eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Konstruksi Majalah Gatra Tentang Radikalisme di Pesantren Ken Andari1, Dadang Rahmat Hidayat2, Efi Fadilah3 Jurusan Ilmu Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Corresponding Author:
[email protected]
ABSTRACT
The aim of this research is to find out about process of social construction of Gatra magazine about radicalism at pesantren, according to four stages of social construction of mass media by Burhan Bungin: phase of construction materials prepare, phase of construction distribution, phase of construction formation, and phase of confirmation.This research based on qualitative research method. Explaining and answering the questions of “why” and “how” of the research focus in this case study. This research used data from interview with Gatra editorial staff, pesantren Al-Muttaqien, also from media and terrorism observer. The result of this research shows that during preparation phase of construction materials Gatra stood up for capitalism but still based on consideration of news quality and
values. Gatra distributed its
construction weekly, to middle-class city readers. Gatra’s construction about radicalism at pesantren formed by means of negative image messages about pesantren, which extended through construction of text and selection of news sources. This influenced by ideological factor and journalists’ closeness to police and intelligent sources. Confirmation phase occurred when Al-Muttaqien sent a protest letter to Gatra, which caused readers interaction.
Keywords : process of social construction
1
Penulis Pembimbing Utama 3 Pembbimbing Pendamping 2
Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 1 of 15
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
PENDAHULUAN
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang pertama kali diperkenalkan di Jawa sekitar 500 tahun yang lalu. Sejak saat itu, pesantren telah mengalami banyak perubahan dan memainkan berbagai macam peranan dalam sejarah bangsa Indonesia. Namun semenjak terungkapnya Abu Bakar Ba’asyir, Imam Samudra, Amrozi, dan Hambali sebagai otak pelaku dari sejumlah aksi terorisme di Indonesia, pondok pesantren di Indonesia mendapatkan sorotan tajam. Tak lain karena nama-nama tersebut merupakan jebolan, bahkan pendiri pondok pesantren. Pondok pesantren pun dituding memainkan peran sebagai lembaga pendidikan yang menyebarkan ajaran Islam ekstrim. Mereka dianggap menganut ideologi radikal yang mengatasnamakan ajaran Islam, bahwa segala cara harus dilakukan demi menegakkan hukum Allah di muka bumi. Mereka bersikukuh dengan nilai Islam, seraya memberikan “perlawanan” yang sifatnya anarkis. Sikap sebagian umat muslim yang seperti ini kemudian diidentifikasi sebagai gerakan radikal, yang dipahami sebagai aliran Islam garis keras di Indonesia (Effendi: 2010). Aparat mulai mencurigai pesantren yang alumni-alumninya dianggap berpotensi menjadi teroris. Sebuah pesantren bisa memiliki ratusan hingga ribuan santri yang dididik secara eksklusif dan tertutup di dalam lingkungan pesantren. Ada kekhawatiran apabila ribuan santri ini kemudian dididik dengan pemahaman Islam radikal dan menjadi kader-kader kaum ekstrimis yang bisa menggunakan cara apapun, termasuk kekerasan demi menegakkan hukum yang mereka percayai.
Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 2 of 15
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Meskipun informasi soal kaitan pesantren dengan terorisme tidak pernah terlihat menemukan sumber rujukan yang kredibel dan bisa dipertanggung-jawabkan, sebuah peristiwa yang terjadi pada Senin, 11 Juli 2011 di Pondok Pesantren Umar bin Khattab, di Bima, Nusa Tenggara Barat menjadikan kekhawatiran tersebut kembali naik ke permukaan. Sore itu warga Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat dikagetkan oleh suara ledakan keras dari dalam pesantren. Awalnya para santri mengatakan suara ledakan berasal dari kompor gas, tapi mereka menghalangi warga dan polisi untuk masuk ke dalam pesantren. Polisi baru bisa masuk dua hari kemudian, dan dari penelusuran tempat kejadian perkara ditemukan seorang korban tewas, yaitu Ustadz Firdaus yang juga staf pengajar di pesantren tersebut. Di kamar Ustadz Firdaus yang hancur akibat ledakan, polisi mengklaim menemukan barang-barang bukti berupa sumbu ledak, kabel-kabel, serta sembilan bom rakitan aktif yang sudah disiram air. Kesimpulan aparat adalah, Firdaus tidak tewas akibat ledakan kompor gas, melainkan akibat bom yang tengah ia rakit sendiri. Peristiwa ini kembali menyita perhatian sejumlah media massa. Ledakan bom yang berasal dari dalam pesantren, dan pelakunya yang juga merupakan staf pengajar pesantren itu membuat pihak kepolisian dan media massa kembali mengait-ngaitkan keberadaan pesantren sebagai basis Islam radikal dan tempat penyemaian bibit-bibit terorisme. Terorisme merupakan isu yang penting untuk disampaikan media massa kepada khalayak. Namun media juga harus berhati-hati. Di Indonesia, isu terorisme menjadi sangat sensitif karena menyentuh aspek religi, sosial, dan budaya masyarakat. Terutama jika ia dikait-kaitkan dengan keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Majalah berita mingguan GATRA mengangkat peristiwa ledakan bom di Pesantren Umar bin Khattab ini pada edisi NO.37/XVII edisi 21-27 Juli 2011 dalam rubrik Nasional, sebanyak 4 halaman. Ada dua judul berita yang ditampilkan oleh majalah GATRA. Judul utamanya adalah “Jejak Radikal Bom Gagal”, sedangkan judul yang kedua “Pertautan di Jepara” masuk ke dalam boks berita pelengkap judul utama. Pada tulisan pertama, GATRA menjelaskan kronologis kejadian meledaknya bom Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Page 3 of 15 Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
di pesantren Umar bin Khattab serta latar belakang pelaku dan para tersangka. Perihal latar belakang para tersangka yang kebanyakan adalah kerabat pondok pesantren Umar bin Khattab, ideologi radikal mereka juga dikaitkan dengan Pesantren Ngruki di Solo pimpinan Abu Bakar Ba’asyir serta jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI) dan organisasi bentukan Abu Bakar Ba’asyir, Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Salah satu tersangka, Abrori Muhammad Aly1 yang juga pemimpin pondok pesantren Umar bin Khattab ternyata merupakan alumni pondok pesantren AlMuttaqien di Jepara, Jawa Tengah. Fakta inilah yang kemudian digunakan GATRA untuk mengembangkan penelusurannya ke pondok pesantren tersebut. Tulisan tentang pondok pesantren Al-Muttaqien Jepara masuk ke dalam boks pelengkap berita utama, dengan judul “Pertautan di Jepara”. Dalam judul kedua ini, GATRA menuliskan tentang Pondok Pesantren Al-Muttaqien sebagai tempat Abrori Mohamad Aly pemimpin Pondok Pesantren Umar bin Khattab pernah nyantri. Dalam tulisan tersebut, Pondok Pesantren Al-Muttaqien juga dikait-kaitkan dengan jaringan terorisme. Sejumlah nama alumni Al-Muttaqien disebut-sebut, seperti dalam paragraf berikut: “Menurut laporan yang pernah dirilis International Crisis Group (ICG), Pesantren Al-Muttaqien adalah sekolah jaringan Noor Din Mohd.Top. Namun menurut ICG, madrasah ini berbeda pandangan dengan Noor Din Mohd. Top dalam hal metode jihad. Kepala sekolahnya, Sartono Munadi, adalah pria asal Desa Sowan Kidul, Kedung, Jepara, yang pernah menjadi Kepala Wakalah Jawa Tengah Jamaah Islamiyah. Banyak nama alumni Al-Muttaqien yang disebut-sebut seiring dengan gencarnya perburuan terhadap