SENYAWA GOLONGAN ALKALOID EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA SEBAGAI INHIBITOR α-GLUKOSIDASE
ZULFA MAHYARISTI SAMSON
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK ZULFA MAHYARISTI SAMSON. Senyawa Golongan Alkaloid Ekstrak Buah Mahkota Dewa Sebagai Inhibitor α-Glukosidase. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO dan WULAN TRI WAHYUNI. Buah mahkota dewa dipercaya dapat mengobati diabetes melitus. Tujuan penelitian ini memperoleh ekstrak alkaloid buah mahkota dewa yang memberikan aktivitas inhibisi terhadap α-glukosidase secara in vitro. Buah mahkota dewa yang digunakan, ialah buah mahkota dewa dengan tiga tingkat kematangan buah yaitu merah sekali, merah hijau, dan hijau merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau dengan konsentrasi 1% (b/v) memiliki aktivitas inhibisi terhadap αglukosidase terbesar, yaitu 36.80%, walaupun aktivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan akarbosa, 97.73%. Fraksinasi dilakukan pada ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau menggunakan kromatografi kolom dengan eluen kloroform:metanol (17:3). Dari hasil fraksinasi diperoleh 5 fraksi dengan fraksi teraktif adalah fraksi 5 yang aktivitas inhibisinya 87.29%. Hasil identifikasi fraksi 5 dengan spektrofotometer inframerah menunjukkan adanya gugus fungsi yang ada, yaitu pada bilangan gelombang 3408.87 cm-1 terdapat uluran –OH, 1616.91 cm-1 merupakan gugus uluran C=C aromatik, dan 1279.88 cm-1 merupakan uluran C-N amina aromatik, yang juga diperkuat dengan pita overtone pada 617.21 cm-1. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diduga bahwa senyawa golongan alkaloid merupakan golongan alkaloid dengan atom nitrogen yang berada pada cincin aromatik.
ABSTRACT ZULFA MAHYARISTI SAMSON. Alkaloid Extract from Crown of God Fruit as αGlucosidase Inhibitor. Supervised by IRMA HERAWATI SUPARTO and WULAN TRI WAHYUNI. The crown of God Fruit is believed to cure diabetes mellitus. The objective of this study is to investigate the highest inhibitory activity of α-glucosidase from alkaloid extract of the fruit by in vitro method. Three levels of ripeness used in this study i.e. dark red, red-greenish, and green-reddish. The result showed that alkaloid from red-greenish crown of god fruit extract had the highest inhibition activity of 36.80%, but was lower than acarbose which has 97.73%. Fractionation of alkaloid extract obtained 5 fractions from red-greenish crown of god fruit was done by column cromatography with the eluent of chloroform:ethanol (17:3). Inhibiton activity of each fractions to α-glucosidase was examined and it was obtained that the most active fraction was fraction 5 with inhibition activity value of 87.29%. Further identification of fraction 5 with infrared spectrophotometrer showed the presence of possible functional groups; there were –OH stretching at 3408.87 cm-1 of wave-number, C=C aromatic stretching at 1616.91 cm -1 and C-N amine aromatic stetching at 1279.88 cm-1, which was strengthened by overtone band at 617.21 cm-1. Based on those result, it could be predicted that the alkaloid compound was alkaloid with nitrogen atom in the aromatic ring.
SENYAWA GOLONGAN ALKALOID EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA SEBAGAI INHIBITOR α-GLUKOSIDASE
ZULFA MAHYARISTI SAMSON
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul : Senyawa Golongan Alkaloid Ekstrak Buah Mahkota Dewa sebagai Inhibitor α-Glukosidase Nama : Zulfa Mahyaristi Samson NIM : G44052795
Menyetujui Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS NIP 19581123 198603 2 002
Wulan Tri Wahyuni, SSi
Mengetahui Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal lulus :
PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap berada di jalan-Nya hingga akhir zaman. Karya ilmiah ini dilaksanakan sejak bulan Mei hingga Nopember 2009 di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, IPB, dengan judul Senyawa Golongan Alkaloid Ekstrak Buah Mahkota Dewa sebagai Inhibitor α-Glukosidase. Selama penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini penulis mendapat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. dr. Irma H. Suparto, MS dan Ibu Wulan Tri Wahyuni, SSi selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dan bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada staf Pusat Studi Biofarmaka IPB, staf Laboratorium Kimia Analitik Ibu Nunung, Om Eman, Pak Dede, Pak Kosasih, dan Pak Ridwan yang telah memberikan masukan serta membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada ayah, ibu, dan adik-adik (Ziki M. Samson, Zuhdi M. Samson, Zuraida M. Samson, Zakaria M. Samson, dan Zain M. Samson) atas doa, nasihat, senyuman, semangat, dan bantuan materi. Terima kasih kepada sahabat-sahabat, Arum, Riska, Teh Eulis, Ema, Maya, Nita, Ira, dan Ratih yang telah memberi semangat untuk penulis dalam penyelesaian penelitian ini, semoga mendapat balasan pahala dari Allah SWT. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2010
Zulfa Mahyaristi Samson
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 18 Juni 1987 dari Ayah Drs. Samson Samsulhadi dan Ibu Siti Istiqomah. Penulis merupakan putri pertama dari enam bersaudara. Tahun 2005, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kartasura dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) semester ganjil pada tahun ajaran 2008/2009; 2009/2010; dan alih tahun pada tahun 2009 serta praktikum Kimia Anorganik tahun 2008/2009. Pada bulan Juli-Agustus 2008, penulis berkesempatan melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan di Laboratorium Teknologi Proses dan Katalis Pusat Penelitian Kimia (P2 Kimia) LIPI, Puspiptek Serpong, Tangerang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
ix
PENDAHULUAN............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Mellitus ................................................................................... Mahkota Dewa ....................................................................................... Enzim α-Glukosidase ............................................................................. Alkaloid dan Ekstraksi Alkaloid ............................................................ Kromatografi ..........................................................................................
1 2 2 3 4
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ..................................................................................... Lingkup Penelitian ...............................................................................
5 5
HASIL DAN PEMBAHASAN Simplisia............................................................................................... Isolat Alkaloid ...................................................................................... Fraksinasi .............................................................................................
7 8 9
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ............................................................................................. Saran.....................................................................................................
11 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
11
LAMPIRAN .....................................................................................................
14
DAFTAR TABEL Halaman 1 Sistem reaksi pengujian.................................................................................
6
2 Analisis fitokimia simplisia buah mahkota dewa..........................................
8
3 Analisis fitokimia ekstrak alkaloid buah mahkota dewa...............................
8
4 Analisis gugus fungsi menggunakan inframerah fraksi 5 ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau ......................................... 11
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Buah mahkota dewa ......................................................................................
2
2 Struktur acarbose ..........................................................................................
3
3 Hidrolisis pNG oleh enzim α-glukosidase ....................................................
3
4 Aktivitas inihibisi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa...............................
9
5 Profil fase gerak terbaik kloroform:metanol (17:3) ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hiijau ..........................................................................
