ANALISIS WACANA BERITA CUTI KAMPANYE PEJABAT NEGARA DALAM MAJALAH GATRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
AHMAD NUUR HIDAYAT NIM :108051100079
KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Desember 2014
Ahmad Nuur Hidayat
ABSTRAK Analisis Wacana Berita Cuti Kampanye Pejabat Negara Dalam Majalah Gatra Tahun 2014 banyak dikenal sebagai tahun politik bagi rakyat Indonesia. Hal ini dikarenakan pada tahun ini akan diselenggarakan sebuah Pemilihan Umum (Pemilu). Para politikus dengan giat turun kelapangan hanya untuk mengumpulkan suara bagi mereka. Tak jarang, kita sering temui para pejabat publik turut di dalamnya. Pada dasarnya, hal tersebut tidaklah melanggar hukum. Namun secara etika, hal tersebut jelas sangat tidak etis. Para pejabat publik yang seharusnya siap sedia melayani masyarakat, kini lebih memilih mengurus partainya ketimbang amanat rakyat. Berdasarkan konteks di atas, maka penulisan ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan, 1. Bagaimana deskripsi teks yang dibangun Majalah Gatra dalam pemberitaan cuti kampenye pejabat negara? 2. Bagaimana kognisi sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan cuti kampenye pejabat negara? 3. Bagaimana konteks sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan cuti kampanye pejabat negara? Untuk menganalisa dan memahami wacana yang dijabarkan Gatra dalam pemberitaannya, peneliti menggunakan Analisis Wacana model Teun Van Dijk. Teori ini menganalisa wacana melalui tiga aspek, yakni analisis struktur teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Data yang digunakan adalah berita “Cuti Kampanye Pejabat Negara” dan wawancara pribadi dengan penulis berita tersebut. Pejabat negara yang terlibat dalam kampanye serta menjadi jurkamnas (juru kampanye nasional) pada dasarnya tidak melanggar aturan. Selama mereka menaati syarat dan ketentuan yang berlaku, maka sah-sah saja mereka turun sebagai jurkam. Namun, perlu pengawasan ketat agar dalam prosesnya mereka tidak menggunakan fasilitas dan kekuatan sebagai pejabat negara dalam kegiatan kampanye mereka. Penelitian dari segi teks dapat ditinjau dari tiga aspek struktur, yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Penelitian dari segi kognisi sosial dilakukan dengan wawancara mendalam dengan narasumber selaku penulis berita terkait. Sedangkan dari segi konteks sosial dilakukan dengan wawancara dan melihat perkembangan isu berita terkait di kalangan masyarakat. Keterlibatan pejabat publik sebagai jurkam perlu pengawasan ekstra, karena dikhawatirkan akan adanya mobilisasi aparat internal dan politisasi anggaran untung menguntungkan parpol. Dalam proses terbentuknya demokrasi Indonesia yang lebih baik, tentunya peranan media amat penting. Sikap tidak memihak media akan membawa angin segar bagi demokrasi yang adil dan jujur. Keywords: Analisis Wacana, Kampanye, Pejabat Negara, Gatra Ahmad Nuur Hidayat (108051100079)
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan karunia yang telah diberikan-Nya, sehigga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Wacana Berita Cuti Kampanye Pejabat Negara Dalam Majalah Gatra. Tak lupa, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya yang senantiasa mencintai beliau. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang penulis susun demi memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Strata 1 (S1) pada Program Studi Konsentrasi Jurnalistik di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, Pembantu Dekan I Bidang Akademik, Bapak Suparto, M.Ed. Ph.D, Pembantu Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Jumroni, M.Si. Serta pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. Sunandar Ibnu Nur, MA. 2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Bapak Kholis Ridho, M.Si, serta Sekertaris Jurusan Konsentrasi Jurnalistik Ibu Dra. Musfirah
ii
Nurlaily, MA yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membantu menyelesaikan kuliah saya. 3. Dosen Pembimbing skripsi Ibu Ade Rina Farida, M.Si yang telah menyediakan waktunya di tengah kesibukannya untuk membimbing peneliti sehingga skripsi ini selesai dengan baik dan lancar. 4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas ilmu yang telah diberikan kepada Peneliti. 5. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 6. Pihak majalah Gatra yang turut berperan dalam selesainya penelitian penulis. Khususnya bapak Asrori S. Karni yang meluangkan waktunya di tengah kesibukkannya. 7. Secara khusus dan yang paling penulis banggakan, kedua orangtua tercinta Bapak Dedi Heriadi dan Ibu Yati Sumiati atas do’a dan kasih sayangnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. 8. Adik-adikku tercinta, (Erien Damayanti dan Syifa Chandra Azizi). Terima kasih atas dukungan dan semangatnya sehingga skripsi ini dapat selesai. 9. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2008, Yamin, Oky, Zein, Ita, Kiki, Ajeng, Obe, dan yang tidak bisa Peneliti sebutkan satu persatu, semoga persahabatan dan persaudaraan kita akan terus terjalin 10. Semua pihak dan teman-teman yang telah mendukung dan mendo’akan.
iii
Peneliti menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan, namun Peneliti telah berusaha untuk semaksimal mungkin dengan baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Peneliti
Ahmad Nuur Hidayat
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK................................................................................................................i KATA PENGANTAR ............................................................................................ii DAFTAR ISI ...........................................................................................................v DAFTAR TABEL.................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR...........................................................................................viii BAB I
PENDAHULUAN ...............................................................................1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................................7 1. Batasan Masalah .......................................................................7 2. Rumusan Masalah.....................................................................7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................7 1. Tujuan Penelitian ......................................................................7 2. Manfaat Penelitian ....................................................................8 D. Metodologi Penelitian.....................................................................8 1. Metode Penelitian .....................................................................8 2. Subjek dan Objek Penelitian.....................................................9 3. Teknik Pengumpulan Data .......................................................9 4. Teknis Analisis Data ...............................................................10 E. Tinjauan Pustaka...........................................................................10 F. Sistematika Penulisan ...................................................................11
BAB II
LANDASAN TEORI ........................................................................13 A. Media Massa .................................................................................13 1. Definisi Media Massa .............................................................13 2. Jenis-jenis Media Massa .........................................................14 a. Media Cetak ......................................................................14 b. Media Elektronik ..............................................................14 c. Media Online ....................................................................15 B. Berita ............................................................................................15 1. Definisi Berita.........................................................................15 2. Jenis-jenis Berita.....................................................................17 3. Nilai Berita ....................................................................17 4. Kategori Berita .......................................................................19 C. Teori Konstruksi Sosial ................................................................20 D. Definisi dan Konsep Analisa Wacana ..........................................28 1. Konsep Analisa Wacana .........................................................28 2. Analisis Wacana Van Dijk .....................................................33 a. Teks ..................................................................................36 b. Kognisi Sosial ...................................................................40 c. Konteks Sosial ..................................................................41 GAMBARAN UMUM.......................................................................44 A. Sejarah Majalah Gatra ..................................................................44 B. Visi dan Misi Majalah Gatra ........................................................46 C. Perkembangan Majalah Gatra ......................................................49 D. Struktur Organisasi .......................................................................51
BAB III
v
BAB IV
BAB V
E. Segmentasi Pemasaran .................................................................51 TEMUAN DAN ANALISIS DATA .................................................55 A. Analisis Struktur Teks ..................................................................55 B. Analisis Kognisi Sosial.................................................................71 C. Analisis Konteks Sosial ................................................................76 PENUTUP .........................................................................................79 A. Kesimpulan ...................................................................................79 B. Saran .............................................................................................80
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................82 LAMPIRAN .......................................................................................................... ix
vi
DAFTAR TABEL Tabel 1 Teori Konstruksi Sosial.............................................................................28 Tabel 2 Skema Penelitian dan Metode Van Dijk ...................................................35 Tabel 3 Struktur Teks .............................................................................................36 Tabel 4 Elemen Wacana Van Dijk .........................................................................37 Tabel 5 Temuan Teks Elemen Tematik .................................................................55 Tabel 6 Temuan Teks Elemen Skema....................................................................58 Tabel 7 Temuan Teks Elemen Latar ......................................................................59 Tabel 8 Temuan Teks Elemen Detil ......................................................................62 Tabel 9 Temuan Teks Elemen Maksud..................................................................63 Tabel 10 Temuan Teks Elemen Praanggapan ........................................................65 Tabel 11 Temuan Teks Elemen Koherensi ............................................................66 Tabel 12 Temuan Teks Elemen Leksikon..............................................................68 Tabel 13 Temuan Teks Elemen Grafis...................................................................69 Tabel 14 Temuan Teks Elemen Metafora ..............................................................70
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Pembaca Berdasarkan Jenis Kelamin ....................................................52 Gambar 2 Pembaca Berdasarkan Usia ...................................................................53 Gambar 3 Pembaca Berdasarkan Pendidikan ........................................................53 Gambar 4 Pembaca Berdasarkan Pekerjaan ...........................................................54
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Komunikasi massa merupakan disiplin ilmu yang umumnya lebih muda dibandingkan disiplin ilmu lainnya. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Media massa yang termasuk dalam komunikasi massa ini dihasilkan oleh teknologi canggih. Media massa yang dimaksud menunjuk hasil produksi teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.1 Media massa pada dasarnya adalah media diskusi publik tentang suatu masalah yang melibatkan tiga pihak, yaitu wartawan, sumber berita, dan khalayak. Ketiga pihak itu mendasarkan keterlibatannya pada peran sosial masing-masing dan hubungan diantara mereka terbentuk melalui operasional teks yang mereka konstruksi. Salah satu produk utama didalam media massa adalah berita. Berita menempati posisi terdepan sebagai salah satu bagian dari produk informasi tentang segala hal yang sangat berguna dan bermanfaat dalam rangka memberikan pencerahan bagi peradaban kehidupan manusia kearah yang lebih baik. Realitas-realitas peristiwa yang terjadi dalamsemua aspek kehidupan yang meliputi aspek sosial, hukum, ekonomi, politik, agama dll. Semuanya merupakan bahan-bahan utama proses terjadinya suatu berita yang akan disajikan kepada masyarakat.
1
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: Raja Grafindo. 2007), h. 4
1
2
Namun demikian, tidak jarang pula suatu berita dikonstruksi oleh para pemangku kepentingan dalam media massa berdasarkan sudut pandang yang dimilikinya. Sudut pandang ini bisa berasal dari ideologi, visi, misi, pengetahuan, wawasan, maupun pengalaman. Sehingga realitas peristiwa yang dijadikan berita oleh suatu media cenderung bias. Sehingga realitas obyektif suatu peristiwa akan menjadi realitas mediayaitu suatu realitas peristiwa dilapangan yang dibangun atas dasar unsur penambahan atau pengurangan berdasarkan kepentingan tertentu, dalam konteks tersebut terdapat suatu makna di balik realitas. Media massa dalam menyampaikan dan memberikan informasi selalu memiliki “gaya” tersendiri. Bagaimana media massa dalam menuliskan atau memaparkan suatu peristiwa, informasi atau berita dengan “bahasanya” sendiri. Bahasa yang dimaksudkan disini adalah bagaimana media massa dalam melihat suatu peristiwa. Media massa selalu melakukan konstruksi realitas, maksudnya adalah upaya menyusun beberapa peristiwa atau keadaan secara sistematis menjadi sesuatu yang bermakna. Dalam pandangan kaum konstruksionis, berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir dihadapan khalayak. Ideologi yang dipegang teguh dalam media sangat berpengaruh terhadap konstruksi yang dilakukan media tersebut. Ideologi yang dimaksud
3
ialah suatu pandangan atau pemikiran abstrak yang digunakan dan dimiliki oleh individu atau sekelompok orang untuk melihat suatu realita. Ideologi ini berkaitan dengan bagaimana individu atau sekelompok orang tersebut menafsirkan dan menghadapi realitas.2 Pada dasarnya, peran media lebih kepada mendefinisikan tentang bagaimana seharusnya sebuah realitas dipahami. Bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Di antara berbagai fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas, fungsi pertama adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media disini berfungsi menjaga nilainilai kelompok dan mengontrol bagaimana nilai-nilai kelompok itu dijalankan.Media massa dilihat sebagai media diskusi antara pihak-pihak dengan ideologi dan kepentingan yang berbeda-beda.3 Media massa sebagai bentuk nyata dari pers, memiliki kecenderungan dalam menyampaikan suatu informasi. Kecenderungan tersebut disebabkan karena faktor-faktor yang memengaruhi media tersebut.Nilai berita yang tinggi adalah alasan utama mengapa sebuah peristiwa disampaikan kepada khalayak, sehingga peristiwa ini terus-menerus ditampilkan. Bagaimana media massa menghadirkan suatu informasi kepada khalayak dengan “gaya” penulisannya sendiri. Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami, bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak.
2
Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi Massa: Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 277. 3 Agus Sudibyo,Politik Media dan Pertarungan Wacana, (Yogyakarta: LKiS, 2006), h. 220.
4
Dalam proses produksi sebuah berita, setiap media biasanya memilikiciri khas tersendiri dalam tulisan yang dibuatnya. Ulasan wacana yang disampaikan, terkadang memiliki pesan tersirat. Dalam kalangan akademis, ada sebuah kajian mengenai “analisa wacana” sebuah produk berita. Istilah wacana merupakan terjemahan dari bahasa Inggris discourse. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Inggris, kata discourse berasal dari bahasa Latin diskursus yang memiliki arti lari kian kemari (dis: dari, dalam arah berbeda, curere: lari).4Henry Guntur mengatakan bahwa wacana tidak hanya mencakup percakapan atau obrolan tetapi juga pembicaraan di muka umum, tulisan, serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara dalam lakon.5 Mengenai pengertian analisis wacana, Alex Sobur berpendapat bahwa analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa.6 Tahun 2014 banyak dikenal sebagai tahun politik bagi rakyat Indonesia. Hal ini dikarenakan pada tahun ini akan diselenggarakan sebuah Pemilihan Umum (Pemilu). Para politikus dengan giat turun ke lapangan hanya untuk mengumpulkan suara bagi mereka. Tak jarang, kita sering temui para pejabat publik turut di dalamnya. Pada dasarnya, hal tersebut tidaklah melanggar hukum. Namun secara etika, hal tersebut jelas sangat tidak etis. Para pejabat publik yang seharusnya siap sedia melayani masyarakat, kini lebih memilih mengurus partainya ketimbang amanat rakyat.
4
Rivers, et.al. Media Massa dan Masyarakat Modern, h. 192. Taringan dan Henry Guntur,Pengajaran Wacana. (Bandung: Angkasa, 1993), h. 23 6 Alex Sobur,Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. ke-4, h. 75. 5
5
Dalam beberapa kampanye yang dilakukan partai politik, ada beberapa orang walikota, bupati, gubernur, menteri, dan bahkan seorang presiden turut dalam kampanye tersebut. Hal ini pastinya mengganggu tugas mereka dalam menjalankan amanat rakyat. Banyak dari pejabat publik tersebut yang dengan sengaja meminta cuti untuk melakukan kampanye. Meskipun ada kebijakan dari pemerintah tentang pemberian cuti, apakah hal tersebut dapat menjamin mereka tidak lalai. Dalam hal ini, para pejabat publik juga tidak bisa menjamin mereka akan netral ketika melaksanakan tugas mereka sebagai pejabat publik. Dimana mereka tidak akan melakukan kampanye ketika mereka menggunakan atribut negara. Rogers dan Storey, seperti yang dikutip oleh Antar Venus (2009:7), mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Segala tindakan dalam kegiatan kampanye dilandasi oleh prinsip persuasi, yaitu mengajak publik untuk menerima atau melakukan sesuatu yang dianjurkan atas dasar kesukarelaan. Jadi, pada prinsipnya kampanye merupakan contoh tindakan persuasi secara nyata.7 Charles U. Larson, seperti yang dikutip oleh Antar Venus (2009:1011), membagi jenis kampanye ke dalam tiga kategori, yakni product-oriented campaigns, candidate-oriented campaigns, dan ideologically or cause oriented campaigns. Product-orientedcampaigns atau kampanye yang 7
Antar Venus, Manajemen Kampanye: Panduan Teoritis dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), cet ke-3, h. 7.
