Pendahuluan
BAB I
1.1. Latar Belakang Ketersediaan data dan informasi yang akurat dan up to date merupakan
hal
yang
sangat
penting
dalam
penyusunan
dokumen
perencanaan pembangunan daerah. Penyusunan profil daerah yang berisi data
dan
informasi
merupakan
salah
satu
sarana
untuk
dapat
mengidentifikasi dan menguraikan isu-isu atau permasalahan utama daerah, potensi atau kekuatan daerah serta peluang-peluang yang dimiliki daerah. Demikian juga dalam Organisasi Perangkat Daerah (OPD), diperlukan profil organisasi untuk dapat memahami situasi dan kondisi organisasi, menguraikan
permasalahan
utama
yang
dihadapi
organisasi
dan
mengidentifikasi potensi, kekuatan dan peluang yang dimiliki. Profil SKPD termasuk
dokumen
mendasar
yang
menjadi
acuan
SKPD
dalam
melaksanakan ketugasannya. Tujuan penyusunan Profil Bappeda Tahun 2015 adalah : a.
Menguraikan kondisi Bappeda dengan menggunakan data dan informasi terkini;
b.
Menguraikan permasalahan yang dihadapi dan potensi yang dimiliki Bappeda;
c.
Untuk memprediksi kebutuhan Bappeda dalam rangka pencapaian target-target kinerja.
d.
Mengetahui kinerja dan prestasi Bappeda dalam pelaksanaan tugas tahun 2015 sampai dengan semester II tahun 2015.
1.2. Sejarah Bappeda Kabupaten Sleman Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan : 1)
Bahwa dalam rangka usaha peningkatan keserasian pembangunan di daerah diperlukan adanya peningkatan keselarasan antara pembangunan sektoral dan pembangunan daerah.
Profil Bappeda 2015
1
2)
Bahwa
dalam
keseimbangan
rangka dan
usaha
menjamin
kesinambungan
laju
perkembangan,
pembangunan
didaerah,
diperlukan perencanaan yang lebih menyeluruh, terarah dan terpadu.
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka dikeluarkanlah Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1980 Tentang Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 185 Tahun 1980 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II, Instruksi Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1/Inst/1981
Tentang
Pembentukan
Badan
Perencanaan
Daerah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II se Propinsi DIY, Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II, Kabupaten Sleman Nomor 7 Tahun 1982 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kabupaten Sleman, sampai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sleman. Pada tahun 2015 struktur organisasi di Bappeda mengalami perubahan. Perubahan struktur organisasi Bappeda termuat di dalam Perda No. 8 Tahun 2014 tentang perubahan ke 2 atas perda No. 9 Tahun 2009 Tentang OPD Kabupaten Sleman. Perubahan dalam struktur organisasi yang terjadi di Bappeda adalah Bidang Perkotaan dan Perdesaan di lebur menjadi Bidang Fisik dan Prasarana Juga ada penambahan bidang baru yakni Bidang Statistik, Penelitian, dan Perencanaan Daerah. Selain itu beberapa bidang di Bappeda Sleman mengalami perubahan nomenklatur atau penyebutan. Diantaranya : 1)
Subbidang Data dan Informasi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman berubah menjadi Subbidang Statistik, Data, dan Informasi Bidang Statistik, Penelitian, dan Perencanaan;
2)
Subbidang Penelitian dan Pengembangan Bidang Pengendalian dan Evaluasi berubah menjadi Subbidang Penelitian dan Pengembangan Bidang Statistik, Penelitian, dan Perencanaan;
Profil Bappeda 2015
2
3)
Subbidang Monitoring dan Evaluasi Bidang Pengendalian dan Evaluasi menjadi Subbidang Pengendalian Bidang Pengendalian dan Evaluasi,
4)
Bidang Sosial Budaya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Sleman
berubah
menjadi
Bidang
Sosial
dan
Pemerintahan; 5)
Subbidang Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Sosial Budaya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman berubah menjadi Subbidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, dan Kebudayaan Bidang Sosial dan Pemerintahan;
6)
Subbidang Kependudukan dan Pemerintahan Bidang Sosial Budaya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah berubah menjadi Subbidang Pemerintahan Bidang Sosial dan Pemerintahan;
7)
Subbidang Perekonomian dan Pariwisata Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman berubah menjadi Subbidang Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Bidang Ekonomi;
8)
Subbidang Ketenagakerjaan dan Investasi Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman berubah menjadi Subbidang Tenaga Kerja dan Pariwisata Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman;
9)
Subbidang Tata Ruang Perkotaan Bidang Perkotaan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman berubah menjadi Subbidang Penataan Ruang, Pertanahan, dan Perumahan Bidang Fisik dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman;
10)
Subbidang
Lingkungan
Hidup
Bidang
Perkotaan
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman berubah menjadi Subbidang Lingkungan Hidup, Energi, dan Sumber Daya Mineral
Bidang
Fisik
dan
Prasarana
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman;
Profil Bappeda 2015
3
1.3. Sistematika Penulisan Sistimatika Profil SKPD adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan: 1.1.
Latar Belakang
1.2.
Sejarah SKPD
1.3.
Sistematika Penulisan
Bab II Kondisi Umum 2.1.
Struktur Organisasi dan Kelembagaan : berisi uraian tugas pokok dan fungsi SKPD serta bagan/struktur organisasi
2.2.
Sumber Daya Aparatur : berisi kondisi pegawai (jumlah, jabatan, tingkat pendidikan, dan golongan) dipilah menurut jenis kelamin.
2.3.
Sumber Daya Sarana dan Prasarana : berisi data per sekretariat/bidang meliputi: peralatan kantor, kendaraan, dll.
Bab III Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran 3.1.
Visi
3.2.
Misi
3.3.
Tujuan, Sasaran dan Target tahun 2015
Bab IV Data dan Informasi Pembangunan 4.1.
Data
dan
informasi
hasil
pembangunan
:
berisi
data
capaian/realisasi kinerja, sesuai sub bab berikut: 4.1.1.
Hasil kegiatan SKPD : berisi uraian/penjelasan tentang produk/output yang dihasilkan Bappeda berdasarkan DPA tahun 2011-2015 (dokumen kajian, dokumen hasil monev, dokumen analisis dll).
4.1.2.
Data Lampiran 1 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 : berisi
data
yang
tercantum
dalam
lampiran
1
Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sesuai tupoksi Bappeda 4.1.3.
Data Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) : berisi data penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan yang menjadi ketugasan Bappeda.
Profil Bappeda 2015
4
4.1.4.
Capaian SPM dan MDGs : berisi capaian SPM yang ditetapkan kementerian dan MDGs sesuai tupoksi Bappeda.
4.1.5.
Capaian Penetapan Kinerja (Tapkin) : berisi data capaian kinerja Bappeda
4.1.6.
Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) : berisi data capaian IKU Bappeda
4.1.7.
Capaian Indikator Kinerja Kunci (IKK) : berisi data capaian IKK Bappeda sebagaimana yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri
4.2.
Data Prestasi : berisi data prestasi yang diraih Bappeda di tingkat Provinsi dan Nasional.
4.3.
Foto-foto kegiatan Bappeda.
Bab V Penutup
Profil Bappeda 2015
5
BAB II
Kondisi Umum
2.1. Struktur Organisasi dan Kelembagaan Sesuai dengan Perda No. 8 Tahun 2014 tentang perubahan ke 2 atas perda No. 9 Tahun 2009 Tentang OPD Kabupaten Sleman dan Peraturan Bupati Sleman Nomor 24.4 tahun 2014 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Bappeda, maka susunan organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman terdiri dari: 1.
Kepala Badan;
2.
Sekretariat dipimpin oleh Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan, terdiri dari: a. Subbagian Umum dan Kepegawaian; b. Subbagian Keuangan; dan c. Subbagian Perencanaan dan Evaluasi.
3.
Bidang Bidang Statistik, Penelitian dan Perencanaan terdiri dari: a. Subbidang Statistik, Data dan Informasi; b. Subbidang Penelitian dan Pengembangan; dan c. Subbidang Perencanaan Daerah.
4.
Bidang Fisik dan Prasarana terdiri dari: a. Subbidang Penataan Ruang, Pertanahan dan Perumahan; b. Subbidang Lingkungan Hidup, Energi dan Sumberdaya Mineral; dan c. Subbidang Pekerjaan Umum, Perhubungan dan Komunikasi dan Informatika.
5.
Bidang Ekonomi terdiri dari: a. Subbidang Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan; b. Subbidang Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi dan c. Subbidang Tenaga Kerja dan Pariwisata.
6.
Bidang Sosial dan Pemerintahan terdiri dari: a. Subbidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, dan Kebudayaan; b. Subbidang Kesehatan dan Sosial; dan c. Subbidang Pemerintahan.
7.
Bidang Pengendalian dan Evaluasi terdiri dari:
Profil Bappeda 2015
6
a. Subbidang Pengendalian; dan b. Subbidang Evaluasi. 8.
Unit Pelaksana Teknis yang dipimpin oleh kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan melalui Sekretaris; dan
9.
Kelompok Jabatan Fungsional yang dalam melaksanakan tugas dikoordinasikan oleh tenaga fungsional yang ditunjuk dan berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Kepala Badan melalui Sekretaris.
Dalam menjalankan perannya, Bappeda memiliki kedudukan, tugas dan fungsi sebagai berikut :
A. Sekretariat 1) Tugas pokok Menyelenggarakan
urusan
umum,
kepegawaian,
keuangan,
perencanaan, evaluasi, dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas satuan organisasi. 2) Fungsi a) penyusunan rencana kerja Sekretariat; b) perumusan kebijakan teknis kesekretariatan; c) pelaksanaan urusan umum; d) pelaksanaan urusan kepegawaian; e) pelaksanaan urusan keuangan; f) pelaksanaan urusan perencanaan dan evaluasi; g) pengoordinasian
pelaksanaan
tugas
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah; dan h) evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan rencana kerja Sekretariat. Sekretariat terdiri dari 3 (tiga) sub bagian, dengan Tugas Pokok dan Fungsi sebagai berikut : a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian 1) Tugas pokok Menyiapkan bahan pelaksanaan urusan umum dan kepegawaian.
Profil Bappeda 2015
7
2) Fungsi a) penyiapan bahan penyusunan rencana kerja Subbagian Umum dan Kepegawaian; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis urusan umum dan kepegawaian; c) penyiapan
bahan
pelaksanaan
urusan
surat-menyurat,
kearsipan, kepustakaan, dokumentasi, informasi, perlengkapan, dan rumah tangga Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; d) penyiapan
bahan
perencanaan
kebutuhan
pegawai,
pengembangan pegawai, kepangkatan, hak dan kewajiban pegawai, pembinaan pegawai, serta tata usaha kepegawaian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; dan e) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbagian Umum dan Kepegawaian. b. Sub Bagian Keuangan 1) Tugas pokok Menyiapkan bahan pelaksanaan urusan keuangan. 2) Fungsi a) penyiapan
bahan
penyusunan
bahan
perumusan
rencana
kerja
Subbagian
Keuangan; b) penyiapan
kebijakan
teknis
urusan
keuangan; c)
penyiapan bahan pelaksanaan anggaran, perbendaharaan, pembukuan,
dan
penyusunan
laporan
keuangan
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah; dan d) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbagian Keuangan. c. Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi 1) Tugas pokok Menyiapkan bahan pelaksanaan urusan perencanaan dan evaluasi. 2) Fungsi a) penyiapan
bahan
penyusunan
rencana
kerja
Subbagian
Perencanaan dan Evaluasi;
Profil Bappeda 2015
8
b) penyiapan
bahan
perumusan
kebijakan
teknis
urusan
perencanaan dan evaluasi; c)
penyiapan bahan pengoordinasian penyusunan rencana kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
d) penyiapan bahan evaluasi dan pelaporan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; e) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbagian Perencanaan dan Evaluasi.
B. Bidang Statistik, Penelitian, dan Perencanaan 1) Tugas Pokok Mengoordinasikan, melaksanakan, dan membina perencanaan bidang statistik, penelitian dan pengembangan, dan perencanaan pembangunan daerah. 2) Fungsi a) penyusunan rencana kerja Bidang Statistik, Penelitian, dan Perencanaan; b) perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang statistik, penelitian
dan
pengembangan,
dan
perencanaan
pembangunan daerah; c) pengoordinasian, pelaksanaan, dan pembinaan perencanaan bidang
statistik,
penelitian
dan
pengembangan,
dan
pelayanan
dan
perencanaan pembangunan daerah; d) pengoordinasian,
pengelolaan,
dan
data
informasi pembangunan daerah; e) pengoordinasian, pelaksanaan, dan pembinaan perencanaan pembangunan daerah meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Kerja Pembangunan Daerah, Rencana Stategis Organisasi Perangkat Daerah, dan Rencana Kerja Organisasi Perangkat Daerah; f) evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang statistik, data, dan
Profil Bappeda 2015
9
informasi, penelitian dan pengembangan, dan perencanaan pembangunan daerah; dan g) evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerja Bidang Statistik, Penelitian, dan Perencanaan. Bidang Statistik, Penelitian, dan Perencanaan memiliki 3 (tiga) sub bidang dengan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut : a. Subbidang Statistik, Data, dan Informasi 1) Tugas Pokok Menyiapkan bahan pengoordinasian, pelaksanaan, dan pembinaan perencanaan
bidang
statistik,
kearsipan,
perpustakaan,
dan
pengelolaan data dan informasi pembangunan daerah. 2) Fungsi a) penyiapan
bahan
penyusunan
rencana
kerja
Subbidang
Statistik, Data, dan Informasi; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang statistik, kearsipan, perpustakaan, dan pengelolaan data dan informasi pembangunan daerah; c) penyiapan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan statistik, kearsipan, dan perpustakaan; d) penyiapan
bahan
pengoordinasian
pengelolaan
dan
penyusunan data dan informasi pembangunan daerah; e) pelayanan data dan informasi pembangunan daerah; f) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang statistik, kearsipan, dan perpustakaan; dan g) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbidang Statistik, Data, dan Informasi. b. Subbidang Penelitan dan Pengembangan 1) Tugas pokok Menyiapkan bahan pengoordinasian, pelaksanaan, dan pembinaan penelitian
dan
pengembangan
pembangunan
daerah
dan
perencanaan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera.
Profil Bappeda 2015
10
2) Fungsi a) penyiapan bahan penyusunan rencana kerja Subbidang Penelitian dan Pengembangan; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis penelitian dan pengembangan
pembangunan
daerah
dan
perencanaan
bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera; c) penyiapan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera; d) penyiapan bahan pelaksanaan dan pembinaan penelitian dan pengembangan pembangunan daerah; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis penelitian dan pengembangan
pembangunan
daerah
dan
perencanaan
bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera; dan f) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbidang Penelitian dan Pengembangan. c. Subbidang Perencanaan Daerah 1) Tugas pokok menyiapkan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah dan perencanaan bidang pemberdayaan masyarakat dan desa. 2) Fungsi a) penyiapan bahan penyusunan rencana kerja Subbidang Perencanaan Daerah; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis penyusunan dokumen
perencanaan
pembangunan
daerah
dan
perencanaan bidang pemberdayaan masyarakat dan desa; c)
penyiapan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka
Profil Bappeda 2015
11
Menengah Daerah, Rencana Kerja Pembangunan Daerah, Rencana
Strategis
Organisasi
Perangkat
Daerah,
dan
pelaksanaan,
dan
Rencana Kerja Organisasi Perangkat Daerah; d) penyiapan
bahan
pengoordinasian,
pembinaan perencanaan bidang pemberdayaan masyarakat dan desa; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis penyusunan dokumen perencanaan pembangunan, dan perencanaan bidang pemberdayaan masyarakat dan desa; dan f)
penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbidang Perencanaan Daerah.
C. Bidang Fisik dan Prasana 1) Tugas Pokok mengoordinasikan, melaksanakan, dan membina perencanaan bidang penataan ruang, pertanahan, perumahan, pekerjaan umum, perhubungan, komunikasi dan informatika, lingkungan hidup, energi, dan sumber daya mineral. 2) Fungsi a) penyusunan rencana kerja Bidang Fisik dan Prasarana; b) perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang penataan ruang,
pertanahan,
perumahan,
pekerjaan
umum,
perhubungan, komunikasi dan informatika, lingkungan hidup, energi, dan sumber daya mineral; c)
pengoordinasian, pelaksanaan dan pembinaan perencanaan bidang penataan ruang, pertanahan, perumahan, pekerjaan umum, perhubungan, komunikasi dan informatika, lingkungan hidup, energi, dan sumber daya mineral;
d) pengoordinasian, pelaksanaan, dan pembinaan penyusunan dokumen tata ruang wilayah; e) evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang penataan ruang,
pertanahan,
perumahan,
pekerjaan
umum,
perhubungan, komunikasi dan informatika, lingkungan hidup, energi, dan sumber daya mineral; dan
Profil Bappeda 2015
12
f)
evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerja Bidang Fisik dan prasarana.
Bidang perdesaan memiliki 3 (tiga) sub bidang dengan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut :
a. Sub Bidang Penataan Ruang, Pertanahan, dan Perumahan 1) Tugas Pokok Menyiapkan bahan pengoordinasian, pelaksanaan, dan pembinaan perencanaan
bidang
penataan
ruang,
pertanahan,
dan
perumahan. 2) Fungsi a) penyiapan bahan penyusunan rencana kerja Subbidang Penataan Ruang, Pertanahan, dan Perumahan; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang penataan ruang, pertanahan, dan perumahan; c)
penyiapan bahan penyusunan data perencanaan bidang penataan ruang, pertanahan, dan perumahan;
d) penyiapan bahan pengoordinasian, pelaksanaan, dan pembinaan perencanaan bidang penataan ruang, pertanahan, dan perumahan; e) penyiapan bahan pengoordinasian, pelaksanaan, dan pembinaan penyusunan dokumen tata ruang wilayah; f)
penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis perencanaan penataan ruang, pertanahan, dan perumahan; dan
g) penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerja Subbidang Penataan Ruang, Pertanahan, dan Perumahan. b. Sub Bidang Pekerjaan Umum, Perhubungan, dan Komunikasi dan Informatika 1) Tugas Pokok Mempunyai
tugas
menyiapkan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan, dan pembinaan perencanaan bidang pekerjaan umum, perhubungan, dan komunikasi dan informatika.
Profil Bappeda 2015
13
2) Fungsi a) penyiapan bahan penyusunan rencana kerja Subbidang Pekerjaan
Umum,
Perhubungan,
dan
Komunikasi
dan
Informatika; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang pekerjaan umum, perhubungan, dan komunikasi dan informatika; c)
penyiapan bahan penyusunan data perencanaan bidang pekerjaan
umum,
perhubungan,
dan
komunikasi
dan
pelaksanaan,
dan
informatika; d) penyiapan
bahan
pembinaan
pengoordinasian,
perencanaan
bidang
pekerjaan
umum,
perhubungan, dan komunikasi dan informatika; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang pekerjaan umum, perhubungan, dan komunikasi dan informatika; dan f)
penyiapan
bahan
pelaksanaan
evaluasi
kerja
dan
Subbidang
penyusunan
laporan
Pekerjaan
Umum,
Perhubungan, dan Komunikasi dan Informatika. c. Sub Bidang Lingkungan Hidup, Energi, dan Sumber Daya Mineral 1) Tugas Pokok Menyiapkan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan bidang lingkungan hidup, energi, dan sumber daya mineral. 2) Fungsi a) penyiapan bahan penyusunan rencana kerja Subbidang Lingkungan Hidup, Energi, dan Sumber Daya Mineral; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang lingkungan hidup, energi, dan sumber daya mineral; c)
penyiapan bahan penyusunan data perencanaan bidang lingkungan hidup, energi dan sumber daya mineral;
Profil Bappeda 2015
14
d) penyiapan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan bidang lingkungan hidup, energi dan sumber daya mineral; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang lingkungan hidup, energi, dan sumber daya mineral; dan f)
penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbidang Lingkungan Hidup, Energi, dan Sumber Daya Mineral.
D. Bidang Ekonomi 1) Tugas Pokok Mengoordinasikan, melaksanakan, dan membina perencanaan bidang
pertanian,
perikanan,
kehutanan,
perindustrian,
perdagangan, koperasi, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pariwisata, dan penanaman modal. 2) Fungsi a) penyusunan rencana kerja Bidang Ekonomi; b)
perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang pertanian, perikanan, kehutanan, perindustrian, perdagangan, koperasi, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pariwisata, dan penanaman modal;
c)
penyusunan data perencanaan bidang pertanian, perikanan, kehutanan, perindustrian, perdagangan, koperasi, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pariwisata, dan penanaman modal;
d) pengoordinasian, pelaksanaan dan pembinaan perencanaan bidang
pertanian,
perikanan,
kehutanan,
perindustrian,
perdagangan, koperasi, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pariwisata, dan penanaman modal; e) evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang pertanian, perikanan, kehutanan, perindustrian, perdagangan, koperasi, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pariwisata, dan penanaman modal; dan
Profil Bappeda 2015
15
f)
evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerja Bidang Ekonomi.
Bidang Ekonomi memiliki 3 (tiga) sub bidang dengan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut : a. Sub Bidang Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan 1) Tugas Pokok Menyiapkan
bahan
pengoordinasian,
bidang
pertanian
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan
dan
ketahanan
pangan,
perikanan, dan kehutanan. 2) Fungsi a) penyiapan bahan penyusunan rencana kerja Subbidang Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang
pertanian dan ketahanan pangan, perikanan, dan
kehutanan; c) penyiapan bahan penyusunan data perencanaan bidang pertanian dan ketahanan pangan, perikanan, dan kehutanan; d) penyiapan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan bidang pertanian dan ketahanan pangan, perikanan, dan kehutanan; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang pertanian dan ketahanan pangan, perikanan, dan kehutanan; dan f) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbidang Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. b. Sub Bidang Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi 1) Tugas Pokok Menyiapkan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan bidang perindustrian, perdagangan, koperasi dan usaha kecil dan menengah, dan keuangan daerah. .
Profil Bappeda 2015
16
2) Fungsi a) penyusunan
rencana
kerja
Subbidang
Perindustrian,
Perdagangan, dan Koperasi; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang perindustrian, perdagangan, koperasi dan usaha kecil dan menengah, dan keuangan daerah; c) penyiapan bahan penyusunan data perencanaan bidang perindustrian, perdagangan, koperasi dan usaha kecil dan menengah, dan keuangan daerah; d) penyiapan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan bidang perindustrian, perdagangan, koperasi dan usaha kecil dan menengah, dan keuangan daerah; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang perindustrian, perdagangan, koperasi dan usaha kecil dan menengah, dan keuangan daerah; dan f) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbidang Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi. c. Sub Bidang Ketenagakerjaan dan Pariwisata 1) Tugas Pokok Menyiapkan pembinaan
bahan
pengoordinasian,
perencanaan
bidang
pelaksanaan,
dan
ketenagakerjaan
dan
ketransmigrasian, pariwisata, dan penanaman modal. 2) Fungsi a) penyusunan rencana kerja Subbidang Tenaga Kerja dan Pariwisata; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pariwisata, dan penanaman modal; c) penyiapan bahan penyusunan data perencanaan bidang ketenagakerjaan
dan
ketransmigrasian,
pariwisata,
dan
penanaman modal;
Profil Bappeda 2015
17
d) penyiapan
bahan
pembinaan
pengoordinasian,
perencanaan
bidang
pelaksanaan,
dan
ketenagakerjaan
dan
ketransmigrasian, pariwisata, dan penanaman modal; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pariwisata, dan penanaman modal; dan f) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbidang Tenaga Kerja dan Pariwisata.
E. Bidang Sosial dan Pemerintahan 1) Tugas Pokok Bidang
Sosial
dan
Pemerintahan
mempunyai
tugas
mengoordinasikan, melaksanakan, dan membina perencanaan bidang pendidikan, pemuda dan olah raga, kebudayaan, kesehatan,
sosial,
otonomi
daerah,
pemerintahan
umum,
perangkat daerah, kepegawaian, persandian, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, dan kependudukan dan pencatatan sipil. 2) Fungsi a) penyusunan rencana kerja Bidang Sosial dan Pemerintahan; b) perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang pendidikan, kepemudaan dan olah raga, kebudayaan, kesehatan, sosial, otonomi daerah, pemerintahan umum, perangkat daerah, kepegawaian, persandian, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, dan kependudukan dan pencatatan sipil; c) penyusunan
data
perencanaan
bidang
pendidikan,
kepemudaan dan olah raga, kebudayaan, kesehatan, sosial, otonomi daerah, pemerintahan umum, perangkat daerah, kepegawaian, persandian, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, dan kependudukan dan pencatatan sipil; d) pengoordinasian, pelaksanaan dan pembinaan perencanaan bidang pendidikan, kepemudaan dan olah raga, kebudayaan, kesehatan, sosial, otonomi daerah, pemerintahan umum, perangkat
daerah,
kepegawaian,
persandian,
kesatuan
Profil Bappeda 2015
18
bangsa dan politik dalam negeri, dan kependudukan dan pencatatan sipil; e) evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang pendidikan, kepemudaan dan olah raga, kebudayaan, kesehatan, sosial, otonomi daerah, pemerintahan umum, perangkat daerah, kepegawaian, persandian, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, dan kependudukan dan pencatatan sipil; dan f) evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerja Bidang Sosial dan Pemerintahan. Bidang Sosial Budaya memiliki 3 (tiga) sub bidang dengan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut : a. Sub
Bidang
Pendidikan,
Pemuda
dan
Olahraga,
dan
pelaksanaan,
dan
Kebudayaan 1) Tugas Pokok Menyiapkan
bahan
pengoordinasian,
pembinaan perencanaan bidang pendidikan, kepemudaan dan olahraga, dan kebudayaan. 2) Fungsi a) penyusunan rencana kerja Subbidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, dan Kebudayaan; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang
pendidikan,
kepemudaan
dan
olahraga,
dan
kebudayaan; c) penyiapan bahan penyusunan data perencanaan bidang pendidikan, kepemudaan dan olahraga, dan kebudayaan; d) penyiapan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan bidang pendidikan, kepemudaan dan olahraga, dan kebudayaan; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang
pendidikan,
kepemudaan
dan
olahraga,
dan
kebudayaan; dan
Profil Bappeda 2015
19
f) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, dan Kebudayaan. b. Sub Bidang Kesehatan Dan Sosial 1) Tugas Pokok Menyiapkan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan bidang kesehatan, dan sosial. 2) Fungsi a) penyusunan rencana kerja Subbidang Kesehatan, dan Sosial; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang kesehatan, dan sosial; c) penyiapan bahan penyusunan data perencanaan bidang kesehatan, dan sosial; d) penyiapan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan bidang kesehatan, dan sosial; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang kesehatan, dan sosial; dan f) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbidang Kesehatan, dan Sosial. c. Sub Bidang Pemerintahan 1) Tugas Pokok Menyiapkan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan perencanaan bidang otonomi daerah, pemerintahan umum, perangkat daerah, kepegawaian, persandian, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, dan kependudukan dan pencatatan sipil. 2) Fungsi a) penyusunan rencana kerja Subbidang Pemerintahan; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan bidang otonomi daerah, pemerintahan umum,
perangkat
daerah, kepegawaian, persandian, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, dan kependudukan dan pencatatan sipil;
Profil Bappeda 2015
20
c) penyiapan bahan penyusunan data perencanaan bidang otonomi daerah, pemerintahan umum,
perangkat daerah,
kepegawaian, persandian, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, dan kependudukan dan pencatatan sipil; d) penyiapan
bahan
pembinaan
pengoordinasian,
perencanaan
pemerintahan umum,
pelaksanaan,
bidang
otonomi
dan
daerah,
perangkat daerah, kepegawaian,
persandian, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, dan kependudukan dan pencatatan sipil; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang otonomi daerah, pemerintahan umum,
perangkat
daerah, kepegawaian, persandian, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, dan kependudukan dan pencatatan sipil; dan f) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbidang Pemerintahan.
F. Bidang Pengendalian dan Evaluasi 1) Tugas Pokok Mengoordinasikan, melaksanakan, dan membina pengendalian dan evaluasi kebijakan perencanaan, pelaksanaan rencana, dan hasil
rencana
pembangunan
daerah
serta
program
pembangunan lainnya. 2) Fungsi a) penyusunan
rencana
kerja
kebijakan
teknis
Bidang
Pengendalian
dan
bidang
pengendalian
dan
Evaluasi; b) perumusan
evaluasi kebijakan perencanaan, pelaksanaan rencana, dan hasil
rencana
pembangunan
daerah
serta
program
pembangunan lainnya; c) penyusunan data pengendalian dan evaluasi kebijakan perencanaan, pelaksanaan rencana, dan hasil rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya;
Profil Bappeda 2015
21
d) pengoordinasian, pelaksanaan dan pembinaan pengendalian dan evaluasi kebijakan perencanaan, pelaksanaan rencana, dan hasil rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya; e) evaluasi kebijakan teknis pengendalian dan evaluasi kebijakan, pelaksanaan, dan hasil rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya; dan f) evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerja Bidang Pengendalian dan Evaluasi. Bidang Pengendalian dan Evaluasi memiliki 2 (dua) sub bidang dengan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut : a. Sub Bidang Pengendalian 1) Tugas Pokok Menyiapkan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan pengendalian dan evaluasi kebijakan perencanaan dan pelaksanaan rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya. 2) Fungsi a) penyusunan rencana kerja Subbidang Pengendalian; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pengendalian dan evaluasi kebijakan perencanaan dan pelaksanaan rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya; c) penyiapan
bahan
penyusunan
data
pengendalian
dan
evaluasi kebijakan perencanaan dan pelaksanaan rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya; d) penyiapan pembinaan
bahan
pengoordinasian,
pengendalian
dan
pelaksanaan evaluasi
dan
kebijakan
perencanaan dan pelaksanaan rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis pengendalian dan evaluasi kebijakan perencanaan dan pelaksanaan rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya; dan
Profil Bappeda 2015
22
f) penyiapan
bahan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan kerja Subbidang Pengendalian. b. Sub Bidang Evaluasi 1) Tugas Pokok Menyiapkan
bahan
pengoordinasian,
pelaksanaan,
dan
pembinaan evaluasi hasil rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya. 2) Fungsi a) penyusunan rencana kerja Subbidang Evaluasi; b) penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis evaluasi hasil rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya; c) penyiapan bahan penyusunan data evaluasi hasil rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya; d) penyiapan bahan pengoordinasian, pelaksanaan dan pembinaan evaluasi hasil rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya; e) penyiapan bahan evaluasi kebijakan teknis evaluasi hasil rencana pembangunan daerah serta program pembangunan lainnya; dan f) penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerja Subbidang Evaluasi.
Profil Bappeda 2015
23
Gambar 1 BAGAN SUSUNAN ORGANISASI BAPPEDA KABUPATEN SLEMAN
KEPALA BADAN
SEKRETARIAT Kelompok Jabatan Fungsional
Bidang Statistik, Penelitian dan Perencanaan
Subbagian Umum dan Kepegawaian
Bidang Fisik dan Prasarana
Bidang Ekonomi
Subbagian Keuangan
Bidang Sosial dan Pemerintahan
Subbidang Statistik, Data dan Informasi
Subbidang Penataan Ruang, Pertanahan dan Perumahan
Subbidang Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
Subbidang Penelitian dan Pengembangan
Subbidang Lingkungan Hidup, Energi dan Sumberdaya Mineral
Subbidang Perindustrian, Perdagangan dan
Subbidang Kesehatan dan Sosial
Subbidang Tenaga Kerja dan Pariwisata
Subbidang Pemerintahan
Subbidang Perencanaan Daerah
Subbidang Pekerjaan Umum, Perhubungan dan Kominikasi dan Informatika
Subbidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, dan Kebudayaan
Subbagian Perencanaan dan Evaluasi
Bidang Pengendalian dan Evaluasi
Subbidang Pengendalian
Subbidang Evaluasi
Unit Pelaksana Teknis
Profil Bappeda 2015
24
2.2. Sumberdaya Aparatur Jumlah pegawai Bappeda Kabupaten Sleman per Desember 2015 sebanyak 69 orang, terdiri dari 37 laki-laki dan 32 perempuan. Kondisi pegawai Bappeda dikelompokkan seperti tabel berikut: TABEL II-1 KONDISI PEGAWAI MENURUT PENDIDIKAN FORMAL 18
18 16 14 12
12
10
10
13 11
8
Laki-laki
6
Perempuan
4
1
2 0
0
SD
2
1 1
SMA/K
D3
S1
S2
TABEL II-2 KONDISI PEGAWAI MENURUT GOLONGAN/RUANG PANGKAT KEPEGAWAIAN 29
30 25 20
17 15
Laki-laki
15
Perempuan
10 5 5
1
2 0
0
0 Gol I
Gol II
Gol III
Gol IV
Profil Bappeda 2015
25
Tabel II-3 KONDISI PEGAWAI MENURUT JABATAN
24
25 20 15
12
11
Laki-laki Perempuan
10 6 5
3 0
1
1
3
2
2
0
0 Eselon II b Eselon III a Eselon III b Eselon IV a
Jabatan Fungsional
Staf
2.3. Sumberdaya Sarana dan Prasarana Sarana prasarana kerja Bappeda keadaan per Desember 2015 tersebar di Sekretariat dan Bidang-bidang, seperti pada tabel II-4 berikut : TABEL II-4 SARANA DAN PRASARANA KERJA DI BAPPEDA NO.
NAMA BARANG
JUMLAH
KETERANGAN
I
Sekretariat
1
Kendaraan Roda 4
2 unit
1 Toyota Rush 1 Toyota Avansa
2
Kendaraan Roda 2
5 unit
3 Subbag, 2 Operasional
3
Komputer
15 unit
Sekretariat : 3 Unit Sekretaris : 1 Unit Perpustakaan : 2 Unit Arsip : 1 Unit Lobi : 1 Unit Gudang (rusak) : 7 Unit
4
Laptop
20 unit
Sekretariat : 10 Unit
Profil Bappeda 2015
26
Kepala : 2 Unit Gudang (rusak) : 8 Unit 5
Printer
10 unit
Sekretariat : 5 Unit Sekretaris : 1 Unit Arsip : 1 Unit Perpustakaan : 1 Unit Gudang (rusak) : 2 Unit
6
LCD
7 unit
Sekretariat : 3 Unit Gudang (rusak) : 4 Unit
7
Mesin Ketik
5 unit
3 manual 2 elektrik
8
Wireless
1 unit
1 unit aula (lengkap)
9
TV
4 unit
Ruang Rapat A : 1 Unit Ruang Rapat C : 1 Unit Ruang Ka Bappeda : 1 Unit Ruang Sekretaris : 1 Unit
10
Camera digital
3 unit
Sekretariat : 2 Unit Gudang (rusak) : 1 Unit
11
Handycam
1 unit
12
Camera DSLR
2 unit
II
Bidang Fisik dan Prasarana
1
Kendaraan Roda 4
1 unit
2
Kendaraan Roda 2
3 unit
3
Komputer
6 unit
4
Laptop
4 unit
1 rusak
5
Printer
6 unit
1 kurang baik
6
Mesin Ketik
1 unit
7
Camera digital
1 unit
8
Brankas
1 unit
III
Bidang Ekonomi
1
Kendaraan Roda 4
1 unit
2
Kendaraan Roda 2
2 unit
3
Komputer
3 unit
4
Laptop
2 unit
5
Printer
3 unit
6
Brankas
1 unit
Toyota Kijang
Rusak
Toyota Kijang
Tidak berfungsi/rusak
Profil Bappeda 2015
27
IV
Bidang Sosial dan Pemerintahan
1
Kendaraan Roda 4
1 unit
2
Kendaraan Roda 2
3 unit
3
Komputer
5 unit
4
Printer
5 unit
5
Mesin Ketik
2 unit
6
Brankas
1 unit
V
Bidang Sosial dan Pemerintahan
1
Kendaraan Roda 4
1 unit
2
Kendaraan Roda 2
3 unit
3
Komputer
4 unit
4
Laptop
4 unit
5
Printer
5 unit
6
Mesin Ketik
1 unit
7
Brankas
1 unit
VI
Bidang Statistik, Penelitian dan Perencanaan
1
Kendaraan Roda 4
1 unit
2
Kendaraan Roda 2
3 unit
3
Komputer
7 unit
4
Laptop
4 unit
5
Printer
6 unit
1 rusak
6
Scanner
1 unit
SCBD
7
Mesin Ketik
1 unit
8
Brankas
1 unit
Toyota Kijang 1 rusak
Toyota Kijang
Toyota Kijang
Kantor Bappeda menempati tanah seluas 5.800 m2, dengan luas bangunan 1.562 m2, terdiri dari dari beberapa ruang seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini :
Profil Bappeda 2015
28
Gambar 2. DENAH
GARDU
GARDU
U
BIDANG EKONO MI
Ruang Java Promo
Ruang Arsip
BIDANG SOSIAL DAN PEMERINTAHAN
Gudang
Toilet
AULA BAPPEDA
R. Arsip aris
SEKRETARIAT
Ruang Rapat B
Loby
Ruang Rapat C
Ruang Sekretaris
Ruang Rapat A RUANG KEPALA
Per pusta kaan
BIDANG PENGEN DALIAN DAN EVALU ASI
BIDANG STATISTIK, PENELITIAN DAN PERENCANAAN
BIDANG FISIK DAN PRASA RANA
Perpustaka an
Tempat Parkir
Toilet
Mushola
Tempat Parkir
Gudang
Toilet
Toilet
Rumah Jaga
Profil Bappeda 2015
29
BAB III
Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
3.1. Visi Visi merupakan pernyataan untuk mengubah kondisi yang kurang baik menjadi lebih baik di masa mendatang. Visi Bappeda Sleman Tahun 20112015 adalah “Mewujudkan perencanaan pembangunan daerah yang berkualitas, partisipatif, dan visioner”. Visi diatas merupakan suatu gambaran masa depan yang ingin dicapai oleh Bappeda Kabupaten Sleman sebagai suatu lembaga perencanaan pembangunan daerah. Bappeda Kabupaten Sleman berkewajiban menyusun rencana pembangunan selalu mempertimbangkan pengalaman empiris masa lalu, kondisi saat ini sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan rumusan kebijaksanaan perencanaan untuk masa yang akan datang.
Penjelasan Visi: a. Makna berkualitas adalah apabila hasil-hasil perencanaan memenuhi beberapa kriteria, dalam kerangka visi di atas ditetapkan tiga kriteria, yaitu: 1) Berbasis lokal : Perencanaan pembangunan didasarkan pada potensi lokal dan bertujuan untuk menjawab dan menyelesaikan permasalahan dan kebutuhan lokal. Hal ini dimaksudkan agar perencanaan pembangunan daerah akomodatif terhadap dinamika dan aspirasi masyarakat, sehinga secara efektif dan efisien dapat mewujudkan visi, misi dan tujuan pembangunan daerah. Mendukung perencanaan pembangunan nasional : Perencanaan pembangunan daerah harus tetap pada kerangka dan arah perencanaan pembangunan nasional serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan guna mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Profil Bappeda 2015
30
2) Akomodatif terhadap dinamika global : Perencanaan pembangunan daerah dilandaskan pada kerangka berpikir global dan bertindak untuk kepentingan lokal (think globally act locally). Hal ini dimaksudkan bahwa perencanaan pembangunan daerah dapat memberikan arah yang tepat bagi proses pembangunan daerah
sehingga
mampu
meningkatkan
kapasitas
daerah
dan
masyarakat menghadapi arus globalisasi. b. Makna partisipatif adalah proses perencanaan pembangunan harus mampu mengakomodir secara obyektif berbagai kebutuhan dan aspirasi masyarakat agar dapat menghasilkan konsensus bersama menuju perubahan yang lebih baik dan diterima oleh semua pihak. Oleh karena itu dalam
setiap
pengambilan
keputusan
memerlukan
keterlibatan
masyarakat. Partisipasi aktif tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak positif terhadap perencanaan pembangunan. Sebaliknya apabila partisipasi masyarakat diabaikan sedangkan
mobilisasi
masyarakat
yang
dikembangkan,
proses
pembangunan akan terhambat bahkan akan mengalami kegagalan, karena masyarakat kurang merasa memiliki hasil - hasil pembangunan. c. Makna
visioner
adalah
memiliki
wawasan
kedepan
yang
selalu
mengutamakan prinsip partisipatif, inovatif, adaptif, antisipatif, dan bertanggung jawab.
3.2. Misi Untuk mewujudkan visi tersebut telah ditetapkan misi yang didalamnya mengandung tujuan dan sasaran organisasi yang akan dicapai serta menggambarkan tugas pokok dan fungsi Bappeda. Rumusan misi Bappeda Kabupaten Sleman adalah: a. Mewujudkan perencanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan daerah yang efektif. b. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi pembangunan c. Meningkatkan kualitas sumber daya dan pelayanan umum bidang perencanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan.
Profil Bappeda 2015
31
Penjelasan Misi a. Mewujudkan perencanaan, pengendalian dan evaluasi
pembangunan
daerah yang efektif. Perencanaan pembangunan daerah merupakan sub sistem dari sistem
perencanaan
pembangunan
nasional.
Sistem
perencanaan
pembangunan mengedepankan pada pendekatan perencanaan partisipatif yang berlandaskan pada prinsip keterbukaan dan partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dengan menerapkan prinsip kesetaraan dan keadilan. Pemantapan sistem perencanaan pembangunan daerah ditempuh dengan mengedepankan partisipatif aktif stakeholders agar mampu menghasilkan perencanaan pembangunan yang bersifat komprehensif,
dan
holistik
atau
menyeluruh,
sehingga
mampu
memberikan arah kebijaksanaan pembangunan dan menciptakan iklim kondusif bagi keterlibatan aktif stakeholders dalam keseluruhan proses pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan yang dihasilkan juga harus implementatif, artinya hasil-hasil perencanaan dapat diterapkan dalam
rangka
mewujudkan
mewujudkan
hal
tersebut
tujuan dilakukan
pembangunan melalui
daerah.
koordinasi,
Untuk
integrasi,
sinkronisasi dan simplifikasi. Koordinasi yaitu kerjasama untuk membina saling
pengertian/pemahaman.
Integrasi
yaitu
keterpaduan
untuk
mencapai hasil yang optimal. Sinkronisasi yaitu keselarasan untuk meminimalisasi konflik dan/atau dampak negatif. Simplifikasi yaitu penyederhanaan untuk kecepatan dan mudah mengerti. Pengendalian pelaksanaan Rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang
dalam
rencana
melalui
kegiatan-kegiatan
koreksi
dan
penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Evaluasi
pelaksanaan
Rencana
adalah
bagian
dari
kegiatan
perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan
Profil Bappeda 2015
32
menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan, dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan dalam rangka perencanaan
pembangunan.
Setiap
instansi
berkewajiban
untuk
melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja kegiatan pembangunan. b. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi pembangunan Institusi
perencana
pembangunan
harus
dapat
meningkatkan
kemampuan menyediakan data atau informasi pembangunan dengan cepat, tepat dan akurat. c. Meningkatkan kualitas sumber daya dan pelayanan umum bidang perencanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan. Sebagai penggerak perencanaan, SDM perencana pembangunan menjadi
sangat
penting
dan
menjadi
kunci
keberhasilan
proses
perencanaan pembangunan. Kualitas perencanaan sangat tergantung pada kemampuan dan keahlian para perencana secara teknis maupun kemampuan lain yang bersifat intersektoral multidisipliner dan berpikir komprehensif. Peningkatan kualitas SDM merupakan peningkatan kualitas individu
dalam
mengemban
beban
tugas
masing-masing
dalam
organisasi. Peningkatan profesionalisme merupakan upaya peningkatan kinerja terkait dengan kesetiaan, logika dan etika. Meningkatkan kapasitas instansi
perencanaan
meningkatkan
dengan
kemampuan
baik
mengupayakan personil
untuk
maupun
merupakan upaya untuk mewujudkan pelayanan
senantiasa kelembagaan
prima kepada semua
pihak.
Profil Bappeda 2015
33
3.3. Tujuan, Sasaran dan Target Tahun 2015 Tujuan Bappeda Tahun 2015 berdasarkan perubahan Renstra Bappeda Tahun 2011-2015, yaitu : 1) Menjamin konsistensi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan daerah; 2) Meningkatkan pengelolaan data dan informasi pembangunan; 3) Mewujudkan pelayanan prima. Tabel III.1. Sasaran yang ingin dicapai Bappeda pada tahun 2015 adalah :
NO 1 1
TUJUAN 2 Menjamin konsistensi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan daerah
SASARAN STRATEGIS 3 perencanaan yang implementatif dan inklusif
INDIKATOR SASARAN
SATUAN
4 Persentase kesesuaian komponen RPJMD dengan komponen RPJPD
5 %
TARGET 2015 9 100
2
Persentase kesesuaian komponen Renstra SKPD dengan komponen RPJMD
%
90
3
Persentase perumusan kebijakan RKPD yang sesuai dengan RPJMD
%
100
4
Persentase perumusan kebijakan Renja SKPD yang sesuai dengan RKPD
%
100
5
Persentase program pada PPAS yang sesuai dengan usulan program pada Renja SKPD
%
100
1
Profil Bappeda 2015
34
NO
TUJUAN
1
2
SASARAN STRATEGIS 3
INDIKATOR SASARAN 6
7
8
4 Persentase program pada RKA SKPD yang sesuai dengan usulan program pada PPAS
Persentase kegiatan dalam RKA SKPD yang sesuai dengan usulan kegiatan pada Renja SKPD Persentase rencana kegiatan dalam Renja SKPD yang terlaksana melalui DPA SKPD
9 Persentase kecamatan yang sudah tercakup dalam RDTR 10 Tersedianya informasi mengenai rencana tata ruang (RTR) wilayah kabupaten beserta rencana rincinya melalui peta analog dan peta digital
5
TARGET 2015 9
%
100
%
95
%
95
%
94
%
94
SATUAN
11 Keterwakilan masyarakat dalam forum perencanaan partisipatif/Musrenbang
kompo nen
12 persentase keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan
%
Profil Bappeda 2015
8
95
35
NO
TUJUAN
1
2
SASARAN STRATEGIS 3
INDIKATOR SASARAN
SATUAN
4
5
TARGET 2015 9
%
30
13 keterlibatan perempuan dalam proses perencanaan pembangunan 14 Terlaksananya penjaringan aspirasi masyarakat melalui forum konsultasi publik yang memenuhi syarat inklusif dalam proses penyusunan RTR dan program pemanfaatan ruang, yang dilakukan minimal 2 (dua) kali setiap disusunnya RTR dan program pemanfaatan ruang
Pelaksanaan rencana pembangunan daerah yang efektif
15 persentase realisasi indikator sasaran daerah dalam RPJMD
16 persentase realisasi indikator sasaran bappeda dalam Renstra Meningkatkan data dan 17 data statistik tersaji tepat pengelolaan data informasi waktu dan pembangunan - Sleman Dalam Angka informasi yang aktual pembangunan - Kecamatan dalam angka - SIPD - PDRB Kabupaten
%
100
%
%
100
95
bulan
Profil Bappeda 2015
Sept Nov Des Juli
36
NO
TUJUAN
1
2
Mewujudkan pelayanan prima
SASARAN STRATEGIS 3
penerapan manajemen kerja sesuai standar
INDIKATOR SASARAN
SATUAN
4 - PDRB Kecamatan - Inflasi (per triwulan) - ICOR - IPM - IHB - Inkesra - Statistik Industri - IPG - Gini Rasio
5
TARGET 2015 9 apr
Nov des nov des Des Nov
18 Implementasi SOP Bappeda
%
90
19 Tingkat kepuasan terhadap pelayanan Bappeda
%
82
Profil Bappeda 2015
37
BAB IV
4.1.
Data dan Informasi Pembangunan
Data Dan Informasi Hasil Pembangunan 4.1.1. Hasil Kegiatan SKPD
4.1.1.1 Bidang Statistik, Penelitian, dan Perencanaan A.
Subbidang Statistik, Data, dan Informasi
1.
Updating Data SIPD Bangda SIPD
merupakan
sebuah
sistem
informasi
yang
berfungsi
untuk
mengumpulkan data data secara terpadu dari SKPD dan instansi vertical di lingkungan Kabupaten Sleman yang mampu mendukung perencanaan dan evaluasi pembangunan di Kabupaten Sleman. Selain itu juga
sebagai sarana
pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah dapat dilaksanakan dengan lebih mudah. Data SIPD memiliki peran diantaranya untuk : sebagai dasar pedoman acuan dan dukungan perencanaan pembangunan, sebagai dasar pembanding dalam pemantauan pembangunan, dasar pertimbangan dalam pelaksanaan pembangunan, dan sebagai alat /indicator untuk evaluasi pembangunan. Tujuan : a.
Menyediakan dukungan data dan informasi bagi pengambilan keputusan dan kebijakan baik di daerah maupun di pusat;
b.
Meningkatkan komitmen pemerintah daerah untuk membangun pola kerja berbasis data dan informasi;
c.
Membangun database pembangunan daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menggambarkan seluruh potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh daerah tersebut dalam aplikasi web SIPD.
Sasaran : a.
Tersedianya data dan informasi serta analisis data secara cepat dan mudah bagi pengambilan keputusan dan penyusunan kebijakan di daerah;
Profil Bappeda 2015
38
b.
Terbangunnya Sistem Informasi Database Profil Daerah secara online berbasis web;
c.
Terlaksananya manajemen pengelolaan database profil daerah yang baik dan akurat.
Penyusunan SIPD di Kab. Sleman melibatkan SKPD yang ada di Kab.Sleman – Kecamatan yang terdiri : 31 SKPD dan Instansi Vertikal seperti : BPS, BPN, serta dukungan data dari Polres, Pengadilan dan Kemenag dll. Pelaksanaan kegiatan pengembangan dan pengisian Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) di Kabupaten Sleman pada terdiri dari dua tahap yaitu : a.
Tahap pertama : Merupakan tahap pengumpulan data dalam rangka penyusunan basis data
ke dalam 8 kelompok data yang disusun berdasarkan data dari Dinas, Instansi dan Lembaga terkait. Hasil penyusunan basis data ini dirangkum dalam Himpunan Delapan Kelompok Data. Pada tahap pertama, metode pengumpulan data dilaksanakan melalui pembentukan tim pengumpul data dari dinas/ instansi terkait yang bertanggungjawab mengumpulkan data primer dan sekunder. Tim data ini bertugas mengumpulkan data dari masing – masing SKPD untuk dilaporkan ke Bappeda. Tim / pokja data ini secara bekala 3 bulan sekali mengadakan rapat koordinasi pengisian data dan validasi data. b.
Tahap kedua : Merupakan tahap entri data secara on line untuk menjadi basis data. Entri
data ini dilakukan oleh tim data di Bappeda. Entri data dilakukan selama 2 kali ( semester I yakni data pertengahan tahun dan semester data ( data sampai Bulan Desember). Sampai dengan Nopember
tahun 2015,
perkembangan data SIPD di
Kabupaten Sleman sbb : Jumlah elemen Data
: 2691
Jumlah Data tesedia
: 2629
Jumlah Data tidak tersedia
: 62
Jumlah data terisi
: 757
Prosentase keterisian data
: 28,79 %
Data yang diisikan terbagi dalam 8 kelompok data yakni :
Profil Bappeda 2015
39
DATA UMUM
1. Geografi 2. Pemerintahan 3. Demografi
SOSIAL/BUDAYA
4. Kesehatan 5. Pendidikan, Kebudayaan Nasional Pemuda & Olah Raga 6. Kesejahteraan Sosial 7. Agama
SUMBERDAYA ALAM
8. Pertanian, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, Peternakan &
Perke-
bunan 9. Pertambangan & Energi 10. Lingkungan Hidup, Tata Ruang & Pertanahan INFRASTRUKTUR
11. Perumahan & Pemukiman 12. Pekerjaan Umum 13. Pariwisata, Pos, Telekomunikasi & Informatika 14. Perhubungan & Transportai
EKONOMI
15. Industri, Perdagangan, Pengembangan Usaha Nasional, Lembaga Keuangan dan Koperasi 16. BUMN dan Perbankan Daerah & Lembaga Keuangan Daerah
KEUANGAN DAERAH
17. Pengelolaan Aset atau Barang Daerah 18. PDRB 19. Ringkasan APBD 20. Dana Perimbangan
Profil Bappeda 2015
40
21. Pinjaman Daerah 22. Pajak Daerah 23. Retribusi Daerah 24. Politik Dalam Negeri &
POLITIK, HUKUM DAN
Pengawasan
KEAMANAN
25. Hukum 26. Keamanan & Ketertiban Masyarakat 27. Bencana Alam
INSIDENSIAL
28. Penyakit Menular 29. Pencurian Ikan 30. Kebakaran Hutan 31. Pencurian dan Penyelundupan Kayu
2.
Buku Indeks Kesejahteraan Rakyat Penyusunan Buku Inkesra merupakan salah satu bentuk publikasi statistik
bidang sosial yang rutin dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Maksud dan tujuan penyusunan buku Indeks Kesejahteraan Rakyat adalah sebagai bahan pertimbangan perencanaan makro untuk menentukan sasaran pembangunan. Salah satu wujud pemantauan yang dilaksanakan adalah dengan mengukur kesejahteraan masyarakat sesuai indikator yang relevan. Hasil pencapaian kesejahteraan masyarakat juga dapat mengindikasikan keberhasilan pembangunan sebagai cerminan akuntabilitas publik untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan yang dituangkan dalam Buku Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2014. Buku Inkesra menyajikan beberapa aspek kehidupan masyarakat yang meliputi antara lain kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, perumahan dan lingkungan hidup, serta pengeluaran konsumsi rumah tangga yang datanya diambil dari hasil Sensus Penduduk, Survei Sosial Ekonomi Nasional dan Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2014. Informasi dari publikasi ini yang dapat digunakan
sebagai
bahan
kajian
mengenai
permasalahan
kesejahteraan
masyarakat di Kabupaten Sleman.
Profil Bappeda 2015
41
a
Maksud dan Tujuan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2014 disajikan
dengan
maksud
untuk
memberikan
gambaran
mengenai
kesejahteraan
masyarakatKabupaten Sleman dan perubahan sosial yang terjadi. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah menyajikan indikator kesejahteraan rakyat yang meliputi bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, perumahan dan lingkungan hidup serta pengeluaran konsumsi rumah tangga sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan. b
Ruang Lingkup Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga
suatu taraf
kesejahteraan rakyat tidak hanya dapat dilihat dari suatu aspek
tertentu. Dalam publikasi ini kesejahteraan rakyat diamati dari beberapa aspek yang spesifik, yaitu kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, perumahan dan lingkungan hidup serta pengeluaran konsumsi rumah tangga. c
Sumber Data Dari survei-survei yang dilaksanakan BPS yakni Susesnas yang meliputi
komponen,
Kesehatan,
Pendidikan,
Perumahan
dan
Lingkungan
Hidup,
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga. d
Sistematika Penulisan Penyajian Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2014 diuraikan dalam
empat bab., yakni bab I berisi Pendahuluan yang menguraikan latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup, sumber data, dan sistematika penulisan. Bab II mengulas konsep dan definisi yang digunakan dalam publikasi ini. Bab III berisi pembahasan
mengenai
kependudukan,
kesehatan,
indikator
kesejahteraan
pendidikan,
rakyat
ketenagakerjaan,
yang
meliputi
perumahan
dan
lingkungan hidup, pengeluaran konsumsi rumah tangga dan garis kemiskinan, dan bab IV berisi Kesimpulan.
Secara ringkas isi buku Inkesra 2014 adalah : 1)
Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Sleman tahun 2014 berdasarkan Hasil
Proyeksi Penduduk SP2010 sebesar 1.163.970 jiwa terdiri dari laki-laki 583.195 jiwa, perempuan
580.775 jiwa. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, jumlah
penduduk Kabupaten Sleman mengalami kenaikan sekitar 300.000 jiwa. Jumlah
Profil Bappeda 2015
42
penduduk Kabupaten Sleman terus mengalami peningkatan dengan komposisi jenis kelamin yang hampir seimbang. Laju pertumbuhan penduduk periode 20002010 sebesar 1,92 persen. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2014 tercatat sebesar 2.025 jiwa per km2. Rasio ketergantungan anak (Child Dependency Ratio) Kabupaten ketergantungan lanjut usia
Sleman tahun 2014 sebesar 31. Rasio
(Old Dependency Ratio) Kabupaten Sleman tahun
2014 sebesar 10. Secara total rasio ketergantungan di Kabupaten Sleman sebesar 41. Ini berarti setiap 100 orang penduduk usia produktif di Kabupaten Sleman harus menanggung sekitar 41 orang usia non produktif. Sebanyak 53,26 persen perempuan di Kabupaten Sleman melakukan perkawinan pertamanya pada usia 19-24 tahun.
b.
Kesehatan Keadaan kesehatan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2014, dari
hasil Susenas menunjukkan angka kesakitan penduduk antara lain disebabkan oleh batuk dan pilek dengan angka kesakitan masing-masing 191 dan 176, yang artinya dalam setiap 1.000 penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan terdapat 191 orang yang mengeluh sakit batuk dan sebanyak 176 orang sakit pilek. Keluhan kesehatan lainnya yang relatif besar adalah panas dengan angka kesakitan sebesar 107 orangdari 1000 penduduk . Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa gangguan kesehatan yang paling sering dialami oleh penduduk di Kabupaten Sleman adalah penyakit yang bersifat musiman seperti batuk, pilek, dan panas. Umumnya penyakit-penyakit tersebut disebabkan oleh perubahan cuaca serta kondisi lingkungan yang kurang memadai. Indikator Persentase Persalinan Ditolong Tenaga Terdidik sebesar 100 persen dari jumlah balita sebanyak 89.688 anak. Angka tersebut meliputi 44,97 persen persalinan yang ditolong oleh dokter,55,03 persen ditolong oleh bidan. Pada tahun 2014 kesadaran masyarakat Sleman akan pentingnya ASI Ekslusif bagi anak ternyata cukup tinggi, yang diperlihatkan dengan cukup tingginya persentase anak yang memperoleh ASI Ekslusif (42 persen).
c.
Pendidikan Persentase melek huruf penduduk Kabupaten Sleman, menurut hasil
Susenas tahun 2014 tercatat 95,11 persen. Secara umum, kemampuan baca-tulis
Profil Bappeda 2015
43
penduduk laki-laki lebih besar daripada penduduk perempuan. Angka melek huruf penduduk laki-laki sebesar 98,62 persen, sedangkan bagi penduduk perempuan sekitar 92,02 persen. Kecenderungan orang tua untuk memasukkan anaknya bersekolah di SD/MI sebelum mereka berumur 7 tahun menyebabkan nilai APK SD/MImencapai 116,78 persen pada tahun 2014. Nilai APK tersebut lebih tinggi dibandingkan kondisi tahun 2013 yang mencapai114,77 persen. APK SMP/MTsdi Kabupaten Sleman pada tahun 2014 mencapai 111,41 persen. APK SMA/SMK/MA sekitar 86,39 persen. APM SD/MI KabupatenSleman pada tahun 2014 mencapai 102,07persen, APM SMP/MTs adalah 81,63persen, APM SMA/SMK/MA pada tahun 2014 adalah 57,73 persen. Tingginya nilai APK maupun APM Kabupaten Sleman tahun 2014 merupakan cerminan tingkat kesadaran masyarakat
yang sudah cukup tinggi
untuk menyekolahkan anaknya. Angka Putus Sekolah dihitung dari jumlah anak usia sekolah yang sudah mengenyam suatu jenjang sekolah tetapi tidak berhasil menamatkan jenjang sekolah tersebut. Angka putus sekolah juga dapat dibedakan menurut jenjang pendidikan menjadi SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA. Jumlah anak putus sekolah pada usia SD/MI (7-12 tahun) di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 tercatat sebanyak 42 anak. Angka tersebut mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan keadaan tahun 2013 yang berjumlah 29 orang. Jenjang SMP/MTs 18 orang . Pada jenjangSMA/SMK/MA, jumlah putus sekolah tercatat paling besar dibandingkan jenjang pendidikan lainnya, baik pada tahun 2014 maupun tahun 2013. Pada tahun 2014 jumlah anak putus sekolah jenjang SMA/SMK/MA sebanyak 58 orang atau meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang hanya41 orang. Penduduk Kabupaten Sleman yang telah menyelesaikan pendidikan SD/MI sederajat ke atas mencapai lebih dari 93 persen.
Sebagian besar penduduk
Kabupaten Sleman yang berumur 15 tahun ke atas, mempunyai ijazah tertinggi SMA/MA, disusul ijazah SMP/MTs dan SMK. Sedangkan hanya sekitar 19,19 persen penduduk yang mempunyai ijazah D1 ke atas.
Profil Bappeda 2015
44
d.
Ketenagakerjaan Pada tahun 2014 dari sekitar 905.284 penduduk usia kerja, sebanyak
616.023 adalah angkatan kerja. Mereka adalah kelompok penduduk yang telah berkecimpung di dalam dunia kerja ataupun siap masuk ke dunia kerja yang ditandai dengan aktivitas mencari pekerjaan atau mempersiapkan suatu usaha. Dari rasio antara angkatan kerja dengan penduduk usia kerja diperoleh angka 68,05 persen, yang berarti dalam setiap 100 penduduk usia kerja Kabupaten Sleman, 68 orang diantaranya merupakan mereka yang bekerja atau mencari pekerjaan/ mempersiapkan usaha. Rasio ini dikenal sebagai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Gambaran ketenagakerjaan di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 tercatat sebanyak 905.284 penduduk usia kerja yang terdiri dari 453.217 laki-laki dan 452.067 perempuan. Dari sekitar 905.284 penduduk usia kerja, sebanyak 616.023 adalah angkatan kerja. Tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Sleman pada tahun 2014tercatat sebesar 4,21 persen. Menurut lapangan usaha, sebagian besar penduduk di Kabupaten Sleman bekerja di sektor perdagangan dan hotel serta sektor jasa-jasa yang masingmasing menyerap pekerja sebanyak 27,69 persen dan 25,45 persen pada tahun 2014. Sektor lainnya yang
juga relatif besar dalam menyerap pekerja adalah
sektorindustri pengolahan, sektor pertanian dan sektor bangunan yang masingmasing menyerap pekerja sekitar 14,88 persen, 14,14 persen dan 6,52 persen. Selain kelima sektor tersebut, sektor lainnya secara keseluruhan hanya menyerap pekerja sekitar 11,32 persen. Pada tahun 2014 jumlah pekerja dengan status berusaha sendiri mencapai 14,34 persen. Umumnya mereka terkonsentrasi di sektor industri rumah tangga dan sektor perdagangan. Penduduk yang berusaha dengan dibantu orang lain sebesar 14,62 persen. Karakteristik usaha mereka tidak banyak berbeda dengan mereka yang berstatus berusaha sendiri, yakni banyak berkecimpung di sektor pertanian, industri rumah tangga dan perdagangan. Yang berstatus sebagai karyawan, yakni mencapai 56,81 persen, yang berstatus sebagai pekerja tidak dibayar pada tahun 2014 sebesar 7,31 persen. Umumnya mereka adalah pekerja keluarga yang membantu kepala keluarga berusaha di sektor pertanian, industri, dan perdagangan.
