DIFERENSIAL 6.1 Unsur Turunan 6.1.1 Definisi
Diketahui I ⊆ R mempunyai interval f : I → ∈ . Kita dapat
mengatakan bahwa bilangan real L adalah turunan dari f jika pada c diberikan > 0, maka akan ada > 0 sehingga jika dan hanya jika x ∈ ℎ 0 < | − | < :
1.
− ! < ∈
Dalam kasus ini kita dapat mengatakan bahwa f
diferensial pada c. Sehingga dapat kita tulis menjadi f’(c) untuk L.
2. Dengan cara yang lain, unsure turunan f pada c dapat diselesaikan dengan menggunakan limit: " ′ = lim →
" − " −
Sewaktu-waktu fungsi turunan dapat dinyatakan sebagai f : I → R terdapat titik c ∈ I. Nilai c ini menunjukan bahwa f’(c). Dengan kata lain kita menghasilkan fungsi f’ yang daerah asalnya merupakan bagian dari f.
f : I → R karena c ∈ I maka didapat nilai c itu adalah f’(c) sehingga f’(c) ∈ f. Contoh:
Diketahui : fungsi f(x) : x2 untuk x ∈ R
Ditanya : carilah turunannya [ f’ (c) ] ? Jawab : " ′ = lim→
= lim→
' '
= lim→ + = 2
Maka dalam kasus ini fungsi f’ didefinisikan untuk semua bilangan R adalah f’(x) = 2x untuk semua x ∈ R.
1 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
6.1.2 Teorema
Jika f : I → R mempunyai turunan di c ∈ I maka f kontinu di c. Bukti:
Untuk semua x ∈ I, x ≠ c, kita punya
" − " = +
" − " , − −
Karena f’(c) ada, maka kita dapat memakai teorema 4.2.4 tentang limit. Berdasarkan teorema tersebut, dapat disimpulkan bahwa: lim-" − " . = lim +
→
→
" − " , /lim − 0 = " ′ . 0 = 0 → −
Oleh karena, lim→ " = " 2ℎ33 " 45 .
Fungsi kontinu f : I → R walaupun ada titik tetapi tidak menjamin akan adanya turunan di titik yang sama. Contoh:
Jika f(x) = | x | untuk x ∈ R : x ≠ 0
Maka kita mempunyai:
- 6.
6
=
||
Hasil di atas akan bernilai 1 jika x > 0 dan bernilai -1 jika x < 0. Jadi, limitnya tidak ada karena bernilai 0. Oleh karena itu fungsi ini tidak terdiferensial di titik 0. Karenanya titik c tidak cocok dengan kondisi turunan, karena tidak adanya titik pada c.
Teorema 6.1.3
Diberikan I ⊆ R terdapat interval dan c ∈ I
Diketahui pemetaan f : I → R dan g : I → R . Fungsi-fungsi tersebut terdiferensial di titik c, yang menyebabkan:
(a) Jika α ∈ R, maka fungsi αf terdiferensial di c dan:
(3) (αf)’ (c) = αf’ (c)
(b) Fungsi f + g terdiferensial di c dan (4) (f + g)’ (c) = f’(c) + g’(c) 2 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
(c) Fungsi fg terdiferensial di c dan (5) (fg)’ (c) = f’(c) g(c) + f(c) g’(c)
(d) (aturan pembagian) jika g(c) ≠ 0, maka fungsi terdiferensial di c, dan (6) / 0 = ′
7
7
′ 7 7′ -7 .
Pembuktian (c)
'
Diketahui p = f g untuk x ∈ , ≠ ,
9 − 9 " 3 − " 3 = − − = =
7 7 : 7 7 ;
. 3 + " .
7 7
Karena g kontinu di c, berdasarkan teorema 6.1.2, maka lim→ 3 = 3 .
Karena f dan g terdiferensial di c, kita dapat menarik kesimpulan berdasarkan sifat limit pada teorema 4.2.4 bahwa: lim
→
9 − 9 = " ′ 3 + " 3′ −
Jadi terbukti bahwa p = f g terdiferensial di titik c. Pembuktian (d)
Diketahui < = 7, karena g terdiferensial di c, maka berdasarkan teorema 6.1.2 g
itu kontinu. Oleh karena itu g(c) ≠ 0. Berdasarkan teorema 4.2.9 bahwa ada interval J ⊆ 3 ∈ = 2ℎ33 3 ≠ 0 5 2 ∈ =. >5 ∈ =, ≠ , 5 9?:
< − < = −
" " @3 − @3 −
=
7 7 7 7
=
7 7
=
7 7 6: 7 7 7 7 A
B
. 3 − " .
C
7 7
3 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Dengan menggunakan rumus kontinu g dan c dan sifat terdiferensial f dan g pada c, maka limit kita dapat: < ′ = lim →
Jadi, terbukti bahwa < =
7
< − < −
=
′ 7 7′ -7 .
'
terdiferensial di c.
Corollary 6.1.4 Jika f1, f2, …..,fn adalah fungsi dalam selang interval I ke R maka akan
terdiferensial di c ∈ I, sehingga:
(a) Fungsi f1 + f2 +…+fn terdiferensial di c dan
′ ′ ′ (7) (f1 + f2 +….+fn)’ (c) = " + " + ⋯ + " 1 2 (b) Fungsi f1 , f2 ,….,fn terdiferensial di c dan
(8)(f1,
f2,….,fn)’
(c)
=
′ "A "H … "
′ ′ ′ 1 " " … " + "A " … "G + ⋯ + 1 2 2
Rumus (8) bisa berubah, jika permasalahannya f1 = f2 =…= fn = f, maka rumus (8)
berubah menjadi: (fn)’ (c) = n (f(c))n – 1 f’(c) Dalam kasus yang khusus, jika kita ambil f(x) = x, maka didapatkan turunan g (x) = xn menjadi g’(x) = n x GA
n – 1
, n ∈ I 2ℎ33 J 3 = G → 3′ =
Notasi:
Jika I ⊆ R adalah interval dan pemetaan f : I → R. Kita dapat memperkenalkan notasi f’ merupakan fungsi yang domainnya adalah bagian dari I dan yang nilainya
di titik c merupakan turunan f’(c) dari f di c. Masih terdapat beberapa notasi lain yang kadang-kadang digunakan untuk f’. Contoh: Kadang-kadang di tulis Df untuk f’. Maka salah satu rumus (4) dan (5) dapat kita tulis menjadi bentuk: D(f + g) = Df + Dg, D (fg) = (Df) . g + f . (Dg) Ketika x 4 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
menjadi variable bebas, umumnya untuk latihan dasar kita tulis formula K
K
(5)
-" 3 . = L
K K
kadang-kadang
M 3 + " /
K7 K
ditulis
0
K K
untuk f’. Maka
dalam
bentuk:
The Chain Rule Sekarang kita menurunkan teorema diferensial dari fungsi gabungan yang kita kenal sebagai “Chain Rule”. Chain Rule ini menyediakan rumus untuk menemukan gabungan fungsi turunan g o f merupakan istilah dari turunan g dan f. 6.1.5 Carathedory’s Theorem Diketahui f didefinisikan pada interval I yang terdapat titik c.
f terdiferensial di c jika dan hanya jika ada fungsi N pada I yang memenuhi
kontinu di c.
f (x) – f (c) = N (x) (x – c) untuk x ∈ I.
Pada kasus ini, kita punya N (c) = f’ (c)
Bukti:
(⇒) Jika f’(c) ada, kita dapat mendefinisikan N oleh:
" − " 5 ≠ , ∈ Q N = P − " ′ 5 =
N kontinu mengikuti bentuk yang menyatakan bahwa lim→ N = " R . Jika
x = c, maka kedua sisi dari bentuk (10) akan sama dengan 0. Jika x ≠ c, maka perkalian dari N(x) oleh x – c yang diberikan dari bentuk (10) untuk semua x ∈ I.
⇐ Misalkan fungsi N kontinu di c dan memenuhi bentuk (10) ada. Jika kita bagi
bentuk (10) dengan x – c ≠ 0, maka kontinu N menyebabkan: N = lim N = lim →
→
" − " −
Oleh karena itu f terdiferensial di c dan f’(c) = N (c)
Untuk menggambarkan Teorema Caratheodory’s, kita misalkan fungsi f
terdefinisi oleh f(x) = x3 untuk x ∈ R, kita dapat mencari bentuk faktorisasinya x3 – c3 = (x2 + cx + c2) (x – c)
5 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
N (x) = x2 + cx + c2 memenuhi kondisi dari teorema. Oleh karena itu, kita menyimpulkan bahwa f terdiferensial di c ∈ R dan f’(c) = N (c) = 3c2.
Sekarang kita menetapkan Chain Rule. Jika f terdiferensial di c dan g
terdiferensial di f (c), maka chain rule mempunyai fungsi turunan gabungan g o f di c sebagai hasil dari (g o f)’(c) = g’(f(c)) . f’(c) dengan kata lain kita dapat menuliskan (g o f)’= (g’ o f) . f’ Salah satu pendekatan chain rule yang telah diamati dari perbedaan hasil
bagi dapat ditulis, ketika f(x) ≠ f (c), sebagai hasil dari:
3-" . − 3 " 3-" . − 3 " " − " = . " − " − −
Hal ini sebagai bahan pertimbangan nilai limit yang benar. Sayangnya,
faktor pertama dari hasil sebelah kanan tidak terdefinisi jika penyebutnya f(x) – f(c) = 0 untuk nilai x mendekati c, dan hal ini menjadi masalah. Bagaimanapun juga, pendekatan Teorema Caratheodory’s dapat digunakan untuk menghindari dari kesulitan tersebut.
6.1.6 Chain Rule Diketahui: I, J interval di R g
:
→ " ∶ = → Uℎ 95 "32 2ℎ33 " = ⊆ .
I
Dimana c ∈ J.
Jika f terdiferensial di c dan jika g terdiferensial di f (c), maka fungsi gabungan g o f terdiferensial di c sehingga (g o f)’(c) = g’(f(c)) . f’(c) Bukti:
Jika f’(c) ada, teorema caratheodory’s 6.1.5 menyebabkan aka nada fungsi N pada
J sedemikan sehingga N kontinu di c dan f(x) – f(c) = N (x) (x – c) untuk x ∈ J, dimana N (c) = f’ (c).
6 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Dan jika g’(f(c)) ada, suatu fungsi V terdefinisi di I. Sedemikan sehingga V
kontinu di d; d = f (c) dan g (y) – g (d) = V (N (y – d) untuk y ∈ I, dimana N (d)
= g’(d)
Subsitusi y = f (x) dan d = f (c) sehingga didapat: g(f(x)) – g (f(c)) = V (f(x)) (f(x) – f(c))
= [(V o f (x)) N (x)] (x – c) untuk semua x ∈ J.
