D
A
F P
T R
O
A
R
F
I
I
S
I
L
Drs. Iqbal Rusli, M.Si
SOSOK DIBALIK TIM REVIU
Salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN pada Kementerian/Lembaga (K/L) adalah menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran berkewajiban menyusun Laporan Keuangan (LK) dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
INSPEKTORAT JENDERAL
O
P
I
N
I
N
A
R
A
S
U
M
B
E
R
WAWANCARA KEPALA BP3IP JAKARTA
Capt. Ridwan Setiawan, M.Si, M.Mar
&
TUMBUH BERKEMBANG
PERPRES 70 TAHUN 2012 : “DEBOTTLENECKING” : DALAM PENYERAPAN ANGGARAN Istilah Debottlenecking sering diungkapan oleh kalangan Pejabat dan Petinggi Negara. Secara luas debottlenecking dapat diartikan melepas hambatan, dengan melakukan analisis, koordinasi, dan memberikan fasilitasi untuk mengurai masalah-masalah yang terjadi dalam implementasi khususnya dalam penyerapan anggaran. EDITORIAL : • Menuju WTP .................................................................................................. PROFIL: • Drs. Iqbal Rusli, M.Si. Sosok Dibalik Tim Reviu .................................................................................. NARASUMBER : • Mengapa WTP Belum Bisa Tercapai .............................................................. • Wawancara Kepala BP3IP Jakarta, Capt. Ridwan Setiawan, M.Si, M.Mar Tumbuh dan Berkembang ............................................................................... OPINI : • Reviu Laporan Keuangan ................................................................................ • PERPRES 70 Tahun 2012 : “Debottlenecking” Dalam Penyerapan Anggaran ........................................................................................................ • Audited, Kenapa Juga di Reviu Lapuran Keuangannya? ................................. • Analisa Satuan Harga ...................................................................................... • Gratifikasi dan Suap Bagi Pejabat ................................................................... SERBA SERBI : • Mengenal Lebih Dekat PT INKA (Persero) Menuju Kelas Dunia ............................................................................................... • Pelatihan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Audit Berbasis Resiko Bagi Auditor di Inspektorat Jenderal Tahun 2013 .................. RESENSI BUKU : • Auditing Berbasis ISA (International Standards on Auditing) KATA MEREKA ...................................................................................................... POJOK HUMOR ................................................................................................... KARIKATUR........ ...................................................................................................
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas (Bab I Pasal 1 PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan BLU).
2 3 6 12 16 20 24 30 36 41 44 48 50 51 52
R
E
S
E
N
S
I
F
I
L
M
ROBOCOP ROBOT POLISI Di tahun 2028, perusahaan multinasional kaya OmniCorp adalah pusat teknologi robot. Di luar negeri pesawat Drone mereka banyak digunakan pihak militer selama bertahun-tahun. Namun hal tersebut tidak di negeri asalnya, Amerika Serikat, karena berkaitan dengan masalah hukum.
PELINDUNG Inspektur Jenderal - PENASIHAT Sekretaris Inspektorat Jenderal - PEMBINA Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III, Inspektur IV, Inspektur V PEMIMPIN UMUM Andi Hartono, ST - PEMIMPIN REDAKSI Dra. Wiwi Harti, MM - WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Drs. Arif Makawi - REDAKTUR PELAKSANA Ani Susilaningsih, SE - SEKRETARIS REDAKSI Puspa Nusanti- REDAKTUR PRA CETAK Helma Agnes Dinantia, Laili Fithri Hidayati KORESPONDEN Brigita Maria Viantine, Uun Wulandari, SE, Ary Hidayatullah, A.Md. - KONTRIBUTOR Amirulloh, S.Sit, M.MTr, M. Sofiyuddin, STEDITOR Lely Kurnia Sadikin, S.Pd, Roy Bernando Simanjuntak, S.Si. T, M.Sc- LAY OUT/SETTING Muhammad Martha Adiputra, A.Md, Rangga Prasetya Dewanto - PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Darma Sanjaya, SH, Saiful Arifin, A.Md
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
1
E
D
I
T
O
R
I
A
L
Menuju WTP... ajar Tanpa PengeW cualian (WTP)… itulah kalimat yang sekarang
menjadi harapan dan citacita warga Kementerian Perhubungan dan ingin segera diwujudkan pada tahun ini juga, Walau target WTP tersebut tidak serta merta mencerminkan pertanggungjawaban keuangan yang bebas penyalahgunaan atau penyelewengan, Opini WTP jelas merupakan langkah awal yang strategis dalam mewujudkan pelayanan yang lebih baik kepada stakeholder. Apakah dengan memperoleh opini WTP, setiap Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten bisa dikatakan telah melakukan good governance/tata pemerintahan yang baik? Laporan Keuangan memiliki kaitan erat dengan tiga prinsip utama good governance, yaitu : partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Partisipasi mendorong keterlibatan dari sektor swasta dan masyarakat dalam pengambilan keputusan publik serta penyerahan asset kepada pengguna barang sedang Transparansi merupakan keterbukaan informasi yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan, serta akuntabilitas menunjukkan adanya kewajiban untuk melaporkan pertanggungjawaban secara akurat dan tepat waktu.
Jenderal sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melakukan reviu Laporan Keuangan, Pelaksanaan Reviu dapat dilakukan secara parallel bersamaan dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga. Tujuan Reviu adalah membantu terlaksananya penyelenggaraan akuntansi dan penyajian LK K/L dan memberikan keyakinan terbatas mengenai akurasi, keandalan, dan keabsahan informasi LK K/L terhadap pengakuan, pengukuran, dan pelaporan transaksi sesuai dengan SAP kepada Menteri/Pimpinan Lembaga sebelum disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Presiden melalui Menteri Keuangan Tetapi reviu yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal tidak berarti apa-apa, bila unit kerja yang direviu tidak ikut mendukung dalam mewujudkan cita-cita bersama menuju WTP. Tanggungjawab ini bukan hanya pada Inspektorat Jenderal semata, tetapi pada kita semua warga Kementerian Perhubungan. Semoga di tahun ini cita-cita kita bersama mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dapat terwujud. Amiin.
Untuk mencapai WTP, sesuai dengan PP No.08 tahun 2006 dan PP No 60 tahun 2008, Inspektorat
2
Redaksi
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
P
R
O
F
I
L
Drs. Iqbal Rusli, M.Si
SOSOK DIBALIK TIM REVIU INSPEKTORAT JENDERAL
Salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN pada Kementerian/Lembaga (K/L) adalah menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran berkewajiban menyusun Laporan Keuangan (LK) dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
D
alam Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 pasal 33 ayat (3) diatur bahwa Aparat Pengawas Intern Pemerintah melakukan reviu atas LK dan kinerja dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan. Reviu merupakan penelaahan atas penyelenggaraan akuntansi dan penyajian LK untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dan LK telah disajikan sesuai dengan Sistem Akuntansi Pemerintahan (SAP). 3
P
R
O
F
I
L
Drs. Iqbal Rusli, M.Si adalah Inspektur I di Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan, merupakan sosok yang berada di balik Tim Reviu Kementerian Perhubungan selama 2 tahun terakhir ini. Bersama dengan Tim Reviu Itjen Kemenhub yang bekerjasama dengan tim BPKP secara rutin melakukan reviu LK pada
Pria kelahiran Bukit Tinggi 57 tahun silam ini mengatakan ”LK yang sehat menggambarkan sehatnya suatu K/L, jika K/L sehat maka tujuan K/L dapat tercapai”. Beliau menjelaskan pula bahwa pelaksanaan reviu berbeda dengan pelaksanaan audit. Reviu tidak mencakup perolehan
Membuka kegiatan Reviu LK
UAKPA/B, UAPPA/B-W, UAPPA E1 dan UAPA pada periode triwulanan, semesteran dan tahunan. Suami dari Warni ini memulai karirnya sebagai Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 1986 dengan penugasan di Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan. 4
pemahaman Sistem Pengendalian Intern (SPI), cek catatan akuntansi, dan pengujian terhadap permintaan keterangan melalui perolehan bahan bukti, serta prosedur lainnya seperti yang dilaksanakan dalam audit. Tujuan audit yaitu memberikan dasar
Pelaksanaan reviu berbeda dengan pelaksanaan audit. Reviu tidak mencakup perolehan pemahaman Sistem Pengendalian Intern (SPI), cek catatan akuntansi, dan pengujian terhadap permintaan keterangan melalui per-olehan bahan bukti, serta prosedur lainnya seperti yang dilaksanakan dalam audit. yang memadai untuk menyatakan pendapat mengenai LK secara keseluruhan, sedangkan tujuan reviu hanya sebatas memberikan keyakinan mengenai akurasi, keandalan dan keabsahan informasi yang disajikan dalam LK. Reviu tidak mencakup suatu pengujian atas kebenaran substansi dokumen sumber. Hal yang diharapkan terkait dengan hasil pelaksanaan reviu LK adalah Opini audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) atas LK yang dihasilkan oleh K/L. Opini “Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)” atas LK menjadi cita-cita bahkan obsesi bagi seluruh pimpinan K/L
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
baik pusat maupun daerah. Sebab dengan opini tersebut, K/L yang bersangkutan akan dapat menunjukkan akuntabilitasnya sebagai entitas K/L kepada para stakeholdernya (publik/masyarakat) dan sebagai birokrasi yang memililiki citra Good Governance.
Menurut beliau sebenarnya upaya untuk mencapai opini WTP bukan hanya menjadi tanggung jawab Inspektorat Jenderal semata tetapi juga berada pada masing-masing unit kerja E-1 sebagai penanggung jawab penyusunan LK. Disamping itu tidak kalah pentingnya peranan Biro Berbagai upaya telah di- Keuangan dan Perlengkalakukan ayah dari 2 orang pan sebagai Pembina LK putri ini bersama dengan di tingkat Kementerian. Sekretaris Itjen, para Inspektur dan tim reviu agar LK Kementerian Perhubungan memperoleh opini WTP. Sejak menjabat sebagai Inspektur I sekaligus sebagai penanggung jawab pelaksanaan reviu telah menerapkan strategi dengan melibatkan seluruh jajaran Inspektorat Jenderal Kementerian Perhu- Bersama Tim Buletin Transparansi bungan dalam melakukan reviu. Diharapkan seluruh Alumnus Fakultas Ekounit kerja mulai dari tingkat nomi Universitas Andalas UAKPA (Satker/UPT/Unit tahun 1981 dan Program Kerja) sampai dengan ting- Pascasarjana tahun 2006 kat UAPA (Kementerian) ini optimis suatu saat nanti dapat tereviu sehingga di- Kementerian Perhubungan yakini bahwa penyajian LK akan memperoleh opini telah sesuai dengan Sistem WTP. Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan Sistem Akun- Pengalaman selama 27 tahun bekerja sebagai PNS di tansi Instansi (SAI). Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
lingkungan Itjen Kemenhub dengan berbagai jabatan struktural dan fungsional yang pernah didudukinya ditambah pengalaman 5 tahun bekerja di salah satu Bank Pembangunan Daerah membuat beliau mempunyai satu cita-cita yang ingin diwujudkan yaitu membuat buku manual penyajian LK yang berfungsi untuk menyeragamkan prosedur penyajian
LK mulai dari pencatatan transaksi yang didukung dengan bukti sampai dengan penyusunan LK. Harapan ke depan Laporan keuangan yang telah disajikan sesuai SAP dan SAI ini dapat memperoleh opini WTP dari BPK-RI. Penulis, Puspa Nusanti Helma A. Dinantia
5
N
A
R
A
S
U
M
B
E
R
MENGAPA WTP BELUM BISA TERCAPAI ???
