Volume 17, Nomor 2, Hal. 09-17 Juli - Desember
ISSN:0852-8349
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERHADAP PERCEPATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI PTT PADI SAWAH DI KABUPATEN SAROLANGUN JAMBI Suharyon, Pera Nurfathiyah dan Erwan Wahyudi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Jambi
ABSTRAK Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah di Jambi berlangsung sejak 2008, dan telah diakomodasi menjadi salah satu dari lima Program Prioritas Pembangunan Provinsi Jambi 2010 – 2015. Pengkajian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi percepatan adopsi inovasi teknologi PTT padi sawah di Kabupaten Sarolangun. Pengkajian dilakukan di desa Aur gading, kecamatan Sarolangun, melibatkan 30 orang petani peserta PTT padi sawah penentuan responden dipilih secara acak sederhana. Untuk menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi percepatan adopsi inovasi teknologi PTT padi sawah, dilakukan melalui analisis regresi linear berganda Sedang adopsi sebagai peubah tergantung (dependent variable) dihubungkan dengan faktor-faktor yang diprediksi berpengaruh sebagai peubah bebas. Secara umum petani yang memiliki pengetahuan terhadap komponenkomponen teknologi PTT padi sawah berkisar 76 – 91 % dengan rataan 84,9 %. Artinya masih ada 11 % responden yang perlu diberikan pengetahuan tentang PTT padi sawah di Kabupaten Sarolangun ini. Dari sejumlah petani yang memiliki pengetahuan itu, ternyata juga tidak seluruhnya menerapkan (mengadopsi) teknologi yang sudah diketahuinya. Secara umum dari sekitar 85 % petani yang memiliki pengetahuan itu yang mengadopsi masih relatif rendah yakni sekitar 68,1 %. Dari keterangan responden di lokasi pengkajian terungkap kendala penerapan teknologi PTT padi sawah, antara lain: benih padi VUB yang dianjurkan tidak tersedia di tempat, tidak tepat waktu, petani merasa kurang menerima informasi teknologi, harga benih VUB padi di pasar relatif mahal, kekurangan tenaga kerja, dan sulitnya memprediksi banjir karena faktor iklim yang tidak menentu, Kata kunci: Percepatan, adopsi, PTT, VUB, Padi sawah. PENDAHULUAN Usahatani padi di Jambi merupakan salah satu perwujudan dari Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah Provinsi Jambi untuk mendukung Ketahanan Pangan sebagai salah satu dari lima Program Prioritas Pembangunan Provinsi Jambi 2010 – 2015 (Bappeda Provinsi Jambi, 2010 – 2015). Pengembangan usahatani padi di Jambi didukung areal sawah sekitar 149 ribu ha tersebar di beberapa wilayah kabupaten. Salah satu wilayah
pendukung produksi padi di Jambi adalah Kabupaten Sarolangun. Ditinjau dari capaian produksinya, Jambi menghasilkan sekitar 515 ribu ton GKG.Jika dihubungkan dengan luas tanamnya, maka diketahui produktivitas padi di Jambi adalah 4,3 t/ha. Angka produktivitas padi itu masih relatif rendah jika dibandingkan dengan potensinya yang dapat mencapai 6 – 7 t/ha. Menurut Makarim (2004), rendahnya produktivitas padi sawah terkait dengan penggunaan varietas.
