PENGARUH PENERAPAN SPIRITUAL LEADERSHIP TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA
TESIS
NURFIKA ASMANINGRUM 0706194785
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN DEPOK JULI, 2009
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
PENGARUH PENERAPAN SPIRITUAL LEADERSHIP TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan
NURFIKA ASMANINGRUM 0706194785
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN DEPOK JULI, 2009
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
:
Nurfika Asmaningrum
NPM
:
0706194785
Tanda Tangan
:
Tanggal
:
13 Juli 2009
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Tesis
: : : :
Nurfika Asmaningrum 0706194785 Magister Ilmu Keperawatan Pengaruh Penerapan Spiritual Leadership terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RS. Islam Surabaya
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan pada Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
:
Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp. M.App.Sc
………………………
Pembimbing
:
Drs. Sutanto Priyo Hastono. M.Kes
………………………
Penguji
:
Debie Dahlia, S.Kp. MHSN
………………………
Penguji
:
Widya Lolita, S.Kp., M.Kep
………………………
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 13 Juli 2009
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, nikmat, dan hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dengan judul ‘Pengaruh Penerapan Spiritual Leadership terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RS. Islam Surabaya’. Tersusunnya tesis ini tentu tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, masukan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih Kepada Yang Terhormat: 1.
Dewi Irawaty, MA, PhD., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
2.
Krisna Yetti SKp. M.App.Sc., selaku ketua Program Pasca Sarjana FIK UI
3.
Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp. M.App.Sc., sebagai pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini
4.
Drs. Sutanto Priyo Hastono, M.Kes, sebagai pembimbing II, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan.
5.
Direktur RS. Islam Surabaya A. Yani dan Jemursari, beserta staf yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian
6.
Bagian Diklat, para kepala ruang, dan segenap perawat RS. Islam Surabaya A. Yani dan Jemursari, atas kerjasama dan bantuannya dalam penelitian ini.
7.
Oktaku, Ibu, Bapak serta adik-adikku yang telah banyak memberikan dukungan moril yang tiada terhitung kepada penulis selama ini
8.
Ketua Yayasan Samodra Ilmu Cendekia beserta seluruh staf dosen STIKES ICME Jombang.
9.
Teman teman FIK UI, Bu Yanti, Bu Yuli, Bu Oktri, Pak Joko, Pak Fajar, Pak Sigit, Pak Saeful dan seluruh teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasama dan dukungannya.
10.
Amansyah, terimakasih atas semuanya, dan seluruh pihak yang turut membantu penyusunan laporan tesis ini.
11.
Semua Pihak yang telah banyak membantu penyelasaian tesis ini.
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan tesis ini dapat membawa manfaat bagi para pembaca dan dapat memperkaya pengembangan ilmu keperawatan Indonesia.
Depok,
Juli 2009
Penulis
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
:
Nurfika Asmaningrum
NPM
:
0706194785
Program Studi
:
Magister Ilmu Keperawatan
Departemen
:
Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan
Fakultas
:
Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
:
Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: ‘Pengaruh Penerapan Spiritual Leadership terhadap Komitmen Organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya’ beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 13 Juli 2009 Yang menyatakan
(Nurfika Asmaningrum)
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: : :
Nurfika Asmaningrum Magister Ilmu Keperawatan Pengaruh Penerapan Spiritual Leadership terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RS. Islam Surabaya
Tuntutan komitmen dan loyalitas bagi perawat diperlukan oleh rumah sakit untuk menampilkan kinerja dan produktivitas yang baik, karena itu perlu upaya meningkatkan komitmen perawat dengan memperhatikan beberapa determinan baik karakteristik perawat dan kepuasan kerjanya. Upaya manajemen SDM berkaitan dengan retensi perawat terbatas dalam upaya bersifat ekstrinsik, sehingga diperlukan manajemen yang lebih komprehensif dalam menstimulus secara intrinsik pada perawat. Tujuan penelitian mengetahui pengaruh penerapan Spiritual Leadership terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS Islam Surabaya dengan menggunakan desain pre and post test design with control group. Perawat pelaksana di ruang rawat inap sejumlah 82 dibagi dalam dua kelompok menjadi sampel penelitian. Instrumen yang digunakan adalah kepuasan kerja yang dikembangkan oleh peneliti, serta instrumen komitmen organisasi yang dimodifikasi dari Psychological Attachment Instrument oleh O’Reilly&Chatman. Intervensi Spiritual Leadership merupakan upaya meningkatkan komitmen organisasi secara intrinsik, melalui integrasi sembilan nilai altruisme dengan budaya rumah sakit. Data dianalisis dengan uji t-test serta regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan komitmen organisasi secara bermakna pada perawat sesudah diterapkan Spiritual Leadership (p value=0.000). Komitmen organisasi pada perawat yang diterapkan spiritual leadership lebih besar secara bermakna dengan yang tidak diterapkan (p value=0.005). Faktor yang dapat memprediksikan meningkatnya komitmen organisasi pada perawat pelaksana adalah penerapan Spiritual Leadership, jenis kelamin perempuan, status menikah, umur perawat yang lebih tinggi, dan masa kerja yang lebih lama. Spiritual leadership berdasar pada visi, kasih yang altruistik dan hope/faith menghasilkan sebuah peningkatan dalam perasaan spiritual (melalui panggilan dan menjadi bagian) dan akhirnya menghasilkan outcome organisasi yang positif yaitu meningkatnya komitmen organisasi. Penerapan Spiritual Leadership dapat menumbuhkan perasaan individu perawat menjadi lebih bermakna dan memiliki perasaan sense of belonging yang tinggi, sehingga disarankan untuk dijaga kelangsungannya untuk lebih mendekatkan nilai individual dengan rumah sakit, agar dapat menurunkan resiko turn over dan meningkatnya kinerja perawat di masa mendatang. Kata Kunci: Komitmen organisasi, Kepuasan kerja dan Spiritual Leadership.
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
ABSTRACT Name : Study Program : Title :
Nurfika Asmaningrum Master of Nursing Science The influence of Spiritual Leadership’s effects on nurse’s organizational commitment in Surabaya Islamic Hospital
Nurse’s commitment and loyalty are important things in the health care sectors, to develop good work performance and productivity. Building the organizational commitment plays the important role with respected the organizational determinant such as personal characteristics, and job satisfaction. Human resources management in Surabaya Islamic hospital that related nurse retention still focused in extrinsic efforts. In the future need comprehensive management to stimulate nurse intrinsic motivation to be more committed. This research to investigate the influence of spiritual Leadership effects on nurse’s organizational commitment in Surabaya Islamic Hospitals based on the control group with pre and post test design. The subjects are 82 nurses that originate from intervention and control group in Surabaya Islamic Hospitals nursing care wards. Instruments are used in order to examine organizational commitment is measured by using adaptations Psychological Attachment Instrument which is presented by O’Reilly dan Chatman. Another instrument used job satisfaction questionnaire that develop by researcher. Spiritual leadership is gained to develop organizational commitment based on integration of altruistic love and organizational culture. Data analysis used mean t-test also liniary multiple regression. The result showed that there was significant differences after practiced spiritual leadership and before practiced (p value=0.000). There was significant differences between nurse’s organizational commitment that practiced spiritual leadership and no practiced (p value=0.005). The factors used to predict increases nurses organizational commitment in research showed that spiritual leadership, female gender, married status, increases age also long nurse’s tenure. Spiritual leadership based on vision, altruistic love, hope/ faith will be stimulate spiritual survival with could to develop nurse calling and membership, and then driver organizational commitment. Sustainaibility implementation spiritual leadership must be continue and develop. Hospital management must to socialize spiritual corporate culture also organizational philosophy for all staff organization, to be more closed their individual values with organizational, so it can reduce turn over and increases nurse performance in next year. . Keywords: Organizational commitment, Job satisfaction and Spiritual Leadership.
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii DAFTAR ISI...................................................................................................... ix DAFTAR TABEL............................................................................................... xi DAFTAR SKEMA ............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 9 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 11 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 11 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasi...................................................................... 13 2.2. Kepuasan kerja ................................................................................ 26 2.3. Spiritual Leadership........................................................................ 32 BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka teori................................................................................. 52 3.2. Kerangka Konsep ............................................................................ 55 3.3. Hipotesis ......................................................................................... 57 3.4. Definisi Operasional ....................................................................... 58 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ............................................................................ 4.2. Populasi dan Sampel ....................................................................... 4.3. Tempat dan waktu penelitian .......................................................... 4.4. Etika Penelitian ............................................................................... 4.5. Alat Pengumpulan Data .................................................................. 4.6. Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 4.7. Pengolahan Data............................................................................. 4.8. Analisis Data ...................................................................................
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
61 62 66 66 67 71 75 75
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Proses pelaksanaan penelitian............................................................80 5.2 Karakteristik Perawat pelaksana........................................................82 5.3 Kepuasan Kerja perawat pelaksana.................................................. 86 5.4 Komitmen organisasi pada perawat...................................................87 BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Spiritual Laedership terhadap komitmen organisasi pada perawat ................................................................................... 104 6.2 Pengaruh kepuasan Kerja terhadap komitmen organisasi................ 114 6.3 Faktor yang berkontribusi terhadap komitmen organisasi............... 119 6.4. Keterbatasan Penelitian 125 6.5 Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Keperawatan ..........................125 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.2 Simpulan......................... .................................................................127 7.2 Saran.................................................................................................128 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................130 LAMPIRAN
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.3 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7 Tabel 5.8 Tabel 5.9
Tabel 5.10 Tabel 5.11 Tabel 5.12 Tabel 5.13 Tabel 5.14 Tabel 5.15 Tabel 5.16 Tabel 5.17 Tabel 5.18 Tabel 5.19
Sembilan Nilai Altruisme dalam teori Spiritual Leadership Ringkasan Alur penerapan Spiritual Leadership Definisi Operasional Jumlah Sampel dan fasilitator kelompok intervensi Jumlah Sampel dan fasilitator kelompok kontrol Hasil validitas dan reliabilitas instrumen penelitian Analisa Bivariat variabel penelitian Karakteristik jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan status pegawai kelompok intervensi dan kontrol di RS. Islam Surabaya Analisis umur dan masa kerja pada kelompok intervensi dan kontrol di RS. Islam Surabaya Kesetaraan karakteristik perawat di RS.Islam Surabaya Kesetaraan karakteristik umur dan masa kerja pada perawat di RS.Islam Surabaya Komitmen organisasi sebelum diterapkan Spiritual Leadership pada kelompok intervensi dan kontrol di RS. Islam Surabaya Kesetaraan kepuasan kerja pada perawat kelompok intervensi dan kontrol di RS. Islam Surabaya Dimensi komitmen organisasi sebelum diterapkan Spiritual Leadership pada kelompok intervensi dan kontrol di RS. Islam Surabaya Kesetaraan komitmen organisasi pada perawat kelompok intervensi dan kontrol di RS. Islam Surabaya Komitmen organisasi sesudah diterapkan Spiritual leadership pada kelompok intervensi dan kontrol di RS. Islam Surabaya Perbedaaan komitmen organisasi sebelum dan sesudah penerapan Spiritual Leadership Perbedaan komitmen organisasi sebelum dan sesudah penerapan Spiritual Leadership
38 51 58 65 65 70 73 83
Perbedaaan komitmen organisasi sesudah penerapan Spiritual Leadership pada kelompok intervensi dan kontrol di RS. Islam Surabaya Pengaruh kepuasan kerja dengan komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya Hubungan karakteristik jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan dengan komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya Hubungan karakteristik umur dan masa kerja dengan komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya Seleksi bivariat variabel Analisis regresi komitmen organisasi pada perawat Pemodelan akhir regresi linier berganda Persamaan garis regresi linier Hasil uji asumsi persamaan garis regresi linier
95
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
84 85 86 87 88 90 91 93
94
92 96 97 98 99 100 101 103
DAFTAR SKEMA Halaman Skema 2.1 Variabel Spiritual leadership………………………..…………….35 Skema 2.2 Mekanisme implementasi Spiritual leadership.…………………...41 Skema 3.1 Kerangka Teori Penelitian…………………………………………54 Skema 3.2 Kerangka Konsep penelitian……………………………………….56 Skema 4.1 Rancangan Desain Penelitian……………………………………....61 Skema 4.2 Kerangka Kerja Penelitian………………………………………....74
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1:
Matriks kegiatan Penelitian
Lampiran 2:
Surat Pengantar penelitian
Lampiran 3:
Surat jawaban Penelitian
Lampiran 4:
Surat keterangan Lolos Kajian Etik
Lampiran 5:
Kisi - kisi instrumen
Lampiran 6:
Informed consent penelitian
Lampiran 7:
Kuesioner Penelitian
Lampiran 8:
Proposal pelatihan Spiritual Leadership
Lampiran 9:
Modul Pedoman Penerapan Spiritual Leadership di Rumah Sakit
Lampiran10:
Daftar Riwayat Hidup
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pertumbuhan dunia perumahsakitan di Indonesia dewasa ini menunjukkan suatu kecenderungan peningkatan kompetisi yang kian besar. Hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi rumah sakit untuk segera berbenah diri dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatannya. Agar dapat berfungsi secara optimal rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan harus memiliki visi dan misi sebagai pedoman kegiatan, penetapan strategi yang konkrit untuk mencapai tujuan, dan melakukan penataaan terutama tata nilai yang dapat menciptakan suasana dan iklim organisasi yang kondusif (WHO, 2003). Iklim organisasi yang kondusif mutlak diperlukan oleh organisasi yang mencita citakan adanya transformasi pada efektifitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Tujuan pelayanan kesehatan yang professional dan berkualitas di rumah sakit, tentunya tidak terlepas dari hasil kerjasama seluruh komponen sumber daya, khususnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada dalam organisasi layanan rumah sakit tersebut. SDM keperawatan merupakan proporsi terbesar dari tenaga kesehatan lain yang bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan keperawatan yang optimal dan berkualitas terhadap klien secara berkesinambungan. Koesmono, (2007), menjelaskan bahwa perawat rumah sakit, dituntut untuk memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan ketrampilan dan pengetahuannya dalam usaha untuk memberikan pelayanan yang yang ramah, sopan, serta berkualitas kepada pasien. Dengan demikian SDM keperawatan merupakan salah satu asset dan komponen penting dalam pelayanan rumah sakit yang memiliki kontribusi dalam menentukan baik tidaknya sebuah citra rumah sakit.
1
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
2
Keperawatan sebagai salah satu bagian dari SDM dirumah sakit berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan dirumah sakit (Aditama, 2002). Dalam menghadapi era persaingan yang kian kompetitif dewasa ini, tuntutan loyalitas bagi seorang perawat menjadi hal yang penting dan diperlukan oleh rumah sakit untuk dapat menampilkan kinerja dan produktivitas yang baik. Untuk bisa mencapai tujuan, rumah sakit memerlukan para karyawan termasuk didalamnya adalah perawat, yang memiliki komitmen tinggi. Pentingnya komitmen ini menurut Gupta, (2007), merupakan ‘…jantung dari analisis Manajemen Sumber Daya Manusia’. Oleh karena itu kebijakan dalam manajemen SDM di rumah sakit menjadi sesuatu hal yang penting, terutama yang berkaitan dengan penciptaan upaya dalam meningkatkan komitmen pada karyawan, agar SDM keperawatan potensial yang dimiliki organisasi dapat tetap bertahan dalamnya. Komitmen secara harfiah diartikan sebagai sebuah level kedekatan pekerja dengan beberapa aspek dalam pekerjaannya (Gupta, 2007). Komitmen ini merupakan sebuah konsep penting yang merefleksikan adanya kealamian dan kuatnya ikatan individu baik terhadap pekerjaan, karir maupun organisasi tempat kerja. Menurut Salami (2008), salah satu faktor yang mendukung terwujudnya iklim organisasi yang sehat, tingginya moral pekerja, motivasi dan produktivitas adalah komitmen organisasi. Keinginan yang kuat untuk bertahan dalam keanggotaan organisasi menjadi salah satu indikator terbentuknya komitmen karyawan dalam organisasi. Oleh karena itu komitmen organisasi sebagai salah satu bagian penting dari komitmen karyawan, khususnya perawat akan menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Komitmen organisasi adalah sebuah konstruksi global yang mencerminkan respon afektif dan kekuatan relatif dari seorang individu akan identifikasi dan
keterlibatannya
dimanifestasikan
terhadap
dengan
keseluruhan
adanya
organisasi.
kepercayaan
Hal
(identifikasi)
ini dan
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
3
penerimaan (internalisasi) yang kuat atas tujuan dan nilai nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi (keterlibatan kerja) dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi (Mowday, Porter, & Steers, 1982 dalam Morin, 2008). Respon afektif perawat ini merupakan respon awal yang melatarbelakangi terbentuknya komitmen lanjutan perawat di sebuah rumah sakit, sehingga dengan diketahuinya komitmen karyawan dapat diperoleh suatu gambaran kesetiaan para anggota organisasi terhadap organisasinya. Sikap kerja berupa komitmen organisasi dikorelasikan dengan stabilitas ketenagakerjaan (rendahnya tingkat keluarnya karyawan secara sukarela), tingkat rajin tidaknya karyawan (rendahnya tingkat absensi karyawan), kinerja, kualitas layanan pelanggan, dan perilaku organisasi (perilaku profesional yang mengarah pada harapan dan terpenuhinya tugas yang diberikan). Menurut Sopiah, (2008), komitmen organisasi ini dapat digunakan sebagai indikator adanya tingkat rajin tidaknya individu dan loyalitasnya terhadap organisasi. Komitmen yang tinggi akan terlihat dari tingginya tingkat retensi karyawan, sehingga tidak mudah untuk meninggalkan organisasi. Hal ini menunjukkan korelasi komitmen organisasi dengan berbagai variabel kerja lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan Muliyadi (2008), menguraikan hubungan komitmen pada organisasi dan lingkungan kerja perawat dengan kinerja perawat pelaksana di RS. Tugu Ibu Jakarta. Hasil riset menunjukkan bahwa ada hubungan antara komitmen organisasi dengan kinerja perawat. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dana, (2007), menunjukkan adanya hubungan antara komitmen organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) di Poltekkes Banjarmasin. Oleh karena itu agar dapat membentuk komitmen yang kuat, perlu diketahui faktor dan determinan yang mempengaruhi terbentuknya komitmen organisasi tersebut.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
4
Terbentuknya sebuah komitmen ditentukan oleh sejumlah faktor yang tidak terjadi begitu saja, akan tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap.
Steers dan Porter dalam Sopiah, (2008), menjelaskan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu faktor personal, faktor organisasi dan faktor non organisasional. Dari ketiga faktor tersebut, faktor personal yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status marital, masa kerja dan status pegawai. Faktor personal ini merupakan salah satu determinan penting yang mempengaruhi komitmen organisasi ditempat kerjanya. Berkaitan dengan faktor yang berasal dari dalam organisasi terdapat lima faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi yaitu budaya keterbukaan, kepuasan kerja, kesempatan untuk berkembang, arah organisasi dan penghargaan (Stum dalam Sopiah, 2008). Dari kelima faktor organisasi diatas, kepuasan kerja merupakan sebuah variabel dan determinan penting yang dapat mempengaruhi terbentuknya komitmen organisasi. Pernyataan ini didukung dari hasil penelitian (Porter et al., 1974; Price, 1977; Rose, 1991; Mannheim et al., 1997 dalam Morin 2008), yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan determinan dan prediktor yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Dengan demikian kepuasan kerja ini merupakan salah satu sikap kerja yang perlu mendapatkan perhatian dari organisasi dalam upaya meningkatkan komitmen organisasi. Kepuasan kerja merupakan keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Luthans, (2006), menyebutkan lima dimensi kepuasan kerja yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seseorang dalam organisasi yang meliputi gaji, pekerjaan, kesempatan promosi, supervisi, serta rekan kerja. Kepuasan kerja ini merupakan sikap yang penting dalam organisasi, sebab berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan (Locke, dalam
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
5
Luthans 2006). Kepuasan dengan apa yang diperoleh perawat dari organisasi rumah sakit akan memberikan lebih dari yang diharapkan sehingga perawat akan terus berusaha memperbaiki kinerja dan prestasi kerjanya. Sebaliknya perawat yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang membosankan, maka cenderung mempengaruhi penurunan motivasi dan semangat kerjanya. Hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi dari hasil penelitian (Meyer, Allen & Smith, 1993) menunjukkan adanya hubungan positif antara kepuasan kerja dengan komitmen afektif dan normatif, dan hubungan yang negatif dengan komitmen berkelanjutan. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan anteseden terjadinya komitmen organisasi. Koslowsky (1991, dalam Brown & Gaylor. 2004), menguraikan adanya hubungan yang kuat antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi, namun bukan hubungan sebab akibat. Salami, (2008) menjelaskan bahwa ‘…karyawan yang memiliki kepuasan kerja tinggi akan lebih berkomitmen terhadap organisasi. Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa komitmen organisasi ini penting sekali untuk dimiliki oleh tiap komponen organisasi yang terlibat, dan sikap kerja ini perlu dikelola dan ditingkatkan oleh organisasi rumah sakit.
Membangun komitmen (commitment building) bukanlah pekerjaan mudah, dan merupakan pekerjaan besar yang harus dilakukan dengan kesabaran dan kearifan (Subanegara, 2005). Berbagai cara dapat dilakukan untuk meningkatkan komitmen organisasi, seperti yang diungkapkan Meyer dan Allen (1997, dalam Payne, Huffman & Trembler 2002), yang menjelaskan adanya The Want dan Need Factors yang berkontribusi terhadap peningkatan terbentuknya komitmen organisasi karyawan. The Want factors ini berkaitan dengan komitmen afektif dan normatif, yang mengacu pada kedekatan emosional, identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi. Sedangkan The Need factors berkaitan dengan komitmen berkelanjutan dan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
6
organisasi. Dari kedua faktor tersebut upaya membangun komitmen melalui kedekatan emosional mengacu pada The want factors akan merangsang terbentuknya perasaan individu yang memiliki loyalitas yang tinggi pada organisasi dan merasa menjadi bagian dari organisasi, sehingga akan tetap melanjutkan keberadaannya dalam organisasi. The want factors dalam implementasinya berprinsip pada adanya dukungan dan keterbukaan serta pengakuan terhadap pentingnya individu dan kompetensinya. Beberapa bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan prinsip tersebut adalah memberikan otonomi dalam mengambil keputusan, pekerjaan yang menantang serta meningkatkan tanggungjawab. Salah satu kegiatan yang dapat merangkum kedua hal tersebut melalui Leadership training (Payne, Huffman & Trembler, 2002). Pada pendekatan ini pegawai yang lebih senior mengajarkan cara menyampaikan dukungan, keterbukaan, pengakuan terhadap pentingnya individu dan kompetensinya pada pegawai yang lebih junior. Berdasarkan kajian literatur yang ada, beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan cara meningkatkan komitmen organisasi. Barcus, (2007) menjelaskan tentang dampak pelatihan dan pengembangan pada karyawan yang memiliki pengaruh kuat terhadap beberapa variabel pekerjaan seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan tingkat turn over. Brown, (2003) dan Ekeland, (2005), menguraikan tentang hubungan yang positif antara perilaku kepemimpinan berorientasi pada relasional (kepemimpinan transformasional) terhadap komitmen afektif. Hasil penelitian ini mendukung bahwa kepemimpinan merupakan pendekatan penting terbentuknya komitmen organisasi khususnya komitmen afektif. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi (Subanegara, 2005). Tanpa adanya kepemimpinan yang tepat dan pemberian motivasi dari atasan, maka komitmen yang ditunjukkan oleh pegawai tidak dapat mendukung efektifitas sebuah
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
7
organisasi (Brown, 2003; Angle & Perry, dalam Ekeland, 2005). Fry, (2005), menjelaskan salah satu hal yang berkaitan dengan efektifitas sebuah kepemimpinan ditempat kerja, tidak terlepas dari sebuah nilai nilai spiritual. Oleh karena itu merupakan sebuah hal yang penting untuk menanamkan nilai moral spiritual pada seluruh karyawan. Kepuasan terkait dengan terpenuhinya kebutuhan spiritual ditempat kerja akan memberikan pengaruh yang positif pada kesehatan manusiawi dan psikologis serta dapat dijadikan sebuah pondasi penerapan Spiritual Leadership. Spiritual
leadership
transformasi
dan
merupakan
perkembangan
sebuah
paradigma
organisasi
yang
baru
dalam
didesain
untuk
mendorong terciptanya motivasi internal dan organisasi pembelajar (Fry, 2005; Fry & Whittington, 2005). Pada awal teori spiritual leadership ini dikembangkan dengan menggunakan sebuah model motivasi intrinsik yang menggabungkan adanya visi, harapan/ keyakinan, dan altruistic love. Nilai nilai terakomodir melalui perasaan bermakna (calling) dan menjadi bagian (membership) pada organisasi. Dampak yang diharapkan adalah terciptanya rasa spiritual pada pemimpin maupun pengikut serta terwujudnya kesejahteraan spiritual pada tingkatan individual, yang dicapai melalui terciptanya kongruensi nilai yang strategis, dan pemberdayaan tim. Penerapan Spiritual Leadership akan menginspirasi dan memotivasi pekerja dalam mencapai visi dan tujuan organisasi yang didasarkan pada nilai nilai budaya organisasi, yang pada akhirnya akan dapat menghasilkan tenaga kerja yang memiliki motivasi, komitmen dan produktif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Koesmono, (2005) yang dilakukan di rumah sakit swasta Surabaya, menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap komitmen organisasi
perawat. Sedangkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Fry dan Cohen, (2008), dengan Spiritual Leadershi akan dapat membantu berkembangnya nilai kemanusiaan yang positif, psikologis dan keadaan spiritual yang bermuara pada tercapainya
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
8
komitmen
organisasi,
produktivitas
dan
kinerja
organisasi
yang
menyeluruh. Uraian diatas menunjukkan adanya pengaruh yang cukup bermakna tentang pentingnya spiritual leadership dalam meningkatkan komitmen organisasi, oleh karena itu metode ini perlu dikaji lebih mendalam dan perlu dikembangkan melalui proses riset yang berkelanjutan. Penelitian tentang penerapan Spiritual Leadership akan dilaksanakan di RS. Islam Surabaya, sebagai salah satu rumah sakit yang memiliki keunikan dan karakter khusus yang bernuansa nilai islami yang tercermin dalam budaya sehari-harinya. RS. Islam Surabaya merupakan sebuah rumah sakit swasta tipe C, yang memiliki visi dalam mewujudkan RSI yang dapat dibanggakan dalam menjawab tantangan globalisasi. RS. Islam Surabaya ini memiliki kapasitas tempat tidur sejumlah 132, dan Bed Occupancy Rate (BOR) rata rata 45.59% pada tahun 2008. RS ini memiliki jumlah tenaga keperawatan sebesar 35.1% dari seluruh tenaga kesehatan yang ada. Jumlah tersebut didominasi tenaga DIII keperawatan sebesar 47.8%, SPK 39.6% dan selebihnya adalah tenaga S1 Keperawatan sebesar 12.61 (SDM RS.Islam Surabaya, 2009).
Hasil ini menunjukkan bahwa tenaga keperawatan
merupakan SDM dengan proporsi terbesar yang dimiliki oleh rumah sakit. Berdasarkan hasil studi awal penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Maret 2009, dengan penyebaran kuesioner pada 5 orang perawat tentang kepuasan kerja, didapatkan hasil bahwa 3 orang perawat merasa kurang puas terhadap aspek gaji, supervisi, hubungan dengan rekan kerja. Sedangkan 4 orang perawat merasa kurang puas terhadap supervisi yang dilakukan di RS. Islam A.Yani, dan hanya 1 orang perawat yang merasa puas terhadap aspek pekerjaan. Hasil wawancara pada perawat tersebut, sebagian besar mengatakan rasa bosan terhadap rutinitas pekerjaan yang dilakukan sehari hari, hasil ini menunjukkan masih terdapat perawat dalam rumah sakit yang memiliki kepuasan kerja yang rendah.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
9
Hasil kajian melalui wawancara pada pihak manajemen RS. Islam Surabaya, dapat diketahui bahwa manajemen SDM keperawatan yang saat ini dilakukan, masih terbatas pada pemenuhan hak (gaji, insentif) yang diberikan sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan perawat, kesempatan dalam melaksanakan pendidikan berkelanjutan dengan prasyarat tertentu. Berdasarkan hasil studi lanjutan menunjukkan adanya dan data Turn Over pada tahun 2008 adalah 6.6%, dan triwulan 2009 adalah 3.6%. Data ini menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan tingkat pergantian perawat yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan hasil observasi didapatkan adanya perawat di beberapa ruang yang datang terlambat di saat jadwal shift kerjanya, sehingga pada saat operan seringkali tim tenaga keperawatan tidak lengkap, dan jadwal operan tertunda dalam beberapa waktu kemudian. Dari hasil observasi lanjutan, diketahui bahwa keterlambatan kerja ini dianggap sebuah hal yang biasa, oleh karenanya perawat yang terlambat tidak mendapatkan teguran dan arahan secara khusus dari manajer ruangan. Berkaitan dengan fenomena diatas menunjukkan adanya gejala faktor penurunan motivasi perawat untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaannya, dan adanya gejala kurang efektifnya kepemimpinan kepala ruang dalam mempengaruhi dan memotivasi serta mengarahkan perawat pelaksana untuk tidak terlambat di tempat kerja. Oleh karena itu perlu suatu upaya tindakan perbaikan dari organisasi untuk meningkatkan motivasi, dan menginspirasi perawat untuk lebih memiliki komitmen dan produktif terhadap organisasi rumah sakit. 2.1
Rumusan Masalah Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan upaya retensi perawat yang ada di RS. Islam Surabaya saat ini terbatas dalam melakukan upaya meningkatkan motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu diperlukan pula suatu upaya manajemen yang lebih komprehensif dalam menstimulus timbulnya motivasi secara intrinsik pada perawat.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
10
Kepemimpinan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap komitmen
organisasi
perlu
mendapatkan
perhatian
dan
upaya
meningkatkan efektifitasnya dalam menjalankan fungsi manajemen di ruangan rawat inap untuk dapat meningkatkan sikap kerja perawat baik motivasi, kepuasan kerja, yang akan bermuara pada terbentuknya komitmen organisasi yang tinggi. Kebutuhan individual seorang perawat ditempat kerja yang terpenuhi dengan baik cenderung memenuhi kepuasan kerja yang tinggi dan berdampak pada komitmen yang baik terhadap rumah sakit guna mempertahankan kinerja organisasi secara positif. Permasalahan yang ditemukan pada kajian awal di RS. Islam Surabaya, seperti halnya latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Resiko penurunan komitmen organisasi perawat di RS. Islam Surabaya yang ditandai dengan adanya respon ketidakpuasan perawat dalam beberapa aspek pekerjaan, yang bergejala terhadap menurunnya motivasi kerja perawat dalam keterlibatan pekerjaan. 2. Resiko tidak efektifnya kepemimpinan manajer ruangan di RS. Islam Surabaya yang ditandai dengan kurang efektifnya fungsi pengarahan, dan supervisi terhadap perawat pelaksana.
