1
AKTIVITAS FRAKSI KLOROFORM BUAH MAKASAR (Brucea javanica [L.] Merr.) SEBAGAI INHIBITOR ENZIM α-GLUKOSIDASE
NURMAMETA GANESYA
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
2
ABSTRAK NURMAMETA GANESYA. Aktivitas Fraksi Kloroform Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr) Sebagai Inhibitor Enzim α-Glukosidase. Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM dan EMAN KUSTAMAN. Buah makasar ((Brucea javanica (L.) Merr) merupakan salah satu tanaman yang digunakan untuk pengobatan tradisional dan secara klinis terbukti sebagai antimalaria, antipiretik, antikanker dan efek homeostatik. Namun, mekanisme antidiabetes pada tanaman ini belum ditentukan. Penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi fraksi kloroform buah makasar pada konsentrasi 1, 1.5, 2% sebagai inhibitor α-glukosidase dan membandingkan aktivitasnya dengan larutan acarbose 1% sebagai kontrol positif. Buah makasar diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 95% dan metode fraksinasi pelarut. Fraksi kloroform buah makasar diuji kandungan fitokimia dan daya inhibisinya terhadap enzim α-glukosidase secara in vitro. Aktivitas α-glukosidase ditentukan dengan mengukur produk p-nitrofenol yang dihasilkan dari reaksi enzim dan substrat pnitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG) menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa fraksi kloroform buah makasar mengandung alkaloid, saponin, dan tanin. Fraksi tersebut pada konsentrasi 1, 1,5, dan 2% (b/v) serta larutan acarbose 1% dapat menghambat aktivitas enzim α-glukosidase berturut-turut sebesar 16,48%, 17.96%, 19.68% dan 81.16%.
3
ABSTRACT NURMAMETA GANESYA. Chloroform Fraction Activities of Brucea Fruit (Brucea javanica (L.) Merr) as Inhibitor of α-Glucosidase Enzyme. Under the direction of ANNA P. ROSWIEM and EMAN KUSTAMAN. Brucea fruit (Brucea javanica (L.) Merr) is a plant used in traditional medicine and proven pre-clinically for antimalaria, antipyretic, anticancer and homeostatic effects. However, the antidiabetic mechanism of this plant has not been elucidated. This research was done to determine the potential of chloroform fraction of brucea fruit at 1, 1.5, 2% as α-glucosidase inhibitor and compared their activities with acarbose 1% as a positive control. Brucea fruits were extracted with ethanol solution of 95% using maceration dan fractination solution method. Chloroform fraction of brucea fruits were used for phytochemical assay and used for α-glucosidase inhibition method. The α-glucosidase activity was determined by measuring the p-nitrophenol release from the reaction of the enzyme and substrate p-nitrophenyl-α-D-glukopiranosida (p-NPG) at wavelength 400 nm. The phytochemical analysis indicates that the chloroform fraction of brucea fruit contain alkaloid, saponin, and tannin. The fraction at concentration 1, 1.5, and 2% (b/v) and acarbose 1% can inhibit α-glucosidase enzyme activity respectively 16.48%, 17.96%, 19.68%, and 81.16%.
4
AKTIVITAS FRAKSI KLOROFORM BUAH MAKASAR (Brucea javanica [L.] Merr.) SEBAGAI INHIBITOR ENZIM α-GLUKOSIDASE
NURMAMETA GANESYA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
5
Judul Skripsi : Aktivitas Fraksi Kloroform Buah Makasar (Brucea javanica [L.] Merr.) sebagai Inhibitor Enzim α-Glukosidase Nama : Nurmameta Ganesya NIM : G84062093
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Anna P. Roswiem, MS Ketua
Ir. Eman Kustaman Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen Biokimia
Tanggal lulus:
6
PRAKATA Segala puji penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasul akhir zaman, nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan orang-orang yang berjuang menegakkan ajaran agama-Nya. Penelitian yang dipilih berjudul Aktivitas Fraksi Kloroform Buah Makasar (Brucea javanica [L.] Merr.) sebagai Inhibitor Enzim αGlukosidase. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari sampai Juni 2010. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah, terutama kepada Dr Anna P. Roswiem, MS dan Ir. Eman Kustaman selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ahadien Sunu, Nourmala, Ikrima Nurny, Novita Sari, Heryani, Dian Apriliana, Asep Djuanda dan Laboran Biokimia atas motivasi dan bantuannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Amin.
Bogor, Oktober 2010
Nurmameta Ganesya
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 1988 dari ayah Ir. Gatot Dwigustono dan ibu Siti Nursyamsiah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciputat Kabupaten Tangerang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program mayor minor. Penulis memilih Mayor Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Minor Manajemen Fungsional. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Dasar pada tahun ajaran 2010-2011. Penulis juga pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai staf Badan Pengawas Community of Research and Education in Biochemistry (CREB’s) pada periode 2007-2008. Pada periode bulan Juli sampai Agustus tahun 2009 penulis melakukan Praktik Lapangan di Laboratorium Teknologi Genetika, Balai Pengkajian Bioteknologi kawasan PUSPIPTEK Serpong dan menulis karya ilmiah yang berjudul Amplifikasi Gen Stearoil-ACP Desaturase Kelapa Sawit dengan Teknik Rapid Amplification of cDNA Ends (RACE).
