ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA
Oleh : AYU LESTARI A14102659
PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN
AYU LESTARI. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Karet Alam Indonesia. Dibawah bimbingan NETTI TINAPRILLA.
Karet alam merupakan salah satu komoditi unggulan dari sektor perkebunan yang menjadikan Indonesia sebagai produsen sekaligus eksportir terbesar kedua di dunia. Sekitar 80 persen produksi karet dihasilkan dari kebun rakyat dan sisanya dihasilkan oleh kebun pemerintah dan swasta. Sebagian besar karet alam tersebut diekspor ke luar negeri dan hanya sekitar 10 persen yang diserap oleh industri lokal. Konsumsi karet alam dunia terus mengalami peningkatan disebabkan berkembangnya industri berbahan baku karet alam, khususnya industri ban, pada negara-negara maju misalnya Amerika Serikat dan Jerman. Ditambah lagi dengan pertumbuhan ekonomi dikawasan Asia yang memunculkan negara industri berbasis karet alam yang baru semisal Cina dan India. Walaupun Indonesia memiliki lahan paling luas tapi dari produktivitasnya masih jauh di bawah Thailand dan Malaysia. Produktivitas kebun rakyat Indonesia hanya 712 kg/ha sedangkan Thailand 1374 kg/ha dan Malaysia 1338 kg/ha. Produktivitas yang masih rendah tersebut menjadi salah satu penyebab berfluktuasinya ekspor karet alam Indonesia, selain ada faktor internal dan eksternal lainnya seperti konsumsi karet domestik dan harga karet sintetis dunia sebagai susbtitusi karet alam. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik pada negaranegara tujuan ekspor dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kemudian menentukan faktor apa yang berpengaruh signifikan. Untuk mengkaji karakteristik negara tujuan ekspor dilakukan secara deskriptif sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan persamaan regresi model log ganda metode OLS. Variabel dependen yang digunakan adalah volume ekspor karet alam Indonesia. Sedangkan variabel independennya meliputi : volume produksi karet alam domestik, volume konsumsi karet alam domestik, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, volume ekspor bulan sebelumnya, harga karet alam domestik, harga karet alam dunia dan harga karet sintetis dunia. Hipotesis awal yang dibuat adalah volume produksi domestik, volume ekspor bulan sebelumnya, harga karet dunia dan harga karet sintetis diduga akan berpengaruh positif. Sedangkan volume konsumsi domestik, nilai tukar Rupiah dan harga karet domestik diduga akan berpengaruh negatif. Setelah dilakukan pengolahan data, ternyata ada satu variabel independen yang nilai koefisiennya berbeda dengan hipotesis awal yaitu volume ekspor karet alam bulan sebelumnya. Hal ini terjadi karena volume ekspor karet alam yang fluktuatif sehingga meningkatnya volume bulan lalu tidak selalu menjadikan volume bulan berikutnya akan meningkat juga. Variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf lima persen adalah volume produksi domestik, volume konsumsi domestik dan harga karet sintetis
dunia. Volume produksi domestik juga menjadi satu-satunya variabel yang bersifat elastis terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Volume produksi karet alam domestik merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pertama. Karena hampir 80 persen karet alam dihasilkan oleh perkebunan rakyat dengan tingkat perawatan tanaman yang masih rendah maka pemerintah dapat melakukan penyuluhan intensif kepada para petani untuk melakukan proses peremajaan tanaman karet alam serta memberikan kemudahan dalam memperoleh bibit unggul dan pupuk dengan harga terjangkau. Kemudian getah karet yang dihasilkan petani, dibeli dengan harga tinggi hal ini dilakukan agar petani tetap bersemangat mengelola kebun karetnya Volume konsumsi karet alam domestik adalah faktor kedua yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor Indonesia. Walaupun konsumsi domestik masih rendah, tapi pertumbuhannya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup baik. Untuk itu pemerintah harus memberikan kemudahan bagi industri domestik,terutama industri kecil dan menengah, dalam memperoleh bahan baku karet alam yang berkualitas. Selain itu, perlu diberikan bantuan modal dan pendampingan usaha agar industri kecil dan menengah tersebut dapat terus bertahan dan meningkatkan kualitas serta mutu produknya. Harga karet sintetis dunia adalah faktor ketiga yang berpengaruh signifikan. Sebagai pengganti karet alam, keberadaan karet sintetis memang harus diwaspadai pertumbuhannya. Tapi dalam perdagangan internasional, karet alam sebagian besar digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban terutama ban radial yang tidak dapat digantikan keberadaannya oleh karet sintetis. Walaupun tidak dapat digantikan oleh karet sintetis, namun karet Indonesia masih dapat digantikan dengan karet asal Thailand dan Malaysia yang harga dan mutunya tidak jauh berbeda. Karena itu, harus dipertahankan loyalitas konsumen dengan cara peningkatan pengawasan mutu produk agar sesuai dengan standar internasional dan menjaga ketepatan waktu pengiriman.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA
Oleh : AYU LESTARI A14102659
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2010
Ayu Lestari A14102659
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tebingtinggi, Sumatera Utara pada tanggal 7 Maret 1981 dari pasangan Bapak Sumarno dan Ibu Faridawati. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Pendidikan sekolah dasar penulis selesaikan tahun 1993 di SD Inpres 165719 Tebingtinggi. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 4 Tebingtinggi dan lulus tahun 1996. Pendidikan menengah atas diselesaikan tahun 1999 di SMAN 1 Tebingtinggi. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lulus tahun 2002. Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis, IPB. Penulis menikah dengan Hariadi Surahmad pada tanggal 13 November 2005. Saat ini penulis dikaruniakan seorang anak bernama Muhammad Fatih Alif yang lahir tanggal 18 September 2006.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan kemudahan yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Karet Alam Indonesia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Karet alam sebagai pemberi devisa terbesar kedua dari sektor perkebunan memiliki peluang untuk terus dikembangkan. Tapi disisi lain, ekspor karet masih menghadapi masalah yaitu volumenya yang masih berfluktuasi yang antara lain disebabkan rendahnya produktivitas kebun karet, maupun persaingan dengan karet sintetis sebagai subtitusinya. Melihat kondisi tersebut, diperlukan analisis terhadap penawaran ekspor karet alam Indonesia, untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap penawaran ekspor kemudian perubahannya dapat diantisipasi sehingga Indonesia dapat terus mempertahankan bahkan meningkatkan volume ekspornya. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena adanya keterbatasan pengetahuan dan informasi yang mampu dikumpulkan. Karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Januari 2010 Ayu Lestari A14102659
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan kemudahan dan ridho-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Rasa terimakasih yang dalam penulis sampaikan kepada keluarga tercinta : Bapak dan Mamak Tebing, Bapak dan Ibu Medan, Pakcik dan Mamak, Abi dan Alif untuk semua do’a serta dukungan moril dan materi. Skripsi ini juga selesai berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, yaitu : 1. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing, mengarahkan dan selalu memberi kemudahan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Hanya Allah yang dapat membalas kebaikan ibu selama ini,amin. 2. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator pada saat kolokium yang telah memberi banyak masukan untuk perbaikan skripsi. 3. Dr. Ir.Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama yang banyak memberi saran untuk perbaikan skripsi ini. 4. Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas saran-saran yang diberikan. 5. Emmy Wardhani yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar atas koreksi dan masukannya. 6. Teman-teman yang telah bersedia hadir pada kolokim dan seminar.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii BAB I.
PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................
9
2.1 Budidaya Tanaman Karet.............................................................. 9 2.2 Industri Pengolahan Karet Alam Indonesia 2.3 Penelitian-penelitian Terdahulu ....................................................13 BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ..............................................................18 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................18 3.1.1 Teori Penawaran .................................................................18 3.1.2 Teori Ekspor .......................................................................20 3.1.3 Teori Perdagangan Internasional........................................22 3.1.3.1 Analisis Keseimbangan Parsial Terjadinya Perdagangan Internasional ...................................24 3.1.3.2 Analisis Keseimbangan Umum Terjadinya Perdagangan Internasional ...................................26 3.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Karet Alam...........................................................31 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .................................................33 3.3 Hipotesis........................................................................................36 BAB IV. METODE PENELITIAN ...................................................................38 4.1 Jenis dan Sumber Data ..................................................................38 4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data .........................................38
4.3 Alat Analisis ..................................................................................39 4.4 Pengujian Hipotesis.......................................................................40 4.5 Pengujian Asumsi .........................................................................42 4.6 Definisi Operasional......................................................................46 BAB V. GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR ...........................................................................48 5.1 Amerika Serikat ..........................................................................48 5.2 Jepang ..........................................................................................49 5.3 Cina .............................................................................................51 5.4 Jerman .........................................................................................54 5.5 Korea Selatan ..............................................................................55 5.6 Kanada ........................................................................................56 5.7 Perancis .......................................................................................58 5.8 India ............................................................................................60 5.9 Italia ............................................................................................61 5.10 Brazil ...........................................................................................62 BAB VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA .............64 6.1 Pengujian Hipotesia ......................................................................64 6.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Karet Alam...................................................................................67 6.3 Pengujian Asumsi .........................................................................72 BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................74 7.1 Kesimpulan ..................................................................................74 7.2 Saran ............................................................................................75 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................78 LAMPIRAN .........................................................................................................80
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Volume Produksi Karet Alam Indonesia Menurut Pengusahaannya Tahun 1990-2007 ................................. 1
2
Volume dan Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia Tahun 1990-2007............................................................................ 3
3
Konsumsi Karet Alam di Beberapa Negara Tahun 2003-2007(ton) .................................................................. 4
4
Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Kelima Negara Tujuan Utama Tahun 2003-2007 (ton) ............... 5
5
Volume Ekspor Karet Indonesia, Thailand dan Malaysia Tahun 2003-2007 (ton) ........................................... 7
6
Perkembangan Konsumsi Karet Alam Domestik Tahun 2006-2010 (juta ton) ..........................................12
7
Penelitian-penelitian Terdahulu Tentang Penawaran Ekspor ...........................................................16
8
Perkembangan Impor Karet Alam Amerika Serikat Tahun 2003-2007 (ton) ..................................................................49
9
Perkembangan Impor Karet Alam Jepang Tahun 2003-2007 (ton) ...................................................................51
10
Perkembangan Impor Karet Alam Cina Tahun 2003-2007 (ton) ...................................................................53
11
Perkembangan Impor Karet Alam Korea Selatan Tahun 2003-2007 (ton) ...................................................................56
12
Hasil Analisis Regresi Model Log Ganda ......................................64
13
Perbandingan Hipotesis dengan Hasil Regresi ...............................66
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Produktivitas Karet Alam Indonesia Tahun 2001-1007................. 2
2
Produk-produk Hasil Olahan Getah Karet .....................................11
3
Pergerakan Sepanjang Kurva Penawaran .......................................19
4
Pergeseran Kurva Penawaran .........................................................20
5
Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional ............................................................24
6
Ilustrasi Ekuilibrium dalam Kondisi Isolasi..................................27
7
Keuntungan Perdagangan Internasional dalam Kondisi Peningkatan Biaya ..................................................... 28
8
Analisis Keseimbangan Umum Perdagangan Internasional ............................................................30
9
Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ......................................35
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Data Sebelum Diubah Ke Bentuk Logaritma ...............................80
2
Data Sesudah Diubah Ke Bentuk Logaritma ................................82
3
Uji Asumsi Normalitas, Heteroskedastisitas dan Autokorelasi .......................................................................... 84
4
Uji Asumsi Multikolinieritas ........................................................ 85
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Karet alam adalah salah satu komoditi perkebunan utama di Indonesia selain kelapa sawit dan kakao. Luas areal tanaman karet pada tahun 2007 adalah 3,4 juta hektar dimana hampir 83 persennya merupakan kebun rakyat (Ditjenbun, 2009). Karena itu, sebagian besar produksi karet dihasilkan dari kebun-kebun yang dikelola oleh rakyat, sedangkan perkebunan negara dan swasta masing-masing hanya memproduksi 10 persen dari total produksi nasional (Tabel 1). Tabel 1. Volume Produksi Karet Alam Indonesia Menurut Pengusahaannya Tahun1990-2007 Produksi (ton) Tahun PR PBN PBS Total 1990 613.425 216.702 145.168 1.275.295 1995 1.191.143 199.943 182.217 1.573.303 2000 1.125.161 169.866 206.401 1.501.428 2001 1.209.284 182.578 215.599 1.607.461 2002 1.226.647 186.535 217.177 1.630.539 2003 1.396.244 191.699 204.405 1.792.348 2004 1.662.016 196.088 207.713 2.065.817 2005 1.838.670 209.837 222.384 2.270.891 2006 1.916.538 218.724 231.802 2.637.000 2007 1.986.382 226.695 240.250 2.755.167 Sumber : Ditjenbun, 2009 Keterangan : PR = perkebunan rakyat PBN = perkebunan besar nasional PBS = perkebunan besar swasta
Volume produksi karet alam Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 produksi mencapai 1,5 juta ton dengan pertumbuhan 17 persen dibandingkan tahun 1990. Tahun 2007 produksinya bertambah lagi menjadi 2,7 juta ton atau meningkat lebih dari 83 persen dibandingkan tahun 2000.
Bila dilihat dari sisi volume produksi, maka kebun rakyat memang memberikan kontribusi terbesar. Tapi bila diamati dari sisi produktivitasnya, ternyata kebun rakyat yang paling rendah bila dibandingkan dengan kebun negara dan swasta. Pada tahun 2007 produktivitas kebun rakyat hanya 712 kg/ha sedangkan kebun negara dan swasta masing-masing 955 kg/ha dan 874 kg/ha (Gambar 1). Hal ini antara lain disebabkan oleh banyaknya tanaman karet yang tidak produktif. Hanya 9,3 persen yang kondisinya relatif baik, yaitu yang dikembangkan melalui proyek Perkebunan Inti Rakyat (PIR) atau program bantuan lainnya. Sementara lebih dari 90 persen kebun rakyat kondisinya hampir mirip hutan karet, dengan usia tanaman yang sudah tua karena proses pemeliharaan dan peremajaannya yang belum optimal.
1400
produktivitas (kg/ha)
1200
PR
1000
PBN 800
PBS 600
400
200
0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
tahun
Gambar 1. Produktivitas Karet Alam Indonesia Tahun 2001-2007 Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah saat ini sedang menjalankan program peremajaan tanaman karet agar produksinya dapat ditingkatkan. Dengan dilakukannya program ini, diramalkan pada tahun 2015 Indonesia akan memproduksi karet alam sebanyak 3 juta ton atau hampir sama dengan produksi Thailand.
Selain rendahnya produktivitas, masalah lain yang dihadapi oleh komoditi karet alam dalam negeri adalah belum berkembangnya secara optimal industri hilir yang berbasis karet alam seperti industri ban dan sarung tangan. Hal ini menyebabkan kecilnya konsumsi karet alam domestik yaitu 10 persen dari total produksi nasional. Karena konsumsi dalam negeri yang kecil, maka akhirnya 90 persen dari total produksi diekspor ke luar negeri. Volume dan nilai ekspor karet alam Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia Tahun 1990-2007 Tahun Volume (ton) Nilai (000 US$) 1990 1.077.331 846.876 1995 1.324.295 1.963.636 2000 1.379.612 888.623 2001 1.453.382 786.197 2002 1.495.987 1.037.562 2003 1.662.210 1.494.811 2004 1.874.261 2.180.029 2005 2.024.593 2.582.875 2006 2.286.897 4.321.525 2007 2.406.776 5.251.582 Sumber : Ditjenbun, 2009 Pada tahun 1990 volume ekspor karet alam Indonesia sebesar 1.007.331 ton atau sekitar 85 persen dari total produksi. Tahun 1995 volume ekspor meningkat menjadi 1.324.295 ton atau sekitar 84 persen dari total produksi. Peningkatan volume ekspor terjadi lagi pada tahun 2000 yaitu sebesar 1.379.612 ton, sekitar 92 persen dari total produksi dalam negeri. Sementara itu pada tahun 2007 volumenya meningkat lagi menjadi 2,4 juta ton atau sekitar 87 persen dari total produksi nasional. Tingginya volume produksi karet alam Indonesia, menjadikannya produsen dan eksportir terbesar kedua setelah Thailand. Dari tahun 2003 sampai 2007, total produksi karet alam Indonesia sebesar 11 juta ton sedangkan Thailand
14 juta ton. Selain Indonesia dan Thailand, negara lain yang juga merupakan produsen karet alam adalah Malaysia, Cina, India, Vietnam, dan Srilangka. Selama lima tahun terakhir, negara-negara ini mengalami pertumbuhan produksi yang relatif tinggi. Sementara itu dari sisi konsumsi, Cina, Amerika Serikat dan Jepang adalah negara dengan tingkat konsumsi karet alam terbesar (Tabel 3). Beberapa tahun terakhir telah terjadi kecenderungan pergeseran konsumsi karet dunia, dari kawasan Amerika-Eropa ke kawasan Asia-Pasifik. Peningkatan konsumsi karet alam di Asia terjadi karena pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut yang memunculkan negara industri berbasis karet alam yang baru misalnya Cina dan India1. Dengan perkembangan ekonomi yang cepat,ditandai oleh pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP), maka diperkirakan Cina akan menjadi pasar dan produsen otomotif utama di dunia, sehingga konsumsi karet alamnya juga akan terus meningkat. Tabel 3. Konsumsi Karet Alam di Beberapa Negara Tahun 2003-2007 (ton) Negara Cina Amerika Serikat Jepang India Korea Selatan Brazil Jerman Perancis Kanada Italia
2003 1.525.000 1.078.500 784.200 717.124 332.600 255.500 260.300 300.200 146.200 138.000
2004 2.000.000 1.143.600 814.800 745.300 351.700 284.900 242.300 230.100 146.000 142.100
Tahun 2005 2.150.000 1.159.200 857.400 789.200 369.800 301.800 263.000 230.000 156.400 148.000
Total 2006 2.400.000 1.003.100 873.700 815.100 363.600 286.800 269.200 219.600 145.100 146.000
2007 2.550.000 1.018.400 888.000 851.000 377.300 330.700 283.300 220.100 138.400 146.300
10.625.000 5.402.800 4.218.100 3.917.724 1.795.000 1.459.700 1.318.100 1.200.000 732.100 720.400
Sumber : International Rubber Study Group (IRSG) dalam Kittipol, 2008 Menurut prediksi ahli pemasaran karet dunia, Dr. Hidde P. Smit yang juga Sekretaris Jenderal IRSG, prospek perdagangan karet alam dunia sangat baik. Dalam jangka panjang, perkembangan konsumsi karet alam akan mengalami
peningkatan yang sangat signifikan dari 9,23 juta ton pada tahun 2006 diprediksi menjadi 11,9 juta ton pada tahun 20202. Kondisi ini dapat dijadikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan volume ekspornya, sekaligus juga menjadi tantangan mengingat karakteristik tiap negara yang berbeda dan persaingan dengan Thailand dan Malaysia juga karet sintetis sebagai substitusi dari karet alam.
