ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN PENANDA MORFOLOGI, FISIOLOGI, BIOKIMIA SERTA MOLEKULER TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) EFISIEN NITROGEN
MAKHZIAH 090810038-D
PROGRAM STUDI S3 MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014
DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI Halaman
BAB I.
LEMBAR PENGESAHAN
i
DAFTAR ISI
ii
PRAKATA
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
vii
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR SINGKATAN
xiv
INTISARI
xv
ABSTRACT
xvi
KATA MUTIARA
xvii
PENGANTAR 1.1. Latar Belakang
1
1.2. Rumusan Masalah
5
1.3. Tujuan Penelitian
6
1.4. Manfaat Penelitian
6 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik dan Pertumbuhan Tanaman Jagung
8
2.2. Siklus Nitrogen
13
2.3. Penyerapan dan Asimilasi Nitrogen dalam Tanaman
14
2.4. Kebutuhan dan Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Jagung
18
2.5. Dampak Negatif Penggunaan Pupuk Nitrogen yang Berlebihan
19
2.6. Efisiensi Penggunaan Nitrogen dalam Tanaman
20
2.7. Hubungan Sistem Perakaran dengan Penyerapan Nitrogen
22
2.8. Remobilisasi N dan Daun Tetap Hijau Saat Masak (Stay Green) 2.9. Peranan Ensim Nitrat Reduktase dalam Metabolism Nitrogen
23
2.10. Aplikasi Penanda (Marka) dalam Mengidentifikasi Sifat yang Dituju
25
25
ii DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB III. KONSEP ILMIAH DAN HIPOTESIS 3.1.
Konsep Ilmiah
28
3.2.
Hipotesis
30
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1.
PENELITIAN I : Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen, Keragaman Genetik dan Karakter Tanaman Jagung Efisien Nitrogen 4.1.1. Tujuan Penelitian
32
4.1.2. Waktu dan Tempat Penelitian
32
4.1.3. Bahan dan Alat Penelitian
32
4.1.4. Rancangan Percobaan
33
4.1.5. Pelaksanaan Percobaan di Lapang
33
4.1.6. Prosedur Pengambilan Data
34
4.1.7. Analisis Statistik
36
4.2.
37
4.2.1.
PENELITIAN II : Pengamatan Pertumbuhan Sistem Perakaran Genotipe Jagung Efisien Nitrogen dan Kurang Efisien Nitrogen Tujuan Penelitian
32
37
4.2.2. Waktu dan Tempat Penelitian
37
4.2.3. Rancangan Percobaan
37
4.2.4. Pelaksanaan Percobaan
37
4.2.5. Analisis Statistik
37
4.3.
PENELITIAN III : Analisis Protein dan Analisis Marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) untuk Keterpautan dengan Sifat Efisien Nitrogen 4.3.1. Tujuan Penelitian
38
4.3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
38
4.3.3. Prosedur Analisis protein dan DNA
38
38
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1.
HASIL PENELITIAN I: Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen, Keragaman Genetik dan Karakter Tanaman Jagung Efisien Nitrogen 5.1.1. Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen 5.1.2. Pengaruh Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen pada Karakter Morfologi A. Pengaruh Pemupukan Nitrogen pada Karakter Morfologi .
41 41 41 41
iii DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
B.
a. Tinggi Tanaman dan Luas Daun
41
b. Perakaran
43
Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Fisiologi
46
a. Kandungan Klorofil dan Stay Green Interval Keluar Bunga Jantan-Betina b. Akumulasi Biomassa, Translokasi Biomassa, Serapan N dan Remobilisasi N C. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Aktifitas Enzim Nitrat Reduktase D. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Agronomi
46
E.
Pengaruh Pemupukan N terhadap Parameter Efisiensi Nitrogen pada Beberapa Genotipe Jagung 5.1.2. Keragaman Genetik Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Nitrogen 5.1.3. Seleksi Genotipe Jagung Efisien N dan Produksi Tinggi
59
5.1.4. Identifikasi Karakter yang Berhubungan dengan Hasil dan Efisiensi N A. Hubungan Parameter Efisiensi N dengan Produksi Biji
66
49 53 55
62 65
67
B. Hubungan Karakter Morfologi dengan Produksi Biji
66
C.
Hubungan Karakter Fisiologi dengan Produksi Biji
72
D. Hubungan Karakter Biokimia dengan Produksi Biji
74
5.2.
HASIL PENELITIAN II: Perkembangan Sistem Perakaran Genotipe Jagung Efisien N dan Kurang Efisien N
74
5.3.
HASIL PENELITIAN III: Analisis Protein dan Marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) untuk Keterpautan dengan Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung
78
5.3.1. Profil Pita Protein Genotipe Efisien N dan Kurang Efisien N
78
5.3.2. Survei Polimorfis Marka random amplified polymorphic DNA (RAPD) untuk Keterpautan dengan Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung
80
5.4.
83
PEMBAHASAN
5.4.1 Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Tanaman Jagung
83
5.4.2. Keragaman Genetik Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Nitrogen dan Seleksi Genotipe Jagung Efisien N
83
5.4.3. Karakter Morfologi Tanaman Jagung Efisien N
85
5.4.4. Karakter Fisiologi Tanaman Jagung Efisien N
87
a. Akumulasi Biomassa dan Translokasi Biomassa
87
b. Serapan N dan Remobilisasi N
88
iv DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
c. Kandungan Klorofil dan Stay Green
92
5.4.5. Profil Protein Genotipe Jagung Efisien N dan Enzim yang Terlibat Asimilasi Nitrogen
94
5.4.6. Seleksi Marka RAPD (random amplified polymorphic DNA) yang Terpaut dengan Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung
97
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
100
DAFTAR PUSTAKA
101
LAMPIRAN
123
v DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PRAKATA Segala puji bagi Allah penguasa seluruh alam, sang Maha Pengasih dan Penyayang yang memberikan kekuatan kepada saya dalam menyusun disertasi ini. Kegiatan pertanian ternyata penyumbang emisi gas N2O terbesar penyebab utama kenaikan suhu bumi atau pemanasan global, salah satunya melalui aplikasi pupuk nitrogen (N) yang berlebihan. Oleh sebab itu perlu dilakukan efisiensi N baik secara kultur teknis maupun penggunaan varietas efisien N. Jagung merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap pemupukan N. Perakitan varietas jagung efisien N akan sangat membantu mengurangi dampak negatif dari aplikasi pupuk N berlebihan. Pencarian materi genetik jagung efisien N merupakan langkah awal dalam perakitan varietas jagung efisien N. Disamping itu, identifikasi karakter jagung efisien N sangat diperlukan untuk mengetahui dasar genetik dan sebagai penanda kriteria seleksi genotipe jagung efisien N. Penanda morfologi, fisiologi, biokimia, dan molekuler sangat membantu kegiatan pemuliaan jagung efisien N. Sebagian hasil penelitian telah dipublikasikan di American Experimental
Agriculture. 3(1): 182-199.
Effect of
Journal
of
Nitrogen Supply and
Genotypic Variation for Nitrogen Use Efficiency in Maize. Ucapan terima kasih tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya disampaikan kepada Prof. Dr.Ir. Hj. Kusriningrum R.S., MS dan Prof. H. Hery Purnobasuki, MSi, Ph.D. selaku promotor dan ko-promotor yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, motivasi, saran dan masukan selama penulisan disertasi ini. Dukungan dari Ditjen Dikti, Kemendikbud Republik Indonesia yang sangat besar dengan memberi kesempatan untuk mendapatkan beasiswa BBPS dan Hibah Penelitian sangat membantu kelancaran studi dan penelitian ini. Terimakasih juga dihaturkan kepada Rektor UPN “Veteran” Jatim, atas ijin dan kesempatan untuk menempuh pendidikan Program Doktor dan bantuan biaya pendidikan. Akhir kata semoga apa yang tertulis dalam disertasi ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan, dapat diterapkan dan bermanfaat bagi masyarakat. Surabaya, Juli 2014 Penulis
vi DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
UCAPAN TERIMAKASIH Bismillahirrohmaannirrohiim, Segala puji bagi Allah SWT pencipta alam semesta, Maha pengasih dan penyayang, yang menumbuhkan tanaman beraneka ragam bentuk dan rasanya. Sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Berkat karunia rahmat dan hidayahNya maka saya dapat menyelesaikan penulisan disertasi untuk Program Doktor MIPA, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Setulus hati saya menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggitingginya kepada yang terhormat: Prof.Dr.Hj.Ir. Kusriningrum Rochiman S., MS. selaku promotor yang penuh perhatian dan kesabaran dalam memberi bimbingan, arahan, wawasan berfikir, nasihat dan motivasi kepada saya selama penelitian dan penulisan disertasi. Prof. H. Hery Purnobasuki, M.Si, Ph.D. selaku ko-promotor yang telah banyak memberi arahan, kerangka berfikir, saran, masukan dan motivasi selama penelitian dan penulisan disertasi. Ditjen Dikti, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
yang telah memberi kesempatan untuk mendapatkan beasiswa BBPS dan Hibah Penelitian yang sangat membantu kelancaran studi dan penelitian ini. Rektor Universitas Airlangga dan Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan mengikuti pendidikan Program Doktor di Universitas Airlangga. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga dan Ketua Program Studi S3 MIPA Universitas Airlangga yang memberikan kesempatan, fasilitas dan motivasi untuk segera menyelesaikan pendidikan Doktor. Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, atas ijin dan kesempatan untuk menempuh pendidikan Program Doktor dan bantuan biaya pendidikan. Seluruh Tim Penguji Ujian Kelayakan yaitu Prof. Dr. H. Agoes Soegianto, DEA, Prof.Dr.Hj.Ir. Kusriningrum Rochiman S., MS. Prof.H. Win Darwanto, MSi. PhD; Prof. H. Hery Purnobasuki, M.Si, Ph.D.; Prof.Dr. Bambang Irawan, MSc.; Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, MSi.; Dr.Tini Surtiningsih, DEA. yang telah banyak
vii DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
memberikan ide, masukan dan saran sebagai landasan menguatkan kerangka konseptual penelitian disertasi. Seluruh Tim Penguji Proposal yaitu Prof.Dr.Hj.Ir. Kusriningrum Rochiman S., MS. Prof. H. Hery Purnobasuki, M.Si, Ph.D.; Dr. Sucipto Hariyanto, DEA; Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, MSi.; Dr.Tini Surtiningsih, DEA; Dr. Eddy Setiti Wida Utami, MS; Dr.Tarzan Purnomo, MSi. yang telah banyak memberikan koreksi, masukan dan saran untuk perbaikan proposal penelitian. Seluruh Tim Penguji Ujian Kelayakan dan Ujian Tertutup yaitu Prof.Dr.Hj.Ir. Kusriningrum Rochiman S., MS. Prof. H. Hery Purnobasuki, M.Si, Ph.D.; Prof.H. Win Darwanto, MSi. Ph.D; Prof. Dr. Ir. H. Arifin, MS; Dr. Sucipto Hariyanto, DEA; Dr. Eddy Setiti Wida Utami, MS; dan Dr.Ir. Eko Murniyanto, MP yang telah banyak memberikan pertanyaan, wawasan, koreksi, saran dan masukan yang sangat berarti bagi perbaikan naskah disertasi ini. Semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal jariyah. Dekan Fakultas Pertanian dan Kaprogdi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah banyak memberi semangat dan dukungan moril untuk segera menyelesaikan studi saya. Kepala Laboratorium Bioteknologi dan Kepala Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan fasilitas penelitian. Bapak Yamiran di Tulungagung yang telah menyediakan sawahnya untuk lahan percobaan. Laboratorium Sentral Hayati Universitas Brawijaya yang telah membantu melakukan analisis protein dan DNA. Teman-teman seangkatan Program Doktor MIPA Universitas Airlangga yang saling membantu, menguatkan dan memberi dukungan. Semua rekan kerja di Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur yang banyak memberikan bantuan selama penelitian dan penyusunan disertasi serta dukungan yang tiada henti untuk segera menyelesaikan studi. Kedua orang tua bapak Abdul Rahman Muid (alm) dan ibu Hj. Zaitun (alm) yang sangat saya hormati yang telah menghadap Sang Khalik, semoga beliau selalu mendapatkan kemuliaan dan pengampunan dari yang Maha Kuasa.
viii DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Semua kakak dan adik, keponakan, saudara, terimakasih atas dukungan dan doa kalian semua. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang juga ikut banyak membantu selama penelitian dan penyusunan disertasi ini. Semoga amal kebaikan semua pihak mendapat pahala dari Alloh SWT. Ammiin .
ix DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR TABEL
No
Judul
Halaman
4.1. Dosis pupuk urea yang diberikan tiap tanaman sesuai perlakuan pupuk
34
5.1. Tinggi tanaman dan luas daun genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis Nitrogen
42
5.2. Total panjang akar, jumlah akar dan berat kering akar
44
5.3. Kandungan klorofil, persentase stay green, interval keluar bunga jantan-betina (ASI) beberapa genotipe jagung pada berbagai dosis pemupukan N
47
5.4. Akumulasi biomassa, translokasi biomassa dan serapan N beberapa genotipe jagung yang ditanam pada berbagai dosis N
50
5.5. Remobilisasi Nitrogen beberapa Genotipe Jagung pada Dosis Pemupukan N
53
5.6. Aktifitas nitrat reduktase (µ mol/g/jam) dari genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis pemupukan N
54
5.7. Berat kering biji dari genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N
56
5.8. Jumlah biji per tongkol dari genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N
58
5.9. Efisiensi serapan N dan efisiensi pemanfaatan N genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N
60
5.10. Efisiensi agronomi dan efisiensi penggunaan N genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N
61
5.10. Nilai heritabilitas beberapa karakter tanaman jagung pada semua dosis N
63
5.11. Skor nilai beberapa genotipe jagung pada karakter produksi dan parameter efisiensi N
66
5.12. Korelasi berat kering biji dengan karakter lain pada berbagai dosis pemupukan N
67
5.13. Hasil biji maksimum yang diperoleh pada dosis N optimum dan besarnya nilai efisiensi penggunaan N (NUE) Dosis N optimum
68
N pada umur 2 minggu setelah tanam (MST), 5 MST dan 7 MST
x DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR GAMBAR
No
Judul
Halaman
2.1.
Fase pertumbuhan tanaman jagung.
2.2.
Jenis jagung berdasarkan karakteristik endospermnya
12
2.3.
Siklus nitrogen di alam
13
2.4.
Diagram jalur asimilasi N dalam sel tanaman
16
3.1.
Bagan Kerangka Konseptual Penelitian
29
5.1.
Kondisi tanaman jagung varietas NK-33 pada pemupukan
43
5.2.
Sistem perakaran jagung varietas
45
5.3.
Kondisi tanaman jagung umur 52 HST
48
5.4.
Pengurangan hasil BK biji akibat penurunan dosis N
57
5.5.
A. Hubungan dosis pemupukan N, produksi berat biji dan efisiensi penggunaan N (NUE) untuk varietas Pioneer-21, NK-33, DK-979, Bisi-2, Bima-3 dan Arjuna.
69
B. Hubungan dosis pemupukan N, produksi berat biji dan efisiensi penggunaan N (NUE) untuk varietas Sukmaraga, Lamuru, Bisma dan Kodok.
70
5.6.
Perakaran jagung varietas (1) Bisma, (2) NK-33, (3) Kodok, (4) Arjuna
75
5.7.
Pertumbuhan total panjang akar primer dan seminal beberapa genotipe jagung
76
5.8.
Pertumbuhan jumlah akar primer dan seminal beberapa genotipe jagung
76
5.9.
Pertumbuhan diameter akar beberapa genotipe jagung
77
8
5.10. Pertumbuhan berat kering akar beberapa genotipe jagung
77
5.11. Profil pita protein NK-33 (V1) dan Madura (V2) yang ditumbuhkan pada N-rendah (N1) dan N-tinggi (N2).
79
5.12. Fragmen DNA jagung A1-20= NK-33 dan B1-20=Madura hasil amplifikasi dengan primer OPA1, OPA2, OPA3, OPA4, OPA5, OPA6, OPA7, OPA8, OPA9, OPA10
81
5.13. Fragmen DNA jagung A1-20= NK-33 dan B1-20=Madura hasil amplifikasi dengan primer OPA6, OPA7, OPA8, OPA9, OPA10
81
xi DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.14. Fragmen DNA jagung A1-20= NK-33 dan B1-20=Madura hasil amplifikasi dengan primer OPA11, OPA12, OPA13, OPA14, OPA15
81
5.15. Fragmen DNA jagung A1-20= NK-33 dan B1-20=Madura hasil amplifikasi dengan OPA16, OPA17, OPA18, OPA19, OPA20
82
5.16. Rangkuman Hasil Penelitian berupa Materi Genetik, Karakteristik dan Penanda Tanaman Jagung Efisien Nitrogen
99
xii DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Judul
Halaman
I
Analisis Peragam Karakter Genotipe Jagung yang Ditumbuhkan pada Dosis N Berbeda
111
II.
Analisis ragam perakaran empat genotipe jagung
140
III.
Korelasi Antar Karakter Jagung
144
IV.
Ragam genotipe dan ragam fenotipe untuk nilai heritabilitas
148
V.
Persamaan regresi kuadratik antara hasil biji jagung (Y) dengan dosis pupuk N (X)
150
VI.
Sifat fisik dan kimia tanah tempat percobaan lapang di desa Tambak Rejo, Sumber Gempol, Tulungagung
151
VII.
Penghitungan Kebutuhan Pupuk
152
VIII.
Analisis Kandungan Nitrogen
153
IX.
Analisis Kandungan Klorofil Total
154
XI.
Analisis Aktivitas Nitrat Reduktase
155
XII.
Deskripsi Varietas Jagung
156
XIII.
Riwayat Hidup
166
xiii DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH AE
: agronomic efficiency = efisiensi agronomi
ASI
: anthesis-silking interval = interval keluar bunga jantan-betina
BSA
: bulk segregant analysis
FAO
: Food and Agriculture Organization
Glu
: glutamat
GOGAT
: glutamin oxoglutarat amino transferase atau glutamin sintase
GS
: glutamin sintetase
HATS
: high affinity transport system
HST
: hari setelah tanam
kDa
: kilo Dalton
LATS
: low affinity transport system
NR
: nitrat reduktase
NUE
: nitrogen use efficiency = efisiensi penggunaan N
NUp
: nitrogen uptake = serapan N
NUpE
: nitrogen uptake efficiency = efisiensi serapan N
NUtE
: nitrogen utilization efficiency = efisiensi pemanfaatan N
OPA
: operon A
PCR
: polymerase chain reaction
QTL
: quantitative trait loci
RAPD
: randomly amplified polymorphic DNA
SDS-PAGE : sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis Stay green
: tanaman tetap hijau saat masak
Y
: yield = hasil panen
xiv DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
INTISARI Keragaman Genetik dan Penanda Morfologi, Fisiologi, Biokimia serta Molekuler Tanaman Jagung (Zea mays L.) Efisien Nitrogen Makhziah1), Kusriningrum2), Hery Punobasuki3) 1) Mahasiswa S3MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga 2) Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga 3) Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Efisiensi nitrogen (N) seharusnya menjadi pertimbangan yang baik untuk mengurangi dampak negatif dari aplikasi pupuk N yang berlebihan, khususnya bagi tanaman yang banyak membutuhkan N seperti tanaman jagung. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dasar genetik efisien N melalui karakter morfologi, fisiologi, biokimia, marka molekuler terpaut sifat efisien N sebagai kriteria seleksi dan mendapatkan materi genetik yang efisien N atau toleran N-rendah. Penelitian terdiri dari tiga percobaan: 1) evaluasi variasi genetik terhadap karakter morfologi, fisiologi dan biokimia yang berhubungan dengan efisiensi N dan mendapatkan materi genetik jagung efisien N; 2) pengamatan perakaran jagung efisien N di awal pertumbuhan; 3) analisis profil protein dan seleksi marka randomly amplified polymorphysm DNA (RAPD) sebagai kandidat untuk penanda seleksi dalam pengembangan genotipe jagung efisien N atau toleran N-rendah. Sepuluh genotipe jagung diuji pada empat dosis pupuk N (0; 30; 90; 180 kg N/ha) dengan rancangan petak terbagi yang diulang tiga kali dilakukan di lapang, sedangakan pengamatan perakaran dilakukan di green house. Pertumbuhan dan perkembangan awal perakaran emapat genotipe diamati sebagai kriteria seleksi jagung efisien N. Profil protein dianalisis dengan metode SDS-PAGE, dan marka RAPD yang polimorfis diseleksi untuk membentuk marka yang terpaut erat dengan sifat efisien N. Data dianalisis dengan analisis peragam dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur; heritabilitas untuk analisis keragaman genetik, korelasi Pearson untuk melihat hubungan antar sifat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengurangan pupuk N menyebabkan berbagai pengurangan secara nyata (P ≤0,01) tinggi tanaman, luas daun, kandungan klorofil, stay green, serapan N, akumulasi biomassa, berat biji dan jumlah biji; namun meningkatkan interval keluar bunga jantan-betina dan parameter efisiensi N. Nilai heritabilitas tinggi untuk sebagian besar karakter yang diamati. NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, DK-979 dan Bisma mempunyai berat biji dan efisiensi N yang tinggi sehingga berpeluang menjadi materi genetik jagung efisien N. Perakaran, akumulasi biomassa, serapan N, remobilisasi N, efisiensi serapan N, remobilisasi N, efisiensi penggunaan N dan efisiensi agronomi berkorelasi positif dengan berat biji, sedangkan aktifitas nitrat reduktase berkorelasi postif pada N-tinggi. Diduga beberapa protein (nitrat reduktase, glutamin sintetase, glutamat dehidrogenase, dekarboksilase) berhubungan dengan sifat efisien N. Marka OPA2, OPA3, OPA5, OPA9, OPA11, OPA12, OPA13 dan OPA18 menunjukkan polimorfis dan berpeluang menjadi penanda jagung efisien N. Kata kunci: jagung, efisiensi N, keragaman genetik, marka penanda seleksi. xv DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRACT GENETIC VARIATION AND MORPHOLOGY, PHYSIOLOGY, BIOCHEMICAL AND MOLECULAR MARKERS FOR EFFICIENT MAIZE Makhziah1), Kusriningrum2), Hery Punobasuki3) 1) Post graduate student of Faculty of Science & Technology, Airlangga University 2) Faculty of Veterenery Medical, Airlangga University 3) Faculty of Science & Technology, Airlangga University Nitrogen use efficiency (NUE) should become a good consideration in order to minimize the negative impacts of excessive N fertilization, particularly on crops that need lots of nitrogen (N) such as maize. Therefore, this research was carried out to enhance the understanding of genetic basis of NUE via morphological, physiological, biochemical traits and also molecular markers linked to NUE as criteria selection and find genetic materials for developing maize genotypes that use N efficiently or low-N tolerant. Three trials were carried out in this research; 1) evaluating genetic variation of maize for most of characters (morphology, physiology, biochemical) related to NUE and find out genetic materials for developing N efficient maize genotypes; 2) root system assessment in early growth stage; 3) protein profile analysis and molecular markers selection as candidate for marker assisted selection (MAS) in breeding for developing N-efficient maize genotypes or tolerant to Nlow. Ten genotypes were evaluated at four N levels (0; 30; 90; 180 kg N/ha) in split plot randomized block design with three replications in field and in green house for root system assessment. Early root system growth of four genoptypes was evaluated as criteria selection for N-efficient genotypes. Protein profile analyzed by SDS PAGE and random amplified polymorphism DNAs (RAPD) markers were selected for polymorphism to develop markers linked to NUE traits. Quantitative data was analyzed by heritability estimates, analysis of covariance (ANCOVA), honestly significant difference (HSD), and Pearson correlation analysis. Result showed N deprivation caused significantly (P ≤0,01) varied reductions of plant height, leaves area, chlorophyll content, stay green, N uptake, biomass accumulation, grain yield and grain number among genotypes; but did increase anthesis-silking interval and N efficiency parameters. Heritability estimates were high for most of measured traits at all N levels. NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, DK-979 and Bisma had more yield and high NUE therefore could be considered as genetic materials for developing N-efficient genotypes. Root system, biomass accumulation, N uptake, N uptake efficiency, N remobilization, NUE and agronomy efficiency were positive correlated significantly with yield, while nitrate reductase activity only related to yield at N-high. Some proteins (nitrate reductase, glutamine sintetase, glutamat dehidrogenase, dekarboksilase) may related to NUE. RAPD markers OPA2, OPA3, OPA5, OPA9, OPA11, OPA12, OPA13 and OPA18 showed polymorphism and could potentially as marker assisted selection (MAS) for identifying genotypes with high NUE or low-N tolerant genotypes in maize breeding program. Key words: maize, nitrogen use efficiency, genetic variation, marker assisted selection.
xvi DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Allah adalah cahaya langit dan bumi perumpamaan cahaya-Nya adalah ibarat sebuah misykat dalam misykat itu ada pelita pelita itu dalam kaca kaca itu laksana bintang berkilau dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati pohon zaitun yang bukan di timur atau di barat yang minyaknya hampir menyala dengan sendirinya walaupun tiada api yang menyentuhnya cahaya di atas cahaya! Allah menuntun kepada cahaya-Nya, siapa saja yang dia kehendaki dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia sungguh Allah mengetahui segala (QS An Nur : 35).
Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang yang sholeh (QS As Syu’ara:83)
xvii DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung di Indonesia merupakan tanaman pangan yang banyak diusahakan petani setelah tanaman padi. Menurut data Balai Penelitian Serealia (2013) luas panen jagung secara nasional pada tahun 2013 mencapai 3.857.359 hektar dengan produktivitas 4,577 ton/hektar dan produksi nasional mencapai 18.510.022 ton. Untuk menunjang pertumbuhan dan produksi yang maksimal, tanaman jagung memerlukan input unsur hara optimal, dan nitrogen (N) merupakan unsur yang paling banyak dibutuhkan yaitu berkisar 120-180 kg N/Ha atau setara dengan 260-390 kg urea/ha (Sirappa, 2002). Varietas hibrida membutuhkan 420 kg urea/ha (193 kg N/kg), sedangkan varietas komposit membutuhkan 350 kg urea/ha atau setara 161 kg N/ha (Akil & Dahlan, 2008). Namun saat ini penggunaan pupuk N telah melampaui dosis anjuran, ditengarai penggunaan pupuk N mencapai 500-700 kg urea/ha (Depkominfo, 2007), bahkan berdasarkan informasi dari beberapa petani penggunaan pupuk urea pada tanaman jagung bisa mencapai 1 ton/ha atau setara dengan 460 kg N/ha. Menurut data Food and Agriculture Organisation (FAO) (2004) dalam Moose et al. (2005) diperkirakan penggunaan pupuk N pada tanaman jagung mencapai 5 juta ton/tahun di negara maju dan lebih dari 5 juta ton di negara berkembang. Kebutuhan dunia akan pupuk N pada tahun 2011 mencapai 105,348 juta ton dan diperkirakan meningkat 1,7% per tahunnya selama periode 2011-2015 (FAO, 2011). Petani lebih banyak menggunakan pupuk anorganik dari pada pupuk organik karena dirasakan langsung pengaruhnya terhadap hasil tanaman. Padahal aplikasi pupuk anorganik yang berlebihan dalam jangka panjang justru dapat menyebabkan kerusakan lahan pertanian akibat struktur tanah berubah dan keseimbangan unsur hara terganggu. Penggunaan pupuk N berlebihan sangat tidak efisien karena sebenarnya hanya sekitar 33% jumlah N yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, sedangkan 67% sisanya hilang dalam berbagai cara yaitu pencucian (leaching), penguapan (volatisation), aliran permukaan (run off) dan denitrifikasi (Raun & 1 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Johnson, 1999). Aplikasi pupuk N berlebihan juga dapat menyebabkan peningkatan emisi gas nitro oksida (N2O) yaitu gas berbahaya yang dapat merusak lapisan ozon sehingga meningkatkan suhu bumi atau pemanasan global, menyebabkan hujan asam serta berdampak negatif pada kesehatan (Wihardjaka, 2004). Kandungan nitrat dalam tanah yang terlalu tinggi sangat berbahaya bagi kesehatan karena air tanah yang tercemar nitrat dapat menyebabkan berbagai penyakit (Haller et al., 2003). Pemupukan N berlebihan juga dapat menyebabkan dominasi spesies gulma sehingga menurunkan keragaman spesies (Bainbridge & George, 1999). Selain itu aplikasi pupuk N berlebihan tidak menguntungkan secara ekonomis, apalagi jika subsidi harga pupuk terus dikurangi maka biaya produksi bertambah besar dan seringkali terjadi kelangkaan pupuk pada saat musim tanam. Dalam upaya menekan biaya pemupukan N dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, maka sebaiknya penggunaan pupuk N bisa lebih efisien atau melakukan efisiensi N. Efisiensi N adalah perbandingan hasil panen dengan jumlah N yang tersedia lewat pemupukan ataupun yang terdapat di tanah. Efisiensi N ini juga sejalan dengan peraturan pemerintah melalui Permentan No.40/Permentan/OT.140/4/2007 tentang penghematan pemakaian pupuk. Menurut Raun & Johnson (1999) peningkatan efisiensi N sebesar 1% pada tanaman serealia di seluruh dunia mampu menghemat biaya pemupukan sebesar $234.638.462, sedangkan di Indonesia penghematan pemupukan N (urea) dapat menghemat biaya sebesar Rp. 260-690 M per musim (Depkominfo, 2007). Peningkatan efisiensi N dapat dilakukan melalui strategi pengelolaan N secara terpadu dengan memperhatikan aspek pupuk, tanah dan pengelolaan kegiatan agronomis (Wiesler et al., 2001). Selama ini efisiensi N lebih banyak difokuskan pada kegiatan kultur teknis misalnya cara dan waktu pemupukan yang tepat, jenis pupuk, jenis tanah, pengolahan tanah, sistem pengairan dan lain sebagainya. Selain melalui praktek budidaya tanaman, efisiensi N juga ditentukan oleh faktor genetik yaitu genotipe tanaman yang mampu menyerap dan memanfaatkan N secara maksimal. Oleh karena itu dalam rangka peningkatan efisiensi N pada tanaman jagung, maka perlu dikembangkan varietas jagung efisien menggunakan N dan biasanya juga toleran N rendah. Varietas jagung toleran N rendah juga sangat cocok untuk diusahakan 2 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
pada daerah marjinal kurang subur dimana luasnya di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat yaitu mencapai kurang lebih 60 juta hektar pada tahun 2011 (Badan Litbang Pertanian, 2011). Varietas jagung baru mempunyai produksi yang lebih tinggi dari pada varietas lama namun sangat responsif terhadap pemupukan N, sehingga apabila ditanam pada lahan yang kurang subur atau dosis pupuk N rendah, maka produksi menjadi rendah bahkan bisa lebih rendah dari varietas lokal. Di Indonesia belum banyak diperoleh informasi tentang varietas jagung efisien N atau toleran pemupukan N rendah. Oleh sebab itu perlu pengembangan varietas jagung efisien N dalam upaya mengatasi permasalahan pemakaian pupuk N yang berlebihan pada budidaya tanaman jagung. Pencarian materi genetik jagung efisien N sangat diperlukan untuk mendapatkan bahan pemuliaan sebagai langkah awal dalam perakitan varietas jagung toleran N rendah. Materi genetik untuk perbaikan suatu karakter bisa diperoleh jika terdapat keragaman genetik yang cukup tinggi pada suatu populasi tanaman. Keragaman genetik mempunyai arti penting dalam pemuliaan tanaman karena besarnya keragaman genetik akan menentukan keberhasilan program pemuliaan tanaman (Mangundidjojo, 2003). Jadi dengan adanya keragaman genetik yang tinggi memungkinkan untuk mencari materi pemuliaan genotipe jagung efisien N. Pengembangan varietas
jagung
efisien N
memerlukan
pemahaman
mekanisme fisiologi dan biokimia sifat yang berhubungan dengan efisiensi N. Disamping itu karakter morfologi dan agronomi yang berkaitan dengan efisiensi N juga perlu diketahui. Hal ini sangat berguna untuk mempelajari dasar genetik dan juga sebagai kriteria seleksi dalam perakitan varietas jagung toleran N rendah. Beberapa penanda atau marka yang sering digunakan untuk seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman adalah penanda morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler. Sistem perakaran merupakan karakter morfologi yang berperan dalam transport unsur hara ke tanaman. Varietas baru pada tanaman jagung mempunyai sistem perakaran yang lebih dalam dibandingkan varietas lama (Wang et al., 2000). Perakaran yang dalam, memungkinkan tanaman jagung dapat mengambil unsur hara dan air lebih efisien sehingga meningkatkan toleransi tanaman terhadap 3 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
cekaman dan stabilitas produksi (Hammer et al., 2009). Pertumbuhan dan pola distribusi perakaran genotipe jagung efisien N perlu diamati sejak fase kecambah untuk menentukan kapan perakaran dapat digunakan sebagai kriteria seleksi. Semakin awal perakaran dapat digunakan sebagai kriteria seleksi genotipe efisien N akan semakin menguntungkan. Serapan N, kandungan klorofil, stay green (kondisi tanaman tetap hijau saat masak), akumulasi biomassasa, translokasi biomassasa dan remobilisasi N merupakan karakter fisiologi yang diduga berkaitan dengan ciri genotipe jagung efisien N. Karakter biokimia yang sering dihubungkan dengan efisiensi N adalah enzim-enzim yang terlibat dalam asimilasi N seperti nitrat reduktase, glutamin sintetase dan glutamin sintase. Nitrat reduktase (NR) dipertimbangkan sebagai indikator efisiensi N karena nitrat reduktase adalah enzim pertama yang bekerja dalam asimilasi N yang mengubah nitrat menjadi nitrit (Kleinhofs & Warner, 1990). Beberapa peneliti melaporkan hasil yang beragam antara hubungan nitrat reduktase dengan hasil pada tanaman jagung (Deckard et al., 1973; Eichelberger et al., 1989a; Machado et al., 2001; Gallais & Hirel, 2004), sorgum (Traore, 1999), wheat (Kumari, 2011), sehingga kajian lebih dalam tentang aktifitas nitrat reduktase sebagai penanda genotipe efisien N masih diperlukan. Pemetaan lokus yang mengendalikan sifat berkaitan dengan efisiensi N menggunakan peta quantitative trait loci (QTL) pada tanaman jagung telah dilakukan dengan menggunakan beberapa penanda molekuler seperti restriction fragment length polymophism (RFLP) (Gallais & Hirel, 2004) dan simple sequence repeats (SSR) (Gallais & Hirel, 2004; Liu et al., 2008). QTL dapat mendeteksi lokus-lokus yang bertanggung jawab terhadap suatu karakter dengan akurat sehingga sangat berguna untuk membantu kegiatan seleksi berdasarkan marka yang terpaut (marker assited selection=MAS). Menurut Michelmore et al. (1991) dalam Liu et al. (2012), peta QTL membutuhkan jumlah marka molekuler yang sangat besar agar mempunyai kerapatan tinggi dalam kromosom, hal ini bisa menjadi tidak efisien karena membutuhkan biaya yang besar. Analisis segregasi DNA campuran atau bulk segregant analysis (BSA) merupakan metode cepat untuk mengidentifikasi marka yang terpaut dengan karakter yang diinginkan pada daerah 4 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
tertentu di genom. Metode BSA lebih sederhana dan tidak membutuhkan jumlah marka yang besar sehingga relatif lebih murah. Berbagai jenis marka molekuler telah digunakan untuk metode BSA misalnya Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLPs), Simple Sequence Repeats (SSRs, or microsatellites), Amplified Fragment Length Polymorphisms (AFLPs), Cleaved Amplified Polymorphic Sequence (CAPS), Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs), Sequenom SNP-typing. (Liu et al., 2012). Metode BSA dilakukan dengan cara mencampur DNA individu-individu yang mempunyai kesamaan sifat yang dituju sehingga terdapat dua pool DNA dengan sifat kontras, lalu dibuat analisis segregasinya pada keturunan hasil persilangan kedua tetua yang kontras tersebut. Syarat awal untuk membentuk peta marka yang terpaut dengan sifat efisiensi N adalah dengan seleksi marka moleluker yang polimorfis untuk dapat membedakan genotipe jagung efisien N dengan yang kurang efisien N. Markamarka yang terpilih selanjutnya digunakan untuk analisis segregasi DNA keturunan hasil persilangan genotipe efisien N dengan genotipe kurang efisien N. Marka yang konsisten selalu muncul pada genotipe efisien N berpeluang besar untuk dijadikan penanda molekuler jagung efisien N. Penggunaan beberapa penanda baik morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler secara bersama diharapkan dapat meningkatkan efisiensi seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Oleh sebab itu pencarian materi genetik dan pemahaman karakter jagung efisien N sangat diperlukan untuk mengetahui dasar genetik dan mendapatkan penanda morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler sebagai kriteria seleksi dalam pembentukan genotipe jagung efisien N atau toleran pada N rendah. 1.2. Rumusan Masalah Peningkatan efisiensi N melalui faktor genetik yaitu varietas jagung efisien N memerlukan materi genetik sebagai bahan pemuliaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian beberapa varietas jagung pada berbagai dosis N untuk mengetahui nilai efisiensi N. Disamping itu juga kajian tentang karakter tanaman jagung efisien N sangat diperlukan untuk mengetahui dasar genetik dan berguna sebagai kriteria seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Oleh sebab itu penelitian ini dirancang untuk menjawab permasalahan sebagai berikut: 5 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1. Bagaimanakah respon tanaman jagung terhadap pengurangan dosis N? 2. Apakah terdapat keragaman genetik serta materi pemuliaan jagung efisien N? 3. Apakah terdapat karakter morfologi, fisiologi dan biokimia yang mencirikan genotipe jagung efisien N yang berguna sebagai kriteria seleksi? 4. Apakah terdapat marka RAPD polimorfis yang berpeluang untuk dijadikan sebagai penanda molekuler genotipe jagung efisien N? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Fungsional Penelitian ini mempunyai tujuan fungsional untuk mendapatkan materi genetik untuk bahan pemuliaan tanaman jagung efisien N dan pemahaman tentang karakteristik tanaman jagung yang efisien dalam menggunakan N. 1.3.2. Tujuan Operasional Adapun tujuan operasional penelitian adalah untuk: 1. Mempelajari respon tanaman jagung terhadap pengurangan N. 2. Mengetahui keragaman genetik serta memperoleh materi genetik jagung efisien N. 3. Mempelajari karakter jagung efisien N secara morfologi, fisiologi dan biokimia yang berguna sebagai kriteria seleksi. 4. Mendapatkan marka RAPD polimorfis yang berpeluang untuk dijadikan sebagai penanda molekuler genotipe jagung efisien N. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun dari hasil penelitian ini diharapkan: 1. Dapat membantu memberikan informasi ilmiah dan pemahaman tentang karakteristik tanaman jagung efisien dalam menyerap dan memanfaatkan N dalam tanaman sehingga dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk mengetahui dasar genetik dan manipulasi gen dalam perakitan varietas jagung efisien N. 2. Diperolehnya materi genetik jagung efisien N sangat berguna sebagai bahan pemuliaan dan juga pemanfaatan penanda morfologi, fisiologi, biokimia dan 6 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
molekuler sangat membantu untuk menghasilkan varietas jagung efisien N atau toleran N rendah. 3. Dapat mengatasi permasalahan penggunaan pupuk N yang berlebihan dan dampak negatif yang ditimbulkannya. 4. Penggunaan varietas efisien N dapat untuk mengoptimalkan lahan-lahan yang kurang subur.
7 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan sumber makanan utama bagi manusia dan hewan, yang ditanam paling banyak dibandingkan dengan tanaman lain, serta tanaman serealia paling produktif di seluruh dunia (Iriany et al., 2008; US Grains council, 2009). Tanaman jagung
juga merupakan tanaman serealia yang
mempunyai adaptasi tinggi terhadap lingkungan dibandingkan dengan serealia lain, sehingga tanaman ini mempunyai variasi tipe yang sangat besar (Martin et al., 2006). Penyebaran tanaman jagung sangat luas meliputi wilayah tropis hingga 50° LU dan 50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al. 1996).
Gambar 2.1. Fase pertumbuhan tanaman jagung, VE: fase perkecambahan; V1-10: tanaman mempunyai 1-10 daun; VT: mulai keluar bunga jantan; R1: mulai keluar bunga betina; R2: mulai terbetuk biji jagung; R3: fase masak susu pengisian biji dengan karbohidrat berlangsung cepat; R4: pengisian biji sudah mencapai separuhnya; R5: biji mulai mengeras; R6: Masak fisiologis (Anonymous, 2010a).
8 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Proses pertumbuhan tanaman jagung terdiri dari tiga fase (Gambar 2.1.): 1) fase perkecambahan, yaitu saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; 2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifikasi dengan jumlah daun yang terbentuk; 3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis (Iriany et al., 2008). Fase vegetatif (V) terdiri dari V1 (keluar daun pertama), V2 (keluar daun kedua), V3 (keluar daun ketiga), dan seterusnya sampai Vn (keluar daun terakhir). Awal fase vegetatif yaitu VE (emergence: perkecambahan) dan akhir fase vegetatif adalah VT (tasseling: keluar bunga jantan). Fase reproduktif (R) terdiri dari R1 (silking: keluar bunga betina), R2 (blister), R3 (milk), R4 (dough), R5 (dent) dan R6 (masak fisiologis) (Anonymous, 1993; Anonymous, 2010). Deskripsi pertumbuhan tanaman jagung pada fase vegetatif dan generatif menurut Iriany et al. (2008) adalah: (1) Fase V3-V5 Tanaman berumur antara 10-18 hari setelah berkecambah. Pada fase ini akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh, akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh berada di bawah permukaan tanah. Suhu tanah sangat mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan memperlambat keluar daun, meningkatkan jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan (McWilliams et al. 1999). (2) Fase V6-V10 Tanaman berumur antara 10-35 hari setelah berkecambah. Titik tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan akar dan penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batang meningkat dengan cepat. Pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan tongkol dimulai (Lee, 2005). Tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak, karena itu pemupukan pada fase ini diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (McWilliams et al. 1999).
9 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
(3) Fase V11- Vn Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelah berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering meningkat dengan cepat pula. Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman. Tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara. Pada fase ini, kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol, yang mengakibatkan hasil turun (McWilliams et al. 1999; Lee 2005). Kekeringan pada fase ini juga akan memperlambat munculnya bunga betina (silking). (4) VT (keluar bunga jantan) Fase tasseling biasanya berkisar antara 45-52 hari, ditandai oleh adanya cabang terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina (silk/rambut tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul, dimana pada periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai menyebarkan serbuk sari (pollen). Pada fase ini dihasilkan biomassa maksimum dari bagian vegetatif tanaman, yaitu sekitar 50% dari total bobot kering tanaman, penyerapan N, P, dan K oleh tanaman masing-masing 60-70%, 50%, dan 80-90%. (5) Fase R1 (silking) Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling. Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh permukaan rambut tongkol yang masih segar. Serbuk sari tersebut membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk mencapai sel telur (ovule), dimana pembuahan (fertilization) akan berlangsung membentuk bakal biji. Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari. Rambut tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus memanjang hingga diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam suatu struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting biji, yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih pada bagian luar biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan mengandung sangat sedikit cairan. Pada tahap ini, apabila biji dibelah dengan menggunakan silet, belum terlihat
10 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
struktur embrio di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir lengkap (Lee, 2005). (6) Fase R2 (blister) Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari setelah silking, rambut tongkol sudah kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hampir sempurna, biji sudah mulai nampak dan berwarna putih melepuh, pati mulai diakumulasi ke endosperm, kadar air biji sekitar 85%, dan akan menurun terus sampai panen. (7) Fase R3 (milk = masak susu) Fase ini terbentuk 18 -22 hari setelah silking. Pengisian biji semula dalam bentuk cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji sangat cepat, warna biji sudah mulai terlihat (bergantung pada warna biji setiap varietas), dan bagian sel pada endosperm sudah terbentuk lengkap. Kekeringan pada fase R1R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji yang terbentuk. Kadar air biji dapat mencapai 80%. (8) Fase R4 (dough) Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah terbentuk, dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman kekeringan pada fase ini berpengaruh terhadap bobot biji. (9) Fase R5 (dent = pengerasan biji) Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh biji sudah terbentuk sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan segera terhenti. Kadar air biji 55%. (10) Fase R6 (masak fisiologis) Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah silking. Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum. Lapisan pati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan telah terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau kehitaman. Pembentukan lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap, dimulai dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol. Pada varietas hibrida, tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau (stay-green) yang tinggi, kelobot dan daun 11 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
bagian atas masih berwarna hijau meskipun telah memasuki tahap masak fisiologis. Pada tahap ini kadar air biji berkisar 30-35% dengan total bobot kering dan penyerapan N,P,K oleh tanaman mencapai masing-masing 100%. Berdasarkan karakteristik dan bentuk endosperm (Gambar 2.2), maka jagung dibedakan:1) Jagung gigi kuda (Zea mays indentata); 2) jagung mutiara (Zea mays indurata); 3) jagung manis (Zea mays saccharata); 4) jagung berondong; (Zea mays everta); 5) jagung tepung (Zea mays amylaceae); 6) jagung polong (Zea mays tunicata); 7) jagung ketan (Zea mays ceratina) (Prihatman, 2000).
a
b
c
d
e
f
Gambar 2.2. Jenis jagung berdasarkan karakteristik endospermnya: a) tipe dent (gigi), b) tipe flint (mutiara), c) tipe sweet (manis), d) tipe wax (lilin), e) tipe pop (popcorn), f) tipe pod (polong) (Anomymous, 2014). Jenis jagung berdasarkan lingkungan tempat tumbuh meliputi: (i) dataran rendah tropis (<1.000 m dpl), (ii) dataran rendah sub tropis dan mid altitude (1.0001.600 m dpl), dan (iii) dataran tinggi tropik (>1.600 m dpl) (Iriany, Yasin, Takdir, 2008). Jenis jagung menurut umur dibagi menjadi 3 jenis: a) berumur pendek (genjah): 75-90 hari, b) berumur sedang : 90-120 hari, c) berumur panjang: > 120 hari (Anonymous, 2007). Sejalan dengan perkembangan pemuliaan tanaman jagung, jenis jagung dapat dibedakan berdasarkan komposisi genetiknya, yaitu jagung hibrida dan jagung bersari bebas. Jagung hibrida mempunyai komposisi genetik yang heterosigot homogenus, sedangkan jagung bersari bebas memiliki komposisi genetik
12 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
heterosigot heterogenus. Kelompok genotipe dengan karakteristik yang spesifik (distinct), seragam (uniform), dan stabil disebut sebagai varietas atau kultivar, yaitu kelompok genotipe dengan sifat-sifat tertentu yang dirakit oleh pemulia jagung. Diperkirakan di seluruh dunia terdapat lebih dari 50.000 varietas jagung (Iriany et al., 2008). 2.2. Siklus Nitrogen Nitrogen (N) merupakan komponen utama dari DNA, RNA dan protein yang merupakan senyawa penting penyusun kehidupan. Meskipun N terdapat melimpah di atmosfir (79%), namun N dalam bentuk tidak tersedia bagi organisme hidup karena tiga ikatan rangkap atom N dalam N2 yang menyebabkan sifatnya lembam (inert). Agar dapat dimanfaatkan oleh tanaman dan hewan, maka N2 harus diubah menjadi amonium (NH4+), nitrat (NO3-) dan nitrogen organik (misalnya urea(NH2)2CO). Kelembaman N2 menyebabkan terbatasnya N tersedia di dalam ekosistem sehingga menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan akumulasi biomassa tanaman (Harrison, 2003). Kebanyakan tanaman mengambil N dalam bentuk nitrat anorganik dari larutan tanah, sedangkan amonium sedikit dimanfaatkan oleh tanaman karena dalam konsentrasi tinggi, amonium bersifat toksik (Pidwirny, 2006).