Profil Bappeda 2015
45
Di Kabupaten Sleman pada tahun 2014, sekitar 22,96 persen penduduk yang bekerja merupakan setengah penganggur dengan komposisi 18,28 persen laki-laki dan 29,28 persen perempuan. Sebagian besar setengah penganggur biasanya berada di sektor pertanian untuk pekerja laki-laki, sedangkan perempuan biasanya berada di sektor perdagangan. Dari sekitar 25.943 orang penganggur, lebih dariseparuhnya yakni sekitar 14.689 orang (56,62 persen) adalah berpendidikan SMU/MA/SMK. Adapun yang berpendidikan Akademi/ Perguruan Tinggi sebesar 29,78 persen.
e.
Perumahan dan Lingkungan Hidup Dilihat dari luas bangunan, sebagian besar rumah di Kabupaten Sleman
yakni sekitar 69,40 persen memiliki luas kurang dari 100 m2pada tahun 2014. Secara lebih rinci, terdapat sekitar 22,80 persen rumah memiliki luas kurang dari 20m2. Masih agak tingginya rumah tangga yang memiliki luas relatif sempit tersebut memerlukan penanganan yang serius, mengingat luas rumah akan menentukan ruang gerak penghuninya dalam melakukan aktivitas sehari-hari di rumah Sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sleman memanfaatkan sumur terlindung sebagai sumber air minum yaitu sebesar 55,40 persen. Disisi lain, persentase rumah tangga yang menggunakan air kemasan sebagai sumber air minum tercatat sekitar32,73 persen. Mereka yang mengandalkan sumur tak terlindung sebagai sumber air minum tercatat masih ada 1,94 persen rumah tangga. Untuk tempat buang air besar, sekitar 69,44 persen rumah tangga di Kabupaten Sleman menggunakan penampungan tinja dengan jarak 10 meter atau lebih dari sumber air minum. Adapun rumah tangga yang menggunakan penampungan tinja dengan jarak kurang dari 10 meter terhadap sumber air minum tercatat masih relatif tinggi yakni sekitar 21,56 persen. Selebihnya, sekitar 9 persen rumah tangga tidak mengetahui jaraknya. Sementara kalau dilihat dari kepemilikan fasilitas tempat buang air besar pada tahun 2014, di Kabupaten Sleman hampir dua per tiga warganya sudah memiliki fasilitas tempat buang air besar sendiri yaitu sekitar 71,55 persen. Kemudian diikuti fasilitas yang digunakan bersama sebesar 24,03 persen.
Profil Bappeda 2015
46
f.
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pada
tahun
2014,
Slemanmengeluarkan
sekitar
biaya
43,12
konsumsi
persen
rata-rata
penduduk per
kapita
Kabupaten >=
Rp
1.000.000,00(lihat Tabel 3.15). Kemudian diikuti oleh mereka yang memiliki pengeluaran di antara Rp 750.000,00 – Rp 999.999,00 yakni sekitar 11,68 persen. Sementara itu, persentase terendah rumah tangga yaitu 0,09 persen terdapat pada penduduk yang memiliki pengeluaran antara Rp 150.000,00 – Rp 199.999,00 sebulan. g.
Kemiskinan Garis kemiskinan di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 adalah sebesar
Rp. 329.272,00 per kapita per bulan, atau mengalami peningkatan 10,80 persen dibandingkan tahun 2013. Tren peningkatan garis kemiskinan tidak terlepas dari laju inflasi yang menggambarkan tingkat kenaikan harga barang-barang kebutuhan masyarakat. Pada tahun 2014 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sleman diperkirakan mencapai 112,3 ribu orang atau sebesar 9,38 persen. Terjadi penurunan angka kemiskinan sebesar 0,30 persen dibandingkan tahun 2013 dimana angka kemiskinannya mencapai 9,68persen. Penurunan ini dapat menggambarkan
sebagai
keberhasilan
dari
kebijakan
program-program
pengentasan kemiskinan yang gencar dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah kabupaten. . 3.
Buku Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2014 Penyusunan Buku IPM merupakan salah satu bentuk publikasi statistik
bidang sosial yang rutin dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
IPM merupakan besaran agregat PNB, tingkat harapan hidup, serta
kemampuan baca tulis dan lamanya sekolah yang digunakan sebagai tolok ukur kesejahteraan masyarakat suatu bangsadi berbagai penjuru dunia. a.
Maksud dan Tujuan Tujuan penyusunan buku ini adalah untuk mengukur pencapaian kualitas
pembangunan manusia di Kabupaten Sleman melalui pengamatan pada aspek yang menjadi indikator dalam penghitungan IPM, yakni kesehatan, pendidikan dan
Profil Bappeda 2015
47
pendapatan penduduk. Hasil ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah serta pengguna data lainnya tentang posisi pembangunan manusia di Kabupaten Sleman. b.
Ruang Lingkup dan Cakupan Ruang lingkup wilayah dalam pembahasan buku mencakup IPM Kabupaten
Sleman yang dibandingkan dengan IPM kabupaten/kota lainnya di DIY. Periode waktu dalam analisis fokus pada IPM tahun 2014 dan beberapa tahun sebelumnya sebagai
pembanding.
aspek/komponen
Cakupan
penyusun
IPM
dalam
pembahasan
beserta
indikator
meliputi
ketiga
pendukungnya.Ketiga
aspek/komponenini meliputi kesehatan, pendidikan, dan pendapatan. c.
Sumber Data Data yang digunakan dalam pembahasan ini sebagian besar berasal dari
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2011-2014, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2011-2014, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2011-2014, Inflasi tahun 2011-2014 dan beberapa data penunjang yang berasal dari dinas/instansi seperti Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga, Dinas Kesehatan dan instansi lainnya. Sebagai sumber data pokok, adalah data hasil kegiatan Susenas tahun 2014. d.
Sistematika Penulisan Sistematika penyusunan buku IPM ini dibagi menjadi tujuh (7) bab yang
terdiri dari: Bab I, Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup dan cakupan, dan sistematika penulisan. Bab II, Metode BaruPenghitungan IPM, berisi konsep, ruang lingkup pembangunan manusia, dan pengukuran indeks pembangunan manusia. Bab III, Gambaran Umum, berisi kondisi geografis, kependudukan, dan ketenagakerjaan. Bab IV, Tinjauan Ekonomi, berisi tentang struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, PDRB per kapita, dan inflasi.Bab V, Kesehatan, berisi tentang angka harapan hidup, angka kematian bayi, dan angka kesakitan.Bab VI, Pendidikan, berisi antara lain rasio murid – kelas, rasio murid – guru, tingkat partisipasi sekolah, rata-rata lama sekolah, dan angka melek huruf.Bab VII, Posisi Pembangunan Manusia, berisi
Profil Bappeda 2015
48
uraian mengenai penggabungan beberapa indikator menjadi satu indeks komposit yaitu IPM.Bab VIII, Penutup, berisi tentang kesimpulan terkait IPM.
Secara ringkas isi Buku IPM tahun 2014 adalah sbb : Konsep dan definisi : Untuk penghiitungan IPM tahun 2014 menggunakan metode baru. Konsep pembangunan manusia .UNDP merumuskan konsep pembangunan manusia sebagai perluasan pilihan bagi penduduk yang dilihat sebagai proses upaya kea rah perluasan pilihan atau sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut. Konsep ini mengkaji manusia dari dua sisi yakni : meningkatkan kapabilitas fisik atau pembentukan kemampuan berfungsi manusi melalui jalur perbaikan taraf kesehatan,pengetahuan,dan ketrampilan. Sisi kedua : bagaimana meanfaatkan kapabiltas atau kemampuan yang dimilki untuk melakukan aktivitas yang sifanya produktif. Konsep ini diajukan oleh Mahbub ul Haq dan Amartya sen. Menurut mereka perluasan pilihan hanya mungkin direalisasikan jika penduduk minimal memiliki tiga aspek mendasar yakni : peluang panjang umur dan sehat, pengetahuan dan ketrampilan memadai serta peluang untuk merelasisikan pengetahuan yang hakiki dalam kegiatan yang produktif yang mampumeningkatkan daya belinya. Pendekatan ini menyempurnakan pendekatan yang telah ada lebih dulu yang lebih menekankan pada spek PDRB perkapita sebagai indicator tunggal untuk mengukur kemajuan pembangunan. Pengukuran IPM : IPM diukur dengan 3 indkator : dimensi kesehatan : direpresentasikan dengan umur panjang dan sehat. ( uraian tentang ini ). Diukur dengan rumus usia harapan hidup : metode tak langsung menggunakan bantuan perangkat lunak : motpak For windows. Sumber data yang digunakan adalah SUSENAs. Formula angka harapan hidup adalah : model coaled an denemy. Tambahan metode baru adalah : harapan lama sekolah ini mreupakan variable pengganti melek huruf dlm penghitungan IPM, karena angka melek huruf tidk relevan lagi dalam mengukur pendidikan secara utuh. HLS adalah : lamanya tahun sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang.
Dimensi Standar Hidup Yang Layak : Standar hidup layak menggambarkan kualitas kehidupan atau tingkat kesehajteraan yang dinikmati oleh penduduk
Profil Bappeda 2015
49
sebagai dampak dari semakin membaiknya kondisi ekonomi maupun tingkat pemerataannya. UNDP menggunakan pendekatan PNBP riil. Tahapan penghitungan rata rata pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan. Jumlah komoditas yang digunakan untuk menghitung niai PPP per unit : 96 komoditas yang tercakup dalam SUSENAS. Penyempurnaan metode secara umum memberikan dampak terhadap penurunan level IPM atau level IPM dengan metode baru lebih rendah dibandingkan dengan IPM metode lama. Gambaran umum : diisi gambaran umum yang terdiri dari : kondisi geografis, kependudukan, Kabupaten Sleman tahun 2010 – 2014. Ketenagakerjaan : Yang dibahas adalah mengkaitkan beberapa hal antara lain tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran terbuka, kualitas tenaga kerja menurut pendidikan, serta daya serap masing masing lapangan usaha. Indikator TPAK dihitung dari rasio antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk usia kerja. TPAK kabupaten Sleman tahun 2014 tercatat 68,05 persen, meningkat dibandingkan tahun 2013. Komposisi penduduk bekerja. : penduduk bekerja menurut pendidikan tinggi, menurut lapangan usaha, menurut status pekerjaan. ( tampilkan tabel indicator ketengakerjaan di Kabupaten Sleman tahun 2010 – 2014. Tingkat pengangguran terbuka : bagian dari angkatan kerja yang tidak terserap oleh pasar tenaga kerja termasuk dalam pengangguran. Konsep pembangunan manusia : UNDP merumuskan konsep embangunan manusia sebagai perluasan pilihan bagi penduduk yang dilihat sebagai proses upaya kea rah perluasan pilihan atau sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut. Konsep ini mengkaji manusia dari dua sisi yakni : meningkatkan kapabilitas fisik atau pembentukan kemampuan berfungsi manusi melalui jalur perbaikan taraf kesehatan,pengetahuan,dan ketrampilan. Sisi kedua : bagaimana meanfaatkan kapabiltas atau kemampuan yang dimilki untuk melakukan aktivitas yang sifanya produktif. Konsep ini diajukan oleh Mahbub ul Haq dan Amartya sen. Menurut mereka perluasan pilihan hanya mungkin direalisasikan jika penduduk minimal memiliki tiga aspek mendasar yakni : peluang panjang umur dan sehat, pengetahuan dan ketrampilan memadai serta peluang untuk merelasisikan pengetahuan
yang
hakiki
dalam
kegiatan
yang
produktif
yang
mampu
meningkatkan daya belinya. Pendekatan ini menyempurnakan pendekatan yang
Profil Bappeda 2015
50
telah ada lebih dulu yang lebih menekankan pada spek PDRB perkapita sebagai indicator tunggal untuk mengukur kemajuan pembangunan.
A.
Tinjauan ekonomi :
PDRB yang disajikan dalam buku ini merupakan PDRB seri 2010 yang dihitung menggunakan tahun dasar baru (2010=0) dan telah mengadopsi Sistem Neraca Nasional (SNA) 2008.
PDRB ini telah dihitung sampai level
kabupaten/kota, termasuk Kabupaten Sleman dan sudah dirilis mulai tahun 2014. Dampak perubahan tahun dasar dan penggunaan SNA 2008 akan menaikkan level PDRB dan merubah struktur perekonomian, karena cakupan yang bertambah dan dalam penyajiannya jumlah kategori lapangan usaha bertambah lebih banyak.
1)
PDRB ADHB dan ADHK 2010 Berdasarkan penghitungan menggunakan pendekatan SNA 2008 PDRB
Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Kabupaten Sleman tahun 2014 tercatat sebesar Rp 31,01 triliun.
Nilai PDRB tersebut memberi andil sebesar 33,19
persen terhadap perekonomian DIY pada tahun 2014. Andil tersebut juga menjadi yang terbesar di antara PDRB kabupaten/ kota lainnya di seluruh DIY. Secara riil atau Atas Dasar Harga Konstan (ADHK 2010), nilai PDRB tersebut setara dengan Rp 26,74 triliun.
2)
Struktur Ekonomi Struktur perekonomian yang dihitung menggunakan andil setiap kategori
terhadap PDRB ADHB menunjukkantidak ada lapangan usaha yang mendominasi struktur perekonomian Kabupaten Sleman selama tahun 2010-2014. Semua lapangan usaha memiliki kontribusi di bawah 15 persen terhadap total perekonomian Kabupaten Sleman. Lima lapangan usaha yang memiliki andil terbesar dalam perekonomian Kabupaten Sleman tahun 2014 adalah kategori usaha industri pengolahan sebesar 13,90 persen, konstruksi sebesar 10,77 persen, akomodasi dan makan minum sebesar 9,95 persen, jasa pendidikan sebesar 9,49 persen, dan pertanian sebesar 8,87 persen. Kondisi ini berbeda dengan angka PDRB dengan pendekatan SNA 1968 (PDRB seri 2000) yang
Profil Bappeda 2015
51
didominasi oleh empat lapangan usaha yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor jasa-jasa; sektor industri pengolahan; dan sektor pertanian.
3)
Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi dihitung dari perubahan nilai PDRB atas dasar
harga konstan (PDRB riil). Dengan menghilangkan pengaruh perubahan harga, nilai pertumbuhan yang diperoleh benar-benar merepresentasikan pertambahan kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan dan bukan pertambahan yang disebabkan oleh perubahan harga. PDRB atas dasar harga konstan tahun 2014(2010=100) Kabupaten Sleman tercatat sebesar Rp. 26,74 triliun, sehingga nilai tambahperekonomian tumbuh sebesar 5,41 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 25,37
triliun.
Level
pertumbuhan
tersebut
mengalami
perlambatan
jika
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 5,89 persen. Secara umum, perlambatan ini disebabkan oleh guncangan eksternal berupa kondisi perekonomian global dan nasional yang lesu dan mengalami perlambatan akibat perang mata uang. Pada tahun 2014, semua kategori lapangan usaha di Kabupaten Sleman memiliki pertumbuhan positif kecuali kategori pertanian yang mengalami kontraksi sebesar 4,76 persen akibat penurunan nilai tambah pada lapangan usaha tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Kategori lapangan usaha yang memiliki laju pertumbuhan tertinggi selama tahun 2014 adalah secara berturut-turut adalah kategori jasa keuangan dan asuransi (11,18 %); jasa perusahaan (9,03 %); jasa pendidikan (8,57 %); real estat (8,37 %); dan jasa kesehatan (8,01 %)’ Semua kategori lapangan usaha tersebut merupakan bagian dari sektor tersier atau jasa-jasa. Sementara, pertumbuhan kategori lapangan usaha lainnya (terutama sektor primer dan sekunder) bervariasi di bawah 7 persen. Dari sisi andil terhadap pertumbuhan, kategori lapangan usaha yang memberikan sumbangan tertinggi adalah industri pengolahan sebesar 0,71. Andil pertumbuhan terbesar berikutnya disumbang oleh kategori konstruksi; informasi dan komunikasi; jasa pendidikan; dan akomodasi dan makan minum dengan andil masing-masing sebesar 0,61; 0,56; 0,54; dan 0,52.
Sektor pertanian yang
mengalami pertumbuhan negatif juga masih mampu menyumbang pertumbuhan
Profil Bappeda 2015
52
sebesar 0,4, karena share terhadap perekonomian Sleman masih cukup besar. Kategori lapangan usaha lainnya memberikan andil pertumbuhan dengan level yang bervariasi di bawah 0,5 sejalan dengan kontribusinya dalam perekonomian Sleman.
4)
PDRB per Kapita Secara nominal, PDRB per kapita Kabupaten Sleman terus meningkat dari
Rp 17,12 juta pada tahun 2008 menjadi Rp 26,68 juta pada tahun 2014. Sementara itu, nilai PDRB perkapita riil pada tahun 2014 tercatat sebesar Rp 23,00 juta dan menunkukkan kecenderungan yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Sejak tahun 2008 PDRB perkapita riil mengalami
pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 3,79 persen. Peningkatan level PDRB perkapita riil ini dapat memengaruhi terjadinya perbaikan daya beli penduduk karena secara kuantitas konsumsi mereka meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan asumsi hasil pertumbuhan dinikmati sepenuhnya oleh penduduk Sleman. Pola konsumsi penduduk berdasarkan kelompok makanan maupun non makanan secara tidak langsung menggambarkan tingkat kesejahteraannya. Berdasarkan pola konsumsi hasil Susenas 2014, konsumsi makanan penduduk Kabupaten Sleman memiliki proporsi sebesar 44,17 persen.
Sementara,
konsumsi non makanan penduduk memiliki proporsi sebesar 55,83 persen. Kondisi tersebut menggambarkan secara ekonomi penduduk Kabupaten Sleman masuk kategori relatif sejahtera karena konsumsi non makanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi makanan. Dalam empat tahun terakhir, konsumsi penduduk Kabupaten Sleman didominasi oleh pengeluaran non makanan.
5)
Inflasi Pada tahun 2014 laju inflasi mengalami perlambatan bila dibandingkan
tahun 2013. Inflasi yang terjadi pada tahun 2014 sebesar 5,85 persen atau mengalamiperlambatan bila dibandingkan dengan tahun 2013 yang sebesar 6,92 persen. Bila dilihat pada kelompok pengeluaran, kenaikan inflasi dan perlambatan inflasi cukup bervariasi. Tinggi rendahnya inflasi bervariasi pada masing-masing kelompok pengeluaran.
Profil Bappeda 2015
53
Pada tahun 2014 kelompok pengeluaran transpor dan komunikasi juga mengalami inflasi terbesar yaitu sebesar 8,41 persen.Kelompok pengeluaran bahan makanan mencapai 7,85 persen. Kelompok perumahan sebesar 6,16 persen. Kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman dan rokok mengalami inflasi sebesar 4,35 persen. Kondisi ini mengalami perlambatan bila dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 8,48 persen. Kelompok pengeluaran kesehatan juga mengalami inflasi pada tahun 2014 yaitu sebesar 3,50 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 2,24 persen. Kelompok
sandang
mengalami
inflasi
sebesar
3,11
persen.
Kelompok
pengeluaran yang mengalami inflasi terendah adalah kelompok pengeluaran pendidikan, rekreasi, dan olah raga.
B.
Tinjauan Pendidikan
1).
Rasio Murid-Kelas Rasio murid-kelas SD/MI dan Paket A Kabupaten Sleman pada tahun 2014
tercatat sebesar 24, artinya setiap kelas menampung rata-rata 24 murid. Secara rata-rata SD negeri menampung 25 siswa per kelas, SD swasta menampung 24 siswa per kelas dan MI menampung 22 siswa per kelas. Untuk tingkat SMP/MTs dan Paket B, rasio murid-kelas sebesar 30 murid per kelas pada tahun 2014. Angka ini berarti setiap kelas pada tingkat SLTP sederajat menampung sebanyak 30 siswa. Nilai rasio ini cenderung mengalami penurunandalam lima tahun terakhir, dari33 pada tahun 2010 menjadi 30 pada tahun 2014. Kondisi ini terjadi karena adanya tren penurunan jumlah murid sedangkan jumlah kelas yang tersedia relatif tetap. Pada tingkat SMA/MA/SMK, rasio murid-kelas tercatat sebesar 26 orang per kelas pada tahun 2014. Rasio ini relative sama bila dibandingkan dengan rasio tahun 2013 yang juga sebesar 26. Kondisi ini mengindikasikanpeningkatan jumlah murid masih sebanding dengan peningkatan jumlah kelas yang tersedia.
2).
Rasio Murid-Guru Pada tahun 2014 di tingkat SD/MI dan Paket A, rasio murid-guru sebanyak
15, kondisi ini sedikit meningkat jika dibandingkandengan kondisi pada tahun 2013 yaitu sebanyak 14 murid untuk setiap guru.
Profil Bappeda 2015
54
Untuk tingkat SMP/MTs dan Paket B, seorang guru mengajar rata-rata 13 orang murid pada tahun 2014. Rasio beban ini juga meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu sebesar 12. Kondisi ini dikarenakan peningkatan jumlah murid yang relatif lebih cepat jikadibandingkan dengan peningkatan jumlah guru. Rasio murid-guru pada jenjang pendidikan SMA/MA/SMKdi tahun 2014sebesar 9. Rasio ini tidak mengalamiperubahan sejaktahun 2010 yaitu sebesar 9. Kondisi ini mengindikasikan peningkatan jumlah murid yangsebanding peningkatan jumlah guru. Berdasarkan jenisnya maka SLTA negeri tercatat memiliki rasio murid-guru tertinggi sebesar 12 dan diikuti oleh SMK dan MA dengan rasio masing-masing sebesar 9. Dengan mengamati angka-angka tersebut di atas, terlihat ketersediaan
tenaga
SMA/MA/SMKtidak
pengajar
menjadi
untuk
kendala
tingkat bagi
SD/MI,
SMP/MTs
pelaksanaan
proses
bahwa maupun belajar-
mengajar.Apabila hanya dilihat dari ketersediaannya, maka seharusnya kegiatan belajar mengajar pada tingkat SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK di kelas seharusnya dapat berjalan secara efektif, karena rasio jumlah murid-guru masih ideal (<20). Apabila masih ada sekolah yang kekurangan guru, maka yang perlu diperhatikan adalah distribusi gurunya.
3).
Tingkat Partisipasi Sekolah Tingkat partisipasi sekolah peserta didik menunjukkan seberapa besar daya
serap sistem pendidikan terhadap pendudu usia sekolah di suatu wilayah.Salah ukuran untuk mengetahui gambaran tersebut adalah angka partisipasi murni (APM). Penduduk usia sekolah untuk jenjang SD/MI adalah mereka yang berumur antara 7-12 tahun, SMP/MTs berumur 13-15 tahun dan jenjang SMA/MA/SMK adalah mereka yang berusia 16-18 tahun. Nilai APM masih memiliki kelemahan, misalnya seorang anak berusia 6 tahun yang telah masuk SD/MI tidak dilibatkan dalam penghitungan APM SD/MI, karena usia di luar kisaran usia SD. Demikian pula bagi anak-anak yang terpaksa mengulang kelas sehingga usianya melampaui 12 tahun namun masih duduk di bangku SD/MI, juga tidak dicakup dalam penghitungan APM SD/MI. Angka partisipasi murni untuk tingkat SD/MI pada kisaran 100 persen. Hal ini berarti bahwa semua penduduk berusia 7–12 tahun dapat mengenyam bangku sekolah dasar. APM SD/MI pada tahun 2014 tercatat sebesar 102,07 persen.
Profil Bappeda 2015
55
Pada tingkat SMP/MTs, nilai APM yang dicapai pada tahun 2014sebesar 81,63 persen, Angka ini menggambarkan penduduk yang berusia 13-15 tahun yang sedang mengenyam pendidikan pada tingkat SLTP sederajat. Pada jenjang SLTA sederajat, nilai APM masih relatif rendah dan tercatat sebesar 57,73 persen pada tahun 2014 atau sedikit meningkat jika dibandingkan tahun 2013 sebesar 55,23. Hal ini mengindikasikan masih banyak penduduk yang berusia 16-18 tahun tidak melanjutkan sekolah sampai tingkat SMA/MA/SMK, karena sebagian siswa melanjutkan sekolah di luar Kabupaten Sleman. Secaraumum, nilai APM semakin menurun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan, sehingga APM SD>SLTP>SLTA. Berdasarkan jenis kelamin, APM di semua tingkatan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini mencerminkan kesetaraan jender dalam hal memperoleh kesempatan pendidikan sampai level pendidikan menengah di Kab Sleman sudah tercapai.
4).
Rata-rata Lama Sekolah Kualitas modal manusia dapat dilihat dari Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
yang ditempuh oleh penduduk berusia produktif. Mulai tahun 2010, terjadi perubahan referensi penduduk untuk menghitung angka rata-rata lama sekolah dari penduduk berusia 15 tahun ke atas menjadi berusia 25 tahun ke atas. Konsekuensi perubahan referensi penduduk ini akan sedikit merurunkan level rata-rata lama sekolah. . Pada tahun 2014, rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Sleman tercatat mencapai 10,28 tahun atau setara dengan kelas satuSLTA sederajat. Pencapaian ini meningkat jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2010 yang berada pada level 9,79 tahun.
Pencapaian rata-rata lama sekolah ini sudah
termasuk dalam kategori tinggi jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di DIY atau secara nasional. Kondisi ini tak dapat dilepaskan dari posisi Kabupaten Sleman sebagai pusat kegiatan pendidikan di D.I Yogyakarta yang ditandai dengan banyaknya perguruan tinggi negeri maupun swasta.
5).
Angka Melek Huruf Dewasa Angka melek huruf dewasa penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2014
sebesar 95,11 persen relative tidak mengalami perubahan bila dibandingkan dengan angka di tahun 2013 yang juga sebesar 95,11. Secara umum, angka
Profil Bappeda 2015
56
melek huruf tersebut memiliki arti terdapat 95 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas telah memiliki kemampuan baca tulis, sementara sisanya sebesar 5 persen masih berstatus buta huruf (tidak memiliki kemampuan baca tulis). Berdasarkan jenis kelaminnya, secara umum AMH penduduk laki-laki selalu lebih tinggi dibandingkan dengan AMH wanita. Secara tidak langsung, fenomena tersebut menggambarkan adanya sedikit gap atau ketimpangan antar jender dalam memperoleh kesempatan pendidikan pada masa lampau, meskipun besarnya
gap
terlihat
semakin
mengecil.
Dibandingkan
dengan
AMH
secaranasional, maka AMH di Kabupaten Sleman selama satu dekadet terakhir cenderung lebih rendah.
C.
Tinjauan Kesehatan Indikator yang dapat mengukur pencapaian pembangunan kesehatan,
antara lain dengan memanfaatkan ukuran seperti usia harapan hidup dan angka kematian bayi (infant mortality rate - IMR). angka kesakitan, lamanya sakit serta rasio ketersediaan fasilitas kesehatan.
1).
Angka Harapan Hidup Pada tahun 2014, angka harapan hidup penduduk Kabupaten Sleman yang
diestimasi
menggunakan
hasil
proyeksi
penduduk
2010-2035
tercatat
sebesar74,47 tahun. Angka ini menggambarkan rata-rata usia dalam satua tahun yang akan dijalani oleh seorang penduduk Kabupaten Sleman yang dilahirkan hidup pada tahun 2014 hingga akhir hayatnya. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka harapan hidup relatif stabil dan tidak mengalami perubahan secara nyata. Hal ini terjadi karena level angka harapan hidup Kabupaten Sleman sudah relatif tinggi dibandingkan dengan empat kabupaten/kota lainnya di DIY atau bahkan kabupaten/kota pada level nasional.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kualitas hidup penduduk Sleman relatif lebih baik dibandingkan dengan banyak daerah lain di Indonesia.
2).
Angka Kematian Bayi Angka kematian bayi di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 diperkirakan
sekitar4,65orang untuk setiap 1000 kelahiran hidup. Artinya bahwa dari 1000 bayi yang terlahir dengan menunjukkan tanda-tanda kehidupan, 4,65 diantaranya
Profil Bappeda 2015
57
meninggal sebelum genap berumur setahun(Sekilas Info, Media Informasi Dinas Kesehatan Sleman). Berbagai program pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Jamkesmas, Jamkesos, Jamkesda telahdianggarkan bagi rumah tangga miskin.Program ini salah satu tujuannya adalahagarmasyarakat miskin bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dasar secara gratis di Puskesmas dan pelayanan kebidanan serta pelayanan rujukan. Selain program-program di atas masih ada lagi program Jampersal yang diharapkan mampu mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kualitas kesehatan ibu.
3).
Angka Kesakitan Berdasarkan hasil Susenas 2014, persentase penduduk yang mengalami
keluhan kesehatan tercatat sebanyak 43,8 persen danmeningkat dibandingkan dengan tahun 2013 yang tercatat sekitar 35,5 persen. Disisi lain, rata-rata lama sakit juga meningkat menurun dari 3,5 hari pada tahun 2013 menjadi 4,6 hari pada tahun 2014. Relatif meningkatnyakeluhan kesehatan ini menunjukkan derajat kesehatan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2014yang tidak lebih baik dibandingkan dengan kondisi tahun 2013.
Faktor musim yang tidak menentu
ditambah dengan akumulasi penurunan kualitas lingkungan akibat aktivitas produksi dan konsumsi ditengarai menjadi penyebab meningkatnya angka kesakitan. Pada tahun 2014, Jumlah Puskesmas di Kabupaten Sleman tercatat sebanyak 25unit. Untuk menjangkau pelayanan sampai daerah pelosok dibantu oleh Pustu dengan jumlah 70 unit. Di samping itu, juga disediakan Puskesling sebanyak 41 unit yang bergerak secara mobile melayani sampai tingkat pedukuhan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah Puskesmas, Pustu, maupun Puskesling tidak mengalami perubahan. Jika diasumsikan setiap penduduk memiliki akses terhadap ketiga fasilitas tersebut, maka pada tahun 2014 setiap unit Puskesmas melayani sekitar 44.559 penduduk dan Pustu melayani sekitar 16.559 penduduk.
Profil Bappeda 2015
58
D.
Posisi Pembangunan Manusia Pada bagian ini, berisi mengenai penggabungan beberapa indikator
menjadi satu indeks komposit yang dikenal sebagai Indeks Pembangunan Manusia
(IPM).
memberdayakan
Titik
berat
pembangunan
manusia
adalah
berupaya
penduduk sehingga mereka memiliki pilihan yang lebih luas
dalam menjalani kehidupan. Upaya tersebut dijabarkan melalui akses yang lebih luas bagi penduduk untuk meningkatkan derajat kesehatan, memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, dan peluang untuk menaikkan taraf ekonomi rumah tangga yang pada akhirnya akan mendorong partisipasi mereka dalam pelaksanaan pembangunan.
1).
Perkembangan IPM Kabupaten Sleman 1999-2014 Perkembangan capaian IPM Kabupaten Sleman selama periode 1999-
2014 menunjukkan pola yang semakin meningkat. Pada tahun 1999, IPM Kabupaten Sleman tercatat sebesar 69,8. Angka ini semakin meningkat hingga menjadi 80,73 pada tahun 2014. Secara umum, perkembangan angka ini menggambarkan kualitas pembangunan manusia yang semakin membaik dari tahun ke tahun. Penyempurnaan metode penghitungan IPM yang mulai dilimplementasikan pada tahun 2010 memberi pengaruh positif terhadap level peningkatan IPM Kabupaten Sleman pada periode 2010-2014. Fenomena ini sedikit berbeda dengan kondisi IPM di mayoritas kabupaten/kota lainnya di Indonesia atau IPM secara nasional yang justru mengalami penurunan level pasca implementasi metode penghitungan baru. Gambar 7.1 mengilustrasikan level IPM nasional yang menurun dari 71,76 di tahun 2009 menjadi 66,53 di tahun 2010 setelah implementasi metode penghitungan IPM baru. Secara umum, level IPM Kabupaten Sleman selama periode 1999-2014 terlihat lebih tinggi dibandingkan level IPM DIY dan IPM nasional. Hal ini memberi gambaran capaian kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Sleman yang lebih baik dibandingkan dengan level DIY maupun nasional. Berdasarkan klasifikasinya, IPM Kabupaten Sleman pada tahun 2010 termasuk dalam kategori IPM tinggi (70 ≤ IPM < 80). Mulai tahun 2011-2014 klasifikasi IPM Kabupaten Sleman terlihat semakin meningkat dan berada pada kategori sangat tinggi (IPM ≥ 80). Sementara, IPM DIY
Profil Bappeda 2015
59
selama periode 2010-2014 termasuk dalam kategori tinggi dan IPM nasional dalam waktu yang sama termasuk dalam kategori sedang.
2).
Perkembangan Indeks Penyusun IPM 2010-2014 Tingginya level IPM Kabupaten Sleman dan perkembangannya yang
semakin
membaik
tidak
terlepas
dari
perkembangan
semua
indikator
penyusunnya yang juga tercatat sangat baik. Semua indikator penyusun memiliki kontribusi positif terhadap level IPM dengan nilai indeks yang bervariasi.
a.
Indeks Kesehatan Indeks kesehatan yang direpresentasikan oleh angka harapan hidup
penduduk memiliki nilai tertinggi sebesar 0,84. Nilai indeks ini relatif stabil selama periode
2010-2014.
Tingginya
level
indeks
kesehatan
dipengaruhi
oleh
pencapaian harapan hidup penduduk pada saat lahir yang berada di atas level 74 tahun dalam lima tahun terakhir. Angka 74 tahun ini menggambarkan perkiraan rata-rata usia yang akan dijalani oleh bayi yang dilahirkan hidup pada tahun 2014 hingga akhir hayatnya. Dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Indonesia, level angka harapan hidup penduduk Kabupaten Sleman relatif lebih tinggi, bahkan termasuk dalam kelompok 20 daerah yang memiliki angka harapan hidup tertinggi di Indonesia.
b.
Indeks Pengeluaran Level indeks yang terbesar berikutnya adalah indeks pengeluaran yang
tercatat sebesar 0,81 pada tahun 2014. Nilai indeks ini sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 yang tercatat sebesar 0,80. Tingginya nilai indeks pengeluaran dipengaruhi oleh level pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan. Berdasarkan hasil Susenas 2014 nilai pengeluaran perkapita riil di Kabupaten Sleman tercatat sebesar Rp 14.170,- per hari. Dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Indonesia, nilai pengeluaran perkapita riil penduduk Kabupaten Sleman berada pada kelompok 25 tertinggi. Fenomena ini juga menjadi gambaran daya beli penduduk Kabupaten Sleman yang berada di atas rata-rata level DIY dan nasional. Artinya, tingkat kesejahteraan penduduk di Kabupaten Sleman secara rata-rata lebih baik dibandingakan dengan level DIY
Profil Bappeda 2015
60
maupun nasional. Hal ini tidak lepas dari perkembangan kelas menengah yang terlihat semakin mewarnai kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
c.
Indeks Pengetahuan Indeks pengetahuan memiliki level sebesar 0,78 pada tahun 2014. Nilai
indeks ini mengalami peningkatan yang cukup nyata dibandingkan dengan tahun 2010 (0,75). Secara umum, level indeks pengetahuan di Kabupaten Sleman lebih banyak dipengaruhi oleh indikator harapan lama sekolah dengan nilai indeks tahun 2014 sebesar 0,87. Salah satu faktor yang mendorong tingginya harapan lama sekolah adalah tingkat partisipasi sekolah pada berbagai tingkatan, karena kemudahan penduduk berusia sekolah dalam mengakses sarana pendidikan yang tersedia. Faktor yang lainnya adalah keberadaan beberapa perguruan tinggi ternama, baik negeri maupun swasta yang menjadi pendorong mahasiswa dari luar daerah untuk bermigrasi dengan tujuan melanjutkan studi dan tinggal di Kabupaten Sleman.
Keberadaan mereka mendorong level partisipasi sekolah
pada tingkat perguruan tinggi, sehingga harapan lama sekolah secara agregat tercatat cukup tinggi hingga mencapai sebesar 15,64 tahun.
Dibandingkan
dengan kabupaten/kota lainnya, harapan lama sekolah penduduk Sleman berada dalam kelompok lima terbesar secara nasional.
3).
Perbandingan IPM dengan Kabupaten/Kota di DIY IPM yang tertinggi di DIY dicapai oleh Kota Yogyakarta dengan nilai IPM
sebesar 83,78 dan diikuti oleh Kabupaten Sleman di peringkat kedua tertinggi dengan nilai IPM 80,73.
Berdasarkan klasifikasinya, maka IPM Kabupaten
Sleman dan Kota Yogyakarta termasuk dalam kategori sangat tnggi (IPM ≥ 80). Kabupaten Bantul dan Kulonprogo dengan IPM masing-masing sebesar 77,11 dan 70,68 berada di peringkat ketiga dan keempat tertinggi di DIY. Klasifikasi IPM kedua daerah ini berada dalam kategori tinggi (70 ≤ IPM < 80). Sementara, IPM Kabupaten Gunungkidul (67,03) berada di peringkat
terbawah
di antara
kabupaten/kota di DIY dan termasuk dalam kategori sedang (60 ≤ IPM < 70). Secara umum, Penyempurnaan metode penghitungan memberi dampak penurunan level IPM di Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul. Keunggulan Kabupaten Sleman terletak pada aspek kesehatan, sedangkan Kota Yogyakarta lebih unggul pada aspek pengetahuan dan daya beli.
Profil Bappeda 2015
61
Sementara, Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo lebih tertinggal dari aspek pengetahuan dan aspek daya beli.
Secara keseluruhan fenomena di atas
menggambarkan ada kesenjangan yang cukup lebar dalam hal capaian kualitas pembangunan manusia antar wilayah di DIY. Kecepatan perkembangan capaian IPM yang telah ditempuh dengan IPM sebelumnya dalam suatu kurun waktu diukur menggunakan pertumbuhan per tahun. Berdasarkan rata-rata pertumbuhan per tahun selama periode 2010-2014, Kabupaten Sleman terlihat memiliki nilai yang tertinggi sebesar 1,08 persen dan diikuti oleh Kabupaten Bantul (0,66 persen). Hal ini menggambarkan tingkat kecepatan pencapaian pembangunan manusia yang dimiliki oleh Kabupaten Sleman lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di DIY maupun level nasional. Secara umum, level IPM DIY (76,81) maupun kabupaten/kota selain Gunungkidul berada di atas IPM nasional (68,90). Peringkat IPM DIY berada di urutan kedua tertinggi di antara 34 provinsi secara nasional setelah Provinsi DKI Jakarta.
Penutup : a)
Secara umum, kualitas capaian pembangunan manusia Kabupaten Sleman sampai tahun 2014 sudah berjalan dengan baik dan berada dalam kondisi yang sangat memuaskan. Hal ditunjukkan oleh nilai IPM yang berada pada kategori sangat tinggi dan berada di peringkat kedua di DIY dan keenam secara nasional.
b)
Tingginya pencapaian level IPM didorong oleh tingginya level dari ketiga indeks penyusunnya, yaitu indeks kesehatan, pengetahuan, dan standar hidup yang layak.
c)
Kecepatan perkembangan capaian IPM Kabupaten Sleman yang dalam lima tahun terakhir menjadi yang tercepat di level DIY dengan rata-rata pertumbuhan per tahun di atas 1 persen, sehingga perlu dijaga konsistensinya.
d)
Dari keempat indikator penyusunnya IPM, indikator usia harapan hidup, harapan lama sekolah, dan pengeluaran perkapita riil disesuaikan menjadi keunggulan Kabupaten Sleman dan memberi andil yang lebih besar
Profil Bappeda 2015
62
dibandingkan dengan rata-rata lama sekolah. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia di masa mendatang diperlukan upaya untuk menjaga konsistensi capaian indeks kesehatan dan daya beli dan memberi perhatian yang lebih pada aspek pendidikan.
B.
Subbidang Penelitian dan Pengembangan
1.
Analisis Komoditas Unggulan Sleman 2012
A.
Latar Belakang Salah satu usaha dalam memajukan dan mengembangkan pertanian
unggul adalah dengan menentukan jenis komoditas yang akan diusahakan. Pemetaan komoditas pertanian unggulan
disesuaikan dengan potensi daerah
yang akurat dan lengkap sangat dibutuhkan untuk mendukung data lapangan. Peta ini akan menjadi acuan dan pendekatan dalam perencanaan pengembangan untuk komoditas pertanian unggulan
meliputi; tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan. Pengembangan implementasi
dari
komoditas pertanian unggul kebijakan
pengembangan
merupakan salah satu wilayah
dalam
rangka
pengembangan ekonomi masyarakat di daerah. Prioritas kegiatan pengembangan kawasan pertanian unggul diarahkan antara lain; komoditas unggulan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan yang berwawasan industrial diperdesaan agar dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam pemanfaatan potensi komoditas yang unggul perlu dipertimbangkan agar tidak mengeksploitasi sumberdaya tetapi lebih kepada upaya optimalisasi sumberdaya dengan tanpa mengorbankan sumberdaya dimasa mendatang. Karenanya ada enam upaya penilaian yang perlu dilakukan, yaitu : 1)
Melakukan deskripsi jenis-jenis pengembangan komoditas pertanian unggul secara sistematis.
2)
Melakukan klasifikasi jenis-jenis pengembangan komoditas pertanian unggul yang potensial wilayah secara sistematis.
3)
Melakukan deskripsi dimana setiap potensi pengembangan komoditas pertanian unggul yang sudah diklasifikasikan tersebut.
4)
Melakukan deskripsi jumlah ketersediaan pengembangan
komoditas
pertanian unggul potensi wilayah, yaitu melakukan identifikasi dengan
Profil Bappeda 2015
63
memberikan deskripsi berapa jumlah pengembangan komoditas pertanian unggul yang sudah diklasifikasikan di setiap lokasi. 5)
Melakukan deskripsi pengembangan komoditas pertanian uggulan sesuai potensi wilayah, yaitu melakukan identifikasi dengan memberikan deskripsi pengembangan komoditas pertanian unggul
yang telah dikembangkan
dengan orientasi pemikiran akan adanya nilai tambah terhadap potensi wilayah. 6)
Melakukan deskripsi perubahan-perubahan atas komoditas pertanian unggul yang telah diidentifikasi, yaitu melakukan identifikasi dengan memberi deskripsi terhadap jenis komoditas pertanian pertanian unggul yang telah berubah.
B.
Tujuan Tujuan dari kegiatan ini adalah membuat Perencanaan Pembangunan
komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Sleman dengan rincian sebagai berikut: 1)
Mencari kesesuaian komoditas pertanian unggulan bagi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.
2)
Menyusun perwilayahan, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan
3)
Menyusun
pengembangan
komoditas
pertanian
unggulan;
tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. 4)
Menumbuhkan konsep industrial diperdesaan berbasis komoditas unggulan : tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, unggulan
C.
Hasil Dari serangkaian riset dan FGD tim peneliti/ narasumber dan analisis data
menggunakan metode LQ, analisis rerata dan Participatory RRA yang dilakukan, dapat disimpulkan : Komoditas Unggulan Setiap Kecamatan di Kab. Sleman adalah sebagai berikut :
Profil Bappeda 2015
64
1). Tanaman Pangan Dan Hortikultura Kecamatan
Padi Dan Palawija
Sayur Buah Musiman
SLEMAN
Kacang Tanah Kacang Tanah Padi Sawah JAGUNG
MLATI GAMPING NGEMPLAK NGAGLIK DEPOK GODEAN MOYUDAN MINGGIR SEYEGAN TEMPEL
SEMANGKA
Sayur Buah Tahunan SAWO
Tanaman Biofar Maka Laos
DRACAENA
Melon
NANGKA
Pace
MELATI
KUBIS
MARKISA KONYAL JERUK BESAR PEPAYA
KUNYIT LIDAH BUAYA
Tanaman Sukulen ANYELIR
Belimbing Melinjo
Kencur Mahkota Dewa
MANGGA
Jahe
SEMANGKA
Kacang Tomat Tanah Ubijalar Ketimun Padi Bawang Merah Sawah Padi BAWANG Sawah MERAH KACANG Melon HIJAU Kacang Kacang Tanah Panjang Jagung LABU SIAM
TURI
UBIJALAR
Kacang Panjang
PAKEM
UBIJALAR
CANGKRINGAN KALASAN
Ubijalar KACANG TANAH KACANG HIJAU PADI LADANG
KEMBANG KOL KENTANG CABE RAWIT Jamur
BERBAH PRAMBANAN
Bayam
MANGGA Nangka
Pace
Tanaman Hias
Anthurium Bunga CALADIUM ADENIUM
Tanaman Air KAPULAGA Tanaman Air Mahkota Dewa DRACAENA
SALAK PONDOH SALAK BIASA/ PONDOH ALPOKAT
Lempuyang
MONSTERA
MAHKOTA DEWA
Anthurium Daun
PACE
KRISAN
ALPOKAT NANAS
DLINGO KEJIBELING
SOKA MELATI
JAMBU AIR BELIM BING
Lempuyang
PALEM
LEMPUYANG
DRACAENA / Tanaman Sukulen/ Anggrek epifit
2. Peternakan Kecamatan
Ternak Besar
Ternak
Unggas
Kecil SLEMAN
Sapi Potong
Kelinci
Ayam Buras
Profil Bappeda 2015
65
MLATI
Sapi Potong
Kelinci
BURUNG PUYUH
GAMPING
Sapi Potong
BABI
NGEMPLAK
Sapi Potong
Kelinci
AYAM PETEL
NGAGLIK
Sapi Potong
Kelinci
Ayam Petelu
DEPOK
Sapi Potong
Domba
Ayam Buras
KERBAU
BABI
ITIK
MOYUDAN
Kerbau
BLIGON
Itik
MINGGIR
Kerbau
KELINCI
Itik
SEYEGAN
KERBAU
KELINCI
Ayam Buras
TEMPEL
KERBAU/
KELINCI
Itik
PE
Ayam Buras
GODEAN
ITIK
SAPI POTONG TURI
Kerbau/ SAPI PERAH
PAKEM
SAPI PERAH/
Kelinci
AYAM POTO
Bligon
BURUNG
KUDA CANGKRINGAN
SAPI PERAH/ KUDA
PUYUH
KALASAN
SAPI POTONG
Domba
BERBAH
SAPI POTONG
Bligon
AYAM POTO AYAM
PETELUR PRAMBANAN
SAPI POTONG
BLIGON
Ayam Petelu
3. Perikanan KECAMATAN
BENIH IKAN
IKAN
IKAN HIAS
KONSUMSI SLEMAN MLATI
Lele GRASSCARP
TAWES GRASSCARP/
BETA KOMET
BAWAL GAMPING NGEMPLAK NGAGLIK
Gurami
Tawes
Plati
NILA
NILA/LELE
JENIS LAIN
Gurami
Tawes
Plati
Profil Bappeda 2015
66
DEPOK
NILA
GODEAN
KOMET
Gurami
Lele
Black Moly
Lele
GURAMI
BLACK MOLY
MOYUDAN MINGGIR
Grasscarp
GURAMI
UDANG GALAH
BLACK GOST
SEYEGAN
Lele
LELE
BLACK MOLY
TEMPEL
Gurami
Tawes
Plati
TURI
TAWES
Tawes
Beta
PAKEM
Karper
TAWES
Plati
CANGKRINGAN
Karper
KARPER
Plati
KALASAN
GRASSCARP
BERBAH
NILA/ BAWAL
PLATI
LAINNYA
BAWAL
KOKI
Gurami
Lainnya
Black
PRAMBANAN
Moly
4. Perkebunan Dan Kehutanan Kecamatan SLEMAN
Tanaman Perkebunan TEMBAKAU
Hasil Hutan Kayu Sonokeling
Hasil Hutan Bukan Kayu Bambu
VIRGINIA MLATI GAMPING NGEMPLAK NGAGLIK
Lada
Mahoni
Bambu
METE
JATI
Bambu
TEMBAKAU RAKYAT KAPUK
Jenis Lainnya
Bambu
Mahoni
Bambu
RANDU DEPOK
Tebu
Sonokeling
Bambu
GODEAN
KAKAO
Jati
Bambu
MOYUDAN
KAKAO
JATI
Bambu
MINGGIR
MENDONG
Jati
Bambu
SEYEGAN
NILAM
Jati
BAMBU
Sengon
Bambu
TEMPEL
TEMBAKAU
Profil Bappeda 2015
67
RAKYAT TURI PAKEM
NILAM
Jenis Lainnya
Bambu
KOPI
JENIS LAINNYA
BAMBU
SENGON
BAMBU
ROBUSTA CANGKRINGAN
KOPI ARABIKA
KALASAN
KENANGA
SONOKELING
Bambu
BERBAH
METE
Jati
Bambu
JARAK
SONOKELING
PRAMBANAN
Bambu
PAGAR
CATATAN : Komoditas Unggulan setiap kecamatan digolongkan menjadi 4, yaitu : Komoditas ditulis TEBAL, KAPITAL artinya sudah layak menjadi Komoditas Unggulan UTAMA
(Kelas A). Komoditas ini dalam
kecamatan tersebut memiliki kontribusi paling besar ke kabupaten dan volume tanam/jumlah populasinya terbesar tingkat kabupaten juga.
Komoditas ditulis TIPIS, KAPITAL artinya menjadi Komoditas Unggulan BIASA (Kelas B). Komoditas ini dalam kecamatan tersebut memiliki kontribusi paling besar ke kabupaten tetapi volume tanam/jumlah populasinya terbesar ke 2 atau 3 tingkat kabupaten.
Komoditas ditulis Tipis, Non Kapital artinya menjadi Komoditas Unggulan PERSIAPAN (Kelas C). Komoditas ini dalam kecamatan tersebut memiliki kontribusi paling besar ke kabupaten tetapi volume tanam/jumlah populasinya masih terlalu kecil/ sedikit.
Komoditas ditulis Tipis, non Kapital, Merah artinya masih Calon Komoditas Unggulan (Kelas D).
Komoditas ini belum terdapat di
lapangan atau tidak ada dalam serial data tetapi prospektif dikembangan di kecamatan tersebut.
Profil Bappeda 2015
68
Pada beberapa kecamatan terdapat 2 jenis komoditas unggulan dengan pertimbangan bahwa jumlah populasi/volume tanaman/ volume produksi komoditas-komoditas
tersebut
dan
kontribusinya
ke
kabupaten
menempati posisi 3 besar.
Komoditas Unggulan Kabupaten adalah sebagai berikut : Bidang
TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA
Jenis Komoditas PADI DAN PALAWIJA SAYUR BUAH SEMUSIM SAYUR BUAH TAHUNAN TANAMAN BIOFARMAKA TANAMAN HIAS
TERNAK BESAR TERNAK PETERNAKAN KECIL TERNAK UNGGAS BENIH IKAN IKAN PERIKANAN KONSUMSI IKAN HIAS PERKEBUNA N HASIL PERKEBUNAN HUTAN DAN KEHUTANAN KAYU HASIL HUTAN NON KAYU
Komoditas Unggulan Umum Padi Sawah Cabe Besar dan Kangkung Melinjo dan Pisang Jahe Adenium
Sapi Potong Domba Ayam Buras Lele Nila
Komoditas Unggulan Spesifik Padi Ladang Jamur
Salak Pondoh dan Jambu Dalhari Pace Anggrek Vanda tricolor merapi Melati, Titonia sp Kerbau Kelinci Itik Mujahir Gurami
Koi Kelapa dan Tebu Sengon Laut
Beta Mendong
Bambu
Kayu putih dan Umbi-umbian Kebun
Jati
Catatan : Komoditas Unggulan Umum merupakan istilah untuk komoditas yang terpilih sebagai unggulan kabupaten dengan pertimbangan utama dari hasil analisis
Profil Bappeda 2015
69
LQ, analisis rerata volume/ jumlah populasi dan analisis kualitatifnya, berpeluang besar untuk dikembangkan masal dan merata. Komoditas Unggulan Spesifik merupakan istilah untuk komoditas terpilih sebagai unggulan kabupaten dengan pertimbangan utama pada analisis kualitatif
tentang
dikembangkan
nilai
pada
kulturalnya,
lahan
kekhasannya,
sempit/marginal,
tingginya
tingginya
peluang
manfaat
dalam
mendukung pertanian berkelanjutan, mudah diakses oleh kelompok marginal, adaptif terhadap perubahan iklim.
Kawasan Sentra Pengembangan berdasarkan komoditas unggulan adalah sebagai berikut :
Pangan Dan Hortikultura LERENG Sentra GUNUN pengembangan G salak biasa, MERAPI ubijalar dan salak pondoh di Turi; kembang kol, krisan, alpokat dan pace di Pakem; salak pondoh, labu siam, monstera di Tempel; aneka tanaman hias/ soka, kentang, alpokat, jamur dan dlingo di Cangkringan; kawasan sentra pelestarianpengembangan anggrek SLEMAN Godean: BARAT adenium, bawang merah; Moyudan:bawang merah dan mangga; Minggir: kacang hijau, kapulaga, mendong dan Kawasan
Perkebunan Kehutanan
Peternakan
Perikanan
Sentra Sentra Sentra Sentra benih pengembang sengon dan kerbau dan karper, an nilam di bambu di kelinci di pembesaran Turi; Kopi di Cangkringan Tempel; PE karper dan Pakem dan ; akasia, dan sapi budidaya plati Cangkringan; mindi, perah di di Tembakau nangka, Turi; sapi Cangkringan; rakyat di pinus, perah dan budidaya Tempel; trembesi dll. ayam potong tawes di kawasan di Turi dan di Pakem; Pakem, sentra Pakem sapi perah pembenihan pengembang dan burung tawes di Turi an alpokat puyuh di Cangkringan
Sentra kakao di Moyudan dan Godean; mendong di Minggir
Seyegan Moyudan sebagai sentra black sentra moly dan kelinci; pembesaran kawasan gurami, sentra Minggir sentra pengemban black gost dan gan kerbau pembesaran udang galah
Profil Bappeda 2015
70
Kawasan
SLEMAN TENGAH
SLEMAN TIMUR
Pangan Dan Perkebunan Kehutanan Peternakan Hortikultura mangga; Seyegan: dracaena; calon sentra tanaman hias perairan Sleman untuk Sleman Potensial Gamping dracaena dan untuk sentra dikembangsebagai sawo; Mlati untuk pengemban kan untuk sentra babi; melati dan gan sentra Ngemplak nangka; tembakau tanaman sebagai Gamping untuk virginia, hias epifit sentra ayam markisa konyal Seyegan menempel di petelur. dan kunyit; untuk tanaman Aneka ternak Ngemplak untuk tembakau pekarangan. hias/ burung jagung dan awutan, Bambu pada kicauan semangka; Ngemplak DAS potensial Ngaglik untuk untuk dikembangka pepaya; Depok tembakau n disini. untuk pusat rakyat pemasaran. Jenis tnm. hias peneduh- pagar halaman, potensial di kawasan ini Kalasan : cabe Kalasan Prambanan Prambanan rawit dan sebagai sbg. sentra sebagai kejibeling; sentra sonokeling, sentra sapi Berbah untuk pengemban jati, kayu potong dan palem dan gan putih & kambing jambu dalhari; kenanga; aneka umbibligon Prambanan Prambanan umbian untuk padi sentra jarak kebun ladang, pagar dan belimbing dan mete lempuyang.
Perikanan
Mlati: sentra komet dan pembesaran grasscarp, Ngemplak : pembenihan pembesaran Nila, serta aneka jenis ikan hias lain
Kalasan sebagai sentra plati dan pembenihan grasscarp; Berbah sentra koki dan aneka benih ikan lain
Catatan : Pengembangan
kawasan
sentra
dimaknai sebagai pusat
pengembangan
komoditas tertentu yang terbukti sesuai dan memiliki volume produksi bagus di kawasan tersebut atau secara ekologis potensial/sudah dikembangkan.
Pengembangan kawasan sentra dengan inti komoditas tertentu pada satu atau dua kecamatan di suatu kawasan dimaknai sebagai pusat pengembangan
Profil Bappeda 2015
71
budidaya/ pengolahan, pendidikan, budaya dan ekowisata berbasis komoditas tersebut.
Pengembangan kawasan potensial sentra untuk komoditas tertentu didasarkan atas peluang pembudidayaan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan baik ekonomis maupun ekologis untuk mendukung konservasi komoditas tersebut.
Pengembangan kawasan sentra merupakan hitungan potensial membangun hubungan saling memperkuat antar komoditas dalam kawasan tersebut hingga meningkatkan kontribusi komoditas tersebut ke wilayah yang lebih besar.
2.
Agenda Riset Daerah Kabupaten Sleman
Pembangunan di Kabupaten Sleman tahun 2011 – 2015 dilaksanakan berdasarkan pada Visi Kabupaten, yakni terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera lahir batin, berdaya saing, dan berkeadilan gender pada tahun 2015. Untuk dapat mewujudkan masyarakat Sleman yang lebih sejahtera lahir batin, berdaya saing dan berkeadilan gender maka kebijakan, program dan pelayanan publik di Kabupaten Sleman pro-kesejahteraan, pro-poor, pro-keadilan dan progender. Dicegah adanya kebijakan yang merugikan kepentingan penduduk miskin, merugikan
kepentingan
perempuan, mengurangi jumlah
penduduk miskin,
meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pekerjaan, pelayanan publik dan keterlibatan dalam proses politik. Ilmu pengetahuan dan teknologi (ilmu pengetahuan dan teknologi) merupakan unsur utama dalam kemajuan peradaban manusia.
Secara umum
peranan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk: a. meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat; b. meningkatkan daya saing bangsa; c.
memperkuat kesatuan dan persatuan nasional;
d. mewujudkan pemerintahan yang transparan; dan e. meningkatkan jatidiri bangsa di tingkat internasional. Selain itu melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia dapat mendayagunakan kekayaan alam untuk menunjang kesejahteraan dan meningkatkan kualitas kehidupan. Oleh karena itu, pembangunan juga harus berbasis pada ilmu
Profil Bappeda 2015
72
pengetahuan dan teknologi.
Tujuan Penyusunan ARD 1.
Menjawab permasalahan pembangunan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.
Memberikan arah bagi kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan oleh pemerintah, akademisi, pebisnis dan masyarakat bagi Kabupaten Sleman. Untuk itu, DRD Kabupaten Sleman perlu merumuskan kebijakan riset yang
diantaranya dituangkan dalam ARD. Kerangka kerja legal-formal dan strategis yang dirujuk dalam penyusunan dokumen ARD diperlihatkan pada gambar berikut:
Fokus Area Pembangunan Daerah Bidang Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Mengacu pada tujuan pembangunan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Sleman Tahun 2011–2015, dan Kebijakan Strategis Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tahun 2005– 2009 maka bidang-bidang fokus penelitian pada Agenda Riset Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2011–2015 terdiri atas enam bidang fokus: 1)
Pertanian dan Ketahanan Pangan;
2)
Infrastruktur dan Teknologi Informasi;
3)
Lingkungan dan Kebencanaan;
4)
Kesehatan dan Obat;
5)
Keamanan dan Ketertiban;
6)
Sosial Kemasyarakatan.
A.
Bidang Fokus Pertanian dan Ketahanan Pangan Isu strategis pada urusan pertanian adalah masih cukup tingginya alih
fungsi lahan, biaya produksi tidak sebanding dengan harga jual, belum optimalnya manajemen agribisnis, dan akses pemodalan yang belum merata. Isu strategis pada urusan ketahanan pangan adalah belum optimalnya diversifikasi produk pangan lokal. Kondisi ini tidak terlepas dari adanya kecenderungan bergesernya
pola
konsumsi
masyarakat.
Kesadaran
masyarakat
dalam
mengkonsumsi produk pangan lokal cenderung menurun. Selain Itu di beberapa daerah di Kabupaten Sleman juga rawan terhadap bencana alam, khususnya
Profil Bappeda 2015
73
dari erupsi Gunungapi Merapi. Permasalahan lainnya adalah masih banyaknya penggunaan bahan adiktif yang berpengaruh pada keamanan pangan.
B.
Bidang Fokus Infrastruktur dan Teknologi Informasi Isu strategis pada urusan komunikasi dan informatika adalah belum
optimalnya
implementasi
e-government
dan
pelayanan
perijinan
yang
menggunakan teknologi informasi, sedangkan isu strategis pada urusan perhubungan adalah kurangnya sarana dan prasarana lalulintas dan angkutan jalan dalam memperkokoh fungsi jaringannya, serta kurangnya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas. Isu strategis pada urusan pekerjaan umum adalah tingkat kerusakan jalan dan upaya pemeliharaannya, jembatan dan irigasi belum sebanding dengan kebutuhannya serta masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan sarana dan prasarana.
C.
Bidang Fokus Lingkungan dan Kebencanaan Isu strategis pada urusan lingkungan dan kebencanaan yakni (1)
terjadinya degradasi lingkungan, rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, dan dampak pemanasan global; (2) perlunya integrasi kegiatan mulai dari pra bencana, saat terjadi bencana, dan paska bencana secara seimbang dan sinergis.
D.
Bidang Fokus Kesehatan dan Obat Isu strategis pada masalah kesehatan adalah terbatasnya sumberdaya
kesehatan, belum optimalnya pelayanan kesehatan, masih adanya ancaman penyakit menular maupun penyakit yang tidak menular, dan masih banyaknya penduduk yang belum menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan.
E. Bidang Fokus Keamanan dan Ketertiban Isu strategis pada urusan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri adalah meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi peraturan.
F. Bidang Fokus Sosial Kemasyarakatan Isu strategis pada urusan pendidikan adalah belum optimalnya aksesibilitas,
Profil Bappeda 2015
74
sarana dan prasarana dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraaan pendidikan. Isu strategis pada urusan kebudayaan adalah masih rendahnya penerapan nilai-nilai luhur budaya dalam kehidupan sehari-hari, belum optimalnya pengelolaan kekayaan budaya, dan masih terbatasnya kualitas sumberdaya manusia pelaku budaya. Isu strategis pada urusan sosial adalah masih cukup tingginya angka kemiskinan dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
C.
Subbidang Perencanaan Daerah
1.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Pilar utama pembangunan adalah aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Keberhasilan pembangunan selain dicirikan oleh peningkatan pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan, juga harus ada jaminan keberlanjutan. Untuk konteks pemerintah Kabupaten Sleman, pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan sebagai landasan operasional pembangunan, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana Tata Ruangnya. Setiap proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembangunan diharuskan mengandung kepentingan pelestarian lingkungan hidup. Perhatian terhadap pelestarian lingkungan hidup idealnya sudah muncul dan ditempatkan sejak proses awal perumusan strategi hingga pelaksanaan pembangunan. Konsekuensi dari tuntutan ini adalah adanya instrument pengkajian terhadap lingkungan hidup pada tataran strategis setara dengan strategi pembangunan itu sendiri. Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah serangkaian
analisis
yang
sistematis,
menyeluruh
dan
partisipatif
untuk
memastikan bahwa kaidah pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan atau program. Tujuan KLHS hakikatnya adalah lahirnya kebijakan, rencana, dan program melalui proses partisipasi, transparan, dan akuntabel dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan.
Profil Bappeda 2015
75
KLHS dilaksanakan dengan mekanisme pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program-program RPJMD terhadap kondisi lingkungan hidup di wilayah Kabupaten Sleman; perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau
program-program
RPJMD;
serta
rekomendasi
perbaikan
untuk
pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program-program RPJMD dengan mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. Mekanisme pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau programprogram terhadap kondisi lingkungan hidup di wilayah Kabupaten Sleman dilakukan melalui tahap: a.
melakukan Persiapan,
b.
melakukan Pelingkupan, dan
c.
menyusun Baseline Data. Pada tahap penyusunan Rumusan Rancangan Awal RPJMD Kabupaten
Sleman 2016-2020 ini penyusunan KLHS dilakukan baru sampai dengan tahapan Pelingkupan. Penyusuna KLHS secara komprehensif akan terus dilakukan pada Tahun 2016 berbarengan dengan penyusunan Rumusan Rancangan Akhir RPJMD Kabupaten Sleman 2016-2020.
