KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARA NOMOR 147/KN/2015 TENTANG
RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA TAHUN 2015-2019 “Menjadi Pengelola Kekayaan Negara yang Profesional dan Akuntabel untuk Sebesar-Besar Kemakmuran Rakyat”
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARA NOMOR 147/KN/2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA TAHUN 2015-2019 DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
Menimbang
: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Diktum KEEMPAT Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tahun 2015-2019;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4287); 2. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 20152019; 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan; 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.01/2013 tentang Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2014-2024; 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019;
MEMUTUSKAN: Menetapkan
: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARA TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA TAHUN 2015-2019.
-2-
PERTAMA
: Menetapkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tahun 2015-2019 yang berisi: 1. Profil organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 2. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 3. Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; dan 4. Kerangka Regulasi, Kerangka Kelembagaan, Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini.
KEDUA
: Rencana Strategis Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tahun 2015-2019 sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA menjadi dokumen perencanaan strategis jangka menengah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk periode 5 (lima) tahun terhitung mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.
KETIGA
: Rencana Strategis Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tahun 2015-2019 sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA digunakan sebagai: 1. acuan dalam penyusunan Rencana Kerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk periode 5 (lima) tahun terhitung mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2019; 2. acuan dalam penyusunan Peta Strategi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk periode 5 (lima) tahun terhitung mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2019; dan 3. acuan dalam penyusunan Rencana Strategis Unit Eselon II Kantor Pusat, Kantor Wilayah (Kanwil), dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk periode 5 (lima) tahun terhitung mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.
KEEMPAT
: Unit Eselon II dan KPKNL di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara wajib menjabarkan lebih lanjut Rencana Strategis Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tahun 20152019 ke dalam Rencana Strategis Unit Eselon II dan Rencana Strategis KPKNL masing-masing unit Tahun 2015-2019.
KELIMA
: 1. Renstra unit Eselon II sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPAT ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan Unit Eselon II paling lambat 2 (dua) minggu setelah Renstra Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tahun 2015-2019 ditetapkan; 2. Keputusan Pimpinan Unit Eselon II mengenai Renstra Unit Eselon II Tahun 2015-2019 sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas wajib disampaikan kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
-3-
KEENAM
: 1. Renstra KPKNL sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPAT ditetapkan dengan Keputusan Kepala KPKNL paling lambat 2 (dua) minggu setelah Renstra Unit Eselon II Tahun 2015-2019 yang membawahinya ditetapkan; 2. Keputusan Kepala KPKNL mengenai Renstra KPKNL Tahun 2015-2019 sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas wajib disampaikan kepada Pimpinan Unit Eselon II yang membawahinya.
KETUJUH
: Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disampaikan kepada: 1. Menteri Keuangan; 2. Wakil Menteri Keuangan; 3. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan; 4. Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan; 5. Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 6. Para Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 7. Para Kepala Kanwil di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 8. Para Kepala KPKNL di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Mei 2015 DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
ttd.
HADIYANTO Salinan sesuai dengan aslinya Sekretaris Direktorat Jenderal u.b. Kepala Bagian Umum
Partolo NIP 19680323 198803 1 004
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARA NOMOR 147/KN/2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA TAHUN 2015-2019
RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA TAHUN 2015-2019
-2-
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menyajikan mengenai kondisi umum Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang menggambarkan pencapaian kinerja tahun 2010 sampai dengan 2014 sesuai rencana kerja jangka menengah yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) DJKN 2010-2014 sesuai Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor KEP-38/KN/2010 tanggal 13 April 2010. Dalam Renstra periode sebelumnya, telah ditetapkan dua tema pokok yaitu: Tema Kekayaan Negara yang bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal dan Tema Pendapatan Negara yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengamankan pendapatan negara. Selain capaian kinerja yang telah direalisasikan oleh DJKN, disadari bahwa dalam upaya mencapai misi dan visi DJKN terdapat aspirasi masyarakat yang semakin dinamis. Beberapa aspirasi masyarakat yang merupakan harapan stakeholders kepada DJKN akan dijabarkan sebagai masukan penyusunan renstra ini. Aspirasi masyarakat tersebut didapatkan dalam serangkaian survei kepuasan stakeholders atas pelayanan yang diberikan oleh DJKN dalam empat tahun terakhir. Salah satu masukan terpenting adalah dimensi-dimensi pelayanan yang harus ditingkatkan oleh DJKN di masa yang akan datang. Dalam rangka melayani stakeholders serta dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengelola kekayaan Negara, piutang negara, dan pelayanan lelang, terdapat potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh DJKN. Potensi dan permasalahan yang dipaparkan lebih lanjut dalam bagian akhir bab ini merupakan sisi yang harus dipertimbangkan dalam proses penyusunan rencana strategis. 1.1
KONDISI UMUM Dalam Renstra DJKN Tahun 2010-2014, Arah Kebijakan dan Strategi
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal. Untuk menunjang pencapaian Arah Kebijakan dan Strategi tersebut, DJKN telah menyusun Sasaran Strategis dan Program yang melingkupi segmen yang luas dan beragam, dari penatausahaan dan pengelolaan barang milik negara (BMN), pengelolaan kekayaan negara lain-lain, dan pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, sampai pada pelayanan di bidang penilaian, pengurusan piutang negara, dan lelang. Di samping itu, program yang ada juga menyentuh aspek Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan, yang menyangkut penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, peningkatan
-3-
disiplin dan manajemen SDM, pengembangan teknologi informasi dan informasi, serta good governance. 1.1.1 PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA Dalam rangka mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang profesional dan akuntabel, kebijakan yang dilaksanakan pada tahun 2010-2014 meliputi: (i) penguatan dan penyempurnaan regulasi
pengelolaan kekayaan negara; (ii)
pengamanan kekayaan negara melalui 3T (Tertib administrasi, Tertib hukum, dan Tertib fisik); (iii) utilisasi kekayaan negara melalui pemanfaatan, penetapan status penggunaan, tukar-menukar, hibah, penyertaan modal pemerintah pusat, dan underlying asset dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN); (iv) pengelolaan aset eks BPPN, BDL, dan PPA dalam rangka pengembalian (recovery) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; (v) perencanaan dan penatausahaan investasi pemerintah; (vi) restrukturisasi dan/atau revitalisasi BUMN serta pengkajian privatisasi BUMN; (vii) pengurusan piutang negara dengan prinsip good governance yang meliputi 5 (lima) unsur yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independen, dan fairness; (viii) kebijakan intensifikasi lelang melalui penyederhanaan (simplifying) akta lelang dan pengamanan (securing) dalam bentuk pencetakan akta lelang di atas security paper serta kebijakan ekstensifikasi lelang melalui penggalian potensi lelang. Di bawah ini akan diuraikan secara lebih detail mengenai capaian-capaian yang telah dihasilkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, sesuai dengan tema-tema tugas dan fungsi yang ada. Pengelolaan Barang Milik Negara Pengelolaan
barang
milik
negara
(BMN)
yang
baik
dapat
menjamin
keberhasilan dan keberlangsungan pemerintah dalam menjalankan tanggung jawabnya kepada publik. Langkah awal dalam mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang profesional telah dilakukan melalui pelaksanaan inventarisasi dan penilaian BMN pada 89 Kementerian/Lembaga pada kurun waktu tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. Hasil Inventarisasi dan Penilaian tersebut menjadi dasar koreksi nilai BMN yang disajikan pada Neraca Awal Pemerintah per 31 Desember 2004 dan membawa dampak kenaikan nilai BMN sebesar Rp 334,19 triliun ke dalam neraca per 31 Desember 2012. Hasil penertiban BMN juga memberikan
kontribusi
positif
atas
diraihnya
opini
BPK
Wajar
Dengan
Pengecualian (WDP) atas LKPP tahun 2010, tahun 2011 dan tahun 2012. Walaupun LKPP belum memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),
-4-
pencapaian opini WDP tersebut patut diapresiasi karena dalam rentang waktu tahun 2005 s.d. 2008, LKPP selalu mendapat opini Disclaimer dari BPK. Pencapaian opini WDP merupakan hasil kerja keras dan sinergi semua pihak terkait yang senantiasa harus dijaga dan ditingkatkan kualitasnya oleh Pemerintah secara berkesinambungan. Perkembangan Nilai BMN (Persediaan, Aset Tetap, Aset Tak Berwujud dan Aset Lain-lain) mulai tahun 2005 s.d. Semester I 2014 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Nilai BMN per 31 Desember 2005 yang semula sebesar Rp 237,78 triliun, per 31 Desember 2014 telah mencapai Rp 2.394,07 triliun dengan total akumulasi penyusutan sebesar Rp 444,92 triliun, sehingga total nilai buku BMN adalah sebesar Rp 1.949,15 triliun. Perkembangan Nilai Barang Milik Negara tahun 2010-2014 Perkembangan No
Periode Laporan
Nilai BMN Rupiah
Persen
1
31 Desember 2010 (audited)
1.287.583.051.075.310
228.212.860.073.070
21,54%
2
31 Desember 2011 (audited)
1.694.574.945.549.620
406.991.894.474.310
31,61%
3
31 Desember 2012 (audited)
2.012.673.309.054.610
318.098.363.504.989
18,77%
4
31 Desember 2013 (audited) *)
1.816.246.527.921.150
(196.426.781.133.459)
(9,76%)
5
31 Desember 2014 (unaudited) 1.949.153.834.838.420
132.907.306.917.270
7,32%
*) terhitung mulai 1 Januari 2013 diberlakukan Penyusutan nilai BMN
Salah satu aset penting dalam BMN tersebut adalah aset berupa tanah yang termasuk dalam kategori aset tetap. Namun, seiring dengan nilai strategis dari aset tanah ini, kompleksitasnya pun lebih luas. Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen yang baik dan cermat terhadap aset berupa tanah ini. Di antara penanganan spesifik yang perlu dilakukan terhadap aset ini adalah pelaksanaan sertifikasi tanah. Ini penting tidak hanya untuk keperluan administratif, melainkan juga untuk kebutuhan akan pengamanan aset. Dalam rangka mendukung pelaksanaan sertifikasi BMN berupa tanah, sejak tahun 2012 DJKN melakukan identifikasi BMN berupa tanah untuk mengelompokkannya menjadi tanah yang telah memiliki sertifikat dan tanah yang belum memiliki sertifikat. Ini didukung dengan
diimplementasikannya
aplikasi
Sistem
Informasi
Manajemen
dan
Pendataan Tanah Pemerintah (SIMANTAP) oleh seluruh Kementerian/Lembaga mulai dari tingkat satuan kerja hingga tingkat Pengguna Barang. Capaian atas hasil identifikasi dan rekomendasi bidang tanah sampai dengan tahun 2014, diketahui bahwa jumlah bidang tanah yang telah dilakukan identifikasi melalui aplikasi SIMANTAP adalah sebanyak 66.860 bidang. Dari jumlah tersebut diketahui sebanyak 37.889 (56,67%) bidang telah memiliki sertifikat. Sedangkan jumlah
-5-
bidang tanah yang belum bersertifikat sebanyak 28.971 (43,33%) bidang. Menindaklanjuti hal diatas, DJKN melaksanakan program sertipikasi BMN berupa tanah yang bekerja sama dengan BPN mulai efektif dilaksanakan sejak tahun 2013. Dengan rekomendasi bidang tanah dari DJKN, sampai dengan 31 Desember 2014 BPN telah berhasil mensertipikatkan 3.483 bidang tanah. Tahapan strategis selanjutnya dari pengelolaan BMN pasca penatausahaan yang akurat dan akuntabel adalah bagaimana mengoptimalkan BMN dimaksud untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Optimalisasi ini dapat diketahui dari sejauh mana BMN yang dimiliki diutilisasi atau didayagunakan, baik untuk digunakan dalam menunjang tugas dan fungsi pemerintahan maupun untuk dimanfaatkan di luar tugas dan fungsi utama pemerintahan, tetapi dapat membawa dampak positif bagi keuangan dan perekonomian negara. Utilisasi kekayaan negara terus mengalami kenaikan, pada tahun 2010 nilai kekayaan negara yang diutilisasi sebesar Rp52,68 triliun, tahun 2011 sebesar Rp102,45 triliun, tahun 2012 sebesar Rp103,31 triliun, tahun 2013 sebesar Rp115,72 triliun dan tahun 2014 sebesar Rp163,20 Triliun. Secara kumulatif, sebanyak Rp537,36 Triliun atau 31,48% dari nilai aset tetap per semester I 2014. Utilisasi Kekayaan Negara Tahun 2010-2014 (dalam triliun rupiah)
Utilisasi sebagaimana dijelaskan di atas juga melingkupi Penyertaan Modal Negara (PMN) yang berasal dari Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS). Dalam Laporan Investasi Pemerintah, khususnya ekuitas pada beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terdapat akun Bantuan Pemerintah
Yang
Belum
Ditetapkan
Statusnya.
BPYBDS
adalah
bantuan
Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh BUMN berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga atau pada BUMN. Pengadaan dan pembangunan tersebut dilakukan melalui DIPA K/L bertujuan untuk membantu pengadaan maupun
-6-
pembangunan yang belum mampu dibiayai oleh BUMN atau sejak dari awal pengadaannya memang diperuntukkan bagi BUMN. Dalam rangka optimalisasi Barang Milik Negara (BMN) dan meminimalisasi potensi kerugian Negara, Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) harus segera ditetapkan statusnya menjadi Penyertaan Modal Negara pada BUMN. Selama Tahun 2010-2014, DJKN telah memproses usulan penetapan PMN yang bersumber dari BPYBDS dengan rincian sebagai berikut:
Pengelolaan Kekayaan Negara Lain-Lain Terminologi kekayaan negara sesungguhnya mencakup wilayah yang begitu luas. Barang Milik Negara (BMN) hanyalah sebagian dari kekayaan negara, terutama yang diatribusikan kepada jenis aset yang diperoleh melalui belanja APBN atau melalui perolehan lain yang sah sesuai dengan ketentuan perundangundangan, dan kemudian dimasukkan ke dalam Neraca Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Di samping BMN, terdapat juga kekayaan negara lain-lain yang juga dikelola oleh Pemerintah melalui DJKN. Termasuk ke dalam segmen ini adalah aset eks BPPN, aset eks kelolaan PT. Perusahaan Pengelola Aset (Persero), aset Eks BDL, aset eks Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), dan asset eks pengelolaan BMN PKP2B. Pengelolaan Aset Eks BPPN, Aset Kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), dan Aset Eks BDL Pasca pengakhiran tugas dan pembubaran Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), pengurusan aset eks BPPN dan juga PT. PPA (Perusahaan Pengelola Aset) dilanjutkan oleh Menteri Keuangan. Di samping itu, Menteri Keuangan juga ditugaskan untuk mengurus aset eks Bank Dalam Likuidasi (BDL) yang merupakan imbas dari krisis moneter tahun 1997. Biaya yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sebagai konsekuensi kebijakan penanganan krisis moneter secara umum tergambar dari nilai Surat Utang Pemerintah (SUP) yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Sebagai kontra prestasi, maka aset-aset eks BBO/BBKU/BDL merupakan kekayaan negara yang harus dikelola dalam rangka
-7-
pengembalian (recovery) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Kebijakan yang diambil dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan negara ini meliputi: 1. tindakan hukum terhadap obligor yang tidak menepati PKPS dan tidak kooperatif; 2. penagihan terhadap aset kredit melalui penyerahan pengurusan piutang negara; 3. penjualan terhadap aset properti dan aset saham; 4. pemanfaatan terhadap aset properti; 5. penetapan
status
penggunaan
terhadap
aset
properti
kepada
Kementerian/Lembaga; 6. pelepasan hak dengan pembayaran kompensasi. Hasil pengelolaan aset yang berasal dari aset eks. BPPN, eks. kelolaan PT. PPA dan eks. BDL (Bank Dalam Likuidasi) sebagai penerimaan pembiayaan dalam negeri tahun 2010 sebesar
Rp771 milliar, tahun 2011 sebesar Rp1.173 miliar,
tahun 2012 sebesar Rp1.139 miliar, tahun 2013 sebesar Rp1.435,48 miliar, dan 2014 sebesar 539,99 miliar.
Kendala utama dalam pelaksanaan penjualan aset dalam rangka penerimaan pembiayaan adalah terkait dengan permasalahan legalitas dokumen kepemilikan aset di mana sebagian besar telah habis masa berlakunya, sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan hukum. Koordinasi intensif dengan Badan Pertanahan Nasional maupun unit-unit terkait lain terus dilakukan untuk menyelesaikan kendala utama dimaksud, sehingga diharapkan segera ada solusi/penyelesaiannya. Dapat ditambahkan di sini bahwa rekomendasi BPK pada LKPP T.A. 2013 untuk menyelesaikan penelusuran dokumen pendukung terkait temuan aset eks BPPN telah dilaksanakan, dengan hasil sampai dengan saat ini sebagai berikut : 1. aset kredit dari semula sebanyak 7.591 dengan nilai Rp 3,06 triliun menjadi sebanyak 5.167 dengan nilai Rp 685,2 miliar, dan
-8-
2. aset properti dari semula sebanyak 627 dengan nilai Rp 400,2 miliar menjadi sebanyak 472 dengan nilai Rp 244,6 miliar. Dengan demikian pada prinsipnya telah terdapat perkembangan secara signifikan terhadap penelusuran dokumen pendukung aset-aset dimaksud untuk selanjutnya secara berkelanjutan akan terus diupayakan penyelesaian atas aset eks BPPN dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesuai kesepakatan dengan DPR RI sebagaimana tertuang dalam UU Pertanggungjawaban APBN T.A. 2012. Pengelolaan Aset eks KKKS dan eks PKP2B Selama tahun 2010-2014, pelaksanaan inventarisasi dan penilaian BMN yang berasal dari 76 KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) di sektor migas menghasilkan keseluruhan nilai wajar sebesar Rp143,941 triliun, terdiri dari aset tanah sebesar Rp14,326 triliun dan aset non tanah sebesar Rp129,615 triliun. Nilai wajar tersebut akan menambah nilai aset tetap pada LKPP. Pengelolaan
BMN
Pertambangan Batubara
Perjanjian
(PKP2B)
Karya/Kerjasama
selama
tahun
2010-2014
Pengusahaan dititikberatkan
pada penyelesaian kegiatan Inventarisasi dan Penilaian (IP) aset PKP2B dalam rangka penyusunan Laporan melakukan
Keuangan
BUN
Transaksi
Khusus
disamping
proses persetujuan atas usulan-usulan pemindahtanganan dalam
bentuk penjualan lelang dan hibah. Adapun
kontraktor PKP2B yang
asetnya menjadi target penyelesaian IP
adalah: 1) PT. Adaro Indonesia, 2) PT. Arutmin Indonesia, 3) PT. Berau Coal, 4) PT. Kendilo Coal Indonesia, 5) PT. Kaltim Prima Coal, 6) PT. Kideco Jaya Agung, 7) PT. Multi Harapan Utama, dan 7) PT. Tanito Harum. Total aset PKP2B yang berhasil diinventarisasi di tahun 2014 adalah sejumlah 7.693 line item dengan harga perolehan US$2.255.474.597. Terhadap selisih aset yang belum ditemukan sebanyak
10.784
line
item
dengan
nilai
perolehan
US$784.062.809
akan
dilanjutkan kegiatan inventarisasinya pada tahun 2015. Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan Merujuk pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), terdapat bagian kekayaan negara dalam jumlah yang signifikan yang dikategorisasikan sebagai kekayaan negara dipisahkan. Ini utamanya merupakan investasi pemerintah, baik yang bersifat permanen maupun non-permanen. Meskipun dipisahkan, dampak dan daya ungkit (leverage) dari aset jenis ini sangat besar, utamanya dalam kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Hal ini sangat bisa dipahami mengingat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan pemain penting dalam
-9-
urat nadi perekonomian, sebagian di antaranya bahkan menjadi pemimpin pasar (market leader).
