1
POTENSI EKSTRAK BUAH MAKASAR (Brucea javanica (L.) Merr) SEBAGAI ANTIHIPERTENSI
TRIAS SANJAYA PUTRA BACHTIAR
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
2
ABSTRAK TRIAS SANJAYA PUTRA BACHTIAR. Potensi Ekstrak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai Antihipertensi. Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM dan BAMBANG KIRANADI. Masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki pola konsumsi garam dan lemak yang tinggi yang dapat menyebabkan hipertensi. Perawatan dengan obat menjadi jalan termudah namun efek samping yang timbul, sulit ditoleransi, oleh karena itu, masyarakat beralih kepada tanaman herbal Indonesia yang memiliki khasiat beragam. Penelitian ini bertujuan menguji potensi antihipertensi fraksi air dan heksana buah makasar. Penelitian ini menggunakan tikus jantan Sprague Dawley berumur 2 bulan yang dikondisikan hipertensi dengan adrenalin. Buah yang digunakan yang sudah hitam atau tua. Di awal pengujian, peneliti melakukan orientasi waktu efek sampel. Pengukuran tekanan darah sistol (TDS) menggunakan metode tidak langsung. Dosis sampel disamakan dengan dosis obat hipertensi bisoprolol yaitu 0.0714 mg/kg bobot badan. Fraksi heksana, fraksi air, dan bisoprolol menimbulkan efek hipotensi melalui oral berturut-turut pada menit ke-20, 60 dan 80, sedangkan efek hipertensi adrenalin melalui intraperitoneal muncul pada menit ke-20. Baik fraksi heksana maupun air memiliki potensi antihipertensi karena kemampuan menurunkan peningkatan TDS akibat adrenalin lebih tinggi berturut-turut sekitar 27.66%. dan 34.40% ketimbang kontrol positif sebesar 11.65%.
3
ABSTRACT TRIAS SANJAYA PUTRA BACHTIAR. Antihypertensive Potency of Brucea Fruit Extract (Brucea javanica (L.) Merr). Under the direction of ANNA P. ROSWIEM and BAMBANG KIRANADI. It is believed that people like to consume fatty and salty food which lead to hypertension. They used antihypertensive drug to control hypertension, however, intolerant side effects could appear. It brings them to find another healing like Indonesian herbs. The aim of this research was examine the antihypertensive potency of aqueous and hexane fraction of brucea fruit. This research used 2 months old Sprague Dawley male rats which hypertensived by adrenaline injection. The ripe brucea fruit was used in this research. At the beginning, researcher oriented the respon time of samples. Systolic blood pressure was measured by indirect method. It used bisoprolol’s dose which is 0.0714 mg/kg body’s weight as antihypertensive agent standart to samples as well. Hexane and aqueous fraction then bisoprolol achieved hypotension at minute 20 th, 60th, and 80th via oral. Hypertensive effect of adrenaline was achieved at minute 20 th via intraperitoneal. Both hexane and aquoeus fractions had antihypertensive potency because of its ability to decrease the raising of systolic blood pressure due to adrenaline about 27.66% and 34.40% higher than standart about 11.65%.
4
POTENSI EKSTRAK BUAH MAKASAR (Brucea javanica (L.) Merr) SEBAGAI ANTIHIPERTENSI
TRIAS SANJAYA PUTRA BACHTIAR
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
5
Judul : Potensi Ekstrak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai Antihipertensi Nama : Trias Sanjaya Putra Bachtiar NIM : G84050726
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Anna P Roswiem, MS Ketua
Dr. Bambang Kiranadi, M.Sc Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen Biokimia
Tanggal lulus :
6
PRAKATA Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan perkenan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian untuk memenuhi syarat kelulusan sarjana di Departemen Biokimia, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisikan latar belakang dilakukannya penelitian dan metode-metode berdasarkan literatur dari penelitian sebelumnya dan hasil penelitian. Penelitian ini berjudul Potensi Ekstrak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai Antihipertensi. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis berterima kasih kepada Dr. Anna P. Roswiem, MS. selaku pembimbing pertama dan pendukung dana serta Dr. Bambang Kiranadi, M.Sc sebagai pembimbing kedua. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan para pendukung biaya penelitian. Ucapan terima kasih juga saya berikan kepada Novita, Putu, dan Navies serta mahasiswa Biokimia 42 lainnya. Ucapan terima kasih juga saya berikan kepada drh. Huda dan Mba Tini yang banyak membantu dalam penyempurnaan metode. Terakhir, semua pihak yang telah mendukung saya selama penelitian. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan, untuk itu, penulis meminta maaf. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi baik untuk pribadi maupun semua pihak.
Bogor, Februari 2010 Trias Sanjaya Putra Bachtiar
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada 19 November 1987 dari ayah Ir. Bachtiar, MH dan ibu Helvyandra. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Tahun 2005, penulis lulus dari SMA Negeri 6 Jakarta dan di tahun yang sama penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor lewat jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Tahun 2006, penulis diterima di departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam setelah di tahun pertama menjalani Tahap Persiapan Bersama. Penulis juga pernah melakukan praktik kerja lapang di Pusat Pengawasan Obat dan Makanan Nasional di laboratorium obat tradisional Jakarta selama 2 bulan. Penulis selama masa perkuliahan menjadi sekretaris acara dan anggota English Club asrama putra C3. Tahun 2007, penulis mendaftarkan diri untuk masuk menjadi anggota himpunan profesi Biokimia Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs). Penulis diterima sebagai staf divisi Infokomtari. Di tahun 2008, penulis dipilih menjadi ketua divisi Infokomtari CREBs kemudian di tahun yang sama penulis menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Biokimia Umum.
8
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii PENDAHULUAN .........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Buah Makasar...................................................................................... Tekanan Darah .................................................................................... Antihipertensi ...................................................................................... Metode Tidak Langsung untuk Pengukuran Tekanan Darah ................
1 2 4 4
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat .................................................................................... Metode Penelitian ................................................................................
5 5
HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Sampel ................................................................................ Analisis Fitokimia ............................................................................... Orientasi Waktu Efek .......................................................................... Potensi Antihipertensi.......................................................................... Analisis Statistika ................................................................................
6 6 7 8 9
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ............................................................................................. 10 Saran ................................................................................................... 10 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 10 LAMPIRAN ................................................................................................... 13
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Tanaman buah makasar ..............................................................................
2
2 Hasil pengukuran sistol ditunjukkan oleh tanda panah (oscilograph) ..........
5
3 Efek hipotensi bisoprolol ............................................................................
7
4 Efek hipotensi fraksi air ..............................................................................
8
5 Efek hipotensi fraksi heksana .....................................................................
8
6 Efek hipertensi adrenalin via i.p .................................................................
8
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Hasil analisis fitokimia pada masing-masing fraksi.....................................
