ANALISIS PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJAR PADA RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA DEPOK
Oleh RETRY TYAS TANJUNGSARI H 24076108
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ANALISIS PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJAR PADA RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA DEPOK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh : RETRY TYAS TANJUNGSARI H24076108
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi
: Analisis Penerapan Organisasi Pembelajar Pada Rumah Sakit Sentra Medika Depok
Nama
: Retry Tyas Tanjungsari
NIM
: H24076108
Menyetujui, Pembimbing
( Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM ) NIP : 196710201994032001
Mengetahui: Ketua Departemen
( Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc ) NIP. 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus :
RINGKASAN RETRY TYAS TANJUNGSARI. H24076108. Analisis Penerapan Organisasi Pembelajar pada Rumah Sakit Sentra Medika Depok. Dibawah bimbingan ANGGRAINI SUKMAWATI Jasa pelayanan kesehatan saat ini telah berada pada persaingan global yang didukung dengan teknologi informasi, sehingga mempermudah masyarakat untuk memperoleh informasi dan memiliki pengetahuan tentang pelayanan kesehatan yang baik. Perubahan yang cepat dalam dunia ilmu kesehatan menuntut rumah sakit sebagai organisasi yang memberikan jasa pelayanan kesehatan untuk dapat mengembangkan diri sesuai dengan ilmu pengetahuan terkini. Berdasarkan hal-hal tersebut rumah sakit harus memiliki keunggulan melalui kemampuan untuk menjadi organisasi pembelajar sehingga dapat melakukan pembelajaran berkesinambungan yang dapat mengatisipasi perubahan yang ada serta melakukan pelayanan dengan prima. Hal tersebut diperlukan karena rumah sakit harus bertahan dalam persaingan atau lebih baik lagi untuk menjadi pemimpin pasar. Tujuan dari penelitian ini adalah; menganalisis perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika Depok terhadap penerapan organisasi pembelajar, mengidentifikasi penerapan model sistem organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika Depok saat ini, serta menganalisis strategi yang dapat dilakukan oleh RS Sentra medika Depok untuk menjadi organisasi pembelajar yang ideal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuesioner kepada staf dan pimpinan RS Sentra Medika Depok. Data sekunder diperoleh melalui peninjauan buku-buku, internet, jurnal, serta dokumentasi RS Sentra Medika Depok. Pengambilan sampel menggunakan teknik Stratified Purpossive Sampling. Sampel yang diambil pada penelitian ini berjumlah 72 orang karyawan tetap, dan pada metode penelitian dilakukan uji normalitas data, uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Selain itu untuk menguji perbedaan persepsi antara staf dan pimpinan RS Sentra Medika Depok mengenai penerapan organisasi pembelajaran dilakukan dengan Uji-t. Pengolahan data hasil penelitian menghasilkan nilai t hitung pada uji perbedaan persepsi sebesar 1,605. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai t tabel yaitu 1,99 yang berarti Ho : µ1 = µ 2 tidak dapat ditolak atau tidak ada perbedaan persepsi mengenai penerapan organisasi pembelajar di RS Sentra Medika Depok antara staf dan pimpinan. Selain itu pada penelitian ini juga didapatkan skor rata-rata penerapan seluruh subsistem organisasi pembelajar RS Sentra Medika Depok sebesar 2,12 (dari skala 4). Penerapan terbesar dilakukan pada subsistem transformasi organisasi sebesar 2,28, sedangkan penerapan terkecil terdapat pada subsistem penerapan teknologi dengan nilai 2,02. Skor tersebut menunjukkan bahwa RS Sentra Medika Depok cukup menerapkan organisasi pembelajar namun belum optimal. Hal ini sesuai pada range result pada learning organization profile Marquardt (1996). Selain itu penelitian ini juga membandingkan tingkat penerapan organisasi pembelajar RS Sentra Medika Depok dengan rata-rata tingkat penerapan organisasi pembelajar pada 500 organisasi penelitian Marquardt (1996). Tingkat penerapan organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika Depok sebesar 52,75% masih berada dibawah rata-rata penerapan organisasi pembelajar pada penelitian Marquardt (1996) sebesar 55%. Kata Kunci :
Organisasi Pembelajar, Learning Organization Profile, Rumah Sakit, Model Sistem Organisasi Pembelajar
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Retry Tyas Tanjungsari dilahirkan pada tanggal 16 Maret 1985 di kota Bogor Propinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak ke-empat dari empat bersaudara pasangan Syafrin Mulyadi Salit dan Lilik Siti Suranti. Mengawali
perjalanan
pendidikannya,
penulis
melaksanakan
pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN Sukamaju Baru II Depok pada tahun 1991, kemudian tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTPN 7 Depok pada tahun 1997 hingga 2000. Setelah itu penulis melanjutkan jenjang pendidikannya di SMUN 2 Depok dengan jurusan IPA pada tahun 2000 hingga 2003. Pada tingkat SMU tersebut penulis diberi kesempatan untuk mengikuti Olimpiade Pendidikan Internasional bidang informatika, sampai pada tingkat Propinsi. Selain itu penulis juga aktif mengikuti kejuaraan olahraga bola basket pada beberapa kesempatan. Penulis melanjutkan pendidikan tingkat diploma Indonesia pada tahun 2003 di Fakultas Kedokteran dengan
pada Universitas program studi
Manajemen Perumahsakitan dan peminatan Public Relation, Marketing dan Mutu Rumah Sakit hingga tahun 2006.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini. Penelitian ini merupakan salah satu kewajiban akademik yang harus dipenuhi dan penyusunan skripsi ini merupakan suatu persyaratan bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Sentra Medika Depok dengan judul ”Analisis Penerapan Organisasi Pembelajar pada Rumah Sakit Sentra Medika Depok”. Penulis menyadari bahwa isi dari penelitian ini masih jauh dari sempurna, namun semoga adanya penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini.
Bogor, Februari 2012 Penulis
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan skripsi bertempat di kawasan Jl. Raya Bogor Km.33 Cisalak Depok. Penelitian ini di dalam pelaksanaannya dibantu oleh pihak-pihak yang terkait, karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan ilmunya kepada penulis.
2.
Seluruh pegawai RS Sentra Medika Depok atas kerjasama, bantuan, dan dorongan semangatnya.
3.
Bapak Sardi selaku Kepala Bagian, dan Ibu Haeriah Saputra yang telah membantu dalam berbagi pengetahuan tentang RS Sentra Medika Depok pada penelitian ini.
4.
Kedua orang tua penulis yang telah memberikan semangat dalam pembuatan laporan skripsi ini .
5.
Sally Sulviani, Ridho Virmawan, dan Donny Juliadi sebagai kakak penulis yang selalu mendukung dan memberi semangat.
6.
Aditya Rizky Darma Fitrian yang telah memberikan saran, dorongan serta semangat kepada penulis.
7.
Terima kasih untuk sahabat-sahabat Program Alih Jenis Manajemen angkatan tiga, terutama kepada teman-teman satu bimbingan atas kebersamaannya dalam duka maupun suka. Semoga hasil penelitian yang penulis susun dapat dijadikan sebagai bahan
acuan dan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam
penyempurnaan
penelitian ini.
Bogor, Februari 2012 Penulis
vii
DAFTAR ISI
RINGKASAN RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v KATA PENGANTAR ............................................................................... vi UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................................. viii DAFTAR TABEL ..................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 6 1.4 Manfaat penelitian .......................................................................... 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Organisasi ..................................................................... 7 2.2 Pengertian Pembelajaran ................................................................ 7 2.3 Pengertian Organisasi Pembelajar (Learning Organization) ........... 8 2.4 Karakteristik Organisasi Pembelajar ............................................... 9 2.5 Konsep Organisasi Pembelajar ....................................................... 10 2.6. Penelitian Terdahulu yang Relevan................................................ 27 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian....................................................... 29 3.2 Metode Penelitian........................................................................... 31 3.3 Analisis Deskriptif dengan Rataan Skor.......................................... 37 3.4 Uji Beda ......................................................................................... 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum RS Sentra Medika Depok................................... 41 4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ................................ 44 4.3 Karakteristik Responden ................................................................ 45 4.4 Analisis Perbedaan Persepsi antara Pimpinan dan Staf RS Sentra Medika Depok Terhadap Penerapan Organisasi Pembelajar di RS Sentra Medika Depok ........................ 50 4.5 Analisis Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajar pada RS Sentra medika Depok ................................................................ 51 4.6 Hasil Nilai Rataan Tingkat Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajar pada RS Sentra Medika Depok ................... 80 4.7 Implikasi Manajerial ...................................................................... 86
viii
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ................................................................................... 93 2. Saran .............................................................................................. 94 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 96 LAMPIRAN .............................................................................................. 98
ix
DAFTAR TABEL
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Halaman Perbandingan Kegiatan Pelayanan Kesehatan RS Sentra Medika Depok Tahun 2006 s.d. 2010 ................................................................ 4 Matriks Instrumen Penelitian................................................................ 32 Stratifikasi Sampel Penelitian ............................................................... 34 Jumlah Responden Penelitian ............................................................... 35 Rentang Skala Rataan Skor .................................................................. 38 Frekuensi Penerapan Subsistem Pembelajaran ...................................... 52 Frekuensi Penerapan Subsistem Transformasi Organisasi..................... 56 Frekuensi Penerapan Subsistem Pemberdayaan Manusia/orang ............ 61 Frekuensi Penerapan Subsistem Pengelolaan Pengetahuan ................... 68 Frekuensi Penerapan Subsistem Penerapan Teknologi ......................... 76 Tingkat Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajar RS SentraMedika Depok ...................................................................... 81 Skor Kinerja Penerapan Organisasi Pembelajar RS Sentra Medika ....... 82 Perbedaan Nilai Rata-rata Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajar pada RS Sentra Medika Depok dengan Penelitian Marquardt terhadap 500 Organisasi ......................... 83
x
DAFTAR GAMBAR
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Halaman Learning Cycle ..................................................................................... 7 Model Sistem Organisasi Pembelajar ................................................... 13 Sub Sistem Pembelajaran ..................................................................... 14 Sub Sistem Transformasi Organisasi ................................................... 18 Sub Sistem Pemberdayaan Orang / Manusia ........................................ 20 Sub Sistem Pengetahuan ..................................................................... 23 Sub Sistem Teknologi .......................................................................... 25 Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................ 30 Data Responden Berdasarkan Bidang Pekerjaan ................................... 46 Data Responden Berdasarkan Unit Kerja .............................................. 47 Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................................ 48 Data Responden Berdasarkan Usia ....................................................... 49 Data Responden Berdasarkan Masa Kerja ............................................ 49 Perbandingan Rata-rata Penerapan Organisasi Pembelajar RS Sentra Medika Depok dan Organisasi pada Penelitian Marquardt (1996) ........................................................ 83
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Halaman Kuesioner Penelitian ............................................................................ 98 Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian ............................................. 103 Struktur Organisasi RS Sentra Medika Depok ...................................... 104 Hasil Uji Validitas ............................................................................... 105 Hasil Uji Reliabilitas ........................................................................... 106 Hasil Uji Normalitas Data ................................................................... 107 Hasil Uji-t Tidak Berpasangan ............................................................. 108
xii
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Era globalisasi saat ini telah merambah ke seluruh sektor salah satunya juga sektor jasa dan pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Berdirinya rumah sakit yang bertaraf internasional di Indonesia merupakan pemicu bagi pengelola rumah sakit Indonesia untuk selalu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan. Selain itu, kemudahan akses informasi pada era teknologi informasi yang berkembang saat ini menjadikan pasien memiliki pengetahuan yang lebih luas dan akibatnya menuntut penyedia pelayanan kesehatan prima dalam melakukan pelayanan terhadap pasien. Setiap organisasi termasuk rumah sakit transformasi
untuk
dapat
melaksanakan
dituntut
melakukan
pembelajaran
yang
berkesinambungan (continues learning) dan menciptakan inovasi dengan mengelola sumber daya yang ada sehingga dapat memiliki keunggulan bersaing. Hal tersebut dilakukan karena rumah sakit sekarang ini tidak hanya menyediakan pelayanan penyembuhan namun juga pelayanan pencegahan penyakit dan juga kegiatan-kegiatan ilmiah kepada masyarakat. Keunggulan bersaing membuat organisasi dapat bertahan atau bahkan diharapkan memimpin pasar. Untuk mencapai hal tersebut, organisasi sebaiknya tidak hanya mengelola sumber daya tangible tetapi juga mengelola pengetahuan sebagai sumber daya intangible untuk menciptakan inovasi. Seperti yang dikemukakan oleh Marquardt (2002) bahwa banyak organisasi yang saat ini menyadari hal yang sangat penting adalah menjadi Learning Organisation (organisasi pembelajar), mereka harus belajar untuk lebih baik dan lebih cepat atau mereka akan mati (bangkrut). Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan perubahan paradigma dari “resources-based competitiveness”
menjadi
“knowledge-based
competitiveness”
yang
mengutamakan pengetahuan dan proses pembelajaran sebagai keunggulan kompetitif. Hal lain dikemukakan oleh de Geus yang dikutip dari Tjakraatmadja dan Lantu (2006) menuturkan bahwa penyebab pendeknya umur perusahaan, terutama karena perusahaan tersebut tidak mampu belajar
2
atau tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan zaman, sehingga mengecewakan konsumen, dan pada akhirnya “mati” karena kehilangan pasar atau tutup karena ditolak oleh masyarakat dan lingkungannya. Apabila dahulu organisasi lebih konsentrasi untuk mencari cara agar dapat out-do (bertindak dengan lebih baik), saat ini organisasi sibuk mencari cara untuk dapat out-know (mempunyai strategi pengetahuan yang lebih baik dibandingkan perusahaan lain). Oleh karena itu dengan pengetahuan dan teknologi tersebut organisasi akan mengetahui bagaimana cara agar mengelola sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dengan lebih baik. Pentingnya
melaksanakan
pembelajaran
yang
berkesinambungan,
dipengaruhi oleh banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat dan sulit diprediksi pada lingkungan eksternal organisasi. Berdasarkan hal tersebut maka organisasi perlu bertindak adaptif yang diwujudkan dengan kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu, mengetahui pengetahuan tentang sumber daya manusia ataupun konsumen, dapat menyelesaikan permasalahan, memiliki sumber daya manusia yang dapat membagikan pengetahuan dan pengalamannya terhadap partner kerja ataupun pada perusahaan tempatnya bekerja, pada akhirnya akan menghasilkan inovasi. Hal-hal tersebut dapat dilakukan berkelanjutan hingga pada akhirnya akan menjadi budaya sebuah organisasi yang membuat perusahaan tersebut terbentuk menjadi learning organization (organisasi pembelajar) yang menggunakan pengetahuan sebagai sumber daya
utama
untuk
bersaing.
Perusahaan
yang
memiliki
budaya
pembelajaran inilah yang akan mampu bertahan dan untuk lebih baik lagi menjadi trend setter di dunia bisnis. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Tjakraatmadja dan Lantu (2006), bahwa organisasi akan dapat diselamatkan dari kebangkrutan jika setiap anggota organiasi tersebut mau dan mampu membekali dirinya masing-masing untuk mampu beradaptasi dengan tuntutan perubahan, dan organisasi seperti ini disebut sebagai organisasi pembelajar.
3
Apabila pelayanan kesehatan ingin memberikan perbaikan yang diharapkan, maka harus belajar dan berkembang, serta mendukung sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut. Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan sering dinilai memiliki kompleksitas yang tinggi. Rumah sakit mengelola perubahan terus menerus dari berbagai jenis, yaitu; perubahan dalam hubungan antara praktisi medis dan paramedis kepada pasien mereka atau klien, perubahan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran ataupun keperawatan serta penunjang medis, perubahan sifat tenaga kerja seperti peran-peran baru serta pergeseran tanggung jawab dalam tim klinis. Selain itu pada rumah sakit terdapat cara yang sangat variatif oleh masingmasing karakter sumber daya manusia di rumah sakit dalam menyelesaikan tugas ataupun masalah medis sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh praktisi. Mutu pelayanan rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang paling dominan adalah sumber daya manusia yang merupakan aset utama rumah sakit yang memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini dilakukan secara sinergis oleh tenaga medis (dokter), paramedis (perawat dan bidan), serta non medis (manajemen, penunjang medis dan administratif). Tenaga medis dan paramedis secara langsung berinteraksi dengan pasien dalam melaksanakan tanggung jawabnya, begitu juga dengan beberapa bagian administratif (seperti front liner). Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya diharapkan senantiasa memperhatikan fungsi sosial dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan adanya mutu pelayanan prima. Tidak adanya tindakan yang mengantisipasi ancaman eksternal dan internal persaingan rumah sakit dapat menyebabkan menurunnya minat pasien untuk datang atau profesional medis serta rumah sakit lain untuk merujuk pasien ke RS Sentra Medika. Hal ini akan berdampak kepada menurunnya jumlah pasien yang datang untuk pelayanan rawat jalan, rawat inap, serta penunjang medis. Pada
4
pelayanan rawat jalan, pelayanan Medical Check Up juga mengalami penurunan jumlah pasien yang konsisten selama 5 tahun terakhir. Selain itu juga jumlah nilai indikator pelayanan rawat inap Bed Occupation Rate (BOR) belum pernah mencapai nilai ideal yang ditentukan oleh Departemen Kesehatan RI sebesar 60%-85%, seperti pada tabel berikut. Tabel 1. Perbandingan Kegiatan Pelayanan Kesehatan RS Sentra Medika Depok Tahun 2006 s.d. 2010 JENIS
JUMLAH PASIEN TAHUN
PELAYANAN
2006
2007
2008
2009
2010
46.820
47.090
44.881
42.142
43.755
587
375
244
189
161
44
46
40
47
38,1
Rawat Jalan - Poliklinik - Medical
Check
Up Rawat Inap - BOR (%)
Oleh karena itu rumah sakit sebaiknya melakukan tindakan untuk mengantisipasi dan penyesuaian khususnya pencegahan timbulnya komplain dari pasien ataupun pengunjung yang saat ini masih diperoleh oleh RS Sentra Medika pada aspek sarana dan prasarana, kebersihan, kecepatan pelayanan, menu makanan, serta kedatangan dokter yang tidak sesuai jadwal praktek. Idealnya prioritas sebuah organisasi bisnis adalah mempertahankan pelanggannya, maka RS Sentra Medika perlu mengelola segala potensi yang ada dan sumber daya yang dimiliki untuk dapat melakukan pembelajaran yang berkesinambungan sehingga dapat mendukung upaya terbentuknya organisasi pembelajar dan perlu diaplikasikan secara tepat, bersamaan, dan berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis penerapan model sistem organisasi pembelajar di RS Sentra Medika Depok sehingga RS Sentra Medika dapat melakukan perbaikan-perbaikan dan memiliki keunggulan kompetitif untuk masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan upaya pengembangan manajemen rumah sakit yang fokus pada peningkatan mutu (Quality Improvement).
5
1.2. Rumusan Masalah Banyaknya pesaing dibidang pelayanan kesehatan mengharuskan RS Sentra Medika Depok untuk terus bertahan dan tertantang agar lebih maju serta berkembang. RS Sentra Medika Depok memiliki berbagai pelayanan seperti rumah sakit pada umumnya yaitu Rawat Jalan, Rawat Inap, dan Penunjang Medis. Selama 5 tahun terakhir, jumlah pasien pada pelayanan tersebut dinilai fluktuatif dan cenderung menurun, khususnya pada pelayanan Medical Check Up. Disisi lain, Medical Check Up seharusnya menjadi produk andalan rumah sakit yang berada di wilayah industrial. Selain itu masih terdapat komplain oleh pasien atau pengunjung kepada RS Sentra Medika Depok pada aspek sarana dan prasarana, kebersihan lingkungan rumah sakit, kecepatan pelayanan, menu makanan pasien rawat inap, serta keterlambatan praktek dokter. Salah satu upaya pembelajaran sebenarnya telah dilakukan dengan upaya pengembangan fasilitas dan teknologi yang diterapkan oleh RS Sentra Medika Depok sesuai dengan visinya yaitu menjadi rumah sakit rujukan dengan memberikan pelayanan yang optimal. Hal tersebut diharapkan agar rumah sakit lain dapat merujuk karena keterbatasan alat dan fasilitas yang mereka miliki. Akan tetapi nilai Bed Occupation Rate (BOR) RS Sentra Medika Depok belum juga memperoleh nilai yang ideal. RS. Sentra Medika Depok sebagai organisasi pelayanan kesehatan pada umumnya yang padat karya, padat modal, padat pakar, padat teknologi, dan padat masalah, diharapkan dapat memberikan pelayanan optimal dengan mengedepankan proses pembelajaran dengan mengacu pada model sistem organisasi pembelajar. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika Depok terhadap penerapan organisasi pembelajar ? 2. Bagaimana penerapan model sistem organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika saat ini ? 3. Bagaimana strategi RS Sentra Medika untuk menjadi organisasi pembelajar yang ideal?
6
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika terhadap penerapan Organisasi Pembelajar 2. Menganalisis penerapan model sistem organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika saat ini 3. Merumuskan alternatif strategi RS Sentra medika untuk menjadi organisasi pembelajar yang ideal. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk 1. Bagi Perusahaan Memperoleh informasi mengenai organisasi pembelajaran di RS Sentra Medika, sehingga dapat meningkatkan peran organisasi pembelajar dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan performance RS Sentra Medika dilingkungan bisnis pelayanan kesehatan. 2. Bagi peneliti Sebagai bahan penerapan pengetahuan perkuliahan yang telah dijalani. Selain itu juga untuk membantu perusahaan untuk mengidentifikasi penerapan organisasi pembelajar untuk dapat meningkatkan kinerja pelayanan. 3. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai bahan referensi untuk peneliti dibidang yang sama untuk penelitian yang sama ataupun penelitian lanjutan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini diharapkan sesuai dengan lingkup pembahasan dan terarah. Oleh karena itu ditetapkan ruang lingkup penelitian mencakup satu variabel (univariate). Hal tersebut meliputi pembahasan mengenai model sistem organisasi pembelajar melalui sub sistem pembelajaran (Learning), transformasi organisasi (Organisational transformation), orang/manusia (People), pengetahuan (Knowledge), serta teknologi (Technology), dan penerapannya pada RS Sentra Medika Depok.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Organisasi Menurut Dimock dan Koening (Sutarto, 2006) organisasi adalah menghimpun secara teratur bagian-bagian yang saling bergantungan untuk mewujudkan suatu keseluruhan yang bersatu padu dengan mana wewenang, koordinasi, dan kontrol dapat dilaksanakan untuk mencapai maksud tertentu. Pengertian lain dikemukakan oleh Allen (Sutarto, 2006) organisasi formal merupakan sesuatu sistem dari pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan dengan
baik,
masing-masing
pekerjaan
itu
mengandung
sejumlah
wewenang, tugas dan tanggung jawab tertentu, keseluruhannya disusun secara sadar untuk memungkinkan orang-orang dari badan usaha itu bekerja sama secara paling efektif dalam mencapai tujuan mereka. 2.2
Pengertian Pembelajaran (Learning) Learning merupakan satu proses fundamental yang relevan bagi banyak aspek dari perilaku organisasi. Learning merupakan satu perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Pembelajaran menurut Argyris (Utami, 2009) adalah suatu lingkaran aktivitas di mana seseorang menemukan suatu masalah (discovery), mencoba menemukan solusi atasnya (invention), menghasilkan atau melaksanakan solusi itu (production), dan mengevaluasi hasil yang diperoleh yang mengantarnya pada masalah-masalah baru (evaluation). Aktivitas-aktivitas ini disebut sebagai lingkaran pembelajaran.
Discovery Invention
Evaluation Production
Gambar 1. Learning Cycle (Argyris, 1982)
8
2.3
Pengertian Organisasi Pembelajar ( Learning Organization) Sejak publikasi buku “the fifth discipline” oleh Senge (1990), konsep Learning
Organization
dipromosikan
sebagai
cara
untuk
mentransformasikan organisasi menjadi organisasi pembelajar dalam menghadapi tantangan masa depan. Beberapa organisasi modern telah maju dalam peningkatan kinerjanya melalui organisasi pembelajaran (Learning organization). Berbagai definisi dari learning organization, di antaranya adalah Pedler et al., dalam Dale mendefinisikan organisasi pembelajaran sebagai sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasikan diri, sedangkan Lundberg dalam Dale menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurut Pedler et al. suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang: 1. Mempunyai suasana di mana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka 2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok, dan stakeholder lain yang signifikan 3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis 4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus Watkins dan Marsick (Anggraeni, 2006) mendefinisikan Learning Organization sebagai organisasi yang bercirikan pembelajaran berkelanjutan untuk pengembangan yang berkesinambungan dan dengan kapasitasnya untuk berubah. Hal lain diungkapkan oleh Sangkala (2007) yang mendefinisikan organisasi pembelajar sebagai perusahaan yang terus-menerus mengubah dirinya agar lebih baik dalam mengelola pengetahuan, memanfaatkan teknologi, memberdayakan karyawan, dan memperluas pembelajaran agar lebih baik beradaptasi dan berhasil didalam lingkungan yang senantiasa berubah.