1.2 Rumusan Masalah Ada beberapa negara yang menjadi pasar ekspor karet alam utama bagi Indonesia (Tabel 4), lima diantaranya : Amerika Serikat, Jepang, Cina, Jerman dan Korea Selatan. Masing-masing negara mengalami pertumbuhan volume ekspor yang berbeda satu dengan yang lain selama periode 2003 sampai 2007. Amerika Serikat menjadi negara tujuan utama bagi Indonesia dimana volume ekspornya meningkat kecuali tahun 2006 yang mengalami penurunan. Secara umum, pertumbuhan ekspor ke negara ini adalah 1,74 persen. Persentase pertumbuhan yang kecil antara lain disebabkan oleh melemahnya kondisi ekonomi di Amerika Serikat akibat krisis global kemudian berdampak negatif terhadap industri ban yang menyerap bahan baku karet alam terbesar. Tabel 4. Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Kelima Negara Tujuan Utama Tahun 2003-2007 (ton) Negara 2003 Amerika Serikat Jepang Cina Jerman Korea Selatan
598.261 228.899 107.725 73.292 76.893
2004 627.868 225.214 197.538 71.808 76.794
2005 669.120 260.604 249.791 61.974 74.813
Tahun 2006 590.946 357.539 337.222 82.100 90.593
2007 644.270 397.776 341.821 80.809 93.091
Pertumbuhan rata-rata (%) 1,74 12,50 29,24 3,04 4,22
Sumber : Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), 2009
Diantara kelima negara tersebut, Cina yang mengalami pertumbuhan terbesar yaitu 29,24 persen. Kondisi ini disebabkan perkembangan industri domestik Cina, antara lain industri ban yang membutuhkan bahan baku karet alam. Cina memang merupakan salah satu produsen karet alam tapi hasil produksinya belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga masih harus mengimpor dari negara lain, diantaranya Indonesia. Kebutuhan dalam negeri yang besar menjadikan Cina sebagai konsumen karet alam terbesar di dunia selama periode 2003 sampai 2007, sehingga tidak mengherankan bila volume ekspor dari Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang tinggi. Selama periode 2001-2007, volume ekspor karet Indonesia terus mengalami peningkatan. Tapi sebelum tahun 2001 terjadi fluktuasi ekspor yang disebabkan berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Berdasarkan teori perdagangan internasional, suatu negara akan mengurangi ekspor sebuah komoditi bila harga domestiknya lebih tinggi dari harga dunia. Selain harga domestik, faktor internal lain yang juga mempengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia adalah produksi karet alam domestik dan krisis moneter yang melemahkan perekonomian dunia (Mamlukat, 2005). Sedangkan menurut beberapa penelitian sebelumnya yang menganalisis komoditi perkebunan seperti kakao, teh dan CPO, faktor internal yang mempengaruhi penawaran ekspor adalah : nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, volume ekspor dan kebijakan tarif ekspor. Faktor eksternal yang mempengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia adalah karet alam dari Thailand dan Malaysia yang merupakan pesaing bagi Indonesia karena kualitasnya tidak jauh berbeda. Meskipun lahan perkebunan karet di kedua negara ini tidak seluas Indonesia tapi produktivitasnya ternyata
lebih tinggi. Sepanjang tahun 2003 sampai 2007, produktivitas Thailand rata-rata 1374 kg/ha (Kittipol, 2008) dan Malaysia 1338 kg/ha (Lembaga Getah Malaysia, 2009). Hal ini menjadikan Thailand dan Malaysia sebagai produsen sekaligus eksportir karet alam terbesar pertama dan ketiga di dunia (Tabel 5). Tabel 5. Volume Ekspor Karet Indonesia, Thailand dan Malaysia Tahun 2003-2007 (ton) Tahun Negara
2003
2004
2005
2006
2007
Total
Indonesia 1.662.210 1.874.261 2.024.593 2.286.897 2.406.776
10.254.737
Thailand
2.573.450 2.637.096 2.632.398 2.771.673 2.703.762
13.318.379
Malaysia
946.475 1.109.130 1.107.947 1.104.052 1.018.052
5.285.656
Sumber : ANRPC, 2008
Dari tahun 2003 sampai 2007, Thailand telah mengekspor lebih dari 13 juta ton ke beberapa negara diantaranya : China, Jepang, Malaysia, Amerika Serikat dan Korea Selatan. Sementara itu Malaysia mengekspor lebih dari 5 juta ton ke Cina,
Jepang,
Korea
Selatan,
Amerika
Serikat
dan
Jerman. Ternyata
Indonesia, Thailand dan Malaysia mengekspor karet alamnya ke negara yang sama diantaranya : Cina, Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Selain persaingan dengan karet Thailand dan Malaysia, Indonesia juga harus berhadapan dengan karet sintetis sebagai substitusinya. Karet ini diciptakan untuk mengatasi keterbatasan jumlah produksi karet alam dunia dengan keunggulan tahan terhadap zat kimia. Bila ada yang membutuhkan karet sintetis dalam jumlah tertentu biasanya akan selalu terpenuhi karena suplainya jarang mengalami kesulitan. Hal ini sulit diharapkan dari karet alam karena pasokannya yang selalu mengalami perubahan. Saat ini jumlah produksi dan konsumsi karet sintetis lebih besar dari karet alam. Tapi karet sintetis punya kelemahan yaitu sensitif terhadap
perubahan harga minyak dunia. Bila harga minyak bumi naik, maka harga karet sintetis juga ikut naik. Trend peningkatan konsumsi karet dunia ternyata tidak diimbangi dengan peningkatan volume ekspor karet alam Indonesia yang signifikan, bahkan ekspornya cenderung berfluktuasi. Padahal, meningkatnya konsumsi dunia merupakan potensi besar yang dapat menambah devisa negara mengingat karet alam merupakan penyumbang terbesar kedua dari sektor perkebunan. Karena itu, perlu dilakukan analisis terhadap faktor apa saja yang berpengaruh pada ekspor karet alam dari Indonesia agar dapat dirumuskan strategi peningkatan volume ekspornya. Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan karakteristik negara-negara tujuan ekspor karet alam Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi tentang penawaran ekspor karet alam Indonesia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah hidup dan menyesuaikan keadaannya di Indonesia. Pohon karet paling baik tumbuh pada daerah dengan ketinggian lebih kurang 500 meter diatas permukaan laut. Semakin tinggi letak tanaman karet, maka akan semakin sedikit getah yang dihasilkan. Kondisi tanah yang paling baik untuk tempat hidup pohon karet adalah tidak berbatu-batu dan terdapat pengaliran air tanah yang baik karena air tidak boleh tergenang. Pada saat benih karet berumur 8 sampai 10 bulan dan tingginya kira-kira 6070 cm, maka sudah boleh dipindahkan ke kebun yang sudah disiapkan. Jarak tanamnya bermacam-macam, ada yang 5x5 m, 5x8 m, atau 4x8 m. Semakin kurang subur tanah, sebaiknya semakin rapat jarak tanamnya. Tapi tidak boleh kurang dari 4x5 m. Karena bila terlalu rapat, saat pohon tersebut besar, maka lokasi penanaman akan menjadi sempit dan gelap sehingga menimbulkan berbagai penyakit. Masa pemeliharaan pohon karet dilakukan sampai umur 5-6 tahun. Pada masa itu, pohon baru mulai disadap. Dalam pemeliharaan, selain dilakukan pemupukan dan pemberantasan HPT, perlu pula dilakukan perawatan pada batang pohon karet sepanjang 1,5 meter dari permukaan tanah, dijaga supaya jangan bercabang atau bertunas karena bagian itu nanti yang akan disadap.
Pohon karet sudah dapat disadap pada umur 6 tahun, bila selama masa tersebut tidak terganggu oleh penyakit atau hal lainnya.
Selama 10 tahun pertama
penyadapan, getah yang diperoleh akan mengalami peningkatan. Sesudah berumur lebih kurang 16 tahun maka hasil yang akan diperoleh akan konstan sampai umur lebih kurang 26 tahun. Penyadapan karet biasanya dilakukan pada tiap pagi hari sekitar pukul 6 pagi. Bagian batang yang disadap kira- kira 1 meter dari permukaan tanah. Posisi menyadap adalah mengiris kulit ari batang dari kiri atas serong ke kanan bawah dengan besar sudut 30-45°. Hal ini dilakukan karena getah karet terletak di dalam urat-urat kulit ari dengan posisi dari kanan atas serong ke kiri bawah. Getah karet akan mengalir ke saluran sadap untuk kemudian ditampung pada mangkok getah. Tiap menyadap, kulit yang terbuang hanya setebal 1,5 mm (Latif, 1961).
2.2 Industri Pengolahan Karet Alam Indonesia Ragam produk karet yang dihasilkan dan diekspor Indonesia masih terbatas. Umumnya masih didominasi produk primer (raw material) dan produk setengah jadi. Sebagian besar bahan olah karet (bokar) yang berasal dari perke bunandiolah menjadi karet remah (crumb rubber) dengan kodifikasi SIR (Standart Indonesian Rubber) yang terdiri dari SIR 5, SIR 10, SIR 20, SIR 3CV, SIR 3L dan SIR 3F. Sedangkan yang lain diolah dalam bentuk lateks pekat dan sit yang terdiri dari smoked sheet serta unsmoked sheet. Pada lateks jenis sit, yang paling banyak diproduksi adalah jenis smoked sheet dengan kodifikasi RSS (Ribbed Smoked Sheet). Berbagai produk yang dihasilkan dari karet dapat dilihat secara rinci pada Gambar 2.
Lateks pekat
Bahan olah karet (bokar)
Sit
Industri peralatan kesehatan
Unsmoked sheet Smoked sheet
Karet remah (crumb rubber)
Minyak biji karet Getah karet /lateks
SIR 5, SIR 10, SIR 20, SIR 3CV, SIR 3L, SIR 3F
Industri Tas, sepatu, alat rumah tangga
Industri sabun, minyak cat
Biji karet Industri kerajinan tangan
Kayu karet
Industri furniture, pulp
Gambar 2. Produk-produk Hasil Olahan Getah Karet Sumber : Ditjen Industri Agro dan Kimia, 2007
Bila diolah
lebih lanjut, karet remah dapat dijadikan berbagai produk,
diantaranya : ban, sepatu, bola, selang, balon, dot susu, perlak, karpet, dan pelampung. Sedangkan lateks dapat dijadikan berbagai alat kesehatan dan laboratorium, antara lain: pipet, selang stetoskop, dan sarung tangan. Hasil sampingan dari pohon karet adalah kayu yang berasal dari kegiatan peremajaan kebun karet tua yang tidak menghasilkan lateks lagi. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu
gergajian untuk alat rumah tangga (furniture) serta bahan baku dalam industri bubur kertas (pulp). Selain itu, biji karet juga menjadi salah satu hasil sampingan dari pohon karet. Biji karet antara lain dapat diolah menjadi kerajinan tangan, minyak cat dan makanan ternak (Ditjen Industri Agro dan Kimia, 2007). Di Indonesia sendiri, industri berbasis karet alam mengalami perkembangan beberapa tahun terakhir diantaranya industri ban, matras, alas kaki, isolasi listrik, dan sarung tangan karet. Hal ini ditandai dengan meningkatnya konsumsi domestik karet alam dari tahun 2006 sampai 2010 (Tabel 6). Tabel 6. Perkembangan Konsumsi Karet Alam Domestik Tahun 2006-2010 (juta ton) Jenis produk Tahun 2006 2007 2008* 2009* 2010* Bersumber dari karet padat : Ban 0,19 0,20 0,22 0,24 0,25 Tabung pipa dll 0,05 0,04 0,05 0,05 0,07 Alas kaki 0,04 0,04 0,05 0,05 0,05 Bersumber dari lateks pekat 0,07 0,07 0,07 0,08 0,09 Jumlah 0,35 0,35 0,39 0,42 0,46 Sumber : GAPKINDO dalam Parhusip, 2008 Keterangan : * estimasi Walaupun terjadi perkembangan konsumsi di dalam negeri, tapi hal itu belum optimal mengingat industri lokal setiap tahunnya hanya mampu menyerap 10 persen dari total produksi nasional. Dari beberapa industri berbasis karet alam yang ada di dalam negeri, industri ban yang paling banyak menyerap karet alam sekitar 55 persen dari total konsumsi nasional. Hal ini disebabkan peningkatan permintaan ban buatan dalam negeri dari sejumlah negara antara lain Jepang, Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah, dan sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik. Tingginya volume ekspor ban juga didasari oleh ketatnya persaingan di dalam negeri terutama dengan ban impor asal Cina. Pada tahun 2005, ban impor
yang masuk ke Indonesia hanya 1,9 juta unit tapi tahun 2006 telah mencapai 2,3 juta unit3. Selain industri ban yang merupakan industri besar, industri berbasis karet alam lainnya hanya berskala menengah dan kecil dimana hasil produksinya lebih dititikberatkan kepada komponen atau barang pendukung dari produk utama seperti spare parts dan komponen alas kaki yang diproduksi oleh pabrik besar. Kemampuan modal dan pemasaran menjadi kendala dalam pengembangan industri menengah dan kecil tersebut. Pengembangan jenis produk karet lainnya dinilai cukup berat mengingat pengolahan karet membutuhkan modal dan teknologi yang cukup tinggi (Parhusip, 2008).
2.2 Penelitian-penelitian Terdahulu Penelitian tentang penawaran ekspor sudah pernah dilakukan sebelumnya dengan komoditi yang berbeda-beda. Mamlukat (2005) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia. Variabel independen yang mempengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia adalah : volume produksi karet Indonesia, nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, harga riil ekspor karet alam Indonesia, harga riil karet sintetis dunia dan krisis moneter sebagai variabel dummy (0 = sebelum krisis, 1= saat dan setelah krisis). Dengan menggunakan persamaan regresi model log ganda diperoleh variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen adalah volume produksi dan krisis moneter. Selanjutnya Arleen (2006) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao Indonesia. Variabel bebasnya adalah ketersediaan produk karet alam (terdiri dari volume produksi dan stok tahun sebelumnya),
harga domestik karet alam Indonesia, harga dunia karet alam, dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Setelah dilakukan pengolahan data dengan persamaan regresi berganda diperoleh variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor karet Indonesia pada taraf 10 persen adalah ketersediaan produk dan nilai tukar. Kemudian Resmisari (2006) melakukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh pada PT Perkebunan Nusantara VIII. Ada tiga negara tujuan utama yang menjadi objek penelitian yaitu Pakistan, Inggris dan Rusia. Variabel independen yang digunakan pada masing-masing negara adalah : volume produksi teh, harga ekspor teh, harga ekspor teh bulan sebelumnya, harga domestik teh, harga domestik teh bulan sebelumnya, harga kopi dunia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, nilai tukar mata uang masing-masing negara tujuan terhadap Dollar Amerika Serikat, dan volume ekspor teh bulan sebelumnya. Setelah dilakukan pengolahan data dengan persamaan regresi log ganda diketahui bahwa variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen untuk negara Pakistan adalah : harga ekspor teh, harga domestik teh, harga domestik teh bulan sebelumnya, harga kopi dunia, nilai tukar rupiah, volume ekspor bulan sebelumnya dan nilai tukar Rupee. Variabel yang berpengaruh nyata untuk negara Inggris adalah : harga ekspor teh, harga domestik teh, harga domestik teh bulan sebelumnya, nilai tukar Rupiah, nilai tukar Poundsterling dan volume ekspor bulan sebelumnya. Untuk negara Rusia variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 10 persen adalah : harga ekspor teh, harga ekspor teh bulan sebelumnya, dan volume ekspor teh bulan sebelumnya. Komalasari (2009) juga melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao Indonesia. Variabel independennya
adalah : volume produksi kakao, harga domestik kakao, harga dunia kakao, jumlah ekspor tahun sebelumnya, dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Dengan menggunakan persamaan regresi model log ganda diperoleh hasil bahwa variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen adalah volume produksi kakao dan volume ekspor kakao tahun sebelumnya. Selanjutnya, Aruan (2009) melakukan analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO (Crude Palm Oil) Indonesia. Variabel independennya adalah : volume produksi CPO, harga minyak dunia, kebijakan tarif ekspor, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika dan volume ekspor CPO bulan sebelumnya. Dengan menggunakan persamaan regresi model log ganda, diketahui bahwa variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 10 persen adalah : volume produksi CPO, kebijakan tarif ekspor dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Dari uraian di atas, ternyata sudah ada yang melakukan penelitian tentang penawaran ekspor karet alam Indonesia yaitu oleh Mamlukat (2005). Tapi penelitian tersebut hanya menganalisis 5 variabel independen dan data terakhir yang digunakan adalah tahun 2003. Maka penelitian ini akan memperbaharui hasil penelitian tersebut dimana data yang digunakan sampai tahun 2007. Sedangkan variabel independen yang digunakan diambil dari rangkuman hasil penelitian terdahulu yang berpengaruh signifikan, yaitu : volume produksi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, lag ekspor, harga karet alam dunia, harga domestik tahun sebelumnya dan tarif ekspor. Penulis juga
menambah
beberapa variabel yang diduga akan berpengaruh pada ekspor karet alam Indonesia, yaitu : harga domestik, konsumsi domestik dan stok tahun sebelumnya. Hasil penelitian-penelitian terdahulu dirangkum pada Tabel 7.
