6 METODE PENELITIAN
6.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Model pengembangan agropolitan yang dibangun adalah agropolitan yang dapat diterapkan dan terjaga keberlangsungannya. Kajian dimulai dengan menyelesaikan
permasalahan
pengembangan
agropolitan
yang
kemudian
menghasilkan suatu konsep pengembangan agropolitan berbasis agroindustri. Konsep tersebut diterapkan ke dalam rekayasa sistem pendukung keputusan intelijen. Kerangka pemikiran penelitian pengembangan agropolitan berbasis agroindustri dapat dilihat pada Gambar 14.
KONSEP AGROPOLITAN
KONDISI RIIL PENGEMBANGAN AGROPOLITAN
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN
Studi Pustaka
KONSEP PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI
PERANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI DENGAN PENDEKATAN SISTEM Komoditi Unggulan
Produk Prospektif
Desain Agroindustri
Pewilayahan Agropolitan
Sarana Prasarana
Kelembagaan
Pengetahuan Pakar
MODEL PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI
Verifikasi dan Validasi
Data Kabupaten Probolinggo
KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI YANG DIREKOMENDASI
Gambar 14 Kerangka pemikiran konseptual penelitian
6.2 Kerangka Pemikiran Sistem Pengembangan Agropolitan Pengembangan kawasan agropolitan merupakan suatu usaha pemerataan pembangunan yang diharapkan dapat mengoptimalisasikan pemanfaatan potensi sumberdaya suatu wilayah.
Selain itu perencanaan pengembangan kawasan
62 agropolitan dengan pendekatan bottom up yang melibatkan seluruh stakeholder akan menjamin keberlangsungan kawasan agropolitan.
Untuk itu dalam
perencanaan dan pengembangannya diperlukan keterlibatan lintas sektoral. Pengembangan agropolitan merupakan proses yang berorientasi jangka panjang serta memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi.
Kompleksitas ini
menyangkut: 1) berbagai tujuan dan kepentingan yang dapat saling bertentangan, 2) faktor dan kriteria yang tidak seluruhnya dapat dinyatakan secara kuantitatifnumerik, akan tetapi bersifat kualitatif dan bahkan fuzzy, dan 3) berada pada lingkungan yang dinamis. Selain itu pengembangan agropolitan juga merupakan sistem yang
memiliki banyak ketidakpastian,
dengan demikian
dalam
pengembangan agropolitan perlu dilakukan pendekatan sistem, sehingga diperoleh penyelesaian yang utuh dan komperhensif.
Kerangka pemikiran sistem
pengembangan agropolitan dapat dilihat pada Gambar 15. Karakteristik Pengembangan Agropolitan: Tujuan dan kepentingan kompleks Permasalahan dan preferensi kualitatif dan fuzzy Lingkungan dinamis
PENDEKATAN SISTEM Model Komoditi Unggulan
Model Pusat Agropolitan
Model Agroindustri Prospektif
Model Sarana Prasarana
Model Kerjasama dan Kelembagaan
REKAYASA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN INTELIJEN SISTEM PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI Gambar 15 Kerangka pemikiran sistem pengembangan agropolitan
Pemusatan wilayah mendukung proses kumulatif pengembangan suatu wilayah sehingga penentuan pusat wilayah sangat penting untuk dilakukan. Wilayah yang akan ditetapkan sebagai pusat agropolitan adalah wilayah dengan potensi kinerja pembangunan (yaitu kinerja ekonomi dan kinerja ekonomi
63 pertanian) yang tinggi serta memiliki sumberdaya yang potensial, seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan, dan sumberdaya sosial. Pusat agropolitan dipengaruhi oleh komoditi unggulan yang telah dipilih sebelumnya. Komoditi unggulan ini merupakan komoditi yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, diterima secara sosial masyarakat serta menguntungkan secara ekonomi dan finansial. Agroindustri yang menghasilkan produk prospektif adalah agroindustri yang berbahan baku komoditi unggulan, produknya diterima di pasar, memiliki nilai tambah yang tinggi dan menguntungkan secara finansial. Prasarana seperti fasilitas transportasi, telekomunikasi, dan utilitas untuk selanjutnya ditetapkan agar dapat mendukung pengembangan agropolitan. Kelembagaan dan pola kerjasama, merupakan hal yang penting untuk ditentukan agar sistem berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena kelembagaan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, kapabilitas kelembagaan dan dapat meningkatkan akses masyarakat perdesaan terhadap sumberdaya. Kelembagaan ini termasuk kelembagaan untuk koordinasi vertikal dan horizontal.
