ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MANGGIS BERDASARKAN KARAKTER FENOTIPE DAN MARKA MOLEKULER MIKROSATELIT PADA EMPAT SENTRA PRODUKSI DI PULAU JAWA
DEDEN DERAJAT MATRA A24052075
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN
DEDEN DERAJAT MATRA. Analisis Keragaman Genetik Manggis Berdasarkan Karakter Fenotipe dan Marka Molekuler Mikrosatelit pada Empat Sentra Produksi di Pulau Jawa. (Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO dan EDI SANTOSA). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis keragaman genetik manggis berdasarkan marka molekular mikrosatelit pada empat sentra produksi manggis yaitu Leuwiliang, Kaligesing, Puspahiang, dan Wanayasa. Penelitian konstruksi marka mikrosatelit dilaksanakan di Laboratorium Hortikultura, Departemen Bioproduksi Tanaman, Universitas Ibaraki Jepang pada September 2008 – Februari 2009. Analisis marka mikrosatelit dilaksanakan di Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB dan pengamatan lapangan di empat sentra produksi manggis di Jawa pada September 2009 – Februari 2010. Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap kegiatan. Tahap pertama yaitu mengisolasi dan mengkarakterisasi marka mikrosatelit manggis dengan metode selective hybridization. Kedua, menganalisis keragaman fenotipe populasi manggis di lapangan. Ketiga, analisis keragaman genetik populasi manggis dengan marka molekuler mikrosatelit. Primer mikrosatelit telah diisolasi dari varietas Wanayasa dan Kaligesing sebagai bahan pustaka genom. Enam pasang primer mikrosatelit telah diisolasi dari 48 % koloni berfragmen mikrosatelit. Pada motif mikrosatelit yang terisolasi terdapat 67 % tipe dinukleotida dengan 67 % pengulangan motif lebih dari 10 ulangan. Hanya empat primer yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis keragaman fenotipe berdasarkan karakter produksi telah berhasil mengelompokan kelompok manggis berdasarkan asal populasinya serta karakter yang membobotinya. Pada kelompok Leuwiliang karakter proporsi daging buah dan padatan total terlarut (PTT) menjadi penciri kelompok ini. Kelompok Kaligesing terboboti oleh karakter rasio padatan total terlarut / total asam tertitrasi (TAT) dan rasio panjang/diameter buah. Kelompok Puspahiang terboboti dengan karakter yang terbanyak yaitu bobot daging buah+biji, bobot total buah, diameter buah, bobot kulit buah, dan tebal kulit buah. Sisa karakter memboboti kelompok
Wanayasa yaitu karakter total asam tertitrasi, panjang tangkai buah, dan jumlah lokul buah. Pengelompokan berdasarkan analisis kluster pada karakter produksi menunjukkan tingkat kemiripan 55 % sehingga dapat dikelompokan menjadi empat kelompok berdasarkan populasinya. Analisis lintas pada karakter bobot buah total membuat dua karakter produksi, bobot daging+biji dan bobot kulit menunjukkan pengaruh langsung, sedangkan diameter buah, rasio diameter buah, dan tebal kulit buah tidak menunjukkan pengaruh langsung tetapi memberikan pengaruh langsung melalui karakter lain. Karakter diameter buah dan rasio diameter buah dapat berpengaruh langsung melalui karakter bobot daging+biji dan bobot kulit. Karakter tebal kulit buah juga dapat berpengaruh langsung melalui karakter bobot daging+biji dan bobot kulit, proporsi daging, dan diameter buah. Analisis primer mikrosatelit terhadap genotipe yang diuji menunjukkan keragaman jumlah alel per lokusnya. Tiga lokus IGMB yang memberikan tingkat polimorfik yaitu IGMB001, IGMB003, dan IGMB006 dengan masing-masing jumlah alel per lokusnya 6, 15, dan 6 dari semua genotipe yang dianalisis. Jumlah alel per lokusnya menunjukkan bahwa manggis merupakan tanaman tetraploid. Kehadiran alel G. celebica dalam konstitusi alel manggis diduga bahwa G. celebica mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dengan manggis bersama dengan G. malaccensis.
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MANGGIS BERDASARKAN KARAKTER FENOTIPE DAN MARKA MOLEKULER MIKROSATELIT PADA EMPAT SENTRA PRODUKSI DI PULAU JAWA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEDEN DERAJAT MATRA A24052075
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: ANALISIS
KERAGAMAN
GENETIK
MANGGIS
BERDASARKAN KARAKTER FENOTIPE DAN MARKA MOLEKULER MIKROSATELIT PADA EMPAT SENTRA PRODUKSI DI PULAU JAWA Nama
: DEDEN DERAJAT MATRA
NIM
: A24052075
Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, MSc NIP. 19580718 198303 1 002
Dr. Edi Santosa, SP, MSi NIP. 19700520 199601 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 6 Maret 1987. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Nano Suarno (Alm) dan Ibu Nunung Sumarni. Tahun 1999 penulis lulus dari SD INPRES Lembang, kemudian pada tahun 2002 penulis lulus dari SMP N 1 Lembang dan lulus dari SMAN 1 Lembang pada tahun 2005. Selanjutnya tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Tahun 2008 hingga 2009 penulis melanjutkan studi sebagai mahasiswa pertukaran melalui JASSO Short Term Program di Universitas Ibaraki, Jepang. Penulis juga aktif dibeberapa organisasi mahasiswa. Tahun 2006 hingga 2009 penulis berperan aktif dalam Himagron (Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB dan pada tahun 2008 pernah menjadi ketua Departemen Penelitian Pertanian Himagron. Pada tahun 2009, penulis menerima penghargaan perak sebagai peneliti remaja Indonesia kategori Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia (PPRI) VIII LIPI 2009 serta penulis mendapatkan juga penghargaan perak dalam SHARP IDEA AWARD 2009 kategori enviromental activity.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dengan judul “Analisis Keragaman Genetik Manggis Berdasarkan Karakter Fenotipe dan Marka Molekuler Mikrostalelit pada Empat Sentra Produksi di Pulau Jawa” telah dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui keragaman manggis sebagai tanaman apomiksis. Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Laboratorium
Hortikultura,
Departemen
Bioproduksi Tanaman, Universitas Ibaraki Jepang, Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Kajian Buah tropika (PKBT) IPB, dan empat sentra produksi manggis di Kabupaten Bogor, Kab. Purwakarta, Kab. Purworejo, dan Kab. Tasikmalaya. Ucapan terimakasih dan penghargaan disampaikan kepada : 1. Ayah (alm), ibu, kakak, dan adik tercinta serta seluruh keluarga besar penulis atas doa, dukungan, motivasi, serta kasih sayang kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, MSc dan Dr. Edi Santosa, SP MSi selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan ilmu dan nasehat kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Eiichi INOUE, PhD selaku pembimbing penelitian yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian serta bimbingan yang keras kepada penulis sebagai mahasiswa asing di Universitas Ibaraki, Jepang. 4. Dr. Asep Setiawan, MSc selaku pembimbing akademik atas arahan dan bimbingan ilmu yang diberikan kepada penulis. 5. Dr. Sobir, MSi, Kepala Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT)-IPB yang telah memberikan izin penelitian di PKBT-IPB serta sebagai dosen penguji yang banyak memberikan masukan dalam perbaikan skripsi. 6. Hiromichi HARA, Kepala Laboratorium Hortikultura, Universitas Ibaraki Jepang yang telah memberikan dukungan dalam kegiatan penelitian dan studi selama di Universitas Ibaraki, Jepang.
7. Yoshihiko OHSHIMA, Yohei SAKURAI, Haruna NAKANISHI, Takeru OKAMOTO dan rekan-rakan di Laboratorium Hortikultura, Departemen Bioproduksi Tanaman, Universitas Ibaraki, Jepang. 8. Petani manggis Bapak Nanang dan Bapak Supardi (Leuwiliang), Bapak Gito (Kaligesing), Bapak Supena (Puspahiang) dan Bapak Ade Sugema (Wanayasa) yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian di lapangan. 9. Sulasih, SP, Teh Pipit dan rekan-rekan penelitian di Laboratorium PKBT-IPB yang telah memberikan banyak masukan dan bantuan selama melaksanakan penelitian. 10. Dr. Rahmi Yunianti (AGH-IPB) dan Andari Risliawati, SP (BB-BIOGEN) yang telah memberikan masukan dalam pengolahan data penelitian. 11. Dendih Sukmadijaya dan Avicenna yang banyak memberikan motivasi selama menjalani perkuliahan di Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. 12. Rekan-rekan AGH : Sri Imriani, Abdul Hakim, Rohim Firdaus, Nurmansyah, Rie SUZUKI serta rekan-rekan AGH 42 dan AGH 43 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas perjuangannya dalam seluruh kegiatan perkuliahan maupun kegiatan lapangan di Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB
Akhirrnya, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi penulis dalam mengembangkan diri penulis menuju lebih baik, dan bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
x
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................. Tujuan .............................................................................................. Hipotesis ..........................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Manggis ........................................................................................... Marka Molekuler .............................................................................. Mikrosatelit ......................................................................................
4 5 6
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ........................................................... Bahan dan Alat ................................................................................. Pelaksanaan Percobaan .....................................................................
9 9 10
HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mikrosatelit Manggis ...................................................... Keragaman Genetik Berdasarkan Marka Mikrosatelit ....................... Keragaman Morfologi pada Populasi Manggis ................................. Pembahasan Umum ..........................................................................
21 29 37 52
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...................................................................................... Saran ................................................................................................
54 54
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
55
LAMPIRAN ........................................................................................
59
vii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
Kriteria Gabungan Variabilitas Uji Bartlett dan Perbandingan Rgam dan Standar Deviasi ........................................................
19
Perlakuan Suhu Hibridisasi dan Pembasuhan pada Tahap Selective Hybridization .............................................................
24
Perkiraaan Koloni Bermikrosatelit dari Amplifikasi Koloni dengan SP6 Promotor dan Oligomikrosatelit ............................
25
4.
Persentase Jumlah Fragmen Mikrosatelit ..................................
27
5.
Tipe dan Jumlah Pengulangan Motif Mikrosatelit .....................
27
6.
Ukuran Produk dan Optimasi Suhu Annealing Lokus IGMB .....
28
7.
Ukuran Alel dan Alel Spesifik pada Lokus IGMB.....................
29
8.
Rekapitulasi Pengamatan dan Analisis Keragaman Karakter Vegetatif dan Produksi di Empat Sentra Produksi Manggis .......
41
1.
2.
3.
viii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
Kehadiran Senyawa Fenolik dalam Larutan Penyangga Ekstraksi ....................................................................................
21
2.
Hasil Ekstraksi DNA Sebagai Bahan Pustaka Genom ................
22
3.
Hasil Pemotongan DNA Kultivar Wanayasa dengan Enzim Restriksi RsaI ............................................................................
23
Hasil Amplifikasi Ligasi Adaptor Linker RsaI ke Fragmen DNA ..................................................................................................
23
(A) Kisaran Hasil Fragmen Filter Hybridization dengan Metode Enrichment dan (B) Hasil Purifikasi Fragmen DNA 400 - 800 bp Setelah Enrichment. ..............................................
24
(A) Biakan Koloni Hasil Transformasi dan (B) Skrining Biru-putih ..................................................................................
25
(A) Hasil Amplifikasi Koloni dengan Primer SP6 Promotor-T7 Promotor Oligo mikrosatelit, (B) Primer T7 Promotor – (C) oligo mikrosatelit, dan Primer SP6 Promotor – oligo mikrosatelit ..............................................................................
26
Kromatogram Hasil Sekuen (A) Sebelum dan (B) Setelah Purifikasi dengan purifikasi PEG ...............................................
27
Optimasi Suhu Annealing pada IGMB001 .................................
28
10. Elektrophenogram Alel 256 dan 275 pada lokus IGMB001 ........
30
1.
4. 5.
6. 7.
8. 9.
11. Elektrophenogram Alel 106, 129,136, dan 157 pada Lokus
IGMB002
..........................................................................
30
12. Elektrophenogram Alel 129 dan 132 pada Lokus IGMB003.......
31
13. Elektrophenogram Alel 126, 198, dan 218 pada Lokus
IGMB006 ..................................................................................
31
14. Model Set Kromosom Tetraploid pada Manggis dengan Lokus
IGMB006
.........................................................................
32
15. Identifikasi Kesamaan Pasangan Alel Lokus IGMB001 pada
G. celebica, G. mangostana kultivar Wanayasa, dan G. malaccensis...........................................................................
33
16. Amplifikasi Alel G. malaccensis pada Lokus IGMB001 ............
34
17. Amplifikasi Alel G. malaccensis pada Lokus IGMB003 ............
34
18. Amplifikasi Alel G. malaccensis pada Lokus IGMB006 ............
35
19. Amplifikasi Alel G. celebica pada Lokus IGMB001 ..................
35
ix 20. Amplifikasi Alel G. celebica pada Lokus IGMB003 ..................
36
21. Peta Empat Populasi Sampel Manggis di Pulau Jawa .................
38
22. Analisis Komponen Utama 80 Genotipe Manggis pada Empat
Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Vegetatif. .......................
47
23. Analisis Komponen Utama 40 Genotipe Manggis Pada Empat
Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Produksi ........................
48
24. Dendrogram pada 80 Genotipe dengan Analisis Kluster
Berdasarkan Karakter Vegetatif ..................................................
49
25. Dendrogram pada 40 Genotipe dengan Analisis Kluster
Berdasarkan Karakter Produksi ..................................................
50
26. Diagram Lintas Berantai Karakter Bobot Total Buah (Y) dan
Komponen Produksi ..................................................................
51
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Posisi Koordinat Bumi (Lintang Bujur) Sampel Pohon Manggis di Empat Populasi Manggis ......................................................
60
2. Pola Sampel Pohon Manggis di Leuwiliang (Cengal), Kabupaten Bogor, Jawa Barat ...................................................
63
3. Pola Sampel Pohon Manggis di Leuwiliang (Barengkok), Kabupaten Bogor, Jawa Barat ...................................................
63
4. Pola Sampel Pohon Manggis di Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah ...........................................................
64
5. Pola Sampel Pohon Manggis di Puspahiang, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat ...........................................................
64
6. Pola peta Sampel Pohon Manggis di Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat .............................................................
65
7. Optimasi Suhu Annealing Primer IGMB002 .............................
66
8. Optimasi Suhu Annealing Primer IGMB003 .............................
66
9. Optimasi Suhu Annealing Primer IGMB004 .............................
66
10. Optimasi Suhu Annealing Primer IGMB005 .............................
67
11. Optimasi Suhu Annealing Primer IGMB006 .............................
67
12. Nilai Koefisien Korelasi Antar Karakter Produksi Pada Empat Sentra Produksi .........................................................................
68
13. Nilai Koefisien Lintas Pada Karakter Produksi Terhadap Bobot Buah Total ................................................................................
70
14. Hasil Luaran Analisis Komponen Utama 80 Genotipe Manggis Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Vegetatif ....
71
15. Hasil Luaran Analisis Komponen Utama 40 Genotipe Manggis Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Produksi ....
72
16. Hasil Luaran Analisis Kluster 80 Genotipe Manggis Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Vegetatif ............
74
17. Hasil Luaran Analisis Kluster 40 Genotipe Manggis Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Produksi ............
77
18. Hasil Luaran AnalisisDiskriminan 40 Genotipe Manggis Pada Pengelompokan Berdasarkan Analisis Komponen Utama Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Produksi ............
79
xi 19. Hasil Luaran Analisis Diskriminan 40 Genotipe Manggis pada Pengelompokan Dengan Analisis Kluster Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Produksi ..................................
81
20. Elektrophenogram Alel Spesifik 236 dan 257 Lokus IGMB001 pada Populasi Subang (JCG055) ...............................................
83
21. Elektrophenogram Alel Spesifik 233 dan 254 Lokus IGMB001pada Populasi Wanayasa (WYN000) .........................
83
22. Elektrophenogram Alel Spesifik 132 Lokus IGMB003 pada Populasi Subang (SGH047) ......................................................
84
23. Elektrophenogram Alel Spesifik 129 dan 140 Lokus IGMB003 pada Populasi Leuwiliang (LWL009) ........................................
84
24. Elektrophenogram Alel Spesifik 137 Lokus IGMB003 pada Populasi Leuwiliang (LWL013) ................................................
85
25. Elektrophenogram Alel Spesifik 295, 309, dan 327 Lokus IGMB003 pada Populasi Wanayasa (WYN045) ........................
85
26. Elektrophenogram Alel Spesifik 138 dan 309 Lokus IGMB003 pada Populasi Wanayasa (WYN048) .........................................
86
27. Elektrophenogram Alel Spesifik 137 dan 194 Lokus IGMB003 pada Populasi Wanayasa (WYN050) .........................................
86
28. Elektrophenogram Alel Spesifik 137 dan 244 Lokus IGMB003 pada Populasi Kaligesing (KLG083) .........................................
87
29. Elektrophenogram Alel Spesifik 127, 137, dan 194 Lokus IGMB003 pada Populasi Kaligesing (KLG097) ........................
87
30. Elektrophenogram Alel Spesifik 117 bp Lokus IGMB006 pada Populasi Kaligesing (KLG090) .................................................
88
31. Elektrophenogram Alel Spesifik 111, 126, Lokus IGMB006
pada Populasi Puspahiang (PHG065) ........................................
88
PENDAHULUAN Latar Belakang Manggis merupakan buah tropik asli Indonesia dengan berbagai keunikan dari segi rasa, tekstur dan kandungan gizi yang tinggi sehingga dijuluki sebagai ratu buah tropik (the queen of tropical fruits). Indonesia merupakan salah satu produsen manggis terbesar dunia dengan total produksi nasional mencapai 112 722 ton dengan produktivitas 9.24 ton/ha pada tahun 2007 (Deptan, 2009). Tanaman manggis secara alami berkembangbiak dengan pembiakan aseksual apomiktik. Jenis tanaman yang berkembangbiak dengan apomiktik mempunyai keragaman genetik yang sempit karena tidak terjadi segregasi (Koltunow, 1995). Sobir (2008) dalam observasinya di lapangan menunjukkan terdapat keragaman manggis dari warna sepal, ukuran buah, ukuran biji, dan jumlah lokul. Keragaman fenotipe yang timbul merupakan interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Keragaman pada tingkat genetik manggis sebagai tanaman apomiksis pada lingkungan tumbuh yang sama perlu diidentifikasi. Induksi keragaman genetik telah dilakukan pada manggis dengan penggunaan mutagen EMS (ethyl methanesulphonate) (Te-chato and Lim, 2005) dan iradiasi sinar gamma (Qosim et al., 2007). Perbaikan genetik manggis diarahkan pada peningkatan potensi produksi. Usaha perbaikan sifat dan peningkatan produksi serta keragaman tanaman manggis telah dilakukan diantaranya dengan penggunaan teknik penyambungan (grafting) antara manggis dan genus Garcinia lainnya untuk mempersingkat masa juvenile (Rostika et al., 2005) dan iradiasi dengan sinar gamma yang berpotensi menghasilkan klon unggul baru hasil mutasi (Qosim et al., 2007). Karakteristik fenotipe yang muncul dapat dipergunakan sebagai penanda seleksi yang dikaitkan dengan penanda yang bersifat universal tanpa dipengaruhi oleh lingkungan yaitu marka molekuler. Awal tahun 1960 marka molekuler menjadi populer dengan ditemukannya marka berbasis protein atau isoenzim dan disusul
oleh
marka
berbasis
DNA,
Restriction
Fragment
Length
Polymorphisms-RFLP. Perkembangan marka berbasis DNA berkembang pesat karena mempunyai tingkat keakuratan tinggi yang tidak dipengaruhi oleh
2 lingkungan. Pada akhir tahun 1989, berkembang marka DNA dengan tingkat keakuratan tinggi dalam menganalisis keragaman genetik melalui tingkat polimorfiknya yang tinggi yaitu marka molekuler mikrosatelit (Tautz, 1989). Mikrosatelit merupakan rangkaian nukleotida pendek berjumlah 1 – 6 pasang basa yang berulang dan tersebar dalam genom. Mikrosatelit bersifat marka kodominan yang dapat membedakan keturunan dari dua individu heterozigot. Selain itu, tingkat mutasi alam atau segregasi dari pasangan nukleotidanya dapat dideteksi secara jelas. Penggunaan marka molekuler pada manggis telah dilakukan mulai dari isoenzim, RAPD dan AFLP (Sinaga et al., 2007) yang menunjukkan adanya keragaman pada manggis. Penggunaan marka mikrosatelit yang mempunyai keakuratan tinggi diharapkan mampu mengidentifikasi keragaman genetik manggis sebagai seleksi klon-klon harapan dari populasi alam atau hasil induksi melalui aplikasi iradiasi. Mikrosatelit umumnya dipakai pada tanaman diploid, sedangkan manggis merupakan tanaman allotetraploid (Richards, 1990b). Penggunaan mikrosatelit pada tanaman allotetraploid telah berhasil membedakan populasi tanaman alfafa (Falahati-Anbaran et al., 2007). Oleh karena itu, isolasi dan karakterisasi marka mikrosatelit manggis menjadi penting dalam percepatan pemuliaan manggis sebagai tanaman apomiksis. Penggunaan lain dari marka mikrosatelit adalah dapat digunakan sebagai alat penelusuran sistem kekerabatan manggis.