6
berorientasi pada produk, umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Motivasi yang mendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial.Candidateoriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat, umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Sedangkan ideologically or cause oriented campaigns adalah jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi perubahan sosial.8 Dalam kampanye politik, seorang kandidat atau juru kampanye jelas memainkan peran tertentu di hadapan khalayak, yang terdiri dari tindakantindakan tertentu terhadap khalayak yang sesuai dengan statusnya sebagai elit politik.
Untuk
memainkan
peran
sosialnya,
biasanya
‘sang
aktor’
menggunakan bahasa verbal, seperti slogan-slogan, jargon-jargon politik, dan janji-janji muluk. Kampanye politik biasanya menyuguhkan panggung hiburan musik yang dimeriahkan oleh penyanyi atau artis lainnya. Panggung tersebut dihiasi foto kandidat, poster, spanduk, bendera, dan atribut politik lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk menampilkan citra yang hebat, kuat, dan besar untuk menarik simpati dan dukungan massa.9 Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengetahui lebih jauh mengenai berita seputar kampanye tahun 2014, penulis mengadakan penelitian terhadap pemberitaan dalam Majalah Gatra, maka penelitian ini
8 Antar Venus, Manajemen Kampanye: Panduan Teoritis dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 10-11. 9 Deddy Mulyana, Nuansa-nuansa Komunikasi: Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), cet ke-3, h. 89-90.
7
diberikan judul “Analisis Wacana Berita Cuti Kampanye Pejabat Negara dalam Majalah Gatra” B. Batasan dan Rumusan Masalah 1.
Batasan Masalah Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya dan untuk membatasi serta mempermudah penyusunan, maka penulis akan melakukan analisis berita Cuti Kampenye Pejabat Negara di Majalah Gatra Edisi 19, yang terbit pada tanggal 13-19 Maret 2014.
2.
Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian ini terangkum dalam pertanyaan, yaitu: a. Bagaimana deskripsi teks yang dibangun Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara? b. Bagaimana kognisi sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara? c. Bagaimana konteks sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah penelitian di atas, secara khusus penelitian ini bertujuan:
8
a. Untuk mengetahui bagaimana deskripsi teks yang dibangun Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara b. Untuk mengetahui bagaimana kognisi sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara c. Untuk mengetahui bagaimana konteks sosial Majalah Gatra dalam pemberitaan Cuti Kampanye Pejabat Negara 2.
Manfaat Penelitian a.
Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi hasil riset terutama di bidang komunikasi massa dengan fokus pada teknik analisis wacana. Penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan data yang dapat digunakan oleh mahasiswa di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya mahasiswa komunikasi dan jurnalistik.
b.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian serupa. Baik itu media massa maupun kelompok masyarakat lain yang tertarik dalam kajian wacana media.
D. Metodologi Penelitian 1.
Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
9
diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh).10 Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data sebenarnya, data pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak.11 2.
Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah Majalah Gatra, sementara objek penelitiannya adalah berita “Cuti Kampanye Pejabat Negara” yang terbit pada edisi 19 (13-19 Maret 2014)..
3.
Teknik Pengumpulan Data a.
Analisis Teks Dalam penelitian ini, penulis menganalisis teks berita yang terdapat pada Majalah Gatra edisi 19 (13-19 Maret 2014).
b. Wawancara Penulis melakukan wawancara dengan Jurnalis Majalah Gatra. Wawancara dilakukan untuk menggali data-data sekaligus dalam upaya menghimpun data yang akurat untuk proses penelitian yang berkaitan. c.
Dokumentasi Selain melakukan analisis teks dan wawancara, penulis juga akan menghimpun data-data, literatur, dan kepustakaan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti.
10
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000),
11
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif,(Bandung: Alfabeta, 2010) h. 3
h. 4
10
4.
Teknis Analisis Data Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data tersebut agar sistematis, lalu diklasifikasikan untuk kemudian dianalisa sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, untuk kemudian disajikan dalam bentuk laporan ilmiah. Dalam menganalisanya, peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif yaitu deskriptif. Peneliti menganalisis datadata deskriptif yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis wacana Teun A. Van Dijk. Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti dari analisis ini adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial, dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat dalam suatu masalah.
E. Tinjauan Pustaka Setelah melakukan penelusuran koleksi skripsi di Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, terdapat beberapa skripsi yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini. Penulis juga meninjau
11
beberapa skripsi yang sangat berguna sebagai bahan referensi. Adapun beberapa kajian pustaka tersebut ialah: 1.
Skripsi karya Danang Rianto dengan judul “Analisis Wacana Pemberitaan Pemerintahan Daerah Tangerang Selatan pada Harian Lokal Tangsel Pos Edisi 3, 4, dan 5 Oktober 2011”. Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang ditulis peneliti adalah terletak pada kesamaan teori yang digunakan. Peneliti terdahulu menggunakan teori analisis wacana model Teun Van Dijk. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang ditulis peneliti adalah dalam pemilihan objek penelitian.
2.
Skripsi karya Oky Oktaniantodengan judul “Analisis Framing Berita Pemilukada Banten 2011 pada Surat Kabar Radar Banten dan Tangsel Pos”. Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang ditulis peneliti adalah terletak pada kesamaan objek penelitiannya dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang ditulis peneliti sama-sama mengangkat tema mengenai kasus kampanye. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang ditulis peneliti adalah dalam penggunaan teori. Teori yang digunakan oleh penulis tersebut adalah analisis framing dengan kerangka teori konsep Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki.
F. Sistematika Penulisan Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi
12
dkk, yang diterbitkan oleh CEQDA (Centre for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. BAB I :
Pendahuluan Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II :
Kajian Teori Bagian ini menjelaskan secara rinci definisi media massa, berita, teori konstruksi sosial, teori wacana, dan model teori Teun Van Dijk.
BAB III :
Gambaran Umum Bagian ini berisi mengenai sejarah dan perkembangan, visi dan misi, sirkulasi dan segmentasi pembaca, serta struktur redaksional Majalah Gatra.
BAB IV :
Analisis dan Temuan Data Bagian ini berisi tentang pemaparan hasil analisa dan temuan data terkait penelitian yang ditulis peneliti. Peneliti akan memaparkan analisa wacana terkait pemberitaan cuti kampanye pejabat negara pada Majalah Gatra.
BAB V :
Penutup Bagian ini berisi kesimpulan dan saran dari penulis atas penelitian yang telah dilakukan.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Media Massa 1. Definisi Media Massa Media Massa kini sudah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena media massa baik cetak maupun elektronik sudah menjadi kebutuhan hidup masyarakat di dunia. Rasa ingin tahu terhadap apa yang terjadi dalam lingkungan sekitar merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh setiap individu di muka bumi ini, dari dasar inilah rasa ingin tahu tersebut kemudian berlanjut hingga peristiwa yang berada dibelahan dunia. Pada era informasi saat ini rasa ingin tahu tersebut dapat dipenuhi dengan mudah diberbagai media massa. Masyarakat memanfaatkan media massa untuk berbagai keperluan, sesuai dengan fungsi media massa. Para pengkaji sosiologi media menunjukkan bagaimana masyarakat sebenarnya memiliki ketergantungan pada media untuk memperoleh informasi tentang peristiwa yang terjadi di dunia. Pengertian Media massa secara umum adalah media informasi yang terkait dengan masyarakat digunakan untuk berhubungan dengan khalayak umum, dikelola secara profesional yang bertujuan mencari keuntungan. Menurut pendapat Kurt Lang dan Gladsy Engel Lang, media massa memaksakan perhatian terhadap isu-isu tertentu. Media massa membangun citra publik tentang figur-figur politik. Media massa (mass media) dapat
13
14
berupa surat kabar, video, CD room, komputer, TV, radio dan lain sebagainya.1 2. Jenis-jenis Media Massa Seiring dengan perkembangan zaman, media massa saat ini berkembang begitu pesat. Sehingga masyarakat luas dapat memilih informasi dari media sesuai dengan selera yang dibutuhkan. Ada tiga jenis media massa pada saat ini yaitu: a. Media cetak Media cetak merupakan media tertua yang ada di dunia. Media cetak berawal dari media yang disebut dengan Acta diurnal dan Acta senates di kerajaan Romawi, kemudian berkembang pesat setelah Johannes Guttenberg menemukan mesin cetak, hingga kini sudah beragam bentuknya, seperti surat kabar (koran), tabloid, dan majalah.2 b. Media elektronik Setelah media cetak muncullah media elektronik pertama yaitu radio. Radio sebagai media audio yang menyampaikan pesan lewat suara. Kecepatan dan ketepatan waktu dalam menyampaikan pesan radio tentu lebih cepat dengan menggunakan siaran langsung. Setelah itu muncul televisi yang lebih canggih bisa menayangkan gambar dengan suara, yaitu sebagai media massa audio visual.
1 Lynn H Turner, Pengantar Ilmu Komunikasi dan Aplikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika,2008), h. 41 2 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2008),cet.1 h.13
15
c. Media online Media online yaitu media yang menggunakan jaringan internet mulai muncul pada abad 21. Media online ini bukan termasuk media jenis media elektronik, media internet kemampuannya bisa melebihi media cetak dan elektronik, apa yang ada pada kedua media tersebut bisa masuk dalam jaringan internet melalui website. Para pakar media memisahkannya ke dalam kelompok tersendiri dengan alasan media ini menggunakan gabungan proses media cetak dengan menulis informasi yang disalurkan melalui sarana elektronik, tetapi juga berhubungan dengan komunikasi personal yang terkesan perorangan. 3. Fungsi Media Cetak Ada banyak pendapat dari para ahli mengenai fungsi media massa, salah satunya menurut Jay Black dan Federick C. Whitney yang membagi empat fungsi media massa yaitu:3 a. To inform (menginformasikan) b. To entertaint (memberi hiburan), c. To persuade (membujuk), dan d. Transmission of the culture (transmisi budaya). B. Berita 1. Definisi Berita Istilah berita berasal dari bahasa Sanksekerta, yakni vrit yang kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi write, yang arti sebenarnya adalah “ada“ atau “terjadi“. Sebagian ada yang menyebutnya
3
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h.64
16
vritta, yang artinya “kejadian“ atau “yang telah terjadi“. Vritta masuk ke dalam bahasa Indonesia menjadi “berita“ atau “warta“.4 William S. Moulsby dalam Getting The News, seperti yang dikutip oleh Haris Sumadiria (2005:64) menegaskan, berita bisa didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian khalayak.5 Mitchel V. Charnley dalam buku Reporting, seperti yang dikutip oleh Gunadi (1998:17) mendefinisikan berita sebagai laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya untuk sejumlah besar penduduk.6 Pada dasarnya, berita merupakan laporan dari peristiwa. Peristiwa di sini adalah realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan dan pada gilirannya akan dilaporkan secara terbuka melalui media massa. Dengan demikian, dapat pula dikatakan secara sederhana, bahwa dalam suatu proses jurnalisme, upaya menceritakan kembali suasana atau keadaan, orang, dan benda, bahkan pendapat yang terdapat dalam sebuah peristiwa merupakan upaya untuk merekonstruksikan realitas. Karena sifat dan faktanya bahwa tugas redaksional media massa, seperti wartawan, editor, redaktur pelaksana, dan juga pemimpin redaksi adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa seluruh 4
Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004),
h.46. 5
AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h.64. 6 Y.S. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, h. 17.
17
isi surat kabar merupakan realitas yang telah dikonstruksi (constructed reality). Laporan-laporan jurnalistik yang ada di media pada dasarnya tidak lebih dari hasil penyusunan realitas-realitas dalam bentuk “cerita“.7 2. Jenis-jenis Berita Jenis-jenis berita dapat digolongkan menjadi lima bagian yaitu:8 a. Straight News: Berita langsung (straight news) adalah berita yang ditulis apaadanya, ditulis secara singkat dan lugas. Sebagian besar halaman depan surat kabar berisi berita jenis ini. b. Deep News: Berita yang mendalam dan dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada disudut permukaan. c. Investigation News: Berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian dari berbagai sumber. d. Interpretative News: Berita yang dikembangkan berdasarkan pendapat wartwan, bedasarkan fakta yang ditemukan dilapangan. e. Opinion News: Berita mengenai pendapat seseorang, biasanya pendapat para tokoh atau cendekiawan mengenai suatu isu atau hal-hal tersebut. 3. Nilai Berita Nilai berita dalam suatu berita menjadi suatu ukuran yang menentukan berita tersebut layak diterbitkan atau tidak. Hanya ada beberapa peristiwa yang mempunyai ukuran-ukuran atau nilai-nilai tertentu
7
Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 168. 8 Asep Syamsul Ramli, Jurnalisme Untuk Pemula, op.cit, h. 23
18
saja yang layak dan bisa disebut sebagai berita. Nilai berita tersebut diantaranya adalah:9 a. Immediacy atau biasa disebut timelines: terkait dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan. b. Proximity: keterdekatan peristiwa dengan pembaca dalam keseharian hidup mereka. Karena biasanya orang-orang akan tertarik dengan berita yang menyangkut dengan kehidupan mereka c. Consequence: berita yang mengubah kehidupan pembaca adalah yang mengandung nilai konsekuensi d. Conflict: peristiwa perang, demonstrasi, atau kriminalitas merupakan contoh elemen konflik di dalam pemberitaan. e. Oddity: peristiwa yang tidak biasa terjadi adalah sesuatu hal yang akan diperhatikan segera oleh masyarakat. f. Sex: seks sering menjadi elemen utama dari sebuah pemberitaan, tetapi sering pula seks menjadi elemen tambahan bagi pemberitaan tertentu, seperti pada berita olahraga, selebriti dan kriminal. g. Emotion: elemen emotion ini kadang dinamakan elemen human interest. h. Prominence: elemen ini adalah unsur keterkenalan selalu menjadi incaran pembuat berita.
9
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 18-20
19
i. Suspence: menunjukkan sesuatu yang ditunggu-tunggu, terhadap sebuah peristiwa oleh masyarakat. Kejelasan mengenai suatu fakta sangat dituntut oleh masyarakat. j. Progress: ini adalah elemen “perkembangan” suatu peristiwa yang ditunggu oleh masyarakat. 4. Kategori Berita Pengkategorisasian berita menjadi landasan atau pijakan bagi wartawan untuk menentukan bagaimana sebuah realitas diklasifikasikan dan bagaimana peristiwa didefinisikan, dipahami, bahkan direkonstruksi.10 Secara umum, menurut Tuchman seperti yang dikutip oleh Eriyanto (2002:108-109), wartawan memakai lima kategori berita. Kategori tersebut dipakai untuk membedakan jenis isi berita dan subjek peristiwa yang menjadi berita. Kelima kategori tersebut adalah:11 a. Hard news. Berita mengenai peristiwa yang terjadi pada saat itu. Kategori berita ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualisasi. Semakin cepat diberitakan semakin baik. Bahkan ukuran keberhasilan dari kategori ini adalah kecepatannya. b. Soft news. Kategori ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan kisah manusiawi (Human Interest). Pada jenis berita ini tidak dibatasi oleh waktu. Iabisa diberitakan kapan saja.
10 Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 176. 11 Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 25-26.
20
c. Spot news. Spot newsadalah sub klasifikasi dan kategori yang bersifat hard news. Dalam spot news, peristiwa yang diliput tidak bisa direncanakan. d. Developing news. Developing newsadalah sub klasifikasi dari hard news yang umumnya berhubungan dengan peristiwa yang tidak terduga seperti spot news. Tetapi dalam developing news dimasukan elemen lain, seperti peristiwa yang diberitakan adalah bagian dari rangkaian berita yang akan diteruskan keesokan hari atau dalam berita selanjutnya. e. Continuing news. Continuing news adalah sub klasifikasi lain dari hard news. Dalam continuing news peristiwa-peristiwa bisa diprediksi dan direncanakan. C. Teori Konstruksi Sosial Asal mula konstruksi sosial dari filsafat konstruksivisme, yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Namun apabila ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagasan pokok konstruksivisme sebenarnya telah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistimolog dari Italia, ia adalah cikal bakal konstruktivisme.12 Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.13
12 13
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 193. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 194.