Oleh
karena
itu,
kekayaan
negara
dipisahkan
ini
harus
ditempatkan dalam sebuah tata kelola (governance) yang akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Perencanaan Investasi Pemerintah Sebagai pelaksanaan PMK Nomor 247/PMK.02/2012 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Perencanaan, Penetapan Alokasi, dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara, terhitung mulai penyusunan APBN tahun 2014 dan selanjutnya, DJKN ditetapkan sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (PPA-BUN) untuk BA 999.03 (Investasi Pemerintah). Selain aspek pelaporan, DJKN dalam hal ini melalui Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) juga bertanggung jawab melakukan perencanaan alokasi bagian anggaran BUN BA 999.03 dalam posisi baik sebagai Pembantu Pengguna Anggaran BUN (PPA BUN) sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran BUN (KPA BUN) dalam hal alokasi PMN kepada BUMN. Dengan luasnya peran dan tanggung jawab Direktorat KND di dalam pengelolaan Investasi Pemerintah (BA 999.03) maka disusunlah Renstra BA 999.03 untuk periode 2015-2019 yang akan menjadi pedoman bagi pimpinan dan staff pada Direktorat KND untuk mewujudkan visi DJKN untuk mengelola kekayaan negara dipisahkan secara professional dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan menterjemahkan misi DJKN untuk meningkatkan tata kelola dan nilai tambah pengelolaan investasi pemerintah melalui rencana aksi dan kegiatan yang terarah. BA 999.03 adalah sub bagian anggaran BUN yang dikhususkan untuk mengelola Investasi Pemerintah, antara lain sebagai berikut: 1. Penyertaan Modal Negara (PMN), adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi
termasuk
penyertaan
modal
organisasi/lembaga
keuangan
internasional; 2. Dana Bergulir, adalah dana yang dialokasikan oleh K/L atau satker BLU untuk kegiatan perkuatan modal usaha bagi pengembangan KUKM dan usaha lainnya yang berada dibawah pembinaan K/L dalam penanggulangan kemiskinan, pengangguran, dan pengembangan ekonomi nasional; 3. Kewajiban Penjaminan, adalah alokasi dana yang tersedia yang digunakan untuk melunasi kewajiban penjaminan yang timbul akibat pemberian Jaminan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN beserta perubahannya pada tahun anggaran berjalan; 4. Investasi Pemerintah (reguler), adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan
-10-
investasi langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dimana proses perencanaan investasi, proses pelaksanaan investasi, penatausahaan, dan pertanggungjawaban investasi, pengawasan serta divestasi yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum; 5. Dana Penegembangan Pendidikan Nasional, adalah bagian dari anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk pembentukan endowment fund yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban
antar
generasi
yang
pengelolaannya menggunakan mekanisme dana bergulir dan dana cadangan pendidikan untuk mengantisipasi keperluan rehabilitasi pendidikan yang rusak akibat bencana alam, yang dilakukan oleh BLU Pengelolaan Dana di Bidang Pendidikan. Penambahan PMN pada BUMN yang telah dilakukan selama tahun 20102014 adalah sebagai berikut, tahun 2010 sebesar Rp5.626 miliar, tahun 2011 sebesar Rp10.424 miliar, tahun 2012 sebesar Rp15.359 miliar, tahun 2013 sebesar Rp2.903 miliar, dan pada tahun 2014 sebesar Rp6.266 miliar.
Selain PMN pada BUMN, Dana Investasi Pemerintah juga dialokasikan untuk PMN kepada Lembaga Keuangan Internasional (LKI), PMN lainnya, dan dana bergulir. Pada tahun 2011 telah dilakukan penambahan PMN kepada LKI sebesar Rp0,72 triliun, PMN Lainnya sebesar Rp0,36 triliun dan pencairan dana bergulir sebesar Rp8,798 triliun. Pada tahun 2012 telah dilakukan penambahan PMN kepada LKI sebesar Rp0,5 triliun, PMN lainnya sebesar Rp0,35 triliun, dan pencairan dana bergulir sebesar Rp6,980 triliun. Pada Tahun 2013 telah dilakukan penambahan PMN kepada LKI sebesar Rp0,6 triliun, PMN lainnya kepada BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, sebesar Rp1,430 triliun, dan pencairan dana bergulir sebesar Rp4,84 triliun. Pada tahun 2014 telah dilakukan penambahan PMN kepada LKI sebesar Rp0,724 triliun, PMN lainnya kepada LPEI, AIF dan IRco sebesar Rp1,58 triliun, dan pencairan dana bergulir sebesar Rp4,0 triliun.
-11-
Penatausahaan Investasi Pemerintah Dalam pelaksanaan fungsi penatausahaan investasi pemerintah, telah dilaksanakan kegiatan penatausahaan dan pelaporan investasi jangka panjang yang dimiliki oleh pemerintah dengan menyusun Laporan Keuangan Investasi Pemerintah BA 999.03. Akuntabilitas dalam penatausahaan dan pengelolaan investasi Pemerintah sejak tahun 2009 s.d. tahun 2013 memperoleh hasil yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan opini hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan
Investasi
Pemerintah
(BA-999.03)
dengan
opini
Wajar
Tanpa
Pengecualian. Kinerja BUMN di bawah Kementerian Keuangan Terdapat 5 BUMN/Lembaga di bawah Menteri Keuangan yang terdiri dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dan PT Geodipa Energi (Persero). Sampai saat ini PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) telah menjadi katalis dalam pembiayaan infrastruktur sebesar Rp4.4 triliun dengan total nilai proyek yang dibiayai sebesar Rp46.2 triliun. LPEI telah melakukan pembiayaan untuk mendorong ekspor sebesar Rp45,9 triliun dengan outstanding penjaminan Rp2.7 triliun serta pertanggungan asuransi Rp448,7 miliar. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) telah berkomitmen untuk
menjamin proyek dengan nilai Rp30 triliun,
sedangkan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) telah mengalirkan dana dari pasar modal ke pasar pembiayaan perumahan sebesar Rp16,54 triliun yang digunakan untuk pembiayaan 377.217 debitur KPR, sedangkan PT Geo Dipa Energi (Persero) terus mengembangkan produksi listrik yang berasal dari tenaga panas bumi hingga 115 MW. Hal Penting Lain Terkait dengan Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan Dalam rentang waktu 5 (lima) tahun ke belakang, terdapat beberapa hal yang monumental dalam konteks pengelolaan kekayaan negara dipisahkan. Salah satunya adalah pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari NAA (Jepang), sehingga PT Inalum ditetapkan sebagai BUMN (Persero) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2014. Ini merupakan tonggak sejarah karena PT Inalum merupakan perusahaan pertama hasil kerja sama dengan asing yang berhasil diambilalih oleh Pemerintah RI. Pengambilalihan dilakukan pada tanggal 9 Desember 2013 ketika Pemerintah RI dan NAA menandatangani Termination Agreement in respect of, and the transfer share in, PT Indonesia Asahan Aluminium
-12-
(Termination Agreement). Berdasarkan Termination Agreement tersebut, Pemerintah melakukan pembayaran kompensasi pengambialihan 58,88% saham NAA pada PT Inalum sebesar USD556.700.000 atau ekuivalen sebesar Rp6.582.642.303.197,92. Dengan demikian terdapat efisiensi anggaran sebesar Rp417.357.696.802,08. Di samping itu, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan juga melingkupi upaya-upaya restrukturisasi dan revitalisasi BUMN. Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah
strategis
untuk
memperbaiki
kondisi
internal
perusahaan
guna
memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan, sedangkan revitalisasi merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN dengan melakukan pemberian pinjaman dan/atau penambahan setoran modal guna memperbaiki
kinerja
dan
meningkatkan
nilai
perusahaan.
Restrukturisasi
dan/atau revitalisasi BUMN merupakan proses yang berkelanjutan dan satu kesatuan yang terintegrasi dengan strategi penyelamatan ekonomi nasional. Proses restrukturisasi tidak hanya dilakukan dengan cara memperbaiki proses bisnis, namun juga melalui perbaikan posisi keuangan. Keterlibatan Menteri Keuangan dalam proses restrukturisasi BUMN pada umumnya terkait dengan perbaikan posisi keuangan khususnya terkait proses penambahan penyertaan modal Negara, restrukturisasi hutang rekening dana investasi/sub loan agreement, maupun pendanaan melalui pinjaman dana restrukturisasi yang dikelola PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA). DJKN terlibat dalam program restrukturisasi BUMN yang terkait dengan penanganan restrukturisasi melalui pemberian pinjaman dana RR oleh PT PPA, diantaranya PT Dirgantara Indonesia, PT Industri Kapal Indonesia, PT Merpati Nusantara Airlines, PT Kertas Kraft Aceh, PT Industri Gelas,
dan
PT
PAL
Indonesia.
Pada
tahun
2014,
highlights
penanganan
restrukturisasi lebih banyak menyoroti kasus PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) yang resmi menghentikan kegiatan operasinya per Februari 2014. Tingginya jumlah hutang dan kecilnya nilai aset PT MNA membuat proses restrukturisasinya menjadi sulit. Hingga akhir tahun 2014, pembahasan restrukturisasi PT MNA dilakukan dengan 2 opsi, yaitu opsi pertama penyelamatan melalui debt to equity swap atau opsi kedua melalui likuidasi. Hal penting lainnya dalam hal ini adalah terealisasinya pembentukan Holding BUMN Perkebunan dan Kehutanan. Dalam pembentukan holding BUMN Perkebunan dan Kehutanan, DJKN bersinergi dengan kementerian lain dalam proses pembahasannya antara lain Kementerian BUMN, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (d/h Kementerian
Kehutanan),
Kementerian
Koordinator
Bidang
Perekonomian,
Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Sekretariat Negara.
-13-
Peran DJKN juga dapat dilihat dalam pembentukan badan baru sebagai bagian dari skema sistem jaminan sosial yang baru. Pada tahun 2014 DJKN telah berhasil melaksanakan amanat UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terkait pemberian modal awal dan pengesahan neraca pembuka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Program Dana Jaminan Sosial. DJKN telah berhasil memproses pencairan Penyertaan Modal Negara
(PMN)
sebagai
modal
awal
untuk
BPJS
Kesehatan
dan
BPJS
Ketenagakerjaan, dengan nilai masing-masing sebesar Rp500 Miliar. PMN ini diberikan Pemerintah untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Pada tanggal 18 Oktober 2014 telah diterbitkan 2 (dua) Keputusan Menteri Keuangan (KMK) terkait pengesahan neraca pembuka BPJS dan Program Dana Jaminan Sosial, yaitu: a. KMK No.509 Tahun 2014 tentang Pengesahan Laporan Posisi Keuangan Pembuka BPJS Ketenagakerjaan dan Laporan Posisi Keuangan Pembuka DJS Ketenagakerjaan per 1 Januari 2014. Melalui KMK tersebut telah ditetapkan aset awal BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp10,3 Triliun dan aset awal Program Dana Jaminan Ketenagakerjaan tercatat sebesar Rp144,7 Triliun. b. KMK No.510 Tahun 2014 tentang Pengesahan Laporan Posisi Keuangan Pembuka BPJS Kesehatan dan Laporan Posisi Keuangan Pembuka DJS Kesehatan per 1 Januari 2014. Melalui KMK tersebut ditetapkan aset awal BPJS Kesehatan sebesar Rp10,7 Triliun dan aset awal Program Dana Jaminan Kesehatan tercatat sebesar Rp6,1 Triliun. Penilaian Dalam rangka mendukung pelaksanaan pengelolaan kekayaan negara, kegiatan penilaian dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara.
Sepanjang tahun
2010-2014, Penilai Kantor Pusat DJKN telah menyelesaikan 1.336 laporan penilaian
dalam
rangka
pemanfaatan
dan
pemindahtanganan.
Untuk
pemindahtanganan telah disusun 564 laporan penilaian, dan untuk pemanfaatan telah disusun 772 laporan penilaian. Untuk pemanfaatan, selain menyajikan nilai BMN, Penilai DJKN juga melaksanakan penilaian atas proposal pemanfaatan dengan skema Kerja Sama Pemanfaatan. Rincian data hasil penilaian selama tahun 2010-2014 adalah sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
-14-
Sumber: LAKIN Direktorat Penilaian 2010-2014
Salah satu peran penting DJKN dalam menyelesaikan temuan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat antara lain dengan telah dilaksanakannya kegiatan Inventarisasi dan Penilaian (IP) Aset Tetap sebagai tindak lanjut atas temuan BPK pada LKPP tahun 2010, 2011, 2012, dan 2013 dengan fokus utama yaitu Aset Tetap yang berdasarkan LHP BPK dinyatakan belum dilakukan IP. Pada tahun 2011, DJKN berhasil menyelesaikan IP pada 1.362 satker di 23 Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Pada Tahun 2012, DJKN berhasil menyelesaikan IP pada 884 satker di 8 K/L. IP BMN Eks. KKKS berdasarkan Hasil Audit BPK atas LKPP Tahun 2012 dilakukan atas 194 aset yang berasal dari KKKS PT.Chevron Pacific Indonesia Block Siak dengan nilai wajar Rp7.048.403.788,00 (nilai wajar tidak termasuk aset dalam kondisi rusak berat). Sebagai implementasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.08/2012 Tentang Pengelolaan Aset Surat Berharga Syariah Negara yang Berasal dari Barang Milik Negara, DJKN ditugaskan untuk menyiapkan BMN sebagai underlying asset SBSN. Sejak tahun 2008 sampai dengan 2014 total nilai aset BMN yang diajukan sebagai underlying asset ke Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) adalah sebesar Rp218,13 triliun. Dari total penyerahan Daftar Nominasi Aset (DNA) sebesar Rp218,13 triliun oleh DJKN, setelah dilakukan proses studi kelayakan oleh DJPU, diperoleh nilai BMN sebagai underlying asset dari tahun 2008 s.d. 2014 yang diajukan ke DPR sebesar 126,59 triliun. Adapun nilai yang disetujui DPR adalah 108,11 triliun. Nilai yang telah ditetapkan DPR tersebut, kemudian dipakai kembali sebagai underlying asset (Roll Over) yang dirilis oleh DJPU adalah sebesar Rp46,3 triliun. Adapun usulan daftar nominasi aset SBSN selama tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut:
-15-
Sumber: Data diolah dari Jumlah Usulan DNA SBSN dari DJKN ke DJPU
Sumber: Data diolah dari Jumlah Usulan DNA SBSN dari DJKN ke DJPU
Di samping itu, guna untuk memberikan pelayanan prima kepada pengguna jasa penilaian melalui penyediaan jasa penilaian yang berkualitas dalam hal kecepatan dan keakuratan Laporan Penilaian, Direktorat Penilaian menetapkan Standar Mutu di bidang penilaian Barang Milik Negara berdasarkan Sertifikasi ISO 9001:2008 yang berlaku selama 3 tahun terhitung mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2016. Penetapan sertifikasi ISO 9001:2008 sebagai standar mutu diharapkan dapat meningkatnya kualitas pelayanan penilaian dan meningkatnya kepuasan stakeholders Direktorat Penilaian. Demi menunjang pelaksanaan tugas di bidang Penilaian, pada tahun 2010 Direktorat Penilaian menginisiasi pembangunan Sistem Informasi Penilaian yang diawali dengan pembangunan database penilaian dengan merintis pembentukan dua database, yaitu: database penilaian tanah dan database penilaian bangunan. Database penilaian ini berfungsi untuk: 1. alat bantu dalam pelaksanaan kegiatan penilaian melalui analisis trend dan permodelan penilaian; 2. alat control kegiatan penilaian yang dilakukan oleh Penilai Internal DJKN di lingkungan KPKNL, Kanwil DJKN, dan Kantor Pusat; 3. dasar penyajian informasi guna kepentingan manajerial Penilai Internal DJKN dan pengambilan keputusan. Selanjutnya,
pembangunan
database
penilaian
difokuskan
pada
tiga
database, yaitu: pengembangan database penilaian tanah serta pembentukan dua database baru berupa database penilaian kendaraan dan database penilaian sewa. Selama tahun 2011, Direktorat Penilaian melakukan pemutahiran terhadap database-database tersebut dan membuat database baru, yaitu database aset mesin serta database Sumber Daya Alam Panas Bumi dan Hutan. Pada tahun 2012, pemutahiran semua database tersebut terus berlanjut dan satu database
-16-
baru dibentuk, yaitu database Sumber Daya Alam Mineral. Pada tahun yang sama akhirnya aplikasi Sistem Informasi Penilaian (SIP) selesai dibangun untuk kemudian diimplementasikan mulai tahun 2013. Pengurusan Piutang Negara Tugas dan fungsi penting lainnya dari DJKN ada di ranah pengurusan piutang negara dan piutang daerah. Menilik karakteristiknya, tanggung jawab ini krusial dalam mengamankan kekayaan negara yang ada dalam wujud piutang yang belum tertagih. Sesuai dengan Undang-Undang Prp Nomor 49 Tahun 1960, fungsi ini dijalankan oleh lembaga khusus yang disebut Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), yang dalam operasionalisasinya di eksekusi oleh DJKN. Realisasi penyelesaian outstanding BKPN dalam rangka roadmap percepatan penyelesaian pengurusan piutang negara selama tahun 2010-2014 sebanyak 180.270 BKPN. Pencapaian target roadmap sampai dengan Desember 2014
Piutang Negara Dapat Diselesaikan (PNDS) merupakan jumlah Piutang Negara yang dapat diselesaikan pengurusannya oleh PUPN/DJKN yang berasal dari Piutang Negara Dapat Ditagih (PNDT), penarikan, pengembalian KPR-BTN, angsuran/penarikan/lunas PSBDT, dan lunas. Hasil pengurusan piutang negara berupa Piutang Negara yang dapat Diselesaikan (PNDS) tahun 2010 sebesar 816,21 miliar, tahun 2011 sebesar 833,44 miliar, tahun 2012 sebesar Rp1.125 miliar, tahun 2013 sebesar Rp655,83 miliar, dan tahun 2014 sebesar Rp462,48 miliar serta pencapaian PNBP berupa biaya administarasi pengurusan piutang negara tahun 2010 sebesar Rp70,26 miliar, tahun 2011 sebesar Rp74,46 miliar, tahun 2012 sebesar Rp96,35 miliar, tahun 2013 sebesar Rp56,72 miliar, dan tahun 2014 sebesar Rp43,15 miliar.
