ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIMPAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI TANPA IZIN (Studi Putusan No. 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk)
(Jurnal Skripsi)
Oleh YODHI ROMANSYAH NPM. 1342011173
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRAK ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIMPAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI TANPA IZIN (Studi Putusan No. 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk) Oleh Yodhi Romansyah. Erna Dewi,Dona Raisa Monica. (Email:
[email protected] ) Sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Nomor 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk, tersangka E.K.K divonis dengan mengingat Pasal 53 huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin dengan pidana penjara delapan bulan oleh hakim Pengadilan Negeri. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan: penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin adalah dengan melihat ketentuan yang dilanggar pelaku dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Melihat dari semua unsur yang didakwakan kepada terdakwa terpenuhi, maka terdakwa dianggap melakukan suatu tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak tanpa izin dan penyalahgunaan pengangkutan bahan bakar minyak. Berdasarkan perbuatannya pelaku dijatuhkan putusan dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selaama 1 (satu) tahun. Menurut penulis dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin perlu mendapat perhatian khusus, sebab akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya tersebut harus mendapatkan ganjaran yang setimpal. Putusan tersebut harus adil dan sesuai dengan akibat yang ditimbulkan.karena jika terdakwa hanya diputus oleh hakim dengan putusan minimum, terdakwa bisa saja mengulangi perbuatanya karena merasa putusan tersebut tidaksesuaidenganketentuanundang-undang yang berlaku. Kata Kunci: Penjatuhan Pidana, Bahan Bakar Minyak, Tanpa Izin
ABSTRACT AN ANALYSIS OF SENTENCING TOWARD THE SUSPECT OF ILLEGAL SUBSIDIZED FUEL HOARDING (Verdict No. 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk) By Yodhi Romansyah. Erna Dewi, Dona Raisa Monica. (Email:
[email protected] ) Following the verdict of District Court Number 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk, the suspect E.K.K is sentenced under the Article 53 letter c of Law Number 22 of 2001 on Oil and Natural Gas. The suspect is proven guilty to commit an illegal subsidized oil hoarding by a sentence of eight months of imprisonment enforced by the District Court Judge. The result of the research and discussion shows: the sentencing toward the suspect of illegal subsidized fuel hoarding is by referring to the law which is violated by the suspect in the Law Number 22 of 2001 on the Oil and Natural Gas. Seeing all elements which are indicted to the suspect is fulfilled, therefore the suspect is verdicted to commit a crime of illegally hoarding the fuel and to commit an abuse of fuel carriage. Referring to the crime committed, the suspect is sentenced by 8 (eight) months of imprisonment and a fine of Rp. 1.000.000,00 (one million rupiahs) under the consideration if the fine is not paid, it will be substituted by the imprisonment for 1 (one) year. According to the writer, the basis of judge consideration in dropping the sentence to the suspect of illegal subsidized fuel hoarding needs to have a special concern, because the impatcs from the crime committed should have an equal legal consequence. The verdict should be just and appropriate to the impacts of the crime. Because if the suspect is only sentenced by the judge in a minimum criminal verdict, the suspect could have the probability to repeat the crime because he/she assumes that the verdict is not appropriate with the existing law. Key Words: Sentencing, Fuel, Illegal
I. Pendahuluan Salah satu Perkara No. 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk, dengan terdakwa bernama Edwarly Karo-Karo anak dari Buyung Karo-Karo, 53 (lima puluh tiga) tahun. Rincian kejadian sebagai berikut, bahwa terdakwa Edwarly Karo-Karo anak dari Buyung Karo-Karo pada hari Kamis tanggal 03 Maret 2016 sekira jam 15.30 WIB, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Maret tahun 2016 atau setidaktidaknya pada tahun 2016 bertempat di Halaman Rumah terdakwa di Jalan Soekarno Hatta Lebak Haur No.10 Lk.I Rt.001, Kel. Campang Raya, Kec. Sukabumi Bandar Lampung atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang, menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi Pemerintah sebanyak 18 (delapan belas) drum berisikan minyak solar dengan kapasitas tiap drum ± 200 (dua ratus) liter. Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini memberikan dakwaan yang terdiri dari dakwaan primer dan dakwaan subsider. Dakwaan primer adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dakwaan subsider adalah Pasal 53 huruf c UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini pada pokoknya mohon agar Majelis Hakim memutuskan terdakwa Edwarly KaroKaro anak dari Buyung Karo-Karo Telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa izin menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin”