21
Konstruksi sendiri merupakan cikal bakal yang berasal dari aliran filsafat. Ide konstruksionis dimulai oleh Giambatista Vico, seorang epistimologi dari Italia. Aristotoles dalam Bertens mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta. Berger dan Luckmann kemudian melalui Social Construction of Reality (1965) menulis tentang konstruksi sosial atas realitas sosial dibangun secara simultan melalui tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Proses simultan ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif.14 Tentu saja, teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu ada dilihat dari subjektivitas ada itu sendiri dan dunia objektif di sekeliling realitas sosial itu. Individu tidak hanya dilihat sebagai kediriannya, namun juga dilihat dari mana kedirian itu berada, bagaimana ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan menerimanya.15
14 15
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 192. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 192.
22
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang memiliki dan dialami bersama secara subjektif.16 Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruksivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.17 Melihat berbagai karakteristik dan substansi pemikiran dari teori konstruksi sosial nampak jelas, bahwa teori ini berparadigma konstruktivis. Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal, realisme hipotesis, dan konstruktivisme biasa.18 1. Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas ontologism obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu. 2. Realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki. 16
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 193. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 191. 18 Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta:Kanisius, 1997), h. 25. 17
23
3. Konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas objektif dalam dirinya sendiri. Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan dimana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di dekitarnya. Individu kemudian membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann disebut dengan konstruksi sosial.19 Ketika melakukan proses konstruksi realitas, wartawan masih dipengaruhi oleh dua faktor konteks eksternal dan faktor konteks internal yang terdiri dari internal institusi dan internal individu. Ini tentu dapat dipahami karena pada dasarnya sebuah institusi media masa seperti surat kabar tidaklah hidup atau berada dalam sebuah ruang hampa. Institusi ini berada di antara institusi-institusi lain yang ada di masyarakat yang pasti juga akan menuntut terjadinya interaksi antara institusi yang satu dengan institusi yang lain, seperti dijelaskan Birowo (2004).20 Tahap pembentukan konstruksi21 a.
19
Tahap pembentukan konstruksi realitas
20
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 194. M. Antonius Birowo,Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.
21
M. Antonius Birowo,Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004),h. 165.
177.
24
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan telah sampai pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung. Pertama, konstruksi realitas pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbentuk di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada di media massa sebagai suatu realitas kebenaran.Kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap pertama. Bahwa pilihan orang untuk menjadi pembaca/pemirsa media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya dikonstruksi oleh media massa. Ketiga, menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif, di mana seseorang secara habit tergantung pada media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa dilepaskan b. Tahap pembentukan konstruksi citra Konstruksi citra yang dimaksud bisa berupa bagaimana konstruksi citra pada sebuah pemberitaan ataupun bagaimana konstruksi citra pada sebuah iklan. Konstruksi citra pada sebuah pemberitaan biasanya disiapkan oleh orang-orang yang bertugas di dalam redaksi media massa, mulai dari wartawan, editor, dan pimpinan redaksi. Sedangkan konstruksi citra pada sebuah iklan biasanya disiapkan oleh para pembuat iklan, misalnya copywriter. Di mana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model, yakni model good news dan model bad news. Model good news adalah sebuah konstruksi
25
yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan baik. Sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau memberi citra buruk pada objek pemberitaan. Dengan demikian, dapat pula dikatakan secara sederhana, bahwa dalam suatu proses jurnalisme, upaya menceritakan kembali suasana atau keadaan, orang dan benda, bahkan pendapat yang terdapat dalam sebuah peristiwa merupakan upaya untuk merekonstruksikan realitas. Karena sifat dan faktanya bahwa tugas redaksional media massa, seperti wartawan, editor, redaktur, redaktur pelaksana dan juga memimpin redaksi adalah menceritakan peristiwaperistiwa, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa seluruh isi surat kabar atau majalah merupakan realitas yang telah dikonstruksikan.22 Pendakatan Burger dan Luckmann mengatakan terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi.23 Dialektika ini berlangsung dalam proses dengan tiga momen simultan; (1) eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. (2) Objektivikasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi, sedangkan yang ke (3) Internalisasi, yaitu proses yang mana
22
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.
23
M. Antonius Birowo,Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.
168. 195.
26
individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisai sosial tempat individu menjadi anggotanya.24 Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann ini terdiri dari realitas objektif, realitas, simbolis dan realitas subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk sebagai preses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.25 Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger & Luckmann berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas yang menjadi entry concept, yakni subjective reality, symbolic reality dan objective reality. a. Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas serta rutinitas tindakandan tingkah laku yang telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta. b. Symblolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai “objective reality” misalnya teks produk industri media, seperti berita di media cetak atau elektronika, begitu pun yang ada di film. c. Subjective reality, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif
24
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.
25
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.
197. 196.
27
yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi. Melalui proses eksternalisasi itulah individu
secara
kolektif
berpotensi
melakukan
objektivikasi,
memunculkan sebuah konstruksi objektive reality yang baru. Jika konstruksi sosial adalah konsep, kesadaran umum dan wacana publik, maka menurut Gramsci, Negara melalui alat militer ataupun melalui supermasi terhadap masyarakat dengan mendominasi kepemimpinan moral dan intelektual secara konstektual. Substansi konstruksi sosial media massa, adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan sebarannya merata. Realitas terkonstruksi membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis.26 Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi media massa, tugas itu didistribusikan pada teks editor yang ada di setiap media massa. Fokus pada kedudukan termasuk juga adalah persoalan jabatan, pejabat, dan kinerja birokrasi dan layanan publik. Sedangkan yang berhubungan dengan harta menyangkut persoalan korupsi dan sebagainya. Masalah perempuan menyangkut aurat, wanita cantik dan segala macam aktivitas mereka, terutama yang berhubungan dengan kekuasaan dan harta.27 Namun semua proses sirkulasi tersebut butuh tahapan-tahapan yang pada
26
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.
27
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.
207. 210.
28
akhirnya akan membentuk realitas media massa. Berikut tabel proses kontruksi sosial media massa.28 Tabel 1. Teori Konstruksi Sosial Proses Sosial Simultan
Realitas Terkonstruksi:
Eksternalisasi M E Objektivasi
D
- Objektif - Subjektif - Inter Subjektif
I A Internalisasi
Source
Message
Channel
-
Lebih Cepat Lebih Luas Sebaran Merata Membentuk Opini Massa Massa Cenderung Terkonstruksi - Opini Massa Cenderung Apriori - Opini Massa Cenderung Sinis
Receiver
Effect
A. Defenisi dan Konsep Analisa Wacana 1. Konsep Analisa Wacana Dalam suatu studi terhadap media, terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan, yaitu analisis isi, analisis framing, analisis semiotika, dan analisis wacana. Posisi keempatnya sama-sama berada dalam pembahasan terhadap isi media, khususnya dengan metodologi kualitatif. Perbedaannya adalah pendekatan analisis isi hanya bertujuan melihat peristiwa apa yang diberitakan pada suatu media (to find what), 28
195.
M. Antonius Birowo,Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.
29
sementara ketiga pendekatan lainnya melihat bagaimana wartawan memandang suatu peristiwa (to find how). Seiring perkembangannya, analisis isi dinilai memiliki banyak keterbatasan untuk menganalisis isi pesan, terutama dalam menyingkap tingkat ideologis suatu media. Sementara, seperti yang Alex Sobur katakan bahwa dengan analisis framing, analisis semiotika, dan analisis wacana, dapat dipahami bahwa isi media dipengaruhi oleh berbagai komponen dalam institusi media itu sendiri.29 Rincinya, analisis isi hanya melihat apa yang tertulis dalam teks media. Analisis semiotika meneliti tanda-tanda yang terdapat dalam bahasa atau gambar. Analisis framing membedah cara-cara atau ideologi media dalam mengkonstruksi faktadengan melihat bagian-bagian yang ditonjolkan, dihilangkan, dan arah suatu pemberitaan. Sedangkan analisis wacana melihat bagaimana cara media/wartawan mewacanakan suatu berita. dengan meneliti struktur dan kesinambungan suatu teks. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan analisis wacana. Istilah wacana merupakan terjemahan dari bahasa Inggris discourse. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Inggris, kata discourse berasal dari bahasa Latin diskursus yang memiliki arti lari kian kemari (dis: dari, dalam arah berbeda, curere: lari).30 Henry Guntur mengatakan bahwa wacana tidak hanya mencakup percakapan atau obrolan tetapi juga
29
Alex Sobur. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. ke-4, h. 3. 30 Rivers, et.al. Media Massa dan Masyarakat Modern, h. 192
30
pembicaraan di muka umum, tulisan serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara dalam lakon.31 Menurut Ismail Marahimin wacana adalah “kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urutan-urutan yang teratur, yang semestinya dan komunikasi buah pikiran baik lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur.”32 Sedangkan menurut Roger Fawler, wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman.33 Mengenai pengertian analisis wacana, Alex Sobur berpendapat bahwa analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa.34 Unsur penting dalam analisis wacana adalah kepaduan dan kesatuan serta penafsiran peneliti. Dari segi analisisnya, ciri dan sifat wacana adalah sebagai berikut:35 1.
Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat (rule of use – menurut Windowson).
2.
Analisis wacana merupakan usaha memaknai makna tuturan dalam konteks dan situasi (Firth).
31
Taringan dan Henry Guntur,Pengajaran Wacana. (Bandung: Angkasa, 1993), h. 23 Ismail Marahimin,Menulis Secara Populer, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), hal. 26 33 Eriyanto,Analisis Wacana. (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), h. 2 34 Alex Sobur,Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. ke-4, h. 75 35 Alex Sobur,Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. ke-4, h. 75 32
31
3.
Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melaui interpretasi semantik (Beller).
4.
Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa (what is said from what is done – menurut Labov).
5.
Analisis wacana diarahkan kepada memakai bahasa secara fungsional (functional use language – menurut Coulyhard). Dalam analisis wacana, terdapat tiga pandangan mengenai bahasa.
Pertama adalah pandangan positivisme-empiris. Dalam pandangan ini, bahasa merupakan jembatan antara manusia dengan objek lainnya. Bahasa yang diekspresikan dapat langsung sampai kepada penerima tanpa adanya suatu proses distorsi. Pandangan kedua adalah konstruktivisme yang memandang bahwa bahasa memiliki suatu tujuan. Subjek komunikasi adalah faktor sentral yang dapat mengontrol dan menciptakan makna. Ketiga adalah pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Paradigma kritis melihat bahwa media bukanlah saluran bebas dan netral. Media justru dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan.36 Pandangan ini melihat bagaimana berita diproduksi, serta bagaimana kedudukan wartawan dan media yang bersangkutan dalam keseluruhan proses berita.
36
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2009). Cet. Ke-7, h. 3-6.
32
Namun, menurut Eriyanto, dalam khasanah studi analisis tekstual, analisis wacana masuk dalam paradigma penelitian kritis yang melihat pesan/teks sebagai pertarungan kekuasaan, sehingga teks dipandang sebagai suatu dominasi dan hegemoni suatu kelompok kepada kelompok yang lain. Wacana dengan demikian adalah suatu alat representasi di mana satu kelompok yang dominan memarjinalkan posisi kelompok yang tidak dominan.37 Analisis wacana ini memiliki beberapa model analisis, yaitu model Roger Fowler dkk., model Theo Van Leeuwen, model Sara Mills, model Teun A. Van Dijk, dan model Norman Fairclough. Secara singkat, perbedaan kelima model tersebut dapat dilihat pada tiga tingkatan analisis wacana: 1) analisis mikro, yang mempelajari unsur bahasa pada teks, 2) analisis makro, yang menganalisis struktur sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat, dan 3) analisis meso, yaitu analisis pada diri individu sebagai pemroduksi teks dan juga analisis pada sisi khalayak sebagai konsumen teks. Pada model analisis Roger Fowler, Theo Van Leeuwen, dan Sara Mills, analisis hanya dipusatkan pada analisis mikro dan analisis makro tanpa mengikutsertakan analisis meso. Ketiga analisis tersebut meneliti kekuatan praktik sosial dan politik yang tercipta dalam masyarakat. Sementara, pada model Van Dijk dan Fairclough, selain memasukkan analisis mikro dan makro, terdapat juga analisis meso yang 37
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2009). Cet. Ke-7,h. 18.
33
melihat bagaimana suatu konteks diproduksi dan dikonsumsi. Sehingga dapat dipahami bahwa di antara lima model analisis wacana, analisis Van Dijk dan Fairclough memiliki kelebihan di antara tiga analisis lainnya. Namun, model yang paling banyak dipakai adalah model analisis Van Dijk yang dapat mengelaborasikan elemen-elemen wacana sedemikian rupa sehingga dapat digunakan secara lebih praktis dan dapat diterapkan pada berbagai macam bentuk wacana. Van Dijk memperkenalkan model yang disebutnya kognisi sosial, yang diadopsi dari ilmu psikologi sosial. Kognisi sosial tersebut berguna untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks. Dalam metodenya Van Dijk menggunakan metode penafsiran dalam memahami suatu teks. Metode penafsiran ini mempunyai kelebihan yaitu peneliti tidak hanya dapat melihat makna yang terdapat dalam suatu teks semata, tetapi juga dapat menyelami makna yang tersirat dalam teks tersebut. 2. Analisis Wacana Van Dijk Teun Adrianus Van Dijk adalah seorang sarjana bidang linguistik teks, analisis wacana dan analisis wacana kritis. Van Dijk lahir di Naaldwijk, Belanda pada tanggal 7 Mei 1943. Sejak 1980an karyanya dalam analisis wacana kritis difokuskan terutama pada bidang studi tentang reproduksi diskursif rasisme dengan apa yang dia sebut “elite simbolik” (politikus, wartawan, sarjana, panulis), studi tentang berita di pers, dan pada pada teori ideologi dan konteks. Teun A. Van Dijk adalah seorang profesor studi wacana di Universitas Amsterdam dari tahun 1968
34
hingga 2004, dan sejak tahun 1999 ia telah mengajar di Pompeu Fabra University, Barcelona. Dia telah banyak berceramah internasional, khususnya di Amerika Latin. Menurut Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanyalah hasil dari suatu praktek produksi yang harus juga diamati. Dalam hal ini harus dilihat bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga diperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. Proses produksi dan pendekatan ini sangat khas Van Dijk, yang melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Istilah ini diadopsi dari pendekatan di lapangan dalam ilmu psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks.38 Van Dijk menggambarkan bahwa wacana mempunyai tiga dimensi yang terdiri dari teks, kognisi sosial dan konteks sosial yang digabungkan ke dalam suatu kesatuan analisis. Dalam teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Kognisi sosial mempelajari proses induksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga yaitu konteks sosial
yang mempelajari bangunan wacana
yang
berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Model analisis van Dijk ini bisa digambarkan sebagai berikut:39
38
Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis, (Bandung: Yrama Widya) cet ke-2, 2013. h.
