Edisi III / 2015
DIREKTORAT JENDERAL BINA
JUARA FAVORIT BW KOMPETISI FOTO KONSTRUKSI INDONESIA 2014
BULETIN DWI WULAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 05/PRT/M/2014
TENTANG PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM JASA KONSTRUKSI Bagaimana Sebaiknya Kontraktor dan Konsultan Diklasifikasi PEMERINTAH Akan Gunakan MTU Untuk Maksimalkan Bonus Demografi SERTIFIKASI TUKANG Untuk Kemandirian Bangsa
redaksi
BU LE T IN D I R E K TO R AT JE N DE RA L BIN A KO NSTR UKS I
Pembina/Pelindung: Direktur Jenderal Bina Konstruksi Dewan Redaksi: Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Direktur Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan Pemimpin Umum: Mahbullah Nurdin Pemimpin Redaksi: Hambali Penyunting / Editor: Maria Ulfah Kristinawati Pratiwi Hadi Redaksi Sekretariat: Gigih Adikusomo Bagus Wicaksono Nurasih Asriningtyas Yunita Wulandari Gama Ayuningtyas Administrasi dan Distribusi: Sugeng Sunyoto Agus Firngadi Ahmad Suyaman Ahmad Iqbal Desain dan Tata Letak: Nanang Supriadi Agus Darmawan Setiadi
Salam Redaksi Semangat Kemerdekaan Repbulik Indonesia masih terasa. Berbagai ornamen Sang Merah Putih menghiasi pinggir jalan mengingatkan kita, untuk bersama mambangun Indonesia agar lebih baik dari sebelumnya. Begitu juga dengan semangat TIM Redaksi untuk membangun berbagai komponen. ‘Membangun’ disini bukan hanya membangun dalam bentuk infrastuktur secara fisik namun juga dalam konteks yang lebih luas, membangun spirit, membangun pribadi lebih baik, dan yang terpenting membangun kehidupan untuk memberikan prestasi yang lebih baik lagi. Dalam era persaingan hal penting yang tidak boleh diabaikan dalam pembangunan infrastuktur adalah sumber daya manusia yang berfungsi juga sebagai asset yang berharga. Terlebih mempersiapkan sumber daya manusia guna menghadapi persaingan global tidaklah mudah. Sejauh ini sistem menajemen keselamatan pekerja masih di anggap kurang. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyadari perlunya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Mengenai Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Dengan adanya SMK3 diharapkan angka kecelakaan kerja dapat diminimalisir. Dalam edisi ini kami menghadirkan sisi lain dari pembangun konstruksi Indonesia seperti mengenai pedoman sistem manajeman, serta peranan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk peduli kualitas Sumber daya Manusia (SDM) konstruksi Indonesia. Pengklasifikasian kontraktor dan konsultan, Pengembangan dan perluasan pasar Infrastruktur, dan Sertifikasi tukang untuk kemandirian bangsa. Dengan adanya sertifikasi tukang, diharapkan mampu menumbuhkan rasa percaya diri para tenaga kerja konstruksi di Indonesia dalam persaingan global. Ke depan dengan adanya berbagai apresiasi dalam sektor sumber daya manusia, pengembang, konsultan, kontraktor hingga tukang mampu meningkatkan produktifitas dan siap menyambut berbagai program pembangunan Indonesia. Selamat Membaca !
Daftar Isi >> Salam Redaksi .......................................................................
1
>> Peraturan Menteri PU No 05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum ..................................................................
3
>> Dirjen Bina Konstruksi : CSR untuk Peduli Kualitas SDM Konstruksi Indonesia ........................................................................................................
6
>> Direktorat Kerjasama dan Pemberdayaan, Direktorat Baru Dengan Tantangan Fotografer: Sri Bagus Herutomo
Besar ................................................................................. >> Jasa
Konstruksi,
Bagaimana
Sebaiknya
Kontraktor
dan
Diklasifikasikan ..................................................................... Alamat Redaksi: Gedung Utama Lt. 10 Jl. Pattimura No.20 - Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tlp/Fax. 021-72797848 E-Mail :
[email protected]
8
Konsultan
11
>> Focus Gorup Discussion (FGD) Pengembangan dan Perluasan Pasar Infrastruktur ................................................................................................... >> Pemerintah Demografi
akan
Gunakan
MTU
untuk
Maksimalkan
14
Bonus
...................................................................
16 18 >> Percepatan Pembangunan Jalan Tol Serang-Panimbang .................. 20 >> Sertifikasi Tukang untuk Kemandirian Bangsa ................................................
>> Pabrik Semen di Bayah, Lebak, banten Turut Mengama nkan Stok Ca da nga n Sem en Na si ona l . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .......
2
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
23
LAPORAN UTAMA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 05/PRT/M/2014 TENTANG PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM Oleh: Dewi Chomistriana, ST, M.Sc, Disaintina Ari Nusanti, ST, MM, Ir. J.B. Nugraha, Dipl. SE, M.Eng PENDAHULUAN Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum ini merupakan pengganti dari Peraturan Menteri PU Nomor 09/PRT/M/2008. Peraturan PU Nomor 09/PRT/M/2008 merupakan peraturan tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum yang pertama kali ada dan diterbitkan oleh Kemente-
rian Pekerjaan Umum setelah SKB Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No: 174/MEN/1986 atau No:104/ KPTS/1986 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Permen PU Nomor 09/PRT/ M/2008 disusun dengan mengacu pada OHSAS (Occupational Health and Safety Assesment Series), sehingga dalam pengaturan sistemnya lebih sesuai untuk sektor industri yang produknya dibuat massal dan serupa. Kondisi ini berbeda dengan sektor konstruksi, dimana pembangunan suatu bangunan infrastruktur sangat tergantung dari kondisi wilayah-
nya sehingga metoda pelaksanaan yang dilakukan dapat berbeda-beda demikian pula dengan penerapan SMK3 nya. Sehubungan dengan kondisi tersebut, dan dengan terbitnya peraturanperaturan baru yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan dengan masih seringnya terjadi kecelakaan kerja konstruksi maka Permen PU Nomor 09/PRT/M/2008 dinilai perlu disempurnakan dengan penyesuaian terhadap perkembangan dan kebutuhan pelaksanaan pekerjaan konstruksi .
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
3
RUANG LINGKUP PERMEN PU Nomor 05/PRT/M/2014 Ruang lingkup dari permen ini secara garis besar terdiri atas 3 hal utama: 1. Penerapan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum 2. Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang 3. Biaya Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
a) Penerapan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum Dalam penerapan SMK3 di peraturan ini terbagi atas: • Umum Yaitu menjelaskan bahwa setiap penyelenggara pekerjaan konstruksi bidang Pekerjaan Umum wajib menerapkan SMK3 Konstruksi Bidang PU, yang mana SMK3 Konstruksi Bidang PU meliputi atas; Kebijakan K3, Perencanaan K3, Pengendalian Operasional, Pemeriksaan dan Evaluasi Kinerja K3, dan Tinjau Ulang Kinerja K3. Selanjutnya SMK3 Konstruksi Bidang PU tersebut diterapkan pada tahapan Pra Konstruksi, tahap Pemilihan Penyedia Barang/ Jasa, tahap Pelaksanaan Konstruksi dan tahap Penyerahan Akhir Pekerjaan. Kemudian di atur bahwa Penerapan SMK3 Konstruksi Bidang PU ditetapkan berdasarkan potensi bahaya K3 yang di dasarkan atas kriteria pekerjaan bersifat bahaya, jumlah tenaga kerja yang terlibat dan besarnya nilai kontrak. Hal ini diharapkan akan lebih mempermudah bagi PPK untuk menetapkan bahwa paket pekerjaan yang akan dilaksanakannya mempunyai Potensi Bahaya Tinggi atau Rendah. Hal ini akan berkaitan dengan perlu tidak dipersyaratkannya Ahli K3 Konstruksi atau cukup dengan Petugas K3 saja pada paket pekerjaan yang akan dilaksanakannya. • Penerapan SMK3 pada tahap Pekerjaan Konstruksi. Pada tahap Pekerjaan Konstruksi diatur secara jelas dan rinci tentang Apa, Siapa dan Bagaimana SMK3 harus diterapkan pada saat Tahap Pra Konstruksi, Tahap Pemilihan Penyedia Barang/Jasa, Tahap Pelaksanaan Konstruksi sampai dengan Tahap Penyerahan Akhir Pekerjaan. Sehingga diharapkan akan sangat memudahkan bagi penyedia jasa dalam hal ini Konsultan dan Kontraktor untuk melaksanakannya sesuai dengan tahapan kegiatan yang dilaksanakannya. Demikian juga bagi pengguna jasa dalam hal pengawasan pelaksanaan Pekerjaan Konstrusi sesuai dengan tahapan yang sedang dilaksanakannya. b) Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang. Dalam peraturan menteri ini ini diatur secara rinci tugas, tanggung jawab dan wewenang dari setiap bagian/unit kerja maupun unit pelaksana yang mempunyai tanggung jawab dalam pembinaan dan pelaksanaan konstruksi di kementerian Pekerjaan Umum. Yaitu meliputi Kepala Badan Pembinaan Konstruksi, Pejabat Struktural Eselon I Unit Kerja Teknis, Pejabat Struktural Eselon II Unit Kerja Teknis, Atasan Langsung Kepala Satuan Kerja, Kepala Satuan Kerja, Pejabat Pembuat Komitmen, Pokja ULP. Demikian juga Penyedia Jasa Konstruksi diatur tugas, tanggung jawab dan wewenangnya. c) Biaya Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Dalam peraturan menteri ini di tetapkan secara tegas bahwa biaya K3 harus dialokasikan dalam biaya umum yang meliputi biaya-biaya Penyiapan RK3K, Sosialisasi dan Promosi K3, Alat pelindung kerja, Alat pelindung kerja, Asuransi dan perijinan, Personil K3, Fasilitas sarana kesehatan, Rambu-rambu yang berkaitan dengan K3, dan biaya lainnya yang terkait pengendalian risiko K3. Rencana biaya pengendalian SMK3 Konstruksi Bidang PU tersebut menjadi bagian dari RK3K, yang disepakati dan disetujui pada saat rapat persiapan pelaksanaan pekerjaan Konstruksi.
