PLUS 6 HALAMAN tentang IABEE Didukung: IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA
DARI REDAKSI
Tidak Ada Keinsinyuran Tanpa Material
Bagi orang awam, mendengar kata ‘material’ biasanya langsung digubungkan dengan toko bahan bangunan atau juga disebut toko material. Anggapan ini tidak sepenuhnya salah, karena bahan-bahan bangunan ini juga bagian dari ilmu teknik material, salah satu cabang ilmu teknik. Teknik material adalah sebuah disiplin ilmu teknik yang memelajari sifat bahan, hubungan struktur bahan dan sifatnya, rekayasa material, dan menitik beratkan pada desain berbagai jenis material, seperti logam, plastik, keramik, atau komposit untuk digunakan pada berbagai aplikasi. Selain itu, bidang ini juga memelajari teknik proses atau fabrikasi, teknik analisis, analisis kegagalan, analisis biaya dan keuntungan dalam produksi untuk industri, serta perawatan. Berbagai material diciptakan dari berbagai komponen yang ada di Bumi, organik atau pun nonorganik, yang dapat diolah menjadi material yang dapat digunakan untuk menunjang kehidupan manusia dan lingkungannya.
komputer. Berbagai material dengan berbagai sifat digunakan untuk menciptakan setiap karya cipta kompleks ini. Bahkan, sekarang ini, ilmu material atau dikenal juga sebagai ilmu bahan, digunakan untuk menciptakan energi alternatif. Engineer Weekly kali ini akan mengulas mengenai berbagai kemajuan ilmu material serta berbagai aplikasinya yang membuat kehidupan tetap berputar. Ditambah dengan kemajuan teknologi nano, material yang semakin ringan dan semakin kuat, dapat dibuat berukuran sangat kecil yang bermanfaat bagi pembuatan benda-benda berteknologi tinggi portabel. Tidak dapat dibayangkan dunia dan keinsinyuran tanpa adanya disiplin ini. Maka itu tidaklah berlebihan bila orang mengatakan: Engineering is nothing without materials, tak ada keinsinyuran tanpa material.*** Aries R. Prima Pemimpin Redaksi
Salah satu aplikasi disiplin saat ini adalah membuat materi tempat penyimpanan data atau storage, yang kita kenal sebagai memory card atau flashdisk, yang kian hari menuntut agar dapat menyimpan data yang semakin besar dengan ukuran yang kecil. Benda-benda sederhana yang kita temui sehari-hari adalah hasil dari perkembangan ilmu material, seperti pisau dapur, gunting, sendok dan garpu, kabel listrik, ban, dan pakaian. Seorang insinyur di bidang material harus memahami sifat-sifat material yang akan digunakan untuk membuat perkakas atau benda tertentu, sehingga dapat benar-benar berfungsi sesuai harapan para penggunanya. Misalkan saja, untuk membuat pisau dan gunting digunakan material stainless steel, yang mudah ditempa dan tahan korosi. Untuk pembuatan kabel listrik, digunakan tembaga yang mampu menghantar panas/listrik dengan baik. Tidak hanya pada benda sederhana saja, ilmu ini berperan penting pada pembuatan benda-benda yang lebih rumit, misalkan pesawat terbang, kapal laut, mobil, pesawat antariksa, smartphone, dan
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA
2
Menyetir Serangga Aries R. Prima – Engineer Weekly
Insinyur di Amerika Serikat telah mengembangkan ‘ransel’ elektronik yang dapat digunakan untuk ‘mengambil alih’ sistem saraf capung dan mengontrol penerbangannya. Sejumlah kelompok peneliti di seluruh dunia terutama di bidang militer – sedang mengembangkan kendaraan terbang kecil yang meniru penerbangan serangga. Salah satu serangga yang dipilih sebagai percobaan adalah capung ] karena memiliki kemampuan aerobatik dan efisiensi energi yang luar biasa. Kegiatan yang diberi nama Proyek The DragonflEye gagasan dari Draper (sebuah organisasi litbang nonprofit yang juga dikenal sebagai laboratorium The Charles Stark Draper), sebuah perusahaan di Massachusetts, menawarkan alternatif menarik untuk menjawab tantangan sulit membuat serangga terbang mekanis dengan memanfaatkan kemampuan udara capung hidup. Para insinyur menciptakan jenis baru drone ‘hybrid’ dengan mengombinasikan navigasi dalam ukuran mini, rekayasa biologi buatan, dan neurotechnology untuk memandu serangga ini. Sistem ini bekerja dengan mengirimkan perintah panduan dari ‘ransel’ ke neuronneuron ‘kemudi’ khusus di dalam saraf capung. Perintah-perintah ini disalurkan ke neuron serangga melalui denyutan cahaya sepanjang struktur optik yang dikembangkan secara khusus yang disebut optrodes.
