Abstrak Aplikasi penanda molekuler mikrosatelit untuk analisis keragaman genetik dan heterozigositas pada mangga Adi Pancoro *, Annisa, Sony Suhandhono, dan Yuniar Mulyani Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres III Perhimpunan Bioteknologi Perta nian Indonesia (PBPI) Malang, 12 -13 April 2005 Penanda molekuler mikrosatelit merupakan penanda molekuler berbasis DNA yang banyak digunakan untuk analisis keragaman genetik pada banyak tanaman. Kelebihan-kelebihan mikrosatelit diantaranya memiliki tingkat polimorfisme tinggi dan tersebar pada genom tanaman menjadikannya pilihan yang baik untuk studi keragaman genetik dan heterozigositas diantara varietas-varietas mangga. Beberapa motif mikrosatelit telah ditemukan pada mangga yaitu GT24AG10, T 7ATGT 3AT3GT17, AAG4TCC 3AAT3, dan CCG6. Pasangan primer pun telah dirancang dan disintesis agar dapat mengapit urutan-urutan berulang tersebut. Dengan menggunakan protokol touch down PCR telah berhasil diamplifikasi pitapita DNA yang menunjukkan polimorfisme dari ketigapuluh varietas mangga yang diujikan. Hal tersebut dapat dilihat setelah hasil amplifikasi DNA dielektroforesis dengan menggunakan poliakrilamid gel dan diwarnai dengan pewarnaan perak. Nilai PIC (Polymorphic Information Content) yang menunjukkan tingkat heterozigositas serta kekuatan pembeda diantara pasangan primer yang digunakan cukup tinggi karena menunjukkan nilai diatas 0,5. Hal tersebut menunjukkan bahwa diantara varietas-varietas mangga tersebut terdapat keragaman. Kata kunci : mangga, penanda molekuler, mikrosatelit, keragaman genetik
*
alamat yang dapat dihubungi :
[email protected] (Departemen Biologi ITB. Jl. Ganesha 10 Bandung. Tlp/Fax 022-2500258)
1
Abstract Application of microsatellite molecular marker for genetic diversity analysis and heterozygosity in mangoes Adi Pancoro *, Annisa, Sony Suhandhono, dan Yuniar Mulyani Presented in Seminar Nasional dan Kongres III Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia (PBPI) Malang, April 12-13, 2005
Microsatellite is molecular marker base on sequence DNA that has been used for many genetic diversity analyses on plants. The advantages of this molecular marker, for instance high polymorphism and spread randomly across the genome have made this marker a choice for genetic diversity study and heterozygosity among mango varieties. Some microsatellite motif have been discovered from mango i.e. GT 24AG10, T7 ATGT 3AT 3GT17, AAG4TCC3AAT3, and CCG6. Primer pairs also have been designed and synthesized so they can flank the tandem repeat sequence. By using touch down PCR protocol, polymorphism DNA bands have been successfully amplify from mango genome. This was strengthening by using PAGE and silver staining. PIC (Polymorphic Information Content) value that show an expected heterozygosity and distinguishing strength among the PCR primer pair, give a high value (above 0.5). This shown that there is diversity among mango varieties. Key words : mango, molecular marker, microsatellite, genetic diversity
*
contact address :
[email protected] (Departemen Biologi ITB. Jl. Ganesha 10. Bandung. Tlp/Fax 022-2500258)
2
PENDAHULUAN
Mangga (Mangifera indica, L.) merupakan salah satu spesies dari genus Mangifera dari famili Anacardiaceae. Buah mangga memiliki nilai komersial tinggi. Di Indonesia diperkirakan kurang lebih ada 292 kultivar mangga, Malaysia ada sekitar 111 kutivar, Filipina 393 kultivar, dan Thailand 294 kultivar (Coronel, 1996). Didalam mendapatkan kultivar mangga unggul, telah dilakukan usaha melalui program pemulian mangga atau seringkali disebut dengan cara “conventional breeding”. Salah satu kendala yang sering dihadapi dalam program pemuliaan adalah siklus tumbuh yang panjang dari pohon mangga, tingkat keragaman genetik dari populasi mangga dan ketidakmampuan atau adanya keterbatasan para pemulian (breeder) untuk membedakan ekspresi genotipe dan faktor lingkungan yang muncul. Akibat dari 3 faktor diatas maka biaya yang diperuntukan dalam program pemuliaan tanaman pohon sangat mahal dan membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk dapat mendapatkan kultivar unggul terencana. Untuk itu perlu dipikirkan teknik-teknik modern seperti bioteknologi dan atau pendekatan biologi molekul yang dapat membantu kendala tersebut diatas. Pendekatan biologi molekul dalam mempelajari kearagaman genetik dan program pemuliaan pada tanaman hortikultur atau buah2an telah dikembangkan oleh banyak para ahli. Penggunaan Marker-based