8
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 TINJAUAN PUSTAKA Buah Makasar (Brucea javanica [L.] Merr.)................................................ 2 Diabetes Melitus.......................................................................................... 2 Pengobatan Diabetes Melitus ....................................................................... 3 Enzim α-Glukosidase .................................................................................. 4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ............................................................................................ 5 Metode ........................................................................................................ 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Fraksi Kloroform Buah Makasar.................................................................. 6 Hasil Analisis Fitokimia .............................................................................. 7 Daya Inhibisi Enzim α-glukosidase .............................................................. 8 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10 LAMPIRAN ......................................................................................................... 13
9
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tanaman buah makasar .................................................................................... 2 2 Struktur kimia Acarbose................................................................................... 4 3 Persen inhibisi ekstrak buah makasar fraksi kloroform dengan konsentrasi 1, 1.5, dan 2% terhadap aktivitas enzim α-glukosidase ..................................... 9 4 Reaksi hidrolisis p-NPG dengan enzim α-glukosidase ...................................... 9
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tahapan penelitian ......................................................................................... 14 2 Uji daya inhibisi terhadap enzim α-glukosidase .............................................. 15 3 Prosedur sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 2 mL ... 16 4 Perhitungan rendemen ekstrak buah makasar fraksi kloroform ....................... 17 5 Hasil analisis fitokimia ................................................................................... 17 6 Hasil pengukuran kurva standar 4-nitrofenol .................................................. 18 7 Data daya inhibisi enzim α-glukosidase fraksi kloroform buah makasar ......... 19 8 Analisis statistik daya inhibisi fraksi kloroform buah makasar terhadap aktivitas enzim α-glukosidase ......................................................................... 20
1
PENDAHULUAN Gaya hidup modern yang saat ini banyak dilakukan masyarakat terutama dalam hal pola makan secara tidak langsung dapat memicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif dan kronis, salah satunya adalah diabetes melitus. Angka penderita diabetes melitus secara global terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data yang dipublikasikan dalam jurnal Diabetes Care tahun 2004, jumlah penderita diabetes di dunia pada tahun 2000 mencapai 177 juta orang, dan diperkirakan jumlahnya akan terus meningkat menjadi 370 juta pada tahun 2030. Sebagian besar penderitanya merupakan kasus diabetes tipe 2 yang berkaitan dengan obesitas. Jumlah penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 8.4 juta orang dan menduduki peringkat ke-4 setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat lebih dari dua kalinya pada tahun 2030, yaitu menjadi 21.3 juta orang (Wild et al. 2004). Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah melebihi kadar normal atau hiperglikemia. Hiperglikemia disebabkan oleh adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, terutama akibat organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh (Murray et al. 2009). Pengobatan penyakit diabetes melitus yang saat ini digunakan dalam dunia kedokteran yaitu dengan injeksi insulin ke dalam tubuh secara berkala atau dengan pemberian obat sintetik secara oral. Salah satu obat yang diberikan pada penderita DM bekerja dengan menghambat aktivitas enzim α-glukosidase pada sel untuk menjaga agar gula darah tetap rendah. Selain harganya yang cukup mahal, obat-obatan sintetik memiliki efek samping, seperti kembung, diare, dan kejang perut, sehingga penggunaannya perlu dibatasi (Lee et al. 2007). Oleh karena itu, sebagai alternatif pengobatan digunakan tanaman obat tradisional untuk mengobati penyakit DM ini. Tanaman obat tradisional merupakan jenis tanaman yang dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (Utami et al. 2003). Komponen bioaktif dari beberapa jenis tanaman obat tersebut secara empiris dilaporkan mempunyai aktivitas biologis yang berguna untuk pengobatan penyakit DM. Efek hipoglikemik komponen bioaktif pada
tanaman dapat mengembalikan fungsi sel pankreas sehingga meningkatkan sekresi insulin, menghambat adsorpsi glukosa di usus dan menghambat kerja enzim α-glukosidase. Tumbuhan yang memiliki aktivitas antidiabetes biasanya mengandung senyawa bioaktif seperti glikosida, alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan karotenoid (Kim et al. 2006). Enzim α-glukosidase berperan dalam menghidrolisis karbohidrat menjadi gula sederhana (glukosa) pada usus. Senyawa yang dapat menghambat aktivitas enzim tersebut dapat digunakan sebagai obat antidiabetes karena dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara memperlambat penyerapan karbohidrat. Beberapa jenis tanaman obat yang telah digunakan sebagai obat oral antidiabetik dan telah diteliti memiliki aktivitas penghambatan terhadap kerja enzim α-glukosidase, yaitu daun jambu biji (Psidium guajava), teh hijau (Cammellia sinensis) (Tuyet&Chuyen 2007), mahkota dewa (Phaleria marcocapa) (Sugiwati 2005), sirih merah (Piper crocatum) (Alfarabi 2010), Terminalia (Anam et al. 2009), sambiloto (Andrographis paniculata), mengkudu (Morinda citrifolia), dan lidah buaya (Aloe vera) (Subroto 2006). Selain tanaman obat tersebut, terdapat tanaman obat antidiabetes lainnya yang belum diteliti secara ilmiah hanya berdasarkan pengalaman empiris, salah satu contohnya adalah pada tanaman buah makasar (Brucea javanica [L.] Merr.). Buah makasar (Brucea javanica [L.] Merr.) merupakan tanaman yang digunakan untuk obat di beberapa negara Asia dan di Indonesia telah diteliti terbukti sebagai antimalaria, antipiretik, dan efek homeostatik, sedangkan di Cina telah digunakan untuk pengobatan malaria, disentri, dan sebagai insektisida (Wagih et al. 2008). Penelitian awal terhadap ekstrak buah makasar sebagai antidiabetes telah dilakukan, antara lain oleh Sari (2010) yang berhasil membuktikan potensi ekstrak buah makasar yang dapat menghambat aktivitas α-glukosidase sebesar 14.32% untuk fraksi air 1% dan 12.76% untuk fraksi heksana 1%. Penelitian tersebut belum dilakukan uji aktivitas enzim pada konsentrasi yang lebih tinggi sehingga diperlukan penelitian lanjutan mengenai aktivitas ekstrak buah makasar dengan ragam konsentrasi yang lebih tinggi dalam menghambat aktivitas enzim α-glukosidase secara in vitro. Penelitian ini bertujuan menguji daya inhibisi fraksi kloroform buah makasar pada konsentrasi 1, 1.5, 2% terhadap enzim αglukosidase dan dibandingkan dengan
2
acarbose sebagai kontrol positif. Hipotesis penelitian yaitu sistem reaksi in vitro enzim α-glukosidase dapat dihambat oleh fraksi kloroform buah makasar (Brucea javanica [L.] Merr.). Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai khasiat antidiabetes buah makasar (Brucea javanica [L.] Merr.) secara in vitro sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan diabetes melitus.
TINJAUAN PUSTAKA Buah Makasar Brucea javanica [L.] Merr. dikenal di Indonesia dengan nama buah makasar (Wagih et al. 2008). Beberapa daerah mengenal tanaman buah makasar ini dengan sebutan yang berbeda, yaitu ki padesa (Sunda), kwalot (Jawa), tambara marica (Makasar), dan tambara sipago (Sumatra) (Dewi 2007). Tanaman ini mempunyai sinonim dengan Brucea amarissima dan Brucea summatrana yang tergolong dalam family Simaroebaceae. Tanaman ini berasal dari Ethiopia dan menyebar melalui Sri Langka menuju India, selanjutnya menuju Indo-Cina, Cina Selatan, Taiwan, Thailand, Malaysia, sampai ke Australia Utara (Ismadi 2004). Penyebaran tanaman buah makasar ini masih tergolong jarang di Indonesia. Tanaman ini banyak ditemukan di Pulau Jawa dan Madura. Tanaman buah makasar (Gambar 1) merupakan perdu tegak dengan tinggi sekitar 1-2.5 m. Daunnya tersusun spiral, berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan jumlah anak daun 5-13 helai. Anak daun meruncing dengan lebar sekitar 1.5-5 cm, tepinya bergerigi dan bagian pangkalnya membulat. Batang tanaman ini memiliki ciri-ciri berkayu, bulat, dan berbintik-bintik, rantingnya berbulu halus. Buahnya berbentuk bulat telur dengan panjang sekitar 8 mm, berwarna hijau dan jika sudah masak berwarna hitam, sedangkan bunganya bermahkota 5 dan berwarna hijau ungu (Dewi 2007). Tanaman perdu ini tumbuh liar di hutan dan kadang-kadang ditanam sebagai tanaman pagar, dapat ditemukan dalam hutan jati, belukar, hutan sekunder, maupun tepi sungai. Tanaman buah makasar ini tumbuh pada ketinggian 1-500 m di atas permukaan laut (Dalimartha 2000). Senyawa-senyawa penting yang terkandung dalam tanaman ini antara lain saponin, tanin (Syamsuhidayat & Hutapea
1993), flavonoid (Sari 2010), minyak atsiri, lemak bruseal, brusealin, zat pahit, alkaloid, glikosida, fenol, brusatol, brusein, minyak lemak, asam oleat, asam linoleat, asam stearat dan asam palmitat (Dalimarta 1999). Seluruh bagian tanaman ini memiliki rasa yang pahit terutama pada bagian bijinya. Tanaman yang memiliki rasa pahit tersebut biasa digunakan oleh masyarakat untuk bahan obat. Secara tradisional, tanaman ini khususnya bagian buahnya telah digunakan di Cina dan Indonesia untuk pengobatan malaria, disentri, kanker dan penyakit parasitik. Senyawa brucein yang ditemukan dalam ekstrak buah makasar ini dapat menghambat pertumbuhan kultur Plasmodium fasciperum K1 secara in vitro. Senyawa kimia lainnya yang terkandung dalam ekstrak buah makasar ini juga berkhasiat untuk melawan leukimia limfotik, sel tumor, dan kanker (Daniel 2005).