3 Tujuan Penelitian ini bertujuan : 1. Mempelajari karakter morfologi tanaman manggis di empat sentra produksinya. 2. Mempelajari keragaman genetik tanaman manggis dengan menggunakan marka molekuler mikrosatelit. 3. Mempelajari hubungan kekerabatan manggis dengan Garcinia lainnya menggunakan marka molekuler mikrosatelit.
Hipotesis Diduga adanya keragaman genetik manggis diberbagai populasi manggis pada sentra produksi di Pulau Jawa.
TINJAUAN PUSTAKA Manggis Manggis merupakan tanaman buah tropis yang berasal dari Indonesia dan tersebar sampai semenanjung Malaysia, Thailand, Filipina, Australia, dan Amerika (Yaacob and Tindall, 1995). Manggis dapat tumbuh baik sampai 600 m di atas permukaan laut dengan suhu berkisar antara 20 0C – 35 0C. Suhu yang lebih rendah akan mengakibatkan pertumbuhan lambat (Osman and Milan, 2006). Manggis dapat tumbuh pada semua jenis tanah dengan drainase baik. Manggis termasuk dalam keluarga Clusiaceae dengan genus Garcinia yang memiliki hampir 300 spesies (Corner, 1940) dan 64 spesiesnya ada di Indonesia (Uji, 2007). Keluarga terdekat dengan Garcinia adalah keluarga Mammea; M. americana yang banyak ditemukan di Amerika Tengah dan Selatan serta Hindia Barat. Spesies terdekat dengan manggis yang telah diidentifikasi adalah G. malaccensis dan G. hombroniana berdasarkan karakteristik waktu pembungaan, warna buah, rasa buah, dan kelengkapan bunga (Osman and Milan, 2006). Berdasarkan hipotesis Richards (1990a), manggis merupakan hibrid dari hasil persilangan alami G. malaccensis (2x = 48) dan G. hombroniana (2x = 46) menghasilkan kromosom allotetraploid. Jumlah kromosom manggis berkisar pada 56-76, 88-90, 96, dan 120-130 (Verheij dan Coronel, 1992). Manggis adalah buah apomiksis yang terbentuk dari embrio adventif (Asker and Jerling, 1992). Manggis diyakini mempunyai tingkat keragaman yang rendah sesuai dengan karakter-karakter berbagai tanaman apomiksis lainnya (Koltunow, 1995). Namun demikian, keragaman fenotipe di lapangan menunjukkan perbedaan warna sepal, ukuran buah, jumlah biji, dan ukuran biji (Sobir and Poerwanto, 2007). Keragaman genetik pada tanaman manggis berhasil dideteksi berdasarkan beberapa marka seperti ITS-Internal Transcribed Spacer (Yapwattanaphun et al., 2004), RAF-Randomly Amplified DNA Fingerprinting (Ramage et al., 2004), RAPD, AFLP (Sinaga et al., 2007), dan isoenzim (Sobir et al., 2008). Te-Chato dan Lim (2005) merumuskan beberapa karakter penting dalam pemuliaan manggis yaitu: perakitan tanaman tahan kekeringan. Kedua, memperbaiki kualitas buah karena mempunyai getah kuning yang sudah muncul
5 ketika proses pembentukan awal buah (Dorly et al., 2008). Ketiga, memperoleh masa juvenil yang membutuhkan waktu sekitar 10-15 tahun. Beberapa pendekatan konvensional sudah dilakukan untuk memperbaiki produktivitas manggis diantaranya melakukan penyambungan dengan keluarga Garcinia (Rostika et al., 2005). Induksi keragaman genetik telah dilakukan diantaranya penggunaan EMS-ethyl methanesulphonate, hibridisasi somatik (Te-Chato and Lim, 2005), dan iradiasi sinar gamma (Qosim et al., 2007), namun hasilnya belum memuaskan.
Marka Molekuler Marka molekuler merupakan metode penunjuk keberadaan rangkaian nukleotida atau lebih umum dikenal pasangan basa (DNA). Marka dapat menyandikan suatu sifat atau memberikan informasi tentang keberadaan posisi suatu sekuen konservasi di dalam genom atau non fungsional. Gupta et al. (2002) mengklasifikasikan marka molekuler ke dalam beberapa generasi, diantaranya generasi pertama berdasarkan fragmen restriksi (Restriction Fragment Length Polymorphisms-RFLP) yang telah dilaporkan pada genom manusia pada awal 1980 (Botstein et al., 1980) yang menjadikan marka molekuler berbasis fragmen DNA menjadi sangat populer. Disusul dengan marka generasi kedua pada tahun 1990 yang meliputi mikrosatelit (Simple Sequence Repeats-SSRs) dan AFLPs (Amplified Fragment Length Polymorphisms) berbasiskan fingerprinting. Marka generasi ketiga pun muncul dengan pada tingkat yang lebih spesifik pada penyandi terkait ekspresi (Expressed Sequence Tags-ESTs) dan SNPs (Single Nucleotide Polymorphisms) diakhir 1990. Berdasarkan prinsip dan metodenya marka molekuler dapat dikelompokan (Gupta et al, 2002): pertama, marka berdasarkan hibridisasi probe; RFLFs merupakan marka yang mempunyai tingkat polimorfik yang disebabkan subtitusi, penyisipan, penghilangan, atau translokasi dalam genom (Gupta et al., 2002). Marka ini memisahkan fragmen DNA berdasarkan sistem pemotongan enzim restriksi seperti EcoRI dan HindIII yang dilanjutkan proses hibridisasi probe pada teknik Southern blotting. Marka ini bersifat kodominan tetapi mempunyai keterbatasan dalam perakitan yang hanya dikonstruksi dari klon cDNA yang telah
6 diketahui, kuantitas dan kualitas DNA yang dibutuhkan sangat tinggi serta dibutuhkan laboratorium khusus menangani radioaktif. Kedua, marka berdasarkan polymerase chain reaction (PCR) yang dikelompokan dalam satu primer pengamplifikasi. pertama RAPD merupakan marka yang mengamplifikasi genom dengan satu primer spesifik secara acak (Williams et al., 1990) dan pasangan primer spesifik. Kedua, STSs (Sequence-Tagged Sites); sekuen unik yang pendek yang mengidentifikasi satu atau lebih loci dan dapat teramplifikasi dengan PCR. Ketiga, SCARs (Sequence Characterized Amplified Regions); seperti STS primer yang mengidentifikasi RFLP loci, ESTs (Expressed Sequence Tags). Keempat, AFLP merupakan DNA fingerprinting yang berbasis pada amplifikasi PCR pada suatu set fragmen restriksi yang telah diligasikan suatu sekuen diketahui yang akan teramplifikasi biasanya menggunakan MseI atau EcoRI. AFLP ini mempunyai sifat marka dominan sehingga dapat digunakan dalam studi tingkat polimorfik (Powell et al., 1996) dan terakhir, Mikrosatelit yang merupakan DNA fingerprinting yang mempunyai tingkat kepercayaan lebih tinggi. Ketiga, marka berdasarkan PCR diteruskan hibridisasi; MP-PCR merupakan penggabungan beberapa teknik dalam proses PCR dengan menggunakan primer spesifik dan diteruskan dengan proses hibridisasi dengan probe radioaktif, dan terakhir marka berdasarkan hasil sekuen; SNPs yang merupakan marka yang lebih spesifik pada perbedaan satu pasang basa nukleotida.
Mikrosatelit Mikrosatelit merupakan salah satu marka generasi kedua yang berkembang pada awal tahun 1990 (Tautz, 1990) karena mempunyai potensi yang besar dalam menganalisis berbagai keragaman populasi atau individu. Mikrosatelit atau juga dikenal Short Tandem Repeats (STRs) atau Variabel Number of Tandem Repeats (VNTR) merupakan untaian basa nukleotida 1-6 pasang basa yang berulang dan tersebar di dalam genom, baik genom inti (SSRs) maupun genom organel. Tipe pengulangan basa dari mono-, di-, tri-, tetra-, dan penta-nukleotida. Mikrosatelit genom organel terdiri mikrosatelit kloroplas (cpSSRs) dan mikrosatelit
7 mitokondria (mtSSRs) dengan tipe dominan mononukleotida. Mikrosatelit yang berasal dari genom organel ini banyak digunakan untuk studi antar spesies karena sifat dari genom organel ini hanya diturunkan secara uniparental. Mikrosatelit mempunyai keunggulan dalam berbagai studi genetika seperti keterwarisan hukum Mendel, tingkatan polimorfik tinggi, bersifat marka kodominan, keakuratan yang tinggi dan berlimpah di dalam genom. Isolasi marka mikrosatelit yang dilakukan hingga saat ini secara garis besar dikelompokan ke dalam tiga bagian: pencarian database nukleotida di GeneBank, enrichment libary (Edward et al., 1996), dan dual-suppression (Lian et al., 2001). Pencarian sekuen mikrosatelit pada database nukleotida hanya pada tanaman yang telah lengkap sekuen genomnya, akan tetapi sekuen lengkap tersebut tidak tersedia pada semua jenis tanaman. Oleh karena itu banyak dikembangkan metode dengan mengisolasi fragmen-fragmen mikrosatelit dengan membuat pustaka genomnya. Metode enrichment library merupakan metode yang paling banyak digunakan dan telah dimodifikasi untuk meningkatkan persentase fragmen mikrosatelit (Zane et al, 2002). Isolasi dengan menggunakan metode enrichment library dapat menggunakan non-probe radioaktif (Estoup et al., 1993) atau probe radioaktif (Edward et al., 1996). Penggunaan mikrosatelit dalam studi-studi genetik telah banyak dilakukan untuk studi genetik populasi, ekologi, pemuliaan tanaman, aliran gen (gene flow), dan keragaman genetik intraspesies maupun interspesies. Penggunaan model ikan banyak digunakan untuk studi analisis gene flow karena mudah dilakukan dan dianalisis. Penggunaan ikan dikarenakan mempunyai mobilitas yang tinggi sehingga memungkinkan terjadinya migrasi populasi ikan secara cepat dan lingkungan akuatik yang mudah berubah. Hal ini memungkinkan terjadinya isolasi dari populasi-populasi ikan yang bermigrasi. Pada penelitian yang telah dilaporkan oleh Was and Wenne (2003) pada jenis ikan seatrout. Penelitian ini menggunakan lima jenis pasangan primer polimorfik. Hasil penelitian mampu menjelaskan asal populasi ikan yang terpisah karena topografi dengan menghitung jumlah alel spesifik yang muncul dalam populasi.
8 Pada tanaman studi terhadap alfafa (Falahati-Anbaran et al., 2007) menunjukkan keragaman genetik tanaman tersebut di daerah timur tengah berdasarkan letak lintang subtropis. Studi lain pada gandum yang tersebar di seluruh dunia menunjukkan keragaman genetik yang tinggi (Prasad et al., 2000) dari 48 genotipe gandum terhadap 55 genotipe gandum yang diuji menggunakan 12 pasang primer polimorfik.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian terdiri dari dua kegiatan yaitu studi genetik beberapa genotipe manggis dan kerabatnya dengan menggunkan marka mikrosatelit dan studi morfologi manggis pada empat sentra produksi manggis. Penelitian pembuatan marka mikrosatelit dilaksanakan pada bulan September 2008 – Februari 2009 di Laboratorium Hortikultura, Departemen Bioproduksi Tanaman, dan Gene Research Center, Universitas Ibaraki, Jepang. Analisis marka mikrosatelit dilaksanakan di Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB dan pengamatan lapangan dilaksanakan di empat sentra produksi manggis di Jawa pada September 2009 – Februari 2010. Keempat sentra produksi manggis yaitu daerah Leuwiliang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian 420 meter di atas permukaan laut (m dpl), daerah Wanayasa Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian 650 mdpl, daerah Puspahiang Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian 600 mdpl, dan daerah Kaligesing Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah dengan ketinggian 180 mdpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 – Februari 2010.
Bahan dan Alat Studi Genetik Bahan tanaman yang digunakan adalah manggis kultivar Wanayasa dan Purworejo (Pusat Kajian Buah Tropika IPB) sebagai bahan pustaka mikrosatelit dan genus Garcinia lainnya yaitu; G. malaccensis (Taman Buah Mekarsari, Bogor), G. hombroniana dan G. celebica (Kebun Raya Bogor), G. vitiensis, G. dulcis, G. mangostana, G. subelliptica, dan G. xanthochymus (Kebun Raya Tsukuba, Jepang). Bahan yang digunakan untuk isolasi mikrosatelit meliputi, larutan ekstraksi DNA, larutan enzim restriksi, larutan ligasi adaptor, bahan filter hibridisasi, larutan ligasi vektor, bahan transformasi, bahan isolasi plasmid, bahan larutan sekuen, dan bahan larutan analisis mikrosatelit.
10 Alat yang digunakan terdiri dari peralatan standar untuk penelitian laboratorium genetika dalam ekstraksi DNA, pemotongan genom dengan enzim restriksi, ligasi adaptor, filter hibridisasi, ligasi vektor dan transformasi, isolasi plasmid, proses sekuen, dan analisis mikrosatelit. Primer yang digunakan adalah IGMB001, IGMB002, IGMB003, IGMB005, dan IGMB006. Penelitian isolasi dan karakterisasi mikrosatelit pada tanaman manggis mengikuti prosedur dari Zane et al. (2002) yang dimodifikasi oleh Inoue et al. (2007). Tahapan penelitian ini mulai dari ekstraksi DNA, isolasi mikrosatelit dan analisis mikrosatelit.
Studi Morfologi Peralatan untuk pengamatan manggis di lapangan adalah meteran, jangka sorong, timbangan, refraktometer, dan GPS (global position system) 60 Garmin. Pengamatan tanaman manggis diamati dengan metode pengambilan contoh berencana (Purposive Sampling Method) dengan dengan pola melingkar dan jarak dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain antara 50 – 200 m. Tanaman contoh yang diamati sebanyak 20 tanaman yang mewakili arah mata angin pada masing-masing sentra produksi manggis.
Pelaksanaan Percobaan Studi Genetik-Konstruksi Mikrosatelit Ekstraksi DNA. Daun dipotong 1 cm2 dan dimasukkan ke dalam 2 ml tabung Eppendrof. Daun dibuat menjadi bubuk dan dilarutkan dalam 500 µl penyangga isolasi (10 % polyethylene glycol-PEG, 0.35 M sorbitol, 0.1 M Tris-HCl (pH 8.0), 0.5 % spermidine, 0.5 % spermine, 0.5 % β-mercaptoethanol) dilanjutkan dengan sentrifuge 15 000 rpm (rotation per minute) pada suhu 4 0C selama 10 menit kemudian supernatan dibuang dan diulang tiga kali. Setelah supernatan terakhir dibuang, ditambahkan 250 µl larutan penyangga lisis (0.35 M sorbitol, 0.1 M Tris-HCl (pH 8.0), 0.5 % spermidine, 0.5 % spermine, 0.5 % β-mercaptoethanol) dan 25 µl L-sarcosin dan disimpan selama 15 menit kemudian ditambahkan 300 µl larutan ekstraksi (2 % cetyltrimethyl amonium bromide-CTAB, 5 M NaCl,
11 0.5 M ethylene Diamine Tetracetic Acid-EDTA, 1 M Tris-HCl (pH 8.0), 2 % polyvinylpyrolidone-PVP, 1 % β-mercaptoethanol). Larutan diinkubasi pada suhu 65 0C selama 40 menit dengan pengadukan. Setelah 10 menit pada suhu kamar ditambahkan 600 µl CIA (chloroform:isoamyl alcohol ; 24:1) dan diputar-putar selama 10 menit kemudian disentrifuge 15 000 rpm pada suhu 20 0C selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 600 µl iso-propanol dan disimpan pada suhu -30 0C selama 2 jam. Setelah 30 menit pada suhu kamar kemudian disentrifuge 15 000 rpm pada suhu 4 0C selama 20 menit. Supernatan dibuang dan dikeringkan pada suhu kamar selama satu jam kemudian ditambahkan 250 µl TE-RNase dengan inkubasi selama 2 jam. Setelah inkubasi ditambahkan 250 µl air bebas ion dan 500 µl TE-fenol dilanjutkan dengan pengadukan dan sentrifuge 15 000 rpm pada 20 0C selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 500 µl Phenol-CIA kemudian disentrifuge 15 000 rpm pada 20 0C selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 500 µl iso-propanol kemudian disimpan pada suhu -30 0C selama 2 jam. Setelah 30 menit pada suhu kamar, kemudian disentrifuge 15 000 rpm pada suhu 4 0C selama 20 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan 1 ml etanol 70% dilanjutkan sentrifuge 15 000 rpm pada 40C selama 20 menit. Supernatan dibuang dan dikeringanginkan selama satu jam dan ditambahkan 100 µl air bebas ion. Penghitungan kuantitas DNA dengan PicoGreen™ DNA sesuai protokol dan diukur dengan Wallac ARVO sx 1420 Multilabel Counter (Perkin Elmer). Uji kualitas DNA dilakukan dalam 1.5 % gel agarose pada mesin elektroforesis 100 v selama 30 menit dengan pewarnaan Ethidium Bromide (EtBr).