87 39
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2009), Cet. Ke-7, h. 225
35
Tabel 2 Skema Penelitian dan Metode Van Dijk Konteks Sosial Kognisi Sosial Teks
Sumber: Eriyanto40
40
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2009), Cet. Ke-7, h. 225
36
a. Teks Dalam wacana Van Dijk, suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan, yang masing-masing bagiannya saling mendukung. Struktur teks itu terdiri dari: pertama, Struktur Makro, yang merupakan makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat. Kedua, Suprastruktur, merupakan kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen wacana disusun dalam teks secara utuh. Ketiga, Struktur Mikro, yaitu makna yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafase yang dipakai, dan gambar.41 Jika digambarkan maka struktur teks adalah sebagai berikut: Tabel 3 Struktur Teks Struktur Makro Makna Global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat dari suatu teks Suprastruktur Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan Struktur Mikro Makna local dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh suatu teks Sumber: Eriyanto42 Menurut Van Dijk, meskipun terdiri atas berbagai elemen, semua elemen merupakan suatu kesatuan dan saling mendukung. Menurut 41 42
Teknik-teknik Analisis Kualitatif, h. 163 Eriyanto. Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), h. 227
37
Littlejohn, antara bagian teks dalam model Van Dijk dilihat saling mendukung, mengandung arti yang koheren satu sama lain.43 Dari tiga struktur besar tersebut terdapat elemen-elemen yang diuraikan Van Dijk dalam model analisisnya. Berikut tabel struktur dilengkapi elemenelemennya: Tabel4 Elemen Wacana Van Dijk Struktur Wacana Struktur Makro
Suprastruktur
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro Struktur Mikro
Hal yang Diamati
Elemen
Tematik Tema/topik yang dikedepankan dalam berita. Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan ke dalam teks berita utuh. Semantik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Sintaksis Bagaimana kalimat (bentuk, susunan) yang disampaikan. Stilistik Pilihan kata yang dipakai. Retoris Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan. Sumber: Eriyanto44
Topik
Skema
Latar, detail, maksud, praanggapan, nominalisasi. Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti.
Leksikon Grafis, metafora, ekspresi.
Berbagai elemen tersebut saling mendukung satu sama lain. Untuk memperoleh gambaran mengenai elemen-elemen tersebut, berikut adalah penjelasan singkatnya:45 43 44
Eriyanto. Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), h. 226 Eriyanto. Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), h. 228-229.
38
1.
Tematik, merupakan gambaran umum dari suatu teks, yang menggambarkan apa yang ingin diungkapkan wartawan. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting isi suatu berita, yang didukung oleh subtopik.
2.
Skematik, merupakan alur teks. Alur teks menunjukkan bagianbagian dalam teks yang disusun dan membentuk kesatuan arti. Umumnya berita mempunyai dua kategori. Pertama, Summary, yang ditandai judul dan lead. Kedua, Story, yakni isi berita secara keseluruhan.
3.
Latar, merupakan bagian berita yang dapat memengaruhi semantik (isi) yang ingin ditampilkan. Latar menentukan ke arah mana pandangan khalayak akan dibawa.
4.
Detil, merupakan informasi-informasi tambahan yang ditampilkan penulis yang dapat mendukung apa yang ingin disampaikannya. Detil yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan dengan sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak.
5.
Maksud. Elemen Maksud hampir sama dengan elemen detil. Elemen ini menunjukkan bagaimana secara implisit dan tersembunyi wartawan menggunakan praktik bahasa tertentu untuk menunjukkan basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi kebenaran lain.
45
Eriyanto. Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), h. 230.
39
6.
Praanggapan,
merupakan
pernyataan
yang
digunakan
untuk
mendukung makna suatu teks dengan memberi premis yang dipercaya kebenarannya. 7.
Bentuk Kalimat, merupakan segi sintaksis yang berhubungan dengan prinsip
kausalitas,
dengan
melihat
susunan
subjek
(yang
menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). 8.
Koherensi, merupakan pertalian atau jalinan antar kata atau kalimat dalam teks. Koherensi menggambarkan bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh wartawan.
9.
Kata Ganti, merupakan kata yang digunakan sebagai alat untuk memposisikan komunikator dalam sebuah wacana.
10. Pengingkaran,
merupakan
penyembunyian
apa
yang
ingin
disampaikan secara eksplisit. Pengingkaran menunjukkan seolah wartawan menyetujui sesuatu, padahal ia tidak setuju dengan memberi argumen atau fakta yang menyangkal persetujuannya tersebut. 11. Leksikon, merupakan pemilihan kata di antara berbagai pilihan kata yang tersedia. Misalnya kata ‘meninggal’ yang dapat ditulis dengan kata lain seperti mati, tutup usia, dan lain-lain. 12. Grafis, merupakan bagian yang ditonjolkan dalam teks, misalnya pemakaian huruf tebal, miring, garis bawah, gambar, caption, tabel, dan sebagainya untuk mendukung pesan.
40
13. Metafora, merupakan kiasan, ungkapan, yang dimaksudkan sebagai bumbu suatu berita. Metafora dapat digunakan wartawan sebagai alasan pembenar atau landasan berpikir terhadap gagasannya dengan menggunakan pepatah, kepercayaan masyarakat, kata-kata kuno, ayat-ayat suci, dan sebagainya. 14. Ekspresi, merupakan elemen yang digunakan untuk meyakinkan pembaca atas peristiwa yang dikonstruksi wartawan. Dalam penelitian ini, penulis memokuskan untuk meneliti objek penelitian menggunakan elemen wacana Van Dijk yang terdiri dari elemen tema/topik, skema/alur, latar, detil, maksud, bentuk kalimat, koherensi, kata ganti, leksikon, grafis, metafora dan ekspresi. b. Kognisi Sosial Van Dijk meneliti teks dari sisi lain yang tidak dilihat oleh penelitian wacana lainnya, yaitu unsur kognisi sosial, yang meneliti bagaimana suatu teks diproduksi dengan memerhatikan latar belakang kepercayaan, pengetahuan, prilaku, norma, nilai dan ideologi yang dianut wartawan sebagai bagian dari suatu grup. Menurut Eriyanto, “Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya, apa yang dilihat. Etika dan moral yang dalam banyak hal berarti keberpihakan pada satu kelompok – umumnya dilandasi keyakinan tertentu – merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi realitas. Teks sebenarnya tidak memiliki makna tetapi makna tersebut diberikan oleh
41
pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa, yang dalam hal ini adalah wartawan.46 Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa wartawan bukan hanya sebagai pelapor peristiwa yang terjadi sebagaimana adanya. Hal ini disebabkan setiap hal yang hendak dilaporkan wartawan harus melewati seleksi nilai (etika dan moral) yang dianut wartawan tersebut terlebih dahulu. Wartawan dapat disebut kunci utama yang mempunyai seperangkat nilai dan norma individual tiap kali membuat pemberitaan. Dalam proses itu, pandangan pribadi wartawan pun masuk ke dalam pemberitaan. Realitas yang sama di lapangan dapat menghasilkan pemberitaan yang berbeda, karena bagaimana makna berita terbentuk tergantung dari pola pikir dan sudut pandang wartawan terhadap berita tersebut, sehingga berita tidak bersifat netral. c. Konteks Sosial Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat,
sehingga
meneliti
teks
perlu
dilakukan
penelitian
intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi oleh masyarakat.47 Dalam hal ini diteliti kondisi masyarakat (tren yang sedang berkembang dalam masyarakat) yang memengaruhi keluarnya suatu pemberitaan yang disajikan wartawan. Namun, menurut Van Dijk, konteks sosial ini tidak
46 47
Eriyanto. Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), h. 260. Eriyanto. Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), h. 271.
42
berpengaruh secara langsung terhadap teks pemberitaan layaknya dimensi kognisi sosial. Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting, taitu: kekuasaan (power), dan akses (acces). 1.
Kekuasaan Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok atau anggotanya. Suatu kelompok untuk mengontrol kelompok atau anggota dari kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai seperti uang, status,dan pengalaman. Selain berupa kontrol yang bersifat langsung dan fisik, kekuasaan itu dipahami oleh Van Dijk, juga berbentuk persuasif; tindakan seseorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan memengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan.
2.
Akses Analisis wacana Van Dijk memberi perhatian yang besar pada akses. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk memengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang lebih besar bukan hanya memberi
43
kesempatan untuk mengontrol topik apa dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.48 Lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa jika situasi sosial memengaruhi wacana secara langsung, maka orang-orang yang berada pada kondisi sosial yang sama akan berbicara dengan cara yang sama, yang pada kenyataannya tidak seperti itu. Walaupun ada pengaruh sosial terhadap konteks, selalu ada juga perbedaan dalam kepribadian individu, sehingga setiap wacana selalu unik.
48
Eriyanto. Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001), h. 273.
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Majalah Gatra Majalah Gatra terbit pertama kali ada November 1994. Lahir dari tuntutan akan sebuah media informasi di tengah kawasan pembangunan Asia Pasifik yang bergejolak saat itu. Diawali dengan pembredelan majalah Tempo pada Juni 1994, awak majalah tempo yang pada saat itu dihadapkan pada pilihan untuk menerima pembredelan tersebut dengan memilih jalannya masing-masing, atau menerima pembredelan dengan menerbitkan majalah Gatra. Setelah dilakukan semacam memorandum/referendum, maka waktu itu sebagian besar awak Tempo, memilih alternative kedua. Yaitu menerbitkan majalah berita mingguan Gatra, yang terbit perdana pada 19 November 1994. Ada dua peristiwa penting yang terjadi di bulan November 1994, yakni yang pertama adalah pertemuan para pemimpin negara-negara anggota forum Kerjasama Ekonomi Asia pasifik (APEC) di Jakarta dan Bogor. Peristiwa yang kedua adalah peluncuran majalah Gatra. Jika ada peristiwa yang pertama merupakan salah satu sasaran liputan puncak pers nasional Indonesia. Maka, pada peristiwa kedua dinilai sebagai tonggak kehadiran media massa mutakhir di tengah semarak taman jurnalisme nasional saat itu. Tidak mudah dalam memilih nama media yang kelak menjadi Gatra tersebut. Nama gatra sendiri dipilih melalui pemikiran yang cukup panjang. Gatra diangkat dari khazanah bahasa bangsa. Dipilih dengan maksud tidak
44
45
mencerminkan simbol golongan, mudah diingat, mulus diucapkan, singkat ditulis, dan lancar dilisankan. Gatra sendiri memiliki makna kata, wujud, dan sudut pandang. Karena nama mencerminkan makna, Gatra juga berusaha setia menyajikan bacaan sehat dengan informasi akurat dan objektif. Gatra hadir dimaksudkan bukan corong suatu golongan. Tidak juga berambisi membentuk golongan eksklusif sendiri. Profesi jurnalis, bagi Gatra mengandung misi lebih dari sekedar menarik manfaat semata. Tokoh-tokoh yang berada dibalik berdirinya Gatra sekaligus ex wartawan Tempo, antara lain Hery Komar, Mahtum Mastum, Lukman Setiawan, Harijoko Trisnadi, dan Budiono Kartohadiprojo. Pada akhirnya, sejak awal 1999, keempat tokoh yang disebut awal lebih memilih mengelola majalah sendiri, yakni majalah Gamma. Sedangkan tokoh kelima, Budiono Kartohadiprojo, masih tetap di majalah Gatra sampai sekarang, sebagai Direktur Utama. Budiono Kartohadiprojo, Insinyur teknik fisika lulusan Institut Teknologi Bandung ini salah satu orang yang mempersiapkan kelahiran majalah Gatra. Dia merupakan Direktur Utama PT. Era Media Informasi, penerbit Gatra. Budiono bukanlah prang baru dalam dunia media cetak di Indonesia. Sebelumnya dia sudah memimpin dan membina majalah Sportif dan Tabloid Paron. Pengalamannya dalam memimpin puluhan perusahaan itu tentu saja sangat berperan dalam pengembangan majalah Gatra hingga saat ini.
46
Lukman Setiawan, pemimpin umum Gatra ketika pertama kali terbentuk, merupakan orang lapangan. Memilai karir sebagai Fotografer di beberapa surat kabar nasional, antara lain Kompas dan majalah Tempo sebagai lahan karir jurnalistiknya. Ternyata, Lukman tak hanya jeli memotret dan lancar menulis, ia juga memiliki keterampilan majnajerial yang tinggi dalam membina PT. Temprint, sebuah perusahaan percetakan. Mahtum Mastum, Pemimpin perusahaan majalah Gatra ini memulai karir sebagai kartunis, karikaturis, bahkan reporter di berbagai media cetak di Yogyakarta dan Jakarta. Ia bahkan sempat bekerja serabutan: mengejar berita, membuat ilustrasi, dan menjadi korektor di percetakan. Herry Komar, sarjana Komunikasi Massa FISIP UI ini dikenal sebagai pekerja pers yang efisien dan efektif. Memulai karirnya sebagai reporter olahraga, kemudian merambat naik hingga mencapai jabatan redaktur eksekutif majalah Tempo. Kemudian ketika Gatra terbit, ia mendapat jabatan sebagai Pemimpin Redaksi. Harjoko Trisnadi, sewaktu masih bekerja di majalah Tempo, pak Harjoko demikian dia biasa disapa menjabat sebagai Direktur Keuangan. Ketika mendirikan dan bergabung bersama Gatra, dia menduduki jabatan yang sama. B. Visi dan Misi Majalah Gatra Dari kebutuhan akan penyajian berita yang tidak saja jernih, melainkan juga dalam, luas, lengkap, dan tuntas. Kritis tanpa mengiris, tajam tana menikam, hangat tanpa membakar, “menggigit” tanpa melukai,
47
mengungkap tanpa dendam, melancarkan misi control social tanpa menghasut. Bukan pekerjaan gampang memang. Gatra percaya, tugas pers adalah mengkomunikasikan saling pengertian, bukan menyebarkan prasangka dan benih kebencian. Jurnalisme gatra dengan sendirinya bukan jurnalisme untuk memaki maupun menjilat. Bukan jurnalisme partisan. Tetap kritis, tanpa menumbuhkan fanatisme. Itulah filosofi dan kebijakan pemberitaan Gatra. Seperti namanya, hadirnya Gatra dimaksudkan untuk menyajikan berita melalui penulisan yang bersahaja dan jernih. Gatra tak hanya merujuk kepada bahasa Inonesia yang baik dan benar. Tetapi juga kepada bahasa yang hidup, yang lentur, yang bergerak lincah di tengah masyarakat pembaca. Gatra ditulis tanpa maksud menambahkan beban bagi masyarakat pembacanya yang cerdas, yang berkembang dinamis di tengah laju informasi dan arus globalisasi. Gaya feature writing yang dipilih Gatra bukan sekedar berfungsi menyampaikan informasi, tapi juga menghibur, dan menyegarkan. Karena itu, untuk Gatra, foto tak kalah penting dari tulisan. Di dalam jurnalisme Gatra foto memberikan aksentuasi kepada berira dan berita ditulis da;am nuansa ilustratif.