teroris. Selain Urwah, ada Mira Agustina, istri Umar al-Faruq, dan Mustaghfirin, pria yang ditangkap ketika polisi menggerebek rumah yang diduga menjadi tempat persembunyian Noor Din Mohd. Top di Wonosobo pada 2006.” (Pertautan di Jepara, majalah GATRA edisi 21-27 Juli 2011) Majalah GATRA menyebut setidaknya empat pesantren dalam laporannya, yaitu Pesantren Umar bin Khattab di Bima, Pesantren Al-Mukmin Ngruki dan Ma’had Aly di Solo, serta Pesantren Al-Muttaqien di Jepara. Yang terakhir disebut tidak menyetujui citra pesantren radikal dan sarang teroris sebagaimana digambarkan dalam pemberitaan GATRA tentang institusinya. Pesantren Al-Muttaqien di Jepara melayangkan surat protes yang ditujukan Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 4 of 15
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
kepada majalah GATRA atas laporannya. Mereka menuduh GATRA telah menggiring pencitraan buruk Pesantren Al Muttaqien. Menurut mereka, pemberitaan GATRA telah menzalimi ribuan santri, alumni, walisantri, dan wali alumni pesantren Al-Muttaqien. Laporan itu bisa membuat mereka mendapat cap “radikal dan teroris” yang menyakiti hati dan bisa membuat mereka dikucilkan oleh masyarakat. Mereka tidak setuju jika GATRA mengait-ngaitkan pesantren mereka dengan kelompok Islam radikal bahkan teroris hanya karena ada beberapa alumni Al-Muttaqien yang namanya kerap disebut-sebut dalam kasus-kasus dugaan terorisme. Dalam surat untuk GATRA yang pertama kali dimuat di rubrik Citizen Journalism dalam situs Voice of Al-Islam, mereka menulis demikian: “Upaya Mujib Rahman sebagai penulis mengaitkan antara Pesantren AlMuttaqien dengan Pesantren Umar bin Khattab serta jaringan teroris terkesan tendensius. Pesantren Al-Muttaqien tidak dapat dipersalahkan dan dimintakan pertanggung jawaban jika ada alumninya yang kebetulan melanggar hukum. Apakah karena Gayus Tambunan alumni STAN maka STAN dapat digelari “sekolah koruptor?” Apakah karena UI, UGM dan kampus terkemuka lainnya meluluskan beberapa alumni yang terlibat korupsi maka mereka dapat disebut “universitas koruptor? 2” Selain ke situs Voice of Al-Islam, Pondok Pesantren Al-Muttaqien juga mengirimkan surat protesnya atas pemberitaan GATRA ke sejumlah media lain, di antaranya situs Ar-Rahmah dan Muslim Daily serta majalah Sabili. Hal ini tak pelak memunculkan perbincangan yang cukup panas tentang pemberitaan ini, terutama di forum-forum media komunitas muslim tersebut. Banyak komentar yang menuding GATRA melakukan fitnah tak berdasar terhadap kaum muslim dan pesantren akibat perspektif mereka tentang radikalisme di pesantren itu.3 Surat ini kemudian juga dimuat GATRA sebagai hak jawab bagi Al-Muttaqien. Media massa memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik, karena kekuatannya untuk mempengaruhi opini publik terhadap suatu peristiwa tertentu. Misalnya terkait pemberitaan tentang terorisme dan radikalisme, yang saat ini telah bergeser dari masalah kemanusiaan ke masalah ideologi, yang tak jarang dikaitkan dengan kelompok agama tertentu. Hal ini juga tidak lepas dari perspektif pemberitaan yang disajikan media massa (Fauzi, 179: 2003). Media massa adalah subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Ia memiliki peran dalam mengkonstruksi realitas Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Page 5 of 15 Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
sosial tentang tumbuhnya radikalisme di lembaga pendidikan Islam, yaitu pesantren ini. Konstruksi makna yang dilakukan oleh media akan sangat berpengaruh pada isi atau teks berita yang akan muncul di media yang akan dikonsumsi oleh khalayak luas. Misalnya dalam pemberitaan GATRA ini, terdapat unsur subjektivitas wartawan dalam melakukan pembingkaian terhadap suatu peristiwa dengan menonjolkan fakta-fakta yang dianggap penting dan menyamarkan apa-apa yang dianggap tidak penting. Kenyataan itu menggiring kepada serangkaian pertanyaan mengapa dan bagaimana realitas sosial tentang radikalisme di pesantren dapat dikonstruksi oleh media massa. Burhan Bungin (2008: 193), menemukan sebuah model yang menjelaskan bahwa proses konstruksi media massa lebih cepat daripada konstruksi sosial atas