Tabel 7. Penelitian-penelitian Terdahulu Tentang Penawaran Ekspor Peneliti
Tahun
Mamlukat, Indra
2005
Arleen
2006
Resmisari, Yusi
2006
Judul penelitian
Variabel yang digunakan
Analisis faktor-faktor yang Variabel dependen : volume mempengaruhi harga ekspor ekspor karet karet alam Indonesia Variabel independen : volume produksi, krisis moneter, nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, harga riil ekspor, dan harga riil karet sintetis dunia Analisis faktor-faktor yang Variabel dependen : volume mempengaruhi ekspor ekspor kakao kakao Indonesia variabel independen : ketersediaan kakao domestik, harga domestik, harga dunia dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Analisis faktor-faktor yang Variabel dependen : volume mempengaruhi ekspor teh ekspor teh ke Pakistan, Inggris dan PT Perkebunan Nusantara Rusia VIII Variabel independen : volume produksi, harga ekspor, harga ekspor bulan sebelumnya, harga domestik, harga domestik bulan sebelumnya, harga kopi dunia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, volume ekspor bulan sebelumnya dan nilai tukar setiap negara tujuan terhadap Dollar Amerika Serikat
Alat analisis
Hasil yang diperoleh
Regresi berganda model log ganda
Variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen : volume produksi dan krisis moneter
Regresi berganda metode OLS
Variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen : ketersediaan kakao domestik dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat
Regresi berganda model log ganda dengan metode OLS
Variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen di Pakistan : harga ekspor, harga domestik, harga domestik bulan sebelumnya, harga kopi dunia, nilai tukar Rupiah, volume ekspor bulan sebelumnya dan nilai tukar Rupee. Di Inggris : harga ekspor, harga domestik, harga domestik bulan sebelumnya, nilai tukar Rupiah, volume ekspor bulan sebelumnya, dan nilai tukar
16
Komalasari, Irma
Aruan, Iskandar
2009
Yuda 2009
Poundsterling. Di Rusia : harga ekspor, harga ekspor bulan sebelumnya, dan volume ekspor bulan sebelumnya Regresi Variabel yang berpengaruh berganda model signifikan pada taraf 10 persen log ganda : volume produksi dan volume dengan metode ekspor tahun sebelumnya OLS
Analisis faktor-faktor yang Variabel dependen : volume mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao ekspor biji kakao Indonesia Variabel independen : volume produksi, harga domestik, harga dunia, volume ekspor tahun sebelumnya, dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Faktor-faktor yang Variabel dependen : volume Regresi mempengaruhi ekspor CPO ekspor CPO berganda model (Crude Palm Oil) Indonesia Variabel independen : volume log ganda dan harga minyak goreng produksi CPO, harga minyak sawit domestik dunia, kebijakan tarif ekspor, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dan volume ekspor tahun sebelumnya
Variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen : volume produksi CPO, kebijakan tarif ekspor dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat.
Sumber : Skripsi, 2005, 2006, 2009
17
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori penawaran, teori ekspor dan teori perdagangan internasional. 3.1.1 Teori Penawaran Banyaknya komoditi yang akan dijual oleh produsen disebut sebagai jumlah yang ditawarkan. Jumlah komoditi yang ditawarkan tidak harus selalu sama dengan jumlah yang berhasil dijual oleh produsen tersebut (Lipsey,1995). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah komoditi yang akan ditawarkan oleh produsen, yaitu : 1. Harga komoditi itu sendiri Hipotesis ekonomi menyatakan bahwa antara harga komoditi dengan jumlah yang ditawarkan terjadi hubungan positif, artinya semakin tinggi harga komoditi tersebut maka akan semakin besar jumlah yang ditawarkan, ceteris paribus. Bila harga komoditi tersebut meningkat maka keuntungannya akan bertambah. Itu sebabnya produsen akan menambah jumlah komoditi yang akan ditawarkan untuk memperbesar keuntungan yang diperoleh. Hubungan yang positif antara harga komoditi dengan jumlah yang ditawarkan akan membentuk suatu kurva yang dinamakan kurva penawaran. Kurva tersebut memiliki kemiringan positif karena antara harga dan jumlah yang ditawarkan juga terjadi hubungan yang positif. Bila terjadi perubahan pada harga komoditi, maka
akan mengakibatkan pergerakan sepanjang kurva penawaran komoditi tersebut, seperti pada Gambar 3.
Kurva Penawaran
140 120
z
100
y
80
x
60
w
40
v
20
u
0 0
20
40
60
80
100
120
140
Gambar 3. Pergerakan Sepanjang Kurva Penawaran Sumber : Lipsey, 1995 2. Harga faktor-faktor produksi Semakin tinggi harga faktor-faktor produksinya maka semakin rendah jumlah komoditi yang akan diproduksi dan ditawarkan, ceteris paribus. Perubahan pada harga faktor produksi akan menggeser kurva penawaran komoditi tersebut. Kenaikan harga faktor produksi menggeser kurva penawaran ke kiri, artinya semakin sedikit jumlah yang ditawarkan. Sebaliknya, turunnya harga faktor produksi akan menggeser kurva penawaran ke kanan dimana jumlah yang ditawarkan semakin besar. 3. Tujuan produsen Produsen
diasumsikan
memiliki
satu
tujuan
yaitu
memaksimalkan
keuntungan. Untuk mencapainya, produsen akan memperbesar jumlah produksi dan jumlah yang ditawarkan sehingga kurva penawaran akan bergeser ke kanan.
4. Perkembangan teknologi Teknologi yang digunakan oleh produsen akan untuk menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan. Artinya, semakin berkembang teknologi yang digunakan dalam suatu proses produksi maka semakin besar kemampuan memproduksi dan menawarkan komoditi tersebut, ceteris paribus. Perkembangan teknologi akan menggeser kurva penawaran ke arah kanan dimana jumlah yang ditawarkan semakin besar. Perubahan faktor-faktor lain di luar harga komoditi itu sendiri akan menyebabkan pergeseran kuva penawaran ke kanan atau ke kiri, tergantung pada faktor apa yang mempengaruhi volume penawaran tersebut. Proses pergeseran kurva penawaran dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pergeseran Kurva Penawaran Sumber : Lipsey, 1995
3.1.2 Teori Ekspor Pada awalnya, komoditi yang dihasilkan oleh produsen hanya ditawarkan di dalam negeri. Tapi seiring meningkatnya kebutuhan dunia akan barang dan jasa, dan ada negara yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, maka negara yang dapat menghasilkan suatu komoditi dalam jumlah besar akan
mengekspornya. Menurut Amir (1989) ada tiga hal yang menjadi landasan dalam melakukan ekspor suatu komoditi, yaitu : 1. Komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam biaya produksi dibandingkan dengan biaya produksi komoditi yang sama di negara lain. Suatu komoditi yang biaya produksinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara lain dapat dikatakan memiliki potensi untuk diekspor ke negara-negara yang biaya produksinya lebih tinggi. 2. Komoditi tersebut sesuai dengan selera dan kebutuhan konsumen di luar negeri. 3. Komoditi tersebut diekspor dalam rangka pengamanan cadangan strategis nasional. Misalnya, suatu negara mengalami kekurangan beras, maka untuk menutupi kekurangannya negara tersebut mengekspor besar yang berkualitas tinggi dengan harga mahal dan pada saat yang bersamaan mengimpor beras dengan mutu lebih rendah dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri. Saat aktivitas ekspor sudah berjalan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh negara pengekspor ,yaitu : 1. Persaingan dengan negara produsen yang lain, yang pada dasarnya berkisar pada masalah kemampuan pemasaran, tingkat efisiensi dan produktivitas produk serta mutu dari komoditi. 2. Taktik yang sering dilakukan oleh negara konsumen untuk memperoleh komoditi yang murah dan bermutu tinggi serta suplai yang berkesinambungan. 3. Campur tangan pemerintah di negara konsumen maupun pemerintah negara pesaing yang bersifat proteksionis.
4. Kemajuan teknologi negara konsumen dalam menciptakan barang subtitusi atau perkembangan teknologi di negara pesaing yang akan mempengaruhi biaya produksi dan mutu komoditi. 3.1.3 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan
antar
negara
atau
lebih
dikenal
dengan
perdagangan
internasional sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan setempat (dalam negeri) yang tidak dapat diproduksi, dipenuhi dengan cara barter (pertukaran barang dengan barang lainnya yang dibutuhkan oleh kedua belah pihak, dimana masing-masing negara tidak dapat memproduksi barang tersebut untuk kebutuhannya sendiri). Hal ini terjadi karena setiap negara dengan negara mitra dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, iklim, penduduk, sumberdaya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya.
Dari perbedaan tersebut di atas, maka atas dasar
kebutuhan yang saling menguntungkan maka terjadilah proses pertukaran yang dalam skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional (Halwani, 2002). Pada proses awalnya perdagangan internasional merupakan pertukaran dalam arti perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa lainnya, yang selanjutnya diikuti dengan perdagangan barang dan jasa sekarang (saat terjadinya transaksi) dengan kompensasi barang dan jasa di kemudian hari. Akhirnya berkembang hingga pertukaran antar negara/internasional dengan aset-aset yang mengandung risiko seperti saham, valuta asing dan obligasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak bahkan semua negara yang terkait didalamnya sehingga
memungkinkan setiap negara melakukan diversifikasi atau penganekaragaman kegiatan perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka (Halwani, 2002). Menurut Nopirin (1991), perdagangan luar negeri sering timbul karena adanya perbedaan harga barang atau jasa di berbagai negara. Harga sangat ditentukan oleh biaya produksi, yang terdiri dari upah, biaya modal, sewa tanah, biaya bahan mentah serta efisiensi dalam proses produksi. Untuk menghasilkan suatu jenis barang tertentu, antara satu negara dengan negara lain akan berbeda ongkos produksinya dan dengan demikian harga hasil produksinya.
Perbedaan ini
disebabkan karena perbedaan dalam jumlah, jenis, kualitas serta cara-cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut di dalam proses produksi. Perbedaan harga inilah yang menjadi pangkal timbulnya perdagangan antar negara. Perbedaan harga bukanlah hanya ditimbulkan oleh karena adanya perbedaan ongkos produksi, tetapi juga karena perbedaan dalam pendapatan serta selera. Untuk suatu barang tertentu, faktor selera dapat memegang peranan penting. Misalnya mobil dan pakaian, meskipun suatu negara tertentu telah dapat menghasilkan barang-barang tersebut, namun kemungkinan besar impor dari negara lain dapat terjadi. Hal ini dikarenakan faktor selera, dimana penduduk negara tersebut lebih menyukai barang-barang buatan negara lain (Nopirin, 1991). Selain selera, permintaan akan suatu barang ditentukan oleh pendapatan. Ada hubungan antara pendapatan suatu negara dengan pembelian barang luar negeri (impor), jika pendapatan naik, maka pembelian barang-barang dan jasa (dari dalam negeri ataupun impor) dapat mengalami kenaikan (Nopirin, 1991).
3.1.3.1 Analisis Keseimbangan Internasional
Parsial
Terjadinya
Perdagangan
Proses terjadinya perdagangan internasional dapat dilihat dari pada Gambar 5. Asumsi yang digunakan adalah : hanya ada dua negara yaitu negara 1 dan 2 dan hanya ada satu jenis komoditi yaitu komoditi X. Oleh karena itu analisis ini bersifat parsial (Salvatore, 1993). Kurva DX dan SX masing-masing melambangkan
kurva permintaan dan
penawaran komoditi X di negara 1 dan 2. Sumbu Y menunjukkan harga komoditi X (PX), sedangkan sumbu X mengukur kuantitas komoditi tersebut. PX
PX
Pw
Sx
A”
P3
A’
Sx
S E’
ekspor
B,’
P2 E
B
B*
E’ Impor
D
DX
P1 A*
A Dx
X
X 0
Gambar i
0
Gambar ii
X 0
Gambar iii
Gambar 5. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore, 1993 Gambar i memperlihatkan bahwa berdasarkan harga P1, kuantitas komoditi X yang ditawarkan (QSX) sama dengan kuantitas yang diminta (QDX) oleh konsumen negara 1, jadi negara ini tidak akan mengekspor komoditi tersebut sama sekali. Hal ini memunculkan titik A* pada kurva S di Gambar ii (yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1). Bila Px bergerak naik ke P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran bila dibandingkan dengan permintaannya, dan kelebihan itu sebesar BE. Kuantitas BE itu merupakan jumlah komoditi yang akan diekspor negara 1 pada tingkat harga P2. BE sama dengan B*E* pada Gambar ii,
dan disitulah terletak titik E* yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditi X dari negara 1. Gambar iii memperlihatkan bahwa pada saat harga P3, maka penawaran dan permintaan komoditi X di negara 2 akan sama besarnya (QDX=QSX) sehingga tidak akan mengimpor komoditi tersebut sama sekali. Hal tersebut dilambangkan oleh titik A” yang terletak pada kurva permintaan impor negara 2 (kurva D) yang ada pada Gambar ii. Bila harga bergerak turun ke P2, maka akan terjadi kelebihan permintaan sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditi X yang akan diimpor oleh negara 2. Jumlah B’E’ sama dengan B*E* pada Gambar 3 dimana titik E* berada. Gambar ii menunjukkan bahwa berdasarkan harga P2, jumlah impor komoditi X yang diminta negara 2 sama dengan jumlah ekspor yang ditawarkan negara 1. Hal ini diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditi X diperdagangkan antara dua negara. Apabila PX lebih besar dari P2, maka jumlah ekspor yang ditawarkan akan melebihi jumlah permintaan impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi itu akan turun sehingga pada akhirnya akan sama dengan P2. Sedangkan bila PX lebih kecil dari P2, jumlah impor yang diminta akan lebih besar dari jumlah ekspor yang ditawarkan sehingga Px akan naik dan pada akhirnya sama dengan P2. Jadi P2 merupakan harga ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Bila harga yang berlaku di atas P1, maka negara 1 akan memproduksi lebih banyak komoditi X daripada tingkat permintaan domestiknya. Kelebihan produksi ini selanjutnya akan diekspor ke negara 2. Dilain pihak, jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan yang
lebih tinggi daripada produksi dalam negerinya. Hal ini akan mendorong negara 2 mengimpor kekurangan kebutuhannya dari negara 1. 3.1.3.2 Analisis Keseimbangan Internasional
Umum
Terjadinya
Perdagangan
Analisis keseimbangan umum terjadinya perdagangan internasional menelaah semua pasar secara bersamaan bukan hanya pasar untuk komoditi X. Hal ini memang perlu dilakukan karena perubahan-perubahan dalam pasar untuk komoditi X pada kenyataannya senantiasa memberikan pengaruh terhadap pasarpasar yang lain. Demikian pula sebaliknya, pasar komoditi X tersebut juga dipengaruhi oleh apa yang terjadi di pasar-pasar lain (Salvatore, 1993). A. Ekuilibrium dalam Kondisi Isolasi Tanpa adanya perdagangan internasional (kondisi isolasi), suatu negara akan mencapai kondisi ekuilibrium apabila dapat menjangkau kurva indiferen yang tertinggi yang dimungkinkan oleh kurva batas kemungkinan produksi serta kurva indiferennya.
Kondisi itu akan tercipta disuatu titik dimana kurva indiferen
masyarakat menjadi tangen dari kurva batas kemungkinan produksi. Besaran sudut yang persis sama dari kedua kurva tersebut pada titik tangen menunjukkan posisi harga relatif ekuilibrium internal yang bersangkutan, dan sekaligus mencerminkan letak keunggulan komparatif yang selanjutnya akan menjadi landasan baginya dalam melakukan perdagangan internasional. Gambar 6 merupakan ilustrasi ekuilibrium dua negara (negara 1 dan negara 2) yang berada dalam kondisi isolasi.
Gambar 6. Ilustrasi Ekuilibrium dalam Kondisi Isolasi Sumber : Salvatore, 1993 Negara 1 akan mencapai posisi ekuilibrium, pada kondisi isolasi, dengan melakukan produksi dan konsumsi di titik A, yakni dimana kurva batas kemungkinan produksinya menjadi tangen terhadap kurva indiferen I yang merupakan kurva indiferen tertinggi bagi negara tersebut. Sedangkan negara 2 akan berada dalam kondisi ekuilibrium jika ia dapat menjangkau titik A’, dimana kurva batas kemungkinan produksinya menjadi tangen terhadap kurva indiferen I’.
Harga relatif ekuilibrium untuk komoditi X di negara 1 dapat dihitung
berdasarkan besaran sudut dari titik tangen terhadap kurva batas kemungkinan produksi dan kurva indiferen I yang sama-sama terletak di titik A. Adapun harga relatif ekuilibrium tersebut dapat disimbolkan sebagai PA = ¼. Sementara itu bagi negara 2, tingkat harga yang menjadi harga relatif ekuilibrium internalnya adalah PA’ = 4. Karena harga relatif komoditi X di negara 1 lebih rendah daripada yang berlaku di negara 2, maka negara 1 memiliki keuntungan komparatif dalam produksi komoditi X, sedangkan sebaliknya keuntungan komparatif bagi negara 2 ada pada produksi komoditi Y (Salvatore, 1993).
