DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM INDONESIA
OLEH VAGHA JULIVANTO H14050086
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN VAGHA JULIVANTO. Dinamika Ekspor Karet Alam Indonesia (dibimbing oleh IDQAN FAHMI). Sektor perkebunan adalah salah satu penyumbang devisa yang besar bagi Indonesia. Hal ini wajar apabila dilihat dari keunggulan perekonomian Indonesia yang lebih banyak terdapat pada kegiatan produksi yang berbasis sumber daya alam dibandingkan dengan kegiatan produksi yang berbasis teknologi maupun modal (Dumairy, 1996). Komoditi karet alam adalah salah satu komoditi unggulan yang menjadi primadona ekspor Indonesia. Tanaman karet dapat berproduksi sepanjang tahun di Indonesia dan hampir semua daerah di Indonesia cocok untuk ditanami karet. Hal tersebut yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara produsen karet di dunia. Indonesia merupakan negara penghasil utama karet alam dunia bersama dengan Thailand dan Malaysia. Indonesia menghasilkan 2,55 juta ton karet alam pada tahun 2007 setelah Thailand dengan produksi karet alam sebesar 2,97 juta ton. Hal ini membuat Indonesia menjadi negara pengeskpor kedua karet alam terbesar di dunia, tapi kondisi ini tidak membuat ekspor karet alam Indonesia bebas dari masalah. Ekspor karet alam Indonesia masih mengalami beberapa kendala seperti harga karet alam yang fluktuatif, produktifitas yang rendah, faktor minyak mentah dunia, ketidakstabilan nilai tukar serta kondisi perekonomian dunia mempengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia. Ekspor karet alam Indonesia juga rentan terhadap guncangan dalam perekonomian. Penelitian ini menggunakan analisis Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM) untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia. Melalui pendekatan Impulse Respon Function (IRF) dapat dilihat respon dari variabel dependen selama beberapa periode kedepan jika mendapat guncangan dari variabel independen lainnya sebesar satu standar deviasi. Sedangkan melalui pendekatan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen selama periode tertentu. Variabel independen yang akan digunakan adalah produksi karet alam Indonesia, harga minyak mentah dunia, harga ekspor karet alam Indonesia, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Sedangkan variabel dependennya adalah volume ekpor karet alam Indonesia. Berdasarkan hasil dari IRF, dapat diketahui variabel yang paling berpengaruh terhadap volume ekspor pada saat terjadi goncangan adalah produksi karet alam Indonesia. Apabila terjadi guncangan sebesar satu deviasi maka akan langsung direspon negatif oleh volume ekspor dengan penurunan sebesar 1 persen pada periode ketiga. Namun setelah itu akan direspon positif dengan kenaikan sebesar 1,6 persen sebelum akhirnya mulai stabil pada periode ke-9. Sedangkan variabel lainnya pada saat terjadi goncangan tidak terlalu mempengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia.
Berdasarkan hasil dari FEVD, dapat diketahui volume ekspor pada jangka panjang lebih banyak dipengaruhi oleh produksi karet alam yaitu sebesar 50 persen dan nilai tukar sebesar 29 persen. Peran nilai tukar terhadap volume ekspor dalam jangka panjang dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada jangka panjang kestabilan nilai tukar akan meningkatkan volume ekspor. Hal ini disebabkan karena dengan menurunnya faktor ketidakpastian maka resiko yang ditanggung oleh para importir menurun juga sehingga para importir karet alam tidak akan ragu-ragu dalam meningkatkan impor karet alam dari Indonesia. Pada jangka panjang, ekspor karet alam Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh produksi karet alamnya. Hal ini disebabkan karena volume ekspor tergantung pada produksi karet alam Indonesia. Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang memerlukan waktu untuk dapat berproduksi. Kenaikan permintaan karet alam tidak dapat direspon secara cepat oleh produksi karet alam tersebut. Pada jangka panjang apabila produksi karet alam meningkat, maka volume ekspor akan meningkat. Dari hasil IRF dan FEVD maka dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap volume ekspor pada saat terjadi guncangan adalah variabel produksi karet alam. Namun pada kenyataannya variabel ini jarang terjadi guncangan yang berarti. Hal ini disebabkan karena tanaman karet merupakan tanaman tahunan sehingga tingkat produksi karet dapat diantisipasi dan dapat diperkirakan produksi setiap tahunnya. Sedangkan variabel lain yang sering mengalami guncangan seperti harga minyak mentah dunia dan harga ekspor karet alam Indonesia, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Pada jangka pendek dan jangka panjang, kontribusi terhadap pembentukan volume ekspor karet alam lebih banyak didominasi oleh produksi karet alam itu sendiri. Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat diketahui bahwa dinamika ekspor karet alam Indonesia tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap perubahan volume ekspor karet alam Indonesia serta perlu adanya usaha pemerintah untuk dapat meningkatkan produksi karet alam dalam rangka meningkatkan volume ekspor karet alam Indonesia.
DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM INDONESIA
Oleh VAGHA JULIVANTO H14050086
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Dinamika Ekspor Karet Alam Indonesia
Nama
: Vagha Julivanto
NIM
: H14050086
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec NIP. 19631111 198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM INDONESIA” ADALAH BENARBENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Agustus 2009
Vagha Julivanto H14050086
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Vagha Julivanto. Penulis dilahirkan di Palembang tanggal 25 Juli 1987. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Raymond Selamin dan Amina Yossi. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Islam Az-Zahrah, Palembang, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 17 Palembang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Palembang dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). IPB menjadi pilihan penulis dengan harapan agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumberdaya manusia yang tangguh dan berguna bagi pembangunan Indonesia tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI IPB) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan dan organisasi daerah diantaranya Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu
Ekonomi
dan
Studi
Pembangunan
(HIPOTESA),
Center
of
Enterpreneurship and Development for Youth (CENTURY), Music Agricultural and Expression (MAX!! ) dan Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi Sriwijaya (IKAMUSI).
KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena nikmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Judul skripsi ini adalah “ Dinamika Ekspor Karet Alam Indonesia ”. Skripsi ini disusun untuk melihat dinamika yang terjadi di dalam ekspor karet alam Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada : 1. Allah SWT yang selalu memberikan perlindungan dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Idqan Fahmi, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberi ide dan saran yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Muhammad Firdaus, selaku dosen Penguji Utama yang telah memberikan saran dan kritiknya demi penyempurnaan skripsi ini. 4. Bapak Muhammad Findi, selaku dosen penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tatabahasa dan pedoman penulisan skripsi serta telah memberikan saran dan kritiknya demi penyempurnaan skripsi ini.. 5. Kedua orangtua, terutama ibunda tercinta yang selalu memberikan kasih sayang dan dorongan yang tiada hentinya sehingga penulis selalu bersemangat. 6. Kakak dan adik penulis yang selalu memberikan motivasi dan doanya. 7. Orang-orang yang selalu memberikan semangat dan motivasi bagi penulis : Novika Widyasari, Novia Muthmainah, dan Diyah Utama Putri. 8. Sahabat-sahabat penulis tercinta : Lukman, Adit, Gerry, Tara, Gita, Tyas, Ginna, Bebeh, Anggi, Renny, Moron, Joger, Cumi, Dewinta, Arissa, Eja, yang selalu memberikan semangat. 9. Teman-teman IE 42 semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 10. Teman-teman seperjuangan satu PS : Adrian, Hendra, dan Riza. 11. Teman-teman Hipotesa khususnya Distro 2006-2007.
i
ii
12. Sahabat-sahabat di Wisma Malian : Evan, Erik, Martha, Awang, Nenek, teh Rita. 13. Adek-adek Omda Ikamusi di Dramaga Regency blok D-19 yang telah memberikan bantuan dan doanya dalam pengerjaan skripsi ini. 14. Seluruh pihak yang telah membantu penulis hingga akhir penyelesaian skripsi. Segenap usaha maksimal telah penulis lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun, penulis mengakui penulisan skripsi belumlah sempurna, baik dalam segi materi maupun penyusunannya. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kririk yang bersifat membangun sehingga skripsi ini dapat lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bogor,
Agustus 2009
Vagha Julivanto H14050086
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii I.
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah.......................................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................. 8 1.4. Manfaat Penelitian............................................................................ 9 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 9
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .................... 10 2.1. Perdagangan Internasional ............................................................... 10 2.2. Teori Keunggulan Absolut ............................................................... 11 2.3. Teori Keunggulan Komparatif ......................................................... 11 2.4. Teori Penawaran Ekspor .................................................................. 12 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor................... 13 2.6. Kajian Terdahulu .............................................................................. 14 2.7. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 16
III.
METODE PENELITIAN .......................................................................... 18 3.1. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 18 3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data............................................. 18 3.2.1. Analisis Vector Auto Regression (VAR) .............................. 19 3.2.1.1. Model Umum Vector Auto Regression (VAR) ...... 21 3.2.1.2. Model Penelitian..................................................... 22 3.2.2. Analisis Vector Error Correction Model (VECM) .............. 23 3.2.2.1. Impulse Response Function (IRF) .......................... 25
iv
3.2.2.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ................................................................................ 26 3.2.3. Pengujian Pra Estimasi ......................................................... 27 3.2.3.1 . Uji Stasioneritas Data.............................................. 27 3.2.3.2 . Pengujian Lag Optimal ........................................... 29 3.2.3.3 . Uji Stabilitas VAR .................................................. 31 3.2.4. Uji Kointegrasi ..................................................................... 31 3.2.5. Kausalitas Bivariat Granger ................................................. 32 3.2.6. Matriks Korelasi ................................................................... 32 IV.
GAMBARAN UMUM EKSPOR KARET ALAM INDONESIA ............ 34 4.1. Sejarah Perkaretan Nasional............................................................. 34 4.2. Jenis-Jenis Karet ............................................................................... 36 4.2.1. Karet Alam ........................................................................... 37 4.2.2. Karet Sintetis ........................................................................ 40 4.3. Ekspor Karet Alam Indonesia .......................................................... 41 4.4. Kebijakan Ekspor Karet Alam Indonesia ......................................... 43 4.4.1. Kebijakan Dalam Negeri Bagi Ekspor Karet Alam Indonesia .............................................................................. 44
V.
4.4.2. Kebijakan Luar Negeri Bagi Ekspor Karet Alam Indonesia .............................................................................. 45 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 48 5.1. Trend Ekspor Karet Alam Indonesia................................................ 48 5.2. Uji Ekonometrika ............................................................................. 49 5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Karet Alam Indonesia .......................................................................................... 54 5.4. Respon Volume Ekspor Karet Alam terhadap Shock Variabel Lainnya ............................................................................................. 56 5.4.1. Analisis Jangka Pendek ....................................................... 57 5.4.2. Analisis Jangka Panjang ...................................................... 60 5.5. Kontribusi Variabel yang Mempengaruhi Ekspor Karet Alam terhadap Perubahan Variabel Ekspor Karet Alam Indonesia ........... 63
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 67 6.1. Kesimpulan....................................................................................... 67
v
6.2. Saran ................................................................................................ 68 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 70 LAMPIRAN ........................................................................................................ 72
vi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.1. Perkembangan Produksi Karet Alam Berdasarkan Produsen Utama Dunia........
4
1.2. Konsumsi Negara Konsumen Karet Alam Utama……………………..............
5
4.1. Negara Utama Tujuan Ekspor dan Volume Ekspor (‘000 ton), 2002-2007 ......... 42 5.1. Hasil Uji Unit Root pada Level ............................................................................ 50 5.2. Hasil Uji Unit Root Pada First Difference ........................................................... 51 5.3. Penetapan Lag Optimal Berdasarkan Kriteria nilai Akaike Information
Criteria AIC......................................................................................................... 52
5.4. Dekomposisi Varians Volume Ekspor Karet Alam Indonesia............................. 65
vii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
2.1. Diagram Alur Kerangka Penelitian ............................................................ 17 4.1. Volume Ekspor Karet Alam Indonesia 2001-2008 .................................... 35 4.2. Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia 2000-2008 ......................................... 43 5.1. Trend volume ekspor karet alam Indonesia ............................................... 48 5.2. Respon dinamis volume ekspor karet alam Indonesia terhadap shock variabel lainnya .......................................................................................... 60 5.3. Respon volume ekspor karet alam Indonesia terhadap shock variabel 62 lainnya ........................................................................................................ 5.4. Dekomposisi varians dari volume ekspor karet alam Indonesia ................