realitas sosial. Konstruksi sosial yang terjadi di masyarakat dapat dipengaruhi oleh realitas yang dibentuk media, yang selanjutnya realitas tersebut dikonsumsi sebagai realitas publik. Melalui kasus ini, peneliti akan melihat bagaimana proses konstruksi sosial tentang radikalisme di pesantren berlangsung melalui media massa, dalam hal ini majalah GATRA. Peneliti memilih pemberitaan dari majalah GATRA karena di antara pemberitaan dari media massa lain tentang peristiwa ledakan bom di pesantren ini, hanya GATRA yang melakukan penelusuran ke pesantren tempat Abrori Muhammad Aly pernah nyantri. Selain itu, adanya tuduhan pelanggaran asas cover both side seperti disampaikan Al-Muttaqien melalui surat protesnya, serta perdebatan tentang radikalisme di pesantren yang muncul akibat pemberitaan ini juga menjadikan kasus ini menarik untuk diteliti. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:“Bagaimana konstruksi sosial majalah GATRA tentang radikalisme di pesantren pada pemberitaan ledakan bom di pesantren Umar bin Khattab pada majalah GATRA edisi 21-27 Juli 2011?” Secara spesifik, penelitian ini diarahkan untuk mengungkap bagaimana proses konstruksi sosial Gatra tentang radikalisme di pesantren melalui empat tahap konstruksi sosial media massa yang dikemukakan Burhan Bungin, yakni tahap persiapan, penyebaran, dan pembentukan konstruksi serta tahap konfirmasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menjelaskan dan menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” yang menjadi fokus dalam penelitian studi kasus. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data dari wawancara dengan redaksi Gatra, pihak pesantren Al-Muttaqien, serta pengamat media dan terorisme. PEMBAHASAN Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 6 of 15
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Kegiatan jurnalistik dalam Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999 adalah kegiatan mencari, menghimpun, dan menyiarkan berita melalui media massa. Pola ini merupakan pola kerja yang dilakukan oleh redaksi majalah GATRA, mulai dari tahap perencanaan, tahap peliputan, hingga tahap penyusunan laporan berita. Untuk mengetahui konstruksi sosial majalah GATRA dalam menyajikan pemberitaan tentang radikalisme di pesantren, peneliti akan menguraikan pembahasan berdasarkan empat tahap konstruksi dalam teori konstruksi sosial media massa yang dikemukakan Burhan Bungin. 1. Tahap Persiapan Materi Konstruksi Proses persiapan materi konstruksi majalah GATRA pada pemberitaan tentang radikalisme di pesantren berlangsung sejak dalam proses perencanaan berita di rapat redaksi hingga proses penyusunan berita melalui peliputan dan penulisan. Peristiwa ledakan bom di Pesantren Umar bin Khattab, Bima, Nusa Tenggara Barat yang terjadi pada 11 Juli 2011 dipertimbangkan pada rapat perencanaan isu majalah GATRA pada pekan yang sama. GATRA memandang peristiwa ini memiliki nilai berita tinggi. Aspek-aspek nilai berita yang dipertimbangkan untuk isu ini di antaranya adalah kehangatan (aktualitas), magnitude, eksklusif, sudut pandang lain, dramatis, dan misi. Menurut Mujib Rahman, Wakil Kepala Pusat Liputan GATRA, peristiwa ini cukup mengejutkan karena sebuah pesantren di pedalaman Bima, yang tidak pernah menjadi sorotan sebelumnya ternyata diam-diam pengajarnya malah merakit bom. Dikhawatirkan, ia juga mengajarkan hal itu kepada para santrinya. GATRA kemudian merasa perlu menelusuri lebih lanjut tentang peristiwa ini, para pelaku, dan kaitannya dengan jaringan teroris di Indonesia. Karena tingginya nilai berita yang terkandung dalam peristiwa ini, berita tentang ledakan bom di pesantren Umar bin Khattab dimasukkan ke dalam rubrik Nasional, yang merupakan salah satu rubrik penting atau prioritas di majalah GATRA. Redaktur Pelaksana GATRA, Herry Mohammad mengatakan, “Laporan utama GATRA selalu berasal dari isu-isu politik, maka kompartemen Nasional di sini berisi berita-berita penting dengan nilai berita tinggi.” Meskipun media massa mengusung misi tanggung jawab sosial dan mengutamakan nilai-nilai berita, yang menjadi tujuan akhir tetaplah bagaimana menghasilkan berita yang memiliki nilai jual, agar majalah ini tetap laku. Berita yang berkualitas harus memenuhi ciri-ciri tertentu. Majalah berita mingguan GATRA memiliki kriteria layak berita tersendiri, yang Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 7 of 15