2.
Rumusan Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2016-2020
Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran dari rencana teknokratik sebelum ditetapkannya Kepala Daerah terpilih, yang penyusunannya berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan memperhatikan RPJM Nasional serta Agenda Nawacita. Pedoman untuk menyusun RPJMD adalan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 pada Lampiran 3. Dalam pedoman itu diamanatkan beberapa kegiatan dalam proses penyusunan RPJMD, yakni working paper, penyusunan rancangan awal RPJMD sebagai bagian dalam rencana penyusunan RPJMD secara keseluruhan. Setelah ditetapkannya Kepala Daerah terpilih, maka selambatlambatnya 6 bulan sudah harus ditetapkan RPJMD.
Profil Bappeda 2015
76
Proses penyusunan Rancangan Awal RPJMD didahului dengan Telaah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Telaah RPJM Nasional, Analisis Permasalahan, dan Telaah Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Telaah RTRW Kabupaten Sleman meliputi: 1. Telaah Struktur Ruang, 2. Telaah Pola ruang, dan 3. Telaah Penataan Ruang Kabupaten/Kota di wilayah perbatasan. Dalam penyusunan RPJMD, rencana struktur ruang RTRW Kabupaten Sleman menjadi gambaran titik pengikat pemanfaatan ruang. Struktur ruang yang terdiri atas rencana pengembangan sistem pusat kegiatan dan rencana jaringan prasarana menjadi pengikat tulang dan sendi dari kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Sleman. Rencana pola ruang di Kabupaten Sleman diarahkan untuk merealisasikan tujuan penataan ruan wilayah Kabupaten Sleman
yang
mengharapkan
ketanggapan
terhadap
bencana,
wawasan
lingkungan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam merealisasikan tujuan penataan ruang, pola ruang dibagi menjadi dua kawasan utama yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung mengarahkan Kabupaten Sleman untuk menjaga kelestarian alam, kelestarian lingkungan bawahan, kelestarian lingkungan permukiman dan ketanggapan terhadap bencana. Fokus utama adalah kawasan resapan air dan kawasan rawan bencana. Sedangkan pada kawasan budidaya perlu ditekankan pentingnya perwujudan kawasan permukiman perkotaan Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) sebagai PKN yang memerlukan kerjasama di dalam perwujudannya, serta pentingnya kawasan pertanian. Telaah
RPJMN
meliputi
telaah
terhadap
arah
kebijakan
RPJMN
disandingkan dengan agenda nawacita berupa: menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara, membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya, meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, peningkatan kedaulatan pangan, melakukan revolusi karakter bangsa, dan memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Profil Bappeda 2015
77
Analisa permasalahan diawali dengan pengumpulan data lima tahun sebelumnya yang bersumber pada data Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah (LPPD), Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ), Laporan Akhir Masa Jabatan (AMJ), Evaluasi RPJMD 5 tahun sebelumnya dan data RKPD tahun 2016. Analisis permasalahan dilakukan bersama-sama dengan SKPD terkait yang dikemas dalam bentuk Forum Discussion Group (FGD), yang selanjutnya permasalahan dikelompokkan dalam 3 aspek, yakni aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, dan aspek daya saing daerah, sehingga ditemukan 11 kelompok permasalahan sesuai fokus dan kondisi daerah Sleman. Telaah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sampai dengan tahun 2015 ini baru sebatas pada tahap Pelingkupan, yang dibagi dalam daftar panjang issue pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Sleman. Sistematika penyusunan rancangan awal RPJMD meliputi: Bab 1 Pendahuluan Bab 2 Gambaran Umum Kondisi Daerah Bab 3 Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah serta Kerangka Pendanaan Bab 4 Analisis isu-isu strategis Bab 5 Draft Visi dan Misi Calon Kepala Daerah Bab 6 Strategi dan Arah Kebijakan Bab 7 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah Bab 8 Indikasi Rencana Program Prioritas Bab 9 Penetapan Indikator Kinerja Daerah Bab 10 Pedoman Transisi dan Kaidah Pelaksanaan
4.1.1.2 Bidang Fisik dan Prasarana A.
Subbidang Penataan Ruang, Pertanahan, dan Perumahan
1.
RDTR Kecamatan Berbah Penyusunan RDTR Kecamatan Berbah merupakan salah satu bagian dari
kegiatan dalam penataan ruang. Rencana Detail Tata Ruang penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan yaitu perencanaan Tata Ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang diperlukan dalam pembangunan daerah agar alokasi pembangunan dapat diarahkan secara tepat sesuai dengan tuntutan perkembangan dan keterbatasan yang ada dan mampu mengakomodasi perkembangan masyarakat. Hal ini menuntut konsekuensi
Profil Bappeda 2015
78
bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Perubahan kondisi yang terjadi pada aspek ekonomi dan budaya di Kabupaten Sleman secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada perubahan kegiatan di beberapa titik di hampir semua kecamatan. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada. Pertumbuhan pusat – pusat kegiatan baru di beberapa tempat ini memerlukan perencanaan sebagai bahan pengendalian sekaligus arahan pengembangan wilayah. Maka dari itu perencanaan tata ruang yang terpadu dan terarah menjadi salah satu aspek penting sebagai antisipasi perubahan yang terjadi dengan pertimbangan potensi yang ada dan kelestarian lingkungan tanpa meninggalkan peran serta masyarakat. Salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul adalah Kecamatan Berbah. Laju pertumbuhan pembangunan di Kecamatan Berbah tergolong cepat. Salah satu parameter yang bisa langsung dilihat adalah peningkatan bangunan fisik baik yang berfungsi sebagai perumahan maupun fungsi lain. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan Kota Yogyakarta yang menyebabkan wilayah Kecamatan Berbah menampung berbagai kegiatan yang tidak dapat ditampung di Kota Yogyakarta. Penyusunan menyediakan
RDTR
dokumen
Kecamatan rencana
Berbah
yang
merupakan
mutakhir
(up
upaya to
date)
untuk dan
berkesinambungan (sustainable) terhadap perubahan yang terjadi dan dapat digunakan sebagai dasar untuk pemanfaatan ruang dan mampu mengakomodasi perkembangan masyarakat. Penyusunan ini juga patut untuk dilaksanakan sehubungan adanya paradigma
baru
dalam
pembangunan,
yaitu
antara
lain
meningkatkan/
memperbesar peran serta masyarakat dan swasta dalam proses pembangunan, pelaksanaan
otonomi
daerah
dan
sistem
pengendalian
pelaksanaan
pembangunan daerah sebagai konsekuensi operasionalnya. Perubahan
pemanfaatan
ruang
terutama
banyak
tarjadi
di
desa
Sendangtirto dan Tegaltirto terutama di sepanjang jalan Yogyakarta – Piyungan – Wonosari dan jalan Piyungan - Prambanan, sedangkan di desa Kalitirto perubahan pemanfaatan ruang relatif lebih lambat. Kegiatan-kegiatan yang ada di wilayah
Profil Bappeda 2015
79
Kecamatan Berbah terutama yang berada di sepanjang jalan utama kecamatan dan kawasan yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta sampai saat ini belum terakomodasikan dalam bentuk perencanaan. Sehingga belum ada acuan yang bersifat komprehensif, yang dapat digunakan untuk pelaksanaan program pembangunan. Sebagai konsekuensinya timbul peluang terjadinya tumpang tindih program
kegiatan
pembangunan
antar
sektor.
Untuk
mengantsipasi
permasalahan tersebut, perlu dilakukan pengaturan dan arahan kegiatan pembangunan, agar tepat guna dan berhasil guna. Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Berbah merupakan suatu arahan pembangunan wilayah kecamatan yang meliputi rencana sektoral dan Rencana Tata Ruang Kawasan. Arahan pembangunan yang akan diwujudkan dalam berbagai rencana program, disusun berdasarkan peraturan yang ada tanpa mengabaikan aspirasi masyarakat. Di dalam RTRW Kabupaten Sleman informasi yang menyangkut rencana Kecamatan Berbah masih bersifat umum, sehingga rencana yang lebih detail perlu disusun guna penyiapan pemanfaatan ruang.
2.
RDTR RDTR Kecamatan Cangkringan Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Cangkringan sangat diperlukan
agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Cangkringan sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.26/2007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, Cangkringan berfungsi sebagai:
Profil Bappeda 2015
80
1)
Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kotakota di wilayah Kabupaten Sleman;
2)
Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL) dengan fungsi: a.
Pemerintahan kecamatan
b.
Pendidikan
c.
Sosial
d.
Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Keberadaan
wilayah
Kecamatan
Cangkringan
diprediksikan
akan
mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Cangkringan yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
Profil Bappeda 2015
81
pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Cangkringan merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasan/kelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah
3.
RDTR RDTR Kecamatan Depok Penyelenggaraan penataan ruang merupakan proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan untuk terlaksananya perencanaan tata ruang secara terpadu dan menyeluruh, terwujudnya tertib pemanfaatan ruang, penyelenggaraan, pengendalian, serta pemanfaatan ruang dengan baik. Konteks
penyelenggaraan
penataan
ruang
berkaitan
dengan
penyelenggaraan pembangunan di daerah yang pada hakikatnya merupakan refleksi dinamika masyarakat, sehingga penataan ruang harus mampu dan tanggap terhadap setiap gejolak dan perubahan yang terjadi dengan adanya aktivitas pembangunan. Agar penyelenggaraan pembangunan daerah dapat memberikan manfaat yang besar dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat dan kemajuankemajuan di berbagai bidang, maka perlu disusun suatu rencana tata ruang yang mampu mengakomodasikan setiap dinamika yang terjadi. Dalam kaitan dengan ini rencana tata ruang bukanlah merupakan produk yang kaku, ketat dan mutlak, melainkan dapat selalu tanggap terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam batas-batas tertentu sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan dan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Dalam Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, Kecamatan Depok termasuk dalam fungsional kawasan perkotaan dan karena letak yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta maka dalam perkembangannya juga dipengaruhi oleh Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY). Rencana kebijakan yang ada saat ini hanya mewakili beberapa spot kawasan saja. Oleh karena itu, penyusunan RDTRK Kecamatan Depok perlu dilakukan untuk mengakomodasi kebijakan yang ada agar bisa sinergi dengan perkembangan yang terjadi saat ini.
Profil Bappeda 2015
82
Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Depok merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasan/kelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah.
4.
RDTR Kecamatan Gamping Penyelenggaraan penataan ruang merupakan proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan untuk terlaksananya perencanaan tata ruang secara terpadu dan menyeluruh, terwujudnya tertib pemanfaatan ruang, penyelenggaraan, pengendalian, serta pemanfaatan ruang dengan baik. Konteks
penyelenggaraan
penataan
ruang
berkaitan
dengan
penyelenggaraan pembangunan di daerah yang pada hakikatnya merupakan refleksi dinamika masyarakat, sehingga penataan ruang harus mampu dan tanggap terhadap setiap gejolak dan perubahan yang terjadi dengan adanya aktivitas pembangunan. Agar penyelenggaraan pembangunan daerah dapat memberikan manfaat yang besar dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat dan kemajuankemajuan di berbagai bidang, maka perlu disusun suatu rencana tata ruang yang mampu mengakomodasikan setiap dinamika yang terjadi. Dalam kaitan dengan ini rencana tata ruang bukanlah merupakan produk yang kaku, ketat dan mutlak, melainkan dapat selalu tanggap terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam batas-batas tertentu sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan dan faktorfaktor yang mempengaruhinya.
Profil Bappeda 2015
83
Dalam Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, Kecamatan Gamping termasuk dalam fungsional kawasan perkotaan dan karena letak yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta maka dalam perkembangannya juga dipengaruhi oleh Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY). Rencana kebijakan yang ada saat ini hanya mewakili beberapa spot kawasan saja. Oleh karena itu, penyusunan RDTRK Kecamatan Gamping perlu dilakukan untuk mengakomodasi kebijakan yang ada agar bisa sinergi dengan perkembangan yang terjadi saat ini. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Gamping merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasan/kelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah.
5.
RDTR Kecamatan Godean Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Godean sangat diperlukan agar
pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Godean sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan
Profil Bappeda 2015
84
perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.26/2007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, Godean berfungsi sebagai: 1)
Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kotakota di wilayah kabupaten Sleman;
2)
Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL) dengan fungsi: a.
Pemerintahan kecamatan
b.
Pendidikan
c.
Sosial
d.
Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Sebagian besar wilayah Kecamatan Godean termasuk Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Godean yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup.
Profil Bappeda 2015
85
Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Godean merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasan/kelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah
6.
RDTR Kecamatan Minggir Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan
ruang, yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum dan rencana rinci tata ruang (UU Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007).
Rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat
operasional rencana umum tata ruang. Salah satu perwujudan rencana rinci tata ruang adalah rencana detail tata ruang (RDTR). Rencana tata ruang wilayah Minggir sangat diperlukan agar pembangunan di daerah tersebut dapat lebih sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat di Kecamatan Minggir serta dapat berintegrasi dan saling menguntungkan dengan wilayah di sekitarnya. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan
tata
ruang
dan
pengembangan
sektoral
harus
dapat
berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan.
Profil Bappeda 2015
86
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman, Kecamatan Minggir berfungsi sebagai: a.
Bagian dari arahan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi yakni fungsi keamanan dan ketahanan pangan wilayah;
b.
Bagian kecil dari arahan kawasan lindung bawahan yakni sebagai fungsi kawasan resapan air;
c.
Bagian dari Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) yang
meliputi Ibukota
Kecamatan Minggir; dan d.
Bagian dari Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) yang meliputi seluruh pusat pemerintahan desa yang berada di luar Ibukota Kecamatan Minggir.
Selain memperhatikan potensi dan keterbatasan wilayah, perencanaan tata ruang juga harus memperhatikan perencanaan-perencanaan yang telah ada sebelumnya untuk wilayah tersebut dan sekitarnya. Salah satu perencanaan penting yang telah ada untuk Kecamatan Minggir adalah Rencana Umum Tata Ruang
Kota
Minggir.
Keberadaan
kawasan
tersebut
diprediksikan
akan
mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Minggir yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Perkembangan Kecamatan Minggir tidak akan terlepas dari potensi-potensi sumberdaya alam maupun sosial ekonomi budaya. Potensi wilayah ini perlu dirumuskan dan diskenariokan pemanfaatannya, salah satunya adalah dengan instrumen penataan ruang. Potensi wilayah ini akan mejadi isu-isu strategis di dalam penyusunan rencana penataan ruang. Kecamatan Minggir merupakan salah satu lumbung padi bagi Kabupaten Sleman. Penduduk Minggir sebagaimana penduduk di Kabupaten Sleman mayoritas masih tinggal di perdesaan dengan mata pencaharian di sektor pertanian. Beberapa permasalahan yang tekait dengan kondisi pertanian di Kecamatan Minggir yang juga mencerminkan kondisi pertanian di Kabupaten Sleman antara lain sebagai berikut :
Profil Bappeda 2015
87
Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian masih cukup tinggi;
Sarana dan prasarana produksi pertanian sering tidak terjangkau oleh petani;
Serangan hama dan penyakit pertanian masih cukup tinggi;
Harga hasil produksi pertanian tidak stabil;
Pengelolaan lahan tegalan belum optimal;
Kemampuan dalam pengolahan pasca panen dan pemasaran hasil produk pertanian masih rendah;
Kapasitas kelembagaan pertanian belum optimal;
Tata guna dan tata kelola air belum optimal;
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Minggir merupakan kegiatan menemukenali potensi dan permasalahan kawasan, mengintegrasikan dengan rencana yang telah ada serta memformulasikan dalam bentuk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Minggir, sehingga diharapkan dapat mengakomodasi pengembangan kebijakan, tujuan dan sasaran pembangunan, serta dinamika pembangunan dan sebagai alat di dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang.
7.
RDTR Kecamatan Mlati Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Mlati sangat diperlukan agar
pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Mlati sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.26/2007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari
Profil Bappeda 2015
88
3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, Mlati berfungsi sebagai: 1)
Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-kota di wilayah kabupaten Sleman;
2)
Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL) dengan fungsi: a.
Pemerintahan kecamatan
b.
Pendidikan
c.
Sosial
d.
Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Sebagian besar wilayah Kecamatan Mlati termasuk Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah
wadah
untuk
perencanaan
pembangunan
dan
antisipasi
serta
perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Mlati yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
Profil Bappeda 2015
89
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Mlati merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasan/kelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah
8.
RDTR Kecamatan Ngaglik Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Ngaglik sangat diperlukan agar
pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Ngaglik sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.26/2007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, Ngaglik berfungsi sebagai: 1)
Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata
Profil Bappeda 2015
90
jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kotakota di wilayah kabupaten Sleman; 2)
Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL) dengan fungsi: a.
Pemerintahan kecamatan
b.
Pendidikan
c.
Sosial
d.
Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Sebagian
besar
wilayah
Kecamatan
Ngaglik
termasuk
Aglomerasi
Perkotaan Yogyakarta. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngaglik yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Profil Bappeda 2015
91
Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngaglik merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasan/kelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah
9.
RDTR Kecamatan Ngemplak Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Ngemplak sangat diperlukan agar
pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Ngemplak sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.26/2007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, Ngemplak berfungsi sebagai: 1)
Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada
konstelasi tingkat kabupaten, kota-kota di
wilayah kabupaten Sleman; 2)
Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL) dengan fungsi: a.
Pemerintahan kecamatan
b.
Pendidikan
c.
Sosial
Profil Bappeda 2015
92
d.
Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Keberadaan
wilayah
Kecamatan
Ngemplak
diprediksikan
akan
mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngemplak yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngemplak merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasan/kelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah
10.
RDTR Kecamatan Pakem Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Pakem sangat diperlukan agar
pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat
Profil Bappeda 2015
93
menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Pakem sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.26/2007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, Pakem berfungsi sebagai: 1)
Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kotakota di wilayah kabupaten Sleman;
2)
Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL) dengan fungsi: a.
Pemerintahan kecamatan
b.
Pendidikan
c.
Sosial
d.
Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Keberadaan wilayah Kecamatan Pakem diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan
Profil Bappeda 2015
94
sebuah
wadah
untuk
perencanaan
pembangunan
dan
antisipasi
serta
perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Pakem yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Pakem merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasan/kelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah
11.
RDTR Kecamatan Seyegan Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan
ruang, yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum dan rencana rinci tata ruang (UU Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007).
Rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat
operasional rencana umum tata ruang. Salah satu perwujudan rencana rinci tata ruang adalah rencana detail tata ruang (RDTR). Rencana
tata
ruang
wilayah
Seyegan
sangat
diperlukan
agar
pembangunan di daerah tersebut dapat lebih sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat di Kecamatan Seyegan serta dapat
Profil Bappeda 2015
95
berintegrasi dan saling menguntungkan dengan wilayah di sekitarnya. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman, Kecamatan Seyegan berfungsi sebagai: 1.
Bagian dari arahan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi yakni fungsi keamanan dan ketahanan pangan wilayah;
2.
Bagian kecil dari arahan kawasan lindung bawahan yakni sebagai fungsi kawasan resapan air;
3.
Bagian dari Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) yang
meliputi Ibukota
Kecamatan Seyegan; dan 4.
Bagian dari Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) yang meliputi seluruh pusat pemerintahan desa yang berada di luar Ibukota Kecamatan Seyegan.
Selain memperhatikan potensi dan keterbatasan wilayah, perencanaan tata ruang juga harus memperhatikan perencanaan-perencanaan yang telah ada sebelumnya untuk wilayah tersebut dan sekitarnya. Salah satu perencanaan penting yang telah ada untuk Kecamatan Seyegan adalah Rencana Umum Tata Ruang Kota Seyegan. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Seyegan yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup.
1.1.1. Dinamika dan Isu-Isu Strategis di Kecamatan Seyegan Penduduk di Kecamatan Seyegan pada tahun 2000 mencapai angka 42.036 jiwa, sedangkan pada akhir tahun 2010 mencapai angka 45.659 jiwa. Dalam kurun waktu sepuluh tahun penduduk Kecamatan Seyegan mengalami peningkatan sebesar 3.623 jiwa. Pertambahan penduduk ini yang membawa
Profil Bappeda 2015
96
konsekuensi kebutuhan lahan yang semakin meingkat pula, sementara lahan yang tersedia adalah tetap. Hal inilah yang perlu diantisipasi apalagi dengan kondisi lingkungan yang relatif baik maka lama kelamaan Seyegan akan menjadi tujuan hunian sebagai akibat ekspansi hunian dari kota. Kecamatan Seyegan menyumbang terciptanya PDRB Kabupaten Sleman sebesar 3,37% dan menempati urutan ke-13 dalam kontribusi tersebut. Berdasarkan PDRB per sektor atas Dasar Harga Berlaku (2008) di Kecamatan Seyegan, urutan kontribusi per sektor didominasi oleh sektor pertanian, diikuti dengan sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, disusul dengan sektor keuangan, persewaan, jasa perusahaan. Perekonomian Kecamatan Seyegan didukung oleh sektor pertanian sebesar 24,03%, dengan komoditas unggulan berupa padi dan palawija. Adapun distribusi prosentase sektor primer, sekunder dan tersier Kecamatan Seyegan didominasi oleh sektor tersier sebesar 39,17%, disusul sektor sekunder sebesar 35,35% dan sektor primer sebesar 25,48%. Perkembangan Kecamatan Seyegan tidak akan terlepas dari potensipotensi sumberdaya alam maupun sosial ekonomi budaya. Potensi wilayah ini perlu dirumuskan dan diskenariokan pemanfaatannya, salah satunya adalah dengan instrumen penataan ruang.
Potensi wilayah ini akan mejadi isu-isu
strategis di dalam penyusunan rencana penataan ruang. Beberapa isu-isu strategis yang dapat dijadikan landasan dalam penyusunan rencana detail tata ruang di Kecamatan Seyegan antara lain :
1).
Kecamatan Seyegan sebagai “Lumbung Padi” Kabupaten Sleman Kecamatan Seyegan merupakan salah satu lumbung padi bagi Kabupaten
Sleman. Penduduk Seyegan sebagaimana penduduk di Kabupaten Sleman mayoritas masih tinggal di perdesaan dengan mata pencaharian di sektor pertanian. Beberapa permasalahan yang tekait dengan kondisi pertanian di Kecamatan Seyegan yang juga mencerminkan kondisi pertanian di Kabupaten Sleman antara lain sebagai berikut :
Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian masih cukup tinggi;
Sarana dan prasarana produksi pertanian sering tidak terjangkau oleh petani;
Profil Bappeda 2015
97
Serangan hama dan penyakit pertanian masih cukup tinggi;
Harga hasil produksi pertanian tidak stabil;
Pengelolaan lahan tegalan belum optimal;
Kemampuan dalam pengolahan pasca panen dan pemasaran hasil produk pertanian masih rendah;
Kapasitas kelembagaan pertanian belum optimal;
Tata guna dan tata kelola air belum optimal;
2).
Kecamatan Seyegan sebagai “Kawasan Resapan Air” Dalam penetapan suatu kawasan resapan air di suatu wilayah harus
berdasarkan kriteria-kriteria teknis dan lingkungan yang digunakan untuk menilai suatu kawasan. Kriteria-kriteria teknis dan lingkungan adalah sebagai berikut:
Daerah yang memiliki curah hujan tinggi > 2000 mm per tahun
Daerah yang meiliki struktur tanah yang mudah meresap air, tingkat permeabilitas 27,7 mm per jam. Perlindungan terhadap kawasan resapan air nampaknya diantisipasi
melalui pengaturan koefisien dasar bangunan (KDB), demikian juga di wilayah Kecamatan Seyegan yang masuk dalam kawasan resapan air. Dalam implementasinya belum memperlihatkan kekuatan hukum yang jelas. Lebih jauh dalam antisipasinya dianjurkan bahwa pemanfaatan lahan untuk bangunan disarankan untuk menyisakan seluas 30%, yang dipergunakan sebagai kawasan hijau.
3).
Kecamatan Seyegan sebagai “Sentra Industri Kecil” Kecamatan Seyegan sudah lama dikenal dengan industri batik dalam skala
menengah. Perajin batik tergabung dalam Kelompok Keluarga Batik Sri Sadana di Dusun Susukan, Desa Margokaton, Kecamatan Seyegan ini sedang berupaya keras untuk mampu menembus pasar internasional. Batik yang diproduksi kelompok batik berjumlah 40 anggota itu berupa kain cap atau biasa disebut batik cap yang dipadukan dengan batik tulis. Dengan 17 tenaga perajin, kelompok usaha batik ini mampu memproduksi kurang lebih 50 lembar hingga 100 lembar kain batik cap setiap bulan. Pemasaran masih sebatas wilayah Sleman dan sekitarnya dan hanya sebagian kecil yang dipasarkan ke pasaran luar daerah, seperti Kalimantan, Medan, dan Papua. Selain batik, Seyegan dikenal pula
Profil Bappeda 2015
98
sebagai sentra industri pengolahan makanan seperti emping yang mempunyai kualitas tinggi , industri kerajinan tas serta beberapa kerajinan tangan yang lain dalam skala rumah tangga.
4).
Pengembangan Desa Wisata di Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman yang memiliki berbagai daya tarik wisata yang sangat
beragam dari wisata alam, wisata budaya, wisata pendidikan maupun minat khusus. Wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten sleman semakin hari semakin beragam. beberapa tahun terakhir ini kunjungan wisatawan mulai me lirik ke wisata pedesaan atau desa wisata. Di Kecamatan Seyegan dikembangkan desa wisata berbasis kehidupan lokal masyarakat pada bidang pertanian. Dusun Mandungan, Desa Margoluwih merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman yang dikenal dengan keberadaan “Joglo Tani”. Joglo Tani merupakan sebuah bangunan khas Jawa yang diharapkan dapat menjadi naungan sekaligus sarana, dan pusat pembelajaran serta sambung rasa atau sarasehan diantara komunitas petani dan setiap pemangku kepentingan dunia pertanian yang terkait. Bangunan yang merupakan simbol dari desa wisata di Margoluwih. Atraksi wisata yang dikedepankan di desa wisata ini adalah menampilkan cara-cara petani bekerja di sawah, pengunjung diberi kesempatan untuk terjun langsung ke sawah seperti ngluku (membajak sawah), tanam padi, menyemprot hama, merabuk, mencangkul dan ani-ani (memetik padi). Tidak terbatas hanya tradisi pertanian, wisatawan bisa juga memanfaatkan sebuah irigasi yang airnya bersih untuk berendam, maupun mandi. Bagi yang ingin menginap disana, wisatawan dapat menginap di rumah-rumah penduduk.
5)
Angka Kemiskinan yang cukup tinggi di Kecamatan Seyegan Berdasarkan data angka kemiskinan di Kabupaten Sleman tahun 2010,
Kecamatan Seyegan termasuk kecamatan yang tinggi prosentase kemiskinannya. Tercatat jumlah 12.576 jiwa masuk dalam kelompok miskin dari 56.055 penduduk Kecamatan Seyegan, atau berkisar 23%.
6)
Persentase jumlah tidak layak huni yang tinggi di Kecamatan Seyegan Salah satu fenomena yang menarik di Kecamatan Seyegan adalah jumlah
rumah tidak layak huni yang relatif cukup tinggi. Tercatat pada tahun 2008, jumlah
Profil Bappeda 2015
99
rumah tidak layak huni mencapai angka 1.649 unit dari total rumah 11.194 unit di tingkat kabupaten, atau berkisar 14,73%. Kecamatan dengan jumlah rumah tidak layak huni terbesar adalah Kecamatan Tempel yakni 1.919 unit. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Seyegan merupakan kegiatan menemukenali potensi dan permasalahan kawasan, mengintegrasikan dengan rencana yang telah ada serta memformulasikan dalam bentuk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Seyegan, sehingga diharapkan dapat mengakomodasi pengembangan kebijakan, tujuan dan sasaran pembangunan, serta dinamika pembangunan dan sebagai alat di dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang. 12.
RDTR Kecamatan Tempel Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Tempel sangat diperlukan agar
pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Tempel sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.26/2007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, Tempel berfungsi sebagai: 1)
Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata
Profil Bappeda 2015
100
jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-kota di wilayah kabupaten Sleman; 2)
Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL) dengan fungsi: a.
Pemerintahan kecamatan
b.
Pendidikan
c.
Sosial
d.
Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Keberadaan wilayah Kecamatan Tempel diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah
wadah
untuk
perencanaan
pembangunan
dan
antisipasi
serta
perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Tempel yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan
Revisi
Rencana
Detail
Tata
Ruang
Kecamatan
Tempel
merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah
Profil Bappeda 2015
101
dengan mempertimbangkan keselarasan/kelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah.
B.
Subbidang Lingkungan Hidup, Energi, dan Sumber Daya Mineral
1.
Kerjasama Pengelolaan Persampahan 2011 – 2015 Sampah
telah
menjadi
permasalahan
yang
rumit
baik
ditingkat
kabupaten/kota dan merupakan permasalahan nasional, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehansif dan terpadu dari sumber sampah sampai tempat pengelolaan akhir. Pemerintah Sleman telah bekerjasama dengan Pemerintah Kota Boras, Swedia, Universitas Gadjah Mada, dan Swedish International Center for Local Democracy (ICLD) dalam The City Clusters in Sleman dan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Sleman, Fakultas Teknik Kimia UGM dan Koperasi Induk Buah “Gemah Ripah” Gamping Sleman Yogyakarta. Kerjasama ini meliputi : a)
Peningkatan kemampuan dalam pengelolaan sampah khususnya pasar buah gemah ripah Gamping melalui pengelolaan sampah buah menjadi energi listrik.
b)
Transfer teknologi khususnya dalam pengelolaan sampah secara umum dengan Pengembangan program daur ulang sampah dan pemisahan sampah
2.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Perkotaan Dan Perdesaan 2012 – 2014 Kajian Lingkungan Hidup Strategis adalah serangkaian analisis yang
sistematis,menyeluruh
dan
partisipatif
untuk
memastikan
bahwa
prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Keluaran KLHS adalah suatu dokumen telaah (assessment document) yang disertai dengan suatu saran untuk KRP RDTR kecamatan.
Profil Bappeda 2015
102
3.
Neraca Sumber Daya Alam Daerah Neraca sumber daya alam daerah diartikan sebagai alat untuk mengetahui
besarnya cadangan awal sumber daya alam (hutan,lahan, air dan mineral) yang dinyatakan sebgai aktiva dan besarnya pemanfaatan sebagai pasiva. Neraca sumberdaya alam merupakan perimbangan antara kondisi sumberdaya alam awal dengan kondisi akhir. Neraca sumberdaya alam merupakan informasi mengenai potensi, keberadaan dan kondisi sumberdaya alam Kabupaten Sleman sehingga menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan, strategis dan arah pembangunan serta skala prioritas pembangunan.
4.
Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Das Dan GNKPA Pengelolaan daerah Aliran Sungai (DAS) pada hakekatnya merupakan
perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam berbasis ekosistem DAS untuk kesejahteraan manusia dan kelestarian ekosistem DAS itu sendiri. Kegiatan pengelolaan DAS tersebut menimbulkan dampak positif maupun negatif yang diantaranya dapat dilihat melalui indicator aliran air di DAS yang bersangkutan. Adanya keterkaitan antar kegiatan pengelolaan sumberdaya DAS dan dampak yang ditimbulkannya memungkinkan untuk mengukur keberlanjutan pengelolaan sumberdaya yang dilakukan. Hal ini yang melandasi digunakannya ekosistem DAS sebagai satuan terbaik dalam pengelolaan sumberdaya berbasis ekosistem. Pengelolaan DAS kini mencakup banyak persoalan yang tengah dihadapi antara kegiatan manusia dengan sumber daya lahan dan air. Diantaranya penggunaan lahan berupa pertanian, pertenakan, kehutanan, perikanan, social, budaya, infrastruktur, pemukiman, dan lain-lain. Adanya pertumbuhan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan ekonomi menyebabkan semakin besarnya tekanan terhadap sumberdaya hutan, lahan dan air. Tekanan tersebut menyebabkan bertambahnya luasan hutan penggunaan di luar sektor kehutanan, peningkatan laju erosi yang berakibat menurunnya produktifitas lahan dan peningkatan aliran air permukaan yang menyebabkan meningkatnya ancaman bencana banjir, sedimentasi, pendangkalan serta kekeringan. Salah satu metode pendekatan yang efektif untuk mengatasi laju degradasi hutan dan lahan yaitu dengan system pengelolaan DAS terpadu. Pengelolaan sumberdaya dalam suatu DAS harus dapat dirumuskan secara holistik yaitu memandang masalah secara
Profil Bappeda 2015
103
utuh, terpadu dan memecahkannya secara multidisiplin, lintas sektoral, lintas daerah sesuai dengan konsep DAS sebagai satu kesatuan ekosistem.
5.
Review Strategi Sanitasi Kabupaten Sleman 2015 Strategi Sanitasi Kabupaten Sleman adalah dokumen perencanaan yang
berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif yang dimaksudkan untuk memberikan arah yang jelas, tegas dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi di wilayah Kabupaten Sleman dengan tujuan agar pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan. Dokumen SSK ini pada dasarnya adalah pemutakhiran dari dokumen SSK Kabupaten Sleman tahun 2011-2015, serta tindak lanjut dokumen sanitasi wilayah dalam RPJMD Kabupaten Sleman tahun 2011-2015 dan RTRW Kabupaten Sleman tahun 2011-2031. Pemutakhiran ini perlu dilakukan mengingat beberapa kondisi di bawah ini: a.
Periode pelaksanaan yang tercantum dalam dokumen SSK
telah
melampaui masa berlaku atau telah kadaluarsa, yaitu lebih dari 5 tahun. b.
Peningkatan kualitas dokumen dari SSK sebelumnya yang disebabkan oleh ketidaklengkapan data maupun akibat adanya keraguan atas validitas data yang digunakan.
c.
Adanya kebutuhan untuk mempercepat implementasi terutama terkait dengan pencapaian target Universal Access di tahun 2019.
d.
Apabila ada penyesuaian/perubahan RPJMD yang menjadi acuan dari SSK. Perubahan RPJMD terjadi akibat adanya perubahan Kepala Daerah.
C.
Subbidang Pekerjaan Umum, Perhubungan, dan Komunikasi dan Informatika
Hasil Kegiatan strategis Tahun 2011 1. -
Sekber Kartamantul : Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di Kantor Sekber
-
Rapat Rutin dengan Sektor terkait (PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM) di Kabupaten
-
Iuran Sekber Kartamantul
Profil Bappeda 2015
104
2.
Perencanaan dan Monitoring DAK
Alokasi DAK Tahun 2011 sejumlah Rp 42.650.500.000,-
meliputi Bidang
Pendidikan, Bidang Kesehatan, Infrastruktur Air Minum, Infrastruktur Sanitasi, Kelautan dan Perikanan, Bidang Irigasi.
Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2011 -
Bidang Pendidikan sejumlah Rp 28.529.500.000,- untuk SD Rp21.893.400,SMP Rp 6.636.100.000
-
Bidang Kesehatan sejumlah Rp 4.607.400.000,- untuk pelayanan dasar kesehatan, obat, gudang farmasi dan rujukan, mobil
-
Bidang Infrastruktur Air Minum sejumlah Rp 984.400.000,-
-
Bidang Infrastruktur Sanitasi sejumlah Rp 1.317.400.000,- untuk SLBM dan jaringan air limbah
-
Bidang Kelautan dan Perikanan sejumlah Rp 2.985.000.000,- untuk sarana prasarana perikanan
-
Bidang Irigasi sejumlah Rp 3.877.800.000,- untuk rehab dan peningkatan Daerah Irigasi, rehab dan peningkatan bending.
Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2011, laporan pelaksanaan ke 6 bidang tersebut di atas.
Hasil Kegiatan Strategis Tahun 2012 1.
Sekber Kartamantul :
-
Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di Kantor Sekber
-
Rapat Rutin dengan Sektor terkait (PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM) di Kabupaten
2.
Iuran Sekber Kartamantul Perencanaan dan Monitoring DAK Alokasi DAK
tahun 2012 berjumlah Rp 52.237.390.000,- terdiri dari 11
bidang meliputi Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, bidang Infrastruktur Jalan, Bidang Infrastruktur Air Minum, Bidang Infrastruktur Sanitasi, Bidang Irigasi, Bidang Kelautan dan Perikanan, Bidang Pertanian, Bidang Kehutanan, Bidang Lingkungan Hidup dan Sub Bidang Keluarga Berencana.
Profil Bappeda 2015
105
Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2012. -
Bidang Lingkungan Hidup sejumlah Rp 951.470.000.000,-
-
Bidang Kesehatan terdiri dari Dunas Kesehatan Rp 4.881.370.000,-, RSUD Sleman (layanan rujukan, rehab ruang rawat inap) Rp 2.513.737.000,RSUD Prambanan Rp 837.913.000,-
-
Bidang Infrastruktur Jalan sejumlah Rp 5.471.180.000,- untuk pemeliharaan berkala jalan kabupaten.
-
Bidang Irigasi sejumlah Rp 3.866.290.000,- untuk rehab dan peningkatan DI dan bendung.
-
Bidang Infrastruktur air minum sejumlah Rp 1.944.550.000,-
-
Bidang Infrastruktur Sanitasi sejumlah Rp 1.501.410.000,- untuk SLBM dan Jaringan air limbah.
-
Bidang Kelautan Perikanan sejumlah Rp 2.539.840.000,-untuk prasarana dan sarana perikanan.
-
Bidang Pertanian sejumlah Rp 4.039.060.000,-
-
Bidang Kehutanan sejumlah Rp 1.276.700.000,-
-
Sub Bidang Keluarga Berencana sejumlah Rp 1.267.730.000,-
Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2012, laporan pelaksanaan kegiatan ke 11 bidang/sub bidang tersebut di atas. 3.
Peningkatan Kelembagaan/Pemberdayaan Masyarakat melalui Water Resources and Irrigation Sector Management WISMP Tahun 2012. Alokasi Dana WISMP untuk Bappeda Tahun 2012; dari World Bank (Loan) sebesar Rp 162.925.000,- dan APBD Rp 96.935.750,- untuk melaksanakan kegiatan
-
Pembinaan Sektor Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK): Profil Daerah Irigasi dan kelembagaannya Sampai dengan 31 Desember 2012, progress keuangan
untuk Loan
sebesar 90 % dan APBD 92 %. Hasil Kegiatan strategis Bappeda Tahun 2013 1.
Sekber Kartamantul :
-
Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di Kantor Sekber
Profil Bappeda 2015
106
-
Rapat Rutin dengan Sektor terkait (PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM) di Kabupaten
-
Iuran Sekber Kartamantul
2.
Perencanaan dan Monitoring DAK Alokasi Dana DAK untuk Tahun 2013 sebesar Rp 50.823,330.000,- terdiri
dari 13 bidang meliputi : Bidang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Air Minum, Infrastruktur Sanitasi, Bidang Irigasi, Bidang Kelautan dan Perikanan, Bidang Pertanian, Bidang Kehutanan, Bidang Lingkungan Hidup, Bidang
Keluarga
Berencana,
Bidang
Keselamatan
Transportasi
Darat
(Perhubungan), Bidang Perdagangan.
Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2013 -
Bidang Pendidikan sejumlah Rp 19.058.080.000,-dengan alokasi untuk SD sejumlah
Rp 4.807.750.000,-;
SMP Rp 5.084.430.000,-; SMA
Rp
2.940.320.000,- untuk Prasarana dan sarana Pendidikan dan Sarana Peningkatan Mutu pendidikan. -
Bidang Kesehatan, sejumlah Rp 5.400.590.000,- pelayanan dasar kesehatan , gudang farmasi dan farmasi/obat-obatan, rujukan.
-
Bidang Infrastruktur Air Minum sejumlah Rp 1.232.010.000,- untuk prasarana dan sarana air bersih (PSAB)
-
Bidang Sanitasi berupa Sistem Air Limbah Berbasis Masyarakat(SLBM) dan Jaringan Air Limbah, dengan alokasi sejumlah Rp 2.046.410.000,-
-
Bidang Irigasi, dengan alokasi sebesar Rp 6.186.010.000,- untuk Rehab DI 6 unit, peningkatan DI 11 unit, Rehab Bendung 4 unit, Peningkatan Bendung 3 unit.
-
Bidang
Kelautan
dan
Perikanan
dengan
alokasi
sebesar
Rp
2.959.030.000,- untuk sarana prasarana perikanan. -
Bidang Infrastruktur
Jalan untuk pemeliharaan berkala jalan kabupaten
sebesar Rp 5.582.870.000,-
Bidang Pertanian sebesar Rp 3.856.930.000,- untuk rehab BP3K, rehab jaringan irigasi, jalan usaha tani, dll untuk focus ketahanan pangan.
-
Bidang Kehutanan sebesar Rp 1.062.810.000,- untuk Hutan Rakyat 200 Ha, Konservasi Tanah dan Air.
Profil Bappeda 2015
107
-
Bidang Lingkungan Hidup sebesar Rp 926.150.000,-
-
Bidang Keluarga Berencana sebesar Rp 931.420.000,- untuk Balai Penyuluhan Sarana Prasarana KB, BKB Kit, KIE Kit.
-
Bidang Transportasi Darat, sebesar Rp 562.060.000,- untuk rambu lalu lintas, Marka Jalan
-
Bidang Perdagangan sebesar Rp 918.960.000,- untuk rehabilitasi pasar. Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2013, laporan pelaksanaan ke 13 bidang tersebut di atas.
3.
Peningkatan Kelembagaan /Pemberdayaan Masyarakat melalui Water Resources and Irrigation Sector Management WISMP tahun Tahun 2013 Alokasi Dana WISMP untuk Bappeda Tahun 2013 ; dari World Bank (Loan)
sebesar Rp 188.636.000,- dan APBD Rp 112.457.000,- untuk melaksanakan kegiatan -
Pembinaan Sektor Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK): Profil Daerah Irigasi dan kelembagaannya Sampai dengan 31 Desember 2012, progress keuangan
untuk Loan
sebesar 89 % dan APBD 94 %. 4.
Kajian Dampak Pemindahan Bandara (Kajian Pengembangan Kawasan Perkotaan) Melakukan
kajian
dampak
sosial
ekonomi,
rencana
pemindahan
/pembangunan Bandara Baru terhadap wilayah Sleman pada Koridor Jalan Prambanan-Wates. 5.
Lay Out Kompleks Perkantoran Pemerintah Kabupaten Sleman Kebutuhan pengembangan komplek perkantoran pemerintah kabupaten membutuhkan identifikasi berkaitan dengan aspek legalitas, tanah dan bangunan perkantoran yang ada. Dari hasil identifikasi dilakukan ploting pemanfaatan serta aspek teknis dan bangunan.
Hasil Kegiatan strategis Bappeda Tahun 2014 1.
Sekber Kartamantul :
-
Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di Kantor Sekber
Profil Bappeda 2015
108
-
Rapat Rutin dengan Sektor terkait (PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM) di Kabupaten
-
Iuran Sekber Kartamantul
2.
Perencanaan dan Monitoring DAK Alokasi DAK tahun 2014 sebesar Rp47.095.342.700 untuk 11 (sebelas) bidang antara lain BIdang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur Jalan, Air Minum, Sanitasi Bidang Irigasi, Bidang Pertanian, Bidang Kelautan dan Perikanan, Bidang Pertanian, Bidang Kehutanan, Bidang KB dan Bidang Transportasi Darat (Perhubungan).
Laporan Monitoring DAK Triwulan I, II,III, IV tahun 2014 -
Bidang
Pendididikan dengan alokasi sebesar Rp 18.518,280.000,- (SD
sejumlah Rp 9.390.350.000,- SMP sejumlah Rp 6.042,640.000,- SMA sejumlah Rp 3.085.290.000,-) yang antara lain untuk prasarana pendidikan (Ruang Kelas Baru, Rehab RK, Perpustakaan, laboratorium), peningkatan mutu pendidikan (pengadaan mebeler, buku-buku, alat laboratorium). -
Bidang Kesehatan dengan alokasi sebesar Rp 4.608.250.000,- (Farmasi Rp 2.957.020.000,- Rujukan Rp 1.651.230.000,-)
-
Bidang Sanitasi , sebesar Rp 1.215.080.000,- untuk SLBM sebanyak 221 KK SR air limbah.
-
Bidang
Irigasi, sebesar
Rp 4.400.960.000,- untuk 593.000 Ha lahan
pertanian, dengan kegiatan Peningkatan DI 11 unit, rehab DI 2 unit, peningkatan bending 1 unit dan rehab bending 2 unit. -
Bidang Kelautan dan Perikanan sebesar Rp 3.424.760.000,- untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana dan sarana perikanan termasuk Balai Benih Ikan (BBI).Bangsal pengolahan hasil perikanan.
-
Bidang Infrastruktur
Jalan alokasi sebesar
Rp 6.500.650.000,- untuk
pemeliharaan berkala jalan kabupaten sepanjang 7,55 KM (5 lokasi). -
Bidang Infrastruktur Air Minum sebesar Rp 1.805.660.000,-Jaringan Air Bersih/Air Minum untuk 413 KK di Kec Tempel, Seyegan, Moyudan, Pakem dan Minggir.
Profil Bappeda 2015
109
-
Bidang Pertanian sebesar Rp 5.201.370.000,- untuk rehab gedung UPT, lumbung pangan, pengadaan traktor, pompa air, jalan usaha tani, jaringan irigasi.
-
Bidang Kehutanan sebesar Rp 1.419.780.000,- untuk konservasi tanah dan air, sarana prasarana kehutanan, bantuan bibit untuk hutan rakyat.
-
Bidang KB sebesar Rp 1.017.720.000,- untuk Balai Penyuluhan KB, BKB Kit, KIE Kit.
-
Bidang Transportasi darat sebesar Rp 552,700.000,- untuk rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan. Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2014, laporan akhir pelaksanaan DAK ke 11 bidang tersebut di atas.
3.
Peningkatan Kelembagaan /Pemberdayaan Masyarakat melalui Water Resources and Irrigation Sector Management WISMP tahun 2014 Alokasi Dana WISMP untuk Bappeda Tahun 2014 ; dari World Bank (Loan) sebesar
Rp
161.099.500,-
dan
APBD
Rp
153.198.500,-
untuk
melaksanakan kegiatan -
Pembinaan Sektor Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK): Profil Daerah Irigasi dan kelembagaannya Sampai dengan 31 Desember 2012, progress keuangan
untuk Loan
sebesar 96 % dan APBD 93 %. 4.
Review Perencanaan Pembangunan Jaringan Air Bersih/Air Minum (RISPAM) Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Sleman dalam Penyelenggaraan SPAM antara lain meliputi :
-
Menetapkan/membuat Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM)
-
Membuat Detail Engineering Design (DED) Sistem Penyediaan Air Minum Kewajiban menyusun Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum , sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum adalah merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten. Keluaran yang dihasilkan adalah :
-
Rencana Kebutuhan Air Minum dan Kebutuhan Air Baku
Profil Bappeda 2015
110
-
Rencana Penentuan dan Pemanfaatan Sumber Air Baku, serta Analisis Rencana Alokasi Sumber Air Baku.
-
Rencana Sistem Penyediaan Air Minum dan alternative Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
-
Rencana Program Investasi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum untuk jangka pendek. Jangka menengah, jangka panjang.
-
Rencana Pembiayaan dan Investasi Pengembangan system Penyediaan Air Minum
-
Rencana Konsep Pengembangan Kelembagaan Penyelenggaraan Sistem penyediaan Air minum.
-
Rencana Konsep kerjasama lintas wilayah kabupaten/kota atau lintas provinsi dalam pengembangan penyelenggaraan dan pelayanan system penyediaan air minum.
5.
Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan (PNPM Perkotaan, PNPM Perdesaan dan PDPM) Pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri lebih didominasi pelaksanaan pemanfaatan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) melalui Program PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM Mandiri Perdesaan regular, PNPM Mandiri Integrasi. Alokasi dana PNPM MP sebesar Rp 12.454.100.000,- PNPM MPd regular sebesar Rp 3.471.285.000,- PNPM MPd Integrasi sebesar Rp. 3.000.000.000,- PDPM sebesar Rp 17.191.484.000,-. Progres pencairan dan penyaluran keuangan sampai dengan 31 Desember 2014 sudah 100 % cair sampai ke rekening BKM, tetapi pelaksanaan fisik di lapangan sampai dengan akhir Februari 2015 masih berkisar rata-rata 75 % (60 s.d 100 %). Pelaksanaan fisik selesai akhir Maret 2015. Progres fisik agak terlambat karena proses pecairan baru dilaksanakan pada bulan Desember 2014. Kegiatan fisik yang banyak dilaksanakan
Rehabilitasi
Rumah Tidak Layak Huni, yang proses pelaksanaannya memerlukan waktu relative agak lama. Hal positif dari program ini adalah mendorong sawadaya masyarakat yang mencapai 20-60 % dari alokasi BLM yang ada, berupa material maupun tenaga.
Hasil Kegiatan strategis Bappeda Tahun 2015 1.
Sekber Kartamantul :
Profil Bappeda 2015
111
-
Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta, Kab Bantul dan Kab Sleman di Kantor Sekber
-
Rapat Rutin dengan Sektor terkait (PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM) di Kabupaten
-
Penyusunan Kebijakan Strategis Daerah Sistem Penyediaan Air Minum (Jakstrada SPAM) Mengingat pentingnya ketersediaan air minum untuk warganya maka pemerintah melalui Peraturan Menteri PU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, menegaskan Pemerintah Daerah perlu menyusun dan menetapkan Kebijakan dan Strategi Daerah Pengembangan Sistem Penyediaan
Air
Minum setiap 5 (lima) tahun sekali. Pengembangan SPAM Kabupaten Sleman harus sejalan dengan visi Kabupaten Sleman yang tercantum dalam RPJP Kabupaten Sleman yang tercantum dalam RPJP Kabupaten Sleman 2006-2025, yaitu “ terwujudnya masyarakat Kabupaten Sleman yang sejahtera, demokratis, dan berdaya saing” Misi yang mendukung pengembangan SPAM ini adalah misi ketiga “meningkatkan
kualitas hidup masyarakat” yang dilakukan melalui
peningkatan akses, pemerataan, dan relevansi mutu pelayanan dasar. Dan arah pembangunan daerah diarahkan untuk mengembangkan perumahan yang standar rumah sehat secara merata dan menjangkau MBR dan perumahan vertical di wilayah perkotaan, membangun fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat serta meningkatkan peran serta swasta dan masyarakat. Sedangkan dalam RPJM Kabupaten Sleman 2011-2015, visi yang ingin dicapai adalah “Terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera lahir batin, berdaya saing dan berkeadilan gender pada tahun 2015” Misi yang mendukung
pengembangan
SPAM
adalah
misi
keempat
yaitu
“memantapkan pengelolaan prasarana dan sarana sumberdaya alam dan lingkungan hidup.” -
Raperbup Jakstrada SPAM Raperbup berisi tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Profil Bappeda 2015
112
2.
Perencanaan dan Monitoring DAK Alokasi DAK Reguler Tahun 2015, sebesar Rp 14.433.000.000,- untuk Bidang Infrastruktur Air Minum Rp 3.108.290.000,- ,Bidang Irigasi Rp 4.880.010.000,- Bidang Pertanian
Rp 6.444.700.000 ,-. Alokasi DAK
Tambahan (P3K2) sebesar Rp 18.735.100.000,- untuk Bidang Irigasi Rp. 3.099.900.000,- dan Bidang Pertanian sebesar Rp 15.635.200.000,- . Pelaksanaan Bidang Irigasi (P3K2) untuk Rehab DI 3 paket, Rehab Bendung 4 paket, Peningkatan DI 1 paket, Peningkatan Bendung 3 paket. Bidang Pertanian P3K2 sebesar Rp 2.870.753.750,- rehab jaringan irigasi 3 paket (16 lokasi) Pembangunan JUT 3 paket (9 lokasi ) Perencanaan JUT 15 paket.
Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2015 -
Bidang
Infrastruktur
Air
minum,
alokasi
DAK
Rp3.108.290.000,-
pendamping Rp 310.829.000,- kontrak Rp 3.148.639.000,- Progres fisik dan keuangan
100
%
kecuali
lokasi
Prapak
Kulon
kontrak
senilai
Rp649.191.000,- progress sampai pertengahan desember baru 37,58 % , perpanjangan waktu 50 hari dan diberlakukan denda untuk penyedia jasanya (CV Nathan). -
Bidang Irigasi, alokasi DAK regular sebesar Rp 4.880.010.000,- dan DAK tambahan (P3K2) sebesar Rp 3.099.900.000,- progress fisik dan keuangan baik DAK regular maupun tambahan selesai 100 %. Progres keuangan 100 % dari kontrak.
-
Bidang Pertanian, alokasi DAK regular sebesar Rp 6.444.700.000 ,-, dan DAK tambahan sebesar Rp 15.635.200.000,- namun hanya dapat dilaksanakan sebesar Rp 2.870.753.750,- rehab jaringan irigasi 3 paket (16 lokasi) Pembangunan JUT 3 paket (9 lokasi ) Perencanaan JUT 15 paket. Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2015, laporan pelaksanaan DAK ketiga bidang tersebut di atas. Perencanaan DAK Tahun 2016, Perencanaan DAK Tahun 2016 meliputi usulan DAK Reguler dan DAK Infrastruktur Publik.
3.
Peningkatan Kelembagaan /Pemberdayaan
Masyarakat melalui Water
Resources and Irrigation Sector Management WISMP -
Succes Story
Profil Bappeda 2015
113
Keberhasilan pelaksanaan program WISMP II: -
Kelembagaan Irigasi
-
Produktivitas masyarakat.
4.1.1.3 Bidang Ekonomi A.
Subbidang Tenaga Kerja dan Pariwisata
1.
Indeks Gini Kab. Sleman 2015
Indeks Gini (IG) dapat digunakan untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman dan memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2014.
IG dapat digunakan sebagai bahan untuk menelaah berbagai kemungkinan yang dapat ditawarkan dalam analisis ekonomi untuk memecahkan persoalan ketimpangan dan kemiskinan.
IG dapat digunakan untuk menggali kebijakan alternatif yang akan diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dalam mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan di wilayahnya.
Pola konsumsi penduduk Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa pada tahun 2014 konsumsi non makanan lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi makanan yaitu 56,92 persen berbanding 43,08 persen.
Dari kurva Lorens, terlihat bahwa ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 lebih kebar dibandingkan pada tahun 2013.
Indeks Gini Kabupaten Sleman tahun 2014 sebesar 0,4082 dan termasuk kategori ketimpangan moderat, namun perlu mendapatkan perhatian. Dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 0,3841, Indeks Gini Kabupaten Sleman mengalami peningkatan.
Berdasarkan kriteria Bank Dunia, pada tahun 2014 kelompok penduduk yang termasuk dalam kategori 40% pendapatan rendah memperoleh 16,44 persen dari total pendapatan penduduk seKabupaten Sleman, lebih rendah dibandingkan dengan yang diterima pada tahun 2013 (18,03 persen). Sedangkan kelompok penduduk yang termasuk dalam kategori 20% pendapatan tinggi menerima
Profil Bappeda 2015
114
48,20 persen total pendapatan penduduk se-Kabupaten Sleman, lebih tinggi dibandingkan dengan yang diterima pada tahun 2013 (46,93 persen).
Dari ketiga indikator di atas (kurva Lorenz, Indeks Gini, dan kriteria Bank Dunia) dapat disimpulkan tingkat kesenjangan pendapatan di Kabupaten Sleman semakin melebar.
2.
Kegiatan Penghitungan Inflasi 2015
Tujuan Penghitungan Inflasi Tujuan penghitungan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik tingkat ekonomi mikro maupun makro.
Kegunaan angka inflasi Secara spesifik kegunaan angka inflasi antara lain sebagai berikut : a.
Rumah Tangga/masyarakat, dapat memanfaatkan angka inflasi sebagai dasar penyesuaian kebutuhan sehari-hari dengan pendapatan mereka yang relatif tetap.
b.
Indeksasi upah dan tunjangan gaji pegawai (Wage-Indexation).
c.
Penyesuaian Nilai Kontrak (Contractual Payment).
d.
Eskalasi Nilai Proyek (Project Escalation).
e.
Penentuan Target Inflasi (Inflation Targeting).
f.
Indeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Budget Indexation).
g.
Sebagai deflator penghitungan PDB, PDRB (GDP Deflator).
h.
Sebagai proxy perubahan biaya hidup (Proxy of Cost of Living).
Metodologi : a.
Pemilihan Sampel
b.
Penyusunan Paket Komoditas dan Diagram Timbang
c.
Penghitungan IHK
Penghitungan Angka Inflasi
Laju Inflasi/Deflasi Per Bulan
Profil Bappeda 2015
115
Laju Inflasi/Deflasi Kumulatif
Laju Inflasi/Deflasi Year on Year
Sumbangan Inflasi/Deflasi
Perkembangan Indeks Harga Konsumen Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator ekonomi yang sering digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga (inflasi/deflasi) di tingkat konsumen. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket komoditas yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Di Indonesia, tingkat inflasi diukur dari persentase perubahan IHK. Mulai Januari 2014, pengukuran inflasi di Indonesia menggunakan IHK tahun dasar 2012=100. Ada beberapa perubahan yang mendasar dalam penghitungan IHK baru (2012=100) dibandingkan IHK lama (2007=100), khususnya mengenai cakupan kota, paket komoditas, dan diagram timbang. Perubahan tersebut didasarkan pada Survei Biaya Hidup (SBH) 2012 yang dilaksanakan oleh BPS, yang merupakan salah satu bahan dasar utama dalam penghitungan IHK. Hasil SBH 2012 sekaligus mencerminkan adanya perubahan pola konsumsi masyarakat dibandingkan dengan hasil SBH sebelumnya. Pergerakan harga beberapa komoditas di Kabupaten Sleman pada triwulan kedua Tahun 2014 ini sangat mungkin terjadi karena pada bulan
April – Mei
merupakan musim panen padi sehingga persediaan komoditas bahan makanan pokok tersebut sudah mulai mencukupi yang mengakibatkan harga beras mulai turun. Sementara pada Bulan Juni 2014 justru terjadi kenaikan beberapa komoditas yang disebabkan naiknya permintaan karena dimulainya musim liburan anak sekolah dan memasuki awal Ramadhan. Perubahan harga beberapa komoditas selama triwulan kedua pada tahun 2015 secara umum menunjukkan adanya kenaikan sehingga menyebabkan inflasi. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir triwulan kedua tercatat sebesar 115,97 lebih tinggi dibandingkan angka indek pada akhir triwulan pertama pada tahun 2015 yang mencapai 114,62 sehingga sampai dengan triwulan kedua Tahun 2015 Sleman mengalami inflasi 2,24 persen (laju inflasi pada tahun kalender 2015). Sedangkan inflasi year on year (perubahan Juni 2015 terhadap Juni 2014) sebesar 6,85 persen.
Profil Bappeda 2015
116
Inflasi Bulanan Bulan April 2015 Indeks Harga Konsumen Kabupaten Sleman pada bulan April 2015 mencapai 115,18 atau naik dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 114,52. Artinya, pada bulan April 2015 terjadi inflasi sebesar 0,57 persen. Inflasi pada bulan April 2015 terjadi karena adanya kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK). Dari tujuh kelompok pengeluaran konsumsi yang dihitung IHKnya, semua kelompok pengeluaran mengalami kenaikan, yaitu: kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan naik 1,51 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau naik 0,73 persen; kelompok bahan makanan 0,42 persen; kelompok kesehatan 0,35 persen; kelompok sandang 0,06 persen; kelompok pendidikan,rekreasi dan olahraga yang cenderung tidak ada perubahan.
Bulan Mei 2015 Selama bulan Mei 2015 angka indeks Sleman terhitung 115,42 atau lebih tinggi dibandingkan angka indek bulan sebelumnya yang mencapai 115,18. Dengan demikian terjadi inflasi pada bulan Mei 2015 sebesar 0,21 persen dengan laju inflasi pada tahun kalender 2015 (Mei 2015 terhadap Desember 2014) 1,76 persen. Pada bulan ini, dari tujuh kelompok pengeluaran yang dihitung angka indeknya, 6 kelompok pengeluaran mengalami kenaikan angka indeks, yaitu: kelompok kesehatan naik 0,95 persen; kelompok transpor,komunikasi dan jasa keuangan naik 0,19 persen; kelompok bahan makanan naik 0,18 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga naik 0,17 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar naik 0,11 persen. Sedangkan kelompok mengalami penurunan angka indek, adalah kelompok sandang turun 2,39 persen.
Bulan Juni 2015 Pada bulan Juni 2015 angka indeks mencapai 115,97 lebih tinggi dibandingkan angka indeks di bulan Mei yang sudah mencapai 115,42. Dengan demikian pada bulan ini terjadi inflasi sebesar 0,47 persen. Sedangkan laju inflasi tahun kalender sebesar 2,24 persen.
Profil Bappeda 2015
117
Selama bulan Juni 2015, dari tujuh kelompok pengeluaran yang dihitung angka indeknya, semua kelompok pengeluran mengalami kenaikan, yaitu: kelompok bahan makanan naik 1,53 persen; kelompok sandang naik 0,60 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik 0,51 persen; kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan naik 0,32 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga naik 0,06 persen; kelompok kesehatan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masing-masing naik 0,01 persen.
Inflasi menurut Kelompok Pengeluaran Kelompok bahan namakan: Dari sebelas sub kelompok yang ada, enam sub kelompok mengalami kenaikan, yaitu:
sub kelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya naik 18,00 persen;
sub kelompok ikan segar naik 6,51 persen;
sub kelompok telur, susu dan hasil-hasilnya naik 7,19 persen;
sub kelompok kacang-kacangan naik 13,27 persen;
sub kelompok lemak dan minyak naik 2,22 persen;
sub kelompok bahan makanan lainnya naik 12,37 persen.
Sub kelompok yang mengalami penurunan :
sub kelompok daging dan hasil-hasilnya turun 7,65 persen;
sub kelompok ikan diawetkan turun 4,11 persen;
sub kelompok sayur-sayuran turun 4,56 persen;
sub kelompok buah-buahan turun 3,75 persen;
serta sub kelompok bumbu-bumbuan turun 23,05 persen.
Andil Komoditas yang Dominan Terhadap Laju Inflasi April 2015 Kelompok yang mengalami kenaikan harga sehingga memberikan andil inflasi pada bulan April 2015 adalah
kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,27 persen,
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,14 persen,
Profil Bappeda 2015
118
kelompok bahan makanan dengan andil sebesar 0,08 persen,
kelompok bahan perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar memberikan andil sebesar 0,06 persen,
kelompok kesehatan dengan andil sebesar 0,02 persen.
Komoditas yang memberikan andil terjadinya inflasi adalah :
beras memberikan andil sebesar 0,3309 persen;
bensin (termasuk Pertamax) memberikan andil 0,2691 persen;
air kemasan memberikan andil 0,0536 persen;
bahan bakar rumah tangga memberikan andil 0,0435 persen;
roti tawar memberikan andil 0,0243 persen;
telur asin memberikan andil 0,0225 persen;
telur ayam ras memberikan andil 0,0218;
semen memberikan andil 0,0160 persen;
kenaikan tarif dokter spesialis memberikan andil 0,0150 persen;
cabe merah memberikan andil 0,0147 persen.