Kantor Pusat Kementerian Perhubungan
S
alah satu indikator keberhasilan Reformasi Birokrasi Nasional adalah capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK terhadap Laporan Keuangan (LK) Kementerian/Lembaga (K/L). Pemerintah mengharapkan pada tahun 2014 semua Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga sudah WTP. Opini BPK atas LK Kementerian Perhubungan dari Tahun 2006 s/d 2008 adalah disclaimer. Se6
jak Tahun 2009 s/d 2012 BPK masih memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), padahal target Kementerian Perhubungan Tahun 2012 sudahmencapai opini WTP. Begitu banyak kendala yang terjadi di lapangan dan menjadi penyebab utama tidak tercapainya opini WTP.Atas dasar itulah Tim Buletin Inspektorat Jenderal mencoba mengungkap berbagai kendala yang menyebabkan tidak tercapainya opini WTP tersebut
dengan mengambil sampel di 2 provinsi yaitu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan provinsi Sulawesi Utara. Pada DI Yogyakarta terdapat 2 Satuan Kerja (Satker) yang juga berfungsi sebagai koordinator wilayah yaitu Satker Pengembangan LLASDP Yogyakarta sebagai koordinator wilayah Ditjen Hubdat dan Satker Pengembangan Kereta Api Lintas Selatan Jawa sebagai koordinator wilayah Ditjen Perkertaapian. Sedangkan pada Provinsi Sulawesi Utara terdapat 3 Satker yang berfungsi sebagai koordinator wilayah yaitu Satker Pengembangan LLASDP Sulawesi Utara sebagai koordinator wilayah Ditjen Hubdat, Kantor UPP kelas I Bitung sebagai koordinator wilayah Ditjen Hubla, Kantor Otoritas Bandara Wilayah III Manado sebagai koordinator wilayah Ditjen Hubud. Alasan pengambilan sampel pada 2 provinsi tersebut adalah : 1) Kedua provinsi tersebut pernah menjadi uji petik BPK pada saat BPK melaksana kan audit Laporan Keuangan TA 2011; 2) Keduanya memiliki 2 Satker di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Darat yaitu Satker LLAJ dan Satker LLASDP yang masih menyimpan permasalahan terkait dengan penatausahaan aset tetap dan persediaan. 2 aset tersebut menurut BPK belum disajikan dan dikelola sesuai dengan Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI); 3) Khusus provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Satker Pengembangan Perkeretaapian Lintas Selatan Jawa yang menyimpan permasalahan tentang Serah Terima Hasil Pembangunan. Tim Buletin bekerja sama dengan Tim Reviu Laporan Keuangan melakukan wawancara dengan Drs. Rudhy Russanto (Ka Satker LLAJ), B. Senoaji, ATD, MT (Ka Satker LLASDP) dan Ir. Haryanto, MM (Ka Satker PLS Yogya) di UPT di 2 provinsi tersebut untuk mengetahui berbagai kendala yang dihadapi dalam melaksanakan penatausahaan Laporan Keuangan. Pelaksanaan wawancara dilakukan di kantor Satker dan UPT yang terbagi menjadi 2 tim. Berikut hasil wawancara Tim Buletin Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan Daerah Istimewa Yogjakarta : Menurut Bapak, bagaimanakah penata usahaan aset di lingkungan Satker yang bapak pimpin? Drs. Rudhy Russanto: Kami agak kebingungan dalam melakukan pencatatan aset dalam Neraca dan Laporan BMN. Dari hasil pembangunan fasilitas keselamatan lalu lintas angkutan jalan pada tahun anggaran 2012 hasil pembangunan kami catat dalam Persediaan, sementara ada instruksi dari Ditjen Hubdat bahwa apabila pembangunan tersebut tercatat lebih dari 1 tahun harus direklasifikasi sebagai Persediaan. Itu yang kami belum mengerti dasar hukumnya B. Senoaji, ATD, MT: Masih banyak perbedaan persepsi dalam melakukan pencatatan terhadap
Drs. Rudhy Russanto, Ka. Satker LLAJ Daerah Istimewa Jogjakarta
hasil kegiatan aset. Ada yang mencatat dalam Persediaan ada pula yang mencatat dalam Aset Definitif. Sebagai contoh hasil pembangunan satker kami adalah pembangunan dermaga. Kami diperintahkan untuk mencatat dalam Aset Definitif padahal aset tersebut akan diserahterimakan kepada Pemda Kulon Progo. Perlu adanya persamaan persepsi. Ir. Haryanto, MM: Hasil Pembangunan Satker, kami catat dalam Aset Definitif. Sejak tahun 2008 hasil pembangunan Satker masih tercatat dalam Neraca dan Laporan BMN. Kami tidak mengetahui apakah Satker boleh mencatat hasil pembangunan setelah bertahun-tahun didalam Laporan BMN dan Neraca. Pada saat Inspektorat Jenderal melakukan Audit dan Reviu, sering dijumpai bahwa Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK) masih minimalis belum menjelaskan secara rinci akun-akun yang ada di Neraca dan Laporan BMN termasuk kendala-
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
kendala yang dihadapi, misalnya penyebab realisasi belanja modal sangat rendah, mengapa demikian ? Drs. Rudhy Russanto: Kami belum pernah mendapatkan penyuluhan terkait dengan proses penyusunan CaLK yang benar, mohon bimbingan dan arahan. B. Senoaji, ATD, MT: Kami sudah menyusun CaLK sesuai dengan peraturan yang ada. Apabila terdapat kekurangan mohon bim-bingan dan perbaikan. Ir. Haryanto, MM: Selama ini CaLK yang kami susun sudah mengacu persis aturan, kalau dirasa kurang lengkap mohon dikoreksi. Sebagai UAPPA/B-W, apakah ada kendala dalam menjalankan tugas dan fungsi, baik ketersediaan dana, SDM maupun sarana prasarana? Drs. Rudhy Russanto: Tidak ada kendala, karena kami bukan koordinator wilayah. 7
N
A
R
A
S
U
M
B
E
R
B. Senoaji, ATD, MT: Tidak terdapat kendala yang berarti selama ini, karena Anggota Satker LLAJ Yogyakarta ada di kota yang sama. Lain halnya bila anggota kami ada di luar kota, jelas kami mengalami kekurangan dana untuk operasional. Ir. Haryanto, MM: Kendala masalah dana dan SDM tidak ada, walau Satker PLS Yogya mempunyai tugas dan tanggung jawab rangkap yaitu sebagai Koordinator wilayah dan Satker. Menurut Bapak, apakah honor yang diberikan kepada petugas SAI sudah sebanding dengan tanggung jawabnya? Drs. Rudhy Russanto: Kurang sesuai bila dilihat dari tugas dan tanggung jawab yang dibebankan. B. Senoaji, ATD, MT: Menurut pendapat kami, honor yang diterima petugas SAI belum sesuai. Ir. Haryanto, MM: Sangat tidak sesuai dengan tugas dan fungsi. Terkait dengan aturan-aturan baru. Apakah sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Pusat Kementerian Perhubungan sudah efektif Drs. Rudhy Russanto: Kami selalu update dari KPPN setempat B. Senoaji, ATD, MT: Kami mendapatkan dari KPPN setempat. Drs. Haryanto, MM: Kami selalu berkoordinasi dengan KPPN Yogyakarta 8
Para Kepala Satker di Jogjakarta dan Staf bersama Tim Buletin Transparansi
Pertanyaan Khusus untuk Satker Pengembangan Kereta Api Lintas Selatan Jawa. Bagaimana untuk status tanah yang sudah dibebaskan, apakah semuanya sudah memiliki sertifikatnya? Ir. Haryanto, MM: Untuk status tanah yang sudah dibebaskan pada tahun-tahun sebelumnya dan masih belum dilengkapi dengan sertifikat, maka oleh Satker PLS Yogyakarta sudah diusulkan ke pusat dan dalam tahap proses pengurusan sertifikatnya, kemudian pada tahun 2013 ini telah dialokasikan dana sebesar 1,2 milyar rupiah. Setelah dilakukan inventarisasi oleh Satker PLS Yogyakarta, karena terkait dengan pihak lain yaitu Pemda Tingkat II, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Yogyakarta dan Tim Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T), menimbulkan banyak persoalan bermunculan, sehingga menurut estimasi kami,dana sebesar 1,2 milyar tersebut tidak akan terserap secara maksimal di tahun 2013 ini. Tanah yang telah dibebaskan merupakan tanah dengan perolehan sejak tahun 2001 sampai dengan 2013 dan sebagian ada yang belum bersertifikat. Tanah yang belum bersertifikat, kini
sedang dalam proses pengurusan sertifikat seluas 68.113 meter persegi dari total luas114.927 meter persegi. Dari hasil koordinasi pihak Satker PLS Yogyakarta dengan Ditjen Perkeretaapian, mohon dijelaskan langkah-langkah dalam pengurusan sertifikasi tanah yang sedang diproses? Ir. Haryanto, MM: Langkah-langkah dalam pengurusan sertifikasi tanah adalah dengan mengirimkan surat kepada BPN dengan tembusan kepada Setda setempat agar proses lebih cepat dan Direktorat Jenderal Perkeretaapian juga tengah menunggu surat balasan dari BPN. Apakah masalah pengurusan sertifikasi tanah ini menjadi masalah yang sama dihadapi oleh satker-satker lain? Ir. Haryanto, MM: Untuk masalah pengurusan sertifikasi tanah yang dialami oleh Satker PLS Yogyakarta juga dialami oleh satker-satker lain yang ada di wilayah Jawa Tengah. Hal ini karena permasalahan tanah harus melalui kantor perwakilan BPN Provinsi Jawa Tengah.
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
SULAWESI UTARA Berikut ini wawancara dengan Tommy Kalase, SE (Ka Satker LLAJ), Stanley Pattimbano, SE (Ka Satker LLASDP), Ka. UPT Bitung, dan Ka. Otoritas Bandara: Menurut Bapak, bagaimanakah penatausahaan aset di lingkungan Satker yang bapak pimpin? Tommy Kalase, SE: Saya belum memahami secara keseluruhan terkait dengan penata usahaan aset di lingkungan Ditjen Hubdat. Permasalahan yang mendasar terjadi berbagai perubahan kebijakan pencatatan aset. Pada tahun 2010 semua aset yang akan diserahkan ke Pemda dicatat sebagai Persediaan. Sedangkan untuk tahun 2012 meskipun aset tersebut akan diserahkan ke Pemda tetapi dianggarkan mempergunakan Belanja Modal dicatat sebagai Aset Definitif. Ini kok aneh kebijakan pencatatan kok berubah-ubah. Ini yang membuat saya bingung. Inilah yang menjadi problem utama di dalam pencatatan pada Laporan Keuangan. Stanley Pattimbano, SE: Menurut saya WTP biasanya terkait dengan pengelolaan aset, berapa biaya yang dikucurkan dan berapa aset yang didapat dicatat. Selama ini banyak masalah yang ada di Kementerian Perhubungan adalah serah terima aset. Sebagai Kepala Satker saya memang belum lama, tapi dari hasil pemantauan dan diskusi-diskusi permasalahannya adalah : 1. Dari sudut pandang saya sebagai orang daerah karena saya di Dinas Perhubungan, hal yang paling bermasalah adalah “belum taat azas dalam otonomi “. Contohnya dalam menjalankan Satker sementara, banyak temuan tentang aset pada Satker sementara. 2. Mekanisme Proses serah terima aset yang cukup lama, sedang pelabuhan dan kapal
sudah beroperasi, sementara status asetnya belum jelas. Kendala tersebut menurut kami dikarenakan harus melalui prosedur yang terlalu panjang. Dari Satker Daerah ke Kementerian dilakukan lagi cross check, baru kemudian dilakukan Hibah. Sehingga proses tersebut sering membuat tahapan penyerahan aset menjadi lama. Sementara pada saat diaudit BPK, mereka melihat sudah 1 tahun beroperasi namun asetnya belum jelas ada dimana (apakah di Kemenhub atau Pemda). 3. Mekanisme keterbatasan personil juga menghambat. Kemenhub tidak punya Dana Alokasi Khusus (DAK) jadi semua ke pusat. Di Indonesia terdapat 37 provinsi dan semua ada anggaran pembangunan. Bayangkan akan ada serah terima secara bersamaan dan tentunya akan ada tim untuk menilai. Bisa dibayangkan dengan terbatasnya tim tentunya akan menghambat serah terima pekerjaan. Saran kami aset yang diserahkan ke kotaMadya /Kabupaten mekanismenya dari APBN diserahkan melalui DAK dan/atau Dana
Alokasi Umum (DAU). Jadi dana APBN diserahkan ke Kota Madya/ Kabupaten untuk dikelola, sehingga proses asetnya tidak lagi di Kementerian, tetapi sudah langsung menjadi aset daerah yang bersangkutan. Selama ini Perhubungan menggunakan sistem Dana Sektoral sehingga menyebabkan proses serah terima asset agak lambat. Sementara hasil pekerjaan ini nantinya akan diserahkan kepada Kota Madya/ Kabupaten / Provinsi. Kalau kita mau taat azas kenapa tidak di DAU atau di DAKan saja, namun pengawasan tetap oleh Kementerian. Sebenarnya ini berawal dari perencanaan. Khusus di LLAJ sudah ada DAK. DAK sudah dilaksanakan sejak 2 tahun lalu sehingga saya rasa itu tidak akan menjadi persoalan bila menyangkut hibah/aset, karena otomatis masuk DIPA-nya Dinas yang mengelola. Dengan demikian Kementerian Perhubungan menghibahkan dana APBN-nya ke APBD melalui DAK, Sehingga Kementerian Perhubungan tidak pusing lagi urusan aset, namun tanggung jawab transportasi tetap berjalan. Ka. UPT Bitung: Terkait dengan penatausahaan aset, ada sebuah pemasalahan yang sangat krusial
Walikota Bitung Hanny Sondakh saat meresmikan kantor PT. Tanto Intim
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
9
N
A
R
A
S
U
M
B
E
R
yaitu pada Satker Pembangunan Faspel Bitung yang tugasnya melaksanakan pembangunan di dermaga Bitung. Kenapa tidak dilaksanakan oleh KSOP Bitung, sehingga ada reduksi kewenang di KSOP Bitung Ka. Otoritas Bandara: Kantor Otorita Bandara baru berdiri selama 2 tahun. Kami sedang melakukan pembenahan aset yang ada. Mohon adanya sosialisasi secara kontinyu dari Kantor Pusat terkait dengan aturan-aturan yang baru. Sebagai UAPPA/B-W, apakah terdapat kendala dalam menjalankan tugas dan fungsi baik ketersediaan dana, SDM maupun sarana prasarana? Tommy Kalase, SE: Posisi kami bukan sebagai Koordinator SAI. Stanley Pattimbano, SE: Karena lokasi kami dengan Satker LLAJ dekat sehingga keterbatasan dana tidak jadi kendala Ka. UPT Bitung: Sangat terkendala. Setiap tahun kami hanya mendapat alokasi dana 25 juta rupiah, Padahal UAKPA kami sangat banyak. Kami kesulitan ketika akan melaksanakan rekonsiliasi baik Semesteran maupun Tahunan. Disamping itu untuk kebutuhan sarana dan prasarana, kami sangat mengharapkan tambahan komputer 5 buah di tahun 2014. Mohon permintaan kami dikabulkan. Ka. Otoritas Bandara: Fungsi kami hanya sebagai koordinator. Mohon fungsi tersebut diperluas dan diberikan kewenangan untuk memberikan hukuman dan penghargaan kepada UAKPA yang berada dibawah kami sehingga pelaksanaan SAI bisa semakin lancar. Pada saat Inspektorat Jenderal melakukan Audit dan Reviu, sering dijumpai bahwa Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) masih minimalis, belum
10
Bandara Sam Ratulangi, Manado
menjelaskan secara rinci akunakun yang ada di Neraca dan Laporan BMN termasuk kendala yang dihadapi. Sebagai contoh penyebab realisasi belanja modal sangat rendah, mengapa demikian ? Tommy Kalase, SE: Sepengetahuan kami, CaLK yang kami susun sudah mengacu pada peraturan yang berlaku. Kami sudah menjiplak semuanya. Stanley Pattimbano, SE: Memang kami belum memahami secara utuh proses penyusunan CaLK ini Ka. UPT Bitung: Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun CaLK. Kalau dirasa kurang informatif mohon arahan dan bimbingan dari Kantor Pusat. Ka. Otoritas Bandara : (sambil tersenyum) Kebetulan penyusun CaLK baru dinas ke Jakarta. Kami kurang memahami Menurut Bapak, apakah honor yang diberikan kepada petugas SAI sudah sebanding dengan tanggung jawabnya? Tommy Kalase, SE: Kalau bisa ditambah lebih baik. Supaya bisa meningkatkan kinerja
Stanley Pattimbano, SE: Perlu adanya penyesuaian. Karena tugas dan tanggung jawabnya sangat besar. Ka. UPT Bitung: Sangat tidak cukup. Coba bandingkan honor petugas SAI hanya Rp. 150.000/ bulan sementara tugas dan tanggung jawabnya sangat berat. Apalagi saat rekonsiliasi tugasnya sangat berat. Ka. Otoritas Bandara: Sangat tidak mencukupi. Terkait dengan aturan-aturan baru. Apakah sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Pusat Kementerian Perhubungan sudah efektif? Tommy Kalase, SE: Kami berkoordinasi dengan KPPN setempat Stanley Pattimbano, SE: Koordinasi kami dengan KPPN setempat sangat baik. Apabila ada aturanaturan baru kami selalu diberitahu Ka. UPT Bitung: Selalu diinfokan oleh KKPN setempat Ka. Otoritas Bandara : Berkoordinasi langsung dengan KPPN.
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
TAMBAHAN HASIL WAWANCARA DENGAN KEPALA UPT/ SATKER DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN SULAWESI UTARA Menurut Bapak, bagaimanakah Proses Pengadaan Barang dan Jasa di kantor?
keperluan kantor dilaksanakan oleh kantor Pusat Ditjen Hubud, kami hanya terima barang saja.
Drs. Rudhy Russanto: Dalam melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa kami mengacu pada Perpres no 54 dan Prespres 70. Khusus yang terkait dengan penetapan HPS kami selalu melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
Dari hasil wawancara terhadap Kepala Satker dan UPT di 2 provinsi tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. Setiap UPT belum mempunyai persamaan persepsi dalam penatausahaan aset ;
Manusia (SDM) ; b. Kurangnya sarana dan prasarana (contohnya : Laptop, Komputer dan printer); c. Jumlah dana perjalanan dinas untuk koordinasi ke Kantor Pusat kurang memadai khususnya untuk koordinasi dalam hal laporan keuangan; d. Belum diberlakukan Reward dan Punishment terhadap pelaksanaan Laporan Keuangan; e. Pada umumnya penetapan HPS yang dilakukan
B. Senoaji, ATD. MT: Kami sepakat dengan Ka Satker LLAJ bahwa penetapan HPS kami selalu berkonsultasi dengan Ditjen Hubdat. Ir. Haryanto, MM: Proses pengadaan Barang dan Jasa sudah kami sesuaikan dengan Perpres no 54 dan 70. Tommy Kalase: Kami telah mengacu pada Perpres 54 dan Perpres 70 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Akan tetapi dalam penetapan HPS kami berkoordinasi dengan Ditjen Hubdat Stanley Pattimbano: Pengadaan Barang dan Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan Perpres 54 dan 70. Ka. UPT Bitung: (tersenyum) terkait dengan Penetapan HPS selama ini kami mengacu dari HPS yang ditetapkan oleh Ditjen Hubla khususnya terkait dengan pembangunan, HPS ditetapkan oleh Ditpelpeng. Ka. Otoritas Bandara: Proses pengadaan barang dan jasa yang kami laksanakan telah mengacu pada Perpres no 54 dan 70. Akan tetapi untuk pengadaan barang
Otoritas Pelabuhan Bitung
2. Catatan atas Laporan Keuangan yang disusun belum menggambarkan secara rinci akun-akun dalam Laporan Keuangan ; 3. Honor petugas SAI belum sebanding dengan beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya ; 4. UPT yang ditunjuk sebagai UAPPA/B-W belum bisa maksimal dikarenakan terkendala beberapa faktor, antara lain : a. Kurangnya Sumber Daya
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
oleh PPK belum mengacu sepenuhnya dari harga pasar setempat. Penetapan HPS dilakukan berdasarkan harga yang dikeluarkan dari Pemerintah Daerah setempat dan harga tahun sebelumnya. Selain itu juga berdasarkanstandar biaya yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan serta mengacu pada harga yang ditetapkan oleh Eselon I.