64
viii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Uji Unit Root pada Level pada taraf nyata 10% .....................................73 2. Hasil Uji Unit Root Pada First Difference pada taraf nyata 10% ....................73 3. Penetapan Lag Optimal Berdasarkan Kriteria nilai Akaike Information Criteria AIC .................................................................................................... 73 4. Uji Kestabilan VAR .........................................................................................73 5. Uji Signifikansi data VECM ............................................................................74 6. Uji korelasi granger ..........................................................................................74 7. Hasil Uji Kointegrasi........................................................................................74 8. Hasil summary dari Johansen Cointegration Test ..........................................75 9. Hasil Impulse Response Function variabel ekpor karet alam terhadap shockvariabel lainnya. ..................................................................................... 75 10. Hasil simulasi Forecast Error Variance Decomposition variabel ekspor karet alam Indonesia ....................................................................................... 76
1
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang kaya hasil alamnya memiliki
suatu kelebihan yang tidak dimiliki oleh negara lainnya di dunia. Indonesia terkenal sebagai negara pengekspor komoditi migas maupun komoditi nonmigas. Minyak bumi, gas, bahan tambang, batubara merupakan salah satu sektor andalan dari komoditi migas sedangkan dari sektor nonmigas sendiri terdapat beberapa komoditi unggulan seperti karet, kelapa sawit, kakao, kopi, teh, dan sebagainya. Subsektor perkebunan adalah salah satu subsektor unggulan yang mampu menghasilkan devisa negara dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini wajar apabila dilihat dari keunggulan perekonomian Indonesia yang lebih banyak terdapat pada kegiatan produksi yang berbasis sumber daya alam dibandingkan dengan kegiatan produksi yang berbasis teknologi maupun modal (Dumairy, 1996). Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor adalah karet alam dan barang olahan dari karet. Ekspor karet alam mengalami perkembangan yang signifikan semenjak dunia otomotif mengalami perkembangan, khususnya dalam hal vulkanisir ban karet. Hal ini membuat permintaan dunia akan karet alam terus bertambah setiap tahunnya. Kondisi ini menguntungkan Indonesia karena Indonesia memiliki iklim yang sangat cocok untuk tanaman karet. Tanaman karet dapat berproduksi sepanjang tahun di Indonesia dan hampir semua
2
daerah di Indonesia cocok untuk ditanami karet. Hal tersebut yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara produsen karet di dunia. Karet sejak dahulu telah menjadi komoditi andalan Indonesia dalam mencetak devisa. Perkembangan harga serta pertumbuhan permintaan akan karet alam dunia direspon dengan baik peningkatan produksi karet alam Indonesia. Namun ketika terjadinya krisis tahun 1997, harga karet alam dunia mulai menurun. Kondisi ini membuat nilai mata uang negara-negara produsen karet alam (seperti Thailand, Malaysia dan Indonesia) terdepresiasi terhadap nilai mata uang Amerika Serikat (US Dollar). Pada saat itu juga terjadi kenaikan permintaan karet alam di dunia. Hal ini merangsang produksi karet alam Indonesia yang pada akhirnya menyebabkan over supply dan mendorong turun harga karet alam itu sendiri. Keadaan ini membuat para produsen karet untuk membentuk suatu Organisasi Karet Alam Internasional atau International Natural Rubber Organization (INRO) yang diharapkan dapat menstabilkan harga karet alam dunia, namun organisasi ini tidak berhasil dan kemudian dinyatakan bubar pada tahun 1999. Harga karet alam yang terus merosot tajam, membuat para produsen utama karet alam, yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia memutuskan untuk membentuk International Rubber Contortium
Limited (IRCo) yang diharapkan
dapat
menstabilkan harga karet dunia kembali. Dewasa ini, ketika negara-negara Asia mulai pulih dari krisis yang terjadi pada tahun 1997 dan 1998, menyebabkan harga karet dalam perkembangannya cukup fluktuatif. Harga karet alam sempat menyentuh level terendah dalam 10 tahun terakhir yaitu pada tahun 2001 di harga 51,53 UScent/kg, namun pada tahun
3
setelah itu harga karet kembali naik. Level harga tertinggi karet terjadi pada bulan Juni 2008 di harga 329,75 UScent/kg (Gapkindo,2008). Kenaikan harga tersebut membuat komoditas karet kembali menjadi salah satu andalan dalam perdagangan ekspor Indonesia. Ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekspor karet dan barang olahan karet yang mencapai sekitar 65% dalam 3 tahun terakhir, di samping Crude Palm Oil yang tetap menjadi primadona ekspor (Gapkindo,2008). Harga karet alam Indonesia yang lebih rendah dari karet alam Malaysia dan Thailand membuat karet alam Indonesia lebih banyak diminta oleh negara importir karet alam seperti Jepang dan Amerika Serikat. Hal ini membuat peranan ekspor karet alam dan barang olahan karet terhadap ekspor nasional tidak dapat dianggap kecil (Tabel 1). Berdasarkan tabel tersebut Indonesia merupakan produsen karet alam nomor dua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (produksi sebesar 2,97 juta ton). Indonesia terus mengalami pertumbuhan produksi karet alam yang positif dalam 6 tahun terakhir. Pertumbuhan produksi yang terus meningkat diikuti dengan trend kenaikan harga karet yang menyebabkan volume ekspor karet alam Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini membuat karet alam menjadi salah satu komoditi andalan yang menyumbang pendapatan nasional Indonesia. Dengan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan menjadi salah satu komoditi penggerak perekonomian melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan volume ekspor karet. Strategi optimalisasi ekspor karet dinilai tepat mengingat harganya yang cukup tinggi di pasar internasional dan
4
kemampuan pasar dalam negeri untuk mengolah karet menjadi barang industri masih rendah. Tabel 1.1. Perkembangan Produksi Karet Alam Berdasarkan Produsen Utama Dunia (dalam ‘000 ton) Thailand Indonesia Malaysia India China Lain-lain 2002 2.615 1.630 805 641 468 1.181 2003 2.876 1.792 909 707 480 1.189 2004 2.984 2.066 1.908 743 486 1.224 2005 2.900 2.270 1.132 772 575 1.164 2006 3.130 2.415 1.280 853 600 1.242 2007 2.970 2.550 1.210 807 663 1.265 Sumber : International Rubber Study Group, 2008. Perkembangan harga karet alam dunia pun menunjukkan perkembangan yang cukup baik akibat meningkatnya permintaan dari negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi yang dimotori oleh industrialisasi seperti Cina (rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 10%) dan India (pertumbuhan ekonomi sebesar 8%). Disamping dari negara tersebut, permintaan dari negara industri juga cukup tinggi seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan serta negara-negara industri di Eropa. Adapun negara-negara yang paling banyak mengkonsumsi karet adalah Jepang, China dan Amerika Serikat (Tabel 2). Ketiga negara tersebut menjadi negara tujuan ekspor utama karet alam Indonesia. Seiring dengan membaiknya perekonomian dunia, maka terjadi kenaikan pula dalam permintaan karet dari negara konsumen utama karet dunia dari tahun ke tahun. Cina adalah negara yang menduduki peringkat pertama dari pertumbuhan konsumsi karet alam dunia.
5
Tabel 1.2. Konsumsi Negara Konsumen Karet Alam Utama China
AS
Jepang
India
Malaysia
Korea
Thailand
2002
1.310
1.111
749
680
408
326
278
2003
1.485
1.079
784
717
421
333
299
2004
1.630
1.144
815
745
405
352
302
2005
2.045
1.159
857
789
386
n.a
335
2006
2.400
1.003
874
815
383
364
321
449
377
374
2007 2.550 1.018 888 851 Sumber : International Rubber Study Group, 2008.
Namun tingginya pertumbuhan permintaan dari negara tersebut tidak diikuti dengan pertumbuhan produksi dari negara-negara produsen karet. Produksi karet alam Indonesia tidak responsif terhadap permintaan karet alam dunia. Produksi karet tidak serta merta mengikuti kenaikan permintaan karena produktifitas yang rendah. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya lack of supply di pasar karet dunia yang akhirnya mendorong terjadinya peningkatan harga karet di pasar internasional, disamping terjadinya kenaikan harga minyak dunia yang juga berperan dalam mendorong kenaikan harga karet sintetis yang merupakan komplementer maupun subtitusi dari karet alam. Menurut perkiraan International Rubber Study Group (IRSG) pada tahun 2020 dengan proyeksi permintaan dunia mencapai 10,9 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi per tahun sebesar 9%, akan terjadi kekurangan pasokan karet bila produksi karet tidak mengalami pertumbuhan yang tinggi atau diatas 9%. Melihat permintaan karet yang terus meningkat dari tahun ke tahun merupakan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor karetnya, namun ekspor karet alam Indonesia sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Beberapa faktor yang tidak dapat dihitung
6
secara kuantitaif akan dimasukkan kedalam variabel dummy. Adapun contohnya seperti faktor krisis ekonomi, teknologi, serta kebijakan-kebijakan yang terjadi di dalam ekspor karet alam Indonesia. Komoditas karet merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia karena sumbangannya terhadap devisa negara yang besar oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi ekspor karet alam Indonesia dan seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut dalam memengaruhi ekspor karet alam Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal ini akan dapat menjadi pertimbangan dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan ekspor karet alam Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Sebagian besar karet alam Indonesia diproduksi untuk diekspor, 98% dari total produksi yang diekspor berupa karet mentah. Sebagian kecil lagi digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, hanya 360 ribu ton hasil karet alam atau sekitar 1,5% dari 2,4 juta ton produksi karet alam yang dapat diserap industri dan dimanfaatkan sektor industri untuk menjadi barang jadi baik yang berupa ban, sarung tangan maupun alat-alat kesehatan dan berbagai barang jadi lainnya. (International Rubber Study Group, 2008). Di Indonesia, terjadi masalah peralihan lahan karet menjadi kelapa sawit. Hal ini disebabkan karena terjadi fluktuasi dalam harga karet dan kenaikan harga CPO sehingga terjadi konversi lahan dari perkebunan karet menjadi perkebunan kelapa sawit. Umur tanaman karet yang semakin tua dan kurangnya peremajaan
7
dalam perkebunan karet menyebabkan tidak optimalnya produksi karet alam di Indonesia. Produksi tanaman karet di Indonesia juga dipengaruhi oleh permintaan karet alam di pasar Internasional. Tingginya permintaan karet alam di dunia tidak serta merta menaikkan penawaran karet dunia. Kondisi ini seringkali mengakibatkan terjadinya over demand yang membuat harga karet melambung naik namun keadaan ini direspon dengan terlambat oleh negara-negara penghasil karet yang kemudian mendorong terjadinya over supply dan mengembalikan harga karet kembali level normal. Negara-negara produsen karet alam tidak dapat langsung memenuhi kebutuhan karet dunia karena tanaman karet memerlukan waktu untuk berproduksi. Ekspor karet alam Indonesia sendiri sangat dipengaruhi oleh keadaan perekonomian dunia. Suatu shock atau guncangan di dalam perekonomian dunia akan memengaruhi ekspor karet alam Indonesia. Salah satu contoh guncangan tersebut adalah harga minyak mentah dunia. Kenaikan maupun penurunan minyak mentah dunia akan menyebabkan kenaikan maupun penurunan dalam ekspor karet alam Indonesia. Selain harga minyak juga banyak guncangan lain yang berpengaruh terhadap ekspor karet alam Indonesia. Guncangan tersebut masingmasing memiliki pengaruh terhadap faktor-faktor termasuk ke dalam ekspor karet alam Indonesia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sebagai negara utama penghasil karet alam dunia, ekspor karet alam Indonesia menyumbang devisa yang cukup besar. Oleh karena itu, ekspor komoditas karet alam perlu mendapatkan perhatian yang lebih.
8
Dari berbagai hal yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan di teliti dalam penelitian ini 1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi ekspor karet alam Indonesia ke dunia Internasional. 2. Bagaimana respon ekspor karet alam Indonesia terhadap shock variabel yang memengaruhinya. 3. Bagaimana kontribusi dari variabel yang memengaruhi ekspor karet alam terhadap perubahan variabel ekspor karet alam Indonesia. 4. Bagaimana strategi perumusan kebijakan untuk meningkatkan ekspor karet alam Indonesia. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekpor karet alam Indonesia. 2. Menganalisis respon ekspor karet alam Indonesia terhadap shock variabel yang memengaruhinya. 3. Mengetahui kontribusi dari variabel yang memengaruhi ekspor karet alam terhadap perubahan variabel ekspor karet alam Indonesia. 4. Menganalisis implikasi kebijakan untuk meningkatkan ekspor karet alam Indonesia.
9
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rujukan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam industri perkaretan seperti petani, pengusaha, produsen karet, dan eksportir. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian dengan topik karet. Sedangkan bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dalam penyusunan kebijakan dalam bidang perkaretan nasional khususnya yang menyangkut strategi pengembangan kegiatan ekspor karet Indonesia, dengan mempertimbangkan kebijakan dan kondisi negara produsen lainnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perdagangan luar negeri komoditi karet. Karet yang dianalisis adalah jenis karet alam atau karet mentah, tidak termasuk di dalamnya karet olahan, karet sintetis maupun barang-barang hasil turunan dari komoditi karet alam. Penelitian ini dibatasi pada analisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor karet alam Indonesia serta dampak guncangan terhadap variabel volume ekspor karet alam Indonesia. Variabel yang diteliti adalah volume ekspor karet alam Indonesia, produksi karet alam Indonesia, kurs (nilai tukar) Rupiah terhadap Dollar, harga minyak dunia, harga karet alam dunia.
10
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Perdagangan Internasional Perdagangan Internasional dapat didefinisikan menjadi suatu proses yang terdiri dari kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara asal yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk melakukan perpindahan barang dan jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan teknologi (pabrik) dan perpindahan merek dagang. Beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam teori perdagangan Internasional (Hamdy ,2001) adalah 1. Neutrality of money, dalam arti uang tidak berpengaruh atas harga relatif. 2. Jumlah faktor produksi dari setiap negara tetap. 3. Faktor produksi secara Internasional tidak dapat berpindah. 4. Teknologi yang tersedia sama. 5. Taste an income distribution dianggap sebagai sesuatu yang given dan tidak berubah. 6. Tidak terdapat hambatan perdagangan atau trade barrier dalam bentuk biaya transport, informasi, dan komunikasi. 7. Adanya full employment faktor produksi dan tidak terjadi excess supplies ataupun shortage of commodities.
11
2.2. Teori Keunggulan Absolut Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan Internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (Hamdy, 2001). Teori absolute advantage ini didasarkan kepada beberapa asumsi pokok antara lain : faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja saja, kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama, serta pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang, dan biaya transportasi ditiadakan. 2.3. Teori Keunggulan Komparatif Teori keunggulan absolut dari Adam Smith memiliki kelemahan yang akhirnya disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori comparative advantage atau keunggulan komparatif, baik secara cost comparative (labor efficiency) maupun production comparative (labor productivity) (Hamdy, 2001). Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Menurut teori cost comparative (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan Internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.
