PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJAR PADA LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA (LPP RRI) BOGOR
Oleh
ADHIKA KESUMANINGDYAH H 24077002
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ABSTRAK Adhika Kesumaningdyah. H24077002. Penerapan Organisasi Pembelajar pada Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Bogor. Dibawah bimbingan Anggraini Sukmawati. Lembaga Penyiaran publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) merupakan suatu organisasi yang bergerak dalam bidang jasa yaitu industri penyiaran. LPP RRI dalam mewujudkan organisasi yang mampu menghadapi perkembangan dalam dunia penyiaran harus melakukan proses pembelajaran secara terus-menerus, sehingga membentuk organisasi pembelajar. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui penerapan seluruh dimensi organisasi pembelajar pada level individu, kelompok dan organisasi pada LPP RRI Bogor dan (2) Untuk menganalisis persepsi antara pimpinan dan karyawan terhadap penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor. Penelitian dilaksanakan di LPP RRI Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara dengan karyawan serta pimpinan pada LPP RRI Bogor. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, internet, dan arsip-arsip LPP RRI Bogor. Penarikan sampel dilakukan dengan metode purposive. Metode analisis yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan Uji Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan tingkat penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI menuju kearah yang lebih baik, hal tersebut dapat terlihat bahwa karyawan LPP RRI Bogor menyatakan sebagian besar telah diterapkan dengan nilai 42,18%. Penelitian ini juga melakukan perbandingan antara nilai rata-rata penerapan organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor dengan hasil penelitian Marqurdt (1996), dari hasil analisis didapatkan rata-rata penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor memiliki nilai 25,92, nilai tersebut dikatakan memiliki nilai yang baik menurut range result pada Learning Organization Profile Marquardt (1996) dan berada diatas rata-rata 500 organisasi berdasarkan penelitian Marquardt (1996). Pada Uji Kruskal Wallis menunjukan bahwa nilai P-value = 0,331 lebih besar dari α = 0,05 maka Ho: η1 = η2= η3 tidak dapat ditolak. Maka didapatkan hasil yaitu tidak adanya perbedaan persepsi antara karyawan dengan pimpinan dalam penerapan organisasi pembelajar yang diterapkan di LPP RRI Bogor.
PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJAR LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA (LPP RRI) BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh
ADHIKA KESUMANINGDYAH H24077002
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi Nama NIM
: Penerapan Organisasi Pembelajar Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Bogor : Adhika Kesumaningdyah : H24077002
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
(Ir. Anggraini Sukmawati, MM) NIP: 196710201994032001 Mengetahui : Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, MSc) NIP: 196101231986011002
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Segala puji senantiasa dipanjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini tersusun dengan judul Penerapan Organisasi Pembelajar Pada Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Bogor. Penulis selalu berusaha agar skripsi ini disusun dengan sempurna. Namun demikian, saran dan kritik untuk perbaikan yang bersifat membangun dalam penulisan ini sangat diharapkan. Penyusunan skripsi telah banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materill. Oleh karena itu, penulis banyak berterima kasih kepada: 1.
Ibu Ir. Anggraini Sukmawati, MM selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sjafri Mangkuprawira dan Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada sidang penulis.
3.
Pimpinan dan karyawan di LPP RRI Bogor yang telah memberikan informasi dalam skripsi ini.
4.
Para Dosen dan para Staf di Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
5.
Sugiyanto (Bapak), Susilowati (Ibu), Anung Dwitya Nandana (Adik), Adhimukti Nandi Wardhana (Adik). Terima kasih kepada keluarga besar yang begitu luar biasa atas perhatian, dukungan, dan doanya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.
6.
Yonni Adi Saputra, terima kasih untuk semua dukungan, motivasi, perhatian, semangat yang luar biasa dan doa yang diberikan.
ii
7.
Keluarga besar Yonni Adi Saputra yang telah memberikan semangat dan doa sehingga skripsi ini dapat selesai.
8.
Teman-teman satu bimbingan : anafi dan Rini
9.
Rekan-rekan di EXMAN angkatan 2 ,3 dan 4 yang selalu bersama-sama membuat kenangan indah selama kuliah.
10.
Rekan-rekan Pro 2 Fm yang memberi semangat dan informasi dalam skripsi ini.
11.
Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta membalas
kebaikan semua pihak yang telah memberikan doa, bantuan, dan dukungannya kepada penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihakpihak yang membutuhkannya dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT. Amien.
Bogor, Januari 2010
Penulis
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 September 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Sugiyanto dan Susilowati. Penulis menyelesaikan pendidikan formalnya di Sekolah Dasar Negeri Pekayon Jaya V Bekasi Selatan pada tahun 1991-1997. Setelah itu penulis terdaftar di SLTP Negeri 12 Bekasi pada tahun 1997-2000, lalu dilanjutkan ke SMU Tunas Jaka Sampurna Bekasi pada tahun 2000-2003. Penulis meneruskan pendidikan Diploma 3 ke Program studi Teknologi Informasi Kelautan, Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003-2006. Setelah itu penulis meneruskan pendidikan Sarjana di Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani perkuliahan, penulis juga terlibat sebagai panitia dalam kegiatan kemahasiswaan. Selain itu penulis juga aktif mengikuti berbagai pelatihan dan seminar yang diadakan baik didalam lingkungan Ekstensi Manajemen maupun IPB.
i
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP........................................................................................ i KATA PENGANTAR ...................................................................................ii DAFTAR ISI ................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .....................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah............................................................................ 6 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 7 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 8 1.5 Ruang Lingkup Penelitian................................................................... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Organisasi pembelajaran................................................... 9 2.2 Organisasi Pembelajaran Pada Organisasi sektor publik .................... 14 2.3 Karakteristik Organisaasi Pembelajaran ............................................. 15 2.4 Konsep Organisasi Pembelajaran ....................................................... 19 2.4.1 Sub Sistem Dinamika Pembelajaran.......................................... 24 2.4.2 Sub Sistem Organisasi (Transformasi Organisasi) .................... 26 2.4.3 Sub Sistem Pemberdayaan Manusia .......................................... 28 2.4.4 Sub Sistem Penerapan Teknologi .............................................. 30 2.4.5 Sub Sistem Pengetahuan .............................................................33 2.5 Faktor-faktor yang Berpengaruh dan yang Menghambat Terbentuknya Organisasi Pembelajaran ..............................................34 2.6 Hasil Penelitian Terdahulu ..................................................................36 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian........................................................... 38 3.2 Metode Penelitian............................................................................... 39 3.2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 39 3.2.2 Pengumpulan Data ..................................................................... 40 3.2.3 Operasionalisasi Konsep............................................................. 41 3.2.4 Definisi Operasional .................................................................. 42 3.2.5 Metode Pengambilan Sampel..................................................... 43 3.2.6 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................43 3.3 Rataan Tingkat Penerapan Pembelajaran pada Organisasi Dunia .... 45 3.4 Uji Kruskal-Wallis ............................................................................... 46
iv
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah RRI Bogor.............................................................................. 48 4.2 Visi Misi LPP RRI............................................................................. 50 4.3 Fungsi, Tugas dan Kedudukan LPP RRI............................................ 51 4.4 Struktur Organisasi LPP RRI Bogor .................................................. 52 4.5 Hasil Validitas dan Reabilitas Kuesioner ........................................... 58 4.5.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner..................................................... 58 4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ................................................ 59 4.6 Karakteristik Responden..................................................................... 60 4.6.1 Usia ............................................................................................ 60 4.6.2 Jenis Kelamin ............................................................................. 61 4.6.3 Tingkat pendidikan .................................................................... 62 4.6.4 Unit/Bagian Kerja ...................................................................... 63 4.6.5 Tingkat Jabatan ......................................................................... 65 4.6.6 Masa Kerja ................................................................................. 66 4.7 Penerapan Dimensi Organisasi Pembelajaran Pada LPP RRI Bogor........................................................................................... 68 4.7.1 Sub Sistem Dinamika Pembelajaran ......................................... 68 4.7.2 Sub Sistem Transformasi Organisasi ......................................... 73 4.7.3 Sub Sistem Pemberdayaan Manusia .......................................... 77 3.7.4 Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan ........................................83 3.7.5 Sub Sistem Penerapan Teknologi .............................................. 88 3.7.6 Hasil Nilai Rataan Tingkat Penerapan Dimensi Organisasi Pembelajaran pada LPP RRI Bogor ........................ 92 4.8 Perbedaan Persepsi antara Pimpinan dan Karyawan LPP RRI Bogor Terhadap Penerapan Dimensi Organisasi Pembelajaran..97 4.9 Implikasi Manajerial .......................................................................... 98 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
102
1. Kesimpulan ............................................................................................... 102 2. Saran ......................................................................................................... 103 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 104 LAMPIRAN ...................................................................................................106
v
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ...................................................................42 2. Rekapitulasi Pegawai Berdasarkan Profesi ...............................................50 3. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................................... 62 4. Data Responden Berdasarkan Unit/Bagian Kerja ..................................... 64 5. Jumlah dan persentase responden berdasarkan masa kerja ......................67 6. Jawaban Responden Untuk Penerapan Sub Sistem Dinamika Pembelajaran ............................................................................................. 68 7. Jawaban Responden Untuk Penerapan Sub Sistem Transformasi Organisasi ................................................................................................. 73 8. Jawaban Responden Untuk Penerapan Sub Sistem Pemberdayaan Manusia pada LPP RRI Bogor ..................................................................78 9. Jawaban Responden Untuk Penerapan Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan pada LPP RRI Bogor .......................................................... 84 10. Jawaban Responden Untuk Penerapan Sub Sistem Penerapan Teknologi pada LPP RRI Bogor ................................................................................ 88 11. Tingkat Penerapan Dimensi Organisasi Pembelajaran pada LPP RRI Bogor ........................................................................................................ 93 12. Perbandingan Nilai Rata-rata Penerapan Sistem Organisasi Pembelajaran pada LPP RRI Bogor dengan Hasil Penelitian Marquardt terhadap lebih dari 500 Organisasi .......................................................................... 94 13. Perbedaan Persepsi antara Pimpinan dan Karyawan pada LPP RRI Bogor secara keseluruhan ................................................................. 98
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 1. Faktor-faktor Strategis dalam Organisasi Pembelajaran .......................... 13 2. Keterkaitan Lima Sub Sistem Pembelajaran .............................................24 3. Sub Sistem Dinamika Pembelajaran ......................................................... 26 4. The Learning Organization Model ........................................................... 32 5. Sub Sistem Pengetahuan ........................................................................... 33 6. Kerangka Pemikiran Konseptual .............................................................. 39 7. Data Responden Berdasarkan Usia ........................................................... 60 8. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ........................................... 61 9. Data Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ................................. 63 10. Data Responden Berdasarkan Unit/Bagian Kerja .................................... 65 11. Data Responden Berdasarkan Tingkat Jabatan ........................................ 66 12. Data Responden Berdasarkan Masa Kerja ............................................... 67
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Kuesioner .................................................................................................. 106 2. Struktur organisasi LPP RRI Bogor ......................................................... 113 3. Uji Validitas .............................................................................................. 114 4. Uji Reliabilitas .......................................................................................... 115 5. Uji Kruskal wallis ..................................................................................... 116
viii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini terlihat sangat pesat. Perkembangan ini tidak hanya melahirkan era informasi global tetapi juga melahirkan media informasi dan telekomunikasi yang tidak mengenal batas ruang dan waktu. Pengaruh global juga dirasakan pada bidang ekonomi, yakni dengan munculnya berbagai usaha-usaha baru yang mengakibatkan semakin tingginya tingkat persaingan diantara perusahaan-perusahaan yang ada. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus mampu menghadapi tingkat persaingan tersebut dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya. Sumber daya manusia (SDM) adalah sumber daya terpenting disetiap perusahaan. Sumber daya ini memegang banyak peranan dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. Apabila sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan berkualitas dan sesuai dengan harapan perusahaan, maka perusahaan tersebut memiliki daya saing yang nyata. Perkembangan bisnis yang semakin kompleks dan dinamis harus disadari oleh setiap organisasi bisnis yang terlibat di dalamnya. Setiap perusahaan mungkin saja merubah keadaan yang sebelumnya tampak stabil. Oleh karena itu kemampuan setiap perusahaan dalam mengantisipasi setiap perubahan sangat menentukan keberhasilan perusahaan tersebut di dunia bisnis. Untuk mengantisipasi perubahan tersebut tergantung dari kemampuan setiap individu dalam suatu perusahaan, adanya kemampuan berkreasi dan inovasi. Dalam berbagai literatur dinyatakan bahwa strategi untuk dapat menyediakan pelayanan publik yang lebih murah, lebih cepat dan lebih baik dapat tercapai bila difasilitasi oleh organisasi dengan struktur yang tidak terlalu hierarkis dan para pegawai yang memiliki daya tanggap dan inovasi yang tinggi. Untuk itu banyak pihak yang menyarankan agar dilakukan perubahan organisasi yang adaptif yang mampu menghasilkan pengetahuan. Pengetahuan dari organisasi dapat menjadikan organisasi tersebut memahami tujuan keberadaannya. Diantara tujuan yang terpenting adalah bagaimana
2
organisasi memahami cara mencapai tujuannya. Organisasi-organisasi yang sukses adalah organisasi yang secara konsisten menciptakan pengetahuan baru dan menyebarkannya secara menyeluruh didalam organisasinya, secara cepat mengadaptasinya kedalam teknologi dan produk serta layanannya. Melihat perannya yang begitu penting bagi suatu organisasi, maka semua pengetahuan yang dimiliki oleh suatu organisasi harus dikelola dengan baik, sehingga pengetahuan tersebut dapat berperan optimal untuk organisasinya. Bentuk dan kemampuan organisasi dalam mengelola pengetahuan sangat mempengaruhi kualitas pengetahuan yang dihasilkan dan juga akan mempengaruhi kualitas hubungan atau integrasi di antara komponen-komponennya. Organisasi sekarang ini harus mempersiapkan diri untuk
berbagai
perubahan tersebut dengan melakukan perubahan dari unsur manusianya. Salah satu cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah dengan membudayakan manusia itu sendiri melalui proses belajar, yaitu suatu proses individu dan atau sekelompok individu memperoleh dan menguasai pengetahuan yang baru yang diikuti dengan perubahan perilaku dan tindakan serta pengembangan kemampuan di dalam organisasi dan menjadikan organisasi sebagai learning organization. Menurut Geus dalam Priyono, (2007) memberikan gambaran tentang karakteristik umum yang menyebabkan tidak bertahannya perusahaan sebagai ketidakmampuannya untuk belajar dan beradaptasi dengan permintaan perubahan lingkungan. Proses belajar ilmu pengetahuan merupakan penciptaan modal atau investasi untuk pembelajaran yang unggul dipersaingan global. Sehubungan dengan paparan tersebut, akhir-akhir ini banyak organisasi yang telah menjadikan manajemen pengetahuan (Knowledge Management) sebagai
salah
satu
strategi
untuk
menciptakan
nilai,
meningkatkan efektivitas dan produktifitas organisasi, serta keunggulan kompetitif organisasi. Mereka mulai menerapkan manajemen pengetahuan dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan daya tahan organisasinya. Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah, pengetahuan akan mengalami keusangan oleh sebab itu perlu terus menerus diperbarui melalui proses pembelajaran.
3
Organisasi pembelajar merupakan sesuatu yang baru yang kadang masih sering disalahtafsirkan hanya dengan upaya-upaya pelatihan maupun pengembangan kemampuan organisasi dan karyawan. Organisasi pembelajar membawa suatu misi yaitu pembelajaran yang dilakukan lebih pada merubah hakikat manusia atau individu karyawan untuk sadar akan potensi yang dimilikinya. Pembelajaran berkesinambungan merupakan inti dari organisasi pembelajar. Dalam proses membangun suatu organisasi menjadi organisasi pembelajar, hal yang pertama yang perlu diketahui adalah sampai sejauh mana perusahaan
telah
melaksanakan
pembelajaran
pada
organisasi
dan
karyawannya. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah melahirkan masyarakat informasi yang makin besar tuntutannya akan hak untuk mengetahui dan hak untuk mendapatkan informasi. Informasi telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat dan telah menjadi komoditas penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tersebut telah membawa implikasi terhadap dunia penyiaran, termasuk penyiaran di Indonesia. Penyiaran sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya makin sangat strategis, terutama dalam mengembangkan alam demokrasi di negara kita. Penyiaran telah menjadi salah satu saran berkomunikasi bagi masyarakat, lembaga penyiaran, dunia bisnis, dan pemerintah. Lembaga Penyiaran publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) merupakan suatu organisasi yang bergerak dalam bidang jasa yaitu industri penyiaran. Industri penyiaran memiliki peran yang sangat penting dan vital jika dikaitkan dengan kontribusinya dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Begitu pula halnya dengan LPP RRI yang sangat berperan dalam memberikan pelayanan informasi, pendidikan dan hiburan kepada semua lapisan masyarakat, ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, mendorong terwujudnya masyarakat informasi, merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa, melaksanakan kontrol sosial serta mengembangkan jati diri bangsa. Sampai saat ini persepsi dan citra LPP RRI di masyarakat adalah radio pemerintah. Seiring dengan perkembangan teknologi dan jaman banyak
4
perubahan yang terjadi pada LPP RRI. Perubahan ini mencakup teknis dan program yang ada di LPP RRI. Lembaga penyiaraan yang diakui di Indonesia terdapat pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dimana lembaga penyiaran terbagi atas Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas, dan Lembaga Penyiaran Berlangganan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang diberlakukan pada tanggal 28 Desember 2002 membuat dunia penyiaran Indonesia mengalami perubahan yang sangat berarti, yaitu meningkatnya pertumbuhan penyiaran radio baik di kota maupun di daerah. Hal itu dimungkinkan dengan
diizinkannya penyelenggaraan penyiaran
radio
berjaringan atau lokal sehingga terbuka peluang bagi masyarakat untuk berusaha di bidang penyiaran, dengan tetap mengacu kepada rencana induk frekuensi radio penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran radio. Hal ini telah diwadahi oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dalam Bab III Bagian Kelima dengan judul Lembaga Penyiaran Swasta. Dengan adanya lembaga penyiaran swasta maka dapat terjadi persaingan antar lembaga penyiaran. Sebelum menyelenggarakan kegiatan penyiaran maka lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 pada pasal 33 dan 34. Semakin berkembangnya teknologi komunikasi maka persaingan Perubahan status RRI dari Unit Pelaksana Teknis Instansi Pemerintah atau Government Owned Radio menjadi Perusahaan jawatan (Perjan) / Public Service Broadcasting mendorong LPP RRI untuk menjadi lembaga penyiaran publik yang independen, netral, mandiri, tidak semata-mata mencari keuntungan dan senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Walaupun sudah menjadi Perusahaan Jawatan, LPP RRI membiayai semua aktivitasnya berasal dari dana APBN serta sumbangan masyarakat dan iklan yang disiarkan di LPP RRI. Hal ini dapat dilihat pada Undang-undang No 32 tahun 2002 Pasal 15 tentang sumber pendanaan Lembaga Penyiaran Publik, terdiri atas (a) iuran penyiaran, (b) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
5
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, (c) sumbangan masyarakat, (d) siaran iklan, dan (e) usaha lain yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 pasal 14 ayat 1 dan 2 bahwa lembaga penyiaran publik terdiri atas Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik Indonesia. Sebagai Public Service Broadcasting tentunya LPP RRI memiliki kesempatan yang sama dengan media penyiaran lainnya dalam mengapresiasikan semua kekuatan untuk memberikan yang terbaik bagi publik. Hal ini ditunjang oleh solusi e-business yang diterapkan oleh LPP RRI di Indonesia. LPP RRI pada masa transisi melakukan perubahan-perubahan mendasar sebagai langkah penyesuaian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2000 Tentang Pendirian Perjan RRI. Perubahan-perubahan tersebut mencangkup 3 (tiga) hal pokok yang merupakan kegiatan utama Perjan RRI, yaitu : (a) perubahan fungsi dan peran RRI, (b) Perubahan organisasi, status kepegawaian, asset dan anggaran, (c) Perubahan budaya organisasi. Perubahan
RRI
menjadi
lembaga
penyiaran
publik
berarti
mengembalikan hak pemilikan institusi ini kepada publik. Penyiaran publik bersifat independen, tidak memihak komunitas etnik, agama, ekonomi, dan politik tertentu, serta kontrol dan bertanggungjawab kepada publik. Jika rumusan ideal penyiaran publik ini terlaksana, kita akan melihat perubahan yang radikal dari sistem penyiaran LPP RRI. Jika sebelumnya LPP RRI hanya bergerak dari pendanaan publik seperti pajak dan iuran bulanan, tetapi dimiliki dan dipergunakan sepenuhnya oleh kepentingan politik pemerintah, sekarang menjadi lembaga penyiaran yang totally for public interest “sepenuhnya untuk kepentinagan publik”. Secara psikologis dan sosiologis dapat diprediksi, sense of belonging masyarakat pada LPP RRI juga akan meningkat seiring dengan peningkatan kuantitas dan kualitas program siaran. Hal ini berarti bila perusahaan ingin selalu menjadi pemimpin pasar, paling tidak harus melakukan proses pembelajaran secara terus-menerus,
6
sehingga membentuk organisasi pembelajar. Secara umum LPP RRI telah menerapkan sebagian dari sistem organisasi pembelajaran. Dalam kaitannya ini terlihat dari salah satu visi dan tujuannya, yaitu melaksanakan prinsipprinsip penyiaran radio publik yang independen, netral dan mandiri melalui program siaran berorientasi pada kepentingan atau aspirasi masyarakat sesuai piagam 11 September 1945 (Tri Prasetya RRI), melaksanakan siaran yang mendorong
kreatifitas
masyarakat
dan
meningkatkan
kecerdasaan,
kesejahteraan dan melestarikan budaya bangsa, menumbuhkan jiwa semangat kewirausahaan bagi karyawan guna mewujudkan kinerja perusahaan secara bertanggung jawab serta meningkatkan pemikiran yang inovatif dan kreatif. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar penerapan yang telah dilakukan organisasi yang sedang berkembang ini agar dapat ditarik kesimpulan guna perbaikan-perbaikan dimasa mendatang. 1.2. Perumusan Masalah Paradigma baru LPP RRI sebagai radio publik dengan status perusahan jawatan membawa RRI kepada persaingan industri penyiaran baik dengan radio-radio komersial maupun media massa lainnya. Perubahan yang dilakukan LPP RRI tidak mudah untuk dilaksanakan perlu adanya strategi dan sasaran yang tepat. Sasaran LPP RRI dirumuskan melalui akronim PRIMA SUARA (proaktif, rasional, menarik, aktual, simpatik, unggul, akurat, ramah dan akomodatif). Sasaran tersebut ditindak lanjuti dengan program-program konkrit meliputi : program kerja bidang penyiaran, bidang teknik, bidang pemasaran dan pengembangan, serta bidang administrasi dan keuangan. Program-program
yang
telah
dilaksanakan
LPP
RRI
masih
menghadapi hambatan-hambatan yang secara garis besar meliputi: (a) Belum adanya konsepsi penyiaran publik yang standar, (b) Belum ditempatkannya publik sebagai subyek penyiaran, (c) Kualitas Sumber Daya Manusia, (d) Belum meratanya pemahaman visi, misi, dan budaya organisasi, (e) Kurangnya pemahaman prinsip-prinsip radio publik, (f) Belum memadainya dukungan sarana dan prasarana, (g) Belum memadainya dukungan peralatan teknis, (h) Belum semua bidang memiliki pedoman operasional, (i) Belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) dan (j) Terbatasnya dukungan
7
dana. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, selain pemberlakuan undang-undang penyiaran, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategi berskala nasional untuk mempersiapkan SDM dan publik dalam menerima pola siaran baru LPP RRI. Perubahan yang baik sangat tidak mudah untuk dilaksanakan perlu pemikiran yang matang, mindset yang baik serta melakukan terobosan karya-karya inovatif dan kreatif dalam memberikan layanan yang benar-benar bersentuhan langsung dengan kepentingan publik baik dibidang informasi, edukasi maupun hiburan. LPP RRI mengalami perkembangan dan semakin diterima oleh masyarakat, oleh karena itu untuk mengikuti dinamika yang sedang berjalan RRI perlu melakukan pembelajaran secara terus menerus dan berkesinambungan. LPP RRI Bogor telah melakukan berbagai upaya guna mendukung proses learning bagi karyawannya dengan memanfaatkan waktu, biaya, tenaga dan pemikiran. Mengingat hal tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi guna mengetahui: 1. Apakah LPP RRI Bogor telah menerapkan seluruh dimensi organisasi pembelajar pada level individu, kelompok, dan organisasi pada LPP RRI Bogor? 2. Bagaimana perbedaan persepsi antara pimpinan dan karyawan terhadap penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui penerapan seluruh dimensi organisasi pembelajar pada level individu, kelompok dan organisasi pada LPP RRI Bogor. 2. Untuk menganalisis persepsi antara pimpinan dan karyawan terhadap penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor.
8
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain: a. Praktisi Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi pimpinan LPP RRI Bogor dalam membuat kebijakan pengembangan dan pengelolaan SDM dalam konteks organisasi pembelajar. b. Akademisi Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan bagi pengembangan SDM dan organisasi, khususnya tentang organisasi pembelajar. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya membahas satu variabel (univariat), yaitu menggali secara mendalam potensi organisasi pembelajar (Learning organization) pada LPP RRI Bogor melalui sub sistem pembelajaran, organisasi, orang-orang/manusia, pengetahuan dan teknologi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Organisasi Pembelajar Seseorang dikatakan belajar bila ia mengubah prilakunya menjadi lebih efektif karena pengetahuannya yang diakusisinya dari lingkungan eksternal dan asimilasi dengan pengetahuan yang telah dimilikinya (Argris dan Schon 1992). Dengan saratnya perubahan di lingkungan eksternal, maka agar dapat tetap mempertahankan posisi bersaing yang menguntungkan diindustri, perusahaan perlu memiliki kemampuan belajar yang tinggi (Goh 1997). Menurut marquardt dan reynolds yang dikutip Purwanto (2007) learning adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu dalam usahanya memperoleh pengetahuan dan wawasan baru untuk mengubah perilaku dan tindakannya. Sedangkan Senge (1990) mengutip makna learning di kalangan budaya
Cina,
yang
memberi
makna
belajar
dan
praktek
secara
berkesinambungan. Sedangkan menurut Pedler, et al (1991), learning company adalah organisasi yang memfasilitasi learning bagi seluruh anggota organisasi dan transformsinya secara berkesinambungan dalam seluruh level organisasi. Nilai yang paling essensial dari organisasi pembelajar adalah pemecahan masalah melalui eksperimen, metode coba-coba, dan kegiatan mandiri. Dari hal tersebut pengetahuan akan diperoleh Daft (1995). Menurut de Geuz (1997), ada beberapa sifat dasar organisasi pembelajar yaitu sensitif, kohesif, dan toleran. Sementara itu Dale (1994) menyatakan bahwa ciri-ciri organisasi pembelajar adalah adanya iklim yang mendukung, budaya belajar, strategi pengembangan sumber daya manusia, dan meletakkan organisasi dalam proses transformasi yang kontinyu. Selain itu Fahey yang dikutip Purwanto (2007) menyatakan bahwa learning tidak hanya sekedar knowledge creation tetapi juga menggunakan untuk pengambilan keputusan dan penuntun tindakan. Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulakan bahwa organisasi pembelajaran adalah kemampuan organisasi menyediakan iklim
10
bagi para anggotanya baik sebagai individu maupun berbagai kelompok dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan organisasi dan dalam memecahkan masalah pada masa sekarang dan masa mendatang (Purwanto, 2007). Dengan suatu proses kajian literatur, wawancara dan investigasi lain maka Pedler, et al. (1988) mendefinisikan organisasi pembelajar sebagai berikut: “Sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasi diri”. Pedler, et al. (1988) menekankan sifat dua sisi dari defenisi tersebut. Suatu perusahaan pembelajar bukan organisasi yang semata-mata mengikuti banyak pelatihan. Perlunya pengembangan keterampilan individu tertanam dalam konsep, setara dan merupakan bagian dari kebutuhan akan organisasi pembelajar. Menurut Pedler, et al. yang dikutip Dale (2003) suatu organisasi pembelajar adalah organisasi yang: 1. Mempunyai
suasana
dimana
anggota-anggotanya
secara
individu
terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka; 2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan; 3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis; 4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus; Tujuan proses transformasi ini, sebagai aktivitas sentral, adalah agar perusahaan mampu mencari secara luas ide-ide baru, masalah-masalah baru dan peluang-peluang baru untuk pembelajaran, dan mampu memanfaatkan keunggulan kompetitif dalam dunia yang semakin kompetitif. Sange (1990) mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah organisasi
yang terus
menerus
memperbesar kemampuannya untuk
menciptakan masa depannya dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran sistem. Lundberg yang dikutip Dale (2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan
11
pengembangan ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurutnya organisasi pembelajar adalah : 1. Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing anggota; 2.
Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap keadaan internal maupun eksternal melalui kegiatan-kegiatan dan sistem-sistem yang tidak tergantung pada anggota-anggota tertentu;
3. Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan kembali unsur-unsur organisasi; 4.
Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran yang mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan mempertautkan
potongan-potongan
sebuah
organisasi
dan
juga
mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan; 5.
Organisasi pembelajar adalah suatu proses yang seolah-oleh mengikat beberapa
sub-proses,
misalnya
perhatian,
penafsiran,
pencarian,
pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan penilaian. 6.
Organisasi
pembelajar
mencakup
baik
unsur
kognitif,
misalnya
pengetahuan dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota organisasi maupun kegiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya rutinitas dan perbaikan tindakan. Ada proses yang sah dan tanpa henti untuk memunculkan ke permukaan dan menguji praktek-praktek organisasi serta penjelasan yang menyertainya. Dengan demikian organisasi pembelajar ditandai dengan pengertian kognitif dan perilaku. Tokoh lain yang memberikan defenisi mengenai organisasi pembelajar adalah John Farago & David Skyrme yang dikutip Ginting (2004). Dalam salah satu tulisannya dikatakan bahwa: “Learning Organizations are those that have in place systems, mechanism and processes, that are used to continually enhance their capabilities to achieve sustainable objectives for themselves and the communities in which they participate.” Dari uraian di atas dapat dicatat butir-butir berikut ini, yaitu bahwa organisasi pembelajaran adalah: 1) Adaptif terhadap lingkungan eksternalnya; 2) Secara terus menerus menunjang kemampuan untuk berubah;
12
3) Mengembangkan baik pembelajaran individual maupun kolektif; 4) Menggunakan hasil pembelajaran untuk mencapai hasil yang lebih baik; Dari uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa organisasi pembelajar adalah organisasi yang secara terus menerus dan terencana memfasilitasi anggotanya agar mampu terus menerus berkembang dan mentransformasi diri baik secara kolektif maupun individual dalam usaha mencapai hasil yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan bersama antara organisasi dan individu di dalamnya. Organisasi
pembelajar
adalah
organisasi
yang
memfasilitasi
pembelajaran para anggotanya. Organisasi tersebut dibagun oleh lima faktor strategi, yaitu : 1. Kejelasan visi dan misi perusahaan. Organisasi sebagai satu kesatuan dan setiap unit kerja di dalamnya perlu memiliki visi yang jelas dan tegas, karyawan perlu memahami visi tersebut dan bagaimana pekerjaan yang dilakukannya mempengaruhi ketercapaian visi dari perusahaan. Senge (1995) yang dikutip Goh dan Ryan (2002) menekankan pentingnya visi bersama atau shared vision dalam suatu organisasi pembelajar, yaitu suatu kondisi yang oleh seluruh aau kebanyakan anggota organisasi diharapkan akan terwujud di masa mendatang dapat menciptakan keinginan untuk belajar. 2. Komitmen pimpinan dan pemberdayaan karyawan. Dalam organisasi pembelajaran, para pemimpin harus mempunyai komitmen untuk mencapai visi bersama dan visi pembelajaran Goh dan Richard yang dikutip Budi (2006). Lebih lanjut, pemimpin perlu menciptakan iklim egaliter dan membangun rasa saling percaya dimana orang lebih mudah untuk didekati dan kesalahan merupakan bagian dari pembelajaran. Karyawan dalam organisasi pembelajar mempunyai kemauan dan keterampilan untuk belajar. 3. Bereksperimen dan imbal jasa. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan memberikan peluang bagi eksperimen. Agris dan Schon yang dikutip Budi (2006) menyampaikan bahwa proses pembelajaran yang
13
paling dikenal efektif adalah melalui proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Senge yang dikutip Goh (1997) menambahkan bahwa organisasi pembelajaran mendukung anggotanya untuk terus bereksperimen dengan metode baru dan proses-proses inovatif. 4. Alih pengetahuan. Dalam organisasi pembelajar dilakukan oleh individu. Oleh sebab itu, manfaat pembelajaran yang dilakukan oleh satu orang atau satu kelompok orang tidak akan terjadi alih pengetahuan Goh (1997). Namun perlu juga diperhatikan agar kegiatan pengembangan sumber daya manusia terus dilakukan agar anggota organisasi dapat mengakusisi pengetahuan-pengetahuan terkini yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi perusahaan Goh yang dikutip Budi (2006). 5. Kerjasama dan pemecahan masalah secara kelompok. Pada lingkungan yang kompleks seperti lingkungan bisnis, individu perlu saling kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi. Struktur, sistem, dan kebijakan perlu dirancang agar memudahkan anggota organisasi dari unit-unit kerja berbeda saling kerjasama Goh dan Richard (1997). Dengan bekerja dalam kelompok pengetahuan dapat dibagi, orang saling memahami, dan rasa saling percaya akan makin tinggi (Argyris dan Schon yang dikutip Budi, 2006). Kelima faktor strategis dalam organisasi pembelajar tidak berdiri sendiri, namun saling terkait seperti ditunjukan pada Gambar 1. Kejelasan visi dan dukungan terhadap visi Kepemimpinan Bersama dan Partisipasi
Alih pengetahuan
Kerjasama dan koperasi
Desain Organisasi yang mendukung pembelajaaran
Kompetisi SDM dan Akusisi Pengetahuan
Budaya Organisasi yang mendukung eksperimen
Gambar 1. Faktor-faktor Strategis dalam Organisasi Pembelajar (Budi, 2006)
14
2.2. Organisasi Pembelajar pada Organisasi Sektor Publik Pada awalnya organisasi pembelajaran dikembangkan pada sektor privat. Keberhasilan penerapan pada sektor privat ini kemudian dicoba diterapkan pada sektor publik. Penerapan dimungkinkan sebab pada segi-segi tertentu sektor privat dan sektor publik memiliki kemiripan. Kemiripannya adalah dalam fungsi-fungsi manajemen baik privat maupun publik, yaitu planning, organizing,staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting (Allison dikutip Purwanto, 2007). Perbedaan utama terletak pada lingkungan khususnya. Sektor publik hidup dalam lingkungan politik sedangkan sektor privat hidup dalam lingkungan ekonomi pasar. Perbedaan lainnya adalah pada tujuan, sumber otoritas, hubungan dengan pers, akuntabilitas, dan sumber keuangan (Gaebler dan Plastrick dikutip Purwanto, 2007). Perubahan organisasi pada sektor privat dapat dilakukan hanya dengan mengubah organisasinya saja namun dalam sektor publik organisasi harus dipandang hanya sebagai salah satu sub sistem yang lebih besar. Dalam konsep reinventing government, ‘reinvention’ artinya transformasi yang mendasar dari sistem dan organisasi publik untuk menciptakan kenaikan yang dramatis dalam pencapaian efektivitas, efesiensi, kemampuan adaptasi dan kapasitas inovasi. Transformasi ini disertai dengan perubahan tujuan, insentif, akuntabilitas, struktur kekuasaan, dan budaya (Gaebler dan Plastricks dikutip Purwanto, 2007). Budaya organisasi perlu diubah karena budaya birokrasi cenderung menghambat munculnya tanggungjawab, inovasi, kompetisi, dan adaptasi (Gaebler dan Plastricks dikutip Purwanto, 2007). Umumnya organisasi publik menggunakan birokrasi sebagai alat untuk melaksanakan pekerjaan (Vinten dikutip Purwanto, 2007). Untuk menyesuaikan kemampuan birokrasi terhadap perkembangan lingkungan Kettl dikutip dari Purwanto, 2007), menyarankan agar birokrasi berubah menjadi birokrasi pembelajar (learning bureaucracy). learning bureaucracy dapat dicapai jikabirokrasi memiliki anggapan bahwa: 1. Learning adalah penting; 2. Kunci utama bagi kinerja birokrasi adalah informasi;
15
3. Informasi mengalir secara bottom up dan from the outside in; dan 4. Pengetahuan adalah kekuasaan . Perubahan yang mendasar perlu dilakukan dengan mengintegrasikan peranan-peranan, sistem, dan ganjaran (reward) (Beckhard & Pritchard dikutip Purwanto, 2007). Birokrasi harus membuka dirinya untuk menangkap tanda-tanda yang berasal dari luar birokrasi. Barzelay dan Armajani (dikutip dari Purwanto, 2007) menyarankan reformasi birokrasi dapat dilakukan dengan perbaikan institusi, dan rutinitas kinerja birokrasi. Namun yang paling mendasar adalah perlunya perubahan dalam cara berfikir. Tantangan terbesar yang dihadapi oleh birokrasi adalah untuk mengubah paradigmanya menjadi custumer driven dan berorientasi pada pelayanan. Barzelay dan Armajani (dikutip dari Purwanto, 2007) juga menyatakan bahwa kegiatan pengendalian yang selalu berkonotasi pada peraturan sentralisasi, dan cenderung menekan perlu digantikan dengan desentralisasi, delegasi, struktur yang ramping, dan kepatuhan secara sukarela. 2.3. Karakteristik Organisasi pembelajar Organisasi yang telah menerapkan konsep organisasi pembelajar memiliki ciri-ciri seperti yang dikatakan Moris yang dikutip Marquardt dan Reynold (1996) adalah: 1.
Setiap individu yang belajar, perkembagannya terkait dengan organisasi pembelajaran dan pengembangan organisasi.
2.
Menitikberatkan kepada usaha kreativitas dan adaptasi.
3.
Berbagai kerjasama merupakan unsur proses dan pengembangan belajar.
4.
Jaringan kerja yang bersifat individu dan penerapan teknologi merupakan
bagian
terpenting
untuk
menciptakan
organisasi
pembelajaran. 5.
Bagian mendasar adalah berfikir sistem.
6.
Organisasi pembelajaran yang berkelanjutan menyebabkan keadaan yang lebih baik (transformasi) terhadap pertumbuhan organisasi. Berdasarkan uraian di atas mengarah pada kesimpulan, dimana
organisasi pembelajar merupakan suatu kondisi atau iklim yang dapat
16
mendorong dan mempercepat personal, kelompok dan organisasi untuk belajar. Organisasi pembelajar mengarahkan untuk penerapan proses berpikir kritis dalam memahami sesuatu yang seharusnya dilaksanakan dan untuk apa kita melaksanakannya. Setiap individu atau pegawai adalah SDM dalam organisasi yang berperan penting dalam membantu organisasinya untuk belajar dari kesalahan, kegagalan, dan keberhasilan. Dengan demikian disadari dan diakui berbagai perubahan lingkungan dan berusaha beradaptasi dengan cara yang lebih efektif. Suatu organisasi tidak otomatis menjadi organisasi pembelajar walaupun telah melakukan semua hal tersebut. Perlu dipastikan bahwa tindakan-tindakan tersebut harus ditanamkan, sehingga menjadi cara kerja sehari-hari yang rutin dan normal. Strategi pembelajaran bukan sekedar strategi pengembangan
sumber daya manusia. Dalam organisasi
pembelajar, pembelajaran menjadi inti dari semua bagian operasi, cara berprilaku dan sistem. Mampu melakukan transformasi dan berubah secara radikal adalah sama dengan perbaikan yang berkelanjutan. Schein (dikutip dari Utami, 2009) mengemukakan karakteristik organisasi pembelajar dapat dilihat sebagai berikut: 1.
Dalam hubungan dengan lingkungan maka organisasi bersifat lebih dominan dalam menjalin hubungan.
2.
Manusia hendaknya berlaku proaktif.
3.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang baik.
4.
Manusia pada dasarnya dapat diubah.
5.
Dalam hubungan antar manusia, individualisme, dan kolektivisme sama-sama penting.
6.
Dalam hubungan atasan bawahan kesejawatan atau partisipasif dan otoritatif atau paternalitik sama-sama pentingnya.
7.
Orientasi waktu lebih berorientasi pada masa depan yang pendek.
8.
Untuk perhitunagan waktu lebih digunakan satuan waktu yang medium.
9.
Jaringan komunikasi dan informasi berkesinambungan secara lengkap.
17
10.
Orientasi hubungan dan orientasi tugas sama-sama penting.
11.
Perlunya berfikir sistematis. Marquardt
(1994)
menyatakan
Learning
Company
yang
mengidentifikasikan suatu perusahaan untuk menciptakan kondisi dalam membantu terciptanya komitmen, integritas dan tanggung jawab pada sumberdaya manusia terhadap keberhasilan kinerja organisaisi. Hal tersebut tercermin dala tiga sikap. Pertama, setiap pegawai harus memiliki visi organisasi, yaitu persepsi dan sudut pandang yang sama mengenai kegiatan, tujuan dan arah organisasi dimasa mendatang. Kedua, setiap pegawai mempunyai akses yang berkesinambungan terhadap informasi yang dibutuhkan guna mendukung keberhasilan organisasi. Ketiga, setiap anggota organisasi mempunyai kesempatan untuk belajar dari anggota yang lain dan membuat kesimpulan dan konsensus bersama tentang apa yang seharusnya dilakukan organisasi. Untuk lebih mendalam lagi mengenai penelitian yang dilakukan Marquardt dan Reynolds (1994), organisasi pembelajar mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Melihat ketidakpastian sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan. 2. Membuat pengetahuan baru dengan memakai informasi yang objektif, cara pandang yang obyektif, simbol-simbol dan berbagai asumsi. 3. Respetif terhadap perubahan internal organisasi. 4. Memberiakan rangsangan dan meningkatkan tanggungjawab mulai dari tingkatan pegawai yang terendah. 5. Mendorong manajer atau pemimpin untuk menjadi pembimbing dan memberikan fasilitas proses belajar. 6. Mempunyai budaya umpan balik dan keterbukaan. 7. Mempunyai pandangan yang terpadu dan sistematis terhadap sistem organisasi, proses dan keterkaitan antar unsur organisasi. 8. Memiliki visi, tujuan dan nilai-nilai yang sama antar anggota organisasi. 9. Pengambilan keputusan terdesentralisasi dan setiap pegawai diberikan kewenangan untuk mengambil suatu keputusan.
18
10. Mempunyai kepemimpinan yang berani menghadapi resiko dan selalu mencoba hal-hal yang baru berdasarkan perhitungan yang matang. 11. Orientasi pada pelanggan. 12. Mempunyai sistem dalam berbagai pengetahuan dan melakukannya dala organisasi. 13. Kepedulian terhadap lingkunagan masyarakat sekitarnya. 14. Adanya keterkaitan pengembangan diri setiap pegawai dengan pengembangan organisasi. 15. Mempunyai jejaring kerja (network) yang berfungsi di dalam organisasi dengan penggunaan teknologi. 16. Mempunyai jarinagan dengan lingkungan internasional. 17. Memberiakan kesempatan pada setiap pegawai yang memiliki inisiatif dan prestasi kerja. 18. Menghindari birokrasi. 19. Memberikan penghargaan kepada setiap pegawai yang memiliki inisiatif dan prestasi. 20. Menumbuhkan rasa saling percaya di antara anggota organisasi. 21. Melakukan pembaharuan yang berkelanjutan. 22. Mendorong, mengembangkan dan menghargai setiap bentuk kerjasama kelompok. 23. Mengusahakan dan memanfaatkan kelompok kerja lintas fungsional. 24. Mengusahakan dan memanfaatkan kelompok kerja lintas fungsional. 25. Melihat organisasi sebagai organisme yang hidup dan terus berkembang. 26. Memandang sesuatu yang tidak diharapkan sebagai suatu kesempatan utuk belajar. Usaha dalam mewujudkan organisasi pembelajar harus dimulai dengan memahami kemampuan dari organisasi dalam upaya membuat kondisi yang mengarah pada terbentuknya organisasi pembelajar, dengan memanfaatkan keahlian dan pengetahuan yang dimiliki serta dikelola oleh semua unsur organisasi, sehingga menjadi kekuatan organisasi. Peranan pemimpin sangat diperlukan untuk menentukan kondisi terwujudnya
19
pembelajaran setiap pegawai, kelompok kerja dan organisasi secara keseluruhan. 2.4.
Konsep organisasi pembelajar Watkins pembelajar
and
dibangun
Marsick melalui:
(1993)
mengungkapkan
pemimpin-pemimpin
organisasi yang
telah
memperhitungkan resiko dan eksperimen yang dilakukan, desentralisasi pengambilan keputusan dan pemberdayaan karyawan, tersedianya keterampilan untuk membagi ilmu pengetahuan dan menggunakannya, imbalan dan struktur organisasi untuk berbagai inisiatif karyawan, pertimbangan terhadap konsekuensi jangka panjang dan dampaknya pada pekerjaan yang lain, frekuensi penggunaan tim kerja lintas fungsional, kesempatan untuk belajar dari pengalaman, dan budaya umpan balik dan penyingkapan. Para periset organisasi telah memfokuskan perhatian pada konsep organisasi
pembelajar
dengan
mengidentifikasikan
karakteristik
perusahaan yang memilki kapasitas untuk belajar, beradaptasi dan berubah. Beberapa pendekatan untuk mendefinisikan konsep tersebut telah bermunculan, diantaranya adalah sebagai berikut: Senge (1990) dalam bukunya The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization, membangun lima disiplin kunci dari organisasi pembelajar. Menurut Sange lima disiplin tersebut yakni system thinking, mental models, personal mastery, team learning dan building shared vision merupakan “komponen teknologis” atau dimensi yang sangat penting yang diperlukan dalam membangun organisasi pembelajar. Kelima disiplin tersebut diuraikan sebagai berrikut: 1.
System Thinking Kita harus melihat segala sesuatu yang ada di perusahaan sebagai sebuah kesatuan, bukan sesuatu yang bersifat individual. Dengan disiplin berpikir sistemik, kita mampu melihat gambaran yang lebih besar dari organisasi sebagai keseluruhan yang dinamis (helicopter view), sehingga mampu memahami bagaimana organisasi bergerak dan bagaimana individu-individu dalam organisasi berinteraksi. Dengan
20
disiplin berpikir sistemik, kita mampu melakukan analisis dan sekaligus mampu menyusun kerangka kerja konseptual yang lengkap, karena memiliki cara pandang dan cara berpikir tentang satu kesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip organisasi pembelajar. Dengan berpikir sistematik dapat dihasilkan hal berikut : 1) Melihat gambaran yang lebih besar dari organisasi sebagai keseluruhan
yang
dinamis,
sehinnga
mampu
memahami
bagaimana organisasi bergerak dan bagaimana individu-individu dalam organisasi berinteraksi. 2) Melakukan analisis dan sekaligus mampu menyusun kerangka kerja konseptual yang lengkap, karena memiliki cara pandang dan cara berpikir tentang satu kesatuan dari keseluruhan
prinsip-
prinsip organisasi pembelajar. 3) Melihat bagaimana kita sebaiknya mengubah sistem-sistem yang ada agar proses belajar dan tindakan organisasi dapat dilakukan dengan lebih efektif. 2.
Shared Vision Sebagai pemimpin, pasti memiliki visi tersendiri yang belum tentu dimiliki oleh para anak buahnya, oleh sebab itu, perusahaan memfasilitasi dan mengatur agar terjadi sinergi antara visi yang dimiliki oleh sang pemimpin dengan para anak buahnya. Visi menggambarkan kemampuan organisasi dalam mengikat para anggotannya untuk secara bersama-sama mencapai sasaran yang disepakati. Dengan disiplin berbagi visi, organisasi dapat membangun suatu rasa komitmen bersama, dengan menetapkan gambarangambaran tentang masa depan yang diciptakan bersama, dan sekaligus menetapkan prinsip-prinsip serta rencana-rencana jangka panjang sebagai arahan bertindak para anggotanya.
3.
Personal Mastery Komponen ini meliputi keinginan atau komitmen yang muncul dari seseorang untuk melakukan pembelajaran. Biasanya, seseorang tumbuh dan belajar di bidang yang ia minati dan menjadi bidang inti
21
(core) dalam proses pembelajarannya. Disiplin yang secara terus menerus memperjelas dan memperdalam visi pribadi seseorang yang akan memusatkan energinya dalam membangun kesabaran dan melihat realita pribadi. Organisasi pembelajaran memerlukan individu yang belajar. Personal mastery membutuhkan visi pribadi yang berkembang, yang dipengaruhi oleh profesionalisme, karir dan pekerjaannya. Perlu dikelola gap antara visi dan realitasnya (creative tension), serta pengenalan terhadap tegangan struktural dan batasan ketidakkuatan seseorang, komitmennya terhadap kebenaran, dan kemampuan bawah sadar seseorang. 4.
Mental Methods Secara mental, jika ada nilai-nilai yang tidak sesuai dengan proses pembelajaran dalam sebuah organisasi, maka harus ada nilai-nilai baru yang sesuai untuk dimasukkan ke dalamnya. Disiplin model mental menggambarkan
kemampuan
para
anggota
organisasi
untuk
melakukan perenungan, mengklarifikasi dan memperbaiki gambarangambaran internal (pemahaman) tentang dunia, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang sarat dengan moral dan etika. Disiplin model mental berpengaruh saat seseorang membuat peta atau kerangka
berpikir,
sehiongga
berpengaruh
pada
kemampuan
seseorang atau organisasi saat memahami permasalahan yang dihadapinya. Disiplin model mental dapat menjelaskan bagaimana seseorang berpikir, sehingga dapat menjelaskan pula mengapa dan bagaimana seseorang atau organisasi menetapkan suatu keputusan atau melakukan tindakan. 5.
Team Learning Suatu proses yang dilakukan oleh individu-individu anggota team untuk memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang diharapkan dapat mengakibatkan suatu perubahan perilaku dan tindakan-tindakan. Setiap individu memiliki pengetahuan dan pengalaman tersendiri, dan hal ini haruslah dibagikan kepada orang lain agar menjadi sebuah tim yang dapat menghasilkan pengetahuan bersama di sebuah organisasi.
22
Disiplin tim pembelajar adalah suatu keahlian para anggota organisasi untuk melakukan proses berpikir kolektif dan sinergis, serta mampu melakukan proses dialog dan berbagi pengetahuan secara efektif, sehingga organisasi mampu mengembangkan kecerdasan dan mampu membangun kapasitas real yang jauh lebih besar daripada sekedar jumlah dari kemampuan individual para anggotanya. Kemampuan dialog dan berbagi kepengetahuan merupakan disiplin fundamental dari organisasi pembelajar. Marquardt (1996) kemudian menambahkan satu dimensi lagi yang penting dalam membangun organisasi pembelajar yakni dialog. Menurut Marquardt (1996) untuk mewujudkan proses organisasi pembelajar ada enam dimensi yang diperlukan yakni sistem berpikir, model mental, keahlian personal, kerjasama tim, membagi visi bersama, dan dialog. Dari berbagai dimensi pengukuran organisasi pembelajar i yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, maka studi ini menggunakan 6 (enam) dimensi organisasi pembelajar yang dibangun oleh Marquardt (1996), yakni: 1. Sistem berpikir, yakni kerangka konseptual seseorang yang digunakan untuk membuat pola yang lebih jelas, dan untuk membantunya melihat bagaimana mengubah mereka secara efektif. 2. Model mental, yakni asumsi-asumsi yang melekat secara mendalam tentang bagaimana pengaruh pemahaman kita terhadap dunia dan bagaimana seseorang mengambil tindakan. Misalnya, bagaimana dampak model mental atau image belajar atau bekerja atau patriotisme terhadap perilaku seseorang dan bagaimana seseorang bertindak pada situasi dimana konsep-konsep tersebut terjadi. 3. Keahlian personal, mengindikasikan kecakapan atau keahlian tingkat tinggi. Hal ini menuntut komitmen jangka panjang untuk terus belajar sehingga dapat membangun keahlian serta mencurahkan kecakapan tersebut dalam organisasi.
23
4. Kerjasama tim, yakni keahlian yang difokuskan pada proses menyatukan dan membangun kapasitas tim untuk menciptakan pembelajaran dan menghasilkan anggota-anggota yang benar-benar diharapkan. Team learning merupakan masalah praktek dan proses. Senge menyebut proses ini sebagai team learning dan menjelaskan bahwa hal ini merupakan disiplin yang ditandai dengan tiga dimensi penting, yakni: a. kemampuan untuk memiliki wawasan berpikir mengenai masalahmasalah penting b. kemampuan untuk bertindak dengan cara-cara yang inovatif dan koordinatif c. kemampuan untuk memainkan peranan yang berbeda pada tim yang berbeda 5. Keahlian membagi visi bersama, yaitu keahlian agar setiap anggota organisasi memusatkan segala usahanya pada satu visi yang membangun berkembangnya komitmen sejati. 6. Dialog, yakni kemampuan untuk mendengar, berbagi dan komunikasi tingkat tinggi diantara anggota organisasi. Keterampilan ini menuntut kebebasan dan kreativitas mengeksplorasi isu-isu, kemampuan untuk saling mendengar secara mendalam, dan menangguhkan pandangannya sendiri. Model lain telah dikembangkan Marquardt. Model marquardt ini sering digunakan sebagai dasar dari penelitian-penelitian organisasi pembelajar, dengan pengembangan-pengembangan lebih lanjut. Menurut Marquardt (1996) organisasi pembelajar dibentuk dengan menyatukan lima sub sistem yang berbeda, yaitu: 1.
Dinamika pembelajaran.
2.
Transformasi Organisasi.
3.
Pemberdayaan orang-orang/manusia.
4.
Pengelolaan pengetahuan.
5.
Penerapan teknologi.
24
organisasi
manusia pembelajaran
pengetahuan
teknologi
Gambar 2. Keterkaitan Lima Sub Sistem Organisasi Pembelajar (Marquardt, 1996) Gambar 2 menunjukan adanya keterkaitan adanya keterkaitan yang tidak terpisahkan antara sub-sub sistem organisasi pembelajar yang terpusat pada dimensi dinamika pembelajaran. Pembelajaran akan berbeda pada
tingkatan
pemberdayaan
individu, manusia,
kelompok
pengelolaan
dan
tingkatan
pengetahuan
organisasi,
dan
penerapan
teknologi diperlukan untuk meningkatkan dan menambah kualitas serta dampak dari organisasi pembelajaran. Keempat sub sistem/dimensi tersebut sangat diperlukan keterkaitannya satu sama lain untuk membangun,
menjalankan
dan
mendukung
terciptanya
organisasi
pembelajaran. Kelima sub sistem tersebut diuraikan sebagai berikut: 2.4.1. Sub Sistem Dinamika Pembelajaran Menurut Marquardt, 1996 untuk membangun organisasi pembelajar pada sebuah organisasi diperlukan beberapa hal pokok yaitu: 1.
Tingkatan pembelajaran Terdapat tiga tingkatan pembelajaran yang meliputi beberapa tingkat baik tingkat individu, kelompok dan tingkat organisasi. Ketiga tingkatan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Pembelajaran individu, yaitu pembelajaran yang meliputi perubahan
keahlian,
cara
pandang,
pengetahuan,
pengalaman, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu melalui pembelajaran mandiri, cara pandang instruksi teknologi dan observasi. Menurut Senge (1990)
25
organisasi dapat belajar melalui individu yang memiliki kemauan untuk belajar, tetapi jika individunya tidak ingin belajar belum tentu tercipta organisasi pembelajar. Namun jika individunya ingin belajar maka akan terwujud organisasi pembelajaran. Peran pembelajaran individu sangat besar dalam organisasi pembelajaran, dikarenakan hanya melalui individu yang dapat melakukan perubahan organisasi sebagai penentu perubahan inti dimensi secara berkesinambungan dan mempersiapkan organisasi di masa mendatang. b. Pembelajaran kelompok, adalah pembelajaran yang menitik beratkan pada peningkatan pengetahuan, keahlian dan kompetensi melalui kelompok-kelompok yang terdapat pada
organisasi.
