1
ANALISIS DAN MITIGASI RISIKO RANTAI PASOK PADA PT. CRAYFISH SOFTSHELL INDONESIA Syahidan Hidaya dan Imam Baihaqi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] ;
[email protected]
Abstrak— PT. Crayfish Softshell Indonesia (CSI) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang budidaya hasil air tawar yang memproduksi lobster tulang lunak. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas diperlukan pengelolaan budidaya yang teratur dan baik. Pada tugas akhir ini dilakukan identifikasi risiko dan merancang strategi mitigasi dengan mengaplikasikan model House Of Risk (HOR). Dilakukan pemetaan aktivitas supply chain berdasarkan 5 tahap utama menggunakan model SCOR (Supply Chain Operations Reference). Penilaian risiko dilakukan berdasarkan skala severity,occurance pada FMEA (Failure Modes and Effects Analysis ) dan penentuan korelasi kejadian risiko dan agen risiko. Dari model HOR tahap 1 tersebut, diketahui bahwa terdapat 37 risiko dan 64 agen/ penyebab risiko. Kemudian didapatkan 13 agen risiko yang berdampak besar pada perusahaan berdasarkan analisis pareto. Pada HOR tahap 2 didapatkan 21 aksi mitigasi untuk mereduksi timbulnya agen risiko yang menggaggu aktivitas supply chain perusahaan. Berdasarkan keseluruhan 21 aksi mitigasi tersebut didapatkan 5 aksi mitigasi yang dapat diterapkan pada perusahaan dengan pertimbangan efektifitas mitigasi,kebutuhan biaya dan resources.
Kata kunci : SCOR, House Of Risk, FMEA, Manajemen Risiko Rantai Pasok, Strategi Mitigasi. I. PENDAHULUAN Proses bisnis mulai dari menyediakan produk, berkualitas dan pengiriman yang cepat merupakan kesuksesan perusahaan pada era globalisasi ini. Perusahaan dituntut untuk memenuhi demand pasar yang dinamis agar mampu bertahan. Pada saat ini perusahaan tidak hanya berfokus untuk memproduksi produk dengan kualitas yang baik. Munculnya produk yang berkualitas tidak ditentukan dari proses produksi saja, pengadaan raw material dari supplier hingga proses delivery on time merupakan beberapa aspek penilian konsumen. Untuk mencapai kesuksesan tersebut dibutuhkan juga usaha dari jaringan perusahaan yang terkait. Jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemain akhir disebut dengan supply chain (Pujawan,2010). Dalam aktivitas supply chain terdapat beberapa hal penting Berkembangnya konsep SCM melahirkan suatu perhatian khusus dari dampak dan risiko dari sebuah supply chain dalam perusahaan. Risiko merupakan hasil kali dari probability dan consequences. Definisi risiko menurut Australian/New Zealand Standard Risk Management (AS/NZ Standard), risiko
adalah kemungkinan terjadinya hal yang dapat memberikan dampak baik negatif maupun positif pada tujuan tertentu yang ingin dicapai. Munculnya risiko dalam aktivitas supply chain seharusnya dapat ditaksir dan dilakukan mitigasi agar tidak mengganggu tujuan dari perusahaan. Sehingga perusahaan harus mampu mengelola risiko yang terjadi. Menurut (e.g. Peck, 2005; Hallik as et al., 2004) supply chain risk management (SCRM) bertujuan untuk melakukan perkembangan dengan pendekatan identifikasi, assessment, analisis, dan memberikan perlakuan khusus yang berisiko pada supply chains. PT. Crayfish Softshell Indonesia (CSI) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang hasil budidaya air tawar yang memproduksi lobster tulang lunak. Perusahaan memiliki beberapa jenis produk yang dijual, antara lain lobster segar, lobster tulang lunak serta paket pelatihan pembudidayaan lobster. Permintaan pasar akan produk lobster tulang lunak sangat diminati. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, keamanan pangan merupakan hal yang sangat diperhatikan. Utamanya pada jenis hasil perikanan, karena memiliki lifetime produk yang singkat. Dalam proses produksinya lobster tulang lunak ini memiliki tingkat kerumitan yang berbeda dibanding lobster lainnya. Secara garis besar pada proses operasional lobster tulang lunak sangat memperhatikan setiap proses yang terjadi, mulai dari proses handling lobster, proses budidaya, proses panen, proses pasca panen hingga pendistribusian ke konsumen. Kerumitan lobster tulang lunak ini pada tahap panen, dikarenakan lobster dipanen pada saat molting. Tiap proses operasional yang terjadi memiliki potensi timbulnya kendala-kendala yang menggangu aktivitas proses tersebut. Untuk mengetahui kendala-kendala yang terjadi, perusahaan perlu melakukan identifikasi risiko kendala yang akan muncul. Dalam mengidentifikasi risiko yang akan timbul perusahaan perlu memiliki manajemen risiko yang terstruktur. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan aksi mitigasi yang mampu meminimalisir terjadinya risiko tersebut. Agar menghasilkan konfigurasi supply chain yang robust. Pada penelitian kali ini akan dilakukan analisis dan evaluasi risiko yang berpotensi pada supply chain perusahaan menggunakan tools HOR (House Of Risk) yang dikembangkan oleh (Pujawan dan Geraldin,2009). HOR ini merupakan pengembangan metode FMEA (Failure Mode anf Effect Analysis) dan tools House Of Quality (HOQ) pada Qualtiy Function Deployment). Pada umumnya tools HOQ untuk merancang atribut produk, tools HOR dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi dan merancang strategi mitigasi risiko. Pengembangan perhitungan Risk Priority Index (RPI) pada metode FMEA dilakukan untuk melakukan penaksiran risiko pada HOR sebagai ARP ( Aggregate Risk Potential). Setelah
2 mengetahui index proritas risiko, kemudian dipilih agen risiko yang akan mendapatkan treatment. Kemudian agen risiko akan dimasukkan pada House Of Risk tahap kedua untuk merancang strategi mitigasinya. . II.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Supply Chain Management Supply chain adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelangannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelanggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut [8]. Supply chain juga dikatakan sebaagi logistics network. Dalam hubungan ini, ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu : 1. suppliers; 2. manufacturer; 3. distribution; 4. retail outlets; 5. customers. SCOR (Supply Chain Operartions Reference) adalah suatu model acuan dari operasi supply chain (Pujawan,2010). SCOR membagi proses-proses supply chain menjadi 5 proses inti yaitu plan, source, make, deliver dan return. Berikut merupakan penjelasan dari 5 proses inti : • Plan mencakup proses menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan dan pengendalian persediaan, perencanaa produksi, perencanaan material, perencanaan kapasitas, dan melakukan penyesuaian supply chain plan dengan financial plan. • Proses yang dicakup termasuk penjadwalan pengiriman dari supplier, menerima, mengecek, dan memberikan otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim supplier, memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, dan sebagainya. Jenis proses bisa berbeda tergantung pada apakah barang yang dibeli termasuk stocked, make-to-order, atau engineering-to-order products. • Make yaitu proses untuk mentransformasi bahan baku / komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan.. • Deliver yang merupakan proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa. • Return yaitu proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan II.2 Risiko dan Manajemen Risiko Risiko adalah probabilitas suatu kejadian yang mengakibatkan kerugian ketika kejadian itu terjadi selama periode tertentu (Bowden et. Al, 2001).. Sedangkan likelihood adalah penjelasan kualitatif mengenai probabilitas dan frekuensi (A/NZS, 2004). Dalam sebuah perusahaan, risiko dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara lain : 1. Operasional risk adalah risiko-risko yang berhubungan dengan operasional organisasi perusahaan. 2. Financial risk adalah risiko yang berdampak pada kinerja keuangan perusahaan.
3.
