Makalah ilmiah-7
Profie of whole blood wild long tail monkey (Macaca fascicularis) in nature habitat I Gede Soma1,2, I Nengah Wandia1,2, I G A Artha Putra 1,2, Rostiani Silta1 1 Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University 2 Satwa Primata Research Centre, Udayana University Jl. PB. Sudirman Denpasar Telp/fax : (0361) 223791 Abstract Study of blood profile of Macaca fascicularis in wild habitat was conducted using 29 blood samples of adult Macaca fascicularis from Alas Purwo National Park and Baluran National Park, East Java. Blood samples of anaesthetized Macaca fascicularis were taken from the cephalica vein. Data were divided according to the sex. Blood profile of the adult male of Macaca fascicularis namely total erythrocyte count : 4.9±0.4 (x106/µl), hemoglobin titer : 10.9±0.9 g/dl, packed cell volume: 35.5±3.5%, blood sedimentation rate: 1.5±0.2 mm/h, MCH : 20.9±2.1 pg, MCV: 63.8±5.7 fL, MCHC: 28.7±2,5pg. Blood profile of adult female of Macaca fascicularis namely total erythrocyte count: 3.9±0.5 (x106/µl), hemoglobin titer: 8.8±1.7 g/dl, packed cell volume: 32.1±4.1 %, blood sedimentation rate: 1.3±0.3 mm/h, MCH 20.5±4.2 pg, MCV 74.8±9.9 fl, MCHC 24.1±4.7 pg. Key words: Blood profile, Macaca fascicularis. Pendahuluan Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) banyak digunakan dalam penelitian sebagai hewan coba karena secara anatomis maupun fisiologis mempunyai kemiripan dengan manusia, dibandingkan hewan coba lain (Sajuthi,1983). Di beberapa tempat di Indonesia monyet ekor panjang dimanfaatkan untuk obyek pariwisata hal ini menyebabkan satwa primata sering berkontak dengan manusia sehingga sangat berpotensi sebagai agen penyebar penyakit zoonosis. Untuk menghindari hal tersebut maka pemeriksaan kesehatan secara rutin dan pengetahuan tentang fisiologis monyet ekor panjang di kalangan praktisi medis veteriner sangat diperlukan. Pemeriksaan rutin terhadap kesehatan monyet ekor panjag dapat dilakukan dengan melihat profil darah dari monyet ekor panjang. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua hewan tingkat tinggi yang bersirkulasi secara terus menerus dalam tubuh. Darah dalam tubuh berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan, asam-basa, dan suhu. Darah juga berperan sebagai media transportasi berbagai zat yang ada dalam tubuh dan menjadi sistem pertahanan tubuh dari serangan penyakit. Darah juga berperan membawa berbagai agen penyakit (bakteri, virus, parasit) dalam tubuh dan akan menyebarkan ke berbagai organ (Feldman, Zinkl, 2000). Karena itu pdrofil darah banyak digunakan dalam menentukan status kesehatan individu. Meskipun profil darah memiliki peran yang sangat penting, data profil darah monyet ekor panjang yang hidup liar di alam masih sangat kurang. Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi profil darah monyet ekor panjang yang hidup liar di habitat alaminya.