9
6 Aktivitas inhibisi hasil fraksinasi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau ................................................................................................... . 10 7 Spektrum UV-tampak fraksi 5 ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau .................................................................................................... 11
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelitian .................................................................................... 15 2 Bagan alir ekstraksi alkaloid ......................................................................... 16 3 Bagan alir uji fitokimia ................................................................................. 17 4 Bagan alir uji enzim α-glukosidase terhadap ekstrak alkaloid ...................... 18 5 Penentuan kadar air buah mahkota dewa ...................................................... 19 6 Rendemen ekstrak alkaloid buah mahkota dewa .......................................... 20 7 Data % inhibisi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa terhadap α-glukosidase ................................................................................................ 21 8 Profil KLT dan hasil fraksinasi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau dengan eluen kloroform:metanol (17:3).................................... 22 9 Data % inhibisi fraksi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau terhadap α-glukosidase .................................................................................. 24 10 Analisis FTIR fraksi 5 ekstrak alkaloid ........................................................ 25
1
PENDAHULUAN Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolisme yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi, serta dapat menyebabkan komplikasi seperti penyakit saraf, ginjal, dan jantung. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 300 juta penduduk dunia akan menderita diabetes melitus pada tahun 2025 (Pradeepa & Mohan 2004). Berdasarkan penelitian di Indonesia, jumlah penderita diabetes melitus berkisar 1.2-2.3% dari jumlah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Hal ini dikarenakan diabetes dapat menyerang setiap orang dari berbagai kalangan dan umur. Oleh karena semakin meningkatnya jumlah penderita diabetes melitus, maka diperlukan suatu pengobatan yang efektif tanpa menimbulkan efek samping yang besar. Pengobatan diabetes melitus yang digunakan adalah dengan injeksi insulin ke dalam tubuh secara berkala atau dengan mengkonsumsi obat sintetik. Selain memerlukan biaya yang cukup mahal, obat sintetik dapat menimbulkan efek samping, sehingga pengobatan tradisional mendapat tempat di masyarakat dan menjadi alternatif dalam pengobatan. Salah satu alternatif dalam mengatasinya adalah dengan memanfaatkan potensi buah mahkota dewa (MD) sebagai antidiabetes. Secara empiris MD sudah sering digunakan sebagai obat antidiabetes oleh masyarakat Indonesia. Hasil penelitian-penelitian sebelumnya menyatakan bahwa MD mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan tanin (Harmanto 2003; Satria 2005). Pengujian aktivitas MD sebagai antidiabetes sudah pernah dilakukan, namun hanya dilakukan pada buah MD dengan usia matang (tua). Perbedaan usia buah mempengaruhi kandungan metabolit sekunder sehingga berimplikasi pada kadar metabolit sekunder yang berbeda pula. Perbedaan kandungan dan kadar juga akan mempengaruhi perbedaan khasiat yang ada pada buah dengan usia yang berbeda. Sugiwati (2006) melaporkan khasiat buah mahkota dewa asal Jawa Tengah dapat menghambat α-glukosidase dengan potensi yang berbeda pada berbagai jenis ekstrak dan kematangan buah mahkota dewa. Buah mahkota dewa usia muda memiliki daya hambat terhadap α–glukosidase lebih besar dibandingkan dengan buah yang tua. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan kandungan metabolit
sekunder maupun khasiatnya pada usia buah yang berbeda yang dicirikan dengan warna buah. Nakatani et al. (2006) menemukan senyawa alkaloid golongan isoindolin dari Myrmeleotidae sp. Senyawa ini memiliki aktivitas farmakologis yang dapat menghambat aktivitas α-glukosidase. Selain itu, Ashour et al. (2007) mendapatkan sembilan senyawa alkaloid golongan indol dari bunga karang Hyrtious erectus yang juga mempunyai aktivitas inhibisi terhadap enzim α-glukosidase. Penelitian Rohimah (2008) menyebutkan bahwa ekstrak metanol buah mahkota dewa memiliki daya hambat terhadap α–glukosidase sebesar 40.95%. Namun, berdasarkan identifikasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-tampak dan inframerah, fraksi dari ekstrak alkaloid yang memiliki daya hambat terbesar tidak menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid dan terdapat adanya karbohidrat dan protein. Temuan ini menjadi acuan untuk mencari ekstrak teraktif senyawa golongan alkaloid berdasarkan kematangan buah MD terhadap aktivitas α–glukosidase. Kemudian dilakukan isolasi dan identifikasi fraksi teraktif dari ekstrak alkaloid. Penelitian ini bertujuan mendapatkan ekstrak alkaloid buah mahkota dewa yang menghambat aktivitas α–glukosidase serta mengetahui umur buah yang memiliki daya hambat terbesar.
TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (80-120 mg/dl), yang biasa disebut hiperglikemia, akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut atau relatif. Insulin merupakan hormon yang secara alami terdapat di dalam darah dan penting dalam penyediaan energi dalam sel agar dapat berfungsi. Insulin dapat membantu mengeluarkan/mengalirkan gula (glukosa) dari aliran darah menuju sel. Penimbunan glukosa dalam darah (hiperglikemia) akan terjadi jika glukosa tidak dapat dialirkan ke dalam sel. Ini dapat menyebabkan kerusakan organ yang meliputi mata dan ginjal atau kerusakan pembuluh darah dan kegelisahan. Gejala yang ditimbulkan adalah rasa haus, sering kencing (poliuria), banyak makan (polifagia) tetapi berat badan tetap menurun, gatal-gatal, dan badan terasa lemah (Dalimartha 2002).
2
Diabetes melitus terbagi menjadi dua, yaitu DM tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan DM tipe II (Insulin Independent Diabetes Mellitus). DM tipe I terjadi pada orang yang berusia di bawah 30 tahun dan yang kurus. Sebagian kasus terjadi sebelum atau sekitar masa pubertas. Penderita penyakit diabetes tipe ini bergantung pada insulin seumur hidupnya. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar sel beta pulau Langerhans pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan yang diduga disebabkan oleh adanya virus, sehingga kadar insulin menjadi kurang atau tidak ada. Pada diabetes tipe II jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang sehingga masuknya glukosa ke dalam sel terhambat. Penyebab diabetes tipe ini kurang jelas dan banyak faktor yang berperan. Faktor tersebut antara lain obesitas, diet tinggi lemak, rendah karbohidrat, kurang gerak badan, dan faktor herediter (Ranakusuma et al. 1999). Obat-obatan antidiabetes berpotensi menimbulkan efek samping yang berbahaya dan penderitanya biasanya memerlukan pemeriksaan serta perawatan medis (Waring 2007). Pengobatan diabetes melitus terbagi menjadi tiga bentuk utama, yaitu diet, terapi insulin, dan obat antidiabetes oral (Bowman & Rand 1968). Mekanisme penghambatan aktivitas enzim α–glukosidase adalah dengan menghambat penyerapan glukosa pada usus dan menstimulasi sel β-Langerhans pada kelenjar pankreas untuk mensekresikan insulin. Mekanisme tersebut akan mengontrol kadar gula dalam darah (Matsui et al. 2004). Mahkota Dewa Mahkota dewa merupakan tanaman yang berasal dari Papua. Tanaman ini dikelompokkan dalam dunia Spermatofita, filum Angiospermae, kelas Dycotyledoneae, ordo Tymelaeales, famili Tymelaeaceae, dengan genus Phaleria, dan nama spesies Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl. Tanaman ini dikenal juga dengan nama mahkota ratu, pusaka dewa, mahkota raja, trimahkota, buah simalakama, raja obat, pau (Cina), the crown of God (Inggris) (Harmanto 2003).
(a) Gambar 1
(b) (c) Buah mahkota dewa a) merah sekali, b) merah hijau, dan c) hijau merah.
Secara morfologi, mahkota dewa termasuk tanaman perdu menahun dengan ketinggian kurang lebih 1-2.5 m, berdaun tunggal seperti daun jambu air tetapi langsing dan ujungnya runcing. Panjang daun mahkota dewa sekitar 7-10 cm dan lebar 3-5 cm. Bunga setiap kelompok kelipatan 2-4 dan berbentuk seperti terompet dengan warna putih. Buah mahkota dewa (Gambar 1) berbentuk bulat agak lonjong dengan ukuran mulai dari sebesar bola pingpong sampai bola tenis. Buah yang muda berwarna hijau setelah tua berwarna merah seperti darah segar. Tanaman mahkota dewa telah lama dikenal sebagai tanaman obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit selain diabetes, yaitu kanker, jantung koroner, asam urat, reumatik, ginjal, sirosis hati, paruparu, alergi, flu, dan tekanan darah tinggi (Harmanto 2003). Saat ini, mahkota dewa merupakan salah satu komoditas tanaman obat yang banyak menjadi bahan perbincangan. Hal ini dikarenakan banyaknya khasiat dari mahkota dewa yang telah dibuktikan secara empiris dan baru sedikit yang dibuktikan secara ilmiah. Menurut Djumidi et al. (1999), daun dan buah mahkota dewa mengandung alkaloid dan saponin. Evaluasi fitokimia mahkota dewa telah dilakukan, antara lain mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid (Satria 2005; Rohimah 2008). Enzim α-Glukosidase Enzim α-glukosidase dengan nama kimia α-D-glikosida glukohidrolase merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan glukosa dalam usus halus manusia. Enzim αglukosidase mengkatalisis hidrolisis terminal residu glukosa non-pereduksi yang berikatan α-1,4 pada berbagai substrat, menghasilkan αD-glukosa (Fogarty 1983). Menurut Gottschalk (1950), enzim α-glukosidase menghidrolisis ikatan α-glikosidik pada oligosakarida dan α-D-glikosida. Enzim αglukosidase merupakan katalis pada langkah akhir pemecahan karbohidrat (Sou et al. 2000).
