Fundamental Ekonomi Islam Oleh : Hidayat A. Sumber-Sumber Ajaran Ekonomi Islam Sumber-sumber ajaran ekonomi Islam terdiri dari : 1. Al Quran dan Sunah Nabi Muhammad saw (Sunah Nabi Muhammad saw yaitu ucapan, perilaku dan tindakan yang dilakukan dan/atau disetujui Nabi Muhammad saw), Sunah Nabi Muhammad saw ini disebut juga dengan Hadits. 2. Ijma (konsensus) dan Qiyas (analogi/yurisprudensi) yang didasarkan pada Ijtihad. Ijtihad yang berupa upaya mental para cendikiawan muslim yang memiliki keahlian dalam memahami Al Quran dan Hadits guna mencari solusi atas permasalahan dan persoalan yang muncul dan Qiyas yang berupa pencarian solusi melalui analogi/yurisprudensi yang sesuai dengan teks Al Quran dan Sunah Nabi Muhammad saw, Ijma dan Qiyas adalah sumber-sumber hukum sekunder terhadap peristiwa-peristiwa atau persoalan-persoalan mendatang. Ijma dari para sahabat Nabi juga dianggap oleh mayoritas umat Muslim sebagai sebagai sumber hukum penting berikutnya. Kesejahteraan/kepentingan umum (Maslahat al Mursalah) umat manusia dan Urf (adat istiadat) juga merupakan metode penting yang dapat digunakan oleh para ahli hukum Islam sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan posisi Syariah terhadap beragam kontrak dan aktivitas tanpa menyalahi ajaran dasar yang ada di dalam Al Quran dan Sunah Nabi Muhammad saw. B. Konsep-konsep Ekonomi Islam Ada beberapa konsep dalam ekonomi Islam yaitu : 1. Konsep Ibadah 2. Konsep Manfaat di tiga alam 3. Konsep Keadilan 4. Konsep Kebebasan berkendak yang bertanggung jawab 5. Konsep Ekonomi Biaya Rendah Uraian dari konsep-konsep tersebut adalah : 1. Konsep ibadah Islam memandang kegiatan ekonomi sebagai bagian dari ibadah yang bertujuan menjaga keberlangsungan kegiatan ibadah manusia secara keseluruhan, jika manusia melaksanakan ibadah secara baik dan benar maka ia akan mendapatkan ridho Allah SWT yang akan berwujud berupa kemudahan dan kebahagian di tiga alam yaitu : dunia, barzah/kubur, dan akhirat. Dengan adanya konsep ini maka orang Islam adalah orang yang rajin dan giat dalam dalam melaksanakan kegiatan ekonomi, karena dia memandang kegiatan ekonomi adalah ibadah yang wajib dilakukan sesuai dengan tuntunan Al Quran dan Hadits, dan orang Islam akan mengutamakan proses (setiap ucapan, perilaku, dan tindakannya) yang sesuai dengan aturanaturan Tuhan tersebut dan masalah berhasil/tidak setiap usahanya akan diserahkan kepada Sang Maha Pencipta. Dengan mengutamakan proses ini (setiap ucapan, perilaku, dan tindakannya yang diniatkan ikhlas karena Allah SWT sesuai dengan Al Quran dan Hadit) maka orang Islam sudah mendapat catatan kebaikan (pahala) dalam menjalankan aktivitas ekonominya tersebut. Jika mengalami kegagalan dalam usahanya maka orang Islam tidaklah berputus asa karena itu adalah kehendak/keputusan/takdir dari Allah SWT. Dan jika mengalami kesuksesan dari usahanya maka orang Islam tidaklah menjadi sombong/takabur karena dia menyadari semuanya itu adalah kehendak/keputusan/takdir Allah SWT. Kewajiban kegiatan ekonomi ini tentunya dikecualikan bagi orang yang belum cukup umur menurut Islam (belum Akhil Baliq) dan yang