Sedemikan sehingga f(x) ∈ I jika fungsi (V o f). V kontinu di c dan nilainya di c adalah g’(f(c)) . f’(c).
Jika g memiliki turunan pada I, f memiliki turunan di I dan jika f(J) ⊆ I, maka
berdasarkan aturan chain:
(g o f)’ = (g’ o f) f’ yang dapat ditulis juga D (g o f) = (Dg o f) . Df
6.1.7 Contoh
a. Jika f: I → R terdiferensial di I dan g(y) = yn untuk y ∈ R dan n ∈ N, maka g’(y) = nyn-1, dengan mengikuti bentuk chain ruke 6.1.6 sehingga didapat: (g o f)’ (x) = g’ (f(x)) . f’(x) untuk x ∈ I
Oleh karena itu, kita punya (fn)’ (x) = n (f(x))n-1 untuk semua x ∈ I seperti kita
lihat pada rumus (9).
b. Tunjukan bahwa f: I → R terdiferensial di I dan f(x) ≠ 0, f’(x) ≠ 0 untuk x ∈ I. Jika
h(y) = W untuk y ≠ 0, maka untuk latihan ini kita tunjukan bahwa h’(y) = − W ' A
untuk y ∈ R, y ≠ 0. Oleh karena itu kita dapat
A
1 R " R L M = ℎ 4 "R = ℎR -" . " R = − H 5 ∈
" -" .
c. Nilai fungsi harga mutlak g(x) = |x| terdiferensial untuk semua x ≠ 0. (Fungsi signum terdefinisi, lihat contoh 4.1.10(b)).
Terlebih dahulu sgn didefinisikan dimana-mana, hal ini tidak sama dengan g’(x) di x = 0. Karena g’(0) tidak ada.
7 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Jika f adalah fungsi diferensial, maka chain rule menyebabkan fungsi g o f = |f| juga terdiferensial di semua titik x dimana f(x) ≠ 0, dan turunannya
diberikan oleh:
" R J " > 0 Q |"|R = 23 -" . . " R = X R −" J " < 0
Jika f terdiferensial di titik c dengan f(c) = 0, maka pada latihan ini kita tunjukan bahwa |f| terdiferensial di c jika dan hanya jka f’(c) = 0 (lihat latihan 7). Contoh:
Jika f(x) = x2 – 1 untuk x ∈ R, maka turunan nilai harga mutlaknya |f| (x) = |x2
– 1| sama dengan |f|’(x) = sgn (x2 – 1) . (2x) untuk x ≠ 1. -1 lihat gambar 6.1.1 untuk grafik |f|
d. Akan dibuktikan jika S(x) = sin x dan c(x) = cos x untuk semua x ∈ R, maka g’(x) = cos x = c(x) dan c’(x) = -sin x = -S(x) untuk semua x ∈ R. Jika kita gunakan definisi di bawah ini:
tan = Untuk x ≠
H`:Aa H
Menghasilkan:
sin 1 , sec = cos cos
, ∈ b dan menerapkan aturan pembagian 6.1.3 (d)
8 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
c tan =
Untuk x ≠
c sec =
H`:Aa H
cos cos − sin − sin def ' =
cos H
0 − 1 − sin sin = = sec tan H
cos
cos H
, ∈ b
Karena kesamaan: cot =
cos 1 , csc = sin sin
Untuk x ≠ k g, k ∈ Z, maka kita mendapatkan
D cot x = -(csc x)2 dan D csc x = -(csc x) (cot x) untuk x ≠ k g, k ∈ Z
e. Tunjukan bahwa f didefinisikan oleh:
1 H 2 L M 5 ≠ 0Q " = h 0 5 = 0
Jika kita gunakan D sin x = cos x untuk semua x ∈ R dan menerapkan rule
product 6.1.3 (c) dan rule chain 6.1.6, kita menghasilkan f’(x) = 2x sin /0 A
cos /0 untuk x ≠ 0. Jika x = 0, tidak ada aturan matematika yang dapat A
digunakan. Akibatnya turunan dari f di x = 0, harus ditemukan dengan mengaplikasikan definisi turunan. Kita temukan bahwa:
1 H 2 /0 " − " 0 1 " R 0 = lim = lim = lim 2 L M = 0 →6 →6 →6 −0
Karenanya, turunan f’ dari f ada untuk semua x ∈ R. Bagaimanapun, fungsi f’
tidak mempunyai limit di x = 0, dan karena f’ tidak kontinu di x = 0. Jadi, fungsi f terdiferensial disetiap titik di R yang tidak merupakan fungsi turunan kontinu f’.
Fungsi Invers 9 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Kita akan menceritakan fungsi turunan sebagai fungsi invers. Kita membatasi perhatian kita kepada fungsi monoton dan menggunakan fungsi invers kontinu Teorema 5.6.5 memastikan keberadaan fungsi invers kontinu. Jika f adalah fungsi monoton kontinu pada interval I, maka fungsi invers g = f-1 didefinisikan pada interval J = f(I) dan memenuhi hubungan g(f(x)) = x untuk x ∈ I.
Jika c ∈ I dan d = f(c), dan jika kita mengetahui keduanya f’(c) dan g’(d) ada,
maka kita dapat menggunakan kedua persamaan tersebut dan menerapkan aturan chain pada sisi sebelah kiri sehingga kita mendapatkan g’(f(c)) . f’(c) = 1. Jadi, jika f’(c) ≠ 0, kita dapat menghasilkan:
3R =
1 " R
Bagaimanapun, hal ini sangat penting untuk menarik kesimpulan mengenai fungsi invers g mengambil dari diferensial f sebelum dihitung. Hal ini sangat baik menggunakan Teorema Carathedory’s untuk menyelesaikannya.
Teorema 6.1.8
Diketahui: I terdapat dalam interval di R dan f:I → R adalah fungsi monoton dan kontinu di I.
J = f (I) dan g : J → R adalah monoton dan fungsi invers kontinu di f. Jika f terdiferensial di c ∈ I dan f’(c) ≠ 0, maka g terdiferensial di d = f (c) dan : (12)
Bukti:
3R = i = A
A
i -7 K.
Diberikan c ∈ R, dari teorema caratheodory’s 6.1.5 kita dapatkan fungsi N di I
dengan sifatnya bahwa N kontinu di c. f(x) – f(c) = N (x) (x – c) untuk x ∈ I dan N (c) = f’(c)
Karena N (c) ≠ 0 berdasarkan hipotesis, maka ada perserikatan V = (c – , c + ) sehingga N (x) ≠ 0 untuk semua x ∈ V ∩ I. (lihat teorema 4.2.9). Jika U = f (V ∩ I), maka fungsi invers memenuhi f (g(y)) = y untuk semua y ∈ U. Jadi: y – d = f (g(y)) – f (c) = N (g(y)) . (g(y) – g(d))
10
Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
karena N (g(y)) ≠ 0 untuk y ∈ U, kita dapat membagi untuk mendapatkan:
Karena fungsi
A
k l 7
3 ? − 3 =
1
N-3 ?.
. ? −
kontinu di d, kita dapat menerapkan teorema 6.1.5 untuk
menyimpulkan bahwa g’(d) ada dan g’(d) =
A
k-7 K.
=
A k
=
A i
Catatan:
Hipotesis yang terdapat pada teorema 6.1.8 yang menyatakan bahwa f’(c) ≠ 0
adalah penting. Pada kenyataannya, jika f’(c) = 0, maka fungsi invers g tidak pernah terdiferensial di d = f(c).
Karena kita mengambil keberadaan dari g’(d) menuju ke 1 = f’(c) g’(d) = 0, hal ini yang mungkin. Fungsi f(x) = x3 dengan c = 0 adalah salah satu contohnya.
Teorema 6.1.9
Diketahui : I adalah interval dan f : I → R monoton di I.
J = f (I) dan g : J → R adalah fungsi invers f.
Jika f terdiferensial di I dan f’(x) ≠ 0 untuk x ∈ I, maka g terdiferensial di J dan: (13) 3R = i l 7 A
Bukti:
Jika f terdiferensial di I, maka teorema 6.1.2 menyebabkan f kontinu di I, dan berdasarkan teorema 5.6.5 invers kontinu, fungsi invers g kontinu di J. Persamaan (13) mengikuti bentuk teorema 6.1.8
Catatan:
Jika f dan g adalah fungsi dari teorema 6.1.9 dan jika x ∈ I dan y ∈ J adalah
hubungan dari y = f(x) dan x = g(y), maka persamaan (13) dapat ditulis menjadi bentuk:
11 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
3R ? =
1 1 R
3 ? ∈ = 5 4 " = ∈
" R 4 3 ?R " R
Itu juga dapat ditulis menjadi bentuk g’(y) =
A
i
, dalam pikiran kita telah
terpikirkan bahwa x dan y adalah hubungan oleh y = f (x) dan x = g (y)
6.1.10 Contoh
a. Fungsi f : R → R didefinisikan oleh f(x) = x5 + 4x + 3 kontinu dan monoton naik. Selain itu. f’(x) = 5x4 + 4 tidak pernah 0. Oleh karena itu, teorema 6.1.8
fungsi invers g = f-1 terdiferensial di setiap titik. Jika kita ambil c = 1, maka f(1) = 8, kita menghasilkan g’(8) = g’(f(1)) = A i
=;
A
b. Diketahui : n ∈ N adalah bilangan genap. I = [ 0, ∞ )
f(x) = xn untuk x ∈ I
Telah kita lihat pada akhir bagian 5.6 bahwa f meningkat dengan tajam dan n
kontinu di I. Sehingga fungsi invers g(y) = ? o untuk y ∈ J = [ 0, ∞ ) juga
meningkat dengan tajam dan kontinu di J.
Selain itu, kita punya f’(x) = nxn-1 untuk semua x ∈ I. Dengan mengikuti
bentukan tersebut, didapat bahwa jika y > 0, maka g’(y): 3R ? =
1
" R -3 ?.
=
1
-3 ?.
GA
=
?
1
GA G
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa:
12 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
3R ? =
1 / A0A ? G 5 ? > 0
Bagaimanapun, g tidak terdiferensial di 0.
c. Diketahui : n ∈ N, n ≠ 1 adalah bilangan ganjil. F (x) = xn untuk x ∈ R n
G(y) = ? o adalah fungsi invers yang didefinisikan untuk semua y ∈ R.
Pada bagian (b) kita temukan bahwa G terdiferensial untuk y ≠ 0 dan n
G’(y) = / 0 ? /o0A 5 ? ≠ 0 A
G
Bagaimanapun, G tidak terdiferensial di 0. Bilangan genap G terlebih dahulu telah diferensial untuk semua y ≠ 0.
d. Diketahui : p =
q G
bilangan rasional positif.
I = [ 0, ∞ )
R (x) = xr untuk x ∈ I. (ingat kembali definisi 5.6.6) n
R adalah fungsi gabungan f(x) = xm dan g(x) = o , ∈ .
