ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM JABATAN PEMERINTAHAN DI BANDAR LAMPUNG (Jurnal)
Oleh: INDAH NURFITRIA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM JABATAN PEMERINTAHAN DI BANDAR LAMPUNG Indah Nurfitria, Maroni, Rini Fathonah email: (
[email protected]) Abstrak Korupsi merupakan salah satu kejahatan jenis white collar crime atau kejahatan kerah putih dimana kasus korupsi dilakukan oleh aparatur negara baik pegawai negeri ataupun pejabat negara menunjukan bahwa sudah tidak hanya kemiskinan saja yang menjadi penyebab timbulnya kejahatan, melainkan faktor kemakmuran karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan. Permasalahan dalam skripsi ini adalah apa sajakah faktor penyebab tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dan bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pemerintahan di bandar lampung. Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, faktor penyebab tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pemerintahan di bandar lampung, terdiri atas dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern(berasal dari dalam diri manusia), yaitu faktor kepribadian (sifat tamak) sedangkan faktor ekstern yaitu faktor kesempatan, faktor ekonomi (gaya hidup konsumtif), faktor agama dan faktor jabatan. Upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan adalah tindakan preventif dengan cara meningkatan pengawasan terhadap para aparatur negara. Upaya penanggulangan dengan melalui cara penal yaitu pemberian sanksi pidana sesuai Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kata kunci: Kriminologis, Korupsi, Jabatan
CRIMINOLOGICAL ANALYSIS OF CORRUPTION CRIMINAL ABUSE OF AUTHORITY IN GOVERNMENT POSITIONS IN THE LAMPUNG Indah Nurfitria, Maroni, Rini Fathonah email: (
[email protected])
Abstract Corruption is one kind of white collar crime or white collar crimes in which corruption is done by the state apparatus either civil servants or state officials which indicate that it is not only poverty are the underlying causes of crime, but rather a factor of prosperity for transport in terms of moral corruption, the nature and circumstances of the foul, positions in agencies or goverment officials, abuse of power in office. Problems in this thesis is what are the causes of corruption and abuse of power in office how reduction of corruption abuse of authority in goverment positions in the city lampung. Approach to the problem which is used to answer the above questions is normative juridical approach and empirical juridical approach, based on the results of research and discussion, the causes of corruption abuse of authority in goverment positions in the city lampung, consists of two factors, namely internal factors and factors external. Internal factors (derived from in man), namely the personality factor (covetousness), whlie exeternal factors that chance factors, economic factors (consumer lifestyle), religious factors and factors office. Efforts to reduce corruption abuse of power in office of preventive action by increasing oversight of the state apparatus. Prevention efforts through penal means that criminal sanctions in accordance with law No. 31 of 1999 in conjunction with law No. 20 of 2001 on the eradication of corruption. Keywords: criminological, corruption, position
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi merupakan salah satu dari sekian istilah yang kini telah akrab ditelinga masyarakat Indonesia, hampir setiap hari media massa memberitakan berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh aparatur negara baik pegawai negeri ataupun pejabat negara. Dalam kepustakaan kriminologi, korupsi merupakan salah satu kejahatan jenis white collar crime atau kejahatan kerah putih. Akrabnya istilah korupsi dikalangan masyarakat telah menunjukkan tumbuh suburnya perhatian masyarakat terhadap korupsi, kejahatan kerah putih mampu menarik perhatian masyarakat karena para pelakunya adalah orang-orang yang dipersepsikan oleh masyarakat sebagai orang-orang terkenal atau cukup terpandang namun merekalah yang membuat kemiskinan di dalam masyarakat.1 Timbulnya kejahatan sejenis seperti ini menunjukan bahwa sudah tidak hanya kemiskinan saja yang menjadi penyebab timbulnya kejahatan, melainkan faktor kemakmuran dan kemewahan merupakan faktor pendorong orang-orang melakukan kejahatan.2
Membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan kedalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya. 3 Korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime),tidak saja karena modus dan teknik yang sistematis, akibat yang ditimbulkan kejahatan korupsi bersifat pararel dan merusak seluruh sistem kehidupan, baik dalam ekonomi, politik, sosial-budaya dan bahkan sampai pada kerusakan moral serta mental masyarakat.4Rusaknya sistem kehidupan ekonomi sehingga merugikan negara, yang dapat mengganggu perekonomian negara. Definisi negara disini tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut Pemerintah Daerah, hal ini terjadi karena memang tidak dapat dipungkiri, bahwa kekuasaan baik di pusat maupun di daerah memang cendrung lebih mudah untuk korup (Power tends to Corup).5 3
1
Teguh Sulista dan Aria Zurnetti, Hukum Pidana: Horizon Baru Pasca Reformasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011,hlm.63. 2 J.E. Sahetapy, Kapita Selekta Kriminologi, Alumni, Bandung, 1979, hlm.68-69.
