima Tani (PMT) dan 15.978 Penyuluh Pendamping (PP). Program FEATI dimulai sejak tahun 2007 dan dirancang untuk dilaksanakan selama lima tahun. Tujuan program adalah untuk menjawab masih lemahnya pemberdayaaan petani dan organisasi petani dalam peningkatan produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan petani, BB Pengkajian dan 18 BPTP melaksanakan komponen C yang terfokus pada perbaikan pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian melalui penguatan kemitraan antara penelitian-penyuluhan-organisasi petani-agribisnis. Selama tiga tahun terakhir sudah cukup banyak capaian kegiatan yang diraih seperti inovasi rehabilitasi kebun kakao di Sumut, pengembangan perbenihan padi sawah di NTB, inovasi teknologi beras merah di Jateng dan berbagai inovasi lainnya yang bisa dicatat sebagai keberhasilan kinerja kegiatan. Hasil penilaian Bank Dunia pada Midterm Review Mission bulan Februari/Maret 2010 menyatakan kinerja komponen C memuaskan. KESIMPULAN 1. Sub sektor perkebunan ,mempunyai peran yang cukup strategis dalam sumbangannya terhadap 4 sukes kementerian pertanian, karena berbagai produk pekebunan Indonesia memiliki keunggulan komparatif di pasar internasional namun demikian agribisnis perkebunan memerlukan adanya inovasi teknologi perkebunan. 2. Banyak sekali teknologi perkebunan yang telah dihasilkan mulai dari varietas unggul, teknogi perbanyakan benih, teknologi budi daya, pengolahan sampai dengan pemanfaatan limbah. 3. Teknologi yang dihasilkan sangat lambat untuk diadopsi para penggunanya,oleh sebab itu Badan Litbang Pertanian telah melakukan berbagai upaya untuk mempercepat adopsi teknologi perkebunan.
6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011