Gambar 2.3. Siklus nitrogen di alam (Pidwirny, 2006) 13 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Di dalam ekosistem (Gambar 2.3.), nitrogen (N) tersimpan di dalam organisme hidup dan ketika organisme mati N mengalami mineralisasi melalui proses dekomposisi oleh dekomposer (bakteri aktinomycetes dan jamur) yang mengubah amonia (NH3) menjadi garam amonium (NH4+). Amonium mengalami nitrifikasi ketika amonium yang bermuatan positif terjerap dalam koloid tanah dan terlepas dari koloid tanah melalui pertukaran kation oleh bakteri autotropik (genus Nitrosomonas) menjadi nitrit (NO2-), yang kemudian diubah oleh bakteri Nitrobacter menjadi nitrat (NO3-). Nitrat sangat mudah larut dan hilang di tanah melalui pencucian (leaching) dan terbawa ke laut yang kemudian menguap (volatisasi) dengan mengubah nitrat kembali menjadi N2 atau gas nitro oksida (N2O) (denitrifikasi) (Pidwirny, 2006). 2.3. Penyerapan dan Asimilasi Nitrogen dalam Tanaman Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar, dimana unsur ini 3-4% sebagai penyusun bahan kering (Eckert, 2010) dan 16% penyusun protein tanaman, sehingga N merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan produksi tanaman (Frink et al. 1999). Melalui kerja bakteri penambat, N2 di atmosfer diubah menjadi amonia (NH3) dan amonia jika bertemu dengan air akan langsung menjadi amonium (NH4+) yang bisa dimanfaatkan tanaman dan hewan. Namun biasanya amonia langsung dioksidasi menjadi nitrit (NO2-) oleh bakteri Nitrosomonas, lalu diubah menjadi nitrat (NO3-) oleh bakteri Nitrobacter dimana nitrat merupakan bentuk yang paling banyak tersedia bagi tanaman (Boyer, 1999). Di dalam tanah, sumber N organik maupun N anorganik berasal dari mineralisasi bahan organik dan sisa tanaman budidaya di lahan pertanian, fiksasi N secara biologis, N dari air irigasi dan deposisi N (Cassman et al., 1996). Nitrogen diserap dan digunakan tanaman dalam berbagai bentuk yaitu amonia (NH3) nitrogen oksida (NOx), N mineral (NO3-, NH4+), N organik (asam amino, peptida), namun nitrat (NO3-) merupakan sumber utama N bagi tanaman (Crawford & Glass, 1998; Hirsch & Sussman, 1999; Wang et al., 2001; Pathak et al, 2008). Penyerapan N oleh tanaman dimediasi oleh transpoter yang terletak di membran plasma sel epidermis dan korteks (Abrol,1999). Beberapa transport N melewati membran tonoplas dan membran plasma sel sistem pembuluh, lalu 14 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
daun mendistribusikan NO3- melewati daun dan batang. N dapat disimpan di biji dan organ penyimpanan (Abrol et al., 1999; Hildebrand, 2010). Nitrat diserap tanaman melalui sel epidermis akar dan selanjutnya NO3masuk ke salah satu dari empat jalur nitrat, yaitu: 1) keluar masuk di apoplas dan tanah, 2) masuk dalam vakuola dan disimpan, 3) direduksi menjadi amonium oleh kerja enzim nitrat reduktase (NR) dan nitrit reduktase (NiR), 4) ditranslokasikan melalui simplas menuju xylem (Hildebrand, 2010). Terdapat dua sistem transport penyerapan N berdasarkan energi kinetik atau afinitasnya, yaitu low affinity transport system (LATS) dan high affinity transport system (HATS). HATS terdiri dari Constitutive HATS (CHATS) dan Inducible HATS (IHATS). Pada kondisi nitrat (NO3-) tinggi yaitu di atas 200 µM maka sistem transport N yang berlangsung adalah LATS, sedangkan jika konsentrasi NO3- rendah (kurang dari 100 µM) maka sistem transport yang berlangsung adalah CHATS, sedangkan IHATS bekerja setelah diinduksi oleh nitrat yang diambil oleh CHATS (Abrol, 1999, Pathak, 2008, Hildebrand, 2010). Pada awal pertumbuhan tanaman baik LATS maupun HATS sama-sama bekerja, namun pada saat memasuki fase pembungaan dan pengisian biji dimana kandungan N pada tanah rendah, maka hanya HATS yang bekerja (Abrol, 1999). Penyerapan N diatur oleh serangkaian gen yang terlibat dalam asimilasi N termasuk gen pengangkut nitrogen (nitrogen transporter), pengangkut amonium (amonium transporter), gen-gen asimilasi (genes assimilatory) misalnya nitrat reduktase (NR) dan nitrit reduktase (NiR), glutamin sintetase (GS) dan glutamin oxoglutarat amino transferase atau glutamat sintase (GOGAT). Nitrat yang diserap diubah menjadi amonium selanjutnya menjadi asam amino melalui produksi glutamin dan glutamat (Crawford & Glass, 1998). Mekanisme penyerapan dan asimilasi N di dalam tanaman (Gambar 2.4.) diawali dengan H+-ATPase di plasma membran memompa proton keluar dari sel, menghasilkan gradient pH dan listrik. Nitrat transpoter (Ntr) membantu transport dua atau lebih proton per nitrat ke dalam sel. Nitrat dapat dipindahkan melewati tonoplas dan disimpan di vakuola. Nitrat di sitosol direduksi menjadi nitrit oleh enzim NR kemudian masuk ke dalam plastida dimana nitrit direduksi menjadi amonium oleh enzim NiR. Amonium diubah menjadi glutamin (Gln) oleh enzim
15 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
glutamin sintetase (GS) kemudian menjadi glutamat oleh enzim glutamat sintase. Nitrat juga bertindak sebagai sinyal untuk meningkatkan ekspresi enzim NR, NiR dan gen Ntr (Crawford, 1995). Amonium pada konsentrasi tinggi bersifat toksik karena menurunkan pH sel sehingga perlu dikeluarkan dari tanaman yang berarti hilangnya N dalam tanaman. Jika amonium berasal dari asimilasi nitrat, maka amonium tidak bisa diakumulasi dan ditransportasikan, tetapi harus diubah menjadi asam amino atau urida (Simpson, 2005).
Gambar 2.4. Diagram jalur asimilasi N dalam sel tanaman (Crawford, 1995) Di dalam tanaman, N akan mengalami serangkaian reaksi kimia. Setelah nitrat masuk ke dalam tanaman, maka terjadi asimilasi N primer yaitu mengubah nitrat menjadi amonium. Nitrat diserap oleh akar tanaman dan diubah menjadi amonium melalui reaksi reduksi yang mengubah nitrat
menjadi nitrit yang
dikatalis oleh enzim nitrat reduktase (NR), kemudian nitrit diubah menjadi amonium oleh nitrit reduktase (NiR) (Meyer & Stitt, 2001; Campbell, 2002). Nitrat reduktase merupakan senyawa flavoprotein yang mengandung molybdenum, sedangkan nitrit reduktase tidak memerlukan molybdenum tetapi mengandung tembaga dan besi. Karena diperlukan feredoxin sebagai sumber elektron, maka reaksi ini berlangsung di daun, demikian juga ion nitrit akan direduksi menjadi amonium di daun (Anonymous, 2010b). Pada asimilasi N sekunder, amonium diubah menjadi glutamin dengan bantuan enzim glutamin sintetase (GS) sebagai katalisator, kemudian glutamin 16 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
diubah menjadi glutamat oleh enzim glutamat sintase (GOGAT) dan selanjutnya akan diubah menjadi asam amino melalui serangkaian reaksi kimia. 2NH4+ + 2 ATP + 2glutamat
GS
NADPH + α-ketoglutarat + glutamin
2glutamin + 2ADP + 2Pi GOGAT
2glutamat + NADP
Jalur lain dari asimilasi amonium adalah melalui glutamat dehidrogenase (GDH) dan aspargin sintetase (ASN) (Hirel & Lea, 2001; Dubois et al., 2003). GDH berperan dalam metabolisme N dengan mengatur keseimbangan metabolisme karbon dengan siklus asam trikarboksilat. GDH tidak terlibat dalam asimilasi amonium primer, tetapi GDH menyediakan amonium ke glutamin sintetase untuk sintesis glutamin jika tidak terjadi asimilasi nitrat (Glevarec et al., 2004). ASN dikenal sebagai rute utama biosintesis aspargin dalam tanaman. Aspargin lebih stabil, kurang reaktif dan mempunyai ratio nitrogen-karbon lebih besar dari pada glutamin. Pada kondisi terang, nitrogen diasimilasi menjadi glutamin dan diekspor keluar daun. Sedangkan pada kondisi gelap, ASN meningkat dan nitrogen diarahkan ke tempat penyimpanan dan komponen transport aspargin (Lillo, 2004). Banyak gen yang terlibat dalam metabolisme asam organik, metabolisme redoks dan sintesis zat pati yang diatur oleh ketersediaan N (Stitt, 1999) dan bersama dengan gen lain yang terlibat dalam transport air, gen cekaman, protein ribosomal dan lainnya (Wang et al., 2001; Wang et al., 2002). Nitrat bertindak sebagai sinyal perubahan perkembangan fisiologis tanaman dan mempunyai peran dalam: 1) induksi gen untuk reduksi nitrat dan nitrit, 2) pengambilan nitrat dan sistem translokasi, 3) protein DNA regulatory diperlukan untuk ekspresi gen sistem kedua. Peran lain dari nitrat adalah terlibat dalam proses yang lebih kompleks, yaitu: 1) proliferasi sistem perakaran, 2) pengaturan respirasi, 3) perubahan fisiologis tanaman yang lain. “A constitutive 'NO3- sensor' protein” akan mendeteksi adanya NO3- di tanah, sehingga mengaktifkan protein pengatur induksi NO3- yang akan menginisiasi proses transkripsi gen utama lewat RNA polimerase dan menghasilkan NR, NiR, NO3- transporter, NO3- translocator serta enzim asimilasi amonia. Nitrat tidak hanya menginduksi penyerapan nitrat tetapi juga menginduksi
aktivitas nitrat reduktase dan nitrit reduktase dengan 17
DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mengubah ekspresi gen untuk mengaktifkan gen berikutnya. Nitrat, cahaya, dan gula bertindak sebagai inducer sedangkan glutamat dan glutamin sebagai represor (Hildebrand, 2010). 2.4. Kebutuhan dan Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Jagung Nitrogen merupakan salah satu hara makro tanaman yang sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman jagung merupakan tanaman yang sangat banyak membutuhkan unsur N yaitu berkisar antara 120-180 kg N/ha namun jumlah N di dalam tanah hanya sedikit yaitu sekitar 0,02-0,4% (Sirrapa, 2002), sehingga penambahan N melalui pemupukan merupakan keharusan untuk dapat memperoleh hasil yang tinggi. Varietas jagung hibrida membutuhkan 420 kg urea/Ha, sedangkan varietas komposit membutuhkan 350 kg urea/Ha. Pemupukan N bisa diberikan dua atau tiga kali yaitu pada umur 10, 25 dan 40 hari atau 10 dan 35 hari (Akil & Dahlan, 2008). Menurut Syafruddin et al. (2008) sebaiknya pemupukan dilakukan secara berimbang sesuai kebutuhan tanaman dengan mempertimbangkan kemampuan tanah menyediakan hara secara alami, keberlanjutan sistem produksi, dan keuntungan yang memadai bagi petani. Pemupukan berimbang adalah pengelolaan hara spesifik lokasi, bergantung pada lingkungan setempat terutama tanah. Hal ini tentunya sangat sesuai dengan sifat N yang sangat dinamis di dalam tanah karena mudah berubah bentuk dari satu bentuk ke bentuk lain, seperti NH4+ menjadi NO3-, NO, N2O dan N2 dan mudah hilang menguap dan tercuci bersama drainase (Setyorini et al., 2007), sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Ketidak tersediaan N dalam tanah dapat melalui proses pencucian (leaching) nitrat (NO3¯), denitrifikasi nitrat (NO3¯) menjadi dinitrogen (N2), volatilisasi amonium (NH4+) menjadi amonia (NH3), terfiksasi oleh mineral liat atau dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah. Nitrat merupakan ion yang mudah bergerak disebabkan sifatnya yang mudah sekali larut dan tidak terjerap (adsorbsi) oleh koloid tanah (Fauzi, 2003). Bentuk N-anorganik dalam tanah merupakan hasil dari proses pencucian, fiksasi dan denitrifikasi. Kondisi tersebut mempersulit pendugaan tentang kapan dan berapa jumlah N yang dapat tersedia (Setyorini et al., 2007). Dinamika N dan respon tanaman terhadap N sangat tergantung kondisi tanah dan cuaca. Cuaca berpengaruh terhadap ketersediaan N organik, meningkatkan 18 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
leaching, denitrifikasi, penyerapan N dan residu N di akhir pertumbuhan tanaman (Eghball & Varvel, 1997; Sogbedji et al., 2001; Kay et al., 2006; Khaliq, 2009). Cuaca panas menyebabkan hasil tanaman jagung lebih meningkat dari pada cuaca dingin (Wienhold et al., 1995; Derby et al., 2005). 2.5. Dampak Negatif Penggunaan Pupuk Nitrogen yang Berlebihan Sejak proses Haber–Bosch ditemukan yaitu reaksi nitrogen (N2) dan hidrogen (H2) menjadi amonia yang merupakan bahan pupuk buatan, maka produksi pertanian dapat meningkat berkali lipat atau dikenal dengan Revolusi Hijau, menyebabkan kebutuhan N bagi tanaman sangat besar. Menurut FAO (2011) aplikasi pupuk N telah mencapai sekitar 105 juta metrik ton per tahun yang berarti suatu biaya yang sangat besar. Namun seringkali aplikasi pupuk N yang salah berdampak negatif terhadap lingkungan. Petani biasanya menggunakan lebih banyak pupuk anorganik dari pada pupuk organik. Padahal pemupukan N anorganik yang berlebihan ini dalam jangka panjang justru dapat menyebabkan kerusakan lahan pertanian karena struktur tanah yang berubah dan keseimbangan unsur hara yang terganggu. Selain itu akibat pemupukan N yang berlebihan dapat menyebabkan polusi nitrat pada tanah dan air tanah yang sangat berbahaya bagi lingkungan, karena sebenarnya hanya sekitar 33% N yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, sedangkan sisanya sebanyak 67% hilang karena pencucian (leaching), penguapan (volatisation), aliran permukaan (run off) dan denitrifikasi (Frink, 1999; Raun & Johnson, 1999). Denitrifikasi akibat aplikasi pupuk N berlebihan dapat menyebabkan emisi gas nitro oksida (N2O) yang sangat berbahaya bagi lingkungan karena dapat merusak lapisan ozon sebagai pemicu pemanasan global dan sinar UV yang masuk lebih besar, menyebabkan hujan asam dan juga dapat mengganggu kesehatan (Wihardjaka, 2004). Adanya polusi nitrat pada tanah dan air tanah sangat berbahaya bagi kesehatan terutama jika air tanah dikonsumsi untuk minum dan masak, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit misalnya penyakit methemoglobinemia atau blue-baby syndrome dan kanker pada pencernaan (Haller et al., 2003), penyakit non-Hodgkin’s lymphoma, nitrit yang dihasilkan dari nitrosamine bersifat karsinogenik (Abrol et al., 1999).
19 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Secara ekologis kelebihan pupuk N dapat menyebabkan menurunnya keragaman spesies karena digantikan oleh spesies gulma super yang semakin meningkat (Bainbridge dan George, 1999), dan juga menyebabkan eutrofikasi yaitu pencemaran air yang disebabkan oleh adanya nutrisi yang berlebihan di dalam ekosistem air sehingga dipenuhi pertumbuhan alga dan bakteri hijau-biru yang menyebabkan matinya organisme lain di sungai (Anonymous, 2005). 2.6. Efisiensi Nitrogen dalam Tanaman Dalam usaha untuk menekan biaya pemupukan khususnya pupuk N dan mengatasi dampak negatif N terhadap lingkungan, maka yang perlu diperhatikan adalah penggunaan pupuk N secara efisien atau dilakukan suatu
efisiensi N
(nitrogen use efficiency). Efisiensi N adalah perbandingan hasil ekonomis dengan jumlah N yang tersedia baik dari dalam tanah maupun dari pemupukan N dan beberapa metode telah dikembangkan untuk meghitung parameter efisiensi N (Good et al., 2004). Dua komponen penting dalam efisiensi N adalah: efisiensi serapan N dan efisiensi pemanfaatan N. Efisiensi serapan N (N uptake efficiency) adalah perbandingan N yang diserap tanaman dengan jumlah N yang ada di dalam tanah dan N pemupukan, sedangkan efisiensi pemanfaatan N (N utilization efficiency) adalah perbandingan hasil dengan N yang ada di dalam tanaman (Moll et al., 1987 dalam Gallais & Hirel, 2004). Untuk meningkatkan efisiensi N maka diperlukan strategi pengelolaan N secara terpadu dengan memperhatikan aspek pupuk, tanah dan pengelolaan kegiatan agronomis (Wiesler et al., 2001). Selain itu efisiensi N juga ditentukan oleh faktor genetik yaitu genotipe tanaman yang mampu menyerap dan memanfaatkan N secara maksimal. Hal ini berhubungan dengan potensi genetik yang dimanifestasikan dengan potensi hasil yaitu kapasitas metabolisme N dan remobilasi N ke komponen hasil yang lebih baik (Hirel et al., 2001). Diperlukan suatu pemahaman yang baik tentang proses metabolisme N di dalam tanaman untuk dapat membentuk suatu varietas yang dapat beradaptasi pada aplikasi N yang rendah (Jeuffroy, et.al. 2002) dan (Loudét et al., 2003). Hal ini berkaitan dengan proses fisiologis dan biokimia, dimana tersedianya N yang cukup untuk dapat mensintesis protein dan pembentukan sistem metabolisme akan menentukan kapasitas pertumbuhan, perkembangan dan hasil yang disebut sebagai 20 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
potensi genetik (Lawlor, 2002). Efisiensi serapan dan pemanfaatan N terhadap hasil perlu melalui proses pengambilan, translokasi, asimilasi dan redistribusi N yang efektif (Kanampiu, et al., 1997). Seperti dikatakan oleh Gallais & Hirel (2004) bahwa pengembangan varietas akan lebih efisien jika proses fisiologis dan dasar genetik diketahui dan dipahami dengan baik. Menurut Jeuffroy et al. (2002) adanya interaksi antara faktor lingkungan dan genetik diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan N. Ada tiga alat yang dapat membantu petani untuk mengatur penggunaan N, yaitu: 1) diagnosis kapan tanaman
kekurangan N atau fase apa tanaman banyak membutuhkan N;
2) genotipe yang mampu beradaptasi pada N rendah, 3) modelling tanaman yaitu simulasi yang melibatkan kultur teknis terhadap hasil, mutu dan kehilangan N akibat lingkungan. Menurut Pathak et al. (2008) efisiensi penggunaan N bisa dievaluasi berdasarkan parameter agronomis, fisiologis dan biokimia. Efisiensi agronomis adalah indeks integratif dari total hasil ekonomis terhadap N dalam tanah dan N pemupukan. Beberapa hasil penelitian tentang efisiensi penggunaan N pada tanaman jagung telah dilaporkan Gallais & Hirel (2004); Ma et al. (1999); Moose & Below (2003); Wiesler et al. (2001) bahwa varietas berpengaruh terhadap tingkat efisiensi penggunaan N. Penelitian Ma et al. (1999) menunjukkan bahwa varietas berpengaruh terhadap tingkat efisiensi penggunaan N dimana varietas hibrida modern lebih besar 7,5% dari pada varietas hibrida lama. Perbedaan dosis pemupukan N 100 kg N/Ha dan 200 kg N/Ha menyebabkan peningkatan produksi jagung (20%) lebih tinggi pada varietas hibrida yang baru (Pioneer „3902‟) dari pada hibrida lama (Pride 5), sedangkan nilai efisiensi penggunaan N meningkat (17%) pada Pioneer „3902‟ lebih tinggi dari pada Pride 5 (Ma et al., 1999). Kessel dan Becker (1999) menyatakan bahwa dosis N mempengaruhi hasil biji beberapa genotipe tanaman lobak (Brassica napus). Pada dosis 0 dan 240 kg N/ha, beberapa genotipe mempunyai empat kategori tanggapan yang berbeda untuk berat biji, yaitu kategori efisien N pada N rendah dan N tinggi, serta kurang efisien N pada N rendah dan N tinggi. Genotipe terdiri dari beberapa golongan yaitu galur, varietas lama, hibrida, resintesis dan persilangan varietas mandul jantan dengan
21 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
resintesis. Varietas hibrida dan galur banyak yang efisien N, resintesis tidak respon terhadap pemupukan N, sedangkan varietas lama ada yang efisien dan tidak efisien. Pemberian dua dosis pupuk N berbeda (168 kg N/Ha dan 336 kg N/Ha) pada dua kelompok aksesi jagung yaitu galur silang dalam (inbred line) dan hibrida yang dilakukan Hefny & Aly (2008) juga menyimpulkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antara dosis N dengan genotipe terhadap berat biji/m2, berat biji/tanaman, berat 100 biji, serapan N, efisiensi penggunaan N, indeks panen (IP). Pada dosis N rendah, galur silang dalam mengalami penurunan yang lebih besar untuk berat biji/m2, berat biji/tanaman, berat 100 biji dan IP masing-masing (48,70%; 46,06%; 16,75%; dan 21,21%) dibandingkan dengan varietas hibrida (34,50%, 34,50%, 9,64% dan 4,17%). Pada umumnya pemuliaan tanaman jagung menghasilkan varietas jagung yang responsif terhadap pemupukan, sehingga apabila varietas tersebut ditanam pada kondisi kurang subur maka produksi sangat menurun. Untuk mendapatkan varietas jagung yang toleran pada kondisi kurang subur, maka seleksi populasi dilakukan pada kondisi lingkungan sesuai target yang diharapkan yaitu lingkungan yang kurang subur (Sutoro et al., 2006). Tampaknya seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman pada lingkungan yang mirip dengan lingkungan target akan menghasilkan kemajuan seleksi yang lebih besar daripada seleksi tak langsung atau seleksi pada lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan target (Banziger et al. 1997). 2.8. Hubungan Sistem Perakaran dengan Penyerapan Nitrogen Akar merupakan bagian dari tanaman yang mempunyai fungsi sebagai tempat tegaknya tanaman (anchorage) dan menyerap serta membawa mineral ke dalam tanaman (Bell & Bryan, 2008). Disamping kedua fungsi tersebut, akar tanaman juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan (Holley, 2009). Dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan produksi tanaman, serta kondisi sifat morfologi tanaman yang berhubungan dengan adaptasi pada N rendah, maka sistem perakaran atau arsitektur perakaran sering dipelajari (Guingo et al., 1998; Kamara et al., 2003; Gallais & Coque, 2005; Whu et al., 2005). Menurut Mi (2006) sebenarnya pada kondisi N cukup maka sistem perakaran tidak menjadi faktor pembatas karena N sangat mobil di dalam tanah dan bergerak 22 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
cepat oleh aliran massa (Sinclair & Vadez, 2002). Namun pada saat N di dalam tanah terbatas, maka sistem perakaran menjadi sangat penting dalam pengambilan N, terutama N yang baru mengalami mineralisasi (Marschner, 1998). Penyerapan N dan remobilisasi N berhubungan dengan arsitektur perakaran (Coque et.al, 2008). Demikian juga Feil (1992) mengatakan bahwa penyerapan N berhubungan dengan karakteristik sistem perakaran sehingga seleksi tanaman berdasarkan sistem perakaran akan dapat meningkatkan penggunaan pupuk N dan mineralisasi N tanah. Menurut Yang & Sung (1988) pertumbuhan akar dan distribusi kerapatan akar, respirasi oksidasi, tenaga oksidasi, metabolisme sintesis energi adalah sifat-sifat penting yang bertanggung jawab pada potensi absorbsi N yang lebih tinggi. Perkembangan sistem perakaran yang ekstensif penting bagi absorbsi N dari dalam tanah ke bagian atas tanaman saat pemupukan N. Varietas hibrida pada tanaman padi mengembangkan sistem perakaran yang ekstensif, dimana mempunyai berat basah dan berat kering akar, volume akar, panjang akar, kerapatan akar yang lebih besar dari pada varietas biasa (Yang & Sung,1988). Sifat Morfologi dan fisiologi perakaran berkorelasi positif dengan penyerapan N oleh batang padi. Aktivitas dehidrogenase, cytochrome oksidase, tenaga oksidasi, kandungan ATP pada akar lebih tinggi pada varietas hibrida dari pada varietas biasa (Yang et al., 1999). 2.9. Remobilisasi N dan Daun Tetap Hijau Saat Masak (Stay Green) Remobilisasi N merupakan aktivitas tanaman untuk mentranslokasikan N dari organ-organ vegetatif yang mulai mengalami penuaan ke biji setelah memasuki fase generatif dikarenakan ketersediaan N dari dalam tanah yang mulai berkurang (Hirel et al., 2004). Model hubungan source dan sink N ini dapat digunakan sebagai parameter atau penanda fisiologis untuk sifat efisien penggunaan N. Selama masa pertumbuhan vegetatif, akar dan daun bertindak sebagai lumbung (sink) untuk asimilasi N anorganik dan sintesis asam amino yang berasal dari serapan N, yang kemudian direduksi melalui jalur nitrate assimilatory (Hirel & Lea, 2001). Selanjutnya asam-asam amino ini dipakai untuk sintesis enzim dan protein pembentuk arsitektur tanaman dan komponen lain dalam proses fotosintesis. Kandungan enzim rubisco (ribulose 1.5-biphosphate carboxylase) di 23 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
daun bisa mencapai lebih dari 50% untuk tanaman C3 dan lebih dari 20% untuk tanaman C4 (Sage et al., 1987). Setelah memasuki masa pembungaan, terjadi remobilisasi N dimana akar dan daun bertindak sebagai sumber (source) N dengan melepas asam amino dari hidrolisis protein kemudian diangkut ke organ reproduktif atau penyimpan seperti biji, umbi dan batang (Masclaux et al., 2001). Remobilisasi N pada tanaman adalah proses metabolisme yang sangat kompleks dan sangat penting bagi produktivitas tanaman. Pada tanaman serealia, hasil biji bukan hanya ditentukan oleh penyerapan nitrat sebelum pembungaan tetapi juga remobilisasi N dari daun ke biji. Pada tanaman padi, sekitar 80% N dalam malai berasal dari remobilisasi N dari organ-organ yang telah mengalami penuaan (senescence) (Shrawat & Good, 2008) dan pada tanaman jagung sekitar 35–65% (Bertin & Gallais, 2000; Gallais & Coque, 2005). Penyerapan N ke biji setelah memasuki fase pembungaan juga ditentukan oleh “stay green” karena berkaitan dengan kapasitas tanaman mengabsorbsi N (Racjan & Tollenar, 1999). Stay green didefinisikan sebagai daun tetap hijau tidak senesen selama fase pengisian biji sampai masak setelah memasuki masa pembungaan (Borrell et al., 2003). Stay-green disebabkan karena kerja dari hormon sitokinin. Penurunan kandungan sitokinin di dalam tanaman menyebabkan daun mengalami penuaan atau senesen (Robson, 2001). Sedangkan Thomas et al. (2002) mengatakan daun mengalami senesen ketika klorofil mengalami katabolisme, maka protein akan mengalami mobilisasi ke biji karena sumber (sink) N tidak lagi cukup untuk asimilasi. Gen-gen yang mengendalikan jalur katabolisme klorofil sangat penting dalam mengatur mobilisasi protein. Menurut Borrell et al. (2003) genotipe yang lebih lama daunnya tetap hijau (stay green) selama pengisian biji disebabkan 1) karena daun stay green mempunyai kandungan N daun yang lebih tinggi dibandingkan daun genotipe yang cepat senesen, 2) penyerapan N lebih tinggi selama pengisian biji dan 3) remobilisasi N dari daun selama pengisian biji lebih kecil dibandingkan genotipe yang cepat senesen. Stay green dapat digunakan sebagai kriteria seleksi varietas yang dapat menyerap N lebih besar (Coque et al., 2008).
24 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.10. Peranan Ensim Nitrat Reduktase dalam Metabolisme Nitrogen Efisiensi penggunaan N dapat dikaitkan dengan aktivitas enzim–enzim yang terlibat dalam metabolisme N. Nitrat reduktase (NR) adalah ensim pertama yang berperan dalam proses reduksi nitrat (NO3ˉ) menjadi amonium (NH4+) (Kleinhofs & Warner, 1990). NR merupakan ensim yang dapat menginduksi substrat sehingga dianggap sebagai faktor pembatas dalam asimilasi N (Hageman & Hucklesby, 1971; Beevers & Hageman, 1969; Kelly et al., 1995). Dengan alasan ini maka aktivitas nitrat reduktase digunakan sebagai kriteria seleksi untuk produksi dan potensi asimilasi N (Hageman & Lambert 1988; Serrard et al. 1986), sedangkan menurut Wilkinson & Crawford (1993) di dalam tanaman laju reduksi NO3menjadi NH4+ sangat dikendalikan oleh laju penyerapan NO3- dari pada perubahan aktivitas NR sehingga nampaknya penyerapan NO3- menjadi sangatlah penting dalam asimilasi N. Namun Traore (1999) melaporkan NR tidak berkorelasi dengan hasil dan tidak berbeda nyata dengan dosis pemupukan N pada tanaman sorgum, sedangkan
Gallais & Hirel (2004) melaporkan bahwa NR berkorelasi negatif
dengan hasil biji jagung. Aktivitas NR dipengaruhi beberapa faktor misalnya kondisi lingkungan (Srivasta, 1980) dan fase pertumbuhan tanaman (Eck, et al. 1975), juga bagian tanaman misalnya akar dan pucuk (Fakorede & Mock, 1978). Penelitian Sugiharto dan Sugiyama (1992) menyimpulkan bahwa ketika tanaman jagung disuplai N dari nitrat (KNO3), maka aktivitas NR meningkat, tetapi aktivitas glutamin sintetase (GS) menurun, dan ketika tanaman disuplai N dari amonium (NH4Cl) maka aktivitas GS yang meningkat namun aktivitas NR menurun, sedangkan aktivitas Fd-GOGAT sama-sama meningkat ketika diberi N baik dari nitrat maupun amonium. 2.11. Aplikasi Penanda (Marka) dalam Mengidentifikasi Sifat yang Dituju Pengetahuan yang cukup tentang karakter morfologi, anatomi, mekanisme fisiologi, biokimia dan dasar genetik yang mengendalikan sifat efisien N diperlukan dalam usaha pengembangan genotipe toleran N rendah. Dalam pemuliaan konvensional seleksi terhadap karakter yang dituju biasanya dilakukan atas dasar pada pengamatan fenotipe yang dibantu dengan pendugaan menggunakan metode statistik yang tepat. Seleksi morfologi adalah praktis, cepat dan murah, pengamatan dapat secara visual dan bersifat kuantitatif, 25 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
namun beberapa masalah dalam pemuliaan konvensional adalah membutuhkan waktu yang cukup lama, sulit memilih dengan tepat gen yang menjadi target seleksi pada sifat morfologi atau agronomi karena penampilan fenotipe tanaman bukan hanya ditentukan oleh komposisi genetik tetapi juga oleh lingkungan, rendahnya frekuensi gen dalam populasi yang besar menyulitkan kegiatan seleksi untuk hasil yang valid dan pautan gen antara sifat yang diinginkan dengan sifat yang tidak diinginkan (Azrai, 2006; Handayani, 2006). Kemajuan bidang biologi molekuler saat ini memungkinkan untuk mengetahui karakter suatu tanaman dan pewarisannya dengan menggunakan penanda (marka) DNA. Marka molekuler dapat digunakan untuk membantu menelusuri gen yang mengendalikan suatu sifat. Pencarian lokasi gen berdasarkan pautan atau penandaan gen (gene-tagging) merupakan prasyarat sebelum dilakukan proses seleksi. Dari penandaan gen akan diperoleh informasi tentang jumlah gen yang mengendalikan suatu karakter fenotipik, lokasi gen dalam peta dan besarnya sumbangan masing-masing gen terhadap ekspresi untuk sifat kuantitatif (McCouch & Tanksley, 1991). Adanya marka molekuler yang terpaut dengan gen target dapat membantu untuk menyeleksi galur-galur yang membawa gen target dengan kombinasi sifat yang diinginkan (Abenes et al., 1994). Marka molekuler DNA yang menawarkan keleluasaan dalam meningkatkan efisiensi pemuliaan konvensional dengan melakukan seleksi tidak langsung pada karakter yang diinginkan, yaitu pada marka yang terkait dengan karakter tersebut. Pemuliaan konvensional sangat bergantung pada seleksi berdasarkan fenotipe terhadap individu superior dari suatu populasi bersegregasi. Walaupun lewat pemuliaan konvensional telah diperoleh kemajuan yang pesat untuk sifat yang dituju melalui seleksi fenotipe, tetapi untuk beberapa tujuan pemuliaan sering menghadapi masalah karena harus dilakukan di lingkungan target. Marka molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat terdeteksi pada semua fase pertumbuhan tanaman. (Pabendon et. al, 2007; Trikoesoemaningtyas, 2007).
Lebih lanjut Barakat et al. (2008) mengatakan
penggunaan marka molekuler memungkinkan untuk melakukan seleksi materi pemuliaan dalam jumlah besar di awal pertumbuhan dan dalam waktu yang singkat. Keberhasilan seleksi dengan marka molekuler sangat bergantung pada
26 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
keeratan hubungan antara marka dengan gen atau QTL yang dituju, dan idealnya marka berada dalam sekuen gen yang dituju (Babu et al. 2004). Menurut Azrai (2006) ada beberapa tipe penanda molekuler yang biasa digunakan dalam pemuliaan tanaman yaitu marka yang berdasarkan pada hibridisasi DNA seperti restriction fragment length polymorphism (RFLP), 2) marka yang berdasarkan pada reaksi rantai polimerase yaitu polymerase chain reaction (PCR) dengan menggunakan sekuen-sekuen nukleotida sebagai primer, seperti randomly amplified polymorphic DNA (RAPD) dan amplified fragment length polymorphism (AFLP), 3) marka yang berdasarkan pada PCR dengan menggunakan primer yang menggabungkan sekuen komplementer spesifik dalam DNA target, seperti sequence tagged sites (STS), sequence characterized amplified regions (SCARs), simple sequence repeats (SSRs) atau mikrosatelit, dan single nucleotide polymorphisms (SNPs). Marka randomly amplified Polymorphic DNA (RAPD) adalah fragmen DNA dengan panjang 9-10 basa nukleotida (decamer), primer berasal dari berbagai sumber DNA dan sekuen primer dipilih secara random tanpa perlu informasi sekuen genom tanaman yang akan dianalisis, dapat menghasilkan produk amplifikasi yang merupakan karakteristik dari template DNA. Marka RAPD terdapat melimpah di genom, konsentrasi DNA yang dibutuhkan sedikit, cara penggunaannya relatif mudah dan murah dan dapat melengkapi marka morfologi (Cheghamirza, 2002; Pabendon, 2007; Kumar & Gurusubramanian, 2011). Menurut Cheghamirza (2002) teknik RAPD telah banyak digunakan untuk analisis polimorfis genetik, studi pewarisan sifat kuantitatif dan dapat untuk membentuk peta marka yang terpaut dengan gen target.
27 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB III. KONSEP ILMIAH DAN HIPOTESIS 3.1. Konsep Ilmiah Tanaman jagung sangat banyak membutuhkan nitrogen, sehingga N seringkali menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Dengan alasan untuk mendapatkan produksi tinggi, petani biasanya memberikan pupuk N melebihi dosis anjuran. Padahal selain tidak ekonomis, pemakaian pupuk N yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan, oleh karenanya perlu dilakukan efisiensi penggunaan N atau efisiensi N. Selain melalui kultur teknis atau sistem budidaya tanaman, efisiensi N dapat ditingkatkan melalui faktor genetik. Hal ini berkaitan dengan metabolisme N yaitu kemampuan tanaman menyerap dan memanfaatkan N semaksimal mungkin yang dimanifestasikan dengan potensi hasil. Pembentukan varietas jagung efisien N memungkinkan jika terdapat materi genetik dan keragaman genetik yang tinggi. Dalam rangka pembentukan varietas jagung efisien N atau toleran pemupukan N rendah maka diperlukan pemahaman tentang mekanisme penyerapan dan asimilasi N di dalam tanaman untuk menentukan karakteristik tanaman jagung efisien N. Untuk itu perlu dilakukan kajian efisiensi N pada tanaman jagung baik secara morfologi, agronomi, fisiologi dan biokimia. Kajian secara morfologi berkaitan dengan perakaran (organ penyerapan unsur hara), luas daun dan tinggi tanaman. Secara fisiologi berkaitan dengan kandungan klorofil (sebagai penyusun klorofil dan tempat proses fotosintesis), umur lama daun tetap hijau (stay green) serta remobilisasi N dari daun ke biji setelah memasuki fase pembungaan dan pengisian biji. Secara biokimia berkaitan dengan enzim-enzim kunci yang terlibat dalam asimilasi N. Pendekatan secara agronomi berhubungan dengan hasil yaitu berat biji dan jumlah biji. Penggunaan penanda molekuler yang terpaut erat dengan karakter yang berhubungan dengan efisiensi N sangat berguna dalam mempercepat seleksi genotipe efisien N dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Bagan kerangka konseptual menjelaskan konsep ilmiah dari penelitian ini yang dapat dilihat pada halaman berikutnya.
28 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Peranan nitrogen dalam metabolisme tanaman Pemupukan N berlebihan
Jagung banyak membutuhkan nitrogen
- Kerusakan & pencemaran lingkungan - Tidak ekonomis
Lingkungan/ budidaya
Penyusun asam amino Faktor pembatas pertumbuhan dan hasil tanaman
Efisiensi nitrogen (N)
Hasil panen tinggi pada N rendah
Parameter efisiensi nitrogen tinggi
Genetik/ varietas
Karakteristik tanaman jagung efisien nitrogen
Agronomi Komponen hasil
Morfologi - Tinggi tanaman - Luas daun - Sistem perakaran
Fisiologi -
Klorofil Stay green ASI Serapan N & Remobilisasi N - Akumulasi & translokasi biomassa - Parameter efisiensi N
Biokimia
Molekuler
-Nitrat reduktase -Profil protein
Marka RAPD
Informasi karakter yang berkaitan erat dengan efisiensi nitrogen
: dipengaruhi : indikator : ouput penelitian : hubungan : karakter
1. Materi genetik untuk pemuliaan jagung toleran N rendah. 2. Kriteria (penanda) seleksi genotipe toleran N rendah
Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konseptual Penelitian
29 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3.2. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Pengurangan dosis pemupukan N menyebabkan berbagai respon pada karakter tanaman jagung. 2. Terdapat keragaman genetik dan materi pemuliaan genotipe jagung efisien N. 3. Terdapat karakter morfologi, fisiologi dan biokimia yang mencirikan genotipe jagung efisien N yang berguna sebagai kriteria seleksi. 4. Terdapat marka RAPD polimorfis yang berpeluang untuk dijadikan sebagai penanda molekuler genotipe jagung efisien N.
30 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang terdiri dari tiga percobaan yaitu: 1)
Keragaman genetik, penentuan genotipe dan karakteristik
tanaman jagung efisien N, 2) Pertumbuhan sistem perakaran jagung efisien N di fase awal, 3) Analisis profil protein & seleksi polimorfisme marka RAPD terpaut dengan sifat efisien N pada tanaman jagung. Materi dan kegiatan percobaan dapat dilihat di bawah ini: PERCOBAAN
I
II
III
Topik Penelitian
Keragaman genetik, penentuan genotipe dan karakteristik tanaman jagung efisien N
Pertumbuhan sistem perakaran jagung efisien N di fase awal.
Kegiatan Penelitian
Menguji 10 genotipe jagung pada 4 dosis N berbeda untuk mengamati keragaman genetik dan mendapatkan genotipe serta karakter yang berkaitan erat dengan sifat efisien N.
Meneliti sistem perakaran 4 genotipe jagung yang berbeda sifat efisiensi N pada awal pertumbuhan.
Hasil Penelitian
1. Terpilih genotipe jagung efisien N. 2. Informasi karakter morfologi, fisiologi dan biokimia terkait dengan sifat efisien N.
Informasi sistem perakaran genotipe jagung efisien N sebagai penanda seleksi di awal pertumbuhan
Analisis profil protein & seleksi polimorfisme marka RAPD terpaut dengan sifat efisien N pada jagung 1. Menganalisis profil protein genotipe efisien N & kurang efisien N yang ditumbuhkan pada dosis N-tinggi N-rendah. 2. Seleksi marka RAPD polimorfis antara genotipe efisien N & kurang efisien N. 1. Profil protein. 2. Marka RAPD yang polimorfis
Luaran Akhir Penelitian
1. Diperoleh materi pemuliaan jagung efisien N. 2. Diperoleh penanda morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler untuk kriteria seleksi genotipe jagung efisien N.
31 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.1. Penelitian I:
Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen, Keragaman Genetik dan Karakter Tanaman Jagung Efisien Nitrogen
4.1.1. Tujuan Penelitian Penelitian di lapang ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui respon genotipe jagung yang diuji terhadap pengurangan dosis N. 2. Mengetahui keragaman genetik dan mendapatkan materi genetik jagung efisien N. 3. Mengetahui karakter morfologi, fisiologi dan biokimia yang mencirikan genotipe jagung efisien N. 4. Mendapatkan penanda morfologi, fisiologi dan biokimia yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi dalam perakitan jagung efisien N atau toleran N rendah. 4.1.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011, di lahan sawah di desa Tambak Rejo, Kecamatan Sumber Gempol Kabupaten Tulungagung dengan ketinggian 85 m dpl, jenis tanah Alluvial hidromorf, suhu rata-rata 28-31ºC (Dirjen Cipta Karya, 2000). 4.1.3 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah: 1. Benih jagung sebanyak 10 varietas yang terdiri dari 2 jenis jagung yaitu varietas hibrida (5 varietas) dan varietas bersari bebas (5 varietas). a) Varietas hibrida yaitu: Bisi-2, P-21, NK-33, DK-979, dan Bima-3. b) Varietas bersari bebas yaitu: Bisma, Sukmaraga, Lamuru, Arjuna, lokal Madura. 2. Pupuk anorganik terdiri dari: urea, TSP, dan KCl. 3. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis N pada tanah dan jaringan tanaman jagung adalah tablet kjeldahl, H2SO4 96%, H2O2, KOH, reagen analisis N dan aquadest. 4. Bahan kimia untuk analisis aktifitas nitrat reduktase. Peralatan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah: 1. Alat pengolahan tanah berupa cangkul dan sabit. 2. Tugal untuk penanaman benih jagung, meteran untuk mengukur tanaman.
32 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3. Timbangan digital dan analitik untuk menimbang biomassaa tanaman dan bahan kimia. 4. Oven untuk mengeringkan biomassasa. 5. Peralatan untuk analisis N berupa labu kjeldahl, labu digest, grinder, beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi. 4.1.4. Rancangan Percobaan Percobaan merupakan percobaan faktorial (4x10) yang dirancang dalam Rancangan Petak Terbagi (RPT) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang diulang tiga kali. Sebagai petak utama (main plot) adalah varietas jagung dan anak petak (sub plot) dosis pupuk N. Petak utama (varietas) terdiri dari: V1= Pioneer-21; V2= NK-33; V3 = DK979; V4 = Bisi-2; V5 =Arjuna; V6 = Bima-3; V7 = Sukmaraga; V8 = Lamuru; V9= Bisma; V10= Kodok (lokal Madura). Anak petak (dosis pemupukan N) terdiri dari: N0 = 0 kg N/Ha (tanpa pupuk); N1 = 30 kg N/Ha (rendah); N2 = 90 kg N/Ha (sedang); N3 = 180 kg N/Ha (tinggi). 4.1.5. Pelaksanaan Percobaan di lapang a. Petak Percobaan Petak utama percobaan merupakan perlakuan varietas sedangkan anak petak percobaan perlakuan dosis pupuk N. Dalam satu petak utama terdapat empat anak petak dengan ukuran 3 m x 1 m. Penanaman jagung merupakan baris tunggal (single row), dalam tiap anak petak terdiri 5 baris tanaman jagung dengan jarak 75 cm antar baris dan 20 cm dalam baris dengan 1 tanaman tiap lubang. Populasi tanam tiap anak petak sebanyak 25 tanaman. b. Penanaman dan Pemupukan Penanaman dengan cara tanah ditugal kemudian memasukkan 2 benih per lubang tanam. Setelah tumbuh umur 10 hari tanaman dijarangkan dengan meninggalkan 1 tanaman per lubang. Pupuk dasar diberikan sebelum tanam, berupa SP36 dan KCl dengan dosis optimal untuk tanaman jagung yaitu 125 kg/ha dan 75 kg/ha atau 1,875 gram dan 1,125 gram per tanaman.
33 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pupuk N berupa urea diaplikasikan sesuai perlakuan dengan jumlah dan waktu pemberian seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.1. (Perhitungan dosis pupuk tiap tanaman dapat dilihat pada Lampiran VII). Pupuk dibenamkan ke dalam tanah yang telah dilubangi sedalam 5 cm dengan jarak kurang lebih 5 cm dari tanaman. Tabel 4.1. Dosis pupuk urea yang diberikan tiap tanaman sesuai perlakuan pupuk N pada umur 14 hari setelah tanam (HST), 35 HST dan 49 HST Perlakuan N Aplikasi dosis pupuk urea (gram/tanaman) Umur 14 HST Umur 35 HST 49 HST Total (kg/ha) 0 0,0 0,0 0,0 0,0 30 0,5 0,5 0,0 1,0 90 1,0 1,0 1,0 3,0 180 2,0 2,0 2,0 6,0
4.1. 6. Prosedur pengambilan data Dari 25 tanaman untuk setiap satuan percobaan diambil 5 tanaman sebagai sampel pengamatan. Tanaman pinggir (border) tidak dipakai sebagai tanaman sampel. Data yang diambil meliputi: A. Karakter morfologi tanaman: 1. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai ujung tanaman tertinggi pada saat tanaman telah memasuki fase generatif (keluar bunga). 2. Luas daun, diukur berdasarkan metode yang dikembangkan oleh McKee (1964) dalam Yi et al. (2010) yaitu luas daun = panjang x lebar x fk (0,75) x jumlah daun. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman telah memasuki fase generatif (keluar bunga). 3. Perakaran meliputi panjang akar, jumlah akar dan berat kering akar diamati setelah panen. Untuk pengamatan perakaran dilakukan pada tanaman yang ditanam dalam polybag dengan berat tanah 10 kg. a. Panjang akar, diukur rata-rata panjang akar primer baik embrionik maupun adventif. b. Jumlah akar, dihitung jumlah embrionik dan akar adventif. c. Berat kering akar, menimbang biomassa akar yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu 60°C selama 24 jam.
34 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
B. Karakter Fisiologi 1. Kandungan klorofil daun diukur pada umur 49 HST (metode analisis klorofil terdapat di Lampiran IX). 2. Akumulasi biomassa tanaman diukur dengan cara destruksi tanaman kemudian menimbang berat biomassa tanaman yang telah dioven pada suhu 60°C selama 24 jam pada saat tanaman antesis (keluar bunga jantan) dan pengisian biji (15 hari setelah antesis). 3. Translokasi biomassasa (%) =
St - Sr St
x 100
St: berat biomassasa saat berbunga, Sr: berat biomassasa saat pengisian biji. 4. Serapan N diukur pada saat berbunga dan pengisian biji dihitung dengan mengalikan kandungan N tanaman x berat kering brangkasan. 5. Remobilisasi N (%) =
UN1 – UN2 UN1
x 100
UN1: Serapan N pada saat berbunga, UN2: Serapan N pada pengisian biji. 6. Lama daun tetap hijau (stay green), dihitung persentase daun tetap hijau pada saat masak. C. Parameter Efisiensi Nitrogen Parameter efisiensi N yang digunakan berdasarkan Dobermann (2005) yaitu : 1. Efisiensi serapan N = 2. Efisiensi agronomi =
UN – U0 FN YN – Y0 FN
3. Efisiensi Pemanfaatan N = 4. Efisiensi Penggunaan N =
YN – Y0 UN – U 0 YN FN
Keterangan: U0 = Serapan N tanaman tanpa pemupukan (0 kg N/ha) UN = Serapan N tanaman pada dosis pemupukan N YN = Berat kering biji pada dosis pemupukan N Y0 = berat kering biji tanpa pemupukan N (0 kg N/ha) FN = dosis pemupukan N (kg/ha)
35 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
C. Karakter Agronomi (hasil) 1. Berat biji per hektar. 2. Jumlah biji per tongkol. D. Karakter Biokimia Mengukur aktivitas nitrat reduktase yaitu enzim yang mengubah nitrat menjadi nitrit. Prosedur analisis aktivitas nitrat reduktase dapat dilihat pada Lampiran X. E. Seleksi Genotipe efisien N Genotipe efisien N ditentukan berdasarkan pada besarnya nilai untuk karakter produksi (berat kering biji), efisiensi serapan N, remobilisasi N, efisiensi penggunaan N dan efisiensi agronomi pada semua dosis pemupukan N. Nilai tertinggi sampai terendah diberi skor 10 sampai 1. 4.1.7. Analisis Statistik: Analisis statistik untuk data kuantitatif yang digunakan dalam percobaan ini adalah: 1. Analisis peragam (Anakova) dengan variabel pengiring waktu keluar bunga jantan. Jika analisis peragam ada pengaruh (H0 ditolak) maka dilanjutkan dengan uji Tukey atau beda nyata jujur (BNJ) untuk mengetahui rata-rata perlakuan mana yang berbeda. 2. Nilai heritabilitas (h2) dalam arti luas, dihitung untuk mengetahui besarnya keragaman genetik yaitu proporsi ragam genotipe dengan ragam fenotipe. h2 =
σ2g σ2p
=
σ2g σ2g+ σ2e
h2 = Heritabilitas (0 – 1) σ2g = ragam genotipe σ2e = ragam lingkungan atau ragam galat σ2p= ragam fenotipe Keragaman genetik: tinggi jika h2 > 0,5; sedang jika 0,2 ≤ h2 ≤ 0.5; dan rendah jika h2< 0,2; nilai minus dianggap nol (Mc Whirter, 1979; Stanfield, 1988). 3. Korelasi Pearson untuk mengetahui keeratan hubungan antara karakter morfologi, fisiologi, biokimia, parameter efisiensi N dengan karakter agronomi (hasil).
36 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.2. Penelitian II: Pengamatan pertumbuhan sistem perakaran genotipe jagung efisien N dan kurang efisien N. 4.2.1. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengamati perbedaan pertumbuhan perakaran genotipe jagung efisien N dan kurang efisien N di awal pertumbuhan yang berguna sebagai kriteria seleksi tanaman jagung efisien N. 4.2.2. Waktu dan Tempat Penanaman jagung dilaksanakan pada bulan April – Juli 2012, di green house Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur di Surabaya. 4.2.3. Rancangan Percobaan Percobaan merupakan percobaan faktor tunggal yaitu varietas jagung yang paling efisien N (NK-33), efisiensi N sedang (Bisma dan Arjuna) dan kurang efisien N (Madura) yang dirancang dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan diulang tiga kali. 4.2.4. Pelaksanaan Percobaan Benih jagung sebanyak 2 biji ditanam dalam polybag yang diisi campuran tanah dan kompos (1:1) sebesar 10 kg. Jumlah tanaman sebanyak 30 polybag. Umur 5 hari setelah tanam (HST) tanaman dijarangkan menjadi 1 tanaman per polybag. 4.2.5. Prosedur pengambilan data Terdapat lima kali pengamatan pertumbuhan perakaran yaitu dengan melakukan destruksi tanaman. Tiap kali pengamatan sistem perakaran dilakukan destruksi dua tanaman untuk masing-masing varietas yaitu pada umur 7, 12, 17, 22 dan 27 hari setelah tanam (HST). Data yang diambil meliputi rerata panjang akar, jumlah akar, diameter akar dan berat kering akar. 4.2.5. Analisis Statistik: Analisis statistik yang digunakan dalam percobaan ini adalah analisis ragam dan uji beda nyata jujur (BNJ) untuk
mengetahui perbedaan sistem perakaran
genotipe jagung efisien dan kurang efisien N. 37 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.3.
