LAPORAN TEKNIS / AKHIR TAHUN ANGGARAN 2012
Judul KAK (PROPOSAL) : BIOLOGI DAN DINAMIKA POPULASI BEBERAPA JENIS IKAN DI RAWA PENING JAWA TENGAH
Oleh :
Agus Djoko Utomo, Ngurah N Wiadnyana, Siti Nurul Aida, Susilo Adjie, Muhamad Ali, Khoirul Fatah, Taufiq Hidayah, Solekhah, Gatot Subroto, Busyrol Waro , Dr.Ir. Pujiono. MS,Ir Prijadi Sudarsono MSc.Ir. Anhar Solichin,MPi., Prof Norma Afianti, PhD, Dr. Ir. Subianto,MSc. .
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
BIOLOGI DAN DINAMIKA POPULASI BEBERAPA JENIS IKAN DI RAWA PENING JAWA TENGAH
Abstrak Rawa Pening adalah merupakan Danau Rawa Air Tawar di Jawa Tengah merupakan tempat hidup organisme air, sumber air untuk pertanian. Tekanan ekologis yang sangat menonjol yaitu adanya blooming eceng gondok yang menimbulkan pendangkalan dan penurunan potensi sumberdaya ikan, disambing itu juga kegiatan penangkapan yang semakin meningkat. Kajian biologi dan dinamika populasi beberapa spesies kunci diharapkan akan memberikan masukan bagi pengelolaan sumberdaya ikan di Rawa pening. Penelitian biologi ikan meliputi biologi reproduksi, foot habits, ruaya. Sedangkan dinamika populasi meliputi pertumbuhan, mortalitas dan rekrutmen. Pendugaan parameter dinamika populasi dan ruaya ikan dengan menggunakan metode penandaan ikan. Diharapkan informasi tersebut dapat dijadikan landasan untuk pngelolaan sumberdaya ikan di rawa pening. Kata kunci : Biologi, dinamika populasi, Rawa Pening.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2012 yang berjudul ” BIOLOGI
DAN
DINAMIKA POPULASI BEBERAPA
JENIS IKAN DI RAWA PENING JAWA “ Tujuan akhir penelitian adalah untuk memberikan masukkan bagi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Rawa Pening. Tujuan penelitian pada tahun 2012 yaitu mendapatkan data dan informasi tenatang biologi, dan dinamika populasi beberapa species kunci, data dan informasi kualitas air di Rawa Pening. Sasaran penelitian adalah optimalisasi kegiatan penangkapan ikan di rawa pening Dengan berakhirnya kegiatan penelitian tahun anggaran 2012, kami mengucapkan terima kasih Kepada Bapak Kepala Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum atas fasilitas dan kelancaran yang telah diberikan selama ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa Laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu masukan dan saran sangat diperlukan guna penyempurnaan laporan ini.
Palembang,
Desember 2012
Tim Penulis
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN
i
ABSTRAK
ii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I. PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
2
1.2. Justifikasi
2
1.3. Tujuan dan Sasaran 1.4. Keluaran
15
1.5. Manfaat dan Dampak
16
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karateristik Waduk 2.2. Ekologi Perairan Waduk 2.3. Pencemaran di Waduk
5 5 6 9
BAB III. METODOLOGI 3.1. Komponen Kegiatan
13
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
13
3.3. Metode
13
3.3.1. Pengumpulan Data
A. Ruaya Ikan Patin B. Analisis Data Pertumbuhan Ikan C. Analisis Biologi Ikan Patin
13 13 14 15
D. Kualitas Air
16
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3. Biologi Reproduksi 4.4. Hubungan Panjang Berat 4.5. Beberapa Aspek Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Gabus (Channa channa), dan Nilem (Ostheochilus hasselti) 4.6. Ruaya ikan Nila
33 70 78 87 94 106
4.7. Pola pertumbuhan 4.8. Dinamika Populasi Ikan Nila Di Rawa Pening
112 120
4.9. Pendugaan populasi
128
4.1. Keadaan Umum Daerah. 4.2. Pola Kebiasaan Makanan Ikan
BAB V. KESIMPULAN
132
DAFTAR PUSTAKA
134
LAMPIRAN-LAMPIRAN
136
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Parameter dan Metode Analisis Sampel Air
23
Tabel 2
Metode Analisis Biologi Ikan
24
Tabel 3
Metode Analisis Dinamika Populasi
24
Tabel 4
Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun
38
Tabel 5
Kelimpahan Makrobenthos di setiap Stasiun (Ind/m3)
39
Tabel 6
Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi, dan Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian, Stasiun 1. Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi, dan Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian, Stasiun II. Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun
40
Tabel 9
Kelimpahan Fitoplankton (ind/150L), Indek keanekaragaman , kesegaran, dan dominansi jenis pada ke-3 lokasi penelitian
56
Tabel 10 Tabel 11
Indeks Kepenuhan Lambung Nila Di Rawa Pening Panjang Relatif Ikan Nila Di Rawa Pe
73 74
Tabel 12
Persentase Jenis Makanan Alami Ikan Nila Di Rawa Pening Berdasarkan Bulan Pengamatan Tingkat Kematangan Gonad Ikan menurut Cassie in Effendie
75
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 13
40
79
(1997) 83
Tabel 15
Indeks Kematangan Gonad DanFekunditas Ikan Nila Di Rawa Pening Rasio Kelamin Ikan Nila di Rawa Pening.
Tabel 16
Pola pertumbuhan ikan nila di Rawa Pening
91
Tabel 17
TKG, Fekunditas Ikan Gabus Di Rawa Pening Mei 2012
97
Tabel 18
TKG, Fekunditas Ikan Gabus Di Rawa Pening Juni 2012
98
Tabel 19
Pengamatan index of Preponderance ikan nilem (Ostheochilus hasselti) Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Jantan
102
Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Betina ( Sampling 1 Tanggal 25 Mei 2012 ) Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Betina (Sampling ke 2 Tanggal 19 Juni 2012)
104
Tabel 14
Tabel 20 Tabel 21 Tabel 22
86
103
105
Tabel 23
Lokasi Suaka di Waduk Rawa Pening
107
Tabel 24
Ruaya Ikan Nila Di Waduk Rawa Pening
110
Tabel 25
PERUBAHAN UKURAN IKAN NILA SETELAH TERTANGKAP
114
Tabel 26
Simulasi Pertumbuhan Panjang dan Berat Ikan Nila
117
Tabel 27
Laju Pertumbuhan Dan Berat Ikan Nila Di Rawa Pening
118
Tabel 28
Jumlah Produksi Penangkapan dan Nilai Produks Berdasarkan Jenis Ikan Di Rawa Pening. Beberapa parameter dinamika populasi ikan Nila (Oreochromis nilotica) di waduk Rawa Pening, Jawa Tengah. Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila di Waduk Rawa Pening , Jawa Tengah Hasil Tangkapan Ikan Nila Anggota Kelompok Nelayan di Waduk Rawa Pening Jumlah Produksi Penangkapan dan Nilai Produksi Berdasarkan Jenis Ikan Di Rawa Pening 2006
121
Tabel 29 Tabel 30 Tabel 31 Tabel 32
123 125 129 130
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1
Peta DAS di Rawa Pening
12
Gambar 2
34
Gambar 3
Gambaran umum Rawa Pening, sebagian besar tertutup oleh tanaman air Pemanfaatan Eceng Gondok untuk kerajinan
Gambar 4
Budidaya Ikan dengan Keramba Jaring Apung
36
Gambar 5
Alat Tangkap Beranjang
36
Gambar 6
Fisika Kimia Perairan di Muara Sungaui Torong
63
Gambar 7
Fisika Kimia Perairan di Outlet Sungai Tuntang
63
Gambar 8
Fisika Kimia Perairan di Inlet Sungai Bejalan
64
Gambar 9
Fisika Kimia Perairan di Inlet Sungai Torong
64
Gambar 10
Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok
65
Gambar 11 Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok Jarak 100 m
65
Gambar 12
Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok Jarak 200 m
66
Gambar 13 Gambar 14
Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang Jarak 100 m
66 67
Gambar 15
Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang Jarak 200 m
67
Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18
Fisika Kimia Perairan di Sungai Puteran. Berat Total dan ISC Ikan Nila Di Rawa pening Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Rawa Pening
68 72 73
35
Gambar 19 Indeks Propenderance ikan Nila Di Rawa Pening – Mei -2012
74
Gambar 20 Komposisi Makanan (IP) Ikan Nila Pada Bulan Mei dan September 2012 Gambar 21 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus).
75
Gambar 22
Rasio Kelamin Ikan Nila Rawa Pening
Gambar 23
Hubungan Panjang Berat Ikan Nila bulan Juni, Oktober dan Nopember Grafik pola pertumbuhan Ikan Gabus Bulan Mei dan Juni Di Rawa Pening
Gambar 24
82 85
Mei,
91 97
Gambar 25 TKG ikan gabus Pada Bulan Mei Dan Juni Di Rawa Pening
100
Gambar 26
101
Indeks propenderance Ikan Nilem Di Rawa Pening
Gambar 27
Penandaan Ikan Pada Punggung Ikan
107
Gambar 28 Peta Arah Ruaya Ikan Nila (Oereochromis niloticus) Di Rawa Pening Gambar 29 Grafik Pertumbuhan Panjang Ikan Nila
110
Gambar 30
116
Hubungan Panjang berat ikan Nila
115
Gambar 31 Grafik Pertumbuhan Berat Ikan Nila di Rawa Pening
116
Gambar 32
124
Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila di waduk Rawa Pening, Jawa Tengah Gambar 33 Grafik Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Rawa Pening, Jawa Tengah Gambar 34 Grafik Mortalitas Ikan Nila di Waduk Rawa Pening Gambar 35 Nilai Keeratan Panjang Maksimal Dengan Kecepata Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Rawa Pening.
124 126 127
DAFTAR LAMPIRAN No
Lampiran
Halaman
1
KUALITAS AIR RAWA PENING JULI 2012
136
2
KUALITAS AIR RAWA PENING JULI 2012
140
3
KUALITAS AIR RAWA PENING BULAN OKTOBER 2012
147
4
Hasil Analisis Laboratorium Fisika Kimia Perairan di Rawa Pening
5
Kualitas Air Permukaan di Lokasi KJA Rawa Pening Bulan Juli 2012 Kualitas Air Permukaan di Lokasi Pemotongan Eceng Gondok,
6
Rawa Pening Bulan Juli 2012 7
Beberapa aktivitas kegiatan riset di Rawa Pening
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemerintah Belanda pada tahun 1912 – 1916 membangun dam di Kali Tuntang sebagai satu-satunya pintu keluar, sehingga terbentuk Danau Buatan Rawa Pening. Danau ini kemudiaan diperluas pada tahun 1936 mencapai + 2.667 Ha pada musim penghujan dan pada akhir musim kemarau luas danau Rawapening mencapai + 1.650 Ha. Danau Rawapening terletak pada Astronomi 704‘ LS - 7030‘ LS dan 1100 24‘46‘‘ BT – 110049‘06‘‘ BT, dan berada di ketinggian antara 455 – 465 meter di atas permukaan laut (dpl) serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Letak Danau ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang - Solo dan Semarang – Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa – Kota Salatiga. Rawa Pening terletak di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, mempunyai luas 2.020 ha. Perairan Rawa Pening berbatasan dengan empat kecamatan yaitu Ambarawa, Tuntang, Bawen dan Banyubiru. Rawa Pening merupakan tipe perairan danau yang di bendung untuk keperluan pembangkit tenaga listrik dan irigasi pertanian. Sekitar 19 sungai bermuara di Rawa Pening dan 1 sungai yang menjadi outletnya yaitu sungai Tuntang. Debit air yang banyak menjadikan Rawa Pening sebagai irigasi untuk pertanian, pemutar turbin PLN, perikanan dan wisata air (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Semarang, 2007). Fungsi Rawa Pening yang sangat vital seolah menjadi jantung kehidupan bagi masyarakat sekitarnya. Rawa Pening sebagai Danau alam yang menjadi sumber
1
kehidupan disekitar dan sepanjang aliran yang dilaluinya. Memiliki fungsi sebagai penyangga ekosistem dan menjadi habitat bagi beraneka ragam mahluk hidup. Rawa Pening adalah salah satu danau yang berperan penting dalam menjaga kesinambungan kehidupan. Seolah tidak tergantikan perannya, sehingga perlu adanya konservasi, tetapi yang terjadi saat ini adalah exploitasi yang terus-menerus. Keluhan adanya goncangan keseimbangan alam seperti; berkurangnya kwalitas dan kwantitas ikan, pendangkalan dan pengurangan luasan danau (http://wisata.kompasiana.com, 2010) Hasil penelitian menunjukkan ada 14 jenis ikan yang mudah ditemui di Rawa pening yaitu : Rasbora lateristriata, Rasbora jacopsoni, Mystacoleusus marginatus, Barbus conchonius, Puntius binotatus, Osteochilus hasseltii, Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus, Trichogaster pectoralis, Oreocromis niloticus, Oreocromis mossambica, Trorichthys meeki, Channa melasoma, Aplocheilus panchax. Plus ikan belut & bulus (http://rowopening.blogspot.com/2009). Ikan tebaran yang tumbuh dengan baik yaitu Bandeng air tawar, Nila, Karper dan Mujair. Keunikan potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh perairan Rawa Pening maka Wilayah Rawa Pening dijadikan salah satu dari sebelas kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET), kawasan sentra produksi (KPS) di Wilayah Kabupaten Semarang . Visi dari pemda setempat tentang Wilayah Rawa Peing yaitu mewujudkan peternakan dan perikanan yang mandiri, maju, tangguh, efisien, dan berkelanjutan untuk mendukung tercapainya kesejahteraan masyarakat (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Semarang, 2007). Penelitian biologi dan dinamika populasi beberapa species kunci di Rawa pening diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelolaan perikanan tangkap di Rawa pening.
2
1.2. Justifikasi Penelitian biologi terutama yang menyangkut ruaya, food habits dan bilogi reproduksi merupakan komponen yang penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Ruaya merupakan salah satu mata rantai daur hidup bagi ikan untuk menentukan habitat dengan kondisi yang sesuai bagi keberlangsungan suatu tahapan kehidupan ikan. Studi mengenai ruaya ikan menurut Cushing (1968) merupakan hal yang fundamental untuk dunia perikanan karena dengan mengetahui lingakaran ruaya ikan akan diketahui daerah dimana stok atau sub populasi itu hidup. Ruaya ini mempunyai arti penyesuaian, peyakinan terhadap kondisi yang menguntungkan untuk eksistensi dan untuk reproduksi. Biologi reproduksi merupakan komponen yang menentukan keberadaan stok ikan. Pada saat ikan matang gonad mau memijah harus dapat menemukan habitat yang sesuai untuk pemijahan (spawning ground). Musim pemijahan juga memegang peran penting bagi keberadaan stokm ikan, pada umumnya ikan memijah pada saat musim penghujan. Dengan diketahuinya informasi tentang biologi reproduksi ikan maka kita dapat pengaturan daerah larangan untuk dilakukan penangkapan atau waktu penangkapan saat ikan memijah. Pola kebiasaan makan (food habits) merupakan komponen biologi perikanan yang penting diketahui, karena dengan mempelajari food habits bisa mengetahui preferensi pakan alami ikan dan habitat tempat mencari pakan (feeding ground). Dengan diketahui
3
feeding ground maka kita dapat melindungi habitat sebagai tempat mencari makanan. Dengan diketahui prferensi makanan ikan maka dalam pengembangan budidaya ikan maka kita dapat membuat komposisi pakan yang sesuai dengan pakan alami. Dinamika populasi mempelajari pertumbuhan, mortalitas alami dan mortalitas penangkapan. Dengan diketahuinya parameter dinamika populasi beberapa jenis ikan yang dominan di Rawa Pening maka diharapkan mdapat dijadikan landasan untuk pengelolaan perikanan tangkap. 1.3. Tujuan dan Sasaran Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi pola ruaya, biologi dan dinamika populasi beberapa jenis ikan sebagai bahan masukkan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Rawa Pening Sasaran Bahan kebijakan pemerintah daerah untuk pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di rawa pening. 1.4. Keluaran Keluaran yang diharapkan dari riset ini adalah: Tahun ke 1 (2012). Data dan informasi tentang biologi, ruaya, pertubumhan dan populasi beberapa jenis ikan ekonomis penting dan dominan. Data dan infromasi Fisika Kimia perairan
4
Tahun ke 2 (2013) Data dan informasi tentang tingkat pemanfaatan kegiatan penangkapan ikan di rawa pening Monitoring ikan bertanda tertangkap kembali (recapture) 1.5. Manfaat dan Dampak Manfaat Tersidianya infromasi tentang
biologi dan dinamika populasi ikan di Rawa
Pening, sebagai bahan masukan pengelolaan perikanan tangkap Dampak Diharapkan hasil penelitian mempunyai dampak terhadap kelestarian sumberdaya ikan di Rawa Pening
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik perairan. Berdasarkan terbentuknya waduk maka secara umum waduk ada tiga macam yaitu waduk Lapangan, waduk irigasi dan waduk serba guna. Waduk lapangan terbentuk karena pembendungan sungai episodic (berisi air hanya saat hujan), luasan kurang dari 10 ha, kedalaman maksimal 5 m, masa berisi air krang dari 9 bulan, funsi irigasi lokal. Waduk irigasi terbentuk karena pembendungan sungai intermiten (berisi air saat musim penghujan), luasan 10–500 ha, kedalaman maksimal 25 m, masa simpan air 9- 12 bulan, fungsi irigasi. Waduk serba guna terbentuk karena pembendungan sungai permanen, luasan lebih besar 500 ha, kedalam maksimal
100 m, masa berisi air 12 bulan;
mempunyai funsgi sebagai irigasi, pembangkit tenaga listrik, sumber air minum, pengendali banjir. Waduk mempunyai ciri fisik sebagai berikut; banyak teluk, daerah tangkap hujan luas, garis pantai panjang, pengeluaran air dari bawah, fluktuasi air besar (5-25 m), masa simpan air sebentar karena sering diperlukan untuk irigasi, daerah litoral luas, tidak terjal seperti danau (Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006.). Tepian pantai (litoral) waduk yang cukup luas merupakan habitat biota air termasuk ikan dan banyak sumber makanan dari daratan. Perairan yang dalam memungkinkan adanya stratifikasi perairan berdasarkan suhu dan cahaya.
Daerah
tangkap hujan luas menyebabkan banyak nutrien yang masuk terbawa air masuk waduk. Garis pantai yang panjang juga menyebabkan banyak nutrien yang masuk dari daratan. Banyak teluk merupakan daerah yang tenang, terlindung dan stabil
6
Rawa pening merupakan perairan sungai rawa banjiran yang dibendung. Sekitar 9 sungai bermuara di Rawa Pening dan 1 sungai yang menjadi outletnya yaitu sungai Tuntang. Beberapa anak sungai yang masuk ke Rawa Pening antara lain Sungai Torong, Sungai Bejalen/Sungai Panjang, Sungai Kedung Ringin, Sungai Muncul, Sungai Blolok, Sungai Ngalik, Sungai Galeh, Sungai Legi. Debit air yang banyak menjadikan Rawa Pening sebagai irigasi untuk pertanian, pemutar turbin PLN, perikanan dan wisata air. Berdasarkan sejarah terbentuknya Rawa Pening maka perairan Rawa Pening merupakan waduk (bendungan) yang sudah mengalami pendangkalan dan sudah banyak ditumbuhi oleh tanaman eceng gondok, sehingga menyerupai rawa. Sedimentasi yang masuk ke waduk cukup tinggi, permukaan yang tertutup eceng gondok mencapai 70 %, dan banyak kegiatan budidaya ikan keramba jaring apung (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Semarang, 2007). Rawa Pening merupakan danau semi alami yang terbentuk setelah pembangunan bendungan di sungai Tuntang antara tahun 1912-1916 pada tanah gambut yang berawarawa. Luasan danau menjadi bertambah setelah dibangun untuk yang ke dua pada tahun 1939, selanjutnya diperbaiki pada tahun 1962 dan 1966 dengan luas maksimum 2.500 Ha. Kapasitas air danau berkisar antara 25 juta m3- 65 juta m3 yang banyak digunakan untuk kebutuhan irigasi sawah, pembangkit tenaga listrik, perikanan, kebutuhan rumah tangga dan wisata (Guritno,2003). Luas dan kapasitas air danau semakin berkurang akibat sungai-sungai yang bermuara ke danau membawa endapan lumpur dan materi organik sehingga menyebabkan pendangkalan di dasar danau. Pendangkalan tersebut mendukung pertumbuhan Hydrilla verticillata karena penetrasi cahaya matahari sampai ke dasar danau.
7
Berdasarkan klasifikasi Oldeman, Danau Rawapening termasuk zone C, dan zone D, dan berdasarkan klasifikasi iklim Koppen beriklim Af sehingga klasifikasi iklimnya memiliki ciri sebagai iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Suhu rata-rata antara 25OC - 29OC serta kelembaman udara antara 70-90%. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Semarang, jumlah curah hujan pada tahun 2005 ada 133 hari, dengan curah hujan rata-rata 2.387 mm per tahun. Musim penghujan terjadi selama enam bulan (bulan basah) terjadi pada bulan November sampai dengan April, dan musim kemarau selama enam bulan (bulan kering) terjadi pada Mei sampai dengan Oktober dan puncak masa kekeringan terjadi antara bulan Agustus sampai dengan September. Lebih jelasnya lihat hydrograph curah hujan harian dua stasiun rata-rata tahun 2003 – 2007. Kondisi hidrologi meliputi kondisi air permukaan dan air tanah. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh topografi, vegetasi dan jumlah curah hujan. Berdasarkan topografi Danau Rawapening terletak di daerah yang rendah dan merupakan lembah yang dikelilingi oleh daerah yang tinggi (pegunungan dan perbukitan) serta terbendung di Kali Tuntang. Kondisi ini menyebabkan jumlah air di danau mengalami penambahan terusmenerus, sementara air yang keluar hanya sedikit. Namun penambahan air juga membawa material-material yang diendapkan di danau sehingga memberi sumbangan endapan yang cukup besar. Jenis tanah atau jenis endapan di danau adalah kedap air, sehingga danau mampu menampung air. Vegetasi yang ada disekeliling danau cukup banyak sehingga mampu untuk menyimpan air dan mengeluarkannya melalui mata air-mata air yang mengalir ke danau melalui sungai dan mata air. Dengan demikian jumlah air di Danau Rawapening dipengaruhi langsung oleh banyaknya curah hujan, air tanah yang muncul sebagai mata
8
air (spring), aliran permukaan (air sungai), dan secara tidak langsung oleh kondisi topografi dan aktifitas manusia. Oleh karena sedimentasi terjadi secara terus-menerus, maka sejak tahun 1970 pada saat musim penghujan danau ini sering di landa banjir terutama di DAS Tuntang Hilir, yaitu di Kabupaten Demak dan Grobogan. Aliran air sungai yang masuk ke Danau Rawapening berasal dari pemasukan air tanah yang terdapat di tempat yang lebih tinggi, yakni aliran influen dengan tipe konsekuen. Sungai-sungai yang mengalir ke Danau Rawapening terdiri dari: (1) Sub-DAS Galeh, terdiri dari Sungai Galeh dan Sungai Klegung Sub DAS Galeh melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Wirogomo, desa Kemambang, Desa Rowoboni, Desa Tegaron, desa Kebondowo, Desa Banyubiru dan desa Ngrapah) dan Kecamatan Jambu (Desa Bedono, Kelurahan, Brongkol, Rejosari dan Desa Banyukuning). Luas sub DAS Galeh mencapai 6.121 ha. (2) Sub-DAS Torong, yaitu Sungai Torong Sub DAS Torong melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan (desa Ngampin, Panjang dan Pojoksari). Berdasarkan letaknya sub DAS Torong berada di sebelah barat danau Rawapening, dengan luas wilayah 2.687 ha. Sub DAS Torong juga melewati daerah Kecamatan Jambu (Desa Jambu, Gondoriyo, Kuwarasan, Kebondalem dan Genting). DAS Torong berada di sebelah barat danau Rawapening, dengan luas wilayah 2.687 ha. (3) Sub-DAS Panjang, terdiri dari Sungai Panjang dan Sungai Kupang Sub DAS Panjang melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan (Kelurahan Bejalen, Desa Lodoyong, Kranggan, Pasekan, Baran, Jetis, Duren,
9
Bandungan, Kenteng dan Candi). Berdasarkan letaknya sub DAS Panjang berada di sebelah utara danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.893,24 ha. (4) Sub-DAS Legi, yaitu Sungai Legi Sub DAS Legi melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Sepakung dan sebagian desa Rowoboni) yang wilayahnya memanjang dari bagian hulu di lereng gunung Telomoyo hingga bermuara ke danau Rawapening. (5) Sub-DAS Parat, yaitu Sungai Parat Sub DAS Parat melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Gedong dan desa Kebumen), Kecamatan Tuntang (Desa Gedangan, Desa Kalibeji dan desa Rowosari). Sub DAS Parat berada di sebelah selatan danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.638,35 ha yang meliputi 16 desa dari 3 Kecamatan (Banyubiru, Getasan dan Tuntang) Kabupaten Semarang. Sungai utamanya adalah sungai Parat dan sungai Muncul dengan mata air di punggung Gunung Merbabu dan Gunung Gajah Mungkur. Kecamatan Getasan menjadi wilayah sub-DAS Parat yang wilayahnya meliputi Desa Kopeng, Polobogo, Manggihan, Getasan, Wates, Tolokan, Ngrawan, dan Desa Nogosaren. (6) Sub-DAS Sraten, yaitu Kali Sraten Sub DAS Sraten hanya melewati daerah di Kecamatan Getasan, yaitu; Desa Batur, Tajuk, Jetak, Samirono, dan Desa Sumogawe. (7) Sub-DAS Rengas, terdiri dari Sungai Rengas dan Sungai Tukmodin Sub DAS Rengas hanya melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan meliputi kelurahan Tambakboyo, Kelurahan Kupang dan desa Mlilir. Berdasarkan
10
letaknya sub DAS Rengas berada di sebelah utara Danau Rawapening, dengan luas wilayah 1.751 ha. (8) Sub-DAS Kedung Ringin, yaitu Sungai Kedung Ringin Sub DAS Kedungringin melewati daerah Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo, Lopait dan Desa Tuntang). Sub DAS Kedungringin berada di sebelah timur Danau Rawa Pening, dengan luas catchment area 774,86 ha. Di sub-sub DAS Kedungringinmengalir sungai Ngreco, Ndogbacin dan sungai Praguman, yang ketiganya bermuara di Danau Rawapening. Sub DAS Kedungringin merupakan sub DAS yang paling kecil, dengan mata air di sekitar Gunung Kendil. (9) Sub-DAS Ringis, yaitu Sungai Ringis Sub DAS Ringis melewati daerah Kecamatan Tuntang tepatnya di Desa Jombor, Kesongo dan Desa Candirejo serta Kecamatan Sidorejo (Kelurahan Sidorejo, Blotongan), dan Kecamatan Argomulyo (Kelurahan Pulutan dan Mangunsari) Kota Salatiga. Sub DAS Ringis berada di sebelah timur Danau Rawapening luas catchment area 1.584,84 ha yang terdiri dari 7 desa/Kelurahan 3 Kecamatan (Tuntang Kabupaten Semarang, Sidomukti dan Sidorejo Kota Salatiga). Di sub-sub DAS Ringis mengalir Sungai Tengah dan Sungai Tapen, yang keduanya bermuara di danau Rawapening.