mempunyai ketidak mampuan permanen misalnya tua, cacat mental dan lainnya yang dibenarkan aturan agama Islam. Dan agama Islam mempunyai sarana untuk menangani masalah-masalah tersebut. 2. Konsep Manfaat di tiga alam Dalam agama Islam kegiatan ekonomi adalah ibadah yang jika dilakukan dengan baik dan benar akan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Wujud dari ridho Allah SWT adalah kemudahan dan kebahagian yang akan dirasakan di tiga alam yaitu alam dunia, alam barzah/kubur, dan alam akhirat. Dengan adanya konsep ini maka setiap kegiatan ekonomi Islami akan sangat bermanfaat bagi orang islam yang melaksanakannya, meskipun dalam melakukan usahanya dia mengalami kegagalan tapi dia tetap akan merasakan manfaat dalam bentuk lainnya atas aktifitas ekonomi nya itu di tiga alam tersebut. Sehingga orang Islam akan sangat bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kegiatan ekonominya. 3. Konsep Keadilan Ekonomi yang Islami memandang bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama dalam melakukan kegiatan ekonominya sepanjang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits, tidak membedakan manusia berdasarkan suku, ras, dan agama dalam melakukan aktifitas ekonomi. Kegiatan yang bersifat menguasai/memonopoli atas produksi/kegiatan ekonomi tertentu tidak diperbolehkan kecuali jika dibutuhkan oleh negara demi kepentingan umat secara keseluruhan. 4. Konsep kebebasan berkehendak yang bertanggung jawab Setiap manusia bebas untuk berkehendak dalam kegiatan ekonominya sepanjang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits dan jika kegiatan ekonominya bertentangan dengan Al Quran dan Hadits maka orang ini harus bertanggung jawab. Tidak ada yang boleh membatasi orang dalam melakukan kegiatan ekonominya sepanjang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits. 5. Konsep Ekonomi Biaya Rendah Konsep ini terlihat dari : ➢ Kecilnya persentase Zakat yang ditetapkan di dalam Al Quran dan Hadits yang akan membuat masyarakat mempunyai cukup dana untuk meningkatkan kesejahteraan dan aktivitas ekonominya. ➢ Diharamkannya tindakan suap-menyuap dan pungutan liar di kalangan masyarakat sehingga: 1. kegiatan ekonomi tidaklah terbebani oleh biaya-biaya siluman yang membuat ekonomi biaya tinggi, dan 2. mencegah kebijakan ekonomi yang hanya menguntungkan segelintir pihak yang sangat merugikan masyarakat, mengurangi kesejahteraannya dan mengurangi kemampuan berekspansi/meningkatkan kegiatan ekonominya. ➢ Diharamkannya riba yang bisa menyebabkan ekonomi biaya tinggi karena pemilik modal akan meminta keuntungan tanpa mau menanggung risiko, orang yang meminjam uang (produsen, distributor, dan penjual) harus memasukan biaya riba ini sebagai biaya tetap kedalam harga pokok barang/jasa yang mengakibatkan harga penjualan atas barang/jasa
meningkat. Peningkatan harga barang/jasa ini akan mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi berkurang dan nilai uang berkurang. ➢ Dimasukkannya unsur ilmu yang bermanfaat yang diajarkan kepada orang lain sebagai ibadah yang akan terus memberikan/menambah pahala/catatan kebaikan kepada orang telah mengajarkan/memberikan ilmunya tersebut meskipun dia telah meninggal dunia (ada di alam kubur/barzah). Dengan adanya konsep ini maka seorang muslim/muslimah tidaklah akan menuntut secara berlebih-lebihan atas setiap ilmu/temuan/inovasi yang dihasilkannya karena ada ganjaran yang jauh lebih baik dibandingkan harta dunia semata. Dengan demikian masyarakat tidaklah perlu membayar terlalu mahal hanya untuk mengetahui/menggunakan sesuatu guna meningkatkan taraf hidupnya. Lihatlah ilmuwanilmuwan Islam terdahulu yang mengikhlaskan mengajarkan setiap ilmu/temuan/inovasinya untuk digunakan oleh masyarakat luas. ➢ Dimasukkannya unsur Waqaf sebagai ibadah yang akan terus memberikan/menambah pahala/catatan kebaikan kepada orang telah memberikan hartanya tersebut meskipun dia telah meninggal dunia (ada di alam kubur/barzah). Dengan demikian pembangunan/penyediaan fasilitas umum menjadi lebih cepat tanpa perlu mengandalkan kepada anggaran negara. Hal-hal tersebut sangat berpengaruh terhadap besar/kecilnya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh umat dalam kehidupan sehari-hari dan sangat berpengaruh terhadap kemampuan berekspansi dalam kegiatan ekonomi. C. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip yaitu : 1. Sepanjang tidak dilarang dalam Al Quran dan Hadits maka diperbolehkan 2. Akhlak yang baik 3. Kaffah/Keseluruhan 4. Ekonomi yang efisien 5. Keadilan Sosial 6. Tolong-menolong dalam kebaikan Uraian dari prinsip-prinsip tersebut adalah : 1. Prinsip Sepanjang tidak dilarang dalam Al Quran dan Hadits maka diperbolehkan Ini berarti semua hal dan tindakan yang diperbolehkan selama tidak dilarang oleh Al Quran dan Hadits, dengan prinsip ini maka kegiatan ekonomi manusia tidaklah mengenal batas wilayah suatu negara, perbedaan suku/ras, perbedaan agama dan perbedaan-perbedaan lainnya. Umat Islam memiliki kesempatan yang luas dalam melakukan kegiatan ekonomi dengan patokan sepanjang tidak dilarang Al Quran dan Hadits maka diperbolehkan. Sehingga umat Islam bisa aktif untuk melakukan kegiatan ekonominya di alam semesta milik Allah SWT. 2. Prinsip Akhlak Yang Baik Dalam melaksanakan kegiatan ekonominya, umat islam dituntut untuk menerapkan akhlak yang baik karena akhlak adalah ukuran/standar yang sekurang-kurangnya (paling minimal/terendah) dalam melakukan ucapan, prilaku dan tindakan yang telah ditetapkan di Al Quran dan Hadits baik dalam segi waktu, tempat maupun cara melakukannya. Dengan penerapan akhlak yang baik ini maka :
➢ ➢ ➢ ➢ ➢ ➢
Hak dan kewajiban tiap manusia akan terpelihara Menjaga hubungan baik sesama manusia dan alam sekitarnya Sengketa antara pihak yang bertransaksi bisa dihindari Kelestarian alam sekitarnya dapat terpelihara Menjaga/Meningkatkan kesehatan Jasmani dan Rohani manusia Memepercepat peningkatan taraf hidup manusia dalam bidang ekonomi, kesehatan, ilmu pengetahuna dan teknologi serta bidang lainnya.
3. Prinsip Kaffah/Keseluruhan Dalam prinsip ini seorang yang mengaku beragama Islam harus menerima aturan agama Islam secara keseluruhan termasuk dalam melakukan aktivitas ekonominya, dia tidak boleh mengambil hanya yang disukai oleh hawa nafsu/pikirannya saja dan tidak menggunakan yang tidak sesuai dengan hawa nafsu/pikirannya. Dengan prinsip kafah/keseluruhan yang harus dipatuhi ini maka tujuan agama sebagai pedoman hidup yang akan membawa kebaikan dan kebahagian di tiga alam (yaitu alam dunia, alam kubur/barzah, dan alam akhirat) dapat terlaksana dengan baik. 4. Prinsp Ekonomi Yang Efisien Ekonomi Islam adalah ekonomi yang sangat efisien yang berusaha untuk memanfaatkan tiap potensi alam yang ada untuk bisa mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian alam sekitarnya. Efisiensi ini terlihat dari : ➢ penerapan akhlak yang baik ➢ diharamkannya tindakan pemborosan/berlebih-lebihan ➢ digunakannya mesjid untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kesejahteraan dan perkembangan umat islam selain untuk tempat sholat. 5. Prinsip Keadilan Sosial Prinsip ini terlihat dari : ➢ Diwajibkannya tiap orang Islam yang mampu untuk memelihara kehidupan kedua orang tuanya, dan sanak keluarganya yang kurang mampu. ➢ Diterapkankannya Zakat, infaq, dan sadaqoh dalam kehidupan umat Islam. ➢ Diharamkannya kegiatan monopoli/menguasai suatu kegiatan (produksi barang yang bernilai) ekonomi tertentu oleh satu/sekelompok orang, monopoli/menguasai suatu kegiatan ekonomi ini hanya boleh dilakukan oleh negara guna kepentingan umat banyak. 