Hazard risk adalah bencana alam, berbagai kejadian/kerusakan yang menimpa harta perusahaan dan adanya ancaman pengerusakan. 4. Strategic risk mencakup kejadian risiko yang berhubungan dengan strategi perusahaan. Manajemen risiko dapat diaplikasikan pada banyak level organisasi mulai dari level strategis, taktis, hingga level operasional. Manajemen risiko juga bisa diaplikasikan dalam proyek khusus untuk membantu pengambilan keputusan spesifik terkait dengan pengelolaan risiko. II.3 Manajemen Risiko Rantai Pasok Supply Chain Risk Management yaitu kolaborasi dengan partners dalam supply chain untuk menerapkan proses manajemen risiko untuk menangani munculnya risiko dan ketidakpastian yang disebabkan oleh aktivitas logistik atau sumber daya dalam supply chain [5]. Menurut Waters.D [14], Supply Chain Risk Management merupakan proses secara sistematis untuk identifikasi, analisa, dan berurusan dengan risiko pada supply chain. Risiko yang terjadi pada Supply Chain Management dapat diklasifikasikan sebagai berikut [14]: 1. Internal risk yang muncul dari dalam organisasi perusahaan, antara lain: • Risiko yang melekat pada proses operasi seperti kecelakaan, keandalan dari suatu alat • Risiko yang langsung muncul dari keputusan pihak manajamen, seperti pemilihan ukuran batch, safety stock levels, permalasahan keuangan perusahaan dan jadwal pemgirimian. 2. Supply chain risk yang muncul dari luar organisasi tetapi masih dalam supply chain. Hal ini terjadi dari interaksi antara anggota dari dalam supply chain. Terutama pada hal ; • Risiko yang berasal dari supplier antara lain realibilty, ketersediaan material, lead times, permasalahan pada pengiriman, industrial action, dll • Risiko yang berasal dari konsumen ; variable demand, payments, permasalahan pada proses permintaan, dan customized requirements. 3. External Risk yang berasal dari eksternal pada suplly chain dan yang timbul dari interaksi dengan lingkungan II.4 Strategi Mitigasi Pada Supply Chain Tang [12] menjelaskan dalam memitigasi risiko terdapat empat pendekatan yaitu Supply management, Product Management, Demand Management, Information Management. Dari empat pendekatan tersebut bertujuan untuk memperbaiki operasi pada supply chain dengan koordinasi dan kolaborasi sebagai berikut ; 1. Perusahaan dapat berkoordinasi dan berkolaborasi dengan partner up stream untuk memastikan efisiensi pada pasokan material sepanjang supply chain. 2. Perusahaan dapat berkoordinasi dan berkolaborasi dengan partner down stream dengan mempengaruhi permintaan dengan cara yang menguntungkan.
3 3. Perusahaan dapat memodifikasi produk atau disain proses sehingga memudahkan mempertemukan demand dan supply. 4. Perusahaan dapat memperbaiki koordinasi dan kolaborasinya dengan jika dapat mengkases berbagai tipe infomasi yang tersedia pada partner supply chain. Tabel II.1 Rencana Strategic dan Tactical untuk mengelola risiko pada supply chain [12] Supply Managem ent Strateg ic Plans
Supply Network Design
Tactica l Plans
Supplier Selection, Supplier Order Allocation, and Supply Contracts
Demand Managem ent Product Rollovers and Product Pricing Shift Demand Accross Time, Markets, and Prouducts
Product Manageme nt
Information Management
Product Variety
Supply Chain Variability
Postponeme nt, and Process Sequencing
Information Sharing, Vendor Managed Inventory, and Collaborative Planning, Forecating and Replineshment
Selain itu, beliau menjelaskan 9 strategi untuk mengatasi gangguan pada supply chain : 1. Postponement, merupakan startegi untuk menyeragamkan produk maupun process design seperti standardization, commonality, modular design dan operations reversal, untuk menunda diferensiasi produk. 2. Strategy Stock, Dalam menyimpan safety stock, perusahaan sebaiknya menyimpan persediaan pada “strategic locations (warehouse, logistic hubs, distributions centres) dimana lokasi penyimpanan tersebut dapat dibagi penggunaannya dengan supply chain partner 3. Flexible supply base. Untuk menjamin kelancaran pasokan ketika terjadi gangguan, maka diperlukan adanya pasokan yang fleksibel sehingga dapat mudah berganti antara satu pemasok yang satu dengan yang lain. 4. Make and Buy. Suatu supply chain akan lebih tangguh jika beberapa barang diproduksi secara in-house dan beberapa produk yang lain di outsourcing ke supplier. 5. Economic supply incentives. Memberi insentif ekonomi untuk menanggung risiko financial secara bersama-sama dan membeli stok yang tidak terjual dengan harga rendah 6. Flexible transportation. Kelancaran aktivitas pada supply chain sangat dipengaruhi oleh fleksibelitas pada transportasi dapat dilakukan dengan tiga hal Multi-modal transportation, Multi carrier transportation,Multiple routes 7. Revenue management via dynamic pricing and promotion. Strategi ini sangat cocok untuk barang yang mudah rusak. Perubahan harga dan promosi dapat mempengaruhi permintaan pada konsumen 8. Assortment planning. Merubah penampilan produk dan penempatannya di rak-rak retailer untuk mempengaruhi minat dan permintaan pada konsumen. 9. Silent product rollover. Meluncurkan produk baru secara diam-diam tanpa memberikan pengumuman secara formal.