Mengingat serat optik konvensional terlalu kaku untuk melilit saraf capung kecil, optrodes sangat fleksibel dan, menurut Draper, mampu membelokkan cahaya di ukuran sub-milimeter. "DragonflEye adalah jenis pesawat terbang mikro yang benar-benar baru, lebih kecil, lebih ringan dan lebih tidak terlacak dari apa pun yang pernah dibuat manusia," kata Jeese J Wheeler insinyur biomedis dan peneliti utama di Draper " Menariknya lagi, sebagai sumber energi, peralatan ini telah menggunakan panel surya yang terpasang di bagian atas. Selain aplikasi pada bidang militer yang sudah jelas , Draper mengklaim bahwa teknologi ini juga bisa menggunakan lebah madu untuk digunakan meningkatkan pemahaman mengenai penurunan populasinya selama 25 tahun terakhir dan bahkan mengarahkan penyerbukan. Lebah madu ini, di Amerika Serikat, berkontribusi lebih dari 15 juta dolar dari pemasukan sektor pertanian. Wheeler menambahkan bahwa teknologi optrode juga memiliki aplikasi potensial di luar pengendalian penerbangan serangga, seperti, misalnya digunakan untuk memproduksi perangkat diagnostik miniatur untuk kesehatan manusia.***
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA
3
MATERIAL BARU
Lebih Ringan dan Lebih Kuat Aries R. Prima – Engineer Weekly Sebuah material baru berhasil diciptakan oleh para peneliti di Massachusetts Institue of Technology (MIT), Amerika Serikat, yang diklaim lebih ringan dari plastik paling tipis, namun 10 kali lebih kuat dari baja, sehingga akan sangat berguna untuk diaplikasikan pada berbagai bidang yang memerlukan bahan ringan dan kuat. Material ini dibuat dengan mengompresi dan menggabungkan serpihan graphene, bentuk dua dimensi dari karbon, yang membentuk jaringan luas seperti sarang laba-laba terpelintir, dengan densitas hanya 5 persen dari graphene yang ada. Faktor utama yang membuat material ini kuat adalah bentuk geometris tiga dimensi daripada meteri itu sendiri. Artinya, material ringan dan kuat lainnya bisa dibuat dari berbagai material lain dengan menciptakan struktur geometris serupa. “Graphene ini bisa diganti dengan material lain,” jelas Markus J. Buehler, ilmuwan material dari MIT, dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan Live Science, 9 Januari lalu. Graphene adalah material yang terbuat dari lembaran serpihan atom karbon, hingga saat ini adalah material terkuat di muka bumi, setidaknya dalam bentuk lembar tipis 2 dimensi. Lembaran yang hanya setebal atom ini memiliki kekuatan yang besar dan sifat listrik yang unik. Kelemahannya, material ini sulit untuk diubah menjadi bentuk 3 dimensi. Markus mengatakan bahwa material ini tidak berguna untuk membuat bahan 3 dimensi yang dapat digunakan untuk membuat kendaraan, bangunan atau perangkat lainnya. “Apa yang akan
