ANALISIS RANTAI NILAI PADA KOMODITAS JAMUR TIRAM PUTIH DI KABUPATEN BOGOR (STUDI KASUS PADA P4S NUSA INDAH)
Oleh
MUHAMMAD SYIBIL H24104020
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
SUMMARY MUHAMMAD SYIBIL. H24104020. Value Chain Analysis In White Oyster Mushroom In Bogor Regency (Case Study on Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Nusa Indah Bogor). Under the guidance of JONO M MUNANDAR. Today, fierce competition in the global market is not only the competition between enterprises, but also the competition between supply chains. Products with increasingly shorter life cycle and increased expectations on a product's customers have forced business enterprises to invest in and focus attention on their supply chain. Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaaan Nusa Indah (P4S Nusa Indah) is a governmental agency under the agricultural extension Bogor. Value chain research on P4S Nusa Indah as white oyster mushroom producers is very important, because white oyster mushroom had a large market, but this competition relatively tight. So to win the competition P4S Nusa Indah should strengthen their relationship of elements to each party involved in their supply chain. This study aims to (1) analyze the condition of the supply chain on white oyster mushrooms P4S Nusa Indah. (2) Knowing the magnitude of the distribution of value added along the value chain of white oyster mushroom cultivation. (3) Knowing the amount of margin and R / C obtained by the each party of white oyster mushroom value chain. Information obtained from the primary data and secondary data. The primary data obtained through observations and interviews with the parties involved along the supply chain on the white oyster mushroom P4S Nusa Indah. The secondary data obtained from various literature related. The analysis tools are value chain, supply chain management and value added. Results from The studies that the performance of the value chain has been going well. However, market information transparency of white oyster mushroom is still constraint in this supply chain. So, transparency of information is monopolized by one party. The research was conducted at P4S Nusa Indah is located at Jl. Ciapus Raya, Gg. Pala No. 51 RT/RW 02/01, Tamansari village, Tamansari district, Bogor regency, West Java Province. This study was conducted for 3 (three) months, during September until November 2012. This study consisted of primary data and secondary data. Primary data obtained from interviews. The secondary obtained from the study of literature and books references associated with research. The results of the study is : (1) A supply chain consists of white oyster mushroom primary members (P4S Nusa Indah, collectors and retailers) and secondary members (suppliers of raw materials and packaging). The flow of the supply chain starting from P4S Nusa Indah, collectors and finally to retailers. (2) The distribution of the added value gained by each party is: 19.83% for P4S Nusa Indah, 16.86% were acquired by collectors, and 35% were obtained by the retailer. (3) For P4S Nusa Indah gain margin of Rp. 1485 per kg of white oyster mushroom. While margin traders gained Rp. 1196 per kg. However, for the R / C
ratio (revenue cost) obtained by each party is relatively balanced, sum of 1.23 for P4S Nusa Indah, 1.14 for traders, and 1.3 for retailers.
RINGKASAN MUHAMMAD SYIBIL. H24104020. Analisis Rantai Nilai Pada Komoditas Jamur Tiram Putih Di Kabupaten Bogor ( Studi Kasus pada Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya Nusa Indah Kabupaten Bogor ). Di bawah bimbingan JONO M MUNANDAR. Persaingan sengit dalam pasar global sekarang tidak hanya persaingan antar perusahaan namun juga menjadi persaingan antar rantai pasok. Produkproduk dengan daur hidup yang semakin pendek dan meningkatnya harapan pelangaan atas sebuah produk telah memaksa perusahaan-perusahaan bisnis untuk menginvestasikan dan memusatkan perhatian pada rantai pasok mereka. Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya Nusa Indah (P4S Nusa Indah) merupakan lembaga swadaya dibawah penyuluh pertanian Kabupaten Bogor. Penelitian rantai nilai pada P4S Nusa Indah sebagai produsen jamur tiram putih sangatlah penting, karena meskipun pasar jamur yang relatif besar namun persaingan dalam memperebutkan pasar jamur yang ada semakin ketat. Sehingga untuk dapat memenangkan persaingan P4S Nusa Indah harus memperkuat elemen hubungan pada setiap pihak yang terlibat didalam rantai pasok mereka. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis kondisi rantai pasokan jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah. (2) Mengetahui besarnya distribusi nilai tambah di sepanjang rantai nilai budidaya jamur tiram putih. (3) Mengetahui jumlah marjin dan R/C yang diperoleh oleh para pelaku rantai nilai jamur tiram putih. Informasi diperoleh berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat disepanjang rantai pasok jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah. Adapun data sekunder diperoleh dari berbagai literatur terkait. Alat analisis yang digunakan yaitu value chain, supply chain management dan value added. Hasil dari penilitian, bahwa kinerja rantai nilai yang sudah berjalan telah berlangsung dengan baik. Namun, transparansi informasi pasar jamur tiram putih masih menjadi kendala dalam rantai pasok ini. Sehingga, transparansi informasi masih dimonopoli oleh satu pihak saja. Penelitian ini dilakukan di P4S Nusa Indah yang beralamat di Jl. Ciapus Raya, Gg. Pala No. 51 RT/RW 02/01, Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu pada bulan September hingga bulan November 2012. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer maupun data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara. Adapun data sekunder diperoleh dari studi literatur maupun buku-buku refrensi yang terkait dengan penelitian. Adapun hasil dari penelitian adalah sebagai berikut : (1) Anggota rantai pasokan jamur tiram putih terdiri dari anggota primer (P4S Nusa Indah, pengumpul dan pengecer) dan anggota sekunder (pemasok bahan baku dan kemasan). Aliran rantai pasokan dimulai dari P4S Nusa Indah, pedagang pengumpul dan terakhir ke pedagang pengecer. (2) Besarnya distribusi nilai tambah yang didapat oleh setiap pihak adalah : 19,83% untuk P4S Nusa Indah sel,
16,86 % yang diperoleh oleh pedagang pengumpul, dan sebesar 35% yang diperoleh oleh pedagang pengecer. (3) Bagi P4S Nusa Indah mendapatkan margin sebesar Rp. 1.485 per kg jamur tiram putih. Sedangkan margin yang didapat pedagang pengumpul sebesar Rp. 1.196 per kg. Namun untuk R/C Ratio (Revenue cost) yang diperoleh oleh setiap pihak relatif berimbang, yaitu : Sebesar 1,23 untuk P4S Nusa Indah, 1,14 untuk pedagang pengumpul, dan 1,3 untuk pedagang pengecer.
ANALISIS RANTAI NILAI PADA KOMODITAS JAMUR TIRAM PUTIH DI KABUPATEN BOGOR (STUDI KASUS PADA P4S NUSA INDAH)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh MUHAMMAD SYIBIL H24104020
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi :Analisis Rantai Nilai Pada Komoditas Jamur Tiram Putih Di Kabupaten Bogor (Studi Kasus Pada P4S Nusa Indah) Nama
: Muhammad Syibil
NIM
: H24104020
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc NIP . 19610123 198601 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc NIP . 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Muhammad Syibil lahir pada tanggal 14 Oktober 1989 di Jakarta. Penulis merupakan anak ke 4 (empat) dari 6 (enam) bersaudara dari Bapak Mashudi dan Ibu Erliena Rofiati. Pada tahun 1993-1995 penulis memulai pendidikan di TK Fatahillah Jakarta.
Setelah itu melanjutkan pendidikan formal di Sekolah Dasar (SD)
Muhammadiyah II Jakarta pada tahun 1995-2001. Pada tahun 2001-2004 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Darul Hikmah Bekasi. Pada tahun 2007 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) IIBS RI di Cikarang, Bekasi.
Selanjutnya di tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikannya di Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) pada jurusan Administrasi Bisnis. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Angkatan 8.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya dalam proses penyelesaian skripsi ini hingga selesai. Segala karunia yang membuat penulis merasa bersyukur telah menyelesaikan skripsi dengan baik sebagai syarat kelulusan program strata satu. Skripsi ini berjudul Analisis Rantai Nilai Pada Komoditas Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor (Studi Kasus Pada P4S Nusa Indah). Skripsi merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar kesarjanaan pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca agar skripsi ini lebih baik lagi pada masa mendatang.
Bogor, Maret 2013
Penulis
v
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, membimbing, memberikan saran dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan berbagai masukan dan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2.
Ibu Cucu Komalasari selaku ketua P4S Nusa Indah.
3.
Kedua orang tua, kakak Ibkarula Adha, Mecca Nurjannah serta adik-adik Nauval Toumy Alfarisy dan Nabilla Rosyada
yang telah memberikan
dukungan, doa, dan kasih sayang sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4.
Laila Afifah, Novi Yulianti dan Endang Suhendar mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selaku rekan dalam melakukan penelitian di P4S Nusa Indah.
5.
Bayu Putra Anggerianto, Prasetia Nugraha dan Pramadyka Kusuma Anggara selaku rekan di SBJ (Sindang Barang “Jelas”).
6.
Keluarga Besar P4S Nusa Indah yang telah membantu dalam pemberian informasi dan pengumpulan data penelitian.
7.
Rekan-rekan “The Master” (Yanda, Arnold, Kemas, Wawaw, Bang Wawan, Willy, Agoy, Ranger, Ginia, Ihsan, Onte, Eja, Arfi, Tikul, Awiw, Anggun, Ipeh dll.)
8.
Rekan-rekan Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Angkatan 8 yang telah memberikan bantuan, motivasi, pengetahuan, informasi dan doa dalam penyusunan skripsi ini.
9.
Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
vi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. v DAFTAR GAMBAR .........................................................................................viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Latar Belakang ......................................................................................... 1 Rumusan Masalah .................................................................................... 6 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 6 Manfaat Penelitian ................................................................................... 6 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 8 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 2.11.
Deskripsi Jamur Tiram ............................................................................. 8 Rantai Nilai .............................................................................................. 9 Manajemen Rantai Pasok ....................................................................... 14 Supply Chain Management Untuk Agroindustri .................................... 16 Konsep Nilai Tambah ............................................................................ 17 Tataniaga Pertanian ................................................................................ 20 Marjin Tataniaga .................................................................................... 21 Analisis R/C ........................................................................................... 22 Struktur penerimaan dan pendapatan usahatani ..................................... 23 Kemitraan usaha Penelitian Terdahulu .............................................................................. 28
III.METODE PENELITIAN ............................................................................. 29 3.1. 3.2. 3.3.
Kerangka Pemikiran .............................................................................. 29 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 30 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ................................................... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 32 4.1. Gambaran Umum P4S Nusa Indah ........................................................ 32 4.1.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian .............................................. 33 4.2. Kegiatan Budidaya Jamur Tiram Putih .................................................. 34 4.2.1 Pembuatan Media Tanam............................................................ 34 4.2.2 Inokulasi ...................................................................................... 36 4.2.3 Inkubasi ....................................................................................... 37
vii
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
4.2.4 Penumbuhan ................................................................................ 37 4.2.5 Penyiraman dan Pengaturan Suhu Ruangan ............................... 38 4.2.6 Panen dan Pasca Panen ............................................................... 38 4.2.7 Pengendalian Hama, Gulma dan Penyakit .................................. 40 Kondisi Rantai Pasok Jamur Tiram Putih Pada P4S Nusa Indah .......... 44 4.3.1 Aktifitas Anggota Primer Rantai Pasokan .................................. 44 4.3.2 Anggota Rantai Pasok ................................................................. 46 4.3.3 Pola Aliran Ranti Pasok .............................................................. 50 4.3.4 Pola Kemitraan Pada P4S Nusa Indah ........................................ 52 Analisis Nilai Tambah ........................................................................... 54 4.4.1 Analisis Nilai Tambah P4S ......................................................... 54 4.4.2 Analisis Nilai Tambah Pengumpul ............................................. 56 4.4.3 Analisis Nilai Tambah Pengecer ................................................. 58 4.4.4 Analisis Nilai Tambah Keripik Jamur ........................................ 59 4.4.5 Analisis Nilai Tambah Rill ......................................................... 61 Analisis Rantai Nilai .............................................................................. 62 4.5.1 Analisis Rantai Nilai Jamur Tiram Mentah ................................ 62 4.5.2 Analisis Rantai Nilai Jamur Tiram Putih Olahan ....................... 64 Implikasi Manajerial .............................................................................. 65
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 66 1. 2.
Kesimpulan ........................................................................................... 66 Saran ..................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68 LAMPIRAN ......................................................................................................... 70
viii
DAFTAR GAMBAR No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Halaman Rantai nilai generik ......................................................................................... 10 Simplifikasi Model Supply Chain ................................................................... 14 Proses loss produk segar pertanian sepanjang SCM ....................................... 16 Definisi marjin tataniaga, nilai marjin tataniaga dan ongkos .......................... 22 Kerangka pemikiran ........................................................................................ 29 Pola aliran rantai pasok komoditas jamur tiram putih Pada P4S .................... 51 Kemitraan investasi jamur tiram putih ............................................................ 52 Skema kemitraan pada budidaya jamur tiram putih ........................................ 53 Rantai nilai jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah ...................................... 63
ix
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Luas panen, produktivitas dan produksi jamur tiram putih di Pulau Jawa Tahun 2009 ......................................................................................................... 1 2. Kebutuhan masyarakat terhadap jamur tiram putih di beberapa kota Di Pulau Jawa ................................................................................................... 2 3. Produksi jamur tiram di Jawa Barat ................................................................... 2 4. Produksi jamur tiram pada tahun 2007-2011 di Jawa Barat .............................. 5 5. Contoh aplikasi nilai tambah ............................................................................ 20 6. Aktivitas anggota primer rantai pasok jamur tiram putih................................. 45 7. Total biaya produksi pada P4S Nusa Indah ...................................................... 55 8. Biaya penyusutan peralatan pada P4S Nusa Indah .......................................... 55 9. Beban sewa tananh pada P4S Nusa Indah ....................................................... 56 10. Biaya penyusutan kumbung dan kendaraan ..................................................... 56 11. Perhitungan nilai tambah .................................................................................. 56 12. Biaya bahan baku ............................................................................................. 57 13. Biaya operasional ............................................................................................. 57 14. Biaya penyusutan ............................................................................................. 57 15. Perhitungan nilai tambah .................................................................................. 58 16. Biaya bahan baku ............................................................................................. 58 17. Biaya operasional ............................................................................................. 58 18. Biaya penyusutan ............................................................................................. 58 19. Perhitungan nilai tambah .................................................................................. 59 20. Biaya bahan baku dan operasional ................................................................... 60 21. Biaya penyusutan peralatan .............................................................................. 60 22. Perhitungan nilai tambah .................................................................................. 60 23. Nilai tambah rill................................................................................................ 61 24. Pembentukan rantai nilai jamur tiram putih Pada P4S Nusa Indah ................. 62 25. Pembentuk rantai nilai Pada Keripik Jamur ..................................................... 64
x
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Kuisioner penelitian ....................................................................................... 72
xi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting pembangunan ekonomi Indonesia dimana didalamnya termasuk kegiatan budidaya jamur tiram putih. Jamur tiram putih merupakan bisnis yang cukup prospektif meskipun seperti jenis kegiatan usaha pada umumnya kegiatan budidaya jamur tiram putih juga memiliki beberapa masalah. Usaha jamur tiram putih dapat turut berperan serta dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia karena dapat menjadi sumber pendapatan, penyedia lapangan kerja serta penghasil bahan pangan berkualitas tinggi khususnya protein nabati yang mampu menunjang ketersediaan gizi bagi masyarakat. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan produksi jamur tiram putih terbesar di pulau Jawa. Produksi jamur tiram putih di provinsi Jawa Barat mencapai 7.306 ton per tahun. Adapun luas panen jamur tiram putih ini mencapai 291,79 Ha. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Luas panen, produktivitas dan produksi jamur tiram putih di Pulau Jawa tahun 2009 Produksi (Ton) Produktivitas Provinsi Luas Panen (Ton/Ha) (Ha) Jawa Barat
291,79
7.306,75
25,04
Jawa Tengah
15,23
1.838,93
120,75
DI Yogyakarta
5,86
651,32
111,23
385,09
28.557,05
74,16
Jawa Timur
Sumber : Direktorat Hortikultura 2009 Minat masyarakat untuk mengkonsumsi jamur tiram putih pun cukup tinggi. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2, pasaran jamur tiram putih di Pulau Jawa masih terkonsentrasi di kota-kota besar. Permintaan banyak berdatangan dari rumah makan, hotel-hotel hingga restoran yang menyediakan menu olahan jamur tiram putih.
2
Tabel 2.