7
2 Hasil rataan pengukuran tekanan darah sistol selama perlakuan ..................
9
3 Uji beda nyata dengan uji Duncan .............................................................. 10
10
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Alur penelitian uji potensi antihipertensi..................................................... 14 2 Kelompok percobaan .................................................................................. 15 3 Perhitungan dan pembuatan larutan stok ..................................................... 16 4 Analisis peragam menggunakan dekomposisi SS tipe III dengan SPSS ....... 17 5 Uji lanjut Duncan dengan SPSS 16.0 .......................................................... 18 6 Hasil pengukuran tekanan darah sistol selama perlakuan (mmHg) .............. 19
1
PENDAHULUAN Gaya hidup masyarakat modern bermacam-macam dan secara umum berdampak pada penurunan status kesehatan masyarakat. Pola konsumsi pangan dengan kadar garam dan lemak yang tinggi serta makanan siap saji pada masyarakat di beberapa daerah di Indonesia menyebabkan mudahnya mereka menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi. Menurut Maryono (2008), sekitar 1 dari 5 orang (20%) penduduk Indonesia menderita hipertensi namun rasio ini tampaknya berbeda-beda di berbagai kota di Indonesia. Misalnya, di Jakarta 25%, di Makassar dan di Pariaman 30%, sedangkan di Wamena kurang dari 10%. Hipertensi sendiri menurut Maryono (2008) tidak memiliki gejala yang jelas dan dapat menyerang sejak anak-anak. Penyakit hipertensi ini hanya dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah saja. Selain konsumsi garam yang tinggi, hipertensi sendiri dapat disebabkan oleh faktor genetik, kelainan ginjal, gula darah tinggi, kolesterol tinggi, atau asam urat. Dampak buruk dari hipertensi bermacam-macam antara lain kepayahan jantung, stroke bahkan kematian. Ditambah lagi, kebanyakan penderita tidak menyadari bahwa mereka menderita hipertensi sebelum merasakan dampak buruknya. Oleh sebab itu, hipertensi kerap disebut silent killer. Perawatan hipertensi menggunakan obat antihipertensi merupakan cara yang baik untuk menurunkan tekanan darah namun hal tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selain harus rutin, perawatan hipertensi juga menggunakan kombinasi obat tergantung target dan tingkatan hipertensinya. Penggunaan obat antihipertensi juga memiliki efek samping yang beragam. Hal-hal tersebut menyebabkan masyarakat memilih tanaman herbal sebagai alternatif pengobatan penyakit. Lagipula, satu tanaman herbal kerap memiliki khasiat menyembuhkan lebih dari satu macam keluhan yang kemungkinan pengobatan satu sama lainnya sinergis sehingga lebih hemat dan efisien. Indonesia memiliki beragam tanaman herbal yang khasiatnya belum diketahui sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Buah makasar merupakan salah satu tanaman herbal Indonesia yang belum banyak dikenal di Indonesia. Seperti yang dilaporkan Dalimartha (1999) khasiatnya yang sudah terbukti dan dikenal di dunia adalah sebagai antikanker. Kegunaannya sebagai antihipertensi sendiri
belum banyak dikaji namun ada beberapa kasus di masyarakat umum yang menunjukkan bahwa mengkonsumsi tanaman ini dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Walaupun menurut Maryono (2008), penggunaan tumbuhan obat sebagai antihipertensi tidak sepenuhnya mampu menurunkan tekanan darah namun setidaknya dapat mengurangi konsumsi obat kimia yang harganya relatif mahal dan mengurangi efek samping yang ditimbulkannya. Tumbuhan, seperti buah makasar, umumnya memiliki potensi diuretik yang bersifat peluruh kencing disebabkan kandungan fitokimianya (alkaloid). Diuretik itu sendiri merupakan salah satu cara untuk menurunkan tekanan darah walaupun kemungkinan ada mekanisme lain. Alkaloid umumnya larut di dalam pelarut polar seperti air dan etanol. Hal tersebut yang menjadi alasan dipilihnya fraksi air dalam penelitian ini. Selain itu, hal tersebut disesuaikan dengan cara masyarakat umum mengkonsumsi ekstrak dengan menggunakan pelarut air. Pengujian fraksi heksana juga dilakukan untuk membandingkan kemampuan potensi antihipertensi berdasarkan kepolarannya. Penelitian ini bertujuan menguji potensi antihipertensi fraksi air dan heksana buah makasar pada tikus Spradue Dawley. Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air dan heksana buah makasar dapat menurunkan tekanan darah tikus jantan Sprague Dawley (SD). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi akan potensi atau khasiat buah makasar sebagai tanaman obat asli Indonesia, salah satunya yaitu sebagai antihipertensi. TINJAUAN PUSTAKA Buah Makasar Buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) termasuk dalam suku Simaroubaceae, divisi Magnoliophyta, ordo Sapindales, kelas Magnoliopsida, genus Brucea, dan spesies javanica (Parziale 2004). Tumbuhan ini memiliki nama khas di tiap daerah seperti di Sumatera disebut dadih-dadih, tambar sipago, malur, sikalur dan belur. Di Jawa, buah ini dikenal dengan sebutan kendung peucang, ki padesa, walot dan kwalot sedangkan di Sulawesi disebut tambara marica (Makasar) dan di Maluku Nagas (Ambon). Nama asing tumbuhan ini dikenal dengan sebutan Ya dan Zi (Cina), false sumac, java brucea fruit
2
(Inggris). Nama simplisia tumbuhan ini disebut Bruceae Fructus. Buah makasar tumbuh liar di hutan dan terkadang ditanam sebagai tanaman pagar. Tanaman dapat dilihat pada Gambar 1. Ciriciri lainnya antara lain tumbuhan ini tumbuh pada ketinggian 1-500 m dpl, perdu tegak, menahun, tinggi 1-2.5 m, berambut halus warna kuning, daun majemuk menyirip ganjil dengan jumlah daun 5-13, bertangkai dan letaknya berhadapan. Bunga majemuk berkumpul dalam rangkaian berupa malai padat yang keluar dari ketiak daun dengan warna kehijauan. Buahnya sendiri merupakan buah batu berbentuk bulat telur dengan panjang sekitar 8 mm, jika sudah masak berwarna hitam. Untuk biji, bentuknya bulat dan berwarna putih (Dalimartha 1999). Berdasarkan Dalimartha (1999), sifat buah ini rasanya pahit, sifatnya dingin, beracun dan masuk meridian usus besar. Khasiat buah makasar bagian buahnya dapat menghilangkan panas dan racun, menghentikan pendarahan (hemostatis), membunuh parasit (Subeki et al. 2007), antidisentri, keputihan, dan antimalaria. Bagian akar digunakan untuk mengobati malaria, demam dan keracunan makanan, sedangkan daun digunakan untuk mengatasi sakit pinggang. Buah makasar juga memiliki kegunaan sebagai insektisida nabati untuk hama serangga (Syahputra 2008). Buah makasar mengandung zat aktif seperti bruceine, dan yatanosida A & B, yang berkhasiat antikanker pada Ehrlich ascetic cancer, sarcoma, cervix cancer, Walker carcinoma, dan leukemia pada binatang, menghambat sintesa DNA sel kanker, antitumor dari senyawa bruceantin (Cuendet & Pezzuto 2004), meningkatkan daya fagositosis makrofag serta membentuk sel darah dalam sumsum tulang. Menurut Noverman (1990) dalam Dalimartha (1999), ekstrak etanol sari buah Makasar memiliki daya antelmintik terhadap cacing gelang ayam secara in vitro.
Gambar 1 Tanaman buah makasar (Wijayakusuma 1994).