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
telah disesuaikan dengan visi misi dan konsep awal penerbitan. Suatu berita layak disiarkan jika sudah cocok dengan kriteria yang disepakati bersama dalam rapat redaksi. Komponen kriteria layak siar majalah GATRA yaitu: mengandung unsur kehangatan, magnitude, informatif, angle (sudut pandang) lain, relevan, dramatik, trend baru, misi, eksklusif, tokoh, unik, prestisius, dan pertama kali. Sedangkan unsur-unsur kelayakan berita yang diutamakan GATRA dalam pemberitaan tentang peristiwa ledakan bom di pesantren Umar bin Khattab ini diantaranya adalah unsur aktualitas dan eksklusivitas yang menawarkan sudut pandang lain dari peristiwa tersebut. Pertimbangan pertama, unsur aktualitas. Sebetulnya yang menjadi objek pemberitaan GATRA dalam berita ini adalah pesantren Umar bin Khattab di Bima (dalam tulisan Jejak Radikal Bom Gagal) dan pesantren Al-Muttaqien Jepara (dalam tulisan Pertautan di Jepara). Namun GATRA tidak berhasil menemui dan mewawancarai kedua pihak yang menjadi objek pemberitaan tersebut. Demi menjaga aktualitas atau kehangatan, berita itu tetap dimuat walaupun wartawan tidak berhasil mendapatkan keterangan dari pihak yang menjadi objek pemberitaan. Alasannya yaitu karena adanya deadline yang tidak boleh dilanggar demi menjaga aktualitas berita. Di majalah berita mingguan GATRA, aspek aktualitas atau kehangatan tetap menjadi poin utama, dan disepakati ukurannya adalah tenggang waktu satu minggu. Dengan catatan, topik yang lewat dari batas seminggu tetap bisa ditulis asalkan ada cantolan berita (newspeg) yang menghangat. Unsur aktualitas merupakan tuntutan mutlak bagi sebuah kelayakan berita untuk disiarkan. Karena sifatnya mutlak, maka bobotnya adalah 10.4 Majalah GATRA, seperti juga media massa lainnya memiliki periode terbit yang membuat karyawannya harus bekerja dalam periode tertentu. Menurut Siregar (1998: 235), deadline adalah batas mati yang tidak boleh dilanggar, karena kalau dilanggar bisa 4 Poin-poin kriteria Layak Berita GATRA, dikutip dari “Nilai-nilai dan Prinsip Pemberitaan GATRA: Edisi Internal” (2010) menyebabkan laporan tidak sempat diperiksa sehingga terpaksa tidak bisa dimuat atau menjadi berita basi. Kalaupun terpaksa dimuat karena tidak ada pengganti, berita itu dimuat seadanya yang malah berpotensi menimbulkan citra negatif di mata pembaca. Selain itu, Redaktur Pelaksana GATRA Herry Mohammad juga menilai bahwa berita ini sangat layak naik karena memenuhi poin eksklusivitas dan sudut pandang lain yang penting bagi majalah GATRA. Eksklusif dalam kerja pers, berarti cuma media itu Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Page 8 of 15 Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
yang mempunyai bahan dan lebih dulu menyiarkannya daripada media lain. Untuk memperoleh berita eksklusif diperlukan kecakapan meramu bahan secara investigatif. Penerbitan pers atau media massa umumnya berlomba mengungguli saingannya, antara lain, dalam cara menyajikan sudut pandang (angle) lain mengenai suatu topik berita. Apalagi julukan market leader bagi sebuah penerbitan pers lazimnya timbul dari keunggulan menghidangkan berita-berita eksklusif. Saking pentingnya eksklusivitas bagi majalah GATRA, bobot untuk poin ini adalah 9.5 Dalam tahap persiapan konstruksi ini, GATRA memiliki keberpihakan kepada kapitalisme demi menjaga nilai jual dan sirkulasi majalahnya agar tidak kehilangan pembaca. Namun GATRA juga masih mengutamakan keberpihakan kepada masyarakat dan kepentingan umum dalam mempersiapkan berita peristiwa ledakan bom di pesantren Umar bin Khattab, yang kemudian dikonstruksi menjadi pemberitaan tentang jejak radikalisme di pesantren. Jadi, dalam tahap persiapan konstruksi ini GATRA memiliki kepentingan terhadap kapitalis, namun tetap dengan pertimbanganpertimbangan kualitas dan nilai berita yang berlaku di dunia jurnalistik. 