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 53 huruf c UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Edwarly Karo-Karo anak dari Buyung Karo-Karo dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) subsidiair selama 3 (tiga) bulan kurungan;Menetapkan Barang Bukti berupa: 18 (delapan belas) drum berisikan minyak solar dengan kapasitas tiap drum ± 200 (dua ratus) liter, 17 (tujuh belas) drum kosong, 33 (tiga puluh tiga) jerigen, 3 (tiga) buah selang, 1 (satu) buah corong, 1 (satu) buah liter ukuran 2 (dua) liter dirampas untuk negara;Menetapkan agar Terdakwa Edwarly Karo-Karo anak dari Buyung Karo-Karo membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu Rupiah). Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam Putusan Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk.menjatuhk an sanksi pidana terhadap terdakwa Erdwardly Karo-karo dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, yaitu mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik dalam membuatnya. Hakim yang cermat dan hati-hati dalam merumuskan putusannya tersebut akan menghasilkan putusan
yang benar-benar berlandaskan pada keadilan dan memenuhi aspek kepastian hukum. Rumusan pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas BumiyaituPasal 53 :setiap orang yang melakukan: a. Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa izin usaha pengelolahan dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), b.Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp.40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah) c. Penyimpanan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 tanpaizin usaha penyimpanan dipidana dengan pidana penjara palinglama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp.30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah). d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa izin usaha niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahundan denda paling tinggi Rp.30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah)danPasal 55:a. Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp.60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah) Unsur utama dari pasal-pasal tersebut dalam kaitan dengan penyalahgunaan bahan bakar minyak adalah perbuatan mengangkut, menyimpan, dan menjual
tanpa izin. Sebagai aparat penegak hukum memiliki tugas untuk menindak tegas dan menegakkan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan bahan bakar minyak, khususnya hakim yang bertugas dalam menjatuhkan vonis pidana terhadap pelaku tindak pidana sesuai dengan perbuatan pidana serta kerugian akibat perbuatannya tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimanakah penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin?sertaApakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana dalam perkara No. 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk tentang tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin? Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri TanjungKarang, Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung serta Dosen padabagian Hukum Pidana Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Selanjutnya dianalisis secara kualitatif. II. Pembahasan A. Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin dalam Putusan Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk Pemidanaan adalah bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana yang didasarkan pada kemampuan bertanggungjawab di
mana setiap orang akan dimintakan pertanggungjawabannya di depan hukum atas apa yang telah dilakukan. Dalam hal ini tidak semua orang dapat menjadi subyek hukum pidana, karena yang hanya dapat menjadi subyek hukum adalah dengan syarat orang tersebut harus cakap dalam melakukan perbuatan melawan hukum dengan pengertian lain mampu membedakan mana yang baik dan yang tidak baik, termasuk dalam tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin dalam Putusan Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk. Menurut pandangan modern, prevensi sebagai tujuan dari pidana adalah merupakan sasaran utama yang akan dicapai sebab itu tujuan pidana dimaksudkan untuk kepembinaan atau perawatan bagi terpidana, artinya dengan penjatuhan pidana itu terpidana harus dibina sehingga setelah selesai menjalani pidananya, ia akan menjadi orang yang lebih baik dari sebelum menjalani pidana.1 Menurut Hasmy, kasus menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin dalam putusan No. 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk yang dilakukan terdakwa adalah suatu perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum, sehingga pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan mendapatkan sanksi yang setimpal dengan perbuatannya. Yang bisa menilai putusan tersebut adil atau tidak dimasyarakat adalah masyarakat itu sendiri, karena hakim jika telah memutus 1
Djoko Prakoso, Hukum Penitensir Di Indonesia, Armico, Bandung, 1988, hlm.20.
suatu perkara memiliki keyakinan bahwa apa yang telah diputuskan merupakan hasil dari pertimbangan hakim dalam hal yang meringankan terdakwa dan hal yang memberatkan terdakwa.2 Menurut Tri Wahyu Pratekta, dalam menjatuhkan pidana, Penuntut Umum dan Hakim melihat ketentuan-ketentuan apa yang dilanggar oleh terdakwa dan melihat fakta-fakta dalam persidangan. Dalam hal ini terdakwa melanggar ketentuan Pasal 53 huruf c UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Adapun fakta-fakta dalam persidangan yaitu yang ada di dalam diri terdakwa maupun disekitar terdakwa.3 Tri Wahyu Pratekta menambahkan bahwa dalam menjatuhkan pidana ada tiga golongan utama teori untuk membenarkan pelaku dapat dijatuhkan pidana, yaitu Teori Absolut atau teori pembalasan, Teori Relatif atau tujuan dan Teori gabungan. Penjatuhan pidana semata-mata karena seseorang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan. Adapun yang menjadi dasar pembenarannya dari penjatuhan pidana itu terletak pada adanya kejahatan itu sendiri, oleh karena itu pidana mempunyai fungsi untuk menghilangkan kejahatan tersebut. Dalam hal ini pelaku tindak pidana tanpa 2
Hasil wawancara dengan Hasmy. Hakim Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang. Senin 28 November 2016. 3 Hasil wawancara dengan Tri Wahyu Pratekta. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Senin 28 November 2016.