kami lakukan adalah mewujudkan keinginan untuk mentransformasikan material dua dimensi ini ke struktur 3 dimensi,” katanya. Dalam simulasi terakhir, menata ulang atom=atom graphene dengan cara tertentu bisa meningkatkan kekuatannya dalam bentuk 3 dimensi. Namun, ketika peneliti mencoba membuat material ini di laboratorium, hasilnya sering jauh lebih lemah dari yang diperkirakan. Untuk mengatasi tantangan ini, tim peneliti turun ke bagian paling dasar, yaitu menganalisis struktur tingkat atom. Setelah itu para peniliti menciptakan sebuah model matematika yang secara akurat dapat memprediksi cara membuat material baru ini. Mereka menggunakan jumlah panas dan tekanan yang tepat untuk menghasilkan struktur labirin melangkung, yang pertama kali dijelaskan ilmuwan NASA pada 1970, yang dikenal sebagai gyroid. “Setelah menciptakan struktur 3D ini, kami ingin melihat batasnya. Material sekuat apa yang mungkin kita bisa ciptakan,” kata Zhao Qin, salah satu peneliti di MIT. Ini menghasilkan sebuah struktur kuat dan stabil yang menyerupai beberapa jenis karang dan alga kecil yang disebut diatom. Salah satu kendala menciptakan material ini adalah kurangnya kemampuan industri manufaktur untuk memproduksinya. Namun, diyakini, selalu ada cara agar material ini dapat diproduksi dalam skala besar, dan di masa depan, struktur raksasa, seperti jembatan yang sangat besar dapat dibuat dari bahan beton gyroid, dengan sifat sangat kuat dan sangat ringan.***
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA
4
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA
5
Mengarustengahkan Washington Accord dalam Akreditasi Pendidikan Tinggi Teknik Nasional (1) Oleh Prof. Tresna P. Soemardi, IPM* Sejarah Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia Perjalanan sejarah pendidikan tinggi teknik di Indonesia sudah cukup panjang. Dimulai dari berdirinya Technische Hoogescholl te Bandoeng (THSBandoeng) yang dibuka secara resmi oleh pemerintah penjajah Belanda sejak 3 Juli tahun 1920 untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga ahli teknik diseluruh wilayah Indonesia yang pada saat itu merupakan wilayah jajahan Belanda. THS-Bandoeng pada saat itu hanya mempunyai satu fakultas yang disebut Fakulteit van Technische Wetenschap (Fakultas Teknik dan Sain) dengan hanya satu program studi yaitu de afdeeling der Weg en Waterbouw (Program Studi Teknik Jalan dan Sumberdaya Air). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, THS-Bandoeng menjadi Fakultas Teknik bagian dari Universitas Indonesia (UI) di Jakarta. Pada tanggal 2 Maret 1959 Fakultas Teknik UI diresmikan oleh pemerintah Indonesia menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai entitas akademik yang berdiri sendiri. Berarti umur perjalanan pendidikan tinggi teknik Indonesia sudah hampir seratus tahun. Selama itu pula, ITB mengalami perubahan dalam kurikulum, proses pendidikan dan penelitian serta pengabdian kepada masyarakat untuk menghasilkan Ir (insinyur) pada saat itu yang sudah berbeda dengan lulusan saat ini yang bergelar ST (Sarjana Teknik) pada tingkat S1. Setelah kemerdekaan banyak dibuka Fakultas Teknik dibeberapa PTN besar di Indonesia seperti UGM di Jogjakarta, UI di Jakarta, Unhas di Makassar, USU di Medan dsb, juga Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) yang saat berdirinya pada tanggal 10 November tahun 1957 yang diresmikan oleh Presiden Soekarno. ITS pada saat berdirinya dimulai dengan 2 Program Studi yaitu Teknik Sipil dan Teknik Mesin. Pada Saat ini Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia sudah mencapai jumlah lebih dari 50 Fakultas dibidang keteknikan di PTN dan PTS yang mengelola lebih dari 200 program studi keteknikan.