2. Tahap Sebaran Konstruksi Sebagai sebuah majalah berita mingguan, GATRA menyampaikan sebaran konstruksinya dalam jangka waktu satu minggu, kepada sasaran khalayak kaum menengah di perkotaan yang cerdas, yang berkembang dinamis di tengah laju informasi dalam arus globalisasi. Cakupan isu GATRA sebagai sebuah majalah berita mingguan cukup luas, yakni segala peristiwa aktual dan penting mulai dari skala nasional, regional, sampai internasional. 5 Kriteria Layak Berita GATRA dalam “Nilai-nilai dan Prinsip Pemberitaan GATRA” (2010) Dalam strategi sebaran konstruksi, GATRA menggunakan penulisan berita khas dengan gaya bertutur (feature writing) yang selain berfungsi memberikan informasi serta nilai dan makna suatu peristiwa, juga sebagai sarana ekspresi paling efektif dalam memengaruhi khalayak.Pemberitaan-pemberitaan di GATRA disajikan dalam bentuk penulisan yang bersahaja dan jernih, dan ditulis dalam bentuk berita khas. GATRA tidak hanya merujuk kepada bahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi juga kepada bahasa yang hidup, lentur, bergerak lincah di tengah masyarakat pembaca. Gaya feature writing yang dipilih Gatra juga bukan sekadar berfungsi menyampaikan informasi, tapi juga menghibur dan menyegarkan.6 Sumadiria (2005: 157) mengungkapkan bahwa setiap surat kabar harian atau Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 9 of 15
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
mingguan yang dikelola secara profesional serta memiliki kredibilitas dan reputasi tinggi di mata masyarakat, pasti memberi tempat yang layak bagi feature. Kedudukannya tidak hanya untuk memenuhi aspek kesemestaan media massa. Lebih dari itu, feature sekaligus diharapkan dapat meningkatkan citra media di mata masyarakat. Pada umumnya sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, di mana media menyodorkan informasi sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain kecuali mengonsumsi informasi itu. Salah satu ciri komunikasi massa adalah umpan balik yang tertunda (delayed feedback). Pemberitaan GATRA tentang radikalisme di pesantren ini juga mendapatkan delayed feedback dari khalayak pembaca. Lebih tepatnya, menimbulkan protes dari pihak pesantren Al-Muttaqien yang merasa tidak puas atas pemberitaan GATRA, yang dikemukakan di situs Voice of AlIslam pada tanggal 2 Agustus 2011. Adanya umpan balik ini menandakan bahwa dalam tahap sebaran konstruksi ini, pemberitaan telah sampai pada khalayak pembaca. 3. Tahap Pembentukan Konstruksi Dalam kasus pemberitaan tentang peristiwa ledakan bom di pesantren ini, model bad news menjadi tujuan akhir, di mana terbentuknya citra buruk pesantren sebagai sebagai sebuah lembaga pendidikan yang mengajarkan bibit-bibit radikalisme dan terorisme. Proses konstruksi media massa atas realitas sosial ini dibentuk dalam tahapan 6 Nilai-nilai dan Prinsip Pemberitaan GATRA, Edisi Internal (2010) di mana pemberitaan tentang radikalisme di pesantren dirancang berdasarkan konsep dan logika komunikasi yang dikemas dalam gaya tulisan yang menarik dan meyakinkan sehingga menghasilkan sebuah tahap proses dalam koridor realitas sosial. Dalam pemberitaan, proses pembentukan konstruksi sosial berlangsung melalui teks berita. Penguasaan wartawan atas bahasa yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi sangat menentukan bagaimana informasi tersebut dipahami pembaca. Wartawan media massa cetak menggunakan bahasa tulisan untuk menyampaikan beritanya, dan bahasa tulisan memerlukan ketelitian, kemampuan pemilihan, pembentukan, dan konstruksi kata yang logis dan tepat (Siregar, 1998: 89). Konstruksi GATRA tentang radikalisme di pesantren dalam pemberitaan ini dibentuk melalui pesan citra negatif tentang pesantren yang disampaikan melalui konstruksi teks dan pemilihan kutipan sumber berita. Kedua hal ini dipengaruhi oleh faktor ideologis dan historis majalah GATRA. Secara ideologis, GATRA menjunjung humanisme dan pluralisme, sehingga Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 10 of 15
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
