2009
8 Mei 2010
Tim Kerja - Antisipasi Implementasi Penerapan IFRS ke dalam PSAK Kementerian BUMN
DISKUSI IFRS ANTARA BUMN DAN TIM IMPLEMENTASI IFRS IAI
Topas Galleria Hotel – Bandung
Susunan Acara Diskusi IFRS antara BUMN dan Tim IFRS IAI JUM’AT, 07 MEI 2010 17.30 – 20.00 Registrasi 20.00 – 21.00 Pembagian Materi Diskusi
SABTU, 08 MEI 2010 08.30 – 08.45 Pembukaan oleh Direktur Keuangan Telkom dan Komite Audit Telkom 08.45 ‐ 10.00 Materi I – Assessment PSAK oleh Telkom untuk implementasi IFRS 2011 Presenter : PT Telkom Pembahas : Tim IFRS IAI 10.00 ‐ 10.15 REHAT 10.15 ‐ 12.00 Materi II – PSAK 50 dan 55 Presenter : Bank Mandiri Pembahas : Tim IFRS IAI 12.00 – 13.00 ISHOMA 13.00 ‐ 14.30 Materi III – ED 1SAK 16 Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12 Service Concession Arrangements) Presenter : PT PLN Pembahas : Tim IFRS IAI 14.30 ‐ 15.00 REHAT 15.00 ‐ 17.00 Materi IV – PSAK 7 Presenter : PT Telkom Pembahas : Tim IFRS IAI 17.00 Selesai – Kesimpulan dari Tim IFRS IAI
ASSESSMENT PSAK OLEH TELKOM DALAM RANGKA IMPLEMENTASI IFRS 2011
Bandung, 8 Mei 2010
PPSAK 1 DSAK IAI – 16 JUNI 2009
• DSAK – IAI menerbitkan Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK) No. 1 tentang Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol. • PSAK 35 mengatur perlakuan akuntansi untuk Jasa telekomunikasi, terutama perlakuan akuntansi atas pengakuan pendapatan dan akuntansi: • Jasa telekomunikasi interkoneksi; • Jasa telekomunikasi yang dijalankan sendiri; dan • Jasa telekomunikasi yang dilaksanakan melalui kerja sama
IMPLEMENTASI PPSAK 1 DI TELKOM
POLA BAGI HASIL (PBH)
REVENUE (PPSAK 1)
ISU TERKAIT IMPLEMENTASI PPSAK 1 • Perlunya dilakukan updating atas Surat Edaran Nomor: SE-02/PM/2002 Tentang Pedoman Penyajian Dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten Atau Perusahaan Publik, yang masih mengacu kepada PSAK yang telah dicabut melalui PPSAK 1 (PSAK 32, 35, dan 37) • Penyesuaian pencatatan akuntansi atas transaksi pendapatan Jasa Telekomunikasi (interkoneksi) yang dicatat secara neto sesuai PSAK 35 menjadi gross sesuai PSAK 23 dan BAS 7 • Perhitungan dan assessment PSAK 30R – Sewa atas aset yang timbul dari transaksi pola bagi hasil yang semula dicatat dengan ketentuan PSAK 35. • Diperlukan interpretasi lebih jelas atas implementasi standar-standar akuntansi general yang harus diacu sebagai dampak implemtasi PPSAK 1
PPSAK 5 DSAK IAI – 8 OKT 2009 • DSAK – IAI menerbitkan Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK) No. 5 tentang Pencabutan ISAK 06: Interpretasi Atas Paragraf 12 Dan 16 PSAK No.55 (1999) Tentang Instrumen Derivatif Melekat Pada Kontrak Dalam Mata Uang Asing. • Ketentuan akuntansi yang dicabut dalam ISAK 06 mengatur tentang interpretasi atas PSAK 55 (1999), yaitu sebagai berikut: • Suatu kontrak tidak mengandung unsur derivatif melekat, apabila mata uang asing yang digunakan lazim dipakai pada transaksi bisnis lokal, contohnya adalah dolar Amerika Serikat; • Mata uang yang lazim digunakan dalam transaksi bisnis lokal dianggap memiliki hubungan erat dengan kontrak utamanya, sehingga syarat pemisahan derivatif melekat dan kontrak utamanya tidak terpenuhi.
EMBEDDED DERIVATIVES (ISAK 6)
ISU TERKAIT IMPLEMENTASI PPSAK 5
Benchmark Embedded Derivatives
TERIMA KASIH
Penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) Diskusi Implementasi PSAK Baru Antara BUMN dan Tim IFRS IAI
Bandung, 8 Mei 2010
Agenda 1
Penegasan DSAK‐ IAI & BI
2
Persiapan Organisasi & Organisasi & Work Plan
3
Penegasan DSAK‐IAI dan Bank Indonesia Mengenai Penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) per 1 Januari 2010
Persiapan yang dilakukan dan Work Plan
Perubahan mendasar dan impact analysis Perubahan mendasar dan impact analysis
Overview PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) Dampak terhadap Bank secara umum
4 Kendala
5
2
Dukungan Regulator
Kendala‐kendala Penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006)
Hal‐hal yang memerlukan dukungan dari regulator
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Penegasan DSAK‐IAI dan BI Mengenai Penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) per 1 Januari 2010 Pada tanggal 9 November 2009, Bank Indonesia mengundang bank‐bank umum nasional untuk membicarakan kesiapan p bank‐bank atas p penerapan p PSAK 50 dan 55 (revisi 2006), dengan hasil sebagai berikut: Penegasan Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dan Bank Indonesia bahwa penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) tetap diberlakukan per tanggal 1 Januari 2010. Pemberian masa transisi oleh Bank Indonesia khusus untuk perhitungan penurunan nilai instrumen keuangan kredit secara kolektif (collective impairment), yyangg kemudian diatur melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.11/33/DPNP / / tanggal 8 Desember 2009 perihal Perubahan Surat Edaran No.11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 tentang Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia.
3
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Persiapan yang Dilakukan & Work Plan Tahap I (2006‐2008)
Tahap II (2009)
Persiapan Awal i l
Rekonsiliasi PSAK dengan IFRS
Identifikasi perbedaan signifikan signifikan.
4
Persiapan Infrastruktur i f k R
Terus melakukan perbaikan dalam simulasi.
Pengembangan sistem informasi akuntansi.
Revisi Kebijakan dan Prosedur Revisi Kebijakan dan Prosedur.
Mempersiapkan sdm melalui Mempersiapkan sdm melalui training & workshop bersama vendor terpilih
Pengembangan sistem selesai.
Struktur organisasi dan proses bisnis baru.
Kebijakan dan Prosedur baru.
Kajian dampak pada posisi ekuitas dan labarugi.
Mempersiapkan sdm melalui pelatihan.
Kajian dampak penerapan pada lap keu struktur pada lap keu, struktur organisasi, IT & sdm.
Melakukan Simulasi penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) PSAK 50 dan 55 (revisi 2006)
Mempersiapkan proforma laporan keuangan sesuai PSAK 50 & 55 (revisi 2006).
Kajian pendekatan penerapan sistem.
Pembentukan tim IFRS. Pembentukan tim IFRS.
Data Gap Analysis & Data Feeding.
Simulasi Penerapan PSAK 50 & 55 (Revisi 2006). ( )
Implementasi l i
Tahap III (2010)
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Overview PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) Perubahan Mendasar dan Impact Analysis 1
Klasifikasi aset/kewajiban keuangan menurut kategori FVTPL, HTM, AFS dan Loan & Receivables.
Pengakuan pendapatan bunga dan biaya bunga instrumen keuangan berdasarkan effective interest rate (EIR).
Biaya‐biaya transaksi dan fee yang terkait langsung dengan perolehan aset/kewajiban keuangan harus dikapitalisasi dan merupakan bagian integral dari EIR aset/kewajiban tersebut.
Penentuan nilai wajar instrumen keuangan harus dilakukan sesuai hirarki penentuan nilai wajar.