6.2.1 Pendekatan Sistem Pendekatan sistem (system approach) merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno 1996). Terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan dalam pendekatan sistem, yaitu analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, dan identifikasi sistem.
6.2.2 Analisis Kebutuhan
Dalam pengembangan agropolitan berbasis agroindustri terdapat beberapa pihak yang secara langsung maupun secara tidak langsung terlibat di dalamnya. Analisis kebutuhan masing-masing pihak merupakan permulaa pengkajian dari pendekatan suatu system. Pada analisis kebutuhan ditentukan kebutuhan dari pihak-pihak terkait yang merupakan pelaku sistem pengembangan agropolitan, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 8.
64
Tabel 8 Analisis kebutuhan pengembangan agropolitan berbasis agroindustri No.
Pihak
Kebutuhan
1
Petani
2
Agroindustri
3
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
4
Dinas Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil Menegah
5
Lembaga Keuangan
6
Pemerintah Daerah
7
Pemerintah Pusat
8
Pedagang
9
Masyarakat
- Harga jual komoditi yang stabil dan layak - Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan - Jaminan Pemasaran - Bimbingan teknis/teknologis - Peningkatan keuntungan perusahaan - Penurunan biaya produksi - Kontinuitas bahan baku - Peningkatan produktifitas - Kemudahan memperoleh kredit dan pinjaman - Kelayakan usaha - Peningkatan kualitas komoditi pertanian serta produk olahannya - Peningkatan devisa negara - Peningkatan pangsa pasar dan daya saing produk komoditi Pertanian - Peningkatan kesadaran kehidupan berkoperasi di kalangan petani - Pengembangan usaha koperasi - Peningkatan peran koperasi dalam mensejahterakan masyarakat perdesaan - Tingkat suku bunga yang memadai - Pengembalian kredit yang lancar - Terjaminnya modal yang diinvestasikan - Peningkatan lapangan pekerjaan - Peningkatan investasi daerah - Peningkatan sarana dan prasarana daerah - Pemerataan pembangunan nasional - Peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional - Kesejahteraan masyarakat Indonesia - Peningkatan keuntungan - Kemudahan dalam kegiatan perdagangan - Harga jual produk yang menguntungkan - Kesempatan kerja - Kelestarian lingkungan terjaga - Peningkatan sarana dan prasarana - Lingkungan sosial budaya terjaga
6.2.3 Formulasi Permasalahan Dalam Pengembangan kawasan agropolitan berbasis agroindustri, maka beberapa permasalahan yang harus diputuskan adalah sebagai berikut: a. Penetapan pusat agropolitan yang berfungsi sebagai berikut: -
Pasar konsumen produk pertanian
-
Pusat perdagangan dan transportasi pertanian
-
Pusat pengolahan produk pertanian
-
Penyedia pekerjaan non pertanian
65 b. Penetapan unit-unit kawasan pengembangan yang berfungsi sebagai berikut: -
Pusat Produksi Pertanian
-
Intensifikasi pertanian
-
Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang dan jasa
-
Produksi pertanian siap jual
c. Penetapan agroindustri unggulan dan kemungkinan pengembangannya -
Merupakan agroindustri unggulan yang didukung oleh sektor hilirnya
-
Didukung oleh kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (sesuai dengan kearifan lokal)
-
Keselarasan agroindustri yang ramah lingkungan, sehingga secara sosial mampu memberikan manfaat bagi sebagian besar penduduk sekitar.