Sedangkan
menurut
production
comparative
advantage
(labor
productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan
12
internasioanal jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif (Hamdy, 2001). 2.4. Teori Penawaran Ekpor Ekspor adalah total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara, kemudian diperdagangkan kepada negara lain dengan tujuan mendapatkan devisa. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barang yang dihasilkan oleh negara pengekspor (Lipsey, 1997). Ekspor dapat meningkatkan pendayagunaan sumberdaya domestik suatu negara, menciptakan dan meningkatkan pembagian lapangan kerja dan skala setiap produsen domestik agar mampu menghadapi persaingan dari yang lainnya (Salvaltore, 1997). Penawaran ekspor merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh suatu negara (produsen) ke negara lain (konsumen) dan juga untuk memenuhi permintaan negara lain. Menurut Labys, sebagaimana dikutip dalam Ermy Tety (2002) ekspor ke suatu negara merupakan kelebihan penawaran domestik atau produksi barang atau jasa yang tidak dikonsumsi oleh konsumen negara yang bersangkutan dan tidak disimpan dalam bentuk stok. Ekspor karet alam dapat dirumuskan sebagai berikut : Qxt
= Qt - Ct - St-1 …………………………………………………….…. (2.1)
dimana : Qxt
: Jumlah ekspor pada tahun ke-t
13
Qt
: Jumlah produksi domestik pada tahun ke-t
Ct
: Jumlah konsumsi domestik pada tahun ke-t
St-1
: Jumlah stok awal tahun ke-t atau akhir tahun lalu (tahun ke t-1)
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor. Penawaran ekspor dipengaruhi oleh jumlah produksi komoditas yang bersangkutan, harga komoditas itu sendiri, harga komoditas subtitusi, dan pajak (Salvatore, 1997). 1. Jumlah produksi komoditas yang besangkutan Suatu teori dasar ekonomi menyatakan bahwa kenaikan produksi akan menyebabkan kenaikan penawaran ekspornya, begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi akan diserap oleh pasar luar negeri melalui ekspor. 2. Harga komoditas itu sendiri Suatu hipotesis ekonomi mengatakan bahwa harga produk suatu komoditas mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah yang ditawarkan, dan sebaliknya, ceteris paribus. Hal ini terjadi karena peningkatan harga komoditas
menyebabkan
peningkatan
keuntungan
yang
akan
memacu
peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya yang pada akhirnya akan meningkatkan penawaran ekspor komoditas tersebut. 3. Harga komoditas subtitusi Perubahan harga pada komoditas subtitusi akan mempengaruhi jumlah penawaran pada komoditas yang bersangkutan. Harga komoditas subtitusi memiliki hubungan yang negatif dengan penawaran ekspor komoditas yang
14
bersangkutan. Peningkatan harga komoditas subtitusi akan menurunkan penawaran komoditas yang bersangkutan. 4. Pajak Pajak mempengaruhi penawaran secara negatif, jika pajak meningkat maka penawaran akan mengalami penurunan. Pajak dikeluarkan oleh pemerintah dalam kebijakan perekonomian negaranya.
2.6. Kajian Terdahulu Ada beberapa penelitian mengenai karet yang telah terlebih dahulu dilakukan. Pada umumnya penelitian tersebut menjelaskan pengaruh berbagai faktor terhadap ekspor karet Indonesia. Yulianti (1993) dalam skripsinya yang berjudul “Beberapa Faktor yang Memengaruhi Ekspor Karet Alam Indonesia” menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi ekspor karet alam Indonesia adalah harga ekspor karet alam Indonesia, nilai tukar terhadap Dollar, dan tingkat pendapatan nasional Indonesia. Sarannya adalah perlu adanya standardisasi dalam bahan olah karet. Purwanti (1995) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor-Impor Karet Alam Indonesia-Amerika Serikat” menyimpulkan bahwa kebijakan pemerintah, jumlah penduduk Indonesia, serta harga ekspor karet alam Indonesia berpengaruh positif terhadap ekspor-impor karet alam Indonesia. Sedangkan harga karet sintetis berpengaruh negatif terhadap ekspor-impor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat. Sarannya adalah perlu adanya peningkatan produktifitas dengan cara perluasan lahan karet, perlu adanya
15
produksi karet sintetis sebagai barang komplementer serta perlunya memperbaiki saluran tataniaga karet alam yang ada. Tetty (2002) dalam tesisnya yang berjudul “Penawaran dan Permintaan Karet Alam Indonesia di Pasar Domestik dan Internasional” menyimpulkan bahwa depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US$, kombinasi peningkatan upah dan depresiasi Rupiah, produksi karet alam negara pesaing turun, apresiasi nilai tukar mata uang negara importir, peningkatan pendapatan perkapita negara importer serta kombinasi depresiasi nilai tukar mata uang negara importir dan peningkatan
pendapatan
perkapita
negara
importer
akan
menyebabkan
peningkatan produksi karet alam Indonesia. Namun alternatif penurunan produksi karet alam negara pesaing memberi dampak relatif besar terhadap perubahan harga internasional. Mamlukat (2005) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harga Ekspor Karet Alam Indonesia” menyimpulkan bahwa terjadi pergeseran preferensi importir karet alam ke karet sintetis, harga karet sintetis dipengaruhi oleh harga minyak dunia, fluktuasi harga karet alam Indonesia sendiri dipengaruhi oleh produksi yang tidak stabil serta elastisitas karet alam Indonesia yang rendah. Anwar (2005) dalam disertasinya yang berjudul “Prospek Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional : Suatu Analisis Integrasi Pasar dan Keragaan Ekspor” menyimpulkan bahwa secara umum prospek karet alam Indonesia di pasar Internasional sangat tergantung pada
16
1.
Efisiensi pasar karet alam, baik pasar karet alam domestik maupun pasar dunia.
2.
Fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap US$.
3.
Pertumbuhan ekonomi di negara konsumen, harga minyak mentah dunia dan rasio harga karet sintetik dan alam.
4.
Perkembangan daya saing ekspor dengan negara produsen atau eksportir lainnya, distribusi pasar, dan jenis produk.
5.
Pemilihan daerah pemasaran yang responsif terhadap perubahan harga atau pendapatan. Berdasarkan penelitian terdahulu, maka dapat
diketahui bahwa perlu
dilakukan suatu perubahan terhadap industri karet Indonesia dengan harapan dapat meningkatkan daya saing serta volume ekspor karet alam Indonesia di pasar Internasional. 2.6. Kerangka Pemikiran Pengembangan ekspor karet alam Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia, baik faktor kualitatif maupun kuantitatif. Analisis faktor kualitatif yang dilakukan adalah dengan mengevaluasi kebijakan ekspor karet yang ada dan pernah ada, baik kebijakan dalam negeri maupun luar negeri termasuk didalamnya pembentukan organisasi karet dunia maupun domestik dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya. Evaluasi kebijakan yang dilakukan yaitu dengan membandingkan tahun kebijakan berlaku dengan kondisi ekspor karet alam Indonesia seperti volume, nilai, dan harga ekspor karet alam
17
Indonesia pada tahun tersebut. Sedangkan untuk faktor kuantitatif akan dianalisis dengan menggunakan metode Vektor Error Correction Model (VECM) untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi penawaran karet alam Indonesia. Variabel yang diteliti adalah volume ekspor karet alam Indonesia, produksi karet alam Indonesia, nilai tukar (nilai tukar) Rupiah terhadap Dollar, harga minyak dunia, harga karet alam dunia. Ekspor Karet Alam Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor Karet alam Indonesia
Analisis Vektor Error Correction Model (VECM)
Respon ekspor karet alam Indonesia terhadap shock
Kontribusi variabel lainnya terhadap perubahan variabel ekspor karet alam Indonesia
Impulse Response Function (IRF) Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Jangka Panjang
Jangka Pendek
Perumusan kebijakan untuk meningkatkan ekspor karet alam Indonesia Gambar 2.1. Diagram Alur Kerangka Penelitian
18
III.
3.1.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari statistik International Rubber Study Group (IRSG), statistik Gapkindo (Gabungan Pengusaha Karet Indonesia), data dari Badan Pusat Statistik, serta data statistik Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan. Bentuk data adalah data time series tahunan dari tahun 1971 sampai dengan tahun 2008. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Jumlah volume ekspor karet alam Indonesia (ton) 2. Jumlah produksi karet alam Indonesia (ton) 3. Nilai tukar negara pengimpor karet alam Indonesia (Rp/US$) 4. Harga minyak mentah dunia (US Dollar/barel) 5. Harga karet alam dunia jenis RSS 1 (US Dollar/ton)
3.2.
Metode Analisis dan Pengolahan Data Ekspor karet alam Indonesia merupakan salah satu andalan devisa dari
sektor nonmigas Indonesia. Namun dalam perkembangannya ekspor karet alam Indonesia tidak terlepas dari dinamika yang terjadi dalam perdagangan Internasional. Pada penelitian ini dinamika ekspor karet alam Indonesia akan dianalisis dengan menggunakan analisis VAR dan VECM, diharapkan dengan menggunakan analisis ini dapat diketahui faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam
19
jangka panjang serta pengaruh shock atau goncangan perekonomian terhadap volume ekspor karet alam Indonesia melalui analisis Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian adalah Microsoft Excel 2007 untuk mengelompokkan data dan selanjutnya diolah menggunakan program Eviews 5.1. 3.2.1. Vektor Autoregression (VAR) Metode VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstansta dan nilai lag dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada di dalam sistem. Jadi, peubah penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh peubah tak bebas dalam sistem. Model ini dikembangkan oleh Cristoper Sims pada tahun 1980. Model ini dasarnya hampir sama dengan model untuk menguji Granger’s Causality. Model VAR adalah model a-theory terhadap teori ekonomi. Namun demikian model ini sangat berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam sebuah sistem ekonomi dimana terjadi saling ketergantungan antar variabel dalam ekonomi (Enders, 2004). Model ini juga menjadi dasar munculnya metode co-integrasi Johansen yang sangat baik dalam menjelaskan perilaku variabel dalam perekonomian. Model VAR memiliki beberapa kelebihan apabila dibandingkan dengan metode ekonometrika konvensional yang lain (Laksani, 2004). Keunggulan tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Metode VAR mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariate) sehingga dapat menangkap hubungan
20
keseluruhan variabel yang bersifat langsung maupun tidak langsung di dalam persamaan tersebut. 2. Uji VAR yang multivariate bisa menghindari parameter yang bias sebagai akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 3. Metode VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogenous. Hal ini menjadikan model VAR sebagai model yang sederhana karena semua variabel pada model VAR dianggap sebagai variabel endogen. 4. Metode VAR bekerja berdasarkan data sehingga bebas dari batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spurious variabel endogenety and exogenety) di dalam model ekonometrik konvensional terutama dalam persamaan simultan sehingga menghindari penafsiran yang salah. 5. Dengan teknik VAR maka variabel yang terpilih hanyalah variabel yang relevan untuk disinkronisasikan dengan teori yang ada. 6. Peramalan menggunakan model VAR pada beberapa hal lebih baik dibanding menggunakan model dengan persamaan simultan yang lebih kompleks. Sekalipun model VAR banyak memiliki kelebihan, namun model ini tetap mempunyai sisi lemah. Ada beberapa kelemahan yang dimiliki model tersebut antara lain:
21
1. Model VAR bersifat a-theory karena tidak memanfaatkan informasi atau teori terdahulu. Oleh karena itu model VAR sering disebut model yang tidak struktural. 2. Model VAR tidak cocok untuk menganalisis kebijakan karena tujuan utama model ini adalah untuk peramalan. 3. Pemilihan banyaknya lag yang digunakan dalam persamaan juga dapat menimbulkan permasalahan. Misalnya kita mempunyai tiga variabel bebas dengan masing – masing lag sebanyak delapan. Hal tersebut berarti kita harus mengestimasi paling sedikit 24
parameter. Untuk kepentingan
tersebut, kita harus mempunyai data atau pengamatan yang relatif banyak. 4. Semua variabel dalam VAR harus stasioner, jika tidak stasioner, maka harus ditransformasi terlebih dahulu. 5. Interpretasi koefisien yang didapat berdasarkan model VAR tidak mudah. 3.2.1.1. Model Umum Vector Autoregression (VAR) Sistem persamaan multivariate memiliki hubungan kausalitas antarvariabel yang lebih rumit dibandingkan sistem persamaan bivariat. Metode VAR membuat seluruh variabel menjadi endegenous dan menurunkan distributed lag-nya. Secara umum persamaan VAR dengan orde p dengan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut (Enders, 2004) : …………………………… (3.1) Dimana : = vektor peubah tak bebas ( ,t…..
,t) berukuran n x 1
22
= vektor intersep berukuran n x 1 = matrik parameter berukuran n x 1 untuk setiap i=1,2,…p = vektor sisaan ( 1,t…… n,t) berukuran n x 1 Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua peubah tak bebas bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white noise yang artinya memiliki rataan nol, ragam konstan, dan diantara peubah tak bebas tidak ada korelasi.
3.2.1.2. Model Penelitian Dalam penelitian ini digunakan lima variabel yang terdiri dari volume ekspor karet alam Indonesia (LNVX), produksi karet alam (LNQ), harga ekspor karet alam Indonesia (LNPX), harga minyak mentah dunia (LNPM), dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar (LNER). Model persamaan VAR yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
# $ %
! ! ! ! !
" " " " "
# $ %
! ! ! ! !
" " " " "
#!
#!
## ! $# ! %# !
" " " " "
$!
$!
#$ ! $$ ! %$ !
" " " " "
%!
%!
#% ! $% ! %% !
" " " " "
&
Dimana : LNVX
= Volume ekspor karet alam Indonesia (ton)
LNQ
= Produksi karet alam Indonesia (ton)
LNPX
= Harga ekspor karet alam Indonesia (US$/ton)
LNPM
= Harga minyak mentah dunia (US$/barel)
LNER
= Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar (RP/$)
'it
= error
# $ %
..(3.2)
23
() !
"
t Sebuah
= koofisien lag peubah ke-j untuk persamaan ke-i = periode (t=1,2,3…) model
sederhana
yang
memuat
variabel
diuji
dengan
menggunakan metode VAR VECM untuk menganalisis respon dari volume ekspor karet alam Indonesia terhadap guncangan variabel makroekonomi seperti produksi karet alam, harga ekspor karet alam Indonesia, harga minyak mentah dunia, dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar. Meningkatnya harga ekspor karet alam Indonesia , dan meningkatnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar (apresiasi Rupiah) akan menurunkan volume ekspor karet alam Indonesia. Sedangkan meningkatnya produksi karet alam, dan meningkatnya harga minyak mentah dunia serta akan meningkatkan volume ekspor karet alam Indonesia.