CKPN/PPA dibentuk apabila aset keuangan terbukti telah mengalami penurunan nilai (impairment) dan tidak lagi berdasarkan kolektibilitas BI.
Klasifikasi
2 EIR & Transaction Cost
3 Fair Value
4 Impairment 5 5
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Overview PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) 1
Klasifikasi Kewajiban Keuangan
Aset Keuangan
FVTPL
Implikasi
6
HTM
Loan & Loan & Receivables
AFS
FVTPL
Other Other Liabilities
Bank harus me‐review klasifikasi seluruh instrumen keuangan yang dimiliki per tanggal 31 Desember 2009 sesuai dengan intensi dan kemampuan finansial Bank. Hal ini menentukan perlakuan akuntansi yang tepat untuk masing‐masing instrumen keuangan g tersebut.
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Overview PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) Perubahan Mendasar dan Impact Analysis 2
Effective Interest Rate
Berdasarkan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006), pendapatan bunga dan biaya bunga instrumen keuangan diakui sebesar effective interest rate (EIR). Apabila bil dalam d l suatu perolehan l h instrumen i k keuangan terdapat d bi biaya transaksi k i dan/atau d / f yang terkait fee k i langsung l (attributable) dengan perolehan tersebut, maka EIR instrumen keuangan harus dihitung dengan memasukkan komponen biaya transaksi dan/atau fee tersebut.
Biaya Transaksi
Biaya transaksi dan fee, antara lain adalah sebagai berikut: Pendapatan Provisi Kredit Denda/penalti atas opsi pelunasan sebelum jatuh tempo Fee kepada karyawan atas aplikasi kredit yang disetujui Biaya hadiah yang diberikan atas setiap aplikasi Deposito.
Implikasi
7
Bank harus mengidentifikasi biaya dan fee yang dapat dikategorikan sebagai biaya transaksi. Bank harus menentukan tingkat materialitas biaya transaksi dan fee yang terkait langsung (attributable) yang harus diamortisasi dengan metode EIR.
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Overview PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) Perubahan Mendasar dan Impact Analysis 3 Fair Value Bukti terbaik dari nilai wajar adalah harga kuotasi di pasar yang aktif, yaitu bid price untuk aset keuangan dan ask price untuk kewajiban keuangan. Apabila pasar untuk suatu instrumen keuangan tidak aktif, entitas menetapkan nilai wajar dengan menggunakan teknik penilaian.
I lik i Implikasi
Bank harus melakukan mark to market aset keuangan yang dikategorikan sebagai FVTPL atau AFS dengan menggunakan bid price dan kewajiban keuangan yang dik t dikategorikan ik sebagai b i FVTPL dengan d menggunakan k askk price. i Bank perlu menyesuaikan sistem yang dimiliki.
8
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Overview PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) Perubahan Mendasar dan Impact Analysis 4
Impairment
Perbedaan Perhitungan PPA / CKPN PPA B d PPA Berdasarkan PBI k PBI
• PPA Umum Wajib di bentuk sebesar 1% dari baki debet • PPA khusus wajib dibentuk b d berdasarkan tingkat k ti k t kolektibilitas dengan memperhatikan prinsip 3 Pilar
CKPN Berdasarkan PSAK 50 & 55 (Revisi 2006) • Tidak Tidak terdapat ketentuan terdapat ketentuan pembentukan PPA Umum • Harus mengidentifikasi adanya bukti obyektif penurunan nilai dan melakukan impairment test untuk menentukan kerugian penurunan nilai aset • Impairment Impairment test untuk aset test untuk aset keuangan yang individual signifikan, dilakukan secara individual dan aset keuangan yang tidak individual signifikan tidak individual signifikan dilakukan secara kolektif
9
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Overview PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) Perubahan Mendasar dan Impact Analysis 4 Impairment
Implikasi Bukti Obyektif Implikasi Implikasi Individual Impairment
Implikasi Collective Impairment
10
Bank perlu menggunakan judgment internal dalam menentukan kriteria tersebut, dan judgment tersebut perlu di‐review oleh auditor/konsultan yang independen agar dapat diyakini telah sesuai dengan best practice.
Perlu adanya unit independen yang melakukan verifikasi atas keandalan informasi arus kas yang disusun Unit Bisnis.
Bank perlu memperbaiki kualitas data historis yang dimiliki, terutama untuk menghitung Recovery Rate (RR) yang akan dipakai dalam menentukan angka LGD (LGD = 1 – RR). Bank perlu mengembangkan internal rating yang dimiliki, agar tersedia untuk seluruh segmen kredit dan dapat digunakan untuk perhitungan impairment secara triwulanan.
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Overview PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) Dampak terhadap Bank Secara Umum 1
Laporan Keuangan
2
3
Perlu meningkatkan awareness dan pemahaman seluruh organisasi terhadap ketentuan‐ ketentuan pada PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) melalui sarana training dan sosialisasi.
People / Organization
Perlu melibatkan hampir seluruh unit kerja karena penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) mempengaruhi hampir seluruh transaksi maupun produk perbankan. perbankan
Business Process
Berdampak p p pada p proses bisnis karena p perlu p penyesuaian y prosedur dan kebijakan p j dalam menentukan nilai wajar, recognition dan derecognition instrumen keuangan serta perhitungan pencadangan kerugian penurunan nilai.
4 Policy
5 Sistem
11
Berdampak signifikan pada laporan keuangan perbankan karena terdapat perubahan cara pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan.
Perlu mengidentifikasi dan mengkaji perubahan kebijakan akuntansi serta kebijakan terkait lainnya, sehubungan dengan pemberlakuan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006). Perlu menyesuaikan kebijakan akuntansi dan kebijakan terkait lainnya sesuai perubahan tersebut. Perlu mengidentifikasi dan mengkaji kebutuhan sistem untuk mendukung penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006), termasuk identifikasi kebutuhan data Melakukan pengembangan sistem untuk mendukung penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006). © PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Kendala‐kendala Penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) Beberapa kendala dalam penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) antara lain sebagai berikut: Beberapa kendala dalam penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006), antara lain sebagai berikut:
Sistem Sistem Informasi
12
Dalam proses implementasi sistem IT sesuai PSAK 50 dan 55 (revisi 2006), berdasarkan kesanggupan rekanan, diketahui bahwa pengembangan sistem yang digunakan untuk penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) minimal membutuhkan waktu selama 6 bulan.
Tidak terdapat bank di Indonesia yang dapat dijadikan benchmark dalam menerapkan sistem IT yang sudah sesuai dengan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006).
Diperlukan pemahaman yang memadai untuk dapat memastikan bahwa sistem IT yang digunakan sudah sesuai dengan ketentuan‐ketentuan pada PSAK 50 dan 55 (revisi 2006). 2006)
Untuk mendapatkan hasil perhitungan Probability of Default (PD) sesuai best practice, harus dikembangkan sistem risk management terlebih dahulu agar tidak terjadi duplikasi dalam pengembangan sistem.
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Kendala‐kendala Penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006)
Kebijakan Akuntansi
Perlu disusun kebijakan akuntansi masing masing‐masing masing bank yang sesuai dengan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) dan kebijakan‐kebijakan terkait lainnya. Untuk itu perlu pengkajian yang mendalam dan komprehensif agar kebijakan akuntansi dan kebijakan terkait lainnya tersebut dapat diimplementasikan tanpa menimbulkan dampak yang merugikan bank ataupun pihak pengguna laporan keuangan lainnya.
Perlu dilakukan simulasi terhadap metodologi yang akan ditetapkan pada kebijakan akuntansi , misalkan untuk metodologi evaluasi penurunan nilai, perlu dikaji apakah hasil perhitungan CKPN sudah mencerminkan risk profile bank atau perusahaan ybs. Untuk dapat melakukan simulasi dimaksud diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang cukup dan juga perlu adanya benchmark.
Bank atau p perusahaan harus memastikan ketersediaan data untuk dapat p melakukan perhitungan‐perhitungan sesuai PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) sebagai berikut:
Effective Interest Rate (EIR) Untuk dapat menghitung EIR instrumen kredit diperlukan data, sebagai berikut: 9 Data estimasi arus kas kontraktual kredit s.d. jatuh tempo (pokok dan bunga).