II.5 FMEA (Failure Modes and Effects Analysis) FMEA merupakan analisis kualitatif terhadap identifakasi risiko, dan dapat diaplikasikan secara universal pada berbagai jenis industri (Cameron dan Raman, 2005). Menurut Christoper, et.al.(2003), FMEA merupakan alat yang seharusnya digunakan oleh pihak manajemen dalam mengelola risiko, khususnya untuk eksekusi tahap analisis, yaitu pengidentifikasian risiko, pegukuran risiko, dan pembuatan prioritas risiko II.6 Quality Functional Deployment (QFD) QFD adalah metodologi terstruktur yang digunakan dalam proses perancangan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengevaluasi secara sistematis kapabilitas produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Cohen, 1995). III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang dilakukan pada penelitian ini mengunakan studi literatur yang dikembangkan oleh Pujawan dan Geraldin dengan metode House Of Risk [7]. Dengan metode ini berisi langkah-langkah dan landasan dalam identifikasi, analisa, evaluasi risiko dan perancangan strategi mitigasi dalam supply chain perusahaan III.1 Pemetaan aktivitas supply chain Pada tahap awal dilakukan pemetaan berdasarkan (Plan, Source, Make, Deliver , Return). III.2 Identfikasi kejadian risiko Tahap ini dilakukan dengan mendetailkan aktivitas dari SCOR yang berpotensi peluang munculnya kegagalan dalam menghambat tujuan perusahaan. Pada tahap ini dilakukan dengan cara wawancara dan brainstorming pada pihak terkait diperusahaan. III.3 Analisis risiko, Dari risiko tersebut dilakukan penentuan nilai severity menggunakan skala 1-10 menggunakan kuisoner. Selanjutnya dilakukan identifikasi penyebab risiko / agen risiko dengan cara wawancara yang kemudian digunakan fishbone diagram. Agen risiko tersebut nantinya dilakukan penentuan correlation terhadap event risk. Dari hasil tersebut nantinya dilakukan penilaian kuisoner occurance menggunakan skala 1-10. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai ARP (Aggregate Risk Potential). III.4 Evaluasi Risiko Tahap ini dilakukan penentuan prioritas risiko menggunakan konsep diagram pareto dengan mempertimbangkan nilai ARP tertinggi. III.5 Penanganan Risiko Selanjutnya dilakukan pemilihan agen risiko terpilih pada tahap HOR 1. Dari agen risiko tersebut dirancang aksi mitigasinya. Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai Ratio Efktifitas dengan tingkat kesulitan penerapan. Kemudian aksi mitigasi dinilai menggunakan HOR 2 untuk
4 Tabel IV.1 Kejadian Resiko Perusahaan
IV. IV.1
HASIL DAN DISKUSI
Pemetaan Aktivitas Supply Chain
Pada tahap ini dilakukan pemetaan aktivitas supply chain perusahaan PT. CSI. Supply Chain Lobster Soka PT. CSI Supplier
Distributor
Konsumen
PT. CSI
Data Historis
Planning Process
Peramalan Permintaan Komunikasi & Negosiasi dengan PT. CSI
Permintaan dari konsumen
Komunikasi & Negosiasi dengan supplier
Pengiriman PO
Procurement
Mempersiapkan pesanan
Pengiriman lobster
Menerima pembayaran
Inspeksi
Pembayaran benih
Pemeliharaan benih
Production Process
Pembesaran lobster
Proses Panen
Proses Pasca Panen
Pengambilan produk di IQF dan persiapan pesanan
Delivery Process
Penentuan transportasi
Pengiriman lobster
Pengiriman lobster menggunakan kendaraan sendiri
Menerima pembayaran
Inspeksi
Pembayaran pesanan
Gambar IV.1 Peta supply chain perusahaan
IV.2
Pemetaan aktivitas bisnis berdasarkan SCOR
Major process
Sub processes Peramalan Permintaan
