LAPORAN TEKNIS T.A. 2015
ANALISIS DAN KAJIAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN (REFOCUSING)
Tukul Rameyo Adi, Siti Hajar Suryawati, Sonny Koeshendrajana, Zahri Nasution, Tajerin, Estu Sri Luhur, Radityo Pramoda, Nendah Kurniasari, Arfah Elly
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2015
i
LEMBAR PENGESAHAN
Satuan Kerja (Satker)
: Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Judul Kegiatan Penelitian
: Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
Status
: Baru
Pagu Anggaran
: Rp 800.000.000,(Delapan ratus juta rupiah)
Tahun Anggaran
: 2015
Sumber Anggaran
: APBN, DIPA Satker Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tahun 2015
Penanggung jawab output
: Dr. Ir. Tukul Rameyo Adi, M.T NIP. 19610210 199003 1 001
Penanggung jawab pelaksana output
: Dr. Siti Hajar Suryawati, M.Si NIP. 197708122002122002
Jakarta,
Desember 2015
Penanggung jawab output
Penanggung jawab pelaksana output
Dr. Ir. Tukul Rameyo Adi, M.T NIP. 19610210 199003 1 001
Dr. Siti Hajar Suryawati, M.Si NIP. 197708122002122002
Mengetahui/Menyetujui: Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Dr. Ir. Tukul Rameyo Adi, M.T NIP. 19610210 199003 1 001
ii
COPY PROPOSAL KEGIATAN
RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN (ROKP) T.A. 2015
ANALISIS DAN KAJIAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN (REFOCUSING)
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2015
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Satuan Kerja (Satker)
: Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Judul Kegiatan Penelitian
: Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
Status
: Baru
Pagu Anggaran
: Rp 800.000.000,(Delapan ratus juta rupiah)
Tahun Anggaran
: 2015
Sumber Anggaran
: APBN, DIPA Satker Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tahun 2015
Penanggung jawab output
: Dr. Ir. Tukul Rameyo Adi, M.T NIP. 19610210 199003 1 001
Penanggung jawab pelaksana output
: Dr. Siti Hajar Suryawati, M.Si NIP. 197708122002122002
Jakarta,
Februari 2015
Penanggung jawab output
Penanggung jawab pelaksana output
Dr. Ir. Tukul Rameyo Adi, M.T NIP. 19610210 199003 1 001
Dr. Siti Hajar Suryawati, M.Si NIP. 197708122002122002
Mengetahui/Menyetujui: Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Dr. Ir. Tukul Rameyo Adi, M.T NIP. 19610210 199003 1 001
iv
RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN (ROKP) BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN
1. JUDUL KEGIATAN
: Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
2. SUMBER DAN TAHUN ANGGARAN 3. STATUS KEGIATAN
: APBN 2015 : Baru Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing) ini dilakukan di BBPSEKP dalam rangka analisis secara antisipatif terhadap isu-isu aktual bidang kelautan dan perikanan
4. PROGRAM
:
a. Komoditas
: Kelautan dan Perikanan
b. Bidang/Masalah
: Sosial Ekonomi dan Kelembagaan
c. Penelitian Pengembangan
: Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
d. Manajemen Penelitian
: Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
e. IKU KKP yang direspon
: -
5. TARGET OUTPUT KEGIATAN a. Target rekomendasi yang dihasilkan b. Data dan informasi c. Jumlah Karya Tulis Ilmiah (KTI) d. Target kertas kebijakan (Policy Brief)
Produksi Kelautan dan Perikanan Nilai Tukar Jumlah Pulau-Pulau Kecil termasuk Pulau-Pulau Terluar yang Dikelola Wilayah perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak SDKP
: : 8 (delapan) buah : 1 (satu) paket : 8 (delapan) buah : 8 (delapan) buah
v
6. PERKIRAAN TEMA REKOMENDASI YANG DIHASILKAN
: Tema rekomendasi disesuaikan dengan 8 topik kajian yang dilakukan
7. LOKASI KEGIATAN
: DKI Jakarta
8. PENELITI YANG TERLIBAT
:
No 1 2
3 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Dr. Ir. Tukul Rameyo Adi, M.T Dr. Siti Hajar Suryawati, M.Si Prof (Ris). Sonny Koeshendrajana Prof (Ris). Zahri Nasution Dr. Tajerin Estu Sri Luhur, SE Radityo Pramoda, SH, SE,MM Nendah Kurniasari, M.Si Arfah Elly, A.Md
9. TUJUAN
Pendidikan/ Jabatan S3/Penanggung jawab output S3/Penanggung jawab pelaksana output S3/ Anggota S3/ Anggota
Disiplin Ilmu
Tugas/ Instansi BBPSEKP
Alokasi Waktu (OB) 4
Pengelolaan SDA BBPSEKP dan Lingkungan
4
Ekonomi Sumberdaya Sosiologi
BBPSEKP
4
BBPSEKP
4
BBPSEKP BBPSEKP BBPSEKP
4 4 4
BBPSEKP
4
S3/ Anggota S1/ Anggota S2/ Anggota S2/ Anggota
Sosiologi
D3/ Pustakawan
Informasi dan PUMK Perpustakaan
4
:
TUJUAN UTAMA Secara umum kegiatan kajian/penelitian ini bertujuan untuk “memberikan masukan dan rumusan alternatif/rekomendasi kebijakan kepada pengambil kebijakan untuk antisipasi dan mengatasi (problem solving) berbagai masalah pembangunan kelautan dan perikanan” pada Tahun Anggaran 2015. TUJUAN SPESIFIK Secara khusus penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis isu-isu aktual berdasarkan prioritas urgensi dan relevansinya dengan pencapaian target-target pembangunan kelautan dan perikanan. Tujuan disesuaikan dengan 8 topik pembangunan kelautan dan perikanan.
vi
10. LATAR BELAKANG
:
Penyusunan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan yang melibatkan, mendengarkan dan mempertimbangkan masukan, saran dan kebutuhan pemangku kepentingan serta pelaku usaha memerlukan analisis serta alternatif pemecahan masalah akan dinamika pembangunan kelautan dan perikanan. Analisis yang tajam, cepat dan tepat merupakan faktor penting dalam membuat dan memperbaiki kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan yang lebih tepat sasaran, waktu dan program. Penelitian secara khusus akan programprogram pembangunan kelautan dan perikanan merupakan media untuk menghasilkan analisis tersebut. Melalui penelitian, pemetaan permasalahan atau kebutuhan, analisa serta saran pemecahan masalah bisa dihasilkan. Sejalan dengan dinamika lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi pembangunan kelautan dan perikanan tersebut, maka perlu dicermati berbagai isu kebijaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan. Peran penelitian sosial ekonomi kelautan dan perikanan sangat relevan dalam menguraikan berbagai perkembangan yang terjadi secara cepat di masyarakat. Oleh karena itu, ketersediaan bahan masukan berupa data dan informasi yang relevan menjadi semakin sangat penting dalam dinamika pembangunan sektor kelautan dan perikanan serta perumusan langkah antisipatif dan responsif yang cepat dan tepat. Sebagai unit kerja lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan, peneliti Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) harus mampu menyiapkan bahan kebijakan yang sifatnya antisipatif atau yang menjawab permasalahan yang berkembang. Untuk itu sangat diperlukan kajian secara cepat, tepat dan cermat atas berbagai masalah yang terjadi untuk bahan perumusan kebijakan kelautan dan perikanan. Berbagai permasalahan dan isu aktual aspek sosial ekonomi bidang kelautan dan perikanan menjadi pokok bahasan dalam kajian ini dan akan dievaluasi menurut tingkat kepentingan dan urgensinya secara berkala setiap 2 atau 3 bulan. Untuk merespon isu aktual tersebut dan merumuskan langkah antisipatif sebagai bahan masukan untuk kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan, pada tahun anggaran 2015, BBPSEKP melakukan Analisis dan Kajian Pembangunan
vii
Kelautan dan Perikanan (Refocusing). Berbagai bahan rumusan kebijakan kelautan dan perikanan disusun dalam rangka memberikan pertimbangan dan rekomendasi kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan bagi pemangku kepentingan/ stakeholders, khususnya untuk Menteri Kelautan dan Perikanan dan Ditjen lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan.
11. KELUARAN
:
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh keluaran berupa : a. Delapan (8) paket rekomendasi dari setiap topik penelitian; b. Delapan (8) naskah karya tulis ilmiah; c. Delapan (8) kertas kebijakan (policy brief); serta d. Satu (1) paket data dan informasi
12. TINJAUAN PUSTAKA
:
Analisis Kebijakan Analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan (E.S. Quade dalam Dunn, 1994). Analisis kebijakan meneliti sebab, akibat dan kinerja kebijakan publik. Kebijakan didasarkan pada masalah yang ada di daerah, selanjutnya kebijakan harus secara terus menerus dipantau, direvisi dan ditambah agar tetap memenuhi kebutuhan yang terus berubah. Analisis kebijakan tidak diciptakan untuk membangun dan menguji teori teori deskriptif yang umum namun mengkombinasikan dan mentransformasikan substansi dan metode beberapa disiplin ilmu sehingga menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah publik. Analisis kebijakan juga meliputi evaluasi dan rekomendasi kebijakan. Analisis kebijakan diharapkan untuk menghasilkan informasi mengenai : (1) nilai yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk melihat apakah masalah telah teratasi, (2) fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau
viii
meningkatkan pencapaian nilai-nilai, dan (3) tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai. Terdapat 3 (tiga) pendekatan dalam analisis kebijakan, yaitu : 1.
Pendekatan empiris adalah pendekatan yang menjelaskan sebab dan akibat dari suatu kebijakan publik.
2.
Pendekatan evaluatif adalah pendekatan yang berkenaan dengan penentuan bobot atau nilai dari beberapa kebijakan.
3.
Pendekatan normatif adalah pendekatan yang ditekankan pada rekomendasi serangkaian tindakan yang dapat menyelesaikan masalah-masalah publik. Sebagai proses penelitian analisis kebijakan menggunakan prosedur analisis
umum yang biasa dipakai untuk memecahkan masalah-masalah kemanusiaan, yaitu: deskriptif, prediksi, evaluasi, dan rekomendasi. Dari segi waktu dalam hubungannya dengan tindakan maka prediksi dan rekomendasi, digunakan sebelum tindakan diambil, sedangkan evaluasi digunakan setelah tindakan terjadi.
13. METODOLOGI PENELITIAN
:
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing) memiliki arti penting dalam proses pembuatan kebijakan publik dan memungkinkan sebuah kebijakan di desain secara sempurna dalam rangka merealisasikan visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Karena persoalan bersifat multi dimiensonal, saling terkait dan berkolerasi satu denganlainnya maka tim Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing) bersifat multi disiplin dan lintas kelompok penelitian. Tahapan analisis kajian ini meliputi menformulasikan masalah kebijakan, menentukan tujuan dan sasaran, mengidentifikasi parameter kebijakan dengan melakukan analisis serta mencari opsi-opsi kebijakan (Gambar 1).
ix
Isu dan permasalahan aktual kebijakan
Urgensi, relevansi, dan potensi dampak
Prioritasi pelaksanaan penelitian
Lingkungan internal (SDA, SDM, dll)
Lingkungan eksternal (SDA, SDM, dll)
Prioritas topik
Pengumpulan dan pengolahan data
Analisa dan sintesa
Bahan penyempurnaan kebijakan
Gambar 1.
Pendekatan Pelaksanaan Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing) Tahun 2015
Sebagaimana disebutkan dalam latar belakang bahwa pelaksanaan kajian khusus ini didasarkan pada upaya untuk merespon berbagai permasalahan dan isu aktual bidang kelautan dan perikanan yang tingkat kepentingan dan urgensinya akan dievaluasi secara berkala setiap 2 – 3 bulan. Agar tidak ketinggalan dan kehilangan relevansi analisis kebijakan ini perlu dilakukan secara cepat, tepat dan cermat sehingga diperoleh hasil kajian yang masih tetap relevan untuk perumusan kebijaksanaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah hingga panjang. Meskipun demikian, metoda penelitian ini tetap memperhatikan landasan teoritis dan mempertahankan objektivitas.
x
Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti BBPSE-KP di bawah koordinasi Kepala Balai Besar dengan arahan Kepala Badan Litbang KP. Setiap topik kajian dilaksanakan oleh tim kecil yang ditunjuk secara ad-hoc sesuai dengan bidang kepakaran dan dikoordinasikan oleh Kepala Bidang Tata Operasional. Penelitian dilaksanakan secara desk work terutama untuk kajian yang bersifat merespon isu aktual dan membutuhkan respon yang cepat untuk memberikan masukan bagi pengambil kebijakan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan Focus Group Discussion (FGD). Tujuan FGD adalah untuk mengeksplorasi masalah yang spesifik, yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Teknik ini digunakan dengan tujuan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari peneliti terhadap masalah yang diteliti. FGD digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap makna-makna intersubjektif yang sulit diberi makna sendiri oleh peneliti karena dihalangi oleh dorongan subjektivitas peneliti (Kresno dkk, 1999). Tahapan kegiatan disesuaikan untuk masing-masing topik kajian. Secara umum tahapan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
2.
Persiapan dan pemantapan pelaksanaan kegiatan a.
Penyusunan ROKR
b.
Pemantapan ROKR
c.
Finalisasi ROKR
Pelaksanaan kajian d.
Desk study dalam rangka persiapan FGD,
e.
Focus Group Discussion (FGD) dengan narasumber pakar dan Stakeholders sesuai topik
f.
FGD dalam rangka analisis dan kajian.
3.
Analisis data dan penyusunan laporan
4.
Sosialisasi hasil kajian Berbagai topik yang berhubungan dengan issu aktual aspek sosial ekonomi
kelautan dan perikanan menjadi pokok bahasan dalam kajian analisis kebijakan dan kinerja pembangunan kelautan dan perikanan yang sudah berhasil diidentifikasi diantaranya:
xi
1.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kelautan dan Perikanan
2.
Proyeksi Perekonomian Sektor Kelautan dan Perikanan Ke Depan
3.
Model Transfer Teknologi dan Inovasi Masyarakat Kelautan dan Perikanan
4.
Efektivitas dari Program PUGAR terhadap Kesejahteraan Masyarakat Petani Garam
14. RENCANA ANGGARAN BIAYA KODE 521211 521213 521811 522151
:
Rincian Komposisi Pembiayaan Belanja Bahan Honor Output Kegiatan Belanja Barang untuk Persediaan Barang Konsumsi Belanja Jasa Profesi Total
Jumlah (Rp.) 52,480,000 57,000,000 18,520,000 672,000,000 800.000.000
% 6.56 7.13 2.32 84.00 100,00
15. RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN : KEGIATAN ACARA Persiapan administrasi Penyusunan ROKP Pembahasan ROKP TOPIK 1 - Pembuatan TOR 1 - Studi Pustaka - FGD - Pembuatan laporan - Sosialisasi hasil
Tahun 2015 1 X X X
2 X X X
3
X X X X
4
5
X
- Studi Pustaka
X
X
- FGD
X
X
- Pembuatan laporan
X
X
-Sosialisasi hasil
7
8
9
10
11
X X X X
TOPIK 2 - Pembuatan TOR 2
-Sosialisasi hasil TOPIK 3 - Pembuatan TOR 3 - Studi Pustaka - FGD - Pembuatan laporan
6
X X X X X
X X X X
xii
12
Tahun 2015
KEGIATAN ACARA 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
TOPIK 4 - Pembuatan TOR 4
X
- Studi Pustaka
X
X
- FGD
X
X
- Pembuatan laporan
X
X
-Sosialisasi hasil
X
TOPIK 5 - Pembuatan TOR 5
X
- Studi Pustaka
X
X
- FGD
X
X
- Pembuatan laporan
X
X
-Sosialisasi hasil
X
TOPIK 6 - Pembuatan TOR 6
X
- Studi Pustaka
X
X
- FGD
X
X
- Pembuatan laporan
X
X
- Sosialisasi hasil
X
TOPIK 7 - Pembuatan TOR 7
X
- Studi Pustaka
X
X
- FGD
X
X
- Pembuatan laporan
X
X
-Sosialisasi hasil
X
TOPIK 8 - Pembuatan TOR 8
X
- Studi Pustaka
X
X
- FGD
X
X
- Pembuatan laporan
X
X
-Sosialisasi hasil Monev kegiatan Penyusunan laporan akhir
X X
X X
xiii
X
16.
RENCANA PENYERAPAN ANGGARAN DAN REALISASI FISIK (PERBULAN DAN PERBELANJA) :
Rencana Penyerapan Anggaran (Satuan Rp 1.000.000,-) Kode
Uraian
1
2
3
4
5
6
Bulan 7
521211
Belanja Bahan
521213
- 2.00 2.00 2.00 2.00 - Fotocopy - Konsumsi - 2.56 2.56 2.56 2.56 dalam rangka rapat di dalam kantor - Pencetakan - 2.00 2.00 2.00 2.00 laporan Honor Output Kegiatan - 5.70 5.70 5.70 5.70 Belanja Barang Untuk Persediaan Barang Konsumsi - 1.32 1.32 1.32 1.32 - ATK - Komputer - 1.00 1.00 1.00 1.00 Supply Belanja Jasa Profesi - 84.00 84.00 84.00 84.00
521811
522151
Rencana Realisasi Fisik (Satuan: %) BOBOT TAHAPAN 100 1 2 Belanja Bahan - Fotocopy - Konsumsi dalam rangka rapat di dalam kantor - Pencetakan laporan Honor Output Kegiatan Belanja Barang Untuk Persediaan Barang Konsumsi - ATK - Komputer Supply Belanja Jasa Profesi
8
9
10
11
12
2.00 2.00 2.00 2.00
-
-
2.56 2.56 2.56 2.56
-
-
2.00 2.00 2.00 2.00
-
-
5.70 5.70 5.70 5.70 5.70 5.70 1.32 1.32 1.32 1.32
-
-
1.00 1.00 1.00 1.00
-
-
84.00 84.00 84.00 84.00
-
-
11
12
Bulan 7 8
3
4
5
6
9
10
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
1 2
1 0,5 6
1 0,5 6
1 0,5 6
1 0,5 6
1 0,5 6
1 0,5 6
1 0,5 6
1 0,5 6
xiv
17. DAFTAR PUSTAKA
:
Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik edisi kedua. Wibawa S, Asitadani D, Hadna AH, Purwanto EA, penerjemah: Darwin M, editor. Terjemahan dari Public Policy Analysis: An Introduction. Gajahmada University Press, Yogyakarta Eriyatno dan F Sofyan. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian Untuk Pascasarjana. IPB Press. Bogor. Kresno S, E Nurlaela, E Wuryaningsih, dan I Ariawan. 1999. Aplikasi Penelitian Kualitatif dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Jakarta. Sudarno S. 2011. History and Lessons Learned. Paper prepared for Revitalising Indonesia’s Knowledge Sector for Development Policy, AusAID, January 2011. The SMERU Research Institute.
xv
LAMPIRAN
xvi
Lampiran 1. Rencana Pembelanjaan Kegiatan Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing) Tahun 2015 KODE 2369.003. 002.014 521211
KOMPONEN/DETAIL KEGIATAN /JENIS BELANJA/ DETAIL AKUN
VOL
SATUAN
HARGA SATUAN
JUMLAH BIAYA (Rp)
JUMLAH PERSONIL/ JUMLAH DATA
LOKASI
Maret s/d Oktober Maret s/d Oktober
Jakarta
Maret s/d Oktober
Jakarta
ANALISIS DAN KAJIAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN (REFOCUSING) Belanja Bahan - Fotocopy [8 TOPIK x 2 PKT]
52,480,000 16
PKT
16,000,000 1,000,000
- Konsumsi dalam rangka rapat di dalam kantor [10 ORG x 8 TOPIK x 4 KALI] - Pencetakan laporan
320
OK
20,480,000 64,000
8
PKT
10 orang (Peneliti dan Narasumber)
16,000,000 2,000,000
521213
WAKTU
Honor Output Kegiatan HONOR TIM SUPERVISI ANALISIS ANTISIPATIF KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN - Pengarah [1 ORG x 10 BLN]
57,000,000 57,000,000
10
OB
Jakarta
7,500,000
1 orang
Maret s/d Desember
Jakarta
7,000,000
1 orang
Maret s/d Desember
Jakarta
6,500,000
1 orang
Maret s/d Desember
Jakarta
6,000,000
1 orang
Maret s/d Desember
Jakarta
5,000,000
1 orang
Maret s/d Desember
Jakarta
25,000,000
5 orang
Maret s/d
Jakarta
750,000 - Penanggung Jawab [1 ORG x 10 BLN]
10
OB 700,000
- Ketua [1 ORG x 10 BLN]
10
OB 650,000
- Wakil ketua [1 ORG x 10 BLN]
10
OB 600,000
- Sekretaris [1 ORG x 10 BLN]
10
OB 500,000
- Anggota [5 ORG x 10 BLN]
50
OB
Jakarta
500,000
xvii
KODE
KOMPONEN/DETAIL KEGIATAN /JENIS BELANJA/ DETAIL AKUN
VOL
SATUAN
HARGA SATUAN
JUMLAH BIAYA (Rp)
JUMLAH PERSONIL/ JUMLAH DATA
WAKTU
LOKASI
Desember 521811
Belanja Barang Untuk Persediaan Barang Konsumsi - ATK [8 TOPIK x 2 PKT]
18,520,000 16
PKT
10,520,000 657,500
- Komputer Supply [8 TOPIK x 1 PKT]
8
PKT
8,000,000 1,000,000
522151
Belanja Jasa Profesi - Narasumber pakar/praktisi pembicara khusus [7 ORG x 2 JAM x 8 TPK x 4 PRTM]
448
672,000,000 672,000,000
OJ 1,500,000
7 orang (Narasumber)
Maret s/d Oktober Maret s/d Oktober
Jakarta
Maret s/d Oktober
Jakarta
Jakarta
xviii
RINGKASAN
Pendahuluan Sejalan dengan dinamika lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi pembangunan kelautan dan perikanan, maka perlu dicermati berbagai isu kebijaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan. Peran penelitian sosial ekonomi kelautan dan perikanan sangat relevan dalam menguraikan berbagai perkembangan yang terjadi secara cepat di masyarakat. Sebagai unit kerja lingkup Kementerian Pertanian, peneliti Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (BBPSEKP) harus mampu menyiapkan bahan kebijakan yang sifatnya antisipatif atau yang menjawab permasalahan yang berkembang. Untuk itu sangat diperlukan kajian secara cepat, tepat dan cermat atas berbagai masalah yang terjadi untuk bahan perumusan kebijakan kelautan dan perikanan. Secara umum kegiatan kajian/penelitian ini bertujuan untuk “memberikan masukan dan rumusan alternatif/rekomendasi kebijakan kepada pengambil kebijakan untuk antisipasi dan mengatasi (problem solving) berbagai masalah pembangunan kelautan dan perikanan, baik di tingkat regional maupun nasional”. Keluaran yang diharapkan dari kajian/penelitian ini adalah rumusan alternatif/rekomendasi kebijaksanaan kepada pengambil kebijakan untuk antisipasi dan mengatasi (problem solving) berbagai masalah pembangunan kelautan dan perikanan pertanian, baik di tingkat regional maupun nasional dengan mengacu pada 3 misi Kementerian Kelautan dan Perikanan, yaitu: keberlanjutan, kesejahteraan dan kesejahteraan.
