Didukung: IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA dan CIREBON ELECTRIC POWER
DARI REDAKSI Pengembangan Industri Nonmigas
Sektor industri pengolahan nonmigas menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi pada periode 2010 – 2014, setelah sempat mengalami perlambatan pertumbuhan pada periode sebelumnya. Bahkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor ini lebih tinggi dari pertumbuhan PDB nasional dan menjadi motor utama penggerak perekonomian nasional jika dilihat dari besarnya kontribusinya terhadap PDB nasional, mencapai 20,65 – 22,61 persen. Kontribusi tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau adalah cabang industri yang memunyai peran besar terhadap PDB sektor ini, dengan kontribusi sebesar 36,85 persen. Kemudian disusul oleh cabang Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar 27, 80 persen dan Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet dengan kontribusi 11,65 persen. Hampir 80 persen kontribusi ketiga cabang ini pada PDB sektor industri pengolahan nonmigas.Besarnya peran ini menunjukantelah terjadi penguatan struktur industri ke arah produksi produk-produk yang bernilai tambah dan berteknologi tinggi. Investasi di sektor ini pun semakin meningkat. Yang paling diminati para investor adalah cabang industri makanan, lalu industri kimia dan farmasi, industri logam, mesin dan elektronik, serta industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lainnya. Namun, sektor ini masih mengalami defisit perdagangan dengan luar negeri, akibat nilai impor masih lebih besar dari nilai ekspor. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan bahan baku atau komponen untuk menopang perkembangan industri ini masih bergantung kepada negara lain.
untuk industri yang berbasis riset. Hal ini akan mengurangi ketergantungan terhadap impor dan, sekaligus juga, akan memberdayakan dan menempatkan insinyur Indonesia pada peran sesungguhnya. Artinya, para insinyur Indonesia tidak lagi hanya berperan sebagai “operator” dari teknologi asing, namun mampu merancang dan membangun teknologi dan sistem industri di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan, renumerasi dan kesejahteraan yang diterima oleh para insinyur dapat meningkat, sehingga hal ini akan juga meningkatkan minat generasi muda untuk menggeluti dan berkarya dalam bidang keinsinyuran, di tengah lesunya perkembangan industri migas. Percepatan pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi dengan semakin banyak tersedianya tenaga insinyur Indonesia yang berkualitas untuk menopang perkembangan industri pengolahan nonmigas, dan juga memercepat pencapaian visi pembangunan industri Indonesia 2015 – 2019: Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan. Aries R. Prima Pemimpin Redaksi
Untuk mengatasi hal ini, kiranya pemerintah bersama berbagai pemangku kepentingan mampu mendorong pengembangan industri substitusi impor dan mengakselerasi hilirisasi industri yang berbasis sumberdaya alam. Lebih jauh lagi, Indonesia harus mampu menciptakan berbagai inovasi teknologi
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA dan CIREBON ELECTRIC POWER
2
Teknik Industri dan Pembangunan Industri Ir.Prihadi Waluyo, MM, IPM
Teknik Industri adalah bidang keilmuan yang merancang, memerbaiki dan menerapkan sistem terintegrasi berdasarkan ilmu-ilmu di matematika, fisika, dan ilmu sosial, menerapkan prinsip dan metode analisis rekayasa dan merancang untuk menentukan, meramalkan dan mengevaluasi hasil yang akan dicapai, telah menjadi salah satu disiplin ilmu keteknikan yang penting dalam pembangunan industri, baik tingkat mikro pabrik hingga tingkat makro negara.
Tanpa industri, maka tidak ada nilai tambah yang dihasilkan dan diproduksi secara masal dari bahan baku menjadi produk antara dan produk jadi. Teknologi sebagai mesin pembangunan bukan untuk sekedar diuji coba dalam skala laboratorium, melainkan harus dipraktekan dalam skala pabrik untuk memenuhi kebutuhan pasar secara kompetitif dan dalam rangka kemandirian bangsa. Industri yang perlu dikembangkan adalah yang melibatkan keterampilan enjiniring, atau engineering industry, seperti industri otomotif yang melibatkan tenaga terampil las, permesinan, pengecoran, dan lainlain. Demikian pula industri perkapalan, pertahanan, kereta api, peralatan pabrik, dan pesawat terbang. Dalam pembuatan alutsista amunisi ringan untuk senjata standar TNI Senapan Serbu (SS1 dan SS2) kaliber 55,6 mm masih terkendala homogenitas pelat kuningan produksi D.N. baik komposisi Cu:Zn = 70:30, maupun kerataan permukaan. Sedang bila tergantung impor cup kuningan, yang mencerminkan jumlah peluru yang diproduksi, akan dengan mudah diembargo lawan. Dari mesin roll pelat kuningan DN terkendala belum adanya mesin roll four high mill yang mampu memproduksi longsong jutaan butir, meski BPPT bersama mitra telah mencoba membuat mesin substitusinya maupun uji coba pengecoran material dan pengerolan pelat kuningan.