11
Gambar 1. Peta DAS di Rawa Pening
12
2.2. Biologi Perairan. Perairan waduk merupakan habitat bagi organisme air, ada lima kelompok utama organisme perairan di waduk yaitu yaitu: 2.2.1. Plankton Plankton merupakan organisme air yang hidupnya melayang di perairan, arah peregerakanya sangat ditentukan oleh arus. Ada dua macam plankton yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan plankton nabati (tumbuhan) sedang zooplankton merupakan plankton hewani. Plankton merupakan organisme yang penting dalam rantai makanan di perairan yaitu sebagai pakan alami bagi larva ikan. Plankton nabati merupakan jenis plankton yang punya zat hijau daun, dapat melakukan proses fotosintesa mengasilkan oksigen dan bahan organik (Effendie, 1997). Beberapa genera fitoplankton ditemukan di Rawa Pening sebagai indikator bahwa perairan tersebut sudah masuk katagori eutrofik yaitu Fragillaria, Melosira, Stepanidiscus, Anabaena, Mycrocystis, Oscilatoria, Asterionela. Menurut Leyli (2009) ada 10 jenis fitoplankton yaitu: Closterium sp, Cooneis sp, Microcytis sp, Navicula sp, Nitzchia sp, Perinidium sp, Actinastrum sp, Scenedesmus sp, Staurastrum sp, Synendra sp. Menurut Wijaya dan Hariyati (2009) kelimpahan fitoplankton tertinggi di daerah Asinan 122 ind./L yang didominansi oleh Melosira. Nilai rata-rata produktivitas primer di Rawapening adalah 7,17 g C/m2/hari dengan kisaran 6,2 – 9,2 g C/m2/hari. Dari kriteria kualitas air untuk kesuburan perairan maka berdasarkan nilai tersebut dinyatakan berkesuburan tinggi sampai sangat tinggi (eutropik) (Suparjo, 2005). Kelimpahan suatu populasi fitoplankton di perairan akan
cenderung menarik zooplankton dalam proses pemangsaan, sebaliknya dibagian perairan yang lain dimana jumlah zooplankton relatif sedikit (adanya migrasi) maka akan terjadi perkembangan populasi fitoplankton kembali apabila didukung oleh potensi unsur hara 13
yang cukup. Oleh karena itu kompetisi untuk menggunakan oksigen, ruang, makanan, maupun cahaya matahari, akan berpengaruh terhadap kelimpaha planton diperairan tersebut. Dari dasar tropodinamik didalam ekosistem perairan yang tergenang seperti Rawapening pendugaan tingkat kesuburan dapat dilakukan melalui evaluasi jumlah populasi fitoplankton yang ada. Jenis dari zooplankton air tawar terdiri dari protozoa, rotifera, cladocera, dan capepoda. Menurutwinner (1975), untuk perairan tergenang yang telah mantap pada komunitas
zooplanktonnya
akan
didominer
oleh
udang-udangan
kecil
(cladocera/copepoda), rotifera dan protozoa yang tidak berpigmen serta beberapa larva dari insekta. Oleh karena itu Landner (1976) memberikan penilaian kualitas perairan berdasarkan komonitas zooplankton yang kriterianya dinyatakan dalam jumlah per liter zooplankton rotifera dan udang-udangan kecil (cladodera, copepoda) yang dihubungkan dengan tingkat kesuburan dan produktivitas perairannya. Kandungan rotifera di perairan Rawapening rata-rata sebanyak 422 ind/l dengan kisaran 316 – 586 ind/l, sedangkan udang-udangan kecil (cladosera, copepoda) rata-rata sebanyak 96 ind/l dengan kisaran 66 – 133 ind/l. Dari kriteria yang diberikan Landner (1976) berdasarkan 183 kelimpahan rotifer dan udang-udangan kecil, maka perairan Rawapening dikatakan sangat subur. 2.2.2. Bentos Bentos yaitu organisme air yang hidupnya di dasar perairan, bersifat menetap tidak banyak mengadakan perpindahan. Bentos memakan bahan organik yang mengendap di dasar perairan. Peran bentos dalam rantai makanan yaitu sebagai pakan alami ikan yang hidupnya di dasar seperti ikan Lele (Clarias). Beberapa macam bentos yang terdapat di
14
perairan Rawa Pening yaitu: a).Cacing (Tubificidae) dari genus: Aulodrilus, Limnodrilus, b). Serangga air (Insect) dari genus: Parachironomus, Clinotypus. 2.2.3. Macrophyta (tanaman air) Tanaman air ada yang mengapung contoh eceng gondok (Ecornia), ada yang tenggelam contoh Hydrilla, ada yang mencuat contoh teratai. Tanaman air mempunyai zat hijau daun dapat melakukan fotosintesa menghasilkan oksigen dan bahan organik. Dalam biologi perairan, tanaman air berperan sebagai makanan ikan, tempat naungan anak ikan, tempat menempel perifyton, tempat pemijahan ikan. Gulma air seperti Eichhornia crassipes dan Salvinia cucullata tumbuh dengan subur yang menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem Danau Rawa Pening. Sementara itu di sisi yang lain H. verticillata merupakan habitat bagi berkembang biaknya Caridina laevis. Keberadaan C. laevis di danau Rawa Pening memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekologis yaitu sebagai pemakan alga, sisa materi organik dan juga makanan bagi ikan dan udang air tawar lainnya. C. laevis merupakan salah satu jenis udang air tawar dan masyarakat sekitar Rawa Pening cenderung menggunakan istilah “rebon” untuk menyebut C. laevis yang jauh lebih kecil dari udang biasa (Sulistyo 2003). Tanaman air yang berkembang pesat di Rawa Pening yaitu Eceng Gondok, Hidriola dan Nayas. Keberadaan tanaman air tersebut trutama eceng gondok yang telah menutup 70 % luas perairan sangat mengganggu transportasi air dan menghambat penetrasi sinar matahari ke perairan (Wibowo 2004).
Menurut Balai PSDA Jragung Tuntang (2010) laju pertumbuhan eceng dondok di Rawa Pening dan sekitarnya telah meningkat tajam dan mulai mengganggu pasokan air ke PLTA Jelok. Saat ini eceng gondok telah menutupi kanal dari Rawa Pening menuju 15
PLTA Jelok mencapai 1.800 m2. Debit air yang mengalir dari Rawa Pening menuju Jelok saat ini sebesar 8,36 m3/detik. Sedangkan yang mengalir di saluran irigasi sekitar 0,5 m3/detik. Dengan debit air sebesar itu, hanya mampu menggerakkan tiga dari empat turbin yang ada. Untuk memperlancar aliran air, eceng gondok tersebut dibuang lewat pintu dam Jelok.
2.2.4. Nekton Nekton adalah jenis organisme air yang dapat bergerak bebas di perairan contoh ikan, udang. Nekton merupakan jenis organisme air yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dibanding organisme air lainnya. Beberapa jenis ikan ekonomis penting dan dominan yang terdapat di perairan Rawa Pening yaitu: Nila (Oreochromis niloticus, Linn), Gabus (Channa striata). Menurut Leyli (2009) ada 14 jenis ikan yang mudah ditemui di Rawa pening Kabupetan Semarang yaitu: Rasbora lateristriata, Rasbora jacopsoni,
Mystacoleusus
marginatus,
Barbus
conchonius,
Puntius
binotatus,
Osteochilus hasseltii, Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus, Trichogaster pectoralis, Oreocromis niloticus, Oreocromis mossambica, Trorichthys meeki, Channa melasoma, Aplocheilus panchax, belut, bulus. 2.2.5. Neuston Neuston adalah organisme air
yang
mengapung di permukaan air termasuk
serangga air yang berada di permukaan perairan. Peran neuston dalam rantai makanan yaitu sebagai makanan ikan. Serangga air termasuk dalam neuston, banyak terdapat di perairan yang banyak tumbuhan air. Beberapa jenis ikan yang memakan serangga air yaitu Nila (Oreochromis niloticus, Linn), Mujair (Oreochromis, mussambicu), Melem (Osteochilus spp).
16
2.3. Fisika Kimia Perairan. Danau Rawa Pening merupakan daerah yang dikelilingi lahan pertanian berupa sawah, Pada setiap musim penghujan dan kemarau sawah tersebut selalu dimanfaatkan petani untuk ditanami berbagai macam tanaman pertanian seperti padi. Untuk memaksimalkan produksi padi dari serangan hama pertanian, banyak petani di sekitar perairan ini menggunakan pestisida sebagai salah satu upaya pemberantasannya. Keberadaan pestisida di lingkungan pertanian memang sangat efektif membantu petani dalam pemberantasan hama. Peredaran pestisida yang mudah didapat dan tidak terkontrol penjualannya memudahkan petani bebas memilih berbagai macam pestisida yang di butuhkan. Pestisida adalah bahan kimia yang mencakup bahan-bahan beracun yang berfungsi mengendalikan hama. Racun dalam pestisida dapat membunuh organisme sasaran, dengan cara masuk ke dalam tubuh organism secara fisis/ kontaminasi secara langsung melalui mulut yang kemudian menghambat proses metabolisme. Pada konsentrasi sublethal dampak yang ditimbulkan antara lain perubahan fisiologi organisme, tingkah laku organisme yang berbeda dari kondisi normal, serta kerusakan organ organisme ( Djojosumarto, 2008). Furadan 3G adalah salah satu jenis dari pestisida yang sering digunakan para petani di lahan pertanian sekitar Danau Rawa Pening. Furadan 3G termasuk jenis insektisida-akarisida-nematisida karbamate, dengan bahan aktif karbofuran 3% dan berbentuk butiran, pestisida ini efektif memberantas hama khususnya serangga. Cara penggunaan Furadan 3G dengan menyebarkan disekitar tanaman, dan jika sudah berada dalam lingkungan memiliki waktu paruh 30-60 hari. Sifat racun dalam karbofuran sebagai racun kontak dan racun perut, yang berpengaruh terhadap jalannya impuls syaraf,
17
yakni pada tranmisi aksonal, reseptor asetilkholin atau asetilkholinesterase ( Djojosumarto, 2008 ). Furadan 3G masuk ke perairan Rawa Pening dalam konsentrasi kecil dan bersifat sublethal atau mempengaruhi secara perlahan, tetapi dari efek sublethal tersebut kemungkinan akan mempengaruhi kemampuan Caridina laevis untuk menetaskan telurnya dan keberhasilan persentasennya kira-kira 85% dari jumlah telur yang dihasilkan. Dari sifat sublethal tersebut kemudian dilakukan penelitian dengan tujuan penelitian pada berbagai macam konsentrasi Furadan 3G terhadap kemampuan penetasan Caridina laevis. Menurut Wibowo 2004, Perairan Rawa Pening sudah dalam kondisi eutrofik (kesuburan tinggi). Kecerahan rata rata 118,07 cm, kandungn nitrogen 0,746 – 2,88 mg/L, total fosfor rata rata 0,260 mg/L, klorofil 4,47 – 21,72 µg/L. Menurut Effendi, 2000, menyatakan bahwa perairan oligotrophic mempunyai kadar kurang dari 10 (µg/ l),
Fospor
total
Nitrogen total kurang dari 200 (µg/ l),Klorofil-a kurang dari
4 (µg/ l). Perairan Mesotrophic mempunyai kadar Fospor total 10-20 (µg/l), Nitrogen total 200-500 (µg/ l ), Klorofil a 4-10 (µg/l ). Sedangkan perairan eutrophic mempunyai kadar Fospor total lebih besar 20 ( µg/ l ), Nitrogen total lebih besar 500 ( µg/ l ), Klorofil-a lebih besar 10 ( µg/ l ). Konsentrasi phosphat pada akhir tahun 2017di perairan Rawa Pening lebih dari 0,2 mg/L. Kadar phosphat ini melebihi baku mutu kualitas air kelas II yang mempunyai fungsi peruntukan untuk perikanan (PP No. 82 tahun 2001). Oleh karena itu apabila tidak ada perbaikan kualitas air, pada masa sepuluh tahun mendatang Danau Rawa Pening tidak layak untuk dijadikan tempat budidaya ikan. Selain itu kandungan phosphat dalam perairan lebih dari 0,01 mg/L akan menyebabkan pertumbuhan ganggang yang tidak
18
terkendali pada badan air atau disebut eutrofik. Meskipun kadar nitrat masih di bawah baku mutu kualitas air kelas II yaitu di bawah 10 mg/L, keberadaannya bersama dengan phosphat kadar tinggi akan menyebabkan tumbuhnya ganggang dan kekurangan oksigen dalam air (Budiarjo dan Haryono, 2007). Waduk merupakan perairan yang tergenang dan relatip dalam maka berdasarkan suhu air di permukaan panas dan makin dalam secara bertahap suhu makin dingin. Namun pada kedalaman tertentu akan terjadi penurunan suhu yang menyolok. Berdasarkan lapisan suhu secara vertikal maka ada lapisan Epilimnion, termoklin dan hypolimnion. Lapisan Epilimnion yaitu lapisan yang berada permukaan, suhu panas. Lapisan termoklin yaitu lapisan dibawah epilimnion terjadi penurunan suhu yang tajam. Lapisan hypolimnion yaitu lapsan dibawah termoklin yang suhunya lebih dingin (Mitsch and Jorgensen 2004). Perairan waduk yang dalam berdasarkan cahaya matahari yang masuk maka lapisan Fotik dan Afotik. Lapisan fotik berada di permukaan, banyak cahaya matahari yang masuk, tumbuhan maupun phyto-plankton dapat melakukan proses fotosintesa, kondungan oksigen relatip tinggi. Sedangkan lapisan afotik merupakan lapisan yang berdada di dasar perairan, tidak ada sinar matahari yang masuk, tidak ada aktivitas fotosintesa. Lapisan afotik banyak terdapat gas CO2, H2S, NH3, NH4 sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik yang mengendap di dasar perairan. Batas diantara lapisan fotik dan afotik disebut titik kompensasi, yaitu oksigen hasil fotosintesa impas untuk kebutuhan respirasi organisme yang ada di lapisan tersebut. Pada saat musim penghujan apabila beberapa hari terjadi hujan terus menerus maka suhu permukaan menjadi dingin, berat jenis air menjadi besar, maka akan terjadi
19
perputaran air secara vertikal, lapisan atas turun ke bawah dan lapisan bawah naik ke atas. Peristiwa ini disebut ”UP-WELLING” (Odum, 1996). Teraduknya air menyebabkan nutrient bisa merata, sehingga perairan menjadi subur. Namun sering juga terjadi gas beracun sperti CO2, NH3, NH4, H2S di dasar perairan juga ikut teraduk ke atas sehingga akan menyebabkan kematian ikan, terutama ikan yang dipelihara di Keramba Jaring Apung. Kejadian ini telah menimpa beberapa kali di Waduk Jatiluhur dan Cirata, peristiwa tersebut oleh masyarakat setempat dinamakan ”UMBALAN”. Selanjutnya dikatakan oleh Krismono, 2003 bahwa terjadinya Upwelling di waduk mempunyai indikasi sebagai berikut transpiransi air mengecil, Microcytis sp, menurunnya kadar oksigen, menurunnya
kelimpahan
kedalaman air di inlet.
Penurunan kadar oksigen dan teraduknya gas beracun dari dasar perairan akan menyebabkan kematian masal bagi ikan. 2.4. Kegiatan Perikanan Tangkap. Kegiatan perikanan meliputi kegiatan penangkapan ikan dan budidaya ikan. Kelompok nelayan di perairan Rawa Pening ada 46 kelompok, masing masing kelompok mempunyai anggota antara 15 – 150 orang, jumlah nelayan . Di Kecamatan Ambarawa ada 11 kelompok, Bawen 5 kelompok, Banyubiru 12 kelompok, Tuntang 18 kelompok. Kelompok nelayan ini tergabung dalam GAPOKYAN, mempunyai jadwal pertemuan rutin 1-3 bulan sekali. Pertemuan semacam ini dapat digunakan oleh petugas perikanan untuk melakukan pembinaan. Produksi hasil tangkapan ikan di Rawa Pening berkisar antara 1.042 ton – 1.134 ton/tahun. Hasil tangkapan didominansi oleh ikan Nila, Mujair, Wader dan udang air tawar. Jenis alat tangkap yang digunakan yaitu Jaring, Bubu, Pancing, Branjang.
20
Kegiatan penagkapan ikan di Rawa Pening telah diatur oleh Perda Kabupaten Semarang Nomor 25 tahun 2001. Alat tangkap yang diatur dalam Perda tersebut antara lain: Alat Beranjang Kerap, Jala, Jaring. Ketentuan penangkapan ikan dengan alat Beranjang Kerap. Beranjang Kerap ukuran mata jaring minimal 0,5 inch, luas lahan per unit maksimal 20 m x 20 m, jarak antar beranjang minimal 20 m, ukuran beranjang maksimal 2 m x 2 m, pemasangan beranjang harus pada alur sungai di Rawa Pening. Ketentuan kegiatan penangkapan ikan dengan Jala yaituukuran mata jaring minimal 2 inch.
Ketentuan penangkapan ikan
dengan alat Jaring yaitu ukuran mata jaring minimal 2 inch, tinggi jaring maksimal 1 m, panjang jaring maksimal 1.000 m. Perda Kabupaten Semarang Nomor 25 tahun 2001 juga mengatur tentang zona penagkapan ikan. Perairan Rawa Pening dibagi dalam tiga zona yaitu zona suaka, zona penangkapan dan zona budidaya. Zona suaka yaitu zona tertutup untuk umum, mupakan tempat berkembang biak ikan. Zona penangkapan merupakan zona untuk usaha penangkapan ikan. Zona penangkapan dibagi menjadi tiga yaitu untuk alat tangkap beranjang, alat tangkap sodo tarik, alat tangkap lainnya (jaring, jala dll). 2.5. Kegiatan Perikanan Budidaya. Kegiatan budidaya ikan di Rawa Pening berupa pemeliharaan ikan dalam keremba jaring apung. Menurut perda Nomor 25 tahun 2001 luas maksimal lahan yang dapat diusahakan oleh per orangan atau kelompok yaitu 400 m2, luas lahan yang diusahakan oleh badan maksimal yaitu 1.500 m2, Jumlah kelompok pembudidaya ikan ada 124 kelompok terdiri dari 2.193 orang. Jenis ikan yang dibudidayakan yaitu ikan Nila, Karper dan Lele.
21
Zona budidaya Keramba Jaring Apung juga sudah diatur dalam Perda yaitu Sub zona Muncul 1,5 ha, Sub zona Talang Alit 1,5 ha, Sub zona Puteran 1,5 ha, Sub zona Cobening 1,5 ha, Sub zona Sagalok 1,5 ha, sub zona Sumenep 1,5 ha, Sub zona Nglonder 1,5 ha, Sub zona Serondo 1,5 ha, Sub zona Sumurup 1,5 ha dan sub zona Tuntang 1,5 ha. Ikan mas/tombro/waderbang/bader (Cyprinus carpio)pada umumnya dipelihara di karamba sungai maupun di danau pada umumnya di berbagai tempat di Jawa. Budidaya jenis ikan mas menggunakan karamba di rawa pening tidaklah cocok, kenapa? Menurut Leyli (2010) budidaya ikan mas di rawa pening dengan karamba akan meningkatkan kandungan organik dalam air yang memperkeruh air. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan sinar matahari untuk menembus air dan mengurangi intesitas fotosintesis ganggang dan tumbuhan air lainnya, sehingga mengarah ke penurunan produktifitas rawa, dimana kandungan oksigen air rawa yang disuplay dari alga dan tumbuhan rawa seperti Hydrilla otomatis akan berkurang. Produktivitas sejumlah species juga akan terganggu, dan juga budidaya karamba ikan mas ini akan menghilangkan sumber makanan di bawah atau didasar rawa sekitar karamba. Akan banyak sisa makanan karamba yang jatuh ke dasar rawa, makanan sisa yang tidak terkonsumsi menyebabkan pembusukan, meningkatkan suspensi yang memperkeruh dan mengurangi akses mahatari ke dasar rawa dan ini merupakan sebab utama penurunan oksigen dirawa. Ikan mas termasuk ikan yang membutuhkan oksigen continyu siang dan malam, sementara di rawapening, tinggkat oksigen dimalam hari akan mendekati 0. Alasan lain adalah; rawapening pada umumnya dangkal.
22
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan lokasi Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari-Desember 2012 di Rawa Pening, Kabupaten Semarang. 3.2. Kebutuhan data 3.2.1. Analisis Fisika kimia perairan Sebagai data dukung lainnya maka diamati pula beberapa parameter kualitas air yaitu: Suhu, Kecerahan, Conductivity (DHL), pH, CO2, alkalinitas, BOD, TSS, TDS berdasarkan metode APHA 1986 (Tabel 1). Tabel 1. Parameter dan Metode Analisis Sampel Air Parameter 1. Suhu 2. Kecerahan 3. DHL 4. pH 5. Karbondioksida
Satuan 0 C cm µS/ cm pH unit mg/L
6. Oksigen terlarut
mg/L
7. Alkalinitas
mg/L
8. PO4
mg/L
9. NO3
mg/L
10. TN
Mg/L
Sumber (Source): APHA 1986
23
Metode dan peralatan Insitu. Termometer Insitu. Piring sechi Insitu. SCT meter Insitu. pH universal indicator Insitu,metode Winkler, titrimetri dengan NaOH sebagai titrant Insitu,metode Winkler, titrimetri dengan larutan thiosulfat sebagai titrant. Insitu, metode Winkler, titrimetri dengan larutam H2SO4 sebagai titrant Metode Vanadate molibdate, Spectrophotometric Metode Nessler, Spectrophoto metric. Metode Nessler, Spectrophoto metric
3.2.2. Biologi Ikan Metoda dan analisis yang akan digunakan dalam kegiatan ini
dan data yang
dikumpulkan adalah TKG, Fekunditas, ekosistem dan habitat perairan, sebaran jenis ikan dan food habits serta penyajian dengan tabulasi data, peta, analisis keanekaragaman ikan (indeks Shannon) dan grafik tertera pada (Tabel 2).
Tabel 2. Metode Analisis Biologi Ikan Data / Parameter
Metoda/Peralatan
Penyajian/Analisa
-TKG
- Nikolsky
- Tabulasi data
-Fekunditas
- Gravimetri
- Grafik/Histogram
Tipe Ekosistem dan
- Observasi Lapangan
Habitat Perairan Sebaran Jenis Ikan
- Sampling Hasil Tangkapan Nelayan
-
Peta
-
Photo
- Peta - Analisa Keaneka
- Blanko Isian (enumerator)
ragaman Ikan
- Percobaan penangkapan
(Indeks Shannon).
- Penentuan posisi dengan GPS Food habits
- Index of Preponderance
- Tabulasi data
- Frekuensi kejadian (untuk
- Grafik/Histogram
ukuran kecil/benih) Ruaya
Tagging
Peta ruaya
3.2.3. Dinamika Populasi. Tabel 3. Metode Analisis Dinamika Populasi Data / Parameter Parameter Pertumbuhan
Metoda/Peralatan Data release dan recapture tagging
Penyajian/Analisa - VBGF - Regresi analisis
Mortalitas Alami
Length frequency, FISAT
Empiris Pauliy, D
Mortalitas Penangkapan
Length frequency, FISAT
Jones and Van
24
(F) dan Total (Z)
Zalinge analisis Plot
Tingkat eksploitasi (E)
Length frequency, FISAT
Pauliy, D
Pendugaan populasi
Pelepasan
Petersen
dan
penangkapan
kembali ikan bertanda
3.2.4. Ruaya Penelitian tentang ruaya ikan dilakukan percobaan penandaan (tagging experiment) pada ikan untuk mengetahui pola ruaya dan pertumbuhannya di Rawa Pening. Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada masyarakat dan nelayan di sekitar waduk Rawa Pening tentang hal hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Alat atau bahan penandaan yang digunakan dengan menggunakan “Gun tags” dan “TBA dan PDS” (Hoggarth, 1994). Bahan penandaan dipasang ke tubuh ikan pada sirip keras punggungnya (contoh pada gambar). Ikan bertanda dicatat nomornya, ukuran ikan panjang (cm) dan berat (gram), dicatat tempat pelepasannya dan posisi geografis (GPS) selanjutnya dilepas di perairan. Nelayan yang menemukan ikan bertanda tersebut diwajibkan mencatat tanggal ditemukan, nomor tanda, tempat penangkapan, ukuran ikan yang tertangkap (Form 1), selanjutnya dilaporkan kepada tim peneliti saat melakukan penelitian dilapangan atau kepada petugas dilapangan yang telah ditunjuk sebagai pengumpul catatan dari nelayan. Tempat pelepasan ikan bertanda harus sama dengan tempat tertangkapnya ikan tersebut, ukuran ikan harus mewakili dari ukuran kecil sampai ke yang besar. Percobaan penandaan ikan harus mewakili saat musim kemarau dan musim penghujan. Monitoring ikan bertanda ini akan dilakukan terus dan dilanjutkan ke tahun berikutnya.
25
3.3. Teknik pengumpulan data Sampling dan observasi lapangan akan dilakukan sebanyak 4 kali yang mewakili musim kemarau dan penghujan yaitu pada bulan Maret, Mei, Juli, Oktober 2012. Penelitian bersifat survei lapangan dan studi kasus di Rawa Pening, Kabupaten Semarang. 3.3.1. Metode analisis data 3.3.1.1. Analisis Fisika-Kimia Perairan Data fisika-kimia perairan yang diperoleh selama survei lapangan akan ditabulasikan kemudian diuraikan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk grafik, tabel, dan lain-lain. 3.3.2. Analisis Biologi ikan 3.3.2.1. Hubungan Panjang bobot Hubungan bobot tubuh dengan panjang (total) ditentukan berdasarkan rumus Effendie (1979) yaitu : W = aLb Keterangan: W = berat ikan (gr) L = panjang ikan (mm) a dan b
= konstanta regresi
Penentuan nilai b dilakukan dengan uji t, dimana ada usaha untuk melakukan penolakan atau penerimaan hipotesa yang dibuat. Hipotesanya adalah sbb : Ho : b = 3 H1 : b ≠ 3 T hitung dihitung menggunakan rumus sbb : T hit =
1 2 S 1
3.3.2.2.Faktor Kondisi Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan ponderal indeks untuk pertumbuhan isometrik (b = 3 ) dengan rumus (Effendie, 1979) :
K
W x105 3 L
26
Keterangan : K = faktor kondisi W= berat rata rata ikan (gr) L = panjang rata rata ikan (mm) Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat alometrik (b≠3) maka faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus (Effendie, 1979) :
Kn
W cLn
Keterangan : Kn= faktor kondisi nisbi W= berat rata rata (gr) c=a n= b adalah konstanta yang diambil dari hubungan panjang berat. 3.3.2.3. Kebiasaan makan
Untuk mengetahui kebiasan makan maka dilakukan analisis isi lambung ikan dengan menghitung Index of Preponderance yang merupakan gabungan dari metode frekunsi kejadian dengan metode volumetrik dengan perumusan sebagai berikut (Effendi, 1979). Metode frekuensi kejadian Tiap-tiap isi pencernaan ikan dicatat masing-masing organisme yang terdapat sebagai bahan makanannya, demikian juga alat pencernaan yang sama sekali kosong harus dicatat pula. Jadi seluruh contoh yang diteliti dibagi menjadi dua golongan yaitu yang berisi dan yang kosong. Masing-masing organisme yang terdapat di dalam sejumlah alat pencernaan yang berisi nyatakan keadaannya dalam persen dari seluruh alat pencernaan yang diteliti namun tidak meliputi alat pencernaan yang tidak berisi. Dengan demikian kita dapat melihat frekuensi kejadian suatu organisme yang dimakan oleh ikan contoh yang diperiksa itu dalam persen. Metode volumetrik
27
Di dalam menerapkan metoda ini ukur dahulu volume makanan ikan itu. Kemudian makanan tadi dikeringkan dengan kering udara yaitu dengan menaruh makanan ikan di atas kertas saring supaya airnya terserap ke luar untuk selama lima menit. Pisahkan masing-masing organisme yang dapat dipisahkan dan ukurlah volumenya dalam keadaan kering udara. Apabila terdapat makanan yang tak dapat ditentukan golongannya, masukkan saja ke dalam golongan yang tak dapat ditentukan. Volume makanan ikan yang didapat dinyatakan dalam persen volume dari seluruh volume makanan seekor ikan. Vi x Oi IP = ------------- x 100 ∑Vi x Oi
Keterangan : Vi
= persentase volume satu macam makanan
Oi
= persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑Vi x Oi = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan IP
= Index of preponderance
3.3.3. Analisis Biologi Reproduksi 3.3.3.1. Nisbah kelamin (Sex ratio) Nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina yang diperoleh sesuai dengan Haryani, (1998), adalah sebagai berikut : Rasio kelamin = J/B J = Jumlah ikan jantan (ekor) B = Jumlah ikan betina (ekor) Penentuan seimbang atau tidaknya nisbah kelamin jantan dan betina dilakukan dengan uji Chi-square (Walpole, 1993).