3.2.2. Analisis Vektor Error Correction Model (VECM) Pada data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada perbedaan pertama atau first difference atau I(1). Oleh karena itu untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang, maka dalam penelitian dapat digunakan analisis VECM apabila ternyata data yang digunakan memiliki derajat stasioneritas I(1). Variabel yang digunakan dalam ,model VECM dipilih sesuai dengan model ekonomi yang relevan dan hubungan antara variabel tidak diperlukan secara apriori. Dengan kata lain semua variabel dalam sistem diperlakukan sebagai variabel endogen (Thomas, 1997).
24
Dua syarat penting dari analisis VECM adalah pertama data harus terintegrasi pada derajat 1 atau 2, dan kedua data-data yang digunakan harus terkointegrasi. VECM digunakan untuk mendapatkan hubungan antara variabelvariabel dalam bentuk regresi kointegrasi. Kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linear antara variabel yang nonstasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders, 2004). Setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan, maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Secara umum model VECM (k-1) adalah sebagai berikut (Siregar dan Ward, 2005):
∆yt =
k −1 i =1
Γi∆yt − 1 + µ 0 + µ 1t + αβ yt − 1 + εt ..................................................(3.3)
Dimana :
∆yt
= yt – yt-1,
k-1
= lag VECM dari VAR,
Γi
= matriks koefisien regresi (b1, ..bi),
µ0
= vektor intercept,
µ1
= vektor koefisien regresi,
t
= time trend,
α
= matriks loading,
β
= vektor kointegrasi,
y
= variabel yang digunakan dalam analisis.
25
3.2.2.1. Impulse Response Function (IRF) Cara yang paling baik untuk mencirikan struktur dinamis dalam model adalah dengan menganalisa respon dari model terhadap guncangan (Enders, 2004). Ada dua cara dalam melakukan hal tersebut, yaitu dengan analisis Impulse Response Function (IRF) atau analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). IRF dapat meneliti hubungan antar variabel dengan menunjukkan bagaimana variabel endogen bereaksi terhadap sebuah shock dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan respon suatu variabel endogen terhadap suatu shock tertentu karena sebenarnya shock variabel misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VAR. Oleh karena itu, IRF juga dapat mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan dimasa yang akan datang. Analisis fungsi impuls respon (Impulse Response Function) atau disingkat dengan IRF dalam analisis ini dilakukan untuk menilai respon dinamik variabel volume ekspor karet alam Indonesia, produksi karet alam Indonesia, nilai tukar (nilai tukar) Rupiah terhadap Dollar, harga minyak dunia, dan harga karet alam dunia. terhadap adanya guncangan (shock) variabel tertentu. IRF juga bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik artinya suatu variabel yang dapat dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu. Apabila suatu variabel
26
tidak dapat dipengaruhi oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan shock secara umum. 3.2.2.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Dimana dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel dalam memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. FEVD merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan menghitung persentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain maka akan dapat dilihat seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain. Jadi melalui FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang memberikan kontribusi yang paling signifikan terhadap perubahan dari variabel tertentu. Dalam analisis ini variabel tersebut yaitu volume ekspor karet alam Indonesia, produksi karet alam Indonesia, nilai tukar (nilai tukar) Rupiah terhadap Dollar, harga minyak dunia, dan harga karet alam dunia.
27
3.2.3. Pengujian Pra Estimasi 3.2.3.1. Uji Stasioneritas Data Dalam mengestimasi sebuah model yang akan digunakan, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data atau disebut dengan unit root test. Data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya (Gujarati, 1997). Untuk itu, pengujian stasioneritas data sangat penting dilakukan apabila menggunakan data time series dalam analisis. Hal tersebut dikarenakan data time series pada umumnya mengandung akar unit (unit root) dan nilai rata-rata serta variansnya berubah sepanjang waktu. Nilai yang mengandung unit root atau nonstasioner, apabila dimasukkan dalam perhitungan statistik pada model regresi sederhana, maka kemungkinan besar estimasi akan gagal mencapai nilai yang sebenarnya atau disebut sebagai spourious estimation (Thomas, 1997). Untuk menguji ada atau tidaknya akar unit pada data yang digunakan, maka dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (Gujarati, 1997). Uji stasioneritas data dengan menggunakan uji Dickey-Fuller, dimulai dari sebuah proses autoregresi orde pertama, yaitu: Y
t
=
ρ Y
t −1
+ u
t
.............................................................................. (3.4)
dimana: Yt = variabel yang diestimasi ut = white noise error term dengan mean nol dan varians konstan. Yt-1 = variabel sebelumnya
28
Kondisi di atas disebut sebagai random walk, dimana variabel Yt ditentukan oleh variabel sebelumnya (Yt-1). Oleh karena itu jika nilai
= 1 maka
persamaan (3.4) mengandung akar unit atau tidak stasioner. Kemudian persamaan (3.4) dapat dimodifikasi dengan mengurangi Yt-1 pada kedua sisi persamaan, sehingga persamaan (3.4) dapat diubah menjadi:
Y t − Y t −1 = ρ Y t −1 − Y t −1 + u t
= (ρ − 1 )Y t − 1 + u t
................................................................(3.5)
maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:
∆ Y t = δ Y t − 1 + u t .................................................................................(3.6) dimana: = (ρ − 1) ,
∆ = perbedaan pertama (first difference). Oleh karena itu hipotesis pada persamaan (3.4), H0: δ = 0 melawan hipotesis alternatifnya atau H1: δ < 0. Nilai H0: δ = 0 akan menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak stasioner, sementara
H1: δ < 0 maka menunjukkan
persamaan tersebut mengikuti proses yang stasioner. Jadi apabila hipotesis nol (H0) ditolak, maka artinya data time series tersebut stasioner, dan sebaliknya. Pada persamaan (3.6) diasumsikan bahwa error term (ut) tidak berkorelasi. Dalam kasus error term-nya berkorelasi maka contoh persamaan yang dapat diuji stasioneritas melalui Augmented Dickey-Fuller (ADF) dapat ditulis sebagai berikut (Gujarati,1997):
29
∆ Y t = β 1 + β 2 t + δ Y t −1 + α i dimana, ε t = pure
white
m i =1
noise
∆ Y t − i + ε t ........................................ (3.7) error
term
dan
∆Yt −1 = (Yt −1 − Yt − 2 ) ,
∆Yt − 2 = (Yt − 2 − Yt − 3 ) , dan seterusnya. Dalam kasus persamaan seperti ini pengujian
hipotesis yang dilakukan masih sama dengan sebelumnya yaitu H0 = δ = 0 (tidak stasioner) dengan hipotesis alternatinya adalah H1 = δ < 0 (stasioner). Artinya jika H0 ditolak dan menerima H1 maka data stasioner dan begitu juga sebaliknya. Uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah data time series bersifat stasioner atau tidak adalah dengan melakukan uji ordinary least squares (OLS) dan melihat nilai t statistik dari estimasi δ . Jika δ adalah nilai dugaan dan S δ adalah simpangan baku dari δ maka uji statistik memiliki rumus sebagai berikut:
t hit
=
δ S
.............................................................................................(3.8) δ
Apabila nilai t-statistik lebih kecil dari nilai statistik ADF (dalam nilai kritikal 1 persen, 5 persen, atau 10 persen), maka keputusannya adalah tolak H0 atau dengan kata lain data bersifat stasioner dan begitu juga sebaliknya. 3.2.3.2. Pengujian Lag Optimal Langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VECM adalah penentuan jumlah lag yang optimal yang digunakan dalam model. Dalam hal ini yang akan dibentuk terlebih dahulu adalah persamaan VAR, setelah mendapatkan lag optimal dan stabilitas VAR baru dapat dibentuk persamaan VECM-nya. Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), dan
30
Schwarz Criterion (SC). Untuk dapat menentukan lag ini, maka langkah ˆ ) yang sebelumnya adalah menentukan nilai determinan dari kovarian residual ( Ω dapat dihitung sebagai berikut (Eviews 5 User’s Guide) : Ω = det
1 T−p
eˆt eˆt' ...........................................(3.9) t
dimana p adalah angka parameter dari tiap persamaan dalam VAR. Selanjutnya, log likelihood value dengan mengasumsikan distribusi normal (Gaussian) dapat dihitung : l=-
{
T ˆ k (1 + log 2π ) + log Ω 2
} .......................................(3.10)
dimana k adalah banyaknya parameter yang diestimasi dan T adalah jumlah observasi. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan Nilai AIC, dan SC dipilih nilai yang terkecil. Rumus perhitungannya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini (Eviews 5 User’s Guide) : AIC
−2 ( l / T ) + 2 ( k / T )
SC
−2 ( l / T ) + k log(T ) / T
.....(3.11)
31
3.2.3.3. Uji Stabilitas VAR Metode yang akan digunakan untuk melakukan analisis pengaruh guncangan nilai tukar, produksi karet alam, harga karet alam, dan harga minyak terhadap volume ekspor karet alam Indonesia adalah dengan menggunakan analisis Impulse Respon Function (IRF) dan analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Namun sebelum kedua analisis tersebut dapat digunakan maka sistem persamaan VAR yang telah terbentuk harus diuji stabilitasnya terlebih dahulu melalui VAR stability condition check. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Uji kestabilan nilai VAR ini dilakukan dengan mencari nilai lag optimal terlebih dahulu baru kemudian dilihat kestabilan nilai VAR-nya pada setiap lag. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada didalam unit circle atau jika nilai absolutnya <1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid. 3.2.4. Uji Kointegrasi Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang (equilibrium) antara variabel-variabel yang tidak stasioner dan residual dari kombinasi linier tersebut harus stasioner. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel (Eviews 5 User’s Guide). Dalam penelitian ini, untuk menguji apakah kombinasi variabel yang tidak stasioner terkointegrasi dapat diuji dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen yang ditunjukkan oleh persamaan matematis berikut ini :
32
∆ yt = β
0
+ Π y t −1 +
p i=1
Γ i ∆ y t − 1 + ε t .........................(3.12)
Jika trace statistic > critical value, maka persamaan tersebut terkointegrasi. Dengan demikian Hipotesis nol (H0) = non-kointegrasi, dengan hipotesis alternatifnya H1 = kointegrasi. Jika trace statistic > critical value, maka tolak H0 atau terima H1 yang artinya terjadi kointegrasi. 3.2.5. Kausalitas Bivariat Granger Kausalitas bivariat Granger dilakukan untuk melihat hubungan sebabakibat diantara variabel-variabel yang digunakan dalam analisis. Untuk melihat apakah terjadi kausalitas secara nyata atau tidak pada uji kausalitas Granger dapa diketahui dengan membandingkan nilai probabilitas dengan nilai kritis yang digunakan. Pada penelitian ini bila nilai probabilitas lebih besar dari 0,1 maka dikatakan terjadi hubungan kausalitas yang signifikan. 3.2.6. Matriks Korelasi Uji matriks korelasi dilakukan untuk melihat keeratan hubungan yang terjadi antara variabel dependen dengan variabel-variabel independennya. Untuk menentukan signifikan atau tidak korelasi yang terjadi, dilakukan dengan membandingkan nilai sebaran t dengan nilai kritis sebaran t pada taraf nyata yang telah ditentukan. Pada penelitian ini digunakan taraf nyata 10 persen. Untuk menghitung nilai sebaran t dapat digunakan rumus berikut : * dimana : t
= nilai sebaran t
r
= koefisien korelasi
+,& ,
+-
!./" ..… … … … … … … … … ...… … .… ..(3.13)
33
n
= jumlah observasi Apabila nilai sebaran t lebih besar daripada taraf nyatanya, maka dapat
disimpulkan bahwa terjadi korelasi atau hubungan yang signifikan antara variabelvariabel dalam penelitian tersebut. Setelah diketahui bahwa data stasioner dalam level maupun first difference, jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui, korelasi antar variabel signifikan, kestabilan nilai VAR tercapai maka tahapan analisis dilanjutkan dengan analisis Vector Error Correction Model (VECM).
34
IV.
GAMBARAN UMUM EKSPOR KARET ALAM INDONESIA
4.1. Sejarah Perkaretan Nasional Karet adalah tanaman getah yang memiliki banyak kegunaan. Karet (Havea Brazilensis) yang banyak tumbuh di Indonesia berasal dari Amerika Selatan, tepatnya dari Negara Brasil. Pada Abad ke-18, karet di bawa ke Indonesia oleh orang Inggris. Karet di Indonesia pertama kali dibudidayakan di daerah Sumatera Utara dan selanjutnya menyebar ke seluruh Indonesia. Karet baru dikembangkan secara luas pada tahun 1902 di Sumatera dan tahun 1906 di Jawa. Belanda tertarik untuk mengembangkan karet karena harga karet pada saat itu sedang melambung tinggi. Hal ini disebabkan karena dunia otomotif sedang berkembang dan karet merupakan bahan baku utama dalam pembuatan ban. Pada zaman pra kemerdekaan, perkebunan karet di Indonesia mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1937. Pada waktu itu produksi karet Indonesia mencapai 650.000 ton. Namun setelah itu angkanya menurun karena terjadinya penurunan harga karet dunia. Indonesia kembali menguasai pasar karet pada era pasca perang dunia II. Namun karena pengelolaan yang masih kurang baik, Indonesia berhasil dikalahkan Malaysia pada tahun 1959-1960. Karet kembali menjadi komoditi favorit untuk ekspor pada periode 1980-an hingga sekarang. Dewasa ini di Indonesia, perkebunan karet yang ada diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada
35
tahun 2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan lakukan peremajaan dan memberdayakan lahan lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet (Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan, 2008) Berdasarkan Tabel abel 4.1, produksi karet alam Indonesia menunjukkan me pertumbuhan yang positif, hal ini dapat dilihat dari volume ekspor Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah produksi yang meningkat didukung oleh kondisi geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa, sehingga produksi p karet Indonesia tidak terganggu oleh musim gugur daun yang merupakan siklus dari pohon karet tersebut. Saat ini Indonesia bersama Thailand dan Malaysia telah menjadi tiga negara pemasok utama karet alam di dunia.