Visi dari PT. Era Media Informasi (Gatra): 1. Menjadi bacaan yang cerdas, bermanfaat, dan menghibur 2. Menjadi sumber refernsi yang jernih, dalam, luas, lengkap, dan tuntas
48
3. Melakukan fungsi kontrol sosial dengan tajam tanpa menikam, hangt tanpa membakar, “menggigit” tanpa melukai, mengungkap tanpa dendam, dan mengkritik tanpa menghasut 4. Membangn industry informasi menuju masyarakat yang cerdas, berakhlak, dan sadar akan hak dan kewajibannya, serta mendorong tegaknya hokum yang berkeadilan; menjadi rujukan informasi bagi masyarakat global
Misi dari PT. Era Media Informasi (Gatra) 1. Aktual Mengangkat isu-isu pembicaraan di publik dengan sudut pandang yang cerdas. Dikupas secara teknis, analitis, dan mendalam, dengan mengantisipasi tren mendatang dan keanekaragaman solusi yang jitu. 2. Jujur Menyampaikan
informasi
secara
transparan,
berimbang,
proposional, tidak memihak, menjunjung tinggi asas “praduga tak bersalah”. Memegang teguh komitmen dengan nara sumber dengan tetap menjaga kredibelitas lembaga individu wartawan Gatra. 3. Berani Mengangkat fakta yang tersembunyi(kan), melalui investigate reporting dengan akurasi tinggi. Menegakkan tanggung jawab yang tinggi pada setiap masalah. Mengejar pelaku peyimpangan,
49
membongkar
modus
operandinya
meskipun
di
“medan
berbahaya”. 4. Tajam Bersikap kritis, analitis, komprehensif. Memilih narasumber yang kompeten, kredibel, dan bermanfaat. Serta menyampaikan fakta data yang akurat dan tak terbantahkan. C. Perkembangan Majalah Gatra Dijabarkan ke dalam paket majalah berita mingguan, Gatra meracik rubrikasinya demi memuaskan hajat informasi semua golongan. Mulai dari skala nasional, regional, dan internasional. Mulai dari berita politik, tinjauan seni dan budaya, agama, ekonomi, romantika Indonesia, olahraga, ilmu dan teknologi, kesehata, kriminalitas, hukum, sampai hiburan. Setiap nomor edisi bertajukkan Laporan utama yang lengka, dalam, tuntas, dan imbang. Mengangkat isu actual dari segala sisi kehidupan. Sejak awal, Gatra mendapat tempat khusu bukan saja di pasar berita, melainkan juga di dunia komunikasi pemasaran. Baru memasuki tahun keempat dari berdirinya, Gatra sudah dibaca oleh 879.000 orang di Sembilan kota besar di tanah air. Demikian hasil pemantauan yang dilakukan oleh lembagaindependen, AC-Nielsen. Sejak Agustus 1995, ketika belum berusia setahun penuh, Gatra sudah memasuki dunia internet. Dengan nama Gatra Info Services -biasa disebut GIS-
alamat
akses
awalnya
dibuka
melalui
http/www.uni.stuttgart.de/Indonesia/news/Gatra/index.html. Ketika itu, Gatra
50
merupakan majalah Indonesia pertama yang amsuk jaringan internet. Setahun lebih GIS menggunakan alamat yang berada di Universitas Stuttgart, Jerman, itu. Ternyata, kehadiran GIS mendapat sambutan hangat dari masyarakat pengguna internet. Mengalir permintaan agar artikel Gatra dikirim ke alamat para pembaca. Antara lain dari Indonesia Development Studies di Amerika Serikat, dan perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Jepang. Sejak
September
1996,
GIS
memperoleh
nama
baru:
http//www.Gatra.com. nama ini diberikan Internet Network Information Centre (interNIC), lembaga yang mengatur pemberian nama homepage dalam jaringan internet. Dengan nama baru ini, GIS dikelola lebih menarik dan berbobot. Dari segi isi, selain rutin menamoilkan barita majalah Gatra, GIS juga menyajikan artikel dalam bahasa Inggris. Memasuki tahun ke-5 Gatra, GIS masih Berjaya di urutan ketujuh dari 100 hot magazine lewat homepage http//www.web21.com. menduduki peringkat ketujuh dari 100 majalah terkemuka di dunia merupakan kehormatan tersendiri, karena yang menduduki peringkat atas memang nama-nama yang sudah sangat popular di dunia internet. Homepage yang menduduki peringkat pertaa adalah Ziff Davis dan Hotfiles, disusul Times Morror Interzines, Women’s Wire and Beatrice’s Web Guide, Mecklermedia’s internet, Lycos Search Engine and Point, dan Nickelodeon-entertainment and Games, just for kids, di bawah Gatra antara lain terdapat The Economist, Business Week, US News and World Report Online, www.pathfinder.com, @nationalgeographic.com. lembaga yang menyusun peringkat 100 homepage majalah terkemuka dunia itu adalah web
51
21, badan riset online yang secara serius melakukan pemeringkatan berdasakan analyzing web traffic. Dari urutan itu menjadi jelas, Gatra merupakan majalah terbesar di internet pada saat itu. D. Struktur Organisasi Struktur organisasi dibidang redaksiomal majalah Gatra, meliputi, Pemimpin Redaksi, Wakil Pemimpin Redaksi, Redaktur Pelaksana, kepala Pusat Liputan, Redaktur, Sidang Redaksi, Manajer Redaksi, Manajer Produki, Sekretaris Redaksi, Kepala Bagian produksi dan Tatamuka, Kepala bagian Perpustakaan dan Dukomentasi, Fotografer, Reporter, Redaktur Bahasa, dan Kpala Penelititian dan Pengembangan. E. Segmentasi Pemasaran Gatra terbita pada hari kamis setiap minggunya. Hasil survey RSI (Survey Research Indonesia) 1996 di semhilan kota besar Indonesia menunjukkan, Gatra dibaca oleh lebih dari 879.000 pembaca. Kemudian beberapa tahun kemudian yaitu 1999 Gatra terbit dengan oplah 95.000 eksemplar dan didistribusikan ke berbagai provinsi di Indonesia. Sirkulasi per daerah:
Jakarta
54,2%
Jawa Barat
8,80%
Jawa Tengah
3,50%
Jawa Timur
7,80%
Daerah Istimewa Yogyakarta
3,10%
Sumatera Utara/Daerah Istimewa Aceh
7,30%
52
Sumatera Barat/Jambi/Riau
5,10%
Sumatera Selatan/Bengkulu/Lampung
2,70
Kalimantan Barat
0,60%
Kalimantan Tengah
0,10%
Kalimantan Selatan
1,00%
Kalimantan Timur
1,20%
Sulawesi Utara
0.80%
Sulawesi Selatan/Tengah
1,50%
Maluku
0,10%
Irian Jaya
0,30%
Bali/Nusa Tenggara
1,00%
Luar Negri
0,90%
Kemudian segmentasi pembaca Gatra berdasarkan angket pembaca dengan responden 3.305 orang menampilkan hasil sebagai berikut: Gambar 1 Pembaca Berdasarkan Jenis Kelamin
0
0 Wanita 19%
Wanita Pria 81%
Pria
53
Gambar 2 Pembaca Berdasarkan Usia 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 42,60%
20,00% 15,00%
25,50% 10,00%
16,70%
5,00% 0,00%
10,20% 0,60% < 17 tahun
4,40% 17-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun
> 56 tahun
Gambar 3 Pembaca Berdasarkan Pendidikan 3% 8%
SMA/Sederajat Sarjana
26%
Pasca Sarjana 63%
Lain-lain
54
Gambar 4 Pembaca Berdasarkan Pekerjaan 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 25,80% 10,00%
21,30% 15,30%
5,00% 0,00%
9,70%
9,30% 2,80%
2,50%
3,30%
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA
Dalam bab ini, penulis akan menguraikan temuan data dan analisis terhadap berita "Cuti Kampanye Pejabat Negara" dalam majalah. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif analisis wacana model Teun A Van Dijk. Model analisis wacana Van Dijk ini menganalisis tiga elemen yaitu analisis dari segi teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. A. Analisis Struktur Teks 1. Tematik Tematik termasuk kedalam tingkatan analisis teks pertama yakni struktur makro. Tema merupakan gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Tema atau kadang disebut topik ini menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh pemberitaan dalam berita yang dibuatnya.1 Tabel 5 Temuan Teks Elemen Tematik Struktur Wacana Struktur Makro (Tematik)
1
Elemen
Keterangan Teks pada lead: Terlibatnya para Gubernur dan Menteri sebagai jurkam (juru kampanye) partai politik pada fase kampanye terbuka.
Topik/Tema
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
229
55
56
2. Skematik Tingkatan kedua dalam analisis wacana Van Dijk adalah super struktur. Skematik ini merupakan bagian dalam tingkatan tersebut. Teks wacana pada umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan hingga akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membuat kesatuan arti.2 Alur dari skema ini memiliki bentk yang beragam. Namun, pada umumnya berita terbagi menjadi dua skema besar yaitu, summary yang terdiri dari judul dan lead, dan yang kedua adalah story yaitu berita secara keseluruhan. Skema pertama dalam berita ini dimulai dengan judul berita yakni “Cuti Kampanye Pejabat Negara”. Kemudian dilanjutkan dengan lead “Gubernur dan menteri jadi jurkam andalan parpol pada fase kampanye terbuka. Potensial menjadi ajang politisasi birokrasi dan anggaran. Perlu mekanisme pengawasan ekstra”. Pada skema kedua (story) yang menguraikan situasi atau jalannya peristiwa ini muncul setelah lead. Pada bagian pertama berita ini menceritakan tentang beberapa nama pejabat negara dari PDI Perjuangan yang terlibat dalam proses pemenangan pemilu. Dipaparkan “Nama paling menonjol, tentu, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), yang setahun terakhir meraih angka elektabilitas teratas dalam berbagai survey calon presiden (capres). Sosok berikutnya, gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang mengalahkan pejabat incumbent, Bibit Waluyo, 2
232
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
57
secara mengejutkan, satu putaran tahun lalu. Di bagian Jawa Timur, ada walikota Surabaya, Tri Rismaharini, yang belakang reputasinya meroket”. Pada paragraf selanjutnya juga dikemukakan beberapa data pejabat negara yang didaftarkan sebagai jurkamnas (juru kampanye nasional) salah satu partai. Dipapaarkan “Ujung Jawa Barat, Provinsi Banten, kini de facto dipimpin kader PDI Perjuangan, Rano Karno, pasca-penahanan Gubernur Atut Chosiyah, kader Golkar. Diseberang selat sunda, Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP, juga kader banteng. Menyebrang ke utara, Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, dan Kalimantan Tengah, Teras Narang pun milik PDI Perjuangan. Untuk Indonesia Timur, partai ini punya Frans Lebu Raya, Gubernur NTT. Sejumlah gubernur tersebut tercatat masuk daftar jurkamnas PDI Perjuangan”. Berikutnya, pada bagian tengah skema story dalam berita ini, memaparkan tentang aturan pejabat negara ketika ingin menjadi juru kampanye. Sehingga, para pejabat negara tidak dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara. Dipaparkan “Juru bicara Kepresidenan Dalam Negeri, Didik Suprayitno menjelaskan, izin kempanye diberikan hanya dua hari dalam atu minggu. Kampenye akhir pekan, Sabtu-Minggu, tidak perlu cuti, hanya pemberitahuhan. Izin kampanye menteri, menurut Didik, diajukan ke Presiden. “Gubernur dan wakilnya ke Menteri Dalam Negri,” lanjut Didik. Izin cuti kampanye, tambah Didik, tidak boleh digabung berturut-turut. “Seminggu hanya dua hari. Titik”. Kata Didik kepada M. Afwan Fathul Barry dari Gatra”.
58
Sedangkan bagian penutup dalam berita ini menjelaskan berbagai syarat dan polemik yang terjadi jika seorang pejabat negara menjadi jurkamnas. Dipaparkan “Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiansyah, menandaskan bahwa menteri dan kepala daerah yang menjadi jurkam harus memenuhi beberapa ketentuan. Pertama, tidak menggunakan fasilitas negara terkait dengan jabatannya. Keduam saat mendaftar jurkam, memastikan ada surat cuti, ketiga, jadwal harus memperhatikan keberlangsungan tugas”. Sedangkan pada paragraf terakhir dipaparkan “Ari melihat potensi kepala daerah itu memengakan partai dengan segala cara. “Mobilisasi aparat internal dan politisasi anggaran untuk menguntungkan
parpol si kepala daerah sering terjadi.” Tutur Ari.
Karena itu, katanya, lembaga pengawas pemilu bekerja lebih keras dalam mengawasi. Aturan ditegakkan lebih tegas. “Pelanggaran bukan hanya money politic oleh parpol, melainkan juga politisasi birokrasi dan anggaran. Ini wilayah abu-abu,” kata Ari. Tabel 6 Temuan Teks Elemen Skema Struktur Wacana Suprastruktur (Skematik)
Elemen Skema/alur: Summary Story
Keterangan Summary: Gubernur dan menteri jadi jurkam andalan parpol pada fase kampanye terbuka. Potensial menjadi ajang politisasi birokrasi dan anggaran. Perlu mekanisme pengawasan ekstra Story: Skema 1 : Paragraf 1 Skema 2 : Paragraf 2-3 Skema 3 : Paragraf 4
59
Skema 4 : Paragraf 5 Skema 5 : Paragraf 6-8 Skema 6 : Paragraf 9-10 Skema 7 : Paragraf 11-13 Skema 8 : Paragraf 14-15 Skema 9 : Paragraf 16-21
3. Latar Latar termasuk ke dalam bagian analisis struktur mikro yakni semantik. Latar merupakan bagian berita yang dapat memengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Latar biasanya ditulis sebagai latar belakang suatu berita atau peristiwa. Latar yang ditulis tersebut menentukan ke arah mana pandangan khalayak dibawa oleh wartawan tersebut.3 Latar dalam berita “Cuti Kampanye Pejabat Negara” adalah Negara Indonesia (secara umum) dan beberapa kota/kabupaten dan provinsi yang ada di Indonesia. Kondisi tahun politik yang terjadi di Indonesia menarik bagi wartawan untuk melihat geliat para pejabat publik untuk membantu partainya dalam memenangkan pemilu.
Tabel 7 Temuan Teks Elemen latar Struktur Wacana Suprastruktur (Semantik)
3
235
Elemen Latar
Keterangan Teks paragraf 2: Nama paling menonjol, tentu, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
60
(Jokowi), yang setahun terakhir meraih angka elektabilitas teratas dalam berbagai survey calon presiden (capres). Sosok berikutnya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang mengalahkan pejabat incumbent, Bibit Waluyo, secara mengejutkan, sekali putaran, tahun lalu. Di Jawa bagian timur, ada Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, yang belakangan reputasinya meroket. Teks paragraf 3: Ujung Jawa Barat, Provinsi Banten, kini de facto dipimpin kader PDI Perjuangan, Rano Karno, pascapenahanan Gubernur Atut Chosiyah, kader Golkar. Diseberang selat sunda, Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP, juga kader banteng. Menyebrang ke utara, Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, dan Kalimantan Tengah, Teras Narang pun milik PDI Perjuangan. Untuk Indonesia Timur, partai ini punya Frans Lebu Raya, Gubernur NTT. Sejumlah gubernur tersebut tercatat masuk daftar jurkamnas PDI Perjuangan Teks Paragraf 5: Wasekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menjelaskan, sejumlah kader kepala daerahnya dibagi dalam beberapa kelompok kampanye. Teras Narang disatukan dengan Rano Karno, Rustam Efendi (Gubernur Bangka Belitung), dan Soeryo Respationo (Wakil Gubernur Kepulauan Riau). Jokowi di kelompok sendiri. Demikian juga Ganjar. Selain kampanye di Jawa Tengah, Ganjar diagendakan ke Lampung, Kalimantan, Sumetera Utara, dan Yogyakarta, pada liburan akhir pekan.
61
Teks Paragraf 9: Partai Demokrat, yang punya kader terbanyak di kabinet, akan mengerahkan seluruh menterinya sebagai jurkamnas. Ada lima menteri asal demokrat: Syarif Hasan, Jero Wacik, Amir Syamsuddin, Roy Suro, dan EE Mangindan. Ketua Bapilu Partai Demokrat, Syarief Hasan, mengatakan beberapa gubernur kadernya juga dikerahkan: Gubernur Jawa Timur, Soekarwo; Gubernur NTB, Zainul Majdi; dan Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang.
4. Detil Elemen detil termasuk dalam semantik. Detil merupakan elemen wacana yang berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Elemen detil merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit.4 Beberapa teks yang ditemukan sesuai dengan elemen detil ini adalah penjelasan secara panjang lebar mengenai keterlibatan sejumlah pejabat negara dalam membantu kampanye partai mereka. Hal ini dapat ditemukan dalam setiap paragraf yang ditulis wartawan. Dalam hampir setiap paragraf tersebut wartawan menjabarkan secara detil pejabat-pejabat negara dan tempat mereka memimpin, serta keterkaitan mereka dengan partai politik yang ada di belakang mereka.