dalam setiap pemberitaannya akan digunakan konstruksi teks yang dapat mencerminkan ideologi tersebut. Misanya dalam pemberitaan ini, GATRA dengan jelas mengedepankan perspektif tentang betapa bahayanya ideologi radikal dan aksi terorisme bagi kemanusiaan. Pemberitaan ini dinilai Al-Muttaqien berat sebelah, dan terlalu banyak menggunakan perspektif ala kepolisian. Hal ini harus dilihat secara historis, bahwa GATRA memiliki kedekatan dengan pihak kepolisian dan intelijen. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pemberitaan ini tidak berimbang, karena ia terbentuk berdasarkan perspektif kepolisian yang cenderung tendensius terhadap gerakan pesantren. Dalam pemberitaan, ada informasi dari suatu peristiwa/fenomena yang diberitakan. Kemudian ada pesan tertentu tentang peristiwa/fenomena tersebut yang sudah dirancang sejak dalam tahap persiapan konstruksi, kemudian pesan itu disampaikan/disebarkan kepada masyarakat dengan menggunakan gaya tulisan yang menarik dan meyakinkan sehingga menghasilkan sebuah tahap proses dalam koridor realitas sosial. Gambar 4.1 Model Konstruksi Citra Kesan pembenaran Pengetahuan sosial masyarakat Pesan image melalui konstruksi teks (gaya bahasa) dan pemilihan sumber berita Produk (berita) Bangunan realitas media massa dan konstruksi citra Sumber rujukan: Bungin (2008: 157) Penggunaan bahasa dan pemilihan sumber berita yang dilakukan GATRA dalam pemberitaan tentang radikalisme di pesantren ini merupakan bentuk pembenaran GATRA atas apa yang berusaha disampaikannya. Dari sebuah peristiwa ledakan bom di pesantren Umar bin Khattab, GATRA lewat pemberitaannya berupaya membentuk suatu konstruksi sosial tentang fenomena radikalisme di pesantren. Proses pembentukan konstruksi sosial ini ditandai dengan saat dimana berita diterima masyarakat sebagai suatu pengetahuan sosial. Realitas yang tercipta melalui proses ini merupakan bangunan realitas yang dibangun oleh media massa untuk tujuan menjadikannya bagian dari pengetahuan sosial masyarakat. 4. Tahap Konfirmasi Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 11 of 15
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun khalayak memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasannya dalam mengkonstruksi suatu realitas sosial. Sedangkan bagi khalayak pembaca, tahapan ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial (Bungin, 2008: 200). Burhan Bungin dalam penelitiannya tentang kosntruksi sosial media massa melalui iklan televisi (2008: 159) melihat bahwa selain memberi pengetahuan kepada pemirsa tentang suatu produk, iklan juga menjadi media interaksi antar pemirsa. Individu menjadikan iklan televisi sebagai ukuran kualitas produk dan mengonfirmasikannya kepada orang lain. Begitu pula halnya dengan sebuah pemberitaan. Misalnya, saat pemberitaan tentang radikalisme di pesantren ini menimbulkan respon, bukan hanya dari pihak pesantren Al-Muttaqien sebagai objek pemberitaan, namun juga dari khalayak luas. Timbul interaksi di mana pihak Al-Muttaqien yang melihat pemberitaan tersebut sebagai suatu fitnah bagi umat muslim dan pesantren, mengonfirmasikannya kepada pihak lain. Tahap konfirmasi yang terjadi dalam proses konstruksi sosial melalui pemberitaan ini adalah saat Al-Muttaqien sebagai objek pemberitaan sekaligus khalayak mengirimkan surat untuk GATRA ke sejumlah situs komunitas muslim. Dalam surat tersebut, pesantren Al-Muttaqien mengemukakan pandangannya tentang teks berita GATRA yang menurut mereka bersifat insinuatif dan menggiring pencitraan buruk bagi pesantren Al-Muttaqien7. Teks pemberitaan majalah GATRA yang kemudian dipermasalahkan oleh Pondok Pesantren Al-Muttaqien adalah yang berjudul “Pertautan di Jepara”, yang merupakan tulisan pelengkap berita utama, yakni “Jejak Radikal Bom Gagal”. Surat protes Al-Muttaqien untuk GATRA yang dimuat di situs-situs komunitas muslim tersebut memicu interaksi dari khalayak yang mengemukakan pendapat mereka tentang pemberitaan tersebut. Respon-respon yang sebagian besar bernada negatif dari pembaca menunjukkan bahwa mereka mendukung opini Al-Muttaqien dan tidak setuju atas apa yang disampaikan GATRA tentang radikalisme di pesantren. Kehadiran konstruksi media massa tidak bisa lepas dari peran faktor lain di luar konstruksi sosial itu, karena konfirmasi dibutuhkan individu untuk memperkuat Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 12 of 15