Plan
Perencanaan Produksi
Pemeriksaan Inventory
Source
Berkomunikasi pada pihak supplier Proses Pengadaan Persiapan instalasi dan infrastruktur kolam Pemeliharaan Benih Pembesaran lobster
Make Panen
Pasca Panen
Penentuan moda transportasi Pengembalian produk Return yang tidak sesuai
Deliver
Detail Activity Merencanakan jumlah permintaan Perencanaan Jumlah benih ke supplier Penentuan supplier yang digunakan Perencanaan jumlah material tambahan (Pakan, Packaging , dan Obat-obatan) Perencanaan waktu pembudidayaan lobster Pemeriksaan jumlah Stock produk di IQF Pemeriksaan jumlah lobster di Kolam Negosisasi harga dan jumlah benih lobster Supplier mengirimkan bahan baku menggunakan 3PL Melakukan inspkesi benih lobster Pengecekan kualitas air ( pH /Keasaman,temperatur,kesadahan,kadar oksigen, salinitas) Memastikan kedalaman air kolam Memasukkan benih lobster ke kolam pemeliharaan Pemberian Pakan (Cacing,Pelet dan Singkong) Penyortiran lobster berdasarakan jenis kelamin Penggantian air kolam Proses pengambilan lobster yang telah Molting Proses penimbangan lobster Penyortiran lobster berdasarkan grade Sterilisasi lobster manual Pengemasan produk Penanganan produk pada ABF(Air Blast Freezer ) Proses glazing Penyimpanan lobster pada IQF ( Individual Quick Frozen ) Penentuan jenis transportasi Pengiriman produk ke konsumen Pengembalian benih ke supplier Penanganan produk kembali dari konsumen
Gambar IV.2 Pemetaan aktivitas bisnis berdasarkan SCOR IV.3 Identifikasi dan Analisa Resiko Pada tahap ini dilakukan identifikasi resiko yang ada pada proses bisnis perusahaan sebagai berikut.
Kejadian Risiko/ Event Risk Penentuan jumlah permintaan tidak tepat Tidak dapat menentukan jumlah kebutuhan benih secara tepat Kesalahan dalam menentukan supplier Hasil perencanaan jumlah metrial tambahan tidak tepat Kesalahan dalam penjadwalan pembudidayaan lobster Kesalahan hasil pengecekan (Kuantitas & Kualitas) Kesalahan hasil pengecekan lobster dikolam Negosiasi harga tidak sesuai prediksi perusahaan Negosiasi membutuhkan waktu yang lama Keterlambatan kedatangan benih lobster Ketidaksesuaian jumlah pengiriman Prosedur pengiriman tidak standar Kesalahan hasil inspeksi benih lobster Kesalahan pengecekan kualitas air dan infrastruktur kolam Kesalahan pengukuran kedalaman air kolam Kesalahan dalam memasukkan benih lobster Frekuensi pemberian pakan tidak standar Jumlah pemberian pakan kurang Kesalahan penyortiran lobster Prosedur penggantian air kolam tidak sesuai Kesalahan pengambilan lobster Kesalahan proses penimbangan lobster Kesalahan penyortiran kualitas grade Sterilisasi tidak sempurna Pengemasan produk tidak sempurna Kesalahan pemberian identitas Kesalahan sterilasasi pada ABF Kesalahan prosedur penanganan pada ABF Proses glazingyang tidak sempurna Terdapat lobster yang tidak melalui proses glazing Proses penyimpanan tidak standar Kesulitan mendapatkan angkutan yang sesuai Kesalahan jenis produk yang dikirim ke konsumen Keterlambatan pengiriman produk Kesalahan pada handling produk Pengembalian tidak diterima Pengembalian produk terlambat
(Ei) E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 E14 E15 E16 E17 E18 E19 E20 E21 E22 E23 E24 E25 E26 E27 E28 E29 E30 E31 E32 E33 E34 E35 E36 E37