wilayah RI dengan kontur medan geografis yang berat, tidak dilanjutkan, menuju produksi 500 ribu produk mobil per tahun. Dengan kebijakan produksi DN yang dibeli oleh pemerintah (government procurement), disamping barang bersubsidi dan produk militer, tidak dianggap melakukan diskriminasi menurut ketentuan organisasi perdagangan dunia (WTO/World Trade Organisation). Tanpa gerakan Aku Cinta (produk) Indonesia/ACI, produk dalam negeri sulit berkembang, karena kuatir tidak kembali biaya investasi mesin/teknologi/SDM yang ditanam. Untuk itu perlu lebih dipromosikan yang mana benar-benar produk DN, agar jangan ada PMA tersembunyi yang ikut membonceng seolah produk DN. Dengan gerakan produktivitas nasional yang berintikan ilmu Teknik Industri (TI), maka akan lebih memperkuat daya saing produk DN dan kemandirian bangsa, karena prinsip produktivtas adalah hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari ini, serta tidak ada cara yang terbaik, selalu ada cara yang bisa lebih disempurnakan. Dengan ciri ilmu TI yang makin berkembang ke arah lebih terspesialisasi, seperti logistic-supply chain, ergonomic, perancangan kerja (time and motion study, method engineering), tata letak pabrik, studi kelayakan, dan sebagainya. Maka TI siap mengawal pembangunan industri nasional yang berdaya saing dan meningkatkan kemandirian bangsa.***
Dilihat kapasitas minimal produksi pabrik maka pangsa pasar 200 juta lebih penduduk sudah cukup untuk sebagai captive market (segmen pasar DN), sehingga sangat disayangkan bila truk PERKASA yang sudah diproduksi 700 unit dan telah digunakan diberbagai
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA dan CIREBON ELECTRIC POWER
3
Tagihan (Bagian I) Ir.Dosohusodo Widjojo, MM., IPM.
Kami tinggal disuatu kampung sangat sederhana, 3 km disebelah barat Bandara International Soekarno Hatta (Soetta), Tangerang. Kampung sederhana yang berkembang seiring dengan perluasan infrastruktur dan pembangunan Bandara Soetta Terminal 3 Ultimate. Bulan September 2013, selepas pensiun dini dari suatu perusahaan Konsultan Manajemen Proyek, kami (saya dan istri) mewujudkan rencana menjalankan usaha sendiri, kalau tidak boleh disebut menjalankan usaha “ekonomi kreatif” dibidang seni dan budaya. Kami menjalankan rencana membangun suatu penginapan kelas sederhana untuk para penumpang pesawat-udara yang di-„delay‟ atau transit dan butuh sekadar tempat istirahat semalam kemudian melanjutkan perjalanan esok hari dari bandara Soetta. Rencana selanjutnya menjual “property” tersebut kepada para investor. Kami menyiapkan dana yang cukup sesuai rencana, menyiapkan seorang Kepala Proyek yang berpengalaman untuk memimpin proyek, menyiapkan tim Akunting yang mencatat keluarmasuk dana, menyiapkan insinyur untuk merencanakan segala sesuatu tentang proyek gedung Penginapan. Kami merencanakan membangun 10 unit penginapan dalam waktu satu tahun. Lalu kami menawarkan „property‟ tersebut pada Investor yang berminat untuk membelinya. Singkat kata kami memulai proyek tersebut dan mengawasi perkembangan proyek, waktu demi waktu. Dana kami belanjakan sedikit demi sedikit, sementara waktu terus berjalan tanpa bisa dihambat. Bertahap pula kami menawarkan „property‟ tersebut pada para investor yang berminat, kami laporkan kemajuan bulanan kepada investor, dan kami kirim tagihan bulanan kepadanya. Lumayan, ada uang tagihan masuk. Sampailah pada suatu situasi, kondisi, keadaan dimana kami harus ketat dalam pengeluaran dana dan ketat dalam waktu, karena investor ingin juga