28
3.3.3.2. TKG Penentuan tingkat kematangan gonad dengan metode Nikolsky dalam Effendie 1997 yaitu: Tingkat I : Ovari belum masak, transparan, bentuk kecil memanjang seperti benang, butir telur belum kelihatan. Tingkat II : Ukuran ovari lebih membesar, warna agak merah gelap, butir telur dapat terlihat dengan kaca pembesar. Tingkat III : Ovari kelihatan membesar mencapai 60 % rongga perut, berwarna kuning, butir telur mulai kelihatan oleh mata. Tingkat IV : Volume Ovari mencapai lebih dari 70 % rongga perut, berwarna kuning, butir telur mudah dipisahkan, bila perut ditekan telur mudah keluar, siap memijah. Tingkat V
: Ovari berkerut karena habis memijah, masih terdapat sisa telur dalam ovari, perkemnbangan ovari kembali ke tingkat II.
Ukuran pertama kali matang gonad (M) diduga dengan cara Spearman-Karber (Udupa, 1986) dengan persamaan sebagai berikut: m = (Xk + X/2) – (X, ∑pi ) Kisaran ukuran panjang diduga dengan persamaan: Antilog (m lebih kurang 1,96 √(var(m)) Keterangan : M = Ukuran pertama kali matang gonad (antilog dari m) m = Log panjang ikan pada kematangan gonad yang pertama Xk = Log nilai tengah kelas panjang pada ikan 100 % matang gonad X
= Pertambahan log panjang nilai tengah kelas
Pi = ri/ni = perbandingan jumlah ikan yang matang gonad pada tiap kelas panjang ri
= jumlah ikan yang matang gonad pada kelas ke-i 29
ni = jumlah contao ikan pada kelas ke i qi = 1 – pi
3.3.3.3. IKG (Indeks Kematangan Gonad) Untuk menghitung Indeks Kematangan Gonad (IKG) mengacu kepada Effendie (1992) dengan Rumus : Bg IKG = _________ x 100 % Bi Keterangan: IKG
= Indeks kematangan gonad
Bg
= Berat gonad (gram)
Bi
= Berat ikan (gram)
3.3.3.4.Fekunditas Pengamatan fekunditas dan diameter telur ditentukan dari contoh ikan dengan TKG IV. Fekunditas total dihitung berdasarkan metoda grafimetrik (Effendie, 1992).
Cara
menghitung fekunditas dengan metode gravimetrik yaitu seluruh gonad yang berisi telur dikeringkan udara dahulu. Tentukan terlebih dahulu berat kering udara seluruh gonadnya, demikian pula sebagian dari telur yang akan ditimbang beratnya. Fekunditas ditentukan dengan menggunakan rumus G F =
______
x n
g
Keterangan: F = jumlah total telur dalam gonad (fekunditas) G = bobot gonad tiap satu ekor ikan g = bobot sebagian gonad (sampel) satu ekor ikan n = jumlah telur dari sampel gonad
30
3.3.4. Analisis Dinamika Populasi 3.3.4.1. Analisis Data Pertumbuhan Ikan Pendugaan pertumbuhan berdasarkan persamaan Vont Batalanfy dalam Pauly 1984: Lt = L∞ ( 1- e -k( t – to ) ) Lt = Panjang ikan pada saat t (Cm) L∞ = Panjang infinity (Cm). k = Koefisien pertumbuhan. t0 = Umur pada saat panjangnya = 0 Cm. Dari percobaan penandaan ikan akan didapatkan nilai ∆L (perubahan ukuran, selisih ukuran saat dilepas dan tertangkap kembali) dan ∆t (perubahan waktu, selang waktu saat dilepas dan tertangkap kembali). Untuk mencari parameter pertumbuhan (L∞) dan k dengan cara membuat analisis regresi ∆L/∆t = a + b.L’ (Gulland and Holt 1959 dalam Spare 1992). ∆L/∆t = perubahan ukuran/ perubahan waktu. L’
= ukuran rata rata panjang antara saat dilepas dan tertangkap kembali. Besarnya koefisien pertumbuhan yaitu K = -b, sedangkan L∞ = -a/b, besarnya t0 diduga
berdasarkan persamaan empiris Pauly, 1984: Log (-t0) = - 0,3922-0,2752 Log L ∞ - 1,038 Log K.
3.3.4.2. Analisis Pendugaan Populasi Pendugaan populasi dilakukan dengan mengguakan metode Petersen, metode ini merupakan metode sensus tunggal dengan cara melaskan ikan bertanda dan menangkap kembali. Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada Masyarakat di sekitar
tentang hal hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
Alat atau bahan
penandaan yang digunakan dengan menggunakan “T. tags” dan “PDS Tags” (Hoggarth, 1994). Bahan penandaan dimasukan ke ikan pada punggungnya.
Ikan bertanda dicatat
nomornya, ukuran ikan panjang (cm) dan berat (gram), dicatat tempat pelepasannya dan 31
posisi geografis (GPS) selanjutnya dilepas di perairan (Gambar 2 dan 3).
Nelayan yang
menemukan ikan bertanda tersebut diwajibkan mencatat jenis ikan, nomor tanda, tempat penangkapan, ukuran ikan yang tertangkap, selanjutnya dilaporkan kepada tim peneliti saat melakukan penelitian dilapangan. Hasil tangkapan ikan Patin dari Nelayan ada yang bertanda dan ada yang tidak ada tandanya. Berdasarkan metode Petersen maka populasi ikan dapat dihitung sebagai berikut (Effedie 1992) : MxC N = ______ R Keterangan: N = Popuasi ikan Patin yang akan di hitung M = Jumlah ikan Patin bertanda yang dilepas keperairan C = Jumlah ikan Patin yang tertangkap (tidak bertanda dan bertanda) R = Ikan Patin bertanda tertangkap kembali. 3.3.5. Analisis Ruaya Data yang diperoleh dari hasil monitoring ikan bertanda yang tertangkap kembali (recapture) akan ditabulasi, diuraikan secara deskriptif dan dibuat peta ruaya.
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah. Rawa Pening terletak di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, mempunyai luas 2.020 ha. Perairan Rawa Pening berbatasan dengan empat kecamatan yaitu Ambarawa, Tuntang, Bawen dan Banyubiru. Rawa Pening merupakan tipe perairan danau yang di bendung untuk keperluan pembangkit tenaga listrik dan irigasi pertanian. Sekitar 19 sungai bermuara di Rawa Pening dan 1 sungai yang menjadi outletnya yaitu sungai Tuntang. Debit air yang banyak menjadikan Rawa Pening sebagai irigasi untuk pertanian, pemutar turbin PLN, perikanan dan wisata air (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Semarang, 2007). Danau Rawapening terletak pada Astronomi 704‘ LS - 7030‘ LS dan 1100 24‘46‘‘ BT – 110049‘06‘‘ BT, dan berada di ketinggian antara 455 – 465 meter di atas permukaan laut (dpl) serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Letak Danau ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang - Solo dan Semarang – Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa – Kota Salatiga. Rawa Pening merupakan danau semi alami yang terbentuk setelah pembangunan bendungan di sungai Tuntang antara tahun 1912-1916 pada tanah gambut yang berawarawa. Luasan danau menjadi bertambah setelah dibangun untuk yang ke dua pada tahun 1939, selanjutnya diperbaiki pada tahun 1962 dan 1966 dengan luas maksimum 2.500 Ha. Kapasitas air danau berkisar antara 25 juta m3- 65 juta m3 yang banyak digunakan untuk kebutuhan irigasi sawah, pembangkit tenaga listrik, perikanan, kebutuhan rumah tangga dan wisata (Guritno,2003). Luas dan kapasitas air danau semakin berkurang akibat sungai-sungai yang bermuara ke danau membawa endapan lumpur dan materi 33
organik sehingga menyebabkan pendangkalan di dasar danau. Pendangkalan tersebut mendukung pertumbuhan Hydrilla verticillata karena penetrasi cahaya matahari sampai ke dasar danau.
Gambar 2. Gambaran umum Rawa Pening, sebagian besar tertutup oleh tanaman air Danau Rawa Pening merupakan daerah yang dikelilingi lahan pertanian berupa sawah, Pada setiap musim penghujan dan kemarau sawah tersebut selalu dimanfaatkan petani untuk ditanami berbagai macam tanaman pertanian seperti padi. Untuk memaksimalkan produksi padi dari serangan hama pertanian, banyak petani di sekitar perairan ini menggunakan pestisida sebagai salah satu upaya pemberantasannya. Keberadaan pestisida di lingkungan pertanian memang sangat efektif membantu petani dalam pemberantasan hama. Peredaran pestisida yang mudah didapat dan tidak terkontrol penjualannya memudahkan petani bebas memilih berbagai macam pestisida yang di
34
butuhkan. Pestisida adalah bahan kimia yang mencakup bahan-bahan beracun yang berfungsi mengendalikan hama. Racun dalam pestisida dapat membunuh organisme sasaran, dengan cara masuk ke dalam tubuh organism secara fisis/ kontaminasi secara langsung melalui mulut yang kemudian menghambat proses metabolisme. Pada konsentrasi sublethal dampak yang ditimbulkan antara lain perubahan fisiologi organisme, tingkah laku organisme yang berbeda dari kondisi normal, serta kerusakan organ organisme ( Djojosumarto, 2008).
Gambar 3. Pemanfaatan Eceng Gondok untuk kerajinan
Kegiatan perikanan meliputi kegiatan penangkapan ikan dan budidaya ikan. Kelompok nelayan di perairan Rawa Pening ada 46 kelompok, masing masing kelompok mempunyai anggota antara 15 – 150 orang, jumlah nelayan . Di Kecamatan Ambarawa ada 11 kelompok, Bawen 5 kelompok, Banyubiru 12 kelompok, Tuntang 18 kelompok. Kelompok nelayan ini tergabung dalam GAPOKYAN, mempunyai jadwal pertemuan
35
rutin 1-3 bulan sekali. Pertemuan semacam ini dapat digunakan oleh petugas perikanan untuk melakukan pembinaan.
Gambar 4. Budidaya Ikan dengan Keramba Jaring Apung
Gambar 5. Alat Tangkap Beranjang
36
Produksi hasil tangkapan ikan di Rawa Pening berkisar antara 1.042 ton – 1.134 ton/tahun. Hasil tangkapan didominansi oleh ikan Nila, Mujair, Wader dan udang air tawar. Jenis alat tangkap yang digunakan yaitu Jaring, Bubu, Pancing, Branjang. Kegiatan penagkapan ikan di Rawa Pening telah diatur oleh Perda Kabupaten Semarang Nomor 25 tahun 2001. Alat tangkap yang diatur dalam Perda tersebut antara lain: Alat Beranjang Kerap, Jala, Jaring.
Kegiatan budidaya ikan di Rawa Pening berupa
pemeliharaan ikan dalam keremba jaring apung. Menurut perda Nomor 25 tahun 2001 luas maksimal lahan yang dapat diusahakan oleh per orangan atau kelompok yaitu 400 m2, luas lahan yang diusahakan oleh badan maksimal yaitu 1.500 m2, Jumlah kelompok pembudidaya ikan ada 124 kelompok terdiri dari 2.193 orang. Jenis ikan yang dibudidayakan yaitu ikan Nila, Karper dan Lele. 4.2. Betnos. Selama penelitian didapatkan 10 jenis Bentos, didominansi oleh Gastropoda dan Oligochaeta. Ditinjau dari segi jumlah maka perairan Rawa Pening merupakan perairan yang jenis bentosnya tidak banyak,
namun kelimpahan bentos Rawa Pening tinggi
berkisar antara 4031- 7109 ind/m3. Nilai indeks keanekaragaman (H’) plankton pada semua stasiun menunjukkan nilai yang rendah dengan kisaran 1,148– 2,03, dengan rata rata H’= 1,29. Nilai indeks kesergaman (E) bentos pada semua stasiun juga rendah dengan kisaran 0,73-0,98, dengan nilai rata rata E = 0,77. Rawa Pening mempunyai nilai keanekaragaman bentos rendah. Dominansi oleh salah satu spesies menunjukkan bahwa perairan tersebut kurang stabil, kelimpahan yang tinggi namun keanekaragaman yang rendah merupakan indikasi bahwa perairan tersebut sudah tercemar. Makanan bentos adalah bahan organik yang ada di
37
dasar perairan. Bahan organik di sungai krengseng berasal dari limbah rumah tangga dan pertanian , mengingat Rawa Pening berada di lingkungan yang padat penduduk dan pertanian.
4.2.1. Lokasi
Titik 1 Titik 2
Waktu
: Karamba Jaring Apung Tuntang
: S 7o 16’15,08 E 110o 26’24,34 : S 7o 16’11,7’’ E 110o 26’28,7’’
: S 7o16’10,18’’ E 110o26’34,54’’ : S 7o16’08,29’’ E 110o26’40,79
Titik 3 Titik 4
: Sampling ke 1 (Minggu, 27 mei 2012) Sampling ke 2 (Sabtu, 9 Juni 2012) Sampling ke 3 (Sabtu, 30 Juni 2012) Tabel 4. Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Spesies
Gastropoda Melanoides Pleurocera Bithynia Bivalvia Anondota Corbicula Oligochaeta Lumbriculus Tubifex Limnodrilus Branchiurinae Larva Insecta Chironomous Jumlah
Stasiun I 1 2
Stasiun II 3 4
9 6 4
8 5 5
18 0 13
18 0 11
0 0
0 0
1 4
1 6
3 4 4 5
3 5 7 5
6 6 10 9
10 7 5 7
3 38
4 42
0 67
0 65
Dari hasil yang diperoleh kemudian dikonversikan ke satuan meter3 dengan cara sebagai berikut : Volume Grab : 2356 cm3 = 0,002356 m3 38
Karena disetiap stasiun ada 2 kali ulangan dan setiap ulangan ada 2 volume Grab maka : Volume per stasiun adalah
= 2 x 2 x Volume Grab = 2 x 2 x 0,002356 m3 = 0,009424 m3
Nilai konversi ke m3 adalah 1/0,009424 = 106,11 dengan demikian jumlah biota setelah dikonversikan kesatuan m3 adalah sebagai berikut : Tabel 5. Kelimpahan Makrobenthos di setiap Stasiun (Ind/m3) No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Spesies
Gastropoda Melanoides Pleurocera Bithynia Bivalvia Anodota Corbicula Oligochaeta Lumbriculus Tubifex Limnodrilus Branchiurinae Larva Insecta Chironomous Jumlah
Stasiun I 1 2
Stasiun II 3 4
955 637 424
849 531 531
1910 0 1379
1910 0 1167
0 0
0 0
106 424
106 637
318 424 424 531
318 531 743 531
637 637 1061 955
1061 743 531 743
318 4031
424 4458
0 7109
0 6898
Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi, dan Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian
39
a). Stasiun I Tabel 6. Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi, dan Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
E=
Spesies Gastropoda Melanoides Pleurocera Bithynia Bivalvia Anodota Corbicula Oligochaeta Lumbriculus Tubifex Limnodrilus Branchiurinae Larva Insecta Chironomous Jumlah
Ni
pi
lnpi
pilnpi
-pilnpi
KR (%)
1804 1168 955
0,21 0,21 0,11
-1,55 -1,98 -2,18
-0,33 -0,27 -0,25
0,33 0,27 0,25
21,25 13,76 11,25
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
636 955 1167 1062
0,07 0,11 0,14 0,13
-2,59 -2,18 -1,98 -2,08
-0,19 -0,25 -0,27 -0,26
0,19 0,25 0,27 0,26
7,49 11,25 13,75 12,51
743 8490
0,09
-2,44
-0,21 H' = e = D=
0,21 2,03 0,98 0,14
8,75 100
= 0,98
b). Stasiun II Tabel 7. Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi, dan Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian No 1 2 3 4 5 6
Spesies Gastropoda Melanoides Pleurocera Bithynia Bivalvia Anodota Corbicula Oligochaeta Lumbriculus
ni
pi
lnpi
pilnpi
-pilnpi
KR (%)
3820 0 2546
0,27 0 0,18
-1,3 0 -1,71
-0,35 0 -0,31
0,35 0 0,31
25,18 0 18,17
212 1061
0,02 0,08
-4,19 -2,58
-0,06 -0,2
0,06 0,2
1,51 7,57
1704
0,12
-2,11
-0,26
0,26
12,16
40
7 8 9 10
Tubifex Limnodrilus Branchiurinae Larva Insecta Chironomus Jumlah
e=
1380 1592 1698
0,1 0,11 0,12
-2,32 -2,17 -2,11
-0,23 -0,25 -0,26
0,23 0,25 0,26
9,85 11,36 12,12
0 14013
0
0
0 H' = e = D=
0 1,92 0,92 0,17
0 100
= 0,92
4.2.2. Lokasi
: Sungai Tuntang : S 7o 15’48,0’’ E 110o 27’02,0’’ : S 7o 15’48,0’’ E 110o 27’02,0’’ : S 7o 15’48,0’’ E 110o 26’28,7’’ : -Sampling ke 1 (Minggu, 27 mei 2012) -Sampling ke 2 (Sabtu, 9 Juni 2012)
Stasiun I Stasiun II Stasiun III Waktu
A. Lokasi Stasiun I (titik sampling I/ titik tepi 1.1) No Species 1 2 3 4 5 6 7
Ulangan 1 5 1 7 -
Branchiura sp Tubifex sp Chironomous sp Melanoides spp Tarebia sp Sulcospira sp Corbicula sp
2 3 5 16 1 1 1
B. Lokasi Stasiun I (titik sampling I/ titik tengah 1.2) No Species 1 2 3
Ulangan 1 1 2 2
Branchiura sp Melanoides spp Tarebia sp
41
2 2 18 1
C. Lokasi Stasiun I (titik sampling I/ titik tepi 1.3) D. No Species Ulangan 1 2 1 Branchiura sp 1 2 2 Tubifex sp 3 1 3 Melanoides spp 17 12 4 Tarebia sp 2 5 Anentome sp 2 E. Lokasi Stasiun II(titik sampling I/ titik tepi 2.1) No Species 1 2 3 4
Ulangan 1 4 5 33 1
Branchiura sp Tubifex sp Melanoides spp Tarebia sp
2 1 10 2
F. Lokasi Stasiun II (titik sampling I/ titik tengah 2.2) No Species Ulangan 1 2 1 Branchiura sp 5 1 2 Tubifex sp 2 1 3 Melanoides spp 4 16 4 Anentome sp 1 5 Chironomous sp 1 6 Ripistes sp 1 G. Lokasi Stasiun II (titik sampling I/ titik tepi 2.3) No Species Ulangan 1 2 1 Branchiura sp 6 1 2 Tubifex sp 1 3 Melanoides spp 40 38 4 Anentome sp 1 5 Tarebia sp 3 1 6 Corbicula sp 3 7 Sulcospira sp 2 -
No
H. Lokasi Stasiun III (titik sampling I/ titik tepi 3.1) Species Ulangan 1 2 42
1 2 3
Branchiura sp Tubifex sp Melanoides spp
2 1 0
8
I. Lokasi Stasiun III (titik sampling I/ titik tengah 3.2) No Species Ulangan 1 2 1 Branchiura sp 1 2 Tubifex sp 1 1 3 Melanoides spp 7 3 4 Tarebia sp 1 4 5 Corbicula sp 3 J. Lokasi Stasiun III (titik sampling I/ titik tepi 3.3) No Species Ulangan 1 2 1 Branchiura sp 1 2 Tubifex sp 1 3 Melanoides spp 2 6 4 Tarebia sp 1 2 5 Corbicula sp 2 6 Sulcospira sp 2
Tabel 8. Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Species
Oligochaeta Branchiura sp Tubifex sp Ripistes sp Insecta Chironomous sp Gastropoda Melanoides spp Tarebia sp Sulcospira sp Anentome sp Bivalvia Corbicula sp Jumlah
Stasiun I Ulangan 1 2
Stasiun II Ulangan 1 2
Stasiun III Ulangan 1 2
7 4 0
7 1 0
15 8 0
3 1 1
3 2 1
1 1 0
0
5
0
1
0
0
26 2 0 0
46 4 1 2
77 4 2 0
64 3 0 2
9 2 0 0
17 6 2 0
0 39
1 67
3 109
0 75
5 22
0 27
43
Dari hasil yang diperoleh kemudian dikonversikan ke satuan meter3 dengan cara sebagai berikut : Volume Grab : 2356 cm3 = 0,002356 m3 Karena disetiap stasiun ada 3 kali ulangan dan setiap ulangan ada 3 volume Grab maka : Volume per stasiun adalah
= 3 x 3 x Volume Grab = 3 x 3 x 0,002356 m3 = 0,021204 m3
Nilai konversi ke m3 adalah 1/0,021204 = 47,16 dengan demikian jumlah biota setelah dikonversikan kesatuan m3 adalah sebagai berikut :
a). Stasiun I No
Species
Ni
Pi
ln pi
-pi ln pi
KR(%)
KI
C
1 2
Branchiura sp Tubifex sp
14 5
0,132 0,047
-2,024 -3,057
0,26716 0,14367
13,2 4,72
660,24 235,8
0,01744 0,00222
3
Chironomous sp
5
0,047
-3,057
0,14367
4,72
235,8
0,00222
4 5
Melanoides spp Tarebia sp
72 6
0,679 0,046
-0,387 -2,882
0,26277 0,16139
67,92 5,67
3395,52 282,96
0,46137 0,0032
6
Sulcospira sp
1
0,009
-4,71
0,04239
0,94
47,16
0,00008
7
Anentome sp
2
0,018
-4,017
0,0723
1,89
94,32
0,00035
8
Corbicula sp
1
0,009
-4,71
0,04239
0,94
47,16
0,00008
H'=
1,13574
100
4998,96
0,48696
e=
0,54617
Jumlah
106
Stasiun II No
Species
Ni
Pi
ln pi
-pi ln pi
KR(%)
KI
C
1 2 3 4 5 6 7
Branchiura sp Tubifex sp Chironomous sp Melanoides spp Tarebia sp Sulcospira sp Anentome sp
18 9 1 141 7 2 2
0,097 0,048 0,005 0,766 0,038 0,01 0,01
-2,33 -3,036 -5,298 -0,266 -3,27 -4,605 -4,605
0,2263 0,14572 0,02649 0,20375 0,12426 0,04605 0,04605
9,79 4,89 0,54 76,64 3,8 1,08 1,08
848,88 424,44 47,16 6649,56 330,12 94,32 94,32
0,00956 0,00239 0,00003 0,58722 0,00144 0,00012 0,00012
8 9
Corbicula sp Ripistes sp
3 1
0,016 0,005
-4,135 -5,298
0,06616 0,02649
1,64 0,54
141,48 47,16
0,00026 0,00003
H'=
0,91127
100
8677,44
e=
0,41473
Jumlah
184
44
Stasiun III No
Species
Ni
Pi
ln pi
-pi ln pi
KR(%)
KI
C
1
Branchiura sp
4
0,082
-2,501
0,20508
8,16
188,64
0,00664
2 3 4 5 6 7
Tubifex sp Melanoides spp Tarebia sp Sulcospira sp Corbicula sp Ripistes sp
3 26 8 2 5 1
0,061 0,531 0,163 0,041 0,102 0,02
-2,796 -0,632 -1,814 -3,194 -2,282 -3,912
0,17055 0,33559 0,29568 0,13095 0,23276 0,07824
6,12 53,06 16,33 4,08 10,21 2,04
141,48 1226,16 377,28 94,32 235,8 47,16
0,00373 0,28155 0,02665 0,00167 0,01041 0,00041
H' =
1,44885
100
2310,84
e=
0,74456
Jumlah
49
4.3. Lokasi Sungai Torong Lokasi Sampling 1. Stasiun I (Sungai Torong) S 7o 15’48,0’’ E 110o 27’02,0’’ 2. Stasiun II (Muara Sungai Torong) S 7o 15’48,0’’ E 110o 27’02,0’’ 3. Stasiun III (Percampuran Sungai Torong dan Rawa Pening) S 7o 15’48,0’’ E 110o 26’28,7’’ Waktu : -Sampling ke 1 (Minggu, 27 mei 2012) -Sampling ke 2 (Sabtu, 9 Juni 2012)\ -Sampling ke 3 (Sabtu, 23 Juni 2012) Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi dan Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian Stasiun I Sampling
Genus
ni
Pi
LnPi
-PilnPi
D
KR(%)
KI(Ind/m3)
1
Tubifex
17
0,515
-0,67
0,342
0,26
51,5
7214,8
Branchiura
4
0,121
-2,12
0,254
0,014
12,1
1697,6
Limnodrillus
4
0,121
-2,12
0,254
0,014
12,1
1697,6
Lumbricus
8
0,243
-1,43
0,343
0,058
24,3
3395,2
H"=
1,193
N= 2
33
Pila
2
0,125
-2,12
0,254
0,0144
12,5
848,8
Tubifex
9
0,563
-0,58
0,325
0,3136
56,3
3819,6
Branchiura
2
0,125
-2,12
0,254
0,0144
12,5
848,8
Lumbricus
3
0,817
-1,66
0,315
0,0361
18,7
1273,2
45
N= 3
16
H"=
1,148
Pila
1
0,09
-2,41
0,217
0,0008
9
424,4
Tubifex
6
0,55
-0,62
0,335
0,2916
55
2546,4
Lumbricus
2
0,18
-1,71
0,308
0,0324
18
848,8
Branchiura
2
0,18
-1,71
0,308
0,0324
18
848,8
H"=
1,168
N=
11
Sampling 1 H’ = -Σ PiLnPi = 1,193
Sampling 2 H’ = -Σ PiLnPi = 1,148
Sampling 3 H’ = -Σ PiLnPi = 1,168
e = H’ / Ln S = 0,850 Stasiun II
e = H’ / Ln S = 0,828
e = H’ / Ln S = 0,84
Sampling
Genus
ni
Pi
LnPi
-PilnPi
D
KR(%)
1
Tubifex
36
0,54
-0,62
0,335
0,2916
54
KI (Ind/m3) 15278,4
Branchiura
6
0,09
-2,41
0,217
0,0008
9
2546,4
Limnodrillus
4
0,06
-2,81
0,169
0,0004
6
1697,6
Lumbricus
15
0,22
-1,51
0,332
0,0484
22
6366
Physella
4
0,06
-2,81
0,169
0,0004
6
1697,6
Bellamya
2
0,03
-3,51
0,105
0,00009
3
848,8
N= 2
H'=
1,327
Tubifex
22
0,47
-0,75
0,352
0,2209
47
9336,8
Branchiura
8
0,17
-1,77
0,301
0,0289
17
3395,2
Limnodrillus
3
0,06
-2,81
0,169
0,0004
6
1273,2
Lumbricus
9
0,19
-1,66
0,315
0,0361
19
3819,6
Physella
4
0,09
-2,52
0,202
0,0006
9
1697,6
Bellamya
1
0,02
-3,91
0,08
0,00004
2
424,4
N= 3
67
47
H'=
1,419
Tubifex
25
0,49
-0,71
0,348
0,2401
49
10610
Branchiura
8
0,16
-1,83
0,293
0,0256
16
3395,2
Limnodrillus
5
0,09
-2,3
0,23
0,01
9
2122
Lumbricus
9
0,18
-1,71
0,308
0,0324
18
3819,6
Physella
2
0,04
-3,22
0,129
0,0002
4
848,8
2
0,04
-3,22
0,129
0,0002
4
848,8
Bellamya N=
Sampling 1 H’ = -Σ PiLnPi = 1,327
51
H'=
Sampling 2 H’ = -Σ PiLnPi = 1,419 46
1,437
Sampling 3 H’ = -Σ PiLnPi = 1,437
e = H’ / Ln S = 0,738
e = H’ / Ln S = 0,792
e = H’ / Ln S = 0,802
Stasiun III Sampling
Tubifex
12
0,444
-0,82
0,361
0,194
44,4
KI (Ind/m3) 5092,8
Branchiura
6
0,222
-1,51
0,332
0,048
22,2
2526,4
Lumbricus
5
0,186
-1,71
0,308
0,032
18,6
2122
Physella
2
0,074
-2,66
0,186
0,0005
7,4
848,8
Limnodrillus
2
0,074
-2,66
0,186
0,0005
7,4
848,8
N=
27
1
2
Genus
ni
Pi
LnPi
-PilnPi
D
KR(%)
H'=
1,373
Tubifex
31
0,45
-0,8
0,36
0,2025
45
13156,4
Branchiura
15
0,22
-1,51
0,332
0,0484
22
6366
Limnodrillus
4
0,06
-2,81
0,169
0,0004
6
1697,6
Lumbricus
14
0,2
-1,61
0,322
0,04
20
5941,6
Physella
5
0,07
-2,66
0,186
0,0005
7
2122
6366
N= 3
69
H'=
1,369
Tubifex
15
0,43
-0,84
0,361
0,1849
43
Branchiura
5
0,14
-1,97
0,276
0,0196
14
2122
Limnodrillus
3
0,09
-2,52
0,202
0,0006
9
1273,2
Lumbricus
8
0,23
-1,47
0,338
0,0529
23
3395,2
Physella
4
0,11
-2,21
0,243
0,0121
11
1697,6
N=
35
H'=
1,42
Sampling 1 H’ = -Σ PiLnPi = 1,373
Sampling 2 H’ = -Σ PiLnPi = 1,369
Sampling 3 H’ = -Σ PiLnPi = 1,42
e = H’ / Ln S = 0,861
e = H’ / Ln S = 0,851
e = H’ / Ln S = 0,882
4.3. Plankton. Selama penelitian didapatkan 18 jenis plankton. Fitoplankton yang mendominansi adalah jenis Nizschia sp dan Mellosira sp. Ditinjau dari segi jumlah jenis plankton maka
47
perairan Rawa Pening merupakan perairan yang jenis planktonnya tidak banyak, bila dibanding Waduk lain di luar Jawa seperti Waduk Koto Panjang Riau jumlah jenis fitoplankton mencapai 36 spesies (Sugiyanti, et al 2009). Kelimpahan fitoplankton Rawa Pening rendah hanya berkisar antara 330 – 730 ind/L. Nilai indeks keanekaragaman (H’) plankton pada semua stasiun menunjukkan nilai yang rendah dengan kisaran 1,026 – 1,902. Nilai indeks kesergaman (E) plankton pada semua stasiun juga rendah dengan kisaran 0,63-0,87. Bila dibanding dengan Waduk lain diluar Jawa seperti Waduk Koto Panjang yang mempunyai kisaran indeks keanekaragaman fitoplankton 2,57 – 2,97 (Sugiyanti et al, 2009), maka Rawa Pening mempunyai nilai keanekaragaman plankton lebih rendah. Dominansi oleh salah satu spesies menunjukkan bahwa perairan tersebut kurang stabil, bila terjadi perkembangan yang Sangat peasat (blooming) terhadap species tersebut maka akan membawa dampak negatif terhadap kualitas perairan.