Kebutuhan masyarakat terhadap jamur tiram putih di beberapa kota di Pulau Jawa Kota Kebutuhan per hari (Kg) Jakarta
10.000
Bandung
7.000
Bogor
600
Bekasi
3.000
Tangerang
3.000
Sumber : Martawijaya & Nurjayadi, 2010 Permintaan yang besar ini direspon oleh para pelaku usaha budidaya jamur tiram putih ini dengan meningkatnya produksi jamur tiram putih dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 dimana terdapat peningkatan produksi jamur tiram putih yang signifikan dari tahun ke tahun. Keadaan ini sangat memicu perkembangan agroindustri yang bergerak di bidang holtikultura khususnya jamur tiram putih. Tabel 3. Produksi jamur tiram putih di Jawa Barat Tahun
Ton
2007
225.796
2008
5.416.093
2009
7.306.746
2010
19.623.166
2011
33.846.602
Sumber : Dinas Pertanian Jawa Barat 2012 (data diolah) Tabel 3 dapat dilihat bahwa total produksi jamur tiram putih di Jawa Barat terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya permintaan jamur tiram putih dewasa ini menciptakan berbagai macam peluang untuk meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Permintaan terhadap jamur tiram putih dari tahun ke tahun memang terus mengalami peningkatan. Kebutuhan jamur tidak hanya terlepas pada permintaan jamur segar, masih ada peluang besar pada beberapa segmen usaha yang berkaitan erat dengan bisnis jamur.
3
Misalnya, bisnis bibit jamur, bisnis penjualan media jamur (inokulan), bisnis olahan jamur, bisnis jasa dan pelatihan budi daya jamur, serta bisnis bidang agrowisata jamur.
Oleh karena itu peluang pasar ini menjadi
sangat potensial untuk dikembangkan. Seperti produk hortikultura pada umumnya jamur tiram putih juga memiliki karakteristik yang tidak berbeda dengan komoditi lainnya. Komoditi ini memiliki risiko ketergantungan yang besar diantara produsen, pasar serta konsumen. Sifat-sifat jamur tiram putih antara lain sensitif atas perubahan cuaca, mudah busuk atau rusak (perishable) dan dikonsumsi dalam jumlah sedikit tapi terus-menerus. Meningkatkan daya saing produk adalah upaya untuk mengembangkan usaha di bidang holtikultura ini. Meningkatkan daya saing produk dalam kondisi ekonomi yang hiperkompetitif dan pembeli yang semakin lama semakin rasional hanya bisa dimenangkan dengan menciptakan dan memberikan nilai yang lebih unggul.
Hal ini memerlukan lima kemampuan ; (1) memahami nilai
pelanggan; (2) menciptakan nilai pelanggan; (3) memberikan nilai pelanggan; (4) memenangkan nilai pelanggan; (5) mempertahankan nilai pelanggan. Agar berhasil, perusahaan perlu mempergunakan konsep rantai nilai dan jaringan penyerahan nilai (rantai pasok) (Kotler, 2004). Rantai nilai merupakan alat untuk mengidentifikasi cara-cara untuk menciptakan nilai pelanggan yang lebih besar. Setiap perusahaan adalah kumpulan aktivitas yang dilakukan untuk mendesain, memproduksi, memasarkan, menyerahkan dan mendukung produk (Kotler, 2004). Rantai nilai memperlihatkan nilai total dan terdiri atas aktivitas nilai dan margin. Aktivitas nilai adalah aktivitas yang terpisah secara fisik dan teknologi. Sedangkan margin merupakan perbedaan antara nilai total dan biaya kolektif pelaksanaan aktivitas nilai (Porter, 1994). Disini
rantai nilai
memiliki peranan penting dimana seluruh siklus produksi diperhatikan termasuk hubungan dengan pasar akhir. Pendekatan rantai nilai berperan dalam
membantu
menjelaskan
kepada
siapa
saja
keuntungan
4
didistribusikan sehingga mempermudah dalam mengidentifikasi kebijakan mana yang sesuai agar memperoleh bagian keuntungan yang lebih baik. Agar berhasil meningkatkan daya saing produk, sebuah perusahaan juga perlu mencari keunggulan kompetitif di luar perusahaannya sendiri, yaitu ke rantai nilai pemasok, distributor dan pelanggan.
Beberapa
perusahaan bermitra dengan pemasok dan distributor tertentu untuk membentuk rantai pasokan (Supply Chain) yang lebih unggul (Kotler, 2004). Menurut Morgan et al (2004), kendala utama dalam rantai pasokan sayuran adalah perencanaan, sosialisasi, pengiriman dan ekspektasi. Oleh karena itu manajemen rantai pasokan memegang peranan penting dalam upaya peningkatan bisnis jamur tiram putih. Supply Chain Management merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pihak-pihak yang terlibat dalam suatu rantai pasok secara efisien.
Supply Chain Management produk
pertanian mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi, pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen (Marimin & Nurul 2011).
Supply Chain Management membentuk sebuah sistem terpadu
setiap pihak saling mendukung satu sama lain. Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra penghasil jamur tiram terbesar di Jawa Barat (Tabel 4). Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 26oC dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%.
Suhu terendah Bogor adalah 21,8oC.
Kondisi alam dan sumberdaya yang mendukung dalam budidaya jamur tiram putih mengharuskan petani untuk berupaya untuk mengelola rantai pasokan dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu penelitian mengenai rantai nilai pada jamur tiram putih ini perlu dilakukan.
5
Tabel 4. Produksi jamur tiram tahun 2007-2011 di Jawa Barat (Ton) Wilayah
Tahun 2007
2008
2009
2010
2011
Bogor
4.410
638.969
26.167
696.483
2.724.851
Cianjur
111.835
24.143
3.022.531
905.145
967.527
Sukabumi
467
1.566
645
473.787
620.755
Bandung
30.604
54.535
105.174
276.471
120.007
Garut
275
18.586
45.753
10.800
95.820
Tasikmalaya
638
2.122
2.242
9.886
44.605
Ciamis
133
3.823
354
40.089
14.138
7.145
23.357
66.820
119.712
133
623
80.413
52.942
Kuningan
25
Cirebon Majalengka
-
-
11.003
62.641
20.300
Sumedang
6.825
12.527
63.957
11.371
82.169
Indramayu
2.914
27.775
57.675
57.413
127.160
Subang
2.719
348.100
679.911
4.663.867
2.269.471
Purwakarta
99
372
17
75.388
8.435
Karawang
46.145
3.811.559
1.851.128
7.304.916
18.377.013
Bekasi
25.157
35.239
161.620
122.624
91.365
390.401
1.004.884
4.418.284
7.860.090
2.171
110.267
24.975
16.975
17.340
14.310
-
-
Bandung Barat Kota Bogor Kota
17. 383 -
-
-
Sukabumi Kota Bandung
543
Kota Cirebon
110
60
46
1.909
306
-
Kota Bekasi
-
-
-
-
500
Kota Depok
-
-
-
-
6.750
Kota Cimahi
-
Kota
40
2.073
112.750
188.800
1.426
35.056
104.399
153.401
59.151
4.171
`1.675
31.015
37.996
33.756
255.796
5.416.093
7.306.746
19.623.166
33.846.602
Tasikmalaya Kota Banjar Jumlah
Sumber : Dinas Pertanian Jawa Barat 2012
6
1.2 Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi rantai pasokan pada budidaya jamur tiram putih? 2. Bagaimana distribusi pada rantai nilai dan nilai tambah di sepanjang rantai nilai budidaya jamur tiram putih? 3. Seberapa besar marjin dan R/C yang diperoleh oleh para pelaku dalam rantai nilai jamur tiram putih? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kondisi rantai pasokan jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah 2. Mengetahui besarnya distribusi rantai nilai dan nilai tambah di sepanjang rantai nilai budidaya jamur tiram putih. 3. Mengetahui jumlah marjin dan R/C yang diperoleh oleh para pelaku rantai nilai jamur tiram putih. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi : 1. Bagi penulis dapat mengaplikasikan teori-teori yang telah dipelajari selama masa program belajar mengajar berlangsung. Selain itu penulis dapat mengetahui alur produksi hingga pemasaran jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah. 2. Bagi perusahaan dapat mengetahui besarnya distribusi nilai tambah, marjin serta R/C ratio dalam budidaya jamur tiram serta pelaku yang terlibat di dalam rantai nilai budidaya jamur tiram putih. 3. Bagi peneliti lain agar tulisan ini dapat dijadikan refrensi untuk penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan selama 3 bulan (September-November 2012). Penelitian ini membahas rantai nilai yang terjadi di sepanjang rantai anggota primer pada komoditas jamur tiram di Taman Sari
7
Kabupaten Bogor Jawa Barat yang meliputi rantai nilai, rantai pasok, nilai tambah, margin tataniaga dan R/C ratio. Analisis penelitian ini berfokus pada rantai nilai pada pelaku usaha dalam rantai jamur tiram putih.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Jamur Tiram Menurut Rahmat dan Nurhidayat (2011), jamur tiram (Pleurotus sp.) merupakan salah satu dari sekian jenis jamur kayu yang bisa dikonsumsi. Jamur tiram sudah cukup dikenal di masyarakat luas, baik di Indonesia maupun di berbagai negara. Menurut catatan sejarah, jamur tiram sudah dibudidayakan di cina sejak 1000 tahun silam. Sementara itu, di Indonesia, jamur tiram mulai dibudidayakan pada tahun 1980 di Wonosobo.
Varietas yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah
jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), meskipun varietas jamur tiram yang lain ada, pembudidayaannya kurang populer. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2010), terdapat beberapa jenis jamur tiram yang dapat dikonsumsi yaitu diantaranya : 1.
Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
2.
Jamur tiram merah jambu (Pluerotus flabellatus)
3.
Jamur tiram abu-abu (Pluerotus sajor caju)
4.
Jamur tiram cokelat (Pluerotus cystidiosus)
5.
Jamur tiram hitam (Pluerotus sapidus)
6.
Jamur tiram kuning (Pluerotuscitrinopileatus) Masyarakat sudah
lama mengenal jamur tiram sebagai jamur
konsumsi yang mempunyai cita rasa lezat.
Aspek lain yang cukup
membuat jamur inii populer adalah dampak positifnya bagi kesehatan manusia. Berikut beberapa khasiat jamur tiram untuk kesehatan : 1. Sebagai antikolestrol, antioksidan dan antitumor.
Pasalnya, jamur
tiram memiliki kandungan gizi yang mengagumkan.
Beberapa
diantaranya adalah lemak, mineral, serta beragam vitamin dan serat yang sangat penting bagi ketahanan tubuh manusia. 2. Dalam setiap 100 gram jamur tiram segar, terdapat 8,9 mg kalsium; 1,9 mg besi, 17,0 mg fosfor; 0,15 mg vitamin B-1 (tiamin); 0,75 mg vitamin B-2 (riboflavin), dan 12,40 mg vitamin C.
9
3. Kandungan asam folat (folic acid) dalam jamur tiram sangat baik untuk mencegah serangan kanker dan menyembuhkan penyakit anemia. 4. Kandungan asam folat pada jamur tiram sangat baik dikonsumsi oleh wanita hamil.
Pasalnya, asam folat merupakan zat yang bisa
mengurangi risiko cacat kelahiran dan cacat otak pada anak. 5. Jamur tiram mengandung sembilan asam amino esensial yang tidak bisa disintesis dalam tubuh, diantaranya fenilalanin, histidin, isoleusin, lisin, leusin, metionin, triptofan, treonin dan valin. 6. Kandungan lemak jamur tiram sebagian besar berupa lemak tidak jenuh. Seperti sudah diketahui secara luas bahwa pemicu penumpukan kolesterol dalam tubuh adalah asam lemak jenuh, bukan asam lemak tak jenuh. Dengan demikian jamur tiram aman dan sangat layak untuk dikonsumsi (Rahmat dan Nurhidayat 2011). 2.2. Rantai Nilai Rantai Nilai didefinisikan sebagai urutan kegiatan yang harus memberikan kontribusi lebih kepada nilai akhir dari produk daripada biaya. Produk yang dihasilkan oleh sebuah organisasi bergantung pada berbagai kegiatan organisasi dan menggunakan sumber daya yang berbeda sepanjang rantai nilai tergantung pada spessifikasi produk. Pada dasarnya, semua aliran produk yang melalui rantai nilai, dimulai dengan penelitian, pengembangan , rekayasa kemudian bergerak melalui aktifitas manufaktur dan terus kepada pelanggan. Tergantung pada suatu produk, pelanggan mungkin memerlukan layanan dan atau memilih untuk mengkonsumsi produk tersebut atau membuangnya setelah mendapatkan tujuan dari mengkonsumsi produk tersebut (Atkinson et al, 2007). Dalam Kotler dan Keller (2008), rantai nilai merupakan alat untuk mengidentifikasi
cara-cara menciptakan lebih banyak nilai pelanggan.
Menurut model ini, setiap perusahaan merupakan sintesa dari kegiatan yang
dilakukan
untuk
merancang,
menghasilkan,
memasarkan,
memberikan dan mendukung produknya. Rantai nilai mengidentifikasi sembilan kegiatan strategis dan relevan yang menciptakan nilai dan biaya
10
didalam bisnis tertentu. Kesembilan kegiatan yang menciptakan nilai itu terdiri dari lima kegiatan utama dan empat kegiatan pendukung. Sedangkan menurut Porter (1985), kerangka value chain dengan data biaya diperlukan untuk mendukung analisis rantai nilai yang dibutuhkan untuk memberikan informasi bagi manajer dalam mengambil keputusan strategis dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan. Dengan demikian analisis value chain dapat digunakan sebagai salah satu alat analisis untuk pengambilan keputusan strategis dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat. Kegiatan Pendukung Keuangan/Akunting Manajemen Sumber Daya Manusia Pengembangan Teknologi Pembelian
Marjin Litbang
Proses Manufaktur
Pemasaran
Logistik Ke Luar
Jasa
Kegiatan Primer
Gambar 1. Rantai nilai generik (Porter, 1985) Kegiatan-kegiatan utama mencerminkan urutan dari membawa bahan baku ke perusahaan (inbound logistic), mengkonversinya menjadi produk jadi (operations), mengirim produk jadi (outbound logistic), memasarkannya (marketing and sales) dan melayaninya (service). Kegiatan-kegiatan penunjang – perolehan sumberdaya (bahan baku), pengembagnan teknologi, manajemen sumber daya manusia, dan prasarana perusahaan – ditangani oleh departemen-departemen khusus tertentu, tetapi tidak hanya di tempat itu. Sebagai contoh, departemendepartemen lain mungkin melakukan beberapa kegiatan pembelian dan mempekerjakan karyawan.
Infrasttruktur perusahaan mencakup biaya-
11
biaya manajemen umum, perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum dan masalah pemerintahan. Tugas perusahaan adalah memeriksa biaya dan kinerja di masingmasing kegiatan penciptaan nilai dan mencari cara untuk memperbaikinya. Perusahaan harus memperkirakan biaya dan kinerja pesaingnya sebagai acuan pembanding untuk dibandingkan dengan biaya dan kinerjanya sendiri. Keberhasilan keberhasilan
perusahaan
masing-masing
bukan
bagian
hanya
dalam
bergantung
melakukan
pada
tugasnya,
melainkan juga pada keberhasilan dalm mengkoordinasikan berbagai kegiatan bagian tersebut untuk melakukan proses bisnis inti.
Proses-
proses bisnis inti ini mencakup hal-hal berikut ini : a. Proses
memahami
pasar.
Semua
kegiatan
yang
mencakup
pengumpulan inteligensi pasar, penyebarannya dalam organisasi, dan tindakan berdasarkan informasi tersebut. b. Proses realisasi produk baru. Semua kegiatan yang mencakup penelitian, pengembangan, dan peluncuran produk-produk baru yang berkualitas tinggi dengan segera dan sesuai anggaran. c. Proses mendapatkan pelanggan. Semua kegiatan yang tercakup dalam upaya menetapkan pasar sasaran dan mencari pelanggan baru. d. Proses manajemen pemenuhan. Semua kegiatan yang mencakup penerimaan dan persetujuan pesanan, pengiriman barang yang tepat waktu dan penagihan piutang (Kotler & Keller, 2008). Analisis rantai nilai (value chain analysis–VCA) mengacu pada proses yang dengannya perusahaan menentukan biaya yang terkait dengan aktivitas organisasional dari pembelian bahan mentah sampai produksi dan pemasaran produk tersebut. VCA bertujuan untk mengidentifikasi dimana keunggulan (advantage) atau kelemahan (disadvantage)
biaya rendah
yang ada di sepanjang rantai nilai mulai dari bahan mentah sampai aktivitas layanan konsumen.
VCA memungkinkan perusahaan untuk
mengidentifikasi secara lebih baik kekuatandan kelemahannya sendiri,
12
khususnya bila dibandingkan dengan analisis rantai nilai pesaing dan data mereka sendiri yang diteliti dari waktu ke waktu (David, 2009). Penilaian substansial kiranya dibutuhkan dalam melakukan VCA karena hal-hal yang berbeda dalam rantai nilai bisa berdampak secara positif atau negatif terhadap hal yang lain, sehingga terdapat keterkaitan yang kompleks. Sebagai contoh layanan konsumen yang baik mungkin sangat mahal tetapi mampu menekan biaya retur dan meningkatkan pendapatan. Perbedaan biaya dan harga diantara perusahaan pesaing bisa jadi merupakan akibat dari aktivitas yang dilakukan oleh pemasok, distributor, kreditoor atau bahkan pemegang saham.