11
N
A
R
A
S
U
M
B
E
R
WAWANCARA KEPALA BP3IP JAKARTA
B
P3IP adalah UPT (Unit Pelaksana Teknis) di lingkungan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan yang sejak tahun 2010 telah menjadi Badan Layanan Umum (BLU).
Capt. Ridwan Setiawan, M.Si, M.Mar
TUMBUH & BERKEMBANG
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas (Bab I Pasal 1 PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan BLU). 12
Sesuai pasal 27 ayat (8) Laporan pertanggungjawaban keuangan BLU diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu laporan keuangan BP3IP juga diaudit oleh Akuntan Publik. Sampai saat ini sudah mendapat opini WTP beberapa kali. Hal inilah yang mendorong tim buletin TRANSPARANSI untuk mewawancarai Kepala BP3IP Capt. Ridwan Setiawan, M.Si, M.Mar. sebagai narasumber mewakili UPT yang berhasil mencapai opini WTP dengan harapan dapat menjadi inspirasi bagi UPT Kementerian Perhubungan lainnya. Berikut hasil wawancara Tim buletin TRANSPARANSI Inspektorat Jenderal dengan Kepala BP3IP : Upaya-upaya apa yang dilakukan BP3IP sehingga memperoleh opini WTP atas penilaian Akuntan Publik ? Dengan diterapkan BLU di BP3IP maka merupakan kewajiban untuk melakukan audit Independent oleh Akuntan Publik setiap tahun, dan sudah 4 kali kami mendapat opini WTP dari akuntan publik. Yang kami lakukan adalah :
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
1. Upaya-upaya perbaikan terus menerus secara konsisten 2. Pengendalian secara bertahap, kontinyu dan membentuk Tim yang melakukan rapat minimal 1 minggu 1x setiap hari Selasa untuk mengukur keberhasilan penyelenggaraan kegiatan secara menyeluruh. Jadi semua pergerakan selalu dipantau mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. 3. Komitmen yang dibangun dan diciptakan dengan kata kunci “BP3IP bisa tumbuh & berkembang tergantung kita bersama, tidak bergantung dari pihak lain “. 4. Membangun kesadaran para pegawai walaupun dengan segala keterbatasan dan kemampuan pegawai. Diakui secara teknik, SDM di BP3IP banyak yang tidak sesuai bidangnya tapi kita jadikan pegawai tersebut menjadi tahu dan mengerti dengan cara mengadakan work shop dan pelatihan sehingga orang yang bukan akuntansi dapat mengerti akuntansi. 5. Dibutuhkan komando dan keseriusan dari pimpinan, karena bawahan mengikuti atasan, kalau atasan tidak memberi contoh yang baik maka semangat bawahan akan rendah.
Sejak kapan Evaluasi seminggu sekali tersebut dilakukan?
tif yang tentunya harus diawali dengan kursif terlebih dahulu.
Evaluasi tersebut saya lakukan sejak saya di sini dan sebelum adanya BLU. Saya terapkan pertemuan rutin/pengendalian mingguan. Tim monitoring evaluasi mingguan dibentuk dan melakukan rapat minimal 1 minggu dan mewajibkan adanya laporan mingguan. Sebagai komandan saya tidak pernah bosan memberikan pengarahan kepada bawahan, agar tumbuh kesadaran. Menurut saya kesadaran harus dipaksakan, oleh
Kapan saat menggunakan Kursif dan Partisipatif? Dalam melaksanakan suatu kegiatan yang ideal, memang dibutuhkan metode partisipatif (pimpinan bicara bawahan bertindak). Tapi kita tidak harus selalu bergantung kepada pola tersebut. Kita dapat pula menggunakan Pola kursif (bawahan harus diperintah) namun kita sebagai pimpinan menjelaskan alasan kita merintahkan demikian), Kata kunci yang saya tegaskan ke bawahan adalah: “Semua kegiatan yang dikerjakan pegawai harus dalam rangka meningkatkan layanan pendidikan”. Bagaimana penerapan SPI dilingkungan BP3IP?
karenanya diperlukan power dari seorang pemimpin. Kapasitas seorang pemimpin harus lebih tinggi dari bawahannya dan harus menjadi tempat bertanya, bukan malah banyak bertanya. Namun demikian tetap selalu membuka dialog secara 2 arah.
Bila lingkungan pengendalian rapuh maka pengendalian akan menjadi sulit, karena pengendalian dimulai dari perencanaan yang baik, lingkungan kondusif dan SDM yang berintegritas.
Jadi dapat dikatakan Bapak menggunakan 2 metode (kekuasaan & kekeluargaan) ?
Kendala pasti ada, tapi bukan menjadi penghambat namun menjadi tantangan bagaimana menyelesaikan kendala, jadi kembali kepada gaya kepemimpinan. Saya lebih banyak di kantor dari pada di luar. Pimpinan harus menjadi contoh, saya datang paling pagi dibanding
Dua Metode tersebut dalam istilah managementnya adalah metode partisipatif (dari bawah) dan kursif (tekanan dari atas), namun arahnya lebih partisipa-
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Apa kendala penerapan SPI ?
13
N
A
R
A
S
U
M
E
R
anak buah. Pemimpin datang untuk menyelesaikan masalah bukan menjadi masalah. Seorang pimpinan harus berani mengambil keputusan, jadi bila ada masalah segera diselesaikan dan ambil keputusan, bukan didiskusikan terus menerus. Bila Bapak lebih banyak dikantor, apakah anak buah tidak merasa selalu diawasi ? Anak buah merasa selalu diawasi bila lingkungan tidak sehat, nyatanya dengan adanya saya di kantor, anak buah merasa nyaman karena kehadiran saya dapat menyelesaikan masalah sesuai fungsi saya sebagai pemberi solusi dalam penyelesaian masalah. Walaupun saya sedang dinas diluar kantor, namun tidak menjadikan saya putus hubungan dengan kantor, saya tetap aktif bertanya tentang keadaan kantor agar bisa memutuskan hal-hal yang penting.
Tim Buletin Transparansi bersama Kepala BP3IP Jakarta dan Jajarannya
tercapai WTP apakah ada yang salah dengan petugasnya?
Resepnya adalah bekerja dengan hati. Sebagai pimpinan bekerja terus menerus untuk mengningkatkan ilmu demi kepentingan anak buah, karena tugas saya mengkoreksi. Marah bukan karena benci dan kita harus memberitahu bagaimana semestinya.
Yang salah adalah komandan, tidak ada anak buah yang salah. Untuk memperkecil kesalahan, maka sebagai pemimpin, kita yang harus memimpin. Bila bawahan salah, itu karena mereka tidak tahu, bukan karena kesengajaan. Oleh karena itu sebagai pemimpin harus membimbing anak buah. Untuk urusan ke luar, pemimpin mengambil alih tanggung jawab dan untuk urusan ke dalam pimpinan harus membenahi bawahan. Di BP3IP tidak dikenal istilah pimpinan adalah pemilik kebenaran, karena pimpinan boleh dilawan/ merespon ucapan yang tidak sesuai, walaupun kenyataannya tidak ada yang berani melawan/ merespon karena ilmu saya lebih tinggi, jadi mereka tidak berani berdebat.
Output LK yang kita dambakan adalah opini WTP. Bila tidak
Sejauh mana Bapak bertanggung jawab atas laporan ke-
Apa resep menjalin hubungan yang baik antara atasan & bawahan, namun tetap disegani?
14
uangan yang dibuat? Itu semua menjadi tanggung jawab bersama, maka semua yang terkait wajib membubuhkan paraf, mulai dari tukang ketik sampai pembuat surat tanggung jawab mutlak. Jadi ada beban moril, dan saya mengatakan “Bila kantor kita bagus semua orang akan menikmati”. Jadi upaya terus menerus harus dimaksimalkan. Dan yang saya keluhkan atas temuan adalah kita tidak punya ruang untuk membela diri, karena biasanya biar “cepet aja”. Kami butuh ruang membela diri karena kadang kala persepsi pemeriksa berbeda, maka perlu ada penengah. Selain itu pada temuan selalu yang dinilai yang jeleknya saja dan tidak ada temuan baiknya. Maka perlu dibuat aturan baru terkait adanya temuan yang baik.
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Terkait tupoksi Itjen, sering ditemukan pengelola anggaran (KPA/PPK) tidak terbuka kepada petugas SIMAK BMN/SAK terhadap catatan keuangan, mengapa demikian ? Karena kita bukan kerja tim. Bila kerja tim antara atasan & bawahan maka yang dikerjakan hasilnya akan terbaik. Persoalan resiko menjadi resiko bersama. Sebagai pimpinan harus melaksanakan pendekatan keagamaan. Jadi sombong itu milik Tuhan. Jabatan adalah sementara/ pinjaman sementara. Kesalahan organisasi saya back up, maka semua harus ikut arahan saya. Khusus petugas keuangan apakah masih kurang atau sudah cukup ? Saya katakan cukup karena saya dapat mengisi/ mencari sendiri, namun tentunya yang bagus jabatan tersebut dise-
Diperlukan komitmen dari pimpinan UPT. Komandan harus punya kapasitas dan integritas untuk memimpin organisasi dengan sungguhsungguh. diakan pemerintah/PNS lulusan akuntansi. Apakah Sosialisasi Peraturan terbaru sudah berjalan ? Sosialisasi peraturan terbaru sudah berjalan, karena dengan adanya teknologi, kita dipaksa keadaan agar kita harus selalu meng up date, bila tidak dilakukan akan sulit/ menyusahkan diri sendiri. Bagaimana pelaksanaan Audit oleh Itjen terkait Reviu LK?
Bila saja kami mendapat back up dari Itjen tentunya akan lebih baik lagi. Soal efektif & efisien relatif dan bisa dinilai terkait output. Jadi menurut saya Itjen belum berhasil dalam menggiring ke opini WTP. Apa arahan Bapak kepada UPT yang belum mencapai WTP? Diperlukan komitmen dari pimpinan UPT. Komandan harus punya kapasitas dan integritas untuk memimpin organisasi dengan sungguh-sungguh. Menurut Denim dalam Teori Quality Management: “lebih dari 93% kesalahan adalah di pimpinan”. Jadi kalau mutu lembaga baik maka pimpinan dulu yang harus baik. Apa Harapan bapak terhadap Tim audit dan SPI?
Balai Besar Pendidikan, Penyegaran dan Peningkatan Ilmu Pelayaran (BP3IP) Jakarta
Harapan saya dalam mengaudit jangan hanya melaksanakan audit dokumen saja tetapi lakukan wawancara kepada pimpinan dan manajemen. Masalah SPI di seluruh kementerian adalah kurangnya keterbukaan pimpinan, oleh karenanya perlu keterbukaan dari pimpinan. (Tim Buletin Transparansi)
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
15
O
P
I
N
I
REVIU LAPORAN KEUANGAN
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Kementerian adalah Inspektorat Jenderal. Sesuai dengan pasal 33 ayat 3 peraturan pemerintah nomor 08 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah dan PP Nomor 60 tahun 2008 pasal 57 ayat 1 serta Pasal 32 ayat 4 sampai dengan 6, Aparat Pengawasan Intern Kementerian Negara/Lembaga melakukan reviu atas laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga yang bersangkutan. Sesuai PMK 171/PMK.05/2007 juga menyebutkan bahwa laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang telah direkonsiliasi dengan Ditjen PBN cq. Dit APK akan direviu oleh aparat pengawasan intern Kementerian Negara/Lembaga.
Oleh: M. Mustofa, SE dan M. Hanad Haifani, SE
Pelaksanaan kegiatan Reviu Laporan Keuangan
M
enteri/Pimpinan Lembaga sebagai pengguna anggaran/ pengguna barang Kementerian /Lembaga yang dipimpinnya mempunyaitugas menyusun dan menyampaikan Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga (LK K/L) yang dipimpinnya (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuan16
gan Negara Pasal 9 ). Mengingat luasnya rentang kendali yang berada dalam kewenangan seorang Menteri/ Pimpinan Lembaga maka perlu adanya reviu atas laporan keuangan oleh aparat independen di lingkungan kementerian/ lembaga yang bersangkutan.
Dalam rangka penjaminan bahwa penyusunan LK K/L tersebut telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) maka sebelum LK tersebut ditandatangani oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dalam Pernyataan Bertanggung jawab (Statement Of Resposibility) maka harus dilakukan Reviu oleh Inspektorat Jenderal. Reviu dimaksud digunakan untuk membantu Menteri/Pimpinan Lembaga meyakini bahwa Laporan Keuangan telah disusun dan disajikan sesuai dengan SAP. Secara lengkap LK meliputi :(1) Laporan Realisasi Anggaran; (2) Neraca dan (3) Catatan atas Laporan Keuangan dilampiri dengan Laporan keuangan
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Badan Layanan Umum pada Kementerian Negara/Lembaga masing-masing(Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 55 ayat 2). Sebagai pedoman pelaksanaan reviu LK, Kementerian Keuangan telah menyusun Peraturan Menteri Keuangan dengan nomor PMK No. 41/PMK.09/2010 tentang Standart Reviu Atas Laporan Keuangan. Pedoman Pelaksaan Reviu Laporan Keuangan pada Pemerintah Pusat dan Kementerian/Lembaga. Sesuai dengan PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam rangka menghasilkan informasi yang dapat diandalkan (termasuk informasi keuangan seperti LK), Menteri/Pimpinan Lembaga, harus mengadakan pengendalian atas pengelolaan informasi karena Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggungjawab secara formil dan materiil terhadap penyusunan dan penyajian LK. Pengertian dan Tujuan Reviu Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 41/ PMK.09/2010 tentang Standar Reviu Atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dijelaskan bahwa Reviu adalah penelaahan atas penyelenggaraan akuntansi dan penyajian Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga oleh auditor Aparat
Pengawasan Intern Kementerian Negara/Lembaga yang kompeten untuk memberkan keyakinan terbatas bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dan LK K/L telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dalam upaya membantu Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menghasilkan LK K/L yang berkualitas. Tujuan Reviu adalah membantu terlaksananya penyelenggaraan akuntansi dan penyajian LK K/L dan memberikan keyakinan terbatas mengenai akurasi, keandalan, dan keabsahan informasi LK K/L terhadap pengakuan, pengukuran, dan pelaporan transaksi sesuai dengan SAP kepada Menteri/Pimpinan Lembaga sebelum disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Presiden melalui Menteri Keuangan. Perbedaan antara Reviu dan Audit Reviu berbeda dengan audit. Menurut Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dan Keputusan BPK RI Nomor 04/K/I-XIII.2/5/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan “Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dilakukan dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Sedangkan Reviu atas laporan keuangan adalah pelaksanaan prosedur permintaan keterangan dan analisis yang menghasilkan dasar memadai bagi akuntan untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa tidak terdapat modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai SAP. Reviu tidak memberikan dasar untuk menyatakan pendapat karena: - Reviu tidak mencakup pemerolehan pemahaman pengendalian intern. - Reviu tidak mencakup penetapan risiko pengendalian. - Reviu tidak mencakup pemerolehan bahan bukti yang menguatkan seperti inspeksi, pengamatan, dan konfirmasi. Reviu menjadikan perhatian akuntan tertuju kepada hal-hal penting yang mempengaruhi laporan keuangan, namun tidak memberikan keyakinan untuk 17
O
P
I
N
I
mengetahui semua hal penting yang akan terungkap melalui suatu audit.
perlukan dalam praktek reviu; (2) menyediakan kerangka untuk menjalankan dan meningkatkan
Karakteristik Reviu Tingkat Penjaminan Jaminan terbatas (Negative Assurance) Prosedur dan teknik Teknik penelusuran yang digunakan angka, permintaan keterangan dan prosedur analitis. Asersi manajemen Pengakuan, keabsahan, yang akan diyakini kehandalan, akurasi, pengukuran dan pelaporan. Standar Reviu atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga Sesuai dengan amanah PP 60 tahun 2008 pasal 57 tersebut Menteri Keuangan telah menetapkan PMK Nomor 41/ PMK.09/2010 tentang Standar Reviu atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga, yang selanjutnya disebut Standar Reviu adalah prasyarat yang diperlukan oleh Aparat Pengawasan Intern Kementerian Negara/Lembaga untuk menjalankan dan mengevaluasi pelaksanaan reviu atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga. Standar tersebut di atas bertujuan untuk: (1) memberikan prinsip-prinsip dasar yang di18
Audit Kewajaran Laporan (Positive Assurance) Teknik penelusuran angka, permintaan keterangan dan prosedur analitis, pemeriksaan fisik dan konfirmasi. Keberadaan & Keterjadian, Hak & Kewajiban, Kelengkapan, Penilaian & Pengalokasian, Penyajian & Pengungkapan.
nilai tambah reviu; (3) menetapkan dasar-dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan reviu; dan (4) mendorong peningkatan kualitas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga. Pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan dapat dilakukan secara parallel bersamaan dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga. Yang dimaksud parallel adalah Reviu dilakukan sepanjang pelaksanaan Anggaran dan tidak menunggu sampai dengan Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga selesai disusun. Kebijakan ini diambil mengingat keterbatasan waktu penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan ke Kementerian Keuangan.
