LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN KERING MASAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS > 20% DAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI
Tahun Anggaran 2011
BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011
LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN KERING MASAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS > 20% DAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI
Tahun Anggaran 2011
Oleh : Muchtar
SATKER BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011
ii
HALAMAN PENGESAHAN
1.
Judul Kegiatan (RPTP/RDHP/ : RKOT)
2.
Penanggungjawab RPTP/RDHP/ RKOT a. Nama
: :
Muchtar, SP., MP.
b. Pangkat/Golongan
:
Penata Muda Tk. I/III b
c. Jabatan Fungsional
:
Calon Peneliti
Lokasi Kegiatan
:
KP.Taman Bogo, Lampung Timur
3.
Jangka Waktu
Pengembangan Inovasi Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Masam untuk Meningkatkan Produktivitas > 20 % dan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
1 (satu) Tahun
Tahun dimulai
:
Januari 2011 s.d Desember 2011
4.
Biaya penelitian T.A. 2010
:
Rp. 200.570.000 ( Dua ratus juta lima ratus tujuh puluh ribu rupiah)
5.
Sumber Dana
:
DIPA/RKA-KL Satker : Balai Penelitian Tanah Tahun Anggaran 2011
Mengetahui Kepala Balai Penelitian Tanah
Penanggungjawab RPTP/RDHP/RKOT
Dr. Sri Rochayati NIP. 19570616 198603 2 001
Muchtar, SP., MP. NIP. 1954 0201 198203 1 001
ii
KATA PENGANTAR
Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian bertugas melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi di bidang pengelolaan sumberdaya tanah untuk mendukung pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Sulitnya melakukan peningkatan produksi pangan nasional antara lain karena pengembangan lahan pertanian pangan baru tidak seimbang dengan konversi lahan pertanian produktif yang berubah menjadi fungsi lain seperti permukiman. Dari sisi perluasan areal lahan tanaman pangan ini upaya yang dapat ditempuh adalah dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan lahan tidak produktif dibarengi dengan menerapkan teknologi produktivitas mengingat sebagian besar lahan tersebut tidak subur untuk tanaman pangan, diantaranya adalah dengan pemanfaatan lahan kering masam, baik yang telah menjadi lahan pertanian maupun yang belum. Lahan kering masam di Kebun Percobaan (KP) Taman Bogo, Lampung Timur mempunyai karakteristik tanah yang serupa dengan tanah masam di Indonesia sehingga KP Taman Bogo dapat dipandang sebagai pewakil bagi tanah masam di Indonesia. Tanah kering masam Ultisols telah mengalami kemunduran sifat fisika dan kimia tanah. Pada kondisi temperatur udara tinggi di wilayah tropika basah, bahan organik tanah terdekomposisi dengan cepat sehingga unsur hara dan bahan organik yang terbawa melalui hasil panen (konsumsi) tidak tergantikan dengan input produksi yang digunakan dalam proses produksi. Inovasi teknologi pengeloalan lahan kering masam yang dapat mempertahankan produktivitas tanah perlu disosialisasikan kepada pengguna/petani melalui kunjungan ke lokasi show windows dan visitor plot inovasi teknologi yang telah dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian. Lokasi show windows dan visitor plot merupakan sarana yang efektif dalam proses
diseminasikan teknologi. Pada T.A 2011 dipamerkan inovasi teknologi
pengelolaan lahan kering masam yang terdiri dari Inovasi Teknologi Pengelolaan Sistem Alley ropping/ Pertanaman Lorong, Inovasi Teknologi Pengelolaan pupuk Kandang, Inovasi Teknologi Rehabilitasi Lahan dengan Penutup Tanah dan Inovasi Teknologi Penataan dan KoleksiTanaman Legum Semak/Perdu dan Cover Crop, Inovasi Teknologi Pemupukan di Lahan Kering Masam serta Model Kawasan Rumah iii
Pangan Lestari yang merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden bahwa ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga, dan dapat diwujudkan dengan membangkitkan kembali budaya menanam di pekarangan, baik di perkotaan maupun perdesaan.
Melalui kunjungan dan diskusi dengan petani di lapangan,
diharapkan sebagian atau seluruh teknologi yang diperagakan/dipamerkan dapat dipraktekan oleh petani dalam usahataninya. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam kegiatan ini, semoga Laporan Akhir Tengah Tahun ini bermanfaat bagi program penelitian dan pengembangan inovasi teknologi pengelolaan lahan kering masam di Indonesia. Bogor, Desember 2011
Dr. Sri Rochayati NIP. 19570616 19860 2 00l
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ABSTRAK ABSTRACT I.
II.
III.
IV.
Halaman ii iii v vi viii ix x
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1.2. Tujuan ................................................................................................. 1.3. Luaran yang Diharapkan .................................................................... 1.4. Dasar-dasar Pertimbangkan dari Kegiatan yang Dirancang ................
1 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis ................................................................................ 2.2. Diseminasi Teknologi Pengelolaan Lahan Masam .............................
6 12
METODOLOGI 3.1. Pendekatan/Kerangka Pemikiran ........................................................ 3.2. Ruang Lingkup Kegiatan .................................................................... 3.3. Bahan dan Metode Penelitian ............................................................. 3.4. Analisis Risiko.....................................................................................
13 13 14 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ............................................................................................................ 1. Inovasi Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Masam ......................... a. Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/Alley Cropping pada Tanaman Jagung Ubi kayu (MT I dan MT II) ........................ b. Pengelolaan Inovasi Teknologi Penggunaan Pupuk Kandang pada Tanaman Jagung -/- Ubi Kayu ................................................ c. Pengelolaan Inovasi Teknologi Rehabilitasi Lahan dengan Penutup Tanah (cover crops) ............................................................ d. Penataan dan Koleksi Tanaman Legum Semak/Perdu dan Cover Crops di Kebun Percobaan Taman Bogo ......................................... e. Inovasi Teknologi Pemupukan di Lahan Kering Masam ................. 2. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) ............................... 3. Temu/Kunjungan Lapangan .................................................................. Pembahasan ................................................................................................
30 31 34 35 35
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
43
VI.
PERKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN .........................................
45
DAFTAR PUSTAKA
46
23 23 23 26 29
v
DAFTAR TABEL
No.
Teks
1.
Analisis resiko pelaksanaan inovasi Teknologi pengelolaan lahan kering masam di KP. Taman Bogo, Lampung Timur ...............................
21
Hasil analisis kimia tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/Alley Cropping pada tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011 ..........................................................................................................
23
Hasil analisis fisika tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/Alley Cropping pada tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011 ..........................................................................................................
24
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Berat segar biomass Flemingia congesta, Gliricidia sepium serta strip rumput Setaria splendida, Panicum maximum dan Lamtoro pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/alley cropping pada tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011 ..........................................................................................................
Halaman
25
Tinggi tanaman dan umur berbunga 50 % jagung Hibrida P27 pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/Alley Cropping pada tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011 ...........................................................................................................
25
Berat 100 butir, berat pipilan kering dan berat biomas panen jagung hibrida P27 pada inovasi teknologi sistem pertanaman lorong/alley cropping di KP Taman Bogo, MT 2011 ...................................................
26
Tinggi tanaman saat panen dan berat ubi segar pada inovasi teknologi sistem pertanaman lorong/alley cropping di KP Taman Bogo, MT 2011 ..........................................................................................................
26
Hasil analisis kimia tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Penggunaan Pupuk Kandang pada Tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011 .................
27
Hasil analisis fisika tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Penggunaan Pupuk Kandang pada Tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011 .................. 28
10.
Tinggi tanaman, umur berbunga 50% , berat 100 butir, berat pipilan kering dan berat biomass kering panen jagung P27 pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Penggunaan Pupuk Kandang pada Tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011 ..............................................
28
vi
11.
12.
13.
14.
15
16
17.
18.
Tinggi tanaman saat panen dan berat ubi segar pada Demplot inovasi teknologi pengeloaan pupuk kandang di lahan kering masam di KP Taman Bogo, MT 2011 ..............................................................................
29
Hasil analisis fisika tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Rehabilitasi Lahan dengan Penutup Tanah (cover crops) di KP Taman bogo, MT 2011 ..................................
29
Hasil analisis kimia tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Rehabilitasi Lahan dengan Penutup Tanah (cover crops) di KP Taman bogo, MT 2011 ..................................
30
Berat Biomass Segar dan Berat Biji tanaman legum pada Penataan dan Koleksi Tanaman Legum Semak/Perdu dan Cover Crops di Kebun Percobaan Taman Bogo, MT 2011 ............................................................
31
Hasil analisis kimia tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Rehabilitasi Lahan dengan Penutup Tanah (cover crops) di KP Taman bogo, MT 2011 ..................................
32
Hasil analisis fisika tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi pemupukan di KP Taman bogo, MT 2011 ...........................................................................................................
33
Tinggi tanaman, berat 100 butir, berat pipilan kering dan berat biomass kering panen panen jagung P27 pada Inovasi Teknologi Pemupukan di Lahan Kering (MT I) ........................................................
33
Tinggi tanaman, berat 100 butir, berat pipilan kering dan berat biomass kering panen panen jagung P27 pada Inovasi Teknologi Pemupukan di Lahan Kering (MT II) .......................................................
34
vii
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1.
Tata Letak Demplot Pengelolaan Lahan masam di KP Taman Bogo....
15
2.
Halaman/pekarangan rumah sebelum pelaksanaan MKRPL ................
35
3.
Halaman/pekarangan rumah setelah pelaksanaan MKRPL .................
36
viii
ABSTRAK Lahan kering masam di Indonesia sekitar 102,8 juta ha merupakan lahan potensial dan strategis untuk pertanian. Faktor pembatas utama adalah pH tanah yang masam, kandungan bahan organik rendah dan kekurangan unsur hara makro. Inovasi teknologi pengelolaan lahan kering masam sudah diketahui dari hasil penelitian tetapi perlu disosialisasikan kepada petani secara berlanjut melalui pengenalan teknologi pada letak pamer/ show windows dan visitor plot dengan sasaran akhir terjadinya percepatan adopsi teknologi hasil penelitian. Teknologi yang dipamerkan terdiri dari system alley cropping, pengelolaan pupuk kandang, rehabilitasi lahan dengan tanaman penutup tanah, penataan dan koleksi tanaman legum, serta inovasi teknologi pemupukan pada lahan kering masam. Hasil analisis secara tabulatif menunjukkan bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah dari hasil pangkasan legum pada sistem alley croping serta penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan sifat kimia dan fisika tanah (C-organik, N-total, rasio C/N tanah, dan berat jenis tanah), sedangkan KTK dan ruang pori total mengalami penurunan. Perbaikan sifat kimia dan fisika tanah dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah dari hasil pangkasan legum pada system alley cropping memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan tanaman. Penggunaan pupuk kandang sebanyak 10 t/ha/tahun dapat meningkatkan hasil jagung P27 yang mencapai 6,33 t/ha sedangkan jika tidak disertai pupuk kandang hanya mencapai 3,30 t/ha. Perlakuan ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Organik 2 t/ha dapat meningkatkan hasil jagung P27 yang mencapai 5,57 t/ ha. Adopsi inovasi teknologi dipamerkan meningkatkan pengetahuan petani dan secara bertahap diaplikasikan oleh petani.
ix
ABSTRACT
Acid upland soil in Indonesia approximately 102,8 million hectares that was potential and strategic for agriculture land. The mayor problems limiting production was soil acidity, low contents of soil organic matter and deficiencies of macro nutrients. Technological innovations on management of acid upand soil have been known/found based on the research results. The results should be continuing socialized to farmers through farmers visiting on show windows plot of proper recommended technologies with the end objective was more accelerated adoptions rate of technology gained from research. Show windows of recommended technologies were alley cropping systems used legumes plants, manure management, land rehabilitation with cover crops, arrangement and collection of legume plants and technological innovation of fertilizer. The results showed that application of organic matters from legumes of alley cropping systems to the soil and application of manures improves soil chemistry and soil physical properties (C-organic, N-total, C/N ratio and soil bulk density) while cation exenagble capacity (CEC), total soil pores increases. Application of organic matters from cutted legumes leave of alley cropping systems to the soil provides a positive influence on plant growth. Using manures much as 10 t/ha/year can increase the results of maize/corn reached 6,33 t/ha, whereas if not accompanied manure reached only 3,30 t/ha. Treatment ¾ NPK recommendations PUTK + organic fertilizer can increase the results of maize/corn reached 5,57 t/ha. Adoption process of acid, upland technological innovation by farmers was done on step wise processes related to the farmers’ resources. Soil productivity and farmers’ incomes in the long run will be increased.
x
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pangan
merupakan
kebutuhan
mendasar
bagi
manusia
untuk
dapat
mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak azasi yang layak dipenuhi. Berdasar kenyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu Negara (Suryana, 2005). Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu kebijakan (pemantapan) ketahanan pangan menjadi isu sentral dalam pembangunan serta merupakan fokus utama dalam pembangunan pertanian. Ketahanan pangan suatu negara dapat diartikan sebagai kemampuan negara memenuhi kecukupan pangan seluruh penduduk meliputi aksesibilitas (keterjangkauan), stabilitas serta kontinuitas pengadaan dan distribusi. Sulitnya melakukan peningkatan produksi pangan nasional antara lain karena pengembangan lahan pertanian pangan baru tidak seimbang dengan konversi lahan pertanian produktif yang berubah menjadi fungsi lain seperti permukiman.