selesai sesuai jadwal. Teringat saat bekerja di perusahaan Konsultan Manajemen Proyek, tentang apa yang disebut Manajemen „Earned Value‟; suatu kombinasi Kendali Biaya dan Kendali Jadwal Proyek, yang berguna untuk mengetahui Perkiraan Sisa Biaya proyek yang dibutuhkan sampai proyek selesai. Kepala Proyek mengukur kinerja proyek dan kemajuan proyek dengan prinsip MEV dengan cara memakai kunci tiga-dimensi sebagai berikut: Planned value. Planned value (PV) merupakan rencana-anggaran yang telah disetujui bersama untuk jadwal tertentu, untuk menyelesaikan pekerjaan yang ada pada “Work Breakdown Structure” (WBS). Anggaran ini dialokasikan bertahap sepanjang siklus proyek. Bagian Planning Engineer selalu memonitor PV ini. Earned value. Earned value (EV) mengukur kerja yang telah dicapai sesuai anggaran yang telah disetujui, dapat berwujud tagihan yang diperoleh sesuai dengan progres pekerjaan yang telah diselesaikan. Kepala Proyek memonitor EV secara periodik (bulanan) untuk menentukan status kemjuan saat itu. Actual cost. Actual cost (AC) merupakan biayaaktual yang telah dibelanjakan untuk menyelesaikan proyek pada periode waktu tertentu. Tim Akunting selalu memonitor AC ini.
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA dan CIREBON ELECTRIC POWER
4
Tagihan (Bagian I) - Lanjutan Ir.Dosohusodo Widjojo, MM., IPM.
Bakuan Variance Schedule variance. Schedule variance (SV) mengukur kinerja schedule (jadwal) yang dinyatakan dengan selisih antara Earned Value dan Planned Value. Variance berguna untuk mengindikasikan proyek berada pada status jadwal terlambat atau terlalu cepat dibanding bakuan (baseline) jadwal. Persamaan yang digunakan: SV = EV – PV. Cost variance. Cost variance (CV) merupakan selisih anggaran (rugi atau untung) pada suatu waktu tertentu, dinyatakan dalam selisih antara Earned Value dan Actual Cost. Cost Variance berguna untuk menentukan status proyek. Persamaan : CV= EV − AC. Indeks Perbandingan Schedule performance index. Schedule performance index (SPI) merupakan pengukuran efisiensi schedule dinyatakan dalam perbandingan antara Earned Value dengan Planned Value. SPI mengukur seberapa efisien tim proyek dalam memanfaatkan waktunya. SPI kadang dipakai bersamaan dengan „Cost Performance Index’ (CPI) untuk meramalkan Estimasi Biaya yang akan dibutuhkan pada status akhir proyek.
Jika besaran SPI kurang dari 1.0, maka artinya pekerjaan yang diselesaikan lebih sedikit dibanding dengan yang direncanakan. Artinya: buruk. Jika SPI lebih besar dari 1.0, maka artinya pekerjaan yang diselesaikan lebih banyak dibanding dengan yang direncanakan. Artinya: bagus. Persamaan: SPI = EV/PV. Cost performance index. Cost performance index (CPI) mengukur efisiensi biaya terhadap sumberdaya keuangan yang telah dianggarkan, dinyatakan dalam perbandingan antara Earned Value dan Actual Cost. Jika besaran CPI kurang dari 1.0, maka artinya biaya yang dibelanjakan terlalu besar, untuk pekerjaan yang telah diselesaikan. Artinya: buruk. Jika besaran CPI lebih besar dari 1.0, maka artinya biaya yang dibelanjakan lebih kecil, untuk pekerjaan yang telah diselesaikan. Artinya: bagus. CPI berguna untuk menentukan status proyek dan merupakan dasar untuk Estimasi Biaya proyek pada akhir schedule proyek. Persamaan: CPI = EV/AC. Tiga parameter: Planned Value, Earned Value, dan Actual Cost dapat dimonitor dan dilaporkan secara bulanan atau mingguan dan secara kumulatif.***
Gambar: Earned Value, Planned Value, dan Actual Cost
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA dan CIREBON ELECTRIC POWER
5
Tagihan (Bagian II) Ir.Dosohusodo Widjojo, MM., IPM.