48
Plankton
Lokasi Titik 1 Titik 2 Titik 3
Tanggal : 3 mei 2012 : Keramba Jaring Apung Tuntang : S 07°16'11.2'' E 110°26'32.5'' : S 07°1611.7'' E 110°26'28.3'' : S 07°16'16.9'' E 110°26'22.7''
Hasil Identifikasi Fitoplankton Sampling 1 Titik 1 (Tepat pada keramba jaring apung) Genus ni Nitzschia sp 49 Pediastrum sp 12 Melosira sp 272 Cherella sp 4 Staurastrum sp 8 Ceratium sp 2 Scenedesmus sp 28 Selenastrum sp 37 Volvox sp 4 Actinastrum sp 44 Mougeotia sp 9
Pi 0.1045 0.0256 0.549 0.0085 0.0171 0.0043 0.0597 0.0789 0.0085 0.0938 0.0192
pi In pi 0.236 0.094 0.315 0.040 0.0695 0.0 235 0.1683 0.2004 0.040 0.222 0.0759
49
H max 3.89 2.48 1.84 1.39 2.08 0.69 3.33 3.61 1.39 3.78 2 .197
e 0.061 0.038 0.171 0.029 0.033 0.034 0.051 0.056 0.029 0.059 0.035
D 0.0109 0.00066 0.335 0.00007 0.0003 0.00002 0.00356 0.062 0.00007 0.00879 0.00037
Titik 2 (100 m dari KJA)
Genus
ni
Pi
pi In pi
H max
e
D
Scenedesmus sp Nitzschia sp Pediastrum sp Selenastrum sp Volvox sp Pandorina ssp Dactilococopsis sp Staurastrum sp Cymbella sp Cyclotella sp Chlorella Melosira sp
55 43 9 161 1 33 1 15 2 214 6 193
0.075 0.0587 0.01228 0.2196 0.01228 0.2196 0.0014 0.0205 0.0027 0.292 0.0082 0.263
0.194 0.1665 0.0540 0.333 0.0092 0.1395 0.0092 0.0797 0.0159 0.3595 0.0394 0.3513
4.007 3.76 2.197 5.08 0 3.496 0 2.71 0.69 5.366 1.792 5.263
0.048 0.0448 0.0256 0.0056 0 0.0399 0 0.0294 0.023 0.0669 0.0219 0.0667
0.00563 0.00345 0.000151 0.0482 0.000002 0.00203 0.000002 0.00042 0.0000075 0.0853 0.000067 0.0692
Titik 3 (200 m dari KJA) Genus Scenedesmus sp Actinastrum sp Nizschia sp Pediastrum sp Selenastrum sp Pandorina sp Staurastrum sp Mellosira sp Mougeotia sp
Ni 10 20 46 2 154 14 4 49 33
Pi 0.0342 0.0685 0.1575 0.0068 0.5274 0.0479 0.0139 0.1678 0.113
Pi In Pi 0.1154 0.1873 0.2911 0.0339 0.3374 0.1455 0.0596 0.2995 0.2464
H max 2.3 2.996 3.829 0.693 5.037 2.639 1.386 3.892 3.497
e 0.0517 0.06132 0.076 0.0489 0.0669 0.0551 0.043 0.07695 0.0705
D 0.00117 0.00469 0.02481 0.000046 0.02782 0.00229 0.000193 0.02817 0.01277
Waktu Sampling
50
Sampling ke-1 ( Kamis, 3 Mei 2012) Sampling ke-2 (Minggu, 27 Mei 2012)
Sampling 2 Tgl 27 mei 2012 Titiik 1 (Tepat pada KJA) Genus Scenedesmus sp Actinastrum sp Nizschia sp Pediastrum sp Pandorina sp Cymbella sp Staurastrum sp Mellosira sp Chlorella Selenastrum sp Titik 2 (100 m dari KJA) Genus Scenedesmus sp Actinastrum sp Nizschia sp Pediastrum sp
Ni 19 2 161 17 13 13 15 239 2 13
Pi 0.04798 0.0051 0.4066 0.04293 0.0328 0.0328 0.03788 0.6035 0.0051 0.0328
Pi In Pi 0.1457 0.0269 0.3659 0.1352 0.1121 0.1121 0.1239 0.3048 0.0269 0.1121
H max 2.94 0.69 5.08 2.83 2.565 2.565 2.708 5.476 0.69 2.565
e 0.0496 0.0389 0.072 0.0478 0.0437 0.0437 0.0458 0.0557 0.0389 0.0437
D 0.0023021 0.000026 0.16532 0.001843 0.001076 0.001076 0.00143 0.3642 0.000026 0.001076
ni 23 3 121 18
Pi 0.06199 0.00809 0,32615 0.04852
Pi In Pi 0.17238 0.03897 0.3654 0.14681
H max 3.135 1.099 4.796 2.89
e 0.0549 0.0355 0.068 0.0508
D 0.003843 0.000065 0.106374 0.00235
51
Selenastrum sp Mellosira sp Syanedrra sp Staurastrum sp Chlorella Titik 3 (200 m dari KJA) Genus Scenedesmus sp Actinastrum sp Nizschia sp Pediastrum sp Volvox sp Selenastrum sp Mellosira sp Chlorella SP
15 157 1 11 1
0.04043 0.42318 0.00296 0.02965 0.00809
0.12971 0.3639 0.0159 0.1043 0.03897
2.71 5.06 0 2.398 1.099
0.0479 0.0719 0 0.0435 0.0355
0.001635 0.1791 0.00000724 0.000879 0.000065
ni 54 11 135 19 6 16 240 8
Pi 0.10019 0.020408 0.25046 0.03525 0.0113 0.02968 0.4453 0.01484
Pi In Pi 0.2305 0.0794 0.3467 0.1179 0.0501 0.1044 0.3603 0.0625
H max 3.99 2.398 4.91 2.94 1.792 2.773 5.481 2.079
e 0.0578 0.0331 0.0706 0.0401 0.0279 0.0376 0.0657 0.0301
D 0.010038 0.000416 0.003935 0.001243 0.000124 0.000881 0.19829 0.00022
sampling 1 : tgl 27 mei 2012 Lokasi Sampling 1. Stasiun I ( Sungai Torong) S 07°16'53.4'' E 110°24'17.1'' 2. Stasiun II (Muara Sungai Torong) S 07°17'02.3 E 110°25'30.24'' 3. Stasiun III (Percampuran Sungau Torong dan Rawa pening)
52
S 07°17'3.70'' E 110°25'30.24'' Hasil Identifikasi Fitoplankton pada Sampling 1-3 Sampling ke - 1 (Minggu,27 Mei 2012) Ulangan Stasiun Genus 1 2 1 Nizschia 44 14 Pleurotaemum 18 13 Hyalotheea 1 Staurastrum 1 Mougeotia 3 2
II
III
Nizschia Chrysamoeba Bascilaria Pediastrum Mougeotia
27 2 1
Cymbella Nizschia Pleurotaemum Mougeotia Netrium Penium Amphora
2 14 10 11 1
3
x 23 13 1 1 3 S = 41
3
10 3
22 3
3 5
4 4
10 1 2
3 22 5 9
3 2
3 12 8
2 1
53
Pi 0.57 0.32 0.02 0.02 0.07
Pi² 0.325 0.102 0.00004 0.00004 0.0005 S=0.427
LnPi 0.562 -1.139 -3.912 -3.912 -2.659
PiLnpi 0.320 0.364 0.078 0.078 0.186 S=1.026
20 3 1 2 3 S-29
0.69 0.10 0.03 0.07 0.10
0.476 0.01 0.00004 0.0005 0.01 S=0.496
-371 -2.302 -3.506 -2.659 -2.302
0.256 0.230 0.105 0.186 0.230 S=1.007
2 15 5 7 1 2 1
0.05 0.38 0.13 0.18 0.03 0.05 0.03
0.0003 0.144 0.017 0.032 0.00009 0.0003 0.00009
-2.995 0.967 -2.040 -1.715 -3.506 -2.996 -3.506
0.149 0.367 0.265 0.309 0.105 0.149 0.105
Melosira
6
7
4
6 S=39
0.15
Stasiun I
Stasiun II
H'= -S PiLnPi 1.026
H' = -S PiLnPi 1
Stasiun III H'=-S PiLnPi 1.733
e = H'/Ln S 0,64
e = H'/Ln S 0.63
e = H'/Ln S 0.83
d = S Pi² 0.427
d =SPi² 0.496
d = S Pi² 0.217
0.023 S=0.217
-1.897
0.284 S=1.733
LnPi
PiLnPi
0.82 1.35 1.20 1.97
0.361 0.351 0.360 0.276 S=1.348 0.186 0.243 0.367
Sampling ke-3 (Sabtu, 23 Juni 2012) Stasiun
Genus
I
Nitzschia Pleurotaenum Closterium Mougotia
II
Synedra Pediastrum Gonatozygon
Ulangan I
II
III
20 3 19 9
22 13 18
2 3 10
3 2 20
Pi²
X Pi 25 22 7 13
22 13 15 7 S=50 2 3 10
5
54
0.44 0.26 0.30 0.14 0.07 0.11 0.36
0.1936 0.0676 0.009 0.0196 S=0.289 0.0005 0.0121 0.1296
-266 2.21 -102
Actinastrum Nitzschia Eudorina Navicula Selenastrum
III
Synedra Nitzschia Gonatozygon Pediastrum Diatoma Actinastrum Selenastrum Closterium Eudorina
10
6 3 2
2 5
8
5 10 5 3 5 12 3 -
12
1 -
10 9 6 6 3 3
1 7 1 1 3 S=28
0.03 0.25 0.03 0.03 0.11
0.00009 0.0625 0.00009 0.00009 0.0121 S=0.217
-351 -140 -351 -351 -221
0.105 0.350 0.105 0.105 0.243 S=1.704
5 10 4 2 1 3 4 1 1 S=31
0.16 0.32 0.13 0.06 0.03 0.10 0.13 0.03 0.03
0.0256 0.1024 0.0169 0.0004 0.00009 0.01 0.0169 0.00009 0.00009 S=0.172
-183 1.14 2.04 2.81 -351 -230 -204 -351 -351
0.293 0.365 0.265 0.169 0.105 0.230 0.265 0.105 0.105 1902
Stasiun I H' = -SPiLnPi 1.348
Stasiun II H' = - SPiLnPi 1.704
Stasiun III H' = - SPiLnPi 1.902
e = H'/Ln S 0.972
e = H'/Ln S 0.819
e = H'/Ln S 0.866
d = SPi² 0.289
d = SPi² 0.217
d = SPi² 0.172
55
Waktu Samppling Sampling ke-1 (Minggu, 27 Mei 2012) Sampling ke-2 (Sabtu, 9 Juni 2012) Sampling ke-3 (Sabtu, 23 Juni 2012) Tabel 9. Kelimpahan Fitoplankton (ind/150L), Indek keanekaragaman , kesegaran, dan dominansi jenis pada ke-3 lokasi penelitian Divisi
Chrysophyta
Chrysophyta
Genus
Nitzschia
Jmlh individu Stasiun II
Jmlh individu Stasiun I
Jmlh individu Stasiun III
Sampling
Sampling
Sampling
Sampling
Sampling
Sampling
Sampling
Sampling
Sampling
1
2
3
1
2
3
1
2
3
23
16
22
20
13
7
15
9
10
Chrysamoeba
-
-
-
3
-
-
-
-
-
amaelosira
-
-
-
-
5
-
6
-
-
Pleurotaenum
13
13
13
-
-
-
5
-
-
Hyalotheca
1
-
-
-
-
-
7
-
-
Mougotia
3
-
7
3
-
-
-
1
-
Pediastrum
-
9
-
2
3
3
1
2
2
Netrium
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Chlorella
-
4
-
-
-
-
-
-
-
Eudorina
-
-
-
-
2
1
-
1
1
Actinastrum
-
-
-
-
-
1
-
-
3
Selenastrum
-
-
-
-
-
3
-
-
4
56
Staurastrum
1
-
-
-
-
-
-
-
-
Penium
-
-
-
-
-
-
2
-
-
Closterium
-
7
15
-
-
-
-
2
1
Gonatozygon
-
8
-
-
-
10
-
1
4
Chrysophyta
Anabaena
-
3
-
-
-
-
-
-
-
Bacillariophyta
Bascilaria
-
-
-
1
1
-
-
1
-
Chrysophyta
Lanjutan Tabel Kelimpahan fitoplankton indeks keanekaragaman, kesegaran, dan dominasi jenis pada ke-3 lokasi penelitian Jmlh individu Stasiun I Jmlh individu Stasiun III Divisi Genus Jmlh individu Stasiun II Sampling Sampling Sampling Sampling Sampling Sampling Sampling Sampling Sampling 1 2 3 1 2 3 1 2 3 2 Cymbella 1 1 Amphora Gyrosigma 6 2 Epithemia 1 Diatoma 2 5 Synedra Ocrophyta Navicula 1 Jumlah Plankton 41 60 57 31 30 28 37 20 31 Tercacah Kelimpahan 20.87 30.54 29.01 15.78 15.27 14.25 18.83 10.18 15.78 Fitoplankton (ind/I) Indeks Keanekaragaman Jenis 1.026 1.828 1.348 1.007 1.509 1.704 1.733 1.8 1.902 (H') Indeks Kemerataan 0.64 0.94 0.98 0.63 0.84 0.82 0.83 0.82 0.87 Jenis (e) 0.427 0.195 0.289 0.496 0.275 0.217 0.217 0.233 0.172 Indeks Dominansi (D)
57
58
4.4. Kualitas Air
a). Suhu. Suhu perairan di perairan Rawa Pening antara 24 – 310 C. Suhu merupakan salah satu faktor fisika perairan yang penting bagi proses metabolisme organisme air. Perubahan suhu yang ekstrim dan mendadak akan nenyebabkan stres bagi organisme air bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu sangat dipengaruhi oleh perubahan musim, wilayah, ketinggian tempat, kedalaman air, waktu pengukuran (Effendi, 2000). Suhu dapat mempengaruhi metabolisme dan respirasi ikan, peningkatan suhu akan mempengaruhi konsumsi oksigen bagi ikan. Bila suhu perairan tinggi dan kadar oksigen rendah maka akan menimbulkan permasalahan bagi ikan terutama ikan pada KJA yang terkurung, karena peningkatan konsumsi oksigen oleh ikan tidak diimbangi dengan ketersediaan oksigen di perairan (Haslam, 1995) Suhu yang optimum bagi budidaya ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada KJA yaitu atara 26 – 280 C (Schmittou, 1991). Pada saat suhu tinggi di atas 300C, maka konsumsi oksigen ikan Nila meningkat. Pembudidaya ikan di Waduk Gajah Mungkur, bila suhu perairan tinggi akan menggunakan kincir air untuk menambah oksigen di perairan. Ada kecenderungan semakin ke arah dasar maka suhu semakin menurun. Apa bila suhu permukaan lebih rendah dari bagian dasar perairan maka massa air di permukaan akan lebih berat, dapat menyebabkan perputaran air dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas (Upwelling). Perputaran air tersebut akan membawa akibat teraduknya
bahan
organik di dasar perairan yang banyak gas beracun seperti H2S, NH3 dan CO2, sehingga dapat menyebabkan kematian ikan terutama yang ada pada KJA karena tidak dapat 59
meloloskan diri. Peristiwa Upwelling dapat terjadi apabila ada hujan lebat yang lama sehingga lapisan perairan permukaan turun ke bawah. b). Oksigen Kandungan oksigen perairan Rawa Pening berkisar antara 0,3 - 8,8 mg/l. Ada kencenderungan makin ke arah dasar perairan kandungan oksigen semakin menurun, terututama di daerah KJA dan daerah tempat pemanenan Eceng Gondok. Semakin ke arah dasar perairan aktivitas fotosintesa semakin mengecil, di dasar perairan pada umumnya juga banyak bahan organik yang mengendap dan membusuk sehingga mereduksi oksigen. Dasar perairan yang diatasnya banyak KJA, kadar oksigennya lebih rendah darena banyak sisa pakan dan kotoran ikan yang lolos ke dasar perairan. Dasar perairan yang banyak aktivitas pemanenan eceng gondok pada umumnya juga kadar oksigennya rendah, karena daun daun eceng gondok yang tidak terpakai biasanya dibuang ke perairan dan mengndap didasar perairan, pembusukan daun eceng gondok di dasar perairan akan mereduksi oksigen. Kandungan oksigen terlarut (DO) di perairan merupakan parameter yang sangat penting untuk organisme air terutama ikan. Pernafasan oleh ikan memerlukan oksigen yang cukup untuk proses pembakaran yang akan menghasilkan energi. Oksigen di perairan selain diperlukan oleh organisme air juga diperlukan dalam proses dekomposisi bahan organik menjadi bahan anorganik. Sumber oksigen di perairan berasal dari hasil proses fotosintesa tumbuhan air terutama oleh fitoplankton, juga dari difusi oksigen dari atmosfer (Effendi, 2000).
60
c). pH Nilai pH di perairan Rawa Pening berkisar antara 6,5 – 7,5 (netral). Sebagian besar organisme air tawar dapat hidup dengan baik pada kisaran pH 7 – 8,5 (Novotny dan Olem, 994), maka secara umum kisaran pH di perairan Rawa Pening dapat mendukung kehidupan ikan. d). Kecerahan. Nilai kecerahan di Rawa Pening sangat rendah berkisar antara 5 – 112 cm. Nilai kecerahan paling rendah terutama pada stasiun yang banyak pemotongan/ pemanenan eceng gondok dan inlet/Sungai yang masuk di Rawa Pening, serta outlet Sungai Tuntang. Rendahnya nilai kecerahan pada daerah pemotongan eceng gondok disebabkan karena banyaknya bahan organik terlarut dari sisa daun eceng gondok yang terdekomposisi. Rendahnya nilai kecerahan di inlet disebabkan karena padatan terlarut hasil erosi dari hulu sungai dan daratan di sekitar dana. Kecerahan adalah ukuran transparansi air, nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan padatan tersuspensi. Peningkatan kadar padatan tersuspensi akan sebanding dengan peningkatan kekeruhan dan berbanding terbalik dengan kecerahan. Ketiga parameter tersebut akan mempengaruhi intensitas sinar matahari yang masuk ke dalam perairan. Kecerahan yang rendah, menunjukkan bahwa perairan Rawa Pening sudah termasuk katagori perairan dengan kesuburan tinggi/eutrofik (Novotny dan Olem, 994) e). Fosfor. Kandungan total fosfor di Rawa Pening berkisar antara 16-52 (µg/L) dengan nilai rata rata adalah 24,5 (µg/L). Menurut Novotny dan Olem (1994); perairan oligotrofik
61
(kesuburan rendah) bila kandungan total fosfor kurang dari 10 μg/L, mesotrofik (kesuburan sedang) bila kandungan fosfor total antara 10 – 35 μg/L, eutrofik (kesuburan tinggi) bila kandungan fosfor total lebih dari 35 – 100 μg/L, hipertrofik bila kandungan fosfor total > 100 μg/L. Dengan demikian berdasarkan kandungan total fosfor maka perairan Rawa Pening termasuk perairan dengan kesuburan sedang (mesotrofik). Kandungan Total fosfor yang tinggi terletak pada stasiun KJA pada dasar perairan. f). Nitrogen Kandungan total nitrogen di perairan Rawa Pening berkisar antara 22-1110 μg/L dengan nilai rata rata adalah 362 μg/L (Lampiran 3 – Lampiran 10). Menurut Novotny dan Olem (1994); perairan oligotrofik bila kandungan total N < 200 μg/L, mesotrofik bila kandungan total N antara 200-500 μg/L, eutrofik bila kandungan total N > 500 μg/L. Rawa Pening, berdasarkan pada kandungan total nitrogen, secara umum sudah masuk katagori perairan mesotrofik (kesuburan sedang).
Kandungan Nitrogen yang tinggi
terletak pada Inlet Sungai Bejalen Rawa Pening dan dasar perairan sekitar KJA.
62
0
5
10
15
20
25
30
35
0 0,5 1
Suhu
1,5
pH
2
DO
2,5 3
3,5 4
Gambar 6. Fisika Kimia Perairan di Muara Sungaui Torong
0
5
10
15
20
25
30
0 0,5 Suhu
1
pH 1,5
DO
2 2,5
3
Gambar 7. Fisika Kimia Perairan di Outlet Sungai Tuntang
63
0
5
10
15
20
25
30
0 0,5 Suhu 1
pH DO
1,5
2 2,5
Gambar 8. Fisika Kimia Perairan di Inlet Sungai Bejalan
0
5
10
15
20
25
30
0
0,2 0,4 0,6
Suhu
0,8
pH
1
DO
1,2 1,4 1,6
1,8
Gambar 9. Fisika Kimia Perairan di Inlet Sungai Torong
64
0
5
10
15
20
25
30
0 0,5
1
Suhu
1,5
pH
2
DO
2,5 3 3,5 4
Gambar 10. Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok
0
5
10
15
20
25
30
35
0 0,5 1
Suhu
1,5
pH
2
DO
2,5 3 3,5
Gambar 11. Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok Jarak 100 m
65
0
5
10
15
20
25
30
0 0,5 1
Suhu
1,5
pH
2
DO
2,5 3 3,5
Gambar 12. Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok Jarak 200 m
0
5
10
15
20
25
30
0 0,5
1
Suhu
1,5
pH
2
DO
2,5
3 3,5
Gambar 13. Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang.
66
0
5
10
15
20
25
30
35
0 0,5 Suhu 1
pH DO
1,5
2 2,5
Gambar 14. Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang Jarak 100 m
0
5
10
15
20
25
30
35
0
0,5 Suhu 1
pH
DO
1,5 2 2,5
. Gambar 15. Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang Jarak 200 m
67
0
5
10
15
20
25
30
0
1
Suhu
2
pH
3
DO
4 5 6 7
8 9
10
Gambar 16. Fisika Kimia Perairan di Sungai Puteran.
68
Kesimpulan 1. Kelompok nelayan di perairan Rawa Pening ada 46 kelompok, masing masing kelompok mempunyai anggota antara 15 – 150 orang. 2. Rawa Pening mempunyai Nilai indeks keanekaragaman (H’) plankton dengan kisaran 1,148– 2,03, dengan rata rata H’= 1,29, antara lain oleh Gastropoda jenis Melanoides. 3. Selama penelitian didapatkan 18 jenis plankton. Fitoplankton yang mendominansi adalah jenis Nizschia sp dan Mellosira sp 4. Suhu perairan di perairan Rawa Pening berkisar antara 24 – 310 C. 5. Kandungan oksigen antara 0,3 - 8,8 mg/l, pH antara 6,5 – 7,5. Kecerahan di Rawa Pening sangat rendah berkisar antara 5 – 112 cm. Kandungan total fosfor di Rawa Pening berkisar antara 16-52 (µg/L. dengan kesuburan sedang (mesotrofik).
