LAPORAN HASIL KEGIATAN
PENINGKATAN KOMUNIKASI INOVASI TEKNOLOGI DALAM RANGKA PERCEPATAN DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI DI PROVINSI ACEH
PENELITI UTAMA : Ir. Nani Yunizar
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
1.
Judul RDHP
:
Peningkatan komunikasi inovasi teknologi dalam rangka percepatan diseminasi inovasi teknologi di provinsi Aceh
2.
Unit kerja
:
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
3.
Alamat Unit Kerja
:
JL. P. Nyak Makam, Banda Aceh
4.
Sumber Dana
:
DIPA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh 2015
5.
Status Penelitian (L/B)
:
Baru
6.
Penanggung Jawab
:
Nama/NIP
:
Ir. Nani Yunizar
Pangkat/Golongan
:
Pembina Tk. I, IV/b
Jabatan
:
Penyuluh Madya
7.
Lokasi
:
Provinsi Aceh
8.
Agroekosistem
:
-
9.
Tahun Mulai
:
2015
10
Tahun Selesai
:
2015
11
Output Tahunan
:
Adanya peningkatan intensitas komunikasi diseminasi inovasi teknologi melalui pemberdayaan kelembagaan penyuluhan, penyuluh lapangan , petani dan meningkatkan temu koordinasi peneliti dan penyuluh.
12
Output Akhir
:
Penyebaran inovasi teknologi hasil Litkaji sesuai dengan kebutuhan para pengguna tepat sasaran, tepat metoda dan media serta sarana komunikasi yang digunakan.
13
Biaya
:
Rp. 80.000.000,- (Delapan puluh juta rupiah)
Koordinator Program
Penanggung Jawab Kegiatan
Dr. Rahman Jaya, M.Si NIP.19740305 200003 1 001
Ir. Nani Yunizar NIP. 19590623198803 2 001
2
Mengetahui :
Menyetujui,
Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Kepala Balai Pengkajian Teknologi
Teknologi Pertanian
Pertanian Aceh
Dr. Ir. Abdul Basit, M.S NIP: 19610929 198603 1 003
Ir. Basri A. Bakar, Msi NIP. 19600811 198503 1
3
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan karunia-Nya penulis beserta tim telah dapat menyelesaikan laporan kegiatan Peningkatan Komunikasi Inovasi Teknologi Dalam Rangka Percepatan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian di Kabupaten Provisi Aceh. Laporan ini disusun berdasarkan kegiatan yang telah dilaksanakan selama tahun 2015 bertempat di Provinsi Aceh. Kegiatan ini didukung oleh DIPA BPIP Aceh 2015. Disiminasi ini merupakan kegiatan lapangan yang bersifat adanya peningkatan intensitas komunikasi diseminasi inovasi teknologi melalui pemberdayaan kelembagaan penyuluhan, penyuluh lapangan , petani dan meningkatkan temu koordinasi peneliti dan penyuluh antara tim kajian/Penyuluh BPTP Aceh, Universitas Syiah Kuala, PPL dan Kelompok Tani Kooperator. Kegiatan desiminasi ini juga dalam rangka mendukung program pemerintah sebagai upaya mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan tersebut, Kementerian Pertanian menjabarkan melalui kebijakan pembangunan pertanian dalam program “Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai“. Tahun 2015 di Provinsi Aceh. Kami sangat berterimakasih kepada semua pihak terutama para penyuluh tingkat Kabupaten yang telah berpartisipasi dalam kegiatan ini. Selain itu ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak, dimana atas dukungan dari awal hingga laporan desiminasi ini selesai dapat berjalan dengan lancar nantinya.
Banda Aceh,
Desember 2015
Penanggung Jawab Kegiatan,
IR. NANI YUNIZAR NIP. 19590623 198803 2 001
4
RINGKASAN
11
:
Peningkatan Komunikasi Inovasi Teknologi Dalam Rangka Percepatan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian.
Judul
22
Unit Kerja
:
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
33
Lokasi
:
Provinsi Aceh
44
Agroekosistem
:
-
55
Status (L/B)
:
Baru
:
Peningkatan intensitas komunikasi diseminasi inovasi teknologi melalui pemberdayaan kelembagaan penyuluhan, penyuluh lapangan , petani dan meningkatkan temu koordinasi peneliti dan penyuluh.
:
Adanya peningkatan intensitas komunikasi diseminasi inovasi teknologi melalui pemberdayaan kelembagaan penyuluhan, penyuluh lapangan , petani dan meningkatkan temu koordinasi peneliti dan penyuluh.
:
Penyebaran inovasi teknologi hasil Litkaji sesuai dengan kebutuhan para pengguna tepat sasaran, tepat metoda dan media serta sarana komunikasi yang digunakan.
:
Mendukung kebijakan pembangunan pertanian wilayah melalui diseminasi hasil-hasil litkaji kepada pengguna inovasi teknologi di Provinsi Aceh.
66 Tujuan
77 Keluaran
88 Hasil
99 Prakiraan Manfaat
110
Prakiraan Dampak
111 Prosedur
:
:
Berkembangnyadiseminasi hasil-hasil litkaji kepada pengguna inovasi teknologi di Provinsi Aceh. KEGIATAN
PENINGKATAN
KOMUNIKASI
INOVASI
TEKNOLOGI DALAM RANGKA PERCEPATAN DISEMINASI INOVASI
TEKNOLOGI
PERTANIAN
DILAKSANAKAN
DENGAN PENDEKATAN PARTISIPATIF.METODE YANG
5
DIGUNAKAN ADALAH METODE SPEKTRUM DISEMINASI MULTI CHANEL (SDMC). KOMPONEN PENTING DALAM OPERASIONALISASI SDMC MENCAKUP; 1) JENIS DAN SUBSTANSI YANG AKAN DIDESIMASIKAN, 2) TARGET SASARAN DISEMINASI, 3) MEDIA DAN SALURAN KOMUNIKASI YANG AKAN DIGUNAKAN, 4) KEMUDAHAN AKSES TERHADAP INFORMASI DAN INOVASI HASIL LITKAJI. 112
Jangka Waktu
113 Biaya
:
1 (satu) tahun
:
Rp. 80.000.000,- (Delapan puluh juta rupiah)
6
SUMMARY
11
Title
Improved Communication Technology In Order to : Accelerate Innovation Dissemination of Agricultural : Technology Innovation.
22
Institution
: Assessment Institute for Agriculture Technology (AIAT : Aceh)
33
Location
: Aceh Province :
44
Agroecosystem
: :
55
Status
: : NEW
66
77
88
Objectives
Output
Outcome
Increased intensity of communication dissemination of : technological innovation through institutional : empowerment counseling, field extension workers, farmers and improve the coordination meeting of researchers and extension agents. There is an increasing intensity of communication dissemination of technological innovation through : institutional empowerment counseling, field extension : workers, farmers and improve the coordination meeting of researchers and extension agents. Dissemination of technological innovations Litkaji results in : accordance with the needs of the users targeted, : appropriate methods and media as well as the means of communication used.
99
Expected benefit
Support agricultural development policy of the region : through the dissemination of the results to the user litkaji : technological innovation in the province of Aceh.
110
Expected impact
: Berkembangnyadiseminasi results litkaji to users of : technological innovation in the province of Aceh.
Procedure
Communication activities to increase technological innovation in order to accelerate the dissemination of : agricultural technology innovation implemented : partisipatif.Metode approach is the method of dissemination of multi-channel spectrum (SDMC). A critical component in the operation of SDMC cover; 1) the type and substance to be didesimasikan, 2) target
111
7
dissemination, 3) media and communication channels to be used, 4) ease of access to information and innovation litkaji results. 112
Duration
: 1 (one) year :
113
Budget
: IDR. 80.000.000, - (Eighty million ) :
DAFTAR ISI Halaman Halaman Pengesahan ................................................................................
i
Kata Pengantar .........................................................................................
ii
Ringkasan ...............................................................................................
iii
Summary ................................................................................................ Daftar Isi .................................................................................................
iv v
Daftar Tabel ............................................................................................
vi
Daftar Gambar .........................................................................................
vii
Daftar Lampiran ........................................................................................
viii
I.
II.
III.
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1 Latar Belakang............................................................................
1
1.2 Tujuan .......................................................................................
2
1.3 Keluaran ...................................................................................
3
1.4 Hasil Yang Diharapkan ...............................................................
3
1.5 Perkiraan Manfaat dan Dampak ...................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
4
2.1 Pentingnya Desiminasi Inovasi Teknologi ......................................
7
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Percepatan Adopsi Inivasi Teknologi ....
8
PROSEDUR PELAKSANAAN.................................................................
9
8
3.1. Tempat ...................................................................................
9
3.2. Pendekatan .............................................................................
9
3.3. Ruang Lingkup .........................................................................
8
3.4. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan .................................... 10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
11
4.1. Profil Penyuluh Kabupaten ....................................................... 11 18
4.2. Pemberdayaan Pengetahuan Penyuluh Kabupaten ...................... 4.3. Percepatan Penyebaran Inovasi Teknologi Melalui Media Informasi .................................................................................