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka perlu suatu upaya dalam meningkatkan komitmen afektif perawat di RS.Islam Surabaya melalui optimalisasi potensi nilai budaya yang dipandang memiliki cerminan karakteristik khas budaya islami dalam aktivitas sehari harinya. Hal ini dapat terakomodir melalui bentuk penerapan Spiritual leadership. Pertanyaan penelitian yang relevan dan penting untuk dijawab dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah penerapan spiritual leadership dapat meningkatkan komitmen organisasi perawat terhadap rumah sakit? 2. Apakah ada perbedaan komitmen organisasi perawat pada kelompok kepuasan kerja tinggi dan kepuasan kerja rendah?
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
11
3. Adakah hubungan karakteristik personal perawat dengan komitmen organisasi perawat di RS Islam Surabaya? 1.2
Tujuan Penelitian 1.2.1
Tujuan umum Mengetahui pengaruh penerapan Spiritual Leadership terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS Islam Surabaya.
1.2.2
Tujuan khusus 1.2.2.1 Diketahuinya karakteristik perawat di RS. Islam Surabaya 1.2.2.2 Diketahuinya kepuasan kerja perawat di RS. Islam Surabaya 1.2.2.3 Diketahuinya
komitmen
organisasi
(identifikasi,
internalisasi, keterlibatan kerja dan keinginan bertahan dalam organisasi) pada perawat di RS. Islam Surabaya 1.2.2.4 Diketahuinya
perbedaan
komitmen
organisasi
antara
perawat yang diterapkan dengan yang tidak diterapkan Spiritual leadership di RS. Islam Surabaya. 1.2.2.5 Diketahuinya
perbedaan
komitmen
organisasi
antara
perawat dengan kepuasan kerja tinggi dan rendah di RS. Islam Surabaya 1.2.2.6 Diketahuinya faktor yang berkontribusi terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS.Islam Surabaya 1.3
Manfaat Penelitian 1.3.1
Manfaat Aplikatif 1.3.1.1 Sebagai kajian awal terhadap pentingnya penerapan Spiritual Leadership bagi perawat di rumah sakit, sehingga dapat dicapai sebuah metode yang dapat digunakan dalam upaya meningkatkan motivasi internal perawat, dan dampaknya terhadap komitmen perawat pada organisasi rumah sakit.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
12
1.3.1.2 Sebagai masukan terhadap manajemen RS, tentang pentingnya penciptaan iklim organisasi yang baik, sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi dalam meningkatkan retensi karyawan. Selain itu dapat menjadi dasar pentingnya sosialisasi internal nilai budaya organisasi pada seluruh anggota organisasi rumah sakit 1.3.1.3 Memberi masukan pada perawat tentang upaya dalam meningkatkan pembinaan diri dan motivasi internal yang dapat dijadikan bahan evaluasi bagi peningkatan kinerja dan produktifitas kerja. 1.3.2
Manfaat Akademik dan keilmuan 1.3.2.1 Berkontribusi
dalam
pengembangan
bidang
ilmu
pengetahuan khususnya ilmu manajemen sumber daya manusia keperawatan, perilaku organisasi, dan psikologi yang
terintegrasi
secara
komprehensif
dalam
pengembangan ilmu keperawatan. 1.3.2.2 Sebagai kajian awal bagi pengembangan konsep yang terkait
dengan
aplikasi
Spiritual
leadership
dalam
organisasi pelayanan kesehatan, dan sekaligus sebagai pengenalan
metode
yang
komprehensip
dalam
meningkatkan komitmen dan kinerja organisasi. 1.3.3
Manfaat Metodologis Sebagai data kajian awal tentang upaya retensi karyawan yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan terutama bagi pihak yayasan dan manajemen SDM oleh rumah sakit.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan tentang konsep Komitmen organisasi, kepuasan kerja dan Spiritual leadership serta integrasi komitmen organisasi dengan Spiritual leadership. 2.1 Konsep Komitmen Organisasi Komitmen organisasi merupakan sebuah variabel penting dalam perilaku organisasi, karena pengaruhnya terhadap beberapa sikap dan perilaku karyawan terhadap pekerjaannya. Komitmen individu karyawan terdiri dari komitmen pekerjaan, komitmen karir maupun komitmen organisasi (Gupta, 2007). Sebagai salah satu subset komitmen menyeluruh karyawan yang penting, komitmen organisasi secara rinci akan diuraikan sebagai berikut: 2.1.1
Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi ini merupakan sebuah konsep yang multidimensional, yang dapat dipandang dari 3 aspek pendekatan, yaitu psikologis, atribusi, maupun pertukaran (Buchanan, 1974; Mowday, Porter & Steers, 1982; dan Reichers, 1985). Pendekatan dimensi pertukaran (Exchange) memandang komitmen sebagai sebuah keluaran transaksi keterlibatan dan kontribusi antara organisasi dan anggotanya. Pendekatan atribusi memandang komitmen sebagai sebuah ikatan individu terhadap perilaku dan tindakannya yang terjadi ketika individu mengatribusikan sikap dan komitmennya pada organisasi. Sedangkan pendekatan psikologis merupakan sebuah sikap yang bersifat aktif dan positif dari anggota organisasi terhadap organisasi yang menghubungkan atau kedekatan emosional seseorang terhadap organisasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
14
Dari
ketiga
pendekatan
diatas,
pendekatan
secara
psikologis
merupakan sebuah pendekatan mendasar dan relevan dengan perkembangan organisasi dimasa kini. Komitmen organisasi dalam penelitian ini lebih menekankan pada pendekatan psikologis, yaitu merupakan suatu ikatan psikologis yang menunjukkan adanya keterikatan karyawan dengan organisasi, dengan segala implikasinya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. (O’Reilly & Chatman 1986; Coopey & Harley, 1991; Allen & Meyer, 1997). Keadaan psikologis tersebut dalam organisasi pada hakikatnya merupakan sebuah respon afektif individu, yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan (Steers, dan Porter (1983, dalam Sopiah, 2008). Komitmen afektif merupakan salah satu dimensi dari 3 (tiga) bentuk komitmen organisasi selain komitmen normatif (Allen & Meyer, 1997) dan komitmen berkelanjutan (Kanter 1986; Allen & Meyer, 1997). Komitmen
afektif
(Affective
commitment)
adalah
keterikatan
emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Komitmen ini merupakan kedekatan psikologis pada organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen afektif dengan kuat akan tetap bertahan dalam organisasi karena ‘they want to’. Beberapa ahli mendefinisikan komitmen afektif sebagai kekuatan relatif dari seorang individu akan identifikasi dan keterlibatannya terhadap keseluruhan organisasi yang dikarakteristikkan kedalam tiga faktor
yang
merefleksikan
sikap
maupun
perilaku
yang
dimanifestasikan dengan adanya kepercayaan (identifikasi) dan penerimaan (internalisasi) yang kuat atas tujuan dan nilai nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
15
organisasi (keterlibatan kerja) dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi (Boulian, 1974; Steers; 1977; Mowday, et al; 1979; Mowday, Porter & Steers, 1982; O’Reilly & Chatman 1986; Mullins, 1990; Allen & Meyer, 1991; Mathis & Jackson, 2000; dan Luthans, 2006). Definisi diatas lebih lanjut menjelaskan bahwa komitmen afektif merupakan ikatan psikologis individu terhadap organisasi terdiri dari beberapa hal penting yakni: 2.1.1.1
Identifikasi merupakan adanya rasa kepercayaan yang kuat karyawan terhadap tujuan dan nilai organisasi. Hal ini disebabkan karena adanya keyakinan bahwa nilai organisasi memiliki kemiripan dengan nilai yang dianut individu, serta menunjukkan adanya keinginan untuk berafiliasi. Hal ini merupakan sebuah mekanisme yang penting dalam proses mengembangkan
kedekatan
psikologi
(O’Reilly
&
Chatman 1986; Newstroom, 1989; Hunt & Morgan, 1994; Steers & Black, 1994; Mathis & Jackson, 2000, dan Sopiah, 2008). 2.1.1.2
Intemalisasi merupakan sebuah penerimaan, proses adopsi visi dan misi serta tujuan organisasi kedalam visi individu, sehingga
pada
akhirnya
individu
akan
merasakan
kebanggaan, kesetiaan, loyalitas dan keberpihakan tehadap organisasi dan tujuannya (O’Reilly & Chatman 1986; Newstroom, 1989; Lincoln, 1989; Hunt & Morgan, 1994; Blau & Boal dalam Knoop, 2005; Fletcher, 1998). 2.1.1.3
Keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. Adanya keinginan serta dambaan pribadi karyawan untuk tetap menjadi anggota organisasi ini, diwujudkan dengan kesediaan melakukan usaha yang tinggi demi pencapaian tujuan organisasi (Mowday, 1982; Bathaw & Grant, 1994; Hunt & Morgan, 1994; Arnold, et.al., 1995; Sopiah, 2008).
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
16
2.1.1.4
Keterlibatan kerja (job involvement) adalah tingkatan kesediaan bekerja karyawan dalam organisasi (Robinson, 1969 dalam Istijanto, 2008). Sikap ini merupakan upaya, kemauan, kesediaan, keasadaran untuk berusaha kerja keras sebaik
mungkin
sesuai
keinginan
organisasi
dalam
pekerjaan. Seseorang yang berkeinginan bekerja keras dikatakan memiliki keterlibatan kerja yang tinggi, dan sebaliknya. Karyawan dengan keterlibatan kerja tinggi memberikan usaha usaha terbaik dalam pekerjaannya, termasuk
memberikan
lebih
banyak
daripada
yang
diisyaratkan, dan selalu memikirkan cara cara terbaik untuk bekerja. Hal ini dilakukan tidak semata mata untuk mendapatkan extrinsic rewards namun untuk dapat mempertahankan keanggotaan dalam organisasi (Mowday, 1982; Steers, 1983; O’Reilly & Chatman 1986; Steers & Black, 1994; Arnold, et.al., 1995; Istijanto, 2008). Lebih lanjut dikatakan bahwa proses identifikasi, internalisasi, keinginan bertahan dan keterlibatan dalam pekerjaan merupakan bentuk loyalitas karyawan terhadap organisasi. menurut Mowday, Porter & Steers (1979, dalam Sopiah 2008), menjelaskan bahwa karyawan yang memiliki loyalitas tinggi akan bersedia bekerja melebihi kondisi biasa, bangga untuk menceriterakan organisasi pada orang lain, merasa ada kesamaan nilai dengan organisasi, merasa terinspirasi, bersedia menerima menerima berbagai tugas serta memperhatikan nasib organisasi secara menyeluruh. Sedangkan dua bentuk komitmen yang lain yaitu komitmen normatif yang merupakan perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Sopiah, (2008) menambahkan bahwa komitmen ini terbentuk dari nilai nilai personal dan perasaan kewajiban karyawan. Komitmen ini timbul
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
17
dalam diri karyawan untuk tetap bertahan dalam organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan. Komitmen berkelanjutan merupakan komitmen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Seorang karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi karena banyaknya biaya dan kerugian yang ditanggung akan lebih besar jika meninggalkan tempat kerja. Dari ketiga dimensi/ bentuk tersebut selanjutnya Allen dan Meyer (1997) mengelompokkan menjadi dua komponen utama komitmen organisasi yaitu: The Want factors, faktor ini lebih memfokuskan pada bentuk komitmen afektif dan normatif. Lebih lanjut lagi faktor ini mengacu pada kedekatan emosional, identifikasi dan keterlibatan individu dalam organisasi. Hal ini merefleksikan sebuah persetujuan dan keinginan untuk bekerja sesuai nilai dan tujuan organisasi. Individu yang memiliki tingkat identifikasi yang tinggi dengan organisasi akan merasa menjadi bagian dari organisasi tersebut. Sebagai hasilnya individu akan bertahan dalam organisasi karena ‘ingin’ (Tziner, 1983 dalam Payne, Huffman & Tremble. 2002).
The Need factor, mengacu pada sebuah kesadaran yang berkaitan dengan kerugian ketika meninggalkan organisasi yang mengarah pada perasaan kedekatan dengan organisasi. Individu dengan tingkatan the need factor yang tinggi akan mempertaruhkan bebrapa aspek kehidupannya untuk tetap melanjutkan keanggotaan dalam organisasi (Reichers, 1985 dalam Payne, Huffman &Tremble. 2002). Sebagai hasilnya karyawan akan tetap mempertahankan keanggotaan karena ‘membutuhkan’.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
18
2.1.2
Faktor faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi Terdapat
banyak
faktor
yang
mempengaruhi
terbentuknya
komitmen organisasi, namun secara umum faktor faktor tersebut bisa dikelompokkan kedalam 3 kategori faktor yaitu faktor personal, organisasi dan non organisasi (Steers & Porter, 1979; Nortcraft & Neale, 1996; Sopiah, 2008). Berikut akan dijelaskan secara jelas faktor yang termasuk kedalamnya : 2.1.2.1 Faktor personal Faktor personal meliputi ekspektasi terhadap pekerjaan, kontrak psikologis, faktor pilihan pekerjaan, keinginan berprestasi
dan
karakteristik
personal.
Karakteristik
personal merupakan variabel informasi demografi yang meliputi jenis kelamin, suku, usia, gaji, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan riwayat pekerjaan, status pegawai dalam organisasi, dan tanggung jawab keluarga. (Steers, 1977; Steers & Porter, 1979; David; Mowday, Porter & Steers, 1982; Matthieu&Zajac, 1990; Stum, 2005; Sopiah, 2008). Dari berbagai faktor tersebut, variabel demografi banyak mendapatkan perhatian yang luas, karena dianggap sebagai anteseden yang memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi (Dodd-McCue & Wright, 1996; Morrow, 1993; Mannheim et.al., 1997; Wiedmer, 2006). Berikut variabel demografi tersebut akan diuraikan lebih jelas seperti berikut ini: a. Usia Usia merupakan salah satu faktor personal yang kemungkinan
besar
memiliki
hubungan
dengan
komitmen organisasi (Steers, 1977; Mowday, et al., 1982; Subanegara, 2005). Semakin tua usia maka akan makin kecil kemungkinan berhenti dari pekerjaan, dengan makin tuanya para pekerja, makin sedikit
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
19
kesempatan tersedianya alternatif pekerjaan (Robbins, 2003). Rendahnya kemungkinan berhenti dari pekerjaan (turnover) pada usia yang lebih tua merupakan salah satu indikator dari adanya komitmen karyawan yang cukup kuat terhadap organisasi. b. Jenis kelamin Jenis kelamin merupakan salah satu faktor demografi yang berhubungan dengan komitmen (Robbins, 2003). Hasil beberapa studi psikologis menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang. Sedangkan jika variabel jenis kelamin dihubungkan dengan tingkat kemangkiran dan keluar masuknya karyawan, beberapa hasil menemukan bahwa wanita mempunyai tingkat keluar masuk yang lebih tinggi dibandingkan pria. Namun studi lain menemukan tidak adanya perbedaan yang bermakna. c. Status perkawinan Tidak
banyak
studi
untuk
menarik
kesimpulan
mengenai dampak status perkawinan terhadap beberapa variabel sikap kerja karyawan. Robbins (2003), menjelaskan beberapa hasil riset secara konsisten menunjukkan bahwa karyawan yang menikah lebih sedikit absensi, mengalami pergantian yang lebih rendah,
dan
lebih
puas
terhadap
pekerjaan,
dibandingkan dengan rekan kerja yang melajang. d. Masa kerja Masa kerja merupakan pengalaman kerja karyawan, yang meliputi lama waktu bekerja. (David, dalam Sopiah 2008). Variabel ini penting dalam menjelaskan
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
20
tingkat keluar masuknya karyawan. Secara konsisten ditemukan bahwa masa kerja berhubungan secara negatif dengan tingkat keluar masuknya karyawan dimasa yang mendatang. Hal ini disebabkan adanya masa
kerja
yang
lebih
panjang
kecenderungan
mendapatkan tingkat upah yang lebih baik, sehingga akan mempunyai komitmen yang lebih tinggi (Robbins, 2003). e. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi
komitmen
(Steers,
1977;
Mowday, et al., 1982 dalam Morin, 2008). Hal ini disebabkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan menunjukkan tingkat aktualisasi yang lebih dibanding tingkat pendidikan yang lebih rendah. f. Status pegawai Status kepegawaian merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh secara signifikan pada tingkat komitmen dan keluar masuk karyawan (Santos&Not land, 2006). Hal ini disebabkan bahwa status pegawai tetap, biasanya didapatkan setelah masa kerja yang cukup.
sehingga
akan
lebih
mendekatkan
pada
organisasi, disamping adanya tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan yang status pegawai non tetap. 2.1.2.2
Faktor Organisasi Merupakan sejumlah faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan yang berasal dari dalam organisasi, yang meliputi: a) karakteristik
pekerjaan
misalnya
ruang
lingkup
pekerjaan,
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
21
tantangan, kesulitan, status peran, tingkat pekerjaan, konflik dan kebingungan peran, tingkat otonomi dan jam kerja; b) karakteristik struktur yang meliputi supervisi, dan konsistensi tujuan organisasi; c) variabel karakteristik dan dan faktor struktural yang meliputi keterlibatan secara social, personal importance dan formalisasi (David dalam Minner, 1997; Smeenk, et all. 2006). Selain itu menurut Stum, (1998) terdapat 5 faktor lain yaitu budaya keterbukaan,
kepuasan
kerja,
kesempatan
personal
untuk
berkembang, arah organisasi, dan penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya Subanegara, (2005) menjelaskan faktor
iklim
organisasi
dan
kepemimpinan
yang
dapat
mempengaruhi komitmen organisasi karyawan. Diantara berbagai faktor yang berasal dari organisasi tersebut, kepuasan kerja merupakan faktor anteseden dan determinan signifikan terhadap komitmen organisasi (Porter, et al 1974; Mottaz, 1987; Williams & Anderson, 1991; Vanderberg & lance, 1992; Knoop, 1995; Mannheim et al., 1997; Young et al, 1998; Testa, 2001 dalam Yew, 2007). Oleh karenanya faktor ini penting untuk diteliti hubungan dengan komitmen organisasi perawat, dan akan dijelaskan lebih lanjut dalam sub bab tersendiri setelah konsep komitmen organisasi. 2.1.2.3
Faktor Non Organisasi Faktor non organisasi yang merupakan faktor yang berasal dari luar organisasi, antara lain adanya ketersediaan alternative pekerjaan lainnya. Ada dan lebih baiknya pekerjaan ditempat lain, tentu karyawan akan meninggalkannya (Mowday, Porter & Steers, 1982 dalam Sopiah, 2008). Faktor yang berasal dari luar organisasi ini merupakan faktor yang relatif sulit untuk dikontrol oleh pihak organisasi, sehingga tidak diukur kedalam variabel penelitian ini.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
22
2.1.3
Cara meningkatkan komitmen organisasi Membangun komitmen (commitment building) bukanlah pekerjaan mudah, oleh karenanya merupakan pekerjaan besar yang harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan kearifan. Hal yang utama adalah komitmen merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan jantung sebuah organisasi, serta berusaha mentransformasikan pada level yang lebih rendah secara bertahap (Subanegara, 2005). Berikut merupakan beberapa pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin dapat membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan.
Payne, Huffman, dan Trembler (2002), berdasarkan hasil risetnya menyampaikan beberapa rekomendasi cara untuk dapat meningkatkan komitmen organisasi dengan harapan bahwa tingkatan komitmen yang tinggi pada gilirannya akan menimbulkan niatan untuk bertahan pada organisasi yang pada akhirnya menunjukkan adanya tingkatan retensi karyawan yang tinggi pula. Beberapa prinsip rekomendasi berikut ini didasarkan pada Meyer dan Allen (1997), mengidentifikasi beberapa cara khususnya untuk meningkatkan komitmen afektif dan normatif (the want factor), yang meliputi empat prinsip utama yaitu memberikan dukungan dan keterbukaan, memberikan pengakuan tentang pentingnya personal dan kompetensinya. Kesemua prinsip tersebut dinyatakan dalam berbagai bentuk antara lain : a.
Meningkatkan persepsi karyawan tentang keterbukaan organisasi Upaya meningkatkan persepsi tentang pentingnya keterbukaan antara lain dengan menjamin keadilan organisasi melalui pemberlakuan aturan tertulis, komunikasi, peran, kebijakan dan prosedur yang jelas dan terbuka (Amstrong, 1999; Chungthai & Zafar, 2006; Dessler 1992 dalam Luthans, 2006). Hal ini salah satunya dengan memiliki prosedur penyampaian keluhan yang
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
23
komprehensip, menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif. memperjelas dan mengkomunikasikan misi yang ada. b.
Meningkatkan persepsi karyawan tentang adanya dukungan Dukungan organisasi berfokus pada nilai nilai organisasi. Persepsi atas dukungan organisasi dipengaruhi oleh perlakuan yang diterima oleh pekerja. Salah satu cara untuk meningkatkan dukungan organisasi terhadap karyawan melalui program mentoring dan buddy systems (Payne, Huffman & Trembler, 2002). Hasil penelitian mendukung bahwa program mentoring ini seharusnya diawali pada awal karir dan ini semua dapat memfasilitasi terbentuknya the want factor. Selain itu penting untuk menciptakan rasa komunitas, melalui membangun homogenitas berdasarkan nilai, keadilan, menekankan kerjasama, saling mendukung dalam kerja tim (Luthans, 2006).
c.
Meningkatkan
pengakuan
tentang
pentingnya
diri
dan
kompetensinya Cara ketiga untuk dapat meningkatkan the want factor dari komitmen organisasi adalah dengan memberikan keyakinan akan perasaan bahwa karyawan memiliki kontribusi yang penting pada organisasi, dan upaya meningkatkan kompetensi dan pengalaman karyawan dapat berkontribusi terhadap perasaan akan loyalitas. Hal ini bisa dicapai dengan memberi melakukan pemberdayaan terhadap karyawan, pendelegasian wewenang, kesempatan dalam otonomi dalam membuat keputusan, memperkaya pekerjaan dengan mendukung perkembangan karyawan dengan melakukan aktualisasi, mendukung aktivitas perkembangan, memberikan pekerjaan yang menantang yang membutuhkan keterampilan yang bervariasi, serta meningkatkan tanggung jawab secara menyeluruh, sehingga pekerjaan akan lebih terasa menarik, menantang dan memotivasi (Payne, Huffman & Trembler, 2002; Subanegara, Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
24
2005; Dessler dalam Luthans, 2006; Chungthai & Zafar, 2006). Salah satu bentuk yang diyakini dapat meningkatkan tingkat dan perasaan kompetensi individu antara lain melalui edukasi dan kesempatan mengikuti training (Amstrong, 1999; Payne, Huffman & Trembler, 2002; Chungthai & Zafar, 2006). Untuk dapat meningkatkan dan membentuk pekerjaan secara efektif, karyawan memerlukan suatu bentuk pengetahuan dan ketrampilan yang tepat, oleh karena itu diperlukan suatu bentuk pelatihan kepemimpinan. Dengan adanya pelatihan kepemimpinan ini seharusnya mengajarkan pada karyawan yang lebih senior tentang cara bagaimana untuk menyampaikan adanya dukungan, keterbukaan,
pengakuan
akan
pentingnya
personal
dan
kompetensinya pada karyawan yang lebih yunior. Hal ini pada akhirnya diharapkan dapat menumbuhkan perasaan loyalitas. Selain melalui pelatihan kepemimpinan, organisasi juga dapat memberikan penghargaan berupa promosi dan penghargaan dengan menekankan keterbukaan (Huffman & Payne, 2002). Terkait dengan pentingnya pelatihan kepemimpinan, untuk dapat meningkatkan sebuah komitmen karyawan terhadap organisasi, menurut Fry, (2005) menjelaskan salah satu hal yang berkaitan dengan terbentuknya komitmen individu pada tempat kerja diawali dengan meningkatnya sebuah kesehatan dan kesejahteraan manusiawi dan psikologis yang terbangun melalui terpenuhinya kebutuhan
nilai
nilai
spiritual.
Kepuasan
terkait
dengan
terpenuhinya kebutuhan spiritual ditempat akan memberikan pengaruh yang positif pada kesehatan manusiawi dan psikologis serta dapat dijadikan sebuah pondasi penerapan Spiritual leadership.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
25
2.1.4
Dampak komitmen organisasi Komitmen organisasi merupakan sebuah sikap kerja karyawan yang memiliki ruang lingkup yang lebih global dibanding kepuasan kerja maupun
variabel
pekerjaan
lain,
karena
komitmen
organisasi
menggambarkan pandangan organisasi secara menyeluruh. Komitmen merupakan hal utama yang penting dalam merekatkan system sitem yang diberlakukan dalam organisasi untuk menjalankan aplikasi strategis yang telah disepakati bersama, yang memperlihatkan rasa memiliki yang kuat dari semua unsur yang berada dalam organisasi. (Subanegara, 2005). Dengan demikian dampak dari sikap kerja ini adalah sangat penting. Komitmen organisasi merupakan sebuah tingkatan, dari tingkatan yang sangat rendah hingga tingkatan yang sangat tinggi. komitmen karyawan baik tinggi maupun rendah akan berdampak pada karywan maupun organisasi. Komitmen karyawan tersebut, akan memberikan sebuah benefit tersendiri bagi organisasi, yang meliputi kinerja, kehadiran dan retensi (Riketta, 2002, dalam Morin, 2008). Komitmen karyawan yang tinggi akan memberikan sumbangan dalam hal stabilitas tenaga kerja (Steers, 1977), dalam hal ini tingginya tingkat retensi karyawan, menurunnya tingkat pergantian dan absensi karyawan (Porter, Crampon & Smith, 1976; Angle & Perry, 1981; Becker et.al., 1996; Wallace, 1996 dalam Sopiah, 2008; Subanegara, 2005). Selain itu ditinjau dari sudut karyawan, komitmen yang tinggi akan berdampak pada peningkatan karir karyawan itu sendiri (Newstroom, 1989 dalam Sopiah, 2008). Sedangkan karyawan yang berkomitmen rendah akan berdampak pada turn over (Koch, 1978), tingginya absensi, meningkatnya kelambanan kerja, rendahnya kualitas kerja, kurangnya loyalitas pada perusahaan dan kurangnya intensitas untuk bertahan sebagai karyawan didalam organisasi (Angle, 1981). Selain itu komitmen yang rendah akan memicu perilaku karyawan yang kurang baik misalnya tindakan Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
26
kerusuhan, yang dampak lanjutannya adalah menurunnya reputasi organisasi, hilangnya kepercayaan dari klien dan pada akhirnya menurunnya laba perusahaan (Near & Jansen, 1983 dalam Sopiah, 2008). 2.1.5
Pengukuran komitmen organisasi Mowday, Porter & Steers (dalam Sopiah 2008), mengembangkan sebuah instrument Self Report Scales yang terdiri dari 15 item pertanyaan, untuk mengukur komitmen karyawan terhadap organisasi, yang merupakan penjabaran dari tiga aspek komitmen yaitu kepercayaan, penerimaan terhadap tujuan organisasi, keinginan untuk bekerja keras, dan hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi (Sopiah, 2008). Sedangkan Allen dan Meyer (1990, dalam Fields, 2000),
mengembangkan
instrumen
untuk
mengukur
komitmen
organisasi perawat yang terdiri dari 24 butir pertanyaan meliputi komitmen afektif, normatif, dan berkelanjutan. Selain itu O’Reilly & Chatman
(1986
dalam
Fields)
mengembangkan
psychological
attachment instrument, yang terdiri dari 12 butir yang digunakan untuk menggambarkan 3 dimensi dalam komitmen organisasi yakni internalisasi, identifikasi dan kepatuhan. Dalam penelitian ini akan menggunakan pedoman kuesioner dari O’Reilly & Chatman (1986), yang sebelumnya akan di adaptasi dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. 2.2
Konsep Kepuasan Kerja Kepuasan kerja sebagai salah satu faktor determinan terhadap komitmen organisasi, akan dijelaskan dalam uraian berikut ini. 2.2.1
Pengertian Kepuasan kerja adalah sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini untuk diterima (Robbins, 2003). Greenberg dan Baron (2003, Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
27
dalam Wibowo, 2007) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif dan negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja adalah kondisi emosional
karyawan dengan adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan Menurut Locke dalam Luthans (2006), kepuasan kerja merupakan keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Sedangkan menurut Luthans (2006), kepuasan adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Jika mengacu pada George dan Jones (2002), kepuasan kerja merupakan kumpulan feelings dan beliefes yang dimiliki orang tentang pekerjaannya. Berbagai uraian definisi kepuasan kerja yang tertulis seperti diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap individu/ keadaan emosi/ perasaan dan nilai-nilai yang positif dari penilaian terhadap pekerjaan atau pengalaman kerjanya, yang terbentuk karena kesesuaian harapan dan kenyataan. 2.2.1
Dimensi kepuasan kerja Dalam Luthans (2006), terdapat lima dimensi dalam kepuasan kerja yang umum untuk digunakan dalam mengukur kepuasan kerja yaitu: 2.2.1.1 Pekerjaan itu sendiri Kepuasan pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan. Faktor motivasi utama yang berhubungan dengan pekerjaan ini berasal dari adanya umpan balik dari pekerjaan itu sendiri, dan otonomi. Dalam hal ini, dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Selain itu kondisi kerja bagus (misalnya bersih, lingkungan
menarik)
individu
akan
lebih
mudah
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
28
menyelesaikan pekerjaan mereka. Jika kondisi kerja buruk (misanya udara panas, lingkungan bising), individu akan lebih sulit menyesuaikan pekerjaan. 2.2.1.2 Gaji Upah dan gaji merupakan faktor multidisiplin dalam kepuasan kerja. Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan tetapi kompleks secara kognitif. Uang tidak hanya membantu memperoleh kebutuhan dasar tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi. 2.2.1.3 Kesempatan promosi Merupakan suatu kesempatan untuk maju dalam organisasi. Kesempatan promosi ini memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja, hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan. 2.2.1.4 Pengawasan Pengawasan (supervisi) merupakan sumber penting lain dalam kepuasan kerja. Pengawasan merupakan kemampuan supervisor untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku. Terdapat dua dimensi gaya pengawasan yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu a) berpusat pada karyawan yang diukur menurut tingkat dimana penyelia menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada karyawan. Hal ini secara umum dimanifestasikan dalam cara cara seperti memberikan nasehat dan bantuan individu dan berkomunikasi dengan rekan kerja secara personel maupun dalam konteks pekerjaan, dan b) partisipasi atau pengaruh yang memungkinkan orang untuk berpartisipasi
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
29
dalam
pengambilan
keputusan
yang
mempengaruhi
pekerjaan mereka. 2.2.1.4 Kelompok kerja Sifat
alami
dari
kelompok
atau
tim
kerja
akan
mempengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim kerja yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja individu yang paling sederhana. Kelompok kerja yang baik dan efektif dapat bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasehat dan bantuan pada anggota individu.
