ANALISIS PENGARUH MODAL, NON PERFORMING FINANCING (NPF), DAN INFLASI TERHADAP PEMBIAYAAN YANG DISALURKAN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP RETURN ON ASSETS (ROA) PADA PERBANKAN SYARIAH (STUDI PADA BANK MUAMALAT INDONESIA)
Disusun Oleh:
IQBAL SUPRIYATNA 106081002433
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Iqbal Supriyatna
Tempat/Tanggal lahir
: Jakarta, 21 Oktober 1987
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jl. Madrasah No. 22 RT/RW 009/02 Gandaria Selatan Cilandak Jakarta Selatan 12420
Agama
: Islam
Warga negara
: Indonesia
Motto Hidup
: Cermin Manusia Adalah Nabi Muhammad SAW
Email
:
[email protected] [email protected]
Pendidikan : 1. SDN 07 Pagi Jakarta
Tahun 2000
2. SLTPN 240 Jakarta
Tahun 2003
3. SMA Cenderawasih 1 Jakarta
Tahun 2006
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Manajemen FEB
Tahun 2010
v
ABSTRACT
The purpose of this research to analyze the influence of capital, nonperforming financing (NPF), and inflation to distributed of financing and the implications to return on assets (ROA) in Bank Muamalat Indonesia. Data used in this research during the period January 2003 until July 2010, which is obtained from the publication of the financial statements of Bank Indonesia, Islamic Bank publications and reports through the website than literature study supported by collecting data in accordance with the scope of discussion. The sampling technique used is convenience sampling. This research used path analysis to decomposition model. The results on partially substructure I show that capital variable has a positive and significant impact on the financing disbursed inflation variable has a negative and significant impact on the Financing disbursed while the nonperforming financing (NPF) showing no significant effect on the financing that is channeled. Test results on substructure II shows that the capital variable has a positive and significant effect on return on assets (ROA), non performing financing (NPF) has a negative and significant effect on return on assets (ROA), and delivered financing has influence positive and significant effect on return on assets (ROA) than inflation no significant effect on the ROA. Keywords: Capital, Non Performing Financing (NPF), Inflation, Financing, Return on Assets (ROA), path analysis
vi
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh modal, non performing financing (NPF), dan inflasi terhadap pembiayaan yang disalurkan serta implikasinya terhadap return on assets (ROA) pada Bank Muamalat Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini selama periode Januari 2003 sampai dengan Juli 2010 yang diperoleh dari publikasi laporan keuangan Bank Indonesia dan laporan publikasi Bank Syariah melalui website Bank Indonesia serta ditunjang studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan data yang sesuai dengan ruang lingkup pembahasan. Teknik sampling yang digunakan adalah convenience sampling. Penelitian ini menggunakan metode analisis jalur dengan model dekomposisi. Hasil pengujian pada substruktur I menunjukkan bahwa variabel modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan variabel inflasi memilki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan sedangkan non performing financing (NPF) tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan. Hasil pengujian pada substruktur II menunjukkan bahwa variabel modal memilki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return on assets (ROA), non performing financing (NPF) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return on assets (ROA), dan pembiayaan yang disalurkan memilki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return on assets
(ROA) sedangkan inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA. Kata Kunci: Modal, Non Performing Financing (NPF), Inflasi, Pembiayaan yang disalurkan, Return on Assets (ROA), Analisis Jalur
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim Segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Atas berkat rahmat, kedermawanan, kasih sayang dan kehendaknya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Modal, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi
Terhadap Pembiayaan yang Disalurkan Serta Implikasinya Terhadap Return on Assets (ROA) Pada Perbankan Syariah (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia)”. Tak lupa shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan mulia yang mengenalkan kita tentang agama yang benar, Tuhan yang berhak disembah, dan yang mengantarkan ke jalan kebenaran yang penuh cahaya Rasulullah SAW yang membawa kita keluar dari kesesatan zaman jahiliyah ke zaman yang penuh keterangan cahaya ilmu pengetahuan. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Konsentrasi Perbankan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena terbatasnya wawasan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas kelemahan dan kekurangan yang ditemui dalam skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa sejak awal penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik moril maupun materil. Untuk itu, tak lupa pada kesempatan ini, secara khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua Orang Tua tercinta yang senantiasa memberi banyak bantuan baik moril maupun materil dan doa yang tak pernah putus hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 2. Adik-adikku yang terus memotivasi hidup ini. 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. viii
4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. selaku pembimbing I yang senantiasa ikhlas meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan serta memotivasi penulis dalam menyusun skripsi ini. 5. Bapak Indoyama Nasarudin, SE, MAB selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini serta memotivasi penulis. 6. Segenap dosen pengajar yang telah mengajarkan ilmu di jurusan manajemen. 7. Segenap tata usaha FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Ibu Siska, Pak Rahmat, Ibu Umi, Mas Herry yang telah membantu penulis dalam mengurus kebutuhan administrasi dan lain-lain. 8. Semua Teman-teman FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2006, Manajemen C, dan Perbankan B yang selalu ada dalam suka maupun duka serta memberikan “hitam putih” selama masa perkuliahan. Love u all. 9. Rekan-rekan BESC yang selalu memberikan motivasi, bantuan dan warna tersendiri selama masa perkuliahan. Khususnya Hery Hardjanto, Iphul Liman, Yanto Saripudin, dan Aryo Suseno. Thanks so much atas kerja samanya. 10. Pihak-pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini secara langsung maupun
tak
langsung,
suatu
kebahagiaan
telah
dipertemukan
dan
diperkenalkan dengan kalian semua. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, arahan maupun kritik yang konstruktif demi penyempurnaan hasil penelitian ini. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, baik manajer investasi, dunia bisnis, dunia akademisi, para pembaca serta bagi penulis sendiri sebagai proses pengembangan diri.
Jakarta, 16 Desember 2010 Penulis
ix
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi………………………………………………... i Lembar Pengesahan Komprehensif………………………………………... ii Lembar Pengesahan Ujian Skripsi..………………………………………... iii Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme……………………………………..... iv Daftar Riwayat Hidup ............................................................................... v Abstract ...................................................................................................... vi Abstrak ....................................................................................................... vii Kata Pengantar .......................................................................................... viii Daftar Isi .................................................................................................... x Daftar Tabel ............................................................................................... xii Daftar Gambar ........................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. Latar Belakang Penelitian ............................................................ 1 B. Perumusan Masalah ...................................................................... 11 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 12 D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 14 A. Bank dan Perbankan .................................................................... 14 B. Bank Syariah ................................................................................ 15 C. Modal ........................................................................................... 17 D. Non Performing Financing (NPF)................................................. 23 E. Inflasi............................................................................................ 25 F. Pembiayaan Bank Syariah ............................................................. 31 x
G. Return on Assets (ROA)................................................................ 34 H. Keterkaitan Modal, NPF, Inflasi Terhadap Pembiayaan ................ 36 I. Keterkaitan Modal, NPF, Inflasi, Pembiayaan Terhadap ROA ....... 38 J. Penelitian Terdahulu ..................................................................... .40 K. Kerangka Berfikir ........................................................................ 44 L. Hipotesis ....................................................................................... 47 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 48 A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 48 B. Metode Penentuan Sampel ........................................................... 48 C. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 49 D. Metode Analisis ........................................................................... 49 E. Operasional Variabel Penelitian ................................................... .59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 63 A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian................................... 65 B. Penemuan dan Pembahasan .......................................................... 66 1. Analisis Deskriptif ..................................................................... 66 2. Analisis Jalur Pengaruh Modal, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi Terhadap Pembiayaan serta Implikasinya Terhadap Return On Assets (ROA) pada Bank Muamalat Indonesia ......... 82 3. Analisis Jalur Setelah Trimming ................................................ 99 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI .............................................. 118 A. Kesimpulan ................................................................................. 118 B. Implikasi ...................................................................................... 119 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 122 LAMPIRAN ................................................................................................ 126 xi
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Halaman
3.1
Standar Penilaian Kesesuaian (Fit)
58
4.1
Modal Bank Muamalat Indonesia
68
4.2
Non Performing Financing (NPF)
71
4.3
Inflasi
75
4.4
Pembiayaan
77
4.5
Return on Assets (ROA)
80
4.6
Hasil Korelasi antara Modal, NPF, dan Inflasi
83
4.7
Pengaruh antara Modal, NPF, dan Inflasi terhadap
86
Pembiayaan 4.8
Pengaruh antara Modal, NPF, Inflasi, dan Pembiayaan
92
terhadap Return on Assets (ROA) 4.9
Pengujian Pengaruh antar Variabel Eksogen dengan
96
Endogen 4.10
Hasil Uji Goodness of Fit Pengaruh Modal, NPF, dan
97
Inflasi, dan Pembiayaan serta Implikasinya terhadap Return on Assets (ROA) 4.11
Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Modifikasi
98
4.12
Hasil Korelasi antara Modal, NPF, dan Inflasi setelah
100
Trimming 4.13
Hasil Uji Pengaruh antara Modal dan Inflasi terhadap
101
Pembiayaaan 4.14
Hasil Uji Pengaruh antara Modal, NPF, Inflasi, dan Pembiayaaan terhadap Return on Assets (ROA) xii
105
4.15
Pengujian Pengaruh Variabel Eksogen dan Endogen
109
4.16
Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Trimming
109
4.17
Rangkuman Pengaruh
Dekomposisi Langsung
dari
dan
Tidak
Koefisien Langsung
Jalur, dan
Pengaruh Total tentang Modal (X1), NPF (X2), Inflasi (X3) dan Pembiayaan (Y) terhadap ROA (Z)
xiii
112
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Berfikir
46
3.1
Hubungan Kausal X1, X2, X3, terhadap Y
50
3.2
Hubungan Kausal X1, X2, X3 dan Y terhadap Z
51
4.1
Modal
69
4.2
Non Performing Financing (NPF)
72
4.3
Inflasi
74
4.4
Pembiayaan
78
4.5
Return on Assets (ROA)
81
4.6
Diagram Jalur dengan Hasil Perhitungan
82
4.7
Diagram Jalur Substruktur I
85
4.8
Diagram Jalur Substruktur II
91
4.9
Hasil Perhitungan Diagram Jalur Setelah Trimming
100
4.10
Diagram Jalur Sub Struktur I Setelah Trimming
101
4.11
Diagram Jalur Sub Struktur II Setelah Trimming
105
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian Perbankan bagi perekonomian modern telah melakukan apa yang telah dilakukan oleh cikal-bakal uang bagi perekonomian primitif ketika barter masih berlaku. Perbankan telah memudahkan pertukaran dan membantu pembentukan modal dan produksi yang berskala masal yang tiada taranya dalam sejarah umat manusia. Tetapi jejak-jejak yang ditinggalkan perbankan dalam melaksanakan hal-hal tersebut ikut bertanggung jawab atas momokmomok terbesar dalam perekonomian modern, tidak meratanya pembagian pendapatan dan kesejahteraan, konsentrasi kekuatan ekonomi, kecenderungan yang bersifat endemis ke arah inflasi dan proses akumulasi utang yang sangat cepat dalam beberapa sektor perekonomian dengan konsekuensi-konsekuensi sosial, politik dan ekonomi yang sangat serius. (Perwataatmadja dan Antonio, 1999:vii). Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh pembiayaan macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. (www.bankmuamalatindonesia.com).
1
Permasalahan mendasar dari krisis keuangan yang berdampak pada krisis ekonomi ini terutama diakibatkan oleh buruknya kualitas lembaga-lembaga keuangan yang menerapkan suku bunga sebagai sistem ribawi yang ternyata gagal berfungsi sebagai alat indirect screening mechanism. Bahkan ia sendiri berpotensi menjadi trouble maker yang melahirkan tiga macam krisis perbankan yang semuanya berpengaruh negatif pada kehidupan sektor riil. Kegagalan sistem bunga ini sama sekali bukanlah sebuah tudingan tanpa alasan. Bersama-sama telah kita saksikan bagaimana semua lembaga keuangan dengan sistem bunga mengalami keterpurukan pada saat terjadinya krisis. Pada sisi lain Bank Muamalat Indonesia yang berbasis syariah menunjukan perkembangan yang positif. Hal lain yang mendukung kondisi di atas adalah pendapat dari Chapra dalam tesisnya yang menyimpulkan dengan tegas bahwa sistem bunga sistem keuangan dan sistem moneter berbasis pada suku bunga tidak akan efektif dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomi, yaitu pemenuhan kebutuhan pokok, pertumbuhan ekonomi yang optimal, pemerataan distribusi pendapatan dan stabilitas ekonomi. Sebaliknya, sistem keuangan dan ekonomi bebas riba yaitu dengan menghindari suku bunga serta menerapkan prinsip profit and loss sharing pada lembaga perbankan dapat menciptakan perekonomian yang lebih stabil dan efisien. (Nurul Huda dkk., 2008:234). Sistem perbankan Indonesia menganut dual banking system yakni sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Hal ini diakui dan dikenal sejak diberlakukannya UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan
2
syariah. Kemudian di perkuat dengan UU No. 10 tahun 1998 sebagai pengganti UU No. 7 tahun 1999. Yang diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk surat keputusan direksi Bank Indonesia (BI). Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka unit usaha syariah atau bahkan mengkonversikan diri menjadi bank syariah secara total. (Rossar Maries, 2008). Selanjutnya pada tahun 1999 dikeluarkan UU No. 23 yang kemudian diamandemen dengan UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia yang memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat pula menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. Posisi perbankan syariah makin diperkuat dengan fatwa MUI No. 01 tanggal 24 Januari 2004 mengenai haramnya bunga bank. Dengan keberadaan undang-undang tersebut telah memberikan kesempatan yang lebih luas untuk pengembangan jaringan perbankan syariah. Langkah yang ditempuh antara lain melalui izin pembukaan unit usaha syariah (UUS) oleh bank umum konvensional, atau konversi sebuah kantor cabang atau sebuah bank umum konvensional menjadi bank syariah. (Ari Cahyono, 2009). Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki
3
landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. (Bank Indonesia, 2010). Perkembangan perbankan syariah di Indonesia terlihat pesat, hal ini dapat dilihat dari data yang dipublikasikan Bank Indonesia. Pada bulan Juli 2010 jumlah bank syariah telah mencapai 43 unit yang terdiri atas 10 Bank Umum Syariah dan 33 Unit Usaha Syariah. Selain itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 146 unit pada periode yang sama dan jumlah jaringan kantor perbankan syariah mencapai 1.640 kantor dengan kinerja pertumbuhan bank syariah yang semakin baik. Hal ini dibuktikan dengan penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah yang secara konsisten terus mengalami peningkatan hingga mencapai 57,633 triliun ke beberapa sektor ekonomi seperti pertanian, kehutanan, sarana pertanian, pertambangan, perindustrian, jasa dunia usaha, hingga jasa sosial/masyarakat. (Statistik Perbankan Syariah periode Juli 2010). Memperhatikan
fungsi
pokok
perbankan sebagai
lembaga
yang
mempunyai fungsi intermediari keuangan/dana, dan manfaat yang besar bagi masyarakat, pembiayaan merupakan indikator utama untuk mengukur perkembangan/pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah nasional. Sebagai lembaga intermediari bank syariah harus mengelola dananya secara optimal dengan mengalokasikan dana yang dihimpun ke beberapa jenis aktiva produktif salah satunya adalah pembiayaan. Menurut Undang-Undang Nomor 10 pasal 1 tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan
4
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan merupakan fungsi bank dalam menjalankan fungsi penggunaan dana. Dalam kaitannya dengan perbankan maka ini merupakan fungsi yang terpenting. Menurut Zainul Arifin (2006:53) portofolio pembiayaan pada bank komersial menempati porsi terbesar, pada umumnya sekitar 55% sampai 60% dari total aktiva. Dari pembiayaan yang dikeluarkan atau disalurkan bank diharapkan mendapatkan hasil. Tingkat penghasilan dari pembiayaan (yield on financing) merupakan tingkat penghasilan tertinggi pada bank. Sesuai dengan karakteristik sumber dananya, pada umumnnya bank komersial memberikan pembiayaan berjangka pendek dan menengah, meskipun beberapa jenis pembiayaan dapat diberikan dalam jangka waktu yang lebih panjang. Tingkat penghasilan dari setiap jenis pembiayaan juga bervariasi, tergantung pada prinsip pembiayaan yang digunakan dan sektor usaha yang dibiayai. Sebagai lembaga yang penting dalam perekonomian maka perlu adanya pengawasan kinerja yang baik oleh regulator perbankan. Salah satu indikator untuk menilai kinerja keuangan suatu bank adalah melihat tingkat profitabilitasnya. Hal ini terkait sejauh mana bank menjalankan usahanya secara efisien. Efisiensi diukur dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba. Semakin tinggi profitabilitas suatu bank, maka semakin baik pula kinerja bank tersebut.
5
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas adalah return on assets (ROA). ROA penting bagi bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sesudah pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena tingkat pengembalian (return) semakin besar. (Husnan, 1998 dalam Adi Setiawan, 2009). Oleh karena pemilik bank harus mengetahui apakah banknya dikelola dengan baik, mereka membutuhkan pengukuran yang baik mengenai profitabilitas bank. Ukuran dasar keuntungan bank adalah imbal hasil atas aset (return on assets-ROA), laba bersih setelah pajak dibagi aset. ROA memberikan informasi mengenai efisiensi bank yang dijalankan; karena ROA menunjukkan berapa banyak laba yang dihasilkan secara rata-rata dari $ 1 asetnya. (Mishkin, 2008:306). Beberapa faktor yang paling mempengaruhi profitabilitas dan penyaluran pembiayaan dalam sebuah lembaga keuangan (perbankan syariah) diantaranya adalah modal, non performing financing (NPF), dan inflasi. Modal merupakan sumber dana pihak pertama, yaitu sejumlah dana yang diinvestasikan oleh pemilik untuk pendirian suatu bank. Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian. (Slamet Riyadi, 2006:66). Menurut Johnson dan Johnson dalam Zainul Arifin (2006:136) modal bank mempunyai tiga fungsi. Pertama, sebagai penyangga untuk menyerap
6
kerugian operasional dan kerugian lainnya. Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan. Kedua, sebagai dasar bagi penetapan
batas
maksimum
pemberian
kredit.
Hal
ini
merupakan
pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk membatasi jumlah pemberian pembiayaan kepada setiap individu nasabah bank. Ketiga, modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat menghasilkan
keuntungan.
kemampuan bank secara relatif dalam Tingkat
keuntungan
bagi
para
investor
diperkirakan dengan membandingkan keuntungan bersih dengan ekuitas. Selain itu, faktor lain yang juga harus diperhatikan bank dalam menyalurkan pembiayaan (kredit) dan profitabilitasnya adalah tingkat kredit macet. Besar kecilnya non performing financing dapat mempengaruhi profitabilitas bank. Menurut Siswanto Sutojo (2008:25) sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun profitabilitasnya. Return on assets (ROA) yang merupakan salah satu tolok ukur profitabilitas mereka akan menurun. Menurut Luh Gede Meydianawathi (2007), non performing loans (NPLs) menunjukkan kemampuan kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang dikeluarkan oleh bank sampai lunas. NPLs merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan bank.
7
Menurut penelitian yang dilakukan Utomo (2008) dalam tesisnya untuk menghindarkan rasio NPL yang tinggi dari penyaluran kredit atau pembiayaan yang tidak efisien, perlu dipertimbangkan alokasi dana yang efisien seperti penyaluran kredit yang bisa memberikan return yang tinggi di mana tingkat NPL tidak terlalu tinggi. Pengalokasian dana yang tidak efisien akan meyebabkan penyaluran kredit berkurang. Hal ini terjadi karena jumlah modal berkurang sehingga dana yang disalurkan pada periode berikutnya ikut turun. Keadaan seperti ini akan menghambat kegiatan operasional bank itu sendiri dan juga menurunkan pendapatan bank. Bank syariah merupakan salah satu industri keuangan perbankan yang tidak luput dari dampak gejolak variabel makro ekonomi seperti inflasi. Berbeda dengan bank konvensional, transaksi berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan bank syariah berhubungan langsung dengan sektor rill. Ketika inflasi berlangsung sektor rill biasanya dihadapi dengan dua kesulitan. Dari sisi produksi, biaya yang ditanggung perusahaan untuk berproduksi akan naik sehingga harga jual outputnya akan ikut naik. Sedangkan dari sisi permintaan, inflasi menyebabkan pendapatan rill masyarakat berkurang sehingga akan mengurangi demand terhadap barang dan jasa. Bank syariah sebagai lembaga intermediari tentu akan merespon ketidak daya dukungan sektor rill disaat inflasi, dengan melakukan optimalisasi diversifikasi pendanaannya. (Toni Hidayat : 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Pratin dan Akhyar Adnan (2005) tentang hubungan simpanan, modal sendiri, NPL, prosentase bagi hasil dan markup
8
keuntungan terhadap pembiayaan pada perbankan syariah studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia (BMI). Hasil penelitian ini adalah simpanan mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap pembiayaan sementara variabel yang lain tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Yacub Azwir (2006) meneliti tentang analisis pengaruh kecukupan modal, efisiensi, likuiditas, NPL, dan PPAP terhadap ROA bank (studi empiris: pada industri perbankan yang listed di BEJ periode Tahun 2001-2004). Hasil analisis menunjukkan bahwa data CAR, BOPO, dan LDR secara parsial siginifikan terhadap ROA bank yang listed di BEJ untuk periode 2001-2004 pada tingkat signifikansi kurang dari 5% (masing-masing 0,01%, 0,01% dan 0,6%), sedangkan NPL dan PPAP tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA yang ditunjukkan dengan nilai tingkat signifikansi lebih besar dari 5% yaitu masing masing sebesar 88,2% dan 72,7%. Francisca dan Hasan (2008) meneliti tentang pengaruh faktor internal bank terhadap volume kredit pada bank yang go public di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa non performing loan (NPL) negatif dan tidak signifikan mempengaruhi volume kredit. Permasalahan-permasalahan di atas mendorong minat penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang memberi pengaruh terhadap pembiayaan yang disalurkan sehingga diharapkan akan meningkatkan profitabilitas bagi pemilik yang diukur dengan return on assets (ROA) pada Bank Muamalat Indonesia.
