ABSTRAK PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK MEMINIMALKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN ( Studi Kasus Pada PT X, Surabaya)
Oleh : Riza Rizky Fitri (105020307111012) Dosen Pembimbing : Jimmy Andrianus, SE.,MM.,Ak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan perencanaan pajak terkait PPh Pasal 21 Karyawan dapat meminimalisi pajak penghasilan yang dibayar PT. “X”. Data yang diperlukan diperoleh dari sumber intern perusahaan berupa data laba - rugi perusahaan dan data gaji karyawan tetap. Analisisnya dilakukan dengan membandingkan antara penghitungan PPh Pasal 21 murni dengan perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan metode gross up, untuk mengetahui terjadinya penghematan atas pembayaran pajak penghasilan yang dibayar perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan dengan penerapan metode gross up terdapat kenaikan PPh pasal 21 menjadi sebesar Rp 57.856.906,-, namun karena perusahaan memberikan dalam bentuk tunjangan pajak maka laba bersih yang diterima akan menurun. Oleh karena itu terdapat penghematan pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan sebesar Rp 61.706.417,-.
Kata Kunci: Perencanaan Pajak, Penghematan Pajak, Pajak Penghasilan Badan, Pajak Penghasilan Pasal 21
IMPLEMENTATION TAX PLANNING OF TAX 21 AS EFFORTS TO MINIMIZE INCOME TAX (CASE STUDY ON PT X, SURABAYA)
By : Riza Rizky Fitri (105020307111012) Advisor Lecture : Jimmy Andrianus, SE.,MM.,Ak.
The objective of this research is to describe how the application of tax planning related to tax 21 to minimize payments of income tax at PT “X”. Data obtained from internal sourches such as income statement and salaries of permanent employees. In this research, author compared in between the real tax 21 and tax 21 with gross up method, to determine the savings of income tax at PT “X”. The result of this research show that with the gross up method tax 21 will be rise to Rp 57.856.906,-, but due to corporate giving as a tax allowances the net income will decrease. The impact of this tax planning can save income tax of PT “X” to Rp 61.706.417,-.
Keywords : Tax Planning, Tax Savings, Income Tax.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pajak merupakan salah satu pendapatan utama Negara yang menjadi sumber pendanaan bagi sebagian besar kegiatan yang dilaksanakan oleh Negara Indonesia. Hal ini mengakibatkan pemerintah selalu berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak setiap tahunnya. Meskipun Indonesia tidak hanya menerima pendapatan dari pajak saja namun juga penerimaan bukan pajak, yang antara lain, penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam (migas), pelayanan oleh pemerintah, serta pengelolaan kekayaan Negara lainnya, namun pendapatan ini bersifat tidak stabil karena dipengaruhi oleh banyaknya faktor eksternal. Oleh karenanya, Negara Indonesia sangat bergantung dengan penerimaan dari sektor pajak untuk menjalankan berbagai proyek pembangunan setiap tahunnya. Perencanaan pajak (tax planning) adalah langkah awal dari manajemen pajak yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen strategic perusahaan secara keseluruhan. Sebab itu tidak salah jika perencanaan pajak turut menentukan berhasil tidaknya manajemen strategic yang dibuat oleh perusahaan. Perencanaan pajak perlu dilakukan agar wajib pajak dapat membayar pajaknya secara efektif dan efisien. Dalam menjalankan kegiatan usaha, perusahaan membutuhkan para karyawan dimana karyawan tersebut akan memperoleh imbalan dalam bentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya. Imbalan tersebut merupakan hasil dari hubungan kerja antara pemberi kerja dan karyawan. Hubungan antara kedua belah pihak akan menimbulkan kewajiban pajak yaitu Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21/26
untuk karyawan dan PPh pasal 25/29 untuk pemberi kerja. Dari hubungan tersebut kita dapat menemukan suatu peluang yang dapat dilakukan dalam rangka penghematan Pajak Penghasilan Badan maupun perorangan, yaitu dengan perencanaan pajak pada biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan, salah satunya adalah mengenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas pendapatan yang diterima oleh karyawan. Penulis berharap dengan diadakannya penelitian ini, dapat memberi masukan bagi perusahaan dalam mengimplementasikan tax planning guna meminimalkan pajak. Sehingga kedepannya, perusahaan dapat mengurangi jumlah PPh badan yang harus dibayarkan kepada Negara. Berdasarkan pemikiran diatas, maka penulis akan melakukan penelitian yang berjudul
“Penerapan
Perencanaan
Pajak
Penghasilan
Pasal
21
Untuk
Meminimalkan Pajak Penghasilan Badan (Studi Kasus Pada PT. X, Surabaya)”.