Kelompok
ketergantungan
antar
yang anggota
memiliki dalam
sifat
saling
menyelesaikan
pekerjaan akan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi. 2.2.2 Pentingnya Kepuasan Kerja Kepuasan kerja menjadi hal penting karena dapat mempengaruhi produktivitas karyawan (Lawler, dalam Steers & Porter, 1983) sebab karyawan yang memiliki kepuasan yang tinggi akan memandang pekerjaannya sebagai hal yang menyenangkan, berbeda dengan karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah, ia akan melihat pekerjaannya sebagai hal yang menjemukan dan membosankan sehingga karyawan tersebut bekerja dalam keadaan terpaksa. Karyawan yang bekerja dalam keadaan terpaksa akan memiliki hasil kerja yang buruk dibanding dengan karyawan yang bekerja dengan semangat yang tinggi. Apabila organisasi memiliki karyawan yang mayoritas
kepuasannya
rendah,
dapat
diperkirakan
tingkat
produktivitas secara keseluruhan, hal ini akan merugikan organisasi. Itulah sebabnya perlu diperhatikan derajat kepuasan karyawannya dengan cara mengkaji ulang aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Siahaan, 2006).
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
30
Dalam suatu organisasi dimana sebagian besar pekerja memperoleh kepuasan kerja, namun tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil diantaranya merasakan ketidakpuasan. Ketidakpuasan pekerja dapat ditunjukkan dalam sejumlah cara (Wibowo, 2007). Terdapat empat respon yang berbeda satu sama lain dalam dimensi konstruktif, destruktif maupun aktif dan pasif dengan penjelasan sebagai berikut: 2.2.2.1
Respon Voice, ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk
dengan
memberikan
saran,
mendiskusikan
masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan. 2.2.2.2
Respon Loyalty, dalam hal ini ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistic dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi
dihadapan
pihak
eksternal,
dan
percaya
organisasi akan melakukan hal yang benar. 2.2.2.3
Repon neglect, ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk keterlambatan atau kemangkiran secara kronis, mengurangi usaha dan meningkatkan tingkat kesalahan.
2.2.2.4
Respon Exit, ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan dengan keinginan mundur/ keluar/ serta secara aktif dengan upaya mencari pekerjaan baru (Robbins, 2003).
2.2.3
Pengukuran kepuasan kerja Terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
31
2.2.3.1 Single global rating Pendekatan ini adalah meminta individu untuk merespons atas satu pertanyaan dengan mempertimbangkan beberapa hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Responden kemudian menjawab antara sangat puas hingga sangat tidak puas. 2.2.3.2 Summation score Pendekatan ini mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing masing elemen. Elemen atau faktor ini kemudian diperingkat
pada
skala
yang
distandardkan
dan
ditambahkan untuk menciptakan skor kepuasan kerja secara menyeluruh (Robbins, 2003). Sementara itu Greenberg dan Baron (2003, dalam Wibowo, 2007) menunjukkan adanya tiga cara untuk melakukan kepuasan kerja yaitu: a) Rating scales dan kuesioner, Metode pendekatan ini merupakan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuesioner. Dengan menggunakan metode ini, orang menjawab pertanyaan yang memungkinkan individu melaporkan reaksi mereka terhadap pekerjaan mereka. b) Critical incidents, melalui pendekatan ini individu menjelaskan kejadian yang
menghubungkan
pekerjaan
yang
dirasakan,
terutama
memuaskan dan tidak memuaskan. Jawaban tersebut dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari jawaban tersebut. dan c) Interviews, merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja. Dengan menanyakan secara langsung tentang sikap kerja individu, kemudian mencatat jawaban secara sistematis. Metode ini sering pula dikembangkan lebih mendalam dengan menggunakan kuesioner terstruktur.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
32
2.2.4
Hubungan kepuasan kerja dan komitmen organisasi Kepuasan kerja merupakan faktor pendahulu (anteseden) dari terbentuknya komitmen organisasi karyawan. Hal ini didukung dengan beberapa hasil penelitian oleh (Mannheim, 1997; Busch et al., 1998; Chiu-Yueh, 2000; Freund, 2005; Feinstein&Vondraek, 2006 dalam Salami, 2008), yang menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan prediktor yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Menurut Mannheim (1997, dalam Salami, 2008), Hal ini disebabkan bahwa kepuasan kerja merefleksikan respon afeksi yang segera muncul terhadap pekerjaan, sementara komitmen organisasi
berkembang
secara
perlahan
setelah
individu
membentuk penilaian yang lebih komprehensip terhadap pekerjaan dalam organisasi yang terdiri dari nilai, harapan dan sesuatu yang dimilikinya di masa mendatang. Dengan demikian kepuasan kerja dapat dipandang sebagai determinan komitmen organisasi, yang berimplikasi bahwa karyawan yang memiliki kepuasan kerja tinggi akan lebih berkomitmen terhadap organisasi. 2.3
Konsep Spiritual Leadership Teori Spiritual Leadership (SL) ini awalnya dikembangkan oleh Fry, pada tahun 2003, yang kemudian dikembangkan pada tahun 2005. Teori SL merupakan sebuah teori kausal dalam transformasi dan pengembangan
dalam
organisasi.
Teori
SL
ini
merupakan
pengembangan dari teori spiritualitas tempat kerja (Workplace Spirituality), yang dikembangkan oleh Giacalone dan Jurkiewicz’s (2003). Teori ini mengajukan suatu dasar bahwa individu membawa keunikan dan spirit individual pada tempat kerjanya, dan orang yang termotivasi oleh kebutuhan spiritual akan mengalami a sense of transcendence and community dalam pekerjaannya.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
33
Kepuasan terhadap nilai spiritual ini akan berpengaruh secara positif pada kesehatan humanism dan kesejahteraan psikologis sebagai bentuk pondasi terhadap paradigma baru dalam penerapan spiritual leadership. Teori SL ini dapat diterapkan secara universal dalam berbagai setting tempat kerja. Teori ini dapat dipandang sebagai paradigma baru yang muncul di dalam konteks yang lebih luas dari sekedar penerapan konsep spiritual di tempat kerja (Fry, 2005). Berikut akan diuraikan lebih rinci tentang teori SL ini. 2.3.1
Pengertian Spiritual Leadership dipandang sebagai suatu paradigma dalam perubahan dan pengembangan organisasi yang pada hakekatnya diciptakan untuk membentuk sebuah motivasi intrinsik
dari
individu,
dan
mendorong
terbentuknya
organisasi pembelajar. Fry (2003) menyatakan Spiritual leadership sebagai sebuah nilai, sikap dan perilaku pemimpin strategic yang diperlukan dalam upaya memotivasi diri sendiri maupun orang lain melalui calling and membership, sehingga terbentuk perasaan sejahtera secara spiritual. Spiritual Leadership dapat pula dipandang sebagai sebuah upaya kekuatan memotivasi yang memungkinkan orang lain untuk menjadi lebih baik, berenergi dan terhubung atau terikat dengan pekerjaannya. Hal ini menjadi sebuah dasar kekuatan untuk menterjemahkan spiritual survival ini menjadi sebuah feelings of attraction, ketertarikan dan caring terhadap pekerjaan maupun orang dalam lingkungan kerja untuk menjadi lebih berkomitmen, produktif dalam perilaku berorganisasinya (Covey, 1990 dalam Giacalone, Jurkiewicz & Fry, 2005).
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
34
2.3.2
Tujuan Spiritual Leadership Spiritual leadership ini merupakan salah satu upaya dalam memotivasi dan menginspirasi para pekerja melalui sebuah penciptaan visi dan budaya yang didasarkan atas nilai nilai altruistik untuk menghasilkan tenaga kerja yang lebih bermotivasi,
berkomitmen
dan
produktif.
Mnerapkan/
menterjemahkan akan kebutuhan spiritual baik pada pemimpin maupun pengikut untuk tetap bertahan secara spiritual melalui panggilan (calling) dan menjadi bagian (membership), untuk menciptakan visi dan kongruensi nilai pada individu, pemberdayaan
kelompok,
dan
level
organisasi.
Dan
selanjutnya hal ini dapat mencapai tingkatan yang lebih tinggi tidak hanya dari kesejahteraan psikologis dan kesehatan manusia yang positif tetapi juga komitmen organisasi dan produktivitas (Fry, 2003, 2005). 2.3.3
Dasar Teori Spiritual Leadership Teori ini dibangun dan dikembangkan di dalam satu model motivasi intrinsik dari tiga hal yang saling berkaitan yakni nilai-nilai, sikap, dan perilaku pemimpin, yang menyertakan adanya visi, harapan/keyakinan, dan nilai altruisme, serta teori spiritualitas di tempat kerja, dan kesejahteraan spiritual. Hal inilah yang diyakini dapat membantu terciptanya kepuasan dari para pengikut akan kebutuhannya terhadap spiritualitas melalui perasaan terpanggil (calling) dan merasa menjadi bagian keanggotaan (membership), yang pada akhirnya dapat mengarah pada peningkatan tercapainya hasil-hasil organisasi seperti terbentuknya komitmen dan produktivitas organisasi serta pertumbuhan pelayanan (Fry, 2008).
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
35
2.3.4
Variabel dalam Spiritual Leadership Dalam teori Spiritual Leadership (SL) ini terdapat 3 dimensi utama dan 6 variabel yang yang membentuk kerangka dasar teori seperti pada gambar 2.1.
Effort (Hope/ faith)
Performance (Vision)
Calling (Make a difference, Life has meaning)
Reward (Altruistic Love) Leader values, attitudes, & behavior
Organizational commitment
Membership (Be Understood, be appreciated) Follower needs for spiritual survival
Organizational outcomes
Skema 2.1 Dimensi dan variabel dalam teori Spiritual Leadership (Fry, 2003,2005) diambil dari www.tarleton .edu. Seperti tampak pada gambar skema 2.1 diatas, dapat diketahui bahwa 3 dimensi dalam teori Spiritual Leadership adalah (1) dimensi spiritual leadership, yang meliputi vision, altruistic love, dan hope/ faith. (2) dimensi spiritual survival, yang meliputi calling dan membership serta (3) dimensi outcome organisasi, yaitu komitmen organisasi. Ketiga dimensi dalam Spiritual Leadership merupakan sebuah sistem, meliputi input, proses dan output. Secara jelas 3 dimensi dan 6 variabel diatas akan diuraikan lebih detail dalam uraian berikut ini. 2.3.4.1 Visi (Vision) Visi adalah sesuatu yang diimpikan, keadaan yang dicita citakan, apa yang ingin dicapai pada masa mendatang. Visi merupakan tujuan yang ingin dicapai. Suatu tujuan dapat disebut sebagai visi, jika memenuhi persyaratan tertentu, yaitu:
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
36
a) Visi merupakan hasil abstraksi keadaan yang dicita citakan yang ingin dicapai pada masa mendatang. Karena merupakan hasil abstraksi maka bersifat lebih abstrak dan kurang konkrit. Dan hanya mengandung pernyataan umum saja, visi relatif tetap berada di benak pemimpin dan pengikut dalam waktu yang panjang b) Umumnya visi dilukiskan dengan menggunakan kata kata/ kalimat filosofis. Karena menggunakan kalimat pendek, visi mempunyai pengertian yang sangat luas dan dapt diberi isi yang berbeda dari waktu kewaktu. c) Visi memberi aspirasi dan motivasi kepada pemimpin dan pengikut. Visi yang mendorong dan menarik pemimpin dan pengikut untuk bergerak kearah tertentu (Wirawan, 2003). Visi dalam kontekstual spiritual leadership ini menunjukkan adanya tampilan kinerja (performance) yang ingin dicapai oleh seluruh anggota organisasi. dan oleh karenanya diperlukan suatu upaya dan usaha serta strategi untuk mencapainya. 2.3.4.2 Hope/ faith Hope (harapan) didefinisikan sebagai kemampuan untuk melihat keadaan luar dari seseorang yang ada saat ini, dan menggambarkan kekuatan atas keyakinan seseorang (Galek, et.al., 2005 dalam Wolf 2008). Sedangkan Kepercayaan (faith) merupakan sebuah pondasi dari sebuah harapan. Dalam kontekstual teori ini Kepercayaan dan keyakinan pada sesuatu yang diharapkan dalam mencapai visi, akan
tetapi
belum
terlihat
atau
masih
perlu
dibuktikan
kebenarannya. Kepercayaan dan harapan ini merupakan sebuah keyakinan, pendirian dan kepercayan serta usaha perilaku kinerja dalam mencapai visi.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
37
Pada teori spiritual leadership ini mengacu bahwa harapan dan kepercayaan pada organisasi akan menjaga dan mempertahankan para pengikut untuk berpandangan kedepan serta memberikan keinginan dan cita cita positif yang memberi energy dari usaha melalui motivasi intrinsik. 2.3.4.3 Altruistic love Altruisme berasal dari bahasa Perancis yaitu autrui yang artinya "orang lain". Istilah Altruisme diciptakan oleh Auguste Comte, penggagas filsafat positivism. Secara epistimologis, altruisme berarti: mencintai orang lain seperti diri sendiri. Sebagai sebuah doktrin etis, altruisme berarti melayani orang lain dengan menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri. Altruisme juga merupakan kehendak pengorbanan kepentingan pribadi. Altruisme termasuk sebuah dorongan untuk berkorban demi sebuah nilai yang lebih tinggi, entah bersifat manusiawi atau ketuhanan. Tindakan altruis dapat berupa loyalitas. Kehendak altruis berfokus pada motivasi untuk menolong sesama atau niat melakukan sesuatu tanpa pamrih. Altruisme adalah perbuatan mengutamakan orang lain dibanding diri sendiri. perbuatan ini adalah sifat murni dalam banyak budaya, dan merupakan inti dalam banyak agama. Perilaku altruistik tidak hanya berhenti pada perbuatan itu sendiri. sikap dan perilaku ini akan menjadi salah satu indikasi dari moralitas altruistik. Moralitas altruistik tidak sekadar mengandung kemurahan hati atau belas kasihan. Ia diresapi dan dijiwai oleh kesukaan memajukan sesama tanpa pamrih. Karena itu, tindakannya menuntut kesungguhan dan tanggung jawab yang berkualitas tinggi (Rianto, 2009).
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
38
Altruistic love dalam kontekstual teori ini, merupakan sebuah rasa keutuhan, harmony, dan akan menjadi lebih produktif melalui perhatian, belas kasih, dan adanya penghargaan/ apresiasi baik pada diri maupun orang lain. Penghubung yang umum antara spiritualitas dan religi adalah nilai kasih altruistik, yaitu penghargaan atau kesetiaan terhadap ketertarikan dengan orang lain (Fry, 2008). Adapun nilai nilai dalam nilai kasih altruistik dalam teori spiritual leadership ini meliputi 9 nilai seperti pada tabel 2.1 Tabel 2.1: Sembilan nilai altruism dalam teori Spiritual leadership Sumber: Fry, 2008 diambil dari www.tarleton.edu No. Nilai Altruisme 1 Kepercayaan 2
Pemaaf
3
Integritas
4
Kejujuran
5
Keteguhan hati
6
Kerendahan hati
7
Kebaikan
8
Empati
9
Kesabaran
Makna Kepercayaan atas karakter, kemampuan, kekuatan dan kepercayaan pada orang lain Tidak mengalami beban berat atas kegagalan dalam cita cita, kecemburuan, kebencian ataupaun balas dendam Integritas merupakan suatu konsistensi akan apa yang dilakukan sesuai dengan apa yang dikatakan. Kejujuran merupakan sebuah landasan dalam bertindak dan melakukan perbuatan Keteguhan dalam pikiran dan keinginan, seperti halnya sebuah kekuatan dalam moral dan mental, untuk mempertahankan keadaan moral yang digunakan dalam menghadapi kesulitan Kerendahan hati, ramah, sopan, kebanggaan yang pada tempatnya, tidak cemburu dengan orang lain, tidak angkuh serta tidak membual Ramah dan murah hati, tenggang rasa dan simpatik terhadap perasaan maupun kebutuhan orang lain. Kemampuan membaca dan memahami orang lain ketika orang lain merasa menderita, dan ingin melakukan sesuatu untuk membantu penderitaan Menjalani segala usaha dengan sabar tanpa adanya sebuah keluhan, meskipun dalam menghadapi rintangan yang besar. Tidak pernah berhenti/ berputus asa walaupun terdapat banyak hambatan
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
39
2.3.4.4
Calling Calling adalah sebuah perasaan bahwa hidup seseorang itu memiliki makna dan membuat kehidupan menjadi berbeda (Fry, 2008). Upaya meningkatkan calling dapat dilakukan melalui empat langkah dalam sebuah pendekatan yang dikenal sebagai fish. Pertama adalah menciptakan suasana yang dapat merangsang
kreativitas
dan
aktivitas
kegiatan
yang
memungkinkan pegawai dapat bahagia terhadap pekerjaannya, sehingga tidak merasa waktu terbuang disana. Kedua menciptakan sebuah situasi agar karyawan dan kliennya serasa memiliki hari harinya. Ketiga, penting pula untuk memberikan pengakuan dalam melakukan pekerjaan, melalui penciptaan sebuah rasa berharga melalui sikap melayani dan sikap positif, dan keempat adalah menciptakan suasana antara pemimpin dan para
pengikut
seharusnya
saling
memperhatikan
dan
mendukung pada klien maupun orang lain, ketika menciptakan sebuah kondisi komunikasi yang efektif. (Fry, 2005). 2.3.4.5
Membership Membership ini merupakan sebuah rasa bahwa karyawan merasa dimengerti, dipahami dan dihargai (Fry, 2008) Sikap ini memberikan kesempatan bahwa karyawan merasakan bahwa mereka merasa berharga, bernilai bagi orang lain (Kouzes &Posner, 1999). Membership dalam sebuah organisasi dapat ditingkatkan ketika terdapat sebuah standard yang jelas dan bermakna, yang di set untuk seluruh. Pentingnya rasa empati terhadap orang lain harus ditunjukkan satu sama lain ketika berfokus terhadap kebutuhan apa yang dilakukan. Selanjutnya organisasi
memberikan
perhatian
terhadap
lingkungan,
memberikan support, dan bertukar informasi. Adanya stories seharusnya dilakukan untuk memotivasi dan mengajarkan para pekerja sesuatu yang baru secara verbal. Selain itu perlu
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
40
diberikan sebuah pengakuan secara individual bahwa individu bermakna bagi orang lain. Kuncinya adalah mengacu pada apa yang masing masing disenangi oleh individu. Meningkatkan membership berarti meyakinkan orang lain untuk merayakan secara bersama sama. Hal ini bisa dilakukan melalui acara formal maupun informal. Dan terakhir pemimipin harus memberi contoh pada seluruh karyawan dengan menunjukkan bahwa perkataan konsisten dengan perbuatan (Kouzes&Posner, 1999 dalam Fry, 2003). 2.3.4.5
Komitmen organisasi Komitmen organisasi dalam konteks Spiritual Leadership merupakan outcome penerapan spiritual leadership pada level organisasi. Komitmen organisasi merupakan tingkat atau derajat loyalitas/ kedekatan karyawan terhadap organisasi. Uraian tentang komitmen organisasi telah banyak diuraikan di bagian awal tinjauan pustaka bab dua.
2.3.5
Mekanisme kerja Spiritual Leadership Untuk mengimplementasikan spiritual leadership, maka para pemimpin melalui nilai, sikap, perilakunya mempelajari dan meniru nilai nilai dalam nilai kasih altruistik yang telah dikembangkan bersama sama dengan visi umum dengan para pengikut. Setelah itu antara leader dan follower mendapatkan sebuah perasaan menjadi bagian a sense of membership – yang merupakan sebuah bagian dari spiritual well-being yang memberikan sebuah kesadaran untuk menjadi lebih dipahami, dimengerti dan dihargai. Hal ini yang kemudian membangkitkan adanya harapan/ keyakinan dan sebuah keinginan untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan dalam mencapai visi. Hal ini akan menimbulkan sebuah perasan sense of calling –yang merupakan bagian dari spiritual well-being. Hal inilah
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
41
yang membuat perasaan menjadi lebih bermakna, bertujuan dan membuat hidup menjadi berbeda (Fry&Matherly, 2008). Siklus motivasi secara intrinsik ini didasarkan pada sebuah visi, nilai altruistic love dan hope/faith yang meningkatkan sebuah perasaan sejahtera secara spiritual (melalui calling dan membership), yang pada akhirnya dapat menimbulkan keluaran dari organisasi seperti komitmen organisasi, produktifitas, kepuasan hidup karyawan dan tanggung jawab sosial organisasi dan akan memberikan sebuah strategi pasar yang efektif. Adapun ringkasan mekanisme kerja Spiritual Leadership ini tampak pada skema 2.2:
Performance (Vision)
Calling (Make a difference, life has meaning)
Organizational commitment Productivity
Effort (Hope/ faith)
Reward (Altruistic love)
Leader values, attitudes, and behavior
Membership (Be Understood, Be Appreciated)
Employee well being
Follower needs for spiritual survival
Organizational Outcomes
Skema 2.2: Mekanisme implementasi dalam teori Spiritual Leadership (Fry, 2003) diambil dari www.tarleton .edu.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
42
2.3.6
Manfaat penerapan Spiritual Leadership Fry, (2003) memberikan sebuah hipotesa bahwa ketika menerapkan Spiritual Leadership ini akan menimbulkan sebuah rasa penghargaan yang tinggi bagi orang lain pada masa kini maupun masa lalu dengan sebuah kualitas hubungan yang baik antara satu sama lain. Hal ini akan menumbuhkan sebuah perasaan yang memiliki tujuan, dan bermakna, kapasitas mengelola orang lain secara efektif, dan kemampuan untuk mengikuti inner convictions, dan menumbuhkan sebuah rasa adanya perkembangan yang terus menerus serta realisasi diri. (Fry, Vitucci & Cedillo, 2005). Pada level Individu, individu yang menerapkan spiritual leadership pada tingkatan personal akan merasa lebih senang, damai,
ketenangan
dan
kepuasan
dalam
hidup
yang
menyeluruh. Tidak hanya kesejahteraan psikologis yang lebih baik, tapi juga kesehatan fisik yang lebih baik pula. Lebih khusus lagi adanya rasa saling menghormati dan kualitas hubungan yang baik dengan orang lain (Ryff & Singer, 2001 dalam Fry & Matherly, 2008).
2.3.7
Dampak penerapan Spiritual leadership Kepemimpinan spiritual ini berdasar pada visi, kasih yang altruistik
dan
hope/faith
yang
dihipotesakan
untuk
menghasilkan sebuah peningkatan dalam perasaan spiritual (melalui panggilan dan menjadi bagian) dan akhirnya menghasilkan outcome organisasi yang positif seperti: Komitmen organisasi, karyawan yang memiliki suatu perasaan panggilan dan merasa menjadi bagian akan menjadi lebih dekat, loyal dan akan tetap bertahan dalam organisasi yang memiliki budaya yang berbasis pada kasih yang altruistik
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
43
Produktivitas dan peningkatan yang berkelanjutan, karyawan yang mempunyai harapan serta kesetiaan pada visi organisasi dan karyawan yang memiliki perasaan panggilan dan menjadi bagian itu akan melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk mencapai visi organisasi akan menjadi lebih produktif Profit dan pertumbuhan penjualan, karyawan yang mempunyai komitmen tinggi untuk dapat produktif, akan selalu termotivasi untuk meningkatkan secara berkelanjutan kunci proses organisasi, akan termotivasi untuk dapat menghasilkan produk jasa yang berkualitas dan menyediakan layanan pelanggan yang terkemuka. Hal ini yang akan dicerminkan di dalam profit organisasi yang lebih tinggi dan meningkatkan penjualan (Fry, 2005). 2.3.8 Implementasi Spiritual Leadership Teori Spiritual Leadership ini telah dibangun dengan kerangka teori yang jelas seperti uraian diatas. Berdasarkan dimensi dan variabel serta prinsip prinsip yang termuat dalam bangunan kerangka teori tersebut, secara garis besar penjabaran teori tersebut dapat diuraikan menjadi 2 tahapan utama, dan berikut akan diuraikan tentang tahapan serta langkah langkah dalam mengimplementasikan teori SL ini. 2.3.8.1 Tahapan Persiapan a. Pengkajian Hal pertama yang harus dilakukan adalah sebuah pengkajian berkala tentang elemen model dari teori spiritual leadership ini. Tahap pengkajian melalui survey dan interview, yang berisi elemen dan dimensi dari teori Spiritual Leadership ini bertujuan untuk mendapatkan sebuah data dasar/ baseline tentang kondisi spiritualitas
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
44
dalam organisasi dan identifikasi issue-issue dalam transformasi organisasi yang berguna dalam pengembangan sebuah intervensi. Dalam hal ini penting bagi pihak manajemen puncak untuk memberikan sebuah akses terhadap data data penting organisasi dan secara penuh akan memberikan support terhadap upaya tersebut. Survey pengkajian ini dilakukan kepada beberapa anggota dalam organisasi. Survey ini merupakan sebuah self assessment sebelum menerapkan Spiritual Leadership. Setelah survey ini, kemudian dilakukan interview pada beberapa anggota yang berbeda di tiap level untuk mendapatkan secara lebih detail tentang pemahaman yang mendalam terhadap elemen dalam Spiritual Leadership yang sesungguhnya dirasakan serta kondisi spiritual dalam organisasi (Fry, 2008). b.
A vision/stakeholder analysis process Tahapan selanjutnya setelah mendapatkan sebuah baseline dari hasil survey spiritual leadership, adalah melakukan inisiasi sebuah vision/stakeholder analysis process yang menghasilkan sebuah visi, misi, tujuan yang mana para pemimpin dan pengikutnya akan melaksanakan keinginan dari para stakeholder kunci. Melakukan vision stakeholder analysis
yang
bertujuan
untuk
mendapatkan
atau
memperkuat harapan, kesetiaan, visi, dan nilai budaya dari spiritual
leadership
dalam
hubungannya
terhadap
identifikasi isu utama dan memberikan dasar terhadap pelaksanaan sebuah dialog dalam organisasi yang berkaitan dengan pencapaian strategi yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
45
Adanya visi, misi, dan tujuan organisasi akan menjadi dasar terbentuknya konstruksi sosial dari budaya organisasi dan sistem etik serta nilai nilai yang melandasinya, yang memberikan sebuah alat utama dalam mengkomunikasikan, memperkuat dan mengarahkan tercapainya sebuah perilaku berorganisasi yang tepat. Untuk lebih lengkapnya proses ini dapat
dilihat
pada
pedoman
pelaksanaan
Spiritual
leadership. c. Tahapan pelaksanaan Dilaksanakan melalui proses leadership training dan coaching, yang didalamnya terdiri dari: 1. Leadership training Pertama mengajarkan kepemimpinan sebagai motivasi untuk berubah, dan memberikan review teori motivasiberbasis kepemimpinan. Seperti teori kepemimpinan Path,
goal,
karismatik,
transaksional,
and
transformasional. Kedua, melakukan akselerasi panggilan terhadap nilai spiritualitas di tempat kerja, yang menggambarkan kebutuhan
manusia
yang
kesejahteraan spiritual melalui
universal
terhadap
proses calling dan
membership, serta menjelaskan perbedaan antara agama, religi dan spiritualitas. Selanjutnya, dapat diuraikan tentang konsep ketuhanan umum sebagai kekuatan tertinggi dalam sebuah kontinum atas dasar definisi ketuhanan yang humanistic, theistic, and pantheistic.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
46
Selain itu perlu diberikan review teori tentang system etik
dan
nilai
berbasis
kepemimpinan
serta
menyimpulkannya, untuk memotivasi para pengikutnya, maka pemimpin harus menyentuh melalui nilai inti dan mengkomunikasikan nilai inti tersebut melalui visi dan perilaku personal untuk menciptakan sebuah perasaan akan kesejahteraan spiritual melalui calling dan membership.
Untuk
dapat
melakukannya,
maka
pemimpin harus dipersiapkan terlebih dahulu untuk dapat memuaskan kebutuhan spiritual para pengikut melalui nilai spiritual yang universal seperti kerendahan hati, beramal, dan kejujuran. Setelah itu kemudian dijelaskan mengenai teori spiritual leadership yang secara konseptual berbeda dan tidak membingungkan (Fry, 2003). 2. Leadership Coaching Pada
prinsipnya
kegiatan
bimbingan
penerapan
spiritual leadership ini, adalah mengkomunikasikan hasil pelatihan Spiritual Leadership yang telah diterima oleh leader kepada para follower. Secara operasional, prinsip pada kegiatan penerapan Spiritual Leadership merupakan sebuah proses yang mengandung nilai, sikap dan perilaku yang diperlukan untuk memotivasi secara intrinsik baik diri sendiri maupun orang lain, sehingga terbentuk a sense of spiritual survival through calling and membership. Adapun prinsip pelaksanaan adalah Menciptakan/ melaksanakan visi sehingga leader dan follower memiliki sebuah a sense of calling pada hidup maupun pekerjaannya, sehingga hidup menjadi lebih bermakna dan ada sebuah diferensiasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
47
Membentuk atau mensosialisasikan sebuah kultur organisasi berdasarkan pada values of altruistic love, sehingga antara leader dan follower memiliki sebuah sense of membership, merasa dimengerti, dan dihargai, serta memiliki have genuine care, belas kasih, and penghargan baik pada diri leader, follower maupun pada orang lain. Spiritual leadership dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan, efektifitas organisasi dan segala keuntungannya. Namun demikian banyak pemimpin yang belum mempraktikannya. Hal ini disebabkan beberapa alasan antara lain proses tahapan menjadi spiritual leader memerlukan beberapa kompetensi dan beberapa leader tidak menguasai kompetensi tersebut. dengan bimbingan/ Coaching maka akan membantu para pemimpin untuk berjalan melewati tantangan, mengambil hambatan menjadi sebuah peluang. Dengan bimbingan spiritual leadership secara individual maka akan membantu para pemimpin dalam menggambarkan kekuatan maupun nilainya dalam melewati hambatan yang ada. Praktik bimbingan spiritual secara personal merupakan sebuah pendekatan dalam spiritual leadership. Kegiatan ini dibangun berdasarkan pondasi bahwasanya klien merupakan seorang yang sesungguhnya adalah kreatif, banyak akal dan utuh. Oleh karena itu dalam praktik spiritual leadership ini menggunakan pertanyaan kritis yang mempunyai pembeda. Melalui latihan bimbingan kita mengikuti sebuah struktur yang dapat digunakan untuk mendalami dan
mengembangkan
menghubungkan
dengan
spiritualitas dan
juga
personal
yang
mentransformasi
dapat pada
organisasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
48
Penerapan Spiritual Leadership terdapat tiga langkah yang meliputi 1) Creating Spiritual Resonance, 2) Identifying Spiritual Dissonance, and 3) Co-Creating Personal and Organizational Values in Daily Action. 1.