21 4.4.
Sistem Informasi Diseminasi Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi .....
21
4.5. Pengaruh Penyuluh Pertanian Dalam Memberikan Informasi Dan Inovasi Kepada Petani ......................................................................
22
4.6. Implementasi Kegiatan ............................................................. 23 4.7. Peningkatan Efektifitas Hubungan Peneliti, Penyuluh, dan Petani .. .. V.
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 29 5.1. Kesimpulan......................………………........................................ 29 5.2. Saran ..................................................................................... 29
VI.
ANALISA RESIKO ........................................................................................ 30 6.1. Daftar Resiko ............................................................................ 30 6.2. Daftar Penanganan Resiko ......................................................... 30 6.3. Tenaga Dan Organisasi Pelaksana .............................................. 31 6.4. Jangka Waktu Kegiatan ............................................................. 33 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….. 31
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Profil Penyuluh Kabupaten ............................................................. 17
Tabel 2.
Daftar Resiko ................................................................................ 31
9
Tabel 3.
Daftar Penanganan Resiko ............................................................. 31
Tabel 4.
Daftar Nama Tenaga ..................................................................... 32
Tabel 5.
Jangka Waktu Kegiatan ................................................................. 33
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Sistem Komunikasi Tri-Agulasi ................................................... 21
I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang Pembangunan pertanian memerlukan dukungan teknologi yang memadai dan berksinambungan, hal ini diwujudkan dengan adanya program program Kementerian yangmenghasilkann teknologi baru.Teknologi baru ini akan bermanfaat apabila dapat menjangkau dan diterapkan oleh pihak pihak yang membutuhkan/pengguna. Namun secara nasional system adopsi/ alih teknologi pertanian dinilai masih lemah sampai kepengguna, hal ini dikarenakan adanya jaringan informasi dari sumber teknologi kepada pengguna di daerah terputus.Untuk itu diperlukan upaya percepatan alih teknologi melalui metoda diseminasi dengan beberapa pendekatan.Pendekatan yang dilakukan dalam percepatan alih teknologi harus mengacu pada Spektrum Diseminasi Multi Chanel (SDMC) yang dicanangkan oleh Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2011. Kegiatan dalam rangka peningkatan adopsi inovasi teknologi yang dikembangkan dengan memanfaatkan berbagai saluran komunikasi dan
stakeholdersyang terkait.
11
Penyuluhan pertanian sebagai sebagai suatu sistem pemberdayaan petani merupakan suatu sistem pendidikan non formal bagi keluarga petani yang bertujuan membantu petani dalam meningkatkan keterampilan teknis, pengetahuan, mengembangkan perubahan sikap yang lebih positif dan membangun kemandirian dalam mengelola lahan pertaniannya. Penyuluhan pertanian sebagai perantara dalam proses alih teknologi maka tugas utama dari pelayanan penyuluhan adalah memfasilitasi proses belajar, menyediakan informasi teknologi, informasi input dan harga input-output serta informasi pasar (Badan SDM Pertanian, 2003). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) telah berperan penting dalam pembangunan pertanian di Provinsi Aceh melalui penyediaan teknologi tepat guna spesifik lokasi sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi petani serta alih teknologi melalui kegiatan Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian.Namun demikian, penerapan teknologi di tingkat petani masih terbatas dan adopsinya cenderung melambat, seperti terlihat dari gejala stagnasi atau pelandaian produktivitas berbagai komoditas pertanian dan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat petani di pedesaan. Kelambatan tersebut terjadi antara lain karena deseminasi inovasi teknologi belum efektif dilaksanakan. Menurut hasil penelitian diperlukan sekitar 2 tahun sebelum suatu teknologi dari Badan Litbang Pertanian diketahui 50 % dari Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS), dan 6 tahun sebelum 80 % dari PPS mendengar teknologi tersebut. Sampainya teknologi ke petani tentu lebih lama lagi (Badan Litbang Pertanian, 2004). Menurut van de Fliert dan Budi (2009), salah satu faktor yang menyebabkan lambatnya adopsi dan adaptasi teknologi di tingkat petani dari hasil-hasil kajian BPTP adalah lemahnya jaringan dengan mitra diseminasi dengan kecenderungan untuk “serah terima” teknologi, tapi sangat sedikit atau tidak ada monitoring pelaksanaan; Kurangnya paket-paket informasi yang dapat digunakan dalam workshop dan pelatihan – baik bagi staf penyuluh maupun untuk digunakan bersama petani, Output media dibatasi oleh ketrampilan, peralatan dan sumber daya.Menurut Syam dkk. (1993), lambannya proses alih teknologi dari lembaga penelitian ke pengguna akhir disebabkan oleh terbatasnya sosialisasi kepada pengguna dan informasi hasil penelitian masih sangat ilmiah sehingga sulit diterjemahkan kedalam bahasa penyuluhan
12
yang dapat dipahami dan diadopsi oleh pengguna, petani dan swasta. Agar penyaluran teknologi spesifik lokasi dapat dipercepat dan mengenai sasaran, diperlukan suatu sistem informasi diseminasi inovasi teknologi, yang semua komponen-komponennya dapat bekerja secara optimal dan simultan. Dengan demikian transfer teknologi dapat dipercepat sampai ke pengguna akhir. Penyampaian inovasi baru selalu melibatkan proses-proses komunikasi dan pendekatan
penyuluhan.Pendekatan
penyuluhan
meliputi
subsistem
penyampaian inovasi (delivery subsistem) dan subsistem penerimaan (receiving subsistem). Kedua subsistem tersebut merupakan lalulintas yang menyebabkan proses adopsi dan difusi inovasi. Penyampaian inovasi baru melalui berbagai pendekatan penyuluhan dan komunikasi kurang memperhatikan kondisi psikologis penerima, sehingga menyebabkan adopsi teknologi menjadi relatif lambat. Salah satu kunci sukses untuk percepatan pembangunan pertanian di suatu wilayah adalah percepatan transfer inovasi pertanian spesifik lokasi. Transfer inovasi adalah salah satu cara untuk berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan hasil riset dan temuan ilmiahnya melalui kemitraan dengan lembaga pemerintah dan swasta. Percepatan transfer inovasi yang efektif adalah melalui pengembangan penelitian yang kontekstual, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta mengupayakan penggunaan teknologi untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat petani.Penyebaran teknologi tidak hanya dilakukan pada satu metode diseminasi, tetapi dilakukan secara multi chanel sehingga diharapkan inovasi teknologi hasil penelitian dan pengkajian dilingkup Badan Litbang Pertanian dapat didistribusi secara tepat kepada pengguna melalui berbagai media secara simultan dan terkoordinir. Untuk pertanian,
mempercepat
Badan
Litbang
proses
percepatan
Prtanian melalui
adopsi
Balai
inovasi
teknologi
Pengkajian
Teknologi
Pertanian(BPTP) disetiap Provinsi memiliki tugas pokok pada inovasi teknologi, bagaimana cara penyampaian serta penerimaannya ditingkat pengguna melalui penjaringan umpan balik guna perbaikan dan pengembangan kedepan inovasi yang akan dihasilkan ( Badan Litbang Pertanian,2011).Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat, pemerintah telah
13
menetapkan Pencapaian Swasembada Pangan Berkelanjutan yang harus dicapai dalam waktu 3 (tiga) tahun.Untuk pencapaian swasembada berkelanjutan tersebut diperlukan upaya peningkatan produksi yang luar biasa. Oleh karena itu diperlukan perhatian dari berbagai pihak, mengingat banyak kendala harus diatasi dan berbagai tantangan harus diantisipasi seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN yang merupakan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi menuntut agar barang, jasa dan SDM Indonesia mampu bersaing dengan negara lain; otonomi daerah; perubahan pola konsumsi; dan dinamika pasar pangan. Upaya peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai terus digulirkan pemerintah pusat. Dana dalam jumlah besar dari Anggaran Pembangunan Belanja Negara Perubahan (APBN) 2015 sebesar Rp 16,9 triliun. Dengan dana sebesar itu pemerintah memberikan sejumlah target penambahan produksi padi, jagung dan kedelai bagi setiap daerah. Rencananya, dengan berbagai bantuan itu petani bisa meningkatkan produktivitas dan menambah areal tanamnya.Bantuan tersebut kemudian disampaikan kepada para petani dalam bentuk bantuan benih, pupuk, perbaikan irigasi, alat dan mesin pertanian. Tentu sangat banyak faktor yang dapat mempengaruhi produksi pangan nasional,
salah
satu
di
antaranya
adalah
pendampingan
dan
pengawalan.Pengawalan dan pendampingan menjadi unsur penting dalam menggerakkan para petani untuk dapat menyiapkan teknologi.Pengawalan dan pendampingan ini, tidak hanya dilakukan oleh para penyuluh (PNS dan THL) dan Babinsa (Bintara Pembina Desa) saja, melainkan mahasiswa dan penyuluh swadaya (petani) pun dilibatkan.Penyuluh, Babinsa dan mahasiswa merupakan salah satu penggerak bagi para petani sebagai pelaku utama karena dapat berperan sebagai komunikator, fasilitator, advisor, motivator, edukator, organisator dan dinamisator.Kegiatan pengawalan dan pendampingan inilah yang selanjutna disebut sebagai kegiatan UPSUS (Upaya Khusus) peningkatan produksi tiga komoditas padi, jagung, dan kedelai (Pajale) dalam upaya pencapaian swasembada berkelanjutan. Dalam UPSUS, kegiatan yang dilakukan tidak hanya berperan sebagai pengawal dan pengaman penyaluran benih, pupuk, dan alsintan saja, namun selain itu juga mengawal gerakan perbaikan jaringan irigasi, sistem tanam serentak, dan pengendalian OPT. UPSUS pun juga berperan dalam mempercepat penerapan 14
teknologi peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai melalui GP-PTT, PAT, dan
optimasi
lahan.Ketahanan
pangan
dinyatakan
sebagai
“kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Dalam rangka mencapai ketahanan pangan tersebut, negara harus mandiri dan berdaulat dalam menentukan kebijakan pangannya sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya.Sebagai upaya mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan tersebut, Kementerian Pertanian menjabarkan melalui kebijakan pembangunan pertanian dalam program
“Swasembada
Padi,
Jagung
dan
Kedelai“.