4
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
Dalam peraturan menteri ini juga dicantumkan tentang sanksi Administratif bagi PPK yang tidak melaksanakan aturan SMK3, walaupun sebetulnya tanpa dicantumkan pun sudah seharusnya jika ada unit kerja ataupun unit kegiatan dilingkungan kementerian Pekerjaan Umum yang dalam pelaksanaan tugasnya tidak mengikuti ketentuan/ peraturan yang berlaku wajib dikenakan sanksi administratif. Untuk lebih memudahkan para pihak yang berkepentingan, dalam menerapkan peraturan menteri ini di lengkapi dengan 3 lampiran, yaitu meliputi Lampiran1: Tata Cara Penetapan Tingkat Risiko K3 Konstruksi, Lampiran 2: Format Rencana K3 Kontrak (RK3K) dan Lampiran 3: Format Surat Peringatan, Surat Penghentian Pekerjaan dan Surat Keterangan Nihil Kecelakaan Kerja. TANTANGAN Dengan telah ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/ PRT/M/2014 ini merupakan tantangan bagi para penyelenggara dan pelaksana konstruksi di Indonesia khususnya di lingkungan yang menjadi kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum untuk dapat menerapkan pelaksanaan konstruksi yang aman dari terjadinya kecelakaan kerja konstruksi dan penyakit akibat kerja. Dalam rangka pelaksanaan SMK3 dengan optimal, perlu ada pemahaman dan komitmen semua pihak dari mulai unit kerja paling kecil yaitu Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) sampai dengan eselon-eselon yang berada di atasnya, walaupun sebetulnya pakta komitmen SMK3 Kementeria PU sudah di deklarasikan dan di tandatangani sejak tahun 2009 oleh Bapak Menteri PU dan para Eselon I. Pemahaman dan komitmen saja masih belum cukup, perlu diiringi dengan tindakan nyata berupa: 1. Peningkatan pengetahuan tentang K3 konstruksi bagi para pelaksana konstruksi khususnya Pokja ULP, PPK dan Satker; 2. Penyediaan Ahli K3 dan Petugas K3 yang handal dan mencukupi disetiap PPK/Satker;
3. Pengalokasian dana K3 pada setiap paket pekerjaan pelaksanaan konstruksi. Jika ke 3 hal tersebut diatas sudah bisa terlaksana dengan baik, maka akan lebih mudah dalam hal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan K3 pada pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan oleh Penyedia Jasa. Karena pada prinsipnya penyedia jasa akan patuh melaksanakan aturan yang ditetapkan oleh pengguna jasa apabila pengguna jasa nya sediri paham dan mengerti terhadap aturan tersebut. Penyedia jasa secara alami akan senantiasa memenuhi ketentuan pengguna jasa baik melalui training atau pelatihan untuk mendapatkan pengakuan bahwa perusahaan atau pun stafnya punya kemampuan akhli K3 atau pun petugas K3 demi untuk memenangkan persaingan usaha diantara mereka. Dalam hal peningkatan pemahaman dan pengetahuan K3 konstruksi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, maka Peran Direktorat Jenderal Bina Konstruksi dalam hal ini Direktorat Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi menjadi peran kunci. Berdasarkan hasil survey dan evaluasi Pusat Pembinaan Konstruksi yang telah dilakukan sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2014, dari ± 50 sample proyek pelaksanaan K3 di beberapa provinsi masih sangat memprihatinkan, hampir semua pelaksana konstruksi baik itu dari pihak PPK maupun Kontraktor belum ada yang menerapkan peraturan menteri PU tentang K3 secara utuh. Hal ini disebabkan pemahaman akan K3 yang masih sangat kurang. Di setiap PPK yang menjadi sample survey tidak ada atau hanya ada satu atau 2 orang paling banyak 5 orang saja yang telah mengikuti bimbingan teknis SMK3 yang dilaksanakan secara rutin oleh Badan Pembinaan Konstruksi (sekarang Direktorat Jenderal Bina Konstruksi). Sehinga ini menjadi tantangan kedepan bagi Direktorat Jenderal Bina Konstruksi untuk memberikan sosialisasi dan pemahaman akan pentingnya penerapan SMK3 konstruksi.
dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum, maka seharusnya sudah tidak ada keraguan dan permasalahan lagi bagi pengguna maupun penyedia jasa dalam menerapkan K3 pekerjaan konstruksi. Karena di permen tersebut sudah diatur secara jelas bagaimana menentukan dan menetapkan pekerjaan yang mempunyai potensi bahaya tinggi atau pekerjaan yang mempunyai potensi bahaya rendah, sehingga penetapan Akhli K3 ataupun Petugas K3 pada kegiatan konstruksi sejak awal sudah tidak menjadi permasalahan lagi. Demikian juga dengan biaya K3 yang diperlukan, sudah diatur bahwa biaya K3 harus dialokasikan di biaya umum proyek serta telah dirinci pula minimal biaya K3 apa saja yang harus dialokasikan pada setiap kegiatan pekerjaan (paket pekerjaan). Dalam hal penyebarluasan tentang Peraturan Menteri ini, pada tahun 2015 Direktorat Bina Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi akan melaksanakan pendampingan SMK3 di 34 proyek di 34 provinsi serta melakukan monitoring dan evaluasi SMK3 di 340 proyek konstruksi. Diharapkan dengan pendampingan SMK3 kepada proyek terpilih, akan didapatkan 34 pilot project penerapan SMK3. Dari hasil monitoring, akan didapatkan potret dan gambaran tentang pelaksanaan SMK3 dilingkungan Kementerian PUPR, untuk dapat dibuat kebijakan tentang penerapan SMK3 sesuai hasil potret tersebut. Akhirnya dengan telah di terbitkannya Permen PU No:05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum ini merupakan pengganti dari Permen PU No: 09/PRT/M/2008, kita optimis penerapan K3 kontruksi dapat lebih baik lagi, sehingga angka kecelakaan kerja konstruksi bisa lebih diminimalkan. S
KESIMPULAN Dengan telah ditetapkannya Permen PU Nomor 05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
5
INFO UTAMA
DIRJEN BINA KONSTRUKSI : ‘CSR UNTUK PEDULI KUALITAS SDM KONSTRUKSI INDONESIA’ anggung jawab Sosial Perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya sebuah perusahaan, memiliki tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya (stakeholders) yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk. Pemangku kepentingan yang dimaksud disini di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", dimana suatu perusahaan melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, seperti keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial. Dengan demikian CSR dapat diartikan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan kepada seluruh pemangku kepentingannya.
T
Bagaimana hubungannya dengan sektor konstruksi ? Sebelum sampai kesana ada baiknya pembaca sekalian mengetahui mengenai bagaimana potensi sektor konstruksi pada saat ini. Sektor konstruksi menjadi sebagai salah satu sektor unggulan yang menempati lima besar dalam menyumbang Perekonomian nasional. Dengan kontribusi sebesar 9,88% terhadap PDB pada tahun 2014, sektor konstruksi menempati urutan ke-4 (empat) dari 9 (sembilan) sektor utama penyumbang PDB. Dalam hal ini juga tercatat, pertumbuhan sektor konstruksi selalu lebih tinggi yaitu sebesar 6,97% dari pada pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 5,02%. Bahkan penyerapan tenaga kerja pada sektor ini berada pada kisaran 6,2 – 6,9 juta jiwa.
6
Sektor konstruksi yang menjadi cikal bakal pembangunan Infrastruktur bahkan memberikan multiplier effect atau efek yang mendorong tumbuhnya sektor-sektor terkait lain. Pada tahun 2015 ini, alokasi anggaran Kementerian PU-PERA dalam RAPBN-P TA 2015 telah ditetapkan sebesar Rp 118 Triliun, yang diharapkan menjadi faktor pendorong pembangunan secara keseluruhan. Menurut Bappenas kebutuhan investasi Infrastruktur Tahun 2015-2019 mencapai Rp. 5.452 Triliun dan untuk bidang ke-PU-an mencapai Rp. 2.746 Triliun. Tak hanya itu, dengan adanya program percepatan pembangunan Infrastruktur yang dicanangkan pemerintah seperti
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
proyek jalan baru 2.350 Km, Jalan tol 1.000 Km, Pemeliharaan jalan 46.770 Km, Pembangunan/Peningkatan jaringan Irigasi seluas 37 ribu Hektar, Pembangunan (lanjutan) 21 waduk, hingga 9 waduk baru, diharapkan mampu mendorong tumbuhnya sektor lain. Namun di balik seluruh potensi tersebut ada tantangan besar yang harus diwaspadai oleh seluruh komponen bangsa. Tantangan tersebut adalah : mampukah sumber daya manusia Indonesia mencukupi kebutuhan tenaga kerja untuk proyek-proyek percepatan pembangunan Infrastruktur tersebut ?
Pada kenyataannya, sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Yusid Toyib saat wawancara di ruang kerjanya, Indonesia sedang dan akan mengalami Bonus Demografi. Bonus Demografi, yang berarti suatu keadaan yang dinikmati negara saat keadaan usia produktif (15-64 tahun) lebih besar daripada usia tidak produktif (usia < 14 tahun dan > 64 tahun). Artinya setiap kurang dari 50 penduduk usia tidak produktif ditanggung oleh 100 penduduk usia produktif (1:2). “Secara umum Indonesia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2030 nanti, namun sebenarnya Indonesia sudah memasuki era bonus demografi sejak tahun 90an, namun tidak sama antara satu provinsi dengan provinsi lain”, ungkap Yusid Toyib. Terkait hal tersebut, satu hal yang pasti, bonus demografi akan menjadi anugerah apabila penduduk usia produktif dan berkualitas memadai, serta ketersediaan lapangan kerja terpenuhi. Selain itu bonus demografi harus dimanfaatkan pemerintah jika tidak mau ‘kelebihan’ tenaga kerja tersebut justru dimanfaatkan luar negeri ataupun sebaliknya apabila yang tersedia berjumlah banyak namun tidak memenuhi kualifikasi pekerjaan malah akan menjadi beban negara. Hal inilah yang menjadi perhatian Pemerintah, terutama Kementerian PUPR, bahwa tenaga ahli maupun tenaga terampil sektor konstruksi masih rendah. Padahal untuk memenuhi percepatan pembangunan Infrastruktur, tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat mutlak diperlukan. Hal itulah yang sedang dilakukan oleh Pemerintah saat ini, terutama di Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, yaitu memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil konstruksi untuk percepatan pembangunan Infrastruktur”, ujar Yusid “Namun kita tidak dapat sendiri melakukannya, ini masalah bangsa, karenanya butuh keterlibatan seluruh pemangku kepentingan untuk mencapai target tersebut”, ujar Yusid. Disinilah CSR dapat berpartisipasi. Melalui program yang umumnya sudah disiapkan perusahaan, dana CSR dapat digu-
nakan untuk melakukan pelatihan kepada tenaga kerja terampil, tentunya bekerjasama dengan Pemerintah dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dalam hal Pelatih serta untuk sertifikasi. Bahkan perusahaan tidak perlu kuatir pelatihan dan sertifikasi tersebut akan memakan waktu produktif kerja, karena Dirjen Bina Konstruksi telah memiliki sistem yang dapat dilakukan untuk ‘on the job training’. Tak hanya itu, Kementerian PUPR melalui Dirjen Bina Konstruksi telah mengembangkan Mobile Training Unit (MTU), suatu sistem terpadu antara peralatan pelatihan dan pelatih yang dapat menjangkau (mendatangi) objek yang akan dilatih. Dengan menggunakan MTU, tenaga terampil yang justru akan didatangi kemudian dilatih dan disertifikasi, bahkan ke tempat proyek-proyek yang sedang berjalan sekalipun. “Ke depan lokasi tempat proyek-proyek percepatan pembangunan Infrastruktur yang akan jadi target kita”, tutur Dirjen Bina Konstruksi. Saat ini Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR memiliki total 21 unit MTU, sebanyak 7 unit diantaranya ditempatkan untuk dikerjasamakan pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah Provinsi antara lain provinsi : Jambi, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua. Adapun 14 unit diberikan kepada Balai Pelatihan Konstruksi dengan rincian antara lain : Nanggroe Aceh Darussalam 3 unit, Palembang 2 unit, Jakarta 3 unit, Surabaya 2 unit, Banjarmasin 1 unit dan Makassar 3 unit. Penggunaan MTU sesuai dengan wilayah kerja masing-masing Balai, misalnya untuk Aceh meliputi Aceh, Sumut, Sumbar, Riau dan Kepulauan Riau. Di tahun 2015 direncanakan akan diberikan sebanyak 16 unit MTU.