4
238
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
62
Tabel 8 Temuan Teks Elemen Detil Struktur Wacana Suprastruktur (Semantik)
Elemen Detil
Keterangan Teks Paragraf 5: Wasekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menjelaskan, sejumlah kader kepala daerahnya dibagi dalam beberapa kelompok kampanye. Teras Narang disatukan dengan Rano Karno, Rustam Efendi (Gubernur Bangka Belitung), dan Soeryo Respationo (Wakil Gubernur Kepulauan Riau). Jokowi di kelompok sendiri. Demikian juga Ganjar. Selain kampanye di Jawa Tengah, Ganjar diagendakan ke Lampung, Kalimantan, Sumetera Utara, dan Yogyakarta, pada liburan akhir pekan. Teks Paragraf 10: Menurut Syarif, semua kader Demokrat kini sedang all out meraih kembali suara yang merosot dari 21,8% hasil pemilu 2009 yang kini tersisa 10,4% versi survey internal. “Target kami menjadi 15%” tutur Menteri Koperasi itu. “semua kader harus turun,” katanya. Ia memetakan daerah lumbung Demokrat. “Khususnya di Jawa,” ucap Syarif kepada Averoes Lubis dari Gatra. “Mudah-mudahan Jawa Timur dan Jawa Barat dapat menjadi lumbung suara.”
5. Maksud Elemen maksud hampir sama dengan elemen detil. Bedanya, dalam elemen detil informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan
63
dengan panjang, sedangkan dalam elemen maksud informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara esplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi.5 Elemen maksud dalam berita ini dapat kita temukan pada beberapa paragraf akhir berita ini. Wartawan mencoba menyampaikan mengenai kemungkinan adanya penyalahgunaan wewenang yang dimiliki para pejabat negara. Dilengkapi dengan beberapa pernyataan dari berbagai narasumber untuk menguatkan isi berita tersebut. Tabel 9 Temuan Teks Elemen Maksud Struktur Wacana Suprastruktur (Semantik)
Elemen Maksud
Keterangan Teks paragraf 14: Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiansyah, menandaskan bahwa menteri dan kepala daerah yang menjadi jurkam harus memenuhi beberapa ketentuan. Pertama, tidak menggunakan fasilitas negara terkait jabatannya. Kedua, saat mendaftar jurkam, memastikan ada surat cuti. Ketiga, jadwal cuti harus memperhatikan keberlangsungan tugas. Teks paragraf 16: Firman Soebagyo, politikus Golkar, berpendapat bahwa semestinya seorang kepala deaerah, menteri , dan presiden tidak boleh lagi menjadi jurkam partai. Hal itu akan menjadi
5
240
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
64
dua sisi mata uang. Teks paragraf 17: Peneliti politik pemerintahan LIPI, Siti Zuhro, lebih melihat aspek etik, karena secara legal, gubernur dan menteri berkampanye adalah sah. Secara etik, kata Zahro, semestinya para menteri berkonsentrasi menuntaskan tugasnya di akhir masa jabatan ini. “Tidak mungkin mereka konsentrasi kerja di Jakarta, sementara mereka harus tur ke berbagai daerah,” katanya. Teks paragraf 21: Ari melihat potensi kepala daerah itu memenangkan partai dengan segala cara. “mobilisasi aparat internal dan politisasi anggaran untuk menguntungkan parpol si kepala daerah sering terjadi,” tutur Ari. Karena itu katanya, lembaga pengawasan pemilu bekerja lebih keras dalam mengawasi. Aturan ditegakkan lebih tegas. “Pelanggaran bukan hanya money politic oleh parpol, melainkan juga politik birokrasi dan anggaran. Ini wilayah abu-abu,” kata Ari
6. Praanggapan Elemen wacana lainnya, praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Hampir serupa dengan latar yang berupaya mendukung pendapat dengan jalan memberi latar belakang. Kalau praanggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan
65
memberikan premis yang dipercayai kebenarannya.6 Meskipun berupa anggapan, praanggapan umumnya didasarkan pada ide common sense, praanggapan yang masuk akal atau logis sehingga meskipun kenyataannya tidak ada, tidak dipertanyakan kebenarannya. Tabel 10 Temuan Teks Elemen Praanggapan Struktur Wacana Struktur Mikro (Semantik)
Elemen
Keterangan
Praanggapan
Teks paragraf 19: ……Secara politik, mereka orangorang yang memiliki pengaruh dan dibuktikan dalam memenangkan kompetisi pemilu. Parpol tentu akan memanfaatkan pengaruh mereka guna meraih dukungan pemilu.
7. Koherensi Koherensi merupakan pertalian atau jalinan antarkata atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga, fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya.7 Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjalaskan suatu fakta atau peristiwa. Apaka peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan, atau malah sebab akibat. Koherensi ini secara mudah dapat 6
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
7
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
256 242
66
diamati di antaranya dari kata hubung yang dipakai untuk menghubungkan fakta. Kata hubung yang dipakai dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun, dll, menyebabkan makna yang berlainan. Beberapa koherensi ditemukan dalam penulisan berita ini. Hal tersebut digunakan untuk menghubungkan beberapa pokok permasalahan yang diangkat, agar menjadi sebuah kesatuan berita yang maknanya dapat tersampaikan. Tabel 11 Temuan Teks Elemen Koherensi Struktur Wacana Struktur Mikro (Sintaksis)
Elemen Koherensi
Keterangan Teks paragraf 8: Rano Karno diperlakukan beda. “Rano tidak punya wakil. Dia sendirian. Beban dan jadwal yang diberikan tidak seberat kepala daerah lain,” ujar Hasto lagi. Risma tidak dimasukkan sebagai jurkam. “Mbak Risma kan PNS, beda dengan yang lain, yang orang politik,” katanya. Ketua umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, kata Hasto menghormati posisi Risma. Namun, kata Hasto, bila Mega kampanye ke Surabaya, Risma akan menemani, meski tidak ikut kampanye. Teks paragraf 12: Izin cuti diajukan minimal 12 hari sebelum kampanye. “Empat hari setelah datang permohonan, harus diterbitkan izin oleh Menteri Dalam Negeri,” kata Didik. Diterima atau tidaknya permohonan tergantung pada pemenuhan syarat. “Asalkan memenuhi syarat, akan diizinkan. Syaratnya, seminggu, dua hari kerja.
67
Kepala daerah dan wakil harus mengatur waktu kampanye agar tidak bersamaan. Kalau bersamaan, ditolak oleh Menteri Dalam Negri,” katanya. “Karena roda pemerintahan harus tetap berjalan.” Teks paragraf 15: “Jangan sampai itu diabaikan. Kalau cutinya panjang, itu juga harus dilihat,” kata Ferry kepada Joni Aswira Putra dari Gatra. Surat cuti diterima KPU paling lambat tiga hari sebelum pejabat yang bersangkutan berkampanye. Dalam surat cuti harus disebut lokasi dan jadwal kamapanye. Bila terjadi penjadwalan ulang oleh partai, sang pejabat harus mengajukan izin cuti baru. Teks paragraf 20: Namun Ari memberikan catatan pemimpin daerah sebagai jurkam tidak serta merta efektif. “Performa figur harus dilihat,” kata dia. Peran mereka akan efektif jika sosok itu berprestasi, dekat dengan rakyat, dan popularitasnya tinggi. Jika kinerja figur itu buruk kredibelitasnya dianggap buruk. “sentimen negatif ini bisa berpengaruh ke parpol,” ujarnya.
8. Leksikon Leksikon ini merupakan elemen bagaimana seorang wartawan atau penulis melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pemilihan kata tersebut tidak semata hanya kebetulan saja, tetapi
68
bisa jadi mengandung unsur ideologis yang menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap suatu fakta.8 Tabel 12 Temuan Teks Elemen Leksikon Struktur Wacana Struktur Mikro (Stilistik)
Elemen Leksikon
Keterangan Teks paragraf 2: ……Bibit Waluyo, secara mengejutkan, sekali putaran, tahun lalu. Di Jawa bagian timur, ada Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, yang belakangan reputasinya meroket. Teks paragraf 4: Pergerakan PDI Perjuangan penting dicermati, selain punya aset bakal capres laris manis, juga tengah nikmati posisi teratas………. Teks Paragraf 7: …….”Karena mereka harus jadi jurkam di Sumatera Utara. Di sana, PDI Perjuangan tidak dapat jatah kampanye sabtu dan minggu,” kata Hasto Teks paragraf 10: ……”Khususnya di Jawa,” ucap Syarif kepada Averoes Lubis dari Gatra. “Mudah-mudahan Jawa Timur dan Jawa Barat dapat menjadi lumbung suara.” Teks paragraf 17: …..”Tidak mungkin mereka konsentrasi kerja di Jakarta, sementara mereka harus tur ke berbagai daerah,” katanya.
8
255
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
69
9. Grafis Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Grafis dalam wacana berita, biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat besar. Termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar, tebal, dan pemakaian angka untuk mendukung arti penting sebuah pesan.9 Unsur grafis dalam pemberitaan ini muncul pada foto yang menggambarkan Joko Widodo selaku Gubernur DKI Jakarta mendampingi cagub-cawagub dalam kampanye pilkada di Depok, Jawa Barat. Tabel 13 Temuan Teks Elemen Grafis Struktur Wacana Struktur Mikro (Retoris)
9
257
Elemen Grafis
Keterangan Teks paragraf 4: Pergerakan PDI Perjuangan penting dicermati, selain punya aset bakal capres laris manis, juga tengah nikmati posisi teratas dalam berbagai survey elektabilitas partai sejak akhir 2013. Kemenangan dalam Pemilu 1999 berpeluang kembali diraih, meski elektabilitas PDI Perjuangan masih sama dengan Pemilu 2009: kisaran 14,9%. Dalam rilis survey Saiful Mujani Research & Consulting, ahad lalu, skor PDI Perjuangn beda tipis dari Golkar (13,3%). Pada Pemilu 1999, PDI
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
70
Perjuangan meraih 33,7%. Teks paragraf 10: Menurut Syarif, semua kader Demokrat kini sedang all out meraih kembali suara yang merosot dari 21,8% hasil Pemilu 2009 yang kini tersisa 10,4% versi hasil survey internal. “Target kami menjadi 15%,” tutur Menteri Koperasi itu.
10. Metafora Metafora adalah bentuk pengungkapan pesan melalui kiasan atau ungkapan. Metafora ini dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu berita.10 Metafora merupakan pemakaian kata bukan dengan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.11 Tabel 14 Temuan Teks Elemen Metafora Struktur Wacana Struktur Mikro (Sintaksis)
Elemen Metafora
Keterangan Teks paragraf 16: Firman Soebagyo, politikus Golkar, berpendapat bahwa semestinya seorang kepala deaerah, menteri , dan presiden tidak boleh lagi menjadi jurkam partai. Hal itu akan menjadi dua sisi mata uang. Teks paragraf 17: …..”Tidak mungkin mereka konsentrasi kerja di Jakarta, sementara mereka harus tur ke
10
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
11
Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Bandung: M2s, 2000), h. 359
259
71
berbagai daerah,” katanya
B. Analisis Kognisi Sosial Selain menganalisis teks, dalam analisis wacana juga penting untuk mengamati kognisi sosial teks yakni bagaimana suatu teks itu bisa diproduksi. Karena anggapan seseorang mengenai teks bahwa teks itu memiliki makna yang tidak sebenarnya. Suatu teks itu bisa bermakna sesuatu karena diberikan oleh si pemakai bahasa (penulis). Makna inilah yang dikonstruksi oleh penulis. Selain makna, dalam teks juga mengandung pendapat dan ideologi penulis tersebut. Dalam pandangan Van Dijk, kognisi sosial terutama dihubungkan dengan proses produksi berita. Titik kunci dalam memahami produksi berita adalah dengan meneliti proses terbentuknya teks. Proses terbentuknya teks ini tidak hanya bermakna bagaimana suatu teks itu dibentuk, proses ini juga memasukkan informasi bagaimana peristiwa itu ditafsirkan, disimpulkan, dan dimaknai oleh wartawan.12 Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Karena setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa. Singkatnya wartawan adalah bagian dari publik yang selalu bersentuhan dengan wacana yang berkembang
12
266
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
72
di publik dan kognisi sosial ini merupakan penghubung antara peristiwa, teks dengan publik. Penulis melakukan wawancara langsung kepada Asrori S. Karni selaku redaktur sekaligus penulis berita terkait untuk meneliti kognisi sosialnya dalam penulisan berita tersebut. Asrori yang telah bergabung dengan Gatra 1999 ini mengatakan bahwa, berita ini ditulis karena isunya masih aktual dan menjadi sorotan publik. “Saat ditulis, isu itu tengah aktual. Jadi sorotan. Sejumlah pejabat publik, baik pusat maupun daerah, tengah mengajukan cuti untuk kampanye. Publik menyorot, kampanye oleh pejabat publik ini rawan penyalahgunaan fasilitas publik.”13 Dikutip dari wawancara peneliti dengan narasumber terkait dengan kebijakan pengangkatan isu ini, Asrori menjelaskan bahwa penentu isi majalah ada pada keputusan rapat redaksi. Peserta rapat adalah awak redaksi dari reporter, redaktur, redaktur pelaksana sampai pemimpin redaksi. Semua bebas
menyampaikan
pendapat.
Keputusan
diambil
dengan
mempertimbangkan berita mana yang paling memenuhi kriteria layak berita Gatra. Gatra sudah punya sejumlah kriteria kelayakan, seperti arti penting bagi publik, daya tarik, aktualitas, daya jangkau masalah, dan sebagainya. Dalam penyajiannya, Gatra lebih mengedepankan berita in-depth news, menekankan kedalaman, dan kenyamanan membaca. Dimana hal ini berkaitan dengan moto Gatra, yaitu "Menyajikan berita jernih, dalam dan tuntas. Kritis tanpa mengiris, tajam tanpa menikam, hangat tanpa membakar,
13
Wawancara langsung dengan Asrori S. Karni
73
menggigit tanpa melukai, mengungkap tanpa dendam, dan melancarkan kontrol sosial tanpa memancing soal."14 Gambar 5 Alur Peliputan Redaksi Majalah Gatra 1. Pimpinan Redaksi 2. Wakil Pimpinan Redaksi 3. Redaktur 4. Penanggung Jawab Rubrik 5. Reporter 6. Fotographer
Sidang Redaksi Rapat Perencanaan Isi
`
Hasil Rapat Produksi Tata Muka
Penanggung Jawab Rubrik
Editor Naskah
(Surat Penugasan)
Pusat Liputan
Reporter
Redaktur Pelaksana
Reporter
Fotographe
Turun Lapangan
14
Wawancara langsung dengan Asrori S. Karni
Rapat Pengecekan
74
Dalam pandangan Van Dijk, ada beberapa strategi yang dilakukan wartawan dalam memahami peristiwa yang sedang diliputnya. Pertama, seleksi yaitu strategi yang kompleks yang menunjukkan bagaimana sumber dan peristiwa diseleksi oleh wartawan. Kedua, reproduksi yaitu yang berhubungan dengan apakah informasi dicopy, digandakan, atau tidak dipakai oleh wartawan. Ketiga, penyimpulan yaitu berhubungan dengan bagaimana realitas yang kompleks dipahami dan ditampilkan dengan ringkas. Keempat, transformasi lokal yaitu berhubungan dengan bagaimana peristiwa akan ditampilkan. Proses penggalian informasi dari narasumber, bukanlah hal yang mudah. Perlu senjata berupa pertanyaan agar informasi dapat tergali lebih dalam. Tentunya, para wartawan dibekali pedoman untuk liputan, agar memudahkan tugas mereka dilapangan. “Sebagai redaktur, saya bertugas membuat outline atau penugasan tentang rencana berita, berisi paparan latar belakang, angle, daftar nara sumber dan pertanyaan untuk tiap narasumber. Penugasan itu dijadikan pedoman reporter ketika liputan. Hasil liputan dilaporkan pada saya, kemudian saya tulis. Tulisan saya kemudian diperiksa oleh redaktur pelaksana dan redaktur bahasa, baru kemudian di-disain, untuk dicetak. Sebelum dicetak, redaktur foto membaca dan menyediakan foto yang relevan.”15 Rubrik politik merupakan rubrik yang cukup panas untuk dibahas, perlu kehati-hatian dalam penulisan agar menghasilkan berita yang adil dan berbobot. Gatra sebagai media yang independen tentu memahami hal itu. Dalam pemberitaan yang diteliti ini, hanya terdapat dua partai politik yang
15
Wawancara langsung dengan Asrori S. Karni
75
coba diangkat Gatra dalam tulisannya, hal tersebut dilakukan karna kedua partai tersebut merupakan partai yang cukup bisa mewakili isi berita tersebut. “Kalau semua partai, kebanyakan. Kami pilih cukup dua parpol sebagai sample. Mengapa Demokrat? Karena dia partai terbesar pertama hasil pileg sebelumnya, 2009. Demokrat partai penguasa. Ketua umumnya, SBY, menjadi Presiden. Demokrat punya paling banyak sumber daya jabatan publik (menteri dll) untuk kampanye. Sementara PDIP, sebaliknya, adalah partai oposisi terbesar yang elektabilitasnya tengah menanjak naik paling atas, saat itu, unggul tipis atas Golkar. Sebagai oposisi, PDIP juga tengah punya bintang muda, Jokowi, yang elektabilitasnya paling tinggi.”16 Secara pribadi, Asrori berpendapat bahwa pejabat yang cuti kampanye merupakan hal yang wajar. Khusus pejabat publik yang diangkat karena political appointee, pertimbangan politik, seperti kepala daerah, anggota kabinet, dll. Wajar saja bila mereka cuti kampanye untuk kepentingan politik partainya. Yang terpenting, jangan menyalahgunakan jabatan dan fasilitas publiknya untuk kepentingan partisan.