analysis telah memberikan harapan baru dalam molecular breeding. Salah satu penanda genetik yang powerfull dan sering digunakan pada outbred populations adalah mikrosatelit DNA atau yang lebih dikenal dengan sebutan simple sequence repeat (SSR) DNA (Lynch dan Bruce 1998). Mikrosatelit DNA adalah lokus penanda molekuler yang berupa urutan DNA pendek yang tiap unit ulangannya terdiri dari satu sampai enam nukleotida. (mono, di, tri, tetra nukleotida), Contoh : (T)30 atau (GA) 25, atau (ACT)20 atau (ATGC)15 .Tiap lokus dapat berisi puluhan unit ulangan. Lokus mikrosatelit diapit oleh suatu urutan nukleotida yang terkonservasi. Pada urutan DNA yang mengapit ini bisa dirancang primer spesifik, sehingga mikrosatelit bisa diamplifikasi menggunakan PCR (Liu, 1998; Treuren, 2000; Scott et al., 2000). Adanya variasi jumlah pengulangan dari sekuens mikrosatelit menyebabkan mikrosatelit bersifat sangat polimorfik (Maughan et al., 1995; Scotti et al., 1999) oleh sebab itu penanda genetik mikrosatelit DNA sangat cocok untuk digunakan didalam mempelajari keragaman genetik suatu populasi & parental analysis. Selain itu penanda genetik yang spesifik berasosiasi dengan suatu sifatsifat kuantitatif yang kompleks atau sederhana seperti rasa, besar dan kecil ukuran buah, tingi dan rendah ukuran tanaman (Trait-Marker Association). Quantitative Trait Locus (QTL) dapat dianalisis secara tidak langsung menggunakan linked marker loci. Oleh sebab itu penanda genetik mikrosatelit DNA sangat cocok untuk digunakan atau membantu dalam program pemuliaan dengan cara analisis QTL mapping. Dari segi pemanfaatan, penanda mikrosatelit dilaporkan telah dimanfaatkan dalam konstruksi peta pautan genetik berdensitas tinggi pada berbagai macam tanaman seperti kedelai dan padi (Zhao et al., 1993), identifikasi kultivar pada tomat, kedelai, Vitis dan padi (Thomas et al., 1993b; 1994; Maughan et al., 1995; Bredemeijer et al., 1998) dan sebagai penanda dalam sistem ‘Marker Assisted Selection’ (MAS) pada Glycine (Maughan et al., 1996).
3
Di Indonesia penelitian keanekaragaman genetik secara molekuler pada kultivar mangga telah dilakukan dengan penanda isoz im (Purnomo et al., 1996). Taufik (1999) melakukan penelitian di laboratorium genetika, Departemen Biologi ITB. Analisis keanekaragaman genetik pada 35 kultivar mangga koleksi kebun percobaan Institut Pengembangan Teknologi Pertanian (IPTP) Subang di Subang menggunakan penanda RAPD. Analisis statistik deskriptif indeks ketidaksamaan menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman genetik 35 kultivar mangga yang diteliti tergolong relatif sedang. Analisis atau informasi lain seperti tingkatan heterosigositas atau kandungan informasi polimorfisme (PIC) belum dapat dilaporkan. Eiadthong et al (1999) melakukan penelitian identifikasi kultivar mangga dari Thailand dengan menggunakan penanda bermotif SSR, penanda molekul mikrosatelit diperoleh dari Biotechnology Laboratory, University of British Columbia. Tujuh primer yang dapat memberikan pola amplifikasi polimorfisme DNA digunakan untuk identifikasi 22 kultivar mangga, termasuk satu kultivar mangga dari Indonesia. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa mikrosatelit dapat digunakan untuk identifikasi kultivar mangga. Adato et al. (1995) melakuka penelitian fingerprinting untuk identifikasi dan genetic analisis pada mangga. Liu (1998) menyarankan bahwa penanda mikrosatelit DNA merupakan salah satu dari penanda genetik yang paling menjanjikan untuk analisis dan identifikasi kultivar serta variabilitas genetik suatu kultivar dalam hal heterosigositas (H) atau polymorphic information content (PIC). Salah satu alasan yang diberikan karena penanda mikrosatelit selain bersifat kodominan dan sangat tersebar pada genom eukariot. Sehingga penanda ini sangat cocok diaplikasi dalam analisis genom secara menyeluruh. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem penanda genetik mikrosatelit DNA khususnya pada mangga. Diharapkan dimasa sekarang dan mendatang penanda mikrosatelit DNA yang diisolasi dan dikembangkan dapat dimanfaatkan atau membantu dalam mengidentifikasi tingkat keragaman genetik pada kultivar mangga yang sudah ada dikebun-kebun plasma nuftah dan membantu program pemuliaan mangga di Indonesia. Tujuan khusus adalah mengisolasi mikrosatelit DNA pada tanaman mangga serta mengaplikasi penanda mikrosatelit DNA untuk analisis keragaman genetik pada plasma nuftah mangga yang ada (30 kultivar mangga koleksi).