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Sinar grafika, Jakarta,2007, hlm.9. 4 Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi, Alumni, Bandung,2010, hlm.111. 5 Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek
Pernyataan contoh kasus tindak pidana korupsi, adalah Kasus Korupsi yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil Dinas Kesehatan Kota Bandar Lamping yaitu Drs Suwondo, 49 tahun yang telah divonis 4 (empat) tahun penjara dan denda sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) putusan ini diadili oleh majelis hakim ketua Poltak sitorus dengan melanggar Pasal 3 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi. Nomor putusan34/Pid.Sus.TPK/2014/PN.Tkj Kasus tersebut bermula ketika Suwondo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan pengadaan Alkes tahun 2012, Terdakwa selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berkerja sama dengan Muhammad Noor yang mejabat sebagai Ketua Panitia Pelalangan dalam pengadaan Alkes, Kusnadi Guliling, dan Lukman (kecuali Kusnadi yang telah meningal, didakwa terhadap kasus yang sama dengan berkas terpisah). Mereka merekayasa proses lelang pengadaan barang alat-alat kesehatan (Alkes) dan KB RSUD A Dadi Tjokrodipo Tahun Anggaran 2012. Modusnya dengan mengatur penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tidak berdasarkan data harga pasar setempat, sehingga lebih tinggi dari harga pasar. Terdakwa juga mengatur penyusunan spesifikasi Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2004, hlm.75.
teknis sehingga mengarah kepada merk tertentu. Terdakwa juga bersekongkol dengan penyedia barang untuk mengatur harga penawaran di luar prosedur. Terdakwa juga mengatur proses pelelangan sedemikian rupa hingga menentukan pemenang pelelangan pelaksanaan pengadaan barang alat kesehatan dan KB RSUD A Dadi Tjokrodipo tahun anggaran 2012. Contoh kasus lain adalah Rika Aprilia Pegawai Negeri Sipil, 35 tahun dijatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) subsidair selama 3 bulan kurungan putusan ini diadili oleh hakim ketua Nursiah Sianipar dengan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Nomor putusan 32/PID.TPK/2014/PN.TJK. Kasus tersebut bermula ketika Rika Aprilia selaku Bendahara Khusus Penerimaan pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung tidak menyetorkan sebagian uang setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), uang tersebut sebagian telah digunakan
terdakwa untuk kepentingan pribadi sehingga untuk menutupi, seolaholah uang tersebut telah disetorkan ke kas negara. Maka, terdakwa membuat stempel palsu Bank Bukopin dan membuat Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) palsu dengan memalsukan tanda tangan teller penerima yaitu saksi Hana. Untuk menyakinkan bahwa uang tersebut telah disetorkan ke kas negara, terdakwa menyerahkan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) lembar ke lima yang telah ditandatanggani dan di cap/stempel Bank Bukopin. Selain itu juga terdakwa juga menginput data setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (SAKPA) seolah-olah uang tersebut telah diserahkan.6 Beberapa pernyataan kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa korupsi tidak lain adalah menyalahgunakan jabatan, kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum sehingga dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pengertian korupsi diatas sesuai dengan isi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatakan: Setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi diatas menyiratkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi harus memangku suatu jabatan atau kedudukan. Kemudian jabatan atau kedudukan tersebut secara otomatis mempunyai wewenang. Dengan demikian penyalahgunaan wewenang, kesempatan dan sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan tersebut menggunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang melekat pada jabatan atau kedudukan yang diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk tujuan lain dari maksud diberikannya kewenangan, kesempatan atau sarana tersebut.7 Masyarakat yang baik dimasa akan datang tergantung dari pemimpin yang baik dan jujur. Pemimpin yang
6
http://infokorupsi.com/id/geokorupsi.php?ac=148&I=kota-bandarlampung, diakses melalui internet pada tanggal 10 november 2014, pukul 22.10 wib.