09
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
Upaya Pemda Jambi untuk meningkatkan produktivitas padi itu mengacu pada Program Peningkatan Beras Nasional yakni melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) (Balitbangtan, 2011). PTT merupakan suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani. Dalam tataran operasional, penyelenggaraan PTT Padi menerapkan prinsip-prinsip partisipatif, spesifik lokasi, terpadu, sinergis atau serasi dan dinamis.Dalam hal ini petani berperan didorong untuk berperan proaktif menentukan teknologinya sesuai kondisi lingkungan sosial budaya dan ekonomi setempat. Pengelolaan tanaman, tanah dan air dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan keterkaitan antar komponen teknologi yang saling mendukung. Dengan prinsip tersebut, penerapan teknologi selalu disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan Iptek serta kondisi sosial ekonomi setempat. Dengan menerapkan pendekatan PTT padi, diharapkan akan terjadi peningkatan produktivitas padi sekitar 0,5 – 1 t/ha (Balitbangtan 2011). Jika pendekatan PTT di Jambi mampu diadopsi oleh petani pada sekitar 10 persen dari total areal sawahnya, maka akan memberikan sumbangan produksi padi sebesar 55 ribu ton GKG. Inovasi PTT yang diinisiasi Balitbangtan tersebut sudah berjalan semenjak tahun 2008, namun dalam prakteknya masih menghadapi berbagai tantangan dan kendala baik dari aspek teknis maupun sosial ekonomis. Dari pengalaman Mundy (2000) dan Simatupang (2004) serta Hendayana (2006, 2009), terungkap bahwa adopsi teknologi di tingkat petani memerlukan
16
waktu. Kesenjangan antara teknologi yang diintroduksikan dengan teknologi yang dibutuhkan petani dan tidak efektipnya cara penyebaran informasi teknologi (infotek), serta kurangnya pelibatan penyuluh di lapangan merupakan beberapa aspek yang memberikan andil terhadap akselerasi adopsi. Linder, (1982); Sukartawi, (1988); dan Subagiyo, dkk (2005) mengemukakan bahwa aspek jarak tempat tinggal petani dari sumber informasi, tingkat pendidikan/pengetahuan petani, motivasi, keterlibatan dalam organisasi, komu nikasi interpersonal, tingkat kosmopo litan dan terpaan media masa, kebijakan pemerintah, peran tokoh informal dan tokoh agama, dan sistem sosial dan nilai-nilai/norma juga berpengaruh. Menurut Rogers (1983) dan Fagi (2008) kecepatan adopsi dan difusi inovasi teknologi terkait dengan persepsi petani terhadap sifat- sifat inovasi inovasi itu sendiri. Faktor yang tak kalah pentingnya adalah faktor lingkungan strategis. Dalam hubungan dengan introduksi inovasi teknologi PTT Padi di Provinsi Jambi, persoalannya adalah: (1) Faktorfaktor apa yang diduga mempengaruhi percepatan adopsi inovasi teknologi PTT padi sawah di Jambi?. Adapaun tujuan dari pengkaian ini adalah : untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi percepatan adopsi inovasi teknologi PTT padi sawah di Kabupaten Sarolangun. Pengkajian dilakukan di desa Aur gading kecamatan Sarolangun Jambi. METODE PENELITIAN Pengkajian dilakukan di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi yang berada sekitar 179 km dari Ibu Kota Jambi ke arah Selatan Tenggara. Perjalanan menuju lokasi ini ditempuh dengan
Suharyon., dkk: Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi PTT Padi Sawah di Kabupaten Sarolangun Jambi
kendaraan roda empat sekitar 3 – 4 jam. Dipilihnya Sarolangun sebagai lokasi pengkajian didasarkan pertimbangan perannya sebagai penghasil padi di Provinsi Jambi. Pengembangan padi tersebar di 10 kecamatan di seluruh wilayah Kabupaten Sarolangun. Salah satu lokasi dipilih menjadi lokasi pengkajian, yakni Desa Aur Gading Kecamatan Sarolangun. Lokasi tersebut dianggap merepresentasikan kondisi lokasi di Kabupaten Sarolangun yang ditunjukkan oleh aksesibilitasnya dekat ke sumber pertumbuhan dekat-kota, Sumber data dikumpulkan dari