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan Departemen Pertanian,, 2009. Gambar 4.1.Volume Ekspor Karet Indonesia 20012001-2008 Ketiga negara ini pada tahun 2001 membentuk suatu organisasi yang bernama The International Tripartite Rubber Organization (ITRO). Didirikannya ITRO untuk menggantikan peran dari dar The International Natural Rubber organisation (INRO) yang dibubarkan pada tahun 1999.
36
4.2. Jenis-jenis Karet Karet didunia ada dua jenis yaitu karet alam dan karet sintetis. Kedua jenis karet ini lebih cocok disebut sebagai barang yang saling komplementer dibandingkan barang yang saling subtitusi. Karet alam pada saat sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau buatan pabrik. Hal ini disebabkan karena produksi karet alam tergantung musim, dan umur serta kualitas tanaman karet itu sendiri, sehingga produksinya tidak dapat langsung memenuhi kenaikan permintaan dunia. Karet sintetis yang diproduksi secara kimia lebih cepat menyesuaikan penawaran terhadap permintaan karet dunia. Bila ada pihak yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah tertentu, maka biasanya pengiriman atau suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan. Karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Namun sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis karena karet alam memiliki beberapa kelebihan, diantaranya : •
Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna
•
Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
•
Mempunyai daya aus yang tinggi
•
Tidak mudah panas (low heat build up)
•
Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance)
37
Walaupun memiliki beberapa kelemahan, karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industri tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. Dewasa ini jumlah produksi karet alam dan karet sintetis adalah 1:2. Walaupun jumlah produksi karet alam lebih rendah bahkan hanya setengah dari produksi karet sintetis, tetapi sesungguhnya jumlah produksi dan konsumsi kedua jenis karet ini hampir sama. 4.2.1. Karet Alam Jenis-jenis karet alam Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah : a.
Bahan olah karet (bokar) adalah karet yang dihasilkan oleh petani karet yang kemudian diolah menjadi berbagai bentuk : •
Lateks kebun, adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.
•
Sheet angin, adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut atau asam asetat, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.
•
Slab tipis, adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut.
•
Lump segar, adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung.
b.
Karet alam konvensional adalah karet yang dihasilkan dan diolah oleh perkebunan swasta maupun negara menjadi karet yang memiliki jenis dan mutu yang lebih tinggi, yaitu :
38
•
Ribbed smoked sheet (RSS), adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.
•
White crepe dan Pale crepe, merupakan crepe yang berwarna putih atau muda. White crepe dan Pale crepe juga ada yang tebal dan tipis.
•
Estate brown crepe, merupakan crepe yang berwarna coklat. Banyak dihasilkan oleh perkebunan besar atau estate.
•
Compo crepe, adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS, atau slab basah. Scrap tanah tidak boleh digunakan.
•
Thin brown crepe remills, merupakan crepe cokelat yang tipis karena digiling ulang.
•
Thick blanket crepes ambers, merupakan crepe blanket yang tebal dan berwarna cokelat.
•
Flat bark crepe, merupakan karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang berwarna hitam.
•
Pure smoked blanket crepe, merupakan crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang khusus berasal dari ribbed smoked sheet, termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau sisa dari potongan ribbed smoked sheet.
•
Off crepe, merupakan crepe yang tidak tergolong bentuk baku atau standar. Biasanya tidak dibuat melalui proses pembentukan langsung dari bahan lateks yang masih segar.
39
c.
Lateks pekat Adalah jenis lateks segar yang mempunyai kadar kering 30% dikentalkan menjadi lateks pekat dengan kadar karet kering 60%. Lateks di kebun sebelum diangkut dicampur telebih dahulu dengan larutan ammonia gas, kemudian diendapkan pada bak agar kotoran dan bahan kapur / magnesium mengendap. Setelah itu dilakukan pemusingan (centrifuge) dalam mesinmesin pemusing. Dari mesin tersebut lateks pekat dialirkan ke dalam tangki penampung dan ditambah lagi gas ammonia sebelum siap dipasarkan.
d.
Karet bongkah atau block rubber Adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi potonganpotongan dengan ukuran yang telah ditentukan.
e.
Karet spesifikasi teknis (TSR) atau Crumb rubber Adalah karet alam yang dibuat khusus dalam rangka meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintetis sehingga terjamin mutu teknisnya. Pengolahan TSR dari bahan lateks pada dasarnya terdiri dari proses penyaringan lateks, penggumpalan lateks, pembutiran, pengeringan, dan pembungkusan. Bahan olah karet (bokar) dari petani yang bermutu rendah dan kotor, dibersihkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pembutiran, pengeringan, dan pembungkusan.
40
f.
Tyre rubber Adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.
g.
Karet reklim atau reclaimed rubber Adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas. Boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah di vulkanisir.
4.2.2. Karet Sintetis Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Berikut ini adalah macam-macam karet sintetis : a. Karet sintetis untuk kegunaan umum • SBR (styrena butadiene rubber), merupakan jenis karet sintetis yang paling banyak digunakan. Memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah. • BR (butadiene rubber), karet jenis BR lebih lemah, daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya juga tergolong sulit. • IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber, mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene. b. Karet sintetis untuk kegunaan khusus •
IIR (isobutene isoprene rubber) Sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan asap.
41
•
NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber Adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling sering digunakan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sekalipun didalam minyak, karet ini tidak mengembang.
•
CR (clhoroprene rubber) Memiliki ketahanan terhadap minyak, tetapi dibanding dengan NBR masih kalah. Memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahkan juga tahan terhadap panas atau nyala api.
•
EPR (ethylene propylene rubber) Keunggulan yang dimiliki EPR adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Kelemahannya pada daya lekat yang rendah.
4.3. Ekspor Karet Alam Indonesia Indonesia sebagai salah satu negara produsen dan pengekspor karet alam terbesar di dunia bersama dengan Thailand dan Malaysia. Perkembangan ekspor karet alam Indonesia menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi geografis Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa memberikan keuntungan tersendiri bagi Indonesia, karena pada saat terjadi gugur daun di Utara, Indonesia bagian Selatan belum terjadi musim gugur daun sehingga petani karetnya masih dapat menyadap getah karet. Hal ini membuat Indonesia dapat terus memproduksi karet alam sepanjang tahun. Adapun negara tujuan ekspor karet alam Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, dan China. Amerika Serikat telah menjadi konsumen utama karet
42
alam Indonesia sejak dahulu. Sedangkan China sebagai negara dengan laju pertumbuhan ekonomi yang besar mulai mengimpor karet alam Indonesia bagi industri otomotifnya. Jepang sendiri mulai melirik Indonesia karena harga karet alam Indonesia lebih murah dibandingkan harga karet alam Malaysia dan Thailand, dengan jenis karet alam yang lunak membuat karet alam Indonesia mudah untuk diolah kembali bagi industri di Jepang. Negara tujuan ekspor dan volume ekspor disajikan dalam (Tabel 4.1.) Tabel 4.1. Negara Utama Tujuan Ekspor dan Volume Ekspor (‘000 ton), 2002-2007 Sumber : Gapkindo, diolah, 2008. China berada pada urutan pertama dalam pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia dengan 55,9%, disusul oleh Singapore dengan 17,7% dan Jepang dengan 14,6%. Namun diperingkat pertama dengan total volume ekspor tetap
Negara 2002 Amerika 591.2 Jepang 207.2 China 46.2 Singapore 72.5 Korea 69.6 Jerman 62.3 Canada 62.7 Amerika Serikat. Bila
2003 598.3 228.9 107.7 79.0 78.9 73.3 61.2 melihat
2004 2005 627.9 669.1 225.2 260.6 197.5 249.8 85.6 115.1 76.8 74.8 71.8 61.9 70.6 71.8 pada nilai ekspor
Growth 2006 2007 (%) 590.9 644.3 2.0 357.5 397.8 14.6 337.2 341.8 55.9 135.4 161.2 17.7 90.6 93.1 6.4 82.1 80.8 6.6 66.0 53.6 (-2.4) karet alam Indonesia, terjadi
kenaikan yang signifikan dalam 9 tahun terakhir. Nilai ekspor karet alam Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2008 (Gambar 4.2).
43
tahu n Sumber : Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan, 2009. Gambar 4.2. Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia 2000-2008 Kenaikan nilai ekspor yang signifikan pada tahun 2008 disebabkan karena terjadinya lonjakan harga karet alam di pasar bersamaan dengan lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak dunia membuat peningkatan dalam volume ekspor karet alam Indonesia. Kenaikan harga minyak membuat harga karet sintetis ikut naik. Karet sintetis menggunakan minyak mentah sebagai bahan baku utamanya. Kenaikan harga karet sintetis membuat industri untuk mensubtitusikan karet sintetis dengan karet alam dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang hal tersebut tidak dapat dilakukan karena karet alam dan karet sintetis lebih bersifat sebagai komplementer satu sama lainnya. 4.4 Kebijakan Ekspor Karet Alam Indonesia. Sebagai komoditi andalam ekspor Indonesia karet alam merupakan komoditi yang sangat berperan dalam menyumbang pendapatan negara Indonesia. Sebagian besar dari produksi karet alam Indonesia di ekspor ke luar negeri, hanya sebagian kecil saja yang dikonsumsi oleh industri dalam negeri. Perdagangan karet sangat bergantung pada negara-negara utama pengkonsumsi karet alam di
44
dunia. Oleh karena itu perdagangan karet alam lebih banyak dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan dari luar negeri melalui lembaga-lembaga yang mengatur harga dan jumlah ekspor karet alam dunia. 4.4.1.Kebijakan Dalam Negeri Bagi Ekspor Karet Alam Indonesia Pada saat ini perkaretan nasional mengalami banyak hambatan yang mengurangi dayasaing di pasar internasional. Hambatan tersebut mulai dari banyaknya peraturan daerah hingga pungutan lainnya dan termasuk tindakan mengkonversikan lahan karetnya ke sawit yang harga jualnya dinilai lebih menguntungkan. Selain itu perkaretan nasional juga dibayangi masalah ketidakamanan ekspor , harga karet yang fluktuatif, serta masalah ketidakpastian hukum. Nilai ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2007 mencapai US$ 4,6 miliar (sekitar Rp 41,4 triliun), atau sekitar 40% dari nilai ekspor komoditas pertanian dengan total produksi sekitar 2,7 juta ton. Nilai ekspor tersebut perlu ditingkatkan dan dikembangkan oleh pemerintah melalui peraturan menteri pertanian
Nomor
:
33/Permentan/OT.140/7/2006
tentang
kebijakan
pengembangan karet nasional yang ditunjang melalui program revitalisasi perkebunan. Target utama program revitalisasi perkebunan karet adalah melaksanakan kegiatan peremajaan kebun karet tua dan perluasan areal kebun karet rakyat sekitar 60.000 hingga 85.000 hektare (ha), sehingga pada akhir 2010 dapat dicapai total pembangunan kebun sekitar 300.000 ha. Namun, implementasi program revitalisasi perkebunan karet belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan karena mengalami berbagai hambatan,salah satunya adalah modal,dan teknologi.
45
Berbagai upaya terus dilakukan untuk mengatasi hambatan implementasi tersebut, termasuk bagaimana cara menyediakan bahan tanaman karet unggul untuk masyarakat. Pusat penelitian karet sebagai lembaga yang bertugas meningkatkan nilai, kualitas, maupun produksi karet harus melakukan inisiatif untuk berkontribusi di dalam percepatan sistem implementasi program revitalisasi perkebunan karet terutama penyediaan dan pengembangan teknologi karet bagi petani. Kebijakan dalam negeri yang memengaruhi ekspor karet lebih banyak pada peningkatan produksi karet alam Indonesia. Peningkatan produksi akan meningkatkan ekspor, namun peningkatan ekspor dapat menyebabkan harga karet turun karena terjadinya kelebihan penawaran di pasar karet dunia. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama antar negar-negara penghasil karet utama dunia dalam menentukan penawaran yang seimbang dengan permintaan karet alam dunia sehingga akan menghasilkan keseimbangan dalam pasar karet dunia. 4.4.2. Kebijakan Luar Negeri Bagi Ekspor Karet Alam Indonesia Perkaretan nasional termasuk komoditi yang tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh kebijakan dalam negeri karena ekspor karet lebih banyak dipengaruhi oleh kegiatan dan peristiwa di luar negeri. Harga karet yang fluktuatif merupakan masalah utama yang dihadapi oleh para petani karet di Indonesia. Pada akhir tahun 2008, harga karet menyentuh titik tertingginya pada bulan Juni 2008 di harga 329,75 UScent/kg, namun setelah itu harga karet trus menurun. Penurunan harga karet itu membuat International Tripartite Rubber Corporation (ITRC) ; sebuah lembaga yang beranggotakan Indonesia, Malaysia, dan Thailand
46
yang berperan dalam mengatur ekspor dan harga karet alam , menyepakati pengurangan volume ekspor karet alam selama tahun 2009 sebesar 915.000 ton atau sebesar 16% dari total volume ekspor pada 2008 guna menjaga stabilitas harga harga karet yang fluktuatif. Pengurangan ekspor 915.000 ton itu ditetapkan masing-masing sebanyak 700.000 ton melalui skema kesepakatan ketiga negara yaitu Agree Export Tonnage Scheme (AETS) dan 215 .000 ton dari peremajaan pohon karet dengan penebangan karet yang dinilai telah tua dan tidak produktif lagi. Ketiga Negara tersebut masing-masing melakukan pengurangan volume ekspor. Malaysia melakukan pengurangan ekspor karet sebesar 22.000 ton , Thailand sebesar 132.000 ton, sedangkan
Indonesia diminta mengurangi ekspor karet sebesar
116.000 ton pada kuartal pertama tahun 2009. Angka-angka tersebut masingmasing diperoleh pada bulan Januari sebesar 45% atau 52.200 ton, Februari 35% atau 40.600 ton dan Maret 25% atau 29.000 ton. Selain mengurangi volume ekspor, ketiga negara itu juga menyepakati batas harga jual/ekspor. Indonesia menunjuk Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) sebagai National Tripartite Rubber Council (NTRC) atau perwakilan ITRC Indonesia yang bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor dan industri karet di dalam negeri. Gapkindo telah meminta perusahaan anggotanya untuk tidak menjual karet di bawah 1, 35 USDollar per kg. Sesuai dengan ketentuan International Tripartite Rubber Corporation (ITRC) dan penunjukan Gapkindo sebagai National Tripartite Rubber Corporation (NTRC), maka seluruh eksportir karet di Indonesia harus menjadi anggota Gapkindo. Ketentuan itu diperkuat
47
dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 10/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Karet Alam Spesifikasi Teknis Indonesia atau disebut juga Standard Indonesian Rubber (SIR) yang diperdagangkan ke luar negeri. Pada pasal 5 peraturan itu, disebutkan eksportir karet harus mencantumkan Lampiran surat keterangan keanggotaan Gapkindo. Peraturan Menteri Perdagangan tersebut juga bertujuan untuk menjaga mutu dan meningkatkan daya saing ekspor karet alam Indonesia melalui pembentukan standar bagi Karet Alam Spesifikasi Teknis Indonesia. Namun masih banyak eksportir dalam negeri yang tidak terdaftar menjadi anggota Gapkindo sehingga masih sulit bagi Indonesia untuk mengatur jumlah ekspor karet yang diinginkan. Seharusnya pemerintah bersama Gapkindo dapat lebih mewadahi dan memfasilitasi para pengusaha-pengusaha karet lokal dalam melakukan kegiatan ekspor karet alam. Dengan adanya peran pemerintah yang kuat berbagai masalah ketidakpastian harga dan ekspor karet yang selama ini menjadi ketakutan bagi eksportir dapat sedikit teratasi. Melalui Gapkindo, harga karet yang fluktuatif dan tidak stabil dapat berada pada level yang diinginkan.