7
E. Setiadi, Kriminalisasi Kebijakan dan Bekerjanya Hukum Pidana, Univeristas Islaam Bandung, Bandung, 2010, hlm.4.
baik dan jujur dapat menunjang masyarakat yang lebih sejahtera. Oleh karena itu permasalahan perilaku tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan harus mendapat perhatian demi terbentuknya masyarakat yang lebih sejahtera. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Apakah yang menjadi faktor penyebab tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dan (2) bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pemerintahan di bandar lampung. C. Metode Penelitian Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu Pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Data-data tersebut lalu dilakukan pengolahan melalui tahap editing, evaluasi, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah tersebut kemudian disajikan dalam bentuk uraian, yang lalu diinterpretasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif. II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Korupsi
Penyalahgunaan Wewenang dalam Jabatan Pemerintahan di Bandar Lampung Kejahatan merupakan perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari Undang-undang yang dapat merugikan orang lain sehingga menimbulkan dampak negatif bagi keseimbangan, ketentraman dan ketertiban, penulis menggunakan teori yaitu : Teori Differential Association teori ini mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan. Perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui pergaulan yang akrab. 8 Menurut Supriyadi Maliki berdasarkan hasil wawancara dengan penulis9,beliau menyatakan faktor penyebab tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan adalah tempat atau lingkungan sosial dari pelaku yang mempengaruhi tingkah laku kejahatan. Apabila lingkungan sosialnya buruk tentu akan mempengaruhi seseorang berperilaku buruk pula seperti contohnya kejahatan korupsi yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja karena adanya kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok yang menjadi alasan untuk melakukan korupsi. Menurut penulis berdasarkan hasil wawancara diatas, penulis 8
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT Refika Aditama, 2010, hlm. 23-49. 9 Berdasarkan hasil wawancara dengan Supriadi Maliki, tanggal 15 Januari 2015 Pukul 15.10
sependapat bahwasanya faktor penyebab tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabataan sesuai dengan teori differential association bahwa para pelaku melakukan kejahatan, tetapi bukan merupakan kelanjutan dari kenakalan yang pernah dilakukan pada masa anak atau remaja. Teori ini menunjukan bahwa mereka berasal dari kalangan atas yang berpendidikan, yang pada dasarnya dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang tidak baik yang menimbulkan perilaku buruk bagi dirinya pula. Teori Anomi Teori Anomie : Emile Durkheim, ia menekankan mengendornya pengawasan dan pengendalian sosial yang berpengaruh terhadap terjadinya kemerosotan moral yang menyebabkan individu sukar 10 menyesuaikan diri. 11
Menurut Heni Siswanto , faktor lainnya yang menimbulkan kejahatan korupsi ini karena kejahatan ini sudah terjadi sebelumnya sehingga banyak orang yang bekerja di dalam lingkungan yang memungkinkan untuk melakukan korupsi menggangap hal itu lumrah untuk dilakukan dimana diakibatkan individu tersebut sulit menyesuaikan diri dalam pergaulan. Teori Psikoanalisa Teori psikoanalisa tentang kriminalitas menghubungkan Delinquent dan perilaku kriminal dengan suatu conscience (hati nurani) yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan
perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan si individu, dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera.12 Menurut Antonius13, beliau menambahkan faktor lainnya yaitu sifat manusia yang tidak pernah merasa cukup dalam memenuhi kehidupan hidupnya sehari-hari sehingga tetap merasa kurang atas apa yang diperolehnya yang menimbulkan sifat tamak, kerakusan, keserakahan untuk melakukan tindakan korupsi atas penyalahgunaan wewenang dalam jabatan yang dimilikinya. Selain itu moral yang kurang kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu berasal dari atasan, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu. Penulis berpendapat berdasarkan hasil narasumber di atas, bahwa faktor tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dipengaruhi oleh lemahnya kontrol diri si pelaku yang tidak dapat menahan dorongan dari dalam diri atau hawa nafsu untuk mendapatkan kekayaan dengan jalan yang cepat yang membuatnya melakukan tindakan korupsi untuk memenuhi kebutuhannya tanpa memperhatikan peraturan perundangundangan yang berlaku. Selain dari ketiga teori yang digunakan diatas, untuk mengetahui faktor yang menyebabkan tindak pidana korupsi penyalahgunaan 12
10
Romli Atmasasmita, Loc. Cit. 11 Berdasarkan hasil wawancara dengan Heni Siswanto, tanggal 9 Januari 2015 Pukul 11.35
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Loc.cit. 13 Berdasarkan hasil wawancara dengan Antonius, tanggal 13 Januari 2015 Pukul 10.18