3
Menurut Waspadji (1999) kerja enzim αglukosidase dapat dihambat dengan menggunakan obat tertentu yang disebut dengan α-glukosidase inhibitor-acarbose. Obat ini akan bekerja secara kompetitif di dalam saluran cerna yang dapat menurunkan penyerapan glukosa. Inhibitor kompetitif (senyawa tertentu dalam tumbuhan tersebut) akan berkompetisi dengan substrat untuk mengikat bagian yang aktif dari enzim sehingga substrat (karbohidrat) tidak dapat lagi dipecah menjadi produk (glukosa). Acarbose merupakan inhibitor enzim αglukosidase yang dijual dalam bentuk tablet Glucobay. Senyawa ini digunakan untuk terapi pasien diabetes tipe II. Mekanisme inhibisi acarbose termasuk dalam inhibitor kompetitif, dengan tidak saling mengganggu secara langsung terhadap glukosa dalam pengambilan glukosa. Hanya sedikit acarbose (1-4%) yang diserap dengan sendirinya dan sisanya dibuang melalui ginjal (Wehmeier dan Piepersberg 2004).
Gambar 2 Struktur acarbose. Pengujian aktivitas inhibisi terhadap enzim α-glukosidase dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro. Metode spektrofotometrik banyak dilakukan dalam pengujian in vitro dengan menggunakan pseudo-substrat, seperti p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (pNG) dan enzim α-glukosidase bebas, atau juga secara pseudo in vivo menggunakan sel pankreas penghasil enzim α-glukosidase (Matsumoto et al. 2002). Daya hambat (inhibisi) terhadap aktivitas α-glukosidase dipelajari secara pseudosubstrat, dengan mengetahui kemampuan contoh untuk menghambat reaksi hidrolisis glukosa pada substrat p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida (pNG). Setelah mengalami hidrolisis, substrat akan terhidrolisis menjadi α-D-glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning (Sugiwati 2006).
Gambar 3 Hidrolisis pNG oleh enzim αglukosidase. Alkaloid dan Ekstraksi Alkaloid Alkaloid adalah suatu senyawa amina yang dihasilkan oleh tumbuhan. Secara umum, alkaloid memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu (1) kerangka polisiklik dan jenis substituen tidak bervariasi; (2) atom nitrogen ditemukan sebagai gugus amina atau amida dan tidak ada sebagai gugus nitro atau diazo; (3) substituen oksigen ditemukan sebagai gugus fenol, metilendioksi, atau metoksi; dan (4) substituen –NCH3 sering ditemukan (Lenny 2006). Alkaloid dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogennya, yaitu pirolizidin, piperidin, isokuinolin, kuinolin, dan indol. Alkaloid umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan (Harborne 1987). Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam memiliki keaktifan biologis tertentu. Ada alkaloid yang sangat beracun, dan ada juga yang berguna dalam pengobatan. Kuinin, morfin, dan stiknin merupakan alkaloid yang terkenal dan mempunyai efek psikologis. Kandungan alkaloid dalam buah mahkota dewa memiliki efek detoksifikasi yang dapat menetralisir racun di dalam tubuh (Harmanto 2003). Ekstraksi merupakan proses transfer solut dari suatu fase ke fase yang baru. Keberhasilan proses transfer solut atau komponen pada ekstraksi ditentukan oleh perbedaan konstanta distribusi atau rasio distribusi. Ekstraksi digunakan untuk memperoleh kandungan senyawa tunggal atau majemuk dari suatu bahan yang larut dalam pelarut tertentu berdasarkan distribusi pada dua fase yang tidak campur. Prinsip kelarutan adalah like dissolve like, pelarut bersifat polar akan melarutkan sebagian besar senyawa polar, begitu pula dengan pelarut non-polar akan melarutkan senyawa yang bersifat non- polar seperti lemak (Harbone 1987). Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, sifat pelarut, kemampuan untuk mengekstrak, tidak
4
bersifat racun, dan kemudahan untuk diuapkan. Alkohol merupakan pelarut yang baik untuk ekstraksi pendahuluan (Harborne 1987). Ekstraksi senyawa-senyawa dari bahan alam terutama yang akan digunakan untuk obat dapat dilakukan dengan cara perebusan, penyeduhan, maserasi, perkolasi atau cara lain yang sesuai dengan sifat bahan alam yang diekstraksi. Ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode maserasi. Metode maserasi digunakan untuk mengekstraksi contoh yang relatif mudah rusak oleh panas. Metode ini dilakukan dengan merendam contoh dengan pelarut baik tunggal maupun campuran dengan lama waktu tertentu yang umumnya satu hingga dua hari perendaman tanpa diberikan pemanasan. Kelebihan metode ini adalah relatif sederhana, yaitu tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif mudah, murah, dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas (Meloan 1999). Berkov et al. (2007) mengekstraksi alkaloid dari tanaman Galanthus Elwesii menggunakan etanol 95% dan proses pengasaman dilakukan dengan asam sulfat 2%. Selanjutnya proses pembasaan kembali dilakukan menggunakan amonia 25% dan dilanjutkan pelarutan dengan kloroform. Ekstrak kasar yang diperoleh difraksinasi menggunakan kromatografi kolom dengan eluen metanol dan etil asetat. Ashour et al. (2007) mengekstraksi alkaloid dari bunga karang Hyrtious erectus dengan menggunakan pelarut metanol. Bunga karang H.erectus asal Mesir mengandung 9 senyawa golongan alkaloid indol. Sebagai basa, alkaloid diekstraksi dengan menggunakan alkohol yang bersifat asam lemah kemudian diendapkan dengan amonia pekat (Harbone 1987). Kromatografi Kromatografi adalah proses melewatkan contoh melalui suatu media, berdasarkan perbedaan kemampuan adsorpsi. Teknik kromatografi bermanfaat sebagai cara menguraikan suatu campuran. Pada kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Pemisahan yang terjadi disebabkan masing-masing komponen bergerak dengan interval waktu yang berbeda. Kromatogafi Kolom. Kromatografi kolom konvensional merupakan kromatografi cair yang aliran fase geraknya disebabkan
oleh gaya tarik bumi dan biasanya fase diamnya berupa zat padat (Gritter et al. 1991). Mekanime pemisahan didasarkan pada adsorpsi, partisi, pertukaran ion (ionexchange), dan elektroforesis. Mekanisme pada kromatografi kolom konvensional didasarkan pada adsorpsi komponenkomponen campuran dengan afinitas yang berbeda-beda pada permukaan fase diam. Pemisahan yang terjadi bergantung pada jenis fase gerak yang digunakan. Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar. Zat penjerap dalam keadaan kering atau setelah dicampur dengan sejumlah cairan dimanfaatkan dalam tabung kaca atau tabung kuarsa dengan ukuran tertentu dan mempunyai lubang pengalir dengan ukuran tertentu. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu daya jerap zat penjerap, sifat pelarut, dan suhu dari sistem kromatografi. Fraksi yang diperoleh ditampung, tiap fraksi dikumpulkan dan diperiksa lebih lanjut dengan KLT. Fraksi yang sama digabungkan kemudian dimurnikan. Kromatografi Lapis Tipis. Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu jenis kromatografi adsorpsi. KLT merupakan salah satu teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan campuran komponen berdasarkan distribusi komponen tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak (Stoenoiu et al. 2006). Prinsip KLT adalah cuplikan atau contoh diteteskan pada lapisan tipis kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi eluen sehingga cuplikan atau contoh tersebut terpisah menjadi komponenkomponennya. Setiap komponen akan bergerak dengan laju tertentu yang dinyatakan dengan faktor retensi (Rf), yaitu nisbah antara jarak yang ditempuh komponen terhadap jarak yang ditempuh eluen. Komponen yang mempunyai afinitas yang besar terhadap fase gerak atau afinitas yang lebih kecil terhadap fase diam akan bergerak lebih cepat daripada komponen yang mempunyai sifat sebaliknya (Gritter et al.. 1991). Kromatografi lapis tipis (KLT) ini paling umum digunakan karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu mudah dalam preparasi sampel, kesederhanaan dalam prosedur kerja, relatif murah karena sampel dan standar dapat dirunning dalam waktu yang sama serta volume pelarut yang digunakan sedikit, selektif dan sensitif, dan kromatogramnya dapat diamati secara visual (Kimura et al.