Terlepas dari
kompleksitas VCA, langkah awal untuk menerapkan prosedur ini adalah dengan membagi operasi suatu perusahaan ke dalam berbagai aktivitas atau proses bisnis yang spesifik.
Kemudian, analis berusaha untuk
mengenakan biaya pada setiap aktivitas, dan biaya tersebut bisa dalam bentuk waktu dan uang. Terakhir, analis mengubah data biaya itu menjadi informasi dengan mencari kekuatan dan kelemahan biaya kompetitif yang mungkin menghasilkan keunggulan atau kelemahan kompetitif. Ketika suatu pesaing terbesar atau pelaku baru di pasar menawarkan produk atau jasa dengan harga yang sangat rendah, ini mungkin dikarenakan perusahaan tersebut telah secara substansial mampu menekan biaya ratai nilainya atau sedang berusaha keras dan mati-matian untuk meraih penjualan atau pangsa pasar. Jadi analisis rantai nilai bisa jadi sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk memonitor apakah harga dan biayanya kompetitif. Ketika suatu pesaing terbesar atau pelak baru di pasar menawarkan produk atau jasa dengan harga yang sangat rendah, ini mungkin dikarenakan perusahaan tersebut telah secara substansial mampu menekan biaya rantai nilainya atau sedang berusaha keras untuk meraih penjualan atau pangsa pasar. Gabungan biaya seluruh aktivitas di suatu rantai nilai perusahaan menentukan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menjalankan bisnisnya (David, 2009).
13
Adapun Donelan dan Kaplan (2000) mengungkapkan bahwa VCA merupakan tool yang digunakan untuk menjelaskan organisasi sebagai sebuah
jaringan
keterkaitannya.
dari Tujuan
komponen-komponen utama
analisis
utama
dan
adalah
saling untuk
menyajikan/menampilkan aktifitas-aktifitas utama dalam organisasi dan hubungan dari aktifitas-aktifitas tersebut. Selanjutnya dari proses analisis ini akan diperoleh bagaimana hal-hal tersebut menambah nilai sehingga dapat memuaskan pelanggan dan memperoleh sumberdaya dari suplier. Selain itu dalam analisis ini akan teridentifikasi tahap-tahap value chain sehingga organisasi dapat meningkatkan value untuk pelanggan atau untuk menurunkan biaya. Penurunan biaya operasional dan peningkatan nilai tambah (value added) dapat meningkatkan keunggulan kompetitif organisasi. Selanjutnya Donelan dan Kaplan (2000) menyatakan bahwa VCA mampu untuk menjelaskan : 1. Aliran informasi pada industri dan bagaimana kritisnya informasi tersebut untuk mendayagunakan industri dan sukses dari perusahaan di dalamnya. Dengan menentukan dimana dan kapan informasi tersebut tersedia, siapa yang memilikinya dan bagaimana informasi tersebut dapat diperoleh dan diarahkan menjadi advantage atau digunakan dalam perusahaan. 2. Informasi yang atau dipertukarkan dengan pelanggan dan suplier melalui rantai untuk memperbaiki kinerja bisnis atau saling memandu perbaikan kinerja dengan pembagian keuntungan (informasi yang dibutuhkan untuk menjual produk kepada pelanggan atau suplier untuk memperoleh input sumber daya). 3. Bagaimana efektifitas aliran informasi melalui proses utama dan penggunaannya oleh mereka : (a) di dalam masing-masing aktifitas untuk mengoptimalkan kinerja, (b) untuk menghubungkan aktifitasaktifitas secara bersama-sama dan menghindari biaya yang tidak perlu serta menghindari peluang, (3) memungkinkan support activities untuk berkontirbusi pada value adding process.
14
2.3. Manajemen Rantai Pasok Menurut Ma’arif dalam Marimin dan Nurul (2011) Supply Chain Management (SCM) merupakan suatu perluasan dari logistic management di perusahaan. Dalam manajemen logistik diketahui bahwa yang dibahas adalah perusahaan, pemasok dan pelanggan. Finansial : invoice, term pembayaran Material : bahan baku, komponen, produk Informasi : kapasitas, status pengiriman, quotation
Supplier Tier 2
Supplier Tier 1
Manufac turer
Distribut or
Ritel atau Toko
Finansial : pembayaran Material : retur, recycle, repair Informasi : order, ramalan
Gambar 2. Simplifikasi model Supply Chain dan 3 macam aliran yang dikelola (Pujawan, 2005) Dalam SCM, kesemua rantai ini, dimulai dari perusahaan, pemasok, pelanggan, grosir, pengecer, diintegrasikan menjadi satu. Tujuannya adalah supaya lebih efisien. Pada suatu rantai pasok biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya (Pujawan, 2005). Istilah
supply
chain
management
(SCM)
pertama
kali
dikemukakan oleh Oliver & Weber dalam Marimin dan Nurul (2011) Kalau supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, SCM adalah metode, alat atau
15
pendekatan pengelolaannya.
Namun perlu ditekankan bahwa SCM
menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi. Idealnya, hubungan antar pihak pada suatu supply chain berlangsung jangka panjang. Hubungan jangka panjang memungkinkan semua pihak untuk menciptakan kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta karena hubungan jangka panjang
berarti
mengurangi
ongkos-ongkos
untuk
mendapatkan
perusahaan partner baru. Namun perlu dicatat bahwa orientasi jangka panjang dalam
konteks
supply chain
di
lapangan
harus tetap
diinterpretasikan secara fleksibel. Dalam konteks lingkungan bisnis yang semakin dinamis dewasa ini, ukuran ‘jangka panjang’ berlaku sangat relatif. Dalam Marimin dan Nurul (2011) disebutkan manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena : (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani
Seluruh
faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks, manajemen rantai pasok produk pertanian juga bersifat probabilistik dan dinamis. 2.4. Supply Chain Management untuk Agroindustri Menurut Boehlje dkk dalam Widodo dkk (2011), agroindustri adalah industri berbasis fresh material dari pertanian yang dapat dikarakteristikan sebagai berikut : 1) menggunakan pendekatan supply chain dalam proses produksi dan distribusi, 2) semakin membutuhkan peranan penting dari teknologi informasi, pengetahuan dan aset soft lainnya dalam upaya mengurangi biaya dan meningkatkan respon, 3) meningkatnya konsolidasi pada semua level bisnisnya.
16
Jumlah yang bisa dikonsumsi (%)
Produk segar pertanian yang dipanen, secara alamiah akan mengalami proses loss sehingga jumlah yang bisa dikonsumsi semakin menurun
waktu pengadaan
Pengubahan
Distribusi
Waktu, lokasi, kuantitas dan kualitas
Gambar 3. Proses loss produk segar pertanian sepanjang SCM ( Widodo dkk, 2011). Produk segar pertanian (fresh-material) mempunyai sifat antara lain : musiman, perishable dan adanya variasi dalam produksi. Sifat-sifat tersebut akan berpengaruh dalam supply chain-nya. SCM untuk produk segar pertanian ditunjukkan dengan beberapa ciri sebagai berikut : 1) proses “plant flowering” dan “plant growing: tergantung dari iklim di lahan pertanian, 2) jumlah produk segar yang bisa dipanen dipengaruhi oleh “plant growing” yang sulit dikendalikan, 3) proses “loss” (kehilangan) sebuah produk segar dimulai begitu dipanen dan tergantung pada proses penanganannya, 4) semua produk segar harus dikonsumsi langsung oleh konsumen atau digunakan sebagai bahan di industri makanan atau minuman sebelum mengalami “pilferage”.
Sangat
disayangkan total loss dari produk segar pertanian berkisar antara 20-60% dari total jumlah produk yang dipanen di suatu negara (Widodo dkk, 2011).
Jumlah loss yang besar ini terutama disebabkan karena
ketidaksesuaian waktu dan kuantitas antara proses pemanenan dan pengiriman.
17
2.5. Konsep Nilai Tambah Menurut Marimin dan Nurul (2011) konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi.
Arus peningkatan nilai tambah
komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok dari hlu ke hilir yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah pada setiap anggota rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai pasok tersebut. Nilai tambah komoditas pertanian di sektor hulu dapat dilakukan dengan penyediaan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan yang melibatkan para pelaku pada mata rantai pertama, antara lain petani, penyedia saran prasarana pertanian dan penyedia teknologi. Nilai tambah secara kuantitatif dihitung dari peningkatan produktivitas, sedangkan nilai tambah secara kualitatif adalah nilai tambah dari meningkatnya kesempatan kerja, pengetahuan dan keterampilan SDM. Nilai tambah selanjutnya terjadi pada sektor hilir yang melibatkan industri pengolahan.
Komoditas pertanian yang bersifat perishable
(mudah rusak) dan bulky (memerlukan penanganan atau perlakuan yang tepat), sehingga produk pertanian siap dikonsumsi oleh konsumen. Perlakuan tersebut, antara lain pengolahan, pengemasan, pengawetan dan manajemen mutu untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah sehingga harga produk komoditas pertanian menjadi tinggi. Beberapa nilai tambah yang tidak dapat dihitung secara numerik meliputi peluang kerja yang terbuka dengan adanya industri pengolahan dan peningkatan keterampilan pekerja. Nilai tambah pada sektor retail adalah keuntungan yang didapat oleh retailer dalam menjual produk hasil pertanian yang sudah mengalami pengolahan. Nilai tambah tersebut didapatkan dari beberapa hal antara lain : produk yang dijual dalam bentuk eceran, kontinuitas persediaan barang jaminan mutu barang dan pelayanan terhadap konsumen. Menurut Hayami et al., dalam Marimin dan Nurul (2011), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk pengolahan
18
dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain. Menurut Sudiyono dalam Marimin dan Nurul (2011), besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dapat diyanyatakan secara matematik sebagai berikut : Nilai Tambah = f { K, B, T, U, H, h, L } dimana, K
= Kapasitas Produksi
B
= Bahan baku yang digunakan
T
= Tenaga kerja yang digunakan
U
= Upah tenaga kerja
H
= Harga output
h
= Harga bahan baku
L = Nilai input lain ( nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai ) kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayami adalah : 1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah. 2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi. 3. Dapat diterapkan diluar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran (Sudiyono dalam Marimin dan Nurul, 2011). Langkah-langkah yang dilakukan adalah : a. Membuat arus komoditas yang menunjukkan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan dan berbagai perlakuan yang diberikan. b. Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut perhitungan parsial
19
c. Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan ouptput (Sudiyono dalam Marimin dan Nurul, 2011). Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut hayami untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut : a. Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan satu satuan input. b. Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan jumlah tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. c. Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input (Sudiyono dalam Marimin dan Nurul, 2011). Tabel 5. Contoh aplikasi nilai tambah prosedur perhitungan nilai tambah Metode Hayami No Variabel Output, Input dan Harga 1 2 3 4 5 6 7
Output (Kg) Bahan Baku (Kg) Tenaga Kerja Langsung (HOK) Faktor Konversi Koefisien Tenaga Kerja Langsung (HOK/Kg) Harga Output (Rp/Kg) Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK)
Penerimaan dan Keuntungan Harga Bahan Baku (Rp/Kg) 8 Harga Input lain (Rp/Kg) 9 10 Nilai Output (Rp/Kg) a. Nilai Tambah (Rp/Kg) 11 12 13
b. a. b. a. b.
Rasio Nilai Tambah (%) Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Kg) Pangsa tenaga kerja langsung (%) Keuntungan (Rp/Kg) Tingkat Keuntungan (%)
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin (Rp/Kg) a. b. c.
Pendapatan tenaga kerja langsung (%) Sumbangan input lain (%) Keuntungan perusahaan (%)
Sumber : Marimin dan Nurul, 2011
Nilai (1) (2) (3) (4) = (1)/(2) (5) = (3)/(2) (6) (7) (8) (9) (10) = (4)x(6) (11a) = (10)-(8)-(9) (11b) = (11a)/(10)x100 (12a) = (5) * (7) (12b) = (12a)/(11a)x100 (13a) = (11a)-(12a) (13b) = (13a)/(10)x100 (14) = (10)-(8) (14a) = (12a)/(14)x100 (14b) = (9)/(14)x100 (14c) = (13a)/(14)x100
20
2.6. Tataniaga Pertanian Limbong dan Sitorus (1985) menuturkan definisi tataniaga pertanian sebagai berikut : “Tataniaga pertanian mencakup kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dari fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan dari barang yang ditujukan
untuk
lebih
mempermudah
penyalurannya
memberikan
kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya.” Rifai dalam Limbong dan Sitorus (1985) memberikan definisi tataniaga pertanian yang lebih tegas, yaitu : “Tataniaga pertanian adalah serangkaian jasa-jasa untuk mengusahakan benda-benda mengalir mulai dari titik produksi hingga titik konsumsi”. Pengertian jasa-jasa dalam hal ini termasuk atau mencakup semua fungsi yang merubah sesuatu benda dalam hal bentuk, waktu, tempat atau hak milik. Mubyarto dalam Limbong dan Sitorus (1985) membuat ukuran efisiensi tataniaga yaitu : “Sistem
tataniaga dianggap efisien apabila
memenuhi dua syarat : (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada pihak yang ikut serta didalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu (Limbong dan Sitorus 1985). 2.7. Marjin Tataniaga Limbong dan Sitorus (1985), mendefinisikan marjin tataniaga merupaka perbedaan harga pada tingkat yang berbeda dari sistem pemasaran/tataniaga. Marjin tataniaga adalah juga perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dan harga ditingkat pengecer (Pr).
Atau marjin
tataniaga tersebut juga dapat ditunjukkan oleh perbedaan atau jarak vertikal antara kurva permintaan (atau kurva penawaran) seperti yang disajikan pada Gambar 4. Marjin tataniaga hanya berhubungan dengan perbedaan harga dan tidak membuat pernyataan tentang jumlah produk.
21
Harga
Sr
Nilai Marjin Tataniaga (PrPf) Qr,f
Marjin Tataniaga (Pr-Pf)
Pr
Sf
Dr
Pf Df Biaya Tataniaga Qr,f Gambar 4.
Jumlah
Definisi marjin tataniaga, nilai marjin tataniaga, dan ongkos atau biaya tataniaga ( Limbong dan Sitorus, 1985).
Nilai marjin tataniaga adalah perbedaan harga pada dua tingkat sistem tataniaga dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Nilai marjin tataniaga akan sama dengan (Pr-Pf)Qr,f. Marjin tataniaga terdiri dari ongkos tataniaga dan keuntungan tataniaga. 2.8. Analisis R/C R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik hal ini dapat dituliskan sebagai berikut : a = R/C .............................................................................................. (1) R = Py.Y C = FC+VC a = {(Py.y)/(FC+VC}) dimana :
22
R
= penerimaan
C
= biaya
Py
= harga output
Y
= output
FC
= biaya tetap (fixed cost)
VC
= biaya variabel (variable cost)
Secara teoritis dengan rasio R/C = 1 artinya tidak untung dan tidak pula rugi. Namun karena adanya biaya usahatani yang kadang-kadang tidak dihitung, maka kriterianya dapat diubah menurut keyakinan si Peneliti ; misalnyaR/C yang lebih dari satu, bila suatu usahatani itu dikatakan menguntungkan (Soekartawi, 2006). 2.9. Struktur Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Menurut
Soekartawi
(2006),
penerimaan
usahatani
adalah
perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut : TRi = Yi . Pyi ..................................................................................... (2) Dimana :
TR = Total penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y
Adapun pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut : Pd = TR – TC ........................................................ (3) Dimana : Pd = Pendapatan usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya Dalam banyak hal jumlah TC ini selalu lebih besar bila analisis ekonomi yang dipakai, dan selalu lebih kecil bila analisis finansial yang dipakai. Oleh karena itu dalam analisis yang dilakukan perlu disebutkan analisis apa yang digunakan.
23
2.10. Kemitraan Usaha Secara harfiah kemitraan diartikan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
Kemitraan merupakan strategi bisnis yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilannya sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. kemitraan merupakan sebuah solusi untuk mengurangi masalah ketimpangan yang dihadapi sebagian lapisan masyarakat dewasa ini dan sebagai antisipasi munculnya masalah yang sama di masa mendatang.
Kemitraan dijadikan solusi karena
keberadaannya maupun fungsi dan peranannya diperlukan untuk memberdayakan semua lapisan masyarakat (Hafsah, 2000). Kemitraan usaha adalah adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar (perusahaan mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat (SK. Mentan No. 940/Kpts/O1210/1097, Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian). Masih
dalam
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.