Program
tersebut
diharapkan dapat dicapai pada tahun 2017 dengan target produksitahun2015 padi73,4 juta ton atau peningkatan 2,21%, jagung 20 juta ton atau peningkatan 5,57%, dan kedelai 1,2 juta ton atau peningkatan 26,47%.Untuk mewujudkan
target
produksi
di atas,
telah
ditetapkan
upaya
khusus
peningkatan produksi dengan kegiatan sebagai berikut : 1. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT), untuk menjamin ketersediaan air yang
diperlukan
dalam
pertumbuhan
tanaman
padi,
jagung
dan
kedelaiyang optimal. 2. Penyediaan alat dan mesin pertanian berupa traktor roda dua, alat tanam (rice transplanter), dan pompa air untuk menjamin pengolahan lahan, penanaman, dan pengairan yang serentak dalam areal yang luas. 3. Penyediaan dan penggunaan benih unggul, untuk menjamin peningkatan produktivitas lahan dan produksi. 4. Penyediaan
dan
penggunaan
pupukberimbang,
untuk
menjamin
pertumbuhan tanaman padi, jagung dan kedelai yang optimal. 5. Pengaturan musim tanam dengan menggunakan Kalender Musim Tanam (KATAM), untuk menjamin pertumbuhan tanaman padi, jagung dan kedelaiyang optimal, dan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim yang menyebabkan gagal panen.
15
6. Pelaksanaan Program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GPPTT). Dalam implementasi kegiatan tersebut, diperlukan tenaga pendamping yang energik untuk berpartisipasi aktif dalam membantu peningkatan kinerja penyuluh pertanian.Upaya tersebut patut didukung dengan implementasi secara nyata di lapangan dengan memberikan perhatian yang serius dari semua pihak, termasuk perguruan tinggi sebagai komunitas masyarakat akademis, dalam hal ini adalah civitas akademika yang terdiri atas dosen dan mahasiswa.Selain itu juga didukung oleh alumni dan tenaga pemantau/Supervisor.Pelaksana teknis Badan Litbang Pertanian di daerah, melalui pelaksanaan fungsi informasi, komunikasi dan diseminasi (3-Si) diharapkan menjadi roda 3 penggerak dalam mempercepat dan memperluas pemanfaatan berbagai inovási pertanian hasil litkaji oleh pengguna (pelaku utama dan pelaku usaha sektor pertanian). Keberhasilan diseminasi teknologi pertanian hasil penelitian dan pengkajian, sangat tergantung pada aktifitas tenaga penyuluh lapangan dan berfungsinya lembaga penyuluhan disemua tingkatan, karena secara konsepsional penyuluh lapangan merupakan perantara dalam proses alih teknologi dari sumber teknologi kepada petani pengguna. Beberapa metode dalam sistem penyelenggaraan penyuluhan di tingkat kabupaten/kota belum berjalan dengan baik dan belum memperlihatkan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain dan istansi terkait lainnya seperti institusi penelitian yang merupakan sumber teknologi (litbang pertanian, perguruan tinggi, LSM dan swasta) menyangkut aspek koordinasi, sinkronisasi program dan integrasi pelaksanaan program penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Sementara perkembangan wawasan, pengetahuan dan keterampilan petani
semakin
meningkat
sesuai
dengan
perkembangan
teknologi
informasi.Basuki (2001) mengkaji tentang hubungan keeratan antara sumber teknologi, peran penyuluh dan kegiatan petani menunjukkan bahwa terjadi hubungan positf antara peran penyuluh dengan kegiatan petani, dan antara sumber teknologi dengan petani, sedangkan hubungan kurang erat terjadi antara sumber teknologi dengan peran penyuluh.Salah satu faktor yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan petani-peternak adalah melalui
16
penyelenggaraan
penyuluhan
pertanian.Keberhasilan
penyelenggaraan
penyuluhan pertanian sangat ditentukan oleh materi pendukung, seperti media penyuluhan
pertanian
dalam
berbagai
bentuk
dan
sesuai
dengan
kebutuhan.Media penyuluhan pertanian dalam berbagai bentuk dan sesuai dengan
sasaran
yang
ingin
dituju,
mutlak
diperlukan
karena
tingkat
kemampuan maupun tingkat pendidikan petani-peternak berbeda.Dari evaluasi pelaksanaan diseminasi dipandang perlu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan diseminasi sehingga lebih berdaya guna dan memenuhi pemecahan masalah yang dihadapi oleh petani sesuai dengan perkembangan pembangunan.Mengingat masih banyaknya hasil-hasil litkaji yang belum diadopsi oleh petani karena kurangnya informasi teknologi yang diterima oleh lembaga penyuluhan sebagai materi penyuluhan di lapangan, maka kegiatan percepatan penyampaian inovasi teknologi spesifik lokasi perlu dilaksanakan. Mengacu pada kebutuhan informasi teknologi ditingkat pengguna, penggunaan berbagai media komunikasi dinilai efektif dalam menyebarluaskan informasi teknologi tersebut. Keberadaan media komunikasi dalam berbagai bentuk tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, karena dengan kemampuan dan sifat media masing masing akan saling menguatkan dan melengkapi satu sama lain dalam proses transfer informasi. 1.2.
Tujuan
Peningkatan intensitas komunikasi diseminasi inovasi teknologi melalui pemberdayaan kelembagaan penyuluhan, penyuluh lapangan , petani dan meningkatkan temu koordinasi peneliti dan penyuluh. 1.3.
Keluaran
2. Adanya peningkatan intensitas komunikasi diseminasi inovasi teknologi melalui pemberdayaan kelembagaan penyuluhan, penyuluh lapangan , petani dan meningkatkan temu koordinasi peneliti dan penyuluh. 3. Meningkatnya peran dan fungsi penyuluh, peneliti, pelaku utama dan pelaku usaha dalam proses percepatan dan perluasan adopsi inovasi pertanian untuk mendukung pembangunan pertanian.
17
1.4.
Hasil Yang Diharapkan
Penyebaran inovasi teknologi hasil Litkaji sesuai dengan kebutuhan para pengguna tepat sasaran, tepat metoda dan media serta sarana komunikasi yang digunakan serta dapat dijadikan sistem informasi diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi di Provinsi Aceh. 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak 1.5.1. Perkiraan Manfaat Mendukung kebijakan pembangunan pertanian wilayah melalui diseminasi hasilhasil litkaji kepada pengguna inovasi teknologi di Provinsi Aceh.
1.5.2. Perkiraan Dampak Diupayakan terbangunnya suatu sistem informasi diseminasi inovasi teknologi yang dapat mempercepat penyaluran teknologi hasil litkaji ke pada pengguna di lapangan.Kegiatan tersebut termasuk penjabaran dari Sub Program Pengembangan informasi dan komunikasi IPTEK, diseminasi dan jaringan umpan balik.Dan berkembangnyadiseminasi hasil-hasil litkaji kepada pengguna inovasi teknologi di Provinsi Aceh.