9
Dipilihnya Bank Muamalat Indonesia sebagai objek penelitian karena didasarkan oleh beberapa pertimbangan. Sebagaimana diketahui Bank Muamalat Indonesia adalah bank pertama murni syariah, dengan pola Islamic Banking Concept-nya, kini telah menjadi trend dunia perbankan nasional maupun internasional, Bank Muamalat Indonesia yang menjalankan konsep bagi hasil yang fair dan nyata telah menggerakkan sektor riil dengan teruji, yakni dikala krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, perbankan syariah, khususnya Bank Muamalat Indonesia telah membuktikan
ketangguhannya.
Bank
Muamalat
Indonesia
berhasil
mendapatkan penghargaan baik dari dalam negeri maupun internasional yang menunjukkan keberhasilan Bank Muamalat Indonesia dalam mengembangkan industri syariah di Indonesia. Secara keseluruhan, penghargaan yang didapat serta pertumbuhan kinerja yang dibukukan merupakan buah dari usaha Bank Muamalat Indonesia dalam mengembangkan usaha dan fokus memberikan layanan dengan basis syariah di Indonesia. Hal ini patut dibanggakan, karena disaat beberapa bank konvensional berguguran, Bank Muamalat Indonesia luput dari likuidasi, tidak terkena kasus BLBI, dan sama sekali tidak membebani BI sebagai bank rekap. Penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh dari modal, non performing financing (NPF), dan tingkat inflasi terhadap kinerja pembiayaan dan profitabilitas Bank Muamalat Indonesia yang tidak mengalami guncangan saat krisis dibandingkan bank konvensional. Penting bagi para nasabah untuk mengetahui kinerja dari suatu bank terutama yang menggunakan jasa atau
10
layanan Bank Muamalat Indonesia agar dapat memberikan informasi yang jelas mengenai kinerja bank tersebut, dimana kinerja bank syariah sangat ditentukan oleh kualitas dari penanaman dana atau pembiayaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi profitabilitas bank, yang diukur dengan return on assets (ROA) sehingga para nasabah dapat mengambil keputusan dalam menggunakan jasa bank syariah tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas dan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “ANALISIS
PENGARUH
MODAL,
NON
PERFORMING
FINANCING (NPF), DAN INFLASI TERHADAP PEMBIAYAAN YANG DISALURKAN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP RETURN ON ASSETS (ROA) PADA PERBANKAN SYARIAH” (STUDI PADA BANK MUAMALAT INDONESIA).
B. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh modal, NPF, dan inflasi terhadap pembiayaan. 2. Bagaimana pengaruh modal, NPF, inflasi, dan pembiayaan terhadap ROA.
11
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka penelitian ini terutama bertujuan untuk : 1. Untuk menganalisis pengaruh modal, NPF, inflasi terhadap pembiayaan. 2. Untuk menganalisis pengaruh modal, NPF, inflasi dan pembiayaan terhadap ROA.
D. Manfaat Penelitian Peneltian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, pihakpihak lain yang berkepentingan baik secara akademis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis dan peneliti/akademisi, penilitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis terhadap fungsi intermediary bank syariah khususnya dalam penyaluran pembiayaan dan imbal hasil atas aset (return on assets-ROA). Bagi akademisi/peneliti sebagai tambahan literatur ekonomi syariah khususnya perbankan syariah.. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini bisa dijadikan kajian dasar dalam menentukan regulasi perbankan syariah. 3. Bagi manajemen bank syariah khususnya Bank Muamalat Indonesia (BMI), hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi sebagai tambahan acuan atau pedoman yang dapat digunakan dalam mengambil keputusan pembiayaan yang disalurkan dan profitabilitas yang bisa diperoleh.
12
4. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi sumbangsih berupa tambahan informasi kepada masyarakat dan investor yang berkepentingan untuk berinvestasi dan meminjam dana kepada bank syariah khususnya Bank Muamalat Indonesia (BMI).
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bank dan Perbankan Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank is a financial intermediary accepting deposits and granting loans; offers the widest menu of services of any financial institution. (Peter S. Rose, 2002:4). Bank adalah suatu lembaga keuangan, yaitu suatu badan yang berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara keuangan dari dua pihak, yakni; pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Sebagai institusi yang amat penting peranannya dalam masyarakat, bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. (M. Sinungan, 1993:3). Banks are financial institutions that accept deposits and make loans. Included under the term banks are firms such as commercial banks, savings and loan associations, mutual saving banks, and credit unions. Banks are the financial intermediaries that the average person interacts with most frequently. (Frederic S. Mishkin, 2006:8). Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. (Kasmir, 2010:2).
14
Banks are the most visible financial intermediaries in the economy. Most of us use the word ‘bank’ to describe what people in the financial world call depository institutions. These are the financial institutions that accept deposits from savers and make loans to borrowers. (Stephen G. Cecchetti, 2006:286). Menurut Ahmad Rodoni (2007:21) bank dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai perantara (financial intermediary) untuk menyalurkan penawaran dan permintaaan kredit pada waktu yang ditentukan. Kemudian pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 adalah: 1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 2. Bank umum adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 3. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
B. Bank Syariah Bank syariah yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. (Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, 2006:153).
15
Menurut Sholahuddin (2008:75) bank syariah adalah lembaga keuangan yang operasionalnya dengan cara menggunakan prinsip-prinsip syariah. Bank syariah dinamakan sebagai
bank tanpa bunga karena dalam
menghimpun dana tidak memberikan imbalan bunga, dan dalam pinjaman tidak dipungut bunga. (Darmawi, 2006:81). Bank syariah adalah bank yang dalam aktifitasnya, baik menghimpun dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. (Ahmad Rodoni, 2006:31). Menurut Muhammad (2005:1) Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Dengan kata lain, bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan syariat Islam. Menurut Perwataatmadja dan Antonio (1999:1) membedakan menjadi dua pengertian, yaitu bank Islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam atau bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam dan adalah bank yang tata-cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist. Kemudian disebutkan bank yang beroperasi sesuai prinsip-prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-
16
ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata-cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata-cara bermuamalat itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatankegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antar bank dengan pihak lain (nasabah) berdasarkan hukum Islam. Sehingga perbedaan antara bank Islam (syariah) dengan bank konvensional terletak pada prinsip dasar operasinya yang tidak menggunakan bunga, akan tetapi menggunakan prinsip bagi hasil, jual beli dan prinsip lain yang sesuai dengan syariat Islam, karena bunga diyakini mengandung unsur riba yang diharamkan (dilarang) oleh Agama Islam (Heithzal Rivai dkk, 2007:758-759).
C. Modal Menurut Zainul Arifin (2006:135) secara tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Berdasarkan nilai buku, modal didefinisikan sebagai kekayaan bersih (net worth) yaitu selisih antara nilai buku dan aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities). Pada suatu bank, sumber perolehan modal bank dapat diperoleh dari beberapa sumber. Pada awal pendirian, modal bank diperoleh dari para pendiri dan para pemegang saham. Pemegang saham menempatkan modalnya pada bank dengan memperoleh hasil keuntungan di masa yang akan datang.
17
Capital is fundamental and vital part of the commercial banking industry. Bank capital enables the establishment of a banking entity by supplying the fund necessary to acquire the physical and human resources that compose it. It is also critical to the perpetuation of that banking entity in its capacity as an ongoing concern. Thus, capital plays an all-important role at the inception of a bank and throughout its life. The subject of capital has become a focal point in the banking industry. (George H. Hempel et al., 1994:260). Menurutnya modal adalah bagian mendasar dan penting dari industri perbankan komersial. Modal bank memungkinkan pendirian badan perbankan dengan menyediakan dana yang diperlukan untuk memperoleh sumber daya fisik dan manusia yang membentuk perbankan. Hal ini juga penting untuk kelangsungan entitas perbankan dalam kapasitasnya sebagai sebuah keprihatinan yang sedang berlangsung. Dengan demikian, modal memainkan peranan yang sangat penting pada awal bank dan sepanjang hidupnya. Subyek modal telah menjadi titik fokus di industri perbankan. Traditionally defined, capital represents the owners ‘ interest in a business. On a book value basis, capital is defined as net worth that is equal to the book value of assets minus the book value of liabilities. (Frank P. Johnson and Richard D. Johnson, 1985:330). Menurut Mandala Manurung dan Rahardja (2004:181) Modal memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Fungsi Perlindungan Karena sebagian besar aktiva bank dibiayai oleh dana pihak ketiga, maka fungsi paling utama dari modal adalah fungsi perlindungan. Dari fungsi ini, bank-bank yang memiliki modal yang lebih besar dianggap lebih memberikan perlindungan kepada nasabah. Tak mengherankan jika bank-bank besar lebih dipercaya dibanding bank-bank kecil.
18
2. Fungsi Operasional Fungsi operasional dari modal bank mencakup sumber dana untuk pembelian barang-barang modal dan aktiva tetap lainnya. Modal adalah sumber dana yang paling aman untuk membeli aktiva tetap, karena modal adalah sumber dana yang tidak mengenal jatuh tempo, selama bank masih beroperasi. 3. Fungsi Pengaturan Yang sangat berkaitan dengan fungsi pengaturan adalah kewajiban bank untuk memenuhi rasio kecukupan modal yang ditetapkan oleh bank sentral. Bank syariah dalam memenuhi kecukupan modalnya menghimpun modal dan dana-dana pihak ketiga, sehingga masuk kedalam rekening modalnya. Zainul Arifin, (2002:54-55 dan 162-163) dalam Ahmad Faisol (2007:131-134) menggolongkan modal bank syariah sebagai berikut: a. Modal Inti, yaitu modal milik sendiri yang diperoleh dari modal disetor oleh pemegang saham, cadaangan yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian dikemudian hari, dan laba ditahan yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam kembali pada bank. Modal inti ini terdiri atas: 1. Modal Disetor, yaitu modal yang disetor secara kolektif oleh pemilik (bisa dalam bentuk kepemilikan saham).
19
2. Agio Saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham, apabila terjadi selisih negatif maka selisih tersebut menjadi pengurang. 3. Modal Sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham atau uang oleh pihak lain, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga apabila saham dijual kembali. 4. Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan. 5. Cadangan Tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu atas persetujuan RUPS. 6. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan. 7. Laba Tahun Lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak yang belum ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Penggunaannya sebagai modal inti hanya 50% dari saldo yang ada. Apabila terdapat kerugian maka 100% menjadi pengurang modal inti. 8. Laba Tahun Berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun berjalan. Laba yang diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti. 9. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan. 10. Bila dalam pembukuan Bank terdapat Goodwill, maka jumlah modal inti harus dikurangkan dengan nilai Goodwill tersebut.
20
Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkatagorian unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. b. Kuasi Ekuitas (Mudharabah Account), dana-dana yang dihimpun ke dalam rekening bagi hasil atas dasar prinsip akad bagi hasil (mudharabah). Akan tetapi karena rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang dibiayai dari rekening bagi hasil itu sendiri, dan juga pemillik rekening bagi hasil dapat menolak menanggung resiko atas aktiva yang dibaiayainya apabila terbukti kerugian yang timbul disebabkan karena salah urus, kelalaian dan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank, maka sumber dana ini terkadang tidak dapat sepenuhnnya berperan dalam fungsi permodalan Bank. c. Modal Pelengkap (jika ada).
Modal pelengkap terdiri atas cadangan
cadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa: 1. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. 2. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva
21
produktif. 3. Modal pinjaman, yang mempunyai ciri-ciri: - Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan telah di bayar penuh. - Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI. - Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian bank. - Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi. 4. Pinjaman Subordinasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: - Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan bank. - Mendapat persetujuan dari BI. - Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan. - Minimal berjangka waktu 5 tahun. - Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI. - Hak tagih dalam hal terjadi liquidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama dengan modal). - Bank syariah dalam menghimpun dana selalu berusaha berhati-hati. Agar tidak tercampur dengan hal-hal yang dianggap terlarang (haram), maka penggunaan modal pelengkap, khususnya modal pinjaman dan subordinasi karena menggunakan bunga, pada bank syariah sedapat mungkin dihindari.
22
Sumber modal dari pemegang saham tersebut juga berpengaruh pada posisinya di dalam neraca. Di dalam neraca sumber modal terlihat pada sisi pasiva bank, yaitu rekening modal dan cadangan. Rekening modal berasal dari setoran para pemegang saham, sedangkan rekening cadangan adalah berasal dari bagian keuntungan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham, yang digunakan untuk keperluan tertentu, misalnya untuk perluasan usaha dan untuk menjaga likuiditas karena adanya kredit-kredit yang diragukan atau menjurus macet. (Muhammad, 2005:102).
D. Non Performing Financing (NPF) Menurut Kamus Bank Indonesia, non performing loan (NPL) atau non performing financing (NPF) adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kurang lancar, diragukan dan macet. Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Kegiatan utama bank adalah memberikan kredit kepada nasabahnya. Pemberian kredit yang sehat berimplikasi pada kelancaran pengembalian kredit oleh nasabah atas pokok pinjaman dan atau beban bunga. Ketidaklancaran pembayaran pokok pinjaman dan bunga secara langsung dapat menurunkan kinerja bank. (Darmawi, 2006:38). Non performing loan (NPL) mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak
bank.
Akibat
tingginya
NPL
perbankan
harus
menyediakan
23
pencadangan yang lebih besar sehingga pada akhirnya modal bank ikut terkikis. (Ali, 2004 dalam Billy Arma, 2010:8). Kredit atau pembiayaan yang disalurkan dikatakan bermasalah menurut Mandala Manurung dan Rahardja (2004:196) jika pengembaliannya terlambat dibanding jadwal yang direncanakan, bahkan tidak dikembalikan sama sekali. Dalam konteks Indonesia, kredit atau pembiayaan bermasalah dapat dikelompokkan menjadi kredit tak lancar dan macet. Kredit tak lancar adalah kredit yang masih dilakukan pembayarannya, tetapi lebih lambat dari jadwal yang seharusnya. Kredit tak lancar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: kredit kurang lancar, diragukan, dan macet. Luh Gede Meydianawathi (2007:138) menyatakan bahwa, non performing loans (NPLs) menunjukkan kemampuan kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang dikeluarkan oleh bank sampai lunas. NPLs merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan bank. Oleh kebanyakan bank sentral, kredit bermasalah dikategorikan sebagai aktiva produktif bank yang diragukan kolektabilitasnya. Untuk menjaga keamanan dana para deposan, bank sentral mewajibkan bank umum menyediakan cadangan penghapusan kredit bermasalah. Dengan demikian, semakin besar jumlah saldo kredit bermasalah yang dimiliki bank, akan semakin besar jumlah dana cadangan yang harus segera disediakan, serta semakin besar pula biaya yang harus mereka tanggung untuk mengadakan
24
dana cadangan itu. Sudah barang tentu hal ini mempengaruhi profitabilitas usaha bank yang bersangkutan. Sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun profitabilitasnya. (Siswanto Sutojo, 2008:25).
E. Inflasi 1. Definisi Inflasi Inflasi adalah salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga barang-barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang. (Rimsky K. Judisseno, 2005:16). Menurut Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Menurut Nanga (2005), inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus. Menurut Boediono (2001) inflasi adalah kecenderungan dari hargaharga untuk menaikkan secara umum dan terus-menerus. Menurut Nopirin (2000) inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus-menerus ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan yang penting terdapat kenaikan umum barang secara terus-menerus selama satu periode.
25
Inflasi adalah suatu keadaan
yang
mengindikasikan semakin
melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2000:5). another important economic statistic is the rate of inflation, which is the rate at which prices in general are increasing over time. (Robert dan Ben, 2004:98). Menurutnya inflasi menyebabkan variasi harga dalam perekonomian. Ketika inflasi tinggi, seseorang yang memiliki pendapatan tetap, seperti pensiunan yang menerima pendapatan tetap setiap bulan, maka seseorang tersebut tidak dapat mengimbangi biaya hidup yang semakin meningkat. Inflation is a rise in the general level of prices. When inflation occurs, each dollar of income will buy fewer goods and services than before. Inflation reduces the “ purchasing power” of money. But inflation does not mean that all prices are rising. Even during periods of rapid inflation, some prices may be relatively constant while others are falling. (Campbell and Stanley, 2005:141). Menurut mereka inflasi adalah kenaikan tingkat harga umum. Ketika inflasi terjadi, setiap dolar pendapatan akan membeli lebih sedikit barang dan jasa dari sebelumnya. Inflasi mengurangi "daya beli" uang. Tetapi inflasi tidak berarti bahwa semua harga-harga naik. Bahkan selama periode inflasi yang cepat, beberapa harga mungkin relatif konstan sementara yang lain jatuh. Dari definisi tersebut, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, yaitu sebagai berikut: a. Kenaikan Harga Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi dari pada harga periode sebelumnya. Perbandingan tingkat harga bisa
26
dilakukan dengan jarak waktu yang lebih panjang: seminggu, sebulan, triwulan, dan setahun. b. Bersifat Umum Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum juga mangalami kenaikan. Contohnya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), karena BBM merupakan komoditas yang sangat strategis maka kenaikan harga BBM akan berdampak kepada kenaikan harga komoditas lainnya. c. Berlangsung Terus-menerus Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi,
jika terjadinya hanya sesaat. Oleh karena itu, perhitungan
inflasi minimal dilakukan dalam rentang waktu bulanan. Sebab dalam waktu sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga tersebut bersifat umum dan terus-menerus. Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus. Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara terus-menerus. Inflasi adalah proses dari suatu pristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang
27
yang kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. (www.wikipedia.org). 2. Jenis-jenis Inflasi Berdasarkan derajatnya, inflasi dibedakan menjadi sebagai berikut: a. Inflasi ringan, terjadi apabila kenaikan harga berada dibawah angka 10% setahun. b. Inflasi sedang, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 10%-30% setahun. c. Inflasi berat, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 30%-100% setahun. d. Hiperinflasi (inflasi tak terkendali), terjadi apabila berada di atas 100% setahun. Berdasarkan kepada sumber atau penyebabnya kenaikan harga-harga berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut: a. Inflasi Tarikan Permintaan Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran-pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi.
28
b. Inflasi Desakan Biaya Kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan dalam biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga bahan mentah atau kenaikan upah. Inflasi ini terurama berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerjaan baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang. c. Inflasi Diimpor Kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan harga-harga barang impor yang digunakan sebagai bahan mentah produksi dalam negeri. Inflasi ini akan ada apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran-pengeluaran perusahaan. 3. Efek Buruk Inflasi Menurut Sukirno (2004:338), efek-efek buruk dari inflasi yaitu sebagai berikut : a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi Inflasi
yang
tinggi
tingkatannya
akan
menggalakkan
perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan
29
kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud. b. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan masyarakat. c. Inflasi Akan Menurunkan Pendapatan Riil Orang-orang Yang Berpendapatan Tetap Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan hargaharga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun. d. Inflasi Akan Mengurangi Nilai Kekayaan Yang Berbentuk Uang Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusiinstitusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan. Nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku. e. Memperburuk Pembagian Kekayaan Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pandapatannya, dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil
30
kekayaannya. Juga sebagian penjual/pedagang dapat mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapat tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan penjual/pedagang akan menjadi semakin tidak merata. 4. Kebijakan untuk Mengatasi Inflasi Menurut Sukirno (2004:354) kebijakan yang mungkin dilakukan pemerintah untuk mengatasi inflasi yaitu: a. Kebijakan fiskal, yaitu dengan menambah pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah. b. Kebijakan moneter, yaitu dengan menaikkan suku bunga dan membatasi kredit. c. Dari segi penawaran yaitu dengan melakukan langkah yang dapat mengurangi
biaya
produksi
dan
menstabilkan
harga
seperti
mengurangi pajak impor dan pajak atas bahan mentah, melakukan penetapan
harga,
menggalakkan
pertambahan
produksi
dan
perkembangan teknologi.