Kandungan fitokimia buah ini antara lain alkaloid (Buracamarina dan Yatanina), glukosida, yatanosida, fenol (Brucenal dan asam Broceonat). Di dalam daging buah terdapat minyak, asam oleat, stearat, dan palmitat (Wijayakusuma 1994). Dua macam kuasinoid baru (javanikolida C & D dan javanikosida B—F) terkandung di dalam bijinya bersama dengan 8 kuasinoid dan 19 kuasinoid glukosida lain yang telah diteliti sebelumnya (Kim et al. 2004). Tekanan Darah Baik individu normal maupun hipertensi, tekanan darah diatur secara fisiologis oleh sistem timbal balik antara curah jantung dengan resistensi pembuluh perifer yang menggunakan 4 sisi anatomi yaitu arteriol, pembuluh kapasitas, jantung ,dan ginjal. Ginjal turut berkontribusi dalam mengendalikan tekanan darah dengan mengatur volume cairan intravaskular. Refleks barometer yang dimediasi oleh saraf otonom, bertindak bersama dengan mekanisme humoral termasuk sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) untuk mengkoordinasikan fungsi dari 4 sisi anatomi pengontrol dan tekanan darah normal. Terakhir, sekresi lokal senyawa vasoaktif dari endothelium vaskular juga turut dalam regulasi resistensi vaskular seperti endotelin1 yang mengerutkan dan nitrit oksida yang melebarkan pembuluh darah (Katzung 2006). Aksi dari hormon adrenal medulla seperti pada adrenal korteks turut berperan mengatur tekanan darah yakni ada saat terjadi peningkatan stress dengan mediasi dari adrenoseptor α dan β. Efek katabolik glikogen otot ditimulasi adrenalin untuk menyediakan energi selama stres berlangsung (Fryburg et al. 1995). Noradrenalin mempunyai efek vasokonstriksi lebih tinggi daripada adrenalin (Kaneko 1980). Adrenalin meningkatkan laju jantung dan kekuatan kontraksinya untuk memompa lebih banyak darah (peningkatan curah jantung), mengerutkan pembuluh darah dan meningkatkan kadar glukosa (Caffrey 2000). Tekanan darah manusia ditunjukkan oleh suatu fraksi yaitu tekanan sistolik sebagai pembilang dan diastolik sebagai penyebut. Tekanan arterial rata-rata dihitung dari nilai sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik normal bervariasi pada setiap spesies namun umumnya berkisar antara 100-150 mmHg sedangkan untuk tekanan arterial rata-rata
3
ideal berkisar antara 75-90 mmHg (Mc Curnin & Bassert 2006). Hipertensi Hipertensi merupakan suatu fenomena meningkatnya tekanan darah diastolik dan atau sistolik yang persisten atau kronik. Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling banyak terjadi. Diagnosanya diberikan jika sudah melalui pengukuran tekanan darah minimal dua kali dan diambil rataannya. Hal tersebut disebabkan karena tekanan darah fluktuatif dan dipengaruhi berbagai macam faktor. Hipertensi spesifik hanya dapat ditentukan pada 10-15% pasien hipertensi. Penentuan jenis hipertensi penting dilakukan agar dapat digunakan pengobatan yang tepat. Pasien yang tidak memiliki penyebab spesifik masuk ke dalam hipertensi esensial. Dalam banyak kasus, peningkatan tekanan darah berasosiasi dengan kenaikan resistensi untuk mengalirkan darah dalam arteri sementara curah jantung biasanya normal. Penelitian menunjukkan bahwa fungsi saraf otonom, refleks baroreseptor, sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) dan gagal ginjal telah mengidentifikasi abnormalitas primer sebagai akibat dari peningkatan resistensi pembuluh perifer pada hipertensi esensial (Katzung 2006). Peningkatan tekanan darah biasanya disebabkan oleh beberapa faktor abnormal. Bukti epidemiologis yang turut andil dalam perkembangan hipertensi mengarah pada pewarisan genetik, stress fisiologis, dan lingkungan serta pola konsumsi pangan (tinggi natrium dan rendah kalium atau kalsium). Hipertensi esensial akibat genetik diperkirakan sebesar 30%. Mutasi beberapa gen juga telah dihubungkan sebagai penyebab hipertensi. Ragam fungsi angiotensinogen, enzim pengkonversi angiotensin atau angiotensin converting enzyme (ACE), adrenoreceptor β2, dan α adducin (protein skeletal) terbukti berkontribusi untuk beberapa kasus hipertensi esensial (Katzung 2006). Hipertensi akibat penyebab yang jelas masuk ke dalam kategori hipertensi sekunder, salah satunya adalah hipertensi renal akibat kerusakan ginjal. Argumentasi kuat akan pentingnya ginjal dalam hipertensi dikemukakan oleh Hall et al. (1986) dalam Anderson et al (2000). Selanjutnya, Anderson et al. (2000) membuktikan bahwa perubahan struktur yakni penyempitan pembuluh darah intrarenal dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi endokrin merupakan contoh lain hipertensi sekunder yang disebabkan kerusakan kelenjar endokrin. Contoh lain adalah hipertensi akibat kehamilan yang menurut penelitian Solomon & Seely (2001) bahwa ada pendugaan bahwa hipertensi ini disebabkan resistensi insulin yang mempengaruhi patologis hipertensi ini dan pendekatan dengan meningkatkan sensitifitas insulin kemungkinan dapat mencegah atau merawat gejala hipertensi walaupun masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Konsumsi obat-obatan dan alkohol juga mempengaruhi hipertensi sekunder. Hipotensi Hipotensi merupakan suatu fenomena ketika tekanan darah rendah di bawah batas normal sedangkan efek hipotensi adalah kemampuan menurunkan tekanan darah dari keadaan normal. Beberapa orang dengan tekanan darah rendah memiliki kondisi fisik yang terbaik dengan sistem kardiovaskular yang kuat dan berisiko kecil terkena serangan jantung serta stroke. Tetapi, tekanan darah rendah dapat juga mengindikasikan adanya masalah terutama jika tekanan darah turun tiba-tiba atau diikuti gejala seperti pusing, pingsan, kurang konsentrasi, penglihatan kabur, demam, depresi, haus , sesak napas, dan sebagainya. Hipotensi sendiri dapat berdampak buruk bagi kesehatan otak dan jantung (Mayo Clinic Staff 2007). Tekanan darah rendah atau hipotensi dikategorikan berdasarkan penyebab dan faktor lainnya. Jenis-jenis tekanan darah rendah antara lain tekanan darah rendah saat hendak berdiri (hipotensi postural atau ortostatik). Hipotensi ini dapat juga disebabkan oleh obat antihipertensi. Jenisnya lain yaitu tekanan darah rendah karena kerusakan sistem saraf (hipotensi ortostatik dengan sistem atrofi berganda), tekanan darah rendah setelah makan (hipotensi postprandial). Hipotensi postprandial seringkali tejadi pada mereka yang memiliki tekanan darah tinggi atau penurunan sistem saraf otonom seperti Parkinson (Mayo Clinic Staff 2007). Jenis lainnya adalah tekanan darah rendah karena kegagalan sinyal otak (hipotensi termediasi saraf). Hipotensi termediasi saraf merupakan kebalikan dari hipotensi postural. Hipotensi ini terjadi pada mereka yang berdiri dalam waktu yang lama yang menyebabkan darah berkumpul di bagian kaki kemudian tubuh melakukan adaptasi untuk menormalkan tekanan darah. Ketika hendak
4
duduk, jantung dipaksa untuk memompa darah ke otak namun hal tersebut tidak terjadi pada penderita hipotensi termediasi saraf karena saraf jantung di bagian kiri ventrikel memberi sinyal ke otak terlalu tinggi sehingga mengurangi laju detak jantung untuk memompa darah (Mayo Clinic Staff 2007). Antihipertensi Prinsip pengobatan ini adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi. Antihipertensi dibagi ke dalam dua jenis terapi, terapi nonfarmakologik, dan terapi farmakologik. Terapi nonfarmakologik ampuh untuk penderita hipertensi ringan dan membantu untuk hipertensi berat. Cara terapinya seperti menurunkan berat badan, membatasi makan garam, mengurangi makan lemak jenuh dan kolesterol serta alkohol, latihan fisik secara teratur, tidak merokok, dan hidup santai (Elmer et al. 1995 & Midgley et al. 1996) Terapi farmakologik tentunya menggunakan obat-obatan kimia atau alami yang memiliki efek menurunkan tekanan darah. Terapi ini memiliki beberapa mekanisme menurunkan tekanan darah contohnya diuretik. Obat jenis ini bekerja baik pada pasien yang mampu menahan natrium dan umumnya dapat ditoleransi tubuh serta tidak mahal. Diuretik bekerja dalam area yang berbeda dalam saluran ginjal untuk membantu mengurangi natrium dan air dari dalam tubuh sehingga menurunkan jumlah cairan sirkulasi. Contoh obat diuretik yakni dari golongan thiazid (Cranwell-Bruce 2008). Mekanisme lainnya yaitu penghambatan adrenegik. Mekanisme bekerja dengan menurunkan sinyal saraf simpatik. Penghambat atau penyekat adrenoreseptor alfa dan beta dengan jalan menempati reseptor adrenalin dan noradrenalin atau disebut inhibitor kompetitif, contohnya bisoprolol (Laurence & Bennet 1996). Menurut Dennis & Thomas dalam Curnin & Bassert (2006), sekresi dan atau injeksi adrenalin (epinefrin) dapat meningkatkan laju jantung yang kemudian meningkatkan aliran darah ke otot rangka. Mekanisme lain yaitu vasodilator, contohnya golongan hidralazin. Mekanisme kerja obat ini yaitu merelaksasi secara langsung otot polos arteriol dan vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reaksi kompensasi yang kuat berupa peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung, peningkatan renin
plasma dan retensi cairan yang kesemuanya melawan efek hipotensi obat. Mekanisme lain yaitu penghambat enzim pengkonversi angiotensin dalam sistem RAA. Renin akan memecah angiotensin (yang disintesis dalam hati dan beredar di darah) menjadi angiotensin I dan selanjutnya diubah menjadi angiotensin II yang sangat aktif. Angiotensin II akan meningkatkan resistensi perifer yang berdampak pada peningkatan TD. Ada dua penghambat ACE yang telah beredar contohnya kaptopril dan enalapril. Mekanisme selanjutnya adalah kalsium antagonis namun obat ini dikombinasikan dengan obat lain (diuretik, beta blockers, dan lain-lain) pada penderita usia lanjut (Cranwell-Bruce 2008). Antihipertensi dengan mekanisme kalsium antagonis contohnya adalah amlodipin. Amlodipin beraksi sebagai penghalang saluran ion kalsium sebagai perawatan untuk hipertensi dan angina, suatu penyakit yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke beberapa bagian jantung (Pfizer 2006). Ion kalsium berperan dalam kontraksi sel otot polos dan jantung serta perkembangan impuls jantung. Ion kalsium berguna dalam kontraksi protein miosin dan aktin dalam sel-sel otot. Dengan menghambat pemasukan kalsium ke dalam sel, hal tersebut dapat memperlambat kontraksi dan memperpanjang relaksasi otot (Laurence & Bennet 1996 ). Metode Tidak Langsung untuk Pengukuran Tekanan Darah Whitesall et al. (2004) melakukan penelitian tentang perbandingan metode pengukuran tekanan darah sistol. Menurutnya, metode tidak langsung (cuff) akurat dalam mengukur tekanan darah sistol. Dengan metode ini, nilai sistolik (Gambar 2) yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan dibandingkan dengan nilai rata-rata dan diastolik (Mc Curnin & Bassert 2006).