18
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pentingnya Desiminasi Inovasi Teknologi
Diseminasi merupakan kegiatan untuk menyampaikan teknologi dan informasi hasil penelitian dan pengakjian yang diperlukan untuk memecahkan masalah teknis pertanian, social-budaya dan eknomi dalam upaya mempercepat pembangunan khususnya pembangunan pertanian.Dengan demikian maka teknologi dan informasi yang disampaikan bukan hanya sekedar yang dihasilkan oleh suatu unit kerja penelitian atau pengkajian, tetapi dapat meliputi hasil penelitian dari berbagai lembaga penelitian. Rogers dan Shoemaker (1971) mengartikan inovasi sebagai: ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan. Sedang Lionberger dan Gwin (1983) mengartikan inovasi tidak sekadar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas
19
tertentu. Pengertian “baru” disini, mengandung makna bukan sekadar “baru diketahui” oleh pikiran (cognitive), akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap (attitude), dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat. Rogers (1989) mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi: (1) keunggulan relatif (relative advantage); (2) kompatibilitas (compatibility); (3) kerumitan (complexity); (4) kemampuan diuji cobakan (trialability) dan (5) kemampuan diamati (observability). Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya.Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain.Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible). Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan.Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula
yang
sebaliknya.Semakin
mudah
dipahami
dan
dimengerti
oleh
pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi.Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
20
Dalam upaya mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh yang antara lain penyampaian umpan balik untuk penyempurnaan program penelitian serta penyampaian paket teknologi hasil pengujian dan perakitan sebagai bahan materi penyuluhan pertanian, maka BPTP Aceh diharapkan dapat segera memenuhi kebutuhan teknologi pertanian di wilayah kerjanya serta menyebar luaskan berbagai media informasi disesuaikan dengan sasaran yang diinginkan. Selama ini telah banyak teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan dan direkomendasikan oleh BPTP kepada para petani dan pengguna lainnya.Disamping itu telah banyak kebijakan dalam pembangunan pertanian daerah yang didasarkan pada hasil penelitian dan pengkajian
yang
berasal
dari
Badan
penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian.Hal tersebut menunjukkan bahwa BPTP telah berhasil mempecepat dan memperlancar penyebaran teknologi pertanian di wilayahnya masingmasing. Namun demikian, keberlanjutan penerapan teknologi yang dihasilkan oleh BPTP belum sepenuhnya terlaksana, hal ini disebabkan karena sebagian dari hasil penelitian dan pengkajian (litkaji) tersebut belum sampai ke tangan pengguna dan dilain pihak dirasakan adanya keluhan bahwa banyak hasil penelitian yang tidak sesuai dengan keperluan dilapangan atau terlalu bersifat umum. Oleh karena itu penyebarluasan hasil litkaji harus disesuaikan dengan kebutuhan para pengguna, tepat waktu da tepat media atau sarana komunikasi yang digunakan. Dengan bahasa lain informasi hasil litkaji teknologi pertanian yang disampaikan tersebut tidak saja harus sampai dan diterima, akan tetapi juga harus jelas, mudah dipahami dan sesuai dengan keperluan, sehingga dapat diadopsi oleh para pengguna yang membutuhkannya. penyebarluasan memberikan
informasi
dampak
teknologi
kepada
pertanian
meningkatnya
ini, adopsi
Dengan
diharapkan teknologi
dapat oleh
petani/pengguna sehingga mampu berperan dalam membantu memecahkan masalah
dalam
pembangunan
pertanian,
khususnya
masalah
dalam
peningkatan produksi dan pendapatan petani.Penyuluhan pertanian adalah proses penyebarluasan informasi sebagai upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusahatani yang dikembangkan melalui penelitian untuk mencapai peningkatan produtivitas dan pendapatan sebagai tujuan utama kebijakan pertanian (Van den Ban dan Hawkins, 1996).
21
Abbas (1986) menyatakan bahwa informasi pertanian adalah data yang telah diproses menjadi suatu bentuk penyajian yang berguna bagi penerima informasi dalam pengambilan keputusan untuk kemajuan usahataninya. Nilai dari sesuatu informasi berkaitan dengan keputusan-keputusan yang akan diambil oleh setiap komponen dari sistem pertanian. Fungsi utama dari penyuluhan adalah mempengaruhi penerima informasi dalam upayanya mengadakan pilihan-pilihan atas berbagai kemungkinan usaha yang akan dilaksanakan oleh penerima informasi sehingga dapat mengurangi resiko atas ketidakpastian. Untuk mempercepat penyaluran teknologi, kegiatan diseminasi yang dilakukan lembaga penelitian sebagai sumber teknologi yaitu melalui perpaduan antara metode peragaan/demonstrasi teknologi, metode komunikasi tatap muka dan pengembangan informasi teknologi pertanian (penyaluran media cetak dan audiovisual) dan unit komersialisasi teknologi. Perpaduan atau kombinasi dari metode tersebut akan mempercepat proses adopsi teknologi oleh pengguna (Litbang Pertanian, 2004).Diseminasi teknologi pertanian diartikan sebagai upaya mengkomunikasikan dan menyebarluaskan hasil pengkajian teknologi pertanian kepada pengguna.Untuk itu perlu diketahui sejauh
mana
BPTP
Provinsi
Aceh
sebagai
sumber
teknologi
telah
mengkomunikasikan teknologi hasil kajiannya melalui pendekatan media tidak langsung (tercetak, terekam dan terproyeksi). 2.2.
Faktor
Yang
Mempengaruhi
Percepatan
Adopsi
Inovasi
Teknologi Dalam proses transfer inovasi pertanian, adopsi pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psycho-motoric) pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan di sini mengandung arti tidak sekadar “tahu”, tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerap-kannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai
22
cerminan dari adanya perubahan: sikap, pengetahuan, dan atau ketrampilannya (Mardikanto, 1993).Salah satu faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi adalah sifat dari inovasi itu sendiri. Inovasi yang akan di introduksikan harus mempunyai kesesuaian (daya adaptif) terhadap kondisi biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya yang ada dalam masyarakat penerima (adopter) tersebut. Jadi inovasi yang ditawarkan tersebut hendaknya inovasi yang tepat guna. Faktor-Faktor yang mempengaruhi adopsi, dipengaruhi oleh banyak faktor Sifat-sifat atau karakteristik inovasi, Sifat-sifat atau karakteristik calon pengguna,
Pengambilan
keputusan
adopsi
,Saluran
atau
media
yang
digunakan. Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu: 1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi. 2. Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima.Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b)
karakteristik
penerima.
Jika
komunikasi
dimaksudkan
untuk
memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal. 3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
23
4. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (2003) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents). Model difusi inovasi menggambarkan proses penyebaran inovasi dari suatu sumber inovasi kepada anggota suatu sistem sosial, maka terdapat tiga model difusi inovasi yaitu (1) Model Top Down (linier), model ini merupakan model penyuluhan konvensional yang menganut sistem komunikasi yang linier, model ini berkembang melalui program BIMAS (Bimbingan Massal) pada era revolusi hijau (2) Model Feed Back (Sistem La-Ku) yaitu model yang dianggap sebagai perbaikan model top-down yaitu dengan mempertimbangkan mekanisme umpan balik diantara peneliti dan penyuluh pertanian. Model feed-back ini menjadi popular seiring dengan berkembangnya Farming System Research yang mengaitkan penelitian ditingkat usahatani dan (3) Model Farmer Back ToFarmer (Tri-Angulasi) model ini mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai dan diakhiri di tingkat petani. Hal ini berarti bahwa petani harus dilibatkan secara aktif sebagai anggota tim pemecahan masalah di lapangan. Petani dengan pengalaman jangka panjangnya mengetahui kondisi usaha taninya, tipe tanah, kualitas sosial, ekonomi, tanaman yang sesuai dan perilaku pasar dari waktu ke waktu.Model difusi farmer back to farmer ini dapat diawali dengan eksperimen sederhana dan diakhiri survey di tingkat petani. Kunci perbedaannya dengan model difusi yang lain adalah fleksibilitas dan penelitian di tingkat petani untuk mengindentifikasikan sumber daya yang ada di tingkat usaha tani. Model ini popular dan berkembang pada program Primatani dan SLPTT. 24
Sehubungan dengan pemecahan masalah tersebut maka dipandang perlu adanya kegiatan pengembangan informasi teknologi pertanian melalui berbagai cara seoerti memlaui media cetak ( Buletin, Lembar informasi pertanian (Liptan, buku). Melalui media elektronik (rekaman suara untuk siaran radio, produksi untuk siaran Televisi).
III. PROSEDUR PELAKSANAAN
3.1. Tempat Pelaksanaan kegiatan pada bulan Januari - Desember 2015 yang dilakukan pada 7 Kabupaten/Kota Provinsi Aceh (Kabupaten Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Barat, Aceh Timur, Aceh Jaya, Pidie Jaya dan Kota Banda Aceh yang akan diikuti oleh seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Aceh serta dihadiri Kepala Koordinasi Penyuluh BPTP Aceh. 3.2. Pendekatan Kegiatan peningkatan komunikasi inovasi teknologi dalam rangka percepatan diseminasi inovasi teknologi pertanian dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif.Metode yang digunakan adalah metode spektrum diseminasi multi chanel (SDMC). Komponen penting dalam operasionalisasi SDMC mencakup; 1) jenis dan substansi yang akan didesimasikan, 2) target sasaran diseminasi, 3) media dan saluran komunikasi yang akan digunakan, 4)
25
kemudahan akses terhadap informasi dan inovasi hasil litkaji. 3.3. Ruang Lingkup a. Pemberdayaan kelembagaan penyuluhan Kecamatan untuk penyuluh dan petani melalui workshop dengan penyampaian materi informasi teknologi spesifik lokasi. b. Percepatan penyebaran inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian melalui diseminasi hasil Litakaji Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) melalui berbagai bentuk, seperti media informasi tercetak, temu lapang, gelar teknologi dan workshop. c. Melakukan temu peneliti, penyuluh dan stake holder dalam rangka penyampaian hasil Litkaji Badan Litbang Pertanian, karena penerapan teknologi yang dihasilkan
BPTP belum terlaksana sebagaimana yang
diharapkan.