Ketersediaan Data
9 Biaya transaksi dan pendapatan yang teratribusi langsung terhadap perolehan kredit. 9 Jangka waktu kredit (start date dan due date). date) 9 Suku bunga kontraktual. 9 Baki debet kredit Apabila data tersebut belum tersedia di sistem, perlu dilakukan enhancement.
13
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Kendala‐kendala Penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006)
Kebijakan Kebijakan Akuntansi
Ketersediaan Data
Fair value Untuk dapat mengukur nilai wajar instrumen keuangan (mark to market), diperlukan data bid price untuk aset keungan dan ask price untuk kewajiban keuangan. g
Collective Impairment Untuk dapat menghitung Collective Impairment instrumen kredit diperlukan data historis kredit minimum selama 3 (tiga) tahun, sebagai berikut: 9 Data historis kualitas kredit yang tercermin pada rating atau kolektibilitas. 9 Data carrying value kredit (nilai tercatat kredit) 9 Data kredit hapus buku. buku 9 Data recovery dari kredit hapus buku. 9 Data bucket tunggakan kredit. 9 Data Loss Identification f Period ((LIP)) Apabila data tersebut belum tersedia di sistem, perlu dilakukan enhancement.
14
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Kendala‐kendala Penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006)
Kebijakan Akuntansi K t Ketersediaan Data di D t
Individual Impairment Untuk dapat menghitung Individual Impairment instrumen kredit diperlukan data sebagai berikut: 9 Data estimasi arus kas untuk kredit yang secara individual signifikan dan memiliki bukti obyektif penurunan nilai (discounted cash flow method). 9 Data nilai pengikatan agunan dan data nilai wajar agunan, termasuk estimasi waktu likuidasi, estimasi biaya‐biaya likuidasi serta dokumen legal (fair value off collateral ll t l method). th d) 9 Data suku bunga kontraktual. 9 Data suku bunga pasar. 9 Data EIR per rekening. rekening 9 Data rating per rekening atau per debitur. 9 Data carrying value kredit (nilai tercatat kredit). Untuk memperoleh data tersebut di atas diperlukan waktu dan effort yang cukup besar dan apabila data belum tersedia, perlu dilakukan enhancement.
15
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Kendala‐kendala Penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006)
Meskipun selama ini telah dilakukan sosialisasi dan pelatihan, namun akibat kompleksitas PSAK 50 dan 55 (revisi 2006), pemahaman seluruh organisasi masing‐masing bank dalam menerapkan PSAK tersebut masih belum cukup memadai.
Perlu dipahami bagaimana pengaruh penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) terhadap komparabilitas laporan keuangan yang disusun masing‐masing masing masing bank, bank mengingat ruang yang diberikan dalam penetapan kriteria, seperti aset yang termasuk impaired, fee yang harus diamortisasi dan lain‐lain, cukup luas.
Proses pengumpulan data untuk melakukan perhitungan loan impairment memerlukan waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan keterlambatan penyusunan laporan keuangan.
Belum l terdapat d peraturan perpajakan j k yang telah l h disesuaikan di ik dengan d PSAK S 50 0 dan 55 (revisi 2006).
Sumber Daya Manusia
Komparabilitas Komparabilitas Laporan Keuangan
Kendala‐kendala Lain yang Perlu Diperhatikan
16
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Kendala‐kendala Penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) Disamping p g harus menyusun y laporan p keuangan g untuk keperluan p publikasi,, p p perbankan diharuskan untuk menyusun Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), dimana terdapat beberapa kendala dalam pelaporan LBU jika menggunakan data hasil penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006), antara lain sebagai berikut:
Dengan belum D b l t tersedianya di d t hasil data h il penerapan PSAK 50 dan d 55 (revisi ( i i 2006) secara memadai, dapat berakibat pada ketidakakuratan pengisian field pelaporan LBU 2008.
Sistem feeding data, khususnya yang terkait dengan carrying value loan dan hasil perhitungan loan impairment, baik yang dihitung secara individual maupun yang dihitung secara kolektif ke dalam form LBU 2008 perlu dikembangkan.
Mengingat penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) masih belum dilakukan secara sistem, maka berpotensi menimbulkan kesalahan dalam proses feeding data untuk dilaporkan dalam format LBU 2008.
Proses penyusunan laporan l k keuangan l bih lama lebih l dik dikarenakan k adanya d proses bisnis bi i baru dan masih terdapat proses manual yang dilakukan terkait dengan penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006).
Ketersediaan Data
Feeding Data
Waktu Pelaporan
17
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Dukungan Regulator Hal‐hal yang memerlukan dukungan dari regulator: Hal‐hal yang memerlukan dukungan dari regulator:
PAJAK
Dualisme pada Ketentuan BI
Terdapat perbedaan perhitungan PPA yang digunakan oleh pihak pajak yakni berdasarkan kolektibilitas BI dengan ketentuan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) yang menggunakan konsep impairment. impairment Belum terdapat kejelasan rekonsiliasi antara laba menurut PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) dengan laba menurut pihak pajak. Masih terdapat dualisme pada ketentuan BI dalam perhitungan PPA untuk tujuan perhitungan KPMM yaitu membandingkan perhitungan PPA menggunakan konsep kolektibilitas dengan perhitungan CKPN menggunakan konsep impairment sesuai PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) maupun Revisi PAPI dan mengambil mana yang lebih konservatif.
Apakah semua Bank sudah siap?
IMPLEMENTASI
18
Bagaimana pengaruh pada Bank? Bagaimana dengan non‐bank?
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
TERIMA KASIH TERIMA KASIH
19
© PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
PPA AND ESC : TRANSAKSI PEMBELIAN , SEWA PEMBIAYAAN ATAU PERJANJIAN KONSESI JASA DALAM CASE PLN?
Electricity for a Better Life
Bandung 8 Mei 2010
Hal 1
ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
PLN
Generation
73%
Transmission
Distribution & Retail
Public/ Customers
PPA/ESC
IPP
27% Rp. 25,4T
PPA : Power Purchased Agreement ESC : Energy Sales Contract IPP : Independent Power Producers
Hal 2
PPA AND ESC Structure ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
“A” Component : Compensation for Capital invested (return, interest, depreciation) FIXED COMPONENTS
“B” Component : Compensation for Fixed Maintenance “C” Component : Compensation for Fuel
VARIABLE COMPONENTS
“D” Component : Compensation for Variable Maintenances Other Component : Varies among PPA’s and ESC’s
Notes : PPA : Power Purchase Agreement is Agreement with IPP where the fuel are not Geothermal ESC : Energy Sales Contracts : Agreement with IPP where the primary energy is geothermal Hal 3
Assessment PSAK - PPA/ESC ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
1. Berdasarkan Aspek Legal: adalah Pembelian (Yang berlaku saat ini) 2. Berdasarkan ISAK 8 : Apakah termasuk Perjanjian yang mengandung Sewa ? 3. Berdasarkan PSAK 30 : Apakah Sewa Operasi atau Sewa Pembiayaan 4. Berdasarkan ISAK 16: Apakah Perjanjian Jasa Konsesi?
Hal 4
ASSESSMENT TERHADAP ISAK 8 ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
Take or Pay
Ada klausul Take or Pay?
Pemenuhan perjanjian tergantung pada penggunaan aset ? [par.6]
1. Aset (pembangkit) diidentifikasikan secara eksplisit dalam perjanjian? 2. Pemasok (IPP) tidak mempunyai hak dan kemampuan untuk menyediakan barang atau jasa (tenaga listrik) dengan menggunakan aset lain yang tidak disebutkan dalam perjanjian? 3. Tidak terdapat persyaratan untuk mengganti aset lain jika aset yang disewakan (pembangkit) tidak beroperasi dengan baik?