Metodologi Penelitian Agar tidak ketinggalan dan kehilangan relevansi analisis kebijakan ini perlu dilakukan secara cepat, tepat dan cermat sehingga diperoleh hasil kajian yang masih tetap relevan untuk perumusan kebijaksanaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah hingga panjang. Meskipun demikian, metoda penelitian ini tetap memperhatikan landasan teoritis dan mempertahankan objektivitas. Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti BBPSEKP di bawah koordinasi Kepala Balai. Setiap topik kajian dilaksanakan oleh tim kecil yang ditunjuk secara ad-hoc sesuai dengan bidang kepakaran dan dikoordinasikan oleh Kepala Bidang Tata Operasional.
xix
Penelitian dilaksanakan secara desk work terutama untuk kajian yang bersifat merespon isu aktual dan membutuhkan respon yang cepat untuk memberikan masukan bagi pengambil kebijakan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan Focus Group Discussion (FGD).
Kajian Issu Kebijakan dan Kinerja Pembangunan Kelautan dan Perikanan Hasil kajian sebagai respon atas isu dan permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam kajian analisis kebijakan dan kinerja pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan pada Tahun 2015 ini adalah: (1) Penentuan Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan dan Proyeksi 2015 – 2019; (2) Proyeksi Produksi Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya dan Pengolahan Hasil Perikanan Sampai Tahun 2025; (3) Penyusunan Klasifikasi Tabel Input dan Output Sektor Kelautan dan Perikanan; (4) Evaluasi Kebijakan Kedaulatan Pangan dalam Rangka Implementasi Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan di Sektor Perikanan; (5) Manual Penentuan Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut Di 7 Kabupaten; (6) Mainstreaming Unsur Penanganan Kerugian dan Kerusakan (Loss and Damage) Perubahan Iklim ke dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, Petambak Garam di Pesisir; dan (7) PDB Sektor Perikanan 2015 dan Proyeksi 2016.
xx
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan laporan ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW. Laporan ini merupakan output kegiatan “Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)” yang memuat bahan rumusan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan yaitu: (1) Penentuan Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan dan Proyeksi 2015 – 2019; (2) Proyeksi Produksi Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya dan Pengolahan Hasil Perikanan Sampai Tahun 2025; (3) Penyusunan Klasifikasi Tabel Input dan Output Sektor Kelautan dan Perikanan; (4) Evaluasi Kebijakan Kedaulatan Pangan dalam Rangka Implementasi Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan di Sektor Perikanan; (5) Manual Penentuan Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut Di 7 Kabupaten; (6) Mainstreaming Unsur Penanganan Kerugian dan Kerusakan (Loss and Damage) Perubahan Iklim ke dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, Petambak Garam di Pesisir; dan (7) PDB Sektor Perikanan 2015 dan Proyeksi 2016. Laporan naskah model ini semoga dapat menjadi bahan acuan dan rekomendasi dalam pembangunan kelautan dan perikanan. Saran dan masukan untuk bahan perbaikan di masa yang akan datang sangat diharapkan.
Jakarta,
Desember 2015
xxi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
Halaman ii
COPY PROPOSAL KEGIATAN
v
RINGKASAN
xix
KATA PENGANTAR
xxi
DAFTAR ISI
xxii
DAFTAR TABEL
xxiii
DAFTAR GAMBAR
xxiv
I. PENDAHULUAN
1
II. TINJAUAN ISU-ISU STRATEGIS SEKTOR KP
3
III. METODOLOGI
6
IV. HASIL KEGIATAN
9
4.1 Penyusunan Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan dan Proyeksi 2015 – 2019
9
4.2 Proyeksi Produksi Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya Tahun 2015 - 2019
16
4.3 Penyusunan Klasifikasi Tabel Input dan Output Sektor Kelautan dan Perikanan
19
4.4 Evaluasi Kebijakan Kedaulatan Pangan dalam Rangka Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan di Sektor Perikanan
37
4.5 Penyusunan Panduan Penentuan Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut di 7 Kabupaten
43
4.6 Mainstreaming Unsur Penanganan Kerugian dan Kerusakan (Loss and Damage) Perubahan Iklim ke dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, Petambak Garam di Pesisir
55
4.7 PDB Sektor Perikanan 2015 dan Proyeksi 2016
61
V. REKOMENDASI KEBIJAKAN
68
DAFTAR PUSTAKA
72
xxii
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1
Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2015 – 2019
5
2
Matriks Keterkaitan Topik yang Dilaksanakan dengan Urgensi dan Cakupan
8
3
Indikator Penyusun Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan
11
4
Koefisien output analisis stata untuk dimensi sosial dan kelembagaan
12
5
Koefisien Output Analisis Stata untuk Dimensi Ekonomi
12
6
Grafik Produksi Perikanan Tangkap Indonesia (IPT) Tahun 19752019
18
7
Data Aktual (1983-2013) dan Proyeksi Produksi Perikanan Budidaya Indonesia setelah Pemulusan Eksponensial(2014-2019)
18
8
Disagregasi Sektor Perikanan Berdasarkan Tabel I-O Tahun 2012
28
9
Perubahan UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan menjadi UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
38
10
Kegiatan Strategis Kedaulatan Pangan dalam Nawacita yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo
41
11
Dimensi dan Indikator Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut
48
12
Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Bahan Baku
48
13
Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Sosial Budaya
49
14
Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Ekonomi
50
15
Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Teknologi
51
16
Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Infrastruktur
52
17
Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Kelembagaan dan Hukum
53
18
PDB Sektor Perikanan dan Nasional (Rp Milyar)
63
xxiii
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1
Pendekatan Pelaksanaan Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing) Tahun 2015
6
2
Peta Indeks Kesejahteraan Masyarakat KP untuk Dimensi Sosial dan Kelembagaan, 2014
14
3
Peta Indeks Kesejahteraan Masyarakat KP untuk Dimensi Ekonomi, 2014
14
4
Peringkat Indeks Kesejahteraan Masyarakat KP menurut Propinsi di Indonesia, 2014
15
5
Strategi Koordinasi Kebijakan Nasional Kedaulatan Pangan
40
6
Pertumbuhan Ekonomi Kuartalan (Year-on-Year) Sektor Perikanan (%)
63
7
PDB Sektor Perikanan (Rp Milyar, Harga Konstan 2010)
66
8
PDB Sektor Perikanan 2014-2016 (Rp Milyar, Harga Konstan 2010)
66
xxiv
I. PENDAHULUAN
Penyusunan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan yang melibatkan, mendengarkan dan mempertimbangkan masukan, saran dan kebutuhan pemangku kepentingan serta pelaku usaha memerlukan analisis serta alternatif pemecahan masalah akan dinamika pembangunan kelautan dan perikanan. Analisis yang tajam, cepat dan tepat merupakan faktor penting dalam membuat dan memperbaiki kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan yang lebih tepat sasaran, waktu dan program. Penelitian secara khusus akan programprogram pembangunan kelautan dan perikanan merupakan media untuk menghasilkan analisis tersebut. Melalui penelitian, pemetaan permasalahan atau kebutuhan, analisa serta saran pemecahan masalah bisa dihasilkan. Sejalan dengan dinamika lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi pembangunan kelautan dan perikanan tersebut, maka perlu dicermati berbagai isu kebijaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan. Peran penelitian sosial ekonomi kelautan dan perikanan sangat relevan dalam menguraikan berbagai perkembangan yang terjadi secara cepat di masyarakat. Oleh karena itu, ketersediaan bahan masukan berupa data dan informasi yang relevan menjadi semakin sangat penting dalam dinamika pembangunan sektor kelautan dan perikanan serta perumusan langkah antisipatif dan responsif yang cepat dan tepat. Sebagai unit kerja lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan, peneliti Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSE-KP) harus mampu menyiapkan bahan kebijakan yang sifatnya antisipatif atau yang menjawab permasalahan yang berkembang. Untuk itu sangat diperlukan kajian secara cepat, tepat dan cermat atas berbagai masalah yang terjadi untuk bahan perumusan kebijakan kelautan dan perikanan. Berbagai permasalahan dan isu aktual aspek sosial ekonomi bidang kelautan dan perikanan menjadi pokok bahasan dalam kajian ini dan akan dievaluasi menurut tingkat kepentingan dan urgensinya secara berkala setiap 2 atau 3 bulan. Untuk merespon isu aktual tersebut dan merumuskan langkah antisipatif sebagai bahan masukan untuk kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan, pada
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
1
tahun anggaran 2015, BBPSEKP melakukan Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing). Berbagai bahan rumusan kebijakan kelautan dan perikanan disusun dalam rangka memberikan pertimbangan dan rekomendasi kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan bagi pemangku kepentingan/ stakeholders, khususnya untuk Menteri Kelautan dan Perikanan dan Ditjen lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
2
II. TINJAUAN ISU-ISU STRATEGIS SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 25/Permen-KP/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2015-2019 prinsip dasar Trisakti menjadi basis dalam pembangunan karakter kebangsaan dan landasan kebijakan nasional 5 (lima) tahun kedepan, termasuk pembangunan kelautan dan perikanan. Penjabaran Trisakti diwujudkan dalam bentuk: 1. Kedaulatan dalam politik diwujudkan dalam pembangunan demokrasi politik yang berdasarkan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. 2. Berdikari dalam ekonomi diwujudkan dalam pembangunan demokrasi ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaku utama dalam pembentukan produksi dan distribusi nasional. 3. Kepribadian dalam kebudayaan diwujudkan melalui pembangunan karakter dan kegotong-royongan yang berdasar pada realitas kebhinekaan dan kemaritiman
sebagai
kekuatan
potensi
bangsa
dalam
mewujudkan
implementasi demokrasi politik dan demokrasi ekonomi Indonesia masa depan. Ideologi TRISAKTI menggambarkan bahwa pembangunan dicapai melalui perwujudan bangsa yang : (1) berdaulat, yaitu bangsa yang mampu hidup sejajar dan sederajat dengan bangsa lain, hal ini dicapai melalui peningkatan kemampuan berdaya saing; (2) Mandiri, yaitu berkurangnya ketergantungan dari sumberdaya luar negeri melalui ketersediaan manusia yang berkualitas dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) secara terpadu dan ramah lingkungan; (3) Berkepribadian dan berkebudayaan, yaitu menyadari jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk dan bangsa maritim, serta menempatkan maritim sebagai poros kekuatan untuk membangun perekonomian Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ideologi TRISAKTI dalam RPJMN 2015-2019 juga menggambarkan adanya reorientasi paradigma
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
3
pembangunan (paradigm shift), dari pembangunan berbasis daratan menjadi pembangunan berbasis kelautan dan kepulauan. Presiden telah menyatakan bahwa Laut adalah Masa Depan Peradaban Bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa laut tidak boleh dipunggungi, sudah saatnya bangsa Indonesia melihat laut sebagai sumber kehidupan manusia. Oleh sebab itu, pembangunan kelautan dan perikanan harus dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan untuk mengubah suatu keadaan menjadi keadaan yang lebih baik dengan memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal, efisien, efektif, dan akuntabel, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Mengacu pada tugas KKP maka 3 pilar yang menjadi misi KKP yakni: 1. Kedaulatan (Sovereignty), yakni mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang berdaulat, guna menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya kepribadian
Indonesia
kelautan dan perikanan, dan mencerminkan
sebagai
negara
kepulauan;
2.
Keberlanjutan
(Sustainability), yakni mewujudkan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan; dan 3. Kesejahteraan (Prosperity), yakni mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang sejahtera, maju, mandiri, serta berkepribadian dalam kebudayaan. Arah kebijakan KKP disusun dengan menjabarkan 3 pilar dalam misi pembangunan kelautan dan perikanan beserta langkah operasionalnya disajikan dalam Tabel 1 berikut:
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
4
Tabel 1. Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2015 – 2019 No Kebijakan 1 Kebijakan Pokok a. Membangun kedaulatan yang mampu menopang kemandirian ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. b. Menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang bertanggung jawab, berdaya saing, dan berkelanjutan.
c. Meningkatkan pemberdayaan dan kemandirian dalam menjaga keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan.
2
Kebijakan Lintas Bidang a. Pengarusutamaan Gender
b. Pembangunan Kewilayahan
c. Adaptasi Perubahan Iklim
d. Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
Langkah Operasional Memberantas IUU Fishing Meningkatkan sistem pengawasan SDKP terintegrasi Mengembangkan sistem karantina ikan, pembinaan mutu dan pengendalian keamanan hayati ikan Mengoptimalkan pemanfaatan ruang laut dan pesisir Mengelola sumberdaya ikan di 11 WPPNRI Mengendalikan sumberdaya perikanan tangkap Mengelola pemanfaatan perairan umum daratan Membangun kemandirian dalam budidaya perikanan Meningkatkan sistem logistic hasil perikanan Meningkatkan mutu, diversifikasi dan akses pasar produk kelautan dan perikanan Merehabilitasi ekosistem dan perlindungan lingkungan laut Membangun kemandirian pulau-pulau kecil Member perlindungan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam Menigkatkan pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan Meningkatkan usaha dan invetasi kelautan dan perikanan Meningkatkan kompetensi masyarakat KP melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan Mengembangkan inovasi IPTEK bidang kelautan dan perikanan Pengarusutamaan Gender di bidang Kelautan dan Perikanan akan dilaksanakan dengan strategi meningkatkan peran, akses, kontrol dan manfaat gender dalam pembangunan KP. Pembangunan kewilayahan akan dilaksanakan dengan strategi mempercepat pengurangan kesenjangan pembangunan antar wilayah. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim Peningkatan ketahanan masyarakat KP terhadap perubahan iklim Membangun budaya kerja yang professional Meningkatkan kualitas pengawasan internal
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
5
III. METODOLOGI
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing) memiliki arti penting dalam proses pembuatan kebijakan publik dan memungkinkan sebuah kebijakan di desain secara sempurna dalam rangka merealisasikan visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Karena persoalan bersifat multi dimiensonal, saling terkait dan berkolerasi satu denganlainnya maka tim Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing) bersifat multi disiplin dan lintas kelompok penelitian. Tahapan analisis kajian ini meliputi menformulasikan masalah kebijakan, menentukan tujuan dan sasaran, mengidentifikasi parameter kebijakan dengan melakukan analisis serta mencari opsi-opsi kebijakan (Gambar 1). Isu dan permasalahan aktual kebijakan
Urgensi, relevansi, dan potensi dampak
Prioritasi pelaksanaan penelitian
Lingkungan internal (SDA, SDM, dll)
Prioritas topik
Pengumpulan dan pengolahan data
Lingkungan eksternal (SDA, SDM, dll) Analisa dan sintesa
Bahan penyempurnaan kebijakan KP
Gambar 1.
Pendekatan Pelaksanaan Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing) Tahun 2015
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
6
Sebagaimana disebutkan dalam latar belakang bahwa pelaksanaan kajian khusus ini didasarkan pada upaya untuk merespon berbagai permasalahan dan isu aktual bidang kelautan dan perikanan yang tingkat kepentingan dan urgensinya akan dievaluasi secara berkala setiap 2 – 3 bulan. Agar tidak ketinggalan dan kehilangan relevansi analisis kebijakan ini perlu dilakukan secara cepat, tepat dan cermat sehingga diperoleh hasil kajian yang masih tetap relevan untuk perumusan kebijaksanaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah hingga panjang. Meskipun demikian, metoda penelitian ini tetap memperhatikan landasan teoritis dan mempertahankan objektivitas. Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti BBPSE-KP di bawah koordinasi Kepala Balai Besar dengan arahan Kepala Badan Litbang KP. Setiap topik kajian dilaksanakan oleh tim kecil yang ditunjuk secara ad-hoc sesuai dengan bidang kepakaran dan dikoordinasikan oleh Kepala Bidang Tata Operasional. Penelitian dilaksanakan secara desk work terutama untuk kajian yang bersifat merespon isu aktual dan membutuhkan respon yang cepat untuk memberikan masukan bagi pengambil kebijakan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan Focus Group Discussion (FGD). Tujuan FGD adalah untuk mengeksplorasi masalah yang spesifik, yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Teknik ini digunakan dengan tujuan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari peneliti terhadap masalah yang diteliti. FGD digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap makna-makna intersubjektif yang sulit diberi makna sendiri oleh peneliti karena dihalangi oleh dorongan subjektivitas peneliti (Kresno S. dkk., 1999). Berbagai topik yang berhubungan dengan issu aktual aspek sosial ekonomi kelautan dan perikanan menjadi pokok bahasan dalam kajian analisis kebijakan dan kinerja pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan pada Tahun 2015 ini disajikan pada Tabel 2 berikut ini:
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
7
Tabel 2. Matriks Keterkaitan Topik yang Dilaksanakan dengan Urgensi dan Cakupan No 1
2
3
4
5
6
7
Cakupan
Keterkaitan dengan Isue Kesejahteraan Rakyat
Topik
Urgensi
Penentuan Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan dan Proyeksi 2015 – 2019 Proyeksi Produksi Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya dan Pengolahan Hasil Perikanan Sampai Tahun 2025 Penyusunan Klasifikasi Tabel Input dan Output Sektor Kelautan dan Perikanan Evaluasi Kebijakan Kedaulatan Pangan dalam Rangka Implementasi Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan di Sektor Perikanan Manual Penentuan Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut Di 7 Kabupaten
Sangat Penting
Nasional
Sangat Penting
Nasional
Pertumbuhan Ekonomi
Sangat Penting
Nasional
Pertumbuhan Ekonomi
Penting
Nasional
Ketahanan Pangan
Sangat Penting
Nasional
Mainstreaming Unsur Penanganan Kerugian dan Kerusakan (Loss and Damage) Perubahan Iklim ke dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, Petambak Garam di Pesisir PDB Sektor Perikanan 2015 dan Proyeksi 2016
Penting
Nasional
Rencana Pembangunan Pabrik Rumput Laut yang akan dilaksanakan oleh Ditjen Penguatan Daya Saing PKP Perubahan Iklim
Penting
Nasional
Pertumbuhan Ekonomi
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
8
IV. HASIL KEGIATAN 4.1 Penyusunan Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan dan Proyeksi 2015 – 2019 4.1.1 Analisis Situasi dan Tantangan IKraR (Indeks Kesejahteraan Rakyat) adalah indeks untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat di Indonesia. IKraR dirancang sebagai alat ukur keberhasilan pembangunan yang inklusif, serta alat ukur yang mampu melihat ketersediaan akses terhadap pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Indeks Kesejahtaraan Rakyat (IKRaR) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan instrument pengukuran yang berpijak pada paradigma pembangunan manusia (human centered development). Paradigma pembangunan manusia merupakan suatu paradigma yang memfokuskan atau menekankan bahwa proses pembangunan yang dilakukan harus dapat mengembangkan dan memberikan manfaat pada manusia. Beberapa isu krusial terkait kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan masih terlihat secara nyata di hadapan kita, yakni: kesenjangan sosial ekonomi antar kawasan, kemiskinan masyarakat di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil, penggunaan indicator nilai tukar pelaku utama (nelayan dan pembudidaya ikan). Konsep kesejahteraan yang dipergunakan dalam konteks masyarakat kelautan
dan
perikanan
mengadopsi
pada
konsep
'well-being'
dimana
menggambarkan suatu kondisi kehidupan masyarakat kelautan dan perikanan (nelayan, pembudidaya, pengolah, pemasar, dan petambak garam), yang memiliki rasa bahagia dan aman karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi, serta memperoleh perlindungan dari risiko-risiko utama yang mengancam kehidupannya. Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (IKMKP) dikembangkan dengan mengacu pada konsep IKraR untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. IKMKP memiliki 2 (dua) dimensi, yakni:
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
9
1. Dimensi Sosial dan Kelembagaan. Keadilan sosial dan kelembagaan tidak hanya menyangkut persoalan proses distribusi atau pemerataan hasil-hasil pembangunan kelautan dan perikanan, tapi berkaitan juga dengan upaya pemenuhan kebutuhan dasar, serta tindakan afirmatif dari KKP untuk melindungi dan memastikan setiap nelayan tradisional, pembudidaya, pengolah, pemasar, dan petambak mendapatkan kemudahan akses terhadap pemenuhan terhadap hak dasarnya, seperti pangan, papan, sandang, pelayanan publik, infrastruktur, serta pemberdayaan masyarakat sehingga mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. 2. Dimensi Ekonomi. Dimensi ekonomi dalam konteks kesejahteraan masyarakat dilihat dari indikator-indikator yang terkait kemampuan para nelayan tradisional, pembudidaya, petambak, pengolah, dan pemasar untuk mendapatkan kemudahan akses dan aset terhadap sumber daya ekonomi untuk mencapai kesejahteraannya.