5
2008). Cara ini dapat dipakai pada pemeriksaan pendahuluan ekstrak kasar dari kebanyakan senyawa dan juga sebagai cara pada pemisahan dan deteksi pendahuluan (Harborne 1987). Sistem KLT meliputi fase diam (lapisan penjerap), fase gerak (eluen), dan deteksi kromatogram. Penjerap yang umum digunakan adalah silika gel, aluminium oksida, selulosa dan turunannya, poliamida, dan lain-lain (Stahl 1985). Hal ini didukung oleh Christian (1986) yang menyatakan bahwa fase diam yang umum digunakan pada KLT adalah adsorbent seperti silika gel, alumina, dan selulosa, namun silika gel paling banyak digunakan karena silika mempunyai kekuatan pemisahan yang sangat baik (Nyiredy 2002). Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Komposisi pelarut yang berbeda menyebabkan nilai Rf yang dihasilkan bervariasi tergantung pada jarak spot yang terbantuk (Christian 1986). Eluen yang digunakan dalam pemisahan sangat berpengaruh terhadap efek elusi. Stahl (1985) menyatakan bahwa efek elusi naik dengan naiknya kepolaran atau kekuatan pelarut.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan contoh yang digunakan adalah daging buah mahkota dewa dengan berbagai umur berdasarkan warnanya hijau-merah, merah-hijau, dan merah sekali yang diperoleh dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE), Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Na2CO3, α-glukosidase (Sigma G 3651-250UN), pnitrofenil α-D-glukopiranosida (PNG) (Sigma N 1377-5G), tablet acarbose (Bayer, JakartaIndonesia), dan silika gel G60F254 dari Merck. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-tampak (Shimadzu PharmaSpec UV-1700) dan spektrofotometer FTIR (Perkin Elmer tipe Precisely Spectrum One). Lingkup Penelitian Tahapan penelitian ini meliputi preparasi contoh, penentuan kadar air, dan pembuatan ekstrak alkaloid buah mahkota dewa. Ekstrak tersebut selanjutnya ditentukan kandungan fitokimia dengan uji fitokimia untuk
memastikan kandungan senyawa metabolit sekunder (alkaloid) mengacu pada metode Harborne (1987). Setelah itu dilakukan uji inhibisi ekstrak terhadap aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase, fraksinasi ekstrak, uji inhibisi fraksi alkaloid terhadap aktivitas penghambatan enzim αglukosidase, uji fitokimia terhadap hasil fraksinasi serta identifikasi menggunakan spektrofotometer UV-tampak dan inframerah (Lampiran 1). Preparasi Contoh Buah mahkota dewa (bagian daging dan kulit) yang berwarna hijau-merah, merahhijau, dan merah sekali dipotong kecil-kecil hingga ukuran ketebalan ± 5-7 mm, kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu ± 50 °C sampai kadar air kurang dari 10%. Daging buah yang telah kering dihaluskan dengan menggunakan penggiling buah. Penentuan Kadar Air (AOAC 1999) Buah mahkota dewa (dengan berbagai umur) ditimbang masing-masing ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan pada suhu 105 °C selama 30 menit serta telah diketahui bobotnya. Sebanyak ± 3 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan dan dipanaskan di dalam oven bersuhu 105 °C selama 3 jam kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang kembali. Prosedur dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh bobot yang konstan. AB Kadar air (%) 100% A keterangan: A adalah bobot contoh (g) B adalah bobot bahan setelah dikeringkan (g) Uji Fitokimia (Harborne 1987) Uji Flavonoid. Sebanyak 1 gram ekstrak mahkota dewa dari masing-masing sumber ditambahkan 100 ml air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil sebanyak 5 ml, ditambah dengan serbuk Mg 0.05 gram, 1 ml HCl pekat, dan 1 ml amil alkohol. Campuran dikocok kuat-kuat. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol. Uji Terpenoid dan Steroid. Uji ini menggunakan pereaksi Lieberman-Buchard. Pada pengujian ini, sebanyak 1 gram ekstrak mahkota dewa dari masing-masing sumber dimaserasi dengan 10 ml dietil eter selama 1 jam kemudian disaring. Ke dalam filtratnya
6
ditambahkan 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat secara berurutan. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu untuk triterpenoid serta hijau atau biru untuk steroid. Uji Alkaloid. Sebanyak 1 gram ekstrak mahkota dewa dilarutkan dengan 10 ml kloroform dan beberapa tetes NH4OH kemudian disaring ke dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan penambahan 10 tetes H2SO4 2 M kemudian lapisan asamnya dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada plat tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, cokelat, dan merah jingga. Uji Saponin. Sebanyak 1 gram ekstrak mahkota dewa ditambahkan ke dalam 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit, lalu disaring. Sebanyak 5 ml filtrat dikocok dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik, kemudian dibiarkan 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil. Uji Tanin. Sebanyak 1 gram ekstrak mahkota dewa ditambahkan ke dalam 100 ml air panas kemudian dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Sebanyak 5 ml filtrat ditambah FeCl3 1%. Uji positif ditandai munculnya warna hijau kehitaman. Ekstraksi Alkaloid (Harborne 1987) Simplisia buah mahkota dewa (merah sekali, merah hijau, dan hijau merah) dilakukan ekstraksi alkaloid dengan asam asetat 10% dalam etanol dengan pH diatur 4, dimaserasi sekurang-kurangnya 4 jam. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan penguap putar sampai seperempat volume asal dan alkaloid diendapkan dengan meneteskan NH4OH pekat dan pH diatur 10-12. Endapan dikumpulkan dengan pemusingan dan dicuci dengan NH4OH 1%. Kemudian endapan dilarutkan dengan bebe-rapa tetes kloroform dan diuapkan hingga diperoleh ekstrak pekat alkaloid. Ekstrak pekat alkaloid kemudian dikeringkan dengan cara kering-beku selama 30 jam. Bagan alir ekstraksi alkaloid terdapat pada Lampiran 2. Uji Aktivitas α-Glukosidase (Sutedja 2003) Preparasi Contoh. Contoh buah mahkota dewa (merah sekali, merah hijau, dan hijau merah) yang akan diuji dilarutkan dalam
pelarut dimetil sulfoksida (DMSO) dengan konsentrasi 1% (b/v). Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1.0 mg α-glukosidase dalam larutan buffer fosfat (pH 7) yang mengandung 200 mg serum bovin albumin. Sebelum digunakan sebanyak 1 mL larutan enzim diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat (pH 7). Campuran pereaksi terdiri dari 500 µL p-nitrofenil αglukopiranosida (p-NPG) 20 mM sebagai substrat, 980 µL larutan buffer fosfat (pH 7) 100 mM, dan 20 µL larutan contoh dalam DMSO 1% (b/v). Campuran pereaksi diinkubasi selama lima menit pada suhu 37°C, kemudian ditambahkan 500 µL larutan enzim α-glukosidase dan diinkubasi kembali selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan menambahkan sebanyak 2000 µL natrium karbonat (Na2CO3) 200 mM. Kontrol positif dibuat dengan melarutkan tablet acarbose dalam bufer fosfat (pH 7) dan HCl 2N dengan konsentrasi larutan standar yang digunakan sama dengan konsentrasi contoh, yaitu 1%. Larutan tersebut kemudian disentrifusa dan supernatannya dimasukkan ke dalam campuran pereaksi seperti pada contoh. Tabel 1 Sistem reaksi pengujian Blanko (μL)
Kontrol (+) (μL) Ekstrak DMSO 20 20 Bufer 980 980 Substrat 500 500 Inkubasi 37 °C selama 5 menit Bufer 500 Enzim 500 Inkubasi 37 °C selama 15 menit Na2CO3 2000 2000
Kontrol (-) [S0] (μL) 20 980 500
Contoh (μL) [S1] 20 980 500
500 -
500
2000
2000
Absorbansi p-nitrofenol diukur dengan menggunakan spektofotometer UV-tampak pada panjang gelombang 400 nm. Contoh dan kontrol positif dilakukan dua kali ulangan (duplo). Data kontrol positif digunakan sebagai pembanding dengan contoh yang diuji. Bagan alir uji inhibisi α-glukosidase dapat dilihat pada Lampiran 4. Persentase inhibisi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: K S % inhibisi 100% S
dengan S adalah absorbans contoh (S1-S0), S1 adalah absorbans contoh dengan penambahan enzim dan S0 adalah absorbans contoh tanpa penambahan enzim, sedangkan K merupakan absorbansi kontrol (Akontrol–Ablanko).