Pembelajaran
kelompok
dapat
menghasilkan penemuan baru dalam pemecahan masalah secara bersama (collective problem solving) melalui komunikasi kolektif dan pemikiran yang dibangun bersama, sehingga kreativitas yang konstruktif pada pekerja terwujud sebagai bentuk kemandirian orgainsasi c. Pembelajaran
organisasi
menekankan
bagaimana
meningkatkan kemampuan organisasi, meningkatkan cara pendang dan produktivitas, serta komitmen bersama. 2.
Jenis pembelajaran terdiri dari adaptive, anticipation, deuteron dan action learning. a. Pembelajaran adaptif merupakan suatu sistem pembelajaran dari pengalaman dan refleksi. Sistem pembelajaran ini lebih menganggap bahwa suatu kesalahan merupakan hal yang dapat dipelajari,
yang selanjutnya digunakan dalam
pemecahan masalah-masalah yang serupa. Pembelajaran juga dapat dilakukan dari kesalahan-kesalahan pihak lain yang selanjutnya dicermati dan dipelajari.
26
b. Pembelajaran antisipatif, merupakan proses perolehan pengetahuan dengan analisa cara pandang kedepan. c. Pembelajaran dutro melalui derajat refleksi pada intensitas kegiatan
atau
kejadian
dalam
organisasi.
Biasanya
pembelajaran tipe ini menempatkan semua kejadiankejadian dalam organisasi sebagai bahan untuk memperoleh perubahan sehingga pekerjaan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien. d. Pembelajaran
tindakan
adalah
pembelajaran
melalui
tindakan dengan pemecahan permasalahan yang ada dengan metode yang lebih baik dan memungkinkan terjadinya penyebaran
pembelajaran
dalam
organisasi
dengan
menanggapi perubahan yang lebih cepat dan efektif. Marquardt mengambil model organisasi pembelajaran dari Senge (1990) dimana disiplin kelimanya ditambah satu lagi yaitu dialog. Levels:
Types
Individual,group,organizatio
Adaptive, anticipatory, deutro, section learning Skill:
System thinking, mental models, personal mastery,Team learning, shared vision, dialogue
Gambar 3. Sub sistem Dinamika Pembelajar (Marquardt, 1996) 2.4.2. Sub Sistem Organisasi (transformasi organisasi) Sub sistem organisasi pembelajar yang kedua adalah organisasi itu sendiri. Organisasi dalam kaitanya dapat diartikan yaitu sebagai tempat proses pembelajaran berlangsung. Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Organisasi juga dapat diartikan suatu kumpulan individu yang secara sadar bersama-sama bekerja untuk mencapai
27
suatu tujuan bersama. Pengorganisasian terkait dengan mengelola sumber
daya
dikaitkan
dengan
aktivitas
yang
ada.
Pengorganisasian adalah suatu kegiatan untuk mengsinkronkan berbagai kegiatan yang ada kemudian mengalokasian penggunaaan sumber daya secara tepat. Organisasi dalam upayanya untuk tumbuh dan berkembang menjadi organisasi pembelajaran harus mengatur dirinya sendiri melalui empat aspek keberhasilan organisasi pembelajaran. Dalam sistem transformasi organisasi dapat diwujudkan dalam empat aspek keberhasilan organisasi pembelajaran, yaitu: a. Budaya Komponen budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi, kebiasaan, pelaksanaan kerja yang dijalankan, kepercayaan, adat-istiadat atau kebiasaan dari organisasi. Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami. Didalam organisasi pembelajaran, budaya memegang peranan penting untuk keberhasilan organisasi. Kepercayaan dan kebiasaan belajar berhasil menciptakan inovasi, mengimplementasikan hal baru dan
berani
mengambil
resiko
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. Budaya komitmen pemimpin terhadap pengembangan dan pelatihan pegawai secara kreativitas akan terbentuk, srhingga secara keseluruhan akan mendukung terbentuknya organisasi pembelajaran. b. Visi Visi memiliki kekuatan sebagai penggerak perubahan. Visi akan mempengaruhi tindakan manajerial dan operasional orang-orang dalam organisasi. Visi berfungsi sebagai
penggerak sentral
28
perubahan, sumber aspirasi dan sumber motivasi bagi semua orang dalam organisasi. Setiap organisasi memiliki tujuan yang mengekspresikan alasan dari keberadaan organisasi tersebut. Visi terletak pada tingkatan berbeda dari identitas organisasi. c. Strategi Strategi merupakan rencana tindakan, metodologi, teknik, langkah-langkah atau kisi-kisi yang dilakukan organisasi untuk mencapai suatu tujuan. d. Struktur Struktur merupakan suatu kondisi penggambaran keadaan pembagian tanggung jawab dan wewenang suatu pekerjaan yang terdapat dalam organisasi (departemen), dimana pada organisasi pembelajaran hirarki dikurangi dengan memiliki sedikit batasan dan diharapkan mampu mempengaruhi kelancaran proses pembelajaran dalam setiap lini yang ada dalam organisasi. 2.4.3. Sub Sistem Pemberdayaan Manusia Sebagai makhluk sosial setiap individu dapat melakukan interaksi dengan beberapa individu lainnya dalam suatu konteks tertentu sehingga terbentuk suatu kumpulan individu (komunitas). Sumber daya manusia merupakan hal yang paling utama dalam organisasi, karena melalui perilaku dan kemampuan individu yang akan mencerminkan perilaku organisasi. Sub sistem pemberdayaan manusia terdapat enam komponen, yakni; manajer, pegawai, konsumen, supplier, masyarakat dan rekanan/mitra Marquardt (1996). Pada manajemen infrastruktur organisasi menekankan kemampuan dalam hal membangun infrastruktur sumber daya manusia yang profesional dan efektif sehingga seluruh proses yang berkaitan seperti penempatan, pelatihan, penilaian, promosi dan sebagainya dalam pengelolaan alur kepegawaian dalam organisasi berjalan sebagaimana mestinya. Dengan sumber daya manusia
29
yang
profesional
diharapkan
mampu
meletakan
keahlian
administratif yang efesien dengan dua cara yaitu pertama mereka meyakini efesiensi dalam proses sumber daya manusia, kedua memberikan penghargaan kepada para manajer yang mampu meningkatkan produktivitas Menurut marquardt (1996), para pegawai diberi wewenang dan diharapkan untuk belajar, dengan merencanakan kompetisi masa depan, mengambil tindakan dan resiko, dan memecahkan masalah.
Para
manajer/pemimpin
menjalankan
tugas-tugas
pelatihan, penasehatan, dan pemodelan dengan suatu tanggung jawab utama membangkitkan dan mempertinggi kesempatan pembelajaran bagi orang-orang disekitar mereka. Para pelanggan berpartisipasi menerima
dalam
pelatihan,
mengidentifikasi dan
dihubungkan
kebutuhan-kebutuhan, dengan
organisasi
pembelajar. Selain individu, pemimpin organisasi memegang peranan penting dalam keberhasilan pemberdayaan manusia. Pemimpin yang memiliki cara pandang luas dan ke masa depan sesuai kepentingan perubahan. Gaya kepemimpinan yang diperlukan dalam organisasi pembelajar adalah transformasional, yaitu kepemimpinan yang memiliki gaya memberdayakan SDM, melayani, sebagai teman belajar, instruktur, koordinator dan selalu memberikan bimbingan dalam pembelajaran. Pada manajemen transformasi dan perubahan diharapkan dengan sumber daya manusia yang profesional dapat memberikan penambahan nilai yang berkaitan dengan kemampuan mengelola transformasi dan perubahan. Aplikasinya dengan menciptakan halhal yang berkaitan dengan pembaharuan organisasi melalui adanya agen perubahan. Melalui agen perubahan diharapkan mampu menidentifikasi dan menemukan masalah yang dihadapi kedalam kelompok strategis, pokok dan insidentil, membangun hubungan
30
kepercayaan,
memecahkan
masalah
dan
menciptakan
dan
menyusun rencana tindakan. 2.4.4. Sub Sistem Penerapan Teknologi Sub sistem penerapan teknologi yang digunakan pada organisasi pembelajar meliputi teknologi informasi, pembelajaran berbasis teknologi, sistem teknologi elektronik pendukung kerja. Teknologi berperan sebagai teknologi pendukung (supporting technology), khususnya terkait dengan proses komunikasi. Pemberdayaan teknologi tersebut dapat mendorong terjadinya koneksi (connections), komunikasi (communications), percakapan (conversations), dan kolaborasi (collaborations). Teknologi
merupakan
alat
yang
digunakan
untuk
mendukung upaya komunikasi struktur dan kolaborasi, pelatihan, koordinasi, dan keahlian pengetahuan lainnya di dalam organisasi. Alat tersebut menggunakan elektronik yang mempercepat proses pembelajaran seperti konferensi dengan komputer, simulasi dan pengambilan data informasi melalui internet. Peralatan komputer tersebut dapat membantu menciptakan ilmu pengetahuan dan penyebarannya yang secara bebas diakses dan dipergunakan diseluruh
jajaran,
unit-unit
organisasi
untuk
kepentinagan
keberhasilan tujuan organisasi. Pada sistem informasi yang dimaksud dalam organisasi pembelajar adalah suatu sistem yang dirancang secara menyeluruh dengan menggabungkan sub-sistem yang penerapannya layak dan efektif untuk memecahkan hal-hal yang terkait dalam persfektif, posisi dan performance secara terpadu dengan “data base berbasiskan Web dan non Web”. Jadi pada sisitem-sistem informasi tersebut sifatnya fungsional yang mencakup fungsi akuntansi, keuangan produksi/operasi, pemasaran, sumber daya manusia Berkembangnya teknologi informasi dapat memudahkan seseorang dalam mengakses data dan informasi dari seluruh
31
penjuru dunia dalam waktu yang sangat cepat dan akurat. Lingkup organisasi di mana semua kegiatan membutuhkan peran teknologi informasi sehingga dapat dijalankan dengan mudah dan cepat. Bahkan dengan adanya perkembangan internet dan telekonferen memungkinkan diskusi dan pembelajaran dilakukan dengan jarak jauh dean dapat bermanfaat terhadap efisiensi waktu dan pengambilan keputusan. Konsep mengenai model juga disampaikan oleh Blacman dan Henderson yang dikutip Priyono (2007), menyatakan terdapat tiga perspektif tipologi dari organisasi pembelajar,
yakni
adaptation developing of action-outcome relationship, assumption sharing dan instutitionalised experience. Konsep mengenai model tersebut menyatakan bahwa keseluruhan berawal dari perbedaan dasar pengetahuan. Proses adaptasi dan orientasi pada penerapan akan memunculkan suatu yang mendasar dari sebuah pembelajaran mendapat tempat. Assumption sharing merupakan sebuah gaya yang memiliki konstruk pembelajaran seperti keharusan adanya pembentukan mental secara individual. Instutitionalised experience adalah kombinasi dari beberapa gugus tugas yang selanjutnya menjadi pengetahuan dikembangkan secara cepat, yang diterapkan pada keterampilan yang sama dan munculah perkembangan. Perkembangan tersebut membentuk alasan-alasan beradaptasi sebaik perkembangan akan pengertian dari konsep yang ada. Ini merajuk pada sebuah organisasi pembelajar yang berhasil diterima sebagai fokus dalam institutionalised experiences dan shared assumption
–
ini
akan
merefleksikan
pada
suatu
yang
berkelanjutan. Keseluruhan menjadi bentuk alur proses, yaitu: a.
Adanya masukan dari proses organisasi berupa struktur organisasi yang radikal atau perubahan kepemimpinan, adanya kemungkinan kesempatan pembelajaran yang terkontrol, adanya
personal
mastery
dan
informasi
pengetahuan/perkembangan dan kebersamaan
mengenai
32
b.
Masukan
organisasi
berorientasi
pada
pembelajar budaya
berupa
yang
individu
menantang,
barusystem
thinking¸kebersamaan dalam mental model yang baru dan visi bersama c.
Output berupa pengetahuan yang mengarah pada kekuatan untuk berkompetisi dan perubahan-perubahan. Alur tersebut dapat digambarkan sebagaimana Gambar 4. Radical new, structure new, leadership Enable continous, monitored learning, opportunities Personal Mastery Information/Knowl edge Generation and Sharing
New People centered Culture Encuraging Challenge
Competitive advantage
Sytem Thinking
Knowledge
Sharing New Mental Models Shared Vision
Organisational Proses Input
Learning Organization Maning Input
Transformational change
OUTPUT
Gambar 4. The Learning Organization Model : Reflexive Input/Output Model (Marquardt, 1996). Gambar 4 menunjukan bahwa pola hubungan yang mirip dengan yang dikemukakan Marquardt yang dikutip Priyono (2007). Dimensi-dimensi yang juga disebut dalam fase ini disebut Organizational Learning Mechanisms (OLMs). OLMs merupakan budaya dan faset-faset struktural dari organisasi yang memfasilitasi perkembangan dari pembelajaran, penerapan dan pembaharuan dari organisasi pembelajar. Tanpa mekanisme ini sebuah organisasi pembelajar tidak akan terbentuk. Organisasi pembelajar mengacu pada faset-faset budaya (visi, nilai-nilai, asumsi-asumsi, dan perilaku) yang mendukung lingkungan belajar, proses yang mendorong orang-orang untuk belajar
dan
perkembangan
melalui
pembelajaran dan fluktuasi belajar.
identifikasi
kebutuhan
33
2.4.5. Sub Sistem Pengetahuan Pengetahuan merupakan data dan informasi yang digabung dengan kemampuan, intuisi, pengalaman, gagasan, motivasi dari sumber yang kompeten. Sumber pengetahuan bisa berupa banyak bentuk, seperti koran, majalah, email dan lain-lain. Menurut marquardt (1996), pengetahuan menjadi lebih penting untuk organisasi dibandingkan dengan sumber daya keuangan, teknologi atau aset perusahaan yang lainnya. Pengetahuan dapat dilihat sebagai sumber daya utama dalam penyelenggaraan organisasi. Tradisi organisasi, teknologi, sistem operasi, dan prosedur sangat membutuhkan keahlian pengetahuan. Organisasi pembelajar yang sukses secara sistematis memadu pengetahuan diseluruh organisasi melalui empat langkah sehingga dapat dengan sukses diterapkan dan digunakan. Sub sistem pengetahuan digambarkan seperti Gambar 5,sebagai berikut: penguasaan
penciptaan pengetahuan
penyimpanan
Transfer dan penggunaan
Gambar 5. Sub sistem pengetahuan (Marquardt, 1996) Dimensi kunci dari sub sistem pengelolaan pengetahuan meliputi: penguasaan, penyimpanan, transfer dan penggunaan. Akuisisi (penguasaan) berkenaan dengan pengumpulan informasi dan data yang ada dari dalam dan luar organisasi. Penciptaan melibatkan pengetahuan baru yang diciptakan dalam organisasi melalui wawasan dan pemecahan masalah. Penyimpanan adalah suatu pengkodean dan pemeliharaan pengetahuan berharga organisasi untuk akses yang mudah oleh anggota staf pada suatu waktu dan dari mana pun. Transfer dan penggunaan termasuk mekanikal, elektronik, dan pergerakan interpersonal dari informasi
34
dan pengetahuan, secara sengaja dan tidak sengaja, diseluruh organisasi serta aplikasinya dan kegunaannya oleh para anggota organisasi. Penyebaran pengetahuan dapat dilakukan melalui beberapa hal, baik yang sengaja dan tidak sengaja untuk dilakukan. Proses ini dilakukan dengan beberapa hal (Marquardt, 1996), yaitu melalui intentional transfer (sengaja dilakukan): (1) komunikasi secara individu; (2) Melakukan pelatihan melalui kursus-kursus; (3) Konferensi internal; (4) Briefing; (5) Publikasi internal; (6) Kegiatan pariwisata; (7) Mutasi kerja internal dan (8) Mentoring. Disamping juga melalui unintentional transfer (tidak sengaja) yaitu dengan melakukan rotasi kerja, sejarah kerja, tugas-tugas dan keterkaitan jaringan informal. 2.5. Faktor-faktor yang berpengaruh dan yang menghambat terbentuknya organisasi pembelajar Kaplan dan Norton dalam Purwanto (2007) menyatakan bahwa organisasi perlu membangun infrastruktur yang mampu menopang pertumbuhan dan learning untuk jangka panjang. Tiga sumber penting untuk mencapai pertumbuhan dan learning yaitu kemampuan pegawai, kemampuan sistem informasi dan motivasi, pemberdayaan dan penjajaran (alignment). Selanjutnya Senge (1990) menjelaskan bahwa agar learning dapat terwujud maka learning perlu diberikan fasilitas. Fasilitas itu berupa ide penuntun, teori, metode dan peralatan, dan inovasi dalam infrastruktur. Espejo yang dikutip Purwanto (1996), menekankan pentingnya struktur organisasi
yang
baik
yang
memungkinkan
terbangunnya
sistem
komunikasi yang efektif. Selanjutnya individu dapat melakukan learning secara mandiri dalam organisasi Espejo yang dikutip Purwanto (2007). Kemampuan learning yang tinggi pada level individu tidak otomatis menghasilkan learning organization yang tinggi pula, tergantung dari faktor organisasional yang melingkupinya. Faktor tersebut adalah struktur organisasi dan leadership Espejo yang dikutip Purwanto (2007).
35
Dari berbagai model learning organization dan beberapa pengertian dari learning organization, dapat disimpulkan bahwa learning hanya akan dapat berjalan dengan baik jika organisasi fungsional dirubah menjadi bentuk tim kerja. Perubahan struktur ini ditujukan untuk menciptakan iklim learning dalam organisasi. Disamping itu manajemen perlu pula memberikan peluang agar learning dapat terjadi, sehingga akan mendorong terjadi perubahan sikap dan perilaku anggota organisasi. learning akan terjadi jika ada consensus. Sebaliknya tim dengan tingkat kohesivitas antara anggotanya terlalu tinggi learning juga sulit terjadi. learning yang efektifmempersyaratkan adanya keberagaman mental model diantara para anggota tim heijden dalam Purwanto, 2007). Menurut Tjakraatmadja dan Lantu (2006), untuk menjamin terjadinya proses belajar dan proses transformasi pengetahuan dari hasil belajar individual menjadi disiplin organisasi pembelajar atau terjadinya proses institusionalisasi pengetahuan individu menjadi human capital organisasi, dibutuhkan tiga pilar organisasi pembelajar, yaitu: (1) pilar belajar individual, (2) pilar jalur transformasi pengetahuan (habitat belajar), dan (3) pilar belajar organisasional. Proses belajar organisasional merupakan proses interaksi diantara para anggota organisasi. Untuk mendorong terjadinya proses belajar yang intensif dan efektif, para anggota organisasi selain membutuhkan habitat belajar yang kondusif juga membutuhkan dukungan dari adanya teknologi yang tepat guna. Khusus tentang peran unsur habitat belajar organisasi yang selama ini relatif kurang diperhatikan dalam konteks organisasi, akan dibahas secara mendalam, sehingga tingkat kepentingan sejajar dan seimbang dengan kedua pilar organisasi pembelajar lainnya. Disamping ada faktor yang berpengaruh terhadap learning organization,
ada
pila
faktor-faktor
yang
menghambat
learning
organization. Menurut Thomas yang dikutip Purwanto (2007), hambatan terhadap munculnya learning organization antara lain adalah tidak tersedianya waktu untuk berdialog, kecenderungan organisasi yang hanya mengumpulkan informasi dan tidak menggunakannya, kecenderungan
36
untuk
memaksimalkan
penggunaan
tenaga
manusia
ketimbang
“mengembangkan dan menumbuhkannya”, dan seringkali tindakan yang diambil hanyalah ketika terjadi krisis, bukan mengembangkan suatu tindakan preventif. Sementara itu Marquardt dan Reynolds (1994) menyatakan bahwa hambatan terhadap learning organization adalah birokrasi, iklim kompetisi,
pengendalian,
komunikasi
yang
buruk,
penggunaan
sumberdaya, hierarki yang ketat, dan ukuran organisasi. Dalam organisasi publik hambatan yang dihadapi dalam penerapan learning organization adalah birokratisasi dan profesionalisasi Willcocks & Harrow yang dikutip Purwanto (2007). 2.6. Hasil Penelitian Terdahulu Utami (2009) dalam skripsinya berjudul identifikasi penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT. Taspen (Persero) cabang Bogor bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero) Cabang Bogor dan mengidentifikasi ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan karyawan PT Taspen (Persero) Cabang Bogor terhadap penerapan model sistem organisasi pembelajar. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero) Cabang Bogor berada pada tingkat sebagian besar telah diterapkan (skala 3). Dengan nilai rata-rata yang didapat sebesar 34,35 berarti secara keseluruhan penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero) Cabang Bogor lebih baik atau diatas rata-rata 500 organisasi berdasarkan hasil penelitian Marquardt yang dikutip dari Rahmatunnisa (2000) yang memiliki nilai rata-rata 22,0 dan dapat dinyatakan sangat baik. Uji Kruskal Wallis menunjukkan nilai p untuk keseluruhan model sistem organisasi pembelajar
adalah
sebesar
0,366
(lebih
besar
dari
0,0050
yang
mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara pimpinan dan karyawan PT Taspen (Persero) Cabang Bogor mengenai penerapan model sistem organisasi pembelajar di perusahaan.
37
Priyono (2007) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Penerapan Organisasi Pembelajaran pada PT Java Cell bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan organisasi pembelajar pada perusahaan tersebut dan bagaimana perbedaan sikap pimpinan dan non pimpinan terhadap penerapan organisasi pembelajar. Hasil penelitian diolah dengan melihat persentase jumlah dan rata-rata jawaban responden. Untuk uji perbedaan persepsi pegawai jabatan dan non jabatan digunakan analisis dengan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan tersebut sebagian besar telah menerapkan organisasi pembelajaran dan tidak ada perbedaan persepsi antara pimpinan dan non pimpinan pada perusahaan tersebut. Purwanto (2007) dalam jurnalnya berjudul
Kajian Learning
Organization pada Organisasi Publik bertujuan untuk mengetahui apa saja yang harus dimiliki organisasi publik agar learning organization dapat diterapkan pada organisasi tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa agar learning dapat berlangsung dalam suatu organisasi maka organisasi harus menyediakan fasilitas berupa struktur organisasi yang mampu memberikan keleluasaan bagi tim untuk melakukan pengembangan. Keleluasaan ini penting sebab tanpa adanya kekuasaan, individu tidak akan mampu melakukan learning. Untuk itu organisasi harus menyediakan berbagai fasilitas
termasuk
program
kegiatan
yang
merangsang
staf
untuk
melaksanakan idenya, agar proses pembelajaran pada segala tingkat dapat berlangsung.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pembelajaran yang terorganisasi timbul melalui serangkaian proses penciptaan dan perolehan gagasan-gagasan, pengetahuan dan pendekatanpendekatan baru. Sebagai sebuah produk, Pembelajaran yang terorganisasi merupakan hasil dari serangkaian pembelajaran bersama yang terjadi dalam rangka menemukan cara-cara yang baru dan yang lebih baik guna mencapai misi organisasi. Perusahaan maju dan berkembang mempunyai tujuan jangka panjang, perusahaan tersebut harus memiliki visi, misi, strategi, serta program kerja yang terencana, terfokus dan berkesinambungan. Pembelajaran yang berkelanjutan (terus-menerus) merupakan suatu proses sepanjang hidup, yang meliputi semua pelatihan, pengembangan, dan pembelajaran. Untuk menjadi organisasi pembelajar yang baik maka sebuah perusahaan/organisasi dapat dilihat perubahannya melalui visi, misi maupun logo perusahaan yang ada dalam organisasi tersebut. Proses belajar yang berkesinambungan merupakan suatu cara suatu organisasi untuk bertahan dalam dunia persaingan dan mengantisipasi perubahan-perubahan baik secara internal maupun eksternal. Sebuah organisasi pembelajar (learning organisation) merupakan upaya dan tanggung jawab bersama yang berakar pada aksi/tindakan. Hal ini dibangun berdasarkan orang-orang, pengetahuan mereka, ketrampilan dan kemampuan untuk berinovasi. Organisasi pembelajar dicirikan (dapat dilihat) berdasarkan adanya pengembangan yang terus menerus melalui ide-ide, pengetahuan dan pendekatan-pendekatan baru, yang dipergunakan untuk secara terus menerus mengantisipasi, berinovasi dan menemukan cara-cara baru yang lebih baik untuk mencapai misinya. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis persepsi karyawan di LLP RRI Bogor terhadap penerapan dimensi organisasi pembelajar yang terdiri dari lima sub sistem yang meliputi: sub sistem pembelajaran, organisasi, manusia, pengetahuan, dan teknologi. Analisis penerapan dimensi
39
organisasi pembelajar tersebut menggunakan Learning Organization Profil, yaitu kuesioner yang berisi pernyataan mengenai lima sub sistem organisasi pembelajar. Pada penelitian ini menggunakan model Marquardt (1996) karena perkembangan organisasi terbentuk oleh lima sub sistem dimensi organisasi pembelajar yang saling berkaitan satu sama lain dan terpusat pada dimensi dinamika pembelajaran. Kelima sub sistem tersebut diperlukan untuk membangun, menjalankan dan mendukung terciptanya organisasi pembelajar. Dimensi model Marquardt (1996) sering digunakan sebagai dasar dari penelitian-penelitian
organisasi
pembelajar
dengan
perkembangan-
perkembangan lebih lanjut. Secara skematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 6 berikut ini: Visi dan Misi LPP RRI Bogor Dimensi Organisasi Pembelajar : Pembelajaran Organisasi Manusia Pengetahuan Teknologi
Persepsi responden
Pengumpulan data : Wawancara Dokumentasi
Penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor
Analisis data : Deskriptif dan Kruskal
Learning organization profile
Strategi implementasi organisasi pembelajar di LPP RRI Bogor
Gambar 6. Kerangka pemikiran konseptual 3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kantor LPP RRI Bogor yang bertempat di Jl. Pangrango No. 34 Bogor 16152 dan berlangsung selama dua bulan yaitu mulai bulan September sampai dengan bulan November 2009.
40
3.2.2. Pengumpulan Data Data-data yang akan dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer merupakan data atau informasi diperoleh dari hasil survei reponden melalui pengisian kuesioner. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi yang relevan untuk menunjang analisa penelitian adalah dengan observasi dan wawancara, baik wawancara bebas maupun terstruktur, dengan pihak-pihak terkait (karyawan dan pihak manajemen). Pendapat responden diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada para karyawan. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak RRI Bogor serta observasi langsung dengan menyebar kuesioner kepada sejumlah tertentu responden. Responden terdiri dari karyawan LPP RRI Bogor dari seluruh level jabatan dan unit kerja. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari pertanyaan isian dan pertanyaan dengan pilihan berganda. Pertanyaan isian digunakan untuk mendapatkan data tentang usia, masa kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan, departemen tempat kerja dan lainnya. Sedangkan pertanyaan dengan pilihan berganda digunakan untuk memperoleh data tentang penerapan organisasi pembelajaran. Skala
pengukuran
pada
kuesioner
penelitian
ini
menggunakan skala interval dengan empat pilihan jawaban. Subyek diminta untuk memilih jawaban pada masing-masing pertanyaan, yaitu belum diterapkan, sebagian kecil diterapkan, sebagian besar sudah diterapkan dan hampir seluruhnya diterapkan. Kategori jawaban netral tidak diberikan, dengan tujuan menghindari kecenderungan subyek untuk memberikan jawaban netral dan memaksa subyek untuk memilih sikap positif atau negatif terhadap
41
pernyataan/pertanyaan yang diberikan. Hal tersebut digunakan untuk menghindari subyek memberi jawaban yang meragukan. Adapun pembobotan dari setiap kemungkinan jawaban dari skala tersebut adalah:
2.