daun
batang
buah
Gambar 1 Tanaman buah makasar. Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolik glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defisiensi atau penurunan efektivitas insulin (ADA 2004). Insulin merupakan hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa dan disekresikan oleh sel β pada pankreas (Murray et al. 2009). Gangguan metabolik glukosa pada kasus DM akan mempengaruhi metabolisme tubuh yang lain, seperti metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan air, sehingga menimbulkan kerusakan seluler pada beberapa jaringan tubuh. Diabetes kronis dapat menyebabkan difungsi dan kerusakan berbagai organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA 2004). Gejala yang timbul pada penderita diabetes sangat bervariasi. Gejala yang umum terjadi yaitu sering buang air kecil (poliuria) yang merupakan efek langsung kadar glukosa darah yang tinggi (melewati batas ambang ginjal). Poliuria mengakibatkan penderita
3
merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsia). Selain itu, poliuria juga mengakibatkan terjadinya polifagi (sering lapar). Hal ini dapat terjadi karena kadar glukosa darah yang tinggi pada tubuh diabetisi tidak bisa diserap seluruhnya dan tidak mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, penderita akan kekurangan energi, mudah lelah, dan berat badan terus menurun (Utami et al. 2003; Nathan & Delahanty 2005). Penyakit DM dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu karena faktor genetik atau keturunan. Para ahli kesehatan menyebutkan bahwa sebagian besar diabetisi memiliki riwayat penderita diabetes melitus karena penyakit ini merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks. Faktor virus dan bakteri, terdapat beberapa virus yang diduga menyebabkan diabetes melitus melalui mekanisme sitolitik pada sel beta yang mengakibatkan destruksi atau perusakan sel atau melalui reaksi outoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun pada sel beta, yaitu rubel mumps, dan human coxsackievirus B4. Selain itu, ada juga beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel beta secara langsung, yakni alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozotocin (produk dari sejenis jamur). Faktor lain yang juga dapat menyebabkan diabetes adalah nutrisi. Nutrisi yang berlebihan merupakan faktor resiko pertama yang diketahui menyebabkan diabetes melitus (Utami et al. 2003; Wijayakusuma 2005). Setelah makan, konsentrasi glukosa dalam darah akan meningkat. Pada manusia normal, sel β pankreas akan memproduksi dan mengeluarkan insulin, sehingga dapat meningkatkan pengangkutan gula ke dalam sel-sel dan menahan gula darah agar tidak terlalu tinggi (Nathan & Delahanty 2005). Pada kondisi abnormal (penderita DM), sel β pankreas hanya akan menghasilkan sedikit insulin atau bahkan tidak sama sekali. Kurangnya sekresi insulin ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dan melebihi batas normal dari jumlah glukosa yang seharusnya ada dalam darah. Kelebihan glukosa tersebut akan dibuang melalui urin (gejala penyakit DM) (Wijayakusuma 2005). Seseorang dikatakan menderita DM jika kadar glukosa darah ketika puasa lebih dari 126 mg/dL atau 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram menunjukkan kadar glukosa darah lebih dari 200 mg/dL (Utami et al. 2003).
Diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA) diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM tipe lain (ADA 2004). Penyakit DM tipe 1 terjadi karena tubuh tidak memproduksi insulin atau hanya dalam jumlah sedikit karena pulau-pulau Langerhans penghasil insulin terganggu atau mengalami kerusakan. Diabetes tipe 1 ini biasanya diderita oleh anak-anak atau dewasa muda (dulu disebut diabetes pada remaja atau juvenile-onset diabetes) dan memerlukan pengobatan insulin untuk dapat bertahan hidup (Nathan & Delahanty 2005). Penyakit DM tipe 2 terjadi karena tubuh tidak bisa memenuhi kebutuhan insulin yang meningkat karena kondisi yang disebut dengan resistensi insulin. Keadaan ini menyebabkan jaringan tubuh menjadi kurang peka terhadap efek insulin. Akibatnya, gula yang beredar dalam darah sulit untuk meninggalkan darah dan memasuki sel-sel tubuh. Faktor yang mempengaruhi terjadinya resistensi terhadap insulin ini, antara lain kelebihan berat badan, usia lanjut, gaya hidup yang kurang gerak, dan lain-lain. Diabetes tipe 2 ini sering disebut sebagai diabetes dewasa (adult-onset diabetes) karena biasanya mulai timbul pada usia lanjut (ADA 2004). Diabetes melitus gestasional yaitu diabetes yang diderita oleh wanita hamil. Penyakit ini umumnya terjadi terutama pada trimester 3 dan akan kembali normal sesudah hamil. Diabetes tipe lain juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti efek genetis pada fungsi sel-sel β pankreas pada kerja insulin, penyakit pankreas eksokrin, atau akibat penggunaan obat-obatan (ADA 2004). Pengobatan Diabetes Melitus Pengobatan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, pengendalian berat badan, olah raga, dan diet. Seseorang yang mengalami obesitas dan menderita diabetes tipe 2 sebenarnya tidak memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. Sebagian besar penderita DM merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang teratur. Pengobatan biasanya diberikan melalui terapi insulin atau obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral. Insulin mutlak diperlukan oleh penderita diabetes tipe 1 karena sel-sel β pankreasnya telah rusak sehingga tidak mampu lagi memproduksi insulin yang diperlukan dalam
4
penyerapan glukosa dari darah ke dalam sel. Dosis yang diperlukan umumnya berkisar antara 0.6-0.9 UI/kg/hari. Penderita diabetes tipe 1 ini tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi obat antidiabetika oral. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan). Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut (Subroto 2006). Pemberian obat antidiabetika secara oral merupakan cara yang umum dilakukan untuk pengobatan DM. Obat antidiabetika oral ini biasanya diberikan pada penderita DM tipe 2 jika diet dan olah raga gagal menurunkan kadar gula darah (Floris et al. 2005). Saat ini ada beberapa jenis obat antidiabetika oral yang tersedia secara komersial. Obat antidiabetika oral tersebut dapat digolongkan menjadi 5 kelompok menurut mekanisme kerjanya. Pertama, sulfonilurea yang memiliki mekanisme kerja menstimulasi sel-sel β pankreas dari pulau Langerhans sehingga produksi atau sekresi insulin meningkat. Kedua, biguanida yang bekerja memperbaiki fungsi insulin menjadi lebih baik. Ketiga, inhibitor α-glukosidase yang salah satu contohnya adalah Acarbose. Obat ini menghambat enzim spesifik yang menguraikan pati dalam usus halus sehingga menunda penyerapan glukosa hasil pemecahan karbohidrat di dalam usus. Keempat adalah golongan thiazolididion yang bekerja menurunkan kadar glukosa dan insulin dengan cara meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak, dan hati. Kelima yaitu golongan miglitinida yang mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan (Subroto 2006). Enzim α-Glukosidase Salah satu cara untuk mengendalikan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus adalah dengan menghambat aktivitas enzim α-glukosidase (Suarsana et al. 2008). Enzim dengan nama kimia α-D-glikosida glukohidrolase ini terletak dalam permukaan membran dalam sel usus halus (Gao et al. 2008) dan membantu dalam pemecahan karbohidrat menjadi gula sederhana (glukosa) (Lee et al. 2007). Enzim α-glukosidase (E.C.3.2.1.20) berperan dalam metabolisme pati dan glikogen pada jaringan tumbuhan dan hewan yang dicirikan oleh berbagai substrat yang mengenalinya yaitu maltosa,
