TOKOH RUMANTI DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF
Oleh Everhard Markiano Solissa
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura
Abstrak: Sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, ide, semangat dan keyakinan dalam bentuk bahasa. Karya sastra seperti novel, cerpen, drama, atau puisi ditulis oleh pengarang yang hidup dalam masyarakat. Apa yang dialami, dilihat, didengar, dan dirasakan oleh pengarang/penulis dapat dijadikan bahan untuk menghasilkan sebuah karya sastra. Dengan demikian, karya sastra termasuk novel merupakan potret kehidupan masyarakat yang bisa menjelaskan kepada pembaca bagaimana prinsip dan norma yang berlaku dalam masyarakat dan bagaimana sikap tokoh cerita dalam menghadapi situasi tertentu. Tulisan ini bertujuan memberi pemahaman bahwa perempuan mempunyai hak yang harus dihargai, dan diberi kesempatan untuk membicarakan, menyarankan, apalagi untuk mengambil keputusan dalam kehidupan berumah tangga. Dengan teori feminisme dan metode deskriptif kualitatif, persoalan perempuan dalam novel Perempuan Jogja dikaji untuk menemukan pola ketergantungan perempuan Jawa serta sikap dan perilaku perempuan dalam menyikapi persoalan rumah tangga. Kata-kata kunci: Karya feminisme, budaya, patriakhi.
Sastra,
PENDAHULUAN Emansipasi telah diperjuangkan selama bertahun-tahun dan apa yang diinginkan oleh kaum perempuan kini sudah berhasil. Persamaan hak dengan kaum laki-laki telah menjadi kenyataan. Perempuan yang dahulu hanya ditempatkan di belakang, kini bebas menempati ruangan di mana saja yang ia sukai. Tidak jarang kita lihat, sekarang kaum perempuan bergerak di bidang pendidikan, politik, ekonomi, hukum, dan sebagainya. Perempuan dapat melakukan dengan cara menyadari dan melaksanakan tugas dan kewajibannya sebaik-baiknya. Dengan begitu perempuan pasti akan dihargai dan dihormati oleh masyarakat karena peran dalam rumah tangga saja sesungguhnya sudah sangat mulia. Namun, di dalam masyarakat Jawa yang dikenal patriakhi itu ternyata terjadi pula penyimpangan yang dapat dibuktikan juga dari temuan sejumlah fakta empirik yang menyarankan kesejajaran gender dalam masyarakat. Paham palosentrisme atau paham patriakhi menjadi yang ke depan, sementara paham kedua tentang kesetaraan gender terlesapkan dan tertepikan. Penyebabnya sangat sederhana dan universal ialah karena mayoritas pemerintah atau raja-raja di Jawa ialah laki-laki sehingga sistem pemerintahan dari atas hingga ke bawah berorientasi kepada paham dan
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12 .
1
sudut pandang laki-laki. Hal ini dapat diperhatikan pada peraturan-peraturan yang mengarah di berbagai aspek kehidupan yang cenderung memenangkan sepihak (baca:laki-laki). Pada paham ini perempuan menjadi objek yang ditempatkan di bagian belakang, sedangkan laki-laki sebagai subjek yang ditempatkan di bagian depan. Novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif mendeskripsikan seorang perempuan (istri) yang sangat tegar bernama Rumanti walaupun suaminya tidak setia. Rumanti seorang istri yang tetap menjaga martabatnya sebagai istri meskipun suami lupa diri. Suaminya tergoda lagi dengan perempuan lain. Rumanti di dalam novel ini digambarkan sosok perempuan yang tidak pernah menuntut. Ia selalu melayani suaminya dengan baik. Danu dengan jelas memperagakan kekasihnya kepada Rumanti. Rumanti tidak pernah protes kepada suaminya. Sebeneranya di dalam hati Rumanti menolak dan ingin berontak kepada suaminya tentang perilakunya tersebut. Tetapi Rumanti hanya pasrah dan sabar. Danu adalah keturunan bangsawan sedangkan Rumanti hanyalah anak seorang penunggu villa di kawasan Kaliurang milik Raden Mas Sudarso, aya Raden Danu (suaminya). Danu sering menggodanya, dan akhirnya Danu melamar Rumanti. Rumanti adalah istri yang “manut miturut” tunduk dan pasrah. Apa yang dikatakan Danu baginya adalah yang terbaik. Sekalipun terbesit perasaan, Danu kurang memperlakukan dirinya sebagai istri secara penuh. Hal itu terbukti saat Danu mengatakan ingin menikah lagi dengan mantan pacarnya dulu bernama Norma. Norma dulu adalah