Langkah pertama: Spiritual resonance Adanya kebutuhan akan terhubungnya nilai nilai individu dengan nilai nilai organisasi, dijabarkan pada langkah pertama ini. Melalui proses bimbingan ini pemimpin mengajak klien untuk mengidentifikasi nilai terpenting yang ada dalam dirinya. Dan memberi makna atas nilai nilai dalam diri individu tersebut dan mempenuhi kebutuhan spiritualnya. Sepanjang fase pertama ini memperdalam pemahaman dan menggaungkan nilai nilai dalam konteks organisasi. Adapun beberapa pertanyaan yang penting untuk dijawab pada langkah pertama ini adalah: a. Dimana nilai nilai personal mendapatkan dukungan dan dianjurkan dalam organisasi ini b. Nilai nilai organisasional manakah yang secara kuat senada dan bergema dengan nilai nilai personal c. Bagaimana klien akan diberdayakan
untuk membawa
nilainya pada organisasi. Langkah
langkah
tersebut
dapat
membantu
klien
mengidentifikasi bahwa dirinya menjadi senada dengan nilai organisasi (Benefiel & Hamilton, 2007). 2. Langkah kedua: Identifying Spiritual Dissonance Langkah ini meliputi proses dan bimbingan yang dapat melibatkan karyawan, teman sejawat dan pemimpin lain dalam diskusi tentang apa yang kurang pada aspek spiritualitas, yang diperlukan serta memungkinkan diterapkan pada organisasi. Pembimbing membantu kliennya dalam membuat langkah perencanaan terhadap pengenalan proses spiritual pada
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
49
organisasi.
Pada
mengembangkan
tahap sebuah
ini a
pembimbing personal
dan
kliennya
roadmap
yang
berhubungan dengan peranan klien dalam transformasi organisasi. beberapa pertanyaan yang mungkin muncul pada langkah ini adalah: a. Apa yang hilang antara hubungan individu dengan organisasi b. Apa yang dibutuhkan oleh organisasi tentang aspek spiritual untuk mengeliminasi ketidaksesuaian/ dissonance antara spirit dan nilai klien dengan organisasi. 3. Langkah ketiga: Co-Creating Personal and Organizational Values in daily Action. Pada tahapan ini ada pertanyaan yang muncul antara lain: Bagaimana nilai nilai spiritual ditunjukkan dalam aktivitas sehari hari. Pada langkah proses bimbingan ini, klien memainkan peranan sehari hari dalam memperkuat spirit dalam organisasi. Seberapa sukses aksi nilai nilai yang ada saat ini didalam organisasi, bagaimana klien belajar dari kelemahan, kesalahan
dan
meningkatkan
hak
dalam
aksi
yang
meningkatkan spirit. Pada tahapan ini pembimbing dan klien bekerja untuk memperdalam belajar dalam aktivitas sehari hari, memperkuat nilai-nilai dan mengidentifikasi sesuatu hal yang hilang dari organisasi pada kegiatan sehari hari (Benefiel & Hamilton, 2007). Tiga langkah bimbingan penerapan spiritual leadership diatas seperti Creating resonance, identifying what is dissonant, dan kemudian co-creating personal values, akan menghubungkan antara karyawan, teman, dan pemimpin lain. Hal ini merupakan proses yang personal, memiliki kekuatan dalam melibatkan
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
50
klien (follower) dalam aktivitas sehari hari yang bermakna untuk
memperdalam
spiritualitas
dan
mentransformasi
berjalannya sebuah organisasi. Adapun secara ringkas matriks pelaksanaan Spiritual Leadership ini akan diuraikan pada tabel 2.2
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
52
BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESA PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1
Kerangka Teori Penelitian Kerangka teori penelitian merupakan sebuah kumpulan dari interrelasi konsep yang terkait masalah penelitian (Wijono, 2007). Kerangka teori penelitian ini menjelaskan
variabel
komitmen
organisasi
sebagai
konsep
yang
multidimensional. Allen dan Meyer, (1992), menjelaskan 3 bentuk komitmen, yaitu afektif, normatif, dan berkelanjutan. O’Reilly dan Chatman (1986), menjelaskan 3 komponen dalam komitmen yaitu internalisasi, identifikasi dan keterlibatan kerja. Sedangkan Mowday, Porter dan Steers, (1982) menjelaskan komitmen organisasi pada dasarnya mengandung nilai kepercayaan dan penerimaan yang kuat, keterlibatan kerja, serta adanya keinginan untuk tetap bertahan dalam keanggotaan organisasi. Komitmen organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor karakteristik personal (Norteraft & Neale, 1996; Matthieu Zajac, 1990 dalam Ekeland, 2005; Subanegara, 2005:
Sopiah, 2008). Faktor personal ini
meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, masa kerja, dan status pegawai. Selanjutnya pada faktor organisasi (Norteraft & Neale, 1996; Matthieu & Zajac, 1990 dalam Ekeland, 2005; Sopiah, 2008), antara lain karakteristik pekerjaan, dan karakteristik struktur. Selain itu Stum, (1998), menjelaskan bahwa komitmen ini dapat dipengaruhi oleh faktor organisasi berupa budaya keterbukaan, kesempatan berkembang, arah organisasi, kesesuaian penghargaan dan kepuasan kerja.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
53
Kepuasan kerja ini merupakan sebuah determinan yang signifikan terhadap terbentuknya komitmen organisasi (Porter, et al 1974; Mottaz, 1987; Williams&Anderson, 1991; Vanderberg & Lance, 1992; Knoop, 1995; Young et al, 1998; Testa, 2001 dalam Yew, 2007). Untuk dapat meningkatkan komitmen organisasi tersebut, diperlukan sebuah upaya yang dapat dilakukan oleh organisasi. bentuk upaya peningkatan komitmen ini antara lain Buddy System (Payne & Huffman. 2002), Mentoring Program (Payne & Huffman. 2002), Leadership Training (Amstrong. 1999), Workplace Spirituality Programs (Giacalone&Jurkiewicz, 2003), dan Spiritual
Leadership
(Fry,
2003,
2005).
Bentuk
kegiatan
tersebut
mendasarkan pada beberapa prinsip, antara lain Amstrong, (1999), menyatakan bahwa untuk menciptakan sebuah komitmen diperlukan sebuah strategi khusus antara lain meliputi komunikasi, edukasi, program training, meningkatkan rasa keterlibatan dan kepemilikan, meningkatkan kinerja dan system manajemen reward. Berdasarkan pendapat Meyer dan Allen (1997), yang mengidentifikasi beberapa anteseden terhadap the want factor, yang dapat dikategorikan menjadi dua prinsip utama yaitu supportiveness and fairness, dan personal importance
and
competence.
Sedangkan
menurut
Luthans
(2006)
mengemukakan 5 prinsip dalam meningkatkan komitmen organisasi, yaitu komitmen individu, komunikasi misi, keadilan organisasi, perkembangan karyawan, dan rasa komunitas. Berdasarkan tinjauan pustaka tentang pengaruh Spiritual Leadership dengan terbentuknya komitmen organisasi perawat, maka peneliti menggambarkan kerangka teoritis dapat dilihat pada skema 3.1.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
54
Skema 3.1: Kerangka Teori Penelitian Faktor Komitmen Organisasi (Stum,1998 dalam Sopiah, 2008) 1. 2. 3. 4. 5.
Komitmen Organisasi (Allen, Meyer 1992) 1. Affective commitment 2. Continuance commitment 3. Normative commitment
Budaya keterbukaan Kepuasan kerja Kesempatan berkembang Arah organisasi Kesesuaian Penghargaan kerja
Faktor Komitmen Organisasi (Sopiah, 2008; Norteraft & Neale, 1996) 1. Faktor personal: 2. Faktor organisasional 3. Faktor non organisasional
Komitmen Organisasi (O’reilly dan chatman, 1986 dalam Fields) 1. Internalisasi 2. Identifikasi 3. Keterlibatan Kerja
Anteseden Komitmen Organisasi (Matthieu Zajac, 1990 dalam Ekeland, 2005) 1. 2. 3. 4. 5.
Komitmen Organisasi (Mowday, Porter&Steers, 1982):
Karakteristik Personal Status peran Karakteristik kerja Group Leader relation Karakteristik organisasi
1. 2. 3.
Kepercayaan dan penerimaan Keterlibatan kerja Keinginan untuk tetap bertahan
Faktor Komitmen Organisasi (Subanegara, 2005) 1. 2. 3.
1. Komitmen individu 2. Komunikasi misi 3. Keadilan organisasi 4. Perkembangan karyawan 5. Rasa komunitas (Luthans, 2006)
1. 2. 3. 4. 5.
Faktor personal Iklim organisasi Kepemimpinan
1.
2.
Buddy System (Payne, Huffman. 2002) Mentoring Program (Payne, Huffman. 2002) Leadership Training (Amstrong. 1999) Workplace Spirituality Programs (Giacalone, J. 2003) Spiritual Leadership (Fry, 2003, 2005)
The Wants Factors 1. Komunikasi a. Supportive and fairness 2. Edukasi b. Personal importance and 3. Program Training competence 4. Inisiasi peningkatan The Need Factors keterlibatan kerja a. Investment factors 5. System manajemen b. Attraction factors reward Universitas (Amstrong, Indonesia 1999). (Meyer, Allen, 1992)
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
55
3.2
Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka teoritis yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti mengkaji, mensintesis atau merangkum dalam bentuk kerangka konsep. Kerangka konsep merupakan sebuah model penelitian yang menjelaskan hubungan sebab akibat/ pengaruh antara variabel bebas, yang diajukan peneliti untuk menjawab masalah dan hipotesis penelitian (Wijono, 2007). Variabel dependen yang akan diukur pada penelitian ini meliputi komitmen organisasi pada perawat, yang sub variabelnya meliputi internalisasi, identifikasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan keinginan mempertahankan keanggotaan dalam organisasi yang diambil berdasarkan teori O’Reilly dan Chatman, (1986); Allen dan Meyer, (1992). Variabel komitmen organisasi tersebut akan dilakukan pengukuran sebelum dan sesudah penerapan Spiritual Leadership. Variabel intervensi dalam penelitian ini adalah Spiritual Leadership yaitu merupakan bentuk interaksi antara kelompok leader yang telah diberikan pelatihan tentang Spiritual Leadership, yang kemudian menerapkan Spiritual Leadership pada kelompok follower. Spiritual Leadership dijabarkan dalam 5 sesi, yaitu identifikasi keyakinan dan harapan, identifikasi nilai spiritual, identifikasi ketidaksesuaian nilai spiritual, identifikasi aktivitas spiritual, dan evaluasi aktivitas spiritual yang diharapkan dapat meningkatkan komitmen organisasi pada perawat yang telah diterapkan Spiritual leadership. Variabel confounding yang akan diukur yaitu karakteristik perawat meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, masa kerja, dan status pegawai (Norteraft & Neale, 1996; Matthieu & Zajac, 1990 dalam Ekeland, 2005; Subanegara, 2005:
Sopiah, 2008), dan faktor organisasi
berupa kepuasan kerja (Stum, 1998 dalam Sopiah, 2008).
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
56
Skema 3.2: Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Intervensi Penerapan Spiritual Leadership: Sesi I : Identifikasi harapan dan keyakinan Sesi II : Identifikasi Nilai Spiritual Sesi III : Identifikasi kesenjangan spiritual Sesi IV : Identifikasi aktivitas nilai spiritual Sesi V : Evaluasi pencapaian nilai spiritual
Variabel Dependen
Variabel Dependen
Komitmen perawat pada Organisasi
Komitmen perawat pada Organisasi
1. Identifikasi 2. Internalisasi 3. Keterlibatan dalam pekerjaan 4. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan
1. Identifikasi 2. Internalisasi 3. Keterlibatan dalam pekerjaan 4. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan
3.
Variabel Counfounding 1. Faktor personal (karakteristik perawat): a. Usia, b. Jenis kelamin c. Tingkat pendidikan d. Masa kerja, e. Status perkawinan f. Status pegawai 2. Faktor Organisasi (Kepuasan Kerja) a. Gaji b. Supervisi c. Pekerjaan d. Rekan Kerja e. Promosi
1. 5.
2.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
57
3.3
Hipotesis Penelitian Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya masih akan diuji berdasarkan data/ fakta empiris (Wijono, 2007). Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka dirumuskan hipotesis kerja (Ha) penelitian sebagai berikut: 3.3.1
Ada perbedaan yang bermakna antara komitmen organisasi pada perawat yang diterapkan Spiritual Leadership dengan yang tidak diterapkan Spiritual Leadership di RS. Islam Surabaya
3.3.2
Ada perbedaan yang bermakna antara komitmen organisasi pada kelompok perawat kepuasan kerja tinggi dengan kepuasan kerja rendah di RS. Islam Surabaya
3.3.3
Ada hubungan yang bermakna antara karakteristik personal perawat dengan komitmen organisasi perawat di RS Islam Surabaya
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
58
3.4 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian Variabel/ Definisi Operasional Sub Variabel Variabel independen/ intervensi Penerapan Spiritual Suatu bentuk upaya meningkatkan motivasi Leadership internal perawat pelaksana, oleh leader (kepala ruang dan wakil kepala ruang) dalam mencapai motto rumah sakit melalui penerapan nilai spiritual yang terkandung dalam 9 nilai kasih altruistic, sehingga dapat menumbuhkan perasaan membership (perasaan dihargai dan dimengerti) dan calling (perasaan memiliki makna).
Variabel Dependen Komitmen Organisasi
a. Identifikasi
Pernyataan perawat pelaksana terhadap sikap keterikatan emosionalnya pada rumah sakit tempat kerja yang ditunjukkan melalui respon identifikasi, internalisasi , keterlibatan kerja dan keinginan mempertahankan keanggotaan dalam rumah sakit. Pernyataan perawat pelaksana atas sikap komitmennya tentang adanya kepercayaan persamaan nilai nilai dirinya dengan nilai pada rumah sakit tempat kerjanya
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala
Kepala ruang dan wakilnya (Leader), yang telah diberikan pelatihan Spiritual Leadership, dikelas selama 2 hari dilanjutkan dengan praktik lapangan selama 4 hari, kemudian kelompok leader tersebut membimbing kelompok perawat pelaksana (follower) diruangan masing masing, tentang penerapan 9 nilai altruism, yang terdiri dari 3langkah dan 5 sesi penerapan. Implementasi SL pada PP dievaluasi dengan kuesioner Self Assessment.
Kelompok perawat yang menerima penerapan Spiritual leadership
Nominal
Diukur dengan kuesioner terdiri dari 16 pertanyaan tertutup, dengan kategori: 4=Sangat Setuju 3=Setuju 2=Tidak setuju 1=Sangat tidak setuju Diukur dengan kuesioner terdiri dari 4 pertanyaan tertutup, dengan kategori: 4=Sangat Setuju 3=Setuju 2=Tidak setuju 1=Sangat tidak setuju
Kelompok perawat yang tidak menerima penerapan Spiritual leadership
Mean, median, SD, nilai minimum 16 dan nilai maksimum 60, serta 95%CI
Interval
Mean, median, SD, nilai minimum 4 dan nilai maksimum 16, serta 95%CI
Interval
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
59 b. Internalisasi
Pernyataan perawat atas sikap komitmennya tentang penerimaan/ adopsi dalam diri perawat tentang nilai dan tujuan rumah sakit tempat kerjanya
Diukur dengan kuesioner terdiri dari 4 pertanyaan tertutup, dengan kategori: 4=Sangat Setuju 3=Setuju 2=Tidak setuju 1=Sangat tidak setuju
Mean, median, SD, nilai minimum 4 dan nilai maksimum 16, serta 95%CI
Interval
c. Keterlibatan kerja
Pernyataan perawat atas sikap komitmennya tentang kemauan untuk terlibat secara aktif dalam pekerjaannya dalam mengusahakan tercapainya visi dan tujuan organisasi rumah sakit
Mean, median, SD, nilai minimum 4 dan nilai maksimum 16, serta 95%CI
Interval
d. Keinginan mempertahankan keanggotaan organisasi
Pernyataan perawat atas sikap komitmennya tentang usaha yang dilakukan untuk dapat tetap berada didalam rumah sakit tempat kerja
Diukur dengan kuesioner terdiri dari 4 pertanyaan tertutup, dengan kategori: 4=Sangat Setuju 3=Setuju 2=Tidak setuju 1=Sangat tidak setuju Diukur dengan kuesioner terdiri dari 4 pertanyaan tertutup, dengan kategori: 4=Sangat Setuju 3=Setuju 2=Tidak setuju 1=Sangat tidak setuju
Mean, median, SD, nilai minimum 4 dan nilai maksimum 16, serta 95%CI
Interval
Diukur dengan kuesioner terdiri dari 20 pertanyaan tertutup, dengan kategori: 4=Sangat Setuju 3=Setuju 2=Tidak setuju 1=Sangat tidak setuju
Hasil ukur dikategorikan menjadi: Kepuasan kerja tinggi (Kode=1) jika skor yang didapat > nilai tengah rentang skor kumulatif (>50)
Ordinal
Variabel Counfounding Kepuasan kerja Pernyataan akan persepsi perawat tentang sikap kerja nya baik positif maupun negatif yang berkaitan dengan aspek gaji, pekerjaan, kelompok kerja, supervisi dan kesempatan promosi yang dialami selama bekerja di rumah sakit
Kepuasan kerja rendah(Kode=0) jika skor yang didapat < nilai tengah rentang skor kumulatif (<50)
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
60 Karakteristik Perawat Umur Jawaban responden perawat tentang jumlah tahun mulai kelahiran hingga saat penelitian Jenis kelamin Jawaban responden perawat tentang jenis kelamin
Diukur dengan kuesioner A (data umum) Diukur dengan kuesioner A (data umum)
Tingkat Pendidikan
Jawaban responden perawat tentang pendidikan formal keperawatan terakhir
Diukur dengan kuesioner A (data umum)
Status perkawinan
Jawaban responden perawat tentang status pernikahan saat ini
Diukur dengan kuesioner A (data umum)
Status pegawai
Jawaban responden perawat tentang status kepegawaian terakhir di RSIS
Diukur dengan kuesioner A (data umum)
Masa kerja
Jawaban responden perawat tentang jumlah tahun lama mulai bekerja sebagai perawat di RS tempat penelitian.
Diukur dengan kuesioner A (data umum)
Hasil ukur berupa jumlah usia dalam tahun Hasil ukur berupa jenis kelamin yang dikategorikan menjadi: Laki laki=0 Perempuan=1 Hasil ukur dikategorikan menjadi: SPK=0 D3 Kep= 1 S1 Kep=2 Hasil ukur dikategorikan menjadi: Tidak Menikah=0 Menikah= 1 Hasil ukur dikategorikan menjadi: Non Pegawai tetap= 0 Pegawai tetap= 1 Hasil ukur berupa lama kerja dalam tahun
Interval Nominal
Ordinal
Nominal
Nominal
Interval
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
61
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1
Desain Penelitian Penelitian ini merupakan sebuah penelitian eksperimental semu (Quasy experiment), yaitu sebuah kegiatan perlakuan atau intervensi terhadap suatu variabel yang bertujuan untuk mengetahui suatu pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu, tanpa adanya pembatasan yang ketat terhadap randomisasi (Notoatmodjo, 2000). Sedangkan bentuk desain penelitian yang digunakan adalah Pre and post test design with control group (Sugiyono, 2007). Dalam desain ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kontrol, antara individu antara kedua kelompok adalah berbeda, namun masing-masing kelompok diharapkan terdapat kesetaraan, oleh karena itu dilakukan pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan kesetaraan antara kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Pada penelitian ini, bentuk perlakuan yang diberikan pada responden perawat pada kelompok intervensi adalah penerapan Spiritual leadership. Kemudian peneliti mengukur komitmen organisasi perawat sebelum maupun sesudah perlakuan pada kelompok intervensi. Sedangkan pada kelompok kontrol hanya dilakukan pengukuran pretest dan posttest saja tanpa adanya perlakuan. Adapun rancangan tersebut dapat dilihat pada skema 4.1. Skema 4.1: Rancangan Desain Penelitian Dibandingkan: Pre Test O1
Intervensi
X
Post Test O2
O1—O3 O2—O1 O4—O3
O3
O4
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
O2---O4
62
Keterangan: O1: Komitmen organisasi perawat sebelum diterapkan Spiritual Leadership O2: Komitmen organisasi perawat sesudah diterapkan Spiritual Leadership X
: Penerapan Spiritual Leadership
O3
: Komitmen organisasi awal pada perawat kelompok kontrol
O4
: Komitmen organisasi akhir pada perawat kelompok kontrol
O1—O3: Perbedaan komitmen organisasi awal pada kelompok intervensi maupun kontrol (Pretest) O2—O1: Perbedaan komitmen organisasi perawat sesudah dengan sebelum pada kelompok yang diterapkan Spiritual Leadership O4—O3: Perbedaan komitmen organisasi perawat awal dan akhir pada kelompok yang tidak diterapkan Spiritual Leadership O2—O4: Perbedaan komitmen organisasi akhir pada kelompok intervensi dengan kontrol (Posttest) 4.2
Populasi dan Sampel 4.2.1
Populasi Populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti (Sugiarto, dkk. 2001). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di RS Islam Surabaya A. Yani sejumlah 111 perawat, dan sejumlah 98 orang perawat.
4.2.2 Sampel Sampel merupakan sebuah subset yang diambil dari populasi yang akan diamati atau diukur peneliti. (Murti, 2006). Sampel dalam penelitian ini adalah Perawat Pelaksana yang diharapkan memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: 4.2.2.1 Perawat pelaksana 4.2.2.2 Bekerja di ruang rawat inap Non paviliun 4.2.2.3 Tidak sedang cuti, sakit, dan tugas belajar saat dilaksanakan pre test 4.2.2.4 Bersedia menjadi responden dan mengikuti proses penelitian
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
63
Untuk mengetahui jumlah sampel yang dibutuhkan, maka digunakan rumus ukuran sampel untuk menaksir beda dua mean dari dua populasi, atau pengujian antara dua rata rata berpasangan dengan derajat kemaknaan 5%, kekuatan uji 95% (Ariawan, 1998; Lemeshow et al, 1990, dalam Murti 2006) yaitu: Z21-α [2.σ2]
n =
d² Keterangan : n
= Besar sampel
d
= Presisi yang diinginkan tentang mean populasi yang ditaksir
Z21-α σ
2
= Nilai Z pada derajat kemaknaan, bila alpha 0.05 (1.96) = Varians populasi yang tidak diketahui
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya tentang komimen organisasi pada perawat di RS. Tugu Ibu tahun 2008, dapat diketahui bahwa varians populasi (historikal data penelitian sebelumnya) adalah 6.57. Sedangkan nilai presisi yang diharapkan pada penelitian ini adalah (+/-3 point). Berdasarkan penghitungan menggunakan rumus diatas, maka jumlah sampel dihasilkan 37 sampel untuk tiap kelompok baik intervensi dan kontrol. Namun demikian, untuk mengantisipasi adanya drop out dalam follow up studi eksperimental ini, maka kemungkinan berkurangnya sampel perlu diantisipasi dengan cara memperbesar taksiran ukuran sampel agar presisi penelitian tetap terjaga. Adapun rumus untuk mengantisipasi berkurangnya subyek penelitian sebagai berikut (Thabane, 2005 dalam Murti 2006): n’ =
n ---1-L
Keterangan: n’ = ukuran sampel setelah revisi n = ukuran sampel asli L = Non response rate (Proporsi subyek yang hilang, yaitu 10%).
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
64
Berdasarkan penghitungan rumus, maka sampel akhir yang ada adalah 41 responden pada tiap kelompok intervensi dan kontrol, sehingga total sampel yang didapatkan adalah 82 responden. Pada saat pengumpulan data sampel terpenuhi secara keseluruhan dan tidak didapatkan drop out sampai akhir proses penelitian. 4.2.3 Fasilitator Implementasi Spiritual Leadership Pada penelitian ini, khususnya pada intervensi penerapan spiritual leadership,
melibatkan
kelompok
leader
sebagai
fasilitator
implementasi Spiritual Leadership pada perawat pelaksana yang terlibat. Adapun kriteria kelompok leader adalah perawat yang menjabat sebagai kepala ruangan maupun Clinical Instructur (CI) dari ruangan rawat inap non paviliun RS. Islam Surabaya yang bersedia mengikuti proses penelitian. Sehingga pada penelitian ini didapatkan 10 fasilitator pada kelompok intervensi yang menyetujui terlibat dalam penelitian ini seperti pada tabel 4.1. 4.2.4 Teknik sampling Berdasarkan penghitungan dengan rumus diatas, maka jumlah sampel yang diperlukan adalah 41 orang pada tiap kelompok, baik intervensi maupun
kontrol.
Jumlah
sampel
tersebut
diambil
dengan
menggunakan teknik Proportionate stratified random sampling. Menurut Notoatmodjo, (2000) teknik ini digunakan apabila suatu populasi terdiri dari unit yang mempunyai karakteristik tidak homogen. Penentuan strata ini pada penelitian ini didasarkan berdasarkan ruangan rawat inap Adapun jumlah sampel yang diinginkan dari tiap tiap ruangan pada kelompok intervensi seperti pada tabel 4.1.
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
65
Tabel 4.1 Jumlah sampel dan fasilitator kelompok intervensi di ruang rawat inap RS. Islam Surabaya A.Yani, tahun 2009. No.
Nama Ruang
Jumlah Perawat 16
1.
Shafa Marwa
2.
16/ 84 x 41=7.8 (8)
Jumlah Fasilitator 2
Hijr Ismail
18
18/ 84 x 41=8.8 (9)
2
3.
Multazam
15
15/ 84 x 41=7.3 (8)
2
4.
Arofah
9
9/ 84 x 41 = 4.4 (4)
1
5.
Zam Zam
9
9/ 84 x 41 = 4.4 (4)
1
6.
Mina
17
17/ 84 x 41=8.3 (8)
2
84
41
10
Jumlah
Jumlah sampel
Sedangkan jumlah dan proporsi sampel dari kelompok kontrol penelitian akan diuraikan seperti pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Jumlah sampel dan fasilitator kelompok kontrol di ruang rawat inap RS. Islam Surabaya Jemursari, tahun 2009. No.
Nama Ruang
Jumlah Perawat 13
Jumlah sampel 13/51 x 41=10.4 (10)
Jumlah fasilitator 2
1.
Melati
2.
Kemuning
12
12/ 51 x 41=9.6 (10)
2
3.
Teratai
14
14/ 51 x 41=11.3 (11)
2
4.
Neonatus
12
12/ 51 x 41=9.6 (10)
2
Jumlah
51
41
8
Pengambilan sampel pada masing masing ruangan tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak, dan keseluruhan anggota memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden.
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
66
4.3
Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua RS. Islam yang dimiliki dan dinaungi oleh satu yayasan yaitu YARSI Surabaya. Adapun tempat penelitian untuk kelompok intervensi adalah di ruang rawat inap non paviliun RS. Islam Surabaya, A.Yani Surabaya. Sedangkan pengambilan data kelompok kontrol akan dilakukan di ruang rawat inap non paviliun RS. Islam Surabaya, Jemursari. Waktu penelitian dilaksanakan mulai tanggal 22 April 2009 hingga tanggal 30 Mei 2009. Adapun secara rinci kegiatan penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.
4.4
Etika penelitian Proses dalam penelitian ini diawali dengan kegiatan uji etik (Ethical Clearence)
pada
proposal
penelitian
oleh
Komite
Etik
Penelitian
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, setelah mendapatkan surat keterangan lolos uji etik (lampiran 4), kemudian peneliti mengajukan perizinan penelitian ke dua rumah sakit terkait (lampiran 2), untuk mendapatkan jawaban persetujuan pelaksanaan penelitian seperti pada lampiran 2. Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip etika dan peneliti memegang prinsip scientific attitude/ sikap ilmiah dan etika penelitian keperawatan yang mempertimbangkan aspek sosioetika dan harkat martabat kemanusiaan seperti beberapa prinsip berikut ini: Prinsip pertama mempertimbangkan hak-hak perawat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penelitian serta bebas untuk menentukan pilihan untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian (autonomy and self determination). Selanjutnya peneliti memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang rencana, tujuan, manfaat dan dampak penelitian selama pengumpulan data, kemudian perawat diberikan hak penuh untuk menyetujui atau menolak terlibat dalam penelitian dengan cara menandatangani lembar persetujuan (Informed Consent) pada lampiran 6.
Perawat yang telah dipilih secara acak
sebelumnya, kemudian diberikan lembar persetujuan, dan setelah diberikan penjelasan yang cukup, serta diberikan kesempatan untuk bertanya, seluruh
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
67
perawat yang terpilih menjadi sampel menandatangani lembar persetujuan sebagai bentuk kesediaan terlibat dalam penelitian. Prinsip kedua yaitu peneliti tidak mencantumkan nama perawat pada lembar kuesioner yang diisi, dan lembar tersebut hanya diberi nomor kode responden dan kerahasiaan informasi yang diberikan perawat dijamin oleh peneliti, dan hanya digunakan dalam penelitian ini saja (Confidentiality). Prinsip ketiga merupakan konotasi keterbukaan dan keadilan (justice) dengan menjelaskan prosedur penelitian dan memperhatikan kejujuran (honesty) serta ketelitian. Demi kelancaran implementasi Spiritual Leadership pada perawat pelaksana, maka pelaksanaan kegiatan dilakukan 2x pertemuan pada tiap minggunya selama 3 minggu, sehingga tidak menimbulkan kejenuhan dan resistensi pada perawat pelaksana. Sedangkan demi memperhatikan prinsip
fair treatment, maka pada kelompok intervensi akan diterapkan
Spiritual Leadership sedangkan pada kelompok kontrol hanya dilakukan pengukuran komitmen organisasi pada perawat pelaksana, tanpa diterapkan Spiritual Leadership. Namun setelah kegiatan posttest selesai, peneliti memberikan pelatihan Spiritual Leadership kepada kelompok leader di RS. Islam Jemursari dengan menggunakan modul yang sama. Sedangkan prinsip keempat adalah memaksimalkan hasil yang bermanfaat (beneficence) dan meminimalkan hal merugikan (non maleficence) dengan melakukan penerapan Spiritual Leadership yang telah disesuaikan dengan budaya rumah sakit setempat, sesuai standar pelaksanaan dapat digunakan untuk meningkatkan komitmen organisasi pada perawat. 4.5
Alat Pengumpul Data 4.5.1
Instrumen penelitian Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner.
Kuesioner
merupakan teknik pengumpul data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2007).