R(x) = f(g(x)) untuk x ∈ .
Jika kita menerapkan aturan chain 6.1.6 dan hasil dari (b) [atau (c), untuk n bilangan genap atau ganjil], maka kita menghasilkan: n
R’(x) = f’(g(x)) g’(x) = m / o 0 =
r
/ o 0A = p sA G
q
qA
n
. G /o0A A
Untuk semua x > 0. Jika r > 1, maka pada latihan ini menunjukan bahwa turunan juga ada di x = 0 dan R’(0) = 0 (untuk grafik dari R, dapat dilihat di 5.6.8). e. Diketahui fungsi meningkat tajam pada interval I = B− H , H C ; oleh karena itu a a
fungsi invers ini, dapat kita notasikan menjadi Arcsin, ada pada J = [-1,1].
13 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Oleh sebab itu, jika x ∈ B− , C dan y ∈ [-1,1] maka y = sin x jika dan hanya a a
jika Arcsin y = x.
H H
Hal itu menyatakn (tanpa pembuktian) pada contoh 6.1.7 (d) bahwa sin
terdiferensial di I dan D sin x = cos x untuk x ∈ I. Oleh karena itu, cos x ≠ 0, untuk x di /− H , H 0 mengikuti bentuk teorema 6.1.8 bahwa: a a
c tp2 ? =
1 1 1 1 = = = c sin cos u1 − sin H u1 − ? H
Untuk semua y ∈ (-1,1). Turunan dari Arcsin tidak ada nilainya di titik -1 dan 1.
Teorema Nilai Rata-rata Teorema nilai rata-rata, yang menghubungkan antara nilai suatu fungsi dengan nilai turunan adalah salah satu yang sangat berguna dalam analisis real. Pada bagian ini kita akan mulai dari teorema penting ini dan beberapa contoh dan Kita mulai dengan melihat hubungan antara extrema relative dari suatu fungsi dan nilai dari turunan. Ingat kembali bahwa fungsi f : I → R dikatakan memiliki relative maximum [respectively, relative minimum] di c ∈ I jika terdapat suatu persekitaran V := Vδ (c ) [respectively, f (c) ≤ f ( x) ] untuk semua x pada V ∩ I . f sebagai suatu relative extremum di c ∈ I jika tidak memiliki maximum
relative atau minimum relative di c.
6.2.1
Teorema extremum dalam Misalkan c adalah suatu titik interior dari
interval I dimana f : I → R memiliki suatu extremum relative. Jika turunan f di c ada, maka f ' (c ) = 0.
Bukti. Kita akan buktikan bahwa hasilnya hanya jika f memiliki maximum relative di c ; bukti untuk kasus minimum relatif sama saja.
14 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Jika f ' (c) > 0, kemudian berdasarkan teorema 4.2.9 terdapat suatu persekitaran V ⊆ I dari c sedemikian sehingga
f ( x ) − f (c ) >0 x−c
untuk
x ∈ V , x ≠ c.
Jika x ∈ V dan x > c , maka kita dapat
f ( x) − f (c) = ( x − c ).
f ( x ) − f (c ) > 0. x−c
Tetapi hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa f memiliki maximum relatif di ' ' c. Sehingga kita tidak mendapatkan f (c) > 0 , begitu juga nilai f (c) < 0 . Tetapi
kita dapatkan nilai f ' (c ) = 0.
6.2.2
Corollary
Bila f : I → R kontinu pada interval I dan misalkan f
memiliki extremum relatif pada titik c di I. Derivatif f tidak ada, atau sama dengan nol. Kita catat bahwa jika f ( x ) := x pada I := [− 1,1] dan f memiliki interior minimum pada x = 0; tetapi turunan dari f tidak memenuhi nilai x = 0. 6.2.3
Teorema Rolle
Misalkan f kontinu pada interval tertutup
I := [a , b ] , dan turunannya f ' berada pada tiap titik di interval terbuka (a, b ) , dan f (a ) = f (b ) = 0. Maka ada paling tidak satu titik pada c dalam
(a, b ) yang
memenuhi f ' (c ) = 0. Bukti.
Jika f vanished identically pada I, kemudian sebarang c pada (a, b )
akan memenuhi kesimpulan dari teorema. Dari sini kita misalkan bahwa f tidak identik; kalo perlu ganti f dengan –f, kita misalkan f merupakan nilai positif. Berdasarkan Terorema Minimum – Maximum 5.3.4, fungsi f memenuhi sup
{ f ( x) : x ∈ I }> 0 di beberapa titik c
dalam I. Bila f (a ) = f (b ) = 0, titik c pasti
berada dalam (a, b ) ; maka f ' (c ) ada. f ' (c ) = 0
15 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
a c Gambar 6.2.1
b
Teorema Rolle
Bila f memiliki maximum relatif di c, berdasarkan teorema Extremum dalam 6.2.1 kita simpulkan bahwa f ' (c ) = 0. (Lihat gambar 6.2.1) Sebagai akibat dari Teorema Rolle, kita dapatkan dasar dari Teorema Nilai Rata-rata.
6.2.4
Teorema Nilai Rata-rata
Misalkan f kontinu pada selang tertutup
I ; = [a, b], dan f memiliki turunan pada interval terbuka (a, b ) . Kemudian ada paling tidak satu titik c didalam (a, b ) sehingga f (b) − f (a ) = f ' (c)(b − a ). Bukti. Perhatikan fungsi ϕ yang terdefinisi pada I
ϕ ( x ); = f ( x ) − f (a ) −
f (b ) − f (a ) (x − a ). b−a
[Fungsi ϕ adalah selisih dari f dan fungsi yang gambarnya merupakan garis yang menghubungkan titik-titik (a, f (a )) dan (b, f (b )) ; lihat gambar 6.2.2.] Hipotesis dari Teorema Rolle memenuhi ϕ selama ϕ kontinu pada [a, b] , perbedaan pada
(a, b ) , dan φ (a ) = ϕ (b ) = 0. Karena itu, terdapat a pada c dalam (a, b ) sehingga f (b ) − f (a ) = 0 = ϕ ' (c ) = f ' (c ) − b−a
dimana, f (b ) − f (a ) = f ' (c )(b − a ).
16 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Gambar 6.2.2
Catatan
Teorema Nilai Tengah
Pandangan tentang Teorema Nilai Tengah secara geometri adalah
terdapat beberapa titik pada kurva y = f ( x )
dimana garis tangennya parallel
terhadap segmen garis yang melalui titik (a, f (a )) dan (b, f (b )) . Maka mudah untuk mengingat Pengertian dari Teorema Nilai Tengah dengan menggambarkan diagram yang tepat. ____________ Pada kenyataannya Teorema Nilai Tengah adalah suatu wolf in sheep’s clothing dan sebagai dasar dari Teorema Kalkulus Diferensial. Pada akhir bagian ini akan di tunjukkan akibat dari hasil ini. Aplikasi lanjutan akan diberikan nanti.
Teorema Nilai Rata-rata menghasilkan suatu gambaran kesimpulan tentang keadaan suatu fungsi f dari informasi-informasi turunan f ' nya. Hasilnya pun akan didapatkan pada bagian ini.
6.2.5
Teorema
Misal f kontinu pada interval tertutup I := [a, b], dan f
memiliki turunan pada interval terbuka (a, b ) , serta f ' ( x ) = 0 untuk x ∈ (a, b ) . Maka f dikatakan konstan pada I. Kita akan perlihatkan bahwa f ( x ) = f (a ) untuk semua x ∈ I . Jika
Bukti.
diberikan x ∈ I , x > a , Kita gunakan Teorema Nilai Tengah pada
f dalam
interval tertutup [a, x] . Kita dapat suatu titik c (tergantung pada nilai x) antara a dan
x
sedemikian
sehingga
f ( x ) − f (a ) = f ' (c )( x − a ) .
Bila
f ' (x ) = 0
(berdasarkan hipotesis), kita dapatkan bahwa f ( x ) − f (a ) = 0 . Dari sini maka nilai f ( x ) = f (a ) untuk setiap x ∈ I .
17 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
6.2.6
Misalkan f dan g kontinu di I := [a, b], dan memiliki
Corollary
turunan di
(a, b ) ,
dan f ' ( x ) = g ' (x ) untuk semua x ∈ (a, b ) . Terdapat suatu
konstanta C sedemikian sehingga f = g + C pada I.
Ingat kembali bahwa suatu fungsi f : I → R dikatakan naik pada interval I jika x1 , x2 dalam I yang memenuhi x1 < x 2 , dan f ( x1 ) ≤ f ( x2 ) . Ingat juga bahwa f dikatakan turun pada I jika fugnsi –f naik di I.
6.2.7
Theorema
(a)
f naik pada I jika dan hanya jika f ' ( x ) ≥ 0 untuk semua x ∈ I .
(b)
f turun pada I jika dan hanya jika f ' ( x ) ≤ 0 untuk semua x ∈ I .
Diberikan f : I → R dapat diturunkan pada selang I. Jika :
Bukti. (a)
Misalkan f ' ( x ) ≥ 0 untuk semua x ∈ I . Jika x1 , x2 pada I memenuhi x1 <
x 2 , maka
kita gunakan Teorema Nilai Rata-rata untuk f pada interval tertutup
J := [x1 , x2 ]
untuk mendapatkan titik c di ( x1 , x2 ) sedemikian sehingga f ( x 2 ) − f ( x1 ) = f ' (c )( x 2 − x1 ).
f ' (x) ≥ 0
dan
x 2 − x1 >0.
ini
follows
bahwa
f ( x2 ) − f ( x1 ) ≥ 0.
(mengapa?) Dari f ( x1 ) ≤ f ( x2 ) dan x1 < x 2 merupakan sembarnag titik pada I, maka kita
simpulkan bahwa f naik di I. Begitu juga sebaliknya, f memiliki turunan dan naik pada I.
Kemudian pada
setiap
x≠c
titik
( f (x ) − f (c )) / (x − c ) ≥ 0. (mengapa?) Dengan
di
I,
kita
dapatkan
menggunakan teorema 4.2.6
kita simpulkan bahwa
f ' (c ) = lim x →c
f ( x ) − f (c ) ≥ 0. (b) x−c
Suatu fungsi f dikatakan naik tajam pada rentang I jika untuk setiap titik
x1 , x2 dalam I sedemikian sehingga x1 < x 2 , kita dapat f (x1 ) < f ( x2 ) . Suatu 18 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
argument dari pembuktian teorema 6.2.7 dapat dibuat untuk memperliharkan bahwa suatu fungsi memiliki turunan positif pada suatu rentang yang naik tajam. (lihat latihan 13) Tetapi sebaliknya akan salah, bila suatu fungsi dapat diturunkan naik tajam memiliki suatu turunan yang menghilangkan beberapa titik. Sebagai contoh, fungsi f : I → R terdefinisi dalam f ( x ) := x3 naik tajam pada R, tetapi f ' (0 ) = 0 . Keadaan untuk fungsi yang turun tajam adalah sama.