glukoamilosa, sukrosa, dan sebagainya (Chen et al. 2004). Pada penderita DM, inhibisi terhadap enzim ini menyebabkan penghambatan absorbsi glukosa, sehingga menurunkan keadaan hiperglikemia setelah makan. Senyawa yang dapat menghambat enzim αglukosidase disebut dengan inhibitor enzim αglukosidase (IAG). Senyawa IAG banyak digunakan dalam pengobatan pasien dengan diabetes tipe 2 (Floris et al. 2005). Obat ini bekerja secara kompetitif di dalam saluran pencernaan yang dapat menurunkan penyerapan glukosa sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Saat ini telah dilaporkan banyak inhibitor α-glukosidase yang baru serta efektif, seperti acarbose dan voglibose pada mikroorganisme serta 1-deoxynojirimycin dari tanaman (Liu et al. 2006). Menurut Chiasson et al. (2002), suatu penelitian menyebutkan bahwa konsumsi 100 mg acarbose sebanyak tiga kali sehari mampu mengurangi 26% progresi pasien diabetes pada masa Impaired Glucose Tolerance, yaitu kondisi metabolisme antara keadaan glukosa darah normal dan diabetes. Acarbose (Gambar 2) merupakan pseudotetrasakarida, produk mikroba alami yang berasal dari proses fermentasi mikroorganisme Actinoplanes strain SE 50. Kandungan molekul siklitol jenuh telah diidentifikasi sebagai inhibitor α-glukosidase yang esensial (Mertes 2001). Acarbose mengikat enzim secara reversibel dan kompetitif. Prinsip kerja obat acarbose adalah menghambat kerja enzim α-glukosidase dan juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Acarbose tidak merangsang sekresi insulin oleh sel-sel ßLangerhans kelenjar pankreas. Oleh sebab itu tidak menyebabkan hipoglikemia, kecuali diberikan bersama-sama dengan obat hipoglikemia oral (OHO) yang lain atau dengan insulin (Liu et al. 2006).
Gambar 2 Struktur kimia Acarbose.
5
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi pada penelitian ini adalah buah makasar kering, akuades, etanol 95%, heksana, metanol, dan kloroform. Bahanbahan yang dipakai untuk uji inhibisi enzim αglukosidase, diantaranya enzim α-glukosidase, (p-NPG), p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida serum bovine albumin, 4-nitrofenol, larutan buffer fosfat pH 7, tablet Acarbose (glukobay), HCl 2N, dimetilsulfoksida (DMSO), dan Na2CO3. Bahan-bahan yang dipakai untuk uji fitokimia, yaitu H2SO4 2M, pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Wagner, etanol 30%, asam asetat anhidrat, H2SO4 pekat, FeCl3 1%, NaOH, eter, dan metanol 30%. Alat-alat yang digunakan ialah spektrofotometer UV-VIS, penangas air, neraca analitik, rotary evaporator, sentrifus klinis, tabung sentrifus, corong pisah, corong gelas, kuvet spektrofotometer 1 mL, pipet volumetrik, pipet mikro, pipet tetes, pipet Mohr. labu Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, bulb, mortar, batang pengaduk, sudip, dan kertas saring. Metode Penelitian Ekstraksi Buah Makasar (Usman 2000) Ekstrak buah makasar yang digunakan untuk uji-uji pada penelitian ini yaitu dalam fraksi kloroform. Buah makasar dikeringkan dan dibuat menjadi serbuk, kemudian direndam dalam alkohol 95% selama 24 jam dan disaring. Residu yang diperoleh direndam kembali dengan alkohol 95% dan dilakukan beberapa kali sampai alkohol tidak berwarna lagi. Selanjutnya, semua filtrat dijadikan satu dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada 400C sehingga bebas alkohol. Ekstrak kasar yang diperoleh kemudian dipartisi ke dalam campuran heksana, metanol, dan air dengan perbandingan 5:9:1 (v/v). Partisi dilakukan menggunakan corong pemisah sehingga diperoleh dua fraksi yaitu fraksi heksana dan fraksi metanol air. Fraksi metanol-air dikeringkan dengan rotary evaporator pada 400C , kemudian dipartisi kembali dengan campuran kloroform dan air dengan perbandingan 1:1 (v/v) sehingga diperoleh fraksi kloroform dan fase air. Fraksi kloroform yang diperoleh tersebut dikeringkan dengan rotary evaporator pada
400C dan diperoleh pekatan fraksi kloroform yang siap untuk diuji. Analisis Fitokimia (Harbone 1987) Analisis fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini hanya dilakukan secara kualitatif. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam fraksi kloroform buah makasar. Senyawa yang diidentifikasi adalah senyawa flavonoid, senyawa hidrokuinon, alkaloid, triterpernoid, steroid, tanin, dan saponin. Uji Alkaloid. Sebanyak 0.05 gram ekstrak buah makasar dilarutkan dalam 5 mL kloroform dan beberapa tetes NH4OH. Fraksi kloroform dipisahkan dengan fraksi asam. Fraksi kloroform diasamkan dengan penambahan 1 tetes H2SO4 2M, sedangkan fraksi asam dibagi menjadi tiga tabung. Masing-masing tabung tersebut ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah jingga pada pereaksi Dragendorf, endapan putih pada pereaksi Meyer, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Uji Flavonoid dan Senyawa Hidrokuinon. Sebanyak 0.05 gram ekstrak buah makasar ditambahkan dengan 5 mL metanol 30%, kemudian dipanaskan selama 5 menit. Filtrat ditambahkan dengan H2SO4. Adanya senyawa flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah akibat penambahan H2SO4 sedangkan terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon. Uji Triterpernoid dan Steroid. Sebanyak 0.05 gram ekstrak buah makasar ditambahkan dengan 12.5 mL etanol 30%, kemudian dipanaskan selama 5 menit dan disaring. Selanjutnya, filtrat diuapkan dan ditambahkan dengan eter. Lapisan ditambahkan dengan pereaksi Lieberman Burchard (3 tetes asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Adanya triterpenoid ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu sedangkan warna hijau atau biru yang terbentuk menunjukkan adanya steroid. Uji Tanin. Sebanyak 0.05 gram ekstrak buah makasar ditambah dengan 5 mL akuades kemudian dididihkan selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan penyaringan dan filtrat yang didapat ditambahkan dengan 5 tetes FeCl3 1%. Jika terbentuk warna hijau tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
6
Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel ditambahkan dengan 5 mL akuades lalu dipanaskan 1000C selama 5 menit. Kemudian dikocok selama 5 menit. Busa yang terbentuk setinggi tidak kurang dari 1 cm dan tetap stabil menunjukkan adanya saponin. Uji Aktivitas α-Glukosidase (Sutedja 2003) Preparasi Sampel dan kontrol positif. Sampel yang diuji dilarutkan dalam pelarut dimetil sulfoksida (DMSO) dengan kosentrasi 1, 1,5, dan 2% (b/v). Tablet Acarbose (glukobay) sebagai kontrol positif dilarutkan dalam buffer dan HCl 2N (1:1) dengan konsentrasi 1% (b/v), kemudian disentrifus dan supernatannya diambil sebanyak 10 µL dan dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti dalam sampel. Hasil campuran tersebut diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm. Percobaan ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Pembuatan Kurva Standar 4nitrofenol. Kurva standar dibuat menggunakan tujuh titik deret standar, yaitu pada konsentrasi 15 μM, 30 μM, 45 μM, 60 μM, 75 μM, dan 90 μM. Pembuatan larutan standar dilakukan dengan melarutkan 4nitrofenol dalam larutan buffer fosfat pH 7 dan dibuat menjadi enam konsentrasi seperti diatas. Selanjutnya, larutan standar diukur absorbannya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Uji Inhibisi α-Glukosidase. Pengujian daya hambat aktivitas enzim α-glukosidase menggunakan substrat p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida (p-NPG) dan enzim αglukosidase. Enzim tersebut akan menghidrolisis substrat p-NPG menjadi glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning. Sampel yang ditambahkan ke dalam campuran substrat diharapkan akan menghambat kerja enzim sehingga mengurangi terbentuknya glukosa dan intensitas warna kuning yang terbentuk. Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1.0 mg enzim α-glukosidase dalam larutan buffer fosfat (pH 7) yang mengandung 200 mg serum bovin albumin. Sebelum digunakan, enzim diencerkan sebanyak 25 kali dengan buffer fosfat (pH 7). Campuran pereaksi terdiri atas 250 µL p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida (p-NPG) 20 mM sebagai substrat, 490 µL larutan buffer fosfat 100 mM (pH 7), dan 10 µL larutan contoh dalam DMSO 1, 1.5, dan 2% (b/v). Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 370C
selama 5 menit. Setelah itu, ditambahkan larutan enzim sebanyak 250 µL dan diinkubasi kembali selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan menambahkan Na2CO3 200 mM sebanyak 1000 µL. Selanjutnya, larutan diukur dengan spektofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm. Persentase daya hambat dihitung dengan persamaan: [(C-S)/C]x100, S=konsentrasi sampel (S1-S0), S1=konsentrasi sampel dengan penambahan enzim, dan S0=konsentrasi sampel tanpa penambahan enzim) dan C=konsentrasi kontrol tanpa sampel (kontrol blanko). Analisis Data (Mattjik 2002) Rancangan percobaan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor dengan 5 kelompok perlakuan dan masingmasing perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Analisis data menggunakan ANOVA dengan model rancangan sebagai berikut: Yij = µ + αi + εij Keterangan: µ = Pengaruh rataan umum αi = Pengaruh perlakuan ke-I, i=1,2,3,4,5 εij=Pengaruh galat perlakuan ke-I dan ulangan ke-j, j=1,2,3 i = 1 adalah blanko i = 2 adalah fraksi kloroform buah makasar 1% i = 3 adalah fraksi kloroform buah makasar 1.5% i = 4 adalah fraksi kloroform buah makasar 2% i = 5 adalah pembanding atau kontrol positif Acarbose 1%
HASIL DAN PEMBAHASAN Fraksi Kloroform Buah Makasar Buah makasar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buah yang sudah tua dengan ciri-ciri kulit buah berwarna hitam. Buah makasar tersebut lebih dahulu dikeringkan dan dihaluskan hingga menjadi serbuk berukuran 80 mesh. Hasil maserasi dari 323.27 g serbuk kering buah makasar dengan 6000 mL pelarut etanol 95% diperoleh sekitar 29.30 g ekstrak yang berwarna coklat kehitaman. Ekstrak etanol yang diperoleh dari hasil maserasi selanjutnya dipartisi ke dalam
7
campuran heksana-metanol-air dengan perbandingan 5:9:1 menggunakan corong pemisah sehingga diperoleh dua fraksi yaitu fraksi metanol-air dan fraksi heksana. Sisa fraksi metanol-air kemudian diuapkan pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak kental yang berwarna hijau kehitaman. Ekstrak kental metanol-air selanjutnya dipartisi dengan pelarut kloroform-air dengan perbandingan 1:1. Hasil partisi kloroform setelah dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada 400C diperoleh fraksi kering klorofom yang berwarna hijau kecoklatan sebanyak 3.47 g. Rendemen ekstrak buah makasar yang diperoleh dari fraksi kloroform yaitu sebesar 1.07%. Rendemen ini lebih rendah dibandingkan rendemen yang dilaporkan oleh penelitian Sari (2010) menggunakan fraksi air dan fraksi heksana. Sari (2010) menyebutkan bahwa rendemen ekstrak buah makasar pada fraksi air adalah sebesar 4.38%, sedangkan rendemen pada fraksi heksana yaitu sebesar 6.45%. Ekstraksi dilakukan untuk menarik semua zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Ekstraksi simplisia kering buah makasar dilakukan dengan metode maserasi dan fraksinasi menggunakan corong pisah. Proses maserasi sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi kontak sampel dan pelarut yang cukup lama, dan dengan terdistribusinya pelarut organik yang terus menerus ke dalam sel tumbuhan mengakibatkan perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga pemecahan dinding dan membran sel serta metabolit sekunder yang berada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik, dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Metode maserasi ini relatif sederhana, yaitu tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif mudah, murah, dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas. Salah satu kekurangan dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang lama untuk mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik senyawa yang akan diisolasi dan harus mempunyai titik didih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap. Maserasi sampel kering buah makasar dilakukan dengan etanol absolut 95%. Pemilihan pelarut etanol absolut 95% ini berdasarkan pendapat Harbone (1987) yang menyebutkan bahwa bahan segar dapat
diekstraksi dengan menggunakan alkohol absolut. Indraswari (2008) menyebutkan bahwa pelarut etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Etanol juga mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Senyawa metabolit sekunder yang dapat larut dalam etanol, yaitu alkaloid basa, minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Ekstrak yang diperoleh dari proses maserasi ini kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator. Hasil pemekatan ini selanjutnya difraksinasi (partisi) dengan menggunakan beberapa campuran pelarut. Fraksinasi merupakan proses pemisahan komponen dalam suatu ekstrak menjadi senyawa-senyawa yang memiliki kemiripan karakteristik secara kimia. Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan corong pisah. Cara ini merupakan cara yang sederhana dan cepat. Proses fraksinasi tersebut menghasilkan tiga jenis fraksi yaitu fraksi air, heksana, dan kloroform. Fraksi yang digunakan pada penelitian ini yaitu fraksi kloroform. Dasar pemilihan fraksi kloroform ini adalah untuk mengidentifikasi adanya senyawa metabolit sekunder yang larut dalam pelarut yang bersifat semipolar. Kloroform merupakan pelarut yang efektif untuk mengekstrak alkaloid dan biasa digunakan sebagai pelarut dalam industri farmasi. Alkaloid biasanya diperoleh melalui ektraksi bahan tumbuhan dengan menggunakan pelarut organik semipolar seperti kloroform, eter, dan benzena (Widodo 2007). Hasil Analisis Fitokimia Analisis fitokimia merupakan analisis awal untuk mengetahui jenis-jenis metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman yang diharapkan dapat berfungsi sebagai antidiabetes. Uji fitokimia dilakukan pada ekstrak buah makasar fraksi kloroform. Berdasarkan hasil analisis fitokimia (Tabel 1) diketahui ekstrak buah makasar fraksi kloroform mengandung senyawa alkaloid, saponin, dan tanin. Hasil ini sedikit berbeda jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Lidya et al. (1996) yang menyebutkan bahwa serbuk buah makasar mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid. Hasil uji fitokimia yang dilaporkan oleh Sari (2010) menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air mengandung senyawa alkaloid dan
8