Belum diterapkan
=1
Sebagian kecil telah diterapkan
=2
Sebagian besar telah diterapkan
=3
Hampir seluruhnya diterapkan
=4
Data Sekunder Data sekunder merupakan kumpulan data yang berisikan informasi yang telah ada dan sebelumnya telah dikumpulkan untuk tujuan yang lain. Data ini biasanya berupa data dokumentasi, arsiparsip, studi pustaka, buku-buku, artikel dari media cetak maupun internet, dan lain sebagainya. Pencarian data sekunder ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan teori-teori yang berhubungan dan mendukung permasalahan yang dibahas, sehingga peneliti dapat memahami permasalahan secara lebih mendalam. Dalam metode pengumpulan data, ditetapkan ada dua cara pengumpulan data: 1. Penelusuran kepustakaan (library Research) Pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku, diktat, serta makalah yang sangat erat kaitannya dengan masalah yang akan dibahas dan selanjutnya mengumpulkan arsip-arsip, serta data mengenai kepegawaian LPP RRI Bogor. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Dalam riset lapangan, digunakan metode pengumpulan data dengan melakukan penyebaran kuesioner yang berhubungan dengan organisasi pembelajaran.
3.2.3. Operasionalisasi Konsep Definisi operasional dari oganisasi pembelajar adalah nilai yang diperoleh dari angket/kuesioner tentang hasil penilaian responden terhadap pertanyaan learning organization yang mencangkup lima sub sistem yang
42
dikembangkan Marquardt (1996) yang terdiri dari sub sistem dinamika pembelajaran,
transformasi
organisasi,
pemberdayaan
pegawai,
pengelolaan pengetahuan dan penerapan teknologi. 3.2.4. Definisi Operasional Definisi operasional dari organisasi pembelajar adalah jumlah nilai yang diperoleh dari angket tentang hasil dari penilaian responden terhadap pertanyaan mengenai organisasi pembelajar yang mencangkup lima sub sistem sebagai indikator dan dipecah menjadi 19 sub indikator seperti yang dikembangkan oleh Watkins dan Marsick (1998). Indikator dan sub indikator yang digunakan berikut kuesioner yang diajukan tersebut seperti pada tabel 1. Tabel 1. Kisi-kisi instrumen penelitian No
Dimensi
Indikator
Sub indikator
Skala Pengukuran
Item pertanyaan
• Pembelajaran individu • Pembelajaran kelompok • Pembelajaran organisasi • Visi • Budaya • Strategi • Struktur • pegawai • Manajer • Pelanggan • Supplier • Mitra kerja • Masyarakat • Akuisisi • Penciptaan • Penyimpanan • Transfer & penggunaan • Teknologi informasi • Pembelajaran berbasis teknologi • Sistem pendukung kinerja elektronik
1, 2, 3, 4
• 1, 2, 3, 4, 5, 6 • 7, 8, 9, 10 • 10
1, 2, 3, 4
• • • • • • • • • • • • • •
1
Organisasi pembelajar
Dinamika Pembelajaran
2
Organisasi pembelajar
Transformasi organisasi
3
Organisasi pembelajar
Pemberdayaan orangorang/manusia
4
Organisasi pembelajar
Pengetahuan
5
Organisasi pembelajar
Teknologi
1, 2, 3, 4
1, 2, 3, 4
1, 2, 3, 4
11, 12, 13 14, 15, 16 17, 18 19, 20 21, 22 23, 24, 25 26 27 28 29, 30 31, 32, 33 34, 35, 36 37 38, 39, 40
• 41, 42 • 43, 44, 45, 46 • 47, 48, 49,50
43
3.2.5. Metode pengambilan Sampel Populasi menurut Sarwono (2006) adalah seperangkat unit analisis yang lengkap yang sedang diteliti. Dalam suatu penelitian pada umumnya berkaitan dengan populasi data yang diteliti. Menurut Sugiyono (2009) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: subyek/obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek yang diteliti tersebut. Penarikan sampel penelitian dilakukan dengan metode non probability sampling, dimana setiap anggota populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sedangkan jenis
non
probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling. LPP RRI Bogor memiliki 94 orang karyawan tetap, tetapi yang diambil sebagai responden untuk mengisi kuesioner adalah 87 orang. Tujuh orang yang tidak diambil sebagai responden adalah karyawan tetap yang memiliki pendidikan SD (Sekolah Dasar). Dari 87 orang responden terdiri dari 21 orang pimpinan dan 66 orang karyawan atau pelaksana. Pertimbangan terhadap responden yang diteliti adalah karyawan yang memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Masa kerja minimal satu tahun. Hal ini dimaksudkan agar subyek telah diangkat sebagai pegawai tetap. 2. Pendidikan minimal SMU sederajat, karena dianggap mampu menjawab seluruh kuesioner yang akan diajukan. 3.2.6. Pengolahan dan Analisis Data 1.
Uji Validitas
Menurut Umar ( 2003 ), instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data ( mengukur ) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Perhitungan korelasi antara skor masing – masing
44
pertanyaan dengan total skor tiap – tiap pertanyaan dilakukan dengan menggunakan rumus pearson product moment correlation yaitu :
rxy =
n ∑ XY − ∑ X ∑ Y 2
n ∑ X 2 − (∑ X )
Keterangan ; r hitung
2
n ∑ Y 2 − (∑ Y )
............................... (1)
= nilai koefesian pearson
n
= jumlah responden
X
= skor butir instrumen
Y
= skor total
Dari hasil perhitungan tersebut, kemudian dibandingkan angka korelasi yang diperoleh dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Bila nilai r hitung > r tabel maka pertanyaan tersebut valid. Dalam penelitian ini menggunakan taraf kesalahan 5 %, maka r tabel sebesar 0,361. 2.
Uji Reliabilitas Jika alat ukur dinyatakan sahih, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Reliabilitas alat ukur dalam bentuk skala dapat dicari dengan menggunakan teknik alpha cronbach berikut : 2 k ∑ σ r11 = 1− 2 σ1 k − 1
Keterangan : pertanyaan
.................................... (2)
r11
= Reliabilitas instrumen
K
=
∑σ σ 12
2
Banyaknya
= Jumlah ragam butir = Jumlah ragam total
butir
45
Untuk mencari nilai ragam digunakan rumus berikut : 2
σ
2
Keterangan :
∑
X
=
2
(∑ X ) − n
n
................................... (3)
n
= Jumlah responden
X
= Nilai skor yang dipilih
Uji reliabilitas dilakukan pada responden dimana nilai korelasi yang dihitung dinyatakan sahih apabila nilai r lebih dari 0.361 dan semakin sahih jika semakin mendekati 1,00. 3.3. Rataan Tingkat Penerapan Pembelajar pada Organisasi Dunia Marquardt (1996) telah melakukan suatu penelitian terhadap lebih dari 500 organisasi yang ada di seluruh dunia, Marquardt memberikan skor ratarata yang berbentuk skala dari penerapan kelima sub sistem organisasi pembelajar di seluruh dunia. Marquardt (1996) menyebutkan bahwa nilai rata-rata tersebut adalah sebagai berikut: 1) Dinamika pembelajaran
: 23,2 (dari skala 40)
2) Transformasi organisasi
: 22,4 (dari skala 40)
3) Pemberdayaan manusia
: 21,8 (dari skala 40)
4) Pengelolaan pengetahuan
: 21,6 (dari skala 40)
5) Penggunaan teknologi
: 21,0 (dari skala 40)
Skala 40 merupakan nilai tertinggi yang diberikan oleh Marquardt untuk setiap sub sistem organisasi pembelajar yang dihitung berdasarkan angka tertinggi yang diberikan kepada responden untuk setiap pertanyaan yang terdapat pada Learning Organization Profile/kuesioner. Masing-masing sub sistem organisasi pembelajar terdiri dari 10 pertanyaan dan skala tertinggi untuk masing-masing pertanyaan diberi nilai 4, sedangkan skala terendah adalah 1. Sedangkan range result nilai rata-rata akhir Learning Organization Profile Marquardt yang dikutip Utami (2009) adalah sebagai berikut:
46
Diatas 32
: Sangat baik
24-31
: Baik
16-23
: Cukup
Dibawah 16
: Kurang
3.4. Uji Kruskal-Wallis Siegel (1997) mengatakan bahwa analisis varian rangking satu arah Kruskal-Wallis merupakan tes yang sangat berguna untuk menentukan apakah k sampel independen berasal dari populasi-populasi yang berbeda. Harga-harga sampel hampir selalu berbeda, persoalannya adalah apakah perbedaan-perbedaan populasi yang sesungguhnya, atau perbedaan itu semata-mata karena variasi yang terjadi secara kebetulan sebagaimana yang diharapakan dapat terjadi di antara sampel-sampel random dari populasi yang sama. Teknik Kruskal-Wallis menguji hipotesis-nol bahwa k sampel berasal dari populasi sama atau populasi-populasi identik, dalam hal harga rataratanya. Tes ini membuat anggapan bahwa variabel yang dipelajari mempunyai distribusi kontinyu. Tes ini menuntut pengukuran variabelnya paling lemah dalam skala ordinal. Dalam perhitungan tes Kruskal-Wallis ini, masing-masing N observasi digantikan dengan rangking-nya. Yaitu, semua skor dalam seluruh k sampel yang digunakan, diurutkan (rangking) dalam satu rangkaian. Skor yang terkecil dengan rangking 2, dan yang terbesar dengan rangking N.N = jumlah seluruh observasi independen dalam k sampel itu. Jika hal ini telah dikerjakan, jumlah rangking dalam masing-masing sampel (kolom) dihitung. Tes Kruskal-Wallis menentukan apakah jumlah rangking itu sangat berlainan sehingga sangat kecil kemungkinan bahwa sampel-sampel itu semuanya ditarik dari populasi yang sama. Dapat ditunjukan bahwa jika seluruh k sampel itu memang benarbenar dari populasi yang sama atau populasi-populasi yang identik, yakni jika Ho benar, maka H (statistik yang dipergunakan dalam Tes Kruskal-Wallis ini dan didefinisikan dengan rumus dibawah ini) berdistribusikan chi-kuadrat
47
dengan db = k – 1, dengan syarat bahwa ukuran-ukuran k sampel itu tidak terlalu kecil, yaitu: ............................................. (4)
Di mana: k = banyak sampel nj = banyak kasus dalam sampel ke-j N = Σnj = banyak kasus dalam semua sampel k
Σ = menunjukkan kita harus menjumlahkan seluruh k sampel (kolom-kolom) J=1
mendekti distribusi chi-kuadrat dengan db = k-1 untuk ukuran-ukuran sample (harga nj yang cukup besar) Kalau terdapat lebih dari lima kasus dalam berbagai kelompok, yakni
n > 5, kemungkinan yang berkaitan dengan terjadinya, dibawah Ho, hargaharga sebesar H observasi dapat ditentukan Tabel harga-harga krisis chikuadrat. Jika harga observasi H sama dengan atau lebih besar daripada harga chi-kuadrat yang ditunjukan pada Tabel harga-harga krisis chi-kuadrat untuk tingkat signifikasi yang telah ditetapkan, dan untuk harga observasi db = k – 1, maka Ho dapat ditolak pada signifikan tertentu. Langkah-langkah uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut: hipotesis nol (Ho) yang akan di uji menyatakan bahwa k populasi dari mana sampel diambil diambil mempunyai rata-rata yang sama. Sedangkan hipotesis alternatif (H1) adalah k populasi yang mempunyai rata-rata yang tidak sama (sedikitnya ada satu rata-rata yang tidak sama dengan yang lainnya). Ho : µ 1
= µ 2 = .................... =
µk
H1 : µ 1
= µ 2 = .................... ≠ µ k
Maka dengan uji tersebut semua sampel (k sampel) digabungkan kemudian semua nilai pengamatan diberi peringkat dari nilai pengamatan terkecil sampai terbesar (rik). Jumlah peringkat dari masing-masing sampel kemudian dihitung dan dinotasikan sebagai Rk, dimana: ................................................................................. (5)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sejarah RRI Bogor Lembaga penyiaran publik radio republik indonesia (LPP RRI) sebelumnya merupakan radio milik Pemda Kota Bogor dan dikenal dengan nama Radio Daerah Bogor (RDB), yang sudah mengudara sejak tahun 1966. Radio Daerah Bogor (RDB) merupakan cikal bakal LPP RRI Bogor yang mengudara dari jalan Pangrango nomor 8. Pada saat itu merupakan rumah tinggal keluarga R. Suryanto Kamarwan, keluarga dari seorang wanita pahlawan, Ibu Nani Kamarwan. RDB kemudian pindah ke Jalan Pangrango No. 30. Pada tahun 1968, Pemerintah Daerah Bogor memandang perlu adanya lembaga penyiaran di Kota Bogor, maka Surat Keputusan Walikota Bogor nomor 2360/6/1968 tanggal 13 Mei 1968, menyatakan bahwa Walikota Bogor menyerahkan penguasaan gedung dijalan Pangrango No. 30 Bogor kepada Direktorat Jenderal Radio, Televisi, dan Film Departemen Penerangan RI untuk dipergunakan oleh RRI Bogor. Pada tanggal 25 Juli 1968, Walikota Bogor menyerahkan Radio Daerah Bogor (RDB) kepada Direktorat Radio. Sejak saat inilah Radio Daerah Bogor (RDB) menjadi RRI Bogor yang diresmikan oleh Dirjen Radio Televisi dan Film (RTF) atas nama Menteri Penerangan RI pada tanggal 4 Agustus 1968. Tahun 1980, Dinas Perumahan Kota Bogor melakukan perubahan penggantian alamat gedung yang semula nomor 30 berubah menjadi Jalan Pangrango nomor 34. Seiring dengan adanya perubahan tatanan kenegaraan dan era reformasi, Departemen Penerangan RI dilikuidasi sehingga RRI yang semula menjadi corong Pemerintah berubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik (LPP). Peraturan LPP terdapat pada UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, namun melalui PP No. 37 tahun 2002, RRI berubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) dibawah pembinaan Departemen Komunikasi dan Informasi RI dalam bidang operasional sedangkan bidang anggaran
49
dibawah pembinaan Departemen Keuangan RI. Keberadaan RRI sebagai Perjan diberi waktu selama tiga tahun dan setelah tiga tahun RRI dapat memilih untuk berubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) atau Perusahaan Terbatas (PT). Kedudukan RRI sebagai Perjan ternyata tidak sesuai dengan visi misi RRI yang menjunjung tinggi UUD 1945. Hal ini karena jika RRI menjadi Perum atau PT, maka RRI berorientasi profit dan siaran akan mengikuti trend yang terjadi di masyarakat, hal tersebut tidak sesuai dengan UU Penyiaran No. 32. Dalam UU Penyiaran bahwa stasiun radio diantaranya harus melestarikan kebudayaan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa. Sehingga mendorong RRI untuk menjadi lembaga penyiaran publik yang independen, netral, mandiri, tidak semata-mata mencari keuntungan serta senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat Tiga tahun menjadi Perjan membuat RRI memillih menjadi Lembaga Penyiaran Publik (LPP) yang disahkan melalui PP No.12 tahun 2005. Lembaga ini bertanggung jawab kepada publik atas penyiaran yang disampaikan dan sesuai dengan UU Penyiaran dan UUD 1945. LPP RRI Bogor mempunyai peranan penting sebagai media penyiaran radio, lewat LPP RRI Bogor disiarkan berita-berita internasional, nasional maupun lokal, pesan-pesan pembangunan, seni budaya maupun siaran pendidikan dan keagamaan. Untuk berita lokal selain berbahasa Indonesia juga disiarkan dalam bahasa daerah Sunda. LPP RRI Bogor didukung oleh 94 orang pegawai yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil dan terdapat tenaga honorer sebanyak 27 orang, jauh lebih banyak dibandingkan pada awal berdirinya RRI Bogor yang pada waktu itu baru ada 16 orang, dan sebagian masih berstatus tenaga honorer. Dari 94 orang, mereka memiliki latar belakang profesi di bidang penyiaran radio, dan umumnya sudah mendapat pendidikan dan pelatihan di dalam dan luar negeri. Agar dapat mengikuti dan menyesuaikan diri dengan kemajuan Iptek khususnya di bidang penyiaran radio, setiap karyawan mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan pelatihan profesi.
50
Tabel 2. Rekapitulasi Pegawai Berdasarkan Profesi No 1. 2. 3. 4. 5.
Profesi Tata Usaha Siaran Pemberitaan Sumberdaya Teknologi Layanan Usaha Jumlah
Jumlah Pegawai (orang) 27 23 11 25 8 94
% 29 24 12 27 8 100
Sumber: LPP RRI Bogor (Juli 2009) 4.2. Visi Misi LPP RRI Visi dan misi RRI didasari oleh piagam 11 September 1945 yang disebut juga dengan TRI PRASETYA RRI piagam tersebut menerangkan bahwa: 1. Kita harus menyelamatkan segala alat siaran dari siapapun yang hendak menggunakan alat tersebut untuk mengancurkan negara kita. Dan membela alat itu dengan segala jiwa ragadalam keadaan bagaimanapun dan dengan akibat apapun juga. 2. Kita harus mengemudikan siaran RRI sebagai alat perjuangan dan alat revolusi seluruh bangsa indonesia, dengan jiwa kebangsaan yang murni, hati yang bersih dan jujur serta budi yang penuh kecintaan dan kesetiaan kepada tanah air dan bangsa. 3. Kita harus berdiri diatas segala aliran dan keyakinan partai atau golongan dengan mengutamakan persatuan bangsa dan keselamatan negara, serta berpegang pada jiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Berdasarkan isi piagam tersebut diatas maka lahirlah visi dan misi. Visi LPP RRI adalah menjadi radio publik milik bangsa, acuan informasi terpercaya dan hiburan yang sehat, pemberdaya masyarakat, perekat budaya bangsa, sejahtera dan unggul secara nasional, bertaraf internasional. Misi LPP RRI ada 10 butir, yaitu: 1. Memberikan layanan informasi yang terpercaya bagi masyarakat untuk memperoleh akses informasi melalui proses kerja standar jurnalisme professional yang bersandar pada prinsip akurat dan berimbang serta berorientasi pada keharmonisan dan kedamaian.
51
2. Menjadi wahana kontrol sosial melalui program siaran yang memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat, kritik terhadap
suprastruktur
politik
guna
mendorong
terciptanya
penyelenggaraan negara yang baik. 3. Menjadikan program siaran pendidikan sebagai pemberdaya masyarakat dan mendorong proses demokratisasi yang bertumpu pada hak masyarakat untuk mengemukakan pendapat dengan tetap berpegang pada kaidah hukum dan prinsip masyarakat madani yang berkeadaban. 4. Menjadikan program siaran kebudayaan sebagai perekat sosial dan keberagaman budaya Indonesia guna memajukan kebudayaan nasional dengan tumbuh kembangnya unsur budaya local, ditengah arus budaya global. 5. Menjadikan program siaran hiburan, wahana hiburan yang sehat bagi keluarga Indonesia dan mampu mendorong kreativitas masyarakat. 6. Menyelenggarakan siaran-siaran yang melayani kebutuhan kelompok minoritas dalam masyarakat. 7. Menyelenggarakan program siaran yang mendorong pemahaman persepsi tentang gender sesuai nilai budaya bangsa. 8. Memanfaatkan dan tanggap terhadap perkembangan teknologi media penyiaran
yang
efektif,
efisien
serta
mengoprasikannya
secara
professional guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia serta menjamin kenyamanan dan kemudahan masyarakat mendengarkan siaran RRI. 9. Menyelenggarakan siaran internasional bagi masyarakat Indionesia di luar negeri
dan
memberikan
informasi
tentang
Indonesia
ke
dunia
internasional. 10. Memberikan pelayanan jasa-jasa yang terkait dengan kegiatan penyiaran sesuai kebutuhan masyarakat secara professional guna menambah pendapatan lembaga untuk menunjang pelaksanaan operasional siaran dan meningkatkan kesejahteraan pegawai. 4.3. Fungsi, Tugas dan Kedudukan LPP RRI Berdasarkan SK Dewan Pengawas RRI No. 007/DEWAS RRI/2005, LPP RRI Bogor bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Penetapan status
52
RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) merupakan bagian dari sistem penyiaran nasional guna menjalin terciptanya tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 12 Tahun 2005 dibentuklah Dewan Pengawas yang berfungsi untuk mewujudkan dan melaksanakan fungsi RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP). Dewan Pengawas RRI merupakan bentuk perwakilan dan evaluasi publik guna mengawasi dan menjaga agar RRI dapat selalu menjalankan sifat independen, netral, tidak komersil dan berfungsi melayani kebutuhan masyarakat. RRI berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tempat kedudukan RRI berada di ibukota negara Republik Indonesia dan stasiun penyiaraannya berada dipusat dan daerah. RRI mempunyai tugas memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran radio yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam PP No.12 tahun 2005 Pasal 4, RRI menyelenggarakan fungsi yaitu: a. Perumusan kebijakan umum dan pengawasan di bidang penyelenggaraan penyiaran radio publik; b. Pelaksanaan dan pengendalian. kegiatan penyelenggaran penyiaran radio publik; c. Pembinaan dan pelaksanaan administrasi serta sumber daya RRI. 4.4. Struktur Organisasi LPP RRI Bogor Berdasarkan Peraturan Dewan Direksi Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia No. 002/PER/DIREKSI/2006 tanggal 10 November 2006 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Stasiun Penyiaran Radio Republik Indonesia, pada pasal 4 mengenai klasifikasi stasiun penyiaran LPP RRI terbagi atas tiga stasiun penyiaran,yaitu: 1. Stasiun Penyiaran tipe A; 2. Stasiun Penyiaran tipe B;
53
3. Stasiun Penyiaran tipe C Berdasarkan Peraturan Dewan Direksi Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia No. 002/PER/DIREKSI/2006 tanggal 10 November 2006 pada pasal 1, Stasiun penyiaran adalah penyelenggara kegiatan penyiaran RRI yang berlokasi di ibukota Negara, propinsi, kabupaten/kota. Stasiun penyiaran RRI di ibukota Negara menyelenggara siaran local, regional, nasional, dan menyelenggarakan siaran internasional atau siaran luar negri. Stasiun penyiaran disetiap ibukota propinsi dan/atau di ibukota kabupaten/kota menyelenggarakan siaran lokal (kota/kabupaten) dan regional (propinsi). Stasiun penyiaran dapat menyelenggarakan siaran dengan sistem stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Stasiun penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Kepala yang kedudukannya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direksi. Klasifikasi stasiun penyiaran dibedakan dari wilayah penyiarannya. Setiap tipe pada stasiun penyiaran memiliki perbedaan fungsi, tugas dan struktur organisasinya. LPP RRI Bogor termasuk kedalam stasiun penyiaran tipe C. Berdasarkan Peraturan Dewan Direksi Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia No. 002/PER/DIREKSI/2006 tanggal 10 November 2006 pada pasal 67 mengenai stasiun penyiaran tipe C, dalam melaksanakan tugasnya LPP RRI Bogor menyelenggarakan fungsi,yaitu: a. Penyiapan rencana program dan anggaran Stasiun Penyiaran Tipe C; b. Pelaksanaan tata usaha; c. Pelaksanaan kegiatan di bidang siaran; d. Pelaksanaan kegiatan di bidang pemberitaan; e. Pelaksanaan kegiatan di bidang sumberdaya teknologi; f. Pelaksanaan kegiatan di bidang layanan usaha. Berdasarkan Peraturan Dewan Direksi Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia No. 002/PER/DIREKSI/2006 tanggal 10 November 2006 pada pasal 68, menguraikan struktur organisasi yang ada pada LPP RRI Bogor terdiri atas: a. Subbagian Tata Usaha;
54
b. Seksi Siaran; c. Seksi Pemberitaan; d. Seksi Sumberdaya Teknologi; e. Seksi Layanan dan Usaha; f. Kelompok Jabatan Fungsional. Berdasarkan penguraian struktur organisasi pada LPP RRI Bogor diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan kegiatan tata usaha Stasiun Penyiaran Tipe C. Dalam melakukan tugasnya subbagian tata usaha menyelenggarakan fungsinya yaitu: a.
Mengkoordinasikan penyusunan rencana, program dan anggaran stasiun penyiaran;
b.
Pelaksanaan urusan Sumber Daya Manusia;
c.
Pelaksanaan urusan keuangan;
d.
Pelasanaan urusan umum. Subbagian Tata usaha pada LPP RRI Bogor terdiri dari:
A. Urusan Sumber Daya Manusia Urusan sumber daya manusia mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pengelolaan dan evaluasi urusan sumber daya manusia, keprotokolan dan kehumasan, serta tata persuratan. B. Urusan Keuangan Urusan keuangan mempunyai tugas melakukan pengelolaan perbendaharaan, akutansi, dan verifikasi, serta laporan keuangan. C. Urusan Umum Urusan umum mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana, program dan anggaran serta pengelolaan perlengkapan, rumah tangga, keamanan, dan kearsipan.
55
2. Seksi Siaran Seksi siaran mempunyai tugas melaksanakan kegiatan dibidang programa
siaran.
Dalam
melaksanakan
tugasnya
seksi
siaran
menyelenggarakan fungsinya yaitu: a.
Pelaksanaan perencanaan dan evaluasi program;
b.
Pelaksanaan pengelolaan program I
c.
Pelaksanaan pengelolaan program II Seksi programa siaran pada LPP RRI Bogor terdiri atas:
A. Subseksi Perencanaan dan Evaluasi Programa Subseksi ini mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan program acara, anggaran biaya siaran, pemolaan, lalu lintas siaran (traffic) dan evaluasi di biang programa siaran. B. Subseksi Programa I Subseksi programa I mempunyai tugas melakukan pengelolaan dan
penyelenggaraan
siaran
berita/informasi,
produksi
siaran
pendidikan, produksi siaran budaya, produksi siaran hiburan dan produksi siaran iklan pada programa I. C. Subseksi Programa II Subseksi
programa
II
mempunyai
tugas
melakukan
pengelolaan dan penyelenggaraan siaran berita/informasi, produksi siaran pendidikan, produksi siaran hiburan dan produksi siaran iklan pada programa II. 3. Seksi Pemberitaan Seksi pemberitaan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pemberitaan. Dalam melaksanakan tugasnnya seksi pemberitaan menyelenggarakan fungsinya sebagai pelaksana produksi berita, ulasan dan dokumentasi, liputan dan olah raga, serta pengembangan berita. Seksi pemberitaan pada LPP RRI Bogor terdiri atas:
56
A. Subseksi Berita, Ulasan dan Dokumentasi Subseksi ini mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pelaksanaan dan valusi produksi liputan berita, ulasan, siaran langsung, redaksional dan dokumentasi untuk programa Stasiun Penyiaran tipe C dan kontribusi pada Pusat Pemberitaan. B. Subseksi Liputan dan Olah Raga Subseksi liputan dan olah raga mempunyai tugas melakkan penyiapan bahan perencanaan, plaksanaan dan evaluasi produksi liputan peristiwa olah raga, produksi berita olah raga, melakukan siaran langsung olah raga untuk programa Stasiun Penyiarn tipe C dan kontribusi pada Pusat Pemberitaan. C. Subseksi Programa Pengembangan Berita Subseksi programa pengembangan berita mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi produksi pengembangan berita dan masalah aktual untuk Stasiun Penyiaran Tipe C dan kontribusi pada Pusat Pemberitaan. 4. Seksi Sumberdaya Teknologi Seksi sumber daya teknologi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan dibidang sumber daya teknologi. Dalam melaksanakan tugasnya seksi sumber daya teknologi menyelenggaraan fungsinya sebagai pelaksana dibidang teknik studio dan multimedia, pelaksana dibidang teknik transmisi dan pelaksanaan dibidang sarana prasarana penyiaran. Seksi sumber daya teknologi pada LPP RRI Bogor terdiri atas: A. Subseksi Teknik Studio dan Multimedia Subseksi ini mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pengelolaan dan evaluasi di bidang teknik studio dan multimedia.