Selanjutnya, ditentukan nilai ARP yang diperoleh berdasarkan tingkat keparahan, penyebab, korelasi, dan peluang muncul dari tiap kejadian resiko dengan menggunakan metode HOR. Berikut hasil perhitungan ARP yang diperoleh. Tabel IV.2 Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) (Ai) A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22 A23 A24 A25 A26 A27 A28 A29 A30 A31 A32 A33 A34 A35 A36 A37 A38 A39 A40
Penyebab (Risk Agent) Kesalahan perhitungan forecast demand Keterlambatan informasi dari konsumen Permintaan mendadak dari konsumen Kesalahan perhitungan kebutuhan jumlah benih Kapasitas produksi supplier fluktuatif Lebih mengutamakan supplier binaan perusahaan Sistem pembinaan supplier kurang baik Keterbatasan informasi dari supplier Perencanaan kebutuhan material hanya berdasarkan target Tidak ada acuan khusus dalam penjadwalan budidaya lobster Karyawan kurang teliti dalam menghitung jumlah stock Penurunan kualitas lobster dalam IQF Kondisi kolam keruh Fluktuasi harga benih dipasaran naik Ganngguan komunikasi dengan supplier Keterlambatan dalam pengiriman purchase order Kemacetan dijalan Adanya delay dari pesawat Waktu bongkar muat membutuhkan waktu yang lama Kesalahan informasi pada supplier Proses penanganan saat pengiriman dilakukan dengan kasar Pengamasan dari supllier tidak standar Keterbatasan kemampuan karyawan, dalam melakukan inspeksi benih Tingkat salinitas air rendah Tingkat kesadahan tinggi Temperatur air rendah Perubahan cuaca tidak menetntu Alat ukur yang digunakan tidak standar Memasukkan benih lobster dengan cara dilempar Tidak mematuhi jadwal pemberian pakan Kenaikan Harga Pakan Stock pakan berkurang Supplier terlambat mengirimkan pakan Karyawan tidak dapat membedakan jenis kelamin lobster Sistem pengairan terhambat, karena air mati Pompa air tidak berfungsi dengan baik Lobster yang telah molting terlambat diambil Kurangnya tempat sembunyian lobster Kerusakan peralatan timbang Tidak adanya maintenance alat timbang
ARP 261 495 2990 513 238 2438 72 100 162 228 554 2508 280 99 154 612 268 252 2372 324 2048 204 60 1920 45 120 1620 48 27 162 2025 60 438 180 72 32 2700 40 2250 36
5 IV.4 Penanganan Resiko Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi aksi mitigasi yang sesuai berdasarkan agen resiko yang memiliki nilai ARP tinggi serta korelasi antara agen resiko dan rancangan mitigasi. Penentuan risk agent yang akan dimitigasi ini menggunakan analisis Pareto. Tabel IV.3 Penentuan agen risiko yang akan dilakukan penangan (risk treatment) Aj (ARPj) Risk Agent A03 2990 Permintaan mendadak dari konsumen A37 2700 Lobster yang telah molting terlambat diambil A12 2508 Penurunan kualitas lobster dalam IQF A6 2438 Lebih mengutamakan Supplier binaan perusahaan A19 2372 Waktu bongkar muat membutuhkan waktu yang lama A47 2254 Tidak adanya maintenance mesin vacum A39 2250 Kerusakan peralatan timbang Proses penanganan saat pengiriman dilakukan dengan A21 2048 kasar A55 2048 Kapasitas dan Jumlah IQF yang tersedia terbatas A31 2025 Kenaikan Harga Pakan A24 1920 Tingkat salinitas air rendah Kendaraan pengangkut tidak memiliki sistem A62 1683 pendingin A27 1620 Perubahan cuaca tidak menentu
Permintaan A03 mendadak dari konsumen
Lobster yang telah molting A37 terlambat diambil
Strategi Aksi Mitigasi PA01 PA02 PA09 PA11 PA20 PA03 PA04 PA05 PA09 PA14 PA17 PA02 PA04 PA06 PA07
Penurunan A12 kualitas lobster PA08 dalam IQF PA09 PA12
Flexible Supply Base Membuat safety stock produk Flexible Supply base Berkoordinasi dengan pihak 3PL Multi carrier transportation Pengalokasian jumlah tenaga kerja Silent Product Rollover Penanganan pada kolam berbeda Mencari supplier yang memiliki karakteristik sama Memberikan tempat khusus pada benih lobster pada saat pengiriman Memproduksi pakan sendiri Membuat safety stock produk Silent Product Rollover Maintenance mesin pendingin IQF Perbaikan pada proses glazing Memberikan Pelatihan Pembibitan dan Budidaya Mencari supplier yang memiliki karakteristik sama Schedulling Maintenance Mesin Vacum Melakukan penambahan jumlah mesin pendingin IQF Memberikan Pelatihan Pembibitan dan Budidaya Mencari supplier yang memiliki karakteristik sama Berkoordinasi dengan pihak 3PL Flexible Supply Base Mencari supplier yang memiliki karakteristik sama Flexible transportation Berkoordinasi dengan pihak 3PL Multi carrier transportation Silent Product Rollover Schedulling Maintenance Mesin Vacum
PA16 Lebih mengutamakan PA08 A06 Supplier PA09 binaan perusahaan PA11 PA01 Waktu bongkar muat PA09 benih A19 membutuhkan PA10 waktu yang PA11 lama PA20 Tidak adanya PA04 A47 maintenance PA12 mesin vacum Kerusakan Schedulling Maintenance peralatan peralatan PA13 timbang A39 timbang
PAj
Aksi Rancangan Mitigasi
Tek
PA05 Silent Product Rollover
65.193
Mencari moda transportasi yang memiliki PA20 sistem pendingin PA02 Membuat safety stock produk PA11 Berkoordinasi dengan pihak 3PL PA09
Mencari supplier yang memiliki karakteristik sama
PA12 Schedulling Maintenance Mesin Vacum Memilih moda transportasi yang lebih PA10 fleksibel PA17 Memproduksi pakan sendiri
PA13
Schedulling Maintenance Peralatan Timbang
PA03 Pengalokasian jumlah tenaga kerja PA01
49.482 31.224 50.955 27.810 27.486
28.715 20.250 24.300
Mencari Supplier lain yang memiliki lobster akan molting 29.282
PA19 Memberi kadar garam
(Ejk)
49.659
26.325
PA06 Maintenance mesin pendingin IQF
Tabel IV.4 Penentuan nilai korelasi antara strategi mitigasi dan agen risiko Agen Risiko
Tabel IV.5 Rekap Hasil Evaluasi Rancangan Mitigasi
17.280
Melakukan penambahan jumlah mesin PA16 pendingin IQF Memberikan Pelatihan Pembibitan dan PA08 Budidaya PA21 Incubator pada kolam
27.999 24.450 14.580
9 9 3 3 3 9 9 3
PA15 Pencatatan dan Perbaikan penanganan
3
PA04 Penanganan pada kolam berbeda
Memberikan tempat khusus pada benih PA14 lobster pada saat pengiriman PA07 Perbaikan pada proses glazing Pembuatan jadwal rutin untuk memeriksa PA18 kondisi kolam
18.428 8.100 7.524 5.760 8.100
Dk 3 4 4 3 5 3 3 3 4 3 4 5 3 5 5 3 4 3 3 3 5
ETDk 21.731 12.415 12.371 10.408 10.191 9.270 9.162 8.775 7.179 6.750 6.075 5.856 5.760 5.600 4.890 4.860 4.607 2.700 2.508 1.920 1.620
Rk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
3 3 9 9 9 3 1 3 3 3 9 9 3 1 1 9 3 3 1 9
9
IV.5 Analisa terhadapr rancangan aksi mitigasi Berdasarakan hasil evaluasi pemilihan didapatkan lima rancangan mitigasi yang terpilih. Antara lain (PA5) Aksi Mitigasi Silent Product Rollover, (PA20) Multi Carrier Transportation, (PA2) Strategy Stock, (PA11) Berkoordinasi dengan pihak 3PL, (PA9) Flexible Supply base pemilihan rancangan aksi mitigasi ini diidasarkan oleh tingkat efektifitas pada perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan biaya dan resources. Serta tingkat kesulitan penerapan aksi mitigasi ini. V.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Dari hasil identifikasi risiko rantai pasok pada PT.CSI mengunakan model House Of Risk tahap 1di dapatkan 37 kejadian risiko dan 64 agen risiko. 2. Dari 64 agen risiko didapatkan 13 agen risiko yang memiliki nilai ARP yang tertinggi, antara lain : • A03 Permintaan mendadak dari konsumen
