SISTEM EKONOMI ISLAM PEMECAH MASALAH SISTEM EKONOMI KAPITALIS∗ Oleh: Bandi** Abstrak Sistem ekonomi kapitalis (sekuler) mencoba memilahkan agama dari praktik bisnis, sehingga moral tidak menjadi pertimbangan dalam praktik berbisnis. Permasalah dalam praktik sistem sekuler akan selalu muncul apabila individu pelaku bisnis “yang tidak bermoral agama” bertindak berlebihan dan merugikan masyarakat keseluruhan, karena memang dilindungi oleh sistem yang ada. Lebih parah lagi negara-negara berkembang yang mengikuti sistem sekuler, namun tidak ikut dalam berskenario di balik sistem, sehingga hanya sebagai obyek sistem bagi negara maju. Sistem ekonomi syari’at tampak menjanjikan mengatasi masalah yang tidak pernah terselesaikan dalam sistem sekuler. Kata kunci: ekonomi, permasalahan ekonomi, sistem ekonomi, akuntansi, agama, Sistem Ekonomi Ekonomi berasal dari Bahasa Yunani Kuno (Greek), yang berarti mengatur urusan rumah tangga (An Nabhani, 2000: 47). Arti yang terkandung dalam kata tersebut adalah bahwa anggota keluarga yang mampu ikut menghasilkan barang atau jasa untuk dinikmati seluruh anggota rumah tangga. Permasalahan ekonomi muncul berupa kenyataan bahwa sumber daya terbatas tetapi keinginan (manusia) tak terbatas. Pengaturan urusan rumah tangga tersebut dijalankan melalui sistem ekonomi. Sumber daya adalah input atau faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi keinginan manusia. Barang dan jasa langka karena sumber daya langka. Tenaga kerja merupakan usaha manusia yang mencakup fisik dan mental. Kapital meliputi kreativitas manusia yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Oleh karena itu ilmu ekonomi mempelajari bagaimana manusia menggunakan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi keinginnya yang tidak terbatas (McEachern, 2000: 4). Di lain pihak, sistem perekonomian adalah seperangkat mekanisme dan institusi yang menjawab pertanyaan apa, bagaimana dan untuk siapa. Pedoman untuk membedakan berbagai jenis sistem perekonomian adalah (McEachern, 2000): (1) siapa yang memiliki sumber daya, (2) jenis proses pengambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan alokasi sumber daya dan output, dan (3) jenis insentif yang mengarahkan pengambil keputusan ekonomi. Sistem perekonomian dapat dibedakan menjadi: sistem pasar murni, sistem komando murni, sistem campuran dan transisi, dan sistem yang didasarkan pada budaya dan agama. Dalam sistem pasar kepemilikan sumber daya dan kegiatan perekonomian ditentukan secara bebas dan tanpa pengaturan pasar. Di balik sistem ini terkandung aturan “tanpa aturan”, dengan kata lain harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar. Komuflase yang tampak pada sistem ini adalah: (1) tidak ada monopoli, (2) kompetisi murni, (3) tidak ada aturan, kecuali kesepakatan.