57
B. Subseksi Teknik Transmisi Subseksi teknik transmisi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pengelolaan dan evaluasi di bidang teknik transmisi. C. Subseksi Sarana Prasarana Penyiaran Subseksi sarana prasarana penyiaran mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencnaan, pngelolaan dan evaluasi di bidang sarana prasarana penyiaran. 5. Seksi Layanan dan Usaha Seksi layanan dan usaha mempunyai tugas melaksanakan kegiatan dibidang layanan dan usaha. Dalam melaksanakan tugasnya seksi layanan usaha menyelenggarakan fungsinya sebagai pelaksana layanan public, pengembangan usaha dan pencintraan. Seksi layanan dan usaha pada LPP RRI Bogor terdiri atas: A.
Subseksi Layanan Publik Seksi layanan publik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi kegiatan layanan kemitraan, data dan informasi.
B.
Subseksi Pengembangan Usaha Subseksi ini mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pengelolaan dan evaluasi kegiatan pengembangan usaha siaran radio dan usaha non siaran radio.
C.
Subseksi Pencitraan Subseksi
pencitraan
mempunyai
tugas
melakukan
penyiapan bahan perencanaan, pengelolaan dan evaluasi kegiatan promosi, operasional standarisasi identitas korporat, hubungan luar dan media.
58
6. Kelompok Jabatan Fungsional Berdasarkan Peraturan Dewan Direksi Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia No. 002/PER/DIREKSI/2006 tanggal 10 November 2006 pada pasal 89 menjelaskan bahwa kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan fungsional sesuai dengan
jabatan
fungsional
masing-masing
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional yang dimaksud dalam pasal 89 terdiri dari sejumlah tenaga fungsional. Kelompok jabatan fungsional tersebut dikoordinasikan oleh tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Satuan Kerja dilingkungan masing-masing dan jumlah jabatan fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan
dan
beban
kerja.
Kelompok
jabatan
fungsional
bertanggungjawab kepada Kepala Stasiun Penyiaran. Struktur organisasi LPP RRI Bogor dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.5. Hasil Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dalam suatu penelitian, validitas dan reliabilitas suatu hasil penelitian tergantung pada alat ukur (instrumen) yang digunakan dan data yang diperoleh. Agar instrumen ini dapat dipercaya harus melalui uji validitas dan reliabilitas sehingga hasil yang diperoleh dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Untuk mempermudah análisis data, uji validitas dan reabilitas diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan software SPSS 11,5 for Windows. 4.5.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner Uji validitas dilakukan setelah menyebar kuesioner kepada 30 orang responden. Uji Validitas menunjukkan ukuran yang benar-benar mengukur apa yang akan diukur. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat test, maka alat test tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur. Suatu test dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila test tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan diadakannya test tersebut. Pertanyaan
59
pada kuesioner dapat dikatakan valid apabila rhitung lebih besar daripada rtabel. Uji validitas dilakukan dengan menguji nilai korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor nilai memakai rumus korelasi product Moment,yang diolah menggunakan SPSS 11,5 for windows (Umar 2003). Hasil uji validitas untuk masing-masing pertanyaan adalah lebih besar dari rtabel dengan selang kepercayaan 95 % yaitu sebesar 0,361. Hasil ini menunjukan bahwa semua pertanyaan adalah signifikan dan dinyatakan valid. Rincian hasil uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 3. 4.5.2. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Reliabilitas artinya adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik. Kadang-kadang reliabilitas disebut juga sebagai keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya, namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran (measurement error). Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik αcronbach. Dalam teknik ini, instrumen diujicobakan pada 30 responden dan hasilnya dicatat. Hasil tersebut diolah dengan menggunakan teknik αcronbach, dengan bantuan Microsoft SPSS 11,5 for windows. Berdasarkan hasil pengolahan dihasilkan nilai αcronbach untuk nilai penerapan organisasi pembelajar yaitu α = 0,967. Berdasarkan hasil uji reliabilitas, diperoleh nilai αcronbach yang lebih besar dari 0,6. Hal ini dapat disimpulkan, kemungkinan terjadi kesalahan pengukuran dalam kuesioner cukup rendah sehingga penggunaannya
dapat
diandalkan
dan
mampu
memberikan
pengukuran yang konsisten apabila penulis menyebarkan kuesioner
60
secara berulang kali dalam waktu yang berlainan. Hasil perhitungan uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 4. 4.6. Karakteristik Responden Responden yang dilakukan dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Negri Sipil (PNS) pada LPP RRI Bogor yang berjumlah 94 orang merupakan karyawan tetap tetapi yang diambil sebagai responden untuk mengisi kuesioner adalah 87 orang. Tujuh orang yang tidak diambil sebagai responden adalah karyawan tetap yang memiliki pendidikan SD (Sekolah Dasar). Dari 87 orang responden terdiri dari 21 orang pimpinan dan 66 orang karyawan atau pelaksana. Peneliti mendeskripsikan enam karakteristik responden tersebut yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, unit/bagian kerja, tingkat jabatan dan masa kerja karyawan pada perusahaan. 4.6.1. Usia Hasil penelitian menunjukkan bahwa selang usia responden berkisar antara 26-56 tahun. Responden berusia antara 16-25 tahun berjumlah 0 orang (0%), responden 26-35 tahun berjumlah 4 orang (4,60%), responden berusia antara 36-45 tahun berjumlah 24 orang (27,59%), responden berusia 46-55 tahun berjumlah 58 orang (66,67%), dan responden yang berusia diatas 55 tahun berjumlah 1 orang (1,15%). Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia tersaji pada Gambar 7.
Gambar 7. Data Responden Berdasarkan Usia
61
Pada gambar dijelaskan bahwa karyawan terbanyak berusia 4655 tahun, hal tersebut dikarenakan sebagian besar karyawan adalah karyawan senior yang telah lama bekerja di LPP RRI Bogor. Dalam penelitian ini tidak ditemukan karyawan di bawah usia kerja, hal tersebut berarti seluruh responden masih berada pada rentang usia kerja atau masih produktif. Pada penelitian ini perlu dilakukan suatu analisis terhadap usia responden dikarenakan dapat mempengaruhi tingkat kedalaman penguasaan kompetensi, produktivitas dalam bekerja serta tingkat pengetahuan dalam menyerap pembelajaran, informasi, dan perubahan teknologi. 4.6.2. Jenis Kelamin Dilihat dari jenis kelamin, sebagian besar respoden pada penelitian ini adalah laki-laki dengan persentase sebesar 65,52% yaitu sebanyak 57 orang dan responden perempuan berjumlah 30 orang dengan persentase sebesar 34,48%. Perbedaan persentase laki-laki dan perempuan pada karyawan LPP RRI Bogor bukan lebih disebabkan adanya diskriminasi gender melainkan lebih disebabkan karyawan di LPP RRI Bogor pada bidang teknik lebih banyak dibandingkan bagian atau departemen lain sehingga persentase laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan.
Jumlah
dan
persentase
responden
berdasarkan berdasarkan jenis kelamin tersaji pada Gambar 8 dan tabel .
Gambar 8. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
62
Perbedaan jumlah karyawan laki-laki dan perempuan di LPP RRI Bogor tidak begitu signifikan namun masih didominasi oleh lakilaki. Ini membuktikan bahwa emansipasi wanita mulai tumbuh dimana gender sudah tidak dipermasalahkan lagi dan lebih mengutamakan profesionalitas kerja. Hal ini dibuktikan dengan adanya jumlah perempuan yang menduduki jabatan pada tingkat divisi sampai departemen bahkan Kepala LPP RRI Bogor diduduki oleh perempuan. Dengan kata lain, karir seseorang ditentukan oleh kompetensinya terhadap pekerjaan bukan lagi gender. 4.6.3. Tingkat pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden berlatar belakang SMU atau sederajat yaitu memiliki nilai sebesar 64,37%, sebagian lagi D1 yang memiliki nilai sebesar 2,30%, D2 memiliki nilai 1,15%, D3 memiliki nilai 8,05%, D4 memiliki nilai 3,45%, S1 memiliki nilai 14,94 dan S2 memiliki nilai sebesar 5,75 yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No 1 2 3 4 5 6 7
Pendidikan terakhir smu/stm d1 d2 d3 d4 s1 s2
Jumlah (orang) 56 2 1 7 3 13 5
Persentase 64,37 2,30 1,15 8,05 3,45 14,94 5,75
Tingginya persentase pada tingkat SMU dikarenakan banyaknya senior yang diangkat sebagai karyawan pada tahun 1990 yang pada saat itu rata-rata karyawan berpendidikan SMU dan STM. Jika dilihat dari pendididkan tersebut karyawan telah memiliki pengetahuan yang cukup untuk memahami pekerjaan mereka dan menjawab pertanyaanpertanyaan kuesioner. Di LPP RRI Bogor kebanyakan karyawanya adalah bidang teknisi dan lulusan mereka adalah STM yang memiliki
63
kemampuan khusus pada bidangnya sehingga dengan latar belakang SMU atau STM pun karyawan mampu bekerja dengan baik, walaupun pada awalnya untuk menempati pekerjaan itu diperlukan orang-orang yang memiliki keahlian dan pengalaman. Selain itu juga diperlukan kesabaran, ketelitian dan fisik yang baik Karena mereka setiap hari berhadapan dengan bagian tehnik sera alat-alat atau sarana dan prasarana yang ada di LPP RRI Bogor.
Jumlah dan persentase
responden berdasarkan berdasarkan pendidikan terakhir tersaji pada Gambar 9.
Gambar 9. Data Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 4.6.4. Unit/Bagian Kerja LPP RRI Bogor memiliki lima bagian kerja yaitu subbagian tata usaha, seksi siaran, seksi pemberitaan, seksi sumberdaya teknologi dan seksi layanan dan usaha. Pada unit atau bagian kerja pada LPP RRI Bogor karyawan terbanyak berada pada seksi sumberdaya teknologi memiliki nilai sebesar 28,74%, pada bagian ini terdiri tiga bagian kerja yaitu sub seksi teknik studio dan multimedia, sub seksi transmisi, dan sub seksi sarana prasarana penyiaran. Sebagian lagi terdiri dari seksi siaran memiliki nilai sebesar 25,29%, pada bagian ini terdiri dari 3 bagian kerja yaitu sub seksi perencanaan dan evaluasi programa, sub seksi programa 1, dan sub seksi programa 2. Pada sub bagian tata usaha memiliki nilai sebesar 24,14%, pada bagian ini terdiri dari tiga bagain kerja yaitu urusan SDM, urusan keuangan, dan urusan umum. Pada seksi pemberitaan memiliki nilai sebesar 13,79%,
64
bagian ini memiliki tiga bagian kerja yaitu sub seksi berita ulasan dan dokumentasi, sub seksi liputan dan olahraga, dan sub seksi pengembangan berita. Karyawan paling sedikit berada pada seksi layanan dan usaha dengan nilai sebesar 8,05% yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Data Responden Berdasarkan Unit/Bagian Kerja No
Unit/Bagian Kerja
Jumlah (orang)
Persentase
1 2 3 4 5
Sub bagian Tata Usaha Seksi Siaran Seksi Pemberitaan Seksi Sumberdaya Teknologi Seksi Layanan dan Usaha
21 22 12 25 7
24,14 25,29 13,79 28,74 8,05
Pada bagian kerja terbanyak ada pada seksi sumberdaya teknologi dikarenakan
banyaknya tugas
dan pekerjaan
yang
berhubungan dengan peralatan baik itu sarana dan prasarana yang ada di LPP RRI Bogor, seperti pemancar, jaringan kabel, komputerisasi, peralatan studio dan multimedia, sehingga diperlukan tenaga ahli untuk bertanggungjawab atas keseluruhannya, karena ini akan berdampak kepada output siaran di LPP RRI Bogor. Seksi siaran juga sangat penting dalam berkembangnya LPP RRI Bogor, karena pada dasarnya sebaik apapun sarana dan prasarana jika informasi maupun berita tidak tersampaikan dengan baik oleh para penyiar maka hasilnya adalah program acara yang disiarkan kurang menyentuh kebutuhan publik. Orientasi LPP RRI Bogor adalah melayani khalayak atau masyarakat, sehingga diperlukan program-program yang mampu memenuhi kebutuhan khalayak banyak. Untuk memenuhi informasi dan berita aktual dan terpercaya maka diperlukan bagian pemberitaan yang dapat mengulas serta membahas berita terbaru. Untuk memenuhi itu semua diperlukan karyawan yang ahli dibidangnya dan sesuai kebutuhan di setiap bagian kerja yang ada pada LPP RRI Bogor. Jumlah dan persentase responden berdasarkan berdasarkan unit/bagian kerja tersaji pada Gambar 10.
65
Gambar 10. Data Responden Berdasarkan Unit/Bagian Kerja 4.6.5. Tingkat Jabatan Proporsi responden berdasarkan jabatan adalah sebesar 24,14% pejabat strukrural yaitu sebanyak 21 orang dan pejabat fungsional terdapat 30 orang dengan nilai persentase nilai sebesar 34,48%. Para pejabat struktural mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran, pemimpin diharapkan dapat memberikan informasi (sosialisasi), sebagai pemberi arah (visioner), sebagai pelatih, dan sebagai agen perubahan. Komponen kepemimpinan berperan sebagai energi penguat ke semua dimensi komponen bangunan organisasi pembelajar
seperti
menguatkan
fondasi
rasa
saling
percaya,
menguatkan fondasi budaya belajar, memperkuat habitat belajar. Para pejabat juga harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan karyawan seperti memberikan fasilitas untuk proses belajar, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan kompetensinya, mampu berperan sebagai penasihat dan pendengar yang baik, dan memberikan kesempatan yang berkelanjutan untuk belajar dari pengalaman dan mendorong
proses
inovasi
juga
pengembangan
kreativitas
karyawannya. Pejabat yang dimaksud adalah pejabat struktural maupun pejabat fungsional. Jabatan yang mendominasi adalah pelaksana yang dilakukan oleh 36 orang, dengan persentase nilai sebesar 41,38%. Sebagai pelaksana setiap karyawan diberikan wewenang untuk menuntaskan
66
pekerjaan
maupun
kegiatan
pembelajaran,
diberdayakan
kemampuannya dan dilibatkan dalam proses pembelajaran sesuai tanggungjawabnya masing-masing. Karyawan harus mampu terus belajar secara berkelanjutan, memperluas dan memperdalam modal intelektual, modal kredibilitasdan modal sosial organisasi. Dalam pembagian jabatan dilakukan sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki karyawan. Sehingga dipengaruhi oleh faktor pendidikan yang dimiliki oleh setiap masyarakat serta kebutuhn jabatan yang berlaku di LPP RRI Bogor. Untuk melihat jumlah dan persentase responden berdasarkan berdasarkan tingkat jabatan tersaji pada Gambar 11.
Gambar 11. Data Responden Berdasarkan Tingkat Jabatan 4.6.6. Masa Kerja Masa kerja seorang karyawan LPP RRI Bogor sangat mempengaruhi perkembangan karir, karena semakin senior seseorang maka peluang untuk menduduki jabatan-jabatan yang strategis sangat terbuka lebar. Jika dilihat dari masa kerja karyawan LPP RRI Bogor berada pada kisaran 1-35 tahun. Reponden yang memiliki masa kerja kurang dari 10-15 tahun sebanyak 16 orang (18,39%), masa kerja antara 16-20 tahun sebanyak 16 orang (18,39%), masa kerja antara 2125 tahun sebanyak 16 orang (18,39%), masa kerja antara 26-30 tahun sebanyak 28 orang (32,18%) serta untuk masa kerja antara 31-35 sebanyak 11 orang (12,64). Untuk lebih jelasnya data mengenai masa kerja karyawan LPP RRI Bogor tersaji dalam Tabel 5.
67
Tabel 5. Jumlah dan masa kerja
No 1 2 3 4 5
Masa kerja 10-15 Tahun 16-20 Tahun 21-25 Tahun 26-30 Tahun 31-35 Tahun
persentase responden berdasarkan
Jumlah (orang) 16 16 16 28 11
Persentase 18,39 18,39 18,39 32,18 12,64
Dilihat dari Tabel, perbandingan masa kerja karyawan LPP RRI Bogor mayoritas lebih dari 25 tahun masa kerjanya. Diharapkan para senior dapat berbagi ilmu dan pengalaman dengan para junior-nya dan para junior pun dapat memberikan masukan demi kemajuan bersama. Hal ini sangat baik bagi perkembangan perusahaan ke depannya, dimana para senior dapat menjadi tutor bagi para junior yang ada di perusahaan sehingga regenerasi dapat berjalan dengan baik. Dengan begitu para karyawan dapat bertukar ilmu dan dapat memperoleh pembelajaran melalui pengalaman dari para karyawan senior. Sehingga dengan adanya pembelajara tersebut pekerjaan yang dikuasai oleh karyawan senior dapat juga dikuasai oleh karyawan junior, karena masing-masing memiliki kesempatan yang sama dalam belajar atau memperoleh ilmu pengetahuan. Untuk melihat jumlah dan persentase responden berdasarkan berdasarkan masa kerja tersaji pada Gambar 12.
Gambar 12. Data Responden Berdasarkan Masa Kerja
68
4.7. Penerapan Dimensi Organisasi Pembelajaran Pada LPP RRI Bogor 4.7.1. Sub Sistem Dinamika Pembelajaran Sub sistem pembelajaran merupakan salah satu indikator dari organisasi pembelajar. Pada sub sistem dinamika pembelajaran tersebut memiliki dua sub indikator yaitu pembelajaran individu dan pembelajaran kelompok. Hasil jawaban dari responden terhadap sub sistem dinamika pembelajaran pada LPP RRI Bogor dapat dilihat pada Tabel 6 berikut: Tabel 6. Jawaban Responden Untuk Penerapan Sub Sistem Dinamika Pembelajaran
Item Pertanyaan A. Pembelajaran individu Persentase (%) B. Pembelajaran Kelompok/Tim Persentase (%) Total penerapan pembelajaran Persentase (%)
Belum Diterapkan (1)
Sebagian kecil telah diterapkan (2)
Sebagian besar telah diterapkan (3)
Seluruhnya diterapkan (4)
Jumlah Responde n
35 6,70%
172 32,95%
236 45,21%
79 15,13%
100%
15 4,31%
110 31,61%
163 46,84%
60 17,24%
100%
50 5,75%
282 32,41%
399 45,86%
139 15,98%
100%
A. Pembelajaran Individu Penerapan pembelajaran di LPP RRI Bogor sebagian besar telah
diterapkan
(Tabel
6).
Responden
sebanyak
45,21%
menyatakan bahwa sebagian besar pembelajaran individu telah diterapkan dan dilaksanakan dalam pekerjaan serta bidangnya. Sebagian lagi terdapat 32,95% sebagian kecil telah diterapkan oleh para karyawan, 15,13% menyatakan bahwa seluruhnya telah diterapkan, dan 6,70% karyawan menyatakan belum diterapkan sama sekali. Hasil dari analisis di atas bahwa kondisi pembelajaran yang telah dilakukan LPP RRI Bogor adalah setiap karyawan diberikan hak dan perhatian yang sama dalam hal pembelajaran. Pimpinan LPP RRI Bogor memberikan kebijakan kepada setiap karyawannya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan dan
69
mengembangkan
kemampuannya
baik
itu
pola
pikir
dan
keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan kapasitas dirinya, sehingga karyawan mampu berkontribusi baik untuk dirinya sendiri maupun untuk menciptakan kesejahteraan bagi Organisasi, masyarakat atau lingkungannya. Menurut hasil wawancara dengan responden yang bekerja di LPP RRI Bogor menunjukan bahwa pendidikan yang diberikan LPP RRI Bogor berasal dari RRI Pusat. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan sesuai dengan tugas-tugas pada bidang-bidangnya masing-masing. Pelatihan yang diberikan oleh LPP RRI Bogor adalah Total Quality Management (TQM) untuk seluruh karyawan, in house training, Speak easy bagi penyiar agar
memiliki
kemampuan
dan
bekerja
sesuai
dengan
pekerjaannya, ada workshop yang di adakan LPP RRI Bogor untuk pengalaman dan pengetahuan yang mendalam sesuai dengan pekerjaan, dan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan bidang-bidang
khusus
(administrasi
keuangan,
SDM,
dan
teknis),pelatihan tersebut dilaksanakan di Pusdiklat RRI Jakarta atau Pusdiklat RRI MMTC (Multi Media Training Centre) di Yogyakarta dalam bidang-bidang yang sesuai dengan pekerjaan. Setelah mendapat pendidikan, pegawai mendapat ilmu yang dapat diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari sehingga pegawai dapat lebih mengembangkan kemampuan dan bekerja sebaik mungkin. Namun tidak semua karyawan beranggapan bahwa penerapan pembelajaran individu sebagian besar telah dilakukan dan diterapkan dengan baik. Hal tersebut disebabkan karena karyawan kurang peka dan kreatif untuk mencari cara dan kesempatan untuk melakukan proses pembelajaran, sehingga karyawan tidak dapat secara maksimal melakukan proses belajar dengan baik. Menurut Tjakraatmadja (2006) pembelajaran individu terjadi jika ada kompetensi dan komitmen untuk memahami modal informasi baru yang berasal dari lingkungan belajar untuk
70
kemudian
ditransformasikan
menjadi
kompetensi
baru.
Pembelajaran individu akan efektif jika karyawan memiliki kompetensi serta komitmen untuk memahami tuntutan pekerjaan atau
informasi
baru
serta
memiliki
kemampuan
untuk
mentransformasi informasi baru tersebut menjadi kompetensi baru, sehingga
terjadi
akumulasi
(perluasan
atau
pendalaman)
kompetensinnya. Untuk itu LPP RRI diharapkan mendukung setiap karyawannya untuk mengapresiasikan kemampuannya sesuai dengan kompetensi pada bidangnya. Dengan begitu karyawan dapat menghasilkan metode-metode baru atau strategi-strategi tindakan baru untuk mencapai nilai-nilai yang ada. Membangun individu yang mau dan mampu belajar, membutuhkan lingkungan belajar yang kondusif. Lingkungan belajar
kondusif,
merupakan
suasana
kerja
yang
dapat
menumbuhkan komitmen setiap individu untuk bekerja dan bekerja sama dengan anggota organisasi lainnya. Kemampuan individu tergantung pada model mental. Model mental berkaitan dengan kapasitas tempat menyimpan informasi (kompetensi) yang dimiliki individu, khususnya untuk mengakomodir perilaku mental yang bersifat aktif, yang akan digunakan untuk bekerja atau membuat keputusan.
Pembelajaran
individu
perlu
dilakukan
secara
berkelanjutan agar organisasi tersebut mampu menghadapi masa yang akan datang dengan pembelajaran yang berkesinambungan sehingga karyawan mampu mengembangkan kreativitas serta inovasi dalam pekerjaannya. B. Pembelajaran Kelompok/Tim Pembelajaran kelompok/tim pada LPP RRI Bogor sebagian besar telah dilakukan, dengan jawaban karyawan sebanyak 46,84%, untuk 31,61% karyawan menjawab sebagian kecil telah diterapkan, 17,24% menyatakan seluruhnya telah diterapkan oleh LPP RRI Bogor, dan 4,31% karyawan menyatakan bahwa belum sama sekali
71
diterapkan.untuk melihat gambaran data pembelajaran kelompok dapat dilihat pada Tabel 6. Kondisi yang terjadi pada LPP RRI Bogor tergambar dari Tabel 6 bahwa sebagian besar telah diterapkan pembelajaran kelompok/tim dalam pekerjaannya. Untuk meningkatkan penerapan pembelajaran
kelompok/tim
LPP
RRI
Bogor
memberikan
kesempatan kepada setiap karyawan untuk mengembangkan kreatifitasnya
dan
mensosialisasikannya
kedalam
sebuah
kelompok/tim. Untuk itu diperlukan kemampuan dan kapasitas personelnya yang unik dengan melakukan kerjasama antar karyawan yang saling melengkapi dan saling menguntungkan, sehingga mampu menyelesaikan permasalahan yang besar dan lebih kompleks. Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk membangun karya dan legenda yang lebih besar, manusia perlu berkolaborasi secara sinerjik, membentuk masyarakat yang mampu melakukan kerjasama cerdas. Proses pembelajaran menjadi lebih kompleks jika anggota organisasi lebih beragam, baik dalam hal kompetisinya maupun persepsinya. LPP
RRI
Bogor
memberikan
kesempatan
kepada
karyawannya untuk menerapkan pembelajaran kelompok/tim dengan membentuk suatu tim kerja dalam suatu acara, misalnya gelar budaya yang diadakan LPP RRI Bogor. Hal tersebut memerlukan kerjasama tim yang baik dan kekompakan antar karyawan agar acara yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan rencana. Pengelompokan kerja juga disesuaikan dengan unit atau bagian masing-masing karyawan. Dengan adanya pengelompokan tersebut karyawan akan berusaha meningkatkan kemampuan dan kinerjanya terhadap tim. Untuk mewujudkan kerjasama tim yang baik setiap organisasi melakukan usahanya dengan cara diskusi kelompok atau rapat-rapat kelompok berdasarkan bidangnya masing-masing yang hasilnya dapat diaplikasikan dan dilaksanakan berdasarkan kerja tim. Tetapi pada
72
pelaksanaannya karyawan di LPP RRI Bogor merasa belum berjalan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan sebagian karyawan merasa tidak mampu melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok atau tim kerja yang ada serta pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan masih sangat kurang. Untuk menumbuh kembangkan pengetahuan organisasi di LPP RRI Bogor diperlukan lingkungan belajar yang kondusif, sehingga
para
karyawan
termotivasi
untuk
terus
belajar,
memanfaatkan informasi atau pengetahuan yang disediakan oleh organisasi LPP RRI Bogor. Membangun organisasi merupakan proses pembelajaran anggota organisasi untuk meningkatkan kompetensi kerjanya. Kompetisi kerja organisasi mencangkup kemampuan kerja secara individu serta kemampuan bekerjasama dengan anggota organisasi lainnya. Penerapan sub sistem pembelajaran LPP RRI Bogor dapat dilihat keseluruhan dari hasil tabulasi yang tercantum pada Tabel 6, yang dilihat bahwa urutan persepsi responden terhadap indikator dari stiap pertanyaan, dapat dilihat sebagai berikut: pembelajaran yang belum diterapkan memiliki nilai 5,75%, seluruhnya sudah diterapkan memiliki nilai 15,98%, sebagian kecil yang telah diterapkan memiliki nilai
32,41%, dan sebagian besar telah
diterapkan memiliki nilai 45,86%. Mayoritas karyawan LPP RRI Bogor menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan sebagian besar telah diterapkan. LPP RRI Bogor menempatkan pembelajaran secara kontinyu pada setiap karyawan sebagai prioritas utama, serta para pemimpin juga mendukung setiap karyawannya untuk belajar dan
mengembangkan
kemampuannya
sendiri.