9
Menurut Marquardt (2002), organisasi pembelajar terkini adalah yang bisa memanfaatkan pengumpulan kepintaran sumber daya manusia di tingkat individu, kelompok dan level sistem. Kemampuan tersebut disertai dengan peningkatan status organisasi, teknologi, pengelolaan pengetahuan, dan pemberdayaan orng/manusia. Secara umum, organsasi pembelajaran dapat diartikan sebagai kemampuan suatu organisasi memfasilitasi untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran (self learning) sehingga organisasi tersebut memiliki kecepatan berpikir dan bertindak serta pengembangan pengetahuan sehingga dapat merespon beragam perubahan yang muncul. 2.4
Karakteristik Learning Organization Marquardt (2002), mengungkapkan bahwa pada kondisi saat ini, pembelajaran di organisasi mendatangkan bentuk pembelajaran yang baru dengan cara berikut ini: 1.
Berbasis kinerja dan terkait dengan tujuan bisnis
2.
Menekankan pentingnya proses belajar atau belajar bagaimana cara belajar
3.
Kemampuan untuk mendefinisikan pembelajaran merupakan hal yang sama pentingnya dengan menemukan jawaban dari pertanyaan yang spesifik
4.
Peluang
besar
organisasi
untuk
mengembangkan
pengetahuan,
keterampilan dan sikap. 5.
Pembelajaran adalah bagian dari pekerjaan seluruh anggota organisasi Megginson dan Pedler (Ginting, 2004) memberikan sebuah panduan
mengenai konsep organisasi pembelajaran, yaitu “Suatu ide atau metaphor yang dapat bertindak sebagai bintang penunjuk. Ia bisa membantu orang berpikir dan bertindak bersama menurut apa maksud gagasan semacam ini bagi mereka sekarang dan di masa yang akan datang. Seperti halnya semua visi, ia bisa membantu
menciptakan kondisi di mana sebagian ciri-ciri
organisasi pembelajarna dapat dihasilkan”. Kondisi-kondisi tersebut adalah: 1. Strategi pembelajaran 2. Pembuatan kebijakan partisipatif
10
3. Pemberian informasi (yaitu teknologi informasi digunakan untuk menginformasikan dan memberdayakan orang untuk mengajukan pertanyaan dan mengambil keputusan berdasarkan data-data yang tersedia) 4. Akunting formatif (yaitu sistem pengendalian disusun untuk membantu belajar dari keputusan) 5. Pertukaran internal 6. Kelenturan penghargaan 7. Struktur-struktur yang memberikan kemampuan 8. Pekerja lini depan sebagai penyaring lingkungan 9. Pembelajaran antar perusahaan 10. Suasana belajar 11. Pengembangan diri bagi semua orang Meskipun suatu organisasi melakukan semua hal di atas, tidak otomatis suatu organisasi menjadi learning organization. Perlu dipastikan bahwa tindakan-tindakan tidak dilakukan hanya berdasarkan kebutuhan. Tindakan-tindakan tersebut harus ditanamkan, sehingga menjadi cara kerja sehari-hari yang rutin dan normal. Strategi pembelajaran bukan sekedar strategi
pengembangan
sumber
daya
manusia.
Dalam
learning
organization, pembelajaran menjadi inti dari semua bagian operasi, cara berperilaku, dan sistem. 2.5
Konsep Learning Organization Watkins dan Marsick (1998) memiliki 7 (tujuh) dimensi yang berkaitan dengan pembentukan organisasi pembelajar, yaitu: 1.
Menciptakan kesempatan belajar yang terus menerus (continous learning), yaitu menggambarkan usaha organisasi dalam menciptakan kesempatan learning berkesinambungan untuk seluruh anggotanya
2.
Mendukung Inquiry dan dialog, yaitu usaha organisasi dalam membangun budaya “mempertanyakan, umpan balik dan melakukan percobaan
3.
Mendorong kelompok learning dan kolaborasi (team learning), yaitu menggambarkan semangat kerjasama dan kemampuan kerjasama yang mendukung pemanfaatan tim secara efektif
11
4.
Memberikan
kewenangan
kepada
karyawan
melalui
visi
bersama
(empowerment), yang diartikan dengan proses organisasi untuk membangun dan mensosialisasikan visi bersama dan mendapatkan umpan balik dari anggotanya tentang kesenjangan antara keadaan saat ini dengan visi yang baru 5.
Menyusun sistem untuk mengakomodasi dan menyebarkan learning (embedded sistem), yaitu menandakan usaha organisasi untuk menerapkan suatu sistem guna menampung dan menyebarkan learning
6.
Menghubungkan organisasi dengan lingkungannya (system connection) yang memperlihatkan pemikiran global dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menghubungkan organisasi dengan lingkungan eksternal dan internalnya
7.
Menyediakan kepemimpinan strategik untuk learning (strategic leadership), memperlihatkan sejauh mana pemimpin berpikir secara strategis tentang bagaimana memanfaatkan learning untuk menciptakan perubahan dan membawa organisasi ke tujuan / pasar baru.
Berdasarkan hasil penelitian Tjakraatmaja (2006) dihasilkan temuan bahwa untuk membangun Learning Organization dibutuhkan tiga pilar yang saling mendukung, yaitu (1) pembelajaran individual (individual learning), (2) jalur transformasi pengetahuan, dan (3) pembelajaran organisasional (organizational learning). Proses pembelajaran diawali dengan individual learning untuk memahami potensi diri, yang merupakan proses akumulasi pengetahuan individu untuk menghasilkan keahlian/kemahiran pribadi (personel mastery). Individual learning didapatkan melalui pendidikan, pelatihan, dan kesempatan berkembang yang membuat individu tumbuh. Pilar transformasi pengetahuan berfungsi sebagai alat untuk munculnya proses transformasi pengetahuan (kompetensi) melalui proses berbagi pengetahuan di antara anggota-anggota organisasi. Pilar organizational learning adalah suatu pilar untuk menghasilkan intellectual capital yang mampu memberikan value added bagi organisasi. Organizational learning dapat dikatakan sebagai suatu wadah untuk membangun kelompok manusia yang memiliki kompetensi yang beragam dan mampu melaksanakan
12
kerjasama, sehingga mampu untuk berbagi visi, knowledge, untuk disinergikan
dan
ditransformasikan
menjadi
intellectual
capital.
Pembelajaran organisasi dicapai melalui riset dan pengembangan, evaluasi dan perbaikan siklus, ide dan input dari karyawan dan pelanggan, berbagai praktik terbaik dan benchmark. Neffe (dikutip dari Anggraeini, 2006) menyimpulkan beberapa elemen yang harus ada dalam Learning organization, yaitu: a. The Learning Process. Elemen ini merupakan bagian integral dari hampir semua definisi. b. Knowledge Acquisition or Generation. Elemen ini menunjuk bahwa proses pembelajaran sebagai incorporating pengetahuan dari luar organisasi dan creating pengetahuan dari dalam, paling banyak melalui trial and error. Elemen ini dinyatakan oleh Huber, Dixon, dengan menyebut knowledge acquisition dan Nonaka & Takeuchi dengan menyebut knowledge generation c. Individual Learning. Elemen ini dimasukkan sebagai prerequisite pembelajaran organisasi seperti yang dinyatakan oleh Argyris, Schon dan Pawlowsky. d. Teams Learning. Elemen ini dimasukkan berdasarkan pertimbangan bahwa beberapa penulis, Senge, Dixon, Pawlowsky, menyebutkan bahwa team learning sebagai faktor penting terjadinya pembelajaran organisasi. e. Organizational Knowledge. Elemen ini dinyatakan oleh mayoritas penulis dan menjadi sufficient condition untuk terjadinya organizational actions. Disisi lain, Senge (1990) mengemukakan bahwa di dalam organisasi pembelajaran (Learning Organization) yang efektif diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi yakni: Personal Mastery, Mental Models, Shared Vision, Team Learning, dan Sistem Thinking. Kelima dimensi dari Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Kelima
dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan sumber daya
13
manusia, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan
kemampuannya
untuk
beradaptasi
pada
perubahan
dan mengantisipasi perubahan di masa depan. Hal serupa diungkapkan oleh Marquardt (2002) mengenai dimensi pada subsistem learning pada model sistem Learning Organization dan menambahkan satu dimensi yaitu dialog. Dalam mewujudkan proses pembelajaran (Learning) pada organisasi pembelajar, diperlukan enam dimensi didalamnya yaitu; sistem berpikir, model mental, keahlian personal, kerjasama tim, membagi visi bersama, serta dialog. Secara menyeluruh, Marquardt (2002) menjelaskan bahwa untuk mentransformasikan sebuah organisasi untuk menjadi organisasi pembelajar, maka setiap individu ataupun sebuah organisasi harus menggabungkan lima subsistem yang ada dalam model sistem organisasi pembelajar seperti pada gambar berikut:
Manusia
Transformasi Organisasi Pembelajaran
Pengetahuan
Teknologi
Gambar 2. Model Sistem Organisasi Pembelajar (Marquardt, 2002) Gambar tersebut menunjukan bahwa irisan matematis pada model sistem organisasi pembelajaran tersebut menggambarkan bahwa proses pembelajaran juga merupakan bagian dari model sistem dan harus terjadi pada seluruh subsistem lainnya yaitu subsistem manusia, teknologi, pengetahuan, dan organisasi. Jika proses pembelajaran dalam organisasi pembelajar terjadi, akan terjadi perubahan persepsi, perilaku, kepercayaan, mentalitas, strategi, kebijakan, dan prosedur baik yang berkaitan dengan
14
manusia
ataupun
organisasi.
Kelima
subsistem
tersebut
saling
berhubungan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Apabila salah satu subsistem tidak dimiliki atau lemah, maka subsistem lainnya akan terganggu secara signifikan. 2.5.1 Subsistem Pembelajaran (Learning) Subsistem pembelajaran adalah inti dari organisasi pembelajar. Berada pada tingkat-tingkat pembelajaran, tipe dari pembelajaran yang krusial bagi pembelajaran yang terorganisasi, dan keahlian kritis dalam pembelajaran yang terorganisasi. Subsistem pembelajaran dapat dilihat pada gambar berikut ini: Tingkatan: 1. Individual 2. Grup 3. Organisasi
Tipe: 1. Adaptive 2. Anticipaty 3. Action Pembelajaran Keahlian: 1. System Thingking 2. Mental Models 3. Personal Mastery 4. Team Learning 5. Shared vision 6. Dialogue
Gambar 3. Subsistem Pembelajaran (Marquardt, 2002) Menurut
Marquardt
(2002)
untuk
membangun
subsistem
pembelajaran dibutuhkan beberapa hal, yaitu: 1. Tingkatan Belajar Organisasi pembelajar termanifestasi melalui tiga tingkatan pembelajar yaitu individu, tim atau kelompok, dan organisasi (sangkala, 2007). a. Pembelajaran tingkat individu, pembelajaran dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan, wawasan, pengetahuan, sikap, dan
15
nilai-nilai yang diperoleh pembelajaran yang mandiri, petunjuk berbasis teknologi dan observasi. Menurut Senge (1990), organisasi dapat belajar melalui individu yang memiliki kemampuan untuk belajar, namun jika individunya tidak ingin belajar belum tentu tercipta organisasi pembelajar. Sebaliknya, apabila individu memiliki keinginan untuk belajar maka akan tercipta organisasi pembelajar. Hal ini membuktikan bahwa peranan pembelajaran individu sangat penting bagi pembentukan organisasi pembelajar. Karena itu organisasi pembelajar sebaiknya senantiasa memberikan ruang inovasi dan kreatifitas melalui berbagai percakapan dan pengambilan tindakan nyata. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Marquard dan Kaipa (dikutip dari Sangkala, 2007), bahwa kreativitas
akan
muncul
jika
karyawan
diberikan
ruang
“kebebasan” untuk berpikir, menantang “wisdom”, dan berpikir dengan cara baru. b. Pembelajaran tingkat kelompok atau tim, mencakup usaha untuk meningkatkan
pengetahuan,
keterampilan,
dan
kompetensi-
kompetensi yang dicapai oleh dan didalam kelompok itu sendiri. Pembelajaran tim dapat terlaksana melalui berbagai upaya penyelesaian konflik dengan menyatukan sudut pandang yang berbeda kedalam pemahaman yang dapat diterima tanpa kompromi. c. Pembelajaran tingkat organisasi, mewakili
upaya peningkatan
intelektual dan prokduktivitas melalui komitmen dan peluang untuk upaya perbaikan yang berkesinambungan diseluruh organisasi. Pembelajaran tingkat organisasi juga merupakan keseluruhan dari pembelajaran individu dan organisasi, sehingga menghasilkan pengetahuan keseluruhan dalam organisasi. 2. Tipe Pembelajaran Ada tiga pendekatan untuk proses pembelajaran yang bernilai dan signifikan bagi organisasi pembelajar. Walaupun masing-masing tipe pembelajaran tersebut berbeda-beda namun seringkali tumpang tindih dan saling melengkapi. Tipe pembelajaran tersebut yaitu:
16
a. Pembelajaran adaptif, terjadi ketika organisasi merefleksikan pengalaman masa lalu dan mengubah tindakan di masa depan. Bagi tipe pembelajaran ini, masa lalu dapat dijadikan pembelajaran untuk dapat menentukan langkah-langkah yang lebih baik di masa depan. b. Pembelajaran
antisipatif,
merupakan
proses
memperoleh
pengetahuan dari cara pandang kedepan melalui pendekatan yang merubah pandangan menjadi tindakan dan untuk refleksi. c. Pembelajaran tindakan, merupakan pembelajaran yang melibatkan pemecahan permasalahan yang nyata dan fokus kepada perolehan pengetahuan dan benar-benar menerapkan solusi. 3. Keahlian Pembelajaran Senge (1990) menjelaskan bahwa dimensi organisasi pembelajar adalah visi bersama, model mental, tim pembelajaran, individu yang ahli dibidangnya, berpikir sistem. Marquardt (2002) menambahkan satu dimensi lagi yaitu dialog untuk membentuk subsistem pembelajaran yang membentuk organisasi pembelajar. a. Berpikir Sistem Berpikir sistem mencakup pengujian dan refleksi atas seluruh aspek kehidupan organsiasi seperti misi dan strategi, struktur, kultur dan praktik manajerial. Berpikir sistem merupakan bagian dari pemimpin, manajer, dan karyawan yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan tindakannya lebih fokus pada pengintegrasian
bagian
atau
memaksimalkan
kekuatan,
divisi
yang
meminimalkan
berbeda kelemahan,
kearah serta
meningkatkan seluruh operasionalisasi organisasi.
b. Model Mental Keahlian ini mencakup nilai-nilai, kepercayaan, sikap, dan asumsi yang membentuk cara pandang seseorang. Struktur, pengalaman, kultur, dan sistem kepercayaan mendukung model mental, dimana member pedoman kepada seseorang dan bertindak sebagai
17
penyaring selama keputusan dibuat. Model
mental berperan
mendukung organisasi pembelajaran dengan membantu setiap karyawan memahami setiap peristiwa yang tampak acak. c. Individual yang Ahli dibidangnya Hal ini menjadi pra syarat yang penting sebagai bagian dari asset organisasi yang sangat strategis. Keahlian dan keterampilan individu dapat diperoleh dari pendidikan, aktivitas pembelajaran formal, informal, dan pengalaman kerja. d. Pembelajaran Tim Pembelajaran tim ini membantu proses komunikasi dan kerja sama, menggiring kearah sinergi dan rasa saling menghormati diantara anggota. Anggota tim akan dapat memperluas wawasannya. Pembelajaran tim ini dipandang sebagai interaksi dan sekaligus refleksi dari suatu tindakan. e. Visi Bersama Merupakan
landasan untama organisasi pembelajar
karena
menggambarkan perspektif bersama anggota organisasi termasuk pemahaman mereka terhadap misi dan sasaran organisasinya. Pimpinan, manajer, dan karyawan memiliki persepsi yang sama mengenai pentingnya pembelajaran, bagi karyawan maupun organisasi. f. Dialog Merupakan intensitas, komunikasi tingkat tinggi yang berdasar pada kebebasan, kreatifitas, eksplorasi timbal balik, saling mendengarkan satu sama lain, dan menanggukan pandangan diri. Dengan menerapkan disiplin dialog ini, dapat dipelajari pola-pola interaksi
tim
yang
dapat
menguatkan
atau
melemahkan
pembelajaran. 2.5.2 Subsistem Transformasi Organisasi (Organization) Untuk merubah diri dari organisasi yang belum melaksanakan pembelajaran menjadi organisasi pembelajar, dibutuhkan transformasi yang signifikan seperti halnya metamorfosis sebuah ulat untuk menjadi
18
kupu-kupu. Struktur dan stragegi organisasi harus mengalami perubahan secara
dramatis
sebelum
terbentuk
menjadi
sebuah
organisasi
pembelajar. Dalam mengembangkan organisasi dalam bentuk yang baru, organisasi harus mengatur kembali organisasi tesebut dengan fokus pada empat dimensi subsistem transformasi organisasi, seperti pada gambar berikut ini. Visi
Struktur
Budaya
Organisasi
Strategi
Gambar 4. Subsistem Transformasi Organisasi (Marquardt, 2002) Pada gambar diatas dijelaskan bahwa tujuan dan desain organisasi pada masing-masing dimensi subsistem transformasi organisasi harus berubah yang semula fokus kepada pekerjaan dan produktivitas, menjadi fokus secara bersama kepada pembelajaran dan pengembangan organisasi. 1. Visi (Vision), hal utama dan langkah paling penting untuk menjadi organisasi pembelajar adalah penanaman fondasi yang kuat dengan membangun
visi
bersama
mengenai
pembelajaran.
Visi
mengungkapkan tujuan, sasaran, dan arah yang ingin dituju oleh organisasi
(sangkala,
2007).
Visi
organisasi
pembelajar
mengungkapkan pentingnya pembelajaran untuk mencapai sasaran masa depan yang diinginkan, membangun keinginan organisasi, serta
19
terus menerus memperbarui organisasi dalam rangka mempertahankan pertumbuhan dan perkembangannya. 2. Budaya (Culture), seperti sebuah bangsa yang memiliki bermacammacam budaya, organisasi memiliki berbagai kepercayaan, cara berpikir, dan tindakan yang diwujudkan oleh simbol-simbol, adatistiadat, kebiasaan, ideologi, dan nilai-nilai. Sifat dari pembelajaran dan sikap yang terjadi di organisasi ditentukan secara signifikan oleh budaya organisasi. Budaya pembelajar mendorong individu dan tim tumbuh dan berkembang melalui kreatifitas, tim kerja, perbaikan yang kontinyu, dan manajemen diri. Organisasi pembelajar memberikan iklim yang mendukung fasilitasi pembelajaran serta hadiah (reward) bagi personil dan tim yang melakukan pembelajaran dengan baik. 3. Strategi (strategy), kekuatan dan pengaruh strategi dapat mempercepat dan mengaktifkan sebuah organisasi untuk merubah dirinya menjadi organisasi pembelajar dengan mendorong dan memaksimalkan pembelajaran yang diperlukan, penyebaran dan pemanfaatan oleh seluruh departemen, tindakan dan inisiatif organisasi. 4. Struktur (Structure), menurut sangkala (2007), struktur organisasi mencakup konfigurasi unit, departemen dan divisi. Organisasi pembelajar menunjukan struktur yang sederhana yang meminimalkan pemisahan antara orang dengan proses, sambil memaksimalkan kontak, alur informasi, dan kolaborasi diantara individu dan tim. Untuk memeprcepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi transformasi organisasi untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu: 1. Melakukan dialog untuk mengembangkan visi pada organisasi pembelajar 2. Adanya dukungan dari manajemen tingkat atas untuk mewujudkan organisasi pembelajar dan proyek pemenang pembelajar 3. Menciptakan
iklim
perusahaan
untuk
pembelajaran
berkelanjutan 4. Membentuk kembali kebijakan dan struktur di sekitar pembelajar
yang
20
5. Mengakui dan menghargai pembelajaran individu dan tim 6. Menjadikan pembelajaran menjadi bagian dari seluruh kebijakan prosedural 7. Membuat unit percontohan untuk menjalankan proyek pembelajaran 8. Menggunakan ukuran finansial dan non finansial dalam menentukan aktivitas pembelajaran 9. Menciptakan waktu, ruang dan lingkungan fisik untuk pembelajaran 10.
Membuat keinginan untuk belajar pada setiap waktu dan lokasi
2.5.3 Subsistem Pemberdayaan dan Pengaktifan Orang / Manusia (People) Manville (dikutip dari Marquardt, 2002) menyatakan bahwa penjelasan strategis telah bergeser dari “mengelola pengetahuan” menjadi “mengelola orang dengan pengetahuan” serta memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tersebut dengan mutu yang tinggi. Pertumbuhan, inovasi, dan ciri khas organisasi pembelajar diperoleh dari kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya manusia. Subsistem ini memiliki enam komponen seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut. Manajer dan Pemimpin
Masyarakat
Suplier dan Vendor
Karyawan
Orang / Manusia
Konsumen
Rekan Kerja dan Aliansi
Gambar 5. Subsistem Pemberdayaan Orang / Manusia (Marquardt, 2002) Sebagai kontribusi kepada organisasi pembelajar, masing-masing dari komponen ini harus diberdayakan dan diaktifkan. Jika mereka diberdayakan namun tidak diaktifkan maka mereka hanya akan memiliki sumber daya yang diperlukan tetapi tidak memiliki pengetahuan untuk memberdayakan mereka secara efektif. Komponen yang diaktifkan namun tidak diberdayakan hanya akan memiliki pengetahuan yang
21
diperlukan namun tidak tahu bagaimana cara mengaplikasikannya (Marquardt, 2002). Oleh karena itu masing-masing komponen tersebut diberikan kesempatan untuk belajar. Para manajemen infrastruktur organisasi menekankan kemampuan dalam hal membangun infrastruktur sumber daya manusia yang professional dan efektif sehingga seluruh proses yang berkaitan seperti penempatan, pelatihan, penilaian, promosi dan sebagainya dalam pengelolaan alur kepegawaian dalam organisasi berjalan sebagaimana mestinya. Masing-masing komponen tersebut dapat diberdayakan dan aktif dalam pelaksanaan organisasi pembelajar, yaitu: 1. Para manajer melaksanakan tugas untuk tugas-tugas pelatihan, penasehatan, dan permodelan dengan suatu tanggung jawab utama membangkitkan dan mempertinggi kesempatan pembelajaran bagi orang-orang disekitar mereka. 2. Para pegawai diberi wewenang dan diharapkan untuk belajar, merencanakan kompetensi masa depan mereka, mengambil tindakan dan risiko, dan memecahkan masalah. Organisasi sebaiknya memperlakukan karyawan sebagai karyawan yang dewasa dengan kapasitas untuk belajar, mempunyai keahlian yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, memiliki tanggung jawab serta menyukai penghargaan. Jika karyawan diindikasikan sebagai pembelajar, maka mereka perlu diberikan kebebasan serta dorongan dari organisasi. 3. Para pelanggan berpartisipasi dalam mengidentifikasi kebutuhankebutuhan,
menerima
pelatihan,
dan
dihubungkan
dengan
pembelajaran organisasi. Organisasi pembelajar mengakui bahwa pelanggan bisa menjadi ladang yang subur atas informasi dan ide-ide yang terkait erat dengan sistem dan strategi organisasi pembelajar. 4. Para supplier dapat menerima dan memberi kontribusi terhadap instruksi
program.
Organisasi
pembelajar
menyadari
bahwa
kesuksesan bergantung kepada sebagian besar keberhasilan seluruh
22
jaringan bisnis, tidak hanya mengacu kepada karyawan dan pelanggan saja. 5. Para partner aliansi / mitra kerja dapat berbagi kompetensi dan pengetahuan. 6. Kelompok-kelompok komunitas masyarakat termasuk wakil-wakil ekonomi, pendidikan, dan sosial dapat berbagi dalam menyediakan dan menerima pembelajaran. Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pemberdayaan manusia untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu: 1. Membuat kebijakan yang menghargai personil yang belajar 2. Membentuk tim kerja yang memiliki otonomi mengatur dirinya sendiri 3. Memberi karyawan wewenang untuk belajar 4. Mendorong pimpinan untuk menjadi model pembelajaran 5. Melibatkan pimpinan dalam melakukan proses pembelajaran dan pengerjaan
proyek-proyek,
misalnya
dengan
mendorong
ide
penyelesaian masalah tanpa diminta, menanggapi ide dan usulan karyawan, membina dan menghargai pembelajaran 6. Menyeimbangkan kebutuhan individu dengan organisasi sehingga akan mendorong menjadi pembelajar yang lebih baik dan karyawan yang lebih produktif 7. Mendorong
dan
menyingkatkan
partisipasi
pelanggan
dalam
organisasi pembelajar 8. Menyiapkan kesempatan belajar bagi masyarakat 9. Membangun hubungan belajar dengan suppliers dan vendors 10.
Memaksimalkan pembelajaran dari mitra aliansi dan mitra
kerjasama 2.5.4 Subsistem Pengetahuan (knowledge) Stewart dalam Marquardt (2002), mengatakan bahwa “dengan sederhana mengatakan, pengetahuan telah menjadi lebih penting untuk organisasi daripada sumberdaya keuangan, posisi pasar, teknologi, atau
23
asset perusahaan lainnya”. Dunia kerja saat ini, pengetahuan terlihat sebagai sumberdaya primer untuk kinerja dalam sebuah organisasi. Perusahaan memerlukan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk memperbaiki produk dan jasa dengan demikian dapat memberikan
keuntungan
bagi
klien
dan
konsumen.