Mei 2015 Kelompok pengeluaran
yang memberikan andil paling besar dalam
pembentukan angka inflasi adalah :
kelompok
makanan
jadi,
minuman,
rokok
dan
tembakau
dengan
memberikan andil sebesar 0,16 persen,
kelompok kesehatan dengan andil 0,06 persen,
kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang memberikan andil 0,04 persen, kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar dengan memberikan andil masing-masing sebesar 0,03 persen,
kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga memberikan andil 0,01 persen.
Kelompok pengeluaran yang dapat menahan laju inflasi adalah
Kelompok sandang turun 0,12 persen.
Profil Bappeda 2015
119
Komoditas bahan makanan yang mengalami kenaikan harga sehingga memberikan andil terjadinya inflasi :
telur ayam ras memberikan andil sebesar 0,0827 persen;
cabe merah memberikan andil sebesar 0,0426 persen;
minuman ringan memberikan andil sebesar 0,0332 persen;
bayam naik memberikan andil sebesar 0,0322 persen;
nasi memberikan andil 0,0242 persen;
susu untuk balita memberikan andil 0,0219 persen;
salak memberikan andil 0,0196 persen;
seragam sekolah anak memberikan andil 0,0188 persen;
obat dengan resep memberikan andil 0,0186 persen.
Komoditas yang mengalami penurunan harga sehingga menjadi penahan laju inflasi adalah
beras memberikan andil sebesar -0,2070 persen;
cabe merah memberikan andil sebesar -0,1547 persen;
memberikan andil sebesar -0,0666 persen;
minyak goreng memberikan andil -0,0219 persen;
bawang merah memberikan andil -0,0144 persen;
cabe rawit memberikan andil -0,0065;
jeruk memberikan andil -0,0057;
kentang memberikan andil -0,0048;
wortel memberikan andil -0,0038 persen
daun singkong memberikan andil -0,0029 persen.
Juni 2015 Kelompok yang memberikan andil positif terbesar adalah :
kelompok bahan makanan memberikan andil sebesar 0,28 persen,
kelompok
makanan
jadi,
minuman,
rokok
dan
tembakau
dengan
memberikan andil sebesar 0,09 persen;
kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,06 persen;
kelompok sandang memberikan andil sebesar 0,03 persen;
kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 0,01 persen.
Profil Bappeda 2015
120
Komoditas yang mengalami kenaikan harga sehingga mempertinggi angka inflasi diantaranya adalah
bensin memberikan andil sebesar 0,0581 persen;
telur ayam ras memberikan andil sebesar 0,0534 persen;
beras naik memberikan andil 0,0316 persen;
cabe merah memberikan andil sebesar 0,0304 persen;
kelapa memberikan andil sebesar 0,0300 persen;
petai memberikan andil sebesar 0,0,0289 persen;
bawang merah memberikan andil 0,0270 persen;
gudeg memberikan andil 0,0239 persen;
terong panjang memberikan andil 0,0212 persen;
bayam memberikan andil 0,0206 persen.
Inflasi Tahun Kalender (Januari-Juni 2015)
Tingkat inflasi nasional periode Januari-Juni 2015 tercatat sebesar 0,96 persen atau lebih rendah 1,28 poin daripada inflasi Kabupaten Sleman pada periode yang sama.
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 3,30 persen;
kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 2,76 persen;
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan inflasi sebesar 2,18 persen;
kelompok sandang sebesar 2,05 persen;
kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 0,69 persen;
kelompok bahan makanan sebesar 0,57 persen;
kelompok yang menghambat inflasi adalah kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,77 persen.
Inflasi Bulanan
Pada bulan April 2015, tingkat inflasi nasional mencapai -0,36 persen, lebih rendah 0,21 poin dibandingkan tingkat inflasi Kabupaten Sleman yang mencapai 0,57 persen.
Bulan Mei 2015 inflasi nasional sebesar 0,50 persen, lebih tinggi 0,29 poin dibandingkan dengan inflasi Kabupaten Sleman yang mencapai 0,21
Profil Bappeda 2015
121
persen. Pada bulan Juni 2015, tingkat inflasi nasional sebesar 0,54 persen, lebih tinggi 0,19 poin dibandingkan dengan inflasi Kabupaten Sleman yang sebesar 0,35 persen.
3.
Kajian Ekonomi Pasca Erupsi Merapi Penyusunan kajian ini bertujuan untuk desiminasi hasil penelitian/kajian
yang dilakukan berbagai pihak terkait pasca erupsi Merapi kepada instansi terkait di lingkungan pemerintah Kabupaten Sleman sebagai bahan referensi ataupun untuk ditindaklanjuti dalam upaya percepatan pemulihan pasca erupsi Merapi. Kajian ini berisi hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPTP) Yogyakarta untuk sektor pertanian dan PUM Netherlands senior expert untuk sektor pariwisata dan ketersediaan air PDAM. Disamping itu, atas ijin Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dalam laporan ini juga dimasukkan sebagian hasil penelitian yang terdapat dalam prosiding seminar nasional yang diselenggarakan oleh DPPM UII Yogyakarta. Hasil penelitian BPTP Yogyakarta adalah 1) Rehabilitasi Lahan Pasca Erupsi Gunung Merapi melalui Penanaman Sayuran dan 2) Penanaman Jagung Rapat untuk Penyediaan Pakan Ternak Pasca Erupsi Merapi. Untuk penelitian yang dilakukan PUM adalah 1) Gunung Merapi: the active volcano dan 2) Drinking water Combined With Energy. Adapun hasil penelitian DPPM UII Yogyakarta berupa: 1) Bangkit Cangkringan: Rancangan Strategi Recovery Industri Kecil Menengah Korban Erupsi Merapi, 2) Analisis Dampak Bencana Merapai terhadap Aktivitas Industri di Kawasan Cangkringan, 3) Kebijakan Pembiayaan UMKM
untuk
Pemulihan
Ekonomi
Pasca
Erupsi
Merapi,
4)
pada
Recovery
Pengembangan Wisata Pasca Bencana Erupsi Merapi di Kawasan Kabupaten Sleman, 5) Pemulihan masyarakat Korban Erupsi Merapi melalui Pengadaan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) sebagai bagian dari program Disaster Recovery Planning (DRP) Tahun 2010, dan 6) Potensi Pemanfaatan Lahan Kawasan Merapi sebagai Sentra Industri Minyak Atsiri. Beberapa hasil penelitian: a)
Sektor pertanian: rehabilitasi lahan pasca erupsi gunung Merapi yang dilakukan di Dusun Kopeng, Kepuharjo, Cangkringan dapat dilakukan dengan penanaman tanaman bayam, sawi, kangkung, dan daun bawang.
Profil Bappeda 2015
122
Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang dengan dosis 5 ton/ha, 10 ton/ha, 15 ton/ha dan tanpa pupuk kandang, selain itu juga menggunakan pupuk kimia dengan dosis yang sama pada semua perlakuan. Pengolahan tanah dengan mencampur abu dan pasir yang berada dibawahnya, serta diberi pupuk sesuai perlakuan. Hasil tertinggi diperoleh pada dosis pemupukan pupuk kandang 15 ton/ha yang dapat menghasilkan produksi bayam 10,27 kg (35 hari, 1 kali panen), sawi 15,98 kg (35 hari, 1 kali panen), kangkung 17,80 kg (60 hari, 2 kali panen) dan daun bawang 4,46 kg (80 hari, 1 kali panen). Adapun hasil analisis usahatani dengan luasan 250 m2 diperoleh keuntungan untuk satu kali panen pada tanaman bayam sebesar Rp745.500,00; pada tanaman sawi Rp1.039.500,00; pada tanaman daun bawang Rp 566.500,00; dan pada tanaman kangkung dengan dua kali panen sebesar Rp 1.471.000,00. b)
Sektor pariwisata: untuk pengembangan pariwisata di lereng Merapi pasca erupsi tahun 2010 dapat dilakukan dengan cara: 1)
Keberadaan
organisasi
tunggal
untuk
pemasaran
pariwisata
bersama dengan lingkup wilayah 5 (lima) kabupaten/kota di DIY. 2)
Menciptakan Merapi sebagai “branded icon”
3)
Memperluas travel dialog
4)
Memperbaiki “Guidebook Tourism Sleman”
5)
Mengembangkan “airport welcome” dengan menggunakan alat visual (banner), informasi faktual (selebaran), dan pemberi informasi
6)
Penyederhanaan struktur desa wisata
7)
Mendirikan monumen memorial di pusat Desa Kinahrejo
8)
Adanya “calendar event” untuk kegiatan seremonial dan kegiatan desa wisata
c)
9)
Menyebarkan informasi obyek wisata ke level nasional
10)
Mengembangkan ‘’newsletter” yang informatif.
Sektor industri: untuk pemulihan ekonomi masyarakat di sektor industri, diperlukan permodalan dan pendampingan pada pelaku industri untuk memperbaiki sarana produksi atau membuka jenis usaha baru. Tingkat kerusakan pada sektor industri di wilayah Cangkringan mencapai hampir 50% dengan kelompok industri yang terkena dampak terbesar pada jenis
Profil Bappeda 2015
123
industri makanan dan industri batu/pasir. Ada dua potensi industri yang bisa dikembangkan pasca erupsi yaitu industri yang diolah dari bahan dasar batu dan pasir (seperti batako dan cobek) serta industri gula kelapa.
4.
Penyusunan ICOR 2011 Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk evaluasi dan perencanaan
yang berkaitan dengan investasi adalah Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Kegiatan penyusunan Indikator Ekonomi Daerah di Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2011 ini dimaksudkan untuk menghitung besaran ICOR di Kabupaten Sleman
sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan pencapaian target
pertumbuhan ekonomi maupun capaian pembangunan pada umumnya. Hasil kajian penyusunan indikator ekonomi (ICOR) Kabupaten Sleman Tahun 2011 adalah sebagai berikut : a)
Pada tahun 2010 perekonomian Kabupaten Sleman tumbuh sebesar 4,49 persen dengan sektor-sektor yang menjadi andalan adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang memberikan konstribusi sebesar 22,76 persen, Sektor Jasa-jasa sebesar 18,80 persen, Sektor Industri Pengolahan sebesar 14,16 persen, dan Sektor Pertanian sebesar 13,02 persen.
b)
Berdasarkan harga konstan 2000, perkembangan nilai investasi di Kabupaten Sleman selama lima terakhir terus mengalami peningkatan meski dengan laju pertumbuhan yang kurang menggembirakan, bahkan pada tahun 2010 hanya mampu tumbuh 2,10 persen. Perkembangan investasi PMA dan PMDN selama tiga tahun terakhir juga mengalami penurunan akibat faktor ekonomi global dan nasional.
c)
Dari hasil perhitungan diperoleh dugaan koefisien ICOR Kabupaten Sleman tahun 2010 sebesar 8,69 lebih tinggi dari rata-rata ICOR Provinsi DIY sebesar 7,93 persen dan ICOR nasional pada tahun yang sama sebesar 4,43 persen. Secara sektoral nilai ICOR dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori. Pertama, ICOR negatif, yakni Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran khususnya Subsektor Hotel yang memiliki nilai ICOR masing-masing -46,28 dan -4,49. Kedua, yakni sektor dan subsektor yang tercatat memiliki nilai ICOR tinggi (dua digit), meliputi
Profil Bappeda 2015
124
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (seluruh subsektor), Pengangkutan dan Komunikasi (Subsektor Pengangkutan) dan Sektor Jasa-jasa (Subsektor Pemerintahan Umum). Ketiga, sektor dan subsektor dengan nilai ICOR rendah (efisien), yang meliputi: Sektor Pertanian (Subsektor Perikanan), Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran dan Restoran), Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (Subsektor Komunikasi), Sektor Keuangan, dan Sektor Jasa-jasa (Subsektor Swasta). d)
Dengan skenario proyeksi pertumbuhan ekonomi, bahwa PDRB akan tumbuh moderat berada pada kisaran 5 persen maka nilai ICOR lima tahun ke depan diprediksi masih berada pada kisaran 7 – 9 persen dengan kebutuhan investasi 2,49 – 2,82 trilyun rupiah per tahun.
e)
Secara umum pelaku usaha (kegiatan perdagangan dan non perdagangan) optimis akan adanya peningkatan omzet dan jumlah produksi, yang disertai oleh peningkatan permintaan relatif jika dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian, persepsi pelaku usaha untuk menambah investasi (pembentukan modal) relatif tetap jika dibanding tahun sebelumnya. Pelaku usaha juga memandang masih terdapat kendala dalam melakukan investasi, diantaranya adalah kesulitan modal dan masalah pemasaran.
Rekomendasi 1.
Nilai ICOR Kabupaten Sleman secara total yang tinggi mencerminkan inefisiensi kinerja investasi yang kurang baik dan sekaligus kebutuhan akan investasi yang tinggi. Untuk itu, kebutuhan investasi bisa ditopang oleh dunia usaha mengingat keterbatasan anggaran pemerintah. Merespon hal tersebut maka, iklim usaha yang kondusif dan serangkaian kebijakan dan aturan
maupun
prosedur
yang
terkait
dengan
investasi
untuk
disederhanakan. 2.
Mengendalikan
perencanaan
dan
pengembangan
investasi
secara
konsisten dan sistematis dalam rangka memperbaiki kinerja unit-unit kerja terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman yang menangani pengembangan investasi. Jika dipandang perlu, untuk merealisasikan target pencapaian investasi pada sektor tertentu yang dilandasi oleh implementasi
Profil Bappeda 2015
125
Rencana Aksi Pengembangan Investasi dapat dibuat business map peluang investasi beserta bentuk-bentuk dukungan dari Pemerintah Kabupaten termasuk aspek perizininan dan insentif. 3.
Pilihan terhadap sektor dan subsektor investasi dengan terlebih dahulu mempertimbangkan
indikator
seperti
ICOR,
serapan
tenaga
kerja,
keterkaitan ke hulu dan hilir serta kepemilikan sumberdaya (resource endowment) penting untuk dilakukan. Namun demikian, bukan berarti meninggalkan atau menegasikan sektor dan subsektor yang tidak memenuhi kriteria dalam indikator-indikator yang digunakan. 4.
Peran Investasi pemerintah melalui pengeluaran pembangunan dapat lebih difokuskan kepada pembenahan infrastruktur dan kelembagaan guna menunjang iklim investasi yang baik serta mereduksi munculnya potensi ekonomi biaya tinggi. Di samping itu, perlu diakomodir berbagai skema kerjasama pemerintah swasta (public private partnership) dalam investasi penyediaan barang-barang publik sebagai upaya mengatasi keterbatasan anggaran pemerintah.
5.
Terhadap sektor-sektor yang memenuhi kriteria, (Nilai ICOR, kontribusi terhadap PDRB, serapan tenaga kerja, ketersediaan sumberdaya), sebagai beikut: a.
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Mengembangkan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW), termasuk recovery kawasan Kaliurang.
b.
Mengembangkan pemasaran pariwisata
Meningkatkan kapasitas pedagang pasar tradisional
Meningkatkan penataan pasar umum
Sektor Pertanian
Mengembangkan sektor pertanian ke arah usaha agribisnis dengan memperkuat sistem pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan perkebunan dalam artian luas
Meningkatkan
ketahanan
pangan
daerah
melalui
penganekaragaman sumber daya pangan lokal, peningkatan
Profil Bappeda 2015
126
produksi hasil tanaman pangan dengan penerapan teknologi tepat guna
Meningkatkan penerapan teknologi tepat guna dibidang pertanian, perkebunan. peternakan, dan perikanan
Meningkatkan sarana dan prasarana tanaman pangan, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan
Meningkatkan
pemasaran
hasil
produksi
pertanian,
perkebunan, peternakan, dan perikanan
Mengembangkan budidaya perikanan air tawar melalui pengembangan dan pengelolaan kawasan minapolitan
c.
Sektor Industri Pengolahan
Meningkatkan kapasitas manajemen (produksi, pemasaran, keuangan, SDM) UMKM dan di sentra IKM
Mengembangkan sentra-sentra industri potensial
Mengembangkan industri yang menghasilkan input bagi sektor pertanian,dan pengolahan pasca panen (pembibitan, pembenihan, rekayasa, pengembangan makanan olahan).
Mengembangkan Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang berorientasi ekspor dan banyak menyerap tenaga kerja
Meningkatkan sarana dan prasarana bidang perindustrian dan perdagangan
5.
Kajian Perencanaan Ketenagakerjaan Daerah Kabupaten Sleman Dokumen Perencanaan Ketenagakerjaan Daerah merupakan hasil analisis
dan
potret
situasi
ketenagakerjaan,
permasalahan
dan
karakteristik
ketenagakerjaan pada saat ini serta prediksinya di masa mendatang. Dokumen ini diharapakan menjadi acuan dalam perencanaan pembangunan ketenagakerjaan. Selanjutnya
dalam pelaksanaannya, pembangunan ketenagakerjaan dapat
berkesinambungan dan sejalan dengan perencanaan tenaga kerja provinsi maupun nasional. Perencanaan Ketenagakerjaan Daerah dijabarkan dalam perencanaan program dan kegiatan pembangunan ketenagakerjaan sebagai bentuk dari peta pembangunan ketenagakerjaan daerah, serta sebagai acuan
Profil Bappeda 2015
127
dalam
penentuan
indek
pembangunan
ketenagakerjaan
sebagai
ukuran
keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan. Pembangunan bidang ketenagakerjaan bukan hanya menjadi tanggung jawab Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi semata, tetapi hal ini menjadi tanggung jawab bersama semua pihak baik pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat dan lembaga ketenagakerjaan. Secara makro permasalahan ketenagakerjaan yang muncul adalah rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja, tingginya angka pengangguran, pertumbuhan kesempatan kerja yang lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tenaga kerja. Secara mikro permasalahan yang muncul adalah unskill labor ( tenaga kerja tidak terampil) termasuk mismatch antara output dunia pendidikan dengan pasar tenaga kerja), rendahnya produktifitas dan perlindungan tenaga kerja. Supaya berbagai permasalahan ketenagakerjaan yang muncul bisa diminimalisir, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan perencanaan pembangunan ketenagakerjaan yang lebih baik, terkoordinasi dan memperhatikan kondisi (data existing) ketenagakerjaan yang ada baik makro maupun mikro. Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan merupakan salah satu ukuran keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan Pembangunan dibidang Ketenagakerjaan. Alat ukur yang digunakan terdiri dari 9 (Sembilan) Indikator Utama meliputi : a)
Perencanaan Tenaga Kerja
b)
Penduduk dan Tenaga Kerja
c)
Kesempatan Kerja
d)
Pelatihan dan Kompetensi Kerja
e)
Produktivitas Tenaga Kerja
f)
Hubungan Industrial
g)
Kondisi Lingkungan Kerja
h)
Pengupahan dan Kesejahteraan Pekerja
i)
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Masing-masing indikator utama kemudian dijabarkan dalam sub indikator Sesuai dengan data yang tersedia di Kab. Sleman, indeks pembangunan ketenagakerjaan di Kabupaten masuk dalam kategori sedang atau menegah. Beberapa indikator utama yang memberikan sumbangan besar pada pencapaian
Profil Bappeda 2015
128
nilai indeks adalah perencanaan tenaga kerja, penduduk dan tenaga kerja, kesempatan kerja, pelatihan dan kompetensi kerja serta jaminan sosial tenaga kerja. Sesuai dengan hasil pencapaian indeks pembangunan ketenagakerjaan tersebut, ditindaklanjuti dengan penyusunan peta pembangunan ketenagakerjaan sebagai dasar pembangunan ketenagakerjaan yang dijabarkan dalam program dan kegiatan ketenagakerjaan (dijabarkan dalam bentuk matrik program aksi perencanaan tenaga kerja). Sesuai dengan program aksi prioritas dalam rangka mendukung strategi kebijakan, beberapa kegiatan pendukung yang harus segera disusun dan diimplementasikan antara lain : a)
Penyusunan sistem Informasi manajemen ketenagakerjaan. Informasi merupakan hal yang paling penting dalam pengembangan potensi masyarakat termasuk dalam hal tenaga kerja. Dengan SIM yang mantap dan aplikatif maka akan terjadi simetris informasi antara masyarakat dengan pemerintah dalam peningakatan pelayanan tenaga kerja
b)
Program
perluasan
dan
pengembangan
kesempatan
kerja
melalui
penempatan tenaga kerja antar propinsi / wilayah dan antar negara melalui sosialisasi intens dengan masyarakat c)
Peningkatan kemampuan tenaga kerja melalui pelatihan – pelatihan dengan BLK maupun LPK pada tingkat kabupaten, propinsi atau bahkan dalam skala nasional.
d)
Program perlindungan ketenagakerjaan antara lain dengan pengembangan hubungan industrial yang terbina dan selalu terkontrol agar tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan khususnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban tenaga kerja baik itu UMK, jaminan kesejahteraan dan kesehatan bagi tenaga kerja maupun hubungan persyaratan ketenagakerjaan sehingga tidak memunculkan skema tenaga kerja yang merugikan salah satu pihak misalnya dengan out sourching atau tenaga kontrak.
Profil Bappeda 2015
129
6.
Perencanaan Pengembangan Ketenagakerjaan (Rencana Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak (RAD PBTA)
Dokumen
ini
memuat
rumusan
kebijakan
dan
rencana
strategis
penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Kabupaten Sleman. Sejak tahun 2011, Kabupaten Sleman diproyeksikan menjadi Kabupaten Layak Anak dan telah berhasil memperoleh penghargaan sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA). Berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 11 Tahun 2011, KLA adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak. Untuk itu diperlukan kajian mengenai pekerja anak di Kabupaten Sleman agar bisa dirumuskan strategi dan kebijakan yang bertujuan untuk menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Diharapkan anak di Sleman sebagai generasi masa depan bisa berkembang dan memiliki bekal pengetahuan dan pengalaman yang baik dan mencukupi sehingga kedepan bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Hasil analisis: a)
Hasil analisis data sekunder dan data primer ditemukan kondisi dan bentukbentuk pekerja anak di Kabupaten Sleman didominasi oleh pekerjaanpekerjaan yang termasuk kategori sektor berbahaya dan terburuk bagi anak-anak. Temuan data sekunder mencerminkan pekerja anak mayoritas laki-laki, berumur 16-18 tahun dan 13-15 tahun, serta bekerja secara serabutan. Temuan data primer mencerminkan pekerja anak mayoritas lakilaki, berumur 14-17 tahun, bahkan ditemukan pekerja anak berumur 12 tahun,
pendidikan
tertinggi
lulus
SMP,
serta
bekerja
di
sektor
konstruksi/bangunan, industri rumah tangga, dan jalanan. Pekerja anak di sektor konstruksi/bangunan umumnya bekerja sebagai buruh bangunan atau 'laden', di sektor industri rumah tangga umumnya bekerja sebagai karyawan, di jalanan umumnya bekerja sebagai pengamen. Hasil survey
Profil Bappeda 2015
130
yang menunjukkan orang tua pekerja anak umumnya petani, buruh tani, dan tukang bangunan/tukang kayu mempunyai konsistensi dengan temuan data sekunder, khususnya jenis pekerjaan KK miskin yang didominasi oleh petani, buruh tani, dan buruh bangunan atau 'laden'. Lebih lanjut, hasil survey menunjukkan alasan bekerja mayoritas karena kemauan sendiri, sedangkan penggunaan penghasilan mayoritas untuk memenuhi kebutuhan sendiri yang biasanya bersifat konsumtif, seperti pembelian dan operasional handphone. b)
Faktor penyebab muncul dan berkembangnya pekerja anak mencakup faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor pendidikan, dan faktor kebijakan. Analisis menemukan inti permasalahan dari faktor penyebab ekonomi adalah kondisi keluarga yang miskin; adanya peluang bagi anak untuk bekerja; serta adanya pihak-pihak yang bertujuan mempekerjakan dan
mengeskploitasi
anak
secara
ekonomis.
Sementara
itu
inti
permasalahan dari faktor penyebab sosial budaya adalah melemahnya peran dan fungsi kontrol sosial masyarakat; adanya nilai, persepsi, dan budaya lama yang tidak mendukung pemenuhan hak anak; serta gaya hidup dan pergaulan yang menyebabkan anak berpikir pragmatis. Inti permasalahan dari faktor penyebab pendidikan adalah kurangnya motivasi anak untuk mengikuti pendidikan serta lingkungan sekolah yang kurang ramah anak. Sedangkan inti permasalahan dari faktor penyebab kebijakan adalah adanya celah regulasi yang membolehkan anak untuk bekerja serta lemahnya pengawasan dan penegakan regulasi di bidang ketenagakerjaan anak. c)
Kebijakan, program, dan kegiatan untuk mengatasi permasalahan pekerja anak di Kabupaten Sleman belum terintegrasi dan belum dilakukan secara komprehensif karena masing-masing pemangku kepentingan (stakeholder) masih 'jalan sendiri-sendiri' atau belum ada kesamaan persepsi dan tindakan dalam Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (PBTA).
Rekomendasi a)
Berdasarkan temuan profil pekerja anak di Kabupaten Sleman yang bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang termasuk kategori sektor berbahaya dan terburuk bagi anak, maka perlu adanya kebijakan yang tidak hanya karitatif
Profil Bappeda 2015
131
atau yang bersifat solusi sesaat seperti 'memadamkan kebakaran', tetapi harus diambil kebijakan yang bersifat pencegahan atau preventif terhadap muncul dan berkembangnya pekerja anak. b)
Kebijakan,
program,
dan
kegiatan
untuk
mengatasi
muncul
dan
berkembangnya pekerja anak di Kabupaten Sleman harus memperhatikan akar penyebab permasalahan pekerja anak dan inti permasalahan untuk masing-masing faktor penyebab agar kebijakan, program, dan kegiatan yang ditempuh tepat sasaran.
Dalam rangka mewujudkan Sleman Zona Bebas Pekerja Anak (SZBPA), perlu dirumuskan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan mempekerjakan anak yang akan menjadi landasan untuk mengintegrasikan seluruh kebijakan, program, dan kegiatan dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholder), seperti SKPD, pelaku bisnis, dan masyarakat
7.
Perencanaan Pengembangan Investasi Dokumen ini berisi perencanaan strategis untuk pengembangan investasi di
Kabupaten Sleman sebagai upaya meningkatkan kapasitas perekonomian daerah yang disesuaikan dengan potensi, kondisi, dan karakteristik lokal. Perencanaan diarahkan pada pengembangan investasi apa yang tepat bagi Kabupaten Sleman. Untuk tujuan ini pengembangan investasi di Kabupaten Sleman akan disesuaikan dengan hasil evaluasi tingkat inklusifitas masing-masing sektor ekonomi yang sebelumnya akan dirumuskan dalam kajian ini. Inklusifitas tersebut ditandai dengan luas dan signifikannya dampak/kontribusi dari suatu sektor ekonomi bagi peningkatan
perekonomian
daerah,
kemanfaatan
bagi
masyarakat
dan
lingkungan. Berdasarkan hasil analisis data sekunder, data primer dan temuan dilapangan serta berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion) bersama stakeholders dan responden expert kajian ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : a)
Inklusivitas dalam pengembangan investasi di Kabupaten Sleman untuk instrumen indikator makro didasarkan pada parameter rata-rata share sektoral terhadap PDRB, rata-rata share sektoral terhadap penyerapan tenaga kerja dan rata-rata share sektoral terhadap PAD.
Profil Bappeda 2015
132
b)
Inklusivitas dalam pengembangan investasi di Kabupaten Sleman untuk instrumen indikator mikro didasarkan pada 6 (enam) parameter sebagai berikut:
c)
1)
Tingkat pemanfaatan potensi lokal (bahan baku, produk, dll)
2)
Serapan tenaga kerja lokal
3)
Rantai distribusi
4)
Kemampuan menumbuhkan pelaku usaha pendukung
5)
Dampak lingkungan
6)
Alokasi CSR/kemanfaatan pada masyarakat
Inklusivitas
dalam
pengembangan
investasi
di
Kabupaten
Sleman
didasarkan pada indikatro makro, data pengamatan di lapangan, kuesioner, FGD dan indikator mikro, maka dapat disimpulkan bahwa : 1)
sektor yang dapat dikatagorisasi inklusif adalah sektor jasa-jasa
2)
Sektor yang potensial inklusif adalah sektor PHR (Perdagangan, Hotel
dan
Restoran),
sektor
pertanian
dan
sektor
industri
pengolahan. 3)
Sektor yang tidak potensial inklusif adalah sektor bangunan.
Berdasarkan
hasil
pembahasan
dan
kesimpulan,
maka
kajian
ini
merekomendasikan beberapa hal yaitu : a)
Secara makro perencanaan pengembangan investasi daerah, khususnya di Kabupaten Sleman perlu dibedakan antara sektor yang bersifat inklusif, sektor yang potensial inklusif dan sektor yang tidak inklusif.
b)
Kebijakan investasi yang perlu dikembangkan hendaknya diarahkan pada sektor-sektor prioritas dan diarahkan untuk sektor-sektor yang potensial inklusif, yang meliputi : sektor pertanian, sektor pengolahan dan sektor PHR (Perdagangan, Hotel dan Restoran).
c)
Kebijakan untuk sektor yang inklusif yaitu sektor jasa-jasa, khususnya jasajasa yang disediakan oleh pemerintah, maka kebijakan yang perlu dilakukan adalah peningkatan pelayanan, peningkatan fasilitas dan jangkauan pelayanan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
d)
Kebijakan untuk sektor yang tidak inklusif yaitu sektor bangunan adalah perlu adanya regulasi dan pelaksanaan SOP perizinan IMB yang tegas, Kebijakan pengetatan regulasi (RTRW, Perizinan (IMB), pemberlakuan
Profil Bappeda 2015
133
Infrastruktur (air, daya dukung jalan, listrik, fasum, fasos) dalam pengembangan sektor ini.
8.
Rencana Aksi Daerah Pengentasan Pengangguran Dari jumlah angkatan kerja di tahun 2014 yang mencapai 560.772 orang,
sebanyak kurang lebih 6.17% nya menganggur, untuk itulah perlu dirumuskan rencana aksi yang tepat dan solutif berdasarkan inti permasalahan dari pengangguran itu sendiri. Dalam perumusan Rencana Aksi Daerah Pengentasan Pengangguran, survey telah dilakukan terhadap 170 orang pencari kerja (penganggur) dan 36 perusahaan yang ada di Kabupaten Sleman. Dari kajian, dirumuskan
beberapa
poin
mengenai
penyebab
dan
profil
penganggur,
diantaranya: Dari sisi penganggur, para penganggur yang disurvey dapat diklasifikasikan kedalam 2 kelompok berdasarkan usia dan minat, yaitu pertama, kelompok usia < 33 tahun yang minatnya didominasi untuk menjadi tenaga kerja sebesar 84% dan menjadi wirausahawan sebesar 16%, dan kedua, kelompok usia ≥ 33 tahun yang minatnya didominasi untuk menjadi wirausahawan sebesar 65.2% dan menjadi tenaga kerja sebesar 34.8%. 86% dari penganggur yang ada merupakan penganggur terdidik, dan 33.96% keluarga responden merupakan keluarga miskin. Adapun penyebab utama dari munculnya pengangguran adalah motivasi yang rendah dari para penganggur, mentalitas tidak siap kerja, tingkat keterampilan yang rendah, terlalu memilih pekerjaan, stereotype keluarga dan lingkungan, tingkat pendidikan relatif rendah dan adanya keinginan untuk berwirausaha. Untuk
melengkapi
sudut
pandang
mengenai
penyebab
terjadinya
pengangguran, diidentifikasi pula penyebab pengangguran dari sisi perusahaan, dimana diantaranya adalah; ketidaksesuaian gaji, habis kontrak/PHK, tingginya persaingan untuk mendapatkan kesempatan kerja, ketidaksesuaian antara pekerjaan dengan kualifikasi dan keahlian pencari kerja, informasi lowongan kerja yang terbatas, sampai masalah lokasi kerja yang jauh dan kesulitan transportasi bagi para pencari kerja. Dari identifikasi penyebab dan permasalahan penganggur inilah kemudian dirumuskan alternatif solusi untuk menangani penyebab dan permasalahan mendasar tersebut. Adapun strategi dan program yang dirumuskan untuk
Profil Bappeda 2015
134
mengatasi permasalahan pengangguran di Kabupaten Sleman, diantaranya ; penguatan karakter calon tenaga kerja melalui character building dan future orientation bagi siswa dan lulusan SMU/SMK, pembentukan Unit Latihan Kerja yang akan bekerjasama dengan perusahaan dan LPK, untuk melaksanakan pelatihan kerja berbasis real job desc, pembentukan Tempat Uji Kompetensi (TUK) untuk melaksanakan standarisasi dan sertifikasi tenaga kerja yang dilatih, pengembangan Sistem Informasi lowongan kerja dan usaha serta database pencari kerja di tingkat desa, pembentukan Balai Latihan Kerja (BLK) Career Center, pembentukan, pendampingan dan pembinaan kelompok pencari kerja dan usaha pemula, fasilitasi pembukaan akses bantuan bagi usaha kecil dan pemula melalui Corporate Social Responsibility, intensifikasi bursa kerja khusus bagi masyarakat Sleman dan lulusan BLK, serta analisis kebutuhan infrastruktur dan aksesibilitas di kawasan peruntukkan industri guna pengembangan infrastruktur dan aksesibilitas di kawasan peruntukkan industri. Strategi dan program tersebut diatas akan dilaksanakan selama 5 tahun kedepan, mulai dari tahun 2017 sampai dengan 2021. Diharapkan melalui program-program yang bersifat inovatif dan solutif tersebut pengangguran di Sleman dapat berkurang secara signifikan, dan peningkatan kualitas dan daya saing SDM di Sleman dapat tercapai.
9.
Penyusunan Rencana Pengembangan Investasi Berbasis Sektor Potensial Inklusif
Investasi inklusif adalah investasi yang memberikan manfaat yang besar kepada semua stakeholder baik investor itu sendiri, pemerintah dan terutama masyarakat, selain itu juga tidak memberikan dampak negative bahkan mampu memberikan dampak positif bagi kelestarian lingkungan. Dari hasil kajian diperoleh data dan informasi mengenai kondisi dan tingkatan inklusifitas 3 sektor potensial inklusif di Kabupaten Sleman, yaitu Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, serta Sektor Industri Pengolahan sebagaimana telah dirumuskan pada kajian terdahulu. Untuk menyusun RAD, digunakan 2 analisis yaitu pertama, analisis gap antara kondisi ideal inklusif dengan kondisi yang ada dilapangan untuk masing-masing sektor, yang kemudian dirumuskan akar permasalahannya, baru kemudian dirumuskan strategi, kebijakan program dan kegiatan untuk mengatasi akar masalah dan
Profil Bappeda 2015
135
mengurangi gap antara kondisi ideal dengan kondisi riil sektoral. Analisis gap ini dapat dilakukan karena untuk pengukuran/parameternya digunakan parameter mikro inklusifitas yang terdiri dari 7 parameter, yaitu; tingkat pemanfaatan dan kemanfaatan produk dan bahan baku lokal, tingkat pemanfaatan tenaga kerja lokal, tingkat pemberdayaan supplier dan distributor lokal, tingkat kemampuan menumbuhkembangkan usaha pendukung dan sekitar, tingkat kontribusi terhadap kelestarian dan penataan lingkungan, tingkat dukungan terhadap pembangunan masyarakat sekitar dan tingkat kontribusi dalam mendorong kinerja perekonomian lokal. Analisis kedua adalah analisis isu strategis sektoral yang berhubungan erat dengan kinerja sektoral, setelah diidentifikasi akar permasalahan dan kondisinya, baru kemudian dirumuskan strategi, kebijakan, program dan kegiatan guna mengatasi permasalahan tersebut. Untuk memperoleh data dan informasi dalam perumusan kajian ini, dilakukan survey dan in depth interview dengan lebih dari 20 perusahaan di ketiga sektor potensial inklusif yang ada di Kabupaten Sleman. Untuk merumuskan strategi, kebijakan, program dan kegiatan, dilakukan melalui FGD, in-depth interview dan diskusi intensif dengan SKPD dan pelaku investasi yang ada di Kabupaten Sleman. Untuk menentukan tingkatan inklusifitas, dirumuskan besaran nilai dengan rentang antara 0 < 35% dikategorikan rendah, 35 – 65% dikategorikan sedang, dan > 65% dikategorikan tinggi tingkat inklusifitasnya. Dari hasil penenlusuran, diketahui bahwa Sektor Pertanian memiliki tingkat inklusifitas yang relatif tinggi, dengan skor 66,66%. Tingkat inklusifitas di Sektor Pertanian masih dapat ditingkatkan dengan berbagai rumusan program dan kegiatan diantaranya; peningkatan link and match antara permintaan dan produksi bahan baku dan produk pertanian, pengembangan komoditi pertanian dengan value added tinggi, peningkatan pengolahan paska panen, fasilitasi branding dan kerjasama antara kelompok tani dengan pelaku distribusi dan pemasaran baik di dalam maupun luar negeri, optimalisasi CSR ke Sektor Pertanian, pengembangan teknologi tepat guna, rekayasa genetika dan peningkatan kuantitas dan kualitas SDM pertanian khususnya generasi muda. Untuk mengatasi isu strategis di Sektor Pertanian, dirumuskan beberapa kebijakan, strategi, program dan kegiatan diantaranya; pengembangan kawasan pertanian organik dan agrowisata, pengembangan kawasan pertanian dengan komoditi yang memiliki value added tinggi,
Profil Bappeda 2015
136
pengembangan kawasan minapadi dan ugadi, peningkatan investasi perbenihan hortikulutra,
land
banking
dan
penyelamatan
lahan
rawan
alih
fungsi,
pengembangan program “Aku Bangga Jadi Petani” dan pengembangan sistem informasi pasokan dan jaringan pemasaran produk pertanian unggulan. Untuk Sektor PHR, skor tingkatan inklusifitas sebesar 54,52% atau tergolong kategori sedang, dimana nilai yang relative lebih rendah adalah untuk tingkat
pemberdayaan
supplier dan distributor lokal,
kontribusi terhadap
lingkungan dan pemanfaatan produk dan bahan baku lokal. Adapun kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang dirumuskan untuk meningkatkan inklusifitas Sektor PHR antara lain; peningkatan serapan produk dan bahan baku lokal melalui regulasi, peningkatan serapan tenaga kerja lokal melalui kerjasama pelatihan dan rekrtumen antara Pemerintah Daerah dengan Sektor PHR, penciptaan sinergi dan penumbuhan usaha pendukung dan usaha lain di sekitar hotel, penegakan regulasi terkait dengan penggunaan ABT dan Ruang Terbuka Hijau serta peningkatan CSR bagi pembangunan masyarakat sekitar. Untuk mengatasi permasalahan dalam isu strategis, dirumuskan kebijakan, strategi, program dan kegiatan diantaranya; peningkatan kapasitas pasar dan toko tradisional, penetapan kawasan untuk PHR, penanganan permasalahan sosial di kawasan sekitar PHR dan peningkatan penggunaan PDAM bagi PHR. Untuk Sektor Industri Pengolahan, nilai inklusifitasnya sebesar 48,76% dan tergolong kategori sedang. Nilai rendah di sektor ini terletak pada tingkat pemberdayaan supplier dan distributor lokal, tingkat kontribusi dalam mendorong kinerja
perekonomian
lokal,
kemampuan
menumbuhkembangkan
usaha
pendukung dan sekitar, pemanfaatan bahan baku, produk dan tenaga kerja lokal. Adapun kebijakan, strategi, program dan kegiatan untuk meningkatkan inklusifitas di sektor ini antara lain; peningkatan serapan produk dan bahan baku lokal melalui peningkatan kapasitas produsen, supplier dan distributor produk dan bahan baku lokal, penciptaan sinergi antara sektor ini dengan sektor lain melalui kerjasama lintas sektor, peningkatan serapan tenaga kerja lokal melalui peningkatan kapasitas SDM dan sebaran informasi sampai tingkat desa, penataan industri ke kawasan peruntukkan industri, peningkatan inovasi, daya saing dan kerjasama pengembangan industri lokal. Untuk mengatasi permasalahan dalam isu strategis sektoral, dirumuskan kebijakan, strategi, program dan kegiatan diantaranya pengembangan infrastruktur di kawasan peruntukkan industri dan sentra industri,
Profil Bappeda 2015
137
pengembangan cluster
berbasis IT, dan peningkatan sinergi antara industri
menengah besar dengan industri kecil dan mikro yang ada di Kabupaten Sleman. Kesemua kebijakan, strategi, program dan kegiatan tersebut kemudian dijabarkan ke dalam RAD selama 5 tahun mulai dari tahun 2017 – 2021. Untuk menjamin keberlangsungan program, rencananya RAD tersebut akan dituangkan kedalam Instruksi Bupati sehingga memudahkan koordinasi dan sinkronisasi program dan kegiatan di SKPD.
10.
Rencana Aksi Pengembangan Desa Wisata Desa wisata adalah suatu wilayah dengan luasan tertentu dan memiliki
potensi keunikan daya tarik wisata yang khas dengan komunitas masyarakatnya yang mampu menciptakan perpaduan berbagai daya tarik wisata dan fasilitas pendukungnya untuk menarik kunjungan wisatawan termasuk tumbuhnya fasilitas akomodasi yang disediakan oleh masyarakat setempat. Tren atau kecenderungan yang signifikan pada dua dekade terakhir akan adanya segmen pasar wisata minat khusus memberikan pengaruh kepada perkembangan desa wisata. Wisatawan dengan berbagai motivasi melakukan perjalanan wisata ke desa wisata untuk bisa menikmati kehidupan masyarakat, berinteraksi secara aktif dalam berbagai aktivitas di lokasi desa wisata dan juga belajar kebudayaan lokal setempat. Hal ini merupakan peluang yang sangat baik untuk dapat meningkatkan jumlah kunjungan ke Desa Wisata khususnya dan Sleman umumnya. Untuk itu pembenahan dan peningkatan kualitas dan daya tarik Desa Wisata menjadi urgen untuk dilakukan. Melalui penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengembangan Desa Wisata ini, dirumuskan strategi, kebijakan dan program / kegiatan prioritas yang diperlukan untuk dapat meningkatkan kualitas dan daya tarik di Desa Wisata. Lingkup keluaran kegiatan ini adalah perumusan kebijakan, strategi, program dan kegiatan pengembangan desa wisata di Kabupaten Sleman. Dalam RAD ini dirumuskan kebijakan, strategi, program/kegiatan untuk masing-masing klasifikasi desa yang meliputi desa wisata mandiri, desa wisata berkembang, dan desa wisata tumbuh, serta desa-desa wisata yang mendapat prioritas pengembangan. Selain itu ditambahkan pula 1 kalsifikasi baru untuk Desa Wisata, yaitu Desa Wisata Unggulan, dimana Desa Wisata tersebut merupakan Desa Wisata yang Berdaya Saing Internasional. Desa Wisata Unggulan tersebut harus memenuhi 6
Profil Bappeda 2015
138
kriteria yaitu; memiliki keunikan skala nasional, memiliki tingkat kunjungan yang tinggi termasuk wisatawan mancanegara, memiliki kelembagaan pengelolaan yang kuat, memiliki brand yang cukup berkembang, memiliki keragaman atraksi dan memiliki jaringan dengan industri pariwisata, maupun industri secara umum. Desa Wisata Unggulan tersebut diharapkan dapat menjadi brand baik di level nasional maupun internasional untuk preferensi destinasi wisata bertajuk Desa Wisata, sehingga akan menjadi leverage bagi pengembangan dan pemasaran Desa Wisata lain yang ada di Sleman. Tahapan tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan Rencana Aksi Daerah ini adalah untuk meningkatkan kelas Desa Wisata, dari Desa Wisata Tumbuh menjadi Desa Wisata Berkembang, dari Desa Wisata Berkembang menjadi Desa Wisata Mandiri, dan dari Desa Wisata Mandiri menjadi Desa Wisata Unggulan. Secara teknis Rencana Aksi ini dibagi kedalam 4 kategori pendekatan pembangunan, yaitu pendekatan pembangunan dari sisi destinasi di Desa Wisata, pendekatan
pembangunan
dari
sisi
industri,
pendekatan
pembangunan
pemasaran dan pendekatan pembangunan kelembagaan di Desa Wisata.
B.
Subbidang Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi
Tahun 2011
1.
Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2011 Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan.
Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2013 secara kumulatif adalah sebesar 3,19 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional (3,79) dan DIY (3,88). Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2013 adalah kelompok pengeluaran sandang sebesar 9,40, diikuti oleh kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 7,07.
Profil Bappeda 2015
139
2.
Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2010 Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk
mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2010. Indeks Gini Kabupaten Sleman pada tahun 2010 adalah sebesar 0,3746 dan termasuk kategori moderat.
3.
Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2010 Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan
data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita di Kecamatan. Pada tahun 2010. Kecamatan Minggir, Kecamatan Prambanan, Kecamatan Gamping, dan Kecamatan Depok merupakan kecamatan dengan tingkat pertumbuhan
di
atas
6,00
persen.
Sedangkan
Kecamatan
Cangkringan
merupakan kecamatan dengan pertumbuhan negatif 16,72 persen dikarenakan bencana erupsi Gunungapi Merapi.
4.
Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten Sleman, 2006-2010 Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk
menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan menghitung laju pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1) mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar; 2) mengetahui peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai
Profil Bappeda 2015
140
sektor ekonomi; dan 3) mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri. Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman, dimana 52,78 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2010, atau sebesar Rp 7,184 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Konsumsi pemerintah pada tahun 2010 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 383,06 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase terhadap pembentukan PDRB menunjukkan penurunan dari 23,38 persen (2009) menjadi 23,37 persen (2010). Pada tahun 2010, sekitar Rp 6,360 trilyun digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2011 adalah sebesar 2,10 persen.
5.
Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha Kabupaten Sleman, 2006-2010 Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk
menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1) mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2) mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap sektor; 3) mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah; dan 4) mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk satu daerah (pendapatan per kapita). Pada tahun 2010 kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman naik dari 57,72 persen (2009) menjadi 58,19 persen (2010), sedangkan kontribusi sektor primer turun dari 14,11 persen (2009) menjadi 13,55 persen (2010) dan sektor sekunder naik dari 28,17 persen (2009) menjadi 28,26 persen (2010). Seperti tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (22,87 persen), sektor jasa-
Profil Bappeda 2015
141
jasa (18,85 persen), sektor industri pengolahan (14,39 persen), dan sektor pertanian (12,74 persen). Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2010 adalah sebesar 4,49 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian (15,24 persen) dan sektor bangunan (6,59 persen). Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sleman meningkat dari Rp 11.634.944,- (2009) menjadi Rp 12.451.096,- (2010) mengacu pada harga berlaku atau meningkat dari Rp 5.675.733,- (2009) menjadi Rp 5.829.778,- (2010) mengacu pada harga konstan.
Tahun 2012 6.
Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2012 Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan.
Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2013 secara kumulatif adalah sebesar 3,90 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional (4,32) dan DIY (4,12). Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2013 adalah kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 7,25, diikuti oleh kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 6,27. Hal ini dapat dipahami karena kondisi iklim yang tidak menentu disamping tata niaga produk bahan makanan dan makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang perlu ditata ulang.
7.
Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2011 Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk
mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2011. Indeks Gini Kabupaten Sleman pada tahun 2011 adalah sebesar 0,4174 dan termasuk kategori moderat. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman termasuk sedang, dimana kelompok 40%
Profil Bappeda 2015
142
penduduk berpendapatan rendah menguasai 16,07 persen total pendapatan penduduk di Kabupaten Sleman. Sementara 49,29 persen total pendapataan penduduk di Kabupaten Sleman dikuasai oleh kelompok 20% penduduk berpendapatan tinggi.
8.
Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2011 Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan
data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita di Kecamatan. Kecamatan Depok, Sleman, Gamping dan Mlatimerupakan kecamatan dengan pertumbuhan ekonomi di atas 6,00 persen. Kecamatan Depok menyumbang PDRB terbesar dengan pertumbuhan 6,99 persen dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai sektor dominan. Seentara itu Kecamatan Moyudan merupakan kecamatan dengan pertumbuhan terendah di Kabupaten Sleman pada tahun 2011, sebesar negatif 1,05 persen.
9.
Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten Sleman, 2007-2011 Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk
menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan menghitung laju pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1) mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar; 2) mengetahui peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi; dan 3) mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.
Profil Bappeda 2015
143
Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman, dimana 50,18 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2011, atau sebesar Rp 7,576 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Konsumsi pemerintah pada tahun 2011 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 286,18 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase terhadap pembentukan PDRB menunjukkan penurunan dari 23,37 persen (2010) menjadi 22,27 persen (2011). Pada tahun 2011, sekitar Rp 6,645 trilyun digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2011 adalah sebesar 7,14 persen.
10.
Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha Kabupaten Sleman, 2007-2011 Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk
menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1) mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2) mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap sektor; 3) mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah; dan 4) mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk satu daerah (pendapatan per kapita). Pada tahun 2011 kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman naik dari 58,19 persen (2010) menjadi 58,30 persen (2011), sedangkan kontribusi sektor primer turun dari 13,55 persen (2010) menjadi 13,31 persen (2011) dan sektor sekunder naik dari 28,26 persen (2010) menjadi 28,39 persen (2011). Seperti tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (22,87 persen), sektor jasajasa (18,85 persen), sektor industri pengolahan (14,39 persen), dan sektor pertanian (12,74 persen).
Profil Bappeda 2015
144
Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2011 adalah sebesar 5,19 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian (14,35 persen) dan sektor bangunan (6,95 persen). Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sleman meningkat dari Rp 12.451.096,- (2010) menjadi Rp 13.634.558,- (2011) mengacu pada harga berlaku atau meningkat dari Rp 5.829.778,- (2010) menjadi Rp 6.054.435,- (2011) mengacu pada harga konstan.
Tahun 2013 11.
Indeks
Harga
Perdagangan
Besar
Bahan
Bangunan/Konstruksi
Kabupaten Sleman, 2013 Penyusunan
Indeks
Harga
Perdagangan
Besar
Bahan
Bangunan/
Konstruksi Kabupaten Sleman adalah untuk menyiapkan indikator yang dapat digunakan untuk penghitungan eskalasi proyek dan untuk menghitung tingkat biaya relatif bangunan/konstruksi dalam rangka penghitungan DAU. Hasil yang diperoleh adalah bahwa berdasarkan hasil pengamatan IHPB Kabupaten Sleman selama periode Januari – Desember 2013 menunjukkan pergerakan yang cenderung meningkat. Sedangkan IKK di Kabupaten Sleman relatif lebih rendah daripada IKK Daerah Istimewa Yogyakarta.
12.
Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2013 Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan.
Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2013 secara kumulatif adalah sebesar 6,92 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional (8,36) dan DIY (7,32). Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2013 adalah kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 12,89, diikuti oleh kelompok pengeluaran transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 12,09. Hal ini dapat dipahami karena adanya pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak pada naiknya biaya yang harus dikeluarkan pada sektor transportasi dan
Profil Bappeda 2015
145
kondisi iklim yang tidak menentu disamping tata niaga produk bahan makanan yang perlu ditata ulang.
13.
Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2012 Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk
mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2012. Indeks Gini Kabupaten Sleman pada tahun 2012 adalah sebesar 0,4413 dan termasuk kategori moderat. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman termasuk sedang, dimana kelompok 40% penduduk berpendapatan rendah menguasai 14,14 persen total pendapatan penduduk di Kabupaten Sleman. Sementara 53,49 persen total pendapataan penduduk di Kabupaten Sleman dikuasai oleh kelompok 20% penduduk berpendapatan tinggi.
14.
Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2012 Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan
data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita di Kecamatan. Kecamatan
Depok,
dan
Godean
merupakan
kecamatan
dengan
pertumbuhan ekonomi di atas 6,00 persen. Kecamatan Depok menyumbang PDRB terbesar dengan pertumbuhan 6,99 persen dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai sektor dominan. Seentara itu Kecamatan Moyudan merupakan kecamatan dengan pertumbuhan terendah di Kabupaten Sleman pada tahun 2012, sebesar 2,88 persen.
15.
Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten Sleman, 2008-2012 Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk
menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan
Profil Bappeda 2015
146
daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan
menghitung laju
pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1) mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar;
2) mengetahui peranan
kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi; dan 3) mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri. Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman, dimana 53,50 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2012, atau sebesar Rp 8,933 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Konsumsi pemerintah pada tahun 2012 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 589,45 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase terhadap pembentukan PDRB menunjukkan kenaikan dari 22,27 persen (2011) menjadi 23,82 persen (2012). Pada tahun 2012, sekitar Rp 7,235 trilyun digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2012 adalah sebesar negatif 1,00 persen.
16.
Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha Kabupaten Sleman, 2008-2012 Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk
menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1) mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2) mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap sektor; 3) mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi
Profil Bappeda 2015
147
dalam suatu daerah; dan 4) mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk satu daerah (pendapatan per kapita). Pada tahun 2012 kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman naik dari 58,30 persen (2011) menjadi 58,90 persen (2012), sedangkan kontribusi sektor primer naik dari 13,31 persen (2011) menjadi 13,44 persen (2012) dan sektor sekunder turun dari 28,39 persen (2011) menjadi 27,66 persen (2012). Seperti tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (23,19 persen), sektor jasajasa (19,04 persen), sektor industri pengolahan (13,62 persen), dan sektor pertanian (12,90 persen). Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2012 adalah sebesar 5,45 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (9,00 persen) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (7,20 persen). Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sleman meningkat dari Rp 13.634.558,- (2011) menjadi Rp 14.976.756,- (2012) mengacu pada harga berlaku atau meningkat dari Rp 6.054.435,- (2011) menjadi Rp 6.341.066,- (2012) mengacu pada harga konstan.
17.
Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman 2011/2012 Penyusunan buku Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman
2011/2012 dimaksudkan untuk mengetahui jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman pada tahun 2011/2012. Dasar pengklasifikasiannya adalah mengacu pada jumlah tenaga kerja yang ada di perusahaan. Perusahaan dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang akan dikategorikan menjadi industri besar, sedangkan perusahaan dengan jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang akan dikategorikan sebagai industri sedang. Sisanya (perusahaan dengan jumlah tenaga kerja dibawah 20 orang) termasuk dalam kategori kecil dan rumah tangga. Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap total PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2011 adalah sebesar 14,39 persen dan pada tahun 2012 sebesar 13,762 persen. Penurunan kontribusi ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh penurunan jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman sebesar 5,36 persen dari 112 perusahaan (2011) menjadi 106 perusahaan (2012), dikarenakan 1 perusahaan tutup, 1 perusahaan pindah keluar Sleman, 8 perusahaan yang berubah menjadi perusahaan kecil, dan bertambahnya 2 perusahaan baru.
Profil Bappeda 2015
148
Penurunan jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman pada tahun 2012 juga berakibat pada penurunan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri besar dan sedang sebesar 2,11 persen dari 22.980 orang (2011) menjadi 22.494 (2012). Kecamatan Mlati merupakan kecamatan yang memiliki jumlah perusahaan industri besar dan sedang yang terbanyak di Kabupaten Sleman. Pada tahun 2011 dan 2012, perusahaan industri besar dan sedang yang beroperasi di Kabupaten Sleman didominasi oleh perusahaan yang bergerak di industri pakaian jadi, furniture dan industri barang dari kayu, industri barang dari gabus dan barang anyaman dari jerami, rotan, bambu dan sejenisnya. Terkait dengan penggunaan bahan baku impor, terjadi kenaikan sebesar 4,72 persen dari 428.846 juta rupiah (2011) menjadi 449.071 juta rupiah (2012). Namun demikian secara ersentase penggunaan bahan baku impor dibandingkan dengan keseluruhan bahan baku produksi, terjadi penurunan dari 33,98 persen (2011) menjadi 33, 51 persen (2012). Pengguna bahan baku impor tertinggi adalah perusahaan industri pakaian jadi. Nilai tambah yang dihasilkan oleh perusahaan industri besar dan sedang mengalami kenaikan sebesar 15,93 persen dari 1.411.073 juta rupiah (2011) menjadi 1.635.816 juta rupiah (2012) dengan kontribusi terbesar disumbangkan oleh perusahaan industri besar.
Tahun 2014 18.
Indeks
Harga
Perdagangan
Besar
Bahan
Bangunan/Konstruksi
Kabupaten Sleman, 2014 Penyusunan
Indeks
Harga
Perdagangan
Besar
Bahan
Bangunan/
Konstruksi Kabupaten Sleman adalah untuk menyiapkan indikator yang dapat digunakan untuk penghitungan eskalasi proyek dan untuk menghitung tingkat biaya relatif bangunan/konstruksi dalam rangka penghitungan DAU. Hasil yang diperoleh adalah bahwa berdasarkan hasil pengamatan IHPB Kabupaten Sleman selama periode Januari – Desember 2014 menunjukkan pergerakan yang cenderung meningkat. Sedangkan IKK di Kabupaten Sleman relatif lebih rendah daripada IKK Daerah Istimewa Yogyakarta.
Profil Bappeda 2015
149
19.
Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2014 Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan.
Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2014 secara kumulatif adalah sebesar 5,85 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional (8,36) dan DIY (6,59). Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2014 adalah kelompok pengeluaran transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 8,41, diikuti oleh kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 7,85. Hal ini dapat dipahami karena adanya pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak pada naiknya biaya yang harus dikeluarkan pada sektor transportasi dan kondisi iklim yang tidak menentu disamping tata niaga produk bahan makanan yang perlu ditata ulang.
20.
Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2013 Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk
mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2013. Indeks Gini Kabupaten Sleman pada tahun 2013 adalah sebesar 0,3841 dan termasuk kategori moderat. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman termasuk sedang, dimana kelompok 40% penduduk berpendapatan rendah menguasai 18,03 persen total pendapatan penduduk di Kabupaten Sleman. Sementara 46,83 persen total pendapataan penduduk di Kabupaten Sleman dikuasai oleh kelompok 20% penduduk berpendapatan tinggi.
21.
Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2013 Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan
data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah
Profil Bappeda 2015
150
untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita di Kecamatan. Kecamatan Depok, Godean, Prambanan, dan Gamping merupakan kecamatan dengan pertumbuhan ekonomi di atas 6,00 persen. Kecamatan Depok menyumbang PDRB terbesar dengan pertumbuhan 6,96 persen dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai sektor dominan. Seentara itu Kecamatan Moyudan merupakan kecamatan dengan pertumbuhan terendah di Kabupaten Sleman pada tahun 2013, sebesar 3,65 persen.
22.
Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten Sleman, 2009-2013 Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk
menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan
menghitung laju
pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1) mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar;
2) mengetahui peranan
kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi; dan 3) mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri. Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman, dimana 52,32 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2013, atau sebesar Rp 9,996 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut salah satunya disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Sleman, dari 1.128.908 jiwa (2012) menjadi 1.141.733 jiwa (2013). Konsumsi pemerintah pada tahun 2013 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 427,69 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase terhadap pembentukan PDRB menunjukkan penurunan dari 23,82 persen (2012)
Profil Bappeda 2015
151
menjadi 23,05 persen (2013). Pada tahun 2013, sekitar Rp 8,1 trilyun digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2013 adalah sebesar 7,14 persen.
23.
Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha Kabupaten Sleman, 2009-2013 Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk
menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1) mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2) mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap sektor; 3) mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah; dan 4) mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk satu daerah (pendapatan per kapita). Pada tahun 2013, kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman turun dari 58,90 persen (2012) menjadi 58,38 persen (2013), sedangkan kontribusi sektor primer naik dari 13,44 persen (2012) menjadi 13,46 persen (2013) dan sektor sekunder naik dari 27,66 persen (2012) menjadi 28,16 persen (2013). Seperti tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (23,26 persen), sektor jasajasa (18,81 persen), sektor industri pengolahan (13,90 persen), dan sektor pertanian (12,88 persen). Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2013 adalah sebesar 5,70 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (7,26 persen) dan sektor bangunan (7,14 persen). Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sleman meningkat dari Rp 14.976.756,- (2012) menjadi Rp 16.733.992,- (2013) mengacu pada harga berlaku atau meningkat dari Rp 6.341.066,- (2012) menjadi Rp 6.544.434,- (2013) mengacu pada harga konstan.
Profil Bappeda 2015
152
24.
Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman, 2013 Penyusunan buku Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman
2013 dimaksudkan untuk mengetahui jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman pada tahun 2013. Dasar pengklasifikasiannya adalah mengacu pada jumlah tenaga kerja yang ada di perusahaan. Perusahaan dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang akan dikategorikan menjadi industri besar, sedangkan perusahaan dengan jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang akan dikategorikan sebagai industri sedang. Sisanya (perusahaan dengan jumlah tenaga kerja dibawah 20 orang) termasuk dalam kategori kecil dan rumah tangga. Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap total PDRB Kabupaten Sleman ada tahun 2013 sebesar 13,62 persen, turun dari kontribusi sektor Industri Pengolahan pada tahun 2012 sebesar 13,762 persen. Penurunan kontribusi ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh penurunan jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman sebesar 5,00 persen dari 106 perusahaan (2012) menjadi 101 perusahaan (2011). Kecamatan Mlati merupakan kecamatan yang memiliki jumlah perusahaan industri besar dan sedang yang terbanyak di Kabupaten Sleman. Pada tahun 2013, perusahaan industri besar dan sedang yang beroperasi di Kabupaten Sleman didominasi oleh perusahaan yang bergerak di industri pakaian jadi, furniture dan industri barang dari kayu, industri barang dari gabus dan barang anyaman dari jerami, rotan, bambu dan sejenisnya.
25.
Draft
Raperda
Rencana
Induk
Pembangunan
Kepariwisataan
Kabupaten Sleman Tahun 2015-2025 Draft Raperda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman Tahun 2015-2015 yang disusun bersama-sama dengan Puspar UGM terdiri dari 9 Bab, 38 Pasal dan Penjelasan, dengan mengacu pada dokumen Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman Tahun 20152025 dan dokumen Naskah Akademis Draft Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2015-2025. Di dalam draft raperda ini tercantum ketentuan umum (Pasal 1), visi (Pasal 5), misi (Pasal 6), tujuan (Pasal 7), sasaran (Pasal 8), arah pembangunan kepariwisataan daerah (Pasal 9), 4 pilar industri kepariwisataan yang terdiri dari destinasi (Bab III), pemasaran (Bab IV), industri (Bab V) dan kelembagaan (Bab
Profil Bappeda 2015
153
VI), ketentuan penutup dan penjelasan, baik penjelasan umum maupun penjelasan pasal per pasal.
26.