“Saya optimis program ini akan berhasil. Seperti beberapa waktu lalu telah kita laksanakan di Klaten, melatih dan mensertifikasi sebanyak 750 orang padahal sebenarnya kapasitas yang disediakan hanya 500 orang. Jadi apalagi kalau dibantu dengan CSR, tentu mempercepat terwujudnya sdm konstruksi yang berkualitas untuk menghadapi persaingan global”, ungkap Yusid. Ditambahkan Yusid, selama ini pelatihan yang dilakukan adalah dengan sistem plasma atau training of trainer (TOT). Sebagai contoh, jika MTU mendidik 500 orang tenaga konstruksi, diharapkan sekitar 100 orang dari jumlah tersebut menjadi tenaga profesional yang bisa mengajarkan keterampilan konstruksi ke ratusan orang lainnya. “Sekali lagi saya mendorong agar semua turut serta bahu membahu menciptakan sektor konstruksi yang sehat dan berdaya saing, dan itu dimulai dengan tenaga kerja yang berkualitas, terlatih, dan bersertifikat”, tegas Dirjen Bina Konstruksi menutup wawancara yang menarik namun santai tersebut. ***tw S
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
7
Direktorat Kerja Sama Dan Pemberdayaan DIREKTORAT BARU DENGAN TANTANGAN BESAR Oleh: Tim Direktorat Kerja Sama dan Pemberdayaan
Sejarah Organisasi Pembinaan Konstruksi Sektor konstruksi adalah salah satu sektor yang bersifat multisektoral dan berperan penting dalam pembangunan nasional. Sektor konstruksi selalu membawa kegiatan turunan lainnya dalam menumbuhkan dan meningkatkan kegiatan perekonomian, yang meliputi penciptaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan akan akses dan penyediaan prasarana demi mendukung kegiatan ekonomi masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan. Sejalan dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan perluasan cakupan, kualitas hasil maupun tertib pembangunan, telah membawa konsekuensi meningkatnya kompleksitas pekerjaan konstruksi, tuntutan efisiensi, tertib penyelenggaraan, dan kualitas hasil pekerjaan konstruksi. Selain itu tata ekonomi dunia telah mengamanatkan hubungan kerjasama ekonomi internasional yang semakin terbuka dan memberikan peluang yang semakin luas bagi pelaku usaha jasa konstruksi. Melihat strategisnya peran sektor konstruksi bagi perekonomian dan tantangan-tantangan kedepan yang harus dihadapi, dibutuhkan organisasi pembinaan konstruksi sebagai regulator dan penggerak untuk meningkatkan daya saing jasa konstruksi nasional agar mampu menghadapi dinamika perkembangan pasar dalam dan luar negeri. Untuk memenuhi harapan tersebut dan sejalan dengan amanat dalam Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) No.18 Tahun 1999, dibentuk Badan Pembinaan Konstruksi dan Investasi (BAPEKIN) serta Badan Pembinaan Sumber Daya Manusia (BPSDM) pada tahun 2001. BAPEKIN
dan BPSDM kemudian melebur menjadi Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia (BPKSDM) pada tahun 2005. Pada tahun 2010, estafet pembinaan konstruksi diteruskan dari BPKSDM ke Badan Pembinaan Konstruksi (BP Konstruksi) sebagai pelaksana program pembinaan konstruksi periode 20102015.
Direktorat Jenderal memiliki cakupan urusan pembinaan jasa konstruksi lebih luas dan bersifat strategis serta lebih menuju ke arah perumusan kebijakan dan standarisasi teknis. Perubahan struktur organisasi ini, merupakan langkah awal untuk menciptakan kebijakan pembinaan konstruksi yang lebih fokus dan terarah.
BP Konstruksi kemudian bertransformasi menjadi Direktorat Jenderal Bina Konstruksi (DJBK) sebagaimana tertuang pada Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2015 mengenai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) (gambar 1). Transformasi entitas tersebut mengakomodasi perubahan peran organisasi BP Konstruksi yang sebelumnya hanya berkedudukan untuk penajaman dan pendukung bagi Kementerian PUPR, diperluas dalam organisasi DJBK.
Selain itu sejalan dengan agenda NAWACITA Bapak Presiden RI, DJBK selaku penanggung jawab pelaksanaan pembinaan konstruksi, diharapkan mampu mendukung pembangunan infrastruktur yang mampu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Konstruksi
baik yang bersifat makro seperti Indeks Daya Saing Global maupun yang bersifat mikro seperti perbandingan keuntungan bersih (net profit) dan nilai penjualan (annual sales) atau nilai penjualan dengan total biaya pegawai kontraktor nasional menunjukkan kinerja produktifitas dan efisiensi yang belum menggembirakan.
Gambar 2. Struktur Organisasi Direktorat Kerja Sama dan Pemberdayaan
Kelahiran Direktorat Kerja Sama dan Pemberdayaan Untuk mewujudkan harapan-harapan di atas terdapat tantangan yang cukup berat bagi DJBK mengingat sektor konstruksi nasional berada pada kondisi yang kurang menggembirakan. Bidang jasa konstruksi saat ini masih menghadapi berbagai permasalahan dimulai dari rendahnya mutu konstruksi, angka
kecelakaan kerja yang tinggi dibandingkan sektor lain, terjadinya disharmoni antar pelaku jasa konstruksi, hingga terbatasnya informasi konstruksi. Selain itu daya saing sektor konstruksi baik produktifitas dan efisiensi maupun kreatifitas dan inovasi masih terbatas. Hal ini tercermin dari berbagai indikator daya saing yang berhubungan dengan ketersediaan dan kondisi infrastruktur,
Secara menyeluruh tugas dan fungsi dari Dit. KSP, dirumuskan sebagai berikut: 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang kerja sama dan pemberdayaan penyelenggaraan jasa konstruksi; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang kerja sama dan pemberdayaan penyelenggaraan jasa konstruksi; 3. Penyiapan penyusunan norma, prosedur, dan kriteria, di bidang kerja sama dan pemberdayaan jasa konstruksi; 4. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi di bidang kerja sama dan pemberdayaan; 5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Pola Dalam menjalankan Peran Direktorat Kerjasama dan Pemberdayaan 1. Menjalin kerjasama kemitraan untuk mendorong keterlibatan stakeholder jasa konstruksi dalam pembinaan konstruksi. Pemetaan awal dilakukan untuk menangkap peluang-peluang kerjasama/partnership dengan para pemangku kepentingan jasa konstruksi, mulai dari institusi pemerintahan Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah, pihak penyedia jasa melalui badan usaha jasa konstruksi, maupun masyarakat jasa konstruksi seperti LPJK, asosiasiasosiasi, serta institusi pendidikan. 2. Pemberdayaan/empowerment, terutama dalam hal pemberdayaan tenaga kerja konstruksi. Sebagaimana data LPJK, jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat terampil dan tenaga ahli masih sangat kecil bila dibandingkan jumlah tenaga kerja konstruksi yang berjumlah 7,3 juta orang. Bila dilakukan dengan pendekatan pelatihan sebagaimana banyak yang dilakukan pada saat sebelumnya, maka akan menghabiskan effort baik dari sisi SDM pembina jasa konstruksi maupun waktu yang dibutuhkan untuk mensertifikasi seluruh tenaga kerja konstruksi tersebut.
Sejumlah permasalahan tersebut tentunya tidak akan dapat diselesaikan dalam waktu singkat bila hanya Pemerintah Pusat (DJBK) yang aktif melaksanakan pembinaan konstruksi. Ditambah dengan kondisi wilayah Indonesia yang luas dan beragam, keterlibatan seluruh stakeholder jasa konstruksi lintas sektor dan lintas daerah dalam pembinaan konstruksi, khususnya melalui kerjasama, koordinasi lintas sektoral, dan pemberdayaan masyarakat jasa konstruksi menjadi sebuah keharusan. Hal ini yang mendorong terbentuknya Direktorat Kerja Sama dan Pemberdayaan (Dit. KSP), sebagai unit kerja di bawah DJBK yang melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kerja sama dan pemberdayaan penyelenggaraan jasa konstruksi (gambar 2). Peran dan Rencana Kerja Direktorat Kerja Sama dan Pemberdayaan Tiga pilar pembinaan menurut UUJK adalah pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan dengan sasaran pembinaan kepada penyedia jasa, pengguna jasa, dan masyarakat jasa konstruksi (gambar 3). Tiga pilar pembinaan tersebut selama ini belum berjalan efektif dikarenakan keterlibatan stakeholder dan masyarakat jasa konstruksi dirasakan masih minim. Proses bisnis DJBK telah disusun untuk mengoptimalkan peran masing-masing direktorat dalam melaksanakan tugas pembinaan jasa konstruksi tersebut. Empat direktorat, yaitu Direktorat Bina Investasi Infrastruktur, Direktorat Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Direktorat Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi, serta Direktorat Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi, akan lebih berperan dalam melaksanakan fungsi pengaturan/regulasi dan pengawasan. Sementara Dit. KSP akan banyak bergerak dalam menjalankan fungsi kerjasama dan pemberdayaan/delivery pembinaan konstruksi. (gambar 4).
Gambar 3. Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi
Gambar 4. Proses Bisnis Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Disisi lain terdapat potensi tenaga kerja Indonesia yang besar dengan masuknya Indonesia dalam era bonus demografi. Bonus demografi berarti suatu keadaan yang dinikmati negara saat jumlah usia produktif (15-64 tahun) lebih besar daripada usia tidak produktif (usia < 14 tahun dan > 64 tahun). Artinya setiap kurang dari 50 penduduk usia tidak produk-
tif ditanggung oleh 100 penduduk usia produktif (1:2). Bonus demografi akan menjadi anugerah apabila penduduk usia produktif tersebut memadai dan ketersediaan lapangan kerja terpenuhi. Untuk itu diperlukan dukungan sektor konstruksi agar bonus demografi tersebut justru tidak dimanfaatkan luar negeri atau menjadi beban pengangguran bagi pemerintah.
