RESPON MAHASISWA TERHADAP SENSITIFITAS GENDER PADA MATERI KULIAH DI JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh: ANIS FACROTUL FUADAH NIM: 107051003758
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Stara 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.
Jakarta, 21 Juni 2011
Anis Fachrotul Fuadah
ABSTRAK Anis Fachrotul Fuadah Respon Mahasiswa terhadap Sensitifitas Gender pada Materi Kuliah di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berita-berita diberbagai media masih menunjukan berbagai ketimpangan yang berkaitan dengan Gender dan Seksualitas, hal tersebut terlihat pada pilihan kata yang digunakan memperlihatkan perempuan hanya dijadikan objek seksual belaka. Tidak hanya itu, tubuh perempuan pun seolah dikendalikan oleh media dan bagaimana masyarakat memandang dan mengekspresikannya. Ironisnya, proses produksi dari seluruh komoditi media massa tersebut banyak dilakukan oleh mahasiswa lulusan ilmu komunikasi dan seni, disini terlihat bahwa melimpahnya perguruan tinggi yang menghasilkan ratusan bahkan ribuan tenaga kerja di industri media tidak menjamin bahwa mereka menghasilkan lulusan yang bermutu, yang mampu menghasilkan produk media yang berkualitas dan sensitif gender. Lingkungan kampus, teknik pengajaran, kurikulum, hingga bahan ajar kadang masih merepresentasikan perempuan dan laki-laki stereotype khas patriarki. Hal tersebut memperlihatkan bahwa tidak semua ruang lingkup akademis bisa mengakomodir kehausan terhadap pengetahuan di luar pengetahuan yang maskulin. Tidak heran jika atmosfir lingkungan seperti itu menjadikan orang-orang yang berada didalamnya menjadi kaku dan kebal terhadap isu-isu perempuan dan kesetaraan gender. Dampaknya adalah para lulusan FIDKOM yang bergelut di bidang media tidak mempunyai ideologi yang berperspektif gender sehingga menghasilkan karya-karya yang bias gender. Dalam study gender untuk mengukur sensitifitas harus dilihat bagaimana pengetahuan dan pemahaman orang tersebut terhadap gender, untuk itu sebelumnya peneliti melihat bagaimana tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap gender, sehingga bisa mengukur tingkat sensitifitas gender mahasiswa, dan juga melihat respon mahasiswa terhadap sensitifitas gender pada materi kuliah yang ada di jurusan KPI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kuantitatif, pengumpulan data dilakukan menggunakan penyebaran angket yang disebar pada 50 responden yakni mahasiswa KPI angkatan 2008 yang sebelumnya instrument dilakukan uji validitas dan reabilitasnya pada mahasiswa KPI angkatan 2009 sebanyak 30 responden dan mendapatkan nilai 0,90 yang berarti instrumen yang digunakan valid dan reliabel sehingga instrumen penelitian dapat digunakan untuk penelitian ini. Dari hasil pengolahan dan analisis data, diketahui bahwa tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap gender rendah, ini didapat dari mean 99.52 hasil tersebut lebih kecil dari tabel yakni 250. Sedangkan tingkat sensitifitas mahasiswa dan hasil uji hipotesis (uji-F) maka respon mahasiswa terhadap sensitifitas gender pada materi kuliah di jurusan komunikasi dan penyiaran islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah Negatif. Kata Kunci: Respon Mahasiswa, Media, Sensitifitas Gender
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahiim Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat iman, nikmat islam, serta nikmat sehat sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini. Sholawat serta salam marilah kita senandungkan kepada nabi besar kita Nabi Muhammad SAW juga bagi keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Syukur alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Respon Mahasiswa terhadap Sensitifitas Gender pada Materi Kuliah di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.” Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar S1 di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama masa penelitian, penyusunan, dan penulisan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari segala pihak. Baik dari lingkungan keluarga, sahabat, teman, civitas akademika kampus, hingga pihak-pihak yang berada di tempat peneliti melakukan skripsi. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ayahanda Alm. H. Chairuddin dan Ibunda Hj. Nurjannah yang selalu memanjatkan doa, mencurahkan kasih sayang, memberikan pengorbanan yang tiada tara, hingga memotivasi penulis dalam keadaan apapun sehingga penulis mampu kembali bangkit dan tetap semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Abang-abang (bang jen, Ozi, uwoh, Faqih), Mpo (ida, pipah, uyun) perjuangan dan pengorbanan kalian untuk si bungsu ini membuat penulis terus berusaha dan bersemangat. 3. Jajaran dekanat Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Yang terhormat Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan, Drs. H. Wahidin Saputra, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum, dan Drs. Study Rizal LK, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan. 4. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan sangat sabar sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Seluruh dosen pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi baik yang masih mengajar maupun yang sudah tidak mengajar. Terima kasih atas ilmu dan wawasan yang telah diberikan. 6. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas kerja sama dan bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 7. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah & Ilmu Komunikasi yang telah menyediakan buku dan fasilitas Wi-Fi untuk mendapatkan referensi dan memperkaya isi skripsi ini. 8. Teman-teman KPI angkatan 2008 yang berkenan mengisi kuisioner hingga penulis bisamendapatkan data yang diperlukan. 9. Sahabat-sahabat seperjuangan KPI A angkatan 2007, Terima kasih atas kebersamaan dan kekeluargaan yang kita lewati selama 4 tahun terakhir. Semoga suatu saat kita bisa bertemu kembali dalam suasana yang bahagia dan dirahmati oleh Allah SWT. 10. Keluarga Besar Piramida Circle dan Batu Bara Institute, kalian adalah guru-guru di sekolah kehidupanku.
11. Teman-teman Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa terima kasih saya atas bantuan dan doanya selama ini. Akhirnya hanya rasa syukur, ucapan terima kasih, dan permohonan maaf yang dapat penulis sampaikan jika selama ini banyak terjadi kesalahan serta kekhilafan yang pernah penulis lakukan. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak tanpa terkecuali.
Billahitaufiqwalhidayah Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................ ii DAFTAR ISI ............................................................................................... vi DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1 B. Batasan Masalah ………………..................................
9
C. Rumusan Masalah & Tujuan Penelitian.......................
10
D. Manfaat Penelitian .......................................................... 11 E. Tinjauan Pustaka …………………………………...
12
F. Sistematika Penulisan ..................................................... 15 BAB II
LANDASAN TEORI A. Respon ………................................................................ 16 1. Pengertian Respon …................................................. 16 2. Macam-Macam Respon .......................................... 17 B. Gender ............................................................................. 18 1. Pengertian Gender ..................................................... 18 2. Perbedaan Seks dan Gender .................................... 20 3. Bentuk Ketidakadilan Gender ................................. 22
C. Gender dan Media ……………………………............
24
D. Gender dan Pendidikan ……………………………...
28
1. Metode Pembelajaran …………………………...
31
E. Inklusi Gender di Perguruan Tinggi ………………….
BAB III
33
METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ……................................. 35 B. Paradigma dan Desain Penelitian .................................. 35 C. Populasi dan Tehnik Pengambilan Sampel .................
36
D. Variabel Penelitian .......................................................... 37 E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian .............
37
F. Kerangka Pemikiran ……………………………….....
39
G. Hipotesis Penelitian …………………………………... 44 H. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 44 I. Sumber Data …………………………………………
45
J. Uji Instrumen ................................................................... 46 1. Uji validitas ………………………………………. 46 2. Uji Reliabilitas ........................................................... 47 K. Uji Hipotesis (F) ……………………………………… 47 L. Teknik Analisis Data ...................................................... 49
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN ANALISA DATA A. Gambaran Umum Jurusan KPI …...............................
51
1. Sejarah Singkat Jurusan KPI ..................................... 51 2. Visi, Misi, Tujuan dan Kompetensi Jurusan KPI
53
3. Sekilas tentang Mahasiswa Jurusan KPI Angkatan 2008 …………………………………… 54 B. Karakteristik Responden ……………………………..
56
C. Validitas dan Reabilitas ………………………………
58
D. Analisis Data Lapangan ……………………………...
59
1. Deskripsi Hasil Penelitian ………………………… 59 2. Respon Mahasiswa terhadap Sensitifitas Gender di Jurusan …………………………………………. 67 3. Analisis Uji Kai Kuadrat (uji Chi Square) ……….
70
4. Uji Hipotesis (Uji-F) ………………………………. 76
BAB VI
PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................... 77 B. Saran ............................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbedaan Seks dan Gender ………………..................................... 21 Tabel 2 Skala Likert …………………………………………....................... 44 Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ..................... 57 Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Sekolah …................... 57 Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat Tinggal ................... 58 Tabel 6 Pengetahuan Responden tentang Seks dan Gender ......................... 59 Tabel 7 Pemahaman Responden tentang Seks dan Gender .......................... 61 Tabel 8 Metode Pengajaran Dosen dikelas terkait dengan Aplikasi Kesetaraan ………………………………………………………... 63 Tabel 9 Materi/Baham Ajar Sensitif Gender yang diberikan Dosen ............. 65 Tabel 10 Descriptive Statistic Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman ........
67
Tabel 11 Klasifikasi Skor Skala Pengetahuan dan Pemahama ……............
68
Tabel 12 Descriptive Statistic Tingkat Sensitifitas ......................................
69
Tabel 13 Klasifikasi Skor Skala Sensitifitas ………....................................
69
Tabel 14 Perhitungan X2 Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Berdasarkan Jenis Kelamin ........................................................... 71 Tabel 15 Perhitungan X2 Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Berdasarkan Tempat Tinggal …………......................................... 72 Tabel 16 Perhitungan X2 Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Berdasarkan Asal Sekolah ………………...................................... 74 Tabel 17 F test Two Sample for Variances .................................................... 75
DAFTAR GAMBAR
Kerangka Pemikiran ……………………………......................................
43
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Berita-berita diberbagai media masih menunjukan berbagai ketimpangan yang berkaitan dengan Gender dan Seksualitas, hal tersebut terlihat pada pilihan kata yang digunakan memperlihatkan perempuan hanya dijadikan objek seksual belaka. Tidak hanya itu, tubuh perempuan pun seolah dikendalikan oleh media dan bagaimana masyarakat memandang dan mengekspresikannya. Media menyajikan bagaimana perempuan seharusnya, alih-alih menciptakan solusi, justru media kemudian menawarkan mimpi-mimpi baru untuk menjadi perempuan yang diinginkan masyarakat. Lahirlah kemudian stereotype perempuan: menjadi perempuan baik-baik, istri yang sempurna, perempuan yang cantik itu yang langsing, indah dipandang mata. Hal tersebut menciptakan struktur atau kondisi yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan di media.1 Tidak hanya dalam hal pencitraan, jika kita lihat komposisi pekerja media khususnya yang mempunyai wewenang sebagai pengambil kebijakan masih sedikit sekali di pegang oleh perempuan, jumlah perempuan wartawan hingga tahun 2009 hanya 10% - 12% dari seluruh jumlah wartawan Indonesia,2 dan dari jumlah itu tak lebih seperlimanya menduduki
1
Jurnal Perempuan, “Perempuan dan Cerita (Kuasa) Televisi”, dalam Apa Kabar Media Kita, (Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya, 2009), Edisi 67, h.71. 2 Jurnal Perempuan, Nasib Jurnalis Perempuan di Indonesia, dalam Apa Kabar Media Kita, (Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya, 2009), Edisi 67, h.32
1
2
jabatan-jabatan struktural yang ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan redaksional. Representasi gender dan seksualitas di media yang timpang tersebut tidak hanya terbatas pada pemberitaan semata, hal ini juga banyak didapati pada cerita feature di media cetak, iklan di berbagai media, sinetron, berita infotainment, sitkom, talkshow, hingga film layar lebar. Misalnya Pada sinetron INAYAH, DAN SOLEHA, karakter pemeran utama digambarkan sebagaimana konstruksi perempuan di masyarakat, yakni sebagai perempuan yang tidak mandiri, lemah serta lebih mengedepankan emosi daripada rasio. Dalam sinetron-sinetron Indonesia peran perempuan diranah domestik terlihat dominan, seperti ibu rumah tangga dan pembantu. Tidak hanya itu, perempuan juga dieksploitasi, eksploitasi disini bukan dalam pandangan yang seksisme namun eksploitasi atas sifat ataupun watak perempuan yang cenderung negatif bahkan tidak rasional, misalnya perempuan dalam sinetron digambarkan wataknya culas, selalu mendahulukan rasa daripada logika. Ironisnya, proses produksi dari seluruh komoditi media massa tersebut banyak dilakukan oleh mahasiswa lulusan ilmu komunikasi dan seni, disini terlihat bahwa melimpahnya perguruan tinggi yang menghasilkan ratusan bahkan ribuan tenaga kerja di industri media tidak menjamin bahwa mereka menghasilkan lulusan yang bermutu, yang mampu menghasilkan produk media yang berkualitas dan sensitif gender.3 Produk-produk media di Indonesia, terutama produk televisi swasta Jakarta yang bersiaran secara nasional, saat ini masih banyak dikeluhkan. Sesungguhnya tidak hanya terpusat pada TV swasta saja, namun pemberitaan di
3
Dina Listiorini, Mengajarkan Kekritisan Gender dan Seksualitas untuk Mahasiswa Komunikasi, dalam Jurnal Perempuan Pendidikan, Media dan Gender, (Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya, 2008), Edisi 61, h.61
3
media cetak seperti harian Pos Kota, masih terlihat ketimpangan dalam pemberitaan menyangkut soal gender dan seksualitas.4 Perguruan tinggi merupakan pendidikan terminal yang secara langsung di desain untuk menyiapkan pekerja meniti karier bagi sebagian besar lulusannya, bagi sebagian besar lulusannya perguruan tinggi merupakan pendidikan terakhir yang mereka terima. Oleh karena itu keahlian atau pelajaran-pelajaran yang mereka peroleh di perguruan tinggi berpengaruh teradap karier dan produktivitas para lulusannya. Perguruan tinggi juga merupakan lembaga pendidikan yang diciptakan untuk menjadi laboratorium ilmu pengetahuan yang diharapkan bisa meluluskan sumber daya manusia yang siap terjun dan berperan memberi manfaat pada kehidupan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Namun, banyak ditemui ilmu pengetahuan yang masuk dalam kurikulum kampus yang luput dari pengetahuan tentang perempuan dan gender. Di perguruan tinggi khususnya pada fakultas ilmu komunikasi kata-kata gender nyaris tak terdengar dalam kegiatan belajar mengajar, kalaupun ada jumlahnya sedikit. Hasil penelitian jurnal perempuan universitas yang memasukkan materi gender dalam mata kuliah masih bisa dihitung jari, hanya komunitas-komunitas atau forum-forum kajian diluar kampus yang bersuara, seperti yang terjadi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Universitas ini juga mempunyai fakultas komunikasi yang diberi nama Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) yang sudah berdiri sejak 1989 dengan berbagai jurusan seperti Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Jurnalistik, Manajemen Dakwah, Bimbingan Penyuluhan Islam, Pengembangan Masyarakat Islam, dan 4
Lihat Pos Kota, edisi Minggu 20 Juli 2008.