Sistem pendidikan tinggi teknik pada masa penjajahan Belanda di THS-Bandoeng, faktanya bisa menghasilkan insinyur-insinyur yang langsung menunjukkan kiprahnya dengan karya-karya besar antara lain: Sukarno, Sutami, Rooseno, Sediatmo dsb. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu pendidikan tinggi teknik dapat menghasilkan insinyur-insinyur yang matang, walaupun melalui masa pendidikan yang rata-rata cukup panjang (lebih dari 6-7 tahun) lulusan mampu menghasilkan karya dan menciptakan lapangan kerja dengan proyek-proyek infrastruktur yang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang berkembang pasca kemerdekaan, seperti: kereta-api, jalan, jembatan dan gedung-gedung yang dibangun dengan suatu rekayasa dan rancang-bangun yang boleh dibanggakan. Lulusan Insinyur Teknik pada masa penjajahan Belanda diakui kompetensinya sejajar dengan lulusan Magister pada saat ini. Dalam Ijasah Insinyur pada saat itu juga tertera dalam ijasah bahwa pemegang ijasah dapat melanjutkan langsung program doktor dinegara Belanda. Pendidikan tinggi teknik juga mengalami masa penjajahan Jepang. Tiga setengah tahun pendudukan Jepang adalah masa yang pendek untuk dapat mempengaruhi sistem pendidikan tinggi teknik saat itu sehingga tidak ditemui dalam dokumen sejarah suatu perubahan kurikulum maupun proses belajar pendidikan tinggi teknik yang spesifik dimasa penjajahan Jepang. Pendidikan tinggi teknik di Indonesia mulai signifikan mengalami perubahan pasca kemerdekaan, 1950-1960 ketika banyak anak bangsa yang berprofesi sebagai dosen dikirim ke negara-negara maju untuk mengambil Master dan Doktor dengan dukungan program Colombo Plan, USAID, BGF-France, MUCIAWB dan kerjasama bilateral lainnya.
Perkembangan Kurikulum,Penjaminan Mutu dan Akreditasi Pendidikan Tinggi Teknik
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA
6
Mengarustengahkan Washington Accord dalam Akreditasi Pendidikan Tinggi Teknik Nasional (lanjutan-2) Oleh Prof. Tresna P. Soemardi, IPM*
Dosen-dosen yang kembali dengan gelar Ph.D dan Master inilah banyak memberikan warna baru perubahan kurikulum dan proses pendidikannya. Masa studi yang panjang dan beban studi yang besar pada jaman Belanda menjadi lebih dirasionalisasi pada tahun 1970-1980. Beban belajar maupun masa studi menjadi lebih terukur pengetahuan, kompetensi dan attitude atau soft skill yang ingin dicapai dengan menggunakan Kurikulum dengan Sistem Kredit Semester atau SKS. Sistem Kredit ini dimulai di ITB pada tahun 1973, walaupun sasaran kompetensi dan outcome pada saat itu juga masih banyak dipengaruhi oleh proses belajar mengajar sebelumnya dengan beban SKS untuk program S1 yang masih sekitar 165-175 SKS bandingkan dengan S1 saat ini yang sudah dirancang sekitar 144 SKS. Terbukti dari banyaknya lulusan Sarjana Teknik ketika memasuki dunia kerja, harus dilatih oleh perusahaan pengguna selama lebih kurang 1 tahun untuk menjadikannya memiliki kompetensi, penerapan pengetahuan dasar dan soft-skill sebagai insinyur muda di industri. Jika kita lihat lebih jauh mengenai pelatihan dan vokasi yang diberikan kepada Sarjana Teknik yang baru lulus adalah penguatan aplikasi engineering knowledge dan problem analysis (sebagai contoh Basic Mechanic Course atau BMC dengan kompetensi memimpin overhaul suatu alat besar di United Tractors anak perusahaan Astra), Penggunaan Modern tool atau Manajemen Mutu (sebagai contoh pelatihan QC, QCC dan TQM diseluruh perusahaan Astra, kemampuan Manajemen Proyek dan finansial dasar dalam Engineering, Procurement dan Construction). Sesuatu yang beralasan juga, jika Asosiasi Profesi Keinsinyuran seperti PII yang pimpinan dan anggotanya adalah insinyur praktisi, dari industri, dan dari akademisi serta dari kalangan pemerintah, PII mulai terlibat dalam pergaulan internasional dalam banyak forum HRD dalam kerjasama APEC. Mulai pada tahun 1995. PII mendorong pentingnya Sertifikasi Insinyur Profesional yang diakui sama di APEC, yang telah dimulai pada tahun 2000 bekerjasama dengan IEAust untuk memulai implementasi sertifikasi Insinyur Profesional yang telah berjalan sampai saat ini. Mulai saat itu lulusan Sarjana Teknik dapat meningkatkan secara
berkesinambungan sertifikasi kompetensi, pengetahuan dan attitudenya sebagai Insinyur Profesional Muda, Madya dan Utama. Menghadapi pasar yang semakin terbuka, BK-BK PII dengan Majelis Penilai IPnya harus secara berkesinambungan menyempurnakan dan meng-update manajemen, proses dan kriteria penilaian sertifikasi IP yang semakin efisien dan efektif. Sangat disadari bahwa sistem pendidikan tinggi teknik pada masa yang akan datang, akan semakin dituntut kompetensi, pengetahuan dan karakter yang sesuai dan relevan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat baik domestik maupun global.