4
BAHAN & METODE Bahan Tanaman. Daun tanaman mangga (Mangifera indica L.) yang akan digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari tanaman yang dikoleksi dari kebun plasma nutfah IPTP (Institut Pengkajian dan Penelitian Teknik Pertanian) Subang, Jawa Barat. Kultivar mangga yang digunakan untuk pembuatan penanda genetik mikrosatelit DNA adalah mangga kultivar Golek. Untuk aplikasi penanda molekul mikrosatelit pada kultivar mangga. Jumlah koleksi kultivar mangga yang dianalisa dan diisolasi DNAnya sejumlah 30 kultivar mangga (Tabel 1). Tabel 1. Kultivar Mangga yang dikoleksi dari Kebun Plasma Nuftah IPTP-Subang. No Kultivar Mangga No Kultivar Mangga 1 Arummanis 17 Bapang Lumut 2 Manalagi 18 Lahang 111 3 Maritpa Solok 19 Kidang Kencana 367 4 Welulang 81 20 Kopyor wedus 53 5 Kopyor 55 21 Guling 27 6 Gendruk 76 22 Gedong 209 7 Borkes Eksio 23 Bapang 209 8 Sala 24 Sipeda Madrus 9 Tabher 239 25 Gurih 171 10 Temu 26 Duseri 11 Sanih 201 27 Gendruk 75 12 Kulon Kagopa 28 Golek 13 Cuncung 201 29 India 14 Dil Pasana 419 30 Kelapa 15 Cukur Gondang 60 16 Cempora 215
Metode. Secara garis besar penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap metode kerja seperti pada diagram 1 & 1a.Tahap-tahap kerja tersebut antara lain adalah isolasi DNA genom mangga, pemotongan DNA genom, ligasi dengan adaptor, hibridisasi, ligasi dengan vektor, transformasi ke dalam bakteri, isolasi plasmid, sekuensing, dan desain primer yang mengapit motif mikrosatelit. Pada diagram 1a tahap-tahap kerja tersebut antara lain adalah isolasi DNA kultivarkultivar mangga, amplifikasi DNA kultivar mangga yang dikoleksi, PAGEelektrophoresis dan analisis data melalui penghitungan heterosigositas. Isolasi DNA genom. DNA diisolasi dari daun muda tanaman dengan menggunakan metode CTAB (Cetyl trimethyl ammonium bromide) yang dikembangkan oleh Roger et al., (1997) dengan sedikit modifikasi. Duapuluh gram daun segar digerus halus dengan bantuan nitrogen cair, kemudian dimasukkan ke dalam beberapa tabung polipropilen dan dihomogenasi dengan 15 ml “buffer” ekstraksi yang dipanaskan sebelumnya pada suhu 65OC. Komposisi “buffer” adalah 2 % (w/v) CTAB, 1,4 M NaCl, 20 mM EDTA, 100 mM Tris Cl (pH 8,0), 1% (w/v) PVP-40 (polyvinylpyrrolidone; BM 40.000) dan 0,3% (v/v) β-
5
merka ptoetanol. Campuran kemudian diinkubasi pada penangas air (suhu 65O C) selama 2 jam. Homogenat disentrifugasi dengan kecepatan 5.000 rpm, pada suhu 4oC, selama 20 menit. Setelah itu ditambahkan kloroform : isoamylalcohol (IAA) (24:1) sebanyak 1x volume homogenat, campuran dihomogenasi dengan vortex dan disentrifugasi. Supernatan kemudian dipindahkan ke tabung baru, dan tahap pemisahan diulangi dengan menambah kloroform : IAA baru. Hasilnya dipresipitasi dengan penambahan isopropanol dingin sebanyak 2/3x volume dan disimpan pada –20oC semalam. Setelah disentrifugasi (10.000 rpm, 4oC, 10 menit), supernatan dibuang dan pelet dilarutkan dalam 1,5 ml TE 50/10 (50 mM Tris + 10 mM EDTA pH 8,0) dan disimpan pada 4oC selama semalam agar melarut dengan sempurna. Larutan selanjutnya dipindahkan sebanyak 300 µl ke beberapa tabung mikrosentrifuga 1,5 ml dan ditambahkan fenol : kloroform : IAA (25:24:1) dan disentrifugasi 13.000 rpm selama 15 menit. Supernatan dipindahkan dan dipresipitasi dengan natrium asetat (kons, pH) sebanyak 30 µl dan etanol absolut dingin (-20 oC) 600 µl, dibiarkan semalam pada suhu 4oC. Kemudian larutan disentrifugasi (10.000 rpm, 4 oC selama 10 menit) dan pelet yang terbentuk dibilas dengan etanol 70 %. Pelet dikeringkan dalam desikator dan setelah itu ditambahkan TE 10/1 (10 mM Tris dan 1 mM EDTA pH 8,0) masing-masing sebanyak 100 µl.
6
Pemotongan dengan enzim restriksi
Isolasi DNA
Daun
DNA Genom
Membran Nylon Hybond
Fragmen DNA 100— 5000bp
Ligasi dengan adaptor MluI PCR dengan 21-mer
Pengikatan 16 oligo bermotif mikrosatelit Hibridisasi
Membran dengan Oligo mikrosatelit
Fragmen dengan Adaptor MluI
Fragmen DNA terikat dg oligo mikrosatelit pada membran pGEM-T
Fragmen DNA bermotif mikrosatelit
Ligasi
Sel kompeten E.coli DH5 a
Transformasi
-Elusi -PCR
Plasmid Rekombinan
Biru -putih seleksi
Koloni biru-putih Isolasi plasmid dari koloni putih
DNA Plasmid Rekombinan
sekuensing
Sekuen DNA sisipan
karakterisasi
Motif Mikrosatelit
merancang primer
Primer Mikrosatelit
Diagram 1. Alur kerja pencarian motif mikrosatelit DNA
7
Isolasi DNA kultivar Mangga (daun)
Amplifikasi DNA kultivar mangga (PCR) dengan primer mikrosatelit
PAGE-Elektrophoresis Hasil PCR
Analisis Data (heterosigositas)
H=1-∑i=1,n(p i)2
Diagram 1a. Alur kerja aplikasi primer mikrosatelit pada kultivar mangga.
Pemotongan sempurna DNA genom. Hasil isolasi DNA genom dipotong dengan menggunakan beberapa enzim restriksi “blunt end”, yaitu SspI dan AluI (Edwards, komunikasi pribadi). Reaksi pemotongan dilakukan sesuai dengan protokol dari Clark (1997) dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 5 µg DNA dipotong dengan enzim SspI, kemudian hasil pemotongan tersebut dipotong lagi dengan menggunakan enzim AluI. Masing-masing reaksi diinkubasi selama satu jam dalam penangas air dengan suhu 37oC.