Perjanjian memberikan hak untuk menggunakan aset ?”, [par.9]:
1. PLN memiliki kemampuan/hak untuk mengoperasikan pembangkit sesuai dengan cara yang ditentukan PLN? dan PLN mendapatkan output dari pembangkit dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan? 2. PLN mempunyai kemampuan/hak untuk mengendalikan akses fisik terhadap pembangkit? Dan 3. PLN mendapatkan keluaran dari pembangkit dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan? 4. Kecil kemungkinan bagi pihak selain PLN untuk mengambil output dalam jumlah lebih dari tidak signifikan? dan 5. Harga yang dibayar PLN untuk listrik yang dihasilkan secara kontraktual tetap untuk setiap unit keluaran?
PPA/ESC merupakan perjanjian yang mengandung sewa Hal 5
ASSESSMENT TERHADAP PSAK 30 ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
Termasuk dalam SEWA PEMBIAYAAN jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan pemilikan aset. [par.8] Kriteria (Situasi) yang mengarah ke Sewa Pembiayaan (individual atau gabungan) (Par 10)
1. Apakah perjanjian mengalihkan kepemilikan pembangkit kepada PLN pada akhir masa perjanjian? 2. Apakah PLN memiliki opsi untuk membeli pembangkit dari IPP pada suatu harga tertentu yang cukup rendah dibandingkan harga wajar dari opsi? 3. Apakah masa perjanjian merupakan sebagian besar umur ekonomis pembangkit? 4. Apakah pada awal perjanjian, nilai kini dari jumlah pembayaran minimum secara substansial mendekat nilai wajar dari pembangkit? 5. Apakah aset pembangkit yang digunakan IPP bersifat khusus dan hanya PLN yang dapat menggunakan (tanpa modifikasi yang material)?
Indikator Sewa Pembiayaan (individual atau gabungan) (Par 11)
1. Apakah PLN bisa membatalkan perjanjian? Dan 2. Jika dibatalkan, apakah PLN harus menanggung kerugian IPP? 3. Apakah nilai opsi dipengaruhi fluktuasi nilai sisa dari pembangkit pada akhir perjanjian? 4. Apakah PLN dapat melanjutkan perjanjian untuk periode kedua dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah dari nilai pasar rental?
PPA/ESC termasuk katagori sewa pembiayaan Hal 6
ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
ISAK 8
PSAK 30 (R)
Perjanjian yang mengandung SEWA
PPA/ESC
ISAK 16
?
Termasuk SEWA PEMBIAYAAN
Ruling : “ Transaksi penyediaan TL oleh IPP ke PLN dikecualikan dari penerapan ISAK 8 sesuai paragraph 4b ISAK8”
IMPLIKASI SANGAT SIGNIFIKAN
Paragraph 4 (B) “ Interpretasi ini tidak berlaku untuk perjanjian konsesi jasa publik-keswasta dalam ruang lingkup Interpretasi yang akan diterbitkan”
Hal 7
PUBLIC TO PRIVATE SERVICE CONCESSION BERDASARKAN ISAK 16 ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
Apakah pemberi konsesi mengendalikan atau meregulasi • jasa apa, • kepada siapa • dan berapa harganya? .....dan
Yes
Tidak berlaku ISAK 16 (Bukan Perjanjian Jasa Konsesi)
No
• Apakah pemberi konsesi mengendalikan setiap kepentingan residu signifikan akhir masa perjanjian?
• Atau infrastruktur digunakan dalam perjanjian atas seluruh umur manfaat?
Yes Apakah infrastruktur yang dikonstruksikan operator atau diakuisisi oleh operator dari pihak ketiga untuk tujuan perjanjian jasa?
No
Apakah infrastruktur yang telah ada adalah infrastruktur pemberi konsesi yang memberikan akses kepada operator untuk tujuan pemenuhan perjanjian jasa?
Yes Termasuk dalam ruang lingkup ISAK 16 Operator tidak mengakui infrastruktur sebagai aset tetap atau aset sewa
Yes
Hal 8
ASSESSMENT TERHADAP ISAK 16 ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
(PLN sebagai Grantor dan IPP sebagai Operator) 1. Apakah PLN mengendalikan atau meregulasi IPP a. jasa apa, b. kepada siapa c. dan berapa harganya?.... .....dan
Ya Ya Ya ?
Penyediaan tenaga listrik Hanya menjual kepada PLN Ya : TDL ditetapkan Pemerintah Tidak : PLN tidak mengendalikan, tapi harga harus mendapat persetujuan MESDM
2a.
Apakah PLN mengendalikan setiap kepentingan residu signifikan akhir masa perjanjian? Atau 2b. Pembangkit digunakan dalam perjanjian atas seluruh umur manfaat?
•Tidak
Ada opsi beli pada akhir masa kontrak dengan harga pasar
•Ya?
Masa kontrak PPA dan ESC umumnya meliputi seluruh masa manfaat ekonomis Aset
3a. Apakah Pembangkit yang ada dikonstruksi atau diakuisisi oleh IPP untuk tujuan Penyediaan TL? atau 3b Apakah Pembangkit yang ada adalah infrastruktur PLN yang memberikan akses kepada IPP untuk tujuan Penyediaan TL?
•Ya
•Pembangkit yang ada dikonstruksi untuk memenuhi penyediaan tenaga listrik
•Tidak
Pembangkit Milik IPP
Jawaban yang perlu kajian lebih lanjut adalah untuk 1c dan 2b. Jika kedua jawabannya “Ya” maka PPA dan ESC adalah Perjanjian Jasa Konsesi dalam ruang lingkup ISAK 16 Hal 9
ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
GRANTOR - OPERATOR DARI SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG
Hal 10
ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
UNDANG-UNDANG 15/1985
UNDANG-UNDANG 30/2009
Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh Negara dan diselenggarakan oleh BUMN yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.
Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah ......
Badan Usaha lain diberi kesempatan untuk menyediakan tenaga listrik berdasarkan Izin Usaha Ketenagalistrikan.
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik diberikan kepada BUMN, BUMD, Swasta, Koperasi, .....
Harga Jual Listrik ditetapkan oleh Pemerintah
Harga Jual Listrik ditetapkan oleh Pemerintah
PLN = GRANTOR ???
PLN = OPERATOR ??? Hal 11
MENGASSES PPA/ESC BERDASARKAN ISAK 16, ISAK 8, DAN PSAK 30 E L E C T R I C I T Y F O R A B E T T E R L I F E OPERATOR (IPP) – Tidak mengakui Aset Infrastuktur Mengakui Aset Keuangan (Piutang) IPP AS Operator PLN -Grantor
GANTOR (PLN) – Tidak diatur dalam ISAK 16, So ?