7
Fraksinasi Ekstrak dengan Kromatografi Kolom Ekstrak alkaloid buah mahkota dewa yang memiliki aktivitas inhibisi tertinggi dipisahkan dengan menggunakan kromatografi kolom. Eluen yang digunakan dalam kromatografi kolom yaitu eluen yang diperoleh hasil pemilihan eluen terbaik dari beberapa literatur. Eluen terbaik yang didapatkan adalah metanol:kloroform (3:17). Kolom disiapkan dengan memasukkan serat kaca ke dalam dasar kolom, kemudian dipadatkan. Silika gel yang telah dipanaskan ditimbang sebanyak 40 gram, kemudian dibuat suspensinya dalam kloroform. Bubur yang terbentuk dimasukkan ke dalam kolom dengan panjang 70 cm dan diameter 2 cm secara perlahan-lahan sambil didorong menggunakan pelarut terbaik, dan dipastikan jangan sampai ada gelembung udara. Setelah itu, kolom diisi pelarut hingga menggenangi silika gel, dan dibiarkan selama 1 x 24 jam. Ekstrak alkaloid ditimbang sebanyak 2.0195 gram, lalu dilarutkan dalam sedikit pelarut terbaik. Larutan ini ditempatkan di bagian atas kolom, kemudian dielusi menggunakan pelarut terbaik. Elusi yang dilakukan merupakan step gradient dengan eluen kloroform dan metanol dengan berbagai perbandingan. Eluat ditampung dalam tabung reaksi berdasarkan volume pemisahan sebanyak 5 ml, kemudian eluat diuji dengan KLT. Eluat yang memiliki Rf dan pola KLT yang sama digabungkan sebagai satu fraksi dan diuji aktivitas α-glukosidase sehingga diperoleh fraksi teraktif. Penentuan Jumlah Fraksi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Eluat-eluat yang telah diperoleh dari kromatografi kolom dipekatkan kemudian ditotolkan di atas plat KLT aluminum, lalu dimasukkan ke dalam wadah yang telah berisi eluen terbaik yang telah dijenuhkan sebelumnya. Setelah eluen bergerak mencapai garis akhir, plat KLT segera diangkat dari wadah lalu dikering-udarakan selama beberapa menit dan segera dilihat jumlah bercak yang terpisah dengan menggunakan lampu sinar UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluat yang memiliki jumlah bercak dan nilai Rf yang sama segera digabungkan menjadi satu fraksi kemudian dipekatkan. Fraksi diuji aktivitas inhibisi terhadap α-glukosidase lalu ditentukan fraksi yang memiliki aktivitas paling besar. Fraksi ini diuji kandungan alkaloid dengan uji fitokimia dan diidentifikasi dengan
menggunakan spektofotometer UV-tampak dan inframerah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Simplisia Kadar air. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah mahkota dewa dengan berbagai usia yang dicirikan dengan warna dari buah. Buah mahkota dewa yang digunakan berwarna merah sekali, merah hijau, dan hijau merah. Buah tersebut diperoleh dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE) yang berupa buah segar sehingga buah harus dikeringkan dan dihaluskan. Pengeringan contoh dilakukan agar terhindar dari pengaruh mikroba karena kandungan air dalam suatu bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap serangan mikroba. Simplisia buah mahkota dewa yang dihasilkan ditentukan kadar airnya. Rerata kadar air buah mahkota dewa merah sekali, merah hijau, dan hijau merah berturut sebesar 5.49, 7.34, dan 7.50% (Lampiran 5). Penentuan kadar air ini berguna untuk menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan sebagai persen bahan kering dan untuk mengetahui ketahanan suatu bahan dalam penyimpanan (Harjadi 1993). Hasil pengeringan simplisia buah mahkota dewa kurang dari 10% sehingga simplisia dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama karena kemungkinan rusak oleh mikroba lebih kecil. Uji Fitokimia. Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui terdapatnya metabolit sekunder yang diharapkan dapat berfungsi sebagai antidiabetes dan mengkonfirmasi ada atau tidaknya senyawa metabolit sekunder alkaloid yang diharapkan dapat berpotensi sebagai antidiabetes. Uji fitokimia dilakukan pada simplisia buah mahkota dewa dan pada ekstrak alkaloid. Hasil uji fitokimia pada simplisia buah mahkota dewa semua umur (Tabel 2) menunjukkan adanya alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin. Hasil uji fitokimia ini sama dengan yang dilaporkan Rohimah (2008) dan Hartika (2009).
8
Tabel 2
Analisis fitokimia simplisia buah mahkota dewa Senyawa Merah Merah Hijau sekali hijau merah Alkaloid Dragendroft + ++ + Wagner ++ ++ + Meyer + + + Flavonoid +++ ++ ++ Saponin + + + Tanin ++ ++ ++ Triterpenoid Steroid -
Keterangan: (+) : terbentuk warna yang diinginkan dan menyatakan intensitas warna (-) : tidak terbentuk warna yang diinginkan
Isolat Alkaloid Ekstraksi. Buah mahkota dewa diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Rendemen ekstrak alkaloid berdasarkan bobot kering buah mahkota dewa merah sekali, merah hijau, dan hijau merah berturut-turut sebesar 1.41, 13,32, dan 1.53%. Rendemen ekstrak alkaloid berdasarkan bobot basah buah mahkota dewa merah sekali, merah hijau, dan hijau merah berturut-turut sebesar 1.34, 12.4, dan 1.41% (Lampiran 6). Jumlah rendemen yang dihasilkan bervariasi. Hal ini disebabkan oleh tingkat kekeringan ekstrak yang berbeda. Ekstrak buah mahkota dewa merah sekali dan hijau merah memiliki tingkat kekeringan yang tinggi, sedangkan ekstrak mahkota dewa merah hijau memiliki tingkat kekeringan di bawah dari kedua ekstrak tersebut. Selain itu, kandungan metabolit sekunder (alkaloid) dipengaruhi oleh usia buah. Kandungan metabolit sekunder (alkaloid) diduga banyak terkandung pada buah mahkota dewa dengan usia sedang (merah hijau). Kandungan metabolit sekunder (alkaloid) pada buah mahkota dewa usia muda (hijau merah) diduga sedikit karena awal dari pembentukan senyawa-senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan, sedangkan pada usia tua kandungan metabolit mulai turun dengan rusaknya sebagian sel-sel pada buah mahkota dewa. Hal ini dapat diakibatkan kandungan alkaloid lebih besar dan dalam keadaan yang dibutuhkan oleh tubuh tumbuhan. Uji fitokimia. Hasil uji fitokimia pada ekstrak alkaloid (Tabel 3) menunjukkan hanya terdeteksi adanya senyawa golongan alkaloid. Hasil positif uji alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan berwarna berturut-turut
putih, cokelat, dan merah jingga terhadap pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf. Hal ini mengidentifikasikan bahwa proses ekstraksi alkaloid sudah berhasil dan senyawa yang terambil atau terekstraksi sesuai dengan yang diinginkan, yaitu senyawa alkaloid. Tabel 3 Analisis fitokimia ekstrak buah mahkota dewa Senyawa Merah Merah sekali hijau Alkaloid Dragendroft + ++ Wagner ++ ++ Meyer + + Flavonoid Saponin Tanin Triterpenoid Steroid -
alkaloid Hijau merah + + + -
Keterangan: (+) : terbentuk warna yang diinginkan dan menyatakan intensitas warna (-) : tidak terbentuk warna yang diinginkan
Uji Aktivitas α-Glukosidase. Ekstrak alkaloid buah mahkota dewa (merah sekali, merah hijau, dan hijau merah) diuji aktivitas inhibisinya terhadap enzim α-glukosidase. Reaksi yang terjadi pada daya hambat ialah contoh akan menghambat hidrolisis pnitrofenil-α-D-glukopiranosida menjadi pnitrofenol yang berwarna kuning dan glukosa. Intensitas warna kuning p-nitrofenol yang dihasilkan diukur dengan spektofotometer UV-tampak. Semakin besar aktivitas inhibisi ekstrak maka jumlah p-nitrofenol yang dihasilkan semakin sedikit sehingga intensitas warna kuning akan berkurang. Sistem reaksi yang diujikan dengan menginkubasi substrat dan ekstrak dalam bufer pada suhu 37 °C selama 5 menit. Hal ini dilakukan untuk menyamakan suhu optimum enzim α-glukosidase. Ketika enzim ditambahkan, reaksi enzimatis akan terjadi. Hasil penelitian (Gambar 4) menunjukkan aktivitas inhibisi pada konsentrasi 1% (b/v) ekstrak buah mahkota dewa merah sekali, merah hijau, dan hijau merah berturut-turut sebesar 35.16, 36.80, dan -9.69%. Kontrol positif yang digunakan adalah acarbose yang memiliki aktivitas inhibisi sebesar 97.73%. Hasil ini menggambarkan bahwa ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah sekali dan merah hijau memiliki potensi sebagai antidiabetes dengan menghambat enzim αglukosidase, sedangkan ekstrak alkaloid buah mahkota dewa hijau merah tidak memiliki
9
aktivitas inhibisi karena nilai inhibisinya negatif dan diduga dipengaruhi oleh ketidakcocokan senyawa yang terdapat di dalam dengan tapak aktif enzim. Kim et al. (2000) melaporkan bahwa baikalin, isorhamnetin-3-O-rutinosida, dan hiperin yang memiliki aktivitas inhibisi dengan nilai negatif menyatakan bahwa beberapa komponen yang terdapat dalam senyawa tersebut dapat menyebabkan kenaikan aktivitas α-glukosidase. Kemung-kinan disebabkan oleh adanya perubahan bentuk yang berasal dari ikatan senyawa tersebut dengan tapak aktif enzim. Aktivitas α-glukosidase dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain konsentrasi enzim, pH, suhu, konsentrasi substrat, senyawa inhibitor, dan aktivator, serta waktu inkubasi (Lehninger 1982). Enzim memiliki tapak aktif yang dapat mengenali substratnya yang sesuai, sehingga memungkinkan untuk merancang inhibitor enzim yang dapat menghalangi pengikatan substrat pada enzim. Dengan terikatnya inhibitor pada enzim, maka dapat menghambat terbentuknya produk dari suatu metabolit yang tidak diinginkan (King 1994). 100
97,97
90
Aktivitas inhibisi (%)
80 70 60
Fraksinasi Penentuan keberadaan senyawa dalam ekstrak alkaloid buah mahkota dewa dapat dianalisis secara kualitatif dengan pemisahan ekstrak menjadi beberapa fraksi. Pelarut atau fase gerak yang digunakan adalah pelarut terbaik hasil pemilihan dengan menggunakan KLT. Noda hasil elusi berbagai pelarut dilihat dengan menggunakan sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Pelarut yang akan dijadikan fase gerak adalah pelarut yang menghasilkan jumlah noda terbanyak dan memiliki pemisahan yang baik. Fraksinasi dilakukan terhadap ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau karena memiliki aktivitas inhibisi terhadap αglukosidase tertinggi, yaitu 36.80%. Pelarut yang digunakan adalah kloroform: metanol (17:3), sedangkan fase diam yang digunakan adalah silika gel (Gambar 5). Pemisahan dilakukan dengan metode step gradient (peningkatan kepolaran) yang bertujuan agar dengan peningkatan polaritas sistem eluen, semua komponen akan terbawa lebih cepat (Harvey 2000). Senyawa yang kurang polar akan keluar terlebih dahulu dari kolom dengan eluen kloroform dan dilanjutkan dengan senyawa semi polar dengan campuran kedua eluen, dan terakhir senyawa polar dengan eluen metanol.