Ligasi Hasil Pemotongan DNA dengan adaptor. Berdasarkan protokol Edwards et al. (1996), fragmen DNA hasil pemotongan diligasi dengan adaptor pada sisi kanan dan kirinya dengan adaptor Mlu I 21-mer dan 25-mer (GibcoBRL). Adaptor ini merupakan urutan DNA dengan panjang 21 pb (pasang basa) dan 25 pb yang saling berkomplemen. Untai 25-mer memiliki satu gugus fosfat pada ujung 5’. Urutan adaptor yang berpasangan ini adalah sebagai berikut : 21-mer 5’CTCTTGCTTACGCGTGGACTA -3’ 25-mer 3’- ACACGAGAACGAATGCGCACCTGATp –5’ Keberhasilan reaksi ligasi, dapat diuji dengan cara amplifikasi menggunakan “DNA Thermal Cycler” dan pada reaksi ini digunakan 21-mer sebagai primer. Hasil yang diperoleh kemudian dielektroforesis pada gel agarosa 1 % dalam buffer TBE. 8
Hibridisasi. Hasil amplifikasi fragmen DNA yang telah diligasi dengan adaptor, dihibridisasi dengan membran yang telah mengandung oligonukleotida bermotif mikrosatelit. Hibridisasi ini meliputi persiapan membran hibridisasi, proses hibridisasi dan pengayaan mikrosatelit melalui amplifikasi hasil elusi dengan PCR. Persiapan Membran Hibridisasi. Protokol yang digunakan merujuk pada Edwards et al., (1996) dengan sedikit modifikasi. 16 oligonukleotida bermotif mikrosatelit yang digunakan disintesis oleh perusahaan Operon Technologies, Inc., yaitu : (T)25, (AT)15, (AC)15, (AG)15, (AAT)10, (AAC)10, (AAG) 10, (CTA) 10, (TAG)10, (AGC)10, (GCT)10, (GTG)10, (GGA)10, (GCC)10, (AATT)10 , dan (AAAT)10. Oligonukleotida tersebut dikelompokkan menjadi tiga, berdasarkan “melting temperatur” (Tm). Setelah keenambelas oligonukleotida tersebut dikelompokkan, masing-masing kelompok kemudian diteteskan pada membran, sehingga diperoleh tiga membran berdasarkan pengelompokan tersebut. Oligonukleotida dicampur berdasarkan kelompoknya, masing-masing 10 µl dan kemudian ditambah 5x SSC (45 mM Natrium sitrat pH 7,0, 450 mM NaCl) hingga volume 1 ml. Sebanyak 10 µl campuran diteteskan ke masing-masing membran,diamkan sampai meresap, dan kemudian penetesan berikutnya dilakukan. Membran dikeringkan pada suhu ruang sekitar satu jam, kemudian membran dikeringkan dalam oven 65 oC selama satu jam. Setelah itu membran didedahkan selama 15 menit pada “UV crosslinker” dengan panjang gelombang 254 nm dan energi 0,070 joule. Proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan oligonukleotida yang terikat lemah. Pencucian ini dilakukan 2x dengan “buffer” hibridisasi (50 % formamida, 3x SSC, 25 mM Na fosfat pH 7, 2,5 % SDS) pada suhu 45 oC masingmasing selama sehari (1 hari 1x masing-masing 10 ml) dalam oven hibridisasi. Setelah itu membran dicuci dengan 1x SSC selama 3 jam, dan kemudian dikering anginkan. Membran disimpan pada suhu –20oC dalam cawan petri yang dialasi kertas saring sampai saat dibutuhkan. Proses hibridisasi dan pengayaan mikrosatelit. Proses hibridisasi mengikuti protokol Edwards et al., (1996) dengan sedikit modifikasi. DNA hasil ligasi yang telah didenaturasi selama 5 menit dalam air mendidih, dimasukkan ke dalam 500 µl “buffer” hibridisasi (3 x SSC, 25 mM Natrium fosfat pH 7,0 dan 2,5 % SDS) yang mengandung 1 µg oligonukleotida 21-mer. Oligonukleotida mikrosatelit yang telah terikat pada membran “Nylon Hybond N+” juga dimasukkan ke dalam larutan “buffer” tersebut. Larutan “buffer” hibridisasi untuk membran I tidak mengandung formamida, membran II mengandung 15% formamida sedangkan membran III mengandung 40% formamida. Ketiga campuran tersebut kemudian diinkubasi pada oven hibridisasi dengan suhu 45oC selama 48 jam, agar DNA berhibridisasi dengan oligonukleotida bermotif mikrosatelit. Ketiga membran tersebut kemudian dicuci di dalam oven hibridisasi, 5 kali dalam larutan 2x SSC, 0,01% SDS (5 menit untuk 1 kali pencucian) pada suhu 65 oC dan 3 kali dalam larutan 0,5x SSC, 0,01% SDS (5 menit untuk 1 kali pencucian) pada suhu 65 oC. DNA yang telah terikat tersebut dilepaskan dari membran dengan cara dielusi dalam 200 µl air deion steril mendidih selama 8 menit. Hasil elusi diamplifikasi menggunakan oligonukleotida 21-mer sebagai primer, sebanyak 40 siklus dengan kondisi sebagai berikut : denaturasi 94oC selama 30 detik; annealing 59oC selama
9
1 menit; elongasi 72oC selama 2 menit, pada “DNA thermal cycler” merek GeneAmp PCR System 2400. Hasil reaksi PCR kemudian dielektroforesis menggunakan gel agarosa 1.4% dengan “buffer” 0,5x TBE. Elektroforesis dilakukan pada beda potensial 50 volt selama 1 jam. Hasil elektroforesis dilihat dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 312 nm. Gel diwarnai dengan cara merendamnya dalam aquabides yang mengandung etidium-bromida dengan konsentrasi 2 µg/100 ml selama 10 menit, kemudian gel tersebut dicuci dengan aquabides selama 15 menit. Hasil elektroforesis kemudian difoto dibawah sinar UV dengan menggunakan film Fuji FP 3000B.