Reviu Laporan Keuangan dilaksanakan secara berjenjang menyesuaikan jadwal penyusunan Laporan Keuangan mulai, dari tingkat Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/B), Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA/B-W), Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Eselon I (UAPPA/BE1 sampai dengan tingkat Unit Akuntansi Pengguna Anggaran/ Barang (UAPA/B). Langkah-langkah Reviu Laporan Keuangan Kementerian/ Lembaga Reviu dilakukan dengan aktivitas : 1. Menelusuri laporan keuangan ke catatan akuntansi dan dokumen sumber. 2. meminta keterangan mengenai proses pengumpulan, pengikhtisaran, pencatatan dan pelaporan transaksi keuangan. 3. meminta kegiatan analitik untuk mengetahui hubungan dan hal-hal yang kelihatannya tidak biasa. Beberapa langkah reviu yaitu : 1. Pastikan bahwa rekonsiliasi belanja telah dilakukan antara unit akuntansi dengan KPPN melalui permintaan keterangan dan penelusuran ke Berita Acara Rekonsiliasi. 2. Lakukan uji petik atas transaksi belanja dan pastikan bahwa setiap transaksi tersebut telah didukung dokumen pengeluaran yang
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
sah, melalui penelusuran ke dokumen Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). 3. Pastikan bahwa pengembalian belanja hanya merupakan transaksi pengembalian belanja untuk periode berjalan, melalui permintaan keterangan dan penelusuran jurnal transaksi ke dokumen Surat Setoran Bukan Pajak (SSPB). 4. Pastikan bahwa pengembalian belanja periode sebelumnya telah diakui dan dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak, dengan melakukan permintaan keterangan dan penelusuran jurnal transaksi ke dokumen SSBP. 5. Pastikan bahwa setiap belanja modal telah dicatat dalam jurnal korolari dan menambah Aset Tetap, dengan melakukan penelu-
suran dokumen SPM dan SP2D ke jurnalnya. Syarat sebagai Pereviu Laporan Keuangan Kementerian/ Lembaga. Untuk mencapai efektifitas reviu atas laporan keuangan, pereviu harus memiliki kompetensi tertentu. Sesuai dengan tujuan reviu, tim reviu secara kolektif seharusnya memiliki kompetensi sebagai berikut: 1) Menguasai standar akuntansi pemerintahan 2) Menguasai system akuntansi instansi yaitu system akuntansi keuangan dan system manajemen dan akuntansi barang milik Negara 3) Memahami proses bisnis atau kegiatan pokok unit akuntansi yang direviu 4 ) Menguasai dasar-dasar audit 5) Menguasai tehnik komunikasi dan 6) Memahami analisis basis data
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Untuk mencapai tujuan reviu sebagaimana telah dibahas pada bagian di atas, apabila pereviu menemukan kelemahan dalam penyelenggaraan akuntansi dan/ atau kesalahan dalam penyajian laporan keuangan, maka pereviu bersama-sama dengan unit akuntansi harus segera melakukan perbaikan dan/atau koreksi atas kelemahan dan atau kesalahan tersebut secara berjenjang. Laporan Reviu Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga Hasil reviu dituangkan dalam pernyataan telah direviu dan sesuai dengan Perdirjen Perbendaharaan no 44/PB/2006 pasal 3 ayat (3), Pernyataan telah direviu ditandatangani oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/ lembaga yaitu Inspektur Jenderal. Selanjutnya sesuai pasal 4 ayat (1) pernyataan telah direviu merupakan salah satu dokumen pendukung untuk penyusunan statement of responsibility (pernyataan tanggung jawab) oleh menteri/pimpinan lembaga. Sedang pada ayat (2) menyatakan bahwa laporan keuangan kementerian negara/ lembaga yang disampaikan kepada Menteri Keuangan disertai dengan pernyataan tanggung jawab yang ditandatangani oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dan Pernyataan telah direviu yang ditandatangani oleh Aparat Pengawasan Intern Kementerian Negara/ lembaga
19
O
P
I
N
I
PERPRES 70 TAHUN 2012
“DEBOTTLENECKING” DALAM PENYERAPAN ANGGARAN Oleh: Maizar Radjin
I
stilah Debottlenecking sering diungkapan oleh kalangan Pejabat dan Petinggi Negara. Secara luas debottlenecking dapat diartikan melepas hambatan, dengan melakukan analisis, koordinasi, dan memberikan fasilitasi untuk mengurai masalah-masalah yang terjadi dalam implementasi khususnya dalam penyerapan anggaran. Salah satu penyebab lambannya 20
penyerapan anggaran yaitu terjadi hambatan terhadap kurangnya akomodatifitas peraturan dalam pengadaan barang/jasa dan adanya ketakutan dari para pelaku pengadaan terhadap aspek-aspek hukum yang sering menimpa petinggi-petinggi negara saat ini. Hal tersebut kini telah diakomodir dalam Peraturan Presiden. Pertama peraturan mengenai pengadaan
Vol. 8 No. 1 Tahun 2014
barang/jasa dan kedua peraturan mengenai pelaksanaan anggaran negara. Upaya percepatan anggaran diwakili dengan lugas oleh dua Peraturan Presiden (Perpres) yang akan kita bahas secara garis besarnya, Aturan Pertama pada Peraturan Presiden No. 53 tahun 2010 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Pre-
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
7
siden No. 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan kedua pada Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan petunjuk teknisnya lebih mendalam dapat kita lihat pada Peraturan Kepala (PERKA) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) No. 14 Tahun 2012. Dua hal di atas dapat merepresentasikan dan menjawab kenapa hal yang sama selalu menjadi penghambat dalam penyerapan anggaran dan belanja negara, baik secara substansial maupun secara administrasi. Oleh sebab itu sejak diundangkan tanggal 1 Agustus 2012, Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan mulai tanggal 1 Agustus 2012 berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 dengan terlebih dahulu melakukan revisi Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang kemudian ditayangkan di website K/L/D/I. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sebelumnya tetap berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Sementara itu, perjanjian/kontrak yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian/kontrak.
Perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 mempunyai 3 tujuan yang secara garis besarnya meliputi :
1.
Esensi dari pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat diilustrasikan seperti di bawah ini : Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Mempercepat pelaksanaan APBN/APBD yang meliputi : a. Penyusunan Rencana Umum Pengadaan (procurement - plan) dan penyusunan rencana penarikan dana (disbursment plan); b. Proses pengadaan barang/jasa sebelum dokumen anggaran disahkan dengan menyediakan biaya pendukung dan Penetapan/Pengangkatan Pengelola Pengadaan (PPK, Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan, Bendahara, Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan, dan
lain-lain) tidak terikat tahun anggaran; c. Menaikkan nilai Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya dari Rp. 100 juta menjadi Rp. 200 juta; d. Menaikan batas (threshold) nilai pengadaan barang/jasa dengan Pelelangan Sederhana/Pemilihan Langsung dari Rp. 200 juta menjadi Rp. 5 Milyar; e. Pengecualian persyaratan sertifikasi bagi PPK yang dijabat oleh Eselon I dan II dan PA/KPA yang bertindak sebagai PPK dalam hal tidak terdapat pejabat yang memenuhi persyaratan; f. Pendelegasian menjawab sanggah ban21
O
2.
22
P
I
N
I
ding dari Pimpinan Kementerian/Lembaga/Institusi/Kepala Daerah kepada Pejabat setingkat di bawahnya; g. Memperjelas persyaratan untuk Konsultan Internasional dengan menyesuaikan terhadap praktek bisnis di dunia internasional; h. Penambahan metode Pelelangan Terba-
a. Sanggahan hanya untuk peserta yang memasukan penawaran. Peserta yang mendaftar tetapi tidak memasukkan penawaran tidak berhak melakukan sanggahan; b. Keberadaan ULP di daerah hanya 1 (satu) di masing-masing Provinsi/Kabupaten/ Kota; c. Penanggung jawab
tas untuk pengadaan barang dimana sebelumnya Pelelangan Terbatas hanya untuk Pekerjaan Konstruksi.
proses pemilihan penyedia adalah Kelompok Kerja (Pokja) ULP; d. Penyetaraan teknis dapat dilakukan untuk pelelangan metode dua tahap; dan e. Nilai Jaminan Sanggah Banding ditetapkan menjadi 1% (satu perseratus) dari nilai total HPS. Sebe-
Memperjelas dan menghilangkan multi tafsir terhadap ketentuanketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dengan melakukan penyempurnaan seperti :
3.
lumnya, nilai Jaminan Sanggah Banding ditetapkan sebesar 2/1000 (dua perseribu) dari nilai total HPS atau paling tinggi sebesar Rp. 50 juta. Penyempurnaan yang bertujuan untuk memperjelas terhadap segala arah reformasi kebijakan pengadaan antara lain : a. Lampiran Peraturan Presiden dijadikan Keputusan Kepala LKPP (dengan persetujuan Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang Perencanaan Pembangunan Nasional); b. Mempertegas adanya mainstream Regular Bidding dan Direct Purchasing; c. Penambahan barang yang Direct Purchasing ditentukan oleh Kepala LKPP.
Sehingga hal tersebut berimplikasi terhadap metoda-metoda pelaksaan Pengadaan barang/jasa secara mendasar dan subtansial yang perlu kita ketahui diantaranya berupa :
1.
Untuk percepatan penyerapan anggaran, dilakukan perubahan yang sangat mendasar terhadap metode Pengadaan
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
2.
Langsung (Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya). Batasan nilai untuk Pengadaan Langsung dinaikan dari Rp. 100 juta menjadi Rp. 200 juta, kecuali untuk Jasa Konsultansi yang nilainya tetap Rp. 50 juta. Namun ditegaskan bahwa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dilarang menggunakan metode Pengadaan Langsung sebagai alasan untuk memecah paket pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari pelelangan. Larangan ini berlaku pada saat penyusunan anggaran, penyusunan Rencana Umum Pengadaan, maupun pada saat persiapan pemilihan Penyedia. Pelelangan Sederhana dan Pemilihan Langsung batasan nilainya juga dinaikkan dari Rp. 200 juta menjadi Rp. 5 Miliar. Selain batasan nilainya dinaikan, proses pengadaannya dapat dipersingkat. Perubahan waktu dalam proses Pemilihan langsung/Pelelangan Sederhana mencakup: Pengumuman minimal 4 (empat) hari kerja, Pendaftaran 5 (lima) hari kerja, pemasukan dokumen 1 (satu) hari
Istilah Debottlenecking sering diungkapan oleh kalangan Pejabat dan Petinggi Negara. Secara luas debottlenecking dapat diartikan melepas hambatan, dengan melakukan analisis, koordinasi, dan memberikan fasilitasi untuk mengurai masalah-masalah yang terjadi dalam implementasi khususnya dalam penyerapan anggaran.
3.
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
kerja, lamanya evaluasi tergantung kompleksitas pekerjaan, masa sanggah dipersingkat menjadi 3 (tiga) hari kerja, jawaban sanggahan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak sanggahan diterima, sanggahan banding maksimal 3 (tiga) hari kerja sejak jawaban sanggah diterima, dan jawaban sanggahan banding paling lambat 5 (lima) hari kerja. Sementara itu untuk Seleksi Sederhana Jasa Konsultansi, batasan nilainya tetap Rp. 200 Juta, namun waktu proses pemilihannya dipersingkat sama halnya dengan Pemilihan langsung/Pelelangan Sederhana. Untuk menghindari lamanya waktu untuk jawaban Sanggah Banding dari Pimpinan Kemen-
terian/Lembaga/Institusi atau Kepala Daerah karena banyaknya agenda kegiatan yang berkaitan dengan jabatan sebagai Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Kepala Instistusi, dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 diatur lebih jelas tentang pendelegasian menjawab Sanggahan Banding. Pimpinan Kementerian/Lembaga/Institusi dapat menugaskan kepada Pejabat Eselon I atau Pejabat Eselon II untuk menjawab Sanggahan Banding. Untuk Pemerintah Daerah, Gubernur/Bupati/Walikota dapat menugaskan kepada Sekretaris Daerah atau Pengguna Anggaran untuk menjawab sanggahan banding. Penugasan tersebut tidak berlaku jika Pejabat di23
O
P
I
N
I
maksud merangkap sebagai PPK atau Kepala ULP untuk paket kegiatan yang disanggah. Perubahan peraturan juga terdapat pada Peraturan Kepala (PERKA) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah(LKPP) No. 14 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 yang dipublikasikan pada tanggal 19 Desember 2012 yang sebelumnya diterbitkan Perka LKPP No. 6 tahun 2012 dengan tujuan memberikan kepastian hukum, mewujudkan good governance, terciptanya iklim usaha yang sehat, serta optimalisasi pelayanan publik dalam bidang pengadaan barang dan jasa. Adapun perubahan tersebut khususnya pada Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan secara pelelangan umum satu sampul meliputi :
1.
2.
3.
24
4.
5.
Penegasan tanggal penerbitan Surat Keterangan Fiskal (SKF) yang digunakan sebagai pemenuhan persyaratan perpajakan;
Penghapusan aturan negosiasi kepada calon pemenang cadangan 1 dan 2 apabila pemenang mengundurkan diri pada pelelangan umum.