-17Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS) Tahun 2010-2014 (Miliar Rupiah)
Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara Tahun 2010-2014 (Miliar Rupiah)
Pelayanan Lelang Lelang merupakan penjualan barang yang dilakukan secara terbuka untuk umum. Dalam perkembangannya, lelang tidak hanya menjalankan perannya sebagai media transaksi jual beli barang, namun di sisi lain memiliki fungsi strategis dalam mendukung pendapatan negara (PNBP) melalui penerimaan bea lelang pada setiap lelang
yang dilaksanakan serta mengamankan potensi
penerimaan negara dari sektor perpajakan melalui PPh dan BPHTB. Wujud upaya optimalisasi dalam pelayanan lelang adalah Continuous Improvement dalam pelayanan lelang, antara lain penyusunan dan penyempurnaan regulasi lelang, meningkatkan Sumber Daya Manusia melalui pembinaan yang berkesinambungan, modernisasi lelang antara lain dengan menyelenggarakan lelang dengan cara penawaran melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi (eauction), meningkatkan peran dan mutu profesionalisme Pejabat Lelang kelas I DJKN dengan pembentukan Jabatan Fungsional Pelelang, serta melaksanakan
-18-
lelang aset BMN yang berasal dari penyerahan gratifikasi KPK dan pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan kredit macet perbankan. Pelayanan lelang selama tahun 2010-2014 menunjukkan kenaikan, baik dari frekuensi lelang, pokok lelang maupun bea lelang. Realisasi pada tahun 2010 frekuensi lelang sebanyak 27.595 dengan pokok lelang sebesar Rp 6,79 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar 83,83 miliar. Tahun 2011 frekuensi lelang sebanyak 35.680 dengan pokok lelang sebesar Rp 7,48 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar 102,8 miliar. Tahun 2012 frekuensi lelang sebanyak 38.061 dengan pokok lelang sebesar Rp 9,48 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar 132 miliar. Tahun 2013 frekuensi lelang sebanyak 37.639 dengan pokok lelang sebesar Rp 9,41 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar 221,51 miliar. Tahun 2014 frekuensi lelang sebanyak 46.215 dengan pokok lelang sebesar Rp9,36 triliun dan PNBP berupa bea lelang sebesar Rp220,72 miliar. Tren Capaian Frekuensi lelang tahun 2010-2014 Pokok Lelang (dalam M ilyar Rupiah)
10.000
6.796
9.480
9.414
9.360
7.489
5.000 2010
2011 Target
2012
20 13
2014
Capaian
Tren Capaian Pokok Lelang tahun 2010-2014 Pokok Lelang (dalam M ilyar Rupiah)
10.000
6.796
9.480
9.414
9.360
7.489
5.000 2010
2011 Target
2012
2013
2014
Capaian
Tren Perolehan Bea lelang tahun 2010-2014 Bea lelang (dalam Milyar Rupiah)
300,00 200,00
221,5 83,8
102,8
220,7
140,7
100,00 2010
2011 2012 2013 Target Capaian
2014
-19-
Dari sektor swasta, pembinaan dan pengawasan oleh DJKN terhadap Balai Lelang dan Pejabat Lelang Kelas II secara aktif dilakukan agar perannya terhadap fungsi penyelenggaraan lelang negara, yakni fungsi privat dapat mendukung upaya DJKN untuk mengembangkan lelang dan menggali potensi lelang dari berbagai sektor. Saat lelang ditinjau dari sisi perdagangan yang dapat digunakan oleh siapapun, baik perorangan maupun badan hukum swasta sebagai sarana dalam melakukan transaksi jual beli aset maupun produknya, peran penting Balai Lelang dan Pejabat lelang kelas II diharapkan dapat mewujudkannya. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2010 s.d. 2014) tren pengajuan permohonan lelang yang diterima oleh Balai Lelang dan Pejabat Lelang Kelas II cenderung meningkat dan telah menunjukkan hasil kinerja yang baik. Kebijakan untuk modernisasi lelang terus dikembangkan DJKN, di antaranya adalah
sistem
lelang
dengan
penawaran
melalui
Teknologi
Informasi
dan
Komunikasi (TIK) atau e-auction. Pada dasarnya langkah tersebut ditempuh oleh DJKN dengan maksud menghadirkan kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan dengan meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keamanan dalam setiap pelaksanaan lelang. Peraturan terkait yang telah ditetapkan adalah Peraturan Dirjen Kekayaan Negara
Nomor
4/KN/2014 tentang
Tata
Cara
Pelaksanaan Lelang Dengan Penawaran Melalui Surat Elektronik (Email) pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Pada
lelang
dengan
penawaran
melalui
email,
peserta
lelang
dapat
melakukan penawaran hanya dengan memanfaatkan fasilitas TIK, tanpa harus hadir di tempat pelaksanaan lelang. Dengan demikian, hal tersebut diharapkan dapat menghadirkan kemudahan dan kenyamanan bagi peserta lelang untuk melakukan penawaran di manapun berada, serta mampu meningkatkan keamanan saat proses penawaran lelang, dengan meminimalisasi pertemuan tatap muka antar peserta lelang. Sehingga dapat mengurangi peluang intimidasi yang dilakukan oleh pihak yang ingin mengganggu kelancaran pelaksanaan lelang. Dengan adanya keleluasaan bagi para peserta lelang dalam melakukan penawaran, diharapkan optimalisasi capaian hasil lelang dapat terwujud. Pada tahun 2014, telah dilakukan lelang dengan penawaran melalui email (closed bidding) oleh 53 KPKNL di seluruh Indonesia dengan melibatkan kemitraan strategis perbankan dengan BNI, Bank Mandiri dan BRI. Untuk action plan berikutnya, DJKN merencanakan untuk melaksanakan lelang dengan penawaran melalui internet. Perbedaan dengan penawaran melalui email adalah bahwa dalam lelang melalui internet, peserta lelang dapat melihat setiap penawaran yang diajukan oleh peserta lelang lainnya, dan dimungkinkan
-20-
bagi peserta lelang untuk melakukan penawaran lebih dari satu kali. Aplikasi penawaran melalui internet saat ini masih dalam tahap quality assurance oleh Pusintek Kemenkeu. Dalam rangka meningkatkan peran dan mutu profesionalisme Pejabat Lelang kelas I DJKN dilakukan dengan pembentukan Jabatan Fungsional Pelelang. Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Jabatan Fungsional Pelelang, Pejabat lelang pada DJKN menjadi Jabatan Fungsional Pelelang dengan ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang. 1.1.2. REFORMASI BIROKRASI Sejalan dengan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan, DJKN terus bertekad untuk melakukan penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, dan peningkatan manajemen sumber daya manusia. DJKN secara berkelanjutan juga menyelenggarakan kegiatan sosialisasi program reformasi birokrasi yang diikuti oleh peserta dari seluruh unit vertikal di lingkungan DJKN. Adapun kegiatan yang telah dilakukan sebagai berikut. Penataan Organisasi Penataan organisasi di lingkungan DJKN dilakukan di tingkat pusat dan vertikal DJKN. Semakin beragam dan kompleksnya cakupan core business DJKN perlu didukung penguatan secara kelembagaan dan struktur organisasi yang memadai. Penataan organisasi tidak saja difokuskan pada penambahan unit eselon II, eselon III, eselon IV, dan perubahan nomenklatur, melainkan juga dalam rangka penajaman tugas dan fungsi. Proses penataan organisasi dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pelaksanaan tugas, beban tugas dan potensi yang dihadapi, serta evaluasi atas efektivitas penyelesaian setiap pelaksanaan tugas. Penataan organisasi di lingkungan Kantor Pusat DJKN dilakukan melalui penetapan PMK Nomor 184/PMK.01/2010 tanggal 11 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Melalui regulasi tersebut, organisasi Kantor Pusat DJKN terdiri dari 1 sekretariat dan 7 direktorat yang merepresentasikan portofolio tugas dan fungsi DJKN yang cukup heterogen. Elaborasi lebih lanjut terkait dengan pembagian tugas antar unit di dalam lingkungan Kantor Pusat DJKN diatur dalam Peraturan Dirjen Kekayaan Negara Nomor Per-03/KN/2011 tentang Pembagian Tugas Pada Kantor Pusat DJKN sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Kekayaan Negara Nomor Per-
-21-
07/KN/2011. Peraturan di bidang keorganisasian ini menopang berlangsungnya mekanisme kerja yang kolaboratif, harmonis, dan sinergis dalam dinamika perubahan yang cepat dan penuh tantangan. Dalam perkembangan terakhirnya, organisasi dan tata kerja Kementerian Keuangan sendiri telah diganti dengan PMK Nomor 206/PMK.01/2014 tanggal 17 Oktober 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, kendati tidak ada perubahan signifikan dalam konteks organisasi Kantor Pusat DJKN. Meskipun demikian, saat ini tengah dilakukan pembahasan mendalam termasuk dengan penyusunan naskah akademis, untuk mengusulkan perubahan organisasi di lingkungan Kantor Pusat DJKN agar dapat lebih “best fit” dengan tuntutan perubahan yang dihadapi. Komunikasi yang intens dilakukan, baik dengan unit internal Kementerian Keuangan dalam hal ini Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan maupun dengan Kementerian PAN dan RB. Sementara itu, penataan organisasi di lingkungan instansi vertikal DJKN ditetapkan melalui PMK Nomor 170/PMK.01/2012 tanggal 6 November 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Dalam peraturan tersebut, organisasi vertikal DJKN terdiri atas 17 (tujuh belas) kantor wilayah dan 85 (delapan puluh lima) Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), di mana tujuh puluh di antaranya telah beroperasi. Salah satu fitur penting dari penataan organisasi ini adalah penambahan fungsi kepatuhan Internal pada Kantor Wilayah (Kanwil) DJKN dan KPKNL. Pada Kanwil, hal ini dilakukan dengan membentuk Bidang Kepatuhan Internal, Hukum dan Informasi (KIHI). Seksi Verifikasi dihapuskan untuk dapat membentuk unit kepatuhan internal di dalam Bidang KIHI. Selain itu, dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas, dilakukan penggabungan seksi pada Bidang Penilaian, Bidang Piutang Negara, dan Bidang Lelang yang semula 3 (tiga) seksi menjadi 2 (dua) seksi. Implikasinya adalah kemunculan unit organisasi baru pada KPKNL yang dilakukan dengan menambah 1 (satu) seksi yaitu Seksi Kepatuhan Internal. Tindak
lanjut
berikutnya
dari
penataan
organisasi
di
atas
adalah
penyusunan konsep uraian jabatan struktural dan pelaksana di lingkungan DJKN. Ini merupakan elemen penting yang berperan sebagai guidance bagi pelaksanaan tugas dalam konteks keorganisasian, terutama karena kita dapat memperoleh gambaran tentang job specification dan job description di dalamnya. Sebagai pedoman bagi pelaksana dalam melaksanakan tugas, telah disusun Uraian Jabatan dengan rincian sebagai berikut.
-22-
1. Kantor Pusat DJKN a. Uraian Jabatan Struktural Kantor Pusat DJKN yang ditetapkan melalui KMK Nomor 1559/KM.1/2011 tanggal 29 Desember 2011. Jumlah uraian jabatan yang ditetapkan sebanyak 23 uraian jabatan. b. Uraian Jabatan Pelaksana Kantor Pusat DJKN yang ditetapkan melalui KMK Nomor 942/KM.1/2012 tanggal 5 September 2012. Jumlah uraian jabatan yang ditetapkan sebanyak 1.273 uraian jabatan. 2. Instansi vertikal DJKN a. Uraian jabatan struktural instansi vertikal DJKN yang ditetapkan melalui KMK Nomor 598/KM.1/2013 tanggal 30 Agustus 2013. Jumlah uraian jabatan yang ditetapkan sebanyak 22 uraian jabatan struktural Kantor Wilayah DJKN dan 8 uraian jabatan struktural KPKNL. b. Uraian jabatan pelaksana instansi vertikal DJKN yang ditetapkan melalui KMK Nomor 725/KM.1/2014 tanggal 8 Oktober 2014. Jumlah uraian jabatan yang ditetapkan sebanyak 115 uraian jabatan yang terdiri dari 72 uraian jabatan pelaksana Kantor Wilayah DJKN dan 43 uraian jabatan pelaksana KPKNL. Terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
yang
pegawai/aparatur
diharapkan
menjadi
pemerintahan
turut
tonggak membawa
reformasi implikasi
birokrasi
bagi
perubahan.
Di
antaranya adalah wacana penggunaan metode FES (Factor Evaluation System) dalam
analisis
jabatan
pegawai.
Semua
dinamika
ini
bertujuan
untuk
menghadirkan struktur, governance atau tata kelola, dan kualifikasi personal yang sanggup membawa pelayanan publik di bidang kekayaan negara ini menjadi lebih baik lagi. Penyempurnaan Proses Bisnis Penyempurnaan proses bisnis difokuskan dan diarahkan pada upaya peningkatan pelayanan publik. DJKN sebagai salah satu unit eselon I di Kementerian Keuangan berusaha mengubah citra dari proses yang cenderung tertutup dan kurang memberi kepastian menuju proses yang pasti pada setiap tahapannya. Sehingga publik mendapat kepastian mengenai waktu, persyaratan administrasi, dan yang paling penting adalah kepastian mengenai biaya yang harus dibayarkan. Untuk merealisasikan hal tersebut, jajaran DJKN telah memiliki SOP yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara
-23-
komprehensif, analisis dan evaluasi jabatan dan beban kerja untuk memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan. Namun demikian, jajaran DJKN senantiasa melakukan perbaikan proses bisnis agar dapat mengikuti perkembangan zaman dan memenuhi kebutuhan stakeholder. Kegiatan penyempurnaan proses bisnis yang dilaksanakan oleh DJKN antara lain: 1) Reviu Standar Operating Procedures (SOP) Dalam rangka melaksanakan penyempurnaan proses bisnis di lingkungan DJKN secara kontinyu, salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah reviu terhadap SOP-SOP yang telah ditetapkan. Karena dengan adanya perkembangan waktu tentunya terdapat perubahan terhadap ketentuan/peraturan yang mendasari SOP dimaksud, sehingga memerlukan penyesuaian-penyesuaian. Kegiatan reviu tersebut dilaksanakan terhadap SOP Kantor Pusat DJKN, SOP Kanwil DJKN maupun SOP KPKNL. Total SOP yang berhasil direviu berjumlah 421 SOP. Reviu yang dilakukan berupa penyesuaian terhadap dasar hukum SOP maupun penyesuaian terhadap alur proses bisnisnya. 2) Penyusunan Standar Operating Procedures (SOP) Selain reviu SOP, kegiatan penyempurnaan proses bisnis yang dilaksanakan yaitu penyusunan SOP baru sebagai hasil analisis atas peraturan-peraturan teknis yang ada maupun penyusunan SOP baru sebagai tindak lanjut atas rekomendasi aparat pemeriksa fungsional. Total konsep SOP baru yang disusun adalah sejumlah 114 SOP, di mana seluruh SOP tersebut telah mendapatkan penelitian sekaligus persetujuan dari Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan c.q. Kepala Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan untuk ditetapkan menjadi SOP DJKN. 3) Monitoring dan Evaluasi SOP Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kegiatan monitoring dan evaluasi SOP dilakukan secara mandiri dan difokuskan pada SOP reguler DJKN. Adapun tujuan kegiatan tersebut adalah untuk: (a) memperoleh opini pegawai di lingkungan Kanwil dan KPKNL terhadap SOP DJKN yang selama ini diterapkan; (b) melakukan pemantauan terhadap penerapan SOP reguler pada Kanwil dan KPKNL; dan (c) memperoleh bahan masukan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan SOP Kanwil dan KPKNL. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan metode: (a) survei opini kepada pegawai di lingkungan Kanwil dan KPKNL; (b)
-24-
pengumpulan data dan dokumen hasil pelaksanaan pekerjaan; dan (c) diskusi bersama pejabat dan pelaksana di lingkungan Kanwil dan KPKNL. 4) Analisis Beban Kerja (ABK) Analisis Beban Kerja merupakan suatu teknik manajemen yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja organisasi berdasarkan volume kerja. Tujuan pengukuran/ analisis beban kerja adalah untuk memperoleh informasi tentang efisiensi dan prestasi kerja unit/satuan organisasi/pemangku jabatan serta pemanfaatannya dalam
rangka
meningkatkan
kualitas
aparatur
negara.
Ruang
lingkup
pengukuran beban kerja meliputi beban kerja seluruh produk yang dihasilkan oleh unit organisasi eselon I. Manajemen SDM Reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara menuntut profesionalisme dan integritas dari aparatur negara. Untuk mewujudkan aparatur negara yang profesional dan berintegritas tinggi diperlukan sistem penempatan/pengembangan yang berbasis kompetensi serta penerapan sistem pola karier yang jelas dan terukur. Untuk menghasilkan SDM yang profesional, Kementerian Keuangan telah melaksanakan
rekrutmen
dengan
prinsip
transparan,
objektif,
kompetitif,
akuntabel, bebas KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), tidak diskriminatif, efektif dan efisien. Selanjutnya dalam pengelolaan SDM telah dilaksanakan: 1) Dalam rangka meningkatkan disiplin pegawai di Lingkungan DJKN, sejak ditetapkannya PP 53 tahun 2010 sampai dengan akhir Desember 2014 telah dilaksanakan penegakan hukuman disiplin terhadap 159 orang pegawai dengan rincian 28 pegawai mendapat hukuman berat, 32 pegawai mendapat hukuman sedang dan 99 pegawai mendapat hukuman ringan. 2) Dalam rangka menjamin pencapaian tugas strategis organisasi dan untuk lebih meningkatkan objektivitas dan transparansi dalam perpindahan/mutasi serta motivasi kerja (baik jabatan karir maupun pelaksana) bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan DJKN, telah ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER9/KN/2014 Tentang Pola Mutasi Pelaksana Di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-10/KN/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-08/KN/2012 tentang Pola Mutasi Jabatan Karier di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
-25-
3) Pengembangan SIMPEG (Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian), antara lain dilakukan updating data pegawai (nama, NIP, tempat lahir, gol/pangkat, unit kerja, pendidikan, diklat), e-dossier dan integrasi SIMPEG dengan DMS (Data Management System). 4) Penyempurnaan
proses
Identifikasi
Kebutuhan
Diklat
(IKD)
dengan
ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 37/KM.012/2014 tentang Pedoman Identifikasi Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan Non Gelar di Lingkungan Keuangan pada tanggal 14 Februari 2014 dan menyusun Sistem Informasi Manajemen Diklat (SIMDIKLAT); Manajemen Kinerja Dan Manajemen Risiko Manajemen kinerja merupakan serangkaian proses dari penyusunan rencana kerja sampai dengan pelaksanaan evaluasi untuk memastikan visi dan misi organisasi dapat tercapai. Kegiatan yang telah dilakukan terkait penerapan manajemen kinerja di lingkungan DJKN selama tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut. 1) Penandatanganan Kontrak Kinerja yang dilakukan setiap awal tahun dan dilakukan di setiap level dari level pimpinan unit eselon 1 sampai dengan level pelaksana. Mulai tahun 2014, penyusunan kontrak kinerja disinergikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011. Kontrak kinerja ini menjadi dokumen penting yang mengindikasikan hal-hal apa saja yang harus dikerjakan berikut dengan uraian target kinerjanya. 2) Monitoring dan evaluasi capaian kinerja yang dilakukan secara bertingkat. Untuk level pimpinan unit eselon 1 (Kemenkeu-One), pelaksanaan monitoring dan evaluasi capaian kinerja dilaksanakan secara rutin setiap triwulan dalam suatu forum Rapat Pimpinan Kinerja (Rapimja) yang dipimpin oleh Menteri Keungan dengan dihadiri oleh seluruh pimpinan unit eselon I, atasan langsung manajer kinerja, dan manajer kinerja unit eselon I. Agenda pembahasan meliputi evaluasi capaian kinerja Kemenkeu-One, progress pencapaian insiatif strategis, dan current issue. Di tingkat pusat, monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap capaian kinerja unit eselon II, baik di Kantor Pusat maupun Kantor Wilayah, salah satunya dengan membakukan sistem pelaporan kinerja secara regular.