4
Kesejahteraan Sosial. Dulu memang pernah ada mata kuliah yang berhubungan dengan gender yakni Pengantar gender sekitar tahun 1999-2003.5 Namun, seiring bergantinya tampuk kepemimpinan maka berganti pula kebijakan hingga sekarang tidak ada lagi mata kuliah yang berkaitan dengan gender terutama jurusan KPI. Jurusan KPI merupakan salah satu jurusan Favorit pada fakultas tersebut, jurusan ini merupakan jurusan dengan jumlah mahasiswa terbanyak dibanding dengan jurusan-jurusan yang lain dalam naungan Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi. Pada jurusan ini diberikan mata kuliah-mata kuliah yang banyak berhubungan dengan media. Mulai dari Jurnalistik, Dasar-dasar siaran radio dan televisi, komunikasi massa, broadcasting, hingga produksi siaran televisi dan radio. Dari sekian banyak mata kuliah yang diberikan tidak ada satupun mata kuliah gender, selama peneliti mengikuti perkuliahan di jurusan KPI mata kuliah yang bermuatan gender hanya satu yaitu mata kuliah komunikasi antar agama dan budaya yang membahas tentang seks dan gender di akhir semester. Ada juga mata kuliah yang bias gender, misalnya dalam mata kuliah Produksi Siaran Televisi, mahasiswa dalam mata kuliah tersebut diberikan materimateri yang berkaitan dengan proses pembuatan produk televisi seperti Talkshow, iklan, dokudrama, feature, dan sebagainya. Bisa ditemui pada bahan ajar yang digunakan untuk pembuatan naskah yang masih bias gender, dalam bahan ajar tersebut mulai dari penokohan hingga penggambaran dalam story board memperlihatkan bagaimana pelabelan terhadap perempuan, tokoh perempuan yang centil, angkuh, ambisius. Sedangkan laki-laki cerdas, supel. Penggambaran dalam story board pun memperlihatkan bagaimana perempuan hanya sebagai 5
Amelia Fauzia, dkk, Realita dan Cita Kesetaraan Gender di UIN Jakarta, (Jakarta, McGill IAIN-Indonesia Social Equity Project, 2004), h.125.
5
objek dan dieksploitasi tubuhnya, gambar yang diperlihatkan story board perempuan dengan rok mini dan mengenakan baju dengan setengah dada terbuka. Mata kuliah produksi siaran televisi tersebut merupakan salah satu mata kuliah yang masuk pada kategori mata kuliah keahlian jurusan. Seperti yang sudah dikemukakan diatas, lulusan-lulusan dari jurusan ini dicetak untuk terjun ke media.
Sehingga
sangat
disayangkan
apabila
lulusan-lulusan
tersebut
memproduksi acara yang masih bias gender. Lingkungan kampus, teknik pengajaran, kurikulum, hingga bahan ajar kadang masih merepresentasikan perempuan dan laki-laki stereotype khas patriarki. Hal tersebut memperlihatkan bahwa tidak semua ruang lingkup akademis bisa mengakomodir kehausan terhadap pengetahuan diluar pengetahuan yang maskulin. Tidak heran jika atmosfir lingkungan seperti itu menjadikan orang-orang yang berada didalamnya menjadi kaku dan kebal terhadap isu-isu perempuan dan kesetaraan gender. Dampaknya adalah para lulusan FIDKOM yang bergelut di bidang media tidak mempunyai ideologi yang berperspektif gender sehingga menghasilkan karya-karya yang bias gender. Menurut Rocky Gerung dalam Jurnal Perempuan yang mengangkat tema Pengetahuan Perempuan, hal yang membuat konsep gender atau Feminis sulit diterima di Universitas adalah:6 1. Studi Gender masih dianggap keanehan akademis 2. Gender atau Feminis merupakan barang impor dari Barat 3. Divonis sebagai ajaran sesat dalam kerangka final agamis 6
Jurnal Perempuan, “Universitas dan Feminisme”, dalam Pengetahuan Perempuan, (Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya, 2004), edisi 48, h.70.
6
Pendidikan formal memang bukan satu-satunya cara untuk menciptakan kehidupan yang berkesetaraan dan berkeadilan, namun tidak dapat dipungkiri jika pendidikan formal merupakan senjata penting untuk menghancurkan patriarki. Hal tersebut menjadi penting mengacu pada tiga alasan dasar. Pertama, lembaga pendidikan adalah wadah institusional dimana semua baik laki-laki maupun perempuan
mengekspresikan
segala
potensinya,
mengaktualisasikan,
dan
mendefinisikan identitas dirinya. Kedua, lembaga pendidikan merupakan institusi dinamis
yang menyiapkan, memproduksi, dan mengembangkan potensi
sumberdaya manusia. Ketiga, lembaga pendidikan mereproduksi ideologi atau doktrin tertentu baik melalui proses kebijakan atau via inkulturasi atmosfer kerja. Melalui pendidikan nilai-nilai diperkenalkan, ditransmisi, dan ditransformasikan,7 dan lulusan-lulusan dari perguruan tinggi pun dianggap orang-orang yang mengetahui banyak hal dan bisa menjadi opinion leader yang bisa merubah cara pandang masyarakat umum. Pendidikan merupakan aktivitas yang khas bagi manusia dalam suatu komunitas masyarakat dengan tujuan untuk memanusiakan manusia, dan merupakan instrumen yang penting bagi pemberdayaan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang termarjinalkan. Pendidikan juga merupakan kunci terwujudnya keadilan gender dalam masyarakat, karena disamping merupakan alat untuk mentransfer norma-norma masyarakat, pengetahuan dan kemampuan manusia, juga sebagai alat untuk mengkaji dan menyampaikan ide-ide dan nilai baru. Dengan demikian, lembaga pendidikan merupakan sarana formal untuk sosialisasi sekaligus transfer nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam 7
Amelia Fauzia, dkk, Realita dan Cita Kesetaraan Gender di UIN Jakarta, (Jakarta, McGill IAIN-Indonesia Social Equity Project, 2004), h.5.
7
masyarakat, termasuk nilai dan norma gender. Nilai dan norma tersebut ditransfer secara lugas maupun secara tersembunyi, baik melalui buku-buku teks yang digunakan maupun pada suasana dan proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam lembaga pendidikan, sebagai tempat mentransfer pengetahuan kepada masyarakat, mewujudkan keadilan gender merupakan hal yang niscaya. Untuk mengarah pada terwujudnya keadilan gender yang dimaksud maka perlu; (1) memberlakukan keadilan gender dalam pendidikan dan menghilangkan pembedaan pada peserta didik, (2) mengupayakan keadilan gender di kalangan staf dan pimpinan, dan (3) meredam sebab-sebab terjadinya kekerasan dan diskriminasi melalui materi pengetahuan yang diajarkan, proses pembelajaran yang dilakukan, dan menentang segala ide dan pemikiran yang mengandung stereotipe negatif.8 Dari tiga hal di atas, maka hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan adalah bagaimana menyusun kurikulum yang dapat menciptakan relasi gender yang dinamis. Maka menjadi penting bagi pihak kampus untuk mengintegrasikan gender dan metodologi feminis dalam mata kuliah yang akan diajarkan kepada peserta didiknya. Dengan adanya pengintegrasian tersebut peserta didik akan memiliki pemahaman menyangkut konteks sosial, budaya, hukum, dan politik yang melibatkan perempuan dan laki-laki didalamnya sehingga tercipta ilmu pengetahuan dan pemahaman yang berkeadilan dan berkesetaraan. Pengintegrasian ini bisa disisipkan pada mata kuliah dasar dan pengantar beberapa mata kuliah pokok seperti Agama, Antropologi agama, pengantar sosiologi, komunikasi antar pribadi, Komunikasi Politik, Komunikasi antar agama dan budaya, broadcasting, produksi siaran televisi dan radio, dan 8
2008, h.1.
Khusnul Khotimah, “Urgensi Kurikulum Gender”, dalam Jurnal Insania, edisi sep-des
8
bahasa jurnalistik. Sedangkan untuk pengitegrasian metodologi feminis, bisa dimasukkan dalam mata kuliah metodologi penelitian sosial dan metodologi penelitian komunikasi. Dengan mengenalkan corak penelitian dan mata kuliah yang sensitif seperti itu diharapkan para lulusan FIDKOM terutama Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yang akan bekerja di industri media massa mampu menciptakan iklim yang berkesetaraan dan berkeadilan bagi pemberdayaan perempuan. Dengan demikian peserta didik yang bakal menjadi pekerja media dapat menjadi profesional yang mampu menjadi agen perubahan terhadap lingkungan atau kondisi yang patriarkis bukan malah makin menguatkan akar patriarki dikalangan para intelek dan pekerja professional. Terlebih lagi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam sudah diperkuat dengan mata kuliah-mata kuliah keagamaan seperti Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Tasawuf, dan sebagainya. Itu merupakan kelebihan yang bisa dijadikan bekal bagi mahasiswa untuk mengelaborasi pemahaman tentang kajian Gender, Media dan Islam. Bukankah Islam agama yang sarat dengan nilai kesetaraan juga menjunjung Moral dan Hak Asasi.9 Untuk itu media bisa dijadikan sarana dakwah bagi mahasiswa-mahasiswa tersebut dalam menyampaikan pesan-pesan Islam yang memanusiakan manusia. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Respon Mahasiswa terhadap Sensitifitas Gender pada Materi Kuliah di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”
9
Leli Nurohmah dkk, Kesetaraan Kemajemukan dan Ham, (Jakarta: Rahima, 2010), h. 32.
9
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Bertolak dari Latar Belakang diatas, pembatasan masalah dalam penelitian ini ditekankan pada pengetahuan gender mahasiswa, pengetahuan gender yang dimaksud disini adalah pengetahuan mahasiswa terhadap gender dan ketimpangan gender dan bagaimana respon mereka terhadap sensitifitas gender pada materi kuliah di jurusan. Respon yang dimaksud disini adalah respon positif bilamana mahasiswa mengetahui, memahami, bersperspektif dan bisa memberikan contoh yang benar tentang gender dan respon negatif bilamana mahasiswa tidak mengetahui, memahami, bersperspektif dan tidak bisa memberikan contoh yang benar tentang gender Sedangkan sensitifitas gender yang dimaksud disini adalah sensitifitas gender dalam pendidikan terhadap materi kuliah yang integrated di jurusan, yang dimaksud integrated disini adalah materi kuliah yang berdiri sendiri menjadi sebuah mata kuliah. Untuk mata kuliah yang menjadi amatan penelitian diantaranya Produksi siaran televisi, Jurnalistik, dan Komunikasi antar agama dan budaya, dengan pertimbangan bahwa mata kuliah-mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah kejuruan yang ada di KPI dan merupakan mata kuliah yang mendasari pembuatan program di media.
10
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang terjadi seperti tergambar diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana respon mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap materi kuliah integrated yang sensitif gender? 2. Bagaimana tingkat pengetahuan dan tingkat sensitifitas gender mahasiswa terhadap materi kuliah di jurusan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan lingkup masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan menganalisis respon mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap materi kuliah integrated yang sensitif gender 2. Mengetahui dan menganalisis tingkat pengetahuan dan tingkat sensitifitas gender mahasiswa terhadap materi kuliah di jurusan.
11
D. Manfaat Penelitian
Dan adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara Akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam ilmu dakwah dan ilmu komunikasi khususnya tentang kajian media dan gender.
2. Untuk para pembuat kebijakan baik itu lingkup Fakultas atau Jurusan, Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para penentu kebijakan perlunya perhatian serius terhadap aplikasi pemahaman konsep gender, kesetaraan gender dan kebijakan pengarusutamaan gender di universitas khususnya pada jurusan komunikasi penyiaran Islam dengan menambah mata kuliah yang terkait dengan gender atau melalui bahan ajar yang sensitif gender. 3. Untuk para praktisi baik itu calon pekerja media, pekerja media, penyusun kurikulum, penerbit buku-buku pelajaran, maupun PSW (Pusat Studi Wanita)
ataupun
lembaga-lembaga
yang konsen
terhadap
isu-isu
perempuan dan gender, yang berada dalam lingkungan universitas perlu melakukan koordinasi dan menjalin kerjasama dengan jurusan-jurusan yang ada di dalam universitas untuk menciptakan kurikulum dan bahan ajar yang sensitif gender. Dan juga sosialisasi yang lebih gencar lagi tentang gender dan kesetaraan.
12
E. Tinjauan Pustaka 1.
“Respon Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Terhadap Aplikasi Kesetaraan Gender” yang ditulis oleh Asri Rahmita mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, tahun 2008. Asri Rahmita meneliti respon dosen terhadap aplikasi kesetaraan gender khususnya di ranah karier. Hasil penelitian menunjukan respon dosen fakultas dakwah positif, karena banyak dosen yang beranggapan bahwa perempuan zaman sekarang sudah lebih maju dibandingkan sebelumnya.
2.
“Persepsi Mahasiswa terhadap kesadaran Gender”, yang ditulis oleh Alwin Taher Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor tahun 2009. penelitian alwin ditujukan untuk mengukur kesadaran mahasiswa yang sudah mendapat mata kuliah gender dan pembangunan. Hasil penelitian Persepsi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat tahun masuk 2006 yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender sebagian besar adalah tinggi yaitu sebanyak 39 responden (56 persen) dan sisanya memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang yaitu sebanyak 31 responden (44 persen). Hal yang menarik adalah bahwa tidak ada satu pun mahasiswa yang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang rendah.
3. “Perspektif Gender dalam Pembelajaran di Pondok Pesantren As-Sulaiman Ciputat”, yang ditulis oleh Yulia Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
13
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2006, penelitian Yulia melihat bagaimana pelaksanaan pembelajaran di pesantren dilihat dari perspektif gender dan bagaimana perlakuan pesantren terhadap santri laki-laki dengan perempuan. Hasil penelitian tersebut adalah pelaksanaan pembelajaran di pesantren belum berperspektif gender yang terlihat dari perlakuan kyai maupun guru-guru yang masih membedakan dalam pemberian tugas, peraturan, dan kepanitian pada hari-hari besar, santri perempuan di tempatkan pada tugas-tugas domestik, seperti seksi konsumsi. Begitu juga hasil dari perlakuan pesantren yang membebankan santri perempuan pada pekerjaan domestik seperti, masak, belanja, menyapu, dsb. 4. “Stereotype Gender tentang Pekerjaan pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”, yang ditulis oleh Dian Hesty Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010, penelitian Dian ingin mengetahui berapa besar presentase stereotype gender tentang pekerjaan pada mahasiswa UIN Jakarta serta mengetahui jenis pekerjaan apa saja yang dinilai stereotype gender oleh mahasiswa UIN. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa sebanyak 88% mahasiswa yang dijadikan subjek penelitian memiliki stereotype terhadap pekerjaan tertentu, di karenakan adanya anggapan bahwa perempuan lebih tepat jika bekerja di ranah domestik, adapun jenis pekerjaan yang memiliki stereotype gender adalah arsitek, pegawai asuransi, guru kesenian, perancang busana, instruktur senam, perawat, montir. 5. “Persepsi Mahasiswi Madura di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang Relasi Gender”, yang ditulis oleh Amir Mahmud mahasiswa jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
tahun 2009. Penelitian Amir ingin melihat bagaimana persepsi mahasiswi Madura tentang relasi gender dan bagaimana pandangan mereka terhadap kepemimpinan perempuan. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukan bahwa relasi gender muncul dalam beberapa pengaruh yaitu, pengetahuan,
pendidikan,
dan
lingkungan.