Naskah
Akademis
Draft
Rancangan
Peraturan
Daerah tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2015-2025 Penyusunan dokumen naskah akademis Draft Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2015-2025 dimaksudkan untuk memberikan dasar berpikir bagi pembuat kebijakan, dan sebagai persyaratan pembentukan produk hukum daerah yaitu berupa Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman sebagai upaya untuk melakukan pengembangan, pengawasan dan peningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sektor pariwisata. Terkait dengan penyusunan naskah akademik ini, dilakukan beberapa identifikasi permasalahan terkait dengan keempat pilar industri kepariwisataan, yang meliputi: 1) inovasi serta pengembangan daya tarik perlu ditingkatkan guna perbaikan citra ataupun positioning Sleman sebagai destinasi sekaligus mempertinggi minat berkunjung kembali (repeater); 2) nama besar dan kehebatan Gunung Merapi dan kawasan Taman Nasional (TNGM) perlu diangkat sebagai wahana pendidikan ekowisata serta kegunungapian dunia; 3) terdapat peninggalan masa lalu, yaitu lava bantal yang belum ditata dan diselamatkan; 4) minimnya sarana transportasi dan tidak nyamannya angkutan ke daya tarik wisata, contoh angkutan umum ke daya tarik wisata Kaliurang; 5) event internasional yang mampu mengangkat nama Sleman baik di bidang event budaya ataupun kontemporer patut secara konsisten dan kontinu diagendakan; 6) keberadaan desa wisata yang perlu dikuatkan melalui perangkat hukum agar memiliki legalitas usaha sehingga dapat memudahkan untuk melakukan pengembangan dan kerjasama dengan pihak lainnya; 7) keberadaan desa wisata perlu dikuatkan melalui perangkat hukum agar memiliki legalitas usaha sehingga dapat memudahkan untuk melakukan pengembangan dan kerjasama dengan pihak lainnya; 8) masih rendahnya lama tinggal wisatawan; 9) mendorong linkage produk kreatif lokal (misalnya kuliner, souvenir) khas sebagai identitas dan bagian dari industri pariwisata; 10 ) kontrol dan Penindakan terhadap Usaha Jasa Pariwisata penting diberikan agar tercipta kenyamanan dan keamanan bagi konsumen (termasuk wisatawan); 11) pembangunan dan
Profil Bappeda 2015
154
pengembangan sarana akomodasi di Sleman perlu lebih disesuaikan dengan nilainilai
keistimewaan
Yogyakarta
serta
memperhatikan
dimensi
sosial
kemasyarakatan; 12) pembangunan dan pengembangan sarana akomodasi di Sleman perlu lebih disesuaikan dengan nilai-nilai keistimewaan Yogyakarta serta memperhatikan dimensi sosial kemasyarakatan; 13) perlu pengembangan travel pattern oleh pelaku wisata (ASITA) Sleman yang menawarkan perjalanan wisata alternatif bagi wisatawan untuk memperlama kunjungan; 14) masih kurang kuatnya pencitraan yang mampu membuat destinasi Sleman lebih unggul di lingkungan regional, nasional maupun internasional; 15) perlu lebih ditingkatkan networking dengan pelaku/industri baik di level dalam dan luar negeri termasuk juga kerjasama dengan media, baik cetak dan elektronik di dalam negeri dan luar negeri; 16) kerjasama pemangku kepentingan yang perlu disinkronkan agar lebih mampu menata lebih baik pembangunan pariwisata dan kebudayaan di Kabupaten Sleman; 17) ditingkat level komunitas, perlu segera ditambah Kelompok Sadar Wisata (pokdarwis) dan didukung dengan program nyata; dan 18) penguatan manajerial pengelola desa wisata yang tersebar di Sleman secara kontinu perlu diberikan SKPD terkait sekaligus mencoba menjalinkan desa wisata dengan pihak industri, misalnya Asita, HPI, PHRI agar jejaringnya dapat lebih berkembang. Untuk menjawab permasalahan-permasalahan di atas, melalui kajian teoritis dan praktis empiris dan mengacu pada landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis, maka disusunlah suatu peraturan daerah yang didalamnya berupaya untuk 1) mendorong terciptanya iklim pariwisata yang harmonis dengan kesesuaian
tema
pembangunan
pariwisata
yang
ditetapkan;
dan
2) mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat dari potensi wisata di Kabupaten Sleman yang sekaligus memberikan kepastian hukum. Materi yang selanjutnya diatur dalam peraturan daerah ini meliputi 1) materi dalam ketentuan umum; 2) materi tentang asas, fungsi dan tujuan; 3) materi tentang kawasan strategis pariwisata di Kabupaten Sleman; 4) materi tentang tahapan
pengembangan
kepariwisataan;
5)
materi
tentang
kewenangan
pemerintah daerah; 6) materi tentang koordinasi; dan 7) materi tentang ketentuan penutup.
Profil Bappeda 2015
155
27.
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2015-2025 Dokumen Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan (RIPK) Kabupaten
Sleman,
2015-2025
merupakan
kaji
ulang
Dokumen
Rencana
Induk
Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2011-2016 yang dilatarbelakangi 1) potensi daya tarik wisata yang dapat menjadi sektor andalan perekonomian rakyat; 2) perlunya database pariwisata daerah yang memiliki prospek pengembangan yang berkesinambungan; dan 3) perlunyapenguatan secara yuridis dengan mengarahkan terbitnya Perda Kepariwisataan untuk mendukung kontinuitas rencana beserta program yang dirancang. Penyusunan dokumen RIPK menjadi penting karena sektor pariwisata merupakan sektor yang diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja sekaligus memberikan tambahan bagi pendapatan masyarakat. RIPK merupakan bagian dari perencanaan pembangunan wilayah secara keseluruhan. Tujuan penyusunan RIPK adalah 1) menyusun arah pengembangan serta konsep, kebijakan dan rencana strategis yang akan menjadi dasar pengembangan destinasi Sleman di masa yang akan datang; dan 2) menyiapkan arah, strategi dan pola keterpaduan pengembangan destinasi pariwisata Sleman dimasa yang akan datang. Adapun sasarannya adalah tersusunnya pedoman atau arahan pola keterpaduan pengembangan pariwisata dalam format keterpaduan lintas sektor berjangka waktu yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pengembangan maupun peningkatan kualitas pariwisata Kabupaten Sleman. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan (RIPK) Kabupaten Sleman dijabarkan menjadi dua tahapan, yaitu Tahap I (2015-2020) dan Tahap II (20212025) dengan mengembangkan 4 (empat) pilar yang harus dikembangkan secara sinergi
dalam
industri
kepariwisataan,
yang
meliputi
destinasi,
industri,
kelembagaan, dan pemasaran. Pada tahap I, akan dilakukan: 1) pengembangan daya tarik wisata untuk meningkatkan daya saing dan akselerasi perkembangan kawasan pariwisata Kabupaten Sleman; 2) pengembangan atraksi dan fasilitas desa-desa wisata Kabupaten Sleman guna meningkatkan daya saing dan keberlanjutannya;
3)
pengembangan
infrastruktur
dan
moda
transportasi
penunjang ke dan dari objek wisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata; 4) pengembangan sarana penunjang fasilitas wisata di destinasi wisata untuk meningkatkan kenyamanan dan kepuasan wisatawan di
Profil Bappeda 2015
156
objek wisata; 5) pengembangan kapasitas masyarakat sebagai tuan rumah (host), baik di desa-desa wisata ataupun di sekitar objek wisata;
6) pengembangan
tindakan pelestarian sumber daya wisata dan lingkungan di kawasan wisata dan atau di desa-desa wisata; 7) penyusunan Kajian Pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) Daerah sesuai arahan pengembangan yang telah ditetapkan; 8) pengembangan fasilitasi, regulasi, insentif dan disinsentif untuk pengembangan usaha pariwisata; 9) pengembangan fasilitasi, regulasi, insentif dan disinsentif untuk pengembangan usaha pariwisata; 10) pengembangan kemitraan antar para pelaku industri wisata dalam rangka menunjang destinasi Sleman; 11) pengembangan prosedur dan mekanisme tanggung jawab sosial (corporate social responsible) industri wisata bagi penguatan kapasitas dan lingkungan masyarakat di sekitar objek wisata dan atau desa-desa wisata; 12) pengembangan standardisasi dan sertifikasi SDM dan industri di bidang usaha jasa pariwisata mengantisipasi pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015; 13) penguatan peran Badan Promosi Pariwisata Daerah Kabupaten Sleman dalam melakukan promosi destinasi secara optimal; 14) pengembangan dan penguatan lembaga pengelola desa wisata, Forkom Desa Wisata
dan penambahan
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Kabupaten Sleman; 15) pengembangan kompetensi sumber daya manusia
terkait dengan Kapasitas dan Ketrampilan
pada beberapa asosiasi: Himpunan Pramuwisata, ASITA, PHRI, Saka Pariwisata, Polisi Pariwisata; 16) pengembangan model pemasaran kepariwisataan guna memperluas pasar, baik wisatawan nusantara atau wisatawan mancanegara; 17) pengembangan strategi dan materi serta content promosi yang up date, komprehensif
dalam
bahasa
Indonesia
dan
bahasa
asing
lainnya;
18)
pengembangan media promosi yang dipergunakan, baik secara elektronik (IT) ataupun non elektronik; dan
19) pengembangan citra kepariwisataan Sleman
sebagai destinasi wisata yang aman, nyaman dan berdaya saing. Sedangkan pada tahap II (2021-2025), tujuan yang ingin dicapai adalah 1) terwujudnya Sleman sebagai destinasi yang inovatif, aman, nyaman, dan menarik serta mudah dijangkau ditunjang dengan lingkungan yang terjaga sehingga mampu meningkatkan PAD dan kesejahteraan masyarakat; 2) terwujudnya industri pariwisata yang berdaya saing, kredibel, mampu menggerakkan kemitraan usaha, dan bertanggung jawab atas kelestarian dan keseimbangan lingkungan alam dan sosial dan budaya; 3) terwujudnya organisasi kepariwisataan level
Profil Bappeda 2015
157
pemerintah dan masyarakat (komunitas), regulasi dan mekanisme operasional yang efektif dan efisien guna mendorong kepariwisataan berkelanjutan; dan 4) terwujudnya pemasaran yang sinergis, unggul dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kunjungan dan lama tinggal wisatawan.
Tahun 2015 28.
Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman 2014 Sektor industri pengolahan merupakan sektor tertinggi penyumbang PDRB
Kabupaten Sleman, mengacu pada PDRB Lapangan Usaha dengan memakai tahun dasar 2010. Namun demikian, dibandingkan dengan tahun 2013, kontribusi sektor industri pengolahan mengalami penurunan dari 14,21 persen (2013) menjadi 13,90 persen (2014). Penurunan kontribusi sektor industri pengolahan ini tidak lepas dari turunnya jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman sebesar 9,90 persen dari 101 perusahaan (2013) menjadi 91 perusahaan (2014), dimana tercatat 2 perusahaan tutup dan sisanya berubah klasifikasi menjadi industri kecil dan rumah tangga. Kecamatan Mlati dan Kecamatan Kalasan menjadi tempat dimana perusahaan industri besar dan sedang berdomisili. Ada fakta menarik bahwa meskipun jumlah industri besar dan sedang menurun, ternyata tenaga kerja yang diserap di industri besar dan sedang pada tahun 2014 naik sebanyak 1,03 persen dari 22.732 orang (2013) menjadi 22.967 orang (2014), dimana kenaikan terjadi pada perusahaan industri pakaian jadi. Terkait dengan nilai tambah yang dihasilkan industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman, bila dibandingkan dengan tahun 2013, terjadi penurunan sebesar 25,54 persen dari 2.318.823 juta rupiah menjadi 1.726.662 juta rupiah (2014). Sementara pengeluaran industri besar dan sedang yang berhubungan dengan bahan baku impor mengalami kenaikan sebesar 6,52 persen dari 417.158 juta rupiah (2013) menjadi 444.351 juta rupiah (2014), dengan pengguna bahan baku impor tertinggi adalah perusahaan industri pakaian jadi.
29.
Rekomendasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi Penyusunan
rekomendasi
perencanaan
pembangunan
ekonomi
dimaksudkan sebagai sarana untuk meningkatkan koordinasi perencanaan pembangunan di sektor ekonomi seperti sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, koperasi dan UKM, tenaga kerja, investasi dan pariwisata. Adapun
Profil Bappeda 2015
158
tujuannya adalah untuk meminimalisir duplikasi kegiatan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya dan anggaran belanja, serta lebih mengarahkan program/kegiatan yang dilaksanakan SKPD dalam pencapaian target pembangunan, melalui koordinasi antar sektor terkait. Pada tahun 2015 ini dilakukan koordinasi terkait dengan pengembangan pasar tradisional, pelatihan, pengembangan kawasan minapolitan, pengembangan sentra industri dan pengembangan investasi daerah. Koordinasi dilakukan melalui kunjungan lapangan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan koordinasi dengan SKPD terkait dengan permasalahan yang ada. Rekomendasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1. Rekomendasi terkait pemeliharaan/rehabilitasi pasar, sebagai berikut: a. Terkait dengan perluasan Pasar Tempel dan Pasar Pakem agar dapat dilakukan koordinasi dengan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kabupaten Sleman dan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan terkait rencana perluasan pasar b. Terkait dengan pelaksanaan pemeliharaan/rehabilitasi bangunan sarana dan prasarana ekonomi, Dinas Pasar disarankan membuat skala prioritas terhadap pelaksanaan pemeliharaan/rehabilitasi bangunan pasar tradisional yang ada (rusak parah, rusak sedang, rusak ringan). c. Pekerjaan yang akan dilaksanakan pada tahun 2016, antara lain: 1) Pembongkaran bango, pembuatan kanopi antara los, pembuatan drainase, pekerjaan gerbang dan pembangunan mmusholla di Pasar Ngijon; 2) Pembuatan kanopi keliling dan normalisasi sanitasi di Pasar Godean; 3) Pembangunan TPS di Pasar Ngablak; 4) Pembuatan talud, pekerjaan paving halaman dan salasar, dan kanopi depan pasar di Pasar Gendol; 5) Renovasi musholla, perbaikan struktur atap dan pembenahan tempat wudhu di Pasar Tempel; 6) Pembangunan talud pengaman di Pasar Kejambon; 7) Rehabilitasi bango/perluasan los, perbaikan saluran drainase dan penambahan ruang kesehatan dan laktasi di Pasar Cebongan; 8) Pembangunan pagar bumi keliling di Pasar Kebonagung; 9) Pembangunan pos keamanan dan pos kesehatan di Pasar Sambilegi;
Profil Bappeda 2015
159
10)Rehabilitasi kios dan kantor pasar di Pasar Kenaran; dan 11)Pembuatan gudang alat kebersihan di Pasar Gentan. 2. Rekomendasi terkait pelaksanaan pelatihan, adalah sebagai berikut: a. Disarankan agar koordinasi antar SKPD pelaksana pelatihan sehingga tujuan yang diharapkan bisa tercapai tanpa adanya penganggaran ganda terkait dengan pelaksanaan pelatihan. b. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi UMKM, dengan fokus pada pengolahan pangan, pengolahan sandang, pengolahan kimia dan bangunan, kerajinan, logam, penerapan teknologi, pelatihan kewirausahaan, dan pengembangan usaha,
dari
tingkatan
inisiasi,
penumbuhan,
peningkatan
dan
pengembangan. c. Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi kelompok tani, yang terdiri dari pelatihan budidaya, pelatihan panen sampai dengan pasca panen, pelatihan pengolahan bahan pangan alternatif, dan pelatihan ketahanan pangan. d. Balai Latihan Kerja bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi masyarakat umum dengan tujuan penguasaan keterampilan. e. Dinas Tenaga Kerja dan Sosial bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi korban PHK sehingga dapat mempunyai embrio usaha. f. Terkait dengan pelatihan yang sifatnya inisiasi, peran aktif kecamatan sangat diperlukan utamanya dalam penyiapan peserta. Sangat diharapkan bahwa usulan pelatihan yang diajukan Kecamatan dalam PIK, bukan sekedar usulan untuk memenuhi kuota yang ditetapkan dalam PIK. g. Pelatihan yang berhubungan dengan UMKM dan masyarakat miskin, harus dikoordinasikan dengan baik antar SKPD terkait: Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, dan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sehingga tidak terjadi penganggaran ganda terkait dengan pelaksanaan pelatihan. h. Kewenangan untuk melaksanakan pelatihan ada di SKPD terkait: Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, dan Balai Latihan Kerja. i.
Perlunya disusun kurikulum pelatihan yang komprehensif sehingga bisa menjamin teraplikasikannya hasil-hasil pelatihan.
Profil Bappeda 2015
160
j.
Perlunya disusun rencana tindak lanjut terkait dengan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas pelatihan dan hasil-hasilnya.
3. Rekomendasi terkait pengembangan minapolitan, sebagai berikut a. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi melakukan identifikasi proses pemasaran hasil dan menuangkannya dalam RPIJM; b. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melakukan identifikasi pengembangan kawasan minapolitan menuju kawasan wisata berbasis perikanan; c. Dinas Pekerjaan Umum melakukan identifikasi pembangunan prasarana pendukung bagi kawasan minapolitan, seperti embung; d. Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral melakukan identifikasi saluran irigasi yang mengaliri kawasan minapolitan; dan e. Dinas Pasar melakukan identifikasi terkait distribusi dan pasar produk kawasan minapolitan. 4. Rekomendasi terkait pengembangan sentra industri, sebagai berikut: a. Terkait perizinan, agar tetap menaati aturan yang berlaku, termasuk di dalamnya pemanfaatan tanah yang mengacu pada RTRW yang ada. b. Terkait penggunaan RPA yang dikeluhkan kelompok, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan akan segera melakukan pengecekan lapangan terhadap RPA yang dimaksud, Hal ini karena RPA tersebut adalah merupakan aset Pemerintah Kabupaten Sleman bantuan dari Pemerintah Jepang. c. Dalam
kaitannya
dengan
perizinan,
Badan
Lingkungan
Hidup
mengingatkan tentang dokumen pemantauan lingkungan hidup yang harus disiapkan sebelum proses perizinan dilaksanakan. d. Pada tahun 2015 ini, sentra ayam goreng di Dusun Bendan ini akan ditetapkan menjadi sentra Kabupaten
Sleman,
industri ayam
sehingga
pelatihan
goreng oleh terkait
Pemerintah
manajemen
usaha,
packaging, pengembangan usaha dan lainnya dapat lebih terakomodir dalam program/kegiatan di dinas terkait. e. Disarankan kelompok/paguyuban yang ada untuk membentuk koperasi atau badan usaha lain yang berbadan hukum sebagai antisipasi pelaksanaan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 298 tentang hibah dan bansos.
Profil Bappeda 2015
161
f. Di
masa
mendatang,
Dinas
Kebudayaan
dan
Pariwisata
akan
mengembangkan secara terpadu sentra ayam goreng di Dusun Bendan dengan obyek dan daya tarik wisata yang ada di sekitar. g. Terkait dengan sertifikasi produk, disarankan agar dilakukan secara kelompok, termasuk di dalamnya adalah pendaftaran hak cipta, sertifikasi halal, dan SNI produk. 5. Rekomendasi terkait pengembangan investasi daerah meliputi: a. Strategi dan kebijakan investasi untuk sektor yang sudah inklusif (sektor jasa-jasa) adalah melalui strategi dan kebijakan pengembangan; b. Strategi dan kebijakan investasi untuk sektor yang potensial inklusif (sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor industri pengolahan) adalah melalui strategi dan kebijakan yang sifatnya penumbuhan dan percepatan melalui koordinasi antar Dinas terkait (Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata). c. Strategi penumbuhan ini dilakukan dengan melakukan identifikasi subsektor yang akan menjadi target penumbuhan dan pengembangan, dari inisiasi sampai dengan pemasarannya (termasuk di dalamnya branding) yang melibatkan Dinas terkait, sehingga investasi yang dilaksanakan dapat bermanfaat luas bagi seluruh stakeholder yang terlibat. d. Sedangkan
strategi
percepatan
dilakukan
dengan
melakukan
percepatan pada proyek investasi yang telah dilakukan di sektor yang telah berjalan, dengan memperluas manfaat investasi yang ada melalui penyusunan regulasi terkait. e. Kebijakan-kebijakan di atas akan didukung oleh kebijakan pembagian dan pengembangan wilayah berbasis potensi sektoral. f. Kebijakan investasi di sektor pertanian diarahkan pada pengembangan sektor pertanian organisk, penetapan lahan berkelanjutan, dan land banking agriculture. g. Kebijakan investasi di sektor industri pengolahan diarahkan pada upaya mendorong
pertumbuhan
industri
kecil
dan
menengah
melalui
Profil Bappeda 2015
162
peningkatan produk, produktivitas dan kualitas produk industri kecil dan menengah. h. Kebijakan lain yang akan diambil adalah: 1) Meningkatkan kemitraan antara sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan sektor pertanian dan sektor industri pengolahan; 2) Meningkatkan serapan tenaga kerja lokal melalui regulasi dan pengawasan kebijakan serapan tenaga kerja lokal; 3) Meningkatkan inklusivitas investasi di Kabupaten Sleman dengan menetapkan pola dan aturan pengembangan sektoral.
30.
Rencana Induk Pembangunan Ekonomi Terpadu Kabupaten Sleman, 2016-2020 Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Ekonomi Terpadu Kabupaten
Sleman bertujuan untuk memberi arah pembangunan ekonomi, kebijakan dan rencana strategis yang akan menjadi dasar pelaksanaan pembangunan ekonomi di Kabupaten Sleman dalam kurun waktu 5 (lima) tahun mendatang serta menyiapkan arah, strategi, pola keterpaduan pembangunan ekonomi di Kabupaten Sleman. Adapun manfaat yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi SKPD terkai dalam
penentuan
program/kegiatan
yang
akan
dilakukan
dalam
rangka
mempertahankan/meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penyusunan Dokumen Rencana Induk Pembangunan Ekonomi Terpadu Kabupaten Sleman meliputi penyusunan rencana induk sektor perindustrian dan perdagangan, koperasi dan UKM, ketenagakerjaan, pariwisata, pertanian (dalam arti luas), penanaman modal, perizinan, dan sarana dan prasarana. Tantangan pembangunan yang dihadapi Kabupaten Sleman antara lain daya saing produk sektor ekonomi lokal yang masih rendah, kualitas sumberdaya manusia, sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi, pengelolaan usaha sektor ekonomi lokal, sinergitas antar pelaku sektor ekonomi lokal, alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, pengelolaan promosi perizinan dan pelayanan perizinan yang belum optimal. Sasaran yang ingin dicapai melalui pembangunan ekonomi Kabupaten Sleman adalah 1) meningkatnya pertumbuhan ekonomi; 2) meningkatnya daya saing ekonomi daerah; 3) meningkatnya prasarana dan sarana perekonomian, dan 4) meningkatnya kontribusi sektor ekonomi lokal. Terkait dengan sasaran tersebut,
Profil Bappeda 2015
163
arah kebijakan yang ditempuh Pemerintah Kabupaten Sleman adalah 1) peningkatan
promosi
potensi
dan
produk
sektor
ekonomi
lokal;
2) penciptaan iklim usaha yang kondusif; 3) peningkatan kerja sama dan kemitraan
antara
UMKM
sektor
ekonomi
lokal
dengan
lembaga/institusi
pendidikan, pelatihan dan penelitian, dengan industri, dan dengan lembaga keuangan; 4) pemberian insentif bagi investor; 5) peningkatan pemanfaatan teknologi bagi UMKM sektor ekonomi lokal; 6) penegakan regulasi; 7) peningkatan kapasitas tenaga kerja, pelaku usaha dan kelembagaan sektor ekonomi lokal; 8) peningkatan pelayanan investasi dan pelayanan perizinan; 9) peningkatan kerja sama dan promosi investasi; 10) peningkatan kesempatan kerja; 11) peningkatan promosi dan pemasaran produk UMKM sektor ekonomi lokal; 12) perluasan pasar tujuan produk UMKM sektor ekonomi lokal;
13) peningkatan kualitas dan
diversifikasi produk UMKM sektor ekonomi lokal; 14) peningkatan kualitas obyek dan
daya
tarik
wisata;
15)
peningkatan
penggunaan
produk
lokal;
16) pengembangan kemitraan strategis antar UMKM sektor ekonomi lokal; 17) peningkatan standardisasi pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja; 18) peningkatan standardisasi dan sertifikasi produk UMKM; 19) peningkatan pemanfaatan teknologi dalam promosi potensi wilayah dan produk sektor ekonomi lokal; 20) peningkatan investasi prasarana dan sarana pendukung perekonomian; 21) peningkatan potensi wilayah; 22) Peningkatan tata kelola sumber daya alam; dan 23) peningkatan daya dukung lingkungan.
4.1.1.4 Bidang Sosial Pemerintahan A.
Subbidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, dan Kebudayaan
1.
Kajian Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2010 Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah untuk
mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan. Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu: (1) kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, (2) pendidikan dengan komponen pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan
Profil Bappeda 2015
164
angka melek huruf dan (3) ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah pekerja perempuan di sektor nonpertanian. Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2010 No. Uraian Komponen IPG 1. Angka Harapan Hidup (tahun) 2. Angka Melek Huruf (%) 3. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 4. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan Indeks IPG 1. Kesehatan 2. Pendidikan 3. Pendapatan IPG Sumber: BPS Kabupaten Sleman
Nilai 76,56 89,40 9,66 0,36 85,93 81,07 55,51 74,17
Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2010 sebesar 74,17. Apabila dibandingkan dengan IPG di tingkat nasional maka peringkat Kabupatan Sleman menduduki rangking kesepuluh dan hal ini menurun satu peringkat jika dibandingkan dengan tahun 2009. IPG DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009 dan 2010 Provinsi/ Kabupaten/ Kota 34. D.I. Yogyakarta 01. Kulonprogo 02. Bantul 03. Gunungkidul 04. Sleman 71. Yogyakarta
Angka Harapan Hidup (tahun) P L
Angka Melek Huruf (persen) P
L
Rata-rata Lama Sekolah (tahun) P L
Kontribusi terhadap Pendapatan
IPG
Peringkat Nasional IPG
P
L
75,16
71,37
86,11
95,83
8,45
9,73
0,38
0,62
2009 2010 2009 72,24
72,51
2
2010 2
76,24 73,32 72,99 76,86 75,37
72,53 69,42 69,07 73,21 71,59
85,08 85,95 77,98 89,40 96,84
96,46 96,23 90,75 97,89 99,77
7,65 8,35 5,87 9,66 11,29
8,76 9,34 7,83 11,17 11,95
0,32 0,37 0,38 0,36 0,41
0,68 0,63 0,62 0,64 0,59
66,56 71,20 64,77 73,94 77,10
67,04 71,33 65,42 74,17 77,56
122 35 169 9 1
127 42 177 10 1
Sumber: BPS Kabupaten Sleman
Profil Bappeda 2015
165
Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin kecil. Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman.
Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2006, 2009, dan 2010 Tahun
Nilai IPM
Nilai IPG
Ketimpangan Gender
2006
76,22
72,90
3,32
2009
77,70
73,94
3,76
2010
78,20
74,17
4,03
Sumber: BPS Kabupaten Sleman (diolah) *) Angka Sementara
Ketimpangan gender dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga ketimpangan gender menjadi semakin menyempit. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya. IDG DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009 dan 2010 Provinsi/ Kabupaten/ Kota
Keterlibatan Perempuan di Parrlemen (persen)
Perempuan sebagai Manajer, Profesional, Administrasi dan Teknisi (persen) 46,01
34. D.I. 26,42 Yogyakarta 01. 12,50 Kulonprogo 02. Bantul 13,64 03. 11,11 Gunungkidul 04. Sleman 18,00 71. 15,00 Yogyakarta Sumber: BPS Kabupaten Sleman
Kontribusi Perempuan dalam Pendapatan Kerja Nonpertanian (persen)
IDG 2009
2010
Peringkat IDG 2009
2010
38,41
62,32 77,70
6
1
51,76
31,67
60,87 61,18
87
175
46,67 35,95
37,35 37,87
63,83 67,85 58,62 59,36
47 130
70 215
48,03 43,60
36,43 40,70
63,04 70,74 74,64 69,85
52 5
35 42
Profil Bappeda 2015
166
IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2010 berada pada peringkat 35 secara nasional dengan nilai 70,74 dan meningkat tajam dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar 63,04.
2.
Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2011 Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah untuk
mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan. Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu: (1) kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, (2) pendidikan dengan komponen pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf dan (3) ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah pekerja perempuan di sektor nonpertanian. Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2010 dan 2011 No.
Uraian
Komponen IPG 1. Angka Harapan Hidup (tahun) 2. Angka Melek Huruf (%) 3. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 4. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan Indeks IPG 1. Kesehatan 2. Pendidikan 3. Pendapatan IPG Sumber: BPS Kabupaten Sleman (Angka Sementara)
Nilai 2010
2011
76,56 89,40 9,66 0,36
76,86 89,76 9,97 0,38
85,93 81,07 55,51 74,17
86,43 82,00 55,81 74,75
Profil Bappeda 2015
167
Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2011 sebesar 74,75 maka mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 74,17. Apabila dibandingkan dengan IPG di Provinsi DIY maka peringkat Kabupatan Sleman menduduki rangking kedua sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini. IPG DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010 dan 2011 Provinsi/ Kabupaten/ Kota 34. D.I. Yogyakarta 01. Kulonprogo 02. Bantul 03. Gunungkidul 04. Sleman 71. Yogyakarta
Angka Harapan Hidup (tahun) P L 75,16 71,37 76,24 73,32 72,99 76,86 75,37
72,53 69,42 69,07 73,21 71,59
Angka Melek Huruf (persen) P L 87,09 96,28
Rata-rata Lama Sekolah (tahun) P L 8,67 9,78
Kontribusi terhadap Pendapatan P L 0,39 0,61
2010 72,51
2011 73,07
2010 2*)
2011 2*)
86,50 86,25 78,63 89,76 96,85
8,07 8,36 6,32 9,97 11,30
0,32 0,38 0,38 0,38 0,42
67,04 71,33 65,42 74,17 77,56
67,85 71,71 66,04 74,75 77,92
4 3 5 2 1
4 3 5 2 1
96,50 96,25 92,22 97,90 99,78
9,15 9,35 7,84 11,18 11,96
0,68 0,62 0,62 0,62 0,58
IPG
Peringkat IPG
Sumber: BPS Kabupaten Sleman (Angka Sementara) Keterangan: *) peringkat secara nasional Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin kecil. Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman. Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2009, 2010, dan 2011 Tahun Nilai IPM Nilai IPG 2009 77,70 73,94 2010 78,20 74,17 2011* 78,79 74,75 Sumber: BPS Kabupaten Sleman (diolah) *) Angka Sementara
Ketimpangan Gender 3,76 4,03 4,04
Ketimpangan gender dari tahun 2009 ke tahun 2011 mengalami peningkatan sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga ketimpangan gender menjadi semakin menyempit. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya.
Profil Bappeda 2015
168
IDG DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010 dan 2011 Provinsi/ Kabupaten/ Kota
Keterlibatan Perempuan di Parrlemen (persen)
Perempuan sebagai Manajer, Profesional, Administrasi dan Teknisi (persen) 44,54
34. D.I. 26,42 Yogyakarta 01. 12,50 44,53 Kulonprogo 02. Bantul 13,64 46,53 03. 11,11 44,97 Gunungkidul 04. Sleman 18,00 44,02 71. 15,00 42,74 Yogyakarta Sumber: BPS Kabupaten Sleman (Angka Sementara)
Kontribusi Perempuan dalam Pendapatan Kerja Nonpertanian (persen)
IDG 2010
2011
Peringkat IDG 2010
2011
39,18
77,70 77,84
-
-
31,97
61,18 61,15
4
5
37,94 38,40
67,85 67,46 59,36 62,22
3 5
3 4
37,79 42,08
70,74 70,52 69,85 70,00
1 2
1 2
IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2011 berada pada peringkat pertama di tingkat provinsi DIY dengan nilai 70,52 dan mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 70,74.
3.
Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2012
Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah untuk mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan. Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu: (1) kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, (2) pendidikan dengan komponen pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf dan (3) ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah pekerja perempuan di sektor nonpertanian. Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel berikut:
Profil Bappeda 2015
169
Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2011 dan 2012 Nilai No. Uraian 2011 2012 Komponen IPG 1. Angka Harapan Hidup (tahun) 76,86 76,97 2. Angka Melek Huruf (%) 89,76 92,01 3. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 9,97 9,97 4. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan 0,38 0,37 Indeks IPG 1. Kesehatan 86,43 86,62 2. Pendidikan 82,00 83,50 3. Pendapatan 55,81 57,18 IPG 74,75 75,76 Sumber: BPS Kabupaten Sleman *)Angka Sementara
Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2012 sebesar 75,76 maka mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 74,75. Apabila dibandingkan dengan IPG di Provinsi DIY maka peringkat Kabupatan Sleman menduduki rangking kedua sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini. IPG DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011 dan 2012 Provinsi/ Kabupaten/ Kota 34. D.I. Yogyakarta 01. Kulonprogo 02. Bantul 03. Gunungkidul 04. Sleman 71. Yogyakarta
Angka Harapan Hidup (tahun) P L 75,21 71,42 76,34 73,33 73,02 76,97 75,40
72,63 69,43 69,10 73,32 71,62
Angka Melek Huruf (persen) P L 88,43 96,55
Rata-rata Lama Sekolah (tahun) P L 8,67 9,79
Kontribusi terhadap Pendapatan P L 39,55 60,45
2010 73,07
2011 74,11
2011 2*)
2012 2*)
88,03 87,96 79,01 92,01 96,86
8,07 8,51 6,32 9,97 11,32
32,07 38,87 37,64 36,72 42,97
67,85 71,71 66,04 74,75 77,92
68,41 72,69 66,62 75,76 78,71
4 3 5 2 1
4 3 5 2 1
96,99 96,45 92,23 98,46 99,79
9,16 9,40 7,84 11,18 12,11
67,93 61,13 62,36 63,28 57,03
IPG
Peringkat IPG
Sumber: BPS Kabupaten Sleman (Angka Sementara) Keterangan: *) peringkat secara nasional Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin kecil. Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman. Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2010, 2011, dan 2012 Tahun Nilai IPM Nilai IPG Ketimpangan Gender 2010 78,20 74,17 4,03 2011 78,79 74,75 4,04 2012* 79,39 75,76 3,63 Sumber: BPS Kabupaten Sleman (diolah) *) Angka Sementara
Profil Bappeda 2015
170
Ketimpangan gender dari tahun ke tahun bersifat fluktuatif sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Pada tahun 2012 ketimpangan semakin kecil jika dibandingkan dengan tahun 2011. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga ketimpangan gender menjadi semakin menyempit. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya.
IDG DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011 dan 2012 Provinsi/ Kabupaten/ Kota
Keterlibatan Perempuan di Parrlemen (persen)
Perempuan sebagai Manajer, Profesional, Administrasi dan Teknisi (persen) 43,83
34. D.I. 21,82 Yogyakarta 01. 10,00 54,18 Kulonprogo 02. Bantul 13,33 45,39 03. 13,33 42,06 Gunungkidul 04. Sleman 16,00 42,23 71. 15,00 42,68 Yogyakarta Sumber: BPS Kabupaten Sleman (Angka Sementara)
Kontribusi Perempuan dalam Pendapatan Kerja Nonpertanian (persen)
IDG 2011
2012
Peringkat IDG 2011
2012
39,55
77,84 75,57
1
3
32,07
61,15 59,23
5
5
38,87 37,64
68,46 68,52 62,22 64,58
3 4
3 4
36,72 42,97
70,52 69,66 70,00 70,70
1 2
2 1
IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2012 berada pada peringkat kedua di tingkat provinsi DIY dengan nilai 69,66 dan mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar 70,52
4.
Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2013 Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah untuk
mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan.
Profil Bappeda 2015
171
Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu: (1) kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, (2) pendidikan dengan komponen pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf dan (3) ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah pekerja perempuan di sektor nonpertanian. Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2012 dan 2013 No.
Nilai
Uraian
2012
Komponen IPG 1. Angka Harapan Hidup (tahun) 2. Angka Melek Huruf (%) 3. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 4. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan Indeks IPG 1. Kesehatan 2. Pendidikan 3. Pendapatan IPG Sumber: BPS Kabupaten Sleman *)Angka Sementara
2013
76,97 92,01 9,97 0,37
77,41 92,02 10,15 0,37
86,62 83,50 57,18 75,76
87,35 83,90 58,10 76,45
Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2013 sebesar 76,45 maka mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 75,76. Apabila dibandingkan dengan IPG di Provinsi DIY maka peringkat Kabupatan Sleman menduduki rangking kedua sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini: IPG DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 dan 2013 Provinsi/ Kabupaten/ Kota 34. D.I. Yogyakarta 01. Kulonprogo 02. Bantul
Angka Harapan Hidup (tahun) P L 75,45 71,69 77,04 73,50
73,41 69,63
Angka Melek Huruf (persen) P L 89,11 96,78 89,95 89,18
97,71 96,53
Rata-rata Lama Sekolah (tahun) P L 8,86 9,82 8,07 8,86
9,16 9,64
Kontribusi terhadap Pendapatan P L 39,87 60,13
2012 74,11
2013 74,75
2012 2*)
2013 2*)
32,32 38,97
68,41 72,69
69,42 73,35
4 3
4 3
Profil Bappeda 2015
172
67,68 61,03
IPG
Peringkat IPG
Angka Harapan Hidup (tahun) P L 73,25 69,36 77,41 73,81 75,53 71,78
Provinsi/ Kabupaten/ Kota 03. Gunungkidul 04. Sleman 71. Yogyakarta
Angka Melek Huruf (persen) P L 79,74 92,27 92,02 98,62 97,03 99,98
Rata-rata Lama Sekolah (tahun) P L 6,34 7,85 10,15 11,20 11,32 12,11
Kontribusi terhadap Pendapatan P L 38,05 61,95 37,16 62,84 43,34 56,66
IPG 2012 66,62 75,76 78,71
Peringkat IPG 2013 67,29 76,45 79,04
2012 5 2 1
2013 5 2 1
Sumber: BPS Kabupaten Sleman (Angka Sementara) Keterangan: *) peringkat secara nasional Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin kecil. Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman.
Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2011, 2012, dan 2013 Tahun Nilai IPM Nilai IPG Ketimpangan Gender 2011 78,79 74,75 4,04 2012 79,39 75,76 3,63 2013* 79,97 76,45 3,52 Sumber: BPS Kabupaten Sleman (diolah) *) Angka Sementara
Ketimpangan gender dari tahun 2011 ke tahun 2013 mengalami penurunan sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Pada tahun 2013 ketimpangan semakin kecil jika dibandingkan dengan tahun 2012. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga ketimpangan gender menjadi semakin menyempit. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya.
IDG DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 dan 2013 Provinsi/ Kabupaten/ Kota 34. D.I. Yogyakarta 01. Kulonprogo 02. Bantul 03. Gunungkidul
21,82
Perempuan sebagai Manajer, Profesional, Administrasi dan Teknisi (persen) 47,95
10,00 13,33 13,33
Keterlibatan Perempuan di Parrlemen (persen)
Kontribusi Perempuan dalam Pendapatan Kerja Nonpertanian (persen)
IDG 2012
2013
Peringkat IDG 2012
2013
39,87
75,57 76,36
3
3
56,22
32,32
59,23 59,26
5
5
47,24 51,41
38,97 38,05
68,52 68,88 64,58 66,01
3 4
3 4
Profil Bappeda 2015
173
Perempuan Kontribusi IDG Keterlibatan sebagai Manajer, Provinsi/ Perempuan dalam Perempuan Profesional, Kabupaten/ Pendapatan Kerja di Parrlemen Administrasi dan Kota Nonpertanian 2012 2013 (persen) Teknisi (persen) (persen) 04. Sleman 18,00 45,66 37,16 69,66 72,30 71. Yogyakarta 15,00 49,96 43,34 70,70 71,75 Sumber: BPS Kabupaten Sleman (Angka Sementara)
Peringkat IDG 2012
2013
2 1
1 2
IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2013 berada pada peringkat pertama di tingkat provinsi DIY dengan nilai 72,30 dan mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 69,66.
5.
Kajian Kebutuhan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pada Satuan Pendidikan Di Kabupaten Sleman Kajian ini bertujuan untuk (1) memberikan masukan yang dapat digunakan
sebagai pedoman bagi sekolah, dalam perencanaan penerimaan tenaga pendidik dan kependidikan; (2) memberikan pedoman bagi dinas tentang teknis dalam pengendalian dan pengawasan GTT/PTT; dan (3) memberikan pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Sleman dalam penyusunan APBD khususnya yang berkaitan dengan bantuan insentif GTT/PTT Kabupaten Sleman pada tahun berikutnya. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah survey dengan pendekatan analisis kualitatif. Hal ini dilakukan karena data lapangan yang diperoleh tidak ada keseragaman sehingga sulit untuk dianalisis dengan metode statistika. Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan persentase untuk mengetahui kelayakan hasil yang diharapkan. Setelah memperoleh hasil persentase , selanjutnya dilakukan analisis data secara kualitatif dengan menerapkan langkah-langkah analisis yang prosedural sesuai dengan pendekatan kualitatif. Sebagian data yang dapat dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dilakukan olah statistik. Analisis kualitatif terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Rata-rata usia GTT pada setiap jenjang yang tergolong dalam usia produktif yaitu antara 35 – 39 tahun. Rentang usia ini merupakan periode penting
Profil Bappeda 2015
174
untuk menunjukkan eksistensi dirinya pada publik; (2) Rata-rata masa kerja GTT sejak diangkat pertama untuk pamong Paud telah mencapai lebih dari 3 tahun, GTT SD da SMP mencapai 7 tahun, SMA dan SMK mencapai 8 tahun sedangkan pada TK mencapai 9 tahun; (3) Jumlah jam mengajar PAUD sampai dengan SD relative tinggi antara 25 – 30 jam pelajaran, sering tidak sebanding dengan perolehan insentifnya; (4) Rata-rata jam mengajar SMP dan SMA/SMK cenderung ideal yaitu 12 – 22 jam pelajaran; (5) Kualifikasi akademik GTT relative memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; (6) Kesesuaian kualifikasi dan kompetensi pada jenjang pendidikan menengah
mencapai 70%; (7) Jumlah GTT dan PTT cukup besar, yang
menerima insentif sebesar 53,90% untuk GTT dan untuk PTT sebesar 70,10%: (8) Masih dibutuhkan tenaga pendidk dan tenaga kependidikan untuk semua jenjang; Rekomendasi yang diberikan untuk GTT/PTT adalah perlunya dibuatkan peraturan dan kebijakan daerah yang melandasi pemberian insentif , perlunya diterbitkan aturan daerah tentang pengangkatan GTT/PTT di sekolah, perlunya kebijakan tentang batasan waktu minimal dalam memberikan insentif kepada GTT/PTT dan perlunya kebijakan yang mengatur akan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan.
6.
Penyusunan Rencana Induk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kabupaten Sleman Pada Tahun 2015 – 2019 Tujuan penyusunan Rencana Induk PAUD 2015 – 2019 adalah : (1)
menganalisis permasalahan PAUD yang terdapat di KB dan TK di Kabupaten Sleman; (2) menyusun Rencana Induk (masterplan) PAUD tahun 2015 – 2019, baik dari sisi peserta didik, tenaga pendidik, kurikulum, sarana dan prasarana, serta evaluasi pembelajarannya. Penyusunan rencana induk PAUD menggunakan metode : diskripsi kualitatif dengan bantuan persentase. Sampel diambil melalui kuota stratifikasi purposive sampling. Adapun untuk menggali informasi lebih banyak maka dibuatlah angket (questioner) yang berisi tujuh angket meliputi (a) kemampuan anak; (b) proses pelayanan PAUD; (c) jumlah guru dan kualifikasinya; (d) kompetensi guru; (e) sarana dan prasarana; (f) standar isi, proses dan penilaian; (g) penegelolaan dan pembiayaan. Instrumen lain berupa pedoman Focus Group Discussion (FGD).
Profil Bappeda 2015
175
Dari hasil kajian dan analisis dalam rangka penyusunan Rencana Induk PAUD ini adalah bahwa ditemukan permasalahan yang terkait dengan ; (1) kompetensi pendidik dan kualifikasi pendidik; (2) perkembangan anak dan poembelajaran anak; (3) sarana dan prasarana; (4) proses pelayanan; (5) fasilitas; (6) standar isi, proses, penilaian; (7) pengelolaan serta permasalahan yang berasal dari observasi dan FGD terkait dengan pengadaan tes masuk SD, anggapan masyarakat, tuntutan orang tua dan kerja sama dengan tokoh masyarakat. Rekomendasi yang diperlukan adalah : (1) perlu program sosialisasi UU Perlindungan Anak kepada orang tua dan pendidik ; (2) perlu dibuat program yang menghentikan praktek pembelajaran yang beresiko bagi anak dan diciptakan model pembelajaran pengganti yang mengatasi permasalahan; (3) eksploitasi anak dengan dalih prestasi harus dihentikan dan digantikan dengan program yang memekarkan seluruh anak dengan potensi masing-masing setrta melibatkan peran budaya setempat, serta lomba antar lembaga; (4) perlu dibuat program “anak sehat terpadu” yaitu program bantuan gizi untuk anak yang membutuhkan, serta sosialisasi kesehatan bagi anak-anak; (5) perlu dibuat “taman bermain untuk anak” di Kabupaten Sleman; (6) perlunya regulasi yang tegas untuk mengeluarka perijinan pendirian PAUD; (7) perlunya kerja sama antar SKPD terkait misalnya program parenting pengantin antara KBPMPP dan Kementerian Agama, pendirian PAUD Model, serta pengelolaan program kampus (PPM, PPL, KKN). 6.
Kajian Kelas Khusus Olahraga Tingkat SMP Dan SMA Di Kabupaten Sleman Tujuan Kajian Kelas Khusus Olahraga di Kabupaten Sleman adalah untuk
mengkaji tentang potensi sekolah penyelenggara Kelas Khusus Olahraga pada jenjang SMP dan SMA. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan melalui rekomendasi yang didapatkan tentang arah dan sistem pembinaan kelas khusus olahraga untuk jenjang SMP dan SMA di kabupaten sleman. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah melalui survey. Kemudian data yang terkumpul dianalisis melalui metode diskriptif kualitatif, agar diperoleh hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan kajian. Subjek dalam kajian ini adalah atlit, pelatih, asisten pelatih, Pembina/pengelola, kepala sekolah, dan pihak lain
Profil Bappeda 2015
176
yang terkait dengan pembinaan Kelas Khusus Olahraga (KKO) tingkat SMP dan SMA di Kabupaten Sleman. Observasi dilakukan untuk mengamati dan memastikan tentang data yang terkait dengan: (a) kualifikasi atau tingkat restasi altit, (b) alat dan fasilitas olahraga, (c) alat pendidikan dan proses pelaksanaan pembelajaran formal, (d) implementasi metode pelatihan dan (e) evaluasi dan penanganan atlit yang bermasalah. Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa melalui survey angket, observasi di KKO dan Focus Group Discussion (FGD) ditemukan permasalahan yang terkait dengan: (1) sarana dan prasarana, sumber daya manusia, organisasi dan pengelolaan, sumberdana dan pembiayaan; (2) sistem rekrutmen pelatih harus diperbaiki, pelatih harus memiliki standar kopetensi minimal untuk cabang olaraga yang ditangani; (3) perlu adanya struktur organisasi pengelola KKO pada masing-masing sekolah penyelenggara dan perlu adanya sinergitas kinerja antara pengelola KKO dengan guru dalam proses pembelajaran; (4) melakukan kerjasama dengan Kemendikbud, Kemenpora, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olaraga, KONI, masyarakat dan sponsor guna meningkatkan sistem pembinaan KKO baik tingkat SMP maupun SMA di Kabupaten Sleman; (5) pemilihan cabang olaraga harus disesuaikan dengan kondisi sekolah penyelenggara KKO dan diusahakan agara masing-masing sekolah memiliki cabang utama yang berbeda; (6) kesejahteraan altet, pelatih dan pengelola KKO perlu ditingkatkan; (7) untuk peningkatan kualitas pelatih maka perlu diadakan diklat, workshop, seminar dan lain-lain agar lebih meningkatkan kopetensi pelatih. Rekomendasi yang diberikan antara lain : (1) Dinas Pendidikan pemuda dan olahraga agar menyusun rencana aksi daerah kelas khusus olahraga SMPdan SMA agar terkelola dengan lebih baik, terencana, dan terukur baik kinerjanya maupun sasarannya; (2) Perlu adanya regulasi yang dapat dijadikan dasar hukum bagi sekolah yang menyelenggarakan KKO, dengan harapan jika dipayungi dengan regulasi maka dalam hal pendanaan akan lebih diperhatikan; (3) Perlu adanya kerjasama dengan instansi terkait termasuk lembaga swasta yang dituangan dalam bentuk MoU. Hal ini perlu dilakukan agar siswa yang mengikuti program KKO dapat mengembangkan bakatnya dibidang olahraga prestasi melalui proses pembelajaran yang terjamin untuk masa depannya baik dalam bentuk akademik maupun prestasi olahraganya.
Profil Bappeda 2015
177
7.
Penyusunan Masterplan Pendidikan Menengah Kabupaten Sleman Tahun 2016 – 2020 Tujuan dari penyusunan Masterplan Pendidikan Menengah di Kabupaten
Sleman Tahun 2016 – 2020 adalah : (1) menyusun rencana induk pendidikan menengah tahun 2016-2020 meliputi: kebijakan dan program-orogram yang relevan dengan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yaitu: standar isi, kompetensi lulusan, pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.proses; (2) melakukan identifikasi kondisi dan permasalahan pendidikan di Kabupaten Sleman dalam perspektif 8 standar berkaitan dengan fasilitas pendidikan maupun sistem pendidikan di Kabupaten Sleman; (3) menganalisis kondisi dan permasalahan di Kabupaten Sleman serta menentukan solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi; (4) membuat proyeksi dan prediksi kondisi pendidikan sebagai acuan dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Kabupaten Sleman; (5) menyusun rekomendasi implementasi program pendidikan dalam bentuk rencana jangka pendek dan jangka menengah di Kabupaten Sleman Tahun 2016 – 2020. Dalam penyusunan Masterplan ini menggunakan metodologi : studi dokumentasi, wawancara dan Focus Group Discussion (FGD). Studi dokumentasi mencakup sekolah, murid, rombongan belajar, guru, tenaga kependidikan, sarana prasarana, proses belajar mengajar dan lain-lain. Wawancara dilakukan untuk mengungkap pemahaman dari stakeholder pendidikan menengah tentang kebutuhan, perencanaan,
penyelenggaraan, dan
tantangan
pengembangan
dan
pendidikan
harapan menengah.
terkait Focus
dengan Group
Discussion (FGD) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginventarisasi masalah, tantangan, dan harapan dari stakeholder terkait dengan perencanaan, penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan di kabupaten sleman. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa : (1) masih terdapat tenaga pendidik dan kependidikan yang belum memenuhi kualifikasi S1 atau DIV ; (2) masih terdapat tenaga pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dengan tugas pokoknya; (3) untuk kebutuhan sarana prasarana masih perlu ditingkatkan, masih ada beberapa sekolah yang tidak mempunyai aula ruang untuk pertemuan, tidak memiliki lapangan olahraga, dan lahan untuk parkir, usia bangunan ada yang sudah lebih dari 30 tahun; (4) manajemen kelembagaan pendidikan menjadi hal yang sangat penting untuk ditingkatkan dalam mendukung
Profil Bappeda 2015
178
jalannya
proses
belajar
mengajar,
termasuk
di
dalamnya
manajemen
kelembagaan yang berkaitan dengan kurikulum, proses belajar mengajar, kompetensi lulusan, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian.
8.
Kajian Penyusunan Rencana Strategi Pengembangan Kecamatan Sebagai Pusat Kebudayaan Kabupaten Sleman Tahun 2011 Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan kajian ini adalah sebagai
berikut: (1) teridentifikasinya kekuatan seni budaya dan tradisi di Kabupaten Sleman yang hingga kini masih hidup dan memiliki peluang untuk dikembangkan; (2) tergalinya potensi seni budaya dan tradisi Kabupaten Sleman yang dimungkinkan dapat digunakan sebagai pertahanan masyarakat dalam memasuki percaturan global; dan (3) tersusunnya perencanaan grand concept dalam rangka membangun dan atau mengembangkan ketahanan budaya masyarakat. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah lebih bersifat survey etnografi untuk mengetahui dan mendiskripsikan seni tradisi dan budaya masyarakat
Kabupaten
dikedepankan,
tanpa
Sleman.
campur
Sudut
tangan
pandang
pengkaji.
pemilik
Para
budaya
lebih
narasumber
diberi
kemerdekaan dalam menuturkan keyakinan dan pandangan dunianya terkait dengan beragam budaya yang ada di sekitar mereka. Karenanya, aktivitas kajian ini menekankan pemahaman masyarakat melalui observasi langsung terhadap kegiatan seni budaya dan tradisi dalam kopnteks keseharian. Di samping itu wawancara mendalam dengan para narasumber terseleksi juga dilakukan. Penentuan sampel menggunakan seleksi komprehensif berbasis kecamatan dan desa sebagai unitnya. Pengumpulan data dengan survey, observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian ini analisi data menggunakan tahapan yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dari hasil kajian ini maka dapat disimpulkan bahwa : (1) Eksistensi seni budaya dan tradisi selalu berada dalam jaringan strategis, baik dalam relasi dan interaksinya dengan seni lain maupun dalam relasi dan interaksinya dengan fenomena budaya yang lebih luas. Karenanya kekhasan eksisitensi tersebut harus dijaga keberlangsungannya; (2) Upaya pengembangan seni budaya dan tradisi selalu merupakan kesatuan yang padu antara gagasan dan wujud nyata, yang secara metodelogis bertolak pada prinsip aksi dan refleksi. Untuk itu cara dan bentuk upaya pengembangan hendaknya dilakukan secara strategis, tersistem,
Profil Bappeda 2015
179
berkesinambungan dan melembaga; (3) Untuk saat ini dan mendatang terdapat sejumlah perspektif dan konteks penting yang perlu diperhitungkan; a. Menguatnya ideologi multikulturalisme sebagai akibat globalisasi, yang member peluang menuculnya rezim global berikut dampaknya dalam hamper semua aspek kehidupan; b. Pentingnya wacana kemandirian dalam berbagai aspek ditengah kehidupan
budaya
yang
berkembang
dimasyarakat;
(4)
Pentingnya
pengembangan untuk melaksanakan dan menghasilkan aktifitas dan produk seni budaya dan tradisi yang berkualitas, kompetitif, dan selalu diupayakan menuju bobot yang diakui dalam berbagai tingkatan. Rekomendasi
yang
diberikan
antara
lain
:
(1)
Pelestarian
dan
pengembangan seni budaya dan tradisi yang dilakukan hendaknya bersifat antisipatif agar situasi kini dan nanti juga terjembatani;
(2) Pemberdayaan
komunitas seni tradisi dan budaya merupakan hal mendesak untuk dilaksanakan dalam sejumlah cara; (3) Pentingnya identifikasi perancangan dan pengembangan prioritas dan program-program seni budaya dan tradisi yang menjadi unggulan; (4) Perlunya pendampingan pada kelompok-kelompok pelaku seni budaya dan tradisi oleh pihak pemerintah agar keberlangsungan seni budaya dan tradisi tetap berlangsung;
(5)
Melanjutkan
program-program
yang
selama
ini
telah
dilaksanakan secara lebih intensif dengan peningkatan sarana dan prasarana sebagai media pengembangan dan pelestarian seni budaya dan tradisi seperti : Penyediaan gamelan disetiap kecamatan, Pengembangan rumah seni budaya dan sebagainya; (6) Perlu dibuatkan dokumen yang berisi tentang rambu-rambu dan aturan untuk kegiatan seni budaya dan tradisi diwilayah kabupaten sleman sebagai payung hukumnya.
B.
Subbidang Kesehatan dan Sosial
1.
Rencana Kerja Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015
Tujuan : a)
Menggali informasi mendalam mengenai kerangka berpikir masing-masing kegiatan penanggulangan kemiskinan
b)
Membangun pemahaman bersama mengenai sasaran dan metode pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan agar lebih efektif efisien
Profil Bappeda 2015
180
c)
Mendorong perintisan, pelaksanaan, dan penguatan koordinasi serta kerjasama
antar berbagai kegiatan
untuk
meningkatkan
hasil-hasil
penanggulangan kemiskinan d)
Mendorong
keberlanjutan
dan
kesinambungan
semua
kegiatan
penanggulangan kemiskinan e)
Mendorong terwujudnya penanganan daerah atau warga miskin secara terpadu, terfokus, dan berkelanjutan
Rekomendasi : a)
Kegiatan PNPM Perdesaan khususnya dalam simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP) yang didalamnya terdapat kelompok usaha produktif, perlu berkolaborasi dengan dinas Perindagkop dalam pelatihan manajemen,
pengemasan,
dan
pemasaran.
Kegiatan
lain
seperti
penyelenggaraan posyandu dan paud juga perlu lebih mempererat kolaborasinya dengan dinas/instansi terkait. b)
Pelaksanaan kegiatan pendampingan wanita rawan sosial ekonomi (WRSE) disarankan untuk berkolaborasi dengan dinas lain seperti BKBPMPP (untuk program pemberdayaan perempuan), program desa prima, P2WKSS, serta dalam sinkronisasi data calon penerima manfaat) dan dengan Perindagkop (untuk pelatihan administrasi, pengemasan, dan pemasaran)
c)
Dalam kegiatan fasilitasi PKH, disarankan agar dilakukan koordinasi secara rutin antara pendamping PKH pada satu pihak, dengan pengelola PNPM Perkotaan dan PNPM Perdesaan pada pihak lain. Hal itu penting karena mereka melakukan kegiatan di wilayah yang sama dengan penerima manfaat yang juga sama.
d)
Pelaksanaan kegiatan distribusi beras untuk warga miskin (raskin) disarankan untuk berkoordinasi dengan TPK Padukuhan maupun PNPM Perkotaan dan PNPM Perdesaan. Saat ini memang sudah ada kerjasama dengan TPK desa, namun masih sebatas untuk pelaksanaan musyawarah desa (musdes) dalam rangka penggantian nama penerima manfaat.
e)
Pelaksanaan kegiatan “Bimbingan sosial dan bantuan keluarga miskin non potensial (kesrakat) dan lanjut usia rentan sosial ekonomi” perlu memperhatikan :
Profil Bappeda 2015
181
1)
Penentuan penerima manfaat agar mempertimbangkan aspek-aspek keadilan, transparansi, dan akuntabilitas
2)
Data penerima manfaatnya perlu dicocokkan dengan data dalam SIM Kemiskinan Kabupaten Sleman
3)
Obyektifitas dan transparansi, yaitu perlu dipastikan bahwa semua orang yang memenuhi kriteria akan menjadi penerima manfaat
4)
Keberlanjutan kegiatan, yaitu mereka yang telah menerima manfaat akan terus dipantau perkembangannya
5)
Kriteria “kesrakat” perlu dielaborasi untuk nantinya dimasukkan dalam profil keluarga miskin
6)
Perlu
dipersiapkan
model
pendampingan
dan
pertanggung-
jawabannya f)
Kegiatan pembinaan usaha ekonomi pekerja ter-PHK merupakan program khas yang hanya dimiliki oleh pemerintah kabupaten Sleman. Dalam kerangka penanggulangan kemiskinan kegiatan tersebut termasuk dalam kategori
penanganan
warga
rentan
miskin.
Untuk
penyempurnaan
diperlukan pendampingan bagi penerima manfaat dalam pengembangan usahanya. g)
Kegiatan pemberian tambahan makanan dan vitamin (diselenggarakan oleh DInas Kesehatan) memang ditujukan kepada seluruh warga, tanpa memandang status kemiskinannya. Sekalipun demikian, dalam laporan disarankan dilakukan pemilahan tentang penerima manfaatnya, yaitu antara warga miskin dan warga non miskin. Tujuannya untuk memastikan bahwa warga miskin benar-benar telah terlayani.
h)
Kegiatan penyediaan beasiswa transisi (diselenggarakan oleh bagian Kesra, Setda) yang selama ini didanai dengan APBD Propinsi disarankan untuk direplikasi. Aturannya sama persis tetapi penerima manfaatnya diperbanyak. Dengan demikian terdapat dua pos yang harus dikeluarkan dari APBD Kabupaten Sleman, yaitu untuk dana pendampingan dan untuk dana replikasi.
i)
Pelaksanaan program pengembangan perumahan (bantuan pembangunan jamban) sangat perlu dikoordinasikan dengan bidang kesejahteraan keluarga pada BKBPMPP, pelaku PNPM Perkotaan, dan pelaku PNPM Perdesaan
Profil Bappeda 2015
182
j)
Tantangan yang harus diwaspadai dalam kegiatan bedah rumah adalah kemungkinan kesulitan mendapat sokongan material dari lingkugnan setempat jika misalnya mayoritas warga di lingkungan tersebut merupkan warga miskin.
Rekomentasi untuk pelaksanaan tahun-tahun selanjutnya a)
Data dan pendataan 1)
Sesuai
harapan semua pelaku penanggulangan kemiskinan di
lapangan (TKSK, pendamping PKH, kader KB, TPK) disarankan agar segera dilakukan penyatuan pendataan, baik mengenai indikator, pelaku pendataan, pelaku dan metode pengolahan, maupun pelaporan dan pemanfaatannya. Pertimbangan praktisnya adalah guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan. Sedang pertimbangan yang lebih utama adalah agar masyarakat tidak bingung atau menjadi apatis akibat seringnya menjadi obyek pendataan dan akibat tidak adanya kepastian tentang data kemiskinan. untuk itu diperlukan penelusuran data guna mengetahui apakah semua nama peneima Jamkesmas telah masuk dalam SIM Kemiskinan. Jika misalnya nama-nama penerima Jamkesmas tidak termasuk dalam SIM Kemiskinan maka perlu diselidiki kemungkinan terjadinya ketidaktepatan sasaran. 2)
Untuk mengurangi ketidaktepatan sasaran program diperlukan keterlibatan warga (khususnya perempuan) dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan
untuk
melihat
besar
kecilnya
over
lapping
keanggotaan. Hal ini penting untuk lebih menjamin ketepatan penerima manfaat serta pemerataan diantara sesama warga miskin dan adanya basis data bersama tentang penerima manfaat dari berbagai sumber pinjaman modal (P2WKSS, UPPKS, desa prima, SPP, WRSE, dsb) sehingga perempuan tidak justr umenjadi ‘korban’. 3)
Perlu diupayakan cara untuk menghilangkan atau sekurangkurangnya mengurangi kesan yang melekat di benak masyarakat bahwa’pendataan
keluarga
miskin
selalu
berkaitan
dengan
pemberian bantuan’. Salah satu caranya adalah dengan membuat TPK pedukuhan benar-benar berfungsi dengan baik sedemikian rupa
Profil Bappeda 2015
183
sehingga bisa mengadopsi cara kerja kader KB, yaitu melakukan pemutakhiran data warga miskin tanpa diketahui oleh warga miskin itu sendiri. Cara ini memang mengandung dua resiko, yaitu : (a) masalah legalitas yang berupa pengesahan dari perangkat setempat, dan (b)pemutakhiran dilakukan tidak dengan bertemu langsung dengan warga sehingga subyektifitas pendata bisa masuk. Sekalipun demikian, hal itu bisa diatasi dengan cara: (a) sungguh-sungguh (bukan sekedar seremonial atau sekedar performa) melakukan penguatan kapasitas TPK padukuhan agar mendapat kepercayaan, dan (b) membangun dan mengoptimalkan pelaksanaan sistem rujukan terpadu (SRT) sehingga kecurigaan atau protes warga bisa setiap saat ditangani. 4)
Terkait dengan upaya memperbaharui data secara terus-menerus, sangat perlu untuk secepatnya membangun sistem rujukan terpadu (SRT) sebagai media pengaduan bagi masyarakat miskin di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.
Pengelolaan Pengaduan Masyarakat a.