Pembelajaran
kelompok yang dilakukan LPP RRI Bogor telah mendukung karyawannya untuk saling belajar satu sama lain dengan berbagai cara/media
yang
berbeda-beda
serta
melakukan
pelatihan
bagaimana cara bekerja dan belajar dalam tim/kelompok. LPP RRI Bogor juga melakukan pendekatan inovasi serta terus menerus
73
mengembangkan kreatifitasnya. Program siaran yang diberikan kepada pendengar LPP RRI membuat pegawai merasa didorong untuk mengembangkan kreatifitas agar acara yang disajikan selalu berubah dan tidak monoton sehingga pendengar tidak jenuh. Diutamakan program-program yang berisi tentang budaya dan pegawai dituntut untuk membuat program acara budaya yang menarik. Selain itu, pegawai dituntut untuk membuat acara yang menggabungkan unsur budaya bangsa dengan tren yang terjadi, dan hal tersebut diperlukan kerjasama antar kelompok/tim. 4.7.2. Sub Sistem Transformasi Organisasi Sub sistem transformasi organisasi yang menjadi salah satu indikator dari organisasi pembelajar yang memiliki empat sub indikator didalamnya, yang terdiri dari visi, budaya, strategi, dan struktur. Hasil dari analisis dari sub sistem transformasi dapat dilihat dalam pada Tabel 7. Tabel 7. Jawaban Responden Untuk Penerapan Sub Sistem Transformasi Organisasi
Item Pertanyaan A. Visi Persentase (%) B. Budaya Persentase (%) C. Strategi Persentase (%) D. Stuktur Persentase (%) Total penerapan pembelajaran Persentase (%)
Belum diterapkan (1)
Sebagian kecil telah diterapkan (2)
Sebagian besar telah diterapkan (3)
Seluruhnya diterapkan (4)
9 3,45% 21 8,05% 5 2,87% 25 14,37%
52 19,92% 106 40,61% 55 31,61% 65 37,36%
134 51,34% 98 37,55% 85 48,85% 70 40,23%
66 25,29% 36 13,79% 29 16,67% 14 8,05%
60 6,90%
278 31,95%
387 44,48%
145 16,67%
Jumlah Responden 100% 100% 100% 100% 100%
A. Visi Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa LPP RRI Bogor dalam pencapaian visinya sebagian besar telah dilakukan dan diterapkan secara berkelanjutan pada proses pembelajaran yaitu dengan nilai sebesar 51,34% dan 25,29% karyawan menyatakan seluruhnya
74
telah diterapkan. Karyawan yang menyatakan sebagian kecil telah diterapkan sebesar 19,92% dan terdapat 3,45 karyawan yang menyatakan visi belum diterapkan pada LPP RRI Bogor. Berdasarkan analisis pada penerapan sub sistem transformasi organisasi telah menjelaskan bahwa Visi LPP RRI Bogor sangat mengedepankan dan menanamkan visi kepada karyawannya sebagai landasan utama dalam bekerja. Visi dapat digunakan oleh suatu organisasi sebagai kekuatan untuk penggerak perubahan. Visi juga dapat digunakan sebagai penggerak sentral perubahan, sumber aspirasi dan dapat memotivasi karyawan. Dengan begitu LPP RRI Bogor dapat mentransformasikan melalui acara-acara yang disiarkan secara informatif, mendidik, dan menghibur. Hiburan yang sehat dan sebagai perekat sosial dan dapat melestarikan bangsa. Visi merupakan acuan dalam menentukan arah acuan jangka panjang yang akan dilaksanakan LPP RRI Bogor untuk kedepannya. Menurut hasil dari wawancara dengan pemimpin LPP RRI Bogor, menunjukan harapan yang besar kepada karyawan untuk melakukan pekerjaannya sesuai dengan visi LPP RRI Bogor. Dengan cara merubah mindset dengan menanamkan pemahaman terhadap perubahan kelembagaan LPP RRI Bogor dari radio pemerintah menjadi radio publik dengan visi dan misi yang baru dan merubah paradigma manajemen dari instructional menjadi pemberdayaan. Sehingga dengan perubahan visi yang baru dari LPP RRI Bogor, pemimpin mengharapkan untuk pegawai yang baru masuk untuk memahami visi LPP RRI Bogor agar dapat menerapkannya dengan baik dan benar sesuai dengan bidang pekerjaannya. B. Budaya Berdasarkan Tabel 7 diatas aspek keterkaitan antara budaya dengan proses pembelajaran cenderung kearah yang baik. Hal ini ditunjukan dengan nilai 40,61% nilai tersebut menunjukan budaya sebagian kecil telah diterapkan oleh LPP RRI Bogor. Karyawan
75
menyatakan bahwa budaya sebagian besar telah diterapkan dengan nilai sebesar 37,55%, 13,79% karyawan menyatakan budaya seluruhnya telah diterapkan, dan 8,05% karyawan menyatakan bahwa budaya belum diterapkan. Berdasarkan analisis pada Tabel 7 diatas bahwa budaya organisasi merupakan nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi, kebiasaan, pelaksanaan kerja yang dijalankan, kepercayaan, adatistiadat atau kebiasaan dari organisasi. Hal tersebut dapat menjadi acuan bagi karyawan untuk melakukan pekerjaannya sesuai dengan budaya organisasi yang dapat dijadikan pedoman perilakunya sebagai pembelajaran yang dilakukan secara berkelanjutan. Didalam organisasi pembelajar, budaya memegang peranan penting untuk keberhasilan organisasi. Kepercayaan dan kebiasaan belajar berhasil menciptakan inovasi, mengimplementasikan hal baru dan berani mengambil resiko yang dapat dipertanggungjawabkan. Budaya
komitmen
pemimpin
terhadap
pengembangan
dan
pelatihan karyawan secara kreativitas akan terbentuk, sehingga secara keseluruhan akan mendukung terbentuknya organisasi pembelajar. LPP RRI Bogor menerapkan kedisiplinan kerja kepada setiap karyawannya dan adanya penghargaan bagi individu maupun kelompok yang berhasil mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya atau membantu orang lain untuk mengembangkan pengetahuan
atau
kemampuannya.
Sehingga
karyawan
menggunakan budaya organisasi sebagai pedoman dalam proses pembelajaran yang harus dilakukan secara terus menerus. C. Strategi Menurut Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa strategi pada LPP RRI Bogor sebagian telah diterapkan dengan nilai 48,85%, 31,61% karyawan menyatakan bahwa strategi sebagian kecil telah diterapkan,
16,67%
karyawan
menyatakan
bahwa
strategi
76
seluruhnya telah diterapkan oleh karyawan, dan 2,87% karyawan menyatakan bahwa strategi belum diterapkan di LPP RRI Bogor. Hal tersebut terlihat jelas bahwa LPP RRI Bogor selalu berusaha untuk menciptakan suatu rencana tindakan, metode, teknik, langkah-langkah atau kisi-kisi yang dilakukan organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Strategi yang telah dilakukan LPP RRI Bogor adalah salah satunya dengan mendesain cara berbagi atau penyebaran pengetahuan baru,baik teknologi maupun hasil inovasi karyawan. Strategi yang dilakukan oleh LPP RRI Bogor yaitu dengan merotasi pekerjaan lintas devisi dengan harapan karyawan dapat selalu berusaha untuk belajar bertanggung jawab dengan pekerjaan barunya, dan sistem pembelajaran pada pekerjaan terstruktur
juga
akan
membuat
karyawan
meningkatkan
pengetahuan dan pengalamannya. Rotasi yang dilakukan LPP RRI Bogor dilakukan oleh Kepala Cabang LPP RRI Bogor. Perubahan akan terus dilakukan dengan menciptakan strategi-strategi guna menghadapi persaingan dan perkembangan jaman. D. Struktur Berdasarkan hasil Tabel 7 menunjukan bahwa LPP RRI Bogor sebagian besar telah menerapkan strukturnya dengan nilai sebesar 40,23%, 37,36% karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 14,37% karyawan menyatakan bahwa belum diterapkan, dan 8,05% karyawan menyatakan seluruhnya telah diterapkan oleh LPP RRI Bogor. Struktur organisasi pada LPP RRI Bogor merupakan suatu penghubung antar unit-unit organisasi yang ada dan mengalirkan informasi diantara unit-unit tersebut. Kualitas struktur organisasi dapat diukur dari kapasitas dan efesiensi jaringan, semakin baik kualitas
struktur
organisasi
maka
akan
semakin
mampu
mengalirkan informasi kepada setiap karyawannya (unit organisasi yang terkait) dengan lancar, cepat dan akurat. LPP RRI Bogor selalu berusaha untuk meningkatkan komunikasi hubungan kerja
77
antar pegawainnya, selain itu karyawan melakukan koordinasi satu sama lain untuk saling bertukar informasi dan melakukan keterbukaan antar karyawan untuk melakukan pembelajaran bersama. Sehingga pada pelaksanaannya tidak ada hambatan komunikasi antar karyawan atau antar unit kerja. Keseluruhan sub sistem transformasi organisasi dapat terlihat jelas pada Tabel 7,
yang menggambarkan bahwa
sub sistem
organisasi sebagian besar telah dilterapkan oleh LPP RRI Bogor dengan nilai 44,48%, 31,95% karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 16,67% karyawan menyatakan seluruhnya telah diterapkan, dan 6,90% karyawan menyatakan bahwa LPP RRI Bogor belum menerapkan sub sistem transformasi organisasi. Data tersebut menjelaskan bahwa transformasi organisasi LPP RRI Bogor sebagian besar telah menerapkannya. Berjalanya visi LPP RRI Bogor untuk menjadi radio milik bangsa, acuan informasi terpercaya dan hiburan yang sehat, pemberdaya masyarakat, perekat budaya bangsa, sejahtera dan unggul secara nasional serta bertaraf internasional. Sehingga memicu para karyawan dan pemimpinnya
untuk
berkesinambungan
terus
serta
melakukan
mengasah
pembelajaran
kemampuannya
secara dengan
mengikuti pendidikan dan pelatihan seperti workshop, in house training, TQM, dan diklat profesi. 4.7.3. Sub Sistem Pemberdayaan Manusia Sub sistem pemberdayaan manusia merupakan salah satu indikator dalam organisasi pembelajar, mamiliki enam sub indikator yang melputi pegawai, atasan, konsumen, rekanan, mitra kerja, dan masyarakat. Hasil analisis mengenai sub sistem pemberdayaan manusia dapat dilihat dalam Tabel 8.
78
Tabel 8. Jawaban Responden Untuk Penerapan Sub Sistem Pemberdayaan Manusia pada LPP RRI Bogor.
Item Pertanyaan A. Pegawai
Belum diterapkan (1) 7
Sebagian kecil telah diterapkan (2) 59
Sebagian besar telah diterapkan (3) 91
Seluruhnya diterapkan (4) 17
Persentase (%) B. Manager Persentase (%) C. Pelanggan Persentase (%)
4,02% 13 4,98% 1 1,15%
33,91% 83 31,80% 27 31,03%
52,30% 114 43,68% 47 54,02%
9,77% 51 19,54% 12 13,79%
D. Supplier Persentase (%) E. Partner aliansi Persentase (%) F. Masyarakat Persentase (%) Total penerapan pembelajaran Persentase (%)
6 6,90% 9 10,34% 28 16,09%
38 43,68% 52 59,77% 78 44,83%
33 37,93% 21 24,14% 54 31,03%
10 11,49% 5 5,75% 14 8,05%
64 7,36%
337 38,74%
360 41,38%
109 12,53%
Jumlah Responden 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100,00%
A. Pegawai Berdasarkan Tabel 8, pemberdayaan karyawan pada LPP RRI Bogor sebagian besar telah diterapkan dengan nilai 52,30%, 33,91% karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 9,77% karyawan menyatakan seluruhnya telah diterapkan, dan 4,02% karyawan menyatakan bahwa pemberdayaan karyawan belum diterapkan. Berdasarkan analisis diatas menggambarkan bahwa LPP RRI Bogor telah melakukan pemberdayaan karyawan dengan baik, yaitu dengan cara meningkatkan dan mengembangkan kemampuan serta keterampilan yang dimilikinya untuk di aplikasikan kedalam pekerjaannya. Pengembangan pembelajaran telah dirasakan dan berjalan dengan baik pada LPP RRI Bogor, yaitu dengan cara karyawan diberi kesempatan, wewenang, tanggungjawab dan kepercayaan untuk mengambil suatu keputusan, rencana kerja dan target yang akan dicapainnya, sehingga karyawan dipercaya untuk melakukan Kemampuan
kreativitas berinovasi
dan
inovasi
karyawan
secara
akan
berkelanjutan.
berkelanjutan
jika
disediakan akses terhadap teknologi dan pengetahuan mutakhir.
79
Akses ini merupakan adopsi sarana pengetahuan yang senantiasa dibutuhkan untuk berinovasi. Penyediaan akses yang memadai bagi karyawan adalah sama penting dengan melakukan pengembangan pegawai itu sendiri. B. Manager Pada Tabel 8 dapat digambarkan bahwa pemberdayaan pimpinan sebagian besar telah diterapkan oleh LPP RRI Bogor dengan nilai sebesar 43,68%, 31,80% karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 19,54% karyawan menyatakan seluruhnya diterapkan, dan 4,98% karyawan menyatakan belum diterapkannya pemberdayaan pimpinan pada LPP RRI Bogor. Berdasarkan
data
tersebut
LPP
RRI
Bogor
melalui
pemimpinnya memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk mengembangkan pengetahuan dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut kedalam suatu hasil kerja. Pemimpin dan karyawan bekerja bersama-sama dalam belajar dan menyelesaikan masalah secara bersama-sama. Para pemimpin di LPP RRI Bogor berperan aktif dalam melatih, mendampingi, dan memfasilitasi dalam proses pembelajaran. Seorang pemimpin diharapkan sebagai pemberi informasi, sebagai pemberi arah, sebagai pelatih, dan sebagai agen perubahan, yang memicu serta mendorong karyawannya untuk menciptakan kreativitas, inovasi dan mempraktekannya kedalam suatu pekerjaan sesuai bidangnya masing-masing. Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk melakukan pendekatan kepada karyawannya,
mampu
memberdayakan
dan
membangun
kompetisinnya. C. Pelanggan/konsumen Berdasarkan data diatas pemberdayaan pelanggan sebagian besar telah diterapkan dengan nilai 54,02%, 31,03% karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 13,79% karyawan menyatakan seluruhnya telah diterapkan, dan 1,15% karyawan menyatakan pemberdayaan belum diterapkan di LPP RRI Bogor.
80
Berdasarkan analisis tersebut LPP RRI Bogor telah melakukan pemberdayaan konsumen dengan melakukan perbaikan kualitas pelayanan yang diberikan LPP RRI Bogor untuk konsumen. Perbaikan pelayanan dapat meliputi kualitas hasil output dari radio dan acara-acara yang diselenggarakan oleh LPP RRI Bogor. LPP RRI Bogor juga melakukan penelitian untuk mengetahui respon pendengar dan memperbaiki kualitas pelayanan LPP RRI Bogor, sebagai perbaikan guna menghadapi persaingan yang ada. Penelitian itu dilakukan dengan menyebarkan angket kepada pendengar yang disesuaikan dengan karakteristiknya, hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi, kritik dan saran yang dapat membangun LPP RRI Bogor untuk melakukan suatu perubahan baru. LPP RRI Bogor juga memberikan kesempatan kepada karyawan untuk ikut berpartisipasi dengan kegiatan pembelajaran pada LPP RRI Bogor, misalnya LPP RRI Bogor melakukan kegiatan dengan pendengar yaitu gelar budaya, acara jalan sehat, Offair hip hop, Offair jazz, dan kegiatan seni dan budaya yang melibatkan komunitas tertentu. Hal tersebut dilakukan agar terjadi kerjasama karyawan dengan konsumen untuk menciptakan inovasi
baru kedalam program-program
yang
dilaksanakan LPP RRI Bogor. Hal ini sesuai dengan visi dari LPP RRI Bogor yang selalu ingin memberikan hiburan dan informasi sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. D. Supplier Berdasarkan data pada Tabel 8 dapat terlihat pemberdayaan supplier pada LPP RRI Bogor
sebagian kecil telah diterapkan
dengan nilai 43,68%, 37,93% karyawan menyatakan sebagian besar telah diterapkan, 11,49% karyawan menyatakan pemberdayaan supplier seluruhnya telah diterapkan di LPP RRI Bogor, dan 6,90% karyawan menyatakan belum diterapkan. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa LPP RRI Bogor sebagian kecil telah menerapkan pemberdayaan supplier,
81
dengan memberikan perhatian kepada supplier yang mendukung dan berpartisipasi setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh LPP RRI Bogor dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Kesempatan tersebut telah dirasakan oleh supplier, hal tersebut terlihat bahwa supplier secara professional diberikan kelaluasaan untuk membantu keberhasilannya suatu kegiatan yang dilakukan oleh LPP RRI Bogor, misalnya dengan menyediakan keperluan kantor yang meliputi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh LPP RRI Bogor dalam melaksanakan tugasnnya memberikan pelayanan kepada konsumen. Barang dan jasa itu seperti komputerisasi, software, dan peralatan-peralatan yang mendukung siaran, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara LPP RRI Bogor dan supplier agar pada pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik. E. Partner aliansi Pada Tabel 8 diketahui bahwa LPP RRI Bogor telah melakukan pemberdayaan partner aliansi, hal tersebut terlihat yaitu sebagian kecil telah diterapkan dengan nilai 59,77%, 24,14% karyawan meyatakan sebagian besar telah diterapkan , 10,34% karyawan
menyatakan
belum
diterapkan,
5,75% karyawan
menyatakan seluruhnya telah diterapkan dalam LPP RRI Bogor. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa LPP RRI Bogor sebagian kecil telah menerapkan pemberdayaan parter aliansi secara meluas kepada seluruh stakeholder untuk saling mendukung dalam meningkatkan kompetensi dan pembelajaran dari seminar-seminar yang dilaksanakan oleh LPP RRI Bogor untuk mencari pengetahuan dan keterampilan yang baru dalam usaha untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Pada pelaksanaannya kegiatan tersebut telah dilaksanakan tetapi masih sangat kurang, karena keterbatasan waktu dan biaya. Kegiatan yang dilakukan oleh LPP RRI Bogor adalah memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan, workshop, dan in house training yang diadakan oleh partner aliansi guna
82
mendukung
pembelajaran
karyawan
agar
memaksimalkan
pengetahuan dan kemampuannya sesuai bidang dan pendidikan masing-masing. Partner aliansi yang membantu terciptanya pembelajan pada LPP RRI Bogor adalah Pemerintah, konsultan, peneliti, dan perguruan tinggi yang dapat membantu karyawan untuk meningkatkan kompetensinya. F. Masyarakat Pemberdayaan masyarakat di LPP RRI Bogor sebagian kecil telah diterapkan dengan nilai 44,83%, 31,03 karyawan menyatakan sebagian besar telah diterapkan, 16,09% karyawan menyatakan pemberdayaan masyarakat belum diterapkan di LPP RRI Bogor, 8,05% karyawan menyatakan sepenuhnya telah diterapkan (Tabel 8). LPP RRI Bogor pada pelaksanaanya sebagian kecil telah menerapkan pemberdayaan masyarakat yaitu dengan memberikan informasi terbaru dari produk yang dihasilkan oleh LPP RRI Bogor baik melalui media cetak atau media elektronik (website). Produk yang dihasilkan LPP RRI Bogor adalah hasil siaran yang meliputi berita dan informasi, sehingga antara masyarakat dan LPP RRI Bogor perlu adanya kerjasama yang baik.
LPP RRI Bogor
memandang masyarakat sebagai salah satu sumber informasi yang dapat membantu perkembangan LPP RRI Bogor sebagai radio yang dapat
memberikan
pelayanan
yang
terbaik
yaitu
dengan
memperhatikan dan menganalisa perubahan-perubahan di sekitar masyarakat untuk mengetahui apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga LPP RRI Bogor lebih peka terhadap perubahan
yang
terjadi
disekitar
masyarakat
dan
mampu
menghadapi serta menyelesaikan permasalahan yang ada. Berdasarkan data pada Tabel 8, dapat dilihat bahwa sub sistem pemberdayaan manusia pada LPP RRI Bogor sebagian besar telah diterapkan dengan baik. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa karyawan banyak menjawab yaitu sub sistem pembelajaran
83
sebagian besar telah diterapkan dengan nilai 41,38%, 38,74 karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 12,53% karyawan menyatakan bahwa sub sistem pemberdayaan manusia seluruhnya telah diterapkan, dan 7,36% karyawan menyatakan belum diterapkan di LPP RRI Bogor. LPP RRI Bogor
telah
melakukan pemberdayaan manusia baik itu eksternal maupun internal, hal tersebut dilakukan untuk membentuk LPP RRI Bogor menjadi radio terbaik dengan memberikan informasi dan berita dengan sebaik mungkin, sehingga masyarakat puas dengan kualitas produk yang dihasilkan LPP RRI Bogor. Mewujudkan organisasi pembelajar di LPP RRI Bogor diperlukan kerjasama antar sesama, seperti pemimpin yang dapat memberikan fasilitas dan mendukung kegiatan yang dilakukan oleh karyawan dengan memberikan kesempatan
kepada karyawan
untuk pengambilan keputusan
dalam pekerjaan, hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, dengan berbagi informasi dengan konsumen juga
dapat
meningkatkan
pelayaanan
terhadap
kebutuhan
konsumen yang dapat didukung dengan adanya supplier yang dapat memenuhi kebutuhan barang dan jasa untuk mewujudkan pembelajaran organisasi. Karyawan menerapkan pembelajaran organisasi melalui partner aliansi untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru, masyarakat juga memberikan peranan penting untuk mendukung terciptanya pembelajaran organisasi melalui analisa dan
mencari informasi terhadap perubahan
lingkungan masyarakat, yang dapat menjadikan radio LPP RRI Bogor menjadi lebih baik lagi. 4.7.4. Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan Pada sub sistem pengelolaan pengetahuan yang menjadi salah satu indikator dlam organisasi pembelajar memiliki empat sub indikator
yang
meliputi
akuisisi
pengetahuan,
penciptaan
pengetahuan, penyimpanan pengetahuan, transfer dan penggunaan
84
pengetahuan.
Hasil
analisis
tentang
sub
sistem
pengelolaan
pengatahuan pada LPP RRI Bogor dapat terlihat dari Tabel 9. Tabel 9. Jawaban Responden Untuk Penerapan Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan pada LPP RRI Bogor.
Item Pertanyaan A. Akuisisi Persentase (%) B. Penciptaan Persentase (%) C. Penyimpanan Persentase (%) D. Transfer dan penggunaan Persentase (%) Total penerapan pembelajaran Persentase (%)
Belum diterapkan (1) 13 4,98% 37 14,18% 15 8,62%
Sebagian kecil telah diterapkan (2) 92 35,25% 90 34,48% 75 43,10%
Sebagian besar telah diterapkan (3) 124 47,51% 108 41,38% 74 42,53%
Seluruhnya diterapkan (4) 32 12,26% 26 9,96% 10 5,75%
18 10,34%
86 49,43%
61 35,06%
9 5,17%
100%
83 9,54%
343 39,43%
367 42,18%
77 8,85%
100%
Jumlah Responden 100% 100% 100%
A. Akuisisi pengetahuan Berdasarkan Tabel 9 diatas menunjukan bahwa sub sistem akuisisi sebagian besar telah diterapkan oleh LPP RRI Bogor dengan nilai 47,51%, 35,25 karyawan menyatakan sebagian kecil telah menerapkan, 12,26% karyawan menyatakan seluruhnya telah diterapkan, dan 4,98% karyawan menyatakan belum diterapkan pada LPP RRI Bogor. Menurut data tersebut dapat diketahui bahwa LPP RRI Bogor merasakan pentingnya pengetahuan dan kemampuan menggunakan teknologi, yang digunakan untuk memberikan arahan agar terjadi proses transformasi (proses kerja) yang efisien dan efektif, dan informasi dibutuhkan untuk pengendalian hasil (keluaran). Kunci sukses meningkatnya kesejahteraan dan kualitas kehidupan kerja individu maupun kelompok pada LPP RRI Bogor, sangat ditentukan oleh penemuan dan pendalaman atas ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota dari organisasi tersebut. Akuisisi (penguasaan) pengetahuan berkaitan dengan pengumpulan input berupa informasi dan data baik internal maupun ekstenal dari organisasi. LPP RRI Bogor memerlukan penguasaan
85
pengetahuan sebagai alat untuk mentransformasikan pengetahuan yang dibutuhkannya. Setiap karyawan diberikan kesempatan untuk aktif mencari informasi yang dapat meningkatkan kinerja organisasi. LPP RRI Bogor dalam mememnuhi kebutuhan karyawan
menyediakan
sistem
yang
dapat
diakses
dan
memungkinkan karyawan untuk mencari informasi internal dan eksternal. Sumber pengetahuan eksternal dapat karyawan dapatkan melalui studi banding dari organisasi lain yang lebih berhasil, konferensi, seminar, internet, televisi, umpan balik dari konsumen dan informasi sekitar lingkungan organisasi atau kerja sama dengan organisasi lain. B. Penciptaan pengetahuan Pada Tabel 9 diketahui bahwa salah satu sub sistem pengelolaan pengetahuan adalah penciptaan pengetahuan, LPP RRI menyatakan sebagian besar telah diterapkan dengan nilai 41,38%, 34,48% karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 14,18% karyawan menyatakan belum diterapkan, dan 9,96% karyawan menyatakan bahwa penciptaan pengetahuan pada LPP RRI Bogor telah seluruhnya diterapkan. Penciptaan pengetahuan yang dilakukan LPP RRI Bogor adalah melakukan kegiatan yang membutuhkan pengetahuan baru yang membutuhkan wawasan dan proses pemecahan masalah yang ada pada organisasi baik dalam suatu unit atau bagian kerja. Setiap karyawan dilatih untuk berfikir dan bereksperimen secara kreatif dalam suatu kegiatan yang dilaksanakan LPP RRI Bogor. Kegiatan penciptaan pengetahuan yang dilaksanakan oleh LPP RRI Bogor adalah kegiatan seminar, presentasi mengenai kegiatan baru, serta setiap karyawan yang berkompeten diberi kesempatan untuk menduduki suatu kepemimpinan dalam suatu kegiatan untuk menyalurkan ide, inovasi, keterampilan berpikir, kreativitas dan mampu bereksperiman menghasilkan suatu kegiatan yang baik dan menarik. LPP RRI Bogor telah mengarah pada penciptaan
86
pengetahuan, tetapi belum merata diseluruh unit/bidang kerja. Kemunginannya adalah
beberapa karyawan
belum mampu
menuangkan ide-ide kreatifnya, sehingga mereka belum dapat melakukan proses penciptaan pengetahuan secara maksimal, untuk itu ada beberapa karyawan yang tidak dapat diikutsertakan dalam kegiatan secara keseluruhan, mereka hanya dilibatkan pada kegiatan yang tidak mengarah pada pengambilan keputusan. C. Penyimpanan pengetahuan Menurut data pada Tabel 9 LPP RRI Bogor menyatakan bahwa pada salah satu sub indikator penyimpanan pengetahuan sebagian kecil telah dilaksanakan dengan nilai sebesar 43,10%, 42,53% karyawan menyatakan sebagian besar telah diterapkan, 8,62% karyawan menyatakan belum diterapkan, dan 5,75% karyawan menyatakan LPP RRI Bogor telah menerapkan seluruhnya. Berdasarkan data tersebut LPP Bogor telah menerapkan salah satu sub sistem pengelolaan pengetahuan yaitu pada penyimpanan pengetahuan, dan telah mengarah pada pembentukan organisasi yang
baik.
Penyimpanan
pengetahuan
digunakan
untuk
pengkodean dan pemeliharaan pengetahuan yang dibutuhkan oleh seluruh karyawan dan pimpinan untuk memperoleh dan mengakses data dan informasi dari berbagai sumber. Karyawan menyadari arti penting untuk terus memelihara iklim belajar di LPP RRI Bogor dan
berbagi
pengetahuan
dengan
membutuhkannnya. Penyimpanan
karyawan
data dan
lain
yang
informasi
akan
memudahkan penyimpanan dan penelusuran serta pencarian kembali pengetahuan dengan pengelolaan yang maksimal,maka ketika karyawan membutuhkan data dan informasi dapat diketahui dan dipergunakan dengan mudah. D. Transfer dan penggunaan pengetahuan Pada Tabel 9 menjelaskan bahwa LPP RRI melakukan salah sub sistem indikator pengetahuan yaitu transfer dan penggunaan
87
pengetahuan, dapat dilihat bahwa LPP RRI Bogor sebagian kecil telah menerapkan dengan nilai 49,43%, 35,05% karyawan menyatakan sebagian besar telah diterapkan, 10,34% karyawan menyatakan belum diterapkan, 5,17 karyawan menyatakan telah diterapkan pada LPP RRI Bogor. Berdasarkan data tersebut LLP RRI Bogor telah menuju kedalam organisasi pembelajaran yang baik dengan melakukan transfer dan penggunaan pengetahuan disetiap karyawannya. Penyebaran pengetahuan dilakukan melalui beberapa hal baik sengaja atau tidak segaja dilakukan. LPP RRI Bogor melakukan penyebaran dan penggunaan pengetahuan dengan komunikasi secara
individu,
melakukan
pelatihan
serta
kursus-kursus,
konferensi internal, briefing, publikasi internal, kegiatan pariwisata, mutasi kerja, rotasi kerja dan mentoring. LPP RRI Bogor terusmenerus mengembangkan strategi dan mekasnisme-mekanisme baru untuk berbagi pengetahuan dan pembelajaran diseluruh bidang atau unit kerja. Tetapi pada pelaksaannya pada LPP RRI Bogor belum secara merata pada seluruh karyawan, hal tersebut terjadi dikarenakan ada beberapa karyawan yang memiliki pengetahuan atau
kemampuan yang masih kurang, sehingga organisasi
pembelajar masih perlu diterapkan dengan baik. Penerapan sub sistem pengelolaan pengetahuan dapat dilihat dari Tabel 9, bahwa sub sistem pengelolaan pengetahuan secara keseluruhan dapat dijelaskan bahwa LPP RRI Bogor sebagian besar diterapkan dengan nilai 42,18%, 39,43% karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 9,54% karyawan menyatakan belum diterapkan, dan 8,85% karyawan menyatakan seluruhnya telah diterapkan pada LPP RRI Bogor. Dari data tersebut terlihat mayoritas karyawan menyatakan sebagian besar telah diterapkan di LPP RRI Bogor, sehingga terjadi adaptasi pengetahuan/akuisisi pengetahuan, adanya penciptaan-penciptaan pengetahuan baru, penyimpanan pengetahuan yang mampu dengan mudah diakses
88
oleh seluruh karyawan dan penyebaran atau transfer pengetahuan yang diperlukan oleh setiap karyawan. Hal tersebut akan memicu karyawan
untuk
mengembangakan
pengetahuannya
dengan
menciptkan inovasi dan kreatifitasnya untuk di aplikasikan kedalam suatu bentuk kegiatan guna kemajuan LPP RRI Bogor. Karyawan LPP RRI Bogor mempunyai tanggungjawab dalam pengelolaan pengetahuan baik dalam hal pengumpulan, penciptaan, penyimpanan maupun transfer pengetahuan. Hal itu dapat membuat karyawan perlu mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan kinerjanya terhadap LPP RRI Bogor, dengan mencari informasi secara
internal
dan
eksternal
serta
perlunya
memantau
perkembangan teknologi informasi dari luar organisasi dengan cara ikut serta studi banding dengan organisasi lain, menghadiri seminar serta
meningkatkan
kemampuan
serta
mengembangkan
pengalamannya kedalam suatu pekerjaan. 4.7.5. Sub Sistem Penerapan Teknologi Sub sistem penerapan teknologi memiliki tiga sub indikator yang meliputi teknologi informasi, pembelajaran berbasis teknologi dan EPSS. Dari kuesioner yang telah disebarkan kepada karyawan, maka dihasilkan analisis sistem penerapan teknologi yang dapat dilihat melalui Tabel 10. Tabel 10. Jawaban Responden Untuk Penerapan Sub Sistem Penerapan Teknologi pada LPP RRI Bogor.
Item Pertanyaan A. Teknologi informasi
Belum diterapkan (1)
Sebagian kecil telah diterapkan (2)
Sebagian besar telah diterapkan (3)
Seluruhnya diterapkan (4)
3
55
83
33
Persentase (%) B. Pembelajaran berbasis teknologi
1,72%
31,61%
47,70%
18,97%
32
138
80
11
Persentase (%)
12,26%
52,87%
30,65%
4,21%
C. EPSS
53
195
159
28
Persentase (%) Total penerapan pembelajaran
12,18%
44,83%
36,55%
6,44%
88
388
322
72
Persentase (%)
10,11%
44,60%
37,01%
8,28%
Jumlah Responden
100%
100% 100%
100%
89
A. Teknologi Informasi Pada Tabel 10 dapat dijelas kan bahwa sub sistem penerapan teknologi telah dilakukan dengan baik, hal ini terlihat bahwa hasil analisis
tersebut karyawan menyatakan
teknologi informasi
sebagian besar telah diterapkan di LPP RRI Bogor dengan nilai 47,70%, 31,61% karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 18,97% karyawan menyatakan seluruhnya telah diterapkan, dan 1,72% karyawan menyatakan bahwa teknologi informasi belum diterapkan oleh LPP RRI Bogor. LPP RRI Bogor membutuhkan karyawan yang mampu memahami karakteristik dan penggunaan teknologi maju, baik teknologi proses maupun teknologi informasi (capital structured) yang digunakan untuk memaksimumkan nilai tambah perusahaan. Kegiatan teknologi informasi yang dilakukan LPP RRI Bogor sangat berkaitan dengan teknologi komputerisasi, yang digunakan untuk membantu karyawan menyelesaikan pekerjaan baik itu mengumpulkan data dan informasi, mengolah data tersebut, menyimpannya dan menyebarkan data dan informasi dengan cepat dan sistematis karena tidak terbatas jarak dan waktu. Pada pelaksanaannya ada beberapa karyawan di LPP RRI Bogor yang masih belum mampu menguasai teknologi komputerisasi, hal tersebut
dikarenakan
tidak
semua
karyawan
menerima
pekerjaannya kerap mengandalakan teknologi komputer sebagai alat kerja yang dapat membantu pekerjaan mereka. B. Pembelajaran berbasis teknologi Pada Tabel 10 menjelaskan bahwa LPP RRI Bogor pada pembelajaran berbasis teknologi sebagian kecil telah diterapkan dengan nilai sebesar 52,87%, 30,65% karyawan menyatakan sebagian besar telah dilaksanakan, 12,26% karyawan menyatakan bahwa pembelajaran berbasis teknologi belum diterapkan, 4,21% karyawan menyatakan seluruhnya telah diterapkan oleh LPP RRI Bogor.
90
LPP RRI Bgor pada pelaksanaanya telah menerapkan pembelajaran berbasis teknologi pada setiap bidang atau unit kerja, pembelajaran tersebut berkaitan dengan penggunaan audio, video, dan
pelatihan
multimedia
dengan
menggunakan
teknologi
komputerisasi. Pada bidang siaran teknologi tersebut sangat dibutuhkan karena berkaitan dengan hasil output siaran, output tersebut dihasilkan melalui audio yang dapat menghasilkan suara, teknologi komputerisasi digunakan untuk memasukan data-data lagu, iklan,
informasi dan berita. Sehingga untuk dibeberapa
bidang teknologi tersebut sangat diperlukan, untuk mewujudkan itu setiap
karyawan
diberikan
kesempatan
untuk
belajar dan
mengembangkan keterampilannya. Tetapi karyawan LPP RRI Bogor belum sepenuhnya menguasai teknologi komputer dan fasilitas-fasilitas yang ada secara maksimal dikarenakan karyawan memiliki keterbatasan kemampuan yang mereka miliki. Fasilitasfasilitas belajar yang berkaitan dengan teknologi informasi seperti sarana
multimedia
elektronik,
dan
menghadirkan
suasana
pembelajaran yang mengintegrasikan seni, warna, musik dan papan peraga di LPP RRI Bogor juga belum sepenuhnya lengkap dan terpenuhi, hal tersebut karena keterbatasan dana yang dimiliki LPP RRI Bogor, tetapi untuk saat ini LPP RRI Bogor sedang mengalami masa proses perubahan teknologi. Proses perubahan teknologi tersebut menuntut komitmen serta keberdayaan tenaga kerja untuk itu perlu dikelola dengan sistematik dan konsisten,dan perlu membangun komitmen, kompetensi, dan kemampuan belajar budaya kerja organisasi. C. EPSS (electronic Performance support system) Pada Tabel 10 dapat dijelaskan bahwa salah satu indikator sistem penerapan teknologi yaitu EPSS (electronic Performance support system) telah dilakukan oleh LPP RRI Bogor, hal ini dapat dijabarkan bahwa 44,83% karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 36,55% karyawan menyatakan sebagian besar
91
telah
menerapkan,
12,18%
karyawan
menyatakan
belum
diterapkan, dan 6,44% karyawan menyatakan EPSS (electronic Performance support system) pada LPP RRI Bogor seluruhnya telah diterapkan. Berdasarkan data tersebut dapat dijelaskan bahwa LPP RRI Bogor selalu berusaha menerapkan organisasi pembelajar kesetiap karyawannya, dengan suatu sistem pendukung kinerja elektronik menggunakan data (teks, visual, dan audio) dan dasar pengetahuan untuk menangkap, menyimpan, dan mendistribusikan informasi diseluruh organisasi sehingga dapat membantu para pekerja mencari tingkat kinerja tertinggi mereka dalam waktu secepat mungkin. Namun pada pelaksanaanya beberapa karyawan merasa belum meratanya penggunaan sistem pendukung elektronik seperti audio dan perangkat komputer dengan fasilitas multimedia. Kinerja menggunakan sistem pendukung kinerja elektronik tersebut belum menjadi budaya pembelajaran pada LPP RRI Bogor, untuk itu karyawan perlu diberikan pelatihan dan pendidikan mengenai teknologi informasi. Hal tersebut untuk menghindari kurangnya kemampuan atau pengetahuan serta keterampilan dari karyawan, sehingga setiap karyawan pada akhirnya memahami dan mampu mengerjakan pekerjaan lebih baik lagi. Berdasarkan data pada Tabel 10 secara keseluruhan data tersebut menyatakan bahwa sistem penerapan teknologi pada LPP RRI Bogor mengarah pada pembentukan organisasi pembelajar yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil analisis pada sistem penerapan teknologi pada LPP RRI Bogor yaitu dengan nilai 44,83% karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 36,55% karyawan menyatakan sebagian besar telah diterapkan, 12,18% karyawan menyatakan belum diterapkan, 6,44%
karyawan
menyatakan
sistem
penerapan
teknologi
seluruhnya telah diterapkan oleh LPP RRI Bogor. Berdasarkan data tersebut LPP RRI Bogor telah melakukan aplikasi teknologi dalam
92
sistem organisasi pembelajar yang meliputi sarana pendukung tersedianya akses dan pertukaran informasi yang dijadikan sebagai suatu sarana untuk melakukan proses pembelajaran berbasis teknologi. LPP RRI Bogor membuat suatu sistem seperti sms online, teleconference, website yang berisikan live streaming, service center,dan polling pendapat. Hal tersebut digunakan untuk mencari informasi dan data mengenai LPP RRI Bogor, ini berguna bagi karyawan serta masyarakat. Selain itu LPP RRI Bogor menerapkan kepada karyawannya untuk memahami dan terus belajar teknologi informasi. Meskipun pada pelaksanaanya karyawan menyatakan hanya sebagian kecil sistem penerapan teknologi yang diterapkan di LPP RRI Bogor, dikarenakan belum meratanya pemberian kesempatan oleh LPP RRI Bogor kepada karyawannya untuk menggunakan teknologi, dan kurangnya keinginan karyawan untuk lebih mendalami kemapuan dan pengetahuannya mengenai teknologi informasi. 4.7.6. Hasil Nilai Rataan Tingkat Penerapan Dimensi Organisasi Pembelajar pada LPP RRI Bogor Penerapan dimensi organisasi pembelajar dibentuk oleh lima sub sistem
yaitu
dinamika
pembelajaran,
transformasi
organisasi,
pemberdayaan pegawai, pengelolaan pengetahuan, dan penerapan teknologi. Kelima sub sistem organisasi pembelajar tersebut saling berkaitan satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan antara sub-sub sistem organisasi, dan berpusat pada dimensi dinamika pembelajaran. Hasil analisis tingkat penerapan organisasi pembelajar secara keseluruhan pada LPP RRI Bogor dapat selengkapnya disajikan pada Tabel 11.
93
Tabel 11. Tingkat Penerapan Dimensi Organisasi Pembelajar pada LPP RRI Bogor.
Item Pertanyaan A. Pembelajaran B. Transformasi organisasi C. Pemberdayaan pegawai D.Pengelolaan pengetahuan E. Penerapan teknologi Total Persentase (%)
Belum diterapkan (1) 50 (5,75%) 60 (6,90%) 64 (7,36%) 83 (9,54%) 88 (10,11%) 345 7,93%
Sebagian kecil telah diterapkan (2) 282 (32,4%) 278 (31,95%) 337 (38,74%) 343 (39,43%) 388 (44,60%) 1628 37,43%
Sebagian besar telah diterapkan (3) 399 (45,86%) 387 (44,48%) 360 (41,38%) 367 (42,18%) 322 (37,01%) 1835 42,18%
Seluruhnya diterapkan (4) 139 (15,98%) 145 (16,67%) 109 (12,53%) 77 (8,85%) 72 (8,28%) 542 12,46%
Berdasarkan data tersebut karyawan menyatakan bahwa penerapan dimensi organisasi pembelajar telah dilakukan oleh LPP RRI Bogor dan menuju kearah yang lebih baik, hal tersebut dapat terlihat bahwa karyawan menyatakan sebagian besar telah diterapkan dengan nilai 42,18%, 37,43% karyawan menyatakan sebagian kecil telah diterapkan, 12,46% seluruhnya telah diterapkan, dan 7,93% karyawan menyatakan bahwa dimensi organisasi pembelajar secara keseluruhan belum diterapkan di LPP RRI Bogor. Data tersebut menjelaskan bahwa secara keseluruhan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor sebagian besar telah diterapkan. Hal tersebut menunjukan LPP RRI Bogor mendukung adanya sistem organisasi pembelajar
yang
didukung
oleh
karyawan
yang
berusaha
meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya untuk menjadikan LPP RRI Bogor menerapkan organisasi pembelajar yang lebih baik. Pada pelaksanaannya LPP RRI Bogor masih terdapat keterbatasan, hal tersebut dikarenakan masih kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan mengenai organisasi pembelajar. Namun LPP RRI Bogor tetap selalu berusaha melakukan yang terbaik dengan menerapkan organisasi pembelajar dan melakukan perbaikan-perbaikan pada setiap unit kerja yang didukung oleh karyawan yang berkompeten guna
94
menghadapi persaingan global. LPP RRI Bogor mendorong dan memotivasi
karyawan
menumbuhkan
yang
keinginan
terus
untuk
menggali belajar,
kemampuannnya,
serta
meningkatkan
komunikasi antar pimpinan dan karyawan, serta antar sesama pegawai agar tercipta organisasi pembelajar yang baik. Pada penelitian ini juga melakukan perbandingan antara nilainilai rata-rata penerapan organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor dengan hasil penelitian Marqurdt (1996) yaitu penelitian yang dilakukan terhadap 500 organisasi. Hasil tersebut didapatkan dengan mencari skor rata-rata, yaitu dengan mengalikan setiap skala dengan jumlah responden yang memilih skala tersebut, kemudian hasil tersebut dibagi dengan penjumlahan
responden pada setiap skala
disetiap sub sistem organisasi pembelajar. Hal tersebut tersaji dalam Tabel 12. Tabel 12. Perbandingan Nilai Rata-rata Penerapan Sistem Organisasi Pembelajar pada LPP RRI Bogor dengan Hasil Penelitian Marquardt terhadap lebih dari 500 Organisasi Sub sistem A. Pembelajaran B. Transformasi organisasi C. Pemberdayaan manusia D. Pengelolaan pengetahuan E. Penerapan teknologi Rata-rata
LPP RRI BOGOR
Marquardt
27,21 27,09 25,91 25,03 24,34 25,92
23,20 22,40 21,80 21,60 21,00 22,00
Berdasarkan data pada Tabel 12 hasil rata-rata penerapan sistem organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor memiliki nilai 25,92, nilai tersebut dikatakan memiliki nilai yang baik menurut range result pada Learning Organization Profile Marqurdt (1996). Jika dibandingkan nilai rata-rata penerapan organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor degan hasil penelitian Marquardt terhadap lebih dari 500 organisai, maka nilai rata-rata keseluruhan LPP RRI Bogor berada diatas ratarata dari nilai rata-rata keseluruhan penerapan organisasi pembelajar pada hasil penelitian Marquardt. Untuk itu untuk menjadikan LPP RRI
95
Bogor lebih baik lagi maka diperlukan usaha membangun jiwa kepemimpinan, fondasi belajar, membangun keterampilan belajar, memperbaiki fasilitas belajar, serta membangun disiplin belajar pada setiap karyawan di LPP RRI Bogor Sub sistem pembelajaran di LPP RRI Bogor memiliki nilai tertinggi dengan nilai 27,21 jika dibandingkan dengan nilai pada sub sistem organisasi pembelajar yang lain, untuk itu LPP RRI Bogor telah menerapkan pembelajaran yang baik bagi karyawannya, melalui pembelajaran individu, pembelajaran kelompok, dan pembelajaran organisasi. Pembelajaran akan memicu karyawannya untuk lebih mengembangkan pengetahuan serta kemampuannya demi kemajuan dan perkembangan LPP RRI Bogor. Proses pembelajaran organisasi dapat dimotivasi oleh kondisi lingkungan belajarnya. Membangun organisasi merupakan proses pembelajaran anggota organisai untuk meningkatkan kompetensi kerjanya. Pembelajaran organisasi juga akan meningkatkan efektivitas kerjasama organisasi dan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas kehidupan kerja organisasi. Untuk itu LPP RRI Bogor perlu memotivasi karyawannya untuk memelihara
disiplin
untuk
memelihara
standar
kerja
dan
mengkombinasikasn dengan kuatnya dorongan organisasi agar setiap karyawan mampu dan ingin belajar serta bekerja/bekerjasama untuk menemukan metode kerja yang lebih baik. Sub sistem transformasi organisasi memiliki nilai rata-rata sebesar 27,09, yang menunjukan bahwa transformasi organisasi pada LPP RRI Bogor telah terlaksana dengan baik. LPP RRI Bogor pada pelaksanaannya telah melakukan upayanya untuk tumbuh dan berkembang menjadi organisasi pembelajar yang mampu mengatur dirinya sendiri melalui budaya belajar yang baik, karyawan akan memiliki kepercayaan dan kebiasaan belajar untuk menciptakan inovasi, mengimplementasikan hal baru dan berani mengambil resiko yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu dengan memiliki visi, strategi, dan struktur yang jelas LPP RRI Bogor dapat membangun
96
organisasi yang memiliki harapan atau tujuan, rencana maupun tindakan, dan tanggung jawab terhadap keberhasilan dan kemajuan organisasi. Sub sistem pemberdayaan manusia pada LPP RRI Bogor memiliki nilai rata-rata 25,91 yang menunjukan bahwa pemberdayaan manusia telah dilaksanakan dengan baik. Upaya yang dilakukan LPP RRI Bogor adalah karyawan diberi kebebasan untuk berekspresi membuat suatu kegiatan yang mampu menambah pembelajaran baik secara individu maupun kelompok, serta diberikan wewenang dan tanggungjawab untuk mencapai tujuan organisasi. LPP RRI Bogor telah melakukan pemberdayaan manusia baik dari internal maupun internal guna memberikan informasi dan menjalin kerjasama maupun jaringan guna meningkatkan citra organisasi dan melayani masyarakat dalam mengantisipasi perubahan di dalam dan luar organisasi agar selalu tanggap akan keinginan serta kepentingan masyarakat. Sub sistem pengelolaaan pengetahuan pada LPP RRI Bogor memiliki nilai rata-rata 25,03 yang menunjukan bahwa pengelolaan pengetahuan telah dilaksanakan dengan baik. LPP RRRI Bogor merasakan bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang perlu diterapkan oleh suatu organisasi, hal tersebut meliputi tradisi organisasi, teknologi, sistem operasi dan prosedur, yang masingmasingnya
membutuhkan
suatu
keahlian
pengetahuan.
Pada
pelaksanaannya LPP RRI Bogor menyediakan teknologi informasi berbasis
komputer
yang
dapat
membantu
karyawan
dalam
menyelesaikan dan mempermudah proses pengerjaan tugasnnya serta membantu karyawannya dalam mengembangkan pengetahuan. Sub sistem yang memiliki nilai rata-rata terkecil yaitu memiliki nilai 24,34
bila dibandingkan dengan sub sistem organisasi
pembelajaran yang lain. LPP RRI Bogor perlu meningkatkan penerapan teknologi, karena pada pelaksanaannya karyawan masih memiliki keterbatasan pengetahuan mengenai teknologi informasi. Teknologi informasi sangat penting karena teknologi informasi
97
merupakan suatu alat yang dapat mempercepat proses pembelajaran seperti konferensi menggunakan komputer dan simulasi pengambilan data informasi melalui internet. Peralatan komputer tersebut bekerja untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan penyebarannya yang secara bebas diakses dan dipergunakan diseluruh jajaran, unit-unit organisasi untuk kepentingan keberhasilan organisasi. Untuk itu diperlukan usaha untuk mengembangkan penerapan teknologi diseluruh bidang kerja secara merata melalui pelatihan teknologi informasi berbasis komputer. 4.8. Perbedaan Persepsi antara Pimpinan dan Karyawan LPP RRI Bogor Terhadap Penerapan Dimensi Organisasi Pembelajar. Pada analisis penerapan organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor, untuk membedakan persepsi antar pimpinan dan karyawan dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kruskal Wallis. Setelah dilakukan analisis maka hasil perhitungan tersebut menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara karyawan dengan pimpinan pada LPP RRI Bogor mengenai penerapan dimensi organisasi pembelajar yang meliputi sub sistem pembelajaran, sub sistem transformasi organisasi, sub sistem pemberdayaan manusia, sub sistem pengelolaan pengetahuan, sub sistem penggunaan teknologi. Hal tersebut dapat dilihat melalui hasil secara keseluruhan yang menyatakan bahwa untuk penerapan dimensi organisasi pembelajar rata-rata H = 2,225 yang mengikuti distribusi chi-square. Untuk uji Kruskal Willis ini P-value = 0,331 lebih besar dari α = 0,05 maka Ho: η1 = η2= η3 tidak dapat ditolak. Maka didapatkan konklusi mengenai interpretasi hasil yaitu tidak adanya perbedaan persepsi antara karyawan dengan pimpinan dalam penerapan organisasi pembelajar yang diterapkan di LPP RRI Bogor. Hasil perhitungan perbedaan persepsi pimpinan dan karyawan pada LPP RRI Bogor dengan menggunakan Kruskal Wallis dapat dilihat pada Lampiran 5. Jika dijabarkan masing-masing dari dimensi organisasi pembelajar, pada masingmasing sub sistem dimensi organisasi pembelajar juga menunjukan tidak adanya perbedaan persepsi antara karyawan dan pimpinan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 13.
98
Tabel 13. Analisis Perbedaan Persepsi antara Pimpinan dan Karyawan pada LPP RRI Bogor secara keseluruhan
Keterangan
Pembelajaran
Organisasi
Manusia
Pengetahuan
Teknologi
Rata-rata
Chi-Square Asymp. Sig.
1,8586
2,6319
4,4174
1,3349
0,8845
2,225
0,3556
0,3006
0,0749
0,4164
0,5068
0,331
Hasil yang menunjukan tidak adanya perbedaan pendapat antara pimpinan dan karyawan pada LPP RRI Bogor terjadi karena beberapa karyawan memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebagian karyawan yang memiliki level jabatan. Selain itu faktor yang berpengaruh adalah masa kerja karyawan, karena jika karyawan memiliki masa kerja yang lebih banyak mereka akan memiliki kemampuan, pengalaman dan keterampilan yang mampu meningkatkan penerapan organisasi pembelajar serta telah mampu mengikuti tatanan dan budaya yang ada dalam LPP RRI Bogor, sedangkan pimpinan dengan masa kerja yang lebih sedikit meskipun telah beradaptasi dengan baik tetapi belum sepenuhnya ikut dalam budaya organisasi yang dapat menentukan terwujudnya organisasi pembelajar. LPP RRI Bogor merasa telah menerapkan
organisasi
pembelajar
dengan
baik,
sehingga
pada
pelaksanaannya pimpinan dan karyawan memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pembelajaran guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan individu juga kelompok dan meningkatkan kualitas pelayanan untuk masyarakat. 4.9. Implikasi Manajerial Sumber daya manusia (SDM) adalah sumber daya terpenting disetiap organisasi. Sumber daya ini memegang banyak peranan dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. Apabila sumber daya manusia yang dimiliki oleh LPP RRI Bogor berkualitas dan sesuai dengan harapannya, maka perusahaan tersebut memiliki daya saing yang nyata. SDM yang dianggap penting untuk ditanggulangi pada saat ini adalah tenaga kerja dan lapangan kerja, pendidikan dan teknologi serta mutu hidup. Mutu persiapan SDM perlu ditingkatkan terutama dalam kaitannya dengan daya serap teknologi yang
99
lebih tinggi. Peranan SDM dalam perusahaan meliputi seluruh aspek tingkatan mulai dari tingkat atas sampai tingkat pelaksana. Dalam mencapai suatu tujuan organisasi, SDM yang berada pada tingkat yang lebih tinggi akan mengelola yang berada dibawahnya, dan bagi tingkat pelaksana akan saling bekerja sama dalam menyelesaikan pekerjaan. Salah satu cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah dengan membudayakan manusia itu sendiri melalui proses belajar, yaitu suatu proses individu dan atau sekelompok individu memperoleh dan menguasai pengetahuan yang baru yang diikuti dengan perubahan perilaku dan tindakan serta pengembangan kemampuan di dalam organisasi dan menjadikan organisasi sebagai learning organization. Implikasi manajerial yang dapat diusulkan untuk LPP RRI Bogor berdasarkan uji persepsi yang telah dilakukan pada karyawan LPP RRI Bogor dapat berguna untuk menyelaraskan tujuan utama dan persepsi karyawan terhadap atasan sehingga organisasi pembelajar dapat ditingkatkan dan terjadi kerjasama yang baik antara karyawan dan pemimpin untuk mencapai visi dan misi suatu perusahaan. Penerapan organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor sebagian telah diterapkan dengan baik dan berada diatas rata-rata penerapan dimensi sistem organisasi pembelajar yang dilakukan oleh Marquardt (1966) pada 500 organisasi. Penerapan organisasi pembelajar harus terus ditingkatkan dan dikembangkan agar perusahaan mampu terus mengikuti dan menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi baik secara internal maupun eksternal pada LPP RRI Bogor. Perubahan yang disarankan adalah perubahan yang disesuaikan dengan peraturan-peraturan serta disesuaikan dengan visi dan misi LPP RRI Bogor yang mampu menghasilkan pengetahuan. Pengetahuan dari organisasi dapat menjadikan organisasi tersebut memahami tujuan keberadaannya. Diantara tujuan yang terpenting adalah bagaimana organisasi memahami cara mencapai tujuannya. Organisasi yang sukses adalah organisasi yang secara konsisten menciptakan pengetahuan baru dan menyebarkan secara menyeluruh didalam organisasinya, secara cepat mengadaptasinya kedalam teknologi dan produk layanannya.
100
Penerapan dimensi sistem organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor dibentuk oleh lima sub sistem yang saling berkaitan satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan antara sub-sub sistem organisasi, dan berpusat pada dimensi dinamika pembelajaran. Pembelajaran akan berbeda pada tingkatan individu, kelompok dan tingkat organisasi, pemberdayaan manusia, pengelolaan pengetahuan dan penerapan teknologi diperlukan untuk meningkatkan dan menambah kualitas serta dampak dari organisasi pembelajar. Sehingga pada LPP RRI Bogor sub sistem yang perlu ditingkatkan adalah sub sistem pembelajaran, karena jika sub sistem pembelajaran ini ditingkatkan maka semua akan saling mempengaruhi dan terjadi peningkatan di setiap sub sistem organisasi pembelajar dan LPP RRI Bogor akan lebih maju dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada. Implikasi yang dapat dijalankan oleh manajemen LPP RRI Bogor terhadap pembelajaran adalah: 1. Memberi kesempatan kepada karyawan untuk ikut serta dalam pendidikan dan pelatihan seperti: diklat pengembangan perilaku, pada seksi layanan usaha dapat mengikuti diklat Manajemen Kas Negara, kepada para penyiar diberikan kesempatan mengikuti pelatihan Master of Ceremony (MC) atau penyiar radio agar dapat memberikan informasi yang lebih baik, untuk sub seksi pencitraan diberikan pelatihan mengenai fotografi dan multimedia. 2. Meningkatkan pembelajaran tim dengan membentuk tim produksi dengan meningkatkan kapabilitas individu dan untuk pengembangan organisasi, seperti:
membuat
event
organizer
(EO)
yang
digunakan
untuk
menjalankan dan bertanggungjawab pada kegiatan offair hal ini dimaksudkan para karyawan dapat meningkatkan kompetensi diprofesi mereka dan memberikan pembelajaran manajerial kepada karyawan, dan pembelajaran kepemimpinan serta manajemen kantor agar karyawan dapat memimpin tim kecil dari stiap produksi acara. 3. Mensosialisasikan visi, budaya, srtategi dan struktur dari LPP RRI Bogor kepada karyawan maupun masyarakat, seperti: mengadakan acara atau kegiatan kebudayaan, memberikan informasi dan berita yang terpercaya, dan menanamkan budaya disiplin kepada seluruh karyawan.