Pemotongan DNA Genom dan Ligasi Adaptor. DNA genom 400 ng dicampurkan dengan larutan NE Buffer I dan 5 U RsaI (Biolabs) dalam 50 µl volume dan divisualkan pada 0.8 % gel agarose selama 30 menit dengan pewarnaan EtBr. Fragmen DNA diligasikan dua buah adaptor RsaI masing-masing 25-mer adaptor linker1 RsaI (5’-TAGTCCACGCGTAAGCAAGAGCACA-3’) dan 21-mer adaptor linker2 RsaI (5’-CTCTTGCTTACGCGTGGACTA-3’) yang
12 telah dicampurkan sebelumnya dengan proses denaturasi pada suhu 65 0C selama 10 menit. Dalam larutan ligasi dicampurkan 6 U T4 DNA Ligase dan 2 x rapid ligation (Promega) sampai 50 µl volume. Fragmen DNA diamplifikasi dalam larutan polymerase chain reaction-PCR (Bioline) yang mengandung; 10x NH4 buffer, 50 mM MgCl2, 2.5 mM dNTP, 1 U Bio Taq DNA Pol, dan ditambahkan 25 µM adaptor linker2 RsaI dalam 50 µl volume. Kondisi PCR dalam 30 siklus dengan tahap denaturation pada suhu 95 0C selama 40 detik, annealing pada suhu 600C selama satu menit, extention pada suhu 72 0C selama 3 menit dan penyimpanan pada suhu 4 0C. Hasil produk divisualkan dalam 0.8 % gel agarose selama 30 menit dengan pewarnaan EtBr. Hibridisasi Filter. Membran Hybond™ N+ (Amersham Pharmacia Biotech) disaringkan masing-masing dengan mikrosatelit oligonukleotida sebagai pustaka; GA17, GT17, GC17, AC17, CAA10, GCC10, CTG10, CAG10 dalam 3x SSC (Standard Saline Citrate) dan dikeringkan dalam oven pada suhu 800C selama dua jam. Membran dicuci dengan larutan DIG Easy Hyb (Roche) dengan inversi pengadukan dalam oven pada suhu 42 0C selama 8 jam ditambahkan 1 ml DIG Easy Hyb kemudian dicampurkan produk ligasi adaptor dan adaptor linker2 RsaI yang telah didenaturasi pada suhu 95 0C selama 5 menit. Campuran larutan diaduk pelan dalam mesin inversi pengadukan selama 18 jam. Setelah proses hibridisasi, membran dibasuh dengan disertai inversi pengadukan dengan larutan pembasuh 1 (2x SSC dan 0.01 % SDS-Sodium Dodecyl Sulphate) dan dilanjutkan dengan larutan pembasuh 2 (0.05x SSC, 0.01 % SDS). Kemudian membran dipindahkan ke dalam tabung baru dengan ditambahkan 700 µl air bebas ion. Kemudian, tabung berisi membran dimasukkan ke dalam air mendidih selama 10 menit. Setelah proses tersebut, membran dibuang dan larutan yang berisi hasil hibridisasi disusutkan menjadi 250 µl dengan FreeZone 1 L (Labconco). Produk hibridisasi dimurnikan dengan ethachinmate (Nippon Gene) sesuai protokol. Hibridisasi fragmen diamplifikasi dalam larutan PCR; 10x NH4 buffer, 50 mM MgCl2, 2.5 mM dNTP, 1 U Bio Taq DNA Pol., dan 25 µM adaptor linker2 RsaI dalam 25 µl volume. Kondisi PCR dalam 40 siklus dengan tahap
13 denaturation pada suhu 95 0C selama 40 detik, annealing pada suhu 60 0C selama satu menit, extention pada suhu 72 0C selama 3 menit dan penyimpanan pada suhu 4 0C. Hasil produk PCR divisualkan dalam 1 % gel agarose selama 30 menit dengan pewarnaan EtBr. Produk hasil PCR dimurnikan kembali dengan Spin Column Suprec™-02 (Takara) sesuai protokol. Pemurnian gel pada kisaran 400 – 800 bp menggunakan Ultrafree®-DA (Millipore) sesuai protokol.
Ligasi ke Vektor dan Transformasi. Produk hasil enrichment sebanyak 60 ng dicampurkan dalam larutan ligasi (Promega) ; pGEM-T® easy vector, T4 DNA ligase, 2x Rapid Ligation hingga 10 µl volume sesuai protokol. Setelah fragmen diligasikan ke dalam vektor, kemudian ditransformasikan ke dalam competent cells JM109 (Takara) sesuai protokol. Transforman ditumbuhkan dalam cawan Luria-Bertani (LB) agar dengan penambahan 50 mg/ml Ampicilin, 20 mg/ml X-gal, dan 0.1 M IPTG (IsoProphy β ThioGalactopyranoside). Cawan LB disimpan dalam inkubator pada suhu 37 0C selama 16 jam dan dilanjutkan dalam lemari pendingin pada suhu 4 0C.
Skrining Biru-putih dan Koloni Berfragmen Mikrosatelit. Koloni positif yang berwarna putih ditumbuhkan kembali dalam cawan LB agar dengan sistem penomoran dalam inkubator pada suhu 37 0C selama 14 jam dan lemari pendingin pada suhu 4 0C. Koloni terpilih diamplifikasi dalam larutan PCR ; 10x NH4 buffer, 50 mM MgCl2, 2.5 mM dNTP, 1 U Bio Taq DNA Pol., 1 pmol/µl SSR oligo dan 12.5 µM primer SP6 promotor dalam 10 µl volume. Kondisi awal PCR pre-denaturation pada suhu 95 0C selama 9 menit dilanjutkan 40 siklus dengan tahap denaturation pada suhu 95 0C selama 40 detik, annealing pada suhu 60 0C selama satu menit, extention pada suhu 72 0C selama 3 menit, kemudian extention akhir pada suhu 72 0C selama 8 menit dan penyimpanan pada suhu 4 0C. Hasil produk PCR divisualkan dalam 2 % gel agarose selama 20 menit dengan pewarnaan EtBr kemudian hasil foto diberi tanda pada kemunculan band dalam nomor koloni.
14
Isolasi Plasmid dan Proses Sekuen. Koloni positif yang berfragmen mikrosatelit dibiakan dalam LB cair tanpa IPTG di dalam waterbath bersuhu 37 0C selama 12 jam. Biakan koloni diisolasi plasmidnya dengan KURABO PI-50 (Kurabo) kemudian ditambahkan 50 µl air bebas ion. Plasmid dimurnikan dengan presipitasi PEG dalam 50 µl volume dengan vortex berulang dan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4 0C selama satu jam. Kemudian, disentrifuge pada 15 000 rpm dalam 4 0C selama 20 menit. Supernatan dibuang dan pelet dibilas dengan 1 ml etanol 70% dengan vortex berulang dan dilanjutkan dengan sentrifuge pada
15 000 rpm dalam suhu 40C selama 2 menit. Pelet dikeringkan
selama satu jam dalam lemari pendingin bersuhu 40C dan dilarutkan dalam 50 µl air bebas ion. Fragmen disekuen dalam larutan BigDye® Terminator v3.1 Cycle Sequencing Kit (Applied Biosystems), 1.6 pM primer (T7 promotor atau SP6 promotor) dan 200-600 ng fragmen DNA dalam 10 µl volume sesuai protokol. Kondisi PCR selama 25 siklus dengan tahap denaturation pada suhu 95 0C selama 10 detik, annealing pada suhu 60 0C selama 5 detik, extention pada suhu 60 0C selama 4 menit dan penyimpanan pada suhu 4 0C. Fragmen DNA dipurifikasi dengan ethachinmate (Nippon Gene) sesuai protokol. Pelet dilarutkan dalam Hi-Di™Formamide (Applied biosystems), kemudian dipindahkan dalam plate sekuen dan di-heatshock pada suhu 94 0C selama 3 menit, dilanjutkan dalam es selama 5 menit. Fragmen disekuen dalam mesin sequncer ABI3130xl genetic analyzer (Applied Biosystems).
Perancangan dan Karakterisasi Primer. Hasil sekuen dianalisis dengan program sequencer scanner v.1.0 (Applied biosystem) dan Genetyx® (Genetyx Corporation). Fragmen yang memiliki SSR dibuat primer dengan menggunakan program Primer3 dalam web (http://frodo.wi.mit.edu). Desain primer yang telah dibuat dipesan ke penyedia oligo primer (Fasmac). Optimasi primer menggunakan masing-masing 12.5 µM primer reverse dan forward yang mengamplifikasi 2.5 ng DNA genom manggis dalam larutan PCR; 10x NH4 buffer, 50 mM MgCl2, 2.5 mM dNTP, dan 1 U Bio Taq DNA Pol.
15 dalam 12.5 µl volume. Kondisi awal PCR pre-denaturation 94 0C selama 3 menit, dilanjutkan 35 siklus dengan tahap denaturation pada suhu 94 0C selama 30 detik, annealing pada suhu 52 – 62 0C (interval 2 0C) selama 45 detik, extention pada suhu 72 0C selama 1 menit, dilanjutkan extention akhir dan penyimpanan pada suhu 4 0C. Visualisasi dalam 2 % gel agarose selama 45 menit dengan pewarnaan EtBr.
Analisis Lokus Mikrosatelit. Analisis mikrosatelit dengan mengamplifikasi 12.5 ng DNA genom dalam larutan PCR ; 10x NH4 buffer, 50 mM MgCl2, 2.5 mM dNTP, 1 U Bio Taq DNA Pol., 12.5 µM primer FAM-M13, 12.5 µM primer reverse, dan 12.5 µM primer M13(-21)-forward dalam 12.5 µl volume. Kondisi awal PCR pre-denaturation pada suhu 94 0C selama 3 menit dilanjutkan dalam 30 siklus dengan tahap denaturation pada suhu 94 0C selama 30 detik, annealing x 0C (tergantung suhu primer annealing) selama 45 detik, extention pada suhu 72 0C selama 1 menit, kemudian dilanjutkan kembali dengan 30 siklus dengan tahap denaturation pada suhu 94 0C selama 30 detik, annealing pada suhu 53 0C selama 45 detik, extention pada suhu 72 0C selama 1 menit dan extention akhir pada suhu 72 0C selama 10 menit dan penyimpanan pada suhu 4 0C. Produk PCR dicek dalam mesin FluoroImager595 (Molecular Dynamics) kemudian dianalisis dengan GeneScan™500LIZ™ (Applied Biosystems) dan Hi-Di™ Formamide sesuai protokol dalam ABI3130xl genetic analyzer.
Analisis Mikrosatelit A. Koleksi daun manggis 1. Daun manggis diambil dengan daun ke 2 atau ke 3 dari ujung tangkai. 2. Daun manggis disimpan dalam kantong plastik berisi silika gel saat di lapangan. Daun manggis dicuci dengan 2 % detergen
dan dibersihkan
dengan 70 % alkohol, dikeringkan dan disimpan dalam freezer bersuhu –20 0C.
16 B. Ekstraksi DNA 1. Potongan daun manggis ukuran 1 cm2, dimasukan ke dalam pestel berserta 800 µl larutan isolasi kemudian digerus dengan mortar hingga halus. Kemudian, ditambahkan 400 µl larutan ekstraksi dan dipindahkan ke dalam 1.5 ml tabung eppendorf dilanjutkan dengan inkubasi dalam waterbath pada suhu 65 0C selama 30 – 45 menit dengan beberapa pengadukan setiap 15 menit. 2. Tabung disimpan dalam suhu ruangan selama 15 menit kemudian ditambahkan 800 µl CIA (24:1), kemudian putar balikan tabung pelan-pelan selama 10 menit dilanjutkan sentrifugasi pada 12 000 rpm selama 10 menit pada suhu kamar. 3. Supernatant dipindahkan ke dalam tabung baru kemudian ditambahkan 500 µl isopropanol dingin. Tabung diputar secara perlahan sampai terlihat serat-serat putih dan simpan dalam freezer bersuhu –20 0C selama dua jam atau overnight (12 jam). Penyimpanan dilanjutkan dalam suhu ruangan selama 30 menit kemudian disentrifugasi 12 000 rpm selama 15 menit pada suhu ruangan. Supernatant dibuang dan ditambahkan 500 µl etanol 70%. Tabung disentrifugasi 12 000 rpm selama 10 menit pada suhu kamar kemudian supernatant dibuang dan keringkan dalam suhu kamar selama satu jam. Pelet ditambahkan 100 µl air bebas ion dan disimpan dalam freezer bersuhu –20 0C. C. Pengujian Kualitas DNA 1. Larutan DNA sebanyak 5 µl dicampurkan dengan 1 µl loading dye kemudian dimasukan ke dalam sumur 0.8 % gel agarose dan di-running pada mesin elektroporesis dengan kecepatan 100 v selama 30 menit. 2. Gel agarose disimpan dalam larutan ethidium bromide selama 30 menit dan divisualkan pada UV transluminator.
Analisis Data Alelik Mikrosatelit. Data keluaran dari penghitungan algoritma ukuran alel pada mesin ABI3130xl genetic analyzer yang dianalisis dengan program Peak Scanner 1.0.
17 Pengamatan Morfologi di Lapangan Pengamatan tanaman manggis meliputi pengamatan ekologi tanaman dan fase morfologi pertumbuhan tanaman vegetatif serta generatif (produksi) meliputi : A. Ekologi Pertanaman 1. Letak lintang (latitude) dan bujur (longitude) Memberi tanda letak tanaman contoh berdasarkan letak lintang dan bujur bumi menggunakan GPS. 2. Elevasi (altitude) Mengukur ketinggian tempat pertanaman yang diukur dengan GPS dengan satuan m dpl (di atas permukaan laut).
B. Fase Pertumbuhan Tanaman Contoh 1. Fase vegetatif a. Karakter batang dan tajuk (pohon) -
Lingkar batang (cm), diukur 50 cm di atas pemukaan tanah
b. Karakter daun -
Kerapatan daun (panjang ruas dan Diameter ruas) Diukur antara dua buku pada ruas daun ke 3 dari ujung daun yang telah membuka sempurna (mm)
-
Panjang petiol (mm)
-
Diameter petiol (mm)
-
Panjang daun (mm)
-
Tebal daun (mm)
-
Lebar daun (mm)
2. Fase generatif a.
Karakter morfologi -
Panjang tangkai buah (mm)
-
Jumlah lokul buah
-
Panjang buah (mm)
-
Diameter buah (mm)
18 -
Bobot total buah (g)
-
Bobot daging+biji (g)
-
Bobot kulit (g)
-
Tebal kulit buah (mm)
b. Karakter kimia -
Total padatan terlarut aril (0brix)
-
Total asam tertitrasi (TAT)
-
Derajat kemasaman (pH)
Analisis Data Uji Kehomogenan Ragam. Untuk mengetahui ragam penarikan contoh dari dua populasi atau lebih terhadap pengamatan dilakukan analisis uji khi-kuadrat (X2) atau untuk menguji kehomogenan ragam (uji Bartlett). 2.3026 f k. logs − ∑ logs
X = k+1 1+[ ] 3kf
s = penduga ragam ke-i s = penduga ragam gabungan k
= jumlah ragam
f
= derajat bebas untuk setiap s Asumsi yang digunakan adalah berdasarkan P value. Apabila P value <
0.05 diasumsikan karakter tersebut nyata beragam pada tingkat kepercayaan 95 %, sedangkan Apabila P value > 0.05 diasumsikan karakter tersebut tidak nyata beragam pada tingkat kepercayaan 95 % atau karakter tersebut homogen. Data dengan asumsi homogen atau data yang telah dihomogenkan/normalitas dengan mentranformasi data menggunakan prosedur Box-Cox transformation dalam aplikasi Minitab 14. Hasil akhir data dilanjutkan dengan pengujian Fisher (LSD, least significant difference) yang dijalankan dibawah program Minitab 14.
19 Perbandingan ragam dan standar deviasi. Analisis perbandingan ragam dengan dua kali standar deviasinya menggunakan kriteria yang telah dikembangkan oleh Mansyah (2002). Nilai ragam dan standar deviasi diperoleh dari nilai penghitungan (Steel dan Torrie, 1993) : σ =
∑ x + ∑ x /n n − 1
σ =Ragam Fenotipe xi = Nilai rata-rata genotipe ke-i n = jumlah genotipe yang diuji Kriteria penilaian terhadap perbandingan ragam dan standar deviasi oleh Darajat (1987) dalam Mansyah (2002) : - σ > Sdσ menunjukkan variabilitas luas - σ < Sdσ menunjukkan variabilitas Sempit Kriteria akhir dari perbandingan uji Bartlett dengan perbandingan ragam dan standar deviasi menggunakan kriteria gabungan (Tabel 1) Tabel 1 Kriteria Gabungan Variabilitas Uji Bartlett dan Perbandingan Ragam dan Standar Deviasi Uji Bartlett Beragam Beragam Sangat nyata beragam Sangat nyata beragam Tidak beragam Tidak beragam
Perbandingan Ragam dan Standar Deviasi Luas Sempit Luas Sempit Luas Sempit
Kriteria Akhir Luas Sempit Luas Luas Sempit Sempit
(sumber : Mansyah, 2002)
Analisis Komponen Utama. Principle Component Analysis (PCA) merupakan analisis multivariat yang menggabungkan beberapa variabel menjadi dua atau tiga variabel yang menjadi suatu kompenen utama melalui regresi peubah ganda. Komponen utama yang dibentuk mewakili hampir semua variabel yang diuji dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Komponen yang dipilih merupakan komponen yang memiliki nilai akar ciri (eigen value) lebih dari satu. Data distandarisasi dangan metode Z-score untuk menyeragamankan bobot dari masing-masing variabel. Aplikasi dijalankan dalam program Minitab 14.
20 Analisis Kluster. Analisis untuk mengelompokan suatu variabel atau pengamatan menjadi beberapa pengamatan yang lebih sedikit dengan mempertimbangkan jarak antara pengamatannya. Analisis ini dapat dilakukan jika pada hasil PCA tidak dapat memberikan pengelompokan yang jelas. Analisis kluster memberikan informasi kedekatan antara individu yang disajikan dalam sebuah diagram pohon (dendrogram). Aplikasi dijalankan dalam program Minitab 14.
Analisis Diskriminan. Analisis ini digunakan untuk membentuk suatu kelompok pengamatan dari beberapa kelompok menjadi kelompok yang lebih kecil. Hasil lain dari analisis diskriminan ini dapat mengetahui pengelompokan yang salah dari setiap individu dan memprediksi penempatan yang benar. Aplikasi dijalankan dalam program Minitab 14.
Analisis Lintas. Analisis ini digunakan untuk mengetahui keterkaitan antar satu karakter dengan karakter lain melalui nilai korelasi dan nilai koefisien lintas yang dihitung berdasarkan metode aljabar matrix dari Singh dan Chaudary (1979). Aplikasi dijalankan dalam program SAS 6.12.
HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mikrosatelit Manggis Ekstraksi DNA Beberapa hasil metabolisme tanaman seperti kontaminan polifenol (Couch and Firtz, 1990) dan polisakarida (Rether et al., 1993) dapat menghambat aktifitas komponen dalam polymerase chain reaction (PCR) khususnya aktivitas DNA polymerase. Manggis mempunyai kandungan metabolit sekunder yang khas berupa senyawa golongan Xanthone (Chin et al., 2008) dan polifenol (Bruni and Sacchetti, 2009). Larutan penyangga ekstraksi DNA yang digunakan adalah 2 % CTAB dengan dimodifikasi (Inoue et al., 2007). Untuk mengurangi beberapa kontaminan diantarannya polifenol digunakan PEG 6000 dan PVP untuk adsorbsi senyawa polifenol. Penggunaan β-mercaptoethanol juga ditambahkan untuk mengurangi tingkat oksidasi senyawa polifenol tersebut. Kehadiran senyawa fenolik dalam ekstraksi DNA ditandai dengan larutan ekstraksi berubah menjadi warna coklat (Gambar 1). Dalam larutan penyangga ekstraksi ditambahkan Spermine yang digunakan untuk membantu presipitasi DNA (Subirana and Vives, 1981) yang memiliki kuantitas DNA yang kecil.
Gambar 1. Kehadiran Senyawa Fenolik dalam Larutan Penyangga Ekstraksi Dalam tahapan proses ekstraksi secara mekanik perbaikan dilakukan dengan meningkatkan putaran pada tahap sentrifugasi dan lama penyimpanan dalam presipitasi iso-propanol. Pada tahap sentrifugasi kenaikan besaran sentrifugasi secara bertahap dapat menjadikan pelet yang terbentuk menjadi lebih kuat dan lama sentrifugasi dapat dilakukan hingga 20 – 30 menit untuk beberapa
22 kasus seperti daun kering manggis yang telah disimpan pada suhu -20 0C selama 6 bulan. Tahapan waktu penyimpanan dalam presipitasi iso-propanol dalam suhu -30 0C dapat meningkatkan proses kondensasi untaian DNA dalam larutan. Dalam penelitian dengan beberapa modifikasi fisik dalam ekstraksi DNA mampu meningkatkan perolehan DNA. Hasil elektroforesis ekstraksi DNA yang digunakan sebagai bahan untuk pembuatan pustaka adalah manggis kultivar Wanayasa dan Purworejo (Gambar 2) yang menunjukkan band jelas tanpa smear yang diberi perlakukan enzim RNAse 10 mg/L dengan konsentrasi DNA >10 ng/µl total.
