PENOKOHAN NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER novel yang mulai menyentuh hati para p
Oleh Johana Pelmelay
Guru SMA Negeri 1 Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah
Abstrak: Karya sastra merupakan jembatan yang menghubungkan pikiran pengarang dengan pembaca. Sebuah novel yang hadir di tangan pembaca sebagai sebuah dunia baru merupakan perpaduan antara kreativitas dan imajinasi pengarang. Kreativitas dan imajinasi itu ditopang oleh unsur-unsur pembangun yang menyatu sehingga menjadi fondasi dan tiang dari karya sastra (novel) tersebut. Untuk menggerakkan tema atau permasalahan sebuah novel, pengarang harus memilih tokoh-tokoh yang dapat menjalankan ide atau gagasannya. Pemilihan tokoh dan watak dalam sebuah novel merupakan harus tepat agar tema yang diusung pengarang dapat dicerna oleh pembaca sebagai penikmat karya sastra. Melalui kajian struktural yang berfokus pada unsur penokohan ditemukan bahwa novel Bumi Manusia (BM) mengedepankan tokoh protagonis dan antagonis yang mempertahankan idealisme masing-masing. Perbedaan watak inilah yang menimbulkan berbagai ketegangan dan konflik dalam cerita. Kata-kata kunci: Novel, Intrinsik, Tokoh, Watak.
Unsur
PENDAHULUAN Saat ini perkembangan sastra sangat maju dengan pesat. Banyak
pembaca dan pecinta novel di tanah air. Hal ini disebabkan oleh semakin beragamnya jenis novel yang tersusun dengan berbagai macam tema. Dalam arti luas novel adalah cerita berbentuk prosa. Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, setting cerita yang beragam pula. Namun, ukuran luas di sini juga tidak mutlak demikian. Mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja, misalnya tema sedangkan karakter, setting dan lain-lain hanya satu. Novel ditulis dan diterbitkan agar dibaca sebab novel adalah salah satu bentuk ungkapan atau ekspresi sastra untuk dikomunikasikan kepada orang lain. Novel merupakan salah satu bentuk refleksi dari kesadaran mental pengarang terhadap nilai yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat karena novel tidak pernah lepas dari sistem sosial budaya yang melingkupinya. Dengan demikian suatu fenomena sosial dapat menjadi salah satu unsur sebuah novel. Setiap novel sebagai cipta sastra pada umumnya mempunyai kandungan amanat tertentu. Artinya pengarang berusaha mengaktifkan pembaca untuk menerima gagasan-gagasannya tentang berbagai segi kehidupan.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
1
Sebuah novel yang baik adalah novel yang memiliki unsur-unsur pembangun yang baik pula. Dalam sebuah karya sastra (novel) harus mempunyai unsur-unsur yang saling terkait dalam membangun karya sastra tersebut. Karena kepaduan antar berbagai unsur (khususnya unsur intrinsik) membuat sebuah novel itu berwujud dan siap dinikmati (dibaca). Unsur yang dimaksud yakni tema, alur/plot, tokoh/penokohan, latar/setting, sudut pandang, dan gaya bahasa. Dalam tulisan ini yang menjadi sorotan utama adalah unsur penokohan. Pramoedya Ananta Toer adalah salah seorang prosais besar. Masalahmasalah yang dikupasnya adalah masalah-masalah dasar manusia seperti kecintaannya pada keluarga dan bangsa, kebenciannya pada kebatilan dan ketidakadilan. Semasa hidup, sastrawan kelahiran Blora tahun 1925 ini memang tidak lepas dari terali penjara. Tahun 1965 hingga 1979, ia ditahan rezim Orde Baru dengan berpindah-pindah tempat, mulai dari penjara Jakarta, Tangerang, Nusakambangan, Semarang, Pulau Buru, dan Magelang. Nama Pram dihapus dari sejarah sastra nasional. Lain sikap pemerintah, lain juga sikap pembacanya. Bukunya tetap dibaca secara sembunyi-sembunyi dan menjadi buku yang wajib dibaca oleh para aktivis mahasiswa. Namanya dijadikan ikon perlawanan bagi mereka yang tertindas dan tak puas dengan keadaan negeri ini. Setelah era reformasi bergulir dan karya-karyanya diterbitkan ulang, nama Pramoedya Ananta Toer semakin dikenal. Novel Bumi Manusia melukiskan sebuah zaman yang hilang. Sebuah zaman yang dihuni oleh bapak-bapak