69
Rawa Pening termasuk perairan
4.2. Pola Kebiasaan Makanan Ikan Nila Bahan Dan Metoda Analisis Biologi Ikan Nila Bahan yang digunakan adalah ikan Nila (Oreochromis niloticus) , aquades, dan formalin 10% untuk mengawetkan ikan contoh serta formalin 4% untuk mengawetkan usus ikan contoh. Alat yang digunakan dalam penangkapan ikan contoh adalah ’branjang’ dengan ukuran panjang lebar 5 m x 5 m. Ikan contoh dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus menuju bagian atas perut di bawah garis linea lateralis dan menyusuri garis linea lateralis sampai ke bagian belakang operculum kemudian dilanjutkan ke arah ventral hingga ke dasar perut, sehingga organ dalam seperti jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, dan saluran pencernaan ikan dapat terlihat dengan jelas. Saluran pencernaan dan gonad dipisahkan dari organ dalam lainnya. Usus ikan contoh kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel untuk diawetkan dengan menggunakan formalin 4%, gonad diawetkan di dalam larutan gilson. Ikan contoh diukur panjang total, panjang lekuk dan ditimbang beratnya. Usus kemudian dikeringkan dari formalin dan diukur panjangnya, kemudian usus digunting ⅓ bagian dari ujung depan (faring) atau hingga lambung kantungnya. Isi usus dipisahkan dari ususnya kemudian diukur berat (gravimetrik) dan volumenya (volumetrik). Isi Usus kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk kemudian diencerkan dengan aquades dengan perbandingan 1 (satu) bagian isi usus dan 9 (sembilan) bagian aquades. Proses identifikasi jenis-jenis makanan dari ikan contoh dilakukan di Laboratorium Hidrobiologi ikan Balai Riset Perikanan Perikanan umum. Analisis Data Tidak semua makanan yang tersedia di perairan dapat dicerna dengan baik oleh ikan. Bahanbahan yang terbentuk dari zat selulosa, silikat atau kapur, serta bahan yang terbungkus lendir tertentu tidak tercerna oleh ikan. Jumlah atau persentase makanan yang ditemukan dalam usus dibedakan dalam tiga kelompok yaitu, dalam jumlah besar disebut makanan utama, dengan indeks lebih dari 40 %, dalam jumlah lebih sedikit dengan indeks antara 4-40 % disebut makanan pelengkap, dan disebut makanan tambahan jika ditemukan dalam jumlah sangat sedikit, dengan indeks kurang dari 4 % (Nikolsky, 1963). Persentase Jenis organisma yang dimakan dengan bagian terbesar (IP) dapat menunjukkan suatu ikan masuk dalam kelompok karnifor, herbifor, atau omnifor.
70
Indeks Bagian Terbesar (Index of Preponderance) Indeks bagian terbesar (indeks of preponderance) merupakan gabungan dari metode frekuensi kejadian dengan metode volumetrik. Indeks ini sering digunakan dalam studi kebiasaan makanan ikan dan menilai bermacam-macam makanan yang menjadi kesukaan ikan (Effendie, 1979). Analisis nilai indeks bagian terbesar dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan menurut Natarajan dan Jhingran (1961) in Effendie (1979) :
IP(%)
Vi x O i n
V xO i
i 1
Keterangan : IP
x 100
i
= Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance)
Vi
= Persentase volume makanan ikan jenis ke-i
Oi
= Persentase frekuensi kejadian makanan jenis ke-i
n
= Jumlah organisme makanan ikan (i = 1,2,3,...n)
Untuk menganalisis kebiasaan makanan pada ikan, maka urutan makanan dibedakan dalam tiga kategori berdasarkan persentase Index of Preponderance (IP), yaitu : IP > 40 %
: Makanan utama
4 % ≤ IP ≤ 40 % : Makanan pelengkap IP < 4 %
: Makanan tambahan IKG
BG 100% BT
71
Hasil Dan Pembahasan Indeks Kepenuhan Lambung (ISC) Indeks kepenuhan lambung (ISC) merupakan indikator untuk menunjukkan aktifitas makan dari ikan ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan mengetahui persentase tingkat konsumsi pakan relatifnya. Nilai indeks kepenuhan lambung diperoleh dengan membandingkan berat isi lambung dan berat individu ikan secara keseluruhan. Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis niloticus) secara keseluruhan berkisar antara 0,6 hingga 14,3. Secara umum, nilai ISC ikan Nila pada bulan Maret cendrung lebih besar dari pada bulan September, dan nilai rata-rata indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Nila berfluktuasi pada setiap bulan pengamatan. Nilai ISC rata-rata tertinggi dan terendah terjadi pada bulan September, nilai ISC tertinggi sebesar 6,40 pada bulan Maret. (Gambar 17 dan Tabel 10). Hal ini berhubungan dengan panjang relative ikan Nila (Tabel11).
Panjang usus lebih panjang dari pada panjang tubuh atau ikan yang
mempunyai panjang relative yang lebih besar akan mencerna makanan lebih lama jika dibandingkan dengan yang mempunyai usus lebih pendek. Menurut Effendi (2001) ikan yang mempunyai usus lebih panjang akan mencerna makanan lebih lama.
Gambar 17. Berat Total dan ISC Ikan Nila Di Rawa pening
72
Gambar 18. Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Rawa Pening Tabel 10. Indeks Kepenuhan Lambung Nila Di Rawa Pening Brt Total
Brt Total
(Gram)
ISC (%)
(Gram)
ISC (%)
26
2.0
60
2.4
35
6.4
60
2.8
40
1.1
65
3.0
40
2.4
70
4.2
50
2.4
75
5.0
50
2.6
75
2.5
50
1.9
80
6.1
50
3.1
90
1.9
50
0.0
95
3.0
55
2.2
73
Tabel 11 . Panjang Relatif Ikan Nila Di Rawa Pening P. Total
P. Usus (cm)
P.Relatif
P. Total P. Usus
%
P.Relatif
(cm)
%
11
26
42
14.5
40
36
12.3
41
30
14.5
40
36
12.4
19.1
65
14.6
19.6
74
13.2
31
43
14.7
26.7
55
13.4
19
71
15
19.9
75
13.8
25.6
54
15.2
52.7
29
13.9
25
56
16
46
35
14
22
64
16
35.2
45
14.4
28
51
16
61
26
14.5
23.9
61
16.5
36.7
45
Kebiasaan Makanan
Gambar 19. Indeks Propenderance ikan Nila Di Rawa Pening – Mei -2012
74
Gambar 20. Komposisi Makanan (IP) Ikan Nila Pada Bulan Mei dan September 2012 Tabel 12. Persentase Jenis Makanan Alami Ikan Nila Di Rawa Pening Berdasarkan Bulan Pengamatan Maret
September
Nitzchia sp
0.7
Lemanea sp
1.0
Synedra sp
0.5
Spirogyra sp
1.9
Ulothrix sp
1.4
Stephanodiscus sp
0.1
Fragillaria sp
0.5
Ulothrix sp
0.9
plankton lain
1
Volvox sp
0.1
Tumbuhan
77
Plankton lain
0.2
Tercerna
16
Tumbuhan
80.0
Un ident
2.9
Tercerna
13.0
Un ident
2.9
Analisa makanan yang dilakukan pada bagian saluran pencernaan yaitu usus, yang mewakili sepanjang usus, diasumsikan makanan pada bagian pangkal tengah dan ujung usus dapat mewakili analisa pakan ikan, termasuk analisa pakan yang belum tercerna sempurna, sehingga organisme makanan lebih mudah diidentifikasi. Makanan ikan Nila secara umum
75
didapatkan sebanyak 8 hingga 9 jenis makanan, yang terdiri atas 3 bagian fragmen tumbuhan, tercerna dan lain-lain atau tidak teridentifikasi. (Gambar 19 dan 20). Proporsi IP terbesar pada ikan Nila tercantum dalam Tabel dan Gambar adalah fragsi tmbuhan yang sudah halus, namun masih dapat di identifikasi sebagai tumbuhan, dan tercerna yaitu lebih besar 50 % dari total makanan yang teridentifikasi, sehingga tumbuhan merupakan makanan utama bagi ikan Nila di Rawa Pening. Adapun makanan pelengkap dan tambahan terdiri atas beragam plankton lainnya (0,2 %), plankton (3,9 %), tercerna (13 %), un identifikasi (2.9 %). Berdasarkan jenis makanan yang ditemukan pada isi saluran percernaan ikan nila , maka dapat digolongkan sebagai ikan herbivora (pemakan tumbuhan). lanjut,
Jika ditinjau lebih
plankton sangat dimanfaatkan oleh ikan nila termasuk ikan nila yang dewasa,
merupakan makanan yang selalu dimanfaatkan ikan Nila sebagai makanan selalu terikut pada setiap ukuran ikan Nila. Ikan digolongkan stenophagic karena Jenis pakan alami yang didapatkan selama penelitian hanya beberapa macam, yaitu fragmen ikan, dan lain-lain yang tercerna tetapi tidak terdeteksi lagi. Indeks bagian terbesar (index of propenderance) adalah tumbuhan sebesar 80 % sebagai makanan utama terdapat pada saluran pencernaan pada ikan yang berasal dari area sekitar perairan Rawa Pening pada pengamatan bulan Maret dan September (Gambar 19dan 20). Nilai indeks tersebut menunjukkan bahwa ikan Nila tergolong herbivora cendrung planktonivore. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri ikan kelompok herbivor, yaitu mempunyai jenis mulut inferior simetris (Kottelat et al., 1993). Berbadan ramping sehingga dapat masuk ke bagian-bagian yang banyak tumbuhan.
Diketahui bahwa disekitar tumbuhan tersebut
umumnya tempat berkumpul plankton. Bukaan mulut sedang – besar, bergigi halus disertai
76
bentuk usus yang halus panjang. sehingga dapat makanan (berupa tumbuhan) dapat dicerna dalam waktu yang relatif lebih lama. Makanan merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan dan kelimpahan ikan di suatu perairan. Makanan yang dikonsumsi ikan sering mengalami perubahan dengan perubahnya
ukuran ikan (Oliveira et al.; 2004). Ikan mempunyai kemampuan untuk berubah-ubah (plasticity) yang besar dalam hal makanan (Lowe-McConnel, 1987) guna mempertahankan kehadirannya (survive) di habitatnya. Perubahan konsumsi jenis organisme makanan dapat terjadi karena musim (Wootton, 1990) Kesimpulan Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis niloticus) secara keseluruhan berkisar antara 0,6 hingga 14,3. Makanan ikan Nila secara umum didapatkan sebanyak 8 hingga 9 jenis makanan, yang terdiri atas 3 bagian fragmen tumbuhan, tercerna dan lain-lain atau tidak teridentifikasi. Tergolong ikan herbivore, dengan indeks bagian terbesar isi saluran pencernaanadalah tumbuhan, dan tercerna yaitu lebih besar 50 % dan makanan pelengkap dan tambahan terdiri atas beragam plankton lainnya (0,2 %), plankton (3,9 %), tercerna (13 %), un identifikasi (2.9 %). Kesimpulan Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis niloticus) berkisar antara 0,6 hingga 14,3. Makanan ikan Nila secara umum didapatkan sebanyak 8 jenis makanan, yang terdiri atas 3 bagian fragmen tumbuhan, tercerna dan lain-lain atau tidak teridentifikasi. Tergolong ikan herbivore, dengan indeks bagian terbesar isi saluran pencernaan adalah tumbuhan, dan tercerna yaitu lebih besar 50 % dan makanan pelengkap dan tambahan terdiri atas beragam plankton lainnya (0,2 %), plankton (3,9 %), tercerna (13 %), un identifikasi (2.9 %).
77
4.3. Biologi Reproduksi Bahan Dan Metode Analisis Biologi Ikan Nila Bahan yang digunakan adalah ikan Nila (Oreochromis niloticus), aquades, dan formalin 10% untuk mengawetkan ikan contoh serta formalin 4% untuk mengawetkan usus ikan contoh. branjang.
Alat yang digunakan dalam penangkapan ikan contoh adalah gillnet dan
Ikan contoh dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus
menuju bagian atas perut di bawah garis linea lateralis dan menyusuri garis linea lateralis sampai ke bagian belakang operculum kemudian dilanjutkan ke arah ventral hingga ke dasar perut, sehingga organ dalam seperti jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, dan saluran pencernaan ikan dapat terlihat dengan jelas. Saluran pencernaan dan gonad dipisahkan dari organ dalam lainnya. Usus ikan contoh kemudian diawetkan dengan menggunakan formalin 4%, gonad diawetkan di dalam larutan gilson. Ikan contoh diukur panjang total, panjang lekuk dan ditimbang beratnya. Usus kemudian dikeringkan dari formalin dan diukur panjangnya, kemudian usus digunting ⅓ bagian dari ujung depan (faring) atau hingga lambung kantungnya. Isi usus dipisahkan dari ususnya kemudian diukur berat (gravimetrik) dan volumenya (volumetrik). Isi usus kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk kemudian diencerkan dengan aquades dengan perbandingan 1 (satu) bagian isi usus dan 9 (sembilan) bagian aquades.
Proses identifikasi jenis-jenis makanan dari ikan contoh
dilakukan di Laboratorium Hidrobiologi ikan Balai Riset Perikanan Periaan umum. Analisis plankton usus meliputi jenis dan jumlah plankton, dilakukan dengan mengambil satu tetes dari sampel isi usus yang telah diencerkan kemudian diteteskan di atas gelas objek dan diamati di bawah mikroskop elektrik jenis binokuler dengan perbesaran 10x10 menggunakan metode estimasi volume pada lima lapang pandang dengan tiga kali ulangan. Identifikasi organisme makanan dari ikan contoh menggunakan buku identifikasi Needham and Needham
78
(1963).
Gonad ditimbang beratnya, struktur anatomis gonadnya menggunakan metode
Cassie (Effendie, 1979). Analisis Data Jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Ikan Nila (Oreochromis niloticus) memiliki ciri seksual sekunder berupa bentuk tubuh, tetapi untuk menentukan jenis kelamin diduga melalui pembedahan dengan melihat secara morfologi gonad dari masing-masing ikan contoh. Gonad betina berwarna kuning sedangkan untuk gonad jantan berwarna putih. Kemudian ditentukan tingkat kematangan gonad seperti terlihat pada Tabel 13.
Gonad dikeluarkan dari tubuh ikan contoh lalu
ditimbang berat totalnya. Tingkat kematangan gonad diamati secara visual dengan cara membedah perut ikan dan dilihat tingkat perkembangan gonadnya (Lagler et al., 1977 ; Miller, 1984). Gonad betina berwarna kuning sedangkan untuk gonad jantan berwarna putih. Kemudian ditentukan tingkat kematangan gonad seperti terlihat pada tabel . Tabel 13. Tingkat Kematangan Gonad Ikan menurut Cassie in Effendie (1997). TKG
I
Betina
Jantan
Ovari seperti benang, panjang
Testes seperti benang, lebih pendek, ujungnya
sampai ke depan tubuh, warna
dirongga tubuh, warna jernih.
jernih dan permukaan licin Ukuran lebih besar, pewarnaan Ukuran testes lebih besar, pewarnaan putih II
gelap kekuningan, telur belum susu, bentuk lebih jelas dari TKG I terlihat jelas
79
Ovari berwarna kuning, secara Permukaan testes nampak bergerigi, warna III
morfologi telur sudah kelihatan makin putih, dalam keadaan diawetkan mudah butirnya dengan mata Ovari
makin
berwarna
putus
besar,
kuning,
telur Seperti TKG III tampak lebih jelas testes makin mudah pejal, dan rongga tubuh mulai penuh, warna
dipisahkan, butir minyak tak putih susu IV nampak, mengisi ½ - 2/3 rongga tubuh,
usus
terdesak
bagian
rongga tubuh Ovari berkerut, dinding tebal, Testes bagian belakang kempis dan bagian V
butir telur sisa terdapat didekat dekat pelepasan masih terisi. pelepasan
Indeks Kematangan Gonad (IKG) Persentase (%) Indeks kematangan gonad ditentukan dengan cara menimbang berat total gonad ikan dengan menggunakan timbangan digital pada tingkat ketelitian sebesar 0,01 gr, kemudian dibandingkan dengan berat total tubuh ikan. Nilai indeks kematangan gonad (IKG) dapat diketahui dengan menggunakan rumus menurut Effendie (1997) :
IKG
BG 100% BT
Keterangan : IKG
= indeks kematangan gonad
BG
= berat gonad (gram)
80
BT
= berat tubuh total (gram)
Fekunditas Penentuan fekunditas dilakukan dengan menimbang berat total gonad telur TKG III dan TKG IV, kemudian ditimbang tiga bagian dari gonad tersebut yaitu bagian posterior, median, anterior, sebagai sub sampel. Jumlah butir telur dihitung pada masing-masing sub sampel. Fekunditas dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Effendie, 1997): N = (Bg/Bsg) x n), dimana N= fekunditas, Bg= berat gonad ikan, Bsg= berat sampel gonad dan n= jumlah telur dalam Bsg. Jika dengan pengenceran :
F
GxVxX Q
Keterangan : F
= fekunditas (butir)
G
= berat gonad total (gram)
Q
= berat gonad contoh (gram)
X
= jumlah telur tiap cc (butir)
V
= isi pengenceran (cc)
Rasio Kelamin Rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan ikan betina yang tertangkap selama penelitian (Effendie, 1997):
X
J B
81
Keterangan : X
= Rasio kelamin
M
= jumlah ikan jantan (ekor)
F
= jumlah ikan betina (ekor)
Hasil Dan Pembahasan Tingkat Kematangan Gonad
Gambar 21. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Ikan contoh yang dibuka untuk pengamatan TKG sebanyak 95 ekor, dengan persentasi jantan 49 ekor betina 46 ekor. Didapakan tingkat kematangan gonad dengan tingkat I hingga IV dan spent. Ikan jantan mempunyai TKG I sebanyak 19 ekor (0,39 %), TKG II 25 ekor (0,5 % ), TKG III sebanyak 5 ekor ( 0,1 %). Ikan Betina sebanyak 46 ekor dengan TKG I sebanyak 20 ekor (0,4 %), TKG II sebanyak 21 ekor ( 0,45 %), TKG III sebanyak 3 ekor (0,065 %) dan yang sudah spent sebanyak 2 ekor ( 0,043 %) (Gambar21). TKG III dan IV pada umumnya dapat ditemukan sepanjang bulan pengamatan antara bulan September hingga Maret, namun diduga mencapai puncak pemijahan pada bulan Januari hingga Februari di habitat pemijahan, misalnya di rumpon temapat sekumpulan eceng gondok 82
yang berada di inlet-inlet dan sepanjang pinggiran Rawa Pening. Hal ini diduga karena banyak terdapat pakan alami dan terlindung dari gangguan, dan banyak tempat untuk menempelkan telur jika memijah, diketahui ikan nila adalah ikan yang menempelkan telurnya di subsrta setelah terjadi pembuahan. Indeks Kematangan Gonad Tabel 14 . Indeks Kematangan Gonad DanFekunditas Ikan Nila Di Rawa Pening Identifikasi TKG No
Kelamin
Panjang
Berat
Berat
IKG
Fekunditas
Cassie Nikosky 1.
Jantan
23
370
II
III
3,86
1,04
2.
Betina
14
100
II
II
0,14
1
322,7
3.
Betina
18,5
210
IV
III
3,38
18,2
480,65
7 4.
Jantan
13
100
I
II
0,08
0,61
5.
Jantan
12,5
100
I
II
0,03
0,24
6.
Jantan
10,5
50
I
II
0,05
0,47
7.
Betina
17
130
II
II
0,06
0,35
255,9
8.
Betina
16
110
II
IIII
0,19
1,18
491,62
9.
Betina
16
150
III
III
0,74
4,62
405,07
10.
Betina
13
110
I
II
0,15
1,15
523,5
83
271,2
11.
Jantan
12
90
I
II
0,19
1,59
12.
Betina
17
160
III
III
0,29
1,70
13.
Jantan
13
80
I
I
0,02
0,15
14.
Jantan
11
60
I
II
0,09
0,81
15.
Jantan
10
50
II
II
0,05
0,5
440,16
Tabel 14. memperlihatkan nilai IKG ikan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad. Indeks kematangan gonad pada TKG I dan II berkisar antara 0,35 hingga 1,15, dan pada TKG III dan IV berkisar 1,15 hingga 18,27 terjadi pada bulan Juni. Dari pengamatan TKG yang didapatkan terlihat bahwa kemungkinan terjadi musim pemijahan ikan Nila di Rawa Pening dapat terjadi sepanjang tahun, namun mencapai puncaknya antara bulan Nopember hingga Maret dimana pada waktu itu mulai musim penghujan, permukaan air waduk meninggi. Dari informasi yang didapatkan dari nelayan dan pengamatan dilapangan benih ikan Nila banyak ditemukan pada waktu ini dan pada habitat yang banyak eceng gundok di tempat yang airnya lebih jernih. Sebelum terjadi pemijahan, sebagian hasil metabolisme (energi) digunakan untuk perkembangan gonad. Nilai IKG meningkat seiring dengan perkembangan gonad ikan. Pada TKG I hingga II berat gonad 0,06 – 0,15 gram, dan pada TKG III dan IV berat gonad mencapai 0,19-3,38 gram. Nilai tertinggi dicapai pada saat TKG IV kemudian menurun pada saat ikan sudah melakukan pemijahan (spent) . Fekunditas Fekunditas ikan nila dihitung berdasarkan contoh ikan dengan TKG III hingga IV sebanyak 5 ekor dengan panjang total berkisar antara 16-18,5 cm dan berat total 110-210 gram, berat gonad berkisar antara 0,19-3,38 gram, sebesar 405 - 492 butir telur. Hunter et al
84
(1992) menyatakan bahw fekunditas total adalah jumlah telur yang terdapat di dalam ovary yang akan dikeluarkan pada waktu memijah. Jumlah telur dalam ovary menunjukkan potensi reproduksi ikan. Besarnya fekunditas satu spesies ikan antara lain dipengaruhi factor luar seperti lingkungan dan ketersediaan makanan bagi calon induk tersebut, sedangkan factor dari dalam antara ain genetis, panjang, berat dan umur ikan tersebut (Wootton, 1979; Royce, 1984). Habitat pemijahan (spawning ground) bagi ikan nila hamper di semua bagian Rawa Pening terutama di tempat yang lebih jernih dan yang kaya pakan alami ikan. Rasio Kelamin
Gambar 22. Rasio Kelamin Ikan Nila Rawa Pening Gambar 22, memperlihatkan rasio kelamin jantan betina berkisar antara 0,61 hingga 1,14 dengan rata-rata 0,76. Rasio kelamin mencapai puncaknya pada bulan Juni. Hal ini behubungan dengan dengan TKG yang tinggi . Rasio kelamin ikan pada satu populasi. Rasio kelamin jantan berbanding dengan betina 1: 1 disebut agregasi atau rasio yang seimbang, sedangkan rasio yang tidak seimbang disebut segregasi. Menurut Bal dan Rao (1984) dalam Haryati et al., (2005) segregasi atau agregasi jantan dan betina ada hubungannya dengan tabiat makan, memijah dan migrasi dari tiap jenis ikan.
85
Tabel 15 . Rasio Kelamin Ikan Nila di Rawa Pening. Bulan
Jantan
Betina
Sex Rasio
Mei
9
9
1.00
Juni
8
7
1.14
Juli
17
28
0.61
Oktober
14
20
0.70
Nopember
13
16
0.81
Kesimpulan 1. Ikan Nila matang gonad (TKG III dan IV) didapatkan antara bulan Mei hingga Nopember. Tingkat kematanagn gonad III terdapat pada setiap pengamatan, diduga ikan nila memijah sepanjang tahun. 2. Indeks kematangan gonad tertinggi yaitu 18,27 pada ikan dengan panjang total 16 cm dan 210 gram pada TKG IV pada bulan Juni, sedangkan bulan Spent banyak ditemukan pada bulan Mei dan Nopember. 3. Fekuditas tertinggi mencapai 491 butir, denga rata-rata 455 butir. 4. Rasio kelamin berkisar antara 0,61 – 1,14 dan rata-rata 0,76.
86
4.4. Hubungan Panjang Berat Bahan dan Metoda Data hasil pengukuran panjang dan berat ikan tersebut dianalisis untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan menggunakan rumus (Hile, 1963 dalam Effendie, 1997): Hubungan panjang dan berat menggunakan rumus sebagai berikut (Hile, 1963 in Effendie, 1997) :
W aLb Di mana : W
: Berat ikan (gram)
L
: Panjang total ikan (cm)
a dan b : Konstanta Dari persamaan tersebut jika didapatkan nilai b = 3 berarti pertumbuhan ikan seimbang antara pertumbuhan panjang dengan pertumbuhan beratnya (isometrik). Akan tetapi jika nilai b < 3 berarti pertambahan panjangnya lebih dominan dari pada pertambahan beratnya (alometrik negatif) dan jika b > 3 maka pertambahan beratnya lebih dominan dari pertambahan panjangnya (alometrik positif). Nilai b yang diperoleh digunakan untuk menduga kedua parameter yang dianalisis. Bila nilai b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan isometrik dan b ≠ 3 menunjukkan pola pertumbuhan allometrik. Pertambahan berat lebih cepat (allometrik positif) bila nilai b lebih besar dari 3 (b>3) dan pertumbuhan panjang lebih cepat (allometrik negatif) bila nilai b lebih kecil dari 3 (b<3). Faktor Kondisi Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan analisa faktor kondisi ditentukan setelah pola pertumbuhan panjang diketahui. Bila nilai b ≠ 3, maka K dihitung dengan rumus (Effendie, 1997) : K=
W aLb
87
Keterangan : K = Faktor kondisi W = Berat ikan (gram) L = Panjang total ikan(mm); a dan b = konstanta
Jika nilai b = 3, maka K dihitung dengan rumus : K=
10 5 W L3
Keterangan : K = Faktor kondisi L = Panjang total ikan W= Berat ikan Hasil dan Pembahasan Hubungan Panjang Berat Untuk mengetahui hubungan panjang-berat ikan Nila (Oreochromis niloticus) dilakukan perhitungan terhadap panjang total (cm) dengan berat total (gram). Hubungan panjang - berat ikan Nila yang didapatkan dari hasil tangkapan nelayan pada bulan Mei, Juni, Oktober dan Nopember mengikuti persamaan W = 0,032 L 2,843
, bulan Juni W = 0,002 L2,985, bulan Oktaber W = 0,027 L
Nopember W = 0,007 L
3,195
.
2,903
, dan bulan
Dari hasil regresi hubungan panjang dan berat ikan
Nila tersebut diperoleh nilai b berkisar antara 2,843 hingga 3,195 (Gambar 23). Hal ini menunjukkan bahwa nilai b yang diperoleh tidak sama dengan 3, sehingga dapat dikatakan pola pertumbuhan ikan Nila bersifat alometrik positif atau alometrik negatif. Artinya pertumbuhan bobot dapat lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjang tubuh atau ikan dalam kondisi gemuk atau sebaliknya pada waktu dan asal ikan contoh yang berbeda. Seperti hal nya bulan Nopember ikan mempunyai pertumbuhan bobot lebih besar dari pada bulan-bulan lainnya. Bentuk dan pola pertumbuhan ikan berhubungan erat dengan genetika ikan dan lingkungan dimana ikan tersebut hidup dan berkembang biak. Kondisi biologis 88
dipengaruhi oleh umur, kondisi organisme, ketersediaan makanan, pola makan, dan lingkungan perairan yang baik. Seperti halnya diperairan Rawa Pening memberikan tempat kehidupan yang cukup layak untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan Nila.
Nilai koefisien determinasi (R2) berkisar antara 0,813 hingga 0,994 yang
mendekati 1, menjelaskan hubungan panjang-berat yang sangat erat, sehingga panjang total tubuh dapat menduga berat tubuh. Bila dilihat dari pertumbuhan tersebut, ikan Nila cendrung mempunyai pola makan yang tidak sama pada setiap ukuran, ikan belum dewasa cendrung mencari makan untuk fase pertumbuhannya hingga dewasa. Hal ini diduga menyebabkan ikan mempunyai pola prtumbuhan allometrik positif atau lebih gemuk pada bulan Nopember. Ikan dewasa akan mencari makan yang lebih sesuai untuk pertumbuhan berikutnya, termasuk untuk perkembangan gonadnya. Pada bulan Nopember ikan yang ditemukan cendrung mempunyai tingkat kematangan gonad III dan IV. Lagler (1962) menyatakan ikan akan bergerak mencari tempat yang lebih sesuai ke daerah lainnya dalam menyelesaikan satu siklus hidupnya. Ikan kecil atau belum dewasa cendrung mempunyai pola pertumbuhan allometrik negative. Welcomme (1985), pergerakan menyebar hanya dalam satu habitat/zona disebut menyebar lateral (lateral migrations). .