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk menjelaskan bahwa perencanaan pajak yang baik dapat dijadikan suatu upaya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan pada perusahaan secara efektif dan efisien berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku.
2.
Mengetahui upaya penghematan pajak yang dilakukan PT X, Surabaya melalui Perencanaan Pajak.
3.
Mengetahui upaya perencanaan pajak melalui 4 (empat) metode terhadap Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima karyawan PT X, Surabaya.
4.
Mengetahui dampak dilaksanakannya Perencanaan pajak bagi PT X, Surabaya.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Pajak Definisi Pajak dalam Undang – Undang no. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah : “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Selain itu Soemitro (1979 : 23) menyatakan bahwa : “Pajak adalah iuran pajak kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat disahkan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” Pajak Penghasilan Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan ke empat dari Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Pajak
penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan, baik penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau perorangan maupun badan yang berada di dalam negeri dan / atau di luar negeri, yang dapat digunakan untuk menambah kekayaan dan terhutang selama tahun pajak. Di dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa yang menjadi Subjek Pajak meliputi : 1. Orang Pribadi Orang Pribadi aalah mereka yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Orang pribadi yang dapat menjadi subjek pajak PPh Indonesia berlaku sama untuk semua orang. 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. 3. Badan 4. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Tarif Pajak Penghasilan Berdasarkan Undang – Undang nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan terdapat perbedaan penggunaan tarif bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. 1. Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) Didalam pasal 17 Undang–Undang nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan WPOP terdapat lima lapisan tarif yang progresif, yaitu :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000,-
5%
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-
15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-
25%
di atas Rp 500.000.000,-
30%
2. Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Berdasarkan pasal 17 Undang – Undang nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar 28%. Selanjutnya, pada tahun 2010 berlaku tarif baru yaitu sebesar 25%. Dengan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00. Namun pada tahun 2013 ini, pemerintah mengeluarkan peraturan terbaru yaitu , Peraturan Pemerintah RI No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 46 Tahun 2013 Pasal 2 tersebut dinyatakan bahwa Wajib Pajak Pribadi dan Badan tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 dalam 1 (satu) tahun pajak akan dikenakan pajak final, yaitu sebesar 1%.
Perencanaan Pajak Zain (2008) mengungkapkan perencanaan pajak adalah tindakan penstrukturan yang
terkait
dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang
tekanannya
kepada
pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuan dari perencanaan pajak menurut Stoner adalah untuk mencapai sasaran perusahaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, dengan cara menggunakan tax planning secara lengkap, benar dan tepat waktu yang sesuai dengan Undang-undang Perpajakan, sehingga tidak terkena sanksi administrative (denda, bunga, kenaikan pajak) dan sanksi pidana. Selain dengan pemberian natura dan kenikmatan, perencanaan pajak dapat juga dilakukan melalui pemberian tunjangan pajak yang nantinya akan dikurangkan sebagai biaya sesuai prinsip dapat dipajaki (taxable), dapat dikurangkan (taxable). Dalam perhitungan PPh pasal 21 dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu : 1. Pajak Penghasilan pasal 21 ditanggung oleh pegawai. Pajak Penghasilan pasal 21 dipotongkan pada gaji (Take Home Pay) tetapi hambatan dalam penerapan ini adalah pada umumnya karyawan enggan apabila gaji bulanan dipotong perusahaan. 2. Pajak Penghasilan pasal 21 ditanggung oleh pemberi kerja. Dalam hal ini Pajak Penghasilan pasal 21 akan diperlakukan sebagai beban Pajak Penghasilan yang akan merugikan secara fiskal, karena menurut Undangundang Pajak Penghasilan pasal 9 ayat 1 huruh (h). Beban Pajak adalah beban perusahaan yang tidak dapat dikurangkan di dalam perhitungan penghasilan kena pajak perusahaan
3. Pajak Penghasilan pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak. Pemberian tunjangan pajak ini diharapkan dapat mengurangi jumlah Pajak Penghasilan pasal 25 ditanggung perusahaan dengan mengalihkan kepada Pajak Penghasilan pasal 21 yang akan dibayar oleh karyawan akan tetapi pemberian tunjangan pajak ini dapat meningkatkan jumlah gaji yang diterima oleh karyawan. 4. Pajak Penghasilan pasal 21 di Gross Up Metode Gross Up merupakan suatu konsep atau metode manajemen untuk efisiensi dalam menghitung Pajak Penghasilan pasal 21 yang dipotong oleh pemberi kerja, dimana dengan metode Gross Up akan dapat menentukan besarnya tunjangan pajak yang dibayarkan oleh pemberi kerja akan sama besarnya dengan Pajak Penghasilan pasal 21 yang dibayarkan oleh pegawai tetap. Keuntungan dari Metode Gross Up : a. Perusahaan terhindar dari koreksi positif atas pembebanan Pajak Penghasilan dalam Laporan Laba Rugi perusahaan meskipun harus membayar Pajak Penghasilan pasal 21 lebih besar daripada dengan menerapkan perhitungan tanpa tunjangan pajak. b.