Penelitian III: Analisis protein dan analisis marka RAPD (random amplified polymorphic DNA) untuk keterpautan dengan sifat efisien N.
4.3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui profil protein dari genotipe jagung efisien dan kurang efisien N pada kondisi N-tinggi dan N-rendah. 2. Mendapatkan marka RAPD yang polimorfis terhadap genotipe efisien
dan
kurang efisien N. 4.3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penanaman jagung dilaksanakan pada bulan November - Desember 2013, di green house Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur di Surabaya dengan media tanah dan kompos dalam pot. Analisis protein dan DNA dilakukan di Laboratorium Sentral ilmu Hayati Universitas Brawijaya, Malang. 4.3.3. Prosedur Analisis protein dan DNA a. Penanaman Jagung di green house Varietas jagung NK-33 (efisien N) dan Madura (kurang efisien N) ditumbuhkan di dalam pot pada dosis N-tinggi dan N-rendah. Tanaman diberi pupuk urea 6 gram per pot untuk perlakuan N-tinggi dan 1 gram untuk N-rendah pada umur 10 hari. Umur 4 minggu tanaman dipanen untuk analisis protein, sedangkan untuk analisis DNA tanaman diambil pada perlakuan N-rendah. b. Analisis protein SDS-PAGE Analisis kandungan protein dilakukan berdasarkan metode Lowry (1951) dalam Kristina et al. (2009). Daun segar tanaman jagung sebanyak 0,1 gram (umur 28 HST) varietas NK-33 dan Madura yang ditanam pada N-tinggi dan N-rendah ditempatkan ke dalam mortar dan diberi nitrogen cair lalu dihaluskan. Selanjutnya sampel daun yang telah halus dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse berisi 5 mL buffer pH 7 dan 10 μL merkaptoetanol. Buffer pH 7 terdiri dari 0,1 M Tris HCl pH 7,6; 4 mM EDTA; dan 0,7% (v/v) merkaptoetanol. Larutan dihomogenkan sebelum disentrifuse pada kecepatan 15000 rpm selama 15 menit dengan suhu 4ºC.
38 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 750 nm dan konsentrasi protein dihitung berdasarkan kurva standar. Larutan separating gel dibuat dengan menggunakan bahan pereaksi 3,35 mL Aquades (H2O); 2,5 mL Tris- HCl 1,5 M pH 8,8; 0,1 mL SDS 10%; 4 mL akrilamid; 0,05 mL Amonium Persulfat (APS) 10% dan 0,008 mL TEMED. Larutan stacking gel dibuat dengan menggunakan 2,95 mL Aquades (H2O); 1,25 mL Tris HCl 1,5 M pH 8,8; 9,05 mL SDS 10%; 0,05 mL APS 10%, dan 0,008 mL TEMED. Elektroforesis protein dilakukan menurut metode Andrews (1986) dalam Kristina (2009). Masing-masing sampel sebanyak 10 μL dimasukkan ke dalam sumur gel. Deteksi protein pada gel dilakukan dengan pewarnaan coomasie blue selama semalam dan digoyang menggunakan penggojog (shaker). Larutan pewarna terdiri dari Metanol 45,5%; H2O 45,5%; asam asetat 9%; dan 0,09% Coomasiee Blue R 250. Penyimpanan gel dilakukan dengan merendam gel pada larutan asam asetat 7% dan pengeringan serta pengawetan gel dilakukan dengan selofan dan dibiarkan semalam di ruang dingin. Identifikasi dan analisis pola protein hasil SDSPAGE dilakukan dengan pengamatan pemisahan pita proteinnya. Identifikasi dan analisis pola protein hasil SDS-PAGE dilakukan dengan pengamatan pemisahan pita protein. Protein target ditentukan Rf-nya, kemudian bobot molekul dari protein tersebut ditentukan berdasarkan kurva standar log berat molekul terhadap Rf dari protein standar. Jarak pergerakan pita protein dari awal (cm) Rf = Jarak pergerakan pewarnaan protein standar dari awal (cm) c. Seleksi marka RAPD polimorfis Daun segar jagung sebanyak 0,2 gram umur 28 HST varietas NK-33 (efisien N) dan Madura (kurang efisien N) diberi nitrogen cair lalu digerus dengan mortar. Ditambah 700µl buffer ekstrak-CTAB hangat 65°C (2% CTAB, 100 mM Tris-HCl pH 8; 20 mM EDTA pH 8; 1,4 M NaCl) lalu ditambahkan 2% merkapto ethanol, dipindah ke tabung 1,5 mL dan divorteks kemudian diinkubasi dalam water bath suhu 65°C selama 30 menit dengan kecepatan 130 rpm. Larutan disentrifugasi 13000 rpm selama 10 menit pada suhu 25°C dan supernatan yang diperoleh dipindahkan ke tabung baru dan ditambah Cl dengan volume sama dan dihomogenkan. Larutan disentrifugasi 13000 rpm selama 5 menit pada suhu 25°C. 39 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Supernatan yang diperoleh dipindahkan ke tabung baru dan ditambah amonium asetat 7,5 M (0,1 vol) kemudian ditambah etanol absolute (2,5 vol) lalu dicampur pelan dan diinkubasikan pada suhu -20°C selama 3 jam. Disentrifugasi 13000 rpm selama 15 menit pada suhu 4°C. Supernatan dibuang, pellet ditambah ethanol 70% sebanyak 500µl dan dicampur secara pelan. Sentrifugasi 13000 rpm selama 10 menit pada suhu 4° C. Supernatan dibuang dan pellet dikeringkan dalam inkubator suhu 55°C. DNA berupa pellet dilarutkan dalam 50µL TE buffer pH 7,6 (10mM Tris Cl pH 7,6; 1 mM EDTA pH 8). Sebanyak 20 primer OPA1 - OPA20 digunakan untuk melihat polimorfisnya pada kedua genotipe jagung. Prosedur analisis RAPD berdasarkan Williams et al. (1990) yang dimodifikasi. Reaksi PCR dilakukan menggunakan bahan Promega dan Real Biotech Corporation (RBC) dan amplifikasi PCR menggunakan thermal cycler Gene Amp PCR 2400 (Perkin Elmer), dengan siklus termal diulang sebanyak 45 kali, diprogram 1 menit pada suhu 94°C (denaturasi), 1 menit pada 37°C untuk penempelan primer dan 2 menit pada 72°C untuk pemanjangan rantai diikuti dengan pemanjangan rantai akhir selama 4 menit pada 72°C. DNA hasil amplifikasi ditambahkan dengan 5µL buffer loading 6x (0.25% bromophenol blue (b/v) dan 40% sukrosa (b/v), dan dipisahkan dengan cara elektroforesis pada gel agarosa 1,4% selama 70 menit pada voltase 50V, menggunakan buffer TAE 1X (Tris 40 mM, asam asetat glasial 20 mM, EDTA 1 mM pH 8,0). DNA 1 kb ladder (Promega) digunakan sebagai penanda untuk mengestimasi fragmen hasil amplifikasi. Setelah elektroforesis, gel direndam pada larutan etidium bromida selama 30 menit lalu pada akuades selama 10 menit. Selanjutnya pita DNA divisualisasi dengan UV transluminator dan didokumentasi dengan film polaroid 667.
40 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
V. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 5. 1. Hasil Penelitian I: Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen, Keragaman Genetik dan Karakter Tanaman Jagung Efisien Nitrogen 5.1.1. Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen Pengurangan dosis pupuk N menyebabkan penurunan tinggi tanaman, luas daun, perakaran (panjang akar, jumlah akar, berat kering akar), kandungan klorofil, persentase stay green, akumulasi biomassa, serapan N, aktivitas nitrat reduktase, berat biji dan jumlah biji; namun meningkatkan interval keluar bunga jantan-bunga betina (ASI), translokasi biomassa, remobilisasi N dan parameter efisiensi N. A. Pengaruh Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen pada Karakter Morfologi Hasil analisis peragam (ANCOVA) menunjukkan adanya interaksi yang sangat nyata antara pemupukan N dan genotipe jagung (p≤0,01) pada karakter morfologi yang meliputi tinggi tanaman, luas daun dan perakaran (Lampiran 1). a. Tinggi Tanaman dan Luas Daun Masing-masing
genotipe
mempunyai
respon
yang
berbeda
terhadap
pengurangan dosis pemupukan N untuk karakter tinggi tanaman. Pengurangan dosis pupuk N dari 180 sampai 30 kg N/ha menyebabkan tinggi tanaman fluktuatif dan tidak berbeda nyata kecuali DK-979. Sementara itu Pioneer-21, NK-33, Sukmaraga, Lamuru dan Bisma mengalami penurunan tinggi tanaman yang tidak nyata ketika dosis pupuk N dikurangi kecuali pada dosis N-0. Pada kondisi N sangat kurang (N-0) tinggi tanaman mengalami reduksi yang nyata pada semua genotipe kecuali varietas Kodok (lokal Madura) yang kurang responsif terhadap pemupukan N (Tabel 5.1). Sukmaraga, Lamuru, Bisma dan NK-33 adalah genotipe yang mengalami lebih sedikit penurunan tinggi tanaman ketika dosis N dikurangi. Gambar 5.1 menunjukkan tinggi tanaman jagung varietas NK-33 pada empat dosis pemupukan N. Tanaman dengan dosis pemupukan N-tinggi (180 kg/ha) terlihat lebih tinggi, warna daun hijau tua dan cepat berbunga, sebaliknya pada N-0 tanaman terlihat lebih pendek dan warna daun lebih pucat. Nitrogen merupakan unsur yang mempengaruhi produksi hormon sitokinin yang berperan dalam pembelahan dan pemanjangan sel (Smiciklas & Below, 1992; Wang & Below, 1996; Liu et al., 2000).
41 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.1. Tinggi tanaman dan luas daun genotipe jagung pada saat berbunga yang diuji dengan berbagai dosis pemupukan N Genotipe Dosis N (kg/ha) Tinggi tanaman (cm) Luas daun (m2) 206,44 ± 6,52 jkl 0,63 ± 0,025 klm Pioneer-21 0 234,56 ± 5,10 efgh 0,73 ± 0,017 ghi 30 cdefgh 238,22 ± 2,83 0,68 ± 0,023 hijk 90 242,89 ± 1,35 abcde 0,58 ± 0,014 mno 180 fgh 226,89 ± 3,27 0,49 ± 0,007 p NK-33 0 252,67 ± 3,06 abc 0,60 ± 0,010 klmn 30 abcde 246,78 ± 1,02 0,66 ± 0,101 ijklm 90 abcde 251,00 ± 0,58 0,92 ± 0,008 abc 180 188,67 ± 4,33 lm 0,52 ± 0,006 nop DK-979 0 ghi 221,89 ± 2,01 0,74 ± 0,027 ghi 30 244,00 ± 3,38 abcde 0,67 ± 0,033 hijkl 90 248,67 ± 6,69 abcde 0,68 ± 0,009 hijkl 180 m 187,11 ± 3,36 0,66 ± 0,057 ijklm Bisi-2 0 abcde 247,67 ± 3,61 0,91 ± 0,012 abc 30 249,89 ± 1,17 abcde 0,84 ± 0,012 cdef 90 abcde 249,56 ± 2,34 0,94 ± 0,013 ab 180 187,33 ± 1,53 m 0,65 ± 0,017 jklm Bima-3 0 defg 236,33 ± 2,03 0,90 ± 0,011 abc 30 240,89 ± 1,07 bcdef 0,75 ± 0,003 gh 90 abcde 243,00 ± 2,91 0,77 ± 0,039 fg 180 147,11 ± 1,84 n 0,51 ± 0,019 op Arjuna 0 192,78 ± 3,36 lm 0,74 ± 0,021 ghi 30 206,56 ± 16,71 jkl 0,86 ± 0,034 bcde 90 hij 212,44 ± 10,29 0,89 ± 0,023 abcd 180 203,56 ± 10,78 jkl 0,58 ± 0,019 mno Sukmaraga 0 254,56 ± 1,07 ab 0,84 ± 0,018 cdef 30 257,33 ± 2,03 a 0,77 ± 0,010 g 90 a 256,89 ± 0,96 0,92 ± 0,050 abc 180 201,22 ± 3,10 jklm 0,60 ± 0,018 lmn Lamuru 0 253,78 ± 1,90 ab 0,79 ± 0,042 efg 30 255,89 ± 3,60 a 0,80 ± 0,008 defg 90 a 256,78 ± 0,84 0,80 ± 0,021 defg 180 209,33 ± 7,80 ijk 0,68 ± 0,045 hijkl Bisma 0 251,00 ± 2,19 abcde 0,95 ± 0,014 a 30 248,56 ± 3,27 abcde 0,80 ± 0,032 defg 90 abcde 249,11 ± 6,62 0,94 ± 0,017 a 180 191,89 ± 5,42 lm 0,46 ± 0,014 p Kodok 0 193,44 ± 3,89 lm 0,48 ± 0,006 p 30 200,56 ± 8,04 jklm 0,46 ± 0,006 p 90 klm 195,22 ± 8,18 0,48 ± 0,024 p 180 14,68 0,09 BNJ 5% Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
42 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
A
B
C
D
Gambar 5.1. Kondisi tanaman varietas NK-33 pada pemupukan: A.) N-180; B)N-90; C) N-30; D) N-0. Semakin kecil dosis N, tanaman semakin pendek, warna daun semakin pucat dan waktu berbunga terlambat. Pengurangan dosis pemupukan N juga menyebabkan respon yang berbeda dari masing-masing genotipe pada karakter luas daun (Tabel 5.1). Pioneer-21 dan Kodok mempunyai luas daun yang tidak berbeda nyata pada semua dosis pemupukan N, sementara NK-33, Bisi-2 dan Arjuna berkurang luas daunnya secara nyata dengan semakin berkurangnya dosis N. Bisi-2 dan Bisma mempunyai luas daun yang lebih besar dibandingkan dengan varietas lain pada semua dosis pemupukan N serta yang paling sedikit mengalami pengurangan luas daun ketika dosis N diturunkan. Sementara itu varietas Kodok mempunyai luas daun paling kecil dan tidak dipengaruhi oleh dosis N. Peneliti lain melaporkan adanya interaksi antara dosis N dengan genotipe jagung terhadap tinggi tanaman (Idikut & Kara, 2011), luas daun (Akmal et al., 2010) dan jumlah daun (Gungula et al. 2005 dan Gupta et al., 2012). b. Perakaran Pertumbuhan dan perkembangan akar diamati dalam kaitannya dengan penyerapan unsur hara termasuk N, yaitu meliputi rerata panjang akar, jumlah akar serta berat kering akar. Pengamatan dilakukan setelah panen. Pengaruh nyata pengurangan dosis pupuk N terhadap perakaran jagung terjadi pada perlakuan tanpa pupuk N, dimana panjang akar, jumlah akar dan berat kering akar mengalami reduksi secara nyata pada semua genotipe kecuali varietas Kodok (lokal Madura) yang mempunyai perakaran sangat terbatas yaitu panjang akar, jumlah akar berat kering akar paling kecil (Tabel 5.2). 43 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.2. Rerata panjang akar, jumlah akar dan berat kering akar genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N Dosis N (kg/ha) Pioneer-21 0 30 90 180 NK-33 0 30 90 180 DK-979 0 30 90 180 Bisi-2 0 30 90 180 Bima-3 0 30 90 180 Arjuna 0 30 90 180 Sukmaraga 0 30 90 180 Lamuru 0 30 90 180 Bisma 0 30 90 180 Kodok 0 30 90 180 BNJ 5% Genotipe
Rerata panjang akar (cm) 34,11 ± 3,8 efgh 52,01 ± 7,0 abcd 52,44 ± 4,3 abcd 51,99 ± 4,2 abcd 38,88 ± 7,1 cdefgh 58,35 ± 4,8 a 56,39 ± 2,4 ab 50,86 ± 7,2 abcd 33,43 ± 2,7 fgh 45,00 ± 3,1 abcdefgh 53,18 ± 2,2 abc 49,29 ± 3,9 abcde 38,77 ± 5,0 cdefgh 44,14 ± 6,7 abcdefgh 51,46 ± 6,5 abcd 55,49 ± 7,9 ab 32,74 ± 8,5 gh 51,13 ± 7,6 abcd 49,79 ± 3,9 abcde 50,77 ± 3,2 abcd 30,50 ± 5,1 h 53,70 ± 6,1 abc 52,09 ± 4,8 abcd 48,87 ± 1,0 abcdef 36,94 ± 3,5 defgh 51,02 ± 9,8 abcd 45,80 ± 0,7 abcdefgh 41,59 ± 1,3 bcdefgh 32,99 ± 8,5 gh 49,85 ± 5,5 abcde 42,86 ± 9,5 abcdefgh 42,29 ± 5,7 bcdefgh 34,68 ± 8,4 efgh 46,59 ± 1,3 abcdefg 47,54 ± 5,6 abcdefg 45,31 ± 0,9 abcdefgh 11,77 ± 2,6 i 10,82 ± 1,9 i 10,68 ± 2,3 i 9,87 ± 1,4 i 15,78
Jumlah akar
Berat kering akar (g) 13,22 ± 1,7 d 33,53 ± 2,9 abc 37,11 ± 2,8 ab 38,27 ± 1,2 ab 14,53 ± 1,3 d 33,28 ± 2,5 abc 38,47 ± 2,3 ab 38,83 ± 1,8 a 13,17 ± 1,2 d 33,62 ± 1,9 abc 37,43 ± 0,8 ab 36,03 ± 1,3 abc 14,49 ± 2,8 d 33,87 ± 3,2 abc 36,44 ± 2,8 abc 35,67 ± 3,4 abc 10,93 ± 0,4 de 31,74 ± 2,4 abc 32,15 ± 3,1 abc 31,76 ± 1,1 abc 13,33 ± 1,0 d 29,79 ± 2,1 c 32,99 ± 4,7 abc 33,76 ± 3,3 abc 12,76 ± 1,4 d 32,46 ± 2,9 abc 34,81 ± 2,7 abc 36,37 ± 1,0 abc 13,39 ± 1,8 d 31,47 ± 3,2 bc 36,56 ± 2,7 abc 38,18 ± 1,7 ab 15,04 ± 1,0 d 34,65 ± 1,6 abc 37,77 ± 3,0 ab 35,77 ± 4,8 abc 3,55 ± 0,6 f 4,26 ± 0,7 ef 4,85 ± 0,5 ef 4,47 ± 0,5 ef 13,22
18,0 ± 1,8 h 27,0 ± 3,6 g 32,3 ± 4,5 abcdef 32,0 ± 1,8 abcdefg 17,2 ± 2,9 hi 30,0 ± 4,8 abcdefg 34,7 ± 2,7 ab 35,3 ± 3,7 a 16,7 ± 1,0 hi 30,3 ± 2,7 abcdefg 29,3 ± 2,7 bcdefg 33,0 ± 1,8 abcde 15,7 ± 2,7 hi 28,7 ± 3,7 defg 33,7 ± 2,7 abcd 34,3 ± 2,7 abc 16,3 ± 2,7 hi 29,0 ± 5,4 cdefg 30,3 ± 3,7 abcdefg 28,7 ± 1,0 defg 16,3 ± 2,7 hi 26,7 ± 2,7 g 29,7 ± 4,5 bcdefg 31,3 ± 2,7 abcdefg 16,3 ± 3,7 hi 28,0 ± 6,5 efg 30,0 ± 1,8 abcdefg 33,7 ± 2,7 abcd 16,0 ± 3,6 hi 27,3 ± 5,5 fg 32,3 ± 3,7 abcdef 33,7 ± 2,7 abcd 18,3 ± 3,7 h 31,0 ± 3,6 abcdefg 32,7 ± 2,7 abcdef 33,0 ± 4,8 abcde 12,0 ± 3,6 i 14,0 ± 1,8 hi 13,3 ± 2,7 hi 15,3 ± 2,7 hi 5,5 Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
44 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Masing-masing genotipe jagung mempunyai perakaran dan respon yang berbeda terhadap pengurangan dosis pupuk N. NK-33, DK-979, Bisi-2, Bima-3, Arjuna dan Kodok mengalami penurunan panjang akar yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang lain, sedangkan jumlah akar berkurang secara nyata pada Pioneer-2, Bisi-2, Sukmaraga dan Lamuru akibat pengurangan pupuk N dari 180 menjadi 30 kg N/ha namun tidak pada NK-33 dan Bisma. Berat kering akar cenderung berkurang akibat pengurangan N dan pengurangan terbesar terjadi pada perlakuan tanpa pupuk N (N-0). Meskipun tidak nyata beberapa genotipe jagung yaitu Pioneer-21, NK-33, Bima-3, Sukmaraga, Lamuru cenderung memanjangkan akar ketika dosis N berkurang dari 180 kg/ha menjadi 90 kg/ha dan 30 kg/ha namun jumlah akar berkurang. Diantara genotipe yang diuji, NK-33 mempunyai perakaran (rerata panjang akar, jumlah akar, dan berat kering akar) yang lebih besar dibandingkan dengan yang lain, sementara perakaran dari varietas Kodok paling tidak berkembang pada semua dosis pemupukan N. A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4
30 cm
Gambar 5.2. Bentuk perakaran jagung varietas: A)NK-33 dan B)Kodok pada dosis pupuk N:1) 0; 2) 30;3) 90; 4)180 (kg N/ha). Pada Gambar 5.2 terlihat bahwa perakaran NK-33 (A) lebih berkembang dibandingkan dengan perakaran varietas Kodok (B). Perakaran varietas NK-33 pada dosis pemupukan N-90 (A3) dan N-180 (A4) terlihat mempunyai jumlah akar dan kerapatan akar lebih besar pada bagian atas akar (± 20 cm dari pangkal akar).
45 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Sementara itu pada N-30 (A2) dan N-0 (A1), tanaman memanjangkan perakarannya namun jumlah akar dan kerapatan akar berkurang. Hal ini sesuai pendapat Mi (2008) bahwa adaptasi tanaman ketika kekurangan N adalah dengan memanjangkan akar agar dapat mengambil N pada lapisan tanah yang lebih dalam. Sedangkan penelitian Hayati et al. (2009) menyimpulkan bahwa pada kondisi unsur hara normal pertumbuhan perakaran jagung terkonsentrasi di bagian atas dan tengah akar, namun bila kondisi unsur hara tanah terbatas maka jumlah akar sedikit tetapi tanaman memanjangkan perakarannya sebagai upaya untuk mendapatkan nutrisi pada lapisan tanah yang lebih dalam. Menurut Yang (1988) dan Mi (2008) tanaman yang efisien N mampu mengembangkan perakaran yang ekstensif, yaitu mempunyai berat akar, volume akar, panjang akar, kerapatan akar yang lebih besar. Sen et al. (2013) menjelaskan bahwa penurunan dosis N menyebabkan penurunan berat kering akar. B. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Fisiologi Karakter fisiologi yang dikaitkan dengan ketersediaan N yang diamati meliputi kandungan klorofil, stay green, interval keluar bunga jantan-betina, akumulasi biomassa, translokasi biomassa, serapan N dan remobilisasi N. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua karakter tersebut dipengaruhi oleh pupuk N, genotipe jagung serta terjadi interaksi yang sangat nyata (p≤0,01) (Lampiran I). a. Kandungan Klorofil, Stay Green dan Interval Keluar Bunga Jantan-Betina Kandungan klorofil diamati karena N merupakan salah satu unsur penyusun klorofil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing genotipe mempunyai kandungan klorofil yang berbeda nyata dan pengurangan dosis pemupukan N menyebabkan pengurangan kandungan klorofil yang berbeda pula secara nyata pada tiap genotipe. Pioneer-21 mempunyai kandungan klorofil paling tinggi pada semua dosis pemupukan N kecuali pada perlakuan tanpa pupuk N. Penurunan kandungan klorofil secara nyata terjadi ketika dosis N dikurangi menjadi N-rendah (30 kg/ha) dan N-0 (tanpa pupuk N) pada semua genotipe kecuali Kodok yang tidak menunjukkan perbedaan nyata kandungan klorofil pada semua dosis N (Tabel 5.3). Pengurangan dosis pemupukan N juga menyebabkan penurunan persentase stay green (tanaman tetap hijau saat masak). Pengurangan persentase stay green secara nyata terjadi pada perlakuan tanpa pemupukan N. 46 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.3. Kandungan klorofil, stay green dan interval keluar bunga jantan-betina (ASI) beberapa genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis pemupukan N Genotipe Pioneer-21
NK-33
DK-979
Bisi-2
Bima-3
Arjuna
Sukmaraga
Lamuru
Bisma
Kodok
BNJ 5%
Dosis N (kg/ha) 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180
Kandungan klorofil (mg/g) 1,54 ± 0,1 op 6,25 ± 1,2 defg 8,76 ± 0,9 ab 9,03 ± 0,6 a 1,69 ± 0,0 op 5,90 ± 0,5 efghi 7,98 ± 0,6 bc 8,90 ± 0,8 a 1,68 ± 0,1 op 4,26 ± 1,0 jklmn 7,44 ± 0,5 bcd 7,25 ± 0,3 cde 0,90 ± 0,1 p 3,18 ± 0,2 mn 5,88 ± 0,8 efghi 6,43 ± 0,0 def 0,82 ± 0,1 p 3,24 ± 0,3 mn 6,48 ± 1,2 def 6,57 ± 0,4 cdef 0,79 ± 0,1 p 2,92 ± 0,6 no 6,55 ± 0,2 cdef 6,57 ± 0,2 cdef 0,78 ± 0,1 p 3,29 ± 0,3 lmn 4,72 ± 0,3 ijkl 6,08 ± 0,6 defghi 1,10 ± 0,2 p 3,61 ± 0,2 klmn 5,87 ± 0,3 efghi 6,00 ± 0,5 defghi 1,20 ± 0,1 p 3,15 ± 0,1 mn 5,77 ± 0,5 fghij 6,17 ± 0,4 defgh 4,21 ± 0,1 klmn 4,82 ± 0,7 ghijk 4,38 ± 0,1 jklm 4,80 ± 0,3 hijk 1,44
Stay green (%) 39,17 ± 6,3 lm 67,97 ± 2,3 abcdef 70,52 ± 1,7 abcd 75,00 ± 2,8 a 39,21 ± 4,6 lm 68,10 ± 4,7 abcdef 69,58 ± 3,4 abcde 77,57 ± 3,3 a 43,63 ± 4,2 ijklm 63,97 ± 1,3 abcdefg 63,24 ± 1,3 abcdefg 77,02 ± 5,1 a 43,83 ± 7,4 hijklm 57,11 ± 1,5 cdefghi 63,97 ± 1,3 abcdefg 71,94 ± 4,0 abc 36,17 ± 6,5 m 63,06 ± 3,4 abcdefg 57,97 ± 1,5 cdefghi 73,09 ± 3,0 ab 40,27 ± 3,4 klm 51,96 ± 1,7 ghijklm 52,83 ± 2,8 ghijkl 68,44 ± 5,2 abcdef 40,41 ± 3,0 klm 52,83 ± 2,8 ghijkl 51,84 ± 7,6 ghijklm 65,74 ± 8,4 abcdefg 38,10 ± 8,9 lm 54,56 ± 9,4 fghijk 54,68 ± 7,3 efghijk 64,81 ± 12,8 abcdefg 39,65 ± 3,5 klm 57,11 ± 1,5 cdefghi 70,20 ± 3,4 abcd 70,14 ± 4,3 abcd 42,18 ± 4,2 jklm 58,46 ± 1,8 bcdefgh 55,73 ± 1,6 defghij 58,75 ± 4,7 bcdefgh 14,93
ASI (hari) 4,33 ± 0,6 ab 3,33 ± 0,6 abcd 2,67 ± 0,6 bcdef 2,33 ± 0,6 cdef 4,67 ± 0,6 a 3,67 ± 0,6 abc 3,67 ± 0,6 abc 3,33 ± 0,6 abcd 3,67 ± 0,6 abc 3,67 ± 0,6 abc 3,33 ± 0,6 abcd 3,67 ± 0,6 abc 3,33 ± 0,6 abcd 3,67 ± 0,6 abc 3,67 ± 0,6 abc 3,67 ± 0,6 abc 2,67 ± 0,6 bcdef 2,33 ± 0,6 cdef 2,33 ± 0,6 cdef 2,33 ± 0,6 cdef 2,33 ± 0,6 cdef 1,67 ± 0,6 def 1,00 ± 0,0 f 1,33 ± 0,6 ef 1,33 ± 0,6 ef 2,33 ± 0,6 cdef 1,67 ± 0,6 def 2,00 ± 1,0 cdef 2,33 ± 0,6 cdef 2,33 ± 0,6 cdef 3,00 ± 0,0 abcde 2,67 ± 0,6 bcdef 2,33 ± 0,6 cdef 3,67 ± 0,6 abc 3,67 ± 0,6 abc 3,33 ± 0,6 abcd 1,00 ± 0,0 f 1,33 ± 0,6 ef 1,33 ± 0,6 ef 1,33 ± 0,6 ef 1,73
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. 47 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
A
B
Gambar 5.3. Kondisi tanaman jagung umur 52 HST. A) daun tampak masih hijau pada N-tinggi; B) daun dan batang mengalami klorosis sehingga terjadi penuaan (senesen) yang lebih cepat pada tanpa pemupukan N. Perlakuan tanpa pemupukan N menyebabkan kandungan klorofil dan persentase stay green paling rendah dan tidak berbeda nyata pada semua genotipe yang diuji serta terjadi penuaan daun yang lebih cepat, dimulai pada minggu ke enam setelah tanam. Gambar 5.3. menunjukkan keadaan tanaman saat berbunga (umur 4555 HST) dimana tanaman yang tanpa dipupuk (B) terlihat mengalami penuaan atau senesen organ tanaman lebih cepat dibandingkan dengan tanaman yang dipupuk N-tinggi (A). Beberapa peneliti lain juga melaporkan bahwa kandungan klorofil dan stay green dipengaruhi oleh dosis pemupukan N (Gungula et al. 2005; Monneveux et al. 2005; Hefny & Aly, 2008). Pada percobaan ini kelompok varietas hibrida (Pioneer-21, NK-33, DK-979, Bisi-2, Bima-3) mempunyai persentase stay green lebih besar dari pada varietas bersari bebas kecuali Bisma yang termasuk kelompok varietas bersari bebas tetapi memiliki sifat stay green yang besar. Hefny & Aly (2008) juga melaporkan penurunan kandungan klorofil akibat pengurangan dosis pemupukan N lebih besar terjadi pada galur (inbred) daripada hibrida. N merupakan penyusun utama klorofil sehingga berhubungan dengan kapasitas fotosintesis, akibatnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Ustin, et al. 1998) dan berdampak pada produksi biomassa dan biji (Dawson, et al. 2003).
48 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Masing-masing genotipe jagung mempunyai interval saat keluar bunga jantanbetina (ASI) yang berbeda secara nyata (Tabel 5.3). Varietas Kodok, Bima-3, Sukmaraga, Lamuru dan Arjuna mempunyai ASI yang lebih pendek dari pada Pioneer-21, NK-33, DK-979, Bisi-2 dan Bisma. Beberapa genotipe (Pioneer-21, NK-33 dan Bima-3) cenderung meningkat ASI nya ketika dosis pemupukan N berkurang, sementara yang lain tidak dipengaruhi dosis N. Hefny & Aly (2008), Monnoveux et al. (2005) dan Narayana (2013) mencatat bahwa tanaman pada kondisi kekurangan N akan memperpanjang interval keluar bunga jantan-betina, sedangkan saat keluar bunga betina lebih cepat daripada bunga jantan. Menurut Gallais & Hirel (2004) ASI yang pendek mempunyai arti prolifik fisiologis, artinya jika varietas yang tidak mengalami peningkatan interval keluar bunga jantan-betina sebagai akibat cekaman N maka akan mempunyai metabolisme N lebih efisien atau mempunyai hasil yang lebih tinggi pada N rendah dibandingkan dengan varietas yang ASI nya meningkat ketika mengalami stress N. b. Akumulasi Biomassa, Translokasi Biomassa, Serapan N dan Remobilisasi N Akumulasi biomassa dipengaruhi oleh interaksi antara genotipe dan dosis N. Akumulasi biomassa berkurang secara nyata ketika dosis pemupukan N berkurang dari 180 menjadi 30 dan 0 kg/ha, sedangkan biomassa antara dosis N 180 kg/ha dengan dosis N 90 kg/ha tidak berbeda nyata. Pada dosis N-tinggi semua genotipe mempunyai akumulasi biomassa yang tinggi kecuali Kodok yang mempunyai akumulasi biomassa paling kecil (Tabel 5.4). Genotipe yang mempunyai umur masak lebih lama (Pioneer-21, Bisi-2, DK-979, NK-33, Bisma) mempunyai biomassa lebih besar dari pada genotipe yang cepat masak (Kodok). Bisi-2, Bisma dan Lamuru mengalami penurunan biomassa yang lebih sedikit pada dosis N-rendah dibandingkan dengan genotipe lain. Tanpa pemupukan N menyebabkan semua genotipe mengalami pertumbuhan yang terhambat sehingga produksi biomassa rendah. Kazemghassemi-Golezani & Tajbakhsh (2012) mengamati bahwa genotipe jagung mempengaruhi produksi biomassa. Sementara Hefny & Aly (2008) menyimpulkan bahwa dosis pemupukan N mempengaruhi produksi biomassa tanaman jagung, dan galur (inbred) mempunyai biomassa lebih kecil dibandingkan dengan varietas hibrida.
49 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.4. Akumulasi biomassa, translokasi biomassa dan serapan N beberapa genotipe jagung yang ditanam pada berbagai dosis N Genotipe
Dosis N Akumulasi Biomassa (kg/ha) (g/tanaman) Pioneer-21 0 66,5 ± 7,4 h 30 105,9 ± 7,4 defg 90 118,5 ± 5,4 abcde 180 123,0 ± 3,3 abc NK-33 0 71,3 ± 6,2 h 30 102,1 ± 2,8 efg 90 124,2 ± 5,2 abc 180 128,4 ± 1,5 a DK-979 0 70,1 ± 9,5 h 30 100,5 ± 2,3 g 90 121,3 ± 2,1 abcd 180 126,5 ± 3,5 ab Bisi-2 0 67,9 ± 5,6 h 30 110,0 ± 9,8 cdefg 90 122,8 ± 3,5 abc 180 124,3 ± 5,9 abc Bima-3 0 60,2 ± 2,3 h 30 101,0 ± 3,4 fg 90 116,5 ± 3,4 abcdef 180 114,6 ± 10,3 abcdefg Arjuna 0 65,6 ± 0,9 h 30 100,2 ± 6,9 g 90 111,9 ± 6,2 abcdefg 180 113,7 ± 5,1 abcdefg Sukmaraga 0 67,4 ± 3,8 h 30 104,5 ± 5,6 efg 90 117,9 ± 1,8 abcde 180 122,3 ± 4,3 abc Lamuru 0 64,2 ± 3,9 h 30 107,0 ± 6,3 cdefg 90 114,2 ± 6,0 abcdefg 180 123,1 ± 3,2 abc Bisma 0 69,4 ± 1,4 h 30 110,2 ± 8,4 bcdefg 90 122,9 ± 9,5 abc 180 124,6 ± 5,3 abc Kodok 0 58,8 ± 2,1 h 30 59,7 ± 2,7 h 90 59,9 ± 3,9 h 180 61,5 ± 5,2 h BNJ 5% 15,4
Translokasi biomassa (%) 43,83 ± 11,5 a 21,89 ± 5,0 cde 16,62 ± 2,3 efgh 12,81 ± 4,5 fgh 34,60 ± 5,8 abc 20,63 ± 7,3 cdefg 18,37 ± 6,4 efgh 14,24 ± 5,4 fgh 38,89 ± 5,0 ab 17,87 ± 3,9 efgh 18,46 ± 2,1 efgh 13,59 ± 5,7 fgh 42,16 ± 2,9 a 23,27 ± 6,0 bcde 14,05 ± 7,1 fgh 15,21 ± 4,4 fgh 16,46 ± 3,3 efgh 11,83 ± 4,2 fgh 5,76 ± 8,3 gh 4,85 ± 5,9 h 23,63 ± 4,0 bcde 14,27 ± 4,9 fgh 12,79 ± 3,2 fgh 7,94 ± 6,2 fgh 17,68 ± 2,4 efgh 9,77 ± 3,5 fgh 12,65 ± 3,3 fgh 4,70 ± 2,3 h 15,28 ± 12,0 fgh 12,42 ± 5,7 fgh 9,39 ± 3,5 fgh 8,72 ± 4,8 fgh 32,08 ± 11,1 abcd 20,91 ± 7,8 cdef 10,09 ± 3,2 fgh 15,07 ± 3,8 fgh 21,18 ± 5,8 cde 15,37 ± 2,6 fgh 10,87 ± 3,8 fgh 12,33 ± 7,1 fgh 16,02
Serapan N (g/tanaman) 0,90 ± 0,2 o 1,82 ± 0,2 klmn 3,00 ± 0,4 cdefgh 3,93 ± 0,3 ab 1,03 ± 0,3 no 1,75 ± 0,3 lmno 2,60 ± 0,3 fghijkl 3,21 ± 0,3 abcdef 1,09 ± 0,1 no 2,01 ± 0,1 jklm 2,66 ± 0,5 fghijk 2,82 ± 0,3 efghij 0,91 ± 0,0 o 2,88 ± 0,4 defghi 3,12 ± 0,7 abcdefg 3,58 ± 0,1 abcde 0,88 ± 0,1 o 2,31 ± 0,3 ghijkl 3,39 ± 0,2 abcdef 3,67 ± 0,4 abcd 0,85 ± 0,2 o 2,10 ± 0,1 ijklm 2,89 ± 0,4 defghi 2,95 ± 0,4 defghi 0,88 ± 0,2 o 2,36 ± 0,3 fghijkl 2,98 ± 0,1 cdefgh 3,10 ± 0,3 bcdefg 1,01 ± 0,1 no 2,17 ± 0,4 hijkl 2,56 ± 0,2 fghijkl 2,79 ± 0,3 efghij 0,90 ± 0,1 o 2,54 ± 0,4 fghijkl 3,96 ± 0,1 a 3,81 ± 0,1 abc 0,92 ± 0,0 o 1,28 ± 0,1 mno 1,07 ± 0,0 no 1,02 ± 0,1 no 0,85
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%
50 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Terjadi penurunan biomassa setelah fase pembungaan karena adanya translokasi biomassa sebagai sumber karbohidrat untuk pengisian biji. Besarnya persentase biomassa batang dan daun yang dialokasikan ke pembentukan biji atau translokasi biomassa meningkat dengan berkurangnya dosis N. Masing-masing genotipe jagung memiliki besaran translokasi biomassa yang berbeda berkisar antara 4,70-43,83%. Beberapa genotipe (Arjuna, Sukmaraga, Lamuru) tidak mengalami peningkatan translokasi biomassa secara nyata dengan menurunnya pemupukan N, sementara yang lain mempunyai translokasi biomassa tertinggi pada perlakuan tanpa pemupukan N dan berbeda nyata dengan dosis N 180 dan 90 kg /ha (Tabel 5.4). Penelitian pada tanaman barley (Uzik et al., 2005) dan jagung merah (Zhu et al., 2011) juga menunjukkan adanya perbedaan respon genotipe terhadap besarnya translokasi biomassa. Penelitian yang dilakukan Hokmalipour & Darbandi (2011) juga menunjukkan adanya interaksi nyata antara genotipe jagung dan dosis N untuk translokasi biomassa dimana translokasi biomassa meningkat dengan menurunnya dosis N. Jadi bisa disimpulkan bahwa setelah pembungaan dimana suplai hara dalam tanah semakin berkurang, maka akan memacu peningkatan translokasi fotosintat dari daun dan batang menuju ke biji. Varietas hibrida cenderung mempunyai translokasi biomassa yang lebih besar dibandingkan dengan varietas bersari bebas, kecuali Bisma (bersari bebas) mempunyai translokasi biomassa yang tergolong besar. Sebaliknya Bima-3 dari varietas hibrida mempunyai rata-rata translokasi biomassa yang lebih kecil dibandingkan dengan genotipe lain. Rendahnya translokasi biomassa pada Bima-3 diduga karena panjangnya selang waktu antara berbunga menuju waktu masak, karena varietas Bima-3 adalah varietas yang paling akhir waktu masak bijinya. Dikatakan Pampana et al. (2009) bahwa semakin lama periode pembungaan sampai dengan masak akan meningkatkan aktivitas fotosintesis tanaman sehingga menghambat laju penuaan daun dan menghalangi translokasi karbohidrat cadangan untuk pengisian biji. Serapan N dipengaruhi oleh dosis pemupukan N dan kemampuan masingmasing genotipe jagung dalam menyerap N juga berbeda nyata. Penurunan dosis pemupukan N menyebabkan menurunnya serapan N oleh tanaman jagung dan terjadi
51 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
interaksi nyata antara genotipe dengan dosis pemupukan N dikarenakan kemampuan tiap genotipe menyerap N yang berbeda. Genotipe yang mampu menyerap N lebih besar pada pemupukan N-tinggi adalah Pioneer-21, NK-33 dan Bisi-2 dari kelompok hibrida; Bisma dan Arjuna dari kelompok bersari bebas. Masing-masing genotipe mempunyai respon yang berbeda terhadap pengurangan dosis pemupukan N dari 180 kg menjadi 90 kg/ha dan 30 kg/ha, tetapi perlakuan tanpa pemupukan N menghasilkan serapan N paling rendah dan tidak terjadi perbedaan nyata diantara genotipe yang diuji (Tabel 5.4). Varietas Kodok mempunyai serapan N paling kecil dan tidak dipengaruhi oleh dosis pemupukan N. Penelitian Dilallessa (2006), menyimpulkan bahwa peningkatan dosis N meningkatkan serapan N pada tanaman jagung dimana varietas hibrida mempunyai serapan N lebih tinggi dari pada varietas bersari bebas. Kandungan N pada organ vegetatif berkurang setelah fase pembungaan sampai masak dikarenakan N telah ditranslokasikan untuk pengisian biji atau terjadi remobilisasi N ketika tanaman memasuki fase generatif. Ketika pemupukan N tidak lagi mencukupi untuk pengisian biji maka diperlukan remobilisasi N dari daun ke daun serta dari daun ke biji (Masclaux-Daubresse, 2011). Tidak terjadi interaksi nyata antara genotipe jagung dengan dosis pemupukan N untuk besaran remobilisasi N, namun baik genotipe maupun dosis pemupukan N berpengaruh nyata terhadap remobilisasi N. Besarnya remobilisasi N pada Pioneer-21, NK-33 dan Bisi-2 lebih tinggi dan berbeda nyata dengan Arjuna, Lamuru dan Kodok. Sementara itu penurunan dosis N menyebabkan peningkatan remobilisasi N, dimana remobilisasi N paling besar terjadi pada tanpa pemupukan N yang berbeda nyata dengan dosis N lain (Tabel 5.5). Remobilisasi N pada tanaman biasanya terjadi pada organ yang mengalami penuaan dimana proses penuaan bisa dipicu karena terbatasnya unsur hara (Masclaux-Daubresse, 2011). Remobilisasi N akan berlangsung lebih cepat pada tanaman yang ditumbuhkan pada N-rendah (Ta & Weiland, 1992). Peningkatan remobilisasi N mempunyai arti ekonomi karena dapat mengurangi kebutuhan tanaman terhadap pupuk N ketika memasuki fase pengisian biji dan besarnya remobilisasi N bervariasi untuk tiap tanaman dan juga genotipe (Kichey, 2007).
52 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.5. Remobilisasi Nitrogen dari Masing-Masing Faktor yaitu Genotipe Jagung dan Dosis Pemupukan N Remobilisasi N (%) Perlakuan Varietas Pioneer-21 42,86 ± 6,2 a NK-33 44,35 ± 4,5 a DK-979 38,87 ± 1,9 ab Bisi-2 45,78 ± 2,7 a Bima-3 38,67 ± 2,7 ab Arjuna 32,43 ± 2,1 bcd Sukmaraga 35,88 ± 6,0 abc Lamuru 28,20 ± 4,3 cd Bisma 36,85 ± 5,8 abc Kodok 23,87 ± 6,8 d BNJ 5 % 10,05 Dosis N (kg/ha) 0 50,45 ± 1,5 a 30 35,03 ± 3,6 b 90 31,21 ± 3,1 b 180 30,41 ± 0,8 b BNJ 5 % 5,50 Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. C. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Aktivitas Enzim Nitrat Reduktase Karakter biokimia yang diamati adalah aktivitas nitrat reduktase (NR) karena nitrat reduktase merupakan enzim pertama yang bekerja pada metabolisme N di dalam tanaman yaitu mengubah nitrat yang masuk ke dalam tanaman menjadi nitrit. Perlakuan dosis pemupukan N, genotipe dan interaksi keduanya sangat nyata (p≤0.01) terhadap aktivitas nitrat reduktase (Lampiran I). Pengurangan N menyebabkan berkurangnya aktivitas NR secara nyata pada beberapa genotipe (Bisi-2, Arjuna, Bima-3, Sukmaraga, Bisma dan Kodok) sementara aktivitas NR pada genotipe lain (Pioneer-21, DK-979, NK-33 dan Lamuru) tidak dipengaruhi dosis N dan cenderung tetap tinggi dengan berkurangnya dosis N. Aktivitas NR tertinggi dicapai pada N-tinggi oleh semua genotipe dan tidak ada perbedaan nyata diantara genotipe yang diuji (Tabel 5.6). Perbedaan nyata aktivitas NR masing-masing genotipe hanya terjadi pada perlakuan tanpa pemupukan N.