F. Pembiayaan Bank Syariah Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Pasal 1) disebutkan bahwa, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
31
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pemberian kredit pada bank konvensional dalam meminjamkan uang kepada yang membutuhkan dan mengambil bagian keuntungan berupa bunga dan provisi dengan cara membungakan uang yang dipinjamkan tersebut. Prinsip syariah menandakan transaksi semacam ini dan mengubahnya menjadi pembiayaan. Bank tidak meminjamkan sejumlah uang pada nasabah, tetapi membiayai proyek keperluan nasabah. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai intermediasi uang tanpa meminjamkan uang dan membungakan uang tersebut sebagai gantinya, pembiayaan usaha nasabah tersebut dapat dilakukan dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan nasabah. Lalu bank menjual kembali kepada nasabah atau dapat pula dengan cara bank mengikutsertakan modal dalam usaha nasabah. (Heithzal Rivai, dkk, 2007:470). Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. Kewajiban tersebut dapat berupa pokok pinjaman, bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. (Suliso dkk, 2000:69). Menurut Raymond P. Kent (1961) dalam Veitzal Rivai (2007) “Credit may be defined as the right to receive payment or the obligation to make payment on demand or at some future time on account of an immediate transfer of goals.” Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, antara lain
32
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”. (Pratin dan Akhyar Adnan, 2005:36). Pembiayaan atau financing menurut Muhammad (2005:17), yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik maupun
dilakukan
sendiri
lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Menurut Kamus Bank Indonesia, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Alokasi dana (pembiayaan) mempunyai beberapa tujuan (Muhammad, 2005:55) yaitu : 1. Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat resiko yang rendah. 2. Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman.
33
G. Return on Assets (ROA) ROA
merupakan
rasio
untuk
mengukur
kemampuan
manajemen
menghasilkan income dari pengelola aset. Untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka makin besar tingkat keuntungan bank dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan aset. (Kasmir, 2005 : 280). Menurut F.S. Mishkin (2008:306), oleh karena pemilik bank harus mengetahui apakah banknya dikelola dengan baik, mereka membutuhkan pengukuran yang baik mengenai profitabilitas bank. Ukuran dasar keuntungan bank adalah imbal hasil atas aset (Return on Assets-ROA), laba bersih setelah pajak dibagi aset :
ROA
=
Laba bersih setelah pajak x 100% Aset
ROA memberikan informasi mengenai efisiensi bank yang dijalankan; karena ROA menunjukkan berapa banyak laba yang dihasilkan secara rata-rata dari $ 1 asetnya. Return on assets adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aktiva bank telah digunakan dengan optimal untuk memperoleh pendapatan sehingga diperkirakan ROA dan kredit memiliki hubungan yang positif. Dalam kegiatan usaha bank yang mendorong perekonomian, rasio ROA yang tinggi menunjukkan bank telah menyalurkan kredit dan memperoleh pendapatan. (Fransisca dan Hasan, 2008). The level of profits (net income) generated by a bank is affected by controllable and uncontrollable factors. Controllable factors, which
34
management can influence, include business mix (wholesale/retail orientation), income production (net interest margin, service fee income, and trading profits), loan quality, and expense control. Uncontrollable, or external, factors that influence bank performance include level of interest rates, general economic conditions, and the competitive environment in which the bank operates. Banks cannot control these external factors, but they can build flexibility into their operating plans to react to changes in these factors. Two ratio measures are commonly used in comparing bank performance – return on assets and return on equity. Returns on assets (ROA) is defined as net income divided by average assets. Returns on equity is defined as net income divided by average equity (owners investment), which is referred to as capital. Generation of return to the owners of the bank results from both profitability on assets and the degree of leverage used. (Frank P. Johnson and Richard D. Johnson, 1985:43-44). Menurut mereka tingkat keuntungan (laba bersih) yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi oleh faktor terkendali dan tidak terkendali. Faktor yang terkendali dapat mempengaruhi manajemen, termasuk campuran bisnis (eceran/orientasi grosir),
produksi pendapatan (margin
bunga bersih,
pendapatan jasa biaya, dan keuntungan perdagangan), kualitas kredit, dan pengendalian biaya. Tidak terkendali, atau eksternal, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja bank termasuk tingkat suku bunga, kondisi ekonomi umum, dan lingkungan kompetitif dimana bank beroperasi. Bank tidak dapat mengendalikan faktor-faktor eksternal, tetapi mereka dapat membangun fleksibilitas dalam operasi mereka berencana untuk bereaksi terhadap perubahan dalam faktor-faktor ini. Dua langkah rasio yang umum digunakan dalam membandingkan kinerja bank - laba atas aktiva dan imbal hasil ekuitas. Pengembalian atas aset (ROA) didefinisikan sebagai pendapatan bersih dibagi dengan aset rata-rata. Pengembalian atas ekuitas didefinisikan sebagai pendapatan bersih dibagi rata-rata ekuitas (investasi pemilik), yang disebut
35
sebagai modal. Generasi kembali kepada pemilik hasil dari kedua profitabilitas bank atas aset dan tingkat pengaruh yang digunakan. Sedangkan menurut Selamet Riyadi (2006:156), return on assets (ROA) adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba dengan total aset bank, rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan aset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan.
H. Kerterkaitan variabel Modal, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Beberapa variabel yang peneliti anggap paling dominan mempunyai keterkaitan dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah adalah modal, non performing financing (NPF), dan inflasi. 1. Keterkaitan Modal Terhadap Pembiayaan Dalam tataran operasional, secara umum dalam kondisi normal, besaran/totalitas pembiayaan sangat tergantung pada besaran dana yang tersedia, baik yang berasal dari pemilik berupa modal (sendiri, termasuk cadangan) serta dana dari masyarakat luas, dana pihak ketiga. Jelasnya, semakin besar funding suatu bank akan meningkatkan potensi bank yang bersangkutan dalam penyediaan pembiaayaan. (Muhammad, 2005:52) Menurut Syafi’I Antonio (2001) dalam Pratin dan Akhyar Adnan (2005:38) salah
satu sumber
dana
yang
bisa
digunakan
untuk
pembiayaan (loan) adalah modal sendiri (ekuitas), sehingga semakin
36
besar
sumber dana
(ekuitas)
yang
ada
maka
bank
akan dapat
menyalurkan pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula. 2. Keterkaitan Non performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan Menurut Sutojo (2008:2) Usaha bank yang berhasil mengelola kreditnya akan berkembang, sedangkan bank yang selalu dirongrong kredit bermasalah akan mundur. Not pembiayaan
yang
buruk
Perfoming
yaitu
Loan
pembiayaan
(NPL)
yang
merupakan
tidak
tertagih.
Besarnya NPL mencerminkan tingkat pengendalian biaya dan kebijakan pembiayaan/kredit
yang dijalankan oleh bank.
Faktor-faktor
yang
menyebabkan pembiayaan yang buruk ini (Rose-Kolari, 1995 dalam Pratin dan Akhyar Adnan 2008:38) antara lain karakter buruk peminjam, adanya
praktek
manajemen,
kolusi dalam
pengetahuan
dan
pencairan
pembiayaan,
ketrampilan, dan
kelemahan
perubahan
kondisi
lingkungan. Untuk menekan atau meminimalkan tingkat NPL ini perlu dilakukan analisis pembiayaan. Semakin ketat kebijakan kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan manajemen bank (semakin ditekan tingkat NPL) akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat turun. Hal ini disebabkan karena waktu proses pembiayaan yang cukup lama, analisis pembiayaan yang mendalam, bahkan ada calon nasabah yang merasa privasi pribadinya terganggu (merasa tidak dipercaya) karena adanya
analisis karakter
yang
mendalam,
sehingga
calon nasabah
merasa lebih baik meminjam (pindah) ke bank lain yang lebih lunak dalam melakukan analisis pembiayaan/kebijakan kredit.
37
Menurut
Karim dalam Pratin dan
Akhyar
Adnan (2005:38)
pengendalian biaya mempunyai hubungan terhadap kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah tingkat NPL (ketat kebijakan kredit) maka akan semakin kecil jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya. 3. Keterkaitan Inflasi Terhadap Pembiayaan Untuk menekan arus inflasi, terutama untuk usaha, pembangunan ekonomi, kredit bank memegang peranan yang penting. Arah kredit harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor-sektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. Dengan perkataan lain, setiap kredit harus benar-benar diarahkan untuk menambah flow of goods serta memperlancar distribusi barang-barang tersebut agar merata keseluruh lapisan masyarakat. Kredit bank disalurkan secara selektif untuk menutup kemungkinan usaha-usaha yang bersifat spekulatif. (Rivai, 2007:440)
I. Keterkaitan Variabel Modal, Non Performing Financing (NPF), Inflasi, dan Pembiayaan Terhadap Return on Assets (ROA) 1. Keterkaitan Modal Terhadap Return on Assets (ROA) Menurut Slamet Riyadi (2006:82) semakin besar jumlah dana (modal sendiri dan pelengkap) maka akan semakin mempertinggi Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE) suatu bank. Dengan meningkatnya
38
modal sendiri maka kesehatan bank yang terkait dengan rasio permodalan (CAR) semakin meningkat dan dengan modal yang besar maka kesempatan untuk memperoleh laba perusahaan juga semakin besar (Masyhud Ali, 2004 dalam Yakub Azwir, 2006:22). 2. Keterkaitan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Return On Assets (ROA) Sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun profitabilitasnya. Return on Assets (ROA) yaitu salah satu tolok ukur profitabilitas mereka akan menurun, dengan akibat nilai kesehatan operasi mereka di masyarakat dan di dunia perbankan khususnya akan ikut menurun. (Sutojo, 2008:25). Kegiatan utama bank adalah memberikan kredit kepada nasabahnya. Pemberian kredit yang sehat berimplikasi pada kelancaran pengembalian kredit oleh nasabah atas pokok pinjaman dan atau beban bunga. Ketidaklancaran pembayaran pokok pinjaman dan bunga secara langsung dapat menurunkan kinerja bank. (Herman Darmawi, 2006:38). 3. Keterkaitan Inflasi Terhadap Return On Assets (ROA) Menurut Sukirno (1998) dalam Stiawan (2009) menyatakan akibat penting dari inflasi yang terkait dengan investasi yaitu Tingkat bunga meningkat sehingga mengurangi investasi, untuk menghindari penurunan dari nilai modal yang dipinjamkan, institusi keuangan akan menaikkan bunga pinjaman mereka. Makin tingi tingkat inflasi maka makin tingi pula tingkat bunganya. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi kemauan
39
pemilik modal untuk mengembangkan sektor-sektor produktif. apabila dikaitkan dengan profitabilitas bank, maka dengan rendahnya investasi maka investor juga akan mengurangi hutang di bank sehinga menurunkan tingkat profitabilitas bank. 4. Keterkaitan Pembiayaan Terhadap Return On Assets (ROA) Return on asset adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aktiva bank telah digunakan dengan optimal untuk memperoleh pendapatan sehingga diperkirakan ROA dan kredit memiliki hubungan yang positif. Dalam kegiatan usaha bank yang mendorong perekonomian,
rasio
ROA
yang
tinggi
menunjukkan
bank
telah
menyalurkan kredit dan memperoleh pendapatan. (Fransisca dan Hasan, 2008)
J. Penelitian Terdahulu Akhyar Adnan (2005) meneliti tentang hubungan simpanan, modal sendiri, NPL, prosentase bagi hasil dan markup keuntungan terhadap pembiayaan pada perbankan syariah studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia (BMI). Hasil penelitian ini adalah simpanan mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap pembiayaan sementara variabel yang lain tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Aisyah Defy R. Simatupang (2006) meneliti tentang kinerja Bank Muamalat Indonesia dalam hal kemampuannya menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan ekonomi. Kinerja Bank Muamalat Indonesia dalam
40
penelitiannya direpresentasikan oleh return on asset (ROA) Bank Muamalat Indonesia. Disisi lain, yang dipilih sebagai representasi perubahan lingkungan tersebut adalah faktor SWBI, kurs, dan inflasi. Hasil analisis menunjukan bahwa (1) terdapat perbedaan pengaruh eksternal tersebut terhadap ROA Bank Muamalat Indonesia pada Januari 2001 – Desember 2005, (2) variabel SWBI dari Januari 2001 – Juni 2003 tidak berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia dan dari Juli 2003 – Desember 2005 sangat berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia, (3) variabel kurs dari Januari 2001 – Juni 2003 sangat berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia dan dari Juli 2003 – Desember 2005 tidak berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamlat Indonesia (4) variabel inflasi dari Januari 2001 – Juni 2003 tidak berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia dan dari Juli 2003 – Desember 2005 sangat berpengaruh tehadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia. Anisyah Harahap (2006) meneliti tentang analisis pengaruh jumlah modal inti, pertumbuhan kredit, capital adequacy ratio, loan to deposit ratio, dan non performing loan terhadap profitabilitas Bank Umum di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator pertumbuhan kredit, CAR, dan NPL yang mempengaruhi ROA secara signifikan sedangkan jumlah modal inti dan LDR tidak ada pengaruhnya terhadap ROA. Yacub Azwir (2006) meneliti tentang analisis pengaruh kecukupan modal, efisiensi, likuiditas, NPL, dan PPAP terhadap ROA bank (studi empiris: pada industri perbankan yang listed di BEJ periode Tahun 2001-2004). Hasil analisis
41
menunjukkan bahwa data CAR, BOPO, dan LDR secara parsial siginifikan terhadap ROA bank yang listed di BEJ untuk periode 2001-2004 pada tingkat signifikansi kurang dari 5% (masing-masing 0,01%, 0,01% dan 0,6%), sedangkan NPL dan PPAP tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA yang ditunjukkan dengan nilai tingkat signifikansi lebih besar dari 5% yaitu masing masing sebesar 88,2% dan 72,7%. Sementara secara bersama-sama (CAR, BOPO, LDR, NPL dan PPAP) terbukti signifikan berpengaruh terhadap ROA pada tingkat signifikansi kurang dari 5% yaitu sebesar 0,01%. Kemampuan prediksi dari ketujuh variabel tersebut terhadap ROA sebesar 35,1% sedangkan sisanya 64,9% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian. Luh Gede Meydianawathi (2007) meneliti tentang analisis perilaku penawaran kredit perbankan kepada sektor UMKM di Indonesia (2002-2006). Hasil penelitian menunjukkan secara parsial variabel DPK, ROA, dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia. Sebaliknya, NPLs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum kepada sektor ini. Maharani Ika Lestari (2007) meniliti tentang kinerja Bank Devisa dan Bank Non Devisa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya periode 2002-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2002-2006 perbedaan kinerja antara ROA, ROE Bank Devisa dan ROA, ROE Bank Non Devisa setelah krisis ekonomi tidak signifikan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa selama
42
periode penelitian yaitu tahun 2002-2006 Bank Non Devisa berperan lebih besar dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dilihat dari rasio LDR nya. Indikator ekonomi makro (Inflasi, Nilai tukar rupiah terhadap US Dollar, Suku Bunga SBI) tidak memiliki pengaruh terhadap rasio keuangan Bank (ROA, ROE, LDR). Francisca dan Hasan (2008) meneliti tentang pengaruh faktor internal bank terhadap volume kredit pada bank yang go public di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor internal bank untuk volume kredit perbankan yang go public di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana pihak ketiga dan laba atas aset (ROA) memiliki pengaruh positif dan signifikan untuk volume kredit, rasio kecukupan modal (CAR) yang positif dan tidak signifikan mempengaruhi volume kredit. Non performing loan (NPL) negatif dan tidak signifikan mempengaruhi volume kredit. Dari hasil analisis, dapat mengambil kesimpulan bahwa dana pihak ketiga, rasio kecukupan modal, laba atas aset dan non performing loan memiliki pengaruh simultan pada volume kredit. Ari Cahyono (2009) meneliti tentang pengaruh indikator makro ekonomi (SBI, kurs, inflasi, IHSG, dan PDB) terhadap dana pihak ketiga (DPK) dan pembiayaan bank syariah Mandiri. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa indikator makro ekonomi memberikan pengaruh terhadap DPK dan pembiayaan Bank Syariah Mandiri, di mana SBI memberikan pengaruh negatif, sedangkan inflasi, kurs, IHSG , dan PDB memberikan pengaruh positif.
43
K. Kerangka Berfikir Kerangka berfikir merupakan suatu proses dari peneliti memperoleh data kemudian mengolah data tersebut dan menginterprestasikan hasil data yang telah diolah. Penelitian ini didasarkan atas penelitian-penelitian dan teori-teori yang telah ada sebelumnya. Dari beberapa teori yang telah ada peneliti merangkainya menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis jalur. Hal ini dikarenakan analisis jalur dapat memperlihatkan hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel. Setelah menentukan judul dan metode analisis, peneliti mengumpulkan data-data dari variabel-variabel yang akan diteliti. Objek yang akan diteliti adalah perbankan syariah khususnya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Variabel yang diteliti adalah modal, non performing financing (NPF), inflasi, pembiayaan dan return on assets (ROA). Dalam penelitian ini yang akan menjadi variabel eksogen adalah non performing financing, modal dan inflasi. Sedangkan yang akan menjadi variabel endogen adalah pembiayaan dan return on assets (ROA). Peneliti mengambil data dari masing-masing variabel dari situs Bank Indonesia dan perpustakaan Bank Indonesia. Pencarian data dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama, pengambilan data inflasi yang diambil dari laporan kebijakan moneter Bank Indonesia. Kedua, pengambilan data NPF, modal, pembiayaan, dan ROA yang diambil dari statsitik perbankan syariah yang dipublikasikan dari laporan publikasi Bank Indonesia.
44
Setelah memperoleh data dari setiap variabel peneliti mulai melakukan analisis. Sebelum melakukan analisis, peneliti merubah seluruh variabel ke dalam bentuk LN (logaritma natural) agar angka nominal seluruh variabel tidak terlalu besar. Setelah data tersebut diubah kedalam bentuk LN, kemudian data diolah dengan menggunakan software AMOS 16. Dari output tersebut dapat dianalisa korelasi, hubungan antara variabel, besarnya R square dan kesesuaian model (Goodness of Fit). Setelah malakukan analisis tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan dan implikasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Berikut ini adalah gambaran mengenai kerangka berfikir yang peneliti bentuk secara sederhana untuk menjelaskan proses penelitian :
45
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Bank Indonesia
Kebijakan Moneter
Inflasi
Bank Muamalat Indonesia
NPF
Modal
Pembiayaan
ROA
yang disalurkan
Analisis Jalur
Pengujian Hipotesa
Uji Kesesuaian Model
Hubungan langsung dan tidak langsung Intepretasi
46
L. Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Modal, NPF dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Ho :
Modal, NPF dan inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan.
Ha :
Modal, NPF dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan.
2. NPF, Modal, Inflasi dan Pembiayaan Terhadap ROA Ho :
Modal, NPF, inflasi dan pembiayaan tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Ha :
Modal, NPF, inflasi dan pembiayaan berpengaruh signifikan terhadap ROA.
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif karena dalam penelitian ini penulis akan menghitung seberapa besar pengaruh modal, non performing financing (NPF), dan inflasi terhadap pembiayaan serta Implikasinya terhadap return on assets (ROA). Penelitian ini dilakukan pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) periode bulan Januari tahun 2003 hingga bulan Juli tahun 2010.
B. Metode Penentuan Sampel Sampel penelitian adalah data modal, non performing financing (NPF), pembiayaan dan return on assets (ROA) yang tercatat dalam laporan publikasi Bank Mumalat Indonesia pada Bank Indonesia periode Januari 2003-Juli 2010. Sedangkan inflasi yang diambil dari laporan kebijakan moneter Bank Indonesia periode Januari 2003-Juli 2010. Populasi merupakan keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti. Sementara sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan convenience sampling, yaitu anggota sample yang dipilih berdasarkan kemudahan memperoleh data dan tidak menyusahkan mengukurnya serta bersifat kooperatif. (Abdul Hamid, 2007:30).
48
C. Metode Pengumpulan Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari literatur-literatur/sumber lain dari dalam maupun luar perbankan syariah, sedangkan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (sudah tersedia) dan digunakan untuk penelitian lain. Data tersebut berupa statistik bulanan Bank Muamalat Indonesia periode bulan Januari tahun 2003 hingga bulan Juli tahun 2010 yang dipublikasikan di Bank Indonesia. 2. Library Research Merupakan teknik pengumpulan data yang dilengkapi pula dengan membaca dan mempelajari serta menganalisis literatur yang bersumber dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk mendapat landasan teori dan konsep yang tersusun. Penulis melakukan penelitian dengan membaca, mengutip bahan-bahan yang berkenaan dengan penelitian.