Penerima penghasilan tidak membayar Pajak Penghasilan pasal 21 terutang dan tunjangan pajak menjadi pengurang dalam menetapkan penghasilan kena pajak bagi pemberi kerja atau pemotong pajak. (Lubis, 2001 : 31)
METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang diterapkan adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan desain studi kasus. Menurut Subiyanto (2000) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara membuat deskripsi permasalahan yang telah diidentifikasi. Peneliti berusaha menjelaskan objek yang diteliti dengan sudut pandang peneliti. Sementara itu, metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui perhitungan yang tepat
bagi
perusahaan
dalam
melakukan
perencanaan
pajak
dengan
cara
mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data yang berwujud angka – angka. Penelitian dengan sebuah studi kasus dilakukan dengan observasi secara mendalam terhadap suatu objek penelitian yang dipilih dari beberapa keadaan yang dianggapnya sama.
Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah : 1. Data primer Data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli atau obyek yang diteliti. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. 2. Data sekunder Data sekunder yaitu data yang didapat secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder dalam penelitian ini antara lain adalah Profil
Perusahaan, Laporan Laba Rugi tahun 2013, Perincian gaji pegawai tetap tahun 2013.
Metode Pengumpulan Data Data yang akan digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan metode pengambilan data sebagai berikut: 1. Survey Pendahuluan Hal ini perlukan untuk mendapat gambaran tentang keadaan perusahaan guna menemukan permasalahan mengenai implementasi tax planning yang mungkin ada didalam perusahaan tersebut yang kemudian akan dibahas dalam penelitian ini. 2. Studi Kepustakaan Untuk
memperoleh
landasan
teori
mengenai
tax
planning
dan
implementasinya melalui literatur-literatur, laporan-laporan, makalahmakalah, seminar, jurnal-jurnal, catatan kuliah, artikel majalah, dan surat kabar yang berhubungan dengan permasalahan yang ada serta berguna bagi penyusunan hasil penelitian ini. 3. Survey Lapangan Untuk mendapatkan data dari perusahaan melalui wawancara dengan pejabat perusahaan yang berwenang dan melalui observasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan perpajakan perusahaan, struktur organisasi, perhitungan laba/rugi, bukti setoran pajak tahunan, dan daftar gaji karyawan.
4. Analisis dan Pengolahan Data Untuk membandingkan antara keadaan di perusahaan dari survey pendahuluan dan survey lapangan dengan landasan teori hasil studi kepustakaan, kemudian dari hasil perbandingan tersebut, ditarik kesimpulan dan diberikan saran-saran untuk perbaikan-perbaikan.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kuantitatif. Adapun langkah-langkahnya yaitu: 1. Mengumpulkan data – data perusahaan yang dipergunakan dalam melakukan perencanaan pajak. Contohnya, laporan perhitungan laba rugi, dan daftar gaji karyawan. 2. Menentukan Pajak Penghasilan sebelum diadakannya Perencanaan Pajak. 3. Melakukan analisa terhadap berbagai bentuk alternatif Perencanaan Pajak yang mungkin diterapkan oleh perusahaan. 4. Melakukan perhitungan terhadap Pajak Penghasilan setelah diadakannya Perencanaan Pajak. 5. Membandingkan hasil perhitungan Pajak Penghasilan sebelum dilakukan Perencanaan Pajak dan setelahnya, apakah Perencanaan Pajak yang diterapkan benar-benar mampu meminimalisir Pajak Penghasilan Badan yang harus dibayarkan oleh perusahaan.