Untuk menuju pelayanan dan penanganan pengaduan yang baik, perlu disusun mekanisme baku pengelolaan aduan yang berlaku utuk semua SKPD dan lembaga/instansi di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman. Di dalamnya tercakup aturan tentang bagaimana langkah yang harus ditempuh jika aduan masuk pada level terbawah (misalnya desa), bagaimana jika aduan masuk pada level menengah (kecamatan dan SKPD), dan bagimana jika aduan masuk pada level paling atas (langsung ke bupati atau wakil bupati). Satuan kerja yang paling relevan untuk merumuskan atau mengkoordinir perumusan mekanisme baku pengelolaan pengaduan adalah bagian humas.
b.
Mekanisme baku pengelolaan aduan sebagaimana dimaksud diatas perlu dilengkapi panduan tentang : 1)
Tata cara menerima dan menanggapi aduan, termasuk di dalamnya menghadapi warga yang emosi atau terus menerus tidak bisa menerima penjelasan.
Profil Bappeda 2015
184
2)
Kewajiban melakukan pencatatan aduan secara cermat dan rapi. Dalam hal ini sebaiknya dibuatkan format yang sama untuk semua SKPD.
Penyelenggaraan Pelatihan a.
Semua penyelenggaraan pelatihan disarankan untuk dipersiapkan dengan perencanaan
yang
menyeluruh,
mulai
dari
identifikasi
kebutuhan
masyarakat dan kebutuhan pasar, materi pelatihan, target peserta, metode pelatihan, (termasuk penjenangan/penentuan level, instruktur, sarana dan prasarana, dan durasi pelatihan), pemberian akses ke permodalan, penyediaan jejaring pemasaran, hingga komitmen dan dukungan riil pihakpihak terkait. b.
Diperlukan pembakuan, atau sekurang-kurangnya kejelasan tentang jenisjenis pelatihan yang diselenggarakan oleh setiap SKPD. Pembakuan tersebut sekurang-kurangnya meliputi materi pelatihan, level pelatihan (apakah dasar, lanjutan, atau pengembangan), spesifikasi keterampilan yang akan didapat peserta, metode pelatihan, target peserat, durasi pelatihan, dan tindak lanjut setelah pelatihan. Dengan pembakuan tersebut maka dapat dibangun sinergi antar SKPD dalam penyelenggaraan pelatihan sehingga program dan kegiatan menjadi lebih efektif dan efisien. Tanpa kejelasan atau pembakuan tidak mungkin dibangun sinergi.
c.
Diperlukan koordinasi untuk menentukan penjenjangan pelatihan bidang kewirausahaan antara bidang tenaga kerja (dinas nakersos) dan bidang pemberdayaan masyarakat (BKBPMPP) pada satu pihak, dengan Dinas Perindagkop dan BLK pada pihak lain. Perjenjangan tersebut sangat penting karena (a) pelatihan pada SKPD-SKPD tersebut berdurasi pendek (3-5 hari) sehingga belum ckup untuk bekal peserta, sedang pada BLK pelatihannya bisa sampai 1,5 bulan atau lebih sehingga materinya benarbenar lengkap. (b) Perindagkop merupakan SKPD yang paling kompeten dalam hal kewirausahaan.
d.
SKPD penyelenggara pelatihan teknologi tepat guna (TTG) disarankan membuat kejelasan fokus apakah pelatihan tersebut tentang pembuatan teknologinya atau pemanfaatannya. Lebih dari itu, diperlukan kejelasan apakah SKPD tersebut bertugas mengoptimalkan pemanfaatan TTG oleh
Profil Bappeda 2015
185
masyarakat atau membina masyarakat yang hendak mengembangkan TTG atau sekedar menghimpun informasi tentang jenis-jenis TTG, dan apakah SKPD tersebut sekedar menjadi penghubung (broker) antara masyarakat pengguna dengan produsen TTG, atau melayani pengadaan TTG (semacam
supplier)
atau
menjadi
Pembina
dan
kreator
dalam
pengembangan TTG.
Kelembagaan a.
Pelibatan Bidang Pariwisata (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) dalam upaya penanggulangan kemiskinan perlu dikaji secara lebih mendalam agar benar-bnar dapat dilaksanakan dengan baik. Bidang Kebudayaan perlu diberi peran lebih nyata, yaitu dalam rangka mengatasi mentalitas miskin.
b.
Dalam pembentukan TPK Kecamatan pada periode mendatang sangat diperlukan
aturan
yang
mewajibkan
memasukkan
TKSK
dalam
keanggotaan.
2.
Kajian
Dana
Bergulir
Sebagai
Bagian
Upaya
Penanggulangan
tentang
kegiatan
Kemiskinan Tahun 2012 Tujuan : a)
Untuk
mendapatkan
gambaran
pemberdayaan
masyarakat yang didalamnya terdapat perguliran dana, dimana perguliran dana tersebut tidak sepenuhnya ada dalam kontrol pemerintah kabupaten sleman b)
Untuk mengetahui perkembangan perguliran dana pada masing-masing kegiatan
c)
Untuk mendapatkan rumusan kebijakan mengenai tata cara alih kelola kegiatan tersebut kepada masyarakat dan/atau Pemerintah Kabupaten Sleman setelah berakhirnya program atau kegiatan di suatu lokasi.
Kesimpulan : a)
Kata kunci untuk tetap lestari dan berkembangnya dana bergulir sebagai salah satu upaya penanggulangan kemiskinan adalah perhatian dan pembinaan dari dinas yang menyelenggarakan program atau kegiatan tersebut. Semakin besar perhatian dan pembinaan yang diberikan, semakin
Profil Bappeda 2015
186
besar peluang keberhasilan program atau kegiatan tersebut. Dengan adanya perhatian dan pembinaan maka kemungkinan terjadinya salah paham atau penyelewengan dapat dicegah sejak awal. 1)
Tahapan paling krusial dalam penyelenggaraan dana bergulir adalah pada sosialisasi. Dalam sosialsiasi harus dikemukakan sejalas mungkin tentang maksud dan tujuan program/kegiatan, Kriteria calon penerima manfaat, hak dan kewajiban penerima manfaat, serta SOP yang harus dipatuhi oleh semua pihak terkait. Tanpa kejelasan semacam itu maka besar sekali peluang program/kegiatan untuk menemui kegagalan.
2)
Masalah pemberian honor/imbalan kepada para pengelola dana bergulir ternyata menimbulkan dilema tersendiri. Pada satu sisi pemberian honor itu dapat menjadi pendorong semangat para pengelola, tetapi pada sisi lain hal itu
terbukti menjebak oknum-
oknum tertentu untuk lebih mengedepankan perolehan honor ketimbang memperjuangkan nilai-nilai kerelawanan dan idealisme memberdayakan masyarakat. Selain itu, pemberian honor kepada pengelola kegiatan tertentu, terbtukti menimbulkan kecemburuan hingga sedikit menurunkan semangat pengelola kegiatan lain yang tidak memperoleh honor. 3)
Dari 10 penyelenggaraan dana bergulir yang dikaji saat ini, ternyata kegiatan yang penyalran dananya per kelompok lebih potensial mengalami kemacetan. Hal itu tidak terlepas dari kenyataan bahwa perguliran dana per kelompok umumnya melibatkan jumlah penerima manfaat yang sangat banyak, jumlah dana yang besar, serta corak hubungan yang cenderung formal impersonal. Sebaliknya pada kegiatan
yang penyalurannya
per individu
umumnya
jumlah
penerima manfaatnya tidak terlalu banyak, jumlah dananya juga tidak besar, serta corak hubungannya lebih bersifat personal (melibatkan perasaan/emosi dan nilai-nilai kearifan lokal). 4)
Hampir semua pengelola dana bergulir lebih sibuk pada hal-hal teknis pengelolaan keuangan dan cenderung mengabaikan tujuan utama kegiatan tersebut, yakni memberdayakan masyarakat dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Mayoritas pengurus dana
Profil Bappeda 2015
187
perguliran sibuk pada masalah peningkatan pemanfaatan dana oleh anggota,
kelancaran
pengembalian
pinjaman,
peningkatan
pendapatan bunga, dan pembuatan laporan administratif sebagai bentuk pertanggungjawaban. Karena sibuk mengurus masalah tersebut maka mereka ‘tidak sempat’ melakukan fungsi sebagai pendamping yang memberdayakan masyarakat. Contoh paling nyata mengenai hal ini adalah ukuran pencapaian yang lebih didasarkan pada besarnya dana yang terserap, minimnya kemacetan, dan tingginya pendapatan bunga. Sementara masalah dampak dari pemanfaatan dana tersebut holeh masyarakat hampir tidak pernah dikaji, misal berapa warga yang omset penjualannya naik, berapa warga yang tingkat ekonominya mengalami kenaikan, dan berapa warga yang telah terbebas dari kemiskinan berkat bantuan dana itu. Saran-saran : a)
Untuk menjaga keberlanjutan kesepuluh program/kegiatan yang telah berjalan selama ini, masing-masing program/kegiatan perlu diarahkan menuju salah satu bentuk kelembagaan yang bersifat permanen. Dalam hal ini terdapat tiga alternatif bentuk kelembagaan, yaitu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), koperasi, dan Badan Usaha Milik Desa (BUMD). Di luar ketiga alternatif itu terdapat kemungkinan untuk tetap menggunakan bentuk kelembagaan seperti yang sekarang dijalani. Kemungkinan ini dibuka untuk kegiatan dana bergulir yang secara teknis tidak memungkinkan untuk diubah ke bentuk yang lebih permanen, atau karena kegiatan itu bercorak kegiatan
perintisan
sehingga
belum
bisa
menggunakan
yang
dikaji,
bentuk
kelembagaan yang mapan. b)
Di
antara
sepuluh
program/kegiatan
terdapat
tiga
program/kegiatan yang tepat diarahkan untuk menjadi BUMDes, yaitu PNPM Perkotaan, Program Aksi Desa Mandiri Pangan, dan DESA PRIMA. PNPM Perkotaan selama ini menjalankan kegiatan melalui Badan Keswadayaan Masyarkat (BKM) yang berbasis di desa, sehingga kekayaan organisasinya merupakan kekayaan warga desa setempat. Oleh karena itu selayaknya diarahkan untuk menjadi BUMDes. Sementara itu, program Aksi Desa
Mandiri
PAngan
telah
menyertakan
pembentukan
Lembaga
Keuangan Desa (LKD) dalam paket programnya. oleh karena itu tinggal
Profil Bappeda 2015
188
dilakukan penyesuaian agar selaras dengan ketentuan yang berlaku. Sedang DESA PRIMA, mengingat lingkup kegiatannya pada level desa dan hanya terdapat 10 desa di seluruh kabupaten Sleman, serta jumlah dana masing-masig tidak besar, maka tepat diarahkan untuk menjadi bagian dari BUMDes. c)
Terdapat lima program/kegiatan yang dapat diarahkan untuk menjadi koperasi, yaitu : PNPM Perdesaan, PNPM Perikanan, PNPM PUAP, LKM KUBE, dan program pemulihan pasar tradisional. 1)
PNPM Perdesaan memiliki basis kegiatan pada tingkat kecamatan yang dengan demikian kekayaan organisasinya menjadi hak warga di kecamatan yang bersangkutan. Oleh karena itu tepat diarahkan untuk menjadi koperasi.
2)
Hal yang sama berlaku untuk PNPM Perikanan karena di dalam paket programnya telah menyertakan pembentukan Koperasi Pembudidaya Ikan (KPI) yang berkedudukan di kecamatan.
3)
Demikian pula PNPM PUAP yang dikelola oleh Gapoktan, dimana setiap Gapoktan memiliki unit pengelola keuangan.
Bentuk
kelembagaan yang tepat untuk PNPM PUAP adalah koperasi, yang dalam hal ini beroperasi pada level desa. 4)
Untuk LKM KUBE juga tepat diarahkan ke lembaga koperasi. Hal itu karena kenyataannya memang telah terdapat beberapa LKM yang memiliki badan hukum koperasi. Selain itu, koperasi merupakan organisasi bisnis yang berwatak sosial sehingga selaras dengan semangat sosial dan kesetiakawanan yang dikembangkan oleh Kementerian Sosial selaku pemrakarsa program.
5)
Program Pemulihan Pasar Tradisional Pasca Erupsi Merapi juga tepat diarahkan ke lembaga koperasi. Hal ini didasari pertimbangan bahwa
para
penerima
manfaatnya
adalah
pedagang,yang
keberadaannya disatukan oleh kesamaan lokasi usaha, bukan kesamaan alamat domisili. Karena dasarnya
bukan kesamaan
alamat domisili maka kurang tepat jika diarahkan menjadi BUMDes. Sementara itu untuk diarahkan menjadi BUMD juga kurang tepat karena jumlah dananya tidak terlalu besar.
Profil Bappeda 2015
189
d)
Dua program/kegiatan yang tersisa, yaitu Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) dan Dana Pemberdayaan Masyarakat (DPM), dapat tetap menggunakan kelembagaan yang sekarang. LDPM pada intinya adalah memberi pinjaman dana kepada Gapoktan untuk masa satu tahun dengan misi untuk menyangga harga gabah. Oleh karena itu tidak memungkinkan untuk diubah menjadi lembaga yang bersifat permanen. Apalagi sumber dananya langsung dikelola oleh Pemerintah Provinsi DIY, yaitu mereka yang menyalurkan dan mereka pula yang menerima pengembalian. Sementara itu, kegiatan Dana Pemberdayaan Masyarakat (DPM) merupakan program perintisan usaha ekonomi produktif. Oleh karena itu juga tidak memungkinkan untuk diubah menjadi lembaga yang permanen.
e)
Alternatif BUMD tidak terisi terutama karena “kepemilikan” dana umumnya ada pada tingkat desa atau kecamatan sehingga sulit untuk ditarik ke tingkat kabupaten. Selain itu, beberapa kegiatan dana bergulir ternyata jumlah dananya tidak terlalu besar sehingga tidak tepat untuk diubah menjadi BUMD. Sekalipun demikian, jika memang dikehendaki untuk mengisi alternatif BUMD, maka yang memungkinkan untuk itu adalah PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan. Pertimbangannya ialah karena dana kelolaan kedua program itu tersebar merata di semua kecamatan. Selain itu, pada kedua program itu Pemerintah Kabupaten Sleman telah mendukung dana penyertaan sejak awal dilaksanakannya program. Dengan demikian terdapat argumen yang kuat seandainya dikehendaki untuk ditarik pada tingkat kabupaten.
f)
Ringkasan paparan nomor 1-5 terlihat pada matriks berikut :
No
1 2 3 4 5
Nama program/kegiatan PNPM Perdesaan PNPM Perkotaan PNPM Perikanan PNPM PUAP LDPM
SKPD
BKBPMPP
Alternatif bentuk kelembagaan Tetap BUMDes Koperasi BUMD V
Dinas PUP
V
Din Pertanian Din Pertanian Din Pertanian
V V V
Profil Bappeda 2015
190
No 6 7 8 9 10 g)
Nama program/kegiatan Desa Mandiri Pangan LKM KUBE Desa Prima Pemulihan pasar DPM
SKPD
Alternatif bentuk kelembagaan
Din Pertanian
V
Din Nakersos BKBPMPP Dinas Pasar Perekonomian
V V V V
Mengenai masalah legalitas dalam upaya pembentukan lembaga permanen seperti dikemukakan diatas, perlu ditegaskan bahwa hal ini tidak sama dengan proses alih kelola kekayaan negara seperti misalnya berupa tanah atau bangunan. Di sini yang dilakukan adalah membuat langkah-langkah pengamanan agar sepuluh kegiatan beserta sejumlah dana yang ada di masyarakat dapat terus lestari dan berkembang. Hal itu didasari kenyataan bahwa penerima manfaat program/kegiatan tersebut adalah warga Kebupaten Sleman, sehingga menjadi kewajiban Pemerintah Kabupaten Sleman untuk mengawal – melestarikan – dan mengembangkan.
h)
Gambaran kondisi program/kegiatan dan dana-dana di masyarakat tersebut adalah sebagai berikut : 1)
Secara resmi sebagian besar kegiatan tersebut telah dinyatakan berakhir, baik pada wilayah tertentu maupun pada seluruh wilayah sasaran. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah antisipatif untuk pelestarian dan pengembangannya. Hal itu didasari pertimbangan bahwa kenyataannya lembaga pemrakarsa tidak lagi melakukan pembinaan atau pendampingan.
2)
Upaya membuat lembaga yang permanen ini dilakukan sejalan dengan arah kebijakan dan tujuan masing-masing kegiatan itu sendiri. Dengan kata lain, langkah yang dilakukan adalah mendorong optimalisasi pelaksanaan program/kegiatan hingga mencapai wujud kelembagaan yang dikehendaki dalam panduan pelaksanaan kegiatan. Jadi, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sleman bukan membuat aturan baru melainkan melanjutkan aturan yang telah ada dalam masing-masing program/kegiatan.
3)
Upaya membuat lembaga permanen ini tidak dalam pengertian bahwa Pemerintah Kabupaten Sleman akan mengambil alih
Profil Bappeda 2015
191
pengelolaan. Yang dilakukan adalah mendorong masyarakat selaku penerima manfat dan kini menjadi pemilik dana-dana tersebut untuk mengusahakan agar dana dan kegiatan tersebut tetap terpelihara dengan baik. Karena yang membuat lembaga permanen adalah masyarakat
penerima
manfaat
itu
sendiri
maka
Pemerintah
Kabupaten Sleman tidak perlu meminta ijin dari lembaga pemrakarsa kegiatan. i)
Setelah ditetapkan alternatif kelembagaan yang hendak dituju oleh tiap program/kegiatan,maka menjadi tugas dinas/badan pelaksana program/ kegiatan tersebut untuk membimbing dan memastikan bahwa program/ kegiatan itu menuju bentuk lembaga yang telah ditetapkan. Artinya, pendampingan dan pembinaannya bukan hanya seperti yang selama ini dilakukan, melainkan ditambah misi untuk melakukan pengubahan bentuk kelembagaan sehingga menjadi lebih mapan.
j)
Setelah berhasil membangun bentuk kelembagaan baru, dinas/badan yang menyelenggarakan program/kegiatan dana bergulir diminta mengalih kelolakan kepada dinas teknis untuk urusan pembinaan lebih lanjut, dan menghubungkan dengan KP3M untuk akses permodalan selanjutnya. Setelah dua tugas itu dilaksanakan maka dapat dikatakan bahwa dinas/badan
penyelenggara
program/kegiatan
dana
bergulir
telah
menyelesaikan tugasnya sampai tuntas. k)
Selain masalah pengalihan dan pemantapan bentuk kelembagaan, selama berlangsungnya program dana bergulir tersebut perlu ditetapkan aturan agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat di antara program/kegiatan dana
bergulir satu dengan
lainnya. Tentu aturan tersebut
harus
memperhatikan keunikan dan kekhususan teknis dari masing-masing program/kegiatan. Intinya, harus dicegah terjadinya persaingan yang saling mematikan usaha atau yang akhirnya merugikan masyarakat. l)
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Sleman perlu memfasilitasi sekaligus bertindak sebagai moderator pertemuan antara Tim Penanggulangan Kemiskinan (TPK) Desa dengan para pengelola bermacam-macam dana bergulir yang ada di desa tersebut. Pertemuan yang dikemas dalam format focuss group discussion (FGD) itu berisi paparan masing-masing pengelola dana bergulir mengenai tujuan
Profil Bappeda 2015
192
program/kegiatan, SOP, sasaran penerima manfaat, jumlah dana, dan lainlain. Tujuannya adalah agar terdapat saling pengertian antar pengelola dana bergulir dan antara pada pengelola dengan TPK. Setelah terjadi saling pengertian, selanjutnya mereka diminta berunding untuk menentukan SOP baru agar seluruh dana bergulir yang ada di desa tersebut menjadi lebih tepat sasaran serta lebih efektif dan efisien dalam menanggulangi kemiskinan. Langkah tersebut perlu dilakukan oleh TKPK Kabupaten Sleman di semua desa yang berjumlah 86. m)
Dari sisi penduduk sebagai penerima manfaat perlu dilakukan audit per individu warga miskin tentang berapa banyak utang dan berapa kemampuan membayar. Hal ini didasari pertimbangan bahwa karena demikian banyak program dana bergulir, dimungkinkan seorang warga miskin meminjam dana pada lebih dari satu sumber, sementara kemampuannya untuk membayar tidak mencukupi. Tujuan kegiatan ini adalah mencegah agar warga miskin tersebut tidak berpola hidup “gali lubang tutup lubang” melainkan berupaya menggunakan dana pinjaman untuk melakukan usaha ekonomi produktif.
n)
Di luar masalah teknis dana bergulir, perlu dipikirkan kemungkinan untuk memanfaatkan tenaga-tenaga terlatih yang telah lama mengelola berbagai dana perguliran. Tenaga-tenaga yang telah teruji itu sebaiknya dilibatkan dalam berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat. o) Program pemulihan pasar tradisional pasca erupsi merapi perlu terus dilanjutkan mesti program tersebut telah dinyatakan selesai karena memang sifatnya ad hoc sebagai bagian dari penanggulangan bencana. Maksud utama dilanjutkannya program ini bukan untuk memberi pinjaman uang, melainkan untuk memberi pendampingan dan pemberdayaan kepada para pedagang pasar. Hal itu penting karena : 1)
Dalam rantai ekonomi, posisi pedagang merupakan posisi yang strategis yang dengan demikian harus diberi perhatian khusus.
2)
Pedagang merupakan orang-orang yang sudah memiliki ‘modal dasar’ yang sangat penting berupa kemauan berusaha (jiwa kewirausahaan), mempunyai pengalaman, memiliki jejaring, dll. Dengan demikian mereka lebih mudah untuk diarahkan atau dikembangkan.
Profil Bappeda 2015
193
3)
Jika usaha para pedagang semakin berkembang maka mereka bisa membuka kesempatan kerja, yaitu untuk membantu menjalankan usaha mereka.
Melalui jejaring yang dimiliki para pedagang, terbuka peluang untuk dilakukannya kerjasama pemasaran produk kerajinan, makanan olahan, maupun produk pertanian dari warga miskin. Selama ini banyak warga miskin diberi pelatihan produksi dan diberi modal tetapi setelah berhasil membuat produk, mereka kesulitan untuk memasarkannya. Dengan adanya jejaring para pedagang maka kesulitan itu akan dapat diatasi.
3.
Masterplan Penanganan Anak Jalanan Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman mempunyai komitmen mewujudkan Kabupaten Layak
Anak (KLA). Salah satu tantangannya adalah masih adanya anak jalanan di sejumlah titik mangkal sepanjang lintasan jalan raya ringroad, Yogya-Magelang, Yogya-Solo, Yogya- Wates. Untuk mengatasi anak jalanan, diperlukan masterplan penanganan anak jalanan. Bersama instansi terkait, narasumber, Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos), dan tokoh masyarakat telah disusun masterplan melalui serangkaian Focus Group Decussion (FGD) serta workshop yang dapat disimpulkan sebagai berikut: a)
Penanganan anak jalanan mendasarkan pemenuhan hak-hak anak yaitu hak mendapatkan kebebasan dan hak sipil, mendapatkan lingkungan keluarga atau pengasuhan alternatif, mendapatkan kesehatan dan kesejahteraan, mendapatkan hak pendidikan, rekreasi, seni budaya serta mendapatkan hak perlindungan.
b)
Pentingnya pencegahan dan sosialisasi agar masyarakat tidak memberi uang kepada anak jalanan dengan melibatkan berbagai stakeholders.
c)
Dalam
penanganan
anak
jalanan
perlu
mempertimbangkan
dan
disesuaikan dengan latar belakang dan kebutuhan anak serta keluarganya. d)
Penanganan anak jalanan perlu bekerjasama dengan kabupaten luar daerah, mengingat anak jalanan di Sleman kebanyakan dari luar daerah.
e)
Pentingnya pendidikan parenting keluarga dan penciptaan lingkungan keluarga dan masyarakat yang harmonis serta
peduli terhadap
lingkungannya.
Profil Bappeda 2015
194
B. Rekomendasi a)
Dalam pola penanganan ke depan agar Kabupaten Sleman dapat menjadi kawasan yang ramah anak perlu dibentuk 5 (lima) posko penjangkauan di Demakijo, Monjali, Colombo, Maguwo, dan Prambanan. Kelima posko melaporkan dan berkoordinasi secara integrasif dengan Tim Pelaksana Penanganan Anak Jalanan di Kabupaten Sleman. Penanganan dilakukan secara
serempak
(grengseng,
bareng),
terpadu,
menyeluruh,
dan
berkesinambungan. b)
Perlu mendorong partisipasi laporan masyarakat tentang keberadaan anak jalanan, agar Posko tidak perlu siaga 24 jam sehingga ada fungsi pemberdayaan masyarakat.
c)
Perlu dibuat database anak jalanan
maupun melihat akar masalah,
hubungan/ profil keluarga, sehingga dalam penanganannya dapat kasus per kasus secara koordinatif dan integratif. d)
Dalam jangka panjang perlu dirancang tentang pengaturan lalu lintas dibuat searah dan mengurangi lampu merah untuk mencegah tempat mangkal anak jalanan.
e)
Penanganan anak jalanan Kabupaten Sleman dirujuk dan disinergiskan dengan penanganan anak jalanan DIY secara terpadu dan berkelanjutan.
4.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2013 Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2013 disajikan
dengan
maksud
untuk
memberikan
gambaran
mengenai
kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Sleman dan perubahan social yang terjadi. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah menyajikan indikator kesejahteraan masyarakat yang meliputi
bidang
kependudukan,
kesehatan,
pendidikan,
ketenagakerjaan,
perumahan dan lingkungan hidup serta pengeluaran konsumsi rumah tanggai sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan, dengan hasil sebagai berikut: a)
Jumlah penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2013 sebesar 1.141.733 jiwa, dengan rasio jenis kelamin 101,42 yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan.
Profil Bappeda 2015
195
b)
Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Sleman 1.986 jiw/km2, dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Depok, yaitu 5.260 jiwa/km2 dan kepadatan terendah di Kecamatan Cangkingan, yaitu 605 jiwa/km2.
c)
Sebanyak 51,65 persen perempuan di Kabupaten Sleman melakukan perkawinan pertamanya pada usia 19 – 24 tahun.
d)
Di bidang kesehatan, lebih dari 99 persen balita lahir dengan bantuan tenag terdidik dan kesadaran akan pentingnya ASI Eksklusif cukup tinggi, yang diperlihatkan dengan cukup tingginya persentase anak yang memperoleh ASI eksklusif (51 persen).
e)
Dalam bidang pendidikan, perbaikan terlihat dari semakin meningkatnya angka melek huruf (95,11 persen), meningkatnya APK dan APM penduduk di semua jenjang pendidikan serta meningkatnya rata-rata lama sekolah menjadi 10,55 tahun.
f)
TPAK mencapai 65,22 persen dengan rincian TPAK laki-laki 73,14 persen dan perempuan 57,38 persen, dengan sector perdagangan dan hotel sebagai sector yang menyerap tenaga kerja terbesar, sekitar 28,65. Sedangkan angka pengangguran terbuka sebesar 3,38 persen.
g)
Dari segi perumahan, sebagian besar rumah di Kabupaten Sleman (71,47) persen memiliki luas kurang dari 100 m2 dengan jenis atap terbanyak adalah genteng dan dinding terluas adalah tembok.
h)
Dari segi lingkungan, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sleman memanfaatkan sumur terlindung sebagai sumber air minum (62,23 persen) dah telah memiliki fasilitas buang air besar sendiri (68,23 persen) dengan jarak penampungan tinja 10 meter atau lebih dari sumber air minum (76,80 persen).
i)
Secara umum, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan non makanan lebih besar dibandingkan kebutuhan makanan (55,61 persen berbanding 44,39 persen). Hal ini menunjukan bahwa pendapatan rumah tangga relatif lebih banyak.
j)
Angka kemiskinan di Kabupaten Sleman mencapai 9,68 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp 297.170,- per kapita per bulan.
Profil Bappeda 2015
196
5.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2012 Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2012 disajikan
dengan
maksud
untuk
memberikan
gambaran
mengenai
kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Sleman dan perubahan social yang terjadi. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah menyajikan indikator kesejahteraan masyarakat yang meliputi
bidang
kependudukan,
kesehatan,
pendidikan,
ketenagakerjaan,
perumahan dan lingkungan hidup serta pengeluaran konsumsi rumah tanggai sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan, dengan hasil sebagai berikut: a)
Jumlah penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2012 sebesar 1.141.833 jiwa, dengan rasio jenis kelamin 100,18 yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan.
b)
Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Sleman 1.939 jiw/km2, dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Depok, yaitu 5.176 jiwa/km2 dan kepadatan terendah di Kecamatan Cangkingan, yaitu 596 jiwa/km2.
c)
Sebanyak 54,5 persen perempuan di Kabupaten Sleman melakukan perkawinan pertamanya pada usia 19 – 24 tahun.
d)
Di bidang kesehatan, lebih dari 92 persen balita lahir dengan bantuan tenag terdidik dan kesadaran akan pentingnya ASI Eksklusif cukup tinggi, yang diperlihatkan dengan cukup tingginya persentase anak yang memperoleh ASI eksklusif (49 persen).
e)
Dalam bidang pendidikan, perbaikan terlihat dari semakin meningkatnya angka melek huruf (94,53 persen), meningkatnya APK dan APM penduduk di semua jenjang pendidikan serta meningkatnya rata-rata lama sekolah menjadi 10,51 tahun.
f)
TPAK mencapai 66,34 persen dengan rincian TPAK laki-laki 75,57 persen dan perempuan 57,24 persen, dengan sektor perdagangan dan hotel sebagai sector yang menyerap tenaga kerja terbesar, sekitar 25,32. Sedangkan angka pengangguran terbuka sebesar 5,42 persen.
g)
Dari segi perumahan, sebagian besar rumah di Kabupaten Sleman (72,16) persen memiliki luas kurang dari 100 m2 dengan jenis atap terbanyak adalah genteng dan dinding terluas adalah tembok.
h)
Dari segi lingkungan, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sleman memanfaatkan sumur terlindung sebagai sumber air minum (60,40 persen) dan telah memiliki fasilitas buang air besar sendiri (65,64 persen) dengan
Profil Bappeda 2015
197
jarak penampungan tinja 10 meter atau lebih dari sumber air minum (74,39 persen). i)
Secara umum, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan non makanan lebih besar dibandingkan kebutuhan makanan (63,24 persen berbanding 36,76persen). Hal ini menunjukan bahwa pendapatan rumah tangga relatif lebih banyak.
j)
Angka kemiskinan di Kabupaten Sleman mencapai 10,44 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp 288.048,00 per kapita per bulan.
6.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2011 Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2011 disajikan
dengan maksud untuk memberikan gambaran mengenai kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sleman dan perubahan social yang terjadi. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah menyajikan indikator kesejahteraan masyarakat yang meliputi bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, perumahan dan lingkungan hidup serta pengeluaran konsumsi rumah tanggai sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan, dengan hasil sebagai berikut: a)
Jumlah penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2011 sebesar 1.107.304 jiwa, dengan rasio jenis kelamin 100,36 yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan.
b)
Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Sleman 1.926 jiw/km2, dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Depok, yaitu 5.139 jiwa/km2 dan kepadatan terendah di Kecamatan Cangkingan, yaitu 591 jiwa/km2.
c)
Sebanyak 52.21 persen perempuan di Kabupaten Sleman melakukan perkawinan pertamanya pada usia 19 – 24 tahun.
d)
Di bidang kesehatan, lebih dari 90 persen balita lahir dengan bantuan tenag terdidik dan kesadaran akan pentingnya ASI Eksklusif cukup tinggi, yang diperlihatkan dengan cukup tingginya persentase anak yang memperoleh ASI eksklusif (45 persen).
e)
Dalam bidang pendidikan, perbaikan terlihat dari semakin meningkatnya angka melek huruf (93,04 persen), meningkatnya APK dan APM penduduk di semua jenjang pendidikan serta meningkatnya rata-rata lama sekolah menjadi 10,51 tahun.
Profil Bappeda 2015
198
f)
TPAK mencapai 68,75 persen dengan rincian TPAK laki-laki 78,35 persen dan perempuan 59,42 persen, dengan sektor perdagangan dan hotel sebagai sector yang menyerap tenaga kerja terbesar, sekitar 27,85 Sedangkan angka pengangguran terbuka sebesar 5,25 persen.
g)
Dari segi perumahan, sebagian besar rumah di Kabupaten Sleman (66,50) persen memiliki luas kurang dari 100 m2 dengan jenis atap terbanyak adalah genteng dan dinding terluas adalah tembok.
h)
Dari segi lingkungan, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sleman memanfaatkan sumur terlindung sebagai sumber air minum (60,94 persen) dan telah memiliki fasilitas buang air besar sendiri (67,72 persen) dengan jarak penampungan tinja 10 meter atau lebih dari sumber air minum (78,58 persen).
i)
Secara umum, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan non makanan lebih besar dibandingkan kebutuhan makanan (62,28 persen berbanding 37,72 persen). Hal ini menunjukan bahwa pendapatan rumah tangga.
7.
Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan Tahun Anggaran 2014 Monitoring dan Evaluasi kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun
anggaran 2014 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas pelaksanaan kegiatan-kegiatan
yang
diselenggarakan
tahun
2013.
Meliputi:
Jaminan
Pembiayaan Pendidikan Daerah (JPPD), Bantuan Keuangan Khusus (BKK), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Pinjaman Bergulir pada PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan. Kesimpulan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan tahun anggaran 2014 adalah sebagai berikut: a)
Output kegiatan Jaminan Pembiayaan Pendidikan Daerah (JPPD) secara umum dapat dikatakan cukup baik, khususnya dalam hal kecukupan, frekuensi, dan tidak terjadinya bias. Sekalipun demikian kegiatan JPPD perlu disempurnakan dalam beberapa hal, yaitu: (a) mengenai akses, terutama tentang sosialisasi kepada siswa dan orang tua siswa; (b) mengenai ketepatan layanan yang berkaitan dengan ketepatan waktu pencairan; (c) mengenai akuntabilitas khususnya dalam hal transfer dana
Profil Bappeda 2015
199
dan pemberiahuan kepada siswa tentang jumlah beasiswa yang diterima; (d) mengenai kesesuaian dnegan kebutuhan, khususnya dalam memenuhi Peraturan Bupati agar siswa penerima JPPD dibebaskan dari semua kewajiban pembiayaan operasional sekolah. b)
Output kegiatan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) secara umum dapat dikatakan cukup baik dalam hal frekuensi, ketepatan layanan, kesesuaian dengan
kebutuhan,
meskipun
sesungguhnya
masih
memerlukan
perenungan lebih mendalam jika dikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Kegiatan BKK masih memerlukan perbaikan dalam beberapa hal, yaitu: (a) mengenai akses dalam kaitan dengan sosialisasi mengenai criteria penerima manfaat, yaitu warga rentan miskin; (b) mengenai cakupan dalam kaitan dengan tidak serentaknya pemberian bantuan kepada seluruh warga yang memenuhi kriteria, yaitu rentan miskin; (c) mengenai bias, yaitu terjadinya ketidakcocokan data antara daftar penerima manfaat yang disusun oleh Pemda DIY dengan kenyataan di lapangan dan daftar warga miskin berdasarkan SK Bupati Sleman yang ditetapkan
sebagai
dasar
pelaksanaan
kegiatan
penanggulangan
kemiskinan; dan (d) mengenai akuntabilitas, yaitu mengenai tidak utuhnya dana yang diterima perorangan penerima manfaat. c)
Output kegiatan Program Keluarga Harapan (PKH) secara keselutuhan sudah baik. Yang masih perlu sedikit disempurnakan hanyalah soal akses, itupun hanyan tentang peningkatan kinerja pendamping agar layanan aduan bagi seluruh penerima manfaat bias lebih optimal. Hal lain yang juga memerlukan penyempurnaan adalah tentang akuntabilitas, yaitu: tentang kepastian
jumlah
dana
yang
diterima
peserta
PKH
dan
tentang
pelaksanaan pemotongan bantuan bagi peserta yang tidak penuh dalam melaksanakan kewajiban. d)
Output kegaitan Pinjaman Bergulir pada PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan tergolong baik dalam hal cakupan dan frekuensi. Sedangkan hal-hal yang perlu diperbaiki meliputi: (a) akses, khususnya terkait prosedur untuk memperoleh ponjaman dan terkait pengelolaan pengaduan; (b) masalah bias, yaitu terjadinya pemalsuan nama peminjam; (c) ,masalah ketepatan layanan khususnya dalam pendampingan kegiatan usaha, bukan sekedar pendampingan administrasi dan dalam pencaira n
Profil Bappeda 2015
200
dana pinjaman yang relative lama bagi sebagian peminjam; (d) akuntabilitas khususnya terkait terjadinya penggelapan dana oleh pengelola; dan (e) kesesuaian dengan kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk melakukan usaha produktif.
Dari keempat kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun 2013 yang dievaluasi, semuanya memiliki kelemahan dalam hal akses dan akuntabilitas. Kelemahan dalam hal akses terutama mencakup kurangnya sosialisasi, ketidaktepatan sasaran penerima manfaat, dan kurangnya layanan pengaduan. Sedang kelemahan dalam akuntabilitas mencakup tidak ditransfernya dana kepada penerima manfaat secara langsung, terjadinya pemotongan dana, ketidakpastian jumlah dana yang diterima peserta, dan penggelapan dana oleh pengelola.
Rekomendasi a)
Perlu dilakukan sosialisasi secara lebih bersungguh-sungguh untuk keempat kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun 2013. Diperlukan perbaikan metode sosialisasi agar semua pemangku kepentingan benarbenar memahami maksud, tujuan, serta prosedur kegiatan. Hal ini sangat penting
untuk
mencegah
terjadinya
kesalahpahaman
yang
dpat
mengakibatkan terjadinya kekeliruan implementasi. Selain itu, sosialisasi penting untuk membangun akuntabilitas, yaitu bahwa kegiatan dengan nama tertentu memang benar-benar dilaksanakan dengan baik dan diketahui dengan baik pula oleh khalayak. b)
Diperlukan peningkatan pengawasan dalam pelaksanaan keempat kegiatan penanggulangan kemiskinan yang dievaluasi saat ini. Peningkatan pengawasan sangat diperlukan mengingat keempat kegiatan tersebut semuanya memiliki kelemahan dalam hal akuntabiltas.
c)
Khusus untuk kegiatan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) diperlukan pendampingan secara komprehensif dan berkelanjutan. Pendampingan perlu dilakukan sejak sosialisasi, pembentukan kelompok, perencanaan kegiatan usaha, pencairan bantuan, pelaksanaan kegiatan produksi, pemasaran, hingga pelestarian dan pengembangan usaha tersebut.
Profil Bappeda 2015
201
d)
Untuk kegiatan PKH dan Pinjaman Bergulir, karena di dalam kedua kegiatan tersebut telah ada pendamping, diperlukan peningkatan kinerja dan
pengawasan
pendamping.
Dalam kegiatan
Pinjaman
Bergulir,
pendamping harus member bimbingan dalam kegiatan usaha, bukan hanya dalam kegiatan administratif. 8.
Monitoring Dan Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2011 Monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten
Sleman Tahun Anggaran 2011 mencakup evaluasi 2 (dua) kecamatan sebagai wilayah pilot project program-program penanggulangan kemiskinan yaitu Seyegan dan Prambanan
dan 2 (dua ) kecamatan yang bukan pilot project sebagai
pembanding. Kesimpulan kegiatan monitoring dan evaluasi tahun 2011 adalah sebagai berikut: a)
Dilihat dari bentuk dan hasil kegiatannya, penyelenggaraan pilot project penaggulangan kemiskinan tahun 2009 belum mencapai tujuan seperti yang
diharapkan.
Sejak
dari
persiapan,
pelaksanaan
hingga
pemanfaatannya, kegiatan tersebut belum menunjukkan performa seperti yang diharapkan. b)
Khusus untuk tahap persiapan perlu diberi catatan tersendiri, yaitu matangtidaknya sebuah konsep dan perencanaan sangat menentukan tingkat keberhasilan sebuah kegiatan, Hal ini memang telah menjadi pengetahuan umum, dan penyelenggaraan pilot project ini membuktikannya sekali lagi, Dalam kaitan itu, prinsip “berbuat dan bertindak” sebagaimana tercantum dalam rencana kegiatan pilot project nampaknya perlu disikapi dengan cara pandang yang lebih arif lagi.
c)
Komitmen para pelaku pelanggulangan kemiskinan, khususnya kepala satuan kerja, terhadap pilot project terbukti masih sangat kurang. Hal itu dapat dilihat dari beberapa penanda seperti tingkat kehadiran dalam rapat, frekuensi dalam memimpin rapat, penguasaan masalah, dan frekuensi kunjungan ke lokasi keluarga miskin. Dari semua penanda itu hampir semua pelaku penanggulangan kemiskinan, baik pada tingkat kabupaten, kecamatan, maupun desa, semua tergolong lemah.
Profil Bappeda 2015
202
d)
Komitmen yang agak tinggi terlihat pada perangkat pemerintah pada tahun dilaksanakannya pilot project (2009) ada pada posisi sebagai implementator atau pelaksana. Terlepas dari penyebab yang menjadi pendorongnya, factor memperlihatkan bahwa dalam pilot project mereka terlibat relatif lebih intensif dibanding para kepala satuan kerja mereka. Intensitas keterlibatan mereka itu sejak dari perencanaan , pelaksanaan hingga evaluasi.
e)
Sinergi kegiatan penanggulangan kemiskinan ternyata belum terjadi. Baik di kecamatan lokasi pilot project maupun kecamtan pembanding, kegiatan penanggulangan kemiskinan cenderung bersifat sektoral (tidak bersambungan dengan kegiatan sejenis dari unit kerja lain) dan berlekalanjutan.
Rekomendasi untuk perbaikan kinerja penanggulangan kemiskinan pada waktu-waktu mendatang sebagai berikut: a)
Diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan komitmen dan penguatan visivisi serta orientasi kepemimpinan para kepada SKPD, para camat, dan para kepala desa agar kegiatan penanggulangan kemiskinan dapat berjalan lancer mulai dari hulu hingga hilir serta tepat sasaran.
b)
Karena kenyataan menunjukkan bahwa operator riil di masyarakat untuk semua kegiatan adalah kepala padukuhan (Pak Dukuh), maka diperlukan upaya pelibatan para Dukuh secara lebih intensif dalam berbagai forum, terutama forum-forum sosialisasi.
c)
Diperlukan upaya-upaya sistematis untuk menata-ulang pembagian kerja terkait penanggulangan kemiskinan pada tingkat kecamatan. Penataan ulang itu bias berupa pemindahan sebagian beban tugas antara Kasie Ekobang dan Kasie Kesmas, bias pula berupa penetapan prosedur kegiatan baku (standard operating procedure; SOP). Termasuk didalamnya diperlukan pembenahan mekanisme pembuatan dan pengelolaan dokumen kegiatan penanggulangan kemiskinan.
9. Monitoring Dan Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2013 Kegiatan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan Kabupaten Sleman tahun 2013 ini didasarkan pada hasil pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun 2012. Kegiatan monitoring dan
Profil Bappeda 2015
203
evaluasi untuk mengukur sejauhmana ketepatan dan keefektifan kegiatan penanggulangan kemiksinan di Kabupaten Sleman. Evaluasi yang dilakukan hingga system manajemen berusaha untuk memotret manajemen program secara utuh mulai dari perencanaan implementasi, system evaluasi dan perencanaan pengembangan dan keberlanjutan program. Model ini digunakan mengingat pemecahan masalah kemiskinan hendaknya berlangsung secara simultan dan berkelanjutan dengan memelihara konsistensi program. Dengan model ini maka dapat membantu pemerintah kabupaten untuk menjaga arah dan idealisme serta tujuan dari tahun ke tahun hingga terlaksana pencapaian hasil. Konsekuensi sebuah pengukuran yang memotret system manajeman secara utuh menyeluruh tersebut, maka melacak pada input, proses, output, outcome, dan impact. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan: a)
Secara umum setiap kegiatan telah menyusun rencana, namun masih bersifat partial, umum dan belum menggunakan data secara time series, sehingga kurang memanfaatkan feedback dari hasil kegiatan sebelumnya.
b)
Dalam implementasi program hanya sebagian kecil kegiatan yang melaksanakan dengan system prosedur yang jelas, dengan pemanfaatan dukungan sumberdaya yang tergali dari kemitraan secara komprehensif. Sebagian besar program masih dikelola dengan hanya mengandalkan APBD dan kemampuan internal dari dinas terkait.
c)
Evaluasi yang dilakukan masih terkesan sangat formalitas memenuhi ketentuan normative, bukan untuk tujuan pengukuran hasil secara serius, hal ini ditunjukkan oleh tanda-tanda bahwa hanya sedikit kegiatan yang memiliki rumusan indicator dan instrumentasi secara detail. Dan hanya sedikit kegiatan yang dapat menjelaskan hingga sampai pada output, outcome dan dampak. Rekomendasi kegiatan monitoring dan evaluasi tahun 2013 adalah sebagai
berikut: a)
Tindak lanjut model evaluasi secara bertahap memenuhi proses kegiatan mulai dari kegiatan hingga pencapaian hasil, dengan menggunakan tabeltabel yang telah digunakan dalam evaluasi ini. Lebih baik jika tabel-tabel tersebut telah diprogram sehingga dapat diisi secara online.
Profil Bappeda 2015
204
b)
Evaluasi
dilakukan
dengan
menggunakan
preevaluation,
on
going
evaluation dan summative evaluation serta post evaluation, sehingga benar-benar dapat melacak mulai dari perencanaan hingga pencapaian dampak. c)
Sebuah system manajemen program hendaknya memperhatikan detail dari perencanaan, detail pelaksanaan, detail dan instrumentasi serta indicator evaluasi.
d)
Melakukan pengarusutamaan pemecahan kemiskinan tidak hanya di lingkup internal dinas terkait melainkan kepada seluruh komponen organisasi, termasuk swasta dengan memanfaatkan CSR dan LSM dengan memanfaatkan jejaring serta pengalamannya.
e)
Pemerintah local hendaknya menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan sehingga perlu dibekali alat ukur yang berupa formulir yang jelas dan fixed.
10.
Penyusunan Dokumen Analisis Gender Dan Anggaran Responsif Gender (ARG) SKPD 2013 Analisis gender berupa Dokumen Analisis Gender dan Anggaran Responsif
Gender (ARG) telah berhasil disusun oleh semua SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman yang dilaksanakan melalui pelatihan dan praktik penyusunan dokumen-dokumen tersebut. Pelatihan Penyusunan Anggaran Responsif Gender ini diikuti oleh 32 SKPD dan 17 Kecamatan
di kabupaten Sleman. Dalam
pelatihan tersebut semua SKPD diharuskan menyusun 2 (dua) Rencana Kegiatan Anggaran yang berresponsif gender. Dokumen Anggaran Responsif Gender (ARG) memuat sebagai berikut: a)
Dokumen Gender Gender Analisys Pathway (GAP)
b)
Gender Budget statement (GBS)
c)
Term Of Reference (TOR)
d)
Rencana Kegiatan Anggaran (RKA). Dokumen analisis gender ini diharapkan berfungsi sebagai upaya untuk
meningkatkan peran dan pemberdayaan perempuan di segala bidang dan untuk mengurangi kesenjangan gender yang ada di Kabupaten Sleman.
Profil Bappeda 2015
205
11.
Perencanaan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2011 Perencanaan Penanggulangan Kemiskinan bertujuan:
a)
Pemetaan program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sleman.
b)
Merumuskan target rencana aksi pelaksanaan penanggulangan kemiskinan tahun 2015.
c)
Mensinergikan program penanggulangan kemiskinan antar lembaga atau instansi terkait dengan sasaran program yang sama.
Kesimpulan: Cukup banyak program penanggulangan kemiskinan, namun belum dapat mengurangi jumlah dan persentase penduduk miskin secara berarti, bahkan cenderung
bertambah.
Dengan
demikian,
pemberdayaan penduduk miskin. Ada 4
ada
kekurangtepatan
dalam
(empat) hal yang perlu diperhatikan
dalam upaya menyukseskan pemberdayaan penduduk miskin. a)
Meningkatkan rasa kepemilikan sekaligus mengembangan program yang mereka usulkan. Komunitas atau penduduk harus menjadi aktor utama yang menyusun, mengusulkan dan melaksanakan program sesuai dengan prioritas yang mereka butuhkan.
b)
Adanya keterbukaan dalam sumber dan alokasi dana pemberdayaan. Jumlah dan alokasi penggunaan dana harus diketahui oleh komunitas untuk menghindari kemungkinan terjadi penyimpangan.
c)
Dana harus disalurkan langsung ke komunitas dengan mengurangi pos/bagian pada setiap tingkatan dalam upaya menuju efisiensi. Apabila dianggap perlu dapat dilakukan pengurangan atau penyederhanaan regulasi dan jangan menambah regulasi.
d)
Meningkatkan koordinasi antar departemen, kantor, badan, dan instansi lain yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan untuk menghindari tumpang tindih program dan pembiayaannya. Penanggulangan kemiskinan juga harus memperhatikan pemenuhan hak dasar, yaitu pangan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, air bersih, dan sanitasi, kepastian hak tanah, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dan partisipasi masyarakat memerlukan dukungan pengelolaan ekonomi makro yang kuat. Ini menjadi penting untuk mengendalikan
pertumbuhan
dan
persebaran
penduduk,
peningkatan
Profil Bappeda 2015
206
keadilan berperspektif gender pada wilayah perdesaan, perkotaan, pesisir dan wilayah tertinggal pada era ekonomi daerah dan globalisasi. Dengan demikian, semua pihak harus terbuka dan legowo saling mendukung pelaksanaan program dengan mengurangi ego sektoral. Apapun alasannya, jumlah penduduk miskin yang cukup besar menjadi bukti kegagalan. Program penanggulangan kemiskinan daerah yang sesuai dengan program pusat dan propinsi ada empat hal, yaitu perluasan kesempatan kerja, peningkatan kapabilitas dan kualitas sumber daya manusia, pemberdayaan masyarakat miskin dan perlindungan sosial bagi komunitas rentah terhadap bencana. Bencana yang dimaksud, antara lain adalah bencana alam gempa bumi, banjir, kekeringan dan tanah longsor. Kemudian bencana sosial yang lebih disebabkan oleh penduduk sendiri, seperti pemutusan hubungan kerja, menderita sakit dan kehilangan asset secara mendadak.
Rekomendasi: a)
Indiktor kemiskinan berdasarkan Peraturan Bupati perlu dijadikan sebagai dasar semua program penanggulangan kemiskinan oleh semua SKPD dan dengan menggunakan indicator yang sama, efektifitas capaian program penanggulangan kemiskinan dapat diukut.
b)
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah perlu dioptimalkan sehingga mampu mensinergiskan dan mengkaitkan program penanggulangan kemiskinan antar SKPD sehingga satu program penanggulangan kemiskinan yang ada akan melibatkan beberapat SKPD untuk mendukung keberhasilannya.
c)
Kelompok masyarakat perlu selalu dilibatkan dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan.
d)
Prioritas program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sleman perlu dirumuskan dalam Rencana Kegiatan tiap tahun.
e)
Keberanian membuat pedoman teknis pelaksanaan kemiskinan sesudai dengan kondisi dan kemampuan desa sebagai penyelenggara.
Profil Bappeda 2015
207
C.
Sub Bidang Pemerintahan
1.
Indeks Pembangunan Manusia Tahun (Ipm) 2011 Upaya Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya fokus
pada
pembangunan
ekonomi
semata,
saat
ini
lebih
diarahkan
pada
pengembangan sumber daya manusia dalam pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat kesenjangan indikator ekonomi PDB dengan kondisi yang ada diperlukan juga merumuskan metode pengukuran dasar manusia yaitu dengan mengembangkan indeks, pembangunan manusia (IPM) yang merupakan indikator penting kesejahteraan penduduk suatu bangsa. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meliputi tiga aspek yakni kesehatan, pendidikan dan pendapatan . Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu wilayah melalui pengukuran penduduk yang sehat dan berumur panjang, pendidikan berketrampilan serta memiliki pendapatan,yang memungkinkan untuk hidup layak. Berdasarkan rata-rata ketiga indek yang menyusun IPM dipereoleh nilai IPM tahun 2011 Kabupaten Sleman 78,79. Komponen IPM Angka Harapan hidup
: 75,18
Angka melek huruf
: 95,44
Rata-rata lama sekolah
: 10, 51
Konsumsi riel perkapita
: 650,27
Indeks IPM
2.
Kesehatan
: 83,63,
Pendidikan
: 85, 65,
Pendapatan
: 67,08
Indeks Pembangunan Manusia Tahun (Ipm) 2012 Upaya Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya fokus
pada
pembangunan
ekonomi
semata,
saat
ini
lebih
diarahkan
pada
pengembangan sumber daya manusia dalam pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat kesenjangan indikator ekonomi PDB dengan kondisi yang ada diperlukan juga merumuskan metode pengukuran dasar manusia yaitu dengan mengembangkan indeks, pembangunan manusia (IPM) yang merupakan indikator penting kesejahteraan penduduk suatu bangsa.
Profil Bappeda 2015
208
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meliputi tiga aspek yakni kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu wilayah melalui pengukuran penduduk yang sehat dan berumur panjang,
pendidikan
berketrampilan
serta
memiliki
pendapatan,
yang
memungkinkan untuk hidup layak. Suatu Negara di dunia dapat dikatakan makmur dan sejahtera apabila di dukung oleh tiga sektor yaitu : Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi. Dan hasil perhitungan IPM tahun 2012 menunjukkan perkembangan yang positif tercatat sebesar 79, 39. Komponen IPM : Angka Harapan hidup
: 75,29
Angka melek huruf
: 94,53
Rata-rata lama sekolah
: 10, 52
Konsumsi riel perkapita : 654,11 Indeks : Kesehatan
: 83,82.
Pendidikan
: 86,40.
Pendapatan : 67, 08
3.
Indeks Pembangunan Manusia Tahun (IPM) 2013 Upaya Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya fokus
pada pembangunan ekonomi semata, saat ini lebih diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia dalam pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat kesenjangan indikator ekonomi PDB dengan kondisi yang ada diperlukan juga merumuskan metode pengukuran dasar manusia yaitu dengan mengembangkan indeks, pembangunan manusia (IPM) yang merupakan indikator penting kesejahteraan penduduk suatu bangsa. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meliputi tiga aspek yakni kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu wilayah melalui pengukuran penduduk yang sehat dan berumur panjang, pendidikan berketrampilan serta memiliki pendapatan,yang memungkinkan untuk hidup layak. Berdasarkan rata-rata ketiga indek yang menyusun IPM dipereoleh nilai IPM tahun 2013 Kabupaten Sleman 79,97 adapum masing-masing komponen IPM
Profil Bappeda 2015
209
Angka Harapan hidup
: 75,79
Angka melek huruf
: 95,11
Rata-rata lama sekolah : 10,55 Konsumsi riel perkapita : 656 Indeks IPM Kesehatan
: 84,65,
Pendidikan
: 86,85,
Pendapatan : 68,41
4.
Profil Kependudukan Kabupaten Sleman Tahun 2013 Guna menunjang pemenuhan kebutuhan informasi kependudukan dalam
merencanakan kebijakan sektor maupun program sektoral terkait dalam upaya peningkatan kualitas
dan kesejahteraan
penduduk, maka disusunlah profil
perkembangan kependudukan ini akan diketahui jumlah sumber daya manusia yang dimiliki menurut kelompok umur, jenis kelamin, persebaran, laju pertumbuhannya, maupun karakteristik lainnya. a)
Berdasarkan data SIAK (DAK) tahun 2012, jumlah penduduk kabupaten sleman mencapai 1.102.680 jiwa yang terdiri dari laki-laki 554.573 jiwa dan perempuan 543.107 jiwa.
b)
Dari sisi kepadatan penduduk Sleman pada tahun 2012 mencapai 1.918 jiwa per km2
c)
Laju pertumbuhan penduduk Sleman dari hasil proyeksi tahun 2010-2035 adalah 1,31 menurut BPS
d)
Rata-rata usia kawin pertama dari penduduk suatu daerah mencerminkan keadaan social ekonomi daerah tersebut. Perempuan dan laki-laki yang kawin muda untuk melihat hal tersebut para demografer proporsi penduduk yang massih lajang menurut umur.
e)
Saran : Perlu meningkatkan
mutu dan kualitas
penduduk itu sendiri
sebagai subjek dan obyek pembanguna harus dibina dan dikembangkan agar mampu menjadi penggerak pembagunan sehingga pembangunan dapat dinikmati oleh penduduk. f)
Jumlah penduduk besar jika tidak diimbangi dengan kualitas maka akan menjadi beban pembangunan.
Profil Bappeda 2015
210
g)
Perlu mengantisipasi jumlah penduduk sehinggga tidak menjadi ancaman kelaparan
ke
depan
adanya
kebijakan
peningkatan
peningkatan
produktivitas pangan baik melalui perluasan lahan atau lainnya
5.
Profil Kependudukan Kabupaten Sleman Tahun 2014 Guna menunjang pemenuhan kebutuhan informasi kependudukan dalam
merencanakan kebijakan sektor maupun program sektoral terkait dalam upaya peningkatan kualitas dan kesejahteraan penduduk, maka disusunlah profil perkembangan kependudukan ini akan diketahui jumlah sumber daya manusia yang
dimiliki
menurut
kelompok
umur,
jenis
kelamin,
persebaran,
laju
pertumbuhannya, maupun karakteristik lainnya. a)
Berdasarkan data SIAK (DAK) tahun 2013, jumlah penduduk kabupaten Sleman mencapai 1.047.325 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.047.325 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 521.444 jiwa dan perempuan 525.881 jiwa.
b)
Dari sisi kepadatan penduduk Sleman pada tahun 2013 mencapai 1.822 jiwa per KM.
c)
Laju pertumbuhan penduduk Sleman pada tahun 2010
sebesar1,92
persen, pada tahun 2011 turun menjadi sebesar 1,36 persen dan kembali mengalami penurunan
pada
tahun 2012
meskipun hanya kecil yakni
sebesar 1,31 persen. Berdasarkan hasil proyeksi
penduduk
Sleman
dengan menggunakan tahun dasar perhitungan 2010 (1,92%) nantinya pada tahu 2035 penduduk sleman akan mengalami
pertumbuhan
mencapai 0,66% berarti mengalami penurunan pertumbuhan 3x lipat. d)
Rasio jenis kelamin berdasarkan data SIAK 2013 diketahui sebesar 99,16 persen, sedangkan menurut data BPS mencapai 101,43 persen. Perbedaan ini dipengaruhi olah metode dalam pencakupan data. Yang berbeda antra SIAK dan BPS.Rasio Beban ketergantuangan Kab. Sleman berdasarkan data SIAK mencapai 44,42 persen. Angka ini lebih rendah dari yang diproyeksikan pada tahun 2030.
e)
Migrasi yang terjadi di Kabupaten Sleman pada tahun 2013 yanmg berasal dari wilayah istimewa Yogyakarta sebanyak 3.568 jiwa dan dari luar DIY sebanya 7.041.
f)
Saran : Perlu meningkatkan mutu dan kualitas penduduk itu sendiri sebagai subjek dan obyek pembangunan harus dibina dan dikembangkan
Profil Bappeda 2015
211
agar mampu menjadi penggerak pembangunan sehingga pembangunan dapat dinikmati oleh penduduk. g)
Jumlah penduduk besar jika tidak diimbangi dengan kualitas maka akan menjadi beban pembangunan.
h)
Perlu mengantisipasi jumlah penduduk sehinggga tidak menjadi ancaman kelaparan
ke
depan
adanya
kebijakan
peningkatan
peningkatan
produktivitas pangan baik melalui perluasan lahan atau lainnya
6.
Grand Design Kependudukan Tahun 2015 Dua komponen pokok kependudukan yang penting dikaji adalah proses
kependudukan dan struktur kependudukan mencakup aspek kelahiran, kematian dan mobilitas penduduk. Struktur kependudukan mencakup aspek komposisi anatara lain komposisi penduduk menurut umum, jenis kelamin, status perkawinan dan lain-lain. Hasil dari dua komponen baik proses maupun struktur adalah dasar bagi proses pembangunan secara keseluruhan. Kabupaten Sleman dengan struktur penduduk seimbang, ditandai dengan TFR yang rendah, dibawah angka 2,1 akan mencapai momentum demografi berupa kesempatan untuk mencapai pertumbuhan dan kondisi ekonomi optimasl. Inilah yang disebut dengan demographic deviden yaitu keuntungan optimal yang diperoleh dari kondisi struktur demografi yang telah stabil. Penduduk pada fase ini betul-betul menjadi sumberdaya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional. Tantangan besar persoalan kependudukan di Kabupaten Sleman adalah laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi terutama disebabkan banyaknya migrasi masuk karena di Kabupaten Sleman merupakan kota pelajar dan tujuan wisata. Penting untuk mewujudkan keselarasan potensi bonus demografi dengan produktifitas tenaga kerja yang tinggi,. Kunci utama untuk mewujudkan terletak pada kualitas SDM sebagai modal dasar pembangunan pembangunan.Oleh karena itu,Visi Grand Design Pembangnuan Kependudukan di Kabupaten Sleman diarahkan pada terwujudnya penduduk berkualitas sebagai modal dasar dalam pembangunan untuk tercapinya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera, maju,mandiri,berdaya saing dan berbudaya.
Profil Bappeda 2015
212
7.
Neraca Kependudukan di Kabupaten Sleman Tahun 2014 Penduduk mempunyai kependudukan sebagai subyek pembangunan dan
juga sekaligus sebagai obyek pembangunan. Perkembangan penduduk di Kabupaten
Sleman
dari
1971-2010
senantiasa
mengalami
peningkatan.
Pembahasan mengenai neraca kependudukan merupakan kaitan pembahasan antara jumlah penduduk dan kejadian demografis yang mengenainya, yaitu tertilitas, multalitas, dan migrasi. Gambaran neraca keseimbangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sleman adalah merata. Neraca keseimbangan jumlah penduduk berdasarkan usia produktif dengan usia bukan produktif menunjukkan kecenderungan kearah bagian demografis. Neraca keseimbangan penduduk ditinjau dari perbandingan antara usia produktif dan non produktif apabila di tinjau berdasarkan kecamatan. Tiga kecamatan dengan potensi ekonomi bagus dengan potensi sumber daya tinggi adalah Depok dengan rasio ketergantungan terendah yakni 38, 85 Mlati (42,38) dan gamping (42,51). Sedangkan neraca keseimbangan jumlah penduduk secara alami (natural increase) di Kabupaten sleman adalah positif. Neraca keseimbangan jumlah penduduk di Kabupaten Sleman adalah positif setiap tahum, dan ini berdampak pada pertambahan jumlah penduduk antar waktu. Untuk itu perlu dipertahankan program-program kependudukan yang telah ada, agar pertambahan penduduk tetap terjaga pada angka yang optimal. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang tidak dikontrol akan berpengaruh terhadap sektor lain seperti perekonomian, ketenagakerjaan, ketahanan, kebutuhan perumahan dan lainnya. Selain itu permasalahan yang ada di Kabupaten Sleman adalah pendataan penduduk yang belum optimas. Untuk itu, perlu adanya pendataan yang lebih sistematis, aktif dan berkesinambungan. Perlu pula adanya studi khusus yang mengkaji tentang profil penduduk rentan administrasi, atau penduduk pindah sementara di Kabupaten Sleman.
8.