W A N A Y A S A
P U R W O R E J O
Gambar 2. Hasil Ekstraksi DNA Sebagai Bahan Pustaka Genom Pemotongan DNA Genom dan Ligasi Adaptor-Linker Pemotongan DNA dengan enzim restriksi RsaI memotong jelas DNA genom secara smear antara 400 – 5 000 base pair/bp (Gambar 3). Akan tetapi, kisaran yang baik untuk pembuatan fragmen mikrosatelit adalah 200 – 1 000 bp (Zane et al., 2002). Nunome et al. (2006) menyatakan penggunaan enzim restriksi RsaI dapat meningkatkan perolehan fragmen mikrosatelit dibandingkan dengan enzim restriksi AluI dan HaeIII pada tanaman terung. Enzim restriksi RsaI memotong rangkaian DNA dengan tipe blunt end pada situs restriksi GT//AC.
23
Gambar 3. Hasil Pemotongan DNA Kultivar Wanayasa dengan Enzim Restriksi RsaI Dua adaptor linker masing-masing adaptor linker1 dan adaptor linker2 diligasikan ke potongan fragmen kemudian diamplifikasi dengan adaptor linker2. Hasil amplifikasi menunjukkan kisaran fragmen yang terkonsentrasi pada kisaran 400 – 800 bp (Gambar 4). Hal tersebut menandakan pemotongan DNA dengan enzim restriksi RsaI berhasil.
W1 W2 W3 W4
Gambar 4. Hasil Amplifikasi Ligasi Adaptor Linker RsaI ke Fragmen DNA Selective Hybridization Denaturasi fragmen kemudian dihibridisasikan dalam keadaan utas tunggal dalam membran nylon yang telah disaringkan beberapa oligonukleotida mikrosatelit. Suhu hibridisasi yang digunakan adalah 60 0C disertai pembasuhan dengan larutan pembasuh SDS dan SSC dengan konsentrasi berbeda sebanyak
24 4 x (pembasuh 1) dan 2 x (pembasuh 2) berturut-turut. Nunome et al. (2006) menyatakan suhu hibridisasi antara kisaran 55 0C – 65 0C dengan suhu 60 0C menunjukkan kondisi optimal dalam perolehan fragmen mikrosatelit. Pembasuhan juga
mempengaruhi
proses
akhir
hibridisasi
dengan
kondisi
optimal
4 x (pembasuh 1) dan 2 x (pembasuh 2) pembasuhan berturut-turut. Setelah proses elusi, fragmen DNA diamplifikasi kembali dengan adaptor linker2 sebagai primer dengan kisaran hasil amplifikasi fragmen 100 – 800 bp (Gambar 5). Tabel 2. Perlakuan Suhu Hibridisasi dan Pembasuhan pada Tahap Selective Hybridization Sampel W1 W2 W3 W4
Suhu Hibridisasi (0C) 60 60 55 65
Pembasuhan 5 x (pembasuh 1), 3 x (pembasuh 2) 4 x (pembasuh 1), 2 x (pembasuh 2) 4 x (pembasuh 1), 2 x (pembasuh 2) 4 x (pembasuh 1), 2 x (pembasuh 2)
Keterangan : pembasuh 1 (2x SSC, 0.01 % SDS) dan pembasuh 2 (0.05x SSC, 0.01 % SDS)
Gambar 5-A menunjukkan sampel dengan perlakuan W2 (Tabel 2) yang terkonsentrasi pada kisaran fragmen 400 – 800 bp pada suhu yang sama. Suhu 60 0C membentuk smear pada kisaran yang rata. Perbedaan tersebut menunjukkan suhu hibridisasi dan pembasuhan mempengaruhi dalam perolehan kisaran fragmen. Untuk mendapatkan fragmen mikrosatelit yang mempunyai flanking region pada kisaran 200 – 1 000 bp (Zane et al., 2002). Fragmen hasil hibridisasi dipurifikasi dengan pemotongan gel pada kisaran 400 – 800 bp (Gambar 5-B).
W1 W2 W3 W4 W1 W2 W3 W4
A Gambar 5.
B
(A) Kisaran Hasil Fragmen Filter Hybridization dengan Metode Enrichment dan (B) Hasil Purifikasi Fragmen DNA 400 - 800 bp Setelah Enrichment.
25 Ligasi Vektor, Transformasi dan Skrining Koloni Purifikasi fragmen DNA diligasikan ke dalam pGEM-T® easy vector dan ditransformasikan ke competent cells JM109 (Gambar 6-A) kemudian di-skrining biru-putih (Gambar 6-B). Pada hasil skrining masih terlihat koloni biru, akan tetapi koloni tersebut telah terinsersi fragmen DNA. Efisiensi dalam pemasukan fragmen ke dalam vektor dapat dihitung dengan menghitung efisiensi insersi sehingga tidak terjadi mismatch.
A
B
Gambar 6. (A) Biakan Koloni Hasil Transformasi dan (B) Skrining Biru-putih Koloni diamplifikasi dengan primer SP6 promotor, T7 promotor dan oligo mikrosatelit untuk mengetahui calon koloni yang mempunyai fragmen mikrosatelit. Kombinasi SP6 promotor, T7 promotor, dan oligo mikrosatelit (Gambar 7-A) serta kombinasi T7 promotor dan oligo mikrosatelit (Gambar 7-B) tidak menunjukkan fragmen yang teramplifikasi. Tabel 3. Perkiraaan Koloni Bermikrosatelit dari Amplifikasi Koloni dengan SP6 Promotor dan Oligo mikrosatelit Sampel W1 W2 W3 W4
Koloni Bermikrosatelit (%) 4 21 5 7
Ukuran fragmen insersi yang masuk ke dalam vektor hanya ukuran yang terkecil dari fragmen yang ada. Hal ini dapat terlihat dari amplifikasi koloni dengan menggunakan primer SP6 promotor dan primer T7 promotor. Diduga ada beberapa senyawa yang menghambat dari aktifitas enzim ligase pada insersi di
26 plasmid. Kombinasi SP6 promotor dan oligo mikrosatelit (Gambar 7-C) menunjukkan ada fragmen yang teramplifikasi dengan perkiraan koloni yang mengandung mikrosatelit terbesar pada perlakuan W2 (Tabel 3). Hal ini diduga oligo mikrosatelit yang digunakan sebagai pemula amplifikasi yang tidak diketahui tepat panjang pengulangan dan diinterupsi oleh SP6 promotor sebagai primer interuptor dalam proses amplifikasi sehingga koloni yang berfragmen tersebut teramplifikasi.
A
Gambar 7.
B
C
(A) Hasil Amplifikasi Koloni dengan Primer SP6 Promotor-T7 Promotor Oligo mikrosatelit, (B) Primer T7 Promotor – (C) oligo mikrosatelit, dan Primer SP6 Promotor – oligo mikrosatelit
Isolasi Plasmid dan Sekuen Kandidat koloni yang mengandung mikrosatelit kemudian diisolasi plasmidnya dari koloni E. coli competent cells JM109 dan dipurifikasi dengan presipitasi PEG. Penambahan PEG digunakan untuk menghindari kontaminasi pada saat proses sekuen yang mengakibatkan kesalahan pembacaan basa (Gambar 8-A). Plasmid yang telah diisolasi kemudian disekuen dengan protokol BigDye® Terminator v3.1 Cycle Sequencing Kit pada mesin sequncer ABI3130xl genetic analyzer (Gambar 8-B). Pembacaan sekuen dilakukan baik dari arah SP6 promotor atau T7 promotor sehingga dapat diketahui kesalahan pembacaan dari mesin sekuenser.
27
A
B Gambar 8. Kromatogram Hasil Sekuen (A) Sebelum dan (B) Setelah Purifikasi dengan purifikasi PEG Hasil sekuen pada 128 fragmen terdapat 23 % fragmen yang mengandung mikrosatelit dan 5 % yang mempunyai flanking region (Tabel 4). Fragmen yang tidak memiliki flanking region untuk membuat pasang primer dikarenakan situs restriksi RsaI dekat dengan sekuen ulangan mikrosatelit. Tabel 4. Persentase Jumlah Fragmen Mikrosatelit pada Tanaman Manggis Kategori Fragmen Mikrosatelit Fragmen bermikrosatelit Non flanking region Flanking region
Jumlah (%) 23 14 5
Motif mikrosatelit yang muncul pada pustaka yang dibuat adalah tipe dinukleotida bermotif (CA)n, (TG)n, (CT)n, dan (TA)n sebesar 67 % dan tipe campuran dinukleotida sebesar 17 % (Tabel 5). Tipe motif (TA)n merupakan motif mikrosatelit terbanyak dalam genom tumbuhan dan sangat sulit diisolasi karena bersifat palindrom (Powell et al., 1996). Tabel 5. Tipe dan Jumlah Pengulangan Motif Mikrosatelit Tipe Nukleotida Dinukleotida Trinukleotida dan tipe lainnya Campuran Jumlah
Jumlah Pengulangan Motif (%) <10 >=10 Jumlah 13 54 67 16 0 16 4 13 17 33 67
28 Analisis Sekuen dan Primer Hasil fragmen yang diperoleh kemudian dipisahkan dari sekuen adaptor dengan program Genetyx® bagian ATSQ dan dirancang primer dengan menggunakan Primer3 versi web. Informasi penting dari perancangan primer adalah perkiraan suhu annealing dan panjang produk dalam PCR. Optimasi setiap pasang primer dilakukan pada kisaran 52 – 60 0C dengan interval 2 0C (Tabel 6). Tabel 6. Ukuran Produk dan Optimasi Suhu Annealing Lokus IGMB Lokus
Motif
IGMB001 IGMB002 IGMB003 IGMB004 IGMB005 IGMB006
(AC)23 (AC)26 (AC)11 (AC)13 (TC)16(AC)10 (AC)30(AT)(AC)13(AT)6
Ukuran Produk (bp) 234 141 122 141 189 198
Suhu annealing (0C) 52 58 56 56 58 58
Hasil optimasi suhu annealing diperlukan untuk mengkonfirmasi ukuran produk dan penampilan band yang dihasilkan. IGMB001 (Gambar 9) berhasil mengamplifikasi genom manggis dan menghasilkan ukuran produk antara kisaran 200 – 400 bp. Pada suhu annealing 52 0C (Gambar 9) menunjukkan band yang jelas dan terang sehingga dapat dijadikan suhu optimum untuk primer ini.
v x c h l mp
w
560C
w
540C
520C
v x c h l mp
v x c h l mp
w
vx c h l mp
580C
w
Gambar 9. Optimasi Suhu Annealing pada IGMB001 (w; Wanayasa, p; Purworejo, m; G. mangostana aksesi Tsukuba, l;G. malaccensis, h; G. hombroniana, c; G. celebica, x; G. xanthoxymus, v; G. vitiensis)
29 Keragaman Genetik Berdasarkan Marka Mikrosatelit Identifikasi Alel pada Lokus IGMB Analisis alel pada lokus IGMB dengan menggunakan flouresen berlabel, FAM (6-carboxy-fluorescine), empat primer IGMB telah dianalisis dengan menghasilkan alel polimorfik pada genotipe yang dianalisis ( Tabel 7). Tabel 7. Ukuran Alel dan Alel Spesifik pada Lokus IGMB Lokus IGMB001 IGMB002 IGMB003
Ukuran Alel (bp) 256, 275 106, 129, 136, 158 129, 132
IGMB006
126, 198, 218
Alel Spesifik (bp) 233, 236,254, 257 127, 130, 136, 137, 138, 157, 193, 194, 223, 244, 280, 295, 309 111, 117, 139
Lokus IGMB001 Primer IGMB001 dibuat dari fragmen berukuran 277 bp dengan motif mikrosatelit dinukleotida, (AC)23. Ukuran panjang primer 22-mer untuk primer forward dengan kandungan GC 31.82 % dan 20-mer untuk primer reverse dengan kandungan GC 55 %. Jumlah alel yang dapat diamplifikasi oleh primer IGMB001 berjumlah 6 alel per lokus. Dua alel yaitu alel 256 dan 275 (Gambar 10) merupakan alel dominan yang terdapat pada genotipe yang dianalisis, akan tetapi mempunyai pasangan alel spesifik yaitu alel 236 dan 257 (Lampiran 20) serta alel 233 dan 254 (Lampiran 21) pada beberapa genotipe. Lokus IGMB002 Primer IGMB002 dibuat dari fragmen berukuran 221 bp dengan motif mikrosatelit dinukleotida, (AC)26. Ukuran panjang primer 20-mer untuk primer forward dengan kandungan GC 50 % dan 24-mer untuk primer reverse dengan kandungan GC 33 %. Jumlah Alel yang dapat diamplifikasi oleh primer IGMB002 berjumlah 4 alel per lokus. Alel yang teramplifikasi adalah 106, 129, 136, dan 158 (Gambar 11).
30
Alel 275 Alel 256
Gambar 10. Elektrophenogram Alel 256 dan 275 pada lokus IGMB001
Alel 106
Alel 157
Alel 129 Alel 136
Gambar 11. Elektrophenogram Alel 106, 129,136, dan 157 pada Lokus IGMB002 Lokus IGMB003 Primer IGMB003 dibuat dari fragmen berukuran 160 bp dengan motif mikrosatelit dinukleotida, (AC)11. Ukuran panjang primer 21-mer untuk primer forward dengan kandungan GC 38.10 % dan 21-mer untuk primer reverse dengan kandungan GC 47.62 %. Jumlah Alel yang dapat diamplifikasi oleh primer IGMB003 berjumlah 15 alel per lokus. Dua alel yaitu alel 129 dan 132 (Gambar 12) merupakan alel dominan yang terdapat pada genotipe yang dianalisis, akan tetapi mempunyai alel spesifik yaitu alel 127, 130, 136, 137, 138, 157, 193, 194, 223, 244, 280, 295, dan 309 pada beberapa genotipe (Lampiran 22–Lampiran 29).
31
Alel 132
Alel 129
Gambar 12. Elektrophenogram Alel 129 dan 132 pada Lokus IGMB003 Lokus IGMB006 Primer IGMB006 dibuat dari fragmen berukuran 310 bp dengan motif nukleotida campuran, (AC)30(AT)(AC)13(AT)6. Ukuran panjang primer 21-mer baik primer forward maupun primer reverse dengan kandungan GC 42.86 %. Jumlah Alel yang dapat diamplifikasi oleh primer IGMB006 berjumlah 6 alel per lokus. Tiga alel yaitu alel 126, 198, dan 218 (Gambar 13) merupakan alel dominan yang terdapat pada genotipe yang diuji, akan tetapi mempunyai 3 alel spesifik yaitu 111, 117, dan 139 (Lampiran 31) pada beberapa genotipe.
Alel 126
Alel 198
Alel 218
Gambar 13. Elektrophenogram Alel 126, 198, dan 218 pada Lokus IGMB006
32 Organisasi Set Kromosom Mikrosatelit merupakan marka molekuler yang dapat membedakan alel heterozigot dan homozigot. Kemunculan alel mewakili masing-masing masing masing satu set kromosom
homolog,
sehingga
jumlah
alel
maksimal
yang
ditemukan
menunjukkan jumlah maksimal set kromosom homolog. Pengamatan jumlah alel pada da empat lokus IGMB ditemukan maksimal empat alel pada lokus IGMB002 dan IGMB006 (Gambar Gambar 14).. Kemunculan empat alel pada tanaman manggis mendukung bahwaa manggis merupakan tanaman tetraploid seperti yang telah diamati secara sitologi oleh Tixier (1955) dan pengamatan dengan mengamati intermediet tanaman manggis berdasarkan pada dua kerabat dekatnya yang diduga sebagai progenitor yaitu G. malaccensis dan G. hombroniana (Richards, 1990b) 1990b). Keberadaan alel dalam lokus mikrosatelit telah menunjukkan secara jelas bahwa manggis merupakan tanaman tetraploid. Jumlah alel yang muncul per lokusnya dari setiap individu maksimal empat. Penggunaan marka mikrosatelit telah elah membuktikan bahwa ubi (Ipomea ( batatas)) merupakan tanaman hexaploid dari kemunculan enam alel per lokusnya (Hidayatun, 2005).
Gambar 14.
Model Set Kromosom Tetraploid pada Manggis dengan Lokus IGMB006
Organisasi set kromosom pada persilangan tanaman yang menghasilkan tanaman allotetraploid telah diteliti pada tanaman Pennisetum americanum dan P. squamulatum (Durjadin and Hanna, 1987). Hasil persilangan menghasilkan tanaman dengan jumlah kromosom yang berbeda berbeda yaitu 27, 28, dan 56. Richards (1990b) menghipotesiskan bahwa manggis merupakan tanaman allotetraploid perpaduan dari G. malaccensis dan G. hombroniana.
33 Hubungan Kekerabatan Manggis Dengan Beberapa Kerabat Liar Manggis Analisis lokus IGMB menunjukkan hanya beberapa kerabat liar yang dapat diamplifikasi oleh primer IGMB. Gambar 15 menunjukkan ukuran alel dari individu/spesies yang berhasil diamplifikasi. Dari hasil pengamatan hanya tiga spesies yang dapat diamplifikasi dengan baik oleh IGMB001 yang mempunyai kedekatan ukuran alel dengan manggis yaitu G. celebica (alel 254 dan alel 256), dan G. malaccensis (alel 233, alel 273, dan alel 275). Pada kluster A dan kluster B pasangan alel yang dimiliki manggis merupakan bagian dari alel kerabat liarnya.
G. celebica
Kluster A
Alel 252 Alel254
G. mangostana Alel 254
Alel 233
Alel 252
G. malaccensis Alel 233
Kluster B Alel 275 Alel 273
Kluster C
Gambar 15. Identifikasi Kesamaan Pasangan Alel Lokus IGMB001 pada G. celebica, G. mangostana kultivar Wanayasa, dan G. malaccensis
34 Hal ini menunjukkan ada hubungan antara ketiga spesies ini dengan jumlah alel G. mangostana yang merupakan gabungan dari G. celebica dan
G.
malaccensis. Pada Gambar 15, kluster C merupakan alel yang terdapat pada genotipe manggis lainnya (Gambar 10). Hal ini mendukung tanaman allotetraploid yang dibentuk dari hibridisasi dua spesies atau lebih yang diikuti oleh penggandaan kromosom alami (Chahal dan Gosal, 2002) seperti gandum.
Gambar 16. Amplifikasi Alel G. malaccensis pada Lokus IGMB001
Alel 138
Alel 195 Alel 309
Gambar 17. Amplifikasi Alel G. malaccensis pada Lokus IGMB003
35 Pada lokus IGMB003 G. malaccensis memberikan kemunculan alel pada ukuran 138, 195, dan 309 (Gambar 17). Alel 138 dan 309 dapat dilihat pada alel genotipe WYN048 (Lampiran 26) dan alel 195 terdapat dalam alel genotipe WYN050 (Lampiran 27).
Alel 126
Alel 196 Alel 160
Gambar 18. Amplifikasi Alel G. malaccensis pada Lokus IGMB006
Pada lokus IGMB006 G. malaccensis memberikan kemunculan alel pada ukuran 126, 160, dan 196 (Gambar 18). Hanya Alel 126 (Gambar 13) yang dapat ditemukan pada genotipe manggis dan alel ini merupakan alel dominan pada genotipe yang diamati.
