ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENIMBUNAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara)
(Jurnal)
Oleh M.Ridho Aswari
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG 2016
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PENIMBUNAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara)
M.Ridho Aswari, Firganefi,S.H.,M.H, Rini Fathonah,S.H.,M.H. Email : (
[email protected]) Abstrak Bahan bakar minyak merupakan salah satu unsur vital yang diperlukan dalam pelayanan kebutuhan masyarakat umum. Tingkat konsumsi bahan bakar minyak yang banyak memaksa pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk menekan tingkat konsumsi bahan bakar minyak dan mengurangi jumlah subsidinya. Di Indonesia Bahan bakar minyak bersubsidi seringkali disalahgunakan , beberapa contoh kasus penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi terjadi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara. Permasalahan yang diteliti oleh penulis adalah apakah faktor penyebab terjadinya kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara dan bagaimana upaya penanggulangan kejahatan terhadap penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, data yang digunakan adalah primer yang diperoleh dengan cara wawancara, serta data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Sedangkan pengolahan data yang diperoleh dengan cara seleksi, klasifikasi, dan penyusunan data. Hasil penelitian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara terdapat dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern meliputi faktor individu dan faktor psikologi. Faktor ekstern meliputi faktor ekonomi, faktor agama, faktor kesempatan, faktor kurangnya pengawasan dari pihak berwenang. Upaya penanggulangan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara dapat dilakukan melalui upaya preventif dan represif. Upaya preventif dapat dilakukan dengan ditingkatkannya pengamanan dan pengawasan terhadap SPBU, kerjasama dan partisipasi masyarakat Sedangkan upaya represif yang dapat ditempuh dengan memberikan sanksi pidana atau penjatuhan pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas.
Kata Kunci : Kriminologi, Penimbunan, Bahan Bakar Minyak Bersubsidi.
A CRIMINOLOGICAL ANALYSIS ON SUBSIDIZED FUEL OIL HOARD (A CASE STUDY ON NORTH LAMPUNG PRECINCT POLICE) M.Ridho Aswari, Firganefi,S.H.,M.H, Rini Fathonah,S.H.,M.H. Email : (
[email protected]) Abstract Fuel oil is one of the vital elements needed in public services. The high level of fuel consumption has forced the government to issue a policy to reduce the level of fuel consumption and to reduce the amount of the fuel subsidy as well. In Indonesia, the subsidized fuel oil is often being mis-used, one of the cases is a hoarding on the subsidized fuel oil in North Lampung Precinct Police (Polres) Jurisdiction. The problems of the research are formulated as follows: What are the factors of hoarding the subsidized fuel oil in North Lampung Precinct Police Jurisdiction? and what measures can the polices do to fight against the practice of hoarding on subsidized fuel oil in North Lampung Police Jurisdiction? This research employed normative and empirical approaches. The data sources included primary data which were obtained through interview, and secondary data which were collected through literature study. The data processing were done by means of selection, classification, and data organization. The results of the study revealed two factors of hoarding the subsidized fuel oil in North Lampung Precinct Police Jurisdiction, which came from internal and external factors. The internal factors included individual factors and psychological factors. While the external factors included economic factors, religious factor, opportunity factor, and the lack of supervision from the authorities. Among the measures done by the police to fight against the practice of oil hoarding in North Lampung Precinct Police Jurisdiction were done through preventive and repressive measures. The preventive measures can be carried out by increasing the security and control of gas stations, and the cooperation and community participation While the repressive measures can be taken by imposing criminal sanctions or criminal punishment as stipulated in Law No. 22/2001 regarding Fuel Oil and Gas. Keywords: Criminology, Hoarding, Subsidized Fuel Oil
I.