Mengendalikan Biaya Proyek Dengan bekal ilmu Manajemen „Earned Value‟, kami mencoba mengendalikan biaya proyek untuk membangun 10 (sepuluh) buah Rumah Penginapan dalam waktu 12 (duabelas) bulan, dengan total anggaran konstruksi, untuk 10 rumah penginapan, Rp1.000 milyar. Setalah proyek berjalan selama 5 bulan, kami memantau situasi dan kondisi proyek. Pertama, kami minta penjelasan dari Engineers tentang rencana anggaran yang dikeluarkan sampai pada bulan ke lima, dan mendapatkan penjelasan bahwa Planned Value (PV): Rp 360 milyar . Kedua, kami minta penjelasan dari Akunting tentang anggaran yang dikeluarkan untuk belanja sampai pada bulan ke lima, dan mendapatkan penjelasan: Actual Cost (AC) sebesar Rp 310 milyar Terakhir, kami minta penjelasan dari Kepala Proyek tentang pencapaian, atau tagihan yang bisa diuangkan sampai pada bulan ke lima, dan mendapatkan penjelasan bahwa Earned Value (EV) sebesar Rp 250 milyar. Setelah dibandingkan, kami mendapatkan angkaangka yang berlainan dari ketiga data diatas (Rencana, Belanja dan Tagihan). Pertanyaan demi pertanyaan kemudian timbul. 1. Apakah yang terjadi selama ini di proyek kami? 2. Apakah proyek ini terlalu boros atau terlalu hemat biayanya? 3. Apakah proyek ini terlambat atau terlalu cepat schedule-nya? 4. Apakah proyek dapat selesai tepat waktu dan tepat biaya? 5. Kalau proyek boros biaya, berapa banyak lagi biaya akan dikeluarkan sampai proyek selesai? Kami tidak bisa menjawabnya, sampai kami menganalisa kondisi perkembangan proyek memakai „Manajemen Earned Value‟(EV) sebagai berikut:
Progres EV: Rumah no 1 = 40 Rumah no 2 = 30% Rumah no 3 = 50% Rumah no 4 = 50% Rumah no 5 = 10%
Rumah no 6 = 20% Rumah no 7 = 20% Rumah no 8 = 10% Rumah no 9 = 10% Rumah no 10 = 10%
Rata-rata = 250 % / 10 = 25% Variances pada bulan ke lima Cost Variance (CV) = EV-AC = 25 – 31 = - 6. Boros biaya, menjawab pertanyaan ke 2 di atas. Kemudian Schedule Variance (SV) = EV-PV = 25 – 3 = - 11. Terlambat dari jadwal, menjawab pertanyaan ke tiga Indeks pada bulan ke lima Cost Performance Index (CPI) = EV/AC = 25 / 31= 0,806. Boros biaya, menjawab pertanyaan ke dua. Schedule Performance Index (SPI) = EV/PV = 25 / 36= 0,694. Terlambat dari jadwal, menjawab pertanyaan ke tiga. Estimation at Completion (EAC): Beberapa alternatif digunakan untuk menjawab pertanyaan ke lima. Alternatif 1 : EAC = Actual + Remaining Budget = 310 + (1000 250) = 1,060 M Alternatif 2 : EAC = Actual + New Estimate for Remaining Budget = 310 + 800 (estimasi) = 1,110 M Alternatif 3 : EAC = Actual + Remaining Budget/CPI = 310 + (750/0.806) = 1,240 M. Alternatif 4 (Skenario terburuk) EAC = Actual + Remaining/CPI/SPI = 310 + (750/0.806):0.694 = 310 + 1,341 = 1,651 M. Dari hasil perhitungan di atas, dipilih lah alternatif 4 dengan memakai angka CPI dan SPI sebagai faktor pembagi untuk mendapatkan Estimasi Biaya yang diperlukan untuk membangun penginapan sampai akhir proyek (EAC) sebesar Rp. 1,651 M.***
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA dan CIREBON ELECTRIC POWER
6