-26-
Di samping itu, untuk menjamin efektivitas manajemen kinerja yang mumpuni, juga dilakukan reviu kontrak kinerja dan survei SFO (strategic focused organization), dalam hal ini dengan bekerja sama dengan Pushaka, Setjen Kemenkeu. Reviu kontrak kinerja diperlukan salah satunya untuk menjamin bahwa cascading dan alignment telah dilaksanakan secara cermat dan akurat. Adapun survei SFO dihelat untuk mengukur sejauh mana strategi menjadi elemen penting dalam mengarahkan perjalanan suatu organisasi. Adapun kegiatan yang telah dilakukan terkait penerapan manajemen risiko di lingkungan DJKN selama tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1) Penyusunan Profil Risiko sebagaimana diamanatkan dalam PMK Nomor 191/PMK.09/2008 tentang Penerapan Manajemen Risiko Di Lingkungan Departemen Keuangan, setiap UPR harus menyusun profil risiko unit masingmasing pada tiap semester. Untuk itu, Kantor Pusat DJKN bertugas untuk mengoordinasikan dan memantau penyusunan profil risiko pada setiap Unit Pemilik Risiko (UPR). Sebagai hasilnya, semua UPR di lingkungan DJKN telah melaksanakan penyusunan profil risiko pada rentang waktu tersebut. 2) Monitoring Penanganan Risiko yang dilakukan untuk menjaga agar rencana penanganan risiko yang telah disusun dapat dilaksanakan dengan baik, maka setiap pertengahan semester dilaksanakan monitoring penanganan risiko. Kegiatan ini dilaksanakan dengan cara meminta hasil sementara penanganan risiko yang telah diselesaikan kepada seluruh UPR di lingkungan DJKN. Selanjutnya akan dilihat sejauh mana efektivitas dan efisiensi rencana penanganan risiko yang telah diselesaikan. Kepatuhan Internal DJKN terus berupaya meningkatkan penerapan pengendalian intern dalam setiap pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Untuk mendukung itu, telah ditetapkan KMK Nomor 152/KMK.09/2011 tentang Peningkatan Penerapan Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan. Sesuai PMK Nomor 184/PMK.01/2010, pelaksanaan fungsi kepatuhan internal di lingkungan DJKN dilaksanakan oleh Bagian Organisasi dan Kepatuhan Internal, Sekretariat Ditjen Kekayaan Negara, sedangkan untuk mengakomodasi fungsi kepatuhan internal di tingkat vertikal telah ditetapkan PMK Nomor 170/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, di mana fungsi kepatuhan internal di tingkat Kantor
-27-
Wilayah dilaksanakan oleh Bidang Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi, dan di tingkat KPKNL dilaksanakan oleh Seksi Kepatuhan Internal. Sepanjang tahun 2010-2014 telah dilakukan monitoring dan evaluasi (monev) pemantauan pengendalian intern, dengan fokus utama kegiatan meliputi:(1) sosialisasi pemantauan pengendalian utama, (2) internalisasi gerakan anti korupsi, dan (3) pengujian penerapan pengendalian utama yang dilakukan pada unit vertikal tingkat kantor wilayah. Penanganan Perkara Jumlah perkara yang ditangani oleh DJKN sampai dengan Tahun 2014 berjumlah 3.576 perkara. Terhadap perkara tersebut, jumlah perkara yang telah diselesaikan sampai dengan Tahun 2014 baik karena damai, gugur, dicabut, maupun berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sebanyak 79 perkara. Dengan demikian jumlah perkara yang aktif ditangani sebanyak 3.497 perkara, yang terdiri dari : 1. Perkara Peradilan Umum sebanyak 3.268 perkara; 2. Perkara Tata Usaha Negara (TUN) sebanyak 228 perkara; 3. Perkara Sengketa Informasi Publik sebanyak 1 perkara. Progress jumlah perkara selama tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut:
-28-
Teknologi Informasi Dan Kehumasan Arah kebijakan DJKN di bidang Informasi dan Teknologi Keuangan untuk periode Tahun 2010-2014 menekankan pada aspek integrasi sumber daya informasi yang mencakup mulai dari infrastruktur, sistem aplikasi, sampai dengan sumber daya manusia pengelola teknologi informasi dan komunikasi. Dalam bidang pengembangan sistem informasi dan penyiapan infrastruktur TIK menuju pengelolaan sistem informasi yang terintegrasi pada tahun 2010 hingga tahun 2014, Direktorat PKNSI telah berhasil membangun dan mengintegrasikan beberapa sistem dan aplikasi dengan model integrasi sebagai berikut: 1. Integrasi beberapa sistem aplikasi yang memiliki proses bisnis yang mirip ataupun bersambung ke dalam satu sistem. Model ini digunakan oleh Sistem Informasi Manajemen Aset Negara yang menggabungkan beberapa modul penatausahaan barang milik negara yaitu Modul Kekayaan Negara (Modul KN) Tingkat KPKNL dan Modul KN Tingkat Kantor Wilayah dengan Modul Pengelolaan Barang Milik Negara. 2. Integrasi database dari beberapa sistem aplikasi yang memiliki kelompok tugas dan fungsi yang mirip ke dalam satu sistem. Model ini digunakan oleh Modul Kekayaan
Negara
Lain-Lain
(Modul
KNL)
dan
Modul
Kekayaan
Negara
Dipisahkan (Modul KND). 3. Integrasi database secara fisik. Model ini digunakan dalam Sistem Informasi Manajemen Piutang dan Lelang (SIMPLe) dan Digital Attendant National System (DIANA’s), dimana seluruh database kedua aplikasi tersebut yang semula terdesentralisasi di setiap Kantor Pelayanan, diubah menjadi tersentralisasi di Kantor Pusat DJKN. 4. Integrasi berdasarkan utilitas tertentu. Model ini digunakan oleh Aplikasi Uploader Laporan (UPLOADER) yang digunakan untuk mengunggah seluruh laporan dari masing-masing Kantor Pelayanan dan langsung tersimpan pada server Kantor Pusat DJKN. Model ini juga digunakan oleh Aplikasi File Sharing DJKN, yang digunakan untuk menyimpan seluruh file kerja dari setiap Kantor Pelayanan ke dalam satu server data yang aman yang tidak ter-sharing pada jaringan publik. Selain pengembangan dan pengintegrasian sistem aplikasi tersebut, DJKN juga telah mengembangkan aplikasi/sistem tertentu untuk berbagai keperluan untuk mendukung tugas dan fungsinya, yaitu: 1. Aplikasi Lelang Melalui Email (ALE) 2. Aplikasi Perjalanan Dinas (ALADIN)
-29-
3. Aplikasi Penatausahaan Dan Pelaporan Lelang (APPL) 4. Aplikasi Lelang Internet (ALI) 5. Sistem Informasi Peraturan Perundangan Mobile (SIPP) 6. Sistem Informasi Penilaian (SIP) 7. Modul Kekayaan Negara Persuratan (MODUL PERSURATAN) 8. Sistem Informasi Kepegawaian (SIMPEG) 9. Sistem Monitoring Akrivitas Rutin (SMARt) 10. Sistem Informasi Geografis Kekayaan Negara (SIG-KN) Selanjutnya dalam hal infrastruktur, DJKN telah berhasil membangun infrastruktur jaringan VPN di seluruh Kantor Wilayah (Kanwil) DJKN serta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di seluruh Indonesia agar dapat menghubungkan komunikasi data antara Kantor Pusat DJKN, Kanwil dan KPKNL dalam satu jaringan data, sehingga komunikasi data antar kantor vertikal dengan kantor pusat telah terintegrasi. Selain itu juga telah diselesaikan pengamanan terhadap seluruh Personal Computer (PC) dengan menginstal antivirus di seluruh PC yang digunakan oleh pegawai di lingkungan DJKN. 1.2
ASPIRASI MASYARAKAT Mulai tahun 2010, Kementerian Keuangan bekerja sama dengan IPB
melakukan survei opini kepuasan pengguna layanan termasuk pengguna layanan DJKN di 6 (enam) kota, yaitu Jakarta, Medan, Surabaya, Balikpapan, Makassar, dan Batam dengan fokus survei pada layanan unggulan yang dimiliki DJKN. Survei ini bertujuan untuk melihat tingkat kepuasan pelanggan atas pelayanan yang telah diberikan dan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap pelayanan yang masih dinilai kurang oleh pelanggan. Unsur-unsur yang diteliti dalam survei opini tersebut adalah informasi persyaratan, kesesuaian prosedur, waktu penyelesaian, kesesuaian pembayaran, pengenaan sanksi, keterampilan petugas, sikap petugas, akses terhadap kantor pelayanan, dan lingkungan pendukung. Skor yang diperoleh DJKN pada survei opini kepuasan pengguna layanan selama tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut.
-30-
4.3 4.20
4.2 4.13
4.1 4.03
4
3.99
3.94
3.9 3.8 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber : Sekretariat Jenderal – Kementerian Keuangan
Berdasarkan hasil survei tersebut, prioritas peningkatan kinerja dari layanan DJKN adalah “waktu penyelesaian layanan”, “akses terhadap kantor layanan”, dan “kesesuaian prosedur”. Sehingga perbaikan dapat diprioritaskan pada ketiga unsur layanan yang menjadi indikator penilaian tersebut. 1.3
POTENSI DAN PERMASALAHAN Dalam upaya menjalankan amanah untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat serta perannya sebagai regulator dalam bidang Kekayaan Negara, DJKN mempunyai beberapa potensi yang dapat menjadi salah satu unsur pendorong peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan perumusan kebijakan
dalam
bidang
Kekayaan
Negara.
Selain
itu,
terdapat
beberapa
permasalahan yang harus diwaspadai agar tidak mengganggu proses pelayanan serta dalam proses perumusan kebijakan. Beberapa potensi yang dimiliki oleh DJKN antara lain. 1) Berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat”. Amanat konstitusi tersebut memberikan gambaran bahwa Pengelolaan kekayaan negara memiliki peran yang sangat strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengamanatkan sumber daya alam strategis untuk dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 2) Penguatan fungsi sebagai asset manager dalam pengelolaan kekayaan negara, meliputi
perencanaan,
pengendalian,
penatausahaan,
pengamanan,
pengawasan,
dan
menuntut peran dan tanggung jawab yang lebih besar dari
Kementerian Keuangan c.q. DJKN untuk mengelola kekayaan negara lebih optimal dan akuntabel.
-31-
3) Optimalisasi pemanfaatan aset potensi dalam rangka peningkatan utilisasi aset, peningkatan penerimaan negara dari hasil pengelolaan aset, dan mewujudkan APBN yang efektif, efisien, dan optimal. 4) Peran DJKN selaku Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara (UAP BUN). Sejak tahun 2008, DJKN melaksanakan tugas dan fungsi UAP BUN dalam hal pelaporan Investasi Pemerintah dengan lingkup yang semakin lengkap dan berkembang,
dimulai
dengan
pelaporan
kepemilikan
saham
BUMN/LKI,
pelaporan Dana Bergulir dan penerimaan laba BUMN serta laporan pengeluaran pembiayaan lainnya, yakni kinerja Pusat Investasi Pemerintah, DPPN dan Kewajiban Penjaminan. Pemahaman dasar atas bisnis proses pengelolaan keuangan untuk masing-masing item kiranya sudah diperoleh dari laporan kinerja yang menyertai laporan keuangan Investasi Pemerintah. 5) Peran DJKN dalam Pembinaan dan Pengendalian BUMN dan Perseroan Terbatas. DJKN memiliki tugas dan fungsi dalam rangka penyiapan perumusan kebijakan di bidang kekayaan negara, termasuk Kekayaan Negara yang Dipisahkan, diantaranya adalah memiliki kewenangan untuk membina dan mengawasi BUMN yang berada di bawah pembinaan Kementerian Keuangan. Hal ini memiliki kelebihan dari sudut pandang penganggaran berbasis kinerja terkait PMN untuk peningkatan kapasitas usaha dan/atau perbaikan struktur permodalan BUMN/Lembaga. Akan tetapi, di sisi lain, hal ini juga dapat menjadi permasalahan terkait potensi timbulnya conflict of interest di mana tugas dan fungsi yang berbeda tersebut dilakukan pada suatu unit yang sama. 6) Membaiknya perekonomian Indonesia sebagaimana ditunjukkan oleh indikatorindikator ekonomi makro dapat menjadi pendorong berkembangnya lelang sukarela. Tren meningkatnya lelang sukarela dalam beberapa tahun terakhir mencerminkan kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan lelang sebagai instrument jual beli yang handal dan menguntungkan. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh DJKN antara lain. 1) Pengguna barang (K/L) belum sepenuhnya disiplin dalam penatausahaan dan pengelolaan aset tetap seperti kesadaran untuk melakukan rekonsiliasi barang, kesadaran penyerahan aset idle kepada pengelola barang, dan pemanfaatan aset sesuai ketentuan. 2) Masih terdapat BMN bermasalah yang meliputi BMN belum memiliki dokumen kepemilikan, BMN dikuasai pihak lain, BMN dalam sengketa, BMN belum ditemukan dan BMN rusak berat tetapi belum dihapuskan. Hal tersebut dapat menghambat penetapan utilisasi kekayaan negara.
-32-
3) Pelaksanaan penjualan aset dalam rangka penerimaan pembiayaan (dalam konteks pengelolan aset eks BPPN, PT PPA, dan BDL) terkendala dengan legalitas dokumen kepemilikan aset di mana sebagian besar telah habis masa berlakunya, sehingga berpotensi akan menimbulkan permasalahan hukum apabila tetap dilaksanakan penjualan. 4) Terdapat aset kredit yang diserahkan ke PUPN memiliki kualitas rendah dan nilai jaminan tidak mencukup untuk menjamin hutang, aset kredit yang memiliki permasalahan hukum, dan aset yang dokumennya kurang lengkap, sehingga sulit untuk dicapai recovery-nya. 5) Masih terdapat banyak keberatan/perlawanan/gugatan terhadap pelaksanaan lelang antara lain jenis lelang hak tanggungan, fidusia dan kepailitan sebagai penyelesaian dari kredit macet. 6) Terkait penilaian, belum efektifnya pengendalian mutu terhadap proses bisnis penilaian
serta
regulasi
yang
mengatur
tentang
penilaian
belum
bisa
mengakomodir semua kebutuhan stakeholder. 7) Masih
digunakannya
kewajaran
nilai
yang
NJOP
sebagai
dihasilkan
benchmark
oleh
penilai
untuk
membandingkan
sehingga
justru
tidak
mencerminkan harga pasar. Capaian DJKN atas arah kebijakan dan srategi dalam Renstra Tahun 20102014 secara umum menunjukkan hasil yang baik. Begitu pula aspirasi masyarakat yang ditunjukkan dalam hasil survei atas pelayanan DJKN kepada stakeholders menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun, walaupun ada beberapa hal yang diharapkan untuk lebih ditingkatkan di masa yang akan datang. Namun demikian, DJKN memiliki beberapa potensi yang dapat digunakan dalam rangka mendorong peningkatan pelayanan kepada stakeholders dan perumusan
kebijakan
kekayaan
Negara,
serta
memiliki
beberapa
masalah/tantangan yang harus diwaspadai, agar tidak mengganggu pelayanan kepada stakeholders serta perumusan kebijakan. Melihat hasil pencapaian Renstra Tahun
2010-2014,
dan
mempertimbangkan
aspirasi
masyarakat,
serta
memperhatikan potensi dan permasalahan yang ada, DJKN merumuskan visi, misi, tujuan, serta sasaran strategis untuk Tahun 2015-2019. Visi, misi, tujuan, serta sasaran strategis untuk Tahun 2015-2019 tersebut disajikan pada BAB II.
-33-
BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
2.1 VISI DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA Dengan mempertimbangkan capaian kinerja, potensi dan permasalahan, serta memperhatikan aspirasi masyarakat maka visi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk Tahun 2015-2019 adalah ‘Menjadi Pengelola Kekayaan Negara yang Profesional dan Akuntabel untuk Sebesar-Besar Kemakmuran Rakyat’. Dari visi yang ditetapkan tersebut, yang dimaksud dengan Pengelola Kekayaan
Negara
adalah
Direktorat
Jenderal
Kekayaan
Negara
sebagai
lembaga/institusi yang mempunyai tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara, dan lelang. Profesional adalah pengelolaan kekayaan negara, penilaian, pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang dilaksanakan sesuai prosedur, norma waktu, standar profesi, dan standar keilmuan yang telah ditetapkan. Akuntabel adalah pengelolaan kekayaan negara, penilaian, pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat adalah pengelolaan kekayaan negara, penilaian, pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang dilaksanakan untuk kepentingan negara dalam
rangka
mewujudkan
kemakmuran
rakyat,
melalui:
(i)
optimalisasi
penerimaan, efisiensi pengeluaran, dan efektivitas pengelolaan kekayaan negara, penilaian, pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang, (ii) peningkatan pembiayaan dalam negeri, serta (iii) integrasi pengelolaan kekayaan negara dengan penganggaran. Visi tersebut sejalan dengan fungsi strategis yang diemban DJKN dalam konteks pengelolaan kekayaan negara. Berbicara mengenai kekayaan negara, amanat konstitusi sudah sangat jelas menggariskan bahwa “bumi, air dan kekayaan
alam
yang
terkandung
di
dalamnya
dikuasai
oleh
negara
dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (Pasal 33 ayat 3 UUD 1945). Negara harus hadir untuk memastikan bahwa sumber daya dan kekayaan negara itu dikelola dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat. Di sinilah DJKN berperan menjalankan fungsi strategis sebagai representasi peran negara. DJKN juga merupakan aktor penting LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat). LKPP itu merupakan gambaran secara utuh bagaimana keuangan negara kita dikelola. Kualitas LKPP kita menunjukkan tren yang membaik sebagaimana
-34-
ditunjukkan dengan opini yang dikeluarkan oleh BPK yang melakukan audit atas LKPP itu. Yang perlu untuk diketahui adalah bahwa pos terbesar di dalam Neraca itu adalah aset tetap dan itu merupakan salah satu tanggung jawab DJKN untuk memastikan kewajaran nilainya dan mengelolanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa DJKN adalah pengangkat opini atas LKPP karena baik buruknya DJKN dalam mengelola aset ini menentukan baik tidaknya kualitas LKPP tersebut. Dalam skala yang lebih makro, DJKN selaku bagian dari otoritas fiskal di negara ini turut serta berkontribusi dalam perekonomian nasional. Kontribusi itu antara lain terletak pada upaya pengendalian belanja melalui perencanaan aset yang lebih sophisticated. Langkah itu sejatinya sangat strategis karena merupakan langkah pengaman agar APBN kita selalu sehat dan sustainable. Perencanaan aset harus dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan aset yang sudah ada, standar aset, standar kebutuhan, dan standar harga. Ini tentu saja menuntut tersedianya database yang lengkap dan terintegrasi dengan sistem penganggaran, dan menjadi tanggung jawab DJKN untuk merealisasikannya. Sumbangan lain DJKN pada perekonomian nasional juga dapat dilihat dari tugasnya untuk menjadi guardian BUMN. Dapat dimafhumi bagaimana besarnya partisipasi BUMN dalam menggerakkan roda pembangunan dan perekonomian. Di banyak sektor, BUMN justru tampil sebagai market leader dan bahkan market setter. Kondisi inilah yang harus terus dikawal dan di-maintain oleh Menteri Keuangan selaku Kuasa dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, yang dalam hal ini secara operasional dijalankan oleh DJKN. Yang juga tidak boleh diabaikan ketika kita berbicara mengenai kontribusi DJKN dalam perekonomian nasional adalah bahwa DJKN juga merupakan penghasil alternatif PNBP, baik yang diperoleh dari utilisasi aset, maupun dari tugas pengurusan piutang negara dan pelaksanaan lelang. Begitu beragamnya portfolio DJKN tersebut merupakan tantangan sebagai “emerging organization” untuk mewujudkan DJKN sebagai organisasi dengan proses bisnis modern dan organisasi yang multitasking/skill/spesialisasi. 2.2 MISI DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA Untuk merealisasikan visi yang telah ditetapkan, maka Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menetapkan Misi, yang terdiri dari. 1. Mewujudkan optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran, dan efektivitas pengelolaan kekayaan negara. 2. Mengamankan kekayaan negara secara fisik, administrasi, dan hukum. 3. Meningkatkan tata kelola dan nilai tambah pengelolaan investasi pemerintah.
-35-
4. Mewujudkan nilai kekayaan negara yang wajar dan dapat dijadikan acuan dalam berbagai keperluan. 5. Melaksanakan pengurusan piutang negara yang efektif, efisien, transparan,dan akuntabel. 6. Mewujudkan lelang yang efisien, transparan, akuntabel, adil, dan kompetitif sebagai
instrumen
jual
beli
yang
mampu
mengakomodasi
kepentingan
masyarakat.