Yes IS PPA A Public-toPrivate Concession ? ISAK 16
Yes
No
Is it “contained Lease” (ISAK 8)
No
Financial or Operating Lease? PSAK 30
Mostly Financial Lease
Some Operating Lease
Pembelian TL Hal 12
ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
IMPLIKASI
Hal 13
LAPORAN KEUANGAN PLN DAN IPP TAHUN 2008 ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
PLN
Listrik Swasta (IPP)
Power Purchase Agreement Total Pembayaran Tenor B/S
P/L
IMPLIKASI KE PLN
: 4.479 MW : Fixed & Variable : 20 s.d. 30 tahun
Neraca : - Menambah Aset Tetap - Menambah kewajiban
Laba-Rugi - Meningkatkan Rugi Bersih - Meningkatkan beban Bunga
Menyebabkan pelanggaran covenant (Technical Default) Obligasi PLN (USD & IDR), terutama terhadap covenant: Interest Coverage Ratio Hal 14
IMPLIKASI
KORPORASI
SEKTOR KELISTRIKAN
PEMERINTAH
Technical Default atas Obligasi (USD & IDR)PLN -Bondholders berhak untuk mendapatkan pembayaran ELECTRICITY (Principal & Acrrued Interest) - PLN tidak bisa menambah Indebtedness
FOR A BETTER LIFE
Aset Pembangkit IPP yang selama ini menjadi jaminan utama pemberian kredit, dengan ISAK 8 / PSAK 30 jaminan tsb tidak muncul dalam laporan keuangan IPP Timbul potensi kewajiban pembayaran PPN Keterbatasan penyesuaian sistem & perlakuan akuntansi
Keterbatasan Pembangunan Kapasitas Listrik Nasional apabila hanya mengandalkan Neraca PLN
• Harus menyediakan dana untuk membayar obligasi pada saat Default • Menambah beban subsidi Pemerintah akibat meningkatnya Biaya pokok Penyediaan Listrik • Harus menanggung biaya pembangunan ketenagalistrikan
Hal 15
15
PPA & ESC SEBAGAI SEWA KEUANGAN : DAMPAK AKUNTANSI ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
Komponen A :
• Penentuan tingkat diskonto • Penentuan TOP untuk pembangkit yang performanya dibawah TOP. Komponen B • Kesulitan pemisahan kedalam beban detailnya (pemakaian material jasa, administrasi?) • Kapitalisasi beban pemeliharaan tidak dapat dilakukan Komponen C • Beban bahan bakar diakui PLN tapi persediaan diakui di IPP • Pengakuan beban jika melebihi “heat rate” yang ditentukan
Hal 16
ELECTRICITY FOR A BETTER LIFE
TERIMA KASIH
Hal 17
PSAK 7R, “PENGUNGKAPAN PIHAKPIHAK YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA”
PSAK 7 (1994) Vs PSAK 7 (Revisi 2009)
RELATED PARTY BUMN
PENGUNGKAPAN RELATED PARTY BUMN
PSAK 7 (1994) Vs PSAK 7 (Revisi 2009)
IAS 24, “Related Party Disclosures”
PSAK 7 (Revisi 2009), “Pengungkapan PihakPihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa”
PSAK 7 (1994) Vs PSAK 7 (Revisi 2009) Perihal
ED PSAK 7 (Revisi 2009)
PSAK 7 (1994)
Ruang lingkup
Mensyaratkan pengungkapan kompensasi terhadap anggota manajemen kunci
Tidak mengatur
Definisi
• Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, • Transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa, • Anggota dekat orang-orang tersebut, • Kompensasi, • Pengendalian, • Pengendalian bersama, • Anggota manajemen kunci, • Pengaruh signifikan.
• Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, • Transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, • Pengendalian, • Pengaruh signifikan.
PSAK 7 (1994) Vs PSAK 7 (Revisi 2009) Perihal
ED PSAK 7 (Revisi 2009)
PSAK 7 (1994)
Pihak-pihak yang bukan sebagai pihakpihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa
• Dua entitas yang mempunyai direksi atau personal manajemen kunci yang sama atau manajemen kunci tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas entitas lain,
Tidak diatur
• Dua venturer yang mempunyai pengendalian bersama atas suatu ventura bersama,
Tidak diatur
• Departemen dan instansi pemerintah yang tidak mengendalikan, mengendalikan bersama atau memiliki pengaruh signifikan terhadap entitas pelapor,
Departemen dan instansi pemerintah
PSAK 7 (1994) Vs PSAK 7 (Revisi 2009) Perihal
ED PSAK 7 (Revisi 2009)
Pengungkapan Mensyaratkan pengungkapkan lebih jelas mengenai:
PSAK 7 (1994) Tidak diatur
• Saldo transaksi pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa serta syarat dan kondisinya, • Detail setiap garansi yang diterima dan diberikan, • Penyisihan piutang ragu-ragu, • Penyelesaian liabilitas atas nama entitas atau oleh entitas atas nama pihak lain. Pengungkapan pihak-pihak yang Tidak diatur. terkait yang diperlakukan setara dengan pihak dalam transaksi wajar (arm’s length transaction),
PSAK 7 (1994) Vs PSAK 7 (Revisi 2009) Perihal
ED PSAK 7 (Revisi 2009)
PSAK 7 (1994)
Pengungkapan Pengakuan beban selama periode berjalan atas piutang ragu-ragu atau penghapusan piutang dari pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa,
Tidak diatur
Klasifikasi pengungkapan atas pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa,
Tidak diatur.
Nama entitas induk, jika berbeda dengan entitas anak, Pihak yang paling mengendalikan. Jika entitas induk maupun pihak pengendali utama menghasilkan laporan keuangan yang tersedia untuk
Tidak diatur.
PSAK 7 (1994) Vs PSAK 7 (Revisi 2009) Perihal
ED PSAK 7 (Revisi 2009)
PSAK 7 (1994)
Pengungkapan keperluan umum, nama entitas Tidak diatur. induk berikutnya yang paling pertama melakukannya (next most senior parent) juga harus diungkapkan.
PSAK 7 (1994) Vs PSAK 7 (Revisi 2009)
Identifikasi Related Party (Lihat lampirn 1)
RELATED PARTY BUMN UU No.19 Tahun 2003 Pasal 1, Badan usaha milik negara, selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Perum
Persero
RELATED PARTY BUMN Pemerintah Pusat
Lembaga Negara Instansi Pemerintah
Pemerintah Daerah
Hukum Publik Hukum Privat & hukum publik
Persero
Perum
BHMN Yayasan Didirikan Oleh Instansi Pemerintah
BUMD Koperasi Didirikan Oleh Instansi Pemerintah
Program Manfaat Purna-karya Yang dibentuk BUMN lain
Anak Perusahaan BUMN
RELATED PARTY BUMN
BUMN A
BUMN X
?
95% Subs B 75% Subs C
85% ? ?
?
Subs Y
RELATED PARTY BUMN
Pemerintah sebagai Regulator
Vs
Pemerintah sebagai Pemegang saham
RELATED PARTY BUMN Instansi pemerintah departemen (Diknas) Sekolah negeri ?? Puskesmas ?? Kantor Diknas??
? Persero
RELATED PARTY BUMN Instansi pemerintah departemen Kementrian Keuangan ?? Direktorat Jenderal Pajak??
BEPAPAM-LK ??
? Persero
RELATED PARTY BUMN Instansi pemerintah non departemen TNI ?? Polri ?? Sekretariat Negara??
? Persero
RELATED PARTY BUMN Lembaga Negara BPK ?? DPR ?? Mahkamah Agung ??
? Persero
PENGUNGKAPAN RELATED PARTY BUMN PSAK 7 (Revisi 2009) par.16 (umum): Pengungkapan imbalan kepada anggota manajemen kunci: •
Imbalan kerja jangka pendek,
•
Imbalan pasca kerja,
•
Imbalan kerja jangka panjang lainnya,
•
Imbalan pemutusan hubungan kerja; dan,
•
Pembayaran berbasis saham.
PENGUNGKAPAN RELATED PARTY BUMN PSAK 7 (Revisi 2009) par.17 (umum): (a) Nilai transaksi, (b) Jumlah saldo termasuk komitmen, (c) Persyaratan dan ketentuan terkait, (d) Penyisihan piutang ragu-ragu, (e) Beban yang diakui selama periode dalam piutang ragu-ragu atau penghapusan piutang.
PENGUNGKAPAN RELATED PARTY BUMN PSAK 7 (Revisi 2009) par.25 (khusus): (a) Nama departemen dan instansi pemerintah dan sifat hubungannya dengan entitas pelapor, (b) Informasi berkaitan dengan sifat dan jumlah setiap transaksi yang secara individual signifikan, untuk transaksi lain secara kolektif signifikan secara kualitatif atau kuantitatif.
PENGUNGKAPAN RELATED PARTY BUMN
PENGUNGKAPAN RELATED PARTY BUMN
PENGUNGKAPAN RELATED PARTY BUMN
PENGUNGKAPAN RELATED PARTY BUMN
Questions?