Gambar 19. Amplifikasi Alel G. celebica pada Lokus IGMB001
36
Alel 129
Alel 138
Gambar 20. Amplifikasi Alel G. celebica pada Lokus IGMB003 Pada lokus IGMB003 G. celebica memberikan kemunculan alel pada ukuran 129 dan 138 (Gambar 20). Alel 129 yang dapat ditemukan pada genotipe (Lampiran 23) dan alel 138 dapat ditemukan pada genotipe (Lampiran 26) yang teramplifikasi juga pada G. malaccensis. Penggunaan marka mikrosatelit yang bersifat marka kodominan dalam penelusuran tetua manggis telah membuktikan bahwa ada progenitor lain yang selama ini dihipotesiskan oleh Richards (1990c) selain G. hombroniana. Kajian terhadap penelusuran tetua pada genus Garcinia telah dilakukan oleh Yapwattanaphun et al. (2004) menggunakan ITS (Internal Transcribed Spacer) yang merupakan marka dari ribosomal DNA (rDNA). Penggunaan marka ITS menduga bahwa G. hombroniana bukan sebagai progenitor persilangan manggis karena terpisah jauh dari kelompok manggis dan G. malaccensis. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sinaga (2008) menunjukkan adanya hubungan kedekatan G. porrecta dengan marka AFLP. Dalam penelitian ini, alel yang terbentuk dalam tanaman manggis terdapat juga pada alel pada G. malaccensis dan G. celebica.
Keberadaan Alel Spesifik pada Populasi Manggis Alel spesifik dapat ditemukan pada lokus IGMB001, IGMB003, dan IGMB006. Elektrophenogram keberadaan alel spesifik pada beberapa genotipe dapat dilihat pada Lampiran 20 sampai Lampiran 31
37 Keragaman Morfologi pada Populasi Manggis Kondisi Umum Daerah populasi tanaman manggis yang diamati meliputi Leuwiliang, Kaligesing, Puspahiang, dan Wanayasa. Keempat sentra produksi tersebut merupakan populasi manggis yang sudah resmi didaftarkan sebagai varietas (kutivar) unggul manggis. Mulai dari pelepasan varietas Kaligesing, Wanayasa, Puspahiang dan terakhir pada tahun 2009 Leuwiliang. Populasi manggis yang diamati sebagai kebun campuran dengan tanaman buah atau tanaman lainnya. Kebun tersebut sudah tertata sesuai acuan baku pada prosedur operasional baku manggis. Sebagian besar populasi di Leuwiliang terbagi menjadi dua yaitu desa Barengkok dan Desa Cenggal (Lampiran 1). Kedua tempat tersebut dipisahkan oleh sungai dan perbedaan ketinggian. Pola penyebaran manggis di daerah ini diduga berasal dari daerah Desa Barengkok melalui penanaman oleh salah seorang warga (Suwardi, komunikasi pribadi). Populasi Kaligesing berada diantara tanaman buah durian yang merupakan buah unggulan di daerah tersebut yang menjadi komoditas buah di Kabupaten Purworejo. Populasi Puspahiang merupakan populasi manggis yang tersebar luas di Kabupaten Tasikmalaya. Manggis Puspahiang sudah sejak tahun 1990 memasuki pasar ekspor dengan tujuan Cina. Sepuluh perusahaan eksportir yang telah menjalin kerjasama dengan petani manggis di Puspahiang (Supena, Komunikasi pribadi). Tahun 1970 di daerah Puspahiang sempat dialihfungsikan menjadi areal lada sehingga banyak tanaman manggis tua yang ditebang (Supena, Komunikasi pribadi). Banyak ditemukan tanaman manggis dengan ukuran diameter batang lebih dari 90 cm. Populasi Wanayasa berada pada dataran menengah yang banyak ditumbuhi tanaman teh dan tanaman rempah lainnya seperti kapulaga. Tanaman manggis sendiri tersebar di areal tanah penduduk. Kondisi ekologi populasi manggis yang diamati beragam. Untuk ketinggian tempat pengamatan populasi manggis berkisar diantara 125 – 706 m di atas permukaan laut (dpl). Sebaran empat populasi manggis berdasarkan ketinggian serta koordinat bumi dapat dilihat pada Lampiran 1
U
Gambar 21. Peta Empat Populasi Sampel Manggis di Pulau Jawa
39 Uji Kehomogenan Ragam Hasil perbandingan ragam antar populasi dan perbandingan ragam dengan dua kali standar deviasi (Tabel 8) menggunakan uji kehomogenan ragam (uji Bartlett) terhadap 23 karakter kuantitatif menunjukkan adanya keragaman fenotipe. Sebanyak lima karakter vegetatif dari delapan karakter vegetatif dan lima karakter produksi dari 16 karakter produksi menunjukkan variabilitas yang luas. Pola keragaman terlihat pada karakter vegetatif panjang ruas daun, diameter ruas daun, panjang petiol daun, lebar daun, dan rasio panjang/lebar daun. Variabilitas karakter produksi ditunjukan pada karakter panjang buah, rasio diameter buah, proporsi daging buah, padatan total terlarut dan derajat kemasaman buah. Analisis Ragam Hasil perbandingan nilai tengah dengan menggunakan uji Fisher (Tabel 8) menunjukkan sebagian karakter berbeda nyata, kecuali pada karakter panjang ruas daun dan lebar daun untuk karakter vegetatif serta karakter rasio diameter buah dan padatan total terlarut pada karakter produksi. Perbandingan Ragam dan Standar Deviasi Hasil perbandingan ragam dengan standar deviasi (Tabel 8) menunjukkan variabilitas sempit untuk semua karakter vegetatif. Variabilitas karakter produksi menunjukkan sebagian besar mempunyai variabilitas sempit, kecuali untuk karakter panjang dan diameter buah, rasio diameter buah, panjang tangkai buah, bobot buah total, bobot daging+biji, bobot kulit dan padatan total terlarut. Penilaian kriteria akhir pada karakter vegetatif menunjukkan karakter panjang dan diameter ruas daun, panjang petiol daun menunjukkan variabilitas luas. Karakter produksi pada kriteria akhir yang menunjukkan variabilitas luas adalah karakter panjang dan diameter buah, rasio diameter buah, panjang tangkai buah, bobot buah total, dan padatan total terlarut. Hasil penelitian berbeda yang telah dilakukan oleh Mansyah (2002), Prabowo (2002) dan Anggraeni (2003) menunjukkan panjang dan lebar daun serta rasionya tidak menunjukkan adanya variabilitas (sempit), sedangkan pada
40 pengamatan
karakter
produksi
Mansyah
(2002)
menunjukkan
rasio
panjang/diameter, tebal kulit, dan PTT tidak memiliki variabilitas luas. Wulan (2002) menunjukkan variabilitas sempit pada karakter bobot buah. Suhaeri (2003) hanya karakter panjang tangkai buah yang menunjukkan keragaman luas Pengamatan Karakter Fenotipe Panjang Ruas Daun. Pengamatan pada panjang ruas daun menunjukkan variabilitas yang luas. Hal ini terlihat pada nilai uji Bartlett yang menunjukkan sangat nyata beragam. Akan tetapi, perbandingan diantara populasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada empat populasi yang diujikan (Tabel 8).
Diameter Ruas Daun. Pengamatan pada diameter ruas daun menunjukkan variabilitas yang luas dilihat dari nilai uji Bartlett menunjukkan sangat nyata beragam. Pada perbandingan nilai tengah populasi menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata diantara populasi yang diujikan. Populasi dengan nilai terendah adalah populasi Leuwiliang yang mempunyai ukuran diameter ruas daun 0.523 mm yang berbeda dengan ketiga populasi lainnya (Tabel 8).
Panjang Petiol Daun. Pengamatan panjang petiol daun menunjukkan variabilitas yang luas dengan nilai uji Bartlett menunjukkan sangat nyata beragam. Perbedaan dalam populasi menunjukkan nilai sangat nyata pada uji F. Nilai tengah tertinggi diperoleh populasi Kaligesing sebesar 2.038 mm, sedangkan nilai tengah terkecil pada karakter panjang petiol daun dimiliki oleh populasi Wanayasa dengan nilai 1.642 mm (Tabel 8).
Diameter Petiol Daun. Pengamatan diameter petiol daun menunjukkan variabilitas yang sempit terlihat pada nilai uji Bartlett yang tidak beragam atau homogen. Pada perbandingan populasinya menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Diameter petiol daun terkecil diperoleh populasi Puspahiang dengan nilai 0.441 mm, sedangkan ukuran tertinggi terdapat pada populasi Wanayasa dan Kaligesing yang tidak berbeda satu sama lain dengan nilai masing-masing 0.461 mm dan 0.457 mm (Tabel 8).
Tabel 8. Rekapitulasi Pengamatan dan Analisis Keragaman Karakter Vegetatif dan Produksi di Empat Sentra Produksi Manggis Nilai Tengah LWL KLG PHG Panjang Ruas Daun (mm) 3.209 3.140 3.348 Diameter Ruas Daun (mm) 0.532b 0.645a 0.633a Panjang Petiol Daun (mm) 1.743b 2.038a 1.831b Diameter Petiol daun (mm) 0.447ab 0.461a 0.441b Panjang Daun (mm) 21.189a 21.662a 22.096a Lebar Daun (mm) 9.639 9.409 9.690 Tebal Daun (mm) 0.050b 0.056a 0.051b Rasio Panjang Lebar Daun (mm) 0.456ab 0.437b 0.440b Diameter Batang (cm) 87.500c 110.730ab 115.220a Panjang Buah (mm) 48.111ab 54.534a 53.407a Diameter Buah (mm) 54.477c 61.885a 61.827a Rasio Diameter Buah (mm) 1.029 1.032 1.041 Rasio Panjang Diameter Buah (mm) 0.884a 0.883a 0.864ab Panjang Tangkai Buah (mm) 19.596b 20.007b 20.528b Tebal Kulit Buah (g) 6.344d 8.159b 8.575a Bobot Buah Total (g) 81.100d 114.950b 121.120a Bobot Daging+biji Buah (g) 26.678c 36.480a 34.357a Bobot Kulit Buah (g) 50.498d 73.450b 80.380a Proporsi Daging Buah 0.326a 0.316a 0.285b Jumlah Lokul Buah 5.960b 6.040ab 6.190a Padatan Total Terlarut (0brix) 18.796 19.256 17.784 Total Asam Tertitrasi (mg/100 g) 5.799b 6.295ab 6.086b Rasio PTT TAT 3.310a 3.106ab 2.949b Derajat Kemasaman 3.691a 3.724a 3.623a Karakter
WYN 2.960 0.660a 1.624c 0.457a 19.801b 9.446 0.048b 0.479a 99.380b 49.934b 58.165b 1.018 0.861b 22.516a 7.241c 99.070c 30.888b 63.427c 0.309a 6.190a 16.628 7.982a 2.109c 3.439b
F-value 2.61tn 16.37** 23.14** 2.98* 6.57** 0.71tn 8.78** 5.33** 5.70** 16.25** 21.95** 1.99tn 3.36* 3.26* 19.31** 19.26** 10.33** 17.66** 5.09** 3.50* 1.90tn 16.28** 12.08** 7.10**
Uji Bartlett Perbandingan σ2 * Penilaian p-value 2σf σ2f kriteria kriteria akhir* 0.00 0.09 0.00 Sempit Luas 0.00 0.10 0.00 Sempit Luas 0.00 0.18 0.01 Sempit Luas 0.06 0.05 0.00 Sempit Sempit 0.31 3.47 3.01 Sempit Sempit 0.01 1.48 0.54 Sempit Sempit 0.33 0.01 0.00 Sempit Sempit 0.03 0.07 0.00 Sempit Sempit 0.66 46.50 540.56 Luas Luas 0.03 4.69 5.49 Luas Luas 0.30 4.77 5.68 Luas Luas 0.00 0.04 0.00 Sempit Luas 0.12 0.04 0.00 Sempit Sempit 0.18 4.53 5.13 Luas Luas 0.26 1.43 0.51 Sempit Sempit 0.19 25.80 166.41 Luas Luas 0.71 8.44 17.80 Luas Sempit 0.08 19.54 95.47 Luas Sempit 0.02 0.05 0.00 Sempit Sempit 0.56 0.39 0.04 Sempit Sempit 0.01 5.35 7.17 Luas Luas 0.14 1.54 0.59 Sempit Sempit 0.19 0.96 0.23 Sempit Sempit 0.01 0.30 0.02 Sempit Sempit
Keterangan: Angka pada kolom nilai tengah baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Fisher 5 % * kriteria berdasarkan Mansyah (2002) LWL (Leuwiliang), KLG (Kaligesing), PHG (Puspahiang), dan WYN (Wanayasa)
42 Panjang Daun. Pengamatan panjang daun menunjukkan variabilitas yang sempit yang ditunjukan pada uji Bartlett tidak beragam (homogen) dan perbandingan ragam dan standar deviasi yang sempit juga. Perbedaan diantara populasi ditunjukan pada uji F yang berbeda sangat nyata. Populasi Wanayasa memiliki panjang daun terkecil 19.801 mm dibandingkan dengan populasi lainnya yang menunjukkan tidak berbeda nyata pada nilai tengah yang sama (Tabel 8).
Lebar Daun. Pengamatan lebar daun menunjukkan variabilitas yang sempit terlihat pada nilai uji Bartlett nyata beragam dengan perbandingan ragam dengan standar deviasi menunjukkan variabilitas sempit. Perbandingan diantara populasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 8).
Tebal Daun. Pengamatan tebal daun menunjukkan variabilitas yang sempit dengan nilai uji Bartlett tidak beragam atau homogen dan perbandingan ragam dengan standar deviasi yang sempit. Populasi Kaligesing memiliki tebal daun terbesar dengan tebal 0.056 mm dibandingkan dengan ketiga populasi lainnya yang tidak berbeda nyata pada nilai tengah yang sama (Tabel 8).
Rasio Panjang Lebar Daun. Rasio panjang dan lebar daun menunjukkan variabilitas sempit dengan nilai uji Bartlett yang nyata beragam dengan nilai perbandingan ragam dan standar deviasi yang sempit juga. Perbedaan pada populasi dengan rasio terkecil pada populasi Kaligesing dengan rasio 0.437 yang tidak berbeda nyata dengan populasi Puspahiang. Rasio tertinggi diperoleh populasi Wanayasa dengan rasio 0.479 (Tabel 8).
Diameter Batang. Pengukuran pada diameter batang menunjukkan kehomogenan ragam dengan nilai uji Bartlett dan perbandingan ragam dan standar deviasi yang mempunyai variabilitas sempit. Sampel pohon pada pengukuran ini menunjukkan pengambilan contoh tanaman sudah baik dengan ukuran yang sama pada ukuran diameter batang. Populasi Puspahiang memiliki sebaran nilai tengah diameter batang yang paling tinggi sebesar 115.220 cm dan populasi Leuwiliang dengan nilai 87.5 cm.
43 Sebaran diameter tanaman menunjukkan sebaran umur pohon dari populasi tersebut sehingga
populasi Puspahiang sudah lama terbentuk
dibandingkan dengan populasi lainnya dengan penyebaran yang cepat (Tabel 8).
Panjang Buah. Pengamatan panjang buah menunjukkan variabilitas yang luas dengan nilai uji Bartlett nyata beragam serta perbandingan ragam dan standar deviasi yang luas. Populasi Leuwiliang memiliki panjang buah terkecil dengan panjang 48.111 mm dengan tidak berbeda nyata dengan populasi Wanayasa. Populasi Puspahiang dan Kaligesing memperlihatkan nilai tertinggi pada panjang buah masing-masing 53.047 mm dan 54.534 mm (Tabel 8).
Diameter Buah. Pengamatan diameter buah menunjukkan varibilitas yang luas juga dengan uji Bartlett tidak beragam, akan tetapi mempunyai nilai perbandingan ragam dan standar deviasi yang luas. Diameter tertinggi dimiliki oleh populasi Kaligesing dan Puspahiang yang tidak berbeda nyata dengan diameter masing-masing 61.885 mm dan 61.827 mm. Populasi Leuwiliang merupakan populasi dengan diameter buah terkecil yaitu 54.477 mm (Tabel 8).
Rasio Diameter Buah. Rasio diameter buah menunjukkan variabilitas luas dengan dengan nilai uji Bartlett sangat nyata beragam. Akan tetapi, perbandingan diantara populasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada empat populasi yang diujikan dengan uji F tidak nyata (Tabel 8).
Rasio Panjang Diameter Buah. Rasio panjang diameter buah menunjukkan variabilitas sempit dengan nilai uji Bartlett tidak nyata dan perbandingan ragam dan standar deviasi sempit. Perbedaan pada populasi nyata tertinggi pada populasi Leuwiliang dengan rasio 0.884 mm dan paling kecil pada populasi Wanayasa dengan rasio 0.859 mm (Tabel 8).
44 Panjang Tangkai Buah. Panjang tangkai buah menunjukkan variabilitas yang luas dengan uji Bartlett tidak beragam atau homogen serta perbandingan ragam dan standar deviasi yang luas. Populasi Wanayasa memiliki panjang tangkai buah terpanjang dengan panjang 22.516 mm dikuti oleh ketiga populasi lainnya yang tidak menunjukkan perbedaan (Tabel 8).
Tebal Kulit Buah. Tebal kulit buah menunjukkan variabilitas yang sempit dengan nilai uji Bartlett yang tidak beragam pada populasi. Perbandingan nilai tengah populasi menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada populasi yang diujikan. Populasi dengan nilai tertinggi pada populasi Puspahiang, diikuti populasi Kaligesing, populasi Wanayasa, dan populasi Leuwiliang dengan tebal berturut-turut 8.575 mm, 8.159 mm, 7.214 mm, dan 6.344 mm (Tabel 8).
Bobot Buah Total. Bobot buah total menunjukkan variabilitas yang luas dengan nilai uji Bartlett tidak beragam, tetapi mempunyai nilai perbandingan ragam dan standar deviasi yang luas. Perbandingan nilai tengah populasi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Bobot tertinggi diperoleh dari populasi Puspahiang, dikuti populasi Kaligesing, populasi Wanayasa, dan populasi Leuwiliang dengan bobot berturut-turut 121.120 g, 114.950 g, 99.070 g, dan 81.100 g (Tabel 8).
Bobot Daging+biji Buah. Bobot daging+biji buah menunjukkan variabilitas yang sempit dengan nilai uji Bartlett yang tidak beragam atau homogen. Populasi Puspahiang dan Kaligesing mempunyai perbandingan nilai tengah yang tidak nyata diantara kedua populasi lainnya. Bobot terbesar dengan bobot 36.480 g dan 34.357 g diperoleh masing-masing populasi Puspahiang dan Kaligesing (Tabel 8).
Bobot Kulit Buah. Bobot kulit buah menunjukkan variabilitas yang sempit dengan nilai uji Bartlett tidak beragam atau homogen. Perbandingan populasi menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata. Bobot tertinggi populasi Puspahiang, populasi Kaligesing, populasi Wanayasa, dan populasi Leuwiliang dengan bobot berturut-turut 80.380 g, 73.450 g, 63.427 g dan 50.498 g (Tabel 8).
45 Proporsi Daging Buah. Proporsi daging buah menunjukkan variabilitas yang sempit dengan nilai uji Bartlett nyata beragam dan tidak menunjukkan variabilitas luas pada perbandingan ragam dan standar deviasi. Proporsi daging buah terkecil dimiliki oleh populasi Puspahiang dengan proporsi 28.5% dibandingan dengan ketiga populasi lainnya yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 8).
Jumlah Lokul Buah. Jumlah lokul buah menunjukkan variabilitas yang sempit dengan nilai uji Bartlett tidak beragam atau homogen. Populasi Leuwiliang menunjukkan jumlah lokul buah yang terkecil dengan jumlah 5.960 dibandingkan dengan ketiga populasi lainnya yang tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata (Tabel 8).
Padatan Total Terlarut. Padatan total terlarut menunjukkan variabilitas yang luas dengan nilai uji Bartlett yang berbeda sangat nyata beragam dan perbandingan ragam dan standar deviasi yang luas. Perbandingan karakter ini pada keempat populasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 8).