Mengenai
kepemimpinan
perempuan berdasarkan hasil penelitian tersebut perempuan boleh saja menjadi pemimpin publik, bagi mereka kualitas dan kemampuan yang menentukan untuk menjadi pemimpin bukan jenis kelamin. Penelitian ini tentu saja berbeda dengan penelitian sebelumnya, mulai dari subjek penelitian hingga metode yang digunakan. Penelitian ini adalah penelitian perempuan jadi metode yang dipakai adalah kuantitatif karena penelitian ini hanya ingin melihat fenomena bukan melihat nomenanya dan tidak mendalam seperti halnya penelitian tentang perempuan. Penelitian ini menekankan pada tingkat pengetahuan gender mahasiswa komunikasi dan penyiaran Islam UIN Jakarta bagaimana pengetahuan mereka tentang gender, sudah cukup sensitifkah mereka terhadap mata kuliah yang ada di Jurusan, Selain itu penelitian ini ingin melihat bagaimana respon mahasiswa terhadap sensitifitas gender pada materi kuliah yang ada di Jurusan, dan apakah materi-materi kuliah yang ada sudah sensitif gender atau belum.
15
F. Sistematika Penulisan Penulisan dalam skripsi ini dibagi dalam lima bab, yaitu: BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teoritis yang meliputi Respon, terdiri dari pengertian respon, macam-macam respon. Gender yang terdiri dari pengertian gender dan seks, perbedaan gender dan seks, dan bentuk ketidakadilan gender. Gender dan Media, Gender dan Pendidikan yang terdiri dari metode pembelajaran, inklusi gender di perguruan tinggi. BAB III Metodologi Penelitian yang terdiri dari lokasi dan awktu penelitian, paradigma dan desain penelitian, populasi dan teknik penarikan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dan indikator penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data, uji instrumen, uji hipotesis, dan teknik analisis data. BAB IV Gambaran Umum dan Analisis Data yang terdiri dari gambaran umum Jurusan KPI, data-data hasil penelitian lapangan meliputi klasifikasi responden, deskripsi hasil penelitian, uji validitas dan realibilitas, respon mahasiswa terhadap sensitifitas gender, uji chi-square, dan uji hipotesis BAB V Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
16
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Respon 1. Pengertian Respon Respon berasal dari kata response, yang artinya jawaban, balasan atau tanggapan (reaction).1 Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa respon adalah tanggapan, reaksi atau jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi.2 Menurut Poerwadinata, respon diartikan sebagai tanggapan, reaksi, dan jawaban. Respon akan muncul dari penerima pesan setelah sebelumnya terjadi serangkaian komunikasi. 3 Sementara itu menurut Agus Sujanto yang disebut tanggapan adalah gambaran pengamatan yang tinggal di kesadaran kita sesudah mengamati. Secara umum tanggapan atau respon dapat diartikan sebagai hasil atau kesan yang didapat (yang tertinggal) dari pengamatan.4 Respon seseorang dapat dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif. Apabila respon positif maka orang yang bersangkutan cenderung untuk menyukai atau mendekati objek, sedangkan respon negatif cenderung untuk menjauhi objek tersebut.
1
John M. Echols dan Hasan Sadili, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, cet XXI, 1993)
2
Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), edisi ke-3,
h.585 3
Poerwadinata, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), cet ke-2, h.43
4
Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet ke-11, h.31
16
17
2. Macam-macam Respon
a. Respon Kognitif (Pengetahuan) Istilah kognisi berasal dari kata cognoscare yang artinya mengetahui. Aspek kognisi banyak mempermasalahkan bagaimana cara memperoleh pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya, serta bagaimana dengan kesadaran itu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Setiap perilaku sadar manusia didahului oleh proses kognisi yang memberi arah terhadap perilaku dan setiap lahiriahnya baik dirasakan maupun tidak dirasakan. b. Respon Afektif (Sikap) Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak, beroperasi, berfikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi dan nilai. Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar. Sikap mempunyai daya dorong atau motivasi dan bersifat evaluatif,
artinya
mengandung
nilai
menyenangkan
atau
tidak
menyenangkan. Objek sikap dirasakan adanya motivasi, tujuan, nilai dan kebutuhan. Sayogo dan Fujiwati mengemukakan bahwa sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan suatu pola tertentu terhadap suatu objek berupa manusia, hewan atau benda akibat pendirian atau persamaannya terhadap objek tersebut. c. Respon Konatif (Tindakan) Jones dan Davis dalam Sarlito (1995) memberi definisi tindakan yaitu keseluruhan respon (reaksi) yang mencerminkan pilihan seseorang yang
18
mempunyai akibat (efek) terhadap lingkungannya. Suatu tindakan dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian sesuatu
agar
kebutuhan
tersebut
terpenuhi.
Psikomotorik
yang
berhubungan dengan kebiasaan bertindak yang merupakan aspek perilaku yang menetap (Rahmat,1989).5 B. Gender 1. Pengertian Gender Kata gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris secara harfiah “gender” berarti jenis kelami.6 sama halnya dengan seks yang juga jenis kelamin. Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.7 Menurut Mansour Faqih dalam bukunya “Analisis Gender dan Transformasi Sosial” Gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu lemah lembut, cantik, emosional, dan sebagainya. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa, dan tidak boleh menangis. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Perubahan ciri dan sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ketempat yang lain, juga perubahan tersebut bisa terjadi dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Semua hal yang dapat
5
Pratama, “Pengertian Respon”, http://pratamasandra.wordpress.com/2011/05/11, di akses
pada senin 23 Mei 2011 pukul.16.06 wib. 6
John M.Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, cet XII, 1983), h. 265 7
Helen Tierney (ed), Women’s Studies Encyclopedia, Vol 1, (New York: Green Wood Press), h.153
19
dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa bisa berubah, baik itu waktu maupun kelas.8
Mansour faqih mengungkapkan bahwa sejarah perbedaan gender terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan Gender terbentuk oleh banyak hal yang
disosialisasikan,
diajarkan,
yang
kemudian
diperkuat
dengan
mengkonstruksinya baik secara sosial maupun kultural. Melalui proses panjang tersebut pada akhirnya diyakini sebagai sesuatu yang kodrati baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan, hal ini kemudian direfleksikan sebagai sesuatu yang dianggap alami dan menjadi identitas gender yang baku. Identitas gender adalah definisi seseorang tentang dirinya, sebagai laki-laki atau perempuan, yang merupakan interaksi kompleks antara kondisi biologis dan berbagai karakteristik perilaku yang dikembangkan sebagai hasil proses sosialisasi.9 Pengertian yang lebih kongkrit dan lebih operasional dikemukakan oleh Nasarudin Umar dalam bukunya yang berjudul Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur-an, yang mengemukakan bahwa gender adalah konsep kultural yang digunakan untuk memberi identifikasi perbedaan dalam hal peran, perilaku dan lain-lain antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat yang didasarkan pada rekayasa sosial. 10 Lebih lanjut Nasarudin Umar menjelaskan bahwa penentuan peran gender dalam berbagai sistem masyarakat,
8
Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 8-9 9
10
Ibid, h. 8-9
Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an,(Jakarta : Paramadina, 2001),h.35
20
kebanyakan merujuk kepada tinjauan biologis atau jenis kelamin. Masyarakat selalu berlandaskan pada diferensiasi spesies antara laki-laki dan perempuan. Organ tubuh yang dimiliki oleh perempuan sangat berperan pada pertumbuhan kematangan
emosional
dan
berpikirnya.
Perempuan
cenderung
tingkat
emosionalnya agak lambat. Sementara laki-laki yang mampu memproduksi dalam dirinya hormon testosterone membuat ia lebih agresif dan lebih obyektif. Dapat disimpulkan bahwa Gender adalah seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan. Artinya perbedaan sifat, sikap dan perilaku yang dianggap khas perempuan atau khas laki-laki atau yang lebih populer dengan istilah feminitas dan maskulinitas, terutama merupakan hasil belajar seseorang melalui suatu proses sosialisasi yang panjang dilingkungan masyarakat, tempat ia tumbuh dan dibesarkan 2. Perbedaan seks dan Gender Untuk memahami konsep gender harus dibedakan antara kata gender dengan seks. Seks mengacu pada pengertian perbedaan biologis jenis kelamin yang merupakan kodrat Tuhan karenanya bersifat permanen serta tidak dapat dipertukarkan. Sedangkan gender adalah peran-peran sosial yang dilakukan laki-laki dan perempuan bersifat tidak mutlak, bisa bertukar satu sama lain, dan tidak tetap berdasarkan waktu dan tempat. Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai
perkembangan
zaman.
Gender
secara
umum
digunakan
untuk
21
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial-budaya. Sementara seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi.
11
Seks lebih banyak
berkonsentrasi pada aspek biologi seseorang seperti komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Tabel 1: Perbedaan Seks dan Gender No
Karakteristik
Sex
Gender
1.
Sumber Pembeda
Tuhan
Manusia (masyarakat)
2.
Visi, Misi
Kesetaraan
Kebiasaan
3.
Unsur Pembeda
Biologis (alat reproduksi)
Kebudayaan (tingkah laku)
4.
Sifat
Kodrat, tertentu tidak dapat
Harkat, martabat dapat
dipertukarkan
dipertukarkan
Terciptanya nilai-nilai kenikmatan,
Terciptanya norma-norma ketentuan
kedamaian, dll sehingga menguntungkan
tentang “pantas” atau “tidak pantas”
kedua belah pihak
laki-laki pantas menjadi pemimpin,
5.
Dampak
perempuan pantas dipimpin dll, sering merugikan salah satu pihak yaitu perempuan 6.
Keberlakuan
Sepanjang masa, dimana saja, tidak
Dapat berubah, musiman dan
mengenal perbedaan kelas
berbeda antara kelas
Sumber : PSW UIN12
Dapat disimpulkan bahwa Sex adalah perbedaan biologis hormonal dan patologis antara perempuan dan laki laki misalnya laki laki memiliki penis, testis 11
Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an,(Jakarta : Paramadina, 2001),h.35 12
PSW UIN, Laporan Penelitian Gender Mainstreaming dalam Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: PSW UIN, 2004), h.18
22
dan sperma, sedangkan perempuan mempunyai vagina, payudara, ovum, dan rahim. Laki laki dan perempuan secara biologis berbeda, dan masing masing mempunyai keterbatasan dan kelebihan biologis tertentu. Perbedaan biologis tersebut bersifat kodrati, atau pemberian Tuhan, dan tak seorangpun dapat mengubahnya. Sedangkan gender adalah suatu konsep yang mengacu pada peranperan dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat diubah sesuai dengan perubahan zaman. 3. Bentuk Ketidakadilan Gender Perbedaan gender tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities ). Namun ternyata perbedaan gender seringkali melahirkan ketidakadilan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. ketidakadilan gender menurut beberapa pakar timbul dalam bentuk : 3.1.
Stereotype Pelabelan atau penandaan yang seringkali bersifat negatif secara
umum dan melahirkan ketidakadilan.
13
Sebagai contoh, perempuan sering
digambarkan emosional, lemah, cengeng, tidak rasional, dan sebagainya. Stereotype tersebut
yang kemudian menjadikan perempuan selama ini
ditempatkan pada posisi domestik, kerapkali perempuan di identikan dengan urusan masak, mencuci, dan seks (dapur, sumur, dan kasur). 3.2. 13
Kekerasan ( violence )
PSW UIN, Laporan Penelitian Gender Mainstreaming dalam Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: PSW UIN, 2004), h.17
23
Kekerasan berbasis gender, kekerasan tersebut terjadi akibat dari ketidak seimbangan posisi tawar (bargaining position) atau kekuasaan antara perempuan dan laki-laki. Kekerasan terjadi akibat konstruksi peran yang telah mendarah daging pada budaya patriarkal yang menempatkan perempuan pada posisi lebih rendah.14 Cakupan kekerasan ini cukup luas, diantaranya eksploitasi seksual, pengabaian hak-hak reproduksi, trafficking, perkosaan, pornografi, dan sebagainya. 3.3.
Marginalisasi Peminggiran
terhadap
kaum
perempuan
terjadi
secara
multidimensional yang disebabkan oleh banyak hal bisa berupa kebijakan pemerintah,
tafsiran
agama,
keyakinan,
tradisi
dan
kebiasaan,
atau
pengetahuan. 15 Salah satu bentuk paling nyata dari marginalisasi ini adalah lemahnya peluang perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi. Proses tersebut mengakibatkan perempuan menjadi kelompok miskin karena peminggiran terjadi secara sistematis dalam masyarakat. 3.4.
Subordinasi Penomorduaan
(subordinasi)
ini
pada
dasarnya
merupakan
keyakinan bahwa jenis kelamin tertentu dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. 16 Hal ini berakibat pada kurang diakuinya potensi perempuan sehingga sulit mengakses posisi-posisi strategis dalam komunitasnya terutama terkait dengan pengambilan kebijakan. 14
Ibid, h.17
15
Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.14 16
Leli Nurohmah dkk, Kesetaraan Kemajemukan dan Ham, (Jakarta: Rahima), h. 13
24
3.5.
Beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (double burden) Adanya anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan
rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala keluarga berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan.17 Untuk keluarga miskin perempuan selain bertanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, mereka juga mencari nafkah sebagai sumber mata pencarian tambahan keluarga, ini menjadikan perempuan harus bekerja ekstra untuk mengerjakan kedua bebannya.
C.