LAMPIRAN-1
Subsidiary
Associate
Investor with significant influence
Joint venture
Associate
Entity
Close family
CEO of Parent
Parent 55% 65%
35%
Subsidiary
Reporting entity
Post-employement Benefit Program
Sister Entity
Key management
Close family
Post-employement Benefit Program
100%
Subsidiary
30%
Associate
Keterangan: Related Party Non Related Party
Post-employement Benefit Program
50%
Joint venture
50%
Joint venture investor
SUMMARY REPORT FORUM DISKUSI IFRS ANTARA BUMN DAN TIM IMPLEMENTASI IFRS IAI Topas Galleria Hotel – Bandung, 8 Mei 2010 Pada tanggal 8 Mei 2010, Telkom berkesempatan menjadi tuan rumah untuk acara diskusi antara BUMN dengan Tim Implementasi IFRS IAI yang diadakan di Hotel Topas, Bandung. Acara dibuka dengan sambutan oleh Direktur Keuangan Telkom Sudiro Asno, Ketua Tim Implementasi IFRS BUMN Arif Arryman, serta perwakilan Kementrian BUMN Anjang Kusuma. Acara ini dihadiri oleh 74 peserta yang berasal dari beberapa BUMN, seperti: Telkom, Telkomsel, Pertamina, Bank Mandiri, PLN, Antam, BNI, BRI, BTN, Semen Gresik, dan PGN. Selain itu, perwakilan dari Kementrian BUMN dan Kantor Akuntan Publik seperti PWC dan KPMG dan tentunya dari IAI. Dalam acara ini dihadirkan beberapa penyaji, yang dibagi menjadi 4 sesi, berasal dari Telkom, PLN dan Bank Mandiri serta didampingi dengan tim implementasi IFRS IAI yang diketuai Dudi Kurniawan. Tiap penyaji membahas materi dalam satu sesi kemudian dibahas di forum oleh tiap panelis untuk kemudian dilakukan tanya jawab. Sebagai catatan, acara ini sifatnya diskusi sehingga seluruh komentar atau pendapat yang disampaikan tidak dapat dianggap sebagai pendapat resmi dari institusi asal. Berikut ini rangkuman materi dan tanya jawab dari diskusi tersebut.
1
Sesi 1: Assesment PSAK oleh Telkom untuk implementasi IFRS 2011 Pembicara: Akhmad Ghozali (Telkom) Pembahas: Tim implementasi IFRS IAI DSAK IAI mengeluarkan PPSAK 1 di 16 Juni 2009 tentang pencabutan PSAK 32 (Akuntansi Kehutanan), PSAK 35 (Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi), PSAK 37 (Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol). Dampaknya antara lain berpengaruh pada: 1. Pengakuan pendapatan Sebelum PPSAK 1 pendapatan interkoneksi dapat diakui secara nett sesuai ketentuan di PSAK 35, namun sekarang harus dicatat secara gross sehingga diperlukan penyesuaian pencatatan pendapatan. 2. Untuk pendapatan principal‐agent diatur mengikuti BAS 7. Akibatnya, jika perusahaan bertindak sebagai principal maka pendapatan dicatat secara gross, sementara jika perusahaan bertindak sebagai agent, maka yang diakui hanya pendapatan fee. 3. Aset Pola Bagi Hasil (PBH) Sebelumnya menurut PSAK 35, aset harus dikapitalisasi sebagai Aset Tetap Kerjasama sebesar biaya perolehan aset dan ditandingkan dengan akun Pendapatan yang Ditangguhkan. Sekarang dikapitalisasi sebagai Aset Tetap dengan akun tandingan sesuai PSAK 30R yakni Kewajiban Jangka Panjang. DSAK IAI juga mengeluarkan PPSAK 5 tentang pencabutan ISAK 6 : Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing. Sebelum ada PPSAK 5, pengukuran embedded derivative dilakukan atas dasar kontrak pembelian/penjualan item non keuangan yang harganya didenominasi dalam mata uang asing. Sekarang ini, seluruh kontrak pembelian/penjualan dengan mata uang asing harus dilakukan assesement embedded derivative. Oleh karena itu, potensi perhitungan dan pengakuan derivatif melekat pada pembelian/penjualan yang didenominasi mata uang asing lebih besar. Selain itu, tidak ada interpretasi tegas antara penentuan mata uang Dollar US sebagai mata uang
2
yang lazim digunakan dalam bisnis lokal. Sehingga diperlukan interpretasi atau panduan aplikasi lebih jelas atas penentuan commonly used currency. DSAK IAI belum melakukan pengujian dan analisis mendalam, apakah mata uang tersebut merupakan denominated currency. Hal itu masih diserahkan kepada masing‐masing perusahaan untuk disesuaikan dengan lingkungan bisnisnya. Sesi 2: PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) Pembicara: Budi Sulistio (Bank Mandiri) Pembahas: Tim implementasi IFRS IAI Penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) telah diberlakukan per tanggal 1 Januari 2010 setelah ditunda dari 1 Januari 2009. Penerapannya berlaku secara prospektif. Berikut ini perubahan mendasar dan analisa dampak atas penerapan PSAK 50 & 55 (revisi 2006) : 1. Klasifikasi : aset keuangan harus diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi DFair Value Through Profit/Loss (FVPTL), Held to Maturity (HTM), Available for Sale (AFS) dan Loan & Receivables. Kewajiban keuangan harus diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi FVTPL dan Other Liabilities. Implikasinya adalah bank‐bank harus me‐ review klasifikasi seluruh instrumen keuangan yang dimiliki per tanggal 1 Januari 2010 sesuai dengan intensi dan kemampuan finansial Bank, serta berdasarkan karakteristik aset dan kewajiban keuangan dimaksud. Hal ini menentukan perlakuan akuntansi yang tepat untuk masing‐masing instrumen keuangan tersebut. 2. Effective interest rate (EIR) & transaction cost : pendapatan dan beban bunga diakui menggunakan effective interest rate. Suku bunga efektif (EIR) akan berbeda dengan suku bunga kontraktual apabila terdapat biaya dan fee yang dikategorikan sebagai biaya transaksi. Implikasinya adalah bank harus mengidentifikasi biaya dan fee dimaksud. Selain itu, bank harus menentukan tingkat materialitas untuk biaya transaksi dan fee tersebut yang harus diamortisasi dengan menggunakan metode EIR.