kekasih Danu. Norma meninggalkan Danu pergi dengan seorang diplomat asal Amerika. Tetapi pernikahan mereka gagal, dan Norma kembali kepada Danu. Sangat jelas bahwa tokoh Rumanti dalam novel tersebut tertindas oleh idiologi patriakhi. Ideologi patriakhi dapat didefinisikan suatu sistem yang bercirikan laki-laki (ayah). Dalam sistem patriakhi ini laki-laki berkuasa untuk menentukan. Rumanti tidak berani mengungkapkan keinginan hatinya kepada Danu. Ia tetap setia walaupun suaminya menikah lagi. Ini jelas sekali bertentangn dengan feminis seorang perempuan. Sebenarnya Rumanti ingin bercerai, tetapi desakan orang tua Rumanti menuntut untuk sabar. Orang tua Rumanti berpandangan bahwa ia harus bersyukur dinikahi Danu yang berdarah biru. Karena dengan pernikahan tersebut, kehidupan Rumanti dan orang tuanya, semakin baik. Dengan alassan balas budi terhadap ayahnya Danu, akhirnya Rumanti mengurungkan niat tersebut dan ia rela di madu. Tulisan ini akan memberikan wacana begitu penting arti feminis terhadap perempuan. Dengan mengambil data novel “Perempuan Jogja” karya Achmad Munif ini memberikan jawaban bahwa perempuan adalah makhluk yang mempunyai kemampuan, hal istemewa, dan sampai batas tertentu, memiliki tugas menyelidiki hal-hal secara mendalam. Karena pribadinya merupakan suatu yang berharga, maka setiap orang perlu mengembangkan dan melaksanakan tugasnya, sesuai keberadaan dirinya. Ia selalu ingin berhasil dalam hidupnya, ingin dihormati, dihargai, dan disenangi (Leahy, 1993:2).
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12 .
2
Itulah sebabnya ada pergerakan kaum perempuan yang berjuang untuk menuntut persamaan hak, karena perempuan merasa diperlakukan sebagaibenda, dijadikan pelayan seks bagi kaum laki-laki, dan digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani kaum laki-laki, tetapi tidak diberi kesempatan untuk membicarakan, menyarankan, apalagi untuk mengambil keputusan dalam kehidupan berumah tangga. Pengertian dan Jenis Feminisme Feminisme berasal dari kata latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan (Hubies dalam Sumiarni, 2004:19). Dalam kamus Inggris Indonesia ditemukan istilah Feminism yang merupakan kata benda feminisme, keadaan kewanitaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, feminisme diartikan sebagai gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Maggie Humm mengartikan feminisme sebagai istilah yang digunkaan dalam budaya dan diperlukan oleh feminist untuk diskripsi ideologi superior lakilaki. Feminis, Helena cixous mewakili tuntutan kaum borjuis untuk kesederajatan. Definisi feminisme merupakan penggabungan doktrin hakhak yang sama bagi perempuan (gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak-hak wanita) (Humm dalam Amal, 1995:93-94) dan suatu ideologi suatu tujuan transformasi sosial untuk menciptakan suatu keadaan persamaan. Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan dengan laki-laki dalam masyarakat. Timbul berbagai upaya untuk mengkajipenyebaba ketimpangan tersebut untuk
mengeliminasi dan menemukan fomula keseteraan hak dan laki-laki dalam segala bidang, sesuai dengan potensi perempuan sebagai manusia. Feminisme sebagai suatu gerakan memiliki tujuan (1) Mencari cara penataan ulang mengenai nilai-nilai di dunia dengan mengikuti kesamaan gender (jenis kelamin) dalam konteks hubungan kemitraan universal dengan sesama manusia, (2) Menolak setiap perbedaan antar manusia yang dibuat atas dasar perbedaan jenis kelamin, (3) Menghapuskan semua hak-hak istimewa atau pembatasan tertentu atas dasar jenis kelamin, (4) Berjuang untuk membentuk pengakuan kemanusiaan yang menyeluruh tentang laki-laki dan perempuan sebagai dasar hukum dan peraturan tentang manusia dan kemanusiaan (:20-21). Untuk menganalisis masalah perempuan, telah berkembang beberapa jenis feminisme untuk membebaskan diri dari ketertinggalan tersebut: (1) Feminisme Liberal Feminisme liberal pertamakali dirumuskan oleh Mary Wollstonecraft (1759-1799) dalam tulisannya. The Vindivation of the rights of Women dan John Suat Mill dalam tulisannya The Subjection of Women. Mereka menekankan bahwa subordinasi perempuan berakar dalam keterbatasan hukum adat sehingga menghalangi perempuan untuk masuk ke lingkungan Publik (Amal, 1995:86). Masyarakat beranggapan bahwa perempuan karena dipengaruhi kondisi alamiah yang dimilikinya kurang memiliki intelektualitas dan kemampuan fisik dibandingkan lakilaki. Karena itu, perempuan dianggap tidak mampu menjalankan peran di lingkungan publik. Anggapan inilah
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12 .