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
68
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdapat 3 bagian utama. yaitu kuesioner A, B, dan C. Pada saat pretest penelitian, peneliti menggunakan 3 bagian kuesioner, yaitu kuesioner A, B, dan C. Sedangkan pada saat posttest, instrument yang digunakan adalah kuesioner C saja. Kuesioner A berisi tentang variabel karakteristik individu perawat yang dibuat dalam bentuk pertanyaan tertutup, yang meliputi nomor responden, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, masa kerja, dan status pegawai. Kuesioner B digunakan untuk mengukur kepuasan kerja perawat, yang dibuat dengan pertanyaan tertutup, dengan jumlah total adalah 20 butir pertanyaan. Kuesioner B ini dikembangkan sendiri oleh peneliti melalui 5 dimensi kepuasan kerja menurut Luthans (2006), yaitu dimensi gaji; dimensi pekerjaan; dimensi supervisi; dimensi kelompok kerja dan kesempatan promosi. Adapun item pilihan jawaban untuk kuesioner kepuasan kerja adalah 4 rentang skor nilai yaitu 1=sangat tidak setuju, 2= sangat setuju, 3=setuju dan 4=sangat setuju. Kuesioner C digunakan untuk mengukur variabel dependen yaitu komitmen organisasi perawat, yang diadaptasi dan dimodifikasi dari kuesioner
komitmen
organisasi
(Psychological
Attachment
Instrument) yang dikembangkan oleh O’Reilly dan Chatman (1986). Kuesioner ini yang awalnya berjumlah 12 buah pertanyaan, kemudian dikembangkan menjadi 20 buah pertanyaan. Kuesioner ini pada awalnya merupakan pertanyaan tentang tiga komponen komitmen organisasi, yaitu identifikasi, internalisasi, dan keterlibatan kerja. Kemudian peneliti menambahkan sub variabel keinginan bertahan dalam keanggotan. Jumlah pertanyaan yang ditambahkan masing masing sub variabel adalah 1 pertanyaan, dan khususnya pada sub variabel mempertahankan keanggotaan dalam
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
69
organisasi sejumlah 5 pertanyaan. Adapun jumlah pertanyaan tiap sub variabel tersebut adalah masing masing 5 buah pertanyaan seperti sub variabel identifikasi
sub variabel internalisasi; sub variabel
keterlibatan kerja; dan sub variabel keinginan mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Item pilihan jawaban untuk kuesioner komitmen organisasi adalah 4 rentang skor nilai yaitu 1=sangat tidak setuju, 2= sangat setuju, 3=setuju dan 4=sangat setuju. Secara lebih lengkap kisi kisi instrument pada` lampiran 5. 4.5.2 Uji Coba Instrumen Sebelum pengambilan data penelitian yang sesungguhnya, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian instrument, baik uji validitas maupun reliabilitas. Uji coba instrumen dilaksanakan di RS. Islam Jombang, dengan jumlah subyek 30 sampel. Setelah pengambilan data untuk uji coba instrument, kemudian dilakukan Uji validitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data (Hastono, 2007). Tingkat validitas yang ingin dicapai adalah validitas internal maupun eksternal. Setelah instrumen dikonsultasikan dengan ahli/ pembimbing, selanjutnya dilakukan analisis faktor dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Pertanyaan dikatakan valid apabila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya, dan berdasarkan hasil uji didapatkan r hitung > dari r tabel. Setelah semua pertanyaan telah dinyatakan valid semua, kemudian dilakukan uji reliabilitas. Uji ini bertujuan untuk mengetahui konsistensi/ keandalan alat ukur, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan alat ukur yang sama pula. (Hastono, 2007). Untuk mengetahui tingkat reliabilitas alat ukur maka digunakan metode Alpha Cronbach, yang diukur berdasarkan skala Alpha Cronbach 0 sampai 1. Alat ukur dikatakan reliabel apabila didapatkan nilai Cronbach’s coefficient-alpha lebih besar dibandingkan dengan nilai Alpha Cronbach 0, 600 (Sujianto, 2007).
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
70
Berdasarkan hasil uji coba instrument yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa pertanyaan yang tidak valid. Pada instrument kepuasan kerja pada awalnya didapatkan 6 pertanyaan yang tidak valid, yaitu 3 pertanyaan pada dimensi supervisi, 2 pertanyaan pada dimensi gaji, dan 1 pertanyaan pada dimensi promosi. Selanjutnya 5 dari 6 pertanyaan tersebut dihilangkan, namun 1 pertanyaan pada dimensi supervisi diperbaiki dan kemudian dimasukkan kembali pada daftar pertanyaan, sehingga jumlah keseluruhan adalah 20 butir. Sedangkan pada instrument komitmen organisasi, hasil uji validitas menunjukkan ada 4 pertanyaan yang tidak valid, masing masing 1 pertanyaan dari tiap tiap sub variabel. Mengingat pertanyaan yang valid telah mewakili, maka 4 pertanyaan tersebut dihilangkan, dan jumlah pertanyaan akhir adalah 16 butir. Selanjutnya hasil uji validitas dan reliabilitas ditampilkan pada tabel 4.3 berikut Tabel 4.3 Hasil validitas dan reliabilitas instrument penelitian ‘Pengaruh penerapan Spiritual Leadership terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya’ tahun 2009 Instrument
Sub variabel
Kepuasan Kerja (Kuesioner B)
Dimensi Gaji Dimensi Pekerjaan Dimensi Supervisi Dimensi Rekan kerja Dimensi Promosi
Komitmen organisasi (Kuesioner C)
Identifikasi Internalisasi Keterlibatan kerja Keinginan bertahan
Jumlah pertanyaan Awal 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Jumlah pertanyaan akhir 3 5 3 5 4 4 4 4 4
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
Validitas
Reliabilitas
0.368 sampai 0.783
0.907
0.499 sampai 0.792
0.946
71
4.6
Prosedur Pelaksanaan Penelitian Prosedur pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi beberapa tahapan berikut: 4.6.1
Persiapan Kegiatan persiapan ini merupakan prosedur administratif yaitu mengajukan permohonan ijin penelitian pada Direktur RS. Islam Surabaya yang akan digunakan sebgai tempat penelitian. Setelah mendapatkan ijin penelitian kemudian peneliti melakukan koordinasi dengan Bidang keperawatan dan Diklat RS. Islam Surabaya untuk teknis melaksanakan penelitian.
4.6.2 Pelaksanaan 4.6.2.1 Pretest Kegiatan pengambilan data awal penelitian, dilakukan untuk mengukur variabel karakteristik personal, kepuasan kerja perawat dan komitmen organisasi perawat. Pengukuran variabel karakteristik personal, dan kepuasan kerja dilakukan pada tahap pretest saja. Pengambilan data dilaksanakan sebelum waktu penerapan kegiatan Spiritual leadership, baik pada
kelompok
intervensi
maupun
kontrol,
setelah
sebelumnya diberikan informed consent terlebih dahulu. 4.6.2.2 Penerapan Spiritual Leadership a. Dilaksanakan setelah responden yang terpilih bersedia menandatangani lembar persetujuan sebagai responden penelitian. b. Pengukuran karakteristik
Pre-test
dengan
menggunakan
kuesioner
perawat, kepuasan kerja dan komitmen
organisasi dilakukan baik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. c. Pelatihan Spiritual Leadership pada kepala ruangan dan pembimbing klinik dari ruangan yang telah dipilih, yang akan bertindak sebagai fasilitator spiritual leader pada perawat pelaksana yang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
72
pelatihan di kelas selama 2 hari, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan praktik lapangan selama 4 hari yang merupakan
kegiatan
bimbingan
penerapan
Spiritual
Leadership yang dilakukan peneliti kepada kelompok leader tersebut. Selanjutnya kegiatan remedial selama satu hari dilaksanakan apabila didapatkan peserta yang belum lulus pada kegiatan pelatihan. Lebih lanjut dapat dilihat pada modul lampiran 9. d. Setelah proses kegiatan pelatihan selama 1 minggu bagi para kepala ruang dan wakil kepala ruangan yang telah lulus, maka para leader tersebut mengimplementasikan penerapan Spiritual Leadership pada perawat pelaksana, sebanyak 3 langkah penerapan yang terdiri dari 5 sesi, yang dilakukan oleh kepala ruang dan pembimbing klinik di ruangan masing masing pada perawat pelaksana yang dilaksanakan sebanyak 2x pertemuan pada tiap minggunya selama 3 minggu. Pertemuan pertama dilaksanakan untuk sesi I, II, III dan sesi IV. Kemudian pada pertemuan kedua adalah fasilitator memberikan evaluasi pencapaian nilai spiritual pada sesi ke V. e. Setelah kurun waktu 3 minggu intervensi implementasi Spiritual Leadership pada responden perawat pelaksana, maka pada minggu ke 6 kemudian dilaksanakan pengukuran posttest
tentang
komitmen
organisasi
pada
perawat
pelaksana baik pada kelompok intervensi maupun kontrol. f. Selanjutnya pada kelompok kontrol, peneliti memberikan pelatihan spiritual leadership dikelas pada kepala ruangan dan pembimbing klinik dari 4 ruangan rawat inap yang ada di RS. Islam Surabaya Jemursari, namun tanpa bimbingan praktek penerapan spiritual leadership.
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
73
4.6.2.3 Post test Setelah pelaksanaan penerapan Spiritual leadership, kemudian peneliti melakukan pengukuran kembali komitmen organisasi perawat. Pengambilan data dilaksanakan pada minggu ke enam yaitu pada tanggal 25-30 Mei 2009. Berdasarkan alur kegiatan penelitian diatas, secara ringkas akan digambarkan dengan skema alur kerangka kerja penelitian seperti pada skema 4.2.
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
71
Skema 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Penerapan Spiritual Leadership terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya tahun 2009 Pre Test
1 Minggu Pretest: Pengukuran variabel karakteristik perawat, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi pada perawat pelaksana
Intervensi
1 Minggu
3 Minggu
Pelatihan Spiritual Leadership pada Kepala ruang dan wakilnya Pelatihan di kelas selama 2 hari
Praktek lapangan selama 4 hari
Remedial bagi peserta pelatihan yang belum lulus, selama 1 hari
Implementasi Spiritual Leadership (Pada Perawat Pelaksana ) 1. Pertemuan I Step I: Sesi I :Identifikasi harapan dan keyakinan Sesi II : Identifikasi Nilai Spiritual Step II: Sesi III : Identifikasi kesenjangan spiritual Step III: Sesi IV : Identifikasi aktivitas nilai spiritual 2. Pertemuan II Step III: Sesi V: Evaluasi aktivitas nilai spiritual
Post Test
1 Minggu Posttest: Pengukuran komitmen organisasi pada perawat pelaksana
Pre Test
Kelompok Kontrol
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
Post Test
75
4.7
Pengolahan Data Proses pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini pada saat seluruh
kuesioner
telah
terkumpul
seluruhnya,
diolah
dengan
menggunakan 4 tahapan pengolahan data (Hastono, 2007). Tahapan pertama yaitu Editing, dengan melakukan pengecekan isian kuesioner pada saat pengembalian kuesioner yang telah diisi oleh perawat, untuk menilai kelengkapan isian, dan jawaban. Hasilnya seluruh jawaban kuesioner yang diisi dinyatakan lengkap. Tahapan selanjutnya dilakukan Coding, yaitu memberi kode khusus pada tiap responden, serta memberi kode pada karakteristik perawat, serta memberikan skor pada jawaban kuesioner, sehingga seluruh responden diberikan nomor yang berbeda dan jawaban telah diberikan skor angka pada tiap itemnya. Setelah seluruh data diberikan kode angka, maka selanjutnya dilakukan tahapan Processing yang dilakukan dengan memasukkan data dari kuesioner kedalam program komputer, dan setelah seluruh data telah dimasukkan, kemudian dilakukan tahapan Cleaning, yaitu melakukan pengecekan kembali data yang sudah di entry untuk menilai kelengkapan, dan hasil entry data tidak ada kesalahan dan lengkap struktur datanya sehingga siap dilakukan analisis data.
4.8
Analisis Data Setelah dilakukan pengolahan data seperti pada bagian sebelumnya, kemudian data tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan komputer pada tiga tahapan analisis seperti berikut: 4.8.1 Analisis univariat Tahapan analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik masing masing variabel yang diteliti. Yang mana setiap variabel penelitian akan dideskripsikan berdasarkan jenis datanya (Hastono, 2007). Analisa diskriptif dilakukan pada tiap tiap variabel baik variabel kepuasan kerja, variabel komitmen organisasi dan
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
75
variabel karakteristik perawat, yang meliputi karakteristik umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, dan status pegawai. Untuk variabel dengan skala numerik menggunakan analisis tendensi sentral yaitu nilai mean, median, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum, serta nilai Confident Interval (CI). Sedangkan untuk data kategorik akan disajikan dalam bentuk proporsi dan distribusi frekuensi. 5
4.8.2 Analisis Bivariat Setelah diketahui karakteristik masing masing variabel, selanjutnya dilakukan
tahapan
analisis
bivariat,
yang
dilakukan
untuk
menganalisis hubungan antara dua variabel. Pemilihan uji statistika yang digunakan untuk melakukan analisis didasarkan pada skala data jumlah populasi/ sampel serta jumlah variabel yang diteliti (Supriyanto, 2007). Setelah proses pengambilan data awal dan analisis
telah
selesai,
kemudian
dilakukan
uji
kesetaraan/
homogenitas antara kelompok intervensi dan kontrol. Kemudian selanjutnya dilakukan uji statistik untuk melihat hubungan ataupun perbedaan. Adapun teknik analisa bivariat dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Analisis bivariat variabel penelitian A. No. 1 2 3 4 5 6
Uji Homogenitas/ Kesetaraan Kelompok Intervensi Umur (Data Interval) Jenis kelamin (Data Nominal) Status perkawinan (Data Nominal) Tingkat pendidikan (Data Ordinal) Status kepegawaian (Data Nominal) Masa kerja (Data Interval)
Kelompok Kontrol
Cara Analisis
Umur (Data Interval) Jenis kelamin (Data Nominal) Status perkawinan (Data Nominal) Tingkat pendidikan (Data Ordinal) Status kepegawaian (Data Nominal) Masa kerja (Data Interval)
Independent sample t- test Chi Square Chi Square Chi Square Chi Square Independent sample t- test
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
75 7 8
Kepuasan kerja (Data Ordinal) Komitmen Organisasi pada perawat sebelum penerapan SL (Data Interval)
Kepuasan kerja (Data Ordinal) Komitmen Organisasi pada perawat sebelum penerapan SL (Data Interval)
B. Uji Perbedaan No Variabel Penelitian
Chi Square Independent sample t- test
Cara Analisis
1
Komitmen Organisasi sebelum SL pada kelompok Intervensi (Data Interval)
Komitmen Organisasi sesudah SL pada kelompok Intervensi (Data Interval)
Dependent sample ttest
2
Komitmen Organisasi sebelum SL pada kelompok Kontrol (Data Interval)
Komitmen Organisasi sesudah SL pada kelompok kontrol (Data Interval)
Dependent sample ttest
3
Komitmen Organisasi perawat kelompok Intervensi sesudah penerapan SL (Data Interval)
Komitmen Organisasi perawat kelompok Kontrol sesudah penerapan SL (Data Interval)
Independent sample t-test
4
Komitmen Organisasi perawat pada kelompok kepuasan kerja tinggi (Data Interval)
Komitmen Organisasi perawat pada kelompok kepuasan kerja rendah (Data Interval)
Independent sample t-test
C. . 1 2 3 4 5 6 7
Analisis hubungan karakteristik perawat Variabel Umur (Data Interval) Jenis kelamin (Data Nominal) Status perkawinan (Data Nominal) Tingkat pendidikan (Data Ordinal) Status kepegawaian (Data Nominal) Masa kerja (Data Interval) Kepuasan kerja (Data Ordinal)
Variabel Komitmen organisasi pada perawat (Data Interval)
Cara Analisis Pearson Product moment Independent sample t-test Independent sample t-test ANOVA one way Independent sample t-test Pearson Product moment Independent sample t-test
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
75
4.8.3 Analisis Multivariat Analisis multivariat merupakan bentuk analisis yang digunakan untuk melakukan analisis hubungan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen (Hastono, 2007). Analisis multivariat pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis hubungan variabel kepuasan kerja, dan variabel karakteristik perawat (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, masa kerja dan status pegawai) yang paling berpengaruh terhadap komitmen organisasi perawat. Mengingat data yang dihasilkan dari variabel dependen ini berupa data numerik, maka digunakan analisis regresi linier berganda. Menurut Sabri dan Hastono, (2006), analisis regresi linier berganda ini merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui model yang paling sesuai untuk menggambarkan faktor faktor yang berhubungan dengan variabel dependen. Selain itu akan digunakan pula koefisien determinan (r2) yang berguna untuk mengetahui seberapa besar variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen.
Adapun langkah langkah penting yang dilakukan dalam
tahapan analisis regresi linier berganda ini menurut Hastono, (2007) ini adalah: 4.8.3.1
Melakukan analisis bivariat, untuk menentukan variabel/ faktor yang menjadi kandidat model. Masing masing dari keenam faktor akan dihubungkan dengan variabel dependen. Bila hasil uji bivariat didapatkan nilai p<0.25, maka variabel tersebut masuk dalam model multivariat.
4.8.3.2
Melakukan analisis variabel/ faktor yang masuk dalam model secara bersamaan. Variabel yang bisa masuk dalam model multivariat ini, apabila didapatkan nilai p value ≤ 0.05. Selanjutnya dilakukan pengeluaran variabel yang nilai p value nya > 0.05 dari model satu persatu, hingga pada akhirnya terbentuk model multivariat terakhir.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
75
4.8.3.3 Melakukan uji diagnostik regresi linier, setelah pemodelan terakhir
telah
didapatkan
yaitu
melakukan
uji
asumsi
homoskedasitas, asumsi eksistensi, asumsi independensi, asumsi linieritas, dan asumsi normalitas, serta pengujian asumsi kolinearitas.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
80
BAB 5 HASIL PENELITIAN
Bab kelima ini akan menyajikan hasil penelitian tentang pengaruh penerapan Spiritual Leadership terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya, yang dilaksanakan selama kurun waktu 6 minggu, yang dimulai tanggal 22 April hingga 30 Mei 2009. Jumlah sampel perawat yang terlibat pada penelitian ini adalah 41 orang pada tiap-tiap kelompok baik intervensi maupun kontrol, sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 82 perawat dan tidak didapatkan drop out pada keseluruhan sampel penelitian. Sebelum penyajian data, maka akan diuraikan terlebih dahulu proses pelaksanaan penelitian, dan selanjutnya disajikan hasil penelitian yang dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat, yang sebelumnya telah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan uji statistik yang telah ditentukan dengan perangkat komputer. Adapun secara lengkap proses pelaksanaan penelitian dan hasil penelitian akan disajikan sebagai berikut: 5.1
Proses pelaksanaan penelitian Persiapan penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan ijin melaksanakan penelitian dari pihak RS. Islam Surabaya baik RS. Islam A. Yani maupun Jemursari. Persiapan penelitian dimulai dengan melakukan orientasi dan sosialisasi pada lingkungan rumah sakit tentang kegiatan penelitian yang dilakukan. Selanjutnya melakukan koordinasi dengan diklat RS. Islam Surabaya untuk mengidentifikasi ruangan rawat inap non paviliun yang digunakan, selain itu diidentifikasi sampel penelitian yaitu perawat pelaksana yang diseleksi secara acak dari ruangan yang telah ditentukan sesuai dengan jumlah proporsi yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya diidentifikasi pula kelompok leader yang terdiri dari kepala ruang dan pembimbing klinik yang ada pada ruangan tersebut, yang akan diikutkan dalam pelatihan Spiritual Leadership seperti pada Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
81
tabel 4.1 dan 4.2. Selanjutnya dari keseluruhan kelompok tersebut kemudian diberikan informed consent penelitian. Selanjutnya dilakukan pretest pada sampel penelitian, baik pada kelompok intervensi maupun kontrol, maka berikutnya peneliti mulai melakukan intervensi berupa penerapan spiritual leadership khususnya pada kelompok intervensi. Proses analisis visi (Vision Analysis Process), dilakukan untuk menentukan bagian falsafah rumah sakit yang dipergunakan dalam kegiatan penerapan spiritual leadership, dilakukan oleh peneliti dengan berkoordinasi dengan kepala tata usaha, bidang Diklat, dan koordinator rawat inap. Selanjutnya
dilakukan pelatihan spiritual leadership pada
kelompok leader (terdiri dari kepala ruang dan pembimbing klinik sejumlah 10 orang) yang telah dipilih sebelumnya, dimulai dengan kegiatan pelatihan dikelas selama 2 hari. Seluruh peserta hadir dan terlibat secara aktif dalam dua hari kegiatan dikelas ini. Hasil pretest kognitif peserta menunjukkan rerata skor sebesar 50.5. Sedangkan hasil posttest kognitif didapatkan rerata skor sebesar 79.5. Hasil ini menunjukkan adanya peningkatan kognitif peserta sebesar +29
setelah mengikuti
kegiatan pelatihan dikelas selama 2 hari. Praktik lapangan merupakan tahapan lanjutan pelatihan dikelas sebagai kegiatan bimbingan penerapan spiritual leadership yang dilakukan oleh kelompok leader dengan dibimbing peneliti selama 4 hari bertempat di ruangan masing masing. Mekanisme kegiatan praktik lapangan ini dilakukan dengan metode bimbingan individual kepada kepala ruangan maupun pembimbing klinik dari tiap ruangan yang ada, dengan jadwal kegiatan bimbingan satu hari untuk tiap sesi. Kegiatan praktik lapangan ini dievaluasi dengan menggunakan test kemampuan pada 5 sesi yang ada. Hasil test menunjukkan rerata nilai adalah 84.5, yang berarti bahwa seluruh peserta dinyatakan lulus pada praktik lapangan. Kegiatan remedial tidak dilaksanakan, karena seluruh peserta mendapatkan nilai >75 baik pada test kognitif maupun test kemampuan.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
82
Penerapan Spiritual leadership pada perawat pelaksana oleh kelompok leader yang telah mendapatkan pelatihan, diimplementasikan selama waktu 3 minggu. Implementasi spiritual leadership dilaksanakan di unit ruangan masing masing, dengan metode berkelompok masing masing 4 orang perawat pelaksana didampingi oleh 1 fasilitator. Implementasi spiritual leadership terdiri dari 5 sesi, yang dilakukan setiap minggunya selama tiga minggu berturut turut. Sesi I, II , III dan IV dilakukan dalam 1 kali pertemuan (1 hari pertama), selanjutnya 2 hari berikutnya perawat pelaksana self report aplikasi nilai spiritual yang dilakukan, dan pada hari keempat dilakukan pertemuan sesi V, yaitu evaluasi pencapaian nilai spiritual. Materi yang dibahas pada tiap minggunya berprinsip pada eksplorasi 9 nilai altruisme yang diintegrasikan dengan motto keperawatan SECANTIK RS. Islam Surabaya. Materi telah disusun sesuai dengan pencapaian target tiap minggunya. Lebih lengkap alur pelaksanaan dapat dilihat pada lampiran 9. Implementasi Spiritual leadership dievaluasi dengan kuesioner Self Assessment (SA) yang diisi oleh perawat pelaksana sebelum dan sesudah implementasi spiritual leadership. Hasil pretest self assessment menunjukkan skor rerata sebesar 55, dan pada posttest didapatkan skor 85. Terjadi peningkatan sebesar +30 pada evaluasi penilaian diri perawat dalam penerapan spiritual leadership.
5.2
Karakteristik perawat pelaksana di ruang rawat inap RS. Islam Surabaya 5.2.1 Karakteristik perawat Karakteristik perawat pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, status perkawinan, status pegawai, tingkat pendidikan, umur dan masa kerja. Karakteristik perawat ini diolah secara deskriptif yang disajikan sesuai jenis data yang diperoleh, yaitu data kategorikal yang terdiri dari jenis kelamin, status perkawinan, status pegawai,
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
83
dan tingkat pendidikan seperti tabel 5.1. Deskripsi data numerik umur dan masa kerja diolah dengan tendensi sentral dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.1 Distribusi karakteristik jenis kelamin, tingkat pendidikan, status kawin dan status pegawai kelompok intervensi dan kontrol di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n1= n2 = 41) Variabel Jenis Kelamin: a. Laki Laki b. Perempuan Tingkat pendidikan: a. SPK b. D III Keperawatan c. S1 Keperawatan Status Perkawinan: a. Menikah b. Tidak Menikah Status Pegawai: a. Pegawai Tetap b. Non Pegawai Tetap
Kelompok Intervensi Frekuensi %
Kelompok Kontrol Frekuensi %
Jumlah Frekuensi %
3 38
7.3 92.7
7 34
17.1 82.9
10 72
12.2 87.8
21 17 3
51.2 41.5 7.3
2 38 1
4.9 92.7 2.4
23 55 4
28.0 67.1 4.89
38 3
92.7 7.3
29 12
70.7 29.3
67 15
81.7 18.3
41 0
100 0
24 17
58.5 41.5
65 17
79.3 20.7
Hasil analisis data pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa perawat yang menjadi responden pada penelitian ini sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan (87.8%), dan telah menikah (81.7%). Selain itu tampak pula dari tabel diatas, bahwa sebagian besar perawat berpendidikan DIII Keperawatan (67.1%) dan lebih banyak didapatkan perawat yang menjadi pegawai tetap RS. Islam Surabaya sejumlah (79.3%).
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
84
Tabel 5.2 Analisis umur dan masa kerja perawat pada kelompok intervensi dan kontrol di RS.Islam Surabaya tahun 2009 (n1= n2 = 41) Variabel Umur a. Intervensi b. Kontrol Total Masa Kerja a. Intervensi b. Kontrol Total
Mean
Median
SD
Min-Maks
95% CI
34.24 29.88 32.18
33 28 30
5.77 6.24 6.41
25-53 23-51 23-53
32.67-36.31 27.91-31.85 30.77-33.59
12.39 5.59 8.98
12 5 8
5.32 5.37 6.34
3-32 1-30 1-32
10.71-14.07 3.859-7.263 7.58-10.37
Tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa rata rata distribusi umur responden perawat adalah 32.18 tahun, dengan umur terendah adalah 23 tahun dan tertinggi adalah 53 tahun. Sedangkan distribusi rata rata masa kerja perawat di RS. Islam Surabaya adalah 8.98 tahun, dengan masa kerja paling rendah adalah 1 tahun, dan terbesar adalah 32 tahun (95% CI; 3.97.3 tahun).
5.2.2 Kesetaraan karakteristik perawat di RS. Islam Surabaya Sebelum dilakukan analisis bivariat maka akan dilakukan uji kesetaraan pada karakteristik perawat antara kelompok intervensi maupun kontrol dengan teknik analisis yang digunakan adalah uji Chi Square untuk data kategorikal seperti dijelaskan pada tabel 5.3. Sedangkan untuk data numerik yaitu umur dan masa kerja diolah dengan menggunakan uji t-test independent, yang selanjutnya dapat dilihat pada tabel 5.4.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
85
Tabel 5.3 Kesetaraan karakteristik perawat jenis kelamin, tingkat pendidikan, status kawin, dan status pegawai pada kelompok intervensi dan kontrol di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n1= n2 = 41) Variabel Jenis Kelamin: a. Laki Laki b. Perempuan Tingkat pendidikan: a. SPK b. D III Keperawatan c. S1 Keperawatan Status Perkawinan: a. Menikah b. Tidak Menikah Status Pegawai: a. Pegawai Tetap b. Non Pegawai Tetap
Kelompok Intervensi Frekuensi %
Kelompok Kontrol Frekuensi %
p value 0.311
3 38
7.3 92.7
7 34
17.1 82.9
21 17 3
51.2 41.5 7.3
2 38 1
4.9 92.7 2.4
38 3
92.7 7.3
29 12
70.7 29.3
41 0
100 0
24 17
58.5 41.5
0.022
0.000 0.000
Berdasarkan hasil uji kesetaraan pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa dari empat karakteristik perawat diatas, didapatkan satu karakteristik saja yang setara yaitu variabel jenis kelamin perawat (p value= 0.311). Sedangkan pada variabel status perkawinan (p value= 0.000), dan tingkat pendidikan (p value= 0.022), dan status pegawai (p value= 0.000), didapatkan ketidaksetaraan antara kelompok intervensi maupun kontrol. Sedangkan untuk variabel status pegawai perawat, mengingat data pada kelompok intervensi (100% merupakan pegawai tetap), sehingga varians dari variabel status kepegawaian ini menyulitkan dalam proses analisis, maka selanjutnya variabel ini tidak akan diikutkan dalam analisis.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
86
Tabel 5.4 Kesetaraan karakteristik umur dan masa kerja perawat pada kelompok intervensi dan kontrol di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n1= n2 = 41) Mean Variabel
Kelompok Intervensi 34.24 12.39
Umur Masa Kerja
p value
Kelompok Kontrol 29.88 5.59
0.629 0.439
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa umur perawat (p value=0.629), dan masa kerja perawat (p value=0.439), adalah setara antara kelompok RS. Islam A. Yani dengan Jemursari.
5.3 Kepuasan kerja perawat pelaksana di RS. Islam Surabaya 5.3.1 Kepuasan kerja perawat pelaksana Kepuasan kerja, sebagai salah satu faktor organisasi yang mempengaruhi terbentuknya komitmen organisasi pada perawat dalam penelitian ini berkedudukan sebagai variabel perancu/ confounding. Dimensi yang digunakan dalam mengukur kepuasan kerja ini meliputi gaji, pekerjaan, promosi, supervisi, dan kelompok kerja. Selanjutnya analisis univariat data kepuasan kerja diolah dengan menggunakan statistik deskriptif, seperti yang akan dijelaskan seperti pada tabel 5.5 berikut: Tabel 5.5 Distribusi kepuasan kerja perawat kelompok intervensi dan kontrol di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n1= n2 = 41) Variabel Kepuasan Kerja: a. Rendah b. Tinggi
Kelompok Intervensi Frekuensi % 25 16
61 39
Kelompok Kontrol Frekuensi % 16 25
39 61
Jumlah Frekuensi % 41 41
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
50 50
87
Data penelitian pada tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa proporsi kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS. Islam Surabaya memiliki sebaran proporsi yang berimbang masing masing 50% adalah kepuasan kerja tinggi dan rendah.
5.3.2
Kesetaraan kepuasan kerja perawat Uji kesetaraan kepuasan kerja perawat bertujuan untuk melihat kesetaraan kepuasan kerja antara kelompok intervensi maupun kontrol, yang dianalisis dengan menggunakan uji Chi Square secara lengkap seperti pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Kesetaraan kepuasan kerja pada perawat kelompok intervensi dan kontrol di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n1= n2 = 41) Variabel
Kelompok Intervensi Frekuensi %
Kepuasan Kerja: a. Rendah b. Tinggi
Kelompok Kontrol Frekuensi %
p value 0.077
25 16
61 39
16 25
39 61
Tabel 5.6 diatas diketahui bahwa analisis lanjutan menunjukkan adanya kesetaraan antara kepuasan kerja perawat pada kelompok perawat di A. Yani dan Jemursari (p value 0.077).