.
89
90
Gambar 23. Hubungan Panjang Berat Ikan Nila bulan Mei, Juni, Oktober dan Nopember Faktor Kondisi Tabel 16. Pola pertumbuhan ikan nila di Rawa Pening Bulan
a
b
W
L
R2
FK
Mei
0.032
2.84
103.76
16.53
0,944
1.115
Juni
0.02
2.99
89.55
16.16
0,911
1.105
Oktober
0.027
2.9
90.27
15.67
0,813
1.135
Nopember
0.007
3.19
85.47
18.06
0,964
1.214
Berdasarkan pengamatan dan analisa data, diperlihatkan faktor kondisi dengan kisaran antara 1,11 hingga 1,21, dan rata-rata 1,14 (Tabel 16).
Nilai FK tersebut
tergolong baik. Menurut Widaningrum (1989) ikan mempunyai tingkat kegemukan yang cukup bila nilai Fknya 1 hingga 2. Menurut Effendie (2002).
Faktor kondisi
dapat menunjukan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan reproduksi. Selain itu faktor kondisi dapat dipengaruhi oleh makanan, umur, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad. Hal ini diduga karena adanya perbedaan dalam memanfaatkan ketersediaan makanan di perairan yang berhubungan 91
dengan kemampuan beradaptasi dari ikan tersebut.
Semakin tinggi nilai faktor
kondisi menunjukkan adanya kecocokan antara ikan dengan kondisi lingkungannya. Besarnya faktor kondisi tergantung pada banyak hal antara lain jumlah organisme yang ada, kondisi organisme, ketersediaan makanan, dan kondisi lingkungan perairan (Effendie, 2002). Kaitan pola pertumbuhan dengan faktor kondisi memiliki hubungan sebab akibat terhadap komposisi makanan dari suatu jenis ikan. Semakin baik kualitas dan kuantitas sumberdaya makanan yang dimanfaatkan semakin tinggi nilai FK. Adanya fluktuasi nilai rata-rata faktor kondisi terjadi karena adanya pertambahan panjang dan bobot tubuh ikan yang tidak sama dalam jangka waktu yang sama. Hal ini karena adanya perbedaan umur dan perubahan pola makan selama proses pertumbuhan (Effendie, 1997). Berdasarkan nilai rata-rata faktor kondisi ikan Nila pengamatan bulan Mei, Juni, Oktober dan Nopember, didapatkan bahwa nilai faktor kondisi ikan tertinggi yaitu 1,21. Hal ini diduga karena adanya perbedaan pola makan, terutama pada ikan yang mulai mematangkankan gonadnya. Semakin tinggi nilai faktor kondisi menunjukkan adanya kecocokan antara ikan dengan kondisi lingkungannya. Adanya perubahan pola makanan suatu jenis ikan akan sesuai dengan perubahan lingkungan hidupnya, tipe makanan, dan kebutuhan akan protein yang semakin meningkat (Djarijah, 1995). Menurut Effendie (1997), besarnya faktor kondisi tergantung pada banyak hal antara lain jumlah organisme yang ada, kondisi organisme, ketersediaan makanan, dan kondisi lingkungan perairan.
Makanan
merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan dan kelimpahan ikan di suatu perairan(Oliveira et al.; 2004). Perubahan konsumsi jenis organisme makanan dapat terjadi karena musim, dalam hal ini waktu bulan Mei hingga Nopember (Wootton, 1990).
92
Makanan merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan dan kelimpahan ikan di suatu perairan. Ikan mempunyai kemampuan untuk berubah-ubah (plasticity) yang besar dalam hal makanan (Lowe-McConnel, 1987) guna mempertahankan kehadirannya (survive) di habitatnya. Perubahan konsumsi jenis organisme makanan dapat terjadi karena musim (Wootton, 1990).
Kesimpulan 1. Pola pertumbuhan ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah allometrik. Persamaan hubungan panjang-berat W = 0.032 L
2,843
- W = 0.007 L3,195,
koefisien determinasi (R2) berada pada kisaran 0,813 - 0,964.
Berarti
mempunyai hubungan yang sangat erat dan panjang total dapat menduga berat total. 2. Faktor kondisi berkisar antara 1,11 hingga 1,21 dengan rata-rata 1,14.
93
4. 5.
Beberapa Aspek Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Gabus (Channa channa), dan Nilem (Ostheochilus hasselti)
Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Secara Morfologis, Menurut Ghufron (2009). Ikan Nila (Oreochromisniloticus) memiliki badan pipih ke samping memanjang. Tubuhnya berwarna putih kehitaman, makin ke perut, makin terang. Mempunyai garis vertikal 9-11 buah berwarna hijau kebiruan. Mata Nila tampak menonjol agak besar dengan bagian tepi berwarna hijau kebiru-biruan. Letak mulut terminal, posisi sirip perut terhadap sirip dada thorocis, garis rusak (line lateralis) terputus menjadi dua bagian, letaknya memanjang di atas sirip dada. Saanin (1984) dalam Anhar dkk (2008), Mendeskripsikan sirip yang terdapat pada ikan nila (Oreochromis sp) yaitu, ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai lima buah sirip, yaitu sirip punggung (dosal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (ventral fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (ventral fin), sirip anus (anal fin) dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggung memanjang mulai dari bagian atas tutup insang sampai bagian atas sirip ekor, sirip dada dan sirip perut dan masing-masing ada sepasang dengan ukuran kecil, sirip anus hanya sebuah dengan bentuk agak panjang, sementara sirip ekornya pun hanya satu buah dengan bentuk membulat. Ikan nila (Oreochromis niloticus) dapat hidup di perairan yang dalam dan luas, baik seperti danau dan waduk maupun di kolam yang sempit dan dangkal. Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya. LUAS RELUNG MAKANAN Luas relung (niche breadth) dapat menggambarkan pemanfaatan sumberdaya pakan suatu organisme luas relung menggambarkan proporsi jumlah jenis sumberdaya pakan yang dimanfaatkan oleh suatu jenis ikan (Giller, 1984 dalam Suryandari dan Purnomo, 2009). Luas 94
relung menunjukkan suatu organisme yang bersifat generalis (relung yang luas) atau spesialis (relung yang sempit dalam memanfaatkan sumberdaya pakan yang tersedia. Organisme yang dikatakan yang memiliki relung yang sempit
apabila hanya memanfaatkan
salah satu
sumberdaya pakan yang tersedia atau cenderung bersifat spesialis. Terdapat dua tipe pemanfaatan pakan sebagai berikut a. Spesialis, pengembangan speialisasi dalam pemanfaatan pakan oleh kelompok ikan herbivora, planktivora, dan piscivora banyak ditemui di daerah tropis dimana perairan daerah tersebut relatif stabil dengan pola perubahan yang dapat diprediksi. Sehingga jenis ikan yang lebih selektif dalam memanfaatkan pakan yang tersedia. b. Generalis, merupakan kelompok jenis ikan yang memanfaatkan dengan kisaran yang luas terhadap kualitas. Dari hasil pengamatan terhadap sampel yang didapat pada bulan Mei dan Juni, terlihat bahwa ika nila mempunyai petumbuhan allometrik negative, yang artinya mempunyai pertumbuhan panjang lebih cepat dari pada bobotnya. Hubungan panjang berat ikan gabus mempunyai pola pertumbuhan mengikuti persamaan sebagai berikut : Y = 0,032 X bulan Mei dan Y = 0,020 X
2,985
2,843
pada
pada bulan Juni. Tingkat kematanagn gonad berkisar antara
TKG I hinggga IV, dengan fekunditas 405 hingga 491 butir yang dicapai pada ikan yang mempunyai panjang total 16 cm dan berat total 110 gram. Ikan jantan mempunyai TKG IV di capai pada ikan berukuran panjang 23 cm denga berat 370 gram. Ikan Gabus (Channa striata) Secara Morfologis, Menurut Kottelat et al., (1993). Ikan Gabus (Channa striata) termasuk dalam ordo Pleuronectiformes, dalam family Channidae . Memiliki badan hampir bundar di bagian depan dan pipih tegak kea rah belakang. Seluruh tubuh dan kepala ditutupi 95
sisik sikloid dan ktenoid. Ikan ini mampu menghirup udara dari atmosfir karena mempunyai labirin untuk membantu pernafasannya. Oleh karena itu ikan gabus sangat toleran terhadap kondisi anaerobic Alington (2002). Penyebarannya di Indonesia di pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa (Kottelat et al., 1993). Hubungan Panjang Berat Ikan Gabus Hasil pengamatan terhadap panjang berat ikan gabus 21 ekor ikan yang tertangkap di Rawa Pening yang tertangkap dengan jaring dan branjang.
Pada bulan Mei- Juni dengan
persamaan hubungan panjang beratnya adalah W=0.038 L2.645 hasil pengujian terhadap nilai b dapat dikatakan bahwa ikan gabus yang tertangkap di Rawa Pening bulan Mei mempunyai pertumbuhan yang bersifat alometrik negative, yang berarti pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan beratnya. Dari Gambar 24, dapat dilihat adanya kedekatan antara sebaran panjang dan berat ikan terhadap garis eksponensialnya, hal ini menujukkan adanya keeratan yang cukup kuat antara nilai panjang dan nilai berat ikan gabus. Terlihat dengan nilai korelasi (R2) dari hubungan panjang berat tersebut sebesar 0,734 yang mendekati satu. Nilai koefisien yang mendekati satu memiliki arti bahwa hubungan antara panjang dan berat sangat erat.
96
Gambar 24. Grafik pola pertumbuhan Ikan Gabus Bulan Mei dan Juni Di Rawa Pening Hasil pengamatan terhadap panjang berat ikan gabus yang tertangkap sebanyak 21 ekor di Rawa Pening yang tertangkap alat jaring dan branjang.
Pada bulan Mei- Juni dengan
persamaan hubungan panjang beratnya adalah W=0.007 L3.191 hasil pengujian terhadap nilai b 97
dapat dikatakan bahwa ikan gabus yang tertangkap di Rawa Pening bulan Juni mempunyai pertumbuhan yang bersifat alometrik positif, yang berarti pertumbuhan berat lebih cepat dari pertumbuhan panjangnya (Gambar 24) Tabel 17. TKG, Fekunditas Ikan Gabus Di Rawa Pening Mei 2012 No
Panjang
Berat (gr)
TKG
Berat
(cm)
IKG
Fekunditas
Gonad
1
31,5
400
I
0,11
0,028
2
22
150
I
0,21
0,14
3
45
1180
IV
27,13
2,299
4
29,5
265
I
0,10
0,038
5
32,3
490
III
4,38
0,894
6
21,9
110
II
0,36
0,327
7
22
490
II
0,04
0,033
8
21
110
I
0,39
0,39
9
25
120
I
0,45
0,265
10
21
100
I
0,17
0,17
11
27
200
I
0,11
0,055
12
24
110
I
0,22
0,2
13
20,9
115
I
0,16
0,139
14
20,5
110
I
0,21
0,191
15
25
190
I
0,27
0,142
16
30
230
I
2,14
0,93
17
35
400
I
0,9
0,225
18
23
180
I
0,15
0,083
19
28
250
I
0,33
0,123
20
18
90
I
0,19
0,211
21
31
360
I
0,34
0,094
98
333476
796177
Tabel 18. TKG, Fekunditas Ikan Gabus Di Rawa Pening Juni 2012 No
Panjang
Berat (gr)
TKG
(cm)
Berat
IKG
Fekunditas
Gonad
1
29
400
I
0,32
0,08
2
25
180
II0,1 0,1 0,18
0,1
3
28
320
II
0,20
0,036
4
19
120
II
0,15
0,125
5
18
130
I
0,13
0,1
6
22
160
I
0,37
0,106
7
20
100
I
0,14
0,14
8
21
170
I
0,16
0,094
9
20
80
I
0,13
0,163
10
18
90
I
0,10
0,111
11
18
60
II
0,11
0,122
12
17
80
I
0,04
0,067
13
19
50
II
0,08
0,1
14
18
80
I
0,06
0,075
15
20
110
I
0,14
0,127
16
19
90
I
0,09
0,1
17
20
100
II
0,17
0,17
18
15
50
I
0,03
0,06
19
29
420
I
0,30
0,071
20
34
640
III
3,68
0,603
4710,04
TINGKAT KEMATANGAN GONAD (TKG) IKAN GABUS Hasil pengamatan terhadap tingkat kematangan gonad (TKG) pada 21 ekor sample ikan gabus yang tertangkap oleh jaring nelayan di Rawa Pening pada bulan Mei didominasi oleh TKG
99
I sebanyak 17 ekor dan TKG II sebanyak 2 ekor, TKG III 1ekor,TKG IV 1 ekor, dapat dikatakan ikan yang tertangkap pada umumnya belum matang gonad. Sedangkan pada Bulan Juni hasil pengamatan terhadap tingkat kematangan gonad (TKG) dari 20 ekor sample ikan gabus yang tertangkap oleh jaring di Rawa Pening pada bulan Juni didominasi oleh TKG I (satu) sebanyak 13 ekor dan TKG II sebanyak 6 ekor dapat dikatakan ikan yang tertangkap ikan yang belum matang gonad.
100
Gambar 25. TKG ikan gabus Pada Bulan Mei Dan Juni Di Rawa Pening Fekunditas Dari hasil pengamatan terhadap ikan gabus betina yang mempunyai tingkat kematangan gonad III, terlihat bahwa fekunditas berkisar antara 4719 hingga 333476 butir dengan rata-rata 169093 butir. Fekunditas tertinggi dicapai pada induk berukuran 45 cm dan berat tota 1180 gram per ekor. Fekunditas ikan Gabus di Rawa Pening tergolong tinggi dan berbanding lurus dengan TKG dan IKG nya. Hal ini disebabkan perairan Rawa Pening sangat sesuai sebagai tempat hidup Ikan Gabus.
Faktor Kondisi Factor kondisi ikan gabus di Rawa Pening pada bulan Mei hampir sama dengan factor kondisi pada bulan Juni. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ikan Gabus menunjukkan pola pertumbuhan yang hampir sama, yaitu 1,2 dan 1,4. Nilai factor kondisi sama dengan atau mendekati satu menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan tersebut sangat baik pada lokasi tersebut.
Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti) Indeks Bagian Terbesar Isi Saluran Pencernaan Hasil pengamatan terhadap isi saluran pencernaan ikan nilem (Ostheochilus hasselti) tertera pada Tabel 19 dan 20 , yang memperlihatkan bahwa pakan alami utama ikan nilem sudah tidak teridentifikasi lagi, namun diduga indeks bagian terbesarnya terdiri dari tumbuhan yang sudah tercerna sebesar 38 %, pakan pelengkap dan tambahan lainnya terdiri dari Diatome vulgare (7.75 %), Nitzschia (3,1 %), Gyrosigma (4,5 %), Pleurosigma (7.5 %), dan plankton dan lain-lain 101
(39,15) Lihat pada Gambar 26 dan Tabel 19. Jika dilihat dari komosisi pakan alaminya, maka ikan Nilem masuk dalam kelompok ikan pemakan plankton.
Gambar 26. Indeks propenderance Ikan Nilem Di Rawa Pening
Tabel 19. Pengamatan index of Preponderance ikan nilem (Ostheochilus hasselti) Genera No
Volume Jumlah Individu
(
)
Oi
Vi
Vi x Oi
IP(%)
1.
Unidentify (x)
87
0.1125
7.895
10.976
86.650
30,648
2.
Unidentify (y)
25
0.11
2.269
10.732
24.346
8.611
102
3.
Ephipium
5
0.03
0.454
2.927
1.328
0.470
4.
Diatome vulgare
18
0.1375
1.633
13.415
21.911
7.750
5.
Raphidium
6
0.015
0.544
1.463
0.797
0.282
6.
Scenedesmus
10
0.015
0.907
1.463
1.328
0.470
7.
Xanthidium
1
0.03
0.091
2.927
0.266
0.094
8.
Gloprotica
8
0.005
0.726
0.488
0.354
0.125
9.
Anabaenopsis
8
0.0125
0.726
1.220
0.885
0.313
10. Hyalotheca
1
0.0175
0.091
1.707
0.155
0.055
11. Kircheneria
41
0.0075
3.721
0.732
2.722
0.963
12. Nitzschia
49
0.02
4.446
1.951
8.676
3.069
13. Gyrosigma
58
0.025
5.263
2.439
12.837
4.540
14. Glocotricha
2
0.015
0.181
1.463
0.266
0.094
15. Cocconeus
6
0.005
0.544
0.488
5.002
1.769
16. Melosira
18
0.04
1.633
3.902
6.374
2.255
17. Mougetia
45
0.045
4.083
4.390
17.927
6.341
18. Anacystis
113
0.005
10.254
0.488
5.002
1.769
19. Coelastrum
229
0.0025
20.780
0.244
5.068
1.793
20. Oocystus
55
0.0025
4.991
0.244
1.217
0.431
21. Stauroneis
16
0045
1.452
4.390
6.374
2.255
22. Penium
4
0.0175
0.363
1.707
0.620
0.219
23. Asteroinella
7
0.0375
0.635
3.659
2.324
0.288
24. Pleurosigma
53
0.045
4.809
4.390
21.115
7.468
25. Synedra
19
0.05
1.724
4.878
8.410
2.975
26. Characium
9
0.0025
0.817
0.244
0.199
0.070
27. Dictosphacrium
9
0.0625
0.817
6.098
4.980
1.761
28. Lynbya
14
0.0125
1.270
1.220
1.549
0.548
29. Doctyloccocopsis
7
0.0025
0.635
0.244
0.155
0.055
30. Denticula tenuis
42
0.02
3.811
1.951
7.437
2.630
31. Peridinium
42
0.05
3.811
4.878
18.591
6.576
103
32. Cyclotella
94
0.015
8.530
1.463
33. Anabaena
1
0.0125
0.091
1.220
1102
1.025
100
100
12.483
4.415 0.039
282.723
100
Pengamatan 15 ekor induk jantan dan betina ikan Nilem pada bulan Mei, memperlihatkan bahwa tingkat kematnagn gonadnya sudah mencapai TKG III dan IV, pada ukuran panjang 12 – 15 cm dan berat 38 – 77 gram, dengan IKG 0,22 – 0,82. Sedangkan induk betina berukuran 11 – 16 cm dengan berat 29 hingga 76 gram, mempunyai TKG III hingga IV, dengan berat gonad antara 0,81 dan 13, 14. dengan indeks kematangan gonad 1,07 hingga 20,5, dan fekunditas berkisar antara 107654 hingga 695533 butir. Sedangkan pengamatan terhadap 15
ekor
induk ikan Nilem pada bula Juni.
Mendapatkan induk pada TKG III hingga IV, pada ukuran panjang total 11 hingga 23 cm dan berat total 40 hingga 140 gram. Mempunyai berat gonad 0,89 – 11, 71 gram. Dengan IKG berkisar antara 1,11 – 17,7 didapatkan fekunditas
berkisar anatara 10587 hingga 11932286
butir. Jika dilihat dari fekunditas, maka potensi populasi ikan nilem di rawa pening sangat tinggi. Tabel 20. Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Jantan
No
1.
Panjang Berat (cm) 15
(gr) 77
Identifikasi TKG Cassie
Kesteven
Nikosky
Berat Gonad
IKG
((gr) V
Salin
Kondisi
0,17
0,22
2,59
6,82
salin 2.
12,5
38
IV
Perkembanngan II
104
Masak
Tabel 21. Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Betina ( Sampling 1 Tanggal 25 Mei 2012 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Panjang (cm) 25,5 16 13,5 12,5 11 13 13 13 13 16 14 16 13 12 14 12
Berat (gr) 54 76 50 43 29 39 44 40 49 76 61 104 48 41 64 37
Cassie IV IV IV IV IV IV IV III IV V IV IV IV III IV IV
Identifikasi TKG Kesteven Bunting Perkembangan II Perkembangan I Perkembangan II Perkembangan II Perkembangan II Bunting Perkembangan I Mijah Spent Mijah Miijah Mijah Perkembangan I Bunntning Bunting
Nikosky Reproduksi Masak Masak Masak Masak Masak Reproduksi Pemasakan Reproduksi Kondisi salin Reproduksi Reproduksi Reproduksi Pemasakan Masak Masak
Bera
7,59 4,93 3,57 3,71 4,06 2,62 4,79 1,47 9,44 0,81 12,50 13,14 9,16 2,40 6,28 6,68
Tabel 22. Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Betina (Sampling ke 2 Tanggal 19 Juni 201 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Panjang (cm) 11 23 11 14 15 13,5 12 14 14 14 14 14 14 12 12
Berat (gr) 40 40 40 60 90 60 50 80 80 70 80 80 40 40 90
Cassie IV IV II IV IV IV IV IV IV 1V V V IV IV IV
Identifikasi TKG Kesteven Bunting Perkembangan II Perkembangan I Bunting Perkembangan II Bunting Perkembangan II Bunting Bunting Bunting Salin Salin Perkembangan II Bunting Bunntning
Nikosky Masak Masak Pemasakan Reproduksi Masak Reproduksi Masak Reproduksi Reproduksi Reproduksi Kondisi salin Kondisi salin Masak Reproduksi Reproduksi
Bera
7,08 3,53 1,41 6,93 3,49 9,42 4,59 6,82 8,28 7,29 0,89 1,18 3,07 6,10 11,71
4.6. Ruaya Ikan Nila Bahan dan metoda Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang ruaya ikan Nila (Oreochromis nilotica) di Waduk Rawa Pening.
Informasi tersebut akan bermanfaat
sebagai bahan masukan bagi pengaturan penangkapan ikan di waduk dan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan di waduk. Penelitian bersifat penelitian lapangan, data yang dikumpulkan dari hasil tangkapan nelayan di lokasi penangkapan ikan Nila. Pengumpulan Data Ruaya Ikan Nila (Oreochromis nilotica) Cara penandaan dan pelepasan ikan Dilakukan percobaan penandaan (tagging experiment) pada ikan Nila (Oreochromis nilotica) untuk mengetahui pola ruaya dan pertumbuhannya di waduk Rawa Pening. Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada Masyarakat dan nelayan di sekitar Waduk Rawa Pening tentang hal hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Bahan tagging diusahakan tidak menimbulkan efek negative pada ikan (Hoggarth, 1994).
Lokasi pelepasan diusahakan sama dengan lokasi
tertangkapnya ikan tersebut sebelum dipasang tanda. Jumlah ikan bertanda yang dilepas selama penelitian sebanyak 365 ekor dengan kisaran panjang 10,9 cm 30 gram hingga 37 cm 566 gram. Ikan Nila yang dipilih adalah yang segar dan sehat. Alat atau bahan penandaan yang digunakan dengan menggunakan “Gun tags” dan “TBA dan PDS” (Hoggarth, 1994). Bahan penandaan dipasang ke tubuh ikan pada sirip keras punggungnya (contoh pada gambar ikan bertanda). Ikan bertanda dicatat nomornya, ukuran ikan panjang (cm) dan berat (gram), dicatat tempat pelepasannya dan posisi
106
geografis (GPS) selanjutnya dilepas di perairan waduk. Nelayan yang menemukan ikan bertanda tersebut diwajibkan mencatat tanggal ditemukan, nomor tanda, tempat penangkapan, ukuran ikan yang tertangkap (form recapture), selanjutnya dilaporkan kepada tim peneliti saat melakukan penelitian dilapangan atau kepada petugas dilapangan yang telah ditunjuk sebagai pengumpul catatan dari nelayan. Tempat pelepasan ikan bertanda harus sama dengan tempat tertangkapnya ikan tersebut, ukuran ikan harus mewakili dari ukuran kecil sampai ke yang besar. Percobaan penandaan ikan harus mewakili saat musim kemarau dan musim penghujan.
Gambar 27 . Penandaan Ikan Pada Punggung Ikan Di Rawa Pening telah ditetapkan daerah suaka seperti terlihat dalam Tabel 23 Tabel 23 . Lokasi Suaka di Waduk Rawa Pening Lokasi Suaka : Zona suaka ’A’
Keterangan Di bagian agak ke tengah perairan, diantara zona budidaya Serondo dan Cobening, sebelah barat zona budidaya Serondo dan sebelah timur zona budidaya Cobening. Perairan di depan desa Lopait, dan desa Kesongo.
107
Zona suaka ’B’
Perairan di depan desa Kebondowo, di bagian agak ke tengah perairan, terletak di sebelah timur zona budidaya Teleng alit
Zona suaka ’C’
Perairan di depan desa Banyubiru dan Bejalen, di depan inlet kali Torong, kali Galeh dan bagian agak ke tengah perairan, di dekat zona budidaya Selonder
Zona suaka : merupakan zona perairan yang tertutup untuk umum, dan merupakan zona yang digunakan sebagai tempat berkembang biaknya ikan, sehingga kelestarian populasinya terjaga (Bab V Pasal 9 ayat 1, PERDA No. 25 Tahun 2001). Sumber : (Perda No. 25 tahun 2001)
Hasil Dan Pembahasan 1. Ruaya ikan. Selama penelitian telah dilepas ikan Nila bertanda sebanyak 365 ekor dan yang tertangkap kembali 39 ekor ( 11 % dari total pelepasan ). Pelepasan ikan dilakukan pada lokasi ikan tersebut didapatkan sebelum ikan ditandai. Lokasi tersebut adalah daerah sekitar desa Rowoboni, desa Puteran, desa Kebundowo, dan desa Selumbu, dimana area tersebut pada saat ini adalah termasuk zona penangkapan dan budidaya di Rawa Pening (Dinas Perikanan, 2007).
Di sebelah utara lokasi pelepasan ikan bertanda terdapat
daerah yang di tetapkan pemerintah yang diwakili Dinas Perikanan setempat sebagai zona suaka, yang menetapkan pelarangan penangkapan ikan di daerah tersebut. Ikan nila bertanda dilepas sebanyak 3 tahap yaitu pada bulan Mei sebanyak 120 ekor dengan ukuran panjang berat berkisar antara 10,9 – 30,3 cm dan berat 30 – 560 gram. Pelepasan tahap kedua sebanyak 95 ekor pada bulan Juli dengan kisaran ukuran 12 - 26,5 cm dan 40 - 350 gram. Pelepasan tahap ketiga pada bulan Oktober sebanyak 150 ekor, dengan kisaran ukuran 12,6 – 22,3 cm dan 40- 200 gram.
Ikan bertanda yang tertangkap
kembali oleh nelayan sampai dengan bulan Nopember mencapai jumlah 39 ekor. Ikan 108
bertanda mulai tertangkap pada bulan Mei, Juni, Juli, september, dan Nopember. Jumlah yang tertangkap sampai dengan bulan September 16 ekor dan semakin bertambah pada bulan Nopember sebanyak 24 ekor (Tabel 25). Berdasarkan data ruaya ikan di Waduk Rawa Pening dalam selang waktu 9 – 65 hari ikan beruaya sejauh 800 m hingga 4200 m dari lokasi pelepasan ikan bertanda. Arah ruaya menyebar ada yang ke arah barat, ke arah timur, ke arah selatan dari tempat pelepasannya. Ikan mulai menyebar ke lokasi lebih tengah dan juga ke tepi hingga mencapai inlet sungai Torong, inlet sungai Muncul. (Gambar 28). Ikan bertanda saat musim penghujan lebih banyak tertangkap dari pada saat musim kemarau, hal ini disebabkan saat musim penghujan ikan lebih menyebar ke seluruh bagian perairan hingga ke tepi. Dan bergerak mengikuti volumen air yang meningkat keseluruh bagian perairan. Ikan tertangkap oleh nelayan jauh dari tempat pelepasan. Ikan bertanda yang masuk ke zona suaka dan ikan yang lain yang berada dalam zona suaka juga akan keluar kembali mengikuti penyebaran volumen air yang meningkat.
Hal ini berarti bahwa dengan
adanya daerah yang dilindungi di Waduk Rawa Pening mempunyai arti penting bagi peningkatan produksi perikanan tangkap di daerah sekitarnya, untuk ketersediaan stok calon induk. Ikan yang ada di daerah perlindungan dapat merupakan cadangan produksi ikan dan dapat menyumbangkan produksi ikan di daerah sekitarnya. Pada saat hujan maka air baru masuk dari inlet ke waduk membawa air baru yang banyak membawa nutrisi dan pakan alami, hal ini merangsang ikan untuk mencari air baru. Daerah yang ditetapkan sebagai zona suaka yang berada di tengah perairan di depan muara sungai atau inlet waduk mempunyai peran penting untuk tempat pemijahan ikan terutama saat musim penghujan. Hal ini menjadi salah satu yang menyebabkan ikan
109
Nila dapat berkembang biak di waduk Rawa Pening adalah tersedianya daerah pemijahan dan tempat banyak tersedia makanan alami. Selain itu jika daerah yang ditetapkan sebagai suaka di pertahankan akan menjadi daerah feeding ground yang merupakan daerah stok calon induk untuk perkembangbiakan selanjutnya.
Gambar 28. Peta Arah Ruaya Ikan Nila (Oereochromis niloticus) Di Rawa Pening Tabel 24. Ruaya Ikan Nila Di Waduk Rawa Pening Pelepasan Ikan Bertanda (Release)
Ikan Betanda Tertangkap (Recapture)
Tanggal
Lokasi
Tanggal
Hari ∆T
033
2/5/2012
Ds. Roroboni
26/05/2012
25
Telong alit
1200
015
2/5/2012
Ds. Roroboni
12/6/2012
41
puteran
3500
095
2/5/2012
Ds. Roroboni
12/6/2012
41
Telong alit
4200
172
4/5/2012
Ds Puteran
26/05/2012
22
depan bukit cinda
1800
217
4/5/2012
Ds Puteran
6/5/2012
2
puteran
800
192
4/5/2012
Ds Puteran
6/5/2012
2
brebesan
900
Kode
110
Lokasi
Jarak (m)
014
2/5/2012
Ds. Roroboni
5/5/2012
3
pangkalan puteran
1500
202
4/5/2012
Ds Puteran
5/5/2012
1
pangkalan puteran
800
211
4/5/2012
Ds Puteran
5/5/2012
1
balong puteran
700
179 016 BRPPU 232 BRPPU 597 BRPPU 240 BRPPU 380 BRPPU 552 BRPPU
4/5/2012
Ds Puteran
4/5/2012
1
balong puteran
800
2/5/2012
Ds. Roroboni
5/5/2012
3
2500
12/7/2012
9/9/2012
59
12/7/2012
Ds. Selumbu Ds Kebundowo
pangkalan puteran Segalok/daerah tengah
15/09/2012
65
Grajen,utara
1800
12/7/2012
Ds. Selumbu
29/07/2012
18
Nyembet
1200
12/7/2012
Ds. Selumbu Ds Kebundowo
20/07/2012
9
Teleng Alit
1800
18/07/2012
7
Selumbu
800
12/7/2012
2800
Kesimpulan -
Dalam selang waktu 9 – 65 hari ikan Nila di Waduk Rawa Pening beruaya menyebar ke seluruh zona perairan hingga ke tepi mendekati inlet waduk sejauh 800 m – 4200 m.
-
Pada saat musim penghujan lebih aktiv beruaya dari pada saat musim kemarau.
-
Semua ikan berbagai ukuran beruaya menyebar keseluruh badan perairan termasuk menuju ke inlet/muara sungai yang masuk ke perairan.
111
4.7. Pola Pertumbuhan. Bahan dan Metode Cara penandaan dan pelepasan ikan Penelitian berupa percobaan penandaan (tagging experiment ) ikan yang berujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan Nila di Waduk Rawa Pening. Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada Masyarakat di sekitar tentang hal hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Alat atau bahan penandaan yang digunakan dengan menggunakan “T. tags” dan “PDS Tags” (Hoggarth, 1994). Bahan penandaan dimasukan ke ikan pada punggungnya. Ikan bertanda dicatat nomornya, ukuran ikan panjang (cm) dan berat (gram), dicatat tempat pelepasannya dan posisi geografis (GPS) selanjutnya dilepas di perairan (Gambar 2 dan 3). Nelayan yang menemukan ikan bertanda tersebut diwajibkan mencatat jenis ikan, nomor tanda, tempat penangkapan, ukuran ikan yang tertangkap, selanjutnya dilaporkan kepada tim peneliti saat melakukan penelitian dilapangan. Monitoring ikan bertanda ini akan dilakukan terus dan dilanjutkan ke tahun berikutnya. Analisis Data. Pendugaan pertumbuhan berdasarkan persamaan Vont Batalanfy dalam Pauly 1984: Lt = L∞ ( 1- e
Lt
-k( t – to )
)
= Panjang ikan pada saat t (Cm)
L∞ = Panjang infinity (Cm).
k =
Koefisien pertumbuhan.
t0 = Umur pada saat panjangnya = 0 Cm. 112
Dari percobaan penandaan ikan akan didapatkan nilai ∆L (perubahan ukuran, selisih ukuran saat dilepas dan tertangkap kembali) dan ∆t (perubahan waktu, selang waktu saat dilepas dan tertangkap kembali). Untuk mencari parameter pertumbuhan (L∞) dan k dengan cara membuat analisis regresi ∆L/∆t = a + b.L’ (Gulland and Holt 1959 dalam Spare 1992). ∆L/∆t = perubahan ukuran/ perubahan waktu. L’ = ukuran rata rata panjang antara saat dilepas dan tertangkap kembali. Besarnya koefisien pertumbuhan yaitu K = -b, sedangkan L∞ = -a/b, besarnya t0 diduga berdasarkan persamaan empiris Pauly, 1984: Log (-t0) = - 0,3922-0,2752 Log L ∞ - 1,038 Log K. Analisis
hubungan panjang dan berat
dibuat berdasarkan Carlander dalam
Effendi 1997 : 1. Dalam bentuk logaritma berbentuk linier : Log (W) = Log (a) + b Log (L). 2. Dalam bentuk kubik : W = aLb W= berat (Gram) dan L = Panjang (Cm) Grafik simulasi pertumbuhan berat dibuat berdasarkan hasil persamaan (1) diubah dalam bentuk berat, persamaan ((2). Hasil Penelitian Ada 40 ekor ikan yang tertangkap kembali namun hanya ada 16 yang mempunyai catatan yang lengkap untuk dapat dianalisis lebih lanjut. Pada Tabel 27. Memperlihatkan bahwa ada perubahan ukuran ikan pada selang waktu setelah dilepas dan tertangkap kembali. Analisis regresi antara ( L’ ) sebagai peubah bebas dengan (∆L/∆T ) sebagai peubah tak bebas menghasilkan persamaan regresi 113
(∆L/∆T) = 2,12 – 0,0705 ( L’ ),
berdasarkan Pauly 1984 besarnya koefisien pertumbuhan (K) = -b yaitu 0,0705 per bulan atau 0,846 per tahun, panjang maksimal (L∞ ) = -a/b yaitu 30,07 cm, sedangkan umur ikan pada saat panjang =0 (t0) dapat diduga berdasarkan persamaan empiris Pauly (1984) sebagai berikut: Log (-tO) = -0.3922 – 0.2752 Log (L∞ ) - 1.038 Log (K). Dari persamaan tersebut akan didapatlan t0 = -2,49 bulan. Dengan didapatkannya parameter pertumbuhan (L∞ , K dan t0 ) maka dengan merubah ubah nilai t sebagai variabel bebas akan didapatkan gambar simulasi kurva pertumbuhan -k t – to )
Bertalanfy Lt = L∞ ( 1- e (
panjang Vont
), lihat Gambar 25
TABEL 25 . PERUBAHAN UKURAN IKAN NILA SETELAH TERTANGKAP Kode
L1
L2
∆L
∆t
L'
∆L/∆t
∆L/∆t
Tags
(cm)
(cm)
(cm)
(hari)
(cm)
cm/hari
cm/bln
1
0,33
17
18.02
1.02
25
17.51
0.04
1.22
2
0,15
18.5
20.3
1.8
41
19.4
0.04
1.32
3
0,95
14
15.8
1.8
41
14.9
0.04
1.32
4
172
20.6
21.2
0.6
22
20.9
0.03
0.82
5
217
21.5
21.6
0.1
2
21.55
0.05
1.50
6
192
21
21.05
0.05
2
21.025
0.03
0.75
7
0,14
30.3
30.38
0.08
3
30.34
0.03
0.80
8
202
19
19.02
0.02
1
19.01
0.02
0.60
9
211
20.3
20.33
0.03
1
20.315
0.03
0.90
10
179
18.2
18.25
0.05
1
18.225
0.05
1.50
No
114
11
16
19.2
19.25
0.05
3
19.225
0.02
0.50
12
232
16.5
18.5
2
59
17.5
0.03
1.02
13
597
20
21.7
1.7
65
20.85
0.03
0.78
14
240
19
19.4
0.4
18
19.2
0.02
0.67
15
380
22.3
22.6
0.3
9
22.45
0.03
1.00
16
552
17.4
17.8
0.4
7
17.6
0.06
1.71
Keterangan : L1 : Ukuran ikan saat dilepas L2 : Ukuran ikan saat tertangkap kembali L’ : Ukuran rata rata saat ikan dilepas dan setelah tertangkap kembali ∆L : Selisih ukuran saat tertangkap kembali dan saat dilepas ∆T : Selisish waktu saat dilepas dan tertangkap kembali
Lt = 30,07 (1-e-(0,0705(t+2.49))
Gambar 29. Grafik Pertumbuhan Panjang Ikan Nila
115
Berdasarkan analisis hubungan panjang dan berat ikan Nila sebanyak 40 ekor dengan ukuran panjang 14 – 30,3 Cm, berat 60 – 566 gram maka didapatkan persamaan W = 0,049 L2,728. Berdasarkan persamaan hubungan panjang berat (Gambar 30) tersebut , maka Grafik laju pertumbuhan panjang pada Gambar 29 dapat diubah kedalam bentuk laju pertumbuhan berat seperti terlihat pada Gambar 31 dan Tabel 26.
Gambar 30. Hubungan Panjang berat ikan Nila
Gambar 31. Grafik Pertumbuhan Berat Ikan Nila di Rawa Pening Hasil analisis parameter pertumbuhan tersebut, didapatkan keceptan pertumbuhan (K) = 0,846 per tahun. Kecepatan pertumbuhan ikan Nila di Rawa Pening didapatkan tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian (Aida dan Utomo, 2011) yaitu nilai K = 0,83/th.
Sedangkan pola pertumbuhan ikan Nila di Waduk Rawa Pening termasuk 116
allometrik negative dengan konstanta b = 2,728, artinya petumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan berat. dalam waktu 12 bulan laju pertumbuhan panjang 19,24 cm dan berat mencapai ukuran 157 gram. Pertumbuhan berat yang lambat tersebut diduga karena populasi ikan tergolong tinggi, sehingga menimbulkan kompetsisi makanan, disamping itu habitat perairan Rawa Pening sudah sangat padat dengan pertumbuhan eceng gondok sehingga tidak sesuai untuk kelangsungan hidup ikan nila untuk pergerakan memanfaatkan pakan yang banyak terdapat dalam perairan. Tabel 26. Simulasi Pertumbuhan Panjang dan Berat Ikan Nila Bulan
Panjang (cm)
Berat (gram)
Bulan
Panjang (cm)
Berat (gram)
1
3.89
2
1
25.25
327.74
2
5.67
5.58
2
25.58
339.49
3
7.33
11.24
3
25.88
350.68
4
8.88
18.95
4
26.17
361.31
5
10.32
28.57
5
26.43
371.4
6
11.67
39.9
6
26.68
380.97
7
12.92
52.7
7
26.91
390.02
8
14.09
66.72
8
27.13
398.58
9
15.18
81.73
9
27.33
406.66
10
16.19
97.5
10
27.51
414.28
11
17.13
113.82
11
27.69
421.47
12
18.02
130.49
12
27.85
428.24
13
18.84
147.35
13
28
434.61
14
19.6
164.25
14
28.14
440.59
15
20.31
181.06
15
28.27
446.22
16
20.98
197.67
16
28.4
451.51
17
21.6
213.99
17
28.51
456.47
117
18
22.17
229.94
18
28.62
461.12
19
22.71
245.47
19
28.71
465.49
20
23.21
260.52
20
28.81
469.58
21
23.68
275.07
21
28.89
473.41
22
24.11
289.07
22
28.97
477
23
24.52
302.53
23
29.05
480.36
24
24.9
315.42
24
29.12
483.51
Tabel 27. Laju Pertumbuhan Dan Berat Ikan Nila Di Rawa Pening t (bulan)
Lt
Wt
t (bulan)
Lt
Wt
1
6.56
8.29
25
25.74
345.42
2
8.16
15.04
26
26.04
356.32
3
9.65
23.77
27
26.31
366.67
4
11.04
34.32
28
26.57
376.48
5
12.34
46.44
29
26.80
385.78
6
13.54
59.92
30
27.03
394.57
7
14.67
74.49
31
27.23
402.87
8
15.72
89.92
32
27.43
410.71
9
16.69
106.00
33
27.61
418.11
10
17.60
122.53
34
27.77
425.07
11
18.45
139.32
35
27.93
431.63
12
19.24
156.22
36
28.08
437.79
13
19.98
173.08
37
28.21
443.59
14
20.67
189.80
38
28.34
449.04
118
15
21.31
206.27
39
28.46
454.15
16
21.90
222.40
40
28.57
458.95
17
22.46
238.14
41
28.67
463.45
18
22.98
253.43
42
28.76
467.67
19
23.46
268.22
43
28.85
471.62
20
23.91
282.48
44
28.94
475.32
21
24.33
296.20
45
29.01
478.79
22
24.72
309.36
46
29.08
482.04
23
25.08
321.95
47
29.15
485.08
24
25.42
333.97
48
29.21
487.92
Kesimpulan Pendugaan pertumbuhan berdasarkan persamaan Vont Batalanfy dalam Pauly (1984). Selama selang waktu release dan recapture, diapatkan laju pertumbuhan ikan Nila di Rawa Pening Lt = 30,07 (1-e-(0,0705(t+2.49)).
Hasil analisis hubungan panjang dan berat
ikan Nila sebanyak 40 ekor dengan ukuran panjang 14 – 30,3 Cm, berat 60 – 566 gram maka didapatkan persamaan W = 0,049 L2,728, pola pertumbuhan allometrik negative.
119
4.8. Dinamika Populasi Ikan Nila Di Rawa Pening Produksi perikanan tangkap di waduk Rawa Pening tahun 2006 sekitar 1042.8 ton. Ada sekitar 11 jenis ikan terdapat di Rawa Pening, yaitu Tawes, Nila hitam, Wader ijo, Mujair, Gabus, Nila merah, Sepat siam, Betutu, Lele, Teri. Berdasarkan data statistic Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang tahun 2007, ikan nila menempati urutan pertama dari komposisi hasil tangkapan nelayan,
dan termasuk jenis ikan
introduksi dan dominan ditemukan di Rawa Pening dan bernilai ekonomis penting. Penangkapan ikan termasuk kegiatan perikanan yang dominan di waduk tersebut. Kontribusi hasil tangkapan ikan Nila pada tahun 2006 sekitar 346.1 ton atau 46 % dari total hasil tangkapan nelayan (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab.Semarang 2007). Ikan Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Waduk Rawa Pening. Keunggulan sifat biologi ikan Nila yang tergolong ikan yang cepat tumbuh, tahan penyakit, tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan disebabkan karena ikan tersebut dapat memanfaatkan relung ekologi banyaknya tumbuhan air, banyak tersedia pakan alami, dan banyak terdapat nursery ground/daerah pemijahan. Pengelolaan sumber daya ikan dalam wilayah perikanan dimaksudkan agar tetap terjaga kelestrarian sumber daya ikan dan lingkungannya. Salah satu data yang penting yang perlu diketahui sebagai bahan masukan untuk pengaturan dan pengelolaan potensi sumberdaya perikanan yaitu data aspek dinamika populasi, antara lain mencakup parameter pertumbuhan, laju penangkapan (exploitation rate) dan parameter mortalitas (Gulland. 1983).
120
No
Tabel 28. Jumlah Produksi Penangkapan dan Nilai Produksi Berdasarkan Jenis Ikan Di Rawa Pening. Jumlah Nilai Produksi Persentase Produksi Dalam Jenis Ikan Dari Total (Ton) (Rp. 1000,-)
1
Tawes
0.3
0.0
1200
2
Nila Hitam
346.1
45.9
2131100
3
Wader Ijo
63.3
8.4
281500
4
Mujair
191.4
25.4
997050
5
Gabus
40.2
5.3
321600
6
Nila Merah
0.5
0.1
3000
7
Sepat Siam
24.3
3.2
89350
8
Betutu
9.7
1.3
194000
9
Lele
6.9
0.9
46100
10
Ikan Lainnya
72
9.5
360000
Jumlah 754.7 100 4424900 produksi Sumber: Dinas Peternakan dan perikanan kabupaten Semarang. 2007 BAHAN DAN METODA Penelitian dilakukan dengan metoda survey di waduk Rawa Pening, Provinsi Jawa Tengah, dari bulan Februari sampai Nopember 2012. Data frekuensi ukuran ikan yang diambil secara acak setiap bulan didapatkan dari enumerator di lapangan yang telah dilatih sebelumnya tentang cara pengukuran panjang (cm) ikan contoh, yaitu: ikan Nila (Oreochromis niloticus).
121
Analisis Data Data parameter pertumbuhan individu ikan yaitu panjang infinitif (L) dan koefisien percepatan pertumbuhan (K) yang diduga berdasarkan pada data frekuensi ukuran panjang setiap bulan dengan bantuan program ELEFAN (electro length frequency analysis) dalam paket program FISAT II (Gayanilo et al., 1996). Parameter mortalitas (Z, F, dan M), dan laju penangkaan (E) diduga dengan metoda Jones dan Van Zalinge dalam Sparre and Venema (1992). Pendugaan mortalitas alami (M) berdasarkan persamaan empiris Pauly, (1984), yaitu: Log (M)=-0,0066-0,2790 Log(L)+0,6543 Log (K)+0,4634 Log(T).. Dimana: T = rataan suhu perairan waduk Rawa Pening. Koefisien mortalitas total (Z) diperoleh dari kurva hasil tangkapan berdasarkan panjang (Pauly, 1983) yang perhitungannya dengan bantuan program FISAT (Gayanilo et al., 1995). Koefisien mortalitas penangkapan (F) dihitung dari perasamaan F = Z-M. Laju eksploitasi (E) dihitung dari persamaan E=F/Z (Pauly, 1983). Laju pertumbuhan diduga dengan model Von Bertalanffy: Lt = L (1-e-k(t-t0)) dalam Gulland (1983). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis panjang total (length frequency data) ikan Ikan Nila setiap bulan dengan bantuan program Elefan I didapatkan nilai panjang maksimal (L), percepatan pertumbuhan (K), mortalitas alami (M), mortalitas total (Z), mortalitas penangkapan (F), dan laju eksploitasi (E) seperti disajikan dalam Tabel 29.
122
Tabel 29. Beberapa parameter dinamika populasi ikan Nila (Oreochromis nilotica) di waduk Rawa Pening, Jawa Tengah. Parameter Nilai L∞ (cm)
56
K
0.24
Z
4.419
F
3.819
E
0.8
Lt
56 (1-e(-0.24(t+0.5889))
Terlihat dari Tabel 29 diatas mortalitas karena penangkapan ikan Nila di waduk Rawa Pening lebih besar daripada mortalitas alami dan laju penangkapan dan termasuk sudah over fishing, melebihi laju penangkapan optimum E = 0,5 (Gulland dalam Pauly, 1984). Panjang infinitive L∞ = 56 cm ikan Nila (Oreochromis nilotica), k = 0.24 per tahun, temperatur rata-rata 29.5 oC. Mortalitas alami (M) = 0.604, mortalitas karena aktivitas penangkapan ikan (F) = 3.819, mortalitas total (Z) = 4.419. Laju eksploitasi (E) = 0,86, dan t0 = -0,588897. Laju pertumbuhan Lt = 56 (1-e
-0.24 (t+0.5889)
). Ukuran ikan
contoh yang didapatkan berkisar antara 10,9 – 37 cm. Jumlah sampel (n) yang diambil untuk dianalisis 1822 ekor. Ukuran ikan Nila selama penelitian didapatkan pada bulan Mei berkisar antara : 10,9 – 37 cm (213 ekor), bulan Juni 17 – 35 cm (108 ekor), bulan Juli: 12,6 – 35 cm sebanyak 137 ekor, bulan Agustus sebanyak : 17 – 24 cm sebanyak 68 ekor, bulan September 1144 ekor ukuran berkisar 12 – 25 cm, dan bulan Oktober sebanyak 153 ekor dengan ukuran panjang berkisar 12 – 26,5 cm. Berdasarkan data
123
frekeuensi panjang yang di kumpulkan dari enumerator terlihat sebaran ukuran panjang dan pertumbuhan ikan Nila di Rawa Pening dalam tahun 2012 seperti pada Gambar 32.
Gambar 32 . Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila di waduk Rawa Pening, Jawa Tengah Dengan persamaan Von Bertalanffy diduga panjang maksimal ikan Nila (L∞) = 56 cm sudah berumur lebih dari 10 tahun dan kecepatan pertumbuhan (k) = 0,24 per tahun. Pola pertumbuhan ikan Nila tertera pada Gambar 33.
Gambar 33. Grafik Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Rawa Pening, Jawa Tengah
124
Tabel 30. Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila di Waduk Rawa Pening , Jawa Tengah Umur (bulan)
Panjang (cm)
Umur (bulan)
Panjang (cm)
1
17.75
25
55.88
2
25.92
26
55.91
3
32.33
27
55.93
4
37.38
28
55.94
5
41.36
29
55.95
6
44.48
30
55.96
7
46.94
31
55.97
8
48.87
32
55.98
9
50.39
33
55.98
10
51.59
34
55.99
11
52.53
35
55.99
12
53.27
36
55.99
13
53.85
37
55.99
14
54.31
38
55.99
15
54.67
39
56.00
16
54.96
40
56.00
17
55.18
41
56.00
18
55.35
42
56.00
19
55.49
43
56.00
20
55.60
44
56.00
21
55.69
45
56.00
22
55.75
46
56.00
23
55.81
47
56.00
24
55.85
48
56.00
125
Bila dihubungkan dengan pola pertumbuhan diatas (Gambar 33 dan Tabel 30 ), populasi ikan menyebar dalam kelas ukuran 14,5 hingga 23,5 cm tiap bulan, dan populasi terbesar ikan Nila yang sering tertangkap berukuran 11,5 hingga 20,5 cm diduga berumur kurang dari 1 tahun.
Gambar 34. Grafik Mortalitas Ikan Nila di Waduk Rawa Pening Dengan paket program Elefan II di dapatkan nilai parameter mortalitas total (Z) = 4,419 dengan asumsi temperature di perairan waduk Wonogiri rata rata 29,5 oC (Gambar 34). Mortalitas penangkapan (F = 3,819) lebih besar daripada mortalitas alami (M= 0,604).
Laju penangkapan (E) = 0,86 berarti laju penangkapan ikan Nila sudah
tergolong berlebihan dari laju penangkapan optimum E=0,5 (Gulland dalam Pauly, 1984). Mortalitas penangkapan jauh lebih besar dari mortalitas alami, dan laju tangkapan mencapai laju tangkapan optimum, namun populasinya di waduk Rawa Pening masih dominan. Hal ini karena ikan Nila termasuk ikan yang mempunyai toleransi yang kuat beradaptasi terhadap perubahan kualitas lingkungan, dan mudah berkembang biak sepanjang waktu (Pullin, 1996).
126
Gambar 35. Nilai Keeratan Panjang Maksimal Dengan Kecepatan Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Rawa Pening.
Kesimpulan Nila fish (Oreochromis nilotica) is expected to grow until it reaches a maximum length (L) = 56. Growth rate followed the equation Y = 56(1-e-0,24 (t+0,5889)). Total mortality (Z) = 4,419, natural mortality (M) = 0.604. Fishing mortality (F) = 3,819, and the exploitation rate (E) = 0.86. Nila (Oreochromis nilotica) fishing rate has include over fishing and has to improved because its value is over optimum fishing rate E = 0.5.
127
4.9. Pendugaan Populasi Metodelogi Pendugaan populasi dilakukan dengan menggunakan metode Petersen, metode ini merupakan metode sensus tunggal dengan cara melepaskan ikan bertanda dan menangkap kembali. Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada Masyarakat di sekitar perairan Rawa pening tentang hal hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
Alat atau bahan penandaan yang digunakan dengan menggunakan
“T. tags” dan “PDS Tags” (Hoggarth, 1994). Bahan penandaan dimasukan ke ikan pada punggungnya.
Ikan bertanda dicatat nomornya, ukuran ikan panjang (cm) dan berat
(gram), dicatat tempat pelepasannya dan posisi geografis (GPS) selanjutnya dilepas di perairan (Gambar 1).
Nelayan yang menemukan ikan bertanda tersebut diwajibkan
mencatat jenis ikan, nomor tanda, tempat penangkapan, ukuran ikan yang tertangkap, selanjutnya dilaporkan kepada tim peneliti saat melakukan penelitian dilapangan. Hasil tangkapan total ikan Nila dari nelayan ada yang bertanda dan ada yang tidak ada tandanya., berdasarkan metode Petersen maka populasi ikan dapat dihitung sebagai berikut (Effedie 1992) : N =(M.C)/ R N= Popuasi ikan Patin yang akan di hitung M = Jumlah ikan Patin bertanda yang dilepas keperairan C = Jumlah ikan Patin yang tertangkap ( tidak bertanda dan bertanda) R = Ikan atin bertanda tertangkap kembali.
128
Hasil dan Pembahasan. Jumlah ikan bertanda yang dilepas ke perairan selama penelitian berjumlah 365 ekor. Jumlah Kelompok Nelayan yang aktif mencari ikan di waduk Rawa Pening rata rata ada 40 kelompok, berdasarkan data hasil produksi ikan Nila hasil tangkapan nelayan adalah = 837916 ekor dan ikan bertanda yang tertangkap selama 5 bulan ada 40 ekor. Dengan demikian berdasarkan persamaan Petersen dapat dihitung populasi ikan Nila sebagai berikut: N = (M.*C)/ R. N = 365* (837916.6667+40)/ 40 = 7645990 ekor, dengan asumsi jumlah rata rata ikan yang tertangkap per kg adalah 5 ekor/kg dan berat rata-rata 200 gram per ekor, maka biomasa ikan Nila di Waduk Rawa Pening adalah ekor 7645990 x 0,20 kg/ekor = 1529198 kg/waduk sama dengan 1529.2 ton.
Populasi ikan patin di Waduk Rawa Pening cukup tinggi, sehingga mempunyai arti penting bagi kehidupan nelayan setempat. Berdasarkan data hasil pengamatan yang dikumpulkan enumerator di waduk Rawa Pening, maka produksi hasil tangkapan ikan Nila termasuk dominan dan menempati urutan pertama. Tingginya populasi ikan Nila di Waduk Rawa Pening karena ikan Nila termasuk mempunyai kemampuan untuk beradaptasi pada kondisi habitat yang terjadi di rawa pening, selain itu banyaknya daerah kaya pakan, daerah pemijahan dan asuhan bagi anak ikan, sehingga
menunjang
perkembangbiakan ikan Nila di Rawa Pening.