Dibutuhkan inovasi untuk meningkatkan kuantitas, kompetensi, dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi. Diantaranya pemberdayaan tenaga kerja konstruksi melalui program-program kerjasama pelatihan on the job training, distance learning, ataupun pemberdayaan mandor-mandor proyek konstruksi, untuk mempercepat pemberdayaan tenaga kerja konstruksi. (ditksp)
INFO UTAMA
JASA KONSTRUKSI
BAGAIMANA SEBAIKNYA KONTRAKTOR DAN KONSULTAN DIKLASIFIKASIKAN? oleh: Tri Djoko Waluyo
Pendahuluan Regulasi jasa konstruksi melalui UndangUndang Nomor 18 Tahun 1999 (UUJK) beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya sudah berumur lebih dari limabelas tahun. Saat ini dirasakan sudah ada kebutuhan untuk memperbaharuinya, mengingat perkembangan yang terjadi serta tuntutan yang semakin tinggi atas layanan penyedia jasa konstruksi dari waktu ke waktu. DPR RI memelopori dengan mengambil inisiatif perubahan terhadap UUJK tersebut, konsep RUU juga telah disosialisasikan ke berbagai tempat, yang oleh karena itu menjadi sudah milik publik dan bisa didiskusikan oleh masyarakat. Salah satu aspek yang perlu disoroti, adalah bahwa kontraktor dan konsultan jasa konstruksi belumlah mencapai daya saing seperti yang dicitacitakan UUJK, sehingga perlu didiskusikan bagaimana kemandirian mereka ini diupayakan melalui regulasi yang baru. Indonesia telah meratifikasi berbagai kesepakatan/komitmen hasil perundingan menyangkut liberalisasi (penghapusan hambatan) perdagangan, di tingkat internasional (WTO), regional (ASEAN, MEA), maupun bilateral, termasuk di dalamnya perdagangan jasa konstruksi dan enjinering (construction and related engineering services). Sejak tahun 1991, negara- negara anggota WTO telah didorong menggunakan klasifikasi yang bisa dikorespondensikan, melalui dokumen W/120. Pada dasarnya, referensi klasifikasi bidang jasa tersebut mengacu
kepada Provisional Central Product Classification (CPC) dari UN Statistics Division. Di sisi lain, modalitas perdagangan jasa juga telah diperjanjikan bagaimana mengukur dan melakukan komitmen antar negara. Dua modalitas penting untuk jasa konstruksi adalah modalitas 3 (commercial presence) dan modalitas 4
(presence of natural person). Kedua modalitas lain, yaitu modalitas 1 (cross border supply) dan modalitas 2 (consumption abroad) tidak terlalu relevan untuk bahasan ini. Konteks dari modalitas 3 dan 4 adalah, bahwa akses pasar entitas bisnis suatu negara ke negara lain selalu ditinjau dari dua bentuk, yaitu bentuk entitas bisnis (perusahaan) dan bentuk perorangan/tenaga kerja.
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
11
Tulisan ini mengupas implementasi UUJK, khususnya pada ranah klasifikasi penyedia jasa pelaksana konstruksi dan penyedia jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi, dalam upaya meningkatkan daya saing, serta mengundang diskusi untuk mengusulkan pembaharuan dalam perubahan UUJK yang sedang berlangsung agar tujuan meningkatkan daya saing dapat tercapai. Kondisi saat ini Supaya memudahkan bahasan, tulisan ini akan menggunakan istilah yang sudah berkembang di masyarakat, bahkan sebelum lahirnya UUJK, yaitu kontraktor dan konsultan, sebagai padanan istilah dalam UUJK, berturut-turut untuk penyedia jasa pelaksana konstruksi dan jasa perencana serta pengawas konstruksi. Adapun perencanaan dan pengawasan esensinya adalah layanan yang diberikan oleh konsultan jasa konstruksi. UUJK tidak terlalu banyak membedakan entitas kontraktor dan konsultan dalam mengklasifikasi dan mengkualifikasi. Bahkan selanjutnya dalam implementasi, khususnya dalam kkonteks pemilihan penyedia jasa, kedua jenis entitas ini mendapat perlakuan yang nyaris sama, atau paling tidak dipandang sebagai satu kelompok jasa. Akibatnya, aspekaspek (negatif) dalam praktek yang terjadi pada kontraktor juga terjadi pada konsultan, contohnya harga hasil tender yang rendah karena ketatnya persaingan. Padahal, akibat harga kontrak yang rendah ini terhadap kontraktor dan konsultan berbeda. Jika kontraktor umumnya bermain pada kualitas/harga pekerjaan (barang), maka konsultan hanya bisa bermain pada penghargaan/remunerasi tenaga ahli (manusia!). Ini kontradiktif dengan istilah berbeda yang digunakan, yaitu antara remunerasi tenaga ahli dan upah pekerja konstruksi, yang menyiratkan bahwa tenaga ahli mempunyai nilai ekonomis yang tidak bisa dikorbankan. Barangkali ini adalah salah satu sebab, sebagaimana dikeluhkan berbagai pihak, mengapa konsultan semakin jauh dari tenaga ahli, remunerasi tenaga ahli konstruksi sulit untuk naik, dan profesi konsultan menjadi tidak lebih menarik daripada profesi lain.
12
Tabel Anatomi Kontraktor vs Konsultan Kontraktor • Kontraktor dalam bentuk yang minimalis adalah tukang/mandor/tenaga terampil yang secara perorangan menyediakan layanan pekerjaan pelaksanaan konstruksi. Keterampilan adalah fungsi dari peralatan dan teknologi yang dimiliki atau dikuasai. • Seseorang yang secara pribadi atau dengan bantuan beberapa ‘kenek’ adalah kontraktor (perseorangan). Dalam akses pasar, bentuk usaha perseorangan atau tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan dikelola dalam modalitas 4. • Jika magnitude pekerjaan yang harus dilaksanakan semakin besar, kontraktor perseorangan harus mengembangkan bentuknya dan memerlukan intrumen yang mendukung proses bisnisnya, yaitu badan usaha. Hal ini diperlukan untuk memperluas akses kepada berbagai sumberdaya, seperti material, peralatan, teknologi, dan sebagainya. Dalam badan usaha kontraktor, setidaknya ada dua faktor yang mendukung daya saingnya adalah modal usaha dan manajemen. Dalam akses pasar, bentuk badan usaha kontraktor dikelola dalam modalitas 3. • Oleh karena itu, untuk mengklasifikasi kontraktor perseorangan diperlukan penilaian terhadap ketrampilan tenaga perseorangan tersebut (yang merupakan fungsi penguasaan terhadap peralatan dan teknologi yang dimiliki). Dalam rangka mengklasifikasi badan usaha kontraktor, faktor tenaga kerja di atas tetap relevan, semakin banyak jumlah/penguasaan tenaga kerja yang dimiliki, semakin banyak pula klasifikasi yang dapat diberikan. Dalam hal ini, faktor modal kerja dan manajemen tidak terlalu menentukan klasifikasi badan usaha kontraktor. • Berhubung produk kontraktor berbentuk fisik, maka kualifikasi kontraktor perseorangan dinilai dari jumlah tenaga kerja trampil yang tersedia, pengalaman kerja termasuk hal penting yang dipertimbangkan. Sedangkan kualifikasi badan usaha kontraktor juga tetap relevan mempertimbangkan tenaga kerja yang tersedia beserta pengalamannya, dengan tambahan penilaian terhadap modal kerja (historis – neraca) sebagai pendukung kekuatan usaha, dan manajemen sebagai pendukung akutabilitas. Bagaimana posisi tenaga ahli pada kontraktor? Ada dua fungsi, pertama sebagai koordinator, pengawas, manajer, pengendali mutu (ranah knowledge), atau kedua memang berfungsi dalam ranah motorik, sebagaimana tenaga trampil.
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
Kontraktor • Konsultan dalam bentuk yang minimalis adalah tenaga ahli yang secara perorangan menyediakan layanan konsultansi konstruksi (modalitas 4). Konsultan perseorangan dapat pula memiliki tenagatenaga asisten yang membantu layanan yang diberikan, dan dalam batas tertentu dapat berkolaborasi dengan tenaga ahli lain. Jika magnitude pekerjaan yang harus dilaksanakan semakin besar, konsultan perseorangan harus mengembangkan bentuknya dan memerlukan intrumen yang mendukung proses bisnisnya, yaitu badan usaha modalitas 3). Hal ini diperlukan, terutama untuk memperluas jaringan dan akses kepada berbagai sumber daya, seperti koordinasi lintas keahlian, perlatan, layanan survey, statistik dan sebagainya. • Oleh karena itu, untuk mengklasifikasi konsultan perseorangan diperlukan penilaian terhadap keahlian tenaga perseorangan tersebut. Dalam rangka mengklasifikasi badan usaha konsultan, faktor keahlian di atas tetap relevan, semakin banyak jumlah/penguasaan tenaga ahli yang dimiliki, semakin banyak pula klasifikasi yang dapat diberikan. • Berhubung produk kontraktor berbentuk non fisik, maka kualifikasi konsultan perseorangan dinilai dari kemampuan tenaga ahli itu sendiri, dengan pertimbangan pula kerjasama dengan tenaga ahli lain pengalaman kerja termasuk hal penting yang dipertimbangkan. Sedangkan kualifikasi badan usaha konsultan juga tetap relevan mempertimbangkan tenaga ahli yang tersedia beserta pengalamannya.
Dalam komunikasi perdagangan jasa internasional (yang seyogyanya juga menjadi basis aturan main domestik), entitas kontraktor dan konsultan dibedakan dengan jelas. Kontraktor (construction services) diklasifikasikan dalam CPC 51, sedangkan konsultan dalam CPC 8671 untuk arsitektur dan CPC 8672 untuk enjiniring. Dasar hukum dometic regulation berbagai negara juga selaras dengan klasifikasi ini, yaitu (idealnya) kontraktor diatur dalam peraturan perundangan jasa konstruksi, sedangkan konsultan diatur dalam peraturan perundangan profesi yang bersangkutan. Sayangnya, baik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran maupun RUU Arsitek tidak meregulasi commercial pressence entitas bisnis dari profesi tersebut yaitu konsultan, dan UUJK kita sekarang ini mengatur semuanya, baik tenaga ahli, tenaga kerja trampil, konsultan dan kontraktor sekaligus. Harmoni/ dishamoni regulasi-regulasi tersebut tidak kuat mendukung pengembangan daya saing masing-masing entitas, termasuk profesionalitas tenaga ahli. Dari bahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan karakteristik kontraktor dan konsultan adalah terletak kepada sumberdaya penentu daya saingnya. Kontraktor yang berdaya saing tinggi mempunyai nilai tinggi pada sumberdaya manusia sebagai fungsi peralatan dan teknologi, pengalaman, serta dukungan permodalan. Sedangkan konsultan yang berdaya saing terletak pada keahlian yang dimiliki tenaga ahlinya, semakin tinggi keahlian yang dimiliki termasuk pengalaman, semakin tinggi daya saingnya. Pengkualifikasian di atas menjustifikasi bahwa kontraktor dan konsultan yang terbaik bukanlah yang termura Hal generik dari bahasan di atas adalah, bahwa baik badan usaha kontraktor dan dan badan usaha konsultan adalah entitas yang berperan dalam memperbesar kuantitas layanan, melalui dua faktor yaitu modal usaha dan manajemen. Begitu besar peran dan tanggung jawab manajemen dalam badan usaha, maka selayaknya kepada manajemenlah terikat fungsi registrasi badan usaha, bukan kepada entitas badan usaha itu sendiri.
Contohnya, jika kontraktor cidera janji dan mendapatkan sanksi dimasukkan dalam daftar hitam, maka civil effectnya melekat kepada manajemen. Beberapa negara menyaratkan tidak setiap orang bisa mendirikan badan usaha konsultan, manajemen konsultan haruslah tenaga ahli. Bagaimana mencapai daya saing Kontraktor dan konsultan adalah dua jenis entitas penyedia jasa konstruksi yang diharapkan dapat mendukung keberhasilan pembangunan infrastruktur (dan properti) di Indonesia. Di sisi lain, kesepakatan perdagangan regional dan internasional menghadapkan kedua entitas ini dengan pelaku asing, baik dalam bentuk asli dari negara asalnya, maupun dalam bentuk perusahaan patungan. Oleh karenanya, kita memerlukan kontraktor dan konsultan ‘nasional’ dengan daya saing tinggi. Daya saing entitas bisnis dipercaya dapat ditingkatkan melalui iklim persaingan sehat, dalam lapangan permainan yang ketentuannya adil dan transparan, dimana seluruh pemain melaksanakan aturan main, bukan menyiasatinya. Pasar konstruksi dalam negeri yang disediakan pemerintah cukup besar, dan ini adalah lapangan yang dapat digunakan sebagai training field bagi kontraktor dan konsultan Indonesia, karena kedaulatan kita penuh atas segmen pasar ini (bukan segmen pasar yang diliberalisasi). Adapun persaingan internasional pada dasarnya ada dalam pasar selain itu, baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. Di sini pasar liberalisasi perdagangan berlaku (salah satunya adalah MEA), yang tunduk kepada aturan dan pembatasan dalam komitmen masingmasing negara. Dalam memberikan aturan main yang dapat meningkatkan daya saing, diperlukan penekanan terhadap faktor penentu daya saing yang dibahas terdahulu. Kontrak kepada kontraktor dan konsultan pada hakekatnya adalah mempercayai janji, karena hasil pekerjaan yang diinginkan pemilik hanya bisa dideskripsikan dalam spesifikasi, gambar, dan sebagainya. Kinerja, baik buruknya hasil yang
dipesan hanya bisa diukur nanti pada saat pekerjaan selesai dikerjakan. Oleh karenanya harga kontrak tidak layak dipisahkan penentuannya dari kepada siapa (yang menjanjikan kinerja) dilakukan kontrak. Metoda pemilihan kontraktor yang mendukung peningkatan daya saing adalah yang disebut business evaluation method. Di sini penilaian dilakukan terhadap entitas bisnis, termasuk track record, dikombinasikan dengan harga penawaran. Sedangkan metoda pemilihan konsultan yang mendukung peningkatan daya saing adalah yang disebut quality based selection. Di sini penilaian dilakukan terhadap siapa tenaga ahli yang akan melaksanakan pekerjaan dan bagaimana melaksanakannya (proposal teknis). Harga konsultan (remunerasi) mestinya bukan sesuatu yang harus dipertandingkan. Penutup Diskusi tentang bagaimana kondisi kontraktor dan konsultan konstruksi dewasa ini dalam masyarakat jasa konstruksi memang sudah berlangsung lama, dan beberapa usulan masyarakat juga sudah dikemukakan. Namun, dalam banyak hal upaya peningkatan daya saing kontraktor dan konsultan belum memenuhi keinginan banyak pihak. Ada kesan seakanakan belenggu ada pada regulasi. Saat upaya dilakukan untuk merevisi UUJK, maka pemikiran-pemikiran yang teknokratik diperlukan untuk mendukung agar dihasilkan regulasi yang mendukung pengembangan daya saing secara riel. Paparan di atas telah membedah anatomi entitas kontraktor dan konsultan jasa konstruksi, yang dapat memberikan masukan bagi pengembangan regulasi yang akan datang. Salah satu simpulan yang dapat ditarik adalah bahwa iklim persaingan usaha yang menyebabkan penawaran harga dalam pemilihan menjadi semakin rendah harus dihindarkan, karena membawa mudarat bagi banyak pihak. S
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
13
INFO UTAMA
Pengembangan dan Perluasan Pasar Infrastruktur eningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional serta mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektorsektor strategis ekonomi domestik merupakan bagian dari Nawa Cita Presiden Joko Widodo. Dari Nawa Cita tersebut, visi dan misi pembinaan konstruksi dikembangkan dengan menyandingkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR, UndangUndang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi serta Renstra Pembinaan Konstruksi. Dengan penyandingan tersebut, maka dihasilkan capaian strategis dalam pembinaan konstruksi antara lain 40% pekerjaan konstruksi yang menerapkan manajemen mutu dan tertib penyelenggaraan konstruksi, 30% penggunaan beton pracetak, Peningkatan Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) menjadi kualifikasi besar sebesar 125 BUJK, serta ekspor jasa konstruksi ke luar negeri sebesar Rp. 15 triliun.
M
Untuk mewujudkan capaian strategis tersebut, unit kerja yang ditunjuk oleh Kementerian PUPR yang bertanggung jawab adalah Direktorat Jenderal Bina Konstruksi (DJBK). DJBK membawahi 1 Sekretariat Direktorat Jenderal (Setditjen) dan 5 Direktorat yaitu, Direktorat Bina Investasi Infrastruktur, Direktorat Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi, Direktorat Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Direktorat
14
Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi serta Direktorat Kerjasama dan Pemberdayaan. Pada kesempatan ini, akan difokuskan untuk membahas salah satu kegiatan dibawah Direktorat Bina Investasi Infrastruktur, Sub Direktorat Pasar Infrastruktur yaitu sharing knowledge Pengembangan dan Perluasan Pasar Infrastruktur. Terjadinya perubahan nomenklatur dari Kementerian PU menjadi Kementerian PUPR mengakibatkan perubahan struktur organisasi dibawah kementerian PUPR. Semula, salah satu unit kerja yang bernama Badan Pembinaan (BP) Konstruksi, dikembangkan tugas pokok dan fungsinya sehingga berubah nomenklatur menjadi DJBK. Begitupun pula, terjadi perubahan unit kerja dibawah BP Konstruksi. Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi (Pusbin SDI) menjadi Direktorat Bina Investasi Infrastruktur (DBII) sedangkan Bidang Pasar dan Daya Saing menjadi Sub Direktorat (Subdit) Pasar Infrastruktur. Dengan adanya perubahan nomenklatur, DBII masih belum dikenal oleh seluruh pemangku kepentingan di sektor konstruksi yang dahulunya pernah bekerja
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
sama dengan Pusbin SDI terutama Bidang Pasar dan Daya Saing maka diperlukan pengenalan kembali dan penyampaian kegiatan prioritas agar jejaring yang telah dibentuk tidak terputus. Pengembangan dan Perluasan Pasar Infrastruktur menjadi hal yang sangat mutlak untuk dilaksanakan. Adapun maksudnya, selain sebagai ajang memperkenalkan sturuktur organisasi dari DBII, juga sebagai penajaman program kegiatan dibawah Subdit Pasar Infrastruktur agar dapat mewujudkan capaian strategis berupa tercapainya ekspor jasa konstruksi ke luar negeri sebesar Rp. 15 triliun serta bermanfaat dan tepat sasaran bagi pembangku kepentingan di sektor konstruksi dalam rangka pengembangan dan perluasan pasar infrastruktur. Sealin itu, diharapkan Subdit Pasar Infrastruktur mendapat saran, masukan dan pengetahuan serta pengalaman yang baru mengenai program kegiatan dibawah Subdit Pasar Infrastruktur. Ir. RM. Dudi Suryobintoro, MM, selaku Direktur Bina Investasi Infrastruktur memberikan sambutan pembukaan dan menyampaikan mengenai struktur organisasi dan tugas pokok dan fungsi DJBK beserta unit eselon 2 dibawah DJBK. Selain itu, Beliau menyampaikan pula, perlunya kesinambungan dan sin-
ergitas antara pemangku kepentingan di sektor konstruksi untuk mencapai sasaran pembangunan. Setelah sambutan pembukaan dari Direktur Bina Investasi Infrastruktur dilanjutkan dengan paparan yang disampaikan oleh Ir. Anita Tambing, M. Eng yang menyampaikan fungsi strategis DBII serta program kegiatan yang ada dibawah kendali DBII. Pada kesempatan itu, disampaikan bahwa DBII akan dijadikan simpul Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Pada kesempatan tersebut disampaikan pula mengenai struktur organisasi dibawah DBII, yang terdiri dari 4 Subdit dan 1 Subbag beserta tugas pokok dan fungsinya masing-masing. 4 Subdit yang ada dibawah DBII adalah Subdit Penyiapan Kebijakan Investasi Infrastruktur, Subdit Sinkronisasi dan Pemantauan Evaluasi, Fasilitasi dan Mitigasi Risiko Investasi Infrastruktur serta Subdit Pasar Infrastruktur. Poin utama yang disampaikan tentu saja mengenai program kegiatan yang ada dibawah Subdit Pasar Infrastruktur agar stakeholder dapat mengkritisi dan memberikan saran serta masukan sesuai dengan maksud dan tujuan dari kegiatan ini.
dang antara lain dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, serta Badan Koordinasi Penanaman Modal. Sedangkan dari asosiasi perusahaan dan profesi antara lain Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO), Gabungan Perusahan Nasional Rancang Bangun Indonesia (GAPENRI), Persatuan Insinyur Indonesia (PII) serta Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Untuk Pejabat di lingkungan DJBK dan Kementerian PUPR antara lain Pejabat di Sekretariat BP Konstruksi serta Pejabat di Pusat-Pusat dibawah BP Konstruksi, Biro Perencanaan dan KLN, Kementerian PUPR, serta pejabat dan staf di lingkungan DBII. Diskusi Pengembangan dan Perluasan Pasar Infrastruktur Pada sesi diskusi, para peserta menyampaikan banyak saran dan masukan bagi program kegiatan DBII. Pada kesempatan ini masukan peserta FGD akan dibagi menurut 3 kriteria yaitu Pasar Konstruksi, Investasi Infrastruktur dan Kelembagaan.
Perlunya peningkatan kapitalisasi nilai pasar konstruksi luar negeri melalui Indonesia Incorporated dimana ekspansi pasar konstruksi di luar negeri dengan cara mendorong BUJK Indonesia maju sebagai satu kesatuan mulai dari jasa rancang bangun oleh BUJK Nasional, tenaga kerja konstruksi, industri material dan peralatan konstruksi, perbankan Indonesia dan pihak-pihak lain yang terlibat Perlunya melakukan identifikasi potensi pasar konstruksi dalam negeri maupun luar negeri. Kebutuhan akan database dan informasi pasar konstruksi sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai kapitalisasi pasar konstruksi oleh BUJK Nasional. Kebutuhan akan database dan informasi potensi pasar konstruksi dapat dipasok oleh Subdit Pasar Konstruksi.
Pasar Konstruksi
Pada sesi selanjutnya pemaparan disampaikan oleh Ir. Akhmad Suraji, MT, PhD mengenai review program pengembangan dan perluasan pasar infrastruktur. Pada kesempatan itu, disampaikan mengenai perspektif pasar infrastuktur, tafsir tentang pasar infrastruktur, rekomendasi program strategis dan deliverables from lessons learnt. Dalam pelaksanaan sharing knowledge, kehadiran stakeholder merupakan poin terpenting dalam menghasilkan saran dan masukan yang baik. Adapun yang diundang berdasarkan pemangku kepentingan di sektor konstruksi yang pernah atau sering terlibat dengan Pusbin SDI. Terdiri dari istansi pemerintah, pakar/ praktisi jasa konstruksi, KADIN, LPJK Nasional, asosiasi perusahaan dan profesi serta pejabat dari lingkungan DJBK dan pejabat dari lingkungan Kementerian PUPR. Instansi pemerintah yang diun-
Penutup Kegiatan sharing knowledge Pengembangan dan Perluasan Pasar Infrastuktur diakhiri dengan penutupan yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pasar dan Daya Saing, Ir Anita Tambing, M. Eng. Saran dan masukan dari stakeholder akan dijadikan sebagai bahan bagi Subdit Pasar Infrastruktur dalam melaksanakan program kegiatan, dan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan di sektor konstruksi.S
Perlunya melakukan pemetaan kondisi eksisting pasar konstruksi dalam negeri maupun luar negeri. Pemetaan ini diperlukan untuk mengetahui penguasaan pangsa pasar oleh BUJK Nasional baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Setelah kondisi eksisting pasar konstruksi dan penguasaan pangsa pasar oleh BUJK Nasional diketahui, maka naik atau turunnya besaran pangsa pasar BUJK Nasional di pasar dalam negeri maupun luar negeri menjadi tolak ukur prestasi untuk Subdit Pasar Infrastruktur. Perlu menyusun panduan mengenai Bagaimana cara memasuki pasar konstruksi di negara tujuan ekspor konstruksi di negara tujuan ekspor konstruksi Indonesia dengan bekerjasama dengan BUJK Nasional yang pernag masuk dalam pasar luar negeri Perlunya proteksi pemerintah dalam hal sengketa konstruksi di luar negeri, suku bunga perbankan yang dapat bersaing di luar negeri serta perlindungan bagi ekspor tenaga kerja konstruksi yang kompeten. Perlunya identifikasi investor infrastruktur Indonesia yang berkualitas untuk diregistrasi. Perlunya penyusunan panduan “Bagaimana melakukan investasi di Indonesia untuk sektor infrastruktur ke-PU-an” dengan konsep yang memihak untuk investor domestik.
Investasi Infrastuktur
Perlunya diterbitkan dari regional investment grade untuk setiap provinsi dengan faktor penentu dan indikator yang meliputi ketersediaan lahan, perkembangan ekonomi, aksesibilitasi finansial, kondisi regulasi, dan lain-lain. Perlunya dilakukan sinkronisasi peraturan dalam investasi infrastruktur. Dalam infrastruktur ke-PU-an, DBII mengkoordinasikan berbagai instansi agar dapat melakukan proteksi terhadap investor domestik untuk penguasaan pasar infrastruktur. Lingkup Subdit Pasar konstruksi agar dipertajam ke arah konstruksi sehingga diaharpkan dapat menciptakan perbaikan kondisi pasar konstruksi.
Kelembagaan
Perlunya identifikasi terhadap terjadinya regulation trap dikarenakan banyaknya institusi yang mengurusi permasalahan investasi, yang pada akhirnya akan menghambat Kerjasama Pemerintah – Badan Usaha (KPBU). Perlunya melakukan sinkronisasi dan harmonisasi serta melakukan kerjasama pelatihan mengenai investasi dengan instansi yang terkait dengan investasi. Salah satu instansi yang terkait dengan pengembangan investasi adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Adapun peran BKPM setelah adanya Memorandum of Undestandings (MOU) antara Bappenas, BKPM dan Kementerian Keuangan khususnya mengenai Kerjasama Permerintah Swasta (KPS), Tugas BKPM menidentifikasi investor potensial infrastruktur, promosi proyek KPS meliputi market sounding, business forum, serta road show bersama penanggung jawab proyek kerjasama. Dengan peran tersebut, DJBK bersama BKPM perlu saling berkoordinasi dan bersinergi dalam melaksanakan pengembangan investasi infrastruktur.
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
15
INFO UTAMA
PEMERINTAH AKAN GUNAKAN MTU UNTUK MAKSIMALKAN BONUS DEMOGRAFI onus Demografi yang sedang dialami oleh Indonesia harus dimanfaatkan semaksimal mungkin, oleh karena itu berbagai upaya tengah dilakukan oleh Pemerintah tidak terkecuali Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. “Salah satunya akan kita maksimalkan Mobile Training Unit (MTU) yang bisa menjangkau hingga pelosok tempat proyek-proyek konstruksi berlangsung. Jadi kita bisa meningkatkan kualitas tenaga konstruksi kita”, ujar Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat mengunjungi MTU sebelum membuka Focus Group Discussion Bonus Demografi di Indonesia, Kamis (25/06).
B
16
Bahkan menurut Menteri PUPR, 34 unit MTU yang saat ini sudah diberikan ke daerah dapat dimanfaatkan oleh 45.000 Pos Daya (Pemberdayaan Keluarga) yang diasuh oleh Haryono Suyono, dengan tujuan mengentaskan kemiskinan. MTU yang berupa unit kendaraan berisi peralatan latih untuk tenaga terampil bidang konstruksi dan disertai pelatih, memang tepat karena dapat mendatangi tempat proyek berlangsung untuk kemudian melatih dan mensertifikasi tenaga terampil lebih efektif dan efisien. Haryono Suyono, mantan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang terkenal dengan program Keluarga
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
Berencana di Orde Baru dan Menko Kesra Kabinet Reformasi Pembangunan ini menyambut baik usaha dari Kementerian PUPR. “Saya melihat Kementerian PUPR sangat strategis berkontribusi membantu masyarakat bawah dan meningkatkan kesejahteraan mereka”, ujar Haryono. Lebih lanjut lagi Haryono menjelaskan mengenai Bonus Demografi, yang berarti suatu keadaan yang dinikmati negara saat keadaan usia produktif (15-64 tahun) lebih besar daripada usia tidak produktif (usia < 14 tahun dan > 64 tahun). Artinya setiap kurang dari 50 penduduk usia tidak produktif ditanggung
oleh 100 penduduk usia produktif (1:2). Bonus demografi akan menjadi anugerah apabila penduduk usia produktif tersebut memadai dan ketersediaan lapangan kerja terpenuhi. “Indonesia sudah memasuki era bonus demografi sejak tahun 90an, namun tidak sama antara satu provinsi dengan provinsi lain, dan harus dimanfaatkan pemerintah jika tidak mau justru dimanfaatkan luar negeri”, ungkap Haryono. Yang bisa dilakukan Kementerian PUPR salah satunya adalah dengan melibatkan masyarakat setempat dimana suatu proyek konstruksi berjalan. Selain itu Kementerian PUPR juga harus peka dimana daerah yang mendapat bonus demografi kemudian memberikan fasilitas Infrastruktur yang memadai disana. Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Yusid Toyib mengatakan bahwa sudah saatnya Pemerintah meningkatkan peran generasi muda sektor jasa konstruksi untuk mengatasi adanya bonus demografi. “Beberapa langkah nyata tengah kita persiapkan dan sudah kita jalankan, misalnya saja beberapa waktu lalu kita telah mensertifikasi tenaga terampil di Klaten menggunakan MTU”.
Beberapa langkah yang akan dilakukan Kementerian PUPR antara lain : Kerjasama dengan proyek/Badan Usaha Jasa Konstruksi dan BUMN Konstruksi untuk pemagangan dan penyediaan lapangan kerja sektor konstruksi, perkuatan pendidikan formal jurusan konstruksi (kurikulum/materi/instruktur), koordinasi stakeholder sektor/industri konstruksi, menyusun regulasi pengaturan manajemen SDM konstruksi, serta pembinaan lembaga pelatihan kerja sektor konstruksi. Tak hanya itu, Yusid mengatakan akan meningkatkan kerjasama dengan pihak
swasta maupun daerah untuk meningkatkan pelatihan sertifikasi tenaga kerja konstruksi. “Kita akan meningkatkan pelayanan bimbingan teknik, pelatihan, uji kompetensi menggunakan Mobile Training Unit, memanfaatkan sarana prasarana pusat-pusat pendidikan dan pelatihan pada hari Sabtu dan Minggu sesuai jurusan yang dikembangkan, serta kerjasama harmonisasi standar kompetensi dan sertifikasi dengan ASEAN seperti dengan Malaysia (CIDB) di bidang keterampilan konstruksi”, tutur Dirjen Bina Konstruksi. (tw/hl) S
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
17
INFO UTAMA
SERTIFIKASI TUKANG UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA “Peningkatan profesionalisme pada sektor jasa konstruksi, salah satunya melalui peningkatan skill tenaga kerja terampil konstruksi”, demikian disampaikan Direktur Jenderal Bina Konstruksi yang diwakili Kepala Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Masrianto dalam acara Pembekalan dan Fasilitasi Uji Kompetensi Tukang Bangunan Umum di Klaten Jawa Tengah pada tanggal 4 Juni 2015. Dalam rangka menyambut perdagangan bebas khususnya terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN akhir tahun ini, sektor jasa konstruksi di Indonesia harus berbenah diri. Hal ini mengingat peran sektor konstruksi yang penting dalam perekonomian nasional, sumbangan terhadap Pendapatan domestik bruto
18
berkisar 10 % dan serapan tenaga kerja mencapai 7 juta jiwa. “Dari angka 7 juta jiwa tersebut komposisi tenaga terampil mencapai 30 %, sayangnya yang bersertifikat sesuai Undang-undang No 18 tahun 1999 baru sekitar 5,1 %” ujar Beliau. Masrianto mengatakan percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi penting untuk mengejar ketertinggalan kita dalam meningkatkan daya saing nasional mengingat sertifikat adalah pengakuan kompetensi sehingga tukang konstruksi semakin mampu dan percaya diri dalam menghadapi persaingan. Apalagi dengan peningkatan nilai pasar konstruksi sebagai akibat percepatan pembangunan infrastruktur diharapkan tukang konstruk-
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
si dapat berkontribusi secara langsung, ujar Beliau. Dalam kesempatan yang sama Bupati Klaten, Sunarno menekankan perlunya sertifikasi bagi tukang terampil karena dengan sertifikasi, pekerjaan konstruksi menjadi baik. Selain itu sertifikasi berpotensi menaikkan pendapatan tukang konstruksi. Lebih lanjut Sunarno menghimbau para peserta pembekalan untuk lebih bersemangat, nantinya dari para tukang terampil ini diharapkan ada yang dapat berhasil menjadi mandor bahkan pelaku usaha jasa pelaksanaan konstruksi. Beliau juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat yang melakukan fasilitasi uji kompetensi tukang terampil di wilayahnya. Pembekalan dan Fasilitasi yang dilaksanakan oleh Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah III Surabaya ini terlaksana dari tanggal 3 Juni 2015 sampai dengan 8 Juni 2015 dengan tahapan pembekalan oleh instruktur berpengalaman dilanjutkan dengan uji kompetensi yang diikuti 750 orang tukang di Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan daerah sekitarnya. Turut hadir dalam acara pembukaan anggota DPRD Jawa Tengah Kadarwati, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Propinsi Jawa Tengah Juwono, Kepala Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah III Surabaya, Samesul Bakri beserta aparat daerah setempat. Pelaksanaan pembekalan bagi para peserta dilaksanakan secara serentak selama satu hari. Para peserta dibagi menjadi 5 kelas masing-masing kelas berjumlah 150 orang. Instruktur yang melaksanakan pembekalan berasal dari praktisi, Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Prov. Jawa Tengah, Paguyuban
Tukang Jawa Tengah dan LPJK Propinsi Yogyakarta, dengan waktu pembekalan sebanyak 8 Jam Pelajaran. Sementara uji kompetensi dilaksanakan setelah pelaksanaan pembekalan, diawali penjelasan asesmen oleh Tim Asesor dan Unit sertifikasi Tenaga Kerja dari LPJK Propinsi Jawa Tengah. Asesmen meliputi uji tulis, wawancara dan observasi/praktek. Uji praktek dilakukan dengan cara membuat talud pada jalan desa, membuat plengsengan sungai, membuat bak sampah dengan buis beton dan membuat taman. Adapun hasil uji kompetensi selama 5 hari menghasilkan rekomendasi dari 750 orang peserta 635 orang direkomendasikan kompeten dan 115 orang direkomendasikan belum kompeten. Dalam kesempatan penutupan acara fasilitasi Kepala Desa Srebegan Purwanto menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Kemneterian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang telah memfasilitasi uji kompetensi di Klaten hingga berjalan lancar dan sukses. (hl) S
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
19
LIPUTAN KHUSUS
Gambar 1 : Rencana Kawasan Strategis Propinsi Banten
“PERCEPATAN PEMBANGUNAN JALAN TOL SERANG-PANIMBANG” Pada tanggal 9 Juni 2015, Direktorat Bina Investasi Infrastruktur (DBII) Ditjen Bina Konstruksi dalam rangka kegiatan Fasilitasi Pengaturan Investasi Infrastruktur menyelenggarakan Workshop “Percepatan Pembangunan Jalan Tol Serang-Panimbang” yang bekerjasama dengan Bappeda Propinsi Banten. Pada kesempatan Workshop tersebut menghadirkan Narasumber dari: Bappenas, Ditjen Bina Marga, BPJT, Bappeda Propinsi Banten, Dit. Bina Investasi Infrastruktur, dan PT. Marga Mandalasakti. Berikut disajikan laporan ringkas Workshop yang diselenggarakan di Hotel Ratu Bidakara Serang tersebut: LATAR BELAKANG Pada tahun 2012, Pemerintah melalui Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menetapkan Kawasan Tanjung Lesung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus. Acuan dari penetapannya adalah dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2012 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung di Pandeglang Provinsi Banten, tujuan utama penetapan KEK Tanjung Lesung ini yaitu untuk mernpercepat pembangunan perekonomian di Kawasan Tanjung Lesung dan menunjang percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional.
20
Dewan Nasional KEK Tanjung Lesung telah menindaklanjutinya dengan menetapkan beberapa rencana aksi dalam mewujudkan pembangunan KEK Tanjung Lesung dengan waktu target pelaksanaan selama 36 bulan (3 tahun) terhitung semenjak PP Nomor 26 Tahun 2012 ditetapkan. Salah satu klausul dalam rencana aksi tersebut adalah mengenai Pembangunan Jalan Tol Serang TimurPanimbang sebagai infrastruktur pendukung KEK Tanjung Lesung. Selain jalan tol, rencana aksi dalam mendukung keberadaan KEK Tanjung Lesung adalah rencana pembangunan Airstrip sepanjang 1,2 km oleh PT BWJ Tourism
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
Development, Bandara Internasional di Kec. Panimbang (yang DED Sisi Darat dan Udara Bandara Internasional di Kec. Panimbang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Banten dan FS telah dilakukan Kementerian Perhubungan), PT Jababeka Tbk dan PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) juga telah menyepakati kerjasama pengembangan Cruise Terminal dan Kawasan Marina pada tanggal 2 September 2014, dan peningkatan dan pelebaran Jalan Citeureup-Tanjung Lesung sesuai standar lebar Jalan Provinsi Pembangunan Jalan Tol Serang-Panimbang dimaksudkan untuk meningkatkan aksesibilitas wilayah Banten Selatan,
khususnya untuk mendukung perekonomian di kawasan KEK Tanjung Lesung yang pada muaranya dapat menunjang percepatan perluasan pembangunan ekonomi nasional. Presiden RI, Ir. Joko Widodo pada kesempatan peresmian KEK Tanjung Lesung menyampaikan harapannya dalam percepatan pembangunan Jalan Tol SerangPanimbang dalam waktu 3 (tiga) tahun. Dalam rangkaian pembahasan, pada bulan Maret 2015 Kementerian PUPR melalui Ditjen Bina Marga telah menindaklanjutinya dengan telah mencantumkan Rencana Jalan Tol Serang-Panimbang tersebut dalam Kepmen 250/ KPTS/M/2015 tentang Perubahan Ketiga Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional.
sebagai pengelola KEK Tanjung Lesung dengan Kementerian terkait. Namun pada perkembangan selanjutnya sesuai hasil rapat tanggal 12 Mei 2015 adalah bahwa Kementerian PUPR tidak harus melakukan Review FS (hanya ditugaskan untuk penyusunan AMDAL) dan pembebasan lahan untuk tahap kedua yang harus selesai pada 2016, sementara PT. BWJ diminta menyediakan lahan 25 km.
tung, Cikulur, Cileles, Bojong, Pagelaran) dengan tipe penampang melintang 4/2 T. Dengan kelayakan investasi: layak secara ekonomi namun belum layak secara finansial. Hasil kajian Studi Kelayakan /FS yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Banten bahwa secara finansial rendah sehingga perlu dukungan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Didalam perhitungan pembi-
Jalan Tol Serang-Panimbang merupakan jalan yang bersifat strategis dan terkait dengan kepentingan nasional, maka pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR merasa perlu melakukan review terhadap studi kelayakan yang telah disusun sebelumnya, yakni untuk Pra Studi Kelayakan oleh PT. Banten West Java (PT. BWJ) dan Studi Kelayakan oleh Pemerintah Provinsi Banten. Adapun review dimaksud adalah dengan menyusun perencanaan teknis terlebih dahulu terkait permasalahan: (1) skema pendanaan dan pembiayaan, (2) rencana tindak pengadaan tanah dan permukiman (LARAP), (3) analisa dampak lingkungan (AMDAL), (4) Feasibility Study and Basic Design, (5) koordinasi perencanaan Pusat – Daerah, dan (6) alternatif pembiayaan sesuai kondisi proyek. Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) saat rapat koordinasi pada tanggal 4 Maret 2015 telah menyepakati bahwa Proyek Jalan Tol Serang-Panimbang sebagai salah satu proyek prioritas KPPIP, dan pada tanggal 24 Maret 2015 telah menyusun Service Level Agreement (SLA) terkait proyek prioritas sektor jalan tol (seperti terlihat pada Tabel 1.Progres dan Kronologis Pembahasan). Pada awalnya sesuai hasil rapat tanggal 24 Maret 2015 di Kementerian Koordinator Perekonomian bahwa untuk penyusunan Kajian AMDAL adalah menjadi tanggung jawab Pemprov Banten dan untuk pembebasan lahannya perlu kerjasama antara PT. BWJ
Tabel 1 : Progres dan Kronologis Pembahasan
KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL JALAN TOL SERANG-PANIMBANG Setidaknya ada 3 tahap/faktor yang mempengaruhi kelayakan investasi jalan tol, yakni tahap pembebasan lahan untuk Jalan Tol sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2012, dimana pembebasan lahan dilakukan oleh pemerintah, dan ketersediaan lahan yang dapat dikonstruksi tepat waktu. Kedua yakni pada saat proses konstruksi dimana diperlukan kesesuaian DED dengan fakta di lapangan termasuk kondisi tanah, persetujuan Pemda/penduduk dan RTRW, dan akses untuk pembangunan. Ketiga, yakni volume lalulintas harian yang juga bergantung oleh komitmen Pemda untuk mewujudkan RTRW, promosi potensi daerah seperti industry wisata, penataan/pemeliharaan dan pengelolaan jaringan jalan akses arteri.