Pada tahun 2013 juga diatur dalam Perpres 70 tahun 2012 pasal 14 ayat 1 : “Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/ Institusi diwajibkan mempunyai ULP yang dapat memberikan pelayanan/pembinaan di bidang Pengadaan Barang/Jasa” dan ayat 2 : “ULP pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/ Institusi dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/ Kepala Daerah/Pimpinan Institusi” dan
Apabila dipandang perlu, maka dapat dilakukan penjelasan pekerjaan (dulu dikenal dengan nama Aanwijzing) lanjutan atau diulang; Penegasan pada dokumen apa saksi memaraf dokumen panwaran asli yang bukan miliknya; Penegasan walaupun peserta tidak mau menandatangani Berita Acara Pembukaan Pena-waran, maka BAPP tersebut tetap sah; Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
pada Tahun 2013 lelang harus 100% dilakukan secara elekronik. Kebijakan ini merupakan amanat langsung dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013 yang rincinya tertuang dalam Lampiran Inpres 1 tahun 2013 tanggal 25 Januari 2013 No. 147 dan 148, sebagaimana sebelumnya telah diterbitkan terbit Inpres No. 17 tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 yang menyebutkan kewajiban lelang elektronik sebesar
75% untuk pemerintah pusat dan 40% untuk pemerintah daerah. Dari uraian di atas tujuan dari pengadaan barang/jasa melalui E-Procurement dapat menciptakan beberapa etika pencapaian tujuan Good Government yang kita ilustrasikan seperti gambar di bawah ini : Semua kebijakan-kebijakan, penyempurnaan serta perubahan terhadap peraturan-peraturan terdahulu yang terkait tentang pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintah dilakukan karena melibatkan dana APBN
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
yang sangat besar. Dalam APBN 2013 saja, pemerintah mengalokasikan dana untuk belanja barang dan jasa untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp. 201,3 Triliun. Artinya secara empiris kinerja Pemerintah dapat diukur dari penyerapan yang telah direncanakan dalam jangka panjang, menengah dan pendek yang tersusun di dalam RPJP, RPJM, RKP dan RENJA K/L yang kemudian menjadi pedoman disusunnya APBN dengan tidak mengesampingkan prinsip ekonomis, efektivitas dan efisiensi dengan outcome yang merata terhadap seluruh Stakeholder (masyarakat) disekitarnya. Alhasil perubahan ini kita harapkan dapat mempercepat penyerapan anggaran dan berkurangnya penyimpangan dalam proses pengadaan barang/jasa.
“Sukses itu tidak ajaib ataupun misterius. Sukses adalah konsekuensi pasti dari menerapkan beberapa langkah dasar dalam hidup” 25
O
P
I
N
I
AUDITED Kenapa Juga di Reviu Laporan Keuangannya?
serta pengakuan, pengukuran, dan pelaporan transaksi sesuai dengan SAP. Penetapan standar reviu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 41/PMK.09/2010 tentang Standar Reviu atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga diantaranya :
1.
Oleh : Maizar Radjin
2.
Memberikan prinsip-prinsip dasar yang diperlukan dalam praktik reviu; Menetapkan dasar-dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan reviu;
3.
Menyediakan kerangka untuk menjalankan dan meningkatkan nilai tambah reviu;
4.
Mendorong peningkatan kualitas LK K/L.
S
elaku Penyelengara Negara mungkin tidak akan hentihentinya bertanya kenapa harus direviu, sedangkan kami baru selesai diaudit baik oleh Eksternal mauupun Internal, apakah ada interval waktu untuk waktu kami bekerja sebelum pemeriksaan dilakukan secara simultan di tempat kami, agar kami diberikan waktu terlebih dahulu untuk melalukan pem26
benahan di lingkungan kami. Reviu dan Audit mempunyai tujuan yang berbeda. Pertama membantu terlaksananya penyelenggaraan akuntansi dan penyajian Laporan Keuangan (LK) Kementerian/Lembaga (K/L) Kedua memberikan keyakinan terbatas mengenai akurasi, keandalan, dan keabsahan informasi Laporan Keuangan (LK) Kementerian/Lembaga (K/L)
Perbedaan esensi tertulis dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah : 1. Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (Penjelasan PP 60/2008, Ps. 48 ayat (2) huruf a) 2. Reviu adalah Penelaahan
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan. (Penjelasan PP 60/2008, Ps. 48 ayat (2) huruf b) Secara aspek Audit dan Reviu dapat dibedakan menjadi : ASPEK
tern melakukan reviu atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga sebelum disampaikan menteri/pimpinan lembaga kepada Menteri Keuangan”. Reviu atas laporan keuangan juga bertujuan untuk mempertahankan akurasi dan validasi data sehingga diperlukan pengendalian akurasi oleh Inspektorat Jenderal terhadap pengendalian aplikasi yang me-
AUDIT
Keyakinan Sistem Pengendalian Intern Output
Memadai Dasar Menilai Resiko Audit Opini
Pengguna
External Stakeholder
Dalam prosesnya antara Audit dan Reviu memiliki perbedaaannya yang dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2008 pasal 57 mengatakan bahwa “Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan in-
REVIU Terbatas Telaah + Rekomendasi Rekomendasi + dasar Pernyataan Manajemen Internal Manajemen
liputi struktur, kebijakan, dan prosedur yang dirancang untuk membantu memastikan kelengkapan, keakuratan, otorisasi
serta keabsahan semua transaksi selama pemrosesan aplikasi. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah juga mengatur, APIP dalam hal ini Auditor Inspektorat Jenderal berkewajiban melakukan review (intern) dengan standar yang berlaku umum terhadap penyajian Laporan Keuangan meliputi hal sebagai berikut (Lihat tabel Standar Reviu Atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga): Uraian tersebut bertujuan agar hasil dari pelaksanaan review intern memberikan keyakinan bahwa penyusunan laporan keuangan instansi pemerintah khususnya di Kementerian Perhubungan telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah sehingga pada waktu diaudit oleh BPK tidak terdapat lagi permasalahan yang menyebabkan BPK memberikan opini atas laporan keuangan pemerintah selain Wajar Tanpa Pengecualian atau setidaknya Wajar Dengan Pengecualian. Hasil audit BPK pada tahun 2012 terdapat 93 entitas yang sudah diperiksa, namun hanya 69 Entitas yang mendapatkan opini Wajar Tampa Pengecualian (WTP). JIka dibandingkan Opini WTP untuk entitas pada tahun 2011 dengan 2012 terdapat kenaikan 2 entitas yang mendapat WTP, semula (Tahun 2011) 67 menjadi 69 entitas yang mendapat Opini WTP, namun secara persentase mengalami penurunan sebanyak 3%, hal ini disebabkan ada tambahan 6 entitas yang diperiksa oleh BPK Pada Tahun 2012. Ke27
O
P
I
N
I
STANDARD REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PMK NO. 41/PMK.09/2010 Penelaahan atas penyelengaraan akutansi dan penyajian LK oleh auditor Aparat Pengawasan Intern K/L yang kompeten untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa akutansi telah diselenggarakan berdasarkan SAI dan LK telah disajikan sesuai dengan SAP, dalam upaya membantu Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menghasilkan LK yang berkualitas PENYELENGGARAAN AKUTANSI Serangkaian kegiatan pemrosesan data untuk menghasilkan LKKL, mulai dari pengumpulan, pencatatan, dan pengikhtisaran data transaksi
Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Wajar Dengan Pengecualian (WDP) Tidak Memberikan Pendapat (TMP) Tidak Wajar (TW) Jumlah LKKL dan LKBUN
PENYAJIAN LKKL
KEYAKINAN TERBATAS
Pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Kementerian Negara/Lembaga (Neraca, LRA, CaLK)
• Akurasi, keandalan, dan keabsahan informasi • Pengakuan, pengukuran, dan pelaporan transaksi sesuai SAP • Tidak mencakup pengujian atas : SPI, catatan akutansi, dan dokumen sumber, respon permintaan keterangan.
2008 % 2009 % 2010 % 2011 % 2012 % 35 42% 45 575 53 63% 67 77% 69 74% 30 36% 26 33% 29 35% 18 21% 22 24% 18 22% 8 10% 2 2% 2 2% 2 2% - 0% - 0% - 0% - 0% - 0% 83 100% 79 100% 84 100% 87 100% 93 100%
Sumber : http://setagu.net/opini-bpk-atas-laporan-keuangan-kl-tahun-2012
menterian Perhubungan masuk kedalam kategori Wajar Dengan Pengecualian, antinya belum terdapat peningkatan terhadap Opini BPK tahun 2012 untuk hasil pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara khususnya di Lingkungan Kementerian Perhubungan menuju Wajar Tanpa Pengecualian. Pemberian Opini tersebut bisa terjadi karena belum optimalnya Pengawasan Intern khususnya terhadap penyajian Laporan Ke28
uangan sehingga masih banyak catatan-catatan atau pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Inspektorat Jenderal selaku APIP Kementerian Perhubungan pada :
1.
2.
Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan dengan Nomor LHP 37a/ HP/XIV/05/2013, tanggal 24 Mei 2013; Hasil Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern dengan nomor LHP LHP
37b/HP/XIV/05/2013, tanggal 24 Mei 2013;
3.
Hasil Pemeriksaan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan dengan nomor LHP LHP 37c/HP/ XIV/05/2013, tanggal 24 Mei 2013.
Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan bisa diminimalisir melalui hasil reviu laporan keuangan, yang mana hasil tersebut akan menjadi referensi bagi auditor eksternal untuk melakukan pendalaman dalam melakukan audit atas Laporan Keuangan Kementerian. Pengungkapan kelemahan SPI pada LHP SPIP tentu akan memudahkan auditor dalam menentukan risiko audit yang mungkin timbul. Sehingga, proses
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
audit dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien. Selama ini reviu lebih sering dilaksanakan ketika laporan keuangan telah selesai. Pelaksanaannya pun tak jarang mendekati akhir bulan maret tepat sebelum auditor eksternal melakukan audit. Jika hal ini yang dilakukan maka jelas bahwa hasil reviu belum membawa manfaat banyak untuk peningkatan kualitas laporan keuangan. Jika reviu dilaksanakan jauh hari sebelum laporan diserahkan kepada auditor eksternal atau pelaksanaan reviu secara parallel serta temuan hasil reviu segera ditindaklanjuti sebelum dilakukan audit oleh BPK akan memberikan waktu lebih untuk dilakukan perbaikan
terhadap kelemahan pengendalian ataupun adanya ketidaksesuaian dengan SAP dan tidak lagi menjadi temuan pada reviu berikutnya. Kita coba sinergikan permasalahan di atas dengan PP 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) maka ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan adalah bagian dari tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggaran SPIP. Artinya, temuantemuan terkait dengan ketaatan yang ditemukan pada saat reviu seharusnya dapat ditinjau dari aspek SPIP. Misalnya, dalam hal temuan atas kekurangan fisik pekerjaan, elemen SPIP yang masih lemah seharusnya dapat diidentifikasi, dari aspek lingkungan pengendalian, apakah sub unsur kepemimpinan yang kondusif dan pendelegasian wewenang yang tepat sudah tercipta, dari aspek kegiatan pengendalian, apakah pencatatan yang akurat telah dilaksanakan. Dalam hal kekurangan fisik tentu
akan mempengaruhi nilai aset tetap yang tercatat dalam laporan keuangan. Besarnya aset tetap seharusnya dicatat berdasarkan realisasi fisik bukan realisasi keuangan. Sehingga nilai tercatat aset tetap dalam neraca mengalami kelebihan penyajian jika kegiatan pengendalian berupa pencatatan yang akurat ini tidak dilakukan. Dengan demikian, jika kita ingin mengharapkan manfaat yang lebih dari pelaksanaan reviu maka aspek kepatuhan juga harus dimasukkan. Selain untuk meminimalisir jumlah temuan, hal ini juga merupakan bagian dari upaya untuk mencapai tujuan SPIP. Pada akhirnya peningkatan kualitas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara adalah menjadi tanggung jawab seluruh stake holder, baik itu Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, dan termasuk masyarakat untuk terus memberikan perhatian dan masukan yang konstruktif bagi peningkatan kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
“Orang yang bijak adalah yang tahu siapa yang harus dia percaya. Orang yang lebih bijak adalah dia yang selalu bisa dipercaya”
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
29
O
P
I
N
I
ANALISA
HARGA
SATUAN Oleh : Amin Hudaya
Istilah “Analisa Harga Satuan” suatu jenis pekerjaan sering kita jumpai saat melakukan audit dengan Tujuan Tertentu (ADTT) pengadaan Barang/Jasa. Analisa Harga Satuan biasanya dilakukan oleh konsultan yang dituangkan dalam Engineer’s Estimate (EE), hasil perhitungannya dapat kita lihat pada dokumen perencanaan. Apa yang dimaksud “Analisa Harga Satuan” dalam suatu pekerjaan ? Analisa Harga Satuan adalah analisa tentang harga suatu jenis pekerjaan tertentu per satuan tertentu berdasarkan rincian komponen – komponen : tenaga kerja, bahan dan peralatan yang diperlukan dengan menggunakan harga satuan sudah termasuk biaya umum (overhead) dan keuntungan. 30
U
ntuk dapat memperkirakan kewajaran harga suatu jenis pekerjaan, dapat dievaluasi dari perhitungan kebutuhan masingmasing komponen yaitu tenaga kerja, bahan, dan peralatan yang digunakan. Agar dapat mengevaluasi masing-masing komponen tersebut, terlebih dahulu harus dipahami bagaimana cara menentukan volume pekerjaan dan perhitungan kapasitas produksinya. Untuk membahas lebih jauh mengenai analisa harga satuan, ada baiknya kita memahami dulu pengertian istilah-istilah berikut ini. 1) Daftar Kuantitas dan Harga atau lebih dikenal dengan Rincian Anggaran Biaya
(RAB) adalah suatu daftar rincian perhitungan yang memuat volume, satuan, harga satuan, hasil kali volume dengan harga satuan untuk masing-masing jenis pekerjaan dan jumlah atas seluruh hasil perkalian untuk mendapatkan total harga penawaran.
6) Kembang Susut atau pengembangan material adalah perubahan berupa penambahan atau pengurangan volume material/tanah yang diganggu dari bentuk aslinya, terbagi dalam 3 keadaan yaitu keadaan asli (Bank), gembur (loose) dan padat (compact).
2) Harga satuan dasar adalah harga sesuatu per satu satuan tertentu seperti upah tenaga kerja (per jam, per hari, per bulan); Bahan/material (per m, per m2, per m3, per kg, per ton, per zak dan sebagainya); peralatan (per unit); biaya operasi/sewa peralatan (per jam, per hari dan sebagainya).
Tahapan untuk menghitung analisa harga satuan suatu biaya pekerjaan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Tentukan volume pekerjaan dan waktu yang tersedia. Antara volume pekerjaan
kan metode/cara kerja, menentukan jumlah serta tipe/ kapasitas alat yang dibutuhkan, dan perhitungan kapasitas alat per jam kerja. 2) Perhitungkan kebutuhan jenis dan kuantitas bahan. Sebagai dasar dari kebutuhan jenis dan kuantitas bahan adalah spesifikasi teknis dan spesifikasi khusus yang dipersyaratkan. Untuk perhitungan faktor kehilangan bahan dapat diambil 5-10% tergantung dari jenis bahan dan lokasi pekerjaan. Sedangkan untuk perhitungan faktor “kembang Susut”
3) Harga satuan/harga satuan pekerjaan adalah harga untuk suatu jenis pekerjaan tertentu per satu satuan tertentu. 4) Analisa spesifikasi teknik adalah analisa tentang rincian komponen-komponen tenaga kerja, bahan dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu jenis pekerjaan tertentu dengan spesifikasi tertentu. 5) Metoda kerja adalah suatu uraian mengenai tahapan, tatacara kerja, tenaga, bahan dan peralatan yang akan digunakan untuk memenuhi syarat-syarat pelaksanaan yang disyaratkan dalam dokumen pengadaan barang/ jasa.
dengan waktu yang disediakan dalam dokumen penawaran akan menghasilkan target volume per satuan waktu (volume per bulan, per hari, per jam dan seterusnya). Dari target volume per satuan ini akan dijadikan salah satu dasar dalam menentu-
dapat diambil dari data-data laboratorium setempat. 3) Tentukan metode/urutan kerja, jenis dan kapasitas alat per satuan waktu. Dasar penentuan urutan/ cara/metode kerja adalah : a) Spesifikasi teknis dan khusus, dalam spesifikasi teknis disamping telah 31
O
P
I
N
I
ditentukan standar mutu minimum produksi suatu jenis pekerjaan juga dijabarkan mengenai urutan kerja serta alat-alat minimum yang diperlukan; b) Kondisi lokasi pekerjaan, sangat mempengaruhi jenis, tipe dan kapasitas peralatan yan g digunakan; c) Tenaga kerja yang secara ekonomis dapat disediakan di lapangan akan sangat mempengaruhi dalam menentukan kom-
binasi (komposisi) antara menggunakan peralatan dengan tenaga manusia; d) Peralatan yang secara ekonomis dapat disediakan di lapangan. Jenis dan kapasitas peralatan yang secara ekonomis dapat dimobilisasi di lapangan akan sangat menentukan kombinasi penggunaan peralatan 32
dan tenaga manusia serta jumlah alat yang harus disediakan; e) Target volume persatuan waktu akan menentukan jumlah serta kapasitas alat yang dibutuhkan. 4) Tentukan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan. Dari metode/cara/urutan kerja serta management yang digunakan dapat ditentukan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja per hari per jenis pekerjaan.