∗
Disampaikan pada acara “Grand Opening Kuliah Ekonomi Islam” oleh Divisi Kuliah ekonomi Islam BPPI FE UNS, pada Kamis, 4 Oktober 2001. ** Drs Bandi, M.Si., Ak adalah dosen Fakultas Ekonomi UNS Bandi, 2001
Grand Opening Kuliah Ekonomi Islam, BPPI-FE UNS
1
Pertanyaan penting yang menguak komuflase sistem pasar adalah: (1) apakah pasar tersebut mencerminkan kepemilikan umat atau kesempatan bagian besar umat, (2) apakah yang berkompetisi bermoral agama, yang mengarahkan agar berwawasan umat, (3) apakah kesepakatan yang ada di pasar didasarkan atas toleransi dan solidaritas umat, dan (4) apakah tidak ada skenario tertentu yang mengarahkan dan mengendalikan pasar. Dari pertanyaan tersebut tampaknya pertanyaan terakhirlah yang paling penting dijawab, sehingga masalah ekonomi yang ada dapat dimaklumi dan dipecahkan. Sebagai contoh bagi Indonesia (juga negara lain) untuk melakukan perdagangan dengan luar negeri harus dilakukan dengan mata uang dollar (walaupun bukan dengan negara penerbit dollar=USA), sementara dollar sangat fantastis tingginya. Yang terjadi adalah kesulitan bagi bangsa Indonesia, dan akhirnya krisis. Apakah ini skenario atau kebetulan? Jika kebetulan mengapa lama? Sitem Ekonomi Kapitalis dan Masalahnya Sistem kapitalis dan sosialis mencoba memilahkan masalah bisnis dengan agama, walaupun banyak masalah yang timbul dan bahkan belum terpecahkan. Tindakan demikian sering disebut sebagai sekuler. Sekulerisme mengandalkan pada mekanisme pasar, yakni permintaan dan penawaran pasar. Sekulerisme tidak bahaya selama pelaku bisnis bermoral agama, yang pada akhirnya mengingat orang lain yang kekurangan (people oriented) dalam setiap keputusan bisnisnya. Apabila tidak demikian maka yang terjadi adalah masalah besar, yakni: ketimpangan dan ketidak adilan, ketegangan di antara manusia, tidak adanya kebahagian baik pada pelaku bisnis maupun masyarakat luas. Kapitalisme setelah memisahkan dirinya dari kekuatan bersama nilai YahudiKristen (atau disebut sekuler) tidak mempunyai pilihan selain bersandar sepenuhnya pada hara dan keuntalungan pribadi untuk memberikan mekanisme filter dan daya motivasi untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran. Masalah besar akan menimpa pada negara-negara yang tidak ikut dalam skenario di balik sistem tetapi mengikuti sistem tersebut, yaitu negara berkembang dan belum berkembang. Termasuk negara yang mayoritas penduduk beragama Islam. Oleh karena itu tidak aneh apabila krisis ekonomi ekonomi di negara berkembang (termasuk Indonesia) sering terjadi, dan bahkan dalam kurun waktu yang tidak singkat. Lebih mengherankan negara-negara maju tidak pernah mengalami krisis ekonomi seperti halnya negara berkembang. Keheranan kita tidak berhenti apabila pertanyaan kita lontarkan pada kita, “Apakah negara maju lebih kaya sumber alam dibanding negara berkembang?” Jawaban yang tidak terlalu salah adalah tidak atau bahkan negara berkembang lebih kaya sumber alam. Untuk menyelesaikan masalah yang telah lama dialami negara berkembang yang menganut sistem ekonomi kapitalis, diperlukan strategi yang mencakup tiga unsur (Chapra, 1999: 369): (1) mekanisme filter yang disepakati oleh masyarakat untuk membedakan penggunaaan yang efisien dan adil dengan yang tidak efisien dan tidak adil atas sumber daya yang langka; (2) sistem motivasi yang melibatkan individu agar menggunakan slumber dalya ini sesuai dengan ketentuan dari mekanisme filter tersebut; (3) restrukturisasi sosio-ekonomi yang akan menerapkan kedua unsur di atas dalam mewlujudkan bentuk realokasi dan distribusi sumber dalya yang diperlukan untuk mencapai hidup yang thoyibah. Penggunaan mekanisme harga sebagai satu-satunya stretegi untuk alokasi sumber akan melindungi kebebasan individu tetapi menghalangi realisasi efisiensi dan keadilan, kecuali jika kondisi tertentu terpenuhi, misalnya: distribusi