responden/petani pelaku usahatani padi peserta PTT. Responden ditentukan secara sengaja sebanyak 30 orang. Untuk mengungkap dugaan faktorfaktor yang terkait dengan peluang percepatan adopsi teknologi pendekatannya bisa dilakukan melalui pendekatan analisis korelasi bivariat ataupun peluang petani mengadopsi inovasi teknologi dalam waktu relatif cepat, analisisnya menggunakan pendekatan persamaan fungsi Logit, dengan formula sebagai berikut (Pyndick dan Rubinfield, 1981; Gujarati, 1988):
Dalam bentuk logaritma ditulis sebagai berikut:
Misalkan:
maka model logit persamaan (2) dapat dituliskan menjadi: Dari persamaan (3) dapat diperoleh:
Sehingga:
Untuk memudahkan penyelesaiannya, persamaan (5) tersebut ditransormasikan dalam bentuk logaritma, menjadi:
Dalam hal ini: = Peluang petani mengadopsi teknologi( = 1, jika petani mengadopsi teknologi = 0 jika petani tidak mengadopsi teknologi) = Peluang petani tidak mengadopsi teknologi = Rasio Odds (risiko)
17
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
= vektor peubah bebas (j = 1, 2, ... , n) = vektor peubah dummy (k = 1, 2, ... , m) = parameter-parameter dugaan fungsi logistik galat acak Dalam hal ini: Pi =
1 – Pi Xj Dk α, βj, dan γk = ei
= = = =
Peluang petani mengadopsi teknologi lebih cepat. (Pi = 1, jika petani mengadopsi teknologi kurang dari 1 tahun; Pi = 0 jika petani mengadopsi teknologi lebih dari 1 tahun Peluang petani mengadopsi teknologi lebih dari 1 tahun vektor peubah bebas (j = 1, 2, ... , n) vektor peubah dummy (k = 1, 2, ... , m) parameter-parameter dugaan fungsi logistik galat acak
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Rumah Tangga Aspek umur merupakan salah satu identitas yang dapat dijadikan indikator untuk mengungkapkan posisi seseorang dalam hubungannya dengan produktivitas kerja. Dari sisi umur menurut aturan yang berlaku jika seseorang memiliki umur pada kisaran 15-55 tahun dogolongkan sebagai orang produktif jika kurang dari 15 tahun diglongkan belum produktif dan diatas 55 tahun tidak produktif. Data pada Tabel.1 menunjukkan kondisi umur anggota rumah tangga responden terlihat bahwa kondisi umur responden berkisar dari 23 – 30 tahun sebanyak 13.3 persen terdapat dilokasi Kecamatan Air Hitam, Kecamatan Pelawan sebanyak 6.7 persen,
Kecamatan Sarolangun sebanyak 6.7 persen atau sebesar 8.9 persen. Dilihat pada kisaran umur responden 31 – 40 tahun terdapat di Kecamatan Air Hitam sebanyak 33.3 persen, Kecamatan Pelawan sebanyak 10.0 persen, Kecamatan Sarolangun sebesar 23.3 persen rata-rata sebesar 22.2 persen. Pada kisaran umur responden 41 – 50 persen terdapat di Kecamatan Air Hitam sebanyak 23.3 persen, Kecamatan Pelawan sebanyak 26.7 persen, dan Kecamatan Sarolangu sebesar 33.3 persen dengan jumlah 27.8 persen. Umur responden >50 tahun terdapat di Kecamatan Air Hitam sebanyak 20.0 persen, Kecatan Pelawan sebanyak 43.3 persen, dan Kecamatan Sarolangun sebanyak 20.0 persen dengan jumlah 27.8 persen (Tabel 1).
Tabel 1. Umur Responden di Lokasi Pengkajian (dalam persentase) Air Hitam Pelawan Sarolangun Jumlah Umur (n=30 org) (n=30 org) (n=30 org) (n=90 org) 23 - 30 13.3 6.7 6.7 8.9 31 - 40 33.3 10.0 23.3 22.2 41 - 50 23.3 26.7 33.3 27.8 >50 20.0 43.3 20.0 27.8 Jumlah 100 100 100 100 Dalam konteks adopsi inovasi menjadi asset sumberdaya yang akan teknologi PTT padi sawah, konsentrasi dapat mendorong pendukung umur pada usia produktif tersebut dapat percepatan adopsi teknologi usahatani.