6 • • • • • • • • • • •
A37 Lobster yang telah molting terlambat diambil A12 Penurunan kualitas lobster dalam IQF A6 Lebih mengutamakan Supplier binaan perusahaan A19 Waktu bongkar muat membutuhkan waktu yang lama A47 Tidak adanya maintenance mesin vacum A39 Kerusakan peralatan timbang A21 Proses penanganan saat pengiriman dilakukan dengan kasar A55 Kapasitas dan Jumlah IQF yang tersedia terbatas A24 Kenaikan Harga Pakan A62 Kendaraan pengangkut tidak memiliki sistem pendingin A27 Perubahan cuaca tidak menentu
3. Berdasarkan House Of Risk tahap 2 didapatkan 21 rancangan strategi mitigasi yang dapat meminimalisir terjadinya risiko pada PT.CSI yaitu • PA05 Silent Product Rollover, perusahaan dapat memproduksi aneka olahan lobster seperti nugget, siomay dll • PA20 Multi Carrier Transportation, perusahaan dapat mencari moda transportasi yang memiliki sistem pendingin seperti PT.Mitra Jaya Trans • PA02 Strategy Stock , dapat dilakukan dengan membuat safety stock produk • PA11 Berkoordinasi dengan pihak 3PL, berdasarkan aksi mitigasi ini dapat dilakukan sebagai aksi responsif oleh perusahaan. • PA09 Flexible Supply base , perusahaan dapat mencari supplier yang memiliki karakteristik sama. DAFTAR PUSTAKA [1] Anderson, D,A, 2001. Hazard Analysis in Engineering Design. Lousiana Tech University. [2] Aldridge, J.R. and Dale, B.G., 2003. Managing Quality : Fourt Edition. Blackwell Publishing Ltd , Berlin. [3] Aflakha, N.2011. Analisis dan Mitigasi Rantai Supply pada Perusahaan Jasa Penyedia Layanan Data dan Internet. (Studi Kasus: Produk Speedy pada PT. TELKOM DCS Timur) Surabaya; Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri. [4] Anityasari, M, & Wessiani, N. 2011. Analisa Kelayakan Usaha Dilengkapi kajian Manajemen Risiko. Surabaya: Gunawidya [5] Brindley Claire. 2004. Supply Chain Risk.Ashgate. [6] Couhen, L. 1995. Quality Function Deployment ; How to make QFD work for you. Foreword by Don Clausing Engineering Process Improvemnet Series. [7] Geraldin, L. H., Pujawan, I. N., & Dewi, D. S. 2007. Manajemen Risiko dan Aksi Mitigasi untuk Menciptakan Rantai Pasok yang Robust. Jurnal Teknologi dan Rekayasa Teknik Sipil “TORSI”, 53-64 [8] Indrajit, Eko dan Richardus Djokopranoto.2002. Konsep Manajemen Supply Chain. PT.Grasindo. Jakarta. [9] Meynar, K. 2011. Identifikasi Profil Risiko Unit Pelaksana Area PT. PLN (PERSERO) Distribusi Bali
Menggunakan Pendekatan FMECA. Surabaya: Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS Surabaya [10] Napitupulu, Y. A., 2012. Identifikasi Kebutuhan Informasi Untuk Proses Information Sharing Pada Supply Chain Melalui SCOR dan Analisis Risiko, Surabaya: Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS Surabaya [11] Pujawan, I. N., & Mahendrawati. 2010. Supply Chain Management. Surabaya.: Penerbit Guna Widya [12] Tang, Christoper S .2005. Prespectives in Supply Chain Risk Management : A Review. UCLA Anderson School, 110 Westwood Plaza, UCLA, Los Angles, CA 90095, USA [13] Vanker, Evelin. 2013. 80/20 Pareto’s Principle In Project Management Communication. [On Line] Available at www.kumlanderlab.com/edu3390/presentations/EV_20 13.pdf [ diakses 13 Juli 2013] [14] Waters, D. 2007. Supply Chain Risk Management: Vulnerabilty and Resilience in logistics. Kogan Page Publishers.