Total Asam Tertitrasi. Total asam tertitrasi menunjukkan variabilitas yang sempit dengan nilai uji Bartlett yang tidak beragam. Populasi Leuwiliang mempunyai nilai total asam tertitrasi terkecil dengan jumlah 5.799 yang tidak berbeda nyata dengan populasi dibandingkan dengan ketiga populasi lainnya (Tabel 8).
Rasio PTT/TAT. Rasio PTT/TAT menunjukkan variabilitas yang sempit dengan nilai uji Bartlett tidak beragam, tetapi perbandingan ragam dan standar deviasi sempit juga. Populasi Wanayasa memiliki rasio terkecil dengan nilai 2.109 dibandingkan dengan populasi lainnya (Tabel 8).
Derajat Kemasamaan. Derajat kemasaman menunjukkan variabilitas yang sempit dengan nilai uji Bartlett tidak beragam atau homogen. Populasi Wanayasa menunjukkan nilai terkecil dengan derajat kemasaman 3.439 dibandingkan dengan populasi lainnya yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 8).
46 Analisis Komponen Utama Pengelompokan genotipe berdasarkan karakter yang telah diamati dengan mereduksi beberapa variabel pengamatan menjadi dua atau tiga komponen utama. Dua komponen utama dapat mewakili sejumlah karakter yang diamati dengan komponen utama pertama sampai ketiga atau komponen yang mempunyai nilai akar ciri (eigen value) lebih besar dari satu sering digunakan dalam pemilihan komponen utama. Pengelompokan pada karakter vegetatif untuk komponen pertama dan komponen kedua dengan nilai akar ciri masing-masing 1.8877 dan 1.1411. Kedua komponen utama dapat mewakili 60.6 % dari karakter yang direduksi dari lima karakter vegetatif (Lampiran 14). Tidak semua karakter dijadikan penyusun komponen utama hanya yang memenuhi kriteria dengan memilah data yang menyebar normal (Gotelli and Ellison, 2004) dan mempunyai nilai nyata pada uji F (Tabel 8). Hasil analisis komponen utama pada karakter vegetatif tidak menunjukkan pengelompokan yang jelas. Genotipe lebih cenderung untuk mengerombol secara acak dan tidak teratur. Karakter vegetatif yang diamati merupakan komponen phytomere yang sangat tergantung pada keadaan kondisi lingkungan mikro. Karakter vegetatif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan karena konstitusi genom kloroplas tidak banyak mengalami segeregasi seperti genom inti. Hal ini disebabkan sebagian proses sel untuk pengaturan daun banyak dikendalikan di bagian kloroplas seperti fotosintesis. Pengelompokan
karakter
produksi
dengan
menggunakan
analisis
komponen utama dengan kompenen utama pertama dan kedua dengan nilai akar ciri 5.0247 dan 2.4407. Kedua komponen tersebut dapat mereduksi karakter yang diamati menjadi dua komponen utama yang mewakili nilai proporsi sebesar 65.3 % dari 12 karakter yang telah direduksi (Lampiran 15). Kriteria pemilahan karakter sama dengan pengelompokan pada karakter vegetatif. Pengelompokan dengan analisis komponen utama berhasil mengelompokan genotipe yang diamati menjadi empat kelompok besar berdasarkan asal populasinya.
47
Gambar 22. Analisis Komponen Utama 80 Genotipe Manggis pada ada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Vegetatif. Beberapa eberapa genotipe masuk ke dalam penggerombolan diluar kelompoknya. Empat kelompok didasarkan pada populasi Leuwiliang, Kaligesing, Puspahiang, dan an Wanayasa. Beberapa genotipe dari populasi lain masuk kedalam kelompok populasi lain seperti genotipe nomor PHG08 dan WYN08 masuk kedalam kelompok populasi Leuwiliang. Genotipe PHG10 masuk kedalam kelompok Kaligesing. Genotipe PHG04 masuk kedalam kelompok kelompok Wanayasa. Genotipe KLG01, KLG02, dan WYN03 masuk ke dalam kelompok Puspahiang. Puspa Data pengelompokan dikoreksi dengan analisis diskriminan dan memberikan nilai 97.5 % karena genotipe LWL07 lebih mendekati dengan populasi Wanayasa (Lampiran 18). Setiap kelompok terboboti oleh beberapa karakter yang menjadi penciri kelompok atau karakter yang mengelompokan genotipe-genotipe genotipe genotipe tersebut. Penciri karakter pada kelompok Leuwiliang yaitu karakter proporsi daging buah dan padatan total terlarut menjadi penciri kelompok ini. Kelompok Kaligesing terboboti oleh karakter rasio PTT/TAT dan rasio panjang/diameter buah. Kelompok Puspahiang terboboti dengan karakter yang terbanyak yaitu bobot daging buah, bobot total buah, diameter buah, bobot kulit buah, dan tebal kulit buah. Sisa karakter memboboti kelompok Wanayasa yaitu yait TAT, panjang tangkai buah, dan jumlah lokul buah (Gambar 23).
48
Gambar 23. Analisis Komponen Utama 40 Genotipe Manggis Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Produksi Analisis Kluster Pengelompokan dengan analisis kluster pada karakter vegetatif tidak menunjukkan pengelompokan yang jelas dan kedekatan antar genotipe berdasarkan asal populasinya. Sebagian besar genotipe bercampur membentuk kelompok yang tidak beraturan dengan populasi asalnya. Seperti pada analisis komponen utama, karakter vegetatif tidak dapat dikelompokan sesuai dengan asal populasinya. Pada tingkat kesamaan 65% (Gambar 24) hanya mampu membagi genotipe dengan tidak membentuk kelompok yang jelas sehingga karakter vegetatif tidak dapat digunakan secara langsung dalam membedakan populasi manggis. Berbeda dengan karakter vegetatif pada analisis kluster, karakter produksi dapat dikelompokan berdasarkan asal populasinya. Pengelompokan berdasarkan analisis kluster tidak begitu jelas seperti pada analisis komponen utama dan lebih banyak genotipe yang menempati bukan pada kelompoknya berdasarkan asal populasi. Berdasarkan pengelompokan dengan analisis kluster diperoleh empat kelompok besar yang ditunjukan dalam dendrogram dengan tingkat kemiripan 55 % (Gambar 25). Lokasi Kaligesing dan Puspahiang membentuk kelompok yang sama pada tingkat kemiripan tersebut, sedangkan populasi Wanayasa dan
49 Leuwiliang
pada
pengelompokan
yang
terpisah.
Pada
pengelompokan
berdasarkan analisis kluster dapat dilihat kedekatan dari setiap genotipe pada masing-masing kelompok. Berdasarkan analisis diskriminan pada pengelompokan 40 genotipe menjadi 4 kelompok besar sudah benar dengan proporsi 100 % (Lampiran 19). 74 66 19 58 67 51 80 78 63 61 68 71 64 73 32 52 18 21 75 65 36 35 27 40 25 22 37 15 26 28 13 53 55 46 45 44 41 16 49 57 48 56 14 77 70 54 59 50 39 34 62 33 69 38 31 79 72 29 60 30 24 23 76 47 43 17 20 12 11 7 10 9 6 8 4 5 3 2 42 1
45.72
63.81
81.91
100.00
Index Kesamaan
Gambar 24. Dendrogram pada 80 Genotipe dengan Analisis Kluster Berdasarkan Karakter Vegetatif
50 28 40 39 37 36 38 34 31 35 17 14 20 18 16 19 13 12 15 11 22 33 21 5 26 27 25 29 10 6 7 30 9 8 4 3 32 24 2 23 1 42.18
55
61.45
80.73
100.00
Indek Kesamaan
Gambar 25.
Dendrogram pada 40 Genotipe dengan Analisis Kluster Berdasarkan Karakter Produksi
Analisis Lintas Analisis lintas pada 14 karakter produksi terhadap bobot total buah (Gambar 26) menunjukkan hanya delapan karakter yang berkolerasi positif (Lampiran 12). Pada pengujian analisis lintas dua karakter berpengaruh langsung, tiga karakter tidak berpengaruh secara langsung dan sisanya tidak mempunyai pengaruh sama sekali. Bobot daging+biji dan bobot kulit menunjukkan pengaruh
51 secara langsung terhadap karakter bobot buah total dengan nilai koefisien lintas 0.526 dan 0.267 (Lampiran Lampiran 13), sedangkan diameter buah, rasio diameter buah, dan tebal kulit buah tidak menunjukkan pengaruh langsung tetapi memberikan pengaruh langsung melalui karakter tertentu. Karakter diameter buah dan rasio diameter buah dapat berpengaruh langsung melalui karakter bobot daging+biji dan bobot kulit. Karakter tebal kulit buah juga dapat at berpengaruh langsung melalui karakter bobot daging+biji dan bobot kulit, diameter buah, dan proporsi daging buah. Menurut Singh and Chaudary (1979), jika nilai koefisien korelasi tidak nyata tetapi pengaruh langsungnya bernilai positif dan besar, maka diperlukan diperlukan pembatasan agar dapat merubah dari pengaruh tidak langsung menjadi pengaruh langsung. Sinaga (2008) menyatakan bahwa pada populasi Puspahiang bobot aril dan diameter buah menunjukkan pengaruh langsung, langsung sedangkan bobot kulit dan edible portion menunjukkan pengaruh secara tidak langsung.
Px = 0.06
Gambar 26.
Diagram Lintas Berantai Karakter Bobot Total Buah (Y) dan Komponen Produksi : Panjang (x1), Diameter (x2), Rasio Diameter (x3), Bobot Daging+biji (x5), Bobot Kulit (x6), Proporsi Daging (x7), Jumlah Lokul (x9), dan Tebal Kulit (x14) (– – – : pengaruh langsung, – – – : pengaruh tidak langsung, ung, : korelasi pengaruh tidak secara langsung, –––– : korelasi tidak nyata)
・・・
・ ・
52 Pembahasan Umum Isolasi DNA merupakan hal yang penting sebagai bahan awal pustaka dalam keberhasilan isolasi mikrosatelit manggis. Kehadiran kontaminan seperti senyawa fenolik, polisakarida, dan senyawa lainnya yang belum diketahui jenisnya dapat mengganggu proses isolasi DNA dan proses pembuatan marka. Kegagalan dalam proses pemotongan oleh enzim restriksi telah membuat fragmen kurang memadai dalam jumlah dan ukuran yang diperlukan untuk isolasi marka. Pada penelitian lanjutan perlu diuji penggunaan jenis enzim restriksi lain. Sebagian besar situs restriksi RsaI sangat dekat dengan situs sekuen bermikrosatelit sehingga tidak dapat dibuat primer. Salah satu upaya untuk memanfaatkan fragmen mikrosatelit yang tidak cukup dalam pembuatan primer adalah menggunakan teknik inverse PCR (Ochman et al., 1988). Teknik ini telah dikembangkan sebagai salah satu teknik dalam isolasi marka mikrosatelit menggunakan dual-supression (Lian et al., 2001). Kehadiran kontaminan membuat insersi fragmen ke dalam vektor menjadi terganggu. Hal ini menjadikan fragmen dengan ukuran panjang terkecil yang masuk ke dalam vektor. Analisis keragaman genetik dengan marka molekuler mikrosatelit menunjukkan adanya tingkat keragaman dari genotipe yang diuji dengan beragamnya alel yang muncul pada setiap lokus mikrosatelit manggis. Dari enam primer hanya empat primer yang dapat digunakan dengan tiga primer menunjukkan tingkat keragaman dalam jumlah alel per lokusnya. Lokus IGMB003 memberikan nilai keragaman alel yang tinggi dengan jumlah 15 alel per lokusnya. Keragaman alel menyebar pada populasi Puspahiang dan Wanayasa. Analisis keragaman fenotipe manggis di empat sentra produksi menunjukkan variabilitas yang luas disisi lain manggis sebagai tanaman apomiksis. Karakter vegetatif tidak banyak memberikan pengaruh yang signifikan dalam variabilitas manggis di lapangan. Hal ini disebabkan karakter vegetatif khususnya pytomere tidak banyak memberikan pengaruh signifikan karena karakter ini dikendalikan oleh banyak famili gen seperti LEAFY (Graaff et al., 2000) yang meregulasi perkembangan dari daun bersama dengan keluarga gen lainnya serta genom kloroplas yang merupakan organel yang diturunkan secara maternal dan tidak banyak mengalami perubahan baik karena tidak ada segregasi
53 atau mutasi alam. Karakter vegetatif seperti petiol daun dan tebal daun dalam tumbuhan dikontrol oleh beberapa gen yang saling terkait. Pada Arabidopsis, petiol dikendalikan oleh gen LEP (LEAFY PETIOLE) yang merupakan keluarga gen AP2/EREBP (APETALA2 / Ethylene-Responsive Element Binding Protein) dan keluarga gen ini mempunyai peranan dalam perkembangan vegetatif (Graaff et al., 2000). Pengaruh gen yang satu akan menutupi gen yang lain sehingga penampilan fenotipe yang muncul merupakan gabungan dari beberapa gen. Daun merupakan komponen utama dalam proses metabolisme tanaman karena diproduksi fotosintat untuk proses pertumbuhan. Karakter vegetatif yang diamati merupakan penyusun susunan daun atau filotaksis yang diprogram secara genetik (Taiz and Zeiger, 2002). Pengamatan terhadap karakter produksi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabilitas secara luas pada manggis. Pengelompokan genotipe – genotipe yang diuji memberikan pengelompokan yang jelas berdasarkan asal populasinya. Pengelompokan pada karakter produksi dengan dua analisis multivariat yaitu analisis komponen utama (AKU) dan analisis kluster dengan tingkat kemiripan 55 % yang dikoreksi dengan analisis diskriminan. Berdasarkan karakter produksi telah memberikan informasi yang jelas dalam pengelompokan manggis. Karakter produksi dipengaruhi oleh banyak gen dan fenotifiknya dalam penelitian ini memperlihatkan adanya pengaruh lingkungan. Pada saat uji lanjut, apakah variabilitas pada karakter produksi merupakan sifat genetik atau dipengaruhi lingkungan pengaruh lingkungan. Namun demikian, pada penelitiaan ini menunjukkan bahwa karakter produksi sudah mampu membedakan populasi manggis dibandingkan dengan karakter morfologi daun.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Konstruksi mikrosatelit manggis dengan metode selective hybridization telah berhasil mengisolasi enam primer mikrosatelit dengan nama IGMB dari 48 % fragmen bermikrosatelit yang diisolasi. Mikrosatelit yang sudah diperoleh dapat digunakan untuk studi kekerabatan pada manggis. Pengelompokan empat kelompok manggis berdasarkan asal populasinya dengan analisis komponen utama serta karakter yang memboboti setiap kelompok. Pengelompokan dengan tingkat kemiripan 55 % pada 40 genotipe berdasarkan karakter produksi dengan analisis kluster. Karakter yang berpengaruh langsung terhadap bobot total buah adalah bobot daging+biji dan bobot kulit, dengan pengaruh secara tidak langsung pada karakter diameter buah dan rasionya serta tebal kulit.
Saran Untuk menganalisis populasi manggis menggunakan marka molekuler mikrosatelit secara memadai perlu dikembangkan primer lain, sehingga jumlahnya memenuhi angka minimal 10 primer.
DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, T. D. A. 2003. Analisis Keragaman Morfologi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) dari Empat Sentra Produksi Di Jawa. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 26 hal. Asker, S.E. and L. Jerling. 1992. Apomixis in Plant. CRS Press. London. 297 p. Bruni, R. and G. Sacchetti. 2009. Factors affecting polyphenol biosynthesis in wild and field grown St. John’s Wort (Hypericum perforatum L. Hypericaceae/ Guttiferae). Molecules 14:682-725. Chahal, G.S. and S.S. Gosal. 2002. Principles and Procedures of Plant Breeding. Narosa Publishing. New Delhi. 604p. Chin, Y. W., H. A. Jung, H. Chai, W. J. Keller, and A. D. Kinghorn. 2008. Xanthones with quinine reductase-inducing activity from the fruits of Garcinia mangostana (Mangosteen). Phytochemistry 69:754-758. Corner, E. J. H. 1940. Wayside Trees of Malaya. Vol 1. Government Printing Office. Singapore. Couch, J.A and P. J. Fritz. 1990. Isolation of DNA from plants high in polyphenolics. Plant Molecular Biology Reporter 8(1):8-12. Deptan. 2009. Atap Publikasi Hortikultura. http://www.hortikultura.go.id/ download/atap/Atap_publikasi_Horti2007.zip. [27 April 2009]. Dorly, S. Tjitrosemito, R. Poerwanto, and Juliarni. 2008. Secretory duct structure and phytochemistry compounds of yellow latex in mangosteen fruit. HAYATI J. Biosci 15 (3):99-104. Dujardin, M and W.W. Hanna. 1988. Production of 27-, 28-, and 56- chromosome apomictic hybrid derivatives between pearl millet (2n = 14) and Pennisetum squamulatum (2n = 54). Euphytica 38:229-235. Edwards, K. J. E., J. H. A. Barker, A. Daly, C. Jones, and A. Karp. 1996. Microsatellite libraries enriched for several microsatellite sequences in plants. BioTechniques 20:758–760. Estoup A., M. Solignac, M. Harry, and J.M Cornuet. 1993. Characterisation of (GT)n and (CT)n microsatellites in two insect species: Apis mellifera and Bombus terrestris. Nucleic Acids Res. 21:1427-1431. Falahati-Anbaran, M, A. A. Habashi, M. Esfahany, S. A. Mohammadi dan B. Ghareyazie. 2007. Population genetic structure based on SSR markers in alfalfa (Medicago sativa L.) from various regions contiguous to the centres of origin of the species. J. Genet. 86(1):59-63.
56 Gotelli, N. J., and A. M. Ellison. 2004. A Primer of Ecological Statistics. Sinauer Associates, Inc. Massachusetts. 510p. Graaff, E. V. D., A Den Dulk-Ras, P. J. J. Hooykaas and B. Keller. 2000. Activation tagging of the LEAFY PETIOLE gene affects leaf petiole development in Arabidopsis thaliana. Development 127:4971-4980. Gupta, P. K, R. K. Varshney, and M. Prasad. 2002. Molecular marker : principles and methodology, p. 9-54. In S. M. Jain, D.S. Brar, and B.S. Ahloowalia (Eds.). Molecular Techniques in Crop Improvement. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht. Hidayatun, N. 2005. Pemanfaatan Penanda Mikrosatelit untuk Studi Keragaman Genetik Ubijalar Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 52 hal. Inoue, E., Y. Matsuki, H. Anzai and K. Evans. 2007. Isolation and characterization of microsatellite markers in Japanese pear (Pyrus pyrifolia Nakai). Mol. Eco. Notes 7:445-447. Koltunow, A. M, R. A. Bicknell, and A. M. Chaudhury. 1995. Apomixis: molecular strategies for the generation of genetically ldentical seeds without fertilization. Plant Physiol. 108:1345-1352. Lian, C., Z. Chou and T. Hogetsu. 2001. A simple method for developing microsatellite markers using amplified fragments of inter-simple sequence repeats (ISSR). J. Plant Res. 114:381-385. Mansyah, E. 2002. Analisis Variabilitas Genetik Manggis Melalui Teknik RAPD dan Fenotipenya pada Berbagai Lingkungan Tumbuh di Jawa dan Sumatera Barat. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran. 105 p. Nunome, T, S. Negoro, K. Miyatake, H. Yamaguchi, and H. Fukuoka. 2006. A protocol for the construction microsatellite enriched genomic library. Plant Mol. Bio. Reporter 24:305-312. Ochman, H., A. S. Gerber and D. L. Hartl. 1988. Genetic applications of an inverse polymerase chain reaction. Genetics 120:621-623. Powell, W., G. D. Machray, and J. Provan. 1996. Polymorphic revealed by simple sequence repeats. Trends Plant Sci. 1 (7):217-222. Prasad, M., R.K. Varshney, J.K. Roy, H.S. Balyan, dan P.K. Gupta. 2000. The use of microsatellites for detecting DNA polymorphism, genotype identification and genetic diversity in Wheat. Theor. Appl. Genet. 100:584–592 Probowo, L. P. 2002. Studi Keragaman Morfologi Populasi Manggis (Garcinia mangostana L.) di Trenggalek, Purworejo, Purwakarta, dan Leuwiliang. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 35 hal.
57 Qosim, W. A, R. Poerwanto, G.A. Wattimena, Witjaksono, Sobir, dan N. Carsono. 2007. Variabilitas Genetik Mutan-mutan Manggis in vitro berdasarkan marka RAPD. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 240-246. Ramage, C. M, L. Sando, C. P. Peace, B. J. Carroll and R. A. Drew. 2004. Genetic diversity revealed in the apomictic fruit species Garcinia mangostana L. (mangosteen). Eupthyica 136:1-10. Rether, B, G. Delmas, and A. Laouedj. 1993. Isolation of polysaccharide-free DNA from plant. Plant Mol. Bio. Reporter 11(4):333-337. Richards, A. J. 1990a. Studies in Garcinia, dioecious tropical fruit trees: Agamospermy. Bot. J. Linn. Soc. 103: 233-250. Richards, A. J. 1990b. Studies in Garcinia, dioecious tropical fruit trees : The origin of mangosteen (Garcinia mangostana L.). Bot. J. Linn. Soc. 103:301-308. Richards, A. J. 1990c. Studies in Garcinia, dioecious tropical fruit trees : The Phenology, pollination, biology and fertilization of G. hombroniana Pierre. Bot. J. Linn. Soc. 103:251-261. Rostika, I. N. Sunarlim, dan I. Mariska. 2005. Mikropropagasi tanaman manggis (Garcinia mangostana). J. Agrobiogen 1(1):20-25. Schuelke, M. 2000. An economic method for the fluorescent labeling of PCR fragments. Nature Biotechnol. 18:233-234. Sinaga, S. 2008. Analisis Keragaman Genetik dan Fenotif Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Kerabat Dekatnya. Desertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 149 hal. Sinaga, S., Sobir, R. Poerwanto, H. Aswindinnoor, D. Duryadi, Resmitasari, R. Lukman, dan R. Amelia. 2007. Aplikasi Marka Isoenzim, RAPD, dan AFLP untuk Identifikasi Variabilitas Genetik Tanaman Manggis (Garcinia mangostana) dan kerabat dekatnya. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 247-255. Sobir and R. Poerwanto. 2007. Mangosteen genetics and improvement. Int. J. Plant Breeding 1 (2):105-111. Sobir, R. Poerwanto, S. Sinaga and E. Mansyah. 2008. Genetic variablity in apomictic mangosteen. Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production. Graduate School of Agricultural and Life Sciences, the University of Tokyo. Tokyo:84-95.
58 Steel, R. G. D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika : suatu pendekatan biometrik. Terjemahaan dari : Principles and Procedures of Statistics. Penterjemah : B. Sumantri. Gramedia. Jakarta. 748 hal. Subirana, J. A. and J.L. Vives. 1981. The precipitation DNA by Spermine. Biopolymer 20:2281-2283. Suhaeri, M. 2003. Studi Keragaman Morfologi Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dari Lima Sentra Produksi di Pulau Jawa. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 30 hal. Taiz, L and E. Zeiger. 2002. Plant Physiology. 3rd ed. Sinauer Associates, Inc. Massachusetts. 690p. Tautz, D. 1989. Hypervariability of simple sequences as a general source for polymorphic DNA marker. Nucl. Acids Res. 17:6443-6471. Te-Chato, S and M. Lim. 2005. Garcinia mangostana Mangosteen, p. 211-220. In R. E. Litz (Ed.). Biotechnology of Fruits and Nut Crops. CABI Publishing. Wallingford. Tixier, P. 1955. Contribution a’ l’etude des Garcinia. Fruits 10 (5): 209-212. Uji, T. 2007. Keanekaragaman, persebaran, dan potensi jenis-jenis Garcinia di Indonesia. Berk. Penel. Hayati 12:129-135. Verheij, E. W.M .1992. Garcinia mangostana L. in plant resources of south east Asia in Edible fruits and Nuts. E.W.M Verheij and R. E. Coronel (Eds.), PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia:177-181. Wulan, M. K. 2002. Studi Keragaman Morfologi Tanaman dan Semaian Populasi Manggis (Garcinia mangostana L.) dari Tiga Sentra Produksi di Pulau Jawa. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 35 hal. Wąs, A. dan R Wenne. 2003. Microsatellite DNA polymorphism in intensely enhanced populations of Sea Trout (Salmo Trutta) in the Southern Baltic. Marine Biotechnol. 5:234-243. Yaacob, O and Tindall. 1995. Mangosteen Cultivation. FAO Plant Protection Paper. Food and Agriculture Organization of the United Nation. Rome. Yapwattanaphun, C, S. Subhadrabandhu, C. Honsho, and K. Yonemori. 2004. Phylogenetic relationship of mangosteen (Garcinia mangostana L.) and several wild relatives (Garcinia spp.) revealed by ITS sequence data. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 129(3):368-373. Zane, L., L. Bargelloni and T. Patarnello. 2002. Strategis for microsatellite isolation: a review. Mol. Eco. 11:1-6.
LAMPIRAN
60 Lampiran 1. Posisi Koordinat Bumi (Lintang Bujur) Sampel Pohon Manggis di Empat Populasi Manggis Nomor sampel GMKLG001 GMKLG002 GMKLG003 GMKLG004 GMKLG005 GMKLG006 GMKLG007 GMKLG008 GMKLG009 GMKLG010 GMKLG011 GMKLG012 GMKLG013 GMKLG014 GMKLG015 GMKLG016 GMKLG017 GMKLG018 GMKLG019 GMKLG020 GMLWL001 GMLWL002 GMLWL003 GMLWL004 GMLWL005 GMLWL006 GMLWL007 GMLWL008 GMLWL009 GMLWL010 GMLWL011 GMLWL012 GMLWL013 GMLWL014 GMLWL015 GMLWL016 GMLWL017 GMLWL018 GMLWL019 GMLWL020
Letak Lintang (Selatan) / Bujur (Timur) (mm' s.ss'') Kaligesing S7 46 25.5 E110 03 55.0 S7 46 24.3 E110 03 52.7 S7 46 26.2 E110 03 58.4 S7 46 26.7 E110 04 02.3 S7 46 30.6 E110 04 06.3 S7 46 34.2 E110 04 07.6 S7 46 36.7 E110 04 07.7 S7 46 41.8 E110 04 09.3 S7 46 06.6 E110 03 47.9 S7 46 09.7 E110 03 51.7 S7 46 17.3 E110 03 55.6 S7 46 12.7 E110 03 53.2 S7 46 15.6 E110 03 51.1 S7 46 14.6 E110 03 45.9 S7 46 21.0 E110 03 49.5 S7 46 22.5 E110 03 48.9 S7 46 19.9 E110 03 44.1 S7 46 15.5 E110 03 40.9 S7 46 07.8 E110 03 39.8 S7 46 05.7 E110 03 45.9 Leuwiliang S6 37 01.7 E106 37 49.3 S6 37 03.6 E106 37 50.7 S6 37 00.7 E106 37 54.9 S6 37 01.9 E106 37 56.2 S6 36 59.6 E106 37 55.3 S6 37 04.5 E106 37 50.2 S6 37 05.2 E106 37 52.3 S6 37 13.4 E106 37 54.6 S6 37 15.8 E106 37 51.8 S6 37 12.6 E106 37 48.2 S6 37 01.3 E106 37 40.2 S6 37 00.6 E106 37 27.8 S6 37 02.3 E106 37 26.6 S6 36 59.0 E106 37 32.8 S6 36 50.7 E106 37 29.5 S6 36 48.3 E106 37 28.1 S6 36 51.2 E106 37 20.8 S6 36 53.6 E106 37 32.9 S6 36 59.8 E106 37 41.1
Ketinggian (m dpl) 239 238 233 252 253 260 267 283 125 160 183 191 229 226 235 243 195 155 150 126 404 398 394 369 367 405 404 362 395 419 436 433 469 426 396 406 338 400 423
61 GMLWL021 GMLWL022 GMLWL023 GMLWL024 GMLWL025 GMLWL026 GMLWL027 GMLWL028 GMLWL029 GMLWL030 GMLWL031 GMLWL032 GMLWL033 GMLWL034 GMPHG001 GMPHG002 GMPHG003 GMPHG004 GMPHG005 GMPHG006 GMPHG007 GMPHG008 GMPHG009 GMPHG010 GMPHG011 GMPHG012 GMPHG013 GMPHG014 GMPHG015 GMPHG016 GMPHG017 GMPHG018 GMPHG019 GMPHG020 GMWNY001 GMWNY002 GMWNY003 GMWNY004 GMWNY005 GMWNY006 GMWNY007 GMWNY008 GMWNY009 GMWNY010 GMWNY011 GMWNY012
S6 36 18.8 E106 38 25.4 S6 36 13.8 E106 38 26.1 S6 36 12.4 E106 38 24.7 S6 36 10.1 E106 38 22.5 S6 36 06.7 E106 38 24.8 S6 36 08.8 E106 38 26.0 S6 36 16.1 E106 38 23.8 S6 36.181 E106 38.171 S6 36.166 E106 38.110 S6 36.078 E106 37.998 S6 36.032 E106 37.862 S6 36.034 E106 37.920 S6 36.076 E106 37.958 S6 36.025 E106 37.982 Puspahiang S7 24 46.0 E108 02 47.3 S7 24 40.3 E108 02 58.4 S7 25 00.1 E108 02 58.9 S7 24 53.6 E108 03 32.5 S7 25 58.9 E108 03 26.3 S7 26 01.9 E108 04 04.9 S7 26 23.9 E108 04 36.0 S7 26 07.0 E108 04 19.7 S7 26 09.6 E108 04 35.5 S7 26 40.1 E108 04 16.9 S7 26 47.4 E108 04 27.1 S7 24 45.9 E108 02 36.1 S7 24 54.4 E108 02 37.2 S7 24 50.4 E108 02 57.3 S7 24 32.6 E108 03 36.7 S7 24 49.0 E108 03 48.0 S7 24 36.0 E108 03 58.8 S7 25 25.0 E108 03 59.5 S7 25 35.0 E108 04 35.2 S7 25 59.1 E108 03 51.7 Wanayasa S6 40 19.7 E107 33 46.5 S6 40 25.8 E107 33 47.0 S6 40 07.8 E107 33 56.1 S6 40 09.3 E107 33 55.4 S6 40 07.9 E107 33 52.5 S6 40 08.1 E107 33 58.5 S6 40 17.7 E107 33 46.9 S6 40 21.6 E107 33 35.6 S6 40 23.8 E107 33 34.1 S6 40 25.2 E107 33 35.9 S6 40 25.6 E107 33 41.7 S6 40 18.1 E107 33 48.6
321 333 317 314 329 320 308 333 341 334 350 369 350 344 643 614 593 559 585 543 408 498 425 429 406 668 681 618 575 542 530 523 468 485 685 694 671 679 684 672 685 697 706 693 675 678
62 GMWNY013 GMWNY014 GMWNY015 GMWNY016 GMWNY017 GMWNY018 GMWNY019 GMWNY020
S6 40 19.5 E107 33 50.9 S6 40 15.4 E107 33 52.3 S6 40 14.0 E107 33 55.4 S6 40 13.8 E107 33 53.1 S6 40 12.6 E107 33 51.3 S6 40 12.0 E107 33 48.5 S6 40 29.0 E107 33 44.2 S6 40 23.0 E107 33 54.1
695 703 694 679 689 676 659 677
63
U
Lampiran 2. Pola Sampel Pohon Manggis di Leuwiliang (Cengal), Kabupaten Bogor, Jawa Barat
U
Lampiran 3.
Pola Sampel Pohon Manggis di Leuwiliang (Barengkok), Kabupaten Bogor, Jawa Barat
64
U
Lampiran 4. Pola Sampel Pohon Manggis di Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah
U
Lampiran 5. Pola Sampel Pohon Manggis di Puspahiang, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
65
U
Lampiran 6. Pola ola peta peta Sampel Pohon Manggis di Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat
66
52 0C
WPML HC XV
56 0C
WPML HC XV
54 0C
WPML HC XV
58 0C
WPML HC XV
Lampiran 7. Optimasi Suhu Annealing Primer IGMB002
52 0C
54 0C
WPML HC XV
WPML HC XV
56 0C
58 0C
WPML HC XV
WPML HC XV
Lampiran 8. Optimasi Suhu Annealing Primer IGMB003
52 0C
54 0C
WPML HC XV
WPML HC XV
56 0C
58 0C
WPML HC XV
WPML HC XV
Lampiran 9. Optimasi Suhu Annealing Primer IGMB004
67
52 0C
WPML HC XV
54 0C
WPML HC XV
56 0C
52 0C
WPML HC XV
WPML HC XV
Lampiran 10. Optimasi Suhu Annealing Primer IGMB005
52 0C
54 0C
WPM LHC XV
WPM LHC XV
56 0C
52 0C
WPM LHC XV
WPM LHC XV
Lampiran 11. Optimasi Suhu Annealing Primer IGMB006 Keterangan label optimasi suhu annealing primer IGMB : -
w; G. mangostanaWanayasa p; G. mangostana Purworejo m; G. mangostana aksesi Tsukuba l; G. malaccensis h; G. hombroniana c; G. celebica x; G. xanthoxymus v; G. vitiensis
Lampiran 12. Nilai Koefisien Korelasi Antar Karakter Produksi Pada Empat Sentra Produksi PB DB RDD RPDB BTB BDB BKB PD PTB JL PTT TAT RPT ph TKB PB 1.00 0.91 0.35 0.28 0.92 0.89 0.88 -0.18 -0.08 0.25 -0.27 -0.12 -0.19 0.11 0.73 0.00 0.00 0.03 0.08 0.00 0.00 0.00 0.27 0.62 0.11 0.09 0.44 0.25 0.48 0.00 DB 0.91 1.00 0.17 -0.13 0.96 0.89 0.91 -0.30 0.01 0.31 -0.25 0.01 -0.26 0.05 0.79 0.00 0.00 0.29 0.41 0.00 0.00 0.00 0.06 0.97 0.05 0.13 0.93 0.11 0.77 0.00 RDD 0.35 0.17 1.00 0.43 0.37 0.26 0.41 -0.11 -0.17 0.03 0.00 -0.17 0.08 -0.09 0.31 0.03 0.29 0.00 0.01 0.02 0.10 0.01 0.49 0.29 0.86 1.00 0.29 0.64 0.58 0.05 RPDB 0.28 -0.13 0.43 1.00 -0.04 0.07 -0.02 0.29 -0.23 -0.13 -0.09 -0.35 0.16 0.16 -0.11 0.08 0.41 0.01 0.00 0.82 0.65 0.91 0.07 0.15 0.44 0.56 0.03 0.34 0.31 0.51 BTB 0.92 0.96 0.37 -0.04 1.00 0.87 0.97 -0.38 0.01 0.35 -0.30 -0.01 -0.28 0.01 0.83 0.00 0.00 0.02 0.82 0.00 0.00 0.00 0.02 0.94 0.03 0.06 0.94 0.09 0.97 0.00 BDB 0.89 0.89 0.26 0.07 0.87 1.00 0.79 0.11 -0.04 0.26 -0.18 -0.02 -0.18 0.11 0.54 0.00 0.00 0.10 0.65 0.00 0.00 0.00 0.52 0.79 0.11 0.27 0.92 0.26 0.52 0.00 BKB 0.88 0.91 0.41 -0.02 0.97 0.79 1.00 -0.48 0.00 0.40 -0.30 0.00 -0.29 -0.05 0.83 0.00 0.00 0.01 0.91 0.00 0.00 0.00 0.00 0.98 0.01 0.06 0.98 0.07 0.78 0.00 PD -0.18 -0.30 -0.11 0.29 -0.38 0.11 -0.48 1.00 -0.22 -0.25 0.25 -0.08 0.24 0.20 -0.68 0.27 0.06 0.49 0.07 0.02 0.52 0.00 0.00 0.18 0.12 0.11 0.64 0.13 0.22 0.00 PTB -0.08 0.01 -0.17 -0.23 0.01 -0.04 0.00 -0.22 1.00 0.52 -0.22 0.41 -0.38 -0.44 0.17 0.62 0.97 0.29 0.15 0.94 0.79 0.98 0.18 0.00 0.00 0.18 0.01 0.01 0.00 0.28 JL 0.25 0.31 0.03 -0.13 0.35 0.26 0.40 -0.25 0.52 1.00 -0.39 0.15 -0.38 -0.29 0.32 0.11 0.05 0.86 0.44 0.03 0.11 0.01 0.12 0.00 0.00 0.01 0.36 0.01 0.07 0.05 PTT -0.27 -0.25 0.00 -0.09 -0.30 -0.18 -0.30 0.25 -0.22 -0.39 1.00 -0.08 0.73 0.20 -0.20 0.09 0.13 1.00 0.56 0.06 0.27 0.06 0.11 0.18 0.01 0.00 0.62 0.00 0.21 0.21 TAT -0.12 0.01 -0.17 -0.35 -0.01 -0.02 0.00 -0.08 0.41 0.15 -0.08 1.00 -0.72 -0.60 -0.02 0.44 0.93 0.29 0.03 0.94 0.92 0.98 0.64 0.01 0.36 0.62 0.00 0.00 0.00 0.89
69 RPT PH TKB
-0.19 0.25 0.11 0.48 0.73 0.00
-0.26 0.11 0.05 0.77 0.79 0.00
0.08 0.64 -0.09 0.58 0.31 0.05
0.16 0.34 0.16 0.31 -0.11 0.51
Keterangan :
PB DB RDD RPDB PTB TKB BTB BDB BKB PD JL PTT TAT RPT PH
: Panjang Buah (mm) : Diameter Buah (mm) : Rasio Diameter Buah (mm) : Rasio Panjang Diameter Buah (mm) : Panjang Tangkai Buah (mm) : Tebal Kulit Buah (g) : Bobot Buah Total (g) : Bobot Daging+biji Buah (g) : Bobot Kulit Buah (g) : Proporsi Daging Buah : Jumlah Lokul Buah : Padatan Total Terlarut (0brix) : Total Asam Tertitrasi (mg/100 g) : Rasio PTT TAT : Derajat Kemasaman
-0.28 0.09 0.01 0.97 0.83 0.00
-0.18 0.26 0.11 0.52 0.54 0.00
-0.29 0.07 -0.05 0.78 0.83 0.00
0.24 0.13 0.20 0.22 -0.68 0.00
-0.38 0.01 -0.44 0.00 0.17 0.28
-0.38 0.01 -0.29 0.07 0.32 0.05
0.73 0.00 0.20 0.21 -0.20 0.21
-0.72 0.00 -0.60 0.00 -0.02 0.89
1.00 0.00 0.51 0.00 -0.18 0.27
0.51 0.00 1.00 0.00 -0.06 0.73
-0.18 0.27 -0.06 0.73 1.00 0.00
Lampiran 13. Nilai Koefisien Lintas Pada Karakter Produksi Terhadap Bobot Buah Total PB PB DB RDD RPDB BDB BKB PD PTB JL PTT TAT RPT PH TKB
0.116 0.024 -0.009 0.477 0.235 0.040 0.000 -0.006 0.008 0.005 0.005 0.000 0.026
Pj rih
-0.003 0.919