940/Kpts/O1210/1097 tujuan dari diadakannya kemitraan usaha adalah (1) meningkatkan pendapatan, (2) keseimbangan usaha, (3) meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok, (4) meningkatkan skala usaha, (5) meningkatkan kemampuan usaha, sehingga kelompok tani/ petani menjadi kelompok tani/petani yang tangguh dan mandiri. Adapun pola-pola kemitraan yang banyak dilaksanakan oleh beberapa kemitraan usaha pertanian di Indonesia adalah : 1. Inti-Plasma Merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra. Perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan
24
kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Dalam hal ini perusahaan mitra mempunyai kewajiban : (1) berperan sebagai perusahaan inti, (2) menampung hasil produksi, (3) membeli hasil produksi, (4) memberi bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra, (5) memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan/kredit, sarana produksi dan teknologi, (6) mempunyai
usaha
budidaya
pertanian/memproduksi
kebutuhan
perusahaan, dan (7) menyediakan lahan. Adapun kewajiban kelompok mitra : (1) berperan sebagai plasma, (2) mengelola seluruh usaha budidaya sampai dengan panen, (3) menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra, (4) memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Keunggulan dari pola ini adalah : (1) kedua belah pihak saling mempunyai ketergantungan dan sama-sama memperoleh keuntungan, (2) terciptanya peningkatan usaha, dan (3) dapat mendorong perkembangan ekonomi.
Namun, dikarenakan belum
adanya kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma, kelemahan pola ini menyebabkan perusahaan inti mempermainkan harga komoditi plasma. 2. Subkontrak Subkontrak merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra.
Kelompok mitra dalam hal ini
memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Tugas perusahaan mitra dalam pola subkontrak meliputi : (1) menampung dan membeli komponen produksi perusahaan yang dihasilkan oleh kelompok mitra, (2) menyediakan bahan baku/modal kerja, dan (3) melakukan kontrol kualitas produksi. Adapun tugas kelompok mitra adalah : (1) memproduksi kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra sebagai komponen produksinya, (2) menyediakan tenaga kerja, (3) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu.
Pola
25
subkontrak ini sangat kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan dan produktivitas serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra.
Namun sisi kelemahannya tampak dari
hubungan yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan mengarah pada monopoli atau monopsoni. 3. Dagang umum Salah satu pola kemitraan dimana perusahaan mitra berfungsi memasarkan hasil produksi kelompok mitranya atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Keuntungan pola ini adalah pihak kelompok mitra tidak perlu bersusah payah dalam memasarkan hasil produksinya sampai kepada konsumen. Sementara kelemahannya terletak pada harga dan volume produk yang sering ditentukan secara sepihak oleh perusahaan mitra sehingga merugikan kelompok mitra. 4. Keagenan Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra.
Sementara perusahaan mitra bertanggung
jawab atas mutu dan volume produk.
Keuntungan pola ini bagi
kelompok mitra bersumber dari komisi yang diberikan perusahaan mitra sesuai dengan kesepakatan. Namun disisi lain pola ini memiliki kelemahan dikarenakan kelompok mitra dapat menetapkan harga produk secara sepihak.
Selain itu kelompok mitra tidak dapat
memenuhi target dikarenakan pemasaran produknya terbatas pada beberapa mitra saja. 5. Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Dalam pola ini perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.
Sedangkan kelompok
mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja. Keunggulan pola ini hampir sama dengan pola inti-plasma, namun dalam pola ini lebih menekankan pada bentuk bagi hasil.
26
6. Pola Kemitraan (Penyertaan) Saham Dalam pola kemitraan ini, terdapat penyertaan modal (equity) antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar. Penyertaan modal usaha kecil dimulai sekurang-kurangnya 20% dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak. 7. Waralaba Merupakan pola hubungan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra memberikan hak lisensi, merek dagang, saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usahanya sebagai penerima waralaba. Kelebihan pola ini, kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan sesuai dengan hak dan kewajibannya. Keuntungan tersebut dapat berupa adanya alternatif sumber dana, penghematan modal dan efisiensi. Selain itu pola ini membuka kesempatan kerja yang luas. Kelemahannya adalah bila terdapat pihak yang ingkar dalam menepati kesepakatan sehingga terjadi perselisihan. Selain itu, pola ini menyebabkan ketergantungan yang sangat besar dari perusahaan terwaralaba terhadap perusahaan pewaralaba dalam hal teknis dan aturan atau petunjuk yang mengikat.
Sebaliknya perusahaan
pewaralaba tidak mampu secara bebas mengontrol atau mengendalikan perusahaan terwaralaba terutama dalam hal penjualan. 2.11. Penelitian Terdahulu Dani
(2011)
melakukan
penelitian
dengan
judul
Strategi
Pengembangan Organisasi Rantai Nilai Pada Komoditas Sapi Di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Jawa Timur. Masalah yang dibahas pada penelitian tersebut adalah bagaimana membangun kembali sistem organisasi rantai nilai yang belum terintegrasi dengan baik. upaya-upaya
tersebut
dilakukan
dengan
:
1)
Adapun
Mengidentifikasi
permasalahan rantai nilai yag dihadapi semua pelaku usaha pada ranta tata niaga komoditas susu sapi, 2) Menetapkan strategi pengembangan
27
organisasi rantai nilai utuk pelaku usaha rantai pasok susu sapi tersebut. Hasil
perhitungan
dengan
Analytical
Hierarcy
Process
(AHP)
menunjukkan bahwa membentuk kelompok kerja menjadi strategi prioritas dibanding strategi lainnya. Yusri (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Strategi Pengembangan Rantai Nilai Ekowisata Kebun Raya Bogor (KRB). Permasalahan yang dibahas pada penelitian tersebut adalah bagaimana membangun sistem rantai nilai KRB yang terintegrasi serta strategi apa saja yang dapat digunakan dalam rangka mengembangkan model sistem rantai nilai tersebut.
Berdasarkan perhitungan menggunakan metode
Analytical Hierarcy Process (AHP) diperoleh faktor yang paling penting adalah keberadaan KRB dengan aktor pengelola KRB menjadi aktor paling penting dibanding aktor lainnya. Tujuan yang lebih penting dari pengembangan rantai nilai ini adalah keberlanjutan rantai nilai dengan prioritas strategi yakni peningkatan pemasaran bersama KRB sebagai tempat ekoeduwisata plus (MICE). Asril (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Kondisi Dan Desain Indikator Kinerja Rantai Pasokan Brokoli (Brassica Olerecea) Di Sentra Holtikultura Cipanas-Cianjur, Jawa Barat. Permasalahan yang dibahas pada penelitian tersebut adalah bagaimana kondisi rantai pasok brokoli, seberapa besar nilai tambah yang diperoleh pada setiap pihak pada rantai pasok brokoli dan bagaimana desain indikator kinerja rantai pasokan brokoli tersebut. Anggota rantai pasokan terdiri dari anggota primer dan sekunder.
Anggota primer terdiri dari petani, bandar, sub terminal
agribisnis (STA), usaha dagang (UD), pedagang pengumpul dan ritel sebagai konsumen. Petani memperoleh rasio nilai tambah sebesar 16,67%, bagi bandar sebesar 20,49 % dan sebesar 65,03% rasio nilai tambah yang diperoleh ritel. Desain indikator kinerja dibangun dengan Model SCOR, terdiri dari tingkat 1 yaitu proses bisnis, tingkat 2 yaitu parameter kinerja industri sayuran, tingkat 3 terdiri dari atribut kinerja dan tingkat 4 terdiri dari indikator kinerja. Proses bisnis terdiri dari perencanaan, pengadaan, budidaya, pengolahan, pengiriman.
Faktor kinerja terdiri dari nilai
28
tambah, kualitas dan resiko.
Atribut kinerja terdiri dari reliability,
responsibility, flexibility/quality, biaya dan asset. Indikator kinerja terdiri dari kinerja pengiriman, pemenuhan pesanan sempurna, siklus pemenuhan pesanan, lead time pemenuhan pesanan, fleksibilitas pemenuhan pesanan, kesesuaian standar mutu, biaya transportasi optimal, cash to cash cycle dan inventory days of supply. Adapun berdasarkan perhitungan AHP diketahui bahwa indikator yang menjadi pilihan berdasarkan atribit kinerja adalah kesesuaian standar mutu, kinerja pengiriman, biaya transportasi optimal, cash to cash sycle timedan lead time pemenuhan pesanan. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya memiliki persamaan juga perbedaan dengan penelitian ini.
Persamaannya adalah pada
penelitan Asril dilakukan perhitungan nilai tambah. Selain itu pelaku dalam rantai yang terdiri anggota primer dan anggota sekunder. Adapun perbedaannya adalah pada penelitian Dani dan Yusri yaitu digunakannya
Analytical
perbedaannya
dengan
Hierarcy penelitian
Process yang
(AHP).
dilakukan
Sedangkan Asril
adalah
digunakannya model Supply Chain Operations Reference (SCOR) yang terdiri dari 4 tingkat. Perbedaan lainnya yaitu penelitian yang dilakukan Asril menggunakan AHP.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Sebagai produk konsumsi, permintaan akan jamur tiram putih akan
terus meningkat seiring terjadinya peningkatan jumlah
penduduk.
Peningkatan permintaan atas komoditi ini dapat
meningkatkan pendapatan bagi para pelaku usaha pada rantai tersebut. Namun belum efektif dan efisiennya rantai pasok pada produk holtikultura menyebabkan belum maksimalnya pendapatan yang didapat.
Oleh karena itu perlu adanya perhatian khusus agar
permintaan yang ada sesuai dengan pendapatan yang didapat oleh para pelaku didalam rantai komoditi holtikultura ini.
Tingginya intensitas persaingan pada komoditi jamur tiram putih
Aliran produk jamur tiram yang ditangani oleh pelaku yang berbeda-beda Rendahnya pendapatan akibat fluktuasi harga jamur tiram putih
Seberapa besar marjin, R/C dan nilai tambah yang diperoleh oleh para pelaku di dalam rantai pasokan? Bagaimana aktivitas para pelaku dalam rantai nilai?
Analisis Deskriptif
Analisis rantai pasok Rantai nilai Kemitraan Nilai Tambah Return Cost Ratio (R/C Ratio)
Kinerja Rantai Nilai yang sesuai bagi setiap pelaku dalam rantai nilai komoditas jamur tiram putih
Gambar 5. Kerangka pemikiran
30
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada di unit usaha jamur tiram putih P4S Nusa Indah, Kampung Sukamanah, Desa Tamansari, kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada periode September – November 2012. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja), berdasarkan pertimbangan bahwa P4S Nusa Indah merupakan suatu lembaga pelatihan dan pendidikan pada bidang pertanian yang menjalankan usaha jamur tiram putih dan berada di bawah binaan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 3.3.
Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapat dari observasi atau pengamatan langsung di obyek penelitian, serta wawancara mendalam (indepth interview) dengan beberapa narasumber yang terkait. Data tersebut antara lain data mengenai distribusi nilai tambah yang terdapat pada rantai nilai jamur tiram putih, serta data-data terkait lainnya. Diskusi
dengan
narasumber
dilakukan
untuk
mengembangkan strategi rantai nilai pada komoditas jamur tiram putih tersebut.
Setelah mendapatkan hasil tersebut, penelitii
melakukan diskusi dengan beberapa pakar terkait untuk menentukan alternatif strategi terbaik dalam pengembangan rantai nilai komoditas jamur tiram pada P4S Nusa Indah. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka serta dokumendokumen pendukung lainnya.
Data tersebut antara lain pustaka
mengenai konsep rantai pasok, rantai nilai, jamur tiram putih, nilai tambah, serta hal-hal terkait marjin tataniaga pertanian. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara. Responden dalam penelitian ini adalah ketua P4S Nusa Indah, bagian pemasaran dan bagian penanganan pasca panen (jamur krispy). Wawancara juga dilakukan terhadap pihak-pihak lain yang terkait
31
dalam rantai pasok jamur tiram putih tersebut. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuisioner terbuka. Wawancara dilakukan untuk mengetahui biaya-biaya yang dibutuhkan dalam perhitungan nilai tambah, R/C serta marjin tataniaga pertanian.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum P4S Nusa Indah Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah awalnya adalah kelompok tani yang berkumpul dan mendirikan wadah Kelompok Wanita Tani (KWT) Nusa Indah. KWT Nusa Indah berdiri pada 17 Juli 1996 dan kemudian pada tahun 1998 berubah menjadi P4S Nusa Indah yang diresmikan oleh Penyuluh Pertanian Kabupaten Bogor. Pada tahun 2003 P4S Nusa Indah dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala Kantor Informasi dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Bogor pada tanggal 17 Juli 2003 dengan nomor 520.13 / 242 / KIPP / VII /2003 yang diketuai oleh Ibu Cucu Komalasari. Dibentuknya P4S Nusa Indah dalam rangka menyebarluaskan teknologi dan keterampilan yang dimilikinya dan sebagai mitra pemerintah dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang usahatani yang berorientasi agribisnis. Pengelola P4S adalah petani atau kelompok tani yang memenuhi syarat, yaitu mempunyai jiwa kepemimpinan, mampu menjalin kerjasama, mempunyai jiwa sosial yang tinggi, memiliki sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pemagangan dan mampu menularkan kemampuannya kepada orang lain. Pendidikan pelatihan yang terdapat di P4S Nusa Indah adalah program pembelajaran atau pelatihan yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Program-program tersebut yaitu ; 1) Teknologi pembibitan dan budidaya, 2) penanganan panen, 3) pengolahan pasca panen, 4) pemasaran dan 5) pembangunan usaha. P4S
Nusa
Indah
merupakan
lembaga
swadaya
yang
permodalannya berjalan secara mandiri. Pada beberapa kesempatan ada bantuan atau hibah dari instansi pemerintah, namun secara keseluruhan lembaga ini bergerak dari usaha sendiri. P4S merupakan suatu lembaga, namun bagaimanapun uga agar lembaga tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuannya maka pasti dibutuhkan dana.
Dalam hal ini, P4S
33
mendapatkan dana dari usaha yang dijalankan, salah satu usaha unggulan adalah unit usaha jamur tiram putih. 4.1.1. Kondisi umum lokasi penelitian Kabupaten Bogor
terletak di Jawa Barat pada koordinat
106043’30”BT - 106051’00” BT dan 30’30”LS -6041’00” LS. Kabupaten Bogor termasuk wilayah berdataran tinggi dengan ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter dari permukaan laut (dpl). Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara ratarata setiap bulannya adalah 26oC dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu terendah Bogor adalah 21,8oC. Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah 2.071,21 km2. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Tangerang (Banten), Kota Depok, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi di utara ; Kabupaten Karawang di timur. Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di selatan, serta Kabupaten Lebak (Banten) di barat. Kabupaten Bogor secara garis besar terdiri atas tiga wilayah dan 40 kecamatan.
Kecamatan-kecamatan tersebut dibagi atas
sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Bogor terletak di Kecamatan Cibinong, yang terletak di sebelah utara Kota Bogor. Penelitian di Kabupaten Bogor dilakukan di Kecamatan Tamansari yang merupakan salah satu sentra penghasil jamur tiram putih di Kabupaten Bogor. Di Kecamatan Tamansari terletak Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah dengan produk unggulan jamur tiram putih dimana studi dilangsungkan. Lokasi P4S Nusa Indah berada di Jl. Ciapus Raya, Gg. Pala No.
51 RT/RW 02/01, Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini terletak di kaki Gunung Salak yang secara geografis memiliki ketinggian 600-700 m dpl. Adapun suhu udara di kecamatan ini berkisar pada 270-280 C dengan curah hujan berkisar antara 250-300 mm/th. Berdasarkan ciriciri topografi tersebut maka Kecamatan Tamansari termasuk kategori
34
wilayah dataran tinggi sehingga cukup baik untuk budidaya komoditas jamur tiram putih. 4.2. Kegiatan Budidaya Jamur Tiram Putih di P4S Nusa Indah 4.2.1
Pembuatan Media Tanam P4S Nusa Indah selaku petani dapat membuat media tanam jamur (baglog) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Persiapan Dalam melakukan budidaya jamur tiram putih dengan menggunakan serbuk kayu sebagai komposisi utama untuk media tumbuh. Serbuk kayu yng biasa digunakan dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah berasal dari serbuk gergaji kayu sengon (Parasientes falcataria). Selain serbuk kayu, bahan-bahan lain seperti dedak, gips, kapur (CaCO3) juga digunakan dalam mempersiapkan media tanam jamur tiram putih. Semua bahan-bahan pembuat media tanam disiapkan sesuai dengan kebutuhan dan komposisi yang sesuai. b. Pengayakan Serbuk gergaji yang diperoleh dari pengrajin memiliki tingkat keseragaman yang kurng baik karena didalamnya terdapat potonganpotongan yang cukup besar dan tajam yang dapat merusak plastik sebagai
pembungkus
media
tanam
jamur
tiram
putih
yang
menyebabkan pertumbuhan miselia jamur tidak merata. Serbuk kayu yang diperoleh dari penggergajian disortir (pengayakan) terlebih dahulu
untuk
mendapatkan hasil
serbuk
gergaji
yang baik.