Subsistem
pengetahuan memiliki 6 dimensi seperti gambar berikut ini:
Penguasaan
Aplikasi dan Pengesahan
Penciptaan
Pengetahuan
Transfer dan Penyebaran
Penyimpanan
Analisis dan Penggalian data
Gambar 6. Subsistem Pengetahuan (Marquardt, 2002) Enam dimensi tersebut merupakan sebuah proses perolehan pengetahuan dari sumber awal hingga siap digunakan. Organisasi belajar secara efektif dan efisien ketika keenam proses ini berjalan dengan baik dan interaktif. 1. Akuisisi (penguasaan), berkenaan dengan pengumpulan informasi dan data yang ada dari dalam dan luar organisasi. 2. Penciptaan, melibatkan pengetahuan baru yang diciptakan dalam organisasi melalui wawasan dan pemecahan masalah 3. Penyimpanan, merupakan suatu pengkodean dan pemeliharaan pengetahuan berharga organisasi untuk akses yang mudah oleh anggota staf pada suatu waktu dan dari mana pun. 4. Analisis dan penggalian data, merupakan cara untuk menganalisis dan menggali
data.
Cara
manual
memiliki
keterbatasan
dalam
menganalisis data dengan jumlah (volume) yang meningkat dalam jumlah besar, oleh karena itu proses penggalian data (data mining)
24
dilakukan. Salah satu contoh alat untuk melakukan penggalian data tersebut adalah Data Mind dan IBM’s Intellegent Miner yang sangat membantu untuk menganalisis data. Penggalian data ini digunakan oleh organisasi yang sedang mempersiapkan pertumbuhannya. 5. Transfer dan penyebaran, termasuk kepada mekanikal, elektronik, dan pergerakan interpersonal dari informasi dan pengetahuan, secara sengaja dan tidak sengaja diseluruh organisasi serta aplikasinya dan kegunaannya oleh para anggota organisasi. 6. Aplikasi dan pengesahan, teknologi memungkinkan pengaplikasian pengetahuan organisasi secara optimal. Sebuah perusahaan yang memiliki kemampuan untuk memelihara konsumennya melalui pengenalan dan membantu pemecahan masalah adalah contoh yang baik dari pengaplikasian dan pengesahan pengetahuan. Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pengelolaan pengetahuan untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu: 1. Menciptakan
kesadaran
bagi
semua
akan
pentingnya
mengumpulkan dan menyebarkan pengetahuan 2. Menangkap kemungkinan untuk mendapat pengetahuan dari luar secara sistematik 3. Mengatur kegiatan pembelajaran seperti forum-forum dimana pengetahuan dapat dibagi-bagi, misalnya dengan mengadakan simposium dan internal benchmarking 4. Mengembangkan kreatifitas dan cara yang baik dalam berpikir maupun belajar, misalnya dengan menghargai usaha yang imaginatif dan
beresiko,
mengadakan workshop
mengenai
kreatifitas dan penggunaan cara berpikir dengan otak sebelah kanan, mendorong penemuan banyak ide untuk mencapat satu ide yang terbaik, mendorong dan menghargai inovasi dan penemuan 5. Mengajari karyawan untuk menyimpan dan mencari kembali pengetahuan
25
6. Mendorong pencampuran tim dan perputaran pekerjaan untuk memaksimalisasi penyebaran pengetahuan 7. Mengembangkan pengetahuan berdasarkan nilai dan kebutuhan pembelajaran 8. Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dan menyimpan pengetahuan 9. Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dan menyimpan pembelajaran 10. Merubah pembelajaran "dalam kelas" kepada pemanfaatan belajar disertai pekerjaan (on-the-job) 2.5.5 Subsistem Teknologi (Technology) Subsistem yang kelima adalah subsistem teknologi yang terdiri dari dimensi pengelolaan pengetahuan dan peningkatan pembelajaran. Seperti yang dijelaskan pada gambar berikut.
Pengelolaan Pengetahuan
Teknologi
Peningkatan Pembelajaran
Gambar 7. Subsistem Teknologi (Marquardt, 2002) Menurut Marquardt (2002), masing-masing dimensi tersebut memiliki peran untuk mendukung organisasi pembelajaran, seperti berikut: 1. Teknologi untuk mengelola pengetahuan, meliputi teknologi berbasis komputer
untuk
mengumpulkan,
pengkodean,
memproses,
penyimpanan, transfer dan penggunaan data antara mesin, orangorang, dan organisasi 2. Teknologi untuk meningkatkan kecepatan dan kualitas pembelajaran, melalui video, audio, dan training multimedia berbasis komputerisasi
26
untuk membawakan dan membagikan pengetahuan dan kemampuan dimanapun dan kapanpun. Tanpa kelima subsistem tersebut, organisasi hanya akan memiliki sebagian apresiasi dari proses dan prinsip-prinsip yang diperlukan dalam mentransformasikan sebuah organisasi yang dalam keadaan belum belajar menjadi sebuah organisasi pembelajar. Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi, terdapat sepuluh strategi pengelolaan pengetahuan untuk membangun organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu: 1. Mendorong dan mengajari seluruh karyawan dalam memanfaatkan informasi teknologi 2. Mengembangkan penggunaan multimedia dan pembelajaran yang menggunakan teknologi 3. Menciptakan / memperluas interaksi dengan menggunakan video 4. Menggunakan teknologi untuk mendapatkan pengetahuan dari dalam maupun luar organisasi 5. Mengembangkan
kompetensi
dan
pembelajaran
dengan
menggunakan teknologi 6. Menggunakan EPSS yang dimengerti oleh wartawan 7. Merencanakan dan mengembangkan sistem pembelajaran just in time. 8. Membangun kemampuan dan keahlian penggunaan teknologi 9. Mengembangkan kesadaran dan penghargaan akan teknolohi sebagai alat yang canggih dalam proses belajar 10. Meningkatkan kemampuan manajemen dan staf sumber daya manusia 2.6
Penelitian Terdahulu yang Relevan Utami (2009), skripsi dengan judul identifikasi penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT. Taspen (Persero) cabang Bogor. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero) Cabang Bogor, serta mengidentifikasi ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan
27
karyawan PT Taspen (Persero) Cabang Bogor terhadap penerapan model sistem organisasi pembelajar. Peneliti menggunakan kuesioner Learning Organization Profile untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, sedangkan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan karyawan terhadap penerapan model sistem organisasi belajar, peneliti menggunakan uji kruskal wallis. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa keseluruhan tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero) adalah sebesar 34,35 yang berarti sangat baik karena telah diatas rata-rata perusahaan yang diteliti oleh Marquardt yang dikutip dari Rahmatunnisa (2000), yaitu rata-rata 22,00. Dari hasil uji kruskal wallis, nilai p untuk keseluruhan model sistem organisasi pembelajar diperoleh sebesar 0,366 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan persepsi mengenai penerapan model sistem organisasi pembelajar di PT Taspen (Persero). Purnama dan Budiharjo (2009) dengan jurnal penelitian yang berjudul peran budaya pembelajaran dan knowledge management terhadap kinerja perusahaan: studi kasus PT XYZ. Pada jurnal penelitian ini ada beberapa tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengidentifikasi budaya pembelajaran di PT XYZ berdasarkan tujuh dimensi nilai dari Learning organization, mengintervensinya untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode field study non experimental dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Intstrumen yang digunakan yaitu Dimensions of Learning organization questionnaires (DLOQ) dari Marsick dan Watkins (2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai budaya pembelajaran di PT XYZ berdasarkan 7 dimensi organisasi pembelajaran, dimensi empowerment masuk kedalam kategori dimensi yang buruk yang belum mencapai nilai ideal. Sedangkan dimensi yang lain masuk kedalam kategori rata-rata baik walaupun belum memiliki nilai diatas rata-rata 3,25 – 4,00 (sangat baik). Secara keseluruhan diketahui bahwa nilai total dari dimensi organisasi pembelajar adalah sebesar 2,63 yang masuk kedalam kategori baik (minimal). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa persepsi karyawan mengenai aktivitas
28
pembelajaran PT XYZ lebih kearah single loop Learning (adaptive Learning)
dimana
belum
tampak
generate
Learning
yang
dapat
menumbuhkan knowledge creation. Kesumaningdyah (2010), dengan judul skripsi penerapan organisasi pembelajar pada Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Bogor. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui penerapan seluruh dimensi organisasi pembelajar pada level individu, kelompok, dan organisasi serta menganalisis persepsi antara pimpinan dan karyawan terhadap penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor. Penarikan sample yang digunakan adalah metode purposive serta metode yang digunakan untuk menganalisis yaitu metode kruskal wallis. Hasil pada penelitian ini dikemukakan bahwa LPP RRI telah menerapkan dimensi organisasi pembelajar sebesar 41,28% . selain itu juga didapatkan hasil bahwa LPP RRI memiliki nilai 25,92 diatas perbandingan nilai ratarata penelitian 500 perusahaan yang dilakukan oleh Marquardt (1996). Hasil uji kruskal wallis menunjukan bahwa nilai P-value adalah 0,331 lebih besar dari 0,005, maka dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara karyawan dan pimpinan dalam penerapan organisasi pembelajar di LPP RRI Bogor.
III. METODE PENELITIAN
3.1
Kerangka Pemikiran Sebuah organisasi perlu menerapkan organisasi pembelajaran agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan eksternal maupun internal disegala bidang agar tetap menjaga eksistensi organisasi tersebut. Bertambahnya jumlah pesaing dibidang pelayanan kesehatan saat ini menuntut RS Sentra Medika yang mengutamakan potensi sumber daya manusia dan sumber daya pengetahuan untuk melakukan pelayanan kepada pasien secara prima dengan memaksimalkan penerapan pembelajaran organisasi. Pada penelitian ini diidentifikasikan penilaian persepsi dan penerapan organisasi pembelajar RS Sentra Medika berdasarkan lima subsistem dari model sistem organisasi pembelajaran oleh Marquardt (2002). Penelitian ini mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Marquardt (2002). Marquardt menjelaskan learning organization model system secara terperinci dari seluruh aspek yang berkaitan dengan seluruh subsistem pembelajaran, organisasi, manusia, pengetahuan, dan teknologi. Seluruh hal tersebut merupakan hal penting pada industri pelayanan kesehatan yang padat karya, padat modal, padat pakar, padat teknologi dan padat masalah, lalu menjelaskan keterkaitan antara subsistem tersebut. Marquardt juga telah menggunakan model sistem tersebut untuk melakukan penelitian terhadap lebih dari 500 organisasi di dunia, sehingga dapat membantu organisasi tersebut untuk menjadi organisasi pembelajar. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.
30
RS. SENTRA MEDIKA
VISI DAN MISI
Persepsi Penerapan Organisasi Pembelajar di RS Sentra Medika
Staf
Penilaian Penerapan Organisasi Pembelajar RSSM
Model Sistem Organisasi Pembelajaran:
Pimpinan
Uji Tingkat Perbedaan Persepsi
Penilaian Penerapan Organisasi Pembelajar yang Ideal pada Organisasi
1 2 3 4 5
Tingkat Perbedaan Persepsi penerapan Organisasi Pembelajar di RS Sentra Medika
Pembelajaran Transformasi Organisasi Orang / manusia Pengetahuan Teknologi Performa RS Sentra Medika dalam strategi meningkatkan Penerapan Organisasi pembelajar
Rekomendasi Strategi Peningkatan Pelaksanaan Organisasi Pembelajar di RS Sentra Medika
Gambar 8. Kerangka Pemikiran Penelitian Pada Gambar 8 dapat dilihat kerangka penelitian yang akan dilakukan. Langkah pertama akan dilakukan adalah melihat apakah terdapat perbedaan persepsi tentang organisasi pembelajar pada staf dan pimpinan RS Sentra Medika Depok. Selanjutnya, dilakukan penilaian penerapan organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika Depok serta penilaian penerapan organisasi pembelajar yang ideal berdasarkan model sistem organisasi pembelajar Marquardt (2002). Setelah pengujian dan
31
penilaian tersebut dilakukan, akan terlihat gambaran ada atau tidak perbedaan persepsi tentang organisasi pembelajar antara staf dan pimpinan serta performa (kinerja) RS Sentra Medika Depok sehingga penulis dapat menentukan strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja dengan mengoptimalkan organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika Depok. 3.2
Metode Penelitian
3.2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini yaitu pada RS Sentra Medika cabang Depok, Jl Raya Bogor Km. 33 Kecamatan Cisalak Kota Depok. Peneliti menentukan lokasi penelitian ini secara purpossive karena RS Sentra Medika Depok adalah rumah sakit terbesar pertama yang dibangun di wilayah Depok serta kemudahan akses penelitian. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 hingga bulan Desember 2011. 3.2.2 Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini ada beberapa jenis dan sumber data yang diperoleh untuk mendukung proses penelitian, yaitu: 1. Data Primer Data primer adalah data yang berasal dari sumber pertama, dimana data tersebut belum diolah sehingga belum terdapat info yang menggambarkan hal tertentu. Data primer ini diperoleh dari hasil wawancara dengan manajemen RS Sentra Medika Depok dan kuesioner yang diberikan kepada staf dan pimpinan RS Sentra Medika Depok. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner Learning Organization Profile oleh Marquardt (2002) yang berisi tentang pertanyaan mengenai lima subsistem dalam pembentukan organisasi pembelajar, yang telah disesuaikan dengan kondisi RS Sentra Medika. Skala pengukuran kuesioner ini adalah skala likert dengan bentuk 4 pilihan berganda. Hal ini dimaksudkan agar menghindari jawaban ragu-ragu oleh responden sehingga akan terdapat jawaban
32
yang jelas kearah positif atau negatif. Adapun nilai bobot untuk setiap kemungkinan dari skala tersebut adalah: 1. Belum diterapkan 2. Sebagian kecil telah diterapkan 3. Sebagian besar telah diterapkan 4. Seluruhnya diterapkan 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan penelitian terdahulu, jurnal, artikel, internet, dan buku-buku mengenai organisasi pembelajar. 3.2.3 Definisi Konsep Definisi konsep organisasi pembelajar merupakan definisi dari model sistem organisasi pembelajaran yang terdiri dari subsistem sebagai indikator yang menjadi konsep pertanyaan pada Learning Organization Profile yang mencakup yang dikembangkan oleh Marquardt (2002). 3.2.4 Definisi Operasional Definisi operasional dari organisasi pembelajar adalah jumlah nilai yang diperoleh dari kuesioner mengenai organisasi pembelajar yang terdiri dari 5 (lima) subsistem lalu diperjelas dengan 19 indikator yang mewakili masing-masing subsistem tersebut yang telah disesuaikan dengan kondisi organisasi, seperti yang dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2. Matriks Instrument Penelitian No Variabel 1
2
3
Organisasi Pembelajar
Organisasi Pembelajar
Sub Variabel Pembelajaran
Transformasi Organisasi
Pemberdayaan orang-orang / manusia
Indikator
Item Pertanyaan
1. Pembelajaran Individu 2. Pembelajaran Kelompok 3. Pembelajaran Organisasi 1. Visi 2. Budaya 3. Strategi 4. Struktur 1. Pegawai 2. Manajer 3. Pelanggan 4. Masyarakat 5. Supplier 6. Mitra Kerja
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 9, 10, 11, 12, 13, 14 1 – 14 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21 22, 23 24, 25 26, 27 28, 29, 30 31, 32, 33, 34 35, 36
33
Lanjutan Tabel 2. Matriks Instrument Penelitian
4
Organisasi Pembelajar
Pengetahuan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 1.
5
Organisasi Pembelajar
Teknologi
2.
3.
Akuisisi Penciptaan Penyimpanan Analisis dan Penggalian data Transfer dan Penyebaran Penggunaan Teknologi dalam Pengelolaan Pengetahuan Teknologi dalam Peningkatan Pembelajaran Kinerja Elektronik
37, 38, 39 40, 41 42 43 44, 45 46 47, 48
49, 50, 51
52, 53, 54, 55, 56
3.2.5 Metode Pengambilan Sampel Menurut Sugiyono (2009), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah mixed method sampling technique yaitu stratified purposive sampling (Teddlie dan Tashakkori, 2009). Dalam hal ini peneliti akan membagi sampel menjadi dua kelompok dengan level staf dan pimpinan. Selain itu peneliti juga mempertimbangkan beberapa kriteria untuk menentukan sampel yaitu responden menjalani masa kerja minimal satu tahun atau karyawan tetap, dan memiliki kualifikasi pendidikan minimal SMU. Hal ini dimaksudkan agar responden mampu menjawab dan mengerti tentang kondisi dan lingkungan kinerja organisasi. Seluruh staf RS Sentra Medika Depok berjumlah 337 orang dan 67 dokter. Sedangkan jumlah karyawan yang sesuai dengan kriteria penelitian ini terdiri dari 252 staf tetap dan 10 Dokter purna waktu. Seluruh staf tetap di RS Sentra Medika memiliki kualifikasi pendidikan mulai SMU sederajat hingga pasca sarjana. Peneliti mengklasifikasikan
34
sampel menjadi kelompok pimpinan dan staf yang terdiri dari bagian medis, paramedis, serta non medis seperti pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Stratifikasi Sampel Penelitian Jumlah SDM
Persentase
29 orang
11,07 %
233 orang
88,93%
262 orang
100%
Kelompok Sampel Pimpinan (paramedis, non medis) Staf (medis purna waktu, paramedis, non medis) Total
Sumber: Data Kepegawaian RS Sentra Medika Desember 2010
Seluruh jumlah yang memenuhi kriteria tersebut terdiri dari 29 orang pimpinan (11,07 %) (Wakil Direktur,
Kepala Bidang, Kepala
Bagian, Kepala Sessie, dan Kepala Ruangan), serta 233 staf (88,93%). Penentuan ukuran sampel yang akan digunakan adalah pendekatan slovin dengan rumus berikut:
n
N 1 Ne 2
………………………………………………… (1)
keterangan: n = sampel N = populasi d = nilai presisi 90% atau sig. = 0,1. Berdasarkan perhitungan berdasarkan rumus Slovin tersebut, maka didapatkan ukuran sampel yang akan diambil sebagai responden seperti berikut:
n
262 1 262(0,1) 2
= 72,37 dibulatkan menjadi 72 orang Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka jumlah responden akan diambil berdasarkan persentase pada masing-masing level, seperti berikut ini:
35
Tabel 4. Jumlah Responden Penelitian Kelompok Sampel Pimpinan (paramedis, non medis)
Jumlah SDM
Persentase
8 orang
11,07 %
64 orang
88,93%
72 orang
100%
Staf (medis purna waktu, paramedis, non medis) Total
3.2.6 Pengolahan dan Analisis Data 1. Uji Normalitas Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas ini merupakan salah satu syarat dari uji statistik parametrik. Pada penelitian ini akan digunakan uji normalitas dengan model komolgorov-smirnov (α = 0,05). 2. Uji Validitas Validitas (validity, kesahihan) digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Teknik yang dipakai untuk menguji validitas kuesioner adalah teknik korelasi product moment pearson berikut :
n ∑ XY - ∑ X ∑ Y rxy =
…………....….. (2) √ n ∑ X2 – (∑ X)2 - √ n∑Y2 – (∑ Y)2
Keterangan: r hitung n X Y
= nilai koefisien pearson = jumlah responden = skor butir instrument = skor total
36
Untuk melakukan uji validitas kuesioner diuji coba pada 30 responden. Dari hasil perhitungan tersebut, angka korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Apabila didapatkan nilai r hitung > r tabel maka pertanyaan tersebut valid. Dalam penelitian ini menggunakan taraf kesalahan 5% maka r tabel sebesar 0,361 3. Uji Reliabilitas Jika alat ukur dinyatakan sahih, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Reliabilitas (reliability, kepercayaan) menunjuk pada pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Reliabilitas alat ukur dalam bentuk skala dapat dicari dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach berikut:
2 k σ r11 1 2 σ1 k 1
...............…………………………(3)
keterangan:
r11 k ∑
= reliabilitas instrument = banyaknya butir = jumlah ragam butir = jumlah ragam total
2 2
1
untuk mencari nilai ragam digunakan rumus berikut:
X
2
2
X
2
n
n
…………………………………………... (4)
keterangan: n X
= jumlah responden = nilai skor yang dipilih Reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai Alpha Cronbach’s,
apabila nilai Alpha Cronbach’s lebih besar dari 0,60 maka dapat
37
disimpulkan bahwa butir-butir pertanyaan pada dimensi atau atribut tersebut andal. 3.3
Analisis Deskriptif dengan Rataan Skor
3.3.1 Rentang Skala Rataan Skor Analisis deskriptif dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang persepsi atau intepretasi karyawan dalam menilai setiap indikator atau variabel yang dianalisis. Penelitian ini menggunakan skala Likert 1 sampai dengan 4. Nilai rentang skala rataan skor yang diperoleh pada penelitian Marquardt yang dikutip dari Hellena (2007) adalah sebagai berikut. < 17
: Buruk
18 – 24
: Cukup
25 – 32
: Baik
> 33
: Sangat Baik
Rentang skala rataan skor tersebut diberlakukan pada sepuluh pertanyaan yang ada pada masing-masing subsistem organisasi pembelajar sehingga interpretasi didapatkan pada skala 10 hingga 40. Kuesioner Learning Organization Profile pada penelitian ini telah disesuaikan dengan kondisi
RS Sentra Medika Depok
sehingga
pertanyaan yang ada pada masing-masing subsistem organisasi pembelajar tidak baku berjumlah sepuluh pertanyaan. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan rentang skala rataan skor yang merujuk pada penelitian Marquardt, namun menggunakan skala 1 hingga 4. Hal ini bertujuan agar skala rataan tersebut dapat berlaku pada masingmasing item pertanyaan sehingga jumlah pertanyaan tidak berpengaruh kepada interpretasi akhir penelitian. Skala rataan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
38
Tabel 5. Rentang Skala Rataan Skor Penelitian Rentang Skala < 1,7 1,8 – 2,4 2,5 – 3,2 > 3,3
Intepretasi Hasil Buruk Cukup Baik Sangat Baik
Kemudian peneliti perlu mengambil kesimpulan pada setiap variabel digunakan nilai rataan skor dari setiap indikator. Rumus yang digunakan dalam mencari nilai rataan skor untuk mendapatkan kesimpulan adalah sebagai berikut:
....................................................................................(5) Dimana : Rs n1 s1 n
= Rata-rata = Responden yang memilih skor tertentu = Bobot skor = Jumlah total responden
3.3.2 Rataan Tingkat Penerapan Pembelajaran pada Organisasi Dunia Melalui
Learning
Organization
Profile,
Marquardt
telah
melakukan penelitian mengenai organisasi pembelajar terhadap lebih dari 500 organisasi di diseluruh dunia. Berdasarkan penelitian tersebut, Marquardt telah memiliki skor rata-rata dari penerapan kelima subsistem organisasi pembelajar pada perusahaan di seluruh dunia. Nilai rata-rata tersebut adalah sebagai berikut:
3.4
1.
Dinamika pembelajaran
: 23,2 atau 58% (skala 40)
2.
Transformasi organisasi
: 22,4 atau 56% (skala 40)
3.
Pemberdayaan manusia
: 21,8 atau 54% (skala 40)
4.
Pengelolaan pengetahuan
: 21,6 atau 54% (skala 40)
5.