2.3 TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA Tujuan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada tahun 2015-2019 adalah. 1. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara. 2. Peningkatan kualitas perencanaan kebutuhan Barang Milik Negara. 3. Peningkatan kualitas perencanaan, pengelolaan, dan monitoring investasi Pemerintah. 4. Optimalisasi pengelolaan aset kredit dan aset properti. 5. Peningkatan pelayanan penilaian. 6. Optimalisasi pengurusan piutang Negara. 7. Peningkatan pelayanan lelang. 8. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan. 2.4 SASARAN STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA Dalam rangka mendukung pencapaian 8 (delapan) tujuan sebagaimana disebutkan di atas, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah menetapkan 16 (enam belas) sasaran strategis yang merupakan kondisi yang ingin dicapai oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada tahun 2019 sebagai berikut. 1. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara adalah. a. Pengelolaan kekayaan negara yang optimal. b. Penatausahaan dan pengamanan kekayaan negara yang akuntabel. c. Pengawasan dan pengendalian yang efektif. 2. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan peningkatan kualitas perencanaan kebutuhan Barang Milik Negara adalah perencanaan kebutuhan BMN yang akuntabel. 3. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan Peningkatan kualitas perencanaan,
pengelolaan,
dan
monitoring
investasi
pemerintah
perencanaan dan pengelolaan investasi pemerintah yang akuntabel.
adalah
-36-
4. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan optimalisasi pengelolaan aset kredit dan aset properti adalah penerimaan pembiayaan dari aset recovery yang optimal. 5. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan peningkatan pelayanan penilaian adalah. a. Pengembangan
Penilai
yang
profesional
dan
Quality
Assurance
yang
berkelanjutan. b. Pembangunan dan pengembangan Database Penilaian yang andal. 6. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan optimalisasi pegurusan piutang Negara adalah. a. Pengurusan piutang Negara yang optimal; b. PNBP dari pengurusan piutang Negara yang optimal. 7. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan peningkatan pelayanan lelang adalah. a. Pelayanan lelang yang optimal. b. PNBP dari pelayanan lelang yang optimal. 8. Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam tujuan kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan adalah. a. Organisasi yang fit for purpose. b. SDM yang kompetitif. c. Sistem informasi manajemen yang terintegrasi. d. Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan kekayaan negara.
-37-
BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN KEUANGAN YANG TERKAIT DENGAN KEKAYAAN NEGARA Untuk
kurun
waktu
2015-2019,
kebijakan
fiskal
diarahkan
untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi
reindustrialisasi
dalam
transformasi
ekonomi
dengan
tetap
mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan mobilisasi penerimaan negara dan peningkatan kualitas belanja Negara, optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/utang dan peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan pada tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung Sembilan Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita), serta mendukung pencapaian tujuan Kementerian Keuangan yang terkait dengan Kekayaan Negara adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan
Kualitas
Pengelolaan
Kekayaan
Negara
dan
Pembiayaan
Anggaran. Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran adalah. a. Pengelolaan kekayaan negara yang optimal. b. Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal adalah. a. Penguatan regulasi melalui penyelesaian RUU di bidang pengelolaan kekayaan negara, penilai, pengurusan piutang negara dan piutang daerah, serta lelang. b. Pengamanan kekayaan negara melalui tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum. c. Implementasi
perencanaan
kebutuhan
BMN
(asset
planning)
melalui
penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) untuk pengadaan dan pemeliharaan BMN. d. Membentuk Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN) yang menyajikan informasi terkait dengan penatausahaan aset (quick wins).
-38-
e. Mengintensifkan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat satker. f. Digitalisasi proses bisnis pengelolaan kekayaan negara, pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang. g. Merencanakan, menganggarkan, dan melaporkan dana investasi pemerintah yang selektif untuk meningkatkan manfaat ekonomis dan sosial dalam rangka menunjang
kemampuan
pemerintah
meningkatkan
pelayanan
kepada
masyarakat serta meningkatkan kualitas laporan serta alokasi investasi pemerintah yang akuntabel. h. Mengoptimalkan hasil pengelolaan aset melalui penagihan terhadap aset kredit, serta penjualan, pemanfaatan, dan penetapan status penggunaan aset properti. 2. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan adalah. a. Organisasi yang fit for purpose. b. SDM yang kompetitif. c. Sistem Informasi Manajemen yang terintegrasi. d. Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan kementerian. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mewujudkan Organisasi yang fit for purpose adalah. a. Merampingkan Corporate Center menjadi strategic function dan shared service sementara unit eselon I memperoleh otonomi yang memadai. b. Mengurangi span of control. c. Melakukan restrukturisasi/penataan dan penajaman tugas dan fungsi unit kerja. d. Mengkaji ulang tata kelola special mission. e. Penyusunan job family dan job competency Kementerian Keuangan dalam rangka desain pola karir yang ideal. f. Pengembangan SOP Layanan Unggulan dan SOP Link. g. Mewujudkan transformasi pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi melalui pengembangan jabatan fungsional dan penataan jabatan struktural. h. Pengembangan e-corporate services untuk mendukung sinergi organisasi. Strategi yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mewujudkan SDM yang kompetitif adalah.
-39-
a. Mengoptimalkan fungsi pengembangan pegawai guna memenuhi kebutuhan SDM yang berkualitas. b. Campaign rekrutmen ke perguruan tinggi/sekolah. c. Implementasi manajemen talenta Kementerian Keuangan. d. Pemodelan mutasi antar unit eselon I, menggunakan data Job Family, Succession Plan, Job Person Match (JPM), dan data assessment. e. Implementasi sistem merit dan end-to-end talent management. f. Integrasi dan pengembangan Human Resources Information System (HRIS). g. Integrasi pendidikan dan pelatihan yang jelas dan menyeluruh dalam konsep corporate university dengan penguatan lembaga pendidikan kedinasan yang saat ini ada dan penguatan fungsi perencanaan, pengembangan, dan evaluasi pelatihan untuk menjamin terjadinya link and match dengan tujuan strategik organisasi. h. Pendidikan dan pelatihan bagi aparatur sipil negara melalui pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara. Strategi
yang
dilakukan
Kementerian
Keuangan
dalam
rangka
mengintegrasikan Sistem Informasi Manajemen. a. Pengembangan ICT Blue Print/Integrated Strategic Plan (ISP). b. Penyusunan Arsitektur TIK yang komprehensif selaras dengan ISP hasil Transformasi Kelembagaan. c. Pembangunan dan pengembangan sistem informasi sesuai Core Bussiness unit eselon I. d. Pengembangan Sistem Informasi Pertukaran Data. e. Pembangunan dan pengembangan Integrated Financial Management Information System (IFMIS). Strategi bidang pengawasan yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka mewujudkan peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan kementerian. a. Peningkatan efektivitas tata kelola, pengendalian intern, dan manajemen risiko di Kementerian Keuangan. b. Implementasi
audit
Teknologi
Informasi
dan
penggunaan
Teknik
Audit
Berbantuan Komputer (TABK). c. Peningkatan peran dan kerjasama dengan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) lain, termasuk pembuatan peraturan dan pedoman pengawasan. d. Pengembangan infrastruktur dan sistem pengawasan sesuai best practices. e. Peningkatan internalisasi Anti Korupsi, perluasan Audit Kinerja dan Investigasi, serta optimalisasi Whistleblowing System.
-40-
f. Peningkatan kualitas pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan internal dan eksternal. g. Pelaksanaan Pengawasan atas pengelolaan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. 3.2
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA Dalam kurun waktu 2015-2019, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
mempunyai arah kebijakan yang mendorong peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara, piutang dan lelang secara profesional dan akuntabel
demi
terwujudnya visi dan misi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Arah kebijakan dan strategi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung pencapaian tujuan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara adalah sebagai berikut. 1. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara antara lain. a. Pengelolaan kekayaan negara yang optimal. b. Penatausahaan dan pengamanan kekayaan negara yang akuntabel. c. Pengawasan dan pengendalian yang efektif. Strategi
yang
dilakukan
untuk
mewujudkan
peningkatan
kualitas
pengelolaan kekayaan negara adalah. a. Menyempurnakan dan memperkuat regulasi di bidang pengelolaan BMN sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014. b. Implementasi basis akrual dalam penyusunan Laporan BMN, sebagai bahan untuk menyusun LKPP. c. Meningkatkan kualitas penyajian Nilai BMN di dalam Laporan BMN dan LKPP sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. d. Pengawasan dan pengendalian BMN secara efektif. e. Percepatan sertipikasi BMN. f. Pengelolaan aset BMN yang berasal dari KKKS untuk mendukung kegiatan hulu migas dan menunjang optimalisasi PNBP yang berasal dari pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN KKKS. g. Pengelolaan BMN KKKS diterapkan secara akuntabel, prudent, efisien, dan sinergis dengan kebijakan di bidang energi.
-41-
2. Peningkatan kualitas perencanaan kebutuhan BMN Kondisi perencanaan
yang
ingin
kebutuhan
dicapai
BMN
dalam
adalah
rangka
perencanaan
peningkatan kebutuhan
kualitas
BMN
yang
akuntabel. Adapun strategi yang untuk mewujudkannya adalah. a. Pembuatan database BMN. b. Penyempurnaan regulasi berkenaan dengan perencanaan kebutuhan BMN. c. Capacity building SDM. 3. Peningkatan kualitas perencanaan, pengelolaan, dan monitoring investasi Pemerintah Kondisi
yang
perencanaan,
ingin
pengelolaan,
dicapai dan
dalam
monitoring
rangka
peningkatan
investasi
Pemerintah
kualitas adalah
terwujudnya perencanaan dan pengelolaan investasi pemerintah yang akuntabel. Adapun strategi yang dilakukan untuk mewujudkan perencanaan dan pengelolaan investasi pemerintah yang akuntabel adalah. a. Penyempurnaan dan penguatan regulasi di bidang investasi pemerintah. b. Digitalisasi proses bisnis. c. Pemberian
penambahan
PMN
yang
selektif
dan
mendukung
program
pemerintah. d. Peningkatan kualitas laporan investasi pemerintah. 4. Optimalisasi pengelolaan aset kredit dan aset properti Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan optimalisasi pengelolaan aset kredit dan aset properti adalah penerimaan pembiayaan dari aset recovery yang optimal. Adapun
strategi
yang
dilakukan
untuk
mewujudkan
penerimaan
pembiayaan dari aset recovery yang optimal antara lain. a. Penyelesaian Piutang Negara yang mempunyai nilai outstanding besar atau high profile. b. Optimalisasi tahap pengurusan Piutang Negara. c. Penyelesaian aset properti yang belum dilengkapi dengan dokumen peralihan. d. Verifikasi fisik aset properti dan pengurusan kelengkapan dokumen. 5. Peningkatan pelayanan penilaian Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan peningkatan pelayanan penilaian adalah.
-42-
a. Pengembangan
Penilai
yang
profesional
dan
Quality
Assurance
yang
berkelanjutan. b. Pembangunan dan Pengembangan Database Penilaian yang Andal. Strategi yang dilakukan untuk mewujudkan
peningkatan pelayanan
penilaian antara lain. a. Penyempurnaan dan penguatan regulasi dan pedoman di bidang penilaian. b. Standardisasi pelayanan penilaian pada instansi vertikal. c. Pengembangan pedoman pengawasan dan pembinaan penilai pemerintah. d. Penjaminan kualitas dan pengembangan profesional berkelanjutan Penilai Pemerintah. e. pengembangan Riset Data dan Informasi Penilaian. 6. Optimalisasi pengurusan piutang negara Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka optimalisasi pengurusan piutang negara adalah. a. Pengurusan piutang negara yang optimal. b. PNBP dari pengurusan piutang negara yang optimal. Strategi yang dilakukan untuk mewujudkan optimalisasi pengurusan piutang negara adalah. a. Memprogramkan kegiatan pemeriksaan terhadap BKPN diatas 1 milyar dengan fokus pada penyerahan dari Kementerian Keuangan c.q. Direktorat PKNSI. b. Optimalisasi tahap pengurusan. 7. Peningkatan pelayanan lelang Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka peningkatan pelayanan lelang adalah. a. Pelayanan lelang yang optimal. b. PNBP dari pelayanan lelang yang optimal. Strategi yang dilakukan untuk mewujudkan peningkatan pelayanan lelang antara lain. a. Modernisasi lelang melalui e-auction. b. Penguatan Jabatan Fungsional Pelelang. c. Penggalian potensi lelang untuk seluruh jenis lelang.
-43-
8. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan Kondisi yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan adalah: a. Organisasi yang fit for purpose. b. SDM yang kompetitif. c. Sistem informasi manajemen yang terintegrasi. d. Peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan kekayaan negara. Strategi yang dilakukan untuk mewujudkan kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan adalah. a. Melakukan restrukturisasi/penataan dan penajaman tugas dan fungsi unit kerja. b. Mengoptimalkan fungsi pengembangan pegawai. c. Penyusunan Arsitektur TIK yang komprehensif. d. Pembangunan dan pengembangan sistem informasi sesuai core business. e. Peningkatan efektivitas tata kelola, pengendalian intern, pengelolaan kinerja, dan manajemen risiko. f. Optimalisasi fungsi unit kepatuhan internal. g. Peningkatan efektivitas layanan kehumasan. 3.3
KERANGKA REGULASI Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran strategis Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara, diusulkan Rancangan Undang-Undang yang menjadi bidang tugas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara maupun yang terkait dengan bidang tugas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2015-2019. Rincian
Rancangan
Undang-Undang
bidang
tugas
Direktorat
Jenderal
Kekayaan Negara adalah sebagai berikut. 1. RUU tentang Lelang. 2. RUU tentang Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah. 3. RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI). 4. RUU tentang Penilai. 5. RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara. Urgensi pembentukan masing-masing Rancangan Undang-Undang sebagai Kerangka Regulasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut.
-44-
1. RUU tentang Lelang. Urgensi Pembentukan. a. Vendu Reglement merupakan produk hukum pemerintah kolonial Belanda tanggal 28 Februari 1908 yang dibuat khusus untuk Negara Kolonial. Secara filosofis, sosiologis, yuridis, ketentuan lelang harus segera diganti dengan Undang-Undang Lelang yang baru karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, sebagian besar dari pasal-pasal
Vendu
perkembangan
Reglement
hukum,
sudah
kebutuhan
dan
tidak
lagi
tuntutan
mengakomodasi masyarakat
akan
keadilan, dan kepastian hukum. b. Lelang berkaitan dengan masyarakat luas sehingga diperlukan adanya ketentuan yang mengikat untuk menjamin kepastian hukum seperti ketentuan mengenai hak dan kewajiban bagi penjual dan pembeli, ketentuan mengenai pengumuman lelang, dan sanksi administratif. c. Lelang memiliki fungsi publik antara lain mendukung penegakan hukum di bidang hukum pidana. d. Lelang digunakan untuk mendukung perekonomian melalui transaksi jual beli yang sehat, transparan, kompetitif, efektif dan efisien, maka perlu diberikan landasan hukum yang kuat dengan undang-undang, sehingga menumbuhkan kepercayaan publik terhadap lelang. e. Dalam Vendu Reglement belum mengakomodasi peran swasta dalam lelang, seperti ketentuan yang mengatur mengenai Balai Lelang. Sementara itu, potensi lelang masih sangat besar yang memerlukan peran swasta dalam mengembangkan lelang sukarela. f.
Perlunya penegasan wewenang Pejabat Lelang sebagai Pejabat Umum, sehingga produk hukum yang dihasilkan lebih kuat termasuk ketentuan tentang Pejabat Lelang Negara dan Swasta sebagai penyelenggara lelang yang memberikan kontribusi untuk Negara.
g. Untuk menuju lelang yang modern, ketentuan lelang dengan teknologi informasi dan komunikasi perlu diatur dengan Undang-Undang, karena Vendu Reglement tidak mengatur ketentuan lelang dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi; dan. h. Lelang merupakan sarana penjualan barang yang diamanatkan oleh berbagai undang-undang seperti Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHAP), Undang-Undang Hak Tanggungan, Undang-Undang Fidusia, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan lain-lain. Dengan demikian, lelang akan selalu eksis dan dibutuhkan masyarakat. Untuk itu, diperlukan adanya kejelasan terhadap
-45-
hak dan kewajiban para pihak, khususnya perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik. 2. RUU tentang Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah. Urgensi Pembentukan. a. Kebutuhan
masyarakat
akan
ketentuan
mengenai
pengelolaan
dan
pengurusan piutang negara dan piutang daerah yang lebih jelas dan tegas. b. Perlunya pengamanan kekayaan negara berupa piutang negara dan piutang daerah. c. Perlunya kepastian hukum dalam rangka pengurusan piutang negara dan piutang daerah. d. Perlunya langkah penyelesaian piutang negara dan piutang daerah yang efektif dan efisien. dan e. Ketentuan mengenai pengurusan piutang negara dan piutang daerah bersifat khusus. 3. RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI). Urgensi Pembentukan. a. Kemandirian operator investasi, agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. b. Terintegrasinya pengelolaan dana investasi. c. Tidak terjadinya overlapping tugas dan fungsi antar operator investasi. d. Terbentuknya
operator
investasi
yang
memiliki
kejelasan
dari
sisi
permodalan, segmentasi investasi, governance, dan pertanggung-jawaban. 4. RUU tentang Penilai. Urgensi Pembentukan. a. Kebutuhan kegiatan ekonomi masyarakat terhadap ketentuan mengenai profesi Penilai. b. Adanya ketentuan/peraturan di bidang lain yang semakin memerlukan peran Penilai. c. Belum lengkapnya fungsi kelembagaan terkait dengan pembinaan dan pengawasan Penilai; dan. d. Belum setaranya pengaturan hukum profesi Penilai. 5. RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara. Urgensi Pembentukan. a. Pada saat ini, pengaturan mengenai pengelolaan kekayaan negara dikuasai masih terpisah-pisah karena disesuaikan dengan kepentingan sektoral dan belum
diatur
secara
komprehensif
dalam
suatu
undang-undang
-46-
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) UndangUndang Dasar 1945. b. Belum adanya satu neraca kekayaan negara mengakibatkan belum terdapat basis data yang menyajikan nilai kekayaan negara dikuasai secara terkonsolidasi, sehingga tidak ada acuan yang jelas dan pasti bagi Pemerintah dalam penentuan kebijakan fiskal, akibatnya penerimaan negara dari pengelolaan kekayaan negara dikuasai belum dapat berjalan secara optimal dibandingkan dengan kekayaan negara yang diusahakan. c. Terdapat Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang diduduki dan/atau dalam sengketa dengan masyarakat atau pihak lain yang dapat berpotensi lepasnya Barang Milik Negara/Daerah dari negara. Selain itu, kondisi saat ini atas rumah negara menunjukkan bahwa jumlah rumah negara yang dimiliki oleh negara tidak lagi sesuai dan mampu memenuhi jumlah aparatur negara yang ada, serta timbulnya permasalahan-permasalahan berkaitan dengan rumah negara akibat keinginan penghuni untuk memiliki rumah negara yang berdasarkan peraturan tidak dapat dialihkan kepada penghuni, serta adanya kebijakan yang
tidak
seragam
dalam
pelepasan
rumah
negara
pada
kementerian/lembaga. d. Pengaturan atas pengelolaan kekayaan negara dipisahkan saat ini masih terbatas pada penyertaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara/Daerah; dan. e. Penyusunan
Undang-Undang
Pengelolaan
Kekayaan
Negara
yang
lingkupnya meliputi kekayaan negara dikuasai, kekayaan negara dimiliki dan kekayaan negara yang dipisahkan dalam satu undang-undang yang terpadu, akan menyempurnakan sistem pengelolaan kekayaan negara sehingga dihasilkan sistem pengelolaan yang integratif, komprehensif, transparan, dan akuntabel. Undang-undang semacam ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum dan jaminan pengelolaan kekayaan negara
untuk
memberikan
manfaat
yang
sebesar-besarnya
bagi
kemakmuran rakyat. Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 06A/DPR RI/II/2014-2015 tentang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015-2019 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2015, kelima RUU di atas telah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2015-2019.