PEMBAHASAN Perencanaan Pajak Terhadap PT “X” Beberapa
alternatif
yang
dapat
dipertimbangkan
guna
meminimalisir
perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi karyawan adalah : a. Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung karyawan. b. Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemberi kerja. c. Pajak Penghasilan Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak. d. Pajak Penghasilan Pasal 21 di gross up Tabel 4.4 Perhitungan PPh 21 Karyawan Dengan Beberapa Alternatif (Pertahun)
Uraian Penghasilan Bruto Gaji Pokok Tunjangan Jaminan JHT Tunjangan Jaminan JKK Tunjangan Jaminan JKM THR Tunjangan Pajak Jumlah Penghasilan Bruto Biaya - Biaya Biaya Jabatan Biaya Jamsostek Penghasilan Netto Setahun Penghasilan Netto Sebulan PTKP Setahun (K/0) PKP Setahun PPh 21 Setahun PPh 21 Sebulan Tunjangan Pajak
Ditanggung Karyawan
Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Tunjangan Perusahaan Pajak
96.000.000 3.552.000 230.400 288.000 8.000.000
96.000.000 3.552.000 230.400 288.000 8.000.000
108.070.400
Gross Up
108.070.400
96.000.000 3.552.000 230.400 288.000 8.000.000 5.552.722 113.623.122
96.000.000 3.552.000 230.400 288.000 8.000.000 6.475.478 114.545.878
5.403.520 5.990.400
5.403.520 5.990.400
5.681.156 5.990.400
5.727.294 5.990.400
96.676.480 8.056.373 26.325.000 70.351.480 5.552.722 462.727
96.676.480 8.056.373 26.325.000 70.351.480 5.552.722 462.727
101.951.566 8.495.964 26.325.000 75.626.566 6.343.985 528.665 5.552.722
102.828.184 8.569.015 26.325.000 76.503.184 6.475.478 539.623 6.475.478
PPh 21 Yang Pertahun PPh 21 Yang Perbulan
Harus
Dipotong
Harus
Dipotong
5.552.722
5.552.722
791.263
-
462.727
462.727
65.939
-
Dari tabel diatas diperoleh beberapa kesimpulan terkait Pajak Penghasilan pasal 21 Karyawan PT X, Surabaya, yaitu sebagai berikut : 1. Jika Pajak Penghasilan pasal 21 ditanggung oleh perusahaan/karyawan, maka pajak yang harus dibayar akan sama. Jika dibayar oleh perusahaan, maka perusahaan akan memotong penghasilan karyawan sebesar Rp 462.727,- setiap bulannya, atau sebesar Rp 5.552.722 setiap tahunnya. Angka yang sama juga harus disetorkan oleh karyawan jika Pajak Penghasilan pasal 21 ditanggung sendiri oleh karyawan. 2. Jika Pajak Penghasilan pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak, maka Pajak Penghasilan pasal 21 yang harus disetor/dipotong dari penghasilan karyawan adalah sebesar Rp 65.939,- setiap bulannya atau Rp 791.623,- pertahunnya. 3. Alternatif terakhir, Pajak Penghasilan pasal 21 di gross up, jika di gross up, maka Pajak Penghasilan pasal 21 yang harus disetor/dipotong dari penghasilan karyawan adalah sebesar Rp 0,Setelah menghitung dengan keempat alternatif diatas, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6 Hasil Pemilihan Alternatif
Uraian PPh 21 : Ditanggung Pegawai Ditanggung Pemberi Kerja Diberikan Tunjangan Pajak Di Gross Up
Take Home Pay
Biaya Fiskal
Biaya Komersi al
Selisih Biaya Fiskal& Biaya Komersial
102.517.678
102.517.678
102.517.678
-
108.070.400
108.070.400
113.623.122
5.552.722
107.279.137
107.279.137
107.279.137
-
108.070.400
108.070.400
108.070.400
-