101
4. Memberikan kepercayaan serta kesempatan kepada karyawan untuk membuat suatu kegiatan yang kreatif dan inovatif, selain itu karyawan ikut serta dalam pengambilan keputusan dan manager berperan aktif dalam memfasilitasi proses pembelajaran. 5. Mempermudah komunikasi antar seksi dengan menyediakan jaringan komputer yang menghubungakan seluruh seksi di LPP RRI Bogor sehingga program acara, hasil rapat, jadwal siaran, jadwal pemberitaan, jadwal kegiatan offair, surat menyurat dan informasi mengenai LPP RRI Bogor dapat diakses oleh karyawan yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap unit/bagian kerja.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan a. Penerapan organisasi pembelajar pada LPP RRI Bogor dinilai cukup baik dan sebagian telah diterapkan diseluruh unit/bidang kerja baik itu dalam sub sistem pembelajaran, transformasi organisasi, pemberdayaan manusia, pengelolaan pengetahuan, dan penerapan teknologi dengan nilai 42,18% dan berada diatas rata-rata 500 organisasi menurut penelitian yang dilakukan oleh Marquardt yang dikutip Utami (2009), yaitu dengan ratarata sebesar 25,92. Hal tersebut menunjukan LPP RRI Bogor mendukung adanya sistem organisasi pembelajar yang didukung oleh karyawan yang berusaha
meningkatkan
pengetahuan
dan
kemampuannya
untuk
menjadikan LPP RRI Bogor menerapkan organisasi pembelajar yang lebih baik. Namun perlu adanya perbaikan-perbaikan serta meningkatkan lagi penerapannya agar LPP RRI Bogor mampu berkompetisi dan lebih maju lagi. b. Hasil analisis perbedaan persepsi antara pemimpin dan karyawan pada LPP RRI Bogor mengenai penerapan dimensi organisasi pembelajar menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara pimpinan dan karyawan yang disebabkan oleh beberapa hal seperti tingkat pendidikan, masa kerja, dan budaya organisasi yang lebih kuat dibandingkan level jabatan. LPP RRI Bogor merasa telah menerapkan organisasi pembelajar dengan baik, sehingga pada pelaksanaannya pimpinan dan karyawan memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pembelajaran guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan individu juga kelompok dan meningkatkan kualitas pelayannan untuk masyarakat. 2.
Saran 1. Pihak Organisasi LPP RRI Bogor Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, dapat disampaikan beberapa saran untuk kemajuan LPP RRI Bogor antara lain:
103
a.
Organisasi pembelajar yang telah diterapkan oleh LPP RRI Bogor sudah berjalan baik, namun belum dipersepsikan merata pada seluruh karyawan. Hal yang paling penting diperhatikan adalah pada sub sistem pembelajaran yang merupakan pusat dari dimensi organisasi pembelajar, karena jika sub sistem pembelajaran ini ditingkatkan maka semua akan saling mempengaruhi dan terjadi peningkatan disetiap sub sistem organisasi pembelajar dan LPP RRI Bogor akan lebih maju dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada. Untuk mencapai organisasi yang maju, maka LPP RRI Bogor dapat memberikan
kesempatan
kepada
karyawan
untuk
mengikuti
pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kinerjanya. b.
Merumuskan dan menetapkan strategi-strategi baru yang dapat menunjang peningkatan proses pembelajar bagi karyawan yaitu dengan meningkatkan pelatihan dan pendidikan tentang teknologi informasi bagi karyawan, sehingga dapat menambah pengetahuan karyawan megenai teknologi-teknologi baru yang penting bagi mereka dan dapat mereka gunakan dalam melakukan proses belajar, baik itu penyediaan perangkat keras dan perangkat lunak yang udah diakses seluruh pegawai.
c.
Melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap penerapan dimensi organisasi pembelajar yang diterapkan oleh LPP RRI Bogor, misalnya pemimpin lebih bertindak sebagai pendamping dan fasilitator bagi karyawan dalam melakukan proses pembelajaran yang dapat membantu pekerjaan karyawan sesuai dengan visi dan misi LPP RRI Bogor.
2. Penelitian Selanjutnya Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan LPP RRI menjadi organisasi pembelajaran adalah mengenai analisis penerapan organisasi pembelajar yang dihubungkan dengan kinerja pegawai dan manajemen pengetahuan yang sesuai dengan karakter organisasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Argyris C and Schon D.A. 1978. Organizational Learning : Theory of Action Perspsctive. Addison-Wesley, Reading MA. Budi, H. 2006. Kemampuan Pembelajar Organisasi: Kasus Perusahaan Pakan Ternak “Ayam”. Journal of Management Business Review, Vol. 3 No. 1, January 2006: 31-39 Daft, RL. (1995). Organization theory & design (5th Ed). St. Paul: West Publishing Company. Dale, M. (1994). Learning Organization, dalam Mabey, C. & lles P., Managing learning. London & New York: Routledge & The Open University. Ginting, E. D. J. 2004. Peranan Organisasi Pembelajaran dalam Meningkatkan Kompetisi kerja. USU digital library, Medan. Goh, Swee C. (1997). Towards a Learning Organization: The Strategic Building Blocks. http://ifsam.org/1998/DATA/24.pdf//search=’organizationallearningcapabilit y%2Cgoh’. [20 Oktober 2009] Goh, Swee C., and Gregory Richards. “Benchmarking the Learning Capability of Organizations.”European Management Journal 15.5 (Oct. 1997): 575-583. Goh, Swee C., and Peter J. Ryan. Learning Capability. Organization Factor, and Firm Performance. Makalah disajikan pada Third European Conference on Organizational Knowledge, Learning, and Capabilities di Yunani 5-6 April 2002. Artikel dapat diakses di http://is.lse.ac.uk/support/OKLC_2002/pdf_fileslD53.pdf#search=’organizati onallearningcapability%2Cgoh. [22 Oktober 2009] Geus, A. De (1997). The Living Company. Harvard Business School Press: Boston. Marquardt, M & Reynold, A. (1996). The Global Learning Organization. New York: Richard D. Irwin Inc. Marquardt, M 1996. Building The Learning Organization, a sistem Approach to Quantum Improvement and Global Success. Mc. Graw Hill Bok Inc, New York. Marquardt, M. 1994. The Global Learning Organization l. Irwin Profesional Publishing: New York.
105
Pedler, M., Burgoyne, J., & Boydell, T. (1991). The Learning Company: A strategy for sustainable development. Berkshire: McGraw-Hill Book Comp. Europe. Purwanto, A.G. 2007. Kajian Learning Orgaization pada Organisasi Publik. Jurnal pada Universitas Terbuka. Priyono, R.A. 2007. Analisis Penerapan Organisasi Pembelajaran pada PT Java Cell. Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu, Yogyakarta. Senge, P.M. (1990). The fifth discipline: The art & practice the learning organization. New York: Currency Doubleday. Senge, P.M., Klener, A., Roberts, C., Ross, R., & Smith, B. (1995). The fifth discipline fieldbook: Strategies and tools for Building a learning organization. London: Nicholas Brealey. Siegel, S. (1997). Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. CV Alvabeta, Bandung. Umar, H. 2003. Metode riset Bisnis: Panduan Mahasiswa Untuk Melaksankan Riset Dilengkapi Contoh Proposal dan Riset Bidang Manajemen dan Akuntansi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Utami, A.P. 2009. Identifikasi Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajar pada PT Taspen (Persero) Cabang Bogor. Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor Watkins, KE & Marsick, VJ . (1998). Dimention of Learning Organisation Questioner Partners For The Learning Organization, Warwick, RI.
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER ANALISIS PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJAR PADA LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA (LPP RRI) BOGOR.
Kuesioner ini diberikan dalam rangka penyusunan tugas akhir Adhika Kesumaningdyah, mahasiswa Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dalam pengisian kuesioner ini, anda dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik dan sejujur-jujurnya. Kejujuran jawaban anda akan memberiakan manfaat yang berarti bagi penelitian ini, dan pada akhirnya akan menjadi masukan bagi perusahaan anda. Jawaban yang anda berikan tidak akan mempengaruhi penilaian perusahaan terhadap diri anda, karena kuesioner ini ditujukan hanya untuk keperluan ilmiah dan penyelesaian tugas akhir studi. Atas kerjasama Bapak/Ibu/saudara, kami ucapkan terima kasih.
IDENTITAS RESPONDEN Nama
:
Usia
:
Jenis Kelamin
:
Pendidikan terakhir
:
Departemen/ Bagian
:
Jabatan
:
Masa kerja
:
107 Lanjutan lampiran 1 Petunjuk : 1.
Kuesioner ini disusun untuk tujuan penelitian ilmiah.
2.
Berikanlah tanda silang [x] pada jawaban yang anda anggap paling tepat.
3.
Mohon setiap pernyataan dijawab dengan benar dan akurat.
4.
Jawaban yang diberikan tidak berpengaruh kepada penilaian kinerja anda.
5.
Kami menjamin kerahasiaan nama dan identitas anda.
PERTANYAAN Keterangan: 1. Belum diterapkan. 2. Sebagian kecil telah diterapkan. 3. Sebagian besar telah diterapkan. 4. Hampir seluruhnya diterapkan. A. Dinamika Pembelajaran: individu, kelompok dan organisasi. No
Pernyataan
1 LPP RRI Bogor menempatkan pembelajaran secara kontinyu pada setiap karyawan sebagai prioritas utama. 2
LPP RRI Bogor mendorong setiap karyawan untuk belajar dan mengembangkan kemampuannya sendiri.
3 Karyawan menghindari kerancuan dan penyumbatan komunikasi melalui berbagai cara, seperti aktif mendengar dan memberiakan umpan balik. 4 LPP RRI Bogor melakukan pelatihan mengenai cara belajar yang benar kepada karyawan. 5 Karyawan melakukan cara/metode belajar yang bervariasi, misalnya melalui peta pemikiran, gambar, diskusi, bantuan music, dan lain-lain. 6 Karyawan menambah pengetahuan dengan cara belajar dari pengalaman/adaptif (adaptif dari masalah yang ada), belajar untuk memenuhi kebutuhan dimasa depan (antisipatif) dan kreatif.
Responden 1
2
3
4
108 Lanjutan lampiran 1 7 LPP RRI Bogor melakukan pendekatan inovasi dengan cara mengantisipasi cara kerja yang ada, maupun terus menerus secara kreatif mencari cara kerja yang lebih baik. 8 LPP RRI Bogor mendorong tim/kelompok atau individu untuk saling belajar satu sama lain dengan berbagai cara/media yang berbeda-beda (misalnya melalui media elektronik, media tertulis atau buletin dan majalah, rapat antar kelompok, dan lain-lain. 9 Karyawan dapat berpikir dan bertindak berdasarkan suatu pendekatan sistem yang lengkap dan menyeluruh. 10
LPP RRI Bogor melakukan pelatihan bagaimana bekerja dan belajar dalam tim/kelompok.
B. Transformasi Organisasi: visi, budaya, strategi, struktur. No
Pernyataan
11 LPP RRI Bogor menekankan pentingnya kesadaran untuk terus belajar kepada seluruh karyawan. 12
Top manajemen (manajemen puncak) mendukung visi organisasi dalam menerapkan pembelajaran secara terus-menerus.
13
LPP RRI Bogor menciptakan iklim yang mendukung kesadaran akan pentingnya proses belajar.
14
Karyawan memiliki komitmen untuk belajar secara terus menerus untuk peningkatan dan perbaikan.
15
Karyawan belajar baik dari kesuksesan maupun kegagalan.
16
LPP RRI Bogor memberikan penghargaan kepada individu maupun kelompok yang berhasil mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya atau membantu orang lain untuk mengembangkan pengetahuan atau kemampuannya.
17
LPP RRI Bogor memberikan kesempatan belajar dalam setiap aktivitas pekerjaan.
18
LPP RRI Bogor mendesain cara berbagi/penyebaran pengetahuan baru, baik teknologi maupun hasil inovasi karyawan, misalnya melalui rotasi pekerjaan lintas divisi, sistem pembelajaran pada pekerjaan yang terstruktur.
19
LPP RRI Bogor melakukan usaha merampingkan struktur organisasi dengan sedikit tingkat manajemen untuk
Responden 1
2
3
4
LAMPIRAN
109 Lanjutan lampiran 1 memaksimalkan manajemen.
komunikasi
dan
belajar
lintas
tingkat
Karyawan melakukan koordinasi satu sama lain atas dasar tujuan 20 pembelajaran yang sama dan tidak mengkotak-kotakkan diri dalam lingkup divisi saja.
C. Pemberdayaan Pegawai: karyawan, manager, pelanggan, dan masyarakat. No
Pernyataan
21 LPP RRI berupaya mengembangkan pemberdayaan karyawandan komitmen untuk meningkatkan kualitaspembelajaran dan kinerja. 22
Otoritas/kewenangan yang ada di LPP RRI didesentralisasikan dan didelegasikan guna menyeimbangkan tanggungjawab dan kemampuan belajar karyawan.
23
Pimpinan dan karyawan bekerja bersama-sama dalam belajar maupun memecahkan masalah bersama.
24
Para pemimpin berperan aktif dalam melatih, mendampingi, dan memfasilitasi dalam proses pembelajaran
25
Para pemimpin membangkitkan dan meningkatkan kesempatan untuk belajar serta bereksperimen dan mempraktekkan apa yang telah dipelajari sehingga pengetahuan baru dapat dipergunakan.
26
LPP RRI berbagi informasi dengan konsumen guna menjaring ide-ide mereka untuk memperbaiki pelayanan.
27
LPP RRI memberikan kesempatan kepada konsumen dan pemasok untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran dan pelatihan.
28
Para karyawan belajar dari para rekan (konsultan, peneliti, perguruan tinggi) dan pembelajaran ini dimaksimalkan dengan cara membuat perencanaan awal yang memang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.
29
LPP RRI memberiakan kesempatan kepada karyawan untuk belajar dengan konsultan, kelompok masyarakat, asosiasi profesi, dan kalangan akademik.
30
Karyawan secara aktif mencari rekan dalam belajar (konsumen, vendors, pemasok).
Responden 1
2
3
4
110 Lanjutan lampiran 1 D. Pengelolaan Pengetahuan: akuisisi, penciptaan pengetahuan, penyimpanan dan pencarian pengetahuan, dan penyebaran serta penggunaan pengetahuan. No
Pernyataan
31 Setiap karyawan aktif mencari informasi yang bisa meningkatkan kinerja organisasi. 32
LPP RRI menyediakan sistem yang bisa diakses yang memungkinkan pencarian informasi internal dan eksternal.
33
Setiap karyawan memantau perkembangan teknologi informasi diluar kantor dengan cara melihat apa yang dilakukan pihak lain (misalnya dengan melakukan perbandingan kekantor terbaik dibidangnya, menghadiri seminar-seminar, dan menelaah hasilhasil peneletian.
34
Setiap karyawan dilatih untuk memiliki keterampilan berfikir dan bereksperimen secara kreatif.
35
LPP RRI menciptakan proyek untuk menguji cara-cara baru dalam mengembangkan suatu produk atau kualitas pelayanan.
36
LPP RRI menyediakan sistem dan mekanisme untuk memastikan bahwa pengetahuan (informasi) yang penting tersimpan dan tersedia agar mudah didapatkan oleh setiap karyawan yang membutuhkannya.
37
Para karyawan menyadari arti penting untuk terus mememlihara iklim belajar dikantor dan untuk berbagi pengetahuan dengan semua rekan yang membutuhkannya.
38
LPP RRI ada tim lintas fungsi yang digunakan untuk mentransfer pembelajaran antar kelompok, departemen, dan divisi.
39
LPP RRI terus menerus mengembangkan strategi dan mekanisme-mekanisme baru untuk berbagi pengetahuan dan proses pembelajaran diseluruh kantor.
40
Setiap karyawan mendukung pengadaan lokasi, unit, dan proyek tertentu yang menghasilkan pengetahuan baru.
Responden 1
2
3
4
111 Lanjutan lampiran 1 E. Penerapan Teknologi: sistem informasi, pembelajaran berbasis teknologi, dan kinerja sistem dengan dukungan elektronik atau Elektronic Performance Support System (EPSS). No
Pernyataan
41 LPP RRI menyediakan sistem informasi berbasis komputer yang efektif dan efisien untuk mempermudah proses belajar. 42
Setiap karyawan mempunyai akses terhadap jalur cepat informasi (misalnya melalui jaringan komputer lokal (LAN), internet, dan sebagainya).
43
Fasilitas-fasilitas belajar (ruang pelatihan dan koferensi) yang ada di LPP RRI dilengkapi dengan sarana multimedia elektronik dan menghadirkan suasana pembelajaran yang mengintegrasikan seni, warna, musik, dan papan peraga.
44
Setiap karyawan mempunyai akses terhadap program-program belajar berbasis komputer dan alat bantu elektronik (misalnya software untuk membuat diagram alir (flowchart))
45
Karyawan menggunakan teknik groupware (pengelompokan) untuk mengelola proses-proses kelompik (misalnya manajemen proyek, manajemen rapat).
46
Karyawan mendukung konsep belajar tepat pada waktunya (just in time learning), yaitu suatu sistem yang mengintegrasikan sistem pembelajaran berteknologi tinggi, pelatihan, dan aktualisa pekerjaan.
47
LPP RRI menggunakan sistem pendukung kinerja elektronik/EPSS yang memungkinkan karyawan belajar dan menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik.
48
EPSS yang didesain dan disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan belajar karyawan.
49
Setiap karyawan mempunyai akses penuh terhadap data yang mereka perlukan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka secara efektif.
Setiap karyawan menyesuaikan sistem perangkat lunak yang diperlukan untuk mengumpulkan, memberi kode, menyimpan, 50 menciptakan, dan mentransfer informasi dalam berbagai cara yang sesuai dengan kebutuhan sendiri.
Responden 1
2
3
4
112 Lanjutan lampiran 1 Pertanyaan Wawancara
PERTANYAAN WAWANCARA 1. Kegiatan apa yang telah dilakukan LPP RRI dalam rangka mendorong terciptanya pembelajaran individu dan kelompok? 2. Bagaimana transformasi organisasi LPP RRI dalam usahannya menjadi organisasi pembelajar? Kegiatan-kegiatan seperti apa yang dilakukan berkaitan dengan visi, budaya, strategi, dan struktur organisasi? 3. Bagaimana LPP RRI) memberdayakan orang-orang yang berada disekelilingnya (pegawai, manajer, pelanggan, supplier, dan vendors, partner aliansi, dan masyarakat)guna memperoleh dan meningkatkan pembelajaran untuk menuju organisasi pembelajar. 4. Bagaimana LPP RRI melakukan pengelolaan pengetahuan yang dimilikinya (akuisisi, penciptaan, penyimpanan, transfer dan penggunaan) agar pengetahuan yang dimilikinya bertambah dan bermanfaat. 5. Bagaimana LPP RRI menerapkan teknologi yang dimilkinya (teknologi informasi, pembelajaran berdasarkan teknologi, dan EPSS) dalam usaha meningkatkan pengetahuan karyawan dan meningkatkan kinerjanya.
STRUKTUR ORGANISASI LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA BOGOR KEPALALPP LPP RRI KEPALA RRIBOGOR BOGOR Dra.Dwi Hernuningsih. M.Si
Dra.Dwi Hernuningsih. M.Si NIP. 19610816 198302 2 002 NIP. 19610816 198302 2 002
SUB BAGIAN TATA USAHA Supriyadi,SH NIP. 19600716 199303 1 002
KEPALA URUSAN SUMBER DAYA MANUSIA H.Muslich Hidayat. BA NIP. 19550328 198511 1 001
KEPALA SEKSI SUMBER DAYA TEKNOLOGI Mulyono Hairlambang NIP. 050022739
KEPALA URUSAN KEUANGAN Sulasmi NIP. 19560804 198203
KEPALA URUSAN UMUM Timbul Sarono NIP 19600108 198602 1
KEPALA SEKSI SIARAN Hj. Henny Mulyani. S.Sos, M.Si NIP. 19570716 197902 2 001
KEPALA SEKSI PEMBERITAAN Hj. Dra. SN Sulistyo Wati. MM NIP. 19580704 198203 2 001
KEPALA SUB SEKSI PERENCANAAN DAN EVALUASI PROGRAMA Ubaidah NIP. 19660621 198603 2 001
KEPALA SUB SEKSI BERITA ULASAN DAN DOKUMENTASI Yuni Purwanti NIP. 19610601 198403 2 002
KEPALA SUB SEKSI TEKNIK STUDIO DAN MULTIMEDIA Basarudin NIP. 19591003 198203 1 003
KEPALA SUB SEKSI LAYANAN PUBLIK Ane Daniarti NIP. 19580516 197901 2 001
KEPALA SUB SEKSI LIPUTAN BERITA DAN OLAH RAGA Mulyadi NIP. 19620228 198203 1 006
KEPALA SUB SEKSI TEKNIK TRANSMISI Endang Supena. SPT NIP. 19610818 198203 1 008
KEPALA SUB SEKSI PENGEMBANGAN USAHA Yuliana Marta Doky,S.Sos NIP. 19690702 199903 2 002
KEPALA SUB SEKSI PENGEMBANGAN BERITA Dadan Sutaryana. SH NIP. 19670312 199803 1 002
KEPALA SUB SEKSI SARANA PRASARANA PENYIARAN H. Soenarno NIP. 19551013 198503 1 002
KEPALA SUB SEKSI PENCITRAAN Rinto Mari Dewanto NIP. 19580818 197903 1 003
KEPALA SUB SEKSI PROGRAMA 1 Maryanto NIP. 19560120 197901 1 004
KEPALA SUB SEKSI PROGRAMA 2 Cecep Hadipriyatna NIP. 19661024 198603 1 002
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
KEPALA SEKSI LAYANAN DAN USAHA Ratu Tasarifah NIP. 19541005 197901 2 002
114
Lampiran 3. Uji Validitas Atribut pertanyaan penerapan organisasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Nilai Korelasi (r) 0,766 0,655 0,532 0,645 0,505 0,417 0,820 0,853 0,764 0,824 0,660 0,774 0,728 0,515 0,498 0,600 0,773 0,638 0,431 0,627 0,593 0,564 0,614 0,502 0,707
Atribut pertanyaan penerapan organisasi Nilai Korelasi (r) 26 0,493 27 0,535 28 0,685 29 0,620 30 0,730 31 0,465 32 0,527 33 0,627 34 0,650 35 0,544 36 0,511 37 0,584 38 0,541 39 0,634 40 0,446 41 0,552 42 0,496 43 0,495 44 0,365 45 0,695 46 0,732 47 0,746 48 0,821 49 0,735 50 0,706
Nilai r table pada α = 5% dan N = 30 adalah 0,361 Berdasarkan pengujian validitas dengan Metode Product Moment, ternyata semua butir pernyataan tentang penerapan organisasi pembelajaran pada LPP RRI Bogor yang diuji valid. Hal ini dapat dilihat dari nilai r hitung validitasnya yang lebih besar dari nilai r tabel (ryx > 0,361).
115
Lampiran 4. Uji Reliabilitas Atribut pertanyaan penerapan organisasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Reliability Coefficients N of Cases = 30,0 Alpha = 0,9667
Alpha 0,9656
0,9659 0,9664 0,9660 0,9665 0,9668 0,9652 0,9651
0,9656 0,9652 0,9659 0,9654 0,9657 0,9664 0,9666
0,9661 0,9654 0,9660 0,9673 0,9660 0,9662 0,9662 0,9661 0,9665 0,9657
Atribut pertanyaan penerapan organisasi 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Alpha 0,9665
0,9663 0,9658 0,9661 0,9657 0,9666 0,9664 0,9660
0,9659 0,9663 0,9664 0,9662 0,9663 0,9660 0,9668
0,9663 0,9665 0,9665 0,9669 0,9658 0,9656 0,9656 0,9653 0,9656 0,9657
N of Items = 50
Berdasarkan pengujian reliabilitas dengan Metode Alpha Cronbach’s ternyata 50 butir pernyataan tentang penerapan organisasi pembelajaran di LPP RRI Bogor telah reliabel. Hal ini dapat dilihat dari nilai Alpha Cronbach’s hitung yang lebih besar dari nilai r table ( > 0,6).
Lampiran 5. Uji Kruskal Wallis Ranks A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
JABATAN Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total
N
66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87
Mean Rank 42,87 47,55 40,74 54,24 42,39 49,05 43,42 45,81 45,02 40,79 42,76 47,90 42,23 49,55 40,64 54,57 42,32 49,29 42,57 48,50
Test Statistics(a,b) A1 ,656
A2 5,495
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
,418 ,019 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: JABATAN
,264
,687
,469
,375
,213
,017
,230
,314
Chi-Square df Asymp. Sig.
A3 1,249
A4 ,163
A5 ,524
A6 ,787
A7 1,552
A8 5,709
A9 1,439
A10 1,012
117 Lanjutan lampiran 5 Ranks A11
A12
A13
A14
A15
A16
A17
A18
A19
A20
JABATAN Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total
N
66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87
Mean Rank 40,51 54,98 39,45 58,29 41,07 53,21 44,33 42,98 42,98 47,21 42,43 48,93 41,77 51,00 43,40 45,88 43,28 46,26 43,21 46,48
Test Statistics(a,b)
Chi-Square df Asymp. Sig.
A11
A12
A13
A14
A15
A16
A17
A18
A19
A20
6,341
10,163
4,576
,054
,517
1,305
2,617
,179
,249
,318
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
,012
,001
,032
,817
,472
,253
,106
,672
,618
,573
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: JABATAN
118 Lanjutan lampiran 5 Ranks A21
A22
A23
A24
A25
A26
A27
A28
A29
A30
JABATAN Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total
N
66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87
Mean Rank 40,16 56,07 40,36 55,43 41,81 50,88 41,46 51,98 40,07 56,36 40,90 53,74 41,39 52,21 41,64 51,43 41,49 51,88 42,48 48,79
Test Statistics(a,b)
Chi-Square df Asymp. Sig.
A21
A22
A23
A24
A25
A26
A27
A28
A29
A30
8,680
6,615
2,365
3,101
7,635
5,080
3,403
3,105
3,012
1,178
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
,003
,010
,124
,078
,006
,024
,065
,078
,083
,278
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: JABATAN
119 Lanjutan lampiran 5 Ranks A31
A32
A33
A34
A35
A36
A37
A38
A39
A40
JABATAN Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total
N
66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87
Mean Rank 41,84 50,79 41,27 52,57 43,17 46,60 41,41 52,14 45,07 40,64 43,42 45,81 43,64 45,12 45,36 39,71 42,56 48,52 43,71 44,90
Test Statistics(a,b)
Chi-Square df Asymp. Sig.
A31
A32
A33
A34
A35
A36
A37
A38
A39
2,600
4,144
,343
3,360
,565
,168
,066
,968
1,093
,042
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
,107
,042
,558
,067
,452
,682
,798
,325
,296
,837
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: JABATAN
A40
120 Lanjutan lampiran 5 Ranks A41
A42
A43
A44
A45
A46
A47
A48
A49
A50
JABATAN Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total Pelaksana Pimpinan Total
N
66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87 66 21 87
Mean Rank 43,43 45,79 41,85 50,76 43,67 45,05 43,33 46,12 42,53 48,62 44,58 42,19 41,93 50,50 41,83 50,83 43,51 45,55 43,77 44,71
Test Statistics(a,b)
Chi-Square df Asymp. Sig.
A41
A42
A43
A44
A45
A46
A47
A48
A49
A50
,165
2,305
,056
,246
1,154
,167
2,287
2,317
,121
,027
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
,685
,129
,813
,620
,283
,683
,130
,128
,727
,870
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: JABATAN