Gender dan Media Realitas media di Indonesia menunjukkan adanya bias gender dalam
representasi perempuan dalam media, baik media cetak maupun elektronik. Berbagai bentuk ketidakadilan gender seperti marjinalisasi, subordinasi, stereotipe atau label negatif, beban kerja, kekerasan dan sosialisasi keyakinan gender terlihat. Mengutip Rhenald Kasali, bagi profesional pemasaran, perempuan merupakan potensi pemasaran yang luar biasa. Sebagai target market, perempuan telah “menciptakan” begitu banyak produk baru dibandingkan laki-laki. Itu sebabnya, jika dihitung, jumlah majalah atau tabloid dengan segmentasi perempuan lebih besar ketimbang laki-laki. Belum lagi consumer goods yang ditujukan “hanya untuk wanita”.18 Reformasi melahirkan dua dampak dalam kehidupan sosial kita, satu sisi 17
Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.21 18
http://erhanana.wordpress.com/2008/03/20/representasi-perempuan-dalam-media diakses pada hari sabtu 7 mei 2011 pukul.11.11 wib
25
reformasi memberi ruang sebebas-bebasnya demi tersebarnya informasi, namun di sisi lain perspektif media dalam mengangkat persoalan gender masih sangat bias. Menurut Mariana Amirudin dalam Jurnal Perempuan, faktor-faktor yang menunjukan hal tersebut adalah : kebebasan pers sarat mengangkat tayangan dan pemberitaan yang penuh dengan tindakan kekerasan, menghakimi dan diskriminatif terhadap perempuan. Media lebih banyak melakukan pernyataan moral dan sensasional daripada membawa esensi untuk mencari solusi persoalan. 19 Selanjutnya dikatakan, media mainstream sangat sedikit memberi tempat atau ruang untuk tayangan dan pemberitaan yang berpihak pada kebebasan dalam arti hak warga Negara, terutama perempuan dengan alasan kebutuhan industri media dan mengatasnamakan bahwa masyarakat lebih menyukai tayangan-tayangan kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan, bahkan media mainstream menjadi pihak yang berkuasa atas pencitraan masyarakat dan perempuan, dan meninggalkan kode etik jurnalistik sebagai salah satu mandat kebebasan pers. Citra perempuan dalam media sesungguhnya berfungsi, sebagaimana dinyatakan oleh Karen Johnson dan Tom Ferguson dalam karya mereka “Thrusting Ourselves: The Sourcebook on Psychology fo Women” (1990). Sebagai “cermin” wanita (women’s mirror), namun sayangnya “cermin” itu tidak dengan sendirinya menggambarkan kealamian dan keautentikan dunia wanita, karena tak jarang malah mempromosikan standar kehidupan yang tidak realistik.20 “Wanita tidak hanya melihat diri mereka sebagaimana pria melihat
19
Jurnal Perempuan, Apa Kabar Media Kita?, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2010), Edisi 67, h.6
26
mereka, tetapi di dorong untuk menikmati seksualitas mereka melalui mata pria”. Petikan kalimat diatas dinukil dari analisis Janice Winship dalam tulisannya “Sexsuality for Sale” (1980), ketika dia membongkar relasi-relasi ideologi gender dan kapitalisme di balik penggambaran dan pencitraan wanita dalam iklan di majalah-majalah wanita21. Pencitraan perempuan yang terus-menerus dikonstruksi serta disosialisasikan lewat atau oleh media perlahan tapi pasti telah merubah standar budaya mengenai kecantikan yang mengendap dalam kesadaran kita. Karena
itulah
pergeseran
citra
perempuan
ideal
yang
terus-menerus
dibombardirkan lewat media harus dipahami sebagai bagian dari pengukuhan ideologi gender dan kapitalisme yang menjadikan perempuan sebagai objek dan sekaligus komoditas. Kenyataan tersebut yang sesungguhnya telah berperan dalam menciptakan kekerasan berwajah baru. Sementara itu Menurut Idi Subandy dalam bukunya Sirnanya Komunikasi Empatik, didalam ruang publik kekerasan fisik dan psikologis terhadap perempuan hingga kini masih mewarnai karena ketimpangan relasi dan kekerasan tersebut semakin diperkukuh lagi dengan kekerasan simbolik (symbolic violence) yang berlangsung di ruang publik, dan kekerasan simbolik itu tumbuh subur dalam media. Corak dari kekerasan simbolik tersebut bisa kita temukan dalam bentuk penggunaan bahasa dan gambar yang muncul dalam media yang memposisikan perempuan dalam stereotype body not brain.22
20
Idi Subandi, Sirnanya Komunikasi Empatik, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy), h.116
21
Ibid, h.115
22
Idi Subandi, Sirnanya Komunikasi Empatik, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy), h.117
27
Di antara banyak persoalan media massa Indonesia yang tidak sensitif gender saat ini, setidaknya terdapat empat isu penting. Pertama, media massa masih memberi tempat bagi proses legitimasi bias gender, terutama dalam menampilkan representasi perempuan. Kenyataan ini dapat dilihat dari berbagai citra dan teks pemberitaan, iklan, film, sinetron dan produk media massa lainnya. Yang ditampilkan adalah kondisi perempuan sebagai objek, dengan visualisasi dan identifikasi tubuh seperti molek, seronok, seksi, dan sejenisnya. Dalam pemberitaan kasus kriminal, perkosaan misalnya, perempuan juga sering digambarkan sebagai sosok yang seolah ikut andil sehingga meyebabkan kasus itu terjadi, bukan murni sebagai korban kejahatan kaum laki-laki. Di sisi lain penempatan (positioning) perempuan sebagai korban (survivor) atau saat menjadi pelaku/tersangka juga sarat dengan warna eksploitasi. Penggunaan kosakata masih berorientasi seksual (sex-oriented), seperti “dipaksa melayani nafsu”, “bertubuh molek”, dan sebagainya. Kedua, dalam aktivitas jurnalisme sangat sedikit kaum perempuan terlibat menjadi pekerja media. Persoalan kuantitatif ini barangkali tidak terlalu parah bila di antara jumlah yang sedikit tersebut para jurnalis perempuan telah memiliki sensitifitas gender. Ironisnya, karena umumnya mereka masuk dalam dunia jurnalistik yang sangat maskulin, ukuran-ukuran pemberitaan yang digunakan masih menggunakan ukuran laki-laki sebagai pihak dominan dalam pengambilan keputusan. Tulisan-tulisan yang disajikan para jurnalis perempuan pun sudah dikondisikan dalam “pola laki-laki” (male patterns). Seandainya ada jurnalis perempuan yang concern terhadap sensitifitas gender, hanya menempati posisi yang kurang penting dalam jajaran dewan pengurus media. Bahkan dalam sejarah pers Indonesia, nama-nama tokoh pers pun
28
cenderung dihegemoni nama “laki-laki”. Ketiga, kepentingan ekonomi dan politik menuntut para pemilik media tunduk kepada industri atau pasar yang memang lebih permisif terhadap jurnalisme yang tidak sensitif gender. Perempuan dan segala stereotipe-nya dalam pandangan media massa adalah komoditas yang laku dijual. Media massa, di Indonesia, sebagai bagian dari lingkaran produksi yang berorientasi pasar menyadari adanya nilai jual yang dimiliki perempuan, terutama sebagai pasar potensial. Kondisi kultural ini didukung pula oleh permasalahan kultural di level organisasional media, terutama masalah coorporate culture yang masih sangat patriarkis. Keempat, regulasi media yang ada saaat ini tidak sensitif gender, Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers misalnya, kurang memperhatikan masalah-masalah perempuan dan media. Ditambah lagi, aturan-aturan normatif lainnya yang selama ini sudah ada pun kurang atau bahkan tidak ditaati oleh para pekerja media.23 D.
Gender dan Pendidikan Pendidikan merupakan aktivitas yang khas bagi manusia dalam suatu
komunitas masyarakat dengan tujuan untuk memanusiakan manusia, dan merupakan instrumen yang penting bagi pemberdayaan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang termarjinalkan. Pendidikan juga merupakan kunci terwujudnya keadilan gender dalam masyarakat, karena di samping merupakan alat untuk mentransfer norma-norma masyarakat, pengetahuan dan kemampuan manusia, juga sebagai alat untuk mengkaji dan menyampaikan ide-ide dan nilai baru. Dengan demikian, lembaga pendidikan merupakan sarana formal untuk sosialisasi
23
Iwan Awaludin Yusuf, “Jurnalisme Sensitif Gender:sekadar wacana?”, http://bincangmedia.wordpress.com diakses pada 09 Mei 2011 pkl.16.50 Wib.
29
sekaligus transfer nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, termasuk nilai dan norma gender. Nilai dan norma tersebut ditransfer secara lugas maupun secara tersembunyi, baik melalui buku-buku teks yang digunakan maupun pada suasana dan proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam lembaga pendidikan, sebagai tempat mentransfer pengetahuan kepada masyarakat, mewujudkan keadilan gender merupakan hal yang niscaya. Untuk mengarah pada terwujudnya keadilan gender yang dimaksud maka perlu; (1) memberlakukan keadilan gender dalam pendidikan dan menghilangkan pembedaan pada peserta didik, (2) mengupayakan keadilan gender di kalangan staf dan pimpinan, dan (3) meredam sebab-sebab terjadinya kekerasan dan diskriminasi melalui materi pengetahuan yang diajarkan, proses pembelajaran yang dilakukan, dan menentang segala ide dan pemikiran yang mengandung stereotipe negatif. Dari tiga hal tersebut, maka hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan adalah bagaimana menyusun kurikulum dan membuat bahan ajar yang dapat menciptakan relasi gender yang dinamis. Hingga saat ini masih banyak buku pelajaran di tingkat sekolah dasar hingga tingkat menengah memanipulasi citra perempuan. Perempuan masih selalu digambarkan ada di lingkungan rumah tangga, pekerjaannya hanyalah sebagai ibu rumah tangga yang bertugas memasak, menyapu, mengasuh anak, dan belanja kebutuhan rumah tangga. Walaupun dalam kenyataannya tidak ada lagi perbedaan antara insinyur perempuan dan insinyur laki-laki atau antara dokter perempuan dengan dokter laki-laki, tetapi dalam buku Pelajaran Bahasa Indonesia misalnya,
30
profesi ini selalu digambarkan sebagai sosok laki-laki24. Stereotipe gender sampai saat ini juga masih terus ada dan terefleksikan pada saat calon mahasiswa memilih dan menentukan spesialisasi di sekolah kejuruan dan universitas, yang tampaknya ada semacam diskriminasi atau bias gender yang dilakukan secara sadar oleh calon mahasiswa berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki. Ilmu sosial umumnya banyak diambil oleh siswa perempuan, sedangkan bidang teknologi banyak dipelajari oleh siswa laki-laki (UNICEF, 2007). Lebih lanjut menurut Astuti dalam Margono, dalam evaluasi buku pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika SD, SLTP, dan SMA, terlihat bahwa 95% gambar-gambar dalam buku matematika adalah laki-laki. Apakah 95% laki-laki tersebut benar mempelajari matematika? Bila seseorang melihat semuanya laki-laki, maka seakan-akan perempuan tidak wajib belajar matematika. Contoh lain, dalam buku-buku pelajaran pada umumnya aktivitas permainan anak perempuan dan laki-laki digambarkan dengan pemisahan yang tegas, seperti anak laki-laki bermain mobil-mobilan, sepak bola, berlari-lari dan naik ke pohon, sedangkan anak perempuan bermain boneka atau masak memasak. Dalam buku-buku pelajaran itu permainan anak laki-laki digambarkan dengan kegiatan fisik aktif dan mobil, sedangkan anak perempuan gambaran fisiknya cenderung lebih pasif. Penanaman posisi yang keliru tersebut (bias gender) terus diacu sebagai suatu hal yang wajar oleh peserta didik perempuan (mahasiswi) maupun laki-laki (mahasiswa). Akibatnya, ketidakadilan gender terus berlangsung di sekolah-sekolah hingga sekarang. Kondisi ini tentu saja memprihatinkan dan
24
Santi Dewiki, dkk, “Perspektif Gender dalam Bahan Ajar Cetak pada Pendidikan Jarak jauh”,
31
menjadi perhatian di kalangan pendidik sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah kondisi seperti ini juga terdapat dalam buku-buku yang digunakan di perguruan tinggi.
1. Metode Pembelajaran Metode merupakan salah satu sub-system dalam sistem pembelajaran yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Metode adalah cara atau prosedur yang diperlukan oleh fasilitator atau dosen dalam interaksi belajar dengan memperhatikan keseluruhan sistem untuk mencapai suatu tujuan.25 Macam-macam metode pembelajaran: 1) Metode Ceramah Metode ini seringkali disebut metode kuliah (the lecture method). Dapat pula disebut dengan metode deskripsi. Metode ceramah merupakan metode yang memberikan penjelasan atau memberi deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang dosen) tentang suatu materi pembelajaran tertentu. Tujuannya adalah agar mahasiswa mengetahui dan memahami materi pembelajaran dengan jalan menyimak dan mendengarkan, peranan dosen dalam metode ini sangat dominan sedangkan mahasiswa hanya duduk mendengarkan.26 2) Metode diskusi Merupakan metode yang biasanya dipergunakan dalam pembelajaran
dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008 25
H. Sudiyono, dkk, Strategi pembelajaran partisipatori di perguruan tinggi, (Malang: UIN Malang Press,2006), h.118. 26
H. Sudiyono, dkk, Strategi pembelajaran partisipatori di perguruan tinggi, (Malang: UIN Malang Press,2006), h.124.
32
orang dewasa, karena mereka dapat berpartisipasi aktif untuk menyumbangkan pemikiran, gagasan dalam kegiatan diskusi. Dalam metode ini terjadi komunikasi banyak arah karena mahasiswa terlibat aktif dalam proses. Tujuan diskusi pada umumnya mencari pemecahan masalah, dari hasil diskusi tersebut muncul bermacam-macam
jawaban
mufakat/persetujuan.27 3) Metode role play
27
Ibid, h.125
yang
perlu
di
pilih
untuk
mencapai
33
E. Inklusi Gender di Perguruan Tinggi Isu gender mempunyai keterkaitan penting dengan proses pendidikan lembaga pendidikan dengan mengacu pada tiga alasan mendasar; pertama, lembaga pendidikan adalah wadah institusional yang mampu mewadahi ekspresi laki-laki dan perempuan, serta mengaktualisasikan dan mendefinisikan identitas dirinya. Kedua, lembaga pendidikan merupakan institusi dinamis yang menyiapkan, memproduksi dan mengembangkan potensi sumber daya manusia. Ketiga lembaga pendidikan mereproduksi ideologi atau doktrin tertentu, baik melalui kebijakan maupun melalui inkulturasi atmosfer kerja. Melalui proses pendidikanlah
nilai-nilai
bisa
diperkenalkan,
ditransmisikan
dan
ditransformasikan.28 Sebagai konsekuensinya, proses pendidikan dan pengajaran di lembaga pendidikan tinggi memainkan peranan penting dalam menggariskan dan merealisasikan arah pembangunan nasional, terutama pembangunan dalam pendidikan. Kajian gender di perguruan tinggi diarahkan pada Tri Dharma perguruan tinggi, yang meliputi pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Tri Dharma pertama dapat diselenggarakan dengan cara misalnya pendidikan dan pengajaran inklusi gender. Caranya dengan; pertama, menjadikan mata kuliah gender sebagai matakuliah mandiri. Kedua, memasukkan materi dan atau isu gender pada salah satu materi pendidikan dan pengajaran.