ayaan yang sudah dilakukan oleh BPJT, terdapat 3 Skenario pembiayaan sebagai berikut: Skenario 1 (Tanpa Stimulus dengan Bunga Komersial), Skenario 2 (Pembebasan Lahan oleh Pemerintah), dan Skenario 3 (Pembebasan Lahan oleh Pemerintah, 40% biaya konstruksi oleh pemerintah). Dalam perhitungan awal untuk biaya investasi adalah ± Rp. 10 triliun, WACC 14,99%, Finansial IRR 8.86%, B/C 0,21, dan Economic IRR 17,6% (seperti terlihat pada Gambar 2). Gambar 2: Data Kelayakan Teknis dan Kelayakan Finansial Terdahulu (awal) Tabel 2 : Skenario Pembiayaan
Sesuai data teknis awal, jalan jol SerangPanimbang berjarak 84 km (tepatnya 83,912 km) terdiri 1 Junction dan 7 simpang susun (Cikeusal, Petir, RangkasbiBuletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
21
Tabel 2 : Skenario Pembiayaan
Sumber: BPJT AGENDA PERCEPATAN PEMBANGUNAN JALAN TOL SERANG-PANIMBANG Jadwal rencana tindak sesuai dengan skenario normatif terlihat bahwa sampai akhir 2015 nanti yang harus dilakukan oleh Kementerian PUPR adalah telah selesainya untuk Review FS, Basic Design, dan Dokumen Pengadaan Tanah. Sedangkan untuk tanggung jawab Pemprov Banten adalah AMDAL pada tahun 2016, persetujuan SP2LP awal 2018 (yang sebelumnya surat usulan SP2 LP awal 2017 oleh Ditjen Bina Marga). Pengadaan lahan awal 2018-akhir 2020 dan pelelangan investasi tahun 2020 (seperti terlihat pada tabel 3). Tabel 3: Jadwal Tindak Lanjut Pembangunan Jalan Tol Serang-Panimbang (Skenario Normatif)
Untuk itu perlu upaya percepatan yang harus dilakukan. Kalau dilihat pada agenda percepatan, setidaknya sampai akhir 2015 nanti secara paralel sudah dilakukan antara lain: Review FS, Basic Design, dan Dokumen Pengadaan Tanah, AMDAL, surat usulan SP2LP, pengadaan tanah pertama 25 Km oleh PT. BWJ, dan persiapan pelelangan. Sehinggga diharapkan pada tahun 2016 bisa diselesaikan penyelesaian pengadaan tanah untuk yang kedua (meski jadwal sampai 2017), pelelangan investasi dan pembentukan BUJT, dan penandatanganan PPJT. Tahun 2017 diharapkan sudah finansial close, DED dan sudah dimulainya konstruksi. Masa konstruksi diharapkan selesai pada tahun 2019. Melihat jadwal skenario percepatan tersebut, sulit kiranya Jalan Tol Serang-Panimbang bisa diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) tahun, mengingat kendala-kendala yang dihadapi. Tabel 4: Jadwal Tindak Lanjut Pembangunan Jalan Tol Serang-Panimbang (Skenario Percepatan)
Kalau melihat Jadwal Nomatif Pembangunan Jalan Tol Serang-Panimbang maka tidak akan selesai dalam waktu 3 (tiga) tahun sesuai arahan Presiden. Untuk itu diperlukan upaya percepatan melalui koordinasi dan rencana aksi yang harus dilakukan oleh stakeholder maupun shareholder terkait (Kemenko Perekonomian, Kementerian PUPR, Pemprov Banten, Konsorsium BUMD, PT. BWJ, Sindikasi Perbankan, BUJT dll)
22
Pengusahaan pembangunan jalan tol Serang-Panimbang ini agak mirip dengan pembangunan jalan tol lain yang dinisiasi oleh pemerintah daerah, seperti Manado-Bitung (39 km) dan Balik-
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
papan-Samarinda (99,02 km), keduanya memerlukan dukungan pemerintah (baik pusat maupun daerah). Oleh karena kelayakan investasinya belum layak secara finansial maka skema pengusahaannya adalah SBOT (Supported, Build, Operate, Transfer). Untuk jalan tol Manado-Bitung dukungan konstruksi oleh pemerintah melalui Loan US$ 80 Juta untuk seksi 1 (Manado-Airmadidi), sementara untuk Balikpapan-Samarinda ada dukungan dari Pemprov Kaltim berupa pembukaan lahan dan konstruksi sebesar Rp. 1,4 triliun, serta pembebasan lahannya sebesar Rp. 1,2 triliun. Untuk tahun 2015 ini Pemprov Kaltim telah mengalokasikan anggaran Rp. 1,5 triliun untuk konstruksi. REKOMENDASI WORKSHOP Memperhatikan permasalahan yang mengemuka, terdapat beberapa catatan yang sekiranya bisa dijadikan rekomendasi terkait percepatan pembangunan Jalan Tol Serang-Panimbang. Pertama, mendorong Bappeda Prov. Banten sebagai trigger yang dapat menjembatani koordinasi antara Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian PUPR, dan PT. BWJ, hal ini sangat diperlukan guna monitoring ditingkat daerah. Kedua, mendorong pola bundling proyek antara KEK Tanjung Lesung dengan Jalan Tol Serang-Panimbang, agar ada sinergisasi antara pengelola KEK tanjung Lesung dengan BUJT pemenang lelang. Ketiga, Perlunya upaya percepatan terkait penetapan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup terkait dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Keempat, perlunya percepatan penerbitan Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP), agar proses pengadaan lahan bisa segera dilakukan. Kelima, perlunya dukungan dari aparatur/stakeholders yang dilewati proyek jalan tol Serang–Panimbang, seperti dukungan pembebasan lahan dan proses AMDAL; dan Keenam, yakni perlunya kepastian pembebasan lahan sepanjang 25 km oleh PT. BWJ sebagai langkah awal yang sangat penting dalam menentukan skenario pembiayaan. S
LIPUTAN KHUSUS
PABRIK SEMEN DI BAYAH, LEBAK, BANTEN TURUT MENGAMANKAN STOK CADANGAN SEMEN NASIONAL erjalanan dari Jakarta menuju sebuah lokasi di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak Provinsi Banten membawa kesan tersendiri untuk kami. Untuk sebagian orang, khususnya orang di luar Banten, nama lokasi Bayah bisa dibilang belum begitu familiar di telinga. Namun tahukah anda bahwa sejak zaman penjajahan Jepang, Bayah terkenal karena penambangan batubara dan sistem logistik yang dibangun ketika itu adalah jalan
P
kereta api dari Saketi ke Bayah yang berjarak sekitar 90 km. Konon dalam proses pembangunan jalur logistik tersebut, mengorbankan jiwa sekitar 93.000 orang romusha. Kecamatan Bayah memiliki keindahan alam pantai yang tak kalah dengan wilayah-wilayah destinasi wisata di Indonesia, seperti Lombok, Bali dll, terdapat setidaknya 6 pantai yang menjadi tempat liburan bagi masyarakat sekitar,
diantaranya, Pantai Bayah, Pantai Pulomanuk, Pantai Sawarna, Pantai Karang Taraje, Pantai Tanjung Karang, dan Pantai Ciantir. Di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten, tak jauh dari objek wisata Pantai Sawarna dan Pulau Manuk berdiri sebuah pabrik semen yang masih dalam tahap konstruksi dan mulai masuk tahap akhir dan ujicoba (commisioning). Pemandangan indah dari pantai disuguh-
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
23
kan dari area pabrik karena terletak di ketinggian 100 meter di atas permukaan laut, dengan konsep terasering 5 tingkat, untuk menghindari risiko tsunami. Sejak tahun 2012 tepatnya bulan September di wilayah ini mulai di bangun pabrik semen dengan nilai investasi sekitar 10,6 Trilyun rupiah, dan diperkirakan akan mulai beroperasi pada bulan Agustus 2015 ini. Tentu menjadi pertanyaan buat siapapun yang akan berkunjung kesana, mengapa harus memilih lokasi di ujung Selatan Banten, untuk mendirikan sebuah pabrik semen. Pabrik semen ini di bangun pada sebuah wilayah yang memiliki banyak keterbatasan, infrastruktur nya sangat minim, dan logistik sangat terbatas. Namun menurut informasi yang didapat, cadangan kapur yang dimiliki di kawasan tersebut dapat dinikmati hingga ratusan tahun ke depan. Kami sangat antusias meninjau lokasi pabrik tersebut, dari Jakarta kami memil-
24
ih rute alternatif Jalur Sukabumi, Pelabuhan Ratu, menelusuri Jalan Nasional III, dan terus melawati Jalan Raya Transit Bayah Cisolok, tidak terasa perjalanan 8 jam kami sampai di lokasi, perjalanan yang melelahkan. Dari informasi yang kami terima, rute alternatif dari Jakarta sebenarnya ada satu rute lagi, yaitu Tangerang, Balaraja, Rangkasbitung, Banjarsari, Malingping, Bayah, namun kami tetap memilih rute pertama walau dengan kondisi akses yang tidak mudah, karena banyak turunan dan tanjakan yang curam. Dalam kesempatan tersebut kami bertemu langsung dengan investor Pabrik Semen tersebut, Tony Y. Liu, yang mengemukakan bahwa proyek mereka di Bayah pada awal Juni 2015 ini sudah mencapai target 92 persen, dan akan menghasilkan kapasitas produksi semen sebesar 4 juta ton per tahun. Kawasan pabrik ini berada di lahan dengan luas total sekitar 300.000 hektar, sedangkan Pabrik di bangun di atas lahan dengan
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
luas 500 Hektar. Lokasi pabrik sangat strategis karena sangat dekat dengan sumber material yang berada di lahan seluas 2.400 Hektar. Pabrik ini nantinya akan dilengkapi dengan mesin-mesin berteknologi terbaru, bangunan besar seperti cement silo, krinkel silo, atau tempat memproses semen dari bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau jadi di dalam sebuah beton berukuran besar. Termasuk akan ada proses supply chain yang lengkap, mulai dari proses produksi hingga pelabuhan yang dilengkapi 3 dermaga kapal. Dermaga pertama bisa disandarkan kapal sebesar 10.000 dead weight ton, dermaga kedua bisa disandarkan kapal sebesar 10.000 dead weight ton sedangkan yang ketiga bisa disandarkan kapal sebesar 30.000 dead weight ton. Dari data yang dirilis oleh Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi, pada tahun 2014, pasokan nasional semen kita masih bisa dikatakan surplus sekitar 8,7 juta ton dengan total supply nasional
sebesar 68,7 juta ton, dengan jumlah permintaan (demand) nasional sebesar 59,9 juta ton. Tentu ini menjadi pasar yang kompetitif dan bergairah untuk para investor khususnya material semen untuk bersaing secara sehat, dan membentuk stok cadangan aman semen nasional. Beberapa kendala dalam operasionalisasi pabrik semen ini khususnya adalah infrastruktur jalan yang belum baik yang menghambat sistem logistik transportasi dan jalur distribusi semen tersebut, butuh kerjasama yang baik khususnya
pemerintah daerah, dan Kementerian PUPR, serta masyarakat sekitar agar masalah tersebut dapat segera diselesaikan. Selain itu permasalahan lain yaitu jaringan transmisi listrik yang masih dalam proses pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 60 MW dengan investasi sekitar US$ 150 juta, estimasi bulan Juli 2016 selesai. Akses menuju pabrik semen sendiri dapat dicapai melalui 2 rute yang disampaikan di atas, jarak terpendek dari Jakarta dapat ditempuh sekitar 180 km dengan waktu tempuh sekitar 6 jam. Selain itu
harus melewati akses jalan yang rusak juga terjal dan kurang penerangan, khususnya jika menyusuri jalan lewat Labuan – Malingping – Bayah. Ada harapan yang harus didukung oleh Pemerintah terkait kendala tersebut, dimana harus ada peningkatan kualitas layanan jalan terkait dengan jalur distribusi semen. Selain jalan diharapkan nantinya ada kawasan pelabuhan terpadu yang juga akan mendorong perkembangan wilayah selatan Banten. Sedangkan kebutuhan listrik dari luar akan di suplai dari PLTU Pelabuhan Ratu milik PLN dengan panjang rute 45 km.
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
25
Perusahaannya semen ini sudah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), untuk menambang batu kapur sebagai bahan baku utama pembuatan semen. Selain batu kapur, juga terdapat tambang pasir silika, juga batu bara yang jarak areal tambangnya 8 km dari pabrik semen itu sendiri. Direktur Jenderal Bina Konstruksi, Yusid Toyib, menyampaikan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan aksesibilitas menuju Bayah melalui Proyek Peningkatan Jalan Simpang Malimping – Bayah –
26
Cibarenok – Batas Jawa Barat sehingga lebar jalan nasional minimal 7 meter. “Terdapat 4 (empat) paket kontrak dengan total kontrak Rp.269,1 Miliar ditambah 1 (satu) paket Pembangunan Jembatan Cimadur sepanjang 120 m dengan kontrak Rp. 55 M. Khusus untuk jembatan masih terdapat kendala lahan yang memerlukan dukungan pihak-pihak terkait”, ujar Yusid. Beliau juga menyampaikan apresiasi atas disertakan kontraktor lokal dan nasional dalam pengerjaan proyek pembangunan pabrik semen beserta fasilitasnya.
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
Pada kesempatan yang sama Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), Franky Sibarani, mengungkapkan bahwa pembangunan Pabrik Semen ini sebagai salah satu upaya memacu pertumbuhan selatan Banten sebagaimana program Presiden Joko Widodo untuk membangun mulai dari kawasan perbatasan dan daerah tertinggal (dn/ hl). S
Buletin Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Edisi III / 2015
27
',5(.725$7-(1'(5$/%,1$.216758.6, .(0(17(5,$13(.(5-$$18080'$13(580$+$15$.<$7 5(38%/,.,1'21(6,$
',6,3/,1 &HUPLQDQ3ULEDGL.LWD 6HODOXPHPDQIDDWNDQZDNWXGHQJDQEDLN NRQVLVWHQGDODPPHQMDODQNDQQ\D PHQMDGLWHODGDQEDJLUHNDQNHUMD
'LUHNWRUDW-HQGHUDO%LQD.RQVWUXNVL .HPHQWHULDQ3HNHUMDDQ8PXPGDQ 3HUXPDKDQ5DN\DW
.203(7(16,,17(*5,7$675$163$5$16,$.817$%,/,7$6