Pengayakan dilakukan secara manual. c. Pencampuran Pencampuran disini adalah pencampuran semua bahan baku sebagai komposisi untuk membuat baglog.
Bahan-bahan tersebut
adalah serbuk kayu, dedak, gipsum, kapur dan air. dilakukan secara manual.
Pencampuran
Bahan-bahan seperti dedak, gipsum dan
kapur diratakan diatas permukaan serbuk kayu. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur hingga merata dan diberikan air sebanyak +/40% dari jumlah adonan.
35
Tidak ada standard khusus mengenai jumlah air yang digunakan. Untuk mengukur kadar air yang sesuai dapat dilakukan dengan mengepal adonan yang telah dicampur air.
Jika kepalan
adonan yang ada tidak mudah hancur dan tidak meneteskan air maka air
yang digunakan
sebagai
campuran
dirasa
sudah
cukup.
Pencampuran dilakukan merata agar tidak terdapat gumpalan serbuk gaji dan kapur. Adanya gumpalan tersebut mengakibatkan komposisi media yang diperoleh tidak merata dan berpegaruh terhadap produksi jamur tiram nantinya. d. Pengomposan Bahan-bahan yang telah dicampur untuk membuat baglog selanjutnya dikomposkan selama 1 hari.
Pengomposan dilakukan
dengan cara menimbun campuran tersebut dan menutupnya dengan terpal. Kadar air pada saat pengomposan harus diatur agar tidak terjadi pertumbuhan mikroba yang dapat merusak baglog. e. Pewadahan dan Pembuatan Media Tanam Setelah dilakukan pengomposan maka media tanam tersebut dimasukkn ke dalam plastik. Adapun ukuran plastik yang digunakan untuk pembuatan baglog ini adalah sebesar 17 cm x 35 cm dengan ketebalan 0,3 mm. Pewadahan dilakukan dengan cara memasukkan adonan media hasil pengomposan kedalam plastik media. Kemudian adonan tersebut dipadatkan. Proses pemadatan diperlukan untuk mencegah terciptanya ruang bagi udara untuk masuk kedalam media. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya mikroba yang dapat mengganggu berkembangnya miselium jamur sehingga dapat menurunkan hasil panen. Setelah media padat, baglog yang sudah terisi diikat dengan karet. f. Sterilisasi Media-media yang telah terisi dengan adonan kemudian disterilisasi. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan tidak terdapat mikroba-mikroba yang dapat tumbuh di dalam baglog. Hal ini untuk
36
mensterilkan media dari mikroba maupun kapang yang dapat tumbuh dan mengganggu pertumbuhan miselium jamur. Pada tahap ini, sterilisasi baglog dilakukan dengan menggunakan drum berkapasitas 700 baglog. Proses sterilisasi dilakukan selama 8 jam dengan suhu mencapai 900-1200 C. Setelah itu, baglog kemudia didinginkan selama 7 jam dengan temperatur baglog pada suhu 300-400 C sebelum diinokulasi. 4.2.2. Inokulasi (Pembibitan) Inokulasi berarti proses pemindahan sejumlah kecil miselia jamur dari biakan induk ke dalam media tanam yang telah disediakan. Tujuannya untuk menumbuhkan miseli jamur pada media tanam sehingga menghasilkan jamur siap panen. Inokulasi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Diantaranya tebaran dan tusukan. Inokulasi secara taburan yaitu menaburkan bibit sekitar 3 sendok makan ke dalam media tanam secara langsung. Sementara itu, inokulasi secara tusukan dilakukan dengan cara membuat lubang dibagian tengah media melalui cincin sedalam ¾ dari tinggi media. Selanjutnya dalam lubang tersebut diisi bibit yang telah dihancurkan. Dalam melakukan inokulasi harus dilakukan dengan hati-hati. Berikut merupakan hal-hal yang harus diperhatikan saat inokulasi. a. Kebersihan Kebersihan meliputi alat, tempat dan sumber daya atau pelaksananya.
Dalam hal ini, kebersihan diukur dari tingkat
sterilitasya. Oleh karena itu, alat dan tempat inokulasi disterilisasi terlebih dulu sebelum digunakan. Sterilisasi alat dilakukan dengan menggunakan alkohol 70% dan lampu spirtus.
Peralatan yang
digunakan dalam inokulasi dicelupkan ke dalam larutan alkohol 70% kemudian dinyalakan beberapa saat jangan sampai peralatan yang terbuat dari kayu hangus. Sedangkan tempat inokulasi di sterilisasi terlebih dahulu menggunakan alkohol 70% selama 15 menit.
Ruang yang
37
digunakan untuk inokulasi merupakan ruangan khusus (tidak digunakan untuk hal lain) dan tertutup. b. Bibit Dalam hal ini bibit yang digunakan dalam usaha jamur tiram putih di P4S Nusa Indah merupakan bibit yang memiliki keunggulan, diantranya jamur tiram putih yang dihasilkan berwarna putih bersih, berkadar air rendah, bertekstur kenyal, bertudung banyak (4-5 tudung dalam satu batang), tebal dan tidak mudah patah. 4.2.3
Inkubasi Inkubasi berarti proses penumbuhan miselia jamur sampai memenuhi seluruh media tanam. Seluruh media tanam jamur yang telah diinokulasi diangkut ke dalam kumbung inkubasi dan disusun rapi pada rak. Baglog yang sedang dalam tahap inkubasi akan tampak putih merata antara 30-40 hari sejak dilakukan inokulasi. Suhu yang diperlukan berkisar pada 250-300 C. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat diketahui sejak dua pekan setelah inkubasi. Apabila setelah dua pekan tidak terdapat tanda-tanda adanya miselia jamur berwarna putih maka kemungkinan besar jamur tersebut tidak tumbuh. Untuk mengatasi media tanam yang gagal ditumbuhi miselia jamur maka diperlukan sterilisasi ulang pada media sampai inokulasi kembali.
Namun apabila setelah
diinokulasi tidak tumbuh lagi, maka media tanam jamur dibuang karena biasanya media tersebut tidak baik (rusak). 4.2.4
Penumbuhan Media tanam jamur (baglog) yang sudah berumur 30-40 hari dan telah putih oleh miselia jamur berarti sudah siap untuk dilakukan penumbuhan tubuh buah jamur dengan cara membuka baglog jamur. Pembukaan baglog jamur yang umum dilakukan pada skala usaha jamur tiram putih ini dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan membuak cincin dan kertas penutup baglog atau pun dengan menyobek plastik baglog di berbagai sisi baglog.
38
Pada
prinsipnya
pembukaan
media
bertujuan
untuk
memberikan oksigen (O2) yang cukup bagi pertumbuhan tubuh buah jamur tiram putih.
Dengan oksigen yang cukup makan dapat
memberikan kesempatan bagi jamur untuk membentuk tubuh buah dengan baik. Jamur tiram menunjukkan pertumbuhan yang baik pada suhu 180-250 C, kelembaban relatif 75-90 %. Setelah tujuh sampai sepuluh hari setelah media dibuka, maka akan muncul bakal buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut akan tumbuh optimal selama 4-7 hari. Setelah tubuh buah muncul maka akan muncul primordiam dan akan berkembang pada hari ke delapan. Pada hari ke sembilan terbentuk basidioma dewasa (tubuh buah) yang siap dipanen. 4.2.5
Penyiraman dan Pengaturan Suhu Ruangan Penyiraman dilakukan dengan frekuensi yang berbeda pada musim hujan dan kemarau. Pada musim hujan, penyeraman dilakukan sekali dalam dua hari sedangkan pada musim kemarau penyiraman dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari. Tujuan penyiraman adalah untuk menjaga kelembaban media sehigga miselia dapat tumbuh dengan baik. Pengaturan suhu dilakukan dengan cara membuka dan atau menutup ventilasi kumbung serta membasahi dinding dan lantai kumbung agar suhu dan kelembaban kumbung tetap terjaga.
4.2.6
Panen dan Pasca Panen Tahap pemanenan sudah dapat dilakukan lima hari setelah tumbuh calon jamur (bakal buah). Pemanenan dilakukan setiap hari selama periode produktif baglog jamur tiram putih (4-6 bulan) yang dilakukan pada siang dan sore hari. Penentuan waktu panen disesuaikan dengan permintaan dari konsumen. Khusus untuk pedagang pengumpul biasanya pemanenan dilakukan sore hari karena pengumpul menjual kembali jamur tiram putih tersebut pada malam hari.
Hal ini dilakukan untuk
mempertahankan kesegaran jamur tiram tersebut.
39
Setiap baglog jamur tiram putih dapat dipanen hingga 8-10 kali dengan rentang waktu 4-6 bulan dan dapat menghasilkan produk dengan berat rata-rata 0,4 baglog setiap kali panen pada setiap baglog. Rentang waktu antara panen pertama hingga seterusnya pada setiap baglog jamur tiram putih berkisar antara 7-14 hari. Pemanenan dilakukan dengan manual, dengan cara mencabut atau memetik seluruh rumpun jamur yang ada. Perlu diperhatikan ketika memanen agar tidak meninggalkan sisa pada baglog. Meninggalkan sisa jamur tiram putih pada baglog dapat menyebabkan kebusukan pada baglog sehingga menurunkan hasil panen. Pemanenan tidak dapat dilakukan dengan cara hanya memotong atau mencabut cabang jamur tiram putih yang besar saja sebab dalam satu rumpun jamur tiram putih mempunyai stadia pertumbuhan yang sama. Oleh karenanya, apabila pemanenan hanya dilakukan pada jamur tiram putih yang ukurannya besar saja maka jamur tiram putih yang berukuran kecil tidak akan bertambah besar, bahkan kemungkinan akan mati dan membusuk. Jamur tiram yang sudah dipanen tidak dipotong hingga menjadi bagian per bagian tudung,
tetapi hanya dibersihkan kotoran yang
menempel di bagian akar dan pangkal batang. Dengan cara tersebut, disamping keberhasilannya lebih terjaga dengan daya simpan jamur tiram putih akan lebih lama. Kemudian membuang atau memisahkan batang tubuh yang rusak atau terkena penyakit dengan menggunakan pisau atau gunting. Hal tersebut dilakukan tanpa mencuci jamur tiram putih hasil panen. Kondisi jamur tiram putih yang baik selain dilihat dari keutuhan batang dan tudungnya juga dilihat dari ada atau tidaknya hama ulat yang menempel di sela-sela bagian bawah permukaan tudung, jamur tiram putih yang terlalu tuan dan dihinggapi ulat akan dipisahkan dan kemudian dibuang. produksi diperkirakan sampai 80%.
Tingkat keberhasilan panen
40
Jamur tiram putih ditempatkan pada wadah yang bersih dan diletakkan di suhu kamar dengan temperatur 200 C. merupakan suatu cara untuk melindungi produk.
Pengemasan Plastik yang
digunakan adalah plastik dengan ketebalan 0,5 mm dan diharapkan dapat menjaga kelembaban jamur tiram putih. Dengan pengemasan yang baik dapat memperoleh beberapa keuntungan, jamur tiram putih terhindar dari kerusakan dan mutu jamur dapat dipertahankan sampai ke tangan pedagang dan konsumen akhir sehingga tidak menurunkan nilai jual dan memudahkan dalam pemasaraanya. 4.2.7
Pengendalian Hama, Gulma dan Penyakit Budidaya jamur konsumsi juga tidak terlepas dari serangan gulma penggangu, hama dan penyakit.
Serangan pengganggu ini
dapat menurunkan produktirvitas jamur, bahkan menyebabkan gagal panen. Berikut beberapa macam jenis penyakit maupun hama yang dapat merusak jamur tiram putih : a. Gulma Gulma merupakan jamur yang tumbuh pada substrat jamur. Hal ini sering disebabkan dengan tidak sempurnanya proses sterilisasi media atau bibit jamur, sehingga spora jamur gulma masih ada dan terus tumbuh. Jamur gulma merupakan pesaing dari jamur konsumsi dalam mendapatkan nutrisi yang terkandung di dalam substrat. Daya tumbuh miselium jamur gulma ini lebih cepat dibandingkan dengan jamur utama, sehingga jika dibiarkan, miselium gulma ini dapat menekan pertumbuhan jamur utama.
Jika pertumbuhannya
masih sedikit, miselium gulma dapat dibuang dengan pinset. Namun jika miselium sudah tumbuh banyak, substrat jamur ini sebaiknya segera disingkirkan dari lokasi budidaya. sterilisasi
yang
tepat
diperlukan
untuk
Karena itu, perlakuan mencegah
terjadinya
kontaminasi jamur gulma. b. Hama Jamur memiliki aroma khas yang dapat mengundang hama pengganggu. Serangan hama dapat menghambat pertumbuhan jamur
41
bahkan
mengganggu
pertumbuhan
miselium
dan
substratnya.
Beberapa hama yang sering menyerang jamur sebagai berikut. 1. Lalat Lalat menjadi hama pengganggu karena dapat meletakkan telur di dalam media. Jika telur menetas, maka larva lalat akan merusak miselium dan jamur dewasa. Jamur yang terserang larva lalat menjadi keriput dan batangnya berlubang.
Selain meletakkan
telur, lalat juga dapat membawa tungau pada perutnya yang juga merupakan hama pada jamur. Spesies lalat yang biasa ditemukan pada budidaya jamur sebagai berikut. a) Sciarid (Lycoriella solani dan Lycoriella auripila) Hama ini berukuran kecil, memiliki antena panjang, kepala hitam dan perut berwarna kekuningan.
Sekali bertelur sciarid
menghasilkan 150-170 butir telur. Selanjutnya, telur-telur tersebut diletakkan di permukaan substrat jamur. Jika dibiarkan, hama ini dapat mengganggu pertumbuhan jamur. b) Phorids (Megaselia haserata dan Megaselia nigra) Sekilas bentuk hama ini menyerupai nyamuk. Sang betina akan mengeluarkan 50 butir telur sekali bertelur. Biasanya, phorids menyerang lamella jamur. Akibatnya, jamur yang terserang hama ini akan mengalami penurunan kualitas. c) Cecids (Heteropeza pygmaea, Mycophila speyei dan Myciphila barnesi) Hama ini juga berbentuk sepertin nyamuk berukuran 1 mm dan merupakan vektor bakteri. Hama betinanya dapat menghasilkan 7 butir telur setiap 13 hari. Larva cecids umumnya berwarna putih. jamur yang terserang cecids warna batanya berubah menjadi cokelat dan lamella berwarna hitam. d) Tyrophagus putrescentiae dan Linopodes antennaepes Hama ini merupakan jenis kutu berwarna kemerahan yang bagian tubuhnya ditumbuhi rambut. Sementara linopodes antennaepes merupakan kutu berwarna coklat kekuningan yang memiliki kaki
42
depan sangat panjang. Hama kutu ini dapat memakan miselium jamur hingga tidak dapat tumbuh, sehingga menurunkan hasil panen. Serangan lalat dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan kumbung dari sisa sampah atau media tanam yang tercecer. Jendela kumbung sebaiknya ditutup dengan kasa. Kalau perlu, setiap lubang di sekitar kumbung ditutup agar lalat tidak dapat masuk dan berkembang biak. 2. Tungau Tungau merupakan serangga kecil berwarna cokelat transparan berukuran 0,18-0,5 mm. Serangan tungau menyebabkan tubuh buah jamur rusak dan menimbulkan iritasi bagi pekerja kumbung. Serangan tungau dapat dicegah dengan menyemprotkan akarisida berbahan aktif metil bromida dengan dosis sesuai anjuran pada kemasan. 3. Rayap Sebelum membangun kumbung, pastikan lahan yang digunakan tidak terdapat sarang rayap. Sebab rayap suka memakan kayu, media tanam dan miselium jamur. Jika rayap terlanjur menyerang, kendalikan dengan cara menyemprotkan insektisida khusus rayap seperti fenverelate, cypermetrhin, permethirn atau chloopyrifos ke seluruh kumbung dengan dosis sesuai anjuran pada kemasan. 4. Laba-laba Laba-laba suka memakan miselium dan tubuh buah jamur. Akibatnya, kualitas panen jamur menurun. Laba-laba kerap kali bersembunyi di sela-sela baglog.
Untuk mengendalikan
seranganya, semprotkan insektisida berbahan aktif dicofol seperti kelthane atau malathion dengan dosis sesuai anjuran pada kemasan. 5. Cacing Hewan licin ini senang memakan miselium jamur, sehingga pertumbuhan jamur menjadi tidak sempurna. Biasanya, cacing
43
hidup di dalam media tanam. Pertumbuhan cacing sangat cepat, bisa mencapai 100 kali lipat dalam seminggu.