Regulasi, kebijakan dan kelembagaan akreditasi pendidikan tinggi teknik Dalam sektor pendidikan khususnya pendidikan tinggi teknik, pemerintah terus menyempurnakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pengembangan pendidikan tinggi antara lain Otonomi PT, Program/Proyek Peningkatan Mutu (QProject Grant), Implementasi pertamakali Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi, Implementasi BHMN melalui PP dsb, walaupun mengalami pembatalan UU No.9 tahun 2009 tentang BHP dan juga pembatalan beberapa isi UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas oleh MK pada tanggal 31 Maret 2010, telah lahir kembali UU yang baru yaitu UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dibalik pembatalan UU oleh MK secara positif banyak hikmah yang diperoleh, yaitu khusus dalam masalah penjaminan mutu PT lebih diperbaiki sesuai dengan perkembangan global. Akreditasi Program Studi di Perguruan Tinggi yang dalam UU sebelumnya dilakukan oleh BAN-PT sejak 2012 diamanatkan untuk dilakukan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) dan independen serta bukan unsur pemerintah (NGO). BAN-PT akan lebih fokus pada kebijakan Sistem Akreditasi Nasional PT dan Akreditasi yang bersifat Institusi (Kelembagaan).
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA
7
Mengarustengahkan Washington Accord dalam Akreditasi Pendidikan Tinggi Teknik Nasional (lanjutan-3) Oleh Prof. Tresna P. Soemardi, IPM*
Mengarus-tengahkan Washington Accord dalam akreditasi pendidikan tinggi teknik nasional agar diakui setara secara global. Perubahan yang terjadi 5 tahun terakhir ini dalam pendidikan tinggi nasional, telah membawa pendidikan tinggi teknik lebih sesuai dengan mainstream atau arus tengah komitment internasional dalam akreditasi pendidikan tinggi teknik yaitu Washington Accord. Pada tahun 1989, dicapai suatu kesepakatan Washington (Washington Accord) dipelopori oleh 6 negara maju diwakili masing-masing LAMnya, yaitu: Amerika (ABET), Kanada (IE Canada), Inggeris (IE-UK), Irlandia (IE-Irlandia), Australia (IEAust) dan New Zealand (IPENZ). Dalam perjalanannya yang kredibel Washington Accord memantapkan dirinya menjadi arus tengah komitmen internasional dalam akreditasi pendidikan tinggi teknik. Dengan meyakinkan WA menjadi lokomotif arus tengah akreditasi pendidikan tinggi teknik secara global dimulai dengan 6 Signatory Member sekaligus sebagai Founder di tahun 1989 telah menjadi 17 Signatory Member di tahun 2014. Bersamaan dengan UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Indonesia juga telah berhasil mengUndangkan UU Keinsinyuran yaitu UU No.11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Berdasarkan UU ini maka kelembagaan keinsinyuran yaitu Dewan Insinyur Indonesia dan Persatuan Insinyur Indonesia yang mengawal efisiensi dan efektifitas Keinsinyuran di Indonesia akan semakin baik dan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas sertifikasi insinyur profesional yang menjadi motor inovasi dan daya saing bangsa. Dari input based education menuju Outcome Based Education Sarjana teknik atau insinyur profesional yang dihasilkan pendidikan teknik yang berkualitas dan akuntabel akan semakin diminati oleh pengguna. Program studi teknik merupakan hasil proses pembelajaran yang dilakukan oleh staf akademik dan mahasiswa. Pengakuan terhadap lulusan oleh pengguna mempunyai hubungan dengan asesmen atau akreditasi yang akuntabel terhadap kualitas pendidikan. Kunci sukses ditentukan oleh kebisaan atau kemampuan mengerjakan sesuatu yang berhasil diraih oleh mahasiswa dan kebisaan tersebut adalah yang dibutuhkan atau relevan dengan pengguna. Oleh sebab itu menjadi sangat penting merencanakan outcome yang ingin dicapai bagi lulusan pendidikan tinggi teknik. Menjadi sangat penting menyepakati tingkat kebisaan (level of ability) yang akan digali oleh