Catatan
Sangat beralasan bahwa untuk mendefinisikan suatu fungsi naik
pada suatu titik jika terdapat suatu persekitaran dari titik tersebut pada fungsi naik. Sebagai contoh, jika turunannya pada suatu titik cenderung positive, maka fungsinya naik pada titik ini. Tetapi keadaan ini tidak memenuhi bila sebaliknya; fungsi deferensialnya didefinisikan sebagai x + 2 x 2 sin (1 / x ) g ( x ) := 0
jika jika
x ≠ 0, x = 0.
sedemikian sehingga g ' (0 ) = 1, ini dapat dibuktikan bahwa g tidak naik didalam persekitaran x = 0. (lihat latihan 10) Selanjutnya kita akan mencari sufficient condition untuk suatu fungsi sehingga memiliki relative extremum pada sutu titik interior dalam suatu rentang.
6.2.8
Uji turunan pertama untuk Extrema
Diberikan f yang kontinu
pada interval I := [a, b ] dan c sebagai titik interior I. Asumsikan bahwa f dapat diturunkan pada rentang (a, b ) dan (c, d ) . Maka: (a)
Jika terdapat suatu persekitaran (c − δ , c + δ ) ⊆ I sedemikian sehingga f ' ( x ) ≥ 0 untuk c − δ < x
memiliki (b)
maximum relatif di c.
Jika terdapat suatu persekitaran (c − δ , c + δ ) ⊆ I sedemikian sehingga f ' ( x ) ≤ 0 untuk c − δ < x
memiliki
minimum relatif di c. 19 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Bukti. (a)
Jika x ∈ (c − δ ,c ), maka berdasarkan Teorema Nilai Rata-rata terdapat
suatu titik
cx ∈ ( x, c ) sedemikian hingga
f (c ) − f ( x ) = (c − x ) f ' (cx ). Jika
f ' (x ) ≥ 0 maka kita simpulkan bahwa f ( x ) ≤ f (c ) untuk x ∈ (c − δ ,c ). Similarly, it follows (how?) that f ( x ) ≤ f (c ) untuk x ∈ (c, c + δ ). Karena itu memiliki
f ( x ) ≤ f (c ) untuk semua x ∈ (c − δ , c + δ )
sehingga f
maximum relatif di titik c.
(b) Catatan
Kebalikan dari turunan pertama uji 6.2.8 tidak benar. Sebagai
contoh, terdapat suatu fungsi yang memiliki turunan f : I → R dengan nilai minimum absolute pada x = 0 sedemikian sehingga
f ' bernilai positif dan
negative (dan secara acak mendekati x = 0. Lihat latihan 9.)
Aplikasi lebih lanjut tentang Teorema Nilai Rata-rata. Kita akan melanjutkan memberikan bentuk lain dari aplikasi Teorema Nilai Ratarata; dalam pengerjaannya kita akan menggambar lebih bebas dari pada pengalaman sebelumnya dan pemusatan, dan fungsi turunan sendiri?
6.2.9
Contoh
(a)
Teorema Rolle dapat digunakan untuk perpangkatan dari suatu fungsi. Jika suatu fungsi g diidentifikasi sebagai turunan dari suatu fungsi f, kemudian diantara nilai akar f ada paling tidak sebuah akar g. Sebagai contoh, diberikan fungsi g ( x ) := cos x dan g diketahui sebagai turunan dari
f (x ) := sin x . Dari sini didapat bahwa antara dua nilai akar dari sin x ada satu nilai akar cos x. disisi lain, g ' ( x ) = − sin x = − f ( x ), maka hasil lain dari Teorema Rolle mengatakan bahwa antara dua akar sebarang dari nilai cos pasti ada paling tidak satu buah akar sin. Karena itu dapt kita 20 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
simpulkan akar sin dan cos saling interlace. Kesimpulan ini bukanlah hal baru bagi pembaca, tetapi ide yang sama dapat diaplikasikan pada fungsi Bessel Jn dengan orde n = 0,1,2,... menggunakan hubungan
[x J (x )] = x J '
n
n
(b)
n
n −1
(x ),
[x
n −1
] '
J n ( x ) = − x − n J n +1 ( x )
untuk x >0.
Kita dapat menggunakan Teorema nilai Rata-rata sebagai pendekatan dalam perhitungan dan mencari kesalahan. Sebagai contoh, misalkan kita ingin menghitung
105 . Kita gunakan Teorema Nilai Rata-rata dengan
f (x ) := x , a = 100, b = 105, didapat 105 − 100 =
5 2 c
untuk 100 < c < 105. Bila 10< c < 105 < 121 = 11, kita dapat 5 5 < 105 − 10 < , 2(11) 2(10 ) Maka hasil yang didapat adalah 10.2272 <
105 < 10.2500. Hasil ini
memang tidak seakurat yang diinginkan. Jelas bahwa nilai
c <
105 <
121 dapat digunakan pada kesimpulan bahwa 105 < 10.2500. Karena, c < 10.2500 kita dapat tentukan bahwa 0.2439 <
5 < 105 − 10. 2(10.2500 )
Perbaikan dari perhitungan yang kita dapat adalah 10.2439 <
105 <
10.2500.
Ketaksamaan Salah satu hal penting dari kegunaan Teorema Nilai Rata-rata adalah mencari ketaksamaan. Walaupun terdapat informasi tentang rentang turunan dari suatu fungsi, informasi ini dapat digunakan
6.2.10 Contoh 21 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
(a)
Fungsi eksponensial f ( x ) = e x memiliki turunan f ' ( x ) = e x untuk semua
x ∈ R. Karena f ' ( x ) > 1 untuk x > 0, dan f ' ( x ) < 1 untuk x < 0. Dari hubungan ini
kita buat persamaan ex ≥ 1 + x
(1)
untuk x ∪ R.
persamaan terbentuk jika dan hanya jika x = 0. Jika x = 0 , kita dapatkan persamaan yang kedua sisinya mendekati 1. Jika x > 0, kita gunakan Teorema nilai rata-rata dalan fungsi f dalam interval
[0, x].
Kemudian untuk nilai c dimana 0 < c < x kita dapat e x − e 0 = e c ( x − 0). Dari e 0 = 1 dan c c >1, berubah menjadi e x − 1 > x sehingga kita dapat c x > 1 + x untuk x > 0. Idenya juga sama dengan ketaksamaan untuk x = 0. Ketaksamaan (1) yang memenuhi semua x, dan persamaan terbentuk jika x = 0.
(b)
Fungsi g ( x ) = sin x memiliki turunan g ′( x ) = cos x untuk semua x ∈ R.
Nyatanya bahwa − 1 ≤ cos x ≤ 1 untuk semua x ∈ R, akan kita perlihatkan bahwa
− x ≤ sin x ≤ x
(2)
untuk semua
x ≥ 0.
Jika kita gunakan teorema nilai rata-rata pada g dalam interval [0,1] , dimana x > 0 , kita akan dapatkan
sin x − sin 0 = (cos 0)( x − 0)
Untuk c antara 0 dan x. dan − 1 ≤ cos x ≤ 1, kita dapat − x ≤ sin x ≤ x. Persamaan terbentuk dititik x = 0, ketaksamaan (2) terbentuk. (c) (3)
(Ketaksamaan Bernoulli) jika α > 1, maka
(1 + x )x ≥ 1 + αx
untuk semua x > −1 .
dengan ketaksamaan jika dan hanya jika x = 0. Ketaksamaan ini terbentuk
lebih dulu, dalam contoh 2.1.13(c), untuk
bilangan bulat positif α menggunakan induksi matematik. Sekarang kita turunkan dengan cara yang lebih umum dipakai menggunakan teorema nilai rata-rata.
22 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Jika h( x ) = (1 + x ) maka h′( x )α (1 + c ) α
α −1
untuk semua x > −1 . [ Untuk α
yang rasional pada turunan ini bisa dilihat pada contoh 6.1.10(c). Untuk bilangan irasionalnya akan dibahas pada bagian 8.3.] Jika x > 0 , kita simpulkan dari penggunaan teorema nilai rata-rata pada h dalam interval [0, x] bahwa ada c dimana 0 < c < x sedemikian sehingga h( x ) = h′(c )( x − 0), Maka kita dapat
(1 + x )α − 1 = α (1 + c )α −1 x. Jika c > 0 dan α − 1 > 0 , didapat (1 + c )
α −1
(1 + x)α
> 1 dan dari sini didapat bahwa
> 1 + αx . Jika − 1 < x < 0 , sama-sama menggunakan teorema nilai rata-
rata pada interval [x,0] maka akan menghasilkan ketaksamaan. Bila kasusnya
x = 0 menghasilkan kesamaan, kita simpulkan bahwa (3) berlaku untuk semua x > −1 dengan persamaan jika dan hanya jika x = 0. (d)
Diberikan α
suatu bulangan bulat yang memenuhi 0 < x < 1 0 dan
(
)
g ( x ) = αx − x α untuk x ≥ 0. Kemudian g ′( x ) = α 1 − x α −1 , sehingga g ′(x ) < 0 untuk 0 < x < 1 dan
g ′(x ) > 0 untuk x > 1. Dengan syarat, jika x ≥ 0, maka g (x ) ≥ g (1) dan g (x ) = g (1) jika dan hanya jika x = 1. Selain itu jika x ≥ 0 dan 0 < α < 1 , maka kita dapat x α ≤ αx + (1 − α ). Jika a > 0 dan b > 0 dan jika x = a/b dikalikan dengan b, maka kita dpaatkan ketaksamaan a α b1−α ≤ αa + (1 − α )b, dimana persamaan terpenuhi jika dan hanya jika a = b.
Nilai Turunan Lanjutan Kita simpulkan bagian ini dengan suatu hasil yang menarik, yang biasanya disebut Teorema Darboux. Teorema ini menyatakan bahwa jika suatu fungsi f dapat diturunkan pada setiap titik dalam suatu interval I, maka fungsi f ′ memiliki nilai 23 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
lanjutannya. Ini berarti bahwa f ′ memiliki nilai pada titik A dan B, kemudian turunan itu sendiri memiliki nilai pada semua titik antara A dan B. Pembaca akan mengenal bagian ini sebagai akibat dari kekontinuan pada teorema 5.3.7. Hal ini menandakan bahwa turunan yang merupakan fungsi kontinu juga terdapat dalam bagian ini.
6.2.11 Lemma
Diberikan I ⊆ R adalah suatu interval, f : I → R, c ∈ I ,
asumsikan bahwa f memiliki turunan di c. Maka: (a)
Jika f ′(c ) > 0 , maka terdapat δ > 0 sedemikian sehingga f (x ) > f (c )
untuk semua (b)
x ∈ I sedemikian sehingga c < x < c + δ .