Ligasi hasil PCR DNA elusi dengan vektor “pGEM -T Easy”. Untuk menghasilkan plasmid rekombinan, hasil PCR DNA elusi diligasi ke dalam vektor plasmid dengan mengikuti prosedur yang disarankan oleh produsen kit “pGEM -T Easy vector system I” (Promega). Diinkubasi dengan suhu 4 oC selama semalam. Pembuatan sel kompeten. Pembuatan sel kompeten dilakukan sesuai protokol Inoue (1990) dengan sedikit modifikasi. Bakteri E.coli strain DH5α dari stok gliserol (-80oC) digoreskan di atas permukaan medium “Luria-Bertani” (LB) padat (1% tryptone, 0,5% yeast extract, 1% NaCl, 1,5% agar) di dalam cawan petri. Cawan petri tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37oC semalam. Setelah itu dipilih 10 koloni tunggal yang terlihat tumbuh subur dan kemudian dimasukan ke dalam 60 ml medium SOB (2% tryptone, 0,5% yeast extract, 1% [v/v] 1M NaCl, 0,25% [v/v] 1M KCl, 1% [v/v] 2M MgCl2) dan di inkubasi dalam shaker penangas air (20 oC, 120 rpm) selama 24 jam.
Transformasi bakteri dengan plasmid rekombinan. Sel bakteri E.coli ditransformasi dengan plasmid rekombinan yang telah dimodifikasi (sel kompeten) dengan merujuk kepada protokol Inoue (1990) yang telah mengalami modifikasi. Isolasi Plasmid. Plasmid dari koloni putih yang berisi plasmid rekombinan diisolasi menggunakan protokol Xiang et al. (1998) dengan sedikit modifikasi. Sekuensing DNA. Pelaksanaan sekuensing dilakukan di Lembaga Biologi Molekul Eijkman Jakarta. Sebanyak 17 sampel dari 80 plasmid hasil isolasi dipilih untuk dianalisis urutan DNA sisipannya. Mesin yang dipergunakan adalah Mesin “Automatic fluorescent DNA sequencer” merek ABI 377A. Merancang Primer yang mengapit motif mikrosatelit. Primer spesifik yang mengapit motif mikrosatelit DNA dapat dirancang. Perancangan primer yang mengapit lokus mikrosatelit dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer Primer3.cgi v 0.2c (Rozen & Skaletsky, 1997). Reaksi PCR dan Amplifikasi DNA. Amplifikasi PCR-DNA dilakukan dengan mengunakan thermal cycles (Perkin Elmer), dengan program sebagai berikut:
10
940C selama 3 menit diikuti 2 siklus selama 30 detik untuk setiap siklus dengan program (94 0C denaturasi, 600C annealing dan 72 0C extension). 11 siklus selama 15 detik untuk setiap siklus dengan program (940C, 600C dan 720C denngan menurunkan pemperatur annealing daro 60 0C ke 54 0C (touch down program). 27 siklus semalam 15 detik untuk setiap siklus denngan program (940C, 540C, 720C), dan diikuti inkubasi selama 3 menit pada 720C sebagai tahap akhir extension. PAGE (PolyAcrylamide)- Eletrophoresis. Elektrophoresis yang dilakukan adalah non-denatured PAGE. 4-5µL produk PCR dicampur dengan loading bufer (2-4X volume produk PCR). 6-8µL campuran tersebut dimasukkan pada sumur-sumur yang tersedia pada 7-8% PAGE gel dengan menggunakan 1X TBE running buffer. Volt yang digunakan pada PAGE adalah 75 watt (constant power) selama 3-4 jam. Setelah selesai elektrophoresis gel kemudian difiksasi dan diwarnai dengan pewarna silver nitrate. Analisis Data. Hasil elektrophoresis dianalisis dengan cara menghitung heterozigosity/PIC. Heterozigosity/PIC lokus didefinisikan sebagai H=1-∑i=1,n (pi )2 . dimana pi adalah probabilitas alel ke -i pada kultivar sampel uji (Liu, 1997). Untuk suatu penanda genetik, sebuah lokus dengan heterozigosity lebih besar 0.7 secara umum dipertimbangkan sebagai penanda polimorfik tinggi.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA. Pengukuran kualitas DNA hasil isolasi menggunakan alat spektrofotometer UV. Hasil pengukuran menggunakan rasio λ 260/280 menunjukkan hasil berkisar antara 1,8 – 17,6. Selain itu, dilakukan pula elektroforesis DNA hasil isolasi untuk mengetahui kualitas DNA. Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa DNA yang diperoleh merupakan DNA genomik dan tidak terjadi degredasi dari hasil isolasi. Sedangkan hasil pemotongan dengan enzim restriksi menggunakan enzim Alu I dan Ssp I juga membuktikan bahwa hasil isolasi DNA yang diperoleh cukup bagus.