5.4
Komitmen Organisasi 5.4.1
Komitmen organisasi pada perawat sebelum diterapkan Spiritual Leadership di RS. Islam Surabaya. Instrumen komitmen organisasi yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi empat sub variabel/ dimensi yaitu identifikasi, internalisasi, keterlibatan kerja dan keinginan bertahan dalam organisasi, yang masing masing sub variabel terdiri dari 4 pertanyaan, sehingga keseluruhan berjumlah 16 butir, dengan 4
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
88
pilihan jawaban dalam rentang skor 1-4. Dengan demikian skor minimum adalah 16 dan skor maksimum adalah 64. analisisnya
akan
menggunakan
statistik
Dalam
deskriptif
yaitu
menggunakan rumus skor yang didapat akan dibandingkan dengan skor maksimumnya dan dikalikan 100%. Semakin tinggi prosentase yang didapat, hal ini menunjukkan semakin optimum dan baik pula skor komitmen organisasi dari perawat tersebut. Hasil pengukuran awal (Pretest) sub variabel/ dimensi pada komitmen organisasi kelompok intervensi maupun kontrol sebelum diterapkan Spiritual Leadership, yang sebelumnya telah diolah dengan menggunakan statistik deskriptif, dapat dilihat seperti tabel 5.7. Tabel 5.7 Dimensi komitmen organisasi sebelum diterapkan Spiritual Leadership pada kelompok intervensi dan kontrol di RS.Islam Surabaya tahun 2009 (n1= n2 = 41) Kelompok Intervensi
Kontrol
Total
Sub Variabel a. Identifikasi b. Internalisasi c. Keterlibatan kerja d. Keinginan bertahan Komitmen Organisasi a. Identifikasi b. Internalisasi c. Keterlibatan kerja d. Keinginan bertahan Komitmen Organisasi
Mean 9.98 11.15 10.76
Median 10 11 11
SD Min-Maks 95% CI 1.23 06-13 09.58-10.36 1.73 08-16 10.69-11.69 1.24 07-13 10.36-11.15
10.76
11
1.39
07-14
10.32-11.19
42.63
42
3.38
35-53
41.57-45.31
10.37 11.24 11.17
11 12 12
1.85 1.16 2.22
05-13 08-16 00-14
09.78-10.95 10.88-11.61 10.47-11.87
11.32
12
1.55
05-14
10.83-11.81
44.10
46
5.77
18-53
42.28-45.92
43.37
44
4.75
18-53
42.32-44.41
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
89
Dimensi komitmen organisasi seperti pada tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa rerata skor dimensi komitmen organisasi sebelum diterapkan Spiritual leadership yaitu identifikasi, internalisasi, keterlibatan kerja maupun keinginan bertahan, pada kelompok intervensi rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan rerata skor dimensi komitmen organisasi pada kelompok kontrol. Dimensi identifikasi/ kepercayaan perawat memiliki rerata skor yang terendah dibandingkan dimensi lainnya, yakni masih kurang 5-63 sampai 6.02 untuk mencapai skor optimumnya 16. Internalisasi/ penerimaan perawat terhadap organisasi masih kurang 4.76 hingga 4.85 untuk mencapai skor optimumnya. Sedangkan keterlibatan kerja masih kurang 4.76 sampai 4.83 poin lagi untuk dapat dikatakan optimum, dan selanjutnya keinginan bertahan perawat di RS. Islam Surabaya adalah kurang 4.76 hingga 4.68 untuk mencapai optimum.
Tabel 5.7 menunjukkan pula skor komitmen organisasi pada kelompok intervensi di A. Yani memiliki rata rata sebesar 42.63 atau sebesar 71.1%. Hasil tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan rerata skor komitmen organisasi pada perawat pelaksana kelompok kontrol di RS. Jemursari yang memiliki rerata skor komitmen organisasi sebesar 44.1 atau sebesar 73.5%. Berdasarkan tabel, dapat diketahui pula bahwa secara umum rerata skor komitmen organisasi pada perawat pelaksana sebelum diterapkan Spiritual Leadership adalah 43.37. Komitmen organisasi pada perawat ini dapat dikatakan belum optimal, karena berkisar pada 72.3% saja, hal ini dibuktikan apabila dibandingkan dengan skor optimum komitmen yaitu 60, maka masih 16.63 poin (27.7%) lagi untuk mencapai skor komitmen yang optimum. Hasil ini menunjukkan bahwa sebelum diterapkan Spiritual Leadership rata rata perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap RS. Islam Surabaya, belum optimal dan belum memiliki komitmen secara penuh terhadap organisasi rumah sakit Islam Surabaya.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
90
5.4.2
Kesetaraan komitmen organisasi pada perawat Berdasarkan hasil uji kesetaraan variabel komitmen organisasi dengan menggunakan uji t-test independent, didapatkan hasil seperti pada tabel 5.8 Tabel 5.8 Kesetaraan komitmen organisasi pada perawat kelompok intervensi dan kontrol di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n=82) Variabel Komitmen Organisasi sebelum diterapkan Spiritual Leadership
Mean Kelompok Kelompok Intervensi Kontrol 42.63 44.10
Sig Lavene’s test 0.075
p value 0.165
Tabel 5.8 menguraikan tentang hasil analisis kesetaraan, bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara komitmen organisasi sebelum diterapkan spiritual leadership pada perawat kelompok perawat RS. A Yani dan Jemursari. Dengna demikian komitmen organisasi adalah setara (p value = 0.165).
5.4.3
Komitmen organisasi pada perawat sesudah penerapan Spiritual Leadership di RS. Islam Surabaya. Hasil pengukuran akhir (Posttest) sub variabel/ dimensi pada komitmen organisasi kelompok intervensi maupun kontrol sesudah diterapkan Spiritual Leadership dapat dilihat seperti tabel 5.9.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
91
Tabel 5.9 Dimensi komitmen organisasi sesudah diterapkan Spiritual Leadership pada kelompok intervensi dan kontrol di RS.Islam Surabaya tahun 2009 (n1= n2 = 41) Kelompok
Sub Variabel
Mean
Median
SD
Intervensi
a. Identifikasi b. Internalisasi c. Keterlibatan kerja d. Keinginan bertahan Komitmen Organisasi a. Identifikasi b. Internalisasi c. Keterlibatan kerja d. Keinginan bertahan Komitmen Organisasi
13.34 12.71 11.59
13 13 12
1.09 0.84 0.81
11-15 11-15 10-14
13.34-12.99 12.44-12.97 11.33-11.84
11.54
11
0.78
10-14
11.29-11.66
49.15
49
1.89
47-57
48.55-49.74
10.56 11.17 10.68
11 12 11
1.69 1.20 1.19
05-13 04-14 04-13
10.03-11.09 10.57-11.77 10.12-11.25
11.15
11
1.62
07-14
10.63-11.66
43.51
45
6.07
20-51
41.59-45.43
Kontrol
Min-Maks
95% CI
Dimensi komitmen organisasi pada perawat sesudah penerapan Spiritual Leadership seperti pada tabel 5.9 diatas menunjukkan bahwa rerata skor tiap dimensi komitmen organisasi yaitu identifikasi, internalisasi, keterlibatan kerja maupun keinginan bertahan, pada kelompok yang diterapkan Spiritual Leadership rata rata lebih tinggi dibandingkan dengan rerata skor dimensi komitmen organisasi pada kelompok yang tidak diterapkan Spiritual Leadership.
Dari keempat sub variabel/
dimensi komitmen organisasi pada perawat kelompok yang diterapkan Spiritual Leadership, maka nilai rerata terbesar adalah pada dimensi identifikasi hanya 2.66 poin lagi untuk mencapai optimum, dan dimensi internalisasi perawat, dimana masih 3.29 poin lagi untuk mencapai optimum. Sedangkan keterlibatan kerja perawat membutuhkan 4.41 skor lagi untuk optimum, dan keinginan bertahan perawat kurang 4.46 skor lagi.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
92
Hasil ini menunjukkan pula bahwa dengan adanya penerapan Spiritual Leadership maka akan memberikan perubahan komitmen organisasi pada perawat yang diawali dengan berubahnya identifikasi (kepercayaan) dan internalisasi (penerimaan) perawat terhadap organisasi rumah sakit, dan selanjutnya diharapkan dapat menstimulus meningkatnya keterlibatan kerja dan keinginan bertahan perawat dalam organisasi. Selanjutnya analisis deskriptif Posttest komitmen organisasi secara komposit sesudah diterapkan Spiritual Leadership, menunjukkan bahwa perawat pada kelompok intervensi di RS. Islam Surabaya A. Yani, memiliki rata rata skor komitmen organisasi sebesar 49.15, yang mana rerata skor tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan komitmen organisasi pada perawat pelaksana yang ada pada kelompok kontrol di RS. Islam Surabaya Jemursari yang memiliki rata rata komitmen organisasi sebesar 43.51, yang bermakna bahwa komitmen organisasi pada perawat yang tidak diterapkan Spiritual Leadership adalah sebesar 72.5%,
5.4.4
Perbedaan komitmen organisasi pada perawat sebelum dan sesudah diterapkan Spiritual Leadership pada kelompok intervensi dan kontrol di RS. Islam Surabaya. Untuk melihat pengaruh penerapan Spiritual Leadership terhadap komitmen organisasi khususnya pada kelompok intervensi, dan untuk menguraikan perbedaan komitmen organisasi pada kelompok intervensi dan kontrol, hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.10.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
93
Tabel 5.10 Perbedaan komitmen organisasi sebelum dan sesudah penerapan spiritual leadership pada kelompok intervensi dan kontrol di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n1= n2 = 41) Kelompok Intervensi
Kontrol
Variabel Komitmen Organisasi
Mean
Median
SD
t value
p value
a. Sebelum b. Sesudah Selisih Komitmen Organisasi
42.63 49.15 6.52
42.0 48.0
3.38 4.38
-7.851
0.000
a. Sebelum b. Sesudah Selisih
44.09 43.51 -0.58
46.0 45.0
5.76 6.07
1.949
0.588
Berdasarkan hasil analisis seperti tabel 5.10 diatas, dapat diketahui bahwa rerata skor komitmen organisasi pada kelompok intervensi sebelum penerapan Spiritual Leadership adalah 42.63 atau sebesar 71.1%, sedangkan sesudah diterapkan Spiritual Leadership rerata skornya adalah 49.15. Skor ini bermakna bahwa komitmen organisasi pada perawat sesudah diterapkan Spiritual Leadership adalah sebesar 81.9%. Hasil ini menunjukkan terjadi nya peningkatan yang bermakna sebesar + 6.52. atau sebesar 10.85%, untuk dapat mendekati skor komitmen yang optimum, namun masih kurang 14.85 poin lagi untuk mencapai komitmen yang optimum. Analisis lanjutan dengan menggunakan uji dependent t-test menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna komitmen organisasi sebelum dan sesudah penerapan Spiritual Leadership pada perawat di RS. Islam Surabaya yang diterapkan Spiritual Leadership (p value 0.000).
Sedangkan pada kelompok kontrol, rerata skor komitmen organisasi awal (Pretest) adalah 44.1, dan rerata skor akhir (Posttest) adalah 43.6, dan masih membutuhkan 20.49 poin lagi untuk mendekati nilai optimum dari skor komitmen organisasi yang ada.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
94
Hal ini menunjukkan adanya penurunan rerata skor sebesar -0.59 atau menurun sebesar 1.0 %. Berdasarkan analisis lanjutan menunjukkan tidak ada perbedaan (penurunan) yang bermakna antara rerata skor komitmen organisasi perawat pada awal dan akhir pada kelompok kontrol di RS. Islam Surabaya (p value 0.588). Selanjutnya berdasarkan hasil analisis lanjutan variabel komitmen organisasi
sesudah
diterapkan
Spiritual
Leadership,
dengan
menggunakan analisis independent t-test dapat dilihat pada tabel 5.11. Tabel 5.11 Perbedaan komitmen organisasi pada perawat kelompok intervensi dan kontrol sesudah penerapan Spiritual Leadership di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n=82) Variabel Komitmen Organisasi sesudah diterapkan Spiritual Leadership
Mean Kelompok Kelompok Intervensi Kontrol 49.15 43.51
Sig Lavene’s test 0.005
p value 0.005
Hasil analisis lanjutan seperti pada tabel 5.11 diatas, menunjukkan bahwa komitmen organisasi pada perawat sesudah penerapan Spiritual Leadership pada kelompok yang diterapkan berbeda (meningkat) secara bermakna dibandingkan dengan perawat yang tidak diterapkan. Hal ini membuktikan adanya pengaruh yang bermakna penerapan Spiritual Leadership terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya (p value 0.005).
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
95
5.5
Pengaruh kepuasan kerja dengan komitmen organisasi sesudah penerapan Spiritual Leadership di RS. Islam Surabaya Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor organisasi yang mempengaruhi komitmen organisasi. Dalam penelitian ini akan diketahui pengaruhnya terhadap komitmen organisasi pada perawat. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut: Tabel 5.12 Pengaruh kepuasan kerja dengan komitmen organisasi di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n1=n2= 41) Komitmen Organisasi Mean Lavene’ Difference s test
Kelompok
Variabel
Mean
SD
Intervensi
Kepuasan Kerja: a. Rendah b. Tinggi
48.20 49.06
4.36 4.49
0.138
0.507
0.230
Kepuasan Kerja: a. Rendah b. Tinggi
41.60 44.80
6.44 5.59
0.162
-3.197
0.100
Kontrol
p value
Tabel 5.12, menunjukkan bahwa perawat dengan kepuasan kerja rendah pada kelompok intervensi memiliki nilai rerata komitmen organisasi sebesar 48.20 (80.3%), sedangkan perawat dengan kepuasan kerja yang tinggi, memiliki nilai rerata skor komitmen organisasi yang tidak jauh berbeda, yaitu 49.06 (81.8%). Berdasarkan hasil analisis lanjutan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara komitmen organisasi pada perawat dengan kepuasan kerja tinggi maupun rendah pada perawat yang tidak diterapkan Spiritual leadership di RS. Islam Surabaya (p value 0.230). Sedangkan perawat dengan kepuasan kerja rendah pada kelompok kontrol memiliki nilai rerata komitmen organisasi sebesar 41.60 (69.3%), sedangkan perawat dengan kepuasan kerja yang tinggi, memiliki nilai rerata skor komitmen organisasi yang tidak jauh berbeda, yaitu 44.80 (74.7%).
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
96
Berdasarkan hasil analisis lanjutan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara komitmen organisasi pada kelompok perawat dengan kepuasan kerja tinggi maupun rendah pada kelompok yang tidak diterapkan Spiritual Leadership’ (p value 0.100).
5.6
Faktor yang berkontribusi terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya. Untuk melihat faktor yang berkontribusi terhadap komitmen organisasi pada perawat, terlebih dahulu dianalisis hubungan karakteristik perawat dengan komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya, sebelumnya telah diuji dengan menggunakan teknik analisa data t test independent untuk data jenis kelamin dan status perkawinan, sedangkan tingkat pendidikan diuji dengan menggunakan uji one way ANOVA. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.13. Tabel 5.13 Hubungan karakteristik jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan dengan komitmen organisasi pada perawat di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n= 82) Variabel Jenis Kelamin: a. Laki Laki b. Perempuan Tingkat pendidikan: a. SPK b. D III Keperawatan c. S1 Keperawatan Status Perkawinan: a. Menikah b. Tidak Menikah
Jumlah
Mean
SD
Lavene ’s test
p value
10 72
41.10 45.35
8.18 3.90
0.000
0.139
23 55 4
45.87 44.33 45.73
1.89 5.50 5.31
0.150
0.401
67 15
45.56 41.60
3.29 8.17
0.000
0.085
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara komitmen organisasi perawat perempuan dengan perawat laki laki (p value 0.139). Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
97
Sedangkan pada variabel tingkat pendidikan menunjukkan tidak memberikan perbedaan yang bermakna pada komitmen organisasi di RS. Islam Surabaya (p value 0.401). Selanjutnya pada variabel status perkawinan, diketahui bahwa status perkawinan ini tidak memberikan perbedaan yang bermakna pada komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya (p value= 0.085). Berikut ini akan disajikan hasil analisa hubungan variabel umur dan masa kerja dengan komitmen organisasi pada perawat, seperti pada tabel 5.14 dibawah ini Tabel 5.14 Hubungan karakteristik umur dan masa kerja dengan komitmen organisasi pada perawat di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n= 82) Variabel
Mean
SD
nilai r
p Value
Umur
32.18
6.41
0.200
0.072
Masa Kerja
8.98
6.34
0.222
0.055
Tabel 5.14, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan komitmen organisasi (p value 0.072). Sedangkan untuk variabel masa kerja juga diketahui tidak berhubungan secara bermakna dengan komitmen organisasi (p value 0.055). Sebelum masuk pada tahapan multivariat, terlebih dahulu dilakukan seleksi bivariat untuk menguraikan hubungan antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, masa kerja, kepuasan kerja, serta intervensi penerapan Spiritual Leadership dengan komitmen organisasi, seperti pada tabel 5.15.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
98
Tabel 5.15 Seleksi bivariat variabel (n1 = 82) Variabel Umur
p value 0.072
Masa kerja
0.055
Jenis Kelamin
0.139
Status Perkawinan
0.085
Tingkat pendidikan
0.401
Kepuasan Kerja
0.408
Penerapan Spiritual Leadership
0.012
Keterangan p value<0.25, dan masuk tahap multivariate p value<0.25, dan masuk tahap multivariate p value<0.25, dan masuk tahap multivariate p value<0.25, dan masuk tahap multivariate p value>0.25, masuk tahap multivariat (substansi penting) p value>0.25, masuk tahap multivariat (substansi penting) p value<0.25, dan masuk tahap multivariate
Berdasarkan tabel 5.15, dapat diketahui bahwa dari tujuh variabel diatas, terdapat lima variabel yang memiliki nilai p value > 0.25 yaitu umur, jenis kelamin, status perkawinan, masa kerja, dan penerapan Spiritual Leadership. Namun karena secara substansi kepuasan kerja dan tingkat pendidikan ini penting dalam mempengaruhi komitmen organisasi, maka variabel kepuasan kerja dimasukkan dalam tahapan multivariat. Selanjutnya secara bersama-sama ketujuh variabel dimasukkan kedalam analisis menggunakan regresi linier berganda, dengan metode enter. Adapun hasil analisis regresi linier dapat dilihat pada tabel 5.16 berikut ini.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
99
Tabel 5.16 Analisis regresi komitmen organisasi pada perawat di RS.Islam Surabaya, tahun 2009 (n1= 41) Variabel
B
Beta
Konstanta 34.158 Kepuasan kerja 0.871 0.092 Tingkat Pendidikan 0.526 0.058 Jenis kelamin 3.166 0.215 Umur 0.162 0.217 Masa Kerja -0.165 -0.219 Status Perkawinan 2.560 0.219 Penerapan 2.559 0.270 Spiritual Leadership Variabel dependen: Komitmen organisasi
p value
R 0.450
R Square 0.203
Adjusted R square 0.128
0.429 0.617 0.065 0.386 0.428 0.081 0.059
Tabel 5.16 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R square) sebesar 0.203, hal ini berarti bahwa seluruh variabel counfounding, baik umur, jenis kelamin, status perkawinan, masa kerja, tingkat pendidikan, kepuasan kerja dan variabel dependen penerapan Spiritual Leadership dapat menjelaskan variabel komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya sebesar 20.3%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Dari ketujuh variabel tersebut dapat diketahui bahwa variabel yang memiliki pengaruh terbesar terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Suarabaya adalah penerapan Spiritual Leadership (nilai beta 0.270).
Sedangkan nilai Adjusted R Square sebesar 0.128, hal ini
bermakna bahwa persamaan model yang diperoleh mampu menjelaskan variabel komitmen organisasi sebesar 12.8%, dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Setelah tahapan bivariat selesai dilakukan, maka tahapan berikutnya adalah melakukan analisis multivariat secara bersama sama. Variabel yang valid dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai p value < 0.05. Oleh karena itu variabel yang nilai p valuenya > 0.05 harus dikeluarkan dalam model, secara bertahap satu per satu dikeluarkan dari model dimulai dari yang p value nya terbesar.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
100
Setelah satu variabel yang nilai p value nya terbesar dikeluarkan, maka dilihat perubahan nilai koefisien B. Apabila terjadi perubahan koefisien B> 10%, maka variabel dimasukkan kembali pada model. Dari hasil pengeluaran variabel yang memiliki nilai p value > 0.05 secara bertahap, maka terdapat perubahan koefisien B > 10% pada dua variabel yaitu umur dan masa kerja. Sehingga variabel ini dimasukkan kembali pada model. Hingga pada akhirnya didapatkan pemodelan akhir, seperti hasil yang ada pada tabel 5.17 berikut ini. Tabel 5.17 Pemodelan akhir regresi linier berganda (n1= 82) Variabel
B
Beta
Konstanta 35.255 Umur 0.148 0.198 Masa kerja -0.161 -0.213 Jenis Kelamin 3.454 0.239 Status Kawin 2.654 0.216 Penerapan 2.132 0.245 Spiritual leadership Variabel dependen: Komitmen organisasi
p value
R 0.441
R Square 0.194
Adjusted R square 0.141
0.421 0.433 0.031 0.067 0.045
Berdasarkan analisa output pada ringkasan tabel coefficients, seperti pada tabel 5.17 diatas, dapat diketahui bahwa variabel yang pada akhirnya dapat digunakan untuk memprediksi komitmen organisasi pada perawat adalah variabel umur, masa kerja, jenis kelamin, status perkawinan dan penerapan Spiritual Leadership. Hasil koefisien determinasi (R square) adalah 0.194, hal ini berarti bahwa variabel umur, masa kerja, jenis kelamin, dan status perkawinan perawat serta penerapan Spiritual Leadership dapat menjelaskan variabel komitmen organisasi sebesar 19.4%, dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Sedangkan nilai Adjusted R Square sebesar 0.141, hal ini bermakna bahwa persamaan model akhir yang diperoleh ini mampu menjelaskan variabel komitmen organisasi sebesar 14.1%, sisanya dijelaskan oleh faktor lain.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
101
Berdasarkan pada nilai beta yang diperoleh pada tabel diatas, menunjukkan bahwa dari kelima variabel penerapan Spiritual Leadership, jenis kelamin, status perkawinan, umur, dan masa kerja perawat, secara berurutan berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Diketahui pula bahwa variabel yang memiliki pengaruh paling besar terhadap komitmen organisasi
adalah
penerapan
Spiritual
Leadership
(Beta=0.245).
Selanjutnya pemodelan terakhir persamaan garis regresi yang didapatkan dapat dilihat pada tabel 5.18. Tabel 5.18 Persamaan garis regresi linier y = Konstanta + a1x1 + a2x2 + a3x3+a4x4+a5x5 Komitmen Organisasi = 35.255+2.132(Penerapan Spiritual Leadership)+3.454 (Jenis Kelamin)+2.654 (Status perkawinan)+0.148 (Umur) -0.161 (Masa kerja)
Berdasarkan pemodelan akhir persamaan garis regresi yang didapatkan diatas, dapat diketahui bahwa nilai konstanta adalah sebesar 35.255, hasil ini menunjukkan bahwa apabila tidak ada penambahan umur, masa kerja perawat, tidak dikontrol jenis kelamin dan status perkawinan serta tidak diterapkan Spiritual Leadership, maka skor komitmen organisasi pada perawat adalah sebesar 35.255 saja. Nilai koefisien (a1) merupakan slope untuk variabel penerapan Spiritual leadership yaitu sebesar 2.312. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap ada penambahan 1 satuan diterapkannya
Spiritual leadership, maka akan
dapat meningkatkan komitmen organisasi sebesar 2.312 satuan, setelah dikontrol umur, masa kerja, jenis kelamin, dan status perkawinan perawat. Sedangkan nilai koefisien (a2) merupakan slope untuk variabel jenis kelamin yaitu sebesar 3.454, hasil ini menunjukkan apabila jenis kelamin perawat adalah perempuan, maka akan dapat meningkatkan komitmen organisasi pada perawat sebesar 3.454, setelah dikontrol penerapan Spiritual Leadership, umur, masa kerja, jenis kelamin, dan status
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
102
perkawinan perawat. Selanjutnya nilai koefisien (a3) merupakan slope untuk variabel status perkawinan yaitu sebesar 2.654, hasil ini menunjukkan apabila status perkawinan perawat adalah menikah, maka akan dapat meningkatkan komitmen organisasi pada perawat sebesar 2.654, setelah dikontrol penerapan Spiritual Leadership, umur, masa kerja, jenis kelamin perawat. Persamaan garis regresi diatas juga menunjukkan bahwa koefisien (a4) sebesar 0.148. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap ada penambahan 1 satuan umur perawat, maka akan dapat menaikkan komitmen organisasi perawat pada rumah sakit sebesar 0.148 satuan setelah dikontrol masa kerja, status perkawinan, jenis kelamin perawat dan penerapan Spiritual Leadership. Nilai koefisien (a5) merupakan slope untuk variabel masa kerja yaitu sebesar -0.161. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap ada penurunan 1 satuan masa kerja perawat, maka akan dapat menurunkan komitmen organisasi perawat pada rumah sakit sebesar 0.161 satuan, setelah dikontrol umur, jenis kelamin, status perkawinan perawat dan penerapan Spiritual Leadership. Dari persamaan garis regresi yang dihasilkan, dapat diinterpretasikan bahwa apabila perawat itu adalah perempuan dan menikah, serta semakin tua umur perawat, dan makin lama masa kerja perawat, dengan didukung diterapkannya Spiritual leadership maka diprediksikan dapat menaikkan komitmen organisasi oleh perawat pada rumah sakit Islam Surabaya. Selanjutnya setelah dihasilkan persamaan garis regresi linier, maka langkah berikutnya adalah menilai kualitas persamaan garis yang dihasilkan serta melakukan uji asumsi persamaan garis yang dihasilkan, agar persamaan garis yang digunakan untuk memprediksi menghasilkan angka yang valid. Hasil uji asumsi dapat dilihat pada tabel 5.19.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
103
Tabel 5.19 Hasil uji asumsi persamaan garis regresi linier Model Konstan; SL, JK, status kawin, Umur, dan masa kerja
Sig Anova 0.05
Mean Residual 0.0000
Durbin Watson 1.866
VIF
Histogram
Scatter Plot
1.592
Kurva Normal
Tersebar acak tanpa pola
Berdasarkan hasil 6 (enam) pengujian asumsi yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa model persamaan regresi yang dihasilkan seperti pada tabel 5.18 diatas, telah memenuhi asumsi eksistensi, yakni sampel yang diambil telah dilakukan secara acak (Mean residual adalah 0.0000), selain itu persamaan garis juga telah memenuhi asumsi independensi, yakni masing masing variabel bebas satu sama lain (Nilai Durbin Watson +1.866). Pengujian selanjutnya adalah didasarkan pada hasil signifikansi uji F/ Anova yaitu sebesar 0.05, hal ini berarti pemodelan persamaan garis regresi ini adalah cocok/ fit dengan data yang ada, serta berbentuk linier, dan disimpulkan bahwa asumsi linieritas terpenuhi. Selanjutnya dari analisis hasil gambar scatter plot, dapat disimpulkan bahwa titik tebaran tidak berpola tertentu, dan pada analisis grafik histogram didapatkan kurva normal, hasil ini menunjukkan bahwa asumsi homoskedasitas dan asumsi normalitas terpenuhi, dan terakhir model persamaan garis regresi telah memenuhi asumsi tidak adanya multikolinearitas (nilai VIF=1.592). Mengingat keseluruhan asumsi regresi linier telah terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa pada selang kepercayaan 95%, maka model persamaan garis regresi yang tertulis pada tabel 5.18 diatas dapat dipergunakan secara layak untuk memprediksi variabel komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
104
BAB 6 PEMBAHASAN
Bab keenam ini akan menguraikan pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi hasil dari penelitian, keterbatasan penelitian dan selanjutnya akan dibahas pula tentang implikasi hasil penelitian terhadap bidang penelitian dan pelayanan keperawatan. Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan spiritual leadership terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok responden yaitu kelompok perawat pelaksana yang diterapkan spiritual leadership dan kelompok perawat pelaksana yang tidak diterapkan. Berikut ini akan diuraikan lebih detail tentang pembahasan hasil penelitian tersebut. 6.1
Pengaruh penerapan Spiritual Leadership terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya. 6.1.1 Komitmen organisasi pada perawat sebelum diterapkan Spiritual Leadership Komitmen organisasi dalam penelitian ini terdiri dari 4 sub variabel yaitu adanya kepercayaan (identifikasi), penerimaan (internalisasi) yang kuat atas tujuan dan nilai nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi (keterlibatan kerja) dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
105
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya sebelum diterapkan Spiritual Leadership secara umum didapatkan komitmen organisasi yang belum optimal baik pada kelompok intervensi maupun kontrol. Belum optimalnya komitmen perawat yang tidak diterapkan spiritual leadership ini, dibuktikan dengan pencapaian prosentase komitmen sebesar 72.3%. Hasil ini belum mendekati nilai maksimum, karena masih 27.7% lagi untuk mencapai tingkatan komitmen yang optimal. Keadaan belum optimalnya komitmen organisasi ini, senada dengan hasil komitmen organisasi pada kelompok perawat yang tidak diterapkan spiritual leadership, bahkan apabila dicermati lebih lanjut pada posttest pengukuran komitmen organisasi pada perawat yang tidak diterapkan Spiritual Leadership, selama kurun waktu 6 minggu, menunjukkan adanya kecenderungan penurunan komitmen organisasi sebesar 1.0%. Hasil ini menunjukkan bahwa rerata komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya yang tidak diterapkan atau tidak terpapar dengan penerapan Spiritual Leadership adalah belum optimal, dalam arti perawat belum menunjukkan komitmen yang penuh terhadap organisasi pada masa sekarang dan tentunya akan beresiko menurunkan komitmen di masa yang akan datang. Hasil ini menunjukkan bahwa komitmen perawat yang meliputi kepercayaan, penerimaan, dan keterlibatan kerja individu perawat terhadap organisasi rumah sakit, tidak akan terpelihara dengan baik apabila tidak adanya keselarasan nilai individual dengan nilai organisasi, sehingga akan berdampak pada rendahnya keinginan perawat untuk tetap bertahan dalam organisasi, atau meningkatnya resiko turn over perawat.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
106
Hasil penelitian di RS. Islam Surabaya ini senada dengan penelitian yang dilakukan di RS swasta lainnya, yaitu Muliyadi (2008), bahwa komitmen organisasi pada perawat di RS. Tugu Ibu Jakarta disimpulkan adanya perawat yang berkomitmen rendah lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang berkomitmen tinggi. Keadaan belum optimalnya komitmen perawat pada organisasi pada masa sekarang seperti hasil temuan penelitian yang ada merupakan suatu keadaan yang mengkhawatirkan dan tidak boleh dibiarkan secara berlarut larut, karena akan beresiko terhadap rendahnya komitmen organisasi pada perawat dimasa yang akan datang. Perlu diingat pula bahwa tenaga keperawatan adalah proporsi terbesar dari seluruh tenaga kesehatan yang ada di RS, yang memberikan kontribusi besar pula bagi pelayanan kesehatan, oleh karena itu peran dan tanggung jawabnya memainkan peranan yang besar. Keadaan komitmen yang belum optimal pada perawat ini menyebabkan kecenderungan kinerja yang ditampilkannya tidak untuk kepentingan organisasi maupun unitnya, namun lebih bersifat mementingkan kepentingan pribadi saja. Oleh karena itu penting untuk mengkaji faktorfaktor yang menyebabkan belum optimal dan penuhnya komitmen perawat terhadap rumah sakit. Beberapa faktor yang ditengarai dapat menyebabkan belum optimalnya komitmen perawat terhadap rumah sakit ini adalah interaksi antara faktor individu, faktor organisasi dan non organisasi. Apabila dianalisis lebih lanjut, maka faktor yang penting untuk diperhatikan dan dikelola adalah faktor organisasi. Subanegara, (2005), menyebutkan banyak faktor organisasi yang berpengaruh terhadap optimal tidaknya sebuah komitmen anggota organisasi, antara lain kepemimpinan, dan iklim organisasi. lebih lanjut disebutkan bahwa Kepemimpinan yang kurang baik, tidak akan mendapatkan simpati dari karyawannya dan akan berakibat pada suasana kerja yang tidak nyaman bagi karyawan. Jika kepemimpinan tidak mampu menyatukan nilai-nilai pribadi menjadi nilai organisasi yang disepakati, maka akan berpengaruh terhadap visi, misi dan tujuan organisasi. selain kepemimpinan, system pengambilan keputusan dalam organisasi yang datang dari Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
107
atas seringkali menyebabkan tidak adanya pemberdayaan dari karyawan. System komunikasi dalam organisasi bersifat satu arah seringkalai menyebabkan pengambilan keputusan yang tidak efektif. Selain itu keterbukaan dalam system remunerasi yang disepakati akan menumbuhkan kepercayaan dari karyawan. Pada akhirnya dalam memperkuat komitmen karyawan, diperlukan system akuntabilitas unit maupun personal berdasarkan indikator keberhasilan kinerja akan dapat memacu kinerja yang baik. Masih belum optimalnya komitmen organisasi pada perawat ini, penting untuk mendapatkan perhatian yang serius dan pengelolaan yang lebih baik dari rumah sakit, mengingat beberapa resiko dan dampak yang akan ditimbulkan. Seperti yang diungkapkan oleh (Koch, 1978; Angle, 1981 dalam Morin 2008), yang menyatakan bahwa komitmen organisasi yang rendah pada perawat akan berdampak pada turn over, tingginya absensi, meningkatnya kelambanan kerja, rendahnya kualitas kerja, kurangnya loyalitas pada perusahaan dan kurangnya intensitas untuk bertahan sebagai karyawan didalam organisasi. 6.1.2
Komitmen organisasi pada perawat sesudah diterapkan Spiritual Leadership Komitmen organisasi merupakan suatu sikap kerja seorang individu terhadap organisasi yang sekaligus merupakan sebuah kriteria kunci dari sebuah efektifitas organisasi, yang diduga dapat memprediksi stabilitas tenaga kerja, dan tingkat mobilisasi. Hal ini dapat pula menjadi indikator tingkat kontribusi karyawan terhadap aktivitas dan perkembangan organisasi, lebih lanjut merupakan indikator yang sangat baik akan kualitas pekerjaan (Ketchum & Trist, 1992 dalam Morin 2008).