-47-
Selain Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah yang diusulkan dalam periode tahun 2015-2019 adalah. 1. RPP tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. 2. RPP tentang Pengelolaan Piutang Negara/Piutang Daerah. 3. RPP tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara pada BUMN. Regulasi pada tingkat Rancangan Peraturan Menteri Keuangan/Keputusan Menteri Keuangan yang diusulkan dalam periode tahun 2015-2019 adalah. 1. 19 PMK/KMK terkait Barang Milik Negara. 2. 21 PMK/KMK terkait Kekayaan Negara Dipisahkan. 3. 8 PMK/KMK terkait Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain. 4. 8 PMK/KMK terkait Penilaian. 5. 7 PMK/KMK terkait Lelang. 3.4
KERANGKA KELEMBAGAAN Dalam usia Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang menginjak 8 tahun,
Direktorat
Jenderal
Kekayaan
Negara
terus
melakukan
pembenahan
dan
pengembangan di semua lini di antaranya melalui penyempurnaan proses bisnis, pengembangan SDM, serta modernisasi kantor-kantor pelayanan di daerah, dan yang tak kalah pentingnya adalah transformasi fungsi dari asset administrator menjadi asset manager. Transformasi fungsi ini sejalan dengan program reformasi jilid 2 yang sedang dijalankan Kementerian Keuangan melalui Cetak Biru Transformasi Kelembagaan yang ditetapkan melalui KMK Nomor 36/KMK.01/2014 Tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025. Dalam cetak biru terdapat 5 (lima) tema transformasi yang menjadi dasar pembangunan keseluruhan transformasi kelembagaan yaitu. 1. Memperkuat budaya akuntabilitas berorientasi outcome. 2. Merevisi model operasional, merampingkan proses bisnis, dan
mempercepat
digitalisasi pada skala besar. 3. Membuat struktur organisasi yang lebih “fit-for-purpose” dan efektif. 4. Menghargai kontribusi pegawai berprestasi dengan mengembangkan dan memberdayakan
mereka
untuk
memperoleh
dan
membangun
keahlian
fungsional yang vital. 5. Menjadi lebih proaktif dalam memengaruhi stakeholders untuk menghasilkan terobosan nasional. Berdasarkan dokumen cetak biru tersebut terdapat 9 inisiatif strategis dengan rincian sebagai berikut.
-48-
1. Membuat kebijakan terkait inventarisasi dan penilaian SDA dan aset eks. BPPN. 2. Membuat pengelolaan aset dan pengelolaan portofolio dalam bentuk digital. 3. Menegakkan
regulasi,
panduan
dan
proses
untuk
memastikan
aset
teroptimalisasi secara penuh oleh K/L. 4. Mengoptimalkan jenis aset tertentu yang berada di bawah tanggung jawab langsung Kemenkeu. 5. Memaksimalkan pemanfaatan aset dan Return on Assets (RoA). 6. Melaksanakan kajian portofolio aset setiap tahun. 7. Memperjelas mandat dan strategi dari setiap unit special missions dan meningkatkan kinerja mereka. 8. Menerapkan tata kelola, pelaporan, dan struktur hukum yang jelas. 9. Menempatkan proses-proses yang tepat. Perjalanan Transformasi Kelembagaan akan diimplementasikan melalui 3 (tiga) tahapan transformasi sepanjang 2013-2025, yaitu (i) Jangka Pendek (20132014), (ii) Jangka Menengah (2015-2019), dan (iii) Jangka Panjang (2020-2025). Tahap pertama tahun 2013-2014 telah dilalui. Selanjutnya arah perbaikan proses bisnis dalam Rencana Strategis ini adalah mengambil tahap jangka menengah, mulai tahun 2015 sampai dengan 2019. Pada tahapan ini akan berfokus pada peningkatan skala reformasi pada seluruh pegawai dan sendi customer service. Inisiatif-inisiatif transformasi yang sebelumnya dirintis pada tahap jangka pendek dan telah dikembangkan dan disempurnakan lebih lanjut akan diterapkan dalam skala besar. Tahap ini merupakan “kunci” terjadinya transformasi dan akan menunjukkan awal dari keberhasilan program ini. Lebih lanjut, dalam kaitannya dengan inisiatif strategis kelima sebagaimana tersebut di atas, yaitu memaksimalkan pemanfaatan aset dan Return on Assets (RoA), dipandang perlu akan dibentuknya suatu unit khusus yang terdedikasi untuk lebih memberikan ruang bagi pengelolaan kekayaan negara khususnya pengelolaan aset potensi yang selama ini masih belum dapat dilaksanakan secara optimal. Berdasarkan data yang dihimpun, terdapat aset negara yang tidak digunakan (idle) atau belum dipakai secara optimal (aset potensi). Hal ini dapat dijelaskan dari berbagai aspek, salah satunya adalah dikarenakan belum dilakukannya perencanaan aset idle secara memadai yang berimplikasi pada praktik pengelolaan aset idle yang tidak optimal. Terdapat setidaknya 7 (tujuh) kelompok
aset
yang
saat
ini
di bawah
kelolaan,
penguasaan,
dan
atau
pengawasan Pengelola Barang yang perlu ditingkatkan lagi upaya optimalisasinya. Ketujuh kelompok tersebut adalah (1) BMN idle, (2) aset eks. Pertamina, (3) aset
-49-
eks. IJJDF, (4) aset eks. KKKS, (5) aset eks. kelolaan PT PPA, (6) aset eks. BPPN, dan (7) aset BMN dalam proses tukar-menukar. Konsekuensi dari fenomena kurang optimalnya pengelolaan aset jenis ini adalah munculnya opportunity loss. Dari aspek pengelolaan potensi
manfaat
aset,
terdapat
dalam jumlah dan nilai yang besar tak terealisasi akibat
hilangnya kesempatan tindakan pemanfaatan aset (seperti sewa, kerjasama pemanfaatan, bangun-guna-serah, atau bangun-serah-guna) maupun pelepasan aset untuk manfaat yang mungkin lebih besar (seperti penjualan atau tukarmenukar).
Dari aspek penganggaran, jelas hal ini mengakibatkan hilangnya
potensi penerimaan negara bukan
pajak yang berasal baik dari pemanfaatan
maupun pelepasan aset. Selain itu, penggunaan aset potensi yang tidak optimal di satu sisi, secara tidak langsung akan meningkatkan belanja modal di sisi lain. Hal ini tentu mengakibatkan double inefficiency. Terbentuknya satuan kerja khusus yang fokus pada pengelolaan aset idle dan aset potensi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi positif kepada negara meliputi. a. Pengelolaan aset yang cepat, tepat, optimal, akuntabel. b. Maksimalisasi PNBP melalui pemanfaatan aset dan menambah value added pada aset. c. Disiplin Anggaran Negara, khususnya belanja modal melalui optimalisasi underutilized/idle assets. Unit khusus ini diharapkan dapat terbentuk pada tahun 2015, terlebih setelah diperolehnya dukungan politis dari parlemen sebagaimana tertuang dalam UU
APBNP
2015
yang
memberikan
alokasi
dana
untuk
kebutuhan
operasionalisasinya. Selanjutnya, unit khusus ini akan diskemakan memperoleh mandat untuk menjalankan tugas dan fungsinya dengan mekanisme Badan Layanan Umum (BLU). Mekanisme ini dipandang sangat tepat karena merupakan opsi yang paling compromisable di mana fleksibilitas pengelolaan aset terwujud dan optimalisasi aset dapat diupayakan dengan mandat publik tetap melekat, yang sejalan dengan konstelasi politik saat ini. Hal krusial lain yang perlu dicermati dalam konteks kelembagaan dari sudut pandang
transformasi
kelembagaan
adalah
sinergi
fungsi
di
bidang
perbendaharaan (treasury). Dalam cetak biru Transformasi Kelembagaan, DJKN bersinggungan dengan 2 fungsi utama, yaitu Fungsi Perbendaharaan dan Fungsi Special Mission. Sembilan inisiatif strategis yang telah dijabarkan di atas diklasifikasikan ke dalam 2 fungsi tersebut, di mana 6 inisiatif strategis masuk ke
-50-
dalam Fungsi Perbendaharaan dan 3 inisiatif strategis dikelompokkan ke dalam Special Mission. Sinergi fungsi antara DJKN dengan Unit Eselon I lain dalam Kementerian Keuangan, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) dan Direktorat
Jenderal
Pengelolaan
Pembiayaan
dan
Risiko
(DJPPR),
tengah
dirumuskan. Dalam tingkat pelayanan di unit vertikal, sinergi fungsi ini direncanakan akan diawali dengan 2 format konkret sebagai berikut.
Implementasi layanan terpadu (co-location) untuk proses bisnis rekonsiliasi SAKPA dan SIMAK BMN. Hal ini akan ditindaklanjuti dengan adanya harmonisasi proses bisnis secara menyeluruh di level kantor operasional (KPKNL dan KPPN) dan kantor wilayah (Kanwil DJKN dan DJPB).
Otomasi sistem layanan melalui implementasi penuh SPAN, SAKTI, MPN G2, SIMAN dan SMART. Selanjutnya diupayakan adanya integrasi IT system DJKNDJPB (SPAN-SAKTI, SPAN-TDR & MPN G2, SPAN-SIMAN & SMART). Co-location dan integrasi IT ini kemudian akan dievaluasi untuk melihat
sejauh mana sinergi fungsi ini dapat dilanjutkan melalui penggabungan struktur antara unit-unit terkait. 3.4.1. PENATAAN KELEMBAGAAN Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.01/2014, DJKN menyelenggarakan fungsi. 1. Perumusan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; dan. 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Memperhatikan fungsi-fungsi di atas, dapat disimpulkan bahwa core bussiness DJKN terdiri dari pengelolaan kekayaan negara, pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang. Khusus terkait dengan pengelolaan kekayaan negara, dapat dijelaskan bahwa dalam konteks negara sebagai badan hukum publik, kedudukan hukum dari kekayaan negara meliputi dua cakupan, yaitu: domain publik dan domain privat. Kekayaan negara dalam arti domain publik meliputi kekayaan negara potensial yang ”dikuasai” negara sesuai amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang
-51-
berbunyi: ”Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara
dan
dipergunakan
untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran
rakyat”.
Sedangkan kekayaan negara dalam arti domain privat merupakan kekayaan yang dimiliki oleh negara, terdiri dari kekayaan negara yang dipisahkan dan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, bersumber pada pasal 23 UUD 1945. Kekayaan negara yang dipisahkan dapat berupa investasi pemerintah pada BUMN dan investasi pemerintah lainnya. Sedangkan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, berupa BMN/D, merupakan keseluruhan barang yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah atau perolehan lainnya yang sah. Selain domain privat dan domain publik untuk menjelaskan mengenai cakupan kekayaan negara, dalam Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terdapat dimensi lain yang perlu mendapat perhatian. Dalam pasal tersebut, yang dimaksud Keuangan Negara salah satunya sebagaimana tersebut di huruf g meliputi “kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah”. Katakata “…dapat dinilai dengan uang …” dalam ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa tiap kekayaan negara menghendaki nilai, sebagai dasar penetapan efisiensi, ekonomis, efektivitas, dan transparansi dalam pengelolaan kekayaan negara atau pengelolaan keuangan negara secara umum. Dengan demikian, proses penilaian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan kekayaan negara. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirinci core business terkait pengelolaan kekayaan negara meliputi. 1. Pengelolaan Barang Milik Negara. 2. Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan. 3. Pengelolaan Kekayaan Negara Lain-lain; dan. 4. Penilaian Kekayaan Negara. Luasnya cakupan kekayan negara tersebut tentunya berimplikasi pada kapasitas organisasi pengelola kekayaan negara. Untuk mendukung pengelolaan kekayaan negara yang memenuhi asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, maka dibutuhkan kapasitas/struktur organisasi yang efektif guna mendukung amanat dimaksud.
-52-
Selain keluasan cakupan kekayaan negara, DJKN masih diberikan mandat untuk melaksanakan amanat dari 2 (dua) rezim hukum yang berbeda, yaitu di bidang pengurusan piutang negara (Undang-undang Nomor 49 Prp. 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara) dan pelayanan lelang (Vendu Reglement Nomor Stb. 1908 Nomor 189 jo. Stb. 1940 Nomor 56). Kedua rezim hukum tersebut memiliki filosofi dan terminologi yang berbeda sehingga membutuhkan kompetensi dan cara penyelesaian yang berbeda-beda pula. Secara umum pembagian fungsi dalam organisasi meliputi 3 pembagian utama yang terdiri dari. 1. Fungsi Kebijakan. Fungsi ini meliputi kegiatan perumusan, standardisasi, penyusunan pedoman berkaitan dengan pelaksanaan tugas baik di tingkat kantor pusat maupun pada instansi vertikal. 2. Fungsi Pembinaan. Fungsi ini meliputi kegiatan bimbingan teknis, supervisi, implementasi punishment and reward pada pelaksanaan tugas pelayanan terhadap pengguna jasa. 3. Fungsi Operasional. Fungsi operasional adalah buah kebijakan dan hasil pembinaan yang dipadukan dalam bentuk pelayanan kepada pengguna jasa. Penerapan fungsi-fungsi tersebut pada DJKN, idealnya dibagi secara hierarki meliputi unit-unit sebagai berikut. 1. Kantor pusat memiliki fungsi perumusan dan standardisasi kebijakan, serta pelaksanaan pembinaan terhadap Kanwil. 2. Kantor Wilayah memiliki fungsi pelaksanaan pembinaan terhadap KPKNL. 3. KPKNL memiliki fungsi pelaksanaan pelayanan terhadap pengguna jasa. Sesuai PMK Nomor 206/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara terdiri dari 8 unit eselon II dengan susunan organisasi sebagai berikut. 1. Sekretariat Direktorat Jenderal. 2. Direktorat Barang Milik Negara. 3. Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan. 4. Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain. 5. Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi. 6. Direktorat Penilaian. 7. Direktorat Lelang. 8. Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat.
-53-
Struktur sebagaimana tersebut di atas, khususnya terkait dengan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara, pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang ditambah dengan fungsi pendukung (supporting unit), direpresentasikan juga dalam struktur organisasi di level kantor wilayah dan kantor pelayanan (KPKNL). Di samping itu, Kantor Pusat juga diperkuat dengan keberadaan 3 tenaga pengkaji, yaitu Tenaga Pengkaji Harmonisasi Kebijakan (TPHK), Tenaga Pengkaji Optimalisasi Kekayaan Negara (TPOKN), dan Tenaga Pengkaji Restrukturisasi, Privatisasi, dan Efektivitas Kekayaan Negara Dipisahkan (TPRPEKND). Arah kebijakan DJKN dalam konteks kelembagaan berada dalam kerangka yang
lebih
luas
yaitu
Transformasi
Kelembagaan
Kementerian
Keuangan
sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Namun, langkah-langkah penguatan kelembagaan dan penajaman fungsi terus dilakukan secara internal, antara lain di bidang kekayaan negara dipisahkan untuk mengakomodasi kebutuhan baru dalam menjalankan fungsi perencanaan investasi pemerintah dan untuk memperkuat perangkat special mission, yang didefinisikan sebagai misi-misi pembangunan yang cakupannya di luar pelaksanaan urusan keuangan secara rutin seperti investasi, penjaminan, dan pembiayaan. 3.4.2. PENGELOLAAN SUMBER DAYA APARATUR Kebijakan utama Pengembangan Sumber Daya Aparatur secara menyeluruh diarahkan
untuk
memastikan
tersedianya
SDM
yang
berintegritas
dan
berkompetensi tinggi sesuai dengan bidang tugasnya dalam rangka mendukung pencapaian tujuan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Sasaran utama kebijakan ini adalah menciptakan proses rekrutmen yang transparan dan mampu menarik talent terbaik, peningkatkan kompetensi pegawai, dan menciptakan keterkaitan yang jelas antara kinerja, rewards, dan recognition. 1. Kondisi SDA Direktorat Jenderal Kekayaan Negara saat ini Keseluruhan jumlah SDM Direktorat Jenderal Kekayaan Negara per 31 Desember 2014 adalah 3.585 orang yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok pangkat/golongan, dengan rincian SDM golongan IV sejumlah 240 orang, golongan III sejumlah 2.341 orang, golongan II sejumlah 1.003 orang, dan golongan I sejumlah 1 orang. Dari keseluruhan SDM Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, sejumlah 1.570 orang adalah SDM dengan tingkat pendidikan Sarjana/Diploma IV dan sejumlah 700 orang berpendidikan Diploma III. SDM Direktorat Jenderal Kekayaan Negara diperkuat dengan lulusan S2 sejumlah 483 orang dan program doktoral (S3) sejumlah 5 orang. Disamping itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara memiliki
-54-
SDM dengan tingkat pendidikan Diploma I sejumlah 197 orang, SLTA sejumlah 608 orang, lulusan SLTP sejumlah 14 serta lulusan SD sejumlah 8 orang. Ditinjau dari rentang usia, SDM Direktorat Jenderal Kekayaan Negara didominasi oleh pegawai dalam rentang usia 18 s.d. 30 tahun sejumlah 1.163 orang dan usia 31 s.d 40 tahun sejumlah 1.241 orang. Rentang usia ini disebut sebagai generasi Y atau Generasi Millenial. Sedangkan jika ditinjau dari sisi gender, terdapat 2.580 orang atau 72 persen adalah pegawai pria dan 1.005 orang pegawai wanita (28 persen). Tabel Existing Pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara TINGKAT GOLONGAN RUANG JUMLAH PENDIDIKAN I II III IV SD 1 6 1 0 8 SLTP 0 14 0 0 14 SLTA 0 180 428 0 608 D1 0 132 65 0 197 D3 0 528 172 0 700 D4/S1 0 143 1.341 85 1.570 S2 0 0 333 150 483 S3 0 0 1 4 5 JUMLAH 1 1.003 2.341 240 3.585 Sumber: Lakin DJKN 2014
2. Proyeksi kebutuhan SDA tahun 2015-2019 Per tanggal 31 Desember 2014, jumlah SDM keseluruhan yang memperkuat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara adalah sejumlah 3.585 orang. Adapun berdasarkan data kebutuhan pegawai baru di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tahun 2015 s.d. 2019, disusunlah roadmap kebutuhan pegawai untuk 5 (lima) tahun mendatang. Pengajuan
usul
kebutuhan
pegawai
baru
DJKN
didasarkan
kepada
kebutuhan organisasi sebagai konsekuensi dari rencana pertumbuhan organisasi ke depan, analisis bebak kerja (ABK), serta perhitungan jumlah pegawai yang pensiun, pindah, meninggal, diberhentikan dan lain-lain dari tahun ke tahun. Dengan mengacu pada semangat zero growth dan rencana moratorium nasional sumber daya aparatur yang terstandarisasi dengan menggunakan tools yang telah disiapkan oleh Kementerian PAN-RB yaitu e-Formasi, maka perencanaan pegawai yang dahulu berfokus pada perkiraan kebutuhan, kedepannya akan menjadi lebih aligned dengan strategi organisasi karena pemenuhan kebutuhan pegawai akan teridentifikasi di tiap jenjangnya.