4.1.2 Metode Analisis Secara umum tahapan penyusunan indeks kesejahteraan masyarakat KP adalah sebagai berikut: 1) Pengumpulan data; 2) Perapihan data; 3) Penyusunan model; 4) Penghitungan penimbang; dan 5) Penghitungan indeks. Dari hasil pertemuan para ahli (expert meeting) disepakati bahwa penghitungan IKMKP masing-masing provinsi dihitung dengan rumus sebagai berikut: 𝐼𝐾𝑀𝐾𝑃𝑖 = 0,6𝐼𝑋𝑆𝑖 + 0,4𝐼𝑋𝐸𝑖 Keseluruhan
jumlah
indikator
yang
dipakai
sebagai
penyusun
Indeks
Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (IKMKP) berjumlah 22 indikator yang terbagi dalam 11 indikator dalam Dimensi Sosial dan Kelembagaan, dan 11 indikator dalam Dimensi Ekonomi (Tabel 3).
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
10
Tabel 3. Indikator Penyusun Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan Dimensi Sosial dan Kelembagaan XS1 Jumlah penumbuhan dan pengembangan kelembagaan usaha perikanan tangkap (KUB) XS2 Jumlah penumbuhan dan pengembangan kelembagaan usaha budidaya ikan (Pokdakan) XS3 Jumlah penumbuhan dan pengembangan kelembagaan pemasaran perikanan (Poklasar) XS4 Jumlah penumbuhan dan pengembangan kelembagaan usaha garam rakyat (Kugar) XS5 Jumlah penumbuhan dan pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) XS6 Jumlah kelembagaan usaha yang terpantau dan terevaluasi / yang mendapatkan bantuan fasilitas XS7 Jumlah masyarakat adat, tradisional dan lokal yang direvitalisasi XS8 Jumlah LKM pesisir yang terfasilitasi permodalannya di kawasan pesisir dan pulau-pulau keci XS9 Jumlah pelaku usaha mikro yang mandiri di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil XS10 Jumlah kelompok pelaku utama/usaha yang meningkat kelasnya dari jumlah kelompok pelaku utama/usaha yang disuluh XS11 Jumlah kelompok yang disuluh mendukung tata kelola pemanfaatan sumber daya KP yang berdaya saing dan berkelanjutan
XE1
Dimensi Ekonomi Nilai Tukar Nelayan (NTN)
XE2
Nilai Tukar Pembudidaya (NTPi)
XE3
Nilai Tukar Pengolah (NTPo)
XE4
Nilai Tukar Petambak Garam (NTPG)
XE5
Rata-rata pendapatan nelayan/bulan
XE6
Rata-rata pendapatan pembudidaya/bulan
XE7
Rata-rata pendapatan pengolah perikanan/bulan Rata-rata pendapatan petambak garam/bulan
XE8
XE9
Jumlah kawasan wisata bahari yang dikembangkan
XE10 Proporsi pengeluaran pangan terhadap total pendapatan
XE11 Struktur ongkos usaha perikanan
Data dianalisis dengan menggunakan metode PCA (Principal Component Analysis). Asumsi penggunaan model ini adalah bahwa skala ordinal yang diperoleh akan berdistribusi normal, sehingga skala ordinal dari data politomus yang diperoleh dapat dianggap sebagai aproksimasi dari skala interval.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
11
4.1.3 Hasil Analisis Data yang dianalisis berasal dari eselon 1 lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan yang sudah dibedakan menurut dimensi dan indicator penyusunnya. Dari hasil perhitungan menggunakan Software Stata terhadap datadata yang masuk, diperoleh koefisien dari principal komponen pertama untuk indikator-indikator dalam dimensi sosial dan kelembagaan sebagai berikut: Tabel 4. Koefisien Output Analisis Stata untuk Dimensi Sosial dan Kelembagaan No Indikator 1 XS1 2 XS2 3 XS3 4 XS4 5 XS5 6 XS6 7 XS10 Sumber: hasil analisis data (2015)
Nilai koefisien 0.5000 0.4869 0.4500 -0.3237 -0.0806 -0.2491 0.3703
Sehingga dapat disusun sebuah formula untuk penghitungan indeks dimensi sosial dan kelembagaan adalah: 𝐼𝑋𝑆𝑖 = 0,5𝑋𝑆1𝑖 + 0,4869𝑋𝑆2𝑖 + 0,45𝑋𝑆3𝑖 − 0,3237𝑋𝑆4𝑖 − 0,0806𝑋𝑆4𝑖 − 2491𝑋𝑆6𝑖 + 0,3703𝑋𝑆10𝑖
Selanjutnya analisis Stata juga dilakukan untuk dimensi ekonomi. Koefisien output dari principal komponen pertama untuk indikator-indikator dalam dimensi ekonomi disajikan dalam Tabel 5 berikut: Tabel 5. Koefisien Output Analisis Stata untuk Dimensi Ekonomi No Indikator 1 XE1 2 XE2 3 XE7 4 XE8 5 XE10 Sumber: hasil analisis data (2015)
Nilai koefisien 0.1850 0.1594 0.6890 0.5755 0.3666
Dan rumus untuk penghitungan indeks dimensi ekonomi adalah: 𝐼𝑋𝐸𝑖 = 0,1850𝑋𝐸1𝑖 + 0,1594𝑋𝐸2𝑖 + 0,6890𝑋𝐸7𝑖 + 0,5755𝑋𝑆8𝑖 + 0,3666𝑋𝑆10𝑖
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
12
Langkah selanjutnya setelah terbentuknya rumusan 2 dimensi pendukung IKMKP adalah memperdalam penghitungan IKMKP dengan memasukkan indikator-indikator yang berpengaruh ke dalam masing-masing dimensi. Angka hasil perhitungan IKMKP di setiap wilayah nantinya akan dimasukkan ke dalam kategori tingkatan kesejahteraan tertentu yang dilegendakan dengan warna-warna untuk setiap range/wilayah kategorinya. Pewarnaan yang diambil dalam mengkategori kondisi indeks kesejahteraan masyarakat KP adalah berbeda-beda dimana warna untuk kelompok indeks kesejahteraan masyarakat KP terendah adalah berwarna merah tua dan warna untuk kelompok indeks kesejahteraan Rakyat tertinggi adalah hijau tua. Nilai-nilai IKMKP selanjutnya dituangkan dalam informasi yang berbentuk tabel dan peta. Warna-warna legenda yang disebutkan di atas selanjutnya disajikan ke dalam warna peta yang berbeda-beda untuk setiap wilayah peta menurut provinsi. Tabel merangkum isi informasi angka-angka IKMKP, dimensidimensi dan indikator penyusun IKMKP. Membaca Peta IKMKP sebenarnya akan membantu memudahkan kita untuk mengetahui wilayah-wilayah mana yang memiliki nilai Indeks Kesejahteraan yang tinggi atau rendah serta membandingkannya dengan wilayah lain dalam tingkatan administrasi yang sejajar. Selain itu Peta Indeks IKMKP ini juga dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan prioritas pelaksanaan pembangunan di wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan warna-warna legenda yang tertera di peta. Berikut adalah peta indeks IKM KP untuk dimensi sosial dan kelembagaan, dimensi ekonomi serta peringkatnya yang disajikan berturut-turt pada Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
13
Gambar 2.
Peta Indeks Kesejahteraan Masyarakat KP untuk Dimensi Sosial dan Kelembagaan, 2014
Gambar 3.
Peta Indeks Kesejahteraan Masyarakat KP untuk Dimensi Ekonomi, 2014
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
14
Gambar 4.
Peringkat Indeks Kesejahteraan Masyarakat KP menurut Propinsi di Indonesia, 2014
4.1.4 Kesimpulan 1. Keterbatasan pemasukan data dalam pembuatan IKMKP ( dari 11 indikator Sosial dan Kelembagaan hanya 7 indikator yang tersedia dan dari 11 indikator Ekonmi hanya 5 yang tersedia). 2. Tidak semua data bisa dijakdikan indeks karena fungsi pembeda dari indikator belum dicakup, serta perlu memperhatikan keberlanjutan ketersediaan data apabila indeks ini akan digunakan dalam jangka panjang. 3. IKMKP dengan menggunakan metode PCA biasa dan PCA dikotomus menghasilkan perbedaan besaran indeks yang berbeda secara Nasional, nilai IKMKP dengan model PCA sebesar 40,52 dan dengan model PCA dikotomus sebesar 50,20. 4. Diperlukan input lebih banyak dalam menyikapi hasil pengukuran IKMKP.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
15
4.2 Proyeksi Produksi Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya Tahun 2015 - 2019 4.2.1 Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara maritim yang terdiri atas 17.502 pulau, dan garis pantai sepanjang 81.000 km dengan Luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta Km2, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta Km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta Km2. Potensi perikanan tangkap yang ada juga signifikan yaitu sebesar 6,4 juta ton per tahun sedangkan potensi yang dapat dimanfaatkan (allowable catch) sebesar 80% dari MSY yaitu 5,12 juta ton per tahun. Selain itu sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang turut memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) dimana pada tahun 2014 memberikan sumbangan sebesar 6,75 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembangunan di bidang kelautan dan perikanan masih memiliki prospek dan menjadi kegiatan ekonomi yang strategis. Di wilayah perairan laut Indonesia terdapat beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi antara lain : tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan karang (kerapu, baronang, udang barong/lobster), ikan hias dan kekerangan termasuk rumput laut (Barani, 2004). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat proyeksi produksi perikanan tangkap Indonesia pada lima tahun mendatang dengan menggunakan pendekatan metode Box-Jenkins. Diharapkan dari hasil kajian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan untuk melakukan langkah-langkah strategis agar target produksi dapat tercapai.
4.2.2 Metode Analisis Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series dari tahun 1975 hingga tahun 2013. Data sekunder tersebut adalah data produksi perikanan tangkap dan budidaya yang bersumber dari statistik perikanan tangkap dan budidaya yang berasal dari instansi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
16
Untuk melakukan proyeksi ke depan dari produksi perikanan budidaya dilakukan denganmenggunakan pilihan model trend yang paling sesuai, antara lain dalam bentuk model trend linier, model tend kuadratik atau model eksponensial. Dalam hal ini dilakukan dengan mengganti nilai t (waktu) pada persamaan sesuai dengan pilihan model trend yang terbaik. Trend linier adalah kecenderungan data di mana perubahannnya berdasakan waktu adalah tetap (konstan). Perumusan model untuk mencari persamaan trend linier serupa dengan perumusan model regresi, namun peubah penjelas (explanatory variables) yang digunakan adalah waktu (t). Misalnya, peubah Yt ingin dilihat pola trend jangka panjangnya, maka model untuk estimasi persamaannya, adalah:
Yt a bt ........................................................................................... (1) Nilai t untuk waktu awal diberi nilai 1, waktu berikutnya diberi nilai 2, dan seterusnya waktu terkahir diberi nilai n (n banyaknya data).
4.2.3 Hasil Analisis Hasil proyeksi produksi perikanan tangkap dan budidaya di Indonesia Tahun 2015-2019 berdasarkan evaluasi daya prediksi atau kesalahan proyeksi yang menggunakan data aktual yaitu tahun 1975-2014, serta proyeksi IPT untuk lima tahun ke depan yaitu tahun 2015-2019. Hasil proyeksi produksi perikanan tangkap (IPT) dan budidaya (IPB) untuk lima tahun ke depan (2015-2019) menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 5 dan Gambar 6).
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
17
9,00 8,00
Produksi (Juta Ton)
7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00
0,00
1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
1,00
Tahun
Gambar 5. Grafik Produksi Perikanan Tangkap Indonesia (IPT) Tahun 1975-2019 Sumber: Hasil pengolahan data (2015)
PRODUKSI (ton)
10.000.000 9.000.000 8.000.000 7.000.000 6.000.000 5.000.000 4.000.000 3.000.000 2.000.000 1.000.000 -
Tahun
Gambar 6. Data Aktual (1983-2013) dan Proyeksi Produksi Perikanan Budidaya Indonesia setelah Pemulusan Eksponensial (2014-2019)
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
18
4.2.4 Kesimpulan Temuan analisis yang memproyeksikan produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Indonesia pada masa mendatang cenderung meningkat bila dibandingkan dengan data aktualnya, memberikan signal penting bagi pembuat kebijakan untuk memperhatikan kondisi sumberdaya ikan. Di sektor perikanan tangkap harus ada keseimbangan antara eksploitasi dengan konservasi sumberdaya. Di sektor perikanan budidaya harus didukung dengan kebijakan yang dapat meningkatkan produksi.
4.3 Penyusunan Klasifikasi Tabel Input dan Output Sektor Kelautan dan Perikanan 4.3.1 Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang memiliki salah satu aset yang penting berupa sumberdaya kelautan dan perikanan. Potensi kelautan dan perikanan yang besar tersebut membutuhkan suatu identifikasi terkait peranannya dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan. Tabel Input Output (I-O) Indonesia disusun dengan tujuan untuk menyajikan gambaran tentang hubungan timbal balik dan saling keterkaitan antar satuan kegiatan (sektor) dalam perekonomian di Indonesia secara menyeluruh. Bentuk penyajian tabel I-O adalah matriks, dimana masing-masing
barisnya
menunjukkan
bagaimana
output
suatu
sektor
dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, sedangkan masing-masing kolomnya menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam proses produksinya. (BPS, 2015). Tabel I-O Indonesia Updating disusun setiap dua atau tiga tahun di antara tahun berakhiran 5 dan 0. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa level dan nominal (current price) sektor-sektor ekonomi untuk proses produksi barang dan jasa mengalami perubahan cukup berarti, meskipun secara struktur ekonomi tidak berubah secara nyata. Sebagai suatu model kuantitatif, tabel I-O akan memerikan gambaran menyeluruh mengenai : 1) struktur perekonomian nasional/regional yang emncakup struktur output dan nilai tambah masing-masing sektor; 2) struktur input antara, yaitu penggunaan berbagai barang dan jasa oleh sektorsektor produksi; 3) struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
19
dalam negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor; dan 4) struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan antara oleh sektor-sektor produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan ekspor. Dalam proses penyusunan tabel I-O diperlukan suatu tahapan untuk mengelompokkan barang dan jasa ke dalam kelompok-kelompok tertentu. Proses pengelompokkan barang dan jasa ini dikenal sebagai proses klasifikasi sektor. Dalam praktek penyusunan Tabel I-O, klasifikasi sektor harus dilakukan pada tahap awal. Dengan menggunakan Tabel I-O dapat dilihat bagaimana output dari suatu sektor ekonomi didistribusikan ke sektor-sektor lainnya dan bagaimana pula suatu sektor memperoleh input yang diperlukan dari sektor-sektor lainnya. Kini model I-O telah secara luas digunakan dan diterapkan dalam perencanaan regional maupun analisis dampak ekonomi (Hewings, 1986; Richardson, 1972). Analisis Input-Output (I-O) berupaya mengkuantitatifkan saling ketergantungan ekonomi antar sektor dalam suatu wilayah ekonomi -– apakah negara atau daerah — pada suatu titik waktu tertentu. Daya tarik utama analisis I-O adalah menyajikan potret dari semua transaksi ekonomi, baik pembelian maupun penjualan, dan biasanya digunakan sebagai dasar analisis keterkaitan antar sektor dalam suatu perekonomian (West, 1992).
Dengan demikian analisis I-O dapat digunakan
sebagai alat untuk mengidentifikasi berbagai jenis aktivitas ekonomi dan keterkaitan sektor, yang memungkinkan menganalisis dampak pengganda (multiflier effect) akibat aktivitas suatu sektor (Bendavid, 1991). Tabel I-O yang terakhir diterbitkan adalah Tabel I-O tahun 2012 yang berisi 175 sektor namun di tabel tersebut sektor KP hanya digambarkan oleh 2 kelompok yaitu kelompok ikan dan hasil perikanan tangkap dan kelompok ikan dan hasil perikanan budidaya. Pengelompokan komoditas KP primer unggulan hanya kedalam 2 sektor saja dirasa kurang menggambarkan dinamika transaksi yang terjadi di sektor KP. Hal ini mengisyaratkan kedua sektor tersebut harus dimodifikasi dan di-disagregasi agar transaksi perdagangan di sektor KP dapat tergambar secara lebih lengkap. Sehingga perlu dilakukan klasifikasi terhadap Tabel I-O yang lebih komprehensif. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran klasifikasi tabel I-O bidang kelautan dan perikanan. Diharapkan dengan adanya klasifikasi tabel I-O sektor KP ini nantinya dapat
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
20
menyediakan data Tabel I-O yang cukup rinci dan up to date sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan kebijakan dalam pembangunan sektor KP di Indonesia.