5) Hitung koefisien tenaga kerja, bahan, alat dalam analisa harga satuan. Dengan dapat ditentukannya koefisien tenaga, bahan dan peralatan maka dapat dihitung perkiraan biaya suatu pekerjaan, dengan terlebih dahulu menghitung biaya operasional peralatan
yang akan digunakan per satuan waktu, menentukan harga dasar upah dan bahan berdasarkan standar biaya atau hasil survey pasar. Berikut ini salah satu contoh perhitungan analisa harga satuan pekerjaan Asphalt Hotmix per meter persegi, dengan data yang dipakai berdasarkan asumsi-asumsi berikut : 1. Kondisi pekerjaan yaitu : a. Lokasi pekerjaan : sepanjang landasan b. Kondisi eksisting landasan : sedang c. Jarak rata-rata base camp ke lokasi pekerjaan (L) : 20 km d. Tebal lapis hotmix padat (t) : 7,5 cm (0,075 m) e. Jam kerja efektif per hari (Tk) : 7 jam Dengan pertimbangan lokasi pekerjaan, volume dan waktu yang tersedia maka digunakan metode pelaksanaan menggunakan alat berat dengan urutan kerja sebagai berikut : a. Whell Loader memuat agregat dan aspal ke dalam Cold Bin Asphalt Mixing Plant (AMP) di base camp; b. Agregat dan aspal dicampur dan dipanaskan dengan AMP untuk dimuat langsung ke dalam Dump Truck dan diangkut ke lokasi pekerjaan; c. Campuran panas Asphalt Hotmix (AC) dihampar dengan Asphalt Finisher dan dipadatkan dengan Tandem Roller dan Pneumatic Tire Roller;
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
d. Selama pemadatan, sekelompok pekerja akan merapikan tepi hamparan dengan menggunakan alat bantu. 2. Pemakaian Bahan, Alat dan Tenaga a. Bahan Bahan yang digunakan terdiri dari Agregat Kasar, Agregat Halus, Filler dan Aspal. Spesifikasi teknis komposisi campuran yang dipersyaratkan 24,23% Coarse Agregat (CA), 59,65% Fine Agregat (FA), 9,32% Fraksi Filler (FF), dan 6,8% Aspal (AS).
(D1 x t) x Fh1) : D2 = 0,073 3) Filler = (FF x (D1 x t) x Fh1) x 1000 = 16,993 kg 4) Aspal = (AS x (D1 x t) x Fh2) x 1000 = 11,835 kg b. Alat Berdasarkan metode pelaksanaan dan urutan kerja diketahui peralatan yang dipergunakan adalah Whell Loader, Asphalt Mixing Plant (AMP), Genset, Dump Truck, Asphalt Finisher, Tandem Roller, Pneumatic Tire Roller dan alat bantu.
Berdasarkan hasil uji laboratorium diketahui pula Berat Jenis masing-masing Asphalt Hotmix (D1) = 2,21 Ton/m3, Agregat (D2) = 1,5 Ton/m3, Fraksi Filler (D3) = 1,60 Ton/m3 dan Aspal (D4) = 1,03 Ton/M3. Asumsi faktor kehilangan material untuk agregat (Fh1) adalah 1,10 dan aspal (Fh2) adalah 1,05.
Kapasitas masing-masing peralatan dapat dihitung sebagai berikut : 1) Whell loader : Kapasitas Produksi per jam (Q1) = (D2 x V1 x Fb x Fa x 60) / (D1 x t x Ts1) V1= Kapasitas Bucket (m3), Fb = Faktor Bucket, Fa = Faktor efisiensi alat, Ts1 = Waktu Siklus
Perhitungan kebutuhan masing-masing bahan per m2 menggunakan rumus sebagai berikut : 1) Agregat kasar = (CA x (D1 x t) x Fh1) : D2 = (24,23% x (2,21 Ton/m3 x 0,075m) x 1,10) : 1,5 Ton/m3 = 0,029 2) Agregat halus = (FA x
2) Asphalt Mixing Plant (AMP) : Kapasitas Produksi per jam (Q2) = (V2 x Fa) / (D1 x t), V2=Kapasitas produksi (Ton/jam), Fa = Faktor efisiensi alat
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
3) Generator Set (Genset): Kapasitas pro-
duksi per jam sama dengan AMP 4) Dump Truck : Kapasitas Produksi per jam (Q4) = (V4 x Fa x 60) / (D1 x Ts2 x t) V4 = Kapasitas bak (m3), Fa = factor efisiensi alat, Ts2 = waktu siklus Waktu Siklus dihitung dengan rumus : a) Waktu mengisi bak = (V : Q2b) x Tb b) Waktu angkut = (L : v1) x 60 menit c) Waktu tunggu + dump + putar d) Waktu kembali = (L : v2) x 60 menit v1 = kecepatan rata-rata bermuatan, v2= kecepatan rata-rata kosong Q2b= kapasitas AMP per Batch, Tb= waktu menyiapkan 1 batch 5) Asphalt Finisher : Kapasitas Produksi per jam (Q5) = (V5 x Fa) / (D1 x t), V5=Kapasitas produksi (Ton/jam), Fa = Faktor efisiensi alat 6) Tandem Roller : Kapasitas Produksi per jam (Q6) = (v x 1000) x b x t x Fa / (n x t) v = kecepatan rata rata alat (km/jam), b 33
O
P
I
N
I
= lebar efektif pemadatan, n = jumlah lintasan, Fa = Faktor efisiensi alat 7) Pneumatic Tire Roller : Kapasitas Produksi per jam (Q6) = (v x 1000) x b x t x Fa / (n x t), v = kecepatan rata rata alat (km/jam), b = lebar efektif pemadatan, n = jumlah lintasan, Fa = Faktor efisiensi alat 8) Alat Bantu : Diperlukan alat-alat bantu kecil yaitu kereta dorong, sekop, garpu, tongkat control ketebalan hamparan Dengan ditentukannya kapasitas masing-masing alat, maka koefisien pada komponen peralatan tersebut dapat dihitung dengan rumus : Koefisien alat per satuan tertentu = 1 : kapasitas peralatan tersebut (Q) Misalnya kapasitas produksi AMP (V2) adalah 50 ton per jam dan faktor efisiensi alat (Fa) sebesar 0,83, maka kapasitas produksi AMP per jam untuk membuat asphalt hotmix dengan ketebalan 7 cm tiap meter perseginya adalah : Kapasitas Produksi per jam (Q2) = (V2 x Fa) / (D1 x t) = (50 x 0,83) / (2,21 x 0,075) = 250,38 m2 per jam 34
Maka koefisien AMP menjadi = 1 / 250,38 m2 per jam = 0,0040 c. Tenaga Berdasarkan metode pelaksanaan dan urutan kerja diketahui kapa-
tuk melaksanakan seluruh pekerjaan tersebut adalah 10 orang pekerja (P) dengan 1 orang mandor (M), dengan demikian kebutuhan tenaga per meter persegi adalah : 1) Pekerja = (Tk x P) :Qt
Harga Jumlah Harga No Komponen Satuan Perkiraan kuantitas Satuan ( Rp.) A Tenaga 1. Pekerja Jam 0,0399 2. Mandor Jam 0,0040 B Bahan 1. Agregat Kasar M3 0,0295 2. Agregat Halus M3 0,0725 3. Filler Kg 16,9927 4. Aspal Kg 11,8346 C Peralatan 1. Whell loader Jam 0,0033 2. AMP Jam 0,0040 3. Genset Jam 0,0040 4. Dump Truck Jam 0,0641 5. Asphalt Finisher Jam 0,0050 6. Tandem Roller Jam 0,0016 7. Pneumatic Tire Roller Jam 0,0023 8. Alat Bantu ls 1 D Jumlah Harga Tenaga, Bahan dan Peralatan (A+B+C) E Overhead dan Profit F Harga satuan pekerjaan (D + E) sitas produksi alat berat yang menentukan (kapasitas produksi paling kecil) adalah Asphalt Mixing Plant (AMP) sebesar 250,38 m2/per jam. Dengan demikian produksi Asphalt Hotmix per hari adalah Tk x Q2 = 7 jam x 250,38 m2/jam = 1.752,64 m2 Kebutuhan tenaga un-
= (7 jam x 10 orang) : 1.752,64 m2 = 0,0399 jam 2) Mandor = (Tk x M) : Qt = (7 jam x 1 orang) : 1.752,64 m2 = 0,0040 jam. Dengan demikian analisa harga satuan pekerjaan Asphalt Hotmix per meter
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
persegi menjadi sebagai berikut : Dengan demikian hasil penentuan dan perhitungan suatu koefisien pada analisa harga satuan menentukan juga kewajaran harga satuan pekerjaan tersebut. Apabila koefisienkoefisien tersebut diperbesar nilainya maka harga satuan pekerjaan tersebut akan bertambah besar pula.
Analisa harga satuan yang dihitung oleh konsultan perencana menjadi dasar perkiraan biaya pekerjaan yang dituangkan dalam dokumen perencanaan atau Engineer’s Estimate (EE) dan telah sesuai dengan metode pelaksanaan dan spesifikasi teknis yang telah dipersyaratkan. Sedangkan Owner’s Estimate (OE) atau Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah perkiraan biaya proyek yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang merupakan peninjauan kembali dari EE. Untuk perhitungan harga perkiraan sendiri (HPS) oleh PPK, telah ditetapkan rambu-rambunya pada Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 pada pasal 66 ayat (7) sebagaimana telah dirubah sesuai Perubahan Kedua Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012 yaitu : Penyusunan HPS didasarkan
pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya pengadaan, dengan mempertimbangkan informasi yang meliputi : a. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS); b. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan; daftar biaya/tarif Barang/ Jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal; c. Biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya; d. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/ atau kurs tengah Bank Indonesia; e. Hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain; f. Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (Engineer’s estimate); g. Norma indeks; dan/atau h. Informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk memudahkan dalam perhitungan suatu kegiatan, konsultan perencana biasanya mengacu kepada suatu standar yang telah ditetapkan dan secara umum telah dipakai dalam menghitung suatu biaya pekerjaan, sebagai misal Standar
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Nasional Indonesia (SNI) telah menerbitkan standar analisa untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi secara umum, BOW untuk pekerjaan-pekerjaan sederhana atau Peraturan Direksi (PD-10) untuk analisa pekerjaan track dan jembatan kereta api. Biaya konstruksi dari suatu pekerjaan tidak dapat dihitung dengan suatu rumus yang pasti (exact science) karena perhitungan suatu jenis pekerjaan sangat tergantung dari pengalaman dan kesimpulan/keputusan estimator. Setelah pekerjaan dilaksanakan biaya yang realistis tiap unit pekerjaan dapat dihitung dengan membagi seluruh pos pengeluaran. Akan tetapi biaya ini tidak dapat digunakan untuk standar perhitungan pekerjaan yang akan datang. Mengingat banyaknya variable dalam komponen biaya pekerjaan maka adanya perbedaan sebesar 5% masih dinilai cukup wajar. Daftar Pustaka - Bahan Pembekalan Sertifikasi General Superintendent, Modul VII-I, Analisa Biaya Umum Jalan dan Jembatan, Ditjen Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum; - Alat Berat untuk Proyek Konstruksi, Edisi kedua, Ir. Susy Fatena Rostiyanti, M.Sc., Penerbit Rineka Cipta., 2008 35
O
P
I
N
I
GRATIFIKASI
& SUAP BAGI PEJABAT NEGARA Oleh : Yulianto Setiawan
P
ra Rapat Dinas (Pra Radin) Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan tanggal 5-6 Desember 2013 di Bumi Tapos Bogor, diisi dengan paparan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan topik “Sosialisasi Unit Pengendali Gratifikasi dan Whistle blowing System”. Paparan dibawakan oleh 3 orang nara sumber yang terbagi dalam 2 sesi yaitu sesi pertama tentang gratifikasi dan suap sedang sesi kedua tentang whistle blowing system. Karena kegiatan Pra Radin hanya diwakili oleh sebagian pegawai Itjen, maka kami memandang perlu untuk menyajikan ringkasan paparan dari KPK tersebut agar seluruh pegawai Itjen dapat memahami dan mengenali arti sesungguhnya dari gratifikasi dan suap. Sebagian besar pegawai Itjen sudah mengetahui apa itu gratifikasi maupun suap, walau hanya sebatas garis besarnya saja. Namun bila ditanya makna secara harfiahnya, banyak dian36
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
tara kita yang tidak yakin untuk menjawabnya, belum lagi bila harus menjelaskan tindakan apa saja yang tergolong gratifikasi atau suap, serta hukuman apa bagi penerima gratifikasi maupun penerima suap? Kita pasti menganggap gratifikasi identik dengan suap, pengertian ini bisa benar, namun juga bisa salah, lho koq !!!. Sebagai contoh, mari kita lihat kejadian yang pernah terjadi di
republik kita yang tercinta ini : a) Pada bulan Juni 2010, KPK menangkap basah pegawai di Pemerintah Kota Bekasi Jawa Barat dan pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat terkait penerimaan hadiah atau janji kepada dua pemeriksa BPK Perwakilan Jawa Barat berupa uang sebesar Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) yang diberikan secara bertahap agar laporan keuangan Kota Be-
kasi tahun 2009 menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). b) Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo melaporkan Pemberian gitar bas dari bassis Metallica, Robert Trujillo kepada KPK. Oleh KPK pemberian tersebut dinilai sebagai bentuk gratifikasi dan untuk selanjutnya disita oleh negara. Dari kedua kasus kejadian tersebut di atas, terdapat kesamaan yaitu adanya pemberian hadiah kepada pejabat negara, namun ada pula perbedaannya yaitu dalam pengenaan proses hukumnya. Untuk kasus yang pertama dimana pejabat BPK yang bersangkutan dikenakan hukuman sanksi pidana berupa kurungan penjara, sedangkan untuk Gubernur Jokowi hanya dilakukan penyitaan terhadap hadiah (gitar bass) tersebut yang selanjutnya menjadi aset negara. Untuk lebih jelasnya, mari kita telusuri makna dari gratifikasi dan suap dilihat dari dasar hukum, definisi maupun sanksi yang dikenakan bagi penerima gratifikasi dan penerima suap yang dapat dibedakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. GRATIFIKASI Gratifikasi diatur di dalam UU. No.31 Tahun 1999 beserta perubahannya yaitu UU. No.20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
37
O
P
I
N
I
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. Pengertian gratifikasi di dalam UU. No.31 Tahun 1999 juncto UU. No.20 Tahun 2001 pada penjelasan pasal 12B ayat (1) bahwa gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.” Maka semakin jelas, gratifikasi bisa digolongkan ke dalam suap atau bukan. Kalau suap sudah jelas merupakan tindak pidana hukum, namun berbeda dengan gratifikasi. Gratifikasi bisa masuk ke dalam pidana apabila terdapat unsur mempengaruhi pejabat publik atau pegawai negeri agar dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya tidak dijalankan sesuai ketentuan. Jika tidak terdapat unsur tersebut, maka tidak bisa aparat penegak hukum mempidanakan para pemberi maupun penerima gratifikasi. Bahkan gratifikasi tersebut bisa dilegalkan, dalam 38
arti pejabat publik berhak untuk menerima pemberian berupa materi dari pihak luar secara sah dan tidak melanggar hukum. Adapun faktor yang mendasari adanya perumusan hukum mengenai delik gratifikasi, sesuai dengan buku saku “Memahami Gratifikasi” yang diterbitkan KPK, pada halaman 1 dijelaskan bahwa peraturan tentang gratifikasi dibuat karena gratifikasi dapat mempunyai dampak yang negatif dan dapat disalahgunakan, khususnya dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan publik. Diharapkan jika budaya pemberian dan penerimaan gratifikasi kepada/oleh Penyelenggara Negara dan Pegawai Negeri dapat dihentikan, maka tindak pidana pemerasan dan suap dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Untuk itu perlu kiranya kita sebagai pejabat negara untuk dapat memilah mana gratifikasi yang dilarang (ilegal) maupun gratifikasi yang dibolehkan (legal). Dari website milik KPK (www.kpk.go.id) disebutkan, untuk dapat mengidentifikasi pemberian barang/gratifikasi, perlu-
lah kita menanyakan pada diri kita sendiri (reflektif) terhadap pemberian barang tersebut. Yang pertama, jika motifnya menurut dugaan kita adalah ditujukan untuk mempengaruhi keputusan kita sebagai pejabat publik, maka pemberian tersebut dapat dikatakan cenderung ke arah gratifikasi ilegal dan sebaiknya kita tolak. Yang kedua, apakah pemberian tersebut diberikan oleh pemberi yang memiliki hubungan kekuasaan/posisi setara dengan kita? Jika jawabannya ya (memiliki posisi setara), maka bisa jadi pemberian tersebut diberikan atas dasar pertemanan atau kekerabatan (sosial). Meskipun demikian untuk berjaga-jaga ada baiknya kita mencoba menjawab pertanyaan berikut : Apakah terdapat hubungan relasi kuasa yang bersifat strategis? Artinya terdapat kaitan yang menyangkut akses ke asetaset dan kontrol atas aset-aset sumber daya strategis ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang kita miliki akibat posisi kita saat ini, seperti misalnya sebagai panitia pengadaan barang dan jasa, pemeriksa internal (auditor internal) atau lainnya. Jika jawabannya ya, maka pemberian tersebut patut kita duga dan waspadai sebagai pemberian yang cenderung ke arah gratifikasi ilegal.