PENDAHULUAN
Bahan bakar minyak adalah salah satu unsur vital yang diperlukan dalam kebutuhan masyarakat umum baik dinegara-negara miskin, negara- negara berkembang maupun di negara-negara yang telah berstatus negara maju sekalipun. Perkembangan zaman saat ini sangat bergantung dengan cara pengelolaan energi yang hemat serta ramah lingkungan. Berbagai percobaan untuk menciptakan jenis energi yang ramah lingkungan dilakukan diberbagai negara. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah penggunaan energi yang tidak dapat diperbaharui, salah satunya adalah bahan bakar minyak. Pengalihan bahan bakar minyak sebagai sumber energi sudah banyak dilakukan di negara-negara maju dengan menciptakan sumber energi yang ramah lingkungan serta dapat diperbaharui seperti bahan bakar bio disel yang berasal dari tumbuhan.1Indonesia merupakan negara dengan tingkat perkembangan ekonomi yang cukup signifikan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih menggunakan bahan bakar minyak sebagai sumber energi utama, baik yang digunakan oleh pihak industri maupun masyarakat umum. Saat ini pengembangan energi alternatif di indonesia seakan berjalan ditempat karena kurangnya peranan pemerintah dalam memberikan bantuan pengembangan dan produksi sumber energi alternatif. Selain sumber energi berupa bahan bakar minyak, pemerintah juga sedang mensosialisasikan pengguna bahan bakar minyak gas sebagai sumber energi alternatif. Penggunaan bahan bakar gas dirasa cukup membantu karena sedikit demi sedikit dapat menggantikan penggunaan bahan bakar minyak. Tetapi dengan terbatasnya suplai bahan bakar gas membuat masyarakat sulit
meninggalkan penggunaan bahan bakar minyak. Pemerintah masih memberikan subsidi yang sangat besar untuk penggunaan bahan bakar minyak. Subsidi itu diberikan kepada pihak industri, usaha kecil, dan menengah serta kendaraan bermotor.2 Tingkat konsumsi bahan bakar minyak yang banyak memaksa pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk menekan tingkat konsumsi bahan bakar minyak dan mengurangi jumlah subsidinya. Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah menaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi.Kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi ini bertujuan untuk mengurangi jumlah subsidi bahan bakar minyak yang dirasa tidak tepat. Subsidi bahan bakar minyak yang di pangkas akan dialihkan ke sektor yang lebih tepat seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan infrastruktur. Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi ini dimanfaatkan oleh sejumlah oknum untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda dengan cara menimbun bahan bakar minyak bersubsidi sebelum kenaikan harga dan menjualnya kembali setelah harga bahan bakar minyak bersubsidi tersebut naik.3 Penimbunan bahan bakar minyak yang sering terjadi dapat merugikan negara, oleh karena itu bagi penimbunan bahan bakar minyak dapat dikenai sanksi hingga empat tahun penjara, seperti termaksud dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 53 Huruf c yang berisi tentang penyimpanan, penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi tanah izin diancam pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun denda Rp. 30 milyar serta Pasal 55 yang berisi bahwa menyalahgunakan pengangkutan dan atau penjualan bahan bakar minyak 2
1
BPH Migas,Komoditas Bahan Bakar Minyak (BBM), Penerbit BPH Migas RI, Jakarta, 2005, hlm 15.
Y.Sri Susilo. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Perekonomian Indonesia. Pustaka Baru: Yogyakarta.2013, hlm 10. 3 Ibid, hlm 11.
bersubsidi diancam pidana penjara paling lama 6 tahun.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 juga menegaskan tentang harga jual eceran dan konsumen pengguna jenis bahan bakar minyak tertentu, dalam Pasal 7 Nomor 2 yang berbunyi “Badan Usaha dan/atau masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan jenis bahan bakar minyak tertentu yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” dan Pasal 7 Nomor 3 yang berbunyi “Badan Usaha dan/atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Kejahatan terjadi disebabkan oleh berbagai faktor ekonomi dan sosial merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya kejahatan. Oleh karena itu kejahatan dapat kita tanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi seseorang kearah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan kearah yang lebih baik. Dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi dan lingkungan sosial yang harus dilakukan untuk menekan jumlah tindak pidana kejahatan.4 Beberapa contoh kasus yang diduga penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi terjadi di Kabupaten Lampung Utara, Kepolisian Resort (Polres) Lampung Utara menyita 3.500 liter premium yang diduga hendak ditimbun. Bahan bakar minyak itu disita usai dimuat kedalam ratusan jeriken, premium yang diduga hendak ditimbun tersebut diamankan dari seorang tersangka warga Waytuba, Gunung Labuhan, Way Kanan. Bahan bakar minyak itu dikemas dalam 102 jeriken di dua mobil Daihatsu Grandmax di SPBU jalan Kembang 4
Atmasasmita, Romli, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi,Maju Mundur : Bandung, 1995.
Tanjung, Lampung Utara pada selasa, 18 Juni 2013 sekira pukul 21.00 WIB.5 Pada bulan berikutnya tepat pada minggu, 21 Juli 2013 sekira pukul 15.00 WIB, Kepolisian Resort Lampung Utara kembali menyita 6 buah jeriken berisi bahan bakar minyak jenis solar 80 liter yang tidak dilengkapi surat-surat lengkap yang hendak ditimbun dan akan dibawa oleh terdakwa ke Abung Surakarta dan dijual kembali kepada pengecer, Pengadilan Negeri Kotabumi menjatuhkan putusan mengingat ketentuan pasal 53 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi, terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 (tujuh) bulan dan denda Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan hukuman pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Pada senin, 15 Juli 2014, petugas Kodim 0412/Lampung Utara menyita 2000 liter solar yang diangkut dengan mobil pickup BE 9976 WB yang hendak ditimbun dan dikirim ke Negeri Besar Way Kanan, sopir tersebut bernama juanda amansyah (23), proses selanjutnya diserahkan ke Kepolisian Resort Lampung Utara agar segera diproses.6 Dari uraian diatas maka tidak dapat dipungkiri bahwa sering terjadinya Penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara. Peranan pihak berwenang salah satu syarat penting dalam pencegahan terjadinya penimbunan terhadap bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara
5
http://www.tribunnews.com/tag/bbm-ilegal, diakses jumat,21/10/2016, pukul.13.36.Wib. 6 http://news.okezone.com /read/2013/06/20/340/824757/3-500-liter-premiumilegal-disita-dari-penimbun, diakses selasa,03/12/2015, pukul.16.34.Wib.