4.3.2 Metodologi Dalam penyusunan klasifikasi tabel I-O ini lebih banyak digunakan data sekunder yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan seperti data statistik perikanan tangkap tahun 2012, data statistik perikanan budidaya tahun 2012. Kemudian data-data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik seperti Data KBLI (Kesesuaian Lapangan Usaha) Tahun 2009 dan KBKI (Klasifikasi Baku Komoditas Indonesia) Tahun 2009. Data-data dikumpulkan di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) KKP. Selain itu data-data juga dikumpulakan di Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta. Analisis data yang digunakan dalam klasifikasi tabel I-O ini menggunakan pendekatan statistik deskriptif dari datadata yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi. Selanjutnya mencari berbagai komoditas yang menjadi unggulan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
4.3.3 Hasil dan Pembahasan Klasifikasi Sektor Tabel I-O adalah suatu sistem penyajian data perekonomian yang menyeluruh. Oleh karena itu, suatu Tabel I-O dituntut untuk mampu mencakup seluruh komoditi dan kegiatan perekonomian, baik komoditi yang dihasilkan oleh sektor produksi dalam negeri (domestik) maupun komoditi yang berasal dari produksi luar negeri (impor). Pada kenyataannya, barang dan jasa atau komoditi yang dihasilkan oleh sektor produksi dapat terdiri dari berbagai jenis dan bentuk fisik yang sangat beragam. Akibatnya, jika setiap barang dan jasa yang berbeda tersebut dimunculkan sebagai satu sektor tersendiri maka proses penyusunan Tabel I-O akan menjadi sangat rumit. Oleh karena itu, dalam proses penyusunan Tabel I-O, diperlukan suatu tahapan untuk mengelompokkan barang dan jasa ke
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
21
dalam kelompok tertentu. Proses pengelompokan barang dan jasa inilah yang dikenal sebagai proses klasifikasi sektor. Dalam praktik penyusunan Tabel I-O, klasifikasi sektor harus dilakukan pada tahap awal. Untuk menyusun klasifikasi sektor, sifat dan jenis setiap komoditi yang ada harus dipelajari dengan seksama. Perlu diperhatikan dalam hal ini antara lain adalah teknologi pembuatan dan prospek masa depan dari peranan dan kegunaan setiap komoditi dalam kegiatan prekonomian secara menyeluruh. Jika penyusunan klasifikasi sektor dibuat semakin rinci maka akan lebih mendalam pula pengenalan terhadap anatomi fisik berbagai barang dan jasa yang dicakup oleh masing-masing sektor. Oleh karena itu, proses peyusunan klasifikasi sektor selain dapat mempermudah pekerjaan penyusunan Tabel I-O, dapat pula dimanfaatkan dalam melakukan analisis. Di samping itu, klasifikasi sektor juga sangat diperlukan sebagai dasar dalam penyusunan konversi dari suatu sistem ke sistem lainnya. Selain untuk keperluan Tabel I-O, sebenarnya telah banyak pula klasifikasi yang disusun untuk keperluan lain, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Klasifikasi tersebut jenisnya tergantung dari bidang yang menggunakannya, seperti klasifikasi jabatan, klasifikasi lapangan usaha, klasifikasi komoditi, klasifikasi tarif ekspor-impor, dan sebagainya. Prinsip utama dalam penyusunan klasifikasi sektor adalah keseragaman (homogenitas) dari setiap kelompok/sektor. Maksudnya, barang dan jasa atau kegiatan perekonomian yang dicakup oleh suatu sektor harus memiliki sifat yang relatif homogen/seragam. Klasifikasi sektor yang diperlukan untuk Tabel I-O adalah suatu klasifikasi yang mampu merekam semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan produksi dan distribusi barang dan jasa. Oleh karena itu, penyusunan klasifikasi sektor untuk Tabel I-O harus memenuhi dua kriteria, yaitu (a) asas kesatuan komoditi dan (b) asas kesatuan kegiatan. Model I-O merupakan alat analisis yang lengkap dan komprehensif. Beberapa kegunaan tabel I-O, antara lain adalah memberikan analisis tentang hal berikut : 1. Struktur perekonomian nasional/regional yang mencakup struktur output dan nilai tambah (PDB) masing-masing sektor;
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
22
2. Komponen nilai tambah menurut jasa faktor produksi pada setiap sektor ekonomi; 3. Struktur input antara, yaitu penggunaan berbagai barang dan jasa oleh sektor produksi; 4. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang yang berasal dari impor; 5. Pola permintaan barang dan jasa baik permintaan antara oleh sektor produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi, dan ekspor; 6. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi; 7. Untuk menyusun proyeksi variabel ekonomi makro; 8. Untuk analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap harga output; 9. Untuk mengetahui sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian nasional/regional; 10. Untuk melihat konsistensi dan kelemahan berbagai data statistik yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai landasan perbaikan, dan penyempurnaan.
Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2012 Di Indonesia, Tabel I-O mulai dikenal pada akhir Pelita I. Lembaga yang pertama kali menyusun Tabel I-O Nasional Tahun 1969 oleh Lembanga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Keterbatasan data yang tersedia penyusunan Tabel I-O menggunakan metode tidak langsung. Kemudian setelah itu, Biro Pusat Statistik bekerja sama dengan Bank Indonesia dan Institute of Develoving Economics menyusun Tabel I-O dengan menggunakan metode langsung tahun 1971. Sejek itu, BPS menyusun Tabel I-O NasI-Onal secara berkala setiap lima tahun sekali dan hingga kini telah disusun Tabel I-O NasI-Onal untuk Tahun 1971, 1980, 1985, 1990, 1995, 2000, 2005, 2008, 2010 dan 2012.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
23
Tabel I-O NasI-Onal Tahun 2010 yang dipublikasikan oleh BPS tersebut terdiri dari dua sub grup tabel, yaitu tabel dasar dan tabel analisis. Tabel dasar tersebut terdiri dari tabel transaksi total atas dasar harga konsumen, tabel transaksi total atas dasar harga produsen, tabel transaksi domestik atas dasar harga konsumen, tabel transaksi domestik atas harga produsen dan tabel transaksi impor atas dasar harga produsen. Tabel analisis diperoleh dari tabel dasar dengan memasukkan tabel koefisien input, matrik kebalikan total atas dasar harga produsen, matrik kebalikan domestik atas dasar harga produsen. Berdasarkan jumlah sektor perekonomian yang tercakup dalam Tabel I-O Nasional tahun 2012, BPS mengeluarkan tabel dari jumlah komoditi atau sektor sebanyak 175 sektor. Semakin banyak jumlah sektor yang terdapat pada Tabel I-O maka semakin lebih rinci informasi-informasi yang akan diperoleh dikarenakan sektor-sektor tersebut diagregatkan. Tabel I-O tahun 2012 dengan jumlah 175 sektor yang tersedia dilakukan disagregasi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian. Ada beberapa tahap untuk menghasilkan data dasar yang memenuhi syarat-syarat model keseimbangan umum. Kontruksi data dasar tersebut diawali dengan pemodelan untuk menyusun agregasi data seperti jumlah komoditi, industri, rumah tangga dan sumber komoditi yang dimasukkan secara ekplisit di dalam model yang dibangun. Selain itu, memasukkan jumlah dan tipe tenaga kerja serta faktor-faktor produksi lainnya. Selanjutnya, untuk menyesuaikan agregasi yang digunakan dalam penelitian harus dilakukan penyesuaian dalam model yang digunakan berdasarkan Tabel I-O yang tersedia untuk dilakukan pemetaan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Data lain yang diperlukan dalam model yaitu dengan memasukkan beberapa paremeter, elastisitas dan indek lainnya. Dengan demikian, pada bab ini menjelaskan bagaimana membangun-ulang data dasar model keseimbangan umum KP berbasis partial survey yang digunakan dalam penelitian ini.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
24
Proses Klasifikasi Tabel I-O Tabel I-O menggambarkan keterkaitan antar sektor dalam perekonomian nasional. Klasifikasi yang ingin dihasilkan berasal dari Tabel I-O tahun 2012 yang akan diupdate sesuai dengan kegiatan penelitian. Karena digunakan asumsi dalam jangka waktu 5 tahun tidak terdapat perubahan teknologi yang cukup ekstrim sehingga Tabel I-O 2010 masih dapat digunakan dan relevan dengan kegiatan penelitian. Data-data yang dibutuhkan untuk kegiatan proses klasifikasi Tabel I-O ini antara lain data nilai produksi nasI-Onal dari beberapa komoditas unggulan sektor KP yang akan didisagregasi dari sektor perikanan tangkap dan budidaya. Data nilai produksi akan berfungsi sebagai acuan total produksi komoditas unggulan KP pada kolom Penjualan Total. Setelah semua data yang diperlukan lengkap, maka seluruh data yang telah dikumpulkan tersebut akan dihimpun dan diintegrasikan dalam suatu database. Tidak seperti tabel-tabel I-O terdahulu, Tabel I-O 2012 mengelompokkan kegiatan ekonomi di Indonesia kedalam 175 Sektor/kelompok komoditas. Namun, dari 175 kelompok komoditas tersebut, basis data yang khusus terkait dengan berbagai usaha kelautan dan perikanan hanya tercatat dalam 2 kelompok komoditas saja, yaitu Perikanan tangkap (No. 37) dan budidaya (No. 38). Adapun Garam Kasar dan hasil olahan sektor perikanan masih termasuk ke dalam kelompok komoditas lain. Dengan semakin berkembangnya Sektor Kelautan dan Perikanan pada masa kini, telah terjadi pula peningkatan tingkat transaksi penawaran dan permintaan sektor ini dalam perekonomian nasI-Onal. Oleh sebab itu, pengelompokan komoditas KP primer unggulan hanya kedalam 2 sektor saja dirasa kurang menggambarkan dinamika transaksi yang terjadi di sektor KP. Hal ini mengisyaratkan kedua sektor tersebut harus dimodifikasi dan di-disagregasi agar transaksi perdagangan di sektor KP dapat tergambar secara lebih lengkap. Dengan demikian, untuk tujuan pembangunan basis data yang memiliki akurasi tinggi yang dapat memberikan dukungan berupa masukan bagi kebijakan pembangunan di sektor kelautan dan perikanan, maka tim telah bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik untuk melakukan modifikasi terhadap tabel I-O Indonesia 2012 melalui kegiatan disagregasi kelompok komoditas. Disagregasi menjadikelompok-kelompok komoditas tersebut dilakukan dengan pertimbangan
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
25
bahwa komoditas-komoditas tersebut mempunyai nilai strategis bagi sektor KP dan perekonomian nasI-Onal, memiliki keterkaitan yang cukup kuat dengan sektor lain, dan kemampuan sektor tersebut dalam mendorong terciptanya multiplier effect yang kuat dalam perekonomian. Selain data-data sekunder, dibutuhkan data dan informasi dari pemerintah dan pelaku usaha yang akan digunakan sebagai dasar dari proses disagregasi tersebut melalui metode focus group discussion (FGD). Adapun berbagai informasi yang akan diminta dari para pakar yang diundang untuk turut serta dalam FGD adalah sebagai berikut: a) struktur biaya investasi usaha; b) struktur biaya atau struktur ongkos usaha; dan c) keterkaitan komoditas kedepan dan kebelakang yang diikutinya dengan struktur ongkos yang membentuknya. Pada akhirnya, Proses disagregasi tersebut telah menghasilkan database yang dirasa lebih tepat bagi permodelan dampak berbagai intervensi kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan. Dari hasil Disagregasi tersebut telah dihasilkan modifikasi dari Tabel I-O tahun 2010.
Disagregasi dan Menyeimbangkan Tabel I-O Selain data sekunder, permodelan ini juga akan sangat bergantung pada ketersediaan data primer. Dalam proses pembangunan database bagi permodelan, perlu dilakukan modifikasi terhadap Tabel I-O dan SNSE/SAM yang diterbitkan oleh BPS. Pada tabel 1 tersebut, keterkaitan sektor KP dengan sektor lain diwakili oleh 1 kelompok komoditas, yaitu: (23) Perikanan pada Tabel I-O klasifikasi sektor 175 x 175 sektor. Kelompok komoditas perikanan tersebut dirasa belum mewakili perkembangan yang terjadi di sektor KP karena komoditas KP yang dikembangkan luar biasa beragam. Oleh karena itu, untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai kontribusi sektor KP terhadap perekonomian, maka perlu dilakukan disagregasi secara khusus pada komoditas Perikanan Laut dan Perikanan Air Tawar, dengan pertimbangan keduanya mempunyai nilai strategis bagi sektor KP dan perekonomian secara nasional. Oleh karena itu, kelompok yang termasuk ke dalam perikanan akan didisagregasi menjadi kelompok komoditas penting yaitu Tuna, udang dan rumput laut. Karena ketiga komoditas tersebut merupakan penyumbang devisa bagi negara.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
26
Secara lengkapnya sebagai berikut yaitu: 1. Tuna, tongkol dan cakalang; 2. Ikan dari perikanan tangkap lainnya; 3. Ikan dari perikanan budidaya laut; 4. Ikan dari perikanan budidaya tambak; 5. Ikan dari perikanan air tawar; 6. Udang dan crustacea dari perikanan tangkap; 7. Udang dan crustacea dari perikanan budidaya laut dan air tawar; 8. Udang dan crustacea dari perikanan budidaya tambak; 9. Biota air lainnya dari perikanan tangkap; 10. Biota air lainnya dari perikanan budidaya laut; 11. Biota air lainnya dari perikanan budidaya tambak; 12. Rumput laut dan sejenisnyadari perikanan tangkap; 13. Rumput laut dan sejenisnyadari perikanan budidaya laut; 14. Rumput laut dan sejenisnyadari perikanan budidaya tambak. Sedangkan yang termasuk kedalam pengolahan ikan diantaranya adalah : 1. Ikan kering dan ikan asin; 2. Pengolahan dan pengawetan ikan dan biota air dalam kaleng; 3. Pengasapan ikan dan biota air lainnya; 4. Pembekuan dan pendinginan ikan dan biota air lainnya; 5. Pemindangan ikan dan biota air lainnya; 6. Pengolahan dan pengawetan lainnya untuk ikan dan biota air lainnya; 7. Minyak ikan. Data primer yang dikumpulkan akan sangat berguna dalam proses disagregasi tersebut, terutama dalam hal menyediakan informasi besaran koefisien teknis setiap komoditas. Disagregasi terhadap sektor perikanan tersebut disajikan pada Tabel 8.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
27
Tabel 8. Disagregasi Sektor Perikanan Berdasarkan Tabel I-O Tahun 2012 Produk I-O 186 Sektor Kode Deskripsi 1 Padi ... ... 33 Ikan
34
Udang dan crustacea lainnya
Kode 1 2 11 12 13 14 15 16 17 18
Produk I-O Transisi 80 Sektor Deskripsi Padi ... Tuna, Tongkol dan Cakalang (TTC) Ikan dari perikanan tangkap Lainnya Ikan dari perikanan budidaya laut Ikan dari perikananan budidaya tambak Ikan dari perikananan air tawar Udang dan crustacea dari perikanan tangkap Udang dan crustacea dari perikanan budidaya laut dan air tawar Udang dan crustacea dari perikanan budidaya tambak
35
BI-Ota air lainnya
19 20 21
Biota air lainnya dari perikanan tangkap Biota air lainnya dari perikanan budidaya laut Biota air lainnya dari perikanan budidaya tambak
36
Rumput laut dan sejenisnya
22
Rumput laut dan sejenisnya dari perikanan tangkap Rumput laut dan sejenisnya dari perikanan budidaya laut Rumput laut dan sejenisnya dari perikanan budidaya tambak
23 24
.... 50 ... 55 56
Batubara dan lignit Garam Kasar Jasa pertambangan minyak bumi dan gas alam Ikan Kering dan Ikan Asin Hasil Pengolahan dan Pengawetan Ikan
... 28 ...
Penambangan batubara dan lignit Garam Kasar Jasa pertambangan dan penggalian
32 33
...
Ikan kering dan ikan asin Pengolahan dan pengawetan ikan dan biota air dalam kaleng Pengasapan ikan dan biota air lainnya Pembekuan dan pendinginan ikan dan biota air lainnya Pemindangan ikan dan biota air lainnya Peragian ikan dan biota air lainnya Pengolahan dan pengawetan lainnya untuk ikan dan biota air lainnya Hasil Pengolahan dan Pengawetan lainnya
40 44 ... 80
Minyak Ikan dan Pengolahan garam Makanan lainnya Makanan lainnya Jasa Lainnya
34 35 36 37 38 ...
71
Hasil Pengolahan dan Pengawetan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Makanan Lainnya
... 186
Makanan Hewan Olahan Jasa Lainnya
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
28
Menurut Muchdie (1999), sejauh ini dikenal tiga metode dalam penyusunan model I-O termasuk penyusunan Tabel I-O yang mengalami proses diagregasi ke dalam Tabel I-O tertentu yaitu: (1) Metode survei langsung (lihat Richardson, 1985); Miller dan Blair, 1985); (2) Metode non-survey dan teknik-teknik “siapsaji” (lihat Round, 1978, 1983); Miller dan Blair, 1985; Richardson, 1985; Schaffer dan Chu, 1969; Smith dan Morrison, 1974; McMenamin dan Haring, 1974; Stevens et al., 1983; Hewings dan Jensen, 1986; West, 1986; dan Lahr, 1992), serta metode hibrida (schaffer, Laurent dan Sutter, 1972; Jensen, Mandeville dan Karunaratine, 1979; Phibbs dan Holsman, 1982; Hewings dan Jensen, 1986; Bayne dan West, 1989; Boomsma dan Costerhaven, 1992). Lebih lanjut Muchdie (1999) menyatakan bahwa penggunaan metode survei langsung walaupun diakui akan menghasilkan model yang paling teliti, tetapi dianggap bukan lagi cara tepat karena dalam prosesnya membutuhkan sumberdaya (tenaga, dana) yang besar dan waktu yang lama, seperti disampaikan oleh Richardson (1972; 1985). Menurut Richardson (1985), sebuah tabel yang disusun melalui metode survei membutuhkan dana 10 kali lebih besar dan memburuthkan waktu antara 8 sampai 10 kali lebih lama dibandingkan metode non-survei, sehingga membuat tabel itu menjadi kadaluarsa ketika dipublikasikan (West dan Jensen, 1988). Oleh karena itu, mengingat keterbatasan waktu, biaya dan ketersediaan datanya, maka penyusunan Tabel I-O setelah mengalami proses diagregasi di sektor perikanan, dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan semi-survei (partial survey). Sebagaimana disampaikan Brucker, Hasting dan Lathan (1987; 1990 dalam Muchdie, 1999) bahwa metode non-survei ini memang dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya. Namun demikian metode non-survei dan teknik-teknik “siap-saji” tersebut akan menghasil Tabel I-O dengan tingkat ketelitian yang kurang tinggi, meskipun secara ilmiah masih dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan sebagai sebuah pendekatan analisis (Brucker, Hasting dan Lathan, 1987; 1990 dalam Muchdie, 1999). Pendekatan semi survey dalam hal ini merupakan proses lanjut setelah pendekatan non survey dalam penyususnan Tabel I-O setelah memasukkan subsektor hasil agregasi ini difokuskan terhadap perolehan informasi utama yang
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
29
dikumpulkan dari berbagai sumber yang ada, utamanya terkait dengan besarnya output dan biaya-biaya input (biaya produksi) dalam proses produksi di setiap sektor yang tercakup dalam bidang kelautan di Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber, seperti: data Industri Besar dan Sedang (BPS); data Industri Kecil dan kerajinan Rumah Tangga (BPS), data Ekspor dan Impor Komoditi (BPS); data Pengeluaran Rumah Tangga – SUSENAS (BPS); APBN, Kemeterian Keuangan; data Distribusi Barang menurut pelabuhan, Departemen/Kemeterian Perhubungan; data Bongkar-Muat Pelabuhan (BPS), dari Survei-survei Khusus SKTO, SKPJ, dan SKPM (BPS); data Output dan Nilai Tambah menurut Komoditi/Sektor perikanan (BPS); dan PDRB menurut lapangan Usaha dan Penggunaan (BPS) terutama dari sektor perikanan. Dengan pendekatan ini, diharapkan besarnya aktivitas ekonomi sektor perikanan dapat diukur dengan baik, begitu juga keterkaitan ekonomi antara aktivitas di sektor perikanan dengan kegiatan ekonomi lainnya dapat diidentifikasi dengan lebih akurat.
Oleh karena itu, dalam melakukan metode semi survey
(yang diawali dengan metode non-survey) terkait penyusunan Tabel I-O yang mamasukkan sub-sektor perikanan di Indonesia dilakukan beberapa hal untuk mengatasi masalah-masalah yang mungkin terdapat pada model I-O tersebut digunakan pendekatan teori gravitasi.