No
Tabel 31. Hasil Tangkapan Ikan Nila Anggota Kelompok Nelayan di Waduk Rawa Pening. Kelompok Mei Juli Agustus September
1
Supardi
2
Samsiar
85.7 kg (478 ekor)
65 kg (285 ekor)
131 kg (740 ekor)
103 kg ( 808 ekor)
129 kg (952 ekor)
129
80.8 kg (446 ekor)
Oktober 15.5 kg (87 ekor) 64 kg (381 ekor)
Tabel 32. Jumlah Produksi Penangkapan dan Nilai Produksi Berdasarkan Jenis Ikan Di Rawa Pening 2006 Jumlah Nilai Produksi Persentase Produksi Dalam No. Jenis Ikan Dari Total (Ton) (Rp. 1000,-) 1
Tawes
0.3
0.0
1200
2
Nila Hitam
346.1
45.9
2131100
3
Wader Ijo
63.3
8.4
281500
4
Mujair
191.4
25.4
997050
5
Gabus
40.2
5.3
321600
6
Nila Merah
0.5
0.1
3000
7
Sepat Siam
24.3
3.2
89350
8
Betutu
9.7
1.3
194000
9
Lele
6.9
0.9
46100
10
Ikan Lainnya
72
9.5
360000
754.7
100
4424900
Jumlah produksi
Sumber: Dinas Peternakan dan perikanan kabupaten Semarang. 2007. Dari angka pendugaan potensi populasi ikan rata-rata di waduk Rawa Pening sebesar 7645990 ekor, dengan asumsi jumlah rata rata ikan yang tertangkap per kg adalah 5 ekor/kg dan berat rata-rata 200 gram per ekor, maka biomasa ikan Nila di Waduk Rawa Pening adalah 7645990 x 0,20 kg/ekor = 1529198 kg/waduk sama dengan 1529.2 ton. Berdasarkan data statistic perikanan kabupaten Semarang, angka produksi total hasil
tangkapan ikan tahun 2006 sebesar 346,1 ton hingga 402,200 ton tahun 2010. Berarti ada
130
peningkatan total hasil tangkapan sebesar 56,1 ton selama 4 tahun. Berdasarkan dugaan potensi produksi ikan dengan persamaan Petersen N = (M.*C)/ R, dapat dikatakan bahwa total hasil tangkapan ikan di Rawa Pening masih dibawah potensi produksi yaitu sebesar 1529.2 ton. Kesimpulan. Jumlah ikan bertanda yang dilepas (release) ke perairan selama penelitian berjumlah 365 ekor dan recapture sebanyak 40 ekor. Jumlah Kelompok Nelayan yang aktif mencari ikan di waduk Rawa Pening ada 40 kelompok. Berdasarkan persamaan Petersen diduga populasi ikan Nila sebagai berikut (N) = 365* (837916.6667+40)/ 40 = 7645990 ekor, dengan asumsi jumlah rata rata ikan yang tertangkap per kg adalah 5 ekor/kg dan berat rata-rata 200 gram per ekor, maka biomasa ikan Nila di Waduk Rawa Pening adalah ekor 7645990 x 0,20 kg/ekor = 1529198 kg/waduk sama dengan 1529.2 ton.
131
V. KESIMPULAN 1. Kelompok nelayan di perairan Rawa Pening ada 46 kelompok, masing masing kelompok mempunyai anggota antara 15 – 150 orang. 2. Rawa Pening mempunyai Nilai indeks keanekaragaman (H’) plankton dengan kisaran 1,148– 2,03, dengan rata rata H’= 1,29, antara lain oleh Gastropoda jenis Melanoides. 3. Selama penelitian didapatkan 18 jenis plankton. Fitoplankton yang mendominansi adalah jenis Nizschia sp dan Mellosira sp 4. Suhu perairan di perairan Rawa Pening berkisar antara 24 – 310 C. 5. Kandungan oksigen antara 0,3 - 8,8 mg/l, pH antara 6,5 – 7,5. Kecerahan di Rawa Pening sangat rendah berkisar antara 5 – 112 cm. Kandungan total fosfor di Rawa Pening berkisar antara 16-52 (µg/L. Rawa Pening termasuk perairan dengan kesuburan sedang (mesotrofik). 6. Nilai persentase indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Nila (Oreochromis niloticus) berkisar antara 0,6 hingga 14,3. Makanan ikan Nila secara umum didapatkan sebanyak 8 jenis makanan, yang terdiri atas 3 bagian fragmen tumbuhan, tercerna dan lain-lain atau tidak teridentifikasi. Tergolong ikan herbivore, dengan indeks bagian terbesar isi saluran pencernaan adalah tumbuhan, dan tercerna yaitu lebih besar 50 % dan makanan pelengkap dan tambahan terdiri atas beragam plankton lainnya (0,2 %), plankton (3,9 %), tercerna (13 %), un identifikasi (2.9 %). 7. Tingkat kematangan gonad berkisar I hinggga V dan spent. Indeks kematangan gonad tertinggi yaitu 18,27 pada ikan dengan panjang total 16 cm dan 210 gram pada TKG IV. Fekuditas tertinggi mencapai 491 butir, denga rata-rata 455 butir. Rasio kelamin berkisar antara 0,61 – 1,14 dan rata-rata 0,76. 8. Pola pertumbuhan adalah allometrik negative dan positif dengan persamaan hubungan panjang-berat W = 0.032 L
2,843
- W = 0.007 L3,195, koefisien determinasi (R2) berada
pada kisaran 0,813 - 0,964. Berarti mempunyai hubungan yang sangat erat dan panjang total dapat menduga berat total. Faktor kondisi berkisar antara 1,11 hingga 1,21 dengan rata-rata 1,14. 9. Fekunditas Ikan Gabus berkisar antara 4719
hingga 333476 butir dengan rata-rata
169093 butir. Fekunditas tertinggi dicapai pada induk berukuran 45 cm dan berat tota 1180 gram per ekor. Faktor kondisi yaitu 1,2 dan 1,4. 132
10. Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti) tergolong pemakan plankton herbivora, dengan indeks bagian terbesarnya terdiri dari tumbuhan yang sudah tercerna sebesar 38 %, pakan pelengkap dan tambahan lainnya terdiri dari Diatome vulgare (7.75 %), Nitzschia (3,1 %), Gyrosigma (4,5 %), Pleurosigma (7.5 %), dan plankton dan lain-lain (39,15) 11. Pada TKG III hingga IV, pada ukuran panjang total 11 hingga 23 cm dan berat total 40 hingga 140 gram. Mempunyai berat gonad 0,89 – 11, 71 gram. Dengan IKG berkisar antara 1,11 – 17,7 didapatkan fekunditas berkisar anatara 10587 hingga 11932286 butir. 12. Dalam selang waktu 9 – 65 hari ikan Nila di Waduk Rawa Pening beruaya menyebar ke seluruh zona perairan hingga ke tepi hingga ke inlet sejauh 800 m – 4200 m. Berdasarkan persamaan Vont Batalanfy dalam Pauly (1984). Selama selang waktu release dan recapture, laju pertumbuhan ikan Nila di Rawa Pening Lt = 30,07 (1-e(0,0705(t+2.49)
).
Hasil analisis hubungan panjang dan berat ikan Nila sebanyak 40 ekor
dengan ukuran panjang 14 – 30,3 Cm, berat 60 – 566 gram maka didapatkan persamaan W = 0,049 L2,728, pola pertumbuhan allometrik negative. 13. Berdasarkan hasil tangkapan nelayan pertumbuhan infinity ikan Nila (Oreochromis nilotica) (L) = 56 cm. mengikuti persamaan Y = 56(1-e-0,24 (t+0,5889)). Total mortality (Z) = 4,419, natural mortality (M) = 0.604. Fishing mortality (F) = 3,819, and the exploitation rate (E) = 0.86. 14. Berdasarkan persamaan Petersen diduga populasi ikan Nila sebagai berikut (N) = 365* (837916.6667+40)/ 40 = 7645990 ekor,
dengan asumsi jumlah rata rata ikan yang
tertangkap per kg adalah 5 ekor/kg dan berat rata-rata 200 gram per ekor, maka biomasa ikan Nila di Waduk Rawa Pening adalah 1529198 kg/waduk sama dengan 1529.2 ton.
133
DAFTAR PUSTAKA
APHA, 1986. Standard methods for the examinations of water and wastewater. APHA inc, Washington DC. Budi Hardjo, MA dan HS. Huboyo, 2007. Pola Sebaran Nitrat dan Phosphat dengan Model Aquatoq2.2 Serta Hubungan Terhadap Tanaman Eceng Gpndok Pada Permukaan Danau (Studi Kasus di Rawa Pening Kab. Semarang). Jurnal PRESIPITASI Vol. 3 (2): 58-66 Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006. Studi Penatagunaan Kawasan Kedung Ombo. PT Terta Buana Manggala Jaya dan Persero PT Virema Karya. Semarang. Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Semarang, 2007.
Effendi, M.I. 1992. Metoda biologi perikanan. Fakultas Perikanan. Bagian Ichtiology IPB. 112 halaman. http://wisata.kompasiana.com, 2010. Rawa Pening yang Makin Pening akan Masa Depannya. 15 Nopember 2012 http://rowopening.blogspot.com/2009. 14 species ikan yang sering ditemukan di rawa pening . 12 November 2012 http://www.solopos.com/2010. Eeceng Gondok di Rawa Pening Meningkat. 15 November 2012 http://.files.wordpress.com/2011. Menyelamatkandanaulimboto. 12 Nevember 2012 Kementerian Lingkungan Hidup, 2011. Profil 15 Danau Prioritas Nasional. Jakarta 154 hal Kottelat, M; A.J Whitten; S.N Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo, 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Ikan Air tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi ). Periplus Editions- Proyek EMDI. Jakarta. Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. Thrid Edition. W.B. Sounders Company, Toronto. 574 p. Nikolsky, G.V. 1963. The scology of fishes. Academia Press. 325 p. Pauly, D. 1984. Some Simple Mothods. Fish Stock Assessment, FAO.
Sittadewi, EH, 2008. Kondisi Lahan Pasang Surut Kawasan Rawa Pening dan Potensi Pemanfaatannya. Jurnal Tek Ling. Jakarta. 9(3): 294-301 Sittadewi, EH, 2008. Pengaruh Kondisi Ekosistem Darat Koridor Sungai Terhadap Danau Rawa Pewning. Jurnal. Tek Ling.Jakarta. 4(2): 119-129. Supardjo, MN, 2005. Kajian Potensi Sumberdaya Perikanan di Rawa Pening Kab. Semarang. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. 176-183 Weber, M and De Beaufort, 1916. The fishes of the Indo-Australian Archipelago. E.J Brill Ltd. Leiden. 2: 404 pp Wibowo, H, 2004. Tingkat Eutrofikasi Rawa Pening Dalam Rangka Kajian Produktivitas Primer Fito Plankton. Tesis. Magister Ilmu Lingkungan. Program Pasca Sarjana Undip. Semarang. 82 hal. Wijaya, TS dan R. Hariyati, 2009. Struktur Komunitas Fitoplankton sebagai Bio Indikator Kualitas Perairan Danau Rawapening Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Laboratorium Ekologi dan Biosistematika Jurusan Biologi F. MIPA UNDIP . 55 - 61
Lampiran 1. KUALITAS AIR RAWA PENING JULI 2012
KEDALAMAN (m) STASIUN (Muara,pertemuan
TANGGAL 03/05/2012
s.terong dan rawa) S :07 17 07 E: 110 25 24,9
PARAMETER
1 26,8
2
3
Suhu air ( C)
0 30,9
25,2
24,5
24,5
pH
7,25
7,07
6,98
6,84
6,76
4,69
3,17
0,88
0,76
138
162
138
134
o
O2 terlarut (ml)
6,7
CO2 (ml) T.Alkalinitas (mg/L)
5,6
4
92,5
DHL (µS)
225
TDS (mg/L)
106
Turbidity (NTU) Kecerahan (cm)
56
Kedalaman (m)
4 KEDALAMAN (m) 0
Outlet Tuntang
03/05/2012
o
1
2
3
Suhu air ( C)
28,3
27,5
27,2
27,2
S: 07 17'09.1"
pH
7,3
7,3
7,2
7,2
E: 110 26'09.7"
O2 terlarut (ml)
7,18
6,62
5,65
5,62
CO2 (ml)
5,54
209
205
205
T.Alkalinitas (mg/L)
95
DHL (µS)
213
TDS (mg/L)
105
Turbidity (NTU)
Kecerahan (cm)
51
Kedalaman (m)
3 KEDALAMAN (m) 0
Inlet Bejalan
03/05/2012
o
Suhu air ( C)
1
2
24
24
23,9
S: 07 16'49.5"
pH
7,29
7,33
7,34
E: 110 24'56.7"
O2 terlarut (ml)
7,02
7,06
6,87
CO2 (ml) T.Alkalinitas (mg/L)
3,7
DHL (µS)
215
213
214
TDS (mg/L)
115
95
Turbidity (NTU) Kecerahan (cm)
35
Kedalaman (m)
2.5
136
Inlet Torong
03/05/2012
KEDALAMAN
S: 07 17' 09.6" E: 110 25'13.0"
0
1
1,6
Suhu air (oC)
25,19
25,17
25,19
pH
7,05
7,03
7,04
O2 terlarut (ml)
6,01
5,90
5,88
CO2 (ml)
7,2
T.Alkalinitas (mg/L)
72
DHL (µS)
167
166
166
TDS (mg/L)
88
Turbidity (NTU) Kecerahan (cm)
15
Kedalaman (m)
1,6
KEDALAMAN (m) STASIUN PARAMETER TANGGAL Panen Eceng Gondok 0 m 03/05/2012 Suhu air (oC) S : 07 17' 59.2" pH E : 110 25'27.2" O2 terlarut (ml) CO2 (ml) T.Alkalinitas (mg/L)
0 28,17 6,98 2,64
3
3,8
27,1
26,83
26,19
6,79
6,72
6,62
6,69
0,26
0,12
0,07
0,06
0,23
0,23
0,229
0,184
1
2
27,44
13,904 98,5
DHL (µS)
0,231
TDS (mg/L)
114
Turbidity (NTU)
Kecerahan (cm)
75,5
Kedalaman (m)
3,8
137
KEDALAMAN (m) STASIUN Eceng Gondok 100 m S : 07 17' 59.2"
PARAMETER
TANGGAL 03/05/2012
E : 110 25'27.2"
0 28,85
Suhu air (oC) pH
1
2
27,28
27,11
26,9
6,72
6,65
6,64
6,84
O2 terlarut (ml) CO2 (ml) T.Alkalinitas (mg/L)
2,78
0,21
3
0,12
0,08
11,79 94,5
DHL (µS)
0,235
TDS (mg/L)
116
0,222
0,229
0,227
Turbidity (NTU)
Kecerahan (cm)
67,5
Kedalaman (m)
3,1
KEDALAMAN (m) STASIUN Eceng gondok 200 m S: 07 17' 47.6"
TANGGAL 03/05/201 2
E: 110 25'31.3"
PARAMETER
0 28,57
Suhu air (oC) pH O2 terlarut (ml) CO2 (ml) T.Alkalinitas (mg/L)
6,88 4,04
1
2
3
27,43
27,13
26,78
6,74
6,72
6,69
0,45
0,11
0,08
0,22
0,218
0,217
11,79 94,5
DHL (µS)
0,227
TDS (mg/L)
112
Turbidity (NTU)
Lokasi
Kecerahan (cm)
80
Kedalaman (m)
3,1
Tanggal
Parameter
Kedalaman (m) 0
KJA, S. Tuntang 0 m
02/05/2012
3
Suhu air (oC)
28,53
26,15
pH
7,28
6,9
O2 terlarut (ml)
8,9
1,2
CO2 (ml) T.Alkalinitas (mg/L)
6,16
DHL (µS)
0,22
138
63 0,196
TDS (mg/L)
107
Turbidity (NTU)
LOKASI
TANGGAL
Kecerahan (cm)
41,5
Kedalaman (m)
3
PARAMETER
KEDALAMAN 0
KJA, S. Tuntang 100 m
2/5/2012
o
2
Suhu air ( C)
29,12
26,66
pH
7,44
7,04
O2 terlarut (ml)
8,07
2,78
CO2 (ml)
6,16
T.Alkalinitas (mg/L) DHL (µS) TDS (mg/L) Turbidity (NTU) Kecerahan (cm) Kedalaman (m)
LOKASI
TANGGAL
PARAMETER
KEDALAMAN (M) 0
KJA , S. TUNTANG 200 M
02/05/2012
2.5
Suhu air (oC)
29,19
26,09
pH
7,68
6,98
O2 terlarut (ml)
8,85
0,73
CO2 (ml) T.Alkalinitas (mg/L)
1,58 98
DHL (µS) TDS (mg/L)
106
Turbidity (NTU) Kecerahan (cm)
37
Kedalaman (m)
2,3
139
KEDALAMAN (m) STASIUN Puteran S: 07 17' 53.1" E: 110 25'24.7" Jam: 10.00WIB
TANGGAL 02/05/2012
PARAMETER
0
o
Suhu air ( C)
5
26,81
25,62
25,28
25,23
6,83
6,6
6,64
6,64
6,45
pH O2 terlarut (ml)
3,45
CO2 (ml)
0,50 0,224
DHL (µS)
10
3
28,57
0,11
0,221
8
0,08
0,07
0,159
0,06
0,15
0,112
139
TDS (mg/L) Turbidity (NTU)
83
Kecerahan (cm) Kedalaman (m)
Lampiran 2. KUALITAS AIR RAWA PENING JULI 2012 KEDALAMAN (m) STASIUN Rawa pening S:07o16'16.7" E:110o26'15.8" Jam: 10.00WIB
TANGGAL 15/07/2012
PARAMETER Suhu air (oC) pH O2 terlarut (ml) CO2 (ml) T.Alkalinitas (mg/L)
0 27,5
3
5
DASAR
0
3
5
DASAR
0
3
5
DASAR
7,5 4,50 0,50 11,2
DHL (µS)
157
TDS (mg/L)
139
Turbidity (NTU)
Rawa pening S:07o.16''56.2" E: 110o25'2.66" Jam: 10.55 WIB
15/7/2011
Kecerahan (cm)
45,5
Kedalaman (m)
2,2
o
Suhu air ( C)
27,6
pH
7,5
O2 terlarut (ml) CO2 (ml)
3,9 0,21
T.Alkalinitas (mg/L)
13,3
DHL (µS)
22,5
TDS (mg/L)
154
Turbidity (NTU)
Rawa pening
13/3/2011
Kecerahan (cm)
48
Kedalaman (m)
0,48
o
Suhu air ( C)
140
26,4
S:07o.16''11.4" E: 110o26'3.24" Jam: 09.00 WIB
pH
7,5
O2 terlarut (ml) CO2 (ml)
5,20 0,1
T.Alkalinitas (mg/L)
10,8
DHL (µS)
132
TDS (mg/L)
130
Turbidity (NTU) Kecerahan (cm)
4,9
Kedalaman (m)
2,9
Lanjutan Lampiran 2
KEDALAMAN (m) STASIUN Rawa pening S:07o16'24.5" E:110o25'53.5" Jam: 09.00WIB
TANGGAL 15/07/2012
PARAMETER Suhu air (oC) pH O2 terlarut (ml) CO2 (ml) T.Alkalinitas (mg/L)
0 27,1
DHL (µS)
154
TDS (mg/L)
129
3
5
DASAR
0
3
5
DASAR
0
3
5
DASAR
7,5
Turbidity (NTU)
Rawa pening S:07o.16''11.4" E: 110o26'32.4" Jam: 09.00WIB
15/7/2011
Kecerahan (cm)
6,3
Kedalaman (m)
71,5
o
Suhu air ( C)
25,4
pH
7,5
O2 terlarut (ml) CO2 (ml)
4,6 0,1
T.Alkalinitas (mg/L) DHL (µS)
201
TDS (mg/L)
130
Turbidity (NTU)
Rawa pening
13/3/2011
Kecerahan (cm)
52
Kedalaman (m)
1,3
o
Suhu air ( C)
141
31,4
S:07o.17''14.4" E: 110o24'54.5" Jam: 11.35WIB
pH
7,5
O2 terlarut (ml) CO2 (ml)
5,0 0,3
T.Alkalinitas (mg/L) DHL (µS)
211
TDS (mg/L)
139
Turbidity (NTU) Kecerahan (cm)
SD
Kedalaman (m)
0,3
Lanjutan Lampiran 2
KEDALAMAN (m) STASIUN Rawa pening S:07o17'12.7" E:110o25'13.5" Jam: 12.05WIB
TANGGAL 15/07/2012
PARAMETER Suhu air (oC) pH O2 terlarut (ml) CO2 (ml) T.Alkalinitas (mg/L)
0 30,7 7,5 5,30 0,22
DHL (µS)
189
TDS (mg/L)
133
Turbidity (NTU)
Rawa pening S:07o.17''25.8" E: 110o25'2.10" Jam: 13.01 WIB
15/7/2011
Kecerahan (cm)
116
Kedalaman (m)
6,1
o
Suhu air ( C)
31,4
pH
7,5
O2 terlarut (ml) CO2 (ml)
5,9 0,35
T.Alkalinitas (mg/L) DHL (µS)
194
TDS (mg/L)
131
Turbidity (NTU) Kecerahan (cm)
102
Kedalaman (m)
1,1
142
3
5
DASAR
Lanjutan Lampiran 2.
KEDALAMAN (m) STASIUN Rawa pening S:07o17'30.9" E:110o25'17.7" Jam: 12.26 WIB
TANGGAL 15/07/2012
PARAMETER Suhu air (oC) pH O2 terlarut (ml) CO2 (ml) T.Alkalinitas (mg/L)
0
3 30,6 7,5 0,4 5,0
DHL (µS)
208
TDS (mg/L)
128
Turbidity (NTU)
Rawa pening S:07o.17''28.6" E: 110o25'18.9" Jam: 12.48WIB
15/7/2011
Kecerahan (cm)
102
Kedalaman (m)
1,2
o
Suhu air ( C)
31,4
pH
7,5
O2 terlarut (ml) CO2 (ml)
5,1 0,31
T.Alkalinitas (mg/L) DHL (µS)
210
TDS (mg/L)
130
Turbidity (NTU)
Rawa pening S:07o.16''11.6" E: 110o26'28.8" Jam:09.19 WIB
15/7/2011
Kecerahan (cm)
88,5
Kedalaman (m)
1,2
o
Suhu air ( C)
26,2
pH
7,5
O2 terlarut (ml) CO2 (ml)
4,7 0,3
T.Alkalinitas (mg/L) DHL (µS)
177
TDS (mg/L)
128
Turbidity (NTU) Kecerahan (cm)
37
Kedalaman (m)
1,1
143
5
Dasar
Rawa pening S:07o.15''57.2" E: 110o26'53.4" Jam: 14.21WIB
15/07/2012
o
Suhu air ( C)
27,3
pH
7,5
O2 terlarut (ml) CO2 (ml)
4,40 0,1
T.Alkalinitas (mg/L)
10,9
DHL (µS)
176
TDS (mg/L)
128
Turbidity (NTU) Kecerahan (cm)
66,5
Kedalaman (m)
1,5
144
Lanjutan Lampiran 2
KEDALAMAN (m) STASIUN Brebesan
TANGGAL
PARAMETER o
16/07/2012
Suhu air ( C)
S:07o17'45,090"
pH
E:110o25'31,192"
O2 terlarut (ppm)
Jam: 10.55 WIB
DHL (mmS)
0 27,72
1 26,02
25,91
7,5
7,38
7,11
5,03
1,30
6,38 0,274
5
DASAR
0,264
0,281 1,6
Kedalaman (m) Kedalaman (m) STASIUN Puteran S:07o17'33,560" E:110o25'45,090" Jam: 12.04 WIB
TANGGAL
PARAMETER
0
1
2
3
4
5
6
7
16/07/2012
o
Suhu air ( C)
27,7
26,4
25,9
25,6
25,4
25,1
25,1
25,1
pH
7,6
7,6
7,5
7,4
7,3
7,1
7,1
7,1
O2 terlart (ppm)
8,8
8,8
7,1
3,8
1,4
0,4
0,4
0,3
DHL (mmS)
0,27
0,27
0,26
0,26
0,26
0,27
0,29
0,30
7
Kedalaman (m)
145
Lampiran 4: Kualitas Air Permukaan di Lokasi KJA Rawa Pening Bulan Juli 2012
15 juli 2012
Rawa Pening Stasiun 3 Stasiun 4 KJA Tuntang ttk 3 KJA S:07o.16''11.4" S:07o16'24.5" E: 110o26'3.24" E:110o25'53.5"
Stasiun 1 KJA- R.Pening S:07o16'16.7" E:110o26'15.8"
Stasiun 2 S. Bejalen S:07o.16''56.2" E: 110o25'2.66"
Suhu air (oC) pH O2 terlarut (ml) CO2 (ml)
27,5
27,6
2,20
0,924
8,42 0,44
T.Alkalinitas (mg/L)
112
133
108
DHL (µS)
157
22,5
132
TDS (mg/L)
139
154
Kecerahan (cm)
45,5
Kedalaman (m)
2,2
PARAMETER GPS :
Jam :
7,5 7,29
Jam: 10.00WIB
7,5
26,4
27,1
7,5
7,5
Stasiun 5
Stasiun 6
KJA Tuntang ttk 1
Muara s Torong
S:07o.16''11.4" E: 110o26'32.4"
S:07o.17''14.4" E: 110o24'54.5"
25,4
31,4
7,5
7,5
-
7,452
-
0,44
8,1 1,32
154
201
211
130
129
130
139
48
4,9
6,3
52
SD
0,48
2,9
1,5
1,3
0,3
Jam: 09.00WIB
Jam: 09.00WIB
6,318
Jam: 10.55 WIB
Jam: 09.00 WIB
146
Jam: 11.35WIB
Lampiran 5: Kualitas Air Permukaan di Lokasi Pemotongan Eceng Gondok, Rawa Pening Bulan Juli 2012 Stasiun 7 Prcampran s trong
PARAMETER GPS : Suhu air (oC) pH O2 terlarut (ml) CO2 (ml)
dan R pening
S:07o17'12.7" E:110o25'13.5"
Stasiun 8 Pemotongn e gondk ttk 3 S:07o.17''25.8" E: 110o25'2.10"
Stasiun 9 s. Tuntang S:07o.15''57.2" E: 110o26'53.4"
Stasiun 10 Pemotongan e. gndk ttk 1 S:07o17'30.9" E:110o25'17.7"
Stasiun 11 Pemotongn e gondk ttk 2 S:07o.17''28.6" E: 110o25'18.9"
Stasiun 12 KJA-tuntng ttk 2 100m dr KJA
S:07o.16''11.6" E: 110o26'28.8"
30,7
31,4
27,3
30,6
31,4
26,2
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5
8,586 0,968
9,558 1,54
7,128 0,44
0,648 22
8,262 1,364
7,614 1,32
T.Alkalinitas (mg/L)
10,9
DHL (µS)
189
194
176
208
210
177
TDS (mg/L)
133
131
128
128
130
128
Kecerahan (cm)
116
102
66,5
102
88,5
37
Kedalaman (m)
6,1
1,5
1,2
Turbidity (NTU)
Jam :
Jam: 12.05WIB
1,1
Jam: 13.01 WIB
Jam: 14.21WIB
147
Jam: 12.26 WIB
1,2
Jam: 12.48WIB
1,1
Jam:09.19 WIB
Lampiran 7. Beberapa aktivitas kegiatan riset di Rawa Pening
Kondisi waduk Rawa Pening bulan 2012
Kegiatan nelayan di Rawa Pening : KJA dan alat tangkap ‘Branjang’, memancing, dan menjaring
Ikan Nila dan Gabus di Rawa Pening yang sudah di Tagging
Sampling dan analisa in situ kualitas air, sampling plankton dan proses ‘tagging’
Beberapa alat pemeriksaan yang digunakan dalam sampling kualitas air dan bahan ‘tag’
Beberapa contoh data yang di koleksi dari enumerator