Definisi suap sesuai dengan UU No.11 tahun 1980 tentang tindak pidana suap disebutkan “Barang siapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya dan menyangkut kepentingan umum
Yang ketiga, Apakah pemberian tersebut memiliki potensi menimbulkan konflik kepentingan saat ini maupun di masa mendatang? Jika jawabannya ya, maka sebaiknya pemberian tersebut dapat dikategorikan gratifikasi ilegal dan sebaiknya kita tolak tanpa menyinggung perasaan si pemberi. Jika pemberian tersebut tidak dapat ditolak karena keadaan tertentu maka pemberian tersebut sebaiknya dilaporkan dan dikonsultasikan ke KPK untuk menghindari fitnah atau memberikan kepastian jawaban mengenai status pemberian tersebut. Yang keempat, Bagaimana metode pemberian dilakukan? Terbuka atau rahasia? Kita patut mewaspadai gratifikasi yang diberikan secara tidak langsung, apalagi dengan cara yang bersifat sembunyi-sembunyi (rahasia). Adanya metode pemberian ini mengindikasikan bahwa
pemberian tersebut cenderung ke arah gratifikasi ilegal. Yang kelima, Bagaimana kepantasan/kewajaran nilai dan frekuensi pemberian yang diterima (secara sosial)? Jika pemberian tersebut di atas nilai kewajaran yang berlaku di masyarakat (memiliki nominal yang tinggi) ataupun frekuensi pemberian yang terlalu sering sehingga membuat orang yang berakal sehat menduga ada sesuatu di balik pemberian tersebut, maka pemberian tersebut dapat diindikasikan gratifikasi ilegal. SUAP Dasar hukum yang dipakai yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73, UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU Pemberantasan Tipikor). Definisi suap sesuai dengan UU No.11 tahun 1980 tentang tindak pidana suap disebutkan “Barang siapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya dan menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.(lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980)”. Jadi dalam kalimat tersebut mengandung definisi dari suap serta sanksi yang dikenakan kepada pejabat negara yang menerima suap. Sesuai dengan KUHP Bab IV pasal 149 dijelaskan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,- ( empat ribu lima ratus rupiah). Sedangkan pada UU.20 tahun 2001 Pasal 11 dipidana dengan hukuman penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi pegawai negeri atau penye39
O
P
I
N
I
lenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
maupun pegawai negeri sesuai dengan pasal 12B ayat (2) yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Hukuman untuk pidana suap bagi penyelenggara negara
Dari definisi tersebut di atas, suap dapat berupa janji, sedang-
kan gratifikasi berupa pemberian dalam arti luas, bukan janji. Selain itu di dalam suap ada unsur “mengetahui atau patut dapat menduga” sehingga terdapat maksud atau tujuan untuk mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun keputusannya. Dalam gratifikasi seorang pemberi gratifikasi memiliki maksud dan tujuan yang berbedabeda. Sehingga tidak bisa dikatakan bersifat mempengaruhi pejabat publik dalam penentuan kebijakan. Namun demikian di dalam Pasal 12B ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 disebutkan bahwa “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”. Melihat dari hasil analisa tersebut di atas, maka perlu bagi diri kita untuk dapat membentengi diri, salah satunya dengan dapat mengidentifikasi dan menemukenali atas pemberian/ hadiah/janji dari pihak luar, apakah termasuk suap atau gratifikasi. Kebiasaan yang berlaku dimasyarakat kita salah satunya adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan, baik dalam bentuk barang atau uang sudah dianggap wajar. Harapan kita bersama agar kiranya kedepan kita dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai abdi negara dapat terlaksana dan berjalan dengan baik.
40
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
S
E
R
B
A
-
S
E
R
B
I
MENGENAL LEBIH DEKAT PT. INKA (Persero)
MENUJU
KELAS DUNIA Oleh : Lely Kurnia Sadikin
P
T. Industri Kereta Api/PT. INKA (Persero) berlokasi di Madiun adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan pengembang-
an dari Balai Yasa Lokomotif Uap yang dahulu milik PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta api) sekarang PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Untuk men-
jadi perusahaan manufaktur kelas dunia, PT. INKA (Persero) terus melangkah meningkatkan kualitas SDM dan membangun strategi bisnis dengan keunggulan kompetitif yaitu berkonsentrasi pada customer focus, quality dan continuosly improvement sehingga kini PT. INKA (Persero) telah menjadi industri manufaktur perkeretaapian yang modern. Sebagai perusahaan yang basis utamanya dalam bisnis produk kereta api seperti gerbong, kereta KRD, KRL, Railbus, Tram
dan lokomotif, keberhasilan PT. INKA (Persero) antara lain berkat kegigihan dan ketekunan para pekerja khususnya para enginer yang belajar pada pe41
S
E
R
B
A
-
S
E
R
B
I llast. Rekor terbesar yang telah diraih PT. INKA (Persero) adalah mendapatkan order 1200 unit gerbong datar pesanan PT. KAI pada tahun 2011-2012. Selain dapat melayani pesanan dalam negeri, BUMN ini juga melayani pesanan gerbong dalam berbagai type dari luar negeri misalnya Singapura, Malaysia, Thailand dan Australia.
Suasana pembuatan kereta di PT INKA
rusahaan pembuat kereta api ternama seperti Nippon Sharyo Jepang. Kerjasama diawali dengan merakit kereta pesanan Nippon Sharyo sendiri. Selama bekerjasama mereka mendapat transfer teknologi mulai dari CKD (Complete Knock Down), SKD (Semi Knock Down) dan CM (Complete Manufacturing) hingga hasilnya mulai dari rancang bangun, produksi, hingga finishing dan maintenance service seluruhnya dapat dilakukan oleh tenaga profesional PT. INKA (Persero). Badan usaha ini telah berhasil memproduksi berbagai jenis gerbong yang handal sesuai dengan kualitas yang dipersyaratkan klien. Jenis gerbong yang diproduksi antara lain : Gerbong Datar (GD), Gerbong Terbuka (GB), Gerbong Tertutup (GT) dan Gerbong Ketel (GK) termasuk Kereta / Gerbong Bagasi dan Kereta Pembangkit (BP). Dalam rangka memenuhi kebu42
tuhan angkutan barang/angkutan kereta api peti kemas, sejak tahun 2003 PT. KAI memesan gerbong datar tipe PPCW (Gerbong pengangkut rel). Sedang untuk memenuhi sarana angkutan hasil perkebunan dan tambang, PT. INKA (Persero) juga memproduksi gerbong terbuka KKBW yang dilengkapi dengan peralatan khusus RCD (Rotary Car Damper) dan TLS (Train Loading Stasion). Pesanan gerbong juga datang dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan yaitu berupa gerbong untuk angkutan bantalan dan rel serta gerbong terbuka tipe ZZOW untuk angkutan batu ba-
Dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun PT. INKA (Persero) telah memproduksi gerbong sebanyak ± 4.250 unit untuk kebutuhan dalam negeri dan 835 unit pesanan luar negeri. Setelah berhasil memproduksi gerbong kereta api, diawali dengan merakit Lokomotif, kini PT. INKA (Persero) sudah mampu memproduksinya mulai dari mendesain hingga finishing. Dengan pengalaman dan keahlian yang diperoleh selama bekerjasama dengan General Electric (GE) USA dari tahun 1996-tahun 2002. PT. INKA (Persero) mulai unjuk kemampuan dengan memproduksi lokomotif bermesin diesel elektrik maupun diesel hidrolik termasuk pelayanan service dan maintenance dengan membentuk Divisi Maintenance Service. Hasil kerjasama dengan
Kini PT. INKA (Persero) sudah mampu memproduksinya mulai dari mendesain hingga finishing. Dengan pengalaman dan keahlian yang dipeoleh selama bekerjasama dengan General Electric (GE) USA dari tahun 1996 - tahun 2002. Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
GE telah menghasilkan lokomotif jenis CC203, CC204 dan ICTSI pesanan Filipina. Untuk jenis Double Kabin Diesel Hidrolik CC300 mendapat pujian dari perusahaan lokomotif negara lain, karena seluruh prosesnya sejak rancang bangun, fabrikasi, assembly hingga finishing seluruhnya dikerjakan oleh karyawan PT. INKA. Keunggulan lain dari lokomotif CC300 adalah tambahan auxiliary mesin genset, yang memungkinkan rangkaian KA tidak menggunakan kereta pembangkit sehingga rangkaian kereta api lebih optimal mengangkut penumpang. Untuk
produksi di Madiun. bogie-bogie tersebut dikirim ke Balai Yasa Yogyakarta untuk dirakit dengan mesin dan body CC206 yang dikirim dari Amerika. Sedang untuk kebutuhan lokomotif langsir PT. INKA (Persero) juga telah berhasil memproduksi 2 (dua) unit TMC (Track Motor Car) yang dilengkapi dengan Crane. Sebagai bentuk komitmen terhadap pelanggan, PT. INKA (Persero) selalu berusaha memenuhi harapan pelanggan dengan siap menjadi sub kontraktor proyek maupun supplier produk baik dalam kuantitas besar maupun kecil.
Salah satu hasil produksi PT INKA (Persero)
standar kualitas produk, seluruh kegiatan yang terkait dengan produksi CC300 dikerjakan sesuai dengan system manajemen mutu ISO 9001. PT. INKA (Persero) juga dipercaya GE sebagai perakit 200 (dua ratus) buah bogie untuk pengadaan 100 (seratus) buah lok double kabin jenis CC206 pesanan PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Setelah selesai di-
Seiring dengan pesatnya kemajuan yang dicapai oleh PT. INKA (Persero), penambahan fasilitas berupa workshop baru yang lebih luas untuk sarana berpenggerak dan pengujian sarana sangat tepat, agar dapat meningkatkan qualitas dan produktifitas. Kini kapasitas untuk memproduksi lokomotif pertahunnya mencapai 15 unit dengan total produksi seluruhnya sebanyak 78 unit lokomotif
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Partisipasi Kementerian Perhubungan khususnya Direktorat Jenderal Perkeretaapian (Ditjen KA) cukup besar dengan tetap mempercayakan PT. INKA (Persero) untuk menggarap kebutuhan sarana perkeretaapian di Indonesia. Selain itu untuk memonitor kondisi sarana dan prasarana perkeretaapian, Ditjen KA pada tahun 2009 dan 2011 memesan 2 unit kereta inspeksi berwarna kuning, dilengkapi dengan ruang inspeksi, ruang rapat, toilet, pantry, GPS dan web untuk teleconference. Kereta ini dirancang dengan mengacu pada desain Kereta Rel Diesel Indonesia (KRDI) dengan kapasitas angkut sebanyak 30 orang. Selain itu untuk kepentingan kedinasan Ditjen KA memiliki Kereta VIP untuk melayani perjalanan tamu-tamu VIP. Kereta ter-sebut di desain dengan fasilitas istimewa terdiri dari Kereta Utama yang memiliki fasilitas ruang inspeksi, ruang rapat, dan kamar tidur, sedang Kereta Makan dilengkapi dengan meja makan, kursi makan, dan dapur serta peralatan penunjang lainnya. Harapan mendatang bila konsorsium 5 buah BUMN yaitu PT. Adhi Karya Tbk, PT. Jasa Marga Tbk, PT. Telkom Indonesia Tbk, PT. Len Industri (Persero) dan PT. INKA (Persero) terlaksana, monorel buatan dalam negeri juga akan menjadi sarana transportasi baru di Indonesia.
43
S
E
R
B
A
-
S
E
R
B
I
PELATIHAN SISTEM PENGENDALIAN
INTERN PEMERINTAH DAN AUDIT BERBASIS RESIKO BAGI AUDITOR DI INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2013
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan elemen suatu organisasi yang memiliki peranan penting dalam pengembangan dan pencapaian tujuan organisasi karena SDM mengendalikan semua elemen yang terkait. Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Sekretariat Inspektorat Jenderal mengelola SDM yang ada agar memiliki SDM yang berkompetensi dan dapat bekerja secara efektif, efisien dan profesional.
T
ujuan dari pengelolaan sumber daya seringkali hanya mengusahakan agar personil dapat bekerja secara efektif. Akan tetapi dalam artian yang luas SDM tidak hanya meliputi pendidikan dan pelatihan, tetapi juga peningkatan wawasan untuk meningkatkan kinerja organisasi melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, simposium, diskusi panel agar lebih ditingkatkan. 44
Pelatihan dalam peningkatan mutu kinerja pegawai selalu berkembang, karena kebutuhan dan tuntutan organisasi dan masyarakat selalu berubah. Kekuatan potensi yang dapat menimbulkan perubahan adalah semua yang saling berkaitan, dalam hal ini kinerja yang menjadikan hasil penilaian kinerja itu sendiri. Pelatihan dan Pengembangan SDM menjadi suatu keniscayaan bagi suatu organisasi.
Dalam upaya peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia, Inspektorat Jenderal secara berkesinambungan menyelenggarakan pelatihan secara intern secara terus menerus khususnya bagi jabatan fungsional auditor dan fungsional umum. Pelatihan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Angkatan I dan II serta Audit Berbasis Risiko (ABR) di Inspektorat Jenderal merupakan kerjasama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan (Pusdiklatwas) BPKP. Pada tahun 2013 Inspektorat Jenderal menyelenggarakan 5 (lima) Pelatihan yaitu:
1. 2. 3. 4. 5.