wewenang dalam jabatan, penulis juga mengunakan hasil wawancara dengan Diah Gustiniati, yaitu :14 a. Faktor internal, seperti : sifat tamak manusia, moral yang kurang kuat menghadapi godaan. b. Faktor eksternal, seperti : kurang keterladanan dan kepemimpinan, kondisi lingkungan kerja, dan tugas jabatan, dan lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika. Berdasarkan wawancara penulis menurut Welly15 , ia menyatakan bahwa faktor penyebab tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan yaitu : a. Adanya kesempatan yang dimiliki berupa jabatan yang diperoleh pelaku dan kuranganya pemahaman administrasi dalam mejalankan perkerjaannya sehingga menimbulkan kecurangan dalam pelaksanaan pekerjaannya, b. Gaya hidup yang konsumtif, korupsi dapat didorong oleh gaya hidup yang konsumtif, misalnya demi menjaga gengsi dan gaya hidup yang tinggi, seorang pegawai melakukan korupsi untuk memperoleh apa yang diinginkannya, seorang pegawai terdorong untuk melakukan korupsi apabila ada kesempatan untuk melakukannya. c. Ajaran agama yang kurang diterapkan, Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindakan korupsi dalam bentuk apapun, situasi ini tentu menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
d. Kurang adanya sikap keteladan dari pimpinan posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Jika pemimpin tidak bisa memberikan contoh yang baik dihadapan bawahannya, maka kemungkinan besar bawahannya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya. e. Proses Penegakan hukum yang lemah, lemahnya penegakan hukum dari penjatuhan sanksi pidana belum menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi. B. Upaya Penanggulangan Terhadap Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang dalam Jabatan Pemerintahan di Bandar Lampung Upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dalam konteks kriminologis, penulis menggunakan teori penanggulangan tindak pidana, yaitu: 16 1. Upaya Preventif Yaitu upaya penanggulangan non penal (pencegahan) misalnya penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama dan sebagainya. Usaha-usaha non penal ini dapat meliputi bidang yang sangat luas di seluruh sektor kebijakan sosial. 2. Upaya Represif Usaha yang dilakukan untuk menghadapi pelaku kejahatan
14
Berdasarkan hasil wawancara dengan Diah Gustiniati, tanggal 19 Januari 2015 Pukul 09.55 15 Berdasarkan hasil wawancara dengan Welly, tanggal 12 Januari 2015 Pukul 09.38
16
Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 42.
seperti dengan pemberian sanksi berupa pidana, pencegahan serta perlindungan sosial. Berdasarkan hasil penelitian, upaya penanggulangan terhadap tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dapat dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif, sebagai berikut : 1. Upaya preventif Melalui yang bersifat preventif (pencegahan/penangkalan/pengendali an) upaya ini meliputi bidang-bidang yang sangat luas diseluruh sektor kebijakan sosial. Yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi sosial tertentu yang secara tidak langsung mempengaruhi preventif terhadap kejahatan. Berdasarkan wawancara penulis, Menurut Supriyadi Maliki, 17 upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan adalah : 1. Membangun etos pejabat dan pegawai yang baik di instansi pemerintahan tentang pemisahan yang jelas antara milik pribadi dan milik negara. Memulai dari diri sendiri untuk menghindari korupsi. Karena ini adalah cara yang sederhana tapi sulit untuk dilakukan. Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi, agar pejabat dan pegawai negeri saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
17
Berdasarkan hasil wawancara dengan Supriyadi Maliki, tanggal 15 Januari 2015 Pukul 15.10
3. Peran media untuk memobilisasi masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi juga dapat menjadi bagian dari usaha ini. 4. Dalam pembuatan kebijakan publik dan kontrol, diberikan ruang tertentu untuk partisipasi rakyat (termasuk LSM dan Pers). 5. Perlu dilakukan terus penyegaran moral dan etika aparatur pemerintah. 6. Pemantapan struktur organisasi dan mengupayakan agar segenap aparatur negara dapat memahami tugas, fungsi dan wewenang masingmasing. Selanjutnya Heni Siswanto 18 berpendapat, upaya preventif penanggulangan terhadap tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dengan unsur pidana atau sarana pidana yang memberatkan, pidana yang berat yang perlu dijatuhkan kepada pelakunya, baik nanti akan menimbulkan special detterent (efek pencegahan secara orang) maupun general detterent (pencegahan secara umum), untuk itu penanggulangan yang efektif tindak pidana korupsi sebagai ekstra ordinary crime seharusnya dijatuhkan pidana yang berat yang menimbulkan efek jera dan menimbulkan rasa ketakutan bagi orang lain untuk tidak melakukan perbuatan korupsi yang sama. Kemudian berdasarkan wawancara dengan Diah Gustiniati, 19 upaya yang 18
Berdasarkan hasil wawancara dengan Heni Siswanto, tanggal 9 Januari 2015 Pukul 11.35 19 Berdasarkan hasil wawancara dengan Diah Gustiniati, tanggal 19 Januari 2015 Pukul 09.55
dapat dilakukan untuk penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan, dapat dilakukan melalui : 1. Pengawasan yang perlu di tingkatkan untuk mencegah tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat atau pegawai negeri serta membangun moral yang baik dan bersih di dalam diri seseorang, itu merupakaan penanggulangan yang sangat efektif yang bisa dilakukan mulai dari diri sendiri. 2. Pembenahan budaya hukum merupakan aspek signifikan yang melihat bagaimana masyarakat menganggap ketentuan-ketentuan sebagai berpihak kepada kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat akan selalu taat dan sadar akan pentingnya hukum sebagai suatu regulasi umum. Hal ini terkait erat dengan persoalan etika dan moral masyarakat serta pejabat penegak hukum dalam meyikapi KKN. Kemudian menurut welly, 20 ia menyatakan dalam upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan ini yang dapat dilakukan adalah dengan memilih pejabat yang mempunyai integritas yang tinggi, jujur, dan bekerja dengan profesional sebelum menandatangani surat perjanjian/integritas tidak akan korupsi serta melakukan pegawasan terhadap pejabat.