mahasiswa untuk suatu program studi pendidikan teknik yang dipilihnya. Menjadi sangat penting menetapkan atribut lulusan atau standar kompetensi lulusan. Proses pendidikan dijalankan untuk mencapai tingkat kebisaan (outcome) yang telah disepakati. Kurikulum berbasis outcome harus dirancang secara komprehensif, dinamis, dan fleksibel untuk membawa mahasiswa kepada target kemampuan mengerjakan sesuatu yang disepakati untuk dicapai. Dalam proses pembelajaran dosen memegang peranan penting, sementara kurikulum hanyalah alat bantu. Dalam Outcome Based Education (OBE) evaluasi awal kompetensi mahasiswa perlu dilakukan untuk proses pembelajaran yang optimum dan berhasil. Penerapan proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student centered learning-SCL) merupakan suatu keharusan dimana dosen bertindak sebagai fasilitator untuk memberdayakan mahasiswa. Penerapan proses pembelajaran dengan PBL (problem based learning), CBL (case based learning), LBE (laboratory based education), RBE (research based education), hybrid learning dsb untuk menunjang SCL akan menentukan keberhasilan OBE. Pemilihan proses pembelajaran tergantung pada filosofi bidang studi yang spesifik dan tergantung pada ability level yang ingin dicapai. Pendekatan OBE inilah yang merupakan tren komitmen internasional dalam akreditasi pendidikan tinggi teknik dan bidang lainnya, yaitu untuk Engineering dengan Washington Accordnya, Architecture dengan Canberra Accordnya, ICT dengan Seoul Accord, Medical Education: WFME dan Business dengan AACSB.
Apa yang masih harus dilakukan ke depan dalam rangka mencapai pengakuan regional Asia Pasifik dan internasional yang sama terhadap lulusan Sarjana Teknik Indonesia? Masalah kelembagaan LAM-PS Teknik sebagai Badan Akreditasi Program Studi Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia (Indonesian Accreditation Board for Engineering Education - IABEE) yang mandiri sangat perlu mempunyai hubungan yang harmonis dengan PII dan BK-BKnya. Dengan penempatan IABEE dalam tubuh PII akan mempermudah inkorporasi Akreditasi Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia dibandingkan IABEE secara kelembagaan berada diluar PII. Fakta juga menunjukkan dari 17 signatory member WA, 10 signatory member WA berada dalam Councils of Engineer (CE)/Institution of Professional Engineers (IPE) yaitu semacam PII di Indonesia (lihat table 1 dibawah ini).
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA
8
Mengarustengahkan Washington Accord dalam Akreditasi Pendidikan Tinggi Teknik Nasional (lanjutan 4) Oleh Prof. Tresna P. Soemardi, IPM* Tabel.1. WA Signatories and CE/IPE Accreditation Body within CE/IPE
Accreditation Body outside CE/IPE
Australia Canada Ireland New Zealand South Africa United Kingdom Hong Kong Malaysia Sri Lanka
USA Japan Chinese Taipei RP Korea Turkey Russia India
Dengan penempatan IABEE dalam PII juga akan mengintegrasikan dan mensinergikan Educational Accord dengan Competence Recognition/Mobility Agreement dalam Aliansi IEA (International Engineering Alliance) dimana PII sudah masuk di dalam IPEA dan APEC Engineer (lihat tabel.2. di bawah ini).
Tabel.2. Accord dan Agreement dalam Aliansi Keinsinyuran Internasional-IEA Educational Accord
Washington Accord
Sydney Accord
Dublin Accord
Professional Engineers
Engineering Technologist
Engineering Technicians
Competence Recognition/ Mobility Agreement International APEC International Professional Engineer Engineering Engineers Technologist Agreement Agreement Professional Professional Engineering Engineers Engineers Technologist (regional agreement)
PII
IABEE Konsep dan definisi IEA Graduate Attributes dan Professional Competencies untuk Professional Engineer, Engineering Technologist dan Engineering Technician secara detail dapat dilihat di situs www.washingtonaccord.org/IEA-Grad-AttrProf-Competencies-v2.pdf. Atribut lulusan disusun dalam 12 aspek yang membedakan peran sarjana teknik (engineer), D4 (technologist) dan D3 (technician). Untuk setiap atribut mempunyai suatu common stem dan range of information untuk setiap jalur pendidikan teknik. Sebagai contoh
BK=BK
untuk atribut Knowledge of Engineering Science: Common Stem: Penerapan matematik, sains, dasar teknik dan spesialisasi teknik, dengan Engineer Range: ….. to the solution of complex engineering problems. Engineering Technologist Range: …. To defined and applied engineering procedures, processes, systems or methodologies. Engineering Technician Range: …. to wide practical procedures and practices. Selanjutnya secara ringkas diuraikan dalam tabel.3. dibawah ini…..