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
keputusannya tentang suatu pengetahuan yang diperoleh dari pemberitaan. Meskipun tahap ini berada di luar konstruksi pemberitaan, namun tahap ini diperlukan dalam proses konstruksi sosial media massa untuk memperkuat konstruksi ke arah tahap 7
http://www.voa-islam.com/news/citizens-jurnalism/2011/08/02/15700/koreksi-untuk-
majalah-gatraalmuttaqinjepara-bukan-pesantren-radikal-teroris diakses pada 15 November 2011 berikutnya, hingga pesan dari media itu bisa diterima masyarakat sebagai suatu pengetahuan sosial. Peneliti memiliki tiga saran untuk majalah GATRA terkait masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Pertama, wartawan GATRA harus lebih gigih dalam mengejar sumber-sumber berita, apalagi sumber berita yang berkaitan langsung dengan peristiwa. Setiap informasi yang didapatkan harus diverifikasi agar terbukti kebenarannya. Kedua, wartawan GATRA harus selalu bersikap kritis terhadap informasi yang didapatkan dari narasumber, sekalipun ada unsur kedekatan dengan narasumber tersebut. Wartawan harus menjaga independensi dari narasumber dan tetap berusaha menjawab hal-hal yang penting bagi publik, karena untuk mereka-lah media bekerja. Terakhir, peneliti menyarankan GATRA agar lebih berhati-hati dalam memberitakan tentang isu-isu seputar terorisme, terutama apabila dikaitkan dengan wilayah yang sangat sensitif, yaitu radikalisme agama. Karena perdebatan masalah terorisme telah menjadi sesuatu yang amat sensitif, maka media massa semestinya memaparkan masalah ini secara objektif dalam pemberitaan, dengan data-data yang valid dan menghindari segala bentuk prasangka. Media harus mengambil posisi netral bukannya memperuncing perdebatan yang sensitif. DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala. 2007. Komunikasi Massa, Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Bungin, Burhan. 2011. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana. Effendi, Yusuf. 2010. Makalah Radikalisme Islam di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya Eriyanto. 2009. Analisis Framing. Yogyakarta: LKiS. Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 13 of 15
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. 2004. Elemen-Elemen Jurnalisme. Jakarta: Institut Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar AS di Jakarta Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2005. Jurnalistik: Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya: Bandung. Pontoh, Coen Husain. 2001. Konflik nan Tak Kunjung Padam, majalah Pantau edisi Agustus 2001 Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sumadiria, Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Yin, Robert K. 2009. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Rajawali Press. Dokumen: Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers Majalah Berita Mingguan GATRA NO.37/XVII terbit tanggal 21-27 Juli 2011 Nilai-Nilai dan Prinsip Pemberitaan GATRA, Edisi Internal 2010 Artikel: Pesantren, Terorisme, dan Langkah Penyelamatan karya Abdul Moqsith Ghazali Artikel dalam http://islamlib.com/id/artikel/pesantren-terorisme-dan-langkahpenyelamatan diakses pada 27 Desember 2011 Tiga Dosa Media dalam Liputan Bom karya Arya Gunawan Artikel dalam http://muslimdaily.net/opini/opini/tiga-dosa-media-dalam-liputanbom. html diakses pada 17 Maret 2012 Radikal dan Moderat dalam Konsep Barat karya Irfan Junaidi Artikel dalam http://qtring.blogspot.com/2007/04/radikal-dan-moderat-dalam-konsepbarat. html Situs internet: http://www.voa-islam.com/news/citizens-jurnalism/2011/08/02/15700/koreksi-untukmajalahgatra-almuttaqin-jepara-bukan-pesantren-radikal-teroris diakses pada 15 November 2011 http://penelitianstudikasus.blogspot.com/ diakses pada 21 Januari 2012 http://www.antaranews.com/berita/303593/terdakwa-utama-teror-bima-divonis-17Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 14 of 15
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
tahun diakses pada 18 April 2012
Ken Andari - Konstruksi Majalah Gatra tentang Radikalisme di Pesantren Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 15 of 15