B. Keuntungan Perdagangan Internasional dalam Kondisi Peningkatan Biaya Pada saat negara 1 dan 2 melakukan hubungan dagang, maka negara 1 akan berspesialisasi pada komoditi X karena punya keunggulan komparatif, sedangkan negara 2 akan berspesialisasi pada komoditi Y. Jumlah barang yang diproduksi di dalam negeri dibuat melebihi kebutuhan domestik dan sebagian diantaranya akan ditukarkan dengan komoditi dari negara tetangga (Gambar 7).
Gambar 7. Keuntungan Perdagangan Internasional dalam Kondisi Peningkatan Biaya Sumber : Salvatore, 1993 Berlangsungnya hubungan dagang antar negara, menyebabkan produksi negara 1 akan bergerak ke bawah di sepanjang kurva batas kemungkinan produksinya, dari titik A ke titik B. Sedikit demi sedikit negara 1 mengalami peningkatan biaya oportunitas dalam produksi komoditi X.
Hal tersebut
dicerminkan oleh meningkatnya besaran sudut dari kurva batas kemungkinan produksinya. Di titik B, negara 1 akan menukarkan 60 unit komoditi X untuk memperoleh 60 unit komoditi Y dari negara 2 (segitiga BCE), sehingga pada akhirnya negara 1 akan berkonsumsi di titik E yang terletak pada kurva indiferen III. Dengan demikian, negara 1 memperoleh keuntungan berupa tambahan 20 unit
komoditi X dan 20 unit komoditi Y dari perdagangannya dengan negara 2. Demikian pula, negara 2 akan bergerak dari titik A’ menuju titik B’ dalam produksi.
Itu berarti negara 2 dapat menukarkan 60 unit komoditi Y untuk
memperoleh 60 unit komoditi X dari negara 1 (segitiga B’ C’ E’), sehingga pada akhirnya negara 2 dapat berkonsumsi di titik E’ dan memperoleh keuntungan tambahan dari perdagangan itu sebesar 20 X dan 20 Y. Proses spesialisasi dalam produksi pada salah satu jenis komoditi di kedua negara tersebut akan terus berlangsung sampai harga-harga relatif komoditi yang diperdagangkan (besaran sudut kurva-kurva batas kemungkinan produksi) menjadi sama besarnya di negara 1 dan negara 2. Harga relatif yang akan dihadapi oleh kedua negara tersebut (yakni yang diukur berdasarkan besaran sudut kurva kemungkinan produksi masing-masing) setelah terjadinya perdagangan akan berkisar antara dua harga relatif sebelum perdagangan itu terjadi yang berlaku di masing-masing negara, yakni antara ¼ hingga 4. Tercapainya harga relatif bersama itu merupakan elemen penentu dalam kesinambungan perdagangan internasional.
Artinya
hubungan dagang akan terus-menerus meningkat sampai tercapainya harga relatif yang sama diantara negara-negara yang terlibat dalam hubungan dagang tersebut. Adapun harga relatif ekuilibrium, yakni harga yang akan menyeimbangkan perdagangan antara negara 1 dan negara 2 itu adalah PB = PB’ = 1 (Salvatore, 1993).
C. Harga Relatif Komoditi dalam Berlangsungnya Perdagangan
Kondisi
Ekuilibrium
Setelah
Kurva tawar-menawar suatu negara menunjukkan sejauh mana kesediaan negara itu mengimpor dan mengekspor pada berbagai tingkat harga relatif yang berlaku. Kurva tawar-menawar negara 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Analisis Keseimbangan Umum Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore, 1993
Kurva tawar-menawar kedua negara tersebut berpotongan di titik E, dan titik itulah yang menunjukkan posisi harga relatif komoditi dalam kondisi ekuilibrium PB=1. Berdasarkan harga relatif tersebut, perdagangan antara negara 1 dan 2 akan mencapai posisi ekuilibrium karena negara 1 menghendaki penukaran 60X untuk 60Y, sedangkan negara 2 juga menghendaki penukaran 60Y untuk 60X. Namun jika harga relatif lebih kecil dari 1 atau lebih rendah dari harga ekuilibrium, maka kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan oleh negara 2 akan lebih kecil
daripada jumlah impor yang diminta negara 2. Pada akhirnya hal ini akan mendorong naiknya harga relatif komoditi itu mendekati atau persis sama dengan tingkat ekuilibriumnya. Hal sebaliknya akan terjadi seandainya harga relatif yang berlaku lebih besar dari 1 (Salvatore, 1993). 3.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Karet Alam 1. Volume produksi karet alam domestik Pada
penelitian-penelitian
sebelumnya
tentang
ekspor
produk-produk
perkebunan Indnesia, ada satu faktor yang selalu memberi pengaruh signifikan yaitu volume produksi dalam negeri. Hal ini terjadi karena ekspor baru dapat dilakukan bila ada komoditi yang diproduksi. Bila produksi karet alam domestik meningkat, maka semakin besar volume ekspornya, ceteris paribus. Sebaliknya bila produksi turun maka volume ekspor juga akan turun. 2. Konsumsi karet alam domestik Konsumsi karet alam domestik beberapa tahun belakangan ini mengalami pertumbuhan
walaupun
masih
dalam
jumlah
kecil.
Untuk
memenuhi
kebutuhannya, industri dalam negeri mendapat pasokan bahan baku berupa karet alam yang dihasilkan sendiri oleh Indonesia. Peningkatan konsumsi domestik ini akan mengurangi volume ekspor karena produsen akan memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, ceteris paribus. 3. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Ketika nilai tukar mata Rupiah mengalami pelemahan terhadap mata uang Dollar Amerika Serikat, maka harga barang di dalam negeri relatif lebih murah dibanding harga di negara lain, sehingga lebih banyak barang yang akan diekspor ke luar negeri. Hal ini terjadi karena harga jual di luar negeri lebih tinggi daripada
harga domestik. Komoditi karet alam juga mengalami hal yang sama, akan lebih banyak karet alam yang diekspor bila nilai tukar Rupiah mengalami pelemahan terhadap Dollar Amerika Serikat, ceteris paribus. Sebaliknya bila nilai tukar mengalami penguatan maka volume ekspor akan berkurang. 4. Volume ekspor karet alam bulan sebelumnya (lag ekspor) Berkembangnya industri berbasis karet alam di negara tujuan menyebabkan bertambahnya permintaan terhadap bahan baku karet alam yang pada akhirnya akan menambah volume ekspor dari Indonesia. Bila volume ekspor bulan sebelumnya besar maka volume bulan berikutnya juga akan besar, ceteris paribus. 5. Harga karet alam domestik Sesuai dengan teori perdagangan internasional, bila harga karet alam domestik meningkat maka volume ekspornya akan berkurang, ceteris paribus. Hal ini terjadi karena produsen berharap akan memperoleh laba yang lebih besar. Sebaliknya, bila harga karet domestik lebih rendah dari harga dunia, maka Indonesia akan mengurangi penawaran di dalam negeri dan mengekspor karet alamnya dalam jumlah lebih besar. 6. Harga karet alam dunia Suatu hipotesis penawaran menyatakan bahwa harga komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara positif, dengan faktor lain tetap (ceteris paribus). Artinya, semakin tinggi harga suatu komoditi maka jumlah yang ditawarkan untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin rendah harga maka semakin rendah jumlah yang ditawarkan (Lipsey, 1995). Bila teori tersebut diaplikasikan pada penelitian ini, maka bila harga karet alam dunia mengalami kenaikan maka jumlah karet yang ditawarkan untuk diekspor akan bertambah.
Begitu juga sebaliknya, bila harga karet alam dunia turun maka jumlah penawaran ekspor akan berkurang 7. Harga karet sintetis dunia Kenaikan harga barang substitusi akan menggeser kurva penawaran komoditi itu ke kanan artinya lebih banyak yang akan ditawarkan pada setiap tingkat harga. Barang substitusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karet sintetis yang sifatnya dapat saling menggantikan dengan karet alam. Bila harga karet sintetis naik, maka penawaran terhadap karet alam juga meningkat, ceteris paribus. Hal ini disebabkan karena konsumen akan mencari produk substitusi dari karet sintetis yang harganya lebih murah dan pilihannya adalah karet alam. Kenaikan dan penurunan harga karet sintetis biasanya mengikuti perubahan pada harga minyak dunia.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Sebagai produsen dan pengekspor karet alam terbesar kedua di dunia, Indonesia menjadikan karet alam sebagai penghasil devisa terbesar kedua dari sektor perkebunan. Tapi ternyata produksi karet alamnya belum menyentuh angka optimal karena proses peremajaan yang kurang baik, belum banyak ditanam bibit karet dengan kualitas unggul serta ekstensifikasi yang belum maksimal. Bila peremajaan dilakukan dengan baik, dipilih bibit unggul untuk tanaman karet yang baru dan ekstensifikasi lahan maka diprediksi Indonesia akan menjadi pengekspor karet terbesar di dunia. Walaupun menjadi pengekspor karet alam terbesar kedua, Indonesia ternyata mengalami fluktuasi volume ekspor yang disebabkan oleh berbagai faktor baik
internal maupun eksternal. Menurut Mamlukat (2005), ada dua faktor yang mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia secara signifikan yaitu volume produksi dan krisis moneter. Disisi lain, konsumsi karet alam dunia mengalami peningkatan terutama selama periode 2003 sampai 2007. Sebelum tahun 2000, Amerika Serikat merupakan negara dengan jumlah konsumsi terbesar. Tapi sesudahnya, Cina menjadi konsumen terbesar diikuti Amerika Serikat, Jepang, India dan Korea Selatan. Dari lima negara konsumen terbesar karet alam dunia, empat diantaranya berada di kawasan Asia. Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang pesat di negara-negara kawasan Asia serta adanya relokasi industri berbasis karet alam khususnya industri ban, dari kawasan Amerika-Eropa ke Asia-Pasifik. Peningkatan konsumsi karet alam dunia tersebut merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal oleh Indonesia dengan cara memperbesar volume ekspornya. Karena ekspor Indonesia mengalami fluktuasi, terlebih dahulu perlu dilakukan analisis tentang faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alamnya, meliputi : volume produksi karet alam domestik, konsumsi karet alam domestik, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, volume ekspor karet alam tahun sebelumnya, harga karet alam dunia, dan harga karet sintetis dunia. Bagan kerangka pemikiran penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 9.
Produsen dan eksportir karet alam terbesar kedua di dunia
Konsumsinya cenderung meningkat
Ekspor karet alam Indonesia
Negara-negara tujuan ekspor
Volume ekspornya berfluktuasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor : 1. Volume produksi karet alam domestik 2. Konsumsi karet alam domestik 3. Nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat 4. Volume ekspor karet alam bulan sebelumnya 5. Harga karet alam domestik 6. Harga karet alam dunia 7. Harga karet sintetis dunia
Rekomendasi berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan
Gambar 9. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
3.3 Hipotesis Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bahwa volume ekspor karet alam Indonesia dipengaruhi oleh : 1. Volume produksi karet alam domestik Besarnya produksi karet alam Indonesia akan mempengaruhi volume ekspornya. Volume produksi diduga akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Semakin besar produksi maka semakin besar volume ekspor sedangkan bila produksi turun maka volume ekspor juga akan turun. 2. Konsumsi karet alam domestik Konsumsi karet alam domestik diduga akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Bila konsumsi karet alam domestik meningkat, maka volume ekspor akan berkurang. Sebaliknya, bila konsumsi karet alam domestik berkurang maka volume ekspor akan bertambah. 3. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Nilai tukar diduga akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Bila nilai tukar mengalami penguatan maka volume ekspor akan berkurang. Sebaliknya bila nilai tukar mengalami penurunan/pelemahan maka volume ekspor akan bertambah . 4. Volume ekspor karet alam bulan sebelumnya Volume ekspor bulan sebelumnya diduga akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia bulan ini. Bila volume ekspor bulan sebelumnya tinggi, maka volume ekspor bulan ini juga meningkat. Demikian sebaliknya bila volume ekspor bulan sebelumnya rendah maka volume ekspor bulan ini juga akan turun.
5. Harga karet alam domestik Hipotesis yang dibangun untuk variabel ini adalah harga karet alam domestik diduga akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Bila harga karet alam meningkat maka volume ekspor akan berkurang, sebaliknya bila harga karet alam turun maka volume ekspor akan bertambah. 6. Harga karet alam dunia Dilihat dari sisi penawaran, harga karet alam dunia diduga akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Bila harga karet alam dunia naik, maka volume ekspor juga meningkat. Sebaliknya bila harga karet alam dunia turun, volume ekspor juga turun. 7. Harga karet sintetis dunia Sebagai substitusi dari karet alam, harga karet sintetis diduga akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet alam. Bila harga karet sintetis naik, maka volume ekspor karet alam akan meningkat. Sebaliknya bila harga karet sintetis turun maka volume ekspor akan berkurang.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berbentuk time series, yang merupakan data bulanan dari tahun 2005 sampai 2008, terdiri dari : •
Volume ekspor karet alam dari Indonesia dan lag ekspor, diperoleh dari situs resmi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yaitu www.pphp.deptan.go.id
•
Produksi karet alam domestic, harga karet alam domestik dan harga karet sintetis dunia diperoleh dari situs resmi Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) yaitu www.anrpc.org
•
Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat diperoleh dari situs www.exchangerate.com
•
Harga karet alam dunia diperoleh dari situs resmi Singapore Commodity Exchange (SICOM) yaitu www.sicom.com.sg
Hasil-hasil penelitian terdahulu juga digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian ini.
4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Untuk menganalisis kondisi perkembangan tanaman karet dalam negeri dilakukan secara deskriptif. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penawaran ekspor karet alam Indonesia dilakukan secara kuantitatif dengan bantuan software EViews 5.1.
4.3 Alat Analisis Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan regresi berganda model log ganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square) karena akan menghasilkan koefisien dugaan linier terbaik yang tidak bias (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE). Model log ganda digunakan karena parameter dugaan yang dihasilkan sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas setiap variabel independen terhadap variabel dependen. Model aliran perdagangannya dirumuskan sebagai berikut : Log Yt = b0 + b1 log RPt + b2 log ICt + b3 log ERt + b4 log Yt-1 + b5 log IPt + b6 log WPt + b7 log SPt + e dimana : Yt
= volume ekspor karet alam Indonesia bulan ke t (kg)
RPt = volume produksi karet alam domestik bulan ke t (kg) ICt
= konsumsi karet alam domestik (kg)
ERt = nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat bulan ke t (Rp/US$) Yt-1 = volume ekspor karet alam bulan sebelumnya (kg) IPt = harga karet alam domestic bulan ke t (US$/kg) WPt = harga karet alam dunia bulan ke t (US$/kg) SPt = harga karet sintetis dunia bulan ke t (US$/kg) e
= residual (error term)
b0
= konstanta
bn
= koefisien dugaan, n = 1 ,2, ... ,7
Nilai koefisien dugaan yang diharapkan adalah : b1, b4, b6, dan b7 > 0 b2, b3 dan b5< 0
4.4 Pengujian Hipotesis A. Uji Statistik F Uji F digunakan untuk menguji koefisien dugaan secara serentak apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi dari variabel dependen. Hipotesis yang akan diuji adalah : H0 : b1=b2=b3=b4=b5=b6=b7=0 (seluruh variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan) H1 : paling tidak ada satu koefisien regresi ≠ 0 (seluruh variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan) Statistik uji yang digunakan dalam uji-F : e2
Fhitung =
dimana : e2
(k − 1) (1 − e ) (n − k )
=
2
jumlah kuadrat regresi
1-e2 =
jumlah kuadrat sisa
k
=
jumlah seluruh variabel dependen dan independen
n
=
jumlah pengamatan
Kriteria pengambilan keputusan : tolak H0 bila nilai probabilitas Fhitung lebih kecil dari 5 persen terima H0 bila nilai probbilitas Fhitung lebih besar dari 5 persen
B. Uji Statistik t Uji statistik-t digunakan untuk menguji koefisien dugaan dari masing-masing variabel independen apakah secara terpisah berpengaruh nyata terhadap variable dependennya. Hipotesis yang akan diuji adalah : 1. H0 : b1 = 0
(volume produksi karet alam domestik tidak berpengaruh
signifikan) H0 : b1 ≠ 0 (volume produksi karet alam domestik berpengaruh signifikan) 2. H0 : b2 = 0 (konsumsi karet alam domestik tidak berpengaruh signifikan) H1 : b2 ≠ 0 (konsumsi karet alam domestik berpengaruh signifikan) 3. H0 : b3 = 0
(nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat
tidak
berpengaruh signifikan) H1 : b3 ≠ 0 (nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat berpengaruh signifikan) 4. H0: b4 = 0 (volume ekspor bulan sebelumnya tidak berpengaruh signifikan) H1 : b4 ≠ 0 (volume ekspor bulan sebelumnya berpengaruh signifikan) 5. H0: b5 = 0 (harga karet alam domestik tidak berpengaruh signifikan) H1 : b5 ≠ 0 (harga karet alam domestik berpengaruh signifikan) 6. H0: b6 = 0 (harga karet alam dunia tidak berpengaruh signifikan) H1 : b6 ≠ 0 (harga karet alam dunia berpengaruh signifikan) 7. H0:b7 = 0 (harga karet sintetis dunia tidak berpengaruh signifikan) H1 : b7 ≠ 0 (harga karet sintetis dunia berpengaruh signifikan)
Statistik uji yang digunakan dalam uji-t adalah :
t hitung =
bn , derajat bebas (n-k) S e (b n )
dimana : Se (bn) = standar deviasi untuk parameter ke i bn
= koefisien regresi atau parameter
Kriteria pengambilan keputusan : tolak H0 bila nilai probabilitas thitung lebih kecil dari 5 persen terima H0 bila nilai probabilitas thitung lebih besar dari 5 persen C. Uji kesesuaian model (goodness of fit)
Ukuran kesesuaian model dari suatu persamaan regresi digunakan untuk mengetahui proporsi keragaman dalam Y yang dijelaskan oleh variabel Xn secara bersama-sama (Gujarati, 1991). Nilai yang digunakan untuk memberikan informasi ini dikenal sebagai koefisien determinasi berganda (R2), yang dirumuskan :
R2 =
jumlahkuadratregresi jumlahkuadrattotal
Nilai R2 terletak antara 0 dan 1. Bila R2 sama dengan 0 artinya model yang dibuat tidak dapat menjelaskan sedikitpun keragaman dalam Y. Sedangkan bila nilainya 1 berarti model yang dibuat dapat menjelaskan 100 persen keragaman dalam Y.