DB RDD RPDB BDB BKB PD PTB JL PTT TAT RPT ph TKB -0.003 -0.001 -0.001 -0.003 -0.003 0.001 0.000 -0.001 0.001 0.000 0.001 0.000 -0.002 0.022 -0.017 0.113 0.115 -0.038 0.001 0.039 -0.031 0.002 -0.033 0.006 0.101 0.012 0.029 0.018 0.028 -0.008 -0.012 0.002 0.000 -0.012 0.005 -0.006 0.021 0.004 -0.013 -0.002 0.001 -0.009 0.007 0.004 0.003 0.011 -0.005 -0.005 0.003 0.475 0.140 0.040 0.422 0.056 -0.023 0.139 -0.097 -0.009 -0.098 0.057 0.290 0.243 0.110 -0.005 0.211 -0.127 0.001 0.106 -0.081 0.001 -0.077 -0.012 0.222 0.067 0.025 -0.064 -0.024 0.107 0.048 0.055 -0.057 0.017 -0.055 -0.044 0.152 0.000 0.001 0.001 0.000 0.000 0.001 -0.002 0.001 -0.002 0.002 0.002 -0.001 -0.007 -0.001 0.003 -0.006 -0.009 0.005 -0.011 0.009 -0.003 0.008 0.006 -0.007 0.007 0.000 0.003 0.005 0.008 -0.007 0.006 0.011 0.002 -0.020 -0.006 0.006 -0.001 0.006 0.013 0.001 0.000 0.003 -0.015 -0.006 0.003 0.027 0.015 0.001 0.006 -0.002 -0.004 0.005 0.007 -0.006 0.010 0.010 -0.018 0.018 -0.013 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.001 0.000 0.000 -0.001 0.001 0.000 0.029 0.011 -0.004 0.020 0.030 -0.025 0.006 0.011 -0.007 -0.001 -0.006 -0.002 0.127 0.960
0.069 0.367
-0.031 -0.037
0.536 0.873
0.267 0.974
-0.224 -0.377
-0.004 0.013
BTB BDB BKB PD JL PTT
: Bobot Buah Total (g) : Bobot Daging+biji Buah (g) : Bobot Kulit Buah (g) : Proporsi Daging Buah : Jumlah Lokul Buah : Padatan Total Terlarut (0brix)
-0.022 0.346
-0.028 -0.302
-0.037 -0.013
-0.025 -0.275
0.002 0.006
0.036 0.827
Keterangan :
PB DB RDD RPDB PTB TKB
: Panjang Buah (mm) : Diameter Buah (mm) : Rasio Diameter Buah (mm) : Rasio Panjang Diameter Buah (mm) : Panjang Tangkai Buah (mm) : Tebal Kulit Buah (g)
TAT RPT PH
: Total Asam Tertitrasi (mg/100 g) : Rasio PTT TAT : Derajat Kemasaman
71 Lampiran 14. Hasil Luaran Analisis Komponen Utama 80 Genotipe Manggis Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Vegetatif
Principal Component Analysis: Diameter Rua, Panjang Peti, Diameter Pet, Panjang Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 1.8877 1.1411 1.0261 0.6450 0.3001 Proportion 0.378 0.228 0.205 0.129 0.060 Cumulative 0.378 0.606 0.811 0.940 1.000
Variabel Diameter Ruas Daun_1 Panjang Petiol_1 Diameter Petiol_1 Panjang Daun_1 Tebal Daun_1
PC1 0.037 0.591 0.498 0.485 0.406
PC2 PC3 PC4 0.560 -0.746 -0.298 0.164 0.206 -0.514 -0.127 -0.424 0.685 -0.578 -0.137 -0.301 0.557 0.451 0.294
PC5 -0.201 0.563 0.294 -0.567 -0.485
Lampiran 15. Hasil Luaran Analisis Komponen Utama 40 Genotipe Manggis Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Produksi Principal Component Analysis: Diameter Bua, Rasio P/D Bu, Bobot Total, Total, Bobot D Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 5.0247 2.4407 1.3650 1.1381 0.9180 Proportion 0.419 0.203 0.114 0.095 0.076 Cumulative 0.419 0.622 0.736 0.831 0.907
0.5845 0.3730 0.0942 0.049 0.031 0.008 0.956 0.987 0.995
Eigenvalue 0.0356 0.0130 0.0102 0.0028 Proportion 0.003 0.001 0.001 0.000 Cumulative 0.998 0.999 1.000 1.000 Variabel PC1 PC2 PC3 PC4 Diameter Buah_1 0.410 0.178 0.009 -0.193 Rasio P/D Buah_1 -0.062 0.251 0.520 0.408 Bobot Total Buah_1 0.424 0.178 0.025 -0.075 Bobot Daging Buah_1 0.342 0.242 0.287 -0.327 Bobot Kulit Buah_1 0.422 0.152 -0.019 0.005 Proporsi daging_1 -0.225 0.139 0.534 -0.423 Panjang Tangkai Buah_1 0.098 -0.440 -0.087 0.047 Jumlah Lokul_1 0.233 -0.258 0.074 0.209 PTT_1 -0.204 0.260 -0.404 -0.438 TAT_1 0.067 -0.469 0.040 -0.495
PC5 -0.002 0.036 -0.021 0.156 -0.049 0.286 0.554 0.595 0.262 -0.212
PC6 0.078 -0.662 -0.015 0.044 -0.061 0.137 -0.321 0.266 -0.374 -0.381
PC7 0.119 -0.164 0.023 0.135 -0.190 0.134 0.564 -0.613 -0.313 -0.279
Rasio PTT/TAT_1 Tebal Kulit_1
-0.214 0.383
Variabel Diameter Buah_1 Rasio P/D Buah_1 Bobot Total Buah_1 Bobot Daging Buah_1 Bobot Kulit Buah_1 Proporsi daging_1 Panjang Tangkai Buah_1 Jumlah Lokul_1 PTT_1 TAT_1 Rasio PTT/TAT_1 Tebal Kulit_1
PC8 -0.189 -0.004 0.239 0.068 0.486 -0.274 0.225 -0.155 0.053 -0.055 0.064 -0.711
0.463 -0.311 0.099 -0.293 PC9 0.767 0.164 -0.145 -0.081 -0.331 -0.283 0.040 0.038 0.131 -0.060 -0.090 -0.368
PC10 0.314 -0.022 -0.344 -0.519 0.605 0.365 0.072 -0.061 -0.036 -0.020 0.009 0.060
0.053 0.339 0.015 0.138 -0.023 -0.269 PC11 0.118 0.042 -0.094 0.071 -0.010 -0.086 -0.039 0.023 -0.455 0.498 0.709 -0.056
PC12 -0.071 -0.020 -0.759 0.552 0.211 -0.227 -0.013 -0.020 0.033 -0.076 -0.090 0.050
0.048 0.124
74 Lampiran 16. Hasil Luaran Analisis Kluster 80 Genotipe Manggis Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Vegetatif
Cluster Analysis of Observations: Diameter Rua, Panjang Peti, Diameter Pet, ... Euclidean Distance, Average Linkage Amalgamation Steps Number Step 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
of Similarity Distance Clusters clusters level level joined 79 93.8744 0.55113 13 28 78 93.6402 0.57221 24 30 77 93.4670 0.58779 17 43 76 92.8879 0.63990 3 5 75 92.7177 0.65521 16 41 74 92.4542 0.67892 22 25 73 92.1117 0.70973 38 69 72 91.6241 0.75360 27 35 71 90.9257 0.81644 72 79 70 90.7514 0.83212 13 26 69 90.6115 0.84470 11 12 68 90.5550 0.84979 45 46 67 90.4931 0.85536 47 76 66 90.3063 0.87217 31 38 65 90.2767 0.87483 29 72 64 90.2128 0.88058 34 39 63 90.0465 0.89554 48 57 62 89.7812 0.91941 27 36 61 89.7280 0.92420 61 63 60 89.4885 0.94575 22 40 59 89.4057 0.95320 9 10 58 89.2862 0.96394 33 62 57 88.9003 0.99867 50 59 56 88.7904 1.00855 64 71 55 88.6268 1.02327 65 75 54 88.4194 1.04193 13 15 53 88.3865 1.04490 14 56 52 88.3641 1.04691 17 47 51 87.7443 1.10268 48 49 50 87.6729 1.10910 24 60 49 87.1192 1.15892 31 33 48 86.9947 1.17012 32 73 47 86.9908 1.17047 1 42
Number of obs. New in new cluster cluster 13 2 24 2 17 2 3 2 16 2 22 2 38 2 27 2 72 2 13 3 11 2 45 2 47 2 31 3 29 3 34 2 48 2 27 3 61 2 22 3 9 2 33 2 50 2 64 2 65 2 13 4 14 2 17 4 48 3 24 3 31 5 32 2 1 2
75 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79
46 45 44 43 42 41 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
86.8111 86.5872 86.0877 85.6609 85.6409 85.5462 85.4553 84.9128 84.8044 84.6675 84.4336 84.1742 83.9978 83.3635 83.1625 83.0498 82.4634 81.7899 81.2891 81.1663 81.0980 80.8922 80.8574 80.3415 80.2114 79.3336 79.2911 78.6029 76.9218 76.8992 76.2996 75.8088 75.4214 74.7027 74.3390 73.3505 71.2458 69.8141 68.6962 67.9322 66.9226 63.9222 60.8503 59.3095 46.5555 45.7196
1.18664 1.20679 1.25173 1.29013 1.29193 1.30045 1.30862 1.35744 1.36719 1.37951 1.40055 1.42389 1.43976 1.49683 1.51492 1.52505 1.57782 1.63841 1.68347 1.69452 1.70066 1.71918 1.72231 1.76873 1.78043 1.85941 1.86324 1.92515 2.07641 2.07844 2.13239 2.17655 2.21140 2.27607 2.30879 2.39773 2.58709 2.71590 2.81648 2.88523 2.97606 3.24602 3.52240 3.66103 4.80854 4.88375
4 18 2 16 70 11 14 64 22 17 29 17 78 32 13 16 13 16 4 32 50 16 13 51 11 34 4 1 13 11 14 1 11 13 32 11 11 13 51 1 11 1 66 1 1 1
8 52 3 44 77 20 48 68 27 23 31 24 80 64 37 45 22 55 6 61 54 53 65 67 17 50 9 2 21 29 16 4 34 18 78 70 14 32 58 7 13 11 74 51 19 66
4 18 2 16 70 11 14 64 22 17 29 17 78 32 13 16 13 16 4 32 50 16 13 51 11 34 4 1 13 11 14 1 11 13 32 11 11 13 51 1 11 1 66 1 1 1
2 2 3 3 2 3 5 3 6 5 8 8 2 5 5 5 11 6 3 7 3 7 13 2 11 5 5 5 14 19 12 10 24 16 9 26 38 25 3 11 63 74 2 77 78 80
76 Final Partition Number of clusters: 1 Within Average Maximum cluster distance distance Number of sum of from from observations squares centroid centroid Cluster1 80 395 2.07665 4.81142
77 Lampiran 17. Hasil Luaran Analisis Kluster 40 Genotipe Manggis Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Produksi
Cluster Analysis of Observations: Diameter Bua, Rasio P/D Bu, Bobot Total , ... Euclidean Distance, Average Linkage Amalgamation Steps
Step 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Number of Similarity Distance Clusters New clusters level level joined cluster 39 89.3798 1.03045 8 9 8 38 85.7049 1.38702 17 35 17 37 85.1767 1.43827 17 31 17 36 83.2731 1.62297 11 15 11 35 82.6864 1.67990 8 30 8 34 82.4997 1.69801 36 37 36 33 82.3805 1.70958 1 23 1 32 80.0229 1.93833 8 10 8 31 79.6921 1.97042 1 2 1 30 79.4804 1.99097 39 40 39 29 79.3526 2.00336 25 27 25 28 78.8813 2.04909 13 19 13 27 76.5820 2.27219 3 6 3 26 76.0081 2.32788 4 8 4 25 75.3600 2.39076 13 16 13 24 75.2065 2.40565 3 7 3 23 74.5984 2.46466 1 24 1 22 74.0980 2.51321 11 12 11 21 73.8063 2.54151 3 4 3 20 71.9136 2.72515 18 20 18 19 71.1616 2.79812 17 32 17 18 69.0066 3.00721 11 13 11 17 68.9479 3.01291 1 3 1 16 68.7021 3.03676 25 26 25 15 68.6449 3.04231 21 29 21 14 67.4157 3.16158 11 38 11 13 66.4132 3.25884 1 17 1 12 64.2441 3.46931 11 18 11 11 61.5308 3.73258 1 5 1 10 60.5394 3.82876 11 14 11 9 59.7700 3.90343 36 39 36 8 59.3385 3.94529 1 21 1 7 57.8890 4.08593 1 25 1
Number of obs. in new cluster 2 2 3 2 3 2 2 4 3 2 2 2 2 5 3 3 4 3 8 2 4 6 12 3 2 7 16 9 17 10 4 19 22
78 34 35 36 37 38 39
6 5 4 3 2 1
55.0538 54.2469 48.7280 46.1651 38.9588 31.9203
4.36102 34 4.43932 22 4.97480 1 5.22347 1 5.92268 1 6.60561 1
36 33 34 11 22 28
Final Partition Number of clusters: 1
Within Average Maximum cluster distance distance Number of sum of from from observations squares centroid centroid Cluster1 40 468 3.23674 5.65528
34 22 1 1 1 1
5 2 27 37 39 40
79 Lampiran 18.
Hasil Luaran AnalisisDiskriminan 40 Genotipe Manggis Pada Pengelompokan Berdasarkan Analisis Komponen Utama Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Produksi
Discriminant Analysis: kelompok versus Diameter Bua, Rasio P/D Bu, ... Linear Method for Response: kelompok
Predictors: Diameter Buah_1, Rasio P/D Buah_1, Bobot Total Buah_1, Bobot Daging Buah_1, Bobot Kulit Buah_1, Proporsi daging_1, Panjang Tangkai Buah_1, Jumlah Lokul_1, TAT_1, Rasio PTT/TAT_1, Tebal Kulit_1 Group Count
1 9
2 12
3 10
4 9
Summary of classification
Put into Group 1 2 3 4 Total N N correct Proportion N = 40
1 9 0 0 0 9
True Group 2 3 0 0 11 0 0 10 1 0 12 10
9 11 1.000 0.917
10 9 1.000 1.000
N Correct = 39
Squared Distance Between Groups
1 2 3 4
1 2 3 0.0000 27.8090 16.6673 27.8090 0.0000 46.1978 16.6673 46.1978 0.0000 26.3540 20.4212 20.7299
4 0 0 0 9 9
4 26.3540 20.4212 20.7299 0.0000
Proportion Correct = 0.975
80 Linear Discriminant Function for 1 Constant -4.141 Diameter Buah_1 7.814 Rasio P/D Buah_1 2.904 Bobot Total Buah_1 -16.405 Bobot Daging Buah_1 11.134 Bobot Kulit Buah_1 -2.882 Proporsi daging_1 -5.370 Panjang Tangkai Buah_1 -1.433 Jumlah Lokul_1 -0.028 TAT_1 0.026 Rasio PTT/TAT_1 1.758 Tebal Kulit_1 4.567
Groups 2 -6.122 -5.664 -0.852 1.445 -5.290 2.687 4.188 -0.259 -0.894 -0.384 1.415 -0.929
3 -6.058 3.997 0.527 14.930 -5.138 -5.447 -0.678 0.707 1.036 -0.626 -1.243 -1.298
4 -3.540 -4.703 -2.353 -2.110 1.629 5.352 0.540 0.993 0.069 1.181 -2.263 -1.886
Summary of Misclassified Observations True Pred Observation Group Group 17** 2 4
Group 1 2 3 4
Squared Distance Probability 25.736 0.000 8.508 0.311 28.128 0.000 6.921 0.689
81 Lampiran 19. Hasil Luaran Analisis Diskriminan 40 Genotipe Manggis pada Pengelompokan Dengan Analisis Kluster Pada Empat Sentra Produksi Berdasarkan Karakter Produksi Discriminant Analysis: kel versus Diameter Buah_1, Rasio P/D Buah_1, ... Linear Method for Response: kel
Predictors: Diameter Buah_1, Rasio P/D Buah_1, Bobot Total Buah_1, Bobot Daging Buah_1, Bobot Kulit Buah_1, Proporsi daging_1, Panjang Tangkai Buah_1, Jumlah Lokul_1, TAT_1, Rasio PTT/TAT_1, Tebal Kulit_1 Group Count
1 18
2 9
3 10
4 3
Summary of classification
Put into Group 1 2 3 4 Total N N correct Proportion N = 40
1 18 0 0 0 18 18
True Group 2 3 0 0 9 0 0 10 0 0 9 10 9 10
1.000 1.000
1.000 1.000
N Correct = 40
Squared Distance Between Groups
1 2 3 4
1 2 3 0.0000 35.8856 27.7781 35.8856 0.0000 11.0930 27.7781 11.0930 0.0000 24.1690 92.0769 79.0734
4 0 0 0 3 3 3
4 24.1690 92.0769 79.0734 0.0000
Proportion Correct = 1.000
82 Linear Discriminant Function for Groups
Constant Diameter Buah_1 Rasio P/D Buah_1 Bobot Total Buah_1 Bobot Daging Buah_1 Bobot Kulit Buah_1 Proporsi daging_1 Panjang Tangkai Buah_1 Jumlah Lokul_1 TAT_1 Rasio PTT/TAT_1 Tebal Kulit_1
1 -2.798 8.363 2.247 0.559 -2.883 -1.134 0.355 -0.757 2.336 0.123 1.275 1.631
2 3 -7.296 -4.846 -8.944 -10.460 -2.575 -3.633 -4.488 -4.960 4.269 9.547 1.656 0.221 -0.787 -2.796 0.648 0.831 -3.867 -2.821 -2.129 1.605 -1.914 -1.131 -2.970 -1.446
4 -20.064 11.517 6.351 26.647 -27.330 1.099 9.552 -0.172 6.985 0.300 1.864 3.945
83
Alel 236
Alel 257
Lampiran 20. Elektrophenogram Alel Spesifik 236 dan 257 Lokus IGMB001 pada Populasi Subang (JCG055)
Lampiran 21. Elektrophenogram Alel Spesifik 233 dan 254 Lokus IGMB001pada Populasi Wanayasa (WYN000)
84
Alel 132
Lampiran 22. Elektrophenogram Alel Spesifik 132 Lokus IGMB003 pada Populasi Subang (SGH047)
Alel 140
Alel 129
Lampiran 23. Elektrophenogram Alel Spesifik 129 dan 140 Lokus IGMB003 pada Populasi Leuwiliang (LWL009)
85
Alel 137
Lampiran 24.
Elektrophenogram Alel Spesifik 137 Lokus IGMB003 pada Populasi Leuwiliang (LWL013)
Alel 327
Alel 309 Alel 295
Lampiran 25. Elektrophenogram Alel Spesifik 295, 309, dan 327 Lokus IGMB003 pada Populasi Wanayasa (WYN045)
86
Alel 309 Alel 138
Lampiran 26. Elektrophenogram Alel Spesifik 138 dan 309 Lokus IGMB003 pada Populasi Wanayasa (WYN048)
Alel 137 Alel 194
Lampiran 27. Elektrophenogram Alel Spesifik 137 dan 194 Lokus IGMB003 pada Populasi Wanayasa (WYN050)
87
Alel 137
Alel 244
Lampiran 28. Elektrophenogram Alel Spesifik 137 dan 244 Lokus IGMB003 pada Populasi Kaligesing (KLG083)
Alel 137
Alel 194 Alel 127
Lampiran 29. Elektrophenogram Alel Spesifik 127, 137, dan 194 Lokus IGMB003 pada Populasi Kaligesing (KLG097)
88
Alel 126
Alel 198 Alel 117
Alel 218
Lampiran 30. Elektrophenogram Alel Spesifik 117 bp Lokus IGMB006 pada Populasi Kaligesing (KLG090)
Alel 126 Alel 111 Alel 198
Alel 218
Lampiran 31. Elektrophenogram Alel Spesifik 111, 126, Lokus IGMB006 pada Populasi Puspahiang (PHG065)