53 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.6. Aktivitas nitrat reduktase (µ mol/g/jam) dari genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis pemupukan N Genotipe Dosis N (kg/ha) Aktivitas nitrat reduktase (µ mol/g/jam) 9,18 ± 0,2 abcdefgh 9,95 ± 0,0 abcd 9,68 ± 0,3 abcd 10,25 ± 0,1 ab NK-33 9,08 ± 0,3 bcdefgh 9,57 ± 0,4 abcdef 10,03 ± 0,1 abcd 10,13 ± 0,3 abc DK-979 9,29 ± 0,2 abcdefgh 9,48 ± 0,4 abcdef 9,91 ± 0,2 abcd 10,22 ± 0,2 ab Bisi-2 8,97 ± 0,2 cdefgh 9,57 ± 0,3 abcdef 8,86 ± 1,2 defghi 10,19 ± 0,2 ab Bima-3 8,13 ± 0,6 hi 10,04 ± 0,1 abcd 10,30 ± 0,1 a 10,25 ± 0,1 ab Arjuna 8,45 ± 0,4 efghi 9,56 ± 0,4 abcdef 9,76 ± 0,2 abcd 10,24 ± 0,1 ab Sukmaraga 8,24 ± 0,3 ghi 9,24 ± 0,4 abcdefgh 9,98 ± 0,4 abcd 10,20 ± 0,1 ab Lamuru 9,44 ± 0,2 abcdefg 9,62 ± 0,2 abcde 9,84 ± 0,5 abcd 10,16 ± 0,2 abc Bisma 7,67 ± 0,6 i 9,26 ± 0,2 abcdefgh 9,62 ± 0,3 abcde 9,19 ± 0,5 abcdefgh Kodok 8,38 ± 0,7 fghi 9,09 ± 0,0 bcdefgh 9,99 ± 0,2 abcd 9,16 ± 0,9 abcdefgh BNJ 5% 1,20 Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. Pioneer-21
0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180
54 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Menurut Reed (1980) aktivitas NR yang tinggi dapat mempertahankan kandungan nitrat selama fase pengisian biji jagung. Dengan demikian varietas yang dapat mempertahankan aktivitas NR tetap tinggi pada N-rendah adalah varietas yang diduga mempunyai efisiensi N yang tinggi. Cheneby et al. (2009) menyatakan bahwa dosis N mempengaruhi reduksi nitrat. Beberapa peneliti lain juga melaporkan bahwa aktivitas NR menurun karena pengurangan dosis N pada tanaman brokoli (Wojciechowska et al., 2006), jagung (Martins et al., 2008) dan barley (Latif, 2012). Terdapat perbedaan reduksi nitrat diantara spesies dan genotipe (Wallace, 1986; Chalifour & Nelson, 1988). Sedangkan Fan et al. (2007) menyimpulkan genotipe padi yang mempunyai efisiensi penggunaan N tinggi juga mempunyai aktivitas NR yang tinggi. D. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Agronomi Karakter agronomi berupa komponen hasil adalah karakter penting sebagai indikator utama untuk mengetahui besarnya efisiensi N. Komponen hasil yang diamati adalah berat biji per hektar dan jumlah biji per tongkol. Perlakuan pemupukan N dan genotipe jagung serta interaksi diantara keduanya berpengaruh sangat nyata (p ≤ 0.01) terhadap berat biji per hektar, sementara jumlah biji tidak terjadi interaksi nyata namun genotipe dan dosis pupuk N berpengaruh sangat nyata (Lampiran I). Pada pemupukan N-tinggi (180 kg/ha) semua genotipe menghasilkan berat kering biji yang sama-sama tinggi secara statistik kecuali Kodok (Tabel 5.7). Namun demikian tampaknya berat kering biji kelompok varietas hibrida cenderung lebih besar dari pada varietas bersari bebas, kecuali Bisma mempunyai berat kering biji yang sama tinggi dengan varietas hibrida sehingga bisa dikatakan varietas bersari bebas potensial. Kim et al. (2007) melaporkan bahwa pada pemupukan N-rendah (60 kg/ha), varietas hibrida jagung menghasilkan berat biji lebih besar dari pada varietas bersari bebas. Pada pemupukan N-sedang (90 kg/ha) berat kering biji tertinggi dicapai oleh NK-33, Bisma, DK-979, Arjuna dan Bisi-2, sedangkan pada N-rendah (30 kg/ha) hasil tertinggi diperoleh oleh NK-33, Pioneer-21, Bisi-2, DK-979, dan Bisma. Dengan demikian dari kesepuluh genotipe yang diuji tampaknya NK-33, DK-979, Pioneer-21 dan Bisma yang relatif toleran terhadap N rendah, disusul oleh Bisi-2 dan Bima-3 yang agak toleran terhadap N-rendah. 55 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.7. Berat kering biji (ton/ha) dari genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N Genotipe
Dosis N (kg/ha) Berat kering biji (ton/ha)
5,05 ± 0,0 ij 9,23 ± 0,3 bcdefg 9,48 ± 0,1 abcdefg 11,18 ± 0,3 ab NK-33 5,43 ± 0,3 i 9,48 ± 0,5 abcdefg 10,78 ± 0,6 abcd 10,85 ± 1,4 abc DK-979 6,01 ± 2,3 i 9,15 ± 1,2 cdefgh 10,27 ± 0,8 abcdefg 10,30 ± 0,4 abcdefg Bisi-2 5,10 ± 1,1 ij 9,23 ± 0,1 bcdefg 9,64 ± 0,6 abcdefg 11,28 ± 0,4 a Bima-3 5,25 ± 0,7 i 8,86 ± 0,4 defgh 9,68 ± 0,3 abcdefg 9,87 ± 0,5 abcdefg Arjuna 3,17 ± 0,5 jkl 8,36 ± 0,0 gh 8,53 ± 0,3 fgh 10,16 ± 0,4 abcdefg Sukmaraga 4,77 ± 0,5 ijk 8,16 ± 0,3 h 8,34 ± 0,1 gh 9,57 ± 1,2 abcdefg Lamuru 4,25 ± 0,7 ijkl 8,66 ± 0,6 efgh 8,78 ± 0,2 efgh 9,45 ± 0,8 abcdefg Bisma 5,88 ± 0,1 i 9,09 ± 0,6 cdefgh 10,36 ± 0,2 abcdef 10,50 ± 0,2 abcde Kodok 2,29 ± 0,1 l 2,46 ± 0,2 kl 2,97 ± 0,3 kl 3,15 ± 0,3 jkl BNJ 5% 1,96 Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. Pioneer-21
0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180 0 30 90 180
56 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pada perlakuan tanpa pemupukan N, berat kering biji yang dihasilkan paling rendah dan tidak ada perbedaan nyata diantara genotipe. Hasil penelitian Fageria et al. (2010) pada tanaman padi menyimpulkan bahwa berat kering biji tidak berbeda nyata diantara genotipe yang diuji pada pemupukan N-rendah. 80 70 60 50 40 30 20 10 0
180-90
180-30
180-0
90-30
90-0
30-0
Gambar 5.4. Pengurangan hasil berat biji akibat penurunan dosis N Pengurangan N menyebabkan penurunan hasil yang bervariasi diantara genotipe. Besarnya penurunan berat kering biji akibat penurunan dosis N berkisar 0,3%-68,8% pada semua genotipe (Gambar 5.4.). Rata-rata besarnya pengurangan hasil (berat biji) akibat pengurangan N dari 180 menjadi 90, 30 dan 0 kg/ha berturutturut adalah 7,77%, 14,36% dan 49,39%. Beberapa peneliti menyatakan bahwa untuk keperluan seleksi genotipe toleran N-rendah, reduksi hasil tidak melebihi 43% (Banziger et al., 1997) dan 35-40% (Gallais & Coque, 2005). Seleksi genotipe pada kondisi tercekam lebih efektif dibandingkan dengan kondisi tidak tercekam untuk tujuan meningkatkan hasil tanaman yang ditanam pada lingkungan yang kurang subur (Banziger & Diallo, 2001). Oleh karena itu dalam penelitian ini, reduksi pemupukan N dari 180 kg N/ha menjadi 90 dan 30 kg N/ha dapat digunakan untuk melakukan seleksi materi genetik yang mampu beradaptasi pada N-rendah. DK-979, NK-33 dan Bisma adalah genotipe yang mempunyai hasil tinggi pada dosis N-tinggi dan mengalami lebih sedikit penurunan hasil ketika dosis N diturunkan menjadi 90 kg/ha yaitu berturut-turut 0,25%, 0,67% dan 1,26%. Ketika dosis pupuk N diturunkan menjadi 30 kg/ha ketiga varietas tersebut mengalami penurunan hasil sebesar 11,18%, 12,69% dan 13,42%. Sementara genotipe lain yang 57 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
juga mempunyai hasil tinggi pada dosis N-tinggi namun mengalami penurunan hasil yang lebih besar akibat pengurangan dosis N adalah Pioneer-21 dan Bisi-2 yaitu sebesar 17,41% dan 14,49% pada N-90 kg/ha; dan 15,21% dan 18,12% pada N-30kg/ha. Kodok mempunyai berat kering biji terkecil dan tidak berbeda nyata pada semua dosis N. Tabel 5.8. Rerata Jumlah Biji Per Tongkol dari Masing-Masing Faktor Genotipe Jagung dan Dosis Pemupukan N Varietas Jumlah biji Pioneer-21 355,30 ± 24,2 ab NK-33 331,80 ± 37,8 bc DK-979 391,06 ± 19,8 a Bisi-2 349,66 ± 28,8 ab Bima-3 330,66 ± 10,1 bc Arjuna 338,33 ± 22,1 bc Sukmaraga 335,48 ± 19,6 bc Lamuru 294,84 ± 28,7 c Bisma 350,68 ± 37,5 ab Kodok 236,43 ± 18,5 d 47,88 BNJ 5 % 0 229,21 ± 12,4 c 30 348,34 ± 4,7 b 90 357,74 ± 24,2 b 180 390,40 ± 19,1 a 31,85 BNJ 5 % Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. Tidak terjadi interaksi nyata antara genotipe dengan dosis pemupukan N terhadap jumlah biji, namun masing-masing faktor perlakuan berpengaruh nyata. Pengaruh genotipe nyata terhadap jumlah biji jagung, dimana DK-979 mempunyai rerata jumlah biji yang lebih banyak dibandingkan dengan NK-33, Bima-3, Arjuna, Sukmaraga, Lamuru dan Kodok. Demikian juga dosis pemupukan N juga mempengaruhi jumlah biji. Pengurangan dosis N menyebabkan berkurangnya jumlah biji jagung secara nyata (Tabel 5.8). Dosis 180 kg N/ha menghasilkan jumlah biji terbanyak, sementara dosis 90 kg N/ha tidak berbeda nyata dengan dosis 30 kg N/ha, dan jumlah biji paling sedikit dihasilkan pada perlakuan N-0. Menurut Gallais & Hirel (2004) bahwa pengurangan jumlah biji lebih disebabkan oleh aborsi bakal biji setelah pembuahan sebagai akibat dari berkurangnya produksi fotosintesis setelah fase pembungaan (post-anthesis) karena terbatasnya sumber nutrisi tanaman. Pada 58 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
penelitian ini juga dijumpai biji yang tidak bisa berkembang atau mengalami aborsi sehingga tidak menjadi biji pada perlakuan N rendah. E. Pengaruh Pemupukan N terhadap Parameter Efisiensi Nitrogen pada Beberapa Genotipe Jagung Ada beberapa cara penghitungan nilai parameter efisiensi nitrogen yang telah dikembangkan
(Good et al., 2004; Hirel et al., 2007). Dalam penelitian ini
parameter efisiensi N yang diukur meliputi efisiensi serapan N, efisiensi agronomi, efisiensi pemanfaatan N dan efisiensi penggunaan N dalam perspektif agronomi yaitu berdasarkan input N melalui pemupukan karena penelitian dilakukan di lapang (Dobermann, 2005). Pemupukan N dan genotipe serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap parameter efisiensi N (Lampiran I). Pengurangan N menyebabkan peningkatan semua parameter efisiensi N. Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan hal yang sama pada tanaman jagung (Worku et al. 2001; Bertin & Gallais, 2000; Gungula et al., 2005; Hefny & Aly, 2008; De Souza et al., 2008); pada padi (Fageria et al., 2010; Tayefe et al., 2011) dan pada gandum (Ortiz-Monasterio et al., 1997; Kanampiu et al. 1997). Efisiensi serapan N adalah besarnya kemampuan tanaman dalam menyerap N yang diberikan. Genotipe jagung yang diuji menunjukkan respon yang berbeda untuk efisiensi serapan N (Tabel 5.9). Bisi-2, Bisma dan Sukmaraga mempunyai efisiensi serapan N yang tinggi pada dosis N-rendah, sedangkan efisiensi serapan N pada Pioneer-21, NK-33 dan Kodok tidak dipengaruhi oleh dosis N secara nyata. Efisiensi agronomi merupakan proporsi selisih hasil ekonomis pada dosis N tertentu dan hasil ekonomis pada N-0 dengan besarnya jumlah pupuk N yang diaplikasikan. Hal ini menunjukkan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan N yang diberikan lewat pemupukan N menjadi hasil ekonomis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi agronomi meningkat dengan menurunnya dosis pemupukan N. Pada dosis N-rendah genotipe yang mempunyai efisiensi agronomi tinggi adalah Bima-3, Lamuru, Pioneer-21, Bisi-2 dan NK-33. Sementara itu varietas Kodok mempunyai efisiensi agronomi paling kecil untuk ketiga dosis N. Efisiensi pemanfaatan N merupakan kemampuan tanaman dalam mengolah N yang telah diserap menjadi hasil ekonomis. Efisiensi pemanfaatan N tertinggi dicapai 59 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
oleh NK-33 pada dosis N-30 kg/ha yang tidak berbeda nyata dengan Pioneer-21, Arjuna dan Lamuru pada dosis N yang sama serta dengan Kodok pada N-90 kg/ha. Tabel 5.9. Efisiensi serapan N dan efisiensi pemanfaatan N genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N Genotipe Dosis N (kg/ha)
NupE (kg/kg) cdef
NUtE (kg /kg) ab
61,89 ± 9.04 Pioneer-21 30 1,85 ± 0,8 defg f 22,33 ± 2.93 1,42 ± 0,1 90 efgh ef 22,95 ± 4.78 1,02 ± 0,2 180 defg a 66,99 ± 19.48 NK-33 1,45 ± 0,5 30 efgh bcdef 40,25 ± 12.82 1,06 ± 0,3 90 fgh ef 23,16 ± 5.24 0,73 ± 0,0 180 cdef bcdef 37,97 ± 14.18 DK-979 1,85 ± 0,1 30 efgh cdef 34,73 ± 5.73 1,06 ± 0,3 90 gh def 24,60 ± 6.12 0,58 ± 0,1 180 a def 24,33 ± 9.05 Bisi-2 3,99 ± 0,8 30 defg ef 24,01 ± 6.17 1,49 ± 0,5 90 efgh def 25,74 ± 1.40 0,90 ± 0,1 180 abc bcdef 38,80 ± 8.60 Bima-3 2,89 ± 0,4 30 defg def 24,89 ± 2.16 1,69 ± 0,2 90 efgh def 24,36 ± 0.47 0,94 ± 0,2 180 bcd abcde 48,46 ± 15.26 Arjuna 2,52 ± 0,6 30 defg cdef 29,57 ± 5.71 1,37 ± 0,1 90 fgh bcdef 37,55 ± 5.09 0,71 ± 0,1 180 abc def 25,56 ± 1.22 Sukmaraga 30 3,00 ± 0,6 defg f 18,87 ± 2.36 1,42 ± 0,1 90 fgh def 24,25 ± 6.74 0,75 ± 0,1 180 bcd abcd 49,76 ± 13.50 Lamuru 2,36 ± 1,0 30 efgh cdef 32,67 ± 3.05 1,05 ± 0,2 90 gh cdef 32,62 ± 5.01 0,60 ± 0,1 180 ab f 21,43 ± 2.62 Bisma 3,32 ± 0,7 30 cde f 17,56 ± 2.01 2,06 ± 0,0 90 efgh f 18,32 ± 0.85 0,98 ± 0,0 180 fgh f 21,21 ± 8.72 Kodok 0,74 ± 0,2 30 h abc 51,67 ± 13.94 0,10 ± 0,0 90 h def 25,17 ± 8.45 0,03 ± 0,0 180 25,63 BNJ 5% 1,17 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%, NupE: efisiensi serapan N, NUtE: efisiensi pemanfaatan N.
60 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.10. Efisiensi agronomi dan efisiensi penggunaan N genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N Genotipe Dosis N (kg/ha) Pioneer-21 30 90 180 30 NK-33 90 180 30 DK-979 90 180 30 Bisi-2 90 180 30 Bima-3 90 180 30 Arjuna 90 180 Sukmaraga 30 90 180 30 Lamuru 90 180 30 Bisma 90 180 30 Kodok 90 180
AE(kg /kg)
109,44 34,45 25,24 100,10 44,04 18,61 77,59 41,40 14,88 102,11 37,43 25,44 89,15 36,48 19,03 127,96 44,06 28,75 83,86 29,43 19,79 108,76 37,28 21,40 79,21 39,87 19,74 4,30 5,64 3,54 32,79
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
14,6 1,3 2,1 17,9 6,0 2,5 43,4 15,3 5,9 17,6 5,6 4,3 23,4 20,9 3,7 6,4 5,0 1,4 24,4 5,4 3,5 18,4 6,3 3,9 16,5 3,0 1,2 4,3 1,9 1,0
NUE (kg/kg) b cdef cdef b c cdef b c cdef b cd cdef b cde cdef a c cdef b cdef cdef b cd cdef b c cdef ef def f
316.04 102.61 62.12 316.13 119.78 60.30 304.93 114.07 57.21 307.71 107.15 62.66 295.44 107.52 54.85 278.58 94.76 56.45 272.06 92.68 53.18 288.58 97.57 52.52 302.91 115.14 58.31 82.05 33.03 17.49 33.56
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
10.4 1.9 4.5 14.4 5.2 5.5 28.6 6.4 2.0 4.5 5.7 2.0 21.9 9.9 3.6 2.9 3.2 1.4 21.5 3.8 4.9 13.0 3.2 4.2 28.4 2.8 2.0 3.8 3.2 1.6
a de fgh a d gh abc de gh ab de fgh abc de gh bc def gh c defg gh abc de gh abc de gh efg hi i
BNJ 5% Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%, AE: efisiensi agronomi, NUE: efisiensi penggunaan N
Efisiensi penggunaan N adalah besarnya kemampuan tanaman menggunakan N yang diaplikasikan menjadi hasil ekonomis. Efisiensi penggunaan N meningkat nyata dengan berkurangnya dosis N, dan yang tertinggi dicapai oleh NK-33 dan Pioneer-21 pada N-30 (rendah) namun tidak berbeda nyata dengan Bisi-2, DK-979, Bisma dan Lamuru. Efisiensi penggunaan N terendah ada pada varietas Kodok (Tabel 5.10). 61 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Menurut Dobermann (2005) efisiensi serapan N dipengaruhi oleh metode aplikasi N (jumlah, waktu, penempatan dan bentuk N), juga faktor yang menentukan ukuran lumbung N (N-sink) tanaman (genotipe, iklim, kepadatan tanam, cekaman biotik dan abiotik), sementara efisiensi penggunaan N tergantung karakteristik genotipe, lingkungan dan pengelolaan tanaman terutama selama fase reproduktif. Penjelasan tentang efisiensi N yang dipengaruhi oleh genotipe dapat dilihat dalam penelitian ini. varietas hibrida, misalnya NK-33 mempunyai efisiensi agronomi dan efisiensi penggunaan N yang tinggi, sebaliknya varietas Kodok yang merupakan varietas bersari bebas menunjukkan penampilan yang rendah pada semua parameter efisiensi N. Diduga varietas Kodok mempunyai kapasitas penyerapan, akumulasi dan penggunaan N yang lebih rendah dibandingkan dengan genotipe yang lain, namun varietas ini tahan kekeringan. Varietas bersari bebas lain seperti varietas Bisma dan Lamuru mempunyai paramater efisiensi N yang cukup tinggi, kemungkinan disebabkan karena varietas tersebut adalah genotipe lokal yang telah mampu beradaptasi pada N-rendah. Seperti telah dijelaskan Hirel et al. (2007) bahwa beberapa varietas lokal tertentu mempunyai kapasitas absorbsi dan penggunaan N yang lebih baik, sementara yang lainnya tidak. Menurut Sutoro (2006) varietas Bisma mempunyai latar belakang genetik yang luas, sehingga masih memungkinkan mendapatkan varietas yang toleran terhadap pemupukan rendah dengan cara menyeleksi populasi varietas Bisma. 5.1.2. Keragaman Genetik Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Nitrogen Keragaman genetik diperlukan dalam rangka untuk mendapatkan genotipe sesuai dengan sifat yang diinginkan. Dalam penelitian ini keragaman genetik digunakan untuk mendapatkan genotipe jagung efisien N. Semakin tinggi keragaman genetik akan semakin besar peluang untuk mendapatkan genotipe efisien N. Besarnya keragaman genetik tanaman jagung pada berbagai dosis pemupukan N ditentukan berdasarkan nilai heritabilitas (h2) seperti tersaji pada Tabel 5.11.
62 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.11. Nilai heritabilitas beberapa karakter tanaman jagung pada semua dosis N Dosis pemupukan N (kg N.ha-1) 0 30 90 180 Tinggi tanaman (cm) 0,974 0,979 0,995 0,966 Luas daun (m2) 0,955 0,992 0,993 0,967 Total panjang akar primer dan seminal (cm) 0,890 0,973 0,978 0,978 Jumlah akar primer dan seminal 0,668 0,978 0,939 0,969 Berat kering total akar (g) 0,933 0,975 0,971 0,963 Serapan N (g/tanaman) -0,204 0,960 0,839 0,916 Remobilisasi N (%) 0,861 0,697 0,502 0,170 Kandungan klorofil (mg/g) 0,995 0,994 0,995 0,996 Stay green (%) 0,998 0,996 0,992 0,994 Interval keluar bunga jantan-betina (hari) -0,892 0,672 0,862 0,861 Akumulasi biomassa (ton/ha) 0,510 0,975 0,946 0,975 Translokasi biomassa (%) 0,846 0,470 0,540 0,558 Aktivitas nitrat reduktase (µmol/g/jam) 0,866 0,737 0,722 0,545 Produksi biji per hektar (ton/ha) 0,881 0,985 0,977 0,989 Jumlah biji per tongkol 0,640 0,635 0,716 0,814 Efisiensi serapan N (kg/kg) 0,962 0,839 0,930 Efisiensi agronomi (kg/kg) 0,952 0,888 0,856 Efisiensi pemanfaatan N (kg/kg) 0,857 0,689 0,500 Efisiensi penggunaan N (kg/kg) 0,985 0,977 0,989 Rata-rata 0,734 0,883 0,861 0,839 2 2 Keterangan: heritabilitas (h ) = 0 – 1 & termasuk tinggi (h > 0,5), sedang (0,2 ≤ h2 ≤ 0.5), dan rendah (h 2< 0,2); nilai minus dianggap nol (Mc Whirter, 1979; Stanfield, 1988). Karakter
Sebagian besar karakter yang diamati menunjukkan nilai heritabilitas tinggi 2
(h > 0.5) pada semua dosis pemupukan N. Hal ini menunjukkan adanya keragaman genetik jagung yang cukup besar dalam merespon pemberian N. Nilai rata-rata heritabilitas untuk semua karakter yang paling rendah terdapat pada perlakuan tanpa pemupukan N (h2=0,716). Sangat rendahnya N yang tersedia di dalam tanah pada perlakuan tanpa pemupukan diduga sebagai penyebab terjadinya cekaman yang kuat sehingga semua genotipe menunjukkan respon yang sama untuk sebagian besar karakter, oleh sebab itu terjadi penurunan nilai heritabilitas. Sementara itu nilai ratarata heritabilitas semua karakter tertinggi pada dosis pemupukan N-tinggi (180 kg N/ha) (h2=0,883) dibandingkan dengan N-sedang dan N-tinggi (90 dan 30 kg N/ha). Beberapa peneliti melaporkan keragaman genetik jagung bervariasi pada kondisi N-rendah dan N-tinggi. Presterl et al. (2003) menyimpulkan
nilai
heritabilitas yang sama pada kondisi N-tinggi dan N-rendah, sedangkan hasil 63 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
penelitian Hefny (2007) menunjukkan adanya keragaman genetik lebih tinggi pada dosis N-tinggi dari pada dosis N-rendah untuk sebagian besar karakter yang diamati, demikian juga dengan beberapa peneliti lain (Bänziger et al.1997; Bertin & Gallais, 2000). Sebaliknya Lafitte & Edmeades (1994) dan Agrama et al. (1999) mengamati nilai heritabilitas tinggi pada N-rendah dibandingkan N-tinggi. Karakter morfologi yang meliputi tinggi tanaman, luas daun dan perakaran (rerata panjang akar, jumlah akar serta berat kering akar) menunjukkan keragaman genetik tinggi pada semua dosis N (h2=0,0668-0,995). Penelitian CamusKulandaivelu (2006) menyebutkan adanya keragaman genetik untuk arsitektur perakaran tanaman jagung. Keragaman genetik untuk karakter fisiologi juga tinggi untuk sebagian besar yang diamati pada semua dosis N kecuali serapan N dan interval keluar bunga jantan-betina pada N-0. Hal yang sama pernah dilaporkan oleh Hefny & Aly (2008). Rendahnya keragaman genetik untuk serapan N pada N-rendah, disebabkan terbatasnya N yang tersedia di tanah dan juga kapasitas tanaman yang rendah dalam menyerap N (Gallais & Hirel, 2004). Sementara itu remobilisasi N merupakan parameter penting dalam efisiensi N yang menggambarkan translokasi N dari organ vegetatif ke organ generatif untuk pengisian biji setelah antesis, menunjukkan keragaman genetik tinggi pada perlakuan tanpa pemupukan N (h2=0,861). Kandungan klorofil dan persentase stay green (daun tetap hijau pada saat panen) menunjukkan keragaman genetik tinggi pada semua dosis pemupukan N (h2=0,994-0,995). Hal ini berkaitan dengan kemampuan masing-masing genotipe yang berbeda dalam menyerap N sebelum antesis, serta remobilisasi N setelah antesis. N adalah salah satu elemen penyusun klorofil sehingga mempengaruhi pembentukan kloroplas dan akumulasi klorofil (Bojovic & Markovic, 2009). Hefny (2007) melaporkan bahwa nilai heritabilitas stay green lebih tinggi pada N-tinggi (h2=0,752) dibandingkan dengan pada N-rendah (h2=0,668). N total dan kandungan klorofil merupakan bagian dari sifat fisiologis yang menjadi indikator mencerminkan aktivitas metabolisme individu daun dalam kaitannya dengan asimilasi serta daur ulang N (Hirel et al., 2007).
64 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Produksi biji per hektar menunjukkan keragaman genetik tinggi pada semua dosis pemupukan N, sedangkan jumlah biji per tongkol menunjukkan keragaman genetik lebih rendah dibandingkan produksi biji. Tanpa pemupukan N menyebabkan semua genotipe tercekam pertumbuhannya sehingga mengakibatkan pengurangan hasil panen yang cukup besar, oleh karena itu keragaman genetik menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang dipupuk N. Pada parameter efisiensi N, terlihat keragaman genetik tinggi untuk efisiensi serapan N, efisiensi agronomi dan efisiensi penggunaan N pada semua perlakuan N. Sedangkan keragaman genetik untuk efisiensi pemanfaatan N hanya tinggi pada dosis N-tinggi namun pada N-rendah dan N-sedang terlihat lebih rendah dibandingkan parameter efisiensi N lain. Jadi dengan tingginya nilai heritabilitas untuk sebagian besar karakter yang diamati pada berbagai dosis N mencerminkan besarnya keragaman genetik pada penelitian ini. Hal ini berarti memungkinkan untuk mendapatkan materi genetik untuk pengembangan varietas jagung efisien N. 5.1.3. Seleksi Genotipe Jagung Efisien N dan Produksi Tinggi Genotipe efisien N ditentukan berdasarkan pada besarnya nilai untuk karakter produksi (berat kering biji), efisiensi serapan N, remobilisasi N, efisiensi pemanfaatan N, efisiensi penggunaan N dan efisiensi agronomi pada semua dosis pemupukan N. Nilai tertinggi sampai terendah diberi skor 10 sampai dengan 1. Berdasarkan hasil skoring nilai dari karakter produksi dan parameter efisiensi N maka urutan genotipe yang mempunyai produksi tinggi dan paling efisien N sampai yang kurang efisien N adalah NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, Bisma, DK-979, Bima-3, Arjuna, Lamuru, Sukmaraga dan Kodok (Tabel 5.12). NK-33 mempunyai rerata berat biji, remobilisasi N dan efisiensi penggunaan N tertinggi.
65 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel 5.12. Skor nilai beberapa genotipe jagung pada karakter produksi dan parameter efisiensi N Genotipe Skor Total Y NUpE RN NUtE AE NUE skor (N0-180)
(N330-90)
(N0-90)
(N30-90)
(N30-90)
(N30-90)
36 11 36 22 18 29 NK-33 152 30 25 30 15 22 22 Bisi-2 144 28 21 28 14 21 24 Pioneer-21 136 31 28 31 4 15 22 Bisma 131 31 8 31 19 12 21 DK-979 122 23 15 23 23 23 11 Bima-3 118 13 24 13 16 13 16 Arjuna 95 Lamuru 13 10 13 24 20 10 90 Sukmaraga 11 20 11 10 12 7 71 Madura 4 3 4 18 3 3 35 Keterangan:Y:berat kering biji; RN: Remobilisasi N; NUpE: efisiensi serapan N; NUtE: efisiensi pemanfaatan N, AE: efisiensi agronomi; NUE: efisiensi penggunaan N. 5.1.4. Identifikasi Karakter yang Berhubungan dengan Hasil dan Efisiensi N Identifikasi karakter tanaman jagung efisien N sangat bermanfaat untuk mengetahui dasar genetik dan juga sebagai kriteria seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman jagung efisien N. Dalam kaitannya untuk mendapatkan karakter tanaman jagung efisien N, maka hubungan antara produksi biji sebagai karakter utama (primary trait) dengan karakter lain (secondary trait) pada berbagai dosis pemupukan N menjadi penting untuk dikaji. Oleh sebab itu dilakukan analisis korelasi antar karakter menggunakan analisis korelasi Pearson yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.12. Karakter yang secara nyata berkorelasi positif dengan produksi biji merupakan karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman jagung efisien N. Hasil analisis korelasi antara produksi biji dengan karakter lain menunjukkan variasi pada tiap dosis pemupukan N. Pada dosis N-tinggi banyak terdapat korelasi nyata (p ≤ 0.05) dan sangat nyata (p ≤ 0.01) antara produksi biji dengan sifat lain, kemudian semakin berkurang dengan semakin menurunnya dosis pemupukan N. Beberapa karakter menunjukkan korelasi positif yang sangat nyata (**) dengan produksi biji dan konsisten pada semua dosis pemupukan N, yaitu perakaran, serapan N, remobilisasi N, akumulasi biomassa, dan efisiensi agronomi, demikian juga 66 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dengan jumlah biji. Sementara itu efisiensi penggunaan N berkorelasi positif dengan hasil (produksi biji ) dengan koefisien korelasi 1 pada pada N-30, N-90 dan N-180, artinya bahwa efisiensi penggunaan N sangat berhubungan dengan erat dengan produksi biji jagung. Tabel 5.12. Korelasi berat kering biji dengan karakter lain pada berbagai dosis pemupukan N Karakter Tinggi tanaman (cm) Luas daun (m2) Total panjang akar (cm) Jumlah akar primer dan seminal Berat kering total akar (g) Serapan N (g/tanaman) Remobilisasi N (%) Kandungan klorofil (mg/g) Stay green (%) Interval keluar bunga jantan-betina (hari) Akumulasi biomassa (g/tanaman) Tranloskasi biomassa (%) Aktivitas nitrat reduktase (µmol/g/jam) Jumlah biji per tongkol Efisiensi serapan N (kg/kg) Efisiensi agronomi (kg/kg) Efisiensi pemanfaatan (kg/kg) Efisiensi penggunaan N (kg/kg)
N0 0,481 0,481 0,831** 0,781** 0,721* 0,683* 0,644* -0,540 -0,079 0,610 0,683* 0,484 0,093 0,773** -
Berat kering biji (ton/ha) N30 N90 N180 0,618 0,695* 0,740* 0,638* 0,640* 0,617 0,968** 0,936** 0,987** 0,960** 0,940** 0,938** 0,988** 0,955** 0,958** 0,957** 0,972** 0,961** 0,689* 0,667* ,778** 0,704* 0,613 0,653* -0,213 0,257 0,689* 0,704* 0,681* 0,588 0,957** 0,972** 0,961** 0,285 0,280 0,093 0,550 -0,162 0,640* 0,835** 0,746* 0,982** 0,544 0,759* ,887** 0,851** 0,932** 0,830** 0,417 -0,004 -0,870** 1,000** 1,000** 1,000**
Keterangan: *: korelasi nyata (p≤0.05), **:korelasi positif (p≤0.01) Jadi bisa disimpulkan bahwa perakaran, serapan N, remobilisasi N, akumulasi biomassa, efisiensi serapan N, efisiensi agronomi dan efisiensi penggunaan N merupakan karakter penting yang berhubungan erat dengan produksi tinggi dan sifat efisien N pada tanaman jagung. Disamping untuk mengetahui dasar genetik, karakter-karakter tersebut dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman jagung efisien N. A. Hubungan Parameter Efisiensi N dengan Produksi Biji Dari keempat parameter efisiensi N, efisiensi penggunaan N dan efisiensi agronomi yang konsisten mempunyai korelasi positif dengan produksi biji pada semua dosis pemupukan N. efisiensi serapan N berkorelasi positif dengan produksi biji pada N-sedang dan N-tinggi (Tabel 5.12). Efisiensi penggunaan N mempunyai korelasi positif yang sangat nyata dengan nilai koefisien korelasi 1 menunjukkan 67 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
bahwa efisiensi penggunaan N menjadi indikator utama genotipe efisien N. Demikian juga dengan konsistensi keeratan hubungan antara efisiensi agronomi dengan produksi biji pada semua dosis N memberikan petunjuk bahwa parameter efisiensi agronomi dapat digunakan sebagai penanda genotipe jagung efisien N. Hasil penelitian Haegele et al. (2013) menyimpulkan bahwa efisiensi agronomi dan efisiensi serapan N berkorelasi positif dengan produksi biji pada N-rendah dan N-tinggi. Tabel 5.13. Hasil biji maksimum yang diperoleh pada dosis N optimum dan besarnya nilai efisiensi penggunaan N (NUE) Genotipe Hasil biji Dosis N optimum NUE maksimum (ton/ha) (kg/ha) (kg/kg) Pioneer-21 11,11 156,66 22,75 NK-33 11,82 125,77 55,96 DK-9797 11,07 125,72 58,64 Bisi-2 11,32 151,41 43,46 Bima-3 10,64 125,91 53,52 Arjuna 10,64 142,27 37,82 Sukmaraga 9,65 147,87 35,66 Lamuru 10,07 128,56 42,71 Bisma 11,22 128,25 58,03 Kodok 3,16 179,96 17,47 Gambar 5.5.A dan 5.5.B menjelaskan hubungan antara dosis pupuk N, produksi biji dan efisiensi penggunaan N (NUE) pada masing-masing genotipe. Nilai persamaan regresi kuadratik terdapat di Lampiran 5. Dengan menghitung nilai turunan (diferensial) model kuadratik antara dosis pupuk N dengan berat biji maka dapat ditentukan titik maksimum (Vmax) yang menggambarkan produksi biji maksimum pada dosis N tertentu yang disebut dosis optimum pupuk N untuk masing-masing genotipe, sekaligus juga dapat diketahui besarnya nilai efisiensi penggunaan N (NUE) yang dicapai pada dosis N optimum dan produksi biji maksimum (Tabel 5.13) Garis putus-putus pada Gambar 5.5. menjelaskan titik maksimum (Vmax) berat biji pada dosis pupuk N dan NUE. NK-33 pada dosis N optimum (125,77 kg/ha) mempunyai produksi biji maksimum yang tertinggi yaitu 11,8 ton/ha dengan nilai NUE sebesar 55,96 kg/kg, sementara varietas Kodok menghasilkan produksi biji terendah (3,16 ton/ha) pada dosis N optimum yang lebih tinggi yaitu 176,96 kg/ha dan nilai NUE yang kecil (31,33 kg/kg). 68 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pioneer-21
NK-33 14
Vmax
12
10 8
300
6
200
4
Berat biji (ton/Ha)
400
100 Poly. (produksi) Poly. (NUE)
0 0
50
0
100
150
8
300
6
200
4 2 0
200
0
500
300
6
200
Berat biji (ton/Ha)
8
NUE (kg/kg)
Berat biji (ton/Ha)
10
4 100
Poly. (produksi) Poly. (NUE) 0
50
150
500 400
10 8
300
6
200
4 100
2
0
100
Poly. (produksi) Poly. (NUE)
0
200
0
50
500
Berat biji (ton/kg)
400
10 8
300
6
200
4 100
Poly. (produksi) Poly. (NUE) 50
100
NUE (kg/kg)
Vmax
0
200
14
Berat biji (ton/Ha)
14
0
150
Arjuna
Bima-3
2
0
100
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
12
200
Vmax
12
400
0
150
14
Vmax
2
0
100
Bisi-2
DK-979
12
50
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
14
100
Poly. (produksi) Poly. (NUE)
NUE (kg/kg)
2
400
10
12
Vmax
8
300
6
200
4 100 Poly. (produksi) Poly. (NUE)
0 0
200
400
10
2
0 150
500
NUE (kg/kg)
12
500
Vmax
NUE (kg/kg)
500
NUE (kg/kg)
Berat biji (ton/Ha)
14
Dosis pupuk N (kg/Ha)
50
100
0 150
200
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Gambar 5.5.A. Hubungan dosis pemupukan N, produksi biji dan efisiensi penggunaan N (NUE) untuk varietas Pioneer-21, NK-33, DK-979, Bisi-2, Bima-3 dan Arjuna,. Vmax: titik maksimum (produksi maksimum pada dosis N optimum).
69 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
300
6
200
4 100
2
Poly. (produksi) Poly. (NUE)
0 0
50
150
8
300
6
200
4 100
2
Poly. (produksi) Poly. (NUE)
0
0
100
0
200
Bisma
8
300
6
200
4 100 Poly. (produksi) Poly. (NUE) 0
50
100
Berat biji (ton/Ha)
400
10
0
0 150
200
500
12
Vmax
2
100
Kodok (lokal Madura)
14
500
300
8
Poly. (produksi)
6
Poly. (NUE)
200 Vmax
4
100
2 0
0 150
400
10
NUE (kg/kg)
Berat biji (ton/Ha)
12
50
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
14
400
Vmax
10
0 0
200
NUE (kg/kg)
10
500
12
400
Vmax
NUE (kg/kg)
Berat biji (ton/Ha)
12
Lamuru
14
NUE (kg/kg)
500
Berat biji (ton/Ha)
Sukmaraga
14
50
100
150
200
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Gambar 5.5.B. Hubungan dosis pemupukan N, berat biji (BB) dan efisiensi penggunaan N (NUE) untuk varietas Sukmaraga, Lamuru, Bisma dan Kodok, Vmax: titik maksimum (produksi maksimum pada dosis N optimum).
B. Hubungan Karakter Morfologi dengan Produksi Biji Diantara karakter morfologi, hanya perakaran meliputi rerata panjang akar, jumlah akar dan berat kering akar yang menunjukkan hubungan erat dengan produksi biji pada semua dosis N (Tabel 5.12). Peneliti lain melaporkan bahwa panjang akar, diameter akar dan berat kering akar berkorelasi positif dengan produksi biji gandum (Waines, 2012; Atta et al. 2013). Perakaran juga yang paling banyak berkorelasi dengan karakter lain termasuk dengan serapan N dan parameter efisiensi N (efisiensi agronomi, efisiensi penggunaan N dan efisiensi serapan N) (Lampiran III). Korelasi positif antara perakaran dengan efisiensi agronomi teramati pada semua dosis N, sedangkan 70 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dengan efisiensi penggunaan N pada dosis pemupukan
N-rendah dan N-0,
sebaliknya dengan efisiensi serapan N teramati pada N-sedang dan N-tinggi. Perbedaan dalam serapan N,
efisiensi penggunaan N dan efisiensi agronomi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemanjangan akar dan morfologi akar serta mekanisme asimilasi N secara fisiologi dan biokimia (Jackson et al., 1986 dan Sen et al., 2013). Ditambahkan oleh Kling et al. (1996) perakaran yang dalam dan maksimal serta kapasitas akar menyerap nutrisi yang besar menyebabkan tanaman mampu mengambil N dari berbagai lapisan tanah. Jadi perakaran dapat dipertimbangkan menjadi karakter kedua (secondary trait) yang mencirikan tanaman jagung efisien N. Informasi tentang mulainya terjadi pertumbuhan akar yang lebih cepat pada genotipe jagung efisien N dibandingkan dengan kurang efisien N sangat diperlukan dalam upaya untuk mengembangkan tipe ideal perakaran jagung efisiensi N. Dengan diketahuinya fase perkembangan akar terutama pada periode awal juga memudahkan untuk menjadikannya sebagai penanda kriteria seleksi (Penelitian II). C. Hubungan Karakter Fisiologi dengan Produksi Biji Berdasarkan nilai koefisien korelasi, karakter fisiologi yang secara konsisten nyata berkorelasi positif dengan produksi biji adalah remobilisasi N, akumulasi biomassa pada semua dosis N. Serapan N hanya nyata berkorelasi positif dengan produksi biji pada N-sedang dan N-tinggi (Tabel 5.12). Senada dengan penelitian Gallais & Hirel (2004) menyimpulkan bahwa produksi biji jagung berkorelasi positif dengan serapan N pada dosis N-tinggi, dan hal ini menunjukkan pentingnya serapan N bagi pertumbuhan tanaman. Sebaliknya penelitian Di-Fonso et al. (1982) menunjukkan adanya korelasi positif antara serapan N saat antesis dengan produksi biji pada N-rendah. Remobilisasi N berkorelasi positif dengan produksi biji pada semua dosis pemupukan N (Tabel 5.12). Remobilisasi N merupakan nilai ekonomi N tanaman yang sangat penting karena mengontrol sebagian besar pergerakan N (N fluxes) dari source ke sink (Masclaux-Daubresse et al., 2008). Lebih lanjut menurut Kichey (2007) peningkatan remobilisasi N mempunyai arti ekonomi karena dapat mengurangi kebutuhan pupuk N oleh tanaman ketika memasuki fase pengisian biji.
71 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Masclaux-Daubresse et al. (2008) menyatakan remobilisasi N pada tanaman biasanya diikuti dengan meningkatnya kandungan enzim protease dan penuaan daun. Oleh sebab itu peranan protease sebagai penanda genotipe jagung efisien N juga layak untuk diuji lebih lanjut. Sementara itu hasil penelitian Coque & Gallais (2007) menunjukkan bahwa produksi biji jagung tidak berkorelasi nyata dengan remobilisasi N, namun berkorelasi positif dengan serapan N setelah antesis. Lebih lanjut Coque & Gallais (2007) menjelaskan bahwa nilai korelasi antara produksi biji dengan serapan N setelah pembungaan lebih besar dibandingkan dengan remobilisasi N, menunjukkan bahwa sumbangan N untuk pengisian biji lebih banyak yang berasal dari N yang diserap setelah antesis daripada N hasil remobilisasi organ vegetatif. Akumulasi biomassa mempunyai korelasi positif dengan produksi biji pada semua dosis N (Tabel 5.12.). Hal ini berarti bahwa peningkatan biomassa menyebabkan meningkatnya produksi biji. Lorenz et al. (2010) mendapatkan kesimpulan yang beragam dari hasil beberapa penelitian sebelumnya untuk korelasi biomassa saat masak dengan produksi biji, dimana beberapa peneliti melaporkan adanya korelasi positif antara akumulasi biomassa dengan produksi biji jagung, sementara yang lain melaporkan korelasi tidak nyata untuk kedua sifat tersebut. Ghassemi-Golezani & Tajbakhsh (2012) juga menyatakan korelasi positif antara akumulasi biomassa dengan berat biji jagung. Menurut Lorenz et al. (2010) berat biomassa yang besar mempunyai hubungan dengan hasil tanaman jagung yang besar pula, sehingga berat biomassa dapat digunakan untuk memprediksi hasil dalam kegiatan budidaya tanaman jagung. Kandungan klorofil nyata berkorelasi positif dengan produksi biji pada N-rendah dan N-tinggi. Seperti diketahui bahwa jumlah N menentukan pembentukan klorofil, sehingga semakin banyak N yang terakumulasi maka semakin tinggi pula kandungan klorofil dan tentu saja akan berdampak pada laju fotosintesis yang kemudian ditranslokasikan ke pembentukan biji. Bojovic & Markovic (2009) melaporkan bahwa N berkorelasi positif dengan kandungan klorofil pada tanaman wheat. Korelasi yang tidak nyata antara kandungan klorofil dengan produksi biji pada perlakuan tanpa pemupukan N, diduga dikarenakan pengukuran klorofil dilakukan pada saat pembungaan dimana pada saat itu tanaman yang tidak dipupuk
72 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
N telah mengalami degradasi klorofil akibat sangat kurangnya pasokan N, sehingga untuk pengisian biji tanaman mengimpor N dan senyawa lain dari hasil katabolisme daun yang mengalami senesen. Sementara itu stay green berkorelasi positif dengan produksi hanya pada N-tinggi, hal ini diduga ada kaitannya dengan kandungan klorofil. Pada kondisi ketersediaan N di dalam tanah sangat rendah, maka semua genotipe tertekan pertumbuhannya sehingga genotipe yang seharusnya mempunyai sifat stay green tidak terekspresi. Pada saat kandungan N tanaman sangat rendah maka tanaman mengalami senesen yang lebih cepat sehingga stay green tampak tidak berkorelasi dengan produksi biji. Hal ini sesuai dengan penelitian Subedi & Ma (2005) yang menyimpulkan bahwa sifat stay green hanya muncul bila tersedia N yang cukup. Beberapa penelitian lain mengindikasikan beragam korelasi yang berbeda antara stay green dengan produksi biji pada tanaman jagung. Ding et al. (2005) menyimpulkan bahwa varietas jagung yang stay green memiliki proses fotosintesis lebih lama, biomassa lebih besar dan juga produksi biji tinggi pada N-rendah. Demikian juga Echarte et al. (2008) melaporkan hal yang sama pada N-rendah dan N-tinggi. Sebaliknya Martin et al. (2005) mendapati varietas stay green mengakumulasi biomassa dan N lebih besar namun produksi biji dan N biji tidak lebih besar dari varietas yang cepat senesen. D. Hubungan Karakter Biokimia dengan Produksi Biji Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas nitrat reduktase (NR) hanya nyata berkorelasi positif dengan produksi biji pada N-tinggi. Aktivitas NR juga nyata berkorelasi positif dengan serapan N pada N-0. Hubungan antara aktivitas NR dengan produksi tanaman dan sifat lain pernah dilaporkan beragam oleh beberapa peneliti. Terdapat korelasi positif antara aktivitas NR dengan produksi biji tiga varietas jagung (Bano et al., 1980), dengan produksi biji padi, serapan N dan efisiensi penggunaan N (Sun et al., 2009). Sebaliknya Machado et al. (2001) melaporkan adanya korelasi negatif antara aktivitas NR dengan produksi biji jagung, demikian juga Gallais & Hirel (2004) menyimpulkan berapapun besarnya N tanah, aktivitas NR berkorelasi negatif dengan produksi biji jagung. Sedangkan Traore & Maranville (1999) melaporkan tidak adanya hubungan
73 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
antara aktivitas NR dengan produksi biji sorgum, akumulasi biomassa, dan efisiensi penggunaan N, namun berkorelasi positif dengan kandungan N biji dan serapan N. 5.2. Hasil Penelitian II: Perkembangan Perakaran Genotipe Jagung Efisien N dan Kurang Efisien N Dikarenakan perakaran mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hasil biji dan beberapa karakter lain termasuk dengan parameter efisiensi N, maka perakaran dipertimbangkan sebagai salah satu penanda seleksi genotipe jagung efisien N. Oleh sebab itu perkembangan perakaran di awal pertumbuhan perlu diamati antara genotipe efisien dan kurang efisien N untuk mengetahui saat kapan telah terjadi perbedaan perakaran diantara kedua tipe genotipe tersebut. Hal ini penting untuk menentukan saat kapan seleksi berdasarkan perakaran mulai dapat dilakukan terutama di awal pertumbuhan untuk genotipe jagung efisien N.
A
1
2
3
B
4
1
2
3
4
C
1
2
3
D
4
1
2
3
4
Gambar 5.6. Perakaran jagung varietas (1) Bisma, (2) NK-33, (3) Kodok, (4) Arjuna pada umur: A) 7 HST(V3);B) 12 HST (V5); C) 17 HST (V6) , D) 27 HST (V7-V8). HST= hari setelah tanam.
74 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Hasil analisis ragam perakaran empat genotipe jagung yaitu yang paling efisien N (NK-33), efisiensi N sedang (Bisma dan Arjuna) dan paling kurang efisien N (Kodok) pada fase pertumbuhan awal yaitu umur 7, 12, 17, 22 dan 27 HST (V3-V8) menunjukkan adanya perbedaan nyata perkembangan perakaran (total panjang akar, jumlah akar, diameter akar dan berat kering akar) (Lampiran II). Perkembangan perakaran keempat genotipe pada umur 7 HST (V3) sampai dengan 27 HST (V7-V8) dapat dilihat pada Gambar 5.6.
Total panjang akar (cm)
700 Bisma NK-33 Madura Arjuna
600 500 400 300 200 100 0 0
7
14
21
28
35
Umur (HST)
Gambar 5.7. Pertumbuhan total panjang akar primer dan seminal beberapa genotipe jagung
Jumlah akar seminal dan lateral
25
Bisma NK-33 Madura Arjuna
20 15 10 5 0 0
7
14
21
28
35
Umur (HST)
Gambar 5.8. Pertumbuhan jumlah akar primer dan seminal beberapa genotipe jagung
75 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Perbedaan perakaran genotipe jagung efisien N (NK-33) dan yang kurang efisien N (Kodok) sudah terjadi sejak umur pengamatan 7 HST (V3). Pengamatan untuk total panjang akar menunjukkan bahwa genotipe yang paling efisien N yaitu NK-33 mempunyai total panjang akar yang paling panjang sejak umur 7 HST(V3) sampai 27 HST (V7-V8) sementara Kodok mempunyai total panjang akar yang paling kecil (Gambar 5.7). Untuk parameter jumlah akar (primer dan seminal), tampaknya jumlah akar varietas NK-33 tidak berbeda nyata dengan Bisma dan Arjuna namun berbeda nyata dengan Kodok yang mempunyai jumlah akar paling sedikit (Gambar 5.8). Sementara itu pertumbuhan diameter akar menunjukkan adanya perbedaan nyata diantara genotipe yang diuji (Gambar 5.9). Diameter akar NK-33 tidak berbeda nyata dengan Bisma dan Arjuna namun berbeda nyata dengan Kodok pada umur 7 HST (V3) dan 12 HST (V4-V5), sedangkan pada umur 17 HST (V6) tidak menunjukkan perbedaan nyata pada semua genotipe. Setelah umur 22-27 HST (V7-V8), NK-33 berbeda nyata dengan genotipe yang lain dan mempunyai diameter akar paling besar. 2.5
Bisma NK-33 Madura Arjuna
Diameter akar (mm)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 0
7
14
21
28
35
Umur (HST)
Gambar 5.9. Pertumbuhan diameter akar beberapa genotipe jagung
76 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1.6
Berat kering akar (g)
1.4 Bisma NK-33 Madura Arjuna
1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0
5
10
15
20
25
30
35
Umur (HST)
Gambar 5.10. Pertumbuhan berat kering akar beberapa genotipe jagung Pertumbuhan berat kering akar (Gambar 5.10) menunjukkan bahwa berat kering akar belum menunjukkan perbedaan nyata pada umur 7 sampai 17 HST, kemudian baru menunjukkan perbedaan nyata pada umur 22- 27 HST (V7-V8). Berat kering akar varietas NK-33 lebih besar dibandingkan dengan genotipe yang lain, sementara Kodok yang paling kecil. Menurut hasil penelitian Peng et al. (2012), total panjang akar meningkat secara drastis setelah memasuki V8 dan mencapai puncaknya pada fase pembungaan (T) kemudian menurun sampai R6. Namun untuk keperluan sebagai penanda seleksi, perbedaan
karakter
perakaran
dua
genotipe
diawal
pertumbuhan
sangat
menguntungkan agar seleksi dapat dilakukan di awal pertumbuhan tanaman. Dari keempat parameter perakaran tampaknya total panjang akar yang konsisten menunjukkan perbedaan genotipe efisien N dengan genotipe kurang efisien N sejak umur 7 HST (V3). Perbedaan perakaran genotipe efisien N dengan yang kurang efisien N semakin besar setelah memasuki umur 20 HST (V6) ke atas sehingga pada fase ini seleksi genotipe efektif untuk dilakukan. Jadi genotipe efisien N mempunyai perakaran yang cepat berkembang di awal pertumbuhan. Distribusi akar lebih baik yaitu akar lebih panjang, kerapatan akar tinggi, ukuran akar lebih tebal sehingga berat akar juga lebih besar. Dengan distribusi perakaran yang baik, maka genotipe efisien N akan mampu menyerap lebih banyak unsur hara terutama N yang mudah bergerak. 77 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.3. Hasil Penelitian III: Analisis Protein dan Marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) untuk Keterpautan dengan Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung 5.3.1. Profil Pita Protein Genotipe Efisien N dan Kurang Efisien N Untuk melihat apakah ada perbedaan profil pita protein antara genotipe jagung yang efisien N dengan kurang efisien N maka profil protein dua genotipe jagung dipisahkan dengan metode SDS-PAGE. Untuk genotipe yang efisien N diwakili oleh NK-33 (V1) dan Kodok (V2) mewakili genotipe kurang efisien N, dimana keduanya ditumbuhkan pada N-rendah (N1) dan N-tinggi (N2). Hasil pemisahan protein menunjukkan pita protein yang muncul mempunyai berat molekul sebesar 225, 110, 100, 80, 70, 60, 55, 45, 40, 28, 24, 222, 16, dan 13 kDa (Gambar 5.11). Beberapa pita protein yang muncul diduga termasuk protein (enzim) yang terlibat dalam metabolisme N, yaitu nitrat reduktase (NR) (110 kDa), glutamin sintetase (GS) (40 kDa dan 44 kDa), glutamat dehidrogenase (GDH) (41 kDa dan 42 kDa) (Becker et al., 2000), alanin transferase (AlaAT) (50 kDa dan 100 kDa) (Orzechowski et al., 1999), glutamat dekarboksilase (56 kDa dan 58 kDa) (Turano & Fang, 1998).