Berdasarkan hasil dari alternatif – alternatif diatas, berikut diperoleh kesimpulan apabila perusahaan memilih alternatif – alternatif tersebut : 1. Apabila perusahaan memilih alternatif pertama, yaitu Pajak Penghasilan pasal 21 ditanggung oleh karyawan, maka gaji yang akan dibawa pulang oleh karyawan (Take Home Pay) setiap bulannya adalah sebesar Rp 8.543.140,- atau sama dengan Rp 102.517.678,- pertahunnya. Sedangkan perusahaan tidak akan mengalami kerugian karena tidak terdapat selisih antara biaya fiskal dengan biaya komersial yang harus dibayar oleh perusahaan. 2. Apabila perusahaan memilih alternatif kedua, yaitu Pajak Penghasilan pasal 21 ditanggung oleh pemberi kerja, maka gaji yang akan dibawa pulang oleh karyawan (Take Home Pay) setiap bulannya adalah sebesar Rp 9.005.867,atau sama dengan Rp 108.070.400,- pertahunnya. Perolehan gaji dengan alternatif kedua memang lebih besar daripada alternatif pertama, namun perusahaan akan dirugikan karena terdapat selisih antara biaya fiskal dan
biaya komersial yang harus dibayar oleh perusahaan, yaitu sebesar Rp 5.552.722,- setiap tahunnya. 3. Apabila perusahaan memilih alternatif ketiga, yaitu Pajak Penghasilan pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak, maka gaji yang akan dibawa pulang oleh karyawan (Take Home Pay) setiap bulannya adalah sebesar Rp 8.939.928,- atau sama dengan Rp 107.279.137,- pertahunnya. Perolehan gaji yang diterima karyawan dengan alternatif ini lebih besar daripada alternatif pertama dan perusahaan tidak akan mengalami kerugian, karena tidak ada selisih antara biaya fiskal dan biaya komersial yang harus dibayar oleh perusahaan. 4. Apabila perusahaan memilih alternatif keempat, yaitu Pajak Penghasilan pasal 21 di Gross Up, maka gaji yang akan dibawa pulang oleh karyawan (Take Home Pay) setiap bulannya adalah sebesar Rp 9.005.867,- atau sama dengan Rp 108.070.400,-. Selain perolehan gaji yang akan diterima karyawan lebih besar daripada alternatif pertama dan ketiga, alternatif keempat ini juga tidak akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan karena tidak ada selisih antara biaya fiskal dan biaya komersial yang harus dibayar oleh perusahaan.
Dari keempat alternatif diatas, dapat dilihat alternatif yang paling sesuai bagi PT X, Surabaya adalah alternatif ke-4, yaitu dengan melakukan Metode Gross Up terhadap perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 karyawan.
Dampak Pelaksaan Metode Gross Up Terhadap Pajak Penghasilan Badan Selain pengaruhnya terhadap Pajak Penghasilan pasal 21 karyawan, perlu diperhitungkan juga pengaruh tunjangan pajak terhadap Laporan Laba Rugi perusahaan. Dari perhitungan pada lampiran 2, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.9 Pajak Penghasilan Perusahaan (Setelah Tax Plan) Laba Bersih Sebelum PPh
Rp 1.312.696.234,-
Pajak Penghasilan Badan : PKP dari penghasilan bruto yang mendapat fasilitas
(Rp 4.800.000.000,- : Rp Rp.5.014.726.201,-) x Rp 1.312.696.234,Rp
PKP yang tidak mendapat fasilitas
1.256.487.726,-
Rp 1.318.366.913 - Rp 1.256.487.726,Rp 56.208.508,-
Pajak Penghasilan Terutang (50% x 25%) x Rp 1.256.487.726,-
Rp 157.060.966,-
25% x Rp 56.208.508,-
Rp 14.052.127,-
Total Pajak Penghasilan Badan
Rp 171.113.093,-
Laba Bersih Setelah PPh Badan
Rp 1.141.583.141,-
Seperti yang telah dijabarkan diatas, penghematan pajak dengan metode Gross Up mengakibatkan penurunan jumlah Pajak Penghasilan pasal 21 karyawan yang cukup signifikan. Namun, seperti yang kita liat dari poin 2 dari
kesimpulan diatas, terdapat pengaruh penurun laba perusahaan akibat adanya biaya pajak yang di laporkan dalam Laporan Laba Rugi. Diketahui bahwa metode Gross Up mengakibatkan penurunan laba sebesar Rp 50.315.120,-. Namun, pada tabel 4.11 telah diketahui bahwa metode Gross Up juga menghasilkan penghematan pajak sebesar Rp 61.706.417,-. Dengan adanya penghematan pajak tersebut secara otomatis laba perusahaan pun mengalami kenaikan, yaitu sebesar Rp 1.152.974.438,-. Dari perhitungan akhir laba perusahaan diatas, dapat disimpulkan bahwa metode Gross Up berhasil menghemat Pajak Penghasilan Badan melalui perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 Karyawan. Selain itu angka penghematan pajak yang dihasilkan pun cukup signifikan tanpa mengakibatkan aliran arus kas perusahaan terganggu.