28
Umi Sumbulah, dkk, Spektrum Gender Kilasan Inklusi Gender di Perguruan Tinggi, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.36
34
Ketiga memasukkan isu gender pada materi pengajaran tanpa menyebutkan secara spesifik dengan sub topik materi gender.29 Dari tiga cara diatas, kemungkinan yang paling mudah dan dapat dilaksanakan dengan baik adalah mengintegrasikan gender kedalam mata kuliah tertentu terutama rumpun ilmu sosial dan keagamaan. Dari sisi materi, pendidikan gender dapat dilakukan seperti cara diatas, namun, dari sisi metode pengajaran dapat dilakukan dengan cara memberikan perlakuan yang sama antara mahasiswa laki-laki dan perempuan, memberikan akses dan partisipasi yang sama dalam kegiatan kelas, dan sebagainya. Sedangkan dari sisi penelitian, dapat dilakukan dengan
penelitian
yang
menempatkan
kepekaan
(sensitive),
kesadaran
(awareness), dan tanggapan (rensponsive) terhadap permasalahan yang dihadapi perempuan dan laki-laki secara proporsional mulai dari rumusan masalah, latar belakang, kajian pustaka, hingga pada metode dan analisis data penelitian.30
29
Umi Sumbulah, dkk, Spektrum Gender Kilasan Inklusi Gender di Perguruan Tinggi, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.37 30
Ibid, h.38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta selama tiga bulan, dari bulan April hingga bulan Juni. Pemilihan lokasi adalah secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan efisiensi biaya, jarak, dan waktu dari peneliti. Selain itu, mahasiswa komunikasi penyiaran Islam merupakan mahasiswa yang dicetak sebagai pekerja media yang mana media saat ini menjadi salah satu penyumbang terbesar ketimpangan gender. B. Paradigma dan desain penelitian Penelitian ini adalah penelitian perempuan jadi paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma positivistik sebagai paradigma yang berpengaruh dan dapat melahirkan pendekatan kuantitatif dalam penelitian sosial.1 Sedangkan desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu metode penelitian yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.2 Metode kuantitatif digunakan karena penelitian ini hanya ingin melihat fenomena
1
Burhan Bungin, metodologi Penelitian Kuantitatif,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2005)h.32-33. 2 Drs.Jumroni, dkk, “Metode Penelitian Komunikasi”, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.37.
35
36
bukan melihat nomenanya dan tidak mendalam sebagaimana penelitian tentang perempuan. C. Populasi dan Tehnik Pengambilan Sampel C.1. Populasi Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif melalui pengisian kuesioner. Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) tahun akademik 2008 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjumlah 177 mahasiswa. C.2. Tehnik Penarikan Sampel Penarikan responden dilakukan dengan Teknik Puposive Sampling atau dikenal juga dengan sampling pertimbangan yaitu teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Riduwan dan Akdon, 2005). Responden yang dipilih adalah mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) tahun akademik 2008 atau semester enam sejumlah 55 mahasiswa 30% dari populasi. Pemilihan responden berdasarkan pertimbangan bahwa responden adalah mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam yang sudah mendapatkan materi-materi tentang komunikasi dan media dan merupakan calon-calon pekerja media hal tersebut menjadi salah satu indikator dari intelektual mahasiswa yang mempengaruhi tingkat pengetahuan mahasiswa terhadap pengetahuan gender. Alasan lainnya yaitu mahasiswa Komunikasi
37
Penyiaran Islam dengan tahun masuk 2008 dapat dengan mudah ditemui secara langsung karena masih aktif mengikuti perkuliahan. D. Variabel Penelitian 1. Variabel independen dari penelitian ini adalah respon mahasiswa, dengan sub variabel: a. Respon positif b. Respon Negatif 2. Variabel dependennya materi kuliah yang sensitif gender, dengan sub variabel: a. Metode pengajaran yang sensitif gender b. Bahan ajar yang sensitif gender E. Definisi Operasional dan Indikator penelitian 1. Variabel independen, respon, dengan sub variabel: a. Respon positif Definisi operasional: tanggapan, reaksi atau jawaban yang mendukung atau menyetujui suatu peristiwa yang terjadi Indikator : - Mahasiswa mengetahui tentang gender dan seks - Mahasiswa memahami perbedaan gender dan seks
38
- Mahasiswa dapat memberikan contoh tentang kesetaraan gender dengan benar b. Respon negatif Definisi operasional: tanggapan, reaksi atau jawaban yang tidak mendukung atau tidak menyetujui suatu pristiwa yang terjadi. Indikator : - Mahasiswa tidak mengetahui tentang gender dan seks - Mahasiswa mengetahui tentang gender dan seks namun bias - Mahasiswa tidak memahami perbedaan gender dan seks - Mahasiswa tidak dapat memberikan contoh tentang kesetaraan gender dengan benar - Mahasiswa dapat memberikan contoh tentang kesetaraan namun bias 2. Variabel dependen: sensitifitas gender pada materi kuliah, dengan sub variabel: a. Metode pengajaran yang sensitif gender Definisi operasional: Tehnik atau cara yang digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas
39
Indikator: - memberikan akses dan partisipasi yang sama dalam kegiatan diskusi dikelas - Materi kuliah yang sensitif gender - Role play yang sensitif gender b. Bahan ajar yang sensitif gender Definisi operasional: Materi Kuliah yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar baik berupa hand out maupun buku referensi atau rujukan. Indikator: - buku-buku atau bahan bacaan yang sensitif gender - Memberikan contoh kasus yang tidak membedakan peran laki-laki dan perempuan dalam hand out - Bahasa yang digunakan dalam hand out sensitif gender F. Kerangka Pemikiran Penentuan peran gender dalam berbagai sistem masyarakat kebanyakan merujuk kepada tinjauan biologis atau jenis kelamin. Masyarakat selalu berlandaskan pada diferensiasi spesies antara laki-laki dan perempuan. Organ tubuh yang dimiliki oleh perempuan sangat berperan pada pertumbuhan kematangan
emosional
dan
berpikirnya.
Perempuan
cenderung
tingkat
40
emosionalnya agak lambat. Sementara laki-laki yang mampu memproduksi dalam dirinya hormon testosterone membuat ia lebih agresif dan lebih obyektif.3 Pertanyaan yang selalu muncul ketika membicarakan persoalan gender dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan adalah pada landasan hukum, sebenarnya persoalan gender telah memiliki landasan hukum yang sangat kuat, secara nasional sudah banyak perangkat hukum yang dibuat oleh pemerintah seperti UUD 1945 Pasal 27 tentang Persamaan Hak dan Kewajiban Warga Negara, UU No.7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Perempuan (ratifikasi CEDAW), instruksi Presiden No.9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, dan masih banyak lagi.4 Namun demikian, walaupun perangkat hukum yang ada cukup memadai, sayangnya masih belum dapat di aplikasikan secara memadai pula. Hak-hak perempuan masih tereliminasi dalam berbagai lini kehidupan hanya karena dia berjenis kelamin perempuan. Salah satu contohnya besar materinya masih sangat patriarkhis, cenderung melecehkan, memberikan stereotip, dan menjadikan perempuan sebagai obyek. Padahal jika kita merujuk pada Ajaran Agama dalam hal ini agama Islam, secara tegas Islam menyatakan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki kedudukan sama di hadapan-Nya.
3
Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an,(Jakarta : Paramadina, 2001),h.35 4 Leli Nurohmah dkk, Kesetaraan Kemajemukan dan Ham,( Jakarta: Rahima), h. 22.
41
Al-Qur’an menyatakan :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari diri (entitas) yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan
pasangannya;
dan
dari
pada
keduanya
Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kalian kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kalian saling tolong, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah maha Mengawasi”. (QS. Surat An-Nisa: 1) Ayat diatas memberikan informasi bahwa penciptaan manusia sejak awal tidak menunjukan adanya perbedaan subtansi antara laki-laki dan perempuan. Namun dikalangan ulama mempunyai penafsiran yang beragam terhadap ayat diatas, salah satu lndasan penafsiran mereka merujuk pada hadits-hadits. Dalam hadits-hadits tersebut ada isyarat bahwa adam diciptakan dari tanah, kemudian dari tulang rusuk adam diciptakan hawa. Salah satu hadits dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, jika kalian mencoba meluruskannya ia akan patah.
42
Tetapi jika kalian membiarkannya maka kalian akan menikmatinya dengan tetap dalam keadaan bengkok”.5 Menurut Nurjannah Ismail dalam bukunya, Perempuan dalam Pasungan. Hadits tersebut walaupun shahih secara sanad, tetapi memiliki matan yang berbeda-beda dan sulit untuk ditentukan mana matan yang benar sehingga hadits tersebut termasuk hadits mudhtarib al-matan. Namun demikian, apabila ditempatkan dalam konteksnya yang ada, tidak hanya parsial kalimat-perkalimat, maka hadits-hadits tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan penciptaan awal perempuan. Hadits-hadits tersebut berisi pesan nabi kepada kaum laki-laki pada saat itu untuk berlaku baik terhadap kaum perempuan secara umum. Pesan nabi tersebut merupakan salah satu manifetasi dari semangat ajaran Islam yang hendak menempatkam laki-laki dan perempuan setara.6 Prinsip kesetaraan manusia dihadapan Tuhan merupakan konsekuensi paling logis dari doktrin Kemahaesaan Allah (Akidah Tauhid). Keunggulan manusia atas manusia lain semata-mata berdasarkan atas kedekatan dan ketaatan kepada Allah. Makna takwa yang disebutkan berkali-kali dalam Al-Qur’an tidak hanya pada aspek relasi manusia dengan Tuhan (hablun min Allah), tetapi juga pada relasi manusia dengan sesama manusia (hablun min al-nas)7.
5
Lihat misalnya dalam, Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an, I:449 Nurjannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan, (Yogyakarta: LKiS, 2003), h.271 7 Husein Muhammad, Ijtihad Kyai Husein, ( Jakarta: Rahima, 2011), h. 143. 6
43
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan dalam bagan dibawah ini: Variabel Independen
Variabel Dependen Sensitifitas gender pada materi Kuliah a. Metode Pengajaran yang sensitif gender
Respon Mahasiswa
Respon Positif (+)
Respon Negatif (-)
-
Diskusi
-
Ceramah
-
Role play
b. Bahan Ajar yang sensitif gender -
Bahasa yang digunakan
-
Contoh kasus yang digunakan
-
Referensi bacaan (materi)
Sensitifitas Gender -
Mengetahui tentang Gender
-
Memahami Gender
-
Berperspektif Gender
44
G. Hipotesis Penelitian Agar penelitian lebih terarah sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian dan mencapai tujuan penelitian, maka dirumuskan hipotesis penelitian : Adanya Sensitifitas Gender Mahasiswa pada Materi Kuliah di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. H. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan : a. Angket Metode ini biasa disebut juag metode kuisioner. Metode angket merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembalikan ke peneliti.8 Angket yang akan disebar dalam penelitian ini sebanyak 55 angket, skala pengukuran yang digunakan adalah Skala Likert dengan pilihan jawaban lima tingkat jawaban. Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Neral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Tabel 1 Skala Likert Sangat Setuju
Setuju
Netral
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
SS 5
S 4
N 3
TS 2
STS 1
8
Burhan Bungin, “Metodologi Penelitian Kuantitatif”, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005)
45
b. Dokumentasi/Pustaka Penelitian dokumenter atau dokumentasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data historis.9 Data yang digunakan berupa bahan kepustakaan, jurnal, artikel, buku-buku, hasil penelitian, serta referensi yang sesuai dengan pokok permasalahan. I. Sumber data Sumber data yang akan ditelusuri a. Data Primer Sumber data primer yakni sumber data yang diperoleh langsung dari responden yang akan diteliti dengan cara mengisi kuisioner, responden dalam penelitian ini yaitu mahasiswa KPI angkatan 2008 berjumlah 50 mahasiswa yang masih aktif mengikuti perkuliahan b. Data Sekunder Sumber data sekunder diperoleh dari catatan-catatan atau referensi yang terkait dengan penelitian, baik itu penelitian sebelumnya, jurnal ilmiah, buku-buku, dan sebagainya.
9
Burhan Bungin, “Metodologi Penelitian Kuantitatif”, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), h.144
46
J. Uji Instrumen 1. Uji Validitas Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur.10 Jika peneliti menggunakan kusisioner dalam penelitiannya, maka kuisioner yang disusunnya harus mengukur apa yang diukurnya. Item pertanyaan dinyatakan valid apabila dihitung dengan menggunakan koifisien korelasi setiap item pertanyaan dengan total skor dari keseluruhan item pertanyaan untuk masing-masing variabel. Uji korelasi ini dihitung dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment. Rumus Pearson Product Moment.11 N
= Banyaknya responden
X
= Skor tiap item pertanyaan
Y
= Skor total responden
XY
= Skor item tiap pertanyaan dikalikan total responden
∑XY = Jumlah hasil perkalian antara skor total responden
10
∑X
= Jumlah seluruh skor tiap item pertanyaan
∑Y
= Jumlah seluruh skor total responden
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai,(Jakarta:LP3ES, 1998), Edisi Revisi, h.124 11 Ibid, h.137
47
2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran tersebut dipakai dua kali/lebih. Reliabilitas ini berarti menunjukan konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama.12 Teknik reabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik belah
dua (split-half method)
reliabilitas internal yang dilakukan dengan membelah
yaitu
pengujian
item-item instrumen
menjadi dua kelompok (ganjil dan genap), kemudian dijumlahkan, dicari korelasinya, dan kemudian dianalisis dengan rumus koefisien Spearman Brown, yang rumusnya sebagai berikut: rj = 2 rb 1+ rb Keterangan : rj = Reliabilitas internal seluruh instrumen rb = Korelasi product moment antara belahan ganjil dan genap Koefisien reliabilitas dianggap signifikan jika rj hitung > r tabel pada α = 0,05 K. Uji Hipotesis (Uji-F) Pengujian semua koefisien penaksir regresi secara serentak maka pengujian tersebut dilakukan dengan uji-F test yaitu: : β1 = β2 = β3 = β4 = 0, artinya variabel independen tidak
Ho
mempengaruhi variabel dependen 12
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai,(Jakarta:LP3ES, 1998), Edisi Revisi, h.140
48
Ha
: β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0, artinya variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen
Rumus F hitung sebagai berikut: F-hitung
= R /(k - 1)
(1 – R)) / (n – k) Keterangan: R
= Banyaknya determinisi
K
= Banyaknya variabel bebas
N
= Banyaknya sampel
Maka dengan derajat keyakinan tertentu:
Jika F-hitung
variabel
independen
secara
signifikan
tidak
dipengaruhi variabel dependen.
Jika F-hitung >F tabel, maka Ho ditolak yang berarti secara bersama-sama
variabel
independen
mempengaruhi variabel dependen
secara
signifikan
49
L. Tehnik Analisis Data Tehnik analisa data yang digunakan adalah deskriptif yang bertujuan mengetahui respon mahasiswa KPI terhadap sensitifitas gender pada materi kuliah dan seberapa besar tingkat pengetahuan dan sensitifitas gender mereka. Untuk mengetahui itu dilakukan dengan skala likert. Setelah dilakukan perhitungan atas hasil kuisioner pengolahan data kuantitatif yang didapat, digunakan pengujian dengan perhitungan mean (menghitung arah rata-rata), standar deviasi dan chi square. Untuk melihat apakah antar variabel saling mempunyai ketergantungan atau tidak. 1. Mean Adalah nilai tengah atau kecenderungan tengah yang memberikan gambaran umum dari suatu pengamatan Rumus : X = ∑ fi.xi Fi Keterangan : X
= rata-rata
Xi
= pengamatan
fi
= jumlah pengamatan
2. Standar Deviasi Merupakan alat statistik yang digunakan untuk mendeskripsikan variabelitas dalam suatu distribusi maupun variabelitas beberapa distribusi,
50
standar deviasi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat respon mahasiswa terhadap sensitifitas gender pada materi kuliah, apakah ada perbedaan antara respon laki-laki dengan respon perempuan. Rumus Standar Deviasi: SD
=
∑x2 N
Keterangan: SD
= Standar deviasi
∑x2
= Jumlah deviasi dari rata-rata kuadrat
N
= Jumlah individu
3. Chi kuadrat Chi kuadrat dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan dan tingkat sensitifitas mahasiswa, apakah ada perbedaan antara tingkat pengetahuan dan tingkat sensitifitas gender mahasiswa dengan mahasiswi. Rumus Chi kuadrat: X2 = ∑ (fo – fn)2 fn
Keterangan: X2
= Chi kuadrat
fo
= frekuensi yang di observasi
fn
= frekuensi yang diharapkan
51
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN ANALISA DATA A. Gambaran Umum Jurusan KPI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1. Sejarah Singkat Jurusan KPI Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta adalah fakultas setelah teijadi perubahan nama dari Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Perubahan ini berdasarkan keputusan Presiden RI. Nomor: 31 tahun 2002 sebagai perwujudan dari gagasan dan hasrat umat Islam, yang merupakan mayoritas bangsa Indonesia, untuk mencetak kader pemimpin Islam bagi keperluan perjuangan bangsa Indonesia. Dan tambahan kata "komunikasi" sejalan dengan visi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, vaitu integrasi keilmuan, keislaman, kemanusiaan, dan keindonesiaan.1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi adalah fakultas yang merupakan pengembangan dari Jurusan Dakwah pada Fakultas Usuluddin IAIN Syarif Hidayatullah,yang secara resmi dibuka pada tahun akademik 1990/1991 (pada waktu itu masih bernama Fakultas Dakwah), diawali dengan membuka satu jurusan yaitu Penyiaran dan Penerangan Agama (PPA) dengan dua kelas dan
1
Praktikum Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, (Jakarta: Dakwah Press Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, 2007)h. 1.
51
52
jumlah mahasiswa sekitar 80 orang. Akhirnya perkembangan Fakultas Dakwah tersebut, pada tahun 1992-1995 memiliki dua jurusan yaitu: PPA dan BPA.2 Seiring perkembangan Fakultas Dakwah tersebut, akhirnya pada tahun 1994/1995 terjadi perubahan nama jurusan BPA menjadi BPI yaitu Bimbingan Penyuluhan Islam pada tahun 1996/1997 terjadi perubahan nama kembali, yaitu jurusan Penyiaran dan Penerangan Agama (PPA) berganti nama menjadi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) sampai sekarang. Perubahan tersebut didasarkan kepada Surat Keputusan Dirjen Lembaga Islam Departeman Agama tahun 1999.3 Seiring dengan kemajuan yang pesat di era globalisasi, jurusan KPI senantiasa menghasilkan perubahan sesuai dengan tantangan zaman. Kurikulum yang ada sekarang tidak kalah jauh dari jurusan komunikasi dikampus lain. Untuk ke depan, KPI akan difokuskan kepada hal-hal umum. Terbukti sekarang ada Program Studi Jurnalistik. Dengan kemajuan tersebut, KPI dan Jurnalistik sekarang mempunyai praktikum mata kuliah sendiri, antara lain komputeg. Isi materinya berbeda dengan jurusan lain, lebih kapada desain grafts, layout majalah, tabloid, buletin dan Koran. Sedangkan dalam pelaksanaan prakteknya sarana dan prasarana KPI juga mulai membaik dengan adanya laboratorium Radio dan Televisi. Mahasiswanya pun dididik sebagai konseptor acara keagamaan di televisi.4
2.
Yunan Yusuf, Pedoman Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Syahid, 2004-2005), h. 14. 3 Yunan Yusuf, Pedoman Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi, h. 15. 4 Firmansyah, ВекаI KPI Тиk Meraih Masa Depan, (Jakarta: JEDA, 2005), h. 5.
53
2. Visi, Misi, Tujuan dan Kompetensi Jurusan KPI Visi dari Jurusan KPI adalah "menjadikan Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam sebagai pusat keunggulan dalam bidang keilmuan Komunikasi dan Penyiaran Islam". Sedangkan Misi dari Jurusan KPI adalah: 1) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran dalam bidang Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam. 2) Melakukan penelitian di bidang llmu Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3) Melaksanakan
pengabdian
kepada
masyarakat
dalam
rangka
mengamalkan Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4) Melaksanakan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 5) Melakukan pembinaan akhlak mulia. Tujuan dari Jurusan KPI adalah: 1) Menyiapkan peserta didik mempunyai kemampuan komunikasi dan dakwah secara profesional baik lisan ataupun tulisan juga di media massa atau elektronik. 2) Berkepribadian Islami yang dapat menjadi teladan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3) Menguasai dasar-dasar metodologi Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam sehingga mampu mengembangkan dan bertindak sebagai sarjana Komunikasi dan Penyiaran Islam.
54
4) Memahami asas-asas pengelolahan KPI melalui media tradisional/modern serta mampu bekerja sesuai keahliannya.5 Sedangkan kompetensi dari Jurusan KPI adalah: 1) Menjadikan mahasiswa terampil dalam bidang Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam. 2) Menjadikan mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam berkepribadian dan berakhlak mulia, dinamis, kreatif, dan inovatif.6 3. Sekilas tentang Mahasiswa Jurusan KPI Angkatan 2008 Mahasiswa adalah salah satu bagian dari kalangan akademis, yang memiliki daya intelektual dan daya kreatifitas tinggi. Dalam hal ini, mahasiswa jurusan KPI angkatan 2008 termasuk salah satunya, ini terbukti dengan keikut-sertaan mereka dalam berbagai kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan KPI maupun Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jurusan atau bisa disebut juga LSO (Lembaga Semi Otonom). LSO yang ada di Jurusan KPI antara lain, yaitu Mahasiswa Kreatif Audio Visual (КОМКА) dan Paduan Suara Voice
Of
Communication
(VOC).
Sebenarnya
kegiatan-kegiatan
yang
dilaksanakan oleh BEMJ KPI maupun LSO-LSO yang ada di jurusan KPI sama saja. Seperti, seminar mahasiswa, pelatihan jurnalistik, workshop film, public speaking, pelatihan penyiar radio atau pembaca berita TV, dan lain sebagainya. Hanya saja LSO-LSO di jurusan KPI seperti КОМКА dan VOC hanya fokus kepada satu kegiatan saja. КОМКА adalah komunitas yang lebih fokus kepada
5
Praktikum Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, (Jakarta: Dakwah Press Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, 2007)h. 3-4. 6 Yunan Yusuf, Pedoman Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi,h. 63-64.
55
satu kegiatan saja. КОМКА adalah komunitas yang lebih fokus kepada kegiatan seni audio-visual seperti yang berhubungan dengan film dan televise. Sedangkan Panduan Suara VOC adalah komunitas mahasiswa yang bergerak dalam bidang seni tarik suara, tentunya panduan suara VOC diiringi oleh musik dalam hal ini panduan suara VOC juga memiliki band, jadi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan VOC hanya berfokus kepada kegiatan yang berhubungan dengan paduan suara dan musik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa jurusan KPI angkatan 2008 adalah mahasiswa yang benar-benar memiliki sifat kritis, daya kreatifitas tinggi yang diimbangi dengan moral serta akhlak yang baik, dalam mengembangkan ilmu yang di dapat dari perkuliahan. Tentunya hal ini dapat menambah pengalaman dan bekal mereka di masa depan nanti. Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi angkatan 2008 (semester 6). Terdiri dari 6 (enam) kelas yaitu KPI A dengan jumlah mahasiswa sebanyak 26 (dua puluh enam orang). KPI В dengan jumlah mahasiswa sebanyak 29 (dua puluh sembilan orang), KPI С dengan jumlah mahasisi sebanyak 29 (dua puluh Sembilan orang), KPI D dengan jumlah mahasiswa sebanyak 36 (tiga puluh enam orang), KPI E dengan jumlah mahasiswa sebanyak 28 (dua puluh delapan orang), KPI F dengan jumlah mahasiswa sebanyak 29 (dua puluh Sembilan orang). Dan jumlah mahasiswa KPI angkatan 2008 sebanyak 177 mahasiswa.
56
В. Karakteristik Responden Dalam .penelitian ini peneliti menyebarkan angket kepada 50 orang responden yang merupakan mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) angkatan 2008. Angket tersebut berisikan butir-butir pernyataan mengenai respon mahasiswa terhadap sensitifitas gender yang berkaitan dengan materi kuliah yang ada di jurusan KPI. Butir pernyataan tersebut berjumlah 50 butir. 6 butir pernyataan yang berkaitan dengan pengeiahuan tentang seks dan gender, 21 butir pernyataan tentang pemahaman seks dan gender, 16 butir pernyataan berkaitan dengan metode pengajaran dosen dikelas yang terkait dengan aplikasi kesetaraan, dan 7 butir pernyataan tentang materi ajar berupa hand out atau buku referensi yang diberikan dosen dikelas terkait dengan aplikasi kesetaraan. Hal ini dikarenakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengetahuan mahasiswa tentang seks dan gender, pemahaman mahasiswa terhadap aplikasi kesetaraan dalam kehidupan sehari-hari maupun di kampus, metode pengajaran yang di berikan dosen di kelas terkait dengan aplikasi kesetaraan, dan materi ajar yang diberikan dosen beruupa hand out atau buku referensi yang terkait dengan bahan ajar yang sensitif gender. Dari 50 angket yang telah terkumpul, peneliti mendapatkan data mengenai identitas responden dan peneliti mengklasifikasikannya ke dalam tiga bagian yaitu karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, asal sekolah, dan tempat tinggal. Selanjutnya dijelaskan dalam bentuk tabel beserta uraiannya.
57
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis kelamin Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
1.
Perempuan
27 Responden
54%
2.
Laki-laki
23 Responden
46% 100%
Jumlah
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah beijenis kelamin perempuan. Sebanyak 27 orang (54%) beijenis kelamin perempuan dan 23 orang (46%) berjenis kelamin laki-laki. 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Sekolah Tabel4 Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Sekolah No.
Asal Sekolah
Frekuensi
Persentase
1.
SMA/Umum
23 Responden
46%
2.
Aliyah/Agama
27 Responden
54%
Jumlah
100%
Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan asal sekolah adalah sebanyak 23 orang (46%) berasal dari SMA atau umum dan 27 orang (54%) berasal dari sekolah agama atau pesantren.
58
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat Tinggai Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat Tinggai No.
Tempat Tinggai
Frekuensi
Persentase
1.
KOTA
41 Responden
82%
2.
DESA
9 Responden
18%
Jumlah
100%
Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan Asal daerah atau tempat tinggai adalah sebanyak 41 (82%) responden berasal dari kota dan sebanyak 9 (18%) responden berasal dari desa.
C. Validitas dan ReabiHtas Untuk melakukan uji instrument (try out) penellitian ini melakukan penyebaran kuisioner kepada mahasiswa komunikasi penyiaran Islam (KPI) angkatan 2009 sebanyak 30 responden diluar responden inti yang ada dalam penelitian ini. Uji coba dilakukan untuk menguji validitas dan realibilitas dari seluruh pernyataan yang diajukan, jumlah tersebut dianggap telah terjadi sebaran normal. Berdasarkan pengujian instrument keseluruhan dengan menggunakan Excel 2007, diperoleh bahwa sebanyak 26 item pernyataan dinyatakan valid, dan nilai reabilitas uji instrument sebesar 0,90 (lihat lampiran) nilai tersebut menunjuka
59
tingkat keandalan alat ukur yang baik. Dengan kata lain, uji coba pra survei terhadap 30 responden secara keseluruhan dianggap valid dan reliabel.
D. Analisis Data Lapangan 1. Deskripsi Hasil peoelitian Adapun faktor-faktor yang mendorong munculnya respon mahasiswa atas sensitifitas gender terhadap materi kuliah di jurusan KPI tergantung dari pengetahuan mahasiswa tentang definisi gender dan seks, adapun indikator dalam penelitian ini adalah; Mahasiswa mengetahui tentang gender dan seks, mahasiswa mengetahui perbedaan gender dan seks. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah dari indikator tersebut, така diperoleh data dari responden sebagai berikut: Tabel 6 Pengetahuan Responden Tentang Seks dan Gender No Pernyataan SS 1. Gender merupakan perbedaan jenis kelamin 12 antara laki-laki dan perempuan 2. Segala hal yang dapat dipertukarkan antara 2 laki-laki dan perempuan disebut seks 3. Seks merupakan perbedaan jenis kelamin 6 antara laki-laki dan perempuan 4. Gender merupakan perbedaan peran antara 3 laki-laki dan perempuan 5. Seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan adalah akibat 5 bentukan budaya, lingkungan dan masyarakat. 6. Kodrat merupakan pemberian Tuhan yang 23 tidak dapat dipertukarkan JUMLAH
S N TS STS 27 0 10 1
Skor 190
15 0
31
2
133
6
38 0
6
0
194
2
36 0
10
1
180
5
35 0
9
1
184
2
3
1
314
0
Rangking 3
4
1 1195
60
Dari hasil Tabel diatas dapat diketahui bahwa respon mahasiswa terhadap indikator pengetahuan yang menempati rangking pertama adalah pengetahuan mahasiswa tentang definisi kodrat dengan jumlah skor total 314, dari jumlah skor tersebut didapatkan nilai jawaban Sangat Setuju (SS) sebanyak 33, dan yang menjawab Sangat Tidak Setuju (STS) hanya satu orang. Hal ini terkait dengan definisi kodrat bahwa kodrat merupakan sesuatu yang tidak dapat dipertukarkan karena pemberian Tuhan. Dari hasil tabel tersebut, diduga mahasiswa mengetahui tentang kodrat. Sedangkan untuk Rangking terendah adalah pengetahuan mahasiswa tentang Segala hal yang dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan disebut seks, dengan skor total 133, dari jumlah skor tersebut didapatkan mahasiswa iebih banyak menjawab Tidak Setuju (TS) sebanyak 35 mahasiswa. Seks merupakan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang merupakan kodrat Tuhan yang tidak dapat dipertukarkan, jadi seks merupakan kodrat Tuhan, dari hasil tabel diatas diduga responden sudah mengetahui definisi seks dan kodrat. Namun, dari hasil tabel tersebut menunjukan bahwa mahasiswa diduga belum bisa membedakan antara seks dan gender, hal tersebut telihat dari jawaban responden pada pernyataan nomor satu tentang definisi gender, 27 responden setuju dengan pernyataan bahwa gender merupakan perbedaan jenis kelamin, responden menganggap gender dan seks suatu hal yang sama yakni perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Adapun faktor lain yang mendukung timbulnya respon positif dan negatif adalah pemahaman mahasiswa tentang perbedaan gender dan seks, dan mahasiswa dapat memberikan contoh tentang kesetaraan gender dengan benar. Berdasarkan hasil penellitian, data yang didapatkan sebagai berikut:
61
No 1. 2 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. :o. 21.