3.4. Bahan dan Metoda Pelaksanaan 3.3.1. Bahan yang digunakan - ATK , Fotocopy, Jilid dan Komputer suplies
3.3.2.Metoda Pelaksanaan Kegiatan a. Persiapan, penentuan lokasi lokasi workshop, materi penyampaian hasil Litkaji
BPTP yang berkaitan dengan program strategis Kementerian
Pertanian, dan peserta. b. Pelaksanaan,
penyampaian
materi
dari
peneliti
BPTP.
Kebijakan
Pembanguanan daerah disesuaikan dengan lokasi kegiatan dan peserta yang hadir dari penyuluh dan petani. c. Evaluasi diperlukan untuk memperoleh data tentang ; 1) bagaimana tingkat pemahaman terhadap materi yang disampaikan, 2) bagaimana apresiasi pemerintah daerah ,penyuluh dan petani terhadap penerapan inovasi teknologi dilihat dari segi kemudahan adopsi oleh pengguna untuk peningkatan pengetahuan.
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Penyuluh Kabupaten Umur rata-rata penyuluh di tingkat Kabupaten Provinsi Aceh adalah 40,5 tahun, masa kerja rata-rata 17,5 tahun, pendidikan tingkat lulusan program D3 dan S1, dan jumlah angka kredit rata-rata 230 point yang meliputi Kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh Timur, Aceh Jaya, Pidie, Pidie Jaya dan Kota Banda Aceh,Untuk lebih rinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1: Profil Penyuluh Kabupaten
No
Uraian
Kisaran
Rataan
1
Umur (tahun)
25-56
40,5
2
Masa Kerja (tahun)
1-34
17.5
4
Jumlah angka kredit
60 - 400
230
Dari profil tersebut dapat disimpulkan bahwa para penyuluh telah memiliki pengalaman penyuluhan dan prestasi kerja (sebagai fungsional penyuluh) termasuk baik (jumlah angka kredit rata-rata 230 poin setara dengan 27
pangkat III b), dengan tingkat pendidikan rata-rata program D3. Dengan demikian persepsi mereka terhadap kegiatan evaluasi media tidak hanya didasarkan
pada
pengetahuan
dan
kemampuan
teknis
tentang media
penyuluhan pertanian yang didapat dari kegiatan pelatihan , tetapi juga dari pengalaman kerja sebagai penyuluh pertanian (rata-rata masa kerja 17,5 tahun).
4.2. PemberdayaanPengetahuan Penyuluh Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Timur Dalam menghadapi kendala dan tantangan yang ada, Kabinet Kerja telah menetapkan Pencapaian Swasembada Berkelanjutan Padi dan Jagung serta Swasembada Kedelai yang harus dicapai dalam waktu 3 (tiga) tahun. Adapun target produksi yang harus dicapai pada tahun 2015 adalah produksi padi sebesar 73,40 juta ton dengan pertumbuhan 2,21%; jagung sebesar 20,33 juta ton dengan pertumbuhan 5,57%; dan kedelai sebesar 1,27 juta ton dengan pertumbuhan 26,47%. Untuk mencapai swasembada berkelanjutan padi dan jagung serta swasembada kedelai, Kementerian Pertanian melakukan upaya khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai.Guna mensukseskan
UPSUS
tersebut,
penyuluh
dan
Bintara
Pembina
Desa
(Babinsa)merupakan salah satu unsur penting dalam menggerakkan para petani (pelaku utama) untuk dapat menerapkan teknologi.Maka dengan itu dilanjutkan dengan pemahaman pentingnya katam terpadu serta pentingnya pemahaman tentang penyuluhan kegiatan komunikasi penyuluh ditujukan untuk peningkatan sumberdaya penyuluh.Badan LITBANG menegemukakan kegitan ini wajib diikuti oleh para penyuluh yang telah dibekali ilmu, dapat melanjutkan pengetahuan yang telah didapat.Salah satu pemberdayaan yang dilakukan terhadap penyuluh Kabupaten adalah melalui penyampaian materi pada pertemuankoordinasi penyuluh dalam meningkatkan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai. Dengan pembekalan para penyuluh melalui media tesebut diatas maka para penyuluh yang berada pada Kabupaten Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Barat, Aceh Timur, Aceh Jaya, Pidie Jaya dan Kota Banda Aceh nantinya mampu terjalin komunikasi dan informasi melaui akses inovasi teknologi spesifik lokasi. Dalam program pemerintah pusat target capaian 28
produksi padi untuk daerah Provinsi Aceh 2,7 juta ton untuk mencapai target tersebut diharapkan adanya peran berbagi teknologi pertanian. Dengan produksi rata-rata 5 ton/ha padi di daerah Aceh diharapkan target capaian yang diharapkan pemerintah pada Provinsi Aceh hendaknya dapat dipenuhi. Adanya peningkatan pengetahuan penyuluh di dua kegiatan yang berbeda mencerminkan bahwa diasumsikan adanya kesadaran penyuluh untuk mencari dan menerima ide-ide baru, praktek baru yang dapat dirasakan sebagai sesuatu
yang baru
oleh
individu atau
kelompok sasaran
penyuluhan
pertanian.Artinya pengetahuan yang tinggi selaras dengan tingkat kesadaran individu yang tinggi pula.Menurut Sudarta (2005), bahwa dalam akselerasi pembangunan pertanian, pengetahuan individu pertanian mempunyai arti penting, karena pengetahuan dapat mempertimbangkan kemampuan dalam mengadopsi teknologi baru dibidang pertanian. Kepala BKPP juga mengungkapkan BPTP Aceh merupakan mitra bagi penyuluh di Provinsi Aceh khususnya bagi Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaen lainyan, untuk itu peran BPTP sangat diharapkan sebagai corong teknologi yang nantinya dapat disampaikan para penyuluh dikecamatan kepada petani. Diharapkan dengan adanya berbagai inovasi teknologi yang dikembangkan oleh Badan LITBANG melalui BPTP Aceh dapat meningkatkan produktivitas padi diatas 5 ton/ha, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani yang masih dibawah rata-rata, dengan peningkatan produktifitas hendaknya program pemerintah akan hal swasembada pangan dapat terwujud. 4.3.
Percepatan Informasi
Penyebaran
Inovasi
Teknologi
Melalui
Media
Selain materi dan penyajian, maka komponen penentu kualitas suatu media informasi tercetak baik leaflet maupun brosur serta radio dan televisi yang baik akan menimbulkan daya tarik. Unsur pembentuk kualitas kemasan yang baik ditentukan oleh kualitas bahan media dan upaya memperlakukan bahan tersebut sehingga menghasilkan penampilan yang kuat, indah serta menarik. Secara keseluruhan tingkat kualitas kemasan media leaflet, brosur, radio dan tvmerupakan salah satu percepatan penyebaran inovasi yang baik. Salah satu tujuan penyebarluasan media leaflet BPTP Provinsi Aeh yaitu agar
29
sasaran (para penyuluh) mendapatkan informasi teknologi pertanian yang dibutuhkan secara tepat, cepat dan akurat untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan penyuluhan pertanian yang mereka laksanakan. Untuk mencapai hal tersebut, terdapat dua unsur yang harus diperhatikan yaitu kesesuaian materi teknologi pertanian yang disebarluaskan dengan materi yang dibutuhkan di tingkat lapang.menurutManwan et al., (1990) ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu inovasi teknologi lebih cepat diadopsi oleh pengguna antara lain: inovasi tersebut harus berkualitas, kesesuaian teknologi, efektifitas penyuluhan, motivasi pengguna teknologi, serta adanya faktor pendukung seperti kebijakan terhadap input, pasar dan harga produksi.Salah satu kegiatan diseminasi yang sering dilakukan dan dapat menyentuh orang banyak adalah melalui penyebaran informasi inovasi teknologi dalam bentuk berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik. Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi mengisyaratkan bahwa ke depan perlu dianalisis jenis media informasi yang diinginkan oleh pengguna. Pengembangan media dijabarkan dalam bentuk publikasi (leaflet, brosur, bulletin, poster, dan bahan tercetak lainnya).Kegiatan ini meliputi identifikasi kebutuhan teknologi, penyusunan bahan tercetak, pre test, perbanyakan, distribusi, dan evaluasi bahan tercetak. Kegiatan ini akan dikoordinasikan oleh tim pengembangan media BPTP Provinsi Aceh sampai dengan pengembangan IT (internet). Peragaan dijabarkan dalam bentuk demonstrasi, gelar teknologi, display, dan kaji terap/uji coba.Kegiatan ini diawali dengan identifikasi kebutuhan teknologi, koordinasi dengan dinas/instansi terkait, koordinasi dengan petugas lapang, dan petani kooperator.Pelaksanaan tetap dimonitor oleh BPTP.Kegiatan ini diakhiri dengan Temu Lapang dan evaluasi kegiatan.Kegiatan tatap muka dijabarkan dalam bentuk pertemuan, lokakarya (partisipatif), seminar, dan riset aksi.Kegiatan ini diawali dengan identifikasi kebutuhan teknologi, koordinasi dengan instansi/dinas terkait, pelaksanaan pertemuan, Rencana Tindak Lanjut, dan evaluasi pelaksanaan oleh BPTP. 4.4. Sistem Informasi Diseminasi Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi
30
Untuk memahami hakekat dan manfaat satu komponen teknologi manusia normal membutuhkan waktu yang relatif dan tergantung pada kemampuan seseorang mengolah informasi dan data. Keyakinan yang tinggi terhadap hakekat suatu komponen teknologi itu akan memotivasi seseorang untuk mengadopsi. Hasil survey menunjukkan bahwa sistem informasi diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi di Kabupaten Provinsi Aceh. Sementara hasil survey stakeholder di Kabupaten Provinsi Aceh (Gambar 1) menunjukkan bahwa system informasi inovasi yang berkembang cenderung mengarah pada Model Farmer Back To Farmer (Tri-Angulasi) model ini mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai dan diakhiri di tingkat petani. Pendasarannya disebabkan karena Kabupaten di Provinsi Aceh merupakan salah satu kabupaten yang dijadikan lokasi program Primatani Badan Litbang Pertanian diharapkan dapat berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung antara penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian (delivery subsystem) maupun pelaku agribisnis (receiving subsystem) sebagai pengguna inovasi (gambar1).