Penggunaan teknologi
: 21,0 atau 52,5% (skala 40)
Uji Beda Pada uji perbedaan akan diuji apakah sebuah sampel mempunyai perbedaan yang nyata dengan sampel lain. Uji-t dilakukan jika perbedaan
39
dilakukan atas 2 kelompok saja (1 sampel atau 2 sampel, sedangkan jika kelompok sampelnya lebih dari dua dipergunakan teknik Analisis Varians (Nurgiyantoro, 2009). Uji-t yang dimaksud adalah uji beda dengan sampel bebas (independent sample) karena terdiri dari 2 kelompok sampel yaitu staf dan pimpinan dengan menguji perbedaan persepsi mengenai penerapan organisasi pembelajar di RS Sentra Medika Depok, tanpa mendapatkan perlakuan khusus pada kedua kelompok tersebut. Uji beda dua rata-rata hitung dari dua sampel pada hakikatnya merupakan uji dari dua distribusi rata-rata hitung. Maka diperlukan alat taksir untuk mengetes ada atau tidaknya perbedaan yang mencakup kedua distribusi yang bersangkutan. Untuk melakukan estimasi tersebut dapat menggunakan simpangan baku perbedaan rata-rata hitung kedua distribusi sampel tersebut. Rumus uji – t tersebut adalah sebagai berikut: ………………………..…………………… (6)
Dimana S: ……………………..…… (7)
Keterangan: Xa = rata-rata kelompok a Xb = rata-rata kelompok b S2 = varian populasi N1 = banyaknya sampel di kelompok a N2 = banyaknya sampel di kelompok b Tahap analisis uji-t adalah sebagai berikut: 1. Menguji apakah varian kedua sampel sama (homogen) dengan menggunakan Levene’s Test. 2. Berdasarkan hasil pada poin sebelumnya 1, akan diuji apakah Pembelajaran dari Jabatan Pimpinan dan Staf memiliki persepsi tentang organisasi pembelajar yang sama. Digunakan uji t untuk keperluan ini. 3. Pengujian varians dua sampel
40
a. Jika Fhitung < Ftabel atau probabilitasnya > 0,05 maka dua kelompok sampel memiliki varian yang sama b. Jika Fhitung > Ftabel atau probabilitasnya < 0,05 maka dua kelompok sampel memiliki varian yang berbeda 4. Oleh karena kedua sampel mempunyai sebaiknya varians yang sama maka pengujian terhadap nilai rata-rata menggunakan data equal variances assumed (diasumsikan kedua sampel mempunyai varians yang sama). Hipotesis: a. Ho : Persepsi organisasi pembelajar Pimpinan dan Staf sama b. Ha : Persepsi organisasi pembelajar Pimpinan dan Staf berbeda Penentuan hasil hipotesis dapat dilakukan dengan cara pengambilan keputusan berikut. i. Jika -ttabel < thitung < ttabel atau probabilitasnya > 0,05 maka Ho diterima ii. Jika thitung < -ttabel atau thitung > ttabel atau probabilitasnya < 0,05 maka Ho ditolak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum RS Sentra Medika Depok 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan RS Sentra Medika Depok Rumah Sakit Sentra Medika Depok adalah rumah sakit swasta yang berlokasi di Jalan Raya Bogor Km.33, Cisalak Depok dan mulai beroperasional pada tanggal 12 Juli 1999. Pada awal operasionalnya RS Sentra Medika Depok merupakan rumah sakit tipe C, namun sesuai dengan perkembangan dan keinginan RS Sentra Medika Depok untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, RS Sentra Medika Depok berusaha untuk memenuhi syarat menjadi rumah sakit tipe B dan berhasil diraih pada tahun 2009. Selain penetapan peningkatan kelas tipe rumah sakit, RS Sentra Medika Depok secara bertahap memenuhi syarat pelaksanaan akreditasi 5 pelayanan pada tahun 2007 dan lulus akreditasi tingkat lanjut untuk 16 pelayanan rumah sakit pada bulan November 2011. Peningkatan kelas tipe serta akreditasi ini tentunya disertai dengan peningkatan seluruh aspek rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat khususnya pelayanan medis dan penunjang medis. RS Sentra Medika Depok telah mengembangkan fasilitas pelayanan rawat inap melalui peningkatan jumlah tempat tidur yang awalnya memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 185, saat ini memiliki kapasitas rawat inap sebanyak 197 tempat tidur. 4.1.2 Visi dan Misi RS Sentra Medika Depok Dalam melaksanakan pelayananannya, RS Sentra Medika Depok memiliki Visi dan Misi yang menjadi pedoman dan tujuan bersama yaitu: 1. Visi : menjadi rumah sakit rujukan dengan memberikan pelayanan optimal Pada visi RS Sentra Medika Depok ini dapat dilihat bahwa RS Sentra Medika Depok berusaha dalam menjalankan perannya sebagai rumah sakit yang dapat melengkapi rumah sakit lainnya di sekitar Depok
42
dengan berusaha meningkatkan sarana dan prasarana seperti fasilitas pelayanan dan teknologi medis yang tidak dimiliki oleh rumah sakit lain, salah satunya adalah endoscopy, CT-Scan, Hemodialisa, dengan harapan rumah sakit lain di sekitar wilayah Depok akan merujuk pasiennya yang tidak dapat ditangani dengan sarana dan prasarana yang mereka miliki. Hal ini dilakukan dalam rangka mengoptimalkan RS Sentra Medika Depok sebagai pusat rujukan dari rumah sakit lain di wilayah Depok. 2. Misi : Memberikan pelayanan kesehatan yang profesional, informatif di lingkungan yang bersih dan nyaman kepada masyarakat dengan biaya yang terjangkau. Dalam melaksanakan misinya, RS Sentra Medika Depok membidik pasar di wilayah Depok dan sekitarnya mulai dari kalangan bawah, menengah, hingga kalangan atas. Karena itu RS Sentra Medika Depok selalu memperhatikan faktor biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien namun tetap memberikan pelayanan yang optimal. Hal tersebut dilakukan melalui lingkungan yang selalu terjaga kebersihannya, nyaman, pelayanan oleh tenaga yang profesional, serta kejelasan dan ketepatan informasi yang disampaikan secara komunikatif kepada pasien, keluarga pasien, maupun pengunjung rumah sakit. 4.1.3 Pelayanan RS Sentra Medika Depok Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RS Sentra Medika Depok didukung oleh fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya: 1. Medical Check Up RS Sentra Medika Depok berada pada wilayah industrial dan telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan untuk memberikan pelayanan
kesehatan
mengoptimalkan
kepada
pelayanan
karyawan
medical
check
mereka. up,
Dengan diharapkan
perusahaan yang ada disekitar wilayah rumah sakit dapat mempercayakan medical check up karyawannya kepada RS Sentra Medika Depok. Paket medical check up dikemas dalam beberapa
43
paket mulai dari paket dasar hingga eksekutif yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. 2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) 24 jam IGD merupakan salah satu pelayanan 24 jam yang sangat penting bagi sebuah rumah sakit, oleh karena itu RS Sentra Medika Depok telah meningkatkan pelayanan IGD dengan rambu triase yang sesuai dengan standar akreditasi, serta tenaga medis dan paramedis yang selalu sigap dalam melaksanakan tugasnya. IGD juga merupakan pengganti poliklinik umum dimalam hari. 3. Kamar Operasi Kamar operasi RS Sentra Medika Depok dapat digunakan dalam 24 jam, untuk mendukung kegiatan pelayanan. 4. Pemeriksaan penunjang diagnostik 24 jam Pemeriksaan penunjang yang mencakup laboratorium dan radiologi yang dibutuhkan untuk menunjang pelayanan medis pasien. 5. Instalasi Farmasi 24 jam Instalasi farmasi melayani resep dokter baik rawat jalan maupun rawat inap. 6. Pelayanan Rawat Inap Pelayanan rawat inap terdiri dari ruang bersalin, ruang perawatan umum, ruang perawatan anak, perinatologi, ICU, HCU. Masingmasing ruangan memiliki kualifikasi sesuai dengan penyakit pasien, sehingga tidak terjadi infeksi nosokomial dan kemungkinan penularan penyakit kepada pasien lainnya. 7. Pelayanan Rawat Jalan Pelayanan rawat jalan terdiri dari beberapa poliklinik yang memberikan pelayanan kesehatan oleh dokter spesialis, dokter umum, dan dokter gigi. 8. Hemodialisa Hemodialisa memberikan pelayanan hingga siang hari kepada pasien yang akan melaksanakan kegiatan mencuci darah.
44
9. Bank Darah (PMI) Bank darah merupakan unit yang mempersiapkan darah donor untuk pasien-pasien RS Sentra Medika Depok yang membutuhkan transfusi darah. Bank darah juga merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan akreditasi 16 pelayanan rumah sakit. Dengan adanya bank darah, diharapkan pasien tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan transfusi darah, khususnya jika transfusi darah dibutuhkan mendesak (cito) dalam kegiatan operasi. 4.1.4 Struktur Organisasi RS Sentra Medika Depok dipimpin oleh seorang Direktur yang dibantu oleh Komite Medis dalam hal mengendalikan kegiatan medis serta pengembangannya. Sedangkan untuk bidang manajemen, Direktur dibantu oleh Wakil Direktur Keuangan, Umum dan HRD, Wakil Direktur Pelayanan, serta Wakil Direktur Marketing dan Humas untuk mengambil keputusan dan pengawasan regulasi rumah sakit. Bidang-bidang yang ada di RS Sentra Medika Depok masing-masing dipimpin oleh Kepala Bidang di bidang medis, penunjang medis, paramedis, serta non medis. Kepala bidang memimpin ruangan-ruangan yang ada di RS Sentra Medika Depok yang dipimpin oleh Kepala Ruangan. Kepala Ruangan terdiri dari ruangan rawat inap maupun ruangan penunjang medis serta administratif. Struktur organisasi secara menyeluruh dapat dilihat pada Lampiran 3. .4.2.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sebelum dilakukan uji statistik lanjutan, diperlukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner untuk mengetahui apakah pertanyaan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini valid (sahih) dan reliabel (andal) atau tidak. Untuk itu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. 4.2.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner Uji validitas dilakukan pada 30 responden di RS Sentra Medika Depok. Hasil uji validitas menyatakan bahwa atribut-atribut pertanyaan dari seluruh subsistem organisasi pembelajar memliki α (corrected item –
45
total correlation) lebih dari r tabel (0,361) dengan selang kepercayaan sebesar 95% dan n = 30. Dengan hasil tersebut, maka dapat dinyatakan seluruh pertanyaan pada kuesioner penelitian ini valid, (Lampiran 4) 4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Pada uji reliabilitas nilai Alpha Cronbach’s masing-masing atribut dibandingkan dengan nilai r tabel. Setelah dilakukan uji reliabilitas, terdapat hasil bahwa seluruh atribut pertanyaan kuesioner memiliki Alpha Cronbach’s yang lebih besar dari 0,60. Dengan demikikan maka seluruh pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan reliabel, (Lampiran 5) .4.2.2 Karakteristik Responden Seluruh responden dalam penelitian ini berjumlah 72 orang yang merupakan karyawan tetap RS Sentra Medika Depok pada bidang medis, paramedis, dan non medis dari berbagai unit. Karakteristik responden yang diidentifikasi pada penelitian ini dilihat berdasarkan tingkat jabatan, bidang pekerjaan, unit kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, serta masa kerja. Seluruh karakteristik responden diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengetahui demografi responden. Karakteristik tersebut juga akan mempengaruhi kemampuan responden dalam melakukan pembelajaran secara individu, kelompok, dan organisasi. 4.3.1 Tingkat Jabatan Pada sebuah organisasi, tingkat jabatan mempengaruhi wewenang dan tanggung jawab karyawan. Tingkat jabatan dapat ditentukan berdasarkan beberapa hal seperti pendidikan, pengalaman kerja, keterampilan, serta prestasi yang telah diperoleh. Pada organisasi pembelajar, jabatan dapat mempengaruhi wewenang untuk mengambil keputusan ataupun pelaksanaan regulasi. Berdasarkan perhitungan data responden, tingkat jabatan yang mendominasi adalah staf sebesar 64 orang (89%) lalu pimpinan sebesar 8 orang (11%). Pemimpin diharapkan dapat mengelola seluruh staf untuk dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Dalam
konteks
organisasi
pembelajar,
pimpinan
46
sebaiknya dapat memfasilitasi staf untuk dapat melakukan pembelajaran ditingkat individu, kelompok, serta organisasi. 4.3.2 Bidang Pekerjaan Pada rumah sakit terdapat tiga bidang pekerjaan yang masingmasing melaksanakan fungsi dan tugas yang saling melengkapi satu sama lainnya yaitu bidang medis, paramedis, dan non medis. Pada penelitian ini jumlah jawaban kuesioner berdasarkan karakteristik bidang pekerjaan yaitu medis sebanyak 2 orang (3,8%), paramedis 47 orang (65%), dan non medis sebanyak 23 orang (31,2%)
Non Medis 23 32%
Medis 2 3%
Paramedis 47 65%
Gambar 9. Data Responden Berdasarkan Bidang Pekerjaan Pembelajaran yang berkesinambungan dilaksanakan oleh berbagai level pada organisasi mulai dari individu, kelompok, dan organisasi. Individu melakukan pembelajaran dan melakukan koordinasi dengan rekan kerja serta kelompoknya. Walaupun bidang pekerjaan yang dilaksanakan berbeda, pembelajaran dapat dilakukan secara sinergis karena akan saling melengkapi dalam upaya produktifitas dan memberikan mutu pelayanan yang prima. 4.3.3 Unit Kerja Pada Gambar 10, terlihat jumlah responden mayoritas berada pada unit perawatan yang berjumlah 16 orang (22,2%), keuangan 11 orang
47
(15,3%), dan poliklinik 9 orang (12,5%). Di sisi lain jumlah responden terkecil pada unit radiologi yang berjumlah 1 orang (1,4%).
20 16
15
11
10
9 6
5
7
7 5
3
3 2
1
2
0 P
ik an lin at ik w l a Po er
i i g n m as og ga ti n riu m ol n e i r o k d ua at Fa ar Ra Ke or M b a
D IG L
D HR
R M
a um alis Um odi m He
Gambar 10. Data Responden Berdasarkan Unit Kerja Varian unit kerja yang ada pada rumah sakit hendaknya tidak menjadi hambatan bagi seluruh karyawan untuk melaksanakan pembelajaran antar unit yang berkesinambungan. Hal tersebut justru dapat dijadikan sumber pengetahuan baru yang dapat diperoleh dari unit kerja yang berbeda. 4.3.4 Jenis Kelamin Jenis kelamin karyawan tidak menjadi hambatan khusus bagi karyawan untuk melakukan pembelajaran serta dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, karena setiap karyawan dengan jenis kelamin laki-laki atau perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam melakukan pembelajaran secara individual maupun kelompok. Mayoritas responden adalah perempuan sebanyak 64 orang (89%), sedangkan lakilaki berjumlah 8 orang (11%). Perbedaan jumlah karyawan laki-laki dan perempuan secara signifikan tidak menjadi masalah pada karyawan untuk tetap melaksanakan tugas sesuai dengan deskripsi kerja masing-masing.
48
4.3.5 Tingkat Pendidikan S1 11 15%
S2 1 1%
SMA 18 25%
D3 42 59%
Gambar 11. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini didominasi oleh responden dengan tingkat pendidikan diploma III sebesar 42 orang (59%). Hal ini dikarenakan mayoritas responden berasal dari tenaga paramedis tingkat pelaksana yang dikualifikasikan memiliki tingkat pendidikan diploma III. Setelah itu jumlah kedua terbanyak adalah responden dengan tingkat pendidikan SMA yaitu sebesar 18 orang (25 %). Rumah sakit masih mentolerir kualifikasi tingkat pendidikan SMA pada bagian tertentu yang dapat membantu tugas pelaksana lainnya. Di sisi lain, responden dengan jumlah terkecil adalah responden dengan tingkat pendidikan S2. Salah satu hal penting dalam membangun organisasi pembelajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi serta anggotanya. Pengetahuan yang bersifat tacit merupakan salah satu dasar perolehan pengetahuan, yang dapat berbentuk pengetahuan dari pendidikan formal dan non formal maupun pengalaman bekerja sebelumnya. RS Sentra Medika Depok telah memiliki potensial karyawan yang memiliki pendidikan formal yang cukup untuk memberikan pengetahuan kepada rekan kerja ataupun kemampuan untuk memperoleh pengetahuan.
49
4.3.6 Usia
38-43 3 4%
32-37 17 24%
44-50 3 4% 19-25 20 28%
26-31 29 40%
Gambar 12. Data Responden Berdasarkan Usia Pada Gambar 12 terlihat bahwa responden terbanyak adalah responden dengan usia produktif 26–31 tahun sebanyak 29 orang (40%), setelah itu responden dengan usia 19–25 tahun sebanyak 20 orang (28%). Hal lainnya adalah jumlah terkecil ada pada responden dengan usia 38-43 dan 44-50 tahun, masing-masing sebesar 3 orang (4%). Usia merupakan karakteristik yang perlu diidentifikasi terkait kemampuan individu dalam menyerap informasi dan pengetahuan baru serta melihat produktifitas kinerja. Pada data responden ini diketahui bahwa mayoritas responden adalah tenaga kerja pada usia produktif bekerja, sehingga diharapkan dapat melakukan pembelajaran dengan optimal. 4.3.7 Masa Kerja 7,6 - 11 thn 16 22%
5,1 - 7,5 thn 17 24%
1 - 2,5 thn 22 30%
2,6 - 5 thn 17 24%
Gambar 13. Data Responden Berdasarkan Masa Kerja
50
Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa responden didominasi oleh karyawan dengan masa kerja 1-2,5 tahun sebanyak 22 orang (30%), lalu karyawan dengan masa kerja2,6-5 tahun serta 5,1-7,5 tahun dengan jumlah masing-masing 17 orang (24%), lalu terakhir karyawan dengan masa kerja 7,6-11 tahun sebanyak 16 orang (22%). Karyawan dengan masa kerja satu tahun lebih akan lebih memahami kondisi lingkungan rumah sakit dan telah menyesuaikan diri dengan pekerjaan serta mengerti cara-cara yang baik untuk melakukan koordinasi dengan rekannya. Masa kerja dalam pembelajaran dinilai dapat mempengaruhi seorang karyawan untuk lebih leluasa dalam memperoleh dan juga memberikan pengetahuan. Semakin lama masa bekerja karyawan, semakin leluasa perolehan pengetahuan tacit dari rekan kerja. .4.2.3 Analisis Perbedaan Persepsi antara Pimpinan dan Staf RS Sentra Medika Depok Terhadap Penerapan Organisasi Pembelajar di RS Sentra Medika Depok Pada penelitian ini statistik yang digunakan untuk melakukan uji beda (komparatif) adalah uji-t. Uji perbedaan persepsi ini dilakukan agar terlihat ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika Depok dalam hal organisasi pembelajar. Uji perbedaan persepsi ini juga dapat melihat apakah seluruh sumber daya manusia memiliki persepsi pemahaman yang sama dalam melaksanakan pembelajaran untuk mencapai visi bersama di RS Sentra Medika Depok. Perbedaan persepsi yang signifikan merupakan hambatan bagi RS Sentra Medika Depok untuk melakukan pembelajaran secara keseluruhan dan akhirnya menghambat pelaksanaan pelayanan yang prima sehingga mutu pelayanan dapat menurun. Uji-t dilakukan berdasarkan normalitas data dan homogenitas data yang diperoleh dari responden. Uji normalitas data dilakukan dengan teknik Kolmogorov-Smirnov dengan hasil bahwa data penelitian ini berdistribusi normal, karena nilai sig. 0,655 lebih besar dari 0,05. Di sisi lain sebelum uji perbedaan dilakukan, peneliti juga perlu melakukan uji homogenitas data yang dilakukan dengan teknik Lavene test. Hasil dari uji homogenitas
51
tersebut menyatakan bahwa data penelitian ini homogen (variannya sama) karena nilai sig. 0,374 lebih besar dari 0,05, karena itu nilai t yang digunakan adalah nilai pada equal variances assumed. Berdasarkan perhitungan uji perbedaan persepsi dengan uji-t, terdapat hasil bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara pimpinan dan staf RS Sentra Medika Depok mengenai penerapan organisasi pembelajar yang mencakup lima subsistem organisasi pembelajar. Hal ini berdasarkan nilai t pada masing-masing subsistem, yaitu subsistem pembelajaran, transformasi organisasi,
pemberdayaan
manusia/orang,
pengelolaan
pengetahuan,
penerapan teknologi sebesar 0,007, 0,879, 0,891, 0,829, dan -1,177 yang seluruhnya lebih kecil dari nilai t-tabel 1,99. Hal yang sama dapat dilihat pada hasil perhitungan uji-t di keseluruhan subsistem organisasi pembelajar dengan bernilai 1,605 yang juga lebih kecil dari 1,99. Hasil perhitungan ini menunjukan bahwa antara pimpinan dan staf di RS Sentra Medika Depok memiliki persepsi yang sama dalam penerapan organisasi pembelajar dengan kata lain hipotesis nol uji perbedaan ini diterima. Persamaan persepsi ini menunjukan bahwa seluruh level jabatan memiliki pemahaman dan
harapan
yang
sama
untuk
melakukan
pembelajaran
yang
berkesinambungan terdahap individu, kelompok di RS Sentra Medika Depok. .4.2.4 Analisis Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajar pada RS Sentra Medika Depok Setelah uji perbedaan persepsi dilakukan, maka perlu dilakukan analisis mengenai tingkat penerapan model sistem melalui lima subsistem organisasi pembelajar. Analisis deskriptif penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui performa RS Sentra Medika Depok saat ini dalam menerapkan organisasi pembelajar. .4.2.4.1
Subsistem Pembelajaran Salah satu subsistem dalam organisasi pembelajar adalah subsistem
pembelajar. Subsistem ini memiliki dua indikator yaitu pembelajaran individu
dan
pembelajaran
kelompok,
sedangkan
pembelajaran
organisasi berada diseluruh kegiatan pembelajaran individu dan
52
kelompok
organisasi.
Hasil
jawaban
karyawan
atas
subsistem
pembelajaran ini dapat dilihat pada Tabel 6 berikut: Tabel 6. Frekuensi Penerapan Subsistem Pembelajaran Jawaban Responden Item Pertanyaan
Belum diterapkan (1)
Sebagian kecil telah diterapkan (2)
Sebagian besar telah diterapkan (3)
Seluruhnya diterapkan (4)
Jumlah
26
40
5
1
72
12
44
16
0
72
3
42
25
2
72
9
33
28
2
72
4
28
39
1
72
10
34
25
3
72
19
36
16
1
72
15
37
20
0
72
98 17,01
294 51,04
174 30,21
10 1,74
576 100
18
35
19
0
72
17
37
18
0
72
12
32
26
2
72
10
44
18
0
72
7
38
24
3
72
7
36
28
1
72
71 16,44 169 16,77
222 51,39 516 51,19
133 30,79 307 30,46
6 1,38 16 1,58
432 100 1008 100
A. Pembelajaran Individu 1) Pembelajaran yang kontinyu menjadi prioritas 2) Dukungan untuk belajar guna pengembangan kemampuan 3) Pengembangan keterampilan berdialog efektif 4) Pelatihan invidu untuk belajar cara belajar yang tepat 5) Cara untuk mempercepat pembelajaran 6) Peningkatan pengetahuan secara adaptif 7) Peningkatan pengetahuan secara antisipatif 8) Peningkatan pengetahuan secara kreatif Sub Total Persentase (%) B. Pembelajaran Kelompok 9) Berinovasi melalui cara kerja antisipatif 10) Berinovasi melalui cara kerja kreatif 11) Dorongan terhadap tim untuk saling belajar dan berbagi pembelajaran antar tim 12) Dorongan terhadap individu dalam tim untuk saling belajar dan berbagi pembelajaran 13) Kemampuan berpikir dan bertindak secara sistem 14) Pelatihan pada tim cara bekerja disertai pembelajaran dalam kelompok Sub Total Persentase (%) Total Subsistem Pembelajaran Persentase (%)
A. Pembelajaran Individu Secara keseluruhan, pada Tabel 6 dapat terlihat bahwa penerapan pembelajaran oleh individu telah diterapkan sebagian kecil di RS Sentra Medika Depok sebesar 51,04%. Selain itu 30,21% karyawan berpendapat bahwa dinamika pembelajaran individu sebagian besar telah diterapkan sebesar 17,01%, namun sebaliknya
53
sebesar 1,74% karyawan memberikan jawaban bahwa pembelajaran individu telah seluruhnya diterapkan. Berdasarkan hasil kuantitatif penelitian, maka dapat dilihat bahwa kondisi pembelajaran individu di RS Sentra Medika Depok belum optimal terutama pada dukungan dari pimpinan untuk melakukan pembelajaran guna mengembangkan kemampuan dari setiap karyawan. Selain RS Sentra Medika Depok juga belum meletakan kegiatan pembelajaran pada skala prioritas dari manajemen terhadap seluruh memberikan
individu.
kesempatan
RS
kepada
Sentra Medika Depok telah karyawan
tingkat
pimpinan
menengah untuk ikut berpartisipasi memberikan ide yang dituangkan dalam rapat koordinasi yang secara rutin dilakukan. Selain itu RS Sentra Medika Depok memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengikuti
pendidikan
dan
pelatihan
sesuai
dengan
bidang
pekerjaannya (personal mastery). Hal tersebut dilakukan agar karyawan
dapat
melakukan
pengembangan
pengetahuan
dan
keterampilannya, namun pelaksanaannya dinilai belum maksimal oleh karyawan karena kesempatan yang diberikan belum merata di seluruh bagian rumah sakit. Pembelajaran di tingkat individu berkaitan dengan keterampilan dalam pembelajaran yang dikembangkan oleh Senge (1990), untuk keterampilan yang terkait yaitu shared vision. Tidak optimalnya pelaksanaan pembelajaran individu terjadi karena pimpinan tidak membagi dan membangkitkan visi bersama dipimpinnya
untuk
melakukan
pada unit kerja yang
pembelajaran
pengetahuan secara berkesinambungan.
atau
Hal ini
pembagian
menyebabkan
kurangnya semangat dan penyadaran pentingnya pembelajaran pada aktivitas kerja. Disisi lainnya, keberlangsungan rapat koordinasi untuk berbagi pengetahuan kurang efektif karena tidak seluruh karyawan memiliki keterampilan berdialog dengan baik sehingga terjadi kecanggungan dan tidak tersampaikannya informasi dengan baik.