bangsa yang meletakkan dasar-dasar perjuangan besar melawan kolonialisme dan penindasan manusia yang kelak akan membakar rumah penjajah yang kotor. Hal tersebut mendorong penulis untuk mengkaji unsur penokohan novel Bumi Manusia (BM) karya Pramoedya Ananta Toer. KAJIAN TEORI Kata novel berasal dari kata latin novellus yang diturunkan pula dari kata novelis yang berarti “baru”. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis karya sastra lainnya seperti puisi, drama dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian (Tarigan, 1991:164). Novel adalah suatu bentuk prosa yang panjang yang menyuguhkan rangkaian cerita seorang tokoh dengan tokoh-tokoh lainnya dengan menonjolkan watak dan sifat dari masing-masing tokoh (Salim, 1991:1042). Sebuah karya fiksi yang jadi, merupakan sebuah bangunan cerita yang menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang. Sebuah novel merupakan sebuah totalitas. Sebagai sebuah totalitas novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Unsur intrinsik adalah unsurunsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra dan unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsurunsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita dari dalam karya sastra tersebut. Unsur yang dimaksud misalnya tema, alur/plot,
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
2
tokoh/penokohan, latar/setting, sudut pandang, dan gaya bahasa. Tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2005:165). Dengan demikian seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dalam penerimaan pembaca. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 2005:165). Penokohan dan karakterisasi-karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak dalam sebuah cerita. 1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang kehadirannya di dalam sebuah cerita tidak terlalu sering atau hanya sebagai tambahan saja. Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokohtokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik. 2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis.
Tokoh Protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2005:178). Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik. Sebuah fiksi harus mengandung konflik ketegangan, khususnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Konflik yang dialami oleh tokoh protagonis tidak hanya yang disebabkan oleh tokoh antagonis seorang (beberapa orang) individu yang dapat ditunjuk secara jelas. Ia dapat disebabkan oleh hal-hal lain yang diluar individualitas seseorang. 3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat Tokoh Sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki suatu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu, watak yang telah pasti itulah yang mendapat penekanan dan terus-menerus terlihat dalam fiksi. Tokoh Bulat adalah tokoh kompleks, berbeda dengan tokoh sederhana serta tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. METODE PENELITIAN Tipe Penelitian ini adalah Penelitian sastra. Penelitian sastra memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia, di samping juga berpengaruh positif
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
3
terhadap pembinaan dan pengembangan sastra itu sendiri (Tuloli dalam Suwardi Endraswara, 2008:10). Tujuan penelitian sastra adalah memahami makna karya sastra sedalam-dalamnya (Pradopo dalam Suwardi Endraswara, 2008:10). Metode penelitian sastra adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra sebagai subyek kajian. Penelitian sastra diharapkan mampu mengungkapkan fenomena di balik objek sastra sebagai ungkapan hidup manusia. Ungkapan kehidupan yang diramu melalui imajinasi, ide, emosi, dan perangkat estetika tersebut yang menjadi sasaran peneliti sastra. Penelitian sastra akan berusaha menjelaskan kepada siapa saja tentang maksud yang ada di balik karya sastra. Penelitian sastra juga akan menjadi jembatan antara penulis, teks, dan pembaca. Penelitian sastra tidak semata-mata mengandalkan nalar, tetapi juga perlu penghayatan yang mendalam. Untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan deksriptif. Pendekatan deskriptif yakni mendeskripsikan sejumlah data yang diperoleh dari isi novel yang terurai dalam bentuk kata-kata. Ketekunan pembaca sangat dibutuhkan. Pembacaan novel dilakukan secara berulang-ulang agar penulis dapat mengerti dan memahami tokoh dan watak yang hendak dikaji sehingga dapat dianalisis dan dimaknai.