3
3. Fair value : ditentukan sesuai hirarki penentuan nilai wajar. Sebagai implikasinya bank harus melakukan mark to market menggunakan harga yang dapat dikuotasi di pasar aktif, yaitu bid price untuk aset keuangan yang dikategorikan sebagai FVTPL atau AFS dan ask price untuk kewajiban keuangan yang dikategorikan sebagai FVTPL . Apabila tidak terdapat nilai pasar atas aset dan kewajiban keuangan dimaksud, bank dapat menggunakan nilai terkini dari aset dan keuangan tersebut, atau nilai pasar dari aset atau kewajiban keuangan serupa, atau menggunakan teknik valuasi. Sehubungan dengan hal tersebut, bank perlu menyesuaikan sistem yang dimiliki. 4. Impairment : cadangan kerugian penurunan nilai (penyisihan penghapusan aktiva) dibentuk apabila aset terbukti mengalami penurunan nilai dan tidak lagi berdasarkan kolektibilitas BI. Dampak yang diakibatkan cukup signifikan, di antaranya yakni: bank perlu menggunakan judgment internal dalam menentukan kriteria bukti obyektif penurunan nilai serta dalam penyusunan estimasi cash flow. Judgment tersebut perlu di‐review oleh auditor/konsultan yang independent agar dapat diyakini telah sesuai dengan best practice. Diperlukan pula adanya unit independen yang melakukan verifikasi atas keandalan estimasi arus kas yang disusun oleh Unit Bisnis. Selain itu, bank perlu memperbaiki kualitas data historis yang dimiliki, terutama untuk menghitung PD dan Recovery Rate (RR) yang akan digunakan dalam menentukan angka LGD (LGD = 1 – RR). Selain itu, bank perlu mengembangkan internal rating yang dimiliki, agar tersedia untuk seluruh segmen kredit dan dapat digunakan untuk perhitungan penurunan nilai (impairment) secara triwulanan. Terdapat cukup banyak kendala dalam mengimplementasikan PSAK 50 & 55 (revisi 2006), khususnya dari aspek kebijakan akuntansi, ketersediaan data, SDM, komparabilitas laporan keuangan, serta waktu pelaporan. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan dari regulator, terutama dari pihak pajak dan BI. Terdapat perbedaan perhitungan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (Penyisihan Penghapusan Aktiva) yang digunakan oleh pihak
4
pajak yakni berdasarkan kolektibilitas BI dengan ketentuan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) yang menggunakan konsep impairment. Belum terdapat kejelasan rekonsiliasi antara laba menurut PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) dengan laba menurut pajak. Di samping itu, masih terdapat dualisme pada ketentuan BI dalam perhitungan PPA untuk tujuan perhitungan KPMM dengan perhitungan CKPN menggunakan konsep impairment sesuai PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) maupun Revisi PAPI. Sesi 3: PPA dan ESC: Transaksi Pembelian, Sewa Pembiayaan atau Perjanjian Konsesi Jasa dalam Case PLN. Pembicara: Abdul Hakam (PLN) Pembahas: Tim Implementasi IFRS IAI
ISAK 16, Perjanjian Konsesi Jasa tidak bisa dilepaskan dari ISAK 8, Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa. Penentuan apakah PPA/ESC merupakan perjanjian jasa konsesi perlu memperhatikan sistem kelistrikan di Indonesia dan peraturan perundang‐undangan yang berlaku diantaranya UU No. 30 th 2009 : Ketenagalistrikan, UU No. 25 tahun 2009 : Pelayanan Publik, UU No. 19 tahun 2009 : BUMN, dan peraturan perundang‐undangan lainnya dimana 5
berdasarkan kondisi tersebut mengarah pada kesimpulan bahwa listrik merupakan jasa publik. Akuntansi untuk Grantor tidak diatur dalam ISAK 16 sehingga ada beberapa alternatif untuk perlakuan PPA/ESC, namun kecenderungannya ke arah ISAK 8. Dari assessment PLN terhadap ISAK 8, PPA/ESC merupakan perjanjian yang mengandung sewa. Kemudian dilanjutkan assessment terhadap PSAK 30, Sewa, maka sebagian besar termasuk kategori sewa pembiayaan. Jika PPA/ESC menjadi sewa pembiayaan maka Aset dan kewajiban IPP yang masuk dalam sewa pembiayaan akan masuk dalam Neraca PLN dan akan berpengaruh terhadap beberapa kovenan PLN. PSAK 7R: Pengungkapan Pihak‐Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa Pembicara: Marisi Purba (Telkom) Pembahas: Tim Implementasi IFRS IAI Pihak‐pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah orang atau entitas yang terkait dengan entitas tertentu dalam menyiapkan laporan keuangannya (dirujuk sebagai entitas pelapor) (a) Orang atau anggota keluarga terdekat terkait entitas pelapor jika orang tersebut: (i)
memiliki pengendalian atau pengendalian bersama atas entitas pelapor;
(ii)
memiliki pengaruh signifikan terhadap entitas pelapor; atau
(iii)
personel manajemen kunci entitas pelapor atau entitas induk entitas pelapor
(b) Suatu entitas terkait dengan entitas pelapor jika memenuhi salah satu hal berikut: (i)
Entitas dan entitas pelapor adalah anggota dari kelompok usaha yang sama.
(ii)
Satu entitas adalah entitas asosiasi atau ventura bersama bagi entitas lain.
(iii)
Kedua entitas tersebut adalah ventura bersama dari pihak ketiga yang sama.
(iv)
Satu entitas adalah ventura bersama dari entitas ketiga dan entitas yang lain adalah entitas asosiasi dari entitas ketiga.
6
(v)
Entitas tersebut adalah suatu program imbalan pasca kerja untuk imbalan kerja dari salah satu entitas pelapor atau entitas yang terkait dengan entitas pelapor.
(vi)
Entitas yang dikendalikan atau dikendalikan bersama oleh orang yang diidentifikasi dalam butir (a).
(vii)
Orang yang diidentifikasi dalam butir (a) (i) memiliki pengaruh signifikan terhadap entitas atau anggota manajemen kunci entitas.
Departemen dan instansi pemerintah yang tidak mengendalikan, mengendalikan bersama atau memiliki pengaruh signifikan terhadap entitas pelapor bukan merupakan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Untuk BUMN dirasa perlu juklak tersendiri mengenai pihak mana yang termasuk related party untuk BUMN. Kapan BUMN menjadi entitas sendiri, kapan menjadi bagian integral dari pemerintah. Banyak sekali pihak2 yang kemungkinan besar harus diungkapkan oleh BUMN, namun kembali lagi harus dilihat signifikansi maupun materialitasnya. Manfaat atas disclosure dari related tersebut juga harus diperhatikan. Question & Answer (Q&A) Sesi 1: Assesment PSAK oleh Telkom untuk implementasi IFRS 2011 1. Perubahan nama KAP. Terjadi Perubahan nama KAP yang mengakibatkan nama KAP yang ditunjuk RUPS (tahun sebelumnya) untuk melakukan audit atas laporan keuangan menjadi berbeda dengan nama KAP yang mengaudit laporan keuangan yang disyahkan tahun berikutnya. Secara hukum bagaimana dampaknya akibat dari perubahan nama tersebut? ¾ Kalau secara legal KAP tersebut merupakan entitas yang sama maka hal tersebut tidak berdampak walaupun nama KAPnya sudah berbeda. Signing partner berada dalam entitas yang sama.
7
¾ Hal ini sudah menjadi praktek umum, selama secara legal tidak menyalahi aturan. Diperlukan disclosure yang memadai untuk peristiwa tersebut dan dalam RUPS pengesahan laporan keuangan diperlukan adanya pemberitahuan adanya perubahan nama KAP tersebut sebelum laporan keuangan disyahkan. 2. Pada banyak kasus terjadi restatement di BUMN. Dari segi penyajian laporan keuangan restatement tersebut tidak masalah. Namun menjadi masalah di pemerintah yang merasa dirugikan karena cadangan umum di BUMN menjadi berkurang sebagai akibat restatement tersebut. Bagaimana dengan hal ini? ¾ Kalau terjadi kesalahan dalam perlakuan akuntansi pada masa lalu yang baru diketahui di periode berikutnya, maka konsekuensinya akan terjadi dikoreksi di periode terjadinya (restatement) dan harus dijelaskan di laporan keuangan tentang mengapa hal tersebut terjadi, dan dampaknya. Pada kebanyakan kasus, hal tersebut tidak berdampak pada arus kas. ¾ Perusahaan, kalau diperlukan, mencari pendamping independen untuk menjelaskan hal tersebut kepada pemegang saham, misalnya dari pihak KAP maupun dari corporate lawyer (KAP, dari segi standar akuntansi, akan menjelaskan mengapa restatement tersebut terjadi sementara corporate lawyer akan menjelaskan dari aspek hukum terkait restatement tersebut). 3 Pencatatan dengan nilai wajar perlu dilakukan assesment atas aset sewa guna usaha dan aset PBH yang berbeda dari sisi penyajian, bagaimana dampak pada penyajian asetnya? ¾ IFRS bersifat substance over form, sehingga ada pencabutan terhadap standar‐standar spesifik yang hanya mengatur industri spesifik. Dari skema PBH, penyajian asetnya tetap di PBH namun yang berbeda hanya measurementnya sesuai dengan PSAK 30 R.