D. Metode Analisis Analisis jalur merupakan pengembangan dari model regresi yang digunakan untuk kesesuaian (fit) dari matrik korelasi dari dua atau lebih model yang dibandingkan oleh peneliti. Model biasanya digambarkan dengan lingkaran dan anak panah yang menunjukkan hubungan kausalitas. Regresi dilakukan untuk setiap variabel dalam model. Nilai regresi yang diprediksi
49
oleh model dibandingkan dengan matrik korelasi hasil observasi variabel dan nilai goodness of-fit dihitung. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai goodness of fit. (Imam Ghozali, 2008:21). Analisis jalur merupakan pengembangan lebih lanjut dari analisis regresi berganda dan bivariat. Analisis jalur ingin menguji persamaan regresi yang melibatkan beberapa variabel eksogen dan endogen sekaligus sehingga memungkinkan pengujian terhadap variabel mediating/intervening atau variabel antara. Disamping itu analisis jalur juga dapat mengukur hubungan langsung antar variabel dalam model maupun hubungan tidak langsung antar variabel dalam model. Hubungan langsung antara variabel eksogen terhadap variabel dapat dilihat pada koefisien beta. Hubungan tidak langsung adalah seberapa besar pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui variabel intervening. Pengaruh total dapat diperoleh dengan menjumlahkan hubungan langsung dan tidak langsung. (Imam Ghozali, 2008:93). Dilihat dari kerangka teori penelitian ini, maka dapat diperoleh 2 (dua) substruktur linier sebagai berikut: Substruktur I : Gambar 3.1 Hubungan Kausal X1, X2, X3 terhadap Y
X1 X2
e1 Y
X3
50
Bila dirumuskan kedalam persamaan matematis akan didapat model sebagai berikut: Y = ρYX1 + ρYX2 + ρYX3 +
1
Keterangan : Y X1 X2 X3
= Pembiayaan = Modal = Non Performing Financing (NPF) = Inflasi = Residual Error
1 Substruktur II :
Gambar 3.2 Hubungan Kausal X1, X2, X3, dan Y Terhadap Z e1
X1
e2 Y
X2
Z
X3
Z = ρZX1 + ρZX2 + ρZX3 + ρZY +
2
Keterangan : Z = Return On Assets (ROA) Y = Pembiayaan X1 = Modal X2 = Non Performing Financing (NPF) X3 = Inflasi 2 = Residual Error
Selanjutnya dengan menggunakan model logaritma natural formulasinya dapat dibentuk lebih nyata sebagai berikut : Substruktur I : Y = ρYX1 + ρYX2 + ρYX3 +
1
Substruktur II : Z = ρZX1 + ρZX2 + ρZX3 + ρZY +
2
51
Hair et. al (1998) dalam Imam Ghozali (2008:61) mengajukan tahapan pemodelan dan analisis persamaan struktural menjadi 7 (tujuh) langkah yaitu: Langkah 1: Pengembangan Model Berdasar Teori Model persamaan struktural didasarkan pada hubungan kausalitas, dimana perubahan satu variabel diasumsikan akan berakibat pada perubahan variabel lainnya. Hubungan kausalitas dapat berarti hubungan yang ketat seperti ditemukan dalam proses fisik seperti dalam riset perilaku yaitu alasan seseorang membeli produk tertentu. Kuatnya hubungan kausalitas antara dua variabel yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak pada metode analisis yang dia pilih, tetapi terletak pada justifikasi (pembenaran) secara teoritis untuk mendukung analisis. Jadi jelas bahwa hubungan antar variabel dalam model merupakan dedukasi dari teori. Langkah 2 dan 3: Menyusun Diagram Jalur dan Persamaan Struktural Langkah berikutnya adalah menyusun hubungan kausalitas dengan diagram jalur dan menyusun persamaan strukturalnya. Ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menyusun model struktural yaitu menghubungkan antar model konstruk laten baik endogen maupun eksogen dan menyusun measurement model yaitu menghubungkan konstrak laten endogen atau eksogen dengan variabel indikator atau manifest. Langkah 4: Memilih Jenis Input Matrik dan Estimasi Model yang Diusulkan Model persamaan struktural berbeda dari teknik analisis multivariate lainnya, SEM hanya menggunakan data input berupa matrik varian/kovarian atau matrik korelasi. Data mentah observasi individu dapat dimasukkan dalam
52
program AMOS, tetapi program AMOS akan merubah dahulu data mentah menjadi matrik kovarian atau matrik korelasi. Analisis terhadap data outlier harus dilakukan sebelum matrik kovarian atau korelasi dihitung. Teknik estimasi model persamaan struktural pada awalnya dilakukan dengan ordinary least square (OLS) regression, tetapi teknik ini mulai digantikan oleh Maximum Likelihood Estimation (ML) yang lebih efisien dan unbiased jika asumsi normalitas multivariate dipenuhi. Teknik ML sekarang digunakan oleh banyak program komputer. Namun demikian teknik ML sangat sensitif terhadap non-normalitas data sehingga diciptakan teknik estimasi lain seperti Weight Least Square (WLS), Generalized Least Square (GLS) dan Asymptotivally Distribution Free (ADF). Langkah 5 : Menilai Identifikasi Model Struktural Selama proses estimasi berlangsung dengan program komputer, sering didapat hasil estimasi yang tidak logis atau meaningless dan hal ini berkaitan dengan masalah identifikasi model struktural. Problem identifikasi adalah ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimate. Cara melihat ada tidaknya problem identifikasi adalah dengan melihat hasil estimasi yang meliputi: (1) adanya nilai standar error yang besar untuk satu atau lebih koefisien, (2) ketidakmampuan program untuk invert information matrix, (3) nilai estimasi yang tidak mungkin misalkan error variance yang negatif , (4) adanya nilai korelasi yang tinggi ( > 0,90) antar koefisien estimasi. Langkah 6 : Menilai Kriteria Goodness-of-Fit
53
Salah satu tujuan dari analisis jalur adalah menentukan apakah model planusible (masuk akal) atau fit. Suatu model penelitian dikatakan baik, apabila memiliki model fit yang baik pula. Tingkat kesesuaian model dalam buku Imam Ghozali (2008) terdiri dari: 1. Absolute Fit Measure Absolute fit measure mengukur model fit secara keseluruhan (baik model struktural maupun model pengukuran secara bersamaan). a. LikeliHood-Ratio Chi-Square Statistic Ukuran fundamental dari overall fit adalah likeliHood-ratio chisquare ( 2 ). Nilai chi-square yang tinggi relatif terhadap degree of freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang diobservasi dengan yang diprediksi berbeda secara nyata dan ini akan menghasilkan probabilitas (p) yang lebih besar dari tingkat signifikansi ( ) dan ini menunjukkan bahwa input matrik kovarian antara prediksi dengan observasi sesungguhnya tidak berbeda secara signifikan. Dalam hal ini peneliti harus mencari nilai chi-square yang tidak signifikan (p 0.05) karena mengharapkan bahwa model yang diusulkan cocok atau fit dengan data observasi. b. CMIN/DF Adalah nilai chi-square dibagi dengan degree of freedom. Beberapa pengarang menganjurkan menggunakan ratio ukuran ini untuk mengukur fit. Menurut Wheaton et. Al (1977) dalam Imam Ghozali (2008) nilai ratio 5 (lima) atau kurang dari lima merupakan
54
ukuran yang reasonable. Peneliti lainnya seperti Byrne (1988) mengusulkan nilai ratio ini < 2 merupakan ukuran fit. c. Goodness of Fit Index (GFI) Goodness of Fit Index (GFI) dikembangkan oleh Joreskog dan Sorbon (1984) yaitu ukuran non-statistik yang nilainya berkisar antar 0 (poor fit) sampai 1 (perfect fit). Nilai GFI tinggi menunjukkan fit yang lebih baik dan berapa nilai GFI dapat diterima sebagai nilai yang layak belum ada standarnya, tetapi banyak peneliti menganjurkan nilai di atas 90% sebagai ukuran good fit. d. Root Mean Square Erorrs of Approximation (RMSEA) Root mean square error of approximination (RMSEA) merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistic chi-square menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA antara 0,05 sampai 0,08 merupakan ukuran yang dapat diterima. Hasil uji empiris RMSEA cocok untuk menguji model konfitmatori atau competing model strategy dengan jumlah sampel besar. 2. Incremental Fit Measures Incremental fit measures membandingkan proposed model dengan baseline model sering disebut dengan null model. Null model merupakan model realistic dimana model-model yang lain harus diatasnya. a. Adjusted Goodness of Fit Indes (AGFI) Adjusted
Goodnbess
of
Fit
Index
(AGFI)
merupakan
pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan ratio degree of
55
freedom untuk propsed model dengan degree of freedom untuk null model. Nilai yang direkomendasikan adalah 0,90. b. Tucker-Lewis Index (TLI) Tucker-Lewis Index atau dikenal dengan nonnormed fit index (NNFI). Pertama kali diusulkan sebagai alat untuk mengevaluasi analisis faktor, tetapi sekarang dikembangkan untuk SEM. Ukuran ini menggabungkan ukuran parsimony kedalam indeks komparasi antara proposal model dan null model dan nilai TLI berkisar dari 0 sampai 1.0. Nilai TLI yang direkomemdasikan adalah 0,90. c. Normed Fit Index (NFI) Normed Fit Index merupakan ukuran perbandingan antara proposed model dan null model. Nilai NFI akan bervariasi dari 0 (no fit at all) sampai 1.0 (perfect fit). Seperti halnya TLI tidak ada nilai absolute yang dapat digunakan sebagai standar, tetapi umumnya direkomendasikan 0,90. 3. Parsimony Fit Measures Ukuran ini menghubungkan goodness-of-fit model dengan sejumlah koefisien estimasi yang diperlukan untuk mencapai level fit. Tujuan dasarnya adalah untuk mendiagnosa apakah model fit telah tercapai dengan “overfitting” data yang memiliki banyak koefisien. Prosedur ini mirip dengan “adusjtment” terhadap nilai R2 didalam multiple regression. Namun demikian karena tidak ada uji statistik yang tersedia maka penggunaannya hanya terbatas untuk membandingkan model.
56
a. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) Parsimonious goodness-of-fit index (PGFI) memodifikasi GFI atas dasar parsimony estimated model. Nilai PGFI berkisar antara 0 sampai 1.0 dengan nilai semakin tinggi menunjukkan model lebih parsimony. b. Parsimony Normed Fit Index (PNFI) Parsimonious Normal Fit Index (PNFI) merupakan modifikasi dari NFI. PNFI memasukkan jumlah degree of freedom yang digunakan untuk mencapai level fit. Semakin tinggi nilai PNFI semakin baik. Kegunaan utama dari PNFI adalah untuk membandingkan model dengan degree of
freedom yang berbeda.
Digunakan untuk
membandingkan model alternatif sehingga tidak ada nilai yang direkomendasikan sebagai nilai fit yang diterima. Namun demikian jika membandingkan dua model maka perbedaan PNFI 0,60 sampai 0,90 menunjukkan adanya perbedaan model yang signifikan.
57
Tabel 3.1 Standar Penilaian Kesesuaian (Fit) Nilai yang Direkomendasikan Imam Ghozali (2008)
Laporan Statistik
Cut of value
Keterangan
Probabilitas 2
Tidak signifikan (p > 0.05)
Model yang diusulkan cocok/fit dengan data observasi
2 /df
5 <2
- Ukuran yang reasonable - Ukuran fit
RMSEA
< 0.1 < 0.05 < 0.01 0.05 x 0.08
- good fit - very good fit - outstanding fit - reasonable fit
GFI
> 0.9
good fit
AGFI
0.9
good fit
TLI
0.9
good fit
NFI
0.9
good fit
PNFI
0-1.0
lebih besar lebih baik
PGFI
0-1.0
lebih besar lebih baik
Absolut Fit
Incremental Fit
Parsimonious Fit
(Sumber : Imam Ghozali, 2008) Langkah 7 : Interpretasi dan Modifikasi Model
Ketika
model
telah
dinyatakan
diterima,
maka
peneliti
dapat
mempertimbangkan dilakukannya modifikasi model untuk memperbaiki penjelasan teoritis atau goodness-of-fit. Modifikasi dari model awal harus dilakukan setelah dikaji
58
banyak pertimbangan. Jika model dimodifikasi, maka model tersebut harus di crossvalidated (diestimasi dengan data terpisah) sebelum model modifikasi diterima.
E. Operasional Variabel Penelitian a. Variabel Endogen 1) Pembiayaan (Y) Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Pasal 1) disebutkan bahwa, Pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah
adalah
penyediaan
uang
atau
tagihan
yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan atau financing, adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain,
pembiayaan
adalah
pendanaan
yang
dikeluarkan
untuk
mendukung investasi yang direncanakan. (Muhammad, 2005 : 17). Data Pembiayaan yang digunakan adalah jumlah pada Bank Muamalat Indonesia periode bulan Januari 2003 – Juli 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah pada situs www.bi.go.id.
59
2) Return On Assets (ROA) (Z) Menurut F.S. Mishkin (2008:306), oleh karena pemilik bank harus mengetahui
apakah
banknya
dikelola
dengan
baik,
mereka
membutuhkan pengukuran yang baik mengenai profitabilitas bank. Ukuran dasar keuntungan bank adalah imbal hasil atas aset (return on assets-ROA), laba bersih setelah pajak dibagi aset : ROA =
Laba bersih setelah pajak x 100% Aset
ROA memberikan informasi mengenai efisiensi bank yang dijalankan; karena ROA menunjukkan berapa banyak laba yang dihasilkan secara rata-rata dari $ 1 asetnya. Data return on assets (ROA) yang digunakan adalah jumlah return on assets (ROA) pada Bank Muamalat Indonesia periode bulan Januari 2003 sampai Juli 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah pada situs www.bi.go.id. b. Variabel Eksogen 1) Modal (X1) Menurut Zainul Arifin (2006:135) secara tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Berdasarkan nilai buku, modal didefinisikan sebagai kekayaan bersih (net worth) yaitu selisih antara nilai buku dan aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities). Pada suatu bank, sumber perolehan modal bank dapat diperoleh dari
60
beberapa sumber. Pada awal pendirian, modal bank diperoleh dari para pendiri dan para pemegang
saham.
Pemegang
saham
menempatkan modalnya pada bank dengan memperoleh hasil keuntungan di masa yang akan datang. Data Modal Bank yang digunakan adalah jumlah Modal pada Bank Muamalat Indonesia periode bulan Januari 2003 – Juli 2010. Data tersebut diperoleh dari laporan publikasi Perbankan Syariah pada situs www.bi.go.id. 2) Non Performing Financing (NPF) (X2) Luh Gede Meydianawathi (2007:138) menyatakan bahwa, Non Performing Loans (NPLs) menunjukkan kemampuan kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank sampai lunas. NPLs merupakan persentase jumlah pembiayaan bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total pembiayaan yang dikeluarkan bank. NPLs mempunyai hubungan negatif dengan penawaran kredit. Oleh
kebanyakan
bank
sentral,
pembiayaan
bermasalah
dikategorikan sebagai aktiva produktif bank yang diragukan kolektabilitasnya. Untuk menjaga keamanan dana para deposan, bank sentral mewajibkan bank umum menyediakan cadangan penghapusan pembiayaan bermasalah. Dengan demikian, semakin besar jumlah saldo pembiayaan bermasalah yang dimiliki bank, akan semakin besar jumlah dana cadangan yang harus segera disediakan, serta semakin besar pula biaya yang harus mereka tanggung untuk mengadakan dana
61
cadangan itu. Sudah barang tentu hal ini mempengaruhi profitabilitas usaha bank yang bersangkutan. (Siswanto Sutojo, 2008:25). Data non performing financing (NPF)
yang digunakan adalah
jumlah non performing financing (NPF) pada Bank Muamalat Indonesia periode bulan Januari 2003 – Juli 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah pada situs www.bi.go.id. 3) Inflasi (X3) Menurut Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Menurut Campbell and Stanley (2005:141) inflasi adalah kenaikan tingkat harga umum. Ketika inflasi terjadi, setiap dolar pendapatan akan membeli lebih sedikit barang dan jasa dari sebelumnya. Inflasi mengurangi "daya beli" uang. Tetapi inflasi tidak berarti bahwa semua harga-harga naik. Bahkan selama periode inflasi yang cepat, beberapa harga mungkin relatif konstan sementara yang lain jatuh. Data inflasi yang digunakan adalah perkembangan inflasi per bulan periode Januari 2003 - Juli 2009. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id
62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian Ide pendirian Bank Muamalat Indonesia berasal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada lokakarya “bunga bank dan perbankan” pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Ide pertama ini kemudian lebih dipertegas lagi dalam MUNAS VI MUI di Hotel Sahid tanggal 22-25 Agustus 1990. Berawal dari amanat MUNAS IV MUI inilah dimulainya langkah untuk mendirikan Bank Islam. (Perwataatmadja dan Antonio, 1999:84) PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 November 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen ikatan cendekiawan muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan
akta
pendirian
perseroan.
Selanjutnya,
pada
acara
silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar. Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai bank devisa. Pengakuan ini
63
semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan. Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh pembiayaan macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru
Muamalat,
ditunjang
oleh
kepemimpinan
yang
kuat,
strategi
pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni. Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh
64
anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada (i) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, (ii) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak kru Muamalat sedikitpun, (iii) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan direksi baru, (iv) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (v) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya. Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan
65
yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media masa, lembaga nasional dan internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2010 oleh Islamic Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Financial Institution in Indonesia 2010 oleh Global Finance (New York) serta sebagai The Best Islamic Finance House in Indonesia 2010 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong). (www.bankmuamalatindonesia.com).
B. Penemuan dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan software Microsoft Excel 2007, SPSS 17.0, dan Amos 16 untuk dapat mengolah data dan memperoleh hasil dari variabel-variabel yang diteliti, yaitu terdiri dari variabel eksogen; modal, non performing financing (NPF), dan inflasi. Sedangkan variabel endogen; pembiayaan yang disalurkan dan return on assets (ROA). Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut. a. Analisis Deskriptif Variabel Modal Perolehan dana dari sumber bank itu sendiri (modal) menurut Kasmir (2000:46) maksudnya adalah dana yang bersumber dari dalam bank. Tujuan pengelolaan modal adalah agar permodalan bank (modal
66
inti dan modal pelengkap) mencapai kondisi yang disyaratkan bank sentral. Manajemen modal menjadi sangat penting karena fungsi dan peranan modal sangat strategis, khususnya untuk keamanan seebuah bank (bank safety). Menurut Zainul Arifin (2006:135) secara tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Secara garis besar penghimpunan modal terdiri dari (Kasmir, 2010:66):
Setoran modal dari pemegang saham.
Cadangan-cadangan bank, maksudnya adalah cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang tidak dibagi kepada para pemegang sahamnya. Cadangan ini sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang.
Laba bank yang belum dibagi, merupakan laba yang memang belum dibagikan pada tahun yang bersangkutan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk sementara waktu. Data modal yang digunakan adalah perkembangan modal per bulan
periode Januari 2003 hingga Juli 2010. Data modal tersebut diperoleh dari jumlah modal yang tercatat pada neraca Bank Muamalat dalam statistik bank umum syariah (Bank Muamalat Indonesia) yang dipublikasikan dalam situs www.bi.go.id pada tanggal 15 November 2010, pukul 13.00 WIB.
67
Tabel 4.1 Modal Bank Muamalat Indonesia Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2003 184705 190465 244268 298802 302899 301264 310969 314039 304599 302112 307136 307349
2004 323000 329275 344131 355513 329064 339998 345849 352797 335310 357908 368865 339113
Modal (Dalam Jutaan Rupiah) 2005 2006 2007 2008 382018 834314 900255 941366 391011 849863 972945 970728 404593 816111 855976 929853 384508 828464 870953 955528 717808 763504 1003404 973222 734615 773133 833565 1140966 748556 905237 1021968 936019 765759 801133 1039393 953351 784145 810529 1056817 981445 804245 832254 1074241 1010681 813005 846678 1091665 1039650 818231 786441 1109089 966180
2009 1090105 1114625 1057673 1193414 1206617 995327 998828 1006554 925597 988377 994371 1226323
2010 1002820 1008460 953564 1026060 969021 978809 1661134 -
(Sumber : Data diolah)
Tabel 4.1 menunjukkan jumlah modal pada periode Januari 2003 hingga Juli 2010. Pada periode penelitian modal terendah terjadi pada Januari 2003 yaitu sebesar Rp 184.705 triliun. Selama periode penelitian, modal cenderung mengalami peningkatan dari bulan ke bulan. Jumlah modal tertinggi terjadi pada bulan Juli 2010 yaitu sebesar Rp 1.661.134 triliun. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat dilihat melalui grafik berikut.
68
Gambar 4.1 Modal Bank Muamalat indonesia
(Sumber : Data diolah)
Pada gambar 4.1, modal menunjukkan pergerakan dengan trend meningkat periode penelitian hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat kepercayaan pemegang saham. Namun, pada tahun 2007 hingga tahun 2008 modal mengalami sedikit penurunan sebesar 2,4 persen yang disebabkan oleh terjadinya krisis global. b. Analisis Deskriptif Non Performing Financing (NPF) Kredit atau pembiayaan yang disalurkan dikatakan bermasalah menurut
Mandala
Manurung
dan
Rahardja
pengembaliannya terlambat dibanding
(2004:196)
jika
jadwal yang direncanakan,
bahkan tidak dikembalikan sama sekali. Dalam konteks Indonesia, kredit atau pembiayaan bermasalah dapat dikelompokkan menjadi kredit tak lancar dan macet. Kredit
tak
lancar
adalah
kredit
yang
masih
dilakukan
pembayarannya, tetapi lebih lambat dari jadwal yang seharusnya.