-55Kebutuhan Pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tahun 2015-2019 No
2015
2016
2017
2018
2019
Proyeksi/Total
1 2
Eksisting Rekruitmen
Jumlah Pegawai
3.585 127
3.701 325
3.817 208
3.933 229
4.049 205
4.157 1.094
3 4
Pensiun Jumlah
11 3.701
209 3.817
92 3.933
113 4.049
97 4.157
522
Sumber: Renstra Kementerian Keuangan 2015-2019
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara membutuhkan penambahan pegawai baru yang cukup signifikan pada tahun 2015-2019 sebesar 1.094 orang. Hal ini dikarenakan, selain untuk mengganti pegawai yang pensiun, Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara
membutuhkan
(DJKN)
juga
penambahan
melaksanakan
jumlah
pegawai
penataan seperti
organisasi
penambahan
yang fungsi
kepatuhan internal di 17 Kanwil dan 70 Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di lingkungan DJKN. Selain itu adanya agenda transformasi kelembagaan untuk mengoptimalkan fungsi pengelolaan kekayaan negara. 3. Rencana rekrutmen dan pengembangan SDM 2015-2019 Secara
umum,
pengelolaan
SDA
Direktorat
Jenderal
Kekayaan
Negara
difokuskan pada 5 (lima) isu utama yakni: a. Perencanaan pegawai strategis terstandar yang mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan pegawai. Hal ini dilakukan dengan melakukan standardisasi dan pelembagaan mekanisme perencanaan pegawai dan dilanjutkan dengan merancang proses penyempurnaan perencanaan pegawai dan perencanaan suksesi. Tema ini ditujukan untuk memperoleh akurasi dalam prakiraan kuantitas dan kualitas pegawai yang dibutuhkan pada tiap jenjang jabatan untuk mendukung strategi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Dengan adanya kebijakan dari Kementerian PAN-RB yang mensyaratkan penggunaan
aplikasi
e-Formasi
dalam
pengusulan
formasi/usulan
kebutuhan pegawai maka masing-masing jabatan akan lebih terpetakan mengenai gambaran struktur organisasi, peta jabatan, jumlah pegawai yang ada, jumlah pegawai yang dibutuhkan dan jumlah kekurangan/kelebihan pegawai di setiap unit di lingkungan DJKN. b. Terobosan dalam upaya perekrutan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Bersama dengan Kementerian PAN-RB, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara membuat rintisan rekrutmen secara Government Goes to Campus yang dikendalikan oleh unit eselon I dengan proposisi nilai yang diperbarui dan
-56-
dilaksanakan untuk memastikan bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Negara di masa depan akan mampu untuk bersaing dalam ‘perebutan’ talent untuk
menjadi
salah
satu
penyedia
lapangan
kerja
terbaik
bagi
mahasiswa/talent berprestasi. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara juga perlu memastikan terisinya jabatan fungsional strategis oleh pegawai berpengalaman dengan keahlian dan kapabilitas khusus tertentu. Tindakan utama yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menetapkan program rekrutmen internal/eksternal untuk mengisi
jabatan
fungsional
strategis,
menetapkan
attracting
program,
menetapkan program seleksi melalui open-bidding, dan mendesain induction program untuk pro-hires. c. Sistem berorientasi outcome dengan kaitan yang jelas antara kinerja perorangan dengan rewards dan konsekuensi. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara melembagakan mekanisme penilaian kinerja end-to-end yang menyertakan manajemen rewards dan konsekuensi. Untuk itu perlu dirancang dialog kinerja dan katalog rewards dan konsekuensi sedemikian rupa guna memastikan keterkaitan antara kinerja perorangan dengan rewards dan konsekuensi yang akan diperoleh. Tindakan utama yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melembagakan desain dan penerapan dialog kinerja individu dan mendesain proposisi rewards dan recognition bagi pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berprestasi. Penyelarasan kinerja dan reward dilengkapi dengan kegiatan meninjau dan menyempurnakan desain skema benefit untuk unit-unit operasional utama dengan kebutuhan khusus. d. Membangun pipeline pimpinan yang komprehensif bagi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk menduduki peran dan jabatan strategis. Tujuan inisiatif ini adalah untuk mendesain dan mengembangkan program talent pool untuk mewujudkan sepenuhnya potensi yang dimiliki talent di dalam Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk mengisi jabatan strategis dalam Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Tindakan utamanya adalah dengan memfinalisasi konsep manajemen talenta yang telah disempurnakan (identifikasi talent, program pengembangan talent, sistem retensi talent, sistem pengawasan), menentukan dan menetapkan jabatan strategis, dan menerapkan program percontohan talent pool.
-57-
Disamping mempersiapkan SDM dengan kinerja, kompetensi, dan kapabilitas tinggi, diperlukan pula penetapan jenjang karier untuk jabatan strategis (midle management dan spesialis fungsional berkinerja tinggi). Jenjang karier yang jelas dan selaras bagi tiap pegawai secara perorangan melalui penyusunan rencana karier perorangan dan pengembangan untuk mengisi jabatan strategis. Rencana
tindak
lanjut
terkait
penyesuaian
terhadap
undang-undang
aparatur sipil negara antara lain dengan menetapkan jabatan fungsional yang sesuai dengan kekhasan tugas DJKN sehingga dapat menjadi pilihan karier yang menarik bagi sebagian besar pegawai, melakukan identifikasi jabatan yang dapat diisi oleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPK) (menunggu ketentuan nasional lebih lanjut). e. Dianggap sebagai mitra strategis melalui fokus pada kegiatan-kegiatan strategis yang bernilai tambah. Rencana transisi menuju organisasi SDM terintegrasi, dengan pemberdayaan unit Eselon II, memastikan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara memiliki struktur SDM, proses, serta kapabilitas yang diperlukan untuk mendukung strategi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Tindakan utama yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memfinalisasi peran SDM sentral sebagai arsitek strategis, mendesain ulang struktur organisasi SDM agar sesuai dengan peran yang ditentukan, menetapkan dan menyempurnakan proses SDM prioritas serta penunjukan peran yang jelas antara SDM sentral dan di unit eselon II, menciptakan sistem tata kelola SDM,
dan
menetapkan
Human
Resource
Information
System
(HRIS)
yang
terintegrasi. Pengembangan dan pelembagaan HRIS menjadi katalis dalam pengintegrasian seluruh kegiatan transaksional SDM. 3.4.3.
MANAJEMEN PERUBAHAN (CHANGE MANAGEMENT)
Agar implementasi Transformasi Kelembagaan dapat berjalan dengan baik perlu upaya untuk menjaga keseimbangan antara pengelolaan inisiatif bisnis inti dan pengelolaan dinamika organisasi dalam membangun struktur kelembagaan yang diinginkan. Untuk itu Manajemen Perubahan sangat penting dalam memastikan bahwa semua stakeholders, baik internal maupun eksternal, terlibat dan mendukung tercapainya agenda yang telah disusun. Aksi utama dalam mengawal tercapainya kerangka kelembagaan ditekankan pada kegiatan membangun komunikasi, baik yang sifatnya internal maupun
-58-
eksternal. Komunikasi internal dilakukan antara lain dengan menyebarluaskan kisah untuk perubahan dan mengilhami semua orang di semua level mengambil tindakan, memastikan semua pegawai DJKN memahami apa yang harus mereka lakukan secara berbeda dan bersedia melaksanakannya, dan membangun kepercayaan diri dan mengubah para pegawai menjadi pendukung perubahan dalam masyarakat yang lebih luas. Adapun komunikasi eksternal adalah untuk memperkuat dukungan yang dimaksudkan untuk mendapat dukungan dari semua pihak
yang
berkepentingan
dan
masyarakat
untuk
program
Transformasi
Kelembagaan, membangun komunikasi dengan pemberi opini, termasuk media di dalamnya, untuk memperoleh masukan dan bimbingan atas masalah-masalah yang penting bagi mereka, dan meningkatkan kepuasan mereka. Dalam kerangka manajemen perubahan inilah DJKN mengintrodusir slogan baru CARE (committed, able, responsive, and enthusiastic). Care atau kepedulian itu sendiri merupakan prasyarat mutlak yang dibutuhkan dalam bersentuhan dengan dinamika lingkungan nasional, regional, dan global yang berjalan sedemikian cepat. Ini menunjukkan sense of ownership atau sense of belonging yang kuat terhadap diri dan organisasinya. Kepekaan akan nilai kebersamaan ini dapat menstabilkan organisasi
dalam
mengarungi
arus
tantangan
yang
muncul.
CARE
juga
merefleksikan 4 karakteristik yang secara komplementer dapat mengantarkan organisasi sukses mengelola perubahan. Transformasi akan berlangsung relatif mulus apabila elemen-elemen di dalamnya mempunyai komitmen kuat untuk berubah ke arah yang lebih baik, memiliki kemampuan yang memadai sebagai produk dari continuous improvement, tanggap dalam setiap dinamika yang ada, dan antusias serta bergairah karena yakin bahwa hari esok akan lebih cerah dan cemerlang.
-59-
BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN 4.1 TARGET KINERJA Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, serta mendukung tercapainya kebijakan pada level nasional dan level Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menetapkan 8 (delapan) tujuan dan telah dilengkapi dengan 16 (enam belas) sasaran strategis, yang merupakan kondisi yang ingin dicapai secara nyata oleh Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara
dan
mencerminkan
pengaruh
atas
ditimbulkannya
hasil
(outcome) dari program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Adapun untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaiannya, setiap sasaran strategis diukur dengan menggunakan Indikator Kinerja Sasaran Strategis sebagai berikut:
No.
Tujuan/ Sasaran Strategis
Target
Indikator Kinerja
2015
2016
2017
2018
2019
UIC
1. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara Pengelolaan kekayaan negara yang optimal
Penatausahaan dan pengamanan kekayaan negara yang akuntabel
Pengawasan dan pengendalian yang efektif
Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap
35%
40%
44%
48%
52%
Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah Kementerian Keuangan terhadap total ekuitas
2,23%
2,29%
2,66%
3,04%
3,44%
Dit. KND
1.8%
1.5%
1.3%
1.3%
Dit. BMN
Bidang tanah 2.850 yang bidang direkomendasikan untuk disertifikatkan
2.850 bidang
2.850 bidang
2.850 bidang
2.850 bidang
Dit. BMN
Indeks ketepatan waktu penyelesaian Laporan Wasdal
3 (tepat waktu)
3 (tepat waktu)
3 (tepat waktu)
3 (tepat waktu)
Dit. BMN
70%
80%
Dit. BMN
Deviasi nilai aset tetap antara LBMN dengan LKPP
2%
3 (tepat waktu)
Dit. BMN (Kebijakan)
2. Peningkatan kualitas perencanaan BMN Perencanaan kebutuhan BMN yang akuntabel
Persentase penelaahan RKBMN
66,67% 66,67% 66,67%
-60-
No.
Tujuan/ Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target 2015
2016
2017
2018
2019
UIC
3. Peningkatan kualitas perencanaan, pengelolaan, dan monitoring investasi Pemerintah perencanaan dan pengelolaan investasi pemerintah yang akuntabel
Persentase Kesesuaian Proses Perencanaan Investasi Pemerintah
95%
97%
98%
Dit. KND
325 M
300 M
183 M
183 M
Dit. PKNSI
57
60
62
65
67
Dit. Penilaian
100%
100%
100%
100%
100%
Dit. Penilaian
350 M Jumlah Piutang Negara yang Dapat di Selesaikan (PNDS)
349 M
348 M
347 M
346 M Dit. PNKNL, Kanwil
34,66 M
27,92 M
27,84 M
27,76 M
27,58 M
90%
92%
4. Optimalisasi pengelolaan aset kredit dan aset properti Penerimaan pembiyaan dari aset recovery yang optimal
350 M Jumlah penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari pengeluaran pembiayaan APBN.
5. Peningkatan pelayanan penilaian Pengembangan Nilai rata-rata penilai yang hasil quality profesional dan assurance quality assurance yang berkelanjutan Pembangunan dan pengembangan database penilaian yang andal
Persentase analisis data penilaian yang disusun
6. Optimalisasi pegurusan piutang negara Pengurusan piutang negara yang optimal PNBP dari pengurusan piutang negara yang optimal
Jumlah biaya administasi pengurusan piutang negara
Dit. PNKNL, Kanwil
7. Peningkatan pelayanan lelang Pelayanan lelang yang optimal
Jumlah pokok lelang
8,92 T
10,71 T
12,85 T
15,42 T
18,51 T
Dit. Lelang, Kanwil
PNBP dari pelayanan lelang yang optimal
Jumlah bea lelang
210 M
252 M
302,4 M
362,88 M
399,16 M
Dit. Lelang, Kanwil
8. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan Organisasi yang fit Indeks kesehatan for purpose organisasi
75
76
77
78
80
Setditjen
-61-
No.
Tujuan/ Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target 2015
2016
2017
2018
2019
UIC
SDM yang kompetitif
Persentase Pejabat yang memenuhi Standar Kompetensi Jabatan
85%
85%
85%
85%
85%
Setditjen
Sistem informasi manajemen yang terintegrasi
Persentase pembangunan sistem informasi pengelolaan kekayaan negara
80%
85%
90%
95%
100%
Dit. PKNSI
Peningkatan Indeks kepuasan kepercayaan publik pengguna terhadap layanan pengelolaan kekayaan negara
4.10
4.16
4.22
4.28
4.34
Setditjen (Kebijakan)
Dalam rangka mencapai sasaran strategis tersebut, telah ditetapkan 1 (satu) program, yaitu Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang. Sasaran Program (Outcome). Pengelolaan kekayaan negara yang optimal, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang profesional. Indikator Kinerja Program. a. Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap. b. Rasio dana aktif BUMN/lembaga di bawah Kementerian Keuangan terhadap total ekuitas. c. Jumlah penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari pengeluaran pembiayaan APBN. d. Jumlah piutang negara yang dapat diselesaikan (PNDS). e. Jumlah pokok lelang. f. Indeks kepuasan pengguna layanan. Sementara itu, dalam rangka mencapai program tersebut, telah ditetapkan 10 (sepuluh) kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, sebagai berikut. 1. Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis Dan Evaluasi Di Bidang Barang Milik Negara. Sasaran Kegiatan (Output). Terselenggaranya Pengelolaan Barang Milik Negara yang Professional, Tertib, Optimal Serta Akuntabel. Indikator Kinerja Kegiatan. a. Persentase Penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang BMN.
-62-
b. Deviasi nilai aset tetap antara LBMN dengan LKPP. c. Persentase Kepatuhan Pelaporan BMN oleh K/L. d. Bidang tanah yang direkomendasikan untuk disertifikatkan. e. Indeks ketepatan waktu penyelesaian Laporan Wasdal. f. Persentase penelaahan RKBMN. 2. Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Evaluasi, Dan Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan. Sasaran Kegiatan (Output). Terselenggaranya Pengelolaan Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan yang Professional, Tertib, Optimal Serta Akuntabel. Indikator Kinerja Kegiatan. a. Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang KND. b. Rasio Dana Aktif BUMN/Lembaga di bawah Kemenkeu terhadap Total Ekuitas. c. Persentase persetujuan / penolakan permohonan pengelolaan kekayaan negara dipisahkan tepat waktu. d. Persentase kesesuaian proses perencanaan investasi pemerintah 3. Kegiatan Perumusan Peraturan Perundangan, Pemberian Bantuan Hukum Serta Penyediaan Informasi. Sasaran Kegiatan (Output). Mewujudkan Harmonisasi Peraturan, Pemberian Bantuan Hukum, Pendapat Hukum yang Efektif dan Efisien di Lingkungan DJKN Serta Mampu Menjadi Penyedia Layanan Kepentingan DJKN dan Mitra Strategis di Lingkungan Kementerian Keuangan. Indikator Kinerja Kegiatan. a. Persentase penyelesaian harmonisasi peraturan. b. Persentase penyelesaian permohonan bantuan hukum dan pendapat hukum. c. Indeks Kepuasan pengguna Layanan hukum dan Kehumasan. 4. Kegiatan
Pelaksanaan
Kebijakan
Dan
Standardisasi
Teknis
Di
Bidang
Pengelolaan Kekayaan Negara Dan Sistem Informasi. Sasaran Kegiatan (Output). Terselenggaranya Pengelolaan Kekayaan Negara Secara Professional, Efektif, Efisien, Transparan Dan Dapat Dipertanggung-Jawabkan Sekaligus Mampu Memberikan Layanan Informasi Yang Terpercaya Bagi Pemangku Kepentingan DJKN Dan Mitra Strategis Di Lingkungan Kementerian Keuangan. Indikator Kinerja Kegiatan. a. Nilai kekayaan negara yang diutilisasi.
-63-
b. Jumlah penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari pengeluaran APBN. c. Persentase pembangunan sistem informasi pengelolaan kekayaan negara. 5. Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Evaluasi Dan Pengawasan Pelaksanaan Lelang. Sasaran Kegiatan (Output). Terselenggaranya Pelayanan Lelang Yang Professional, Tertib, Tepat Guna Dan Optimal Serta Mampu Membangun Citra Baik Bagi Stakeholder. Indikator Kinerja Kegiatan. a. Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang lelang. b. Jumlah Pokok Lelang. c. Jumlah Bea Lelang. 6. Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Analisis, Supervisi, Evaluasi Dan Rekomendasi Penilaian. Sasaran Kegiatan (Output). Terselenggaranya Pelaksanaan Penilaian Kekayaan Negara Yang Efektif, Efisien, Transparan, Dan Dapat Dipertanggungjawabkan. Indikator Kinerja Kegiatan. a. Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang penilaian. b. Persentase Penyelesaian Permohonan Penilaian BMN tepat waktu. c. Persentase penilai internal DJKN yang bersertifikat pelatihan keahlian khusus. d. Nilai rata-rata hasil quality assurance. e. Persentase analisis data penilaian yang disusun. 7. Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Perencanaan, Dan Evaluasi Atas Pelaksanaan Pengurusan Piutang Negara Dan Pengelolaan Kekayaan Negara Lain-Lain. Sasaran Kegiatan (Output). Terselenggaranya Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara yang Professional, Tertib, Tepat Guna dan Optimal Serta Mampu Membangun Citra Baik Bagi Stakeholder
Serta
Mampu
Menyediakan
Data
Piutang
Negara
Secara
Komprehensif dan Kekayaan Negara Lain Lain. Indikator Kinerja Kegiatan. a. Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang piutang negara dan kekayaan negara lain-lain. b. Recovery rate piutang K/L. c. Jumlah Piutang Negara yang Dapat di Selesaikan (PNDS).
-64-
d. Jumlah penerimaan negara dari biaya administrasi pengurusan piutang negara dan pengelolaan kekayaan negara. 8. Kegiatan Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara Dan Pelayanan Lelang Di Wilayah Kerja Kanwil DJKN. Sasaran Kegiatan (Output). Terselenggaranya Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang yang Profesional, Tertib, Tepat Guna, dan Optimal Serta Stakeholder di Wilayah Kerja Kanwil DJKN. Indikator Kinerja Kegiatan. a. Nilai kekayaan negara yang diutilisasi. b. Jumlah penerimanaan negara dari biaya administrasi pengurusan piutang negara dan bea lelang. c. Jumlah Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS) dan pokok lelang. 9. Kegiatan Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara Dan Pelayanan Lelang Di Wilayah Kerja KPKNL. Sasaran Kegiatan (Output). Terselenggaranya
Pengelolaan
Kekayaan
Negara,
KPKNL
Penyelesaian
Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang yang Profesional, Tertib, Tepat Guna, dan Optimal Serta Stakeholder Wilayah Kerja KPKNL. Indikator Kinerja Kegiatan. a. Nilai kekayaan negara yang diutilisasi. b. Jumlah penerimaan negara dari biaya administrasi pengurusan piutang negara dan bea lelang. c. Jumlah Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS) dan pokok lelang. 10. Kegiatan Dukungan Manajemen Dan Dukungan Teknis Lainnya Ditjen Kekayaan Negara. Sasaran Kegiatan (Output). Memberikan Pelayanan Terbaik Kepada Semua Unsur Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Untuk Memperlancar Pelaksanaan Tugas. Indikator Kinerja Kegiatan. a. Persentase pegawai yang memenuhi standar jamlat. b. Indeks kepuasan pengguna layanan. c. Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja. d. Indeks kesehatan organisasi. e. Persentase pejabat yang memenuhi standar kompetensi jabatan.
-65-
4.2 KERANGKA PENDANAAN Untuk mencapai tujuan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan sasaransasaran strategis yang telah ditetapkan, diperlukan dukungan berbagai macam sumber daya. Dukungan sumber daya dapat berasal dari sumber daya manusia yang berkualitas, sarana dan prasarana yang memadai, dukungan regulasi, dan tentunya
sumber
pendanaan
yang
cukup.