-
Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi ekspor
-
Jaminan hasil produksi yang mengandung nilai tambah yang tinggi yang mampu menembus standar kualitas pasar termasuk pasar internasional
d. Dukungan infrastruktur Dukungan infrastruktur berupa jaringan jalan, irigasi, sumber-sumber air dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi). e. Dukungan sistem kelembagaan -
Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan agropolitan yang merupakan bagian dari Pemerintah Daerah
-
Pengembangan sistem kelembagaan yang mendukung proses kerjasama (kemitraan) yang mampu memberikan tingkat keuntungan yang optimal bagi semua pelaku yang terlibat dalam usaha bersama
-
Sistem kelembagaan yang mampu merealisasikan konsep kerjasama dalam format agropolitan terpadu yang mampu menata kepemilikan atas asset dari masing-masing pihak yang berpartisipasi, dengan pembagian (distribusi) manfaat yang adil.
-
Kelembagaan yang mampu mengelola jalannya proses dari hulu hingga akhir perdagangan, melibatkan semua pihak yang berkepentingan
66 6.2.4 Identifikasi Sistem Identifikasi sistem dapat dilakukan dengan cara menggambarkan sistem yang dikaji dalam bentuk diagram input output.
Diagram input output pada
prinsipnya menggunakan hubungan antar komponen di dalam pengembangan kawasan agropolitan. Diagram tersebut dapat dilihat pada Gambar 16 dan selanjutnya diagram tersebut akan digunakan sebagai dasar pengembangan pemodelan.
INPUT LINGKUNGAN: 1. Kebijakan pemerintah (GBHN, Peraturan, UU) 2. Peraturan perdagangan dunia (WTO) 3. Kerjasama ekonomi antar kawasan (AFTA, APEC)
1. 2. 3. 4.
OUTPUT DIKEHENDAKI: 1. Peningkatan nilai tambah 2. Peningkatan daya saing 3. Peningkatan lapangan kerja 4. Peningkatan investasi / kerjasama 5. Peningkatan pendapatan & kesejahteraan 6. Percepatan pembangunan perdesaan
INPUT TIDAK TERKENDALI: Permintaan pasar Fluktuasi harga komoditi Tingkat suku bunga Sosial budaya, demografi dan Geografi
MODEL PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI INPUT TERKENDALI : 1. Infrastruktur, sarana dan prasarana 2. Mutu komoditi 3. Teknologi budidaya 4. Teknologi proses produksi 5. Sistem Produksi 6. Pinjaman modal /investasi
OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI : 1. Kerusakan lingkungan 2. Kelebihan produksi 3. Produktivitas rendah 4. Kerugian usaha 5. Konflik sosial
Manajemen Kawasan Agropolitan
Gambar 16 Diagram input output model pengembangan kawasan agropolitan berbasis agroindustri
6.3 Pengembangan Sistem Berdasarkan kerangka pemikiran konseptual pemikiran, diketahui bahwa pendekatan sistem digunakan untuk merekayasa sistem yang dapat membantu dalam pengembangan agropolitan berbasis agroindustri. Untuk mewujudkan hal tersebut
maka
dilakukan
tahapan-tahapan
penelitian
mengikuti
tahapan
pengembangan sistem yang diajukan Turban (1990). Tahapan-tahapan tersebut
67 adalah sebagai berikut: 1) tahap perencanaan, 2) tahap penelitian, 3) tahap analisis, 4) tahap rekayasa (konstruksi, dan 5) tahap desain, 6) tahap implementasi, dan 7) tahap pemeliharaan.
6.3.1 Tahap Perencanaan Perencanaan pada dasarnya berkaitan dengan need assessment dan diagnosa masalah.
Dalam proses perencanaan, ditentukan tujuan Sistem
Pengambilan Keputusan (SPK) intelijen serta keputusan-keputusan kunci (key decision) yang akan digunakan dalam SPK intelijen.
6.3.2 Tahap Penelitian dan Analisis Data Tahap ini melibatkan identifikasi pendekatan yang relevan untuk mengetahui kebutuhan pemakai dan ketersediaan sumber daya (perangkat keras, perangkat lunak, vendor, sistem, studi-studi dan pengalaman yang berkaitan dengan organisasi lain, dan menelaah riset yang relevan). Pada tahap analisis ditentukan pendekatan terbaik dan sumberdaya spesifik yang diperlukan dalam pelaksanaan sistem, meliputi sumberdaya teknis, staf keuangan dan organisasi.