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan perhitungan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan terkait Penerapan Perencanaan Pajak pada PT X, Surabaya bahwa: 1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, dapat diketahui bahwa PT X, Surabaya lebih tepat menggunakan metode Gross Up terkait penghitungan Pajak Penghasilan pasal 21 karyawan. Karena penerapan metode Gross Up memberi keuntungan bagi karyawan untuk tidak lagi
membayar pajak penghasilan. Sementara bagi perusahaan, metode Gross Up membantu perusahaan untuk meminimalisir Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan. Perusahaaan kini hanya perlu membayar Pajak Penghasilan sebesar Rp 171.113.093,- pertahunnya. Hal ini disebabkan karena perusahaan harus memberikan tunjangan pajak kepada karyawan sebesar Rp 57.856.906,- yang selanjutnya dibebankan sebagai biaya pajak dalam Laporan
Laba
Rugi,
memberikan
tunjangan
pajak
mempengaruhi
penghasilan bruto yang jumlahnya menurun, sehingga secara otomatis Pajak Penghasilan terutang juga akan menurun. 2. Dengan penerapan metode gross up pada perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 karyawan, total Pajak Penghasilan yang harus dibayar sebesar Rp 232.819.510,- kini menjadi Rp 171.113.093,-. Karena adanya penghematan pajak sebesar Rp 61.706.417,-. 3. Dengan menggunakan metode Gross Up jumlah Pajak Penghasilan pasal 21 yang terutang menjadi lebih besar akibat ditambahkan unsur tunjangan pajak dalam prosesur perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 karyawan. Bila perusahaan berada dalam posisi laba yang signifikan, penerapan metode ini akan menguntungkan karena perusahaan akan terhindar dari koreksi positif atau pembebanan pajak penghasilan walaupun harus membayar Pajak Penghasilan pasal 21 lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Alvino. 2013. Tata Cara Penghitungan PPh 21 Metode Gross Up. (Online). (http://alvino-laskarpemimpi.blogspot.com/2013/06/tata-cara-penghitungan-pph21-metode.html, diakses 6 Februari 2014. Aryanti, Dewi Yesica dan Hari, Hananto. Penerapan Perencanaan Pajak untuk Meminimalkan Pembayaran Pajak Penghasilan PT. “X” di Semarang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 2 No. 1, 2013 Brotodiharjo, R. Santoso. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT. Refika Aditama. Lombantoruan, Sophar. 1996. Akuntansi Pajak. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Marata, Inna. 2007. Perencanaan Pajak dalam
rangka
Penghematan Pajak
Penghasilan (Studi Kasus pada PT. Coddasindo Eratama Kreasi, Surabaya). Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Yogyakarta _________. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. 2013. Silitonga, Laorens. Penerapan Tax Planning atas Pajak Penghasilan Badan pada CV. Andi Offset Cabang Manado. Jurnal EMBA Vol.1 No.3, September 2013
Suandy, Erly. 2011. Perencanaan Pajak. Edisi 5. Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat Tjahjono, Achmad dan Husein, Muhammad Fakhri. 2009. Perpajakan. Edisi 4. Yogyakarta: Penerbit STIM YKPN UPP STIM YKPN. _________. Undang-Undang Republik Indonsia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 2007. _________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 2008. Waluyo. 2009. Perpajakan Indonesia. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Zain, Mohammad. Salemba Empat
2008. Manajemen
Perpajakan. Edisi
3. Jakarta:
Penerbit