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA
9
Mengarustengahkan Washington Accord dalam Akreditasi Pendidikan Tinggi Teknik Nasional (lanjutan 3) Oleh Prof. Tresna P. Soemardi, IPM* Tabel.3. Perbedaan Attribut Pendidikan Teknik dan Kompetensi Profesional Washington Accord Graduate Complex Problem
Lulusan Common Stem & Range
Range of Problem Solving
Range of Engineering Activities Knowledge Profiles
Graduate Attributes Profiles
Professional Competencies Profiles
Sydney Accord Graduate Broadly-defined Problems Professional Engineering Engineer Technologist S1 Teknik (ST) D4 Politeknik Apply knowledge of mathematic, Apply knowledge of mathematic, science, engineering fundamentals science, engineering fundamentals and an engineering specialization and an engineering specialization to the solution of complex to defined and applied engineering engineering problems. procedures, processes, systems or methodologies. Engineering problems which Engineering problems which cannot be resolved without incannot be pursued without a depth engineering knowledge, coherent and detailed knowledge of much of which is at, or informed defined aspects of professional by, the forefront of the professional discipline with a strong emphasis discipline, and have some or all of on the application of developed conflicting, depth of analysis, depth technology, and have of knowledge, infrequently characteristics that may impose encountered issues, outside conflicting, can be solved by standard and codes, stakeholders application of well proven analysis needs, consequences and high techniques, required detailed interdependence. knowledge of principles and applied procedures and methodologies, familiar problems which are solved in well accepted ways, partially outside standards and codes, occasionally conflicting needs, local consequences. Complex activities …. Broadly defined activities ….
Dublin Accord Graduate Well-defined Problems Engineering Technician D3 Politeknik Apply knowledge of mathematic, science, engineering fundamentals and an engineering specialization to wide practical procedures and practices. Engineering problems having some or all with few of conflicts, standardized ways, limited theoretical knowledge, frequently encountered and familiar to most practitioners, encompassed by standard and code, limited range of stakeholders, local consequences and not far reaching, and discrete components
Natural sciences, mathematics, engineering fundamentals, specialist knowledge, engineering design, engineering practice, comprehension of the role of technology in society, research literature
Natural sciences, mathematics, engineering fundamentals, specialist knowledge for subdiscipline, engineering design, practical engineering knowledge for subdiscipline, knowledge of issues and approaches in engineering technician practice.
Natural sciences, mathematics, engineering fundamentals, specialist knowledge, engineering design, engineering technology for subdiscipline, comprehension of the role of technology in society, technological literature
1.Engineering knowledge 2.Problem Analysis 3.Design/Development solution 4.Investigation 5.Modern tool usage 6.The engineer & society 7.Environment & sustainability 8. Ethics 9. Individual and Teamwork 10.Communication 11.Project Management & Finance 12. Life long learning 1.Comprehend and apply universal knowledge 2.Comprehend and apply local knowledge 3.Problem Analysis 4.Design and development of solutions 5.Evaluation 6.Protection of society 7.Legal and regulatory 8.Ethics 9.Manage engineering activities 10.Communication 11.Lifelong learning 12.Judgement 13.Responsibility for decisions
Well defined activities …..
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA
10
Mengarustengahkan Washington Accord dalam Akreditasi Pendidikan Tinggi Teknik Nasional (lanjutan 5) Oleh Prof. Tresna P. Soemardi, IPM* Ada 2 langkah penting yang harus dilakukan LAM-PS Teknik IABEE untuk menjadi anggota signatory WA yaitu: Langkah-1: Memperjuangkan Provisional Status (status keanggotaan sementara) LAM-PS di WA, dengan cara IABEE mengajukan permintaan kepada forum WA dengan dibantu rekomendasi dari 2 anggota tetap atau signatory, yang mengetahui dengan baik sistem akreditasi dalam yurisdiksi negara pengusul.