4.5 Pengujian Asumsi A. Normalitas
Salah satu asumsi dalam analisis statistika adalah data terdistribusi normal. Untuk menguji dengan akurat, dilakukan uji Jarque-Bera (Winarno, 2009). Uji
ini mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan apabila datanya terdistribusi normal. Rumusnya adalah: N − k ⎛ 2 (K − 3) ⎜S + 6 ⎜⎝ 4
2
Jarque − Bera =
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
Dimana : S = skewness K = kurtosis k = banyaknya koefisien yang digunakan di dalam persamaan. Kriteria pengambilan keputusannya adalah apabila nilai probabilitas uji ini lebih besar dari 5 persen (0,05) maka data terdistribusi normal (hipotesis nolnya adalah data terdistribusi normal).
B. Autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data time series karena berdasarkan sifatnya data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya. Autokorelasi dapat berbentuk autokorelasi positif dan negatif. Dalam data time series lebih besar kemungkinan terjadi autokorelasi positif karena variabel yang dianalisis biasanya mengandung kecenderungan meningkat seperti GDP, populasi, dan pertumbuhan ekonomi (Winarno, 2009). Cara pengujiannya dilakukan dengan menggunakan statistik d Durbin Watson (Supranto, 1989). n
d=
∑ (e t =2
t
− e t −1 )
n
∑ e 2t
2
, dimana 0 ≤ d ≤ 4
t =2
dengan kriteria pengambilan keputusan :
1. Jika 0
C. Heteroskedastisitas Pada model regresi seluruh elemen pada diagonal utama dari matriks varian kovarians nilainya = 1 dan elemen sisanya bernilai = 0. Apabila ada beberapa elemen pada diagonal utama yang tidak sama dengan 1, maka kondisi ini disebut heteroskedastisitas (Supranto, 1989). Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji tingkat kehomogenan ragam galat dari suatu model regresi. Implikasi dari adanya heteroskedastisitas dalam suatu model regresi dengan mengunakan metode OLS adalah bahwa penduga OLS tidak lagi efisien walaupun penduga
tersebut dan peramalannya masih bersifat tidak bias dan konsisten. Selain itu varian dan kovarian dugaan dari koefisien regresi akan bisa dan tidak konsisten sehingga tes hipotesis menjadi tidak nyata. Heteroskedastisitas lebih sering muncul pada data cross section dibandingkan time series.
Pada crossectional data, anggota-anggota populasi pada waktu
tertentu memiliki ukuran yang berbeda-beda sedangkan pada time series variabel cenderung memiliki nilai yang sama karena data yang dikumpulkan merupakan satu kesatuan selama periode tertentu. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan Uji White. Uji ini menggunakan residual kuadrat sebagai variabel dependen sedangkan variabel independennya terdiri atas variabel independen yang sudah ada, ditambah dengan kuadrat variabel independen ditambah lagi dengan perkalian dua variabel independen (Winarno, 2009). Kriteria pengambilan keputusannya adalah apabila nilai probabilitas dari Obs*R-squared lebih besar dari 5 persen maka data terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
D. Uji Multikolinearitas Apabila kita menggunakan model regresi berganda, kita mempunyai asumsi bahwa variabel-variabel bebas tidak berkorelasi satu sama lain.
Seandainya
variabel-variabel bebas tersebut berkorelasi satu dengan yang lain maka dikatakan terjadi multikolinearitas. Hal ini sering terjadi pada data berkala, khususnya di bidang ekonomi. Secara ekstrim ada kemungkinan terjadi 2 variabel bebas atau lebih mempunyai korelasi yang sangat kuat sehingga pengaruh masing- masing variabel tersebut terhadap variabel dependen sukar untuk dibedakan.
Akibat
langsung yang dirasakan adalah : 1. Kalau hubungan tersebut sempurna maka koefisien regresi parsial tidak akan dapat diestimasi. 2. Kalau hubungan tersebut tidak sempurna maka koefisien regresi parsial masih dapat diestimasi, tetapi kesalahan baku dari penduga koefisien regresi parsial sangat besar.
Hal ini
menyebabkan pendugaan/ramalan nilai variabel dependen dengan menggunakan variabel-variabel independen yang saling berkorelasi menjadi kurang teliti. Adanya multikolinearitas dapat dihindari dengan menggunakan salah satu variabel independen saling berkorelasi tersebut. Atau menggunakan apa yang disebut a priori extraneous information. Penggunaan extraneous information sangat tergantung pada beberapa hal, misalnya jenis informasi yang ada, tujuan analisis, dan daya khayal/imajinasi peneliti/analis karena memang tidak ada aturan yang tetap untuk hal ini (Supranto 1989). Uji multikolinearitas dapat dilihat dengan menghitung nilai koefisien korelasi antar variabel independen. Apabila koefisiennya rendah, maka tidak terdapat masalah multikolinearitas (Winarno, 2009).
4.6 Definisi Operasional 1. Volume ekspor karet alam Indonesia adalah total karet alam yang diekspor oleh Indonesia ke seluruh negara tujuan perbulan, dinyatakan dalam satuan kilogram. 2. Konsumsi karet alam domestik adalah pengurangan antara volume produksi perbulan dengan volume ekspor perbulan, dinyatakan dalam satuan kilogram.
3. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat dinyatakan dalam satuan Rp/US$. Dollar Amerika Serikat dijadikan patokan karena dalam perdagangan karet alam dunia, mata uang yang digunakan adalah Dollar Amerika Serikat. 4. Volume ekspor karet alam bulan sebelumnya adalah total karet alam yang diekspor oleh Indonesia ke seluruh negara tujuan satu bulan sebelumnya, dinyatakan dalam satuan kilogram. 5. Harga karet alam domestik adalah harga karet alam jenis Standart Indonesian Rubber 20 (SIR 20) FOB dari pelabuhan Belawan di Sumatera Utara, dinyatakan dalam satuan US$/kg. Belawan adalah pelabuhan utama untuk ekspor karet alam di Indonesia. 6. Harga karet alam dunia adalah harga karet alam jenis Technically Specified Rubber (TSR 20) di bursa komoditi Singapura, dinyatakan dalam satuan US$/kg. Singapura adalah salah satu tempat perdagangan utama komoditi karet alam dunia. 7. Harga karet sintetis dunia adalah harga karet sintetis jenis Styrene Butadiene Rubber (SBR) di New York, Amerika Serikat, dinyatakan dalam satuan US$/kg. Karet jenis ini merupakan karet sintetis yang paling banyak dihasilkan dan digunakan dalam industri pembuatan ban.
BAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR
Negara tujuan ekspor yang dibahas dalam bab ini hanya dibatasi pada 10 negara dengan tingkat konsumsi karet alam terbesar di dunia. Negara-negara tersebut juga menjadi tujuan ekspor utama bagi Indonesia.
5.1 Amerika Serikat Amerika adalah negara dengan wilayah terbesar keempat di dunia (9.826.630 km persegi), setelah Rusia, Kanada, serta Cina dan ketiga terbesar dalam jumlah penduduk, setelah Cina dan India (tahun 2007 mencapai lebih dari 300 juta jiwa). Tetapi jika dilihat dari sisi ekonomi, Amerika adalah nomor satu di dunia, diindikasikan dari nilai GDP sebesar 13.843 milyar US$. Ekonominya adalah salah satu yang terpenting di dunia. Banyak negara telah menjadikan dollar Amerika Serikat sebagai tolok ukur mata uangnya, artinya berharga atau tidaknya mata uang mereka ditentukan oleh dollar. Negara ini memiliki banyak sumber daya mineral, seperti emas, minyak, batu bara dan endapan uranium. Pertanian membuatnya berada di antara produsen utama, antara lain jagung, gandum, gula dan tembakau. Dalam bidang industri negara ini memproduksi mobil, pesawat terbang dan alat telekomunikasi bahan kimia, alat elekronika dan pengolahan makanan yang diekspor ke beberapa negara diantaranya Kanada, Meksiko, Cina, Jepang, Inggris dan Jerman. Amerika Serikat termasuk mitra dagang yang penting bagi Indonesia karena nilai ekspor dan impornya merupakan yang terbesar kedua setelah Jepang. Ekspor Indonesia pada tahun 2002 hingga 2003 peningkatannya sebesar 11,4 persen
sedangkan ditahun 2007 hanya mencapai angka 7,3 persen (Nugroho, 2008). Sepanjang bulan Januari sampai Oktober 2008, nilai ekspor non migas mencapai 10,673 milyar US$ sedangkan periode yang sama di tahun 2007 sebesar 9,279 milyar US$, atau meningkat sebesar 15,01 persen. Masih tingginya ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dikarenakan masih cukup kuatnya ekspor beberapa komoditi hasil pertanian/perkebunan seperti kakao dan karet serta bahan kimia organik dan produk manufaktur seperti garmen (Badan Litbang Perdagangan, 2008).
Amerika Serikat menjadi pasar ekspor karet alam terbesar bagi Indonesia. Pertumbuhan industri dalam negeri Amerika Serikat, khususnya industri ban, membuat negara ini membutuhkan bahan baku karet alam dalam jumlah besar. Selain mengimpor dari Indonesia, negara ini juga mengimpornya dari Malaysia, Thailand dan beberapa negara lain tapi dalam jumlah kecil. (Tabel 8). Indonesia adalah pengimpor terbesar yaitu sekitar 58 persen dari total konsumsi dalam negerinya dari tahun 2003 sampai 2007. Tabel 8. Perkembangan Impor Karet Alam Amerika Serikat Tahun 2003-2007 (ton) Importir Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Indonesia 598.260 627.868 669.120 590.946 664.270 Malaysia 76.542 74.224 67.413 63.801 52.692 Thailand 278.693 249.196 237.858 210.784 213.080 Lainnya 125.005 192.312 184.809 137.569 88.358 Sumber : GAPKINDO, Lembaga Getah Malaysia, Rubber Research Institute of Thailand, 2009
5.2 Jepang Jepang adalah sebuah negara kepulauan yang terdiri dari 6.852 pulau di Asia Timur, dengan lus wilayah 377.835 km persegi. Penduduknya berjumlah 127.433 ribu jiwa juta sehingga berada di peringkat ke-10 negara berpenduduk terbanyak di dunia. Sebagai negara maju di bidang ekonomi, Jepang memiliki GDP terbesar
nomor dua setelah Amerika Serikat (4.383 milyar US$ pada tahun 2007). Jepang memiliki industri berteknologi tinggi di bidang otomotif, elektronik, mesin perkakas, baja dan logam non-besi, perkapalan, industri kimia, tekstil, dan pengolahan makanan. Dalam perdagangan luar negeri, negara ini berada di peringkat keempat pengekspor terbesar dan peringkat keenam pengimpor terbesar di dunia. Pasar ekspor terbesarnya adalah Amerika Serikat, Cina, Korea Selatan, Taiwan, dan Hongkong. Produk ekspor unggulannya adalah alat transportasi, kendaraan bermotor, elektronik, mesin-mesin listrik, dan bahan kimia. Negara sumber impor terbesar bagi Jepang pada tahun 2006 adalah Cina, Amerika Serikat, Uni Eropa, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Australia, Korea Selatan, dan Indonesia, dimana impor utamanya adalah mesin-mesin dan perkakas, minyak bumi, bahan makanan, tekstil, dan bahan mentah untuk industri. Jepang merupakan negara mitra dagang terbesar bagi Indonesia dalam hal ekspor dan impor. Ekspor Indonesia ke Jepang tahun 2007 bernilai 23,6 milyar US$, sedangkan impor Indonesia dari Jepang adalah 6,5 milyar sehingga bagi Indonesia neraca perdagangannya mengalami surplus. Khusus untuk ekspor non migas, dari bulan Januari sampai Oktober 2007 mencapai 11,322 milyar US$ kemudian pada periode yang sama tahun 2008 mencapai 11,805 milyar US$ atau naik sebesar 4,27 persen (Badan Litbang Perdagangan, 2008). Persentase kenaikan yang kecil terjadi karena krisis ekonomi global yang dialami oleh banyak negara di dunia termasuk Jepang. Bagi Indonesia, Jepang menjadi pengimpor karet alam terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Indonesia memenuhi 33 persen konsumsi karet alam di Jepang, sedangkan Malaysia dan Thailand masing masing 1,14 persen dan 59 persen dari
tahun 2003 sampai 2007 (Tabel 9). Kondisi ini menjadikan Thailand sebagai pengekspor karet alam terbesar bagi Jepang. Tabel 9. Perkembangan Impor Karet Alam Jepang Tahun 2003-2007 (ton) Importir Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Indonesia 228.899 225.214 260.604 357.539 397.776 Malaysia 10.624 13.005 9.005 9.046 7.957 Thailand 542.837 525.654 540.485 492.740 405.599 Lainnya 1.840 50.927 47.306 14.375 76.668 Sumber : GAPKINDO, Lembaga Getah Malaysia, Rubber Research Institute of Thailand, 2009 Bila dilihat perkembangan volume ekspor dari tahun 2003 sampai 2007, Thailand dan Malaysia cenderung mengalami penurunan berbanding terbalik dengan Indonesia yang mengalami peningkatan. Hal ini bisa dijadikan peluang untuk meningkatkan volume ekspor apalagi Indonesia dan Jepang telah menjalin kerjasama penghapusan tarif bea masuk impor untuk komoditi karet alam yang mulai efektif dilaksanakan tanggal 1 Juli 2008.
5.3 Cina Republik Rakyat Cina adalah negara dengan penduduk terbesar didunia ( 1,3 milyar pada tahun 2007) dimana 71 persen diantaranya berada pada usia 15-64 tahun dan luas wilayahnya
9.596.960 km persegi. Pada awalnya negara ini
menganut sistem ekonomi yang tertutup, tapi seiring dengan perkembangan perdagangan international, Cina tidak dapat menghindarkan dirinya dari kerjasama dengan negara lain. Sejak itu, ekonomi negara ini berkembang pesat, seiring dengan peningkatan aktivitas industrinya dan serangkaian strategi pemasaran yang ditempuh. Pada tahun 2007 Cina berada di peringkat keempat
GDP tertinggi di dunia setelah Amerika Serikat, Jepang dan Jerman, yaitu 3.250 milyar US$. Industri utamanya antara lain tambang, besi, baja, aluminium, tekstil, semen bahan kimia, pupuk, alas kaki, alat elekronika, alat komunikasi, pengolahan makanan, mainan anak-anak, satelit dan alat transportasi termasuk kereta api, mobil, dan kereta api. Produk industri tersebut antara lain dikirim ke Amerika Serikat, Hongkong, Jepang, Korea Selatan, dan Jerman. Perdagangan bilateral antara Indonesia dan Cina selama tahun 2002 sampai 2006 mengalami perkembangan yang positif dan pertumbuhannya rata-rata mencapai 18,6 persen4. Produk ekspor utama Indonesia ke Cina adalah bahanbahan kimia, produk kayu, pulp dan kertas, serta karet dan pupuk. Sementara itu impor Indonesia dari Cina adalah suku cadang dan komponen kendaraan bermotor, mesin-mesin, alat elektronika, serta buah-buahan. Untuk ekspor komoditi non migas ke Cina, dari bulan Januari sampai Oktober 2007 nilainya sebesar 5,488 milyar US$ dan pada periode yang sama tahun 2008 mencapai 6,744 milyar US$ atau meningkat sebesar 22,8 persen (Badan Litbang Perdagangan, 2008). Walaupun ekspor komoditi non migas mengalami peningkatan tapi Indonesia harus tetap waspada pada produk impor asal Cina. Saat ini Cina menjadi sumber utama impor Indonesia, yakni 17,2 persen dari total impor nonmigas sedangkan negara tersebut hanya menyerap 8,7 persen dari keseluruhan ekspor non migas Indonesia. Hal ini menunjukkan penetrasi produk Cina ke pasar Indonesia jauh lebih gencar ketimbang sebaliknya5. Sementara itu, struktur
barang
yang
diperdagangkan
cenderung
tidak
simetris.
Komoditas primer mendominasi ekspor Indonesia ke Cina, sedangkan ekspor Cina ke Indonesia didominasi oleh produk-produk manufaktur yang
sangat beragam. Ditambah lagi dengan akan diimplementasikannya skema kerjasama perdagangan bebas antara Cina dengan ASEAN pada 2010, membuat lebih banyak lagi produk negara tersebut yang
masuk
ke
Indonesia.
Kondisi ini dapat mengancam kelangsungan industri manufaktur dalam negeri bila tidak segera melakukan perbaikan karena akan kalah bersaing dengan produk Cina yang terkenal dengan harganya yang murah. Untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku pada industri yang berbasis karet alam, Cina mengimpor dari Indonesia, Malaysia, Thailand, dan beberapa negara lain selain juga menghasilkan sendiri di dalam negeri (Tabel 10). Tabel 10. Perkembangan Impor Karet Alam Cina Tahun 2003-2007 (ton) Importir Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Indonesia 107.725 197.538 249.791 337.222 341.821 Malaysia 207.361 288.761 386.057 405.532 370.900 Thailand 650.898 619.800 573.385 747.168 827.369 Lainnya 559.016 893.901 940.767 910.078 1.009.910 Sumber : GAPKINDO, Lembaga Getah Malaysia, Rubber Research Institute of Thailand, 2009 Dari tabel diatas diketahui bahwa impor karet alam Cina paling besar berasal dari Thailand dan Malaysia. Cina merupakan negara tujuan ekspor karet alam utama bagi Thailand. Sepanjang tahun 2003 sampai 2007, kedua negara ini masing-masing mengekspor sekitar 30 persen dan 15 persen dari total konsumsi karet alam Cina, sementara itu Indonesia hanya mengekspor sekitar 10 persen. Dengan persentase yang masih kecil, sebenarnya Indonesia mempunyai peluang untuk memperbesar jumlah ekspornya ke Cina. Tapi sebaiknya karet alam yang diekspor bukan hanya dalam bentuk SIR tapi dalam bentuk produk jadi untuk menambah nilai jual sekaligus meningkatkan industri manufaktur berbasis karet alam di dalam negeri.
5.4 Jerman Republik Federal Jerman adalah sebuah negara di Eropa Tengah, dengan dengan populasi tahun 2007 sebanyak 82.401 ribu jiwa yang memiliki posisi ekonomi dan politik yang penting terutama setelah bergabung dengan Uni Eropa. Negara ini dikenal dengan penguasaan teknologi maju, khususnya dalam bidang industri kendaraan bermotor, alat-alat elektronika, pembangunan kapal laut, tekstil, besi dan baja juga semen. Komoditi unggulan ekspornya adalah : kendaraan bermotor, tekstil besi dan baja yang diekspor ke berbagai negara diantaranya Perancis, Amerika Serikat, Inggris, Italia, Belanda dan Austria. Jerman merupakan mitra dagang Indonesia terbesar diantara negara Uni Eropa lainnya.dengan persentase sebesae 30 persen dari total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa. Nilai ekspor Indonesia ke Jerman tahun 2006 mencapai 2,8 milyar euro sedangkan nilai impornya sebesar 1,5 milyar euro6. Dari sisi produk non migas, nilai ekspor Indonesia pada bulan Januari sampai Oktber 2007 mencapai 1,916 milyar US$ sedangkan tahun 2008 pada periode yang sama menjadi 2,095 milyar US$ atau meningkat sebesar 9,32 persen (Badan Litbang Perdagangan, 2008). Persentase peningkatan yang kecil tersebut disebabkan melemahnya perekonomian Jerman akibat krisis ekonomi global. Karena perkembangan industri kendaraan bermotor di Jerman, maka peningkatan terhadap kebutuhan bahan bakunya juga tidak terhindarkan, salah satunya karet alam. Karena itu, Jerman termasuk negara tujuan ekspor karet alam utama bagi Indonesia setelah Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Singapura. Selain Indonesia, negara lain yang juga memasok karet alam ke Jerman adalah
Thailand dan Malaysia. Jerman memang merupakan negara tujuan ekspor karet alam utama bagi Malaysia, karena itu selama tahun 2003 sampai 2007 Malaysia telah
memenuhi 52 persen dari total konsumsi karet alam Jerman
(Lembaga Getah Malaysia, 2009). Indonesia sendiri memasok 27 persen dari konsumsi dalam negeri di Jerman.
5.5 Korea Selatan Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan pesat dan membuatnya menjadi negara ekonomi terbesar ke-12 di seluruh dunia diindikasikan dengan GDP pada tahun 2007 yang mencapai 957,053 milyar US$. Luas wilayahnya hanya sekitar 98.480 km
persegi, dengan penduduk berjumlah 48.250 ribu jiwa di tahun
2007.Tapi wilayah yang kecil tidak menghalangi negara ini untuk menjadi salah satu “macan Asia” karena di samping merupakan pemimpin dalam akses internet kecepatan-tinggi, semikonduktor memori, monitor layar-datar dan telepon genggam, Korea Selatan berada dalam peringkat pertama dalam pembuatan kapal, ketiga dalam produksi ban, keempat dalam serat sintetis, kelima dalam otomotif dan keenam dalam baja. Industri-industri inilah yang menjadi andalan ekspornya dan dikirim ke Cina, Amerika Serikat, Jepang dan Hongkong. Nilai perdagangan bilateral Indonesia dan Korea Selatan selama lima tahun terakhir memperlihatkan peningkatan. Selama tahun 2003 sampai 2007, total ekspor Korea ke Indonesia meningkat rata-rata sebesar 14,48 persen pertahun sedangkan impor Korea dari Indonesia meningkat rata-rata 15,56 persen per tahun. Total perdagangan bilateral kedua negara menunjukan trend peningkatan
15,16 persen per tahun atau meningkat dari 8,6 milyar US$ pada tahun 2003 menjadi 14,88 milyar US$ pada tahun 2007, dengan surplus bagi Indonesia sebesar 3,34 milyar US$, yang meliputi nilai ekspor Indonesia ke Korea sebesar 9,11 milyar US$ dan nilai impor dari Korea sebesar 5,77 milyar US$7. Dari sisi produk non migas, komoditi ekspor unggulan Indonesia ke Korea adalah udang, kopi, coklat, karet dan produk karet, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, komponen otomotif, dan furniture. Sepanjang bulan Januari sampai Oktober 2007 nilai ekspor non migas mencapai 3,223 milyar US$ sedangkan periode yang sama tahun 2008 mencapai 4,057 milyar US$ atau meningkat 25,88 persen (Badan Litbang Perdagangan, 2008). Salah satu industri utama di Korea Selatan adalah industri ban, karena itu negara ini membutuhkan karet alam sebagai bahan bakunya. Karet alam antara lain diimpor dari Indonesia, Malaysia dan Thailand. Selama periode 2003 sampai 2007, Malaysia dan Thailand masing-masing memenuhi 46 persen dan 18 persen dari total konsumsi Korea Selatan sedangkan Indonesia memenuhi 22 persennya (Tabel 11). Tabel 11. Perkembangan Impor Karet Alam Korea Selatan Tahun 2003-2007 (ton) Importir Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Indonesia 76.893 76.794 74.813 90.593 93.091 Malaysia 69.165 63.636 74.309 66.698 61.136 Thailand 165.832 171.668 185.308 173.477 151.824 Lainnya 20.710 39.602 35.370 32.832 71.249 Sumber : GAPKINDO, Lembaga Getah Malaysia, Rubber Research Institute of Thailand, 2009
5.6 Kanada Kanada adalah negara dengan luas wilayah 9.970.610 km persegi terletak paling utara di Amerika Utara dan ibu kotanya Ottawa. Tahun 2007 populasi
penduduknya mencapai 32.936 ribu jiwa, dimana 68 persen diantaranya berada pada usia kerja (15-64 tahun). Kanada merupakan negara industri dengan teknologi maju dan juga memiliki sumber daya alam sebagai kekuatan yang mengendalikan ekonomi negara tersebut. Industrinya terdiri dari : alat transportasi, produk kimia, produk makanan, produk kayu dan kertas, produk ikan, minyak dan gas alam. Komoditi andalan ekspornya antara lain : sparepart motor, alat-alat telekomunikasi, gas alam dan peralatan listrik, dimana 78 persennya dipasarkan ke Amerika Serikat, sehingga negara ini menjadi mitra dagang utama bagi Kanada. Kemajuan negara ini ditandai dengan pertumbuhan GDP pertahun sebesar 12 persen dimana tahun 2007 mencapai 1432 milyar US$. Dalam bidang perdagangan, Indonesia merupakan pasar terbesar Kanada di ASEAN, sedangkan di bidang investasi, Indonesia menjadi tujuan investasi Kanada terbesar keempat di Asia setelah Jepang, Singapura, dan Hongkong. Total investasi langsung Kanada di Indonesia mencapai 2,8 milyar US$. Sebagian besar investasi terfokus pada sektor pertambangan, migas dan jasa asuransi. Dalam rentang tahun 2007 total perdagangan Indonesia-Kanada mencapai 1,862 milyar US$ atau naik 20,99 persen dibanding tahun sebelumnya. Ekspor Kanada ke Indonesia tahun 2007 senilai 933,35 juta US$, naik 32,7 persen dari tahun 2006 (703,37 juta US$). Impor Kanada tahun 2007 senilai 928,90 juta US$, naik 11,15 persen dari tahun 2006 (835,74 juta US$). Nilai ekspor Kanada ke Indonesia kini menjadi lebih tinggi daripada nilai impornya. Akibatnya, neraca perdagangan bilateral yang sebelumnya senantiasa surplus bagi Indonesia, pada tahun 2007 terjadi pembalikan yaitu surplus bagi Kanada atau defisit bagi Indonesia senilai
4,45 juta US$. Selama periode 2003-2007 surplus Indonesia terhadap Kanada memperlihatkan tren penurunan 127,27 persen. Hal ini disebabkan tren kenaikan ekspor Kanada ke Indonesia selama 5 tahun terakhir mencapai 24,17 persen atau tiga kali lipat lebih besar tren kenaikan impornya yang hanya 8,23 persen. Kondisi ini menyebabkan surplus yang diterima Indonesia dari tahun ke tahun semakin berkurang (Hardono, 2008). Untuk memenuhi kebutuhan karet alam sebagi salah satu bahan baku industrinya, Kanada mengimpor dari Indonesia dan beberapa negara yang lain. Indonesia sendiri memasok 43 persen dari total konsumsi dalam negeri Kanada selama periode 2003 sampai 2007 (GAPKINDO, 2009). Negara lain yaitu Malaysia dan Thailand memasok dalam jumlah yang lebih kecil dari Indonesia.
5.7 Perancis Republik Perancis merupakan negara maju, dengan ekonomi terbesar keenam bila dilihat dari GDP nominalnya yaitu 2560,255 milyar US$ tahun 2007 dengan jumlah penduduk sekitar 63.682 ribu jiwa. Negara ini adalah salah satu pendiri Uni Eropa, dan memiliki wilayah terbesar dari semua anggota sekitar 643.427 km persegi. Bersama dengan 11 negara anggota Uni Eropa, Perancis meluncurkan euro pada tanggal 1 Januari 1999, dan mengganti franc Perancis ke euro pada awal 2002. Tanah yang subur dan luas , teknologi modern, dan subsidi UE telah bergabung untuk menjadikan Perancis produsen dan pengekspor hasil pertanian terdepan di Eropa. Gandum, unggas, susu, daging, juga industri pangan dan anggur yang diakui adalah ekspor pertanian utama Perancis. Subsidi agrikultur Uni Eropa ke Perancis hampir mencapai 14 milyar US$. Industrinya sendiri yang
sekaligus sebagai komoditas ekspor terdiri dari : bahan kimia, mobil, elektronika, besi dan baja, tekstil dan pengolahan makanan. Sebagian besar hasil industrinya diekspor ke Jerman, Spanyol, Italia, Inggris, Belgia, Amerika Serikat dan Belanda. Nilai perdagangan Indonesia dengan Perancis periode Januari-Juli 2007 tercatat 1,317 milyar US$, meningkat 6,37 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2006, yang nilainya sebesar 1,238 milyar US$. Total perdagangan tersebut terdiri dari ekspor Indonesia ke Perancis sebesar 960,84 juta US$, meningkat 1,92 persen dibanding periode yang sama tahun 2006 yang tercatat 942,74 juta US$, dan impor Indonesia dari Perancis sebesar 356,04 juta US$, meningkat 20,55 persen dibanding periode yang sama tahun 2006 yang tercatat 295,34 juta US$. Selama periode Januari-Juli 2007, neraca perdagangan Indonesia dengan Perancis surplus bagi Indonesia sebesar 604,80 juta US$, turun 6,58 persen dibanding surplus pada periode yang sama tahun 2006, sebesar 647,40 juta US$8. Untuk komoditi non migas, selama bulan Januari sampai Oktober 2007, nilai ekspor Indonesia sebesar 659,3 juta US$ sedangkan periode yang sama tahun 2008 telah mencapai 795 juta US$ atau meningkat sebesar 20,59 persen (Badan Litbang Perdagangan, 2009). Kebutuhan karet alam Perancis diperoleh dengan cara mengimpor dari negara lain, diantaranya Indonesia dan Malaysia. Indonesia memasok 15 persen kebutuhan karet alam di Perancis dengan persentase peningkatan yang selalu mengalami kenaikan (GAPKINDO, 2009). Sedangkan Malaysia memasok 18 persen dari total konsumsi Perancis dengan volume yang cenderung turun selama periode 2003-2007 (Lembaga Getah Malaysia, 2009).
5.8 India Republik India adalah sebuah negara di Asia yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia, dengan populasi lebih dari satu milyar jiwa, dan merupakan negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis yaitu 3.287.590 km persegi. Ekonomi India termasuk salah satu yang mengalami pertumbuhan tercepat di dunia dengan rekor pertumbuhan sekitar 8 persen pada 2003. Meskipun seperempat dari penduduk India masih hidup di bawah garis kemiskinan, jumlah kelas menengah yang besar telah muncul karena cepatnya pertumbuhan dalam industri teknologi informasi. Ekonomi India dulu banyak tergantung dari pertanian, namun sekarang ini hanya menyumbang kurang dari 25 persen dari GDP. Industri penting lainnya termasuk pertambangan, pengasahan berlian, film, tekstil, teknologi informasi, dan kerajinan tangan. Kebanyakan daerah industri India berpusat di kota-kota utamanya. Mitra perdagangan utama India adalah Amerika Serikat, Jepang, Republik Rakyat Cina dan Uni Emirat Arab dengan komoditi unggulan ekspor antara lain : produk pertanian, tekstil, batu berharga dan perhiasan, jasa perangkat lunak dan teknologi, hasil teknik, kimia, dan hasil kulit. Bagi India, Indonesia merupakan pasar ekspor terbesar kedua di ASEAN setelah Singapura. Nilai perdagangan Indonesia dengan India dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada sembilan bulan pertama tahun 2005, nilai perdagangan Indonesia dengan India naik 20 persen atau mencapai 2,85 milyar US$ dibandingkan periode yang sama tahun 2004. Kemudian tahun 2006 sebesar naik sebesar US$ 4,79 milyar dan tahun 2007 menjadi US$ 6,55 milyar. Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke India adalah minyak sawit, produk
pertambangan, minyak, dan pulp dan kertas serta produk tekstil. Sedangkan Indonesia mengimpor produk minyak yang sudah disuling, gandum, beras, gula, makanan ternak, besi, dan produk besi (Purna, 2008). Untuk komoditi karet alam, nilai ekspor Indonesia ke India memang masih kecil, sekitar 3 persen dari total konsumsinya tapi terus mengalami kenaikan yang signifikan selama periode 2003 sampai 2007 (GAPKINDO, 2009). Peningkatan ini disebabkan berkembangnya industri berbasis karet alam di India yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan karet alam sebagai bahan baku industri tersebut.
5.9 Italia Republik Italia adalah sebuah negara di Eropa Selatan dengan wilayah seluas 301.230 km persegi dan berpenduduk 58.148 ribu jiwa di tahun 2007 dimana 66 persen diantaranya adalah usia angkatan kerja. Negara ini terkenal sebagai tempat wisata yang menjadi salah satu andalan penghasil devisa negara. Selain itu ada beberapa industri yang berkembang diantaranya : besi dan baja, bahan kimia, pengolahan makanan, tekstil, kendaraan bermotor, pakaian, sandal dan sepatu serta keramik. Mitra utama ekspornya adalah Jerman, Perancis, Spanyol, Amerika Serikat dan Inggris. Perdagangan Italia dengan Indonesia pada bulan Desember 2008 mengalami perkembangan bila dibandingkan tahun 2007. Dengan peningkatan sebesar 12,7 persen maka nilai total transaksi antara Italia dan Indonesia mencapai 272,3 juta US$. Walaupun total perdagangan migas mengalami penurunan sebesar 89,6 persen namun perdagangan non migas meningkat sebesar 12,5 persen. Total nilai perdagangan antara Italia dan Indonesia selama tahun 2008 mencapai 3,5 milyar US$ atau meningkat 14,3 persen. Perdagangan non migas terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Selama tahun 2007 dan 2008 tidak tercatat adanya impor migas dari Indonesia, karena itu seluruh impor Italia dari Indonesia selama dua tahun berasal dari produk non migas dengan trend pertumbuhan ratarata selama tahun 2004 sampai 2008 adalah 15,2 persen. Komoditas ekspor utama dari Indonesia ke Italia adalah plywood, kertas, nikel, dan alas kaki11. Untuk memenuhi kebutuhan karet alamnya, Italia mengimpor dari beberapa negara diantaranya Indonesia dan Malaysia. Selama tahun 2003 sampai 2007, Indonesia dan Malaysia masing-masing memasok 14 persen dan 16 persen dari total konsumsi dalam negeri Italia (Badan Litbang Perdagangan, 2008).
5.10 Brazil Brazil terletak di daerah Amerika Selatan yaitu 8,511,965 km persegi sekaligus paling banyak penduduknya yaitu 193.919 ribu jiwa pada tahun 2007. Negara ini merupakan negara paling timur di Benua Amerika dan berbatasan dengan Pegunungan Andes. Brazil terkenal sebagai penghasil kopi terbesar di dunia. Adapun industri utama yang menopang perekonomiannya adalah : tekstil, sepatu, bahan kimia, semen, baja, serta kendaraan bermotor dan spare part nya. Komoditi ekspor utamanya adalah : kopi, susu kedelai, sepatu, alat trasnportasi yang sebagian besar dikirim ke Amerika Serikat, Argentina, Cina, Belanda dan Jerman. Total perdagangan Indonesia dan Brazil pada tahun 2003 sebesar 576 juta US$ dan tahun 2007 sebesar 1,5 milyar US$ atau meningkat 29,1 persen, dibandingkan periode yang sama tahun 2006 yaitu sebesar 1,1 milyar US$. Neraca perdagangan kedua negara ini selama periode 2003 sampai 2005 menunjukkan nilai defisit bagi
Indonesia. Selanjutnya baru pada tahun 2006 dan 2007 neraca perdagangan mengalami surplus masing-masing sebesar 111 juta US$ dan 99,6 juta US$ pada tahun 2007 atau turun 10,2 persen jika dibandingkan dengan surplus di tahun 2006. Ekspor Indonesia ke Brasil selama 2003 sampai 2007 memperlihatkan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 34,7 persen. Tahun 2003 nilai ekspor Indonesia ke Brasil sebesar 244,4 juta US$. Pada tahun 2007 nilainya meningkat sebesar 786,4 juta US$ atau naik 25,6 persen dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar 626,14 juta US$. Dari sisi impor, menunjukkan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 17,5 persen selama tahun 2003 sampai 2007. Tahun 2003 impor Indonesia sebesar 331,7 juta US$, pada tahun 2007 meningkat menjadi 686,7 juta US$ atau naik 33,3 persen dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar 515,15 juta US$12. Brazil juga merupakan salah satu negara produsen karet alam dunia. Pada tahun 2003 negara ini menghasilkan 88 ribu ton karet alam kemudian di tahun 2005 meningkat menjadi 104 ribu ton dan tahun 2007 menjadi 111 ribu ton (Kittipol, 2008). Tapi jumlah produksinya belum mampu memenuhi kebutuhan karet alam di dalam negeri, karena itu Brazil masih harus mengimpor dari negara lain diantaranya Indonesia dan Malaysia. Selama tahun 2003 sampai 2007 Indonesia memasok 18 persen sedangkan Malaysia 10 persen dari total konsumsi nasional Brazil ( Badan Litbang Perdagangan, 2008).
BAB VI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA
6.1 Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai 2008, diperoleh hasil regresi sebagai berikut: Tabel 12. Hasil Analisis Regresi Model Log Ganda Variabel independen Koefisien
thitung
Probabilitas
Konstanta
2,143899
1,911518
0,0631
Volume produksi karet alam domestik (RPt) Volume konsumsi karet alam domestik (ICt) Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (ERt) Volume ekspor karet alam bulan sebelumnya (Yt-1) Harga karet alam domestik (IPt)
1,109586
5,12507
0,0000
-0,222507
-15,01103
0,0000
-0,198655
-1,663852
0,1040
-0,085487
-1,546718
0,1298
-0,072733
-0,884954
0,3815
Harga karet alam dunia (WPt)
0,100432
1,376691
0,1763
Harga karet sintetis dunia (SPt)
0,069671
2,108372
0,0413
R-squared 0,960881 Adjusted R-squared 0,954035 Durbin-Watson stat 1,902912
Fhitung 140,3609 Probabilitas 0,00000
Bila data di atas dibuat dalam sebuah persamaan regresi, maka akan berbentuk: Log Yt = 2,144 + 1,109 log RPt – 0,222 log ICT – 0,199 log ERt – 0,085 log Yt-1 – 0,073 log IPt + 0,1 log WPt + 0,070 log SPr Hasil regresi menunjukkkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,961 atau 96,1 persen. Hal ini berarti bahwa 96,1 persen volume ekspor karet alam Indonesia dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel independen dalam
model. Sedangkan sisanya (sekitar 4 persen) dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat di dalam model. Nilai probabilitas Fhitung yang diperoleh sebesar nol persen, lebih kecil bila dibandingkan taraf nyata 5 persen.. Karena probabilitas Fhitung lebih kecil daripada taraf nyata 5 persen maka kriteria pengambilan keputusannya adalah tolak hipotesis nol. Artinya, ketujuh variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Berdasarkan nilai probabilitas thitung yang diperoleh, diketahui ada beberapa variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor karet alam pada taraf nyata 5 persen atau tingkat kepercayaan 95 persen. •
Nilai probabilitas thitung variabel volume produksi karet alam domestik sebesar nol persen, lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Sesuai dengan kriteria pengambilan keputusan maka volume produksi karet alam domestik
berpengaruh signifikan terhadap volume ekspornya. •
Nilai probabilitas thitung variabel konsumsi karet alam domestik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, karena itu variabel ini berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen.
•
Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat mempunyai nilai probabilitas
thitung sebesar 0,1 karena itu nilai tukar Rupiah tidak
berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor karet alam dari Indonesia. •
Volume ekspor bulan sebelumnya mempunyai nilai probabilitas thitung sebesar 0,13. Karena lebih besar dari taraf nyata 5 persen maka variabel ini tidak
berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia.
•
Variabel harga karet alam domestik mempunyai nilai probabilitas thitung 0,38. Artinya harga karet alam domestik tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor Indonesia pada taraf nyata 5 persen.
•
Variabel harga karet alam dunia mempunyai nilai probabilitas thitung 0,18. Artinya harga karet alam dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor Indonesia pada taraf nyata 5 persen.
•
Dari hasil regresi diperoleh nilai probabilitas thitung variabel harga karet sintetis dunia sebesar 0,04. Karena berada dibawah taraf nyata 5 persen maka harga karet sintetis dunia berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor. Dari hasil pengolahan data juga diketahui ada variabel yang nilai koefisiennya
tidak sama dengan hipotesis awal. Variabel yang berbeda dengan hipotesis awal adalah volume ekspor bulan sebelumnya. Perbandingan antara hipotesis dengan nilai koefisien hasil regresi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perbandingan Hipotesis dengan Hasil Regresi Variabel independen Hipotesis
Hasil regresi
Volume produksi karet alam domestik (RPt)
positif
positif
Konsumsi karet alam domestik (ICt)
negatif
negatif
Nilai tukar Rupiah (ERt)
negatif
negatif
Volume ekspor bulan sebelumnya (Yt-1)
positif
negatif
Harga karet alam domestik (IPt)
negatif
negatif
Harga karet alam dunia (WPt)
positif
positif
Harga karet sintetis dunia (SPt)
positif
positif
6.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Karet Alam
A. Volume produksi karet alam domestik (RPt) Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, diketahui bahwa volume produksi karet alam domestik memberikan pengaruh yang positif terhadap volume ekspornya dengan nilai koefisien 1,109. Artinya, bila terjadi kenaikan volume produksi sebesar 1 persen, maka volume ekspornya juga akan meningkat sebesar 1,109 persen, sedangkan bila volume produksinya turun sebesar 1 persen maka akan mempengaruhi penurunan volume ekspor sebesar 1,109 persen, ceteris paribus. Kondisi ini sesuai dengan hipotesis awal yang dibuat, yaitu volume produksi karet alam domestik berpengaruh positif terhadap volume ekspornya. Volume produksi juga berpengaruh signifikan, artinya variabel ini menjadi salah satu pertimbangan utama bagi Indonesia dalam mengekspor karet alamnya. Hasil ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya, dimana volume produksi merupakan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor komoditi perkebunan. Elastisitas yang nilainya lebih besar dari 1, menunjukkan bahwa volume produksi bersifat elastis terhadap volume ekspor dimana persentase perubahan volume ekspor lebih besar daripada persentase perubahan jumlah produksikaret alam diekspor ke luar negeri, .Ada dua penyebab hal ini terjadi. Pertama, karena hampir 90 persen dari total produksi karet alam diekspor ke luar negeri. Kedua, kecenderungan peningkatan konsumsi karet dunia yang mengakibatkan kenaikan permintaan terhadap karet alam termasuk yang dihasilkan oleh Indonesia. Kenaikan demand dunia yang lebih besar daripada penambahan kemampuan produksi dalam negeri menyebabkan elastisitas bernilai lebih dari satu.
B. Konsumsi karet alam domestik (ICt)
Hipotesis awal yang dibuat untuk konsumsi karet alam domestic adalah bahwa volume ekspor dari Indonesia akan dipengaruhi secara positif oleh konsumsi karet alam domestik. Ternyata hipotesis ini sesuai dengan hasil regresi yang bernilai negatif sebesar 0,222, dimana setiap kenaikan konsumsi karet alam domestik sebesar 1 persen akan menurunkan volume ekspor karet alam Indonesia sebesar 0,222 persen, ceteris paribus. Variabel ini juga berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen, artinya perubahan konsumsi karet alam domestik menjadi salah satu pertimbangan penting bagi Indonesia dalam mengekspor karet alamnya. Elastisitas yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa konsumsi domestik bersifat inelastis terhadap volume ekspor karet alam artinya persentase perubahan volume ekspor lebih kecil bila dibandingkan persentase perubahan konsumsi domestik. Hal ini terjadi karena jumlah konsumsi domestik masih relatif kecil bila dibandingkan volume ekspor yaitu 10 sampai 15 persen dari total ekspor nasional, sehingga peningkatan konsumsi domestik belum memberi dampak terlalu besar pada perubahan volume ekspor.
C. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (ERt) Hasil regresi menunjukkan nilai koefisien nilai tukar Rupiah yang negatif sebesar 0,199, artinya kenaikan nilai tukar 1 persen
akan menyebabkan
penurunan volume ekspor karet Indonesia sebesar 0,199 persen, ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang dibuat yaitu nilai tukar akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor Indonesia. Karena dalam proses transaksi karet alam di dunia menggunakan Dollar Amerika Serikat sebagai mata uangnya, bila Rupiah melemah maka eksportir akan lebih banyak menjual karet alam ke luar negeri untuk memperbesar keuntungan. Sebaliknya bila Rupiah
menguat, Indonesia akan mengurangi ekspornya karena keuntungan yang diperoleh akan lebih kecil.
D. Volume ekspor karet alam bulan sebelumnya (Yt-1) Nilai koefisien variabel ini negatif, artinya setiap kenaikan volume ekspor bulan sebelumnya sebesar 1 persen maka akan mengurangi volume ekspor dari Indonesia sebesar 0,085 persen, ceteris paribus. Hasil yang diperoleh ternyata berbeda dengan hipotesis yang dibuat yaitu lag ekspor akan berpengaruh positif terhadap jumlah ekspor karet alam Indonesia. Perbedaan ini terjadi karena ekspor karet alam Indonesia dari bulan ke bulan selama periode 2005-2008 selalu mengalami fluktuasi. Peningkatan volume ekspor bulan lalu tidak selalu menyebabkan peningkatan volume ekspor bulan berikutnya. Variabel ini juga tidak berpengaruh signifikan sehingga bukan mejadi salah satu pertimbangan penting bagi Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sudah mempunyai negara importir yang menjadi pelanggannya, yang selalu konstan membeli karet alam dari Indonesia walaupun terjadi fluktuasi jumlah ekspornya.
E. Harga karet alam domestik (IPt) Hipotesis awal yang dibuat untuk variabel ini adalah karet alam domestik akan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Hasil analisis regresi menunjukkan hasil yang sama, koefisien karet alam domestik bernilai negatif sebesar 0,073. Artinya setiap terjadi kenaikan harga domestik sebesar 1 persen akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0,073 persen, ceteris paribus. Elastisitas yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa harga karet alam domestik bersifat inelastis terhadap volume ekspor dimana persentase perubahan volume ekspor lebih kecil daripada persentase perubahan harga. Karena tingkat kebutuhan
industri berbasis karet alam di dalam negeri yang masih rendah maka sekalipun harga karet alam domestik tinggi, hal tersebut tidak akan berpengaruh besar pada penurunan volume ekspor karena kemampuan industri dalam negeri yang masih rendah dalam menyerap bahan baku karet alam.
F. Harga karet alam dunia (WPt) Hipotesis awal yang dibuat untuk variabel ini adalah karet alam dunia akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Hasil analisis regresi menunjukkan hasil yang sama, koefisien karet alam dunia bernilai positif sebesar 0,1. Artinya setiap terjadi kenaikan harga dunia sebesar 1 persen akan meningkatkan volume ekspor sebesar 0,1 persen, ceteris paribus. Elastisitas yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa harga karet alam dunia bersifat inelastis terhadap volume ekspor dimana persentase perubahan volume ekspor lebih kecil daripada persentase perubahan harga. Tapi variabel ini ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor, artinya harga dunia bukan menjadi salah satu pertimbangan penting bagi Indonesia dalam mengekspor karet alamnya. Hal ini terjadi karena produksi karet alam dunia hampir 70 persennya dikuasai oleh tiga negara yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia. Antara ketiga negara ini ada kerjasama tripartite untuk mengontrol harga karet alam dunia melalui sebuah organisasi International Tripartite Rubber Council (ITRC). Kesepakatan tersebut berisi tentang pengurangan volume ekspor karet alam dari ketiga negara yang dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga karet dunia dan pada akhirnya akan menguntungkan setiap negara tersebut karena dapat menjual karet alamnya dengan harga tinggi. Pengurangan volume ekspor dilakukan dengan cara
mempercepat program peremajaan pohonnya, penundaan perluasan kebun karet dan pengurangan intensitas penyadapan.
G. Harga karet sintetis dunia (SPt) Untuk variabel ini koefisiennya positif 0,07, dimana kenaikan 1 persen harga karet sintetis dunia akan menaikkan volume ekspor sebesar 0,07 persen, ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang dibuat yaitu harga karet sintetis dunia akan berpengaruh positif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia.. Elastisitas yang kurang dari 1 menunjukkan variabel ini bersifat inelastis dimana persentase perubahan volume ekspor lebih kecil daripada persentase perubahan harga karet sintetis. Volume ekspor naik dalam persentase yang lebih kecil terutama disebabkan kemmpuan produksi dalam negeri yang belum optimal sehingga belum mampu merespon kebutuhan akan karet alam dunia. Variabel ini juga berpengaruh signifikan dengan nilai probabilitas thitung 0,04, dimana harga karet sintetis dunia menjadi salah satu pertimbangan penting bagi Indonesia dalam mengekspor karet alamnya. Semakin tingginya produksi karet sintetis dunis dan harganya yang relative lebih murah dari karet alam serta suplai yang selalu tersedia membuat karet sintetis menjadi subtitusi dari karet alam. Walaupun begitu, ttetap ada peluang bagi karet alam, terutama pada industri ban kkhususnya ban radial dimana karet alam digunakan sebagai bahan baku utama dan tidak dapat digantikan oleh karet sintetis.
6.3 Pengujian Asumsi
A. Uji Normalitas Berdasarkan uji Jarque-Bera yang dilakukan pada variabel volume ekspor persamaan regresinya, diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,344 (Lampiran 3). Sesuai dengan kriteria pengambilan keputusan yang telah ditetapkan, maka data berdistribusi normal karena probability yang lebih besar dari 5 persen (0,344 > 0,05).
C. Uji Autokorelasi Untuk menguji apakah persamaan regresi yang dibuat bebas dari autokorelasi, dapat dilihat dari nilai d Durbin Watson, yaitu sebesar 1,903. Sedangkan bila dilihat dari uji Lagrange-Multiplier diketahui nilai probabilitas dari Obs*Rsquarednya adalah 0,217 atau lebih besar dari 5 persen (Lampiran 3). Sesuai dengan kriteria pengambilan keputusan, apabila nilai probabilitas dari Obs*Rsquared lebih besar dari 5 persen maka persamaan regresi yang dihasilkan bebas dari autokorelasi.
B. Uji Heteroskedastisitas Setelah dilakukan uji White, diperoleh nilai probabilitas dari Obs*R-squared sebesar 0,079 (Lampiran 3). Sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, karena nilai probabilitas lebih besar dari 5 persen maka data terbebas dari masalah heteroskedastisitas (0,079 > 0,05).
D. Uji Multikolinieritas Dari hasil uji multikolinearitas, diperoleh hasil seperti yang terdapat pada Lampiran 4. Bila dilihat satu persatu nilai koefisien korelasi antar variabel, ada beberapa variabel yang nilainya tinggi yaitu harga karet alam domestik, harga karet alam dunia dan harga karet sintetis dunia yang nilainya diatas 0,8. Nilai yang
tinggi ini disebabkan karena harga dari ketiga variabel ini tidak berbeda jauh satu dengan yang lainnya. Tapi bila dilihat secara umum, semua variabel independen memiliki nilai koefisien korelasi yang rendah sehingga dapat disimpulkan data tersebut bebas dari unsur multikolinearitas.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Produksi karet alam yang tinggi dan konsumsi dalam negeri yang masih sedikit, menjadikan Indonesia sebagai pengekspor karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Volume produksi yang ada sekarang juga belum maksimal, karena sistem peremajaan tanaman yang masih rendah dan belum semua perkebunan karet, terutama yang dikelola oleh rakyat, yang menggunakan bibit unggul. Bila produksinya ditingkatkan maka diprediksi Indonesia akan menjadi pengekspor karet alam terbesar di dunia pada tahun 2015. Indonesia mengekspor karet alam jenis kebeberapa negara diantaranya : Amerika Serikat, Jepang, Cina, Jerman, Korea, Kanada, Perancis, India, Italia dan Brazil. Tapi dalam proses ekspor tersebut, terjadi masalah yaitu masih berfluktuasinya volume ekspor. Fluktuasi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia adalah : volume produksi karet alam domestik, konsumsi karet alam domestik, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, volume ekspor karet alam bulan sebelumnya, harga karet alam domestik, harga karet alam dunia dan harga karet sintetis dunia, yang secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspornya. 2. Ada tiga variabel independen yang berpengaruh signifikan secara individu pada taraf nyata lima persen yaitu : volume produksi karet alam domestik, konsumsi karet alam domestik dan harga karet sintetis dunia. 3. Ada satu variabel yang ternyata memiliki nilai koefisien berbeda dari hipotesis awalnya, yaitu : volume ekspor karet alam bulan sebelumnya. Perbedaan ini disebabkan fluktuasi volume ekspor yang terjadi setiap bulannya. Bila volume bulan lalu tinggi, bisa saja ekspor bulan berikutnya turun begitu juga sebaliknya. Jadi, volume ekspor bulan sebelumnya berpengaruh negatif terhadap volum ekspor karet alam Indonesia Berbeda dengan hipotesis awal yang bernilai positif.
7.2 Saran 1. Volume produksi karet alam domestik menjadi faktor pertama yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Selain berpengaruh signifikan, variabel ini menjadi satu-satunya variabel yang bersifat elastis terhadap volume ekspor, artinya peningkatan produksi akan diikuti oleh peningkatan volume ekspor dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah peningkatan produksi itu sendiri. Sebagai salah satu produk pertanian, kualitas karet alam yang dihasilkan tergantung pada kondisi musim dan perawatan yang diberikan. Karena hampir 80 persen karet alam dihasilkan oleh perkebunan rakyat
dengan tingkat perawatan tanaman yang masih rendah maka pemerintah dapat melakukan penyuluhan intensif kepada para petani untuk melakukan proses peremajaan tanaman karet alam serta memberikan kemudahan dalam memperoleh bibit unggul dan pupuk dengan harga terjangkau. Kemudian getah karet yang dihasilkan petani, dibeli dengan harga tinggi dan menjaga agar tidak dibeli tengkulak dengan harga rendah, hal ini dilakukan agar petani tetap bersemangat mengelola kebun karetnya karena memberikan hasil yang mencukupi kebutuhan hidupnya. 2. Konsumsi karet alam domestik adalah faktor kedua yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor Indonesia. Walaupun konsumsi domestik masih rendah, tapi pertumbuhannya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup baik. Industri besar yang berbasis karet alam di dalam negeri hanya industri ban selebihnya adalah industri kecil dan menengah dengan modal yang terbatas. Untuk
itu
pemerintah
harus
memberikan
kemudahan
bagi
industri
domestik,terutama industri kecil dan menengah, dalam memperoleh bahan baku karet alam yang berkualitas. Selain itu, perlu diberikan bantuan modal dan pendampingan usaha agar industri kecil dan menengah tersebut dapat terus bertahan dan meningkatkan kualitas serta mutu produknya apalagi ditengah era perdagangan bebas dunia saat ini. 3. Harga karet sintetis dunia adalah faktor ketiga yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen. Sebagai pengganti karet alam, keberadaan karet sintetis memang
harus
diwaspadai
pertumbuhannya.
Tapi
dalam
perdagangan
internasional, karet alam sebagian besar digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban terutama ban radial dapat digantikan oleh karet sintetis, yang tidak
dapat digantikan keberadaannya oleh karet sintetis. Walaupun tidak dapat digantikan oleh karet sintetis, namun karet Indonesia masih dapat digantikan dengan karet asal Thailand dan Malaysia yang harga dan mutunya tidak jauh berbeda. Karena itu, Indonesia harus dapat
mempertahankan loyalitas
konsumennya dengan cara peningkatan pengawasan mutu produk agar sesuai dengan standar internasional dan menjaga ketepatan waktu pengiriman. 5. Penelitian ini hanya membahas karet alam secara umum dan keseluruh negara tujuan ekspor. Agar mendapatkan hasil yang lebih spesifik, diperlukan penelitian tentang ekspor karet alam berdasarkan jenis produknya seperti jenis Ribbed Smoked Sheet (RSS) atau Standart Indonesian Rubber (SIR) ke masing-masing negara tujuan karena setiap negara memiliki karakteristik yang khas sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi ekspornya juga berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Amir. 1989. Ekspor Impor, Teori dan Penerapannya. Cetakan Kedua. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Arleen. 2006. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Kakao Indonesia. Skripsi. Pogram Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Aruan, Yuda Iskandar. 2009. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor CPO (Crude Palm Oil) Indonesia dan Harga Minyak Goreng Sawit Domestik. Skripsi. Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Association of Natural Rubber Producing Countries. 2008. Quarterly Natural Rubber Statistical Bulletin. Volume 32 number 4. www.anrpc.org ___________________________________________ . 2008. Quarterly Natural Rubber Statistical Bulletin. Volume 33 number 1. www.anrpc.org Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan. 2008. Catatan Perdagangan Indonesia Desember 2008. Departemen Perdagangan. Jakarta. www.depdag.go.id Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Statistika Perkebunan Indonesia : Karet. Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. 2007. Gambaran Sekilas Industri Karet. Departemen Perindustrian. Jakarta. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO). 2009. Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Negara. www.gapkindo.or.id Halwani, R. Hendra. 2002. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hardono, Djoko. 2008. Indonesia-Kanada, Hubungan Erat Yang Saling Membutuhkan. Departemen Luar Negeri. Jakarta. www.deplu.go.id
Komalasari, Irma. 2009. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Biji Kakao Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Latif, S. M. 1961. Karet. Cetakan ketiga. Sumur Bandung. Bandung. Lembaga Getah Malaysia. 2009. Malaysian Natural Rubber Statistic. www.lgm. gov.my Lipsey, Richard G. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi Kesepuluh. Jilid Satu. Binarupa Aksara. Jakarta. Mamlukat, Indra. 2005. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Ekspor Karet Alam Indonesia. Skripsi. Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Nopirin. 1991. Ekonomi Internasional. Edisi Kedua. BPFE. Yogyakarta. Nugroho, Fristiandi. 2008. Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat Naik 7,3 Persen. Rubrik Ekonomi dan Bisnis. www.swaberita.com Parhusip, Adhy Basar. 2008. Potret Karet Alam Indonesia. Economic Review. Nomor 213, Bulan September. www.bni.co.id Purna,Ibnu. 2008. Mencermati Peluang Hubungan dan Kerjasama Bilateral Indonesia-India. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Jakarta. www.setneg.go.id Salvatore, Dominick. 1993. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Jilid Satu. Erlangga. Jakarta. Supranto, J. 1989. Statistik, Teori dan Aplikasi. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. Resmisari, Yusi. 2006. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Teh PT Perkebunan Nusantara VIII. Skripsi. Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rubber Research Institute of Thailand. 2009. Thailand Natural Rubber Statistic. www.rubberthai.com Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika den Statistika Dengan EViews. Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta. Kittipol, Luckchai. 2008. Natural Rubber Production and Outlook of Thailand. The Thai Rubber Association. www.shfe.com
Lampiran 1. Data Sebelum Diubah Ke Bentuk Logaritma TAHUN 2005
2006
BULAN januari
Yt 152246000
RPt 181235000
ICt
ERt
Yt-1
IPt
28989000
9196.714
152785000
1.195
WPt 1.167
SPt 1.586
februari
167720000
191256000
23536000
9261.411
152246000
1.22
1.199
1.597
maret
160071000
187950000
27879000
9363.303
167720000
1.235
1.226
1.635
april
158734000
180650000
21916000
9546.348
160071000
1.227
1.235
1.613
mei
150453000
175647000
25194000
9490.306
158734000
1.18
1.206
1.599
juni
163773000
182679000
18906000
9644.666
150453000
1.227
1.238
1.645
juli
175678000
192578000
16900000
9766.893
163773000
1.347
1.297
1.606
agustus
164350000
181024000
16674000
10043.691
175678000
1.52
1.38
1.573
september
159436000
176537000
17101000
10,210
164350000
1.535
1.46
1.587
oktober
143210000
159987000
16777000
10163.473
159436000
1.6
1.607
1.523
november
154732000
172564000
17832000
10052.027
143210000
1.575
1.61
1.572
desember
169357000
187654000
18297000
9922.659
154732000
1.58
1.64
1.608
januari
177241000
198734000
21493000
9530.582
169357000
1.675
1.665
1.623
februari
197100000
225600000
28500000
9252.467
177241000
1.89
1.845
1.655
maret
186582000
200456000
13874000
9116.862
197100000
1.955
1.96
1.639
april
197048000
217856000
20808000
8951.791
186582000
1.952
1.92
1.674
mei
186222000
203476000
17254000
9055.316
197048000
1.955
1.962
1.653
juni
197542000
235677000
38135000
9338.221
186222000
2.292
2.315
1.632
juli
214423000
242367000
27944000
9193.306
197542000
2.39
2.41
1.678
agustus
218957000
235783000
16826000
9131.66
214423000
2.262
2.307
1.664
september
163458000
194782000
31324000
9127.622
218957000
1.985
2.042
1.711
oktober
241327000
295436000
54109000
9176.572
163458000
1.73
1.795
1.697
november
154792000
260840000
106048000
9147.983
241327000
1.73
1.84
1.645
desember
152432000
257670000
105238000
9078.204
154792000
1.55
1.522
1.586
80
2007
2008
januari
193946000
265850000
71904000
9052.916
152432000
1.843
1.928
1.786
februari
182312000
241882000
59570000
9121.301
193946000
2.04
2.13
1.972
maret
195377000
220708000
25331000
9186.831
182312000
2.05
2.095
1.998
april
200865000
237606000
36741000
9102.132
195377000
2.085
2.167
1.995
mei
210274000
233055000
22781000
8904.861
200865000
2.165
2.23
1.902
juni
198201000
232222000
34021000
8966.416
210274000
2.242
2.177
1.876
juli
211802000
243534000
31732000
9079.254
198201000
2.03
2.05
2.154
agustus
207153000
232882000
25729000
9376.478
211802000
2.147
2.103
2.132
september
182442000
221175000
38733000
9290.129
207153000
2.09
2.133
2.385
oktober
195314000
226063000
30749000
9093.784
182442000
2.165
2.266
2.076
november
207977000
240074000
32097000
9276.378
195314000
2.335
2.392
2.121
desember
221657000
240116000
18459000
9358.203
207977000
2.24
2.43
1.987
januari
181200000
215000000
33800000
9353.97
221657000
2.705
2.497
2.906
februari
227100000
254000000
26900000
9156.476
181200000
2.884
2.562
2.867
maret
206700000
245000000
38300000
9180.715
227100000
2.873
2.686
3.105
april
198900000
231000000
32100000
9229.026
206700000
2.878
2.696
3.24
mei
210300000
246000000
35700000
9271.026
198900000
2.883
2.7
3.457
juni
199600000
230000000
30400000
9271.876
210300000
3.341
2.914
3.684
juli
212800000
249000000
36200000
9149.391
199600000
3.372
3.159
3.587
agustus
198100000
230000000
31900000
9153.505
212800000
3.104
3.217
3.384
september
217400000
244000000
26600000
9379.521
198100000
3.002
2.957
3.201
oktober
167700000
194000000
26300000
10001.86
217400000
2.137
2.882
2.23
november
144300000
199000000
54700000
11550.277
167700000
1.89
1.805
1.764
desember
131400000
214000000
82600000
11326.957
144300000
1.425
1.235
1.397
81
Lampiran 2. Data Sesudah Diubah Ke Bentuk Logaritma TAHUN 2005
BULAN januari februari maret april mei juni juli agustus september oktober november desember
2006
januari februari maret april mei juni juli agustus september oktober november desember
log Yt 8.182546 8.224585 8.204313 8.20067 8.177401 8.214242 8.244717 8.21577 8.202586 8.155973 8.18958 8.228803 8.248564 8.294687 8.27087 8.294572 8.270031 8.295659 8.331271 8.340359 8.213406 8.382606 8.189749 8.183076
log RPt 8.258242 8.281615 8.274042 8.256838 8.244641 8.261689 8.284607 8.257736 8.246836 8.204085 8.23695 8.273358 8.298272 8.353339 8.302019 8.33817 8.308513 8.372317 8.384473 8.372512 8.289549 8.470463 8.416374 8.411064
log ICt 7.462233 7.371733 7.445277 7.340761 7.401297 7.2766 7.227887 7.22204 7.233022 7.224714 7.2512 7.26238 7.332297 7.454845 7.142202 7.31823 7.23689 7.581324 7.446289 7.225981 7.495877 7.73327 8.025502 8.022173
log ERt 3.963633 3.966677 3.971429 3.979837 3.97728 3.984287 3.989756 4.001893 4.00901 4.007042 4.002254 3.996628 3.979119 3.966258 3.959845 3.95191 3.956904 3.970264 3.963472 3.96055 3.960358 3.96268 3.961325 3.958
log Yt-1 8.184081 8.182546 8.224585 8.204313 8.20067 8.177401 8.214242 8.244717 8.21577 8.202586 8.155973 8.18958 8.228803 8.248564 8.294687 8.27087 8.294572 8.270031 8.295659 8.331271 8.340359 8.213406 8.382606 8.189749
log IPt 0.077368 0.08636 0.091667 0.088845 0.071882 0.088845 0.129368 0.181844 0.186108 0.20412 0.197281 0.198657 0.224015 0.276462 0.291147 0.29048 0.291147 0.360215 0.378398 0.354493 0.297761 0.238046 0.238046 0.190332
log WPt 0.067071 0.078819 0.08849 0.091667 0.081347 0.092721 0.11294 0.139879 0.164353 0.206016 0.206826 0.214844 0.221414 0.265996 0.292256 0.283301 0.292699 0.364551 0.382017 0.363048 0.310056 0.254064 0.264818 0.182415
log SPt 0.200303 0.203305 0.213518 0.207634 0.203848 0.216166 0.205746 0.196729 0.200577 0.1827 0.196453 0.206286 0.210319 0.218798 0.214579 0.223755 0.218273 0.21272 0.224792 0.221153 0.23325 0.229682 0.216166 0.200303 82
2007
januari februari maret april mei juni juli agustus september oktober november desember
2008
januari februari maret april mei juni juli agustus september oktober november desember
8.287681 8.260815 8.290873 8.302904 8.322786 8.297106 8.32593 8.316291 8.261125 8.290733 8.318015 8.345681 8.258158 8.356217 8.31534 8.298635 8.322839 8.300161 8.327972 8.296884 8.33726 8.224533 8.159266 8.118595
8.424637 8.383604 8.343818 8.375857 8.367458 8.365903 8.38656 8.367136 8.344736 8.354229 8.380345 8.380421 8.332438 8.404834 8.389166 8.363612 8.390935 8.361728 8.396199 8.361728 8.38739 8.287802 8.298853 8.330414
7.856753 7.775028 7.403652 7.565151 7.357573 7.531747 7.501497 7.410423 7.588081 7.487831 7.506464 7.266208 7.528917 7.429752 7.583199 7.506505 7.552668 7.482874 7.558709 7.503791 7.424882 7.419956 7.737987 7.91698
3.956788 3.960057 3.963166 3.959143 3.949627 3.952619 3.95805 3.97204 3.968022 3.958745 3.967378 3.971192 3.970996 3.961728 3.962877 3.965156 3.967128 3.967168 3.961392 3.961587 3.972181 4.000081 4.062592 4.054113
8.183076 8.287681 8.260815 8.290873 8.302904 8.322786 8.297106 8.32593 8.316291 8.261125 8.290733 8.318015 8.345681 8.258158 8.356217 8.31534 8.298635 8.322839 8.300161 8.327972 8.296884 8.33726 8.224533 8.159266
0.265525 0.30963 0.311754 0.319106 0.335458 0.350636 0.307496 0.331832 0.320146 0.335458 0.368287 0.350248 0.432167 0.459995 0.458336 0.459091 0.459845 0.523876 0.527888 0.491922 0.477411 0.329805 0.276462 0.153815
0.285107 0.32838 0.321184 0.335859 0.348305 0.337858 0.311754 0.322839 0.328991 0.35526 0.378761 0.385606 0.397419 0.408579 0.429106 0.43072 0.431364 0.46449 0.49955 0.507451 0.470851 0.459694 0.256477 0.091667
0.251881 0.294907 0.300595 0.299943 0.279211 0.273233 0.333246 0.328787 0.377488 0.317227 0.326541 0.298198 0.463296 0.457428 0.492062 0.510545 0.538699 0.56632 0.554731 0.52943 0.505286 0.348305 0.246499 0.145196
83
84
Lampiran 3. Uji Normalitas, Autokorelasi dan Heteroskedastisitas
A. Uji Normalitas 10 Series: LOG_YT Sample 2005M01 2008M12 Observations 48
8
6
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
8.264413 8.279275 8.382606 8.118595 0.061624 -0.334742 2.214140
Jarque-Bera Probability
2.131569 0.344457
2
0 8.10
8.15
8.20
8.25
8.30
8.35
8.40
B. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.290508 3.052876
Prob. F(2,38) Prob. Chi-Square(2)
0.286915 0.217308
Prob. F(32,15) Prob. Chi-Square(32)
0.000975 0.079333
C. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
4.933373 43.83497
Lampiran 4. Uji Multikolinearitas
LOG_RPT
LOG_ICT
LOG_ERT
LOG_YT_1
LOG_IPT
LOG_WPT
LOG_SPT
LOG_RPT
1.000000
0.592517
-0.506542
0.469962
0.622770
0.616871
0.450130
LOG_ICT
0.592517
1.000000
-0.005152
0.069546
0.119573
0.107772
0.116851
LOG_ERT
-0.506542
-0.005152
1.000000
-0.454802
-0.342464
-0.376993
-0.289948
LOG_YT_1
0.469962
0.069546
-0.454802
1.000000
0.737319
0.774110
0.575289
LOG_IPT
0.622770
0.119573
-0.342464
0.737319
1.000000
0.972604
0.841645
LOG_WPT
0.616871
0.107772
-0.376993
0.774110
0.972604
1.000000
0.793534
LOG_SPT
0.450130
0.116851
-0.289948
0.575289
0.841645
0.793534
1.000000
85