Gambar 2 Hasil pengukuran sistol ditunjukan oleh tanda panah (oscillograph).
5
Tekanan darah diukur dengan menggunakan instrumen analisis yang dapat mengukur tekanan darah tikus melalui ekor. Metode tersebut disebut juga metode noninvasive atau tidak langsung. Nilai tekanan darah dapat diukur melalui cuff yang memiliki sensor cahaya. Sensor akan membaca aliran tekanan darah yang melewati pangkal ekor secara dinamis akibat penekanan terhadap pembuluh darah oleh pompa yang tersedia pada alat. Nilai tekanan darah akan terbaca melalui interpretasi grafik (oscillograph) yang berbentuk kerucut. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang diperlukan seperti 20 tikus jantan galur Sprague Dawley (200-300 gram) diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner Bogor, buah makasar yang sudah hitam diperoleh dari pohon buah makasar di Pondok Cabe Jakarta Selatan, heksana, alkohol 96%, alkohol 70%, akuades, akuabides steril pro injection, karboksimetilselulosa 0.1%, kloroform, bisoprolol, pereaksi Dragendorff, Meyer, dan Wagner, amoniak, eter, pakan standar tikus dari PT. Indofeed, kapas, dan pereaksi Lieberman-Burchard. Alat-alat yang digunakan antara lain alat-alat gelas, blender, rotavapor, jarum suntik 1 cc, sonde lambung, timbangan analitik, timbangan tikus, vial kaca, penangas air, dan seperangkat alat pengukur tekanan darah/ Rat Tail Blood Pressure Monitor (RBPM) Harvard Apparatus. Metode Penelitian Fraksinasi (Usman 2000) Buah makasar yang digunakan merupakan buah utuh sehingga kulit, daging, dan biji buah juga termasuk dalam pengujian. Sampel diekstrak dengan cara maserasi dalam alkohol 96% yang dilakukan selama 24 jam dan diulang sebanyak 14 kali sampai larutan tidak berwarna lagi. Semua filtrat dijadikan satu kemudian dipekatkan dengan rotavapor (40°C). Residu bahan padat dibuang. Setelah pekat (ekstrak kasar), residu ekstrak dipartisi dengan ditambahkan campuran heksana: metanol: air (5:9:1). Fase heksana dan fase metanol: air yang terbentuk dipindahkan ke dalam dua gelas piala. Sebagian fraksi heksana diuji fitokimia secara kualitatif.
Fase metanol: air kemudian dikeringkan dengan rotavapor (40°C) dan dipartisi dengan campuran kloroform: air (1:1). Fase kloroform dan fase air dipisahkan ke dalam dua gelas piala kemudian dipekatkan dengan rotavapor (40°C). Sebagian fraksi air kemudian diuji fitokimianya secara kualitatif sedangkan fraksi kloroformnya tidak diujikan. Analisis Fitokimia Analisis fitokimia ini dilakukan secara kualitatif. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kandungan fitokimia di dalam ekstrak buah makasar yang dibagi ke dalam 2 fraksi. Analisis ini berdasarkan metode Harborne (1987). Senyawa yang diujikan antara lain alkaloid, flavonoid, triterpenoid, dan steroid. Uji Alkaloid. Sebanyak 0.05 gram setiap fraksi ekstrak buah makasar ditambahkan 5 mL kloroform dan amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 1 tetes H2SO4 2 M. fraksi asam dibagi menjadi tiga tabung kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorff, Meyer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorff, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Uji Flavonoid. Sebanyak 0.05 gram setiap fraksi ekstrak buah makasar ditambahkan dengan metanol 30% kemudian dipanaskan selama 5 menit. Filtrat ditambahkan dengan H2SO4. Senyawa flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah karena penambahan H2SO4. Uji Triterpenoid. Sebanyak 0.05 gram setiap fraksi ekstak buah makasar ditambahkan 2.5 mL etanol 30% lalu dipanaskan selama 5 menit dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan eter. Lapisan eter ditambahkan dengan pereaksi Lieberman-Buchard (3 tetes asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu yang terbentuk menunjukkan adanya triterpenoid. Uji Potensi Antihipertensi (Fidrianny 2003) Persiapan Pengukuran. Setelah aklimatisasi tikus selama 30 hari, disiapkan fraksi air ekstrak buah makasar dalam bentuk larutan. Fraksi heksana dibuat menjadi suspensi dengan karboksimetilselulosa 0.1%. Larutan fraksi air dan heksana diuji dengan dosis 0.0714 mg/kg bobot badan (BB) sama dengan dosis kontrol positif yakni bisoprolol. Adrenalin diberikan dengan dosis 1.2 µg.kg BB dan digunakan untuk mengkondisikan hipertensi pada hewan coba. Hewan coba
6
dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dan setiap kelompok terdiri atas 4 ekor tikus. Kelompok 1 sebagai kontrol negatif (KN), dengan pemberian akuades dan adrenalin, kelompok 2 sebagai kontrol positif (KP) dengan pemberian obat antihipertensi bisoprolol dan adrenalin, kelompok 3 yaitu kelompok uji dengan pemberian fraksi air (FA) dan adrenalin. Terakhir, kelompok 4 yakni fraksi heksana (FH) dan adrenalin. Pemberian sampel dilakukan dengan sonde lambung atau secara oral, sedangkan adrenalin diberikan secara intraperitoneal. Orientasi Waktu Efek Sampel. Sebelum uji potensi, obat antihipertensi, adrenalin, dan fraksi air perlu diketahui waktu efek responnya. Uji dilakukan dengan tikus yang berbeda untuk setiap sampelnya dan tikus yang digunakan di luar anggota kelompok perlakuan. Mula-mula tekanan darah normal diukur dengan alat RBPM kemudian diberikan sampel sesuai dengan rute pemberiannya (obat dan fraksi air secara oral sedangkan adrenalin secara intraperitoneal). Setelah diberikan sampel, pengukuran tekanan darah dilakukan setiap 20 menit hingga terlihat efek penurunan tekanan darah terendah untuk obat dan fraksi air, sedangkan adrenalin dilihat efek peningkatan tekanan darah tertinggi. Tekanan darah terendah dan tertinggi diambil menjadi waktu optimum munculnya efek sampel. Uji Potensi Antihipertensi. Tikus mulamula diberikan adrenalin dengan dosis 1.2 µg/kg BB secara intraperitoneal (i.p) sebagai peningkat tekanan darah, kemudian diukur tekanan darah setelah pemberian adrenalin dengan RBPM. Tekanan darah mula-mula dan tekanan darah setelah pemberian adrenalin dicatat. Selanjutnya dihitung kenaikan tekanan darah setelah pemberian adrenalin. Setelah tekanan darah kembali normal, adrenalin diberikan via i.p dan disusul dengan pemberian zat uji secara oral. Selanjutnya, tekanan darah diukur setelah pemberian adrenalin dan disusul dengan zat uji dengan RBPM lalu dihitung penurunan tekanan darah dari tekanan darah setelah pemberian adrenalin. Zat uji dikatakan mempunyai efek antihipertensi jika mampu menurunkan tekanan sistol ≥ 20 mmHg (Thompson 1990 dalam Fidrianny 2003).
sistol dianalisis secara statistika menggunakan ANCOVA dengan dekomposisi SS tipe III (Santoso 2002). Modelnya adalah sebagai berikut: Yij = µ+ τi + βXij + εij Keterangan : τi = pengaruh perlakuan ke-i, i= 1,2,3,4 εi = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, j= 1,2,3,4 Yij = nilai peubah respon perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Xij= nilai peragam pada ulangan yang bersesuaian dengan Yij εij= galat acak i1 = kelompok kontrol positif i2 = kelompok kontrol negatif i3 = kelompok fraksi air i4= kelompok fraksi heksana Jika tidak terdapat pengaruh peragam (ragam pengiring) maka pengujian dilakukan tanpa memasukan peragam dalam analisis. Terakhir, perbedaan yang nyata antar perlakuan dianalisis dengan uji lanjut Duncan (Gomez & Gomez 1993).
Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan terdiri atas 4 kelompok perlakuan dengan 4 ulangan setiap kelompok perlakuannya. Data hasil pengukuran tekanan
Analisis fitokimia ditujukan untuk mengetahui kandungan fitokimia dalam buah yang akan dipakai dalam pengujian antihipertensi. Tabel 1 menunjukan proses identifikasi alkaloid menggunakan tiga macam pereaksi yang setiap pereaksinya
HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Sampel . Rendemen yang didapatkan dari 73.52 gram serbuk buah makasar adalah 27.78%. Hasil fraksinasi ekstrak etanol tersebut didapatkan residu dalam fraksi air 4.38% dan fraksi heksana sebesar 6.11%. Perbedaan kedua rendemen menunjukan bahwa kandungan senyawa polar lebih sedikit daripada senyawa nonpolarnya. Residu pada fraksi heksana juga disebabkan sebagian besar buah makasar adalah bijinya yang mengandung banyak senyawa nonpolar dan hasil tersebut mendukung hasil penelitian Noorshahida et al. (2009) yang menyatakan bahwa fraksi heksana menghasilkan residu yang lebih banyak dari fraksi air. Selain itu hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan Wijayakusuma (1994) bahwa daging buah makasar mengandung minyak dan asam-asam lemak yang larut dalam pelarut-pelarut seperti kloroform dan heksana. Analisis Fitokimia
7
Tabel 1 Hasil analisis fitokimia pada masingmasing fraksi Hasil Jenis Pengujian Air Heksana Alkaloid Dragendorf + Meyer Wagner + + Flavonoid + Triterpenoid Keterangan:, (+) terkandung (-) tidak terkandung Orientasi Waktu Efek Sebelum melakukan uji potensi antihipertensi, uji orientasi waktu efek diperlukan untuk mengetahui waktu sampel yang diberikan ke dalam hewan coba memberikan respon fisiologis. Orientasi waktu ini juga diperlukan untuk mengetahui seberapa lama sampel yang diberikan bertahan lama sebelum terjadi homeostatis di dalam
tubuh hewan tersebut. Uji orientasi waktu dilakukan dengan mengetahui efek hipotensi, menurunkan tekanan darah dari keadaan normal, dari sampel obat antihipertensi, fraksi air, dan fraksi heksana dengan pemberian melalui oral. Kemudian, efek hipertensi ditimbulkan oleh pemberian adrenalin secara intraperitoneal. Sampel tidak diberikan dengan rute yang sama seperti adrenalin. Kandungan pirogen dan materi lain di dalam sampel dan wadah yang tidak steril dapat menyebabkan respon imun di dalam tubuh tikus seperti demam (Robinson 2002). Pemberian oral juga disamakan dengan cara konsumsi di masyarakat pada umumnya. Adrenalin tidak diberikan secara oral layaknya pemberian sampel karena adrenalin akan menjadi racun jika diberikan secara oral dan juga sifat fungsionalnya akan hilang jika melalui sistem pencernaan. Adrenalin dilarutkan dengan akuabides steril pro injection untuk menghindari kesalahan transpor molekul akibat perbedaan konsentrasi. Dalam grafik pada Gambar 3, efek menurunkan tekanan darah sistol (TDS) maksimum (hipotensi) dari obat antihipertensi, bisoprolol, mulai terlihat pada menit ke-80. Tekanan darah mula-mula adalah 162 mmHg dan setelah menit ke-80, TDS menurun menjadi 132 mmHg. Jika melihat dari kecenderungan penurunan TDS, , efek hipotensi obat masih dapat berlanjut sampai titik terendahnya dan stagnansi selama 24 jam. efek maksimum bisoprolol pada manusia timbul setelah 1-4 jam pemakaian pada dosis >5 mg (Dexa Medica 2009). Dalam percobaan ini, Hal tersebut tidak diujikan lebih lanjut dikarenakan waktu respon yang lebih lama akan menyebabkan penelitian dalam hal waktu akan kurang efektif. Oleh sebab itu, penggunaan kontrol positif lain dengan respon yang lebih cepat sangat dianjurkan.
TDS (mmHg)
mencirikan jenis alkaloid. Dalam penelitian ini, dengan pereaksi Wagner menunjukkan nilai positif dalam ketiga fraksi sedangkan pereaksi Dragendorf hanya dalam fraksi air. Hal tersebut mencirikan kandungan dominan alkaloid dalam ekstrak yakni dalam bentuk bebas atau basa karena larut dalam pelarut organik, namun juga terdapat alkaloid yang larut dalam air yaitu dalam bentuk garam. Pereaksi Meyer digunakan untuk mengidentifikasi alkaloid yang mengandung tanin. Hasil yang negatif disetiap fraksi menunjukkan bahwa dalam alkaloid tersebut tidak terdapat tanin. Salah satu pereaksi saja yang menunjukkan positif sudah dapat dikatakan ekstrak mengandung alkaloid. Analisis senyawa fitokimia lain menunjukkan bahwa flavonoid hanya tersebar di fraksi air sedangkan triterpenoid dalam fraksi kloroform. Warna merah yang terbentuk pada uji flavonoid sangat tipis sehingga diduga kandungan flavonoidnya sedikit. Sedangkan, triterpenoid yang nonpolar tidak terdeteksi di fraksi heksana namun NoorShahida et al. (2009) menyatakan bahwa biji buah makasar mengandung senyawa kuasinoid yang merupakan jenis triterpenoid. Hal tersebut kemungkinan disebabkan triterpenoid merupakan senyawa yang sangat nonpolar sehingga tidak cukup kuat ditarik oleh pelarut heksana.
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
162
162
162
150 132
0
20
40
60
80
Menit keGambar 3 Efek hipotensi bisoprolol.
8
TDS (mmHg)
250 200
192
150
144
156
144
168
100 50
0 0
15
20
40
60
Menit ke-
Gambar 6 Efek hipertensi adrenalin via i.p. Potensi Antihipertensi
200 168
156
150
144
138 144
100 50 0 0
20
40
60
80
Menit keGambar 4 Efek hipotensi fraksi air.
TDS (mmHg)
Dalam grafik pada Gambar 6, efek maksimum adrenalin untuk meningkatkan TDS tikus yaitu pada menit ke-20. Homeostatis tubuh terhadap masukan adrenalin mulai bekerja sebelum menit ke-40 saat TDS menuju normal. Tekanan darah awal tikus SD yaitu 144 mmHg dan setelah pemberian adrenalin TDS meningkat menjadi 192 mmHg. Orientasi waktu efek ini akan digunakan sebagai pedoman dalam pengaturan masukan sampel pada hewan coba dan waktu pengukuran. Contohnya adalah saat uji antihipertensi dilakukan, pemberian adrenalin dilakukan pada menit ke-40 setelah pemberian fraksi air. Hal tersebut menyebabkan efek kedua sampel akan muncul bersamaan.