16
Suharyon., dkk: Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi PTT Padi Sawah di Kabupaten Sarolangun Jambi
Rata-rata umur petani yang menjadi responden di tiga kecamatan kabupaten Sarolangun adalah berkisar antara 41 – 50 tahun, dengan umur petani termuda adalah 23 tahun terdapat di kecamatan air hitam dan kecamatan sarolangun, dan yang tertua berumur 50 tahun. Latar Belakang Pendidikan Formal Secara normatif, diketahui bahwa latar belakang pendidikan formal seseorang mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan. Logikanya semakin tinggi basis pendidikan formal seseorang akan semakin baik nalarnya dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu memahami latar belakang pendidikan formal akan menjelaskan pengambilan keputusan adopsi petani. Diketahui struktur latar belakang basis pendidikan formal responden di dominasi responden yang berpendidikan di bawah 6 tahun, meskipun ada diantaranya yang berpendidikan lebih tinggi. Implikasi dari relatif rendahnya basis pendidikan formal responden terkait dengan percepatan adopsi inovasi teknologi adalah perlunya pendampingan. Jadi pendampingan teknologi yang dilakukan selama ini pada intinya adalah memacu kemampuan petani dalam mengambil keputusan terbaik dalam menentukan pilihan teknologi dalam usahatani. Melalui pendampingan teknologi akan dapat mempercepat adopsi teknologi. Pendidikan yang dienyam petani responden hanya sampai tingkat SMP bahkan tidak tepat 9 tahun, rataannya hanya 8 tahun. Pendidikan tersingkat selama 5 tahun, yang artinya tidak sampai lulus SD, dan yang terlama sampai tingkat SMA atau selama 12 tahun.
Jumlah Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga dalam kegiatan usahatani dibedakan menurut umur ke dalam dua golongan yaitu umur sekolah (< 15 tahun) dan usia kerja (> 15 tahun). Pengelompokkan tersebut untuk mengetahui secara tegas, apakah anggota keluarga itu menjadi beban atau malah menjadi sumberdaya dalam usahatani kepala rumah tangga. Dari hasil survei diketahui terdapat sekitar 20 % rumah tangga responden tidak memiliki asset tenaga keluarga. Selebihnya (80 %) responden memiliki asset tenaga keluarga yang jumlahnya berkisar satu hingga 6 orang, dengan mayoritas 1 – 2 orang per rumah tangga. Kondisi tersebut mencerminkan adanya kemampuan responden dalam mendukung kegiatan usahatani. Dalam konteks adopsi teknologi, dukungan ketersediaan tenaga kerja memberi andil yang besar. Berdasarkan hasil wawancara, terlihat bahwa secara rata - rata, responden memiliki tanggungan keluarga yang berumur di bawah 15 tahun, tetapi secara individu ada tujuh orang yang memiliki tanggungan tersebut dengan jumlah maksimum tanggungan dua orang. Sedangkan tanggungan keluarga yang berumur di atas 15 tahun secara rata-rata ada 1 orang, namun jumlah maksimum tanggungan di batas usia ini adalah 3 orang. Diantara 15 responden ada juga yang tidak memiliki tanggungan sama sekali, hal ini karena yang bersangkutan masih berstatus single atau belum menikah dan tinggal bersama keluarga yang semuanya bekerja. Aksesibilitas Usahatani Di lihat dari sisi jaraknya dari rumah ke lokasi usahatani, secara keseluruhan menunjukkan kondisi yang kondusif karena relatif dekat yaitu kurang dari 12 km. Disamping itu dari pemukiman ke 17
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
lokasi usahatani dihubungkan jalan lokasi usahatani ada hubungannya usaha tani yang dibeberapa tempat dengan kemudahan control. Dengan merupakan jalan batu yang di perkeras jarak yang dekat ke lokasi usahatani, dan bisa dilalui kendaraan roda dua dan maka peluang petani untuk mengadopsi roda empat. inovasi teknologi relatif dekat Dalam kontek adopsi inovasi (Tabel 2.). teknologi, jarak lokasi pemukiman ke Tabel 2. Jarak Tempuh dari Lokasi Usaha Tani ke Pemukiman Responden di Lokasi Pengkajian (dalam persentase). Air Hitam Pelawan Sarolangun Jumlah Jarak Tempuh (km) (n=30 org) (n=30 org) (n=30 org) (n=90 org) <1 1,1 – 5,0 5,1 – 10,0 10,1 - 50 >50