69
Kredit tak lancar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: kredit kurang lancar, diragukan, dan macet. Oleh
kebanyakan
bank
sentral,
pembiayaan
dikategorikan sebagai aktiva produktif bank
bermasalah
yang diragukan
kolektabilitasnya. Untuk menjaga keamanan dana para deposan, bank sentral mewajibkan bank umum menyediakan cadangan penghapusan pembiayaan bermasalah. Dengan demikian, semakin besar jumlah saldo pembiayaan bermasalah yang dimiliki bank, akan semakin besar jumlah dana cadangan yang harus segera disediakan, serta semakin besar pula biaya yang harus mereka tanggung untuk mengadakan dana cadangan itu. Sudah barang tentu hal ini mempengaruhi profitabilitas usaha bank yang bersangkutan. (Siswanto Sutojo, 2008:25). Data NPF yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat NPF per bulan pada Bank Muamalat Indonesia periode Januari 2003 hingga Juli 2010. NPF tersebut diperoleh dari hasil penjumlahan pembiayaan dengan kategori kurang lancar, diragukan, dan macet kemudian dibagi dengan total pembiayaan yang disalurkan yang tercatat dalam statistik bank umum syariah (Bank Muamalat Indonesia) yang dipublikasikan dalam situs www.bi.go.id pada tanggal 15 November 2010, pukul 13.00 WIB.
70
Tabel 4.2 Non Performing Financing (NPF) Bank Muamalat Indonesia Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2003 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03
2004 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
NPF (Dalam Desimal) 2005 2006 2007 2008 0.02 0.02 0.03 0.03 0.02 0.02 0.03 0.03 0.02 0.02 0.03 0.03 0.02 0.02 0.04 0.03 0.02 0.04 0.04 0.06 0.02 0.03 0.04 0.05 0.02 0.03 0.04 0.05 0.03 0.04 0.04 0.04 0.03 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.04 0.04 0.03 0.03 0.04 0.04 0.02 0.05 0.04 0.04
2009 0.04 0.05 0.06 0.05 0.05 0.03 0.06 0.08 0.08 0.08 0.09 0.05
2010 0.05 0.07 0.07 0.08 0.07 0.05 0.06 -
(Sumber : Data diolah)
Tabel 4.2 menunjukkan fluktuasi tingkat NPF pada periode Januari 2003 hingga Juli 2010. Pada masa penelitian NPF tertinggi terjadi pada 3 (tiga) bulan terakhir periode penelitian November 2009, yaitu sebesar 9%. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat dilihat melalui grafik berikut.
71
Gambar 4.2 NPF Bank Muamalat
(Sumber : data diolah) Gambar 4.2, menggambarkan kinerja Bank Muamalat Indonesia dilihat dari segi kualitas pembiayaan. NPF bergerak dikisaran 0,3 persen per tahunnya pada periode awal tahun 2003 hingga bulan Juli 2010. Hal ini menggambarkan Bank Muamalat Indonesia tetap mampu menjaga kualitas pembiayaan yang disalurkannya. Namun, pada akhir semester kedua di tahun 2009 mengalami peningkatan hingga 0,8 persen. Hal ini kemungkinan dipicu oleh jumlah pembiayaan yang disalurkan semakin banyak, sehingga berpotensi terjadi peningkatan pembiayaan bermasalah yang pada akhirnya dapat mempengaruhi penurunan tingkat laba.
72
c. Analisis Deskriptif Inflasi Menurut Mishkin (2008:13) inflasi yaitu kenaikan harga-harga secara terus-menerus, mempengaruhi individu, pengusaha, dan pemerintah. Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap jika proses kenaikkan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi. (Sukirno, 2004:27). Data inflasi yang digunakan adalah perkembangan inflasi per bulan periode Januari 2003 – Juli 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id pada tanggal 15 November 2010, pukul 13.00 WIB. Tabel 4.3 Inflasi Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Inflasi (Dalam Desimal) 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
0.004 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.006 0.006 0.006 0.006
0.004 0.004 0.004 0.005 0.005 0.006 0.006 0.006 0.005 0.005
0.006 0.006 0.007 0.007 0.006 0.006 0.007 0.007 0.008 0.015
0.014 0.015 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 0.012 0.012 0.005
0.005 0.005 0.005 0.006 0.005 0.005 0.005 0.005 0.006 0.006
0.006 0.006 0.007 0.008 0.009 0.009 0.010 0.010 0.010 0.010
0.008 0.007 0.007 0.006 0.005 0.003 0.002 0.002 0.002 0.002
0.005 0.004 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 -
73
Bulan
Inflasi (Dalam Desimal) 2003
2004
0.006 0.005 Desember 0.007 0.005 (Sumber : data diolah) November
2005
2006
0.015 0.004 0.014 0.006
2007
2008
2009
2010
0.006 0.010 0.006 0.009
0.002 0.002
-
Tabel 4.3 menunjukkan fluktuasi tingkat inflasi periode bulan Januari 2003 sampai dengan bulan Juli 2010. Pada masa penelitian ini tingkat inflasi terendah terjadi dari bulan Juli hingga Desember 2009 yaitu sebesar 0,002, sedangkan tingkat inflasi tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan November 2005 yaitu sebesar 0,015. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat dilihat melalui grafik berikut. Gambar 4.3 Inflasi
(Sumber : Data Diolah)
Pada gambar 4.2, menunjukkan fluktuasi tingkat inflasi selama periode Januari 2003 hingga Juli 2010. Pada tahun 2004 hingga tahun
74
2005, inflasi mengalami peningkatan yang tinggi sebesar 71,78 persen. Hal ini disebabkan oleh tingginya harga minyak dunia yang secara langsung meningkatkan harga barang. Peningkatan inflasi juga terjadi pada tahun 2007 hingga tahun 2008 sebesar 59,59 persen yang dipengaruhi peningkatan harga minyak dunia yang akhirnya memaksa pemerintah menaikkan bahan bakar minyak (BBM) pada bulan Mei 2008 memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap tingkat inflasi, walaupun efek kenaikan harga BBM tersebut sudah tidak signifikan lagi pada bulan Juli 2008. Selain itu, meningkatnya harga komoditas pangan dunia (kebutuhan bahan pangan impor seperti kedelai, jagung dan terigu) sejak akhir tahun 2007 yang otomatis meningkatkan biaya pokok produksi perusahaan juga memberikan kontribusi angka inflasi yang sangat besar. Hal-hal lain seperti kelangkaan sumber energi baik gas maupun minyak di berbagai daerah maupun kekurangan suplai listrik yang mengharuskan terjadinya pemadaman juga berperan meningkatkan inflasi karena mendorong peningkatan biaya produksi. d. Analisis Deskriptif Pembiayaan yang Disalurkan. Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
75
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Menurut Zainul Arifin (2006:200) disebut pembiayaan karena bank syariah menyediakan dana guna membiayai kebutuhan nasabah yang memerlukannya dan layak memperolehnya. Kegiatan pembiayaan (financing) merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Data pembiayaan yang disalurkan yang digunakan adalah perkembangan pembiayaan per bulan periode Januari 2003 hingga Juli 2010. Data tersebut diperoleh dari hasil penjumlahan piutang (pembiayaan dengan prinsip jual beli), pembiayaan (pembiayaan dengan prinsip bagi hasil), dan ijarah (pembiayaan dengan prinsip sewa) yang tercatat dalam statistik bank umum syariah (Bank Muamalat Indonesia) yang dipublikasikan dalam situs www.bi.go.id pada tanggal 15 November 2010, pukul 13.00 WIB.
76
Tabel 4.4 Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2003 1691534 1708500 1794742 1807003 1851973 1917647 1966033 2087502 2070883 2220997 2283739 2363680
2004 2388464 2285826 2559563 2823036 3038989 3353305 3455078 3624744 3766817 3903783 3981008 4182224
Pembiayaan (Dalam Jutaan Rupiah) 2005 2006 2007 2008 4102756 6026286 7347158 8549409 4203302 5965145 7478197 8650887 4461497 6061194 6398974 8742830 4604735 6058322 6754671 9078795 4868004 6202061 7661509 9363432 5051546 6511072 7302083 9221101 5271942 6843934 7863773 9810663 5490191 6332761 7985839 10172241 5802114 6510072 8107906 10408969 5827199 6640642 8229972 10484026 5871467 6610266 8352038 10603530 6054832 6626998 8474105 10517863
2009 10643234 10666434 10655895 10751728 10880987 11135534 11129176 11214152 11275560 11300144 11416238 11626019
2010 11268363 11593362 11915115 12209936 12528483 12769968 13137867 -
(Sumber : data diolah)
Tabel 4.4 menunjukkan jumlah pembiayaan yang disalurkan selama periode Januari 2003 hingga Juli 2010. Pada masa penelitian ini jumlah pembiayaan yang disalurkan terendah terjadi bulan Januari 2003 yaitu sebesar Rp 1.691.534 triliun, sedangkan jumlah pembiayaan yang disalurkan tertinggi terjadi pada bulan Juli 2010 yaitu sebesar Rp 13.137.867 triliun. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat dilihat melalui grafik berikut.
77
Gambar 4.4 Pembiayaan yang disalurkan Bank Muamalat
(Sumber : data diolah)
Pada gambar 4.3, pembiayaan yang disalurkan menunjukkan peningkatan, hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun Bank Muamalat Indonesia selama periode awal tahun 2003 hingga pertengahan tahun 2010. Dengan ratarata peningkatan sebesar 34,34 persen per tahun menunjukkan konsistensi Bank Muamalat Indonesia dalam menyalurkan pembiayaan dalam mempertahankan komitmennya untuk membantu menggerakkan sektor riil. Selain itu, Bank Muamalat Indonesia juga bertujuan meningkatkan laba dengan menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. e. Analisis Deskriptif Return on Assets (ROA) Return on assets (ROA) adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aktiva bank telah digunakan
78
dengan optimal untuk memperoleh pendapatan sehingga diperkirakan ROA dan kredit memiliki hubungan yang positif. Dalam kegiatan usaha bank yang mendorong perekonomian, rasio ROA yang tinggi menunjukkan bank telah menyalurkan kredit dan memperoleh pendapatan. ( Fransisca dan Hasan, 2008). Return on assets (ROA)
adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur keuntungan bersih yang diperoleh bank dari penggunaan aktiva bank. ROA diukur dengan perbandingan antara net income dengan total asset. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin baik produktifitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih (Manurung dan Rahardja, 2004 dalam Lestari, 2007:196). Data Return on Assets (ROA) yang digunakan adalah tingkat Return on assets (ROA) pada Bank Muamalat periode Januari 2003 hingga Juli 2010. Data tersebut diperoleh dari hasil bagi antara laba bersih dengan total aktiva yang tercatat dalam statistik bank umum syariah
(Bank
Muamalat)
yang
dipublikasikan
dalam
situs
www.bi.go.id pada tanggal 15 November 2010, pukul 13.00 WIB.
79
Tabel 4.5 Return on Assets (ROA) Bank Muamalat Indonesia Bulan
ROA (Dalam Desimal) 2003
0.008 0.011 Februari 0.011 Maret April 0.013 0.014 Mei 0.013 Juni 0.015 Juli Agustus 0.016 September 0.013 0.012 Oktober November 0.013 Desember 0.012 (Sumber : Data diolah) Januari
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
0.016 0.019 0.022 0.024 0.016 0.019 0.019 0.020 0.016 0.020 0.022 0.013
0.022 0.024 0.025 0.020 0.016 0.018 0.020 0.022 0.023 0.026 0.027 0.026
0.029 0.032 0.027 0.028 0.018 0.019 0.025 0.022 0.023 0.025 0.027 0.019
0.033 0.026 0.027 0.028 0.026 0.023 0.026 0.026 0.026 0.026 0.026 0.026
0.029 0.031 0.028 0.030 0.031 0.028 0.027 0.028 0.029 0.032 0.034 0.027
0.035 0.037 0.032 0.030 0.030 0.025 0.025 0.026 0.020 0.024 0.025 0.03
0.024 0.025 0.022 0.027 0.023 0.023 0.022 -
Tabel 4.5 menunjukkan perkembangan tigkat Return on Assets (ROA) pada Bank Muamalat Indonesia periode Januari 2003 hingga Juli 2010. Pada masa penelitian ini Return on assets (ROA) terendah terjadi pada bulan Desember 2003, yaitu sebesar 0,8%, sedangkan Return on assets (ROA) tertinggi terjadi pada bulan Februari 2009, yaitu sebesar 3,7%. Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat kita lihat melalui grafik sebagai berikut
80
Gambar 4.5 Return on Assets (ROA) bank Muamalat
(Sumber : data diolah)
Tabel 4.4 menggambarkan kinerja Bank Muamalat Indonesia dilihat dari sisi kinerja profitabilitas yang diukur dengan ROA. Selama periode Januari 2003 hingga Juli 2010, Bank Muamalat Indonesia mengalami peningkatan laba dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 15,68 persen per tahun. Namun, menjelang pertengahan 2010, perolehan laba cenderung menurun sebesar 2,8 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini kemungkinan dipicu oleh peningkatan NPF yang mengharuskan bank harus menanggung biaya pencadangan aktiva produktif sehingga berpotensi menurunkan profitabilitas. Meski demikian, secara keseluruhan pertumbuhan ROA Bank Muamalat Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah pembiayaan yang disalurkan semakin meningkat setiap
81
tahunnya. Sebagaimana diketahui bahwa pembiayaan merupakan aktiva produktif yang menyumbang pendapatan terbesar bagi bank.
2. Analisis Jalur Pengaruh Modal, Non Performing Financing (NPF) dan Inflasi Terhadap Pembiayaan serta Implikasinya Terhadap Return on Assets (ROA) pada Bank Muamalat Indonesia Analisis jalur ini dibagi menjadi dua substruktur. Substruktur yang pertama menganalisis pengaruh modal, NPF dan inflasi sebagai variabel eksogen terhadap pembiayaan sebagai variabel endogen. Substruktur yang kedua menganalisis pengaruh modal, NPF dan inflasi dan pembiayaan sebagai variabel eksogen pada ROA sebagai variabel endogen. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Software AMOS 16, maka dapat digambarkan diagram jalur sebagai berikut. Gambar 4.6 Diagram Jalur dengan Hasil Perhitungan LNMODAL
.94
.39
e2
.46
-.27 .91 LNNPF
.08
e1
.04 -.09
-.33
LNPembiayaan
.76 .50
LNROA
.07
LNINFLASI
(Sumber : Data diolah)
82
a. Analisis Korelasi Korelasi antara modal, NPF dan inflasi dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. Tabel 4.6 Hasil Korelasi antara Modal, NPF dan Inflasi Korelasi Antar Variabel
Estimasi
Probabilitas
LNMODAL
<-->
LNNPF
0,392
0,000
LNNPF
<-->
LNINFLASI
-0,333
0,003
LNMODAL
<-->
LNINFLASI
0,082
0,439
(Sumber : data diolah)
1) Korelasi Antara Variabel Modal dengan Non Performing Financing (NPF) Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara variabel modal dengan NPF sebesar 0,392. Untuk menafsirkan angka tersebut digunakan kriteria sebagai berikut: 0 – 0,25
: Korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada)
> 0,25 – 0,5
: Korelasi cukup kuat
> 0,5 – 0,75
: Korelasi kuat
> 0,75 – 1
: Korelasi sangat kuat
Untuk pengujian lebih lanjut, maka diajukan hipotesis: Ho : Tidak ada hubungan korelasi yang signifikan antara dua variabel. Ha : Ada hubungan korelasi yang signifikan antara dua variabel. Pengujian berdasarkan signifikan:
Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima
83
Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak Korelasi sebesar 0,392 mempunyai maksud hubungan antara
variabel modal dengan NPF cukup kuat dan searah. Searah artinya apabila terjadi kenaikan modal, maka nilai NPF akan mengalami peningkatan, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05 tidak cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi signifikan. 2) Korelasi Antara Variabel Non Performing Financing (NPF) dengan Inflasi Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara variabel NPF dengan modal sebesar -0,333. Korelasi sebesar 0,333 mempunyai maksud hubungan antara variabel NPF dengan inflasi kuat dan berlawaanan arah. Berlawanan arah artinya jika NPF mengalami kenaikan maka inflasi juga akan mengalami kenaikan,
dan sebaliknya.
Korelasi dua
variabel tersebut
mempunyai probabilitas sebesar 0,003 > 0,05 maka tidak cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi signifikan. 3) Korelasi Antara Variabel Modal dengan Inflasi Berdasarkan perhitungan, diperoleh angka korelasi antara variabel modal dengan inflasi sebesar 0,082. Korelasi sebesar 0,082 mempunyai maksud hubungan antara variabel modal dengan inflasi kuat dan searah. Searah artinya apabila terjadi kenaikan
84
modal maka nilai dari inflasi akan mengalami peningkatan, dan sebaliknya. Korelasi dua variabel tersebut mempunyai probabilitas sebesar 0,439 > 0,05 maka tidak cukup bukti untuk menolak Ho dan menerima Ha sehingga korelasi tidak signifikan. b. Analisis Jalur Pengaruh Modal, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Adapun gambar hasil analisis diagram jalur sub struktur pertama adalah sebagai berikut. Gambar 4.7 Diagram Jalur Substruktur I LNMODAL .39
.91
LNNPF
.08
e1
.94
-.33
.04
LNPembiayaan
-.09
LNINFLASI (Sumber : data diolah)
Analisis jalur sub struktur yang pertama adalah menganalisis pengaruh modal, NPF, dan inflasi terhadap pembiayaan yang disalurkan baik secara simultan maupun secara parsial. Untuk melihat besarnya pengaruh secara simultan dapat terlihat pada kolom estimasi pada tabel Square Multiple Correlation. Besarnya pengaruh antara variabel secara individu dapat terlihat dari besarnya angka estimasi pada tabel Standardized Regression Weight. Sedangkan untuk melihat
85
signifikansi pengaruh antar variabel dapat terlihat pada angka di tabel Regression Weight kolom Probability (Lihat Lampiran). Adapun hasil perhitungan dengan menggunakan Software AMOS 16 adalah sebagai berikut. Tabel 4.7 Pengaruh Antara Modal, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Pengaruh antar variabel LNMODAL - - > LNPEMBIAYAAN LNNPF - - > LNPEMBIAYAAN LNINFLASI - - > LNPEMBIAYAAN (Sumber : data diolah)
Estimasi 0,939 0,036 -0,087
Probabilitas 0,000 0,349 0,014
R Square 0,905
Untuk melihat pengaruh modal, NPF, dan inflasi secara gabungan terhadap pembiayaan, kita dapat melihat hasil perhitungan pada tabel 4.7 khususnya angka R square. Besarnya angka R square (r2) adalah 0,905. Angka tersebut digunakan untuk melihat besarnya pengaruh variabel modal, NPF, dan inflasi secara gabungan terhadap pembiayaan dengan cara menghitung koefisien determinasi (KD) dengan menggunakan rumus berikut: KD = r2 x 100% KD = 0,905 x 100% KD = 90,5% Angka tersebut mempunyai maksud bahwa pengaruh variabel modal, NPF, dan inflasi terhadap pembiayaan secara gabungan adalah 90,5%, sedangkan sisanya sebesar 9,5% (100%-90,5%) dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan kata lain, variabilitas kepuasan yang dapat diterangkan dengan menggunakan variabel modal, NPF, dan inflasi 86
adalah sebesar 90,5%, sementara pengaruh yang disebabkan oleh variabel-variebel lain di luar model ini adalah sebesar 9,5%. Untuk melihat besarnya pengaruh modal, NPF, dan inflasi terhadap pembiayaan secara parsial, digunakan kolom estimasi pada tabel 4.9, sedangkan untuk melihat signifikansi digunakan kolom probabilitas. 1) Pengaruh Antara Variabel Modal Terhadap Pembiayaan Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel modal terhadap pembiayaan. Besarnya pengaruh modal terhadap pembiayaan sebesar 0,939 atau 93,9%. Modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembiayaan. Artinya, apabila terjadi kenaikan modal, maka jumlah pembiayaan yang disalurkan juga akan mengalami kenaikan. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Muhammad (2005:52) bahwa dalam tataran operasional, secara umum dalam kondisi normal, besaran / totalitas pembiayaan sangat tergantung pada besaran dana yang tersedia baik yang berasal dari pemilik berupa modal sendiri, termasuk cadangan serta dana dari masyarakat luas. Hasil di atas juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Syafi’I Antonio (2001) dalam Pratin dan Akhyar Adnan (2005:38) salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan (loan) adalah modal sendiri (ekuitas), sehingga semakin besar
87
sumber dana
(ekuitas)
yang
ada
maka
bank
akan dapat
menyalurkan pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula. Hasil berbeda dalam penelitian yang dilakukan oleh Akhyar Adnan (2005) yang mengemukakan bahwa modal menunjukkan pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap pembiayaan. Hal ini berbeda karena ekuitas sebagai modal digunakan hanya sebatas untuk perhitungan CAR (Capital Adequate Ratio) sebagai indikator kemampuan penyerapan kerugian dan sebagai batas maksimum pemberian pembiayaan. 2) Pengaruh Antara Variabel Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,349 > 0,05. Maka tidak cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, tidak ada hubungan linier antara NPF terhadap pembiayaan. Besarnya pengaruh NPF terhadap penyaluran pembiayaan sebesar 0,036 atau 3,6%. NPF memiliki pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran pembiayaan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratin dan Akhyar Adnan (2005) bahwa NPF memiliki pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap pembiayaan pada Bank Muamalat Indonesia (BMI). Berarti bahwa di BMI kenaikan/penurunan tingkat NPF sebagai wujud dari
88
kebijakan kredit/analisis pembiayaan tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan 3) Pengaruh Antara Variabel Inflasi Terhadap Pembiayaan Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,014 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel inflasi terhadap pembiayaan. Besarnya pengaruh inflasi terhadap pembiayaan sebesar -0,087 atau -8,7%. Inflasi memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhada pembiayaan. Artinya, apabila inflasi mengalami kenaikan, maka jumlah pembiayaan akan mengalami penurunan. Hasil diatas diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Rossar Maries (2008) bahwa bank syariah pada saat ini merupakan bagian terkecil dari aktivitas perekonomian yang berbasis sistem ekonomi konvensional. Tentunya tidak terlepas dari pengaruh inflasi, dampak inflasi sebagaimana yang diketahui sebelumnya menyebabkan kenaikan harga barang. Proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang akan dikonsumsi tentunya memerlukan bahan baku. Dengan adanya kenaikan harga bahan baku menyebabkan terjadi kenaikan biaya produksi, sehingga harga jual kepaada konsumen akhir menjadi tinggi. Sedangkan jumlah pendapatan yang diperoleh konsumen tetap. Akibatnya, kemampuan konsumen untuk menyerap hasil produksi barang dan
89
jasa itu mengalami penurunan. Kondisi ini tentu saja berpengaruh terhadap pembiayaan yang ditawarkan oleh bank syariah kepada mudharib yang akan melakukan investasi. Hasil tersebut didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Rivai (2007:440) bahwa untuk menekan arus inflasi, terutama untuk usaha, pembangunan ekonomi, kredit bank memegang peranan yang penting. Arah kredit harus berpedoman pada segisegi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor-sektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. Dengan perkataan lain, setiap kredit harus benar-benar diarahkan untuk menambah flow of goods serta memperlancar distribusi barang-barang tersebut agar merata keseluruh lapisan masyarakat. Kredit bank disalurkan secara selektif untuk menutup kemungkinan usahausaha yang bersifat spekulatif. c. Analisis Jalur Pengaruh Variabel Modal, Non Performing Financing (NPF), Inflasi dan Pembiayaan Terhadap Return On Assets (ROA) Adapun gambar hasil analisis diagram jalur sub struktur kedua adalah sebagai berikut.