6. Prinsip tolong-menolong dalam kebaikan Prinsip ini terlihat dari diharamkannya riba dan diterapkannya aturan : • penyertaan modal yang menggunakan konsep bagi hasil dengan berbagi resiko • meminjamkan uang dengan tidak meminta apapun sebagai jasa atas pemberian pinjaman uang tersebut yang tentunya modal/uang tersebut untuk melakukan usaha/keperluan yang tidak bertentangan dengan aturan Al quran dan hadits. Kerjasama dalam kegiatan ekonomi hanya diperbolehkan untuk sesuatu kebaikan bagi yang melakukan kerjasama tersebut dan tidak berpengaruh buruk bagi masyarakat luas. D. Larangan dasar ekonomi islam Ada beberapa larangan dasar dalam ekonomi Islam yang wajib untuk dipatuhi yaitu :
1. 2. 3. 4. 5.
Riba Gharar Perjudian Suap-menyuap dan pungli Bertransaksi dengan barang-barang/sesuatu yang tidak diperbolehkan
Uraian dari larangan dasar tersebut adalah : 1. Riba Pengharaman riba ada di banyak ayat Al Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW diantaranya : Surah Al Baqarah ayat 275 – 281, Surat Ali Imran ayat 130 – 132, Surat An Nisa ayat 161, Surat Ar Rum ayat 39. Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir ra. : “Nabi Muhammad saw mengutuk penerima dan pembayar bunga, orang yang mencatatnya, dan saksi mata dari transaksi tersebut dan mengatakan : 'Mereka semua sama (dalam dosa)',” Bilal ra. Pernah mendatangi Rasulullah saw. Sambil membawa kurma yang berkualitas baik. Nabi saw. Kemudian menanyakan asal usul kurma tersebut. Bilal menjelaskan bahwa ia menukarkan dua kali lebih banyak kurma yang berkualitas rendah dengan kurma yang berkualitas lebih baik tersebut. Rasulullah saw kemudian bersabda : “Inilah yang disebut Riba yang diharamkan! Jangan lakukan hal ini. Sebaliknya, juallah jenis kurma yang pertama dulu dan gunakanlah penghasilannya untuk membeli yang lain.”dan banyak lagi ayat-ayat Al Quran dan Hadits lainnya. Riba adalah tambahan dalam hal modal, takaran, tempo, jumlah dan lain sebagainya, baik sedikit maupun banyak, yang dilakukan oleh manusia dalam kaitannya dengan jual beli, sewamenyewa, atau pinjam-meminjam harta benda. Riba menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu : ✔ Riba nasiah yaitu tambahan pembayaran yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan modal, karena adanya penangguhan pembayaran dari orang yang meminjam modal. Artinya, jumlah modal yang harus dikembalikan bertambah karena adanya pertambahan/penundaan waktu pembayaran modal yang dipinjam. ✔ Riba fadl yaitu penukaran barang yang sejenis dengan jumlah atau nilai yang berbeda, karena syarat yang diberikan oleh orang yang menukarkannya. Riba adalah dosa yang bersifat tanggung renteng (penerima dan pembayar bunga, orang yang mencatatnya, dan saksi mata dari transaksi tersebut semuanya sama berdosa), dan pengharaman riba ini memiliki hikmah yang amat mendalam diantaranya : ✔ Riba membuat orang malas berusaha karena dengan riba kebutuhan pemilik modal tercukupi dengan hanya menanggung risiko yang kecil. ✔ Riba adalah sarana yang dapat menyebabkan akumulasi kekayaan pada segelintir pihak, baik itu bank maupun individu. ✔ Riba menghasilkan pengangguran karena modal mengalir ke arah tingkat pengembalian tinggi dengan tanpa risiko tanpa memperhatikan efisiensi dari sektor-sektor peminjaman
dana. Oleh karenanya, riba cenderung meningkatkan modal tanpa risiko jika dibandingkan dengan modal yang berbasiskan risiko. Mengapa seseorang harus menginvestasikan modalnya untuk membangun pabrik (di mana ia harus berhadapan dengan birokrasi pemerintahan, serikat buruh, infra struktur, dan banyak permasalahan lain), sedangkan ia bisa mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi dengan menginvestasikan modalnya dalam surat berharga finansial dengan tanpa risiko yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memenuhi pendapatan belanjanya ? ✔ Riba menyebabkan berkurang/terhambatnya aktivitas riil ekonomi. Banyak kesempatan berusaha yang akan hilang sehingga peningkatan kesejahteraan umat menjadi lambat bergeraknya, dan pertumbuhan ekonomi negarapun menjadi terhambat. ✔ Riba bisa menyebabkan ekonomi biaya tinggi karena pemilik modal akan meminta keuntungan tanpa mau menanggung risiko, orang yang meminjam uang (produsen, distributor, dan penjual) harus memasukan biaya riba ini sebagai biaya tetap kedalam harga pokok barang/jasa yang mengakibatkan harga penjualan atas barang/jasa meningkat. Dan peningkatan harga barang-barang/jasa inipun akan mendongkrak tingkat infasi (penurunan nilai uang). ✔ Riba bisa menciptakan manusia menjadi kejam karena mengambil keuntungan terhadap orang yang ditimpa kesulitan, melahirkan kebencian dan permusuhan. ✔ Riba adalah salah satu hal yang jelas-jelas diharamkan yang dosanya besar/berat dan bersifat tanggung renteng (penerima dan pembayar bunga, orang yang mencatatnya, dan saksi mata dari transaksi tersebut semuanya sama berdosa), dosa yang terus-menerus dilakukan (dipelihara) akan bisa membuat buta mata hati, dengan butanya mata hati akan mempersulit untuk memahami sesuatu dan mendapatkan hidayah. 2. Gharar Pelarangan Gharar ada di dalam : ✔ Hadits Abu Hurairah yang berbunyi.“ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar.” ✔ Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dalam Shahihain (kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) yang berbunyi : “Sesungguhnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jualbeli mulamasah dan munabadzah.” Jual-beli mulamasah adalah jual-beli dengan bentuk seorang menyatakan kepada temannya, “Pakaian apa pun yang sudah kamu pegang, maka ia milikmu dengan pembayaran sekian rupiah darimu.” Oleh karena itu, bila ia memegang pakaian yang mahal, maka ia beruntung dan bila ia memegang pakaian yang murahan, maka ia merugi. Adapun jual-beli munabadzah terjadi dengan menyatakan, “Ambil batu ini, lalu lemparkan kepada pakaian-pakaian tersebut! Pakaian yang terkena lemparan tersebut akan menjadi milikmu dengan pembayaran sekian rupiah darimu.” ✔ Hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi : “ Sesungguhnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli calon anak dari janin yang dikandung.” ✔ Hadits riwayat Muslim menyatakan : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli muhaqalah, muzabanah, mu’awamah, dan mukhabarah. Salah seorang dari
keduanya menyatakan, ‘Jual-beli dengan sistem kontrak tahunan adalah mu’awamah. ” ✔ Hadits yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia menceritakan : “Masyarakat di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan jual-beli buah-buahan. Kalau datang masa panen dan datang para pembeli yang telah membayar buah-buahan itu, para petani berkata, ‘Tanaman kami terkena diman , terkena penyakit, terkena qusyam , dan berbagai hama lain.’ Maka, ketika mendengar berbagai polemik yang terjadi dalam hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bila tidak, jangan kalian menjualnya sebelum buah-buahan itu layak dikonsumsi (tampak kepantasannya).” Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara batil. Padahal Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara batil sebagaimana tersebut dalam firmanNya : ✔ “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”(Qs. Al-Baqarah: 188). ✔ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Qs. An-Nisaa: 29) Kata ”al-gharar“ dalam bahasa Arab memiliki pengertiannya pada kekurangan, pertaruhan (alkhathr) , serta menjerumuskan diri dalam kehancuran dan ketidakjelasan. Adapun pendapat para ulama dalam hal ini hampir sama, di antaranya adalah: ➢ Ibnu Taimiyah rahimahullahu menyatakan, “Al-Gharar adalah yang tidak jelas hasilnya (Majhul al-‘Aqibah)”. ➢ Imam asy-Syairazi rahimahullahu menyatakan, ” Al-Gharar adalah yang terselubung dan tidak jelas hasilnya”. ➢ Imam as-Sahkhasi rahimahullahu menyatakan, “Al-Gharar adalah yang terselubung (tidak jelas) hasilnya”. Dari sini dapat diambil pengertian bahwa “jual-beli al-gharar adalah semua jual-beli yang mengandung ketidakjelasan; atau semua yang tidak diketahui hasilnya atau tidak diketahui hakikat dan ukurannya.” Gharar mencakup ambiguitas/ketidak pastian mengenai : ✔ hasil akhir dari sebuah kontrak (akad) ✔ sifat alamiah, dan/atau kualitas serta spesifikasi subjek dari sebuah kontrak (akad) ✔ hak dan kewajiban dari semua pihak, ✔ kepemilikan dan/atau pengiriman barang yang dipertukarkan. Ia berhubungan dengan ketidak pastian dalam elemen dasar perjanjian apapun: permasalahan subjek, pertimbangan, dan kewajiban.
Gharar juga berarti penipuan melalui pengabaian dari satu pihak atau lebih dalam sebuah akad (kontrak). Beberapa contoh gharar dapat dilihat sebagai berikut : a) Menjual barang yang tidak dapat diserahkan oleh penjual karena hal ini melibatkan risiko penyelesaian transaksi atau pihak lawan. Oleh karenanya, agar barang-barang yang dijual masuk cakupan subjek yang diperbolehkan, sangatlah perlu komoditas yang relevan tersedia di pasar setidaknya pada waktu penyerahan yang telah ditentukan. b) Membuat kontrak (akad) bersyarat mengenai peristiwa yang belum diketahui seperti “.......apabila hujan”. c) Dua penjualan dalam sebuah transaksi sedemikian rupa sehingga dua harga yang berbeda diberikan pada satu barang, yakni satu harga untuk pembayaran tunai dan satu lagi untuk pembayaran secara kredit, tanpa menentukan pada harga yang mana seseorang akan membeli barang tersebut dengan memahami bahwa penjualannya mengikat pembeli pada salah satu harga; atau menjual dua barang berbeda pada satu harga, yakni satu barang untuk pengiriman sesegera mungkin dan satu lagi untuk pengiriman yang ditunda sementara kontrak (akad) penjualannya bergantung antara satu dengan yang lain. d) Membuat kontrak (akad) terlalu kompleks untuk memahami secara jelas manfaat/kewajiban masing-masing pihak. e) Menjual barang berdasarkan deskripsi yang tidak benar. f) Semua kontrak (akad) di mana informasi yang relevan terhadap nilainya tidak jelas-jelas tersedia bagi kedua pihak. Beberapa jenis penjualan yang tidak sah tercakup ke dalam kategori ini, yakni : ▪ Menjual barang yang diketahui atau tidak diketahui pada harga yang tidak diketahui seperti penjualan susu yang masih berada dalam tubuh seekor sapi; menjual isi sebuah kotak yang tertutup; atau seseorang yang mengatakan : “Saya menjual kepada anda barang apapun yang ada di kantong saya”. ▪ Menjual barang tanpa adanya deskripsi selayaknya seperti menjual setumpuk pakaian yang akan ditentukan oleh jatuhnya batu yang dilempar (Bai'al Hasad) atau pakaian tanpa adanya kualitas, ukuran, dan desain yang ditentukan. ▪ Menjual barang tanpa menentukan harga seperti menjual pada “harga pasar”. ▪ Menjual barang tanpa memperbolehkan pembeli memeriksa barang sebagaimana mestinya. Para ulama telah membedakan gharar Al Katsir (ketidak pastian yang berlebihan) dan gharar Qalil (ketidak pastian yang nominal) serta menyatakan bahwa hanya transaksi yang melibatkan ketidak pastian yang sangat tinggi dan berlebihan dalam subyeknya serta harga dalam sebuah kontrak (akad) harus dilarang. 3. Perjudian
4. Suap-menyuap dan pungli 5. Bertransaksi dengan barang-barang/sesuatu yang tidak diperbolehkan Barang-barang/sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk ditransaksikan adalah : ✔ Daging babi ✔ Minuman keras/memabukkan ✔ Narkotika dan zat adiftif lainnya ✔ Jimat ✔ Dan barang-barang/sesuatu yang diharamkan lainnya E. Faktor-faktor produksi dalam perekonomian islami Faktor-faktor produksi dalam perekonomian islami terdiri dari : 1. Modal – mencakup sarana produksi yang tidak dapat digunakan dalam proses produksi hingga dan kecuali dikonsumsi secara penuh atau diubah bentuknya selama proses produksi; ia tidak bisa mendapatkan biaya sewa. “Keuntungan” adalah kompensasi dari modal dalam kerangka islami, tapi masih memiliki tanggung jawab dan kewajiban. Keuntungan modal adalah sisa pendapatan dari sebuah bisnis yang dijalankan dengan modal tersebut setelah menyelesaikan pembayaran kepada semua pihak lain; jika sisanya negatif, pemilik modal harus menanggung kerugian yang berupa kekurangan dalam modal yang digunakan dalam bisnis. 2. Tanah – sarana produksi yang digunakan dalam proses produksi sedemikian rupa sehingga tubuh dan bentuk aslinya tetap tidak berubah. Kompensasinya berupa sewa; sarana ini bisa dipinjamkan atau disewakan. 3. Tenaga kerja – yakni, pengerahan tenaga manusia, baik itu secara fisik maupun mental dan juga mencakup pengorganisasian serta perencanaan. Kompensasinya adalah upah. F. Peranan pemerintah dalam Ekonomi Islam Pemerintah memegang peranan yang sangat vital dalam ekonomi Islam dan peranan itu meliputi : 1. Mengelola zakat dan pungutan lainnya (berupa pajak/retribusi) yang besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan dari warga negaranya agar bisa memenuhi kebutuhan bagi terselenggaranya kegiatan pemerintahan. 2. Memberikan perlindungan kepada warga negaranya agar dapat melaksanakan kegiatan ekonomi yang Islami dengan baik dan benar. 3. Memberikan perlindungan atas sumber daya yang terdapat dalam negaranya agar bisa digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 4. Memastikan kesesuaian aturan Al Quran dan Hadits dengan praktek ekonomi yang dilakukan penduduk negera tersebut dengan cara : ➢ Memberikan pendidikan ekonomi Islami kepada penduduknya melalui sekolah-sekolah, media masa. ➢ Memberikan pendidikan akhlak yang baik dari mulai anak-anak kepada penduduknya. ➢ Membuat aturan ekonomi Islami yang jelas dan mudah dipahami oleh penduduk negeri. ➢ Melakukan tindakan pemaksaan agar aturan ekonomi dipatuhi.
5. Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan bagi terlaksananya ekonomi yang Islami seperti : ➢ Aparat pemerintah yang baik akhlak, kemampuan kerja, dan memadai jumlahnya. ➢ Memfasilitasi terbentuknya lembaga-lembaga keuangan yang berbasiskan ekonomi Islam. 6. Memberikan perlindungan kepada penduduk negara untuk bisa melaksanakan kegiatan ekonomi yang islami dari : ➢ Campur tangan kegiatan/aktivitas bangsa lain yang bertentang dengan aturan yang islami. ➢ Perampasan hak-hak warganegaranya oleh sesama penduduk negara tersebut ataupun oleh bangsa lain.