Hal demikian telah banyak digunakan
dalam berbagai model input-output yang sudah dikembangkan (Muchdie, 1999). Pada model ini diasumsikan bahwa barang yang sama tidak lagi perlu dibedakan dari daerah asalnya. Sebagaimana disampaikan Muchdie, 1999 bahwa dalam penerapannya, di samping menggunakan teori gravitasi (Leontief dan Strout, 1963 dan Polenske, 1970 dalam Muchdie, 1998), untuk mengatasi masalah tersebut di atas juga ada yang menggunakan perkiraan titik (Chenery, 1956; Moses, 1955), dan ada pula yang menggunakan perumusan pemrograman linier (Moses, 1960). Pada tahap non-survey, metode disagregasi sektor perikanan dilakukan berdasarkan share nilai masing-masing subsektor di dalam Produk Domestik Bruto (PDB)/Nilai Tambah Bruto (NTB) atau volume pemakaian dan harga satuan di tingkat pasar tahun 2010. Proses diagregasi tersebut dimulai dengan melakukan menggunakan metode bi-proportional (proporsi baris dan kolom) yakni menggunakan metode proporsI-Onal yang merujuk kepada Produk
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
30
Domestik Bruto (PDB)/Nilai Tambah Bruto (NTB) atau volume pemakaian dan harga satuan di tingkat pasar pada tahun 2010 (Muchdi, 1998; Oktaviani, 2011). Pada tahap awal ini, proses diagregasi masih bersifat non-survey dengan melakukan pemecahan sektor perikanan menjadi beberapa subsektor menurut baris dan kolom yang dilakukan misalnya dengan menggunakan share atau proporsi Produk Domestik Bruto (PDB)/Nilai Tambah Bruto (NTB) subsektor hasil pemecahan terhadap sektor induknya. Di samping itu, untuk menjalankan proses disagregasi dalam Tabel I-O 2012 tersebut, diperlukan informasi tambahan untuk memunculkan nilai-nilai transaksi untuk sektor-sektor baru tersebut (sektor-sektor yang tercakup sektor perikanan yang akan diagregasi) yang dalam hal ini dilakukan dengan menggunakan metode semi-survey (survey parsial). Dengan metode ini akan didapatkan koefisien input intra-sektor, khususnya untuk sektor-sektor yang terdisagregasi. Koefisien input intra-sektor adalah koefisien yang menunjukkan input yang disediakan secara nasional (di dalam negeri), yang diperoleh dengan cara mengeluarkan komponen impor bersaing yang meliputi impor (Muchdie, 1998). Namun, mengingat data impor hanya tersedia dalam jumlah total (dalam bentuk vektor), maka matriks koefisein input intra-sektor dihitung dengan menggunakan metode bi-proporsional (proporsi baris dan kolom) yakni menggunakan metode proporsional yang merujuk kepada volume pemakaian dan harga satuan di tingkat pasar pada tahun 2012. Pada tahap awal, setelah diagregasi berdasar baris dan kolom tersebut dilakukan,
maka
untuk
sementara
keseimbangan antar kolom dan baris.
secara
sengaja
mengabaikan
faktor
Pada tahap ini tabal transaksi akan
dihasilkan, dimana pada awal disusun dengan cara menyiapkan semua tabel-tabel yang terdiri dari semua koefisien input, dan kemudian mengalikannnya dengan vektor total input. Komponen-komponen permintaan akhir, terutama konsumsi rumah tangga, juga disusun sehingga keseimbangan tabel dapat diperiksa dengan cara memeriksa total input dan total output.
Tabel awal ini diperiksa
konsistensinya dengan menghitung dan menilai angka pengganda (Muchdie, 1998).
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
31
Setelah dilakukan tahap disagregasi dengan menggunakan metode nonsurvey maka tahap selanjutnya dilakukan metode semi survey (partial survey). Koefisien input khususnya untuk sektor-sektor yang tercakup dalam sektor perikanan diperkirakan berdasarkan data arus perdagangan yang dirinci menurut sektor asal-tujuan yang dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan model Isard dalam Hewing dan Jensen (1986). Sayangnya, data seperti ini tidak tersedia, bukan hanya di Indonesia tapi juga di banyak Negara; termasuk Amerika Serikat. Namun hal ini dapat diatasi dengan merinci total impor dalam negeri menurut wilayah dan sektor asal-tujuan. Untuk keperluan ini digunakan asumsi bahwa impor tidak bersaing seluruhnya berasal dari impor, sehingga total impor ini terdiri atas impor tidak bersaing dan impor bersaing dalam negeri. Untuk sektor primer dan sekunder dari sektor-sektor perikanan, alokasinya mengikuti pola arus barang antar sektor dalam perekonomian nasional. Selanjutnya untuk alokasi menjadi sel-sel antar antar sektor, prosedur alokasi mengikuti pola produksi yang dilakukan menurut baris dan menurut kolom (Muchdie, 1997). Untuk mengestimasi koefisien inter-sektor, arus perdagangan antar-sektor harus diidentifikasi dengan fokus pada sel-sel yang berperan penting dalam pembentukan angka pengganda. Jika tersedia, “superior data” disisipkan pada tabel dengan menerapkan teknik-teknik alokasi, antara lain menggunakan model gravitasi. Sementara dalam mengestimasi koefisien input dilakukan dengan menggunakan metode semi-survey (partial survey) yang lebih lanjuut ditujukan untuk menyusun table pembelian dan penjualan domestik sehingga diperoleh perkiraan koefsiein pembelian dari sektor perikanan di wilayah Indonesia (regional purchase coefficient) dan koefisiein penjualan (regional sales coefficient).
Di samping itu, dilakukan pula sejumlah “penyelarasan”
(reconcilied), serta pemeriksaan konsistensi table (table consistency checks) dan analisis kepekaan (sensitivity analysisis) juga dilakukan untuk mengetahui sel-sel dan sektor-sektor yang peka terhadap kesalahan angka pengganda. (Muchdie, 1998). Meskipun pada awal pengisian sel-sel matriks I-O 2010 yang diagregasi dilakukan dengan tidak melihat aspek keseimbangan neraca, namun Tabel I-O ini belum dapat diolah karena nilai vektor kolom output dengan vektor baris input
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
32
tidak sama untuk masing-masing sektor. Ini terjadi akibat dalam proses pengisian sel-sel matriks transaksi dilakukan pada satu sisi saja yakni sisi pengeluaran. Cara ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa data-data mengenai pengeluaran sektoral lebih mudah diperoleh daripada pendapatan. Untuk matriks dalam Tabel I-O tersebut harus dilakukan proses penyeimbangan (balancing) setelah sebelumnya dilakukan proses penyelarasan (reconciled) sel-sel dalam matrik yang tersusun secara vertikal dan horizontal.
Pada tahap ini, komponen impor
bersainga pada sektor konsumsi rumah tangga dan permintaan akhir lainnya juga dipisahkan sehingga diperoleh matriks permintaan akhir yang berasal dari wilayah yang bersangkutan.
Selanjutnya untuk menyeimbangkan kedua sisi tersebut
(Input dan Output) digunakan metode cross entrophy (CE). Secara empiris, selain oleh Golan, et al. (1994) dalam Robinson, et al. (1998) dan Robinson and El-Said (2000) metode disgargeasi dan keseimbangan neraca dengan menggunakan metode Cross Entrophy (CE) seperti di atas telah cukup banyak digunakan di Indonesia, seperti oleh Sugiyono (2009), Mulyono (2010), dan Kementrian PU dan BPS (2011). Metode Cross-Entropy merupakan perluasan dari metode RAS, dimana metode Cross-Entropy lebih fleksibel dan unggul untuk mengestimasi Tabel I-O ketika data scattered (tersebar) dan tidak konsisten. Sementara itu metode RAS mengasumsikan bahwa estimasi dimulai dari suatu Tabel I–O atau SNSE/SAM terdahulu yang konsisten dan hanya mengetahui tentang total baris dan kolom. Sementara, kerangka Cross-Entropy mengacu pada rentang informasi terdahulu yang lebih luas untuk digunakan secara efisien dalam estimasi (Robinson et al., 1998). Ada dua pendekatan yang digunakan dalam penerapan model CrossEntropy, yaitu pendekatan deterministik dan pendekatan stokastik. Pendekatan deterministik digunakan apabila terdapat ketergantungan yang bersifat fungsional antara satu peubah dengan peubah lainnya. Sedangkan pendekatan stokastik digunakan apabila terdapat ketergantungan yang bersifat random antara satu peubah dengan peubah lainnya (Robinson et al., 1998; Robinson dan El-Said, 2000).
Metode keseimbangan neraca dengan CE yang telah digunakan oleh
Golan, et al. (1994) dalam Robinson, et al. (2000) untuk mengestimasi matriks
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
33
koefisien pada tabel Input-Output. Ide yang disampaikan adalah bagaimana caranya memperoleh matriks koefisien teknis (A) dengan meminimumkan jarak entropy antara koefisien A pada matriks sebelumnya dan matriks koefisien yang baru hasil estimasi, baik untuk Tabel I-O . Langkah
awal
dalam
mengestimasi
proses
disagregasi
atau
menyeimbangkan (balanching) dengan menggunakan metode CE melalui pendekatan deterministik, baik pada Tabel I-O adalah mendefenisikan setiap sel pada matriks transaksi, yaitu xij, dimana xij adalah penggunaan input sektor dari baris ke-i oleh sektor dari kolom ke-j. Masing-masing transaksi tersebut harus memenuhi kondisi sebagai berikut. X i xij x ji ................................................................................ (2) i
j
Pada Tabel I-O, setiap jumlah baris (Xi) haru sama dengan jumlah kolom (Xj), dimana koefisien matriks A dapat dibentuk dari setiap sel pada matrik koefisien teknis aij. Secara matematis dapat dirumuskansebagai berikut: aij
xij Xj
................................................................................................ (3)
dimana: aij = koefisien input sektor ke-i oleh sektor ke-j xij = penggunaan input sektor ke-i oleh sektor ke-j (dalam satuan moneter) Xj = output sektor ke-j (dalam satuan moneter)
Diasumsikan bahwa kita memulai dengan informasi dalam bentuk apriori, A , yang mungkin bisa didasarkan terhadap bentuk data sebelumnya atau bentuk discatter, yang diharapkan inkonsisten, pada bentuk data tahun yang diamati. Kita juga mengasumsikan bahwa kita mempunyai informasi yang eksak terhadap jumlah kolom yang diamati, Y’j . Kemudian ukuran jarak cross-entropy (CE) antara daya distribusi probabilitas dalam mengestimasi Tabel I-O.
Hal ini
dilakukan untuk memperoleh satu set koefisien matriks yang baru (A) dengan cara meninimumkan jarak cross entropy (CE) antara koefisien matriks yang baru
dengan koefisien matriks sebelumnya A . Secara matematik hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (Kulback-Leiber, 1951 dalam Robinson dan El-Said, 2000, Golan, et al., 1994 dalam Robinson, et al., 2000):
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
34
Aij min Aij ln .............................................................................. (4) Aij i j
atau, = min Aij ln Aij Aij ln Aij ......................................... (5)
i
j
i
j
dengan kendala:
A
ij
X *j X i*
j
A
ij
1 dan 0 Aij 1
j
dimana:
Aij
= matriks koefisien A sebelumnya
= matriks koefisien A estimasi yang akan menghasilkan Tabel I-O Y = matriks vektor kolom output i dan j = sektor i dan sektor j Aij *
Melalui estimasi dengan metode CE akan diperoleh matriks Tabel I-O 2008 yang baru (setelah mengalami proses diagregasi pada sektor perikanannya) akan diperoleh kondisi yang seimbang dimana jumlah output dan input seharusnya sama. Matriks dalam Tabel I-O (setelah didisagregasi) harus dikoreksi, oleh karena bisa saja terdapat nilai-nilai yang tidak logis sesuai dengan kondisi objektif perekonomian. Dalam hal ini setiap sel yang ada dalam I-O akan diamati, sehingga untuk angka yang tampak tidak logis (misalnya terlalu besar atau kecil, dan atau sebenarnya nilai tersebut harus tidak ada) dilakukan pengecekan ulang dengan menggunakan sumber informasi lain. Agar syarat keseimbangan I-O (setelah didisageragsi) dapat dipertahankan, setelah proses koreksi selesai dilakukan, maka dilakukan kembali perhitungan iterasi menggunakan metode CE. Ada kemungkinan tahapan ini dilakukan berulang kali (iterasi), sehingga diperoleh keseimbangan antara output dan input untuk masing-masing neraca baik pada Tabel I-O yang logis.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
35
4.3.4 Kesimpulan Tabel I-O 2012 berisi 175 sektor namun di tabel tersebut sektor kelautan dan perikanan (KP) hanya digambarkan oleh 2 kelompok yaitu kelompok ikan dan hasil perikanan tangkap dan kelompok ikan dan hasil perikanan budidaya. Pengelompokan komoditas KP primer unggulan hanya kedalam 2 sektor saja dirasa kurang menggambarkan dinamika transaksi yang terjadi di sektor KP. Hal ini mengisyaratkan kedua sektor tersebut harus dimodifikasi dan di-disagregasi agar transaksi perdagangan di sektor KP dapat tergambar secara lebih lengkap. Sehingga perlu dilakukan klasifikasi terhadap Tabel I-O yang lebih komprehensif sehingga klasifikasi tabel I-O sektor KP ini nantinya dapat menyediakan data Tabel I-O yang cukup rinci dan up to date sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan kebijakan dalam pembangunan sektor KP di Indonesia. BBPSEKP bekerjasama dengan BPS telah berhasil menyusun klasifikasi tabel update sektor KP dengan berbasis pada Tabel I-O 2012. 1) Tuna, tongkol dan cakalang; 2) ikan dari perikanan tangkap lainnya; 3) ikan dari perikanan budidaya laut; 4) ikan dari perikanan budidaya tambak; 5) ikan dari perikanan air tawar; 6) udang dan crustacea dari perikanan tangkap; 7) udang dan crustacea dari perikanan budidaya laut dan air tawar; 8) udang dan crustacea dari perikanan budidaya tambak; 9) Biota air lainnya dari perikanan tangkap; 10) BI-Ota air lainnya dari perikanan budidaya laut; 11) Biota air lainnya dari perikanan budidaya tambak; 12) Rumput laut dan sejenisnyadari perikanan tangkap; 13) Rumput laut dan sejenisnya dari perikanan budidaya laut; 14) Rumput laut dan sejenisnya dari perikanan budidaya tambak. Sedangkan yang termasuk kedalam pengolahan ikan diantaranya adalah : 1) ikan kering dan ikan asin; 2) Pengolahan dan pengawetan ikan dan biota air dalam kaleng; 3) Pengasapan ikan dan bI-Ota air lainnya; 4) Pembekuan dan pendinginan ikan dan biota air lainnya; 5) Pemindangan ikan dan biota air lainnya; 6) Pengolahan dan pengawetan lainnya untuk ikan dan biota air lainnya; 7) Minyak ikan. Klasifikasi Tabel I-O yang telah dihasilkan dapat menjadi referensi untuk menghasilkan Tabel I-O yang akan dilakukan bersama oleh BPS dan BBPSEKP. Klasifikasi ini masih dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan data dukung yang tersedia.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
36
4.4 Evaluasi Kebijakan Kedaulatan Pangan dalam Rangka Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan di Sektor Perikanan 4.4.1 Pendahuluan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kebijakan (UU Nomor 18 Tahun 2012) tentang Pangan mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional. Mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan merupakan hal mendasar yang sangat besar arti
dan
manfaatnya
untuk
mendukung
pelaksanaan
kebijakan
terkait
penyelenggaraan pangan di Indonesia. Negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang besar disisi lain memiliki sumber daya alam dan sumber daya pangan yang beragam, dimana Indonesia seharusnya mapu memenuhi kedaulatan pangannya secara berdaulat dan mandiri. Arah kebijakan UU Pangan No. 18/2012 ini dimaksudkan agar tercapai kondisi kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. Latar belakang perumusan undang-undang ini diantaranya karena persentase impor terhadap kebutuhan sosial yang makin meningkat, karena itu diangkat poin ‘self-suffiency’; neraca perdagangan Indonesia yang defisit; konsumsi protein per kapita yang masih rendah; dan harga pangan yang terus naik. Persoalan dan tantangan pangan semakin hari semakin kompleks, senantiasa berubah dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya spesifik lokal maupun global. Perubahan serta perbedaan seperti kondisi aktual masyarakat, dinamika kependudukan, perkembangan Iptek, revolusi informasi, telekomunikasi,
transportasi,
demokratisasi,
desentralisasi,
dan
kondisi
globalisasi. Kajian ini dilakukan untuk mengevaluasi penerapan Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 sesuai dengan sasaran dan tujuan kebijakan kedaulatan pangan di sektor perikanan. Selanjutnya, kajian ini menyajikan rumusan strategi implementasi kebijakanan kedaulatan pangan di sektor perikanan.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
37
4.4.2 Hasil Analisis Kedaulatan pangan sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 UU No 18 Tahun 2012 adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Saat ini kebijakan pangan bersifat sektoral dimana setiap kementerian berjalan sendiri-sendiri yang mengakibatkan target swasembada pangan tidak tercapai. Apabila dibandingkan dengan UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan sebelumnya terdapat beberapa perubahan mendasar sebagaimana disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Perubahan UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan menjadi UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan No 1
UU No 7 Tahun 1996 Visi : ketahanan pangan
2
Pemenuhan kebutuhan pangan hingga tingkat rumah tangga Belum mengatur tentang kelembagaan pangan Belum mengatur tentang pangan lokal
3 4
5 6 7
8
Belum mengatur tentang penimbunan pangan Belum mengatur secara detail tentang cadangan pangan Belum mengatur kewajiban pemerintah mengelola stabilisasi pasokan dan harga, cadangan dan distribusi pangan pokok Mengatur masalah keamanan pangan : label, kemasan, dan iklan
UU No 18 Tahun 2012 Visi : ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian pangan Pemenuhan kebutuhan pangan hingga tingkat individu Sudah mengatur tentang kelembagaan pangan Mengatur tentang pengutamaan produksi pangan sesuai dengan kearifan lokal Sudah mengatur tentang penimbunan pangan Mengatur detail tentang cadangan pangan Sudah mengatur kewajiban pemerintah mengelola stabilisasi pasokan dan harga, cadangan dan distribusi pangan pokok Mengatur lebih dalam dan terperinci tentang keamanan pangan : label, kemasan, dan iklan
UU No 18 Tahun 2012 ini mengamanatkan pembentukan badan atau lembaga pangan yang baru yang akan berada di bawah presiden. Tentu saja, itu akan menambah dan membebani anggaran. Soal perencanaan, sumber daya manusia, infrastruktur lembaga, dan implementasi pekerjaan merupakan beban anggaran yang akan muncul jika lembaga itu dibentuk. Disamping itu, dibentuknya
peraturan-peraturan
pemerintah dan pemilihan pejabat-pejabat
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
38
lembaga pangan yang baru akan menjadi beban tersendiri juga bagi anggaran negara. Namun, dibalik bertambahnya beban anggaran, pastinya akan ada manfaat yang bisa dirasakan, yaitu kehadiran lembaga baru diharapkan dapat membuat sistem pangan Indonesia menjadi solid untuk mencapai tujuan pemenuhan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Undang-undang ini telah mencantumkan ketentuan pidana bagi setiap orang yang
melakukan
Ketentuan pidana
pelanggaran
atau
kejahatan terkait
dengan
pangan.
dalam undang-undang ini bersifat opsional. Hakim bisa
menjatuhkan pidana berupa penjara atau pidana denda. Pihak yang dapat dijatuhi hukuman tidak hanya orang secara individual, tetapi juga badan hukum. Ketentuan dalam UU Pangan pada hakikatnya melengkapi pengaturan sebelumnya yang ada dalam KUHP (Pasal 356 dan 386) dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Prinsip lex specialis derogat legi generali
berlaku dalam penegakan hukum pangan. Apabila UU Pangan dan
KUHP disandingkan, idealnya yang berlaku adalah UU Pangan. Sementara itu, apabila UU Pangan dan UU Perlindungan Konsumen disandingkan, keberlakuannya
tergantung
padapasal
yang
dilanggar.