16
Wawancara langsung dengan Asrori S. Karni
76
C. Analisis Konteks Sosial Dimensi ketiga dari analisi Van Dijk adalah analisis sosial. Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikontruksi dalam masyarakat.17 Analisis sosial (konteks sosial) berkaitan dengan hal-hal yang memengaruhi pemakaian bahasa dan terbentuknya sebuah wacana. Seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi sosial yang sedang terjadi saat itu. Model analisis yang ditawarkan oleh Van Dijk memberikan suatu analisis yang komprehensif bagaimana wacana media yang ada dalam masyarakat.18 Wacana yang diangkat dalam penulisan berita ini menekankan kepada keterlibatan para pejabat negara dalam pemilu 2014. Peranan mereka cukup menyita perhatian publik. Tentunya perlu perhatian khusus untuk menyikapi fenomena ini. Gejolak politik tentunya memiliki sisi tersendiri dalam pandangan setiap media. Keterlibatan pejabat negara ini, merupakan salah satu spot yang menarik bagi Gatra. Pesan yang coba disampaikan adalah agar publik turut serta dalam mengontrol pemilu yang jujur dan baik. “Ingin memberi warning pada publik agar waspada dan turut serta mengontrol pejabat publik yang kampanye, agar tidak terjadi politisasi atau penyalahgunaan anggaran dan birokrasi, untuk kepentingan kelompok politik tertentu. Anggaran dan birokrasi harus diabdikan untuk kepentingan publik.”
17
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
18
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
271 277
77
Turunnya para pejabat negara tersebut, menjadi senjata bagi partai untuk mendongkrak suara mereka pada pemilu 2014. Hal tersebut dilakukan guna menyikapi hasil survey beberapa lembaga survey yang menujukkan grafik kurang memuaskan partainya. “Menurut Syarif, semua kader Demokrat kini sedang all out meraih kembali suara yang merosot dari 21,8% hasil pemilu 2009 yang kini tersisa 10,4% versi survey internal. “Target kami menjadi 15%,” tutur Menteri Koperasi itu. “semua kader harus turun,” katanya. Ia memetakan daerah lumbung Demokrat. “Khususnya di Jawa,” ucap Syarif kepada Averoes Lubis dari Gatra. “Mudahmudahan Jawa Timur dan Jawa Barat dapat menjadi lumbung suara.” 19 Kecenderungan memanfaatkan jabatan dalam kampanye amat besar terjadi. Pimpinan daerah bisa saja melakukan kampanye terselubung dalam kunjungan kerjanya. Para Menteri bisa saja menggunakan fasilitas negara dalam kegiatan kampanyenya. Hal inilah yang patut diawasi dalam proses berjalanya kampanye. “Ari melihat potensi kepala daerah itu memenangkan partai dengan segala cara. “Mobilisasi aparat internal dan politisasi anggaran untuk menguntungkan parpol si kepala daerah sering terjadi,” tutur Ari. Karena itu, katanya, lembaga pengawas pemilu bekerja lebih keras dalam mengawasi. Aturan ditegakkan lebih tegas. “Pelanggaran bukan hanya money politic oleh parpol, melainkan juga politisasi birokrasi dan anggaran. Ini wilayah abu-abu,” kata Ari.”20 Keterlibatan mereka (pejabat negara) tentunya memengaruhi kinerja mereka. Efeknya konsentrasi mereka akan terganggu. Disatu sisi mereka harus melaksanakan tugas mereka sebagai pejabat negara, namun disisi yang lain mereka melaksanakan tugas partai. 19 20
Berita “Cuti Kampanye Pejabat Negara” Majalah Gatra edisi 19 maret 2014 Berita “Cuti Kampanye Pejabat Negara” Majalah Gatra edisi 19 maret 2014
78
“Peneliti politik pemerintahan LIPI, Siti Zuhro, lebih melihat aspek etik, karena secara legal, gubernur dan menteri berkampanye adalah sah. Secara etik, kata Zuhro, semestinya para menteri berkonsentrasi menuntaskan tugasnya di akhir masa jabatan ini. “Tidak mungkin mereka konsentrasi kerja di Jakarta, sementara mereka harus tur ke berbagai daerah,” katanya.”21 Pada akhirnya, keputusan ada di tangan publik. Masyarakatlah yang menilai sejauh mana performa figur yang terlibat. Karena, turunnya pejabat negara tidak serta merta membawa dampak positif bagi perolehan suara partai. “Namun Ari memberikan catatan, pemimpin daerah sebagai jurkam tidak serta merta efektif. ‘’Performa figur harus dilihat,’’ kata dia. Peran mereka akan efektif jika sosok itu berprestasi, dekat rakyat, dan popularitasnya tinggi. Jika kinerja figur itu buruk, kredibilitasnya dianggap buruk. ‘’Sentimen negatif ini bisa berpengaruh ke parpol,” ujarnya.”
21
Berita “Cuti Kampanye Pejabat Negara” Majalah Gatra edisi 19 maret 2014
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Setelah menguraikan landasan teori, gambaran umum, dan analisis, penulis menyimpulkan beberapa poin. Kesimpulan tersebut tentunya diperoleh dengan meneliti, menganalisa dan menjelaskan bahasa-bahasa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, dan diperkuat dengan wawancara langsung. Kesimpulan ini untuk menjawab rumusan masalah pada skripsi ini. Kesimpulan tersebut yaitu: 1. Struktur Wacana a. Secara struktur makro, Gatra memposisikan sebagai media yang independen. Berusaha memberi warning terhadap para pejabat negara yang terlibat dalam kampanye. b. Secara suprastruktur Gatra mengemas alur berita dalam skema aluralur berita yang lengkap dan tepat sehingga dapat diterima dan dimengerti alur cerita dari sebuah berita peristiwa. c. Secara struktur mikro, berdasarkan semantik, sintaksis dan stilistik terkemas secara beragam, namun dalam elemen retoris dalam berita Gatra tidak begitu lengkap menjadi kurang menarik dibaca. 2. Kognisi Sosial Dilihat dari kognisi sosial penulis berita ini, kita dapat menyimpulkan bahwa penulis memosisikan dirinya sebagai pemberi
79
80
warning kepada pihak pemerintah. Proses penulisannyapun sesuai dengan motto yang diangkat majalah Gatra, yakni media yang mengedepankan in depth news, menekankan kedalaman, dan kenyamanan membaca. 3. Konteks Sosial Konteks sosial dari pemberitaan ini adalah karena pada tahun 2014 ini Indonesia sedang menyelenggarakan pemilihan umum. Keterlibatan pejabat negara dalam kampanye mendapat sorotan tersendiri dari masyarakat. Sehingga Gatra meresponnya dalam sebuah berita yang sepatutnya dijadikan pertimbangan bagi para pejabat negara yang turun sebagai juru kampanye. B. SARAN Peneliti menyampaikan beberapa saran yang berkenaan dengan berita tentang Cuti Kampanye Pejabat Negara yang diberitakan oleh Majalah Gatra, sebagai berikut: 1. Penulis berharap Gatra dapat meningkatkan kualitas penulisannya, dengan memperhatikan berbagai aspek yang menunjang. Unsur pemilihan kata perlu diperhatikan untuk mempermudah pembaca dalam mengkonsumsi berita tersebut. 2. Media massa sebagai kontrol sosial seyogyanya memiliki data-data seimbang
dan
faktual
untuk
menjaga
infromasi
berita
terlebih
pemerintahan, sebagai kontrol dan pemerintah baiknya tidak membeli atau membayar media sebagai alat kekuasaan dalam melakukan kinerjanya
81
untuk menutupi kekurangan dalam proses pemerintahan agar memajukan masyarakatnya. 3. Penelitian ini dapat dikaji lagi dari sudut pandang yang berbeda dalam berbagai keilmuan yang berbeda atau sebagai kelanjutannya dari penelitian ini, agar penelitian berkesinambungan hingga menghasilkan jalan terbaik dalam suatu permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana. 2006. Birowo, M. Antonius. Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004. Darma, Yoce Aliah.Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya, 2013. Djuroto, Totok. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisi Teks Media. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta. 2001 Maleong, Lexy J. Metode Penelitian Kuaitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Marahimin, Ismail. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya, 1994 Mondry. Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2008. Mulyana, Deddy. Nuansa-nuansa Komunikasi: Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi
Masyarakat
Kontemporer.
Bandung:
PT
Remaja
Rosdakarya, 2005. Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Raja Grafindo. 2007. Santana K, Septiawan. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005. Sobur, Alex. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
82
Sudibyo, Agus. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LKiS, 2006. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010. Sumadiria, AS Haris. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005. Suparno. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:Kanisius, 1997. Taringan dan Guntur, Henry. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa, 1993. Turner, Lynn H. Pengantar Ilmu Komunikasi dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika,2008. Venus, Antar. Manajemen Kampanye: Panduan Teoritis Mengefektifkan
Kampanye
Komunikasi.
dan Praktis dalam
Bandung:
PT.
Remaja
Rosdakarya, 2009. Werner J. Severin dan James W. Tankard. Teori Komunikasi Massa: Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta: Prenada Media, 2005. Yandianto. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: M2s, 2000.
83
LAMPIRAN
kampanye
ANTARA/INDRIANTO EKO SUWARSO
92 nasional
Joko Widodo mendampingi cagub-cawagub dalam kampanye pilkada di Depok, Jawa Barat
Cuti Kampanye Pejabat Negara Gubernur dan menteri jadi jurkam andalan parpol pada fase kampanye terbuka. Potensial menjadi ajang politisasi birokrasi dan anggaran. Perlu mekanisme pengawasan ekstra.
D
ua periode tanpa kader di pemerintah pusat, PDI Perjuangan tidak keh abisan magnet pol i tik. Bila partai pro-pe merintah mengandalkan para menteri kadernya sebagai juru kampanye na sional (jurkamnas), PDI Perjuangan
mengerahkan sejumlah gubernur dan wakil gubernur usungannya pada tahap kampanye terbuka, sejak Minggu,16 Maret ini. Strategi “daerah mengepung pusat”. Kekuatan figur di PDI Perjuangan bertebaran di level daerah. Nama paling menonjol, tentu, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo
(Jokowi), yang setahun terakhir meraih angka elektabilitas teratas dalam berbagai survei calon presiden (capres). Sosok berikutnya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang mengalahkan pe jabat incumbent, Bibit Waluyo, secara mengejutkan, sekali putaran, tahun lalu. Di Jawa bagian timur, ada Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, yang be lakangan reputasinya meroket. Ujung barat Jawa, Provinsi Ban ten, kini de facto dipimpin kader PDI Per juangan, Rano Karno, pasca-penahanan Gubernur Atut Chosiyah, kader Golkar. Di seberang Selat Sunda, Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP, juga kader banteng. Menyeberang ke utara, Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, dan Kalimantan Tengah, Teras Narang, pun milik PDI Perjuangan. Untuk Indonesia Timur, partai ini punya Frans Lebu Raya, Gubernur NTT. Sejumlah gubernur tersebut tercatat masuk daftar jurkamnas PDI Perjuangan. Pergerakan PDI Perjuangan pen ting dicermati, selain punya aset ba kal capres laris manis, juga tengah me
GATRA 19 MARET 2014
nasional-a.indd 92
3/12/14 5:53 AM
nikmati posisi teratas dalam beberapa survei elektabilitas partai sejak akhir 2013. Kemenangan dalam Pemilu 1999 berpeluang kembali diraih, meski elektabilitas PDI Perjuangan masih sama dengan Pemilu 2009: kisaran 14,9%. Dalam rilis survei Saiful Mujani Research & Consulting, Ahad lalu, skor PDI Perjuangan beda tipis dari Golkar (13,3%). Pada Pemilu 1999, PDI Perjuangan meraih 33,7%. Wasekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menjelaskan, sejumlah kader kepala daerahnya dibagi dalam beberapa kelompok kampanye. Teras Narang disatukan dengan Rano Karno, Rustam Effendi (Gubernur Bangka Belitung), dan Soeryo Respationo (Wakil Gubernur Kepulauan Riau). Jokowi di kelompok sendiri. Demikian juga Ganjar. Selain kampanye di Jawa Tengah, saat cuti hari kerja, Ganjar diagendakan ke Lampung, Kalimantan, Sumatera Utara, dan Yogya karta, pada liburan akhir pekan. Sementara itu, Frans Lebu Raya dipercaya menjadi jurkamnas di daerah Indonesia timur. Dari beberapa kepala daerah yang ditunjuk menjadi jurkamnas, hanya Jokowi yang tidak mengajukan cuti. ‘’Karena kita tahu beban pekerjaan sebagai Gubernur DKI Jakarta sangat berat, maka Beliau hanya menjadi jurkam ketika akhir pekan. Jadi, hanya mengajukan pemberitahuan, bukan cuti,’’ ujar Hasto. Kalaupun diperlukan, pada harihari biasa di luar jam kerja, Jokowi bisa hadir dalam pertemuan tertutup kon solidasi partai. Pemimpin daerah kader PDI Perjuangan yang cuti adalah Ganjar, Teras, dan Soeryo. ‘’Karena mereka harus jadi jurkam di Sumatera Utara. Di sana, PDI Perjuangan tidak dapat jatah kampanye Sabtu dan Minggu,’’ kata Hasto. Rano Karno diperlakukan beda. ‘’Rano tidak punya wakil. Dia sendirian. Beban dan jadwal yang diberikan tidak seberat kepala daerah lain,’’ ujar Hasto lagi. Risma tidak dimasukkan sebagai jurkam. ‘’Mbak Risma kan PNS, beda dengan yang lain, yang orang politik,’’ katanya. Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, kata Hasto, menghormati posisi Risma. Namun, kata Hasto, bila Mega kampanye ke Surabaya, Risma akan menemani, meski tidak ikut kampanye. Partai Demokrat, yang punya kader terbanyak di kabinet, akan mengerahkan seluruh menterinya sebagai jurkamnas. Ada lima menteri asal Demokrat: Syarif Hasan, Jero Wacik, Amir Syamsuddin,