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama, Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011 1
Makalah ilmiah-7 Monyet ekor panjang memiliki ciri-ciri, kaki belakang lebih panjang dari kaki depan, ekornya tidak bisa untuk menggelantung atau memegang benda, setiap geraham memiliki empat mahkota gigi dengan mahkota molar yang rendah. Monyet ekor panjang memakan buah-buahan, insekta, dan memiliki kantong pada pipinya untuk menyimpan makanan (Flannery, 2002). Warna rambut monyet ekor panjang bervariasi dari abu-abu sampai coklat kekuningan. Warna rambut pada bagian bawah perut dan kaki sebelah dalam lebih cerah. Rambut pada kepala tumbuh ke belakang membentuk jambul. Monyet jantan dan betina mempunyai belulang kulit pada pantat Ischial callosites yang tidak berambut. Monyet jantan mempunyai kumis sedangkan betina mempunyai jambang dan janggut. Khusus pada monyet betina yang masuk tahap birahi, kulit pada daerah perineum, bahkan sampai pangkal ekor membengkak dan berwarna merah muda mencolok. Anak-anak monyet dilahirkan dengan rambut berwarna hitam (Rowe, 1996). Sel darah merah atau eritrosit merupakan jenis sel darah paling umum dengan diameter rata-rata 7,5µm, tidak memiliki inti, berbentuk lempengan bikonkaf, dan terpulas merah muda dengan pewarnaan eosin (Eroschenko, 2000). Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi membawa oksigen ke jaringan tubuh (Dharmawan, 2002). Sel darah merah dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan tidak beraturan, jaringan kondilus pada ujung tulang panjang, coste (tulang rusuk) dan dari tulang dada (sternum). Secara normal, jangka hidup sel darah merah pada hewan adalah 115-120 hari. Sel darah merah tua akan hancur dalam limpa, sumsum tulang, dan hati. Zat besi dari hemoglobin akan dirombak dan digunakan kembali membentuk eritrosit baru (Mitruka, Rawnsley, 2001). Penurunan kadar oksigen atmosfir, seperti karena ketinggian tempat, dapat menyebabkan terjadinya peningkatan produksi sel darah merah untuk mengkompensasi kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia). Faktor apapun yang dapat menimbulkan keadaan hipoksia akan yang mempengaruhi pembentukan eritrosit, seperti gangguan pembentukan hemoglobin, gangguan penyerapan zat besi, anemia karena sebab apapun juga akan merangsang pembentukan sel darah merah. jumlah eritrosit, dan hematokrit (Swenson, 1970). Parameter fisiologis sel darah merah dapat dimulai melalui penghitungan rataan ukuran sel Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobine (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobine Concentration (MCHC) (Dharmawan, 2002).Hemoglobin merupakan pigmen sel darah merah yang terdiri atas bagian pigmen (haeme) dan protein histon sederhana (globin) yang kaya akan zat besi (Ganong, 1995). Hemoglobin berwarna merah disebabkan oleh kandungan zat besi (Fe) pada pusat molekul porfirin (Murray et al., 1999). Hemoglobin memiliki afinitas terhadap oksigen membentuk oksihemoglobin di dalam sel darah merah. Melalui pengikatan ini, oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan. Sebaliknya, hemoglobin akan mengikat CO2 (produk respirasi sel) dan mengeluarkannya di paru-paru (Eroschenko,2000).Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin, musim, kebiasaan hidup, spesies hewan, dan penyakit (Ganong, 1995). Hematokrit atau PCV (Packed Cell Volume) merupakan prosentase keseluruhan volume eritrosit dalam darah. Hematokrit berfungsi untuk menilai status dehidrasi tubuh. Hematokrit diukur berdasarkan perbandingan antara massa jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit terhadap volume darah, yang dinyatakan dalam persen. Kondisi dehidrasi karena kekurangan cairan, penurunan pasokan cairan, redistribusi dari plasma ke jaringan akibat cidera akan meningkatan nilai hematokrit (Baldy, 1995). Laju endap darah (LED) merupakan kecepatan