6.3.3 Tahap Konstruksi Tahap konstruksi adalah tahapan yang merancang konfigurasi modelmodel pengambilan keputusan, jenis-jenis database, basis pengetahuan dan dialog (user interface) sebagai komponen dari sistem pendukung keputusan intelijen (intelligent decision support sistem). 6.3.4 Tahap Desain Spesifikasi detail dari komponen sistem, struktur dan fitur ditentukan dalam tahap ini. Proses desain dibagi dalam bagian-bagian yang berhubungan erat dengan komponen utama SPK intelijen, yaitu sub sistem manajemen basis data, sub sistem manajemen basis model, sub sistem akuisisi pengetahuan, mesin inferensi, dan sub sistem dialog. Dalam proses ini dipilih sarana dan pembangkit perangkat lunak (seperti manajemen basis data dan grafik) yang digunakan.
68 6.3.5 Tahap Validasi dan Implementasi Sistem Validasi operasional sistem merupakan tahapan dari pengembangan sistem yang melakukan pengujian model dengan menggunakan data empiris dan operasional.
Validasi
operasional
merupakan
langkah
perbaikan
dan
penyempurnaan model dan sistem yang dikembangkan (Simatupang 1994; Sargent 2007). Pada akhir tahap konstruksi, sistem telah siap untuk diterapkan dalam dunia nyata. Dalam tahap implementasi, beberapa kegiatan perlu dilakukan dalam waktu yang bersamaan sebagai berikut: a.
Pengujian data mengenai kinerja sistem dikumpulkan dan dibandingkan dengan spesifikasi desainnya.
b.
Evaluasi, sistem dievaluasi untuk melihat sejauh mana sistem dapat memenuhi keinginan pengguna. Testing dan evaluasi pada umumnya menciptakan perubahan dalam desain dan konstruksi.
Proses ini
merupakan proses yang berulang kali (siklus). c.
Demonstrasi kemampuan sistem yang telah beroperasi penuh kepada pengguna merupakan tahap yang penting.
Dengan demonstrasi,
diharapkan pengguna dapat dengan baik menerima sistem. d.
Penyebaran sistem yang telah beroperasi penuh kepada seluruh anggota dalam komunitas pengguna.
6.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan metode studi pustaka dan survei lapangan. Survei lapangan ditujukan untuk memperoleh data primer dengan cara observasi, wawancara dan pengisian kuesioner.
Survey pada
penelitian ini berorientasi terhadap pengumpulan pengetahuan (knowledge acquisition) atau domain keahlian tertentu dari pakar dan pihak terkait dengan penelitian ini. Hal ini sesuai dengan kaidah yang dianut dalam pengembangan sistem pakar yang merupakan bagian dari SPK intelijen yang direkayasa. Pakar yang dilibatkan dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1) Pakar yang menyelesaikan pendidikan formal S2/S3 pada bidang yang dikaji, 2) pakar yang berpengalaman pada bidang yang dikaji, tetapi memiliki pendidikan formal di bidang lain, 3) pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang
69 yang dikaji, dan 4) pakar yang berasal dari praktisi di dalam kehidupan sehari-hari (kaya akan pengalaman empiris). Tahap pengumpulan dan pengolahan data dilakukan untuk memvalidasi sistem yang telah dikembangkan sehingga dapat ditentukan pusat agroplitan, komoditi unggulan dan sentra produksinya, produk prospektif
berdasarkan
potensi pasar, teknologi, nilai tambah dan kelayakan finansialnya, dan kemudian ditentukan pula sarana prasarana serta pola kerjasama atau kelembagaan yang dapat menunjang pengembangan agropolitan. Tahapan pengumpulan dan pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 17.