Karena itu,
sterilisasi media tanam yang baik sangat dibutuhkan untuk mencegah serangan cacing. Spesies cacing yang biasa menyerang jamur adalah nagpropogus nematodes, mycophogous nematodes, aphelencoides composticola dan dityylenchus myceliophagus. c. Penyakit Selain gulma dan hama, jamur juga dapat terserang penyakit yang disebabkan oleh fungi, bakteri dan virus. Gejala serangan yang timbul tergantung pada sebabnya.
Misalnya : 1) serangan fungsi
menyebabkan timbulnya bintik-bintik cokelat kemerahan pada tudung jamur, 2) serangan virus menyebabkan bentuk tubuh buah jamur menjadi memanjang dan tudung mengecil, dan 3) serangan bakteri seperti bacterium arotovorum menyisakan bintik kunik pada tudung jamur. Pada serangan yang parah, bintik tersebut berubah menjadi cokelat dan menghitam. Jamur yang sering merusak jamur konsumsi antara lain jamur coprinus, corticium, sclerotium, mucor, rhizopus, penicillium, aspergillus dan trichoderma. Tidak banyak hal yang bisa dilakukan ketika jamur sudah terserang penyakit.
Untuk itu,
pencegahan penyakit sedini mungkin harus dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Pastikan keseluruhan tahapan budidaya dilakukan secara steril. 2. Sebelum baglog atau kompos dimasukkan ke dalam kumbung, lakukan sterilisasi pada kumbung menggunakan formalin 0,5%. Selanjutnya tutup kumbung rapat-rapat selama dua hari. 3. Jagalah kebersihan kumbung dari media yang tercecer dan sisa jamur yang telah dipanen. Hal ini bertujuan untuk menghindari tumbuhnya fungi atau kapang penyebab penyakit.
44
4.3 Kondisi Rantai Pasok Jamur Tiram Putih Pada P4S Nusa Indah Analisis kondisi rantai pasok jamur tiram pada putih P4S Nusa Indah meliputi pembahasan mengenai aktivitas anggota primer rantai pasok, anggota yang terlibat dalam rantai pasok, pola aliran rantai pasok dan pola kemitraan pada P4S Nusa Indah 4.3.1
Aktivitas anggota primer rantai pasokan P4S Nusa Indah membeli sebagian besar bahan baku untuk produksi (kecuali bibit) masih di wilayah Bogor. Adapun bibit P4S Nusa Indah membelinya langsung dari Jakarta.
Sedangkan untuk
aktivitas fisik seperti pengangkutan produk panen dilakukan secara manual. Hal ini memungkinkan karena jarak dari kumbung jamur tiram putih yang cukup dekat dengan tempat penyimpanan. Adapun produk dipanen menjelang sore hari (pukul 15.00-17.00 WIB). Hal ini dikarenakan untuk menjaga kesegaran jamur tiram putih tersebut. Pedagang pengumpul akan mengambil jamur tiram putih tersebut. Namun dalam beberapa waktu pihak P4S sendiri yang mengantarkan jamur tiram tersebut langsung ke pasar Bogor. Baik P4S maupun pedagang pengumpul melakukan sortasi atas jamur tiram putih tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi jamur tiram putih yang telah rusak/membusuk.
Identifikasi hasil panen yang buruk
penting dilakukan karena hal ini dapat mempengaruhi loyalitas konsumen. Informasi pasar atau harga tidak terbuka bagi P4S Nusa Indah.
P4S Nusa Indah hanya mengetahui informasi pasar dari
pedagang pengumpul. Adapun aktivitas pedagang pengumpul yaitu pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul membeli jamur tiram putih dari P4S Nusa Indah.
Selain itu pengumpul juga membeli bahan kemasan
kepada pedagang non-jamur. Sedangkan aktivitas penjualan dilakukan kepada pedagang pengecer maupun konsumen.
Pengumpul
mendapatkan pasokan jamur tiram putih tidak hanya dari P4S Nusa Indah tetapi juga pelaku budidaya jamur tiram putih lainnya. Adapun aktivitas fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu
45
pengangkutan hasil panen dari P4S menuju pasar bogor. Jamur tiram yang baru diterima dari petani tidak perlu dilakukan pengemasan karena dijual dalam bentuk curah. Aktivitas yang dilakukan oleh pengumpul adalah melakukan sortasi untuk menyesuaikan dengan standar yang diminta oleh pedagang pengecer.
Pengumpul tidak melakukan pengolahan atas
jamur tiram putih karena yang dijual merupakan jamur tiram putih segar.
Informasi di tingkat pengumpul sangat terbuka, mulai dari
harga di tingkat petani hingga harga di tingkat pengecer. Pedagang pengumpul.
pengecer
merupakan
konsumen
dari
pedagang
Adapun aktivitas yang dilakukan oleh pengecer yaitu
pembelian dan penjualan. Volume pembelian jamur tiram putih yang biasa dilakukan umumnya tidak lebih dari 5 kg. Adapun aktivitas penjualan dilakukan kepada konsumen akhir. Sama halnya dengan pedagang pengumpul, karena menjual jamur tiram putih dalam bentuk curah maka pedagang pengumpul tidak melakukan pengemasan. Tabel 6. Aktivitas anggota primer rantai pasok jamur tiram putih Aktivitas
Anggota Primer Rantai Pasokan P4S
Pembelian
Penjualan
Pengecer
Petani membeli bahan baku produksi
Membeli jamur tiram putih dari petani, membili kemasan dari pedagang non-sayur
Membeli jamur tiram putih dari pengumpul
Menjual jamur tiram putih ke pengumpul
Menjual jamur tiram putih ke pengecer
Menjual jamur tiram putih kepada konsumen akhir
Pengumpul mengangkut jamur tiram putih ke pasar bogor
Mengangkut jamur tiram putih dari pasar bogor
Pengangkutan
Pengemasan
Pengumpul
Petani mengemas jamur tiram putih yang telah dipanen
Repackaging
Sortasi
Sortasi pada saat panen
Melakukan sortasi
Informasi pasar
Informasi pasar diperoleh dari pengumpul
Inforasi pasar terbuka
Memiliki informasi pasar
46
4.3.2
Anggota rantai pasokan Pola aliran rantai pasok komoditas jamur tiram putih di P4S Nusa
Indah ini terdiri dari dua anggota yaitu : 1) Anggota primer. Anggota primer merupakan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam proses produksi komoditas jamur tiram putih. 2) Anggota sekunder. Anggota sekunder adalah pihak-pihak yang tidak terlibat langsung namun mendukung proses produksi komoditas tersebut. Anggota-anggota yang terlibat ini memiliki perannya masing-masing dalam rantai pasok komoditi jamur tiram putih ini. Anggota dalam rantai tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi dalam mendistribusikan jamur tiram putih hingga konsumen akhir. 1. Anggota Primer Anggota primer pada rantai pasok komoditas jamur tiram terdiri dari P4S Nusa Indah, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen akhir. a. P4S Nusa Indah Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah awalnya adalah kelompok tani yang berkumpul dan mendirikan wadah Kelompok Wanita Tani (KWT) Nusa Indah. KWT Nusa Indah berdiri pada 17 Juli 1996 dan kemudian pada tahun 1998 berubah menjadi P4S Nusa Indah yang diresmikan oleh Penyuluh Pertanian Kabupaten Bogor. Setelah beberapa tahun P4S Nusa Indah
melaksanakan kegiatan yang berperan dalam
peningkatan sumberdaya manusia pertanian pedesaan, maka pada tahun 2003 dikukuhkan dengan surat Keputusan Kepala Kantor Informasi dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Bogor pada tanggal 17 Juli 2003 dengan Nomor 520.13/242/KIPP/VII/2003, dengan anggota berjumlah 20 orang.
Saat ini proses produksi
jamur tiram putih dikerjakan oleh 5 pekerja yang mengerjakan mulai dari pembuatan, panen hingga pasca panen.
47
Pasar P4S Nusa Indah selaku petani jamur tiram putih tidak hanya sebatas kepada pedagang pengumpul tetapi juga kepada masyarakat.
Rata-rata produksi harian komoditas jamur tiram
putih saat ini mencapai 60 Kg/hari. Adapun jamur tiram putih ini dijual seharga Rp. 8.000 – 8.500 per Kilogram. Besarnya tingkat harga dipengaruhi biaya transportasi yang dibebankan jika pembeli meminta produknya untuk diantarkan. Berdasarkan keterangan dari pihak P4S Nusa Indah didapati bahwa terdapat waktu-waktu tertentu dimana harga jamur tiram putih dapat berubah, bahkan cenderung turun. Misalnya di musim hujan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah jamur tiram putih di pasar. Kondisi ini tercipta karena adanya assymetric information di tingkat pedagang pengumpul. Adapun sistem transaksi yang biasa dilakukan yaitu dengan konsumen melakukan pemesanan terlebih dahulu kepada P4S Nusa Indah.
Namun jika pada akhirnya jumlah pesanan tidak dapat
dipenuhi maka konsumen akan membeli stok jamur tiram putih yang tersedia. b. Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul untuk produk P4S Nusa Indah adalah pedagang jamur tiram putih di pasar bogor. Di pasar ini sendiri sedikitnya terdapat 8-10 pedagang jamur tiram putih. Jamur tiram dijual seharga Rp. 8.000 – 8.500 per kilogram kepada pedagang pengumpul. Harga jual jamur tiram tersebut dijual lebih murah ketimbang atas pedagang pengecer. Hal ini disebabkan karena pedangang pengumpul akan menjual kembali jamur tiram putih tersebut terhadap pedagang pengecer atau konsumen akhir di pasar. Adapun volume pembelian pedagang pengecer disesuaikan dengan hasil panen jamur tiram putih yang dihasilkan P4S Nusa Indah atau dengan pemesanan oleh pedagang pengumpul terlebih dahulu. Pada tingkat ini pedagang pengumpul menjual jamur tiram putih tidak hanya kepada pedagang pengecer, tetapi juga kepada
48
konsumen akhir.
Karena keberagaman pembeli inilah maka
pengumpul tidak bisa membeda-bedakan harga sesuai dengan kebutuhan pembeli.
Hanya saja seringkali pedagang pengecer
sudah memesan terlebih dahulu kepada pengumpul besarnya jumlah jamur tiram putih yang akan dibeli. Berdasarkan wawancara dengan pedagang pengumpul dipasar bogor diketahui bahwa harga jamur tiram putih ini cenderung stabil. Namun pada waktu-waktu tertentu dimana harga komoditas ini menjadi fluktuatif.
Misalnya harga jamur tiram
putih ini dapat turun hingga Rp. 7.000/kg karena jumlah jamur tiram putih yang sangat banyak di pasar. Atau harga jamur tiram putih yang melambung tinggi pada momen tertentu, misalnya saat dan atau Hari Raya Idul Fitri tiba. Sistem packaging jamur tiram putih ini dilakukan secara konvensional. Jamur tiram putih yang diambil/dikirim dari P4S Nusa Indah dibongkar dan dikemas kembali di pasar sesuai dengan jumlah yang diinginkan. Pada tingkat ini pedagang pengumpul jamur tiram putih berupaya menjual produknya sesegera mungkin mengingat jamur merupakan perishable commodity.
Hal ini
dilakukan agar kesegaran jamur tiram putih masih terjaga sehingga tidak mengalami penurunan harga. c. Pedagang pengecer Setelah pedagang pengumpul pada rantai nilai ini adalah pedagang pengecer. Pada tingkat ini pedagang pengecer menjual jamur tiram putih dalam skala kecil. Yang dijual pun beragam tidak hanya sebatas jamur tiram putih tetapi juga sayur-sayuran. Pedagang pengecer pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu pedagang sayur keliling dan pedagang sayur yang berada di warung. Pada tingkat ini jamur tiram putih dijual dengan harga Rp. 12.000 – Rp. 14.000 per kilogram. Di tingkat inilah jamur tiram putih sampai di tangan konsumen akhir.
49
Pada tingkat pengecer harga jamur tiram fluktuatif mengikuti harga yang diberikan pengumpul. Ketika permintaan atas jamur tiram putih meningkat maka harga ditingkat pengumpul menjadi tinggi.
Hal ini juga didukung kondisi informasi yang
asimetris, dimana pengumpul mempunyai pengetahuan lebih atas ketersediaan jamur tiram putih di pasar bebas. d. Rantai pasok jamur olahan Pengolahan jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah masih terbatas pada keripik jamur saja. Sementara produk olahan jamur tiram putih lainnya seperti tepung jamur, nugget maupun jelly diproduksi hanya untuk antisipasi produksi jamur tiram putih yang berlebih. Industri kecil olahan jamur tiram putih masih terbatas karena bahan baku jamur tiram putih segar masih sebatas berasal dari petani (P4S Nusa Indah). Produksi jamur tiram putih olahan pun dilakukan hanya ketika terdapat pesananan yang sifatnya tidak rutin. Namun dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa potensi jamur tiram putih olahan ini masih sangat besar. Untuk olahan berupa keripik jamur dapat bertahan selama 2 bulan. selain itu peluang pasca panen jauh lebih besar karena petani pada umumnya langsung menjual jamur tiram putih segar langsung. Secara umum belum banyak petani yang benar-benar memanfaatkan jamur tiram putih segar untuk diolah kembali menjadi jamur olahan dengan nilai tambah yang lebih tinggi. sebagai perbandingan jika jamur tiram putih segar dapat dijual dengan harga Rp. 8.000 per kg maka keripik jamur dapat dijual dengan harga Rp. 6.500 untuk ukuran 100 gr dan 8.500 untuk ukuran 150 gr. Proses pembuatan keripik jamur masih sederhana yaitu dengan memanen jamur tiram putih terlebih dahulu.
Setelah
dibersihkan keripik jamur dicampur dengan bumbu yang telah disiapkan dan digoreng dengan lama waktu penggorengan 10-20 menit.
Kemudian dilakukan proses pengurangan minyak dari
50
keripik jamur dengan spinner. Saat ini P4S Nusa Indah memiliki spinner bertenaga listrik.
Dengan spinner kadar minyak yang
terdapat pada keripik jamur dapat dikurangi hingga 70%. Semua proses pengerjaan dilakukan oleh 1 orang tenaga kerja karena kegiatan ini masih sebatas industri pengolahan kecil. Adapun ratarata jamur tiram putih yang dibutuhkan untuk setiap proses produksi sebesar 15 kg. 2. Anggota Sekunder Anggota sekunder pada rantai komoditas jamur tiram putih merupakan anggota yang tidak terlibat langsung dalam produksi jamur tiram putih namun berperan serta dalam proses produksi sebagai penyedia bahan baku dan sebagai sarana produksi. Penyedia bahan baku dalam hal ini adalah untuk proses pembuatan media tanam jamur tiram putih (baglog) seperti pemasok gipsum, kapur, dedak, serbuk kayu dan plastik. Adapun penyedia sarana produksi adalah pihak-pihak yang dapat membuat kumbung serta rak-rak yang digunakan dalam proses produksi jamur tiram putih. Pada pihak pengumpul, anggota sekunder juga berlaku untuk pemasok
kemasan
yang
diperlukan
pedagang
pengumpul
(pedagang non-sayur). 4.3.3
Pola aliran rantai pasok Aliran komoditas jamur tiram putih P4S Nusa Indah, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Aliran komoditas ini dimulai dari petani kepada pedagang pengumpul. transaksi antara petani kepada pedagang pengumpul mencapai 60 kg per hari. Setelah itu pedagang pengumpul menjual secara curah jamur tiram putih tersebut. Jamur tiram putih umumnya diambil langsung dari petani oleh pengumpul dan dibawa ke pasar bogor. Namun pada waktu-waktu tertentu petani juga mengirimkan jamur tiram putih tersebut ke tempat yang telah disepakati, yang umumnya langsung ke tempat pedagang pengumpul. Jamur tiram putih yang diangkut oleh pengumpul telah dikemas oleh petani. Di pasar bogor, kemasan dibongkar kembali dan
51
tidak dilakukan pengemasan ulang. Kemudian pedagang pengumpul mendistribusikan jamur tiram putih tersebut kepada pengecer maupun konsumen akhir. Transportasi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul untuk pengangkutan jamur tiram putih dari petani adalah motor. Hal yang sama juga dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu mendistribusikan jamur tiram putih dari pengumpul dengan menggunakan motor. Pola aliran rantai pasok komoditas jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah secara sistematis dapat dilihat pada gambar berikut : VI
Anggota Primer
V
III II III I
II
IV III
II III
V Gambar 6. Pola aliran rantai pasok komoditas jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah. Keterangan : Anggota Primer :
Anggota Sekunder :
I
Petani (P4S Nusa Indah)
V
Pedagang non-sayur
II
Pedagang Pengumpul
VI
Pemasok Bahan Baku
III
Pedagang Pengecer
IV
Konsumen Akhir
52
4.3.4
Pola Kemitraan pada P4S Nusa Indah Kemitraan pada rantai pasokan komoditas jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah terdiri dari berbagai macam pelaku baik individu maupun kelompok seperti petani(P4S Nusa Indah), pengumpul, pengecer, pemasok sarana produksi maupun pedagang non-sayur. Interaksi antar pelaku dalam kemitraan terjalin atas dasar kepercayaan dan saling memerlukan. Adapun tujuan dari sebuah kemitraan rantai pasokan adalah untuk meningkatkan pendapatan,
meningkatkan
skala
usaha
dan
meningkatkan
kemampuan usaha kelompok mitra. Pada P4S Nusa Indah terdapat suatu kerjasama dalam usaha jamur tiram putih.
bentuk kerjasama diwujudkan dalam suatu
model kemitraan yang di dalamnya terdiri dari kemitraan investasi usahatani jamur tiram putih dan budidaya jamur tiram putih dengan sistem kemitraan.