Bandi, 2001
Grand Opening Kuliah Ekonomi Islam, BPPI-FE UNS
2
pendapatan dan kekayaan yang seimbang, dan persaingan sempurna. Apabila tidak demikian makan masalah demi masalah ekonomi akan datang silih berganti. Richard Easterlin dalam Chapra (1999) melakukan 30 servei di 19 negara maju dan berkembang untuk mengkaji tentang kebahagiaan manusia. Salah satu kesimpulan dari survei tersebut adalah banyak penduduk masyarakat kaya tidak merasa bahagia setelah empat dekade perdamaian dan kemakmuran. Ada dua alasan (Chapra, 1999) mengapa kehabagiaan tidak didapatkan: (1) kebahagiaan bukanlah sebuah fungsi dari sekadar pemilikan materi dan kesengangan jasmani seperti yang ditekankan secara berlebihan oleh ideologi sekular kapitalisme, sosialisme dan negara sejahtera; (2) kesejahteraan material semua individu masyarakat tidak dapat diwujudkan, karena keterbatasan sumber daya, kecuali jika sumber daya yang ada digunakan dengan efisien dan adil. Sistem Ekonomi Syari’at (Islami) Menurut Dawam Raharjo dalam Chapra (1999) gagasan tentang ekonomi Islam mulai berkembang di Indonesia terjadi pada tahun 1923. Hal ini ditandai terbitnya buku “Sosialisme dan Islam” karangan HOS Tjokroaminoto, selain itu buku karangan Bung Hatta, disertasi Kaharuddin Junus tentang sistem ekonomi Islam yang berjudul “Bersamaisme”. Babak berikutnya perkembangan pemikiran tentang ekonomi Islam, terjadi tahun 1970-an dan secara internasional. Faktor penyebab perkembangan secara internasinal ini adalah: (1) timbulnya kekuatan ekonomi petro dollar; (2) kebangkitan Islam pada abab 14 Hijriyah yang melanda Dunia Islam; (3) lahirnya generasi baru intelektual Muslim yang mendapatan pendidikan modern baik dari Barat maupun negaranegara Islam sendiri. Kajian-kajian tentang Ekonomi Islam lebih intensif setelah teori Ekonomi Islam diterapkan di sektor perbankan dan lembaga keuangan di negara-negara Islam dan negara maju, terutama di Eropa Barat. Pada saat buku Chapra ditulis (tahun 1992) telah berdiri 38 bank dan lembaga keuangan Islam di Asia, Afrika dan Eropa. Dua di antaranya beroperasi sebagai lembaga multinasional yaitu: Islamic Development Bank dan Darul Mal al-Islami di Bahamas dan Geneva (Dawam Raharjo dalam Chapra, 1999). Ciri khusus dari sistem ekonomi Islam adalah orientasi pada umat (people oriented), dan bisnisnya saling menanggung risiko dan tidak ada bunga. Hal ini yang tampak sangat berbeda dengan sistem kapitalis, yang berorientasi pasar (market oriented) dan bisnisnya dengan bunga (riba). Akuntansi dan Bisnis Menurut Syari’at Akuntansi (keuangan) adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan, dan penafsiran peristiwa ekonomis suatu badan usaha. Akuntansi keuangan mendasarkan pada proses akuntansi keuangan. Akuntansi syari’at di kalangan akademis, yang kental dengan wacana sekuler adalah relatif baru, dan dalam wacana yang berkembang, oleh karena itu seyogianya didasarkan pada proses akuntansi keuangan dan syari’at. Proses akuntansi keuangan adalah urutan prosedur yang meliputi: bukti, (pencatatan), buku jurnal (penggolongan), buku besar dan buku besar pembantu (peringkasan), dan laporan keuangan (pelaporan), serta laporan audit (penafsiran) peristiwa ekonomis (= transaksi) badan usaha.
Bandi, 2001
Grand Opening Kuliah Ekonomi Islam, BPPI-FE UNS
3
Dalam syari’at perkumpulan dan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya disebut muamalat. Akuntansi keuangan dapat melaporkan semua peristiwa yang ekonomi. Peristiwa yang berdimensi ekonomi antara lain: hibah, sedekah (shadaqah), wakaf, sewa-menyewa (ijarah), jual beli (bai’a), peminjam meminjam (ariyah), penitipan/konsinyasi (wadi’ah), penjaminan (rahn), penemuan (luqathah), pengalihan utang (hiwalah), persekutuan/ perseroan (syirkah), patungan bagi hasil (mudharabah), opsi aqod/ urung (khiyar), riba (riba’), keterpaksaan (qoidah), bank ( ), jual beli dalam tanggungan/ hanya sifat barang (salam), menjualkan barang (qiradh), paroan sawah/ladang dengan benih penggarap (muzara’ah), paroan sawah/ladang dengan benih pemilik (mukhabarah), paroan hasil kebun (musaqah), penggarapan sawah (mugharasah) (Rasjid, 1976; Basyir, 1987; Basyaib dan Prihantono, 1993; Hadi, 1993; Lubis, 1995; Haroen, 2000). Praktik bisnis yang Islami di atas belum ter-cover dalam akuntansi yang ada (model Barat). Sementara itu filosofi yang mendasari bisnis menurut syari’at tersebut adalah “untung sama dibagi, risiko sama ditanggung, untuk kepentingan umat keseluruhan”. Untuk itu yang terpenting adalah akuntansi yang bertujuan untuk pertanggung jawaban dan bukan akuntansi menyimpan inforamasi untuk keperluan di luar pertanggung jawaban (anomaly informasi). Masyarakat Islam dan Akuntansinya Pada satu level berfikir, pendekatan seorang muslim terhadap akuntansi adalah jelas, seperti-halnya pendekatan dalam memandang segela sesuatu selain akuntansi (Gambling dan Karim, 1991: 3). Dasar berfikir seorang muslim dalam memilih dan melakukan pendekatan terutama adalah Al Qur’an dan Al Hadits. Prinsip etika Islam berbeda dengan hukum komersial modern dari Barat yang melandasi laporan keuangan perusahaan. Namun mayoritas organisasi bisnis Islam menerapkan metode dan bentuk akuntansi yang diimpor dari Eropa (Western Financial accounting statements/ WFAS) (Baydoun dan Willett, 1997). Pertanyaan yang perlu diajukan berkenaan dengan akuntansi yang tepat sesuai syari’at: (1) Pengembangan teori tentang bentuk dan isi yang seharusnya dimuat dalam laporan keuangan Islam? (2) Apa yang seharusnya dimuat dalam Laporan Badan hukum Islam (Islamic Corporate Report/ IRC)? (3) Apakah ada “cross-cultural” tentang laporan akuntansi keuangan? Tujuan Akuntansi Islam Orientasi sistem ekonomi menurut Islam berbeda dengan orientasi sistem ekonomi Kapitalis (Barat/ Pasar). Orientasi sistem ekonomi dalam Islam adalah “umat (people oriented)”, di lain pihak orientasi sistem ekonomi Barat adalah “pasar (market oriented)”. Sesuatu yang sangat berbahaya akan terjadi dalam orientasi pasar apabila ada skenario dalam pasar, sebagai bukti adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dampak yang akan berimbas ke akuntansi adalah akuntansi menurut skenario dan laporan keuangan bukan “apa adanya” walaupun hal demikian dibenarkan oleh pasar. Dalam orientasi umat, akuntansi adalah semata-mata untuk pertanggung jawaban (accountability), sehingga laporan keuangan menurut syari’at menyajikan “apa adanya”, karena tujuan laporan keuangan adalah untuk pertanggung jawaban. Untuk merumuskan tujuan akuntansi menurut syari’at perlu dipahami fenomena yang ada, yakni: (1) apa yang sebenarnya terjadi dan yang dipikirkan, telah menjadi suatu Bandi, 2001
Grand Opening Kuliah Ekonomi Islam, BPPI-FE UNS
4
isu lebih penting daripada apa yang seharusnya terjadi; (2) pengukuran cost historic tertentu yang mendasari semua penghitungan akuntansi telah menjadi umum dan berlaku baik di sistem akuntansi Islam maupun sistem akuntansi Barat. Tujuan akuntansi dalam Islam berbeda dengan akuntansi model barat dalam beberapa hal, yakni seperti berikut ini (Baydoun dan Willett, 1997). • Mengutamakan kewajiban, bukan hak seperti model barat/kapitalis. • Lebih full disclosure, bukan dibatasi sebagai hal yang terlalu rahasia seperti barat. • Sikap percaya (tanpa prasangka) pada seluruh aspek dalam masalah bisnis lebih nampak daripada barat yang lebih sekuler. • Lebih didasarkan pada pentingnya moral daripada apa yang selayaknya (expediency) seperti barat (ada hal-hal yang dirahasiakan). KESIMPULAN Ekonomi menurut sistem sekuler (kapitalis) mendasarkan pada mekanisme pasar, dalam mekanisme pasar harga ditentukan oleh penawaran dan permintaan. Mekanisme demikian cenderung melindungi individu secara berlebihan, dan lebih bahaya lagi apabila terdapat suatu skenario individu atau kelompok yang merugikan masyarakat secara menyeluruh. Ekonomi Islam mendasarkan pada syari’at agama yang berorientasi pada kepentingan masyarakat keseluruhan/ umat (people oriented). Aplikasi sistem ekonomi syari’at selalu bertumpu pada keadilan dan efisiensi. Untuk itu sistem ekonomi syari’at dapat mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh sistem ekonomi sekuler. Akuntansi Islami dimaksudkan untuk mendukung sistem ekonomi syari’at yang betujuan utama untuk pertanggung jawaban, dan bukan perang strategi untuk mempertahankan kepentingan. Oleh karena praktik bisnis menurut syari’at membagi bersama baik risiko maupun laba, sehingga tidak sesuatu yang dikawatirkan oleh manajemen (pihak yang mendapat amanat) untuk melaporkan apa adanya dalam bisnis. RERERENSI An-Nabhani, Taqyuddin. 2000. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, Perspektif Islam. Terjamahan. Surabaya: Penerbit Risalah Gusti. Basyaib, Hamid dan Mursyidi Prihantono (Editor). 1993. Bank Tanpa Bunga. Yogyakarta: PT Mitra Gama Widya. Pebruari 1993. Basyir, Ahmad Azhar. 1987. Hukum Islam Tentang Wakaf Ijarah Syrikah, cetakan kedua. Badung: Penerbit PT ALMA’ARIF. Baydoun, Nabil dan Roger Willett. 1997. Islamic orporate Reports. Australia: Northern Territory University. Unpublished. Chapra, M. Umer. 1999. Islam dan Tantangan Ekonmi, Islamisasi Ekonomi Kontemporer. Terjemahan. Surabaya: Risalah Gusti. Gambling, Trevor dan Rifaat Ahmed Abdel Karim. 1991. Business and Accounting Ethics in Islam. London & New York: Mansell Publishing Limited. Bandi, 2001
Grand Opening Kuliah Ekonomi Islam, BPPI-FE UNS
5
Hadi, Abu Sura’i Abdul. 1993. Bunga Bank Dalam Islam. Surabaya: Penerbit AL IKHLAS. Haroen, Nasrun. 2000. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama. Lubis, Ibrahim. 1995. Ekonomi Islam Suatu Pengantar 2. Jakarta: Kalam Mulia McEachern, William A. 2000. Ekonomi Makro: Pendekatan Kontemporer. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Rasjid, Sulaiman. 1976. Fiqh Islam, cetakan ke 17. Jakarta: Penerbit Attahiriyah. .
Bandi, 2001
Grand Opening Kuliah Ekonomi Islam, BPPI-FE UNS
6