Tabel 7 Pemahaman Responden Tentang Seks dan Gender SS S N TS STS Pernyataan Perempuan cenderung cengeng, manja, 0 23 0 20 7 emosional, tidak rasional Laki-laki cenderung kuat, berani, rasional 4 28 0 16 2 Memasak, mengums anak, mengurus 5 28 0 15 2 rumah merupakan kodrat perempuan Laki-laki berperan sebagai pencari 21 26 0 2 1 nafkah dalam keluarga Laki-laki merupakan kepala keluarga 15 32 0 3 0 dalam keluarga sehingga perempuan (isteri) harus patuh pada suami Atas perannya perempuan tidak 0 4 0 22 24 membutuhkan pendidikan yang tinggi Laki-laki diharapkan memiliki sifat 10 33 0 7 0 maskulin Hanya laki-laki yang bisa menjadi 9 14 0 22 5 pemimpin Perempuan bisa menjadi pemimpin 11 26 0 И 2 Kodrat laki-laki mencari nafkah, dan 20 25 0 4 1 memimpin Laki-laki bertanggung jawab atas 17 30 0 3 0 perekonomian keluarga Laki-laki dan perempuan memiliki hak 6 28 0 11 5 yang berbeda Laki-laki harus mempunyai pendidikan 14 29 0 5 2 yang tinggi Perempuan perlu mengenyam 12 31 0 7 0 pendidikan tinggi Kodrat perempuan adalah. rnelahirkan, 23 23 0 3 1 menyusui, dan mengandung Pemberdayaan perempuan hanyalah 3 21 0 24 2 kewajiban perempuan Perempuan harus selalu rapih, bersih, 18 31 0 0 1 dan wangi Atas tanggung jawabnya laki-laki perlu 14 30 0 3 3 pendidikan yang tinggi Perempuan diharapkan memiliki sifat 10 36 0 2 2 feminine Perempuan berperan sebagai pengurus 5 32 0 11 2 kebutuhan anak dan rumah tangga Laki-laki dan perempuan mempunyai 28 21 0 1 0 hak yang sama dalam pendidikan JUMLAH
Skor Rangking 139 15 166 169 214
13 12 4
209 6 84 196 150 183 209 211 169 198 198 214 149 215 269 200 177 226
16 9 13 10 6 5 12 8 8 4 14 3 1 7 11 2 142608
62
Dari Tabel 7 diketahui bahwa respon mahasiswa terhadap indikator pemahaman yang menempati rangking pertama adalah pemahaman mahasiswa bahwa laki-laki perlu pendidikan yang tinggi karena tanggung jawabnya dengan jumlah skor 269, 30 mahasiswa menjawab Setuju (S) dan yang menjawab Tidak Setuju (TS) sebanyak 3 mahasiswa. Sedangkan untuk rangking terakhir adalah pemahaman mahasiswa tentang perempuan yang tidak perm mengenyam pendidikan yang tinggi karena perannya dengan jumlah skor 84, sebanyak 24 mahasiswa menjawab Sangat tidak Setuju (STS), dan mahasiswa yang menjawab Setuju sebanyak 4 orang. Dari hasil tabel tersebut, terlihat bahwa mahasiswa sudah sadar pendidikan namun mahasiswa belum memahami kesetaraan gender. Dari hasil jawaban, mahasiswa masih mengaggap laki-laki perlu pendidikan karena laki-laki akan menempati ranah publik,sedangkan perempuan perlu mempunyai pendidikan karena akan menempati ranah domestik. Hal ini diduga bahwa mahasiswa masih terpengaruh budaya patriarki yang menganggap bahwa jenis kelamin tertentu dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya7, ini merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender yakni subordinasi. Selanjutnya adalah melihat respon mahasiswa terhadap sensitifitas gender pada materi kuliah di jurusan. Untuk melihat itu, faktor yang penting adalah metode pengajaran yang diterapkan dosen di kelas terkait dengan aplikasi kesetaraan. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan hasil sebagai berikut:
7
Leli Nurohmah dkk, Kesetaraan Kemajemukan dan Ham, (Jakarta: Rahima), h. 13
63
Tabel 8 Metode pengajaran Dosen dikelas yang terkait dengan aplikasi kesetaraan NO Pernyataan 1. Ketua kelompok adalah jabatan yang seharusnya diperankan oleh perempuan 2. Setiap pembagian kelompok tugas maupun kelompok diskusi lebih nyaman bila di ketuai oleh laki-laki 3. Dalam mengemukakan pendapat di kelas porsi perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki 4. Dalam role play (bermain peran) dosen memberikan peran untuk perempuan di ranah domestik (sebagai ibu, memasak) 5. Dalam role play dosen memberikan peran untuk laki-laki di ranah publik (mencari nafkah. pemimpin) 6. Dalam pembagian peran di lab produksi dosen memberikan peran pada perempuan di ranah domestik (sebagai ibu, pembantu), sedangkan peran laki-laki di ranah publik (kepala keluarga, pemimpin) 7. Ketika memberikan tugas, dosen selalu memberi kesempatan terlebih dahulu pada mahasiswa laki- laki untuk mengerjakan 8. Laki-laki dan perempuan dibedakan haknya dalam membuat keputusan di kelas 9. Dosen membedakan dalam memberikan nilai antara laki-laki dan perempuan 10. Lebih nyaman di ajar oleh dosen laki-laki karena dosen laki-laki lebih jelas dalam memberikan pemaparan 11. Lebih nyaman di ajar oleh dosen perempuan karena dosen perempuan lebih sabar 12. Dosen melibatkan laki-laki dan perempuan dalam proses diskusi di kelas dan memberikan kesempatan bertanya 13. Pada saat diskusi, mahasiswa laki-laki lebih antusias dan mendominasi dibandingkan mahasiswa perempuan 14. Dalam proses belajar atau diskusi dosen selalu mendorong mahasiswa perempuan (mahasiswi) untuk bersuara atau mengemukakan pendapat 15. Dalam proses belajar di kelas, dosen memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam mengemukakan pendapat 16. Kebersihan dan keindahan kelas merupakan tanggung jawab bersama antara laki-laki dan perempuan
SS 0
S 8
N 0
TS 37
STS 5
SKOR 111
2
18
0
29
1
141
8
1
10
0
35
4
119
11
2
26
0
21
1
157
6
3
32
0
15
0
173
4
1
23
0
25
2
149
Rangking 12
7
1
9
0
20
10
87
16
0
5
0
35
10
100
14
1
6
0
23
20
95
15
1
9
0
32
8
110
13
1
13
0
29
7
122
10
19
27
0
4
0
181
3
3
15
0
29
3
136
9
3
29
0
15
3
164
5
15
33
0
2
0
211
2
22
25
0
3
0'
216
1
JUMLAH
2272
64
Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa respon mahasiswa terhadap indikator Metode pengajaran Dosen dikelas terkait dengan aplikasi kesetaraan yang menempati rangking pertama adalah pernyataan tentang Kebersihan dan keindahan kelas merupakan tanggung jawab bersama antara laki-laki dan perempuan dengan jumlah skor 216, sebanyak 25 responden menjawab Setuju (S) dan 3 responden menjawab Sangat tidak Setuju (STS). Sedangkan untuk rangking terendah adalah pernyataan tentang Ketika memberikan tugas, dosen selalu memberi kesempatan terlebih dahulu pada mahasiswa laki-laki untuk mengerjakan dengan jumlah skor 87, sebanyak 20 responden menjawab Tidak Setuju (TS) dan 1 responden menjawab Setuju (S). dari hasil tabel tersebut dapat diketahui bahwa dosen telah mengaplikasikan metode pengajaran yang sensitif gender ketika itu berhubungan dengan hal-hal yang bersifat umum seperti halnya kebersihan dan keindahan kelas. Adapun faktor lain yang mendukung respon mahasiswa terhadap sensitifitas gender pada materi kuliah di jurusan adalah Materi/Bahan Ajar Sensitif Gender yang diberikan Dosen. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan hasil sebagai berikut:
65
Tabel 9 Materi/Bahan Ajar Sensitif Gender yang diberikan Dosen No Pernyataan SS S N TS STS Skor Rangking 1. “Perempuan harus memenuhi 1 26 0 21 2 153 2 kodratnya, dimana fungsi dan tugasnya ada di belakang laki-laki” bahasa yang digunakan dalam kalimat tersebut tidak diskriminatif 2. Dosen berulang menggunakan 1 13 0 23 13 116 7 kata-kata yang melecehkan perempuan ketika mengajar seperti {perempuan kalau sudah banyak melahirkan banyak yang kendor) 3. Untuk peran-peran seperti kameraman, 2 11 0 33 4 124 5 produser, sutradara, dosen lebih mempercayakannya pada mahasiswa laki-laki 4. Untuk peran Presenter, MC, penulis 2 15 0 30 3 133 3 naskah, dosen lebih mempercayakannya pada mahasiswa perempuan 5. Dalam menyampaikan materi kuliah 2 14 0 28 6 128 4 dikelas, dosen menggunakan bahasa yang diskriminatif antara laki-laki dan perempuan per 6. Pagi hari ibu membaca Koran, 2 11 0 27 10 118 6 sedangkan ayah menyiapkan sarapan 7. "Salahnva Lina, ...terlalu materialistis. Begitu ditaksir pemuda keren mengaku anak dokter spesialis jantung dari 7 26 0 15 2 171 1 Jakarta, dinodai кок diam saja. Sebagai wanita baik-baik seharusnya Lina tidak asal obral apalagi ia belum mengetahui secara pasti juntrungannya Joko", bahasa yang digunakan dalam kalimat berita diatas menyudutkan salah satu jenis kelamin JUMLAH 943
66
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa respon mahasiswa terhadap indikator Materi/Bahan Ajar Sensitif Gender yang diberikan Dosen yang menempati rangking pertama adalah pernyataan tentang bahasa yang digunakan dalam kalimat berita "Salahnya Lina, ...terlalu materialistis. Begitu ditaksir pemuda keren mengaku anak dokter spesialis jcintung dari Jakarta, dinodai кок diam saja. Sebagai wanita baik-baik seharusnya Lina tidak asal obral apalagi ia belum mengetahui secara pasti juntrungannya Joko". Dengan jumlah skor 171, sebanyak 26 responden Setuju dengan pernyataan tersebut, dan 2 responden tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Hal ini terkait dengan penggunaan bahasa dalam kalimat berita diatas yang diskriminatif atau menyudutkan salah satu jenis kelamin yakni perempuan, dari hasil tersebut diduga bahwa mahasiswa menyetujui penggunaan bahasa yang tidak diskriminatif dalam penulisan berita, karena hal tersebut sesuai dengan etika jurnalistik dan ini merupakan bentuk penghapusan ketidakadilan gender. Sedangkan untuk rangking terakhir adalah pernyataan tentang kalimat Pagi hah ibu membaca Koran, sedangkan ayah
3
menyiapkan
sarapan. Dengan jumlah skor 118, sebanyak 27 responden tidak setuju dengan pernyataan tersebut dan 2 responden menjawab setuju. Hasil tersebut menunjukan hampir 99% mahasiswa tidak setuju dengan pernyataan bahwa Ayah (laki-laki) ketika pagi hari menyiapkan sarapan dan Ibu (perempuan) membacaca Koran, mereka beranggapan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang aneh dan tidak wajar. Jawaban tersebut terlihat berbanding terbalik dengan jawaban dari pernyataan yang menempati rangking pertama diatas, ketika kalimat tersebut menyentuh ranah peran antara perempuan
67
dan laki-laki, mahasiswa mengarah pada peran domestik untuk perempuan dan publik adalah miliknya laki-laki, Diduga mahasiswa masih terpengaruh dengan budaya patriarki yang mempunyai anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak сосок untuk menjadi kepala keluarga yang pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan. 8 Ini merupakan bentuk ketidakadilan gender yang lain.
2. Respon Mahasiswa Terhadap Sensitifitas Gender di Jurusan a. Tingkat Pengetahuan dan tingkat Pemahaman Tingkat pengetahuan dan tingkat pemahaman yaitu pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap sensitifitas gender, yang diukur melalui definisi seks dan gender, perbedaan seks dan gender, alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang dilekatkan baik pada laki-laki maupun perempuan yang berlaku di masyarakat dan tidak mengandung unsur kesetaraan gender. Semakin banyak mahasiswa tersebut tidak setuju terhadap pernyataan yang disajikan така tingkat pengetahuan dan pemahaman gender akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin banyak mahasiswa tersebut setuju terhadap pernyataan yang disajikan така tingkat pengetahuan dan pemahaman gender akan semakin rendah. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh penulis, така diperoleh data sebagai berikut:
8
Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.21
68
Mean 99.52
Tabel 10 Descriptive Statistics Standar Deviation 9.59
N 50
Rentangan penyebaran skor skala tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa adalah 27-135, karena dalam penelitian ini penulis menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu skor terendah 1 x 27 = 27 dan skor tertinggi 5 x 27 = 135. Mean dari skala pengetahuan dan pemahaman sebesar 99.52 dengan standar deviasi 9.59 Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang gender peneliti membagi kategori tingkatan tersebut ke dalam tiga kategori tinggi, sedang, dan rendah. Pernyataan untuk pengetahuan dan pemahaman ini terdiri dari 27 item. Setiap itemnya diberi skor 5 untuk jawaban sangat setuju, 4 untuk jawaban setuju, 2 untuk jawaban tidak setuju, dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju. Dengan luas jarak sebenarnya adalah 135 - 27 = 108. Tabel 11 Klasifikasi Skor Skala Pengetahuan danPemahaman Kategori
Nilai
Angka
Tinggi
X>(M+1)
X> 108
Sedang
M
108
Rendah
X<(M-1)
X< 108
69
Dari tabel di atas bisa diilihat bahwa tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap gender pada kategori rendah, yaitu dengan skor perolehan mean 99.52. Mengapa demikian, sebab jika dikaitkan dengan tabel di atas skor 99.52 berada diantara kategori rendah dibawah angka 108. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan dan pemahaman gender mahasiswa rendah. b. Sensitifitas Gender Mahasiswa Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh penulis, така diperoleh data sebagai berikut: Tabel 12 Descriptive Statistics Mean
Standar Deviation
N
63.24
7.96
50
Rentangan penyebaran skor skala sensitifitas gender mahasiswa adalah 23-115, karena dalam penelitian ini penulis menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu skor terendah 1 x 23 = 23 dan skor tertinggi 5 x 23 = 115. Mean dari skala sensitifitas sebesar 63.24 dengan standar deviasi 7.96 Untuk mengetahui sensitifitas gender mahasiswa peneliti membagi kategori tingkatan tersebut ke dalam tiga kategori tinggi, sedang, dan rendah. Skala ini terdiri dari 23 item. Setiap itemnya diberi skor 5 untuk jawaban sangat setuju, 4 untuk jawaban setuju, 2 untuk jawaban tidak setuju, dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju. Dengan luas jarak sebenarnya adalah 115 - 23 = 92.