Dana Investasi
Mitra
Paket kemitraan investasi
P4S Nusa Indah
Pembangunan kumbung
Gambar 7. Kemitraan investasi jamur tiram putih Kerjasama yang dilakukan bersama wirausahawan jamur tiram putih selaku mitra ini diwujudkan dalam suatu model kemitraan. Pada paket kemitraan investasi usahatani jamur tiram putih ini, kerjasama dilakukan dalam pembangunan kumbung budidaya jamur tiram putih putih yang merupakan suatu investasi
53
pokok dalam usahatani jamur tiram putih (Gambar 7). Sistem kemitraan ini yaitu mitra memberikan sejumlah dana untuk pendirian kumbung budidaya jamur tiram putih yang selanjutnya P4S Nusa Indah akan membangun kumbung budidaya.
Pada
kesempatan ini, kesepakatan yang terjadi dalam pembangunan empat unit kumbung budidaya jamur tiram putih dengan ukuran 7m x 10m di di lahan milik mitra yang ternyata memiliki kesesuaian dengan habitat hidup jamur tiram putih. Kemudian pada model
kemitraan
selanjutnya
yang
dilakukan P4S Nusa Indah bersama wirausahawan jamur tiram putih selaku mitra yang sama dengan model kemitraan sebelumnya adalah budidaya jamur tiram putih dengan sistem kemitraan. Kemitraan seperti ini dapat dijelaskan bahwa mitra yang telah membangun kumbung budidaya jamur tiram putih tadi dan mengisi kumbungnya dengan baglog jamur tiram putih yang dibeli dari P4S Nusa Indah. Selanjutnya meminta P4S Nusa Indah juga untuk membudidayakan serta memasarkan jamur tiram putih tersebut.
Mitra &
Budidaya jamur tiram putih dengan sistem kemitraan
P4S Nusa Indah
Bagi hasil
Produksi dan penjualan jamur tiram putih segar
Gambar 8. Skema kemitraan pada budidaya jamur tiram
54
Pihak mitra meminta jasa P4S Nusa Indah untuk merawat, mengelola, memproduksi dan memasarkan jamur tiram putih mengingat lokasi kumbung relatif dekat dengan P4S Nusa Indah karena masih dalam satu kecamatan yang sama. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa rantai pasok untuk kemitraan usaha ini memiliki pasar yang sama dengan P4S Nusa Indah (pedagang pengumpul & pedagang pengecer).
Hal ini
disebabkan pihak mitra usaha mendelegasikan seluruh kegiatan produksi hingga pemasaran kepada P4S Nusa Indah. Kemitraan yang terjalin antara P4S Nusa Indah dengan pedagang pengumpul terjadi setelah jamur tiram putih siap dipanen. Petani menawarkan jamur tiram putih kepada pedagang pengumpul. Sistem pembayaran oleh pengumpul dilakukan baik secara tunai maupun secara cicilan. Pembayaran secara cicilan umumnya dilakukan dengan melakukan pembayaran pada waktu pembelian sebesar 50% dari jumlah total harga yang harus dibayarkan, sisanya dibayar pada transaksi berikutnya. Kemitraan juga dapat terjadi pada P4S Nusa Indah dengan pemasok bahan-bahan baku (serbuk kayu, gipsum, bibit dll.). Mekanisme pembayaran biasa dilakukan oleh P4S Nusa Indah dengan pembayaran tunai. Karena hubungan transaksi yang sudah lama terjalin maka pihak P4S Nusa Indah relatif mendapatkan harga yang lebih murah. 4.4 Analisis Nilai Tambah 4.4.1
Analisis Nilai Tambah P4S Nusa Indah Analisis nilai tambah pada P4S Nusa Indah menggunakan beberapa asumsi : a. Produksi jamur tiram putih dalam sehari mencapai 60 Kg b. Perhitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus. c. Jumlah output yang dihitung sebanyak jumlah jamur tiram putih siap panen yang dapat dihasilkan dalam 1hari.
55
Tabel 7. Total biaya produksi pada P4S Nusa Indah Komponen Kebutuhan Satuan Harga Nilai Jumlah Bibit 9 Baglog 5.000 45.000 750 Serbuk Kayu 9 Karung 2.500 22.500 375 Dedak 16,25 Kg 2.000 32.500 541,67 Kapur 2.6 Kg 4.000 10.400 173,33 Gipsum 0.65 Kg 6.000 3.900 65 Plastik Media 0.65 Kg 22.000 14.300 238,33 Karet Gelang 0.65 Ons 3.500 2.275 37,92 Kayu Bakar 1.3 35.000 45.500 758,33 Cincin Bambu 200 Ring 50 10.000 166,67 Kertas 1,3 Kg 3.000 3.900 65 Spirtus 1,3 Liter 15.000 19.500 325 Alkohol 1,3 Liter 15.000 19.500 325 Total 229.275 3.821,25 Biaya operasional Biaya Operasional Harga Harga Harga (Rp/bulan) (Rp/hari) (Rp/Kg) Gaji 3.600.000 120.000 2.000 Transportasi 250.000 8.333,33 138,88 Listrik 30.000 1.000 16,66 3.880.000 129.333,33 2.155,54 Total Biaya Operasional (2) Total Biaya Produksi (Rp) = (1) + (2) = 3.821,25 + 2.155,54 = 5.976, 79
Tabel 8. Biaya penyusutan peralatan pada P4S Nusa Indah Peralatan
Harga
Nilai sisa
Umur
B. Peny
B. Peny
Eko
(Rp/th)
(Rp/Kg)
Awal (Rp) Sekop
30.000
Timbangan
80.000
Selang
20.000
Bak Pacul Tungku Sterilisasi
4
7.500
0,34
4
17.500
0,79
-
4
5.000
0,23
100.000
-
4
25.000
1,14
15.000
-
4
3.750
0,17
500.000
-
2
250.000
138,89
500.000
5
700.000
388,89
1.008.750
530,45
4.000.000
10.000
Total Biaya Penyusutan Peralatan
56
Tabel 9. Beban sewa tanah pada P4S Nusa Indah Komponen Tanah
Harga awal (Rp) 2.000.000
Umur ekonomis 2
Penyusutan per Peny. per hari tahun 2.739,73 45,62
Tabel 10. Biaya penyusutan kumbung dan kendaraan Kmponen Kumbung Kndaraan
Harga Awal
Nilai Sisa
8.000.000 2.000.000 10.000.000 4.000.000 Total Biaya Penyusutan
Umur Eko 5 4
B. Peny (Rp/Thn) 1.200.000 1.500.000 2.700.000
B. Peny (Rp/Kg) 54,8 68,5 123,3
Tabel 11. Perhitungan nilai tambah Perhitungan Nilai Tambah Komponen Nilai Tambah Nilai (Rp/Kg) - Biaya Bahan Baku 3.821,25 - Biaya Operasional 2.155,54 - B. Peny. Peralatan 530,45 - Beban Sewa Tanah 45,62 - Biaya Peny Kumbung dan 123,3 Kendaraan Nilai Input 6.676,16 Nilai Output 8.000 Nilai Tambah 1.323,84
% 57,24 32,29 7,94 0,68 1,85 100 119,83 19,83
Perhitungan nilai tambah pada P4S Nusa Indah dilihat berdasarkan kondisi jamur tiram mulai dari komponen-komponen pembentuk biaya bahan baku, biaya operasional, biaya sewa serta biaya penyusutan. Nilai input P4S Nusa Indah adalah biaya-biaya hingga jamur tiram putih yang siap panen sedangkan outputnya adalah jamur tiram putih yang dijual kepada pedagang pengumpul. kondisi ini bertujuan untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh oleh masing-masing pihak disepanjang rantai dengan produk yang sama yaitu jamur tiram putih mentah. Tabel 11 menunjukkan nilai input dari P4S Nusa Indah adalah sebesar Rp. 6.676,16 per kg. Sedangkan perolehan nilai tambah pada P4S Nusa Indah dari 1 kilogram jamur tiram putih adalah sebesar Rp. 1.323,84.
57
4.4.2
Analisis Nilai Tambah Pengumpul Ditingkat ini pedagang pengumpul jamur tiram putih tidak hanya membeli jamur tiram putih dari P4S Nusa Indah saja melainkan juga dari petani jamur lainnya.
Pedagang pengumpul melakukan
proses sortasi dan pengemasan pada jamur tiram putih yang diterimanya dari petani.
Pedagang pengumpul tidak melakukan
pengolahan lebih lanjut atas jamur tiram putih tersebut. Pada Tabel 15 menunjukkan bahwa nilai tambah yang didapat oleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp. 1.442, 685 per kg. Nilai input didapat dari harga beli dari petani ditambah dengan biaya operasional dan penyusutan.
Sedangkan nilai output adalah harga
yang diterima dari pedagang pengecer. Tabel 12. Biaya bahan baku Biaya Bahan Baku Bahan Baku Jumlah Harga Jumlah (Kg/hari) (Rp/Kg) (Rp/Hari) Jamur Tiram Putih 65 8.000 520.000 65 8.000 520.000 Total Biaya Bahan
Harga (Rp/Kg) 8.000 8.000
Tabel 13. Biaya operasional Biaya Operasional Harga Harga Biaya Operasional (Rp/Bulan) (Rp/Hari) Listrik 90.000 3.000 Air 60.000 2.000 Tempat 120.000 4.000 Kantong Plastik 300.000 10.000 Meja 210.000 7.000 Tali Rafia 3.000 100 Lampu 100 Watt 40.000 1.333,33 Transportasi 300.000 10.000 1.080.000 26.000 Total B Operasional
Harga (Rp/Kg) 46,15 30,77 61,54 153,85 107,69 1,54 20,51 153,85 553,85
Tabel 14. Biaya penyusutan Komponen Tampah Nampan Timbangan
Biaya Penyusutan Harga Nilai Umur Awal Sisa Eko 10.000 4 20.000 4 350.000 50.000 4 Total Biaya Penyusutan
Harga (Rp/Thn) 2.500 5.000 75.000 82.500
Harga (Rp/Kg) 0,105 0,21 3,16 3,465
58
Tabel 15. Perhitungan nilai tambah Perhitungan Nilai Tambah Komponen Nilai Tambah Nilai (Rp/Kg) - Biaya Bahan Baku 8.000 - Biaya Operasional 553,85 - Biaya Penyusutan 3,465 Nilai Input 8.557,315 Nilai Output 10.000 Nilai Tambah 1.442,685 4.4.3
% 93,49 6,47 0,04 100 116.86 16.86
Analisis Nilai Tambah Pengecer Sama seperti pedagang pengumpul, ditingkat pedagang pengecer jamur tiram putih tidak diolah lebih lanjut. Hasil perhitungan nanalisis nilai tambah menunjukkan nilai input didapat dari penjumlahan biaya bahan baku, biaya operasional dan biaya penyusutan. Sedangkan nilai output adalah harga yang diterima dari konsumen akhir. Tabel 16. Biaya bahan baku Biaya Bahan Baku Bahan Baku Jumlah Harga Jumlah (Kg/hari) (Rp/Kg) (Rp/Hari) Jamur Tiram Putih 10 10.000 100.000 10 10.000 100.000 Biaya Bahan Baku Tabel 17. Biaya operasional Biaya Operasional Harga Harga Biaya Operasional (Rp/Bulan) (Rp/Hari) Kantong Plastik 112.500 3.750 Tali Rafia 3.000 100 Karet gelang 27.000 900 Transportasi 150.000 5.000 292.500 9750 Total B Operasional
Harga (Rp/Kg) 10.000 10.000
Harga (Rp/Kg) 375 1,54 90 500 966,54
Tabel 18. Biaya penyusutan Biaya Penyusutan Umur Harga Ekonomis (Rp/Tahun) Gerobak 2.500.000 5 500.000 Tampah 10.000 4 2.500 Timbangan 100.000 4 25.000 527.500 Total Biaya Penyusutan Komponen
Harga Awal
Harga (Rp/Kg) 137 0,685 6,85 144,535
59
Tabel 19. Perhitungan nilai tambah Perhitungan Nilai Tambah Komponen Nilai Tambah Nilai (Rp/Kg) - Biaya Bahan Baku 10.000 - Biaya Operasional 966,54 - Biaya Penyusutan 144,535 Nilai Input 11.111,07 Nilai Output 15.000 Nilai Tambah 3.888,92 4.4.4
% 90 8,7 1,3 100 135 35
Analisis Nilai Tambah Keripik Jamur Perhitungan nilai tambah pada tingkat ini berdasarkan kondisi pasca panen. P4S Nusa Indah selaku petani tidak hanya menjual jamur tiram putih mentah tetapi saat ini juga merambah ke industri jamur tiram putih olahan. Produk jamur tiram putih olahan yang saat ini dikembangkan berupa keripik jamur. Perhitungan nilai tambah keripik jamur digunakan untuk membuat komparasi perolehan nilai tambah antara jamur tiram putih mentah dengan jamur tiram yang telah dilakukan pengolahan lebih lanjut. Nilai input pada keripik jamur diperoleh dari biaya bahan baku, biaya operasional serta biaya penyusutan. merupakan harga yang diterima dari pembeli.
Sedangkan nilai output
60 Tabel 20. Biaya bahan baku dan operasional Biaya Bahan Baku dan Operasional Komponen Biaya Kebutuhan Satuan Nilai Baku (Rp/Hari) Jamur mentah 10 Kg 65.000 Bawang Putih 200 Gr 12.000 Merica 80 Gr 12.000 Garam 20 Gr 40 Penyedap 8 Pcs 4.500 Telur 8 Pcs 8.500 Tepung 2,5 Kg 25.000 127.040 Total Biaya Bahan Baku Komponen Biaya Operasional Harga (Rp/hari) Gaji 20.000 Listrik + Air 3.000 Gas 2.500 Minyak Goreng 48.000 25.500 Total Biaya Operasional
Jumlah (Rp/Pcs) 2.166,67 400 400 1,33 150 283,33 833,33 4234,66 Harga (Rp/Pcs) 666,67 100 83,33 1.600 2.450
Tabel 21. Biaya penyusutan peralatan Biaya Penyusutan Peralatan Peralatan
Harga
Nilai sisa
Umur
B. Peny
B. Peny
Eko
(Rp/th)
(Rp/Pcs)
Awal (Rp) Penggoregan
60.000
-
2
30.000
2,74
Timbangan
80.000
10.000
4
17.500
1,6
Saringan
12.000
-
1
12.000
1,09
Spinner
1.500.000
375.000
4
1.125.000
102,74
Ember
20.000
-
1
20.000
1,83
1.204.500
111,83
Total Biaya Penyusutan Peralatan
Tabel 22. Perhitungan nilai tambah Perhitungan Nilai Tambah Komponen Nilai Nilai (Rp/Pcs) Tambah - Biaya Bahan Baku 4.234,66 - Biaya Operasional 2.450 - Biaya Penyusutan 111,83 Nilai Input 6.796,49 Nilai Output 8.500 Nilai Tambah 1.703,51
% 62,31 36,05 1,64 100 125,05 25,05
61
4.4.5
Analisis Nilai Tambah Rill Riil added value merupakan nilai tambah yang didapat oleh para pelaku pada rantai jamur tiram putih pada kondisi sesungguhnya. Hal ini dilakukan dengan menghitung nilai tambah berdasarkan penyusutan yang terjadi pada aktivitas-aktivitas yang melibatkan jamur tiram putih tersebut. Penyusutan yang terjadi bisa disebabkan oleh kerusakan pada saat logistik atau kualitas jamur itu sendiri yang sudah kurang baik. Tabel 23. Nilai tambah riil P4S Nusa
Pedagang
Pedagang Pengecer
Indah
Pengumpul
Harga Jual
Rp. 8.000/Kg
Rp. 10.000/Kg
Rp. 15.000/Kg
Nilai
Rp. 8.000/Kg
Rp. 9.000 / 0,9
Rp. 12.000 / 0,8 Kg
Kg Jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah tidak mengalami penyusutan karena P4S Nusa Indah merupakan produsen jamur tiram putih itu sendiri.