Menggunakan Momentum Pembangunan Infrastruktur Untuk Bangkitkan Industri Nasional* Dari Sumbangan Pemikiran Persatuan Insinyur Indonesia „Pemerintah kini bertekad untuk memercepat pelaksanaan pembangunan infrastruktur, seperti jalan raya, kereta api, perhubungan laut, udara, transportasi perkotaan, ketenagalistrikan, energi, teknologi komunikasi dan informatika, sumber daya air, air minum, limbah dan perumahan. Total anggaran pembangunan selama periode 2015-2019 sebesar Rp 5.513 T yang terdiri dari dana APBN sebesar Rp 2.215 T, APBD Rp 545 T, BUMN Rp 1.066 T dan Swasta Rp 1.692 T. Pengeluaran dana yang besar untuk pembangunan infrastruktur selama ini sekitar 70% dinikmati oleh supplier dan kontraktor asing. Ini terjadi selain karena ketidak-mampuan industri dan perusahaan dalam negeri juga karena sumber pendanaan dari pinjaman yang mengikat di mana peluang kontraktor nasional dan peran serta industri dalam negeri nyaris tidak ada. Situasi ini harus diubah. Pemaksaan penggunaan produk dalam negeri melalui referensi TKDN tidak bisa hanya dengan cara dipaksakan tapi juga harus disertai bahkan didahului dengan penyiapan industri di dalam negeri itu sendiri. Persiapan akan lebih berhasil jika pemikiran tentang penggunaan hasil inovasi dalam negeri (KIDN) dibuat melatarbelakangi peningkatan TKDN, karena akan selalu diusahakan terjadinya alih teknologi. Penguatan industri di dalam negeri harus dimulai dengan penetapan prioritas pembangunan industri nasional. Dengan adanya keterbatasan sumber dana dan tenaga, pemerintah harus fokus memilih hanya sektor industri tertentu saja yang dikembangkan. Tidak terlalu melebar (broad based). Selain fokus, pemerintah juga harus memiliki rencana jangka panjang yang konsisten dan serasi dengan rencana pengembangan sektor lainnya. Infrastruktur untuk kepentingan pengembangan industri, penetapan kawasan industri yang spesifik, penyediaan energi, penyediaan tenaga kerja yang berkualitas, penyediaan bahan baku, penyediaaan dukungan peraturan dan pelayanan adminsitrasi dan ijin harus sudah termasuk dalam rencana tersebut.
nasional menjadi sangat mendesak. Institusi ini lah yang menjamin adanya konsistensi jangka panjang dan keserasian dengan perkembangan sektor industri dengan sektor lainnya. Momentum adanya pembangunan infrastruktur terutama yang terakit dengan penyediaan material atau equpiment hasil industri seperti misalnya pembangkit listrik seharusnya dijadikan momentum untuk tumbuhnya industri peralatan pembangkit listrik seperti engine (motor bakar diesel atau gas), turbin (gas atau uap), ketel (boiler), burner, generator, trafo, kabel, insulator, rangka dan pipa baja, tower dan lainnya. Demikian juga pembangunan di bidang maritim seharusnya dijadikan momentum untuk bangkitnya industri peralatan pelabuhan seperti gantry crane, tug boat, kapal, rambu-rambu pelayaran dan lainnya. Pembangunan kereta api seharusnya menumbuhkan industri baja penghasil rel kereta, industri pre-cast bantalan, signaling system, lokomotif dan gerbong (rolling stock). Selain bahan utama keperluan pembangunan, industri juga dapat memanfaatkan peluang keperluan proses pembangunan itu sendiri misalnya industri alat-alat berat, industri tools, industri peralatan safety, garmen untuk pekerja, telekomunikasi, transportasi dan lainnya.*** *Tulisan ini adalah petikan dari Paper kesiapan Kontraktor EPC, Insinyur Dan Industri Nasional Menyambut Pembangunan Infrastruktur 2015 – 2019 oleh PII.
Kembali dalam konteks ini adanya dapur pikir
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA dan CIREBON ELECTRIC POWER
7
Engineer Weekly Pelindung: A. Hermanto Dardak, Heru Dewanto Penasihat: Bachtiar Siradjuddin Pemimpin Umum: Rudianto Handojo, Pemimpin Redaksi: Aries R. Prima, Pengarah Kreatif: Aryo Adhianto, Pelaksana Kreatif: Gatot Sutedjo,Webmaster: Elmoudy, Web Administrator: Zulmahdi, Erni Alamat: Jl. Bandung No. 1, Menteng, Jakarta Pusat Telepon: 021- 31904251-52. Faksimili: 021 – 31904657. E-mail:
[email protected] Engineer Weekly adalah hasil kerja sama Persatuan Insinyur Indonesia dan Inspirasi Insinyur.