90
Gambar 4.8 Diagram Jalur Substruktur II LNMODAL
e2
.46 .39 LNNPF
.08
.76
-.27
.50
LNPembiayaan
LNROA
.07
-.33 LNINFLASI (Sumber : Output AMOS)
Analisis jalur sub struktur yang kedua adalah menganalisis pengaruh modal, NPF, inflasi dan pembiayaan terhadap ROA baik secara simultan maupun secara parsial. Untuk melihat besarnya pengaruh secara simultan dapat terlihat pada kolom estimasi pada tabel Square Multiple Correlation. Besarnya pengaruh antara variabel secara individu dapat terlihat dari besarnya angka estimasi pada tabel Standardized
Regression
Weight.
Sedangkan
untuk
melihat
signifikansi pengaruh antar variabel dapat terlihat pada angka di tabel Regression Weight kolom Probability. Untuk melihat besarnya pengaruh ketiga tabel tersebut dapat dilihat pada lampiran. Adapun Ringkasan hasil perhitungan dengan menggunakan Software AMOS 16 adalah sebagai berikut.
91
Tabel 4.8 Pengaruh Antara Modal, Inflasi, Non Performing Financing (NPF), dan Pembiayaan Terhadap Return On Assets (ROA) Pengaruh antar variabel LNModal --> LNInflasi --> LNNPF --> LNPembiayaan - - > (Sumber : data diolah)
Estimasi
Probabilitas
0,457 0,067 -0,272 0,496
0,006 0,246 0.000 0.003
LNROA LNROA LNROA LNROA
R Square 0,762
Untuk melihat pengaruh variabel modal, inflasi, NPF dan pembiayaan terhadap ROA secara gabungan dapat dilihat pada tabel 4.8 kolom R Square. Besarnya angka R square (r2) adalah sebesar 0,762. Angka tersebut menjelaskan bahwa pengaruh variabel modal, inflasi, NPF dan pembiayaan terhadap ROA adalah 76,2% (0,762 x 100%), sedangkan sisanya sebesar 23,8% (100% - 76,2%) dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan kata lain, variabilitas kepuasan yang dapat diterangkan dengan menggunakan variabel modal, inflasi, NPF dan pembiayaan terhadap ROA sebesar 76,2%, sementara pengaruh 23,8% disebabkan oleh variabel-variabel lain di luar model ini. Untuk melihat besarnya pengaruh modal variabel modal, inflasi, NPF dan pembiayaan terhadap ROA secara parsial, digunakan kolom estimasi pada tabel 4.9, sedangkan untuk melihat signifikansi digunakan kolom probabilitas. 1) Pengaruh Variabel Modal Terhadap Return on Assets (ROA)
92
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,006 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel modal terhadap ROA. Besarnya pengaruh modal dengan ROA sebesar 0,457 atau 45,7%. Modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ROA. Artinya, apabila terjadi kenaikan modal, ROA akan mengalami kenaikan. Hasil di atas sesuai dengan teori Slamet Riyadi (2006:82) bahwa semakin besar jumlah dana (modal sendiri dan pelengkap) maka akan semakin mempertinggi Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE) suatu bank. Dengan meningkatnya modal sendiri maka kesehatan bank yang terkait dengan rasio permodalan (CAR) semakin meningkat dan dengan modal yang besar maka kesempatan untuk memperoleh laba perusahaan juga semakin besar (Masyhud Ali, 2004 dalam Yakub Azwir, 2006:22). 2) Pengaruh Variabel Inflasi Terhadap Return on Assets (ROA) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,246 > 0,05. Maka tidak cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, tidak ada hubungan linier antara variabel inflasi terhadap ROA. Besarnya pengaruh inflasi terhadap ROA sebesar 0,067 atau 6,7%. Inflasi memiliki pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap ROA. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
93
oleh Maharani Ika Lestari (2007) bahwa inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasio likuiditas bank yaitu Return on Assets (ROA). 3) Pengaruh Variabel Non Performing Financing (NPF) Terhadap Return on Assets (ROA) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 > 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel NPF terhadap ROA. Besarnya pengaruh NPF terhadap ROA sebesar -0,272 atau -27,2%. NPF memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan pada ROA. Artinya, apabila terjadi kenaikan NPF, maka ROA akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anisyah Harahap (2006) bahwa non performing loan (NPL) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Sebuah bank yang memiliki NPL sangat kecil tidak serta merta berarti hampir seluruh kredit bank tersebut adalah kredit lancar, yang menunjukkan betapa sehatnya bank tersebut. Karena NPL yang sangat kecil dapat saja dicapai oleh suatu bank yang hanya sedikit menyalurkan kreditnya. Sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun profitabilitasnya. Return on assets (ROA) yaitu salah satu tolok ukur profitabilitas mereka akan
94
menurun, dengan akibat nilai kesehatan operasi mereka di masyarakat dan di dunia perbankan khususnya akan ikut menurun. (Sutojo, 2008:25). 4) Pengaruh Antara Variabel Pembiayaan Terhadap Return on Assets (ROA) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,003 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel pembiayaan terhadap ROA. Besarnya pengaruh pembiayaan terhadap ROA sebesar 0,496 atau 49,6%. Pembiayaan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return on assets (ROA). Artinya, apabila terjadi kenaikan pembiayaan, maka return on assets (ROA) juga akan mengalami kenaikan. Hasil di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan Anisyah Harahap (2006) bahwa kredit/pembiayaan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ROA. Tujuan utama penyaluran kredit atau pembiayaan adalah memperoleh pendapatan keuntungan. Selain itu pembiayaan juga untuk memperluas jaringan kerja sehingga pengguna jasa tersebut semakin lama semakin banyak dan berkualitas. Oleh karena itu penguasaan pangsa kredit/pembiayaan dapat memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap profitabilitas bank, hal ini
95
disebabkan karena peningkatan ekspansi kredit juga disertai dengan perbaikan kualitas pembiayaan. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Zainul Arifin (2006:53), bahwa tingkat penghasilan dari pembiayaan (yield on financing) merupakan tingkat penghasilan tertinggi bagi bank. Alokasi dana (pembiayaan) dapat Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat resiko yang
rendah. (Muhammad,
2005:55). Rangkuman seluruh pengujian pengaruh antar variabel eksogen dan endogen dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. Tabel 4.9 Pengujian Pengaruh antar Variabel Eksogen dengan Endogen Pengaruh antar variabel LNModal --> LNPembiayaan LNNPF --> LNPembiayaan LNInflasi --> LNPembiayaan LNModal --> LNROA LNInflasi --> LNROA LNNPF --> LNROA LNPembiayaan - - > LNROA
Estimasi Probabilitas 0,939 0,000 0,036 0,349 -0,087 0,014 0,457 0,006 0,067 0,246 -0,272 0.000 0,496 0.003
Kesimpulan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan
(Sumber : data diolah) d. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit) Untuk mengetahui apakah model tersebut sudah sesuai atau belum, maka dilakukan uji kesesuaian model (Goodness of Fit) sebagai berikut.
96
Tabel 4.10 Hasil Uji Goodness of Fit Pengaruh Modal, NPF, dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Serta Implikasinya Terhadap ROA Laporan Statistik
Nilai yang Direkomendasikan (Imam Ghozali, 2008)
Hasil
Keterangan
-
Model tidak cocok
-
-
Absolut Fit 2 Prob.
2 /df RMSEA GFI Incremental Fit AGFI TLI NFI Parsimonious Fit PNFI PGFI (Sumber : data diolah)
Tidak signifikan (p > 0.05) 5 <2 < 0.1 < 0.05 < 0.01 0.05 x 0.08 0.9
-
-
1
Perfect Fit
0.9 0.9 0.9
1
Perfect Fit
0-1.0 0-1.0
0 0
Poor Fit Poor Fit
Hasil uji Goodness of Fit tersebut masih banyak yang tidak terdefinisi maka pengujian tersebut dianggap kurang fit. Hal ini disebabkan dalam model tersebut masih ada pengaruh antar variabel yang tidak signifikan. Selanjutnya peneliti akan melakukan analisis jalur model trimming. Analisis jalur model trimming adalah model yang digunakan untuk memperbaiki suatu model struktur bila koefisien betanya (eksogen) tidak signifikan. Dalam hal ini peneliti menghilangkan jalur (panah) yang memiliki koefisien betanya tidak signifikan dan yang memiliki probabilitas terbesar. Rangkuman hasil trimming model dapat dilihat pada tabel berikut.
97
Tabel 4.11 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Modifikasi Indeks Goodness Cut-Off Value of Fit Absolut Fit Tidak signifikan Prob. 2 (p > 0.05) Df 5 2 /df <2 < 0.1 < 0.05 RMSEA < 0.01 0.05 x 0.08 0.9 GFI Incremental Fit 0.9 AGFI 0.9 TLI 0.9 NFI Parsimonious Fit PNFI 0-1.0 PGFI 0-1.0
Hasil Uji Sebelum Trimming
Trimming I
Trimming II
-
0,350
0,331
0
1
2
-
0,872
1,104
-
0,000
0,034
1
0,996
0,990
1
0,942 1,004 1
0,927 0,997 0,994
0 0
0,1 0,066
0,199 0,132
(Sumber : data diolah)
Pada trimming, jalur (panah) NPF terhadap pembiayaan dihilangkan karena memiliki probabilitas 0,349 > 0,05 (tidak signifikan). Dari hasil modifikasi I model analisis jalur dengan menghilangkan jalur (panah) NPF terhadap pembiayaan. Akan tetapi masih terdapat probabilitas yang lebih dari 0,05, yaitu inflasi terhadap ROA sebesar 0,246. Maka dari
itu
penelitian harus diulang kembali dengan menghilangkan jalur yang memiliki probabilitas terbesar yaitu inflasi terhadap ROA. Pada trimming kedua, jalur (panah) inflasi terhadap ROA dihilangkan karena memiliki probabilitas sebesar 0,246 > 0,05 (tidak signifikan). Dari hasil trimming II model analisis jalur dengan menghilangkan jalur (panah) inflasi terhadap
98
ROA, diperoleh indeks kesesuaian model yang cukup baik dan sudah tidak menunjukkan probabilitas yang lebih dari 0,05. Dikarenakan terjadi beberapa trimming bagi jalur yang tidak signifikan, maka dari itu penelitian selanjutnya bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh modal dan inflasi terhadap pembiayaan. 2. Untuk menganalisis pengaruh modal, NPF, dan Pembiayaan terhadap ROA.
3. Analisis Jalur Setelah Trimming Pengujian analisis jalur setelah trimming terdiri dari 2 (dua) sub struktur. Pertama adalah pengaruh antara modal dan inflasi terhadap pembiayaan yang disalurkan baik secara simultan maupun parsial. Kedua menganalisis pengaruh modal, NPF, dan pembiayaan yang disalurkan terhadap return on assets (ROA) baik secara simultan maupun parsial. Dari hasil perhitungan setelah trimming dengan menggunakan AMOS 16, maka dapat digambarkan diagram jalur setelah trimming sebagai berikut.
99
Gambar 4.9 Hasil Perhitungan Diagram Jalur Setelah Trimming
LNMODAL .39
e2
.52 .90
.76
LNPembiayaan
LNNPF
.08
e1
.95 -.30
.45
LNROA
-.33 -.10
LNINFLASI (Sumber : data diolah) Tabel 4.12 Hasil Korelasi Antara Modal, NPF, dan Inflasi Setelah Trimming Korelasi Antar Variabel
Estimasi
Probabilitas
LNMODAL
<-->
LNNPF
0,392
0,000
LNNPF
<-->
LNINFLASI
-0,333
0,003
LNMODAL
<-->
LNINFLASI
0,082
0,439
( Sumber : data diolah)
Korelasi antara modal, NPF, dan inflasi bank Muamalat Indonesia tidak berbeda dengan analisis korelasi sebelum trimming. a. Analisis Jalur Pengaruh Modal, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Secara Simultan dan Parsial Adapun gambar hasil analisis diagram jalur sub struktur pertama adalah sebagai berikut:
100
Gambar 4.10 Diagram Jalur Sub Struktur I Setelah Trimming
LNMODAL
e1 .95 .90
LNPembiayaan
.08
-.10
LNINFLASI (Sumber : data diolah)
Agar lebih jelas diagram jalur tersebut disajikan dalam bentuk ringkasan tabel sebagai berikut: Tabel 4.13 Hasil Uji Pengaruh Antara Modal dan Inflasi Terhadap Pembiayaan
Pengaruh antar variabel LNModal - - > LNInflasi - - >
LNPembiayaan LNPembiayaan
Estimasi
Probabilitas
0,954 -0,100
0,000 0,002
R Square 0,904
(Sumber : data diolah)
Besarnya pengaruh variabel modal dan inflasi terhadap pembiayaan secara simultan adalah 90,4%, sedangkan sisanya sebesar 9,6% (100% - 90,4%) dipengaruhi oleh faktor lain. Besarnya pengaruh modal terhadap pembiayaan sebesar 0,954 atau 95,4%, pengaruh inflasi terhadap penyaluran pembiayaan sebesar -0,100 atau -10%.
101
1) Pengaruh Antara Variabel Modal Terhadap Pembiayaan Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel modal terhadap pembiayaan. Besarnya pengaruh modal terhadap pembiayaan sebesar 0,954 atau 95,4%. Modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembiayaan. Artinya, apabila terjadi kenaikan modal, maka jumlah pembiayaan juga akan mengalami kenaikan. Hasil ini didukung dengan teori yang dikemukakan oleh Muhammad (2005:52) bahwa dalam tataran operasional, secara umum dalam kondisi normal, besaran / totalitas pembiayaan sangat tergantung pada besaran dana yang tersedia baik yang berasal dari pemilik berupa modal (sendiri, termasuk cadangan) serta dana dari masyarakat luas. Hasil di atas juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Syafi’I Antonio (2001) dalam Pratin dan Akhyar Adnan (2005:38) salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan
(loan)
adalah
modal
sendiri (ekuitas),
sehingga semakin besar sumber dana (ekuitas) yang ada maka bank akan dapat menyalurkan pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula.
102
2) Pengaruh Antara Variabel Inflasi Terhadap Pembiayaan Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,002 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel inflasi terhadap pembiayaan. Besarnya pengaruh inflasi terhadap pembiayaan sebesar -0,100 atau -10%. Inflasi memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pembiayaan. Artinya, apabila inflasi mengalami kenaikan, maka jumlah pembiayaan akan mengalami penurunan. Hasil tersebut didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Rivai (2007:440) bahwa untuk menekan arus inflasi, terutama untuk usaha, pembangunan ekonomi, kredit bank memegang peranan yang penting. Arah kredit harus berpedoman pada segisegi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor-sektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. Dengan perkataan lain, setiap kredit harus benar-benar diarahkan untuk menambah flow of goods serta memperlancar distribusi barang-barang tersebut agar merata keseluruh lapisan masyarakat. Kredit bank disalurkan secara selektif untuk menutup kemungkinan usaha-usaha yang bersifat spekulatif. Bank syariah pada saat ini merupakan bagian terkecil dari aktivitas
perekonomian
yang
berbasis
sistem
ekonomi
103
konvensional. Tentunya tidak terlepas dari pengaruh inflasi, dampak
inflasi
sebagaimana
yang
diketahui
seebelumnya
menyebabkan kenaikan harga barang. Proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang akan dikonsumsi tentunya memerlukan bahan baku. Dengan adanya kenaikan harga bahan baku menyebabkan terjadi kenaikan biaya produksi, sehingga harga jual kepaada konsumen akhir menjadi tinggi. Sedangkan jumlah pendapatan yang diperoleh konsumen tetap. Akibatnya, kemampuan konsumen untuk menyerap hasil produksi barang dan jasa itu mengalami penurunan. Kondisi ini tentu saja berpengaruh terhadap pembiayaan yang ditawarkan oleh bank syariah kepada mudharib yang akan melakukan investasi. (Rossar Maries, 2008). b. Analisis Jalur Pengaruh Modal, Non Performing Financing (NPF) dan Pembiayaan yang Disalurkan (PYD) Terhadap Return on Assets (ROA) Secara Simultan dan Parsial Adapun gambar hasil analisis diagram jalur sub struktur kedua adalah sebagai berikut:
104
Gambar 4.11 Diagram Jalur Sub Struktur II Setelah Trimming
LNMODAL
e2
.52 .39
.76
-.30
LNNPF
LNPYD
.45
LNROA
(Sumber : data diolah)
Agar lebih jelas diagram jalur tersebut disajikan dalam bentuk ringkasan tabel sebagai berikut: Tabel 4.14 Hasil Uji Pengaruh Modal, NPF dan Pembiayaan terhadap ROA Pengaruh antar variabel Estimasi Probabilitas R Square LNModal
-->
LNROA
0,516
0,001
LNNPF
-->
LNROA
-0,296
0,000
LNPembiayaan - - >
LNROA
0,446
0,005
0,761
(Sumber : data diolah)
Besarnya pengaruh variabel modal, NPF, penyaluran pembiayaan terhadap return on assets (ROA) secara simultan adalah 76,1%, sedangkan sisanya sebesar 23,9% (100%-76,1%) dipengaruhi oleh faktor lain. Besarnya pengaruh modal terhadap ROA sebesar 0,516 atau 51,6%, pengaruh NPF terhdap ROA sebesar -0,296 atau -29,6%, pengaruh penyaluran pembiayaan terhadap ROA sebesar 0,446 atau 44,6%. 1) Pengaruh Antara Variabel Modal Terhadap Return on Assets (ROA) 105
Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,001 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak H0 dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel modal terhadap return on assets (ROA). Besarnya pengaruh modal terhadap return on assets (ROA) sebesar 0,516 atau 51,6%. Dana modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ROA. Artinya, apabila terjadi kenaikan modal, maka ROA akan mengalami kenaikan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yacub Azwir (2006) yang menyatakan bahwa dengan permodalan yang tinggi bank dapat leluasa untuk menempatkan dananya ke dalam investasi yang menguntungkan, hal tersebut mampu meningkatkan kepercayaan nasabah karena kemungkinan bank memperoleh laba sangat tinggi dan kemungkinan bank tersebut terlikuidasi juga kecil. Dengan meningkatnya modal sendiri maka kesehatan bank yang terkait dengan rasio permodalan semakin meningkat dan dengan modal yang besar maka kesempatan untuk memperoleh laba perusahaan juga semakin besar (Masyhud Ali, 2004 dalam Yakub Azwir, 2006:22). 2) Pengaruh Antara Variabel Non Performing Financing (NPF) Terhadap Return on Assets (ROA) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,000 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak H0 dan menerima Ha. Artinya,
106
ada hubungan linier antara variabel NPF dengan ROA. Besarnya pengaruh NPF dengan ROA sebesar -0,296 atau -29,6%. NPF memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan pada ROA. Artinya, apabila terjadi kenaikan NPF, maka ROA akan mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan teori Siswanto Sutojo (2008:25) yang menyatakan bahwa sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun profitabilitasnya. Return on assets (ROA) yaitu salah satu tolok ukur profitabilitas mereka akan menurun. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anisyah Harahap (2006) bahwa Non Performing Loan (NPL) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Sebuah bank yang memiliki NPL sangat kecil tidak serta merta berarti hampir seluruh kredit bank tersebut adalah kredit lancar, yang menunjukkan betapa sehatnya bank tersebut. Karena NPL yang sangat kecil dapat saja dicapai oleh suatu bank yang hanya sedikit menyalurkan kreditnya. 3) Pengaruh Antara Variabel Pembiayaan Terhadap Return On Assets (ROA) Hasil perhitungan menunjukkan angka 0,005 < 0,05. Maka telah cukup data untuk menolak H0 dan menerima Ha. Artinya, ada hubungan linier antara variabel pembiayaan terhadap ROA. Besarnya pengaruh pembiayaan terhadap ROA sebesar 0,446 atau
107
44,6%. Pembiayaan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ROA. Artinya, apabila terjadi kenaikan pembiayaan, maka ROA juga akan mengalami kenaikan. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Zainul Arifin (2006:53), bahwa tingkat penghasilan dari pembiayaan (yield on financing) merupakan tingkat penghasilan tertinggi bagi bank. Hasil di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan Anisyah Harahap (2006) bahwa kredit/pembiayaan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ROA bahwa tujuan utama penyaluran kredit
atau
pembiayaan
adalah
memperoleh
pendapatan
keuntungan. Selain itu pembiayaan juga untuk memperluas jaringan kerja sehingga pengguna jasa tersebut semakin lama semakin banyak dan berkualitas. Oleh karena itu penguasaan pangsa kredit/pembiayaan dapat memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap profitabilitas bank, hal ini disebabkan karena peningkatan ekspansi kredit juga disertai dengan perbaikan kualitas pembiayaan. Rangkuman seluruh pengujian pengaruh antar variabel eksogen dan endogen dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
108
Tabel 4.15 Pengujian Pengaruh antar Variabel Eksogen dengan Endogen Pengaruh antar variabel
Estimasi
Probabilitas
Kesimpulan
LNModal - - >
LNPYD
0,954
0,000
Signifikan
LNInflasi
-->
LNPYD
-0,100
0,002
Signifikan
LNModal - - >
LNROA
0,516
0,001
Signifikan
LNNPF
-->
LNROA
-0,296
0.000
Signifikan
LNPYD
-->
LNROA
0,446
0.005
Signifikan
(Sumber : data diolah)
c. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit) Setelah Trimming Untuk mengetahui apakah model tersebut sudah sesuai atau belum, maka dilakukan uji kesesuaian model (Goodness of Fit) sebagai berikut. Tabel 4.16 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Trimming Laporan Statistik Absolut Fit
Nilai yang Direkomendasikan (Imam Ghozali, 2008)
2 (prob.)