Roy Suryo, dan EE Mangindaan. Ketua Bapilu Partai Demokrat, Syarief Hasan, mengatakan, beberapa gubernur kadernya juga dikerahkan: Gubernur Jawa Timur, Soekarwo; Gubernur NTB, Zainul Majdi; dan Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang. Menurut Syarif, semua kader Demokrat kini sedang all out meraih kembali suara yang merosot dari 21,8% hasil Pemilu 2009 yang kini tersisa 10,4 % versi survei internal. ‘’Target kami menjadi 15%,’’ tutur Menteri Koperasi itu. ‘’Semua kader harus turun,’’ katanya. Ia memetakan daerah lumbung Demokrat. ‘’Khususnya di Jawa,’’ ucap Syarif kepada Averoes Lubis dari Gatra. “Mudah-mudahan Jawa Timur dan Jawa Barat dapat menjadi lumbung suara.” Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Didik Suprayitno, menjelaskan, izin kampanye diberikan hanya dua hari dalam satu minggu. Kampanye akhir pekan, Sabtu-Minggu, tidak perlu cuti, hanya pemberitahuan. Izin kampanye menteri, menurut Didik, diajukan ke pre siden. “Gubernur dan wakilnya ke Men teri Dalam Negeri. Bupati, wali kota dan wakilnya ke gubernur,” lanjut Didik. Izin cuti kampanye, tambah Didik, tidak boleh digabung berturut-turut. “Seminggu hanya dua hari. Titik,” kata Didik kepada M. Afwan Fathul Barry dari Gatra. Izin cuti diajukan minimal 12 hari se belum kampanye. “Empat hari setelah da tang permohonan, harus diterbitkan izin oleh Menteri Dalam Negeri,” kata Didik. Diterima atau tidaknya permohonan ter gantung pada pemenuhan syarat. “Asal kan memenuhi syarat, akan diizinkan. Syaratnya, seminggu, dua hari kerja. Kepala daerah dan wakil harus mengatur waktu kampanye agar tidak bersamaan. Kalau bersamaan, ditolak oleh Menteri Dalam Negeri,” katanya. “Karena roda pemerintahan harus tetap jalan.” Selain permohonan izin cuti pada hari kerja, pejabat yang konsolidasi partai pada hari libur harus tetap memberitahu Kemendagri. “Itu etika pemerintah, su paya presiden dan Mendagri tahu kemana si gubernur ini,” ujar Didik. Evaluasi Kemendagri selama ini, pemberian izin cuti kampanye pada hari kerja, tidak sampai mengganggu roda pemerintahan. Jika pejabat dalam kampanye melanggar peraturan, menurut Didik, menjadi tugas Bawaslu. Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menandaskan bahwa men teri dan kepala daerah yang menjadi jur kam harus memenuhi beberapa ketentu
gatra/ DHARMA WIJAYANTO
93
Syarif Hasan
an. Pertama, tidak menggunakan fasilitas negara terkait dengan jabatannya. Kedua, saat mendaftar jurkam, memastikan ada surat cuti. Ketiga, jadwal cuti harus memperhatikan keberlangsungan tugas. “Jangan sampai itu diabaikan. Kalau cutinya panjang, itu juga harus dilihat,” kata Ferry kepada Joni Aswira Putra dari Gatra. Surat cuti diterima KPU paling lambat tiga hari sebelum pejabat yang bersangkutan berkampanye. Dalam surat cuti harus disebut lokasi dan jadwal kampanye. Bila terjadi penjadwalan ulang oleh partai, sang pejabat harus mengajukan izin cuti baru. Firman Soebagyo, politikus Golkar, berpandangan bahwa semestinya, se orang kepala daerah, menteri, dan pre siden, tidak boleh lagi menjadi jurkam partai. Hal itu akan menjadi dua sisi mata uang. “Dapat saja terselubung melakukan kampanye,” katanya kepada Averos Lubis dari Gatra. Tapi semua itu sekarang sah, karena UU Pemilu memungkinkan. Peneliti politik pemerintahan LIPI, Siti Zuhro, lebih melihat aspek etik, karena secara legal, gubernur dan menteri berkampanye adalah sah. Secara etik, kata Zuhro, semestinya para menteri berkonsentrasi menuntaskan tugasnya di akhir masa jabatan ini. “Tidak mungkin mereka konsentrasi kerja di Jakarta, sementara mereka harus tur ke berbagai 19 MARET 2014 GATRA
nasional-a.indd 93
3/12/14 5:53 AM
kampanye
daerah,” katanya. “Konsentrasi dan kinerja yang ber sangkutan akan terganggu,” Siti mene gaskan. Seharusnya presiden memiliki otoritas menegur. Masalahnya, menurut Zuhro, selain menjabat presiden, SBY juga Ketua Umum Demokrat. Partai ini juga menggelar konvensi capres yang melibatkan para pejabat. “Jadi, apa yang bisa diperingatkan SBY sementara ia melakukan hal yang sama?” tuturnya kepada Asri Wuni Wulandari dari Gatra. Pengajar ilmu politik dan peme rintahan Univeristas Gadjah Mada, Yogyakarta, Ari Dwipayana, menilai
pengerahan kepala daerah sebagai hal wajar. Secara politik, mereka orang-orang yang memiliki pengaruh dan dibuktikan dalam memenangkan kompetisi pilkada. Parpol tentu akan memanfaatkan penga ruh mereka guna meraih dukungan pemilu. Namun Ari memberikan catatan, pemimpin daerah sebagai jurkam tidak serta merta efektif. ‘’Performa figur harus dilihat,’’ kata dia. Peran mereka akan efektif jika sosok itu berprestasi, dekat rakyat, dan popularitasnya tinggi. Jika kinerja figur itu buruk, kredibilitasnya dianggap buruk. ‘’Sentimen negatif ini
Ganjar Pranowo:
Saya Membiasakan Diri Naik Mobil Pribadi
G
ubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, 45 tahun, termasuk yang dijadwal kan sebagai juru kampanye nasional (jurkamnas) PDI Perjuangan. Ia mengajukan cuti ke Menteri Dalam Negeri selama tiga hari. Selebihnya, memanfaatkan Sabtu-Minggu, cukup pemberitahuan, tanpa izin cuti. Jadwal akhir pekan dialokasikan un tuk kampanye ke daerah lain: Lampung, Ka limantan, Sumatera Utara, dan Yogyakarta. Sedangkan cuti hari kerja disiapkan untuk kampanye di Jawa Tengah. Ganjar berko mitmen untuk tidak menggunakan fasilitas negara dan memastikan pemerintahan tidak terganggu. Berikut petikan wawancaranya dengan Bernadetta Febriana dari Gatra:
Ketika Anda cuti kampanye di hari kerja, bagaimana jalannya roda pemerin tahan? Saya gantian dengan Pak Wagub (Heru Sudjatmoko). Jalannya roda pemerintahan tidak akan ada masalah meskipun saya cuti. Begitu juga ketika nanti Pak Wagub kampa nye. Kan gantian. Kayak hari ini, saya ada urusan dengan sebuah kementerian di Jakarta sehari, Pak Wagub bertugas di Semarang menggantikan saya, tidak ada masalah. Toh sekarang teknologi komunikasinya sudah maju. Kalau ada yang penting kita tetap bisa komunikasi untuk konsultasi, atau kirim e-mail ke saya, bisa langsung saya balas. Bagaimana Anda menjamin tidak menggunakan fasilitas pemda untuk kepentingan partai? Kalau itu gampanglah. Saya dulu di Komisi II yang menggarap UU Parpol, UU Pemilu, UU Netralitas PNS, saya harusnya lebih mudah melakoni itu karena dulu saya
juga ikut mikir, gimana supaya jangan sampai itu dilanggar. Saya sudah menyiapkan mobil pribadi untuk (kampanye) di Jawa Tengah. Bahkan mulai sekarang saya sudah membiasakan diri ke manamana naik mobil pribadi. Lagi pula mau fasilitas apa sih yang digunakan? Bagaimana dengan modus penggu naan kunjungan kerja tapi setelah itu untuk acara partai? Saya kira pemilih sudah cerdas. Dia mengerti apakah harus memilih partai saya atau tidak, itu karena melihat saya bagaimana. Kalau perilaku saya dianggap buruk, sudah pasti dia nggak mau milih partai saya. Tapi kalau saya melakukan sesuatu dengan simpatik, pasti mereka juga bisa menilai baik partai saya. Saya lebih senang memberikan keleluasaan kepada mereka untuk memilih dan saya memengaruhi
bisa berpengaruh ke parpol,’’ ujarnya. Ari melihat potensi kepala daerah itu memenangkan partai dengan segala cara. ‘’Mobilisasi aparat internal dan politisasi anggaran untuk menguntungkan parpol si kepala daerah sering terjadi,’’ tutur Ari. Karena itu, katanya, lembaga penga was pemilu bekerja lebih keras dalam mengawasi. Aturan ditegakkan lebih tegas. ‘’Pelanggaran bukan hanya money politic oleh parpol, melainkan juga poli tisasi birokrasi dan anggaran. Ini wilayah abu-abu,’’ kata Ari. Asrori S. Karni, Bernadetta Febriana, dan Arif Koes Hernawan
mereka dengan perilaku baik saya saja. Ketika menjadi jurkamnas ke bebe rapa daerah, pakai dana pribadi atau DPP? Ha, ha, ha... malulah kalau masih minta DPP. Ini kan bentuk kontribusi kita ke partai. Kalau untuk pergi-pergi saja masih minta ya kebangetan. Meskipun memang, kalau partai menugaskan biasanya mereka menyediakan tiket. Tapi kalau sekarang saya minta untuk hotel segala, ya malu-maluin-lah. Apa keuntungan partai dengan memiliki jurkamnas kepala daerah? Kalau kepala daerah itu sukses di daerahnya, rakyat di daerah itu akan ikut. Karena, itu sesuatu yang kongkret. Kalau si kepala daerah bekerja untuk kepentingan rakyat, dia pasti didukung. Partainya akan disenangi. Itu menguntungkan. Maka dari itu, seluruh keputusan politik yang berpihak pada rakyat dan bagus, rakyat akan mengikuti. Rakyat sudah cerdas. Tidak usah dipaksapaksa disuruh milih. Mereka melihat apa yang kita kerjakan.
GATRA/ARDI WIDI YANSAH
94 nasional
GATRA 19 MARET 2014
nasional-a.indd 94
3/12/14 5:54 AM
LAMPIRAN HASIL WAWANCARA Oleh
: Ahmad Nuur Hidayat
Narasumber
: Asrori S. Karni
Jabatan
: Redaktur Majalah Gatra
Tanya: Sudah berapa lama bapak menjadi wartawan? Jawab: 15 tahun. Tanya: Sejak kapan bapak bergabung dengan Gatra? Jawab: Saya bekerja di Gatra sejak Maret 1999. Tanya: Apa posisi bapak saat ini? Jawab: Redaktur yang bertanggung jawab atas rubrik nasional (politik), kolom (opini) dan agama. Tanya: Mengenai gaya penulisan, adakah ciri khas tersendiri yang dimiliki Gatra? Jawab: Moto resmi Gatra, "Menyajikan berita jernih, dalam dan tuntas. Kritis tanpa mengiris, tajam tanpa menikam, hangat tanpa membakar, menggigit tanpa melukai, mengungkap tanpa dendam, dan melancarkan kontrol sosial tanpa memancing soal." Sebagai Majalah mingguan, Gatra banyak menyajikan berita in-depth news, menekankan kedalaman, dan kenyamanan dibaca. Tanya: Siapa saja yang berwenang dalam penentuan isu yang akan dimuat? Jawab: Penentu isi majalah ada pada keputusan rapat redaksi. Peserta rapat adalah awak redaksi dari reporter, redaktur, redaktur pelaksana sampai pemimpin
redaksi. Semua bebas menyampaikan pendapat. Keputusan diambil dengan mempertimbangkan berita mana yang paling memenuhi kriteria layak berita Gatra. Gatra sudah punya sejumlah kriteria kelayakan, seperti arti penting bagi publik, daya tarik, aktualitas, daya jangkau masalah, dan sebagainya. Tanya: Apakah dalam penggalian informasi, bapak (sebagai wartawan) sudah dibekali TOR (Term Of References) dari dewan redaksi atau membuat sendiri? Jawab: Sebagai redaktur, saya bertugas membuat outline atau penugasan tentang rencana berita, berisi paparan latar belakang, angle, daftar nara sumber dan pertanyaan untuk tiap narasumber. Penugasan itu dijadikan pedoman reporter ketika liputan. Hasil liputan dilaporkan pada saya, kemudian saya tulis. Tulisan saya kemudian diperiksa oleh redaktur pelaksana dan redaktur bahasa, baru kemudian di-disain, untuk dicetak. Sebelum dicetak, redaktur foto membaca dan menyediakan foto yang relevan. Tanya: Apa yang melatarbelakangi Gatra mengangkat isu ini? Jawab: Saat ditulis, isu itu tengah aktual. Jadi sorotan. Sejumlah pejabat publik, baik pusat maupun daerah, tengah mengajukan cuti untuk kampanye. Publik menyorot, kampanye oleh pejabat publik ini rawan penyalahgunaan fasilitas publik. Tanya: Kalau untuk penentuan judul, bagaimana prosesnya? Jawab: Saya lebih sering menulis judul, setelah tulisan jalan 50% atau justru setelah selesai 100%. Jarang saya buat judul pada saat awal menulis. Meski pernah
sesekali. Judul saya tentukan biasanya setelah saya membaca seluruh bahan berita, baik laporan reporter tepat, sudah menentukan angle yang tepat, baru saya tentukan judul yang tepat. Tanya: Dalam gambar yang dimuat, kenapa hanya foto jokowi (red: PDIP) yang digunakan sebagai foto berita dalam pemberitaan tersebut? Jawab: Terlampir saya kirimkan pdf versi majalah. Fotonya ada tiga: (1) Jokowi sedang kampanye. (2) Close up Suarif Hasan, Ketua harian DPP Demokrat. (3) Ganjar Pranowo, Gubernru Jateng, untuk wawancara khusus. Jokowi dipilih karena dia salah satu sample pejabat publik (gubernur) yang dipakai oleh partainya untuk juru kampanye dalam pileg. Bukan sekadar gubernur, saat itu, Jokowi adalah sosok yang elektabilitasnya di bursa semua survei sudah paling tinggi. Tentu, efek Jokowi, diasumsikan paling signifikan. Tanya: Dalam pemberitaannya, hanya partai PDIP dan Demokrat yang memiliki kader sekaligus menjabat sebagai pejabat negara yang disebutkan dalam berita tersebut, mengapa kader partai lain tidak? Jawab: Kalau semua partai, kebanyakan. Kami pilih cukup dua parpol sebagai sample. Mengapa Demokrat? Karena dia partai terbesar pertama hasil pileg sebelumnya, 2009. Demokrat partai penguasa. Ketua umumnya, SBY, menjadi Presiden. Demokrat punya paling banyak sumber daya jabatan publik (menteri dll) untuk kampanye. Sementara PDIP, sebaliknya, adalah partai oposisi terbesar yang elektabilitasnya tengah menanjak naik paling atas, saat itu,
unggul tipis atas Golkar. Sebagai oposisi, PDIP juga tengah punya bintang muda, Jokowi, yang elektabilitasnya paling tinggi. Tanya: Adakah tekanan politik kepada bapak dalam penulisan berita tersebut? Jawab: Tidak ada, saya tidak pernah ditekan dalam menulis. Saya juga menolak ditekan. Atasan saya paham itu. Tanya: Apakah ada kecenderungan kepada salah satu pihak dalam penulisan berita ini? Jawab: Tidak. Gatra bukan media partisan. Tanya: Bagaimana pendapat bapak mengenai pejabat yang cuti kampanye? Jawab: Khusus pejabat publik yang diangkat karena political appointee, pertimbangan politik, seperti kepala daerah, anggota kabinet, dll, wajar saja bila mereka cuti kampanye untuk kepentingan politik partainya. Yang terpenting, jangan menyalahgunakan jabatan dan fasilitas publiknya untuk kepentingan partisan. Tanya: Apa pesan yang ingin disampaikan Gatra dalam pemberitaan tersebut? Jawab: Ingin memberi warning pada publik agar waspada dan turut serta mengontrol pejabat
publik
yang
kampanye,
agar
tidak
terjadi
politisasi
atau
penyalahgunaan anggaran dan birokrasi, untuk kepentingan kelompok politik tertentu. Anggaran dan birokrasi harus diabdikan untuk kepentingan publik.