Jika f ′(c ) < 0 , maka terdapat δ > 0 sedemikian sehingga f ( x ) > f (c )
untuk semua
x ∈ I sedemikian sehingga c − δ < x < c .
Bukti :
lim
(a)
x →c
f ( x ) − f (c ) = f ′(c ) > 0 , x−c
Berdasarkan teorema 4.2.9 maka terdapat δ > 0 sedemikian sehingga jika
x ∈ I dan
0 < x − c < δ , maka
f (x ) − f (c ) > 0. x−c
Jika x ∈ I juga memenuhi x > c , maka kita dapat
f ( x ) − f (c ) = ( x − c ).
f (x ) − f (c ) >0. x−c
Dari sini, jika x ∈ I dan c < x < c + δ , maka f ( x ) > f (c ) . (b)
Buktinya sama dengan a
6.2.12 Teorema Darboux
Jika f dapat diturunkan pada I = [a, b] dan jika k
adalah suatu nilai antara f ′(a ) dan f ′(b) , maka ada paling tidak satu nilai pada titik c dalam (a, b ) sedemikian sehingga f ′(c ) = k . Bukti :
24 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Misalkan bahwa f ′(a ) < k < f ′(b ) . Definisikan g pada I sebagai g (x ) = kx − f ( x ) untuk x ∈ I . Jika g kontinu, maka persamaan memiliki nilai maksimum pada I. Apabila g ′(a ) = k − f ′(a ) > 0 , ikuti lema 6.2.11(a) bahwa maksimum dari g tidak terdapat pada titik x = a . Dengan cara yang sama, bila g ′(b ) = k − f ′(c ) < 0 , berdasarkan lemma 6.2.11(b) bahwa maksimum tidak terjadi pada x = b. Karena itu, g mencapai maksimum pada c dalam (a, b ) . Kemudian dari teorema 6.2.1 kita dapatkan 0 = g ′(c ) = k − f ′(c ). Sehingga, f ′(c ) = k . Fungsi g : [− 1,1] → R didefinisikan sebagai
6.2.13 Contoh
1 g (x ) = 0 − 1
untuk
0 < x ≤1
untuk untuk
x=0 − 1 ≤ x < 0,
(yang merupakan pembatasan dari fungsi signum) jelas gagal memenuhi intermediate value property pada interval [− 1,1]. Dengan demikian, teorema Darboux tidak memiliki fungsi f sedemikian hingga f ′( x ) = g ( x ) untuk semua
x ∈ [− 1,1]. Dengan kata lain, g bukanlah turunan pada [− 1,1] dari fungsi manapun.
6.3. Aturan L’Hospital’s Indeterminate Forms Pada bab terdahulu kita telah mempelajari tentang metode menghitung limit. Hal itu telah ditunjukan pada teorema 4.2.4 (b) bahwa, jika A = lim → " dan B = lim→ 3 dan jika B ≠ 0 maka: lim→
7
=
v
w
.
Bagaimanapun jika B = 0, maka tidak ada kesimpulan. Hal ini terlihat dalam latihan 2. Jika b = 0 dan A ≠ 0, maka limitnya tidak terbatas.
Dalam kasus A = 0, B = 0 belum ditemukan sebelumnya. Dalam kasus
tersebut dikatakan bahwa limit bagi
7
dikatakan “indeterminate”. Dapat kita lihat
dalam kasus limit boleh tida ada atau ada nilainya, tergantung pada fungsi khusus 6
f dan g. Simbolnya 6 menunjukkan situasinya.
25
Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Contoh:
Jika α ∈ R dan terdefinisi f (x) = α x dan g (x) = x maka;
" x = lim = lim x = x →6 3 →6 →6 lim
6 6
Jadi, bentuk indeterminate dapat menuju bilangan real α sebgai sebuah limit.
A Preliminary Result Untuk menunjukan kegunaan diferensial dalam keadaan yang wajar dan tidak mengherankan perkembangan, terlebih dahulu kita membangun hasil dasar sehingga menjadi contoh dasar dari definisi turunan. Teorema 6.3.1 Diketahui f dan g pada selang tertutup [a, b] • • • •
f (a) = g (a) = 0
g (x) ≠ 0 untuk a < x < b
Jika f dan g terdiferensial pada a dan Jika g’(a) ≠ 0, maka limit dari
lim→yz 7 =
Bukti:
i y
7i y
7
di a ada dan ini sama dengan
i y
7i y
, jadi:
f(a) = g(a) = 0 kita dapat tulis bentuk baginya menjadi
Terlihat di bawah ini:
" ∀ < <| 3
" − " " " − " − = = 3 − 3 3 3 − 3 −
Dengan menggunakan teorema 4.2.4 (b), di dapat:
Warning!
" − " limz " " R − limz = →y = R →y 3 3 − 3 3 limz − →y 26
Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Hipotesis bahwa f(a) = g(a) = 0 sangat penting disini Contoh: Jika f(x) = x +17 dan g(x) = 2x + 3 untuk semua x anggota R, maka " 17 " R 0 1 = , R = →6 3 3 3 0 2 lim
Hasil pendahuluan yang bisa disepakati dalam limit adalah: H + 2 .0 + 1 1 = = →6 sin 2 2 42 0 2 lim
Untuk mengatasi limit dimana f dan g tidak terdiferensial di a. Kita membutuhkan versi umum yang lebih banyak, yaitu menggunakan teorema nilai titik tengah Cauchy
Teorema 6.3.2 Cauchy Mean Value Theorem Diketahui: f dan g kontinu pada selang tertutup [a, b] dan terdiferensial pada (a, b) selang terbuka. Kita asumsikan bahwa g’(x) ≠ 0 untuk x pada (a, b)
Maka aka nada c di (a, b) sehingga: 7 7 y = y
Bukti:
i
7i
Sebelum membuktikan teorema di atas, terlebih dahulu kita perkenalkan fungsi teorema Rolle’s kita terapkan:
1. Diketahui: g’(x) ≠ 0 ∀ di (a, b) dengan mengikuti teorema Rolle’s bahwa g(a) ≠ g(b). Untuk x di [a, b], kita sekarang dapat mendefinisikan ℎ =
y
7 7 y
3 − 3 − " − "
2. Kemudian h kontinu di [a, b], diferensial (a, b) dan h(a) = h(b) = 0. Oleh karena itu dengan mengikuti teorema Rolle’s 6.2.3 maka aka nada titik c di (a, b) sehingga 0 = ℎR =
" | − " R 3 − " R 3 | − 3
Karena g’(c) ≠ 0, kita menginginkan hasil yang dibagi oleh g’(c). Aturan L’Hospital’s I 27 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Sekarang kita akan membangun langkah awal dari aturan L’Hospital’s. Hal yang pertama, kita mengaggap limit disebelah kanan adalah titik a, limit disebelah kiri dan dua sisi dari limit adalah diperlakukan dengan tepat.
Kenyataannya, bahkan teorema yang mengikutinya kemungkinan bahwa a = ∞.
Pembaca dapat meneliti lagi, berbeda dengan teorema 6.3.1 hasilnya tidak mengikuti asumsi dari hasil fungsi diferensial di titik a. Hasilnya menyatakan limit dari sama dengan
i
7i
7
2|3 → : adalah limit yang
2|3 → : , termasuk dalam kasus ini adalah limit tak
hingga. Hipotesis yang penting disini adalah kedua f dan g mendekati 0 sebagai x
→ a+.
28 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
6. 3. 3 Aturan L’Hospital’s I
Diketahui: −∞ ≤ < | ≤ ∞
f dan g terdiferensial di (a, b) sehingga:
g’(x) ≠ 0 untuk semua x anggota (a, b) menunjukan bahwa
2. lim→yz " = 0 = lim→yz 3
(a) Jika lim→yz 7i = ! ∈ , lim→yz 7 = ! R
(b) Jika lim→yz 7i = ! ∈ −∞, ∞ , lim→yz 7 = ! i
Bukti:
Jika a < α < β < b, maka teorema Rolle’s mengakibatkan bahwa g(β) ≠ g(α).
Lebih jauh lagi, berdasarkan teorema nilai titik tengah 6.3.2, maka aka nada terdapat u ∈ (α, β) sehingga:
(2) 7 7 =
i
7i
Dalam kasus (a): jika L ∈ R dan jika diberikan > 0, ∈ (a, b) sehingga:
" R !− < R < ! + ∀ ∈ , | 3
Dengan mengikuti bentuk ke (2) di atas, di dapat: (3) ! − <
7 7
Jika kita berikan limit di (3) sebagai α → a+, maka kita dapat !− ≤
" ≤ ! + ∀ , 3
Ambil sebarang > 0, akan di dapat
Dapat kasus (b): jika L = + ∞ dan jika M > 0 diberikan, maka aka nada c ∈ (a, b) sehingga 7i
> ∀ ∈ , i
Dengan mengikuti bentuk (2) di atas, di dapat: 29 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
(4)
7 7
> ∀ < x< <
Jika kita berikan limit pada (4) sebagai α → a+, maka akan didapat " ≥ ∀ , 3
Karena M > 0, dengan mengikuti langkah di atas maka akan didapat alasan yang sama yaitu jika L = -∞ Contoh 6.3.4 (a) Kita punya lim→6z
d √
= lim→6z A
fd
@-H√.
= lim→6z 2√ cos
=0
Mengamati angka yang tidak terdiferensial di x = 0 sehingga teorema 6.3.1 tidak dapat digunakan. Bagaimanapun f(x) = sin x dan g(x) = √ terdiferensial di (0,
α∞ dan keduanya mendekati 0 sebagai x → 0: . Selain itu g’(x) ≠ 0 di (0, ∞ sehingga teorema 6.3.3 dapat digunakan. (b) Kita punya lim→6 B
Afd '
C = lim→6
d H
Dalam hal ini kita memperhatikan limit sebelah kanan dan kiri. Hasil bagi
dari kedua limit tersebut menghasilkan bentuk
6 6
. Bagaimanapun hipotesis dari
6.3.3 dapat memenuhi sehingga aplikasi aturan L’Hospital’s yang kedua dapat digunakan. Oleh karena itu kita menghasilkan: lim
→6
(c) Kita punya lim→6 B
A '
1 − cos sin = lim H →6 2
C = lim→6 = lim→6
(d) Kita punya lim→A BAC = lim→A
A
H
-A. A
H
=
= lim→6
fd H
A
=H
A H
=1
30 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Aturan ke-2 L’Hospital’s Aturan ini sama halnya dengan aturan pertama, kecuali dalam
memperlakukan persoalan dimana penyebutnya menjadi tak hingga x → a+. Hal
yang sama kita lakukan adalah dengan menggunakan limit kiri dan kanan, tetapi hal ini sangat memungkinkan karena a = -∞. Kedua bagian dari limit tersebut dapat di selesaikan dengan jalan yang sama. 6.3.5 Aturan II L’Hospital’s
Diketahui: -∞ ≤ < | ≤ ∞ dan f, g terdiferensial di (a, b) dengan syarat g’(x)
≠ 0 untuk semua x anggota (a, b) sehingga mengakibatkan:
(5) lim→yz 3 = ± ∞
(a) Jika lim→yz 7i = ! , lim→yz 7 = ! (b) Jika lim→yz
Bukti:
i
i
7i
= ! −∞, ∞ , lim→yz
7
=!