54
Menurut Senge dalam Marquardt (2002), organisasi hanya akan belajar melalui individu yang melakukan pembelajaran. Pembelajaran oleh individu tidak menjamin sebuah organisasi akan belajar, namun jika tidak ada pembelajaran oleh individu maka tidak akan ada terjadi pembelajaran organisasi. Hal ini tentu saja menggambarkan bahwa pembelajaran oleh individu merupakan hal yang mendasar dan penting bagi sebuah organisasi yang mentransformasikan diri menjadi organisasi pembelajar. Keterampilan model mental ditingkatkan untuk menciptakan perilaku yang aktif untuk belajar yang digunakan untuk bekerja dan membuat keputusan sehingga individu akan meningkatkan kemampuan belajar mandiri (belajar adalah jalan hidup) dan berkesinambungan. B. Pembelajaran Tim/kelompok Pada pembelajaran di tingkat kelompok, sebagian besar karyawan
memberikan
jawaban
bahwa
pembelajaran
belum
seluruhnya diterapkan di RS Sentra Medika Depok sebesar 51,39%. Selain itu sebesar 30,79% karyawan menjawab pembelajaran di tingkat kelompok sudah diterapkan sebagian besar. Karyawan menyatakan pembelajaran kelompok belum diterapkan sama sekali dengan nilai 16,44% dan 1,38% menyatakan telah seluruhnya diterapkan. Pada hasil perhitungan terdapat hasil bahwa sebagian besar berpendapat bahwa RS Sentra Medika Depok belum maksimal dalam memberikan dorongan terhadap individu yang ada dalam kelompok untuk saling berbagi pengetahuan dan belajar sehingga dapat menciptakan pembelajaran dalam kelompok tersebut. RS Sentra Medika Depok telah memberikan pelatihan kepada kelompok mengenai cara bekerja disertai dengan belajar yang diwujudkan dalam pelatihan yang diberikan pada bagian medis dan non medis pada hal yang baru (contoh: alat medis atau penunjang medis baru). Namun di sisi lain, ada karyawan yang memberikan pendapat bahwa pelatihan tersebut baru diterapkan sebagian kecil, hal ini disebabkan karena
55
tidak meratanya pelatihan yang dilakukan serta perbedaan kemampuan individu dan kelompok dalam memperoleh pengetahuan dalam pelatihan tersebut. System thingking yang berkaitan dengan keterampilan cara berpikir sistem secara menyeluruh belum diterapkan secara optimal oleh unit kerja di RS Sentra Medika Depok. Berpikir secara sistem dilakukan melalui adanya cara pandang menyeluruh pada kelompok dan organisasi mengenai interaksi individu, kerangka konseptual yang lengkap, program kerja. Organisasi diharapkan mengetahui sistem terbaik yang dapat dilakukan untuk mempercepat proses belajar yang lebih efektif. C. Pembelajaran Organisasi Pembelajaran organisasi dapat dilihat dari keseluruhan hasil penelitian pada subsistem pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 6 secara berturut-turut yaitu: pembelajaran sudah diterapkan sebagian kecil 51,19%, telah diterapkan sebagian besar 30,46%, belum diterapkan 16,77%, dan pembelajaran telah diterapkan seluruhnya pada subsistem pembelajaran di RS Sentra Medika Depok sebesar 1,58%. Sebagian besar karyawan berpendapat bahwa pembelajaran sudah diterapkan sebagian kecil pada tingkat individu dan kelompok. Dorongan untuk belajar guna mengembangkan pengetahuan serta dorongan terhadap individu dan tim untuk saling belajar dan berbagi pembelajaran dirasakan masih diterapkan hanya pada sebagian kecil rumah sakit. Di sisi lain pembelajaran telah diterapkan sebagian besar melalui upaya RS Sentra Medika Depok dalam memberikan berbagai metode untuk mempercepat proses pembelajaran karyawan. Selain itu karyawan juga berpendapat bahwa RS Sentra Medika Depok belum optimal dalam memprioritaskan kegiatan belajar kepada karyawan sebagai hal yang utama. Secara keseluruhan dilihat bahwa RS Sentra Medika Depok telah melakukan upaya penerapan subsistem pembelajaran walaupun masih diterapkan pada sebagian kecil
56
karyawan dan kelompok. Dinamika pembelajaran ini tentunya memberikan kontribusi terhadap peningkatan pelayanan RS Sentra Medika Depok kepada pasien, sehingga memerlukan komitmen yang kuat dari pimpinan dan staf untuk melaksanakan perubahan menjadi organisasi pembelajar. .4.2.4.2
Subsistem Transformasi Organisasi Subsistem kedua adalah subsistem transformasi organisasi yang
menjadi indikator dari organisasi pembelajar dan memiliki empat sub indikator yaitu visi, budaya, strategi, dan struktur. Hasil dari perhitungan sub sistem tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini: Tabel 7. Frekuensi Penerapan Subsistem Transformasi Organisasi Jawaban Responden Item Pertanyaan A. Visi 15) Pemahaman individu terhadap sistem dan struktur organisasi 16) Pimpinan mendukung visi dan organisasi pembelajar 17) Adanya kondisi bahwa pengetahuan penting untuk pembelajaran Sub Total Persentase (%) B. Budaya 18) Komitmen melakukan pembelajaran secara kesinambungan untuk perbaikan 19) Belajar dari kegagalan dan kesalahan dalam mencapai keberhasilan 20) Pemberian penghargaan terhadap individu yang mau belajar 21) Pemberian penghargaan kepada tim yang mau belajar Sub Total Persentase (%)
Belum diterapkan (1)
Sebagian kecil telah diterapkan (2)
Sebagian besar telah diterapkan (3)
Seluruhnya diterapkan (4)
Jumlah
5
36
30
1
72
6
39
25
2
72
8
38
24
2
72
19 7,54
149 59,13
79 31,35
5 1,98
252 100
5
25
39
3
72
2
24
42
4
72
22
35
15
0
72
37
35
0
0
72
66
119
96
7
288
22,92
41,32
33,33
2,43
100
5
41
26
0
72
17
36
19
0
72
22 15,28
77 53,47
45 31,25
0 0
144 100
C. Strategi 22) Kesempatan pembelajaran yang terkait seluruh aktivitas pekerjaan 23) Tukar menukar pengetahuan dan meningkatkan pembelajaran secara menyeluruh Sub Total Persentase (%)
57
Lanjutan Tabel 7. D. Struktur 24) Tingkat komunikasi cepat untuk pembelajaran antar jabatan pada struktur organisasi 25) Koordinasi untuk pembelajaran yang baik Sub Total Persentase (%) Total Subsistem Transformasi Organisasi Persentase (%)
18
40
14
0
72
6
41
23
2
72
24 16,67
81 56,25
37 25,69
2 1,39
144 100
131
426
257
14
828
15,82
51,45
31,04
1,69
100
A. Visi Marquardt (2002) menyatakan bahwa sebuah visi meliputi harapan, tujuan serta arah untuk masa depan organisasi. Visi merupakan pencitraan sebuah organisasi yang dibudidayakan dalam organisasi yang kemudian direfleksikan kepada orang diluar organisasi. Visi RS Sentra Medika Depok sebagian kecil telah diterapkan menurut karyawan sebesar 59,13%. Pencapaian sebuah visi tidak luput dari peranan pimpinan yang membuat kebijakan serta keputusan dan pelaksana yang menjalankan kebijakan pimpinannya. Pada hasil tabulasi terlihat bahwa mayoritas karyawan yang menjawab “sebagian kecil telah diterapkan” menganggap bahwa pimpinan belum sepenuhnya memberikan dukungan atas visi rumah sakit dengan pembelajaran. RS Sentra Medika Depok telah mendukung seluruh karyawan dalam usaha bersama untuk mencapai visi salah satunya dengan memberikan sosialisasi kepada seluruh karyawan secara tertulis. Adanya jawaban karyawan tersebut dapat terjadi karena sosialisasi tersebut kurang merata serta kebijakan pemimpin yang belum membangkitkan aktivitas untuk belajar secara adaptif, antisipatif serta kreatif kepada karyawan dalam melakukan aktivitas kerjanya. Di sisi lain 31,35% karyawan menjawab bahwa upaya pencapaian visi telah sebagian besar diterapkan di RS Sentra Medika Depok, mayoritas melalui pemahaman individu terhadap sistem dan struktur organisasi. Selain itu 7,54% responden menjawab belum
58
diterapkan sama sekali, dan 1,98% menjawab telah diterapkan seluruhnya. B. Budaya Seperti sebuah masyarakat yang memiliki beragam karakter, organisasi juga memiliki anggota dengan kepercayaan, pemikiran, dan tindakan beragam. Pada hasil penelitian dapat diketahui dalam hubungan
budaya
organisasi dengan
pembelajaran,
karyawan
menjawab telah diterapkan sebagian kecil sebesar 41,32%, telah diterapkan sebagian besar berjumlah 33,33%, belum diterapkan sama sekali sebesar 22,92%, dan telah diterapkan seluruhnya sebesar 2,43%. Marquardt (2002) menjelaskan bahwa organisasi pembelajar memberikan fasilitas serta penghargaan (reward) bagi individu ataupun tim yang telah melakukan pembelajaran dengan baik, karena anggota yang belajar merupakan pahlawan sebuah organisasi pembelajar. Sebagian besar karyawan menitik beratkan pada kegiatan pemberian penghargaan yang belum sepenuhnya diterapkan untuk individu serta tim yang melaksanakan pembelajaran. RS Sentra Medika Depok telah melakukan pemberian kompensasi kepada karyawan
dengan
memberikan
melakukan
kompensasi
sesuai
penilaian dengan
performa tingkat
kerja
dan
keterampilan,
loyalitas, serta disiplin karyawan. Adanya jawaban karyawan tersebut dikarenakan
karyawan
belum
mendapatkan
kompensasi
atau
penghargaan jika telah optimal menerapkan disiplin yang dinilai melalui absensi. Sebaliknya, karyawan bisa mendapatkan sanksi jika terkait dengan tindakan tidak disiplin mengenai absensi kerja. Selain itu kompensasi telah diberikan dalam bentuk loyalitas karyawan yang telah menjalani masa kerja 10 tahun atau lebih, serta bagi karyawan yang telah meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya. Bagi karyawan yang menjawab bahwa budaya pembelajaran belum diterapkan sama sekali di RS Sentra Medika Depok menganggap bahwa pemberian penghargaan hanya diberikan pada individu melalui
59
loyalitas kerja belum diberikan kepada individu maupun tim yang melakukan aktivitas pembelajaran nyata melalui kreatifitas dan inovasi. Dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa tidak seluruhnya karyawan berpendapat tidak seluruhnya diterapkan atau belum diterapkan sama sekali, namun responden juga memberikan pendapat bahwa RS Sentra Medika Depok sebagian besar telah melakukan pembelajaran dari kesalahan yang pernah dilakukan untuk perbaikan selanjutnya baik sebagian besar ataupun seluruhnya diterapkan. Hal ini berhubungan dengan aktivitas rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan dalam bidang medis, non medis, serta penunjang medis yang sangat terkait dengan fisik manusia. Segala kesalahan medis dan penunjang medis yang telah memberikan efek kepada pasien, telah ditelaah dan dikoordinasikan secara profesional oleh staf medis fungsional (dokter) dengan komite medis serta manajemen RS Sentra Medika Depok, dengan harapan kesalahan serupa tidak akan terulang dimasa yang akan datang. Hal serupa dilakukan oleh bidang non medis (administratif) untuk meminimalisir komplain yang timbul dari pasien dan pengunjung kepada RS Sentra Medika Depok. C. Strategi Pada Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa strategi RS Sentra Medika Depok sebagian kecil telah diterapkan sebesar 53,47%, telah diterapkan sebagian besar dengan nilai 31,25%, belum diterapkan sama sekali oleh karyawan sebesar 15,28%, dan 0% telah diterapkan seluruhnya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa RS Sentra Medika Depok berupaya untuk menciptakan rencana tindakan, metode teknik, langkah-langkah atau kisi-kisi yang dilakukan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu strategi yang dilakukan adalah membuat perencanaan dan pelaksanaan rotasi karyawan lintas divisi untuk menambah atau menyebarkan pengetahuan baru dalam lingkungan RS Sentra Medika Depok.
60
D. Struktur Pada hasil penelitian dapat dilihat dari Tabel 7 jawaban karyawan mengenai penerapan struktur yaitu 56,25% telah diterapkan sebagian kecil, telah diterapkan sebagian besar 25,69%, belum diterapkan 16,67%, telah diterapkan sepenuhnya 1,39%. Hal tersebut berarti bahwa RS Sentra Medika Depok telah berusaha untuk meningkatkan komunikasi hubungan kerja antar karyawan serta kegiatan belajar lintas level jabatan dengan cara merampingkan struktur organisasi, namun dinilai belum optimal oleh karyawan. Hal ini disebabkan karena belum optimalnya pola kepemimpinan pada bagian tertentu sehingga terdapat hambatan komunikasi dari staf kepada pimpinan tingkat atas. Begitu juga dengan usaha karyawan dalam melakukan koordinasi yang bertujuan untuk pembelajaran yang sama dan tidak mengkotak-kotakan diri dalam lingkup divisi saja, tetapi juga melakukan proses belajar dari divisi lain di RS Sentra Medika Depok. Berdasarkan angka pada Tabel 7 diketahui bahwa untuk keseluruhan subsistem transformasi organisasi 51,45% karyawan menyatakan telah diterapkan sebagian kecil, telah diterapkan sebagian besar 31,04%, belum diterapkan sama sekali 15,82%, berpendapat telah diterapkan seluruhnya 1,69%. Data tersebut menjelaskan bahwa subsistem transformasi organisasi RS Sentra Medika Depok telah diterapkan pada sejumlah kecil bagian. Subsistem ini diterapkan sebagian kecil melalui visi, budaya, strategi dan struktur rumah sakit. Kesempatan yang diberikan untuk melaksanakan pembelajaran pada setiap aktivitas karyawan, koordinasi untuk pembelajaran yang baik, serta upaya dalam komunikasi cepat untuk pembelajaran antar lintas jabatan dinilai belum optimal penerapannya oleh karyawan. Selain itu sebagian besar karyawan memberikan pendapat bahwa RS Sentra Medika Depok memberikan kesempatan kepada karyawan untuk melakukan pembelajaran pada setiap aktivitas pekerjaannya belum merata pada seluruh bagian rumah sakit sehingga belum tercipta
61
budaya pembelajaran yang optimal. Penghargaan belum diberikan kepada individu atau kelompok yang melakukan pembelajaran sehingga belum tercipta keinginan seluruh individu dan kelompok untuk belajar secara terus menerus. Penanaman visi pembelajaran yang berkesinambungan perlu diupayakan untuk meningkatkan subsistem transformasi organisasi ini. .4.2.4.3
Subsistem Pemberdayaan Manusia/orang Subsistem pemberdayaan manusia merupakan salah satu indikator
dalam organisasi pembelajar yang memiliki enam sub indikator yaitu pegawai, manajer, pelanggan, suplier, mitra kerja, dan masyarakat. Pertumbuhan, inovasi, serta perbedaan yang ada pada sebuah organisasi berasal dari pemberdayaan sumber daya manusia yang diberdayakan dan diaktifkan untuk belajar. Berikut ini adalah hasil analisis mengenai subsistem pemberdayaan manusia/orang yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Frekuensi Penerapan Subsistem Pemberdayaan Manusia/orang Jawaban Responden Item Pertanyaan A. Pegawai 26) Pemberdayaan tenaga kerja untuk meningkatkan kualitas kerja melalui pembelajaran 27) Pembagian wewenang adalah keseimbangan antara tanggung jawab dan wewenang Sub Total Persentase (%) B. Manajer 28) Pimpinan dan staf bekerjasama untuk belajar serta menyelesaikan masalah 29) Pimpinan berperan dalam memfasilitasi pembelajaran 30) Meningkatkan kesempatan pembelajaran untuk merefleksikan pengetahuan Sub Total Persentase C. Pelanggan 31) Informasi untuk dipelajari dan mendapatkan ide guna meningkatkan pelayanan Persentase (%)
Belum diterapkan (1)
Sebagian kecil telah diterapkan (2)
Sebagian besar telah diterapkan (3)
Seluruhnya diterapkan (4)
Jumlah
11
35
25
1
72
9
41
21
1
72
20 13,89
76 52,78
46 31,94
2 1,39
144 100
15
29
22
6
72
9
40
20
3
72
16
35
20
1
72
40 18,52
104 48,15
62 28,7
10 4,63
216 100
11
33
27
1
72
15.28
45.83
37.50
1.39
100
62
Lanjutan Tabel 8. D. Masyarakat 32) Memberi kesempatan masyarakat pelanggan untuk ikut pelatihan dan pembelajaran Persentase (%) E. Suplier 33) Memberi kesempatan pemasok untuk ikut pelatihan dan pembelajaran 34) Pembelajaran dari mitra melalui perencanaan sumber daya dan strategi Sub Total Persentase (%) F. Partner aliansi 35) Partisipasi dalam pembelajaran bersama mitra kerja 36) Keaktifan dalam mencari mitra pembelajaran Sub Total Persentase (%) Total Subsistem Pemberdayaan Manusia/Orang Persentase (%)
19
34
17
2
72
26.39
47.22
23.61
2.78
100
19
33
18
2
72
14
30
26
2
72
33 22.92
63 43.75
54 37.50
4 2.78
144 100
25
33
13
1
72
20
34
16
2
72
45 31.25
67 46.53
29 20.14
3 2.08
144 100
168
377
225
22
792
21,21
47,60
28,41
2,78
100
A. Pegawai Aspek pemberdayaan pegawai pada nomor 26 dan 27 menunjukan bahwa 52,78% menjawab telah diterapkan sebagian kecil, telah diterapkan sebagian besar 31,94%, belum diterapkan sama sekali 13,89%, dan telah diterapkan seluruhnya 1,39%. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar karyawan berpendapat bahwa pemberdayaan pegawai kurang optimal. Desentralisasi
dan
pendelegasian
wewenang
merupakan
keseimbangan antara tanggung jawab dan kemampuan pembelajaran, masih berada pada tingkat penerapan pada sebagian kecil organisasi. Menurut Marquardt (2002) hal yang penting untuk menjadi sebuah organisasi pembelajar adalah memperlakukan pegawai sebagai pegawai dewasa dengan pembawaan yang berkapasitas untuk belajar, guna memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah, yang mengutamakan tanggung jawab serta yang menikmati pengakuan yang diberikan. RS Sentra Medika Depok telah mengupayakan pemberdayaan pegawai dengan melibatkan pegawai memberikan ide dan gagasan
63
dalam rapat-rapat koordinasi yang merupakan kegiatan untuk mengembangkan strategi. Hal ini tentu diperlukan bagi pegawai untuk membangkitkan antusiasme dan enerjetik pegawai yang menjadikan mereka lebih kreatif serta berkomitmen untuk belajar dan lebih produktif, seperti yang dikemukakan oleh Marquardt (2002) bahwa ketika organisasi
merasakan pegawai telah memiliki kemampuan
untuk belajar, maka pegawai tersebut pelu diberikan dukungan dan kebebasan untuk belajar dan memberikan kontribusi positif. Selain itu pimpinan RS Sentra Medika Depok mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada lini jabatan menengah (middle) serta pemberdayaan supervisi keperawatan di malam hari, guna mengurangi ketergantungan kepada manajemen puncak dalam mengambil keputusan walaupun belum dilakukan secara maksimal. Hal tersebut karena pemberdayaan supervisi hanya terbatas kepada bidang keperawatan saja, belum dilakukan secara pelayanan menyeluruh. Operasional rumah sakit yang berlangsung selama 24 jam menuntut manajemen puncak untuk melakukan desentralisasi yang bertujuan agar seluruh karyawan melakukan pelayanan kesehatan secara efektif dan efisien dari segi kenyamanan dan keamanan pasien (patient safety) dan keamanan rumah sakit (hospital safety). B. Manajer Pada Tabel 8 bahwa dapat dilihat bahwa pemberdayaan pimpinan telah diterapkan sebagian kecil sesuai dengan jawaban karyawan sebesar 48,15%, sedangkan karyawan sebesar 28,7% menyatakan telah diterapkan sebagian besar, belum diterapkan sama sekali sebesar 18,52%, dan 4,63% telah diterapkan seluruhnya. Berdasarkan data tersebut RS Sentra Medika Depok melalui pemimpinnya berperan dalam memfasilitasi karyawannya dalam melakukan pembelajaran, meningkatkan kesempatan pembelajaran untuk mereflesikan pengetahuannya dalam sebuah tindakan nyata di pekerjaan, serta bekerja sama untuk menyelesaikan masalah bersama
64
dengan karyawan, walaupun belum dilakukan secara optimal. Seorang pemimpin tidak secara sederhana menyampaikan apa yang harus dipelajari oleh karyawan namun juga diharapkan sebagai pemberi informasi, pemberi arah, pelatih, dan sebagai panutan aktifitas belajar, yang memicu karyawannya untuk menciptakan kreatifitas. C. Pelanggan Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa 45,83% karyawan menjawab bahwa pemberdayaan pelanggan dalam pembelajaran telah diterapkan sebagian kecil, diterapkan sebagian besar sebesar 37,50%, belum diterapkan sama sekali sebesar 15,28%, dan 1,39% telah diterapkan seluruhnya. Marquardt (2002) menjelaskan bahwa sebuah organisasi pembelajar menyadari bahwa pelanggan bisa menjadi sumber informasi dan gagasan-gagasan yang sangat baik, sehingga dapat dihubungkan dengan sistem dan strategi pembelajaran organisasi. Pada data di Tabel 8, berbagi informasi kepada pelanggan untuk menjaring informasi dan gagasan guna meningkatkan pelayanan, telah diterapkan sebagian kecil. Pelanggan dapat menyediakan informasi terkini, perbandingan dengan kompetitor, perubahan-perubahan yang diinginkan, dan timbal balik tercepat mengenai pelayanan yang telah diberikan oleh rumah sakit. RS Sentra Medika Depok telah berbagi informasi dan pemberian kesempatan pembelajaran pada konsumen melalui kegiatan-kegiatan seminar awam dan profesional, sehingga diharapkan mereka dapat mengetahui ilmu pengetahuan kesehatan terkini serta selayang pandang mengenai RS Sentra Medika Depok. Namun
dalam
pelaksanaannya
belum
optimal
karena
ilmu
pengetahuan yang diberikan belum dikaitkan dengan ketersediaan pelayanan terkini yang terdapat di RS Sentra Medika Depok, sehingga pengetahuan tentang pelayanan terkini yang ada di RS Sentra Medika Depok
tidak
sepenuhnya
diketahui
oleh
konsumen
yang
mengakibatkan konsumen tersebut terhambat memberikan timbal balik informasi yang dibutuhkan rumah sakit. Selain itu RS Sentra
65
Medika Depok memberdayakan pelanggan untuk memberikan informasi melalui kegiatan Hospital Services Controller (HSC) untuk mengevaluasi pelayanan pada pasien rawat inap untuk mendapatkan informasi bagi rumah sakit. RS Sentra Medika Depok juga telah mengupayakan pemberian informasi secara berkala mengenai perubahan pelayanan yang tersedia kepada perusahaan rekanan dan perusahaan yang akan rekanan
dalam
mempercayakan
karyawan
mereka
menjadi untuk
menggunakan jasa pelayanan kesehatan RS Sentra Medika Depok. D. Masyarakat Dari hasil tabulasi, karyawan menyatakan bahwa 47,22% pemberdayaan masyarakat dalam pembelajaran telah diterapkan sebagian kecil, belum diterapkan sama sekali sebesar 23,61%, telah diterapkan sebagian besar sebesar 26,39%, dan 2,78% telah diterapkan seluruhnya. Sebuah
organisasi
yang
menjadi
organisasi
pembelajar
menyadari bahwa keuntungan akan bertambah banyak ketika masyarakat menjadi bagian dari proses pembelajaran organisasi tersebut. Menurut Marquardt (2002), beberapa hasil positif jika organisasi menyertakan masyarakat dalam pembelajaran adalah pencitraan tentang organisasi yang meningkat oleh masyarakat, keinginan yang lebih besar pada masyarakat untuk menjadi bagian dari organisasi (ingin menjadi karyawan) atau membeli/menggunakan produk/jasa
organisasi
tersebut,
peningkatan
kualitas
hidup
masyarakat lingkungan sekitar organisasi, persiapan tenaga kerja dimasa yang akan datang, serta pertukaran sumber daya dengan masyarakat. Pada Tabel 7 diketahui bahwa sebagian besar karyawan berpendapat bahwa RS Sentra Medika Depok telah menerapkan pemberdayaan masyarakan sebagian kecil dan belum sama sekali diterapkan. RS Sentra Medika Depok telah melakukan kegiatan yang melibatkan masyarakat dalam kegiatan sosial, namun pelaksanaan
66
kegiatan pembelajaran belum secara optimal dilakukan pada masyarakat. Hal tersebut dikarenakan belum adanya komitmen dari rumah sakit untuk melakukan kegiatan yang melibatkan masyarakat untuk pembelajaran bersama seperti penyuluhan kesehatan. E. Supplier Pada
hasil
tabulasi,
dapat
dilihat
bahwa
43,75%
karyawanmenyatakan bahwa pemberdayaan supplier telah diterapkan sebagian kecil pada pembelajaran, telah diterapkan sebagian besar 37,50%, belum diterapkan sama sekali sebesar 22,92%, dan 2,78% telah diterapkan sepenuhnya. Menurut Marquardt (2002), organisasi pembelajar menyadari bahwa kesuksesan organisasi tidak hanya dari pegawai dan pelanggan, tetapi juga keseluruhan jejaring bisnis yang meliputi supplier dan vendor. Dari data pada Tabel 8 terlihat bahwa RS Sentra Medika Depok telah menerapkan sebagian kecil pemberdayaan supplier dengan melakukan pembelajaran dari mitra (dalam hal ini supplier) melalui perencanaan sumber daya yang dibutuhkan dan strategi pelaksanaannya sehingga keinginan konsumen dapat terpenuhi serta pengikutsertaan supplier dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut dirasakan oleh supplier melalui kesempatan yang diberikan oleh RS Sentra Medika Depok dalam mengikut sertakan supplier dalam menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran. F. Partner Aliansi Pada Tabel 8 dapat dilihat jawaban karyawan berturut-turut yaitu karyawan yang menyatakan pemberdayaan partner aliansi telah diterapkan sebagian kecil 46,53%, belum diterapkan sama sekali 31,25%, telah diterapkan sebagian besar 20,14%, telah diterapkan seluruhnya 2,08%. Marquardt (2002) berpendapat bahwa sebuah organisasi pembelajar
mulai
melihat
kepentingan
pembelajaran
sebagai
keuntungan jangka panjang (long-term benefit) untuk aliansinya. Dari
67
Tabel 8 dapat terlihat bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa pemberdayaan partner aliansi melalui partisipasi dalam melakukan pembelajaran bersama mitra kerja, telah diterapkan sebagian kecil, dan belum diterapkan sama sekali. RS Sentra Medika Depok
memberikan
kesempatan
bagi
karyawan
untuk
mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan melalui kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh partner aliansi yaitu pelatihan pada institusi pemerintah, asosiasi rumah sakit, asosiasi profesi (ikatan dokter dan ikatan perawat), perguruan tinggi, dan konsultan.