Gambar 5.11. Profil pita protein NK-33 (V1) dan Kodok (V2) yang ditumbuhkan pada N-rendah (N1) dan N-tinggi (N2). Tanda panah pada V1N2 menunjukkan pita protein yang lebih tebal dibandingkan dengan protein dengan berat molekul yang sama.
78 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Profil pita protein kedua genotipe jagung yang ditumbuhkan pada N-rendah dan N-tinggi adalah sama, namun yang perlu diperhatikan adalah adanya perbedaan tebal pita protein masing-masing genotipe pada kondisi N-rendah dan N-tinggi. Penebalan pita protein lebih banyak tampak pada protein yang ditumbuhkan pada N-tinggi baik pada NK-33 maupun Kodok. Pada N-tinggi (N2), beberapa pita protein varietas NK-33 terlihat lebih tebal dibandingkan dengan pita protein varietas Kodok. Protein tersebut terletak pada 110 kDa,70 kDa, 60 kDa, 55 kDa, 40-45 kDa, 20 kDa dan 18 kDa (tanda kepala panah pada Gambar 5.11). Pita protein yang terlihat lebih tebal tersebut kemungkinan juga bisa termasuk protein yang terlibat dalam metabolisme N, yaitu diantaranya enzim nitrat reduktase (110 kDa), glutamin sintetase (40 dan 44 kDa), glutamat dehidrogenase (41 kDa dan 42 kDa) dan glutamat dekarboksilase (56 dan 58 kDa) (Becker et al. 2000; Turano & Fang, 1998). Perbedaan kuantitas protein yang muncul di gel hasil pemisahan SDS-PAGE bisa dihitung dengan teknik densitometri sehingga perbedaan konsentrasi masingmasing protein bisa diketahui lebih pasti. Selanjutnya dengan teknik westernblot akan dapat diketahui secara lebih spesifik enzim-enzim yang lebih dominan pada genotipe efisien N. 5.3.2. Survei Polimorfis Marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) untuk Keterpautan dengan Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung Untuk melihat keterpautan marka molekuler RAPD dengan karakter efisien N maka sebelumnya perlu dilakukan pengamatan perbedaan pola pita fragmen DNA dari marka RAPD atau yang biasa disebut survey polimorfis marka DNA terhadap kedua genotipe jagung yang efisien N dan kurang efisien N. Oleh sebab itu DNA jagung NK-33 (efisien N) dan Kodok (kurang efisien N) yang telah diisolasi kemudian diamplifikasi melalui mesin Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan primer acak RAPD sebanyak 20 primer yaitu OPA1 sampai dengan OPA20. Hasil pemisahan fragmen DNA dari ke 20 primer menghasilkan 89 fragmen DNA dengan panjang fragmen berkisar 300-3500 bp (Gambar 5.12 – 5.15). Dari 20 primer yang diuji ada 14 primer (70%) yang polimorfis yang dapat membedakan kedua genotipe jagung, yaitu OPA2, OPA3, OPA4, OPA5, OPA7, OPA8, OPA9, OPA11, OPA12, OPA13, OPA15, OPA16, OPA17, dan OPA19. 79 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Sementara itu dari 14 marka RAPD yang polimorfis terdapat 9 primer yang terlihat lebih jelas pola pita DNAnya yaitu primer OPA2 pada 1200 bp; OPA3 pada 400 dan 500 bp; OPA5 pada 1500 dan 1700 bp; OPA8 pada 750 bp; OPA9 pada 350, 750 dan 800 bp; OPA11 pada 1500 bp; OPA 12 pada 1000, 1100 dan 1600 bp; OPA13 pada 400 dan 700 bp; dan OPA17 pada 500 dan 600 bp. Primer-primer yang polimorfis ini merupakan marka yang terpilih untuk pengujian selanjutnya, yaitu menguji segregasi marka polimorfis terpilih pada generasi F1 dan F2 hasil persilangan NK-33 dan Kodok.
Gambar 5.12. Fragmen DNA jagung A1-5= NK-33 dan B1-5=Kodok hasil amplifikasi dengan primer OPA1, OPA2, OPA3, OPA4, OPA5 Tanda panah menunjukkan pita DNA yang polimorfis antara NK-33 dengan Kodok.
Gambar 5.13. Fragmen DNA jagung A6-10= NK-33 dan B6-10=Kodok hasil amplifikasi dengan primer OPA6, OPA7, OPA8, OPA9, OPA10 Tanda panah menunjukkan pita DNA yang polimorfis antara NK-33 dengan Kodok.
80 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 5.14. Fragmen DNA jagung A11-15= NK-33 dan B11-15=Kodok hasil amplifikasi dengan primer OPA11, OPA12, OPA13, OPA14, OPA15. Tanda panah menunjukkan pita DNA yang polimorfis antara NK-33 dengan Kodok.
Gambar 5.15. Fragmen DNA jagung A16-20= NK-33 dan B16-20=Kodok hasil amplifikasi dengan primer OPA16, OPA17, OPA18, OPA19, OPA20. Tanda panah menunjukkan pita DNA yang polimorfis antara NK-33 dengan Kodok.
Segregasi marka DNA bertujuan untuk mengetahui marka mana yang terpaut erat dengan gen yang mengendalikan karakter yang berhubungan dengan sifat efisien N. Keterpautan marka DNA dengan sifat yang dituju dapat dilakukan dengan membuat peta marka quantitative trait loci (QTL) ataupun dengan cara yang lebih sederhana dan lebih murah yaitu dengan metode Bulk Segregant Analysis (BSA) karena hanya memetakan keterpautan marka dengan sifat yang dituju tanpa perlu mengetahui letak marka di dalam kromosom (Michelmore et al., 1991). Hasil penelitian Handayani et al. (2006) pada pengujian marka RAPD untuk sifat tahan naungan pada tanaman kedelai menunjukkan bahwa dari 20 marka 81 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
menunjukkan ada 14 marka yang polimorfis. Hasil segregasi marka pada generasi F1 dengan metode BSA menunjukkan marka ROTH-480.01 dan UBC-153 terpaut dan dapat membedakan genotipe kedelai toleran dan tidak toleran naungan. Demikian juga konsistensi pola pita kedua kandidat marka tersebut ketika amplifikasi diulang dengan primer yang sama menunjukkan pola pita yang sama. Penelitian lain yang dilakukan Barakat et al. (2008) menyimpulkan terdapat 27 primer RAPD (dari 38 primer yang diuji) menunjukkan polimorfis pada DNA tanaman jagung yang tahan dan kurang tahan terhadap penyakit bercak daun. Sementara hasil segregasi marka pada generasi F1 dan F2 dengan metode BSA diperoleh marka Pr11 dengan panjang fragmen 300 bp dan 800 bp yang terpaut dan dapat membedakan DNA tanaman yang tahan dan kurang tahan penyakit bercak daun pada tanaman jagung. Dengan demikian metode BSA bisa juga digunakan untuk mengetahui marka RAPD yang terpaut erat dengan gen pengendali sifat efisien N pada tanaman jagung.
82 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.4. PEMBAHASAN 5.4.1 Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Tanaman Jagung Nitrogen merupakan unsur makro utama yang menentukan hasil tanaman jagung. Oleh karena itu pemupukan N mutlak diperlukan karena jumlah N di dalam tanah tidak mencukupi. Hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi genotipe dan dosis N serta juga terdapat variasi genetik yang tinggi dalam merespon N pada sebagian besar karakter yang diamati. Masing-masing genotipe menunjukkan respon yang berbeda terhadap pengurangan dosis N, mulai dari yang toleran N-rendah sampai yang kurang toleran N-rendah. Pengurangan dosis pemupukan N menyebabkan menurunnya rata-rata penampilan tanaman yaitu tinggi tanaman, luas daun, kandungan klorofil, stay green, aktivitas nitrat reduktase, serapan N, akumulasi biomassa, berat biji dan jumlah biji; namun meningkatkan interval keluar bunga jantan-betina (ASI), remobilisasi N, translokasi biomassa dan nilai efisien N (efisiensi serapan N, efisiensi penggunaan N, efisiensi agronomi). Hasil yang sama pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti lain, Narayana (2013) mencatat bahwa pengurangan dosis pemupukan N menyebabkan penurunan kandungan klorofil, tinggi tanaman, meningkatnya ASI dan penurunan berat biji. Kekurangan N pada tanaman jagung akan menyebabkan terhambatnya perluasan daun dan laju fotosintesis (Muchow, 1988), produksi juga akan ikut mengalami penurunan jumlah biji dan berat biji dikarenakan sedikit bakal biji yang dibuahi, aborsi biji dan beberapa perubahan pada tingkat fisiologi dan biokimia (Uhart & Andrade, 1995). Namun pengurangan N meningkatkan efisiensi serapan N, remobilisasi N dan translokasi biomassa, efisiensi pemanfaatan N, efisiensi penggunaan N serta efisiensi agronomi pada berbagai jenis tanaman (OrtizMonasterio et al., 1997; Kanampiu et al. 1997; Bertin & Gallais, 2000; Worku et al. 2001; Gungula et al., 2005; Hefny & Aly, 2008; De Souza et al., 2008; Fageria et al., 2010; Tayefe et al., 2011). 5.4.2. Keragaman Genetik Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Nitrogen dan Seleksi Genotipe Jagung Efisien N. Pencarian materi genetik untuk tanaman jagung toleran N-rendah atau efisien N akan semakin cepat bisa diperoleh jika terdapat keragaman genetik yang besar. Menurut Gallais & Coque (2005) keragaman genetik dalam kaitannya dengan 83 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
efisiensi N mempunyai dua hal penting yaitu, pertama apakah terdapat keragaman genetik efisiensi N terhadap pemupukan N-rendah dan yang kedua apakah terdapat genotipe sama yang toleran terhadap pemupukan N-tinggi dan N-rendah. Hasil perhitungan heritabilitas menunjukkan sebagian besar karakter yang diamati mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi pada masing-masing dosis pemupukan N, yang berarti terdapat variasi atau keragaman genetik yang cukup besar dalam merespon pemberian dosis pupuk N. Rata-rata nilai heritabilitas paling tinggi untuk semua karakter dicapai pada dosis N-rendah (30 kg N/ha) dibandingkan dengan dosis pemupukan N yang lain, sementara yang paling rendah teramati pada perlakuan tanpa pemupukan N (N-0) karena semua genotipe mengalami cekaman yang kuat sehingga menunjukkan respon yang sama untuk sebagian besar karakter dan terjadi penurunan nilai heritabilitas. Keragaman genetik tinggi juga teramati untuk hasil berat biji pada semua dosis N, sedangkan parameter efisiensi N yang mempunyai keragaman genetik tinggi adalah efisiensi serapan N dan efisiensi agronomi. Sementara itu keragaman genetik efisiensi penggunaan N mengalami peningkatan ketika dosis N menurun. Adanya variasi adaptasi oleh genotipe pada N-rendah lebih penting dari pada variasi pada N-tinggi (Gallais & Hirel, 2004), karena keragaman genetik yang tinggi pada N-rendah merupakan nilai pemuliaan yang sangat penting untuk mengembangkan genotipe jagung efisien N atau toleran N rendah. Semakin tinggi nilai keragaman genetik semakin tinggi pula nilai pemuliaan karena kegiatan seleksi akan semakin efektif (Poespodarsono, 1988). Biasanya varietas lokal mempunyai keragaman genetik yang besar dan mempunyai adaptasi pada berbagai lingkungan termasuk N-rendah. Varietas lokal mempunyai kandungan protein lebih tinggi baik pada biji maupun pada brangkasan, dan hal ini diduga karena penampilannya yang lebih rendah dibandingkan varietas modern (Gallais & Coque, 2005). Berdasarkan kriteria berat biji dan semua parameter efisiensi N (efisiensi serapan N, remobilisasi N, efisiensi penggunaan N dan efisiensi agronomi) (Tabel 5.15), dari kesepuluh genotipe jagung yang termasuk efisien dalam menyerap dan memanfaatkan N menjadi hasil ekonomis adalah NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, Bisma dan DK-979 (skor nilai 152-122); Bima-3, Arjuna, Lamuru, Sukmaraga mempunyai
84 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
efisiensi N sedang
(skor 118-71) sementara yang paling kurang efisien N adalah
Kodok (skor nilai 35). Kelompok varietas hibrida cenderung mempunyai hasil dan efisiensi N yang lebih tinggi dibandingkan kelompok varietas bersari bebas. 5.4.3. Karakter Morfologi Tanaman Jagung Efisien N Dari ketiga karakter morfologi yang diamati yaitu tinggi tanaman, luas daun dan perakaran tampaknya yang berkorelasi positif atau berkaitan erat dengan berat biji dan nilai efisiensi N pada semua dosis pemupukan N adalah perakaran. Akar merupakan organ utama yang bertanggung jawab terhadap penyerapan unsur hara termasuk N. Perbaikan arsitektur perakaran atau pengembangan perakaran merupakan salah satu strategi yang cukup menjanjikan untuk meningkatkan efisiensi N pada tanaman, dan tampaknya masih sedikit penelitian tentang perakaran dalam kaitannya dengan suplai N pada tanaman serealia (Narayana, 2013). Tanaman jagung mempunyai perakaran yang terdiri dari akar embrionik yaitu akar primer dan seminal yang tumbuh pada saat perkecambahan sampai beberapa minggu kemudian, setelah itu
berkembang akar adventif (post-embrionic) yang
terdiri akar penyangga atau akar mahkota (crown root), akar lateral dan akar nafas (brace root) (Hochholdinger, 2009). Hasil penelitian menunjukkan varietas NK-33 (efisien N) mempunyai morfologi perakaran yang lebih baik dari pada Kodok (kurang efisien N). Pada kondisi N-rendah perakaran NK-33 mengurangi jumlah akar namun memanjangkan perakarannya untuk mendapatkan unsur hara pada lapisan tanah yang lebih dalam, sementara Kodok tidak menunjukkan perbedaan perakaran, baik pada kondisi tercukupi N maupun kekurangan N (Gambar 5.2, A1 & A2). Pada kondisi N tercukupi NK-33 mengembangkan perakaran yang intensif baik dalam jumlah maupun panjangnya serta sistem percabangan akar (akar mahkota dan lateral). Kerapatan akar NK-33 lebih rapat dibandingkan dengan Kodok sampai kedalaman ± 25 cm (Gambar 5.2, A3 & A4). Hal ini sesuai dengan pendapat Liedgens & Richner (2001) yang mengamati perkembangan kerapatan akar jagung meningkat sampai kedalaman 25 cm dan setelah itu berkurang dengan bertambahnya kedalaman lapisan tanah.
85 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Akar lateral sangat mempengaruhi arsitektur perakaran dan bertanggung jawab terhadap penyerapan air dan nutrisi dikarenakan kapasitas percabangannya (Varney et al., 1991). Hirel et al. (2007) menyatakan bahwa penampilan tanaman yang baik disebabkan perkembangan akar dan sistem percabangan akarnya juga baik. Lebih lanjut dikatakan Marschner (1998) genotipe yang mempunyai akar primer, seminal, mahkota dan lateral yang panjang, volume akar dan berat kering akar yang besar berpotensi mempunyai efisiensi penggunaan air dan nutrisi yang besar. Perakaran yang efektif sangat penting dalam pemuliaan jagung efisien N karena mencegah pencucian N dan meningkatkan penyerapan N (Sen et al., 2012). Lynch (2012) mengemukakan beberapa tipe ideal perakaran tanaman jagung yang dapat mengambil air dan N secara optimal yaitu a) diameter akar primer besar dengan sedikit akar lateral namun panjang dan tahan terhadap suhu tanah rendah; b) banyak akar seminal dengan sudut tumbuh dangkal, diameter kecil, banyak akar lateral dan rambut akar banyak atau alternatif lain jumlah akar seminal tidak terlalu banyak (sedang) dengan sudut tumbuh tunggang, diameter besar dan sedikit akar lateral disertai dengan percabangan lateral yang banyak dari pangkal akar mahkota (crown root); c) jumlah akar mahkota sedang dengan sudut tumbuh tunggang dan sedikit akar lateral namun panjang; d) akar penyangga (brace roots) dalam masuk ke tanah, mempunyai sudut tumbuh agak dangkal dibandingkan sudut tumbuh akar mahkota dengan sedikit akar lateral namun panjang; e) aerenkim kortek melimpah, ukuran sel kortek besar dan jumlah sel kortek optimal; f) Km rendah dan Vmax tinggi untuk serapan nitrat. Perkembangan perakaran tanaman jagung antara umur 7-28 HST (V3-V8) pada empat genotipe jagung yang mempunyai tingkat efisiensi N berbeda menunjukkan bahwa NK-33 mempunyai perakaran yang paling vigor dibandingkan Bisma, Arjuna dan Kodok, yaitu total panjang akar, berat kering akar dan diameter akar. Perakaran yang sangat vigor (mempunyai perluasan dan distribusi perakaran yang baik) sangat penting untuk bisa mengambil nutrisi yang mudah bergerak (mobile) seperti NO3((Linkohr et al. 2002). Pada umur 7 HST telah terjadi perbedaan total panjang akar antara NK-33 dengan yang lainnya, kemudian terjadi pertumbuhan cepat perakaran genotipe efisien N (NK-33) dimulai setelah umur 20 HST (V6) dibandingkan genotipe yang kurang efisien N (Kodok). Hasil penelitian Peng et al. (2012) 86 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
menunjukkan total panjang akar meningkat secara drastis setelah memasuki V8 dan mencapai puncaknya pada fase pembungaan (T) kemudian menurun sampai R6. Menurut Narayana (2013) beberapa penelitian telah menunjukkan adanya korelasi positif antara perakaran bibit jagung (pertumbuhan awal tanaman jagung) dengan berat biji, yaitu korelasi positif antara berat kering akar bibit jagung dengan berat biji. Lebih lanjut seperti dikutip Narayana (2013); Nass & Zuber (1971); Andrew & Solanki (1966) dan Zuber (1968) bahwa evaluasi perakaran pada fase bibit (±14 HST) dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan perakaran pada fase selanjutnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk keperluan sebagai penanda seleksi, perbedaan perakaran genotipe efisien N dan yang kurang efisien N di awal pertumbuhan sangat menguntungkan karena dapat digunakan sebagai kriteria seleksi di awal pertumbuhan tanaman. 5.4.4. Karakter Fisiologi Tanaman Jagung Efisien N a. Akumulasi Biomassa dan Translokasi Biomassa Akumulasi biomassa dipengaruhi oleh genotipe dan dosis pemupukan N. Genotipe yang berumur lebih dalam (Pioneer-21, Bisi-2, DK-979, NK-33) mempunyai biomassa yang lebih besar dari pada yang berumur genjah (Kodok). Hal ini berkaitan dengan kemampuan genotipe berumur dalam untuk lebih lama melangsungkan fotosintesis. He et al. (2005) menyatakan waktu senesen yang lebih lama pada genotipe jagung disebabkan karena peranan hormon sitokinin. Menurutnya genotipe yang lebih lama senesen mempunyai daun yang mengandung hormon kelompok sitokinin yang lebih besar yaitu trans-zeatin riboside, t-ZR; dihydrozeatin riboside, DHZR; isopentenyladenosine, iPA; sebaliknya senyawa abscisic acid (ABA) lebih rendah dibandingkan dengan genotipe yang lebih cepat mengalami senesen. Berat kering biomassa menjadi berkurang pada saat masak dibandingkan saat pembungaan karena terjadinya translokasi biomassa untuk pengisian biji. Besarnya translokasi biomassa berbeda untuk tiap genotipe jagung yang diuji dan juga dipengaruhi oleh dosis N, semakin menurun dosis pemupukan N semakin besar translokasi biomassa (Tabel 5.4). Translokasi biomassa terjadi karena mulainya proses senesen dimana salah satu penyebabnya adalah menurunnya kandungan 87 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sitokinin pada daun dan kerja enzim proteolitik (Buchanan-Wollaston, 1997; Nooden et al., 1997). Pemberian sitokinin eksogen menghambat degradasi klorofil dan protein fotosintesis (Badenoch-Jones et al., 1996; He & Jin, 1999), sebaliknya senyawa ABA diduga menginisiasi proses senesen, penyemprotan ABA memicu senesen pada tanaman padi dan jagung (He et al., 2005). Pada penelitian ini terdapat korelasi positif antara akumulasi biomassa dengan produksi biji pada semua dosis N (Tabel 5.12). Menurut Lorenz et al. (2010) beberapa peneliti lain melaporkan adanya korelasi positif antara akumulasi biomassa dengan produksi biji jagung, demikian juga hasil penelitian Gholezani & Tajbakhsh (2012); sementara yang lain menyatakan tidak ada korelasi nyata untuk kedua sifat tersebut. Ditambahkan Lorenz et al. (2010) berat biomassa yang besar biasanya mempunyai hubungan dengan hasil tanaman jagung yang besar pula, sehingga berat biomassa dapat digunakan untuk memprediksi hasil dalam kegiatan budidaya. b. Serapan N dan Remobilisasi N Serapan N juga berkorelasi nyata dengan berat biji pada N-sedang dan N-tinggi (Tabel 5.12), dimana semakin tinggi serapan N semakin tinggi pula produksi biji. Sebelumnya Gallais & Hirel (2004) juga melaporkan adanya korelasi positif antara serapan N dengan berat biji pada N-tinggi. Hal ini menunjukkan pentingnya serapan N bagi pertumbuhan dan hasil tanaman. Hasil penelitian menunjukkan genotipe efisien N (NK-33) yang berumur lebih dalam mempunyai serapan N yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe kurang efisien N (Kodok) yang berumur genjah pada semua dosis N. Hal yang sama pernah dicatat oleh Martin et al. (2005) bahwa genotipe jagung berumur dalam mempunyai serapan N lebih besar 40% dibandingkan dengan genotipe berumur genjah. Rendahnya serapan N pada genotipe kurang efisien N (Kodok) diduga ada kaitannya dengan rendahnya kerja sistem transport nitrogen HATS (high affinity transport system). Seperti diketahui ada dua sistem transport N pada tanaman berdasarkan energi kinetiknya yaitu low affinity transport system (LATS) yang bekerja pada saat N-tinggi dan high affinity transport system (HATS) yang bekerja pada saat N-rendah (Abrol, 1999, Glass, 2003; Pathak, 2008; Hildebrand, 2010). LATS pada tanaman jagung dikode oleh 4 kelompok gen ZmNrt1 dan HATS dikode oleh 4 kelompok gen 88 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ZmNrt2 dan gen pendukung kerja gen Nrt2 yaitu NAR2 (Quaggiotti et al., 2003; Gaudin et al., 2011; Garnettet al., 2013). Pada awal pertumbuhan tanaman baik LATS maupun HATS sama- sama bekerja, namun pada saat memasuki fase pembungaan dan pengisian biji dimana kandungan N-tanah rendah, maka HATS yang bekerja (Abrol, 1999; Filleur et al., 2001; Glass, 2003; Okamoto et al., 2006; Santi et al., 2003; Liu et al., 2009). Namun beberapa peneliti menyebutkan bahwa HATS dan LATS sama-sama bekerja pada seluruh fase pertumbuhan tanaman Brassica napus (Malagoli et al., 2004), jagung (Garnett et al., 2013, Liseron-Monfils et al., 2013). Hasil penelitian Malagoli et al. (2004) pada tanaman Brassica napus menyimpulkan bahwa penyerapan N (NO3-) pada tanaman lebih banyak disuplai melalui HATS (89%) dari pada LATS, demikian juga pada tanaman jagung, gen ZmNrt2.1 dan ZmNrt2.2 (HATS) terekspresi baik pada kondisi N-rendah maupun N-tinggi (Garnett et al., 2013). Hal ini menunjukkan pentingnya peranan HATS dalam penyerapan N. Sistem penyerapan N melalui HATS ini ternyata dapat digunakan untuk membedakan genotipe jagung efisien N dengan yang kurang efisien N, dimana jagung efisien N mempunyai ekspresi gen ZmNrt2 (HATS) yang lebih besar (20%) dari pada genotipe kurang efisien N (Quaggiotti et al., 2003). Demikian juga tanaman mutan Arabidopsis yang kehilangan gen AtNrt2 mengakibatkan hilangnya 75% aktivitas penyerapan N lewat HATS dan menghasilkan serapan Nitrat daun yang rendah (Filleur et al., 2001). Pada umumnya tanaman mempunyai dua fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif dimana akar, batang dan daun bertindak sebagai sink (penimbun) hasil asimilasi N anorganik dan sintesis asam amino, kemudian pada fase generatif dimana setelah antesis organ vegetatif berubah menjadi source yang mentranslokasikan hasil perombakan asam amino di organ vegetatif menuju organ generatif yaitu biji sebagai sink (Gallais et al., 2006), meskipun sebenarnya remobilisasi N bisa terjadi sebelum memasuki fase generatif yaitu dari organ vegetatif yang senesen ke organ yang sedang tumbuh (Latanzi et al., 2005). Remobilisasi N dipicu oleh karena tidak tercukupinya kebutuhan N yang besar selama pengisian biji dengan jumlah N yang diserap dari tanah (Masclaux-Daubresse et al., 2010).
89 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Remobilisasi N merupakan nilai ekonomi N yang penting karena mengontrol sebagian besar aliran N dari source ke sink (Masclaux-Daubresse et al., 2007) karena peningkatan efisiensi translokasi N dapat mengurangi kebutuhan pupuk N oleh tanaman ketika memasuki fase pengisian biji (Kichey, 2007). Pada penelitian ini, korelasi positif secara nyata ditunjukkan antara remobilisasi N dengan berat biji pada semua dosis N yang berarti semakin tinggi remobilisasi N menyebabkan produksi biji semakin meningkat. Varietas NK-33, Bisi-2, Pioneer-21 mempunyai remobilisasi N lebih besar dari pada Kodok dan Lamuru (Tabel 5.5), hal ini mengindikasikan bahwa genotipe yang efisien N akan meremobilisasikan N lebih besar dari daun dan batang menuju ke biji akibat rendahnya serapan N setelah pembungaan (antesis). Besarnya remobilisasi N diantara genotipe jagung dan dosis N pada penelitian ini tergolong rendah sampai sedang yaitu berkisar 16.5-65.7%, dimana remobilisasi N terendah terdapat pada Kodok. Hal ini berbeda dengan pendapat MasclauxDaubresse et al. (2010) bahwa sumbangan N-daun ke N-biji pada tanaman padi, gandum dan jagung berkisar antara 50-90% tergantung genotipe, sementara menurut Gallais & Coque (2005) dan Weiland & Ta (1992) remobilisasi N dari daun dan batang untuk pengisian biji pada tanaman jagung berkisar antara 45-65% tergantung kondisi lingkungan atau genotipe. Sedangkan sisanya 35-55% N-biji berasal dari serapan N setelah antesis (Gallais & Coque, 2005; Bertin & Gallais, 2000; Weiland & Ta, 1992). Rendahnya rata-rata remobilisasi N pada penelitian ini terutama pada N-tinggi diduga karena besarnya serapan N setelah antesis sebagai dampak N dalam tanah masih cukup banyak. Hal ini nampak pada varietas Kodok pada N-tinggi yang mempunyai remobilisasi N terendah (16.5%), kemungkinan disebabkan karena kapasitas menyerap N pada genotipe ini yang rendah sehingga ketika memasuki fase pengisian biji tanaman lebih banyak menyerap N di tanah dari pada mengambil N dari daun dan batang dikarenakan N-tanah masih banyak tersedia. Hal ini sama dengan penelitian Coque & Gallais (2007) yang mengamati bahwa sumbangan N untuk pengisian biji pada jagung lebih banyak berasal dari N yang diserap setelah antesis daripada N hasil remobilisasi organ vegetatif. Sebagian besar asam amino
90 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yang disintesis berasal dari serapan N setelah antesis dan protein brangkasan yang dihidrolisis untuk menyediakan N biji (Gallais et al., 2006). Remobilisasi N terjadi karena proses penuaan jaringan atau senesen (Bleecker 1998; Masclaux-Daubresse et al. 2008). Senesen merupakan kunci siklus dalam kehidupan tanaman, dimana selama proses senesen terjadi perubahan morfologi, fisiologi dan molekuler yang mengarah pada kematian jaringan (He et al., 2005) dan selama senesen terjadi remobilisasi material dari daun yang senesen ke pembentukan biji (Smart, 1994; Smart et al., 1995). Sebagian besar N yang ditranslokasikan dari daun ke biji pada tanaman serealia berasal dari N yang terdapat di kloroplas (Gregersen et al., 2008) karena lebih dari 75% N dalam sel yang aktif melakukan fotosintesis terdapat di kloroplas terutama dalam enzim Rubisco (ribulose-1,5bisphosphate carboxylase ⁄ oxygenase) (Hortensteiner & Feller, 2002). Selama penuaan atau senesen berlangsung, komponen protein di daun mengalami degradasi menjadi asam amino, amida dan amonium (Gregersen et al., 2008). Sebagian besar amonium direasimilasi menjadi asam amino untuk diekspor, sedangkan sisanya dievaporasi sebagai amonia keluar tanaman ((Schjoerring et al. 1993). Asam amino diekspor melalui phloem untuk pengisian biji (Simpson et al. 1983). Enzim glutamin sintetase (GS) mempunyai peranan penting dalam reasimilasi amonium selama senesen terutama GS yang berada di sitosol (Habash et al. 2001; Miflin & Habash 2002). Identifikasi gen-gen yang bekerja selama proses senesen telah dilakukan dan dapat dijadikan sebagai penanda molekuler (Wu et al., 2012). Sejauh ini ekspresi kelompok gen senescence-associated genes (SAG) atau senescence-enhancedgenes (SEE) pada tanaman telah banyak diteliti untuk mengamati inisasi dan proses senesen yaitu kelompok gen yang mengekspresi enzim proteinase, lipase, nuklease, klorofilase, serta enzim untuk daur ulang nutrisi seperti glutamat sintase (Gepstein, 2003). Remobilisasi N pada tanaman biasanya diikuti dengan meningkatnya kandungan enzim protease dan proses senesen pada daun (Masclaux-Daubresse et al., 2007). Senyawa amino yang banyak diekspor selama remobilisasi N adalah aspargin pada tanaman pea (Rochat & Boutin 1991) dan glutamin pada tanaman serealia, tembakau, tomat dan arabidopsis (Caputo & Barneix 1997; Corbesier et al. 2002; Chaffei et al. 2004). Ketika proses senesen berlangsung kedua asam amino ini
91 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
meningkat pada phloem dan lebih tinggi dibandingkan di daun (Chaffei et al., 2004; Herrera-Rodriguez et al., 2006; Masclaux-Daubresse et al. 2006). Pada kebanyakan tanaman dijumpai kandungan glutamin selalu lebih banyak pada eksudat phloem dari pada di daun (Chaffei et al. 2004; Masclaux-Daubresse et al.2006), hal ini mengindikasikan bahwa glutamin dan aspargin mempunyai peranan penting dalam remobilisasi N (Masclaux-Daubresse et al.2008). Jadi sesuai dengan pendapat Hirel et al. (2001) bahwa peningkatan produksi jagung diduga karena kemampuan tanaman untuk lebih banyak menyerap Nitrat di daun selama fase vegetatif dan meremobilisasikannya secara efisien selama periode pengisian biji. c. Kandungan Klorofil dan Stay Green Pengurangan dosis pemupukan N menyebabkan kandungan klorofil menurun dan mengalami degradasi yang lebih cepat karena N merupakan salah satu komponen penyusun klorofil. Sebagai akibatnya karakter stay green juga ikut menurun (Tabel 5.3 dan Gambar 5.3). Stay green merupakan kondisi daun tetap hijau selama pengisian biji setelah antesis sampai masak (Borell et al., 2001). Penuaan daun yang lebih cepat terjadi sebagai akibat adanya remobilisasi N lebih awal terhadap tanaman yang ditanam pada N-rendah dibandingkan tanaman yang ditanam pada N-tinggi karena kurangnya ketersediaan unsur N di dalam tanah (Gallais & Coque, 2005). Lamanya umur daun (leaf longevity) dipertahankan dengan meningkatnya ketersediaan N tanah (Racjan & Tollenar, 1999), dan kurangnya N tanah akan memicu penuaan daun setelah fase pembungaan (D’Andrea et al., 2006). Pada penelitian ini terdapat perbedaan kandungan klorofil dan stay green diantara genotipe jagung. Kedua sifat tersebut juga mempunyai korelasi positif dengan berat biji dan efisiensi penggunaan N. Hal ini sama dengan penelitian Hefny & Aly (2008) yang menunjukkan adanya korelasi positif antara stay green dengan berat biji jagung dan efisiensi penggunaan N, sedangkan Martins et al. (2008) mencatat bahwa tidak terdapat perbedaan nyata diantara genotipe jagung untuk kandungan klorofil. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa genotipe jagung yang stay green mempunyai kapasitas fotosintesis lebih lama pada N-rendah dan N-tinggi, mengakumulasi lebih banyak biomassa, menyerap N lebih besar, dan menghasilkan 92 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
lebih banyak biji (Echarte et al., 2008; Ding et al., 2005), mempunyai rasio source/sink dan hasil yang tinggi (Rajcan & Tollenaar, 1999). Genotipe stay green mempunyai beberapa kelebihan yaitu pertumbuhan akar lebih cepat, menyediakan lebih banyak karbon, memperpendek interval antesis-silking (Davies, et al., 2011). Sebaliknya Martin et al. (2005) menyimpulkan stay green meningkatkan akumulasi biomassa namun tidak meningkatkan berat biji jagung. Secara fungsional stay green merupakan jalur fiksasi karbon yang lebih lama pada saat pengisian biji untuk memaksimalkan kapasitas fotosintesis pada jaringan hijau sehingga dapat meningkatkan hasil biji (Derkx, 2013). Terdapat lima cara tanaman mengalami senesen yaitu tipe A: waktu dimulainya (onset) senesen mundur namun kecepatan senesen normal; tipe B: waktu onset senesen normal namun kecepatan senesen lambat; tipe C: degradasi klorofil terhambat sehingga mempertahankan kandungan klorofil tanpa batas; tipe D: kematian sel yang cepat; tipe E: meningkatkan kandungan klorofil jadi meski waktu dan kecepatan senesen normal namun durasi proses senesen menjadi lebih lama (Thomas & Howard, 2000). Tipe A, B dan E adalah stay green secara fungsional yaitu mempertahankan kapasitas fotosintesis dalam jaringan hijaunya (Derkz, 2013). Pada kebanyakan tanaman serealia terdapat dua tipe stay green yaitu termasuk kategori tipe A dan tipe B yaitu waktu onset senesen yang mundur dan kecepatan senesen yang lambat (Thomas & Smart, 1993) dan keduanya terbukti dapat meningkatkan produksi (Borrel et al., 2001). Onset senesen dimulai karena pengaruh kerja hormon etilen yang dikontrol oleh kelompok gen yang dikenal dengan nama gen OLD (onset of leaf death) (Jing et al. 2003; Jing et al. 2005). Mutan Arabidopsis etr-1 dan ein2 menunjukkan karakter daun yang tahan lama (leaf longevities) (Grbic & Bleecker, 1995; Oh et al., 1997) sedangkan tekanan antisense ACC oxidase pada tomat juga menyebabkan penundaan senesen pada daun. Beberapa senyawa lain yang ikut berperan dalam onset senesen antara lain ABA (Zacarias & Reid, 1990; Jing et al., 2005), brassinosteroid (Clousse & Sasse, 1998; Yin et al., 2002), dan juga asam salisilat yang ikut memicu ekspresi gen SAG dan senesen (Morris, 2000). Sampai saat ini gen yang mengontrol kecepatan proses senesen belum banyak diketahui, namun adanya tanaman ephemeral (berumur pendek) yang senesen dalam
93 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
beberapa minggu, tanaman monocarpic yang berumur semusim dan tanaman berkayu berumur lama merupakan bukti adanya perbedaan lama proses senesen pada tanaman (Wu et al., 2012). Terdapat hubungan yang kompleks antara onset senesen daun dengan efisiensi N (remobilisasi N) dan hasil (Chardon et al. 2010;Masclaux-Daubresse et al. 2010; Masclaux-Daubresse & Chardon, 2011) yang cukup sulit untuk dimanipulasi (Derkz, 2013). Stay green dapat meningkatkan hasil namun penundaan senesen menyebabkan rendahnya laju pengisian biji, efisiensi penggunaan N dan kandungan protein biji, sehingga menimbulkan dilema bagi bidang pemuliaan (Mi et al. 2002; Gong et al.2005; Masclaux-Daubresse et al., 2010; Wu et al., 2012). Waktu onset dan kecepatan senesen juga penting dalam menentukan hasil melalui remobilisasi fotoasimilat setelah antesis (Thomas & Howarth 2000; Himelblau & Amasino, 2001). Oleh sebab itu penundaan waktu onset senesen yang dikombinasikan dengan proses senesen yang cepat merupakan tipe ideal (ideotype) untuk menghasilkan genotipe yang mempunyai stay green lama dan remobilisasi nutrisi yang tinggi termasuk nitrogen (Wu et al., 2012). 5.4.5. Profil Protein Genotipe Jagung Efisien N dan Enzim Terlibat Asimilasi N Nitrat reduktase (NR) merupakan enzim pertama yang bekerja setelah nitrat masuk ke dalam tanaman yang mengubah nitrat menjadi nitrit yang terjadi di sitosol akar dan batang. Nitrit kemudian ditranslokasikan ke kloroplas dan diubah menjadi amonium oleh enzim nitrit reduktase. Selanjutnya amonium bereaksi dengan glutamat membentuk
glutamin yang dibantu kerja glutamin sintetase (GS) dan
glutamin bereaksi dengan 2-oxoglutarat diubah kembali menjadi dua molekul glutamat oleh enzim glutamine 2-oxoglutarate amino transferase (GOGAT) atau disebut juga glutamin sintase. Reaksi ini dikenal dengan jalur GS/GOGAT yang sebagian besar berlangsung di plastida/kloroplast (Masclaux-Daubresse, 2010). NR merupakan enzim yang dapat menginduksi substrat sehingga dianggap sebagai faktor pembatas dalam asimilasi N (Kelly et al., 1995) dan efisiensi penggunaan N (Hirel et al., 2007). Hasil penelitian Reed (1980) menyimpulkan bahwa aktivitas NR yang tinggi dapat mempertahankan kandungan nitrat selama fase pengisian biji jagung. Dengan mempertahankan aktivitas nitrat reduktase tetap tinggi selama fase pengisian biji akan menyebabkan berat biji meningkat dan mencegah 94 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
menurunnya kandungan N di biji (Kumari, 2011). Beberapa peneliti menyebutkan adanya hubungan yang beragam antara aktivitas nitrat reduktase dengan produksi tanaman. Korelasi positif antara aktivitas nitrat reduktase dengan produksi teramati pada tanaman jagung (Deckard et al., 1973 dalam Kumari, 2011) dan wheat (Kumari, 2011). Sementara peneliti lain menyatakan aktivitas NR tidak berkorelasi nyata dengan berat biji dan dosis pupuk N pada sorgum (Traore, 1999) dan jagung (Machado et al., 2001). Sedangkan Reed et al. (1980) dan Gallais & Hirel (2004) menyatakan aktivitas NR berkorelasi negatif dengan berat biji dan kandungan N biji jagung. Pada penelitian ini aktivitas NR berkorelasi positif dengan berat biji jagung hanya pada N-tinggi, hal ini diduga ada kaitannya dengan pengaruh dosis N dimana peningkatan N menyebabkan peningkatan aktivitas NR (Tabel 5.6). Demikian juga hasil pemisahan protein dengan SDS-PAGE (Gambar 5.11) menunjukkan bahwa pita dengan berat 110 kDa yang diduga NR mempunyai konsentrasi lebih tinggi pada perlakuan N-tinggi dari pada N-rendah, sedangkan pita protein genotipe efisien N (NK-33) sedikit lebih tebal dibandingkan dengan genotipe kurang efisien N (Kodok) (Gambar 5.11). Perbedaan aktivitas NR tidak nyata pada semua genotipe kecuali pada N-0, sehingga keragaman aktivitas NR paling besar terjadi pada N-0. Meskipun tidak ada konsistensi antara aktivitas NR dengan berat biji pada genotipe jagung yang diuji untuk masing-masing dosis N, namun genotipe yang paling kurang efisien N (Kodok) mempunyai aktivitas NR paling kecil dibandingkan dengan yang lain pada semua dosis N. Hasil penelitian ini memperkuat pendapat Hirel et al. (2007) bahwa meskipun aktivitas NR bukan enzim utama yang berperan dalam efisiensi N (Andrew et al., 2004) namun dengan hasil yang telah dicapai oleh Lea et al. (2004) yang menunjukkan adanya pengaruh aktivitas NR terhadap produksi NO2- dan NO yang mana ikut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta pertumbuhan umbi kentang (Djenane et al., 2004), telah membuka perspektif baru bahwa manipulasi NR masih dapat diharapkan untuk meningkatkan efisiensi N. Pita protein lain yang terlihat lebih tebal pada NK-33 (genotipe efisien N) dosis N-tinggi yang diduga berkaitan dengan asimilasi N adalah glutamin sintetase (GS) (40 dan 44 kDa), glutamat dehidrogenase (GDH) (41 kDa dan 42 kDa) dan glutamat
95 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dekarboksilase (56 dan 58 kDa). Glutamin sintetase dan glutamat sintase yang bekerja pada jalur asimilasi amonium (GS/GOGAT) dan juga GDH dipertimbangkan sebagai enzim kunci dalam asimilasi N yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan N (Gallais & Hirel, 2004; Masclaux-Daubresse et al. 2008, Masclaux-Daubresse et al. 2010). Terdapat dua kelompok enzim GS yaitu GS1 yang terdapat di sitosol yang dikode oleh gen Gln1 dan terlibat dalam reduksi amonium hasil daur ulang N dari organ yang mengalami senesen dan GS2 yang terdapat di kloroplas yang dikode gen Gln2 dan terlibat dalam asimilasi N primer yaitu amonium yang berasal dari reduksi nitrat (Bernard & Habash, 2009). Hasil penelitian Hirel et al. (2001) menunjukkan bahwa GS berkorelasi positif dengan berat biji dan jumlah biji jagung pada N-rendah, serapan N setelah antesis dan kandungan N biji pada N-tinggi serta kandungan nitrat pada semua dosis N. Hirel et al. (2001) juga menemukan lima marka yang terkait quantitative trait loci (QTL) untuk GS daun di kromosom 1, 5 dan 9. Lebih dari itu juga didapati QTL untuk GS muncul secara bersamaan (coinsident) dengan QTL hasil (berat biji dan jumlah biji) di kromosom 1 dan kromosom 5. Tanaman jagung mutan yang kehilangan gen GS1 yaitu Gln1-3 menyebabkan berkurangnya ukuran biji, tanaman mutan yang kehilangan gen Gln1-4 menyebabkan berkurangnya jumlah biji, sedangkan tanaman mutan ganda yang kehilangan gen Gln1-3 dan Gln1-4 menyebabkan efek kumulatif terhadap pengurangan ukuran dan jumlah biji (Hirel et al., 2007). Pada kondisi N terbatas aktivitas GS berkorelasi positif dengan jumlah biji menunjukkan bahwa aktivitas GS yang tinggi mencegah gugurnya embrio biji (Below, 1995). Enzim lain dipertimbangkan mempunyai peranan dalam asimilasi N yang berkaitan dengan efisiensi N adalah glutamat dehidrogenase (GDH). GDH berperan dalam deaminasi glutamat untuk melepas amonium pada daun yang senesen (Dubois et al., 2003). Aktivitas GDH mempunyai korelasi positif dengan jumlah biji jagung pada N-rendah (Gallais & Hirel, 2004). Jadi bisa disimpulkan bahwa GS1 bersama GDH terlibat dalam remobilisasi N sehingga manipulasi GS1 dan GDH diharapkan dapat meningkatkan efisiensi N.
96 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.4.6. Seleksi Marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) yang Terpaut dengan Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung Pencarian marka random amplified polymorphism DNA (RAPD) yang terpaut sifat efisien N pada tanaman jagung diawali dengan seleksi marka molekuler RAPD yang polimorfis (pola pita DNA berbeda) pada kedua tetua tanaman jagung efisien N (NK-33) dan kurang efisien N (Kodok). Dari 20 primer yang diuji terdapat 14 primer (70%) yang polimorfis dan 9 primer diantaranya terlihat lebih jelas pola pita DNAnya yaitu primer OPA2, OPA3, OPA5, OPA8, OPA9, OPA11, OPA12, OPA13 dan OPA18 yang mempunyai panjang fragmen berkisar antara 350-3500 bp (Gambar 5.12-5.15.). Primer-primer yang polimorfis ini merupakan marka yang terpilih untuk pengujian selanjutnya, yaitu analisis segregasi marka polimorfis terpilih terhadap generasi F1 dan F2 hasil persilangan NK-33 dan Kodok dengan metode metode Bulk Segregant Analysis (BSA). Diharapkan diantara ketujuh marka RAPD yang polimorfis terdapat marka yang terpaut erat dengan karakter efisien N sehingga dapat digunakan sebagai penanda seleksi genotipe efisien N dalam pemuliaan tanaman atau yang dikenal marker assisted selection (MAS). Dibandingkan dengan penanda lain, marka molekuler mempunyai kelebihan yaitu jumlahnya melimpah di dalam genom, netral karena terletak di non-coding region dan tidak dipengaruhi lingkungan maupun fase pertumbuhan tanaman (Collard et al., 2005). Segregasi marka DNA bertujuan untuk mengetahui marka mana yang terpaut erat dengan gen yang mengendalikan karakter yang berhubungan dengan sifat efisien N dan metode yang dapat digunakan adalah metode Bulk Segregant Analysis (BSA) (Michelmore et al., 1991). Analisis segregasi dilakukan pada keturunan hasil persilangan antara kedua tetua yang mempunyai sifat yang dituju secara ekstrim berbeda misalnya efisien N dan yang kurang efisien N. Metode BSA dilakukan dengan mencampur (bulk) DNA genotipe F1 yang efisien N dijadikan satu dan DNA genotipe yang kurang efisien N dijadikan satu kemudian dianalisis segregasinya terhadap DNA kedua tetua. Metode ini dapat dengan cepat mengidentifikasi marka yang terpaut dengan sifat yang dituju karena metode BSA hanya fokus pada daerah di sekitar marka (Michelmore et al., 1991). BSA dapat digunakan untuk menguji kandidat gen untuk pengaruh QTL (Quarrie et al., 1999). Hasil penelitian IgnjatovicMicic (2006) menunjukkan metode BSA dapat dengan cepat dan informatif
97 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mendeteksi marka RFLP yang terpaut dengan gen pengendali produksi pada tanaman jagung dan daerah kromosom yang membawa gen tersebut. Secara komperehensif hasil penelitian ini bisa dijelaskan pada Gambar 5.13., yaitu diperoleh genotipe efisien N (NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, Bisma, DK-979) yang berguna sebagai materi genetik untuk pengembangan genotipe jagung efisien N atau toleran N-rendah. Selain itu juga diperoleh pemahaman karakter tanaman jagung efisien N baik secara morfologi, fisiologi dan biokimia. Hal ini sangat penting untuk mengetahui dasar genetik genotipe jagung efisien N dan berguna sebagai kriteria seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Genotipe jagung efisien N dicirikan dengan perakaran yang baik (panjang akar, jumlah akar dan berat kering akar yang besar), akumulasi biomassa yang besar, serapan N dan remobilisasi N yang tinggi pada saat pengisian biji, serta nilai efisiensi serapan N, agronomi dan efisiensi penggunaan N yang besar pula. Aktivitas nitrat reduktase dapat dipertimbangkan menjadi kriteria seleksi genotipe jagung efisien N terutama tanaman jagung yang ditanam pada N-rendah. Perakaran di awal pertumbuhan yaitu umur 7-22 HST (V3-V7) dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi jagung efisien N. Sementara hasil seleksi marka RAPD (OPA2, OPA3, OPA5, OPA8, OPA9, OPA11, OPA12, OPA13 dan OPA18) menunjukkan pola pita DNA yang polimorfis yang dapat membedakan genotipe efisien N dan kurang efisien N, sehingga berpeluang untuk dapat dijadikan sebagai penanda genotipe jagung efisien N. Penggunaan secara bersama penanda morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler diharapkan dapat meningkatkan efisiensi seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman.
98 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Materi pemuliaan Sebagai penanda jagung efisien N di fase awal (V3-V8)
Jumlah & kerapatan akar tinggi
N-tinggi
Gen SAG (senescenceassociated genes) genes)
Memanjangkan perakaran, jumlah akar sedikit
Akumulasi N rendah
NK33, Pioneer-21, Bisi-22, DK-979, Bisma
Pertumbuhan & distribusi perakaran cepat.
N-rendah
Karakter & Penanda Fisiologi
Serapan N – Serapan N0 Berat pupuk N Berat biji Berat pupuk N Berat biji N – Berat biji N0 Berat pupuk N
Efisiensi serapan N
Efisiensi penggunaan N
Marka terpaut sifat efisien N (Marker Assisted Selection)
N-rendah
Karakter & Penanda Biokimia
Penanda Molekuler
Produksi
Serapan N
Perakitan varietas jagung efisien N Parameter efisien N
Degradasi protein
Akumulasi biomassa
Fotosintesis
Karakter & Penanda Morfologi
N (glutamin & aspargin)
Senesen daun
Remobilisasi N dari daun ke pengisian biji
Sitokinin Sitokinin
Sistem perakaran
Enzim protease
High affinity trasport system (HATS)
ZmNrt2.1 ZmNrt2.2 ZmNrt2.3 ZmNrt2.4
Enzim-enzim dalam Asimilasi Nitrogen
?
Nitrat reduktase
Analisis segregasi F1/F2 dari NK-33 x Madura
Penelitian lanjutan
Glutamin sintetase
Efisiensi agronomi OPA2, OPA3, OPA5, OPA6, OPA11,OPA12, OPA13, OPA18
Marka RAPD berpotensi sebagai penanda jagung efisien N
Sitosol akar & batang GS1 – Gln1 sitosol GS2 – Gln2 kloroplast
GS-GOGAT Glutamin sintase Glutamat dehidrogenase
Gambar 5.16. Rangkuman Hasil Penelitian berupa Materi Genetik, Karakteristik dan Penanda Tanaman Jagung Efisien Nitrogen DISERTASI
99
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Pengurangan dosis N menyebabkan penurunan tinggi tanaman, luas daun, jumlah akar, berat kering akar, kandungan klorofil, stay green, aktivitas nitrat reduktase, serapan N, akumulasi biomassa, berat biji dan jumlah biji; namun meningkatkan panjang akar, remobilisasi N, translokasi biomassa, efisiensi serapan N, efisiensi pemanfaatan N, efisiensi agronomi dan efisiensi penggunaan N. 2. Keragaman genetik tinggi untuk sebagian besar karakter yang diamati menunjukkan adanya perbedaan respon genotipe jagung terhadap pengurangan N, dan genotipe jagung yang tergolong efisien N serta dapat digunakan sebagai materi pemuliaan adalah NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, Bisma dan DK-979. 3. Karakteristik genotipe jagung efisien N mempunyai perakaran yang berkembang dengan cepat dan panjang sehingga mampu menyerap N lebih besar dan mengolahnya menjadi biomassa dan produksi tinggi meski pada kondisi N-rendah dikarenakan besarnya remobilisasi N dan tingginya efisiensi serapan N, efisiensi agronomi, efisiensi penggunaan N serta aktifitas enzim nitrat reduktase. 4. Marka RAPD yang polimorfis adalah OPA2, OPA3, OPA5, OPA8, OPA9, OPA11, OPA12, OPA13, OPA17 dan beberapa diantaranya berpeluang sebagai penanda molekuler genotipe jagung efisien N. 6.2. Saran Saran yang diberikan dari hasil penelitian ini adalah: 1.
Peningkatan efisiensi N dapat dilakukan dengan menggunakan genotipe jagung efisien N yaitu genotipe yang mampu menyerap N secara maksimal dan mengolahnya menjadi hasil panen yang tinggi meskipun ditanam pada N-rendah.
2.
Perakitan varietas jagung efisien N hendaknya memperhatikan karateristik tanaman jagung efisien N sebagai dasar untuk mengetahui susunan genetik dan juga sebagai kriteria seleksi.
3.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan yaitu analisis segregasi marka RAPD, guna mendapat marka yang terpaut erat dengan gen yang mengendalikan sifat efisien N pada tanaman jagung dengan metode bulk segregant analysis (BSA).
100 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR PUSTAKA Abdel-Latif, S. 2012. Study on barely two genotypes differ in nitrate reductase activity under two fertilization regimes. Australian J. of Basic and Appl. Sci, 6(8): 605-608. Abenes, M.L.P., Tabien, R.E. McCouch, S.R. Ikeda, R. Ronald, P. Khush, G.S. & Huang, N. 1994. Orientation and integration of the classical and molecular genetic maps of chromosome 11 in rice. Euphytica.,76(1-2): 81-87. Abrol, Y.P., Chatterjee, S.R., Kumar, P.A., & Jain, V. 1999. Improvement in nitrogen use efficiency: Physiological and molecular approacheses. Current Sci. 76(10): 1357-1364. Adnan, A., Rapar, C. & Zubactirodin. 2010. Deskripsi Varietas Jagung Unggul. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Kementan. Hal.:60-115. Agrama, H.A.S., Zacharia, A.G., Said, M. & Tuinstra, M. 1999. Identification of quantitative trait loci for nitrogen use efficiency in maize. Mol. Breed., 5(2): 187–195. Akil, M. & Dahlan, M.2008. Budi Daya Jagung dan Diseminasi Teknologi. Buku Jagung. Hal.:192-204. Balitsereal. Maros. Akmal, M. Hameed-Ur-Rehman, Farhatullah, Asim, M & Akbar, H. 2010. Response of maize varieties to nitrogen application for leaf area profile, crop growth, yield and yield components, Pak. J. Bot., 42(3):1941-1947. Andrews, M., Lea, P.J., Raven, J.A. & Lindsay, K. 2004. Can genetic manipulation of plant nitrogen assimilation enzymes result in increased crop yield and greater N-use efficiency? An assessment. Annals of Appl. Biol., 145(1):25–40. Andrews, M., Morton, J.D., Lieffering, M. & Bisset, L. 1992. The partitioning of nitrate assimilation between root and shoot of a range of temperate cereals and pasture grasses. Ann. Bot., 70(3) :271-276. Anonymous, 2005. What is Nitrification. Transgalactic Ltd. Manufacturer of Bioscreen C software.[Internet] [sitasi 29April 2011]. Didapat dari: http://www.bionewsonline.com/v/what_is_nitrification.htm. Anonymous, 2007. Jagung. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan. Hal.:1-6. Anonymous. 2010a. Corn Growth Stages. Extension.University of Illinois. [Internet] [sitasi 20 Mei 2014]. Didapat dari: www.odells.typepad.com/blog/corngrowth-stages.html.
101 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Anonymous, 2010b. Nitrogen Metabolism in Plants. [Internet] [sitasi 20 Januari 2010]. Di dapat dari:http://www.tutorvista.com/content/biology/biologyiv/plantnutrition/ nitrogenmetabolism-plants.php Anonymous 2011. How a Corn Plant Develops. Special Report No. 48. Iowa State University of Sci and TechnologyCooperative Extension Service Ames, Iowa. Didapat dari: www.biologie.unihamburg.de/bonline/library/maie/www. ag.iastate. edu/departments/agronomy/corngrows.html. [Internet] [sitasi 30 Januari 2011]. Anomymous, 2014. Corn Hybrid Selection. University of Wisconsin. [Internet][sitasi 6 Desember 2014]. Di dapat dari: http://www.corn.agronomy.wis.edu
Atta, B.M., Mahmood, T. & Trethowan, R.M. 2013. Relationship between root morphology and grain yield of wheat in North-Western NSW Australia. Australian J. of Crop Sci., 7(13): 2108-2115. Azrai, M. 2006. Sinergi Teknologi Marka Molekuler dalam Pemuliaan Tanaman Jagung. Pustaka. Litbang. Deptan. Hal: 81-89. Babu, R., Nair, S.K., Prasanna, B. M. & Gupta, H. S. 2004. Integrating markerassisted selection in crop breeding-prospects and challenges. Current Sci. 87(5): 607-619. Badan Litbang Pertanian, 2011. Penanaman lada di lahan bekas tambang timah agroinovasi. Sinar Tani, No.3394 Tahun XLI. Hal.: 2-5. Badenoch-Jones, J., Parker, C.W., Letham, D.S. & Singh, S. 1996. Effect of cytokinins supplied via the xylem at multiples of endogenous concentrations on transpiration and senescence in derooted seedlings of oat and wheat. Plant, Cell and Env., 19(5): 504–516. Bainbridge, D. & George, M. 1999. Problems with Nitrogen Pollution. Earth Times. San Diego. USA. Balai Penelitian Serealia. 2013. Data Statistik Jagung. [Internet][sitasi 21April 2014]. Didapat dari: www.balitsereal.litbangdeptan.go.id. Bano, A., Fattah, Q. A. & Husain, Z. 1980. Relationship between nitrate reductase, nitrogen content, grain yield and protein content of potassium naphthenate treated maize plants. J. Indian J. of Plant Physiol. 23(3): 238-243. Banziger, M., Betrand, F.J., &Lafitte, H.R. 1997. Efficiency of high-nitrogen selection environments for improving maize for low nitrogen target environments. Crop Sci., 37(4):1103-1109. Banziger, M. & Diallo, A.O. 2001. Progress in developing drought & stress tolerant maize cultivar for Eastern and Southern Africa. Seventh Eastern and Southern Africa Region Maize Conf., 7:189-194. 102 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Barakat, M.N., Milad, S.I., El-Shafei, A.M. & Khatab, S.A. 2008. Genetic analysis and identification of RAPD markers linked to northern corn leaf blight disease resistance in a white maize population. Met., Env. & Arid Land Agric. Sci., 20(1): 45-61. Becker, T.W, Carrayol, E.,&Hirel, B. 2000. Glutamine synthetase and glutamate dehydrogenase isoforms in maize leaves in localization, relative proportion and their role in ammonium assimilation or nitrogen transport. Planta, 211 (6): 800-806. Bell, A.D. & Bryan, A. 2008. Plant Form: an Illustrated Guide to Flowering Plant Morphology. Timber Press, Portland, London. P: 122-140 Below, F.E. 1995. Nitrogen Metabolism and Crop Productivity, dalam Pessarakli,M. (ed) Handbook of Plant and Crop Physiol., 275-301. Marcel Dekker, New York. Bernard, S.M. & Habash, D.Z. 2009. The importance of cytosolic glutamine synthetase in nitrogen assimilation and recycling. New Phytol, 182(3): 608– 620. Bertin, P. & Gallais, A. 2000. Genetic variation for nitrogen use efficiency in a set of recombinant maize inbred lines I. Agrophysiological results. Maydica, 45(1): 53–66. Bleecker, A.B. 1998. The evolutionary basis of leaf senescence: method to the madness? Curr. Opin. Plant Biol.,1(1): 73–78. Bojovic, B., &Markovic, A. 2009. Correlation between nitrogen and chlorophyll content in wheat (Triticum aestivum L.). Kragujevac J. Sci.,31:69-74. Borrel A, Hammer, G.L. & Van Oosterom, E. 2001. Stay-green: a consequence of the balance between supply and demand for nitrogen during grain filling. Ann of Appl. Biol.,138 (1): 91–95. Borrell, A., Oosterom, E.V.,Hammer, G.L., Jordan, D. & Douglas. A., 2003. The Physiology of “Stay-Green” in Sorghum, dalam Unkovich, M., & O'Leary, G. (eds.). Proceedings of the 11th Australian Agronomy Conference. Australian Society of Agronomy, Geelong, Victoria. 11:1-4. Bosch, L., Casañas, F., Ferret, A., Sánchez, E. & Nuez, F. 1994. Screening tropical maize populations to obtain semiexotic forage hybrids. Crop Sci., 34(4):1089– 1096. Boyer, R.1999. Concepts in Biochemistry. Brooks/Cole Publishing Company. Hal. 592-595.
103 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Buchanan-Wollaston, V. 1997. The molecular biology of leaf senescence. J of Exp. Bot.,48 (307): 181-199. Campbell, W.H. 2002. Molecular Control of Nitrate Reductase and Other Enzymes Involved in Nitrate Assimilation,dalam Foyer, C.H., Noctor G., (eds.) Photosynthetic Nitrogen Assimilation and Associated Carbon and Respiratory Metabolism,hal. 35-48. Netherlands: Kluwer Academic. Camus-Kulandaivelu, L., Veyrieras, J-B., Madur, D., Combes, V., Fourmann, M., Barraud, S., Dubreuil, P., Gouesnard, B., Manicacci, D. & Charcosset. A. 2006. Maize adaptation to temperate climate: relationship between population structure and polymorphism in the dwarf gene. Genetics., 172(4): 2449–2463. Caputo, C. & Barneix, A.J. 1997. Export of amino acids to the phloem in relation to N supply in wheat. Physiologia Plantarum, 101(4): 853–860. Cassman, KG, Gines, G.C., Dizon, M.A.Samson, M.I. & Alcantara, J.M.1996. Nitrogen use efficiency in tropical lowland rice systems: contribution from indigenous and applied nitrogen. Field Crops Res., 47(1): 1 – 12. Chaffei, C., Pageau, K., Suzuki, A., Gouia, H., Ghorbel, M.H. & MasclauxDaubresse, C. 2004. Cadmium toxicity induced changes in nitrogen management in Lycopersicon esculentum leading to a metabolic safeguard through an amino acid storage strategy. Plant and Cell Physiol., 45(11): 1681– 1693. Chalifour, F.P. & Nelson, L.M.1988. Effects of time of nitrate application on nitrate reductase activity, nitrate uptake, and symbiotic dinitrogen fixation in faba bean and pea.Canadian J. of Bot., 66(8): 1639-1645. Chardon, F., Barthelemy. J., Daniel-Vedele, F. & Masclaux-Daubresse, C. 2010. Natural variation of nitrate uptake and nitrogen use efficiencyin arabidopsis thaliana cultivated with limiting and ample nitrogensupply. J. of Exp. Bot., 61(9):2293–2302. Cheghamirza, K., Koveza, O., Konovalov, F. & Gostimsky, S. 2002. Identification of RAPD markers and their use for molecular mapping in pea (Pisum sativum L.). Cellular & Mol. Bio. Letters. 7(2B): 649 – 655. Cheneby, D., Brauman, A., Rabary, B. & Philippot, L. 2009. Differential responses of nitrate reducer community size, structure, and activity to tillage systems. Applied and Env. Microb., 75(10): 3180–3186. Clouse, S.D., Sasse, J.M. 1998. Brassinosteroids: Essential regulators of plant growth and development. Annu Rev Plant Physiol. Plant Mol. Biol., 49(1):427-451.
104 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Collard, B.C.Y., Jahufer, M.Z.Z., Brouwer, J.B. & Pang, E.C.K. 2005. An introduction to markers, quantitative trait loci (QTL) mapping and markerassisted selection for crop improvement: The basic concepts. Euphytica, 142(1-2): 169–196. Coque, M. & Gallais, A. 2008. Genetic variation for n-remobilization and post silking n-uptake in a set of recombinant inbred lines. 1. Evaluation by 15N labeling, heritabilities and correlation among traits for test cross performance. Maydica, 53(1): 29-38. Coque, M., Martin, A. Veyrieras, J.B., Hirel, B. & Gallais, A. 2008. Genetic variation for N remobilization and postsilking N-uptake in a set of maize recombinant inbred lines.3. QTL detection and coincidences. Theor. Appl. Gen., 117(5):729 747. Corbesier, L., Bernier, G. & Perilleux, C. 2002. C:N ratio increases in the phloem sap during floral transition of the long-day plants sinapis albaand Arabidopsis thaliana. Plant and Cell Physiol, 43(6): 684–688. Crawford, N.M. 1995. Nitrate: nutrient and signal for plant growth. The Plant Cell, 7(7): 859-868. Crawford, N.M. & Glass, D.M.A.1998. Molecular and phisiological aspect of nitrate uptake in plants. Trends Plant. Sci. 3(10): 389 – 395. D‟Andrea, K.E., Otegui, M.E., Cirilo, A.G. & Eyherabide, G. 2006. Genotypic variability in morphological and physiological traits among maize inbred lines-nitrogen responses. Crop.Sci., 46(3):1266-1276. Dawson, T.P., North, P.R.J. Plummer S.E. & Curran. P.J. 2003. Forest ecosystem, chlorophyll content: Implications for remotely sensed estimates of net primary productivity. Int. J. Remote Sens., 24: 611-617. Davies, W.J., Zhang, J., Yang, J. & Dodd, I.C. 2011. Novel crop Science to improve yield and resource use efficiency in water-limited agriculture. J. Agr. Sci.,149 (1):123–131. Depkominfo, 2007. Permentan No.40 Th 2007 Untuk Menghemat Pemakaian Pupuk. Didapat dari: www.depkominfo.go.id/2007/05/10/permentan-no40-th2007-untukmenghemat-pemakaian-pupuk Derby, N.E., Steele, D.D., Terpstra, J., Knighton, R.E. & Casey. F.X.M. 2005. Interactions of nitrogen, weather, soil, and irrigation on corn yield. Agron. J., 97(5): 1342-1351. Derkx, A.P. 2013. Improving Nitrogen Use and Yield With Stay-Green Phenotypes in Wheat. Disertasi. The University of Nottingham. Nottingham.UK.
105 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
De-Souza, L.V., Miranda, G.V., Galvao, J.C.C., Eckert, F.R., Mantovani E.E, Lima, R.O., Moreira, L.J. & Guimarães, L.J.M. 2008. Genetic control of grain yield and nitrogen use efficiency in tropical maize. Pesq. Agropec. Bras, Brasília, 43(11):1517-1523. Djennane, S., Quilleré, I., Leydecker, M.T., Meyer, C. & Chauvin, E. 2004. Expression of a deregulated tobacco nitrate reductase gene in potato increases biomass production and decrease nitrate concentration in all organs. Plant, 219(5): 884-893. Di-Fonzo, M. Motto, M., Maggiore, T., Sabatino, R. & Salamini. F. 1982. Nuptake, translocation and relationships among n-related traits in maize as affected by genotype N. Agronomie, 2(9): 789-796. Dilallessa, T. D. 2006. Effect of Tillage System, Residue Management and Nitrogen Fertilization on Maize Production in Western Ethiopia. Disertasi. Department of Soil, Crop and Climate, Faculty of Natural and Agricultural at the University of the Free State, Bloemfontein, South Africa. Ding, L., Wang, K.J., Jiang, G.M., Liu, M.Z., Niu, S.L. & Gao, L.M., 2005. Postanthesis changes in photosynthetic traits of maize hybrids released in different years. Field Crops Res., 93(1): 108–115. Dirjen Cipta Karya, 2000. Profil Kota Tulungagung. Didapat dari: http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/tulungagung.pdf Dobermann, A.R. 2005. Nitrogen Use Efficiency-State of The Art. AgronomyFaculty Publications. Agronomy and Horticulture Department of NebraskaLincoln. Dowswell, C.R., Paliwal, R.L., & Cantrell, R.P 1996. Maize in The Third World. Westview Press. Boulder, Colorado. Hal.: 1-35. Dubois, F.,Terce-Laforgue,T.,Gonzalez-Moro, M.B., Estavillo, J.M. Sangwan, R., Gallais, A. & Hirel. B. 2003. Glutamate dehydrogenase in plants: is there a new story for an old enzyme? Plant Physiol. Biochem.,41(6-7): 565-576. Echarte, L., Rothstein, S. & Tollenaar, M. 2008. The response of leaf photosynthesis and dry matter accumulation to nitrogen supply in an older and a newer maize hybrid. Crop Sci, 48(2): 656-665. Eckert, D. 2010. Efficient Fertilizer Use Nitrogen. http://www.rainbowplantfood.com/agronomics/efu/nitrogen.pdf Eghball, B. & Varvel., G.E. 1998. Fractal analysis of temporal yield variability of crop sequences: Implications for site-specific manageme. Agron. J. 89(6): 85855.
106 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Eilrich, G.L. & Hageman, R.H. 1973. Nitrate reductase activity and its relationship to accumulation of vegetative and grain nitrogen in wheat (Triticum aestivumL.). Crop Sci., l3(1): 59-66. Fageria, N.K., de Morais, P.O. & dos Santos, A.B. 2010. Nitrogen use efficiency in upland rice genotypes. J. of Plant Nutrition, 33(11):1696-1711. Fakorede, M.A.B. & Mock, J.J. 1978. Nitrate reductase activity and grain yield of maize cultivar hibryds. Crop Sci., 18 (4): 680-682. FAO. 2011. Current world fertilizer trends and outlook to 2015. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. Fan, X., Jia, L., Li Y., Smith, S.J., Miller, A.J. & Shen, Q. 2007. Comparing nitrate storage and remobilization in two rice cultivars that differ in their nitrogen use efficiency. J. of Exp. Bot., 58 (7): 1729–1740. Fauzi. M. 2003. Pergerakan Unsur Hara Nitrogen dalam Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Unversitas Sumatera Utara. Feil, B.1992. Breeding progress in small grain cereal-a comparison of old and modern cultivars. Plant Breeding, 108(1):1-11. Filleur, S., Dorbe, M., Cerezo, M.,Orsel, M., Granier, F., Gojon, A. & DanielVedele, F. 2001. An arabidopsis T-DNA mutant affected in NRT2 genes is impaired in nitrate uptake. FEBS Letter, 489 (2): 220–224. Frink, C.R. Waggoner, P.E. &Ausubel, J.H. 1999. Nitrogen fertilizer: restropect and prospect. Proc. Natl Acad. Sci., 96(4):1175-1180. Gallais, A. & Coque, M. 2005. Genetic variation and selection for nitrogen use efficiency in maize: A synthesis. Maydica, 50: 531-547. Gallais, A., Coque, M., Quillere, I., Prioul, J.L. & Hirel, B. 2006. Modelling postsilking nitrogen fluxes in maize (Zea mays) using 15N labelling field experiments. The New Phytol., 172(4): 696–707. Gallais, A. & Hirel, B. 2004. An approach to the genetics of nitrogen use efficiency in maize. J. of Exp. Bot., 55 (396) : 295-306. Garnett, T., Conn, V., Plett, D., Conn, S., Zanghellini, J., Mackenzie, N., Enju, A., Francis, K., Holtham, L. & Roessner, U. 2013. The response of the maize nitrate transport system to nitrogen demand and supply across the life cycle. New Phytol., 198(1):82-94. Gaudin, A.C.M., McClymont, S.A. & Raizada, M.N. 2011. The nitrogen adaptation strategy of the wild teosinte ancestor of modern maize (Zea mays sub sp parviglumis). Crop Sci., 51(6):2780-2795. 107 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Grbic, V. & Bleecker, A.B. 1995. Ethylene regulates the timing of leaf senescence in arabidopsis. The Plant J., 8(4): 595–602. Gepstein, S., Sabehi, G., Carp, M.J., Hajouj, T., Nesher, M.F., Yariv, I., Dor, C. & Bassani, M. 2003. Large-scale identification of leaf senescence associatedgenes.Plant J.,36(5), 629–642. Ghassemi-Golezani, K. & Tajbakhsh, Z. 2012. Relationship of plant biomass and grain fillingwith grain yield of maize cultivars. Inter. J. of Agric and Crop Sci., 4(20): 1536-1539. Glass, A.D.M. 2003. Nitrogen use efficiency of crop plants: Physiological constraints upon nitrogen absorption. critical reviews in. Plant Sci, 22 (5): 453– 470. Glevarec, G., Bouton,S., Jaspard, E.Riou, M.T., Cliquet, J.B., Sizuki, A. & Limami, A.M. 2004. Respective roles of the glutamine synthetase/glutamate synthase cycle and glutamate dehydrogenase in ammonium and amino acid metabolism during germination and post-germinative growth in the model legume (Medicago truncatula). Planta, 219 (2): 286-297. Gong, Y.H., Zhang, J., Gao, J.F., Lu, J.Y. & Wang, J.R. 2005. Slow export of photoassimilate from stay-green leaves during late grain-filling stage in hybrid winter wheat (Triticum aestivum L.). J. Agron. Crop Sci.,191 (4): 292–299. Good, A.G., A. K., Shrawat, A.K. & Muench, D. G. 2004.Can less yield more? is reducing nutrient input into the environment compatible with maintaining crop production? Trends in Plant Sci., 9 (12): 597-605. Gregersen, P.L., Holm, P. B. & Krupinska, K. 2008. Leaf senescence and nutrient remobilisation in barleyand wheat. Plant Biol., 10(1): 37–49. Gueye, T. & Becker, H. 2011. Genetic variation in nitrogen efficiency among cultivars of irrigated rice in Senegal. J. of Agric. Biotech. and Sustainable Dev., 3(3): 35-43. Guingo, E., Hebert, Y. & A. Charcosset. A. 1998. Genetic analysis of root traits in maize. Agronomie, 18 (3): 225-235. Gungula, D.T., Togun, A.O. & Kling, J.G. 2005. The influence of n levels on maize leaf number and senescence in Nigeria. World J. Agric. Sci., 1(1):1-5. Gupta N, Gupta, A.K., Gaur, V.S. & Kumar A. 2012. Relationship of nitrogen use efficiency with the activities of enzymes involved in nitrogen uptake and assimilation of finger millet genotypes grown under different nitrogen inputs. The Scientific World J. 1: 1-10.
108 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Habash, D., Massiah, A., Rong, H., Wallsgrove R. & Leigh, R. 2001. The role of cytosolic glutamine synthetase in wheat. Ann of Appl Biol., 138(1): 83–89. Haegele, J.W., Cook, K.A., Nichols, D.M. & Below, F.W. 2013. Changes in nitrogen use traits associated with genetic improvement for grain yield of maize hybrids released in different decades. Crop Sci., 53(4):1256–1268. Hageman, R.H. & Lambert, R.J. 1998. The Use of Physiological Traits for Corn Improvement, dalam Sprague, G.F. (Ed.) Corn and Corn Improvement. 3ed. American Society of Agronomy, Madison. p.: 431-461. Haller, L., McCarthy, P., O'Brien, T., Riehle, J. & Stuhldreher, T. Nitrate Pollution Of Groundwater. Didapat dari:http://www.alphausasystems.com./nitrat/info.ht. Halliday, D.J. & Trenkel, M.E. 1992. IFA World Fertilizer Use Manual. International Fertilizer Industry Association, Paris. Hammer, G.L., Dong, Z., Mc Clean, G., Doherty, A., Messina, C.,Schussler, J., Zinselmeier, C., Paszkiewicz, S. & Cooper, M. 2009. Can change in canopy
and/or root system architeqture explain historical maize yield trend in The U.S.corn belt. Crop Sci., 49(1): 299-312. Handayani, T., Sastrosumarjo, S., Sopandie, D., Suharsono & Setiawan, A. 2006. Analisis marka morfologi dan molekuler sifat ketahanan kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. J. Sains dan Tek. Indonesia, 8(1): 43-50. Hayati, R., Munandar & Lestari, F.K.S. 2009. Agronomic performance of corn population selected for nutrient efficiency in marginal land. J. Agron. Indonesia, 37(1) : 8 – 13. Hefny, M. M. 2007. Estimation of quantitative genetic parameters for nitrogen use efficiency in maize under two nitrogen rates. Inter. J. of Plant Breed. and Gen.,1(2): 54-66. Hefny, M.M. & Aly, A.A. 2008. Yielding ability and nitrogen use efficiency in maize inbred lines and their crosses. Inter. J. of Agric Research, 3(1):27-39. He, P. & Jin, J.Y. 1999. Relationships among hormone changes, trans membrane flux of ca2+ and lipid peroxidation during leaf senescing in spring maize. Acta Botanica Sinica, 41(3): 1221–1225. He, P., Osaki,M., Takebe, M., Shinano, T. & Wasaki, J. 2005. Endogenous hormones and expression of senescence-related genes in different senescenttypes of maize. J. of Exp. Bot, 56(414): 1117–1128. Herrera-Rodriguez, M.B., Maldonado, J.M. & Perez-Vicente, R. 2006. Role of asparagine and asparagine synthetase genes in sunflower (helianthus annuus) germination and natural senescence. J. of Plant Physiol., 163(10): 1061–1070. 109 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Himelblau, E. & Amasino, R.M. 2001. Nutrients mobilized from leaves of Arabidopsis thaliana during leaf senescence. J. Plant Physiol.,158 (10): 1317– 1323. Hildebrand, D. 2010. Plant Biochemistry.Lecture Twenty Three. Nitrogen Metabolism-Nitrate Reduction, Ammonia Assimilation. Didapat dari:http://www.uky.edu/dhild/biochem/lecture.html. Hirel, B., Bertin, P., Quillere, I., Bourdoncle, W., Attagnant, C., Dellay, C., Gouy, A., Cadiou, S., Retailliau, C., Falque, M. & Gallais, A. 2001. Towards a better understanding of genetic and physiological basis for nitrogen use efficiency in maize. Plant Physiol., 125(3): 1258-1270. Hirel, B., Chardon, F. & Durand, J. 2007. The contribution of molecular physiology to the improvement of nitrogen use efficiency in crops. J. Crop Sci. Biotech., 10(3):123- 132. Hirel B. & Lea, P.J. 2001. Ammonia Assimilation, dalam Lea PJ, Morot-Gaudry JF, (eds): Plant Nitrogen, hal.: 79–99. Springer-Verlag. Berlin. Hirel,B., Quilleré, I., Pommel, B.,Floriot, M., Andrieu, B., Drouet, J.L., Chelle, M. Martin, A. Valadier, M.H. Macadam, X.B., Fortineau, A. Chartier, M. Fournier, C., Gallais, A., Prioul, J.L., Lelarge, C. & Laforgue,T.T. 2004. Genetic Variability for Pre- and Post-Flowering Nitrogen Metabolism in Maize in Relation to Plant Architecture and Leaf Senescence. 4th Crop Sci Congress. Hirsch, R.E. & Sussman, M.S. 1999. Improving nutrient capture from soil by the genetic manipulation of crop plants. Trends Biotech., 17(9): 356 – 361. Hochholdinger, F., Woll, K., Sauer, M. & Dembinsky, D. 2004. Genetic dissection of root formation in maize (Zea mays) reveals root-type specific developmental programmes. Ann. of Bot., 93(4): 359-368. Hokmalipour, S. & Darbandi, M.H. 2011. Investigation of nitrogen fertilizer levels on dry matter remobilization of some varieties of corn (Zea mays L). World Appl. Sci. J, 12(6): 862-870. Holley, D. 2009. The Function of Plant Roots. Investigating Water Uptake, Anchorage, and Food Storage inRoots. www.suite101.com/content/the-function-of-plant-roots-a137403. Hortensteiner, S. & Feller, U. 2002. Nitrogen metabolism and remobilization during senescence. J.of Experimental Bot, 53(370): 927–937. Hou, P. Gao, Q., Xie, R., Shaokun, L.C, Meng, Q., Ernest, A., Kirkby, Römheld, V., Müller, T., Zhang, F., Cui, Z. & Chen, X. 2012. Grain yields in relation to N requirement: Optimizing nitrogen management for spring maize grown in China. Field Crops Res.,129(1): 1–6. 110 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Idikut, L. & Kara, S.N. 2011. The effects of previous plants and nitrogen rates on second crop corn. Turkish Journal of Field Crops, 2011, 16(2): 239-244. Igjatovic-Micic, D., Markovic, K. & Lazic-Jancic, V. 2006. Aplication molecular markers in bulk segregant analysis of yield in maize (Zea mays l.) synthetic populations. Genetika, 38 (1):59-66. Inamullah, Rehman, N. Shah, N.H., Siddiq, M.A.M. & Mian, I.A. 2011. Correlations among grain yield and yield attributes in maize hybrids at various nitrogen levels. Sarhad J. Agric,. 27(4): 531-538. Iriany, R.N., Yasin, M. & Takdir, A.M. 2008. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi Tanaman Jagung. Buku Jagung. Hal: 16-28. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Jackson W.A., Pan, W.L., Moll, R.H. Kamprath, E.J. 1986. Uptake, translation, and reduction of nitrate, nitrogen metabolism, dalam Neyra, C.A. (Ed.), Biochem. Basis of Plant Breeding, 2, p.:73-108. Crc Press, Boca Raton, Fl, USA. Jeuffroy, M.H., Ney, B. & Ourry, A. 2002. Integrated physiological and agronomic modelling of N capture and use within the plant. J of Exp. Botany, 53(370): 809- 823. Jing, H.C., Hille, J. & Dijkwel, R.R. 2003. Ageing in plants: conserved strategies and novel pathways. Plant Biol.,5 (5):455–464. Jing, H.C., Schippers, J.H.M., Hille, J.& Dijkwel, P.P. 2005. Ethylene induced leaf senescence depends on age-related changes and OLD genes in arabidopsis. J. of Exp. Bot, 56 (421): 2915–2923. Kamara, AY., Kling, J.G., Menkir, A. & Ibikunle, G. 2003. Agronomic performance of maize (Zea mays l.) breeding lines derived from a low nitrogen maize population. J. of Agric. Sci., 141 (2):221–230. Kanampiu, F.K., Raun, W.R., Johnson, G.V. & Anderson. 1997. Effect of nitrogen rate on plant nitrogen loss in winter wheat varieties. J. of Plant, 20(2-3): 389404. Kay, B.D., Mahboubi, A.A., Beauchamp, E.G. & Dharmakeerthi, R.S. 2006. Integrating soil and weather data to describe variability in plant available nitrogen. Soil Sci. Soc. Am. J., 70 (4): 1210-1221. Kelly, J.T.,Bacon,R.K. &Wells, B.R.1995. Genetic variabilty in nitrogen utilization at four growth stages in soft red winter wheat. J. Plant Nutr.,18(5): 969-982. Kessel, B. & Becker, H.C. 1999. Genetic Variation of Nitrogen-Efficiency in Field Experiments with Oilseed Rape (Brassica napus L.). 10th International Rapeseed Congress. 111 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Khaliq, T., Ahmad, A., Hussain, A. & Ali, M.A. 2009. Maize hybrids response to nitrogen rates at multiple locations in semiarid environment. Pak. J. Bot., 41(1): 207-224. Kichey, T., Hirel, B., Heumez, E., Dubois, F. & Gouis, J.L. 2007. In winter wheat (Triticum aestivum L.), post anthesis nitrogen uptake and remobilisation to the grain correlates with agronomic traits and nitrogen physiological markers. Field Crops Res., 102 (1): 22–32. Kim, S.K., Adetimirin, V. Yoon, St., Adepoju, M. & Gbadamosi, B. 2007. Greenmaize potential of hybrid and open-pollinated cultivars at varying levels of applied nitrogen: relationship with grain yield. Tropical Sci., 47(4): 149-158. Kleinhofs, A. & Warner, R.L. 1990. Advances in Nitrate Assimilation, dalam Miflin, B.J. & Lea, P.J. (Eds.). The Biochesmistry of Plants, 16:89-120. Intermediary Nitrogen Metabolism. San Diego, CA Academic press. Kling J.G., Heuberger, H.T. Oikeh, S.O. Akintoye, H.A. & Horst. W.J. 1996, dalam Sympossium on Developing Drought and Low Nitrogen Tolerant Maize, p.: 490-501. CiMMYT, Mexico. Kristina, N.N., Kusumah, E.D. & Lailani, P.K. 2009. Analisis fitokimia dan penampilan pola pita protein tanaman pegagan (Centella asiatica ) hasil konservasi in vitro. Bul. Littro, 20(1): 11-20. Kumari, S. 2011.Yield response of uniculm wheat (Triticum aestivum L.) to early and late application of nitrogen: flag leaf development and senescence. J. of Agric.Sci, 3(1): 170-182. Kumar, N.S. & Gurusubramanian, G. 2011. Random amplified polymorphic DNA (RAPD) markers and its applications. Sci Vis., 11(3), 116-124. Lafitte, H.R., Edmeades, G.O. & Taba, S. 1997. Adaptative strategies identified among tropical maize landraces for nitrogen-limited environments. Field Crops Res., 49(2-3):187- 204. Lattanzi, F.A., Schnyder, H. & Thornton, B. 2005. The sources of carbon and nitrogen supplying leaf growth. assessment of the role of stores with compartmental models. Plant Physiol., 13(1), 383–395. Lawlor, D.W. 2002. Carbon and nitrogen assimilation in relation to yield. Mechanism are the key to understanding production systems. J. of Exp. Bot., 53 (370): 773- 787. Lea, U.S., Ten-Hoopen, F., Provan, F., Kaiser, W.M., Meyer, C., Lillo C. 2004. Mutation of the regulatory phosphorylation site of tobacco nitrate reductase results in high nitrite excretion and NO emission from leaf to root tissue. Planta, 219(1): 59-65. 112 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lee,
C. 2005. Corn Growth and http://www.uky.edu/Ag/GrainCrops.
Development.
Didapat
dari:
Liedgens, M. & Richner, W. 2001. Relation between maize (Zea mays L.) leaf area and root density observed with mini rhizotrons. European J. of Agron. ,15 (2): 131–141. Lillo, C. 2004. Light regulation of nitrate uptake, assimilation and metabolism., dalam amancio, S., Stule, I. (eds.) Nitrogen Acquisition and Assimilation in Higher Plants. Plant Ecophysiology, 3: 149-184. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht. Lynch, J.P. 2012. Steep, cheap and deep: an ideotype to optimize water and N acquisition by maize root systems. Annals of Bot., 112(2):1-11. Linkohr, B.I., Williamson, L.C., Fitter, A.H. & Leyser, H.M.O. 2002. Nitrate and phosphate availability and distribution have different effects on root system architecture of arabidopsis. The Plant J., 29 (6): 751-760. Liseron-Monfils, C., Bi, Y-M, Downs, G.S., Wu, W., Signorelli, T., Lu, G., Chen, X., Bondo, E., Zhu, T., Lukens, L.N., Colasanti, J., Rothstein, S.J. & Raizada, M.N. 2013. Nitrogen transporter and assimilation genes exhibit developmental stage-selective expression in maize (Zea mays L.) associated with distinct cisacting promoter motifs. Plant Signaling & Behavior, 8(10): 1-14. Liu, J.X., Chen, F.J., Olokhnuud, C., Glass, A.D.M., Tong, Y.P., Zhang, F.S. & Mi, G.H. 2009. Root size and nitrogen-uptake activity in two maize (Zea mays) inbred lines differing in nitrogen-use efficiency. J. of Plant Nut. and Soil Sci., 172(2):230–236. Liu, P.W., Neumann, G.,Fritz, B. & Engels, C. 2000. Rapid effects of nitrogen form on leaf morphogenesis in tobacco. J. Exp. Bot., 51(343): 227-237. Liu, S., Yeh, C.-T., Tang, H.M., Nettleton, D. & Schnable, P.S.2012. Gene mapping via bulked segregant RNA-Seq (BSR-Seq). PLoS ONE, 7(5): e36406. Liu, Z.H., Xie, H.L., Tian, G.W., Chen, S.J., Wang, L., Hu, Y.M. & Tang, J.H. 2008. QTL Mapping of Nutrient Components in Maize Kernels under Low Nitrogen Conditions. Plant Breeding. 127(3):279-285. Lorenz, A.J., Coors, J.G., de Leon, N., Wolfrum, E.J., Hames, B.R., Sluiter, A.D. & Weimer, P.J. 2009. Characterization, genetic variation, and combining ability of maize traits relevant to the production of cellulosic ethanol. Crop Sci., 49 (1):85–98. Lorenz, A.J., Gustafson, T.J., Coors, J.G. & De Leon, N. 2010. Breeding maize for a bioeconomy: a literature survey examining harvest index and stover yield and their relationship to grain yield. Crop Sci., 50(1):1–12.
113 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Loudet, O., Chaillou, S., Merigout, P., Talbotec, J. & Vedele, F.D. 2003. Quantitative trait loci analysis of nitrogen use efficiency in arabidopsis. Plant Physiol., 131(1): 345 – 358. Ma, B.L., Dwyer, L.M. & Gregorich, E.G.1999. Oil nitrogen amendment effects on nitrogen uptake and grain yield of maize. Agron. J., 9(2): 650-656. Machado, A.T., Sodek, L., Paterniati, E. & Fernades, F.D. 2001. Nitrate reductase and glutamine syinthtase activities in S1 endogamic families of the maize polulation sol da manha NF and catetao. Rev. Bras. Fisiol Veg., 13 (1): 88102. Malagoli, P., Laine,P., Deunff, E.L., Rossato, L., Ney, B. & Ourry, A. 2004. Modeling nitrogen uptake in oilseed rape cv capitol during a growth cycle using influx kinetics of root nitrate transport systems and field experimental data. Plant Physiol., 134(1): 388-400. Mangundidjojo, M. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Hal.: 29-34. Blackwell Publishing, Ltd. Marschner, H., 1998. Role of root growth, arbuscular mycorrhiza, and root exudates for the efficiency in nutrient acquisition. Field Crops Res.,56 (1-2): 203–207. Martin, A., Belastegui-Macadam, X., Quilleré, I., Floriot, M., Valadier, M-H., Pommel,B., Andrieu, B., Donnison, I. & Hirel, B. 2005. Nitrogen management and senescence in two maize hybrids differing in the persistence of leaf greenness: agronomic, physiological and molecular aspects. New Phytol.,167(2): 483–492. Martins, A.O., Campostrini, E., Magalhães, P.C., Guimarães, .J.M., Durães, F.O.M Marriel, I.E. & Netto, A.T. 2008. Nitrogen-use efficiency of maize genotypes in contrasting environments. Crop Breed. and App. Biot., 8(4): 291-298. Martin, J.H., Leonard, W.H., Stamp, D.L., Waldren, R.P. 2006. Principles of Field Crop Production. Prentice Hall. 323-377. Masclaux-Daubresse, C. & Chardon, F. 2011. Exploring nitrogen remobilization for seed filling using natural variation in Arabidopsis thaliana. J. Exp. Bot., 62(6): 2131–2142. Masclaux-Daubresse,C., Daniel-Vedele, F., Dechorgnat, J., Chardon, F. Gaufichon, L. & Suzuki, A. 2010. Nitrogen uptake, assimilation and remobilization in plants: Challenges for sustainable and productive agriculture. Ann of Bot, 105 (7): 1141–1157. Masclaux-Daubresse, C., Quillere, I. Gallais, A. & Hirel, B. 2001. The challenge of remobilization in plant nitrogen economy. a survey of physio-agronomic and molecular approaches. Ann of App. Biol., 138(1):69–81.
114 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Masclaux-Daubresse, C., Reisdorf-Cren, M. & Orsel, M. 2008. Leaf nitrogen remobilisation for plant development and grain filling. Plant Biol., 10 (1): 2336. Masclaux-Daubresse, C., Reisdorf-Cren, M., Pageau K., Lelandais, M., Grandjean, O., Kronenberger, J. Valadier, M-H., Feraud, M., Jouglet, T. & Suzuki, A. 2006. Glutamine synthetase-glutamate synthase pathway and glutamate dehydrogenase play distinct roles in the sink-source nitrogen cycle in tobacco. Plant Physiol. 140 (2): 444–456. McCouch, S.R. & Tanksley, S.D. 1991. Development and Use of Restriction Fragmen Length Polymorphism in Rice Breeding and Genetics, dalam Khush, G.S. & Toenniessen G.H. (eds): Rice Biot. IRRI. Philiphines. 109-133. McWilliams, D.A., Berglund, D.R. & Endres, G.J. 1999. Corn growth and management quick guide. Didapat di: www.ag.ndsu.edu McWhirter, K.S., 1979. Breeding of Cross Polinated Crops. In: Knight (ed.). Plant Breeding. AAUCS. Brisbane. 79-121. Meyer, C. & Stitt, M. 2001. Nitrate reduction and signalling, dalam Lea, P.J. & Morot-Gaudry J.F., (eds.): Plant Nitrogen. Hal.:37-59. Springer-Verlag. Berlin. Mi, F.C. & Zhang, F. 2008. Multiple signaling pathways control nitrogen-mediated root elongation in maize Guohua. Plant Signaling & Behavior, 3(11): 10301032. Miflin, B. & Habash, D. 2002. The role of glutamine synthetase and glutamate dehydrogenase in nitrogen assimilation and possibilities for improvement in the nitrogen utililzation of crops. J. of Exp Bot. 53 (370): 979–987. Mi, G. 2007. Physiological and genetic mechanisms for nitrogen-use efficiency in maize. J. Crop Sci. Biot., 10(2): 57-63. Mi, G.H., Tang, L., Zhang, F. & Zhang, J.H. 2002. Carbohydrate storage and utilization during grain filling as regulated by nitrogen application in two wheat cultivars. J. Plant Nutr.,25(2): 213–229. Mi, G.H., Chen, F.J., Wu, Q.P., Lai, N.W., Yuan, L.X. & Zhang, F.S. 2010. Ideotype rott architeqture for efficiency nitrogen acquisition by maize intensive cropping systems. Sci. China Life Sci., 53(12): 1369-1373. Monneveux, P., Zaidi, P. H. & Sanchez, C. 2005. Population density and low nitrogen affects yield associated traits in tropical maize. Crop Sci., 45(2): 535545.
115 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Moose, S. & Below, F. 2003. Nitrogenes: Improving Corn Yield with Fewer N Inputs. Departments College of Agriculture, Consumer and Enviromental Scis University of Illinois Extension. http://agronomyday.cropsci.illinois.edu/2003/nitrogenes/index.html. Moose, S., Below, F. & Buckler, E.S. 2005. Gene Discovery for Maize Responses to Nitrogen.Research Project. University of Illinois at Urbana-Champaign. USA. didapat dari: http://nitrogenes.cropsci.illinois.edu/NSFPG%20Maize%20NUE%20proposal. pdf. Morris, K.A-H., Mackerness, S., Page, T., John, C.F., Murphy, A.M., Carr, J.P. & Buchanan-Wollaston, V. 2000. Salicylic acid has a role in regulating gene expression during leaf senescence. Plant J., 23 (5): 677–685. Muchow, R.C. 1988. Effect of nitrogen supply on the comparative productivity of maize and sorghum in a semi-arid tropical environment I. Leaf growth and leaf nitrogen. Field Crops Res.,18(1): 1–16. Narayana, B.K.T. 2013. Candidate Gene Based Association Study for Nitrogen Use Efficiency and Associated Traits in Maize. Iowa State University. Disertasi. Hal. 1-75. Nooden, L.D., Guiamet, J.J. & John, I. 1997. Senescence mechanisms. Physiologia Plantarum, 101(4): 746-753. Oh, S.A., Park, J.H., Lee, G.I., Paek, K.H., Park, S.K.& Nam, H.G. 1997. Identification of three genetic loci controlling leaf senescence in Arabidopsis thaliana. The Plant J., 12(3): 527–535. Okamoto, M., Kumar, A., Li, W., Wang, Y., Siddiqi, M.Y., Crawford, N.M. & Glass, A.D. 2006. High-affinity nitrate transport in roots of Arabidopsis depends on expression of the NAR2-Like Gene AtNrt3.1. Plant Physiol., 140(3):1036-46. Ortiz-Monasterio, J.I., Sayre, K.D., Rajaram, S. & McMahon, M. 1997. Genetic progress in wheat yield and nitrogen use efficiency under four nitrogen regimes. Crop Sci., 37(3):898-904. Pabendon, M.B., Azrai, M., Kasim, M.F. & Mejaya, M.J. 2007. Prospek Penggunaan Markah Molekuler Dalam Program Pemuliaan Jagung. 110-133. Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Balitsereal. Maros. Pampana, P., Ercoli, L., Masoni, A., Arduini, I. 2009. Remobilization of dry matter and nitrogen in maize as affected by hybrid maturity class. Italia. J. Agron. / Riv. Agron.,2(1):39-46.
116 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pathak, R.R., Ahmad, A., Lochab, S. & Raghuram, N. 2008. Molecular physiology of plant nitrogen use efficiency and biotechnological options for its enhancement. Current Sci., 94(11):1393-1403. Peng, Y., Li, X. & Li, C. 2012. Temporal and spatial profiling of root growth revealed novel response of maize roots under various nitrogen supplies in the field. Plos ONE, 7(5): 1-13. Pidwirny, M. 2006. "The Nitrogen Cycle". Fundamentals of Physical Geography, 2nd Edition. www.physicalgeography.net/fundamentals/9s.html Poepodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas Insititut Pertanian Bogor & Lembaga Sumber Daya Informasi-IPB. Bogor. Presterl, T., Seitz, G., Landbeck, M., Thiemt, E.M., Schmidt, W. & Geiger, H.H. 2003. Improving nitrogen-use efficiency in european maize: Estimation of quantitative genetic parameters. Crop Sci., 43:1259–1265. Prihatman, K. 2000. Jagung. TTG Pertanian. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Didapat dari: http://www.ristek.go.id. Quaggiotti, S., Ruperti, B., Borsa, P., Destro, T. & Malagoli, M. 2003. Expression of a putative high-affinityNO3-transporter and of an H+-ATPase in relation to whole plant nitrate transport physiology in two maize genotypes differently responsive to low nitrogen availability. J of Exp. Bot., 54(284):1023-31. Quarrie, S.A., Lazic-Jancic, V., Kovacevi, D., Steed, A. & Pekic, S. 1999. Bulk segregant analysis with molecular markers and its use for improving drought resistance in maize. J. of Exp. Bot., 50(337): 1299–1306. Rajcan, I., Tollenaar, M., 1999. Source: Sink ratio and leaf senescence in maize. II. nitrogen metabolism during grain filling. Field Crops Res., 60 (3): 255-265. Raun, W.R. & Johnson, G.V. 1999. Improving nitrogen use efficiency for cereal production. Agron. J., 91(3): 357 – 367. Reed, A.J., Below, F.E. & Hageman, R.H. 1980. Grain protein accumulation and the relationship between leaf nitrate reductase and protease activities during grain development in maize (Zea mays L.). Plant Physiol., 5(66): 1179-1183. Robson, P., Donnison, I., Thorogood, D., Cowan, S., Ougham, H. & Thomas, H. 2001. New Ways to Stay Green. Iger Inovation. Hal.:12-15. Rochat, C. & Boutin, J.P. 1991. Metabolism of phloem-borne amino acids in maternal tissues of fruit of nodulated or nitrate-fed pea plants (Pisum sativum L.). J. of Exp. Bot., 42(2): 207–214. 117 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Syafruddin, Faesal, & Akil, M. 2008. Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung. Buku Jagung. Hal.:192-204. Balitsereal. Maros. Sage, R.F., Pearcy, R.W. & Seeman. J.R. 1987. The nitrogen use efficiency in C3 and C4 plants. Plant Physiol., 85(2):355–359. Santi, S., Locci, G., Monte, R., Pinton, R. & Varanini, Z. 2003. Induction of nitrate uptake in maize roots: Expression of a putative high-affinity nitrate transporter and plasma membrane H+-ATPase isoforms. J. of Exp. Bot., 54(389): 1851– 1864. Schjoerring, J., Kyllingsbaek, A., Mortensen, J. & Byskov-Nielsen S. 1993. Field investigations of ammonia exchange between barley plants and the atmosphere. I: Concentration profiles and flux densities of ammonia. Plant, Cell and Env., 16(2): 161–167. Sen, S., Smith, M.E. & Setter, T.L. 2013. Analysis of maize root traits in response to low nitrogen. Asian J. Plant Sci. Res. 3(3):121-125. S. Sen, Setter, T. & Smith, M.E. 2012. Maize root morphology and nitrogen use efficiency. Agri. Reviews., 33(1): 16 – 26. Serrard, J.H, Lambert, R.J., Below, F.E., Dunand, R.T.,.Messmer, M.J. & Willman, M.R.1986. Use of Physiological Traits, especially those of Nitrogen Metabolism for Selection in Maize, dalam Neyra, C.A.(ed.). Nitrogen Met..Bioch. Basis of Plant Breed., 2:109-130. Boca Raton, FL : CRC Press. P. Setyorini, D., Suriadikarta, D.A. & Nurjaya. 2007. Rekomendasi Pemupukan Padi di Lahan Sawah Bukaan Baru. Buku sawah Bukaan Baru. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Hal.: 77 – 106. Shrawat, A.K. & Good, A.G. 2008. Genetic Engineering Approaches for Improving Nitrogen Use Efficiency (NUE) in Plants. Information Systems for Biotechnology. Didapat dari: http: //www.isb.vt.edu/news/2008/artspdf /may080.pdf Simpson, K. 2005. Transport of Nitrogen in Plants. Dissertation. Simpson, R.J., Lambers, H. & Dalling, M.J. 1983. Nitrogen redistribution during grain growth in wheat (Triticum aestivum L.). IV. Development of a quantitative model of the translocation of nitrogen to the grain. Plant Physiol.,71: 7–14. Sinclair, T.R. & Vadez,V. 2002. Physiological traits for crop yield improvement in low N and P environments. Plant and Soil, 245(1): 1-15. Sirappa, M.P. 2002. Penentuan batas kritis dan dosis pemupukan n untuk tanaman jagung di lahan kering pada tanah typic Usthorthents. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 3(2): 25 – 37. 118 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Smart, C.M. 1994. Gene expression during leaf senescence. New Phytol.,126(3): 419–448. Smart, C.M., Hosken, S.E., Thomas, H., Greaves, J.A., Blair, B.G. & Schuch, W. 1995. The timing of maize leaf senescence and characterization of senescencerelated cDNAs. Physiologia Plantarum, 93(4): 673–682. Smiciklas, K.D, & Below F.W. 1992. Role of cytokinins in enhanced of productivity of maize supplied with NH4+ and NO3-. Plant and Soil,142(2): 307-313. Sogbedji, J.M.,Van Es, H.M., Klausner, S.D., Bouldin, D.R. & Cox, W.J. 2001. Spatial and temporal processes affecting nitrogen availability at the landscape scale. Soil Tillage Res., 58(3-4): 233-244. Srivastava, H.S.1980. Regulation of nitrate reductase activity in higher plants. Phytochesmistry, 19(5): 725-733. Stanfield, W.D., 1988. Genetics. McGraw Hill Book Company. New York. Stitt, M. 1999. Nitrate regulation of metabolism and growth. Physiology and metabolism. Current Opin. in Plant Biol., 2(3): 178-186. Subedi, K.D. & Ma, B.L. 2005. Nitrogen uptake and partitioning in stay-green and leafy maize hybrids. Crop Sci., 45(2):740–747. Sun, Y-J., Sun, Y-Y., Li, X-Y., Guo, X. & Ma, J. 2009. Relationship of nitrogen utilization and activities of key enzymes involved in nitrogen metabolism in rice under water–nitrogen interaction. Acta Agron. Sinica, 35(11): 2055–2063. Sutoro, Bari, A., Subandi & Yahya., S. 2006. Parameter genetik jagung populasi bisma pada pemupukan berbeda. I. Ragam aditif-dominan bobot biji jagung. J. Agro. Biogen, 2(2):60-67. Sugiharto, B. & Sugiyama, T. 1992. Effects of nitrate and ammonium on gene expression of phosphoenolpyruvate carboxylase and nitrogen metabolism in maize leaf tissue during recovery from nitrogen stress. Plant Physiol., 98(4):1403-1408. Syafruddin, Faesal & Akil, M. 2008. Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung. Buku Jagung. Hal.: 205-218. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Ta, C.T. & Weiland, R.T. 1992. Nitrogen partioning in maize during ear development. Crop Sci., 32(2): 443. Tayefe, M., Gerayzade, A., Amiri, E. & Zade, A.N. 2011. Effect of nitrogen fertilizer on nitrogen uptake, nitrogen use efficiency of rice, dalam Baby, S., Dan, Y. (Eds.) Inter. Proceed. of Chem., Biol. and Env. Engineer., 24:470473. 119 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Thomas, H. & Howarth, C.J. 2000. Five ways to stay green. J. Exp. Bot., 51(1): 329–337. Thomas, H., Ougham, H., Canter, P. & Donnison, I. 2002. What stay-green mutants tell us about nitrogen remobilization in leaf senescence. Inorganic nitrogen assimilation special issue. J. of Exp. Bot., 53(370): 801-808. Thomas, H. & Smart, C.M. 1993. Crops that stay green. Ann. of Appl. Biol., 123(1): 193–219. Traore, A. & Maranville, J.W. 1999. Nitrate reductase activity of diverse grain sorghum genotypes and its relationship to nitrogen use efficiency. Agron. J.,91(5): 863-869. Trikoesoemaningtyas, Widodo, I., Wirnas, D., Arsyad, D.M. & Sopandie, D. 2007. Aplikasi marka RAPD dalam seleksi galur kedelai toleran naungan. Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi. Hal.:120-128. Turano, F.J. & Fang, T.K. 1998. Characterization of two glutamate decarboxylase cdna clones from arabidopsis. Plant Physiol., 117(4):1411–1421. Uhart, S.A. & Andrade, F.H. 1995. Nitrogen deffciency in maize. II. carbonnitrogen interaction effects on kernel number and grain yield. Crop Sci, 35(5): 1384-1389. U.S. Grains council, 2009. Corn. Didapat dari: www.grains.org/corn. Uzik, M., Jova, A.Z. & Hantvogel, P. 2005. Genotypic differences in translocated dry matter and nitrogen of spring barley. Acta Fytotechnica Et Zootechnica.1: 12-16. Varney, G.T. & McCully, M.E. 1991. The branch roots of Zea mays. II. Developmental loss of the apical meristem in field-grown roots. New Phytol., 118(4): 535–546. Waines, J.G. & Riverside, U.C. 2012. Determination Of Optimum Root and Shoot Size in Bread Wheat for Increased Waterand Nutrient-Use Efficiency and Grain Yield. Report to California Wheat Commission. 1-8. Wallace, W. 1986. Distribution of nitrate assimilation between root and shoot of legumes and a comparison with wheat. Physiologia Plantarum, 66(4): 630636. Wang, J.Y. 1960. A critique of the heat unit approach to plant response studies. Ecology, 41(4):785-790.
120 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Wang, K.J. 2000. Root physiologycal characters of maize genotypes with different yield potential and its relationship with above-ground growth. Disertasi. Taian: Shandong Agric. Univ. Wang, X. & Below, F.E. 1996. Cytokinins enhanced growth and tillering of wheat induced by mixed nitrogen source. Crop Sc., 36(1): 121-126. Wang, Y.H., Garvin, D.F. & Kochian, L.V.2001. Nitrate-induced genes in tomato roots. Array analysis reveals novel genes that may play a role in nitrogen nutrition. Plant Physiol, 127(1) : 345 – 359. Wang, Y.H., Garvin, D.F. & Kochian, L.V. 2002. Rapid induction of regulatory and transporter genes in response to phosphorus, potassium, and iron deficiencies in tomato roots. evidence for cross talk and root/rhizosphere-mediated signals. Plant Physiol., 130(3): 1361-1370. Weiland, R.T. & Ta, T.C. 1992. Allocation and retranslocation of 15N by maize (Zea mays l.) hybrids under field conditions of low and high fertility. Australian J. of Plant Physiol., 19(1): 77–88. Wienhold, B.J., Trooien, T.P. & Reichman, G.A. 1995. Yield and nitrogen use efficiency of irrigated corn in the Northern great plains. Agron. J., 87(5): 842846. Wiesler, F.,Behrens, T. & Horst, W.J. 2001. The role of nitrogen-efficient cultivars in sustainable agriculture. The Scientific World J., 6(1): 61-69. Wilkinson, J.K. & N.M. Crawford. 1993. Identification and characterization of a chlorate-resistant mutant of Arabidopsis thaliana with mutations in both nitrate reductase structural genes NIA1 and NIA2. Mol. Gen. Genet., 239(1-2): 289297. Wihardjaka, 2004. Mewaspadai Emisi gas Nitro Oksida dari Lahan Persawahan. Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan. Didapat dari: http://www.litbang.deptan.go.id/artikel.php/one/84/pdf/. Whu, L., McGechan, M.B.,Watson, C.A. & Baddeley, J.A. 2005. Developing existing plant root system architecture models to meet future agricultural challenges. Advances in Agronomy, 85(39):181–219. Wojciechowska, R., RoŜek, S. & Leja, M. 2006. The effect of differentiated nitrogen fertilizationon nitrate reduction in broccoli heads of „Lord F1in spring cultivation. Horticulturae Ann., 18(1): 101-110. Worku, M., Tuna, H., Abera, W., Wolda, L., Diallo, A., Afriyie, S.T. & Guta, A. 2001. Developing low n tolerant maize varieties for mild atltitude sub humid agro ecology of Ethiopia. Seventh Eastern and Southern Africa Regional Maize Conference, Hal.: 197-201. 121 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Wu, X.Y., Kuai, B.K., Jia, J.Z. & Jing, H.C. 2012. Regulation of leaf senescence and crop genetic improvement. J. Integr. Plant Biol.,54(12): 936–952. Yang, X. & Sun, X. 1988. Physiological characteristics of F1 hybrid rice N metabolism. In hybrid rice. International Rice Research Institute, Manila, Hal.: 159 – 164. Yang, X., Zhang, J. & Ni, W.1999. Characteristics of nitrogen nutrition in hybrid rice. Minireviews. Didapat dari: www.irri.org/publications/irrn/pdfs/vol24 no.1/IRRN 24-1. Yi, L., Shenjiao, Y., Shiqing, L., Xinping, C. & F., Chen. 2010. Growth and development of maize (Zea mays L.) in response to different field water management practices: Resource capture and use efficiency. Agri. and Forest Meteorolgy, 150: 606–613. Yin, Y., Wang, Z.Y., Mora-Garcia, S., Li J., Yoshida, S., Asami, T. & Chory, J. 2002. BES1 accumulates in the nucleus in response to brassinosteroids to regulate gene expression and promote stem elongation. Cell, 109(2):181-91. Zacarias, L. & Reid, M.S. 1990. Role of growth regulators in the senescence of Arabidopsis thaliana leaves. Physiologia Plantarum, 80(4): 549–554. Zhu, M., Ge, Y.X., Li, F.H., Wang, Z.B., Wang, H.W. & Shi, Z.S. 2011. Accumulation and translocation of dry matter and nitrogen in different purple corn hybrids (Zea mays L.). African J.of Agric. Res., 6(12): 2820-2827.
122 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN I. Analisis Peragam Karakter Genotipe Jagung yang Ditumbuhkan pada Dosis N Berbeda
1. Tinggi Tanaman Analysis of Co-Variance for Tinggi tanaman (cm), using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 420.6 40.0 73879.0 1738.5 7784.3 7521.5 1406.5 92790.4
Adj SS 6.6 42.87 40687.55 685.85 41973.56 8004.43 1389.58 92790.45
Adj MS 6.6 21.43704 4520.839 38.10267 13991.19 296.4605 23.55216
F 0.56 118.65 593.81 12.59
P 0.600 0.555 0.000 0.090 0.000 0.000
x
x Not an exact F-test. S = 4.88253
R-Sq = 98.48%
Term Constant Bunga jantan
Coef 259.68 -0.573
R-Sq(adj) = 96.94%
SE Coef 61.89 1.087
T 4.20 -0.53
P 0.000 0.600
Unusual Observations for Tinggi tanaman (cm)
Obs 63 64 67 69 75 116 119
Tinggi tanaman (cm) 148.000 192.333 225.333 193.333 192.000 191.667 204.667
Fit 140.497 199.424 213.202 200.132 200.292 200.469 194.753
SE Fit 3.471 3.454 3.454 3.528 3.547 3.471 3.471
Residual 7.503 -7.091 12.131 -6.799 -8.292 -8.802 9.913
St Resid 2.19 -2.05 3.51 -2.01 -2.47 -2.56 2.89
R R R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Tinggi tanaman (cm) Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
10
90
Residual
Percent
99
50 10
5 0 -5
1 0.1
-10
-5
0 Residual
5
-10
10
150
175
Histogram 10
Residual
Frequency
250
Versus Order
30 20 10 0
200 225 Fitted Value
5 0 -5
-8
-4
0 4 Residual
8
12
-10
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 110 120
Observation Order
123 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2. Luas Daun Analysis of Variance for Luas daun (m2), using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 0.343726 0.002957 1.531487 0.027807 0.255714 0.507971 0.046876 2.716539
Adj SS 0.000233 0.003285 0.635099 0.014156 0.157849 0.507971 0.046876
Adj MS 0.000233 0.001642 0.070567 0.000786 0.052616 0.018814 0.000795
F 0.29 2.09 89.64 0.99 66.22 23.68
P 0.590 0.153 x 0.000 x 0.484 0.000 0.000
x Not an exact F-test. S = 0.0281871 Term Constant Bunga jantan
R-Sq = 98.27% Coef 0.5227 0.003397
R-Sq(adj) = 96.52%
SE Coef 0.3573 0.006277
T 1.46 0.54
P 0.149 0.590
Unusual Observations for Luas daun (m2) Obs 19 21 37 39 84 97
Luas daun (m2) 0.724695 0.540584 0.714193 0.600572 0.864581 0.624636
Fit 0.667549 0.627512 0.671211 0.647549 0.906022 0.665642
SE Fit 0.019993 0.019993 0.020265 0.020366 0.020265 0.020366
Residual 0.057146 -0.086928 0.042983 -0.046977 -0.041441 -0.041006
St Resid 2.88 -4.37 2.19 -2.41 -2.12 -2.10
R R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Luas daun (m2) Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
0.05
90
Residual
Percent
99
50 10
0.00 -0.05
1 0.1
-0.10
-0.05
0.00 Residual
-0.10
0.05
0.4
0.6 0.8 Fitted Value
Histogram
Versus Order 0.05
20
Residual
Frequency
30
10 0
1.0
-0.08 -0.06 -0.04 -0.02 0.00
Residual
0.02
0.04
0.06
0.00 -0.05 -0.10
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120
Observation Order
124 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3. Panjang Akar Analysis of Variance for Panjang akar(cm), using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 36780212 276967 141607267 3637141 22133241 15946206 5254625 225635660
Adj SS 64653 297592 16297503 1240077 17705438 15946206 5254625
Adj MS 64653 148796 1810834 68893 5901813 590600 89061
F 0.73 2.16 25.55 0.77 66.27 6.63
P 0.398 0.144 x 0.000 x 0.721 0.000 0.000
x Not an exact F-test. S = 298.432
R-Sq = 97.67%
R-Sq(adj) = 95.30%
Term Constant Bunga jantan
Coef -273 56.62
T -0.07 0.85
SE Coef 3783 66.46
P 0.943 0.398
Unusual Observations for Panjang akar(cm) Panjang akar(cm) 3830.47 4802.57 3859.20 3049.25 3925.43 2934.07
Obs 24 43 44 89 90 93
Fit 4252.65 4377.78 4393.53 3685.81 3294.80 3369.09
SE Fit 214.55 211.10 212.83 213.62 211.68 212.83
Residual -422.18 424.79 -534.33 -636.56 630.63 -435.02
St Resid -2.04 2.01 -2.55 -3.05 3.00 -2.08
R R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Panjang akar(cm) Normal Probability Plot
Versus Fits
99
500
90
250
Residual
Percent
99.9
50 10
0 -250 -500
1 0.1
-500
-250
0 Residual
250
500
0
1200
Histogram
2400 3600 Fitted Value
4800
Versus Order
30
Residual
Frequency
500 20 10
250 0 -250 -500
0
-600
-400
-200
0 200 Residual
400
600
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 110 120
Observation Order
125 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4. Jumlah Akar Analysis of Variance for Jumlah akar, using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 605.12 22.55 4660.56 183.80 906.17 414.41 194.73 6987.33
Adj SS 1.48 20.82 459.72 70.12 754.61 414.41 194.73
Adj MS 1.48 10.41 51.08 3.90 251.54 15.35 3.30
F 0.45 2.67 13.31 1.18 76.21 4.65
P 0.506 0.096 x 0.000 x 0.306 0.000 0.000
x Not an exact F-test. S = 1.81673
R-Sq = 97.21%
Term Constant Bunga jantan
Coef 10.68 0.2707
R-Sq(adj) = 94.38%
SE Coef 23.03 0.4046
T 0.46 0.67
P 0.645 0.506
Unusual Observations for Jumlah akar Obs 19 50 107
Jumlah akar 36.0000 18.0000 30.0000
Fit 33.3073 15.4530 33.1598
SE Fit 1.2886 1.3200 1.2917
Residual 2.6927 2.5470 -3.1598
St Resid 2.10 R 2.04 R -2.47 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Jumlah akar Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9 99
2
Residual
Percent
90 50 10
0 -2
1 0.1
-5.0
-2.5
0.0 Residual
2.5
-4
5.0
10
20
Histogram 2
12
Residual
Frequency
40
Versus Order
16
8 4 0
30 Fitted Value
-3
-2
-1
0 Residual
1
2
0 -2 -4
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 110 120
Observation Order
126 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5. Berat Akar Analysis of Variance for Berat akar (g), using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 2544.83 0.31 12077.05 400.14 1186.34 678.38 315.28 17202.33
Adj SS 26.91 1.37 1328.61 101.96 957.63 678.38 315.28
Adj MS 26.91 0.69 147.62 5.66 319.21 25.13 5.34
F 5.04 0.12 26.21 1.06 59.74 4.70
P 0.029 0.887 x 0.000 x 0.413 0.000 0.000
x Not an exact F-test. S = 2.31164
R-Sq = 98.17%
Term Constant Bunga jantan
Coef 92.78 -1.1552
R-Sq(adj) = 96.30%
SE Coef 29.30 0.5148
T 3.17 -2.24
P 0.002 0.029
Unusual Observations for Berat akar (g) Obs 7 42 56 89 105 106 108
Berat akar (g) 40.2400 37.3200 28.7900 34.2800 34.2700 30.3700 39.3700
Fit 36.7862 34.0234 32.2297 30.7340 37.9108 35.6667 35.1440
SE Fit 1.6396 1.6436 1.6619 1.6547 1.6346 1.6436 1.6702
Residual 3.4538 3.2966 -3.4397 3.5460 -3.6408 -5.2967 4.2260
St Resid 2.12 2.03 -2.14 2.20 -2.23 -3.26 2.64
R R R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Berat akar (g) Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
5.0 2.5
90
Residual
Percent
99
50 10 1 0.1
0.0 -2.5 -5.0
-5.0
-2.5
0.0 Residual
2.5
5.0
0
10
5.0
15
2.5
10 5 0
30
40
Versus Order
20
Residual
Frequency
Histogram
20 Fitted Value
0.0 -2.5 -5.0
-4.5
-3.0
-1.5 0.0 Residual
1.5
3.0
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120
Observation Order
127 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6. Kandungan Klorofil Analysis of Variance for Kandungan klorofil, using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 22.856 1.747 399.633 19.009 198.727 69.603 13.524 725.100
Adj SS 0.006 1.818 90.723 4.921 178.696 69.603 13.524
Adj MS 0.006 0.909 10.080 0.273 59.565 2.578 0.229
F 0.02 3.32 37.47 1.19 259.87 11.25
P 0.876 0.059 x 0.000 x 0.297 0.000 0.000
x Not an exact F-test. S = 0.478765
R-Sq = 98.13%
Term Constant Bunga jantan
Coef 5.626 -0.0167
R-Sq(adj) = 96.24%
SE Coef 6.069 0.1066
T 0.93 -0.16
P 0.358 0.876
Unusual Observations for Kandungan klorofil Obs 6 8 9 28 43 67 68
Kandungan klorofil 7.62400 9.79800 8.43000 3.07100 6.80400 5.27500 7.62100
Fit 6.64901 8.92030 9.17473 3.86978 6.12515 6.10308 6.82198
SE Fit 0.34144 0.33854 0.33959 0.33865 0.33865 0.33865 0.34420
Residual 0.97499 0.87770 -0.74473 -0.79878 0.67885 -0.82808 0.79902
St Resid 2.91 2.59 -2.21 -2.36 2.01 -2.45 2.40
R R R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Kandungan klorofil Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
1.0
90
Residual
Percent
99
50 10
0.5 0.0 -0.5
1 0.1
-1.0
-0.5
0.0 Residual
0.5
-1.0
1.0
0.0
2.5
1.0
15
0.5
10
10.0
0.0 -0.5
5 0
7.5
Versus Order
20
Residual
Frequency
Histogram
5.0 Fitted Value
-0.6
-0.3
0.0 0.3 Residual
0.6
0.9
-1.0
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120
Observation Order
128 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7. Stay Green Analysis of Variance for Stay green (%), using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 368.87 94.87 11772.11 614.02 4077.12 1385.76 1460.36 19773.12
Adj SS 0.00 97.68 1945.68 394.78 3415.52 1385.76 1460.36
Adj MS 0.00 48.84 216.19 21.93 1138.51 51.32 24.75
F 0.00 2.23 9.73 0.89 46.00 2.07
P 0.997 0.137 x 0.000 x 0.596 0.000 0.010
x Not an exact F-test. S = 4.97513
R-Sq = 92.61%
R-Sq(adj) = 85.10%
Term Constant Bunga jantan
Coef 57.53 0.004
T 0.91 0.00
SE Coef 63.07 1.108
P 0.365 0.997
Unusual Observations for Stay green (%) Stay green (%) 56.2500 72.2222 47.6190 30.0000 50.0000
Obs 82 83 85 86 94
Fit 64.5175 64.5424 32.0662 40.5996 58.7872
SE Fit 3.5228 3.5481 3.5288 3.5613 3.5192
Residual -8.2675 7.6798 15.5528 -10.5996 -8.7872
St Resid -2.35 2.20 4.43 -3.05 -2.50
R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Stay green (%) Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
10
90
Residual
Percent
99
50 10 1 0.1
0
-10 -10
0 Residual
10
40
60 Fitted Value
Histogram
80
Versus Order 10
20
Residual
Frequency
30
10 0
0
-10 -8
-4
0 4 Residual
8
12
16
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120
Observation Order
129 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8. Berat Biji Analysis of Variance for Berat biji (ton/ha), using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 125.720 1.770 581.890 18.671 98.286 46.483 20.556 893.377
Adj SS 0.111 2.138 114.398 4.887 70.635 46.483 20.556
Adj MS 0.111 1.069 12.711 0.272 23.545 1.722 0.348
F 0.32 3.94 45.54 0.78 67.58 4.94
P 0.575 0.038 x 0.000 x 0.715 0.000 0.000
x Not an exact F-test. S = 0.590264 Term Constant Bunga jantan
R-Sq = 97.70% Coef 12.094 -0.0741
R-Sq(adj) = 95.36%
SE Coef 7.482 0.1314
P 0.111 0.575
T 1.62 -0.56
Unusual Observations for Berat biji (ton/ha) Berat biji (ton/ha) 9.9823 11.9358 8.0783 4.7977 8.2097 9.8892 8.7092 10.3176
Obs 22 23 25 26 28 29 82 95
Fit 10.9450 10.9461 6.5911 5.6704 9.6842 8.9117 9.6029 9.4523
SE Fit 0.4210 0.4180 0.4244 0.4265 0.4175 0.4265 0.4180 0.4180
Residual -0.9627 0.9897 1.4872 -0.8727 -1.4745 0.9774 -0.8936 0.8653
St Resid -2.33 2.37 3.62 -2.14 -3.53 2.40 -2.14 2.08
R R R R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Berat biji (ton/ha) Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
1
90
Residual
Percent
99
50 10
0 -1
1 0.1
-1
0 Residual
1
3
6 Fitted Value
Histogram
9
12
Versus Order 1
30
Residual
Frequency
40
20 10 0
0 -1
-1.5
-1.0
-0.5
0.0 0.5 Residual
1.0
1.5
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120
Observation Order
130 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9. Jumlah Biji per Tongkol Analysis of Variance for Jumlah biji per tongkol, using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 27548 11097 476065 20258 126076 37588 130262 828894
Adj SS 276 11508 74373 18219 71781 37588 130262
Adj MS 276 5754 8264 1012 23927 1392 2208
F 0.13 5.70 7.31 0.46 10.84 0.63
P 0.725 0.012 x 0.000 x 0.966 0.000 0.905
x Not an exact F-test. S = 46.9875
R-Sq = 84.28%
R-Sq(adj) = 68.30%
Term Constant Bunga jantan
Coef 542.1 -3.70
T 0.91 -0.35
SE Coef 595.6 10.46
P 0.366 0.725
Unusual Observations for Jumlah biji per tongkol Jumlah biji per tongkol 351.730 111.250
Obs 34 109
Fit 439.342 211.063
SE Fit 33.237 33.781
Residual -87.612 -99.813
St Resid -2.64 R -3.06 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Jumlah biji per tongkol Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9 99
50
Residual
Percent
90 50 10 1 0.1
0 -50 -100
-100
-50
0 Residual
50
100
200
300 Fitted Value
Histogram
400
500
90
100 110 120
Versus Order
16 12
Residual
Frequency
50
8 4 0
0 -50 -100
-90
-60
-30 0 Residual
30
60
1
10
20
30
40
50
60
70
80
Observation Order
131 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10. Akumulasi Biomassa Analysis of Variance for Akumulasi biomassa (ton/ha), using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 6.1728 0.1340 220.9991 8.5277 54.6174 15.4975 6.6390 312.5875
Adj SS 0.1000 0.1361 19.4611 2.2664 49.5344 15.4975 6.6390
Adj MS 0.1000 0.0680 2.1623 0.1259 16.5115 0.5740 0.1125
F 0.89 0.54 17.36 1.12 146.74 5.10
P 0.350 0.592 x 0.000 x 0.358 0.000 0.000
x Not an exact F-test. S = 0.335447
R-Sq = 97.88%
Term Constant Bunga jantan
Coef 3.039 0.07043
R-Sq(adj) = 95.72%
SE Coef 4.252 0.07470
T 0.71 0.94
P 0.478 0.350
Unusual Observations for Akumulasi biomassa (ton/ha)
Obs 37 51 83 85 86 94
Akumulasi biomassa (ton/ha) 4.38379 4.65476 8.93615 5.21172 4.23252 7.63051
Fit 4.91591 4.13115 8.43305 4.44908 4.76780 8.32423
SE Fit 0.24117 0.23793 0.23923 0.23793 0.24012 0.23728
Residual -0.53212 0.52362 0.50311 0.76264 -0.53528 -0.69371
St Resid -2.28 2.21 2.14 3.23 -2.29 -2.93
R R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Akumulasi biomassa (ton/ha) Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
0.8
90
Residual
Percent
99
50 10
0.4 0.0 -0.4
1 0.1
-0.8
-0.4
0.0 Residual
0.4
-0.8
0.8
4
6
Histogram 0.8
20
Residual
Frequency
10
Versus Order
30
10 0
8 Fitted Value
0.4 0.0 -0.4
-0.6
-0.4 -0.2
0.0 0.2 Residual
0.4
0.6
0.8
-0.8
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120
Observation Order
132 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11. Serapan N Analysis of Variance for Serapan N (g/tan), using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 1.0470 0.0785 53.7168 3.3940 13.9574 8.0880 5.1100 85.3917
Adj SS 0.1366 0.1179 6.5996 2.1013 13.0477 8.0880 5.1100
Adj MS 0.1366 0.0589 0.7333 0.1167 4.3492 0.2996 0.0866
F 1.58 0.50 6.45 1.35 50.22 3.46
P 0.214 0.612 x 0.000 x 0.193 0.000 0.000
x Not an exact F-test. S = 0.294297 Term Constant Bunga jantan
R-Sq = 94.02% Coef 6.348 -0.08231
R-Sq(adj) = 87.93%
SE Coef 3.731 0.06553
T 1.70 -1.26
P 0.094 0.214
Unusual Observations for Serapan N (g/tan) Akumulasi N (g/tan) 1.73403 3.20422 1.21685 1.78689 2.46649
Obs 9 43 88 96 102
Fit 2.20573 2.52187 1.68285 2.26487 2.03256
SE Fit 0.20874 0.20817 0.20874 0.20817 0.20924
Residual -0.47170 0.68235 -0.46600 -0.47798 0.43393
St Resid -2.27 3.28 -2.25 -2.30 2.10
R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Akumulasi N (g/tan) Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
0.5
90
Residual
Percent
99
50 10 1
0.0
-0.5
0.1
-0.8
-0.4
0.0 Residual
0.4
0.8
0
1
Histogram
3
Versus Order
24
0.5
18
Residual
Frequency
2 Fitted Value
12
0.0
6 0
-0.5 -0.4
-0.2
0.0 0.2 Residual
0.4
0.6
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120
Observation Order
133 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12. Remobilisasi N Analysis of Variance for Remobilisasi N, using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 4062.57 130.00 8268.65 954.52 1097.11 1692.64 3558.74 19764.24
Adj SS 335.67 154.59 3720.23 862.15 539.86 1692.64 3558.74
Adj MS 335.67 77.30 413.36 47.90 179.95 62.69 60.32
F 5.57 1.61 8.41 0.79 2.98 1.04
P 0.022 0.227 x 0.000 x 0.699 0.038 0.437
x Not an exact F-test. S = 7.76644
R-Sq = 81.99%
Term Constant Bunga jantan
Coef -195.47 4.080
R-Sq(adj) = 63.68%
SE Coef 98.45 1.729
T -1.99 2.36
P 0.052 0.022
Unusual Observations for Remobilisasi N Obs 7 9 10 12 52 92 93 98
Remobilisasi N 20.5460 49.2454 43.9349 23.3019 49.8301 34.9952 19.0613 60.2011
Fit 32.6076 34.6138 32.8547 34.8609 38.5581 21.0287 31.6867 49.2410
SE Fit 5.5087 5.5087 5.4936 5.5836 5.4993 5.6777 5.5388 5.5219
Residual -12.0616 14.6316 11.0803 -11.5590 11.2720 13.9665 -12.6253 10.9601
St Resid -2.20 2.67 2.02 -2.14 2.06 2.64 -2.32 2.01
R R R R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Remobilisasi N Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
10
90
Residual
Percent
99
50 10
0 -10
1 0.1
-20
-10
0 Residual
10
20
20
40 Fitted Value
Histogram
60
80
Versus Order
30
Residual
Frequency
10 20 10
0 -10
0
-10
-5
0 5 Residual
10
15
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 110 120
Observation Order
134 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13. Aktifitas Nitrat Reduktase Analysis of Variance for C20, using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 0.0100 0.5318 31.9853 1.6159 7.3396 11.8131 9.2855 62.5811
Adj SS 0.1108 0.4858 7.1444 1.6410 5.3790 11.8131 9.2855
Adj MS 0.1108 0.2429 0.7938 0.0912 1.7930 0.4375 0.1574
F 0.70 2.67 8.13 0.58 11.39 2.78
P 0.405 0.097 x 0.000 x 0.900 0.000 0.001
x Not an exact F-test. S = 0.396713
R-Sq = 85.16%
Term Constant Bunga jantan
Coef 13.724 -0.07412
R-Sq(adj) = 70.07%
SE Coef 5.029 0.08834
T 2.73 -0.84
P 0.008 0.405
Unusual Observations for C20 Obs 43 45 109 111 118 120
C20 7.4991 9.9153 7.7900 9.0850 9.8010 8.1220
Fit 8.5439 9.0087 8.3728 8.3035 9.2266 9.0091
SE Fit 0.2806 0.2821 0.2852 0.2920 0.2829 0.2806
Residual -1.0448 0.9067 -0.5828 0.7815 0.5744 -0.8871
St Resid -3.73 3.25 -2.11 2.91 2.07 -3.16
R R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for C20 Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
1.0 0.5
90
Residual
Percent
99
50 10 1 0.1
0.0 -0.5 -1.0
-1.0
-0.5
0.0 Residual
0.5
1.0
8
9 Fitted Value
Histogram
10
Versus Order 1.0 0.5 Residual
Frequency
20 15 10 5 0
0.0 -0.5 -1.0
-0.9
-0.6
-0.3 0.0 Residual
0.3
0.6
0.9
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100 110 120
Observation Order
135 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14. Efisiensi Penggunaan Nitrogen Analysis of Variance for Efisiensi penggunaan N, using Adjusted SS for Tests Source Bunga jantan (hari) Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis) PU (Varietas)*AP (Dosis) Error Total
DF 1 2 9 18 3 27 59 119
Seq SS 5534.74 8.61 9040.26 1877.10 2293.09 5750.56 3534.88 28039.24
Adj SS 27.90 13.45 2645.90 1546.76 3359.00 5750.56 3534.88
Adj MS 27.90 6.73 293.99 85.93 1119.67 212.98 59.91
F 0.47 0.08 3.53 1.43 18.69 3.55
P 0.498 0.925 x 0.008 x 0.150 0.000 0.000
x Not an exact F-test. S = 7.74036
R-Sq = 87.39%
Term Constant Bunga jantan
Coef 114.01 -1.176
R-Sq(adj) = 74.57%
SE Coef 98.12 1.724
T 1.16 -0.68
P 0.250 0.498
Unusual Observations for Efisiensi penggunaan N Efisiensi penggunaan N 81.314 53.796 102.882 49.858 54.219 40.131 65.390
Obs 1 4 25 26 28 34 88
Fit 69.820 64.778 80.768 64.248 66.280 52.447 53.795
SE Fit 5.475 5.475 5.565 5.593 5.475 5.475 5.490
Residual 11.494 -10.982 22.114 -14.390 -12.060 -12.316 11.595
St Resid 2.10 -2.01 4.11 -2.69 -2.20 -2.25 2.13
R R R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Efisiensi penggunaan N Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
20
90
Residual
Percent
99
50 10
10 0 -10
1 0.1
-20
-10
0 Residual
10
20
20
40
Histogram
80
Versus Order
30
20
20
Residual
Frequency
60 Fitted Value
10
10 0 -10
0
-15
-10
-5
0 5 10 Residual
15
20
1
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 110 120
Observation Order
136 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15. Efisiensi Serapan N Analysis of Variance for Efisiensi serapan N, using Adjusted SS for Tests Source Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis pupuk N) PU (Varietas)*AP (Dosis pupuk N) Error Total S = 0.378402
R-Sq = 93.43%
DF 2 9 18 2 18 40 89
Seq SS 0.0379 24.4167 3.4837 28.6828 24.8196 5.7275 87.1683
Adj SS 0.0379 24.4167 3.4837 28.6828 24.8196 5.7275
Adj MS 0.0190 2.7130 0.1935 14.3414 1.3789 0.1432
F P 0.10 907 14.02 000 1.35 .210 100.16 .000 9.63 .000
R-Sq(adj) = 85.38%
Unusual Observations for Efisiensi serapan N Obs 2 48 64 66 75
Efisiensi serapan N 1.05551 1.85141 1.19090 3.00076 4.14119
Fit 1.58651 2.37981 1.97264 2.47401 3.59393
SE Fit 0.28204 0.28204 0.28204 0.28204 0.28204
Residual -0.53100 -0.52841 -0.78174 0.52675 0.54726
St Resid -2.10 -2.09 -3.10 2.09 2.17
R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Efisiensi serapan N Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
1.0 0.5
90
Residual
Percent
99
50 10
-1.0
1 0.1
0.0 -0.5
-1.0
-0.5
0.0 Residual
0.5
1.0
0
1
Histogram
4
Versus Order 0.5
30
Residual
Frequency
3
1.0
40
20 10 0
2 Fitted Value
0.0 -0.5 -1.0
-1.2
-0.8
-0.4 0.0 Residual
0.4
0.8
1
10
20
30 40 50 60 70 Observation Order
80
90
137 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16. Efisiensi Pemanfaatan Nitrogen Analysis of Variance for Efisiensi Pemanfaatan N, using Adjusted SS for Tests Source Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis pupuk N) PU (Varietas)*AP (Dosis pupuk N) Error Total S = 11.9873
DF 2 9 18 2 18 40 89
Seq SS 414.3 7042.9 3797.8 2307.7 8470.4 5747.8 27780.9
Adj SS 414.3 7042.9 3797.8 2307.7 8470.4 5747.8
Adj MS 207.2 782.5 211.0 1153.8 470.6 143.7
F 0.98 3.71 1.47 8.03 3.27
P 0.394 0.009 0.154 0.001 0.001
R-Sq(adj) = 53.97%
R-Sq = 79.31%
Unusual Observations for Efisiensi Pemanfaatan N Obs 11 12 64 89 90
Efisiensi Pemanfaatan N 94.3741 43.4073 89.3262 85.3013 45.2156
Fit 74.8709 63.0607 63.6777 66.2723 61.8674
SE Fit 8.9348 8.9348 8.9348 8.9348 8.9348
Residual 19.5032 -19.6534 25.6485 19.0291 -16.6518
St Resid 2.44 -2.46 3.21 2.38 -2.08
R R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Efisiensi Pemanfaatan N Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
40
90
Residual
Percent
99
50 10
20 0 -20
1 0.1
-40
-20
0 Residual
20
40
20
40 60 Fitted Value
Histogram
80
Versus Order 40
Residual
Frequency
20 15 10 5 0
20 0 -20
-30
-20
-10
0 10 Residual
20
30
1
10
20
30 40 50 60 70 Observation Order
80
90
138 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17. Efisiensi Agronomi Analysis of Variance for Efisiensi Agronomi, using Adjusted SS for Tests Source Ulangan PU (Varietas) Ulangan*PU (Varietas) AP (Dosis pupuk N) PU (Varietas)*AP (Dosis pupuk N) Error Total S = 10.5952
DF 2 9 18 2 18 40 89
Seq SS 2294.4 22466.2 4213.6 58567.0 31577.9 4490.4 123609.5
Adj SS 2294.4 22466.2 4213.6 58567.0 31577.9 4490.4
Adj MS F P 1147.2 4.90 .020 2496.2 10.66 .000 234.1 2.09 .027 29283.5 260.86 .000 1754.3 15.63 .000 112.3
R-Sq(adj) = 91.92%
R-Sq = 96.37%
Unusual Observations for Efisiensi Agronomi Efisiensi Agronomi 117.265 31.270 8.136 56.876
Obs 20 21 27 60
Fit 94.342 54.024 -8.689 72.209
SE Fit 7.897 7.897 7.897 7.897
Residual 22.923 -22.754 16.825 -15.334
St Resid 3.25 -3.22 2.38 -2.17
R R R R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Residual Plots for Efisiensi Agronomi Normal Probability Plot
Versus Fits
99.9
40 20
90
Residual
Percent
99
50 10 1 0.1
0 -20 -40
-40
-20
0 Residual
20
40
0
50 100 Fitted Value
Histogram
Versus Order 40 20
20
Residual
Frequency
30
10 0
150
0 -20 -40
-40
-30
-20
-10 0 10 Residual
20
30
1
10
20
30 40 50 60 70 Observation Order
80
90
139 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN II. Analisis Ragam Perakaran Empat Genotipe Jagung Tabel Lampiran 1. SK
Analisis Ragam (Anova) Panjang Akar Umur 7 HST Ftab db JK KT F 5%
Kelompok
2
74,29
37,15
0,90
Perlakuan
3
1557,23
519,08
12,60
Galat
6
247,21
41,20
Total 11 **; nyata pada (p≤0,01) Tabel Lampiran 2. SK
**
5,14
10,92
4,76
9,78
1878,73
Analisis Ragam (Anova) Jumlah Akar
db
Ftab 1 %
JK
KT
Umur 7HST Ftab 5%
F
Kelompok
2
4,67
2,33
1,91
Perlakuan
3
21,67
7,22
5,91
Galat
6
7,33
1,22
*
Ftab 1 %
5,14
10,92
4,76
9,78
Total 11 33,67 **; nyata pada (p≤0,01), *; nyata pada (p≤0,05) Tabel Lampiran 3. SK
Analisis Ragam (Anova) Diameter Akar umur 7 HST Ftab db JK KT F hit 5%
Kelompok
2
0,00
0,00
2,53
Perlakuan
3
0,04
0,01
15,38
Galat
6
0,01
0,00
Total 11 **; nyata pada (p≤0,01)
**
Ftab 1 %
5,14
10,92
4,76
9,78
0,05
Tabel Lampiran 4. SK
Analisis Ragam (Anova) Berat Kering Akar umur 7 HST Ftab Ftab 1 db JK KT F hit 5% %
Kelompok
2
0,00
0,00
1,14
Perlakuan
3
0,01
0,00
50,91
Galat
6
0,00
0,00
Total 11 **; nyata pada (p≤0,01)
**
5,14
10,92
4,76
9,78
0,01
Tabel Lampiran 5. SK
Analisis Ragam (Anova) Panjang Akar Umur 12 HST Ftab db JK KT F hit 5%
Kelompok
2
153,17
76,58
0,60
Perlakuan
3
8570,00
2856,67
22,45
Galat
6
763,50
127,25
Total 11 **; nyata pada (p≤0,01)
**
Ftab 1 %
5,14
10,92
4,76
9,78
9486,67
140 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel Lampiran 6. SK
Analisis Ragam (Anova) Jumlah Akar
db
JK
KT
Umur 12HST Ftab 5%
F hit
Kelompok
2
6,50
3,25
2,39
Perlakuan
3
44,33
14,78
10,86
Galat
6
8,17
1,36
Total 11 **; nyata pada (p≤0,01)
**
Ftab 1 %
5,14
10,92
4,76
9,78
59,00
Tabel Lampiran 7. SK
Analisis Ragam (Anova) Diameter Akar umur 12 HST Ftab db JK KT F hit 5%
Ftab 1 %
Kelompok
2
0,07
0,04
9,27
*
5,14
10,92
Perlakuan
3
0,08
0,03
6,45
*
4,76
9,78
Galat
6
0,02
0,00
Total 11 *; nyata pada (p≤0,05)
0,17
Tabel Lampiran 8. Analisis Ragam (Anova) SK
db
JK
Berat Kering Akar umur 12 HST
KT
F hit
Ftab 5%
Kelompok
2
0,000
0,000
0,082
Perlakuan
3
0,011
0,004
7,768
Galat
6
0,003
0,000
Total 11 **; nyata pada (p≤0,01)
db
5,14
10,92
4,76
9,78
0,014
Tabel Lampiran 9. Analisis Ragam (Anova) SK
**
Ftab 1 %
JK
KT
Panjang Akar Umur 17 HST Ftab F hit 5%
Ftab 1 %
Kelompok
2
16176,13
8088,06
9,78
*
5,14
10,92
Perlakuan
3
16342,23
5447,41
6,59
*
4,76
9,78
Galat
6
4960,71
826,78
Total 11 *; nyata pada (p≤0,05)
37479,06
Tabel Lampiran 10. SK
Analisis Ragam (Anova) Jumlah Akar
db
JK
KT
F hit
Umur 17 HST Ftab 5%
Ftab 1 %
Kelompok
2
25,17
12,58
12,24
**
5,14
10,92
Perlakuan
3
17,33
5,78
5,62
*
4,76
9,78
Galat
6
6,17
1,03
Total 11 48,67 **; nyata pada (p≤0,01), *; nyata pada (p≤0,05)
141 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel Lampiran 11. SK
Analisis Ragam (Anova) Diameter Akar umur 17 HST
db
JK
KT
F hit
Ftab 5%
Ftab 1%
Kelompok
2
0,06
0,03
3,29
5,14
10,92
Perlakuan
3
0,09
0,03
3,09
4,76
9,78
Galat
6
0,06
0,01
Total
11
0,21
Tabel Lampiran 12. SK
db
Analisis Ragam (Anova) Berat Kering Akar umur 17 HST Ftab JK KT F hit 5% Ftab 1%
Kelompok
2
0,0005
0,0003
0,7988
Perlakuan
3
0,0056
0,0019
5,6180
Galat
6
0,0020
0,0003
Total
11
0,0081
Tabel Lampiran 13. SK
db
*
5,14
10,92
4,76
9,78
Analisis Ragam (Anova) Panjang Akar Umur 22 HST Ftab JK KT F hit 5%
Kelompok
2
643,37
321,68
3,73
Perlakuan
3
109045,79
36348,60
421,61
Galat
6
517,28
86,21
**
Ftab 1 %
5,14
10,92
4,76
9,78
Total 11 110206,44 **; nyata pada (p≤0,01) Tabel Lampiran 14. SK
Analisis Ragam (Anova) Jumlah Akar
db
JK
KT
F hit
Umur 22 HST Ftab 5%
Ftab 1 %
Kelompok
2
7,17
3,58
6,14
*
5,14
10,92
Perlakuan
3
84,25
28,08
48,14
**
4,76
9,78
Galat
6
3,50
0,58
Total 11 94,92 **; nyata pada (p≤0,01), *; nyata pada (p≤0,05) Tabel Lampiran 15. SK
db
Analisis Ragam (Anova) Diameter Akar umur 22 HST Ftab JK KT F hit 5%
Ftab 1 %
Kelompok
2
0,07
0,04
8,84
*
5,14
10,92
Perlakuan
3
0,44
0,15
36,20
**
4,76
9,78
Galat
6
0,02
0,00
Total 11 0,54 **; nyata pada (p≤0,01), *; nyata pada (p≤0,05) Tabel Lampiran 16. SK
Analisis Ragam (Anova) Berat Kering Akar umur 22 HST Ftab Ftab db JK KT F hit 5% 1 %
Perlakuan
3
0,88
0,29
Galat
6
0,08
0,01
Total 11 **; nyata pada (p≤0,01)
23,11
**
4,76
9,78
0,98
142 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel Lampiran 17. SK
db
Analisis Ragam (Anova) Panjang Akar Umur 27 HST JK
KT
F hit
Ftab 5%
Kelompok
2
3258,50
1629,25
0,55
Perlakuan
3
312182,92
104060,97
35,35
Galat
6
17662,83
2943,81
**
Ftab 1 %
5,14
10,92
4,76
9,78
Total 11 333104,25 **; nyata pada (p≤0,01) Tabel Lampiran 18. SK
Analisis Ragam (Anova) Jumlah Akar
db
JK
KT
F hit
Kelompok
2
1,17
0,58
0,09
Perlakuan
3
268,33
89,44
14,06
Galat
6
38,17
6,36
Total 11 **; nyata pada (p≤0,01)
Umur 27HST Ftab 5% **
Ftab 1 %
5,14
10,92
4,76
9,78
307,67
Tabel Lampiran 19. SK
Analisis Ragam (Anova) Diameter Akar umur 27 HST Ftab db JK KT F hit 5%
Kelompok
2
0,07
0,03
0,69
Perlakuan
3
2,00
0,67
13,11
Galat
6
0,30
0,05
Total 11 **; nyata pada (p≤0,01)
**
Ftab 1 %
5,14
10,92
4,76
9,78
2,37
Tabel Lampiran 20. SK
Analisis Ragam (Anova) Berat Kering Akar umur 27 HST Ftab Ftab db JK KT F hit 5% 1 %
Kelompok
2
0,02
0,01
1,39
Perlakuan
3
2,83
0,94
108,77
Galat
6
0,05
0,01
Total 11 **; nyata pada (p≤0,01)
**
5,14
10,92
4,76
9,78
2,91
143 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN III. Korelasi Antar Karakter Jagung Tabel Lampiran 21. Korelasi antar karakter jagung pada pemupukan 0 kg N/ha. Sifat
PH
PH
1
LA RL RN RDW CC SG ASI DMA NRA
LA 0,149 1
RL
RN
RDW
CC
SG
ASI
DMA
NRA
GY
GN
NUpA
NUpTE
0,332
0,274
0,831**
0,145
-0,203
0,329
0,348
0,136
0,481
0,286
0,399
0,294
0,540
0,535
0,493
0,607
-0,302
0,097
0,088
- 0,232
0,481
0,235
-0,374
1
0,912**
0,950**
-0,814** -0,203
0,629
0,779**
0,149
0,831**
0,449
0,119
1
0,876**
0,722*
-0,341
0,594
0,694*
0,024
0,781**
0,415
1
-0,837** -0,108
0,570
0,805**
0,200
0,721*
0,345
1
0,322
-0,254 -0,423
0,013
1
-0,025
0,295
0,213
0,596 1
1
NUtE
AE
NUE
-
-
-
-
0,372
-
-
-
-
0,747*
-
-
-
-
0,051
0,639*
-
-
-
-
0,144
0,644*
-
-
-
-
-0,540
-0,120 0,190
-0,414
-
-
-
-
-0,079
0,460
0,247
0,224
-
-
-
-
0,581
0,610
0,410
0,452
0,694*
-
-
-
-
0,251
0,683*
0,709* 0,414
0,721*
-
-
-
-
1
0,093
0,015
0,142
-
-
-
-
1
0,773** 0,367
0,644*
-
-
-
-
1
0,363
0,619
-
-
-
-
1
-0,030
-
-
-
-
1
-
-
-
-
GY GN NUpA NTE NUpE
0,673*
NUpE
1
NUtE AE NUE
-
-
-
1
-
-
1
1
Keterangan: *: nyata (p>0.05); **: sangat nyata (p 0.01);PH: tinggi tanaman; LA: luas daun; RL: panjang akar seminal; RN: jumlah akar seminal; RDW: berat kering akar seminal; CC: kandungan klorofil; SG: stay green; A: keluar bunga jantan 50%; S: keluar bunga betina50%; ASI: interval keluar bunga jantanbetina; DMA: berat kering biomassa saat antesis; DMTE: efisiensi translokasi biomassa; NRA: aktifitas nitrat reduktase; GY: berat kering biji; GN: jumlah biji; TGW: berat kering seribu biji; HI: indeks panen; NUpA: serapan N saat antesis; NUpM: serapan N saat masak; NupTE: efisiensi translokasi N; NUpE: efisiensi serapan N; NUtE: efisiensi pemanfaatan N, AE: efisiensi agronomi; NUE: efisiensi penggunaan N.