75 21,43 3,57 0 0
70 23,34 3,33 0 3,33
74,07 25,93 0 0 0
73,02 23,57 2,3 0 1,11
Jumlah
100
100
100
100
Ditinjau dari jarak lokasi usahatani Indikator aksesibilitas lainnya yang ke jalan raya secara umum juga terkait dengan persoalan adopsi inovasi menunjukkan kondisi yang cukup teknologi ditunjukkan oleh jarak lokasi kondusif. Jarak dari lokasi usahatani ke usahatani (pemukiman) ke sumber jalan raya keragamannya berkisar teknologi dan permodalan. Dalam hal kurang dari 1 km hingga paling jauh sumber teknologi yang dimaksud dalam sekitar 5 km. Kondisi demikian bahasan ini tidak saja institusi yang mendukung pengangkutan hasil menghasilkan teknologi seperti usahatani yang mudah, disamping itu misalnya Balai Pengkajian teknologi biaya pengangkutan hasil dari lokasi Pertanian (BPTP) akan tetapi bisa juga usahatani ke tempat pengangkutan lebih sebagai sumber informasi teknologi lanjut juga murah. Efisiensi biaya dapat yang dalam hal ini dikenal petani yaitu ditekan dari biaya transportasi seperti Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) pada Tabel 2. (Tabel 3). Tabel 3. Jarak Tempuh dari Lokasi Usaha Tani Responden ke BPTP di Lokasi Pengkajian (dalam persentase) Air Hitam Pelawan Sarolangun Jumlah Jarak Tempuh (km) (n=30 org) (n=30 org) (n=30 org) (n=90 org) 0 – 75 0 0 8,33 2,78 76 – 150 0 0 0 0 151 – 220 95,45 83,33 91,67 90,15 221 - 300 4,55 16,67 0 7,07 Jumlah 100 100 100 100
16
Suharyon., dkk: Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi PTT Padi Sawah di Kabupaten Sarolangun Jambi
Pengalaman Berusahatani Responden di Lokasi Pengkajian Pengalaman berusahatani menunjukkan periode waktu seseorang responden telah menggeluti pekerja-annya dalam usahatani. Tabel 4 menunjukkan keragaman pengalaman petani, mulai 0 tahun hingga 50 tahun. Pengalaman berusahatani ini sejalan umur, artinya semakin tua seseorang semakin banyak pengalamannya. Dalam konteks adopsi teknologi, informasi pengalaman dapat menjelaskan tingkat keeretan hubungan antara pengalaman seseorang dengan
percepatan adopsi teknologi.Dari 30 responden per kecamatan, terlihat perbedaan dalam hal pengalaman berusahatani padi sawah. Hal ini karena rentang usia yang juga cukup berbeda seperti yang telah disebutkan di atas. Pengalaman paling singkat adalah < 5 tahun, dan yang paling lama adalah > 30 tahun. Secara rata-rata, pengalaman berusahatani padi sawah di kalangan responden di tiga kecamatan di kabupaten sarolangun adalah 8,9 tahun (Tabel 4.).
Tabel 4. Pengalaman Berusahatani Responden di Lokasi Pengkajian (dalam persentase). Air Hitam Pelawan Sarolangun Jumlah Pengalaman (th) (n=30 org) (n=30 org) (n=30 org) (n=90 org) < 5 20.0 13.3 13.3 15.6 6 – 10 50.0 40.0 30.0 40.0 11 – 20 20.0 33.3 16.7 23.3 21 – 30 3.3 6.7 26.7 12.2 >30 6.7 6.7 13.3 8.9 Jumlah 100 100 100 100 Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Percepatan Adopsi Dengan pendekatan regresi linear menggunakan SPSS versi 21 dalam mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi di Kabupaten Sarolangun. Dari 13 peubah bebas yang dimasukkan ke dalam model regresi, terdapat 7 peubah yang pengaruhnya nyata dan sangat nyata terhadap percepatan adopsi. Ketujuh peubah tersebut adalah pengalaman usahatani, jarak lokasi usahatani ke rumah, jarak usahatani ke jalan raya, jarak usahatani ke pasar input, jarak usahatani ke pasar output, jarak usahatani ke sumber modal, jarak usahatani ke BPTP dan jarak usahatani ke BPP.