Penduduk Pertengahan Tahun 2011 Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa
konsekuensi perlunyapengamatan secara berkala,
perkembangan
sehingga perubahan ataudinamika
karakteristik kependudukan dapat merekam
secara
berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan
untuk memperoleh informasi yang dapat memantau
Profil Bappeda 2015
213
perkembangan jumlah dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin, luas wilayah, kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan survey oleh BPS. Registrasi penduduk mencatat mempengaruhi
jumlah dan susunan penduduk
kejadian-kejadian yang
selama selang waktu tertentu
(setengah tahun, satu tahun, atau lainnya). Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah dalam satu rentang/priode dapat dihitung dengan rumus tertentu. Penduduk
yang dicatat
dalam registrasi
adalah
tercatat secara sah
sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman
pada pertengahan tahun
2011
tercatat sebanyak 1.126.888jiwa terdiri dari 560.146 jiwa(49,70%) penduduk lakilaki dan 566.742jiwa(50,30 %) penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 98,83yang artinya ada sekitar penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan .Sedangkan angka beban tanggungan di Kabupaten Sleman sebesar 43 ini berarti setiap 100 orang yang berusia produktif menanggung 44 orang usia belum produktif ( 0 – 14 tahun ) dan usia tidak produktif 65 keatas.
9.
Penduduk Pertengahan Tahun 2012 Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa
konsekuensi perlunyapengamatan perkembangan karakteristik kependudukan secara berkala, sehingga perubahan ataudinamika dapat merekam
secara
berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang dapat memantau perkembangan jumlah dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin, luas wilayah, kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan survey
oleh BPS. Registrasi
penduduk mencatat
kejadian-kejadian yang
Profil Bappeda 2015
214
mempengaruhi jumlah dan susunan penduduk selama selang waktu tertentu (setengah tahun, satu tahun, atau lainnya). Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah dalam satu rentang/priode dapat dihitung dengan rumus tertentu. Penduduk
yang dicatat
dalam registrasi
adalah
tercatat secara sah
sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman
pada pertengahan tahun
2012
tercatat sebanyak 1.136.602 jiwa terdiri dari 564.978 jiwa(49,71 % ) penduduk laki-laki dan 571.624 jiwa( 50,29 %) penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 98,84 yang artinya ada sekitar penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan ,sedangkan angka beban tanggungan di Kabupaten Sleman sebesar 46 ini berarti bahwa setiap 100 orang yang berusia
produktif menanggung 46 orang usia belum
produktif ( 0 – 14 tahun ) dan usia tidak produktif ( 65 keatas ).
10.
Penduduk Pertengahan Tahun 2013 Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa
konsekuensi perlunyapengamatan secara berkala,
perkembangan
karakteristik kependudukan
sehingga perubahan ataudinamika
dapat merekam
secara
berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan
untuk memperoleh informasi yang dapat memantau
perkembangan jumlah dan komposisi
penduduk
menurut jenis kelamin, luas
wilayah, kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan survey
oleh BPS. Registrasi
mempengaruhi
penduduk mencatat
jumlah dan susunan penduduk
kejadian-kejadian yang
selama selang waktu tertentu
(setengah tahun, satu tahun, atau lainnya). Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah dalam satu rentang/priode dapat dihitung dengan rumus tertentu.
Profil Bappeda 2015
215
Penduduk
yang dicatat
dalam registrasi
adalah
tercatat secara sah
sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman pada pertengahan tahun sebanyak 2013 sebanyak 1.047.325 jiwa terdiri dari 521.444 jiwa( 44,79 % ) penduduk lakilaki dan 525.881 jiwa ( 50,21 % )penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 99,17 yang artinya ada sekitar penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan,sedangkan angka beban ketergantungan di Kabupaten Sleman sebesar 44 ini berarti bahwa setiap 100 orang yang berusia produktif menanggung 44 orang usia belum produktif ( usia 0 – 14 tahun ) dan usia tidak produktif ( 65 keatas ).
11.
Penduduk Pertengahan Tahun 2014 Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa
konsekuensi perlunyapengamatan secara berkala,
perkembangan
karakteristik kependudukan
sehingga perubahan ataudinamika
dapat merekam
secara
berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan
untuk memperoleh informasi yang dapat memantau
perkembangan jumlah dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin, luas wilayah,
kepadatan penduduk,
rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya
pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan survey
oleh BPS. Registrasi
mempengaruhi
penduduk mencatat
jumlah dan susunan penduduk
kejadian-kejadian yang
selama selang waktu tertentu
(setengah tahun, satu tahun, atau lainnya). Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah dalam satu rentang/priode dapat dihitung dengan rumus tertentu. Penduduk
yang dicatat
dalam registrasi
adalah
tercatat secara sah
sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan.
Profil Bappeda 2015
216
Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman
pada pertengahan tahun
2014
tercatat sebanyak 1.062.801 jiwa terdiri dari 539.731 jiwa ( 50,78 % ) penduduk laki-laki dan 523.070 jiwa ( 49,22 % ) penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 103,18 yang artinya ada sekitar penduduk laki-laki untuk 100 perempuan, sedangkan angka beban ketergantungan di Kabupaten Sleman sebesar 42.ini berarti bahwa setiap 100 orang yang berusia produktif menanggung 42 orang usia belum produktif ( 0 – 14 tahun ) dan usia tidak produktif ( 65 tahun ).
12.
Rencana
Aksi
Daerah
Percepatan
Pencapaian
Millenium
Development Goals (MDGs) tahun 2013 Millenium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium merupakan delapan tujuan pembangunan di tingkat internasional yang ingin dicapai di seluruh dunia pada tahun 2007. Komitmen global tersebut telah ditetapkan dan ditandatangani oleh 189 negara pada pertemuan unitet nasion worth summits bulan september tahun 2000. Kemudian disahkan oleh majelis umum PBB dalam resolusi nomor 55/2 tanggal 18
September 2000. Adapun
delapan Capaian target tujuan tersebut adalah a)
Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan Penduduk di bawah garis kemiskinan
tahun 2013 sebesar 10,44%
angkattersebut masih dibawah rerata nasional sebesar 13,33% angka ini sudah mencapai target MDGs nasional tahun 2015 sebesar 10,33 % Dari beberapa capaian tujuan satu ada beberapa
indikator yang belum tercapai Rasio
kesempatan kerja terhadap penduduk usia Proporsi tenaga kerja
15 tahun ke atas akan tercapai,
yang berusaha sendiri
dan pekerja bebas
keluarga
terhadap total kesempatan kerja akan tercapai. Sedangkan indicator yang lain sudah tercapai. b)
Pencapaian Pendidikan Dasar untuk semua. Angka Partisipasi Murni (APM) sudah tercapai , sedangkan proporsi murid
kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar dan angka melek huruf usia 15-24 tahun perempuan dan laki-laki akan tercapai. c)
Mendorong kesetaraan gender dan Pemberdayaan perempuan Capaian Rasio APM perempuan/laki-laki di Tingkat SLTA akan tercapai,
dan Proporsi kursi DPRD yang diduduki perempuan sudah tercapai.
Profil Bappeda 2015
217
Menurunkan angka kematian Anak. Angka kematian balita, bayi dan persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak sudah tercapai d)
Meningkatkan kesehatan Ibu. Angka pemakaian kontrasepsi/CPR bagi perempuan menikah usia 15-49
(semua cara) baru mencapai 89% sedangkan target Nasional 95% aka tercapai, kemudian Unmet Need 6,8 % sedangkan target 5 % perlu perhatian khusus. e)
Memerangi HIV dan AIDs, Malaria dan Penyakit menular lainnya. Pengguna
kunci
kondom pada hubungan seks beresiko tinggi pada populasi
yang menerima
kondom perlu perhatian khusus.
proporsi penduduk
terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan anti retroviral masih perlu perhatian khusus. Proporsi jumlah kasus
tuberko yang terdeteksi dalam
program ZDOTs 51, 4 sedangkan nasional 70% masih perlu perhatian khusus. f)
Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan survey foto udara dan
pemotretan citra satelit terhadap luas daratan nasional (tidak ada data)
perlu
perhatian khusus. jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO)dan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar yang layak perkotaan 67,71 : 95 Nasional sedangkan perdesaan 55,05 : 95 persen perlu perhatian khusus. proporsi rumah tangga kumuh perkotaan untuk kab Sleman tidak ada melainkan padat penduduk.
13.
Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2014 Millenium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium
merupakan delapan tujuan pembangunan di tingkat internasional yang ingin dicapai di seluruh dunia pada tahun 2007. Komitmen global tersebut telah ditetapkan dan ditandatangani oleh 189 negara pada pertemuan unitet nasion worth summits bulan september tahun 2000. Kemudian disahkan oleh majelis umum PBB dalam resolusi nomor 55/2 tanggal 18
September 2000. Adapun
delapan Capaian target tujuan tersebut adalah a)
Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan Dari capaian tujuan satu ada beberapa tercapai
indikator yang belum
Proporsi penduduk dengan pendapatan
kurang dari
US $ 1
Profil Bappeda 2015
218
perkapita perhari. 9,82 target Nasional 10 akan tercapai indek kedalaman kemiskinan b)
Pencapaian Pendidikan Dasar untuk semua. Angka Partisipasi Murni (APM) sudah tercapai , sedangkan proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah
dasar
91,41
dan
Nasional 91,50 angka melek huruf usia 15-24 tahun perempuan dan lakilaki akan tercapai. c)
Mendorong kesetaraan gender dan Pemberdayaan perempuan Capaian Rasio APM perempuan/laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas sudah tercapai dan Proporsi kursi DPRD yang diduduki perempuan sudah tercapai.
d)
Menurunkan angka kematian Anak. Angka kematian
Balita per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai,
Angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai dan persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak sudah tercapai e)
Meningkatkan kesehatan Ibu. 1)
Menurunkan angka kematian ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015. Angka kematian ibu per 100.00 kelahiran hidup 63,27 dan Nasional 85,00 masih perlu perhatian khusus sedangkan proporsi yang ditolong tenaga kesehatan terlatih sudah tercapai.
2)
Mewujudkan akses kesehatan reproduksi pada tahun 2015 (sudah tercapai) Unmet need masih 8,97 % dan target MDGs 5%
f)
Memerangi HIV dan AIDs, Malaria dan Penyakit menular lainnya. 1)
Prevalensi HIV/AIDs
persen dari total populasi
dan Pengguna
kondom pada hubungan seks beresiko tinggi pada populasi kunci yang menerima
kondom 4.90 nasional 90%.
perlu perhatian
khusus. proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki memiliki pengetahuan konprehensif tentang HIV /AID 250 sedang nasional 90%. Masih perlu perhatian khusus. 2)
Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV dan AIDs tercapai
3)
Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus malaria dan TB paru
Profil Bappeda 2015
219
TB target akan tercapai sedangkan malaria sudah tercapai. g)
Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup. Rasio
luas
kawasan
tertutup
pepohonan
berdasarkan
hasil
pemotretan citra satelit dan survey foto udara terhadap luas daratan akan tercapai sedangkan persampahan belum tercapai jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO)dan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar yang layak perkotaan 67,71 : 95 Nasional sedangkan perdesaan 55,05 : 95 persen perlu perhatian khusus. proporsi rumah tangga kumuh perkotaan untuk kab Sleman tidak ada yang ada padat penduduk.
14.
Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 Millenium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium
merupakan delapan tujuan pembangunan di tingkat internasional yang ingin dicapai di seluruh dunia pada tahun 2007. Komitmen global tersebut telah ditetapkan dan ditandatangani oleh 189 negara pada pertemuan unitet nasion worth summits bulan september tahun 2000. Kemudian disahkan oleh majelis umum PBB dalam resolusi nomor 55/2 tanggal 18
September 2000. Adapun
delapan Capaian target tujuan tersebut adalah a)
Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan Penduduk dibawah garis kemiskinan di kabupaten sleman pada tahun 2014 adalah 9,82 lebih kecil disbandingkan kondisi pada tahun 2013 sebesar 10,44 persen. Angka tersebut masih berada rerata nasional sebesar 13,33 persen. Angka ini sudah mencapai target MDGs nasional tahun 2015 sebesar 10,30 persen. Penduduk miskin yang konsumsinya dibawah garis kemiskinan pada tahun 2012 sebanyak 118,2 ribu orang. Jika dibandingka dengan keadaan tahun 2014 jumlah mencapai 110,8 persen jumlah miskin mengalami penurunan akan tercapai. Dalam setahun Kabupaten Sleman Jumlah KK 369.534 dari jumlah tersebut KK miskin sebanyak 43,798 KK. Indeks kedalaman kemiskinan (ukuran kesenjangan pengeluaran rata-rata penduduk miskin terhadap garis kemiskinan
nasional).
tahun 2011 mencapai 1,77 tahun 2012
mencaai 2,23, tahun 2013 mencapai 1,43 dan tahun 2014 mencapai
Profil Bappeda 2015
220
……yang berada rata-rata dibawah nasional 2,21 sedangkan target yang ditetapkan untuk tahun 2015 adalah 2,35. Masih perlu perhatian khusus. Sedangkan laju PDRB pertenaga kerja
mengalamipenurunan dari tahu
2010 s/d tahun 2014 dan pada tahun 2015 ditargetkan sebesar 2,20% masih di bawah nasional 2,24 persen. b)
Pencapaian Pendidikan Dasar untuk semua. Angka Partisipasi Murni (APM) sudah melebih target nasional 100 persen, sedangkan sekolah
dasar
proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan
91,47
dan Nasional 100 persen baru akan tercapai,
sedangkan angka melek huruf usia 15-24 tahun perempuan dan laki-laki 98.31 nasional 100 baru akan tercapai. c)
Mendorong kesetaraan gender dan Pemberdayaan perempuan Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar
menengah 91,21 baru akan tercapai, Capaian Rasio APM
perempuan/laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas sudah tercapai 100 persen. dan Proporsi kursi DPRD yang diduduki perempuan sudah tercapai sudah melebihi target nasional. d)
Menurunkan angka kematian Anak. Angka kematian
Balita per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai,
Angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai dan persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak sudah tercapai e)
Meningkatkan kesehatan Ibu. Menurunkan angka kematian ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015. Angka kematian ibu per 100.00 kelahiran hidup 63,27 dan Nasional 85,00 masih perlu perhatian khusus sedangkan proporsi
yang ditolong
tenaga kesehatan terlatih sudah tercapai. Angka pemakaian kontrasepsi bagi perempuan menikah usia 15-49 semua cara perlu perhatian, cakupan pelayan antenatal sedikitnya satu kali dan 4 kali kunjungan sudah tercapai. Unmet need masih 8,97 % dan target MDGs 5% perlu perhatian khusus. f)
Memerangi HIV dan AIDs, Malaria dan Penyakit menular lainnya. Prevalensi HIV/AIDs
persen dari total populasi
dan Pengguna
kondom pada hubungan seks beresiko tinggi pada populasi kunci yang
Profil Bappeda 2015
221
menerima kondom 4.90 nasional 90%. perlu perhatian khusus. proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki memiliki pengetahuan konprehensif
tentang HIV /AID 250 sedang nasional 90%. Masih perlu
perhatian khusus. Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV dan AIDs sudah tercapai. Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus malaria dan TB paru. TB
target
akan tercapai sedangkan
Kematian
terhadap T.B perlu mendapatkan perhatian khusus. g)
Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup. Rasio
luas
kawasan
tertutup
pepohonan
berdasarkan
hasil
pemotretan citra satelit dan survey foto udara terhadap luas daratan akan tercapai sedangkan persampahan belum tercapai jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) dan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar yang layak perkotaan akan tercapai.
15.
Analisis Kependudukan di Kabupaten Sleman Intisati Tahun 2013 Pada permulaan tahun 1798, Malthus, lewat karangannya yang berjudul :
“Essai on Principle of Populations as it Affect the Future Improvement of Society, with Remarks onb the Specculations of Mr. Godwin, M. Condoret, and Other Writers”, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di beberapa bagian dunia ini menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat. Di beberapa bagian dunia masalah yang mengikutinya adalah terjadinya kemiskinan dan kekeurangan pangan. Kabupaten Sleman sebagai penyumbangan jumlah penduduk tertingi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tentu saja memeiliki potensi untuk terjebak dalam masalah kependudukan tersebut. Melihat masih tingginya angka kelahiran di
masing-masing
kecamatan
di
Kabupaten
Sleman
maka
pencapaian
pertumbuhan penduduk nol atau Zero Popolation Growth (ZPG) sangat sulit terjadi dalam waktu dkeat. ZPG adalah suatu kondisi dimana jumlah penduduk di suatu daerah tidak bertambah maupun berkurang. Pada tahun 2035 proyeksi penduduk dengan skenario TFR yang rendah, jumlah penduduk Kabupaten Sleman
Profil Bappeda 2015
222
sebanyak 1,28 juta jiwa. Jumlah penduduk yang berhubungan dengan penduduk seperti kebutuhan pangan, kebutuhan tempat tinggal, meningkatnya langsia, kebutuhan kesehatan dan pendidikan serta performa ekonomi nantinya. Di siis lain jumlah yang demikian besar merupakan potensi pembangunan juka penduduk dikelola dengan baik. Oleh karena itu segala persiapan harus dipikirkan sejak saat ini. Program-program kependudukan harus dikawal dengan ketat agar demografi disaster tidak terjadi.
4.1.1.5 Bidang Pengendalian dan Evaluasi A.
Sub Bidang Pengendalian
1.
Pengendalian Dan Evaluasi Berdasarkan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 Berdasarkan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, berikut beberapa item pengendalian dan evaluasi yang telah dilaksanakan mulai tahun 2012.
No
Laporan
2012
2013
2014
2015
1.
Pengendalian & Evaluasi thd Kebijakan RPJPD
-
-
-
-
2.
Pengendalian & Evaluasi thd Kebijakan RPJMD
-
-
-
3.
Pengendalian & Evaluasi thd Kebijakan RKPD
-
4.
Pengendalian & Evaluasi thd Kebijakan Renstra SKPD
-
-
-
5.
Pengendalian & Evaluasi thd Kebijakan Renja SKPD
6.
Pengendalian & Evaluasi thd Pelaksanaan RPJPD
-
-
-
-
7.
Pengendalian & Evaluasi thd Pelaksanaan RPJMD
-
-
-
-
8.
Pengendalian & Evaluasi thd Pelaksanaan RKPD
-
-
**
***
9.
Pengendalian & Evaluasi thd Pelaksanaan Renstra SKPD
-
-
-
-
10.
Pengendalian & Evaluasi thd Pelaksanaan Renja SKPD
**
**
**
***
11.
Evaluasi thd Hasil RPJPD
-
-
-
-
12.
Evaluasi thd Hasil RPJMD
13.
Evaluasi thd Hasil RKPD
-
***
14.
Evaluasi thd Hasil Renstra SKPD
-
-
-
-
15.
Evaluasi thd Hasil Renja SKPD
-
-
**
***
Keterangan : ** Laporan s/d triwulan 2 atau semester 1 *** Laporan s/d triwulan 3
Profil Bappeda 2015
223
2.
Pengendalian & Evaluasi thd Kebijakan RPJMD (Formulir VII.G.3)
Kesimpulan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sleman Tahun 2011-2015 telah ditetapkan pada 1 Nopember 2010, oleh karena itu pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan perencanaan pembangunan jangka menengah kabupaten yang dilakukan adalah melihat kesesuaian proses dan isi yang terdapat pada RPJMD Kabupaten dengan Formulir VII.G.3 yang terdapat pada Lampiran VII Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Penelaahan yang telah dilakukan terhadap dokumen RPJMD Kabupaten Sleman Tahun 20112015 beserta penelusuran proses penyusunannya telah mengarah kepada suatu kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah bahwa secara umum penyusunan RPJMD Kabupaten Sleman telah sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan RPJMD Kabupaten yang diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010, walaupun beberapa hal belum sesuai yang dikarenakan penyusunan rancangan RPJMD Kabupaten Sleman pada saat itu mengacu pada PP No 8 Tahun 2008. Meskipun beberapa bagian terjabarkan secara singkat didalam RPJMD Kabupaten Sleman maupun ada yang belum tercantum, namun hal tersebut tidak menjadikan bahan untuk perlu dilakukan perubahan terhadap RPJMD Kabupaten. Sesuai dengan Pasal 282 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010, perubahan RPJPD dan RPJMD hanya dapat dilakukan apabila: a) hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa proses perumusan, tidak sesuai dengan tahapan dan tatacara penyusunan rencana pembangunan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini; b) hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa substansi yang dirumuskan, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri ini; c) terjadi perubahan yang mendasar yang disebabkan oleh terjadinya bencana alam, goncangan politik, krisis ekonomi, konflik sosial budaya, gangguan keamanan, pemekaran daerah, atau perubahan kebijakan nasional; dan d) merugikan kepentingan nasional karena bertentangan dengan kebijakan nasional.
Rekomendasi Beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan dalam pelaksanaan review RPJMD Kabupaten Sleman 2011-2015 berdasarkan pengendalian dan evaluasi
Profil Bappeda 2015
224
terhadap kebijakan RPJMD Kabupaten Sleman sesuai Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 adalah sebagai berikut: a)
Perlu penyesuaian tinjauan RTRW di dalam RPJMD Kabupaten Sleman dengan mengacu pada Rancangan RTRW Kabupaten Sleman yang terbaru (2011-2031). Hal ini untuk meng-update informasi mengenai arah kebijakan pengembangan struktur ruang dan pola ruang di Kabupaten Sleman sehingga perencanaan pembangunan yang akan dilakukan di waktu yang akan datang dapat disesuaikan dengan keadaan terkini.
b)
Perlu memasukkan kawasan suaka alam ke dalam tinjauan kewilayahan RPJMD sesuai dengan Perda RTRW Kabupaten Sleman yang baru. Selain itu, untuk luasan masing-masing kawasan perlu juga untuk ditinjau dan disesuaikan dengan Perda RTRW Kabupaten Sleman yang baru, sehingga informasi keruangan yang aktual dapat tertampung di dalam perencanaan pembangunan. Begitu juga dengan istilah-istilah kawasan perlu untuk disesuaikan.
c)
Sistem jaringan transportasi pada draft RTRW yang digunakan dalam RPJMD perlu ditambahkan sistem jaringan perkeretaapian karena sebagian wilayah Kabupaten Sleman dilewati oleh jaringan transportasi kereta api. Selain itu juga perlu penyesuaian tentang sistem jaringan prasarana energi dan jaringan prasarana sumber daya sesuai dengan Perda RTRW Kabupaten Sleman yang baru.
d)
Perlu dipertimbangkan untuk menyusun kembali prakiraan kebutuhan pendanaan sampai dengan tahun 2015 untuk per tahun per program, sehingga penerjemahannya di dalam RKPD per tahun dan selanjutnya per program per SKPD dapat lebih mudah terkendali dan termonitor sesuai dengan pagu indikatif yang telah tersusun dalam RPJMD.
e)
Perlu dipertimbangkan untuk disusun pentahapan pelaksanaan program prioritas per tahunnya, sehingga program prioritas mana saja yang harus dilaksanakan pada tahun 2011, 2012, 2013, 2014, maupun 2015 dapat terlihat dengan jelas. Lebih jauh, SKPD nantinya juga dapat menyusun pentahapan pelaksanaan program prioritas per tahunnya di dalam Renstra nya masing-masing dengan menyesuaikan apa yang ada di dalam RPJMD.
f)
Prioritas pembangunan belum disusun di dalam RPJMD Kabupaten Sleman. Hal ini perlu menjadi perhatian karena penyusunan prioritas
Profil Bappeda 2015
225
pembangunan dan program prioritas di dalam RPJMD dan RKPD seharusnya mengacu kepada prioritas pembangunan yang ada di dalam RPJMD. Dengan demikian, perlu dipertimbangkan untuk penyusunan program prioritas pada saat review RPJMD dilakukan. g)
Forum konsultasi publik agar bisa dilaksanakan pada saat penyusunan RPJMD Kabupaten Sleman untuk periode tahun berikutnya sehingga memenuhi acuan dan panduan di dalam Permendagri No 54 Tahun 2010.
h)
Penyusunan matrik RPJMD Kabupaten Sleman masih terbatas hanya sampai dengan Program Pembangunan. Perlu dipertimbangkan untuk bisa di-breakdown lagi sampai dengan Kegiatan sehingga nantinya kegiatan yang akan diacu oleh SKPD akan lebih jelas.
i)
Perlu
dilakukan
penyesuaian
dalam
RPJMD
dikarenakan
adanya
pembentukan SKPD baru di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman, sehingga SKPD baru tersebut nantinya memiliki pedoman yang jelas di dalam RPJMD terutama nanti dalam penyusunan Renstra SKPD nya. j)
Perlu
dilakukan
dikarenakan
penyesuaian
terjadinya
dalam
perubahan
RPJMD
status
Kabupaten
keistimewaan
Sleman
DIY
yang
memungkinkan juga adanya revisi RPJMD DIY. k)
Berdasarkan hasil asistensi dengan Kemenpan, ternyata masih terdapat beberapa indikator kinerja yang belum bisa didefinisikan secara jelas untuk setiap pernyataannya dan beberapa SKPD masih belum memahami indikator kinerja yang disusun.
l)
Beberapa penetapan indikator dalam RPJMD belum mengacu pada SPM terkini. Selain itu, target beberapa indikator masih dirasa terlalu rendah. Hal ini terlihat pada laporan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan RPJMD untuk tahun pertama, dimana beberapa target capaian indikator sudah sangat jauh terlampaui.
3.
Pengendalian & Evaluasi thd Kebijakan RKPD (Formulir VII.G.5)
Hasil
Tahun Penyusunan 2013 Kesesuaian 100% Keterangan 2013 : -
2014 100%
2015 81,48%
Profil Bappeda 2015
226
2014 : 2015 :
Kesimpulan : Penyusunan RKPD Kabupaten Sleman Tahun 2016 telah sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan RKPD Kabupaten yang diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 dengan beberapa catatan yaitu bahwa beberapa tahap dikatakan tidak sesuai dikarenakan pada saat penyusunan RKPD tahun 2016 tersebut Kabupaten Sleman belum memiliki RPJMD yang baru (2016-2020) sedangkan RPJMD yang lama sudah berakhir pada 2015. Hal ini dikarenakan adanya pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak yang diundur hingga akhir 2015 sedangkan masa jabatan Bupati terpilih sudah berakhir pada Agustus 2015. Untuk itu, sesuai dengan Pasal 287 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 maka penyusunannya mengacu pada RPJPD Kabupaten dan RPJMD Propinsi. Rekomendasi : a. Segera setelah RPJMD Kabupaten Sleman yang baru (2016 – 2020) ditetapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RKPD tahun berikutnya dengan menyesuaikan kepada visi, misi, arah kebijakan, dan program Bupati terpilih yang dituangkan ke dalam RPJMD. Begitu pula dengan prioritas dan sasaran pembangunan tahunan selanjutnya dapat diselaraskan dengan RPJMD. b. Perumusan program prioritas beserta pagu indikatifnya untuk dapat disajikan di dalam rancangan awal RKPD pada penyusunan RKPD untuk tahun berikutnya.
4.
Pengendalian & Evaluasi thd Kebijakan Renstra SKPD (Formulir VII.G.7 dan VII.G.8)
Kesimpulan
a)
Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD adalah mencapai 73,33 % dimana sebanyak 25 SKPD tingkat kesesuaiannya mencapai 75 % dan 19 SKPD tingkat kesesuaiannya mencapai 70 %. Tidak adanya SKPD yang tingkat
Profil Bappeda 2015
227
b)
c)
d)
e)
f) g)
h)
No 1.
kesesuaiannya mencapai 100% dikarenakan pada poin 6, 12, dan 19 Formulir VII.G.7 memang belum dilaksanakan oleh semua SKPD disebabkan memang belum adanya KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), belum adanya Surat Edaran Bupati perihal Penyusunan Rancangan Renstra-SKPD kabupaten beserta lampirannya, serta tidak adanya pentahapan pelaksanaan program SKPD di Kabupaten Sleman. Banyaknya perbedaan pemahaman oleh SKPD terhadap arti dan maksud pelaksanaan forum SKPD (poin 16 Formulir VII.G.7) dimana yang dimaksud dalam konteks pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan Renstra SKPD ini adalah pembahasan dengan seluruh unit kerja dilingkungan SKPD tersebut bersama dengan pemangku kepentingan sesuai dengan kebutuhan. Seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman belum melaksanakan pentahapan pelaksanaan program dikarenakan di dalam RPJMD Kabupaten Sleman juga tidak dilakukan pentahapan pelaksanaan program tetapi hanya prioritas pembangunan. Beberapa SKPD belum konsisten dalam menyusun rencana strategisnya terutama konsistensi pada bagian kesesuaian hubungan antara misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan SKPD yang mengacu pada misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan RPJMD. Beberapa SKPD hanya mengambil misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan sama persis dengan yang ada di RPJMD yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dan tidak mendefinisikan sendiri. Hal ini terkadang menjadikan misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan SKPD kurang fokus dan kurang spesifik karena yang terdapat pada RPJMD adalah misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan secara umum. Penyusunan indikator sasaran pada beberapa Renstra SKPD masih belum tepat dan beberapa masih berbasis kerja dan belum berbasis kinerja. Tidak tercantumnya lokasi kegiatan masing-masing SKPD terjadi pada hampir seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman. Hal ini dimungkinkan karena pada format lama memang tidak tersedia kolom lokasi kegiatan. Untuk kesimpulan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan Renstra SKPD Kabupaten sesuai formulir VII.G.8 dapat dilihat pada tabel berikut: Aspek Perumusan visi dan misi SKPD kabupaten berpedoman pada visi dan misi pembangunan jangka menengah daerah
Penjelasan Hasil Pengendalian dan Evaluasi Sebanyak 46 SKPD telah menyusun visi SKPD nya dengan mengacu pada RPJMD Kabupaten Sleman sedangkan terdapat 2 SKPD yang perlu dicermati kembali visi SKPD nya. Sementara itu, sudah seluruh SKPD menyusun misi SKPD nya dengan mengacu pada RPJMD Kabupaten Sleman meskipun beberapa SKPD
Profil Bappeda 2015
228
No
Aspek
Penjelasan Hasil Pengendalian dan Evaluasi masih sama persis dengan misi RPJMD sehingga perlu dicermati kembali.
2.
Perumusan strategi dan kebijakan SKPD kabupaten berpedoman pada strategi dan arah kebijakan pembangunan jangka menengah daerah
Sebanyak 33 SKPD telah menyusun strategi dan arah kebijakan SKPD dengan mengacu pada strategi dan arah kebijakan RPJMD Kabupaten Sleman.
3.
Perumusan rencana program, kegiatan SKPD kabupaten berpedoman pada kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah daerah
4.
Perumusan indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan indikatif SKPD kabupaten berpedoman pada indikasi rencana program prioritas dan kebutuhan pendanaan pembangunan jangka menengah daerah.
Sementara itu 14 SKPD perlu dicermati kembali strategi dan arah kebijakan SKPD nya. Hal ini dapat dikarenakan strategi dan kebijakan SKPD tersebut hanya mengambil sama persis dengan strategi dan kebijakan di dalam RPJMD atau juga dapat dikarenakan hal yang lain. Sebanyak 1 SKPD, berdasarkan pencermatan Renstranya, belum menyusun strategi dan kebijakan SKPD. Sebanyak 48 SKPD telah menyusun rencana program, kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan inidkatif yang mengacu pada RPJMD namun dari jumlah 48 SKPD tersebut terdapat 22 SKPD yang perlu dicermati kembali karena masih ada catatan dari hasil pencermatan Renstra SKPD baik itu untuk rencana program, kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran ataupun pendanaan inidkatifnya. Sebanyak 48 SKPD telah menyusun indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan inidkatif yang mengacu indikasi rencana program prioritas dan kebutuhan pendanaan pembangunan jangka menengah daerah. Namun demikian dari jumlah 48 SKPD tersebut terdapat 11 SKPD yang perlu dicermati kembali karena masih ada catatan dari hasil pencermatan Renstra SKPD baik itu untuk indikator kinerja, kelompok sasaran ataupun pendanaan inidkatifnya. Untuk pendanaan indikatif SKPD sendiri yang mengacu pada kebutuhan pendanaan pembangunan jangka menengah daerah agak sulit dilakukan pencermatan/tracking dikarenakan pada RPJMD Kabupaten Sleman sendiri kebutuhan pendanaan pembangunan jangka menengah daerah disusun per sasaran
Profil Bappeda 2015
229
No
Aspek
5.
Perumusan indikator kinerja SKPD kabupaten berpedoman pada tujuan dan sasaran pembangunan jangka menengah daerah
6.
Pentahapan pelaksanaan program SKPD kabupaten sesuai dengan pentahapan pelaksanaan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten.
Penjelasan Hasil Pengendalian dan Evaluasi dan bukan per SKPD. Sebanyak 22 SKPD telah menyusun indikator kinerja SKPD kabupaten dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran pembangunan jangka menengah daerah. Sementara itu sebanyak 25 SKPD perlu dicermati kembali rumusan indikator kinerjanya yang berpedoman pada tujuan dan sasaran pembangunan jangka menengah daerah. 1 SKPD, berdasarkan pencermatan Renstranya, belum menyusun indikator kinerja SKPD dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran pembangunan jangka menengah daerah. Seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman belum melakukan pentahapan pelaksanaan program SKPD sesuai dengan pentahapan pelaksanaan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten. Hal ini dikarenakan di dalam RPJMD Kabupaten Sleman juga tidak terdapat pentahapan pelaksaanaan program tetapi yang ada hanyalah prioritas pembangunan.
Rekomendasi a)
Perlu dilakukan komunikasi yang lebih baik lagi dengan para pengampu SKPD di Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan Renstra SKPD dapat lebih efektif dan tepat waktu termasuk di dalamnya agar tidak terjadi bias maksud dan pengertian atas pertanyaan-pertanyaan di dalam Formulir VII.G.7 baik oleh subbid monitoring dan evaluasi, pengampu maupun SKPD itu sendiri.
b)
Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD menyusun rencana strategisnya sehingga dapat lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku (termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010) baik itu meliputi kandungan materi, konsistensi isi Renstra SKPD maupun matrik Renstra-nya.
c)
Perlu
adanya
sosialisasi
secara
berkelanjutan
untuk
memberikan
pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana strategis SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54
Profil Bappeda 2015
230
Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan yang baik dan berkualitas. Hal ini disebabkan pembangunan yang baik dan berkualitas bermula dari perencanaan yang tersusun baik. d)
Perlu peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana strategis SKPD pada palaksanaan berikutnya dapat lebih tepat waktu dan efisien. Dukungan dari top level manajemen sangat dibutuhkan dalam hal ini.
e)
Untuk hal yang bersifat umum yang belum dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten, seperti penyusunan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) dan pembuatan Surat Edaran Bupati perihal Penyusunan Rancangan Renstra
SKPD
kabupaten
beserta
lampirannya,
perlu
dilakukan
pendalaman dan pertimbangan untuk dapat dilaksanakan sehingga dapat digunakan pada saat penyusunan rencana strategis SKPD periode-periode berikutnya. f)
Perlu adanya pencermatan terhadap indikator sasaran di dalam Renstra masing-masing SKPD sehingga indikator sasaran SKPD benar-benar berbasis kinerja dan bukan berbasis kerja.
g)
Perlu dipertimbangkan untuk menambahkan kolom lokasi kegiatan pada matrik Renstra SKPD sehingga jelas dimana lokasi kegiatan itu akan dilaksanakan meskipun untuk beberapa SKPD lokasinya cukup disebutkan Kabupaten Sleman.
h)
Masing-masing SKPD perlu melakukan review terhadap Renstra K/L dan SKPD Provinsi yang sesuai serta penelahaan RTRW Kabupaten Sleman sesuai dengan tugas pokok dan fungsi organisasi nya yang selanjutnya dituangkan ke dalam Renstra masing-masing SKPD.
i)
Sesuai dengan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010, perlu dilakukan pentahapan pelaksanaan program oleh SKPD yang mengacu pada prioritas pembangunan per tahun di dalam RPJMD Kabupaten Sleman. Pentahapan pelaksanaan program ini dapat dilakukan per tahun sehingga akan terlihat program/kegiatan mana saja yang akan dilakukan pada tahun ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5 oleh masing-masing SKPD.
Profil Bappeda 2015
231
5.
Pengendalian & Evaluasi thd Kebijakan Renja SKPD (Formulir VII.G.9 & VII.G.10)
Hasil
Tahun Penyusunan Kesesuaian Kesimpulan
2012
2013
2014
2015
94,68%
96,41%
100,00%
100,00%
2012 :
1. Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD mencapai 94,68% dimana 27 SKPD menyatakan bahwa penyusunan rencana kerjanya telah 100% sesuai dengan Formulir VII.G.9. 2. Penyusunan Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan rencana kerja SKPD memang belum dilaksanakan. Hal ini disebabkan pada saat SKPD menyusun rencana kerja untuk tahun 2013 yang dikoordinasikan oleh Bappeda, informasi di dalam Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 ini belum seluruhnya tersosialisasikan baik kepada Bappeda sendiri maupun kepada SKPD. 3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD (dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta RKP) dan Renstra SKPD (dimana Renstra SKPD mengacu pada RPJMD kabupaten) dapat dikatakan sudah sebagian besar perumusan prioritasnya dan sasaran pembangunannya mengacu pada kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten serta mengacu pada RKPD provinsi dan RKP meskipun belum dapat dikatakan 100% memenuhi hal tersebut. 4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD (dimana RKPD mengacu pada sasaran pembangunan tahunan provinsi serta sasaran pembangunan tahunan nasional) dan Renstra SKPD (dimana Renstra SKPD mengacu pada sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten) dapat dikatakan sudah sebagian besar perumusan rencana program dan kegiatan prioritasnya mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten, pembangunan tahunan provinsi, serta pembangunan tahunan nasional meskipun belum dapat dikatakan 100% memenuhi hal tersebut. 5. Dengan banyaknya SKPD yang menyatakan bahwa 100% rencana kerjanya telah sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan rencana kerja sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 (27 SKPD atau 56.25% dari 48 SKPD di lingkup Pemerintah Kabupaten
Profil Bappeda 2015
232
Sleman), maka diharapkan rencana kerja yang telah disusun tersebut sudah merupakan satu kesatuan sistem perencanaan yang terintegrasi dan menyeluruh dengan perencanaan yang lebih makro sehingga harapannya adalah target dan tujuan akhir yang ditetapkan baik di dalam Renstra SKPD itu sendiri maupun RPJMD Kabupaten Sleman dapat tercapai.
2013 :
1. Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD adalah 96,41 % dimana 35 SKPD menyatakan bahwa penyusunan rencana kerja mereka telah 100% sesuai dengan Formulir VII.G.9. 2. Sesuai rekomendasi tahun lalu, penyusunan Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan rencana kerja SKPD sudah mulai dilaksanakan pada tahun ini (SE Bupati Nomor 005/0235 tanggal 28 Januari 2013). Hal ini diharapkan dalam menyusun Renja, SKPD telah memiliki petunjuk penyusunan yang jelas sehingga sesuai dengan amanat Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. 3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD (dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta RKP) dan Renstra SKPD (dimana Renstra SKPD mengacu pada RPJMD kabupaten) dapat dikatakan sudah sebagian besar perumusan prioritasnya dan sasaran pembangunannya mengacu pada kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten serta mengacu pada RKPD provinsi dan RKP meskipun belum dapat dikatakan 100% memenuhi hal tersebut (sudah lebih baik daripada tahun lalu). 4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD (dimana RKPD mengacu pada sasaran pembangunan tahunan provinsi serta sasaran pembangunan tahunan nasional) dan Renstra SKPD (dimana Renstra SKPD mengacu pada sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten) dapat dikatakan sudah sebagian besar perumusan rencana program dan kegiatan prioritasnya mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten, pembangunan tahunan provinsi, serta pembangunan tahunan nasional meskipun belum dapat dikatakan 100% memenuhi hal tersebut (sudah lebih baik daripada tahun lalu). 5. Dengan banyaknya SKPD yang menyatakan bahwa 100% rencana kerjanya telah sesuai dengan
Profil Bappeda 2015
233
tahapan dan tata cara penyusunan rencana kerja sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 (35 SKPD atau 72,92% dari 48 SKPD di lingkup Pemerintah Kabupaten Sleman), maka diharapkan rencana kerja yang telah disusun tersebut sudah lebih baik dibanding tahun sebelumnya dan sudah merupakan satu kesatuan sistem perencanaan yang terintegrasi dan menyeluruh dengan perencanaan yang lebih makro sehingga harapannya adalah target dan tujuan akhir yang ditetapkan baik di dalam Renstra SKPD itu sendiri maupun RPJMD Kabupaten Sleman dapat tercapai. 2014 :
1. Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD sudah mencapai 100,00 % dimana seluruh SKPD (48 SKPD) telah menyatakan bahwa penyusunan rencana kerja mereka telah 100% sesuai dengan Formulir VII.G.9. 2. Sesuai rekomendasi tahun lalu, penyusunan Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan rencana kerja SKPD sudah mulai dilaksanakan. Hal ini diharapkan dalam menyusun Renja, SKPD telah memiliki petunjuk penyusunan yang jelas sehingga sesuai dengan amanat Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. 3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD (dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta RKP) dan Renstra SKPD (dimana Renstra SKPD mengacu pada RPJMD kabupaten) dapat dikatakan bahwa perumusan prioritasnya dan sasaran pembangunannya telah mengacu pada kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten serta mengacu pada RKPD provinsi dan RKP. 4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD (dimana RKPD mengacu pada sasaran pembangunan tahunan provinsi serta sasaran pembangunan tahunan nasional) dan Renstra SKPD (dimana Renstra SKPD mengacu pada sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten) dapat dikatakan bahwa perumusan rencana program dan kegiatan prioritasnya telah mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten, pembangunan tahunan provinsi, serta pembangunan tahunan nasional. 5. Dengan banyaknya SKPD yang menyatakan bahwa 100% rencana kerjanya telah sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan rencana kerja sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri
Profil Bappeda 2015
234
Nomor 54 Tahun 2010 (48 SKPD atau 100,00%), maka diharapkan rencana kerja yang telah disusun tersebut sudah lebih baik dibanding tahun sebelumnya dan sudah merupakan satu kesatuan sistem perencanaan yang terintegrasi dan menyeluruh dengan perencanaan yang lebih makro sehingga harapannya adalah target dan tujuan akhir yang ditetapkan baik di dalam Renstra SKPD itu sendiri maupun RPJMD Kabupaten Sleman dapat tercapai. 2015 :
1. Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD adalah 100,00 % dimana seluruh SKPD (47 SKPD) telah menyatakan bahwa penyusunan rencana kerja mereka telah 100% sesuai dengan tahapan yang ada di Formulir VII.G.9. 2. Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan Rencana Kerja SKPD sudah dilaksanakan. Hal ini diharapkan dalam menyusun Renja, SKPD telah memiliki petunjuk penyusunan yang jelas sehingga sesuai dengan amanat Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. 3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD (dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta RKP) dan Renstra SKPD (dimana Renstra SKPD mengacu pada RPJMD kabupaten) dapat dikatakan bahwa perumusan prioritasnya dan sasaran pembangunannya telah mengacu pada kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten serta mengacu pada RKPD provinsi dan RKP. 4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD (dimana RKPD mengacu pada sasaran pembangunan tahunan provinsi serta sasaran pembangunan tahunan nasional) dan Renstra SKPD (dimana Renstra SKPD mengacu pada sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten) dapat dikatakan bahwa perumusan rencana program dan kegiatan prioritasnya telah mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten, pembangunan tahunan provinsi, serta pembangunan tahunan nasional. 5. Dengan seluruh SKPD menyatakan bahwa 100% rencana kerjanya telah sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan rencana kerja sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 (47 SKPD atau 100,00%), maka diharapkan rencana kerja yang telah disusun tersebut sudah merupakan satu kesatuan sistem perencanaan yang terintegrasi dan menyeluruh
Profil Bappeda 2015
235
dengan perencanaan yang lebih makro sehingga harapannya adalah target dan tujuan akhir yang ditetapkan baik di dalam Renstra SKPD itu sendiri maupun RPJMD Kabupaten Sleman dapat tercapai. Rekomendasi
2012 :
1. Perlu dilakukan komunikasi yang lebih baik lagi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi dapat lebih sinkron, tepat waktu, dan tepat sasaran agar dapat dihasilkan perencanaan pembangunan yang lebih baik dan berkualitas. Salah satunya adalah dengan menjadikan Lapiran VII.G.9 sebagai formulir wajib yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan penyerahan dokumen rencana kerja SKPD untuk tahun rencana (tahun n). 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku (termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010). 3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan yang baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan perencanaan pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya terletak pada tahap penyusunan perencanaannya saja, namun juga pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik yang didapatkan. 4. Perlu peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien. 5. Untuk hal yang bersifat umum yang belum dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten, seperti pembuatan surat edaran Bupati yang terkait dengan penyusunan rencana kerja SKPD, perlu dilakukan pendalaman dan pertimbangan untuk dapat dilaksanakan pada tahun perencanaan berikutnya. 6. Perlu dipertimbangan untuk menyusun suatu sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja
Profil Bappeda 2015
236
SKPD yang lebih rigid oleh Bappeda yang sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010 dan kemudian disosialisasikan ke seluruh SKPD sehingga penyusunan isi dan muatan kebijakan rencana kerja SKPD dapat seragam.
2013 :
1. Sudah dilakukan koordinasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda (sesuai rekomendasi pelaksanaan tahun lalu) dengan menjadikan Lapiran VII.G.9 sebagai formulir wajib yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan penyerahan dokumen rencana kerja SKPD untuk tahun rencana (tahun n) sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi dapat lebih sinkron, tepat waktu, dan tepat sasaran agar dapat dihasilkan perencanaan pembangunan yang lebih baik dan berkualitas. Namun yang perlu ditingkatkan lagi adalah koordinasi dengan SKPD agar SKPD dapat menyerahkan dokumen Renja nya kepada Bappeda tepat waktu. 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku (termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010). 3. Perlunya sosialisasi dan pendampingan secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan yang baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan perencanaan pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya terletak pada tahap penyusunan perencanaannya saja, namun juga pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik yang didapatkan. 4. Perlu dipertimbangan untuk menyusun suatu sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja SKPD yang lebih rigid oleh Bappeda yang sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010 dan kemudian disosialisasikan secara berkelanjutan ke seluruh SKPD sehingga penyusunan isi dan muatan kebijakan rencana
Profil Bappeda 2015
237
kerja SKPD dapat seragam. 2014 :
1. Sudah dilakukan koordinasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda (sesuai rekomendasi pelaksanaan tahun lalu) dengan menjadikan Lapiran VII.G.9 sebagai formulir wajib yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan penyerahan dokumen rencana kerja SKPD untuk tahun rencana (tahun n) sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi dapat lebih sinkron, tepat waktu, dan tepat sasaran agar dapat dihasilkan perencanaan pembangunan yang lebih baik dan berkualitas. Namun yang perlu ditingkatkan lagi adalah koordinasi dengan SKPD agar SKPD dapat menyerahkan dokumen Renja nya kepada Bappeda tepat waktu. 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku (termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010). 3. Perlunya pendampingan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan yang baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan perencanaan pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya terletak pada tahap penyusunan perencanaannya saja, namun juga pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik yang didapatkan. 4. Penyampaian sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja SKPD yang rigid oleh Bappeda sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010 perlu selalu dilakukan secara berkelanjutan ke seluruh SKPD sehingga penyusunan isi dan muatan kebijakan rencana kerja SKPD dapat sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010.
2015 :
1. Terus berkoordinasi dengan sub bidang perencanaan daerah Bappeda sehingga Lampiran VII.G.9 tetap dipakai sebagai formulir wajib yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan penyerahan dokumen Rencana Kerja SKPD untuk
Profil Bappeda 2015
238
tahun rencana (tahun n) sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi dapat lebih sinkron, tepat waktu, dan tepat sasaran agar dapat dihasilkan perencanaan pembangunan yang lebih baik dan berkualitas. 2. Terus berkoordinasi dengan pengampu SKPD untuk selalu meningkatkan pengawasan dan pendampingan kepada SKPD dalam menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku (termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010). 3. Perlunya pendampingan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan yang baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan perencanaan pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya terletak pada tahap penyusunan perencanaannya saja, namun juga pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik yang didapatkan. 4. Penyampaian sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja SKPD yang sangat rinci oleh Bappeda sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010 perlu selalu dilakukan secara berkelanjutan ke seluruh SKPD sehingga penyusunan isi dan muatan kebijakan rencana kerja SKPD dapat sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010. 6. Pengendalian & Evaluasi thd Pelaksanaan RKPD (Formulir VII.H.5) Hasil Tahun Penyusunan 2014** Kesesuaian RKPD-PPAS : 98,31% Capaian Kesesuaian Renja-DPA : 97,71% Keuangan : 18,71% Kinerja : 42,87%
Kesimpulan
2014 :
2015*** Kesesuaian RKPD-PPAS : 94,90% Kesesuaian Renja-DPA : 97,74% Keuangan : 45,58% Kinerja : 63,51%
1. Penyusunan KUA sudah mengacu pada RKPD dimana 10 prioritas pembangunan di RKPD telah diakomodir seluruhnya di dalam KUA. Hanya saja di dalam KUA tidak dicantumkan kembali sasaran pembangunan seperti yang tercantum di dalam RKPD sehingga sasaran pembangunan tidak dapat diperbandingkan antara RKPD dengan KUA.
Profil Bappeda 2015
239
2. Sebanyak 1.598 kegiatan yang ada di RKPD maupun di PPAS ternyata sebanyak 795 sesuai antara RKPD dan PPAS dan 769 diantaranya tidak sesuai dalam hal pagu anggarannya. Selain itu terdapat 27 kegiatan yang ada di RKPD tetapi tidak terdapat di PPAS dan 7 kegiatan yang ada di PPAS tetapi tidak terdapat di RKPD namun demikian kegiatan tersebut merupakan pindahan dari SKPD lain. 3. Tingkat rata-rata pelaksanaan program/kegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2014 mencapai 97,71% dimana sebanyak 23 SKPD menyatakan bahwa pelaksanaan program/kegiatan di dalam Rencana Kerja-nya telah 100% diakomodir ke dalam DPA SKPD. 4. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan 91,55% anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD tahun 2014. 5. Jumlah program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD (48 SKPD) di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman untuk mendukung 10 prioritas pembangunan adalah sejumlah 173 program dan 868 kegiatan dimana 23 kegiatan diantaranya tidak dianggarkan untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dikarenakan kegiatan tersebut tidak disetujui, outputnya digabung ke dalam kegiatan lain, atau menjadi sub dari kegiatan yang lain. 6. Jumlah anggaran belanja langsung APBD tahun 2014 yang digunakan untuk melaksanakan 10 prioritas pembangunan dalam RKPD adalah mencapai Rp 680.057.775.193,00 atau 91,85% dari Rp 740.425.442.420,00 yang dianggarkan di RKPD dimana serapan anggaran oleh seluruh SKPD hingga Bulan Juni (semester I) mencapai Rp 127.238.223.980,00 atau sekitar 18,71% terhadap APBD dan 17,18% terhadap RKPD. Capaian ini masih sangat rendah karena berada di kisaran ≤ 50% (Sangat Rendah). Sedangkan untuk realisasi kinerjanya juga masih sangat rendah yaitu baru mencapai 42,87% (kurang dari 50%). 2015 :
1. Penyusunan KUA sudah mengacu pada RKPD dimana 11 prioritas pembangunan di RKPD telah diakomodir seluruhnya di dalam KUA. Hanya saja di dalam KUA tidak dicantumkan
Profil Bappeda 2015
240
2.
3.
4.
5.
kembali sasaran pembangunan seperti yang tercantum di dalam RKPD sehingga sasaran pembangunan tidak dapat diperbandingkan antara RKPD dengan KUA. Dari sebanyak 2.413 kegiatan yang ada di RKPD dan di PPAS ternyata sebanyak 690 kegiatan (28,60%) sesuai antara RKPD dan PPAS dan sebanyak 1.723 kegiatan (71,40%) diantaranya tidak sama antara RKPD dan PPAS dalam hal pagu anggarannya. Selain itu sebanyak 629 kegiatan (26,07%) memiliki pagu anggaran PPAS lebih besar daripada RKPD. Dari sebanyak 48 SKPD yang terdapat di dalam RKPD 2015, terdapat 17 SKPD (35,42%) yang pagu anggaran PPAS nya dibawah pagu anggaran RKPD dan sisanya sebanyak 31 SKPD (64,58%) memiliki pagu anggaran PPAS lebih besar dari RKPD. Dari sebanyak 2.413 kegiatan yang ada di RKPD dan di PPAS ternyata sebanyak 2.290 kegiatan (94,90%) sesuai antara RKPD dan PPAS dan sebanyak 123 kegiatan (5,10%) diantaranya nomenklatur kegiatannya berbeda. Dari sebanyak 123 kegiatan yang nomenklatur kegiatannya berbeda tersebut 93 kegiatan diantaranya merupakan hasil penyesuaian terhadap perubahan SOTK baru yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2015 (kegiatan dipindahkan ke SKPD yang lebih sesuai) sehingga hanya tinggal terdapat 30 kegiatan yang tidak sesuai (kegiatan tersebut ada di RKPD tetapi tidak ada di PPAS dikarenakan keterbatasan anggaran atau dikarenakan pergantian nomenklatur kegiatan sesuai evaluasi Gubernur sehingga nama kegiatannya berbeda dengan RKPD). Dari sebanyak 2.698 kegiatan yang ada di RKPD/Renja SKPD dan di APBD/DPA ternyata sebanyak 328 kegiatan (12,16%) sesuai antara RKPD/Renja SKPD dan APBD/DPA dan sebanyak 2.370 kegiatan (87,84%) diantaranya tidak sama antara RKPD/Renja SKPD dan APBD/DPA dalam hal pagu anggarannya. Selain itu, sebanyak 48 SKPD yang terdapat di dalam RKPD/Renja SKPD 2015, terdapat 20 SKPD (41,67%) yang pagu anggaran APBD/DPA nya dibawah pagu anggaran RKPD/Renja SKPD dan sisanya sebanyak 28 SKPD (58,33%) memiliki pagu anggaran APBD/DPA lebih besar dari RKPD/Renja SKPD.
Profil Bappeda 2015
241
Rekomendasi
2014 :
6. Dari sebanyak 2.698 kegiatan yang ada di RKPD/Renja SKPD dan di APBD/DPA SKPD ternyata sebanyak 1.950 kegiatan (72,28%) sesuai antara RKPD/Renja SKPD dan APBD/DPA SKPD dan sebanyak 748 kegiatan (27,72%) diantaranya nomenklatur kegiatannya berbeda. Dari sebanyak 748 kegiatan yang berbeda nomenklaturnya tersebut 611 kegiatan (81,68%) diantaranya merupakan hasil penyesuaian terhadap evaluasi Gubernur, 76 kegiatan (10,16%) diantaranya merupakan hasil penyesuaian terhadap perubahan SOTK baru yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2015 (kegiatan dipindahkan ke SKPD yang lebih sesuai) dan 61 kegiatan (8,16%) disebabkan hal lain (dikarenakan keterbatasan anggaran pada tahun 2015, pergantian nomenklatur kegiatan, duplikasi kegiatan, dll). 7. Tingkat rata-rata pelaksanaan program/kegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2015 mencapai 97,74% (2.637 kegiatan dari 2.698 kegiatan dan hanya 61 kegiatan yang tidak sesuai karena keterbatasan anggaran pada tahun 2015, pergantian nomenklatur kegiatan, duplikasi kegiatan, dll) yang tersebar di 20 SKPD sehingga hanya 28 SKPD yang menyatakan bahwa pelaksanaan program/ kegiatan di dalam DPA telah 100% sesuai dengan Rencana Kerja SKPD. 8. Serapan anggaran belanja langsung APBD tahun 2015 sampai dengan triwulan III untuk melaksanakan 11 prioritas pembangunan dan program pendukung prioritas RKPD oleh semua SKPD mencapai Rp 463.560.920.990,00 atau sekitar 45,58% terhadap APBD dan 41,47% terhadap RKPD. Capaian ini masih sangat rendah karena berada di kisaran ≤ 50% (Sangat Rendah). Sedangkan untuk realisasi kinerjanya masih tergolong rendah yaitu mencapai 63,51%. 1. Pada proses penyusunan KUA perlu mencantumkan sasaran pembangunan sesuai dengan RKPD. 2. Pernyusunan PPAS agar lebih cermat lagi sehingga tidak ada kegiatan yang terdapat pada PPAS tetapi tidak terdapat di dalam RKPD. Selain itu perlu juga dicermati dari segi pagu plafon anggaran agar pada APBD tidak ada kegiatan yang anggarannya melebihi plafon anggaran terlalu tinggi. 3. Perlu dilakukan percepatan penyerapan
Profil Bappeda 2015
242
anggaran sehingga dengan realisasi capaian anggaran yang masih 18,71% pada semester I dapat didorong untuk nantinya dapat mencapai target yang diharapkan pada akhir masa anggaran di semester II. Selain itu, agar masing-masing SKPD dalam mengusulkan kegiatan disesuaikan dengan kesiapan pelaksanaannya sehingga tidak menumpuk di akhir tahun anggaran. 4. Perlu adanya sistem informasi manajemen (SIM) e-monev dan dukungan dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 54/2010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance. 2015 :
1. Pada penyusunan KUA-PPAS agar sasaran pembangunan dicantumkan pula di dalam KUA. 2. Penyusunan PPAS perlu dicermati sehingga diupayakan pagu plafon anggaran pada APBD tidak ada kegiatan yang melebihi plafon anggaran PPAS terlalu tinggi. 3. Perlu dilakukan percepatan penyerapan anggaran sehingga dengan realisasi capaian anggaran yang masih 45,58% pada triwulan III dapat didorong untuk nantinya dapat mencapai target yang diharapkan pada triwulan IV. Selain itu, agar masing-masing SKPD dalam mengusulkan kegiatan disesuaikan dengan kesiapan pelaksanaannya sehingga tidak menumpuk di akhir tahun anggaran. 4. Perlu adanya sistem informasi manajemen (SIM) e-monev dan dukungan dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 54/2010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance.
Profil Bappeda 2015
243
7. Pengendalian & Evaluasi thd Pelaksanaan Renja SKPD (Formulir VII.H.4) Hasil: Tahun Penyusunan 2012** 2013** 2014** 2015*** Kesesuaian 84,21% 93,98% 97,71% 97,01% Kesimpulan 2012 : 1. Tingkat rata-rata pelaksanaan program/kegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2012 adalah mencapai 84,21% dimana sebanyak 13 SKPD menyatakan bahwa pelaksanaan program/kegiatan di dalam Rencana Kerja-nya telah 100% diakomodir ke dalam DPA SKPD. 2. SKPD dengan 100% pelaksanaan program/ kegiatan Renja yang telah terakomodir di dalam DPA paling banyak dilaksanakan oleh SKPD kecamatan (8 kecamatan). 3. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan hanya 87,29% anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD. Dengan adanya rasionalisasi anggaran untuk menyesuaikan dengan kemampuan APBD telah berdampak pada ketidaksesuaian di sisi besaran anggaran yang diusulkan dengan yang disetujui. Dengan berkurangnya anggaran, secara otomatis sedikit banyak akan berpengaruh pada pengurangan indikator kinerja program/kegiatan, lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di dalam DPA SKPD. 4. Banyaknya program/kegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya perubahan nama/nomor rekening program/kegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun penggabungan bebeapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. b. Adanya program/kegiatan yang tidak disetujui oleh tim anggaran dikarenakan bukan merupakan program/ kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan SKPD sehingga dalam pencermatan dan pembahasan rasionalisasi anggaran, program/kegiatan tersebut ditunda untuk anggaran perubahan/tahun depan / ditiadakan / dihilangkan. c. Adanya pengalihan program/kegiatan ke SKPD lain yang lebih sesuai tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. d.Adanya beberapa kegiatan yang merupakan
Profil Bappeda 2015
244
kegiatan antisipasi jika ada ketentuan /peraturan baru dari pusat namun pada akhirnya tidak dilaksanakan karena tidak ada ketentuan/peraturan baru dari pemerintah pusat. 5. Banyaknya program/kegiatan baru yang muncul di dalam DPA dan tidak terdapat pada Renja SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya program/kegiatan hasil perubahan nama/nomor rekening program/kegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun hasil penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencermatan dan pembahasan tim anggaran. b. Adanya program/kegiatan yang merupakan program/ kegiatan darurat dikarenakan bencana erupsi merapi yang mendesak untuk dilaksanakan sebagai kelanjutan dari program rehab rekon dan pemulihan paska erupsi Merapi. c. Adanya program/kegiatan yang merupakan tindak lanjut dari aturan pusat yang diterbitkan setelah penyusunan Renja SKPD. d. Adanya program/kegiatan hasil pengalihan dari SKPD lain yang kurang sesuai tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. e. Adanya program/kegiatan yang harus dilaksanakan oleh SKPD karena merupakan keberlanjutan dari program/ kegiatan tahun sebelumnya ataupun karena merupakan kegiatan penunjang SKPD yang wajib dilaksanakan dan belum diusulkan sebelumnya dalam Renja SKPD. 6. Banyaknya isian yang menyatakan ketidak sesuaian di dalam Formulir VII.H.4 pada masing-masing SKPD bukan berarti menunjuk kan bahwa perencanaan pembangunan tahunan SKPD (dalam hal ini penyusunan Renja dan DPA SKPD) tersebut tidak baik. Namun kesesuaian maupun ketidaksesuaian disini dilihat secara keseluruhan yaitu dari nomen klatur nama program/kegiatan, indikator kinerja program/kegiatan, lokasi, target capaian kinerja, anggaran, target capaian kinerja prakiraan maju, dan anggaran prakiraan maju. Ketidaksesuaian ini lebih dikarenakan adanya rasionalisasi anggaran dan kegiatan untuk menyesuaikan dengan kemampuan keterbatasan APBD.