izin menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin dalam Perkara Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016.PN.Tjk dijatuhkan pidana oleh hakim jika dilihat dari teori absolute pelaku yang telah melakukan tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin dijatuhkan pidana sebagai pembalasan dengan apa yang telah dilakukan pelaku. Teori relative atau tujuan menyatakan bahwa penjatuhan pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu dalam Perkara Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk jika dilihat dari teori ini terdakwa divonis dengan tujuan agar terdakwa nantinya harus dibina hingga selesai menjalani pidananya, sehingga ia akan menjadi orang yang lebih baik dari sebelum menjalani pidana. Selain teori absolute dan teori relative, juga ada teori ketiga yaitu teori gabungan. Teori ini muncul sebagai reaksi dari teori sebelumnya yang kurang dapat menjawab mengenai tujuan pemidanaan. Dalam Perkara Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk pelaku tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin menurut teori ini adalah disamping penjatuhan pidana itu harus membuat jera, juga memberikan perlindungan serta pendidikan terhadap masyarakat dan terpidana. Menurut Tri Wahyu Pratekta, dalam Perkara Nomor: 515/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk teori yang
dipakai dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa adalah teori gabungan. Karena pemidanaan merupakan pembalasan terhadap kesalahan yang telah dilakukan, sedangkan berat ringannya pemidanaan harus sesuai dengan justice absolute (keadilan yang mutlak) yang tidak melebihi justice social (keadilan yang dikehendaki oleh masyarakat) dengan tujuan yang hendak diraih berupa efek jera bagi pelaku tindak pidana tanpa izin menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin dan juga harus memberikan perlindungan serta pendidikan terhadap masyarakat dan terpidana.4 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam Putusan Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa Erdwardly Karo-karo dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, yaitu mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik dalam membuatnya. Hakim yang cermat dan hati-hati dalam merumuskan putusannya tersebut akan menghasilkan putusan yang benar-benar berlandaskan pada keadilan dan memenuhi aspek kepastian hukum. 4
Hasil wawancara dengan Tri Wahyu Pratekta. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Senin 28 November 2016.
Menurut Hasmy, dalam menjatuhkan pidana Hakim tidak melulu melihat apa yang didakwakan oleh Penuntut Umum saja, tetapi hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan hal yang memberatkan terdakwa. Dalam perkara Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk terdakwa divonis hakim pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000,00 dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana penjara selama 1 (satu) tahun telah melihat apaa ketentuan dalam udang-undang yang telah dilanggar oleh terdakwa.5 Menurut Nikmah pemidanaan yaitu:
Rosidah,
tujuan
1) Memberikan efek penjeraan dan penangkalan. Penjeraan berarti menjauhkan si terpidana dari kemungkinan mengulangi kejahatan yang sama, sedangkan tujuan sebagai penangkal berarti di pemidanaan berfungsi sebagai contoh yang mengingatkan dan menakutkan bagi penjahat-penjahat potensial dalam masyarakat; 2) Pemidanaan sebagai rehabilitasi. Teori tujuan mengganggap pemidanaan untuk jalan mencapai reformasi atau rehabilitasi pada si terpidana. Ciri khas dari pandangan tersebut adalah pemidanaan merupakan proses pengobatan sosial dan moral bagi seorang terpidana agar kembali berintegrasi dalam masyarakat secara wajar; Pemidanaan sebagai wahana pendidikan moral, atau merupakan 5
Hasil wawancara dengan Hasmy. Hakim Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang. Senin 28 November 2016.
proses reformasi. Karena itu dalam proses pemidanaan, si terpidana dibantu untuk menyadari dan mengakui kesalahan yang dituduhkan kepadanya.6 Sesuai dengan uraian di atas, menurut penulisdalam memutus Putusan Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk, terdakwa dijatuhi pidana oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000,00denganketentuanjikadendati dakdibayarmakadigantidenganpidanapen jaraselama 1 (satu) tahun. Putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa sudah memenuhi ketentuan dalam Pasal 53 huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.Penulismenyimpulkanbahwadalam penjatuhanpidanadisampingmembuatefe kjera, jugaharusmemberikanperlindunganserta pendidikanterhadapmasyarakatdanterpid ana. Sanksi pidana diberikan seharusnya sesuai dengan berat dan ringannya kesalahan yang dilakukan, karena jika terdakwa hanya diputus oleh hakim dengan putusan ringan, terdakwa bisa saja mengulangi perbuatanya karena merasa putusan tersebut ringan saja dan tujuan pemidanaan menjadi tidak terpenuhi karena putusan hakim terlalu ringan bagi terdakwa dimana tujuan pemidanaan adalah memberi efek jera bagi pelaku tindak pidana dan memberikan perlindungan serta pendidikan terhadap masyarakat dan terpidana.
6
Hasil wawancara dengan Nikmah Rosidah. Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Kamis 1 Desember 2016.
Majelis Hakim seharusnya dapat menjatuhkan sanski pidana yang maksimal, karena tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin merupakan kejahatan sudah seharusnya penanganan perkaranya dilakukan secara maksimal, karena fakta yang terjadi dimasyarakat bahwa sudah banyak sekali terjadi tindak pidana yang berhubungaan dengan bahan bakar minyak karena bahan bakar minyak merupakan kebutuhan pokok seharihari masyaraakat. Pemberian sanksi pidana yang maksimal dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin di masyarakat. B. Dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin dalam perkara No. 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk Hakim dalam menjatuhkan suatu putusan harus memperhatikan aspekaspek yuridis dan non yuridis sebagai bahan pertimbangan hakim dalam pembuatan suatu keputusan. Khususnya yang berhubungan dengan pertanggungjawaban pidana, jenis pidana dan berat ringannya pidana yang dijatuhkan. Aspek yuridis merupakan aspek yang pertama dan utama dengan berpatokan kepada undang-undang yang berlaku sedangkan aspek non yuridis mencakup aspek filosofis dan aspek sosiologis, aspek filosofis berintikan pada kebenaran dan keadilan, sedangkan aspek sosiologis mempertimbangkan tata
nilai budaya masyarakat.7
yang
hidup
dalam
Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim akan menilai dengan arif dan bijaksana serta penuh kecermatan kekuatan pembuktian dari pemeriksaan dan kesaksian dalam sidang pengadilan (Pasal 188 ayat (3) KUHAP), setelah itu hakim akan mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan yang didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan sidang. Jika dalam musyawarah tersebut tidak mencapai mufakat, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak, apabila tidak juga terdapat kesepakatan, putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.8 Perihal putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan demikian dapat disimpulkan lebih jauh bahwasannnya putusan hakim di satu pihak berguna bagi terdakwa guna memperoleh kepastian hukum tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut dalam arti dapat berupa menerima putusan, melakukan upaya hukum verzet, banding, atau kasasi, melakukan grasi, dsb.9 Pasal 183 KUHAP menyebutkan, seorang hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila 7
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 103 8 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, hlm. 56. 9 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007, hlm.152-153
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Alat bukti sah yang dimaksud diatur pada Pasal 184 KUHAP, yaitu : a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan. Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini memberikan dakwaan yang terdiri dari dakwaan primer dan dakwaan subsider. Dakwaan primer adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dakwaan subsider adalah Pasal 53 huruf c UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini pada pokoknya mohon agar Majelis Hakim memutuskan sebagai berikut: 1. Menyatakan terdakwa Edwarly Karo-Karo anak dari Buyung KaroKaro Telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa izin menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 53 huruf c UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Edwarly Karo-Karo anak dari Buyung Karo-Karo dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah
terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) subsidiair selama 3 (tiga) bulan kurungan; 3. Menetapkan Barang Bukti berupa: 18 (delapan belas) drum berisikan minyak solar dengan kapasitas tiap drum ± 200 (dua ratus) liter, 17 (tujuh belas) drum kosong, 33 (tiga puluh tiga) jerigen, 3 (tiga) buah selang, 1 (satu) buah corong, 1 (satu) buah liter ukuran 2 (dua) liter dirampas untuk negara; 4. Menetapkan agar Terdakwa Edwarly Karo-Karo anak dari Buyung KaroKaro membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu Rupiah). Berdasarkan dasar pertimbangan hakim seperti yang tertera dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Berdasarkan ketentuan ini maka dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan setimpal atau adil sesuai kesalahannya. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin yang merugikan banyak pihak perlu mendapat perhatian khusus, sebab akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya tersebut harus mendapat ganjaran yang setimpal. Menurut Tri Wahyu Pratekta, mengenai pertimbangan hakum oleh Hakim dalam menjatuhkan pidana, Hakim dihadapkan pada suatu perkara juga
mempertimbangkan faktor-faktor yang memberatkan dan meringankan dalam diri maupun diluar terdakwa. Faktorfaktor tersebut adalah faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yaitu yang terdapat dalam diri terdakwa sedangkan faktor ekstern yaitu apa yang terjadi dalam persidangan.10 Pertimbangan hukum oleh Hakim menurut hasil wawancara dengan Hasmy, menerangkan bahwa Hakim dalam memutuskan perkara Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk telah memperhatikan dakwaan jaksa dalam hal ini lamanya pidana yang diancamkan memang lebih rendah dari dakwaan jaksa karena dalam perkara ini kedudukan hakim berada di tengahtengah yakni melihat kepentingan dari terdakwa yang merupakan seorang tulang punggung dari keluarganya dan terdakwa melakukan tindak pidana tersebut dikarenakan masalah ekonomi. Hakim juga mempertimbangkan hal yang meringankaan dan memberatkan terdakwa.11 III. Penutup Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: 1. Putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin dalam Putusan Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk divonis dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda 10
Hasil wawancara dengan Tri Wahyu Pratekta. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Senin 28 November 2016. 11 Hasil wawancara dengan Hasmy. Hakim Pengadilan Negeri Klas I A Tanjung Karang. Senin 28 November 2016.
sebesar Rp. 1.000.000,00 dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Penjatuhan pidana bagi pelaku tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin disamping membuat jera, juga harus memberikan perlindungan serta pendidikan terhadap masyarakat dan terpidana, ini sesuai dengan teori pembuktian yang dianut KUHP yaitu teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif. Sanksi pidana diberikan seharusnya sesuai dengan berat dan ringannya kesalahan yang dilakukan dan harus mengacu dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang, karena jika terdakwa hanya diputus oleh hakim dengan putusan ringan, terdakwa bisa saja mengulangi perbuatanya karena merasa putusan tersebut ringan saja dan bertolak belakang dengan tujuan pemidanaan yaitu disamping memberi efek jera kepada pelaku tindak pidana tetapi juga memberi edukasi kepada masyarakat agar tidak melakukan tindak pidana. 2. Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana dalam Perkara Nomor: 516/Pid.Sus.LH/2016/PN.Tjk tentang tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin yaitu berdasarkan teori pertimbangan hakim yaitu hakim dalam menjatuhkan pidana mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara dan peraturan perundangundangan yang relevan dengan pokok perkara. Pertimbangan hakim juga harus bertujuan untuk menegakkan hukum dan memberikan
keadilan bagi para pihak. Berdasarkan perbuatan pelaku dijatuhkan putusan dengan penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda Rp. 1.000.000,00.Pertimbangan majelis hakim juga memperhatikan aspek yuridis dan aspek non yuridis. Aspek yuridis berdasarkan pada dakwaan jaksa dengan menggunakan pasal yang lebih mendekati pembuktiannya, yaitu Pasal 53 huruf c UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Sedangkan aspek non yuridis yaitu akibat perbuatan pelaku meresahkan dan merugikan masyarakat, terdapatnya barang bukti, fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan keterangan saksi-saksi yang dapat meyakinkan hakim untuk menjatuhkan putusan pemidanaan kepada terdakwa. Saran dalam penelitian ini adalah: Majelis hakim dalam menangani suatu perkara di masa yang akan datang diharapkan untuk lebih konsisten mengemban amanat sebagai hakim, dengan cara lebih cermat dan tepat dalam menjatuhkan putusan terhadap
pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam terjadinya atau mempermudah terlaksananya tindak pidana tersebut sesuai dengan berat atau ringannya kesalahan yang dilakukan oleh pelaku. Hakim diharapkan untuk lebih memaksimalkan sanksi pidana yang akan dijatuhkan sesuai dengan UndangUndang, mengingat tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin merupakan kejahatan sudah seharusnya penanganan perkaranya lebih diperketat, karena fakta yang terjadi dimasyarakat bahwa sudah banyak sekali terjadi tindak pidana yang berhubungaan dengan bahan bakar minyak karena bahan bakar minyak merupakan kebutuhan pokok seharihari masyaraakat. Pemberian sanksi pidana yang maksimal dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana menyimpan bahan bakar minyak bersubsidi tanpa izin di masyarakat.
Daftar Pustaka Mulyadi, Lilik, 2007, HukumAcaraPidana, Bandung: Citra Aditya Bakti. Kartanegara Satochid, Hukum Pidana Bagian Satu, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa. Prakoso Djoko, 1988, Hukum Penitensir Di Indonesia, Bandung: Armico Rifa’i, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif. Jakarta: Sinar Grafika.