flavonoid sedangkan fraksi heksana hanya mengandung senyawa alkaloid, sedangkan Kumala (2007) menyebutkan bahwa ekstrak buah makasar mengandung senyawa triterpenoid. Perbedaan kandungan metabolit sekunder pada jenis tanaman yang sama dapat disebabkan oleh perbedaan jenis pelarut yang digunakan saat ekstraksi, variasi genetik individual dan kondisi geografis tempat tumbuh (Kardono 2003). Komponen bioaktif dari beberapa jenis tanaman obat dilaporkan mempunyai aktivitas biologis yang berguna untuk pengobatan penyakit diabetes melitus melalui mekanisme penghambatan terhadap enzim α-glukosidase. Misalnya, ekstrak buah mahkota dewa pada berbagai pelarut menunjukkan adanya senyawa golongan fenol, tanin, flavonoid, dan triterpenoid (Sugiwati 2005), daun ketapang Terminalia catappa yang kaya akan senyawa tanin mampu menghambat enzim αglukosidase (Nagappa et al. 2003), ekstrak alkohol Benincasa hispida yang mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, dan steroid mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu dan hasil uji fitokimia kandungan metabolit sekunder fraksi kloroform buah makasar ini, maka diduga fraksi tersebut memiliki khasiat sebagai antidiabetes. Tabel 1 Hasil Uji fitokimia fraksi kloroform Uji Alkaloid Dragendorf Wagner Meyer Flavonoid Senyawa hidrokiunon Steroid Triterpenoid Saponin Tanin
Hasil uji + + + +
Daya Inhibisi Enzim α-Glukosidase Uji inhibisi terhadap aktivitas enzim αglukosidase dilakukan dengan menggunakan ekstrak buah makasar fraksi kloroform pada konsentrasi 1, 1.5 dan 2% dan larutan Acarbose sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 1%. Hasil penelitian menunjukkan adanya penghambatan terhadap enzim αglukosidase oleh ekstrak buah makasar fraksi kloroform pada ragam konsentrasi tersebut. Hal ini ditunjukkan dari nilai inhibisi fraksi terhadap aktivitas enzim α-glukosidase (Gambar 3), yaitu sebesar 16.48% untuk
fraksi kloroform 1%, 17.96% untuk fraksi kloroform 1.5%, dan 19.68% untuk fraksi kloroform 2%. Hasil penelitian memperlihatkan daya inhibisi ketiga ekstrak meningkat sesuai dengan kenaikan konsentrasinya. Peningkatan daya inhibisi ini menunjukkan bahwa fraksi kloroform buah makasar memiliki potensi untuk menghambat aktivitas enzim α-glukosidase dengan persen inhibisi yang berbeda tergantung pada konsentrasinya. Larutan pembanding acarbose 1% sebagai kontrol positif menghasilkan daya inhibisi terhadap enzim α-glukosidase sebesar 81.16%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai inhibisi acarbose 1% terhadap enzim αglukosidase jauh lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi 1%. Hal ini disebabkan senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalam tablet acarbose tersebut bekerja lebih efektif dalam menghambat aktivitas enzim αglukosidase dibandingkan dengan fraksi kloroform buah makasar ini. Fraksi tersebut diduga masih mengandung senyawa lain selain senyawa aktif berupa senyawa sakarida yang berbentuk disakarida atau oligosakarida (Sugiwati 2005). Selain itu, diduga aktivitas antidiabetes yang dimiliki fraksi tersebut mekanismenya tidak sepenuhnya berdasarkan pada inhibisi enzim α-glukosidase. Daya inhibisi yang diperoleh pada fraksi kloroform 1% (16.48%) lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian Sari (2010) yang menyebutkan bahwa nilai inhibisi ekstrak buah makasar fraksi air 1% sebesar 14.32% dan fraksi heksana sebesar 12.76%. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan pelarut saat ekstraksi dan teknik ekstraksi yang digunakan. Fraksi kloroform dari suatu tanaman obat secara in vitro juga telah diuji khasiatnya sebagai antidiabetes melalui mekanisme penghambatan terhadap kerja enzim αglukosidase. Misalnya, fraksi kloroform dari tanaman Ficus deltoidea pada konsentrasi 5000 μg/mL (0.5%) mampu menghambat kerja enzim α-glukosidase sebesar 6.49% (Adam et al. 2010). Penelitian lain dari beberapa tanaman obat yang digunakan sebagai inhibitor enzim α-glukosidase, yaitu ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) memiliki daya inhibisi sebesar 39.62%, ekstrak etanol buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) 1% sebesar 33.01%, ektrak buah salak 1% (Sallaca edulis Reinw) varietas bangkok 13.18% (Pratama 2009), ekstrak air daun tanaman jambu biji (Psidium guajava)
9
60.80%, dan daun teh hijau (Camellia sinensis) 65.40% (Tuyet & Chuyen 2007). Penelitian Septiawati (2008), nilai inhibisi ekstrak buah mahkota dewa pada konsentrasi 1, 1.5, dan 2% yaitu berturut-turut sebesar 26.48, 29.22, dan 24.51%. Analisis data statistik secara keseluruhan menggunakan ANOVA (α=0.05) dan uji lanjut Duncan (α=0.05). Hasil analisis dengan ANOVA menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi kloroform pada berbagai konsentrasi tersebut memberikan pengaruh terhadap aktivitas enzim α-glukosidase. Hasil uji lanjut Duncan dapat disimpulkan bahwa ekstrak buah makasar pada ragam konsentrasi tersebut memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kontrol positif dan blanko (kontrol negatif), namun besarnya daya hambat terhadap kerja enzim α-glukosidase antara ekstrak buah makasar fraksi kloroform 1, 1.5, dan 2% secara signifikan tidak berbeda nyata. Hasil analisis statistik tersebut menunjukkan bahwa antara fraksi 1, 1.5, dan 2% tidak memberikan pengaruh yang nyata, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi tersebut fraksi kloroform 1% dapat menghambat enzim α-glukosidase lebih efektif daripada fraksi 1.5 dan 2%. Enzim α-glukosidase merupakan enzim yang terlibat dalam proses katabolisme polisakarida menjadi gula sederhana. Enzim α-glukosidase yang digunakan pada penelitian bekerja pada kondisi optimum pada suasana basa (pH 7). Apabila enzim ini dapat dihambat, maka katabolisme karbohidrat juga dapat dihambat. Penghambatan ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes. Senyawa yang dapat menghambat aktivitas enzim α-glukosidase dengan mencegah kenaikan glukosa darah dari pemecahan polisakarida menunjukkan adanya potensi antidiabetes. Mekanisme kerja senyawa inhibitor αglukosidase tersebut yaitu, enzim memiliki sisi aktif yang dapat mengenali secara spesifik substratnya yang sesuai, sehingga memungkinkan untuk merancang inhibitor enzim yang dapat menghalangi pengikatan substrat pada enzim. Dengan terikatnya inhibitor pada enzim, maka dapat menghambat terbentuknya produk dari suatu metabolit yang tidak diinginkan. Pengujian aktivitas inhibisi terhadap enzim α-glukosidase pada penelitian ini dilakukan secara in vitro. Pengujian dilakukan dengan metode enzimatis menggunakan pseudo-substrat, seperti enzim α-glukosidase
bebas dan p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG). Reaksi enzimatis yang terjadi yaitu enzim α-glukosidase akan menghidrolisis substrat (p-NPG) menjadi glukosa dan pnitrofenol yang berwarna kuning (Gambar 4). Intensitas warna kuning yang dihasilkan oleh p-nitrofenol menjadi indikator kemampuan suatu senyawa inhibitor untuk menghambat reaksi enzimatis yang terjadi. Aktivitas enzim diukur berdasarkan hasil absorbansi pnitrofenol menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Apabila tumbuhan memiliki kemampuan menghambat aktivitas enzim α-glukosidase maka pnitrofenol yang dihasilkan akan berkurang atau warna larutan yang dihasilkan setelah inkubasi lebih cerah dibandingkan dengan warna larutan tanpa inhibitor (Sugiwati 2005).