Konstruksi pustaka genomik yang sudah diperkaya. Hasil fragmentasi DNA dengan menggunakan enzim restriksi Alu I dan Ssp I menunjukkan bahwa fragmen DNA yang diperoleh berkisar antara 100 – 500 bp. Fragmen ini kemudian setelah diligasi dengan adapter 21 dan 25 mer, diamplifikasi dengan teknik PCR. Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa ukuran fargmen yang diperoleh berkisar antara 100 – 1000 bp, namun kuantitas terbanyak berada pada fragmen berukuran antara 100 – 500 bp (Gambar 1). Fragmen hasil pemotongan diklon ke dalam vektor pGEM-T Easy dan ditransformasikan ke dalam sel Eschericia coli strain JM 109 yang sudah dikondisikan menjadi sel kompeten. Kultur hasil transformasi dalam medium LB padat yang menggandung antibiotik ampicilin menunjukkan bahwa hasil konstruksi pustaka yang dilakukan tergolong cukup bagus. Parameter yang diukur untuk tahap ini adalah nilai efisiensi transformasi yang diperoleh dan rasio koloni rekombinan (koloni putih) dan koloni non rekombinan (koloni biru).
21227 bp
831 bp 564 bp
Gambar 1. Foto elektroforesis hasil elusi. (1) DNA marker Eco RI & Hind III (2) Hasil PCR elusi dengan sumber DNA berasal dari fragmentasi dengan Alu I dan Ssp I; (3) Hasil PCR elusi dengan sumber DNA berasal dari fragmentasi dengan Ssp I.
12
Adapun nilai efisiensi transformasi yang diperoleh adalah sekitar 1.7 X 108 cfu/µg DNA dan rasio koloni putih:biru (ratio 4:1). Merujuk pada buku manual dari PGEMT Easy (Promega), nilai efisiensi transformasi yang didapat (1.7 X 10 8 cfu/µg) tergolong tinggi atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa sel kompeten yang digunakan dalam kondisi yang sangat baik. Skrining dan Optimasi DNA Plasmid Target. Skining yang dilakukan untuk tahap ini adalah skrining standar guna membedakan koloni rekombinan dan koloni non rekombinan yakni menggunakan metode ‘white blue screening’. Sedangkan pengambilan sampel plasmid rekombinan hasil isolasi yang akan disekuensing, dilakukan secara acak terutama pada kultur/’plate’ yang menunjukkan jumlah koloni putih terbanyak. Selain itu dilakukan pula seleksi berdasar ukuran fragmen sisipan pada DNA plasmid rekombinan hasil isolasi. Plasmid rekombinan yang memiliki ukuran fragmen terpilihlah yang kemudian disekuensing. Dari sekitar 3542 koloni putih yang didapat, dilakukan isolasi plasmid pada 80 sampel yang dipilih secara acak. Ke-80 plasmid hasil isolasi tersebut diukur kemurnian (rasio), konsentrasi dan dielektroforesis. Sisipan DNA dan Sekuensing DNA. Sebanyak 80 sampel plasmid kemudian diseleksi ukuran framgen sisipannya dengan cara memotong DNA plasmid dengan menggunakan enzim restriksi Eco RI. Dari hasil pemotongan ini diperoleh gambaran tentang variasi fragmen sisipan yang sudah didapat (Gambar 2). Dari 80 sampel yang diseleksi, hanya 17 sampel yang kemudian dipilih untuk dikirim ke Lembaga Biomolekuler Eijkman Jakarta. Motif Mikrosatelit. Adapun motif-motif mikrosatelit yang diperoleh dikategorikan sebagai beberapa motif (Tabel 2). Hasil analisis sikuensing diperoleh beberapa kemungkinan motif mikrosatelit. Motif mikrosatelit yang sesuai dengan 16 macam oligonukleotida yang digunakan ditemukan sebanyak 3 motif yaitu GCC/GGC n, AC/GT n, AG/CTn. Motif-motif selain dari keenambelas macam motif yang digunakan juga ditemukan.
Sisipan DNA (100-600bp)
Gambar 2. Elektroferogram hasil pemotongan DNA plasmid dengan enzim Eco RI. Dari hasil elektroforesis terlihat bahwa ukuran fragmen sisipan yang diperoleh bervariasi kurang lebih antara 100 – 600 bp. Anak panah menunjukkan fragmen sisipan DNA.
13
Pada Tabel 2 ditunjukkan kemungkinan motif mikrosatelit dari keenam urutan tersebut beserta kategorinya berdasarkan Weber (1990).