TDS (mmHg)
Dalam grafik pada Gambar 4, efek hipotensi optimum untuk fraksi air muncul pada menit ke-60 setelah pemasukan via oral. Tekanan darah sistol tikus awal yaitu 156 mmHg kemudian menurun setelah menit ke60 menjadi 144 mmHg. Jika melihat grafiknya, penurunan TDSnya tampak fluktuatif. Hal tersebut kemungkinan disebabkan kemampuan hipotensif fraksi air dalam mempertahankan penurunan tekanan darah kurang baik walaupun demikian nilai TDSnya cenderung menurun. Jika sampel memiliki efek hipotensi, kecenderungan sampel untuk memiliki efek antihipertensi akan semakin besar. Jika dilihat dari data waktu efek, fraksi air (FA) memiliki kemampuan menurunkan tekanan darah 20 menit lebih cepat dibandingkan bisoprolol yang menurunkan tekanan darah secara bertahap namun stabil. Gambar 5 menunjukkan kemampuan hipotensi dari fraksi heksana (FH). Efek optimum hipotensi fraksi ini muncul pada menit ke 20 dan kembali ke normal pada menit ke 80. Jika dibandingkan dengan FA, kemampuan hipotensi FH lebih cepat muncul dan stabil dibandingkan FA. Kemampuan hipotensi yang cepat ini diduga dapat digunakan ketika keadaan darurat hipertensi. Efek hipotensi FA dan FH sendiri perlu diteliti lebih lanjut dalam hal dosis pemberiannya dan farmakokinetiknya.
160 140 120 100 80 60 40 20 0
144 114
0
20
40
126
60
132
144
80
Menit keGambar 5 Efek hipotensi fraksi heksana.
Sebelum dilakukan uji potensi, tekanan darah normal tikus SD diukur. Berdasarkan data tekanan darah sistol awal (TDS 0) dalam Lampiran 6 dapat dikatakan sebagian besar tikus sudah hipertensi sebelum diberi perlakuan. Tekanan darah sistol awal tikus yang diperoleh yaitu 173.58 ± 24.46 mmHg untuk tikus berumur 2 bulan yakni berkisar antara 123-216 mmHg. Berdasarkan William College (2002), TDS tikus rata-rata sebesar 121 mmHg. Data standar tekanan darah tikus SD belum ditemukan namun TDS yang diukur oleh Paparella et al. (2008) adalah 110± 4 mmHg untuk tikus berumur 3 bulan. Sedangkan, menurut penelitian Zhao et al. (2008), TDS tikus SD berumur 2 bulan sekitar 115 mmHg. Perbedaan tekanan darah ini kemungkinan dipengaruhi oleh bobot badan tikus dan kondisi fisiologis serta lingkungan tikus. Penurunan TD akibat pemberian bisoprolol (KP) mampu menurunkan rata-rata
9
TDS 1 dari 199.5 mmHg menjadi 176.25 mmHg dan jika dipersentasekan berarti mampu menurunkan TDS sebesar 11.65%. Sedangkan, fraksi heksana dan air berturutturut mampu menurunkan sebesar 27.66% dan 34.40% (Tabel 2). Hal tersebut menunjukan FA memiliki kemampuan antihipertensi terbesar kemudian diikuti FH lalu bisoprolol. Perbedaan kemampuan antihipertensi kemungkinan disebabkan kandungan senyawa aktif dalam FA lebih banyak dibandingkan bisoprolol dan FH pada dosis yang sama yaitu 0.0714 mg/kg BB. Sedangkan, analisis fitokimia menunjukkan bahwa FH hanya mengandung alkaloid saja. Hal tersebut menyebabkan kemampuan antihipertensi FH lebih kecil daripada FA. Senyawa aktif yang umumnya berperan sebagai antihipertensi yang larut dalam air adalah alkaloid dan flavonoid sedangkan di dalam fraksi non polar adalah triterpenoid. Efek antihipertensinya dapat melalui mekanisme yang beragam seperti diuretik dan penghambat adrenegik. Contohnya penelitian dari Panjaitan (2000) mengungkapkan bahwa sari buah belimbing manis yang mengandung alkaloid memiliki efek diuretik sekaligus antihipertensi. Mok et al. (1998) dalam Panjaitan (2000) menyatakan bahwa tumbuhan Kopsia teoi mengandung aspidocfractinine alkaloid yang terbukti memiliki efek terhadap kardiovaskular dan dapat menurunkan tekanan darah tinggi pada tikus Spontaneously Hypertensive Rat (SHR). Obat antihipertensi seperti reserpin sebagai penghambat adrenegik merupakan suatu alkaloid yang diekstrak dari akar Rauwolfia serpentine dan R. vomitoria (PharmGKB 2009). Kemampuan senyawa aktif yang beragam turut membantu dalam mengobati hipertensi yang juga disebabkan dari berbagai faktor risiko. Flavonoid juga turut andil dalam menurunkan tekanan darah. Menurut Duarte et al. (2001), senyawa kuarsetin dari golongan flavonoid mampu mengurangi peningkatan tekanan darah pada tikus SHR walaupun belum diketahui jenis flavonoid dalam tanaman ini. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa ada pengaruh dari aktivitas antioksidan yang mampu mengurangi peningkatan tekanan darah akibat radikal bebas. Berdasarkan jurnal tersebut dikatakan bahwa terjadi peningkatan nilai superoksida, lipid peroksida, dan hidrogen peroksida pada pasien hipertensi. Radikal bebas dapat menyebabkan berbagai kerusakan organ sehingga meningkatkan tekanan darah.
Senyawa aktif nonpolar yang memiliki efek antihipertensi adalah triterpenoid. Penelitian Jiao et al. (2007) menyebutkan bahwa ekstrak bambu yang kaya akan triterpenoid memiliki kemampuan antihiperlipidemia yang berimbas pada kemampuan antihipertensi. Namun. analisis fitokimia tidak menunjukkan bahwa FH mengandung triterpenoid melainkan alkaloid saja. Hal-hal di atas memungkinkan nilai antihipertensi FA lebih tinggi dibandingkan FH dan bisoprolol karena senyawa aktif yang dikandungnya beragam dan sinergis dalam menurunkan tekanan darah walaupun masih perlu dikaji lanjut untuk menentukan jenis senyawa-senyawa dari golongan fitokimia tersebut. Sampel tersebut berbeda dengan kelompok perlakuan yang diberi akuades (kontrol negatif). Kontrol negatif justru menunjukan kenaikan TDS sebanyak 15 mmHg dari 168 mmHg ke 183 mmHg atau menaikan TDS sebesar 8.93%. Hal tersebut disebabkan akuades tidak memiliki efek antihipertensi. Nilai ΔTDS 1 pada kelompok kontrol negatif menunjukkan kenaikan seharusnya mendekati nol. Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh stress pada hewan coba saat perlakuan. Tabel 2 Hasil rataan pengukuran tekanan darah sistol selama perlakuan Kelompok
TDS 1
TDS 2
ΔTDS 1
%
Uji
mmHg
mmHg
mmHg
penurunan
KN
168
183
-15
-8.93
KP
199.5
176.25 23.25
11.65
FA
211.5
138.75 72.75
34.40
FH 211.5 153 58.5 27.66 Keterangan: TDS 1= TDS setelah injeksi adrenalin. TDS 2= TDS setelah injeksi adrenalin dan sampel, dan ΔTDS 1= penurunan kenaikan TDS akibat adrenalin setelah injeksi sampel (TDS 1-TDS 2). Analisis Statistika Data dianalisis menggunakan teknik analisis peragam atau analysis of covariance (ANCOVA) dengan tujuan memperkecil galat oleh karena beberapa hal. Pada penelitian ini, data TDS awal sudah berbeda, hal tersebut dapat berakibat hasil akhir yang diperoleh akan lebih besar galatnya. Peubah pengiring
10
dalam kasus ini TDS awal yang mempengaruhi ΔTDS 1 perlu dimasukan ke dalam analisis sehingga hasil akhirnya akan lebih kecil galatnya. Dekomposisi analisis menggunakan SS tipe III karena pengaruh TDS awal terhadap ΔTDS 1 belum diketahui dengan pasti sehingga perlu diujikan terlebih dahulu. Hasil analisis peragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh linier TDS awal terhadap ΔTDS 1 pada selang kepercayaan 95%. Sedangkan, nilai model terkoreksi menunjukkan bahwa ada pengaruh linier kelompok perlakuan terhadap nilai ΔTDS 1 pada selang kepercayaan 95%. Oleh karena itu, analisis lebih lanjut dilakukan tanpa memasukan peragam. Tabel 3 menunjukkan adanya hasil beda nyata antar perlakuan. Kelompok KN berbeda nyata (<0.05) dengan KP. KP berbeda nyata dengan FA dan FH. Sedangkan, nilai penurunan TDS FA dan FH tidak berbeda nyata (>0.05) sehingga kedua fraksi memiliki kemampuan efek antihipertensi yang sama jika dilihat secara statistika. Uji lanjut menunjukkan bahwa FA dan FH memiliki potensi antihipertensi. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Thompson (1990) dalam Fidrianny (2003). Nilai penurunan tekanan darah FA dan FH keduanya ≥ 20 mmHg maka keduanya dikatakan memiliki efek antihipertensi. Tabel 3 Uji beda nyata dengan uji Duncan Kelompok uji