KESIMPULAN DAN SARAN Senjang adopsi teknologi berlangsung satu hingga tiga tahun dan dari hasil regresi terungkap faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap percepatan adopsi inovasi teknologi padi sawah di Kabupaten Sarolangun Jambi terdiri dari pengalaman usahatani padi, jarak lokasi usahatani ke jalan raya, jarak lokasi usahatani ke pasar input, jarak lokasi usahatani ke pasar output, ke sumber modal, jarak lokasi usahatani ke sumber teknologi dalam hal ini BPTP dan jarak lokasi usahatani ke kantor penyuluh di Balai Penyuluhan pertanian. Perilaku adopter dalam mengadopsi teknologi pada kasus penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) tanaman pangan padi, Secara umum petani yang memiliki pengetahuan terhadap komponen - komponen 17
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
teknologi PTT padi sawah berkisar 76 – 91 % dengan rataan 84,9 %. Artinya masih ada 11 % responden yang perlu diberikan pengetahuan tentang PTT padi sawah di Kabupaten Sarolangun ini. Saran Meningkatkan fasilitasi penyediaan materi informasi yang memenuhi kualifikasi muatan materi yang dibutuhkan petani dengan jumlah yang memadai sehingga dapat memperluas jaringan distribusi infotek. Meningkatkan intensitas pendampingan kepada petani sebagai kompensasi untuk mendekatkan sumber teknologi dan meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan usahatani yang lebih produktif. Mendorong penguatan kelembagaan petani untuk mengatasi kelemahan permodalan usahatani. Alternatif yang bisa dipertimbangkan adalah: Pertama, menginisiasi terbentuknya Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis yang berasosiasi dengan kegiatan petani. Kedua, menjalin kerjasama kemitraan dengan instansi pemerintah atau swasta yang memiliki fasilitas penyediaan permodalan petani, antara lain memanfaatkan kebijakan CSR (corporate social responsibility) sebagai sumber modal. DAFTAR PUSTAKA Baldwin, John R and Mohammed Rafiquzzaman. 1998. The Determinant of The Adoption Lag for Advanced Manufacturing Technologies. Management of Technology, Sustainable Development and Eco-Efficiency. Elsevier Science Ltd, UK Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2012. Jambi Dalam Angka. 16
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi Kerjasama Sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jambi. Damandiri, 2008. Pengertian Model. http://www.damandiri.or.id/file/ abdwahid chairulah unair bab2.pdf Fatkhul Maskur. 2014. Kabupaten Sarolangun Defisit Beras 7.000 Ton/Tahun. http://news.bisnis.com/read/201 40114/78/197095/ kabupatensarolangun-defisit-beras-7.000tontahun Gujarati. 1998. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta Hanafi, A., 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya Press. Hendayana, R., Wayan Sudana, A.Rafiq, Zakiah dan Harmi Andryanita. 2010. Strategi Percepatan Adopsi Varietas Padi UnggulDi Agroekosistem Lahan Pasang Surut dan LebakKasus Di Kalimantan Selatan Dan Kalimantan Tengah. Makalah dipresentasikan di Graha Widya Bhakti - Puspitek Serpong, Tangerang, 29 Desember 2010 Kenneth F.G Masuki, 2009. Determinants of Farm-level Adoption of Water Systems Innovations in Dryland Areas: The Case of Makanya Watershed in Pangani River Basin, Tanzania Linder, Pardey, dan Jarrett, 1982. Distance To Information Source And The Time Lag Early Adoption Of Trace Element Fertilizer. Working Paper 82-2. Departement Of Economics University Of Adelaide Mundy, P., 2000. Adopsi dan Adapasi Teknologi Baru. PAATP. Bogor Pindyck, R.S. And D.I. Rubinfeld. 1981. Econometric Models and
Suharyon., dkk: Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi PTT Padi Sawah di Kabupaten Sarolangun Jambi
Economic Forcast.3rd Edition. Mc Graw-Hill International Editions. Rogers,E. M., 1983. Diffusion of Innovations. Third Edition, The Free Press, New York. Sukartawi, 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UIP Pres Subagiyo, 2005. Kajian Faktor-faktor Sosial yang berpengaruh terhadap Adopsi Inovasi Usaha Perikanan Laut di Desa Pantai Selatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 8 No 2. Pusat Penelitian dan Penembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Simatupang, P., 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. Analisis Kebijakan Pertanian (AKP). Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
17