Untuk bisa diterima sebagai anggota sementara harus mendapat persetujuan dari 2/3 anggota tetap. Langkah-2: Proses review oleh 3 anggota tetap yang ditunjuk WA dan melaporkan hasil reviewnya kepada WA. Kesepakatan bulat WA diperlukan untuk menjadi anggota tetap. Status keanggotaan WA saat ini dapat dilihat pada tabel.2 di bawah ini
Tabel.2. Washington Accord membership (2014) Accreditation bodies 6 Founding Members HKIE (HK) ECSA (South Africa) JABEE (Japan) IES (Singapore) BEM (Malaysia) ASIIN (Germany) ABEEK (RP Korea) IEET (Chinese Taipei) AEER (Russia) NBA (India) IESL (Sri Lanka) MUDEK (Turkey) PEC (Pakistan) COE (Thailand) BAETE (Bangladesh) CAST (PR China) PTC (The Philippines) ICACIT (Peru) IABEE (Indonesia)
Provisional status No system at that time 1994 2001 2003 2003 2003 but was removed in 2013 2005 2005 2007 2007 2007 2010 2010 Submitted in 2010 but was differed 2011 2013 2013 2014 Preparation
Mengapa establishing IABEE ini menjadi penting bagi Akreditasi Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia dalam mainstreaming Washington Accord Accreditation ? Banyak upaya dilakukan oleh PT untuk memperoleh akreditasi internasional karena memang pengakuan yang tinggi secara nasional, regional dan internasional oleh publik menjadi dambaan setiap lembaga pendidikan tinggi teknik yang ingin maju. Dalam komitmen Washington Accord Program Studi Teknik di Indonesia yang memperoleh Akreditasi ABET misalnya, tidak otomatis diakui oleh Signatory member WA untuk dapat bekerja di negaranya. Washington Accord hanya akan mengakui akreditasi oleh Badan Akreditasi Pendidikan Tinggi Teknik di negara tersebut yang telah diterima sebagai signatory member. Dalam hal ini Washington Accord sangat mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas pengakuan dan mobilitas global Sarjana Teknik. Sudah ada Program Studi Teknik di
Signatory 1989 1995 1999 2005 2006 2009 2007 2007 2012 2014 2014 2011
Indonesia yang sudah diakreditasi oleh ABET-USA, JABEE-Japan yang merupakan signatory member WA. Tetapi itu tidak berarti Sarjana Teknik lulusan Program Studi tersebut dapat diterima bekerja di negara-negara anggota tetap WA atau bahkan di negara dimana badan akreditasi itu berada. Selain memperoleh ekivalensi internasional, manfaat lain WA adalah Bekerjanya Mekanisme Perbaikan yang berkesinambungan dalam pendidikan, review oleh pihak ketiga, dan akuntabilitas publik. Semoga Indonesia bangun kembali sebagai macan asia dengan keunggulan Sarjana Teknik dan Insinyur Profesionalnya yang mampu mengubah Indonesia dari negara basis pasar menjadi negara besar sebagai basis produksi global.*** * Penulis adalah Guru Besar Universitas Indonesia, Anggota Komite Pengarah Indonesian Accreditation Board for Engineering Education (IABEE) dan Anggota Majelis Penilai Insinyur Profesional Badan Kejuruan Mesin PII
Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung
IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA
11
Engineer Weekly Pelindung: A. Hermanto Dardak, Heru Dewanto Penasihat: Bachtiar Siradjuddin Pemimpin Umum: Rudianto Handojo, Pemimpin Redaksi: Aries R. Prima, Pengarah Kreatif: Aryo Adhianto, Pelaksana Kreatif: Gatot Sutedjo,Webmaster: Elmoudy, Web Administrator: Zulmahdi, Erni Alamat: Jl. Bandung No. 1, Menteng, Jakarta Pusat Telepon: 021- 31904251-52. Faksimili: 021 – 31904657. E-mail:
[email protected] Engineer Weekly adalah hasil kerja sama Persatuan Insinyur Indonesia dan Inspirasi Insinyur.