Kita akan membuktikan bahwa (5) terdapat dalam limit ∞
Sebelumnya kita punya: g(β) ≠ g(α), α < β untuk α, β ∈ (a, b)
Lebih lanjut lagi, persamaan (2) dalam pembuktian di 6.3.3 terdapat beberapa u (α, β)
Dalam kasus (a)
Jika L ∈ R dengan L > 0 dan > 0 diberikan, maka akan ada c ∈ (a, b) sehingga (3) dapat dibuktikan di 6.3.3 terpenuhi ketika a < α < β ≤ c.
Karena g(x) → ∞, kita juga dapat mengasumsikan bahwa g(c) > 0, dengan mengambil β = c, di (3), kita punya
(6) ! − < Karena 0<
7
7
7
7
7 7
< ! + ∀ x ,
→ 0 3 2|3 x → : , kita dapat mengasumsikan bahwa
< 1 ∀ x , dengan mengikuti aturan di atas didapat bahwa: 3 x − 3 3 =1− > 0 ∀ x , 3 x 3 x
31
Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Jika kita kalikan persamaan (6) dengan (7) ! − 1 − Sekarang, jika
7
7
<
7
→ 0
7
7
−
7
7 7 7
> 0 kita dapat
< ! + 1 −
7
7
→ 0 3 x → : , maka untuk setiap
7
dengan 0 < < 1 terdapat d ∈ (a, c). Sehingga 0 < ∀ x ∈ , di dapat:
(8)
! − 1 − − <
Jika kita ambil δ = min 1. ,
7
7
7
<
| | 7
<
< ! + +
sebagai latihan untuk menunjukan bahwa:
||: A
! − 2 ≤
" x ≤ ! + 2 3 x
Karena ε > 0 sembarang, maka persamaan di atas terpenuhi. Dalam kasus di atas L = 0 dan L < 0 terpenuhi. Dalam kasus (b): Jika
i
7i
L
=
+∞,
M
>
1
diberikan
> 5 2 ∈ , .
sebelumnya didapat:
dan
Kemudian
∈
c
(a,
dengan
b)
sehingga
mengikuti
langlah
" − " x >∀ < x < ≤ 3 − 3 x
Karena g(α) → ∞ 3 → : , kita dapat menyatakan bahwa c juga
memenuhi g(c) > 0, sehingga
| | 7
<
A H
dan 0 <
kita ambil β = c di (9) dan dikalikan dengan /1 −
7
7
0>
A H
sehingga:
7
>
7
7
A7 7
A H
+
<
A H
∀ x ∈ , . Jika
> H, kita dapat A
7
>
A H
7
>
− 1 ∀ x ∈
, . Karena M > 1 memenuhi, dengan mengikuti langkah di atas di dapat:
lim→yz 7 = ∞ Jika L = -∞, maka argumennya terbukti
32 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Contoh : 6.3.6
(a) Kita lihat lim→
, di sini f(x) = ln x dan g(x) = x pada interval (0, ∞). Jika
kita gunakan versi bagian sebelah kiri pada 6.3.5, kita dapat meenghasilkan: 1 ln lim = lim = 0 → → 1
(b) Kita lihat lim→ H . Di sini kita ambil f(x) = x2 dan g(x) = ex ∈ R, kita menghasilkan:
(c) Kita lihat lim→6z
H 2 2 lim = lim = lim = 0 → → →
d
. Disini kita ambil f(x) = ln sin x dan g(x) = ln x pada
interval (0, π). Jika kita gunakan 6.3.5., kita dapat menghasilkan: cos ln sin limz = limz sin = limz B C . cos 1 →6 →6 →6 sin ln
Karena lim→6z Bd C = 1 lim→6z cos = 1. Kita simpulkan bahwa
limit dengan tanda yang sama hasilnya =1
Other Indeterminate Forms Contoh 6.3.7
(a) Diberikan I = (0, H lim→6z / − a
A
∞ − ∞ kita dapat: limz L
→6
A
d
0 dengan bentuk indeterminate
1 1 sin − cos − 1 − M = limz = limz →6 →6 sin + cos sin sin
= lim→6z H fd d = d
6 H
=0
33 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
(b) Diberikan I = (0, ∞ lim→6z ln , yang mempunyai bentuk indeterminate 0. (-∞, kita punya:
1 ln lim ln = limz = limz = limz − = 0 1 →6z →6 →6 −1 →6 H
= 0, ∞ lim→6z ,
(c) Diberikan
yang
mempunyai
bentuk
indeterminate 00. Kita dapat melihat lagi pelajaran kalkulus sebelumnya bahwa xx = ex ln x dengan mengikuti bentuk bagian (b) dan fungsi ke kontinuan y → ey di y = 0 sehingga lim→6z = 6 = 1
(d) Diberikan
A
= 1, ∞ lim→ /1 + 0 ,
indeterminate 1
Catatan kita bahwa: A
(10) /1 + 0 =
G
n /nz 0
yang mempunyai
bentuk
. Lebih lanjut lagi, kita punya:
1 1 A U /1 + 0 /1 + 0 − H 1 = lim lim U L1 + M = lim 1 → → → − H = lim→
A
A:
n
=1
A
Karena y → ey kontinu di y = 1, kita menduga bahwa lim→ /1 + 0 = A
(e) Diberikan = 0, ∞ lim→6z /1 + 0 , yang mempunyai bentuk indeterminate ∞6 . Dengan melihat rumus (10), kita beranggapan:
1 ln /1 + 0 1 1 limz U L1 + M = limz = limz =0 1 1 →6 →6 →6 1+ A
Oleh karena itu, kita punya lim→6z /1 + 0 = 6 = 1
34 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
6.4. Teorema Taylor Cara yang paling berguna dalam analisis fungsi real adalah pendekatan fungsi dengan polynomial. Dalam bagian ini kita akan buktikan teorema dasar pada bagian ini yang berasal dari Brook Taylor (1685-1731), meskipun pada bagian akhirnya banyak dipecahkan oleh Joseph-Louis Lagrange (1736-1813). Teorema Taylor sangat berguna dan digunakan dibanyak jenis aplikasi. Akan kita ilustrasikan teorema Taylor dengan membahas beberapa aplikasinya dalam perhitungan numerik, ketaksamaan, nilai ekstrim dari suatu fungsi, dan fungsi convex. Teorema Taylor dapat dikatakan sebagai lanjutan dari teorema nilai ratarata untuk turunan berorde lebih tinggi. Dimana Teorema nilai rata-rata dari suatu fungsi dan turunan pertamanya, Teorema Taylor menjadi penghubung antara nilai fungsi dan turunan orde lebih tinggi. Turunan dengan orde lebih tinggi dari satu didapat dari penurunan secara alami. Jika turunan f ′( x ) dari suatu fungsi f yang ada pada setiap titik x dalam suatu interval I yang terdapat suatu titik c, maka kita dapat tentukan turunan fungsi f ′ pada titik c. Misalkan f ′ memiliki turunan di titik c, kita akan hasilkan bilangan sebagai turunan ke dua dari f di c, dan kita lambangkan angka ini sebagai
f ′′(c ) atau f
2
(c ) .
Dengan bentuk yang sama kita definisikan turunan ke tiga
f ′′′(c ) = f 3 (c ),..., dan turunan ke-n f ′′(c ) , dimana tiap turunannya ada. Ini sebagai catatan bahwa keberadaan turunan ke-n pada titik c menekankan keberadaan dari turunan ke- (n − 1) dalam interval di c, tetapi ada kemungkinan bahwa c adalah titik akhir dari interval. Jika suatu fungsi f memiliki turunan ke-n pada titik x 0 , tidaklah sulit untuk membentuk suatu polinonial pangkat ke-n
Pn
sedemikian hingga
Pn ( x0 ) = f ( x 0 ) dan Pn(k ) ( x0 ) = f (k ) (x0 ) untuk k = 1,2,..., n. Bentuk polinonial
35 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
(1) Pn (x ) = f ( x0 ) + f ′( x0 )( x − x0 ) +
(n ) ( ) f ′′( x0 ) (x − x0 )2 + ... + f x0 (x − x0 )n 2! n!
Memiliki bentuk dan turunannya . Polinonial Pn ini disebut Polinonial Taylor ken untuk f di x 0 . Polinonial ini memiliki pendekatan yang beralasan ke f untuk titik yang dekat dengan x 0 , tetapi untuk mengukur kualitas pendekatan, butuh nilai Rn = f − Pn . Setiap hasil dasar memiliki beberapa informasi.
6.4.1
Teorema Taylor
n ∈ N , I = [a, b]
Diberikan
dan
f : I →R
sedemikian sehingga f dan turunan-turunannya f ′, f ′′,... f (n ) kontinu pada I dan f
( n +1)
ada pada (a, b ) jika x 0 ∈ I , kemudian untuk setiap x dalan I ada suatu titik
c antara x dan x 0 sedemikian sehingga f ′′( x 0 ) ( x − x 0 )2 2! (n +1) (c ) (x − x )n +1 f + 0 (n + 1)!
f ( x ) = f ( x 0 ) + f ′( x 0 )( x − x 0 ) +
(2) + ... +
f (n ) (x0 ) ( x − x 0 )n n!
Bukti: Dik :
x 0 dan x serta J merupakan interval tertutup dengan titik ujungnya x 0 dan
x. Kita definisikan fungsi F pada J sebagai n ( x − t) F (t ) = f ( x ) − f (t ) − ( x − t ) f ′(t ) − ... −
n!
f (n ) (t )
untuk t ∈ J . Perhitungan
sederhana menunjukkan bahwa
F ′(t ) = f ( x ) −
( x − t )n n!
f (n +1) (t )
Jika kita definisikan G ada J dengan
x−t G (t ) = F (t ) − x − x0
n+1
F (x0 )
36 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
untuk t ∈ J , maka G ( x0 ) = G ( x ) = 0. Aplikasi dari Teorema Rolle 6.2.3 menghasilkan sebuah titik c antara x dan x 0 sedemikian sehingga n ( x − c) 0 = G ′(c ) = F ′(c ) + (n + 1) F ( x ). (x − x 0 )n +1 0
Dari sini, kita dapat
1 (x − x0 ) F ′(c ) n + 1 (n − c )n n +1
F ( x0 ) = −
1 ( x − x0 ) =− n + 1 (n − c )n
n +1
( x − c )n n!
f (n +1) (c ) =
f (n +1) (c ) (x − x0 )n+1 , (n / 1)!