50 40
35,16
36,8
merah sekali
merah hijau
30 20 10
-9,69
0 -10
Akarbosa
hijau merah
Sampel
Gambar 4 Aktivitas inhibisi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa). Ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau memiliki aktivitas inhibisi terhadap α-glukosidase tertinggi dibandingkan dengan ekstrak alkaloid lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena alkaloid yang terdapat pada buah mahkota dewa merah hijau memiliki kecocokan dengan tapak aktif enzim sehingga dapat menghambat α-glukosidase lebih besar. Aktivitas inhibisi ekstrak bergantung pada senyawa metabolit sekunder yang diisolasi. Hal ini dibuktikan dengan temuan Hartika (2009) menyatakan bahwa ekstrak flavonoid buah mahkota dewa merah sekali memiliki aktivitas inhibisi tertinggi dibandingkan dengan merah hijau dan hijau merah.
Gambar 5 Profil fase gerak terbaik kloroform: metanol (17:3) ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau. (Kondisi KLT: plat KLT SiO2 60 F254, visualisasi bercak: UV 254 nm dan 366 nm). Elusi dilakukan dengan menampung sebanyak 5 mL hasil pemisahan ekstrak alkaloid ditampung dalam tabung reaksi. Pemisahan ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau diperoleh eluat sebanyak 189 tabung reaksi. Hasil pemisahan dengan kromatografi kolom dimonitor dengan
10
menggunakan KLT. Fase gerak yang digunakan dalam KLT adalah eluen terbaik, yaitu kloroform: metanol (17:3). Eluat dalam tabung reaksi yang memiliki pola dan Rf sama dijadikan satu fraksi. Oleh karena itu, hasil fraksinasi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau diperoleh 5 fraksi. Warna fraksi yang dihasilkan berwarna kuning dengan intensitas yang semakin meningkat dengan bertambahnya nomor fraksi. Namun, eluat-eluat yang menjadi fraksi dua tidak memiliki warna dan tidak menghasilkan bercak saat disinari dengan sinar UV 254 dan 366 nm dalam analisis KLT. Hasil fraksinasi ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil ini kemudian diuji aktivitas inhibisinya terhadap α-glukosidase. Uji Aktivitas α-Glukosidase. Fraksi hasil pemisahan ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau diuji aktivitas inhibisinya terhadap α-glukosidase dengan konsentrasi yang sama yaitu 1% (b/v). Hal ini bertujuan mengetahui fraksi teraktif dan untuk pencirian serta penentuan senyawa golongan alkaloid. Hasil pengujian (Gambar 6) menunjukkan bahwa fraksi teraktif adalah fraksi 5 dengan daya inhibisi 87.29% dan fraksi 4 tidak memiliki daya inhibisi terhadap αglukosidase. Kemungkinan fraksi ke-4 menjadi aktivator α-glukosidase sehingga membantu adanya hidrolisis polisakarida. Aktivitas inhibisi fraksi 5 sebesar 87.29% mendekati aktivitas inihibisi acarbose sebesar 97.73% yang merupakan inhibitor komersil. Hal ini mengindikasikan bahwa fraksi 5 memiliki potensi yang baik dalam mengatasi penyakit diabetes tipe II. Fraksi 5 kemudian diidentifikasi secara kualitatif dengan uji fitokimia alkaloid. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa senyawaan yang terkandung dalam fraksi 5 adalah benar-benar alkaloid. Uji fitokimia alkaloid dinyatakan positif untuk fraksi 5. 97,97 87,29
Aktivitas inhibisi (%)
90
70
50
27,17
30
23,41
20,28
10
-10
-7,51 Akarbosa
fraksi 1
fraksi 2
fraksi 3
fraksi 4
fraksi 5
Sampel
Gambar 6 Aktivitas inhibisi hasil fraksinasi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau.
Diabetes melitus dapat disebabkan oleh bermacam alasan. Tingginya kadar glukosa dalam darah yang disebabkan defisiensi insulin (Tipe I) atau juga karena sekresi insulin yang progresif (Tipe II). Aktivitas fraksi 5 dapat menghambat aktivitas katabolisme polisakarida oleh enzim αglukosidase sehingga berpotensi untuk mengatasi diabetes tipe II, karena kontrol glikemik tidak sepenuhnya dapat terjaga dalam waktu yang lama dengan diet dan olahraga sehingga tetap diperlukan obat antihiperglikemia untuk mengatasi kadar gula darah yang terlalu tinggi (Lee et al. 2007). Dengan demikian, potensi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau dapat menjadi solusi sebagai antihiperglikemia yang dapat membantu proses penyembuhan diabetes tipe II. Identifikasi Spektrofotometer UVTampak dan FTIR. Identifikasi fraksi 5 yang memiliki aktivitas inhibisi tertinggi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UVTampak pada panjang gelombang 230-560 nm. Analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-tampak selain digunakan untuk melihat ada tidaknya ikatan rangkap terkonjugasi, dapat juga digunakan untuk menentukan jenis inti yang terdapat dalam senyawa alkaloid. Hasil spektofotometer UV-Tampak menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 244 nm dan serapan tambahan pada panjang gelombang 316 nm dan 364 nm (Gambar 7). Adanya serapan tambahan pada panjang gelombang 316 nm dan 364 nm dicurigai mengandung beberapa senyawa, walaupun dalam profil KLT hanya terdiri dari satu noda. Serapan 230-270 nm merupakan serapan untuk benzena. Adanya serapan pada panjang gelombang maksimum 244 nm menunjukkan bahwa transisi yang mungkin terjadi, yaitu transisi -* yang dihasilkan dari kromofor C=O dan C=C (Sudjadi 1983).
11
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah kehijauan memiliki aktivitas inhibisi terbesar terhadap α-glukosidase sebesar 36.80%. Hasil fraksinasi dengan kromatografi kolom menghasilkan lima fraksi dengan fraksi teraktif fraksi ke-5 yang memiliki aktivitas inhibisi terhadap α-glukosidase sebesar 87.29%. Identifikasi menggunakan spektrofotometer UV-tampak dan inframerah menunjukkan bahwa fraksi lima mengandung senyawa golongan alkaloid. Gambar 7
Spektrum UV-Tampak fraksi 5 ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau dengan panjang gelombang maksimum 244 nm.