PEMBAHASAN Minke, tokoh utama dalam novel ini mempunyai peran yang paling penting dalam cerita, mendominasi seluruh bagian besar cerita. Minke adalah tokoh yang selalu muncul dalam
setiap bagian cerita di dalam novel ini dan selalu menjadi perbincangan tokoh lain. Ia juga dikategorikan sebagai tokoh protagonis. “Aku lebih mempercayai ilmu pengetahuan, akal. Setidaktidaknya padanya ada kepastian-kepastian yang bisa dipegang (BM, 2005:16). Dan aku ini, siswa H.B.S. haruskah merangkak di hadapannya dan mengangkat sembah pada setiap titik kalimatku sendiri untuk orang yang sama sekali tidak kukenal?... apa guna belajar ilmu dan pengetahuan Eropa, bergaul dengan orangorang Eropa, kalau akhirnya toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil yang barangkali butahuruf pula?... tak pernah aku memaksa orang lain berbuat semacam itu terhadapku. Mengapa harus aku lakukan untuk orang lain? Sambar geledek” (BM, 2005:179-180). Minke adalah seorang anak pribumi yang bardarah priyayi semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaan-nya menuju manusia bebas dan merdeka. Di sisi lain ia sangat mengagumi Eropa yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban. Dari awal cerita hingga cerita berakhir juga pada bagian kesatu cerita sampai bagian seterunya, tokoh Minke selalu muncul dan selalu menjadi perbincangan tokoh lain. Karena itulah Minke disebut tokoh utama dalam cerita novel ini.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
4
Annelies Mellema, juga adalah tokoh utama karena mempunyai peran penting dalam cerita, mendominasi sebagian besar cerita juga selalu muncul dalam setiap bagian cerita dan selalu menjadi perbincangan tokoh lain. Ia adalah utama yang protagonis. “Di depan kami berdiri seorang gadis berkulit putih, halus, berwajah Eropa, berambut dan bermata Pribumi. Dan mata itu, mata berkilauan itu seperti sepasang kejora; dan bibirnya tersenyum meruntuhkan iman…” (BM, 2005:26). “Waktu dokar yang kutumpangi telah hilang ditelan kegelapan subuh Annelies menangis memeluk mama. (tak tahulah aku mengapa ia begitu penangis dan manja seperti bocah)…” (BM, 2005:233). Annelies Mellema adalah anak dari Nyai Ontosoroh dengan Tuan Herman Mellema. Pengarang mendeskripsikan betapa cantiknya Annelies secara fisik dan sangat mengagumkan. Pengarang juga menggambarkan bagaimana watak seorang Annelies yang kabocahbocahan serta masih bergantung kepada orang lain tetapi ia pandai mengatur para pekerja. Seperti halnya Minke, tokoh Annelies Mellema juga menjadi tokoh utama dalam cerita novel ini. Dikatakan demikian karena dari awal cerita hingga cerita berakhir, dari bagian kesatu cerita hingga bagian selanjutnya tokoh Annelies Mellema selalu muncul menyertai tokoh Minke dan selalu menjadi perbincaan tokoh lain. Karena itulah Annelies Mellema
disebut tokoh utama yang terdapat dalam cerita novel ini. Nyai Ontosoroh, tokoh tambahan tetapi selalu muncul dalam setiap bagian cerita dan selalu menjadi perbincangan tokoh lain juga selalu menyertai tokoh utama yakni Minke dan Annelies Mellema. “Maka malam itu aku sulit dapat tidur. Pikiranku bekerja keras memahami wanita luar biasa ini. Orang luar sebagian memandangnya dengan mata sebelah karena ia hanya seorang Nyai, gundik. Atau orang menghormati hanya karena kekayaannya. Aku melihatnya dari segi lain lagi: dari segala apa yang ia mampu kerjakan, dari segala apa yang ia bicarakan…” (BM, 2005:105). “Di mana lagi bisa ditemukan wanita semacam dia? Apa sekolahnya dia dulu? Dan mengapa hanya seorang Nyai, seorang gundik? Siapa pula yang telah mendidiknya jadi begitu bebas seperti wanita Eropa?....” (BM, 2005:34). “Dan di dekatku kini ada wanita lebih tua. Dia tidak menulis, tapi ahli mencekam orang dalam genggamannya. Dia mengurus perusahaan besar secara Eropa! Dia menghadapi sulungnya sendiri, menguasai tuannya, Herman Mellema, bangunkan bungsunya untuk jadi calon administratur, Annelies Mellemadara cantik idaman semua pria…” (BM, 2005:106). Nyai Ontosoroh adalah wanita pribumi yang diperistri oleh seorang
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
5
Belanda. Nyai Ontosoroh digambarkan sebagai wanita dusun yang karena dendam telah terpojok bangkit untuk melawan ketidakadilan dan muncul sebagai wanita yang kuat dan cerdas. Dandanannya yang rapi, wajahnya yang jernih, senyumnya yang keibuan, berkulit langsat, dan riasnya yang terlalu sederhana. Berhasil menguasai perusahaan yang begitu besar, mampu mengurusi kepentingan dirinya, keluarga dan perusahan dengan tangannya sendiri, mengambil keputusan untuk tetap dipanggil dengan sebutan Nyai bukan mevrouw, tidak bergantung kepada suaminya, berani menghadapi kekuasaan Eropa, dan pengendali seluruh perusahaan. Selama bertahun-tahun ditinggalkan begitu saja oleh Tuannya, tetapi ia tetap berusaha melakukan semuanya sendiri. Herman Mellema, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian kecil cerita tetapi meninggalkan kesan yang mendalam. Tokoh antagonis, penentang tokoh utama yang menimbulkan konflik. “Sesosok tubuh seorang lelaki Eropa tergeletak di pojok ruang makan. Badannya panjang dan besar, gemuk, dan gendut. Rambutnya yang pirang terlah bersulam uban dan agak botak…, Tuan! Bisik darsam, Tuan Mellema…” (BM, 2005:401). “Pada waktu iu, dapat kusaksikan betapa Nyai telah patah arang dengan Tuannya. Menjamah pun ia tak sudi,
biarpun mayat itu adalah ayah anak-anaknya sendiri. Betapa dia tak dapat memaafkan. Dimulai dengan baik Tuan muda, ditutup dengan menjijikan. Gerutu darsam. Yang diburu luput, yang didapat keparat…” (BM, 2005:405). Herman Mellema adalah seorang Belanda, suami dari Nyai Ontosoroh. Herman Mellema yang digambarkan pengarang adalah seorang Tuan Administratur, tinggi, besar, gendut, terlalu gendut, alisnya tebal, tidak begitu putih, dan wajahnya beku seperti batu kapur, tuan besar kuasa pemilik Boerderij Buitenzorg (Perusahaan Pertanian). Ia telah meninggalkan istri sahnya Mevrouw Amelia Mellema-Hammers dan anak kandungnya yang bernama Ir.Maurits Mlellema serta meninggalkan begitu saja gundiknya (istri tidak sah), Nyai Ontosoroh dan dua orang anaknya dari hasil pergundikannya tersebut. Robert Mellema, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia juga adalalah tokoh antagonis penentang tokoh utama yang menimbulkan konflik. “Pemuda itu tidak menyambut aku. Pemuda Pribumi liriknya tajam menusuk…” (BM, 2005:26). “Apa sebab kau membenci Minke? Karena ia lebih baik dan lebih terpelajar daripadamu?” “Tak ada urusan dengan Minke. Dia hanya Pribumi.” “Justru Pribumi kau membencinya.” “Lantas, apa guna darah Eropa?
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
6
tantang Robert…” 2005:236).
(BM,
Robert Mellema adalah Anak dari Nyai Ontosoroh dengan Herman Mellema. Robert Mellema digambarkan pengarang adalah seorang pemuda Indo, berwajah Eropa, berkulit Pribumi, jangkung, tegap, dan kukuh. Ia sangat mengagungkan Hindia Belanda dan memandang rendah Pribumi. Ia sangat membenci Minke karena ia menganggap Minke hanya seorang Pribumi. Ia cemburu karena Nyai Ontosoroh lebih sayang pada Minke daripada dirinya sebagai anaknya dan ia juga tidak suka ada lelaki selain ia di rumahnya. Ir. Maurits Mellema, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian cerita tetapi meninggalkan kesan yang mendalam bagi Nyai Ontosoroh karena ia telah menghancurkan segalanya. Ia adalah tokoh antagonis yang menentang tokoh utama dan menimbulkan konflik. “Dalam rombongan ahli itu terdapat seorang insinyur muda. Mula-mula aku baca namanya dalam koran: Insinyur Maurits Mellema. Sedikit dari sejarah hidupnya diperkenalkan. Dia seorang insinyur yang kerashati. Dalam kariernya yang masih pendek ia telah menunjukkan prestasi besar, katanya…” (BM, 2005:140). Ir. Maurits Mellema adalah anak kandung dari Herman Mellema dengan istri sahnya Amelia Mellema-Hammers. Ia sangat keras hati, dan sangat mendendam ayahnya karena ayahnya
telah menelantarkannya beserta ibu kandungnya selama bertahun-tahun. Setelah bertahun-tahun hidup menjadi yatim, akhirnya ia datang dan membuat malapetaka dalam kehidupan Nyai Ontosoroh dan membuat Nyai Ontosoroh menjadi menderita kehilangan semuanya dan kehilangan anak kesayangannya. Robert Suurhof, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia adalah tokoh antagonis yang menentang tokoh utama dan menimbulkan konflik. “Dia temanku sekolah di H.B.S., jalan H.B.S., Surabaya. Ia lebih tinggi daripadaku. Dalam tubuhnya mengalir darah Pribumi. Entah berapa tetes atau gumpal…” (BM, 2005:17). “Aku akan hormati kau lebih daripada guruku sendiri. Kalau kau kalah, awas, untuk seumur hidup kau akan jadi tertawaanku. Ingat-ingat itu, Minke” (BM, 2005:22-23). Robert Suurhof adalah teman dari Minke dan Robert Mellema. Robert Suurhof digambarkan sebagai pria berperawakan tinggi dan tegar.. Robert Suurhoflah yang mengajak Minke untuk bertemu dengan Annelies Mellema, gadis cantik yang didambanya itu. Robert Suurhof seakan-akan memberikan tantangan untuk Minke karena ia sangat membenci Minke. Meskipun ia teman sekolahnya tetapi Robert Suurhof tetap membenci Minke dan cemburu karena Minke telah
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
7
berhasil merebut hati Annelies dara cantik impian semua pria itu. Juffrouw Magda Peters, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia adalah tokoh protagonis, sejalan dengan tokoh utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik. “Selamat siang, para siswa H.B.S. Surabaya. Namaku Magda Peters, guru baru kalian untuk Bahasa dan Sastra Belanda. Acungkan tangan barang siapa tidak suka pada sastra.” “Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai. Lukisan adalah sastra dalam warna-warni. Sastra adalah lukisan dalam bahasa. Siapa tidak mengerti mengacung.” “Juffrouw Magda Peters, guru Bahasa dan Sastra Belanda . ia masih tetap tidak bersuami. Pada seluruh kulitnya tidak tertutup kelihatan totol-totol coklat. Matanya yang coklat bening selalu kelap-kelip. Pada mula mengenal permunculannya ia dapat menimbulkan tawa. Ia mengesankan diri seakan seekor monyet putih betina yang bertampang kagetan. Tapi begitu mendengar pelajarannya yang pertama semua jadi terdiam. Kesan monyet putih betina hilang. Totol kulitnya lenyap. Perasaan hormat
menggantikan…” 2005:312-313).
(BM,
Juffrouw Magda Peters adalah seorang penganut aliran Liberal di Hindia Belanda. Ia juga adalah guru Bahasa dan Sastra Belanda, Minke. Ia kelahiran Nederland. Ia tahu bahwa setiap orang Belanda membaca dan mencintai karya sastra Belanda. Mereka yang tidak mau belajar mencintai dan menghormati karya sastra tersebut dianggap sebagai Belanda yang kurang adab. Apabila ia sedang memberi pelajaran, suasana kelas menjadi sunyi-senyap. Ia adalah guru kesayangan Minke. Babah Ah Tjong, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia merupakan tokoh antagonis yang menimbulkan konflik. “Sebuah rumah bergaya Tiongkok berpelataran luas dan terpelihara rapi dengan pagar hidup. Pintu dan jendela di depan tertutup, dan siapa tidak tahu rumah siapa dan ada apa itu? Rumahplesiran, suhian, Babah Ah Tjong punya… (BM, 2005:24). Babah Ah Tjong adalah orang Tionghoa yang mempunyai rumah plesiran. Babah Ah Tjonglah yang telah mempengaruhi Herman Mellema dan anaknya, Robert Mellema untuk datang ke rumah plesiran tersebut. Babah Ah Tjong juga yang membuat Herman Mellema dan Robert Mellema dibenci oleh Nyai Ontosoroh. Pada saat itulah kemarahan Nyai Ontosoroh mulai memuncak.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
8
Darsam, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia merupakan tokoh protagonis yang sejalan dengan tokoh utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik.
baru yang lagi naik semangat. “Kau sudah jadi linglung mengurusi Nyai orang lain. Lupa pada orangtua, lupa pada kewajiban sebagai anak. Barangkali kau memang sudah ingin beristri…” (BM, 2005:186).
“Seorang lelaki Madura datang. Ia tak dapat dikatakan muda, tinggi lebih kurang satu meter enampuluh, umur mendekati empatpuluh, berbaju dan bercelana serba hitam, juga destar pada kepalanya. Sebilah parang pendek terselit pada pinggang. Kumisnya bapang, hitam kelam dan tebal… (Toer, 2005:68). “Darsam ini, Tuanmuda, hanya setia pada Nyai. Apa yang disayangi Nyai, disayangi Darsam. Apa yang diperintahkan, Darsam lakukan. Tak peduli macam apa perintah itu. Nyai sudah perintahkan Darsam menjaga keselamatan Tuanmuda aku kerjakan. Keselamatan Tuanmuda jadi pekerjaanku. Tidak perlu percaya, Tuanmuda hanya ikuti saja nasihatku…” (BM, 2005:226).
Ayah Minke adalah seorang ayah yang keras, pemarah, dan sangat menjunjung tinggi adat istiadat Jawa. Ia sangat membenci anaknya, Minke untuk berhubungan dengan anak seorang Nyai yang hanya seorang gundik yang pada saat itu dipandang rendah oleh masyarakat dan undangundang. Bunda Minke, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Tokoh protagonis, sejalan dengan tokoh utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik.
Darsam adalah seorang pendekar Madura yang sangat patuh kepada majikannya. Orang kepercayaan Nyai Ontosoroh. Meski wajahnya menakutkan, tetapi ia baik hati dan dapat dipercaya. Nyai Ontosoroh memberikan kepercayaan kepadanya untuk menjaga Annelies dan Minke. Ayah Minke, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian kecil cerita. “Dengar, kau, anak mursal!” perintahnya sebagai pembesar
“Jadi kau pulang juga akhirnya, Gus. Syukur kau selamat begini.” diangkatnya daguku, dipandanginya wajahku, seperti aku seorang bocah empat tahun dan suaranya yang lunak menyayang, membikin aku jadi terharu. Mataku sebak berkacakaca. Inilah bundaku yang dulu juga bundaku sendiri (BM, 2005:188). “Kau sudah jantan. Kumismu sudah mulai melembayang. Kata orang kau sedang menyenangi seorang Nyai kaya dan cantik,” dan sebelum sempat membantah ia telah meneruskan. “Terserah padamu kalau memang kau suka dan dia suka. Kau sudah besar. Tentu kau berani memikul akibat dan tanggungjawabnya, tidak lari seperti kriminil.” Ia
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
9
menghela nafas dan membelai pipiku seperti bayi (BM, 2005:190).
Herbert De La Croix, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian cerita.
Bunda Minke adalah seorang ibu yang bijaksana dan sangat menyayangi anaknya. Ia tetap memberikan kebebasan kepada anaknya untuk menentukan sesuatu mana yang benar dan mana yang tidak benar. Ia tidak pernah melarang anaknya untuk melakukan sesuatu, selagi itu benar ia tetap merestui keinginan anaknya tesebut. Jean Marais, tokoh tambahan muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Tokohini adalah tokoh protagonis, sejalan dengan tokoh utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik.
“Minke, kalau kau bersikap begitu terus, artinya mengambil sikap Eropa, tidak kebudakbudakan seperti orang Jawa seumumnya, mungkin kelak kau bisa jadi orang penting. Kau bisa jadi pemuka, perintis, contoh bangsamu. Meskinya kau sebagai terpelajar, sudah tahu: bangsamu sudah begitu rendah dan hina. Orang Eropa tak bisa berbuat apa-apa untuk membantunya. Pribumi sendiri yang harus memulai sendiri” (BM, 2005:219-220).
“Jean Marais, pelukis, perancang perabot rumahtangga, bangsa Prancis, sahabatku, tak berbahasa Belanda” (BM, 2005:387). “Alleluya, Minke, apa kabar hari ini?” tegurnya dalam Prancis yang memaksa aku menggunakan bahasanya. “Ada, Jean, ada pekerjaan untukmu. Satu perangkat perabot kamar.” Aku berikan padanya gambar sebagaimana dikehendaki pemesan (BM, 2005:19).
Herbert De La Croix adalah Tuan Asisten Residen B. Ia seorang Belanda yang sangat menaruh perhatian kepada Pribumi. Ia mempunyai dua orang anak yakni Sarah De La Croix dan Miriam De La Croix. Mereka berdua adalah sahabat Minke yang selalu memberi semangat kepada Minke dalam menghadapi semua cobaan. Sastrotomo, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian kecil cerita. Ia adalah tokoh antagonis, yang menentang tokoh utama dan menimbulkan konflik.
Jean Marais adalah seorang pelukis, perancang perabot rumah tangga berkaki satu. Ia kehilangan kakinya satu karena peperangan sewaktu masih jadi tentara. Jean Marais adalah bangsa Prancis, tidak berbahasa Belanda, sahabat dekat Minke.
“Ini anak sahaya, Tuan Besar Kuasa,” kata ayahku dalam melayu. “Sudah waktunya punya menantu,” sambar tamu itu. Suaranya besar, berat, dan dalam seperti keluar dari seluruh dada. Tak ada orang Jawa bersuara begitu. “Masukkan semua barang milik dan
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
10
pakaianmu ke dalam kopor ibumu. Kau sendiri berpakaian baik-baik, yang rapih, yang menarik.” Diatas kendaraan ayah bilang, suaranya terang tanpa keraguan: “Tengok rumahmu itu, Ikem. Mulai hari ini itu bukan rumahmu lagi.” Jadi benar aku diserahkan pada raksasa putih berkulit biawak ini. Aku harus tabah, kubisikkan pada diri sendiri. Takkan ada yang menolong kau! Semua setan dan iblis sudah mengepung aku (BM, 2005:120122). Sastrotomo adalah ayah dari Sanikem alias Nyai Ontosoroh yang ambisius menjual anaknya kepada seorang Belanda kaya demi mendapatkan jabatan sebagai juru bayar kassier pemegang kas pabrik gula Tulangan. Dokter Martinet, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia adalah tokoh protagonis yang sejalan dengan tokoh utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik. ”Dokter Martinet datang memeriksa sebentar kemudian merawatnya. Ia berumur empatpuluhan , sopan, tenang, dan ramah. Ia berpakaian serba putih kecuali topinya yang dari laken kelabu. Matanya yang sebelah kanan menggunakan kaca monokel yang terikat pada rantai mas pada lubang kancing baju sebelah atas. “Nanti sore aku akan datang lagi, Nyai. Beri dia sarapan lunak sebelum tidur…” (BM, 2005:239).
Dokter Martinet adalah dokter pribadi keluarga Nyai Ontosoroh. Ia baikhati, sopan, dan mampu memberikan benih kekuatan baru bagi Annelies dan Minke. Ia yang merawat Annelies selama Annelies sakit. Mevrouw Telingga, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian cerita. Ia teramasuk tokoh protagonis yang sejalan dengan tokoh utama tidak menentang dan tidak menimbulkan konflik. “Mevrouw Telingga telah beberapa kali mengompres kepalaku dengan cuka-bawang merah. Seluruh kamar berbau cuka dan perempuan baikhati itu menarik mejamakan dan mendekatkan pada tempat tidurku, kemudian meletakkan susu coklat serta kue di atasnya. “Tuanmuda mau makan apa hari ini?” “Mevrouw ada uang belanja?” “Kalau tak ada toh minta pada Tuanmuda?” “Jadi makan apa Tuanmuda hari ini?” “Sup makaroni, Mevrouw…” (BM, 2005:268--269). Mevrouw Telingga digambarkan pengarang adalah wanita mandul, seorang Indo Eropa, yang lebih Pribumi daripada Eropa, tak ada sisa-sisa kecantikan, gemuk seperti bantal. Ia tak pernah menginjakkan kaki di halaman sekolah dan butahuruf. Anak angkatnya seekor anjing gladak jantan, pandai mencuri ikan di pasar. Ia juga baikhati, ibu yang menjaga pemondokan tempat Minke tinggal. Si Gendut, tokoh tambahan yang muncul beberapa kali dari sebagian kecil cerita.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
11
“Hei-hei, mengapa si Gendut agak sipit itu mengawasi aku saja? Ia berpakaian drill coklat, baik kemeja mau pun celana panjangnya. Juga sepatu coklat sepatu sebagaimana layaknya di gerbong klas satu. Topinya dari laken dengan pita sutra, tak juga lepas dari kepala. Kadang diturunkan sampai menutup kening untuk mendapatkan kebebasan menebarkan pandang ke mana saja ia suka. Kulitnya langsat cerah, mukanya kemerahan. Dalam gerbong mau pun sekarang antara sebentar ia menyeka leher dengan setangan biru. Begitu kami lewati ia bergerak, seakan sengaja hendak membuntuti (BM, 2005:221). Si Gendut adalah orang jahat yang sekongkol dengan Robert Mellema untuk membunuh Minke. Ia telah membuntuti setiap langkah Minke. Ia orang yang misterius bagi Minke. Dari wataknya ia dikategorikan sebagai tokoh antagonis.
Croix, Sastrotomo, Dokter Martinet, Mevrouw Telingga dan Si Gendut. Tokoh-tokoh tersebut dengan wataknya yang berbeda-beda dengan teguh mempertahankan idealisme masingmasing sehingga menimbulkan berbagai konflik dan ketegangan yang menjadikan cerita dalam novel sangat menarik. SUMBER RUJUKAN Toer, Ananta Pramoedya. 2005. Bumi Manusia. Jakarta: Lentera Dipantara Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo. http://pawonsastra.blogspot.com/2008/ 04/biografisingkat-pramoedyaanantatoer.html Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Salim Peter, Yeni Peter. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press Tarigan, Henry Guntur. 1991. PrinsipPrinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa
KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam cerita novel ini adalah Minke dan Annelies Mellema. Sedangkan tokoh tambahannya adalah Nyai Ontosoroh, Herman Mellema, Robert Mellema, Ir.Maurits Mellema, Robert Suurhof, Juffrouw Magda Peters, Babah Ah Tjong, Darsam, Ayah Minke, Bunda Minke, Jean Marais, Herbert De La Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10 .
12