Konsekuensi
keberlakuan itu mempengaruhi saluran penegakan hukum dan penyelesaian sengketa konsumen terkait dengan pangan. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012, stakeholders/pemangku kepentingan yang terlibat adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian
Kelautan
dan
Pertanian,
Kementerian
Perikanan,
Kementerian
Perindustrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Lembaga Ketahanan Pangan, Tokoh
Agama,
Akademisi/Pakar
Pangan, dan sebagainya, selanjutnya
kelompok-kelompok yang rentan terlibat adalah Asosiasi Petani, sedangkan kelompok keahlian adalah Pakar Pangan dan Tokoh Agama. Selanjutnya dilakukan identifikasi strategi koordinasi nasional kedaulatan pangan sesuai program Nawacita yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi divisualisasikan dalam Gambar 5 berikut:
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
39
KEMENTAN KKP KEMEN PEKERJAAN UMUM DAN PERA KEMEN PERDAGANGAN PEMDA
KEMENTAN KEMEN KESEHATAN BADAN POM KEMEN PERINDUSTRIAN PEMDA
PERBAIKAN KUALITAS KONSUMSI PANGAN DAN GIZI MASYARAKAT
PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN POKOK
KEDAULATAN MITIGASI GANGGUAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN KEMENTAN KEMEN KEUANGAN DAN OJK PEMDA
PANGAN
STABILISASI HARGA BAHAN PANGAN
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PELAKU PANGAN
KEMENTAN KEMEN PERDAGANGAN KEMEN BUMN – PERUM BULOG PEMDA
KEMENTAN KEMEN AGRARIA DAN TATA RUANG (BPN) KEMEN UMKM KEMEN PERINDUSTRIAN PEMDA
Gambar 5. Strategi Koordinasi Kebijakan Nasional Kedaulatan Pangan (Sumber: Bappenas: 2015)
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
40
Tabel 10. Kegiatan Strategis Kedaulatan Pangan dalam Nawacita yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo No Aspek 1 Peningkatan produksi pangan pokok
Program
2
Stabilisasi harga bahan pangan
3
Perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat Mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan
Pengendalian konversi lahan dan perluasan sawah baru 1 juta ha Pemanfaatan lahan bekas pertambangan 1000 Desa Mandiri Benih Pemulihan kualitas kesuburan lahan yang airnya tercemar 1000 desa pertanian organik Pencipataan sistem inovasi nasional Perluasan lahan kering 1 juta ha Pendirian unit perbankan untuk pertanian, UMKM, koperasi Peningkatan kemampuan petani, organisasi petani, dan pola hubungan pemerintah Pelibatan perempuan petani/pekerja Pencipataan daya tarik pertanian bagi TK muda Pengembangan inovasi teknologi melalui kerjasama swasta, pemerintah, dan PT Techno-science park Rehabilitasi 3 juta ha jaringan irigasi rusak dan bendungan Pembangunan 100 sentra perikanan/nelayan terpadu, termasuk pengembangan sistem logistik ikan (coldstorage) dan pengembangan sistem informasi bagi nelayan Monitoring dan stabilisasi harga Pemberantasan “mafia” impor Penyediaan fasilitas transportasi dan penguatan sistem logistik nasional Penyediaan kapal pengangkut ternak Penguatan advokasi diversifikasi konsumsi Peningkatan Advokasi dan Konsumsi Makan Peningkatan peran industri dan pemerintah daerah dalam ketersediaan pangan beragam, aman, dan bergizi
Penyediaan dan penyaluran bantuan input produksi Pelaksanaan dan pengembangan instrumen asuransi pertanian Pengembangan benih unggul tanaman pangan dan jenis/varietas ikan Perluasan penggunaan teknologi budidaya pertanian dan perikanan yang adaptif terhadap perubahan iklim 5 Peningkatan Peningkatan akses dan aset petani melalui distribusi hak atas kesejahteraan tanah petani dan land reform dan program penguasaan lahan pelaku usaha terutama bagi petani gurem dan buruh tani pangan Sertifikasi hak atas tanah nelayan dalam upaya peningkatan akses permodalan untuk pengembangan usaha Sumber: Bappenas (2015) 4
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
41
Dalam implementasinya, UU Pangan masih rentan terdapat kecenderungan potensi masalah. Kerentanan potensi masalah yang mungkin timbul adalah sebagai berikut. 1.
Ada protes negara lain dalam menyikapi politik proteksi pangan Indonesia. Mungkin, itu seharusnya bukan menjadi masalah pemerintah Indonesia bagi pelaksanaan undang undang ini, sepanjang pemerintah mampu menyediakan data yang valid soal ketersediaan pangan dan argumentasi terkait potensi protes dari negara asing.
2.
Munculnya lembaga baru tidak serta-merta bisa menyelesaikan masalah pangan di Indonesia. Tantangan utama lembaga tersebut adalah koordinasi dengan kementerian/lembaga lain yang terkait dengan pangan dan konsolidasi internal lembaga baru, apalagi dua lembaga lama, yaitu BPOM dan Dewan Ketahanan Pangan, ikut dilebur.
3.
Aturan yang cukup rigid soal keamanan pangan dan label pangan yang tidak mengakomodasi kepentingan industri rumah tangga atau UMKM pangan bisa mendorong adanya kriminalisasi terhadap industri atau pelaku usaha UMKM tersebut.
Untuk
selanjutnya
dibutuhkan
kelembagaan
pangan
yang mampu
mengoordinasikan dan menyelaraskan kebijakan dan program pada berbagai tingkatan sebagaimana diamanatkan dalam UU 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
4.4.3 Kesimpulan Kebijakan kedaulatan pangan memberikan landasan yang kuat dan ruang luas untuk mengembangkan kelembagaan pangan yang mandiri dan berdaulat untuk memperkuat ketahanan pangan.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
42
4.5 Penyusunan Panduan Penentuan Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut di 7 Kabupaten 4.5.1 Pendahuluan Budidaya laut menjanjikan kontribusi besar terhadap peningkatan perekonomian daerah dan mampu meningkatkan pendapatan nelayan, karena sebagian besar komoditinya memiliki pangsa pasar ekspor dengan harga relatif tinggi. Budidaya laut lebih memberikan kepastian bagi nelayan dibandingkan penangkapan yang sangat bergantung pada cuaca dan musim. Situasi ini memberikan
justifikasi
bahwa
intervensi
kebijakan
pemerintah
untuk
memprioritaskan peningkatan produksi melalui program budidaya laut sangat tepat. Salah satu komoditas budidaya yang memiliki nilai strategis ekonomis yang besar adalah rumput laut. Lebih dari 80% rumput laut Indonesia hanya diekspor dalam bentuk bahan baku primer (raw material) dengan harga relatif rendah, hanya 20% saja yang diolah di dalam negeri. Melihat fenomena di atas, sudah saatnya orientasi pengembangan mulai melirik pada industri hilir sebagai upaya dalam menigkatkan nilai tambah produk. Akselerasi industri hulu harus diimbangi dengan industri hilir sehingga merubah orientasi pemasaran dalam bentuk bahan mentah menjadi bahan jadi atau setengah jadi. Fenomena lain adalah dimana hampir keseluruhan Industri rumput laut nasional terkonsentrasi pada kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, dilain pihak konsentrasi industri hulu tersebar di Indonesia bagian timur (mulai dari Sulawesi, NTT, NTB, dan Maluku). Kondisi inilah saat ini yang menuai permasalahan khususnya rantai pasok (suplly chain). Pola rantai distribusi pasar yang melelahkan sangat mempengaruhi posisi tawar produk yang dihasilkan pembudidaya, sehingga nilai tambah produk belum mampu dirasakan oleh produsen di hulu. Dengan adanya konsentrasi industri rumput laut di sentralsentral produksi melalui pendekatan nilai tambah (added value) produk, diharapkan akan mampu menciptakan pergerakan ekonomi lokal, regional dan nasional. Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk KP akan membangun pabrik rumput laut. Hal ini
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
43
dimaksudkan untuk mendekatkan sentra produksi bahan baku dengan tempat pengolahan rumput laut kering menjadi chip dan karagenan. Pabrik yang akan dibangun direncanakan di 7 Kabupaten sentra produksi, serta revitalisasi untuk 3 pabrik yang sudah dibangun namun belum beroperasi secara optimal. Kajian ini dimaksudkan untuk menyusun kuesioner yang akan digunakan sebagai panduan dalam penentuan kesiapan lokasi yang akan dibangun pabrik rumput laut dengan menggunakan pendekatan multidimensi.
4.5.2 Metode yang Dikembangkan Penentuan status kesiapan lokasi pembangunan pabrik rumput laut menggunakan pendekatan multidimensi. Program ini akan menggunakan modifikasi Program RAPFISH (Rapid Assessment Techniques for Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia, Kanada. Modifikasi yang telah dilakukan pada dimensi dan juga indikatornya. Secara umum tahapan yang dilakukan adalah mereview dan menentukan atribut dari keenam dimensi keberlanjutan pembangunan pabrik rumput laut di lokasi penelitian. Penentuaan atribut untuk masing-masing dimensi diperoleh melalui review literatur untuk masing-masing dimensi keberlanjutan yang relevan dengan penelitian ini seperti indikator dari Rapfish (Kavanagh, 2001). Hal ini dilakukan dengan melakukan pertemuan para pakar melalui Focus Group Discussion (FGD) yang dihadiri oleh Komisi Rumput Laut Indonesia, Peneliti Balitbang KP, serta eselon 2, eselon 3 dan eselon 4 lingkup Direktorat Bina Mutu dan Diversifikasi Produk Kelautan untuk menyepakati dimensi yang akan digunakan terkait rencana pembangunan pabrik rumput laut adalah bahan baku, ekonomi, sosial, kelembagaan, kebijakan, teknologi dan infrastruktur. Raes (1990) dalam Charles (2001) mendefinisikan pengelolaan perikanan berkelanjutan sebagai perubahan positif ekonomi dibidang perikanan dengan tidak mengorbankan sistem ekologi dan sistem sosial. Beberapa peneliti menguraikan keberlanjutan lebih rinci lagi dalam lima dimensi yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi kelembagaan dan dimensi etika (Fauzi dan Anna, 2002). Terkait rencana pembangunan pabrik rumput laut, dimensi yang prioritas untuk dipertimbangkan berdasarkan hasil kesepakatan para pakar adalah
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
44
dimensi bahan baku, ekonomi, sosial, kelembagaan, kebijakan, teknologi dan infrastruktur. Pada setiap dimensi dapat dipilih beberapa variabel atau atribut yang mewakili dimensi bersangkutan digunakan sebagai indikator tingkat keberlanjutan dari dimensi tersebut. Atribut pada setiap dimensi memang sangat banyak, namun untuk memudahkan analisis selanjutnya maka sebaiknya dipilih atribut yang benar-benar kuat mewakili dimensi keberlanjutan dan tidak tumpang tindih dengan atribut yang lain serta mudah mendapatkan datanya. Berikut ini akan diuraikan enam dimensi keberlanjutan pembangunan pabrik rumput laut dari berbagai definisi dan konsep tentang pembangunan perikanan berkelanjutan. (1) Dimensi Bahan Baku Dimensi bahan baku merupakan dimensi kunci karena arahan pembangunan berkelanjutan mensyaratkan kesinambungan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan bagi generasi mendatang. Keberlanjutan bahan baku terkait dengan mempertahankan integritas ekosistem, menjaga daya dukung lingkungan perairan, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem perairan menjadi perhatian utama. Dimensi bahan baku dipilih karena harus terjamin ketersediaannya secara tepat waktu, jumlah dan kualitas. untuk mencerminkan bagaimana pemanfaatan sumberdaya perairan untuk budidaya rumput laut berdampak secara ekologis terhadap keberlanjutan sumberdaya dan lingkungan serta ekosistem tersebut sehingga kegiatan pemanfaatannya dapat berlangsung secara berkelanjutan. Atribut bahan baku dipilih untuk mencerminkan keberadaan dan kondisi bahan baku berdampak terhadap keberlanjutan industri rumput laut. (2) Dimensi Sosial Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa suatu pembangunan hendaknya
dapat
menciptakan
pemerataan
hasil-hasil
pembangunan,
mobilitas sosial, kohesi sosial, pertisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, kejadian-kejadian yang berpengaruh pada permintaan dan penawaran serta hubungan antara pelaku ekonomi. Atribut sosial mencerminkan bagaimana kegiatan pemanfaatan sumbedaya perairan
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
45
untuk budidaya laut berdampak terhadap keberlanjutan sosial komunitas setempat yang akhirnya juga akan berdampak terhadap keberlanjutan ekologis. Aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan (ekologi) merupakan aspek utama yang harus seimbang di dalam pembangunan berkelanjutan (Bengen dan Rizal, 2002). Dimensi sosial adalah dimensi untuk melihat keberadaan tingkat sosial budaya berdampak terhadap keberlanjutan industri rumput laut. (3) Dimensi Ekonomi Berkelanjutan secara ekonomi mensyaratkan arti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat menciptaan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapasitas, dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Dimensi ekonomi meliputi aspek permintaan (demand) dan penawaran (supply) komoditas yang dihasilkan, harga dan struktur pasar. Atribut ekonomis mencerminkan dampak ekonomi terhadap keberlanjutan industri pengolahan rumput laut. Industri rumput laut yang menimbulkan kerugian secara ekonomis tentu tidak akan berlanjut dan mengandung potensi untuk merusak sumberdaya dan lingkungan sehingga juga mengancam keberlanjutan ekologis.
Dimensi ekonomi adalah dimensi untuk melihat
peran dari keberadaan teknologi terhadap keberlanjutan industri pengolahan rumput laut. (4) Dimensi Teknologi Aspek teknologi yang digunakan dalam pembangunan pabrik rumput laut sangat bergantung pada jenis teknologi yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan yang akan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Kehadiran suatu teknologi membentuk pola interaksi antara pengguna. Jika suatu teknologi mensyaratkan adanya kerjsama antar pengguna, kerjasama itu akan terwujud karena kebutuhan. Sebaliknya, penggunaan teknologi tertentu dapat juga menjadi disinsentif bagi pengguna untuk bekerjasama yang seterusnya menentukan pola interaksi yang khas di antara mereka bukan saja pada saat pemanfaatan sumberdaya, tetapi juga pada saat perencanaan, perumusan cara-cara pemanfaatan, dan pengelolaan. Atribut teknologi
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
46
mencerminkan seberapa jauh penggunaan teknologi dapat meminimkan resiko kegagalan keberlanjutan pembangunan pabrik rumput laut. (5) Dimensi Infrastruktur Dimensi infrastruktur menggambarkan keberadaan infrastruktur terhadap keberlanjutan industri pengolahan rumput laut, sehingga kedekatan akses dengan infrastruktur transportasi baik darat, laut dan udara keberadaannya menjadi snagat vital. Industri yang letaknya dekat dengan pasar akan lebih cepat dalam hal memberikan pelayanan pada konsumen, proses distribusi dan pengangkutan pun lebih mudah dengan biaya yang rendah termasuk proses pengiriman bahan baku untuk pemasakan rumput lautnya. Infrastruktur penunjang meliputi jaringan listrik dan komunikasi merupakan hal penting. (6) Dimensi Kelembagaan Dimensi kelembagaan sangat bergantung pada cara tatanan kelembagaan, hak-hak masyarakat, serta aturan dibuat atau dirumuskan. Nikijuluw (2002), menyatakan bahwa tiga aspek penting yang patut diperhatikan dalam pengambilan keputusan, yaitu: (1) Keterwakilan (representation)
yang
didefinisikan sebagai tingkat nelayan dan pemegang kepentingan lainnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan; (2) Kecocokan (relevanse) adalah tingkat peraturan yang berlaku dinilai cocok dengan masalah-masalah yang dihadapi; (3) Penegakan hukum (enforceability) adalah tingkat aturanaturan dapat ditegakkan. Atribut kelembagaan mencerminkan seberapa jauh tersedia perangkat kelembagaan beserta tingkat penegakan, kepatuhan yang dapat mendorong keberlanjutan pembangunan pabrik rumput laut. Dimensi kelembagaan dan hukum dapat menggambarkan keberadaan lembaga dan perangkat peraturan yang mendukung terhadap keberlanjutan industri pengolahan rumput laut ini.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
47
Berikut adalah rekapitulasi dimensi dan jumlah atribut yang dikembangkan dalam melihat keberlanjutan pembangunan pabrik rumput laut. Tabel 11. Dimensi dan Indikator Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut No 1 2 3 4 5 6
Dimensi Bahan baku Sosial budaya Ekonomi Teknologi Infrastruktur Kelembagaan dan hukum Jumlah
Jumlah Atribut 7 8 13 8 11 10 57
4.5.3 Atribut dalam Pembangunan Pabrik Rumput Laut Dimensi Bahan Baku Tabel 12. Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Bahan Baku No 1
Atribut Ketersediaan bahan baku
2
Kualitas bahan baku
3
Kemudahan memperoleh bahan baku
4
Fluktuasi kualitas
5
Fluktuasi harga
6
Supply chain
7
Pembelian bahan baku
Kriteria Tidak tersedia Tersedia tetapi kurang (bergantung musim) Tersedia melimpah (tidak tergantung musim) Tidak baik/jelek Cukup baik Sesuai standar bahan baku rumput laut Di atas standar bahan baku rumput laut Sangat sulit Sulit Mudah Mudah sekali Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tidak ada Jarang Selalu ada Tidak bersaing Bersaing Corporate
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
48
Dimensi Sosial Budaya Tabel 13. Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Sosial Budaya No 1
Atribut Pendidikan formal
2
Penerimaan masyarakat lokal
3
Ketersediaan SDM lokal
4
Toleransi masyarakat
5
Konflik sosial
6
Pengaruh pemuka masyarakat
7
Politisasi massa
8
UMR
Kriteria Tidak mengenyam pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Tidak baik Cukup baik Baik Sangat baik Tidak tersedia Cukup tersedia Banyak tersedia Tidak ada toleransi Cukup ada toleransi Ada toleransi Banyak sekali konflik di masyarakat Cukup ada konflik di masyarakat Tidak ada konflik di masyarakat Tidak ada pengaruh pemuka masyarakat Cukup ada pengaruh pemuka masyarakat Banyak pengaruh pemuka masyarakat Ada Tergantung situasi Tidak ada Rendah Sedang Tinggi
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
49
Dimensi Ekonomi Tabel 14. Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Ekonomi No 1
Atribut Akses ke pasar luar negeri
2
Akses ke pasar dalam negeri
3
Keberadaan skim kredit
4
Sistem pembelian bahan baku
5
Peran pedagang pengumpul
6
Sistem penjualan ke Luar Negeri
7
Diversifikasi produk
8
Profit
9
Subsidi
10
Fasilitas dan stimulus fiskal
11
Tingkat permintaan produk karagenan SRC luar negeri
12
Tingkat permintaan produk karagenan SRC dalam negeri
13
Kontribusi terhadap PAD
Kriteria Tidak tersedia Tersedia Tidak tersedia Tersedia Tidak ada Cukup banyak Tersedia banyak Tidak langsung Langsung dari petani Rendah Sedang Tinggi Tidak langsung (sistem kontrak) Langsung (PO/Purchase Order) Tidak ada Ada Tidak menguntungkan Cukup menguntungkan Menguntungkan Tidak ada Ada, kecil Ada, besar Tidak tersedia Tersedia Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
50
Dimensi Teknologi Tabel 15. Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Teknologi No 1
Atribut Transfer teknologi
2
Penerapan sertifikasi SKP, HACCP
3
Teknologi pembibitan rumput laut
4
Teknologi budidaya rumput laut
5
Teknologi pemanenan rumput laut
6
Teknologi informasi produk rumput laut
7
Teknologi produk olahan rumput laut
8
Teknologi penanganan limbah rumput laut
Kriteria Tidak ada Buruk Sedang Baik Tidak ada Ada tapi tidak efektif Ada dan efektif Tidak ada Ada tapi tidak optimal Ada dan optimal Tidak ada Ada tapi tidak efektif Ada dan efektif Tidak ada Ada tapi tidak efektif Ada dan efektif Tidak ada Ada tapi tidak optimal Ada dan optimal Tidak ada Ada tapi tidak efektif Ada dan efektif Tidak ada Ada tapi tidak efektif Ada dan efektif
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
51
Dimensi Infrastruktur Tabel 16. Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Infrastruktur No 1
Atribut Aksesibilitas dari dan ke lokasi
2
Ketersediaan dan kemudahan bahan pendukung industri (bahan kimia)
3
Ketersediaan lahan (clean and clear)
4
Ketersediaan air dan kualitasnya (1:10)
5
Ketersediaan bahan bakar (solar, batubara yang tidak perlu di datangkan dari luar daerah)
6
Ketersediaan listrik
7
Sarana transportasi perdagangan darat dan laut
8
Fasilitas sarana pelabuhan
9
Fasilitas gudang
10
Fasilitas perbankan
11
Fasilitas pasar
Kriteria Buruk Sedang Baik Tidak tersedia Tersedia namun tidak memadai Tersedia dengan kualitas baik Tidak ada Ada tapi tidak efektif Ada dan berperan optimal Tidak tersedia Tersedia namun tidak memadai Tersedia dengan kualitas baik Tidak tersedia Tersedia namun tidak memadai Tersedia dengan kualitas baik Tidak tersedia Tersedia namun tidak memadai Tersedia dengan kualitas baik Tidak tersedia Tersedia namun tidak memadai Tersedia dengan kualitas baik Tidak tersedia Tersedia namun tidak memadai Tersedia dengan kualitas baik Tidak tersedia Tersedia namun tidak memadai Tersedia dengan kualitas baik Tidak tersedia Tersedia namun tidak memadai Tersedia dengan kualitas baik Tidak tersedia Tersedia namun tidak memadai Tersedia dengan kualitas baik
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
52
Dimensi Kelembagaan dan Hukum Tabel 17. Atribut dan Kriteria Penentu Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut untuk Dimensi Kelembagaan dan Hukum No 1
Atribut Fasilitas investasi dan perijinan