Fraksi 5 kemudian diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer inframerah. Hasil identifikasi dengan menggunakan spektrofotometer inframerah (Lampiran 10) menunjukkan bahwa terdapat lima gugus fungsi. Gugus fungsi yang mungkin ada dalam senyawa fraksi 5, yaitu pada bilangan gelombang 3408.87 cm-1 terdapat uluran –OH, 1616.91 cm-1 merupakan gugus uluran C=C aromatik, dan 1279.88 cm-1 merupakan uluran C-N amina aromatik, yang juga diperkuat dengan pita overtone pada 617.21 cm-1 (Tabel 4). Dari gugus-gugus fungsi yang ada, dapat diduga bahwa senyawa golongan alkaloid merupakan golongan alkaloid dengan atom nitrogen yang berada pada cincin aromatik. Senyawa pada fraksi 5 dapat diduga merupakan senyawa alkaloid golongan kuinolin atau isokuinolin. Gugus –OH yang terdeteksi pada fraksi 5 dapat ditimbulkan dari residu metanol atau gugus yang ada pada senyawaan alkaloid.
Saran Perlu dilakukan identifikasi lanjut terhadap fraksi teraktif untuk mengetahui senyawa alkaloid yang dapat menghambat αglukosida dengan menggunakan spektrofotometer NMR dan LC-MS.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC]. Assosiation of Official Analytical Chemist. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International. Washington DC: AOAC International. Ashour MA et al.. 2007. Indole alkaloid from the Red Sea sponge. Hyrtios erectus. ARKIVOC 25: 225-231. Berkov S. et al.. 2007. Revised NMR data for Incartine: an Alkaloid from Galanthus elwesii. Molecules 12:1430-1435. Bowman WC, Rand MJ. 1968. Textbook of Pharmocology, Ed ke-2. New York: Blackwell.
Tabel 4 Analisis gugus fungsi menggunakan inframerah fraksi 5 ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau.
Christian GD. 1986. Analytical Chemistry. Ed ke-4. New York: J Willey.
Bilangan Acuan* gelombang Gugus Dugaan (cm-1) (cm-1) 3408.87 3100-3700 Uluran O-H 2924.84 3100-2990 Uluran C-H (sp3) 1616.91 ~ 1625 Uluran C=C aromatik 1465 1439-1399 Tekukan C-H (sp2) 1279.88 1342-1266 Ulur C-N amina aromatik 1079.92 1250-1020 Uluran C-O eter *) Sumber : Silverstein RM & Webster FX (2006)
Darwis D. 2000. Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Seyawa Bahan Alam Hayati. Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. Padang: Universitas Andalas. Djumidi et al... 1999. Inventaris tanaman obat Indonesia, Ed ke-5. Jakarta: Balai
12
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan. Eicher T, Hauptmann S. 1995. The chemistry of heterocycles. Stuttgart: George Thieme Verlag. Fogarty WM. 1983. Microbial Enzyme And Biotechnology. London: Applied Science.
Lee et al.. 2007. Inhibitory activity of Euonymus alatus againts alphaglucosidase in vitro and in vivo. Nutrition Research and Practice 3: 184-188. Lenny S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida, dan Alkaloida [karya ilmiah]. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Gottschalk A. 1950. The Enzymes. 1 (1). 557. Gritter R, Bobbitt JM, Schwarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: ITB Press. Terjemahan dari: Introduction to Chromatography. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata, I Sudiro, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Phytochemical Method. Harmanto N. 2003. Mahkota Dewa Obat Pusaka Para Dewa. Jakarta: Agromedia Pustaka. Harris ML. 1993. Diabetes. New York: US Dept of Health and Human Services. Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Toronto: McGraw-Hill. He ZH, King GL. 2004. Microvascular complications of diabetes. Endocrinology and Metabolism Clinics of North America 33: 215–238. Kim JS, Kwon CS, Son KH. 2000. Inhibtion of alpha-glucisodase and amylase by Luteolin, a flavonoid. Biosci. Biotechnol. Biochem 64(11): 2458-2461. Kimura M, Fujimura M, Yoshida M, Takeshi T, Naoko TA. 2008. An easy method to identify 8-keto-15-hidroxytrichothecenes by thin-layer chromatography. Mycotoxins 58(2):115-117. Lebovitz HE. 1997. Alpha-glucosidase inhibitors. Endocrinology and Metabolism Clinics of North America 26: 539–551.
Matsui T et al.. 2004. Caffeoylsophorose: a new natural α-glucosidase from red vinegar by fermented Purple-Fleshes Sweet Potato. Journal of Bioscience. Biotechnology. Biochemistry 68(11): 2239-2246. Matsumoto K et al.. 2002. A novel method for the assay of α-glucosidase inhibitory activity using a multi-channel oxygen sensor. Journal of Analytical Science 18: 1315-1319. Meloan CE. 1999. Chemical Separation. New York: J Willey. Nyiredy Sz. 2002. Planar chromatographic method development using the PRISMA optimization system and flow charts. Chromatography Science 40:1-11. Pradeepa R, Mohan V. 2004. The changing of diabetic epidemic implications for India. Indian Journal of Medical Research 116: 163-176. Ranakusuma ABS et al.. 1999. Penatalaksana Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Aksara Buana. Rohimah A. 2008. Isolasi dan identifikasi senyawa golongan alkaloid dari ekstrak buah mahkota dewa yang menginhibisi αglukosidase [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Satria E. 2005. Potensi antioksidan dari daging buah muda dan daging buah tua mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff). Boerl) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
13
Silverstein RM, Webster FX. 2006. Spectrometric identification of organic compounds. New York: John Wiley & Sons. Sou S et al.. 2000. Novel α-Glucosidase Inhibitors with a Tetrachloropthlamide Skeleton. Bioorganic & Medicinal Chemistry Letters 10:1081-1084. Sugiwati S. 2006. α-Glucosidase inhibitor activity and hypoglycemic effect of Phaleria macrocarpa fruit pericarp extract by oral administration to rats. Journal of Applied Sciences 6(10): 2312-2316. Sutedja L. 2003. Bioprospecting tumbuhan obat Indonesia sebagai sediaan fitofarmaka antidiabetes. Laporan Kemajuan Tahap II Riset Unggulan Terpadu, Pusat Penelitian Kimia LIPI.Stahl E. 1985. Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi. K Padmawinata, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Drug Analysis by Chromatography Stoenoiu CE, Bolboaca SD, Jantschi L. 2007. Mobile phase optimization method for
steroid separation. Jurnal of Applied Medical Informatics 18(1, 2):17-24. Valeri C, Pozzilli P, Leslie D. 2004. Glucose control in diabetes. Diabetes/Metabolism Research and Reviews. 20: S1–S8. Waring WS. 2007. Antidiabetic Elsevier Medicine 35: 590-591.
drugs.
Waspadji S. 1999. Diabetes melitus: mekanisme dan pengelolaanya yang rasional. Di dalam: Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Sebagai panduan penatalaksanaan diabetes melitus bagi dokter maupun edukator. Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran UI. Wehmeier UF, Piepersberg W. 2004. Biotechnology and molecular biology of the α-glucosidase inhibitor acarbose. Journal of Applied Biotechnology 63: 613625. Widowati L, Dzulkarnain, Sa’roni. 1997. Tanaman obat untuk diabetes melitus. Cermin Dunia Kedokteran. 116: 53-60.