Yang menghasilkan suatu rumusan. Kita akan gunakan notasi Pn untuk polinonial Taylor ke-n (1) dari f, dan
Rn sebagai hasil. Kemudian kita dapat menuliskan kesimpulan dari Teorema Taylor sebagai f ( x ) = Pn ( x ) + Rn ( x ) dimana Rn dirumuskan sebagai
f (n +1) (c ) Rn ( x ) = (x − x0 )n+1 (n + 1)!
(3)
Untuk titik c di antara x dan x 0 . Rumusan Rn ini menghasilkan bentuk Lagrange ( atau bentuk turunan ) dari sisanya. Banyak lagi bentuk Rn yang diketahui; satu diantaranya adalah bentuk integral dan akan dibahas nanti. (Lihat Teorema 7.3.18).
Aplikasi dari Teorema Taylor Sisa dari Rn dalam Teorema Taylor dapat digunakan untuk menghitung kesalahan dalam pendekatan suatu fungsi dengan menggunakan polynomial Taylor Pn . Jika bilangan n diberikan, maka pertanyaan dari tingkat ketelitian nilai pendekatan akan muncul. Disisi lain, jika ketelitiannya sudah tetap, maka pertanyaan tentang bagaimana mencari nilai n yang tepat akan saling berhubungan. Contoh berikut akan menggambarkan bagaimana reaksinya pada pertanyaan ini.
6.4.2
Contoh 37 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
(a)
Gunakan Teorema Taylor dengan n = 2 untuk mendekati 3 1 + x , x > −1. Dik
(x) = (1 + x )1/ 3 ,
f
: fungsi
titik x0 = 0, dan n = 2.
f ′′( x0 ) f (n ) (x0 ) 2 (x − x0 ) + ... + ( x − x 0 )n 2! n!
Pn (x ) = f ( x0 ) + f ′( x0 )( x − x0 ) +
f (n +1) (c ) Rn ( x ) = (x − x0 )n+1 (n + 1)! Dit
: Nilai pendekatannya
Jawab :
f
(x ) = (1 + x )1/ 3
→ f (0) = (1 + 0)
1/ 3
f ′( x ) = 13 (1 + x )
→ f ′(0) = 13 (1 + 0)
−2 / 3
f ′′( x ) =
1 3
=1
−2 / 3
(− 23 )(1 + x )−5 / 3
→ f ′′(0) =
1 3
= 13
(− 23 )(1 + 0)−5 / 3 = − 92
f ′′′(c ) = − 29 (− 53 )(1 + x )
−8 / 3
= 10 27 (1 + x )
−8 / 3
P2 ( x ) = f (0 ) + f ′(0 )( x − 0 ) + = 1 + x + (− × )x 1 3
2 9
1 2
(− 92 ) (x − 0)2 2
2
= 1 + 13 x − 19 x 2 Sehingga didapat
1 1 f ( x ) = P2 ( x ) + R2 ( x ) = 1 + x − x 2 + R2 ( x ). 3 9 R2 ( x ) =
1 3!
f ′′′(c )x 3 = 16 × 10 27 (1 + c )
−8 / 3
= 815 (1 + c )
−8 / 3
x 3 untuk titik c antara 0
dan x. Misal x = 0.3 , kita dapatkan nilai pendekatannya
P2 ( x ) = 1 + 13 x − 19 x 2 2
1 3 1 3 1 1 9 100 + 10 − 1 P2 (0.3) = 1 + × − = 1 + − = 3 10 9 10 10 9 100 100 110 − 1 109 = = = 1.09 100 100
P2 (0.3) = 1.09 untuk f ( x ) = 3 1 + 0.3 = 3 1.3 38 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Selanjutnya jika c > 0 maka (1 + c )
−8 / 3
R2 ( x ) =
5 81
<1
sehingga kesalahannya
(1 − c )−8 / 3 x 3 3
5 3 1 R2 (0.3) ≤ = < 0.17 × 10 − 2 81 10 600 Dari sini didapat
f ( x ) − P2 ( x ) <
3
1.3 − 1.09 < 0.5 × 10 −2 , sehingga dapat dipastikan nilai
pendekatan dua desimal. (b)
Dekati nilai e dengan eror kurang dari 10 −5. Dik
: g ( x ) = e x dan ambil x 0 = 0 dan x = 1 dalam Teorema Taylor. Batasannya e x ≤ 3
Dit
untuk 0 ≤ x ≤ 1
: Tentukan nilai n sehingga Rn (1) < 10 −5.
Jawab : g (x ) = e x g ′( x ) = e x
→ g ′(0 ) = e 0 = 1
g ′′( x ) = e x → g ′′(0 ) = e 0 = g (k ) (x ) = e x → g (k ) (0 ) = 1
untuk semua
k ∈ N.
Maka didapat polynomial Taylor sebagai Pn ( x ) = 1 + x +
x2 xn + ... + 2! n!
Dan sisa untuk x = 1 dihasilkan oleh Rn (1) = e c / (n + 1)! untuk semua c yang
memenuhi 0 < c < 1. Jika e c < 3, kita cari nilai n sedemikian hingga 3 / (n + 1)!< 10 −5. Suatu perhitungan menghasilkan 9!= 362,880 > 3 × 10 5
sehingga
nilai n = 8 akan memenuhi ketelitian yang diinginkan ; selanjutnya
jika 8!=40.320,
tidak memiliki nilai yang lebih kecil dari n. Kita dapat
e ≈ P8 (1) = 1 + 1 +
1 1 + ... + = 2.71828 2! 8!
Dengan eror kurang dari 10 −5. 39 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Teorema Taylor dapat juga digunakan untuk ketaksamaan.
40 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
6.4.3
Contoh
(a)
1 − 12 x 2 ≤ cos x untuk semua x ∈ R. Menggunakan f ( x ) = cos x dan x 0 = 0 dalam Teorema Taylor, akan
menghasilkan
(x ) = cos x → f (0) = cos 0 = 1 f ′( x ) = − sin x → f ′(0 ) = − sin 0 = 0 f ′′(x ) = − cos x → f ′′(0 ) = − cos 0 = −1 f ′′′( x ) = sin x f
cos x = 1 −
1 2 x + R2 ( x ) 2
dimana untuk nilai c antara 0 dan x di dapat
R2 ( x ) =
f ′′′(c ) 3 sin c 3 x = x 3! 6
Jika 0 ≤ x ≤ π , maka 0 ≤ c ≤ π ; untuk c dan x 3 bernilai positif, kita akan dapat
R n ( x ) ≥ 0.
Juga, jika − π ≤ x ≤ 0, maka − π ≤ c ≤ 0, bila R2 ( x ) ≥ 0. Selanjutnya `dapat kita lihat bahwa 1 − 12 x 2 ≤ cos x untuk x ≤ π . Jika x ≥ π , dan kita dapat 1 − 12 x 2 < −3 ≤ cos x dan ketaksamaannya valid trivial. Dari sini maka ketaksamaan memenuhi semua x ∈ R.
(b)
Untuk setiap k ∈ R dan semua x > 0, kita dapatkan
x−
1 2 1 2k 1 1 x + ... − x < ln(1 + x ) < x − x 2 + ... + x 2 k +1 . 2 2k 2 2k + 1
Menggunakan fakta bahwa turunan dari ln(1 + x ) adalah 1 / (1 + x ) untuk x > 0, dapat kita lihat bahwa polynomial Taylor ke-n untuk ln(1 + x )
dengan x 0 = 0
Pn ( x ) = x −
1 2 n −1 1 n x + ... + (− 1) x 2 n
dan hasilnya diberikan oleh 41 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Rn ( x ) =
(− 1)n c n+1 x n+1 n +1
Untuk nilai c yang memenuhi 0 < c < x. Kemudian untuk x > 0, jika
n = 2k + 1 adalah ganjil R2 k +1 ganjil , maka kita dapat ketaksamaan sebagai berikut.
Extrim Relatif Dalam Teorema 6.2.1 dinyatakan bahwa jika suatu fungsi f : I → R dapat diturunkan pada suatu titik c interior dalam interval I, maka syarat penting untuk f adalah memiliki nilai ekstrim relative pada titik c yaitu f ′(c ) = 0. Satu cara untuk menentukan apakah f memiliki relative maximum atau relative minimum [atau tidak keduanya] dititik c, adalah dengan menggunakan uji turunan pertama 6.2.8. Jika memiliki turunan untuk orde lebih tinggi dapat juga digunakan dalam menentukan hal ini, seperti yang sudah kita tahu.
6.4.4
Teorema
Diberikan suatu interval I, x 0 sebagai suatu titik interior
dari I, dan n ≥ 2. Misal turunan-turunannya f ′, f ′′,..., f ( n ) ada dan kontinu dalam suatu persekitaran x 0 dan bahwa f ′( x0 ) = ... = f (n −1) ( x0 ) = 0, tetapi f (n ) ( x0 ) ≠ 0. (i) Jika n genap dan f n ( x0 ) > 0, maka f memiliki minimum relative di titik x 0 . (ii) Jika n genap dan f n ( x0 ) < 0, maka f memiliki maximum relative di titik x 0 . (iii) Jika n ganjil maka f tidak memiliki keduanya relative minimum atau relative maximum di x 0 .
Bukti : Berdasarkan Teorema Taylor di x 0 , kita dapatkan bahwa untuk x ∈ I f ( x ) = Pn −1 ( x ) + Rn −1 ( x ) = f ( x0 ) +
f
(n )
(c ) (x − x )n , 0
n!
dimana c adalah titik antara x 0 dan x. Jika f (n ) kontinu, jika f (n ) ( x0 ) ≠ 0, maka ada suatu interval U yang terdapat x 0 sedemikian sehingga f ( n ) ( x ) yang 42 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
memiliki tanda yang sama dengan f (n ) ( x0 ) untuk semua x ∈ U . Jika x ∈ U , maka titik c juga termasuk dalam U serta f
(n )
(c )
dan f (n ) ( x0 ) akan memiliki tanda
yang sama. (i)
Jika n genap dan f (n ) ( x0 ) > 0, maka untuk x ∈ U kita punya f (n ) (c ) > 0, dan
(x − x0 )n ≥ 0
sehingga
Rn −1 ( x ) ≥ 0 . Dari
f ( x ) ≥ f ( x ) untuk
x ∈ U , dan selanjutnya dikatakan bahwa f memiliki maximum relative pada
x0 . (ii)
Jika n genap dan f (n ) ( x0 ) < 0, maka Rn −1 ( x ) ≤ 0 untuk x ∈ U , sehingga f ( x ) ≤ f (x0 ) untuk x ∈ U . f memiliki maximum relative di x 0 .