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama, Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011 2
Makalah ilmiah-7 pengendapan butir darah merah berdasarkan waktu tertentu (jam). LED akan sangat membantu untuk mengetahui perkembangan penyakit, memantau tindakan terapi, dan menegakkan suatu diagnosis. LED akan meningkat pada kasus penyakit tertentu seperti defisiensi besi, rapuh eritrosit dan pengenceran darah (Dharmawan, 2002). Materi dan metode Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulup dengan peluru spuit, termos, sarung tangan, masker, tisu, kapas, tabung reaksi, centrifuge, mikroskop, pipet eritrosit, pipet leukosit, kamar hitung, pipet Sahli, tabung hemometer, pipet mikrohematokrit, mikrohematokrit centrifuge, mikrohematokrit reader, gelas objek dan gelas penutup. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah xylazin, ketamin, alkohol 70%, alkohol 95% antikoagulan (EDTA), dry ice, larutan hayem, pengencer turk, HCl 0,1N, malam(wak), pewarna giemza, aquadest methil alkohol absolut, dan minyak emersi. Metode Penelitian Sebanyak 15 ekor monyet dewasa (10 monyet jantan dan 5 monyet betina) dari Taman Nasional Alas Purwo Kabupaten Banyuwangi Propinsi DATI I Jawa Timur dan 14 ekor monyet dewasa (10 monyet jantan dan 4 monyet betina) dari Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo Propinsi DATI I Jawa Timur ditangkap dengan dibius menggunakan ketamin HCl (dosis 10 mg/kg bobot badan) dengan cara ditulup (Wandia, 2003. Wandia et al., 2007). Sampel darah diambil dengan spuit dari vena femoralis kemudian dipindahkan ke dalam tabung yang telah berisi EDTA. Setelah sadar, monyet yang sudah diambil darahnya dilepas kembali ke dalam kelompoknya. Sampel darah yang didapat selanjutnya dihitung jumlah total sel darah merah, kadar Hb, PCV, MCV, MCH, MCHC dan Laju Endap Darah (LED),. Total sel darah dihitung menggunakan Hemositometer metode kamar hitung (counting chamber). Kecepatan laju endap darah dihitung menggunakan metode Westergreen, dan kadar Hb dihitung menggunakan metode Sahli yang menggunakan HCL 0,1 N (prinsip asam hematin). Persentase PCV dihitung menggunakan metode mikrohematokrit di baca dengan microhematokrit reader. Nilai MCV, MHC dan MCHC dihitung dengan menggunakan formula seperti tampak pada Tabel 1 (Dharmawan, 2002; Rebat et al., 2004 dan Feldman, Zinkl, 2000). Data yang diperoleh dibedakan berdasarkan tempat dan jenis kelamin kemudian dianalisis secara deskriptif No. 1 2 3
Tabel 1. Formula penghitungan MCV, MHC dan MCHC Jenis pemeriksaan darah Fomula MCV (PCV x 10)/ Eritrosit MCH (Hb x 10)/Erirtrosit MCHC (Hb x 100)/PCV
Diskusi Hasil penelitian profil darah monyet ekor panjang yang hidup di habitat alam Alas Purwo dan Baluran, dapat diikuti pada Tabel 2 di bawah. Nilai eritrosit, Hb, PCV,
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama, Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011 3
Makalah ilmiah-7 LED, MCH, MCV, dan MCHC monyet ekor panjang liar di habitat alami yang diperoleh baik monyet jantan maupun monyet betina ditampilkan pada Tabel 2., ternyata hampir sama dengan yang diperoleh Bernacky et al., (2002), yaitu eritrosit 3,9-7,1 x106/µl ; Hb 11,6-15g/dl ; PCV 35-50% ; MCH 21,1-26,4µg ; MCV 69,1-90fL, dan MCHC 26,4-33pg. Pada kebanyakan daerah, nilai normal untuk total sel darah merah, Hb dan PCV akan bervariasi mengikuti temperatur dan ketinggian tempat. Binatang-binatang yang hidupnya di daerah ketinggian biasanya mempunyai nilai total sel darah merah, Hb dan PCV lebih tinggi jika dibandingkan dengan binatang yang hidup di daerah rendah. Disamping ketinggian tempat jenis kelamin juga mempengaruhi jumlah total sel darah mmerah, Hb dan PCV (Coles,1992). Hasil penelitian menunjukkan kadar sel darah merah di TN Baluran relatif lebih tinggi jika di bandingkan dengan kadar sel darah merah di TN Alas Purwo. Hal ini berkaitan erat dengan perbedaan ketinggian tempat. Dimana dua lokasi tersebut, TN Baluran lebih tinggi dari daerah TN Alas Purwo jika diukur dari permukaan laut, sehingga jumlah oksigen dalam udara pada TN Baluran lebih rendah daripada yang ditemukan di TN Alas Purwo sebagai konsekwensinya monyet pada TN Baluran memproduksi sel darah merah lebih banyak untuk mencukupi kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Tabel 2. Profil darah Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) Liar di Habitat alami Alas Purwo dan Baluran JANTAN Rerata ± Standart error 4,8 ± 0,7 4,9 ± 0,6
BETINA Rerata ± Standart error 3,6 ± 0,9 4,2 ± 0,4
Profil Darah
AsalMonyet
Eritrosit (x 106/µl)
Alas Purwo Baluran
Hb (g/dl)
Alas Purwo Baluran
11,2 ± 1,3 10,6 ± 1,2
9,6 ± 2,4 7,7 ± 2,7
PCV (%)
Alas Purwo Baluran
32,9 ± 3,7 38 ± 6,1
30,1 ± 7,7 34,6 ± 0,5
MCV (fL)
Alas Purwo Baluran
65,3 ± 9,3 62,3 ± 7,1
67,9 ± 17,5 83,4 ± 6,8
MCH (pg)
Alas Purwo Baluran
22,4 ± 3,6 19,6 ± 2,3
21,8 ± 5,7 18,9 ± 7,2
MCHC (pg)
Alas Purwo Baluran
30,7 ± 3,6 26,7 ± 3,6
25,6 ± 6,4 22,2 ± 7,7
LED (mm/jam)
Alas Purwo Baluran
1,7 ± 0,3 1,2 ± 0,2
1,6 ± 0,5 1±0
Semakin tinggi persentase sel dalam darah, semakin tinggi nilai hematokrit. Pada penelitian ini, sel darah merah di TN Baluran relatif lebih tinggi di bandingkan dengan nilai hematokrit di TN Alas Purwo. Nilai hematokrit yang bervariasi
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama, Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011 4
Makalah ilmiah-7 bergantung terhadap anemia, derajat aktivitas tubuhnya dan ketinggian lokasi dimana hewan tersebut berada (Guyton, Hall, 1996). PCV dapat di pakai dalam penentuan MCV untuk menggambarkan bentuk eritrosit yang diperiksa. Kadar hemoglobin monyet ekor panjang di TN Alas Purwo dan TN Baluran hampir sama dengan penelitian Bernacky et al., (2002) 11,6-15 g/dl yaitu 11,72 ± 3,02. Selain faktor ketinggian tempat dan kelembaban, kadar hemoglobin hewan dapat juga dipengaruhi oleh nutrisi atau pakan dari hewan tersebut. Hemoglobin dibentuk dalam sel darah merah, jumlah hemoglobin dalam sel darah merah dapat dilihat dari nilai MCH dan MCHC, dimana MCH menunjukkan jumlah rata-rata hemoglobin per rata-rata eritrosit, sedangkan MCHC menunjukkan konsentrasi ratarata hemoglobin dalam eritrosit. Variasi rataan kadar hemoglobin dapat disebabkan sel darah merah belum mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam cairan sel sampai batas maksimum. LED dilakukan dalam membantu diagnosa, pemantau aktivitas penyakit atau respon terapi, penyakit tumor, anemia, pemantau terhadap penyakit sistemik atau neoplasia. Faktor dasar yang mempengaruhi LED adalah bentuk dan ukuran eritrosit, konsentrasi eritrosit, komposisi plasma darah, antikoagulan yang digunakan, temperatur, dan keadaan tabung seperti posisi, panjang dan diameter tabung. Pada umumnya lamanya waktu LED disebabkan oleh meningkatnya agregasi dari sel-sel darah merah karena perubahan dalam protein plasma. Peningkatan lama waktu LED juga dipengaruhi oleh pembentukan rouleaux akibat terjadinya aglutinasi dan peningkatan kandungan plasma fibrinogen, α2 globulin dan γ globulin, sedangkan penurunan waktu LED dipengaruhi oleh retikulosit dan penurunan kandungan albumin plasma (Brigden, Malcolm, 1999). Kesimpulan Hasil rataan sel darah merah monyet ekor panjang jantan yaitu kadar eritrosit 4,9±0,4 (x106/µl), kadar hemoglobin 10,9±0,9 g/dl, packed cell volume 35,5±3,5%, laju endap darah 1,5±0,2 mm/jam, MCH 20,9±2,1 pg, MCV 63,8±5,7 fl, MCHC 28,7±2,5pg, rata-rata total leukosit 5.777±551,1/µl. Hasil rataan sel darah merah monyet ekor panjang betina yaitu kadar eritrosit 3,9±0,5 (x106/µl), kadar hemoglobin 8,8±1,7 g/dl, packed cell volume 32,1±4,1 %, laju endap darah 1,3±0,3 mm/jam, MCH 20,5±4,2 pg, MCV 74,8±9,9 fl, MCHC 24,1±4,7 pg, rata-rata total leukosit 5.244,4±1.017,9/µl. Daftar pustaka Baldy, C.M. 1995. Patofisiology Konsep Klinis Proses–Proses Penyakit. EGC, Jakarta. Bernacky, BJ., Gibson SV, Fox JG, Anderson LC, Loew FM. 2002. Nonhuman Primates In: eds. Laboratory Animal Medicine. 2nd Edition ed. San Diego: Academic Press. Brigden and Malcolm, L. (1999). Clinical Utility of the Erytrocyte Sedimentation Rate. American Family Physician. Coles, EH. 1992. Veterinary Clinical Pathology. 3rd Ed. W.B Saunders Company Philadelphia. London. Toronto.
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama, Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011 5
Makalah ilmiah-7
Dharmawan, S.N. 2002. Udayana Press.
Pengantar Patologi Klinik Veteriner .
Bukit Jimbaran.
Eroschenko, P.V. 2000. Di Fiores Atlas of Histology with Functional Correlations. Academic Press, Mascow. Idaho. Feldman, B.F and Zinkl, J.G. 2000. Veterinary Haematology, eds, Philadelphia, Lippincott, Williams & Willkins. Flannery, S. 2002. Primate Info Net: Hamadryas Baboon: Wisconsin Primate Research Center. Ganong, W.F. 1995. Medical Physiology. Edisi 17. Diterjemahkan oleh Widjajakusumah M.D., IrawatiD., Siagian M., Moeloek D., Pendit B.U., 2001. EGC – Jakarta. Guyton, A.C dan Hall, J.E. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Diterjemahkan oleh : Setiawan., Tengadi, K.A., Santoso, A. 1996. EGC, Jakarta. Mitruka, B.M. and Rawnsley, H.M. 2001. Clinical Biochemical and Hematological Reference Values in Normal Experimental Animals. Masson : New York. Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A. and Rodwell, V.W. Biochemistry. Academic Press, Toronto, Ontario.
1999.
Harper’s
Rebat, A.H., Max, P.S., William, R.L., Mettger, R.U.H., Pollach, J. and Roche. 2004. Laboratory Methods in Haematology. Dept of Phatobiological Biomedical Sciences. School of Veterinary Medicine Univercity of Wisconsin, Amazon.com Rowe, N. 1996. The pictorial Guide to the Living Primates Progoniass East Hampton. New York Press. Sajuthi, D. 1983. Satwa Primata sebagai Hewan Laboratorium. Bogor. Swenson, M.J., Duke’s. 1970. Physiology of Domestic Animals. 8th ed. Comstock Publishing Associates Revition of Cornell Univercity. Ithaca and London. Wandia, I N. 2003. Mikrosatelit sebagai penanda molekul untuk mengukur polimorfisme genetik monyet ekor panjang di Sangeh, Bali. J.Vet. 4 (3):93-100 Wandia, N., Mansjoer, S.S. dan Suryobroto, B. 2007. Polimorfisme Genetik Monyet Ekor Panjang di Daerah Pariwisata Uluwatu Bali. Jurnal Veteriner Udayana.
Disampaikan dalam Kongres Nasional Pertama, Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, Denpasar 26 Maret 2011 6