2
Intervensi pemerintah/ kementerian non KKP di dalam dukungannya thd industri
3
Keberadaan perangkat peraturan adat yang mendukung
4
Kerja sama lintas sektoral/ kementerian/ SKPD
5
Pembinaan dari lembaga keuangan
6
Kerja sama pemerintah pusat dan daerah
7
8
Kemitraan dengan zone 2 dan lembaga lain seperti Koperasi (pasca panen – depo penyimpanan, lantai jemur, dll) Dampak lingkungan
9
Otonomi daerah
10
Calon pengelola
Kriteria Tidak ada Ada namun terbatas Ada dan memadai Tidak ada Ada tapi tidak efektif Ada dan berperan optimal Tidak ada Berperan namun terbatas Berperan optimal Tidak efektif karena bersifat politis Tidak efektif karena kendala internal dan saling tumpang tindih Efektif dan tidak saling tumpang tindih Tidak ada Ada Tidak efektif karena bersifat politis Tidak efektif karena kendala internal dan saling tumpang tindih Efektif dan tidak saling tumpang tindih Tidak ada Ada tapi tidak efektif Ada dan berperan optimal Buruk Sedang Baik Tidak membantu Membantu namun tidak sepenuhnya Membantu sepenuhnya Penunjukan Pemilihan Lelang
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
53
4.5.3 Manfaat Analisis MDS Analisis yang digunakan dengan menggunakan pendekatan MDS akan menghasilkan indeks kesiapan lokasi yang merupakan suatu status kesiapan suatu lokasi (kabupaten) yang merupakan calon lokasi pabrik rumput laut, yang berupa angka /nilai dilihat dari berbagai dimensi keberlanjutan sebagai referensi yang dapat digunakan untuk penentuan kebijakan pembangunan pabrik rumput laut. Tabel 18. Kategori status keberlanjutan pembangunan pabrik rumput laut berdasarkan nilai indeks hasil analisis Indeks
Kategori
≤ 24,9
Tidak berkelanjutan
25 – 49,9
Kurang berkelanjutan
50 – 74,9
Cukup berkelanjutan
> 75
Berkelanjutan
Sumber: Susilo (2003)
Hal ini diharapkan dapat menjawab permasalahan di lapangan dimana selama ini hampir semua hibah pabrik tidak ada yang operasional hal ini disebabkan karena dibangun tanpa adanya studi keberlanjutan. Selain itu ada pabrik hibah yang operasional tetapi terkendala oleh issue pembelian bahan baku. Selain itu dalam analisis ini juga dilakukan analisis sensitivitas yang akan menghasilkan atribut mana yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan pabrik rumput laut di calonmlokasi pembangunan. Peran masingmasing atribut terhadap nilai indeks keberlanjutan dianalisis dengan “attribute leveraging”, sehingga terlihat perubahan ordinasi apabila atribut tertentu dihilangkan
dari analisis. Selanjutnya dapat diformulasikan rekomendasi
kebijakan yang dapat mendorong pabrik rumput laut berkelanjutan dengan memperhatikan atribut-atribut sensitif terhadap keberlanjutannya.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
54
4.6 Mainstreaming Unsur Penanganan Kerugian dan Kerusakan (Loss and Damage) Perubahan Iklim ke dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, Petambak Garam di Pesisir 4.6.1 Analisis Situasi Perubahan iklim sudah menjadi perhatian dan permasalahan global. Komunitas ilmuwan yang tergabung di dalam Intergovernmental Panel for Climate Change (IPCC) telah mengeluarkan hasil kajian ke-5 (Fifth Assessment Report) pada tahun 2015 yang lebih memastikan bahwa perubahan iklim disebabkan oleh faktor anthropogenik. Pemimpin antar negara yang tergabung di dalam forum United Nations Framework Conventon on Climate Change (UNFCCC) telah melakukan Conference of the Parties (COP) yang setiap tahun bertemu untuk membahas kebijakan dan strategi penanggulangan isu pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan global disebabkan oleh terjadinya peningkatan gas rumah kaca pada lapisan atmosfer bumi. Fenomena tersebut kemudian diikuti dengan terjadinya cuaca ekstrim dan slow onset events seperti kenaikan permukaan laut, peningkatan temperatur, pengasaman laut, dan gelombang badai (storm surge). Dampak dari perubahan iklim di antaranya adalah penggenangan akibat kenaikan muka air laut di daerah pesisir, peningkatan abrasi daerah pesisir, serta hilangnya sumber air minum. Berbagai dampak di berbagai negara di dunia telah menimbulkan kerugian dan kerusakan (loss and damage), baik secara sosial dan ekonomi. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang tidak luput dalam merasakan dampak perubahan iklim khususnya di daerah pantai dan pulaupulau kecil. Kerentanan itu dialami oleh lebih dari 42 juta penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Selain itu, lebih dari 80% bencana yang terjadi di Indonesia merupakan jenis hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, serta termasuk penggenangan air laut di daerah pesisir. Urgensi penanganan dampak perubahan iklim untuk kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil secara khusus sudah dituangkan ke dalam bentuk dokumen perencanaan, seperti Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RANAPI; Bappenas, 2014). . Di tingkat internasional, Pemerintah Indonesia kemudian menuangkannya dalam bentuk laporan berupa Intended Nationally Determined
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
55
Contributions (INDC) pada COP oleh UNFCCC bulan November-Desember 2015 di Paris. Pada dokumen RAN-API telah dikemukakan beberapa strategi dalam rangka meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim (climate resilience strategies) di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, yang meliputi: (a) stabilitas kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap ancaman perubahan iklim, (b) peningkatan kualitas lingkungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, (c) pelaksanaan pembangunan struktur adaptasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, (d) penyesuaian rencana tata wilayah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap ancaman perubahan iklim, serta (e) pengembangan dan optimalisasi riset dan sistem informasi tentang perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Strategi ini diwujudkan melalui lima program utama, yaitu (a) peningkatan kapasitas kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, (b) pengelolaan dan pendayagunaan lingkungan dan ekosistem, (c) penerapan tindakan adaptasi struktural dan non struktural, (d) pengintegrasian upaya adaptasi ke dalam rencana pengeelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta (e) peningkatan sistem pendukung adaptasi perubahan iklim. Tujuan yang ingin dicapai dari ketahanan terhadap perubahan iklim tersebut adalah: (a) kepastian di dalam perencanaan ruang wilayah dan guna lahan, (b) keamanan kepemilikan atau hukum, (c) keamanan pangan, (d) keamanan air, dan (e) energi terbarukan. Strategi dan program di atas telah menunjukkan bahwa masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan populasi yang memerlukan ketahanan yang besar terhadap dampak perubahan iklim. Dampak perubahan iklim dapat berpengaruh besar pada mata pencaharian mereka yang mayoritas bekerja sebagai nelayan tangkap, nelayan budidaya, dan petambak garam. Berbagai dampak itu dapat menimbulkan kerugian dan kerusakan yang tidak sedikit, baik pada aspek sosial dan ekonomi. Menurut UNFCCC, konsep ini mengacu pada kerugian dan kerusakan yang tidak dapat dihindari (unavoidable) sekalipun dengan aksi mitigasi dan adaptasi secara optimal. Peningkatan ketahanan terhadap potensi kerugian dan kerusakan terhadap dampak perubahan iklim tersebut dapat diwujudkan melalui perlindungan baik sosial dan ekonomi bagi nelayan tangkap,
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
56
nelayan budidaya, dan petambak garam , seiring dengan upaya adaptasi untuk mengurangi kerentanannya. Bentuk perlindungan yang paling dasar yang diperlukan dalam hal ini adalah kepastian hukum dan sekaligus mewujudkan ketahanan terhadap perubahan iklim, khususnya terhadap unsur kerugian dan kerusakan. terhadap ketiga tipe masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 22 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2014 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam Rakyat yang Terkena Bencana Alam belum cukup kuat dari sisi kepastian hukum. Demikian pula Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam walaupun sudah dapat memberitakan kepastian hukum, namun juga perlu mempertimbangkan unsur kerugian dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim ke dalam rancangannya.
4.6.2 Temuan Utama Isu dan konsep kerugian dan kerusakan di Indonesia baru sebatas rekomendasi kebijakan yang dikeluarkan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) pada tahun 2013. Namun demikian, konsep kerugian dan kerusakan ini sebenarnya telah diwujudkan dalam bentuk program asuransi pertanian yang diuji coba oleh Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) pada tahun 2015. Program tersebut merupakan amanah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Konsep kerugian dan kerusakan juga perlu diterapkan dan dikembangkan pada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang terkena dampak perubahan iklim. Pada saat ini konsep tersebut belum secara jelas atau sepenuhnya termaktub dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. RUU tersebut baru menyatakan di dalam Pasal 3.e bahwa salah satu tujuan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam adalah untuk melindungi dari risikorisiko bencana alam dan perubahan iklim. Jaminan risiko
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
57
terhadap nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sudah dinyatakan di dalam Pasal 7 (2.d), dimana pada Pasal 28 dijelaskan pada Pasal 28 bahwa jaminan risiko tersebut meliputi bencana alam, kerugian dan kerusakan fasilitas penangkapan ikan, endemik penyakit ikan yang terinfeksi, dampak perubahan iklim, polusi, dan risiko lainnya yang diatur oleh Keputusan Menteri. Jaminan risiko tersebut akan meliputi unsur-unsur yang disebutkan dalam RUU tersebut sebagai berikut. a. Jaminan kepastian usaha b. Jaminan risiko penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, dan pergaraman c. Jaminan keamanan dan keselamatan
Dengan adanya jaminan tersebut, perlindungan terhadap nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam menjadi lebih realistis dan implementatif. Pada RUU ini, dijelaskan pula mengenai asuransi yang dibedakan menjadi asuransi perikanan dan asuransi pergaraman. Asuransi perikanan adalah perjanjian antara nelayan atau pembudidaya ikan dengan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan
diri
dalam
pertanggungan
risiko
penangkapan
ikan
dan
pembudidayaan ikan. Sedangkan asuransi pergaraman adalah perjanjian antara petambak garam dengan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko usaha garam. Asuransi ini merupakan salah satu jaminan yang melindungi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Namun pada RUU ini, tidak ada penjelasan yang spesifik mengenai bentuk perlindungan tersebut dalam menghadapi potensi kerugian dan kerusakan (loss and damage) akibat perubahan iklim. RUU tersebut juga tidak menjelaskan bagaimana skema dari asuransi perikanan maupun asuransi pergaraman. Di dalam konsep kerugian dan kerusakan, dampak perubahan iklim dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kejadian cuaca ekstrim dan slow onset events. 1. Kejadian Cuaca Ekstrim: Cuaca ekstrim sebagai salah satu fenomena perubahan iklim akan sangat berpengaruh bagi kegiatan yang dilakukan oleh nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam akan sangat terganggu. Nelayan tidak dapat pergi melaut
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
58
ketika terjadi gelombang badai atau hujan badai. Nelayan budidaya akan sangat dirugikan apabila terjadi cuaca ekstrim antara lain berupa rusaknya fasilitas budidaya, berkurangnya benih ikan, bahkan hilangnya lahan budidaya. Cuaca ekstrim juga akan mengakibatkan sulitnya para petambak garam untuk memproses air laut menjadi garam akibat peningkatan curah hujan di daerah pesisir. 2. Slow Onset Events: Slow onset events adalah kejadian perubahan iklim yang sangat lambat namun lebih pasti terjadi, seperti kenaikan permukaan laut, peningkatan temperatur permukaan atmosfer dan temperatur permukaan laut, serta pengasaman laut. Meskipun lambat namun peristiwa-peristiwa tersebut dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan yang dialami oleh para nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Bagi nelayan tangkap, kejadian ini dapat menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan perikanan akibat semakin hilangnya area berpijah dan tempat perkembangbiakan ikan. Kenaikan permukaan air laut dan perubahan siklus air dapat mengakibatkan perubahan kondisi lahan lokasi budidaya sehingga tidak lagi sesuai dengan habitat ikan budidaya. Para petambak garam semakin kesulitan memperoleh lahan tambak garam karena penggenangan daerah pesisir pantai semakin meluas. Konten yang perlu dimasukkan ke dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi-daya Ikan, dan Petambak Garam dapat mengambil pelajaran (Lesson Learned) dari kajian mengenai uji coba Asuransi Petani atau Kelompok Tani dari Kementerian Pertanian. Pemberian asuransi bagi para petani dan kelompok tani ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan Petani. Tujuan diberikannya asuransi bagi para petani ini adalah untuk menyediakan ganti rugi ketika terjadi gagal panen yang dikarenakan risiko banjir, kekeringan, hama dan wabah penyakit tertentu. Risiko kegagalan panen akibat kebakaran serta bencana alam lain seperti gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, tsunami, serta angin ribut bukan merupakan risiko yang ditanggung oleh asuransi. Dengan adanya asuransi ini, petani yang menghadapi gagal panen akibat hal-hal tersebut akan mendapatkan ganti rugi setara Rp 6.000.000,- sebagai biaya penanaman
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
59
kembali. Petani yang layak untuk mendapatkan asuransi ini harus memenuhi beberapa kriteria yang ditetapkan, yaitu:
Petani harus terdaftar sebagai anggota kelompok tani dengan manajemen administrasi yang aktif
Petani harus mengikuti praktek pertanian yang baik (good agriculture) yang merupakan arahan dari Kementerian Pertanian
Petani harus memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Selain itu, terdapat pula kriteria lokasi yang dapat menerima asuransi, yang
meliputi:
Lokasi memenuhi standar persyaratan untuk penanaman padi, terutama sistem irigasi
Lokasi berada di area yang relatif luas dengan batasan yang jelas
Petani yang memenuhi syarat adalah petani marjinal yang merupakan pemilik lahan atau penggarap lahan dengan luas tidak lebih dari dua hektar. Selain persyaratan di atas, kegagalan panen dapat diberikan asuransi apabila
terjadi setelah 10 hari pertama masa panen serta intensitas kerusakan mencapai 75% atau lebih dan luas kerusakan minimal 75% dari total luas lahan.
4.6.3 Rekomendasi Kebijakan Mengacu pada permasalahan utama bahwa belum ada kepastian hukum dalam rangka melindungi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dalam menghadapi potensi kerugian dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim, maka kebijakan yang direkomendasikan adalah penyusunan regulasi yang melindungi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak dalam rangka menghadapi menghadapi potensi kerugian dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim. Strategi yang dilakukan adalah Memasukkan (mainstreaming) penanganan unsur kerugian dan kerusakan (loss and damage) perubahan iklim ke dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam yang saat ini sedang disusun.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
60
4.6.4 Implikasi Kebijakan Kebijakan yang direkomendasikan tersebut mengandung implikasi sebagai berikut.
Pembentukan Satuan Tugas (Task Force) guna mendampingi dan memberikan konsultasi di dalam proses mainstreaming unsur kerugian dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim ke dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Penugasan Satuan Tugas tersebut untuk menyusun kebijakan, strategi, program, peta jalan (roadmap) implementasinya, serta kriteria indikator, basis data, dan proses monitoring dan evaluasi untuk program asuransi perlindungan bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dengan mengacu pada lesson learned pada Asuransi Petani atau Kelompok Tani dari Kementerian Pertanian.
Satuan Tugas tersebut dapat terdiri dari unsur-unsur Kementerian Kelautan dan Perikanan.
4.7 PDB Sektor Perikanan 2015 dan Proyeksi 2016 4.7.1 Pengertian, Konsep dan Definisi yang Digunakan 1. Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor perikanan. Perhitungannya dapat dilakukan dengan formula sebagai berikut: [PDB] = [NILAI PRODUKSI] – [BIAYA INPUT SEKUNDER] [NILAI PRODUKSI] adalah nilai dari hasil produksi semua sektor perikanan di Indonesia pada periode tertentu (misal satu tahun atau satu kuartal). [BIAYA INPUT SEKUNDER] adalah nilai yang dibayarkan sektor perikanan untuk semua ongkos produksi seperti bahan baku, bibit, BBM, dan lainnya, KECUALI upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan.Jadi sebenarnya yang dimaksud dengan PDB sektor perikanan adalah nilai dari
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
61
upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan yang dihasilkan dari aktivitas produksi di sektor perikanan (Nilai tambah). 2. PDB atas dasar harga berlaku adalah PDB yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada periode perhitungan. Kadang disebut PDB nominal (dalam rupiah). 3. PDB atas dasar harga konstan adalah PDB yang dihitung dengan menggunakan harga pada tahun acuan tertentu misal tahun 2010. Ini dilakukan agar kita dapat melihat fluktuasi kuantitas saja. Kadang disebut PDB riil (dalam rupiah). 4. Pertumbuhan ekonomi sektor perikanan adalah perubahan PDB (atas dasar harga konstan) sektor perikanan dari satu periode ke periode berikutnya (dalam persen). 5. Share PDB sektor perikanan adalah sumbangan PDB sektor pertanian dalam PDB nasional dari semua sektor (dalam persen).
4.7.2 Analisis Deskriptif Data Terkini PDB Sektor Perikanan PDB sektor perikanan (harga berlaku) pada tahun 2014 tercatat sebesar Rp 247 trilyun. Sampai kuartal ketiga tahun 2015, PDB sektor perikanan pada tahun 2015 tercatat sebesar Rp 209 trilyun. Diramalkan untuk keseluruhan tahun 2015 akan mencapai Rp 284 trilyun (Tabel 18). Sumbangan PDB sektor perikanan pada tahun 2014 adalah sebesar 2.21%, pada tahun 2015, sampai kuartal ke3, sebesar 2.23. Pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan PDB) sektor perikanan di kuartal ketiga tercatat sebesar 8.4%, yang merupakan perubahan PDB pada kuartal ketiga tahun 2015 dibanding kuartal yang sama (ketiga) tahun 2014. Dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 4.7%, pertumbuhan ekonomi sektor perikanan ini relatif jauh lebih tinggi. Hal yang sama terjadi di kuartal kedua (7.2%) dan kuartal pertama 2015 (8.4%) (jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional). Pertumbuhan ekonomi sektor perikanan yang relatif tinggi ini terjadi sudah terjadi sejak tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi sektor perikanan kuartal ketiga tercatat tertingi selama 4 tahun terakhir (sejak
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
62
tahun 2012), dan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kuartal 3 tahun 2011 (Gambar 6). Tabel 18. PDB Sektor Perikanan dan Nasional (Rp Milyar)
2014
2015
Kuartal 1 Kuartal 2 Kuartal 3 Kuartal 4 Total Kuartal 1 Kuartal 2 Kuartal 3 Kuartal 4* Total *
PDB Nasional Harga Harga konstan berlaku 2010 2,060,482 2,499,878 2,139,301 2,613,109 2,206,875 2,739,466 2,161,458 2,690,241 8,568,116 10,542,694 2,157,657 2,726,479 2,239,313 2,865,246 2,311,211 2,982,562 -
PDB Perikanan Harga Harga konstan berlaku 2010 44,970 56,639 46,769 59,509 47,636 63,199 50,270 67,748 189,643 247,094 48,769 66,973 50,123 69,270 51,621 73,360 52,671 74,344 203,184 283,947
Sumbangan (%) 2.18 2.19 2.16 2.33 2.21 2.26 2.24 2.23 -
Catatan: *) Proyeksi Sumber: BPS dan proyeksi adalah perhitungan tim penyusun
10 9 8 7 6 5 4 3
2011 2012 2013 2014 2015
Kuartal 1
Kuartal 2
Kuartal 3
2011 2012 2013 2014
2011 2012 2013 2014 2015
1
2011 2012 2013 2014 2015
2 0 2011
Gambar 6.
2012
2013
2014
Kuartal 4
2015
Pertumbuhan Ekonomi Kuartalan (Year-on-Year) Sektor Perikanan (%)
Sumber: BPS melalui CEIC
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
63
Kesimpulan sementara dari data-data tersebut adalah bahwa pertumbuhan ekonomi sektor perikanan di tahun 2015, padadi kuartal 1 dan kuartal 2belum nampak menunjukkan percepatan berarti dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun di kuartal ke-3, dibandingkan tahun 2012 sd 2013, pertumbuhan ekonomi sektor perikanan cenderung menunjukkan percepatan. Update terhadap analisis ini bisa dilakukan di awal tahun depan ketika PDB kuartal ke-4 diumumkan oleh BPS.