Sehubungan
dengan
dukungan
pendanaan, indikasi kebutuhan pendanaan untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sampai dengan tahun 2019 adalah sebagai berikut: No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kegiatan Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis dan Evaluasi di Bidang Barang Milik Negara Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Evaluasi dan Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan Perumusan Peraturan Perundangan, Pemberian Bantuan Hukum Serta Penyediaan Informasi Pelaksanaan Kebijakan dan Standardisasi Teknis di Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Evaluasi dan Pengawasan Pelaksanaan Lelang Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Analisis, Supervisi, Evaluasi dan Rekomendasi Penilaian Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Perencanaan, dan Evaluasi atas Pelaksanaan Pengurusan Piutang Negara dan Pengelolaan Kekayaan Negara Lain-lain Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang di Wilayah Kerja Kanwil DJKN Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang di Wilayah Kerja Kerja KPKNL Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Jumlah
Indikasi Kebutuhan Pendanaan (Rp 000.000,00) 2015
2016
2017
2018
2019
5,362.20
5,630.31
5,911.83
6,177.86
6,548.53
4,512.46
4,738.08
4,974.99
5,198.86
5,510.79
4,226.57
4,437.90
4,659.80
4,869.49
5,161.66
25,689.45
26,973.92
28,322.62
29,597.13
31,372.96
3,208.11
3,368.51
3,536.94
3,696.10
3,917.86
3,804.97
3,995.21
4,194.98
4,383.75
4,646.77
4,264.40
4,477.62
4,701.50
4,913.07
5,207.85
135,178.71
141,937.64 149,034.53 155,741.08 165,085.55
321,438.34
337,510.26 354,385.77 370,333.13 392,553.12
138,695.77
145,630.56 152,912.08 159,793.13 169,380.71
646,380.97
678,700.01 712,635.02 744,703.60 789,385.81
-66-
BAB V PENUTUP Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tahun 2015-2019 merupakan penjabaran dari visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dalam mendukung agenda kebijakan Kementerian Keuangan. Dokumen ini menjadi pedoman bagi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dalam mewujudkan visi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara “Menjadi Pengelola Kekayaan
Negara
yang
Profesional
dan
Akuntabel
untuk
Sebesar-Besar
Kemakmuran Rakyat” selama lima tahun ke depan. Dokumen ini juga menjadi acuan di dalam penyusunan Renstra Unit Eselon II dan menjadi pedoman bagi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dalam menyusun Rencana Kerja (Renja) tahunan. Keberhasilan dalam mewujudkan visi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dilaksanakan
melalui
8
(delapan)
tujuan,
yaitu:
(1)
Peningkatan
kualitas
pengelolaan kekayaan negara; (2) Peningkatan kualitas perencanaan kebutuhan Barang Milik Negara; (3) Peningkatan kualitas perencanaan, pengelolaan, dan monitoring investasi Pemerintah; (4) Optimalisasi pengelolaan aset kredit dan aset properti; (5) Peningkatan pelayanan penilaian; (6) Optimalisasi pengurusan piutang Negara; (7) Peningkatan pelayanan lelang; (8) Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan kelembagaan. Pencapaian tujuan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dilaksanakan melalui serangkaian arah kebijakan dan strategi dengan menjunjung nilai-nilai Kementerian Keuangan yaitu Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan.
MATRIKS KINERJA DAN PENDANAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA PER KEGIATAN
Kode
Program/ Kegiatan
Sasaran Program (Outcome )/Sasaran Kegiatan (Output )/Indikator
Target
Alokasi (dalam juta rupiah)
Lokasi 2015
2016
2017
2018
2019
015.09.10 PROGRAM PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA, PENYELESAIAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA DAN PELAYANAN LELANG
2015
2016
2017
2018
2019
646.380,97
678.700,02
712.635,02
744.703,60
789.385,81
5.362,20
5.630,31
5.911,83
6.177,86
6.548,53
4.512,46
4.738,08
4.974,99
5.198,86
5.510,79
Unit Organisasi Pelaksana
P/QW/PL
DJKN
Pengelolaan kekayaan negara yang optimal, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang profesional
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Ratio utilisasi aset terhadap total aset tetap.
35%
40%
44%
48%
52%
Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas
2,23
2,29
2,66
3,04
3,44
Jumlah penerimaan kembali (recovery ) yang berasal dari pengeluaran pembiayaan APBN.
350 M
325 M
300 M
183 M
183 M
Jumlah Piutang Negara yang Dapat di Selesaikan (PNDS).
350 M
349 M
348 M
347 M
346 M
Jumlah pokok lelang.
8,92 T
10,71 T
12,85 T
15,42 T
18,51 T
4,10 (skala 5)
4,16 (skala 5)
4,22 (skala 5)
4,28 (skala 5)
4,34 (skala 5)
Indeks kepuasan pengguna layanan 1708
Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis dan Evaluasi di Bidang Barang Milik Negara Terselenggaranya Pengelolaan Barang Milik Negara yang Professional, Tertib, Optimal Serta Akuntabel Persentase Penyusunan/ penyempurnaan peraturan di bidang BMN
100%
100%
100%
100%
100%
2%
1,8%
1,5%
1,3%
1,3%
100%
100%
100%
100%
100%
Bidang tanah yang direkomendasikan untuk disertifikatkan
2.850 bidang
2.850 bidang
2.850 bidang
2.850 bidang
2.850 bidang
Indeks ketepatan waktu penyelesaian Laporan Wasdal
3 (tepat waktu)
3 (tepat waktu)
3 (tepat waktu)
3 (tepat waktu)
3 (tepat waktu)
Persentase penelaahan RKBMN
66,67%
66,67%
66,67%
70%
80%
Deviasi nilai aset tetap antara LBMN dengan LKPP Dit. Barang Milik Negara
1709
Persentase Kepatuhan Pelaporan BMN oleh K/L
Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Evaluasi dan Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan Terselenggaranya Pengelolaan Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan yang Professional, Tertib, Optimal Serta Akuntabel
Dit. Kekayaan Negara Dipisahkan
Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang KND
100%
100%
100%
100%
100%
Rasio Dana Aktif BUMN/lembaga di Bawah Kemenkeu terhadap total ekuitas
2,23
2,29
2,66
3,04
3,44
Persentase persetujuan / penolakan permohonan pengelolaan kekayaan negara dipisahkan tepat waktu
95%
100%
100%
100%
100%
Persentase kesesuaian proses perencanaan investasi pemerintah
90%
92%
95%
97%
98%
P
Kode 1710
Program/ Kegiatan
Sasaran Program (Outcome )/Sasaran Kegiatan (Output )/Indikator
Target
Alokasi (dalam juta rupiah)
Lokasi 2015
2016
2017
2018
2019
Perumusan Peraturan Perundangan, Pemberian Bantuan Hukum Serta Penyediaan Informasi
2015
2016
2017
2018
2019
4.226,57
4.437,90
4.659,80
4.869,49
5.161,66
25.689,45
26.973,92
28.322,62
29.597,13
31.372,96
3.208,11
3.368,51
3.536,94
3.696,10
3.917,86
3.804,97
3.995,21
4.194,98
4.383,75
4.646,77
Unit Organisasi Pelaksana
P/QW/PL
Mewujudkan Harmonisasi Peraturan, Pemberian Bantuan Hukum, Pendapat Hukum yang Efektif dan Efisien di Lingkungan Djkn Serta Mampu Menjadi Penyedia Layanan Kepentingan DJKN dan Mitra Strategis di Lingkungan Kementerian Keuangan Dit. Hukum dan Humas
1711
Persentase penyelesaian harmonisasi peraturan
100%
100%
100%
100%
100%
Persentase penyelesaian permohonan bantuan hukum dan pendapat hukum
100%
100%
100%
100%
100%
Indeks Kepuasan pengguna Layanan hukum dan Kehumasan
4,04
4,04
4,04
4,04
4,04
Pelaksanaan Kebijakan dan Standardisasi Teknis di Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi
Dit. Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi
Terselenggaranya Pengelolaan Kekayaan Negara Secara Professional, Efektif, Efisien, Transparan dan Dapat dipertanggungjawabkan Sekaligus Mampu memberikan layanan informasi yang terpercaya bagi pemangku kepentingan DJKN dan mitra strategis dilingkungan Kementerian Keuangan Jumlah Nilai Kekayaan Negara yang diutilisasi Jumlah penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari pengeluaran pembiayaan APBN Persentase pembangunan sistem informasi pengelolaan kekayaan negara
1712
90 T
95 T
100 T
105 T
110 T
350 M
325 M
300 M
183 M
183 M
80%
85%
90%
95%
100%
Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Evaluasi dan Pengawasan Pelaksanaan Lelang Terselenggaranya pelayanan lelang yang professional, tertib, tepat guna dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholders
Dit. Lelang
1713
Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang lelang
100%
100%
100%
100%
100%
Jumlah Pokok Lelang
8,92 T
10,71 T
12,85 T
15,42 T
18,51 T
Jumlah Bea Lelang
210 M
252 M
302,4 M
362,88 M
399,16 M
Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Analisis, Supervisi, Evaluasi dan Rekomendasi Penilaian Terselenggaranya pelaksanaan penilaian kekayaan Negara yang efektif, efisien, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan
Dit. Penilaian
Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di bidang penilaian
100%
100%
100%
100%
100%
Persentase Penyelesaian Permohonan Penilaian BMN tepat waktu
100%
100%
100%
100%
100%
30%
50%
65%
75%
85%
57
60
62
65
67
100%
100%
100%
100%
100%
Persentase penilai internal DJKN yang bersertifikat pelatihan keahlian khusus Nilai rata-rata hasil quality assurance Persentase analisis data penilaian yang disusun
QW
Kode
1714
Program/ Kegiatan
Sasaran Program (Outcome )/Sasaran Kegiatan (Output )/Indikator
Target
Alokasi (dalam juta rupiah)
Lokasi 2015
2016
2017
2018
2019
Perumusan Kebijakan, Standardisasi, Bimbingan Teknis, Perencanaan, dan Evaluasi atas Pelaksanaan Pengurusan Piutang Negara dan Pengelolaan Kekayaan Negara Lain-lain
2015
2016
2017
2018
2019
4.264,40
4.477,62
4.701,50
4.913,07
5.207,85
135.178,71
141.937,64
149.034,53
155.741,08
165.085,55
321.438,34
337.510,26
354.385,77
370.333,13
392.553,12
138.695,77
145.630,56
152.912,08
159.793,13
169.380,71
Terselenggaranya Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara yang Professional, Tertib, Tepat Guna dan Optimal Serta Mampu Membangun Citra Baik Bagi Stakeholders Serta Mampu Menyediakan Data Piutang Negara Secara Komprehensif dan kekayaan negara lain lain Dit. Piutang Negara dan Persentase penyusunan/penyempurnaan peraturan di Kekayaan Negara Lain- bidang piutang negara dan kekayaan negara lain-lain lain Recovery rate piutang K/L Jumlah Piutang Negara yang Dapat di Selesaikan (PNDS). Jumlah penerimanaan negara dari biaya administrasi pengurusan piutang negara dan pengelolaan kekayaan negara 1715
100%
100%
100%
100%
100%
11%
12%
13%
14%
15%
350 M
349 M
348 M
347 M
346 M
47,17 M
43,54 M
47,36 M
52,16 M
58,20 M
Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang di Wilayah Kerja Kanwil DJKN Terselenggaranya Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang yang Profesional, Tertib, Tepat Guna, dan Optimal Serta Stakeholders di Wilayah Kerja Kanwil DJKN
Kanwil DJKN
Nilai kekayaan negara yang diutilisasi Jumlah penerimanaan negara dari biaya administrasi pengurusan piutang negara dan bea lelang Jumlah Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS) dan pokok lelang
1716
2T
2,5 T
3T
3,5 T
4T
244,66 M
279,92 M
330,24 M
390,64 M
426,74 M
9,27 T
11,06 T
13,20 T
15,77 T
18,85 T
Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang di Wilayah Kerja Kerja KPKNL Terselenggaranya Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang yang Profesional, Tertib, Tepat Guna, dan Optimal Serta Stakeholders Wilayah Kerja KPKNL KPKNL
Nilai kekayaan negara yang diutilisasi Jumlah penerimanaan negara dari biaya administrasi pengurusan piutang negara dan bea lelang Jumlah Piutang Negara yang Dapat Diselesaikan (PNDS) dan pokok lelang
1717
3T
3,5 T
4T
4,5 T
5T
229,48 M
261,71 M
308,39 M
364,42 M
431,67 M
6,09 T
7,23 T
8,61 T
10,26 T
12,25 T
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Memberikan Pelayanan Terbaik Kepada Semua Unsur Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Untuk Memperlancar Pelaksanaan Tugas Persentase pegawai yang memenuhi standar jamlat
Sekretariat DJKN
Indeks kepuasan pengguna layanan Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja Indeks kesehatan organisasi Persentase pejabat yang memenuhi standar kompetensi jabatan
50%
50%
50%
50%
50%
75
75
75
75
75
95%
95%
95%
95%
95%
75
76
77
78
80
85%
85%
85%
85%
85%
Unit Organisasi Pelaksana
P/QW/PL
MATRIKS KERANGKA REGULASI DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA TAHUN 2015-2019 Kerangka Regulasi Level Undang-Undang No 1.
Arah Kerangka Regulasi RUU tentang Lelang
Urgensi Pembentukan 1. Vendu Reglement merupakan produk hukum pemerintah kolonial Belanda tanggal 28 Februari 1908 yang dibuat khusus untuk Negara kolonial. Secara filosofis, sosiologis, yuridis, ketentuan lelang harus segera diganti dengan UndangUndang Lelang yang baru, karena tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Di samping itu, sebagian besar dari pasal-pasal Vendu Reglement sudah tidak lagi mengakomodasi perkembangan hukum, kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan keadilan, dan kepastian hukum. 2. Lelang berkaitan dengan masyarakat luas, sehingga diperlukan adanya ketentuan yang mengikat untuk menjamin kepastian hukum seperti ketentuan mengenai hak dan kewajiban bagi Penjual dan Pembeli, ketentuan mengenai pengumuman lelang, sanksi administratif dan pidana. 3. Lelang memiliki fungsi publik antara lain mendukung penegakan hukum di bidang hukum pidana. 4. Lelang digunakan untuk mendukung perekonomian melalui transaksi jual beli yang sehat, transparan, kompetitif, efektif dan efisien, maka perlu diberikan landasan hukum yang kuat dengan Undang-Undang, sehingga menumbuhkan kepercayaan publik terhadap lelang.
Unit Penanggung Jawab Direktorat Lelang
Unit Terkait 1. Kemenkum dan HAM 2. Setneg
Target Penyelesaian 2016
Kerangka Regulasi Level Undang-Undang No
Arah Kerangka Regulasi
Urgensi Pembentukan 5. Dalam Vendu Reglement belum mengakomodasi peran swasta dalam lelang, seperti ketentuan yang mengatur mengenai Balai Lelang. Sementara itu, potensi lelang masih sangat besar yang memerlukan peran swasta dalam mengembangkan lelang sukarela. 6. Perlunya penegasan wewenang Pejabat Lelang sebagai Pejabat Umum, sehingga produk hukum yang dihasilkan lebih kuat termasuk ketentuan tentang Pejabat Lelang Negara dan Swasta sebagai penyelenggara lelang yang memberikan kontribusi untuk Negara. 7. Untuk menuju lelang yang modern, ketentuan lelang dengan IT perlu diatur dengan UndangUndang, karena Vendu Reglement tidak mengatur ketentuan lelang dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. 8. Lelang merupakan sarana penjualan barang yang diamanatkan oleh berbagai undang-undang seperti HIR, KUHAP, Undang-Undang Hak Tanggungan, Undang-Undang Fidusia, UndangUndang Tindak Pidana Korupsi, dan lain-lain. Dengan demikian, lelang akan selalu eksis dan dibutuhkan masyarakat. Untuk itu, diperlukan adanya kejelasan terhadap hak dan kewajiban para pihak, khususnya perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik.
Unit Penanggung Jawab
Unit Terkait
Target Penyelesaian
Kerangka Regulasi Level Undang-Undang Unit Penanggung Jawab
Unit Terkait
1. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai pengelolaan dan pengurusan piutang negara dan piutang daerah yang lebih jelas dan tegas. 2. Perlunya pengamanan kekayaan negara berupa piutang negara dan piutang daerah. 3. Perlunya kepastian hukum dalam rangka pengurusan piutang negara dan piutang daerah. 4. Perlunya langkah penyelesaian piutang negara dan piutang daerah yang efektif dan efisien. 5. Ketentuan mengenai pengurusan piutang negara dan piutang daerah bersifat khusus.
Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-Lain
1. Kemenkum dan HAM 2. Kemendagri 3. Setneg
2017
1. Kemandirian operator investasi, agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien;
Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan
1. Kemenkumham 2. Setneg 3. Bappenas 4. K/L Sektoral
2017
Direktorat Penilaian
1. Kemenkum dan HAM, 2. Profesional Penilai (MAPPI) 3. Setneg.
2018
No
Arah Kerangka Regulasi
Urgensi Pembentukan
2.
RUU tentang Pengurusan Piutang Negara / Piutang Daerah
3.
RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia
2. Terintegrasinya pengelolaan dana investasi; 3. Tidak terjadinya overlapping tugas dan fungsi antar operator investasi;
Target Penyelesaian
4. Terbentuknya operator investasi yang memiliki kejelasan dari sisi permodalan, segmentasi investasi, governance dan pertanggungjawaban. 4.
RUU tentang Penilai
1. Kebutuhan kegiatan ekonomi masyarakat terhadap ketentuan mengenai profesi Penilai. 2. Adanya ketentuan/peraturan di bidang lain yang semakin memerlukan peran Penilai. 3. Belum lengkapnya fungsi kelembagaan terkait dengan pembinaan dan pengawasan Penilai. 4. Belum setaranya Penilai.
pengaturan
hukum
profesi
Kerangka Regulasi Level Undang-Undang No
Arah Kerangka Regulasi
Urgensi Pembentukan
5.
RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara
1. Pada saat ini, pengaturan mengenai pengelolaan kekayaan negara dikuasai masih terpisah-pisah karena disesuaikan dengan kepentingan sektoral dan belum diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) UndangUndang Dasar 1945. 2. Belum adanya satu neraca kekayaan negara mengakibatkan belum terdapat basis data yang menyajikan nilai kekayaan negara dikuasai secara terkonsolidasi, sehingga tidak ada acuan yang jelas dan pasti bagi Pemerintah dalam penentuan kebijakan fiskal, akibatnya penerimaan negara dari pengelolaan kekayaan negara dikuasai belum dapat berjalan secara optimal dibandingkan dengan kekayaan negara yang diusahakan 3. Terdapat BMN/D berupa tanah dan/atau bangunan yang diduduki dan/atau dalam sengketa dengan masyarakat atau pihak lain yang dapat berpotensi lepasnya BMN/D dari negara. Selain itu, kondisi saat ini atas rumah negara menunjukkan bahwa jumlah rumah negara yang dimiliki oleh negara tidak lagi sesuai dan mampu memenuhi jumlah aparatur negara yang ada, serta timbulnya permasalahan-permasalahan berkaitan dengan rumah negara akibat keinginan penghuni untuk memiliki rumah negara yang berdasarkan peraturan tidak dapat dialihkan kepada penghuni, serta adanya kebijakan yang tidak seragam dalam
Unit Penanggung Jawab Direktorat Barang Milik Negara
Unit Terkait 1. Kemenkum dan HAM 2. Setneg 3. K/L (ESDM, Kehutanan, Kemendagri)
Target Penyelesaian 2018
Kerangka Regulasi Level Undang-Undang No
Arah Kerangka Regulasi
Unit Penanggung Jawab
Urgensi Pembentukan pelepasan rumah kementerian/lembaga.
negara
Unit Terkait
Target Penyelesaian
pada
4. Pengaturan atas pengelolaan kekayaan negara dipisahkan saat ini masih terbatas pada penyertaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D). 5. Penyusunan Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan Negara yang lingkupnya meliputi kekayaan negara dikuasai, kekayaan negara dimiliki dan kekayaan negara yang dipisahkan dalam satu undang-undang yang terpadu, akan menyempurnakan sistem pengelolaan kekayaan negara sehingga dihasilkan sistem pengelolaan yang integratif, komprehensif, transparan, dan akuntabel. Undang-undang semacam ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum dan jaminan pengelolaan kekayaan negara untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Salinan sesuai dengan aslinya Sekretaris Direktorat Jenderal u.b. Kepala Bagian Umum
Partolo NIP 19680323 198803 1 004
DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARA ttd. HADIYANTO