3
yang disangkal oleh feminis Liberal. Menurut mereka, manusia, perempuan dan laki-laki diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama, dan harus pula mempunyai kesempatan yang sama untuk memajukan dirinya. (2) Feminisme Marxis Feminisme Marxis bependapat bahwa ketertinggalan yang dialami oleh perempuan bukan disebabkan oleh tindakan inividu yang disengaja, tetapi akibat struktur sosial, politik dan ekonomi yang erat kaitannya dengan sistem kapitalisme. Dalaam kapitalisme, pekerjaan laki-laki memproduksi barang dikategorikan sebagai pekerjaan produktif. Karena itu, mereka memperoleh imbalan. Perempuan hanya memproduksi barang bernilai guna sederhana (simple use value). Karena itu feminis Marxis menuntut agar perempuan diberi kesempatan untuk berperan dalam kegiatan ekonomi. Bagaimana mengeluarkan perempuan dari ketertindasannya ialah dengan memberikan upah atas pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh perempuan dengan alasan bahwa, pekerjaan rumah tangga itu produktif, karena menciptakan nilai tambah. (3) Feminisme Radikal Feminisme radikal merupakan reaksi terrhadap anggapan bahwa keadaan biologis perempuan berbeda daripada laki-laki adalah kehendak alam, tidak dapat diubah, merupakan takdir atau kodrat. Feminisme radikal berpendapat bahwa keraturan alamiah tidak perlu dipertahankan karena itu hanya akan menghambat kemajuan perempuan.
(4) Feminisme Psikoanalisis Feminisme psikoanalisis bertolak dari teori Freud yang menekankan seksualitas sebagai unsur yang krusial yang berbeda antara lakilaki dan peerempuan. Perbedaan ini berakar pada perbedaan psyche lakilaki dan perempuan yang disebabkan oleh perbedaan biologis antara keduanya, dan faktor biologis ini merupakan faktor penentu tentang terjadinya sistem kekuasaan yang patriakhi dalam masyarakat dan keluarga. Pendapat Freud ini mendapat kritikan dari kaum feminis. Mereka berpendapat bahwa kedudukan sosial dan ketidakberdayaan perempuan tidak ada kaitannya dengan biologis perempuan. Sifat feminim yang dimiliki perempuan adalah ciptaan masyarakat. Perempuan Jawa dan Pola Ketergantungan Perempuan Indonesia untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada laki-laki sangat sulit. Apalagi dengan perempuan Jawa yang masih lekat dengan paham patriakhi. Tidak mudah keinginan untuk membebaskan diri dari semua ikatan itu. Apalagi ketergantungan yang terjadi bukan atas penyerahan diri menghadapi situasi yang berat. Pada dasarnya, konstruksi sosial masyarakat yang bias gender itu telah membawa implikasinya yang sangat luas dan serius. Bahkan, karena itu pula maka pola ketergantungan bisa menjadi sesuatu yang sengaja diciptakan sehingga kaum perempuan sendiri memiliki problem psikologis dan sosiologis untuk membebaskan dirinya sebagai pribadi yang merdeka dan berdaulat atas pribadinya. Sementara orang masih mempunyai pandangan bahwa perempuan dan ketergantungan merupakan dua pengertian yang
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12 .
4
sangat erat menyatu. Lebih-lebih apabila dua pengertian tersebut dikaitkan dengan kedudukan perempuan dalam keluarga. Dalam keluarga kedudukan istri tergantung pada suami. Kedudukan anak perempuan tergantung pada ayah atau saudara laki-laki. Tidaklah mengherankan kalau dalam situasi masyarakat Indonesia yang masih seperti itu, perempuan yang ingin mandiri menganggap keluarga sebagai penjara yang dapat menghilangkan kemerkedaannya. Mereka mulai membedakan laki-laki antara yang tradisional dan yang modern. Laki-laki modern di sini artinya, mereka yang sadar dan memahami tentang masalah jenis. Kepada Laki-laki modern, melalui kesadaran pemahamannya tentang masalah jenis, diharapkan bersama kaum perempuan ikut memerdekakan manusia yang masih terbelenggu berbagai hal. Ketidakmerkekaan manusia ini antara lain disebabkan oleh pola ketergantungan. Memang tidak semua orang merasa dirugikan oleh pola ketergantungan ini. Bahkan ada yang merasa aman-aman saja dengan pola ini. Pola ketergantungan mengandung arti bahwa dalam masyarakat terdapat lapisan kelompok manusia yang kedudukannya atas dan bawah. Lapisan yang di atas mempunyai kesempatan melakukan segala sesuatu untuk menentukan atau mengatur kelompok masyarakat yang ada di lapisan bawah. Pengakuan bentuk kedudukan menurut lapisan masyarakat ini seolah tidak dapat terelakkan berjalan dengan sedirinya. Karena itu terbentuklah lapisan atas-bawah (kelas) yang menunjukkan kelompok yang ada pada lapisan tersebut. Misalnya, kayamiskin, majikan-buruh, pimpinan-
bawahan, dan seterusnya. Lapisan atas menempatkan dirinya mengatur dan menentukan nasib lapisan bawah. Akibatnya lapisan bawah terrgantung pada lapisan yang di atasnya yang memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan dan melaksanakannya. Ketergantungan dari lapisan bawah ini tercipta atas dasar kepercayaan, tetapi bisa juga terjadi karena terpaksa. Pola ketergantungan ini akan berjalan terus apabila kelompok masyarakat yang berbeda ini masih dipandang sebagai lapisan atas-bawah (vertikal) dan belum diubah sebagai pandangan yang sejajar (horisontal). Bagi manusia yang sadar akan merasa bahwa pola ketergantungan ini menghambat proses penyadaran manusia, bahwa pada hakikatnya harkat dan martabat manusia itu sama. Dengan demikian yang ada bukan ketergantungan vertikal tetapi ketergantungan horisontal (saling tergantung). Dalam pola ketergantungan horisontal, kelompok manusia yang berbeda itu akan berhubungan atas dasar saling membutuhkan dan saling membantu sehingga akan mewujudkan masyarakat egaliter. Sikap dan Perilaku Perempuan Lemah lembut tetapi tegar itulah kira-kira yang perlu dimiliki perempuan untuk mempertahankan “jati diri”nya sebagai perempuan sehingga walaupun telah bekerja di luar, sejajar dan membaur dengan laki-laki, perempuan masih tetap nampak feminim, anggun dan berwibawa. Dengan sikap mempertahankan “jati diri”nya perempuan di dalam keluarga (istri) dapat mengambil keputusan dalam kehidupan rumah tangganya. Seorang perempuan (istri)
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12 .