Pada pedagang pengumpul terdapat penyusutan
sebesar 0,1 Kg pada setiap 1 Kg jamur tiram putih. Jadi nilai dari setiap 1 Kg yang dijual oleh pedagang pengumpul seharusnya hanya 0,9 Kg atau seharga Rp. 9.000/Kg. Berarti terdapat selisih Rp. 1.000 antara harga jual dengan nilai sebenarnya. sedangkan pada pedagang pengecer terdapat penyusutan sebesar 0,1 Kg dari setiap jamur putih yang dibelinya dari pedagang pengumpul.
Padahal pada pedagang pengumpul sendiri terdapat
penyusutan sebesar 0,1 Kg juga ketika membeli jamur tiram putih dari P4S Nusa Indah.
Jadi nilai dari setiap 1 Kg yang dijual oleh
pedagang pengecer seharusnya hanya 0,8 Kg atau seharga Rp. 12.000. Jadi terdapat selisih sebesar Rp. 3.000 antara harga jual dengan nilai sebenarnya.
62
4.5
Analisis Rantai Nilai Organisasi rantai nilai merupakan sebuah hubungan manajemen atau sistem kerja yang terorganisir diantara anggota masing-masing di sepanjang rantai pasok tersebut. Organisasi rantai nilai tidak mencapai tujuan yang menguntungkan secara sepihak tetapi tujuan dengan keuntungan yang dapat dirasakan semua pihak di dalamnya.
4.5.1
Analisis rantai nilai untuk jamur tiram putih mentah Setidaknya terdapat tiga pihak yang terlibat dalam rantai nilai jamur tiram putih mentah yaitu petani (P4S Nusa Indah), pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Harga jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah adalah sebesar Rp. 8.000 per kg, di tingkat pengumpul sebesar Rp. 10.000 per kg dan Rp. 15.000 di tingkat pengecer (harga pada saat survei dilakukan periode Oktober – November 2012). Adapun tingkat produktifitas jamur tiram putih sebesar 60 kg per hari yang dapat dihasilkan oleh P4S Nusa Indah dengan biaya per hari sebesar Rp. 229.275 atau sebesar Rp. 5.977 per kg jamur tiram putih. Secara rinci aktifitas-aktifitas pembentuk rantai nilai ini dapat dilihat pada Tabel 24 berikut:
Tabel 24. Pembentukan rantai nilai jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah Jenis Kegiatan Produksi Panen Kontainer Timbangan Plastik Harga Beli Transportasi Biaya Susut (0,8%) Biaya susut pengangkutan (5%) Bongkar muatan Pengemasan Ulang Total Biaya Harga Jual Margin R/C
Petani Rp/Kg 5.977 300 50 100 40 48 6.515 8.000 1.485 1,23
Pengumpul Rp/Kg 8.000 154 400 100 150 8.804 10.000 1.196 1,14
Pengecer Rp/kg 10.000 500 500 100 350 11.450 15.000 3.550 1,3
63
Adapun nilai pembentuk R/C Ratio diperhitungkan sebagai berikut : a. Petani Setiap penambahan biaya sebesar Rp. 1.000 akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 1230 b. Pengumpul Di pihak pedagang pengumpul. setiap penambahan biaya sebesar Rp. 1.000 akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 1.140 c. Pengecer Sedangkan untuk pedagang pengecer, setiap penambahan biaya sebesar Rp. 1.000 maka diperoleh penerimaan sebesar Rp. 1.300 Secara ringkas pembentukan rantai nilai jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah dapat digambarkan sebagai berikut :
Petani
Pengumpul
Pengecer
Margin : 1.485
Margin : 1.196
Margin : 3.550
R/C : 1,23
R/C : 1,14
R/C : 1,3
Farm gate : Rp. 8000
Produksi Panen sortasi pengemasan dengan plastik
Transportasi Pengangkutan ke pasar Sortasi Bongkar muat pengemasan
Transportasi
Gambar 9. Rantai nilai jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah Rantai nilai yang dibangun dalam rantai pasok jamur tiram putih pada P4S Nusa Indah perlu dikembangkan dengan pertimbangan berikut :
Nilai R/C sudah hampir merata bagi setiap pihak yang menjadi kekuatan didalam rantai nilai.
Rantai pasok pendek sehingga susut produk jumlahnya tidak besar.
64
4.5.2
Analisis Rantai Nilai Untuk Jamur Tiram Putih Olahan Jamur dapat diolah menjadi beragam bentuk olahan makanan. Adapun ragam olahan jamur tiram putih antara lain dibuat menjadi sup, kripik jamur, nugget jamur, tepung, abon jamur. Usaha jamur tiram olahan pada P4S Nusa Indah masih sebatas pada keripik jamur ( periode September – November 2012 ). Dengan rata-rata produksi 30 pcs/hari industri pengolahan jamur tiram putih ini masih tergolong kecil karena produksinya masih terbatas sesuai pesanan.
Pengembangan usaha dalam bentuk keripik jamur perlu
diusahakan karena faktor-faktor pendukung berikut :
Daya simpan dalam bentuk keripik jamur lebih lama
Keripik jamur merupakan olahan yang memiliki peluang besar karena belum banyaknya industri sejenis, khususnya di bogor.
Keripik jamur memiliki peluang yang besar karena produk pascapanen memiliki value yang lebih tinggi.
Tabel 25. Pembentuk rantai nilai pada keripik jamur Komponen
Jumlah
Satuan biaya
Total
Biaya Bahan baku
10 kg
6.500
65.000
Bumbu
62.000
62.000
Kemasan
13.000
13.000
1950
19500
Perawatan alat* Total biaya Hasil Harga
159.500 30
30
6.500
6.500
Pendapatan Margin R/C *diasumsikan 30% dari biaya bahan baku yang diproses
195.000 35.500 1,23
65
4.6
Implikasi Manajerial Rantai nilai pada P4S Nusa Indah melibatkan atribut lain seperti rantai pasok, nilai tambah serta kemitraan. Keterbukaan informasi pasokan jamur tiram putih di pasar masih menjadi hal yang sulit didapatkan oleh P4S Nusa Indah. Berdasarkan penelitian ( periode September - Oktober 2012 ) diketahui bahwa informasi mengenai pasokan jamur tiram putih di pasar hanya dikuasai secara sepihak yaitu oleh pedagang pengumpul. Informasi di tingkat ini penting diketahui oleh semua pihak, khususnya oleh petani dan pedagang pengumpul. Hal ini penting mengingat pasokan jamur tiram putih di pasar dapat mempengaruhi harga jamur tiram putih itu sendiri di tingkat petani. Karena hal ini dapat menimbulkan kecurigaan antar pihak dalam rantai pasok sehingga dapat merusak rantai nilai yang sudah terbangun. Bagi
petani perlu adanya tambahan modal untuk peningkatan
kapasitas produksi jamur tiram putih. Hal ini diperlukan untuk memenuhi permintaan pasar yang belum dapat dipenuhi. Jumlah kapasitas produksi dengan rata-rata 60 kg per hari belum dapat memenuhi permintaan jamur tiram putih yang ada.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan a. Anggota rantai pasokan jamur tiram putih terdiri dari anggota primer (P4S Nusa Indah, pengumpul dan pengecer) dan anggota sekunder (pemasok bahan baku dan kemasan). Aliran rantai pasokan dimulai dari P4S Nusa Indah, pedagang pengumpul dan terakhir ke pedagang pengecer. Kemitraan yang sudah ada terjalin atas dasar kepercayaan dan saling memerlukan antar pihak. Adapun tujuan dari kemitraan yaitu untuk meningkatkan pendapatan serta meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra. b. Distribusi nilai tambah di sepanjang rantai nilai jamur tiram putih sudah berjalan dengan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai tambah yang diperoleh oleh masing-masing pelaku dalam rantai nilai jamur tiram putih ini. Adapun distribusi nilai tambah yang didapat oleh setiap pihak adalah : (1) 19,83% untuk P4S Nusa Indah selaku petani, (2) 16,86 % yang diperoleh oleh pedagang pengumpul, dan (3) sebesar 35% yang diperoleh oleh pedagang pengumpul. Hal yang patut dicermati adalah besarnya persentae nilai tambah yang diperoleh pedagang pengecer (35%). Hal ini disebabkan oleh minimnya biaya yang dikeluarkan namun harga jamur tiram putih yang berada ditingkat pedagang pengecer akhir relatif lebih tinggi.
Hal lain yang harus
diperhatikan oleh P4S Nusa Indah selaku petani adalah nilai tambah untuk produk jamur olahan (keripik jamur).
Nilai tambah yang
diperoleh oleh P4S Nusa Indah dari keripik jamur adalah 25,05% per bungkus.
Hal ini menunjukkan bahwa keripik jamur yang telah
melalui proses pengolahan memiliki nilai tambah yang lebih signifikan daripada jamur tiram putih mentah. Oleh karena itu perlu upaya lebih dari P4S Nusa Indah untuk memasarkan lebih produk keripik jamur. c. Besaran margin yang didapat oleh para pelaku di sepanjang rantai nilai jamur tiram putih ini relatif berimbang. Bagi P4S Nusa Indah selaku petani mendapatkan margin sebesar Rp. 1.485 per kg jamur tiram
67
putih. Sedangkan margin yang didapat pedagang pengumpul sebesar Rp. 1.196 per kg. Perbedaan yang cukup signifikan adalah margin sebesar Rp. 3.550 per kg untuk pedagang pengecer. Sama seperti distribusi nilai tambah, besarnya margin yang didapat oleh pedagang pengecer karena besarnya harga jual jamur tiram putih di tingkat pedagang pengecer. Namun untuk R/C Ratio (Revenue cost) yang diperoleh oleh setiap pihak relatif berimbang, yaitu : (1) sebesar 1,23 untuk P4S Nusa Indah, (2) 1,14 untuk pedagang pengumpul, dan (3) 1,3 untuk pedagang pengecer. 2. Saran
a. Besarnya margin yang diterima oleh P4S Nusa Indah selaku petani relatif sudah sesuai dengan apa yang selama ini dilakukan. Namun, melihat besarnya margin yang diperoleh oleh pedagang pengecer tentu membuat peluang untuk mendapatkan margin yang lebih besar menjadi terbuka.
Oleh karena itu disarankan bagi P4S Nusa Indah untuk
memangkas rantai pasok jamur tiram putih yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan menjual jamur tiram putih langsung kepada pedagang pengecer atau menjual jamur tiram putih langsung ke konsumen akhir seperti warung makan atau restoran.
b. Perlu ada upaya lebih bagi P4S Nusa Indah untuk menjual jamur tiram putih olahan (keripik jamur) melihat besarnya nilai tambah yang didapat. Oleh karena itu disarankan bagi P4S Nusa Indah tidak hanya menjual jamur tiram putih langsung ke pasar tetapi juga memperluas pasar keripik jamur yang sudah ada sekarang. Hal ini diharapkan mampu memberikan pendapatan yang lebih besar bagi P4S Nusa Indah.
DAFTAR PUSTAKA Atkinson A A, Kaplan R S, Matsumura M, Young S M. Management Accounting. 2007. Upper Saddle River, New Jersey (US) : Prentice Hall. Asril Z. 2009. Analisis Kondisi Dan Desain Indikator Kinerja Rantai Pasokan Brokoli (Brassica Olerecea) Di Sentra Holtikultura Cipanas-Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Dani F D P. 2011. Strategi Pengembangan Organisasi Rantai Nilai Pada Komoditas Susu Sapi di Kecamatan Pujon [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. David F R. 2009. Manajemen Srategis. Jakarta (ID) : Penerbit Salemba Empat. Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat. 2012. Produksi Sayuran Tahun 2007 – 2011 Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. http://diperta.jabarprov.go.ig/index.php/submenu/924 diunduh pada 16 Oktober 2012 Direktorat Hortikultura. 2009. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Sayur Tahun 2008-2009: Tanaman: Jamur. Database Statistik Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian. Donelan J G, Kaplan E A. 2000. Value Chain Analysis: A Stretegic Approach to Cost Management. New York (US) : Thomson Learning Publising. Hafsah M J. 2000. Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Jakarta (ID) : Pustaka Sinar Harapan. Kotler P. 2004. Manajemen Pemasaran, Edisi Millenium. Jakarta (ID) : PT Prenhallinda. Kotler P, Keller K L. 2008. Manajemen Pemasaran. Jakarta (ID) : PT Indeks. Limbong W H, Sitorus P. 1985. Pengantar Tata Niaga Pertanian. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Marimin, Nurul M. 2011. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID) : IPB Press. Martawijaya E I, Nurjayadi M Y. 2010. Bisnis Jamur Tiram di Rumah Sendiri. Bogor (ID) : IPB Press. Morgan W, S Iwantoro, AS Lestari. 2004. Improving Indonesian Vegetable Supply Chains. Didalam : GI Jhonson dan PJ Hofman, editor. AgriProduct Supply Chain Management in Developing Countries. Proceeding of a Workshop; Bali 19-22 August 2004. Denpasar (ID) : ACIAR. Pujawan I N. 2005. Supply Chain Management. Bogor (ID) : PT Gunawidya. Porter M E. 1985. Competitive Advantage : Creating and Sustaining, Superior Performance for Analyzing Industries and Competitor, The Free Pass. Porter M E. 1994. Keunggulan Bersaing, Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. Jakarta (ID) : Binarupa Aksara
69
SK. Mentan No. 940/Kpts/O1210/1097, Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian. Soekartawi A. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta (ID) : UI-Press Rahmat S, Nurhidayat. 2011. Untung Besar dari Bisnis Jamur Tiram. Jakarta (ID) : PT. Agromedia Pustaka. Widodo K H, Pramudya K, Abdullah A, Pujawan I N. 2011. Supply Chain Management Agroindustri yang Berkelanjutan. Bandung (ID) : CV Lubuk Agung Yusri, D. 2010. Analisis Strategi Pengembangan Rantai Nilai Ekowisata Kebun Raya Bogor (KRB) [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
71
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUISIONER Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penelitian Analisis Rantai Nilai Pada Komoditas Jamur Tiram Putih di Kabupaten (Studi Kasus Pada P4S Nusa Indah) oleh
Muhammad
Syibil
(H24104020) mahasiswa
Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pertanyaan Untuk Petani (P4S Nusa Indah) 1. Barapa luas lahan yang Anda miliki ? 2. Bagaimana status kepemilikan lahan Anda tersebut? 3. Bagaimana sistem pemeliharaan produk Anda? 4. Berapa biaya yang digunakan untuk menproduksi bibit ? 5. Apa saja sarana produksi yang Anda gunakan? 6. Berapa biaya yang Anda keluarkan untuk pemenuhan sarana produksi pada setiap panen ? 7. Darimana Anda mendapatkan modal untuk pembelian bibit dan sarana produksi ? 8. Kendala yang dihadapi dalam pemenuhan bibit dan sarana produksi ? Aktifitas P4S Nusa Indah 1.Berapa kali Anda melakukan panen dalam 1 hari? 2. Berapa hasil dari lahan Anda? 3. Apakah hasil tersebut cenderung berubah-ubah atau tetap? 4. Apa yang mempengaruhi hasil dari lahan Anda? 5. Bagaiman pengawasan pada produk jamur Anda? 6. Apakah anda melakukan proses sorting dan garading dari produk yang Anda hasilkan? 7. Apakah anda melakukan pengemasan pada produk yang Anda hasilkan ? 8. Dari segi mutu produk yang anda hasilkan apakah sudah memenuhi permintaan pasar ? 9. Apakah ada pelatihan atau pembinaan dari pemerintah atau instansi lain untuk meningkatkan kualitas produksi Anda?
72
Lanjutan Lampiran 1.
Kinerja Keuangan 1. Berapa rata-rata pendapatan Anda ? 2. Berapa total produksi yang dapat Anda hasilkan dalam satu periode (Kg/ Periode) ? 3. Berapa input bahan baku (bibit dan sarana produksi) untuk sekali periode (Rp/ Periode) ? 4. Berapa Input tenaga kerja yang digunakan untuk sekali periode? 5. Berapa harga produk yang Anda jual (Rp/Kg) ? 7. Berapa upah tenaga kerja ? 8. Berapa harga input bahan baku (Bibit dan sarana produksi) ? 9. Biaya apa saja selain input bahan baku yang digunakan ? Pertanyaan Untuk Pedagang 1. Dengan siapa saja Anda bermitra dalam melakukan usaha Anda ? 2. Dalam hal apa Anda bermitra? 3. Sudah berapa lama anda bermitra ? 4. Apakah Anda mengetahui kondisi mitra Anda ? 5. Apakah Anda mengetahui tempat pemasaran produk mitra Anda ? 6. Meliputi daerah mana saja pemasaran produk Anda ? 7. Sipakah pesaing usaha Anda ? 8. Biaya-biaya apa saja yang anda keluarkan dalam menjalankan usaha Anda? 9. Berapa rata-rata pendapatan harian Anda?