48
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Trend Ekspor Karet Alam Indonesia Pada penelitian ini data akan diolah dengan metode VAR dan VECM untuk melihat pengaruh antar variabel ekonomi di dalam faktor-faktor yang memengaruhi ekspor karet alam Indonesia dengan menggunakan berbagai uji dan metode yang terdapat didalam analsis VAR dan VECM. Faktor-faktor yang akan diuji antara lain adalah produksi karet alam Indonesia, harga internasional karet alam Indonesia, harga minyak mentah dunia, dan nilai tukar Rupiah per Dollar. Sementara variabel dummy tidak dimasukkan kedalam penelitian ini karena variabel dummy
krisis ekonomi tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap ekspor karet alam Indonesia. Hal ini dijelaskan dengan tidak terjadinya structural break saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998 dari variabel volume
!
"
#
ekspor karet alam Indonesia pada Gambar 5.1.
$
$
$ $
$$
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan Departemen Pertanian, 2009. Gambar 5.1. Trend Volume Ekspor Karet Alam Indonesia
49
Trend volume ekspor karet alam Indonesia menunjukkan trend yang positif dan terus meningkat. Pada Gambar 5.1 dapat dilihat tidak terjadi structural break yang permanen pada volume ekspor karet alam Indonesia sehingga dapat disimpulkan bahwa krisis ekonomi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia sehingga variabel dummy krisis ekonomi tidak dimasukkan kedalam penelitian. Variabel yang akan diteliti adalah pengaruh variabel-variabel produksi karet alam Indonesia, harga ekspor karet alam Indonesia, harga minyak mentah dunia, serta nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dengan pengaruhnya terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Pada penelitian ini ada beberapa metode pengujian. Pertama adalah uji kausalitas granger , uji ini diperlukan untuk melihat hubungan sebab akibat antar variabel. Metode Impulase Response Function (IRF) berguna untuk melacak respon pada saat ini dan pada masa depan untuk setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu, sedangkan metode Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) digunakan untuk prediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. 5.2. Uji Ekonometrika Stasioneritas merupakan syarat utama bagi data agar dapat diolah dan digunakan bagi penelitian ini. Stasioneritas dapat dilihat dengan menggunakan uji unit root . Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah data yang digunakan stasioner atau tidak sesuai dengan bentuk tren deterministik yang dikandung oleh setiap variabel. Oleh karena itu sebelum masuk pada tahapan analisis VAR maka terlebih dahulu dilakukan uji Augmented Dickey Fuller (ADF), dimana dalam
50
pengujian ini melihat ada atau tidaknya unit root dalam variabel. Kriteria uji dalam ADF ini membandingkan antara nilai statistik dengan nilai kritikal dalam tabel Dickey Fuller. Apabila nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai MacKinnon Critical Value maka data bersifat stasioner. Tetapi apabila nilai ADF statistik lebih besar dari nilai MacKinnon Critical Value maka data bersifat non- stasioner. Dimana hipotesis yang diuji adalah : Ho : = 0 (data tidak stasioner atau mengandung unit root) H1 :
< 0 (data stasioner) Keputusan uji ADF adalah tolak H0 yang berarti data tidak mengandung
unit root yang berarti data stasioner dan sebaliknya. Jika stasioner maka tidak ada akar – akar unit, sebaliknya jika tidak stasioner maka ada akar – akar unit. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Sementara series nonstasioner akan berimplikasi pada dua pilihan VAR yaitu VAR dalam bentuk differens atau VECM. Pemeriksaan kestasioneran data time series pada setiap variabel dalam tingkat level dengan mengunakan uji ADF dapat dilihat dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil Uji Unit Root pada Level Nilai Nilai Kritis Variabel ADF MacKinnon Keterangan LNVX -2.853866 LNQ -2.444953 LNPX -2.962771 LNPM -1.921747 LNER -2.782124 Sumber : Lampiran 1
10% -3.20032 -3.21838 -3.20244 -3.20032 -3.20032
tidak stasioner tidak stasioner tidak stasioner tidak stasioner tidak stasioner
51
Berdasarkan hasil tabel di atas maka dapat dilihat bahwa data Volume Ekspor Karet Alam Indonesia (LNVX), Produksi Karet Alam Indonesia (LNQ), Harga Internasional Karet Alam Indonesia (LNPX), Harga Minyak Mentah Dunia (LNPM), dan Nilai tukar Rupiah per Dollar (LNER) tidak stasioner karena nilai ADF kelima variabel tersebut lebih besar dari nilai kritis MacKinnon. Dari hasil uji yang diperlihatkan pada Tabel 5.1, maka perlu dilanjutkan dengan uji akar unit pada first difference. Uji ini dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau I(0). Dari hasil uji first difference dapat diketahui bahwa semua variabel yang digunakan dalam model, stasioner pada derajat integrasi satu atau I(1) seperti pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Hasil Uji Unit Root Pada First Difference Nilai Kritis Variabel Nilai ADF MacKinnon Keterangan 10% LNVX -6.21582 -2.61287 Stasioner LNQ -4.87176 -2.61153 Stasioner LNPX -5.72073 -2.61153 Stasioner LNPM -5.40715 -2.61153 Stasioner LNER -6.52352 -2.61153 Stasioner Sumber : Lampiran 2 Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa semua variabel stasioner pada first difference dengan demikian maka semua variabel dapat dilanjutkan untuk digunakan dalam metode Vector Auto Regression (VAR). Setelah dilakukan Uji Stasioneritas, selanjutnya diperlukan untuk menentukan jumlah lag optimal yang akan digunakan dalam variabel yang akan dianalisis. Jumlah lag yang optimal dalam penelitian ini didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC) yang terkecil atau minimum. Penetapan lag optimal dapat dilihat dari Tabel 5.3.
52
Tabel 5.3. Penetapan Lag Optimal Berdasarkan Kriteria nilai Akaike Information Criteria (AIC) Lag (tahun) LR FPE AIC SC HQ 0 NA 7.09e-10 -6.877745 -6.65555* -6.80104* 1 36.49130 8.55e-10 -6.707495 -5.374339 -6.247289 2 48.11808* 5.27e-10* -7.283843* -4.839725 -6.440134 Sumber : Lampiran 3 Berdasarkan hasil di atas maka dapat dilihat bahwa lag yang optimal berada pada lag 2. Setelah mendapatkan lag optimal maka dilakukan Uji Granger Casuality, uji ini dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas antar variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Berdasarkan Uji Granger Casuality apabila nilai probability variabel tersebut lebih kecil dari 10% (Level of Significant yang biasanya digunakan) maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah hipotesis ditolak, dengan demikian terdapat hubungan kausalitas diantara kedua variabel tersebut. Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 6) maka dapat dilihat bahwa harga ekspor karet alam Indonesia (LNPX) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap) harga minyak mentah dunia (LNPM), produksi karet alam Indonesia (LNQ) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume ekpor karet alam (LNVX), harga ekspor karet alam Indonesia (LNPX), harga minyak mentah dunia (LNPM), dan nilai tukar Rupiah (LNER). Sebelum masuk pada tahapan analisis yang lebih jauh lagi hasil estimasi sistem persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji stabilitasnya melalui VAR stability condition check yang berupa roots of characteristic polynomial terhadap seluruh variabel yang digunakan dikalikan jumlah lag dari masingmasing VAR. Jika modulus dari seluruh roots of characteristic polynomial <1 maka sistem persamaan VAR dikategorikan stabil. Sistem persamaan VAR diuji
53
kestabilannya pada Lag 2. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan sistem persamaan VAR pada Lag 2 dinyatakan stabil karena semua nilai modulusnya mempunyai nilai kurang dari satu, yaitu antara 0,7064 - 0,3887. Hasil dari uji kestabilan sistem persamaan VAR pada Lag 2 dapat dilihat pada Lampiran 4. Setelah diketahui kestabilan dari persamaan VAR maka perlu dilakukan uji kointegrasi sebelum melakukan metode VECM. Apabila terdapat kombinasi linear antara variabel non-stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama, maka kondisi tersebut dinamakan kointegrasi (Enders, 2004). Kointegrasi digunakan untuk memperoleh persamaan jangka panjang yang stabil. Pada analisis ini, uji kointegrasi digunakan untuk melihat apakah metode VECM dapat digunakan atau tidak. Jika terdapat lebih dari nol jumlah rank yang terkointegrasi, maka metode VECM dapat digunakan dalam analisis. Uji kointegrasi yang dipakai berdasarkan Johansen Cointegration Test berdasarkan Trace Statistic untuk mengetahui jumlah persamaan yang terkointegrasi didalam sistem. Untuk melihat jumlah rank kointegrasi maka harus membandingkan nilai Trace statistic dengan nilai kritis pada taraf nyata 10%. Bila nilai Trace statistic lebih besar dari nilai kritis, maka pada tingkat tersebut dapat diterima hipotesis H1 yang menyatakan jumlah rank kointegrasi. Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dilihat bahwa rank kointegrasi yang didapat adalah 1 kointegrasi karena hanya ada 1 nilai Trace Statistic yang lebih besar dari taraf nyata 10%. Dari hasil Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC) pada uji Johansen Cointegration maka model terbaik yang
54
didapat adalah model Linier dengan intersept dan trend pada rank kointegrasi 2. Hasil summary dari Johansen Cointegration Test dapat dilihat pada Lampiran 8. 5.3.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Karet Alam Indonesia Pada Lampiran 6 dalam uji kaualitas Granger dapat dilihat bahwa
produksi karet alam Indonesia (LNQ) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia (LNVX), harga karet alam Indonesia (LNPX), harga minyak mentah dunia (LNPM), dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar (LNER) serta harga karet alam Indonesia (LNPX) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga minyak mentah dunia (LNPM). Kenaikan produksi karet alam akan meningkatkan volume ekspor karet alam karena sebagian besar karet alam Indonesia diekspor ke luar negeri dalam bentuk karet mentah. Posisi Indonesia sebagai salah satu negara utama penghasil karet alam sangat memengaruhi cadangan karet alam dunia. Oleh karena itu, kenaikan produksi karet alam akan diserap oleh pasar karet alam dunia. Kenaikan produksi karet alam juga memengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia. Meskipun kenaikan produksi akan diserap oleh pasar karet dunia namun kenaikan produksi itu akan menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran karet alam yang akan mendorong penurunan harga ekspor karet alam. Oleh karena itu perlu adanya suatu organisasi yang mengatur keseimbangan antara penawaran dan permintaan karet alam agar harga karet dapat tetap stabil. Kenaikan produksi karet alam dapat menurunkan harga minyak mentah dunia. Kenaikan produksi akan meningkatkan permintaan terhadap karet alam dan menurunkan permintaan terhadap karet sintetis.
Penurunan permintaan karet
55
sintetis akan menurunkan permintaan terhadap minyak mentah dunia karena minyak mentah dunia merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan karet sintetis. Penurunan permintan minyak mentah dunia akan menurunkan harga minyak mentah dunia. Nilai tukar juga dipengaruhi oleh produksi karet alam. Kenaikan produksi karet alam akan meningkatkan volume ekspor karet alam. Kenaikan volume ekspor ini akan meningkatkan devisa negara. Peningkatan devisa akan menyebabkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar akan terapresiasi. Apresiasi Rupiah terhadap Dollar akan meningkatkan harga karet alam dalam Dollar. Sedangkan harga karet alam Indonesia mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga minyak mentah dunia. Penurunan harga karet alam akan meningkatkan permintaan terhadap karet alam. Sifat karet alam dan karet sintetis yang komplementer namun dapat juga menjadi subtitusinya satu sama lain akan menyebabkan penurunan permintaan terhadap karet sintetis pada jangka pendek. Penurunan permintaan karet sintetis akan mengurangi permintaan terhadap minyak mentah dunia. Penurunan permintaan minyak dunia akan menekan penurunan harga minyak mentah dunia. Pada penelitian ini akan dilihat bagaimana pengaruh jangka pendek maupun jangka panjang faktor-faktor tersebut terhadap volume ekspor karet alam Indonesia melalui simulasi Impulse Response Function untuk mengetahui pengaruh faktor tersebut pada jangka pendek dan jangka panjang. Sedangkan simulasi Forecast Error Variance Decomposition digunakan untuk menganalisis peranan setiap guncangan dalam menjelaskan fluktuasi variabel-variabel
56
makroekonomi variabel dalam sistem terhadap perubahan variabel tertentu, dengan demikian apabila terjadi guncangan dapat diketahui variabel mana yang paling berpengaruh terhadap volume ekspor karet alam Indonesia.