14
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Simplisia buah MD (merah sekali, merah hijau, dan hijau merah) Uji fitokimia Ekstraksi alkaloid (metode Harbone 1987)
Uji aktivitas α-Glukosidase Ekstrak teraktif (diperoleh informasi salah satu dari ketiga jenis buah MD adalah teraktif)
Simplisia buah mahkota dewa teraktif Ekstraksi alkaloid
Fraksinasi dengan kolom kromatografi KLT
Fraksi I
Fraksi II
Fraksi III
Fraksi ke-n
Uji aktivitas (Lanjutan) Fraksi teraktif Identifikasi Spektrofotometer UV dan IR
16
Lampiran 2 Bagan alir ekstraksi alkaloid Simplisia buah mahkota dewa + asam asetat 10 % dalam etanol, pH diatur 4 Maserasi pada suhu ruang selama 7 jam
Pekatkan ekstrak sampai ¼ volume asal
+ NH4OH pekat pH 10
Sentrifuse kecepatan 1000 rpm selama ± 30 menit
Endapan dicuci dengan NH4OH 1%
Larutkan sisa dalam kloroform
Penguapan pelarut dengan penguap putar
dikeringbekukan
Ekstrak pekat alkaloid
17
Lampiran 3 Bagan alir uji fitokimia a) Uji alkaloid 1 gram sampel ekstrak dengan 5 mL kloroform dan beberapa tetes amonia saring 10 tetes H2SO4 lapisan asam +pereaksi Dragendorf
Meyer
Wagner
↓ jingga
↓ putih
↓ coklat
b) Uji saponin, flavonoid, tanin, dan kuinon 1 gram sampel dilarutkan dalam 100 mL air panas didihkan selama 5 menit saring
10 mL
10 mL 10 mL + 0.5 mg Mg + 10 mL FeCl3 1% +1 mL HCl pekat + 1 mL amil alkohol
kocok
Busa 10 menit
Merah/kuning/ jingga (flavonoid)
10 mL +beberapa tetes NaOH
↓ Merah (kuinon)
Biru tua (tanin)
saponin c) Steroid/triterpenoid
2 gram dilarutkan dalam 25 mL etanol panas uapkan pelarut residu dilarutkan dalam eter ekstrak eter
+ 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat
merah/ungu (triterpenoid)
hijau/biru (steroid)
18
Lampiran 4 Bagan alir uji enzim α-glukosidase terhadap ekstrak alkaloid 20 μL larutan sampel 1% b/v dalam DMSO (S1)
20 μL DMSO kontrol (-)
20 μL larutan sampel 1% b/v dalam DMSO (S0)
980 μL buffer fosfat (pH 7.0) + 500 μL pNG 20 mM
(+)
20 μL DMSO (blanko)
(+)
Prainkubasi pada 37ºC selama 5 menit Hasil prainkubasi 20 μL larutan sampel 1% b/v dalam DMSO (S1)
20 μL DMSO kontrol (-)
(+)
(+) 500 μL α-glukosidase (pH 7.0)
20 μL larutan 20 μL DMSO sample 1% b/v (blanko) dalam DMSO (S0) (+)
(+) 500 μL bufer fosfat 10 mM (pH 7.0)
Inkubasi pada 37ºC selama 15 menit 2000 μL larutan 200mM Na2CO3 Spektrofotometer UV λ 400 nm
Keterangan : Perlakuan akarbosa (S1) dan (S0) sebagai kontrol (+) sama dengan sampel. Sampel yang diuji meliputi buah mahkota dewa merah sekali, merah hijau, dan hijau merah.
19
Lampiran 5 Penentuan kadar air buah mahkota dewa Bobot Bobot Bobot Bobot Kadar awal kosong akhir akhir air Sampel Ulangan Rerata %RSD sampel cawan (g) sampel (%) (g) (g) (g) 1 2.0009 1.8167 3.8933 1.8924 5.42 Merah 2 2.0019 1.9215 3.8113 1.8898 5.60 5.49 1.76 sekali 3 2.0013 1.8780 3.7702 1.8922 5.45 1 2.0190 2,0331 3.9039 1.8708 7.34 Merah 2 2.0002 1.9917 3.8447 1.8530 7.36 7.34 0.21 hijau 3 2.0052 1.9386 3.7968 1.8582 7.33 1 2.0082 1.9855 3.8447 1.8592 7.42 Hijau 2 2.0068 1.9745 3.8627 1.8559 7.52 7.50 0.96 merah 3 2.0064 1.8631 3.8611 1.8547 7.56 Contoh perhitungan Sampel buah mahkota dewa merah sekali ulangan 1: Kadar air
bobot sampel awal bobot sampel akhir 100% bobot sampel awal 2.0009gram 1.8924gram = 100% 2.0009gram = 5.49% =
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 3 5.42% 5.60% 5.45% = 3 = 5.49%
Rerata kadar air
=
X 3
i 1
% RSD
=
X
2
i
n 1 X
100%
5.42 5.492 5.60 5.492 5.45 5.492 = = 1.76 %
3 1 5.49
100%
20
Lampiran 6 Rendemen ekstrak alkaloid buah mahkota dewa
Sampel
Bobot sampel (g)
Bobot ekstrak (g)
Merah sekali Merah hijau Hijau merah
25.0095 50.0042 50.0050
0.3344 6.1701 0.7056
Rendemen berdasarkan bobot basah (%) 1.34 12.34 1.41
Rendemen berdasarkan bobot kering (%) 1.41 13.32 1.53
Contoh perhitungan sampel merah sekali:
bobot ekstrak 100% bobot sampel 0.3344gram = 100% 25.0095gram = 1.34%
% Rendemen berdasarkan bobot basah
=
bobot ekstrak 100% bobot sampel 1 kadar air 0.3344 g = 100% 25.0095 g 1 0.0549 = 1.41%
% Rendemen berdasarkan bobot kering =
21
Lampiran 7 Data % inhibisi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa terhadap αglukosidase Sampel
Ulangan
Absorbans
1 2 S0 1 2 S0 1 2 S0 1 2 S0
0.1056 0.3472 0.1016 0.1014 0.1064 0.6133 0.6108 0.4554 0.4268 0.4290 0.2752 0.4913 0.4917 0.2265
Blanko Kontrol Akarbosa Merah sekali Merah hijau Hijau merah
Absorbans terkoreksi 0.2416 0.0048 0.0050 0.1579 0.1554 0.1516 0.1538 0.2648 0.2652 -
% Inhibisi 98.01 97.93 34.64 35.68 37.25 36.34 -9.60 - 9.77 -
Rerata (%) 97.97 35.16 36.80 -9.69
Contoh perhitungan % inhibisi buah mehkota dewa merah sekali ulangan 1: % Inhibisi
(K S) 100% S 0.3472 0.1056 0.6133 0.4554 100% = 0.3472 0.1056 = 34.64% =
Rerata % Inhibisi
ulangan 1 ulangan 2 2 34.64% 35.68% = 2 = 35.16% =
-
22
Lampiran 8 Profil KLT dan hasil fraksinasi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau dengan eluen kloroform: metanol (17:3)
Fraksi:1
2
3
4
5
5
3
Rf
Warna eluat
Fraksi ke-
Bobot fraksi (gram)
Rendemen fraksi (%)
1
Jarak spot dari garis awal (cm) 7.2
0.90
2 3 4
7.2 7.2 7.2
0.90 0.90 0.90
Kuninghijau (++++) Hijau Kuning Kuninghijau (++++) Kuninghijau (+++) Kuninghijau (+++) Kuninghijau (++)
1
0.0339
1.67
Tidak berwarna
2
0.0585
2.90
Tabung ke-
5 6 7 8 9 10 11 12 27 37 44 50
7.2 7.2 7.2 7.2 7.2 7.2 -
0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 -
23
Lampiran 8 Profil KLT dan hasil fraksinasi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa (lanjutan....) Tabung ke51
55
59
79
81
83
88
92 103 113 123 133 137 138 143 153 163 173 189
Jarak spot dari garis awal (cm) 2.8 3.5 4.0 2.8 3.5 4.0 2.8 3.5 4.0 2.8 3.5 4.0 2.8 3.5 4.0 2.8 3.5 4.0 2.8 3.5 4.0 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 6.3 6.3 6.3 6.3 6.3 6.3
Rf
0.350 0.475 0.500 0.350 0.475 0.500 0.350 0.475 0.500 0.350 0.475 0.500 0.350 0.475 0.500 0.350 0.475 0.500 0.350 0.475 0.500 0.312 0.312 0.312 0.312 0.312 0.312 0.787 0.787 0.787 0.787 0.787 0.787
Warna eluat
Fraksi ke-
Bobot fraksi (gram)
Rendemen fraksi (%)
3
0.2497
12.36
4
0.4680
23.17
5
0.0543
2.69
Kuning (++)
Kuning (++)
Kuning (++)
Kuning (++)
Kuning (++)
Kuning (++)
Kuning (++) Kuning (+++) Kuning (+++) Kuning (+++) Kuning (+++) Kuning (+++) Kuning (+++) Kuning (++++) Kuning (++++) Kuning (++++) Kuning (++++) Kuning (++++) Kuning (++++)
24
Lampiran 9 Data % inhibisi fraksi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa merah hijau terhadap α-glukosidase Sampel
Ulangan
Absorbans
1 2 S0 1 2 S0 1 2 S0 1 2 S0 1 2 S0
0.102 0.275 0.254 0.256 0.129 0.253 0.252 0.120 0.304 0.297 0.167 0.323 0.323 0.137 0.683 0.681 0.660
Blanko Kontrol Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
Fraksi 4
Fraksi 5
Absorbans terkoreksi 0.173 0.125 0.127 0.133 0.132 0.137 0.140 0.186 0.186 0.023 0.021 -
% Inhibisi
Contoh perhitungan fraksi 1: % Inhibisi
(K S) 100% S 0.275 0.102 0.254 0.129 100% = 0.275 0.102 = 27.75 =
27.75 26.59 23.12 23.70 20.81 19.75 -7.51 -7.51 86.71 87.86 -
Rerata (%) 27.17 2.41 20.28 -7.51 87.29 -
25
Lampiran 10 Analisis FTIR fraksi 5 ekstrak alkaloid