Dosis (mg/kg BB)
Penurunan Sistol (mmHg)
KN
0.0714
-15± 6.00a
KP
0.0714
27±7.94b
FA
0.0714
72.75±11.32c
FH
0.0714
58.5±28.72c
Keterangan: n=4, (-) = kenaikan tekanan darah, a = tidak berbeda nyata (p<0.05), b = berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan KN, c = sangat berbeda nyata dibandingkan KN (p<0.05).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rendemen hasil fraksinasi ekstrak buah makasar adalah 4.38% untuk fraksi air dan 6.11% untuk fraksi heksana. Fraksi air mengandung alkaloid dan flavonoid,
sedangkan, fraksi heksana hanya mengandung alkaloid. Efek hipotensi bisoprolol timbul pada menit ke-80 setelah pemberian via oral serta efek hipotensi fraksi heksana dan fraksi air berturut-turut timbul pada menit ke-20 dan 60 setelah pemberian via oral. Efek hipertensi adrenalin muncul pada menit ke-20 setelah injeksi via intraperitoneal. Penelitian membuktikan bahwa kedua fraksi yang diujikan memiliki potensi antihipertensi karena kemampuan menurunkan peningkatan tekanan darah sistol akibat adrenalin lebih tinggi ketimbang kontrol positif. Untuk fraksi air didapatkan nilai sebesar 72.75±11.32 mmHg atau menurunkan sebanyak 34.40% dan fraksi heksana sebesar 58.5±28.72 mmHg atau menurunkan sebanyak 27.66%. Sedangkan, nilai antihipertensi kontrol positif sebesar 22.25±9.91 atau menurunkan sebanyak 11.65%. Potensi antihipertensi terbesar diperoleh oleh fraksi air. Saran Penelitian untuk antihipertensi dianjurkan menggunakan tikus galur Wistar dan lebih baik lagi jika tikus model hipertensi seperti Spontaneously Hypertensive Rat. Pengujian efek antihipertensi perlu dilakukan untuk fraksi kloroform sehingga dapat dibandingkan potensi efek terbesarnya. Obat antihipertensi sebagai kontrol positif sebaiknya yang memiliki efek cepat seperti kaptopril untuk mengefisiensikan waktu. Uji toksisitas dan uji antihipertensi pada konsentrasi yang bervariasi perlu dilakukan untuk mengetahui konsentrasi optimumnya. Pengujian mekanisme antihipertensi seperti efek diuretik dan yang lainnya perlu dilakukan untuk mengetahui mekanisme yang terjadi dalam penurunan tekanan darah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Anderson et al. 2000. Renovascular hypertension: structural changes in the renal vasculature. Hypertension 36: 648-652. Caffrey
JL. 2000. Adrenaline booster. [terhubung berkala]. http:// www.hsc.unt.edu/research/ifd/cri/doc uments/ADRENBOO.htm [6 Jan 2010]
Cranwell-Bruce LA. 2008. Antihypertensive. MedSurg Nursing 17: 337-341.
11
Cuendet M, Pezzuto JM. 2004. Antitumor activity of bruceantin: an old drug with new promise. J Nat Prod 67: 269-72. Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Ed ke-2. Jakarta: Merentas Generasi Sehat. [Dexa Medica]. 2009. Bisoprolol fumarat. [terhubung berkala]. http://www. farmasiku.com/index.php?target=pro ducts&product_id=30026 [22 Jan 2010]. Duarte J et al. 2001. Antihypertensive effects of the flavonoid quercetin in Spontaneously Hypertensive Rats. Br J Pharmacol 133: 117-124. Elmer PJ et al. 1995. Lifestyle intervention: results of treatment of mild hypertension study (TOMHS). Prevent Med 24: 378-388. Fidrianny I, Padmawinata K, Soetarno S, Yulinah E. 2003. Efek antihipertensi dan hipotensi beberapa fraksi dari ekstrak etanol umbi lapis kucai (Allium schoenoprasum L., Lliliaceae). J Mat Si 8: 147-150. Fryburg DA et al. 1995. Effect of epinephrine on human muscle glucose and protein metabolism. Am J Physiol Endocrinol Metab 268: E55-E59. Gomez KA, Gomez AA. 1993. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Ed ke-2. Depok: UI Pr. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Iwang S, penerjemah. Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Phytochemical Method. Jiao J, Zhang Y, Lou D, Wu X, Zhang Y. 2007. Antihyperlipidemic and antihypertensive effect of a triterpenoid-rich extract from bamboo shavings and vasodilator effect of friedelin on phenylephrineinduced vasoconstriction in thoraric aortas of rats . Phytotherapy Res 21: 1135-1141. Katzung BG, editor. 2006. Basic and Clinical Pharmacology. Ed ke-10. San Fransisco: McGraw-Hill. Kaneko
JJ, editor. 1980. Clinical Biochemistry of Domestic Animals. Ed ke-3. New York: Academic Pr
Kim IH et al. 2004. New quassinoids, javanicolides C and D and javanicosides B--F, from seeds of Brucea javanica. J Nat Prod 67:8638 Laurence DR, Bennet PN. 1996. Clinical Pharmacology. Ed ke-7. New York: Churcill Livingstone. Maryono D. 2008. Mitos dan Fakta Seputar Penyakit Jantung. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. [Mayo Clinic Staff]. 2007. Hypotension. [terhubung berkala]. http://www. mayoclinic.com/health/low-bloodpressure/DS00590 [9 Mar 2009]. Mc Curnin DM, Bassert JM. 2006. Clinical Textbook for Veterinary Technicians. Ed ke-6. Missouri: Elsevier. Midgley JP, Matthew Ag, Greenwood CMT, Logan AG. 1996. Effect of reduced dietary sodium on blood pressure: a meta-analysis of randomized controlled trials. JAMA 275: 15901597. NoorShahida A, Wong TW, Choo CY. 2009. Hypoglycemic effect of quassinoid from Brucea javanica (L.) Merr (Simaroubaceae) Seeds. J Ethnopharmacol 124: 586-591. Panjaitan RGP. 2000. Potensi sari buah belimbing manis (Averrhoa carambola L.) sebagai antihipertensi dan diuretik [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Biologi, Institut Pertanian Bogor. Papparella I et al. 2008. Green tea attenuates angiotensin II-induced cardiac hypertrophy in rats by modulating reactive oxygen species production and the Src/epidermal growth factor receptor/Akt signaling pathway. J Nutr 138: 1596-1601. Parziale E. 2004. Herb library: Brucea. [terhubung berkala]. http:// earthnotes.tripod.com/brucea.htm [9 Mar 2009]. [Pfizer]. 2006. High blood pressure and angina. [terhubung berkala]. http://www.norvasc.com/high-bloodpressure-medicine/about-high-bloodpressure.asp [11 Apr 2009].
12
[PharmGKB]. 2009. Drug: reserpine. [terhubung berkala]. http://www. pharmgkb.org [7 Okt 2009]. Robinson NE et al. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia: W.B Saunders Company. Santoso
S. 2002. Buku Latihan SPSS Statistika Multivariat (modul 17: General Linier Model-Univariat). Jakarta: Elex Media Komputindo
Solomon CG, Seely EW. 2001. Brief review: hypertension in pregnancy: a manifestation of the insulin resistance syndrome. Hypertension 37: 232-239. Subeki et al. 2007. Screening of Indonesian medicinal plant extract for antibabesial activity and isolation of new quassinoid from Brucea javanica. J Nat Prod 70: 1654-7. Syahputra E. 2008. Bioaktivitas sediaan Brucea javanica sebagai insektisida nabati untuk serangga hama pertanian. Bul Penelitian Tanaman Obat dan Rempah XIX:57-67.