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
108
Dengan demikian menjadi hal yang penting bagi organisasi termasuk rumah sakit untuk dapat menciptakan suatu upaya meningkatkan komitmen individu didalamnya. Upaya membangun komitmen organisasi pada prinsipnya dapat dicapai melalui motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Pada penelitian ini berfokus menguji secara empiris salah satu upaya menumbuhkan komitmen organisasi melalui motivasi intrinsik yaitu Spiritual Leadership.
Penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi pada perawat sesudah penerapan spiritual leadership, pada kelompok yang diterapkan spiritual leadership menunjukkan adanya perubahan/ kenaikan yang bermakna sebesar 10.85% dibandingkan komitmen organisasi sebelum diterapkan. Hasil ini menunjukkan bahwa Spiritual Leadership memberikan pengaruh yang bermakna pada komitmen organisasi perawat sebelum dan sesudah penerapan di RS. Islam Surabaya (p value=0.000). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan diterapkannya spiritual leadership oleh kelompok leader pada perawat pelaksana selama kurun waktu sebulan, maka secara substansi dapat menaikkan rerata skor komitmen organisasi pada perawat. Kenaikan skor komitmen setelah diterapkan spiritual leadership ini terutama didapatkan pada sub variabel identifikasi dan internalisasi terhadap organisasi.
Identifikasi
merupakan
suatu
bentuk
kepercayaan
individual terhadap organisasi, bahwa organisasi mampu memberikan hal hal yang menjanjikan kepentingan dirinya (Subanegara, 2005). Apabila
kepercayaan
individu
telah
berkembang
maka
akan
menumbuhkan internalisasi atau penerimaan individu terhadap visi, misi, dan tujuan organisasi. Apabila identifikasi dan internalisasi ini dapat ditumbuhkan, akan dapat menstimulus terbentuknya keterlibatan dan keinginan bertahan dalam organisasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
109
Meskipun demikian dapat diketahui bahwa peningkatan ini tidak secara langsung dan drastis, namun lebih bersifat kenaikan secara berproses. Meskipun peningkatannya tidak secara langsung, dengan penerapan
spiritual
leadership
secara
berkelanjutan
maka
kecenderungan akan dapat meningkatkan komitmen organisasi dimasa yang akan datang. Perubahan/ kenaikan yang bermakna skor komitmen organisasi pada perawat seperti hasil penelitian ini dipengaruhi dan didukung oleh beberapa kondisi antara lain kompetensi dari fasilitator Spiritual Leadership yang telah dilatih sebelumnya. Hasil test kognitif menunjukkan peningkatan sebesar +29, dan rerata test kemampuan sebesar 84.5. Hasil ini menunjukkan bahwa kompetensi penerapan spiritual leadership pada kelompok leader telah memenuhi standar yang ditetapkan, sehingga upaya membimbing perawat pelaksana telah optimal dilaksanakan. Selain itu skor kuesioner self assessment (SA) yang diisi perawat pelaksana sebelum dan sesudah penerapan Spiritual Leadership pada perawat pelaksana, menunjukkan bahwa rerata skor SA awal pada perawat adalah 55, sedangkan rerata skor SA akhir perawat pelaksana adalah 85. Hal ini menunjukkan bahwa perawat memberikan penilaian terhadap dirinya bahwa proses penerapan spiritual leadership ini telah dijalankan oleh perawat. Komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya sesudah penerapan Spiritual Leadership pada kelompok perawat yang diterapkan lebih besar secara bermakna dengan kelompok perawat yang tidak diterapkan (p value 0.005). Perbedaan komitmen organisasi perawat selama kurun waktu 6 minggu antara perawat yang diterapkan spiritual leadership dengan yang tidak diterapkan ini adalah sebesar 9.4%.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
110
Hal ini dapat dijelaskan bahwa jika terdapat kesesuaian/ kongruensi nilai antara nilai individual dengan nilai organisasi melalui penerapan Spiritual Leadership, maka akan dapat mendekatkan seorang perawat untuk memiliki komitmen yang tinggi dan kemungkinan untuk tetap bertahan dalam organisasi. Namun sebaliknya apabila individu tidak memiliki kongruensi nilai dengan organisasi tempat bekerja, maka akan dapat menjauhkan individu dengan organisasi. Hal ini menyebabkan kedekatan emosional individu menjadi rapuh, sehingga komitmen dan loyalitas terhadap organisasi menjadi longgar. Oleh karena
itu
penerapan
spiritual
leadership
senantiasa
dijaga
kelangsungannya agar tumbuh kongruensi nilai yang tinggi, sehingga sense of belonging individu perawat terhadap rumah sakit menjadi bagian dari individu, yang pada akhirnya dapat meningkatkan keinginan bertahan dalam organisasi. Hasil penelitian tentang spiritual leadership sebelumnya belum banyak dilakukan. Namun demikian penelitian eksperimental ini sejalan dengan penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Fry, dkk (2003; 2005), yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara spiritual leadership dengan komitmen organisasi. Metode penerapan spiritual leadership ini merupakan salah satu model teori transformasi organisasi yang berpijak pada motivasi intrinsik individual. Siklus motivasi secara intrinsik ini didasarkan pada sebuah visi, nilai altruistic love dan hope/faith yang meningkatkan sebuah perasaan sejahtera secara spiritual (melalui calling dan membership), yang pada akhirnya dapat menimbulkan keluaran dari organisasi seperti komitmen organisasi (Fry, 2005). Proses seperti demikian pada hakikatnya dilakukan untuk mendekatkan nilai individual dengan nilai organisasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
111
Selanjutnya hasil analisis multivariat juga menunjukkan bahwa penerapan Spiritual leadership, jenis kelamin, status perkawinan, umur, dan masa kerja perawat, secara berurutan sebagai prediktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya. Kelima variabel ini dapat menjelaskan komitmen organisasi sebesar 19.4%. sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Diketahui pula bahwa variabel yang memiliki pengaruh paling besar terhadap komitmen
organisasi
adalah
penerapan
Spiritual
Leadership
(Beta=0.245). Pengaruh Spiritual leadership ini memberi dampak terhadap komitmen organisasi seperti yang diungkapkan oleh Fry, dkk (2005), berikut ini
Spiritual leadership ini berdasar pada visi, kasih yang altruistik dan hope/faith yang dihipotesakan untuk menghasilkan sebuah peningkatan dalam perasaan spiritual (melalui panggilan dan menjadi bagian) dan akhirnya menghasilkan outcome organisasi yang positif seperti meningkatnya komitmen organisasi, karyawan yang memiliki suatu perasaan panggilan dan merasa menjadi bagian akan menjadi lebih dekat, loyal dan akan tetap bertahan dalam organisasi yang memiliki budaya yang berbasis pada kasih yang altruistik. Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Spiritual Leadership berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Namun demikian untuk meningkatkan optimalisasi dalam keluaran komitmen organisasi yang ingin dicapai, maka perlu ditunjang dengan diterapkannya program spiritualitas ditempat kerja (workplace spirituality). Spiritualitas ditempat kerja merupakan suatu cara dimana pekerja mendapatkan keseimbangan dalam dimensi vertikal dan horizontal terait dengan spiritualitasnya ditempat kerja. Menurut Giacalone, Jurkiewicz (2005), teori spiritualitas ditempat kerja merupakan anteseden dan dasar berkembangnya teori spiritual leadership.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
112
Oleh karena itu untuk dapat meningkatkan keluaran seperti yang diharapkan, program spiritualitas ditempat kerja dengan penerapan spiritual leadership akan dapat meningkatkan komitmen organisasi. pendapat ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Giacalone, Jurkiewicz (2005) bahwa: Tingkatan yang tinggi dari spiritualitas ditempat kerja dan penerapan spiritual leadership merupakan sebuah driver dari komitmen dan produktivitas organisasi yang esensial dalam menunjang kinerja organisasi. mengingat bahwa komitmen karyawan merupakan indikator kunci dari kinerja organisasi.
Hasil pada penelitian ini mendukung pula beberapa teori dan penelitian bahwa kepemimpinan merupakan faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi.
Pada
sektor
pelayanan
kesehatan,
beberapa
studi
menunjukkan bahwa kepemimpinan berkorelasi secara positif dengan kepuasan kerja perawat, dan komitmen terhadap tujuan institusi (Koesmono, 2005; Stordeur et al. 2001; Stilwell 2001; Larrabee et al. 2003; Hasselhorn et al. 2003 dalam Zurn, dkk 2005). Selain itu Subanegara,
(2005)
kepemimpinan
yang
menjelaskan dapat
faktor
iklim
mempengaruhi
organisasi
komitmen
dan
organisasi
karyawan.
Penerapan
Spiritual
Leadership
merupakan
salah
satu
upaya
membangun komitmen melalui motivasi intrinsik. Berdasarkan hasil penelitian ini pula, dapat diperbandingkan dengan beberapa penelitian lain yang mengkaji tentang upaya membangun komitmen melalui motivasi intrinsik lainnya, antara lain melalui pengakuan kerja karyawan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Budiarto, (2007) yang menyatakan
bahwa
pengakuan
terhadap
karyawan
(Employee
recognition) memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap komitmen organisasi, hal ini menandakan apabila pengakuan terhadap pegawai meningkat, maka komitmen organisasi tidak akan mengalami kenaikan secara signifikan. Kesimpulan ini dapat dijelaskan bahwa Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
113
karyawan tidak menginginkan imbalan yang hanya pengakuan atas prestasi, namun karyawan menginginkan imbalan yang lebih berarti dalam hidupnya. Lebih lanjut Budiarto (2007), menjelaskan bahwa, Apabila yang didapatkan dalam perusahaan hanya imbalan yang berupa pujian, maka karyawan akan dengan mudah meninggalkan organisasi, serta tidak peduli dengan masa depan organisasi dimana mereka bekerja. Menurut persepsi sebagian besar karyawan, imbalan berupa penghargaan atas prestasi yang mereka kerjakan (non financial reward) bukan merupakan imbalan yang tepat, sehingga tidak dapat meningkatkan kepuasan kerja dan menjamin karyawan untuk tidak meninggalkan organisasi. Jika dibandingkan dengan salah satu hasil penelitian yang menguji tentang pengaruh dampak motivasi eksternal terhadap komitmen organisasi, didapatkan hasil dari penelitian oleh Basher&Ramay (2008), bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara peluang karir dan kebijakan dalam pekerjaan dengan komitmen organisasi (r= 0.26; 99% CI). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk membangun dan menumbuhkan komitmen organisasi secara signifikan dapat diupayakan melalui peluang karir serta kebijakan yang dianggap menguntungkan dalam pekerjaan. Peluang karir dan kebijakan pekerjaan merupakan salah satu insentif non material yang dapat merangsang komitmen organisasi individu melalui motivasi ekstrinsik. Dengan demikian, berdasar uraian yang dijelaskan sebelumnya menurut asumsi peneliti bahwa upaya untuk dapat membangun komitmen pada organisasi secara optimum, maka organisasi harus berprinsip pada upaya dengan membangun komitmen secara intrinsik, namun juga harus dipadukan dengan membangun secara ekstrinsik. Oleh karenanya upaya yang dilakukan sebaiknya merupakan perpaduan antara upaya meningkatkan motivasi secara intrinsik maupun ekstrinsik.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
114
6.2
Pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi pada perawat di ruang rawat inap RS. Islam Surabaya Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting (Luthans, 2006). Kepuasan kerja ini dipersepsikan oleh perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap non paviliun RS. Islam Surabaya pada beberapa dimensi yang digunakan dalam menilai kepuasan kerja pada penelitian ini adalah faktor gaji, pekerjaan, kesempatan promosi, pengawasan, dan kelompok kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, setengahnya dari perawat di ruang rawat inap RS. Islam Surabaya A. Yani dan Jemursari memiliki kepuasan kerja yang masih rendah. Hal ini berarti bahwa sebagian perawat di RS. Islam Surabaya mempersepsikan ketercapaian kepuasan tentang gaji yang diberikan, supervisi yang dilakukan, sistem promosi yang ada, kelompok kerja dan faktor pekerjaan itu sendiri, masih dirasakan kurang. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Mustikasari (2003), yang menyatakan bahwa tingkat kepuasan kerja perawat di RS. Marzuki Mahdi sebagian besar (80.8%) adalah tidak puas. Ketidakpuasan dalam bekerja ini merupakan persepsi ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan yang dirasakan oleh perawat terhadap lingkungan pekerjaan yang ada. Kepuasan kerja ini merupakan salah satu sikap kerja individu yang penting dengan organisasi, maka kepuasan kerja ini dapat mempengaruhi sikap kerja yang lain, antara lain berkorelasi pada variabel keluaran yang mungkin berhubungan dengan kepuasan kerja ini adalah komitmen organisasi, kinerja, dan intensitas turn over (Good, Chen and Huddleston, 1999). Ketidakpuasan kerja perawat ini diprediksikan akan berpengaruh pada tingkat produktivitas secara keseluruhan, hal ini Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
115
tentunya akan sangat merugikan organisasi, apabila dibiarkan tanpa adanya penanganan yang baik. Adanya dominasi ketidakpuasan kerja pada perawat dirumah sakit menurut Al-Aameri (2000), akan meningkatkan resiko terhadap beberapa konsekuensi dalam pekerjaan antara lain absensi, turnover, stress yang tinggi, dan banyaknya keluhan yang masuk pada institusi. Itulah sebabnya perlu diperhatikan derajat kepuasan karyawannya dengan cara mengkaji ulang aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Beberapa faktor faktor yang dapat mempengaruhi ketidakpuasan dalam bekerja menurut Al-Aameri (2000), antara lain kebijakan organisasi, administrasi, supervisi, gaji maupun hubungan interpersonal. Namun sebaliknya pada jumlah yang sama, setengah dari perawat menyatakan kepuasan kerja di RS. Islam Surabaya adalah tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian perawat yang bekerja di RS. Islam Surabaya ini memberikan penilaian bahwa rumah sakit ini telah menciptakan sifat dan lingkungan pekerjaan dirumah sakit yang cukup baik bagi perawat, khususnya dalam dimensi gaji, supervisi, sistem promosi, kelompok kerja dan faktor pekerjaan itu sendiri. Tingkatan kepuasan kerja yang dipersepsikan secara berbeda oleh para perawat pelaksana di dua RS. Islam Surabaya yang dinaungi oleh satu yayasan yang sama ini, disebabkan karena kepuasan kerja merupakan suatu persepsi penilaian yang bersifat individual terhadap kenyataan yang diterimanya. Seperti yang dikemukakan oleh Good, Chen dan Huddleston, (1999), bahwa tingkatan kepuasan ini merupakan korespondensi antara harapan individu, aspirasi dan kebutuhan serta tingkat terpenuhinya aspirasi oleh organisasi. keluaran yang mungkin berhubungan dengan kepuasan kerja ini adalah komitmen organisasi, kinerja, dan intensitas turn over.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
116
Kepuasan kerja yang tinggi maka akan dapat memacu tumbuhnya produktifitas, kualitas pelayanan yang baik dan keinginan untuk bertahan dalam organisasi. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Dewi, Hasanbasri, (2007) bahwa: Karyawan dengan kepuasan kerja yang baik dapat menurunkan keinginan untuk keluar. Hal ini berarti apabila kepuasan kerja dapat memenuhi harapan dan kebutuhan karyawan maka akan dapat memperkecil timbulnya keinginan untuk keluar pada karyawan. karyawan dengan kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan itu. Karyawan yang puas akan berbicara yang positif mengenai organisasi, karyawan mempunyai hasrat untuk membantu rekan sekerja yang lain, dan karyawan melakukan pekerjaan dengan bersungguh-sungguh. Hasil penelitian ini menunjukkan pula meskipun tingkatan kepuasan kerja perawat yang ada di dua RS. Islam Surabaya ini cenderung berlawanan, namun terdapat kesetaraan tingkat kepuasan kerja pada kelompok intervensi di RS. Islam A. Yani dan RS. Islam Jemursari, antara lain disebabkan bahwa dua rumah sakit ini berada dalam naungan satu yayasan, sehingga manajemen dan kebijakan organisasi yang diterapkan adalah serupa. Seperti telah diuraikan pada kajian teori yang melandasi penelitian ini, yang menyebutkan bahwa kepuasan kerja merupakan salah satu sikap kerja yang memiliki korelasi dengan sikap kerja lainnya. Seperti yang diungkapkan Kreitner, Kinicki (2003), bahwa kepuasan kerja memiliki beberapa korelasi antara lain motivasi kerja, stress kerja, perilaku sebagai anggota organisasi yang baik, keterlibatan dalam pekerjaan, komitmen organisasi, ketidakhadiran, berhentinya karyawan, dan prestasi kerja.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
117
Pada penelitian ini salah satu tujuan pengujian empiris yang dilakukan adalah keterkaitan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi, seperti yang dirilis oleh beberapa penelitian sebelumnya antara lain yang dilakukan oleh Porter et al., 1974; Price, 1977; Rose, 1991; Mannheim et al., 1997 dalam Morin 2008); Al-Aameri (2000), yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan determinan dan prediktor yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Hasil penelitian yang dilakukan pada perawat di RS. Islam Surabaya tahun 2009, menunjukkan bahwa komitmen organisasi pada kelompok perawat dengan kepuasan kerja rendah tidak berbeda secara bermakna dengan komitmen organisasi pada perawat dengan kepuasan kerja tinggi (p value 0.796). Hasil penelitian di RS. Islam Surabaya ini menunjukkan bahwa tingkatan kepuasan kerja yang berbeda, tidak berpengaruh secara bermakna terhadap komitmen organisasi.
Tidak adanya pengaruh yang bermakna antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi, didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bateman&Strasser (1984 dalam Brown&Gaylor, 2004); Curry, Wakefield, Price dan Mueller (1986 dalam Morin, 2008); dan Wong, Hui dan Law (1995 dalam Brown&Gaylor, 2004), yang secara tegas mengatakan tidak adanya hubungan yang bermakna antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi. Kepuasan kerja dalam penelitian ini diidentifikasi sebagai salah satu faktor organisasi yang mempengaruhi komitmen organisasi. Namun demikian kepuasan kerja ini hanyalah salah satu faktor dari sekian banyak faktor organisasi lain yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi. seperti yang disampaikan oleh Stum, (1998) terdapat 4 faktor lain yaitu budaya keterbukaan, kesempatan personal untuk berkembang, arah organisasi, dan penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian terkait dengan hasil ini, menunjukkan bahwa kepuasan kerja bukan satu satunya determinan komitmen organisasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
118
Selain faktor tersebut ada faktor organisasi lain yang membuat karyawan memutuskan untuk bertahan atau berpindah kerja, antara lain jika ia merasa tidak aman (insecure) dengan pekerjaannya. Determinan/ predictor lain terbentuknya komitmen organisasi antara lain adalah job security (Yousef,
1998 dalam Feinstein, 2002). Selanjutnya Menurut Greenhalg dan Rosenblatt (1984 dalam Wening, 2005), menambahkan bahwa : ……..job insecurity merujuk pada perasaaan kehilangan kekuasaan (powerless) untuk menjaga kesinambungan yang diinginkan dalam situasi kerja yang terancam. Riset Greenglass et al. (2002) dengan sampel perawat rumah sakit menemukan dampak restrukturisasi secara langsung terhadap job insecurity dan berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. Selain ketidakamanan kerja tersebut, terdapat beberapa faktor organisasi lain yaitu ketidakpastian arah organisasi (uncertainty) yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi para perawat yang ada didalamnya. mengingat RS. Islam Surabaya merupakan sebuah rumah sakit swasta tipe C, yang berada di tengah banyaknya arus kompetisi di dunia rumah sakit di Indonesia. Hal ini senada dengan pendapat Stum (1998 dalam sopiah 2005) bahwa arah organisasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi. Dengan demikian jelas apabila dikatakan dengan adanya kepuasan kerja yang tinggi, tidak menjadi jaminan seseorang akan memiliki komitmen yang tinggi pula. Atau sebaliknya perawat dengan kepuasan kerja yang rendah belum tentu akan terjadi kecenderungan menurunkan komitmen organisasinya. Selain itu untuk meningkatkan komitmen organisasi, masih terdapat faktor faktor lain yang berkontribusi terhadap komitmen individu dengan organisasinya, antara lain faktor personal individu sendiri, serta adanya faktor diluar organisasi yaitu adanya alternatif dan ketersediaan pekerjaan ditempat lain.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
119
Meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja tidak berhubungan dengan komitmen organisasi, namun demikian penting bagi rumah sakit adanya upaya untuk terus meningkatkan kepuasan kerja bagi para perawat. Hal ini mengingat betapa besar korelasi kepuasan kerja terhadap sikap kerja individual lainnya. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab bersama untuk dapat meningkatkan kepuasan kerjanya. Menurut Greenberg dan Baron (2000) dalam Wibowo (2007), usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja adalah dengan menciptakan pekerjaan yang menarik, menciptakan sistem pembayaran yang adil, menempatkan orang sesuai dengan bidang yang di minati, serta dapat menghindari kebosanan.
6.3
Faktor yang berkontribusi terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya Hasil penelitian seperti diuraikan pada bab sebelumnya, menunjukkan bahwa karakteristik perawat yang berkontribusi terhadap komitmen organisasi pada perawat adalah jenis kelamin, status perkawinan, umur dan masa kerja perawat secara berurutan merupakan faktor yang memiliki kontribusi terbesar hingga terkecil. Sedangkan faktor lain yang tidak berkontribusi terhadap komitmen organisasi perawat di RS. Islam Surabaya adalah tingkat pendidikan, dan kepuasan kerja perawat. Secara ilmiah berkontribusi tidaknya faktor faktor diatas akan dibahas lebih detail seperti uraian berikut, dimulai dari faktor yang paling berkontribusi terlebih dahulu. Jenis kelamin merupakan faktor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap komitmen organisasi perawat. Variabel jenis kelamin ini masuk kedalam pemodelan multivariat, dimana perawat yang yang berjenis kelamin perempuan akan berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Beta=0.239).
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
120
Hasil ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Scandura & Lankau, 1997; Porter, 2001; Mowday, Porter, & Steers 1982; Mathieu & Zajac, 1990 dalam Al-Ajmi, 2006), yang menyatakan bahwa jenis kelamin berkontribusi terhadap komitmen organisasi, khususnya jenis kelamin perempuan. Mengingat bahwa jenis kelamin dapat menjadi determinan terhadap komitmen organisasi. Hal ini patut menjadi pertimbangan bagi manajemen rumah sakit ketika memiliki karyawan mayoritas perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (92.7%) perawat di RS. Islam Surabaya adalah perempuan. Karena selain dikatakan lebih berkomitmen akan tetapi terdapat beberapa hasil penelitian yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat absensi, kemangkiran yang lebih tinggi daripada pria (Robbins, 2001).
Berdasarkan analisis lanjutan, diketahui bahwa variabel jenis kelamin perawat tidak memberikan perbedaan yang bermakna pada komitmen organisasi (p value 0.636). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara rerata skor komitmen organisasi pada perawat laki laki dan perempuan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Aven, Parker, and McEvoy (1993); Marsden, Kalleberg, & Cook, 1993; Ellemer, Gilder, dan Heuvel (1998 dalam Tella, dkk. 2007); Ngo & Tsang (1998); Porter's (2001); Savicki, Cooly, & Gjesvold (2003); Velde, Bossink, & Jansen (2003 dalam Al Ajmi, 2006), yang menguraikan bahwa variabel gender/ jenis kelamin tidak berhubungan secara nyata dengan komitmen organisasi. Hal ini dapat dijelaskan antara lain antara pria dan wanita tidak ada perbedaan yang konsisten dalam komitmen organisasinya. Selain itu dapat dijelaskan pula bahwa persepsi komitmen organisasi yang didapatkan dari subyek dengan jenis kelamin laki laki dan perempuan adalah sama. Hal ini didukung
bahwa
dorongan
kompetitif,
motivasi,
sosiabilitas,
atau
kemampuan belajar antara perempuan dan laki laki adalah tidak berbeda. Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
121
Selain jenis kelamin, status perkawinan merupakan faktor karakteristik perawat kedua yang berkontribusi terhadap perawat di RS. Islam Surabaya. Variabel status perkawinan ini masuk kedalam pemodelan multivariat, dimana perawat yang menikah berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Beta=0.216). Perawat yang menikah lebih berpeluang untuk berkomitmen terhadap rumah sakit. Hal ini dijelaskan bahwa orang yang melajang dan yang menikah tidak berbeda dalam komitmen organisasi. Namun terdapat kecenderungan orang yang telah menikah lebih berkomitmen terhadap organisasi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa perawat yang telah menikah akan cenderung tetap bertahan dalam suatu organisasi dibandingkan dengan perawat yang lajang, karena terkait dengan tanggung jawab yang besar, sehingga kemungkinan untuk mencari peluang pelaung pekerjaan di tempat lain memerlukan pertimbangan yang lebih besar dibandingkan yang belum menikah. Hasil ini didukung sebagian besar perawat RS. Islam Surabaya (70.7%) adalah menikah. Selain status perkawinan, umur perawat merupakan variabel yang penting dalam menjelaskan komitmen organisasi. Umur responden perawat pada penelitian ini mempunyai rata rata 32.8 tahun. Berdasarkan hasil analisis multivariat, variabel umur perawat yang lebih tinggi merupakan variabel yang dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya. Umur perawat ini berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Beta sebesar 0.198). Usia yang lebih muda kemungkinan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mencari alternatif pekerjaan lain dibandingkan dengan karyawan yang lebih tua. Selain itu semakin muda usia karyawan, kecenderungan komitmen yang dimiliki juga tidak terlalu tinggi, hal ini juga mengakibatkan keterikatan dengan organisasi sebagimana yang diungkapkan oleh Mueller juga rendah. Keterikatan terhadap organisasi Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
122
yang tidak tinggi memudahkan terjadinya turnover. Sedangkan semakin tinggi usia perawat, maka kemungkinan kesempatan untuk mencari peluang pekerjaan lain juga semakin kecil, sehingga kesediaan untuk terus mempertahankan keanggotaan dalam organisasi rumah sakit semakin tinggi. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Armansyah, (2002) bahwa, …..umumnya orang-orang yang berusia lebih tua dan telah lama bekerja memiliki komitmen organisasi yang tinggi dibandingkan dengan mereka yang berusia muda. Hal ini dipengaruhi oleh pandangan bahwa masa hidup mereka baik kehidupan biologis maupun usia kerja di perusahaan hanya tinggal sesaat, sehingga mencegah mereka untuk keluar dari perusahaan, dalam arti mereka tetap komit dengan organisasi. Variabel umur perawat dalam penelitian ini tidak memberikan hubungan yang bermakna terhadap komitmen organisasi (p value= 0.515). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irving, Coleman, dan Cooper (1997 dalam Tella, dkk, 2007); Wiedmer (2006 dalam Salami, 2008) dan Seniati, (2006) yang menyatakan bahwa umur tidak berhubungan secara signifikan dengan kepuasan kerja maupun komitmen organisasi. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rerata umur perawat di RS. Islam Surabaya adalah 32.8 tahun. Hal ini perlu mendapatkan perhatian bagi pihak manjemen rumah sakit akan resiko meningkatnya turn over pada perawat. Mengingat bahwa batas usia yang pada umumnya dipersyaratkan untuk melamar ke tempat kerja adalah usia 35 tahun. Karyawan dengan usia yang lebih muda mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mencari pekerjaan alternatif yang dirasakan lebih menguntungkan, juga karier dan kesempatan promosi.