5.4.
Respon Volume Ekspor Karet Alam Indonesia terhadap Shock Variabel Lainnya Analisis IRF akan menjelaskan dampak dari guncangan (shock) pada satu
variabel terhadap variabel lain, dimana dalam analisis ini tidak hanya dalam waktu pendek tetapi dapat menganalisis untuk beberapa horizon kedepan (tahun) sebagai infomasi jangka panjang. Analisis jangka pendek pada penelitian ini berjarak 7 tahun, sedangkan periode di atas 7 tahun akan masuk pada analisis jangka panjang. Pada analisis ini ,dapat dilihat respon dari variabel dependen selama beberapa periode kedepan jika mendapat guncangan dari variabel independen lainnya sebesar satu standar deviasi. Sumbu horisontal merupakan periode dalam tahun, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai respon dalam persentase. Variabel dependen yang akan disimulasikan adalah volume ekspor karet, sedangkan variabel independen yang akan diguncang adalah produksi karet alam, harga minyak mentah dunia, harga ekspor karet alam, dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar. 5.4.1. Analisis Jangka Pendek Pada Gambar 5.2. dapat dilihat pengaruh goncangan atau shock pada Produksi Karet Alam Indonesia (LNQ), Harga Internasional Karet Alam
57
Indonesia (LNPX), Harga Minyak Mentah Dunia (LNPM), dan Nilai tukar Rupiah per Dollar (LNER) terhadap Volume Ekspor Karet alam Indonesia (LNVX). Pada 3 tahun pertama guncangan sebesar satu standar deviasi pada volume ekspor akan langsung direspon negatif oleh volume ekspor dengan penurunan 3 persen oleh volume ekspor itu sendiri. Pada periode selanjutnya volume ekspor mengalami sedikit fluktuasi pada periode ke-5 dan ke-6 sebelum akhirnya mulai stabil pada periode ke-8. Apabila terjadi guncangan terhadap volume ekspor maka akan menyebabkan terjadinya penurunan volume ekspor pada 3 tahun pertama. Hal ini disebabkan karena tanaman karet adalah tanaman yang membutuhkan waktu untuk menghasilkan getah, panjang waktu (lag) yang dibutuhkan tanaman karet untuk menyesuaikan produksi dan volume ekspornya adalah sekitar 3 sampai 4 tahun. Oleh karena itu pada 3 tahun pertama apabila terjadi guncangan sebesar 1 deviasi terhadap volume ekspor maka akan menurunkan volume ekspor itu sendiri sebesar 3 persen. Pada saat produksi karet alam diguncang sebesar satu standar deviasi maka akan langsung direspon negatif oleh volume ekspor dengan penurunan sebesar 1 persen pada periode ketiga. Namun setelah itu akan direspon positif dengan kenaikan sebesar 1,6 persen sebelum akhirnya mulai stabil pada periode ke-9. Sifat tanaman karet yang membutuhkan waktu (lag) dalam berproduksi menyebabkan penurunan volume ekspor sebesar 1 persen pada 3 tahun pertama. Namun setelah tanaman karet mulai menghasilkan dan dapat menyesuaikan permintaan karet alam dunia akan menyebabkan kenaikan volume ekspor karet alam sebesar 1 persen.
58
Pada saat harga ekspor karet alam diguncang sebesar satu standar deviasi maka langsung direspon positif oleh volume ekspor sebesar 1,3 persen pada periode ketiga, kestabilan baru mulai tercapai pada periode ke-8. Apabila terjadi guncangan terhadap harga karet alam maka akan terjadi kenaikan volume ekspor karet alam sebesar 1,3 persen. Hal ini disebabkan karena petani karet alam Indonesia akan meningkatkan ekspor karet alamnya ketika harga karet meningkat. Permintaan dunia akan karet alam akan semakin mendorong kenaikan harga karet alam sampai pada tingkat yang tertentu. Kenaikan penawaran karet alam yang tidak lebih cepat dari permintaan karet alam dunia menyebabkan terjadinya kekurangan pasokan karet alam ke dunia sehingga akan meningkatkan harga karet alam. Pada saat harga minyak mentah dunia yang diguncang sebesar satu standar deviasi maka langung direspon positif oleh volume eskpor sebesar 0,3 persen pada periode pertama. Setelah mengalami fluktuasi, kestabilan baru tercapai pada periode ke-9. Kenaikan harga minyak mentah dunia akan menyebabkan kenaikan volume ekspor karet alam sebesar 0,3 persen. Pada industri pembuatan ban, karet alam dan karet sintetis bersifat komplementer, namun dapat juga bersifat subtitusi dalam jangka pendek. Minyak mentah merupakan bahan baku utama dari karet sintetis yang digunakan dalam industri pembuatan ban. Apabila terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia maka akan menyebabkan kenaikan harga karet sintetis sehingga para produsen ban akan mensubtitusi karet sintetis dengan karet alam. Hal ini menyebabkan turunnya permintaan karet sintetis di dunia dan
59
menyebabkan naiknya permintaan terhadap karet alam di dunia yang pada akhirnya akan meningkatkan volume ekspor karet alam Indonesia. Pada saat nilai tukar Rupiah terhadap Dollar diguncang maka direspon negatif oleh volume ekspor sebesar 0,4 persen pada periode ketiga. Kestabilan baru tercapai pada periode ke-11. Pada saat terjadi guncangan terhadap nilai tukar Rupiah berupa apresiasi Rupiah terhadap Dollar maka akan menyebabkan penurunan volume ekspor karet alam sebesar 0.4 persen pada tiga tahun pertama. Apabila nilai tukar menguat (apresiasi) maka harga karet alam Indonesia di luar negeri akan menjadi lebih mahal, hal ini akan membuat pada importir karet alam akan mencari alternatif karet alam dari negara lain seperti Thailand dan Malaysia yang mempunyai harga yang lebih murah atau harga yang sama dengan kualitas yang lebih baik sehingga pada akhirnya apresiasi Rupiah akan menyebabkan penurunan volume ekspor karet alam Indonesia. Pada jangka pendek, variabel yang perlu untuk diberikan perhatian khusus apabila terjadi guncangan adalah variabel produksi karet alam dan volume ekspor karet alam itu sendiri. Namun pada kenyataannya, variabel produksi karet alam tidak terlalu fluktuatif, artinya variabel tersebut jarang mengalami guncangan yang berarti. Hal ini disebabkan karena karet merupakan tanaman tahunan yang produksinya dapat diantisipasi dan diperkirakan. Apabila terjadi bencana seperti badai La Nina maupun hal-hal lain yang menurunkan produksi karet hanya akan berdampak sedikit terhadap volume ekspor karet alam dan pada tahun berikutnya produksi karet alam akan dapat kembali normal. Variabel volume ekspor sendiri sangat dipengaruhi oleh produksi karet alam sehingga apabila produksi karet alam tidak terlalu fluktuatif
60
pergerakannya maka
volume ekspor karet
alam
juga tidak
flukt fluktuatif
%
pergerakannya.
Sumber : Lampiran 9 Gambar 5.2. Respon Dinamis Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Terhadap Shock Variabel Lainnya. Lainnya 5.4.2. Analisis Jangka Panjang Pada analisis jangka panjang adalah dengan melihat pengaruh guncangan setelah periode ke-7. 7. Pada Gambar 5.3. dapat dilihat bahwa rata-rata rata semua variabel akan stabil setelah periode ke-7 ke 7 kecuali variabel nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang baru mulai stabil s pada periode ke-11. 11. Hal ini disebabkan karena nilai tukar merupakan variabel yang sering mengalami guncangan. Guncangan terhadap nilai tukar baik ketika nilai tukar menguat (apresiasi) maupun melemah (depresiasi) akan memengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar membutuhkan waktu yang lama untuk kembali stabil. Hal ini disebabkan karena kondisi perekonomian Indonesia belum stabil dan rawan terhadap guncangan yang terjadi dalam perekonomian dunia. Pada saat terjadinya terjadinya krisis pada tahun 1998, Indonesia membutuhkan waktu
61
yang lama untuk menstabilkan kembali nilai tukar Rupiah terhadap Dollar. Pada jangka panjang, variabel yang perlu diberikan perhatian khusus apabila terjadi guncangan adalah variabel nilai tukar Rupiah terhadap Dollar. Pemerintah diharapkan dapat menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar karena apabila terjadi guncangan terhadap nilai tukar tersebut akan memerlukan waktu yang lama untuk stabil kembali. Kestabilan nilai tukar Rupiah akan dapat meningkatkan volume ekspor karet alam Indonesia karena nilai tukar yang stabil akan meminimalkan resiko yang terjadi dalam perdagangan Internasional sehingga importir karet alam akan cenderung lebih memilih untuk mengimpor karet alam dari Indonesia.
62
Sumber : Lampiran 9 Gambar 5.3. Respon Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Terhadap Shock variabel Lainnya.
63
5.5.
Kontribusi Variabel yang Memengaruhi Ekspor Karet Alam terhadap Perubahan Variabel Ekspor Karet Alam Indonesia Analisis selanjutnya yang akan digunakan adalah simulasi Forecast Error
Variance Decomposition (FEVD) yang bertujuan untuk melihat bagaimana struktur dinamis antar variabel dalam model VAR dimana pola FEVD ini mengindikasikan sifat dari kausalitas multivariat diantara variabel-variabel dalam model VAR.
Pada penelitian ini, analisis FEVD digunakan untuk melihat
seberapa besar kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen selama periode tertentu. Variabel independen yang akan digunakan adalah produksi karet alam Indonesia, harga minyak mentah dunia, harga ekspor karet alam Indonesia, dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar. Sedangkan variabel dependennya adalah volume ekpor karet alam Indonesia. Simulasi FEVD ini diproyeksikan selama 13 tahun untuk volume ekspor karet (LNVX). Sumbu horizontal merupakan periode dalam tahunan bagi variabel LNVX untuk 13 periode. Sumbu vertikal menunjukkan seberapa besar pengaruh atau komposisi variannya. Analisis jangka pendek pada penelitian ini berjarak 7 tahun, sedangkan periode di atas 7 tahun akan masuk pada analisis jangka panjang. Berdasarkan gambar 5.4 dan tabel 5.4, maka dapat dilihat bahwa volume ekspor karet alam sangat dipengaruhi oleh produksi karet alam dalam jangka pendek. Pada periode awal, volume ekspor dan produksi karet alam masingmasing memberikan kontribusi terhadap perubahan volume ekspor sebesar 50,5 persen dan 42,7 persen. Pada periode ketiga mulai ada perubahan komposisi varian volume ekspor. Variabel nilai tukar mulai mengambil peranan terhadap volume ekspor sebesar 15,8 persen. Sedangkan volume ekspor dan produksi karet
64
alam masing-masing memberikan kontribusi terhadap volume ekspor sebesar 33,1 persen dan 44,4 persen. Pada periode selanjutnya komposisi varian produksi karet alam dan nilai tukar terhadap volume ekspor karet alam semakin meningkat sementara komposisi varian volume ekspor semakin menurun.
Sumber : Lampiran 9 Gambar 5.4. Dekomposisi Varians dari Volume Ekspor Karet Alam Indonesia. Pada periode ke-8, volume ekspor karet alam lebih banyak dipengaruhi oleh produksi karet alam yaitu sebesar 50,3 persen dan nilai tukar sebesar 26,8 persen. Sedangkan volume ekspor karet alam menyumbang kontribusi sebesar 17,6 persen. Variabel harga ekspor karet alam dan harga minyak mentah dunia masing-masing memberikan kontribusi terhadap volume ekspor sebesar 3 persen dan 2,1 persen. Pada jangka panjang yaitu pada periode ke-13, kontribusi terhadap perubahan volume ekspor lebih banyak diberikan oleh variabel produksi karet alam sebesar 51,4 persen disusul oleh variabel nilai tukar Rupiah terhadap Dollar sebesar 30,1 persen. Sedangkan variabel volume ekspor, harga ekspor karet alam,
65
dan harga minyak mentah dunia berturut-turut menyumbang 13,4 persen, 3,5 persen, dan 1,5 persen terhadap perubahan volume ekspor karet alam Indonesia. Tabel 5.4. Dekomposisi Varians Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Period LNVX LNQ LNPX LNPM LNER 1 50.52 42.71 3.86 2.91 0.00 2 43.93 49.73 2.66 2.99 0.70 3 33.09 44.40 3.15 3.52 15.84 4 27.94 46.26 2.70 3.65 19.45 5 24.13 48.70 2.65 3.05 21.47 6 21.35 48.56 2.63 2.59 24.87 7 19.34 49.68 2.76 2.35 25.87 8 17.66 50.38 3.00 2.09 26.88 9 16.37 50.51 3.14 1.91 28.08 10 15.39 50.89 3.26 1.77 28.69 11 14.61 51.11 3.37 1.65 29.27 12 13.96 51.24 3.46 1.55 29.78 13 13.43 51.41 3.55 1.47 30.14 Sumber : Lampiran 10 Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulakan pada jangka panjang nilai tukar dan produksi karet alam adalah kedua variabel yang paling berperan dalam perubahan volume ekspor karet alam Indonesia. Peran nilai tukar terhadap volume ekspor dalam jangka panjang dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada jangka panjang kestabilan nilai tukar akan meningkatkan volume ekspor. Hal ini disebabkan karena dengan menurunnya faktor ketidakpastian maka resiko yang ditanggung oleh para importir menurun juga sehingga para importir karet alam tidak akan ragu-ragu dalam meningkatkan impor karet alam dari Indonesia. Pada jangka panjang, ekspor karet alam Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh produksi karet alamnya. Hal ini disebabkan karena volume ekspor tergantung pada produksi karet alam Indonesia. Apabila produksi karet alam meningkat, maka volume ekspor akan meningkat. Peningkatan produksi dapat dilakukan
66
dengan cara pembukaan lahan baru, menemukan bibit unggul yang memiliki produktifitas tinggi, memperbaiki mutu bahan olah karet sehingga harga bokar dapat meningkat. Dengan demikian petani karet akan mempunyai insentif untuk berkebun karet. Peningkatan infrastruktur dan fasilitas lain untuk meningkatkan efisiensi perdagangan karet. Perbaikan industri hilir melalui peningkatan investasi pemerintah sehingga karet alam dapat diolah terlebih dahulu sebelum diekspor. Dengan demikian dapat meningkatkan nilai tambah karet alam. Peningkatan nilai tambah akan mendorong harga ke tingkat yang lebih baik, hal ini akan menjadi insentif peningkatan produksi karet alam.