Tidak signifikan (p > 0.05)
Hasil
Keterangan
0,331 2
Model cocok
1,104
good fit
0,034
good fit
0,05 x 0,08 Nilai yang Direkomendasikan (Imam Ghozali, 2008) > 0,9
Hasil
Keterangan
0,990
good fit
0,9 0,9 0,9
0,927 0,997 0,994
good fit good fit good fit
Df
2 /df RMSEA Laporan Statistik GFI Incremental Fit AGFI TLI NFI
5 <2 < 0.1 < 0.05 < 0.01
109
Parsimonious Fit PNFI PGFI (Sumber : data diolah)
0-1,0 0-1,0
0,1 0,066
Lebih besar lebih baik Lebih besar lebih baik
Dilihat dari nilai chi-square sebesar 2,209 dengan probabilitas 0,331 yang jauh diatas 0,05 dapat disimpulkan bahwa data empiris sesuai dengan model. Begitu juga apabila dilihat dari kriteria fit lainnya seperti CMIN/DF ( 2 /df) sebesar 1,104 yang dapat disimpulkan bahwa model sangat baik karena berada dibawah 2. Begitu juga apabila dilihat dari kriteria fit lainnya seperti GFI, TLI, NFI, AGFI yang berada di atas 0,90 yang dapat disimpulkan bahwa model sangat baik. Nilai PNFI dan PGFI masih relatif kecil yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan model yang signifikan. Menurut Imam Ghozali (2008) apabila salah satu kriteria tidak fit maka dapat melihat kriteria fit yang lainnya. d. Hubungan Langsung dan Tidak Langsung Beberapa pengaruh langsung dan tidak langsung (melalui penyaluran pembiayaan) dan pengaruh total tentang pengaruh modal, NPF, inflasi dan pembiayaan terhadap ROA dapat dilihat pada tabel dan uraian sebagai berikut: 1) Pengaruh Antara Variabel Modal Terhadap Pembiayaan Modal memiliki pengaruh langsung/pengaruh total terhadap pembiayaan sebesar 0,954.
110
2) Pengaruh Antara Variabel Modal Terhadap Return On Assets (ROA) Modal memiliki pengaruh langsung terhadap ROA sebesar 0,516. Pengaruh tidak langsung modal terhadap ROA melalui penyaluran pembiayaan sebesar 0,425 (0,954 x 0,446). Pengaruh total modal pada return on assets (ROA) sebesar 0,941 (0,516 + 0,425). 3) Pengaruh Antara Variabel Inflasi Terhadap Pembiayaan Inflasi memiliki pengaruh langsung (pengaruh total) terhadap penyaluran pembiayaan sebesar -0,100. 4) Pengaruh Antara Variabel NPF Terhadap Return on Assets (ROA) NPF memiliki pengaruh langsung (pengaruh total) terhdap ROA sebesar -0,296. 5) Pengaruh Antara Variabel Pembiayaan Terhadap Return on Assets (ROA) Pembiayaan memiliki pengaruh langsung terhadap return on assets (ROA) sebesar 0,446.
111
Tabel 4.17 Rangkuman Dekomposisi dari Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung, dan Pengaruh Total tentang Modal (X1), NPF (X2), Inflasi (X3), dan Penyaluran Pembiayaan (Y) Terhadap Return on Assets (ROA) (Z) Pengaruh Kausal Pengaruh variabel
Tidak Langsung
Total
Langsung Melalui Y X1 → Y
0,954
-
0,954
X1 → Z
0,516
0,425
0,914
X2 → Z
-0,296
-
-0,296
X3 → Y
-0,100
-
-0,100
Y→Z
0,446
-
0,446
(Sumber : data diolah)
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disusun persamaan path analysis sebagai berikut : a. Persamaan Substruktur I Pembiayaan yang disalurkan= 0,954 modal – 0,100 inflasi + 0,096 є1 ; R Square = 0,904 Hasil pengujian secara simultan, diketahui variabel modal dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan pada Bank Muamalat Indonesia. Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan pada Bank Muamalat Indonesia. Sedangkan, inflasi
112
memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan pada Bank Muamalat Indonesia. Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan. Artinya, apabila jumlah modal meningkatkan maka pembiayaan yang disalurkan juga akan meningkat. Hasil ini didukung dengan teori yang dikemukakan oleh Muhammad (2005:52) bahwa dalam tataran operasional, secara umum dalam kondisi normal, besaran / totalitas pembiayaan sangat tergantung pada besaran dana yang tersedia baik yang berasal dari pemilik berupa modal (sendiri, termasuk cadangan) serta dana dari masyarakat luas. Hasil di atas juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Syafi’I Antonio (2001) dalam Pratin dan Akhyar Adnan (2005:38) salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan (loan) adalah modal sendiri (ekuitas), sehingga semakin besar sumber dana (ekuitas) yang ada maka bank akan dapat menyalurkan pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula. Inflasi memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan. Artinya, apabila terjadi kenaikan inflasi, maka jumlah pembiayaan yang disalurkan akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil diatas diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Rossar Maries (2008) bahwa bank syariah pada saat ini merupakan bagian terkecil dari aktivitas perekonomian yang berbasis
113
sistem ekonomi konvensional. Tentunya tidak terlepas dari pengaruh inflasi, dampak inflasi sebagaimana yang diketahui sebelumnya menyebabkan kenaikan harga barang. Proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang akan dikonsumsi tentunya memerlukan bahan baku. Dengan adanya kenaikan harga bahan baku menyebabkan terjadi kenaikan biaya produksi, sehingga harga jual kepaada
konsumen
akhir
menjadi
tinggi.
Sedangkan
jumlah
pendapatan yang diperoleh konsumen tetap. Akibatnya, kemampuan konsumen untuk menyerap hasil produksi barang dan jasa itu mengalami penurunan. Kondisi ini tentu saja berpengaruh terhadap pembiayaan yang ditawarkan oleh bank syariah kepada mudharib yang akan melakukan investasi. Hasil tersebut didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Rivai (2007:440) bahwa untuk menekan arus inflasi, terutama untuk usaha, pembangunan ekonomi, kredit bank memegang peranan yang penting. Arah kredit harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor-sektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. Dengan perkataan lain, setiap kredit harus benar-benar diarahkan untuk menambah flow of goods serta memperlancar distribusi barang-barang tersebut agar merata keseluruh lapisan masyarakat. Kredit bank disalurkan secara selektif untuk menutup kemungkinan usaha-usaha yang bersifat spekulatif.
114
b. Persamaan Substruktur II ROA = 0,516 modal – 0,296 NPF + 0,446 pembiayaan + 0,239 є2 ; R Square = 0,761 Hasil pengujian secara simultan, diketahui variabel modal, NPF, dan pembiayaan yang disalurkan berpengaruh signifikan terhadap ROA pada Bank Muamalat Indonesia. Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel modal dan pembiayaan yang disalurkan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ROA, sedangkan NPF memiliki pengaruh yang negatif terhadap ROA pada Bank Muamalat Indonesia. Modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ROA. Artinya, apabila terjadi kenaikan modal, ROA akan mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yacub Azwir (2006) yang menyatakan bahwa dengan permodalan yang tinggi bank dapat leluasa untuk menempatkan dananya ke dalam investasi yang menguntungkan, hal tersebut mampu meningkatkan kepercayaan nasabah karena kemungkinan bank memperoleh laba sangat tinggi dan kemungkinan bank tersebut terlikuidasi juga kecil. Non performing financing (NPF) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ROA. Artinya, apabila terjadi kenaikan NPF, maka return on assets (ROA) akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian diperkuat oleh teori Siswanto Sutojo (2008:25) yang menyatakan bahwa sebuah bank yang dirongrong oleh
115
kredit
bermasalah
dalam
jumlah
besar
cenderung
menurun
profitabilitasnya. Return on assets (ROA) yaitu salah satu tolok ukur profitabilitas mereka akan menurun. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anisyah Harahap (2006) bahwa non performing loan (NPL) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Sebuah bank yang memiliki NPL sangat kecil tidak serta merta berarti hampir seluruh kredit bank tersebut adalah kredit lancar, yang menunjukkan betapa sehatnya bank tersebut. Karena NPL yang sangat kecil dapat saja dicapai oleh suatu bank yang hanya sedikit menyalurkan kreditnya. Pembiayaan yang disalurkan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return on assets (ROA). Artinya, apabila terjadi kenaikan pembiayaan, maka return on assets (ROA) juga akan mengalami kenaikan. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Zainul Arifin (2006:53) bahwa tingkat penghasilan dari pembiayaan (yield on financing) merupakan tingkat penghasilan tertinggi bagi bank. Hasil di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan Anisyah Harahap (2006) bahwa kredit/pembiayaan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap ROA. Tujuan utama penyaluran kredit atau pembiayaan adalah memperoleh pendapatan keuntungan. Selain itu pembiayaan juga untuk memperluas jaringan kerja sehingga pengguna jasa tersebut semakin lama semakin banyak dan berkualitas. Oleh karena itu penguasaan pangsa kredit/pembiayaan dapat
116
memberikan
pengaruh
yang
positif
dan
signifikan
terhadap
profitabilitas bank, hal ini disebabkan karena peningkatan ekspansi kredit juga disertai dengan perbaikan kualitas pembiayaan.
117
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil pengujian setelah trimming pada substruktur I diketahui variabel modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan dan inflasi memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan sedangkan variabel non performing financing (NPF) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan pada Bank Muamalat Indonesia. 2. Hasil pengujian setelah trimming pada substruktur II diketahui variabel modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return on assets (ROA), non performing financing (NPF) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return on assets (ROA), dan pembiayaan yang disalurkan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return on assets (ROA) sedangkan variabel inflasi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap return on assets (ROA) Bank Muamalat Indonesia.
118
B. Implikasi Dalam penelitian ini tentunya masih banyak kekurangan, baik akibat keterbatasan waktu, sumber data dan juga berbagai keterbatasan dari peneliti. Berkaitan dengan implikasi pada penelitian ini, peneliti menganalisis tiga variabel eksogen yaitu Modal, Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi terhadap variabel endogen yaitu pembiayaan yang disalurkan dan Return On Asset (ROA) pada Bank Muamalat Indonesia pada periode Januari 2003 - Juli 2010. Agar dapat memperoleh gambaran yang lebih mendalam serta komprehensif maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Kepada Peneliti/Akademik a. Penelitian berikutnya dapat menambah kuantitas sampel atau periode penelitian yang lebih panjang dan memungkinkan penambahan variabel lain yang juga diharapkan lebih potensial sehingga mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik. b. Penelitian berikutnya diharapkan menggunakan metode dan alat uji yang lebih lengkap dan akurat sehingga diperoleh kesimpulan yang lebih valid. 2. Kepada Pemerintah Kontribusi sosial Bank Muamalat Indonesia dalam pembangunan jangka
panjang
dan
juga
peran
untuk
mendorong
redistribusi
pembangunan ekonomi nasional perlu diperhatikan. Hal ini penting mengingat bank syariah diharapkan akan mendorong realokasi dan redistribusi pembangunan ekonomi yang selama ini terkonsentrasi kepada
119
kelompok atau wilayah tertentu baik melalui sebaran aset, investasi, maupun aktivitasnya serta aspek kontribusi kepada masyarakat baik dalam bentuk pembiayaan, penunaian zakat serta kontribusi edukasi publik maka pemerintah sebaiknya mendukung penuh perbankan syariah dengan membuat regulasi dan fasilitas-fasilitas penunjang sehingga membuat perbankan syariah mampu mengembangkan operasionalnya lebih baik lagi. 3. Kepada Perbankan Syariah Bank Muamalat Indonesia juga bisa memanfaatkan penelitian ini sebagai salah satu pertimbangan dalam memprediksi faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan yang disalurkan untuk meningkatkan imbal hasil atas asetnya (return on assets-ROA) sehingga investor tertarik untuk berinvestasi atau menanamkan dananya di Bank Muamalat Indonesia. 4. Kepada Masyarakat a. Sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil
memberikan
alternatif
sistem
perbankan
yang
saling
menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan
120
syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. b. Masyarakat tidak perlu ragu akan kehalalan transaksi pada bank syariah atau untuk menabung dan menanamkan dananya pada Bank Syariah khususnya Bank Muamalat Indonesia karena sebagaimana diketahui Bank Muamalat Indonesia adalah bank pertama murni syariah, Bank Muamalat Indonesia yang menjalankan konsep bagi hasil yang fair dan nyata telah menggerakkan sektor riil dengan teruji, yakni dikala krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, perbankan syariah, khususnya Bank Muamalat Indonesia telah membuktikan ketangguhannya. Bank Muamalat Indonesia berhasil mendapatkan penghargaan baik dari dalam negeri maupun internasional yang menunjukkan keberhasilan Bank Muamalat Indonesia dalam mengembangkan industri syariah di Indonesia. Secara keseluruhan, penghargaan yang didapat serta pertumbuhan kinerja yang dibukukan merupakan buah dari usaha Bank Muamalat Indonesia dalam mengembangkan usaha dan fokus memberikan layanan dengan basis syariah di Indonesia.
121
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainul, “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2006. Azwir, Yacub, “Analisis Pengaruh Kecukupan Modal, Efisiensi, Likuiditas, NPL, dan PPAP Terhadap ROA Bank (Studi Empiris: Pada Industri Perbankan Yang Listed Di BEJ Periode Tahun 2001-2004). Tesis Program Pasca Sarjana pada Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro, 2006. Budiono, “Ekonomi Moneter”, BPFE UGM, Yogyakarta, 2001. Cahyono, Ari, “Pengaruh Indikator Makroekonomi Terhadap Dana Pihak Ketiga Dan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri”, Tesis, Pasca Sarjana FEUI, Jakarta, 2009. Cecchetti, Stephen G., Money, Banking, and Financial Markets, Mc Graw-Hill and Irwin Published, New York, 2006. Darmawi, Herman. “Pasar Finansial dan Lembaga-lembaga Finansial”, Bumi Aksara, Jakarta, 2006. Faisol, Ahmad, “Analisis Kinerja Keuangan Bank pada PT. Bank Muamalat Indonesia TBK.”, Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 3 No. 2, 2007. Francisca dan Hasan, “Pengaruh Faktor Internal Bank terhadap Volume Kredit pada Bank yang Go Public di Indonesia”, artikel diakses tanggal 15 November 2009, dari http://www.akuntansi.usu.ac.id. Frank, Robert H. and Bernanke, Ben S., “Principles of Macro Economics”. McGraw-Hill Companies, New York, 2004. Ghozali, Imam, “Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan Program Amos 16.0”, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 2008. Hamid, Abdul, “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Press, Jakarta, 2007. Harahap, Anisyah, “Analisis Pengaruh Jumlah Modal Inti, Pertumbuhan Kredit, Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio, dan Non Performing Loan Terhadap Profitabilitas Bank Umum di Indonesia”, Tesis, Program Studi Ilmu Manajemen Pasca Sarjana FEUI, Depok, 2006.
122
Hidayat, Toni, ”Pengaruh Inflasi Terhadap Kinerja Pembiayaan Perbankan Syariah, Volume transaksi, Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) dan posisi Outstanding Sertifikat Wadiah Bank Indonesia”, Tesis FEUI., 2007. Huda, Nurul, Handi Riaza Idris, Mustafa Edwin Nasution, Ranti Wiliasih, “Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis”, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008. Ika, Maharani L, dkk., “Kinerja Bank Devisa dan Bank Non Devisa dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya”, artikel diakses tanggal 13 November 2009. dari http://www.epository.gunadarma.ac.id. Johnson, Frank P. and Johnson, Richard D., “Commercial Bank Management”, The Dryden Press, New York, 1985. Judisseno, Rimsky K., “Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005. Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” Ed. 6 Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Kasmir, “Dasar-dasar Manajemen Perbankan” Rajawali Pers, Jakarta, 2010. Kasmir, “Manajemen Perbankan.” Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000. Khalwaty, T. “Inflasi Dan Solusinya”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000. Maries, Rossar,”Dampak Fluktuasi Variabel Ekonomi Makro Terhadap Dana Pihak Ketiga yang Dihimpun dan Penyaluran Pembiayaan Pada Perbankan Syariah di Indonesia”, Tesis Program Pasca Sarjana FEUI, Depok, 2008. McConnell and Brue, Stanley L., “Macroeconomics: Principles, Problems, and Policies”, McGraw-Hill/Irwin Companies, New York, 2005. Meydianawathi, Luh Gede, “Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia”, Buletin Studi Ekonomi Volume 12 Nomor 2 Tahun 2007. Mishkin, Frederic S. “The Economics of Money, Banking, and Financial Markets” 7th edition, Pearson Int’l Edition Published, New York, 2006. Miskhin, Frederic S. “Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan”, Edisi 8 Salemba Empat, Jakarta, 2008.