Usman
AP. 2000. Potensi antihiperkolesterolemia kulit batang kayu gabus (Alstonia scholaris, R. Br) [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Whitesall SE, Hoff JB, Vollmer AP, D’Alecy LG. 2004. Comparison of simultaneous measurement of mouse systolic arterial blood pressure by radiotelemetry and tail-cuff methods. Am J Physiol Heart Circ Physiol 286: H2408-H2415. Wijayakusuma H. 1994. Tanaman Obat Indonesia. Ed ke-2. Jakarta: Pustaka Kartini [William College]. 2002. Obesity, dieting, and blood pressure. [terhubung berkala]. http://www.williams.edu/Biology/Fa culty_Staff/sswoap/site/shrpic.htm [19 Okt 2009]. Zhao W, Chen SS, Chen Y, Ahokas RA, Sun Y. 2008. Kidney fibrosis in hypertensive rats: role of oxidative stress. Am J Nephrol 28: 548-554
13
LAMPIRAN
14
Lampiran 1 Alur penelitian uji potensi antihipertensi
Tikus jantan SD bobot 200-300 gram ↓ Tes Kesehatan dan Aklimatisasi 30 hari ↓ Pengelompokkan (@ n=4)
Kontrol Positif
Kontrol Negatif
Fraksi air
Fraksi heksana
Pengukuran tekanan darah mula-mula ↓ Injeksi adrenalin via i.p ↓ Pengukuran tekanan darah setelah injeksi adrenalin (menit ke-20) ↓ Perhitungan kenaikan tekanan darah sebelum dan sesudah injeksi adrenalin ↓ Normalisasi 60 menit ↓ Pemberian sampel via oral dan injeksi adrenalin via i.p ↓ Pengukuran tekanan darah setelah injeksi adrenalin dan zat uji ↓ Perhitungan penurunan tekanan darah dari setelah pemberian adrenalin ↓ Analisis Data
15
Lampiran 2 Kelompok percobaan
Kelompok Percobaan
4 ekor tikus jantan SD + Pakan tikus standar +
4 ekor tikus jantan SD + Pakan tikus standar +
4 ekor tikus jantan SD + Pakan tikus standar +
4 ekor tikus jantan SD + Pakan tikus standar +
Kontrol Negatif Akuades + Adrenalin 1.2 µg/kg BB + Akuades
Kontrol Positif Akuades + Adrenalin 1.2 µg/kg BB + Bisoprolol 0.0714 mg/kg BB
Fraksi Air Akuades + Adrenalin 1.2 µg/kg BB + Fraksi air buah makasar 0.0714 mg/kg BB
Fraksi Heksana Akuades + Adrenalin 1.2 µg/kg BB + Fraksi heksana buah makasar 0.0714 mg/kg BB
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Fraksi Air
Fraksi Heksana
16
Lampiran 3 Perhitungan dan pembuatan larutan stok Adrenalin Dosis = 1.2 µg/kg BB 200
𝑔
Dosis untuk tikus 200 gram = 1000 × 1.2 µ 𝑘𝑔 𝐵𝐵 = 0.24µ𝑔 0.24 µg dalam 0.4 mL akuabides =
0.24 µ𝑔 0.4 𝑚𝐿
𝑔
= 0.6 𝑚𝐿
Serbuk adrenalin yang ditimbang = 0.06 gram dilarutkan dalam labu takar 100 mL Larutan diencerkan 1000x = diambil 0.05 mL dari larutan dan dilarutkan sampai 50 mL Bisoprolol 5𝑚𝑔
Dosis = 70 𝑘𝑔 = 0.0714
𝑚𝑔 𝑘𝑔
𝐵𝐵 200
Dosis untuk tikus 200 gram = 1000 × 0.0714 0.0143 mg dalam 0.4 mL akuabides =
𝑚𝑔 𝑘𝑔
0.0143 𝑚𝑔 0.4 𝑚𝐿
𝐵𝐵 = 0.0143 𝑚𝑔 𝑚𝑔
= 0.0358 𝑚𝐿
Bobot obat 5 𝑚𝑔 ≈ 212 𝑚𝑔 0.0358 𝑚𝑔 𝑚𝑔 × 212 𝑚𝑔 = 1.5179 5 𝑚𝑔 𝑚𝐿 𝑚𝑔
Jika dibuat larutan obat sebanyak 25 mL = 1.5179 𝑚𝐿 × 25 𝑚𝐿 = 0.0379 𝑔 Fraksi Air 5𝑚𝑔
Dosis = 70 𝑘𝑔 = 0.0714
𝑚𝑔 𝑘𝑔
𝐵𝐵 200
Dosis untuk tikus 200 gram = 1000 × 0.0714 0.0143 mg dalam 0.4 mL akuabides =
𝑚𝑔
𝑘𝑔 0.0143 𝑚𝑔 0.4 𝑚𝐿
𝐵𝐵 = 0.0143 𝑚𝑔
= 0.0358
𝑚𝑔 𝑚𝐿
Sampel yang ditimbang = 0.895 gram dilarutkan dalam 25 mL akuabides Fraksi Heksana 5𝑚𝑔
Dosis = 70 𝑘𝑔 = 0.0714
𝑚𝑔 𝑘𝑔
𝐵𝐵 200
Dosis untuk tikus 200 gram = 1000 × 0.0714 0.0143 mg dalam 0.4 mL akuabides =
𝑚𝑔
𝑘𝑔 0.0143 𝑚𝑔 0.4 𝑚𝐿
𝐵𝐵 = 0.0143 𝑚𝑔 𝑚𝑔
= 0.0358 𝑚𝐿
Sampel yang ditimbang = 0.897 gram dilarutkan dalam 25 mL akuabides Lampiran 4 Analisis peragam menggunakan dekomposisi SS tipe III dengan SPSS 16.0
17
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:penurunanTDS Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
4
4862.184
23.509
.000
Intercept
207.335
1
207.335
1.002
.338
TDSawal
987.486
1
987.486
4.775
.051
16391.264
3
5463.755
26.418
.000
Error
2275.014
11
206.819
Total
41184.000
16
Corrected Total
21723.750
15
Corrected Model
Kelompok
19448.736
a. R Squared = .895 (Adjusted R Squared = .857)
Analisis tanpa pengaruh peragam:
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:penurunanTDS Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
18461.250a
3
6153.750
22.634
.000
Intercept
19460.250
1
19460.250
71.578
.000
Kelompok
18461.250
3
6153.750
22.634
.000
Error
3262.500
12
271.875
Total
41184.000
16
Corrected Total
21723.750
15
Corrected Model
a. R Squared = .850 (Adjusted R Squared = .812)
18
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan dengan SPSS 16.0
Post Hoc Tests PenurunanTDS Duncan Subset
Kelomp ok
N
1
2
3
1
4
2
4
4
4
58.50
3
4
72.75
Sig.
-15.00 23.25
1.000
1.000
.245
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 271.875.
19
Lampiran 6 Hasil pengukuran tekanan darah sistol selama perlakuan (mmHg) Kelompok TDS 0 TDS 1 TDS 2 ΔTDS 1 Uji KN 1 168 174 192 -18 KN 2 168 162 180 -18 KN 3 123 132 150 -18 KN 4 172 204 210 -6 Rata-rata 157.75 168 183 -15 SD 23.24 29.80 25.22 6.00 KP 1 171 222 210 12 KP 2 156 183 159 24 KP 3 216 183 162 21 KP 4 186 210 174 36 Rata-rata 182.25 199.5 176.25 23.25 SD 25.62 19.67 23.41 9.91 FA 1 210 225 138 87 FA 2 180 183 114 69 FA 3 156 228 153 75 FA 4 177 210 150 60 Rata-rata 180.75 211.5 138.75 72.75 SD 22.23 20.57 17.73 11.32 FH 1 180 216 132 84 FH 2 174 222 162 60 FH 3 126 174 156 18 FH 4 162 234 162 72 Rata-rata 160.5 211.5 153 58.5 SD 24.19 26.10 14.28 28.72 Keterangan: TDS 0= TDS mula-mula sebelum perlakuan, TDS 1= TDS setelah injeksi adrenalin. TDS 2= TDS setelah injeksi adrenalin dan sampel, ΔTDS 1= penurunan kenaikan TDS akibat adrenalin setelah injeksi sampel (TDS 1-TDS 2), SD= standar deviasi.