(iii) Jika n ganjil, maka ( x − x0 ) positif jika x > x0 dan negative jika x < x0 . n
Akibatnya, jika x ∈ U , maka Rn −1 ( x ) akan memiliki tanda yang berlawanan dari kiri dan kanan x 0 . Sehingga, f tidak memiliki relative minimum maupun relative maximum di x 0 .
Fungsi Konvex 6.4.5
Definisi
Diberikan I ⊆ R sebagai interval suatu fungsi f : I → R
dikatakan konvex pada I jika untuk setiap t yang memenuhi 0 ≤ t ≤ 1 dan tiap titik
x1 , x2 dalam I, kita memiliki f ((1 − t )x1 + tx2 ) ≤ (1 − t ) f ( x1 ) + tf ( x2 ). Catatan bahwa jika x1 < x2 , maka rentang t dari 0 sampai 1, titik (1 − t )x1 + tx 2 melewati interval dari x1 ke x 2 . Jika f konvex pada I dan jika x1 .x 2 ∈ I , kemudian titik potong dari 2 titik ( x1 , f (x1 )) dan ( x 2 , f ( x 2 )) pada gambar garis f berada diatas garis f. (Lihat gambar 6.4.1.) Suatu fungsi konvex tidak harus dapat diturunkan di tiap titiknya, contohnya f ( x ) = x , x ∈ R muncul. Tetapi hal itu dapat ditunjukkan bahwa jika I adalah suatu interval terbuka dan jika f : I → R konvex pada I, maka turunan kiri 43 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
dan kanan dari f ada pada setiap titik di I. Akibatnya suatu fungsi konves pada interval terbuka sebaiknya kontinu. Kita tidak akan memberikan penjelasan awal, tidak pula mengembangkan hal-hal menarik dari fungsi konvex. f dan turunan ke duanya f ′′ , diasumsikan bahwa f ′′ ada.
Gambar 6.4.1
6.4.6
Teorema
Fungsi konvex
Diberikan I suatu interval terbuka dan f : I → R memiliki
turunan kedua pada I. Kemudian f adalah fungsi konvex pada I jika dan hanya jika
f ′′( x ) ≥ 0 untuk semua x ∈ I .
Bukti. (⇒)
Kita akan gunakan kenyataan bahwa turunan kedua dapat diperoleh
dari limit
f ′′(a ) = lim
(4)
h →0
f (a + h ) − 2 f (a ) + f (a − h ) h2
untuk setiap a ∈ I . (lihat latihan 16.) Diberikan a ∈ I , h sedemikian hingga a + h dan a − h sampai ke I. Kemudian a = f ( 12 (a + h ) +
1 2
(a − h )),
dan jika f konvex
pada I, maka kita dapat f (a ) = f ( 12 (a + h ) +
1 2
(a − h )) ≤ 12 f (a + h ) + 12 f (a − h ).
Selanjutnya kita dapat f (a + h ) − 2 f (a ) + f (a − h ) ≥ 0. Jika h 2 > 0 untuk semua h ≠ 0, maka limit dari persamaan (4) pasti tidak negatif . Dari sini kita capai
f ′′(a ) ≥ 0 untuk setiap a ∈ I . 44 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
(⇐)
Kita akan gunakan Teorema Taylor. Misalkan x1 .x 2 adalah dua
titik sembarang dari I, misalkan 0 < t < 1 , dan misalkan x0 = (1 − t )x1 + tc. Menggunakan Teorema Taylot untuk f di x 0 kita dapat titik c1 antara x 0 dan x1 sedemikian sehingga
f ( x1 ) = f ( x0 ) + f ′( x0 )( x1 − x0 ) + 12 f ′′(c1 )( x1 − x0 ) , 2
dan suatu titik c2 antara x 0 dan x 2 sedemikian hingga
f ( x 2 ) = f ( x0 ) + f ′( x0 )( x2 − x0 ) + 12 f ′′(c2 )( x 2 − x0 )
2
Jika f ′′ nonnegative pada I, maka
R=
1 2
(1 − t ) f ′′(c1 )(x1 − x0 )2 + 12 tf ′′(c2 )(x2 − x0 )2
Juga nonnegative. Sehingga kita dapat
(1 − t ) f (x1 ) + tf (x2 ) = f (x0 ) + f ′(x0 )((1 − t )x1 + tx2 − x0 ) 2 2 + 12 (1 − t ) f ′′(c1 )( x1 − x0 ) + 12 tf ′′(c 2 )( x 2 − x o ) = f ( x0 ) + R ≥ f ( x0 ) = f ((1 − t )x1 + tx 2 ). dari sini, didapat f adalah suatu fungsi konfex pada I.
Metode Newton Misalkan f fungsi yang dapat diturunkan dan memiliki nilai nol pada r dan
x1 sebagai perhitungan dasar dari r. Garis tangent pada kurva di
(x1 , f (x1 ))
memiliki persamaan y = f ( x1 ) + f ′( x1 )( x − x1 ), dan selanjutnya mendekati lainnya menggunakan x-axis pada titik
x 2 = x1 −
f ( x1 ) . f ′( x1 )
(Lihat gambar 6.4.2.) Jika kita ganti x1 dengan dugaan kedua x 2 , maka kita dapat titik x3 , dan seterusnya. Pada perhitungan ke-n kita dapat titik x n +1 dari titik x n dengan rumus
x n +1 = x n −
f (xn ) . f ′( x n ) 45
Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
Dengan pipotesis yang tepat, deret ( xn ) akan cepat konvergen ke akar persamaan
f (x ) = 0, seperti yang kita perlihatkan. Kuncinya adalah teorema Taylor.
Gambar 6.4.2 Metode Newton
6.4.7
Metode Newton
I = [a, b] dan
Diberikan
f : I → R yang bisa
diturunkan sebanyak dua kali pada I.Misal f (a ) f (b ) < 0 dan ada konstanta m, M sedemikian sehingga
f ′′( x ) ≤ M untuk semua x ∈ I dan
f ′( x ) ≥ m > 0 dan
K = M / 2m. Ada sub interval I * yang terdiri dari nol r dari f sedemikian hingga untuk setiap x1 ∈ I * barisan ( xn ) didefinisikan sebagai
x n +1 = x n −
(5)
f (xn ) f ′( x n )
untuk semua n ∈ N ,
Pada I * dan ( xn ) konvergen ke r. Menjadi x n +1 − r ≤ K x n − r
(6)
2
untuk semua n ∈ N .
Jika f (a ) f (b ) < 0, bilangan f (a ) dan f (b ) memiliki tanda yang
Bukti.
berlawanan; Berdasarkan teorema 5.3.5 ada r ∈ I sedemikian hingga f (r ) = 0. Jika f ′ tidak pernah nol di I, ikuti teorema Rolle 6.2.3 bahwa f tidak hilang dititik lainnya di I. Misalkan x ′ ∈ I acak, Dengan Teorema Taylor ada titik c ′ antara x ′ dan r sedemikian sehingga 2 0 = f (r ) = f ( x ′) + f ′( x ′)(r − x′) + 12 f ′′(c′)(r − x ′)
46 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
− f ( x′) = f ( x′)(r − x ′) + 12 f ′′(c ′)(r − x′)
2
Jika x ′′ adalah bilangan yang didefinisikan dari x ′ dengan menggunakan “aturan Newton”: x ′′ = x ′ −
f ( x ′) , f ′( x ′)
maka dengan perhitungan dasar didapat bahwa x ′′ = x ′ + (r − x ′) +
1 f ′′(c ′) ( x ′ − r )2 . 2 f ′( x ′)
lalu x ′′ − r =
1 f ′′(c ′) ( x ′ − r )2 . 2 f ′( x ′)
Jika c ′ ∈ I , batas asumsinya pada f ′ dan f ′′ terpenuhi dan, bentuk K = M / 2m, sehingga didapat pertidaksamaannya x ′′ − r ≤ K x ′ − r
(7) Pilih
δ >0
2
yang sangat kecil sehingga
δ < 1/ K
dan interval
I * = [r − δ , r + δ ] yang berada dalam I. Jika xn ∈ I * , maka x n − r ≤ δ dan dari (7) bahwa
x n +1 − r ≤ K x n
2
r ≤ Kδ 2 < δ ; dari sini xn ⊂ I * menghasilkan
xn +1 ⊂ I * . Karena itu jika x1 ⊂ I * , kita simpulkan bahwa xn ∈ I * untuk semua n ∈ N. Juga jika x1 ∈ I * , maka pengenalan dasar dengan (7) memperlihatkan
bahwa xn+1 − r < (Kδ ) x1 − r untuk n ∈ N. Tetapi bila Kδ < 1 ini membuktikan n
bahwa lim( x n ) = r.
6.4.8
Contoh
Kita
akan
menggunakannya untuk mendekati
Mengilustrasikan
Metode
Newton
dan
2 . Misalkan f ( x ) = x 2 − 2 untuk x ∈ R,
kemudian kita cari akar positif dari persamaan f (x ) = 0. Jika f ′( x ) = 2x, rumus hitungnya adalah
47 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
x n +1 = x n − = xn −
f (xn ) f ′( x n ) x n2 − 2 1 2 = x n + 2 xn 2 xn
.
Jika kita ambil x1 = 1 sebagai perhitungan awal, maka kita dapat nilai
x2 − 3 / 2 = 1.5,
x3 = 17 / 12 = 1.416666..., x 4 = 577 / 408 = 1.414215..., dan
x5 = 665857 / 470832 = 1.414213562374..., yang benar untuk sebelas digit.
Catatan (a)
Misalkan en = x n − r
eror dari pendekatan r, maka ketaksamaan (6) dapat 2
ditulis dalam bentuk Ke n +1 < Ke n . Akibatnya, jika Ken < 10 − m maka
Ken +1 < 10 −2 m sehingga jumlah digit dalam Ken berganda. Karena penggandaan ini, baris yang dihasilkan Metode Newton dikatakan konvergen kuadratik. (b)
Pada prakteknya, saat metode Newton digunakan sebagai program computer, satu cara yang bisa mencari nilai x1 dan pemrograman berjalan. Jika x1 dipilih, atau jika akarnya terlalu dekat pada titik ujung dari I, prosedurnya tidak akan konvergen ke nol dari f. Dua kemungkinan kesulitan digambarkan pada gambr 6.4.3 dan 6.4.4. Salah satu cara yang umum digunakan adalah metode Biseksion untuk menjangkau perhitungan tertutup dari akar dan mengubah ke Metode Newton untuk mencakup semuanya.
Gambar 6.4.3
xn → ∞
Gambar 6.4.4 bergerak antara
xn x1
dan
x2 .
48 Analisis Real, 2011 Lis Amalia (20102512005) – Eka Fitri Puspa Sari (20102512016) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya