WARTA RIMBA Volume 2, Nomor 1 Juni 2014
ISSN: 2406-8373 Hal: 171-176
ANALISIS KEBIJAKAN DAERAH DALAM RANGKA PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG WEHEA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR Aliri Mahasiswa Program Doktor Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman Korespondensi:
[email protected] Abstract This research was conducted in Wehea Protected forest in the district of East Kutai Regency Kongbeng . The purpose of this study is to identify and assess the policies ( rules and activity programs ) East Kutai regional government in managing Wehea forest .The research was using GAP Method to analyze the policies implementation that applicable in central government and East Kutai in relationship with the fact of Wehea Protected Forest management from some aspects such as human resources, forest resources, institutional and social. Analysis revealed that the policy of district government that published the decree No. 44/02.188.45/HK/II/2005) which is supported by society and recommendation from few instances are effort to support Wehea Forest Protected management. The substances of the policies that published by district government and other instances more leads to manage this area in conservation function that protected function. That policy did not reach the result as expected yet because the decree about the determination of this area to be a protected forest from Department of Forestry was not published yet. Keyword : Wehea Forest Protections, Regional Policy, GAP Anilysis. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut data Statistik hutan di Indonesia meliputi kawasan seluas sekitar 120 juta hektar atau hampir 70% dari luas wilayah daratannya, sehingga menempatkan negara ini sebagai pemilik sumberdaya hutan terbesar di Asia Tenggara, atau nomor kedua terbesar di dunia setelah Brasil (Sardjono, 2004). Terkait dengan kerusakan Kawasan Hutan, degradasi hutan dan deforestasi hutan tropis Indonesia diakui sebagai permasalahan yang serius bagi dunia internasional (Gillis dan Repetto, 1998). Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undangundang tersebut. Otonomi daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kawasan hutan Wehea merupakan eks areal IUPHHK Gruti III meliputi luasan 38.000 hektar terletak di Kecamatan Kongbeng. Kegiatan perusahaan dihentikan pada tahun 1993 dengan alasan utama manajemen pengelolaan yang tidak baik, dan
secara ekonomi tidak layak lagi untuk diusahakan. Dengan alasan tersebut pemerintah daerah mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk merubah fungsi kawasan tersebut menjadi hutan lindung. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan hutan Lindung Wehea yang terletak di Kecamatan Kongbeng Kabupaten Kutai Timur. Teknik Pengambilan Data Penelitian ini mengkombinasikan metode telaah dokumentasi (documentation study) dari berbagai sumber data sekunder dan Metode langsung (direct method) yaitu pengumpulan data primer di lapangan dengan teknik wawancara, wawancara berstuktur (melalui quisioner) dan observasi lapangan. Analisis Data Untuk memahami substansi kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah Kabupaten Kutai Timur digunakan Metode Counten Analisis. Untuk menganalisis implementasi kebijakan Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dengan realita pengelolaan hutan Wehea di lapangan dari aspek SDM, SDH, kelembagaan, Sosial ekonomi digunakan Metode Analisis GAP.
171
WARTA RIMBA Volume 2, Nomor 1 Juni 2014
ISSN: 2406-8373 Hal: 171-176
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Hutan Lindung Wehea 1. Lokasi dan Topografi Letak kawasan hutan Wehea yang diusulkan sebagai Hutan Lindung memiliki luas 38.000 hektar dan secara administratif terletak di wilayah Kecamatan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur. Dari aspek hidrologi, kawasan yang diusulkan berada pada wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Wahau, sub-DAS Melenyiu, sub-Das Sekong dan sub DAS-Seleq. Berdasarkan peta topografi diperoleh informasi kelerengan kawasan hutan Wehea cukup bervariasi mulai dari kelas kelerengan landai (<8%) hingga sangat curam (>40%), sebagian besar di wilayah bagian Barat yang diusulkan sebagai Hutan Lindung Wehea tersebut mempunyai kelerengan di atas 25%. 2. Kondisi Penutupan Lahan Umumya kondisi penutupan lahan masih sangat baik dan banyak didominasi oleh jenis komersil dari Famili Dipterocarpaceae diantaranya terdapat jenis Meranti Merah (Shorea leprosula), Meranti Kuning (S. potoiensis), Bangkirai (S. leavis), Tengkawang (S. gybertisiana) dan lainnya. 3. Keanekaragaman Flora dan Fauna a. Potensi Flora Kondisi biogeofisik dalam kawasan sebagai kawasan yang diusulkan ternyata memiliki potensi keanekaragaman jenis flora yang tinggi baik jenis pohon, jenis anggrek,
jenis jamur, jenis liana maupun jenis rotan. Disisi lain terdapat pula beberapa jenis pohon yang merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat lokal dan potensi pakan bagi orangutan maupun beberapa primata lainnya. b. Potensi Fauna Kawasan hutan Wehea juga memiliki kekayaan potensi fauna yang cukup tinggi, terutama adalah untuk golongan primata, dan mamalia. Beberapa potensi fauna pada kawasan lindung tersebut sebagian besar berada pada status dilindungi. Status perlindungan tersebut ditetapkan berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia maupun oleh dunia international (IUCN). 4. Desa-desa Sekitar kawasan Wehea Kawasan Hutan Wehea meliputi Desa Nehas Liah Bing, Miau baru dan SP-3 (Makmur Jaya). Berdasarkan data BPS Kutim 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduknya 9.714 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 3.811, yang terdiri atas 5.086 laki-laki dan 4.622 perempuan. Kebijakan Daerah dalam Pengelolaan Hutan Lindung Wehea. 1. Dukungan Kebijakan Pengelolaan Hutan Lindung Wehea. Sebagai tindak lanjutnya proses pengusulan penetapan Hutan Lindung Wehea telah dilakukan dalam beberapa tahapan kegiatan mulai dari sosialisasi sampai dengan adanya dukungan dari beberapa stakeholders (tabel 1).
Tabel 1. Dukungan Pengelolaan Hutan Lindung Wehea Proses Pengukuhan Surat No Surat Bupati Kutim No. 44/02.188.45/HK/II/2005 Surat Bupati Kutim No. 069/6660.1/522.51/BPUPKUTIM/I/2004 Surat DPRD-Kutin No. 14/UM/DPRD-KUTIM/1/2004 kepada Menteri Kehutanan Surat Fakultas Kehutanan UNMUL No. 404/j17.1.24/PG/2004 Surat BPK No. 130/VIII/BP2KK/2004 kepada Badan Litbang Kehutanan Surat Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur No. 522.21/927/DK-/IX/2004
Perihal Pembentukan Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea (BPHULIWA) Usulan pemanfaatan areal Eks. IUPHHK PT. Gruti III untuk habitat Orangutan Rekomendasi DPRD-Kutim yang mendukung surat Bupati Kutim Surat 069/6660.1/522.51/BPUP-KUTIM/I/2004 Rekomendasi perlindungan kawasan habitat Orangutan di areal Eks. IUPHHK PT. Gruti III Kaltim Kawasan habitat Orangutan
Advis teknis penunjukan Eks. IUPHHK PT. Gruti III sebagai kawasan pengelolaan untuk tujuan khusus
172
WARTA RIMBA Volume 2, Nomor 1 Juni 2014
ISSN: 2406-8373 Hal: 171-176
Surat Gubernur Kaltim No. No. 521/2315/Proda.2.1/EK Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kaltim No. S.859/IVKws/2004 SK Bupati Kutim No. 44/02.188.45/HK/II/2005 Surat Bupati Kutim No. 214/522.5/BUP-KUTIM/II/ Surat BPPLAN No. S./BPKHA/IV2/2005 Surat Menteri Kehutanan RI No. S. 305/Menhut-IV/2005,
Usulan kawasan konservasi Orangutan Pertimbangan teknis penetapan sebagai kawasan Hutan dengan tujuan khusus Pembentukan Badan Pengelola hutan Lindung Wehea permohonan persetujuan perubahan fungsi kawasan eks PT. Gruti III menjadi Hutan Lindung Wehea. Usulan pemanfaatan eks. IUPHHK PT. Gruti III menjadi Hutan Konservasi. Isi surat, (1) Kawasan Eks HPH PT. Gruti III sudah disetujui menjadi Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus; (2) Jika Pemerintah Kutim mengusulkan kembali menjadi Hutan Lindung maka harus merujuk pada Kepmenhut No. 70/KptsII/2001 jo SK 48/Menhut-II/2004
Sumber. data primer Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Lindung Wehea. Dari Tabel 1 dapat dijelaskan, bahwa surat yang diterbitkan oleh Bupati Kutim, DPRD-Kutim, Fakultas Kehutanan UNMUL, dan surat BPPLAN mengarah pada pengelolaan kawasan dengan fungsi konservasi. Adapun surat yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur dan Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam lebih mengarah pada pengelolaan kawasan dengan tujuan khusus. Sedang surat yang diterbitkan oleh Surat Bupati Kutim kepada Menteri Kehutanan mengarah pada status kawasan dengan fungsi lindung.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar surat dukungan/rekomendasi mengarah pada pengelolaan kawasan dengan fungsi konservasi, dua diantaranya pengelolaan mengarah pada pengelolaan kawasan dengan tujuan khusus, dan hanya satu yang mengarah pada pengelolaan kawasan dengan fungsi lindung. Untuk mendukung dan menguatkan usulan proposal pengelolaan Hutan Lindung Wehea kepada Menteri Kehutanan, maka beberapa langkah telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Propinsi seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Respon lembaga kehutanan Usulan Surat No. 1. Surat Bupati Kutim No. 069/6660.1/522.51/BPUPKUTIM/I/2004 2. Surat DPRD-Kutim No. 14/UM/DPRDKUTIM/1/2004 3. Surat Gubernur Kaltim No. No. 521/2315/Proda.2.1/EK
Respon Lembaga Kehutanan Surat No. Tentang Surat Isi surat, (1) Kawasan Eks HPH PT. Menteri Gruti III sudah disetujui menjadi Kehutanan Kawasan Hutan Dengan Tujuan RI No. S. Khusus; 305/MenhutIV/2005,
4. Surat Fakultas Kehutanan UNMUL No. 404/j17.1.24/PG/2004 5. Surat BPK No. 130/VIII/BP2KK/2004 6. Surat Dinas Kehutanan Kalimantan Timur No. 522.21/927/DK-/IX/2004 7. Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kaltim No. S.859/IV-Kws/2004 8. SK Bupati Kutim No. 44/02.188.45/HK/II/2005 9. Surat Bupati Kutim No. 214/522.5/BUPKUTIM/II/2005 10. Surat BPPLAN No. S./BPKHA/IV2/2005
(2) Jika Pemerintah Kutim mengusulkan kembali menjadi Hutan Lindung maka harus merujuk pada Kepmenhut No. 70/Kpts-II/2001 jo SK 48/Menhut-II/2004 Tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan
173
WARTA RIMBA Volume 2, Nomor 1 Juni 2014
ISSN: 2406-8373 Hal: 171-176
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya Pemerintah Daerah, Pemerintah Propinsi, Perguruan Tinggi dan Lembaga Adat dalam merekomendasikan kawasan Wehea menjadi Hutan Lindung Wehea sudah cukup maksimal. Dalam setiap isi surat rekomendasi yang diterbitkan baik dari Pemerintah Daerah, DPRD Kutim, Pemerintah Propinsi dan Perguruan Tinggi, sebagian besar isi surat lebih menitik beratkan pada pengelolaan kawasan sebagai kawasan perlindungan dan pelestarian habitat Orangutan. Bila mengacu pada isi surat ini maka penetapan status kawasan lebih mengarah pada pengelolaan kawasan dengan fungsi konservasi. Dalam hal ini rujukan peraturan perundangan yang digunakan adalah UU. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekositemnya dan PP No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa. Bila rujukan yang digunakan adalah kedua peraturan perundangan tersebut tentunya hal ini akan bertolak belakang dengan tujuan pengelolaan untuk menetapkan kawasan Eks. IUPHHK PT Gruti III sebagai kawasan dengan fungsi lindung. Disharmonisasi Kebijakan Pengelolaan Hutan Lindung Wehea Pada Tabel 3 penulis mencoba untuk menyajikan disharmonisasi kebijakan yang dijadikan rujukan penegelolaan oleh Pemerintah Daerah Kutai Timur. Penjelasan Tabel 3, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tujuan rujukan pengelolaan antar kebijakan. Menelaah permasalahan tersebut seharusnya dalam menentukan rujukan kebijakan dalam pengelolaan kawasan hutan Wehea Pemerintah Kutai Timur dapat menyesuaikan antara tujuan pengelolaan dengan rujukan kebijakan yang digunakan.
Tabel 3. Disharmonisasi Rujukan Kebijakan Daerah Kutai Timur Secara Horizontal Kebijakan Pemerintah 1. UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pasal 4 dan 5 2. UU. No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pasal 8 3. PP No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa, pasal 1, 8 dan 13 4. PP No. 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan, pasal 2 dan pasal 3
Kebijakan Daerah
GAP
1. Surat Bupati Kutim No. 1. Rujukan UU. No. 5 tahun 1990 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
tentanta KSDHE pasal 4 dan 5 069/6660.1/522.51/BPUPmengarah pada status kawasan KUTIM/I/ dengan fungsi konservasi. Surat DPRD-Kutim No. 2. Rujukan UU No. 41 Tahun 14/UM/DPDRD1999 tentang Kehutanan pasal 8 Kutim/1/2004 mengarah pada status kawasan Surat Fakultas Kehutanan dengan tujuan khusus. UNMUL No. 3. Rujukan PP No. 34 tahun 2002 404/j17.1.24/PG/2004 pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 ayat Surat BPK No. 1,tentang tata hutan di jelaskan 130/VII/BP2KK/2004 bahwa tata hutan dan SK. Dinas Kehutanan Prop pengelolaan hutan dilaksanakan Kaltim. No. dalam bentuk unit, KPHK, 522.21/927/DK-/IX/2004 KPHP, dan KPHL. Surat Gubernur Kaltim No. 521/2315/Proda.2.1/EK Surat BKSDA Kaltim No. S.859/IV-Kws/2004 Surat Bupati Kutim No. 214/522.5/BUPKutim/II/2005 Surat BPPLAN No. S./BPKHA/IV-2/2005
Sumber : Data Primer
1. Peran Serta Masyarakat Terhadap Pengelolaan Hutan Lindung Wehea. Dengan diterbitkan SK Pembentukan Badan Pengelolaan Hutan Lindung Wehea berikut rencana kerja BP-HULIWA, diharapkan memberikan peluang dan
kesempatan yang sama kepada semua masyarakat terkhusus masyarakat yag berada disekitar kawasan Hutan Lindung Wehea sesuai dengan kemampuannya untuk turut berperan serta dalam pengelolaan Hutan Lindung Wehea sehingga diperoleh manfaat
174
WARTA RIMBA Volume 2, Nomor 1 Juni 2014
ISSN: 2406-8373 Hal: 171-176
dari pengelolaan itu bagi peningkatan kemakmuran masyarakat sekitar hutan. Bila pengelolaan mengacu pada UU. No. 41 Tahun 1999 Pasal 70 poin a serta PP No. 6 Tahun 2007 pasal 13 ayat 1 yang menjelaskan tentang pelibatan peran serta masyarakat
dalam pengelolaan hutan. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat disekitar kawasan yang memiliki keinginan untuk dapat berperan serta dalam pengelolaan diperoleh data seperti diperlihatkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Keterlibatan Masyarakat dalam Kegiatan Pengelolaan Wehea Sosialisasi Kegiatan No
Ada
Desa
Keterlibatan
Tidak Ada
Terlibat
Tidak Terlibat
f
%
f
%
f
%
f
%
1.
NL. Bing
22
73,3
8
26,6
22
73,3
8
26,6
2.
M. Baru
-
-
30
100
-
-
30
100
-
30
100
S-P 3 30 100 3. Sumber : Data Primer Keterangan : f (frekuensi); NL.Bing 30; Miau Baru 30; SP-3 30 Dari Tabel 4 di atas diperoleh data bahwa keterlibatan masyarakat desa Nehas Liah Bing dari 30 informan sebanyak 73,3 persen diantaranya menyatakan terlibat dan 26,6 persen menyatakan tidak terlibat. Data ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarkat Desa Nehas Liah Bing sangat tinggi, sementara Desa Miau Baru dan Desa SP-Trans dalam hal keterlibatan dalam
kegiatan pengelolaan memiliki nilai yang sama yaitu nol. 2. Analisis GAP Pengelolaan Hutan Lindung Wehea. Pada Tabel 5 berikut akan dibahas GAP antara kondisi ideal yang diinginkan dalam rencana pengelolaan oleh Pemerintah Kabupaten dengan pelaksanakan di lapangan.
Tabel 5. Analisis Implementasi GAP Rencana Pengelolaan Hutan Lindung Wehea Kondisi Ideal yang Diinginkan Aspek Yuridis Hutan Lindung Wehea yang legal secara hukum (letak dan luas)
Masyarakat dapat mengetahui lokasi Hutan Lindung Wehea serta Batas-batasnya Adanya Lembaga Pemerintah yang bertanggung Jawab terhadap Pengelolaan Hutan Lindung Wehea
Realisasi (Performance)
Analisis GAP
Terbit SK Bupati No. 44/02.188.45/HK/II/2005. dengan luas lokasi 38.000 ha
Belum adanya izin pengelolaan dari kementerian kehutanan menyebabkan kejelasan status kawasan masih mengambang. Hal ini berdampak pada terbenturnya pemerintah daerah dalam menerbitkan Perda.
Pemancangan plang Hutan Lindung Wehea dan pal batas pada kawasan dengan menempelkan Plang tersebut di batang pohon Penunjukan instansi teknis dalam upaya pengelolaan (BP-HULIWA
Penempelan plang batas yang tidak permanen mengakibatkan mudahnya bagi oknum tertentu mencabutnya dan memindahkan plang batas tersebut.
Menyusun rencana pengelolaan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.
175
Pengelolaan BP-HULIWA dibawah Badan Lingkungan Hidup bukanlah merupakan kebijakan yang tepat. Seharusnya BP-HULIWA berada dibawah koordinasi Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Timur. Dalam menyusun rencana pengelolaan BP-HULIWA hanya menyusun rencana kelola jangka pendek.
WARTA RIMBA Volume 2, Nomor 1 Juni 2014
Aspek Filosofis Masyarakat yang terkait dengan keberadaan hutan Wehea memilki akses dan memanfaatkan fungsi hutan wehea Aspek Sosiologis Masyarakat memilki tanggung jawab pada kelestarian fungsi Hutan Lindung Wehea
ISSN: 2406-8373 Hal: 171-176
Hanya sebagian dari masyarakat yang terkait dengan keberadaan hutan Wehea
Program pengelolaan Hutan Lindung Wehea yang bertujuan meningkatkan peran masyarakat hanya terbatas pada masyarakat adat Wehea.
Pengamanan kawasan hutan hanya dilakukan oleh masyarakat adat Wehea secara bergantian dan teroganisir
Penumbuh kembangkan tanggung jawab masyarakat terhadap Hutan Lindung Wehea baru sebatas pengamanan kawasan.
Sumber: Data Primer Berdasarkan Tabel 5 tersebut di atas terlihat bahwa berbagai kondisi ideal yang diharapkan dapat terwujud/tercapai dengan diterbitkannya SK-Bupati Kutai Timur No. 44/02.188.45/HK/II/2005, tetapi dalam implementasinya masih belum tercapai secara maksimal yang disebabkan adanya berbagai GAP atau kesenjangan yang terjadi. Proses perumusan dan penetapan pengelolaan yang tidak melibatkan semua masyarakat setempat menjadi masalah penting dalam pengelolaan. KESIMPULAN Kebijakan Pemerintah daerah menerbitkan SK. Bupati No. 44/02.188.45/HK/II/2005 yang didukung oleh rekomendasi dari berbagai instansi adalah merupakan bentuk upaya dalam mendukung pengelolaan Hutan Lindung Wehea. Terdapat disharmonisasi substansi kebijakan bila ditinjau dari aspek yuridis, baik kebijakan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah ataupun rekomendasi dari berbagai instansi lebih mengarah pada pengelolaan kawasan dengan fungsi konservasi dari pada fungsi lindung. DAFTAR PUSTAKA Affandi, O. 2005. Analisis Kebijakan Desentralisasi Pengelolaan Hutan dan Pengaruhnya terhadap Perekonomian Masyarakat Sekitar Hutan (Studi Kasus Kabupaten Malinau Kalimantan Timur). Tesis Program Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.
Anonim. 2005. Usulan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Eks HPH Gruti III sebagai Kawasan Hutan Lindung Wehea “Long Skung Metguen” di Kabupaten Kutai Timur. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Desember 2005. Darusman, D.R. Nurrochmad, 2005. Analisis Aspek Kebijakan dan Hukum. Tropenbos Indonesia. Balikpapan Gillis, Malcolm, Robert Repetto. 1998. Public Policies and The Misuse of Forest Resources, A World Resources Institute Book, Cambridge. Sardjono, M.A. 2004. Mosaik Sosiologis Kehutanan: Masyarakat Lokal, Politik dan Kelestarian Sumberdaya, Debus Press, Yogyakarta. Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem. Undang-undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Hutan. Peraturan Republik Indonesia No. 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Hutan. Peraturan Republik Indonesia No. 32 Tahun 2014 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
176