Kemudian menurut Antonius,21 upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabataan yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kesadaran moral pada pejabat aparatur negara dan penegak hukum agar kekuasaannya dijalankan sebagaimana seharusnya dan tidak sewenang-wenang. Menurut penulis, berdasarkan hasil wawancara dengan para narasumber, penulis sependapat bahwasanya upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan melalui jalur non penal (pencegahan) dapat dilakukan dengan membangun etos pejabat dan pegawai yang baik di instansi pemerintahan tentang pemisahan yang jelas antara milik pribadi dan milik negara, menjatuhkan pidana yang berat yang menimbulkan efek jera dan menimbulkan rasa ketakutan bagi orang lain untuk melakukan perbuatan korupsi yang sama, meningkatkan kesadaran moral pada pejabat aparatur negara dan penegak hukum agar kekuasaannya dijalankan sebagaimana seharusnya dan tidak sewenang-wenang selanjutnya memilih pejabat yang mempunyai integritas yang tinggi, jujur, dan bekerja dengan profesional. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik simpulan bahwa : Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam 21
20
Berdasarkan hasil wawancara dengan Welly, tanggal 12 Januari 2015 Pukul 09.38
Berdasarkan hasil wawancara dengan Antonius, tanggal 13 Januari 2015 Pukul 10.18
jabatan pemerintahan di Bandar Lampung ada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor kepribadian (sifat tamak manusia), moral yang kurang baik, tidak jujur. Faktor eksternal meliputi faktor kesempatan, faktor ekonomi (gaya hidup konsumtif), faktor jabatan, dan faktor agama. Upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dapat dilakukan melalui upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif dapat dilakukan dengan membangun moral dan etos kerja yang bersih instansi pemerintahan tentang pemisahan yang jelas antara milik pribadi dan milik negara, melakukan pengawasan agar jabatan tidak diselewengkan, memilih pemimpin yang bersih yang mempunyai integritas yang tinggi, jujur, bekerja secara profesional dan bertanggungjawab serta dalam pembuatan kebijakan publik dan kontrol, diberikan ruang tertentu untuk partisipasi rakyat. Upaya represif menjatuhkan pidana yang berat yang menimbulkan efek jera dan menimbulkan rasa ketakutan bagi orang lain untuk melakukan perbuatan korupsi yang sama, represif yang dapat dilakukan dengan memberikan sanksi pidana atau penjatuhan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. DAFTAR PUSTAKA Buku/Literatur : Atmasasmita, Romli. 2010. Teori dan Kapita Selekta
Kriminologi, Bandung: Refika Aditama.
PT
E. Sahetapy, J. 1979. Kapita Selekta Kriminologi, Alumni, Bandung. Hartanti, Evi. 2007. Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Sinar grafika, Jakarta.
Nawawi Arief, Barda. 2004 . Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Mandar Maju, Bandung. Nawawi Arief, Barda. 2010. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Jakarta: Kencana. Rukmini, Mien. 2010. Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi, Alumni, Bandung. Setiadi, E. 2010. Kriminalisasi Kebijakan dan Bekerjanya Hukum Pidana, Univeristas Islaam Bandung, Bandung. Sulista, Teguh dan Aria Zurneti, 2011. Hukum Pidana: Horizon Baru Pasca Reformasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Internet : http://infokorupsi.com