Jika tidak ada upaya khusus untuk meningkatkan
produktivitas secara nyata dan/atau membuka areal baru pertanian pangan sudah pasti produksi pangan dalam negeri tidak akan mampu mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Dari sisi perluasan areal lahan tanaman pangan ini upaya yang dapat
ditempuh adalah dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan lahan tidak produktif dibarengi dengan menerapkan teknologi produktivitas mengingat sebagian besar lahan tersebut tidak subur untuk tanaman pangan, diantaranya adalah dengan pemanfaatan lahan kering masam, baik yang telah menjadi lahan pertanian maupun yang belum. Lahan kering masam di Indonesia sekitar 102,8 juta hektar yang tersebar di Kalimantan (39,24 juta ha), Sumatera (29,34 juta ha), Papua dan Maluku (20.8 juta ha), Jawa (3.81 juta ha), Sulawesi (9,52 juta ha) serta Bali dan NTT (0,1 juta ha) (Mulyani, et al., 2004; Puslitbangtanak, 2000). Tanah kering masam tersebut diusahakan untuk tanaman padi, palawija, tanaman pangan lainnya, hortikultura, perkebunan dan kayukayuan. Dierolf et al., (2001) mengemukakan bahwa lahan kering masam yang dapat
1
digunakan untuk pertanian di Indonesia mencapai 67,5 % dari luas total lahan pertanian yang sebagian besar tersebar di luar Jawa. Lahan kering masam Ultisols dan Oxisols menempati areal terluas di Indonesia, yaitu 59,9 juta ha (Hidayat dan Mulyani, 2002). Lahan tersebut mempunyai potensi dan peluang untuk pengembangan pertanian walaupun memiliki kendala sifat fisika, kimia dan biologi tanah yang kompleks (Kang, 1989) dalam arti bahwa ketiga sifat-sifat tanah tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya, dipengaruhi juga oleh faktor eksternal
seperti iklim, dan pengelolaan lahan. Kendala peningkatan produktivitas
lahan tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan dengan mengaplikasikan teknologi pengelolaan lahan yang
dapat mempertahankan/meningkatkan produktivitas tanah
dalam jangka panjang. Kendala teknis dalam pengelolaan lahan kering masam terutama kesuburan tanahnya yang rendah, reaksi tanah masam (pH <5,5), kadar Al tinggi, fiksasi P tinggi serta kandungan basa dapat tukar, kapasitas tukar kation (KTK) dan kandungan Corganik rendah. Setelah 20-30 tahun melaksanakan rekomendasi pemupukan yang bersifat umum di beberapa daerah dilaporkan telah terjadi ketidakseimbangan hara dalam tanah (Hanson, 1994). Penanaman bibit unggul disertai dengan pemupukan N, P dan K dosis tinggi telah menyebabkan unsur hara mikro semakin terkuras. Faktor pembatas sifat fisika tanah di lahan masam antara lain BD tanah tinggi kapasitas menahan air rendah, bahaya erosi tinggi, mudah mengalami penggenangan dan kekeringan, peka terhadap proses pemadatan serta terbentuknya laterit (Sanchez dan Salinas, 1981 dalam Agus et al., 1999). Kendala sifat fisika dan kimia tanah di lahan kering masam ini disertai dengan miskinnya elemen biotik tanah (makro dan mikroorganisme tanah). Selain hal tersebut, upaya lain yang dapat dilakukan guna meningkatkan produksi pangan adalah dengan memanfaatkan pekarangan rumah.
Model Kawasan
Rumah Pangan Lestari (MKRPL) yang merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden bahwa ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah tangga, dan dapat diwujudkan dengan membangkitkan kembali budaya menanam di pekarangan, baik di perkotaan maupun perdesaan.
Kawasan rumah pangan lestari
merupakan suatu kawasan dengan rumah tangga yang telah menerapkan Rumah Pangan Lestari dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk 2
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, pemanfaatan pekarangan tidak hanya sekedar menanami, tetapi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, mengembangkan ekonomi produktif, dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat.
Dalam
pelaksanaanya, pekarangan dimanfaatkan secara optimal untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan dilengkapi dengan pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos. Setelah kebutuhan rumah tangga terpenuhi, selanjutnya dapat dikembangkan pemasaran dan pengolahan menjadi aneka produk untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Lahan kering masam di Kebun Percobaan (KP) Taman Bogo, Lampung Timur mempunyai karakteristik tanah yang serupa dengan tanah masam di Indonesia sehingga KP Taman Bogo dapat dipandang sebagai pewakil bagi tanah masam di Indonesia. Berdasarkan sifat dan karakteristik tanah kering masam yang telah mengalami defisiensi unsur hara serta penurunan sifat fisika, kimia dan biologi tanah maka hasil-hasil penelitian yang telah didapatkan oleh balai penelitian lingkup Badan Litbang Pertanian di lahan masam perlu didemontrasikan dan disosialisasikan. Keberadaan petak peragaan inovasi teknologi pengelolaan lahan kering masam untuk meningkatkan produktivitas > 20% dan model kawasan rumah pangan lestari, selain sebagai verifikasi dan reevaluasi teknologi sekaligus sebagai obyek/tempat kunjungan lapang, visitors plot, show windows serta merupakan sarana dan prasarana dalam diskusi dan konsultasi antara peneliti, penyuluh, petani dan pengambil kebijakan daerah dalam meningkatkan peranan lahan kering masam untuk mendukung ketahanan pangan. 1.2. Tujuan Jangka Pendek : -
Menyediakan Show window dan visitor plot, tempat diskusi dan konsultasi antara peneliti dengan penyuluh, penyuluh dengan petani, antar peneliti, penyuluh, petani dan pengambil kebijakan daerah dalam program pengembangan pertanian di lahan kering masam
-
Menata KP Taman Bogo sebagai model kawasan rumah pangan lestari.
-
Mendemonstrasikan manfaat teknologi pengelolaan lahan kering masam terhadap perubahan sifat fisika dan kimia tanah serta pertumbuhan dan hasil tanaman dan rumah pangan lestari 3
Jangka panjang : -
Merancang dan mengarahkan KP Taman Bogo sebagai field laboratory dan sarana untuk proses diseminasi teknologi pengelolaan lahan kering masam dan model kawasan rumah pangan lestari
-
Mempercepat proses adopsi teknologi pengelolaan lahan kering masam dan rumah pangan lestari
-
Memberikan kontribusi dalam peningkatan produktivitas pertanian lahan kering masam terhadap keamanan pangan regional dan nasional.
1.3. Luaran yang Diharapkan Jangka Pendek : -
Tersedianya sarana/tempat diskusi dan konsultasi lapangan bagi peneliti, penyuluh dan pengambil kebijakan melalui kunjungan lapang serta menampung umpan balik (feed back) petani untuk memperbaiki teknologi pengelolaan lahan kering masam. Tersedianya sarana/tempat diskusi dan konsultasi lapangan bagi peneliti, penyuluh dan pengambil kebijakan.
-
Tertatanya KP Taman Bogo sebagai model kawasan rumah pangan lestari.
-
Inovasi teknologi pengelolaan lahan kering masam yang telah diverifikasi dan rumah pangan lestari yang dapat meningkatkan produktivitas dan hasil tanaman, pemenuhan gizi dan pendapatan petani.
Jangka panjang : -
KP. Taman Bogo sebagai field laboratory dan sarana untuk proses diseminasi teknologi pengelolaan lahan kering masam dan model kawasan rumah pangan lestari
-
Adopsi teknologi pengelolaan lahan kering masam dan rumah pangan lestari lebih cepat.
-
Produktivitas lahan kering masam meningkat dan dapat dicapai keamanan pangan.
1.4. Dasar-dasar Pertimbangan dan Dampak dari Kegiatan yang Dirancang Hasil penelitian inovasi teknologi pemupukan, penambahan bahan organik dan aspek mikrobiologi tanah di lahan kering masam Ultisol KP Taman Bogo dan model kawasan rumah pangan lestari dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah, serta
4
dapat meningkatkan hasil tanaman. Teknologi tersebut perlu didemontrasikan dan didiseminasikan kepada penguna/petani melalui kunjungan lapangan. Teknologi pengelolaan lahan kering masam dan model kawasan rumah pangan lestari dirancang dalam bentuk sederhana dan bersifat komplementer (saling menguntungkan) sesuai dengan kondisi wilayah dan kebiasaan petani dengan menggunakan tanaman pangan, tanaman sayuran, tanaman hortikultura, sumber pakan dan tanaman leguminosa sumber bahan organik. Melalui kegiatan kunjungan lapangan, teknologi yang ditampilkan diharapkan dapat digunakan sebagai sarana dalam proses penyuluhan dan diseminasi teknologi hasil penelitian Balai Penelitian Tanah kepada pengguna, serta merupakan obyek kunjungan, tempat diskusi dan komunikasi antara peneliti, penyuluh, petani dan pengambil kebijakan daerah. Dengan pembuatan petak peragaan dan model kawasan rumah pangan lestari, diharapkan proses adopsi teknologi pengelolaan lahan masam dapat berlangsung lebih cepat serta produktivitas tanah, hasil tanaman dan pendapatan petani lahan masam dapat ditingkatkan secara stabil dan berkelanjutan.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Sifat Fisika, Kimia dan Biologi Tanah Kering Masam Secara umum, lahan kering dapat didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Lahan kering masam adalah lahan yang mempunyai sifat-sifat seperti pH rendah, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB) dan Corganik rendah, kandungan aluminium (kejenuhan Al) tinggi, fiksasi P tinggi, kandungann besi dan mangan mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi, dan miskin unsur biotik (Adiningsih dan Sudjadi, 1993; Soepardi, 2001). Tingginya curah hujan disebagian wilayah Indonesia menyebabkan tingkat pencucian hara tinggi terutama basa-basa, sehingga basa-basa dalam tanah akan segera tercuci keluar lingkungan tanah dan yang tinggal dalam kompleks adsorpsi liat dan humus adalah ion H dan Al. Akibatnya tanah menjadi bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah, dan menunjukkan kejenuhan aluminium yang tinggi (Subagyo et al., 2000). Selain itu, tanah-tanah yang terbentuk umumnya merupakan tanah berpenampang dalam, berwarna merah-kuning, dan mempunyai kesuburan alami yang rendah. Kang (1989) mengemukakan bahwa kegiatan pertanian di lahan masam mempunyai kendala sifat fisika dan kimia tanah yang sangat membatasi produksi. Faktor pembatas sifat fisika tanah di lahan kering masam antara lain adalah kapasitas menahan air rendah, bahaya erosi tinggi, mudah mengalami penggenangan dan kekeringan, peka terhadap proses pemadatan serta terbentuknya laterit (Sanchez dan Salinas, 1981 dalam Agus et al., 1999). Arya et al. (1992) mengemukakan bahwa berat jenis (BD) tanah Ultisols yang diolah dengan cangkul/bajak atau yang tidak diolah berkisar antara 0,95-1,15 g/cm3. Sifat fisika tanah lainnya yang merupakan pembatas pertumbuhan tanaman adalah ruang pori tanah. Ruang pori total tanah merupakan pori yang akan terisi udara/oksigen pada saat tanah berada pada kapasitas lapang.
Ruang pori tanah
ukurannya sangat bervariasi dari ukuran yang sangat kecil (pada fraksi liat) sampai ukuran yang terbesar (pada fraksi pasir dan batu). Tanah pasir dapat menahan air 6
sebanyak 5,7 % volume pada potensial 33 kPa, sedangkan tanah liat/clay sebanyak 47,0 % (Unger, 1975). Hanya pada ukuran pori dengan diameter antara 100-300 µm yang dapat terisi dengan udara (Webster dan Becket, 1972). Sedangkan air tersedia yang termasuk katagori rendah diduga karena kandungan pasir pada tanah masam di KP Taman Bogo relatif tinggi yang tercermin dari BD tanah masih mencapai 1.37 g/cc. Air tersedia merupakan kondisi kandungan air tanah yang berada diantara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Sifat kimia tanah yang menjadi penghambat utama peningkatan produktivitas lahan kering masam adalah kandungan unsur hara makro (N, P dan K) rendah, pH masam sampai sangat masam dan kandungan C-organik tanah rendah. Soepardi (2001) mengemukakan bahwa sebagian besar lahan kering masam saat ini sudah berada pada keadaan marginal karena kesalahan pengelolaan pada masa lalu. Tanah tersebut telah mengalami degradasi sehingga menjadi marginal dan ditumbuhi oleh alang-alang dan semak belukar. Selain disebabkan karena tidak dilakukan pembenahan tanah dan pemupukan berimbang, proses marginalisasi lahan kering masam disebabkan pula karena sisa tanaman tidak dikembalikan ke dalam tanah (Dierolf et al., 2001). Selain berfungsi untuk melepaskan ikatan P di dalam tanah, pengunaan bahan organik di lahan kering masam dapat meningkatkan kandungan Corganik tanah yang berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Hsieh dan Hsieh, 1990). Produktivitas tanah Ultisol dapat ditingkatkan melalui ameliorasi, pemupukan, pemberian bahan organik, dan penggunaan varietas toleran atau adaptif pada lahan masam.pemupukan, pemberian bahan organik, dan penggunaan varietas toleran atau adaptif pada lahan masam. Ameliorasi lahan masam dengan pengapuran bertujuan untuk meningkatkan pH dan menurunkan Al-dd tanah (Rosolem et al, 1999; Sumarno 2005). Namun pengapuran yang berlebih dapat menyebabkan defisiensi beberapa unsur mikro sebagai akibat naiknya pH. Pengapuran sebaiknya hanya dilakukan bila pH tanah di bawah 5. Pada pH di atas 5,50, pemberian kapur menyebabkan tanggap Al rendah karena sudah mengendap menjadi Al (OH)3 (Prasetyono dan Suriadikarta, 2006). Cara lain untuk mengatasi keracunan Al bagi tanaman adalah dengan pemberian bahan organik ke tanah, karena adanya bahan organik dapat larut, terutama asam-asam fulvik yang biasanya terdapat pada bahan organik dapat mengurangi keracunan Al (Hairiah et 7
al, 2000). Cara tersebut efektif bila cekaman lahan masam hanya terjadi pada lapisan olah. Bila cekaman lahan masam terjadi hingga ke lapisan subsoil, maka penggunaan varietas toleran atau adaptif lahan masam dapat mengatasi masalah tersebut. Kandungan bahan organik tanah merupakan indikator penting dalam mengevaluasi kesuburan tanah karena dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara serta menurunkan keracunan Al dan Fe, memperbaiki struktur tanah, kemampuan tanah menahan air, dapat menyediakan energi yang diperlukan oleh mikribiologi tanah. Kandungan C-organik di dalam tanah mempunyai hubungan dengan ketersediaan P bagi tanaman. Untuk mengatasi fiksasi P di dalam tanah dapat dilakukan dengan memanfaatkan gugus aktif anion organik yang membentuk ikatan chelate (kelasi) dengan aluminium.
Semakin banyak gugus karboksil atau fenolik yang
terkandung dalam bahan organik akan semakin besar kemampuan bahan organik untuk melepaskan ikatan AlHPO4, sehingga unsur P lebih tersedia bagi tanaman (Mengel dan Kirkby, 1987). Bagian
serat
dari
bahan
organik
dapat
memperbaiki
granulasi
tanah/pembentukan agregat tanah yang berperan penting dalam memperbaiki permeabilitas dan peredaran udara (aerasi) tanah. Sebagai fungsi kimia, bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah yang penting untuk memegang pupuk anorganik yang diberikan dan daya sangga (buffer) tanah sehingga tanaman dapat terhindar dari tekanan kemasaman tanah. Selain itu, pengunaan bahan organik dapat menambah ketersediaan beberapa unsur hara dan meningkatkan efisiensi penyerapan P oleh tanaman karena dalam proses dekomposisi bahan organik dapat dihasilkan asam humat dan asam fulfat yang bersifat polielektrolit dalam mengikat Al dan Fe. 2.1.2. Pengelolaan Bahan Organik Berbagai alternatif pengelolaan bahan organik sudah banyak dilaporkan dalam laporan hasil penelitian, akan tetapi penerapannya di lapangan masih terbatas. Teknik yang telah banyak dipromosikan adalah sistem pertanaman lorong (alley cropping), rotasi tanaman dengan tanaman penutup tanah (van Noordwijk et al., 1998 dan Wigena et al., 1988 Dalam Agus et al., 1999), penggunaan pupuk kandang, kompos serta pupuk hijau (Agus, 1999). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pertanaman lorong (alley cropping), rotasi tanaman dengan tanaman penutup tanah sangat efektif mengendalikan 8
erosi. Di Filipina, Alley cropping dapat menurunkan erosi sebanyak 69%, yang terdiri atas 48% disebabkan oleh pengaruh penutupan tanah oleh mulsa, 8% disebabkan oleh perubahan profil tanah dan 4% oleh penanaman secara kontour (Hawkins et al., 1990 Dalam Haryati, 2002). Di Indonesia sistem ini sudah diyakini efektif mengendalikan erosi dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman serta dapat diadopsi oleh petani di lahan kering. Namun demikian, petani hanya mengenal pemberian bahan organik dalam bentuk pupuk kandang yang ketersediaannya (in situ) sangat terbatas. Berdasarkan kepada kenyataan tersebut, diperlukan perubahan strategi penambahan pupuk kandang ke lahan kering, yaitu pemberian secara bertahap disesuaikan dengan ketersediannya secara in situ serta mengintegrasikan ternak ruminansia sebagai penghasil pupuk kandang dalam pengelolaan lahan kering masam (crop-livestock systems). Sumber bahan organik in situ yang tersedia di lahan kering masam adalah sisa/residu panen, namun petani belum menyadari pentingnya keberadaan bahan organik di dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
Dengan meningkatnya
kandungan bahan organik di dalam tanah, total N, mineralisasi N, P terlarut, K dapat tukar, serapan N oleh tanaman dan kandungan air tanah meningkat (Stanford et al., 1973). Pengaruh penggunaan bahan organik pada tanah kering masam telah banyak diteliti dan memberikan efek positif terhadap ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Tetapi perbaikan kandungan bahan organik tanah memerlukan waktu relatif lama jika hanya bertumpu pada residu/sisa panen, oleh karena itu, di perlukan penambahan sumber bahan organik yang berasal dari pupuk kandang/ternak, kompos, dan biomas tanaman lainnya yng tersedia in situ secara berkelanjutan. Bahan organik dapat disediakan di kebun melalui teknik pertanaman lorong, yaitu menanami sebagian lahan dengan tanaman leguminosa perdu dalam barisan atau pagar. Secara periodik, tanaman tersebut dipotong atau dipangkas dan pangkasannya digunakan sebagai mulsa atau pupuk hijau. Lahan di antara tanaman pagar dapat ditanami tanaman pangan. Pertanaman lorong dengan tanaman pagar dapat meningkatkan produktivitas lahan karena: (1) menghasilkan mulsa, (2) mendaur hara dari lapisan bawah ke lapisan atas, (3) menekan pertumbuhan gulma, 4) mencegah erosi, dan (5) menurunkan aliran permukaan. Tanaman pagar Flemingia congesta yang 9
ditanam dengan per bandingan lahan 1:10 terhadap tanaman pangan dapat memenuhi kebutuhan pupuk hijau untuk tanaman pangan. Penggunaan bahan hijauan Gliricidia sepium atau Flemingia congesta 2 ton berat kering atau 10-15 ton berat basah per hektar dapat menyumbang 50 kg N , 4 kg P, dan 30 kg K/ha. Bila tanaman membutuhkan N 50 kg, P 20 kg, dan K 60 kg/ha maka pupuk hijau tersebut dapat memenuhi sebagian dari hara yang dibutuhkan tanaman. Pemanfaatan bahan hijauan sebagai mulsa dari tanaman legum yang dipangkas 2-3 bulan sekali dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah, serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Hartatik, 2007). Kandungan bahan organik tanah mempunyai korelasi positif dengan kemampuan tanah menahan air. Semakin besar kandungan bahan organik tanah (>2 %) akan semakin besar pula kandungan air di dalam lapisan olah tanah sehingga tanaman tidak mengalami stress air. 2.1.3. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasannya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan. Soemarwoto (1975). Sementara menurut Danoesastro,1978 Hubungan fungsional yang dimaksudkan di sini adalah meliputi hubungan sosial budaya, hubungan ekonomi, serta hubungan biofisika. Lahan pekarangan yang dikelola secara optimal dapat memberikan manfaat bagi rumah tangga dan keluarga yang mengelolanya. Hal ini dapat terlihat dari beragam fungsi dasar pekarangan yaitu menjadi warung hidup, bank hidup, apotik hidup serta fungsi keindahan. Lahan pekarangan yang dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat antara lain adanya peningkatan gizi keluarga, tambahan pendapatan keluarga, lingkungan rumah asri, teratur, indah dan nyaman. Semakin beragam tanaman pangan atau tanaman obat keluarga (toga) yang dikembangkan serta semakin banyak ternak/ikan yang dibudidayakan, maka diharapkan rumah tangga/keluarga yang mengelola, kehidupannya akan menjadi semakin sejahtera. Lahan pekarangan yang sempit pun dapat ditata dengan baik dengan diciptakan tabulapot (tanaman bumbu dalam pot), kolam ikan dengan ukuran mini, dll sehingga halaman asri, teratur, indah dan nyaman tentunya dengan biaya dan murah dapat memenuhi kebutuhan keluarga (Ginting, 2011). 10
Dalam jangka pendek pemanfaatan pekarangan sebagai sumber gizi keluarga yang dikelola secara baik diharapkan dapat meningkatkan konsumsi pangan dan gizi bagi rumah tangga/keluarga, sedangkan untuk jangka panjang diharapkan masyarakat yang mengelola pekarangan dapat hidup lebih sejahtera. Danoesastro (1977) sampai pada kesimpulan bahwa bagi masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai “lumbung hidup” yang tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan “terugval basis” atau pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat diambil manfaatnya apabila usahatani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain. Model kawasan rumah pangan lestari (MKRPL) merupakan suatu model kawasan dengan rumah tangga yang telah menerapkan Rumah Pangan Lestari (RPL) dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, pemanfaatan pekarangan tidak hanya sekedar menanami, tetapi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, mengembangkan ekonomi produktif, dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat. Dalam pelaksanaanya, pekarangan dimanfaatkan secara optimal untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan dilengkapi dengan pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos. Setelah kebutuhan rumah tangga terpenuhi, selanjutnya dapat dikembangkan pemasaran dan pengolahan menjadi aneka produk untuk meningkatkan pendapatan keluarga (Prabawati , 2011 dan Anonim, 2011). Lebih lanjut Prabawati (2011) menjelaskan bahwa penataan tanaman, kandang, kolam, pembuatan pagar hidup dengan memilih tanaman yang bermanfaat dan disusun bertingkat sesuai ketinggiannya merupakan bagian yang penting untuk mendapatkan manfaat optimal dari pekarangan dengan tetap mengindahkan estetika. Penataan satu RPL sesuai dengan luas pekarangan telah diselesaikan, dapat dilanjutkan dengan penataan kawasannya sehingga mewujudkan KRPL. Untuk itu perhatian ditujukan pada pemanfaatan lahan kosong dan dapat juga di sekitar fasilitas umum (sekolah, kantor, tempat ibadah, pos keamanan) dengan tanaman buah (lokal atau langka) atau tanaman tahunan lain yang memberi manfaat seperti pohon salam, melinjo, dan lainnya. Pemanfaatan ruas jalan dapat diisi dengan tanaman buah, atau tanaman pakan ternak 11
seperti glirisidea, dadap, kaliandra yang disusun multi strata dengan nenas, sereh, atau tanaman pendek lainnya. Agar pemanfaatan pekarangan di suatu kawasan terus berlanjut atau lestari sehingga menjadi Kawasan Rumah Pangan Lestari, maka dalam satu dusun/desa ditumbuhkan kebun bibit desa (untuk sayuran, tanaman pangan) pengolahan limbah menjadi kompos, pengolahan hasil panen yang berlebih dan lembaga pemasaran yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Jika manfaat langsung dirasakan masyarakat, maka pemanfaatan pekarangan dapat menjadi budaya sekaligus memberikan sumbangan pada ketahanan pangan nasional (Anonim, 2011). Sisi lain dari program KRPL adalah berlangsungnya pemanfatan sumberdaya pangan lokal, berkembangnya kuliner berbasis pangan lokal, dan secara tidak langsung ikut serta mengelola dan memelihara sumberdaya genetik/plasma nutfah lokal (bermacam-macam ubi, buah langka, sayuran, kacang-kacangan, tanaman obat). 2.2. Diseminasi Teknologi Pengelolaan Lahan Masam Pengelolaan lahan masam untuk meningkatkan produktivitas > 20% ditampikan dalam bentuk sederhana karena merupakan salah satu cara yang efektif dalam menginformasikan dan mendesiminasikan hasil penelitian kepada petani. Wiraatmaja (1987) mengemukakan bahwa peningkatan peniruan oleh petani merupakan
salah satu cara dalam mempercepat proses difusi teknologi tetapi
memerlukan keterkaitan antara penelitian (peneliti) dan pengembangan (penyuluh) dengan proses adopsi teknologi. Proses adopsi teknologi oleh petani lain yang enggan menanggung resiko kegagalan diharapkan dapat berlangsung melalui proses difusi setelah melihat dan mengunjungi obyek penelitian ini. Melalui kunjungan lapang petani dan penyuluh/Pemda yang akan dilakukan menjelang panen musim I (bulan Maret - April 2010) akan menyebabkan tingkat keingintahuan petani terhadap teknologi pengelolaan lahan kering masam meningkat serta petani akan mengaplikasikan di lahannya.
12
III. METODOLOGI
3.1. Pendekatan/Kerangka Pemikiran Inovasi teknologi kesuburan tanah, konservasi, rehabilitasi dan reklamasi lahan serta biologi tanah yang telah dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanah perlu ditampilkan dalam bentuk yang mudah diterima oleh pengguna/petani.
Pengembangan inovasi
teknologi pengelolaan lahan kering masam untuk meningkatkan produktivitas > 20% dan model kawasan rumah pangan lestari akan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kemajuan teknologi hasil penelitian. Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah untuk mempercepat adopsi teknologi pengelolaan lahan kering masam dan terbentuknya kawasan rumah pangan lestari, sehingga lokasi show windows inovasi teknologi pengelolaan lahan kering masam merupakan sarana komunikasi, evaluasi dan diskusi antara petani, penyuluh, peneliti dan pengambil kebijakan melalui kegiatan kunjungan lapang. Respons dari setiap stake holders merupakan feed back yang akan digunakan untuk menyempurnakan teknologi sehingga secara teknis dapat dilakukan, secara ekonomis menguntungkan dan secara sosial dapat diterima oleh pengguna serta tidak membahayakan lingkungan 3.2. Ruang Lingkup Kegiatan Pengembangan inovasi teknologi pengelolaan lahan kering masam untuk meningkatkan produktivitas > 20% dan model kawasan rumah pangan lestari merupakan teknologi sistem usahatani terapan yang dikemas/disajikan dengan menggunakan komoditas tanaman pangan (padi dan palawija), hijauan pakan, leguminosa, tanaman buah, tanaman sayur, tanaman rempah dan tanaman obat. Pada T.A 2011 terdapat 2 unit kegiatan yang meliputi: 1. Peragaan inovasi teknologi lahan kering masam a) Inovasi teknologi sistem pertanaman lorong/alley cropping (Lanjutan). Teknologi pertanaman lorong menggunakan tanaman leguminosa merupakan teknologi alternatif penyedia sumber bahan organik in situ untuk memelihara produktivitas tanah. Tanaman leguminosa dipangkas pada interval waktu tertentu merupakan sumber bahan organik tanah atau sumber hijauan pakan ternak ruminansia, dimana pupuk kandang yang dihasilkan dikembalikan ke dalam tanah. 13
b) Inovasi teknologi pengelolaan pupuk kandang untuk memelihara keberlanjutan produktivitas tanah (Lanjutan), c) Inovasi teknologi rehabilitasi lahan dengan menggunakan tanaman penutup tanah (cover crops) (Lanjutan), d) Koleksi tanaman legum semak/perdu dan cover crops di Kebun Percobaan Taman Bogo (Lanjutan), dan e) Inovasi teknologi pemupukan lahan kering (Baru) 2. Model kawasan rumah pangan lestari Teknologi pengelolaan lahan kering masam dan model kawasan rumah pangan lestari yang didemontrasikan merupakan teknologi unggulan yang ditampilkan dalam bentuk sederhana, oleh karena itu, lokasinya diletakan pada tempat strategis yang mudah dilihat dan dikunjungi oleh petani. Lokasi tersebut merupakan tempat diskusi dan konsultasi antara peneliti dengan penyuluh, penyuluh dengan petani, antar peneliti, penyuluh, petani dan para pengambil kebijakan daerah yang terkait dalam program pengembangan pertanian. Dengan melakukan temu/kunjungan lapang yang diikuti oleh petani dan penyuluh/Pemda, diharapkan proses adopsi teknologi pengelolaan lahan kering masam di lahan petani dan model kawasan rumah pangan lestari dapat berlangsung secara difusi melalui proses peniruan. 3.3. Bahan dan Metode Penelitian Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah benih jagung, benih sayur, bibit rempah, bibit/stek obat-obatan, ubi kayu, biji/stek tanaman legum, pupuk urea, SP-36, KCl, pupuk kandang, pembenah tanah, pupuk organik, pupuk hayati, pestisida, fungisida, herbisida, bambu, tali rapia, manila karton, spidol, kantong kertas, karung goni, pipa paralon, ember plastik, polybag, kayu kaso, paku, terpal palstik, bahan kimia untuk analisis kimia di laboratorium, dan lain-lain. Jika ketersediaan pupuk tunggal urea, SP-36 dan KCl di pasaran sulit maka akan menggunakan pupuk majemuk yang didasarkan kepada kandungan unsur hara makro yang diperlukan. Peralatan yang diperlukan adalah bor tanah, meteran 50 m, mistar, counter, pompa air, ring sample, mangkok aluminium, oven, kompor, timbangan, arit, cangkul, gergaji, martil/palu alat tulis kantor dan lain-lain. Penempatan lokasi Demplot di KP Taman Bogo tertera pada Gambar 1.
14
K andang s api 4 4 3 I RI G A S I LK
3
4 5
2
PER U M AH AN K AN D AN G
1 1 K AN TOR
Gambar 1. Tata letak Demplot Pengelolaan Lahan masam di KP Taman Bogo
Pelaksanaan inovasi Teknologi pengelolaan lahan kering masam dilakukan pada musim tanam I (MT I/musim hujan) dan MT II/musim kemarau di KP Taman Bogo, Lampung Timur pada T.A. 2011. Kegiatan terdiri dari : 1. Inovasi teknologi sistem pertanaman lorong/alley cropping (Lanjutan). 2. Inovasi teknologi pengelolaan pupuk kandang di lahan kering masam (Lanjutan) 3. Inovasi teknologi rehabilitasi lahan dengan penutup tanah (cover crops) (Lanjutan) 4. Koleksi tanaman legum semak/perdu dan cover crops di Kebun Percobaan Taman Bogo sebagai sumber benih/bibit (Lanjutan). 5. Inovasi teknologi pemupukan pada lahan kering (Baru) Sedangkan untuk pelaksanaan model kawasan rumah pangan lestari dilakukan dipakarangan rumah pegawai KP Taman Bogo (kompleks perumahan dinas KP Taman Bogo Balai Penelitian Tanah). 1. Inovasi Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Masam a. Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/Alley cropping pada Jagung -/Ubi Kayu (MT I dan MT II) (Lanjutan) Lahan yang digunakan seluas + 6.000 m2. Tanaman alley cropping menggunakan a). Flemingia congesta, b). Leucaena glauca/Lamtoro, c). Glirisidia sepium dan d). Strip rumput Setaria splendida dan Panicum maximum. Tanaman legum Flemingia congesta ditanam dengan jarak tanam 400 cm x 30 cm sedangkan Leucaena glauca/Lamtoro dan Gliricidia sepium dengan jarak tanam 700 cm x 30 cm. Strip rumput ditanam dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm sebanyak 2-3 baris/strip dan jarak antar strip antara 7-10 m. Legum dan rumput dipangkas pada MT I (musim hujan) dengan interval 1-2 bulan sekali dan pada MT II (musim kemarau) dengan interval 2-3 bulan sekali disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman. Setelah tanaman legum dipangkas, dipupuk dengan pupuk tunggal dengan dosis 100 g urea/m2, 100 g SP-36/m2 dan 50 g KCl/m2. Hasil pangkasan tanaman legum disebarkan di atas permukaan tanah sebagai mulsa dan pangkasan rumput digunakan sebagai pakan ternak. Setelah rumput dipangkas, dipupuk dengan 100 g urea/m2. Di antara barisan/alley ditanami tanaman Jagung hibrida.
Pemupukan
jagung menggunakan dosis masing-masing 300 kg urea/ha, 175 kg SP-36/ha, 100 kg 16
KCl/ha. Sedangkan tanaman ubi kayu (Manihot utilisima L.) varietas Kasesart disisipkan di antara tanaman jagung dengan jarak tanam 75 cm x 50 cm pada saat jagung berumur 15 HST. Pengamatan
dilakukan terhadap berat biomass segar
setiap pemangkasan, pertumbuhan dan hasil jagung dan ubi kayu (tinggi tanaman pada umur 30 HST dan 60 HST, berat biomass, hasil pipilan kering pada kadar air 14 % serta berat ubi segar) serta sifat kimia tanah (N total, P tersedia, K potensial, C-organik, pH, KTK, KB, kejenuhan Al serta K, Na, Ca dan Mg dapat ditukar) dan sifat fisika tanah (BD, RPT, pori drainase, Air tersedia, Permeabilitas) yang dilakukan sebelum dan sesudah panen. Analisis data dilakukan secara tabulatif. b. Inovasi Teknologi Pengelolaan Pupuk Kandang pada Tanaman Jagung -/- Ubi Kayu (MT I dan MT II) (Lanjutan) Lahan yang digunakan seluas + 900 m2 dengan perlakuan a). Pupuk kandang dengan dosis 10 t/ha, dan
b). Tanpa pupuk kandang. Tanaman indikator
menggunakan jagung (Zea mays L.) varietas hibrida dengan jarak tanam 75 cm x 25 cm, dengan 1 tanaman/lubang. Ubi kayu (Manihot utilisima L.) varietas Kasesart disisipkan di antara tanaman jagung dengan jarak tanam 75 cm x 50 cm ketika jagung berumur 15 HST. Tanaman jagung dipupuk dengan dosis masing-masing 300 kg urea/ha, 175 kg SP-36/ha, 100 kg KCl/ha. Pengamatan dilakukan terhadap parameter sifat kimia tanah (N total, P tersedia, K potensial, C-organik, pH, KTK, KB, kejenuhan Al serta K, Na, Ca dan Mg dapat ditukar) dan sifat fisika tanah (BD, RPT, pori drainase, Air tersedia, Permeabilitas ) sebelum tanam dan sesudah panen, analisis pupuk kandang, tinggi tanaman pada umur 30 HST dan 60 HST, berat biomass, hasil pipilan kering pada kadar air 14 % serta berat ubi segar. Analisis data dilakukan secara tabulatif. c. Inovasi Teknologi Rehabilitasi Lahan dengan Penutup Tanah (cover crops) (Lanjutan) Teknologi rehabilitasi lahan kering masam menggunakan lahan seluas 5001.000 m2 dengan perlakuan : 1). Legum penutup tanah Velvet bean - jagung velvet bean, 2). Jagung – Jagung - Velvet bean, dan 3). Velvet bean – Velvet Bean – Jagung. Velvet bean dipupuk dengan dosis 50 kg urea/ha, 50 kg SP-36/ha dan 25 17
kg KCl/ha sedangkan jagung dipupuk dengan dosis 300 kg urea/ha, 175 kg SP36/ha, 100 kg KCl/ha. Tanaman velvet bean dipangkas pada umur 2 bulan dan hasil pangkasannya digunakan sebagai mulsa. Pengamatan dilakukan terhadap parameter sifat kimia tanah (N-total, P tersedia, K potensial, C-organik, pH, KTK, KB, kejenuhan Al serta K, Na, Ca dan Mg dapat ditukar) dan sifat fisika tanah (BD, RPT, pori drainase, Air tersedia, Permeabilitas ) sebelum tanam dan sesudah panen, biomass hasil pangkasan, tinggi legum umur 30 HST, tinggi tanaman jagung pada umur 30 HST dan 60 HST, hasil pipilan kering pada kadar air 14 %. Analisis data dilakukan secara tabulatif. d.
Penataan dan Koleksi Tanaman Legum Semak/Perdu dan Cover Crops di Kebun Percobaan Taman Bogo (Lanjutan) Penataan tanaman legum semak/perdu ditujukan sebagai sumber benih, pembatas kebun dan pagar keliling kebun serta mengisi areal yang tidak digunakan untuk penelitian. Jenis legum semak/perdu yang digunakan terdiri dari Gliricidia sepium, Flemingia congesta, Caliandra, Crotalaria dan Theprosia. Sedangkan jenis legum penutup tanah terdiri dari Mucuna, Arachis pintoii, Styllosantes goyanensis dan velvet bean.
Pemupukan tanaman legum
menggunakan dosis masing-masing 33 kg urea/ha + 40 kg SP-36/ha dan 25 kg KCl/ha. Tanaman legum semak/perdu dipangkas secara periodik dan biomass hasil pangkasan digunakan sebagai mulsa untuk memperbaiki produktivitas tanah. Pengamatan dilakukan terhadap berat biomass hasil pangkasan dan benih. e. Inovasi Teknologi Pemupukan Pada Lahan Kering Masam pada Tanaman Jagung (MTI dan MT II ) (Baru) Inovasi pemupukan lahan kering masam menggunakan lahan seluas 1500 m2 dengan perlakuan: 1) NPK rekomendasi petani, 2) NPK rekomendasi PUTK, 3) ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pembenah tanah 1,5 t/ha, 4) ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk organik 2 t/ha dan 5) ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Hayati 4 bungkus/ha.
Pembenah tanah, pupuk organik dan pupuk hayati yang digunakan
adalah produk dari Balai Penelitian Tanah.
Pemupukan tanaman jagung 18
menggunakan pupuk anorganik NPK dengan dosis masing-masing 300 kg urea/ha, 250 kg SP-36/ha, 75 kg KCl/ha. Pengamatan
dilakukan terhadap parameter sifat kimia tanah (N-total, P
tersedia, K potensial, C-organik, pH, KTK, KB, kejenuhan Al serta K, Na, Ca dan Mg dapat ditukar) dan sifat fisika tanah (BD, RPT, pori drainase, Air tersedia, Permeabilitas ) sebelum tanam dan sesudah panen, tinggi tanaman umur 30 HST dan 60 HST, hasil pipilan kering pada kadar air 14 %. Analisis data dilakukan secara tabulatif. 2. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari a. Waktu dan tempat Model kawasan rumah pangan lestari dilaksanakan pada bulan Juni 2011, di komplek perumahan dinas Kebun Percobaan Taman Bogo Balai Penelitian Tanah, Desa Taman Bogo, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur. b. Pelaksanaan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari 1. Penataan Lahan Pekarangan Pemanfaatan pekarangan dengan tanaman produktif seperti tanaman holtikultura (tanaman buah-buahan, sayur-sayuran dan tanaman hias), rempah-rempah,
obat-obatan,
bumbu-bumbuan
dan
lainnya
akan
memberikan keuntungan yang berlipat ganda, jika ditata dan dipelihara dengan baik, Mengingat pemanfaatan pekarangan mempunyai banyak fungsi terutama dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga serta peningkatan pendapatan keluarga (dipasarkan jika terdapat hasil lebih) maka penataan tanaman pada KRPL perlu dikembangkan secara intensif yang didasarkan pada prinsip konservasi dan diversifikasi pangan. Penataan Model kawasan rumah pangan lestari di KP Taman Bogo dilaksanakan berdasarkan luas dari masing-masing pekarangan rumah. 2. Perlakuan Beberapa perlakuan yang akan terapkan dalam Model kawasan rumah pangan lestari yaitu: blok pembuatan kompos, blok kolam ikan, blok 19
kandang
ternak,
tanam/berjenjang
blok (masa
sayuran
(dengan
tanam)
untuk
sistem
perbedaan
menjamin
waktu
kontinyunitas
ketersediaannya), blok tanaman rempah dan obat, blok tanaman pagar hidup, blok tanaman buah-buahan, dan blok pembibitan. perlakuan tersebut pelaksanaannya akan disesuaikan dengan luasan dari masing-masing pekarangan. c. Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan menghitung dan mencatat besaran input dan output
dari masing-masing perlakuan yang diterapkan dalam model
kawasan rumah pangan lestari yang meliputi: 1. Blok pembuatan kompos meliputi: (bahan, lokal, volume, interval waktu, dan pemanfaatan (digunakan sendiri/jual) 2. Blok kolam ikan meliputi: jenis ikan, ukuran benih, pakan, interval panen, hasil, dan pemanfaatan (konsumsi/jual) 3. Blok kandang ternak: jenis ternak, jumlah ternak, pakan, hasil (telur/daging), dan pemanfaatan (konsumsi/jual) 4. Blok tanaman sayur: sistem tanam (vertikultur/pot/bedeng), jenis tanaman, interval waktu tanam, hasil (jumlah), dan pemanfaatan (konsumsi/jual) 5. Blok tanaman rempah dan obat: sistem tanam (vertikultur/pot), jenis tanaman, hasil (jumlah), dan pemanfaatan (konsumsi/jual) 6. Blok tanaman buah: sistem tanam (vertikultur/pot), jenis tanaman, hasil (jumlah), dan pemanfaatan (konsumsi/jual) 7. Blok tanaman pagar hidup: Panjang blok, sistem tanam, jenis tanaman, hasil (jumlah), dan emanfaatan (konsumsi/jual) 8. Blok Pembibitan: Luas blok, sistem tanam, jenis tanaman, hasil (jumlah), dan pemanfaatan (pakai sendiri/jual) d. Analisis data Analisis data dilakukan secara deskriptif dan dilakukan pengumpulan data usahatani untuk menghitung analisa finansial
20
3. Kunjungan lapang Temu lapang dilakukan pada saat pertanaman di KP Taman Bogo dalam kondisi pertumbuhan optimal dengan cara mengundang petani/kontak tani, PPL dan Dinas Pertanian setempat untuk mengevaluasi dan mendiskusikan penampilan teknologi di lapangan dan penggunaan Mdec dan DSA. Respons petani terhadap teknologi yang ditampilkan merupakan feed back yang akan dipertimbangkan dalam proses penyempurnaan teknologi pengelolaan lahan kering masam tahun berikutnya 3.4. Analisis Risiko Analisis Risiko pelaksanaan inovasi Teknologi pengelolaan lahan kering masam di KP. Taman Bobo T.A. 2011 ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1.
No 1.
2.
Analisis risiko pelaksanaan inovasi Teknologi pengelolaan lahan kering masam di KP. Taman Bogo, Lampung Timur
Tahapan produksi Persiapan Lahan
Penanaman
Risiko
Faktor yang mempengaruhi
Pengolahan tanah yang tidak sesuai dengan waktu yang sudah dijadwalkan
-
-
-
-
-
Daya Tumbuh bibit yang rendah Benih tidak sesuai dengan keterangan yang ada di label benih (Kadaluarsa) Tidak seragamnya tanaman pada masa vegetatif dan generatif
-
-
-
3.
4.
Pemupukan
Pemeliharaan
Kurang maksimalnya daya tumbuh tanaman yang sudah dipupuk
-
Penurunan hasil
-
-
-
Kesiapan alat pengolahan tanah Iklim (cuaca yang tidak menentu) Waktu tanam bibit yang melebihi batas waktu yang berlaku di label Curah hujan yang tinggi,menggenangi lahan saat waktu tanam Iklim/ kurangnya air pada tanaman Kandungan Al yang tinggi pada salah satu bagian lahan Residu kapur dan bahan organik pada salah satu bagian lahan Kandungan dosis yang tidak sesuai dengan label Kemungkinan adanya pupuk palsu yang beredar di pasaran Persaingan antara tanaman dan gulma Serangan hama dan penyakit: Lalat bibit,tikus, semut, penggerek batang, ulat, burung, hawar daun, neck blast, dan penyakit karat
21
5.
Panen
Hasil panen yang rusak
6.
Pasca Panen
7.
Penyimpanan
8.
Pemasaran
Hasil panen yang rusak/ tumbuh kecambah Hasil panen berkurang jumlahnya Harga yang tidak sesuai
Tanaman yang di panen prematur atau di panen sebelum/sesudah waktunya, karna faktor iklim atau serangan hama (tikus) Iklim/ cuaca yang tak menentu pada saat prosesing hama gudang: tikus -
Adanya panen raya Kualitas dan kuantitas hasil panen yang menurun
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil 1. Inovasi Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Masam a. Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/Alley cropping pada Jagung -/Ubi Kayu (MT I dan MT II) Hasil analisis sifat kimia dan fisika tanah sebelum dan setelah tanam pada sistem pertanaman lorong ditunjukkan pada pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Hasil analisis kimia tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/Alley Cropping pada tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011.
Jenis Analisis pH (1:5) H2O KCl Bahan Organik C N C/N P2O5 Eks. HCl 25% K2O Eks. HCl 25% P2O5 Bray 1 Ekstrak Amonium Asetat (CH3COONH4) 1 M pH 7 K Ca Mg Na Jumlah KTK KB Ekstrak KCl 1 M Al H
Satuan
Alley Flemingia
Alley Lamtoro, Gliricidia, Rumput Sebelum Setelah
Sebelum
Setelah
4,63 3,91
4,34 3,87
4,49 3,87
4,31 3,86
Mg/100g Mg/100g ppm P
1,01 0,08 12 54,2 17 28
1,49 0,10 15 51,64 2,95 52,51
0,82 0,07 12 34,4 17 28
1,33 0,11 12 31,30 2,66 29,55
cmol/100g cmol/100g cmol/100g cmol/100g cmol/100g cmol/100g %
0,02 0,51 0,10 0,02 0,66 5,88 11
0,09 1,77 0,34 0,15 2,36 5,71 41
0,04 1,22 0,11 0,30 1,66 4,26 39
0,07 1,13 0,19 0,04 1,44 5,05 28
cmol /kg cmol /kg
2,08 0,08
1,77 0,16
1,87 0,20
1,82 0,11
% %
Keterangan : Dianalisis di Laboratorium Kimia Tanah, Balai Penelitian Tanah Hasil analisis kimia tanah menunjukkan reaksi tanah yang masam dan sangat masam, baik pada sistem pertanaman lorong dengan Flemingia maupun dengan Lamtoro, Gliricidia dan strip rumput. Kandungan C-organik dan N-total tanah pada sistem pertanaman lorong Flemingia tergolong rendah sedangkan pada sistem 23
pertanaman lorong Lamtoro, Gliricidia dan strip rumput tergolong rendah, C/N rasio pada kedua sistem pertanaman tergolong sedang. Kandungan P-potensial (HCl 25%) pada sistem pertanaman lorong Flemingia tergolong tinggi dan pada Lamtoro, Gliricidia, rumput tergolong sedang, sedangkan kandungan P-tersedia (Bray 1) pada kedua sistem pertanaman tergolong sangat tinggi. Tabel 3. Hasil analisis fisika tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/Alley Cropping pada tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011.
Sifat Fisika Tanah Buk Desity/BD (g/cc) Ruang pori total (% vol) Kandungan air (% vol) pF1 pF2 pF2,54 pF4,2 Pori drainase (% vol) Cepat Lambat Air tersedia (% vol) Permeabilitas (cm/jam)
Alley Flemingia
Lamtoro, Gliricidia, strip rumput Sebelum Setelah 1.26 1,41 49,29 42,9
Sebelum 1,22 51,3
Setelah 1,44 40,7
31,8 26,5 20,3 13,9
38,3 37,0 31,7 21,9
34,69 31,45 25,76 18,10
39,2 33,0 28,8 19,9
24.8 6,3 6,4 2,83
3,7 5,3 9,7 1,0
17,8 5,68 7,66 2,51
10,0 4,2 8,9 1,8
Keterangan : Dianalisis di Laboratorium Fisika Balai Penelitian Tanah Hasil analisis fisika tanah setelah tanam pada sistem alley cropping dengan Flemingia cenderung mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan sistem petanaman lorong dengan Lamtoro, Gliricidia dan strip rumput karena biomas yang kembali ke lahan belum memadai bahkan Lamtoro masih belum dapat menghasilkan biomas yang cukup dan pangkasan rumput tidak dikembalikan ke tanah. Perbaikan sifat fisika tanah Ultisol yang telah mengalami degradasi tersebut relatif kecil sehingga pengaruhnya terhadap hasil tanaman dalam jangka pendek belum menunjukan hasil yang baik dan konsisten.
Berat biomass segar hasil pangkasan
Flemingia congesta, Gliricidia sepium dan rumput berfluktuasi setiap bulan dengan produksi biomass meningkat sampai bulan Maret 2011 untuk tanaman Flemingia dan sampai bulan Mei 2011 untuk strip Setaria splendida dan Panium maximum (Tabel 4).
24
Tabel 4. Berat segar biomass Flemingia congesta, Gliricidia sepium serta strip rumput Setaria splendida, Panicum maximum dan Lamtoro pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/alley cropping pada tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011
Bulan
Flemingia congesta
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2.59 0 2.88 0 2,23 0 2.28 0 2.26 0 2,19 0
Berat Segar Biomass (kg/m lari) Strip Gliricidia Strip Setaria Panium sepium splendida maximum 3,21 0 0 3,46 0 0 3,00 0 2,96 2,40 0
3 0 2,63 0 3,79 0 3,29 0 3,75 0 3,61 0
3,13 0 2,94 0 4,04 0 3,17 0 3,33 0 3,52 0
Lamtoro
1,71 0 0 1,88 0 0 1,67 1,46 0 0 0
Strip rumput Setaria splendida dan Panicum maximum memberikan kontribusi terhadap persediaan sumber hijauan pakan.
Pertumbuhan jagung berupa tinggi
tanaman 30 HST dan panen serta umur berbunga 50 % tertera pada Tabel 5, sedangkan komponen produksi diperlihatkan pada Tabel 6. Tabel 5.
Tinggi tanaman dan umur berbunga 50 % jagung Hibrida P27 pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/Alley Cropping pada tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011. Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan
Flemingia congesta Gliricidia sepium Leucaena glauca Setaria splendid Panikum maximum
30 HST
Panen
Umur 50% berbunga
94,8 80,48 74,33 71,28 69,93
201,18 178,38 154,38 179,6 168,38
56,37 55,40 54,38 54,28 54,00
25
Tabel 6. Berat 100 butir, berat pipilan kering dan berat biomas panen jagung hibrida P27 pada inovasi teknologi sistem pertanaman lorong/alley cropping di KP Taman Bogo, MT 2011.
Perlakuan
Flemingia congesta Gliricidia sepium Leucaena glauca Strip rumput Tabel 7.
Berat 100 butir (g)
Berat Pipilan kering (t/ ha)
24,89 24,12 23,00 24,00
3,05 2,72 2,23 2,54
Berat Biomas (t/ha) Basah
Kering
8,16 7,97 7,46 7,88
2,91 2,43 2,11 2.45
Tinggi tanaman saat panen dan berat ubi segar pada inovasi teknologi sistem pertanaman lorong/alley cropping di KP Taman Bogo, MT 2011. Perlakuan
Flemingia congesta Gliricidia sepium Leucaena glauca Strip rumput
Tinggi Tanaman Saat panen (cm)
Berat Ubi Segar (t/ha)
164,20 140,63 128,83 135,30
22,13 20,85 19,17 21,48
b. Pengelolaan Inovasi Teknologi Penggunaan Pupuk Kandang pada Tanaman Jagung -/- Ubi Kayu Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting, terdiri dari kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisama kanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah (Sarief, 1989). Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat,bobot volume, total ruang pori,plastisitas dan daya pegang air (Soepardi, 1983).
26
Tabel 8.
Hasil analisis kimia tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Penggunaan Pupuk Kandang pada Tanaman Jagung -/Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011 Nilai Jenis Analisis
Satuan
pH (1:5) H2O KCl Bahan Organik C N C/N
Pupuk Kandang 10 t/ha Sebelum Setelah
Tanpa Pupuk kandang Sebelum Setelah
4,47 3,79
4,32 3,90
4,30 3,85
4,21 3,85
% %
0,63 0,06 11
0,83 0,06 15
0,57 0,04 15
0,89 0,07 13
P2O5 Eks. HCl 25% K2O Eks. HCl 25% P2O5 Bray 1
mg/100g mg/100g ppm P
17,2 58 20
18,97 2,77 22,01
13,8 19 11
19,97 0,71 18,12
Ekstrak Amonium Asetat (CH3COONH4) 1 M pH 7 K Ca Mg Na Jumlah KTK KB
cmol/kg cmol/kg cmol/kg cmol/kg cmol/kg cmol/kg %
0,04 0,28 0,17 0,12 0,61 2,81 22
0,07 0,49 0,15 0,02 0,73 2,77 26
0,01 0,29 0,06 0,24 0,60 3,14 19
0,05 0,22 0,04 0,02 0,33 2,77 12
Ekstrak KCl 1 M Al H
cmol/kg cmol/kg
1,47 0,29
1,10 0,28
1,90 0,16
1,64 0.16
Keterangan: Dianalisis di Laboratorium Kimia Tanah, Balai Peneitian Tanah Hasil analisis kimia tanah sebelum dan setelah tanam menunjukkan bahwa sebelum tanam pada perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha menunjukkan tanah bereaksi sangat masam (pH < 4,47), kandungan C-organik dan N-total tanah sangat rendah dan C/N rasio sedang.
Kandungan P potensial (HCl 25%) tergolong rendah, namun
ketersediaannya (P Bray 1) sangat tinggi serta K potensial (HCl 25%) sangat rendah. Kation Ca dan Mg dapat tukar sangat rendah, kapasitas tukar kation (KTK) sangat rendah dan kejenuhan basa (KB) yang tergolong rendah.
27
Tabel 9.
Hasil analisis fisika tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Penggunaan Pupuk Kandang pada Tanaman Jagung -/Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011 Nilai
Sifat Fisika Tanah
Bulk Density/BD Ruang pori total Kandungan air pF1 pF2 pF2,54 pF4,2 Pori drainase Cepat Lambat Air tersedia Permeabilitas
Status
Pupuk Kandang 10 t/ha
Tanpa Pupuk kandang
Sebelum
Setelah
Sebelum
Setelah
1,24 51,9
1,43 39,4
1,29 48,2
1,50 39,8
31,4 28,7 22,4 12,6
35,8 28,9 24,5 12,4
32,5 29,9 24,9 15,5
32,8 28,5 23,1 12,0
23,2 6,3 9,8 2,23
10,5 4,4 12,0 4,9
18,3 5,0 9,4 1,67
11,3 5,3 11,2 1,60
(g/cc) (% vol) (% vol)
(% vol)
(% vol) (cm/jam)
Keterangan : Dianalisis di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah Bulk density/berat jenis (BD), RPT, air tersedia dan permeabilitas tanah setelah tanam pada plot yang sebelumnya menggunakan 10 t/ha pupuk kandang relatif lebih baik dibandingkan dengan plot tanpa pupuk kandang. Parameter pertumbuhan tanaman dan komponen produksi dan produksi tanaman jagung Hibrida P27 tertera pada Tabel 10 dan Tabel 11. Tabel 10.
Tinggi tanaman, umur berbunga 50% , berat 100 butir, berat pipilan kering dan berat biomass kering panen jagung P27 pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Penggunaan Pupuk Kandang pada Tanaman Jagung -/- Ubi Kayu di KP Taman Bogo, MT 2011
Perlakuan Pupuk Kandang 10 t/ha Tanpa Pupuk Kandang
Tinggi Tanaman (cm) 30 HST Panen 96,37
185,03
Umur Berbunga 50 % (hari) 55
46,07
121,83
60
Berat 100 butir (g) 24,13 19,77
6,33
Berat Biomass Kering Panen 7,30
2,30
3,10
Berat PPK (t/ha)
28
Tabel 11.
Tinggi tanaman saat panen dan berat ubi segar pada Demplot inovasi teknologi pengeloaan pupuk kandang di lahan kering masam di KP Taman Bogo, MT 2011 Perlakuan
Pupuk Kandang 10 t/ha Tanpa Pupuk Kandang c.
Tinggi Tan. Saat panen (cm) 225,17 152,33
Berat Ubi Segar (t/ha) 27,82 21,47
Pengelolaan Inovasi Teknologi Rehabilitasi Lahan dengan Penutup Tanah (cover crops) Rahabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan
meningkatkan kondisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal. Baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam dan lingkungannya Tabel 12.
Hasil analisis kimia tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Rehabilitasi Lahan dengan Penutup Tanah (cover crops) di KP Taman bogo, MT 2011 Jenis Analisis
Satuan
Nilai Sebelum
Setelah
4,21 3,73
4,27 3,86
% %
0,64 0,06 11
0,94 0,08 12
P2O5 Eks. HCl 25% K2O Eks. HCl 25% P2O5 Bray 1
mg/100g mg/100g ppm P
188 25 24
30,30 3,31 35,23
Ekstrak Amonium Asetat (CH3COONH4) 1 M pH 7 K Ca Mg Na Jumlah KTK KB
cmol/kg cmol/kg cmol/kg cmol/kg cmol/kg cmol/kg %
0,03 0,57 0,14 0,13 0,61 4,21 25
0,08 0,94 0,27 0,06 1,35 3,43 39
Ekstrak KCl 1 M Al H
cmol/kg cmol/kg
1,84 0,16
1,07 0,24
pH (1:5) H2O KCl Bahan Organik C N C/N
Keterangan : Dianalisis di Labratorium Kimia Balai Penelitian Tanah 29
Tabel 13.
Hasil analisis fisika tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Rehabilitasi Lahan dengan Penutup Tanah (cover crops) di KP Taman bogo, MT 2011 Jenis Analisis
Satuan
Sebelum
Setelah
Bulk Density/BD g/cc 1,31 1,48 Ruang pori total % vol. 48,7 39,5 Kandungan air % vol. pF1 32,0 33,8 pF2 28,4 28,1 pF2,54 22,1 23,3 pF4,2 13,2 15,7 Pori drainase % vol. Cepat 20,3 11,4 Lambat 6,3 4,9 Air tersedia % vol. 9,0 7,6 Permeabilitas cm/jam 6,44 4,0 Keterangan : Dianalisis di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah Penambahan bahan organik selain ditujukan untuk suplai unsur hara, juga dapat memperbaiki kesuburan, sifat fisika dan biologi tanah. Sifat kimia tanah yang dianalisis tahun sebelumnya (2010) menunjukan bahwa tanah kering masam di KP Tamanbogo relatif tidak subur (Tabel 12), oleh karena itu diperlukan penambahan pupuk organik dan pupuk anorganik. Velvet bean yang dipangkas dan dikemblikan lagi ke tanah sebagai mulsa dan pupuk hijau dapat memperbaiki sifat kimia tanah sehingga meningkatkan P-tersedia dan K-potensial yang kemudian akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jagung, dengan berat biomas basah Velvet bean 15 – 30 t/ha dapat menghasilkan berat pipilan kering panen jagung sebesar 2,42 – 4,37 t/ha. d. Penataan dan Koleksi Tanaman Legum Semak/Perdu dan Cover Crops di Kebun Percobaan Taman bogo Tanaman legum semak/perdu merupakan bahan tanaman serba guna yang dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak, sumber bahan organik tanah, penahan erosi tanah dan longsor, kayu bakar serta dapat menghalau hama tikus. kemampuan tanaman legum menghasilkan biomass tertera pada Tabel 14.
30
Tabel 14.
Berat Biomass Segar dan Berat Biji tanaman legum pada Penataan dan Koleksi Tanaman Legum Semak/Perdu dan Cover Crops di Kebun Percobaan Taman Bogo, MT 2011
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Berat Segar Biomass Berat Biji (kg/m2) (kg/m2) Flemingia Gliricidia Sesbania Crotalaria Velvet Theprosia 0 0 2,05 2,55 0 0 0 0 0 0 3,60 0
0 0 0 3.26 0 0 0 0 0 0 4,02 0
0 0 3,16 1,58 0 0 0 0 0 0 1,27 0
0 0 0 0,50 0 0 0 0 0 0 0,20 0
0 0 1,18 0 0 1.22 0 0 0 0 1,23 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,75 0
e. Inovasi Teknologi Pemupukan di Lahan Kering Masam Pemupukan tanaman merupakan kegiatan yang tidak terlepas dari budidaya pertanian. Tujuan pemupukan untuk menyediakan unsur hara yang kurang atau sebagai pengganti unsur hara yang telah habis diserap oleh akar tanaman. Dalam proses pertumbuhan serta perkembangan tanaman, dibutuhkan berbagai macam unsur hara, baik berupa hara makro maupun hara mikro. Hasil analisis sifat kimia dan fisika tanah sebelum dan setelah tanam pada inovasi teknologi pemupukan di lahan kering masam ditunjukkan pada pada Tabel 15 dan 16.
Hasil analisis kimia sebelum dan setelah tanam menunjukkan reaksi tanah
masam dan sangat masam. Kandungan C-organik masuk dalam parameter kriteria penilaian hasil tanah tergolong rendah, sementara N-total tanah tergolong sangat rendah. Sedangkan untuk C/N rasio pada perlakuan Praktek Petani tergolong sangat tinggi yaitu 26 %. Perlakuan ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pembenah Tanah 2.5 t/ha dan pada perlakuan ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Hayati 4 Bungkus/ha tergolong tinggi. Sementara NPK rekomendasi PUTK dan ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Organik 2 t/ha tergolong sedang. Kandungan P-potensial (HCl 25 %) pada perlakuan Praktek Petani, ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pembenah Tanah 2.5 t/ha, ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Organik 2 t/ha, ¾
NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Hayati 31
4 Bungkus/ha tergolong sedang, sementara pada perlakuan NPK rekomendasi PUTK tergolong rendah. Sedangkan kandungan P-tersedia (Bray 1) tergolong sangat tinggi Tabel 15.
Hasil analisis kimia tanah sebelum dan setelah tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Rehabilitasi Lahan dengan Penutup Tanah (cover crops) di KP Taman bogo, MT 2011
Jenis Analisis
Satuan
Sebelum
Setelah PO3 PO4
PO1
PO2
4,60 3,92
4,07 3,75
4,14 3,77
4,04 3,77
4,19 3,81
4,03 3,75
% %
1,21 0,05 24
1,16 0,04 26
1,08 0,08 14
1,21 0,07 18
1,06 0,08 14
1,01 0,06 18
P2O5 Eks. HCl 25% K2O Eks. HCl 25% P2O5 Bray 1
mg/100g mg/100g ppm P
176 12 11
29,13 19,32 25,50 27,53 27,06 2,24 1,96 2,64 2,23 1,55 51,93 25,51 36,47 44,68 40,39
Ekstrak Amonium Asetat (CH3COONH4) 1 M pH 7 K Ca Mg Na Jumlah KTK KB
cmol/kg cmol/kg cmol/kg cmol/kg cmol/kg cmol/kg %
0,01 0,13 0,03 0,01 0,18 4,06 4
0,07 0,36 0,11 0,04 0,58 4,09 14
0,05 0,45 0,15 0,06 0,70 5,64 12
0,06 0,40 0,11 0,09 0,65 4,39 15
0,05 0,76 0,17 0,04 1,02 4,07 25
0,05 0,27 0,08 0,27 0,67 4,08 16
Ekstrak KCl 1 M Al H
cmol/kg cmol/kg
2,00 040
1,81 0,31
1,94 0,25
1,87 0,15
1,57 0,28
1,89 0,23
pH (1:5) H2O KCl Bahan Organik C N C/N
PO5
Keterangan : Dianalisis di Laboratorium Kimia Tanah, Balai Penelitian Tanah ( PO1 = NPK rekomendasi petani, P02 = NPK rekomendasi PUTK, P03 = ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pembenah tanah 1,5 t/ha, P04 = ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk organik 2 t/ha dan P05 = ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Hayati 4 bungkus/ha)
32
Tabel 16.
Hasil analisis fisika tanah sebelum tanam pada Pengelolaan Inovasi Teknologi pemupukan di KP Taman bogo, MT 2011
Jenis Analisis
Satuan
Setelah
Sebelum PO1
PO2
PO3
PO4
PO5
Bulk Density/BD g/cc 1,27 1,49 1,40 1,45 1,45 Ruang pori total % vol. 47,6 38,6 42,6 40,4 41,3 Kandungan air % vol. pF1 31,3 35,3 35,1 36,3 35,4 pF2 27,0 30,4 28,3 30,6 31,8 pF2,54 21,3 25,4 24,4 26,1 26,8 pF4,2 12,8 15,8 14,2 16,5 16,1 Pori drainase % vol. Cepat 20,7 8,1 14,3 9,8 9,5 Lambat 5.6 5,0 4,0 4,6 5,0 Air tersedia % vol. 8,5 9,6 10,2 9,5 10,7 Permeabilitas cm/jam 8,79 1,6 3,3 2,8 1,2 Keterangan : Dianalisis di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah
1,45 40,7 36,6 32,6 28,0 15,7 8,0 4,7 12,2 3,8
( PO1 = NPK rekomendasi petani, P02 = NPK rekomendasi PUTK, P03 = ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pembenah tanah 1,5 t/ha, P04 = ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk organik 2 t/ha dan P05 = ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Hayati 4 bungkus/ha)
Parameter pertumbuhan tanaman dan komponen produksi tanaman jagung P27 MT I dan MT II terdapat pada Tabel 17 dan Tabel 18. Tabel 17.
Tinggi tanaman, berat 100 butir, berat pipilan kering dan berat biomass kering panen panen jagung P27 pada Inovasi Teknologi Pemupukan di Lahan Kering (MT I)
Perlakuan
Praktek Petani NPK rekomendasi PUTK ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pembenah Tanah 2.5 t/ha ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Organik 2 t/ha ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Hayati 4 Bungkus/ha
Tinggi Tanaman (cm) 30 HST Panen
Berat 100 butir (g)
Berat PPK (t/ ha)
Berat Biomass Kering Panen
54.53 69.05 56.55
109.70 118.33 127.50
21.79 22.16 22.25
1.74 1.58 3.28
5.7 4.3 6.9
75.70
174.48
23.62
5.57
8.3
52.18
103.00
21.74
1.29
5.6
33
Tabel 18.
Tinggi tanaman, berat 100 butir, berat pipilan kering dan berat biomass kering panen panen jagung P27 pada Inovasi Teknologi Pemupukan di Lahan Kering (MT I)
Perlakuan
Praktek Petani NPK rekomendasi PUTK ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pembenah Tanah 2.5 t/ha ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Organik 2 t/ha ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk Hayati 4 Bungkus/ha
Tinggi Tanaman (cm) 30 HST Panen
Berat 100 butir (g)
Berat PPK (t/ ha)
Berat Biomass Kering Panen
49,08 62,15 50,90
104,22 112,41 121,13
20,70 21,10 21,10
1,65 1,50 3,12
5,13 3,87 6,21
68,13
165,76
22,40
5,29
7,47
46,96
97,85
20,70
1,23
5,04
2. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) "Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) adalah gagasan yang disusun oleh Kementerian Pertanian. Secara garis besar tujuan KRPL adalah untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penataan Model kawasan rumah pangan lestari di KP Taman Bogo, Tahun 2011 dilaksanakan dengan berbagai macam perlakuan berdasarkan luas dari masingmasing pekarangan meliputi: -
Blok pembuatan kompos (saat ini lokasi sudah disiapkan, namun kendalanya bahan, yaitu jerami belum tersedia).
-
Blok kolam ikan (sudah dibuat, dengan ukuran kolam 2,5m x 4m, dan ditebar benih ikan lele)
-
Blok kandang ternak (saat ini sudah dibuatkan kandang ternak ayam dengan ukuran 2m x 3m)
-
Blok tanaman sayur (saat ini sudah dibuatkan bedengan-bedengan konvensional dan rak vertkultur dan sudah ditanami bibit sayur-sayuran)
-
Blok tanaman rempah dan obat
-
Blok tanaman buah, sudah ada di pekarangan rumah masing-masing
-
Blok tanaman pagar hidup, sudah di tanam di sekeliling pekarangan rumah
-
Blok Pembibitan, Untuk saat ini penyemaian sudah dilakukan. 34
Gambar 2. Halaman/pekarangan rumah sebelum pelaksanaan MKRPL
35
Gambar 3. Halaman/pekarangan rumah setelah pelaksanaan MKRPL 3. Temu/ kunjungan lapang Kunjungan lapangan dilakukan pada MH 2010, yaitu dalam kondisi tanaman optimal, diikuti oleh 60 orang peserta, di antaranya 3 peserta dari KCD Kec. Purbolinggo, Kec. Seputih Raman dan Kec. Karang Tanjung, 4 peserta dari penyuluh pertanian Kec. Purbolinggo, 1 peserta Kepala Desa Taman Bogo, 2 peserta kepala seksi pertanian Desa Taman Asri dan Desa Taman Bogo, 15 peserta dari SMK Pertanian Tulang Bawang, dan 35 peserta merupakan petani di sekitar Kec. Purbolinggo dan Kec. Seputih Raman. Hasil kunjungan serta diskusi di lapangan dan di ruangan menunjukkan bahwa : 1. Petani menilai bahwa sistem alley cropping pada tanaman jagung belum menunjukkan pengaruh yang jelas terhadap pertumbuhan jagung. Jumlah tanaman jagung berkurang karena digunakan untuk tanaman legum. 2. Hampir seluruh petani/pengunjung menilai bahwa penggunaan pupuk kandang sebanyak 10 t/ha pada tanaman jagung hibrida Hibrida P27 dan ubi kayu sangat 36
nyata menunjukkan penampilan tanaman yang sangat baik dibandingkan pada tanaman yang tidak menggunakan pupuk kandang. 3. Demontrasi pembuatan kompos menggunakan Mdec dan DSA sangat diminati petani sehingga dilakukan training cepat mengenai cara penggunaannya. Pembahasan Kemasaman tanah dapat merupakan kendala pertumbuhan tanaman karena ketersediaan hara makro (N, P, K, Ca, dan Mg) di tanah masam sangat rendah. Sebaliknya ketersediaan hara mikro (Fe, Cu, Mn, dan Zn) tinggi. Selain itu hara P di tanah masam dapat difiksasi oleh kation Al dan Fe membentuk Al-P dab Fe-P yang tidak tersedia bagi tanman. Selanjutnya kelarutan Al di tanah masam sangat tinggi sehingga bisa meracuni tanaman terutama bagi tanaman yang sensitif terhadap Al. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tanah-tanah yang terdapat di lahan kering beriklim basah mempunyai pH yang rendah atau tingkat kemasaman tinggi (pH < 5,5). Selain itu tanah yang berkembang dari bahan endapan masam umumnya miskin hara terutama hara N, P, K, Ca, dan Mg, kejenuhan basa rendah, tetapi kandungan aluminium tinggi. Kadar bahan organik tanah juga rendah sehingga kapasitas tukar kation (KTK) tanah juga rendah. Tingkat pelapukan bahan organik di daerah tropika basah sangat intensif, sementara itu tingkat pencucian juga tinggi sehingga kadar bahan organik tanah menjadi rendah. Selanjutnya tanah-tanah di daerah tropika (Ultisol dan Oxisol) banyak mengandung sumber muatan variable charge yang dalam kondisi tanah masam dapat bermuatan positif sehingga menghasilkan KTK yang rendah Berdasarkan potensi sumberdaya lahan yang tersebar di seluruh tanah air dan rakitan teknologi dari hasil-hasil penelitian, peluang untuk meningkatkan produktivitas lahan kering masam baik melalui ekstensifikasi maupun peningkatan mutu intensifikasi cukup besar. Namun demikian perlu disadari pula bahwa kendalanya juga cukup besar dan beragam, baik fisik, biotik, sosial ekonomi, sarana dan prasarana serta kelembagaan. Pengembangan inovasi teknologi pengelolaan lahan kering masam untuk meningkatkan produktivitas > 20% dan model kawasan rumah pangan lestari di KP. Taman Bogo merupakan teknologi sistem usahatani terapan yang dikemas/disajikan dengan menggunakan komoditas tanaman pangan (padi dan palawija), hijauan pakan,
37
leguminosa, tanaman buah-buahan, tanaman sayuran dan budidaya ikan dan ternak ayam. 1. Inovasi Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Masam a. Inovasi Teknologi Sistem Pertanaman Lorong/Alley cropping pada Jagung -/Ubi Kayu Kandungan unsur hara makro dan mikro pada tanah ultisols KP. Taman Bogo termasuk katagori rendah dengan reaksi tanah masam. Keadaan ini sejalan dengan sifat kimia tanah Ultisols di wilayah lainnya seperti di di Desa Bumi Ayu, Sukadana, Bumi Jawa dan Pekalongan, Lampung Timur; Seputih Raman, Lampung Tengah dan Kotabumi Lampung Utara (Soelaeman et al., 2003). Berat biomass Flemingia, Gliricidia dan strip rumput pada pertanaman lorong berfluktuasi setiap bulan. Berat biomas Flemingia tertinggi dicapai pada bulan Maret 2011, Gliricidia pada bulan April masing-masing pada bulan Mei.
2011 sedangkan rumput Setaria dan Panicum Pertumbuhan Leucaena glauca/Lamtoro di lahan
kering masam relatif lambat dengan tinggi tanaman pada umur 1 tahun antara 0,5-0,8 m sehingga pemangkasan baru akan dilakukan jika tanaman sudah mencapai tinggi + 1 m dengan berat biomass tertinggi pada bulan April. Strip rumput Setaria splendida dan Panicum maximum memberikan kontribusi terhadap persediaan sumber hijauan pakan. Selain sebagai pakan ternak, tanaman alley croping dari jenis rerumputan berfungsi sebagai pelindung permukaan tanah dari daya dispersi dan daya penghancuran oleh butir-butir hujan. Memperlambat aliran permukaan, memperkaya bahan-bahan organik tanah serta memperbesar porositas tanah (Kartasapoetra et al., 2000).
Sedangkan
perakarannya dapat meningkatkan kadar bahan organik didalam tanah dan merupakan medium yang sangat baik bagi mikroorganisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah dari hasil pangkasan legum pada sistem alley croping dapat meningkatkan sifat kimia dan fisika tanah (C-organik, N-total, rasio C/N tanah, dan berat jenis tanah), sedangkan KTK dan ruang pori total mengalami penurunan. Perbaikan sifat kimia dan fisika tanah dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah dari hasil pangkasan legum pada sistem alley croping memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan tanaman sehingga hasil pipilan kering tanaman jagung mencapai 2,23 – 3,05 t/ha dan berat umbi segar mencapai 19,17 – 22,13 t/ha. 38
Penelitian oleh Hafif et al. (1993) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk hijau dari sistem alley cropping, cover crop, dan sisa tanaman yang dikombinasikan dengan pupuk kimia dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, yaitu menurunkan bobot isi, meningkatkan total ruang pori, dan meningkatkan pori air tersedia. Penelitian lainnya yang dilaksanakan oleh Suwardjo et al. (1989) pada tanah Ultisol Lampung menunjukkan bahwa bahan organik yang berasal dari lamtoro, kaliandra dan flemingia dapat meningkatkan stabilitas agregat dan air tersedia Tinggi tanaman jagung Hibrida P27 cenderung tidak dipengaruhi oleh adanya barisan alley. Keadaan demikian sangat mendukung terhadap peluang diaplikasikannya sistem alley cropping pada pertanaman jagung sehingga dapat memelihara produktivitas tanah. Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil pipilan kering tanaman jagung tertinggi (3,05 t/ha) dicapai pada sistem pertanaman lorong dengan Flemingia karena biomas hasil pangkasan sebanyak 5,47 – 7,20 t/ha dikembalikan ke tanah sebagai mulsa. b. Inovasi teknologi penggunaan pupuk kandang di lahan kering masam Tinggi tanaman jagung pada umur 30 HST dan saat panen pada perlakuan pupuk kandang lebih baik dibandingkan dengan tanpa pupuk kandang diikuti dengan meningkatnya berat 100 butir, berat pipilan kering dan berat biomas sisa panen (Tabel 10). Perlakuan pupuk kandang secara nyata meningkatkan hasil pipilan kering jagung sebesar 3 kali lipat dari perlakuan tanpa pupuk kandang. Keadaan ini menununjukkan bahwa tanah Ultisols di lahan kering sudah mengalami degradasi lanjut yang hanya menghasilkan jagung sebesar 2,30 t/ha pipilan kering. Pupuk anorganik yang diberikan menjadi tidak tersedia bagi tanaman karena sifat fisika tanah, khususnya kandungan C-organik dan KTK berada pada level yang sangat rendah dengan BD tanah sebelum tanam berada pada katagori tinggi (1,24 g/ cc). Pada lahan kering, pupuk kandang dapat diaplikasikan dengan beberapa cara yaitu disebar di permukaan tanah kemudian dicampur pada saat pengolahan tanah, dalam larikan, dan dalam lubang-lubang tanam. Metode aplikasi berkaitan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Selain itu jumlah pupuk kandang yang diberikan pun jumlahnya sangat berbeda. Seperti pemberian pupuk kandang pada tanaman sayuran mencapai 20-30 t/ha (Hartatik dan Widowati, 2006)
39
Pupuk kandang sapi merupakan pupuk padat yang banyak mengandung air dan lendir. Pupuk kandang selain dapat menambah ketersediaan unsur-unsur hara bagi tanaman, juga mengembangkan kehidupan mikroorganisme di dalam tanah. Mikroorganisme berperan mengubah seresah dan sisa-sisa tanaman menjadi humus, senyawa-senyawa tertentu disintesa menjadi bahan-bahan yang berguna bagi tanaman (Sutedjo, 1995). Menurut Novizan (2005), Ciri-ciri pupuk kandang yang baik dapat dilihat secara fisik atau kimiawi. Ciri fisiknya yakni berwarna coklat kehitaman, cukup kering, tidak menggumpal dan tidak berbau menyengat. Ciri kimiawinya adalah C/N ratio kecil (bahan pembentuknya sudah tidak terlihat) dan temperaturnya relatif stabil. Penggunaan bahan organik berupa pupuk kandang/kompos merupakan kunci keberhasilan produksi tanaman jagung Hibrida P27 yang ditumpangsarikan dengan ubi kayu di lahan kering masam. Penggunaan pupuk kandang/kompos dengan dosis 10 t/ha dapat memperbaiki sifat kimia tanah setelah panen, tetapi pada plot tanpa pupuk kandang/kompos pada beberapa parameter sifat kimia tanah setelah panen lebih baik dibandingkan dengan sebelum tanam karena bahan organik sisa panen jagung tahun sebelumnya dikembalikan ke tanah. Petani lahan kering, pada umumnya tidak mengembalikan sisa panen ke lahannya karena berbagai alasan antara lain menyenangi lahannya bersih sehingga sisa panen di bakar atau sebagai sumber pakan ternak. Bagi petani yang tidak memiliki ternak diambil oleh petani lain yang mempunyai ternak. Keadaan ini merupakan penyebab lahan kering masam semakin tidak subur terutama karena kekurangan bahan organik tanah. Penggunaan pupuk kandang dengan dosis 10 t/ha/tahun memberikan pertumbuhan tanaman jagung Hibrida P27 yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa penggunaan pupuk kandang/kompos. Tinggi tanaman jagung pada umur 30 HST dan saat panen masing-masing sebesar 52 dan 34 % lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pupuk kandang sedangkan berat ubi segar tanaman ubi kayu sebesar 27 t/ha lebih baik dibandingkan dengan tanpa penggunaan pupuk kandang yang hanya sebesar 21,47 t/ha. c. Inovasi teknologi rehabilitasi lahan dengan penutup tanah (cover crops), Rehabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal. Baik
40
sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam dan lingkungannya. Berat biomas basah pada Pengelolaan Inovasi Teknologi Rehabilitasi Lahan dengan Penutup Tanah Velvet bean relatif normal, yaitu antara 15 – 30 t/ha dapat menghasilkan berat pipilan kering panen jagung sebesar 2,42 – 4,37 t/ha. Berat 100 butir merupakan parameter komponen produksi yang mempengaruhi hasil pipilan kering kering, sedangkan berat biomas kering panen dapat memberikan gambaran mengenai kemampuan produksi biomas sebagai sumber bahan organik/C-organik tanah disamping berperan pula dalam mengembalikan unsur hara terutama K ke dalam tanah. Velvet bean sebagai tanaman penutup tanah adalah tanaman
yang khusus
ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman erosi serta memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah. Manfaat Tanaman penutup tanah untuk menahan dan mengurangi daya rusak butir-butir hujan dan aliran permukaan, sebagai sumber pupuk organik, dan untuk menghindari dilakukannya penyiangan yang intensif. Penyiangan intensif dapat menyebabkan tergerusnya lapisan atas tanah. Tanaman ini juga mampu memfiksasi nitrogen bebas dari udara untuk menyuburkan tanah dan biomassanya menjadi sumber bahan organik tanah. Tanaman yang digunakan sebagai tanaman penutup memerlukan persyaratan berikut: (a) mudah diperbanyak; b) sistem perakaran tidak menimbulkan kompetisi dengan tanaman utama; (c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun; (d) tidak mensyaratkan tingkat kesuburan yang tinggi; (e) toleran terhadap pemangkasan, resisten terhadap hama, penyakit, kekeringan, naungan, dan injakan; (f) mampu
menekan
pertumbuhan gulma; (g) tidak akan berubah menjadi gulma; dan (h) tidak mempunyai sifat-sifat yang mengganggu seperti duri dan sulur-sulur yang membelit. d. Penataan dan koleksi tanaman legum semak/perdu dan cover crops di Kebun Percobaan Taman Bogo Tanaman legum semak/perdu merupakan sumber bahan organik untuk lahan kering dan tanaman pagar. Beberapa jenis legum seperti Gliricidia sepium dapat digunakan sebagai makanan ternak yang bernilai gizi tinggi dan kegunaan lainnya. Produksi biomas legum tersebut masih di bawah potensinya dimana akan meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman.
41
Legum Flemingia memberikan berat biomas tertinggi dibandingkan dengan jenis legum Girisidia dengan palatabilitas biomas sebagai sumber hijauan pakan rendah maka biomas Flemingia sebagian besar digunakan sebagai bahan organik untuk meningkatkan produktivitas lahan kering. Keberadaan tanaman legum merambat maupun legum semak/perdu di lahan kering yang dipangkas secara periodik dan hasil pagkasannya dikembalikan ke dalam tanah dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang pada gilirannya akan meningkatkan hasil tanaman, namun demikian, dalam proses rehabilitasi lahan yang sudah mengalami degradasi, ketersediaan benih sering menjadi masalah. Oleh karena itu, beberapa jenis legum ditujukan sebagai penghasil biji/benih dan yang lainnya sebagai penghasil biomas/pupuk hijau.
Pupuk hijau merupakan pembenaman
tanaman/bagian-bagian tanaman yang masih muda dengan cara membenamkanya kedalam tanah dengan maksud untuk menambahkan bahan organik dan unsur hara terutama N kedalam tanah yang bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman. Tanaman yang diadikan pupuk hijau adalah tanaman dari berbagai jenis tanaman leguminosa karena memiliki kandungan N lebih tinggi dibandingkan tanaman yang lain, karena tanaman legum mampu memfiksasi N bebas dari udara melalui simbiosis antara perakanya dengan beberapa bakteri terutama dari Rhizobium Sp. e. Inovasi Teknologi Pemupukan di Lahan Kering Masam Bahan organik, pupuk atau kompos merupakan bagian penting dalam sistem tanah. Bahan organik memiliki peran penting di tanah (Hardjowigeno, 1987) karena : 1) membantu menahan air, sehingga ketersediaan air tanah lebih terjaga, 2) membantu memegang ion sehingga meningkatkan kapasitas tukar ion atau ketersediaan hara. 3) menambah hara terutama N, P, dan K setelah bahan organik terdekomposisi sempurna, 4) membantu granulasi tanah sehingga tanah menjadi lebih gembur atau remah, yang akan memperbaiki aerasi tanah dean perkembangan sistem perakaran, serta 5) memacu pertumbuhan mikroba dan hewan tanah lainnya yang sangat membantu proses dekomposisi bahan organik tanah. Pemberian pembenah tanah, pupuk organik, dan pupuk hayati mempunyai arti positif dalam memperbaiki kondisi kesuburan tanah, baik dari segi fisika, kimia, dan biologi tanah. Dengan meningkatnya kesuburan tanah maka kemudian dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk memperbaiki pertumbuhannya, pada kondisi yang 42
sama tanaman dan pertumbuhan yang lebih baik akan mempengaruhi produksi yang lebih baik juga, hal ini disebabkan karena terdapat korelasi antara pertumbuhan dan produksi. Kegiatan inovasi teknologi pemupukan pada lahan kering masam MT I terlihat bahwa perlakuan ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk organik 2 t/ha, diperoleh tinggi tanaman
dan berat pipilan kering tertinggi dibandingkan dengan perlakuan
lainnya pada umur 30 HST dan pada saat panen, yaitu 75,7 cm dan 174,48 cm dan untuk pipilan kering di peroleh 5,57 ton/ha. Sementara perlakuan ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk hayati 4 bungkus/ha, diperoleh tinggi tanaman dan berat pipilan kering terendah pada umur 30 HST dan pada saat panen, yaitu 52,18 cm dan 103,00 cm dan untuk pipilan kering di peroleh 1,29 ton/ha, sedangkan pada MT II terlihat bahwa perlakuan
¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk organik 2 t/ha, diperoleh tinggi
tanaman dan berat pipilan kering tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada umur 30 HST dan pada saat panen, yaitu 68,13 cm dan 165,76 cm dan untuk pipilan kering di peroleh 5,29 ton/ha. Sementara perlakuan ¾ NPK rekomendasi PUTK + Pupuk hayati 4 bungkus/ha, diperoleh tinggi tanaman dan berat pipilan kering terendah pada umur 30 HST dan pada saat panen, yaitu 46,96 cm dan 97,85 cm dan untuk pipilan kering di peroleh 1,23 ton/ha.
Kendala yang pada Musim Tanam (MT) 2, yaitu
kebutuhan air kurang tercukupi, karena saat musim tanam kedua dilakukan pada musim kemarau tiba, yaitu bulan Juli – Oktober 2011 sehingga terjadi Kecenderungan pengurangan produksi tanaman jagung, karena umumnya tanaman sangat sensitif terhadap kekurangan air pada saat permulaan fase reproduktif, hal ini merupakan faktor pendukung yang kurang baik untuk peningkatan produksi. Pengaruh kadar air terhadap pertumbuhan jagung, salah satunya yaitu berfungsi untuk melarutkan unsur-unsur hara yang terserap. Manfaat yang begitu besar, sehingga air sering disebut faktor pembatas dari pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Air memegang peranan terpenting dalam proses perkecambahan biji. Air adalah faktor yang menentukan didalam kehidupan tumbuhan. Tanpa adanya air, tumbuhan tidak bisa melakukan berbagaimacam proses kehidupan apapun. Menurut Irdiani et al., (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman adalah proses bertambahnya ukuran dari suatu organisme mencerminkan bertambahnya protoplasma. Penambahan ini disebabkan oleh bertambahnya ukuran organ tanaman seperti tinggi tanaman sebagai akibat dari metabolisme tanaman yang dipengaruhi oleh 43
faktor lingkungan di daerah penanaman seperti air, sinar matahari dan nutrisi dalam tanah. Berat kering merupakan manifestasi dari berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan di atas tanah (iklim) dan lingkungan di dalam tanah. Pada kondisi iklim yang sama, faktor
kondisi tanah lebih
berpengaruh secara nyata
terhadap pertumbuhan 3. Temu/ kunjungan lapang Teknologi pengelolaan lahan kering masam yang didemontrasikan kepada stake holders/pengguna diakui petani lebih baik diabandingkan dengan kebiasaan petani tetapi untuk mengaplikasikannya memerlukan proses sosialisasi secara terus menerus. Demplot sistem alley cropping pada tanaman jagung masih memerlukan waktu untuk dapat memberikan pengaruh langsung kepada tanaman. Dengan semakin meningkatnya harga input produksi pertanian, maka sistem pertanian dengan memanfaatkan biomas yang tersedia semakin berpeluang besar untuk diadopsi secara luas oleh petani. Penggunaan Mdec dan DSA yang akan mempercepat proses dekomposisi kompos dapat membantu petani dalam membuat kompos/pupuk organik yang akan/perlu ditambahkan ke dalam tanah.
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN
KP Taman Bogo sebagai pewakil bagi tanah masam di Indonesia berupaya menampilkan berbagai macam teknologi pengelolaan lahan kering masam hasil-hasil penelitian yang telah didapatkan oleh balai penelitian lingkup Badan Litbang Pertanian. Keberadaan petak peragaan inovasi teknologi pengelolaan lahan kering masam, selain sebagai verifikasi dan reevaluasi teknologi sekaligus sebagai obyek/tempat kunjungan lapang, visitors plot, show windows serta merupakan sarana dan prasarana dalam diskusi dan konsultasi antara peneliti, penyuluh, petani dan pengambil kebijakan daerah dalam meningkatkan peranan lahan kering masam untuk mendukung ketahanan pangan. Pada Tahun Anggaran 2011 terdapat 2 unit kegiatan yang meliputi : 1. Peragaan Inovasi Teknologi Lahan Kering Masam, yaitu : a) Inovasi teknologi sistem pertanaman lorong/alley
cropping
pada
tanaman
jagung.
Teknologi
pertanaman
lorong
menggunakan tanaman leguminosa merupakan teknologi alternatif untuk menyediakan sumber bahan organik in situ dalam memelihara produktivitas tanah. Tanaman leguminosa dipangkas dengan interval waktu tertentu merupakan sumber bahan organik tanah atau sumber hijauan pakan ternak ruminansia, dimana pupuk kandang yang dihasilkan dikembalikan ke dalam tanah, b) Inovasi teknologi pengelolaan pupuk kandang pada tanaman jagung -/- ubi kayu untuk memelihara keberlanjutan produktivitas tanah, c) Inovasi teknologi rehabilitasi lahan dengan tanaman penutup tanah (cover crops) dan d) Penataan dan Koleksi tanaman legum semak/perdu dan cover crops, e). Inovasi teknologi pemupukan dilahan kering masam dan 2). Model kawasan rumah pangan lestari di Kebun Percobaan Taman Bogo Secara bertahap teknologi pengelolaan lahan kering masam memberikan pengaruh terhadap perubahan sifat fisika dan kimia tanah serta pertumbuhan dan hasil tanaman. Perbaikan produktivitas tanah tersebut memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan tanaman sehingga hasil tanaman jagung mencapai 2,23 sampai dengan 3,05 t/ha pada sistem alley croping. Penggunaan pupuk kandang sebanyak 10 t/ha/tahun dapat meningkatkan Hasil jagung Hibrida P27 yang mencapai 6,33 t/ha sedangkan jika tidak disertai pupuk kandang hanya mencapai 2,30 t/ha. Sedangkan berat umbi segar dengan penggunaan pupuk kandang sebanyak 10 t/ha/tahun dapat meningkatkan Hasil ubi kayu mencapai 45
27,82 t/ha sedangkan jika tidak disertai pupuk kandang hanya mencapai 21,47 t/ha, sedangkan pada teknologi rehabilitasi lahan berat biomas basah Velvet bean 15 sampai dengan 30 t/ha dapat menghasilkan berat pipilan kering panen jagung sebesar 2,42 sampai dengan 4,37 t/ha. Legum Flemingia congesta menghasilkan biomas lebih tinggi dibandingkan dengan Gliricidia sepium tetapi hasil
biomas berfluktuasi sesuai dengan interval
pemangkasan/jumlah curah hujan. Keberadaan tanaman legum merambat maupun legum semak/perdu di lahan kering yang dipangkas secara periodik dan dikembalikan ke dalam tanah dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang pada gilirannya akan meningkatkan hasil tanaman dan dapat dijadikan sebagai sumber benih cover crop. Teknologi pengelolaan lahan kering masam yang didemontrasikan kepada stake holders/pengguna diakui petani lebih baik dibandingkan dengan kebiasaan petani tetapi untuk mengaplikasikan memerlukan proses sosialisasi secara terus menerus. Demplot sistem alley cropping pada tanaman jagung masih memerlukan waktu untuk dapat memberikan pengaruh langsung kepada tanaman. Dengan semakin meningkatnya harga input produksi pertanian maka sistem pertanian organik dengan memanfaatkan biomass yang tersedia semakin berpeluang besar untuk diadopsi secara luas oleh petani.
46
VI. PERKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN
Show windows dan visitor plot inovasi teknologi pengelolaan lahan kering masam di KP Taman Bogo merupakan sarana komunikasi antara petani, PPL dan peneliti mengenai perkembangan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Balai Penelitian Tanah. Proses diseminasi teknologi hasil penelitian melalui kunjungan lapang dapat menambah dan merubah wawasan dan pengetahuan petani dalam pengelolaan produktivitas lahan kering masam. Dengan melakukan kunjungan lapang, proses adopsi teknologi berlangsung secara bertahap dan dimodifikasi oleh petani sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki. Proses adopsi inovasi teknologi pengelolaan lahan kering masam akan meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya proses penyuluhan pertanian di tingkat daerah dengan adanya penerimaan tenaga penyuluh lepas (Sarjana Pertanian), juga akan mempercepat proses adopsi inovasi teknologi pengelolaan lahan kering masam yang telah dihasilkan dan didemontrasikan oleh Balai Penelitian Lingkup Badan Litbang Pertanian.
47
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F, A.Rachman dan A. Dariah. 1999. Pengaruh pengolahan tanah minimum dan pemberian mulsa terhadap sifat tanah dan produksi tanaman. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Tanah, Iklim dan Pupuk. Lido-Bogor, 6-8 Desember 1999. Buku II. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Arya. L.M., T.S. Dierolf, B. Rusman, A. Sofyan, and I.P.G. Widjaja Adhi 1992. Soil structure effects on hydrologic processes and crop water availability in Ultisols and Oxisols of Sitiung, Indonesia. Tropsoils Bulletin No. 92-03 NCSU, Raleigh, NC. Dierolf, T., T. Fairhutst and E. Mutert. 2001. Soil Fertility Kit. A Toolkit for Acid Upland soil Fertility Management in Southeast Asia. Handbook Series. GT2 GmbH, Food and Agriculture Organization, P.T. Jasa Katon and Potash & Phosphate Institute (PPI), Potash & Phosphate Institute of Canada (PPIC). First Edition. Printed by Oxford Graphic Printers. Hafif, B., D,. Santoso, Mulud S., dan Putu Wigena. 1992. Beberapa cara pengelolaan tanah untuk pengendalian erosi. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk 10:54-60. Hanson, R.G., Sudjadi, M.Harjono, A. Sudaryanto, and W. Dhanke. 1994. Soil fertility and fertilizer use study in Indonesia. Draft Report and Proposal Prepare for Agency for Agriculturl Research and Development and the World Bank.170 p. Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta : PT Mediatama Sarana Perkasa Hartatik W. dan L.R. Widowati, 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor Hidayat, A. dan Mulyani, A. 2002. Lahan kering untuk pertanian. Dalam Buku Pengelolaan Lahan Kering untuk Meningkakan Produksi Pertanian Berkelanjutan.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,Bogor. Hsieh, S.C., and C.F. Hsieh. 1990. The User of Organic matter in Crop Production. Paper Presented at Seminar on The Use of Organic Fertilizers in Crop Production at Suweon, South Korea, 18-24 June 1990. Irdiani, I., Y. Sugito., dan A. Soegianto. 2002. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Cair dan Dosis Urea Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis. Agrivita. Universitas Brawijaya. Malang. Kang, B.T. 1989. Nutrient management for sustained crop production in the humid and sub humid. In Vander Heide (ed). Proc. Int.Symp. Nutrient Management for Food Crop Production in Tropical Farming Systems, IB-DLO and Unibraw. Kartasapoetra. G., A.G. Kartasapoetra, dan M.M. Sutedjo. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Ke II. Rineka Cipta, Jakarta
Teknologi
Mengel, K., and E.A. Kirkby. 1987. Principle of Plat Nutrition. Inter. Potash Ins. Bern, Switzerland, 687 p. 48
Mulyani, A., Hikmatullah, dan H. Subagyo. 2004. Karakteristik dan potensi tanah masam lahan kering di Indonesia. hlm. 1-32 dalam Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Novizan, 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Puslitbangtanak. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Explorasi Indonesia. Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan tanah dan Agroklimat, Bogor. Soelaeman, Y. 2005. Laporan Akhir Demplot Pengelolaan Lahan Kering Masam.Tahun Anggaran 2005. Satker 648680, Balai Penelitian Tanah, Pusat Peneltian Dan Pengembangan Tanah Dan Agroklimat, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005. (Tidak dipublikasi). Soelaeman, Y. 2006. Laporan Akhir Demplot Pengelolaan Lahan Kering Masam.Tahun Anggaran 2005. Satker 648680, Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005. (Tidak dipublikasi). Soelaeman, Y. 2008. Laporan Akhir Demplot Pengelolaan Lahan Kering Masam.Tahun Anggaran 2008. Satker 648680, Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2008. (Tidak dipublikasi). Soelaeman, Y., Kasno, A., H.T.Sidik, U. Haryati, Nurjaya, D. Setyorini, F. Agus. 2003. Laporan Akhir Peningkatan Produktivitas Tanah Kering Masam. Tahun Anggaran 2003. Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Lahan Masam Taman Bogo dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (The Participatory Development of Agricultural Technology Project). Balai Penelitian Tanah, Pusat Peneltian Dan Pengembangan Tanah Dan Agroklimat, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2003. (Tidak dipublikasi). Soepardi. G.H. 2001. Strategi Usahatani Agribisnis Berbasis Sumberdaya Lahan. Paper disampaikan dalam Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Cisarua, Bogor, 30-31 Oktober 2001. Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian, Deptan, 13 p. Stanford, G., O.L. Bennett and J.F. Power. 1973. Conservation tillage practices and nutrient availability. In. Conservation Tillage Pic. National Conservation Tillage Conference, Des Moines, Iowa. Soil Cons. Soc. Of Am., Ankey, IA. Subagyo, H., N.Suharta dan A.B.Siswanto. 2000. Tanah Pertanian di Indonesia, hal : 21-66. Dalam Sumberdaya Lahan di Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat , Bogor. Sutedjo, M.M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. Suwardjo A. Abdurachman dan S. Abujamin 1989. The use of crop residue mulch to minimize tillage frequency. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk 8:31-37.
Unger, P.W. 1975. Relationships Between Water Retention, Texture, Density and Organic Matter Content of West and South Central Texas Soils. Texas Agric.Exp.Stn Misc.Pub. MP-1192C. 49
Webster, R. and P.H.T. Becket. 1972. Suctions to which Soils in South Central England Drain. J. Agric. Sci. Camb. 78. Wiraatmaja, S. 1987. Pokok-pokok Penyuluhan Pertanian. CV. Yasaguna, Jakarta
50