Karakteristik perawat selanjutnya yang akan dibahas berdarsarkan kontribusinya adalah masa kerja perawat. Variabel masa kerja ini masuk
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
123
kedalam tahapan multivariat menjadi prediktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi pada perawat (Beta sebesar -0.213)., dimana semakin lama masa kerja perawat maka akan semakin meningkatkan komitmen organisasi. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Angle dan Perry (1981 dalam Morin, 2008), bahwa salah satu prediktor terhadap komitmen adalah masa kerja (tenure) seseorang pada organisasi tertentu. Masa kerja yang relatif belum terlalu lama membuat peluang untuk menerima tugas yang menantang serta aspek lain dari pekerjaan, seperti misalnya promosi ,yang dimiliki karyawan belum terlalu besar. Masa kerja yang belum berlangsung lama menyebabkan peluang investasi pribadi yang dikeluarkan oleh karyawan tidaklah besar, sehingga keputusan untuk meninggalkan organisasi tidak sulit untuk dilakukan. Sedangkan menurut Angle dan Perry, masa kerja yang pendek menyebabkan keterlibatan sosial yang dibangun juga masih rapuh, sehingga komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan dengan masa kerja yang pendek cenderung rendah. Rata rata distribusi masa kerja perawat di RS. Islam Surabaya adalah 8.98 tahun. Oleh karena itu organisais rumah sakit perlu berupaya untuk menciptakan iklim organisasi yang kondusif, agar perawat yang bekerja didalam organisasi tetap bertahan dalm organisasi, sehingga pada akhirnya perawat yang ada di rumah sakit memiliki masa kerja yang lebih lama pula, sehingga berpeluang untuk meningkatkan komitmen perawatnya.
Tingkat pendidikan perawat tidak berkontribusi terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan perawat di RS. Islam Surabaya
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
124
lebih didominasi tingkat pendidikan D-III Keperawatan (67.1%). Analisis lanjutan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara komitmen organisasi pada perawat berpendidikan SPK, D III Keperawatan dan S1 Keperawatan (p value 0.022). Beberapa alasan pendidikan perawat tidak memberikan kontribusi terhadap komitmen karena pendidikan perawat baik perawat vokasional dengan latar belakang pendidikan SPK, Diploma, maupun perawat professional berlatar belakang sarjana keperawatan memiliki persepsi akan kebutuhan terhadap aspek pekerjaan yang sama, sehingga tingkatan komitmen yang ditunjukkan cenderung tidak berbeda. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Ellemer, Gilder, dan Heuvel (1998 dalam Tella, Ayeni
Popoola,
2007);
Wiedmer
(2006
dalam
Salami,
2008),
dan yang
menguraikan bahwa variabel tingkat pendidikan tidak berhubungan secara signifikan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Namun demikian meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh terhadap komitmen perawat pada rumah sakit, untuk dapat menjadi rumah sakit yang berkualitas dan mampu menjawab tantangan globalisasi seperti visi yang dicanangkan oleh RS. Islam Surabaya serta mampu bersaing di tingkat lokal maupun regional, maka rumah sakit harus memiliki perawat yang kompeten dalam ilmu keperawatan yang ditunjukkan antara lain dengan tingkat pendidikan formal keperawatan yang tinggi.
Dari persamaan garis regresi yang dihasilkan, dapat diinterpretasikan bahwa apabila dalam rumah sakit diterapkan Spiritual leadership pada perawat secara berkelanjutan, dan perawat berjenis kelamin perempuan dan telah menikah, serta semakin tua umur perawat, dan makin lama masa kerja perawat, dengan maka diprediksikan dapat menaikkan komitmen organisasi oleh perawat pada rumah sakit Islam Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian ini pula maka penting bagi organisasi untuk
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
125
memperhatikan faktor faktor lainnya yang dapat berperan sebagai determinan terbentuknya komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya.
6.4
Keterbatasan penelitian Peneliti menyadari terdapat keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini hanya dilakukan satu kali pengujian validitas dan reliabilitas, sehingga ketika ada item soal yang diperbaiki tidak dilakukan pengujian kembali.
6.5
Implikasi penelitian 6.5.1
Implikasi teoritis Studi ini memiliki beberapa implikasi teoritis. Dari teori spiritual leadership yang dikembangkan oleh Fry, (2003) di Amerika pernah dilakukan pada organisasi pemerintah, sekolah, militer, kepolisian, perusahaan swasta. Namun belum dilakukan dalam setting rumah sakit. sehingga hasil penelitian maupun model ini diharapkan dapat teraplikasi dan membudaya di tempat kerja. Selain itu penelitian ini memberikan implikasi terhadap teori keperawatan khususnya bidang manajemen dan kepemimpinan dalam keperawatan dengan memperkaya khasanah model dan teori kepemimpinan yang telah ada.
6.5.2
Implikasi praktis 6.5.2.1 Pelayanan keperawatan Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi yang bermanfaat, khususnya pada pihak management rumah sakit, untuk dapat meningkatkan efektifitas dari peran kepemimpinan para manajer di RS dalam upaya mencapai visi yang telah dicanangkan. Selain itu penting pula untuk merumuskan suatu strategi / formula yang berprinsip pada motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Dengan bentuk yang dianggap sesuai untuk dapat meningkatkan komitmen
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
126
perawat terhadap rumah sakit, sehingga angka keluar masuk karyawan dapat dikurangi. 6.5.2.2 Penelitian keperawatan Penelitian Spiritual Leadership ini merupakan kajian awal dalam mengimplementasi kedalam tatanan pelayanan keperawatan, mengingat kajian studi ini bersifat cross sectional study. Oleh karena itu terbuka peluang untuk pengujian empiris berkelanjutan terhadap teori kepemimpinan ini. Selain itu penting pula untuk menguji efektifitas penerapan Spiritual leadership yang telah diterapkan terhadap produktifitas maupun kinerja perawat. Selain itu terkait dengan upaya membangun komitmen pada organisasi, maka dapat dilakukan pengujian secara empiris mengenai suatu model yang berkaitan dengan upaya membangun komitmen dengan berprinsip pada motivasi intrinsik dan ekstrinsik. 6.5.2.3 Pendidikan keperawatan Merupakan sebuah tantangan dalam pendidikan keperawatan, dalam mengembangkan kepemimpinan dalam dunia keperawatan, maka perlu upaya melakukan eksplorasi yang terus menerus dalam mengoperasionalkan abstraksi konsep kepemimpinan yang ada dalam mengejawantahkan abstraksi pada tatanan aplikasi sehari hari.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
127
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ‘Pengaruh penerapan Spiritual Leadership terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya’, yang dilaksanakan di ruang rawat inap non paviliun periode tanggal 22 April hingga 30 Mei 2009, dapat disimpulkan sebagai berikut: 7.1.1
Karakteristik perawat yang menjadi responden penelitian sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan, telah menikah, berpendidikan DIII Keperawatan, rata rata berumur 32.18 tahun, dan memiliki masa kerja 8.98 tahun.
7.1.2
Kepuasan kerja perawat pada dimensi gaji, supervisi, promosi, kelompok kerja dan pekerjaan, setengah dari perawat memiliki kepuasan kerja tinggi dan setengahnya adalah kepuasan kerja rendah
7.1.3
Komitmen organisasi pada perawat dengan kepuasan kerja tinggi tidak berbeda secara bermakna dengan komitmen organisasi pada perawat dengan kepuasan kerja rendah
7.1.4
Komitmen organisasi pada perawat yang terdiri dari kepercayaan (identifikasi),
penerimaan
(internalisasi),
keterlibatan
kerja,
keinginan bertahan dalam organisasi, sebelum diterapkan Spiritual Leadership belum menunjukkan komitmen yang optimal 7.1.5
Komitmen organisasi pada perawat sesudah penerapan Spiritual Leadership pada kelompok perawat yang diterapkan meningkat secara
bermakna
daripada
sebelum
diterapkan
Spiritual
Leadership.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
128
7.1.6
Komitmen organisasi pada perawat yang diterapkan Spiritual Leadership lebih besar secara bermakna dibandingkan dengan komitmen oraganisasi pada perawat yang tidak diterapkan Spiritual Leadership.
7.1.8
Penerapan Spiritual Leadership, jenis kelamin perempuan, status perkawinan menikah,
umur yang lebih besar, dan masa kerja
perawat yang lama secara berurutan merupakan faktor yang dapat memprediksikan peningkatan komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya. 7.2 Saran 7.2.1
Untuk manajemen Rumah Sakit 7.2.1.1 Perlu adanya optimalisasi sosialisasi nilai integrasi budaya RS dan nilai spiritual leadership pada seluruh anggota organisasi, khususnya perawat. Penting bagi rumah sakit untuk mendekatkan nilai organisasi (visi, misi, tujuan, budaya RS) kepada seluruh anggota/ karyawan RS. Sehingga menjadi suatu keharusan bagi rumah sakit untuk mensosialisasikan dan mengadaptasikan nilai organisasi ketika melakukan proses orientasi tenaga keperawatan baru. 7.2.1.2 Apabila diperlukan maka penting untuk dibentuk sebuah kelompok
kerja
yang
berfungsi
sebagai
perencana,
penggerak, melakukan upaya maintenance dan evaluasi yang berkaitan dengan implementasi budaya RS. Islam Surabaya 7.2.1.3 Penting bagi rumah sakit untuk mengkaji kembali system penggajian, promosi kerja yang berazaskan pada nilai keadilan untuk diberlakukan pada lingkungan rumah sakit
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
129
7.2.2
Untuk Kepala Ruang 7.2.2.1 Bagi kepala ruang yang telah mendapatkan pelatihan hendaknya
senantiasa
komitmen
bersama
menumbuhkan dengan
para
semangat perawat
dan untuk
menjalankan, belajar, dan menjiwai serta menghayati bersama integrasi nilai-nilai spiritual budaya RS yang telah tertuang dalam pedoman. 7.2.2.2 Selain
itu
kepala
ruang
sebagai
ujung
tombak
implementator budaya RS, perlu untuk memberi masukan terhadap interpretasi nilai spiritual leadership yang telah dibuat oleh tim kerja RS. 7.2.2.3 Meningkatkan peran supervisi dari kepala ruang terhadap perawat pelaksana, dan upaya menciptakan lingkungan kerja yang baik 7.2.3
Untuk Perawat Pelaksana Penting untuk membudayakan implementasi nilai budaya rumah sakit yang diintegrasikan aktivitas rutin sehari hari (misalnya operan, doa bersama), dimulai dengan menghapalkan nilai budaya secara bersama sama, sehingga menumbuhkan rasa menghayati dan dapat menumbuhkan sense of belonging terhadap organisasi rumah sakit.
7.2.4
Untuk penelitian selanjutnya Penelitian lanjutan (longitudinal study) sebagai bahan evaluasi efektifitas penerapan spiritual leadership yang telah dilaksanakan, dan penelitian selanjutnya bisa ditindaklanjuti dalam mengkaji perbandingan penerapan spiritual leadership, penerapan workplace spirituality dan Spiritual Leadership terhadap komitmen perawat.
Universitas Indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
130
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ameeri, A. (2000). Job satisfaction and organizational commitment for nurse. Saudi Medical Journal. Vol. 21 (6): 531-535. www. smj.org.sa. diperoleh tanggal 27 Mei 2009. Al-Ajmi. R. (2006). Effect of gender on job satisfaction and organizational commitment in kuwait, The International Journal of Management. www.findarticles.com. diperoleh tanggal 27 Mei 2009. Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jakarta. Penerbit FKM UI. Armansyah. (2002). Komitmen organisasi dan imbalan financial. Jurnal Ilmiah “Manajemen & Bisnis” Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Vol. 02 No. 02. www. manbisnis.tripod.com. diperoleh tanggal 27 Mei 2009. Basher&Ramay. (2008). Determinants of organizational commitment a study of information technology professionals in pakistan. www. ibam.com. diperoleh tanggal 02 januari 2009. Benefiel&Hamilton. (2007). Spiritual leadership coaching. www.iispiritualleadership.com. Diperoleh tanggal 20 Februari 2009. Barcus, S. (2007). The Impact of organizational learning and training on multiple job satisfaction factors. www.digital.library.unt.edu. Diperoleh tanggal 01 Februari 2009. Budiarto, D. (2007). Pengaruh insentif non finansial terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. www.meylanoncy.upy.ac.id. diperoleh tanggal 25 mei 2009. Brown, B. (2003). Employees’ organizational commitment and their perception of supervisors relations-oriented and task-oriented leadership behaviors. www. scholar.lib.vt.edu. diperoleh tanggal 17 Januari 2009. Brown&Gaylor. (2004). Organizational commitment in higher education. www.jsums.edu. diperoleh tanggal 06 Februari 2009. Dahlan. M.S. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. deskriptif, bivariat, dan multivariat dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Jakarta. Penerbit Salemba Medika.
Universitas indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
131
Ekeland, T. (2005). The relationships among affective organizational commitment, transformational leadership style, and unit organizational effectiveness within the corps of cadets at texas A&M University. www. txspace.tamu.edu. diperoleh tanggal 17 Januari 2009. Feinstein, A. (2002). A study of relationships between job satisfaction and organizational commitment among restaurant employees. www. hotel.inlv.edu, diperoleh tanggal 27 Mei 2009. Fletcher, (1998). Effects of organizational commitment, job involvement,And organizational culture on the employee voluntary turnover process. www. etd.lib.ttu.edu. diperoleh tanggal 06 Februari 2009. Fields, dail. (2000). Chapter 3, organizational commitment. taking the measure of work. www.jsums.edu. Diperoleh tanggal 06 Februari 2009. Fry, L. W. (2003). Toward a theory of spiritual leadership. The Leadership Quarterly, 14(6), 693-727. www.tarleton.edu. diperoleh tanggal 08 Februari 2009. Fry, L. W. (2004). Toward a theory of ethical and spiritual well-being, and corporate social responsibility through spiritual leadership. www.tarleton.edu, diperoleh tanggal 06 Februari 2009. Fry, Vitucci, & Cedillo. (2005). Spiritual leadership and army transformation: Theory, measurement, and establishing a baseline. The Leadership Quarterly 16 (2005) 835–862. www.sciencedirect.com, diperoleh tanggal 06 Februari 2009. Fry, L. W & Matherly. (2006). Spiritual leadership as an integrating paradigm for positive leadership development. www.tarleton.edu, diperoleh tanggal 08 Februari 2009. Fry, et al. (2007). Transforming city government through spiritual leadership: measurement and establishing a baseline. www.tarleton.edu, diakses tanggal 10 Februari 2009. Fry, L.W & Matherly (a). (2007). Workplace Spirituality, Spiritual Leadership and performance excellence. Encyclopedia of Industrial/Organizational Psychology. San Francisco: Sage. www.tarleton.edu, diperoleh tanggal 06 Februari 2009. Fry, L.W dan Matherly (b). (2007). Spiritual leadership and organizational performance:an exploratory study. www.tarleton.edu. Diakses tanggal 11 Februari 2009.
Universitas indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
132
Fry L.W & Cohen. (2008). Spiritual Leadership as a Paradigm for Organizational Transformation and Recovery from Extended Work Hours Cultures. Journal of Business Ethics (2009) 84:265–278, www.springerlink.com, diperoleh tanggal 12 Februari 2009. Fry, L. W. (2008). Spiritual leadership: state-of -the-art and future directions for theory, research, and practice. www.tarleton.edu, diperoleh tanggal 12 Februari 2009. Fry, L.W & Slocum. (2008). Maximizing the triple bottom line trough spiritual leadership. Organizational Dynamics, Vol. 37, No. 1, pp. 86–96. www.science direct.com. diperoleh tanggal 10 Februari 2009. Giacalone, Jurkiewicz, dan Fry. (2005). From advocacy to science: the next steps in workplace spirituality research. www.tarleton.edu, diperoleh tanggal 10 Februari 2009. Good, Chen, and Huddleston. (1999). An empirical test of job satisfaction: antecedents and satisfaction type. www. reuw.washington.edu. diperoleh tanggal 17 Januari 2009. Gupta. Anviti. (2007). Organizational commitment - basic concepts & recent developments. www.selfgrowth.com. diperoleh tanggal 01 februari. 2009. Hastono, Sutanto. (2007). Basic data analysis for health research training, analisis data kesehatan. Jakarta. FKM UI. Istijanto. (2008). Riset sumber daya manusia. Cara praktis mendeteksi dimensi dimensi kerja karyawan. Jakarta. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Knight & Kennedy. (2005). Psychological contract violation: impacts on job satisfaction and organizational commitment among australian senior public servants. Applied H.R.M. Research, 2005, Volume 10, Number 2, pages 57-72. www.xavier.edu. Diperoleh tanggal 03 Maret 2009. Kreitner & Kinicki. (2003). Perilaku organisasi. Buku Satu. Jakarta. Penerbit salemba Empat. Koesmono. (2007). Pengaruh Kepemimpinan Dan Tuntutan Tugas Terhadap Komitmen Organisasi Dengan Variabel Moderasi Motivasi Perawat Rumah Sakit Swasta Surabaya. www.petra.ac.id. Diperoleh tanggal 06 Januari 2009. Luthans, (2006). Perilaku organisasi edisi sepuluh, diterjemahkan oleh Vivin Andhika, dkk. Yogyakarta. Penerbit ANDI. Malone & Fry. (2005). Transforming schools through spiritual leadership:a field experiment. www.tarleton.edu, diperoleh tanggal 06 Februari 2009.
Universitas indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
133
Hasibuan, M. (2005). Manajemen sumber daya manusia. Edisi revisi. Jakarta Penerbit PT Bumi Aksara. Hasibuan, M. (2007). Organisasi dan motivasi, dasar peningkatan produktivitas. Jakarta. PT Bumi Aksara. Murti, (2006). Desain dan ukuran sampel untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif di bidang kesehatan. Jakarta. Gajahmada University Press. Muliyadi. (2008). Hubungan Komitmen pada organisasi dan lingkungan kerja perawat dengan kinerja perawat pelaksana di RS. Tugu Ibu Jakarta. Tesis Pascasarjana FIK UI. Tidak dipublikasikan. Mustikasari. (2003). Faktor intrinsik kerja dan hubungannya dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di unit rawat inap dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Tesis Pascasarjana FIK UI. Tidak dipublikasikan. Morin. (2008). The meaning of work, mental health and organizational commitment. www.irsst.qa, diperoleh tanggal 06 Januari 2009. Notoatmodjo, S. (2000). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta. Payne, Huffman. (2002). “The influence of organizational commitment on officer retention: a 12-year study of US. army officers”. www.businessofgovernment.org, diperoleh tanggal 06 Februari 2009. Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. edisi 4 volume 1. Alih bahasa Yasmin Asih, dkk. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC. Rianto,
F. (2009). Altruisme dalam beberapa www.riantoblogspot.com, diperoleh tanggal 21 Maret 2009.
perspektif.
Sabri,L & Hastono, S. (2006). Statistic kesehatan edisi revisi. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada. Salami, (2008). Demographic and psychological factors predicting organizational commitment among industrial workers. www.krepublisher.com, diperoleh tanggal 16 Februari 2009. Seniati, L. (2006). Pengaruh masa kerja, trait kepribadian, kepuasan kerja, dan iklim psikologis terhadap komitmen dosen pada Universitas Indonesia. Makara, Sosial Humaniora, vol. 10. www. journal.ui.ac.id, diperoleh tanggal 25 Mei 2009.
Universitas indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
134
Smeenk, et all. (2006). The effect of HRM practices and antecedents on organizational commitment among university employees. www.ics.uda, diperoleh tanggal 08 Februari 2009. Subanegara, H. (2005). Diamond head drill dan kepemimpinan dalam manajemen rumah sakit. Yogyakarta. Penerbit ANDI. Sugiyono. (2007). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung. Penerbit Alphabeta. Sugiarto, dkk. (2001). Teknik sampling. Jakarta. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Sujianto.A.E. (2007). Aplikasi statistik dengan SPSS untuk pemula. Jakarta. Prestasi Pustaka Publisher. Sopiah, (2008). Perilaku organisasional. Yogyakarta. Penerbit ANDI. Sitorus, dkk. (2008). Panduan penulisan tesis. Jakarta. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Tella, Ayeni, dan Popoola. (2007). Work Motivation, Job Satisfaction, and organisational Commitment of Library Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo State, Nigeria. Library Philosophy and Practice. www. webpages.uidaho.edu, diperoleh tanggal 25 Mei 2009. Wening, N. (2005). Pengaruh ketidakamanan kerja (Job insecurity) sebagai restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intense keluar survivor. www. uajy.ac.id, diperoleh tanggal 06 Juni 2009. Wirawan, (2007). Budaya dan iklim organisasi: teori, aplikasi dan penelitian. Jakarta. Penerbit Salemba Empat. Wirawan, (2003). Kapita selekta teori kepemimpinan. Jakarta. Penerbit Salemba Empat. Wibowo, (2007). Manajemen kinerja. Divisi buku perguruan tinggi. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada. Widi, N. (2008). Laws of spiritual, 10 kompetensi spiritual untuk keberhasilan dan kebahagiaan hidup. Jakarta. PT. Bhuana Ilmu Popular, kelompok Gramedia. WHO. (2003). Organisasi pelayanan kesehatan. Disampaikan pada pelatihan SPMKK. www.jmpk-online.net. Diperoleh tanggal 03 Januari 2009.
Universitas indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
135
Wright & Kehoy, (2007). Human resource practices and organizational commitment:a deeper examination. www.digitalcommons.com. Diperoleh tanggal 06 Februari 2009. Wijono, D. (2007). Prosedur Proposal dan laporan penelitian Kesehatan, panduan praktis penelitian. Surabaya. Penerbit CV. Duta Prima Airlangga. Wolf, A. (2008). Spiritual trends in holistic nursing. Diperoleh dari www.digitalcommons.liberty.edu, pada tanggal 19 Maret 2009. Zurn, Dolea, & Stilwell. (2005). Nurse retention and recruitment: developing a motivated workforce. The global nursing review initiative issue 4. ICN International Council of Nurses. www. icn.ch. diperoleh tanggal 01 Juni 2009.
Universitas indonesia
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
Kepada Yth. Bapak/ Ibu perawat di RS. Islam Surabaya Dengan Hormat, Dalam rangka kegiatan program Tesis Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, saya mahasiswa atas nama Nurfika Asmaningrum NPM: 0706194785, akan melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui ”Pengaruh Penerapan
Spiritual Leadership terhadap komitmen organisasi pada perawat di RS. Islam Surabaya”. Penelitian ini akan memberi manfaat terhadap upaya dalam peningkatan motivasi dan komitmen perawat terhadap rumah sakit. Pelaksanaan penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak dan pengaruh yang merugikan bagi perawat maupun pekerjaan anda, karena kerahasiaan identitas dan semua informasi yang diberikan akan dijaga kerahasiaannya, dan hanya dipergunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, bersama ini saya mohon kesediaan bapak/ ibu perawat untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Namun demikian apabila dikemudian hari terjadi hal hal yang menimbulkan ketidaknyaman, anda diperkenankan untuk mengundurkan dari penelitian. Demikian penjelasan dari saya, terima kasih atas perhatian, kerjasama dan kesediaannya saya ucapkan banyak terima kasih . Depok,...........April 2009 Peneliti,
Nurfika Asmaningrum
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
LEMBAR PERSETUJUAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Setelah membaca penjelasan penelitian ini dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang saya ajukan, maka saya mengetahui manfaat dan tujuan penelitian ini, saya mengerti bahwa peneliti menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai responden. Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi saya. Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. Persetujuan yang saya tanda tangani menyatakan bahwa saya bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sampai dengan berakhirnya proses penelitian.
Surabaya,……April 2009 Tanda Tangan Peneliti,
Tanda tangan responden
Ns. Nurfika Asmaningrum, S.Kep
(…………………………….)
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
KUESIONER A Nomor Responden
Diisi oleh Peneliti Petunjuk Pengisian: Tulislah jawaban secara singkat dan jelas pada tempat yang telah tersedia, dan berilah tanda (√) pada kolom jawaban yang anda pilih
1. Umur Bapak/ ibu/ saudara
: ......................... tahun
2. Jenis kelamin
: ( (
3. Status perkawinan
: (
) Laki laki ) Perempuan ) Belum Menikah
(
) Menikah
(
) Janda/ Duda
4. Pendidikan keperawatan terakhir : (
) SPK
(
) DIII Keperawatan
(
) S1 Keperawatan
(
) lain lain,……………………
5. Lama bekerja di rumah sakit ini
: .........................tahun
6. Status kepegawaian
: (
) Pegawai Tetap
(
) Calon Pegawai Tetap
(
) Tenaga Kontrak
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
KUESIONER B Petunjuk Pengisian: 1.
Mohon kesediaan bapak/ ibu/ saudara untuk menjawab seluruh pertanyaan yang ada
2.
Berilah tanda checklist (√) pada kolom jawaban yang anda pilih sesuai dengan keadaan yang anda rasakan, berdasarkan alternatif jawaban berikut ini: a. Sangat Tidak Setuju, jika pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan pendapat atau kondisi yang anda alami di rumah sakit b. Tidak Setuju, jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan pendapat atau kondisi yang anda alami c. Setuju, jika pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat atau kondisi yang anda alami d. Sangat setuju, jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan pendapat atau kondisi yang anda alami
No.
Pernyataan
1
Saya merasa penghasilan yang saya terima dari RS telah sesuai dengan beban kerja saya
2
Saya merasa pekerjaan yang saya lakukan sehari hari tidak lebih sebatas rutinitas saja
3
Saya merasa pengaturan sistem promosi jabatan yang selama ini berlaku di RS belum berjalan dengan baik
4
Saya merasa kondisi kebersihan ruangan dan lingkungan bekerja membuat saya nyaman dalam bekerja
5
Saya merasa belum adanya peluang yang sama bagi perawat untuk dapat melanjutkan pendidikan formal keperawatan
6
Saya merasa belum adanya tanggung jawab secara penuh dalam menjalankan pekerjaan yang ada
7
Saya merasa sistem promosi jabatan telah dilaksanakan secara adil bagi setiap perawat
8
Saya merasa kadangkala jenuh dan bosan terhadap aktivitas pekerjaan yang saya lakukan
Sangat Setuju
Setuju
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
No.
Pernyataan
9
Secara umum saya merasa puas dengan penghasilan yang saya dapatkan dari rumah sakit
10
Saya merasa kebijakan RS dalam promosi jabatan lebih diutamakan berdasar asas senioritas saja
11
Saya merasa sistem pemberian insentif diruangan kerja telah dilaksanakan dengan adil
12
Saya merasa RS telah memberi kesempatan pada perawat untuk maju berkembang dalam berkarier
13
Saya merasa tidak adanya kerjasama yang baik antar anggota tim kerja dalam menyelesaikan pekerjaan
14
Saya merasa teman dalam kelompok kerja membuat pekerjaan menjadi lebih cepat diselesaikan
15
Saya merasa pimpinan keperawatan ditempat kerja, belum melakukan kegiatan pembinaan pada perawat pelaksana dengan baik
16
Secara umum saya merasa puas dengan kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh atasan saya
17
Saya merasa teman dalam ruangan kerja ini, merupakan kelompok paling solid yang pernah saya miliki
18
Saya merasa teman dalam kelompok kerja di RS ini merupakan sumber dukungan dalam mencapai tujuan bekerja
19
Saya merasa pembinaan oleh pimpinan telah dilakukan dengan baik terhadap pekerjaan yang saya lakukan
20
Saya merasa tidak adanya komunikasi yang baik antar sesama teman kerja
Sangat Setuju
Setuju
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENERAPAN SPIRITUAL LEADERSHIP TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI PADA PERAWAT
KUESIONER A: Karakteristik Perawat KUESIONER B: Kepuasan Kerja KUESIONER C: Komitmen Organisasi
Disusun oleh: Nurfika Asmaningrum NPM. 0706194785
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2009
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
KUESIONER C Petunjuk Pengisian: Berilah tanda checklist (√) pada kolom jawaban yang anda pilih sesuai dengan keadaan yang anda rasakan, berdasarkan alternatif jawaban berikut ini: a. b. c. d.
No.
Sangat Tidak Setuju, jika pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan pendapat atau kondisi yang anda alami di rumah sakit Tidak Setuju, jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan pendapat atau kondisi yang anda alami Setuju, jika pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat atau kondisi yang anda alami Sangat setuju, jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan pendapat atau kondisi yang anda alami Pernyataan
1
Saya merasakan adanya kenyamanan dan ketenangan dalam meniti karir saya di rumah sakit ini
2
Semenjak awal bergabung dengan rumah sakit ini, saya merasakan adanya kesamaan nilai nilai pribadi dengan nilai organisasi rumah sakit
3
Jika ada perbedaan nilai dalam organisasi rumah sakit dengan nilai nilai yang saya anut, maka saya tidak akan mungkin bertahan bekerja di RS ini
4
Seringkali saya merasa tidak sepaham dengan kebijakan Rumah Sakit mengenai hal hal yang berkaitan dengan karyawan
5
Salah satu alasan saya menyukai organisasi RS ini, adalah karena adanya kesamaan nilai nilai tersebut
6
Tidak banyak yang diperoleh dengan tetap bertahan di rumah sakit ini untuk jangka waktu yang tidak terbatas
7
Nilai nilai yang ada pada tempat saya bekerja telah mewakili nilai nilai yang ada pada diri saya pribadi Saya merasakan turut memiliki rumah sakit ini, lebih dari hanya sekedar sebagai pegawai saja
8
Sangat Setuju
Setuju
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
9
Saya menyampaikan pada teman lain, bahwa rumah sakit ini merupakan tempat bekerja yang baik dan mampu menjamin masa depan saya
10
Saya merasa telah melakukan sebuah kesalahan ketika memutuskan bekerja di rumah sakit ini
11
Secara pribadi pandangan saya tentang rumah sakit ini, berbeda dengan informasi yang saya peroleh dari masyarakat umum
12
Saya merasakan masalah yang muncul pada rumah sakit adalah merupakan bagian dari masalah bersama
13
Saya bersedia melakukan usaha kerja keras diluar dari yang seharusnya, untuk membantu kesuksesan rumah sakit
14
Saya merasa bangga ketika bercerita pada orang lain bahwa saya menjadi bagian dari rumah sakit ini
15
Saya melaksanakan hampir semua jenis tugas pekerjaan, agar tetap dapat bekerja di rumah sakit ini
16
Rumah sakit ini benar-benar mampu memberi inspirasi terbaik dalam kinerja yang saya hasilkan selama ini
Terima kasih atas kesediaan anda menjadi responden. Jawaban anda turut membantu upaya perbaikan mutu layanan keperawatan kita
Pengaruh penerapan..., Nurfika Asmaningrum, FIK UI, 2009