Anemia Hemolitik Haryson Tondy Winoto,dr,Msi.Med.,Sp.A Bag. IKA UWK
Anemia hemolitik didefinisikan : kerusakan sel eritrosit yang lebih awal.Bila tingkat kerusakan lebih cepat dan kapasitas sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit maka akan menimbulkan anemia. Umur eritrosit normal rata-rata 110-120 hari, setiap hari terjadi kerusakan set eritrosit 1% dari jumlah eritrosit yang ada dan diikuti oleh pembentukan oleh sumsum tulang. Selama terjadi proses hemolisis, umur eritrosit lebih pendek dan diikuti oleh aktivitas yang meningkat dari sumsum tulang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel retikulosit tanpa disertai adanya perdarahan yang nyata.
Anemia hemolitik di dalam klinik dibagi menurut faktor penyebabnya : • Anemia hemolitik defek imun 1.Anemia hemolitik "warm antibody” 2.Anemia hemolitik "cold antibody” • Anemia hemolitik defek membran : 1.Sferositosis heriditer 2.Eliptositosis heriditer 3.Stomatosis heriditer 4.Paroksismal noktumal hemoglobirunia
Anemia hemolitik defek imun • Kerusakan sel eritrosit pada anak maupun dewasa disebabkan oleh adanya mediator imun baik akibat adanya autoimun maupun aloimun antibodi. • Aloimunisasi secara pasif terjadi akibat masuknya antibodi (IgG) secara tranplasental dari darah ibu ke fetus intra uterin atau secara aktif pada kondisi ketidakcocokan darah pada transfusi tukar.
• Anemia hemolitik autoimun merupakan kondisi yang jarang dijumpai pada masa anak-anak, kejadiannya mencapai 1 per 1 juta anak dan manifestasinya secara primer sebagai proses ekstra vaskuler. • Penyakit autoimun di masyarakat mencapai 5-7%, dan seringkali merupakan penyakit kronik. Kelainan imunologi yang terjadi merupakan suatu penyakit yang heterogen yang dapat dikelompokkan dalam penyakit sistemik misalnya pada artritis reumatoid atau organ spesifik seperti pada anemia hemolitik autoimun.
• Berbagai faktor yang berperan terjadinya proses kerusakan eritrosit ini 1. Antigen sel eritrosit 2. Antibodi anti sel eritrosit 3. Komponen non imunoglobulin, misalnya komponen protein komplemen serum
• Gambaran klinik dan laboratorium • Anemia hemolitik autoimun seringkali menunjukkan gejala berupa mudah lelah, malaise, dan demam, ikterus dan perubahan wama urin. Seringkali gejala disertai dengan nyeri abdomen, gangguan pernapasan. • Tanda-tanda lain : hepatomegali dan splenomegali. • Gejala dan tanda yang rimbul tidak saja tergantung dari beratnya anemia tetapi juga proses hemolitik yang terjadi. Kadang-kadang proses hemolitik yang terjadi merupakan akibat dan proses panyakit lain misalnya lupus atau glomerulonefritis kronik.
Darah tepi • Gambaran darah tepi : sferositosis, polikromasi, poikilositosis, sel eritrosit berinti, retikulositopeni pada awal anemia. • Kadar hemoglobin 3 g/dl-9g/dl • jumlah leukosit bervariasi disertai gambaran sel muda (metamielosit, mielosit, dan promielosit), kadang disertai trombositopeni. • Kadar bilirubin indirek meningkat. • Gambaran sumsum tulang hiperplasi sel eritropoetik normoblastik
Tes coombs • Pemeriksaan Direct antiglobulin test (DAT) positif yang menunjukkan adanya antibodi permukaan / komplemen permukaan sel eritrosit. • Pada pemeriksaan ini terjadi reaksi aglutinasi sel eritrosit pasien dengan reagen anti globulin yang dicampurkan adanya tes aglutinasi oleh anti IgG menunjukkan permukaan sel eritrosit mengandungT IgG (tes DAT positif).
Pengobatan • Pasien dengan anemia hemolitik autoimun Ig G atau Ig M ringan kadang tidak memerlukan pengobatan spesifik, tetapi pada kondisi lain dimana terdapat ancaman jiwa akibat hemolitik yang berat memerlukan pengobatan yang intensif. • Tujuan pengobatan : 1.mengembalikan nilai-nilai hematologis normal, 2.mengurangi proses hemolitik dan 3.menghilangkan gejala dengan efek samping minimal. • Pengobatan : korfikosteroid, gamaglobulin secara intra vena, tranfusi darah maupun transfusi tukar serta splenektomi.