Namun
terlihat
dari
persepsi
karyawan
bahwa
pemberdayaan tersebut belum optimal dilakukan, hal ini berkaitan dengan sosialisasi mengenai kegiatan tersebut belum diberikan secara merata kepada seluruh bagian di RS Sentra Medika Depok. Secara keseluruhan subsistem pemberdayaan manusia/orang pada RS Sentra Medika Depok telah diterapkan sebagian kecil. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 8 bahwa sebagian besar karyawan (47,60%) menjawab subsistem pemberdayaan manusia/orang telah diterapkan sebagian kecil di RS Sentra Medika Depok, telah diterapkan sebagian besar 28,41%, belum diterapkan sama sekali 21,21%, dan 2,78% telah diterapkan sepenuhnya. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Manville yang dikutip dari Marquardt (2002), argumen strategis telah bergeser dari “mengelola
pengetahuan”
menjadi
“mengelola
orang
dengan
pengetahuan” dan memperoleh serta meningkatkan pengetahuan tersebut dengan luar biasa. Manusia adalah sumber daya yang sangat penting bagi organisasi pembelajar karena hanya manusia yang memiliki kapasitas untuk belajar. Orang-orang yang ahli dan melakukan pembelajaran menyerap informasi untuk dijadikan pengetahuan yang bernilai untuk setiap individu, kelompok, dan organisasi. RS Sentra Medika Depok telah menerapkan sebagian kecil pemberdayaan pegawai, pimpinan tingkat menengah, pelanggan,
68
supplier, partner kerja aliansi, serta masyarakat. Hal ini terutama pada aspek pemberdayaan pegawai melalui pendelegasian pengambilan keputusan kepada individu sehingga masing-masing individu dapat belajar untuk menyelesaikan masalah dan tumbuh sebagai tenaga kerja dewasa yang memiliki kemampuan untuk belajar secara mandiri. Hal ini berarti RS Sentra Medika Depok belum memberdayakan manusia secara optimal untuk aspek tersebut. Di sisi lain RS Sentra Medika Depok telah memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan diri dengan cara belajar pada pihak luar walaupun belum dilakukan secara optimal. .4.2.4.4
Subsistem Pengelolaan Pengetahuan Subsistem keempat dari organisasi pembelajar adalah subsistem
pengelolaan pengetahuan yang memiliki 6 sub indikator yaitu akuisisi, penciptaan, penyimpanan, analisis dan penggalian data, transfer dan penyebaran, serta penggunaan pengetahuan. Hasil tabulasi dari jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 9. Frekuensi Penerapan Subsistem Pengelolaan Pengetahuan Jawaban Responden Item Pertanyaan A. Akuisisi 37) Keaktifan mencari informasi internal dalam rangka perbaikan kinerja organisasi 38) Sistem dapat mengakses untuk mengumpulkan informasi eksternal 39) Membandingkan dan mengamati perkembangan organisasi (benchmarking) Sub Total Persentase (%) B. Penciptaan 40) Pelatihan keterampilan berpikir kreatif untuk melakukan eksperimen
Belum diterapkan (1)
Sebagian kecil telah diterapkan (2)
Sebagian besar telah diterapkan (3)
Seluruhnya diterapkan (4)
Jumlah
7
40
22
3
72
20
34
18
0
72
19
34
16
3
72
46 21,30
108 50
56 25,92
6 2,78
216 100
13
37
21
1
72
69
Lanjutan Tabel 9. 41) Uji coba pengembangan pemberian pelayanan Sub Total Persentase (%) C. Penyimpanan 42) Pentingnya pengkodean dan penyimpanan pengetahuan Persentase (%) D. Analisis dan Penggalian 43) Kesadaran individu tentang pentingnya organisasi dan berbagi pengetahuan Persentase (%) E. Transfer dan Penyebaran 44) Tim antar fungsi digunakan untuk mentransfer pembelajaran antar bagian 45) Kontinuitas pengembangan strategi baru dan penyebaran hasil pembelajaran keseluruh organisasi Sub Total Persentase (%) F. Aplikasi dan Validasi 46) Penerapan pengetahuan dalam mendiagnosis masalah pada pekerjaan untuk menyelesaikannya Persentase (%) Total Subsistem Pengelolaan Pengetahuan Persentase (%)
27
35
10
0
72
40 27.78
72 49.31
31 21.53
1 0.69
144 100
19
42
10
1
72
26.39
58.33
13.89
1.39
100
7
34
30
1
72
9,72
47,22
41,67
1,39
100
21
37
13
1
72
20
38
14
0
72
41 28.47
75 52.08
27 18.75
1 0.69
144 100
8
44
19
1
72
11.11
61.11
13.19
1.39
100
161
375
173
11
720
22,36
52,08
24,03
1,53
100
A. Akuisisi Pengetahuan Dari Tabel 9 dapat diketahui pernyataan responden mengenai akuisisi pengetahuan dalam subsistem pengelolaan pengetahuan yaitu 50% responden menjawab telah diterapkan sebagian kecil dan menyatakan telah diterapkan sebagian besar 25,92%. Selain itu karyawan juga berpendapat belum diterapkan sama sekali sebesar 21,30%, dan 2,78% telah diterapkan seluruhnya. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas karyawan berpendapat bahwa akuisisi pengetahuan sebagian kecil telah diterapkan terutama pada keaktifan untuk mencari informasi internal guna meningkatkan kinerja organisasi, sistem untuk dapat mengakses untuk mengumpulkan informasi eksternal, serta membandingkan dan mengamati perkembangan organisasi (benchmarking).
70
Tenaga
kerja
mengalami
peningkatan
kebutuhan
atas
pengetahuan yang luas yang diperoleh dari seluruh dunia untuk performa kerja mereka. Organisasi membangun pengetahuan mereka berdasarkan pengumpulan informasi dari sumber informasi internal dan eksternal. RS Sentra Medika Depok menerapkan sebagian kecil upaya pengumpulan informasi ini dengan melakukan benchmarking ke rumah sakit setipe sehingga diperoleh informasi positif untuk meningkatkan pelayanan yang ada. Hal ini juga menjadi lebih mudah karena RS Sentra Medika Depok adalah salah satu anggota dari Asosiasi Rumah Sakit Swasta (ARSSI) cabang kota Depok, sehingga pertukaran informasi antar rumah sakit dapat terjalin dengan baik. Selain itu RS Sentra Medika Depok juga memfasilitasi karyawannya untuk memperoleh informasi internal melalui prosedur-prosedur kerja yang ada ataupun forum yang dilakukan untuk berbagi pengetahuan berdasarkan pengalaman kerja karyawan. RS Sentra Medika Depok juga telah memiliki sistem untuk dapat mencari informasi dari luar rumah sakit dengan pemberian akses internet bagi karyawan. Namun berdasarkan jawaban responden, upaya-upaya tersebut dinilai belum maksimal. Hal ini dikarenakan prosedur-prosedur kerja yang menjadi sumber informasi internal rumah sakit belum seluruhnya disesuaikan dengan kondisi terkini, sehingga banyak dari prosedur kerja tersebut tidak dapat dipergunakan oleh karyawan. Di sisi lain sistem untuk mencari informasi dari eksternal juga tidak dapat dipergunakan oleh seluruh karyawan rumah sakit, sehingga masing-masing karyawan tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan mereka. B. Penciptaan Pengetahuan Pada Tabel 9 terlihat bahwa salah satu indikator pada subsistem pengelolaan pengetahuan adalah penciptaan pengetahuan. Persentase jawaban karyawan adalah sebagai berikut: 49,31% menyatakan telah diterapkan sebagian kecil, belum diterapkan sama sekali 27,78%, telah
71
diterapkan sebagian besar sebesar 21,53%, dan 0,69% telah diterapkan sepenuhnya. Dari data tersebut diketahui bahwa sebagian besar karyawan berpendapat bahwa penciptaan pengetahuan telah diterapkan sebagian kecil dan belum diterapkan sama sekali. Hal ini terutama pada upaya dalam mengembangkan kreatifitas dan cara yang baik dalam berpikir maupun belajar melalui pelatihan serta uji coba pengetahuan yang dilakukan untuk pengembangan pelayanan. Marquardt (2002) menyatakan bahwa penciptaan pengetahuan melibatkan pengetahuan baru yang diciptakan dalam organisasi melalui wawasan dan pemecahan masalah. RS Sentra Medika Depok telah melakukan penciptaan pengetahuan baru dengan cara pemecahan masalah yang terjadi sehingga memiliki pengetahuan baru untuk masa yang akan datang, khususnya permasalahan medis. Hal ini dirasa kurang optimal oleh karyawan karena keterampilan pemecahan masalah dan kesempatan untuk bertindak kreatif serta inovatif tidak merata pada seluruh level jabatan atau bagian, sehingga tidak seluruh karyawan pada level jabatan atau bagian tertentu dapat menuangkan ide atau gagasan atas pengetahuan yang dimilikinya. C. Penyimpanan Pengetahuan Dari hasil terhadap pertanyaan nomor 42 dapat diketahui bahwa 58,33% karyawan menyatakan bahwa penyimpanan pengetahuan telah diterapkan sebagian kecil, menyatakan belum diterapkan sama sekali 26,39%, telah diterapkan sebagian besar 13,89%. Selain itu karyawan juga menjawab bahwa 1,39% penyimpanan pengetahuan belum diterapkan sama sekali. Menurut Marquardt (2002) sistem penyimpanan pengetahuan sebuah organisasi mampu mempertahankan pengetahuan yang menjadi
properti
organisasi
tersebut.
Namun
kenyataannya,
pengetahuan yang merupakan modal yang lebih penting dari modal fisik bisa saja hancur, sulit ditemukan, hilang tanpa jejak karena pengetahuan itu tidak disimpan. Sebuah pengetahuan tidak lebih dari
72
sebuah data yang tidak berguna apabila pengetahuan tersebut tidak diberikan kode dan tidak disimpan dengan baik. Karena itu penyimpanan pengetahuan sangat penting dilakukan. Berdasarkan data pada Tabel 9 dapat diketahui mayoritas karyawan berpendapat bahwa penyimpanan pengetahuan sudah diterapkan sebagian kecil dan belum diterapkan sama sekali di RS Sentra Medika Depok Depok. Ini berarti RS Sentra Medika Depok belum melakukan pengkodean dan penyimpanan pengetahuan secara optimal yang didukung dengan teknologi komputerisasi agar pengetahuan tersebut mudah ditemukan serta digunakan kembali. D. Analisis dan Penggalian Data Pada Tabel 9 diketahui bahwa karyawan RS Sentra Medika Depok menyatakan bahwa analisis dan penggalian data telah diterapkan sebagian kecil dengan jumlah jawaban 47,22% dan sebagian besar telah diterapkan sebesar 41,67%. Selain itu karyawan menjawab belum diterapkan sama sekali sebanyak 9,72%, serta 1,39% telah diterapkan seluruhnya. Analisis dan penggalian data dilakukan untuk mencari makna dari data yang telah disimpan. Hal ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak yang dapat melakukan analisis terhadap data yang dimiliki sehingga dapat digunakan untuk membantu organisasi dalam melaksanakan strategi dan menjawab pertanyaan bisnis yang kompleks. Analisis dan penggalian data dapat menghasilkan pengetahuan bermakna yang dapat dipelajari oleh seluruh anggota organisasi dan menciptakan iklim untuk saling belajar. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa RS Sentra Medika Depok telah menerapkan sebagian kecil upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya organisasi dan berbagi pengetahuan dengan menggunakan sistem yang tepat untuk menganalisis data agar menjadi pengetahuan bermakna.
73
E. Transfer dan Penyebaran Pengetahuan Hasil tabulasi pada pertanyaan nomor 44 dan 45 dapat dilihat bahwa jawaban terbesar karyawan mengenai transfer dan penyebaran data adalah telah diterapkan sebagian kecil (52,08%) dan belum diterapkan sama sekali (28,47%). Disisi lain karyawan berpendapat telah diterapkan sebagian besar (18,75%) dan telah diterapkan seluruhnya (0,69%). Dari data tersebut diketahui bahwa sebagian besar karyawan beranggapan bahwa tim antar fungsi digunakan untuk mentransfer pembelajaran antar bagian dan kontinuitas pengembangan strategi baru serta penyebaran hasil pembelajaran keseluruhan organisasi, telah diterapkan sebagian kecil dan belum diterapkan sama sekali. Sedangkan sebagian kecil karyawan berpendapat hal tersebut telah diterapkan sebagian
besar
dan telah sepenuhnya diterapkan.
Marquardt (2002) berpendapat bahwa transfer dan penyebaran pengetahuan termasuk kepada mekanikal, elektronik, dan pergerakan interpersonal tentang informasi dan pengetahuan, secara sengaja dan tidak sengaja diseluruh organisasi. Berdasarkan data tersebut RS Sentra Medika Depok telah menuju organisasi pembelajar dengan mentransfer dan menyebarkan ilmu pengetahuan kepada karyawannya melalui publikasi internal walaupun belum optimal. Hal ini dikarenakan upaya tersebut belum dilakukan kepada seluruh bagian di RS Sentra Medika Depok, serta metode yang kurang tepat untuk menyampaikan pengetahuan tersebut kepada karyawan karena belum didukung dengan teknologi yang memadai untuk mempermudah transfer pengetahuan. Sedangkan penyebaran pengetahuan telah dilakukan melalui majalah dinding yang terletak pada beberapa bagian sehingga informasi penting tentang kegiatan rumah sakit dapat diketahui oleh seluruh pihak. F. Aplikasi dan Validasi Pengetahuan Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa 61,11% karyawan menyatakan RS Sentra Medika Depok telah menerapkan aplikasi dan
74
validasi pengetahuan pada sebagian kecil bagian dan telah diterapkan sebagian besar 13,19%. Selain itu karyawan juga berpendapat belum diterapkan sama sekali 11,11% dan 1,39% telah diterapkan sepenuhnya. Steward yang disadur dari Marquardt (2002) menjelaskan bahwa aplikasi sistematis dari modal intelektual menciptakan pertumbuhan nilai pemegang saham. Hal tersebut dilakukan lewat penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan dan pengalaman secara berkala dan kreatif. Berdasarkan data dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar karyawan berpendapat bahwa penerapan pengetahuan dalam mendiagnosis masalah pada pekerjaan untuk menyelesaikannya telah diterapkan sebagian kecil. Hal ini berarti RS Sentra Medika Depok telah menerapkan aspek aplikasi dan validasi walaupun belum optimal. RS Sentra Medika Depok mengaplikasikan pengetahuan kepada produk dan jasa yang diberikan serta menerima dengan baik umpan balik yang diberikan oleh pasien dan pengunjung. Seluruh proses penyelesaian masalah dari komplain yang ada dapat dipergunakan untuk validasi pengetahuan yang telah dimiliki, apakah produk dan jasa diterima dengan baik oleh pasien dan pengunjung. Menurut Marquardt (2002), sebuah organisasi memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan kepada customer melalui diagnosa dan pencarian akar masalah yang merupakan bentuk aplikasi dan validasi pengetahuan. Perkembangan sistem pengetahuan yang baik akan membuat organisasi meletakan orang-orang terbaik pada lini terdepan (front line) dan selalu menjaga keahlian mereka untuk seluruh organisasi. Secara
keseluruhan
jawaban
karyawan
atas
subsistem
pengelolaan pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 9. Sebanyak 52,08% karyawan berpendapat telah diterapkan sebagian kecil, telah diterapkan sebagian besar 24,03%, belum diterapkan sama sekali 22,36%, dan 1,53% telah diterapkan seluruhnya.
75
Stewart yang diacu dari Marquardt (2002) berpendapat bahwa pengetahuan saat ini telah menjadi lebih penting daripada sumber daya keuangan, posisi pasar, teknologi, atau aset organisasi lainnya. Organisasi membutuhkan pengetahuan untuk menambah kemampuan yang meningkatkan produk dan jasa yang memberikan keuntungan kepada konsumen dan klien. RS Sentra Medika Depok telah menerapkan subsistem pengelolaan pengetahuan sebagian kecil. Pengelolaan pengetahuan ini meliputi akuisisi, penciptaan, penyimpanan, analisis dan penggalian data, transfer dan penyebaran, serta penggunaan pengetahuan. Belum optimalnya penerapan subsistem ini dikarenakan belum adanya teknologi yang memadai untuk pengelolaan pengetahuan agar pengetahuan yang ada dapat diaplikasikan. Selain itu penguasaan pengetahuan diterapkan melalui aktivitas pekerjaan sehari-hari ketika berhadapan dengan pasien oleh sebagian kecil saja. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya keterampilan belajar dan bekerja yang dimiliki oleh sebagian karyawan dalam menerapkan pengetahuan yang dimiliki pada pekerjaan sehingga belum terlatih untuk menyelesaikan masalah dalam pekerjaannya. RS Sentra Medika Depok telah menerapkan sebagian kecil proses untuk pengumpulan pengetahuan melalui sumber
informasi internal dan eksternal, penciptaan
pengetahuan baru untuk kemudian menjadi inovasi, penyimpanan pengetahuan melalui sistem yang terkoordinasi, analisis dan penggalian
pengetahuan,
serta
pertukaran
dan
penyebaran
pengetahuan walaupun belum optimal. Pengelolaan pengetahuan dapat memberikan
kesempatan
bagi
karyawan
untuk
meningkatkan
kemampuannya, sehingga performa kerja menjadi lebih baik dan tercipta kondisi kerja yang kondusif untuk belajar dan bekerja lebih kreatif dan inovatif. .4.2.4.5
Subsistem Penerapan Teknologi Subsistem yang kelima adalah subsistem penerapan teknologi yang
memiliki tiga sub indikator, terdiri dari teknologi dalam pengelolaan
76
pengetahuan, teknologi dalam peningkatan pembelajaran, dan kinerja elektronik atau Electronic Performance Support System (EPSS). Hasil jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 10 berikut. Tabel 10. Frekuensi Penerapan Subsistem Penerapan Teknologi Jawaban Responden Item Pertanyaan A. Teknologi dalam Pengelolaan Pengetahuan 47) Pembelajaran difasilitasi dengan sistem teknologi komputer 48) Individu dapat mengakses langsung informasi jarak jauh Sub Total Persentase (%) B. Teknologi dalam Peningkatan Pembelajaran 49) Fasilitas pembelajaran dilengkapi dengan sarana multimedia 50) Individu diarahkan untuk mendapat bimbingan penggunaan komputer 51) Penggunaan pengelompokan teknologi (groupware) untuk mengelola proses dalam kelompok Sub Total Persentase (%) C. Kinerja Elektronik 52) Dorongan pembelajaran dengan integrasi sistem teknologi tinggi dengan pelatihan dan praktek kerja 53) Sistem elektronik mempermudah pembelajaran dan pelaksanaan pekerjaan 54) Perancangan sistem penunjang kerja secara elektronik 55) Dapat mengakses data yang dibutuhkan untuk efektifitas pekerjaan 56) Penyesuaian perangkat lunak untuk pengolahan informasi sesuai kebutuhan Sub Total Persentase (%) Total Subsistem Penerapan Teknologi Persentase (%)
Belum diterapkan (1)
Sebagian kecil telah diterapkan (2)
Sebagian besar telah diterapkan (3)
Seluruhnya diterapkan (4)
Jumlah
15
29
19
9
72
24
27
17
4
72
39 27,08
56 38,89
36 25
13 9,03
144 100
19
34
17
2
72
25
27
18
2
72
20
39
12
1
72
64 29,63
100 46,30
47 21,76
5 2,31
216 100
18
40
13
1
72
20
39
8
5
72
21
36
12
3
72
14
39
15
4
72
21
29
19
3
72
94 26,11 197 27,36
183 50,83 339 47,08
67 18,61 150 20,83
16 4,45 34 4,73
360 100 720 100
A. Teknologi dalam Pengelolaan Pengetahuan Hasil perhitungan jawaban karyawan dapat dilihat pada Tabel 10 yang menyatakan bahwa 38,89% karyawan menjawab teknologi untuk pengelolaan pengetahuan telah diterapkan sebagian kecil dan belum diterapkan sama sekali 27,08%. Lainnya berpendapat telah diterapkan sebagian besar 25%, dan 9,03% telah diterapkan seluruhnya.
77
RS Sentra Medika Depok menggunakan teknologi informasi komputerisasi untuk melakukan pelayanan kepada pasien dan pengunjung. Sebagian besar karyawan berpendapat penerapan teknologi dalam pengelolaan pengetahuan (teknologi informasi) ini telah diterapkan walaupun hanya sebagian kecil. Hal ini berarti teknologi pengelolaan pengetahuan ini belum diterapkan secara optimal terutama pada pembelajaran yang difasilitasi dengan teknologi komputer (e-learning) dan individu dapat mengakses lebih jauh informasi tentang pelayanan rumah sakit. RS Sentra Medika Depok telah memiliki informasi mengenai pelayanan menyeluruh. Hal ini berguna untuk memberikan informasi performa pelayanan RS Sentra Medika Depok kepada jajaran pemimpin, sehingga dapat diketahui langkah strategis yang dapat dilakukan
untuk
mengantisipasi
kondisi
serta
meningkatkan
pelayanan. Hal tersebut merupakan langkah yang baik dalam menuju organisasi pembelajar. Disisi lain beberapa karyawan yang dirasa perlu untuk mendapatkan informasi tersebut belum dapat mengakses secara luas informasi tersebut sehingga tidak mengetahui posisi kinerja rumah sakit periode tertentu. B. Teknologi dalam Peningkatan Pembelajaran Selanjutnya adalah penerapan teknologi yang mendukung peningkatan pepembelajaran. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa 46,30% karyawan menjawab bahwa RS Sentra Medika Depok telah menerapkan teknologi dalam peningkatan pembelajaran sebagian kecil. Selain itu sebanyak 29,63% karyawan menjawab belum diterapkan sama sekali, telah diterapkan sebagian besar 21,76%, dan 2,31% telah diterapkan sepenuhnya. Dari data tersebut diketahui RS Sentra Medika Depok telah melaksanakan penerapan teknologi dalam peningkatan pembelajaran pada sebagian kecil bagian pada aspek individu yang diarahkan untuk mendapat bimbingan penggunakan komputer, penggunaan sistem teknologi groupware (pengelompokan) untuk mengelola proses dalam
78
kelompok, serta fasilitas pembelajaran yang dilengkapi dengan sarana multimedia. Pada pelaksanaannya RS Sentra Medika Depok telah memiliki sistem terpadu untuk
melakukan pelayanan berbasis
teknologi komputer, namun pemberian bimbingan penggunaan komputer belum menjadi kegiatan terprogram untuk diberikan kepada karyawan secara merata dan terjadwal sehingga bimbingan tersebut dilaksanakan hanya pada kesempatan tertentu saja. Hal ini dapat berakibat kurang meratanya pemahaman karyawan atas pengunaan program pada komputer. Selain itu RS Sentra Medika Depok juga telah
menerapkan
sistem groupware
(pengelompokan)
dalam
mengelola proses kerja kelompok melalui instant messenger, email yang berbasis web dan LAN. Hal ini belum diterapkan secara optimal karena tidak seluruh karyawan diberikan akses internet atau sosialisasi jaringan komunikasi melalui LAN yang kurang dilakukan sehingga groupware tidak mencakup seluruh bagian. Komunikasi dan dokumentasi berbasis komputerisasi jaringan internal belum tersedia sehingga manajemen pengadaan rapat, jadwal kelompok, dan pembagian dokumen pelaksanaannya masih secara manual. C. Kinerja Elektronik atau Electronic Performance Support System (EPSS) Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa 50,83% karyawan menyatakan kinerja elektronik telah diterapkan sebagian kecil di RS Sentra Medika Depok, belum diterapkan sama sekali 26,11%, telah diterapkan sebagian besar 18,61%, dan 4,45% telah diterapkan sepenuhnya. EPSS adalah salah
efektif
untuk
mengelola pengetahuan dan meningkatkan efisiensi belajar.
EPSS
menggunakan
satu
database
teknologi
(teks, visual,
yang
atau audio)
dan basis
pengetahuan untuk menangkap, menyimpan, dan mendistribusikan informasi di seluruh organisasi untuk membantu pekerja mencapai tingkat kinerja tertinggi dalam waktu sesingkat mungkin, dan dengan alokasi anggota yang minimal.