MULAI Penentuan Komoditi Tanaman Pangan & Horti Unggulan Alat Analisis: IPE satu peubah Penentuan Produk Agroindustri Prospektif Alat Analisis: Analytical Network Process /ANP Perancangan Agroindustri Prospektif Alat Analisis: forecasting, NPV, IRR, B/C Tidak
Layak Ya
Pengklasteran Wilayah Agropolitan Alat Analisis: Clustering Analysis Penentuan Pusat Agropolitan & Wilayah Pendukungnya Alat Analisis: Sistem Pakar Penentuan Pola Kelembagaan Alat Analisis: Analytical Network Process Penentuan Prasarana Alat Analisis: IPE dua peubah
SELESAI
Gambar 17 Diagram alir tahapan pengolahan data
6.4.1 Penentuan Komoditi Tanaman Pangan dan Hortikultura Unggulan Pemilihan komoditi unggulan dilakukan terhadap komoditi-komoditi tanaman pangan dan hortikultura dengan menggunakan metode Multi ExpertMulti Criteria Decision Making (ME-MCDM).
Seleksi komoditi unggulan
dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sehingga dihasilkan
70 komoditi yang diunggulkan dan selanjutnya
ditentukan wilayah sentra
produksinya. ME-MCDM model Multi Expert-Multi Criteria Decision Making (MEMCDM) untk pengambilan keputusan dengan banyak kriteria secara berkelompok menggunakan penilaian non-numeric atau linguistic label.
Teknik evaluasi
pilihan bebas (Independent Preference Evaluation/IPE) merupakan salah satu cara untuk pengambilan keputusan dengan kaidah teori gugus tidak pasti (fuzzy set theory).
Teknik tersebut untuk mengevaluasi kesukaan atau pilihan yang dapat
ditempuh dengan
metode perhitungan non-numerik.
Langkah-langkah
perhitungan dapat dilihat pada Bab 4 Pendekatan Sistem.
6.4.2 Penentuan Pusat Agropolitan dan Wilayah Pendukungnya Model Penentuan Pusat Agropolitan menggunakan Clustering Analysis. Cluster analysis merupakan analisis variabel ganda yang dipergunakan untuk mengelompokkan n objek (dalam hal ini kecamatan) menjadi m gerombol (sehingga m
Kecamatan-kecamatan dalam gerombol yang sama akan
memiliki keragaman yang lebih homogen apabila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan dalam gerombol yang berlainan. Analisis gerombol dilakukan berdasarkan jarak antar skor total, sehingga kecamatan-kecamatan yang berada dalam cluster memiliki karateristik yang berdekatan. Analisis ini dipergunakan untuk mengelompokkan wilayah-wilayah berdasarkan data tingkat perkembangan dan kinerja perekonomian dan non perekonoian wilayah, tingkat ketimpangan distribusi pendapatan, transformasi struktur, dan potensi sumberdaya wilayah. Dari hasil analisis ini, seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Probolinggo dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang dapat diketahui keunggulan masing-masing kelompok, sehingga dapat diketahui kalster mana yang terbaik dan kemudian dijadikan sebagai pusat agropolitan.
6.4.2.1 Analisis Tingkat Perkembangan Aspek Non Ekonomi Analisis perkembangan aspek non ekonomi dilakukan terhadap beberapa variabel dalam aspek sosial dan lingkungan. Indikator-indikator yang digunakan
71 untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah dalam aspek sosial meliputi kependudukan, pendidikan dan kesehatan.
6.4.2.2 Analisis Pemusatan Ekonomi Wilayah Location quotient merupakan metode analisis yang umum digunakan dalam ekonomi geografi.
Analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi
pemusatan aktyivitas dan mengetahui kapasitas ekspor perekonomian wilayah serta kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah.
Nilai LQ
merupakan indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah atau dapat dikatakan LQ didefinisikan sebagai rasio persentase aktivitas pada sub wilayah terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis LQ adalah sebagai berikut: 1) kondisi geografis relatif seragam, 2) aktivitas bersifat seragam, dan 3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang seragam. Rumus perhitungan LQ dapat dilihat pada Bab 7 Rekayasa Sistem.