144 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel Lampiran 22. Korelasi antar karakter jagung pada pemupukan 30 kg N/ha. Sifat PH LA RL RN RDW CC SG ASI DMA
PH 1
LA
RL
RN
RDW
CC
0,552
0,139
0,650*
0,744*
-0,019
0,129
1
0,606
0,698*
0,709*
-0,660*
-0,297
0,937**
0,966** -0,089
1
0,758*
-0,208
1
1
SG
DMA
NRA
GY
GN
NUpA
NUpTE
0,609
0,699*
0,174
0,618
0,277
0,553
0,222
0,491
0,082
0,346
0,367
0,334
0,775**
0,278
0,638*
0,535
0,935**
0,303
0,935**
-0,378
0,483
0,033
0,178
0,556
0,928**
0,572
0,968**
0,843** 0,536
0,574
0,490
0,457
0,871**
0,783**
0,162
0,714*
0,932**
0,413
0,960**
0,864** 0,667*
0,553
0,591
0,266
0,898**
0,662*
-0,166
0,133
0,682*
0,978**
0,200
0,988**
0,869** 0,679*
0,644*
0,616
0,319
0,825**
0,697*
1
0,802**
0,254
-0,247
0,182
0,704*
-0,108 -0,697*
0,183
-0,724*
0,594
0,147
0,932**
0,527
0,002
0,217
-0,213
0,237
-0,385
0,282
-0,443
0,263
-0,033
0,258
1
0,583
0,197
0,704*
0,640*
0,406
0,687*
0,307
0,204
0,319
0,572
1
0,450
0,957**
0,799** 0,758*
0,634*
0,708*
0,254
0,724*
0,600
1
0,550
0,403
0,386
0,148
0,433
0,609
0,597
1
0,835** 0,611
0,689*
0,544
0,417
0,851**
1,000**
1
0,520
0,735*
0,464
0,712*
0,288
0,656*
1
0,415
0,987** -0,363
0,499
- 0,913**
0,385
0,356
0,657*
0,561
1
-0,417
0,479
-0,923**
1
0,560
0,841**
1
0,681*
1
ASI
NRA GY GN NUpA NUpTE
0,152
1
NUpE NUtE AE NUE
NUpE
NUtE
AE
NUE
1
Keterangan: *: nyata (p>0.05); **: sangat nyata (p 0.01);PH: tinggi tanaman; LA: luas daun; RL: panjang akar seminal; RN: jumlah akar seminal; RDW: berat kering akar seminal; CC: kandungan klorofil; SG: stay green; A: keluar bunga jantan 50%; S: keluar bunga betina50%; ASI: interval keluar bunga jantan-betina; DMA: berat kering biomassa saat antesis; DMTE: efisiensi translokasi biomassa; NRA: aktifitas nitrat reduktase; GY: berat kering biji; GN: jumlah biji; TGW: berat kering seribu biji; HI: indeks panen; NUpA: serapan N saat antesis; NUpM: serapan N saat masak; NupTE: efisiensi translokasi N; NUpE: efisiensi serapan N; NUtE: efisiensi pemanfaatan N, AE: efisiensi agronomi; NUE: efisiensi penggunaan N.
145 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel Lampiran 23. Korelasi antar karakter jagung pada pemupukan 90 kg N/ha Sifat
PH
LA
RN
RDW
CC
SG
ASI
DMA
NRA
GY
GN
NUpA
NUpTE
NUpE
PH
1
0,442 0,603
0,737*
0,658*
0,153
0,291
0,693*
0,750*
-,0157
0,695*
0,318
0,581
0,181
0,534
-0,172
0,480
0,275
1
0,740*
0,835**
0,799**
0,055
-0,089
0,178
0,730*
-0,414
0,640*
0,614
0,781** 0,415
0,786**
-0,373
0,734*
-0,134
1
0,956**
0,950**
0,715* 0,505
0,551
0,955** -0,282
0,936**
0,797**
0,767** 0,718*
0,734*
-0,061
0,900**
0,366
1
0,973**
0,545
0,424
0,775**
0,970** -0,292
0,940**
0,677*
0,797** 0,667*
0,762*
0,095
0,732*
0,322
1
0,562
0,392
0,589
0,988** -0,235
0,955**
0,782**
0,794** 0,607
0,750*
-0,055
0,915**
0,382
1
0,645*
0,462
0,535
0,026
0,613
0,570
0,271
0,605
0,229
0,338
0,606
0,582
1
0,759*
0,404
-0,251
0,257
0,315
0,363
0,509
0,326
0,052
0,337
0,261
1
0,597
-0,385
0,681*
0,273
0,428
0,519
0,278
0,165
0,494
0,526
1
-0,237
0,972**
0,792**
0,835** 0,617
0,795**
-0,112
0,909**
0,350
1
-0,162
-0,199
-0,238
-0,245
0,184
-0,166
0,074
1
0,746*
0,810** 0,667*
0,759*
-0,004
0,932**
1.000*
1
0,744*
0,482
0,718*
0,800**
-0,159
0,200
0,346
0,995
-0,558
0,725*
-0,709*
1
0,310
0,378
0,752*
0,561
1
-0,621
0,681*
0,788**
1
0,127
0,854**
1
0,454
LA RL RN RDW CC SG ASI DMA
RL
NRA GY GN NUpA
1
NUpTE NUpE NUtE AE
-,0446
NUtE
AE
NUE
NUE
Keterangan: *: nyata (p>0.05); **: sangat nyata (p 0.01);PH: tinggi tanaman; LA: luas daun; RL: panjang akar seminal; RN: jumlah akar seminal; RDW: berat kering akar seminal; CC: kandungan klorofil; SG: stay green; A: keluar bunga jantan 50%; S: keluar bunga betina50%; ASI: interval keluar bunga jantan-betina; DMA: berat kering biomassa saat antesis; DMTE: efisiensi translokasi biomassa; NRA: aktifitas nitrat reduktase; GY: berat kering biji; GN: jumlah biji; TGW: berat kering seribu biji; HI: indeks panen; NUpA: serapan N saat antesis; NUpM: serapan N saat masak; NupTE: efisiensi translokasi N; NUpE: efisiensi serapan N; NUtE: efisiensi pemanfaatan N, AE: efisiensi agronomi; NUE: efisiensi penggunaan N.
146 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel Lampiran 24. Korelasi antar karakter jagung pada pemupukan 180 kg N/ha. Sifat
PH
PH
1
LA RL RN RDW CC SG ASI DMA NRA
LA
RL
RN
RDW
CC
SG
ASI
GY
GN
NUpA
NUpTE
NUpE
0,393
0,528
0,712* 0,865** 0,455
0,740*
0,698*
0,694*
0,396
0,647*
0,873** 0,850** 0,458
0,479
0,381 0,654*
0,617
0,734*
0,838** 0,547
0,841** -0,740*
0,943** 0,942** 0,654*
0,799** 0,640* 0,953** 0,678*
0,987** 0,924**
0,858** 0,814**
0,825** -0,830** 0,803**
0,054
0,744*
0,153
0,651* 0,741*
0,840** 0,156
1
0,841** 1
1
0,980** 0,548 1
DMA
NRA
0,409
NUtE
AE
-0,842** 0,409 0,836**
-0,097
0,649*
0,619 0,984** 0,609
0,938** 0,883**
0,781** 0,716*
0,609
0,680*
0,550 0,989** 0,036
0,958** 0,900**
0,837** 0,675*
0,797** -0,842** 0,785**
0,077
1
0,841** 0,366 0,592
0,519
0,653*
0,626
0,574
0,679*
0,531
-0,556
0,425
-0,130
1
0,663* 0,725*
0,453
0,689*
0,801**
0,695*
0,771**
0,640*
-0,760*
0,412
-0,168
1
0,650*
0,132
0,588
0,611
0,486
0,420
0,417
-0,638*
0,144
-0,045
1
0,613
0,961** 0,922** 0,840**
0,697*
0,800** -0,881** 0,724*
0,051
1
0,640*
0,616
0,608
0,431
0,314
1
0,982** 0,914**
0,778**
0,887** -0.870** 0,830** 1.000**
1
0,815**
0,786**
0,780** 0,711*
1
0,605
0,995** -0,842** 0,765**
-0,896**
1
0,585
-0,589
0,585
1
-0,893** 0,780** -0,877**
GY GN NUpA NUpTE NUpE
0,451
-0,805** 0,751*
NUE
-0,119
-0,434
1
NUtE AE
0,628
0,854** -0,024 0,620 0,127
0,846**
1
0,454 1
NUE
Keterangan: *: nyata (p>0.05); **: sangat nyata (p 0.01);PH: tinggi tanaman; LA: luas daun; RL: panjang akar seminal; RN: jumlah akar seminal; RDW: berat kering akar seminal; CC: kandungan klorofil; SG: stay green; A: keluar bunga jantan 50%; S: keluar bunga betina50%; ASI: interval keluar bunga jantan-betina; DMA: berat kering biomassa saat antesis; DMTE: efisiensi translokasi biomassa; NRA: aktifitas nitrat reduktase; GY: berat kering biji; GN: jumlah biji; TGW: berat kering seribu biji; HI: indeks panen; NUpA: serapan N saat antesis; NUpM: serapan N saat masak; NupTE: efisiensi translokasi N; NUpE: efisiensi serapan N; NUtE: efisiensi pemanfaatan N, AE: efisiensi agronomi; NUE: efisiensi penggunaan N.
147 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN IV. Ragam genotipe dan ragam fenotipe untuk nilai heritabilitas Tabel lampiran 25. Nilai heritabilitas (H2) masing-masing karakter pada N-0 MS Varietas
MS Error
Tinggi Tanaman
1309.79
33.85
3
425.31
436.60
H2 0.974
Luas Daun Interval B.JantanBetina
1783996
79675
3
568107
594665
0.955
4.31
0.19
3
1.37
1.44
Kandungan klorofil Stay green
3.17 17.32
0.01 32.78
3 3
1.05 -5.15
1.06 5.77
-0.892
BK biji per Hektar
4.18
0.50
3
1.23
1.39
0.881
Jumlah Biji per tongkol
4220.06
1520.49
3
899.86 1406.69
0.640
Serapan N total Tanaman
0.02
0.02
3
Traits
∂2g
n
∂2p
0 0 0
-0.204 0
0 0
3
Efisiensi Penggunaan N
3
Efisiensi Pemanfaatan N
3
0
0
Akumulasi biomassa Panjang Akar Jumlah Akar Berat Kering Akar Remobilisasi N
0.997
0 0 0
Efisiensi Serapan N
Efisiensi Agronomi N ANR
0.956
0
1.03
0.14
3 3
0 0.30
0 0.34
0.866
49.96
24.49
3
8.49
16.65
0.510
416759
45895
3
123621
138920
0.890
8.96 33.21
2.98 2.22
3 3
2.00 10.33
2.99 11.07
0.668 0.933
434.71
60.29
3
124.81
144.90
0.861
Tabel lampiran 26. Nilai heritabilitas (H2) masing-masing karakter pada N-30 Traits
MS Varietas
MS Error
∂2g
n
∂2p
H2
Tinggi Tanaman
1711.40
9.00
3
567.47
570.47
0.995
Luas Daun
6281340
44967
3
2078791
2093780
0.993
Interval B.Jantan-Betina
2.46
0.36
3
0.70
0.82
0.854
Kandungan klorofil
4.39
0.35
3
1.35
1.46
0.920
123.49
17.06
3
35.48
41.16
0.862
13.19
0.30
3
4.30
4.40
0.977
Jumlah Biji per tongkol
8614.28
2444.2
3
2056.71
2871.43
0.716
Serapan N total Tanaman
0.60
0.10
3
0.17
0.20
0.839
Stay green BK biji per Hektar
Efisiensi Serapan N Efisiensi Penggunaan N Efisiensi Pemanfaatan N Efisiensi Agronomi N ANR Akumulasi biomassa Panjang Akar Jumlah Akar Berat Kering Akar Remobilisasi N
2.75
0.44
3
0.77
0.92
0.839
14651.68
331.12
3
4773.52
4883.89
0.977
970.72
302.01
3
222.90
323.57
0.689
3347.33
374.65
3
990.89
1115.78
0.888
0.27
0.07
3
0.06
0.09
0.722
646.28
35.11
3
203.72
215.43
0.946
3162442
70037
3
1030802
1054147
0.978
70.90
4.35
3
22.19
23.63
0.939
248.85
5.48
3
81.12
82.95
0.978
80.76
40.21
3
13.52
26.92
0.502
148 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tabel lampiran 27. Nilai heritabilitas (H2) masing-masing karakter pada N-90 MS Varietas
MS Error
n
∂2g
∂2p
H2
Tinggi Tanaman
1150.44
39.23
3
370.40
383.48
0.966
Luas Daun
Traits
4182213
138084
3
1348043
1394071
0.967
Interval B.Jantan-Betina
3.07
0.27
3
0.93
1.02
0.912
Kandungan klorofil
5.68
0.43
3
1.75
1.89
0.925
153.10
21.20
3
43.96
51.03
0.861
Stay green BK biji per Hektar
14.80
0.16
3
4.88
4.93
0.989
Jumlah Biji per tongkol
6241.99
1159.96
3
1694.01
2080.66
0.814
Serapan N total Tanaman
1.66
0.14
3
0.51
0.55
0.916
Efisiensi Serapan N
0.80
0.06
3
0.25
0.27
0.930
Efisiensi Penggunaan N
1826.81
19.43
3
602.46
608.94
0.989
Efisiensi Pemanfaatan N
247.90
123.86
3
41.35
82.63
0.500
Efisiensi Agronomi N
378.31
54.30
3
108.00
126.10
0.856
0.44
0.20
3
0.08
0.15
0.545
ANR Akumulasi biomassa
1093.59
27.19
3
355.47
364.53
0.975
Panjang Akar
4492671
100677
3
1463998
1497557
0.978
Jumlah Akar
110.46
3.44
3
35.67
36.82
0.969
Berat Kering Akar
303.37
8.46
3
98.30
101.12
0.972
6.52
0.42
3
2.03
2.17
0.935
113.76
94.46
3
6.43
37.92
0.170
BK brangkasan saat masak Remobilisasi N
Tabel lampiran 28. Nilai heritabilitas (H2) masing-masing karakter pada N-90 MS Varietas
MS Error
n
Tinggi Tanaman
1238.59
26.37
3
Luas Daun Interval B.JantanBetina
7940511
63171
3
2.36
0.30
3
Kandungan klorofil
5.13
0.18
Stay green
83.87
BK biji per Hektar
Traits
∂2p
H2
404.07
412.86
0.979
2625780
2646837
0.992
0.69
0.79
0.873
3
1.65
1.71
0.964
27.50
3
18.79
27.96
0.672
16.74
0.26
3
5.49
5.58
0.985
Jumlah Biji per tongkol
6451.47
2355.53
3
1365.31
2150.49
0.635
Serapan N total Tanaman
2.10
0.08
3
0.67
0.70
0.960
Efisiensi Serapan N
0.25
0.01
3
0.08
0.08
0.962
Efisiensi Penggunaan N
516.55
7.92
3
169.54
172.18
0.985
Efisiensi Pemanfaatan N
493.14
70.57
3
140.86
164.38
0.857
Efisiensi Agronomi N
144.76
6.89
3
45.96
48.25
0.952
0.57
0.15
3
0.14
0.19
0.737
Akumulasi biomassa
1175.87
29.28
3
382.20
391.96
0.975
Panjang Akar
4361978
118432
3
1414515
1453993
0.973
Jumlah Akar
101.37
2.19
3
33.06
33.79
0.978
Berat Kering Akar
313.38
6.02
3
102.45
104.46
0.981
Remobilisasi N
154.83
46.98
3
35.95
51.61
0.697
ANR
∂2g
149 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN V. Persamaan regresi kuadratik antara hasil biji jagung (Y) dengan dosis pupuk N (X) Tabel lampiran 29. Persamaan regresi kuadratik antara hasil biji jagung (Y) dengan dosis pupuk N (X) Genotipe
Persamaan Regresi kuadratik
Pioneer-2 NK-33 DK-979 Bisi-2 Bima-3 Arjuna Sukmaraga Lamuru Bisma Madura
y = -0.000208x2 + 0.065172x + 6.000758 y = -0.000368x2 + 0.092596x + 6.002727 y = -0.000293x2 + 0.073674x + 6.436136 y = -0.000237x2 + 0.071770x + 5.882197 y = -0.000304x2 + 0.076556x + 5.816667 y = -0.000306x2 + 0.087071x + 4.188939 y = -0.000193x2 + 0.057076x + 5.431364 y = -0.000301x2 + 0.077394x + 5.092424 y = -0.000299x2 + 0.076694x + 6.300833 y = -0.000028x2 + 0.010078x + 2.251742
Persamaan turunan Vmax (titik maksimum) untuk dosis Noptimum 0= -000412X + 0.065172 0= -000736X + 0.092566 0= -00059X + 0.092566 0= -0.000474X + 0.071770 0= -0.000608X + 5.816667 0= -0.000612X + 0.087071 0= -0.000386X+ 0.057076 0= -0.0006021X+ 0.077394 0= -0.000598X+ 0.076694 0= -0.000056X + 0.010078
150 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN VI. Sifat fisik dan kimia tanah tempat percobaan lapang di desa Tambak Rejo, Sumber Gempol, Tulungagung
Sifat Fisik tanah Jenis tanah Aluvial Hidromorf Sifat Kimia tanah pH CO N P2O5 K SO4 Fe Cu Zn Na Ca Mg
Tekstur Liat
Ciri-ciri Warna Kelabu
Metode pengukuran Reagen H2O Reagen KCl Kurmis Kjeldahl Bray I Morgan (Wolf) Morgan (Wolf) Morgan (Wolf) Morgan (Wolf) Morgan (Wolf) Morgan (Wolf) Morgan (Wolf) Morgan (Wolf)
Nilai 6,20 5,24 1,27 0,13 34,33 0,22 51,45 39,55 12,48 3,26 0,31 13,40 3,16
Water run off Lambat
Satuan
Keterangan
% % ppm me/100g ppm ppm ppm ppm me/100g me/100g me/100g
Sangat rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
151 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN VII. Penghitungan Kebutuhan Pupuk
Kebutuhan pupuk tiap tanaman dengan jarak tanam 75 cm x 25 cm dengan kepadatan tanam 66667 tanaman/Ha, maka tiap tanaman mendapatkan pupuk sebesar: a. Pupuk P =
125 𝑘𝑔
b. Pupuk K =
75
66667
66667
x
x
100 36
100 45
= 0,00528 kg SP36/Ha= 5,208 gram/tanaman
= 0,001125 kg KCl/Ha = 2,499 gram/tanaman
c. Pupuk N 0 kg/Ha = 0 kg urea/ha. 30
d. Pupuk N 30 kg/Ha = 66667 x
100
90
e. Pupuk N 90 kg/Ha = 66667 x 180
f. Pupuk N 180 kg/Ha = 66667 x
45 100 45 100 45
kg urea/Ha = 1 gram/tanaman. kg urea/Ha = 3 gram/tanaman. kg urea/Ha = 6 gram/tanaman.
152 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN VIII. Analisis Kandungan Nitrogen Analisis kandungan N dalam jaringan tanaman jagung menggunakan metode yang digunakan oleh Laboratorium Kimia Tanah Balittanah Kementan yang telah terstandarisasi Nasional. Menimbang 0,250 g sampel tanaman jagung
< 0,5 mm ke
dalam tabung digestion. Ditambahkan 1 g campuran selen dan 2,5 mL H2SO4 p.a. Campuran diratakan dan dibiarkan satu malam supaya diperarang. Menyiapkan blanko dengan memasukkan hanya 1 g campuran selen dan 2,5 mL H2SO4 p.a. ke dalam tabung digestion. Esoknya dipanaskan dalam blok digestion hingga suhu 350ºC. Destruksi selesai bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4 jam). Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 mL. Dikocok sampai homogen dan dibiarkan semalam agar partikel mengendap. Ekstrak sampel diambil 1 mL ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 9 ml air bebas ion dan dikocok dengan pengocok tabung. Ke dalam tabung reaksi masingmasing diisi 2 ml ekstrak encer dan deret standar. Kemudian berturut-turut ditambahkan larutan sangga Tartrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 mL, dikocok dan dibiarkan 10 menit lalu ditambahkan 4 mL NaOCl 5%, dikocok dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak pemberian pereaksi ini. Catatan: warna biru indofenol yang terbentuk kurang stabil, oleh karena itu diupayakan agar diperoleh waktu yang sama antara pemberian pereaksi dan pengukuran untuk setiap deret standar dan sampel. Cara perhitungan: Kadar N (%) = ppm kurva x mL ekstrak 1000 mL-1 x 100 mg contoh-1 x fp x fk = ppm kurva x
50 1000
100
x 250 x 10 x fk
= ppm kurva x 0,2 x fk Keterangan: ppm kurva = kadar sampel yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko. 100 = konversi ke % fp = faktor pengenceran (10) fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air). 153 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN IX. Analisis Kandungan Klorofil Total Analisis kandungan klorofil total pada tanaman jagung menggunakan metode Arnon (1949) dalam Kumari (2011).
Daun jagung segar sebanyak 3 gram
dihancurkan (blender) untuk diekstraksi dengan100 mL aceton 80% dan didiamkan selama 15 menit. Larutan bening dituang pada tabung reaksi lalu diputar dengan kecepatan sentrifus 2.500 rpm selama 3 menit. Supernatan diambil untuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 645 nm dan 663 nm. Perhitungan: Klorofil a = (12,7 x D663 – 2,69 x D645 ) x
Klorofil b = (22.9 x D645 – 4.68 x D663) x
V 1000 W
V 1000 W
mg/g
mg/g
Total klorofil = klorofil a + klorofil b = (20,2 x D645) + (8,02 x D663) Keterangan: D645 dan D663 : nilai absorbansi pada panjang gelombang 645 dan 663. V : volume larutan sampel W : berat sampel
154 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN X. Analisis Aktivitas Nitrat Reduktase Penetuan nilai aktivitas nitrat reduktase sesuai dengan metode yang dikembangkan Reed et al. (1980) yaitu menggunakan daun ketiga dari pucuk. Pengambilan daun dilakukan pada pukul 10.00 – 12.00 pada saat taselling. Daun yang telah diambil dibersihkan dengah tissue basah kemudian diiris kecil-kecil (±1.0 cm x 0.1 M) dengan meninggalkan bagian pangkal, ujung dan tulang daun. Irisan seberat 300 mg dimasukkan ke dalam tabung hitam berisi 10 ml 0,1 M medium larutan penyangga fosfat (Na-Fosfat buffer dengan pH 7,5) dibiarkan selama 24 jam. Setelah waktu perendaman terpenuhi larutan medium dikeluarkan dengan menggunakan pipet penghisap, dan diganti dengan medium pengujian 0,1 M larutan penyangga fosfat (pH 7,5) berisi 0,08% SDS dan 0,1 M NaNO3 kemudian diikubasi selama 2 jam suhu kamar. Setelah waktu inkubasi tercapai maka ke dalam tabung reaksi berisi 1,0 mL pereaksi warna yang terdiri dari 0,5 mL 0,1% sulfanilamide (dalam 3 N HCl) dan 0,5 ml 0,02% N-naphtylethylene diamine dichloride ditambahkan 0,1 mL aliquot. Campuran dikocok dengan menggunakan mesin pengocok (vortex) dan warna dibiarkan berkembang. Lima belas menit kemudian ditambahkan aquadest sampai volume akhir mencapai 5 mL. Larutan dalam tabung reaksi kemudian dipindahkan ke dalam kuvet spektrofotometer dan dibaca pada -
gelombang 540 nm. Sebagai larutan standar adalah NaNO2 1mM. Pada alat terbaca besarnya penerusan sinar (transmittance) , yang diubah menjadi nilai serapan (absorbance) dengan menggunakan rumus sbb : Absorbansi = 2 – log transmittan Tingkat aktivitas nitrat reduktase ditentukan berdasarkan nilai serapan terbaca pada spektrofotometer dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ANR =
absorbansi X
x
1000 300
x
1 3
x
500 1000
µ mole NO2 /gram berat basah / jam
(X = nilai absorbansi dari blanko)
155 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN XI. Deskripsi Varietas Jagung Deskripsi varietas jagung yang digunakan dalam penelitian ini menurut Adnan et al. (2010) adalah sebagai berikut: 1. BISI-2 Tahun dilepas Asal
50% keluar rambut
: 1995 : F1 silang tunggal antara FS4 x FS9, FS4 dan FS9 merupakan tropical inbred dari CharoenSeed Co., Ltd.Thailand dan Dekalb Plant Genetic, USA. : ± 56 hari
Panen
: ± 90-100 hari
Batang
: Tinggi dan tegap
Warna batang
: Hijau
Tinggi tanaman
: ± 232 cm
Daun
: Panjang, lebar, dan terkulai
Warna daun
: Hijau cerah
Keragaman tanaman
: Seragam
Perakaran
: Baik
Kerebahan
: Tahan
Tongkol
: Sedang, silindris, dan seragam
Kedudukan tongkol
: Di tengah-tengah batang
Kelobot
: Menutup tongkol dengan baik
Tipe biji
: Setengah mutiara (semi flint)
Warna biji
: Kuning oranye
Jumlah baris/tongkol
: 12 - 14 baris
Bobot 1000 biji
: + 265 g
Rata-rata hasil
: 8,9 t/ha pipilan kering
Potensi hasil
: 13 t/ha pipilan kering
Ketahanan
: Toleran terhadap penyakit bulai dan karat daun
Keterangan
: Baik ditanam di dataran rendah sampai 1000 m dpl.
156 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2. PIONEER-21 Tanggal dilepas Asal
: 29 Juli 2003 :F1 dari silang tunggal (single cross) antara galurmurni F30Y87dengan M30Y877, keduanya adalahgalur murni Tropis yang dikembangkanoleh Pioneer Hi-Bred (Thailand) Co., Ltd 50% polinasi : ± 54 hari 50% keluar rambut : ±56 hari Masak fisiologis : ± 95 hari Batang : Tegap, besar, dan cukup kokoh Warna batang : Hijau Tinggi tanaman : ± 210 cm Daun : Setengah tegak dan lebar Warna daun : Hijau tua Keragaman : Sangat seragam tanaman Perakaran : Baik Kerebahan : Tahan rebah Bentuk malai : Besar dan terbuka Warna malai : Putih kekuningan Warna sekam : Hijau keunguan Warna rambut :Hijau terang dengan warna kemerahan di ujungnya Tongkol : Besar, panjang, dan silindris Kedudukan tongkol : Di pertengahan tinggi tanaman (+ 95 cm) Kelobot : Menutup biji dengan baik Tipe biji : Semi mutiara Warna biji : Oranye Baris biji : Tidak lurus dan rapat Jumlah : 14 - 16 baris baris/tongkol Bobot 1000 biji : ± 311 g Rata-rata hasil : 6,1 t/ha pipilan kering Potensi hasil : 13,3 t/ha pipilan kering Ketahanan : - Tahan terhadap karat daun, bercak daun kelabu C.Zeamaydis - Ketahanan sedang terhadap busuk tongkol Diplodia, virus, dan perkecambahan tongkol - Agak rentan terhadap busuk batang dan bulai Keunggulan : Potensi hasil tinggi, kualitas bijidan pengisian biji baik. Batang cukup kokoh,perakaran baik, cukup tahan terhadap kerobohan. 157 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3. NK-33 Tanggal dilepas Asal
Umur
: 14 Februari 2003 : NT 6661 adalah hibrida F1 dari silang tunggal (single cross) antara galur tropis NP 5038 dengan galur tropis NP 5063 yangdikembangkan oleh PT. Novartis (Thailand). : Berumur dalam
50% polinasi
: ± 55 hari
50% keluar rambut
: ± 56 hari
Masak fisiologis
: ± 90-100 hari
Batang
: Besar dan kokoh
Warna batang
: Hijau
Tinggi tanaman
: ± 190 cm
Warna daun
: Hijau tua
Keragaman tanaman
: Seragam
Perakaran
: Baik
Kerebahan
: Tahan rebah
Bentuk malai
: Tegak, sedang, dan terbuka
Warna malai
: Hijau
Warna sekam
: Hijau bergaris
Warna anthera
: Coklat
Warna rambut
: Merah
Bentuk tongkol
: Silindris
Kedudukan tongkol
: + 95 cm
Kelobot
: Menutup tongkol sangat baik
Tipe biji
: Semi mutiara
Warna biji
: Kuning
Jumlah baris/tongkol
: 14 - 16 baris
Bobot 1000 biji
: ± 300 g
Rata-rata hasil
: 8,10 t/ha pipilan kering
Potensi hasil
: 10,12 t/ha pipilan kering
Ketahanan
: Agak tahan terhadap penyakit bulai, hawar daun, dan karat
Daerah pengembangan
:Adaptasi pada dataran rendah sampai ketinggian 850 m dpl
Pengusul
: P.T. Syngenta Indonesia
158 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4. DK-979
Asal
Golongan
: F1 dari silang tunggal modifikasi antara TB0406F dengan TB0406M. TB0406F adalah F1 dari persilangan antara dua galur bersaudara yaitu TB9701LP dengan TB9702LP. TB0406F, TB9701LP, dan TB9702LP adalah galur murni tropis yang dikembangkan oleh Monsanto (Thailand). : Hibrida silang tunggal modifikasi (modified single cross)
50% polinasi
: 54 hari
50% keluar rambut
: 56 hari
Masak fisiologis
: 90-95 hari
Batang
: Sedang dan kokoh
Warna Batang
: Hijau
Tinggi Tanaman
: 201 cm
Daun
: Agak tegak
Warna Daun
: Hijau
KeragamanTanaman : Seragam Perakaran
: Sangat baik
Kerebahan
: Tahan
Bentuk Malai
: Terbuka
Warna Sekam
: Merah muda
Warna Anthera
: Ungu
Kedudukan Tongkol : Pertengahan Warna Rambut
: Putih agak kemerahan
Bentuk Biji
: Semi mutiara
Warna Biji
: Kuning
Tongkol
: Sedang dan berbentuk silindris
Jumlah Baris
: 14-18
Baris Biji
: Lurus dan rapat
Kelobot
: Menutup biji dengan baik
Bobot 1000 Butir (g) : 350 Rata-rata Hasil
: 10,054 kg/ha
Potensi Hasil
: 12,364 kg/ha
Ketahanan Penyakit
:Tahan penyakit bulai, karat daun, hawar daun
Daerah Adaptasi
Beradaptasi baik di dataran rendah.
159 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5. BIMA-3 BANTIMURUNG Tanggal dilepas Asal
Umur 50% polinasi 50% keluar rambut Masak fisiologis Batang Warna batang Tinggi tanaman Jumlah daun Keragaman tanaman Perakaran Bentuk malai Warna malai Warna sekam Warna anthera Warna rambut Tongkol Bentuk tongkol Kedudukan tongkol Kelobot Tipe biji Baris biji Warna biji Jumlah baris/tongkol Bobot 1000 biji Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan Keunggulan
Pemulia Pengusul
: 7 Februari 2007 : Silang tunggal antara galur murni Nei 9008 dengan galur murni Mr-14. Nei 9008 dikembangkan dari galur Introduksi Departemen Pertanian Thailand. Mr-14 dikembangkan dari populasi Suwan 3 : Berumur dalam : ± 55 hari : ± 56 hari : ± 90 hari : Sedang dan tegap : Hijau sedikit ungu : ± 200 cm : 12 – 14 helai : Seragam : Sangat baik : Kompak : Krem : Krem : Krem : Krem : Besar dan panjang (+ 21 cm) : Silindris : + 98 cm : Menutup tongkol dengan baik (+ 98%) : Setengah mutiara (semi flint) : Lurus : Jingga : 12 – 14 baris : ±359 g : 8,27 t/ha pipilan kering : 10 t/ha pipilan kering : Toleran terhadap penyakit bulai (P. maydis) : - Beradaptasi baik pada lahan subur dan lahan suboptimal. - Populasi dapat mencapai 70.000 tanaman/ha. : Made Jana Mejaya, R. Neni Iriany, Andi Takdir M., M. Isnani,Achmad Muliadi, dan Amrizal Nasar : Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
160 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6. BISMA Tanggal dilepas
: 4 September 1995
Asal
: Persilangan Pool 4 dengan bahan introduksi disertai seleksimassa selama 5 generasi
50% keluar rambut
: ± 60 hari
Panen
: + 96 hari
Batang
: Tegap, tinggi sedang (+ 190 cm)
Daun
: Panjang dan lebar
Warna daun
: Hijau tua
Perakaran
: Baik
Kerebahan
: Tahan rebah
Tongkol
: Besar dan silindris
Kedudukan tongkol
: Kurang lebih di tengah-tengah batang
Kelobot
: Menutup tongkol dengan cukup baik (+ 95%)
Tipe biji
: Semi mutiara (semi flint)
Baris biji
: Lurus dan rapat
Warna biji
: Kuning
Jumlah baris/tongkol
: 12 - 18 baris
Bobot 1000 biji
: ± 307 g
Warna janggel
: Kebanyakan putih (+ 98 cm)
Rata-rata hasil
: ± 5,7 t/ha pipilan kering
Potensi hasil
: 7,0 - 7,5 t/ha pipilan kering
Ketahanan
: Tahan penyakit karat dan bercak daun
Keterangan
: Baik untuk dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl
Pemulia
: Subandi, Rudy Setyono, A. Sudjana, dan Hadiatmi
Pengusul
: Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
161 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7. SUKMARAGA Tanggal dilepas Asal
: 14 Februari 2003 : Bahan introduksi AMATL (Asian Mildew Acid Tolerance Late), asal CIMMYT Thailand dengan Introgressi bahan lokal yang diperbaiki sifat ketahanan terhadap penyakit bulai. Populasi awalnya diseleksi pada tanah kering masam Sitiung Sumbar, dan tanah sulfat masam di Barabai (Kalsel). Hasil kombinasi diuji pada berbagai lingkungan asam dan normal. 50% keluar rambut : ± 58 hari Masak fisiologis : ± 90-100 hari Batang : Tegap Warna batang : Hijau Tinggi tanaman : ± 195 cm (180 - 220 cm) Daun : Panjang dan lebar Warna daun : Hijau muda Keragaman tanaman : Agak seragam Perakaran : Dalam, kuat dan baik Bentuk malai : Semi kompak Warna rambut : Coklat keunguan Bentuk tongkol : Panjang silindris Kedudukan tongkol : ± 195 cm (90-100 cm) Kelobot : Tertutup baik (85%) Tipe biji : Semi mutiara (semi flint) Baris biji : Lurus dan rapat Warna biji : Kuning tua Jumlah baris/tongkol : 12 - 16 baris Bobot 1000 biji : ± 270 g Rata-rata hasil : 6,0 t/ha pipilan kering Potensi hasil : 8,50 t/ha pipilan kering Kerebahan : Agak tahan Ketahanan : Cukup tahan terhadap penyakit bulai (P. maydis), penyakit bercak daun (H. maydis), dan penyakit karat daun (Puccinia sp.) Daerah sebaran : Dataran rendah sampai 800 m dpl, adaptif tanah-tanah masam Pemulia : Firdaus Kasim, M. Yasin HG., M. Basir, Wasmo Wakman. Syafruddin, A. Muliadi, Nurtitayani, dan Adri
162 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8. ARJUNA Tanggal dilepas
: 1980
Asal
: TC1 Early DMR (S) C2, introduksi dari Thailand
50% keluar rambut
: ± 55 hari
Panen
: 85 - 90 hari
Batang
: Tinggi sedang
Daun
: Panjang dan lebar
Warna daun
: Hijau tua
Perakaran
: Baik
Kerebahan
: Cukup tahan
Bentuk tongkol
: Cukup besar dan silindris
Kedudukan tongkol
: Kurang lebih di tengah batang
Kelobot
: Tidak semua tongkol tertutup dengan baik
Tipe biji
: Umumnya mutiara (flint)
Baris biji
: Lurus dan rapat
Warna biji
: Kuning, kadang-kadang terdapat 2- 3 biji berwarna putih
Jumlah baris/tongkol
: Umumnya 12 - 14 baris
Bobot 1000 biji
: ± 272 g
Rata-rata hasil
: 4,3 t/ha pipilan kering
Ketahanan Keterangan
Cukup tahan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), karat dan bercak daun : Baik untuk dataran rendah
163 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9. LAMURU Tanggal dilepas
: 25 Februari 2000
Asal
: Dibentuk dari 3 galur GK, 5 galur SW1, GM4, GM12, GM15, GM11, dan galur SW3
50% keluar rambut
: ± 55 hari
Panen
: 90 - 95 hari
Batang
: Tegap
Warna batang
: hijau
Tinggi tanaman
: 160 – 210 cm
Daun
: panjang
Warna daun
: Hijau
Keseragaman tanaman : agak seragam Perakaran
: Baik
Malai
: Semi kompak
Warna anthera
: Coklat muda
Warna rambut
: Coklat keunguan
Kerebahan
: Cukup tahan
Bentuk tongkol
: Panjang dan silindris
Kedudukan tongkol
: 85 – 110 cm
Kelobot
: Tertutup dengan baik
Tipe biji
: Mutiara (flint)
Baris biji
: Lurus dan rapat
Warna biji
: Kuning
Jumlah baris/tongkol
: Umumnya 12 - 16 baris
Bobot 1000 biji
: ± 275 g
Rata-rata hasil
: 5,6 t/ha pipilan kering
Potensi hasil
: 7,6 t/ha
Ketahanan
Cukup tahan terhadap penyakit bulai (Penonosclerospora maydis) dan karat
Daerah sebaran
: Dataran rendah sampai 600 m dpl
Pemulia
: Mustari Basir, Marsum Dahlan, Made J. Mejaya, ArbiMappe, dan Firdaus Kasim
164 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10. Lokal Madura Asal
: Madura varietas lokal nama Kodok
Nama
: Manding (Kecamatan)
Nama lokal
: Kodok
Umur panen
: 80 hari
Tipe biji
: gepeng, mutiara, mengkilat
Warna biji
: jingga
Bobot 1000 biji
: 186 g
Rata-rata hasil
: 1,8 ton/ha
165 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN XIII. RIWAYAT HIDUP A. DATA PRIBADI Nama lengkap Tempat dan Tanggal Lahir Agama Pekerjaan NIP Pangkat Golongan Jabatan Fungsional E-mail Alamat Rumah Nomor Telepon/HP Alamat Kantor Nomor Telepon/Faks
: Ir. Makhziah, MP : Tulungagung, 23 Juni 1966 : Islam : Dosen Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur : 196606231992032001 : Pembina Tingkat I/IV-b : Lektor Kepala/IVb :
[email protected] : Jl. Medayu Pesona XIII/L-25, Surabaya : 081803178179 : Jl. Raya Rungkut Madya, Surabaya : 031-8706369/031-8706372
B. RIWAYAT PENDIDIKAN 1973-1980 1980-1982 1982-1985
: SDN Kampungdalem Tulungagung : SMPN I Tulungagung : SMPPN Tulungagung
1985-1990
: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
1999-2002
: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
2008-2014
: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
C. PENGALAMAN PENELITIAN 1.
2.
3.
4.
Teknologi perbanyakan klonal batang bawah mangga secara in vitro. Ramdan Hidayat, Sukendah, Nora Augutien, Makhziah. Anggota Peneliti Hibah Bersaing 2005-2006 (DIKTI). Kendali Genetik Sifat Efisien Penggunaan Nitrogen pada Tanaman Tomat untuk Menunjang Pertanian Yang Berkelanjutan. Makhziah & Sukendah. Ketua Peneliti Dosen Muda 2006 (DIKTI). Perakitan Kelapa Kopyor True-Type melalui In-Vitro secara Vegetatif dan Generatif. Sukendah, Ira Wijaya & Makhziah. Anggota Peneliti Hibah Bersaing 2006-2009 (DIKTI). Kajian Sistem Perakaran, Serapan N dan Aktivitas Nitrat Reduktase sebagai Pemahaman secara Fisiologis dan Biokimia Sifat Efisien Penggunaan N pada
166 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tanaman Tomat. Makhziah & Sukendah. Ketua Peneliti Dosen Muda 2007. (DIKTI). 5. Efisiensi Penggunaan Nitrogen pada Tanaman Tomat melalui Pembentukan Varietas Berpotensi Hasil Tinggi dan toleran dengan Pemupukan N Rendah. Makhziah & Ida Retno Moeljani. Ketua Peneliti Hibah Bersaing 2008-2010 (DIKTI). 6. Karakterisasi fenotipe Tanaman jagung Toleran N rendah. Makhziah & Yonny Koentjoro. Ketua Peneliti SINTA dan Strategis Nasional 2009-2010 (DIKTILITBANGDEPTAN). 7. Pengembangan Pupuk Organik Cair dari Limbah Industri Tahu Guna Meningkatkan Kemandirian Petani dalam Penyediaan Pupuk. Yonny Koentjoro, Makhziah & Ida Retno Moeljani. Anggota Peneliti Hibah Kreatifa 2011 (UPN “Veteran” Jawa Timur). 8. Strategi Peningkatan Efisiensi Penggunaan Nitrogen dan Air Pada Tanaman Jagung. Makhziah, W. Guntoro & Yonny Koentjoro. Ketua Peneliti Hibah Bersaing 2013-2014 (DIKTI). 9. Pengembangan Protokol Kultur Embrio Somatik Kelapa Kopyor Dengan Sistem Immersion Dehidrasi Menggunakan Eksplan Plumula Dan Embrio Tanpa Haustorium. Sukendah, Pangesti Nugrahani & Makhziah. Anggota Peneliti Hibah Kompetensi 2014-2015 (DIKTI). 10. Seleksi Tanaman Kedelai Hasil Radiasi Sinar Gamma Cobalt 60 Untuk Sifat Produksi Tinggi dan Tahan Kekeringan. Yonny Koentjoro, Makhziah & Ida Retno Moeljani. Anggota Peneliti Hibah Kreatifa 2014 (UPN “Veteran” Jawa Timur). D. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Aplikasi Teknologi Tepat Guna Pembuatan Pupuk Cair Organik Dari Kotoran Sapi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Petani Di Desa Senjayan – Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk. Yonny Konetjoro, Agus Sulistyono & Makhziah. Iptek bagi Masyarakat 2009 (DIKTI). Sebagai instruktur dalam “Diklat Awal Pembibitan dan Pengolahan Limbah Kelapa Kopyor” 2010. Program Ipteks Bagi Masyarakat (Ibm) Pada Kelompok Masyrakat dan Petani Putri Domas di Desa Domas Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik. 2012 (DIKTI). Instruktur Pembekalan Teknis Perbenihan Uji Mutu Benih Tanaman Perkebunan. 2013. Instruktur Pelatihan Kelapa Kopyor, 19-21 Nopember 2013 di FP UPNVJT. Pembibitan Tanaman Buah dengan Teknik Sambung dan Pembuatan Kompos Metode Takakura pada Warga Binaan Yayasan Nurul Hayat, Kecamatan Gunung Anyar Surabaya. KKN Tematik 2013 (UPN Veteran Jawa Timur). 167
DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7. 8.
Penyuluhan dan Demo "Bercocok Tanam Sistem Vertikultur, di warga binaaan Yayasan Nurul Hayat" 23 Agustus 2013. Instruktur Pelatihan Kultur Jaringan bagi siswa SMA se Surabaya , 8 Maret 2014 di FP UPNVJT.
E. PUBLIKASI ILMIAH 1.
Makhziah & Yonny Koentjoro. 2005. Tanggapan Dua Varietas Kedelai terhadap Tingkat Pemberian Air yang Berbeda. Mapeta. 8 (1): 31-37.
2.
Sukendah, Ira Djajanegara & Makhziah. 2006. Protokol Kultur Embrio Sigotik Kelapa Kopyor. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 8(1): 15-20.
3.
Makhziah & Ida Retno Moeljani. 2006. Uji Kekerabatan Salak Suwaru dengan Analisis Gerombol Scott-Knott. Mapeta. 8(3):181-185.
4.
Makhziah & Ida Retno Moeljani. 2006. Efisiensi Penggunaan Nitrogen pada Beberapa Varietas Tomat. Tropika. 15 (1): 55-62.
5.
Makhziah. 2008. Kajian Sistem Perakaran & Serapan N sebagai Pemahaman sifat Efisien N pada Tananaman Tomat. Mapeta. 10 (2): 105-114.
6.
Makhziah & Ida Retno Moeljani. 2008. Pengaruh Penyambungan Beberapa Varietas Melon dengan Batang Bawah Waluh terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Melon. Agrivita. 30 (2): 127-131.
7.
Makhziah. 2008. Penambahan BAP dan NAA Teknis dalam Media MS Kultur Jaringan Anggrek. Mapeta. 10 (3): 218-223.
8.
Makhziah & Yonny Koentjoro. 2011. Genetic Variation & Agronomic Traits Association with Nitrogen Use Efficiency in Maize. Journal of Nature Studies. 9(2):47-52.
9.
Makhziah. 2011. Survei Polimorfis Tetua dan Analisis Segregasi Galur untuk Pembuatan Peta Marka yang Terpaut Gen Ketahanan Penyakit Blas pada Tanaman Padi. Plumula. 1 (1): 117-124.
10. Makhziah, Kusriningrum & Herry Purnobasuki. 2013. Effect of Nitrogen Supply and Genotypic Variation for Nitrogen Use Efficiency Nitrogen in Maize. American Journal of Experimental Agriculture. 3 (1):182-199. F. Penyampaian Makalah Pada Pertemuan/Seminar Ilmiah 1. Tanggapan beberapa Varietas Tomat terhadap Aplikasi Dosis Pupuk Nitrogen yang Rendah. Seminar Nasional Bioteknologi & Pemuliaan Tanaman. Agustus 2006, IPB-Bogor. 2. Genetic Variation of Nitrogen Use Efficiency in Tomato. International Seminar Genetic Resources management of Agriculture. 21 Agustus 2007, BB-Biogen, Bogor.
168 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3. Uji Kompatibilitas Beberapa Varietas pada Penyambungan Bibit Tomat dengan Terong. Seminar Nasional Hortikultura“Pengembangan Produk Hortikultura Unggulan lokal Melalui Pemberdayaan Petani” 15 Nopember 2007, UNS Solo. 4. Pembentukan Varietas Tomat Berpotensi Hasil Tinggi dan Toleran Pemupukan Nitrogen Rendah. Seminar Nasional Akselerasi Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Mendukung Revitalisasi Pertanian. 2 Desember 2009, UPNV JT, Surabaya. 5. Peningkatan Efisiensi Penggunaan N pada Tanaman Jagung secara Genetik. Seminar Nasional Peningkatan Kompatibilitas Kinerja Teknologi Pertanian di Bid.Litdimas. 15-16 Desember. 2010, UPNVJT, Surabaya. 6. Efisiensi penggunaan nitrogen melalui pembentukan varietas tomat berpotensi hasil tinggi dan toleran pemupukan nitrogen rendah. Seminar Hasil Penelitian HB- DIKTI. 22 Juni 2011, Surabaya. 7. Nitrogen Use Efficiency And Yielding Ability Of Four Maize Varieties. International Seminar Natural Resources Climate Change & Food Security. 2728 Juni 2011, UPNVJT. 8. Relationship Between Nitrate Reductase Activity and Some Other Traits at Different Nitrogen Rates in Some Maize genotypes. International Conference on Food Security 2012, 27-28 Nov 2012, Univ. of Brawijaya. 9. Technopreneurship dalam Mata Kuliah Bioteknologi Tanaman:Implementasinya pada Fakultas Pertanian UPN Jatim Konferensi Nasional “Inovasi dan Technopreneurship” IPB, 18-19 Februari 2013. Sukendah, Makhziah, dan Pangesti Nugrahani. 10. Dosis Optimum Pupuk Nitrogen pada Beberapa Varietas Jagung untuk Efisiensi Penggunaan Nitrogen. Seminar Nasional PERIPI. 23-24 Oktober 2014. Univ. Jember. 11. Strategi Peningkatan Efisiensi penggunaan Nitrogen dan Air pada Tanaman jagung. Seminar Nasional Hasil Penelitian. LPPM UPN “Veteran” Jawa Timur. 4 November 2014.
169 DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN .......
MAKHZIAH