Tabel 2. Motif Mikrosatelit yang berhasil diisolasi No 1 2 3 4 5 6
Motif Mikrosatelit (GCC)6 (C)2a(C)4a(C)a(C)4 à (C)11 (AAG)2 (AAC)t(AAG)(TCT)ta(TCC)2(ATG)(AAT)2à (AAG)4 (TCC)3(AAT)3 (GT)2at(GT)21(AG)10 à (GT)24(AG)10 (T)7(ATGT)3(AT)3(GT)17 (TTC)2(TTG)(ATCTT)tt(ATCTT) à (TTC)3(ATCTT)2
Kategori Sempurna Kurang Sempurna Campuan kurang sempurna Campuran sempurna Campuran sempurna Campuran kurang sempurna
Tabulasi kode primer-primer yang mengapit beberapa motif mikrosatelit yang teridentifikasi atau diisolasi (Tabel 3). Untuk dapat dijadikan sebagai primer yang baik, Lefort (komunikasi pribadi) menyarankan motif mikrosatelit sedikitnya terletak 30 nukleotida dari awal atau akhir suatu sekuens Tabel 3. Urutan Disain DNA primer forward dan mengapit motif mikrosatelit. No Motif Mikrosatelit 1 (GCC)6 2 (C)2a(C)4a(C)a(C)4 à (C)11 3 (AAG) 2(AAC)t(AAG)(TCT)ta(TCC)2(ATG)(A AT)2à (AAG)4 (TCC)3(AAT)3 4 (GT)2at(GT)21(AG)10à (GT)21(AG)10 5 (T)7(ATGT)3(AT)3(GT)17 6 (TTC)2(TTG)(ATCTT)tt(ATCTT) à (TTC)3(ATCTT)2
reverse (primer kode) yang Primer Kode Primer E Primer F Primer D Primer A Primer B Primer C
Hasil Amplifikasi DNA kultivar Mangga. Sejumlah 30 kultivar mangga dianalisis dengan menggunakan 6 primer mikrosatelit yang telah dirancang. Dari hasil amplifikasi dengan metode “touch down” menunjukkan bahwa DNA mangga dapat diamplifikasi dengan primer-primer yang dirancang dengan munculnya larik-larik DNA pada setiap sampel DNA kultivar mangga. Hanya 2 primer yang di pilih (ditampilkan dalam tulisan ini) dalam analisis ini untuk menghasilkan polapola amplifikasi DNA yang bersifat polimorfik (Gambar 3 dan 4). Dari hasil polapola larik DNA bersifat polimorfik atau alel yang muncul menunjukkan bahwa kultiva r mangga koleksi (30 koleksi) memiliki tingkat keragaman genetik yang cukup tinggi (Tabel 4).
14
Tabel 4. Motif mikrosatelit dan jumlah fragmen marker polimorfik & PIC/Heterozigositas untuk setiap primer Primer Primer D Primer E
Motif Mikrosatelit
PIC/H
(AAG) 4 (TCC)3(AAT)3 (GCC)6
0.778 0.780
Fragmen Penanda Polimorfik 15 6
Munculnya spesifik alel pada setiap kultivar mangga yang dianalisis memberikan gambaran bahwa penanda molekul/genetik mikrosatelit sangat efiktif digunakan untuk mengidentifikasi suatu kultivar, walaupun demikian masih diperlukan lokus mikrosatelit yang lebih banyak digunakan agar identifikasi kultivar mangga lebih akurat. Sebagai contoh pada gambar 3 ditunjukkan bahwa Primer D dapat memberikan spesifik alel pada kultivar Welulang 81 (kolom 4). Dimana spesifik alel tersebut tidak muncul pada kultivar mangga lainnya.
15
1
2
3
4
5
6
7
8
L
9
10
11 12 13 14 400pb 300
200 100
15 16 17
18
19
20 21
22 L
23 24 25 26
27 28 400pb 300
200 100
28
29
30
L 400pb 300
200 100
Gambar 3. Pola amplifikasi PCR dengan primer D pada 30 kultivar mangga. Kolom 1-30: kultivar mangga (nama kultivar pada tabel 4.1). L: ladder 100 basa. Spesifik larik terlihat pada kolom 4. Spesifik larik lainnya juga terlihat pada kultivar mangga lainnya.
16
L
1
7
3
4
5
6
2 400pb 300
200 100 8
9
10 11
L
12
13
14
15
16
17
18 400pb 300
200 100
19
20
21
22
23
L
24
25
26
27
28
29
30 400pb 300
200 100
Gambar 4. Pola amplifikasi PCR dengan primer E pada 30 kultivar mangga. Kolom 1 -30: kultivar mangga (nama kultivar pada tabel 4.1). L: ladder 100 basa.
17
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdas arkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1.
Metode “enrichment” Edwards et al. (1996) yang telah dimodifikasi dapat dipergunakan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi mikrosatelit pada tanaman mangga.
2.
Motif mikrosatelit yang diperoleh dalam penelitian ini ada 6 jenis, tapi yang sangat efektif untuk dijadikan penanda genetik adalah mikrosatelit bermotif (GT)24(AG)10 dan (T)7(ATGT)3(AT)3(GT)17, (AAG)4(TCC)3(AAT)3 dan (GCC)6
3.
Tingkat keragaman genetik (nilai PIC) dari 30 kultivar mangga diatas 0.5.
SARAN Berdasarkan penelitian ini, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya, yaitu : 1.
Jumlah motif mikrosatelit yang diisolasi harus lebih banyak. Agar bisa mendapat penanda molekul genetik yang lebih banyak.. Untuk meningkatkan perolehan motif mikrosatelit, plasmid yang dipilih untuk disekuens
sebaiknya mewakili semua macam oligonukleotida dan
memiliki DNA sisipan diatas 250 bp. 2.
Pada penelitian ini digunakan elektroforesis non-denature PAGE. Sebaiknya juga digunakan elektroforesis denature PAGE.
3.
Penelitian ini perlu untuk ditindak lanjuti dengan menggunakan jumlah kultivar yang lebih banyak. Diperkirakan ada 200-an kultivar mangga di Indonesia tetapi dalam penelitian ini hanya dianalisis 30 kultivar.
UCAPAN TERIMA KASIH Ketua dan anggota peneliti mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (DP3M) Diknas yang
18
telah memberikan dana penelitian melalui penelitian hibah bersaing XI perguruan tinggi tahun anggaran 2003/2004 dan 2004/2005. DAFTAR PUSTAKA Adato, A., D. Sharon, U. Lavi, J. Hillel dan S. Gazit. 1995. Application of DNA fingerprints for identification and genetic analyses of Mango (Mangifera indica) genotypes. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 120 (2):259-264. Bredemeijer G.M.M., P. Arens, D. Wouters, D. Visser, & B. Vosman. 1998. The use of semi-automatied fluorescent microsatellite analysis fot tomato cultivar identification. Theor. Appl. Genet. 97: 584-590 Coronel, R. 1996. Status Report on Fruit Species Germplasm Conservation and Utilization in Southeast Asia. In:
Expert Consultation on Tropical fruits
Species of Asia. (Ed) Arora, R.K. & V.R. Rao. IPGRI – New Delhi Edwards K.J., J.H.A. Barker, A. Daly, C. Jones, & A. Karp. 1996. Microsatellite libraries
enriched
for
several
microsatellite
sequences
in
plants.