16,48
Gambar 3 Persen inhibisi ekstrak buah makasar fraksi kloroform pada konsentrasi 1%, 1.5%, dan 2% terhadap aktivitas enzim αglukosidase.
Gambar 4 Reaksi hidrolisis p-NPG dengan enzim α-glukosidase.
10
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Fraksi kloroform buah makasar yang mengandung senyawa alkaloid, saponin, dan tanin, menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap enzim α-glukosidase yang berarti memiliki potensi sebagai antidiabetes. Berdasarkan analisis statistik, besarnya daya hambat terhadap kerja enzim α-glukosidase antara ekstrak buah makasar fraksi kloroform 1, 1.5, dan 2% tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada ragam konsentrasi tersebut fraksi 1% lebih efektif menghambat enzim α-glukosidase daripada fraksi 1.5 dan 2%.
Saran Perlu dilakukan pemurnian ekstrak dari pelarut kloroform sehingga diperoleh senyawa aktif yang berperan sebagai antidiabetes melalui penghambatan terhadap kerja enzim α-glukosidase. Selain itu, juga perlu dilakukan pengujian antidiabetes dengan metode lain sehingga dapat diketahui mekanisme kerja ekstrak buah makasar sebagai obat antidiabetes. Ekstraksi buah makasar juga perlu dilakukan dengan metode dan pelarut yang berbeda untuk mendapatkan hasil optimasi ekstrak pada analisis antidiabetes.
DAFTAR PUSTAKA Adam Z, Khamis S, Ismail A, Hamid M. 2010. Inhibitory properties of Fucus deltoidea on α-glukosidase activity. Res.J.Med. Plant 4:61-75. Alfarabi M. 2010. Kajian antidiabetogenik ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) in vitro [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Anam K, Widharna RM, Kusrini D. 2009. Αglucosidase inhibitor of Terminalia species. International Journal of Pharmacology 5: 277-280. American Diabetes Association. 2004. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care 27: s5-s10.
Chen H, Yan X, Lin W, Zheng L, Zhang W. 2004. A new method for screening aglucosidase inhibitors and application to marine microorganisms. Pharmaceutical Biology 42: 416–421. Chiason j et al. 2002. Acarbose for prevention of type 2 diabetes melitus: the stopNIDDM randomized. Medical Progress 359: 2072-2077. Dalimartha S. 1999. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Kanker. Jakarta: Penebar Swadaya. Dalimartha S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta: Trubus Agriwidya. Daniel M. 2005. Medical Plants Chemistry and Properties. United State: Science Publisher. Dewi et al. 2007. Tumbuhan Berkhasiat Obat Taman Nasional Kutai. Bandung: Adi Warna. Floris et al. 2005. α-glucosidase inhibitors for patients with type 2 diabetes. Diabetes Care 28:154-163. Gao H, Huang Y, Gao B, Kabawata J. 2008. Chebulagic acid is a potent aglukosidase inhibitor. Biosci Biotechnol Biochem 72: 601-603. Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia. Iwang S, penerjemah. Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Phytochemical Methode. Indraswari A. 2008. Optimasi pembuatan ekstrak daun dewandaru (Eugenia uniflora L.) menggunakan metode maserasi dengan parameter kadar total senyawa fenolik dan flavonoid [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhamadiayah Surakarta. Ismadi R. 2004. Pengobatan kanker dari Ethiopia. Herba 29: 16-18. Kardono LBS. 2003. Kajian kandungan kimia mahkota dewa (Phaleria marcocarpa). Di dalam: Prosiding Pameran Produk Obat Tradisional dan Seminar Sehari Mahkota Dewa. Jakarta: Pusat Penelitian
11
dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional Departemen Kesehatan, hlm 72-76. Kim JS, Ju JB, Choi CW, Kim SC. 2006. Hypoglycemic and antihyperlipidemic Effect of four Korean medical plants in alloxan induced diabetic rats. Am J Biochem and Biotech 2: 154-160. Kumala S. 2007. Cytotoxic secondary metabolites from fermentation broth of Brucea javanica endophytic fungus 1.2.11. J Microbiol 2:625-631. Lee Sk et al. 2007. Inhibitory activity of Eunonymus alatus agaist alphaglukosidase in vitro and in vivo. Nutrition Research and Practice 1:184188. Lidya B, Padmawinata K, Soetarno S. 1996. Analisis fitokimia ekstrak heksan dan ekstrak etanol buah biji-makasar (Brucea Javanica (L.) Merr) [tesis]. Bandung: Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung. Liu et al.2006. Synthesis and pharmacological activities of xanthone derivates as αglucosidase inhibitors. Bioorganic and medical chemistry 14: 5683-5690. Mattjik AA. 2002. Rancangan Percobaan. Bogor: IPB Pr. Mertes G. 2001. Safety and efficacy of acarbose in the treatment of type 2 diabetes. Diabetes Res Clin Pract 52: 193-204. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, dan Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper. Edisi ke-25. Andry Hartono, penerjemah; Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Biochemistry. Nagappa AN, Thakurdesai PA, Venkat Rao N, Jiwan S. 2003. Antidiabetic activity of Terminalia catappa Linn fruits. J Ethnophamacol 88:45-50. Nathan DM, Delahanty LM. 2005. Menakhlukkan Diabetes. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Pratama NR.2009. Aktivitas antihiperglikemia ekstrak daging dan kulit buah salak (Salacca edulis Reinw) varietas bongkok [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sari N. 2010. Potensi buah makasar (Brucea javanica [L.] Merr.) sebagai inhibitor enzim α-glukosidase [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Septiawati T. 2008. Daya hambat ekstrak etanol buah mahkota dewa terhadap aktivitas a-glukosidase secara in vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Suarsana et al. 2008. Aktivitas daya hambat enzim α−glukosidase dan efek hipoglikemik ekstrak tempe pada tikus diabetes. Jurnal Veteriner 9:122-127. Subroto MA. 2006. Ramuan Herbal untuk Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar Swadaya. Sugiwati S. 2005. Aktivitas antihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) sebagai inhibitor alfa-glukosidase in vitro dan in vivo pada tikus putih [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sutedja L. 2003. Bioprospekting Tumbuhan Obat Indonesia Sebagai Sediaan Fitofarmaka Antidiabetes. Laporan Kemajuan Tahap II Riset Unggulan Terpadu, Pusat Penelitian Kimia-LIPI. Syamsuhidayat SS dan Hutapea JR. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tuyet T,Chuyen NV.2007. Antihiperglycemic activity of an aqueous extract from flower buds of Cleistocalyx operculatus (Roxb.)Merr and Perry. Biosci Biotechnol Biochem 71: 69-76.