6.4.2.3 Analisis Potensi Sumberdaya Wilayah Metode skalogram
dipakai untuk menganalisis hirarki pusat-pusat
pelayanan berdasarkan ketersediaan infrastruktur atau fasilitas-fasilitas pelayanan yang dimiliki. Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki rangking tertinggi adalah lokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukan prioritas pengadaan sarana dan prasarana si setiap unit wilayah yang dianalisis. Indikator yang digunakan dalam analisis skalogram adalah jumlah penduduk, jumlah jenis, jumlah unit serta kualitas fasilitas pelayanan yang dimiliki masing-masing kecamatan.
6.4.3 Pemilihan Agroindustri Prospektif Pemilihan dan perancangan agroindustri yang menghasilkan produk prospektif dilakukan berdasarkan aspek pemasaran, aspek teknologi, peningkatan nilai tambah, aspek finansial, dan dampak sosial ekonomi masyarakat. Pemilihan agroindustri prospektif dilakukan agar investasi yang direncanakan dapat berjalan
72 lancar dan selain akan memberikan peningkatan usaha dan laba perusahaan, diharapkan berdampak secara ekonomis terhadap masyarakat sekitar. Metode yang digunakan untuk pembobotan kriteria dan pembobotan prioritas agroindustri adalah ANP. Metode ANP berguna pada perusahaan besar atau sektor publik yang memerlukan pengambilan keputusan dalam jumlah informasi, interaksi serta feedback yang banyak dan memiliki tingkat kompleksitas tinggi. Sebagai metode pengembangan dari metode AHP, ANP masih menggunakan cara Pairwise Comparison Judgement Matrices (PCJM) antar elemen yang sejenis. Perbandingan berpasangan dalam ANP dilakukan antar elemen dalam komponen/kluster untuk setiap interaksi dalam network Saaty (1996) dan Saaty (2001). Tahap ini dilakukan dengan menganalisis peluang pasar berdasarkan kecenderungan permintaan dan tingkat persaingan pada alternatif produk, kemudian
analisis
teknologi
dilakukan
terhadap
tingkat
investasi
pengadaannya serta tingkat penguasaan dan penggunaan teknologi.
dan
Analisis
finansial menggunakan metode NPV, IRR, dan B/C dimana rumus yang digunakan dijelaskan pada Bab Rekayasa Sistem.
6.4.4 Penentuan Pola Kerjasama dan Kelembagaan Penentuan pola kerjasama dan kelembagaan dilakukan berdasarkan data mengenai budaya masyarakat, kebutuhan masyarakat, dan biaya transformasi ekonomi.
Menurut Pranadji (2003), Kebutuhan masyarakat dikaitkan dengan
kebutuhan terhadap pengembangan dan adopsi teknologi, kebutuhan terhadap kegiatan ekonomi, kegiatan sosial (pengurangan kesenjangan lapangan kerja, peluang berusaha, dan pemerataan pendapatan), kebutuhan akan kegiatan hukum dan politik, serta kebutuhan akan ekolosistem dan sumberdaya. Menurut Haris (2006), Biaya transformasi ekonomi terdiri dari biaya informasi, biaya negoisasi dan biaya penegakan aturan. Metode yang digunakan untuk pembobotan kriteria dan pembobotan prioritas pola kerjasama dan kelembagaan adalah ANP.
73 6.4.5 Penentuan Penyediaan Sarana dan Prasarana Penentuan penyediaan sarana dan prasarana dilakukan berdasarkan topografi (bukit, lembah, gunung), geologi tanah dan batuan, sistem drainase (persawahan dan pemukiman), meteorologi atau iklim, potensi material (batuan dan pasir), lingkungan hidup dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Data dilengkapi dengan peta jaringan jalan dan sungai, peta land use, dan peta tanah sub wilayah pengembangan Kabupaten. Metode penentuan pengembangan sarana prasarana yang digunakan untuk pembobotan kriteria dan pembobotan prioritas penyediaan sarana dan prasarana adalah dengan pendekatan ME-MCDM menggunakan teknik Independent Preference Evaluation / IPE dua peubah.