70
Tabel 13 Klasifikasi Skor Skala Sensitifitas Kategori
Nilai
Angka
Tinggi
X> (M+1)
X > 92
Sedang
M
92
Rendah
X< (M-1)
X < 92
Dari tabel di atas bisa diilihat bahwa sensitifitas gender mahasiswa pada kategori rendah, yaitu dengan skor perolehan mean 63.24. Mengapa demikian, sebab jika dikaitkan dengan tabel di atas skor 7.95 berada diantara kategori rendah yakni dibawah angka 92. Berdasarkan hasil dari tingkat pengetahuan dan pemahaman, dan sensitifitas gender mahasiswa, dapat disimpulkan bahwa respon mahasiswa terhadap sensitifitai gender pada materi kuiiah di jurusan Negatif. Artinya dalam segi pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang gender masih rendah dengan mean 99.52 dibawah angka 108, begitu juga aplikasi pengarusutamaan gender di jurusan rendah dengan mean 63.24 dibawah angka 92.
3. Analisis uji kai Kuadrat (Uji chi Square) Uji kai Kuadrat (uji Chi Square) dalam penelitian ini digunakan untuk melihat dan membandingkan respon mahasiswa terhadap sensitifitas gender pada materi kuiah di jurusan KPI , apakah ada perbedaan antara mahasiswa laki-laki dengan mahasiswa perempuan, selain itu juga ingin melihat apakah tempat tinggal, dan asal sekolah mempengaruhi tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa
71
terhadap sensitifitas gender. Dari hasi analisis menggunakan Chi Square, dapat dilihat hasilnya sebagai berikut: a. Tingkat pengetahuan dan pemahaman Mahasiswa berdasarkan jenis kelamin Tabel 14 Perhitungan X2 Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Berdasarkan Jenis Kelamin
JK L
P
Respon
[fo-fTif Fh
Fh
Pengetahuan & Pemahaman
94.2
98.13
-3.39
11.5
0.11
Sensitifitas
75.2
71.26
3.49
12.1
0.17
Pengetahuan & Pemahaman
97.2
93.26
3.49
12.1
0.17
Sensitifitas
63.8
67.73
3.39
11.49°
0.16
330.4
330.3 8
6.98
47.19
0.61
Total
fo-fb
(fo-fh)2
Fo
Jadi rX2 Hitung = 0,61 db = (r-1).(c-1)
Alfa = 5% (0.005
db = (2-1).(2-1)
X2 Tabel =3.84
db = 1 x 1 = 1
Maka X2 hit<X2 tab
Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai kai kuadrat X2 tab (3.84) dan nilai dari X2 hit (0.61) така X2 hit < X2 tab atau X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara responden yang berjenis kelamin laki-laki dengan responden perempuan terkait dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap sensitifitas gender keduanyabudaya patriarki
72
begitu menguat dalam benak mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan. Perbedaan Gender terbentuk oleh banyak hal yang disosialisasikan, diajarkan, yang kemudian diperkuat dengan mengkonstruksinya baik secara sosial maupun kultural. Melalui proses panjang tersebut pada akhirnya diyakini sebagai sesuatu yang kodrati baik bagi kaum laki-laki maupun sama-sama rendah. Diduga proses perbedaan gender yang sangat panjang membuat perempuan, hal ini kemudian direfleksikan sebagai sesuatu yang dianggap alami dan menjadi identitas gender yang baku. Proses perbedaan gender tersebut sebenarnya bias di cegah dengan mensosialisasikan dan mengajarkan kesetaraan di lingkungan sekolah (pendidikan) dengan kemungkinan yang paling mudah dan dapat dilaksanakan dengan baik adalah mengintegrasikan gender kedalam mata kuliah tertentu terutama rumpun ilmu sosial dan keagamaan. Dari sisi metode pengajaran dapat dilakukan dengan cara memberikan perlakuan yang sama antara mahasiswa laki-laki dan perempuan, memberikan akses dan partisipasi yang sama dalam kegiatan kelas, dan sebagainya. Sedangkan dari sisi penelitian, dapat dilakukan dengan penelitian yang menempatkan kepekaan (sensitive), kesadaran (
73
b. Tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa berdasarkan tempat tinggai Tabel 15 Perhitungan X" Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Berdasarkan Tempat Tinggai Tempat Tinggai КОТА
Respon
Fh
fo-Jh
(fo-fli)2 ( f o - f h ) 2 Fh
99.29
60.33
38.96
1517.8
Pengetahuan & Pemahaman
Sensitifitas DESA
Fo
100.55
99.22
1.33
1.768
25.15 0.017
Pengetahuan & Pemahaman 66.09 Sensitifitas Total
64.76
62.55
63.86
328.48
288.17
1.33
1.768
0.027
-1.31
1.716
0.026
40.31
1523.05
25.22
1 Jadi rX2 Hitung = 0,61 db = (r-1).(c-1)
Alfa = 5% (0.005
db = (2-1).(2-1)
X2 Tabel =3.84
db = 1 x 1 = 1
Maka X2 hit<X2 tab
Tabel 15 menunjukkan bahwa nilai kai kuadrat X2 tab (3.84) dan nilai dari X2 hit (25.22) така X2 hit < X2 tab atau X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara responden yang tinggai di Perkotaan dengan responden yang tinggai di desa terkait dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap sensitifitas gender keduanya sama-sama rendah.
74
Gender adalah seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan. Artinya perbedaan sifat, sikap dan perilaku yang dianggap khas perempuan atau khas laki- laki atau yang lebih populer dengan istilah feminitas dan maskulinitas, terutama merupakan hasil belajar sesecrang melalui suatu proses sosialisasi yang panjang dilingkungan masyarakat, tempat ia tumbuh dan dibesarkan. Dari hasil kai kudrat di atas, diduga proses sosialisasi yang panjang akan konstruksi peran, tanggung jawab, fungsi, hak dan perilaku antara laki-laki dan perempuan masih mengakar kuat baik di desa maupun kota sekalipun yang dimana akses informasi begitu pesat dan mudah. c. Tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa berdasarkan asal sekolah Tabel 16 Perhitungan X Tingkat Pengetahuan dan Pemahaman Berdasarkan Asal Sekolah 2
Sekolah
Respon
ALIYAH/ Pengetahuan PESANTREN & Pemahaman Sensitifitas SMA
Fo
fo-fh
(fo-fh)2 (fo-fh)2 Fh
97.1
-0.4
0.16
0.001
64.22
63.81
0.41
0.16
0.002
Pengetahuan & Pemahaman
102.82
102.41
0.41
0.16
0.001
Sensitifitas
66.91
67.31
-0.4
0.16
0.002
Total
96.7
Jh
330.65
330.63
0.02
0.64
0.006
75
Jadi rX2 Hitung = 0,006 db = (r-1).(c-1)
Alfa = 5% (0.005
db = (2-1).(2-1)
X2 Tabel =3.84
db = 1 x 1 = 1
Maka X2 hit<X2 tab
Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai kai kuadrat X2 tab (3.84) dan nilai dari X2 hit (0.006) така X2 hit < X2 tab atau X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara responden yang tinggai di Perkotaan dengan responden yang tinggai di desa terkait dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap sensitifitas gender keduanya sama-sama rendah. Dari hasil tabel diatas diduga, Lingkungan sekolah asal responden sebelum masuk ke universitas, teknik pengajaran, kurikulum, hingga bahan ajar masih merepresentasikan perempuan dan laki-laki stereotype khas patriarki. Hal tersebut memperlihatkan bahwa tidak semua ruang lingkup pendidikan bisa mengakomodir kehausan terhadap pengetahuan di luar pengetahuan yang maskulin. Tidak heran jika atmosfir lingkungan seperti itu menjadikan orangorang yang berada didalamnya menjadi kaku dan kebal terhadap isu-isu perempuan dan kesetaraan gender. Jika melihat responden dalam penelitian ini berasal dari sekolah agama atau pesantren, seharusnya mempunyai sensitifitas gender. Hal tersebut karena Agama (Islam), sangat menjunjung tinggi kemanusiaan dan kesetaraan sehingga sekolah-sekolah agama lebih bisa melakukan pengarusutamaan gender. Misalnya mengintegrasikannya dalam
76
materi-materi tentang hukum fiqih, materi dari kitab-kitab kuning yang menjadi salah satu landasan hukum. 4. Uji Hipotesis (Uji F) Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007, така didapatkan hasil pada tabel 17 sebagai berikut: Tabel 17 F-Test Two-Sample for Variances
Mean Variance Observations Df F P(F<=f) one-tail F Critical onetail
Variable 1 164.98 209.8567 50 49 0.136991 5.43E-11
Variable 2 164.98 1531.897551 50 49
0.622165
Pada tabel 17 menunjukan bahwa nilai F sebesar 0.622165 dimana angka tersebut lebih besar dari taraf nyata (a) 5 persen (0.005) berarti hipotesis ditolak. Yang artinya tidak ada sensitifitas gender mahasiswa terhadap materi kuliah di jurusan komunikasi penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang Respon Mahasiswa terhadap sensitifitas gender pada materi kuliah di jurusan, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa: 1. Tingkat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap gender pada kategori rendah, yaitu dengan skor perolehan mean 99.52. Mengapa demikian, sebab jika dikaitkan dengan tabel 10 skor 99.52 berada diantara kategori rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan dan pemahaman gender mahasiswa rendah. Begitu juga untuk tingkat sensitifitas gender mahasiswa pada kategori rendah, yaitu dengan skor perolehan mean 63.24. mengapa demikian, sebab jika dikaitkan dengan tabel 11 skor 7.95 berada diantara kategori rendah. 2. Berdasarkan hasil perhitungan dari tingkat pengetahuan, pemahaman, dan sensitifitas gender mahasiswa. Respon mahasiswa terhadap sensitifitas gender di jurusan KPI pada materi kuliah di jurusan Negatif.
77
78
B. Saran 1. Untuk para pembuat kebijakan baik itu lingkup fakultas atau jurusan, perlunya perhatian serius terhadap aplikasi pemahaman konsep gender, kesetaraan gender dan kebijakan pengarusutamaan gender di Universitas khususnya pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dengan menambah mata kuliah yang terkait dengan gender atau melalui bahan ajar yang sensitif gender. 2. Untuk para praktisi baik itu calon pekerja media, pekerja media, penyusun kurikulum, penerbit buku-buku pelajaran, maupun PSW (Pusat Studi Wanita) ataupun lembaga-lembaga yang konsen terhadap isu-isu perempuan dan gender, yang berada dalam lingkungan Universitas perlu melakukan koordinasi dan menjalin kerjasama dengan jurusan-jurusan yang ada di dalam Universitas untuk menciptakan kurikulum dan bahan ajar yang sensitive gender. Dan juga sosialisasi yang lebih gencar lagi tentang gender dan kesetaraan. 3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan lebih mendalam lagi dengan menggabungkan antara kuantitatif dengan kualitatif agar bisa melihat nomena yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2008).
Echols, M. John dan Hasan Shadily, An-English-Indonesia Dictionary. (Jakarta: PT. Gramedia Utama, 1993).
Faqih, Mansur, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)
Fauzia, Amelia dkk, Realita dan Cita Kesetaraan Gender di UIN Jakarta, (Jakarta:McGill IAIN, 2004)
Jumroni, dkk, Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006)
Muhammad, Husein, Ijtihad Kyai Husein, ( Jakarta: Rahima, 2011)
Nurohmah, Leli dkk, Kesetaraan Kemajemukan dan Ham, (Jakarta: Rahima, 2010)
Poerwadinata, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999)
PSW UIN, Laporan Penelitian Gender Mainstreaming dalam Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: PSW UIN, 2004)
Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),
Rahmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004).
Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1989).
Subandi, Idi, Sirnanya Komunikasi Empatik, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy)
Sudiyono, dkk, Strategi pembelajaran partisipatori di perguruan tinggi, (Malang: UIN Malang Press,2006),
Sujanto, Agus, Psikologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001)
Sumbulah, Umi, dkk, Spektrum Gender Kilasan Inklusi Gender di Perguruan Tinggi, (Malang: UIN Malang Press, 2008) Tierney, Helen (ed), Women’s Studies Encyclopedia, Vol 1, (New York: Green Wood Press)
Umar, Nasarudin, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an,(Jakarta : Paramadina, 2001),
B. Jurnal Ilmiah Jurnal Insania, edisi sep-des 2008 Jurnal Perempuan, Apa Kabar Media Kita, (Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya, 2009), Edisi 67 Jurnal Perempuan Pendidikan, Media dan Gender, (Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya, 2008), Edisi 61 Jurnal Perempuan, Pengetahuan Perempuan, (Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya, 2004), edisi 48 Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008
C. Internet Pratama, Pengertian Respon, http://pratamasandra.wordpress.com, 2011 Representasi Perempuan dalam Media, http://erhanana.wordpress.com 2011 Iwan Awaludin Yusuf, Jurnalisme Sensitif Gender:sekadar wacana?, http://bincangmedia.wordpress.com 2011
Perhitungan Chi Square
Sekolah Respon ALIYAH Pengetahuan & Pemahaman
SMA
Sensitifitas Pengetahuan & Pemahaman Sensitifitas
Total
fo
96.7 64.22
102.82 66.91
fh
fo-fh (fo-fh)
2
(fo-fh ) fh 0.001
2
JK L
-0.4
0.16
Respon fo Pengetahuan 94.2 & Pemahaman
97.1 63.81
0.41 0.41
Sensitifitas 75.2 Pengetahuan 97.2 & Pemahaman
71.26 93.26
102.41
0.16 0.002 0.001 0.16
Sensitifitas
67.73 3.39 330.38 6.98
P
67.31
-0.4 0.16 0.002 330.65 330.63 0.02 0.64 0.006
Sekolah Respon fo fh KOTA Pengetahuan & 99.29 60.33 Pemahaman 99.22 Sensitifitas 100.55 DESA Pengetahuan & 66.09 64.76 Pemahaman 63.86 Sensitifitas 62.55 Total 328.48 288.17
fo-fh (fo-fh) 38.96 1.33 1.33
2
1517.8
(fo-fh )2 fh 25.15
1.768 0.017 0.027 1.768
-1.31 1.716 0.026 40.31 1523.05 25.22
Total
63.8 330.4
2
(fo-fh ) fh 0.11
fh 98.13
fo-fh -3.39
(fo-fh) 11.5
3.49 3.49
12.1 12.1
0.17 0.17
11.49 47.19
0.16 0.61
2