III. Tren PDB Sektor Perikanan 2016 Menggunakan Metoda OLS Tren atau pergerakan data PDB antar waktu dapat dpergunakan untuk melakukan analisis untuk melihat apakah terdapat kecenderungan PDB sektor perikanan pada saat ini lebih tinggi dibandingkan dengan pola kecenderungan yang terjadi selama beberapa tahun terakhir. Kalau terdapat kecenderunan lebih tinggi maka, ada kemungkinan (belum bisa dipastikan) bahwa itu adalah hasil dari upaya ekstra pemerintah. Langkah-langkah analisis adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan data historis PDB Perikanan dari tahun kuartal 1 2010 ke kuartal 4 2014, akan diprediksi baseline pada tahun 2015 dan 2016. Ini kita namakan proyeksi PDB baseline berdasarkan pola historis. 2. Membandingkan angka pada proyeksi baseline tersebut dengan angka PDB sektor perikanan yang aktual terjadi di tahun 2015. Jika angka aktual lebih tinggi dari baseline tersebut maka terdapat kecenderungan ada tambahan aktivitas produksi perikanan di tahun 2015. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah berbagai upaya KKP saat ini. Hasil analisis tersebut bisa dilihat di Gambar 2 dan Gambar 3 (Detail terkait metode statistiknya bisa dilihat di lampiran). Tren berdasarkan hasil prediksi/proyeksi model ditunjukkan garis solid, sedangkan tren data aktual ditunjukkan oleh garis putus-putus (dash). Beberapa kesimpulan bisa dicatat sebagai berikut: 1. Di kuartal pertama 2015, beberapa bulan setelah pemerintahan baru, PDB sektor perikanan aktual ternyata lebih tinggi dari angka prediksi atau baselinenya., sedangkan kuartal kedua PDB aktual sektor perikanan bergerak kembali
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
64
mendekati prediksi baseline-nya dan di kuartal ketiga sama dengan prediksi baselinenya. 2. Oleh karena itu, kesimpulannya bahwa upaya-upaya (baik pemerintah maupun lainnya) pada tahun 2015, telam memberikan dampak pada kenaikan berarti dari PDB sektor perikanan. Sehingga masih terdapat kemungkinan PDB sektor perikanan kuartal 4 mencatat angka realisasi yang tinggi. 3. Proyeksi PDB Perikanan tahun 2016 menunjukkan kenaikan PDB sektor perikanan, dengan pertumbuhan rata-rata berkisar pada 7-8% terhadap PDB Perikanan tahun 2015. Proyeksi ini dilakukan dengan asumsi tidak ada perubahan kebijakan keuangan yang drastis atau business as usual (BAU) sehingga trend mengikuti baseline dengan dinamika triwulanan (musiman). 4. Analisis dan proyeksi PDB Perikanan di atas hanya didasarkan pada sektor perikanan primer yang mencakup perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Namun sebagai suatu kegiatan ekonomi, terlebih lagi dikaitkan dengan cakupan atau wilayah kerja kementerian, semestinya perikanan mencakup aspek hulu, aspek tengah dan aspek hilir. Dengan demikian, penghitungan PDB sektor perikanan tersebut didasarkan pada kegiatan ekonomi perikanan yang dapat diperluas (PDB Perikanan yang diperluas) meliputi: (1) Perikanan primer (tangkap dan budidaya); (2) Perikanan sekunder (industry pengolahan hasil perikanan1); dan (3) Perikanan tersier (jasa perdagangan komoditas dan hasil (produk) pengolahan perikanan). Hal ini telah lazim dikenal sebagai pengertian sektor perikanan yang diperluas (augmented fisheries sector).
1
Industri pengolahan hasil perikanan dapat mencakup industry sedang dan besar dan industri kecil dan rumah tangga. Untuk industry sedang dan besar dari pengolahan hasil perikanan terdiri dari sebanyak 19 industri, yaitu: (1) Industri penggaraman/pengeringan ikan; (2) Industri pengasapan/pemanggangan ikan; (3) industry pembekuan ikan; (4) Industri pemindangan ikan; (4) Industri pemindangan ikan; (5) Industri peragian/fermentasi ikan; (6) Industri berbasis daging lumatan dan surimi; (7) Industri pendinginan/peng-es-an ikan; (8) Industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk ikan; (9) Industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota air (bukan udang) dalam kaleng; (10) Industri pengolahan dan pengawetan udang dalam kaleng; (11) Industri penggaraman/pengeringan biota air lainnya; (12) Industri pengasapan/pemanggangan biota air lainnya; (13) Industri pembekuan biota air lainnya; (14) Industri pemindangan biota air lainnya; (15) Industri peragian/fermentasi biota air lainnya; (16) Industri berbasis lumatan biota air lainnya; (17) Industri pendinginan/peng-es-an biota air lainnya; (18) Industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk biota air lainnya; dan (19) Industri minyak ikan; (20) Industri pengolahan garam.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
65
Angka pertumbuhan PDB Perikanan yang diperluas pada tahun 2016 diperkirakan pada kisaran 15-18%2.
60000
55000
50000
45000
40000
35000
30000
Aktual
Predicted
Gambar 7. PDB sektor perikanan (Rp milyar, harga konstan 2010) 58000 56000 54000 52000 50000 48000 46000 44000 42000 40000 Mar'2014
Jun'2014
Sep'2014
Dec'2014
Mar'2015
Jun'2015
Aktual
Sep'2015
Dec'2015
Mar'2016
Jun'2016
Sep'2016
Dec'2016
Predicted
Gambar 8. PDB sektor perikanan 2014-2016 (Rp milyar, harga konstan 2010)
2
Hasildiskusidengan BPS
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
66
IV. Simulasi Dampak Anggaran KKP 2016 terhadap Pertumbuhan PDB Estimasi besar dampak dari anggaran KKP terhadap pertumbuhan PDB Nasional dan PDB Sektor KP (PDB Perikanan Primer dan PDB Perikanan Sekunder) dilakukan dengan simulasi Model Ekonomi Makro yang berupa Model Input-Output dengan menggunakan basis data Tabel I-O Nasional 2010. Model ini berisikan 190 sektor dalam perekonomian Nasional, dua diantaranya adalah Sektor Perikanan (Perikanan Primer) dan Sektor Industri Pengolahan Ikan (Perikanan Sekunder). Model ini merupakan salah satu model terdahulu dari model-model ekonomi kesetimbangan umum (General Equilibrium Models). Model Input-Output cukup rumit dalam proses penyusunan tabel I-O, sehingga di Indonesia, table I-O hanya dipublikasikan 5 tahun sekali. Namun demikian, model Input—Output ini sangat berguna dalam memperkirakan dampak dari berbagai kebijakan pemerintah terhadap berbagai variable ekonomi penting seperti PDB, Ekspor/Impor, Output perekonomian, Pendapatan Masyarakat dan penyerapan tenaga kerja. Dalam melakukan simulasi dampak anggaran KKP 2016 terhadap pertumbuhan PDB Perikanan, terlebih dahulu harus dilakukan pengelompokan jenis belanja, dan secara umum anggaran KKP dapat dikelompokkan kedalam jenis belanja Rutin (belanja pegawai, operasional perkantoran dan operasional mendukung TUSI), belanja modal, dan belanja subsidi masyarakat (belanja untuk masyarakat/pemda dan bantuan sosial). Hasil simulasi Model Ekonomi Makro 2010 menunjukkan bahwa dampak dari anggaran KKP 2016 akan dirasakan lebih kuat oleh PDB Nasional. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena anggaran KKP juga turut memberikan pengaruh terhadap terjadinya peningkatan permintaan atas produk sektor lain, sehingga dampaknya menjadi jauh lebih besar di tingkat Nasional dibandingkan di tingkat sektoral. Berdasarkan hasil simulasi, besaran pengaruh dari anggaran KKP 2016 terhadap pertumbuhan PDB Perikanan Primer sebesar 8,6%, dan PDB Perikanan Sekunder sebesar 11,0% (total 19,6% terhadappertumbuhan PDB Perikanan yang diperluas).
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
67
V. REKOMENDASI KEBIJAKAN 5.1 Penentuan Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan dan Proyeksi 2015 – 2019 Rekomendasi terkait penentuan Indeks Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan tahun 2015 – 2019 adalah meningkatkan cakupan dan konteks dimensi dan indikator penyusun IKMKP melalui aksi berikut: 1. Mendorong eselon 1 lingkup KKP untuk melengkapi ketersediaan data yang menjadi penyusun IKMKP (7 dari 11 indikator sosial dan kelembagaan dan 5 dari 11 indikator ekonomi). 2. Menyelaraskan data yang bisa dijadikan indeks karena fungsi pembeda dari indikator
belum
dicakup,
serta
perlu
memperhatikan
keberlanjutan
ketersediaan data apabila indeks ini akan digunakan dalam jangka panjang.
5.2 Proyeksi Produksi Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya dan Pengolahan Hasil Perikanan Sampai Tahun 2025 Temuan analisis yang memproyeksikan produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Indonesia pada masa mendatang cenderung meningkat bila dibandingkan dengan data aktualnya, memberikan signal penting bagi pembuat kebijakan untuk memperhatikan kondisi sumberdaya ikan. Aksi yang dapat dilakukan adalah: 1. Di sektor perikanan tangkap harus ada keseimbangan antara eksploitasi dengan konservasi sumberdaya. 2. Di sektor perikanan budidaya harus didukung dengan kebijakan yang dapat meningkatkan produksi.
5.3 Penyusunan Klasifikasi Tabel Input dan Output Sektor Kelautan dan Perikanan BBPSEKP bekerjasama dengan BPS telah berhasil menyusun klasifikasi tabel update sektor kelautan dan perikanan dengan berbasis pada Tabel I-O 2012, yaitu: 1) Tuna, tongkol dan cakalang; 2) Ikan dari perikanan tangkap lainnya; 3) Ikan dari perikanan budidaya laut; 4) Ikan dari perikanan budidaya tambak; 5)
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
68
Ikan dari perikanan air tawar; 6) Udang dan crustacea dari perikanan tangkap; 7) Udang dan crustacea dari perikanan budidaya laut dan air tawar; 8) Udang dan crustacea dari perikanan budidaya tambak; 9) Biota air lainnya dari perikanan tangkap; 10) Biota air lainnya dari perikanan budidaya laut; 11) Biota air lainnya dari perikanan budidaya tambak; 12) Rumput laut dan sejenisnya dari perikanan tangkap; 13) Rumput laut dan sejenisnya dari perikanan budidaya laut; 14) Rumput laut dan sejenisnya dari perikanan budidaya tambak. Sedangkan yang termasuk kedalam pengolahan ikan diantaranya adalah : 1) ikan kering dan ikan asin; 2) Pengolahan dan pengawetan ikan dan biota air dalam kaleng; 3) Pengasapan ikan dan biota air lainnya; 4) Pembekuan dan pendinginan ikan dan biota air lainnya; 5) Pemindangan ikan dan biota air lainnya; 6) Pengolahan dan pengawetan lainnya untuk ikan dan biota air lainnya; 7) Minyak ikan. Rekomendasinya adalah klasifikasi Tabel I-O yang telah dihasilkan dapat menjadi referensi untuk menghasilkan Tabel I-O yang akan dilakukan bersama oleh BPS dan BBPSEKP. Klasifikasi ini masih dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan data dukung yang tersedia.
5.4 Evaluasi Kebijakan Kedaulatan Pangan dalam Rangka Implementasi Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan di Sektor Perikanan Kebijakan kedaulatan pangan memberikan landasan yang kuat dan ruang luas untuk mengembangkan kelembagaan pangan yang mandiri dan berdaulat untuk memperkuat ketahanan pangan. Rekomendasi yang perlu dilaksanakan adalah : 1. menyelaraskan program dan kegiatan antara Direktorat Teknis Lingkup KKP dan juga pemerintah daerah 2. mendorong pembentukan lembaga pengelola ketahanan pangan sebagaimana yang diamantkan oleh UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan 3. menjamin distribusi produk perikanan agar terjangkau dan merata dari daerah sentra ke bukan sentra produksi
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
69
5.5 Penyusunan Panduan Penentuan Kesiapan Pembangunan Pabrik Rumput Laut Di 7 Kabupaten Rekomendasi yang dilakukan terkait penyusunan manual penentuan kesiapan daerah calon lokasi pembangunan pabrik rumput laut adalah: 1. Mendorong KKP melalui Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Perikanan untuk memanfaatkan hasil interpretasi dari hasil analisis MDS 2. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi kinerja lokasi pembangunan pabrik rumput laut terhadap atribut yang merupakan pengungkit utama keberlanjutan industri pabrik rumput laut.
5.6 Mainstreaming Unsur Penanganan Kerugian dan Kerusakan (Loss and Damage) Perubahan Iklim ke dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, Petambak Garam di Pesisir Kebijakan yang direkomendasikan tersebut mengandung implikasi sebagai berikut:
Pembentukan Satuan Tugas (Task Force) guna mendampingi dan memberikan konsultasi di dalam proses mainstreaming unsur kerugian dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim ke dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Penugasan Satuan Tugas tersebut untuk menyusun kebijakan, strategi, program, peta jalan (roadmap) implementasinya, serta kriteria indikator, basis data, dan proses monitoring dan evaluasi untuk program asuransi perlindungan bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dengan mengacu pada lesson learned pada Asuransi Petani atau Kelompok Tani dari Kementerian Pertanian.
Satuan Tugas tersebut dapat terdiri dari unsur-unsur Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
70
5.7 PDB Sektor Perikanan 2015 dan Proyeksi 2016 Dalam melakukan simulasi dampak anggaran KKP 2016 terhadap pertumbuhan PDB Perikanan, terlebih dahulu harus dilakukan pengelompokan jenis belanja, dan secara umum anggaran KKP dapat dikelompokkan kedalam jenis belanja Rutin (belanja pegawai, operasional perkantoran dan operasional mendukung TUSI), belanja modal, dan belanja subsidi masyarakat (belanja untuk masyarakat/pemda dan bantuan sosial). Hasil simulasi Model Ekonomi Makro 2010 menunjukkan bahwa dampak dari anggaran KKP 2016 akan dirasakan lebih kuat oleh PDB Nasional. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena anggaran KKP juga turut memberikan pengaruh terhadap terjadinya peningkatan permintaan atas produk sektor lain, sehingga dampaknya menjadi jauh lebih besar di tingkat Nasional dibandingkan di tingkat sektoral. Berdasarkan hasil simulasi, besaran pengaruh dari anggaran KKP 2016 terhadap pertumbuhan PDB Perikanan Primer sebesar 8,6%, dan PDB Perikanan Sekunder sebesar 11,0% (total 19,6% terhadap pertumbuhan PDB Perikanan yang diperluas). Pendekatan analisis serupa dapat dilakukan untuk melihat pertumbuhan PDB di sektor perikanan.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
71
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, 2014. Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API). BAPPENAS: Jakarta. Boomsma, P., and J. Oosterhaven. 1992. A Double Entry Method for the Construction of Biregional Input-Output tables. Journal of Regional Science, 23(3): 269-284. Dewan Nasional Perubahan Iklim, 2013. Rekomendasi Kebijakan: Membangun Ketahanan Indonesia terhadap Loss and Damage. Dewan Nasional Perubahan Iklim: Jakarta. Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik edisi kedua. Wibawa S, Asitadani D, Hadna AH, Purwanto EA, penerjemah: Darwin M, editor. Terjemahan dari Public Policy Analysis: An Introduction. Gajahmada University Press, Yogyakarta Eriyatno dan F Sofyan. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian Untuk Pascasarjana. IPB Press. Bogor. Hewings, G.J.D., and R.C. Jensen. 1986. Regional, International and Multiregional Input-Output Analysis. In Nijkamp, P (editor), handbook of Regional and Urban Economics, Vol. I, Elseiver Publishers, North Holland, Amsterdam. Japan International Cooperation Agency, 2015. Report: Detailed Design of Pilot Activity on Crop Insurance in East Java Province. Jensen, R.C., T.D. Mandeville, and N.D. Karunaratne. 1979. Regional Economic Planning: Generation of Regional Input-Output Analysis, Croom Helm, London Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015. Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. KKP: Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan, 2015. Intended Nationally Determined Contributions by Republic of Indonesia. Jakarta. Kresno S, E Nurlaela, E Wuryaningsih, dan I Ariawan. 1999. Aplikasi Penelitian Kualitatif dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Jakarta. Makridakis, S., Wheelwright, S.C., dan McGee, V. 1988. Metode dan Aplikasi Proyeksi. Edisi Kedua, Jilid 1. Alih Bahasa: Untung Sus Andriyanto dan Abdul Basith. Penerbit Erlangga, Jakarta. McMenamin, D.G., and J.E. Haring. 1974. An Appraisal of Non-Survey Techniques for Estimating Regional Input-Output Models. Journal of Regional Science, 14(2): 191-205.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
72
Miller, R.E. and P.D. Blair. 1985. Input-Output Analysis: Foundation and Extensions. Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Muchdie, 1999, Model Input-Output Antar-Daerah: Prosedur Hibrida untuk Ekonomi Kepulauan, Edisi Pertama (ISBN: 979-95745-2-8), Direktorat KTPW-BPPT, Jakarta. Muchdie, 1999, “Dampak Kebijaksanaan Pengembangan Wilayah KTI terhadap Perekonomian Nasional: Kajian Input-Output Antardaerah” dalam: Alkadri, Muchdie dan Suhandojo (Penyunting), Tiga Pilar Pengembangan Wilayah : Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia dan Teknologi, Edisi Pertama, (ISBN : 979-95745-1-1), Direktorat KTPW-BPPT, Jakarta. Muharam, F. 2008. Penawaran Ekspor Tuna Indonesia di Pasar Internasional. Buku: Meningkatkan Kinerja Usaha dan Perdagangan Tuna. BBRSEKP, BRKP – KKP, Jakarta. Mulyono, S. 2000. Proyeksi Harga Saham dan Nilai Tukar: Teknik Box-Jenkins. Jurnal Ekonomi Keuangan Indonesia. EKI Vol. XLVIII, No. 2. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Pindyk and Rubinfeld. 1998. Econometric Models and Economic Forecasts. A Computer Handbook Using Eviews. By Hiroyuki Kawakatsu. Fourth Edition. Irwin McGraw-Hill. Boston-Massachusetts, Burr Ridge-Illinois, Dubuque-Iowa, Madison-Wisconsin, New York. Richardson, H.W. 1985. Input-Output and Economic Base Multipliers: Looking Backward and Foreward. Journal of regional Science, 25(4): 607-661. Round, J.I. 1978. An Interregional Input-Output Approach to the Evaluation of Non-Survey Methods. Journal of Regional Science, 18: 179-194. Schaffer, W.A., and K. Chu. 1969. Non-Survey Techniques for Constructing Regional Inter Industry Models. Papers of Regional Science Association, 23: 83-101. Smith, P., and W.J. Morrison. 1974. Simulating the Urban Economy. Pion Press, London Stevens, B.H., G.I. Treyz, D.J. Ehrich, and J.R. Bower. 1983. A New Technique for Construction of Non-Survey Regional Input-Output Models. International Regional Science Review, 8(3): 271-286. Sudarno S. 2011. History and Lessons Learned. Paper prepared for Revitalising Indonesia’s Knowledge Sector for Development Policy, AusAID, January 2011. The SMERU Research Institute. Tajerin dan Y. Hikmayani. 2007. Posisi Perikanan Indonesia dalam Persaingan Ekspor di Pasar Internasional selama Periode 1985-2005. BBRSEKP, BRKP – KKP, Jakarta. UN-Comtrade. 2013. Trade Analysis and Information System (TRAINS) UNCTAD terintegrasi Database WTO dan Database Comtrade, 1990-2011. www.un.org
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
73
West, G.R., and R.C. Jensen. 1982. An Interregional Input-Output Table for Queensland 1978/79: GRIT III. Report to the Department of Commercial and Industrial Development. Department of Economics. University of Queensland, St. Lucia. West, G.R. 1986. Alternative Construction Procedures for A State Input-Output table. Report to Center for Economic Analysis and Statistics. West Virgina University. West, G.R. 1990. Regional Trade Estimation: A Hybrid Approach. International Regional Science review, 13(1): 103-118. West, G.R., Jensen, R.C., Cheesman, W.E., bayne, B.A., Robinson, J.J., Jancic, H., and Gahart, R.E. 1989. Regional and Interregional Input-Output Tables for Queensland 1985/86. Report to the Queensland Treasury Department. Department of Economics. University of Queensland, St. Lucia. Widarjono, A. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Penerbit Ekonusa, FE-UII, Yogyakarta.
Peraturan Perundangan Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 22 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2014 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam Rakyat yang Terkena Bencana Alam. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2015-2019.
Analisis dan Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan (Refocusing)
74