Berdasarkan hal itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam oleh karena itu penulis memilih judul “Analisis Kriminologis Terhadap Penimbunan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara)”. Berdasarkan latar belakang tersebut maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1.
2.
Apakah faktor penyebab terjadinya kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara? Bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan terhadap penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara?
Dalam penelitian ini penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan cara mengkaji dan mempelajari bahan – bahan kepustakaan yang berupa peraturan – peraturan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Pendekatan secara yuridis empiris dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi – informasi tentang kenyataan yang terjadi dilapangan guna mendapatkan fakta – fakta yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas. Jenis data dapat dilihat dari sudut sumbernya, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari kepustakaan.7 Jenis dan sumber data pada penelitian ini menggunakan data primer dan data skunder. Analisis data, data yang terkumpul dan tersusun secara sistematis kemudian dianalisis dengan metode kualitatif, yaitu mengungkapkan dan memahami kebenaran masalah dan pembahasan dengan menafsirkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, lalu data tersebut diuraikan dalam bentuk kalimat yang disusun secara
terperinci, sistematis, dan analisis sehingga akan mempermudah dalam penarikan suatu kesimpulan. II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Penimbunan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara Menurut Abdul Syani faktor-faktor yang dapat menimbulkan tindakan kejahatan pada umumnya dibagi menjadi dua faktor , yaitu faktor yang bersumber dari dalam individu (intern) dan faktor yang bersumber dari luar diri individu itu sendiri (ekstern) faktor-faktor tersebut antara lain:8 1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi yaitu : a) Sifat khusus dari individu seperti : daya emosional, rendahnya mental dan anomi. b) Sifat umum dari individu seperti : umur, gender, kedudukan dalam masyarakat, pendidikan dan hiburan. 2. Faktor eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor berpokok pangkal pada lingkungan luar dari diri manusia (ekstern) terutama halhal yang mempunyai hubungan dengan timbulnya kriminalitas. Pengaruh faktor-faktor luar inilah yang menentukan bagi seseorang untuk mengarah kepada perbuatan jahat lain :9 a) Faktor ekonomi, dipengaruhi oleh kebutuhan hidup yang tinggi namun keadaan ekonominya rendah. b) Faktor agama, dipengaruhi rendahnya pengetahuan agama. c) Faktor lingkungan/pergaulan, dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal. 8
7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press,2007,hlm 11.
Abdul Syani, Sosiologis Kriminalitas, Bandung, Remaja Karya,1987, hlm 37. 9 .Ibid, hlm 41.
d) Faktor keluarga dipengaruhi oleh kurangnya kasih sayang orang tua dan perhatian orang tua. Sebagaimana faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan diatas, penulis sependapat bahwa faktor-faktor diatas merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan, namun hal tersebut tidaklah bersifat mutlak dikarenakan banyak hal yang mempengaruhi terjadinya kejahatan sesuai dengan jenis kejahatan dan individu pelaku kejahatan tersebut.
hasil penelitian berbagai kasus atau pelaku, penyebab perilaku menyimpang menurutnya ialah karena pelaku tidak mampu menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat dan pelaku dianggap melakukan suatu kegiatan yang dipandang rendah dalam masyarakat. b) Faktor Psikologis Faktor psikologis digunakan kriminologi dalam menjelaskan sebabmusabab atau sumber kejahatan berdasarkan masalah-masalah kepribadian dan tekanan-tekanan kejiwaan yang dapat mendorong seseorang berbuat jahat. Diah Gustiniati menjelaskan12, Faktor psikologis mempunyai peran penting terhadap seseorang untuk berbuat suatu kejahatan, faktor tersebut timbul karena adanya suatu dorongan atau tekanan yang dapat berasal dari masalahmasalah kebutuhan yang dihadapi, bentuk dari upaya pemenuhan kebutuhan tersebut salah satunya ialah dengan melakukan suatu kejahatandan rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan cara berfikir yang dangkal artinya seseorang yang berpendidikan rendah cenderung melakukan tindak kejahatan dibandingkan orang yang berpendidikan., M Indra Gunawan menambahkan 13 kejahatan itu timbul karena rasa ingin tahu dan coba-coba dan juga tuntutan kebutuhan atau masalah hidup yang dialami sehingga dapat terus berlanjut dan menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, dapat diketahui bahwa terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara. Penulis dalam hal ini akan membagi faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan tersebut menjadi dua jenis, yaitu faktor internal dan eksternal : 1. Faktor internal Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dari dalam individu10, faktorfaktor penyebab terjadinya kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara, yaitu: a) Faktor Individu Berdasarkan wawancara penulis dengan Miryanto11, menyatakan faktor-faktor individu yang menyebabkan terjadinya kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara salah satunya adalah perilaku menyimpang atau penyimpangan sosial yang tidak sesuai dengan nilai kesusilaan dan kepatutan baik dalam sudut pandang secara individu maupun sebagai bagian daripada makhluk sosial, berdasarkan
Penulis menganalisis bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara dipengaruhi faktor intern antara lain : 12
10
.Ibid, hlm 37. 11 Hasil wawancara dengan Miryanto tanggal 10 Agustus 2016 pukul 14.00 Wib.
Hasil wawancara dengan Diah Gustiniati tanggal 31 Agustus 2016 pukul 13.30 Wib. 13 Hasil wawancara dengan M Indra Gunawan tanggal 09 Agustus 2016 pukul 13.00 Wib.
a) Faktor individu Penulis menganalisis bahwa faktor individu tersebut dikarenakan terdapat perilaku menyimpang, penulis sependapat dengan apa yang dijelaskan narasumber responden diatas, dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berprilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat, namun ditengah kehidupan masyarakat kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat. b) Faktor psikologi Penulis menganalisis bahwa dorongan psikologis dari dalam individu merupakan salah satu faktor utama penyebab seseorang melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana, karena pada dasarnya kejahatan tidak akan terjadi jika dorongan atau tekanan melakukan kejahatan itu sendiri tidak timbul,yang dapat berasal dari masalahmasalah kebutuhan yang dihadapi. dan kejahatan itu timbul karena rasa ingin tahu dan coba-coba sehingga menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berpokok pada pangkal pada lingkungan diluar diri manusia (ekstern), terutama halhal yang mempunyai hubungan dengan timbulnya kejahatan, pengaruh faktorfaktor inilah yang menentukan bagi seseorang untuk mengarah kepada kejahatan14, ada beberapa faktor-faktor eksternal penyebab terjadinya penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara.
14
Op Cit, hlm 41.
a) Faktor ekonomi Berdasarkan wawancara penulis dengan Miryanto15, menyatakan faktor penyebab terjadinya kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara faktor utamanya adalah faktor ekonomi karena jika dikaji/ dilihat secara mendasar faktor ini memiliki pengaruh besar bagi timbulnya berbagai macam jenis tindak pidana, karena alasan kebutuhan ekonomi sering dijadikan oleh pelaku sebagai alasan utama. M. Indra Gunawan menambahkan16, bahwa masih besarnya tingkat pengangguran, dan sulitnya ekonomi membuat para pelaku atau oknum mencari keuntungan berlipat ganda dengan cara menimbun untuk menguntungkan secara pribadi dan tidak adanya sanksi atau teguran, sehingga membuat para pelaku atau oknum leluasa melakukannya. b) Faktor Agama Berdasarkan wawancara penulis dengan Diah Gustiniati17, menyatakan faktor penyebab terjadinya suatu kejahatan dan tindak pidana penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi, adalah faktor agama kurangnya pengetahuan tentang agama dan keimanan kepada Allah SWT, kurangnya pengetahuan tentang agama dan keimanan seseorang membuat ia tidak takut untuk berbuat kejahatan. c) Faktor kesempatan Faktor kesempatan adalah suatu keadaan yang memungkinkan (memberi peluang) atau keadaan yang sangat mendukung untuk terjadinya sebuah kejahatan. Berdasarkan wawancara penulis dengan M Indra Gunawan 18, 15
Hasil wawancara dengan Miryanto tanggal 10 Agustus 2016 pukul 14.00 Wib. 16 Hasil wawancara dengan M Indra Gunawan tanggal 09 Agustus 2016 pukul 13.00 Wib. 17 Hasil wawancara dengan Diah Gustiniati tanggal 31 Agustus 2016 pukul 13.30 Wib. 18 Hasil wawancara dengan M Indra Gunawan tanggal 09 Agustus 2016 pukul 13.00 Wib.
kelangkaan bbm menjadi pemicu terjadinya penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi dan menjadi kesempatan para pelaku atau oknum yang berlaku curang untuk mencari keuntungan dan juga lalainya pengawasan pihak terkait pengaman terhadap konsumen. Supriyanto Husin menambahkan19 jarak SPBU yang jauh dari jangkauan menjadikan kesempatan bagi para pelaku atau oknum untuk memodifikasi tank kendaraan mereka dan mengangkutnya untuk mereka timbun dan mereka jual kembali ke desa-desa untuk memperoleh keuntungan yang berlipat ganda, dan adanya juga permainan antara oknum baik yang membeli maupun yang menjual. d) Faktor kurangnya pengawasan dari pihak berwenang Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai, melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Menurut Miryanto 20, faktor kurangnya pengawasan dari pihak berwenang seperti pihak kepolisian dan pihak pertamina sendiri memberikan dampak yang sangat berpengaruh terhadap kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi dikabupaten lampung utara yang sering terjadi, pengawasan yang tidak dapat dipantau 19
Hasil wawancara dengan Supriyanto Husin tanggal 15 Agustus 2016 pukul 09.00 Wib. 20 Hasil wawancara dengan Miryanto tanggal 10 Agustus 2016 pukul 14.00 Wib.
setiap waktu membuat para pelaku atau oknum ini dapat melaksanakan tindakan penimbunan dan penyalahgunaan bahan bakar minyak secara leluasa. Supriyanto Husin 21, selaku dari pihak kepolisian menambahkan memang benar bahwa kurangnya pengawasan terhadap SPBU menjadi penyebab maraknya penimbunan atau penyalahgunaan bahan bakar minyak bersubsidi dikabupaten lampung utara, hal ini karena jarak SPBU yang jauh dari jangkauan dan juga keterbatasan polisi yang berada dilapangan, karena alasan itulah pengawasan untuk menghindari kejahatan penimbunan atau penyalahgunaan bahan bakar minyak bersubsidi di Kabupaten Lampung Utara kurang efisien dan berjalan dengan baik. M. Indra Gunawan menambahkan22, kelangkaan dan perubahan harga bahan bakar minyak yang terus terjadi juga menjadi alasan bagi para pelaku-pelaku lainnya turut melakukan tindakan kriminal seperti membeli secara berulang-ulang, membeli bahan bakar minyak melebihi batas yang ditetapkan, menimbun, dan memodifikasi tank kendaraan menjadi lebih besar. Oleh karena itu perlunya pengawasan secara ketat antara pihak terkait diperlukan guna mengurangi dan meminimalisir terjadinya penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Kabupaten Lampung Utara. Penulis menganalisis bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara dipengaruhi faktor ekstern antara lain : 1. Faktor Ekonomi Penulis menganalisis secara garis besar faktor penyebab terjadinya kejahatan 21
Hasil wawancara dengan Supriyanto Husin tanggal 15 Agustus 2016 pukul 09.00 Wib. 22 Hasil wawancara dengan M Indra Gunawan tanggal 09 Agustus 2016 pukul 13.00 Wib.
penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara disebabkan oleh faktor ekonomi karena alasan kebutuhan ekonomi sering dijadikan oleh pelaku sebagai alasan utama dan masih besarnya tingkat pengangguran, dan sulitnya ekonomi membuat para pelaku atau oknum mencari keuntungan secara pribadi. dari berbagai kasus kejahatan atau suatu tindak pidana, faktor ekonomi merupakan faktor yang seringkali dijadikan alasan utama bagi pelaku tiap kali melakukan suatu kejahatan. 2. Faktor Agama Kurangnya pengetahuan tentang agama dan keimanan kepada Allah SWT membuat seseorang tidak takut untuk berbuat kejahatan, karena tiang agama dan al-quran merupakan tuntunan bagi kita untuk menjalani kehidupan didunia kurangnya pengetahuan agama dan keimanan seseorang cenderung membuat seseorang rentan melakukan tindak kejahatan. 3. Faktor Kesempatan Penulis menganalisis bahwa faktor kesempatan merupakan faktor pendukung suatu kejahatan, faktor kesempatan muncul dikarenakan keamanan yang lemah, kurangnya pengawasan dan jarak SPBU yang jauh, dianggap sebagai kesempatan bagi si pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi. 4. Faktor Kurangnya Pengawasan Dari Pihak Berwenang Kurangnya pengawasan secara rutin, ketat, dan maksimal menjadi penyebab pelaku melakukan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Kabupaten Lampung Utara, karena secara tak langsung kurangnya pengawasan dapat membuka dan memberikan jalan atau celah bagi para pelaku untuk terus melakukan kejahatan ini secara berulang-ulang tanpa khawatir tindakannya tersebut mendapat teguran
atau sanksi yang tegas. Menurut penulis, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang baik antara pihak-pihak terkait seperti Pertamina dan Kepolisian khususnya, agar pengawasan tersebut berjalan dengan baik dan diterapkan secara maksimal. Berdasarkan uraian diatas, dalam kasus penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara dikarenakan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor individu dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor ekonomi, faktor agama , faktor kesempatan, dan faktor kurangnya pengawasan dari pihak berwenang. B. Upaya Penanggulangan Terhadap Kejahatan Penimbunan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara Upaya penanggulangan kejahatan/ tindak pidana seperti yang dijelaskan Barda Nawawi Arief yang mengutip dari G. P Hoefnagels, yang pertama yaitu penerapan hukum pidana atau criminal law punishment. Penanggulangan dengan penerapan hukum pidana yang dimaksud ialah dengan cara Penal(represif) setelah terjadinya kejahatan tersebut. Penanggulangan kejahatan juga dapat dilakukan secara Non Penal(preventif), dengan cara mencegah tanpa pidana yang juga dikenal dengan prevention without punishment.23 1. Upaya Non Penal (Preventif) Upaya penanggulangan (pencegahan) misalnya penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan jiwa masyarakat melalui 23
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakkan dan Pengembangan Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005,hlm 40.
pendidikan moral, agama dan sebagainya. Usaha-usaha ini dapat meliputi bidang yang sangat luas di seluruh sektor kebijakan sosial. 2. Upaya Penal (Refresif) Usaha yang dilakukan untuk menghadapi pelaku kejahatan seperti dengan pemberian sanksi berupa pidana, pencegahan serta perlindungan sosial. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, upaya penanggulangan terhadap kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Kabupaten Lampung Utara dapat dilakukan dengan upaya Non Penal(preventif) dan Penal (represif), sebagai berikut : a. Upaya Non Penal (preventif) Melalui upaya yang bersifatpreventif (pencegahan/ penangkalan/ pengendalian) upaya ini meliputi bidang-bidang yang sangat luas diseluruh sektor kebijakan sosial yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi sosial tertentu secara tidak langsung mempengaruhi preventif 24 terhadap kejahatan. Berdasarkan wawancara penulis, menurut Miryanto25, upaya penanggulangan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara adalah dengan melakukan pengawasan, melakukan operasi rutin oleh aparat, dan perlunya kerjasama antara polisi dengan pihak pertamina dan SPBU itu sendiri. Menurutnya ketiga upaya tersebut dapat dilakukan guna mencegah atau setidaknya mengurangi kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi timbul, pengawasan dan kerjasama yang baik antara pihak terkait menjadi kunci vital untuk mencegah terjadinya kejahatan tersebut, perlu
dilakukan koordinasi yang baik guna untuk mendukung upaya preventif ini. Supriyanto Husin menambahkan 26, upaya penanggulangan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara yang dapat dilakukan pihak kepolisian adalah dengan melakukan operasi gabungan dan pemantauan kepada SPBU, melakukan penjagaan di SPBU dan melakukan patroli dapat menjadi upaya preventif guna mencegah oknum-oknum tersebut melakukan tindakan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi seperti mengisi melebihi batas maksimal, mengisi berulang kali, dan yang paling umum memodifikasi tank kendaraan.Saat ini yang menjadi kendala menurutnya adalah kurangnya personil dilapangan yang dapat bertugas dan turun langsung dalam pengawasan dan jarak SPBU yang jauh, kurangnya jumlah personil dan jarak SPBU yang jauh tersebut menurutnya menjadi penyebab pengawasan dan patroli tidak optimal. Upaya pencegahan lain yang dapat dilakukan menurutnya ialah dengan kerjasama pihak kepolisian menghimbau kepada petugas SPBU maupun masyarakat yang melihat keanehan dalam pengisian bahan bakar minyak dan diduga melakukan penimbunan atau penyalahgunaan bahan bakar minyak untuk segera menghubungi pihak yang berwajib, jika dalam kondisi tersebut tidak ada aparat yang bertugas mengawasi. Lebih lanjut dengan adanya kerjasama yang melibatkan masyarakat dan juga petugas SPBU, pengawasan akan tetap berjalan kondusif, aman, dan lancaar meskipun petugas atau aparat tidak sedang berjaga dilokasi. Selanjutnya berdasarkan dengan Diah Gustiniati penanggulangan kejahatan bahan bakar minyak 26
24
Ibid,hlm 40. 25 Hasil wawancara dengan Miryanto tanggal 10 Agustus 2016 pukul 14.00 Wib.
wawancara , upaya penimbunan bersubsidi 27
Hasil wawancara dengan Supriyanto Husin tanggal 15 Agustus 2016 pukul 09.00 Wib. 27 Hasil wawancara dengan Diah Gustiniati tanggal 31 Agustus 2016 pukul 13.30 Wib.
menurutnya adalah dengan dilakukannya upaya sosialisasi kemasyarakat akan peraturan yang mengatur penimbunan bahan bakar minyak, dan juga dengan melakukan kerjasama yang melibatkan masyarakat, menurutnya upaya preventif diatas merupakan beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi terjadinya kejahatan penimbunan bahan bakar minyak. Terdapat kesamaan pendapat dari hasil wawancara tentang upaya penanggulangan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi, yaitu perlunya upaya pengawasan. Penanggulangan kejahatan dalam hal pengawasan merupakan hal yang utama dan mendasar dari berbagai upaya preventif yang bisa dilakukan, perlunya kerjasama dan komunikasi yang baik antar pihak terkait diharapkan dapat mencegah atau setidaknya mengurangi terjadinya kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi. Berdasarkan uraian diatas, penulis menilai bahwa upaya penanggulangan melalui upaya preventif merupakan kebijakan yang strategis dalam hal upaya penanggulangan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi. Hal itu dikarenakan tujuan dari upaya preventif ini yaitu lebih bersifat mencegah agar perbuatan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi tidak terjadi atau setidaknya mengurangi angka kejahatan tersebut. Maka mengedepankan upaya preventif dalam upaya penanggulangan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi merupakan upaya yang efektif. b. Upaya Penal (Represif) Selain upaya preventif diatas, juga diperlukan upaya refresif sebagai bentuk dari upaya penanggulangan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara. Penanggulangan yang dilakukan secara refresif adalah upaya yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum, berupa penjatuhan atau pemberian sanksi pidana kepada pelaku kejahatan, dalam hal ini dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan. Refresif sebagai upaya penegakan hukum terhadap gangguan nyata atau ancaman berupa penindakan, pemberantasan, penumpasan sessudah kejahatan terjadi atau 28 pelanggaran hukum. Berdasarkan wawancara dengan 29 Supriyanto Husin ,apabila upaya preventif telah dilakukan namun kejahatan penimbunan bahan bakar minyak ini masih banyak yang terjadi, maka upaya refresif lah yang harus dijalankan secara tegas sebagai cara terakhir untuk menaggulangi kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi. Lebih lanjut, beliau menambahkan upaya refresif penanggulangan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Kabupaten Lampung Utara dengan cara penjatuhan sanksi pidana. Penerapan pidana kepada pelaku kejahatan diharapkan dapat memberikan pencegahan kepada para pelaku lain dan masyarakat secara umum untuk berfikir kembali untuk melakukan suatu kejahatan, menurutnya, upaya refresif atau penindakan yang dapat dilakukan oleh pihak kepolisian ialah menerima dan mengambil tindakan terhadap laporan atau pengaduan tentang penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi. Berdasarkan wawancara dengan Diah Gustiniati 30, menyatakan bahwa upaya refresif penanggulangan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi yaitu dengan pemberian sanksi jika upaya preventif tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut, upaya pencegahan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejahatan ini ialah dengan memberikan sosialisasi terhadap 28
Op Cit, hlm 40. Hasil wawancara dengan Supriyanto Husin tanggal 15 Agustus 2016 pukul 09.00 Wib. 30 Hasil wawancara dengan Diah Gustiniati tanggal 31 Agustus 2016 pukul 13.30 Wib. 29
masyarakat khususnya pelaku usaha agar tidak menimbun bahan bakar minyak bersubsidi, dan peringatan serta sanksi tegas yang akan diterima oleh pelaku apabila tertangkap tangan sedang menjalankan aksi tersebut. Lebih lanjut Miryanto memaparkan 31, sanksi pidana yang dapat dijatuhkan oleh hakim kepada para pelaku penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi ini diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, ketentuan pidana dalam undang-undang diatas diatur dalam pasal 53 Undangundang Minyak dan Gas Bumi yaitu sebagai berikut : Pasal 53 UU No.22 Tahun 2001 Setiap orang yang melakukan: a. Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha pengelolaan dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). b. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp.40.000.000.000,00 (empat puluh milyar rupiah). c. Penyimpanan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp.30.000.000.000,00 (tiga puluh milyar rupiah). d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa izin usaha niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp.30.000.000.000,00 (tiga puluh milyar rupiah).
31
Hasil wawancara dengan Miryanto tanggal 10 Agustus 2016 pukul 14.00 Wib.
Berdasarkan pertimbangan hakim pada nomor putusan Nomor : 333/ Pid.Sus/2013/PN.KB. putusan majelis hakim menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa yang berinisial N.A yaitu dengan pidana penjara 7 (tujuh) bulan dan denda Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan hukuman pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Majelis hakim mengungkapkan bahwa putusan tersebut telah sesuai dengan Pasal 53 Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Penulis menganalisis bahwa upaya penanggulangan terhadap kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara dilakukan upaya secara Non Penal (preventif) dan Penal (represif): Upaya-upaya penaggulangan yang ada sudah cukup baik. Penulis sependapat bahwasanya upaya penanggulangan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara melalui upaya preventif dapat dilakukan dengan ditingkatkan nya pengamanan dan pengawasan, melakukan operasi rutin dan pemantauan terhadap SPBU, lalu perlunya kerjasama dan partisipasi masyarakat, sosialisasi pentingnya distribusi bahan bakar minyak tepat sasaran, serta himbauan sanksi tegas terhadap pelaku. Upaya refresif sebagai bentuk pengendalian terhadap kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi, upaya ini sebagai upaya terakhir dengan cara menindak secara langsung terhadap para pelaku suatu tindak kejahatan yang diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku sehingga pelaku tidak mengulangi perbuatannya lagi. Berdasarkan hasil wawancara dengan para narasumber, penulis merangkum bahwa upaya tindakan preventif dan refresif
sebagai upaya penanggulangan kejahatan merupakan suatu tindakan yang tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi. Menyikapi masalah kejahatan ini, penulis cenderung lebih menekankan pada tindakan atau upaya preventif, karena upaya preventif mempunyai artian lebih baik mencegah dari pada mengobati, tetapi tetap harus diperhatikan pula pertimbangan lain jika memang harus diupayakan refresif jika dampak yang ditimbulkan dari penimbunan bahan bakar minyak ini merugikan negara dalam jumlah yang besar dan akibat perbuatan tersebut mengakibatkan keresahan dan kecemasan masyarakat. III. PENUTUP A. Simpulan Setelah melakukan pembahasan terhadap data yang diperoleh dalam penelitian maka sebagaimana penutupan dari pembahasan diatas permasalahan dalam skripsi ini, penulis menarik simpulan : 1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Kabupaten Lampung Utara terdapat dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern meliputi faktor individu atau faktor dari dalam diri individu tersebut, yang kedua adalah faktor psikologi. Faktor ekstern meliputi faktor ekonomi, faktor agama, faktor kesempatan, faktor kurangnya pengawasan dari pihak berwenang. 2. Upaya penanggulangan kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Lampung Utara dapat dilakukan melalui upaya Non Penal (preventif) dan Penal(represif). Upaya preventif dapat dilakukan dengan ditingkatkannya pengamanan dan pengawasan terhadap SPBU, melakukan operasi rutin dan pemantauan terhadap SPBU, kerjasama dan partisipasi masyarakat, sosialisasi pentingnya distribusi bahan bakar
minyak tepat sasaran ,serta himbauan sanksi tegas terhadap pelaku. Sedangkan upaya represif yang dapat ditempuh sebagai upaya penanggulangan terhadap kejahatan penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi dikabupaten lampung utara adalah dengan memberikan sanksi pidana atau penjatuhan pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas. B. Saran Adapun saran yang perlu diajukan penulis adalah 1.
Perlunya kerjasama pihak kepolisian menghimbau kepada petugas SPBU maupun masyarakat yang melihat keanehan dalam pengisian bahan bakar minyak dan diduga melakukan penimbunan atau penyalahgunaan bahan bakar minyak untuk segera menghubungi pihak yang berwajib , dan dilakukannya upaya sosialisasi kemasyarakat akan peraturan yang mengatur penimbunan bahan bakar minyak, pentingnya kesadaran masyarakat akan distribusi bahan bakar minyak yang tepat sasaran, serta himbauan sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan penimbunan. Serta perlu ditingkatkan kembali upaya-upaya seperti peningkatan pengawasan dan kerjasama dari pihak-pihak terkait aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan hal tersebut bertujuan demi tercapainya suasana yang aman, nyaman, kondusif.
DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi. 2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakkan dan Pengembangan Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti.
Hasil wawancara dengan Diah Gustiniati tanggal 31 Agustus 2016 pukul 13.30 Wib. Hasil
Atmasasmita, Romli. 1995.Kapita Selekta Hukum Pidana DanKriminologi. Bandung : Maju Mundur. Migas, BPH, 2005. Komoditas Bahan Bakar Minyak (BBM). Jakarta : Penerbit BPH Migas RI. Soekanto, Soerjono, Hengki Liklikuwata, Mulyana W. Kusumah. 1986. Kriminologi Suatu Pengantar. Jakarta : Ghalia Indonesia. Sri Susilo, Y, 2013.Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Perekonomian Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Baru Syani, Abdul, 1987. Sosiologis Kriminalitas. Bandung : Remaja Karya.
wawancara dengan M Indra Gunawan tanggal 09 Agustus 2016 pukul 13.00 Wib.
Hasil wawancara dengan Miryanto tanggal 10 Agustus 2016 pukul 14.00 Wib. Hasil wawancara dengan Supriyanto Husin tanggal 15 Agustus 2016 pukul 09.00 Wib. http://news.okezone.com /read/2013/06/20/340/824757/3-500liter-premium-ilegal-disita-daripenimbun, diakses selasa,03/12/2015, pukul.16.34.Wib. http://www.tribunnews.com/tag/bbmilegal, diakses jumat,21/10/2016, pukul.13.36.Wib.