123
Muhammad, “Manajemen Dana Bank Syariah”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2005. Muhammad, “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta , 2005. Nanga, Muana, “Teori, Masalah, dan Kebijakan”, Rajawali Gravindo, Jakarta, 2005. Nopirin, ”Ekonomi Moneter”, BPFE UGM, Yogyakarta, 2000. Panorama, Maya, “Peran Islamic Bank (IB) Dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia”, IAIN Raden Fatah, Palembang, 2009. Perwataatmadja, Karnaen dan Muhammad Syafi’I Antonio, “Apa dan Bagaimana Bank Islam”, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1999. Pratama, Billy Arma, “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan”, artikel diakses tanggal 17 September 2010, dari http://eprints.undip.ac.id. Pratin dan Akhyar Adnan, “Analisis Hubungan Simpanan, Modal Sendiri, NPL, Prosentase Bagi Hasil dan Mark up Keuntungan terhadap Pembiayaan pada Perbankan Syariah Studi Kasus pada Bank Muamalat Indonesia (BMI)”, Sinergi Edisi Khusus on Finance, 2005. Republik Indonesia. “Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan”, Jakarta, 1998. Rivai, Heithzal, Andria Permata Veitzhal, Ferry N. Indroes, “Bank and Financial Institution Management Conventional dan Syaria System”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Rodoni, Ahmad, ”Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, Center for Sosial Economics Studies, Jakarta, 2007. Rose, Peter S. “Management Commercial Banking”, 5th ed., McGraw-Hill Companies, New York, 2002. Sholahuddin dan Hakim,”Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah Kontemporer”, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2008.
Simatupang, Aisyah Defy R. “Kinerja Bank Muamalat Indonesia Dalam Hal Kemampuannya Menyesuaikan Diri Dengan Perubahan Lingkungan
124
Ekonomi”. Tesis Program Pasca Sarjana Studi Timur Tengah dan Islam, UI, Depok, 2006. Sinungan, Muchdarsyah, “Manajemen Dana Bank”. PT Bumi Aksara, Jakarta. 1993. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A Totok Budi Santoso, “Bank & Lembaga Keuangan Lain”, Salemba Empat, Jakarta, 2000. Situs Bank Indonesia, “www.bi.go.id”, diakses tanggal 15 Bulan November tahun 2010, pukul 16.00 WIB. Situs Bank Muamalat Indonesia, “www.bankmuamalatindonesia.com”, diakses tanggal 15 Bulan November tahun 2010, pukul 15.00 WIB. Sukirno, Sadono, “Pengantar Teori Ekonomi Makro”, Rajawali Press, Jakarta, 2004. Sutojo, Siswanto, “Menangani Kredit Bermasalah Konsep dan Kasus”, PT. Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2008. Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. ”Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, Ed. 2, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Utomo, Andri Priyo, ”Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Kinerja Keuangan Bank Berdasarkan Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, dan Rasio Profitabilitas pada PT Bank Mandiri (Persero) TBK, Tesis Program Pasca Sarjana Gunadarma, Jakarta, 2008. Veitzal Rivai dan Andria Permata Veitzal. “Management Hand Book”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
125
LAMPIRAN
126
LAMPIRAN 1 : Data Variabel Data Modal, Januari 2003 – Juli 2010
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2003 184705 190465 244268 298802 302899 301264 310969 314039 304599 302112 307136 307349
2004 323000 329275 344131 355513 329064 339998 345849 352797 335310 357908 368865 339113
Modal (Dalam Jutaan Rupiah) 2005 2006 2007 2008 382018 834314 900255 941366 391011 849863 972945 970728 404593 816111 855976 929853 384508 828464 870953 955528 717808 763504 1003404 973222 734615 773133 833565 1140966 748556 905237 1021968 936019 765759 801133 1039393 953351 784145 810529 1056817 981445 804245 832254 1074241 1010681 813005 846678 1091665 1039650 818231 786441 1109089 966180
2009 1090105 1114625 1057673 1193414 1206617 995327 998828 1006554 925597 988377 994371 1226323
2010 1002820 1008460 953564 1026060 969021 978809 1661134 -
Data Non Performing Financing (NPF), Januari 2003 – Juli 2010 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2003 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03
2004 0.03 0.03 0.03 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
2005 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03 0.04 0.03 0.02
NPF (Dalam Desimal) 2006 2007 2008 0.02 0.03 0.03 0.02 0.03 0.03 0.02 0.03 0.03 0.02 0.04 0.03 0.04 0.04 0.06 0.03 0.04 0.05 0.03 0.04 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.04 0.04 0.03 0.04 0.04 0.05 0.04 0.04
2009 0.04 0.05 0.06 0.05 0.05 0.03 0.06 0.08 0.08 0.08 0.09 0.05
2010 0.05 0.07 0.07 0.08 0.07 0.05 0.06 -
127
Data Inflasi, Januari 2003 – Juli 2010 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2003 0.004 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.007
2004 0.004 0.004 0.004 0.005 0.005 0.006 0.006 0.006 0.005 0.005 0.005 0.005
2005 0.006 0.006 0.007 0.007 0.006 0.006 0.007 0.007 0.008 0.015 0.015 0.014
Inflasi (Dalam Desimal) 2006 2007 2008 0.014 0.005 0.006 0.015 0.005 0.006 0.013 0.005 0.007 0.013 0.006 0.008 0.013 0.005 0.009 0.013 0.005 0.009 0.013 0.005 0.010 0.012 0.005 0.010 0.012 0.006 0.010 0.005 0.006 0.010 0.004 0.006 0.010 0.006 0.006 0.009
2009 0.008 0.007 0.007 0.006 0.005 0.003 0.002 0.002 0.002 0.026 0.002 0.002
2010 0.005 0.004 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 -
Data Pembiayaan, Januari 2003 – Juli 2010 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2003 1691534 1708500 1794742 1807003 1851973 1917647 1966033 2087502 2070883 2220997 2283739 2363680
2004 2388464 2285826 2559563 2823036 3038989 3353305 3455078 3624744 3766817 3903783 3981008 4182224
Pembiayaan (Dalam Jutaan Rupiah) 2005 2006 2007 2008 4102756 6026286 7347158 8549409 4203302 5965145 7478197 8650887 4461497 6061194 6398974 8742830 4604735 6058322 6754671 9078795 4868004 6202061 7661509 9363432 5051546 6511072 7302083 9221101 5271942 6843934 7863773 9810663 5490191 6332761 7985839 10172241 5802114 6510072 8107906 10408969 5827199 6640642 8229972 10484026 5871467 6610266 8352038 10603530 6054832 6626998 8474105 10517863
2009 10643234 10666434 10655895 10751728 10880987 11135534 11129176 11214152 11275560 11300144 11416238 11626019
2010 11268363 11593362 11915115 12209936 12528483 12769968 13137867 -
Data Return On Assets (ROA), Januari 2003 – Juli 2010 Bulan Januari Februari Maret April
2003 0.008 0.011 0.011 0.013
2004 0.016 0.019 0.022 0.024
ROA (Dalam Jutaan Rupiah) 2005 2006 2007 2008 0.022 0.029 0.033 0.029 0.024 0.032 0.026 0.031 0.025 0.027 0.027 0.028 0.020 0.028 0.028 0.030
2009 0.035 0.037 0.032 0.030
2010 0.024 0.025 0.022 0.027
128
Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
0.014 0.013 0.015 0.016 0.013 0.012 0.013 0.012
0.016 0.019 0.019 0.020 0.016 0.020 0.022 0.013
0.016 0.018 0.020 0.022 0.023 0.026 0.027 0.026
0.018 0.019 0.025 0.022 0.023 0.025 0.027 0.019
0.026 0.023 0.026 0.026 0.026 0.026 0.026 0.026
0.031 0.028 0.027 0.028 0.029 0.032 0.034 0.027
0.030 0.025 0.025 0.026 0.020 0.024 0.025 0.03
0.023 0.023 0.022 -
LAMPIRAN 2 : Hasil Olah Data Analisis Jalur Pengaruh Modal, Non Performing Financing (NPF), dan Modal terhadap Pembiayaan yang Disalurkan dan Implikasinya terhadap Return On Assets (ROA) pada Bank Muamalat Indonesia sebelum diubah (Trimming)
LNMODAL .39
e2
-.27 .91 .04
LNNPF
.08
e1.46
.94
LNPYD
-.09
-.33
.76 .50
LNROA
.07
LNINFLAS
Estimates (Group number 1 - Default model) Scalar Estimates (Group number 1 - Default model) Maximum Likelihood Estimates Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
LNPYD <--- LNMODAL LNPYD <--- LNNPF LNPYD <--- LNINFLASI
Estimate S.E. C.R. P Label 1.065 .041 25.808 *** par_4 .053 .056 .936 .349 par_5 -.103 .042 -2.445 .014 par_6
129
LNROA LNROA LNROA LNROA
<--<--<--<---
LNMODAL LNINFLASI LNPYD LNNPF
Estimate S.E. C.R. .264 .097 2.734 .041 .035 1.160 .253 .085 2.970 -.202 .046 -4.442
P .006 .246 .003 ***
Label par_7 par_8 par_9 par_10
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNPYD LNPYD LNROA LNROA LNROA LNROA
<--<--<--<--<--<--<---
LNMODAL LNNPF LNINFLASI LNMODAL LNINFLASI LNPYD LNNPF
Estimate .939 .036 -.087 .457 .067 .496 -.272
Covariances: (Group number 1 - Default model)
LNMODAL <--> LNNPF LNNPF <--> LNINFLASI LNMODAL <--> LNINFLASI
Estimate S.E. C.R. P .084 .024 3.465 *** -.068 .023 -2.998 .003 .022 .028 .774 .439
Label par_1 par_2 par_3
Correlations: (Group number 1 - Default model)
LNMODAL <--> LNNPF LNNPF <--> LNINFLASI LNMODAL <--> LNINFLASI
Estimate .392 -.333 .082
Variances: (Group number 1 - Default model)
LNMODAL LNNPF LNINFLASI e1 e2
Estimate S.E. .276 .041 .166 .025 .251 .037 .034 .005 .022 .003
C.R. 6.708 6.708 6.708 6.708 6.708
P *** *** *** *** ***
Label par_11 par_12 par_13 par_14 par_15
Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
Estimate .905 .762
130
Matrices (Group number 1 - Default model) Total Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLASI -.103 .015
LNNPF .053 -.189
LNMODAL 1.065 .533
LNPYD .000 .253
Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLASI -.087 .024
LNNPF .036 -.254
LNMODAL .939 .922
LNPYD .000 .496
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLASI -.103 .041
LNNPF .053 -.202
LNMODAL 1.065 .264
LNPYD .000 .253
Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLASI -.087 .067
LNNPF .036 -.272
LNMODAL .939 .457
LNPYD .000 .496
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLASI .000 -.026
LNNPF .000 .013
LNMODAL .000 .269
LNPYD .000 .000
Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLASI .000 -.043
LNNPF .000 .018
LNMODAL .000 .465
LNPYD .000 .000
Model Fit Summary CMIN
Model Default model Saturated model Independence model
NPAR 15 15 5
CMIN .000 .000 372.732
DF 0 0 10
P
CMIN/DF
.000
37.273
131
RMR, GFI
Model Default model Saturated model Independence model
RMR .000 .000 .100
GFI 1.000 1.000 .478
AGFI
PGFI
.217
.319
NFI Delta1 1.000 1.000 .000
RFI rho1
IFI Delta2 1.000 1.000 .000
TLI rho2
Baseline Comparisons
Model Default model Saturated model Independence model
.000
.000
CFI 1.000 1.000 .000
Parsimony-Adjusted Measures
Model Default model Saturated model Independence model
PRATIO .000 .000 1.000
PNFI .000 .000 .000
PCFI .000 .000 .000
NCP .000 .000 362.732
LO 90 .000 .000 303.310
NCP
Model Default model Saturated model Independence model
HI 90 .000 .000 429.571
FMIN
Model Default model Saturated model Independence model
FMIN .000 .000 4.141
F0 .000 .000 4.030
LO 90 .000 .000 3.370
HI 90 .000 .000 4.773
RMSEA
Model Independence model
RMSEA .635
LO 90 .581
AIC 30.000 30.000 382.732
BCC 32.143 32.143 383.447
HI 90 .691
PCLOSE .000
AIC
Model Default model Saturated model Independence model
BIC 67.663 67.663 395.287
CAIC 82.663 82.663 400.287
132
ECVI
Model Default model Saturated model Independence model
ECVI .333 .333 4.253
LO 90 .333 .333 3.592
HI 90 .333 .333 4.995
MECVI .357 .357 4.261
HOELTER
Model
HOELTER .05
HOELTER .01
5
6
Default model Independence model
Analisis Trimming dengan menghilangkan jalur pengaruh antar variabel yang tidak signifikan yaitu jalur Non Performing Financing (NPF) pada Pembiayaan yang disalurkan (PYD)
LNMODAL .39
e2
-.27 .90
LNNPF
.08
e1.45
.95
LNPYD -.10
-.33
.76 .49
LNROA
.07
LNINFLAS
Estimates (Group number 1 - Default model) Scalar Estimates (Group number 1 - Default model) Maximum Likelihood Estimates Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
133
LNPYD LNPYD LNROA LNROA LNROA LNROA
<--<--<--<--<--<---
LNMODAL LNINFLAS LNMODAL LNINFLAS LNPYD LNNPF
Estimate S.E. C.R. P Label 1.082 .037 29.170 *** par_4 -.119 .039 -3.057 .002 par_5 .264 .098 2.707 .007 par_6 .041 .035 1.149 .250 par_7 .253 .085 2.984 .003 par_8 -.202 .045 -4.463 *** par_9
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNPYD LNROA LNROA LNROA LNROA
<--<--<--<--<--<---
LNMODAL LNINFLAS LNMODAL LNINFLAS LNPYD LNNPF
Estimate .954 -.100 .455 .067 .494 -.271
Covariances: (Group number 1 - Default model)
LNMODAL <--> LNNPF LNNPF <--> LNINFLAS LNMODAL <--> LNINFLAS
Estimate S.E. C.R. P .084 .024 3.465 *** -.068 .023 -2.998 .003 .022 .028 .774 .439
Label par_1 par_2 par_3
Correlations: (Group number 1 - Default model)
LNMODAL <--> LNNPF LNNPF <--> LNINFLAS LNMODAL <--> LNINFLAS
Estimate .392 -.333 .082
Variances: (Group number 1 - Default model)
LNMODAL LNNPF LNINFLAS e1 e2
Estimate S.E. .276 .041 .166 .025 .251 .037 .034 .005 .022 .003
C.R. 6.708 6.708 6.708 6.708 6.708
P *** *** *** *** ***
Label par_10 par_11 par_12 par_13 par_14
Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
Estimate .904 .764
134
Matrices (Group number 1 - Default model) Total Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS -.119 .011
LNNPF .000 -.202
LNMODAL 1.082 .538
LNPYD .000 .253
Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS -.100 .018
LNNPF .000 -.271
LNMODAL .954 .926
LNPYD .000 .494
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS -.119 .041
LNNPF .000 -.202
LNMODAL 1.082 .264
LNPYD .000 .253
Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS -.100 .067
LNNPF .000 -.271
LNMODAL .954 .455
LNPYD .000 .494
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS .000 -.030
LNNPF .000 .000
LNMODAL .000 .274
LNPYD .000 .000
Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS .000 -.049
LNNPF .000 .000
LNMODAL .000 .471
LNPYD .000 .000
Model Fit Summary CMIN
Model Default model Saturated model Independence model
NPAR 14 15 5
CMIN .872 .000 372.732
DF 1 0 10
P .350
CMIN/DF .872
.000
37.273
135
RMR, GFI
Model Default model Saturated model Independence model
RMR .002 .000 .100
GFI .996 1.000 .478
AGFI .942
PGFI .066
.217
.319
NFI Delta1 .998 1.000 .000
RFI rho1 .977
IFI Delta2 1.000 1.000 .000
TLI rho2 1.004
Baseline Comparisons
Model Default model Saturated model Independence model
.000
.000
CFI 1.000 1.000 .000
Parsimony-Adjusted Measures
Model Default model Saturated model Independence model
PRATIO .100 .000 1.000
PNFI .100 .000 .000
PCFI .100 .000 .000
NCP .000 .000 362.732
LO 90 .000 .000 303.310
NCP
Model Default model Saturated model Independence model
HI 90 6.639 .000 429.571
FMIN
Model Default model Saturated model Independence model
FMIN .010 .000 4.141
F0 .000 .000 4.030
LO 90 .000 .000 3.370
HI 90 .074 .000 4.773
RMSEA
Model Default model Independence model
RMSEA .000 .635
LO 90 .000 .581
AIC 28.872 30.000 382.732
BCC 30.872 32.143 383.447
HI 90 .272 .691
PCLOSE .402 .000
AIC
Model Default model Saturated model Independence model
BIC 64.024 67.663 395.287
CAIC 78.024 82.663 400.287
136
ECVI
Model Default model Saturated model Independence model
ECVI .321 .333 4.253
LO 90 .322 .333 3.592
HI 90 .396 .333 4.995
MECVI .343 .357 4.261
HOELTER
Model Default model Independence model
HOELTER .05 397 5
HOELTER .01 685 6
Analisis Trimming II dengan menghilangkan jalur pengaruh antar variabel yang tidak signifikan yaitu jalur Non Performing Financing (NPF) pada Pembiayaan yang disalurkan (PYD) dan Inflasi terhadap ROA
LNMODAL .39
e2 .76
-.30 .90
LNNPF
.08
e1.52
.95
LNPYD
.45
LNROA
-.10
-.33
LNINFLAS
Estimates (Group number 1 - Default model) Scalar Estimates (Group number 1 - Default model) Maximum Likelihood Estimates Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
LNPYD <--- LNMODAL LNPYD <--- LNINFLAS
Estimate S.E. C.R. P Label 1.082 .037 29.170 *** par_4 -.119 .039 -3.057 .002 par_5
137
LNROA <--- LNMODAL LNROA <--- LNPYD LNROA <--- LNNPF
Estimate S.E. C.R. P Label .300 .092 3.250 .001 par_6 .228 .082 2.788 .005 par_7 -.221 .042 -5.244 *** par_8
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNPYD LNROA LNROA LNROA
<--<--<--<--<---
LNMODAL LNINFLAS LNMODAL LNPYD LNNPF
Estimate .954 -.100 .516 .446 -.296
Covariances: (Group number 1 - Default model)
LNMODAL <--> LNNPF LNNPF <--> LNINFLAS LNMODAL <--> LNINFLAS
Estimate S.E. C.R. P .084 .024 3.465 *** -.068 .023 -2.998 .003 .022 .028 .774 .439
Label par_1 par_2 par_3
Correlations: (Group number 1 - Default model)
LNMODAL <--> LNNPF LNNPF <--> LNINFLAS LNMODAL <--> LNINFLAS
Estimate .392 -.333 .082
Variances: (Group number 1 - Default model)
LNMODAL LNNPF LNINFLAS e1 e2
Estimate S.E. .276 .041 .166 .025 .251 .037 .034 .005 .022 .003
C.R. 6.708 6.708 6.708 6.708 6.708
P *** *** *** *** ***
Label par_9 par_10 par_11 par_12 par_13
Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
Estimate .904 .761
138
Matrices (Group number 1 - Default model) Total Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS -.119 -.027
LNNPF .000 -.221
LNMODAL 1.082 .546
LNPYD .000 .228
Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS -.100 -.045
LNNPF .000 -.296
LNMODAL .954 .941
LNPYD .000 .446
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS -.119 .000
LNNPF .000 -.221
LNMODAL 1.082 .300
LNPYD .000 .228
Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS -.100 .000
LNNPF .000 -.296
LNMODAL .954 .516
LNPYD .000 .446
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS .000 -.027
LNNPF .000 .000
LNMODAL .000 .247
LNPYD .000 .000
Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
LNPYD LNROA
LNINFLAS .000 -.045
LNNPF .000 .000
LNMODAL .000 .425
LNPYD .000 .000
Model Fit Summary CMIN
Model Default model Saturated model Independence model
NPAR 13 15 5
CMIN 2.209 .000 372.732
DF 2 0 10
P .331
CMIN/DF 1.104
.000
37.273
139
RMR, GFI
Model Default model Saturated model Independence model
RMR .003 .000 .100
GFI .990 1.000 .478
AGFI .927
PGFI .132
.217
.319
NFI Delta1 .994 1.000 .000
RFI rho1 .970
IFI Delta2 .999 1.000 .000
TLI rho2 .997
Baseline Comparisons
Model Default model Saturated model Independence model
.000
.000
CFI .999 1.000 .000
Parsimony-Adjusted Measures
Model Default model Saturated model Independence model
PRATIO .200 .000 1.000
PNFI .199 .000 .000
PCFI .200 .000 .000
NCP .209 .000 362.732
LO 90 .000 .000 303.310
NCP
Model Default model Saturated model Independence model
HI 90 8.307 .000 429.571
FMIN
Model Default model Saturated model Independence model
FMIN .025 .000 4.141
F0 .002 .000 4.030
LO 90 .000 .000 3.370
HI 90 .092 .000 4.773
RMSEA
Model Default model Independence model
RMSEA .034 .635
LO 90 .000 .581
AIC 28.209 30.000 382.732
BCC 30.066 32.143 383.447
HI 90 .215 .691
PCLOSE .410 .000
AIC
Model Default model Saturated model Independence model
BIC 60.850 67.663 395.287
CAIC 73.850 82.663 400.287
140
ECVI
Model Default model Saturated model Independence model
ECVI .313 .333 4.253
LO 90 .311 .333 3.592
HI 90 .403 .333 4.995
MECVI .334 .357 4.261
HOELTER
Model Default model Independence model
HOELTER .05 245 5
HOELTER .01 376 6
141