Pelatihan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Angkatan I; Pelatihan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Angkatan II; Pelatihan Audit Berbasis Risiko ; Pelatihan Teknis Audit Perkeretaapian dan ; Pelatihan Teknis Audit Kenavigasian.
Pelatihan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Angkatan I dan II Dalam rangka meningkatkan kualitas pengawasan dan menambah pengetahuan Pegawai
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Jabatan Fungsional Auditor dan Fungsional Umum, Inspektorat Jenderal kembali menyelenggarakan Pelatihan SPIP yang berkerjasama dengan Pusdiklatwas BPKP. Pelatihan SPIP Angkatan I dan II Tahun 2013 merupakan pelatihan kedua dan ketiga dengan jumlah peserta sebanyak 30 orang di setiap angkatannya. Total pegawai yang sudah mengikuti pelatihan SPIP sebanyak 139 orang atau 53,5 % dari total pegawai sebanyak 260 orang. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tanggal 28 Agustus 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) bertujuan memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan.
Melihat betapa pentingnya peranan SPIP dalam Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan daerah, maka diperlukan pemahaman dari seluruh pegawai untuk dapat menjalankan tugas dan perannya dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
1.
2.
Pelatihan SPIP Angkatan I Pelatihan ini dimulai tanggal 4 Februari 2013 sampai dengan 8 Februari 2013 dengan jumlah peserta sebanyak 30 peserta bertempat di Hotel Kinasih Resort Cimanggis. Pelatihan SPIP Angkatan II Pelatihan ini dimulai tanggal 4 Maret 2013 sampai dengan 8 Maret 2013 dengan jumlah peserta
Sekretaris ITJEN membuka Pelatihan SPIP Angkatan I, II, dan Audit Berbasis Resiko
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
sebanyak 30 peserta bertempat di Hotel Kinasih Resort Cimanggis.
3.
Pelatihan Audit Berbasis Resiko (ABR) Peranan auditor internal telah mengalami pergeseran dan perluasan dari peran sebagai watch dog, saat ini telah menjadi peran sebagai katalis atau mitra . The Institute of Internal Auditor (IIA) sebagai institusi profesi internal auditor telah menetapkan standar professional pelaksanaan audit internal, menyatakan bahwa aktivitas audit internal harus membantu organisasi dengan mengindentifikasi dan mengevaluasi terhadap adanya risiko dan memberikan kontribusi dalam upaya pengelolaan risiko dan sistem pengendalian.
Dengan adanya tuntutan seperti di atas Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sebagai auditor internal pemerintah sudah seharusnya mampu menerapkan standar profesi tersebut. Untuk itu Inspektorat Jenderal membekali Pelatihan ABR dan pengimplementasiannya agar dapat dilaksanakan dalam pelaksanaan Audit di Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan. Melalui Pelatihan ini para peserta khususnya para auditor diharap45
S
E
R
B
A
-
S
E
R
B
I
Suasana Pembukaan Pelatihan SPIP Angkatan I, II dan Audit Berbasis Resiko di Kinasih Resort Cimanggis
kan dapat memahami Konsep Dasar Audit Berbasis Resiko, mengindentifikasi dan menetapkan faktor resiko, menetapkan potential auditable unit, menilai pengelolaan resiko yang dilakukan manajemen, menguji keandalan tingkat pengendalian dan menyusun rencana kegiatan pengawasan dalam suatu penugasan.
Pelatihan Audit Berbasis Risiko bagi auditor di Lingkungan Inspektorat Jenderal Tahun 2013 ini dilaksanakan tanggal 1 s.d 5 April 2013 dengan peserta sebanyak 30 orang bertempat di Ruang Rapat Brawijaya lantai VI Gedung Karsa Kantor Pusat Kementerian Perhubungan Jakarta Pusat.
Bapak Dadang Kurnia, Ak, MBA dan Bapak Harto Nugroho pada saat Acara Penutupan Pelatihan SPIP Angkatan I, II dan Audit Berbasis Resiko
46
Pembukaan Pelatihan SPIP Angkatan I dan II serta Pelatihan ABR bagi pegawai di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan dilaksanakan sekaligus pada hari Senin, 4 Februari 2013 bertempat di Hotel Kinasih Resort Cimanggis Jalan Raya Cilangkap RT.002/03 Cilangkap Cimanggis pada pukul. 08.00 WIB. Acara pembukaan pelatihan diawali sambutan oleh Bapak Harto Nugroho selaku Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan dan dilanjutkan prosesi ketuk palu yang dilakukan oleh Bapak Sekretaris Inspektorat Jenderal Kemenhub didampingi oleh Ibu Lismarwati selaku Direktur Pengawasan Industri dan Distribusi BPKP menandakan dimulainya Pelatihan SPIP Angkatan I dan II serta Pelatihan Audit Berbasis Resiko
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Peserta Pelatihan Audit Berbasis Risiko
Tahun 2013 di Lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan . Pada hari Jum’at tanggal 5 April 2013 dengan berakhirnya Pelatihan Audit Berbasis Resiko maka berakhir pula rangkaian pelatihan. Penutupan pun dilangsungkan bertempat di
Ruang Rapat Brawijaya lantai VI Gedung Karsa Kantor Pusat Kementerian Perhubungan Jakarta Pusat. Pelatihan ditutup langsung oleh Bapak Dadang Kurnia, Ak, MBA selaku Kepala Pusdiklatwas BPKP yang di damping langsung oleh Bapak Harto Nugroho selaku Sekretaris Inspektorat Jenderal Kemen-
Peserta Peringkat Terbaik Hasil Pre & Post Test Pelatihan Audit Berbasis Risiko
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
terian Perhubungan. Pada acara penutupan ini juga diserahkan langsung Plakat kepada 3 peserta pelatihan Audit Berbasis Risiko yang mendapatkan peringkat tertinggi dari hasil pre dan post test yaitu : Peringkat I : Khairul A. Hasibuan, ST – Auditor Pertama Inspektorat IV Peringkat II : Ully Rada Putra, ST, ME – Auditor Muda Inspektorat II Peringkat III : Ir. Roy Joeniarso – Auditor Madya Inspektorat I.
(Uun Wulandari)
47
R
E
S
E
N
S
I
B
U
K
U
AUDITING berbasis ISA
(INTERNATIONAL STANDARDS ON AUDITIING)
Menanggapi rekomendasi Bank Dunia dan sebagai negara anggota G-20, Indonesia mengadopsi ISA (International Standards on Auditing). G-20 mendorong anggotanya menggunakan standar profesi internasional. Audit atas laporan keuangan yang dimulai pada atau sesudah tanggal 1 Januari 2013 menerapkan ISA. Ketika mencanangkan pengadopsian ISA (Jakarta, 23 Mei 2012), Langgeng Subur (Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Kementerian Keuangan) mengatakan: “Kami menyambut baik dan bersyukur yang pada akhirnya kita dapat comply terhadap standar internasional yang diterbitkan oleh IFAC”. Ia berharap penerapan ISA akan meningkatkan kepercayaan investor global terhadap kualitas informasi keuangan di Indonesia. Ia meminta Akuntan Publik menyiapkan diri
R
E
S
E
N
S
I
G
A
ke arah itu. Buku ini menyajikan petunjuk-petunjuk untuk menerapkan ISA. Sebagai referensi, Audit Berbasis ISA (International Standards on Auditing) mengisi kebutuhan akuntan publik, dosen pengauditan, dan mahasiswa akuntansi. Bagian pertama buku ini membahas persiapan Indonesia dalam rangka menyongsong ISA, mengapa kita mengadopsi ISA, bagaimana pengalaman beberapa KAP Indonesia yang sudah menerapkan ISA, dan apa perbedaan ISA dengan standar audit berbasis generally accepted auditing standards yang dikembangkan di Amerika Serikat. Bagian kedua membahas konsep-konsep dasar ISA. Sedangkan bagian ketiga sampai kelima membahas audit berbasis ISA sesuai dengan Bagan Proses Audit yang baru. Buku ini dilengkapi dengan glosarium ISA (http://www.bukukita.com).
D
G
E
T
Sharp Mebius Pad, Tablet Windows 8 Dengan Microsoft Office Perangkat tablet PC berbasis Windows 8 dipasar global sudah cukup banyak ditemui, yang diantaranya seperti keluaran Asus dan Acer. Kini Sharp pun turut menghadirkan tablet PC berbasis Windows Phone yang bernama Sharp Mebius Pad. Tablet PC berbasis Windows 8 besutan Sharp ini hadir dengan dukungan layar IGZO berukuran 10 inchi dengan resolusi 2560 x 1600 pixel dengan membenamkan chipset Intel Atom Bay Trail. Rencananya Sharp Mebius Pad ini akan segera memasuki pasar Jepang mulai January mendatang, demikian dilansir liliputing. Mebius Pad dibekali dengan prosesor Atom Z3770 dengan memadukan 2GB RAM dan media penyimpanan internal sebesar 64GB dan membenamkan OS Windows 8.1. Fasilitas lain yang juga pada tablet ini antara
48
lain adalah kamera belakang 8MP, kamera depan 2MP serta tambahan software Microsoft Office. Berapa harga yang dibanderol serta ketersediaan untuk pasar tanah air masih menjadi teka-teki. So, kita tunggu saja perkembangan kabar selanjutnya. (http://www. tabloidpulsa.co.id/gadget/12602-sharp-mebius-padtablet-windows-8-dengan-microsoft-office)
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
R
E
S
E
N
S
I
ROBOCOP
F
I
L
M
ROBOT POLISI
D
i tahun 2028, perusahaan multinasional kaya OmniCorp adalah pusat teknologi robot. Di luar negeri pesawat Drone mereka banyak digunakan pihak militer selama bertahun-tahun. Namun hal tersebut tidak di negeri asalnya, Amerika Serikat, karena berkaitan dengan masalah hukum. Tapi kini OmniCorp ingin membawa teknologi terbaru mereka yang kontroversial di dalam negeri. Dan perusahaan melihat kesempatan emas tersebut saat Alex Murphy (Joel Kinnaman), seorang suami penyayang, ayah sekaligus polisi yang berdedikasi menumpas kejahatan di kota Detroit mengalami luka parah saat bertugas. Kejadian ini dimanfaatkan OmniCorp untuk membuat RoboCop, separuh robot polisi dan separuh manusia, perusahaan tersebut membayangkan RoboCop berada di semua kota. Tapi OmniCorp tidak pernah memikirkan satu hal penting. Masih tetap ada manusia di dalam RoboCop. (http:// www.21cineplex.com)
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
49
K
A
T
A
M
E
R
E
K
A
Meta
Yanuar
K
ementerian Perhubungan harus siap WTP, untuk itu diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak agar bersama sama mencari jalan keluar untuk dapat meraih opini WTP. Sampai saat ini masih mendapat WDP karena sering terdapat temuan berulang, CaLK yang disajikan kurang informatif, disamping itu kurangnya SDM yang memiliki kompetensi untuk mengelola SAI.
U
U
ntuk masalah asset, Kementerian Perhubungan tidak bisa bertindak sendiri karena beberapa masalah asset terkait dengan kebijakan instansi lain. Selain itu SDM masih kurang kompeten dan minimnya pengetahuan tentang peraturan perundangan yang digunakan untuk Laporan Keuangan, serta adanya perbedaaan cara penilaian BPK untuk teknis-teknis penghitungan di lapangan yang konsepnya berbeda dengan yang dipakai oleh tim itjen.
ntuk menuju WTP, semua unit kerja terutama Biro Keuangan wajib menindak lanjuti temuan BPK, terutama masalah asset, yang paling crucial ada di Perhubungan Laut dan Perkeretaapian. Banyak UPT yang tidak meng-up date sistem aplikasi yang hampir setiap tahun berubah. Untuk itu yang paling utama adalah kepedulian dari pimpinan masing-masing UPT untuk meningkatkan kinerja pegawainya. Sebaiknya diberikan sangsi untuk meningkatkan kepedulian terhadap Laporan Keuangan. Selain itu honor pengelola SAI masih terlalu rendah serta perlu adanya pelatihan dan sosialisasi untuk meningkatkan kapabilitas pengelola SAI pada tiap unit pengelola.
K
endala utama dalam menuju WTP adalah masalah asset. Karena Kementerian Perhubungan sudah ada sejak lama, maka masalah asset dan pembenahannya tidak bisa dilaksanakan dalam waktu singkat dan langsung beres. Bukan hanya sekedar mengejar target WTP dan bukan pula berarti WTP tidak penting, kita harus memberikan apresiasi terhadap kantor-kantor yang secara fasilitas dan SDM kurang memadai, namun memiliki etos kerja yang tinggi untuk membuat
T
erkait Laporan keuangan Kementerian Perhubungan yang masih mendapat WDP, KPA di masing-masing unit pengelola diharapkan agar lebih concern terhadap Laporan Keuangan.
Muryati Nini Utami
U
ntuk menuju WTP diperlukan komitmen pimpinan sebagai penanggung jawab pengelola Laporan Keuangan untuk lebih peduli terhadap Laporan Keuangan itu sendiri. Karena keterbatasan personil kadang petugas SAI masih pegawai honorer dan bahkan diantaranya belum mengikuti Diklat.
50
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
H
U
M
O
R Bejo : Iya mak..Bejo juga tau.. kan bejo udah capek-capek ngerawatnya.. kalo gitu Bejo pamit ya mak.. (berangat jual kambing)
Kambing Jutaan Bejo : Mak...emak sakit ya?? Emak : Iya Jo... Bejo : Hmm... kita ke dokter yuk Emak : Mau bayar pake apaan... kan duit kita udah tipis Jo... uhuk uhuk uhuk Bejo : Kita jual si Tole (kambing) aja mak?!! Emak : Tapi kan tuh kambing kesayangan elu.. Bejo : Kan Bejo lebih sayang emak... Emak : Terserah elu aja dah... Bejo : Ya udah Bejo jual ke pasar ya mak.. Emak : Iyee.. tapi inget ye Jo, tuh kambing bandot lu jual jutaan ya.. jangan mau kalo ditawar murah.. sayang..
Tak lama kemudian Bejo kembali Bejo : Emak.. kambing kita laku jutaan.. Emak : Alhamdullillah... Bejo : Pertamanya dia cuma nawar lima ratus ribu mak.. ihh, enak aja kambingnya ditawar murah banget.. kaga Bejo kasih Emak : Bagus tuh Jo.. emang zaman sekarang pembeli maunya murah mulu.. terus lu jawab apa waktu dia nawar segitu?? Bejo : Bejo bilang, pesen emak kambingnya musti dihargain jutaan pak.. alhamdullillah setelah mikir lama akhirnya dia beli juga.. Emak : Emang berapa Jo dia beli tuh kambing??berapa juta?? Bejo : Setengah juta mak... hebat kan?? Sesuai pesan emak.. jutaan.. puas kan mak?? Emak : #@?@#*!! (pingsan)
Pengalaman Pertama Sopir Taksi Setelah berjalan sekian lama, penumpang menepuk pundak sopir taksi untuk menanyakan sesuatu. Reaksinya sungguh tak terduga, sopir taksi begitu terkejutnya sampai tak sengaja menginjak gas lebih dalam dan hampir saja menabrak mobil lain. Akhirnya si sopir bisa menguasai kemudi dan menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Sopir taksi : Tolong, jangan sekali-kali melakukan itu lagi.. (dengan wajah pucat dan menahan amarah) Penumpang : Maaf saya tidak bermasud mengejutkan.. saya tidak mengira kalau menyentuh pundak saja bisa begitu mengejutkan bapak.. Sopir taksi : Persoalannya begini, ini hari pertama saya jadi sopir taksi dan Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
bapak juga merupakan penumpang pertama.. Penumpang : Ohh begitu... terus kok sampai kaget begitu ?? Sopir taksi : Karena sebelumnya saya adalah sopir mobil jenazah... Hee...hee..hee.. 51
K
A
R
I
K
A
T
U
R
Oleh : Mira R. Sinuhaji
52
Vol. 8 No. 1 Tahun 2013