Profil Bappeda 2015
245
2013 :
1. Tingkat rata-rata pelaksanaan program/kegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2013 meningkat menjadi 93,98% dimana sebanyak 19 SKPD menyatakan bahwa pelaksanaan program/kegiatan di dalam Rencana Kerjanya telah 100% diakomodir ke dalam DPA SKPD. 2. SKPD dengan 100% pelaksanaan program/ kegiatan Renja yang telah terakomodir di dalam DPA paling banyak dilaksanakan oleh SKPD kecamatan (11 kecamatan). 3. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan hanya 87,29% anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD tahun 2012. Namun pada tahun 2013 meningkat menjadi 95,90% anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD. Dengan adanya rasionalisasi anggaran untuk menyesuaikan dengan kemampuan APBD telah berdampak pada ketidaksesuaian di sisi besaran anggaran yang diusulkan dengan yang disetujui. Dengan berkurangnya anggaran, secara otomatis sedikit banyak akan berpengaruh pada pengurangan indikator kinerja program/kegiatan, lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di dalam DPA SKPD. 4. Banyaknya program/kegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya perubahan nama/nomor rekening program/ kegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. b. Adanya program/kegiatan yang tidak disetujui oleh tim anggaran dikarenakan bukan merupakan program/ kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan SKPD sehingga dalam pencermatan dan pembahasan rasionalisasi anggaran, program/kegiatan tersebut ditunda untuk anggaran perubahan / tahun depan / ditiadakan / dihilangkan. c. Adanya pengalihan program/kegiatan ke SKPD lain yang lebih sesuai tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. d. Adanya beberapa kegiatan yang merupakan kegiatan antisipasi jika ada ketentuan
Profil Bappeda 2015
246
/peraturan baru dari pusat namun pada akhirnya tidak dilaksanakan karena tidak ada ketentuan/peraturan baru dari pemerintah pusat. 5. Banyaknya program/kegiatan baru yang muncul di dalam DPA dan tidak terdapat pada Renja SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya program/kegiatan hasil perubahan nama/nomor rekening program/kegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun hasil penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencermatan dan pembahasan tim anggaran. b. Adanya program/kegiatan yang merupakan tindak lanjut dari aturan pusat yang diterbitkan setelah penyusunan Renja SKPD. c. Adanya program/kegiatan hasil pengalihan dari SKPD lain yang kurang sesuai tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. d. Adanya program/kegiatan yang harus dilaksanakan oleh SKPD karena merupakan keberlanjutan dari program/ kegiatan tahun sebelumnya ataupun karena merupakan kegiatan penunjang SKPD yang wajib dilaksanakan dan belum diusulkan sebelumnya dalam Renja SKPD. 6. Banyaknya isian yang menyatakan ketidaksesuaian di dalam Formulir VII.H.4 pada masingmasing SKPD bukan berarti menunjukkan bahwa perencanaan pembangunan tahunan SKPD (dalam hal ini penyusunan Renja dan DPA SKPD) tersebut tidak baik. Namun kesesuaian maupun ketidaksesuaian disini dilihat secara keseluruhan yaitu dari nomenklatur nama program/kegiatan, indikator kinerja program/kegiatan, lokasi, target capaian kinerja, anggaran, target capaian kinerja prakiraan maju, dan anggaran prakiraan maju. Ketidaksesuaian ini lebih dikarenakan adanya rasionalisasi anggaran dan kegiatan untuk menyesuaikan dengan kemampuan keterbatasan APBD. 2014:
1. Tingkat rata-rata pelaksanaan program/kegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2014 meningkat menjadi 97,71% dimana sebanyak 23 SKPD menyatakan bahwa pelaksanaan program/kegiatan di dalam Rencana Kerja-nya telah 100% diakomodir ke dalam DPA SKPD.
Profil Bappeda 2015
247
2. SKPD dengan 100% pelaksanaan program/ kegiatan Renja yang telah terakomodir di dalam DPA paling banyak dilaksanakan oleh SKPD kecamatan (14 kecamatan). 3. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan 95,90% anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD tahun 2013. Namun pada tahun 2014 justru menurun menjadi 91,55% anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD. Dengan adanya rasionalisasi anggaran untuk menyesuaikan dengan kemampuan APBD telah berdampak pada ketidaksesuaian di sisi besaran anggaran yang diusulkan dengan yang disetujui. Dengan berkurangnya anggaran, secara otomatis sedikit banyak akan berpengaruh pada pengurangan indikator kinerja program/kegiatan, lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di dalam DPA SKPD. 4. Banyaknya program/kegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya perubahan nomenklatur/nomor rekening program/kegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. b. Adanya program/kegiatan yang tidak disetujui oleh tim anggaran dikarenakan bukan merupakan program/kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan SKPD sehingga dalam pencermatan dan pembahasan rasionalisasi anggaran, program/kegiatan tersebut ditunda untuk anggaran perubahan/tahun depan / ditiadakan / dihilangkan. c. Adanya pengalihan program/kegiatan ke SKPD lain yang lebih sesuai tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. d. Adanya beberapa kegiatan yang merupakan kegiatan antisipasi jika ada ketentuan /peraturan baru dari pusat namun pada akhirnya tidak dilaksanakan karena tidak ada ketentuan/peraturan baru dari pemerintah pusat. 5. Banyaknya program/kegiatan baru yang muncul di dalam DPA dan tidak terdapat pada Renja
Profil Bappeda 2015
248
SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya program/kegiatan hasil perubahan nomenklatur/ nomor rekening program/ kegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun hasil penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencermatan dan pembahasan tim anggaran. b. Adanya program/kegiatan yang merupakan tindak lanjut dari aturan pusat yang diterbitkan setelah penyusunan Renja SKPD. c. Adanya program/kegiatan hasil pengalihan dari SKPD lain yang kurang sesuai tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. d. Adanya program/kegiatan yang harus dilaksanakan oleh SKPD karena merupakan keberlanjutan dari program/kegiatan tahun sebelumnya ataupun karena merupakan kegiatan penunjang SKPD yang wajib dilaksanakan dan belum diusulkan sebelumnya dalam Renja SKPD. 6. Outcome kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Renja SKPD tahun 2014 belum dapat secara optimal digunakan sebagai bahan evaluasi perencanaan pembangunan tahun berikutnya dikarenakan keterlambatan pelaporan data dari SKPD. 7. Banyaknya isian yang menyatakan ketidaksesuaian di dalam Formulir VII.H.4 pada masing-masing SKPD bukan berarti menunjukkan bahwa perencanaan pembangunan tahunan SKPD (dalam hal ini penyusunan Renja dan DPA SKPD) tersebut tidak baik. Namun kesesuaian maupun ketidaksesuaian disini dilihat secara keseluruhan yaitu dari nomenklatur nama program/kegiatan, indikator kinerja program/kegiatan, lokasi, target capaian kinerja, anggaran, target capaian kinerja prakiraan maju, dan anggaran prakiraan maju. Ketidaksesuaian ini lebih dikarenakan adanya rasionalisasi anggaran dan kegiatan untuk menyesuaikan dengan kemampuan keterbatasan APBD.
2015 :
1. Kesesuaian pelaksanaan Renja SKPD dengan DPA SKPD di dalam Formulir VII.H.4 dilihat dari ada atau tidaknya kegiatan DPA di dalam Renja SKPD. Tingkat rata-rata pelaksanaan program/ kegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD
Profil Bappeda 2015
249
pada tahun 2014 adalah mencapai 97,71%. Pada tahun 2015, capaian ini sedikit menurun menjadi 97,01%. 2. Penerapan PIK (Pagu Indikatif usulan Kecamatan) pada Kecamatan di lingkup Pemerintah Kabupaten Sleman mulai tahun 2012 terbukti berdampak positif terhadap proses perencanaan di Kecamatan. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan PIK (Pagu Indikatif Usulan Kecamatan) pagu anggaran dan kegiatan kecamatan telah ditentukan berdasarkan formulasi yang telah disusun berdasarkan tugas pokok dan fungsi SKPD serta besarnya wilayah administratif kecamatan tersebut. Dengan demikian tidak banyak perubahan antara Rencana Kerja dengan DPA yang disetujui. 3. Masih kurang terarah dan fokusnya SKPD dalam mengusulkan anggaran kegiatan menjadikan banyak kegiatan yang harus dirasionalisasi karena keterbatasan kemampuan APBD. Hal ini terbukti dengan 95,90% anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD tahun 2013. Pada tahun 2014 justru menurun menjadi 91,55% anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD dan pada tahun 2015 semakin menurun menjadi 86,36% anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD. Dengan adanya rasionalisasi anggaran untuk menyesuaikan dengan kemampuan APBD telah berdampak pada ketidaksesuaian di sisi besaran anggaran yang diusulkan dengan yang disetujui. Dengan berkurangnya anggaran, secara otomatis sedikit banyak akan berpengaruh pada pengurangan indikator kinerja program/kegiatan, lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di dalam DPA SKPD. 4. Banyaknya kegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA SKPD lebih disebabkan karena: a. Adanya penggabungan 2 kegiatan administrasi menjadi 1 kegiatan berdasarkan evaluasi Gubernur terhadap APBD Kab. Sleman Tahun 2015. b. Adanya kegiatan yang dianggap bukan merupakan kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan SKPD sehingga dalam pencermatan dan pembahasan rasionalisasi
Profil Bappeda 2015
250
anggaran, kegiatan tersebut ditunda untuk anggaran perubahan / tahun depan / ditiadakan / dihilangkan. c. Adanya kegiatan yang dianggap sebagai duplikasi dari kegiatan yang lain berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran sehingga kegiatan tersebut ditiadakan. 5. Outcome kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Renja SKPD tahun 2015 triwulan III dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi perencanaan pembangunan untuk melakukan perubahan anggaran. Rekomendasi
2012 :
1. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan wajib penyusunan perencanaan pembangunan untuk tahun rencana (tahun n). Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum melangkah ke tahapan selanjutnya dalam menyusun perencanaan pembangunan tahun rencana (tahun n). 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan mengena tentang mengapa, bagaimana, dan apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD. 3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun yang disesuaikan dengan kemampuan APBD serta adanya
Profil Bappeda 2015
251
kesinambungan antara pelaksanaan Renja SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA maupun penyusunan Renja SKPD tahun berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD tahun berjalan. 4. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi penyusunan perencanaan tahun berikutnya. 5. Perlu adanya dukungan dan langkah-langkah positif dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 54/2010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsipprinsip Good Governance. 2013 :
1. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan wajib penyusunan perencanaan pembangunan untuk tahun rencana (tahun n). Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum melangkah ke tahapan selanjutnya dalam menyusun perencanaan pembangunan tahun rencana (tahun n). 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan mengena tentang mengapa, bagaimana, dan apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak
Profil Bappeda 2015
252
sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD. 3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun yang disesuaikan dengan kemampuan APBD serta adanya kesinambungan antara pelaksanaan Renja SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA maupun penyusunan Renja SKPD tahun berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD tahun berjalan. 4. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi penyusunan perencanaan tahun berikutnya. 5. Perlu adanya dukungan dan langkah-langkah positif dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 54/2010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsipprinsip Good Governance. 2014 :
1. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan wajib penyusunan perencanaan pembangunan untuk tahun rencana (tahun n). Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum
Profil Bappeda 2015
253
2.
3.
4.
5.
2015:
melangkah ke tahapan selanjutnya dalam menyusun perencanaan pembangunan tahun rencana (tahun n). Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan mengena tentang mengapa, bagaimana, dan apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun yang disesuaikan dengan kemampuan APBD serta adanya kesinambungan antara pelaksanaan Renja SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA maupun penyusunan Renja SKPD tahun berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD tahun berjalan. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi penyusunan perencanaan tahun berikutnya. Perlu adanya sistem informasi manajemen (SIM) e-monev dan dukungan dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 54/2010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance.
1. Perlu disusun formulasi untuk memasukkan kegiatan pengendalian dan evaluasi ke dalam
Profil Bappeda 2015
254
tahapan wajib penyusunan perencanaan pembangunan. Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum melangkah ke tahapan selanjutnya dalam menyusun perencanaan pembangunan. 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan mengena tentang mengapa, bagaimana, dan apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD. 3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun yang disesuaikan dengan kemampuan APBD serta adanya kesinambungan antara pelaksanaan Renja SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA maupun antara penyusunan Renja SKPD tahun berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD tahun berjalan. 4. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi penyusunan perencanaan selanjutnya. 8. Evaluasi thd Hasil RPJMD (Formulir VII.I.2) Hasil Tahun Penyusunan Capaian
Kesimpulan
2012 2013 2014 2015 138,98% 199,99% 196,91% 127,97% (17 indikator (27 indikator (26 indikator (35 indikator tidak tidak tidak tidak tercapai) tercapai) tercapai) tercapai) 2012 : 1. Rata-rata capaian kinerja RPJMD Kabupaten Sleman untuk tahun pertama (2011) adalah
Profil Bappeda 2015
255
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2013 :
138,982% dengan masih ada 17 indikator kinerja yang tidak tercapai capaian kinerjanya sesuai dengan target yang telah ditetapkan di dalam RPJMD. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang target capaian indikatornya semakin menurun hingga tahun 2015 diperlakukan tersendiri dengan menggunakan rumus perhitungan yang berbeda dengan indikator yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada satu pemahaman bahwa indikator yang tingkat capaiannya 100% atau lebih berarti target capaian telah tercapai dan indikator yang tingkat capaiannya kurang dari 100% berarti target capaian tidak tercapai. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi maupun sangat rendah. Terdapat 2 indikator kinerja yang tidak dapat dihitung capaian kinerjanya karena ada data yang tidak tersedia untuk perhitungannya. Kedua indikator tersebut adalah usaha-usaha rehabilitasi dan cakupan pelayanan sosial untuk WRSE dan persentase ormas kepemudaan yang aktif. Pertumbuhan ekonomi sektor primer (sektor pertanian) adalah indikator kinerja yang paling tinggi terkena dampak bencana erupsi Merapi sehingga tingkat capaiannya menjadi minus. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga berbeda. Ada beberapa cara penghitungan indikator kinerja yang dirasa belum tepat dan tidak sesuai dengan nama indikator kinerjanya. Hal ini menyebabkan tingkat capaian yang ada tidak mencerminkan tingkat capaian indikator yang dimaksud serta menjadikan multi tafsir bagi SKPD untuk menghitung tingkat capaiannya yang terkadang ternyata datanya belum tersedia.
1. Untuk pelaksanaan tahun kedua (2012), ratarata capaian kinerja RPJMD Kabupaten Sleman meningkat menjadi 199,99% namun indikator kinerja yang tidak tercapai capaian kinerjanya
Profil Bappeda 2015
256
2.
3.
4.
5.
6.
7.
sesuai dengan target yang telah ditetapkan di dalam RPJMD justru bertambah menjadi 27 indikator kinerja. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kabupaten Sleman karena rata-rata tingkat capaian yang semakin tinggi ternyata tidak dibarengi dengan keseimbangan/pemerataan pembangunan di segala bidang. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang target capaian indikatornya semakin menurun hingga tahun 2015 diperlakukan tersendiri dengan menggunakan rumus perhitungan yang berbeda dengan indikator yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada satu pemahaman bahwa indikator yang tingkat capaiannya 100% atau lebih berarti target capaian telah tercapai dan indikator yang tingkat capaiannya kurang dari 100% berarti target capaian tidak tercapai. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi maupun sangat rendah. Untuk hasil pelaksanaan RPJMD tahun kedua ini sudah semua indikator kinerja tersedia data untuk perhitungannya. Sehingga 2 indikator (usaha-usaha rehabilitasi dan cakupan pelayanan sosial untuk WRSE dan persentase ormas kepemudaan yang aktif) yang tidak dapat dihitung pada laporan sebelumnya sudah dapat dihitung pada laporan ini. Pertumbuhan ekonomi sektor primer (sektor pertanian) adalah indikator kinerja yang paling tinggi terkena dampak bencana erupsi Merapi tahun 2010 sehingga tingkat capaiannya hingga pelaksanaan RPJMD tahun kedua masih belum maksimal. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga berbeda. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan menetapkan salah satu SKPD sebagai leading sector-nya. Ada beberapa cara penghitungan indikator kinerja yang dirasa belum tepat dan tidak sesuai dengan nama indikator kinerjanya. Hal ini menyebabkan tingkat capaian yang ada tidak mencerminkan tingkat capaian indikator yang
Profil Bappeda 2015
257
dimaksud serta menjadikan multi tafsir bagi SKPD untuk menghitung tingkat capaiannya yang terkadang ternyata datanya belum tersedia. 2014 :
1. Untuk pelaksanaan tahun ketiga (2013), ratarata capaian kinerja RPJMD Kabupaten Sleman sedikit menurun menjadi 196,91% namun indikator kinerja yang tidak tercapai capaian kinerjanya sesuai dengan target yang telah ditetapkan di dalam RPJMD justru masih 26 indikator kinerja. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kabupaten Sleman karena rata-rata tingkat capaian yang semakin tinggi ternyata tidak dibarengi dengan keseimbangan/pemerataan pembangunan di segala bidang. 2. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang target capaian indikatornya semakin menurun hingga tahun 2015 diperlakukan tersendiri dengan menggunakan rumus perhitungan yang berbeda dengan indikator yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada satu pemahaman bahwa indikator yang tingkat capaiannya 100% atau lebih berarti target capaian telah tercapai dan indikator yang tingkat capaiannya kurang dari 100% berarti target capaian tidak tercapai. 3. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi maupun sangat rendah. 4. Untuk hasil pelaksanaan RPJMD tahun ketiga ini, dikarenakan harus disusun pada awal tahun maka beberapa data masih menggunakan data sementara atau data proyeksi karena data yang resmi belum dipublikasikan oleh instansi yang bersangkutan. Hal tersebut menjadikan perhitungan yang ada belum seluruhnya valid. 5. Pertumbuhan ekonomi sektor primer (sektor pertanian) adalah indikator kinerja yang paling tinggi terkena dampak bencana erupsi Merapi tahun 2010 sehingga tingkat capaiannya hingga pelaksanaan RPJMD tahun ketiga masih belum maksimal. 6. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga
Profil Bappeda 2015
258
berbeda. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan menetapkan salah satu SKPD sebagai leading sector-nya. 7. Ada beberapa cara penghitungan indikator kinerja yang dirasa belum tepat dan tidak sesuai dengan nama indikator kinerjanya. Hal ini menyebabkan tingkat capaian yang ada tidak mencerminkan tingkat capaian indikator yang dimaksud serta menjadikan multi tafsir bagi SKPD untuk menghitung tingkat capaiannya yang terkadang ternyata datanya belum tersedia. 2015 :
1. Rata-rata capaian kinerja RPJMD Kabupaten Sleman untuk tahun keempat (2014) menurun menjadi 127,97% dan indikator kinerja yang tidak tercapai meningkat menjadi 35 indikator. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kabupaten Sleman karena rata-rata tingkat capaian yang semakin tinggi ternyata tidak dibarengi dengan keseimbangan/ pemerataan pembangunan di segala bidang. 2. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang target capaian indikatornya semakin menurun hingga tahun 2015 diperlakukan tersendiri dengan menggunakan rumus perhitungan yang berbeda dengan indikator yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada satu pemahaman bahwa indikator yang tingkat capaiannya 100% atau lebih berarti target capaian telah tercapai dan indikator yang tingkat capaiannya kurang dari 100% berarti target capaian tidak tercapai. 3. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi maupun sangat rendah. 4. Untuk hasil pelaksanaan RPJMD tahun keempat ini, dikarenakan harus disusun pada awal tahun maka beberapa data masih menggunakan data sementara atau data proyeksi karena data yang resmi belum dipublikasikan oleh instansi yang bersangkutan. Hal tersebut menjadikan perhitungan yang ada belum seluruhnya valid. 5. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga berbeda. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan
Profil Bappeda 2015
259
menetapkan salah satu SKPD sebagai leading sector-nya. Rekomendasi
2012 :
1. Untuk indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah satu data yang merupakan hasil perhitungan kompilasi dari beberapa data pendukung dari beberapa SKPD. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil memberikan kontribusi terhadap pencapaian target capaian kinerja, perlu dimasukkan sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indicator kinerja yang diampu. 3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara penghitungannya dengan melihat kembali maksud dan tujuan dimunculkannya indikator tersebut. Selain itu perlu diperjelas kembali istilah-istilah yang digunakan sebagai nama indikator. 4. Beberapa target capaian indikator dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD. 5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian target suatu indikator kinerja yang pada tahun 2011 ini tidak/belum mencapai target yang telah ditetapkan. Ini penting agar pada pelaksanaan tahun berikutnya dapat diambil langkah-langkah antisipasi untuk mengejar ketertinggalan dari target yang ada. 6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan pengecekan/ penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah. 7. Di dalam dokumen RKPD agar selalu dituangkan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan maupun hasil capaian dari tahun sebelumnya sehingga perkembangan capaian indikator
Profil Bappeda 2015
260
kinerja dapat selalu terpantau setiap tahunnya (mapping atau pemetaan pencapaian target). 2013 :
1. Untuk indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah data yang merupakan hasil perhitungan kompilasi seluruh data pendukung dari beberapa SKPD terkait. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil memberikan kontribusi terhadap pencapaian target capaian kinerja, perlu dimasukkan sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indikator kinerja yang diampu. 3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara penghitungannya dengan melihat kembali maksud dan tujuan dimunculkannya indikator tersebut. Selain itu perlu diperjelas kembali istilah-istilah yang digunakan sebagai nama indikator. 4. Beberapa target capaian indikator dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD. 5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian target suatu indikator kinerja yang sampai dengan tahun 2012 ini tidak/belum mencapai target yang telah ditetapkan atau justru sudah tercapai pada tahun 2011 namun malah tidak tercapai pada tahun 2012. Ini penting agar pada pelaksanaan tahun berikutnya dapat diambil langkah-langkah antisipasi untuk mengejar ketertinggalan dari target yang ada. 6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan pengecekan/ penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah. 7. Di dalam dokumen RKPD agar selalu dituangkan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan
Profil Bappeda 2015
261
maupun hasil capaian dari tahun sebelumnya sehingga perkembangan capaian indikator kinerja dapat selalu terpantau setiap tahunnya (mapping atau pemetaan pencapaian target). 2014 :
1. Untuk indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah data yang merupakan hasil perhitungan kompilasi seluruh data pendukung dari beberapa SKPD terkait. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil memberikan kontribusi terhadap pencapaian target capaian kinerja, perlu dimasukkan sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indikator kinerja yang diampu. 3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara penghitungannya dengan melihat kembali maksud dan tujuan dimunculkannya indikator tersebut. Selain itu perlu diperjelas kembali istilah-istilah yang digunakan sebagai nama indikator. 4. Beberapa target capaian indikator dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD. 5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian target suatu indikator kinerja yang sampai dengan tahun 2013 ini tidak/belum mencapai target yang telah ditetapkan atau justru sudah tercapai pada tahun 2011 maupun 2012 namun malah tidak tercapai pada tahun 2013. Ini penting agar pada pelaksanaan tahun berikutnya dapat diambil langkah-langkah antisipasi untuk mengejar ketertinggalan dari target yang ada. 6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan pengecekan/ penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah.
Profil Bappeda 2015
262
7. Di dalam dokumen RKPD agar selalu dituangkan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan maupun hasil capaian dari tahun sebelumnya sehingga perkembangan capaian indikator kinerja dapat selalu terpantau setiap tahunnya (mapping atau pemetaan pencapaian target). 2015 :
1. Untuk indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah data yang merupakan hasil perhitungan kompilasi seluruh data pendukung dari beberapa SKPD terkait. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil memberikan kontribusi terhadap pencapaian target capaian kinerja, perlu dimasukkan sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indikator kinerja yang diampu. 3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara penghitungannya dengan melihat kembali maksud dan tujuan dimunculkannya indikator tersebut. Selain itu perlu diperjelas kembali istilahistilah yang digunakan sebagai nama indikator. 4. Beberapa target capaian indikator dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD. 5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian target suatu indikator kinerja yang sampai dengan tahun 2014 ini tidak/belum mencapai target yang telah ditetapkan atau justru sudah tercapai pada tahun 2011 maupun 2012 namun malah tidak tercapai pada tahun 2014. Ini penting agar pada pelaksanaan tahun berikutnya dapat diambil langkah-langkah antisipasi untuk mengejar ketertinggalan dari target yang ada. 6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan pengecekan/ penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar
Profil Bappeda 2015
263
SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah. 7. Di dalam dokumen RKPD agar selalu dituangkan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan maupun hasil capaian dari tahun sebelumnya sehingga perkembangan capaian indikator kinerja dapat selalu terpantau setiap tahunnya (mapping atau pemetaan pencapaian target).
9. Evaluasi thd Hasil RKPD (Formulir VII.I.3) Hasil Tahun Penyusunan Capaian Kesimpulan
2013
2014
2015***
Keuangan : 86,96% Keuangan : 82,52% Keuangan : 46,07% Kinerja : 99,45% Kinerja : 98,45% Kinerja : 63,20% 2013 : 1. Jumlah program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD (48 SKPD) di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman untuk mendukung 11 prioritas pembangunan adalah sejumlah 161 program dan 972 kegiatan dimana 90 kegiatan diantaranya tidak dianggarkan untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dikarenakan kegiatan tersebut tidak disetujui, outputnya digabung ke dalam kegiatan lain, atau menjadi sub dari kegiatan yang lain. Selain itu terdapat pula tambahan 3 kegiatan di dalam RKPD perubahan. 2. Jumlah anggaran belanja tahun 2013 yang digunakan untuk melaksanakan 11 prioritas pembangunan sesuai RKPD mencapai Rp 442.846.147.506,00 sebelum perubahan dan menjadi Rp 580.215.193.410,81 (terdapat tambahan dana pada APBD-P sebesar Rp 137.369.045.904,81) dimana serapan anggaran oleh seluruh SKPD hingga Bulan Desember (semester II) mencapai Rp 504.527.530.334,40 atau sekitar 86,96%. Capaian ini sudah cukup baik karena berada di kisaran 76% ≤ 90% (Tinggi). Sedangkan untuk realisasi kinerjanya sangat tinggi yaitu mencapai 99,45%. 3. Faktor pendorong keberhasilan kinerja antara lain adalah komitmen dari masing-masing SKPD untuk bisa segera melaksanakan kegiatannya tepat waktu serta pelaksanaan kegiatan yang bisa segera dilaksanakan tanpa menunggu suatu kondisi tertentu seperti musim tanam, proses lelang, dan lain sebagainya. Selain itu beberapa
Profil Bappeda 2015
264
4.
5.
6.
7.
kegiatan yang dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga telah selesai dilaksanakan pada semester II. Faktor penghambat keberhasilan kinerja antara lain : a. Beberapa kegiatan yang memang dijadwalkan untuk dilaksanakan pada akhir tahun seperti pengadaan CPNS, pengadaan bibit yang menunggu musim tanam, dan lain sebagainya. b. Beberapa SKPD belum memasukkan kegiatan yang seharusnya ada pada DPA sesuai peraturan pemerintah pusat. c. Beberapa kegiatan belum mengakomodasi output dan lokasi kegiatan pada DPA sesuai hasil tinjauan lapangan. Dibandingkan dengan prioritas pembangunan yang lainnya, prioritas 2 (penanggulangan kemiskinan), prioritas 9 (pengelolaan bencana dan percepatan pemulihan pasca bencana), serta prioritas 11 (peningkatan kesetaraan gender dalam pembangunan) memiliki jumlah anggaran yang lebih sedikit. Selain itu, prioritas 3 (peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik), prioritas 5 (menjaga kualitas pendidikan), serta prioritas 10 (menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban) memiliki tingkat serapan anggaran yang paling rendah. Prioritas 3 (peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik) merupakan prioritas yang mendapatkan alokasi tambahan dana dalam APBD perubahan paling banyak karena prioritas ini berhubungan dengan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman namun tingkat serapan anggarannya cukup rendah dibanding prioritas yang lain. Rata-rata capaian kinerja program tidak dapat dihitung dikarenakan definisi operasional indikator program dan cara penghitungan target indikator program tidak tersedia. Hal ini menyebabkan target indikator yang dimaksud menjadi tidak jelas apakah itu merupakan capaiannya atau kenaikan/ penurunan capaian dari target tahun lalu. Sedangkan untuk target indikator yang bersifat kualitatif akan semakin sulit untuk dilakukan penghitungan karena standar yang digunakan juga tidak jelas. Indikator dan target indikator kegiatan dan program yang terkait terkadang tidak sesuai dan tidak sinkron. Padahal seharusnya indikator dan
Profil Bappeda 2015
265
target indikator kegiatan merupakan penjabaran dari indikator dan target indikator program yang bersangkutan sehingga penghitungan capaian programnya juga menjadi jelas.
2014 :
1. Jumlah program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD (48 SKPD) di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman berdasarkan RKPD perubahan untuk mendukung 10 prioritas pembangunan adalah sejumlah 173 program dan 873 kegiatan dimana 19 kegiatan diantaranya tidak dianggarkan untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan output kegiatan tersebut digabung ke dalam kegiatan lain, atau menjadi sub dari kegiatan yang lain. Selain itu, pelaksanaan program prioritas juga didukung oleh 4 program pendukung dengan 33 kegiatan, sehingga jumlah keseluruhan adalah 177 program dan 906 kegiatan. 2. Jumlah anggaran belanja langsung APBD tahun 2014 yang digunakan untuk melaksanakan 10 prioritas pembangunan dalam RKPD adalah mencapai Rp 878.401.347.513,00 meningkat dari Rp 680.057.775.193,00 pada anggaran murni dimana serapan anggaran oleh seluruh SKPD hingga Bulan Desember (triwulan IV) mencapai Rp 724.818.936.279,00 atau sekitar 82,52% terhadap APBD dan 94,48% terhadap RKPD. Capaian ini tergolong tinggi karena berada di kisaran 76% ≤ 90%. Sedangkan untuk realisasi kinerjanya masuk ke dalam kategori sangat tinggi yaitu mencapai 98,45% (antara 91%-100%). 3. Faktor pendorong keberhasilan pelaksanaan RKPD sampai dengan triwulan IV di Kabupaten Sleman antara lain adalah : a. Komitmen dari masing-masing SKPD untuk bisa segera melaksanakan kegiatannya tepat waktu b. Penjadwalan kegiatan yang sudah dilakukan sejak awal tahun oleh SKPD c. Anggaran tepat waktu d. SDM yang cukup memadai dan memiliki kompetensi yang tinggi e. Telah tersedianya SIM yang mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan di SKPD f. Mekanisme pelaporan hasil pelaksanaan tugas telah berjalan baik g. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga, telah selesai
Profil Bappeda 2015
266
4.
5.
6.
7.
administrasinya. Faktor penghambat keberhasilan pelaksanaan RKPD sampai dengan triwulan IV di Kabupaten Sleman antara lain : a. Petunjuk teknis pelaksanaan dana pusat yang terlambat b. Kegiatan pengadaan melalui pelelangan yang belum selesai dilaksanakan/ gagal lelang/ membutuhkan waktu lama c. Pelaksanaan anggaran perubahan yang efektifnya hanya satu bulan d. Peraturan perundang-undangan sebagai dasar suatu kegiatan yang terkadang terlambat turun atau terjadi perubahan di tengah pelaksanaan kegiatan Dibandingkan dengan prioritas pembangunan yang lainnya, prioritas 7 (Peningkatan kesetaraan gender) memiliki tingkat serapan anggaran yang paling tinggi (99,19%). Sedangkan prioritas 5 (Peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik) memiliki tingkat serapan anggaran yang paling rendah (67,05%). Prioritas 5 (peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik) merupakan prioritas yang berhubungan dengan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman sehingga prioritas ini memiliki jumlah anggaran yang cukup besar dan didukung dengan jumlah program/kegiatan yang sangat banyak namun serapan/realisasi anggarannya justru yang paling rendah. Prioritas 6 (peningkatan kualitas sarana prasarana publik) merupakan prioritas yang mendapatkan alokasi dana dalam APBD cukup besar namun rata-rata capaian kinerjanya paling rendah (94,26%) meskipun sudah masuk predikat sangat tinggi dibanding prioritas yang lainnya yang semuanya diatas 95,00%. Rata-rata capaian kinerja program tidak dapat dihitung dikarenakan definisi operasional indikator program dan cara penghitungan target indikator program tidak tersedia. Hal ini menyebabkan target indikator yang dimaksud menjadi tidak jelas apakah itu merupakan capaiannya atau kenaikan/ penurunan capaian dari target tahun lalu. Sedangkan untuk target indikator yang bersifat kualitatif akan semakin sulit untuk dilakukan penghitungan karena standar yang digunakan juga tidak jelas. Aplikasi SIMRENDA perlu terus menerus untuk disempurnakan agar sesuai dengan format
Profil Bappeda 2015
267
pengendalian dan Permendagri 54/2010. Rekomendasi
evaluasi
berdasarkan
2013 :
1. Untuk memperhatikan besaran anggaran pada prioritas 2 (penanggulangan kemiskinan), prioritas 9 (pengelolaan bencana dan percepatan pemulihan pasca bencana), serta prioritas 11 (peningkatan kesetaraan gender dalam pembangunan) guna mendukung program penurunan angka kemiskinan, wilayah tangguh bencana, dan kesetaraan gender dalam pembangunan di wilayah Kabupaten Sleman. 2. Merumuskan definisi operasional indikator program dan kegiatan serta targetnya dengan lebih jelas termasuk cara penghitungannya. Definisi operasional indikator kegiatan serta targetnya seharusnya merupakan penjabaran dari indikator dan target indikator program yang bersangkutan. Dengan demikian secara logis setiap kegiatan akan memiliki kontribusi dalam penghitungan capaian target kinerja indikator program. Selain itu, target indikator program semestinya dibuat terukur (bersifat kuantitatif). 3. Agar masing-masing SKPD dapat menjadwalkan pelaksanaan kegiatannya dengan lebih baik sehingga pelaksanaan kegiatan tidak menumpuk di akhir tahun anggaran. 4. Untuk pencapaian target kinerja dan anggaran kegiatan agar lebih optimal, maka pemberian tambahan alokasi dana pada APBD perubahan dapat memperhatikan tingkat capaian kinerja dan anggaran kegiatan pada triwulan/semester sebelumnya.
2014 :
1. Melakukan penjadwalan pelaksanaan kegiatan maupun pengadaan secara lebih rinci dan pasti per triwulannya sehingga kemajuan pelaksanaan kegiatan tidak selalu menumpuk di akhir tahun anggaran. 2. Melakukan koordinasi dengan ULP, DIY dan pusat maupun dengan pihak terkait sejak awal tahun anggaran untuk menunjang keberhasilan kinerja. 3. Memperbaiki mekanisme pengajuan anggaran tambahan melalui perubahan APBD sehingga waktu efektif pelaksaan anggaran oleh SKPD tidak terlalu mepet. 4. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan secara konsisten dan terus menerus.
Profil Bappeda 2015
268
5. Mengoptimalkan sarana dan prasarana yang ada untuk mendukung keberhasilan kinerja. 6. Indikator program dan kegiatan serta targetnya harus terukur serta jelas cara penghitungannya. Setiap indikator kegiatan sebaiknya diberi definisi operasional yang jelas serta cara pengukuran targetnya. Dengan demikian setiap kegiatan akan memiliki kontribusi dalam penghitungan capaian target kinerja indikator program. 7. Agar masing-masing SKPD dalam mengusulkan kegiatan disesuaikan dengan kesiapan pelaksanaannya sehingga baik realisasi anggaran dan kinerjanya dapat memenuhi target yang telah ditetapkan pada saat akhir tahun anggaran. 8. Dengan adanya penambahan faktor-faktor pendorong dan penghambat keberhasilan kinerja serta tindak lanjut setiap triwulan pada laporan RFK oleh masing-masing SKPD, diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi tim pengendalian dan evaluasi SKPD untuk turut serta membantu memberikan rekomendasi/ tindak lanjut sehingga proses pelaksanaan kegiatan oleh SKPD dapat berjalan lancar. 9. Agar menyempurnakan SIMRENDA yang menjadi dasar penyusunan RKPD sehingga tidak terjadi kesalahan dalam sistem.
Profil Bappeda 2015
269
I. Evaluasi thd Hasil Renja SKPD (Formulir VII.I.5)
Hasil Tahun Penyusunan Capaian Kesimpulan
2014** 2015*** Keuangan : 33,45% Keuangan : 53,33% Kinerja : 46,01% Kinerja : 63,33% 2014 : 1. Rendahnya prosentase rata-rata capaian kinerja dan realisasi keuangan (baik terhadap DPA maupun terhadap Renja SKPD) pada semester I dari seluruh SKPD menunjukkan bahwa proses pelaksanaan kegiatan di SKPD masih terdapat hambatan dan kendala sehingga hasil yang diperoleh tidak dapat mencapai target yang ditentukan. 2. Prosentase kinerja 48 SKPD pada semester I menunjukkan sebesar 79,17% (38 SKPD) sangat rendah dan 20,83% (10 SKPD) rendah. Prosentase realisasi anggaran terhadap DPA di 48 SKPD pada semester I menunjukkan sebesar 97,92% (47 SKPD) sangat rendah dan 2,08% (1 SKPD) sedang sementara prosentase realisasi anggaran terhadap Renja SKPD di 48 SKPD pada semester I menunjukkan sebesar 100,00% (48 SKPD) sangat rendah. Hal ini menjadi indikasi bahwa akan terjadi penumpukan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran pada semester II. 3. Dari sebanyak 897 program yang tersebar di 48 SKPD menunjukkan bahwa secara umum tingkat capaian kinerja SKPD, tingkat realisasi anggaran terhadap DPA SKPD, dan tingkat realisasi anggaran terhadap Renja SKPD pada semester I tahun 2014 masih berada pada predikat sangat rendah dan rendah. Hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan pada saat perubahan anggaran sehingga jangan sampai pengusulan tambahan anggaran justru malah akan membuat tingkat capaian program baik kinerja maupun anggaran menjadi semakin buruk. 4. Outcome kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Renja SKPD semester I tahun 2014 belum dapat secara optimal digunakan sebagai bahan evaluasi perencanaan pembangunan semester berikutnya dikarenakan keterlambatan pelaporan dari SKPD. 5. Masih belum semua SKPD mampu mengisi kolom-
Profil Bappeda 2015
270
kolom di dalam Formulir VII.I.5 dengan benar sesuai yang dicontohkan. Angka-angka yang diisikan pada realisasi triwulan I dan II terkadang berbeda dengan laporan RFK bulan Maret dan Juni yang pernah dikirimkan ke Bappeda. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh masih bingungnya SKPD dalam mengisi formulir VII.I.5 yang memang baru pertama kali dilaksanakan pada tahun ini. Hal ini mengakibatkan proses verifikasi membutuhkan waktu yang lama. 2015 :
Rekomendasi
2014 :
1. Rendahnya prosentase rata-rata realisasi keuangan (baik terhadap DPA maupun terhadap Renja SKPD) pada triwulan III dari seluruh SKPD menunjukkan bahwa proses pelaksanaan kegiatan di SKPD masih terdapat hambatan dan kendala sehingga hasil yang diperoleh tidak dapat mencapai target yang ditentukan. 2. Prosentase kinerja 47 SKPD pada triwulan III menunjukkan sebesar 10,42%% (5 SKPD) sangat rendah, 33,33% (16 SKPD) rendah, 47,92% (23 SKPD) sedang, dan 6,25% (3 SKPD) tinggi. Prosentase realisasi anggaran terhadap DPA di 47 SKPD pada triwulan III menunjukkan sebesar 39,58% (19 SKPD) sangat rendah, 41,67% (20 SKPD) rendah dan 16,67% (8 SKPD) sedang sementara prosentase realisasi anggaran terhadap Renja SKPD di 47 SKPD pada triwulan III menunjukkan sebesar 37,50% (18 SKPD) sangat rendah, 37,50% (18 SKPD) rendah, 16,67% (8 SKPD), 6,25% (3 SKPD) dan 4,17% (2 SKPD) sangat tinggi. Hal ini menjadi indikasi bahwa akan terjadi penumpukan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran pada triwulan IV. 3. Dari sebanyak 973 program yang tersebar di 47 SKPD menunjukkan bahwa secara umum tingkat capaian kinerja SKPD sedang, sedangkan tingkat realisasi anggaran terhadap DPA SKPD, dan tingkat realisasi anggaran terhadap Renja SKPD pada triwulan III tahun 2015 masih berada pada predikat rendah. Hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan pada saat penyusunan rencana kerja anggaran tahun berikutnya agar lebih baik lagi dalam perencanaan dan pelaksanaannya. 1. Perlu dilakukan percepatan penyerapan anggaran dan percepatan pelaksanaan kegiatan dengan mengindentifikasi hambatan dan permasalahan yang ada di SKPD oleh Bappeda melalui pengampu SKPD sehingga dapat memberikan rekomendasi yang diperlukan. 2. Perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan
Profil Bappeda 2015
271
3.
4.
5.
6.
7.
yang lebih ketat terhadap penjadwalan pelaksanaan kegiatan terutama yang melibatkan pihak ketiga, proses lelang, maupun kegiatan yang bergantung pada musim atau kebijakan dari pemerintah pusat. Menjadikan hasil pelaksanaan Renja SKPD semester I tahun 2014 sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam proses perubahan anggaran sehingga pengusulan tambahan anggaran dapat lebih terarah dan terukur. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD ini dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi di Bappeda maupun dengan pengampu SKPD di Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan evaluasi pelaksanaan APBD untuk pertimbangan dalam pengusulan perubahan anggaran pada tahun berjalan. Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum melangkah ke tahapan selanjutnya yaitu pengusulan perubahan anggaran. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi triwulan/semester berikutnya. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun serta memperhatikan pula capaian tiap triwulannya agar target yang telah ditetapkan dapat tercapai pada akhir tahun anggaran. Banyaknya program dan kegiatan yang tersebar di seluruh SKPD membuat pengendalian terhadap pelaksanaan program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Perlu dipertimbangkan
Profil Bappeda 2015
272
mengenai penyederhanaan jumlah program dan kegiatan sehingga pengendalian dan pengawasan pelaksanaannya dapat lebih mudah dilaksanakan. 8. Perlu adanya sistem informasi manajemen (SIM) e-monev dan dukungan dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 54/2010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance.
2015 :
1. Perlu dilakukan percepatan penyerapan anggaran dan percepatan pelaksanaan kegiatan dengan mengindentifikasi hambatan dan permasalahan yang ada di SKPD oleh Bappeda melalui pengampu SKPD sehingga dapat memberikan rekomendasi yang diperlukan. 2. Perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan yang lebih ketat terhadap penjadwalan pelaksanaan kegiatan terutama yang melibatkan pihak ketiga, proses lelang, maupun kegiatan yang bergantung pada musim atau kebijakan dari pemerintah pusat. 3. Menjadikan hasil pelaksanaan Renja SKPD triwulan III tahun 2015 sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam proses penyusunan rencana kerja tahun berikutnya.. 4. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD ini dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi di Bappeda maupun dengan pengampu SKPD di Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan evaluasi pelaksanaan APBD untuk pertimbangan dalam pengusulan rencana kerja tahun berikutnya. 5. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi
Profil Bappeda 2015
273
triwulan/semester berikutnya. 6. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun serta memperhatikan pula capaian tiap triwulannya agar target yang telah ditetapkan dapat tercapai pada akhir tahun anggaran. 7. Banyaknya program dan kegiatan yang tersebar di seluruh SKPD membuat pengendalian terhadap pelaksanaan program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Perlu dipertimbangkan mengenai penyederhanaan jumlah program dan kegiatan sehingga pengendalian dan pengawasan pelaksanaannya dapat lebih mudah dilaksanakan. 8. Perlu adanya sistem informasi manajemen (SIM) e-monev dan dukungan dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 54/2010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsipprinsip Good Governance.
4.1.2. Data Lampiran 1 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 TABEL IV.1. DATA LAMPIRAN 1 PERMENDAGRI NOMOR 54 TAHUN 2010 CAPAIAN NO
6. 6.1.
INDIKATOR
RUMUS 2011
2012
2013
2014
2015
Ada Perda No 7 Tahun 2005
Ada Perda No 7 Tahun 2005
Ada Perda No 7 Tahun 2005
Ada Perda No 7 Tahun 2005
Ada Perda No 7 Tahun 2005
Perencanaan Pembangunan Tersedianya dokumen perencanaan RPJPD yg telah ditetapkan dgn PERDA
Ada/ tidak
Profil Bappeda 2015
274
CAPAIAN NO
INDIKATOR
RUMUS 2011
2012
2013
2014
2015
Ada Perda No 2 Tahun 2015 Tentang Perubah an Perda No 9 Tahun 2010 Ada Perbub No 6.1 Tahun 2014
Ada Perda No 2 Tahun 2015 Tentang Perubaha n Perda No 9 Tahun 2010
6.2. Tersedianya Dokumen Perencanaan : RPJMD yg telah ditetapkan dgn PERDA /PERKADA
Ada/ tidak
Ada Perda No 9 Tahun 2010
Ada Perda No 9 Tahun 2010
Ada Perda No 9 Tahun 2010
6.3.
Ada/ tidak
Ada Perbub No 22 Tahun 2011
Ada Perbub No 20 Tahun 2012
Ada Perbub No 18 Tahun 2013
Tersedianya Dokumen Perencanaan : RKPD yg telah ditetapkan dgn PERKADA
Ada Perbub No 33.2 Tahun 2015
Profil Bappeda 2015
275
4.1.3 Data Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD)
No
DATA PER TAHUN
URAIAN 2011
2012
2013
2014
2015*
1
IPM KABUPATEN
78.2
78.79
79.97
80,73
81,49
2
PDRB ADHB (Rp.)
15,097,600
16,696,581
19,105,499
20,754,186
21,417,682
PDRB ADHK (Rp.)
6,704,100
7,069,229
7,471,897
7,871,906
8,287,543
a. Sektor Primer
-1.73
2.64
2.02
1.73
b. Sektor Sekunder
6.53
5.95
4.87
5.29
c. Sektor Tersier
6.53
5.51
7.02
7.04
13,634,558
14,976,756
16,733,992
17,926,293
18,345,210
6,054,435
6,341,066
6,544,434
6,792,249
7,100,000
5.19
5.45
5.70
5.35
5.28
979,024
1,019,264
1,034,154
1,027,160
1,111,987
38,084
38,636
39,486
40,172
43,485
1,010,358
1,005,640
1,055,973
1,075,466
1,150,704
61,282
65,150
69,343
71,686
76,064
780,153
827,196
886,231
945,557
989,009
1,526,308
1,636,136
1,743,450
1,858,108
1,945,857
410,324
433,134
458,431
493,830
514,826
715,317
779,722
836,345
919,887
948,976
1,183,251
1,264,352
1,348,486
1,440,038
1,506,632
1,922,985
2,153,451
2,461,393
2,567,251
2,698,254
3
Struktur perkonomian daerah (%) (pertumbuhan) ADHB :
4
PDRB per kapita ADHB (Rp.) PDRB per kapita ADHK (Rp.)
5
Pertumbuhan ekonomi
6
PDRB per sektor ADHK (Rp.) Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
7
PDRB per sektor ADHB Pertanian
Profil Bappeda 2015
276
No
DATA PER TAHUN
URAIAN 2011
Pertambangan
2012
2013
2014
2015*
86,671
90,599
109,786
111,288
118,327
Industri pengolahan Listrik, Gas dan Air bersih
2,171,967
2,274,445
2,655,364
2,774,959
2,908,062
192,383
208,066
238,811
2,708,637
2,785,553
Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa
1,921,438
2,135,294
2,491,502
4,869,707
5,007,587
3,453,129
3,872,092
4,444,678
1,155,060
1,122,102
857,248
922,507
1,021,778
2,378,276
2,409,276
1,645,918
1,861,498
2,092,643
3,972,406
4,074,937
2,845,861
3,178,630
3,594,544
249,555
260,053
Perda nomor 12 tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Sleman Tahun 20122031
Perda nomor 12 tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Sleman Tahun 20122031
Perda nomor 12 tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Sleman
Perda nomor 12 tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten
Tahun 2012-2031
Sleman Tahun
Perusahaan Jasa-Jasa
8
Keberadaan Perda RTRW
Belum ada
2012-2031
9
10
Dokumen RPJPD
Dokumen RPJMD
PERDA Kabupaten
PERDA Kabupaten Sleman Nomor 7 Tahun 2005 tentang
PERDA Kabupaten
PERDA
Sleman Nomor 7 Tahun 2005 tentang
PERDA Kabupaten Sleman Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Sleman Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Kabupaten Sleman Nomor 7
RPJPD Tahun
RPJPD Tahun
RPJPD Tahun
RPJPD Tahun
Tahun 2005
2006-2025
2006-2025
2006-2025
2006-2025
tentang RPJPD Tahun 20062025
PERDA Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2010 tentang
PERDA Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2010 tentang
PERDA Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2010 tentang
RPJMD Tahun
RPJMD Tahun
RPJMD Tahun
2011-2015
2011-2015
2011-2015
PERDA Nomor 2 Tahun 2014 tentang
PERDA Nomor 2 Tahun 2014
perubahan Perda Nomor 9 Tahun 2010 tentang RPJMD Tahun
tentang perubahan Perda
2011-2015
2010 tentang
Nomor 9 Tahun
RPJMD Tahun 2011-2015
Profil Bappeda 2015
277
No
11
DATA PER TAHUN
URAIAN
Dokumen RKPD
2011
2012
2013
2014
2015*
PERBUP Nomor 22 Tahun 2011
PERBUP Nomor 20 Tahun 2012 tentang RKPD Th.
PERBUP No 18 Tahun 2013 tentang RKPD Th.
PERBUP No. 6.1 Tahun 2014 tentang RKPD Th
tentang RKPD
2013
2014
2015
Jumlah program dalam RPJMD per
33.2 Tahun 2015Tentang RKPD Th. 2016
Tahun 2012
12
Perbup Nomor
202
202
202
186
186
202
202
202
186
186
tahun 13
Jumlah program RKPD
14
Luas perkotaan
17,617 ha
17,617 ha
17,617 ha
17,617 ha
17,617 ha
15
Luas perdesaan
40,255 ha
40,255 ha
40,255 ha
40,255 ha
40,255 ha
16
Buku Kabupaten Dalam Angka
ada
ada
ada
ada
ada
17
Buku PDRB Kabupaten
ada
ada
ada
ada
ada
18
Jumlah jenis buku statistik
ada 12 produk : Buku PDRB Kab. Buku PDRB Kec Buku Statistik Harga
ada 11 produk :
Buku PDRB Kec Buku Statistik Harga
ada 11 produk : Buku PDRB Kab. Buku PDRB Kec Buku Statistik Harga
Bangunan
Bangunan
Bangunan
Bangunan
Statistik Industri
Buku Inflasi Buku Statistik Industri
Buku Inflasi Buku Statistik Industri
Buku Inflasi Buku Statistik Industri
Buku Inflasi Buku Statistik Industri
Buku IPM
Buku IPM
Buku IPM Buku Kabupaten Dalam
Buku IPM Buku Kabupaten Dalam
Buku IPM
Buku IPG
Buku Kabupaten Dalam
Buku Gini
Angka Buku Kecamatan
Angka
Buku Kecamatan
Angka Buku Kecamatan
Buku ICOR Nilai Tukar Petani
Dalam Angka
Dalam Angka
Dalam Angka
Dalam Angka
Buku Inkesra Buku Statistik Gender
Buku Inkesra Buku Statistik Gender
Buku Inkesra Buku Statistik Gender
Buku Inkesra Buku Statistik Gender
ada 11 produk : Buku PDRB Kab.
Buku Kabupaten Dalam Angka
Buku PDRB Kab. Buku PDRB Kec Buku Statistik Harga
Buku Kecamatan
ada 10 produk : Buku PDRB Kab. Buku PDRB Kec Buku Inflasi
Buku Inkesra
Indeks
Profil Bappeda 2015
278
No
DATA PER TAHUN
URAIAN 2011
2012
2013
2014
Buku Profil
Buku Profil
Buku Profil
Buku Profil
Kependudukan Buku Indeks Gini
Kependudukan Buku Indeks Gini
Kependudukan Buku Indeks Gini
Kependudukan
2015*
Buku Indeks Gini
Buku ICOR
19
Jumlah layanan penelitian
ada 3 jenis yaitu layanan ijin KKN, PKL dan
ada 3 jenis yaitu layanan ijin KKN, PKL dan Penelitian
ada 3 jenis yaitu layanan ijin KKN, PKL
ada 3 jenis yaitu layanan ijin KKN, PKL
dan Penelitian
dan Penelitian
1
1
Penelitian
20
Jumlah kerjasama penelitian
1
1
1 Kerjasama dengan BPTP tentang bioindustri integrasi salak-kambing di Turi
*
angka sementara/proyeksi
Profil Bappeda 2015
279
4.1.4 Capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Millenium Development Goals (MDGs)
Bappeda Sleman pada tahun 2015 tidak memliki Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Millenium Development Goals (MDGs).
4.1.5 Capaian Penetapan Kinerja (Tapkin) Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis dan Target Akhir Periode Renstra (Tahun 2015) No
Indikator Kinerja
1
2
1
1
2
3
4
5
6
Persentase kesesuaian
Realisasi Tahun 2011 3
Realisasi Tahun 2012 4
Realisasi Tahun 2013 5
Realisasi Tahun 2014 6
Realisasi Tahun 2015 7
Belum
100%
100%
100%
100%
73,33%
73,33%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
99,42%
100%
100%
100,58%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Komponen dengan
menerapkan
komponen RPJPD
Permendagri
RPJMD
54/2010
Persentase kesesuaian
Belum
komponen Renstra
menerapkan
SKPD dengan
Permendagri
komponen RPJMD
54/2010
Persentase
Belum
perumusan
menerapkan
kebijakan RKPD yang
Permendagri
sesuai dengan RPJMD
54/2010
Persentase
Belum
perumusan
menerapkan
kebijakan Renja SKPD
Permendagri
yang sesuai dengan RKPD
54/2010
Persentase program
Belum
pada PPAS yang
menerapkan
sesuai dengan
Permendagri
usulan program pada Renja SKPD
54/2010
Persentase program
Belum
Profil Bappeda 2015
280
No
Indikator Kinerja
1
2
7
8
9
Realisasi Tahun 2011 3
pada RKA SKPD
menerapkan
yang sesuai dengan
Permendagri
usulan program pada PPAS
54/2010
Persentase kegiatan
Belum
dalam RKA SKPD yang
menerapkan
sesuai dengan usulan
Permendagri
kegiatan pada Renja SKPD
54/2010
Persentase rencana
Belum
Realisasi Tahun 2012 4
Realisasi Tahun 2013 5
Realisasi Tahun 2014 6
Realisasi Tahun 2015 7
90%
93,98%
97,71%
100%
90%
93,98%
97,71%
100%
menerapkan
kegiatan dalam Renja SKPD yang terlaksana melalui DPA SKPD
Permendagri 54/2010
Persentase kecamatan
88,23%
88,23%
88,23%
94,11%
100%
Belum ada
88,23%
88,23%
94,11%
100%
Belum ada
8
8
8
8
data
komponen
komponen
Komponen
(100%)
komponen (100%)
(100%)
(100%)
131,25%
131,25%
82,35%
76,94%
yang sudah tercakup dalam RDTR 10
Tersedianya informasi mengenai rencana tata ruang (RTR) wilayah kabupaten
indikator SPM tersebut
besertarencana rincinya melalui peta analog dan peta digital 11
Keterwakilan masyarakat dalam forum perencanaan partisipatif/Musrenbang
12
persentase
Belum ada
keterlibatan
data
masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan
Profil Bappeda 2015
281
No
Indikator Kinerja
1
2 13
keterlibatan
Realisasi Tahun 2011 3
Realisasi Tahun 2012 4
Realisasi Tahun 2013 5
Realisasi Tahun 2014 6
Belum ada
28,05%
28,14%
28,57%
100%
100%
100%
Realisasi Tahun 2015 7 25,64%
data
perempuan dalam proses perencanaan pembangunan 14
Terlaksananya penjaringan aspirasi masyarakat melalui forum konsultasi publik yang memenuhi syarat inklusif dalam proses penyusunan RTR dan pemanfaatan ruang minimal 2 (dua) kali setiap disusunnya RTR dan pemanfaatan ruang
Belum ada indikator SPM tersebut
100%
4.1.6 Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) No
INDIKATOR KINERJA UTAMA
REALISASI 2011
REALISASI 2012
1
2
3
4
Belum Menerapkan Permendagri
100%
100%
100%
100%
1
Persentase kesesuaian komponen RPJMD Dengan komponen RPJPD
REALISASI 2013
REALISASI 2014
REALISASI 2015 5
54/2010
2
Persentase kesesuaian komponen Renstra SKPD Dengan komponen RPJMD
Belum Menerapkan Permendagri 54/2010
73,33%
73,33%
100%
100%
3
Persentase perumusan kebijakan RKPD yang sesuai dengan RPJMD
100%
100%
100%
111,11%
4
Persentase perumusan kebijakan Renja SKPD yang sesuai dengan RKPD Persentase program PPAS yang sesuai dengan usulan program
Belum Menerapkan Permendagri 54/2010 Belum Menerapkan Permendagri 54/2010 Belum Menerapkan Permendagri
99,42%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
5
Profil Bappeda 2015
282
No
INDIKATOR KINERJA UTAMA
REALISASI 2011
REALISASI 2012
1
2
3
4
pada Renja SKPD Persentase program pada RKA SKPD yang sesuai dengan usulan PPAS Persentase kegiatan dalam RKA SKPD yang Sesuai dengan usulan Kegiatan pada Renja SKPD Persentase rencana kegiatan dalam Renja SKPD yang terlaksana melalui DPA SKPD Persentase kecamatan yang sudah tercakup dalam RDTR
54/2010 Belum Menerapkan Permendagri 54/2010 Belum Menerapkan Permendagri 54/2010
10
Tersedianya informasi mengenai rencana tata ruang (RTR) wilayah kabupaten beserta rencana rincinya melalui peta analog dan peta digital.
Belum ada indicator SPM tersebut
11
Keterwakilan masyarakat dalam forum perencanaan partisipatif/Musrenbang persentase keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan
Belum ada data
Belum ada data
131,25%
86,68%
82,35%
76,94%
Keterlibatan perempuan dalam proses perencanaan pembangunan Terlaksananya penjaringan aspirasi masyarakat melalui forum konsultasi publik yang memenuhi syarat inklusif dalam proses penyusunan RTR dan pemanfaatan ruang minimal 2 (dua) kali setiap disusunnya RTR
Belum ada data
28,05%
28,14%
28,57%
25,64%
Belum ada indicator SPM tersebut
100%
100%
100%
100%
6
7
8
9
12
13
14
Belum Menerapkan Permendagri 54/2010 88,23%
REALISASI 2013
REALISASI 2014
REALISASI 2015 5
100%
100%
100%
100%
90%
93,98%
97,71%
100%%
90%
93,98%
97,71%
100%%
88,23%
88,23%
94,11%
100%
88,23%
88,23%
94,11%
100%
8 8 8 8 Komponen Komponen Komponen komponen 100% 100% 100% 100%
Profil Bappeda 2015
283
No
INDIKATOR KINERJA UTAMA
REALISASI 2011
REALISASI 2012
1
2
3
4
REALISASI 2013
REALISASI 2014
REALISASI 2015 5
dan pemanfaatan ruang
4.1.7 Capaian Indikator Kinerja Kunci (IKK) No
Aspek
Fokus
No
1 1
2 Ketentraman dan ketertiban umum daerah
3
4
Keselarasan antara kebijakan pemerintahan daerah dengan kebijakan pemerintah
Sinkronisasi pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah kewenangan keuangan
2
IKK 5 Keberadaan Perda RTRW
Rumus Perhitungan 6 Ada / Tidak ada Perda RTRW
3
Kesesuaian prioritas pembangunan 13
Jumlah prioritas pembangunan daerah dibagi jumlah prioritas pembangunan nasioan 11:11 X 100% =100%
7 Perda No 12 Tahun 2012 tentang tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2012-2031 Prioritas Pembangunan daerah dalam RKPD tahun 2014 yang mendukung prioritas pembangunan nasuional sebanyak 11 prioritas
Capian Kinerja 8
Ket
Ada
Bappeda
100%
Bappeda
9
Profil Bappeda 2015
284
4.2 Data Prestasi 4.2.1 Sleman Juara I Reka Cipta Bhakti Nugraha Tahun 2015 Bappeda sebagai leading sector dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Sleman pada tahun 2015 mendapatkan penghargaan ditingkat Provinsi, yakni sebagai terbaik I Reka Cipta Bhakti Nugraha Tahun 2015. Penghargaan ini merupakan penghargaan sebagai kabupaten/kota terbaik diantara empat kabupaten dan kota di DIY dari sisi perencanaan pembangunan daerah dengan melihat Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015. Atas keberhasilan Kabupaten Sleman dalam meraih penghargaan sebagai terbaik I Reka Cipta Bhakti Nugraha, Sleman berhak maju ke tingkat nasional mewakili DIY pada ajang penilaian perencanaan pembangunan terbaik atau Pangripta Nusantara.
Penghargaan anugerah Reka Cipta Bhakti Nugraha Tahun 2015 diserahkan langsung oleh Gubernur DIY Sultan HB X pada hari Rabu, tanggal 1 April 2015 di Hotel Inna Garuda. Penyerahan penghargaan tersebut diberikan pada acara penutupan Musrenbang Pemda DIY. Reka Cipta Bhakti Nugraha merupakan bagian tahapan penilaian terhadap kabupaten/kota untuk diusulkan pada seleksi anugerah Pangripta Nusantara Tingkat Nasional.
Profil Bappeda 2015
285
Menurut Ketua Tim Penilai Independen Tingkat Propinsi, Dr. Murti Lestari, M.Si, nilai tertinggi yang diperoleh Sleman karena Sleman telah berhasil
menerapkan e-government, menciptakan inovas-inovasi dalam
perencanaan pembangunan dan memiliki keberanian untuk melakukan terobosan. Pemberian anugerah Reka Cipta Bhakti Nugraha Tahun 2015 kepada kabupaten/kota
bertujuan
untuk
mendorong
setiap
daerah
untuk
menyiapkan dokumen rencana pembangunan secara lebih baik, kosisten, komprehensif, menciptakan
terukur insentif
dan
dapat
dilaksanakan.
bagi
pemerintah
daerah
Disamping untuk
itu
juga
mewujudkan
perencanaan yang lebih baik dan bermutu.
4.2.2. Sleman Raih Pangripta Nusantara Terbaik Ke-2 Tingkat Nasional Pemkab Sleman berhasil meraih penghargaan Pangripta Nusantara terbaik ke-2 tingkat nasional setelah berhasil meraih peringkat terbaik I Reka Cipta Bhakti Nugraha Tahun 2015 tingkat provinsi pada awal bulan April yang lalu. Penghargaan tersebut diberikan pada acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pada Rabu, 29 April 2015 di Hotel Bidakara Jakarta Selatan.
Pada acara ini hadir juga Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla dan sejumlah menteri. Sleman berhasil memperoleh penghargaan Pangripta Nusantara Terbaik ke-2, diserahkan oleh Menteri PPN selaku ketua Bapenas. Perolehan
Profil Bappeda 2015
286
penghargaan ini dinilai dari 4 parameter dan 16 indikator. Penghargaan ini diraih Sleman atas prestasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan terbaik yang diberikan dalam penyusunan rencana kerja pemerintah daerah. Tujuan pemberian penghargaan ini adalah untuk mendorong pemerintah daerah dalam menyiapkan perencanaan pembangunan yang lebih baik, konsisten, komprehensif, terukur dan dapa dilaksanakan dengan baik.
4.3 Foto Kegiatan SKPD
Forum Konsultasi Publik RKPD Tahun 2016 tanggal 19 Januari 2015
Paparan Camat Tahun 2015 Tanggal 5 Maret 2015
Forum SKPD Tahun 2015 tanggal 26 Februari 2015 sampai dengan 5 Maret 2015
Musrenbang RKPD Tahun 2016 tanggal 25 Maret sampai dengan 26 Maret 2015
.
Profil Bappeda 2015
287
BAB V
P
Penutup rofil Bappeda Kabupaten Sleman tahun 2015 mencakup informasi data tentang kelembagaan, kepegawaian, sarana prasarana tata laksana dan data pencapaian dari program dan kegiatan yang telah
dilaksanakan Bappeda di tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Informasi/data yang disajikan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan analisis untuk perbaikan perencanaan maupun pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berikutnya dan perbaikan kinerja SKPD Bappeda. Dalam penyusunan profil ini masih diperlukan perbaikan dan penyempurnaan, namun demikian kami berharap buku profil ini dapat bermanfaat. * * *
Profil Bappeda 2015
288