79
RS Sentra Medika Depok telah mengupayakan fasilitas kepada karyawan
untuk
melaksanakan
pembelajaran
dengan
bantuan
multimedia yang cukup serta pembelajaran sesuai pada waktu kebutuhannya. Hal ini dilakukan dengan pemberian pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan pada waktu yang tepat, seperti pelatihan penggunaan alat medis atau non medis yang baru dimiliki oleh RS Sentra Medika Depok. Responden menyebutkan bahwa hal ini belum dilakukan secara optimal, berkaitan dengan keterampilan karyawan dalam menyerap pengetahuan yang diberikan dengan aplikasi pengetahuan tersebut dalam aktivitas kerja nyata yang dilakukan belum maksimal. Aspek berikutnya adalah sistem elektronik yang mempermudah pembelajaran dan pelaksanaan pekerjaan, akses data yang mudah didapatkan untuk efektifitas pekerjaan, serta penyesuaian perangkat lunak untuk pengolahan informasi sesuai kebutuhan. Hal tersebut telah dilakukan oleh RS Sentra Medika Depok dengan mengupayakan sistem komputerisasi yang dipergunakan sesuai kebutuhan kerja karyawan melalui software khusus administrasi untuk memasukan, menyimpan dan mengolah data obat-obatan, alat medis, jasa medis, dan lainnya hanya dirasa belum optimal oleh karyawan karena ada beberapa bagian yang memerlukan perangkat lunak untuk performa kerja dengan ketepatan dan efisiensi waktu, seperti pemberian resep dokter yang belum menggunakan teknologi komputerisasi. Secara keseluruhan subsistem penerapan teknologi dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa sebagian besar karyawan berpendapat subsistem ini telah diterapkan sebagian kecil (47,08%) dan belum diterapkan sama sekali (27,36%). Selain itu karyawan juga menyatakan telah diterapkan sebagian besar (20,83% ) dan telah diterapkan seluruhnya (4,73%). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa RS Sentra Medika Depok telah menuju kearah organisasi pembelajar melalui penggunaan teknologi
dalam
pengelolaan
pengetahuan,
teknologi
dalam
80
peningkatan pembelajaran, serta kinerja elektronik. Namun karyawan berpendapat bahwa masing-masing proses penerapan teknologinya belum dilakukan secara optimal. RS Sentra Medika Depok telah mengupayakan penerapan teknologi melalui pengadaan jaringan internet, penyediaan fasilitas pembelajaran dengan media audio dan video, serta pelatihan untuk meningkatkan pemahaman karyawan tentang teknologi namun belum dilakukan secara merata pada seluruh bagian rumah sakit. Hal ini dikarenakan fasilitas teknologi untuk pengelolaan pengetahuan, mendukung pembelajaran, dan kinerja berbasis elektronik belum dapat digunakan secara merata oleh seluruh bagian rumah sakit. .4.2.5 Hasil Nilai Rataan Tingkat Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajar pada RS Sentra Medika Depok Depok Organisasi pembelajar terbentuk dari model sistem yang memiliki lima subsistem yaitu pembelajaran, transformasi organisasi, pemberdayaan orang/manusia, pengelolaan pengetahuan, dan penerapan teknologi. Seluruh subsistem tersebut saling terkait dan saling melengkapi dengan subsistem inti yaitu pembelajaran. Tabel 11 menyajikan hasil analisis penerapan model sistem organisasi pembelajaran di RS Sentra Medika Depok melalui lima subsistem berikut.
81
Tabel 11. Frekuensi Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajar RS SentraMedika Depok Jawaban Responden Subsistem A. B.
C.
D.
E.
Pembelajaran Persentase (%) Transformasi Organisasi Persentase (%) Pemberdayaan orang/manusia Persentase (%) Pengelolaan Pengetahuan Persentase (%) Penerapan Teknologi Persentase (%) Total Persentase (%)
Belum diterapkan (1)
Sebagian kecil telah diterapkan (2)
Sebagian besar telah diterapkan (3)
Seluruhnya diterapkan (4)
169 16,77
516 51,19
307 30,46
16 1,59
131
426
257
14
15,82
51,45
31,04
1,69
168
377
225
22
21,21
47,60
28,41
2,78
161
375
173
11
22,36 197 27,36
52,08 339 47,08
24,03 150 20,83
1,53 34 4,73
826
2033
1112
97
20,30
49,97
27,35
2,38
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa karyawan menyatakan model sistem organisasi pembelajar telah dilakukan oleh RS Sentra Medika Depok walaupun dinilai masih belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat dari sebagian besar karyawan (49,97%), berpendapat bahwa model sistem organisasi pembelajar telah diterapkan pada sebagian kecil saja. Selain itu 27,35% karyawan menyatakan telah diterapkan sebagian besar, karyawan yang menyatakan belum diterapkan sama sekali 20,30%, dan 2,38% telah diterapkan sepenuhnya.
RS
Sentra Medika
Depok mengupayakan
pelaksanaan seluruh model sistem organisasi pembelajar, ditunjukan dari jawaban responden yang juga banyak pada skala ketiga (telah diterapkan sebagian besar). Hal ini tentu saja didukung oleh keinginan dari masingmasing individu untuk memiliki pengetahuan yang lebih luas dan meningkatkan performa kerja karyawan. Di sisi lain analisis skor rataan penerapan subsistem organisasi pembelajar diperlukan untuk interpretasi hasil rataan untuk dibandingkan terhadap skor rataan (range result) penelitian Marquardt yang dikutip dari Hellena (2007). Hasil skor rataan tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
82
Tabel 12. Skor Kinerja Penerapan Organisasi Pembelajar RS Sentra Medika No.
Subsistem
Skor
Interpretasi Hasil
1
Pembelajaran
2,17
Cukup
2
Transformasi Organisasi
2,28
Cukup
3
Pemberdayaan Orang/Manusia
2,12
Cukup
4
Pengelolaan Pengetahuan
2,05
Cukup
5
Penerapan Teknologi Total Skor Rata-Rata Penerapan Organisasi Pembelajar
2,02
Cukup
2,12
Cukup
Pada Tabel 12 diketahui hasil skor rataan dengan interpretasi nilai cukup pada seluruh penerapan subsistem organisasi pembelajar di RS Sentra Medika Depok Depok. Marquardt (2002) menjelaskan bahwa sebelum individu-individu atau organisasi memahami kekayaan dari organisasi pembelajar, mereka harus menggabungkan kelima subsistem. Hal ini berarti apabila organisasi tidak
menggabungkan seluruh subsistem untuk
menerapkan organisasi pembelajar, maka organisasi hanya menerapkan sebagian
subsistem dan
mengakibatkan kerugian
yang signifikan.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dilihat bahwa RS Sentra Medika Depok telah berupaya untuk melaksanakan penerapan organisasi pembelajar melalui pelaksanaan seluruh subsistem secara merata dan bersamaan, walaupun belum dilakukan secara optimal. Pada hasil penelitian ini juga dianalisis bagaimana perbandingan tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajar RS Sentra Medika Depok dengan penelitian yang dilakukan oleh Marquardt (Utami, 2009) kepada 500 organisasi di seluruh dunia. Perolehan nilai perbandingan ini dilakukan dengan cara mencari nilai rata-rata jawaban responden dari setiap subsistem organisasi pembelajaran dengan menambahkan seluruh rata-rata seluruh sub indikator pada masing-masing subsistem. Hasil tabulasi nilai rata-rata tersebut dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.
83
Tabel 13. Perbedaan Nilai Rata-rata Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajar pada RS Sentra Medika Depok dengan Penelitian Marquardt terhadap 500 Organisasi Persentase Nilai Rata-rata (%) RS Sentra Medika Depok Penelitian Marquardt (1996) Depok
Subsistem OP
Interpretasi Perbandingan
A. Pembelajaran
54,25
58,00
Dibawah rata-rata
B. Transformasi Organisasi
54,75
56,00
Dibawah rata-rata
C. Pemberdayaan orang/manusia
53,00
54,00
Dibawah rata-rata
D. Pengelolaan Pengetahuan
51,25
54,00
Dibawah rata-rata
E. Penerapan Teknologi
50,50
52,50
Dibawah rata-rata
52,75
55
Dibawah rata-rata
Total
Data pada Tabel 13 menunjukkan perbandingan nilai rata-rata pada 500 organisasi yang diteliti oleh Marquardt (1996), dimana RS Sentra Medika Depok memiliki tingkat penerapan organisasi pembelajar sebesar 52,75%. Tingkat penerapan tersebut lebih rendah dari tingkat penerapan organisasi pembelajar pada 500 organisasi yang diteliti oleh Marquardt. Perbandingan tingkat penerapan organisasi pembelajar di RS Sentra Medika Depok juga dapat dilihat pada Gambar 14 berikut. RSSM Depok 58%
Organisasi Penelitian Marquardt 56% 54%
54,25%
54,75%
54%
52,50%
53% 51,25%
50,50%
Gambar 14. Perbandingan Rata-rata Penerapan Organisasi Pembelajar RS Sentra Medika Depok dan Organisasi pada Penelitian Marquardt (1996)
84
Dari Gambar 14 terlihat bahwa seluruh penerapan subsistem organisasi pembelajar oleh RS Sentra Medika Depok masih dibawah ratarata penerapan subsistem organisasi pembelajar pada organisasi yang diteliti oleh Marquardt (1996). Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian yang juga dilakukan pada Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Bogor tahun 2010 dan PT. Taspen (Persero) Cabang Bogor tahun 2009 yang menyatakan bahwa kedua organisasi tersebut memiliki rata-rata yang lebih besar dari rata-rata penelitian Marquardt. Pada Gambar 14 juga dapat dilihat bahwa subsistem yang memiliki perbedaan nilai penerapan yang signifikan dengan penelitian Marquardt adalah subsistem pembelajaran. Pada penelitian Marquardt nilai penerapan rata-rata subsistem pembelajaran adalah 58% tertinggi dari seluruh subsistem yang ada. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa perusahaan-perusahaan yang diteliti oleh Marquardt telah melaksanakan subsistem pembelajaran dan memprioritaskan pembelajaran diseluruh tingkatan pada organisasi tersebut. Disisi lain RS Sentra Medika Depok memiliki nilai penerapan tertinggi pada subsistem transformasi organisasi, hal ini tentu saja memperlihatkan bahwa RS Sentra Medika Depok belum memprioritaskan pembelajaran sebagai subsistem utama yang mendukung subsistem lainnya untuk menjadi organisasi pembelajar. Secara keseluruhan dapat dilihat penerapan pada masing-masing subsistem organisasi pembelajar yang dibandingkan dengan penelitian Marquardt. Subsistem pembelajaran yang merupakan subsistem inti telah diterapkan sebesar 54,25% tertinggi kedua setelah subsistem transformasi organisasi. Subsistem pembelajaran memiliki perbedaan rata-rata dibawah organisasi pada penelitian Marquardt (1996). Hal ini menggambarkan pembelajaran pada tingkat individu, kelompok, serta organisasi telah cukup diterapkan di RS Sentra Medika Depok namun belum optimal karena hanya diterapkan pada sebagian kecil rumah sakit saja. Pimpinan tingkat atas telah memiliki
konsep
pembelajaran
untuk
organisasi
namun
tidak
diaktualisasikan kepada manajemen tingkat menengah dan bawah serta staf secara merata. Optimalisasi pembelajaran memerlukan dukungan dari
85
pimpinan untuk memprioritaskan pembelajaran pada seluruh aktivitas karyawan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan. Di sisi lain proses untuk menghindarkan kecanggungan serta kesalahpahaman komunikasi diharapkan dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif sehingga karyawan terbiasa untuk berkomunikasi dan memberikan umpan balik yang dapat menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi setiap individu. Subsistem transformasi organisasi memiliki tingkat penerapan tertinggi pada RS Sentra Medika Depok sebesar 54,75%, tidak terpaut jauh dari subsistem pembelajaran namun masih dibawah rata-rata penelitian Marquardt. Proses perubahan sebuah organisasi untuk menjadi organisasi pembelajar bukanlah hal yang mudah. Menurut Dimock dan Koening yang dikutip dari Sutarto (2006) organisasi adalah menghimpun secara teratur bagian-bagian yang saling bergantungan untuk mewujudkan suatu keseluruhan yang bersatu padu dengan mana wewenang, koordinasi, dan kontrol dapat dilaksanakan untuk mencapai maksud tertentu. Hal ini berkaitan dengan komitmen pimpinan dan karyawan untuk bersama-sama memperbaiki diri sehingga dapat memajukan organisasi. Oleh karena itu pimpinan diharuskan untuk mendukung visi yang ada untuk menempatkan pembelajaran kepentingan yang mendasar. Selain itu komunikasi antar jabatan juga perlu dipermudah dengan memperjelas struktur yang ada. Strategi yang dilakukan oleh RS Sentra Medika Depok merupakan sebuah usaha untuk menciptakan budaya organisasi yang dapat menempatkan pembelajaran sebagai hal yang mendasar. Subsistem yang tingkat penerapannya terbesar ketiga di RS Sentra Medika Depok adalah subsistem pengelolaan orang/manusia sebesar 53%. Subsistem ini juga berada dibawah rata-rata organisasi yang diteliti oleh Marquardt. Pada data tersebut dapat diketahui bahwa RS Sentra Medika Depok cukup memberdayakan seluruh sumber daya manusia internal maupun eksternal untuk memperoleh dan membagi pengetahuan untuk menjadi bahan pembelajaran masa yang akan datang. Komponen yang diaktifkan namun tidak diberdayakan hanya akan memiliki pengetahuan
86
yang diperlukan namun tidak tahu bagaimana cara mengaplikasikannya (Marquardt, 2002). Oleh karena itu masing-masing komponen tersebut diberikan kesempatan untuk belajar. Subsistem berikutnya adalah subsistem pengelolaan pengetahuan yang telah diterapkan sebesar 51,25% oleh RS Sentra Medika Depok. Subsistem ini masih berada dibawah rata-rata subsistem pengelolaan pengetahuan yang diterapkan oleh organisasi pada penelitian Marquardt yaitu sebesar 54%. Melalui data tersebut dapat dilihat bahwa RS Sentra Medika Depok cukup menyadari bahwa pengetahuan adalah sebuah aset untuk menjadi keunggulan kompetitif. Perlu adanya pengelolaan pengetahuan untuk membuat sebuah pengetahuan menjadi aset yang dapat dipergunakan oleh organisasi. Subsistem yang terkecil penerapannya adalah subsistem penerapan teknologi sebesar 50,50% . Subsistem ini lebih kecil dari rata-rata penerapan oleh organisasi yang diteliti oleh Marquardt sebesar 52,5%. RS Sentra Medika Depok cukup menerapkan teknologi untuk mendukung proses pembelajaran walaupun belum optimal. Subsistem teknologi diperlukan agar karyawan lebih mudah dan lebih cepat dalam memperoleh, menggunakan, serta menyebar informasi dan pembelajaran. RS Sentra Medika Depok perlu mendukung
karyawan
untuk
meningkatkan
pengetahuan
tentang
penggunaan teknologi untuk pembelajaran bersama sehingga dapat memajukan organisasi. .4.2.6 Implikasi Manajerial Perubahan konstan yang terjadi pada lingkungan membuat individu, kelompok, dan organisasi harus belajar terus menerus dan tidak pernah usai untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan. Sebuah organisasi perlu mengembangkan diri dan berusaha untuk menjadi organisasi pembelajar karena organisasi pembelajar dapat merubah pengetahuan menjadi produk/jasa baru, menciptakan strategi pemasaran yang andal, dan berbagai cara untuk melakukan bisnis secara cepat. Hal tersebut yang dapat mengantisipasi perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis, khususnya industri
pelayanan
kesehatan.
Masing-masing
organisasi
harus
87
mengembangkan struktur dan cara yang terbaik pada orang-orang, budaya, keterampilan dasar, teknologi, misi yang sesuai dengan organisasi tersebut. Watkins dan Marsick yang dikutip dalam Marquardt (2002) menyatakan bahwa proses itu disebut dengan “menguliti” organisasi sebagai cara yang terbaik untuk membebaskan potensi didalam organisasi yang berbentuk teknologi, orang-orang, dan sumber dayanya. Penelitian ini telah membahas mengenai penerapan organisasi pembelajar melalui model sistem yang terdiri dari lima subsistem di RS Sentra Medika Depok. Selain mengedepankan aspek sosial, Rumah sakit saat ini juga memperhatikan aspek ekonomi yang sesuai dengan kode etik kedokteran demi keberlangsungan pelaksanaan pelayanan ditengah-tengah persaingan yang ketat. Oleh karena itu rumah sakit saat ini sebaiknya tidak hanya mengobati orang yang memiliki fisik atau mental yang sakit, namun memberikan pelayanan untuk mencegah datangnya penyakit dari berbagai produk yang ditawarkan. Implikasi manajerial yang dapat diusulkan kepada RS
Sentra
Medika
Depok
merupakan
strategi-strategi
yang
direkomendasikan untuk dapat membantu RS Sentra Medika Depok dalam meningkatkan penerapan organisasi pembelajar. Implikasi manajerial ini direkomendasikan berdasarkan hasil uji persepsi yang telah dilakukan kepada karyawan RS Sentra Medika Depok sehingga dapat diketahui tingkat penerapan yang ada di seluruh tingkatan jabatan pada bidang medis, paramedis, dan non medis. Pada analisis persepsi karyawan mengenai penerapan organisasi pembelajar di RS Sentra Medika Depok diketahui bahwa penerapan model sistem organisasi pembelajar telah diterapkan sebagian kecil dan masih berada dibawah rata-rata penerapan organisasi pembelajar pada 500 organisasi menurut penelitian Marquardt (1996). Hal tersebut menjelaskan bahwa penerapan organisasi pembelajar oleh RS Sentra Medika Depok belum dilakukan secara optimal. RS Sentra Medika Depok sebaiknya melakukan perbaikan dalam aktivitas pembelajaran baik ditingkat individu, kelompok, dan organisasi untuk menghindari keadaan pembelajaran yang stagnan. Marquardt (2002) menyatakan bahwa banyak kegagalan yang
88
dialami oleh organisasi dalam merubah diri menjadi organisasi pembelajar karena pimpinan ragu untuk terlibat dalam kesulitan memindahkan orangorang dalam organisasi keluar dari daerah nyaman mereka, kehilangan kesabaran dalam melakukan persiapan perubahan, atau takut untuk mengambil resiko dalam membuat sistem operasi yang baru. Keadaan organisasi yang “status quo” lebih berbahaya daripada organisasi yang berusaha menuju kepada hal yang tidak diketahui. Dari hasil pembahasan analisis penelitian dapat diketahui bahwa subsistem transformasi organisasi adalah subsistem yang paling besar tingkat penerapannya lalu disusul oleh subsistem pembelajaran, subsistem pemberdayaan orang/manusia, subsistem pengelolaan pengetahuan, serta subsistem yang penerapannya berada di posisi terendah yaitu penerapan teknologi. Implikasi pembelajaran yang dapat dilakukan oleh RS Sentra Medika Depok adalah sebagai berikut. 1. Strategi peningkatan subsistem penerapan teknologi a. Teknologi yang memadai untuk mendukung pembelajaran untuk mempercepat kinerja. Hal ini dapat dilakukan dengan penerapan komputerisasi pada beberapa bagian seperti unit farmasi yang bisa mempercepat kinerjanya dengan penulisan resep elektronik. Hal tersebut dapat memperkecil kesalahan pembacaan dan mengurangi waktu untuk konfirmasi ulang jika resep tersebut tidak terbaca. b. Komunikasi internal terjalin melalui jaringan komunikasi berbasis teknologi agar informasi dapat dengan mudah diakses oleh seluruh karyawan. Dalam hal ini RS Sentra Medika Depok dapat menyediakan sistem groupware
yang membantu untuk pengelolaan manajemen
rapat, komunikasi antar individu, pengelolaan proyek. c. Sistem komputerisasi yang telah disediakan tidak akan berarti jika penggunanya tidak mengerti akan teknologi tersebut. Karena itu perlu dilakukan program pembelajaran penggunaan teknologi komputerisasi yang terprogram sehingga seluruh karyawan baru dan lama dapat secara aktif bekerja berbasis teknologi secara baik dan merata.
89
2. Strategi peningkatan subsistem pengelolaan pengetahuan a. Menyediakan sistem komputerisasi untuk dapat menyimpan data-data penting kemudian diolah dan menjadi sumber pengetahuan bagi pimpinan dan karyawan rumah sakit. b. Peningkatan akuisisi pengetahuan internal dan eksternal rumah sakit, melalui cara: i. Pembaharuan berkala sumber pengetahuan eksplisit rumah sakit yang berbentuk standar operasional prosedur (SPO) medis dan non medis, sehingga memiliki konten yaang up-to-date sesuai dengan perkembangan pengetahuan yang ada. ii. Meningkatkan pemerolehan pengetahuan eksternal dengan cara menyediakan sistem yang merata pada seluruh bagian. Hal ini dilakukan agar karyawan dapat memperoleh pengetahuan terkini dengan cepat. c. Optimalisasi dalam menganalisis data pelayanan yang dimiliki untuk dapat memperoleh pengetahuan dan strategi peningkatan pelayanan, serta merancang inovasi pelayanan selanjutnya. d. Optimalisasi validasi pengetahuan yang dimiliki dengan cara memaksimalkan kinerja front liner dalam memecahkan masalah yang berasal dari komplain pasien. Oleh karena itu peran adanya customer service sangat penting untuk dapat membantu menganalisis dan mencari akar masalah pelayanan pasien sehingga dapat diselesaikan bersama. e. Berbagi pengetahuan mengenai informasi posisi kinerja pelayanan rumah sakit melalui teknologi komputerisasi yang dapat diakses oleh seluruh bagian sesuai dengan kebutuhan, sehingga mereka menyadari pentingnya pengembangan diri untuk memajukan rumah sakit melalui kinerja yang lebih baik. 3. Strategi peningkatan subsistem pemberdayaan orang/manusia a. Desentralisasi kewenangan dan tanggung jawab kepada karyawan sehingga dapat melatih karyawan untuk lebih menjadi tenaga kerja yang dewasa dengan melatih diri untuk bertanggung jawab atas
90
pekerjaannya. Selain itu karyawan juga diberi kesempatan untuk melatih diri dalam menyelesaikan masalah. Hal ini dapat dilakukan dengan optimalisasi kegiatan supervisi yang dilatih untuk mencakup seluruh bidang, tidak hanya bagian keperawatan saja. b. Optimalisasi
penggalian
informasi
dari
pelanggan
mengenai
pelayanan rumah sakit untuk melakukan perbaikan pelayanan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan angket kepada pasien rawat jalan dan penunjang medis untuk mengevaluasi pelayanan rawat jalan dan penunjang medis. c. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pembelajaran melalui kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat pada aspek kesehatan. Kegiatan CSR tersebut dapat menjadi media bagi rumah sakit dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat
mengenai kesehatan serta upaya memperkenalkan
pelayanan RS Sentra Medika Depok untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. 4. Strategi peningkatan subsistem pembelajaran di tingkat individu dan kelompok. a. Meningkatkan komitmen pembelajaran pada seluruh karyawan bahwa pembelajaran adalah prioritas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menanamkan visi rumah sakit kepada seluruh karyawan sehingga dapat memahami usaha bersama yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja rumah sakit. Seluruh pelaksanaan kegiatan mengacu kepada visi yang mengutamakan pembelajaran, oleh karena itu pimpinan hendaknya membangkitkan semangat karyawan untuk mendukung pembelajaran dengan terus menerus menanamkan visi bersama kepada seluruh karyawan tanpa terkecuali. b. Memberikan pemahaman mengenai arti penting berpikir sistem dan mempraktekannya. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan pemahaman dan dukungan kepada pemimpin level menengah untuk membuat kerangka kerja pada setiap periode yang mencakup aktivitas di bagiannya untuk dapat dievaluasi oleh pimpinan tingkat atas
91
sehingga dapat diterapkan karyawan. Hal ini akan mendukung proses planning, organizing, action, dan controlling secara terpadu untuk melaksanakan manajemen yang terencana dan terevaluasi dengan baik. c. Mendukung pengembangan karir, pengetahuan dan keterampilan karyawan dengan pelatihan-pelatihan yang terkait di bidangnya. Hal ini sebaiknya dilakukan secara pada bagian medis, paramedis, ataupun non medis. Setelah melaksanakan pelatihan, hendaknya karyawan mempresentasikan pada bagian terkait mengenai pelatihan yang telah didapatkan sehingga dapat menjadi pembelajaran bersama. d. Melatih karyawan cara berdialog yang efektif sehingga tidak ada kecanggungan dan kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan membiasakan karyawan menuangkan ide-ide dalam rapat koordinasi rutin antar kepala ruangan dan stafnya, antar kepala ruangan, ataupun keseluruhan unit di organisasi. Pimpinan hendaknya melatih dan memberikan kesempatan pada karyawan untuk mendengarkan pembicaraan, memberikan pendapat dan timbal balik antara satu dan yang lain untuk proses memperoleh pengetahuan baru. e. Memfasilitasi seluruh karyawan dalam melakukan pembelajaran dengan mempersiapkan berbagai cara yang dapat dilakukan untuk belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: i. Optimalisasi ruang diskusi dengan alat-alat komunikasi yang cukup untuk mentransfer pengetahuan. Dalam hal ini RS Sentra Medika Depok telah memiliki ruang-ruang rapat yang dapat digunakan oleh seluruh bagian yaitu medis, paramedis, dan non medis. Khusus untuk bagian medis, kegiatan pertukaran pengetahuan sangat penting dilakukan karena perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran yang cepat sehingga informasi dari teman sejawat (dokter) dapat menjadi informasi penting. Karena itu staf medis fungsional hendaknya ruang khusus
yang dilengkapi alat-alat
komunikasi visual dan audio, majalah-majalah kedokteran, majalah dinding mengenai kegiatan rumah sakit diaktifkan untuk berbagi
92
pengetahuan antar teman sejawat (dokter). Ruangan ini baiknya berada dekat dengan ruangan praktek dokter sehingga pada waktu luang disaat jam praktek, dokter dapat berkumpul untuk berbagi pengetahuan. ii. Adanya perpustakaan yang menyimpan literatur mengenai rumah sakit dan pengetahuan lainnya sehingga karyawan dapat menambah pengetahuan dari literatur tersebut. Perpustakaan ini hendaknya dikelola agar pengetahuan yang terdapat didalamnya selalu diperbaharui untuk kepentingan bersama. 5. Strategi peningkatan subsistem transformasi organisasi a. Mengkondisikan kegiatan pembelajaran individu dan kelompok sebagai proritas rumah sakit sehingga tercipta budaya pembelajaran yang menangkap gejala pembelajaran individu dan kelompok dan melepas pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan kesadaran kepada seluruh karyawan mengenai pentingnya pengembangan pengetahuan untuk dapat belajar dan bekerja secara adaptif, antisipatif, dan kreatif. Sebuah pembelajaran sejatinya belum terlihat nyata hingga ada karyawan yang telah melakukan pembelajaran dan diberikan penghargaan atas usahanya itu. Maka dalam hal ini rumah sakit dapat meningkatkan pemberian penghargaan terbuka kepada karyawan melalui disiplin, loyalitas, dan keterampilan yang dimiliki, tidak semata memberikan punishment terhadap karyawan yang tidak disiplin. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran individu dan kelompok untuk selalu melakukan pembelajaran untuk kinerja yang lebih baik. b. Menyederhanakan struktur organisasi atau mengurangi birokrasi yang ada untuk komunikasi pembelajaran. Hal ini dilakukan agar seluruh karyawan dapat berkomunikasi dengan mudah pada setiap lini jabatan dan memperoleh pengetahuan serta pembelajaran yang mudah pada setiap level jabatan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan A. Hasil analisis perbedaan persepsi antara pimpinan dan karyawan pada RS Sentra Medika Depok mengenai penerapan model sistem organisasi pembelajar menunjukan bahwa tidak ada perbedaan persepsi diantara dua kelompok tersebut. Hal ini disebabkan karena masa kerja staf yang lebih lama dari beberapa pimpinan sehingga pemahaman penerapan organisasi pembelajar tidak terlalu berbeda. Adanya persamaan persepsi ini menunjukkan bahwa staf telah memahami visi pembelajaran yang diberikan oleh pimpinan, oleh karena itu perbaikan-perbaikan seluruh aktifitas pembelajaran dapat dilakukan secara bersama di RS Sentra Medika Depok. B. Penerapan organisasi pembelajar pada RS Sentra Medika Depok cukup baik diterapkan pada sebagian kecil rumah sakit pada seluruh subsistem organisasi pembelajar dengan skor rata-rata penerapannya sebesar 2,12 dari skala 4 atau sebesar 52,75%. Subsistem tertinggi yang diterapkan adalah subsistem transformasi organisasi, sedangkan yang terkecil adalah subsistem penerapan teknologi. Tingkat penerapan organisasi pembelajar tersebut masih berada dibawah rata-rata penerapan organisasi pembelajar pada penelitian Marquardt (1996). Hal tersebut memperlihatkan bahwa RS Sentra Medika Depok telah melakukan upaya penerapan organisasi pembelajar walaupun belum secara optimal. C. Staf telah memahami konsep yang diberikan oleh pimpinan untuk melakukan pembelajaran namun pada penerapannya terlihat bahwa RS Sentra Medika Depok masih menerapkan organisasi pembelajar pada sebagian kecil saja. Hal ini menggambarkan bahwa kebijakan yang ada belum menciptakan budaya pembelajaran organisasi secara menyeluruh.
94
2. Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian, keberlangsungan RS Sentra Medika Depok perlu melakukan perbaikan-perbaikan dalam menerapkan organisasi pembelajar. Hal ini dilakukan agar RS Sentra Medika Depok dapat menjadi organisasi yang tangguh dalam menghadapi perubahan kondisi yang terjadi. Berikut adalah saran yang dapat diberikan pada RS Sentra Medika Depok untuk menuju organisasi pembelajar. 1.
Memprioritaskan peningkatan dinamika pembelajaran individu, kelompok, serta organisasi yang menjadi inti dari penerapan organisasi
pembelajar
melalui
peningkatan
komitmen
bahwa
pembelajaran adalah prioritas organisasi sehingga rumah sakit perlu mendukung dan memfasilitasi kegiatan pembelajaran. 2.
Penerapan model sistem organisasi pembelajar hendaknya dilakukan secara merata pada seluruh bagian di RS Sentra Medika Depok, dengan peningkatan pemberdayaan sumber daya manusia yang ada. selain itu perlu adanya peningkatan keterlibatan masyarakat, pemasok, dan partner aliansi untuk memaksimalkan dukungan pihak luar tersebut dalam memajukan RS Sentra Medika Depok.
3.
Perlu adanya peningkatan penyediaan sistem teknologi komputerisasi terpadu
untuk
meningkatkan
pengetahuan
yang
mendukung
pembelajaran dan pelatihan penggunaannya kepada karyawan, sehingga RS Sentra Medika Depok mendukung pembelajaran secara cepat dan efektif bagi karyawan. 4.
Merumuskan strategi dan kebijakan untuk mendukung adanya pembelajaran nyata sehingga tercipta budaya pembelajaran di RS Sentra Medika Depok.
5.
Melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap penerapan model sistem organisasi pembelajar yang diterapkan oleh RS Sentra Medika Depok, namun tetap memberikan kebebasan kepada karyawan untuk menjadi tenaga kerja yang dewasa dalam bertanggung jawab dan menyelesaikan masalah pekerjaannya.
95
Selain untuk RS Sentra Medika Depok, saran juga diberikan untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang organisasi pembelajar. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa secara dasar penerapan organsiasi pembelajar yang dilakukan di RS Sentra Medika Depok, untuk itu diperlukan penelitian yang lebih mendalam mengenai hubungan
antara
penerapan
organisasi
pembelajar
kepemimpinan atau kinerja karyawan pada organisasi.
dengan
pola
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeini, E. 2006. Tinjauan Penerapan Learning Organization di Bank X. Tesis pada Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Depok Dale, RL. 1995. Organization Tehory & Design (5th Ed). St. Paul: West Publishing Company. Ginting, E. D. J. 2004. Peranan Organisasi Pembelajaran dalam Meningkatkan Kompetisi Kerja. USU digital library, Medan Hellena, L. 2007. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Dua Sebagai Learning Organization. Tesis pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia, Depok. Kesumaningdyah, A. 2010. Penerapan Organisasi Pembelajar pada Lembaga Penyiaran Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Bogor. Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor Marquardt, M. 1996. Building the Learning Organization, a System Approach to Quantum Improvement and Global Success. Mc. Graw Hill Book Inc, New York. ------------------ 2002. Building the Learning Organization, Mastering the 5 Elements for Corporate Learning. Davies-Black Publishing, Inc, United States of America. Nurgiyantoro, B dan Gunawan, Marzuki. 2009. Statistik Terapan ; untuk Ilmuilmu Sosial. Gadjah mada University Press, Yogyakarta. Pedler, M., Burgoyne, J., & Boydell, T. 1991. The Learning Company: a Strategy for Sustainable Development. Berkshire: McGraw-Hill Book Comp. Europe. Purnama, M dan Budiharjo A. 2009. Peran Budaya Pembelajaran dan Knowledge Management. Jurnal Manajemen Bisnis Volume 1 No.3. Prasetya Mulya Business school. Jakarta Sangkala. 2007. Knowledge Management. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Senge, P.M. 1990. The Fifth Dicipline: the art and practice the learning organization. Currency Doubleday, New York. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. Sutarto. 2006. Dasar-dasar Organisasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tjakraatmadja dan Lantu. 2006. Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar. Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung, Bandung. Teddlie C. dan Tashakkori A. 2009. Foundations of mixed methods research: integrating quantitative and qualitative approaches in the social and behavioral sciences. SAGE Publications Inc. California, United States of America Utami, A.P. 2009. Identifikasi Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajar pada PT. Taspen (Persero) Cabang Bogor. Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor Watkins, KE & Marsick, VJ. 1998. Dimention of Learning Organisation Questioner Partners for the Learning Organization. Warwick, RI.
98
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER ANALISIS PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJAR PADA RS SENTRA MEDIKA DEPOK Kuesioner ini diberikan dalam rangka penyusunan tugas akhir Retry Tyas Tanjungsari (H24076108), mahasiswa program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, dengan judul “Analisis Penerapan Organisasi Pembelajar pada RS Sentra Medika Depok”. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara staf dan pimpinan mengenai organisasi pembelajar serta penerapan organisasi pembelajar, yang pada akhirnya akan diketahui strategi yang telah dan dapat diterapkan oleh RS Sentra Medika untuk meningkatkan pelayanan yang optimal. Dalam pengisian kuesioner ini, anda dapat menjawab semua pertanyaan dengan cermat, jujur, dan benar, sehingga dapat memberi manfaat yang sangat berarti dalam penelitian ini sehingga akan menjadi masukan bagi perusahaan anda serta dapat dipertanggung jawabkan oleh peneliti. Jawaban yang anda berikan tidak akan mempengaruhi penilaian perusahaan terhadap diri anda, karena kuesioner ini ditujukan hanya untuk keperluan ilmiah dan penyelesaian tugas akhir studi. Atas kerjasama Bapak / Ibu / Saudara, kami ucapkan terima kasih. IDENTITAS RESPONDEN Nama : Usia
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan Terakhir : SMU S2
Perempuan Diploma
S1
lainnya ………………………..
Departemen / Bagian : Jabatan
:
Masa kerja
:
Petunjuk: 1. Berikanlah tanda silang (x) pada jawaban yang anda anggap paling tepat sesuai dengan pilihan jawaban yang tersedia 2. Mohon setiap pernyataan dijawab dengan benar dan akurat 3. Jawaban yang diberikan tidak berpengaruh kepada penilaian kinerja anda 4. Kami menjamin kerahasiaan nama dan identitas anda
99
Lanjutan Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PERTANYAAN Pilihan jawaban yang tersedia seseuai dengan keterangan berikut: 1. Belum diterapkan 2. Sebagian kecil telah diterapkan 3. Sebagian besar telah diterapkan 4. Hampir seluruhnya telah diterapkan
No
Pernyataan 1
I.
Pembelajaran : individu, kelompok dan organisasi (soal no 1-14)
1
RS Sentra Medika Depok menempatkan pembelajaran secara berkelanjutan pada setiap staf sebagai prioritas utama
2
RS Sentra Medika Depok mendorong setiap staf untuk belajar guna mengembangkan kemampuannya sendiri Staf menghindari kerancuan atau penyumbatan komunikasi melalui berbagai cara (misal: aktif mendengar lalu memberikan umpan balik) RS Sentra Medika Depok melakukan pelatihan mengenai cara belajar yang tepat kepada staf Staf melakukan cara belajar yang bervariasi (contoh: peta pemikiran, gambar, diskusi, bantuan musik, dll) Staf menambah pengetahuan dengan cara belajar dari pengalaman (adaptasi dari masalah yang ada) Staf menambah pengetahuan dengan cara belajar untuk memenuhi kebutuhan dimasa depan (antisipatif) Staf menambah pengetahuan dengan cara belajar untuk menjadi lebih kreatif RS Sentra Medika Depok melakukan upaya inovasi dengan cara mengantisipasi cara kerja RS Sentra Medika Depok melakukan upaya inovasi dengan kreatif mencari cara kerja yang lebih baik RS Sentra Medika Depok mendorong tim (kelompok) untuk saling belajar satu sama lain dengan media yang berbeda-beda (misalnya melalui media elektronik, media tertulis atau bulletin dan majalah, rapat antar kelompok, dan lain-lain) RS Sentra Medika Depok mendorong individu untuk saling belajar satu sama lain dengan media yang berbeda-beda (misalnya melalui media elektronik, media tertulis atau bulletin dan majalah, rapat antar kelompok, dan lain-lain) Staf dapat berpikir serta bertindak berdasarkan suatu pendekatan sistem yang lengkap dan menyeluruh RS Sentra Medika Depok melakukan pelatihan bagaimana bekerja disertai belajar dalam tim (kelompok)
3
4 5 6 7 8 9 10 11
12
13 14
Jawaban 2 3
4
100
Lanjutan Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
II. 15 16 17 18 19 20
21
22 23
24
25
III. 26
27
28 29 30
Jawaban 1 2 3 4 Transformasi organisasi: visi, budaya, strategi, struktur (soal no 15-25) RS Sentra Medika Depok menekankan pentingnya kesadaran untuk terus belajar kepada seluruh staf Top management (manajemen puncak) mendukung visi organisasi dalam menerapkan pembelajaran secara terus menerus RS Sentra Medika Depok menciptakan iklim yang mendukung kesadaran akan pentingnya proses belajar Staf memiliki komitmen untuk belajar secara terus menerus untuk kemajuan rumah sakit Staf belajar baik dari kesuksesan maupun kegagalan RS Sentra Medika Depok memberikan penghargaan kepada individu yang berhasil mengembangkan pengetahuan serta kemampuannya RS Sentra Medika Depok memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil membantu orang lain untuk mengembangkan pengetahuan serta kemampuannya RS Sentra Medika Depok memberikan kesempatan belajar dalam setiap aktivitas pekerjaan RS Sentra Medika Depok mendesain cara berbagi pengetahuan baru untuk hasil inovasi staf (misalnya melalui rotasi pekerjaan lintas divisi) RS Sentra Medika Depok melakukan usaha merampingkan struktur organisasi dengan sedikit tingkat manajemen untuk memaksimalkan komunikasi serta belajar lintas tingkat manajemen Staf melakukan koordinasi satu sama lain dengan tidak mengkotak-kotakan diri dalam lingkup divisi saja Jawaban 1 2 3 4 Pemberdayaan orang / manusia : manajer, staf, pelanggan, mitra / rekan kerja, supplier, masyarakat (soal no 26-36) RS Sentra Medika Depok berupaya mengembangkan pemberdayaan staf melalui komitmen meningkatkan kualitas pembelajaran Otoritas (kewenangan) yang ada di RS Sentra Medika Depok di desentralisasikan atau didelegasikan guna menyeimbangkan tanggung jawab dan kemampuan belajar staf Pimpinan dan staf bekerja bersama-sama dalam belajar maupun memecahkan masalah Para pemimpin berperan aktif dalam memfasilitasi proses pembelajaran Para pemimpin meningkatkan kesempatan belajar untuk kemudian mempraktekan apa yang telah dipelajari sehingga pengetahuan baru dapat digunakan
101
Lanjutan Lampiran 1. Kuesioner Penelitian 31 RS Sentra Medika Depok berbagi informasi dengan konsumen guna menjaring ide-ide mereka untuk memperbaiki pelayanan 32 RS Sentra Medika Depok memberikan kesempatan kepada masyarakat sebagai konsumen untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran dan pelatihan 33 RS Sentra Medika Depok memberikan kesempatan kepada pemasok untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran dan pelatihan 34 Para staf merencanakan kegiatan belajar dari para rekan (misal: konsultan, peneliti, perguruan tinggi) untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan baru 35 RS Sentra Medika Depok memberikan kesempatan kepada staf untuk belajar dengan pihak luar (misal: konsultan, kelompok masyarakat, asosiasi profesi, dan kalangan akademik) 36 Staf secara aktif mencari rekan dalam belajar (konsumen, vendor, pemasok) Jawaban 1 2 3 4 Pengelolaan Pengetahuan: akuisisi, penciptaan pengetahuan, penyimpanan, pencarian pengetahuan, transfer dan penyebaran serta penggunaan pengetahuan (soal no 37-46) 37 Setiap staf aktif mencari informasi yang bisa meningkatkan kinerja organisasi mengenai pengalaman kerja staf lain atau prosedur pekerjaan tertulis di rumah sakit. 38 RS Sentra Medika Depok menyediakan sistem yang bisa diakses sehingga memungkinkan pencarian informasi dari luar 39 Setiap staf memantau perkembangan teknologi informasi diluar kantor dengan cara melihat apa yang dilakukan pihak lain (misalnya dengan melakukan perbandingan kekantor terbaik dibidangnya, menghadiri seminar-seminar, dan menelaah hasilhasil penelitian) 40 Setiap staf dilatih untuk memiliki keterampilan berfikir untuk dapat bereksperimen secara kreatif 41 RS Sentra Medika Depok menciptakan proyek untuk menguji cara-cara baru dalam mengembangkan suatu produk atau kualitas pelayanan 42 RS Sentra Medika Depok menyediakan sistem untuk memastikan bahwa pengetahuan (informasi) yang penting tersimpan dan tersedia agar mudah didapatkan oleh setiap staf yang membutuhkannya 43 Para staf menyadari arti penting memelihara iklim belajar dikantor dengan menggunakan sistem yang tepat untuk menganalisis data agar menjadi pengetahuan bermakna 44 RS Sentra Medika Depok ada tim lintas fungsi yang digunakan untuk mentransfer pembelajaran antar kelompok
102
Lanjutan Lampiran 1. Kuesioner Penelitian 45 RS Sentra Medika Depok terus menerus mengembangkan strategi dan mekanisme-mekanisme baru untuk berbagi pengetahuan diseluruh kantor 46 RS Sentra Medika Depok mengupayakan penerapan pengetahuan pada pekerjaan agar dapat mencari akar masalah sehingga dapat diperbaiki Jawaban 1 2 3 4 Penerapan Teknologi: sistem informasi pengetahuan, pembelajaran berbasis teknologi, dan sistem pendukung kinerja elektronik atau Elektronic Performance Support System (EPSS) , (soal no 47-56) 47 RS Sentra Medika depok menyediakan sistem informasi berbasis komputer yang efektif untuk mempermudah proses belajar 48 Setiap staf mempunyai akses terhadap jalur cepat informasi (misalnya melalui jaringan computer local (LAN), internet, dan sebagainya 49 Fasilitas-fasilitas belajar (ruang pelatihan dan konferensi) di RS Sentra Medika Depok dilengkapi dengan sarana multimedia elektronik yang menghadirkan suasana pembelajaran yang mengintegrasikan seni, warna, musik, dan papan peraga 50 Setiap staf mempunyai akses terhadap program-program belajar berbasis komputer dan alat bantu elektronik (misalnya software untuk membuat diagram alir (flowchart)) 51 Staf mengelola proses kerja kelompok menggunakan teknologi komputer (misalnya komunikasi kelompok dalam manajemen proyek, manajemen rapat, jadwal dan tugas kelompok, berbagi dokumen elektronik) 52 Staf mendukung konsep belajar dengan memadukan sistem pembelajaran berteknologi tinggi, pelatihan, dan aktualisasi pekerjaan yang dilakukan sesuai kebutuhan 53 RS Sentra Medika Depok menggunakan sistem pendukung kinerja elektronik yang memungkinkan staf belajar untuk menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik 54 Sistem pendukung kinerja elektronik didesain dengan menyesuaikan kebutuhan belajar staf 55 Setiap staf mempunyai akses penuh terhadap data yang mereka perlukan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka secara efektif 56 Setiap staf menyesuaikan sistem perangkat lunak yang diperlukan untuk alur mengelola pengetahuan dalam berbagai cara yang sesuai dengan kebutuhan sendiri (mengelola pengetahuan: mengumpulkan, memberi kode, menyimpan, menciptakan, dan mentransfer informasi)
103
Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian PERTANYAAN WAWANCARA 1. Kegiatan apa yang telah dilakukan oleh RS Sentra Medika Depok untuk mendukung terciptanya pembelajaran individu dan kelompok ? 2. Bagaimana perubahan organisasi RS Sentra Medika Depok dalam usahanya menjadi organisasi pembelajar ?, kegiatan-kegiatan seperti apa yang dilakukan berkaitan dengan visi, budaya, strategi, dan struktur organisasi ? 3. Bagaimana RS Sentra Medika Depok memberdayakan stake holder yang ada (staf, manajer, pelanggan, supplier, partner aliansi, masyarakat) guna memperoleh dan meningkatkan pembelajaran untuk menjadi organisasi pembelajar ? 4. Bagaimana RS Sentra Medika Depok melakukan pengelolaan pengetahuan yang dimilikinya (akuisisi, penciptaan, penyimpanan, penggalian data (penemuan data), transfer, dan penggunaan pengetahuan), agar pengetahuan yang dimilikinya bertambah dan bermanfaat? 5. Bagaimana RS Sentra Medika menerapkan teknologi yang dimilikinya (teknologi informasi pengetahuan, pembelajaran berdasarkan teknologi, dan EPSS) dalam usaha meningkatkan pengetahuan staf dan meningkatkan kinerjanya ?
104
Lampiran 3. Struktur Organisasi RS Sentra Medika Depok Direktur Utama PT. Sentra Medika Persada Komite Keperawatan
Komite Medik
Direktur Komite Dalin Tim K-3
Sekretaris
Bendahar a
Direktur Operasional
Tim KPRS Tim SPI
SMF Bedah Wadir Pelayanan dan Penunjang Medik
SMF Radiologi
Wadir Marketing & Humas
Wadir HRD, Umum & keuangan
SMF Anestesi Ka. Bid. Pelayanan Medik
SMF Dokter Gigi
SMF Dokter Umum
Ka. Bid. Rawat Inap
Ka. Bid Rawat Jalan
SMF Peny. Mata HSC
Klinik Umum dan Gigi
SMF Peny. Dalam
IGD SMF Peny. THT
SMF Peny. Paru SMF Peny. Syaraf & Psikiatri SMF Kebidanan & Kandungan SMF Jantung & Pembuluh Darah SMF Anak
SMF Rehab Medik SMF Kulit & Kelamin SMF Patologi Klinik
Customer Care
Surveilanc e
Ka. Bid. Keperawatan
Ka. Sie. Peralatan
Instalasi OK
Ka. Sie. SDM
Instalasi MCU
Klinik Spesialis
Instalasi VK
Instalasi Hemodialis a One Day Care Endoscop y ESWL
Ka. Sie. Asuhan
Ruang Perawatan
Instalasi ICU/HCU/PICU/NIC U
Ka. Bid. Penunjang Medik Kabag HRD Instalasi Farmasi
Instalasi Laboratorium
Instalasi Radiologi
Kabag IT
Kabag Keuangan
URT dan Logistik Sub. Bag. Diklat
Sub. Bag. HRD
IPSRS
Driver
Operator Telepon Instalasi Rekam Medik
Instalasi Rawat Inap
Hardware dan Instalasi
Software dan Pengembanga n
Kabag Akuntansi
Piutan g Pendapata n Tunai
Hutang
Penggajian, Bendahara, Master Tarif
Laundry Instalasi Gizi
Instalasi Perinatolog i
Kabag Umum
Instalasi Rehab Medik Instalasi CSSD
Bendahara Kas Admin Rawat Inap & Rawat Jalan Pendaftaran Tunai dan Jaminan
Kabag Marketing
PR & EO Ka.Sub. Bag. Pajak Ka.Sub. Bag. Pencatatan
Perusahaa n Asuransi
Pemasaran MCU & JangMed Rujukan
105
Lampiran 4. Hasil Uji Validitas Corrected Item-Total Correlation
Keterangan
0,580
Valid
P1
Corrected Item-Total Correlation
Keterangan
P29
0,652
Valid Valid
P2
0,420
Valid
P30
0,429
P3
0,477
Valid
P31
0,529
Valid Valid
P4
0,424
Valid
P32
0,646
P5
0,635
Valid
P33
0,525
Valid Valid
P6
0,582
Valid
P34
0,451
P7
0,433
Valid
P35
0,554
Valid
P8
0,376
Valid
P36
0,513
Valid
P9
0,525
Valid
P37
0,471
Valid
P10
0,412
Valid
P38
0,635
Valid
P11
0,570
Valid
P39
0,433
Valid
P12
0,512
Valid
P40
0,598
Valid Valid
P13
0,632
Valid
P41
0,671
P14
0,407
Valid
P42
0,524
Valid Valid
P15
0,594
Valid
P43
0,503
P16
0,418
Valid
P44
0,534
Valid Valid
P17
0,578
Valid
P45
0,473
P18
0,622
Valid
P46
0,768
Valid Valid
P19
0,516
Valid
P47
0,576
P20
0,518
Valid
P48
0,766
Valid Valid
P21
0,451
Valid
P49
0,731
P22
0,425
Valid
P50
0,735
Valid
P23
0,668
Valid
P51
0,669
Valid Valid
P24
0,372
Valid
P52
0,794
P25
0,417
Valid
P53
0,749
Valid Valid
P26
0,476
Valid
P54
0,670
P27
0,529
Valid
P55
0,487
Valid
P56
0,589
Valid
P28
0,392
Valid
Keterangan: Seluruh nilai hasil uji validitas pertanyaan pada kuesioner lebih dari 0,361 maka kuesioner penelitian ini valid untuk digunakan.
106
Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas
Case Processing Summary N Cases
Valid
30
% 100.0
0
.0
Excluded( a) Total
30 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha .961
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items .962
N of Items 56
Keterangan: Nilai hasil uji reliabilitas kuesioner (alpha cronbach) lebih dari 0,60 maka kuesioner penelitian ini reliabel
107
Lampiran 6. Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Pembelajaran 72
Transformasi organisasi 72
Pemberda yaan orang/man usia 72
30.3611 5.83893 .086 .063 -.086 .734 .655
24.1389 4.21033 .164 .096 -.164 1.395 .041
23.4028 5.36724 .117 .117 -.075 .995 .276
Pengelolaan pengetahuan 72
Penerapan teknologi 72
20.4722 4.61160 .102 .079 -.102 .866 .442
20.2917 6.17454 .092 .082 -.092 .783 .572
108
Lampiran 7. Hasil Uji-t Tidak Berpasangan