67
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilaukukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : 1. Faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia adalah produksi karet alam Indonesia, harga karet alam Indonesia, harga minyak mentah dunia, dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar. 2. Guncangan terhadap variabel produksi karet alam paling memengaruhi volume ekpor karet. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi guncangan respon volume ekspor karet terhadap variabel tersebut paling signifikan. 3. Volume ekspor karet alam Indonesia sangat dipengaruhi oleh produksi karet alam Indonesia. Pada jangka pendek volume ekspor karet alam dipengaruhi oleh volume ekspor dan produksi karet alam Indonesia. Namun pada jangka panjang volume ekspor karet alam lebih besar dipengaruhi oleh produksi karet alam Indonesia sebesar 56 persen. 4. Variabel produksi karet alam pada kenyataanya jarang mengalami guncangan karena sifat tanaman karet yang merupakan tanaman tahunan. Variabel lain yang sering mengalami guncangan seperti harga karet dan harga minyak mentah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. 5. Dinamika ekspor karet alam Indonesia tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap perubahan volume ekspor Indonesia.
68
6. Implikasi kebijakan untuk meningkatkan volume ekspor karet alam dapat dengan meningkatkan produksi karet alam, meningkatkan harga ekspor karet alam, serta menjaga kestabilan nilai tukar. 6.2. Saran Setelah melihat hasil dari penelitian maka ada beberapa saran yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan volume ekspor karet alam Indonesia melalui beberapa cara diantaranya dengan meningkatkan produksi karet alam, meningkatkan harga ekspor karet alam, serta menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah. Untuk meningkatkan produksi karet alam maka dapat dilakukan beberapa cara : 1. Perluasan lahan perkebunan karet. Perluasan lahan dapat ditempuh dengan cara membuka lahan baru. 2. Peremajaan dan memberdayakan lahan lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet. 3. Penemuan bibit unggul yang memiliki produktifitas yang tinggi. Hal ini menjadi tanggung jawab Balai Penelitian Karet Indonesia. Iklim Indonesia yang menunjang dan bibit karet yang unggul diharapkan dapat meningkatkan produksi karet alam Indonesia. Untuk meningkatkan harga ekspor karet alam dapat dilakukan beberapa cara : 1. Peningkatan kualitas bahan olah karet (bokar). Hal ini akan meningkatkan harga dasar bokar sehingga akan memberikan insentif bagi petani karet
69
untuk berkebun karet. Peningkatan kualitas bokar akan meningkatkan harga jual karet alam Indonesia. 2. Perbaikan industri hilir melalui peningkatan investasi pemerintah sehingga karet alam dapat diolah terlebih dahulu sebelum diekspor. Dengan demikian dapat meningkatkan nilai tambah karet alam. Peningkatan nilai tambah akan mendorong harga ke tingkat yang lebih baik. Dengan demikian nilai ekspor karet alam dapat meningkat. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memasukkan variabel cadangan karet alam dunia dan harga karet sintetis untuk melengkapi faktor yang memengaruhi ekspor karet alam dunia serta menggunakan alat analisis S-VAR agar spesifikasi model ekonomi dapat dimasukkan ke dalam analisis VAR. Penelitian
selanjutnya
juga
disarankan
untuk
meneliti
aspek
tataniaga
perdagangan dalam negeri karet alam Indonesia serta aspek produksi karet alam Indonesia itu sendiri.
70
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. 2005. Prospek Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional : Suatu Analisis Integrasi Pasar dan Keragaan Ekspor. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan. 2009. Statistik Perkebunan Indonesia 2007-2008 : Karet. Departemen Pertanian, Jakarta. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Enders, W. 2004. Applied Economteric Time Series. John Wiley & Sons, Inc, United States of America. Eviews. 2005. Quantitive Micro Software-All rights reserved-Help Sistem. http://www.eviews.com/ download/download.html Gapkindo. 2004. Indonesian Natural Rubber Statistics Year Book 2004. Gabungan Pengusaha Karet Indonesia, Jakarta. Gapkindo. 2008. Indonesian Natural Rubber Statistics Year Book 2008. Gabungan Pengusaha Karet Indonesia, Jakarta. Gujarati, D. 1997. Ekonometrika Dasar. Terjemahan. Jakarta : Erlangga. Hady, H. 2001. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta : Ghalia Indonesia. International Rubber Study Group. 2008. Rubber Industry Report. Vol. 7, No. 7/8. January/February 2008. International Rubber Study Group, Wembley, London. Laksani, C. S. 2004. Netralitas Uang di Indonesia Melalui Analisis Efektifitas Uang Beredar dalam Mencapai Tujuan Ekonomi. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lipsey, R. G , P. N. Courant, D. D. Purvis, dan P. O. Steiner. 1997. Pengantar Makroekonomi. Agus Maulana [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. Mamlukat, I. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harga Ekspor Karet Alam Indonesia, Skripsi. Fakultas Sosial dan Ekonomi Pertanian Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
71
Parhusip, A. B. 2008. Potret Karet Alam Indonesia : Economic Review. Jakarta. Purwanti. 1995. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor-Impor Karet Alam Indonesia-Amerika Serikat. Skripsi. Fakultas Sosial dan Ekonomi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor, Bogor. Mankiw, N.G. 2001. Pengantar Ekonomi. Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. Samuelson, P. A. dan D. N. William. 2004. Ilmu Makro Ekonomi, Terjemahan. Edisi Tujuh Belas. Jakarta : Media Global Edukasi. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Erlangga : Jakarta. Siregar, H. dan B. Ward. 2005. “ Can Monetary Policy / Shocks Stabilize Indonesian Macroeconomics Fluctuations?” . InterCAFE. Working Paper Series,No : IWP/007/2005, hal 1-26. Tety, E. 2002. Penawaran dan Permintaan Karet Alam Indonesia di Pasar Domestik dan Internasional. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor, Bogor. Thomas,L. 1997. Modern Econometrics an Introduction. 1997. Addison Wesley Longman, England. Waluya, H. 1995. Ekonomi Internasional. Jakarta : Rineka Cipta. Yulianti, E. 1993. Beberapa Faktor yang Memengaruhi Ekspor Karet Alam Indonesia. Skripsi. Fakultas Sosial dan Ekonomi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
72
LAMPIRAN
73
Lampiran 1. Hasil Uji Unit Root pada Level pada taraf nyata 10% nilai variabel ADF nilai kritis MacKinnon Keterangan LNVX LNQ LNPX LNPM LNER
-2.853866 -2.444953 -2.962771 -1.921747 -2.782124
1% -4.226815 -4.296729 -4.234972 -4.226815 -4.226815
5% -3.536601 -3.568379 -3.540328 -3.536601 -3.536601
10% -3.20032 -3.218382 -3.202445 -3.20032 -3.20032
tidak stasioner tidak stasioner tidak stasioner tidak stasioner tidak stasioner
Lampiran 2. Hasil Uji Unit Root Pada First Difference pada taraf nyata 10% variabel nilai ADF nilai kritis MacKinnon Keterangan 1% 5% 10% LNVX -6.21582 -3.6329 -2.9484 -2.61287 Stasioner LNQ -4.87176 -3.62678 -2.94584 -2.61153 Stasioner LNPX -5.72073 -3.62678 -2.94584 -2.61153 Stasioner LNPM -5.40715 -3.62678 -2.94584 -2.61153 Stasioner LNER -6.52352 -3.62678 -2.94584 -2.61153 Stasioner Lampiran 3. Penetapan Lag Optimal Berdasarkan Kriteria nilai Akaike Information Criteria AIC Lag (tahun) LR FPE AIC SC HQ 0 NA 7.09e-10 -6.877745 -6.65555* -6.80104* 1 36.49130 8.55e-10 -6.707495 -5.374339 -6.247289 2 48.11808* 5.27e-10* -7.283843* -4.839725 -6.440134 Lampiran 4. Uji Kestabilan VAR Root 0.706449 0.215649 - 0.567193i 0.215649 + 0.567193i -0.334592 - 0.483104i -0.334592 + 0.483104i -0.498203 - 0.273601i -0.498203 + 0.273601i -0.402019 0.157077 - 0.355640i 0.157077 + 0.355640i No root lies outside the unit circle VAR satisfies the syability condition
Modulus 0.706449 0.606805 0.606805 0.587657 0.587657 0.568387 0.568387 0.402019 0.388783 0.388783
74
Lampiran 5. Uji Signifikansi data VECM LNVX LNQ LNPX LNVX 1.000000 0.984314 0.734968 LNQ 0.984314 1.000000 0.722661 LNPX 0.734968 0.722661 1.000000 LNPM 0.709710 0.711993 0.780428 LNER 0.928428 0.924580 0.508021 Lampiran 6. Uji korelasi granger Null Hypothesis: LNQ does not Granger Cause LNVX LNVX does not Granger Cause LNQ LNPX does not Granger Cause LNVX LNVX does not Granger Cause LNPX LNPM does not Granger Cause LNVX LNVX does not Granger Cause LNPM LNER does not Granger Cause LNVX LNVX does not Granger Cause LNER LNPX does not Granger Cause LNQ LNQ does not Granger Cause LNPX LNPM does not Granger Cause LNQ LNQ does not Granger Cause LNPM LNER does not Granger Cause LNQ LNQ does not Granger Cause LNER LNPM does not Granger Cause LNPX LNPX does not Granger Cause LNPM LNER does not Granger Cause LNPX LNPX does not Granger Cause LNER LNER does not Granger Cause LNPM LNPM does not Granger Cause LNER
LNPM 0.709710 0.711993 0.780428 1.000000 0.621758
Obs 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
LNER 0.928428 0.924580 0.508021 0.621758 1.000000
F-Statistic 5.85311 0.45868 0.21610 2.13871 0.74474 2.38693 0.70304 1.12918 0.59067 2.95859 0.46081 4.32379 0.80484 3.09634 1.64025 7.94568 1.34148 2.18107 1.14933 0.57861
Probability 0.00697 0.63634 0.80686 0.13487 0.48316 0.10860 0.50280 0.33623 0.56007 0.06669 0.63502 0.02207 0.45629 0.05943 0.21032 0.00164 0.27622 0.12995 0.32998 0.56662
Lampiran 7. Hasil Uji Kointegrasi Hypothesized Trace 0.1 Prob.** No. of CE(s) Statistic Critical Value None * 90.00797 84.37817 0.0408 At most 1 59.09533 60.08629 0.1182 At most 2 31.60885 39.75526 0.4098 At most 3 13.02708 23.34234 0.7361 At most 4 2.893292 10.66637 0.8890 Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.1 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.1 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
75
Lampiran 8. Hasil summary dari Data Trend: None Rank or No Intercept Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 -6.782439 1 -7.289204 2 -7.299892 3 -7.031417 4 -6.571518 5 -6.078060
Johansen Cointegration Test None Intercept
Linear Intercept
Linear Intercept
Quadratic Intercept
-6.782439 -7.284835 -7.361427 -7.252329 -6.925820 -6.388972
-7.283843 -7.511350 -7.506224 -7.363802 -6.906453 -6.388972
-7.283843 -7.538490 -7.695246* -7.597583 -7.258548 -6.712642
-7.110984 -7.406556 -7.601204 -7.554453 -7.272505 -6.712642
Lampiran 9. Hasil Impulse Response Function variabel ekpor karet alam terhadap shock variabel lainnya. LNPX LNPM LNER Period LNVX LNQ 1 0.05278 0.04853 -0.01459 -0.01267 0.00000 2 0.03373 0.04568 0.00497 -0.01031 -0.00789 3 0.01951 0.03652 0.01314 -0.01384 -0.04470 4 0.01970 0.04464 0.00653 -0.01247 -0.03474 5 0.01944 0.04964 0.01019 -0.00512 -0.03528 6 0.02313 0.05018 0.01152 -0.00644 -0.04494 7 0.02101 0.05277 0.01314 -0.00722 -0.03948 8 0.01992 0.05332 0.01519 -0.00523 -0.04143 9 0.02013 0.05251 0.01491 -0.00601 -0.04408 10 0.02026 0.05349 0.01488 -0.00601 -0.04217 11 0.02052 0.05351 0.01503 -0.00600 -0.04340 12 0.02047 0.05351 0.01505 -0.00595 -0.04344 13 0.02035 0.05351 0.01505 -0.00595 -0.04345 Cholesky Ordering: LNQ LNPM LNPX LNVX LNER
76
Lampiran 10. Hasil simulasi Forecast Error Variance Decomposition variabel ekspor karet alam Indonesia Period LNVX LNQ LNPX LNPM LNER 1 50.52411 42.70618 3.85851 2.91119 0.00000 2 43.92956 49.72905 2.65927 2.98638 0.69675 3 33.08925 44.39790 3.15308 3.52188 15.83789 4 27.94125 46.25505 2.69637 3.65342 19.45390 5 24.13219 48.70004 2.64988 3.04516 21.47273 6 21.34740 48.55698 2.62595 2.59483 24.87484 7 19.33879 49.68398 2.75762 2.34566 25.87395 8 17.66230 50.37538 2.99619 2.08530 26.88084 9 16.36629 50.50611 3.14288 1.90818 28.07654 10 15.39489 50.88966 3.25883 1.76987 28.68674 11 14.61022 51.10854 3.37005 1.64616 29.26603 12 13.96450 51.24006 3.46389 1.55207 29.77948 13 13.42753 51.41438 3.54710 1.47326 30.13773 Cholesky Ordering: LNQ LNPM LNPX LNVX LNER