8
4 Menurut BAS 7, revenue dapat dibukukan secara gross atau nett. Kenapa harus ada pertimbangan tambahan untuk penentuan gross atau nett, tidak disimplifikasi saja harus gross? ¾ Sesuai standar, tidak dapat dilakukan simplifikasi. Pada dasarnya revenue dicatat secara gross kecuali untuk kasus‐kasus tertentu. Harus ditentukan penanggung resiko, penentu harga, primary obligor, dan lain‐lainl. Jika hanya menerima fee saja, maka harus dicatat secara nett sesuai BAS 7. Untuk sisi investor, pembedaan gross/nett ini sangat berguna agar tidak misleading dalam menilai permasalahan principal – agent. Sesi 2: : PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) 1. Upaya restrukturisasi akan berdampak pada perpajakan, apa yang dapat dilakukan owner untuk mengantisipasi implementasi PSAK 50 dan 55. ¾ Penanganan terhadap kredit‐kredit itu tetap. Yang berbeda adalah pencatatan di pembukuan. 2. Untuk pengklasifikasian aset, apakah harus dilakukan di awal dan dapat digunakan sebagai ukuran pencapaian? ¾ Klasifikasi harus dilakukan dari awal. Diperbolehkan melakukan reklasifikasi (reprofiling) hanya pada penerapan awal PSAK 50 dan 55 (revisi 2006), yaitu tanggal 1 Januari 2010, jika melakukan reklasifikasi untuk aset keungan dengan klasifikasi HTM selain pada tanggal tersebut dan tidak memenuhi pengecualian sebagaimana diatur pada PSAK 50 dan 55 (revisi 2006), maka akan terkena penalti (tainting rule). Klasifikasi diserahkan kepada manajemen tergantung pada intensi manajemen dan perlu kekonsistenan.
9
3. Konsep impairment kelihatannya mengacu pada 2 pola yaitu CKPN dan PPA, bukan beralih jadi CKPN saja. PPA untuk mencadangkan sesuatu yang potensi tidak tertagihnya besar. Apakah hal ini berbeda pada Bank? Untuk impairment (CKPN) terkait time value of money dan PPA untuk pencadangan kolektibilitas piutang. ¾ Di Bank, untuk keperluan penyusunan Laporan Keuangan, hanya CKPN yang berlaku (dahulu dikenal dengan PPA). Namun, untuk keperluan perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR), bank harus tetap menghitung Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) berdasarkan ketentuan kolektibilitas BI. Selain itu PPA berdasarkan ketentuan kolektibilitas BI masih digunakan oleh pajak mengingat Pajak belum mengadopsi PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) dalam perhitungan pajak. Maka dari itu, diharapkan dukungan dari regulator Pajak dan BI dalam mengimplementasikan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006). Jika di industri diluar Bank bisa saja ada 2 konsep, kemungkinan karena perbedaan industri, PPA yang di definisikan di perbankan berbeda dengan yang dimaksud dengan di industri non perbankan. 4 Perbedaan pandangan di antara auditor akan suatu standar akan berdampak pada perusahaan, apakah impairment dalam CKPN disajikan sama dengan PPA? ¾ Diperlukan diskusi dengan auditor dari awal, bahkan bukan hanya dengan auditor, tapi juga dengan konsultan, vendor, tim DSAK IAI dan sebagainya. Judgement yang berdasarkan supporting data akan membantu dalam meminimalisir diskusi berkepanjangan atas perbedaan persepsi tersebut. 5. Mengapa seringkali jumlah PPA yang dibentuk bank jauh melebihi dari yang diwajibkan oleh BI? Bagaimana treatment akuntansi untuk kelebihan PPA yang ada? ¾ Bank membentuk PPA yang wajib adalah berdasarkan persentase sesuai kolektibilitas BI. Namun untuk kehati‐hatian, bank dapat membentuk PPA yang melebihi PPA wajib. Apabila kredit ybs. adalah kredit yang direstrukturisasi, maka PPA tidak boleh dengan serta merta di‐reverse
10
(sesuai PBI No. 7/2/PBI/2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum), sehingga PPA yang dibentuk akan lebih besar dari PPA yang wajib dibentuk. ¾ Diatur dalam Buletin Teknis No. 4 bahwa pada awal penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006), jika terdapat perbedaan antara PPA yang dihitung berdasarkan ketentuan lama (Kolektibilitas BI) dengan PPA yang dihitung berdasarkan metode impairment, maka kekurangan/ kelebihannya dibukukan ke Retained Earning. 6. Apakah ada standar untuk EIR yang akan digunakan, atau ada justifikasi manajemen? Apakah bisa menggunakan rate yang beda untuk aset yang sama? EIR dihitung untuk setiap instrumen keuangan. Di standar sudah diatur, bahwa instrumen keuangan dengan suku bunga fixed, EIR tidak akan berubah, sedangkan instrumen keuangan dengan suku bunga variable, EIR akan berubah. 7. Jika ada piutang ke related party, apakah bisa untuk tidak dicadangkan? Tetap harus dicadangkan dan didisclose sesuai standar. Untuk piutang harus diukur dengan fair value. Sesi 3: PPA dan ESC: Transaksi Pembelian, Sewa Pembiayaan atau Perjanjian Konsesi Jasa dalam Case PLN. 1. Bagaimana hubungan antara pemerintah dengan PLN? ¾ Terkait aspek legal, perlu mempelajari dampak dari perubahan UU 15/1985 dengan UU 30/2009, apakah PLN bisa menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah, sehingga PLN bertindak sebagai grantor bukan operator. Jika pemerintah sebagai grantor, PLN sebagai operator, maka PLN tidak mencatat aset. Namun belum ada jawaban pasti bagaimana posisi Pemerintah‐PLN, sehingga perlu dilakukan diskusi lebih lanjut.
11
2. Hak monopoli PLN yang telah dicabut namun karena hanya PLN yang merupakan BUMN yang menangani listrik maka operasional di daerah‐daerah masih dilakukan oleh PLN. Yang harus diperhatikan atas IFRIC 12 dan IFRIC 4 ialah kesesuaiannya dengan undang‐undang yang berlaku di Indonesia. ¾ Sampai saat ini IAI masih berpegang pada standar yang ada. Masukannya akan disampaikan ke DSAK. PLN harus menentukan kebijakan akuntansi atas transaksi tersebut dianalogikan dengan PSAK yang sudah ada. 3. Terkait Kewajiban Publik Universal (KPU) dimana masing‐masing operator menyisihkan 0,75% dari labanya untuk membangun infrastruktur untuk kepentingan publik. Setelah 4 tahun diserahkan ke pengelola. Minta masukan kepada IAI bagaimana mengenai pencatatan aset‐nya. Sesi 4: PSAK 7R: Pengungkapan Pihak‐Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa 1. Menjelaskan mengenai Konsep negara vs pemerintah. Suatu negara harus memenuhi kriteria adanya pemerintah. Sehingga semua pihak dalam jurisdiksi negara adalah related party untuk BUMN, sehingga menjadi sangat luas, namun sekali lagi harus diperhatikan materialitas dan signifikansinya 2. Perlu definisi yang jelas mengenai related party dan under common control. Dalam konteks BUMN dimana pemegang saham utama adalah pemerintah maka seluruh BUMN dianggap related party dan under common control. Dengan demikian kalau satu auditor independen melakukan audit atas suatu BUMN maka auditor independen tersebut tidak akan dapat memberikan non audit services kepada BUMN yang lain atau sebaliknya karena akan terjadi conflict of interest. Dengan kondisi tersebut maka akan terjadi potensi kelangkaan auditor pada BUMN. ¾ Kembali pada konsep arm’s lenght transaction untuk penentuan related party atau tidak.
12
¾ Indonesia tidak sama kondisinya dengan negara‐negara maju lain yang menerapkan IFRS. Mungkin diperlukan Juklak dari DSAK untuk membahas khusus soal related party BUMN ini. Apakah termasuk related party atau tidak, perlu dianalisis terlebih dahulu, kemudian baru dianalisis apakah transaksinya arm length atau tidak ¾ Untuk pengadopsian IFRS juga harus dipertimbangkan kondisi domestik. Konsep ”influence” dan ”control” perlu diperjelas agar tidak meluas permasalahannya. ¾ Karena standar ini baru diluncurkan dan merupakan konvergensi, tidak menutup kemungkinan untuk diubah, namun memerlukan waktu yang cukup lama. Pembahasan permintaan perubahan standar sebaiknya dilakukan sebelum standar tersebut resmi ditetapkan dan diberlakukan. Kekhawatiran akan terlalu luasnya lingkup related party, dengan pertimbangan materialitasnya, bisa tidak terjadi.
13