12
Usman AP. 2000. Potensi antihi perkolesterolemia kulit batang kayu gabus (Alstonia scholaris, R. Br.) [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Utami et al. 2003. Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes Mellitus. Jakarta: Agromedia Pusaka. Wagih ME, Alam G, Wiryowidagdo S, Attia K. 2008. Improved production of the indole alkaloid canthin-6-one from cell suspension culture of Brucea javanica (L.) Merr. Indian J.Sci.Technol 1:1-6. Widodo N. 2007. Isolasi dan karakterisasi senyawa alkaloid yang terkandung dalam jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
[skripsi] Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Wijayakusuma H. 2005. Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing/Hembing Wijayakusuma. Jakarta: Puspa Swara. Wild S, Roglic G, Green A, Sincre R King H. 2004. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 27:1047-1053.
13
LAMPIRAN
14
Lampiran 1 Tahapan penelitian Ekstraksi dengan etanol 95% berkali-kali hingga larutan tak berwarna Saring Rotavapour 400C
Fraksinasi Pelarut Dengan corong pemisah
Fraksi Kloroform 1%
Uji Inhibisi Enzim α-glukosidase
Uji Fitokimia
Analisis Statistika
Uji Alkaloid
Uji Flavonoid &hidrokuinon
Uji Triterpenoid &steroid
Uji Tanin
Uji Saponin
15
Lampiran 2 Uji daya inhibisi terhadap enzim α-glukosidase 10 µL larutan sampel 1% , 1.5 %, 2% (b/v) dalam DMSO
Larutan Acarbose 1%
250 µL 20 mM pnitrofenil-Dglukopiranosida
Akuades sebagai blanko
490 µL buffer fosfat (pH 7)
Inkubasi 370C selama 5 menit
Hasil inkubasi
Inkubasi 370C selama 15 menit 1000 µL larutan Na2CO3 200 mM
Spektrofotometer λ = 400 nm
250µL larutan (1 mg α-glukosidase dalam buffer fosfat pH 7 yang mengandung 200 mg BSA)
16
Lampiran 3 Prosedur sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 2 mL Larutan Sampel DMSO Buffer Substrat Buffer Enzim Na2CO3
Blanko (µL) 10 490 250 Inkubasi 370C 250 1000 Inkubasi 370C
Kontrol (µL)
S0 (µL)
10 490 250
S1 (µL) 10 490 250
10 490 250
250 1000 (15 menit)
250 1000
(5 menit) 250 1000
Keterangan : B = Blanko K = Kontrol negatif (tanpa senyawa inhibitor) S0 = Kontrol sampel (tanpa penambahan enzim) S1 = Sampel dengan penambahan enzim
17
Lampiran 4 Perhitungan rendemen ekstrak buah makasar fraksi kloroform Bobot sampel
= 323.27 gram
Bobot fraksi kloroform
= 3.47 gram
Rendemen
= bobot ekstrak x 100% Bobot sampel = 3.47 x 100% 323.27 = 1.07%
Lampiran 5 Hasil analisis fitokimia Alkaloid
Tanin
Flavonoid dan hidrokuinon
Saponin
Steroid dan triterpenoid
18
Lampiran 6 Hasil pengukuran kurva standar 4-nitrofenol
[4-nitrofenol] (μM) 15 30 45 60 75 90
1 0.191 0.345 0.500 0.650 0.757 0.905
Kurva standar 4-nitrofenol
Absorbansi Ulangan 2 0.187 0.347 0.527 0.645 0.834 0.907
3 0.181 0.358 0.507 0.665 0.823 0.927
Rata-rata absorbansi 0.186 0.350 0.511 0.653 0.805 0.913
19
Lampiran 7 Data daya inhibisi enzim α-glukosidase fraksi kloroform buah makasar Konsentrasi Rata-rata produk produk Larutan A Konsentrasi % Inhibisi p-nitrofenol p-nitrofenol (S) μM μM Blanko 0.000 Kontrol 1 0.580 53.9510 53.9510 (C) 2 0.572 53.1667 53.1667 54.1144 0.0000 3 0.593 55.2255 55.2255 Fraksi kloroform 1% S0 0.246 21.2058 S1-1 0.706 66.3039 45.0981 S1-2 0.715 67.1863 45.9805 45.1962 16.4803 S1-3 0.700 65.7157 44.5099 Fraksi kloroform 1.5% S0 0.390 35.3235 S1-1 0.845 79.9313 44.5778 S1-2 0.848 80.2255 44.9020 44.4017 17.9585 S1-3 0.836 79.0490 43.7255 Fraksi kloroform 2% S0 0.436 39.8333 S1-1 0.880 83.3627 43.5294 S1-2 0.873 82.6765 42.8432 43.4641 19.6812 S1-3 0.885 83.8529 44.0196 Acarbose 1% S0 0.035 0.5196 S1-1 0.145 11.3039 10.7843 S1-2 0.137 10.5196 10.0000 10.1961 81.1582 S1-3 0.135 10.3235 9.8039 Contoh perhitungan Fraksi kloroform 1% (S1-1) Persamaan garis : y = 0.0102x + 0.0297 Konsentrasi (x) = 0.706 – 0.0297 0.0102 = 66.3039 Konsentrasi produk p-nitrofenol (S) = Konsentrasi S1 – konsentrasi S0 = 66.3039 μM - 21.2058 μM = 45.0981 % Daya inhibisi = [C- (S1 - S0)] x 100% C = 54.1144 - 45.1962 x 100% = 16.4803% 54.1144
20
Lampiran 8 Analisis statistik daya inhibisi ekstrak buah makasar terhadap aktivitas enzim α-glukosidase Uji ANOVA Sumber keragaman
Db
Perlakuan Galat Total
4 10 14
Jumlah kuadrat (JK) 3683.9192 142.5637 3826.4829
Kadrat tengah (KT) 920.9798 14.2564
F-hitung
F-tabel
64.6011
3.478
Uji lanjut Duncan Ulangan (N)
Kelompok perlakuan Kontrol positif Fraksi kloroform 1% Fraksi kloroform 1.5% Fraksi kloroform 2% Blanko Sig.
3 3 3 3 3
1 10.1961
Alpha (α) = 0.05 2
3
45.1962 44.4017 43.4641 1.000
0.372
54.1144 1.000