BioTechniques 20: 758-760. Eiadthong W., Yonemori K., Sugiura A., Utsunomiya M., Subhadrabandu S. 1999. Identification of manggo cultivars of Thailand and evaluation of their genetic variation using the amplified fragments by simple sequence repeat (SSR) anchored primers. Scientia Horticulturae 82: 57-66 Inoue, H., H. Nojima & H. Okayama. 1990. High efficiency transformation of Escherichia coli with plasmids. Gene. 96: 23-28. Levi, A.& L.J. Rowland, 1997. Identifying blueberry cultivars and evaluating their genetic relationships using randomly amplified polymorphic DNA (RAPD) and simple sequence repeat-(SSR-) anchord primers. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 122 (1): 74-78. Liu, B.H. 1998. Statistical Genomic: Linkage, Mapping and QTL analysis . CRC Press. New York, pp. 62-78. Maughan P.J., M.A. Saghai Maroof, & G.R. Buss. 1995. Microsatellite and amplified sequence length polymorphisms in cultivated and wild soybean. Genome 38: 715-723 Maughan P.J., M.A. Saghai Maroof, & G.R. Buss. 1996. Molecular-marker analysis of seed-weight: genomic locations, gene action, and evidence for
19
orthologous evolution among three legume species. Theor. Appl. Genet. 93: 574-579. Mohameed, S., D. Sharon, J. Hillel, E. Lahav, D. Kaufman, U. Lavi. 1996. Level of heterozygosity and mode of inheritance of variable number of tandem repeat loci in avocado. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 121 (5): 778-782. Newton, C.R. & Graham,A. 1994. PCR Intoduction to biotechniques . Bios Scientific Published Ltd. Oxford. Nuroniah, Hani Siti. 1998. Isolasi dan Karakterisasi Mikrosatelit pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis , L). Tesis Magister Biologi. Departemen Biologi FMIPA – ITB. (Tidak dipublikasikan) Powell W., G.C. Machray, & J. Provan. 1995. Polymorphism revealed by simple sequence repeats. Trends in Plant Science 7 (1): 215 -222 Powell, W., M. Morgante, C. Andre, M. Hanafey, J. Vogel, S. Tingey & A. Rafalski. 1996. The comparison of RFLP, RAPD, AFLP and SSR (microsatellite) markers for germplasm analysis. Mol. Breed. 2: 225-238. Purnomo, S., Sri Handajani dan Saiful Hosni. 1996. Penentuan Kriteria dan Seleksi Kultivar Mangga Produktif. Jurnal Hortikultura . 6(4): 325-334. Rozen, S & H.J. Skaletsky. 1997. Primer3. (www.genome.wi.mit.edu/genome _software/other/primer3.html.) Saiki, R. K.1990. Genomic DNA amplification in PCR protocols, a guide to methods and application. Academic Press, Inc., San Diego. Sambrook J., Fritcsh E.F., & Maniatis T. 1989. Molecular cloning a laboratory manual 2nd ed. Cold Spring Harbor Lab. Press. USA Schuler,M.A & Zielinsk,i R.E.. 1989. Methods in plant molecular biology. Academic Press, San Diego, California. Scott, K.D., P. Eggler, G. Seaton, M. Rossetto, E.M. Ablett, L.S. Lee, R.J. Henry. 2000. Analysis of SSRs derived from grape ESTs. Theor. Appl. Genet. 100: 723-726. Scotti I., G. Paglia, F. Magni, & M. Morgante. 1999. Microsatellite markers as a tool for the detection of intra - and interpopulational genetic structure. In Final Compendium of Reaseach Project: Develompent, Optimisation and Validation of Molecular Tools for Assessment of Biodiversity in Forest
20
Trees , In the European Union DGXII Biotechnology FW IV Research Programme Taufik. I, 1999. Studi Keanekaragamn Genetik Kultivar Mangga (Mangifera indica L.) dengan Menggunakan Metode ‘Random Amplified Polymorphic DNA’ (RAPD). Skripsi Sarjana bIologi. Departemen Biologi FMIPA – ITB. (Tidak dipublikasikan) Thomas M.R., S. Matsumoto, P. Cain, & N.S. Scott. 1993. Repetitive DNA of grapevine:
classes
present
and
sequences
suitable
for
cultivar
identification. Theor Appl. Genet. 86: 173-180. Treuren, R.V., 2000. Genetic Marker. http:// www.plant.wageningenur.nl/about/Biodiversity/cgn/research/molgen/ Weber, J.L 1990. Informativenes of human (dC-dA)n.(dG-dT)n polymorphisms. Genomics 7: 524-530. Xiang C., Wang H., Siel P., Berger P.D.J., Guerra A. 1994. Modified alkaline lysis miniprep protocol using a single microsentrifuge tube. Bio Tec hniques 17 (1): 30 -31 Zhao, X & G. Kochert. 1993. Phylogenetic distribution and genetic mapping of a (GGC)n microsatellite from Rice (Oryza sativa L.). Plant Mol. Biol. 21: 607-614
21