Sementara hasil survey pada sasaran antara (penyuluh pertanian) di Kabupaten (gambar 1) menunjukkan bahwa dengan berkembangnya model
31
model difusi inovasi Farmer Back To Farmer (Tri-Angulasi) yaitu sistem komunikasi yang dilakukan dua arah yaitu dari pihak sumber dengan menggunakan media yang berisi informasi untuk diteruskan kepada sasaran. Berlangsungnya proses komunikasi yang sempurna, membuat sasaran akan memberikan umpan balik kepada sumber, apakah informasinya diterima atau ditolak. Dalam konteks penyuluhan pertanian, sumber bisa individu penyuluh atau lembaga sumber teknologi yang menjalankan fungsi penyuluhan kepada petani.Unsur pesannya adalah inovasi, sementara salurannya berupa metode dan media penyuluhan yang digunakan, dan penerimanya adalah petani dan keluarganya.Tahapan pelaksanaan program penyuluhan pertanian yang telah dilakukan, melalui proses pembelajaran yang difasilitasi oleh penyuluh dan dilakukan berdasarkan pengalaman (learning by doing), dimana materi, metode pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan aspirasi petani melalui proses belajar partisipatif. Dalam proses pembelajaran yang berlangsung, dilihat bagaimana sistem komunikasi yang dikembangkan, dengan tujuan adalah perubahan dan pengembangan ke arah yang lebih baik dengan konsekuensi terjadinya konflik baik yang fungsional maupun yang disfungsional sebagai suatu hal mutlak dalam perubahan dan pengembangan masyarakat. 4.5. Pengaruh Penyuluh Pertanian Dalam Memberikan Informasi Dan Inovasi Kepada Pengguna Menurut Mardikanto (1996), penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan di luar sekolah yang tidak sekedar memberikan penerangan atau menjelaskan, tetapi biasanya untuk mengubah perilaku sasarannya agar memiliki pengetahuan yang luas. Disamping itu juga memiliki sifat progressif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap sesuatu (inovasi baru) serta terampil melaksanakan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan produktifitas, pendapatan atau keuntungan, maupun kesejahteraan keluarga dan masyarakat.Penyuluh pertanian dituntut menyampaikan pesan yang bersifat inovatif yang mampu mengubah dan mendorong perubahan perilaku petani sehingga terwujud perbaikan mutu hidup.Pesan yang disampaikan kepada petani dalamberbagai bentuk yang meliputi informasi teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum dan kelestarian lingkungan.
32
Materi penyuluhan dibuat tidak hanya sekedar peningkatan produksi namun menyesuaikan dengan isu global yang lain, seperti upaya menyiapkan petani dalam mengatasi persoalan iklim global. Petani perlu dikenalkan dengan sarana produksi yang memiliki adaptasi tinggi terhadap goncangan iklim karena akan berpengaruh kepada rawan pangan dan pengurangan produktifitas tanamannya. Selain itu materi penyuluhan perlu berorientasi pada teknik bertani yang ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik dalam meningkatkan produktifitas dan mengurangi penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Keberhasilan penyebaran suatu teknologi sebaiknya tidak terlepas dari peran penyuluh yang menjalankan fungsinya sebagai agen pembaharu. Menurut Rogers dan Schoemaker (1986) peranan yang dijalankan oleh agen pembaharu dalam menyebarkan inovasi antara lain: membangkitkan kebutuhan untuk berubah, mengadakan hubungan untuk perubahan, mengidentifikasi masalah sasaran, memotivasi dan merencanakan tindakan perubahan. Departemen Pertanian (2000) melalui Program Peningkatan Ketahanan Pangan telah memberikan bantuan fasilitas penguatan modal, pelatihan dan pembinaan agar petani mau dan mampu bekerjasama dan mampu menerapkan teknologi sesuai rekomendasi dengan manajemen usahatani yang profesional. Menurut Soekartawi (1988), adopsi terhadap suatu teknologi baru biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Tingkat pendidikan petani Pendidikan merupakan sarana belajar yang menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat menerapkan teknologi dan melaksanakan proses adopsi. 2. Luas lahan Petani yang memiliki lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi daripada petani yang memiliki lahan sempit. Hal ini dikarenakan keefesienan dalam menggunakan sarana produksi. 3. Umur Petani yang memiliki umur yang semakin tua (> 50 tahun), biasanya makin
lamban
dalam
mengadopsi
inovasi
dan
cenderung
hanya
33
melakukan
kegiatan
kegiatan
yang
sudah
biasa
diterapkan
oleh
masyarakat setempat. 4. Pengalaman bertani Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah untuk menerapkan inovasi daripada petani pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak, sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan untuk mengadopsi suatu inovasi. 5. Jumlah tanggungan Petani dengan jumlah tanggungan yang semakin tinggi akan makin lamban dalam mengadopsi suatu inovasi, karena jumlah tanggungan yang besar akan mengharuskan mereka untuk memikirkan bagaimana cara pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya sehari hari. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus mampu dalam mengambil keputusan yang tepat, agar tidak mengalami resiko yang fatal bila kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan. 6. Pendapatan Petani dengan tingkat pendapatan yang semakin tinggi biasanya akan semakin cepat dalam mengadopsi inovasi karena memiliki ekonomi yang cukup baik. 7. Status pemilikan lahan Para pemilik lahan dapat membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi sesuai dengan keinginannya, tetapi penyewa harus sering mendapatkan persetujuan dari pemilik tanah sebelum mencoba atau mempergunakan teknologi baru yang akan di praktekkan. Konsekuensi tingkat adopsi biasanya lebih tinggi untuk pemilik usahatani daripada orang orang yang menyewa. 8. Tingkat cosmopolitan Petani yang memiliki pandangan luas terhadap dunia luar dengan kelompok sosial yang lain, umumnya akan lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi lokal, karena pengalaman mereka yang terbatas menyebabkan mereka sulit dalam menerima perubahan atau mengadopsi
34
suatu inovasi. Hal ini karena mereka belum pernah mendengar atau bahkan belum mengenal informasi dengan cukup tentang inovasi tersebut. 4.6. Implementasi Kegiatan Merupakan hasil dari materi informasi yang dihasil kajian peneliti dan penyuluh BPTP kordinasi dalam tim kegiatan, koordinasi dengan instasi terkait Rancangan model yang telah disetujui oleh berbagai pihak selanjutnya diimplementasikan di lapangan dalam bentuk unit percontohan. Agar diseminasi teknologi dicobakan dapat meluas, teknologi tersebut dapat memecahkan permasalahan
petani
dan
untuk
menjamin
efektivitasnya,
dilakukan
percontohan berupa demplot dikuti dengan pelaksanaan gelar teknologi/temu lapang inovasi teknologi.Tingkat efektifitas diseminasi dinilai dari keberhasilan /kemampuan media cetak dan audiovisual mempengaruhi sasaran (penyuluh pertanian dan petani), dalam hal ini faktor internal sasaran dan faktor ekternal (faktor dari media cetak dan audiovisual itu sendiri). Tingkat penerapan teknologi pertanian oleh petani sangat dipengaruhi oleh faktor internal petani antara lain tingkat pendidikan, pengalaman dan motivasi mencoba teknologi untuk
pengembangan
pendapatan.
usahataninya
Penyuluhan
pertanian
demi yang
peningkatan berbasis
produksi
pembelajaran
dan sosial
merupakan konsep model percepatan transfer inovasi pertanian spesifik lokasi, dimana petani diposisikan sebagai subyek. Petani belajar dari pengalamannya sendiri untuk merencanakan, mengimplementasikan, merefleksikan, sampai pada mengkonseptualisasikan apa yang mereka butuhkan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap mereka. Hal tersebut merupakan umpan balik (feed back) sebagai bentuk respon terhadap teknologi yang diterima.Peranan penyuluh dan peneliti lebih dipandang sebagai fasilitator (mitra kerja) yang membantu petani untuk mengambil keputusan sendiri dengan
cara
menambah
mengembangkan
wawasan
pilihan
bagi
mengenai
mereka
dan
konsekuensi
menolong dari
mereka
masing-masing
pilihannya itu. Keterlibatan pemerintah dalam hal ini adalah menyediakan sarana penunjang bagi petani.Pemerintah difokuskan pada penyediaan modal bagi petani, misalnya menggalakkan lembaga keuangan.Kedudukan petani yang demikian itu, menunjukkan adanya penghargaan atas keberadaan petani dan
35
apa yang mereka miliki (pengetahuan dan teknologi) dari sumber dan para pengambil kebijakan dalam pembangunan pertanian, yang akan memungkinkan timbulnya dialog (komunikasi) untuk saling memberi informasi dalam rangka menanggulangi permasalahan pertanian yang sedang terjadi. Interaksi yang berlangsung
berciri
partisipatif,
di
mana
penyuluh
dan
petani
saling
mempengaruhi-saling belajar-saling berubah. Komunikasi yang berjalan sifatnya dialogis antara sumber teknologi, penyuluh, dan petani, serta antara petani dengan petani merupakan bentuk transaksi atau saling tukar informasi, sehingga pada akhirnya akan melahirkan proses komunikasi dua arah. Penyuluh BPTP Aceh mengemukakan Badan LITBANG melalui BPTP akan melaksanakan suatu kegiatan yakni peningkatan kapasitas penyuluh terhadap inovasi teknologi badan LITBANG Pertanian di Kabupaten Aceh Timur, kegiatan ini yang dihadiri oleh para koordinator, penyuluh BPP se Kabupaten Aceh Timur. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Aceh Jaya beserta Kepala BKPP dalam kegiatan pemberdayaan penyuluh mengemukakan bahwa penyuluh sangat penting dilaksanakan karena merupakan suatau kegiatan yang sangat bermanfaat untuk peningkatan kinerja para penyuluh dilapangan dalam melakasankan tugas. LITBANG melalui BPTP Aceh akan melaksakan suatu kegiatan dalam rangka transfer inovasi teknologi kepada penyuluh, mengingat pentingnya teknologi yang akurat dan resmi untuk disampaikan kepada petani dalam rangka melanjutkan program pemerintah yang bertujuan untuk peningkatan produksi pertanian sehingga dapat meningkatkan perekonomian petani. Kegiatan yang dilaksanakan oleh BPTP Aceh di Kabupaten Aceh Utara merupakan pemberdayaan sumber daya manusia khusus penyuluh, dengan pemahanam pentingnya KATAM terpadu serta pentingnya pemahaman tentang penyuluhan kegiatan komunikasi penyuluh ditujukan untuk peningkatan sumberdaya penyuluh. Kepada penyuluh yangdi tunjuk dimana setelah melaksakan kegiatan ini hendaknya para penyuluh yang telah dibekali ilmu dapat melanjutkan pengetahuan yang telah didapat terutama untuk masalah angka kredit kepada para penyuluh lainnya dan masalah kalender tanam dimana hal tersebut dapat diaplikasi penyuluh di lapangan.
36
4.7. Peningkatan Efektifitas Hubungan Peneliti, Penyuluh, dan Petani Lokakarya penyebaran informasi ke penyuluh dan petani dan Lokakarya untuk meningkatkan efektifitas hubungan peneliti dan penyuluh merupakan bagian dari kegiatan Peningkatan Efektifitas Hubungan Peneliti, Penyuluh, dan Petani. Lokakarya penyebaran informasi ke penyuluh dan petani bertujuan untuk saling tukar menukar pengalaman dan informasi tentang penerapan teknologi usahatani baik yang dikembangkan oleh peneliti, penyuluh, maupun petani. Disamping itu, melalui lokakarya ini akan diperoleh umpan balik tentang penerapan teknologi yang direkomendasikan oleh BPTP, serta kebutuhan teknologi petani dan media informasi yang efektif. Lokakarya ini dilaksanakan setiap tahun dalam bentuk kegiatan Temu Informasi Teknologi Pertanian dan dihadiri oleh peneliti, penyuluh, dan pengurus kelompok tani. Lokakarya untuk meningkatkan efektifitas hubungan peneliti dan penyuluh dilaksanakan dalam bentuk kegiatan setara APTEK. Lokakarya ini bertujuan untuk saling tukar menukar informasi tentang pengembangan dan penerapan teknologi. Kegiatan lokakarya ini akan dilaksanakan setiap tahun di tingkat kabupaten dan kecamatan dan dihadiri oleh peneliti dan penyuluh. Selain itu kegiatan ini bias diaplikasikan kedalam karya tulis ilmiah penyuluh dalam pencapaian angka kredit fungsional.
37
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan Teknologi
uraian Dalam
dan Rangka
pembahasan
Peningkatan
Percepatan
Komunikasi
Diseminasi
Inovasi
Inovasi
Teknologi
Pertanian.maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain : 1. Metode penyuluhannya maupun media komunikasi yang digunakan dalam kegiatan transfer inovasi pertanian agar lebih beragam, inovatif dan kreatif sesuai dengan kebutuhan pengguna. 2. Proses transfer inovasi pertanian akan semakin efektif apabila PPL secara sungguh-sungguh mampu menghayati materi penyuluhan berkemampuan tinggi dalam menerapkan keanekaragaman metode penyuluhan dan media komunikasi secara tepat dan bijak. 3. Memberi pengetahuan dan pemahaman kepada petani terhadap suatu teknologi memerlukan pendekatan yang tepat (kearifan lokal, struktur yang ada dalam masyarakat, dll) agar interaksi yang dilakukan mampu membangun komunikasi yang baik sehingga proses transfer teknologi dapat dilakukan dengan mudah dan lancar. 4. Sistem informasi diseminasi ditingkat lapang belum merata antar petani, antar
desa/kecamatan/kabupaten,
sehingga
inovasi
teknologi
belum
memberikan peningkatan hasil dan pendapatan secara signifikan. 5. Sistem informasi inovasi yang berkembang cenderung mengarah pada Model Farmer Back To Farmer (Tri-Angulasi) model ini mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai dan diakhiri di tingkat petani dan inovasi teknologi
belum
seutuhnya
dapat
menggerakkan
usahatani
yang
berwawasan agribisnis. 6. Perguliran suatu informasi teknologi melalui model difusi inovasi yang masih bersifat
top-down
(linier)
merupakan
model
penyuluhan
pertaniankonvensional yaitu dari sumber melalui beberapa rangkaian
38
birokrasi sebelum sampai pada sasaran antara (penyuluh) kemudian akhirnya tiba pada sasaran akhir (petani). 7. Sumber daya dan jejaring informasi yang ada di tingkat kabupaten sampai di tingkat desa belum sepenuhnya dimanfaatkan baik oleh penyuluh lapangan maupun petani sehingga proses diseminasi masih berjalan lambat. 8. Model yang harus dibangun adalah model bottom up planning dengan melibatkan petani dalam penyusunan inovasi sehingga inovasi teknologi yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan petani dan sesuai dengan agroekosistem spesifik lokasi dan Proses pembelajaran yang berlangsung mengharuskan terjadinya komunikasi yang efektif antara ketiganya. Penyuluh
BPTP
bersama
peneliti
menganalisis,
mengidentifikasi
dan
menetapkan kebutuhan petani serta mengembangkan teknologi/inovasi tepat guna spesifik lokasi.Penyuluh BPTP bersama penyuluh/petugas di wilayah kerja bertidak sebagai supervisor, fasilitator, motivator bagi petani dan perantara kemudahan akses informsasi teknologi dan pasar serta mengembangkan swakarsa petani/kelompok-tani.Petani/kelompok-tani memberikan umpan balik dari informasi/inovasi teknologi yang disampaikan melalui penyluhan.Informasi umpan balik yang disampaikan petani/kelompok-tani merupakan salah satu bahan materi penyuluhan bagi penyuluh BPTP dan data bagi Peneliti BPTP untuk melakukan pengkajian/penelitian.