5
harus berani mempunyai sikap sehingga tidak diperbudak lagi dan berusaha membuktikan kepada masyarakat bahwa dia dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya. Bukan hanya kelembutan saja, tetapi diberi kesempatan untuk berbicara, manyarankan, apalgai untuk mengambil keputusan dalam kehidupan berumah tangga. Selain sikap dan perilaku, perempuan (istri) harus dapat menjadi teman untuk suaminya di kala susah dan senang. Masih banyak orang yang berpendapat bahwa peran perempuan hanya terbata pada tiga “ur”, dapur, sumur, dan kasur. Pendapat itu di kemukakan oleh orang yang beranggapan bahwa perempuan hanyalah sebagai abdi yang harus melakukan apa saja yang dikehendaki suami. Sebenarnya tidaklah demikian adanya. Masih ada tugas kaum perempuan yang paling penting dan mulia, yang belum selesai dan tidak pernah selesai sepanjang zaman yaitu mendidik putra-putrinya. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yaitu penelitian yang mengungkap gejala atau fenomena secara menyeluruh dan kontekstual tentang topik yang diteliti. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran secara jelas tentang bagaimana pola ketergantungan dan sikap perempuan dalam novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif. Data diperoleh melalui teknik pustaka, simak, dan catat. Teknik pustaka yaitu mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Teknik simak dan teknik catat berarti, peneliti sebagai
instrumen kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data yakni sasaran penelitian yang berupa teks novel Perempuan Jogja dalam memperoleh data yang diinginkan. Hasil penyimakan itu lalu dicatat sebagai sumber data. Pada saat melakukan pembacaan tersebut, peneliti mencatat bagian-bagian novel, dalam hal ini kata dan kalimat dalam novel Perempuan Jogja yang berkaitan dengan focus penelitian. Pembacaan dilakukan secara berulang-ulang sehingga data yang dikumpulkan dapat lebih maksimal. Secara garis besar teknik analisis data dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut. Peneliti berpijak pada tahapan-tahapan pengkajian, yakni; mengidentifikasi tokoh utama, tujuan hidup dan watak tokoh, mencari pola pikir, perbuatan/ tindakan tokoh. Selain itu, peneliti perlu meneliti tokoh lain, terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang kita amati. Meskipun tujuan utama penelitian adalah meneliti tokoh perempuan, namun tokoh-tokoh lain pun mendapat perhatian. PEMBAHASAN Feminisme di Indonesia Di Indonesia gerakan perempuan timbul pada abad ke-19 yang tidak muncul secara tiba-tiba tetapi merupakan perkembangan dalam masyarakat karena adanya perasaan cemas dan keinginan yang menghendaki perubahan. Tokoh-tokoh perempuan muncul dalam peperangan melawan masuk dan meluasnya penjajahan Belanda.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12 .
6
Pada permulaan abad ke 20 ada perubahan politik dalam penjajahan Belanda yang disebut Politik Etis. Belanda merasa berkewajiban untuk mensejahterakan rakyat jajahannya karena selama ini mereka telah mendapatkan kekayaan yang berlimpah dari Indonesia sedangkan rakyat pribumi berada di dalam kesengsaraan. Bagaimanapun juga ada di antara orang-orang Indonesia yang terdidik ingin meneruskan cita-cita untuk memajukan bangsanya, antaranya Raden Ajeng Kartini. Pergaulan korespondensi dengan orang-orang Belanda serta bacaanya luas telah memperkuat pemikirannya tentang pendidikan untuk bangsanya. Ia prihatin melihat rakyat di bawah sistem kolonialisme. Yang paling menderita adalah perempuan. Dia berkali-kali mendengar cerita menyedihkan mengenai istri yang di madu dan perempuan yang dipaksa dengan orang yang tak dikenal, tanpa bisa berbuat apa-apa. Kartini yakin, hanyalah pendidikanlah yang dapat memberi jalan keluar dari semua penderitaan tersebut. Pola Ketergantungan Perempuan Pola ketergantungan perempuan dalam novel Perempuan Jogja terlihat dalam penggalan di bawah ini: ”Benar, apa yang pernah dikatakan Indri bahwa tidak adil kalau Danu kawin lagi. Rumanti pergi ke rumah orang tuanya. Mereka duduk di ruang tamu. Setelah Rumanti selesai berbicara, Pak Pak Prawiro termenung beberapa lama. Kemudian dirangkulnya Rumianti. Dielus kepala anak perempuannya itu dengan lembut. “Bapak sarankan kamu
jangan minta cerai. Perceraian bukan cara yang baik. Nduk, setelah cerai kamu mau apa? kamu jangan minta cerai, Nduk. “Bapakmu benar Rum. Apa yang kamu cari dengan minta cerai? Kamu harus tahu caranya membalas budi. Kamu harus ingat siapa Raden Mas Danudirjo. memang sudan menjadi istrinya, tetapi kamu harus selalu ingat dari mana kamu berasal. “Kamu masih ingat, bapakmu ini dulu hanya batur. Pembantunya Raden Mas Sudarsono, ramanya suamimu. Dan kamu harus ingat juga Rum, rumah ini, tanah ini, semua yang kita punya adalah pemberian mertuamu. Apa hanya karena suamimu kawin lagi kamu minta cerai dan semua kebaikan itu kita lupakan” (Munif, 2001:102103). Penggalan novel di atas sangat jelas mendeskripsikan bahwa keluarga Rumanti sangat berrgantung pada keluarga Raden Mas Sudarsono. Rumah, tanah, dan semuanya adalah pemberian keluarga Danu. Akhirnya Rumanti dengan hati yang sakit mengurungkan niatnya untuk bercerai. Jelas sekali Rumanti mengalami suatu tekanan yang luar biasa. Ia harus berkorban demi keluarganya. Dengan pola ketergantungan perempuan tersebut akan menghambat kemerdekaan perempuan dalam mengambil keputusan dalam ramah tangganya. Ketergantungan itulah yang mematikan perjalanan pemikiran perempuan. Pola ketergantungan di atas mengandung arti bahwa terbentuklah lapisan atas-bawah
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12 .
7
(kelas). Lapisan atas-bawah di atas adalah majikan dan buruh. Majikan adalah gambaran dari keluarga Danu sedangkan lapisan buruh adalah gambaran keluarga Rumanti. Lapisan itu menempatkan Danu sebagai pengatur dan penentu nasib lapisan bawah (istrinya). Akibatnya, lapisan bawah tergantung pada lapisan di atasnya yang memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai kehendaknya.. Sikap dan Perilaku Perempuan Sikap Rumanti sebagai tokoh utama dalam novel Perempuan Jogja dapat digambarkan dalam kutipan berikut: “Makan sudah siap, Mas.” Aku sudah makan. Kalau kamu belum makan, makan saja “Tadi, Rum bikin kare ayam kesukaan Mas Danu.” Danu berpaling kepada Rum dan memandang istrinya dengan pandangan tidak suka. “Kamu dengar tidak, aku sudah makan!” Rum sangat kecewa. Beberapa hari Danu tidak makan di rumah dengan alasan sudah makan. rum tidak mempunyai keberanian menanyakan di mana dau makan (Munif, 2001:7). Penggalan novel tersebut memperlihatkan Rumanti tidak berani bertanya kepada suaminya. Sebagai istri ia terlalu patuh kepada Danu suaminya. Posisi Rumanti sebagai perempuan hanyalah sebagai abdi yang harus melakukan apa saja yang dikehendaki suami. Itu jelas sekali jauh dari feminisme. Paham patriakhi
menjeratnya sehingga ia mengalami konflik batin yang berat. Secara psikhis, Rumant” mempunyai pertentangan hati nurani. Sebenarnya hati nuraninya ingin bertanya kepada suaminya di mana ia makan selama ini. Tapi dia terlalu takut untuk mengungkapkannya. Selain itu ada sikap Rumanti yang selalu menyalahan dirinya sendiri seperti kutipan di bawah ini: ”Rum merasa tidak pernah berubah dalam melayani suaminya. Tapi mengapa Danu sekarang begitu dingin? Dan setiap Danu memandang dirinya seperti ada kebosanan di mata lelaki itu. Rum mencba mencari kesalahan pada diri sendiri. Namun ia tdiak menemukan kesalah itu (Munif, 2001:7). Kutipan di atas menunjukkan bahwa sebagai perempuan Rum tidak menghargai dirinya sendiri. Ia tidak pernah melihat pengorbanan dirinya selama menjadi istri Danu. Ia mencari kesalahan pada dirinya mengapa Danu mempunyai sikap seperti itu pada dirinya. Nampaklah di sini bahwa sebenarnya perempuan itu mempunyai hati yang mulia. dia lebih mementingkan kesetiannya pada suaminya daripada kemerdekaan dirinya sekalipun. Itu dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini: Rumanti tersentak dari lamunan. Dengan cepat diangkat “Kamu masih ingat ceritaku tentang Norma?” Wajahnya memandang Danu. “Dan kamu masih ingat, apa saja yang pernah aku ceritakan tentang Norma. Rumanti kembali menunduk. Perempuan itu nyaris tidak berani mengangkat wajahnya. “Norma
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12 .
8
bercerai dengan suaminya dan kembali ke Indonesia. Rum. Seperti yang pernah aku katakan, sampai sekarang aku masih mencintai Norma, Karena aku tidak mau terus menerus membuat dosa, maka kami akan menikah. Rumanti semakintidak berani mengangkat wajahnya. Air matanya tidak lagi bisa dibendung. Rumanti menangis terisak. “Tapi percayalah aku tidak akan melupakan tanggung jawabku terhadap kamu dan anak-anak. Meskipun aku menikah lagi semua akan berlangsung seperti biasa”. Rumanti terus terisak. Ia memang tidak bisa berbuat apaapa selain menangis. Dipandangnya wajah Danu, tanpa mampu mengucapkan satu butir kata. “Rum, kalau kamu memang sungguhsungguh mencintaiku, mengalahlah sedikit biarkan aku menikahi Norma”. Tanpa memberikan kesempatan Rumanti berbicara Danu beranjak dari kursi dan meninggalkan Rumanti di ruang tengah menujui kamar kerjanya (Munif, 2001:101-102). Kutipan di atas menggambarkan setegar apa pun sikap Rumanti ia tetap menangis. Tetapi sebenarnya di dalam feminisme, kutipan novel di atas menginjak-injak harga diri perempuan. Rumanti digambarkan sebagai perempuan inferior yang hanya bekerja pada sektor domestik, sebagaimana gambar perempuan Jawa masa itu yaitu masak, macak, manak. Sebenarnya perempuan mempunyai kekuatan yang luar biasa
di balik kelemahannya tersebut. Apa yang dilakukan Rumanti adalah mengutamakan kesetiaannya daripada kemerdekaannya sendiri. Sosok Rumanti tidak sesuai dengan feminis. Karena dengan melepaskan kemerdekaannya ia adalah salah satu contoh korban paham patriakhi. Danu digambarkan sosok laki-laki yang berkuasa untuk menentukan kebahagiannya sendiri tanpa melihat perasaan istrinya. Padalah dalam teori feminisme dan kajian perempuan dapat membantu bagaimana menuntut persamaan hak. Hubungan vertikal akan selalu menciptakan ketergantungan yang akan membentuk manusia mapan dalam kedudukan masing-masing. Hubungan horisontal tidak pernah di dapatnya karena ada jurang pemisah antara Danu dan Rumanti. KESIMPULAN Pola ketergantungan dalam rumah tangga yang ditemukan dalam novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif adalah pola atas-bawah yang menguntungkan suami (posisi atas) dan merugikan istri (posisi bawah). Hal ini berkaitan dengan budaya patriakhi yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat, terutama masyarakat Jawa. Novel ini menggambarkan pola ketergantungan itu melalui tokoh Rumanti dan Danu. Danu sebagai keturunan bangsawan dan ia laki-laki menempati posisi yang lebih menguntungkan sedangkan Rumanti yang berasal dari keturunan orang kebanyakan dan ia perempuan menempati posisi yang lemah sehingga ia menjadi korban dari sistem atau pola tersebut. Sesungguhnya gambaran dalam novel ini merupakan cerminan
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12 .
9
kehidupan masyarakat yang sengaja diangkat oleh Achmad Munif untuk diskapi oleh pembaca. Apa dan bagaimana sikap pembaca tentu berpulang pada prinsip hidup masingmasing. Namun, dari sisi feminisme hal ini sangat bertentangan dengan isu kesetaraan gender yang mengedepankan harkat dan martabat manusia. Dengan membaca novel Perempuan Jogja ini membuka wacana bagi perempuan tentang bagaimana ia bersikap, sehingga perempuan dapat memperjuangkan kemerdekaannya. Paham patriakhi akan menyudutkan posisi perempuan untuk dapat berkarya. Bukan hanya berpendapat, perempuan juga berhak mengambil suatu keputusan dalam rumah tangganya. Tentunya tidak lepas dari kodratnya sebagai ibu, pendamping suami, pendidik anak-anaknya. Sudah waktunya perempuan menunjukkan kemampuan untuk mengangkat derajatnya dan menunjukkan kemampuannya dalam melaksanakan peran dalam hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Dengan demikian hubungan horisontal akan tercipta sehingga ada saling ketergantungan antara suami dan istri.
Perempuan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Echols. M, John. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia Leahy, Louis. 1993. Manusia, Sebuah Mistri Sintesa Filosofis tentang Makhluk.Jakarta: Lentera Departemen Pendidikan Nasional 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
SUMBER RUJUKAN Munif, Achmad. 2001. Perempuan Jogja. Jogjakarta: Navila Nunuk Muniarti, A. 2004. Gegar Gender Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama Budaya dan Keluarga. Magelang: Yayasan Indonesia Tera. Sumiarni, Endang. 2004. Jender dan Feminisme. Jogjakarta: Wonderful Publishing Company. Amal, Siti Hidayati. 1995. Beberapa Perspektif Feminis dalam Menganalisis Permasalahan Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12 .
10