5.2. Saran-saran Keberhasilan alih teknologi sangat tergantung pada sistem komunikasi yang berlangsung, sementara komunikasi yang berlangsung dipengaruhi oleh efektivitas koordinasi. Oleh sebab itu untuk percepatan transfer inovasi pertanian perlu dilakukan koordinasi dan komunikasi antara sumber teknologi – penyuluh – petani dan pertukaran informasi yang optimal untuk saling memahami.
Agar
koordinasi
dan
komunikasi
yang
berlangsung
tidak
39
menimbulkan konflik, karena bila terjadi konflik komunikasi, maka secara internal dapat mempengaruhi sikap, persepsi, dan pola interaksi dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian, selain itu secara eksternal akan terjadi perbedaan tujuan, kebutuhan dan kepentingan antara masing-masing pelaku sehingga proses transfer inovasi pertanian tidak akan terjadi.
40
VI. ANALISA RESIKO Oleh dilaksanakan
karena
kegiatan
dengan
akselerasi
pendekatan
komunikasi
partisipatifdi
inovasi
lapangan
hasil yang
litkaji sangat
terpengaruh kondisi alam dan melibatkan banyak pihak, maka terdapat beberapa risiko yang harus dipertimbangkan. 6.1.
Daftar Risiko
Tabel.2. Daftar Resiko
No.
Risiko
Penyebab
Dampak
1.
Kurang responnya masyarakat terhadap rencana kegiatan.
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang manfaatkegiatan bagi kehidupan keluarganya
Kegiatan pengembangan kegiatan akselerasi komunikasi inovasi hasil litkaji menjadi terhambat.
2.
Kurangnya respon Pemerintah Daerah dalam mendukung dan mengembangkan kegiatan akselerasi komunikasi inovasi hasil litkaji.
Ketersediaan dana APBD untuk mendukung dan mengembangkan kegiatan kegiatan akselerasi komunikasi inovasi hasil litkaji terbatas.
Jenis dan volume kegiatan di lokasikegiatan akselerasi komunikasi inovasi hasil litkaji sangat terbatas sehingga kurang efektif dan tidak berkelanjutan.
6.2.
Daftar Penanganan Risiko
Tabel.3. Daftar Penanganan Resiko
No.
Risiko
Penyebab
Penanganan Risiko
1.
Kurang responnya masyarakat terhadap rencana kegiatan.
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang manfaat kegiatan bagi kehidupan keluarganya.
Mengintensifkan sosialisasi, promosi, dan komunikasi dengan tokoh masyarakat setempat.
2.
Kurangnya respon Pemerintah Daerah dalam mendukung dan mengembangkan kegiatan akselerasi komunikasi inovasi hasil litkaji
Ketersediaan dana APBD untuk mendukung dan mengembangkan kegiatan kegiatan akselerasi komunikasi inovasi hasil litkaji terbatas.
Memadukan kegiatankegiatan Pemda lainnya pada lokasi akselerasi komunikasi inovasi hasil litkaji yang dapat menunjang pembangunan kawasan setempat.
41
6.3. Tenaga dan Organisasi Pelaksanaan 6.3.1 Tenaga Tabel.4. Daftar Nama Tenaga
No.
JABATAN DALAM KEGIATAN
NAMA/NIP
Ir. Nani Yunizar
1.
Penanggung Jawab
Nazariah, S.P, M.Si 2.
3.
Anggota
Firdaus, S.P, M. Si
4.
6.4.
Anggota
Idawanni, SP
Anggota
ALOKASI WAKTU (Jam/ minggu)
URAIAN TUGAS - Mengkoordinir kegiatan mulai perencanaan sampai pelaporan
20
- Membantu menyusun Materi penyuluhan
10
- Membantu menyusun Materi penyuluhan
10
- Membantu menyusun Materi penyuluhan
10
Jangka Waktu Kegiatan
Tabel. 5. Jangka Waktu Kegiatan
Kegiatan
1
2
3
4
5
Bulan 6 7 8
9
10
11
12
1. Persiapan: - Studi pustaka - Penyempurnaan proposal - Penyusunan juknis 2. Pelaksanaan kegiatan 3. Penulisan laporan 4. Seminar 5. Penulisan laporan akhir 6. Penggandaan laporan
42
DAFTAR PUSTAKA
Abbas,
S,.1986. Pedoman Penyusunan dan Pelaksanaan Programa Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian.BIP Ciawi. A.W. Van Den Ban dan H.S. Hawkins,1996. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Anonimous, 2005.Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD.Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Provinsi NAD. Annonimous. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Diseminasi Teknologi Informasi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Arifin, A. 1984. Strategi Komunikasi. Sebuah Pengantar Ringkas. Armico.Bandung. Badan Pengembangan SDM Pertanian. 2003. Nasional Pengembangan Penyuluh Pertanian.. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Basuki Irianto, Kukuh Wahyu dan Andri Nurwati. 2001. Evaluasi Adopsi dan Dampak Penelitian dan Pengkajian IPPTP. Laporan Penelitian, Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Mataram. (tidak dipublikasikan). Berlo, DK. 1960. The Process Of Communication. An Introduction to theory Practise.Holt, Rinehart and Winston.Inc. New york. Badan Litbang,. 2004. Program Rintisan Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMATANI). Makalah Rapat Kerja Badan Litbang Pertanian di Yogyakarta, 26 – 27 Mei 2004. Havelock, Ronald G. 1971 Planning For Innovation. Institute For SocialResearchUniversity Of Michigan. Michigan. Departemen Pertanian, 2000. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan,Jakarta. Irawan, P dan Prastati, T. 1994. Media Intruksional. Sumber buku AA, Mengajar di perguruan Tinggi.Bagian tiga, Bab 9, PAU- PPAI. Ditjen Dikti. Jamieson. KH And KK. Campbell. 1983. The Interplay Of Influence. Wadsworth Publishing Company. California. Lionberger dan Gwin. 1982. Communications Strategis Illionis. The Interstate Orienters and Publisher.Inc. Mardikanto.T., 1993. Metode Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret Univercity Press. Surakarta. Manwan, I.,Tjitropranoto, P.,dan Syam, M. 1990. Hubungan Penelitian dan Penyuluhan dalam Penelitian Sistem Usahatani. Risalah Sistem
43
Usahatani di lima Agroekosistem .Risalah Lokakarya Penelitian Usahatani, tanggal 14-15 Desember 1988. Puslitbngtan, Bogor. Mardikanto, Totok. 1996. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Suleiman, Amir Hamzah. 1988. Media Audio Visual Untuk Pengajaran, Penerangan dan Penyuluhan. Gramedia Jakarta. Tjitropronoto, P. 1988. Pemantapan Sistem Komunikasi Penelitian : Meningkatkan Keterkaitan Hubungan Penelitian – Penyuluhan. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Biologi Bogor. Bogor Van de Fliert, E. dan B. Christiana. 2009. Usulan Kerangka R&D untuk pembangunan dan konsep Pengkajian Penerapan dan Perluasan Inovasi (P3I). Bahan Diskusi pada Lokakarya ACIAR SADI –Refleksi dan Perencanaan – V untuk Tim Inovasi. Bogor/Jakarta, 13-19 November 2009. Syam, M., dan A. Masaddad 1993. Sistem Penyampaian Hasil-Hasil Penelitian Pertanian. Masalah dan Alternatif Pemecahan.Dalam Prosiding Badan Litbang Pertanian. Bogor. Rogers, E. M. 2003,. Diffusion of Innovations: Fifth Edition. Free Press. New York. Rogers, E. M (Ed). 1989, Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. LP3S. Jakarta. Rogers, Everett M. dan F. Floyd Shoemaker. 1971,.Communication of Innovations. A Cross Cultural Approach,. London. The Frre Press. Sudarta, W. 2005. Pengetahuan dan Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama Tanaman terpadu (Online).Htpp ://ejournal. Unud.ac.id/abstrak/(6)%20 socasudarta-pks%20pht(2).pdf diakses 30 Desember 2009.
44
Lampiran 1. Koordinasi dengan Bapeluh Kabupaten Aceh Timur
Lampiran 2. Koordinasi dengan Bapeluh Kabupaten Aceh Barat
35
Lampiran 3. Koordinasi dengan Ka. Bapeluh, Ka. Dinas Pertanian dan Tim BPTP
Lampiran 4. Narasumber pada Pelatihan Penyuluh di BPP Nurul Salam
36
Lampiran 5. Kegiatan Pelatihan Penyuluh di BPP Nurul Salam Kabupaten Aceh Timur
Lampiran 6. Arahan Ka. BPTP dalam Pelatihan Penyuluh di BPP Nurul Salam
37
Lampiran 7. Arahan Ka. BPP Bubon dalam Pelatihan Penyuluh
Lampiran 8. Kegiatan Pelatihan Penyuluh di BPP Kecamatan Bubon
38
Lampiran 9. Temu Koordinasi di Aula BPTP Pada Tanggal 26 November 2015
Lampiran 10. Temu Koordinasi di BPTP Aceh
39
Lampiran 11. Laporan Penanggungjawab Kegiatan pada Acara Temu Koordinasi
40